Sepasang Cermin Naga - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
Sepasang Cermin Naga adalah seri ketiga dari cerita silat mandarin serial Pendekar Rambut Emas karya Batara yang terdiri dari 17 jilid dan merupakan lanjutan langsung dari Pedang Tiga Dimensi.

* * * * * * * *

Cuplikan: "Sian-su, mana itu Cermin Naga?"

"Kau tak memberikannya kepada kami?"

"Hm," kakek dewa itu bersikap tenang. "Hawa dan nafsu jahat mengotori kalian, Dewi Api. Dan kalian semakin tersesat. Cermin Naga akan kulempar, siapa mendapatkan dialah yang beruntung.”

"Tidak, orang lain tak boleh mendapatkannya, kakek keparat. Serahkan pada kami atau kau kubunuh!"


"Benar, dan kau juga berhutang sesuatu, kakek busuk. Kau merusakkan wajah kami berdua!"

Sepasang Dewi Naga, Bi Kim dan Bi Lin membentak. Mereka itu jerih kalau menghadapi lawan berdua saja, kini tentu saja berani karena disitu banyak teman. Ada enam jumlahnya. Dan karena Hek-bong Siauwjin dan kawan-kawannya itu juga tambah berat karena Sepasang Dwi Naga membantu dan bergabung dengan mereka maka kini Tok-ong menggeram menggedrukkan kakinya.


"Bu-beng Sian-su, kau masih tak ingin mengeluarkan cermin mu?"

Bu-beng Sian-su, kakek dewa ini sekonyong-konyong tersenyum. Sepasang sorot cahaya tiba-tiba keluar dari sepasang matanya, Bi Kong Hwesio dan lain-lain terkejut karena mereka mendadak merasa silau. Mengerahkan tenaga batin namun, tak kuat, tetap saja mereka terkesiap dan kaget. Mata tiba-tiba dipejamkan dan air mata pun mengalir. Pedih. Tak kuat mereka beradu pandang dengan sorot yang amat tajam itu.

Dan ketika mereka menutup mata dan sejenak saja melakukan ini sekonyong-konyong terdengar pukulan dahsyat ketika Tok-ong menerjang, disusul bentakan yang lain dan bunyi berdering keluar dari lengan kakek dewa itu.

Kim-mou-eng dan Swat Lian yang tak memandang langsung sorot atau cahaya mata manusia sakti ini selamat, melihat kakek dewa itu mengeluarkan sepasang cermin, namun Tok-ong menubruk begitu melihat. Kakek tinggi besar ini menerkam seperti singa haus darah, mencoba merebut. Tapi karena teman-temannya yang lain juga bermaksud sama dan mereka itu sudah melengking dan berkelebat ke depan tiba-tiba enam orang itu sudah serentak merebut dan menyerang.

"Berikan padaku...!"

"Tidak, aku saja!"


Dan enam orang itu yang berkelebat bersama dan merebut serta menghantam tiba-tiba sudah menyerang kakek dewa itu. Pukulan mereka cepat dan tentu saja bukan main dahsyatnya, tapi Bu-beng Sian-su masih berdiri tegak. Kakek itu seolah tak tahu bahaya atau sengaja menerima, Kim-mou-eng sampai terkesiap.

Tapi karena Bu-beng Sian-su adalah kakek maha sakti dan semua serangan itu membuat Kim-mou-eng terbelalak, tiba-tiba kakek ini meniup dan enam orang itu berhantam sendiri, Bu-beng Sian-su tembus dipukul dan Hek-bong Siauwjin serta kawan-kawannya terpekik kaget.

"Heii.... plak-dess!"


Tok-ong dan lima temannya terjungkal. Tadi mereka sudah menghantam tubuh lawan, entah
kenapa tiba-tiba tembus dan amblong. Kakek itu seperti roh halus saja dan mereka berenam menjerit. Tapi karena mereka juga orang-orang luar biasa dan Hek-bong Siauwjin sudah membentak dan meloncat bangun dan iblis cebol ini dan kelima temannya sudah menyerang dan berkelebat lagi.

Tamparan atau pukulan mereka membuat pohon di sekitar berderak roboh, bumi tergetar dan Bi Kong Hwasio serta lain-lain yang ada di guha terpelanting, bukan main hebatnya! Dan ketika ketua Siu-lim dan kawan-kawannya berteriak tertahan dan melompat terhuyung maka di luar terdengar ledakan dan dentuman dahsyat, mereka melihat tapi yang tampak hanya bayang-bayang yang kabur saja. Pandangan dikerahkan tapi tetap saja mata tak mampu melihat jelas.

Hek-bong Siauwjin dan kawan-kawannya itu hanya merupakan bayangan berseliweran dan berobah seperti bayangan iblis, sungguh mengejutkan. Dan ketika mereka mencoba mempertajam pandangan namun kepala tiba-tiba pening mendadak Bi Kong Hwesio dan teman-temannya ambruk!

"Jangan melihat pertempuran. Semua bersila...!" Kim-mou-eng berseru kaget, melihat semua yang ada kecuali dia dan Swat Lian satu per satu roboh terguling.

Bayangan yang tak dapat diikuti membuat kepala berputar dan Bi Kong Hwesio serta yang lain lain itu pun roboh. Bukan main, padahal mereka adalah ketua-ketua partai persilatan terkenal! Dan ketika Kim-mou-eng sendiri cepat memejamkan mata dan duduk bersila dan dengan cara begini dia melihat jalannya pertandingan maka di luar terdengar dentuman dan gemuruh bagai hutan diamuk hantu.

Orang tak melihat betapa Bu-beng Sian-su tiba-tiba berobah menjadi enam, masing-masing Bu-beng Sian-su menghadapi seorang lawan. Hek-bong Siauwjin dan kawan-kawannya terpekik, tentu saja kaget dan gentar.

Ini ilmu siluman, padahal mereka sendiri adalah siluman! Dan ketika hantaman atau pukulan meledak di tempat itu dan orang di bawah bukit melihat kilatan cahaya atau api yang menyambar-nyambar di puncak maka orang-orang dibawah pelenggong dan bengong.

"Iblis, yang bertempur itu benar-benar bukan manusia...!"


"Ya, dan Bu-beng Sian-su hanya tampak sebagai bayangan putih, kawan-kawan. Yang hitam dan berkelebatan itu tentu Tok-ong dan teman temannya!"

"Aih, hebat. Aku belum pernah melihat pertandigan macam begini. Luar biasa, aku... heii...!"

Orang di bawah bukit tiba-tiba berteriak. Di puncak terdengar bentakan dan suara gemuruh, api dan petir sekonyong-konyong meledak. Awan hitam bagai mendung tiba-tiba memenuhi puncak, dari mana-mana datang berkumpul dan akhirnya melebar, kian melebar dan akhirnya Bukit Malaikat gelap gulita.

Dan, ketika orang-orang, di bawah ternganga dan tak tahu apa yang terjadi sekonyong-konyong hujan api dan petir menyambar ke bawah, disusul derak tanah yang membuat bumi bergoyang.

Hek-bong Siauwjin dan teman-temannya telah mengerahkan ilmu hitam, iblis dan siluman dipanggil untuk membantu mereka. Dan ketika orang di bawah terpekik tak keruan meluncurlah kemudian batu-batu besar dan pohon tumbang, disusul hujan deras!

"Awas, air bah! Menyingkir...!"

Paniklah orang-orang itu. Mereka seakan di dalam mimpi buruk, semuanya berlarian dan mencari selamat. Dan ketika mereka berlindung dari hujan dan batu yang seakan ditumpahkan dari langit.

Mendadak dari puncak Bukit Malaikat yang gelap gulita muncul sepasang sinar terang yang berkilauan mengatasi segalanya, mendesing dan berputaran dan terdengarlah saat itu gerengan dan teriakan marah. 

Sepasang benda yang berputar-putar di atas bukit ini melesat. Lalu, ketika orang di bawah melenggong dan bengong mendadak sepasang benda itu meluncur dan terbang ke utara dan selatan.

"Sepasang Cermin Naga, kejar...!"

DAFTAR PENGARANG
Sepasang Cermin Naga Jilid 01
Sepasang Cermin Naga Jilid 02
Sepasang Cermin Naga Jilid 03
Sepasang Cermin Naga Jilid 04
Sepasang Cermin Naga Jilid 05
Sepasang Cermin Naga Jilid 06
Sepasang Cermin Naga Jilid 07
Sepasang Cermin Naga Jilid 08
Sepasang Cermin Naga Jilid 09
Sepasang Cermin Naga Jilid 10
Sepasang Cermin Naga Jilid 11
Sepasang Cermin Naga Jilid 12
Sepasang Cermin Naga Jilid 13
Sepasang Cermin Naga Jilid 14
Sepasang Cermin Naga Jilid 15
Sepasang Cermin Naga Jilid 16
Sepasang Cermin Naga Jilid 17
(Selanjutnya seri ke 4)
Istana Hantu

Sepasang Cermin Naga

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
Sepasang Cermin Naga adalah seri ketiga dari cerita silat mandarin serial Pendekar Rambut Emas karya Batara yang terdiri dari 17 jilid dan merupakan lanjutan langsung dari Pedang Tiga Dimensi.

* * * * * * * *

Cuplikan: "Sian-su, mana itu Cermin Naga?"

"Kau tak memberikannya kepada kami?"

"Hm," kakek dewa itu bersikap tenang. "Hawa dan nafsu jahat mengotori kalian, Dewi Api. Dan kalian semakin tersesat. Cermin Naga akan kulempar, siapa mendapatkan dialah yang beruntung.”

"Tidak, orang lain tak boleh mendapatkannya, kakek keparat. Serahkan pada kami atau kau kubunuh!"


"Benar, dan kau juga berhutang sesuatu, kakek busuk. Kau merusakkan wajah kami berdua!"

Sepasang Dewi Naga, Bi Kim dan Bi Lin membentak. Mereka itu jerih kalau menghadapi lawan berdua saja, kini tentu saja berani karena disitu banyak teman. Ada enam jumlahnya. Dan karena Hek-bong Siauwjin dan kawan-kawannya itu juga tambah berat karena Sepasang Dwi Naga membantu dan bergabung dengan mereka maka kini Tok-ong menggeram menggedrukkan kakinya.


"Bu-beng Sian-su, kau masih tak ingin mengeluarkan cermin mu?"

Bu-beng Sian-su, kakek dewa ini sekonyong-konyong tersenyum. Sepasang sorot cahaya tiba-tiba keluar dari sepasang matanya, Bi Kong Hwesio dan lain-lain terkejut karena mereka mendadak merasa silau. Mengerahkan tenaga batin namun, tak kuat, tetap saja mereka terkesiap dan kaget. Mata tiba-tiba dipejamkan dan air mata pun mengalir. Pedih. Tak kuat mereka beradu pandang dengan sorot yang amat tajam itu.

Dan ketika mereka menutup mata dan sejenak saja melakukan ini sekonyong-konyong terdengar pukulan dahsyat ketika Tok-ong menerjang, disusul bentakan yang lain dan bunyi berdering keluar dari lengan kakek dewa itu.

Kim-mou-eng dan Swat Lian yang tak memandang langsung sorot atau cahaya mata manusia sakti ini selamat, melihat kakek dewa itu mengeluarkan sepasang cermin, namun Tok-ong menubruk begitu melihat. Kakek tinggi besar ini menerkam seperti singa haus darah, mencoba merebut. Tapi karena teman-temannya yang lain juga bermaksud sama dan mereka itu sudah melengking dan berkelebat ke depan tiba-tiba enam orang itu sudah serentak merebut dan menyerang.

"Berikan padaku...!"

"Tidak, aku saja!"


Dan enam orang itu yang berkelebat bersama dan merebut serta menghantam tiba-tiba sudah menyerang kakek dewa itu. Pukulan mereka cepat dan tentu saja bukan main dahsyatnya, tapi Bu-beng Sian-su masih berdiri tegak. Kakek itu seolah tak tahu bahaya atau sengaja menerima, Kim-mou-eng sampai terkesiap.

Tapi karena Bu-beng Sian-su adalah kakek maha sakti dan semua serangan itu membuat Kim-mou-eng terbelalak, tiba-tiba kakek ini meniup dan enam orang itu berhantam sendiri, Bu-beng Sian-su tembus dipukul dan Hek-bong Siauwjin serta kawan-kawannya terpekik kaget.

"Heii.... plak-dess!"


Tok-ong dan lima temannya terjungkal. Tadi mereka sudah menghantam tubuh lawan, entah
kenapa tiba-tiba tembus dan amblong. Kakek itu seperti roh halus saja dan mereka berenam menjerit. Tapi karena mereka juga orang-orang luar biasa dan Hek-bong Siauwjin sudah membentak dan meloncat bangun dan iblis cebol ini dan kelima temannya sudah menyerang dan berkelebat lagi.

Tamparan atau pukulan mereka membuat pohon di sekitar berderak roboh, bumi tergetar dan Bi Kong Hwasio serta lain-lain yang ada di guha terpelanting, bukan main hebatnya! Dan ketika ketua Siu-lim dan kawan-kawannya berteriak tertahan dan melompat terhuyung maka di luar terdengar ledakan dan dentuman dahsyat, mereka melihat tapi yang tampak hanya bayang-bayang yang kabur saja. Pandangan dikerahkan tapi tetap saja mata tak mampu melihat jelas.

Hek-bong Siauwjin dan kawan-kawannya itu hanya merupakan bayangan berseliweran dan berobah seperti bayangan iblis, sungguh mengejutkan. Dan ketika mereka mencoba mempertajam pandangan namun kepala tiba-tiba pening mendadak Bi Kong Hwesio dan teman-temannya ambruk!

"Jangan melihat pertempuran. Semua bersila...!" Kim-mou-eng berseru kaget, melihat semua yang ada kecuali dia dan Swat Lian satu per satu roboh terguling.

Bayangan yang tak dapat diikuti membuat kepala berputar dan Bi Kong Hwesio serta yang lain lain itu pun roboh. Bukan main, padahal mereka adalah ketua-ketua partai persilatan terkenal! Dan ketika Kim-mou-eng sendiri cepat memejamkan mata dan duduk bersila dan dengan cara begini dia melihat jalannya pertandingan maka di luar terdengar dentuman dan gemuruh bagai hutan diamuk hantu.

Orang tak melihat betapa Bu-beng Sian-su tiba-tiba berobah menjadi enam, masing-masing Bu-beng Sian-su menghadapi seorang lawan. Hek-bong Siauwjin dan kawan-kawannya terpekik, tentu saja kaget dan gentar.

Ini ilmu siluman, padahal mereka sendiri adalah siluman! Dan ketika hantaman atau pukulan meledak di tempat itu dan orang di bawah bukit melihat kilatan cahaya atau api yang menyambar-nyambar di puncak maka orang-orang dibawah pelenggong dan bengong.

"Iblis, yang bertempur itu benar-benar bukan manusia...!"


"Ya, dan Bu-beng Sian-su hanya tampak sebagai bayangan putih, kawan-kawan. Yang hitam dan berkelebatan itu tentu Tok-ong dan teman temannya!"

"Aih, hebat. Aku belum pernah melihat pertandigan macam begini. Luar biasa, aku... heii...!"

Orang di bawah bukit tiba-tiba berteriak. Di puncak terdengar bentakan dan suara gemuruh, api dan petir sekonyong-konyong meledak. Awan hitam bagai mendung tiba-tiba memenuhi puncak, dari mana-mana datang berkumpul dan akhirnya melebar, kian melebar dan akhirnya Bukit Malaikat gelap gulita.

Dan, ketika orang-orang, di bawah ternganga dan tak tahu apa yang terjadi sekonyong-konyong hujan api dan petir menyambar ke bawah, disusul derak tanah yang membuat bumi bergoyang.

Hek-bong Siauwjin dan teman-temannya telah mengerahkan ilmu hitam, iblis dan siluman dipanggil untuk membantu mereka. Dan ketika orang di bawah terpekik tak keruan meluncurlah kemudian batu-batu besar dan pohon tumbang, disusul hujan deras!

"Awas, air bah! Menyingkir...!"

Paniklah orang-orang itu. Mereka seakan di dalam mimpi buruk, semuanya berlarian dan mencari selamat. Dan ketika mereka berlindung dari hujan dan batu yang seakan ditumpahkan dari langit.

Mendadak dari puncak Bukit Malaikat yang gelap gulita muncul sepasang sinar terang yang berkilauan mengatasi segalanya, mendesing dan berputaran dan terdengarlah saat itu gerengan dan teriakan marah. 

Sepasang benda yang berputar-putar di atas bukit ini melesat. Lalu, ketika orang di bawah melenggong dan bengong mendadak sepasang benda itu meluncur dan terbang ke utara dan selatan.

"Sepasang Cermin Naga, kejar...!"

DAFTAR PENGARANG
Sepasang Cermin Naga Jilid 01
Sepasang Cermin Naga Jilid 02
Sepasang Cermin Naga Jilid 03
Sepasang Cermin Naga Jilid 04
Sepasang Cermin Naga Jilid 05
Sepasang Cermin Naga Jilid 06
Sepasang Cermin Naga Jilid 07
Sepasang Cermin Naga Jilid 08
Sepasang Cermin Naga Jilid 09
Sepasang Cermin Naga Jilid 10
Sepasang Cermin Naga Jilid 11
Sepasang Cermin Naga Jilid 12
Sepasang Cermin Naga Jilid 13
Sepasang Cermin Naga Jilid 14
Sepasang Cermin Naga Jilid 15
Sepasang Cermin Naga Jilid 16
Sepasang Cermin Naga Jilid 17
(Selanjutnya seri ke 4)
Istana Hantu