Sepasang Cermin Naga Jilid 14 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

SEPASANG CERMIN NAGA
JILID 14
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara
KIM MOU ENG marah sekali. Dia juga marah kepada ayah kekasihnya kenapa Hu Beng Kui diam saja, padahal jelas Enam Iblis Dunia itu adalah orang-orang sésat. Dan ketika Swat Lian melengking dan mengangguk mengiyakan seruannya maka Cam-kong dan lima temannya jatuh bangun dihajar dua orang muda itu, berteriak-teriak dan memaki Hu Beng Kui karena jago pedang itu dinilai tak tahu budi.

Tadi mereka menolong dan menyelamatkan pendekar itu hal yang membuat Hu Beng Kui merah. Dan ketika enam orang itu terus berkaok-kaok dan Swat Lian serta Pendekar Rambut Emas menghajar mereka maka nenek Naga Bumi tiba-tiba melepas Tee-sinkang (Pukulan Bumi) dan puluhan jarum-jarum beracun.

"Wut-wir-dess!"

Swat Lian dan Kim-mou-eng menangkis. Pendekar Rambut Emas bahkan mengebut nenek itu, Lu-ciang-hoat meledak dan mengenai muka nenek ini. Dan ketika beberapa jarum juga ditolak dan menyambar lima iblis yang lain maka nenek Naga Bumi menjerit dan bergulingan melarikan diri.

"Augh!" nenek itu mendekap mukanya, hangus dan terbakar dan Cam-kong serta yang lain juga memekik. Mereka disambar jarum-jarum yang membalik, mengelak atau menangkis tapi Swat Lian berkelebatàn, membagi-bagi Khi-bal-sin-kangnya. Dan ketika mereka bergulingan dan jatuh bangun dihajar gadis itu maka Cam-kong melesat dan menyusul nenek Naga Bumi, melari kan diri.

“Lari....!"

Empat iblis yang lain tiba-tiba berhamburan. Mereka sudah meloncat bangun dan melarikan diri, apa yang dilakukan Cam-kong dan Naga Bumi diikuti. Dan ketika enam iblis itu berloncatan dan menghilang di balik Puncak Mutiara maka Swat Lian yang hendak mengejar dan membunuh iblis-iblis itu mendapat bentakan ayahnya.

"Swat Lian, berhenti....!" dan Hu-taihiap yang berkelebat dan sudah berdiri di depan putrinya tampak marah dan bersinar-sinar. "Dari mana kau? Kau galang-gulung dengan Kim-mou-eng?"

Swat Lian terkejut. "Ayah bicara apa?"

"Hm, kau memalukan aku, Lian-ji. Pulang dan ikuti aku!" dan Hu Beng Kui yang membentak dan menyambar puterinya tiba-tiba membetot dan menarik puterinya itu, marah!

Dan Swat Lian terbelalak. Dia tak tahu kedatangan ayahnya ini, girang melihat ayahnya di situ dan mau menegur. Tapi melihat sang ayah marah-marah dan menghalangi pengejarannya terhadap Enam Iblis Dunia dan kini menariknya dengan demikian kasar tiba-tiba gadis ini meronta dan melepaskan diri. "Ayah, nanti dulu!" dan berbalik menghadapi ayahnya itu gadis ini bertanya, kaget dan marah, "Ada apa kau demikian kasar? Apa salahku?"

Sang jago pedang mendelik. "Kau mau melawan ayahmu? Kau sekarang berani?"

"Tidak, tapi....!"

"Sudah, kau ikut ayahmu, bocah. Atau kita bertempur dan kau atau aku mampus!"

"Ayah....!” Swat Lian terkejut. "Apa maksud kata-kata mu ini? Kau mau membunuh aku?"

"Hm, kalau kau melawan tentu kubunuh, Lian-ji. Atau kau boleh membunuh ayahmu. Aku tak mau bicara lagi, hayo ikuti ayahmu dan pulang ke Ce-bu!" dan tidak memperdulikan sang anak yang kaget serta heran, tiba-tiba Hu Beng Kui telah menyambar anaknya kembali, membetot dan menarik dan segera jago pedang itu terbang meninggalkan Himalaya. Mukanya merah padam dan kemarahan besar tak dapat disembunyikan pada sorot matanya itu, Swat Lian tertegun dan tak berani melepaskan diri lagi. Namun baru jago pedang itu melangkahkan kaki beberapa tindak tiba-tiba Kim-mou-eng berkelebat di depannya.

"Hu-taihiap, tunggu....!" dan menghadang serta mengusap keringat yang membasahi mukanya Pendekar Rambut Emas bertanya, "Kau mau membawa ke mana putrimu ini? Ada apa?"

"Keparat, minggir, Kim-mou-eng. Atau kau kubunuh....wut!" dan sang jago pedang yang tidak menjawab melainkan mengayun tangan menghantam. Pendekar Rambut Emas tiba tiba dikelit dan pukulanpun meledak di samping Pendekar Rambut Emas.

"Darr!"

Kim-mou-eng terkejut. "Eh, nanti dulu, Hu taihiap. Tunggu...!" namun dua pukulan yang kembali meledak dan menghantam mukanya akhirnya membuat Pendekar Rambut Emas berjungkir balik, marah dan tertegun namun pendekar ini tetap penasaran, mengejar dan melayang turun lagi di depan jago pedang itu, mengkhawatirkan Swat Lian. Tentu saja Kim-mou-eng tak mau ada apa-apa terjadi pada kekasihnya, dia harus melindungi.

Dan ketika Hu Beng Kui menggeram dan melotot menghentikan larinya akhirnya jago pedang ini menggigil. "Kim-mou-eng, kau mau mengajak aku bertanding lagi? Kau kira dapat mengalahkan aku?"

"Tidak... tidak...!" Pendekar Rambut Emas gugup. "Aku hanya mau bertanya ke mana puterimu hendak kau bawa, Hu-taihiap. Dan kenapa sebabnya kau marah-marah!"

"Keparat, kaulah penyebabnya! Kau kira sebagai orang tua aku tidak tersinggung melihat kau membawa-bawa puteriku, Kim-mou-eng? Kau kira aku tidak terhina dengan mendengar berita di luaran tentang kebersamaan kalian? Bedebah, minggir, Kim-mou-eng. Atau kau mampus!"

Dan Hu Beng Kui yang membentak melepaskan pukulannya tiba-tiba menerjang dan menghantam Pendekar Rambut Emas itu, membuat Pendekar Rambut Emas tertegun dan hampir dia terkena pukulan, mengelak namun kurang cepat. Makian dan bentakan jago pedang itu membuat Kim mou-eng merah padam, terlempar dan terbanting keserempet pukulan. Dan ketika Swat Lian berteriak namun Kim-mou-eng dapat bangun terhuyung maka gadis itu menangis dibawa lari ayahnya yang sudah terbang turun gunung.

"Twako, Dailiong di dekat gapura... Maaf aku tak dapat menemanimu lagi...!" dan Swat Lian yang lenyap bersama ayahnya akhirnya membuat Kim-mou-eng termangu-mangu, tertegun oleh kalimat terakhir tadi bahwa Bu Beng Kui merasa terhina dengan berita di luaran.

Kim-mou-eng tersentak dan tidak tahu apa yang dimaksud, bagaimana berita di luaran itu. Tapi mendengar Dailiong di bawah gunung dan dia tahu di mana tempat yang dimaksud itu tiba-tiba Kim-mou-eng berkelebat dan turun gunung pula, mencari dan mendapatkan anaknya dan akhirnya Pendekar Rambut Emas ini tak enak. Dia merasa tak tenang dengan semua kemarahan Hu Beng Kui itu, semua kata-katanya. Maka begitu jago pedang itu membawa puterinya dan terbang ke Ce-bu maka Pendekar Rambut Emas pun mengerahkan ginkangnya dan terbang pula ke Ce-bu.

* * * * * * * *

"Nah, katakan," Hu Beng Kui terengah duduk di kursi, membanting pantatnya. "Apa yang kau lakukan bersama Pendekar Rambut Emas itu, Lian-ji. Dan kapan kau mulai galang-gulung dengannya!"

Swat Lian pucat. "Maaf," gadis ini menggigil, menghapus air matanya yang bercucuran sejak tadi. "Kau ada apa demikian marah-marah, yah? Kenapa kau membenci Kim-twako dan berkali-kali menyatakan ingin membunuhnya?"

"Diam! Kau jawab pertanyaanku, Lian-ji. Sejak kapan kau galang-gulung dan mana anak itu!"

"Dailiong?"

"Aku tidak tahu, pokoknya hasil hubungan gelapmu dengan Kim-mou-eng!"

"Ayah!" Swat Lan terpekik. "Apa kau bilang? Hubungan gelap? Jadi.... jadi kau menganggap kami berdua...."

"Plak-plak!" Hu Beng Kui menyambar, mencelat dari kursinya. "Banyak orang bicara begitu, Swat Lian. Dan aku malu mendengar tingkahmu. Kalau bukan kau satu-satunya keturunanku tentu aku membunuhmu!" dan Swat Lian yang mengeluh terbanting oleh tamparan ayahnya akhirnya bangkit terhuyung dengan muka merah padam, mata berapi-api dan dia marah sekali.

"Ayah," bentakannya itu mengejutkan Hu Beng Kui. "Kalau bukan kau yang menamparku tentu sudah kubunuh orang yang melakukan ini. Kau membabi-buta, kau ngawur! Kau kira apa diriku ini? Kau kira apa Kim-mou-eng itu? Tak dapat kusangkal bahwa aku bersamanya selama ini. ayah. Tapi bukan untuk bersenang-senang melainkan mencari Hauw Kam-suheng dan Gwan Beng suheng!"

"Omong kosong! Nyatanya kau galang-gulung dengan Kim-mou-eng. Setahun lebih tak pernah pulang dan memberi tahu! Ingat, apa katamu dulu kepadaku, Lian-ji? Bukankah kau bilang setengah tahun lagi kau kembali? Nah, orang melihat galang-gulung kalian berdua, bocah. Dan aku malu mendengar kau punya anak sebelum nikah! Keparat Pendekar Rambut Emas itu, terkutuk dia. Ingin kubunuh pemuda siluman itu!"

"Ah," Swat Lian terbelalak. "Ayah termakan laporan ini? Siapa yang memberitahumu?"

"Tak perlu tahu. Pokoknya ada, bocah. Dan kau membuat ayahmu malu!"

"Ooh....!" Swat Lian mengeluh. "Kau salah, ayah. Kau tidak benar. Berita di luaran itu bohong! Aku dan Kim-twako tak melakukan apa-apa!"

"Keparat, dan bocah itu?" jago pedang ini menyambar kembali anaknya, mencekik. "Kau mau menyangkal setelah kau sendiri berpesan pada Kim mou-eng? Kau mau menipu ayahmu?"

"Lepaskan!" gadis ini meronta, marah sekali. "Kau ngawur, yah. Kau membabi buta! Kau... kau, ooh!" dan Swat Lian yang menangis mendorong ayahnya akhirnya berdiri tegak dengan mata berapi-api. "Ayah...." suaranya menggigil. "Kalau bukan kau yang menghina dan memperlakukan aku seperti ini tentu aku tak mau sudah. Kau menerima membabi-buta mendengar omongan orang, kau menelan begitu saja laporan orang. Kau bodoh, kau terburu-buru!" dan ketika ayahnya terkejut dan mendelik gadis ini menyambung, mengangkat tangannya, berseru, "Nanti dulu, dengarkan aku! Jangan ayah bertindak sepihak! Kalau ayah adil biarkan aku bicara!" dan setengah mengepalkan tinju gadis ini berkata lagi, bercucuran air mata, "Ayah tidak menanya kepadaku bagaimana duduk persoalan sebenarnya. Kau menghina dan merendahkan martabat puterimu sendiri. Tidak tahukah ayah bahwa anak itu adalah anak Kim-mou-eng dengan isterinya? Tidak ingatkah ayah bahwa Pendekar Rambut Emas mempunyai keturunan laki-laki dengan mendiang isterinya itu? Nah, Dailiong adalah anak Kim-twako dengan mendiang isterinya itu, ayah. Dan kami berdua meskipun runtang-runtung tapi tak pernah bertindak melampaui batas. Kami tak pernah mengadakan hubungan gelap, meskipun Kim-twako mencintaku!"

Jago pedang ini tertegun.

"Kau ingat Salima, bukan? Kau tentu tahu bahwa mendiang isteri Kim-mou-eng ini telah melahirkan dan mendapatkan keturunan laki-laki?"

Hu Beng Kui kembali tertegun, terbelalak.

“Dan kau menuduh membabi-buta, yah. Kau menghina dan merendahkan diriku. Kau sama sekali tak mau bertanya dan terburu marah-marah seperti orang gila!"

"Lian-ji....!"

"Biar, aku sakit hati kepadamu, yah. Kau menyinggung dan menyakiti perasaanku sebagai seorang wanita. Kau.... kau...." dan Swat Lian yang tersedu-sedu dan tak dapat meneruskan kata-katanya tiba-tiba berkelebat dan meloncat keluar, menangis dan sudah mengguguk dan Hu Beng Kui terhenyak.

Sekarang jago pedang ini teringat akan hal itu, bahwa Kim-mou-eng memang mempunyai seorang anak laki-laki dengan mendiang isterinya. Bahwa Pendekar Rambut Emas itu telah mempunyai keturunan dan betapa dia telah menghina dan merendahkan puterinya sendiri. Jago pedang ini tiba-tiba sadar dan terkejut. Maka begitu puterinya meloncat keluar dan tersedu-sedu di sana tiba-tiba pendekar ini berkelebat dan menyambar anak perempuannya itu.

"Swat Lian, maafkan ayahmu!" Swat Lian malah mengguguk. "Aku lupa dan khilaf. anakku. Aku telah menghina dan merendahkan dirimu. Ahh, aku sadar, maaf...!"

Dan Hu Beng Kui yang cepat memeluk dan mengusap puterinya lalu menggumam dan menyatakan penyesalannya, belum dapat diterima begitu saja oleh Swat Lian dan jago pedang jadi bingung. Harga diri anak perempuannya sebagai seorang wanita memang telah ditusuk tajam oleh kata-katanya yang membabi--buta. Hu Beng Kui mengingat-ingat dan menyesal akan semua perbuatannya itu. Entahlah, semula memang dia tersinggung dan marah mendengar laporan orang. Puterinya dikabarkan galang-gulung dengan Kim-mou-eng dan punya anak, sebelum nikah. Orang tua mana tak sakit hatinya kalau mendengar itu?

Dan ketika Swat Lian meloncat lagi dan melepaskan diri darinya akhirnya jago pedang ini membiarkan puterinya menangis di taman, melepas semua kekecewaan dan sakit hatinya atas sikap sang ayah. Hu Beng Kui memang bersikap terlalu keras, juga kasar. Namun ketika sejam kemudian tangis puterinya tinggal sedu-sedan perlahan dan jago pedang ini menghampiri maka Hu-taihiap berlutut di depan anaknya itu, memegang kedua lengan anak gadisnya.

"Lian-ji," suaranya bergetar. "Maafkan ayahmu. Aku khilaf. Betapapun, ayah mana tak akan marah mendengar laporan anak gadisnya di permainkan orang? Aku menyesal dan sadar, nak. Aku terlalu terburu nafsu dan tergesa-gesa. Aku Salah!" dan ketika dua titik air mata menitik di pipi orang tua itu akhirnya Swat Lian terharu dan menyuruh ayahnya bangun, masih cemberut.

"Sudahlah, aku juga menyesal, yah. Aku tadi telah memaki-makimu!"

"Hm, makian apa? Seharusnya lebih berat lagi yang kau terima, nak. Kau boleh pukul atau hukum ayahmu tapi maafkan aku!"

"Sudahlah, aku sekarang tak marah. Ayah tak akan memusuhi aku dan Kim-twako, bukan?"

"Hm," alis itu tiba-tiba terangkat. "Untukmu jelas aku tak memusuhimu, Lian-ji. Tapi Kim-mou-eng...." bibir itu terkatup. "Dia telah menghina dan berani melawanku!"

Swat Lian terkejut. "Berani bagaimana? Menghina bagaimana?"

"Dia merendahkan ilmu silatku, Lian-ji. Menandingi Khi-bal-sin-kangku dan Jing-sian-eng....!"

"Ah," sang puteri berseru. "Kau yang mulai menyerangnya dulu, ayah. Dan Kim-Twako sekarang memang hebat. Dia memiliki Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Ginkang sebagai tandingan dari Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng!"

"Ya, dan itu kuanggap penghinaan. Bocah kemarin sore itu berani melawanku dan tidak tunduk, padahal aku adalah bengcu!"

"Tapi Kim-mou-eng hanya membela diri terhadap seranganmu, yah. Dia...."

"Tidak!" sang jago pedang bangkit berdiri. "Dia juga berani membalasku. Lian-ji. Dia hampir membuat aku malu di depan Enam Iblis Dunia itu. Kalau aku sampai roboh dan kalah di tangannya tentu nama dan harga diriku jatuh!" dan ketika puterinya terbelalak dan tidak mengerti jalan pikiran sang ayah akhirnya Hu Beng Kui mencengkeram puterinya itu. "Kau masih menyayang dan menghargai ayahmu ini? Kau mau melakukan apa yang kuinginkan?"

Swat Lian bangkit, menggigil. "Kalau kau menyuruhku untuk membenci Kim - twako tak! mungkin, yah. Aku mencintainya dan terlanjur mencintanya. Kau tahu itu!"

"Tidak, bukan membencinya, anakku. Melainkan ingin mengangkat harga dirimu tinggi-tinggi di depannya. Pendekar Rambut Emas itu tak boleh membawa-bawamu sesuka hati. Kau tak boleh bersamanya dulu sebelum menikah!"

"Eh, ayah menyetujui hubungan kami?"

"Hm," mata Hu Beng Kui bersinar-sinar. "Dia juga mencintaimu, bukan? Kim-mou-eng benar-benar tak kurang ajar kepadamu sepanjang jalan?"

"Ah, kami tak melakukan apa-apa, ayah. Dan Kim-mou-eng hormat serta menghargai diriku sebagai wanita!"

"Bagus, kalau begitu dia harus membayar emas kawin yang mahal. Kalau dia mau menikahi mu dan mencintamu seperti katamu maka suruh cepat pendekar itu meminangmu, kepadaku! Aku merestui hubungan kalian asal secara baik-baik Pendekar Rambut Emas itu memintanya kepadaku. Suruh dia menghadap!"

Swat Lian melonjak girang. Perubahan yang tidak disangka dan amat luar biasa ini terbuat dia lengah, tak tahu sinar mata ayahnya yang bergerak aneh, bola mata yang berputar lalu meredup dingin. Dan ketika gadis itu menubruk dan memanggil ayahnya maka Swat Lian sudah menciumi muka ayahnya yang berjenggot serta bercambang kaku.

"Ah, ayah memang baik," Swat Lian tertawa-tawa. "Tadinya kupikir kau menentang. yah. Tapi setelah tahu ini ternyata dugaanku keliru. Baik, Kim-twako akan kusuruh menghadapmu dan meminangku!" gadis ini gembira bukan main, air mata berubah menjadi tawa.

Dan Hu Beng Kui tersenyum-senyum. Dia girang bahwa Putrinya tak marah lagi. Swat Lian adalah miliknya satu-satunya. Dan ketika gadis itu menciuminya dan didorong mundur tiba-tiba jago tua ini berkelebat dan berkata, "Sudahlah, bersiap-siap saja suruh kekasihmu itu datang!" dan menghilang di dalam memberikan perintahnya jago pedang ini sudah lenyap dan lega di kamarnya.

Sekarang mengerti bahwa anak yang dilaporkan itu bukanlah hasil hubungan gelap puterinya dengan Pendekar Rambut Emas. Anak gadisnya masih suci dan Kim-mou-eng tak mengganggunya. Tapi karena Kim-mou-eng telah kurang ajar kepadanya dan betapa pun dia harus ganti menghajar pendekar itu maka tiga hari Jago pedang ini menanti sebelum Kim-mou-eng benar-benar datang menghadap.

Sebagaimana diketahui, Kim-mou-eng akhirnya berlari cepat pula ke Ce-bu. Pendekar Rambut Emas itu mengkhawatirkan Swat Lian dan menitipkan Dailiong di suatu tempat untuk akhirnya terbang ke Ce-bu. Tak leluasa rasanya membawa-bawa anak. Inilah yang membuat dia terlambat dan tiga hari kemudian dia baru tiba di kota yang ditinggali si jago pedang. Dan ketika sore itu dia berkelebat dan langsung ke taman karena di situlah biasanya Swat Lian berada maka benar saja kekasihnya itu berada di situ.

"Lian-moi....!"

Swat Lian terkejut girang. Pendekar Rambut Emas telah melayang dan turun di depannya, khawatir dan cemas tapi lega melihat keadaannya. Gadis itu tak apa-apa. Swat Lian langsung berdiri dan mereka pun berpelukan. Ah, betapa bahagia dan gembira gadis itu. Dan ketika mereka berseri-seri dan tak ada suara kecuali cium dan pelukan ketat akhirnya Pendekar Rambut Emas melepaskan kekasihnya bertanya girang,

"Kau tak apa-apa? Di mana ayahmu?"

“Ayah di dalam," gadis ini berseri. "Aku tak apa-apa, twako. Dan berita menggembirakan untuk kita berdua!"

"Berita apa? Menggembirakan bagaimana?"

"Ayah merestui kita, kau disuruh meminangku!”

Kin-mou-eng tertegun.

"Benar, kau diminta meminangku, twako. Dan persoalan dulu itu ternyata kesalahpahaman ayah sendiri. Ayah... ayah mengira Dailiong anak kita berdua!"

"Aku tak mengerti." Kim-mou-eng masih bingung. "Dulu ayah buru marah-marah dan tak memberi penjelasan kepadaku, Lian-moi. Tahu-tahu diserangnya aku dan datanglah Enam Iblis Dunia itu...!"

"Duduklah, biar kujelaskan," Swat Lian gembira bukan main. "Ayah terburu-buru dan tergosok omongan orang, twako. Tapi semuanya kini sudah gamblang dan ayah minta maaf," gadis itu menarik kekasihnya, menyuruh Kim-mou-eng duduk dan segera dia bercerita.

Kim-mou-eng mendengarkan dan berkali-kali dia mengeluarkan seruan pendek, terutama ketika Swat Lian ditampar dan mau dihajar ayahnya. Dan ketika cerita berakhir dengan kesadaran Hu Beng Kui dan jago pedang itu minta maaf Swat Lian mengakhiri.

"Akhirnya ayah sadar. Semua kuceritakan tanpa kukurangi atau kutambahi. Dan ketika ayah tahu bahwa anak laki-laki itu adalah Dailiong puteramu dengan mendiang isterimu itu barulah dia mendusin dan mengakui kesalahannya. Sekarang ayah menyuruhmu menghadap, twako. Kau diminta membicarakan diriku dengan meminangnya."

"Ayahmu merestui? Benar-benar merestui?"

"Ya, dan kau kutunggu-tunggu, twako. Ehh.... mana Dailiong?"

"Kutitipkan pada seseorang. Tak cocok rasanya ke sini dengan seorang anak!"

"Hm, baiklah. Kalau begitu cepat, twako. Masuk dan menghadaplah, ayah di dalam!"

Kim-mou-eng berdebar. Tiba-tiba dia memasuki sesuatu yang asing, meminang anak orang. Dulu dengan mendiang isterinya tak ada pinang meminang itu. Mendiang isterinya dan dia kebetulan adalah orang-orang yang sebatangkara, mereka juga suheng dan sumoi, kakak dan adik seperguruan. Maka ketika Hu Beng Kui kini memintanya untuk datang menghadap dan membicarakan pinangan itu mendadak muka pendekar ini merah dan gugup . Sudah menjadi bapak dari satu anak namun terasa seolah jejaka saja. Lucu Pendekar Rambut Emas itu, maju mundur! Dan ketika Swat Lian terkejut dan heran melihat tingkahnya maka gadis itu menegur,

"Ada apa? Kenapa tidak segera ke dalam?"

"Hm, aku.... aku tegang, Lian-moi. Aku berdebar!"

"Berdebar karena takut ayah menyerangmu?" Swat Lian salah tangkap.

"Ya, eh... begitulah," Kim-mou-eng berbohong. "Aku takut ayahmu menyerang, Lian-moi. Barangkali dia pura-pura saja."

"Tidak, aku tahu benar, twako. Ayah sungguh-sungguh dan serius. Sudahlah, kau masuk dan hadapi ayahku!"

"Tidak kau antar?"

"Ih!" Swat Lian tiba-tiba semburat. "Mendengarkan pinangan orang malu rasanya, twako. Aku, ah.... aku jengah!"

"Baiklah, kau di sini, Lian-moi. Biar kuhadapi ayahmu!" dan Kim-mou-eng yang menetapkan hati menekan debarannya akhirnya berkelebat dan meninggalkan gadis itu, lenyap di dalam dan Swat Lian pun tersenyum simpul. Ada bahagia dan degup kencang yang membuat mukanya semburat merah. Ada kebahagiaan dan kesenangan di situ. Dia dilamar orang, kekasih yang dicintainya! Dan ketika gadis itu menunggu dengan jari-jari bergerak kesana kemari dengan gelisah maka Kim-mou-eng sudah di dalam dan berhadapan dengan jago pedang itu, jago tua yang dulu bertempur habis-habisan dengannya di Himalaya!!

"Kau sudah datang?" suara itu terdengar dingin dan menyeramkan bagi telinga Kim-mon-eng. “Bagus, dan duduklah, Kim-mou-eng. Katakan apa maksudmu datang ke mari!"

Kalimat dan pertanyaan-pertanyaan itu mengandung banyak arti bagi Kim-mou-eng. Hu Beng Kui duduk membelakanginya, menghadap jendela, tahu kedatangannya tapi tak mau melihat. Entah dikarenakan jago pedang itu masih marah kepadanya atau tidak Kim-mou-eng tak tahu. Lutut gemetar dan aneh sekali Pendekar Rambut Emas ini merasa kelu, lidahnya tiba-tiba berat dan susah diajak bicara! Dan ketika Hu Beng Kui mendengus dan kembali mengeluarkan pertanyaannya yang dingin maka Pendekar Rambut Emas maju dan membungkuk.

"Maaf, aku kemari karena Swat Lian, Hu-taihiap. Datang untuk.... untuk meminangnya!"

Kursi putar itu bergerak. Hu Beng Kui tahu-tahu memutar kursinya menghadapi Kim-mou-eng, sepasang mata yang berkilat dan bercahaya mengejutkan Pendekar Rambut Emas. Dan ketika Pendekar Rambut Emas tertegun dan terkesiap oleh mata lawannya maka si jago pedang membentak dan mengepalkan tinju. "Kim-mou-eng, kau datang bukan untuk meminta maaf dulu? Kau berani mati meminang anak orang dengan cara begini?"

"Maaf," Pendekar Rambut Emas berdegup. "Aku tak mengerti maksudmu, taihiap. Kenapa harus minta maaf dan..."

"Bedebah! Kau membawa-bawa anak orang tanpa permisi tidak perlu minta maaf? Kau membelakangi aku berdua dengan puteriku tidak pêrlu meminta maaf? Aku orang tua terhina oleh sikapmu, Kim-mou-eng. Aku tersinggung dan terus terang menganggapmu pemuda liar yang tidak tahu aturan!"

Kim-mou-eng kaget.

"Dengar," jago pedang itu menggigil. Orang melaporkan kepadaku rantang - runtang kalian, Kim-mou-eng. Orang memberitahukan kepadaku hal-hal yang membuat aku hampir membunuh anakku sendiri. Kau bangsa liar biadab, kau pemuda Tar-tar tak tahu sopan!"

Kim mou-eng pucat. Disinggung-singgungnya kebangsaan dan kesukuannya tiba-tiba membuat pendekar ini menggigil, Kim-mou-eng merah padam dan hampir dia menerjang si jago pedang itu. Hu Beng Kui terlalu tajam dan kasar, sikapnya tidak bersahabat! Tapi teringat Swat Lian dan betapa dia amat mencinta gadis itu akhirnya Kim mou-eng menjura dan melipat punggungnya dua kali lipat. "Maaf, aku terlupa semuanya itu, Hu taihiap. Aku bersalah dan sekarang kusadari. Memang aku belum meminta ijinmu dan biarlah kini kuminta maaf secara sungguh-sungguh kepadamu. Maafkan aku!"

Namun Hu Beng Kui yang tertawa mengejek dan menepuk lengan kursi ternyata tidak mau sudah menghinanya. "Baik, enak saja kau meminta maaf, Kim-mou-eng. Kalau semua pemuda melakukan ini tentu banyak gadis-gadis yang dibawa pergi dan si pemuda minta maaf belakangan. Hm, kini ku tahu kabar di luaran itu. Bangsa Tar-tar rupanya kurang beradab dan hal itu menurun padamu. Baiklah, lalu apa maumu sekarang? Kau ingin mengajakku bertanding dan setelah itu membawa lari puteriku?"

"Hu-taihiap!" Pendekar Rambut Rambut Emas akhirnya membentak. "Omonganmu kian tajam dan tidak enak didengar. Kenapa kau membawa nama kesukuan dan bangsaku? Apa hubungannya mereka dengan diriku? Aku datang untuk meminang anakmu, Hu-taihiap. Dan tak usah kau menyakiti hatiku dengan kata-kata tajam!"

"Ha ha, ini cara Kim-mou-eng meminang anak gadis. Bagus, bagus sekali, Kim-mou-eng. Sungguh kian menunjukkan keliaran dan kekurang ajaranmu! Heh, beginikah kau mengharap puteri ku sebagai pendamping, Kim-mou-eng? Beginikah kau berhadapan dengan calon mertuamu?"

Kim-mou-eng tertegun.

"Keparat, puteriku bukan perempuan sembarangan, Kim-mou-eng. Seharusnya kuadakan sayembara untuk bakal suaminya. Tapi karena puteriku telah kau cemari dan nama baikku tersinggung biarlah sayembara kutiadakan dan kau mendapat keistimewaan!" dan ketika Pendekar Rambut Emas itu terbelalak dan merah mukanya maka Hu Beng Kui mengetrukkan pipa cangkleng, yang entah didapat dari mana.

"Kau tahu siapa yang kau lamar? Kau tahu siapa dirimu dan siapa aku?"

"Maaf, aku tak mengerti maksud tujuanmu, Hu-taihiap. Sebaiknya berterus terang saja dan katakan apa maumu!"

"Ha-ha, bagus, Kim-mou-eng, cocok sekali. Baiklah, kukatakan padamu apa maksudku!" dan memutar pipa cangklongnya dua kali di antara telunjuk dan jari tengah jago pedang itu mendesis, tiba-tiba menghunjam dengan kata-katanya yang amat tajam dan berkarat,

"Kau tentu tahu bahwa aku adalah bengcu. Swat Lian adalah puteri seorang bengcu dan sebagai gadis dari seorang pemimpin dunia persilatan tentunya kau barus menghargai diri puteriku di atas gadis-gadis lain, bahkan puteri kaisar sekali pun! Sedang kau, apa kedudukanmu, Kim-mou-eng? Kau hanya pemimpin dari sebuah bangsa liar, bangsa yang masih setengah biadab. Dan kau pun duda! Heee, mana ada keadilan di sini, Kim-mou-eng? Anakku masih seorang gadis, sedang kau duda! Emas kawin apa yang bisa kauberikan untuk menghargai puteriku sebagai calon isterimu setinggi-tingginya?! Penghargaan dan penghormatan apa yang bisa kau berikan kepada Swat Lian? Jawab, aku ingin tahu pendapatmu, Kim-mou-eng. Sebelum puteriku kau rendahkan dengan kedudukanmu yang tidak sepadan itu!"

Kim-mou-eng tergetar. Tiba-tiba dia terhuyung dan pucat pasi mendengar kata-kata Hu Beng Kui ini. Dia dicap sebagai pemimpin suku biadab, lagi pula duda. Tak seimbang dengan puteri Hu-taihiap itu yang masih gadis! Dan ketika dia terhuyung dan seolah mendengar petir menggelegar di dalam telinganya maka jago pedang itu bangkit berdiri dengan mata bersinar-sinar, mengejek,

"Jawab, apa emas kawinmu terhadap puteri ku, Kim-mou-eng. Penghargaan apa yang bisa kauberikan kepada puteriku sebagai tanda cinta dan hormatmu!"

Kim-mou-eng gemetar.

"Ha-ha, kau tak bisa bicara? Kau menyadari kedudukanmu sebagai duda yang kini hendak mendapatkan seorang perawan?"

Pendekar Rambut Emas ini pun menggigil.

"Ayo, jawab kepadaku, Kim-mou-eng. Kehormatan dan penghargaan apa yang bisa kau berikan kepada puteriku!"

"Hmm....." Kim-mou-eng akhirnya bicara, mirip geraman seekor harimau buas. "Tak kusangka kau gila harta dan kedudukan, Hu-taihiap. Tak kusangka kau hendak menjual puterimu dengan permintaan emas kawin yang agaknya selangit! Kau menghina dan menyinggung diriku. Baiklah, demi cintaku kepada Swat Lian tentukan berapa peti emas yang harus kuberikan sebagai emas kawin. Sebutkan berapa kereta yang harus kuisi penuh dengan sutera! Nah, aku sanggup memenuhi permintaanmu, taihiap. Tentukan dan sebut berapa jumlahnya!" Kim-mou-eng marah bukan main, tentu saja tersinggung dan terbina dengan semua kata-kata itu. Dia tak takut ancaman emas kawin yang selangit, dia telah memiliki harta karun yang dulu diberikan kaisar kepadanya. Jumlah harta benda yang amat banyak!

Tapi Hu Beng Kui yang tiba-tiba tertawa bergelak dan mundur bertolak pinggang tiba-tiba berseru. "Heee, kau sanggup memenuhi emas kawin yang kuminta, Kim-mou-eng? Kau tak ingkar janji dan menarik ludahmu?"

"Katakan, tak usah banyak cakap. Hu-taihiap. Aku berjanji dan akan melaksanakan permintaan mu!”

"Bagus, ha ha, bagus sekali. Langit dan Bumi menjadi saksi, Kim-mou-eng. Kalau kau ingkar semoga setan dan iblis mengutukmu! Nah, dengarkan. Aku tak butuh emas permata aku tak butuh emas atau sutera. Harta dan kekayaanku di sini lebih dari cukup. Emas kawin yang kuminta ada dua buah. Kalau kau sanggup dan berjanji memberikannya baiklah kusebutkan di sini. Pertama, yang pertama, sederhana saja. Berikan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kangmu itu. Sedang yang kedua...."

"Apa?" Kim-mou-eng mencelat, kaget sekali. "Lu-ciang-boat? Dan Cui-sian Gin-kang?"

"Ya, itu emas kawinnya, Kim-mou-eng. Dan ingat janjimu kepadaku!"

"Tapi, ah...!" Kim-mou-eng pucat dan merah berganti-ganti. "Kau licik dan curang, Hu-taihiap. Itu... itu tak mungkin kuberikan!"

"Hm!" jago pedang itu tiba-tiba tertawa mengejek. "Kalau begitu kau tak dapat menghargai puteriku, Kim-mou-eng. Kau tak dapat memberikan apa yang paling berharga dari apa yang kaupunyai. Kalau begitu cintamu terhadap puteriku kurang sungguh-sungguh!"

"Tidak, tapi... ah!" Pendekar Rambut Emas bingung. "Emas kawin yang kau minta di luar kebiasaan, Hu-taihiap Kau mau mengakali aku!"

"Siapa mengakali? Anakku hanya patut didapatkan oleh orang yang benar-benar mencintanya, Kim-mou-eng. Kalau begini saja kau tak mampu apalagi kalau puteriku meminta jiwamu!"

Kim-mou-eng tertegun. Jago pedang itu sudah duduk lagi di kursinya, pipa cangklong diisap dan Hu Beng Kui pun kembali memutar kursinya, menghadap jendela. Tampak bahwa jago pedang ini menjadi acuh dan dingin setelah Kim-mou-eng tak mau menepati janji. Itu memang berat. Dan ketika Pendekar Rambut Emas terbelalak dan marah memandang jago pedang ini maka Hu Béng Kui mengusir dengan menggerakkan pipanya, tanpa menoleh.

"Kau pergilah, aku tak mau bercakap-cakap lagi dengan orang yang tak dapat dipegang mulutnya. Lebih baik kau jauhi pula putriku dari pada mendapatkan suami yang tak dapat tepat janji."

Kim-mou-eng terpukul. Hebat dan tajam sekali apa yang dikatakan jago pedang itu, jauh lebih hebat dan tajam daripada dia di bunuh. Kim-mou-eng menggigil dan marah tapi juga bingung menghadapi jago tua itu. Kalau dia menyerang tentu Hu Beng Kui akan mengejeknya sebagai pemuda liar yang tidak tahu sopan, ditolak lamarannya dan kini marah-marah. Ungkapan orang akan keliaran dan kebiadaban bangsa Tar-tar akan semakin menonjol, dia jadi serba salah. Tapi karena kemarahan rasanya tak dapat ditekan dan betapapun meminta jalan keluar tiba-tiba Pendekar Rambut Emas itu meremas hancur sebuah patung singa.

"Hu-taihiap, kau licik dan curang. Aku bukan orang yang tak dapat menepati janji tapi baiklah kupikirkan dulu permintaanmu itu. Aku datang sebulan lagi!"

"Hm, kenapa sebulan? Kalau tidak sanggup bilang saja tidak sanggup. Kim-mou-eng. Aku tak perlu menunggu anak gadisku menjadi perawan tua. Kalau kau berat aku tidak memaksa pergi lah dan jangan temui puteriku lagi!"

"Wut...!" dan Kim-mou-eng yang tak tahan lagi dan berkelebat keluar akhirnya lenyap dan meninggalkan jago pedang itu, marah tapi juga gemas karena yang diminta Hu Beng Kui bukan sembarang emas kawin, dia terlanjur dan menyanggupi karena mengira yang diminta adalah emas permata sebagaimana layaknya orang melamar anak gadis orang. Dan ketika Pendekar Rambut Emas itu meninggalkan lawannya dan si jago pedang tenang-tenang saja mengisap cangklongnya, kebiasaan yang akhir-akhir ini mulai diminati maka Swat Lian yang menunggu di belakang menjadi tak sabar.

Tadinya, gadis ini girang dan senang. Dia telah dilamar orang, kekasihnya tercinta, Kim-mou-eng yang hebat dan gagah perkasa. Tapi ketika sejam ditunggu tak ada apa-apa dan Kim-mou-eng juga tak kembali ke taman maka gadis ini gelisah dan tak nyaman. Dia tak mendengar suara suara ribut di dalam, suara-suara pertempuran. Jadi ayahnya dan kekasihnya memang tidak saling menyerang.

Tapi ketika dua jam ditunggu kekasihnya tak muncul juga dan sore pun sudah berganti gelap maka gadis ini bangkit berdiri dan mondar-mandir. Sejam kemudian lewat lagi dan Swat Lian benar-benar gelisah, akhirnya tak tahan dan berkelebatlah gadis itu ke kamar ayahnya. Dan begitu melihat ayahnya duduk menghadap jendela dan kursi-putar itu diputar putar maka gadis ini tértegun dan bertanya,

"Ayah, mana Kim-twako?"

Kursi putar itu bergerak. "Pergi." jawaban ayahnya hambar dan enteng. "Bocah she Kim itu tak dapat memenuhi emas kawinnya, Lian-ji. Malu dan akhirnya pergi."

Swat Lian pucat. "Pergi? Tanpa memberitahuku?"

"Ya, Kim mou-eng malu padamu pula, anak baik. Biarlah tak usah dipikir dan cari saja yang lain."

"Ayah....!"

"Hmm!" jago pedang itu bangkit berdiri, kini memandang tajam puterinya. "Kim-mou-eng tak sungguh-sungguh mencintaimu, Swat Lian. Lebih baik tak usah pikirkan dia dan lupakan kisahmu!"

"Tidak!" gadis ini menangis, tiba-tiba mencengkram lengan ayahnya. "Pasti ada sesuatu yang terjadi, ayah. Kim-twako mencintaiku sungguh sungguh dan tak mungkin aku melupakan dia. Coba ceritakan padaku apa pembicaraan kalian!"

“Tak ada bicara apa-apa, semuanya kosong, jago pedang itu masih hambar. "Kim-mou-eng tak dapat memenuhi emas kawinnya, Lian-ji. Dan dia pun pergi."

"Apa yang ayah minta?"

“Sebuah kehormatan untukmu."

"Apa?"

"Hm, perlukah kau tahu?"

"Tentu, aku yang bersangkutan di sini, ayah. Aku yang berkepentingan. Ceritakan padaku apa permintaanmu dan bagaimana Kim-mou-eng pergi!"

Hu-taihiap ragu.

"Kenapa ayah diam?" Swat Lian mendesak. "Ceritakan padaku, ayah. Atau aku pergi menyusulnya!"

"Lian-ji...!"

"Biar, kau mau berahasia, ayah. Kau tak jujur. Kau mau menyembunyikan persoalanmu di sini!" dan Swat Lian yang menarik lepas tangannya dan mau pergi tiba-tiba disambar ayahnya dan disuruh duduk.

"Eh, nanti dulu. Dengarkan!" dan Hu Beng Kui yang terpaksa menceritakan permintaannya lalu didengar dan membuat puterinya terbelalak, bangkit berdiri dan Swat Lian tiba-tiba marah. Dan ketika sang ayah selesai menceritakan itu maka gadis ini berseru.

"Ayah, kau rupanya licik. Kau curang dan ada maksud di sini. Kau... ah, tahu aku... Kau rupanya tak mau kalah dengan Kim-twako dan menghendaki Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Ginkang itu. Kau ingin menang sendiri dan tidak menghiraukan puterimu. Kau egois!" dan Swat Lian yang marah membanting-banting kakinya tiba-tiba berkelebat namun kembali disambar ayahnya.

"Nanti dulu!" Hu Beng Kui terkejut. "Kenapa kau menyalahkan aku? Kenapa kau bilang aku egois?"

"Tentu saja!" gadis itu membanting kaki kirinya. "Kau pura-pura tidak tahu betapa Kim-mou-eng berat memberikan ilmunya, ayah. Kau bisa malang-melintang dan mengalahkannya lagi. Kau ingin di atas Kim-mou-eng dan tak mau orang lain mengunggulimu. Kau egois dan tidak memperdulikan nasibku!"

"Eh, kenapa dengan nasibmu? Bukankah dengan begitu Kim-mou-eng membuktikan cintanya yang kurang sungguh-sungguh kepadamu? Aku tak mau dikata begini, Swat Lian. Aku meminta karena untuk kepentinganmu kelak!"

"Tidak bisa, ayah bohong! Ayah berlindung di balik semua kata-kata itu. Kalau Kim-twako marah-marah dan tidak mau menikahiku maka hancurlah diriku!"

"Kenapa begitu?"

“Lihat!" gadis ini marah-marah. “Kau tahu sendiri orang luar membicarakan kami, ayah. Orang luar telah mencap diriku sebagai kekasih Kim-mou-eng. isteri atau calon isteri Kim-mou-eng. Kalau sekarang Kim-mou-eng marah dan membiarkan aku bukankah namaku bakal hancur dan merana? Orang akan menganggapku sebagai gadis tak tahu malu, ayah. Mereka bisa menghinaku dan merendahkan diriku!"

"Akan kubunuh orang yang bicara begitu!" Hu Beng Kui membentak, bersinar-sinar. "Tak ada orang yang berani mengataimu seperti itu, Lianji. Kecuali kalau.... kau sudah berhubungan dengan Pendekar Rambut Emas itu!"

Swat Lian terbelalak. "Ayah mengira kesucianku ternoda? Ayah mau menganggapku...."

"Tidak, dengar dulu," sang jago pedang menahan kata-katanya yang hampir terlanjur. "Aku tidak menuduhmu begitu, Swat Lian. Melainkan justeru dengan kenyataan ini kita tak perlu takut omongan orang. Kau masih perawan, kau bukan janda atau gadis ternoda. Tak perlu takut omongan orang karena kau bukan sisa Kim-mou-eng!"

"Benar, tapi aku tak mau mencari orang lain, yah. Aku hanya ingin menjadi isterinya dan mencinta Kim-twako!"

"Itu yang tidak benar. Kim-mou-eng mencintaimu setengah hati, anak baik. Pendekar Rambut Emas itu tak sungguh-sungguh dan hanya pura-pura saja...."

"Tidak, kau yang tak yang benar, yah. Aku yakin dan tahu bahwa Kim-iwako mencintaku sungguh-sungguh. Kaulah yang menjadi penghalang dan hanya mementingkan dirimu saja, Kau tak mau kalah dengan Kim-mou-eng dan sengaja ingin merampas ilmunya. Kau sombong dan tidak memperhatikan anakmu. Kau egois!" dan Swat Lian yang tersedu-sedu dan sudah dicengkeram ayahnya tiba-tiba dibentak dan dihardik,

"Swat Lian, omongan apa ini? kaukira aku tak memperhatikan kebahagiaanmu? Bodoh! Justru dengan itu aku memperhatikan dirimu, anakku. Aku tak mau kau direndahkan Kim-mou-eng dan kelak disia-siakannya. Aku sengaja meminta ilmunya itu agar kau tahu rahasianya, kelak tidak di bawahnya dan dapat menghajarnya kalau dia main gila! Kau kira apa lelaki jaman sekarang? Tak dapat dipercaya, anak baik. Suka main gila dan mencari wanita lain. Nah, kalau dia menyerahkan dua ilmunya itu dan kita di atasnya maka dia tak berani main-main terhadapmu dan namaku pun sebagai bêngcu tetap terjaga. Masa aku harus kalah dengan menantuku?”

Swat Lian tertegun.

"Dengar, kalau Kim-mou-eng betul mencintaimu seharusnya tak perlu berat dia menyerahkan ilmunya, anakku. Apa pun sanggup diberikan nya padamu asal dia mencintaimu sungguh-sungguh."

"Tapi ayah hendak mempelajari ilmu itu!"

"Benar, karena kedudukanku sebagai bengcu. Swat Lian. Kalau dia main gila dan kelak menghinaku maka aku dapat menghajarnya dan dia tak akan berkutik. Bukankah sebagai mantu dia harus menghormat mertuanya?”

Swat Lian bingung. Gadis ini jadi diombang ambingkan oleh kata-kata ayahnya. Dia tahu bahwa ayahnya tak mau kalah dengan Kim-mou-eng, hal yang ternyata sudah diakui pula oleh ayahnya. Tapi karena takut Kim-mou-eng meninggalkannya dan dia bisa mati kurus maka gadis ini menangis dan tersedu-sedu kembali.

"Eh, hapus air matamu," sang ayah kembali membujuk. "Kim-mou-eng itu sudah mendapat kehormatan besar menerima diri mu, Swat Lian. Dia itu pemimpin suku liar dan duda pula. Besar keberuntungannya mendapatkan kau yang masih gadis dan perawan. Bukankah duda mendapat gadis berarti untung si duda rugi si gadis? Nah, di minta ilmunya berarti kerugian si gadis terbayar, anak baik. Juga sekaligus sebagai penguji apakah Kim-mou eng itu sungguh-sungguh mencintaimu. Jangankan hanya ilmu, jiwa pun kalau perlu sanggup dikorbankan. Tapi Kim-mou-eng itu rupanya gagal!"

Swat Lian menggigil.

"Apakah kau tidak percaya ayahmu?" akhirnya orang tua ini menepuk pundak anaknya. "Pergi dan tenangkan dirimu, anak baik. Renungkan dan pikir baik-baik kata ayahmu ini. Kalau Kim-mou-eng betul mencintaimu seharusnya dia tak menampik!"

Swat Lian akhirnya mengguguk. Betapapun dia jadi cemas dan khawatir melihat ketegaran ayahnya ini. Ayahnya tak mau tahu perasaannya dan tetap bersikeras. Emas kawin yang diminta juga aneh tapi Swat Lian mau mengerti. Ayahnya adalah seorang jago dan juga bengcu, nafsunya pada ilmu silat memang besar dan meluap. Ayahnya itu memang tak mau dikalahkan oleh siapa pun, kecuali Bu-beng Sian-su. Dan karena berkali-kali ayahnya menggosok dengan menyatakan Kim-mou eng tak mencintainya sungguh-sungguh karena tak mau memberikan Cui-sian Gin-kang dan Lu-ciang-hoat akhirnya gadis ini bingung dan meloncat pergi, menangis di kamarnya dan Hu Beng Kui membiarkan.

Biarlah anak gadisnya itu menumpahkan air mata dan merenungkan Swat Lan memang harus mengerti dan mau melihat semuanya itu. Kim-mou-eng juga ingkar janji pula, pemuda itu tak menepati kata-katanya. Hu Beng Kui juga menekankan itu pada puterinya dan Swat Lian semakin bingung saja. Tapi karena cinta adalah cinta dan kekuatan cinta tak diperhitungkan pendekar itu akhirnya Swat Lian meninggalkan ayahnya dan minggat menuju ke utara, menemui kekasihnya.

Di sana bertemu dan akhirnya gadis ini mengguguk. Kim-mou-eng, yang sedang termenung dan duduk mengerutkan kening terkejut melihat kedatangan puteri Hu Beng Kui ini, ditubruk dan tersedu-sedulah Swat Lian di situ. Dan ketika Kim-mou-eng tertegun dan mengusap rambutnya dengan lembut langsung saja gadis ini menegur,

"Kim-twako, kenapa kau meninggalkan ayah tanpa memberi tahu kepadaku? Kenapa diam-diam pergi meninggalkan aku?"

"Maaf," Kim-mou-eng tergetar. "Aku dan ayahmu... aku...."

"Aku sudah tahu, twako. Ayah memang terlalu. Tapi seharusnya kau tak meninggalkan aku begitu saja hanya karena ayah!" dan Swat Lian yang tajam bersinar-sinar memandang kekasihnya lalu bangkit berdiri. "Apakah kau hendak memutuskan hubungan kita? Apakah kau tak mencintaiku lagi?"

Kim-mou-eng terkejut. "Lian-moi, jangan salah paham. Aku tidak memutuskan hubungan kita melainkan karena aku dan ayahmu tak ada kecocokan. Ayahmu meminta emas kawin yang aneh. Ia..."

"Aku tahu!" gadis ini memotong. "Ayah menghendaki Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Ginkangmu, twako. Ayah tak mau kau kalahkan dan karena itu menginginkan ilmumu. Dia ingin menjadi jago dan tak mau memperdulikan perasaan puterinya!"

"Hm," Kim-mou-eng girang, terasa didukung. "Kalau kau sendiri bagaimana, Lian-moi. Apakah aku harus menyerahkan dua ilmuku yang paling tinggi itu?"

Swat Lian tertegun. "Terserah kau, twako,” suaranya lirih. "Ayah bilang bahwa kesungguhan cintamu diuji. Aku... aku pribadi percaya cintamu. Tapi ayah, ahh.....!" gadis ini menutupi mukanya, menangis. "Apa yang harus kulakukan, twako? Kenapa kalian dua laki-laki tak mau menghiraukan perasaan wanita dan masing-masing tak mau mengalah? Apakah aku harus mati di antara kalian berdua?"

"Hm!“ Kim-mon-eng terharu, menyambar kekasihnya. Hal itu tak boleh terjadi, Lian-moi. Aku mencintaimu dan tetap mencintaimu! Aku hanya bingung dan tak senang melihat sikap ayahmu!"

"Benar, aku juga tak setuju, twako. Tapi ku pikir ayah ada betulnya. Kenapa kau keberatan memberikan ilmumu? Bukankah aku adalah calon isterimu juga? Kau dan Ayah kelak menantu dan mertua, twako. Kukira tak perlu berat memenuhi permintaannya kalau betul-betul kau mencintai diriku!"

“Ha," Pendekar Rambut Emas tertegun. "Ayahmu keras dan aneh, Lian-moi. Kadang-kadang dia dapat melakukan sesuatu yang di luar dugaan. Aku khawatir dia...."

"Begini saja," Swat Lian memotong. "Bagai mana kalau kita bersikap adil? Kau berikan ilmumu kepada ayah, twako. Dan aku juga akan memberikan ilmu ayah kepadamu, Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kang itu!"

Kim-mou-eng terkejut.

“Kau tak setuju? Masih kurang?"

"Tidak!" Pendekar Rambut Emas tiba-tibs terkejut, melihat pengorbanan kekasihnya. "Itu adil, Lian-moi. Aku setuju! Tapi, ahh...." pemuda ini mengerutkan keping, teringat hinaan Hu Beng Kui bahwa dia adalah duda sementara Swat Lian adalah gadis. Duda mendapat gadis! Dan ketika Kim-mou-eng maju mundur mau menyatakan ini dan muka tiba-tiba merah mendadak Swat Lian mencekal lengannya dan mengguncang.

"Apalagi? Kau masih disulitkan ayah?"

"Hm," tiba-tiba dengan halus Pendekar Rambut Emas melepaskan gengaman kekasihnya, memandang lembut namun juga tajam. "Kenapa kau lakukan semuanya ini, Lian-moi? Tidakkah kau menyesal jika kelak ayahmu atau orang lain mengatai kita?"

"Mengatakan bagaimana?"

"Aku... aku hanya seorang pemimpin bangsa liar, juga duda! Kukira tak pantas mendapatkan dirimu yang puteri seorang bengcu dan juga perawan!"

Swat Lian terkejut. Tiba-tiba dia teringat ucapan ayahnya itu, ayahaya memang berkata begitu dan kini Kim-mou-eng tampaknya tersinggung. Kekasihnya itu tampak terpukul dan terhina, ayahnya memang kasar dan terlampau tajam bicara. Tapi Swat Lian yang bebas memandang dan kembali memegang lengan itu tiba-tiba menggeleng, tegas bicara, "Tidak, aku tak memperdulikan segala kata orang, twako. Aku tak perduli kau pemimpin bangsa liar atau tidak liar, tak perduli kau duda atau tidak duda. Yang küpentingkan di sini adalah kita saling mencinta dan kau tak terikat wanita lain. Itu saja!"

"Kau tak menyesal?"

"Kenapa? Untuk apa?"

“Hm, kau puteri seorang bengcu yang terhormat, Lian-moi. Kedudukanmu lebih dihargai orang daripada aku!"

"Ah, aku menikah bukan dengan kedudukan, twako. Aku menikah dengan dirimu, pribadimu. Utuh sebagai Kim-mou-eng! Apakah kau kira aku gila kedudukan dan nama? Apakah kau kira aku ingin menikah dengan orang yang tak kucinta? Tidak, sekarang tinggal kau, twako. Kalau kau benar mencintaiku seharusnya kau berpikir dewasa dan tidak diembel-embeli segala macam hal-hal itu tadi. Dan kau pun sebenarnya tak rendah, kau murid Bu-beng Sian-su yang namanya di atas ayah! Mau apalagi?"

Kim-mou-eng terharu, Swat Lian telah memeluknya dan terisak di dadanya itu, menggigit bibir dan jelas gadis ini tak suka membicarakan hal-hal yang tak ada hubungannya dengan cinta. Dan ketika dia balas memeluk dan mencium rambut itu maka Swat Lisn bicara gemetar,

"Untuk omongan ayah harap maafkan dia, twako. Pandànglah mukaku dan jangan disimpan di hati. Aku menyesal dan tak ingin kau tersinggung."

"Baiklah, terima kasih, Lian-moi. Dan sekarang juga dapat kuputuskan bahwa aku akan memenuhi janjiku kepada ayahmu.“

"Emas kawin yang aneh itu?"

"Ya."

"Kau mau memberikan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kangmu?"

"Ya, demi kau, Lian-moi, Ingin kutunjukkan pada ayahmu bahwa aku benar-benar mencintaimu!"

"Ooh....!" dan Swat Lian yang menangis tapi gembira bukan main tiba-tiba mendekap dan menciumi dada kekasihnya. Tentu saja ini keputusan yang membuat dia bahagia bukan kepalang. Urusan sekarang sudah beres, gadis ini merasa plong. Dan ketika dia berkata bahwa Khi-bal-sinkang dan Jing-sian-eng akan diberikan sebagai gantinya tiba-tiba Kim-mou-eng mendorongnya halus dan tersenyum.

"Tidak usah, aku tak perlu mendapatkan ilmu ayahmu, Lian-moi. Kalau dia ingin mempelajari Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kangku biar lah itu kuberikan dan aku tak perlu imbalannya. Aku tahu bahwa ayahmu memang tak mau kalah denganku."

"Tapi itu tak adil," Swat Lian terbelalak. "Ayah bisa mengalahkanmu, twako. Dia bisa menggabung dua ilmunya sendiri dengan ilmu mu itu!"

"Tapi ada kau di sini, bukan?" Kim-mou eng tersenyum. "Sudahlah, ayahmu hanya tak mau kalah, Lian-moi. Dan aku juga tak bermaksud mengunggulinya. Suhulah yang dulu memberikan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang kepadaku, entah untuk maksud apa."

Dan ketika Swat Lian tertegun dan Kim-mou-eng meraih pinggang ramping itu tiba-tiba Pendekar Rambut Emas ini telah mencium kekasihnya dan Swat Lian pun mengeluh, dicium kekasihnya dan gadis itu pun menyambut. Urusan itu tiba-tiba hilang dan tak terpikirkan lagi. Swat Lian hanyut dan mabok dalam kegembiraannya. Dan ketika dua orang muda itu tenggelam dalam cintanya dan Swat Lian dapat tertawa akhirnya Kim-mou-eng berkata bahwa mereka harus ke Ce-bu, melepaskan kekasihnya.

"Sekarang kita menghadap ayahmu. Aku ingin menyangkupi janjiku dan menunjukkan cinta ku kepadamu."

"Dan kau tak ingin Khi-bal-sin-kang atau Jing-sian-eng?"

"Ah, tak perlu, Lian-moi. Toh kau di sisiku kelak. Biarlah ayahmu gembira dan kita berdua senang!"

Swat Lian mengangguk. Memang itulah jalan yang harus mereka lalui, Kim-mou-eng menyerahkan Cui-sian Gin-kangnya dan Lu-ciang hoat dan Hu Bang Kui akan melihat betapa Pendekar Rambut Emas ini benar-benar mencintai dirinya. Dua hal sekaligus akan ditunjukkan kekasihnya itu kepada ayahnya, yakni Kim-mou-eng! bukan pelanggar janji dan juga benar-benar rela berkorban untuknya, bukti cinta yang cukup dalam dan sungguh-sungguh. Mau apalagi? Maka begitu kekasihnya mengajak ke Ce-bu dan di sana Hu Beng Kui tertegun melibat kedatangun dua orang muda itu jago pedang ini tak jadi marah marah, karena tadinya dia bermaksud mencari puterinya itu, yang menghilang.

"Kau dari mana?"

“Ke Kim-twako.”

"Dan sekarang datang bersama pemuda yang tak menepati janji ini?"

"Tidak, Kim-twako akan menepati janjinya, ayah. Justeru dia datang untuk menyerahkan emas kawin yang kau minta!"

Si jago pedang terbelalak.

"Benar," Kim-mou-eng maju dengan sikap tenang. "Aku akan menepati janjiku, Hu-taihiap. Dan dulu kukatakan pula kepadamu bahwa aku minta tenggang waktu sebulan. Ternyata waktu itu tak sedemikian lama, aku datang sebelum habis dan akan menyerahkan dua ilmuku kepadamu!"

"Kau tak main-main?" Hu Beng Kui tertegun.

"Pernahkah Kim-twako main-main?" Swat Lian berseru. "Lihat bahwa Kim-twako benar-benar mencintaiku, ayah. Dan dia rela berkorban untukku!"

"Ha-ha!" jago ini akhirnya gembira sekali. "Bagus sekali, Kim-mou-eng. Bagus! Kalau begitu kau seorang gagah sejati!"

Hari itu Kim-mou-eng memberikan ilmunya. Tanpa banyak bicara lagi dia sudah menyerahkan dua ilmunya yang hebat itu, Lu-ciang boat dan Cui-sian Gin-kang. Hu Beng Kui harus mempelajari sebulan sebelum paham betul. Tapi ketika dua ilmu itu telah diserahkan kepadanya dan jago pedang ini berseri-seri mendadak seperti petir di siang bolong jago pedang itu berkata,

"Kım-mou-eng, kau calon mantuku yang baik. Tapi kau tentu ingat bahwa aku mempunyai dua syarat kalau ingin mendapatkan puteriku. Bukankah kau ingat bahwa syarat kedua belum kukatakan? Nah syarat kedua adalah kalahkan aku. Bulan depan semua orang akan berkumpul di sini untuk melihat apakah ada jago baru yang dapat menggantikan aku, menduduki kursi bengcu. Kalau kau gagal dan kebetulan ada pemuda lain yang dapat mengalahkan aku tentu saja puteriku tak dapat kuserahkan padamu selain kepada orang yang dapat mengalahkan aku!"

Kim-mou-eng pucat. "Kau... kau bicara sebenarnya?"

"Hm, ada peraturan bahwa bengcu harus di uji setiap tahun, Kim-mou-eng. Kalau bengcu lama sudah rapuh maka bengcu baru akan muncul dan menggantikan!"

"Keparat!" Kim-mou-eng mengepal tinju. Kau menipu aku, Hu-taihiap. Kau curang dan licik. Kau... ah!" dan Kim-mou-eng yang berkelebat dan menyerang pendekar itu tika-tiba membentak dan merasa ditipu, dipermainkan. Tentu saja marah dan kali ini tak dapat menguasai diri. Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kangnya telah di serahkan, tak mungkin dia menang lagi menghadapi lawannya itu. Dan ketika benar saja Hu-taihiap menangkis dan mengelak dengan ilmunya maka Kim-mou-eng tergetar dan terdorong.

"Dukk!" Pendekar Rambut Emas itu terhuyung. Sekarang Hu Beng Kui tertawa bergelak, mata bersinar-sinar dan wajah pun berseri-seri. Tadi dengan Cui-sian Gin-kang jago tua itu mengelak serangan Kim-mou-eng, menangkis dan menggabung Lu-ciang-hoatnya dengan Khi-bal Sin-kang. Hebat ilmu gabungan itu. Kim-mou-eng terdorong dan hampir terpelanting!

Dan ketika Pendekar Rambut Emas itu menerjang dan kembali membentaknya sengit maka jago pedang ini berkelebat dan tertawa-tawa mengejek lawan, berkata bahwa Kim-mou-eng pemuda yang tak teliti. Dulu Pendekar Rambut Emas itu buru-buru pergi sebelum mendengar syarat kedua, itulah kesalahannya sendiri dan tak boleh pemuda itu marah-marah. Dan ketika Kim-mou-eng melengking dan berkelebatan dengan pukulan pukulannya maka jago pedang itu mengelak dan berlompatan, menangkis dan mementalkan serangan-serangan lawan dan segera jago pedang itu mempermainkan Kim-mou-eng.

Sekarang terlihatlah bahwa jago pedang ini lebih unggul daripada lawannya. Kim-mou-eng selalu tergetar dan terdorong setiap menerima tangkisan, gabungan dua tenaga Lu-ciang-hoat dan khi-bal sin-kang itu. Dan ketika Kim-mou-eng semakin marah dan geram oleh kelicikan lawannya maka Hu Beng Kui tertawa membalas serangannya.

"Lihat, kau bodoh dan lemah, Kim-mou-eng. Kau belum pantas menjadi mantuku, Kalau kau begitu ceroboh dan bodoh seperti ini tentu anakku bisa celaka di bawah lindunganmu. Sebaiknya kau kembali atau bulan depan mengadu ilmu denganku."

"Keparat, kau curang, Hu-taihap. Kau licik!"

"Tidak, kau yang salah, Kim-mou-eng. Kau tak mendengarkan atau bertanya dulu syaratku kedua itu. Kau bodoh!"

Dan Kim-mou-eng yang terus menerjang tapi selalu terhuyung oleh tangkisan lawan akhirnya didesak dan dibalas si jago pedang itu, mundur-mundur dan akhirnya menggigit bibir. Tak disangkanya Hu Beng Kui yang menjadi bengcu ini demikian licik, calon ayah mertuanya itu curang dan tak tahu malu. Dan ketika dia terpental oleh sebuah pukulan keras dan jugo pedang itu berkelebat mengejarnya maka sebuah tepukan akhirnya membuat pemuda ini terguling-guling, dikejar dan mendapat satu tamparan lagi dan pemuda itu pun mengeluh.

Kim-mou-eng merasa habis harapan dan tertipu mentah mentah. Dan karena melanjutkan pertempuran jelas dia kalah dan tak guna melayani lawannya itu lagi maka Kim mou-eng tiba-tiba berseru keras memutar tubuhnya, berkelebat pergi.

"Baiklah, aku kalah, Hu-taihiap. Tapi bulan depan aku pasti datang!"

Kim-mou eng lenyap. Sekarang Hu Beng Kui tertawa bergelak memperoleh kemenangannya. Kim-mou-eng, yang dikhawatirkannya itu tak berdaya lagi menghadapinya. Dia telah memperoleh Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang, dua ilmu hebat yang dapat digabungnya bersama Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kang. Dua ilmu yang tentu saja membuat jago pedang ini bagai harimau tumbuh sayap. Tapi ketika dia tertawa-tawa dan menikmati kemenangannya itu mendadak puterinya muncul.

"Mana Kim-twako? Ada apa dia pergi?"

"Ah," jago pedang ini duduk. "Dia ingin menengok suku bangsanya, Lian-ji. Bulan depan akan datang."

"Kenapa ayah bertempur?"

"Hm, kami main-main saja, anak baik. Tadi mencoba ilmu gabunganku dan Kim-mou-eng kalah. Aku sekarang menang dan kedudukan bengcu akan semakin kuat di tangan ku!"

"Tapi Kim-lwako pergi tanpa memberi tahu aku. Pasti ada apa-apa, yah. Kau barangkali menghinanya atau apa!"

"Tidak, aku... hm, aku hanya sekedar mengajukan syarat kedua, Lian-ji. Bahwa dia harus dapat mengalahkan aku kalau ingin memiliki dirimu!"

"Ayah.....!"

Hu Beng Kui tertawa lebar, menyambar putrinya. “Apa apa? Kau kaget? Ha-ha, aku memang mengajukan dua syarat kepadanya, anakku. Pertama menyerahkan Lu-ciang-bat dan Cui-siap Gin-kangnya itu sedang yang kedua adalah mengalahkan aku. Ha-ha, puteri seorang bengcu tak boleh didapat begitu gampang dan mudah. Kau duduklah!"

Hu Beng Kui melempar anaknya ini, kini bersinar - sinar memandang puterinya itu dan Swat Lian puçat. Lalu ketika gadis itu memaki dan mau bangkit berdiri mendadak jari ayahnya menekan pundak, kuat dan ia roboh! "Hm, kau pun sekarang tak dapat melawan ayahmu, Lian-ji. Kau harus tunduk dan menurut semua kata-kataku. Aku tak mau kau menjadi gadis liar yang berani terhadap ayahnya sendiri, Lihat, bukankah aku dapat merobohkanmu?"

Jari pendekar itu diangkat kembali, tenaga dahsyat yang menekan segera lenyap dan Swat Lian melompat bangun. Kaget dan pucat karena jari ayahnya itu begitu kuat dan luar biasa. Disentuh sedikit tiba-tiba dia seakan dilolosi tenaganya. Itulah gabungan Khi-bal sin kang dan Lu-ciang hoat! Dan ketika gadis itu terbelalak dan pucat memandang ayahnya maka si jago pedang mengusap wajahnya.

"Bulan depan akan ada pertemuan di sini, pertemuan rutin. Yang ingin menjadi bengcu dan menjajal kepandaianku akan kuhadapi. Kau jangan ke mana-mana dan tinggal saja di sini, bantu aku. Apakah kau mau berkeliaran lagi dan menyusul Kim-mou-eng? Aku tak suka kau mengejar-ngejar pemuda itu, Lian-ji. Jaga nama ayahmu dan dirimu sendiri. Atau kau kukurung di sini dan tak boleh pergi”

Swat Lian menangis. "Ayah terlalu," katanya. "Kenapa kau melakukan semuanya ini, yah? Kenapa kau menipu dan berbuat curang begini? Kalau Kim-twiko tahu bahwa dengan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang kau akan menyerang dan mencelakakannya begitu mungkin tak usah dia kusuruh memberikan ilmunya itu. Kau licik dan curang, juga pengecut!"

"Heh, pengecut? Jaga mulutmu, Swat Lian, Tanpa dua ilmu itu pun belum tentu Kim-mou-eng dapat mengalahkan aku,!"

"Kalau begitu kembalikan itu pada Kim-twako!" Swat Lian berseru. "Beranikah kau mengembalikannya, ayah? Beranikah kau bertanding hanya mengandalkan Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng?"

"Hml" jago pedang ini mendengus. "Di samping kepandaian kita harus juga pintar, Swat Lian. Kalau Kim-mou-eng di atasku dan kelak dia membahayakan kedudukanku tentu saja hal itu tak ku inginkan. Adalah kebodohannya kenapa dia tidak menanya syarat kedua itu. Ini menunjukkan Kim-mou-eng tolol!"

"Bukan tolol...!" anak perempuannya membentak. "Kaulah yang tak disangka bisa melakukan itu, yah. Sebagai bengcu dan orang berkedudukan tinggi Kim-twako tentu tak menduga bahwa kau tak malu-malu menipu orang lain. Aku tak setuju dan tetap menentang perbuatanmu ini!"

Hu Beng Kui marah. "Kau selalu membela Kim-mou-eng itu? Kau tak pernah sejalan dengan ayahmu? Hm, sejak berdekatan dengan bocah she Kim itu kau kian berani, Swat Lian. Ada kesan kurang ajar dan banyak tingkah Keparat, kau tak boleh bertemu dia lagi dan jangan coba-coba lolos. Aku akan menjaga mu!"

Dan si jago pedang yang mengibas dan melumpuhkan dengan totokan di belakang lutut tiba-tiba membuat Swat Lian mengeluh dan terpincang. tak dapat mempergunakan Jing-sian-engnya lagi karena sang ayah mematikan pusat tenaga di situ. Berarti dia tak dapat lari dan ayahnya telah menguasainya! Dan ketika hari itu Swat Lian menangis dan melempar tubuh di pembaringan maka Hu Beng Kui berkelebat meninggalkan anak gadisnya yakin anak perempuannya itu tak dapat melarikan diri dan dia tenang di rumah.

Urusan Hauw Kam dan Gwan Beng tiba-tiba dikesampingkan dan jago pedang itu memasuki urusannya sendiri, sibuk menerima tamu-tamu baru para ketua partai yang akan mengadakan pertemuan rutin bulan depan. Dan pemilihan atau penetapan bengcu, kalau ada sebuah peraturan yang sudah ditetapkan bersama dan jago pedang itu tersenyum sombong. Senyum yang menunjukkan kepercayaan dirinya yang besar.

Namun ketika tiga hari kemudian dia mendengar dari pembantunya bahwa Hu-siocia (nona Hu) tak ada di kamarnya lagi maka jago pedang ini terkejut dan berang, mencari dan berkelebat mengejar namun Swat Lian tak ditemukan. Jago pedang itu menjadi marah dan akhirnya ke utara, menuju ke tempat Kim-mou-eng. Tapi ketika di sana dia juga tak mendapatkan apa-apa dan Kim-mou-eng juga tak ada di tempat maka jago pedang ini tertegun dan justeru mendapat sepucuk surat, dari ketua Khong-tong. Berasal dari Kim-mou-eng.

Dan Pendekar Rambut Emas itu menyatakan secara resmi kepada dunia kang-ouw bahwa bulan depan tanggal tujuh dia akan menguji Hu taihiap, jelasnya ingin merebut kedudukan bengcu dan dunia kang-ouw diminta menjadi saksi. Itulah tantangan yang terang-terangan ditujukan padanya dan diketahui banyak orang pula, tak pelak jago pedang ini menghantam meja yang seketika melesak kakinya. Dan ketika jago pedang itu mendelik dan ketua Khong-tong bersinar-sinar memandangnya maka tosu itu membungkuk.

"Demikianlah, pinto diminta menyampaikan ini, taihiap. Dan Kim-mou-eng membuat tembusannya kepada semua ketua-ketua partai. Sebenarnya tak ada calon baru dan kami siap menetapkan dirimu lagi sebagai bengcu, maklum, tak ada di antara kami yang dapat menandingimu. Tapi karena Kim-mou-eng telah menantang dan kami diminta menjadi saksi maka kami menerimanya dan sepakat melihat pertandingan itu."

"Keparat, kapan kau melihat Kim-mou-eng itu? Di mana?"

"Dua hari yang lalu, taihiap. Di Khong-tong. Kim-mou-eng datang sendiri ke sana dan menyampaikan surat itu.”

"Sendiri?”

"Ya, sendiri."

“Tidak bersama puteriku?"

"Tidak. Sendiri, taihiap, tak ada bersama siapapun!"

"Jahanam, kalau begitu dia menyembunyikan puteriku!” dan Hu-taihiap yang marah-marah dan geram serta mendongkol lalu berkata bahwa dia akan menerima baik tantangan itu, menyuruh ketua Khong-tong itu mengatur persiapan dan memberi tahu ketua-ketua yang lain.

Dalam marahnya jago pedang ini berkata akan mengalahkan Kim-mou-eng tak lebih dari dua puluh jurus, hal yang justeru mengherankan ketua Khong tong itu karena dulu Hu-taihiap merobohkan Kim-mou-eng tak lebih dari tiga jurus. Sekarang malah naik! Dan ketika ketua Khong-tong itu berkata bahwa duapuluh jurus terlalu banyak karena Hu-taihiap dulu merobohkannya tak lebih dari tiga jurus maka jago pedang ini tertegun.

"Kim-mou eng sekarang lihai. Dia bukan Kim-mou-eng yang dulu!"

“Tapi kau pun hebat, Hu-taihiap. Enam iblis Dunia pun roboh di tanganmu!"

"Sudahlah, aku tak mau berdebat tentang ini, totiang. Beritahukan saja di luar bahwa aku akan merobohkan Kim-mou-eng dalam dua puluh jurus. Lebih dari itu anggap saja aku kalah!"

Khong-tong-pangcu (ketua Khong-tong) terkejut. Hu Beng Kui telah berjanji dan jago pedang itu menyuruh siarkan hal ini kepada semua orang. Dalam marah dan gusarnya pendekar pedang itu lupa akan sesuatu, faktor "X" yang bisa saja terjadi. Tapi karena bengcu telah memerintahkan itu dan ketua Khong-tong ini memang jauh di bawah si jago pedang maka dia membalik dan berkelebat pergi. Dan begitu berita itu disiar kan dan calon penantang bengcu diketahui orangnya tiba-tiba dunia kang-ouw ribut.

Ketua-ketua partai, yang dulu mendengar cerita wakilnya tentang kekalahan Kim-mou-éng di tangan Hu-taihiap justeru menjadi heran akan tantangan ini. Mereka membicarakan ini dan cerita dari mulut ke mulut pun menyebar. Mula-mula heran bagaimana Kim-mou eng yang dulu dikalahkan Hu Beng Kui itu berani menantang, menganggap Kim-mou-eng hanya mencari malu dan minta gebuk saja. Tapi ketika terdengar berita bahwa Kim-mou-eng mampu menghadapi Enam Iblis Dunia dan pertandingan di puncak Himalaya dulu hampir dimenangkan Pendekar Rambut Emas itu maka orang pun geger dan ribut.

"Wah, kalau Kim-meu-eng dapat mengalahkan Enam Iblis Dunia maka kedudukannya sejajar dengan Hu taihiap. Kalau benar berita itu maka dia harus diadu. Siapa menang dialah bengcu. Bagaimana pendapatmu, Khong-tong-pangcu?"

"Hm, pinto sendiri berpegang pada aturan, suhu. Siapa menang memang dialah bengcu. Tadinya pinto menganggap Hu-taihiap akan menduduki jabatannya itu karena agaknya tak seorang pun di antara kita yang mampu menghadapi jago Ce-bu itu. Pertemuan rutin ini hanya bersifat formal saja untuk mengukuhkan jabatan bengcu!"

"Benar, tapi bagaimana kalau Kim-mou-eng menang?"

"Ahh, tentu dia bengcunya, lo-suhu. Kita dan Hu-taihiap sendiri sudah membuat peraturannya."

"Tapi dia bangsa asing!" ketua Hong-san, Yang Te Cinjin tiba-tiba berseru. "Masa kita di perintah orang asing. Khong-tong-paicu? Kalau pinto biar pun Kim-mou-eng menang tetap tak setuju diperintah olehnya!"

"Hiiii," ketua Khong-tong terkejut. "Bagaimana pendapatmu, Bu Kong lo-suhu? Apakah kita harus menjilat ludah sendiri?"

"Mestinya tidak," ketua Siu-lim itu menjawab. "Tapi pinceng bingung kalau bengcu dipimpin Kim-meu-eng, totiang. Betapa pun apa yang dikata Yang Te Cinjin benar. Kim-mou-eng itu orang asing, bangsa Tar-tar!"

"Tapi kalau dia dapat mengalahkan Hu-taihiap?"

"Ah, sudahlah," Ciu Sek, ketua Liong-san pang tiba-tiba mengakhiri. "Semuanya ini baru pengandaian, sam-wi pangcu (tiga ketua). Karena pertandingan itu belum terjadi dan kalah menang juga belum diketahui sebaiknya kita tak usah berdebat tentang ini. Biarlah kita lihat nanti saja kalau sudah ada penentuan. Membicarakan ini dengan sesuatu yang belum pasti rasanya tak enak."

Semua orang akhirnya berhenti. Mereka mengangguk dan memang dapat melihat itu, yang mereka bicarakan adalah sebuah pengandaian, andaikata Kim-mou-eng menang. Dan karena hal itu belum pasti dan mereka tak perlu ribut untuk urusan yang belum diketahui maka semua Orang pun diam dan akhirnya menghentikan percakapan.

* * * * * * * *

Di sebuah tempat yang sunyi. Enam sosok tubuh tak bergeming di sebuah guha, duduk tak bergerak dan masing-masing memandang yang lain. Enam Iblis Dunia, enam sosok tubuh itu, tampaknya membicarakan sesuatu dan akhirnya tertegun. Mereka saling pandang dan seolah meminta jawaban yang lain. Dan ketika semua memandang Cam-kong dan akhirnya berhenti pada Pembunuh Petir ini maka Nuga Bumi, nenek tua itu melengking,

"Kau biasanya pandai bicara, Cam-kong. Hayo putuskan ketentuan ini dengan sikap yang jelas"

"Hm," Cam-kong, Pembunuh Petir itu bergerak. "Kita semua sudah tahu akan adanya pertandingan itu, nenek siluman. Dan kita sudah merasakan kelihaian Kim-mou-eng sekarang. Kalau aku pribadi menghendaki dua-duanya dibunuh!"

"Bagus, tapi dengan cara apa? Bagaimana?"

"Inilah yang sulit, aku belum mengetahuinya." "Bagaimana kalau kita bantu salah satu diantaranya?"

"Maksudmu?"

"Kita bantu seorang di antaranya untuk merobohkan yang lain, Cam-kong. Baru setelah itu yang satunya lagi kita bunuh!"

"Hm, mungkinkah? Dan siapa yang kira-kira akan kita bantu?"

"Hu Beng Kui!" nenek Naga Bumi berseru. "Jago pedang itu tampaknya tak senang melihat Kim-mou-eng demikian lihai, Cam-kong. Dan dulu kulihat gerakan tangannya yang hampir membokong Pendekar Rambut Emas itu, sebelum putrinya datang!"

"Begitukah?" Cam-kong tertegun. "Bagaimana dengan yang lain? Setujukah kau, Siauwjin?"

"Heh-heh," setan cebol ini terkekeh. "Aku setuju asal demi keuntungan kita semua, Cam-kong. Kupikir memang lebih baik membantu jago pedang itu daripada Kim-mou-eng. Orang she Hu itu hanya bergerak sendiri, lain dengan Kim-mou-eng yang mungkin masih dilindungi gurunya, Bu-beng Sian-su keparat itu!"

"Hm, bagaimana kau, Tok-ong?"

“Aku setuju!" kakek tinggi besar ini menggerang. "Setelah Kim-mou-eng dirobohkan kita lalu membunuh si jago pedang itu, Cam-kong. Tentu Hu Beng Kui sudah kehabisan tenaga diajak melawan Kim-mou-eng!"

"Benar, dulu jago pedang itu kewalahan menghadapi kim-mou eng, Cam-kong. Kalau kita tak datang dan membantunya tentu dia roboh kehabisan napas karena kalah usia!"

Toa-ci, orang pertama dari Sepasang Dewi Naga berseru, disambut anggukan dan semuanya tertawa. Tiba-tiba mereka berseri-seri dan kini bulatlah keputusan mereka bahwa Hu Béng Kui hendak dibantu, sebelum jago pedang itu dibunuh. Tapi ketika mereka siap meloncat bangun dan mau meninggalkan guha, mendadak Togura, murid laki-laki Toa-çi dan Ji--moi berkelebat masuk.

"Subo, dua pemuda itu lepas dari kurungan!"

Toa-ci, dan adiknya terkejut. Tiba-tiba mereka bergerak dan sudah melesat keluar guha, menyambar anak ini. Dan ketika semua tertegun dan mengerutkan kening tiba-tiba yang lain juga bergerak, didahului Hek-bong Siauw-jin dan nenek Naga Bumi.

"Keparat, apakah mereka dapat lolos?"

Semuanya akhirnya keluar. Toa-ci dan Ji-moi sudah ada di depan, dua nenek itu mengejar dua pemuda yang melarikan diri. Itulah Hauw Kam dan Gwan Beng, yang entah bagaimana dapat lepas dari kurungan mereka. Dan ketika Ji-moi serta kakaknya melengking menyambar dua pemuda itu mendadak Hauw Kam dan Gwan Beng berpisah, tertawa-tawa.

"Suheng, kau kiri. Aku ke kanan!"

"Baik, kita berpencar, sute. Awas dua nenek siluman itu, heh heh....!" dan Gwan Beng yang tertawa dengan cawat yang minim tiba-tiba berkelebat dan bergerak menjauhi Toa-ci, yang mengejarnya. Melesat dan tertawa-tawa seperti orang tidak waras, sekejap kemudian sudah memasuki hutan yang penuh salju dan pemuda itu tidak nampak kedinginan.

Toa-ci yang mengejar di belakang tiba-tiba dibuat terkejut karena pemuda itu mampu berlari sedemikian cepatnya, bahkan melompat atau terbang menerjang apa saja tanpa memperdulikan kiri kanan, tiba-tiba lenyap dan sudah memasuki hutan bersalju itu. Dan ketika nenek ini terkejut dan membentak marah tiba-tiba ia mengayun tangannya dan serangkum pukulan dahsyat menghantam belakang pemuda itu.

"Dess!"

Salju berhamburan tak keruan. Tampaklah kini pemuda itu di antara dua pohon yang berhimpitan, tertawa-tawa. Tadi terkena pukulan dan jungkir balik tapi tidak apa-apa. Gwan Beng terkekeh-kekeh dan Toa-ci meremang. Anak muda ini sekarang seolah orang tidak waras dan lari begitu cepat dan menerabas seperti seekor kijang di buru harimau. Tapi ketika dia membentak dan mau mengayun lengannya lagi mendadak nenek Naga Bumi, rekannya, muncul di depan dan terkekeh.

"Heh-heh, ke sini, anak muda. Menyerahlah....wüt!" Naga Bumi menggerakkan lengan, mau menangkap tapi tiba-tiba Gwan Beng melejit. Seperti lele atau belut yang licin mendadak pemuda itu lolos dari cengkeraman si nenek. Dan ketika lawannya tertegun dan nenek Naga Bumi berseru tertahan maka pemuda ini menyelinap dan lolos melewati ketiaknya.

"Ha-ha, kau nenek bau, Naga Bumi. Hayo tangkap dan kejarlah aku!"

Nenek ini tertegun. Tingkah dan sikap Gwan Beng yang di luar kebiasaan tiba-tiba membuat nenek itu mengerutkan kening. Ada sesuatu yang agaknya tidak beres di jiwa murid Hu Beng Kui itu. Dan ketika nenek ini membentak dan mengejar lagi tiba-tiba Hek-bong Siauwjin muncul di situ dan mencegat.

"Hayo, kau ke sini!" Namun, ah... hampir tak dapat dipercaya tiba-tiba Gwan Beng melejit. Sama seperti tadi tiba-tiba pemuda itu lolos melewati tubuh si setan cebol, menyelinap dan sudah lari lagi. Dan ketika setan cebol itu membentak dan meloncat menyambar ternyata pemuda ini mengelak dan jari iblis itu pun luput mengenai pundaknya...

Sepasang Cermin Naga Jilid 14

SEPASANG CERMIN NAGA
JILID 14
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara
KIM MOU ENG marah sekali. Dia juga marah kepada ayah kekasihnya kenapa Hu Beng Kui diam saja, padahal jelas Enam Iblis Dunia itu adalah orang-orang sésat. Dan ketika Swat Lian melengking dan mengangguk mengiyakan seruannya maka Cam-kong dan lima temannya jatuh bangun dihajar dua orang muda itu, berteriak-teriak dan memaki Hu Beng Kui karena jago pedang itu dinilai tak tahu budi.

Tadi mereka menolong dan menyelamatkan pendekar itu hal yang membuat Hu Beng Kui merah. Dan ketika enam orang itu terus berkaok-kaok dan Swat Lian serta Pendekar Rambut Emas menghajar mereka maka nenek Naga Bumi tiba-tiba melepas Tee-sinkang (Pukulan Bumi) dan puluhan jarum-jarum beracun.

"Wut-wir-dess!"

Swat Lian dan Kim-mou-eng menangkis. Pendekar Rambut Emas bahkan mengebut nenek itu, Lu-ciang-hoat meledak dan mengenai muka nenek ini. Dan ketika beberapa jarum juga ditolak dan menyambar lima iblis yang lain maka nenek Naga Bumi menjerit dan bergulingan melarikan diri.

"Augh!" nenek itu mendekap mukanya, hangus dan terbakar dan Cam-kong serta yang lain juga memekik. Mereka disambar jarum-jarum yang membalik, mengelak atau menangkis tapi Swat Lian berkelebatàn, membagi-bagi Khi-bal-sin-kangnya. Dan ketika mereka bergulingan dan jatuh bangun dihajar gadis itu maka Cam-kong melesat dan menyusul nenek Naga Bumi, melari kan diri.

“Lari....!"

Empat iblis yang lain tiba-tiba berhamburan. Mereka sudah meloncat bangun dan melarikan diri, apa yang dilakukan Cam-kong dan Naga Bumi diikuti. Dan ketika enam iblis itu berloncatan dan menghilang di balik Puncak Mutiara maka Swat Lian yang hendak mengejar dan membunuh iblis-iblis itu mendapat bentakan ayahnya.

"Swat Lian, berhenti....!" dan Hu-taihiap yang berkelebat dan sudah berdiri di depan putrinya tampak marah dan bersinar-sinar. "Dari mana kau? Kau galang-gulung dengan Kim-mou-eng?"

Swat Lian terkejut. "Ayah bicara apa?"

"Hm, kau memalukan aku, Lian-ji. Pulang dan ikuti aku!" dan Hu Beng Kui yang membentak dan menyambar puterinya tiba-tiba membetot dan menarik puterinya itu, marah!

Dan Swat Lian terbelalak. Dia tak tahu kedatangan ayahnya ini, girang melihat ayahnya di situ dan mau menegur. Tapi melihat sang ayah marah-marah dan menghalangi pengejarannya terhadap Enam Iblis Dunia dan kini menariknya dengan demikian kasar tiba-tiba gadis ini meronta dan melepaskan diri. "Ayah, nanti dulu!" dan berbalik menghadapi ayahnya itu gadis ini bertanya, kaget dan marah, "Ada apa kau demikian kasar? Apa salahku?"

Sang jago pedang mendelik. "Kau mau melawan ayahmu? Kau sekarang berani?"

"Tidak, tapi....!"

"Sudah, kau ikut ayahmu, bocah. Atau kita bertempur dan kau atau aku mampus!"

"Ayah....!” Swat Lian terkejut. "Apa maksud kata-kata mu ini? Kau mau membunuh aku?"

"Hm, kalau kau melawan tentu kubunuh, Lian-ji. Atau kau boleh membunuh ayahmu. Aku tak mau bicara lagi, hayo ikuti ayahmu dan pulang ke Ce-bu!" dan tidak memperdulikan sang anak yang kaget serta heran, tiba-tiba Hu Beng Kui telah menyambar anaknya kembali, membetot dan menarik dan segera jago pedang itu terbang meninggalkan Himalaya. Mukanya merah padam dan kemarahan besar tak dapat disembunyikan pada sorot matanya itu, Swat Lian tertegun dan tak berani melepaskan diri lagi. Namun baru jago pedang itu melangkahkan kaki beberapa tindak tiba-tiba Kim-mou-eng berkelebat di depannya.

"Hu-taihiap, tunggu....!" dan menghadang serta mengusap keringat yang membasahi mukanya Pendekar Rambut Emas bertanya, "Kau mau membawa ke mana putrimu ini? Ada apa?"

"Keparat, minggir, Kim-mou-eng. Atau kau kubunuh....wut!" dan sang jago pedang yang tidak menjawab melainkan mengayun tangan menghantam. Pendekar Rambut Emas tiba tiba dikelit dan pukulanpun meledak di samping Pendekar Rambut Emas.

"Darr!"

Kim-mou-eng terkejut. "Eh, nanti dulu, Hu taihiap. Tunggu...!" namun dua pukulan yang kembali meledak dan menghantam mukanya akhirnya membuat Pendekar Rambut Emas berjungkir balik, marah dan tertegun namun pendekar ini tetap penasaran, mengejar dan melayang turun lagi di depan jago pedang itu, mengkhawatirkan Swat Lian. Tentu saja Kim-mou-eng tak mau ada apa-apa terjadi pada kekasihnya, dia harus melindungi.

Dan ketika Hu Beng Kui menggeram dan melotot menghentikan larinya akhirnya jago pedang ini menggigil. "Kim-mou-eng, kau mau mengajak aku bertanding lagi? Kau kira dapat mengalahkan aku?"

"Tidak... tidak...!" Pendekar Rambut Emas gugup. "Aku hanya mau bertanya ke mana puterimu hendak kau bawa, Hu-taihiap. Dan kenapa sebabnya kau marah-marah!"

"Keparat, kaulah penyebabnya! Kau kira sebagai orang tua aku tidak tersinggung melihat kau membawa-bawa puteriku, Kim-mou-eng? Kau kira aku tidak terhina dengan mendengar berita di luaran tentang kebersamaan kalian? Bedebah, minggir, Kim-mou-eng. Atau kau mampus!"

Dan Hu Beng Kui yang membentak melepaskan pukulannya tiba-tiba menerjang dan menghantam Pendekar Rambut Emas itu, membuat Pendekar Rambut Emas tertegun dan hampir dia terkena pukulan, mengelak namun kurang cepat. Makian dan bentakan jago pedang itu membuat Kim mou-eng merah padam, terlempar dan terbanting keserempet pukulan. Dan ketika Swat Lian berteriak namun Kim-mou-eng dapat bangun terhuyung maka gadis itu menangis dibawa lari ayahnya yang sudah terbang turun gunung.

"Twako, Dailiong di dekat gapura... Maaf aku tak dapat menemanimu lagi...!" dan Swat Lian yang lenyap bersama ayahnya akhirnya membuat Kim-mou-eng termangu-mangu, tertegun oleh kalimat terakhir tadi bahwa Bu Beng Kui merasa terhina dengan berita di luaran.

Kim-mou-eng tersentak dan tidak tahu apa yang dimaksud, bagaimana berita di luaran itu. Tapi mendengar Dailiong di bawah gunung dan dia tahu di mana tempat yang dimaksud itu tiba-tiba Kim-mou-eng berkelebat dan turun gunung pula, mencari dan mendapatkan anaknya dan akhirnya Pendekar Rambut Emas ini tak enak. Dia merasa tak tenang dengan semua kemarahan Hu Beng Kui itu, semua kata-katanya. Maka begitu jago pedang itu membawa puterinya dan terbang ke Ce-bu maka Pendekar Rambut Emas pun mengerahkan ginkangnya dan terbang pula ke Ce-bu.

* * * * * * * *

"Nah, katakan," Hu Beng Kui terengah duduk di kursi, membanting pantatnya. "Apa yang kau lakukan bersama Pendekar Rambut Emas itu, Lian-ji. Dan kapan kau mulai galang-gulung dengannya!"

Swat Lian pucat. "Maaf," gadis ini menggigil, menghapus air matanya yang bercucuran sejak tadi. "Kau ada apa demikian marah-marah, yah? Kenapa kau membenci Kim-twako dan berkali-kali menyatakan ingin membunuhnya?"

"Diam! Kau jawab pertanyaanku, Lian-ji. Sejak kapan kau galang-gulung dan mana anak itu!"

"Dailiong?"

"Aku tidak tahu, pokoknya hasil hubungan gelapmu dengan Kim-mou-eng!"

"Ayah!" Swat Lan terpekik. "Apa kau bilang? Hubungan gelap? Jadi.... jadi kau menganggap kami berdua...."

"Plak-plak!" Hu Beng Kui menyambar, mencelat dari kursinya. "Banyak orang bicara begitu, Swat Lian. Dan aku malu mendengar tingkahmu. Kalau bukan kau satu-satunya keturunanku tentu aku membunuhmu!" dan Swat Lian yang mengeluh terbanting oleh tamparan ayahnya akhirnya bangkit terhuyung dengan muka merah padam, mata berapi-api dan dia marah sekali.

"Ayah," bentakannya itu mengejutkan Hu Beng Kui. "Kalau bukan kau yang menamparku tentu sudah kubunuh orang yang melakukan ini. Kau membabi-buta, kau ngawur! Kau kira apa diriku ini? Kau kira apa Kim-mou-eng itu? Tak dapat kusangkal bahwa aku bersamanya selama ini. ayah. Tapi bukan untuk bersenang-senang melainkan mencari Hauw Kam-suheng dan Gwan Beng suheng!"

"Omong kosong! Nyatanya kau galang-gulung dengan Kim-mou-eng. Setahun lebih tak pernah pulang dan memberi tahu! Ingat, apa katamu dulu kepadaku, Lian-ji? Bukankah kau bilang setengah tahun lagi kau kembali? Nah, orang melihat galang-gulung kalian berdua, bocah. Dan aku malu mendengar kau punya anak sebelum nikah! Keparat Pendekar Rambut Emas itu, terkutuk dia. Ingin kubunuh pemuda siluman itu!"

"Ah," Swat Lian terbelalak. "Ayah termakan laporan ini? Siapa yang memberitahumu?"

"Tak perlu tahu. Pokoknya ada, bocah. Dan kau membuat ayahmu malu!"

"Ooh....!" Swat Lian mengeluh. "Kau salah, ayah. Kau tidak benar. Berita di luaran itu bohong! Aku dan Kim-twako tak melakukan apa-apa!"

"Keparat, dan bocah itu?" jago pedang ini menyambar kembali anaknya, mencekik. "Kau mau menyangkal setelah kau sendiri berpesan pada Kim mou-eng? Kau mau menipu ayahmu?"

"Lepaskan!" gadis ini meronta, marah sekali. "Kau ngawur, yah. Kau membabi buta! Kau... kau, ooh!" dan Swat Lian yang menangis mendorong ayahnya akhirnya berdiri tegak dengan mata berapi-api. "Ayah...." suaranya menggigil. "Kalau bukan kau yang menghina dan memperlakukan aku seperti ini tentu aku tak mau sudah. Kau menerima membabi-buta mendengar omongan orang, kau menelan begitu saja laporan orang. Kau bodoh, kau terburu-buru!" dan ketika ayahnya terkejut dan mendelik gadis ini menyambung, mengangkat tangannya, berseru, "Nanti dulu, dengarkan aku! Jangan ayah bertindak sepihak! Kalau ayah adil biarkan aku bicara!" dan setengah mengepalkan tinju gadis ini berkata lagi, bercucuran air mata, "Ayah tidak menanya kepadaku bagaimana duduk persoalan sebenarnya. Kau menghina dan merendahkan martabat puterimu sendiri. Tidak tahukah ayah bahwa anak itu adalah anak Kim-mou-eng dengan isterinya? Tidak ingatkah ayah bahwa Pendekar Rambut Emas mempunyai keturunan laki-laki dengan mendiang isterinya itu? Nah, Dailiong adalah anak Kim-twako dengan mendiang isterinya itu, ayah. Dan kami berdua meskipun runtang-runtung tapi tak pernah bertindak melampaui batas. Kami tak pernah mengadakan hubungan gelap, meskipun Kim-twako mencintaku!"

Jago pedang ini tertegun.

"Kau ingat Salima, bukan? Kau tentu tahu bahwa mendiang isteri Kim-mou-eng ini telah melahirkan dan mendapatkan keturunan laki-laki?"

Hu Beng Kui kembali tertegun, terbelalak.

“Dan kau menuduh membabi-buta, yah. Kau menghina dan merendahkan diriku. Kau sama sekali tak mau bertanya dan terburu marah-marah seperti orang gila!"

"Lian-ji....!"

"Biar, aku sakit hati kepadamu, yah. Kau menyinggung dan menyakiti perasaanku sebagai seorang wanita. Kau.... kau...." dan Swat Lian yang tersedu-sedu dan tak dapat meneruskan kata-katanya tiba-tiba berkelebat dan meloncat keluar, menangis dan sudah mengguguk dan Hu Beng Kui terhenyak.

Sekarang jago pedang ini teringat akan hal itu, bahwa Kim-mou-eng memang mempunyai seorang anak laki-laki dengan mendiang isterinya. Bahwa Pendekar Rambut Emas itu telah mempunyai keturunan dan betapa dia telah menghina dan merendahkan puterinya sendiri. Jago pedang ini tiba-tiba sadar dan terkejut. Maka begitu puterinya meloncat keluar dan tersedu-sedu di sana tiba-tiba pendekar ini berkelebat dan menyambar anak perempuannya itu.

"Swat Lian, maafkan ayahmu!" Swat Lian malah mengguguk. "Aku lupa dan khilaf. anakku. Aku telah menghina dan merendahkan dirimu. Ahh, aku sadar, maaf...!"

Dan Hu Beng Kui yang cepat memeluk dan mengusap puterinya lalu menggumam dan menyatakan penyesalannya, belum dapat diterima begitu saja oleh Swat Lian dan jago pedang jadi bingung. Harga diri anak perempuannya sebagai seorang wanita memang telah ditusuk tajam oleh kata-katanya yang membabi--buta. Hu Beng Kui mengingat-ingat dan menyesal akan semua perbuatannya itu. Entahlah, semula memang dia tersinggung dan marah mendengar laporan orang. Puterinya dikabarkan galang-gulung dengan Kim-mou-eng dan punya anak, sebelum nikah. Orang tua mana tak sakit hatinya kalau mendengar itu?

Dan ketika Swat Lian meloncat lagi dan melepaskan diri darinya akhirnya jago pedang ini membiarkan puterinya menangis di taman, melepas semua kekecewaan dan sakit hatinya atas sikap sang ayah. Hu Beng Kui memang bersikap terlalu keras, juga kasar. Namun ketika sejam kemudian tangis puterinya tinggal sedu-sedan perlahan dan jago pedang ini menghampiri maka Hu-taihiap berlutut di depan anaknya itu, memegang kedua lengan anak gadisnya.

"Lian-ji," suaranya bergetar. "Maafkan ayahmu. Aku khilaf. Betapapun, ayah mana tak akan marah mendengar laporan anak gadisnya di permainkan orang? Aku menyesal dan sadar, nak. Aku terlalu terburu nafsu dan tergesa-gesa. Aku Salah!" dan ketika dua titik air mata menitik di pipi orang tua itu akhirnya Swat Lian terharu dan menyuruh ayahnya bangun, masih cemberut.

"Sudahlah, aku juga menyesal, yah. Aku tadi telah memaki-makimu!"

"Hm, makian apa? Seharusnya lebih berat lagi yang kau terima, nak. Kau boleh pukul atau hukum ayahmu tapi maafkan aku!"

"Sudahlah, aku sekarang tak marah. Ayah tak akan memusuhi aku dan Kim-twako, bukan?"

"Hm," alis itu tiba-tiba terangkat. "Untukmu jelas aku tak memusuhimu, Lian-ji. Tapi Kim-mou-eng...." bibir itu terkatup. "Dia telah menghina dan berani melawanku!"

Swat Lian terkejut. "Berani bagaimana? Menghina bagaimana?"

"Dia merendahkan ilmu silatku, Lian-ji. Menandingi Khi-bal-sin-kangku dan Jing-sian-eng....!"

"Ah," sang puteri berseru. "Kau yang mulai menyerangnya dulu, ayah. Dan Kim-Twako sekarang memang hebat. Dia memiliki Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Ginkang sebagai tandingan dari Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng!"

"Ya, dan itu kuanggap penghinaan. Bocah kemarin sore itu berani melawanku dan tidak tunduk, padahal aku adalah bengcu!"

"Tapi Kim-mou-eng hanya membela diri terhadap seranganmu, yah. Dia...."

"Tidak!" sang jago pedang bangkit berdiri. "Dia juga berani membalasku. Lian-ji. Dia hampir membuat aku malu di depan Enam Iblis Dunia itu. Kalau aku sampai roboh dan kalah di tangannya tentu nama dan harga diriku jatuh!" dan ketika puterinya terbelalak dan tidak mengerti jalan pikiran sang ayah akhirnya Hu Beng Kui mencengkeram puterinya itu. "Kau masih menyayang dan menghargai ayahmu ini? Kau mau melakukan apa yang kuinginkan?"

Swat Lian bangkit, menggigil. "Kalau kau menyuruhku untuk membenci Kim - twako tak! mungkin, yah. Aku mencintainya dan terlanjur mencintanya. Kau tahu itu!"

"Tidak, bukan membencinya, anakku. Melainkan ingin mengangkat harga dirimu tinggi-tinggi di depannya. Pendekar Rambut Emas itu tak boleh membawa-bawamu sesuka hati. Kau tak boleh bersamanya dulu sebelum menikah!"

"Eh, ayah menyetujui hubungan kami?"

"Hm," mata Hu Beng Kui bersinar-sinar. "Dia juga mencintaimu, bukan? Kim-mou-eng benar-benar tak kurang ajar kepadamu sepanjang jalan?"

"Ah, kami tak melakukan apa-apa, ayah. Dan Kim-mou-eng hormat serta menghargai diriku sebagai wanita!"

"Bagus, kalau begitu dia harus membayar emas kawin yang mahal. Kalau dia mau menikahi mu dan mencintamu seperti katamu maka suruh cepat pendekar itu meminangmu, kepadaku! Aku merestui hubungan kalian asal secara baik-baik Pendekar Rambut Emas itu memintanya kepadaku. Suruh dia menghadap!"

Swat Lian melonjak girang. Perubahan yang tidak disangka dan amat luar biasa ini terbuat dia lengah, tak tahu sinar mata ayahnya yang bergerak aneh, bola mata yang berputar lalu meredup dingin. Dan ketika gadis itu menubruk dan memanggil ayahnya maka Swat Lian sudah menciumi muka ayahnya yang berjenggot serta bercambang kaku.

"Ah, ayah memang baik," Swat Lian tertawa-tawa. "Tadinya kupikir kau menentang. yah. Tapi setelah tahu ini ternyata dugaanku keliru. Baik, Kim-twako akan kusuruh menghadapmu dan meminangku!" gadis ini gembira bukan main, air mata berubah menjadi tawa.

Dan Hu Beng Kui tersenyum-senyum. Dia girang bahwa Putrinya tak marah lagi. Swat Lian adalah miliknya satu-satunya. Dan ketika gadis itu menciuminya dan didorong mundur tiba-tiba jago tua ini berkelebat dan berkata, "Sudahlah, bersiap-siap saja suruh kekasihmu itu datang!" dan menghilang di dalam memberikan perintahnya jago pedang ini sudah lenyap dan lega di kamarnya.

Sekarang mengerti bahwa anak yang dilaporkan itu bukanlah hasil hubungan gelap puterinya dengan Pendekar Rambut Emas. Anak gadisnya masih suci dan Kim-mou-eng tak mengganggunya. Tapi karena Kim-mou-eng telah kurang ajar kepadanya dan betapa pun dia harus ganti menghajar pendekar itu maka tiga hari Jago pedang ini menanti sebelum Kim-mou-eng benar-benar datang menghadap.

Sebagaimana diketahui, Kim-mou-eng akhirnya berlari cepat pula ke Ce-bu. Pendekar Rambut Emas itu mengkhawatirkan Swat Lian dan menitipkan Dailiong di suatu tempat untuk akhirnya terbang ke Ce-bu. Tak leluasa rasanya membawa-bawa anak. Inilah yang membuat dia terlambat dan tiga hari kemudian dia baru tiba di kota yang ditinggali si jago pedang. Dan ketika sore itu dia berkelebat dan langsung ke taman karena di situlah biasanya Swat Lian berada maka benar saja kekasihnya itu berada di situ.

"Lian-moi....!"

Swat Lian terkejut girang. Pendekar Rambut Emas telah melayang dan turun di depannya, khawatir dan cemas tapi lega melihat keadaannya. Gadis itu tak apa-apa. Swat Lian langsung berdiri dan mereka pun berpelukan. Ah, betapa bahagia dan gembira gadis itu. Dan ketika mereka berseri-seri dan tak ada suara kecuali cium dan pelukan ketat akhirnya Pendekar Rambut Emas melepaskan kekasihnya bertanya girang,

"Kau tak apa-apa? Di mana ayahmu?"

“Ayah di dalam," gadis ini berseri. "Aku tak apa-apa, twako. Dan berita menggembirakan untuk kita berdua!"

"Berita apa? Menggembirakan bagaimana?"

"Ayah merestui kita, kau disuruh meminangku!”

Kin-mou-eng tertegun.

"Benar, kau diminta meminangku, twako. Dan persoalan dulu itu ternyata kesalahpahaman ayah sendiri. Ayah... ayah mengira Dailiong anak kita berdua!"

"Aku tak mengerti." Kim-mou-eng masih bingung. "Dulu ayah buru marah-marah dan tak memberi penjelasan kepadaku, Lian-moi. Tahu-tahu diserangnya aku dan datanglah Enam Iblis Dunia itu...!"

"Duduklah, biar kujelaskan," Swat Lian gembira bukan main. "Ayah terburu-buru dan tergosok omongan orang, twako. Tapi semuanya kini sudah gamblang dan ayah minta maaf," gadis itu menarik kekasihnya, menyuruh Kim-mou-eng duduk dan segera dia bercerita.

Kim-mou-eng mendengarkan dan berkali-kali dia mengeluarkan seruan pendek, terutama ketika Swat Lian ditampar dan mau dihajar ayahnya. Dan ketika cerita berakhir dengan kesadaran Hu Beng Kui dan jago pedang itu minta maaf Swat Lian mengakhiri.

"Akhirnya ayah sadar. Semua kuceritakan tanpa kukurangi atau kutambahi. Dan ketika ayah tahu bahwa anak laki-laki itu adalah Dailiong puteramu dengan mendiang isterimu itu barulah dia mendusin dan mengakui kesalahannya. Sekarang ayah menyuruhmu menghadap, twako. Kau diminta membicarakan diriku dengan meminangnya."

"Ayahmu merestui? Benar-benar merestui?"

"Ya, dan kau kutunggu-tunggu, twako. Ehh.... mana Dailiong?"

"Kutitipkan pada seseorang. Tak cocok rasanya ke sini dengan seorang anak!"

"Hm, baiklah. Kalau begitu cepat, twako. Masuk dan menghadaplah, ayah di dalam!"

Kim-mou-eng berdebar. Tiba-tiba dia memasuki sesuatu yang asing, meminang anak orang. Dulu dengan mendiang isterinya tak ada pinang meminang itu. Mendiang isterinya dan dia kebetulan adalah orang-orang yang sebatangkara, mereka juga suheng dan sumoi, kakak dan adik seperguruan. Maka ketika Hu Beng Kui kini memintanya untuk datang menghadap dan membicarakan pinangan itu mendadak muka pendekar ini merah dan gugup . Sudah menjadi bapak dari satu anak namun terasa seolah jejaka saja. Lucu Pendekar Rambut Emas itu, maju mundur! Dan ketika Swat Lian terkejut dan heran melihat tingkahnya maka gadis itu menegur,

"Ada apa? Kenapa tidak segera ke dalam?"

"Hm, aku.... aku tegang, Lian-moi. Aku berdebar!"

"Berdebar karena takut ayah menyerangmu?" Swat Lian salah tangkap.

"Ya, eh... begitulah," Kim-mou-eng berbohong. "Aku takut ayahmu menyerang, Lian-moi. Barangkali dia pura-pura saja."

"Tidak, aku tahu benar, twako. Ayah sungguh-sungguh dan serius. Sudahlah, kau masuk dan hadapi ayahku!"

"Tidak kau antar?"

"Ih!" Swat Lian tiba-tiba semburat. "Mendengarkan pinangan orang malu rasanya, twako. Aku, ah.... aku jengah!"

"Baiklah, kau di sini, Lian-moi. Biar kuhadapi ayahmu!" dan Kim-mou-eng yang menetapkan hati menekan debarannya akhirnya berkelebat dan meninggalkan gadis itu, lenyap di dalam dan Swat Lian pun tersenyum simpul. Ada bahagia dan degup kencang yang membuat mukanya semburat merah. Ada kebahagiaan dan kesenangan di situ. Dia dilamar orang, kekasih yang dicintainya! Dan ketika gadis itu menunggu dengan jari-jari bergerak kesana kemari dengan gelisah maka Kim-mou-eng sudah di dalam dan berhadapan dengan jago pedang itu, jago tua yang dulu bertempur habis-habisan dengannya di Himalaya!!

"Kau sudah datang?" suara itu terdengar dingin dan menyeramkan bagi telinga Kim-mon-eng. “Bagus, dan duduklah, Kim-mou-eng. Katakan apa maksudmu datang ke mari!"

Kalimat dan pertanyaan-pertanyaan itu mengandung banyak arti bagi Kim-mou-eng. Hu Beng Kui duduk membelakanginya, menghadap jendela, tahu kedatangannya tapi tak mau melihat. Entah dikarenakan jago pedang itu masih marah kepadanya atau tidak Kim-mou-eng tak tahu. Lutut gemetar dan aneh sekali Pendekar Rambut Emas ini merasa kelu, lidahnya tiba-tiba berat dan susah diajak bicara! Dan ketika Hu Beng Kui mendengus dan kembali mengeluarkan pertanyaannya yang dingin maka Pendekar Rambut Emas maju dan membungkuk.

"Maaf, aku kemari karena Swat Lian, Hu-taihiap. Datang untuk.... untuk meminangnya!"

Kursi putar itu bergerak. Hu Beng Kui tahu-tahu memutar kursinya menghadapi Kim-mou-eng, sepasang mata yang berkilat dan bercahaya mengejutkan Pendekar Rambut Emas. Dan ketika Pendekar Rambut Emas tertegun dan terkesiap oleh mata lawannya maka si jago pedang membentak dan mengepalkan tinju. "Kim-mou-eng, kau datang bukan untuk meminta maaf dulu? Kau berani mati meminang anak orang dengan cara begini?"

"Maaf," Pendekar Rambut Emas berdegup. "Aku tak mengerti maksudmu, taihiap. Kenapa harus minta maaf dan..."

"Bedebah! Kau membawa-bawa anak orang tanpa permisi tidak perlu minta maaf? Kau membelakangi aku berdua dengan puteriku tidak pêrlu meminta maaf? Aku orang tua terhina oleh sikapmu, Kim-mou-eng. Aku tersinggung dan terus terang menganggapmu pemuda liar yang tidak tahu aturan!"

Kim-mou-eng kaget.

"Dengar," jago pedang itu menggigil. Orang melaporkan kepadaku rantang - runtang kalian, Kim-mou-eng. Orang memberitahukan kepadaku hal-hal yang membuat aku hampir membunuh anakku sendiri. Kau bangsa liar biadab, kau pemuda Tar-tar tak tahu sopan!"

Kim mou-eng pucat. Disinggung-singgungnya kebangsaan dan kesukuannya tiba-tiba membuat pendekar ini menggigil, Kim-mou-eng merah padam dan hampir dia menerjang si jago pedang itu. Hu Beng Kui terlalu tajam dan kasar, sikapnya tidak bersahabat! Tapi teringat Swat Lian dan betapa dia amat mencinta gadis itu akhirnya Kim mou-eng menjura dan melipat punggungnya dua kali lipat. "Maaf, aku terlupa semuanya itu, Hu taihiap. Aku bersalah dan sekarang kusadari. Memang aku belum meminta ijinmu dan biarlah kini kuminta maaf secara sungguh-sungguh kepadamu. Maafkan aku!"

Namun Hu Beng Kui yang tertawa mengejek dan menepuk lengan kursi ternyata tidak mau sudah menghinanya. "Baik, enak saja kau meminta maaf, Kim-mou-eng. Kalau semua pemuda melakukan ini tentu banyak gadis-gadis yang dibawa pergi dan si pemuda minta maaf belakangan. Hm, kini ku tahu kabar di luaran itu. Bangsa Tar-tar rupanya kurang beradab dan hal itu menurun padamu. Baiklah, lalu apa maumu sekarang? Kau ingin mengajakku bertanding dan setelah itu membawa lari puteriku?"

"Hu-taihiap!" Pendekar Rambut Rambut Emas akhirnya membentak. "Omonganmu kian tajam dan tidak enak didengar. Kenapa kau membawa nama kesukuan dan bangsaku? Apa hubungannya mereka dengan diriku? Aku datang untuk meminang anakmu, Hu-taihiap. Dan tak usah kau menyakiti hatiku dengan kata-kata tajam!"

"Ha ha, ini cara Kim-mou-eng meminang anak gadis. Bagus, bagus sekali, Kim-mou-eng. Sungguh kian menunjukkan keliaran dan kekurang ajaranmu! Heh, beginikah kau mengharap puteri ku sebagai pendamping, Kim-mou-eng? Beginikah kau berhadapan dengan calon mertuamu?"

Kim-mou-eng tertegun.

"Keparat, puteriku bukan perempuan sembarangan, Kim-mou-eng. Seharusnya kuadakan sayembara untuk bakal suaminya. Tapi karena puteriku telah kau cemari dan nama baikku tersinggung biarlah sayembara kutiadakan dan kau mendapat keistimewaan!" dan ketika Pendekar Rambut Emas itu terbelalak dan merah mukanya maka Hu Beng Kui mengetrukkan pipa cangkleng, yang entah didapat dari mana.

"Kau tahu siapa yang kau lamar? Kau tahu siapa dirimu dan siapa aku?"

"Maaf, aku tak mengerti maksud tujuanmu, Hu-taihiap. Sebaiknya berterus terang saja dan katakan apa maumu!"

"Ha-ha, bagus, Kim-mou-eng, cocok sekali. Baiklah, kukatakan padamu apa maksudku!" dan memutar pipa cangklongnya dua kali di antara telunjuk dan jari tengah jago pedang itu mendesis, tiba-tiba menghunjam dengan kata-katanya yang amat tajam dan berkarat,

"Kau tentu tahu bahwa aku adalah bengcu. Swat Lian adalah puteri seorang bengcu dan sebagai gadis dari seorang pemimpin dunia persilatan tentunya kau barus menghargai diri puteriku di atas gadis-gadis lain, bahkan puteri kaisar sekali pun! Sedang kau, apa kedudukanmu, Kim-mou-eng? Kau hanya pemimpin dari sebuah bangsa liar, bangsa yang masih setengah biadab. Dan kau pun duda! Heee, mana ada keadilan di sini, Kim-mou-eng? Anakku masih seorang gadis, sedang kau duda! Emas kawin apa yang bisa kauberikan untuk menghargai puteriku sebagai calon isterimu setinggi-tingginya?! Penghargaan dan penghormatan apa yang bisa kau berikan kepada Swat Lian? Jawab, aku ingin tahu pendapatmu, Kim-mou-eng. Sebelum puteriku kau rendahkan dengan kedudukanmu yang tidak sepadan itu!"

Kim-mou-eng tergetar. Tiba-tiba dia terhuyung dan pucat pasi mendengar kata-kata Hu Beng Kui ini. Dia dicap sebagai pemimpin suku biadab, lagi pula duda. Tak seimbang dengan puteri Hu-taihiap itu yang masih gadis! Dan ketika dia terhuyung dan seolah mendengar petir menggelegar di dalam telinganya maka jago pedang itu bangkit berdiri dengan mata bersinar-sinar, mengejek,

"Jawab, apa emas kawinmu terhadap puteri ku, Kim-mou-eng. Penghargaan apa yang bisa kauberikan kepada puteriku sebagai tanda cinta dan hormatmu!"

Kim-mou-eng gemetar.

"Ha-ha, kau tak bisa bicara? Kau menyadari kedudukanmu sebagai duda yang kini hendak mendapatkan seorang perawan?"

Pendekar Rambut Emas ini pun menggigil.

"Ayo, jawab kepadaku, Kim-mou-eng. Kehormatan dan penghargaan apa yang bisa kau berikan kepada puteriku!"

"Hmm....." Kim-mou-eng akhirnya bicara, mirip geraman seekor harimau buas. "Tak kusangka kau gila harta dan kedudukan, Hu-taihiap. Tak kusangka kau hendak menjual puterimu dengan permintaan emas kawin yang agaknya selangit! Kau menghina dan menyinggung diriku. Baiklah, demi cintaku kepada Swat Lian tentukan berapa peti emas yang harus kuberikan sebagai emas kawin. Sebutkan berapa kereta yang harus kuisi penuh dengan sutera! Nah, aku sanggup memenuhi permintaanmu, taihiap. Tentukan dan sebut berapa jumlahnya!" Kim-mou-eng marah bukan main, tentu saja tersinggung dan terbina dengan semua kata-kata itu. Dia tak takut ancaman emas kawin yang selangit, dia telah memiliki harta karun yang dulu diberikan kaisar kepadanya. Jumlah harta benda yang amat banyak!

Tapi Hu Beng Kui yang tiba-tiba tertawa bergelak dan mundur bertolak pinggang tiba-tiba berseru. "Heee, kau sanggup memenuhi emas kawin yang kuminta, Kim-mou-eng? Kau tak ingkar janji dan menarik ludahmu?"

"Katakan, tak usah banyak cakap. Hu-taihiap. Aku berjanji dan akan melaksanakan permintaan mu!”

"Bagus, ha ha, bagus sekali. Langit dan Bumi menjadi saksi, Kim-mou-eng. Kalau kau ingkar semoga setan dan iblis mengutukmu! Nah, dengarkan. Aku tak butuh emas permata aku tak butuh emas atau sutera. Harta dan kekayaanku di sini lebih dari cukup. Emas kawin yang kuminta ada dua buah. Kalau kau sanggup dan berjanji memberikannya baiklah kusebutkan di sini. Pertama, yang pertama, sederhana saja. Berikan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kangmu itu. Sedang yang kedua...."

"Apa?" Kim-mou-eng mencelat, kaget sekali. "Lu-ciang-boat? Dan Cui-sian Gin-kang?"

"Ya, itu emas kawinnya, Kim-mou-eng. Dan ingat janjimu kepadaku!"

"Tapi, ah...!" Kim-mou-eng pucat dan merah berganti-ganti. "Kau licik dan curang, Hu-taihiap. Itu... itu tak mungkin kuberikan!"

"Hm!" jago pedang itu tiba-tiba tertawa mengejek. "Kalau begitu kau tak dapat menghargai puteriku, Kim-mou-eng. Kau tak dapat memberikan apa yang paling berharga dari apa yang kaupunyai. Kalau begitu cintamu terhadap puteriku kurang sungguh-sungguh!"

"Tidak, tapi... ah!" Pendekar Rambut Emas bingung. "Emas kawin yang kau minta di luar kebiasaan, Hu-taihiap Kau mau mengakali aku!"

"Siapa mengakali? Anakku hanya patut didapatkan oleh orang yang benar-benar mencintanya, Kim-mou-eng. Kalau begini saja kau tak mampu apalagi kalau puteriku meminta jiwamu!"

Kim-mou-eng tertegun. Jago pedang itu sudah duduk lagi di kursinya, pipa cangklong diisap dan Hu Beng Kui pun kembali memutar kursinya, menghadap jendela. Tampak bahwa jago pedang ini menjadi acuh dan dingin setelah Kim-mou-eng tak mau menepati janji. Itu memang berat. Dan ketika Pendekar Rambut Emas terbelalak dan marah memandang jago pedang ini maka Hu Béng Kui mengusir dengan menggerakkan pipanya, tanpa menoleh.

"Kau pergilah, aku tak mau bercakap-cakap lagi dengan orang yang tak dapat dipegang mulutnya. Lebih baik kau jauhi pula putriku dari pada mendapatkan suami yang tak dapat tepat janji."

Kim-mou-eng terpukul. Hebat dan tajam sekali apa yang dikatakan jago pedang itu, jauh lebih hebat dan tajam daripada dia di bunuh. Kim-mou-eng menggigil dan marah tapi juga bingung menghadapi jago tua itu. Kalau dia menyerang tentu Hu Beng Kui akan mengejeknya sebagai pemuda liar yang tidak tahu sopan, ditolak lamarannya dan kini marah-marah. Ungkapan orang akan keliaran dan kebiadaban bangsa Tar-tar akan semakin menonjol, dia jadi serba salah. Tapi karena kemarahan rasanya tak dapat ditekan dan betapapun meminta jalan keluar tiba-tiba Pendekar Rambut Emas itu meremas hancur sebuah patung singa.

"Hu-taihiap, kau licik dan curang. Aku bukan orang yang tak dapat menepati janji tapi baiklah kupikirkan dulu permintaanmu itu. Aku datang sebulan lagi!"

"Hm, kenapa sebulan? Kalau tidak sanggup bilang saja tidak sanggup. Kim-mou-eng. Aku tak perlu menunggu anak gadisku menjadi perawan tua. Kalau kau berat aku tidak memaksa pergi lah dan jangan temui puteriku lagi!"

"Wut...!" dan Kim-mou-eng yang tak tahan lagi dan berkelebat keluar akhirnya lenyap dan meninggalkan jago pedang itu, marah tapi juga gemas karena yang diminta Hu Beng Kui bukan sembarang emas kawin, dia terlanjur dan menyanggupi karena mengira yang diminta adalah emas permata sebagaimana layaknya orang melamar anak gadis orang. Dan ketika Pendekar Rambut Emas itu meninggalkan lawannya dan si jago pedang tenang-tenang saja mengisap cangklongnya, kebiasaan yang akhir-akhir ini mulai diminati maka Swat Lian yang menunggu di belakang menjadi tak sabar.

Tadinya, gadis ini girang dan senang. Dia telah dilamar orang, kekasihnya tercinta, Kim-mou-eng yang hebat dan gagah perkasa. Tapi ketika sejam ditunggu tak ada apa-apa dan Kim-mou-eng juga tak kembali ke taman maka gadis ini gelisah dan tak nyaman. Dia tak mendengar suara suara ribut di dalam, suara-suara pertempuran. Jadi ayahnya dan kekasihnya memang tidak saling menyerang.

Tapi ketika dua jam ditunggu kekasihnya tak muncul juga dan sore pun sudah berganti gelap maka gadis ini bangkit berdiri dan mondar-mandir. Sejam kemudian lewat lagi dan Swat Lian benar-benar gelisah, akhirnya tak tahan dan berkelebatlah gadis itu ke kamar ayahnya. Dan begitu melihat ayahnya duduk menghadap jendela dan kursi-putar itu diputar putar maka gadis ini tértegun dan bertanya,

"Ayah, mana Kim-twako?"

Kursi putar itu bergerak. "Pergi." jawaban ayahnya hambar dan enteng. "Bocah she Kim itu tak dapat memenuhi emas kawinnya, Lian-ji. Malu dan akhirnya pergi."

Swat Lian pucat. "Pergi? Tanpa memberitahuku?"

"Ya, Kim mou-eng malu padamu pula, anak baik. Biarlah tak usah dipikir dan cari saja yang lain."

"Ayah....!"

"Hmm!" jago pedang itu bangkit berdiri, kini memandang tajam puterinya. "Kim-mou-eng tak sungguh-sungguh mencintaimu, Swat Lian. Lebih baik tak usah pikirkan dia dan lupakan kisahmu!"

"Tidak!" gadis ini menangis, tiba-tiba mencengkram lengan ayahnya. "Pasti ada sesuatu yang terjadi, ayah. Kim-twako mencintaiku sungguh sungguh dan tak mungkin aku melupakan dia. Coba ceritakan padaku apa pembicaraan kalian!"

“Tak ada bicara apa-apa, semuanya kosong, jago pedang itu masih hambar. "Kim-mou-eng tak dapat memenuhi emas kawinnya, Lian-ji. Dan dia pun pergi."

"Apa yang ayah minta?"

“Sebuah kehormatan untukmu."

"Apa?"

"Hm, perlukah kau tahu?"

"Tentu, aku yang bersangkutan di sini, ayah. Aku yang berkepentingan. Ceritakan padaku apa permintaanmu dan bagaimana Kim-mou-eng pergi!"

Hu-taihiap ragu.

"Kenapa ayah diam?" Swat Lian mendesak. "Ceritakan padaku, ayah. Atau aku pergi menyusulnya!"

"Lian-ji...!"

"Biar, kau mau berahasia, ayah. Kau tak jujur. Kau mau menyembunyikan persoalanmu di sini!" dan Swat Lian yang menarik lepas tangannya dan mau pergi tiba-tiba disambar ayahnya dan disuruh duduk.

"Eh, nanti dulu. Dengarkan!" dan Hu Beng Kui yang terpaksa menceritakan permintaannya lalu didengar dan membuat puterinya terbelalak, bangkit berdiri dan Swat Lian tiba-tiba marah. Dan ketika sang ayah selesai menceritakan itu maka gadis ini berseru.

"Ayah, kau rupanya licik. Kau curang dan ada maksud di sini. Kau... ah, tahu aku... Kau rupanya tak mau kalah dengan Kim-twako dan menghendaki Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Ginkang itu. Kau ingin menang sendiri dan tidak menghiraukan puterimu. Kau egois!" dan Swat Lian yang marah membanting-banting kakinya tiba-tiba berkelebat namun kembali disambar ayahnya.

"Nanti dulu!" Hu Beng Kui terkejut. "Kenapa kau menyalahkan aku? Kenapa kau bilang aku egois?"

"Tentu saja!" gadis itu membanting kaki kirinya. "Kau pura-pura tidak tahu betapa Kim-mou-eng berat memberikan ilmunya, ayah. Kau bisa malang-melintang dan mengalahkannya lagi. Kau ingin di atas Kim-mou-eng dan tak mau orang lain mengunggulimu. Kau egois dan tidak memperdulikan nasibku!"

"Eh, kenapa dengan nasibmu? Bukankah dengan begitu Kim-mou-eng membuktikan cintanya yang kurang sungguh-sungguh kepadamu? Aku tak mau dikata begini, Swat Lian. Aku meminta karena untuk kepentinganmu kelak!"

"Tidak bisa, ayah bohong! Ayah berlindung di balik semua kata-kata itu. Kalau Kim-twako marah-marah dan tidak mau menikahiku maka hancurlah diriku!"

"Kenapa begitu?"

“Lihat!" gadis ini marah-marah. “Kau tahu sendiri orang luar membicarakan kami, ayah. Orang luar telah mencap diriku sebagai kekasih Kim-mou-eng. isteri atau calon isteri Kim-mou-eng. Kalau sekarang Kim-mou-eng marah dan membiarkan aku bukankah namaku bakal hancur dan merana? Orang akan menganggapku sebagai gadis tak tahu malu, ayah. Mereka bisa menghinaku dan merendahkan diriku!"

"Akan kubunuh orang yang bicara begitu!" Hu Beng Kui membentak, bersinar-sinar. "Tak ada orang yang berani mengataimu seperti itu, Lianji. Kecuali kalau.... kau sudah berhubungan dengan Pendekar Rambut Emas itu!"

Swat Lian terbelalak. "Ayah mengira kesucianku ternoda? Ayah mau menganggapku...."

"Tidak, dengar dulu," sang jago pedang menahan kata-katanya yang hampir terlanjur. "Aku tidak menuduhmu begitu, Swat Lian. Melainkan justeru dengan kenyataan ini kita tak perlu takut omongan orang. Kau masih perawan, kau bukan janda atau gadis ternoda. Tak perlu takut omongan orang karena kau bukan sisa Kim-mou-eng!"

"Benar, tapi aku tak mau mencari orang lain, yah. Aku hanya ingin menjadi isterinya dan mencinta Kim-twako!"

"Itu yang tidak benar. Kim-mou-eng mencintaimu setengah hati, anak baik. Pendekar Rambut Emas itu tak sungguh-sungguh dan hanya pura-pura saja...."

"Tidak, kau yang tak yang benar, yah. Aku yakin dan tahu bahwa Kim-iwako mencintaku sungguh-sungguh. Kaulah yang menjadi penghalang dan hanya mementingkan dirimu saja, Kau tak mau kalah dengan Kim-mou-eng dan sengaja ingin merampas ilmunya. Kau sombong dan tidak memperhatikan anakmu. Kau egois!" dan Swat Lian yang tersedu-sedu dan sudah dicengkeram ayahnya tiba-tiba dibentak dan dihardik,

"Swat Lian, omongan apa ini? kaukira aku tak memperhatikan kebahagiaanmu? Bodoh! Justru dengan itu aku memperhatikan dirimu, anakku. Aku tak mau kau direndahkan Kim-mou-eng dan kelak disia-siakannya. Aku sengaja meminta ilmunya itu agar kau tahu rahasianya, kelak tidak di bawahnya dan dapat menghajarnya kalau dia main gila! Kau kira apa lelaki jaman sekarang? Tak dapat dipercaya, anak baik. Suka main gila dan mencari wanita lain. Nah, kalau dia menyerahkan dua ilmunya itu dan kita di atasnya maka dia tak berani main-main terhadapmu dan namaku pun sebagai bêngcu tetap terjaga. Masa aku harus kalah dengan menantuku?”

Swat Lian tertegun.

"Dengar, kalau Kim-mou-eng betul mencintaimu seharusnya tak perlu berat dia menyerahkan ilmunya, anakku. Apa pun sanggup diberikan nya padamu asal dia mencintaimu sungguh-sungguh."

"Tapi ayah hendak mempelajari ilmu itu!"

"Benar, karena kedudukanku sebagai bengcu. Swat Lian. Kalau dia main gila dan kelak menghinaku maka aku dapat menghajarnya dan dia tak akan berkutik. Bukankah sebagai mantu dia harus menghormat mertuanya?”

Swat Lian bingung. Gadis ini jadi diombang ambingkan oleh kata-kata ayahnya. Dia tahu bahwa ayahnya tak mau kalah dengan Kim-mou-eng, hal yang ternyata sudah diakui pula oleh ayahnya. Tapi karena takut Kim-mou-eng meninggalkannya dan dia bisa mati kurus maka gadis ini menangis dan tersedu-sedu kembali.

"Eh, hapus air matamu," sang ayah kembali membujuk. "Kim-mou-eng itu sudah mendapat kehormatan besar menerima diri mu, Swat Lian. Dia itu pemimpin suku liar dan duda pula. Besar keberuntungannya mendapatkan kau yang masih gadis dan perawan. Bukankah duda mendapat gadis berarti untung si duda rugi si gadis? Nah, di minta ilmunya berarti kerugian si gadis terbayar, anak baik. Juga sekaligus sebagai penguji apakah Kim-mou eng itu sungguh-sungguh mencintaimu. Jangankan hanya ilmu, jiwa pun kalau perlu sanggup dikorbankan. Tapi Kim-mou-eng itu rupanya gagal!"

Swat Lian menggigil.

"Apakah kau tidak percaya ayahmu?" akhirnya orang tua ini menepuk pundak anaknya. "Pergi dan tenangkan dirimu, anak baik. Renungkan dan pikir baik-baik kata ayahmu ini. Kalau Kim-mou-eng betul mencintaimu seharusnya dia tak menampik!"

Swat Lian akhirnya mengguguk. Betapapun dia jadi cemas dan khawatir melihat ketegaran ayahnya ini. Ayahnya tak mau tahu perasaannya dan tetap bersikeras. Emas kawin yang diminta juga aneh tapi Swat Lian mau mengerti. Ayahnya adalah seorang jago dan juga bengcu, nafsunya pada ilmu silat memang besar dan meluap. Ayahnya itu memang tak mau dikalahkan oleh siapa pun, kecuali Bu-beng Sian-su. Dan karena berkali-kali ayahnya menggosok dengan menyatakan Kim-mou eng tak mencintainya sungguh-sungguh karena tak mau memberikan Cui-sian Gin-kang dan Lu-ciang-hoat akhirnya gadis ini bingung dan meloncat pergi, menangis di kamarnya dan Hu Beng Kui membiarkan.

Biarlah anak gadisnya itu menumpahkan air mata dan merenungkan Swat Lan memang harus mengerti dan mau melihat semuanya itu. Kim-mou-eng juga ingkar janji pula, pemuda itu tak menepati kata-katanya. Hu Beng Kui juga menekankan itu pada puterinya dan Swat Lian semakin bingung saja. Tapi karena cinta adalah cinta dan kekuatan cinta tak diperhitungkan pendekar itu akhirnya Swat Lian meninggalkan ayahnya dan minggat menuju ke utara, menemui kekasihnya.

Di sana bertemu dan akhirnya gadis ini mengguguk. Kim-mou-eng, yang sedang termenung dan duduk mengerutkan kening terkejut melihat kedatangan puteri Hu Beng Kui ini, ditubruk dan tersedu-sedulah Swat Lian di situ. Dan ketika Kim-mou-eng tertegun dan mengusap rambutnya dengan lembut langsung saja gadis ini menegur,

"Kim-twako, kenapa kau meninggalkan ayah tanpa memberi tahu kepadaku? Kenapa diam-diam pergi meninggalkan aku?"

"Maaf," Kim-mou-eng tergetar. "Aku dan ayahmu... aku...."

"Aku sudah tahu, twako. Ayah memang terlalu. Tapi seharusnya kau tak meninggalkan aku begitu saja hanya karena ayah!" dan Swat Lian yang tajam bersinar-sinar memandang kekasihnya lalu bangkit berdiri. "Apakah kau hendak memutuskan hubungan kita? Apakah kau tak mencintaiku lagi?"

Kim-mou-eng terkejut. "Lian-moi, jangan salah paham. Aku tidak memutuskan hubungan kita melainkan karena aku dan ayahmu tak ada kecocokan. Ayahmu meminta emas kawin yang aneh. Ia..."

"Aku tahu!" gadis ini memotong. "Ayah menghendaki Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Ginkangmu, twako. Ayah tak mau kau kalahkan dan karena itu menginginkan ilmumu. Dia ingin menjadi jago dan tak mau memperdulikan perasaan puterinya!"

"Hm," Kim-mou-eng girang, terasa didukung. "Kalau kau sendiri bagaimana, Lian-moi. Apakah aku harus menyerahkan dua ilmuku yang paling tinggi itu?"

Swat Lian tertegun. "Terserah kau, twako,” suaranya lirih. "Ayah bilang bahwa kesungguhan cintamu diuji. Aku... aku pribadi percaya cintamu. Tapi ayah, ahh.....!" gadis ini menutupi mukanya, menangis. "Apa yang harus kulakukan, twako? Kenapa kalian dua laki-laki tak mau menghiraukan perasaan wanita dan masing-masing tak mau mengalah? Apakah aku harus mati di antara kalian berdua?"

"Hm!“ Kim-mon-eng terharu, menyambar kekasihnya. Hal itu tak boleh terjadi, Lian-moi. Aku mencintaimu dan tetap mencintaimu! Aku hanya bingung dan tak senang melihat sikap ayahmu!"

"Benar, aku juga tak setuju, twako. Tapi ku pikir ayah ada betulnya. Kenapa kau keberatan memberikan ilmumu? Bukankah aku adalah calon isterimu juga? Kau dan Ayah kelak menantu dan mertua, twako. Kukira tak perlu berat memenuhi permintaannya kalau betul-betul kau mencintai diriku!"

“Ha," Pendekar Rambut Emas tertegun. "Ayahmu keras dan aneh, Lian-moi. Kadang-kadang dia dapat melakukan sesuatu yang di luar dugaan. Aku khawatir dia...."

"Begini saja," Swat Lian memotong. "Bagai mana kalau kita bersikap adil? Kau berikan ilmumu kepada ayah, twako. Dan aku juga akan memberikan ilmu ayah kepadamu, Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kang itu!"

Kim-mou-eng terkejut.

“Kau tak setuju? Masih kurang?"

"Tidak!" Pendekar Rambut Emas tiba-tibs terkejut, melihat pengorbanan kekasihnya. "Itu adil, Lian-moi. Aku setuju! Tapi, ahh...." pemuda ini mengerutkan keping, teringat hinaan Hu Beng Kui bahwa dia adalah duda sementara Swat Lian adalah gadis. Duda mendapat gadis! Dan ketika Kim-mou-eng maju mundur mau menyatakan ini dan muka tiba-tiba merah mendadak Swat Lian mencekal lengannya dan mengguncang.

"Apalagi? Kau masih disulitkan ayah?"

"Hm," tiba-tiba dengan halus Pendekar Rambut Emas melepaskan gengaman kekasihnya, memandang lembut namun juga tajam. "Kenapa kau lakukan semuanya ini, Lian-moi? Tidakkah kau menyesal jika kelak ayahmu atau orang lain mengatai kita?"

"Mengatakan bagaimana?"

"Aku... aku hanya seorang pemimpin bangsa liar, juga duda! Kukira tak pantas mendapatkan dirimu yang puteri seorang bengcu dan juga perawan!"

Swat Lian terkejut. Tiba-tiba dia teringat ucapan ayahnya itu, ayahaya memang berkata begitu dan kini Kim-mou-eng tampaknya tersinggung. Kekasihnya itu tampak terpukul dan terhina, ayahnya memang kasar dan terlampau tajam bicara. Tapi Swat Lian yang bebas memandang dan kembali memegang lengan itu tiba-tiba menggeleng, tegas bicara, "Tidak, aku tak memperdulikan segala kata orang, twako. Aku tak perduli kau pemimpin bangsa liar atau tidak liar, tak perduli kau duda atau tidak duda. Yang küpentingkan di sini adalah kita saling mencinta dan kau tak terikat wanita lain. Itu saja!"

"Kau tak menyesal?"

"Kenapa? Untuk apa?"

“Hm, kau puteri seorang bengcu yang terhormat, Lian-moi. Kedudukanmu lebih dihargai orang daripada aku!"

"Ah, aku menikah bukan dengan kedudukan, twako. Aku menikah dengan dirimu, pribadimu. Utuh sebagai Kim-mou-eng! Apakah kau kira aku gila kedudukan dan nama? Apakah kau kira aku ingin menikah dengan orang yang tak kucinta? Tidak, sekarang tinggal kau, twako. Kalau kau benar mencintaiku seharusnya kau berpikir dewasa dan tidak diembel-embeli segala macam hal-hal itu tadi. Dan kau pun sebenarnya tak rendah, kau murid Bu-beng Sian-su yang namanya di atas ayah! Mau apalagi?"

Kim-mou-eng terharu, Swat Lian telah memeluknya dan terisak di dadanya itu, menggigit bibir dan jelas gadis ini tak suka membicarakan hal-hal yang tak ada hubungannya dengan cinta. Dan ketika dia balas memeluk dan mencium rambut itu maka Swat Lisn bicara gemetar,

"Untuk omongan ayah harap maafkan dia, twako. Pandànglah mukaku dan jangan disimpan di hati. Aku menyesal dan tak ingin kau tersinggung."

"Baiklah, terima kasih, Lian-moi. Dan sekarang juga dapat kuputuskan bahwa aku akan memenuhi janjiku kepada ayahmu.“

"Emas kawin yang aneh itu?"

"Ya."

"Kau mau memberikan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kangmu?"

"Ya, demi kau, Lian-moi, Ingin kutunjukkan pada ayahmu bahwa aku benar-benar mencintaimu!"

"Ooh....!" dan Swat Lian yang menangis tapi gembira bukan main tiba-tiba mendekap dan menciumi dada kekasihnya. Tentu saja ini keputusan yang membuat dia bahagia bukan kepalang. Urusan sekarang sudah beres, gadis ini merasa plong. Dan ketika dia berkata bahwa Khi-bal-sinkang dan Jing-sian-eng akan diberikan sebagai gantinya tiba-tiba Kim-mou-eng mendorongnya halus dan tersenyum.

"Tidak usah, aku tak perlu mendapatkan ilmu ayahmu, Lian-moi. Kalau dia ingin mempelajari Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kangku biar lah itu kuberikan dan aku tak perlu imbalannya. Aku tahu bahwa ayahmu memang tak mau kalah denganku."

"Tapi itu tak adil," Swat Lian terbelalak. "Ayah bisa mengalahkanmu, twako. Dia bisa menggabung dua ilmunya sendiri dengan ilmu mu itu!"

"Tapi ada kau di sini, bukan?" Kim-mou eng tersenyum. "Sudahlah, ayahmu hanya tak mau kalah, Lian-moi. Dan aku juga tak bermaksud mengunggulinya. Suhulah yang dulu memberikan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang kepadaku, entah untuk maksud apa."

Dan ketika Swat Lian tertegun dan Kim-mou-eng meraih pinggang ramping itu tiba-tiba Pendekar Rambut Emas ini telah mencium kekasihnya dan Swat Lian pun mengeluh, dicium kekasihnya dan gadis itu pun menyambut. Urusan itu tiba-tiba hilang dan tak terpikirkan lagi. Swat Lian hanyut dan mabok dalam kegembiraannya. Dan ketika dua orang muda itu tenggelam dalam cintanya dan Swat Lian dapat tertawa akhirnya Kim-mou-eng berkata bahwa mereka harus ke Ce-bu, melepaskan kekasihnya.

"Sekarang kita menghadap ayahmu. Aku ingin menyangkupi janjiku dan menunjukkan cinta ku kepadamu."

"Dan kau tak ingin Khi-bal-sin-kang atau Jing-sian-eng?"

"Ah, tak perlu, Lian-moi. Toh kau di sisiku kelak. Biarlah ayahmu gembira dan kita berdua senang!"

Swat Lian mengangguk. Memang itulah jalan yang harus mereka lalui, Kim-mou-eng menyerahkan Cui-sian Gin-kangnya dan Lu-ciang hoat dan Hu Bang Kui akan melihat betapa Pendekar Rambut Emas ini benar-benar mencintai dirinya. Dua hal sekaligus akan ditunjukkan kekasihnya itu kepada ayahnya, yakni Kim-mou-eng! bukan pelanggar janji dan juga benar-benar rela berkorban untuknya, bukti cinta yang cukup dalam dan sungguh-sungguh. Mau apalagi? Maka begitu kekasihnya mengajak ke Ce-bu dan di sana Hu Beng Kui tertegun melibat kedatangun dua orang muda itu jago pedang ini tak jadi marah marah, karena tadinya dia bermaksud mencari puterinya itu, yang menghilang.

"Kau dari mana?"

“Ke Kim-twako.”

"Dan sekarang datang bersama pemuda yang tak menepati janji ini?"

"Tidak, Kim-twako akan menepati janjinya, ayah. Justeru dia datang untuk menyerahkan emas kawin yang kau minta!"

Si jago pedang terbelalak.

"Benar," Kim-mou-eng maju dengan sikap tenang. "Aku akan menepati janjiku, Hu-taihiap. Dan dulu kukatakan pula kepadamu bahwa aku minta tenggang waktu sebulan. Ternyata waktu itu tak sedemikian lama, aku datang sebelum habis dan akan menyerahkan dua ilmuku kepadamu!"

"Kau tak main-main?" Hu Beng Kui tertegun.

"Pernahkah Kim-twako main-main?" Swat Lian berseru. "Lihat bahwa Kim-twako benar-benar mencintaiku, ayah. Dan dia rela berkorban untukku!"

"Ha-ha!" jago ini akhirnya gembira sekali. "Bagus sekali, Kim-mou-eng. Bagus! Kalau begitu kau seorang gagah sejati!"

Hari itu Kim-mou-eng memberikan ilmunya. Tanpa banyak bicara lagi dia sudah menyerahkan dua ilmunya yang hebat itu, Lu-ciang boat dan Cui-sian Gin-kang. Hu Beng Kui harus mempelajari sebulan sebelum paham betul. Tapi ketika dua ilmu itu telah diserahkan kepadanya dan jago pedang ini berseri-seri mendadak seperti petir di siang bolong jago pedang itu berkata,

"Kım-mou-eng, kau calon mantuku yang baik. Tapi kau tentu ingat bahwa aku mempunyai dua syarat kalau ingin mendapatkan puteriku. Bukankah kau ingat bahwa syarat kedua belum kukatakan? Nah syarat kedua adalah kalahkan aku. Bulan depan semua orang akan berkumpul di sini untuk melihat apakah ada jago baru yang dapat menggantikan aku, menduduki kursi bengcu. Kalau kau gagal dan kebetulan ada pemuda lain yang dapat mengalahkan aku tentu saja puteriku tak dapat kuserahkan padamu selain kepada orang yang dapat mengalahkan aku!"

Kim-mou-eng pucat. "Kau... kau bicara sebenarnya?"

"Hm, ada peraturan bahwa bengcu harus di uji setiap tahun, Kim-mou-eng. Kalau bengcu lama sudah rapuh maka bengcu baru akan muncul dan menggantikan!"

"Keparat!" Kim-mou-eng mengepal tinju. Kau menipu aku, Hu-taihiap. Kau curang dan licik. Kau... ah!" dan Kim-mou-eng yang berkelebat dan menyerang pendekar itu tika-tiba membentak dan merasa ditipu, dipermainkan. Tentu saja marah dan kali ini tak dapat menguasai diri. Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kangnya telah di serahkan, tak mungkin dia menang lagi menghadapi lawannya itu. Dan ketika benar saja Hu-taihiap menangkis dan mengelak dengan ilmunya maka Kim-mou-eng tergetar dan terdorong.

"Dukk!" Pendekar Rambut Emas itu terhuyung. Sekarang Hu Beng Kui tertawa bergelak, mata bersinar-sinar dan wajah pun berseri-seri. Tadi dengan Cui-sian Gin-kang jago tua itu mengelak serangan Kim-mou-eng, menangkis dan menggabung Lu-ciang-hoatnya dengan Khi-bal Sin-kang. Hebat ilmu gabungan itu. Kim-mou-eng terdorong dan hampir terpelanting!

Dan ketika Pendekar Rambut Emas itu menerjang dan kembali membentaknya sengit maka jago pedang ini berkelebat dan tertawa-tawa mengejek lawan, berkata bahwa Kim-mou-eng pemuda yang tak teliti. Dulu Pendekar Rambut Emas itu buru-buru pergi sebelum mendengar syarat kedua, itulah kesalahannya sendiri dan tak boleh pemuda itu marah-marah. Dan ketika Kim-mou-eng melengking dan berkelebatan dengan pukulan pukulannya maka jago pedang itu mengelak dan berlompatan, menangkis dan mementalkan serangan-serangan lawan dan segera jago pedang itu mempermainkan Kim-mou-eng.

Sekarang terlihatlah bahwa jago pedang ini lebih unggul daripada lawannya. Kim-mou-eng selalu tergetar dan terdorong setiap menerima tangkisan, gabungan dua tenaga Lu-ciang-hoat dan khi-bal sin-kang itu. Dan ketika Kim-mou-eng semakin marah dan geram oleh kelicikan lawannya maka Hu Beng Kui tertawa membalas serangannya.

"Lihat, kau bodoh dan lemah, Kim-mou-eng. Kau belum pantas menjadi mantuku, Kalau kau begitu ceroboh dan bodoh seperti ini tentu anakku bisa celaka di bawah lindunganmu. Sebaiknya kau kembali atau bulan depan mengadu ilmu denganku."

"Keparat, kau curang, Hu-taihap. Kau licik!"

"Tidak, kau yang salah, Kim-mou-eng. Kau tak mendengarkan atau bertanya dulu syaratku kedua itu. Kau bodoh!"

Dan Kim-mou-eng yang terus menerjang tapi selalu terhuyung oleh tangkisan lawan akhirnya didesak dan dibalas si jago pedang itu, mundur-mundur dan akhirnya menggigit bibir. Tak disangkanya Hu Beng Kui yang menjadi bengcu ini demikian licik, calon ayah mertuanya itu curang dan tak tahu malu. Dan ketika dia terpental oleh sebuah pukulan keras dan jugo pedang itu berkelebat mengejarnya maka sebuah tepukan akhirnya membuat pemuda ini terguling-guling, dikejar dan mendapat satu tamparan lagi dan pemuda itu pun mengeluh.

Kim-mou-eng merasa habis harapan dan tertipu mentah mentah. Dan karena melanjutkan pertempuran jelas dia kalah dan tak guna melayani lawannya itu lagi maka Kim mou-eng tiba-tiba berseru keras memutar tubuhnya, berkelebat pergi.

"Baiklah, aku kalah, Hu-taihiap. Tapi bulan depan aku pasti datang!"

Kim-mou eng lenyap. Sekarang Hu Beng Kui tertawa bergelak memperoleh kemenangannya. Kim-mou-eng, yang dikhawatirkannya itu tak berdaya lagi menghadapinya. Dia telah memperoleh Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang, dua ilmu hebat yang dapat digabungnya bersama Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kang. Dua ilmu yang tentu saja membuat jago pedang ini bagai harimau tumbuh sayap. Tapi ketika dia tertawa-tawa dan menikmati kemenangannya itu mendadak puterinya muncul.

"Mana Kim-twako? Ada apa dia pergi?"

"Ah," jago pedang ini duduk. "Dia ingin menengok suku bangsanya, Lian-ji. Bulan depan akan datang."

"Kenapa ayah bertempur?"

"Hm, kami main-main saja, anak baik. Tadi mencoba ilmu gabunganku dan Kim-mou-eng kalah. Aku sekarang menang dan kedudukan bengcu akan semakin kuat di tangan ku!"

"Tapi Kim-lwako pergi tanpa memberi tahu aku. Pasti ada apa-apa, yah. Kau barangkali menghinanya atau apa!"

"Tidak, aku... hm, aku hanya sekedar mengajukan syarat kedua, Lian-ji. Bahwa dia harus dapat mengalahkan aku kalau ingin memiliki dirimu!"

"Ayah.....!"

Hu Beng Kui tertawa lebar, menyambar putrinya. “Apa apa? Kau kaget? Ha-ha, aku memang mengajukan dua syarat kepadanya, anakku. Pertama menyerahkan Lu-ciang-bat dan Cui-siap Gin-kangnya itu sedang yang kedua adalah mengalahkan aku. Ha-ha, puteri seorang bengcu tak boleh didapat begitu gampang dan mudah. Kau duduklah!"

Hu Beng Kui melempar anaknya ini, kini bersinar - sinar memandang puterinya itu dan Swat Lian puçat. Lalu ketika gadis itu memaki dan mau bangkit berdiri mendadak jari ayahnya menekan pundak, kuat dan ia roboh! "Hm, kau pun sekarang tak dapat melawan ayahmu, Lian-ji. Kau harus tunduk dan menurut semua kata-kataku. Aku tak mau kau menjadi gadis liar yang berani terhadap ayahnya sendiri, Lihat, bukankah aku dapat merobohkanmu?"

Jari pendekar itu diangkat kembali, tenaga dahsyat yang menekan segera lenyap dan Swat Lian melompat bangun. Kaget dan pucat karena jari ayahnya itu begitu kuat dan luar biasa. Disentuh sedikit tiba-tiba dia seakan dilolosi tenaganya. Itulah gabungan Khi-bal sin kang dan Lu-ciang hoat! Dan ketika gadis itu terbelalak dan pucat memandang ayahnya maka si jago pedang mengusap wajahnya.

"Bulan depan akan ada pertemuan di sini, pertemuan rutin. Yang ingin menjadi bengcu dan menjajal kepandaianku akan kuhadapi. Kau jangan ke mana-mana dan tinggal saja di sini, bantu aku. Apakah kau mau berkeliaran lagi dan menyusul Kim-mou-eng? Aku tak suka kau mengejar-ngejar pemuda itu, Lian-ji. Jaga nama ayahmu dan dirimu sendiri. Atau kau kukurung di sini dan tak boleh pergi”

Swat Lian menangis. "Ayah terlalu," katanya. "Kenapa kau melakukan semuanya ini, yah? Kenapa kau menipu dan berbuat curang begini? Kalau Kim-twiko tahu bahwa dengan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang kau akan menyerang dan mencelakakannya begitu mungkin tak usah dia kusuruh memberikan ilmunya itu. Kau licik dan curang, juga pengecut!"

"Heh, pengecut? Jaga mulutmu, Swat Lian, Tanpa dua ilmu itu pun belum tentu Kim-mou-eng dapat mengalahkan aku,!"

"Kalau begitu kembalikan itu pada Kim-twako!" Swat Lian berseru. "Beranikah kau mengembalikannya, ayah? Beranikah kau bertanding hanya mengandalkan Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng?"

"Hml" jago pedang ini mendengus. "Di samping kepandaian kita harus juga pintar, Swat Lian. Kalau Kim-mou-eng di atasku dan kelak dia membahayakan kedudukanku tentu saja hal itu tak ku inginkan. Adalah kebodohannya kenapa dia tidak menanya syarat kedua itu. Ini menunjukkan Kim-mou-eng tolol!"

"Bukan tolol...!" anak perempuannya membentak. "Kaulah yang tak disangka bisa melakukan itu, yah. Sebagai bengcu dan orang berkedudukan tinggi Kim-twako tentu tak menduga bahwa kau tak malu-malu menipu orang lain. Aku tak setuju dan tetap menentang perbuatanmu ini!"

Hu Beng Kui marah. "Kau selalu membela Kim-mou-eng itu? Kau tak pernah sejalan dengan ayahmu? Hm, sejak berdekatan dengan bocah she Kim itu kau kian berani, Swat Lian. Ada kesan kurang ajar dan banyak tingkah Keparat, kau tak boleh bertemu dia lagi dan jangan coba-coba lolos. Aku akan menjaga mu!"

Dan si jago pedang yang mengibas dan melumpuhkan dengan totokan di belakang lutut tiba-tiba membuat Swat Lian mengeluh dan terpincang. tak dapat mempergunakan Jing-sian-engnya lagi karena sang ayah mematikan pusat tenaga di situ. Berarti dia tak dapat lari dan ayahnya telah menguasainya! Dan ketika hari itu Swat Lian menangis dan melempar tubuh di pembaringan maka Hu Beng Kui berkelebat meninggalkan anak gadisnya yakin anak perempuannya itu tak dapat melarikan diri dan dia tenang di rumah.

Urusan Hauw Kam dan Gwan Beng tiba-tiba dikesampingkan dan jago pedang itu memasuki urusannya sendiri, sibuk menerima tamu-tamu baru para ketua partai yang akan mengadakan pertemuan rutin bulan depan. Dan pemilihan atau penetapan bengcu, kalau ada sebuah peraturan yang sudah ditetapkan bersama dan jago pedang itu tersenyum sombong. Senyum yang menunjukkan kepercayaan dirinya yang besar.

Namun ketika tiga hari kemudian dia mendengar dari pembantunya bahwa Hu-siocia (nona Hu) tak ada di kamarnya lagi maka jago pedang ini terkejut dan berang, mencari dan berkelebat mengejar namun Swat Lian tak ditemukan. Jago pedang itu menjadi marah dan akhirnya ke utara, menuju ke tempat Kim-mou-eng. Tapi ketika di sana dia juga tak mendapatkan apa-apa dan Kim-mou-eng juga tak ada di tempat maka jago pedang ini tertegun dan justeru mendapat sepucuk surat, dari ketua Khong-tong. Berasal dari Kim-mou-eng.

Dan Pendekar Rambut Emas itu menyatakan secara resmi kepada dunia kang-ouw bahwa bulan depan tanggal tujuh dia akan menguji Hu taihiap, jelasnya ingin merebut kedudukan bengcu dan dunia kang-ouw diminta menjadi saksi. Itulah tantangan yang terang-terangan ditujukan padanya dan diketahui banyak orang pula, tak pelak jago pedang ini menghantam meja yang seketika melesak kakinya. Dan ketika jago pedang itu mendelik dan ketua Khong-tong bersinar-sinar memandangnya maka tosu itu membungkuk.

"Demikianlah, pinto diminta menyampaikan ini, taihiap. Dan Kim-mou-eng membuat tembusannya kepada semua ketua-ketua partai. Sebenarnya tak ada calon baru dan kami siap menetapkan dirimu lagi sebagai bengcu, maklum, tak ada di antara kami yang dapat menandingimu. Tapi karena Kim-mou-eng telah menantang dan kami diminta menjadi saksi maka kami menerimanya dan sepakat melihat pertandingan itu."

"Keparat, kapan kau melihat Kim-mou-eng itu? Di mana?"

"Dua hari yang lalu, taihiap. Di Khong-tong. Kim-mou-eng datang sendiri ke sana dan menyampaikan surat itu.”

"Sendiri?”

"Ya, sendiri."

“Tidak bersama puteriku?"

"Tidak. Sendiri, taihiap, tak ada bersama siapapun!"

"Jahanam, kalau begitu dia menyembunyikan puteriku!” dan Hu-taihiap yang marah-marah dan geram serta mendongkol lalu berkata bahwa dia akan menerima baik tantangan itu, menyuruh ketua Khong-tong itu mengatur persiapan dan memberi tahu ketua-ketua yang lain.

Dalam marahnya jago pedang ini berkata akan mengalahkan Kim-mou-eng tak lebih dari dua puluh jurus, hal yang justeru mengherankan ketua Khong tong itu karena dulu Hu-taihiap merobohkan Kim-mou-eng tak lebih dari tiga jurus. Sekarang malah naik! Dan ketika ketua Khong-tong itu berkata bahwa duapuluh jurus terlalu banyak karena Hu-taihiap dulu merobohkannya tak lebih dari tiga jurus maka jago pedang ini tertegun.

"Kim-mou eng sekarang lihai. Dia bukan Kim-mou-eng yang dulu!"

“Tapi kau pun hebat, Hu-taihiap. Enam iblis Dunia pun roboh di tanganmu!"

"Sudahlah, aku tak mau berdebat tentang ini, totiang. Beritahukan saja di luar bahwa aku akan merobohkan Kim-mou-eng dalam dua puluh jurus. Lebih dari itu anggap saja aku kalah!"

Khong-tong-pangcu (ketua Khong-tong) terkejut. Hu Beng Kui telah berjanji dan jago pedang itu menyuruh siarkan hal ini kepada semua orang. Dalam marah dan gusarnya pendekar pedang itu lupa akan sesuatu, faktor "X" yang bisa saja terjadi. Tapi karena bengcu telah memerintahkan itu dan ketua Khong-tong ini memang jauh di bawah si jago pedang maka dia membalik dan berkelebat pergi. Dan begitu berita itu disiar kan dan calon penantang bengcu diketahui orangnya tiba-tiba dunia kang-ouw ribut.

Ketua-ketua partai, yang dulu mendengar cerita wakilnya tentang kekalahan Kim-mou-éng di tangan Hu-taihiap justeru menjadi heran akan tantangan ini. Mereka membicarakan ini dan cerita dari mulut ke mulut pun menyebar. Mula-mula heran bagaimana Kim-mou eng yang dulu dikalahkan Hu Beng Kui itu berani menantang, menganggap Kim-mou-eng hanya mencari malu dan minta gebuk saja. Tapi ketika terdengar berita bahwa Kim-mou-eng mampu menghadapi Enam Iblis Dunia dan pertandingan di puncak Himalaya dulu hampir dimenangkan Pendekar Rambut Emas itu maka orang pun geger dan ribut.

"Wah, kalau Kim-meu-eng dapat mengalahkan Enam Iblis Dunia maka kedudukannya sejajar dengan Hu taihiap. Kalau benar berita itu maka dia harus diadu. Siapa menang dialah bengcu. Bagaimana pendapatmu, Khong-tong-pangcu?"

"Hm, pinto sendiri berpegang pada aturan, suhu. Siapa menang memang dialah bengcu. Tadinya pinto menganggap Hu-taihiap akan menduduki jabatannya itu karena agaknya tak seorang pun di antara kita yang mampu menghadapi jago Ce-bu itu. Pertemuan rutin ini hanya bersifat formal saja untuk mengukuhkan jabatan bengcu!"

"Benar, tapi bagaimana kalau Kim-mou-eng menang?"

"Ahh, tentu dia bengcunya, lo-suhu. Kita dan Hu-taihiap sendiri sudah membuat peraturannya."

"Tapi dia bangsa asing!" ketua Hong-san, Yang Te Cinjin tiba-tiba berseru. "Masa kita di perintah orang asing. Khong-tong-paicu? Kalau pinto biar pun Kim-mou-eng menang tetap tak setuju diperintah olehnya!"

"Hiiii," ketua Khong-tong terkejut. "Bagaimana pendapatmu, Bu Kong lo-suhu? Apakah kita harus menjilat ludah sendiri?"

"Mestinya tidak," ketua Siu-lim itu menjawab. "Tapi pinceng bingung kalau bengcu dipimpin Kim-meu-eng, totiang. Betapa pun apa yang dikata Yang Te Cinjin benar. Kim-mou-eng itu orang asing, bangsa Tar-tar!"

"Tapi kalau dia dapat mengalahkan Hu-taihiap?"

"Ah, sudahlah," Ciu Sek, ketua Liong-san pang tiba-tiba mengakhiri. "Semuanya ini baru pengandaian, sam-wi pangcu (tiga ketua). Karena pertandingan itu belum terjadi dan kalah menang juga belum diketahui sebaiknya kita tak usah berdebat tentang ini. Biarlah kita lihat nanti saja kalau sudah ada penentuan. Membicarakan ini dengan sesuatu yang belum pasti rasanya tak enak."

Semua orang akhirnya berhenti. Mereka mengangguk dan memang dapat melihat itu, yang mereka bicarakan adalah sebuah pengandaian, andaikata Kim-mou-eng menang. Dan karena hal itu belum pasti dan mereka tak perlu ribut untuk urusan yang belum diketahui maka semua Orang pun diam dan akhirnya menghentikan percakapan.

* * * * * * * *

Di sebuah tempat yang sunyi. Enam sosok tubuh tak bergeming di sebuah guha, duduk tak bergerak dan masing-masing memandang yang lain. Enam Iblis Dunia, enam sosok tubuh itu, tampaknya membicarakan sesuatu dan akhirnya tertegun. Mereka saling pandang dan seolah meminta jawaban yang lain. Dan ketika semua memandang Cam-kong dan akhirnya berhenti pada Pembunuh Petir ini maka Nuga Bumi, nenek tua itu melengking,

"Kau biasanya pandai bicara, Cam-kong. Hayo putuskan ketentuan ini dengan sikap yang jelas"

"Hm," Cam-kong, Pembunuh Petir itu bergerak. "Kita semua sudah tahu akan adanya pertandingan itu, nenek siluman. Dan kita sudah merasakan kelihaian Kim-mou-eng sekarang. Kalau aku pribadi menghendaki dua-duanya dibunuh!"

"Bagus, tapi dengan cara apa? Bagaimana?"

"Inilah yang sulit, aku belum mengetahuinya." "Bagaimana kalau kita bantu salah satu diantaranya?"

"Maksudmu?"

"Kita bantu seorang di antaranya untuk merobohkan yang lain, Cam-kong. Baru setelah itu yang satunya lagi kita bunuh!"

"Hm, mungkinkah? Dan siapa yang kira-kira akan kita bantu?"

"Hu Beng Kui!" nenek Naga Bumi berseru. "Jago pedang itu tampaknya tak senang melihat Kim-mou-eng demikian lihai, Cam-kong. Dan dulu kulihat gerakan tangannya yang hampir membokong Pendekar Rambut Emas itu, sebelum putrinya datang!"

"Begitukah?" Cam-kong tertegun. "Bagaimana dengan yang lain? Setujukah kau, Siauwjin?"

"Heh-heh," setan cebol ini terkekeh. "Aku setuju asal demi keuntungan kita semua, Cam-kong. Kupikir memang lebih baik membantu jago pedang itu daripada Kim-mou-eng. Orang she Hu itu hanya bergerak sendiri, lain dengan Kim-mou-eng yang mungkin masih dilindungi gurunya, Bu-beng Sian-su keparat itu!"

"Hm, bagaimana kau, Tok-ong?"

“Aku setuju!" kakek tinggi besar ini menggerang. "Setelah Kim-mou-eng dirobohkan kita lalu membunuh si jago pedang itu, Cam-kong. Tentu Hu Beng Kui sudah kehabisan tenaga diajak melawan Kim-mou-eng!"

"Benar, dulu jago pedang itu kewalahan menghadapi kim-mou eng, Cam-kong. Kalau kita tak datang dan membantunya tentu dia roboh kehabisan napas karena kalah usia!"

Toa-ci, orang pertama dari Sepasang Dewi Naga berseru, disambut anggukan dan semuanya tertawa. Tiba-tiba mereka berseri-seri dan kini bulatlah keputusan mereka bahwa Hu Béng Kui hendak dibantu, sebelum jago pedang itu dibunuh. Tapi ketika mereka siap meloncat bangun dan mau meninggalkan guha, mendadak Togura, murid laki-laki Toa-çi dan Ji--moi berkelebat masuk.

"Subo, dua pemuda itu lepas dari kurungan!"

Toa-ci, dan adiknya terkejut. Tiba-tiba mereka bergerak dan sudah melesat keluar guha, menyambar anak ini. Dan ketika semua tertegun dan mengerutkan kening tiba-tiba yang lain juga bergerak, didahului Hek-bong Siauw-jin dan nenek Naga Bumi.

"Keparat, apakah mereka dapat lolos?"

Semuanya akhirnya keluar. Toa-ci dan Ji-moi sudah ada di depan, dua nenek itu mengejar dua pemuda yang melarikan diri. Itulah Hauw Kam dan Gwan Beng, yang entah bagaimana dapat lepas dari kurungan mereka. Dan ketika Ji-moi serta kakaknya melengking menyambar dua pemuda itu mendadak Hauw Kam dan Gwan Beng berpisah, tertawa-tawa.

"Suheng, kau kiri. Aku ke kanan!"

"Baik, kita berpencar, sute. Awas dua nenek siluman itu, heh heh....!" dan Gwan Beng yang tertawa dengan cawat yang minim tiba-tiba berkelebat dan bergerak menjauhi Toa-ci, yang mengejarnya. Melesat dan tertawa-tawa seperti orang tidak waras, sekejap kemudian sudah memasuki hutan yang penuh salju dan pemuda itu tidak nampak kedinginan.

Toa-ci yang mengejar di belakang tiba-tiba dibuat terkejut karena pemuda itu mampu berlari sedemikian cepatnya, bahkan melompat atau terbang menerjang apa saja tanpa memperdulikan kiri kanan, tiba-tiba lenyap dan sudah memasuki hutan bersalju itu. Dan ketika nenek ini terkejut dan membentak marah tiba-tiba ia mengayun tangannya dan serangkum pukulan dahsyat menghantam belakang pemuda itu.

"Dess!"

Salju berhamburan tak keruan. Tampaklah kini pemuda itu di antara dua pohon yang berhimpitan, tertawa-tawa. Tadi terkena pukulan dan jungkir balik tapi tidak apa-apa. Gwan Beng terkekeh-kekeh dan Toa-ci meremang. Anak muda ini sekarang seolah orang tidak waras dan lari begitu cepat dan menerabas seperti seekor kijang di buru harimau. Tapi ketika dia membentak dan mau mengayun lengannya lagi mendadak nenek Naga Bumi, rekannya, muncul di depan dan terkekeh.

"Heh-heh, ke sini, anak muda. Menyerahlah....wüt!" Naga Bumi menggerakkan lengan, mau menangkap tapi tiba-tiba Gwan Beng melejit. Seperti lele atau belut yang licin mendadak pemuda itu lolos dari cengkeraman si nenek. Dan ketika lawannya tertegun dan nenek Naga Bumi berseru tertahan maka pemuda ini menyelinap dan lolos melewati ketiaknya.

"Ha-ha, kau nenek bau, Naga Bumi. Hayo tangkap dan kejarlah aku!"

Nenek ini tertegun. Tingkah dan sikap Gwan Beng yang di luar kebiasaan tiba-tiba membuat nenek itu mengerutkan kening. Ada sesuatu yang agaknya tidak beres di jiwa murid Hu Beng Kui itu. Dan ketika nenek ini membentak dan mengejar lagi tiba-tiba Hek-bong Siauwjin muncul di situ dan mencegat.

"Hayo, kau ke sini!" Namun, ah... hampir tak dapat dipercaya tiba-tiba Gwan Beng melejit. Sama seperti tadi tiba-tiba pemuda itu lolos melewati tubuh si setan cebol, menyelinap dan sudah lari lagi. Dan ketika setan cebol itu membentak dan meloncat menyambar ternyata pemuda ini mengelak dan jari iblis itu pun luput mengenai pundaknya...