Sepasang Cermin Naga Jilid 15 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

SEPASANG CERMIN NAGA
JILID 15
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara

"Hei, gila....!" Hek-bong Siauwjin terkejut, marah dan berkelebat dan nenek Naga Bumi pun mengejar. Toa-ci juga berkelebat dan tiba-tiba pemuda itu sudah dikurung dari tiga penjuru. Tapi ketika masing-masing menggerakkan lengan untuk menangkap tapi pemuda itu lolos dengan cara yang aneh maka Gwan Beng tertawa-tawa dan meneruskan larinya.

"Heh-heh, tangkap aku, nenek-nenek busuk. Hayo kejar dan tangkap aku!"

Naga Bumi dan dua temannya tertegun. Mereka terkesiap dan saling pandang, masing-masing memahami bahwa sesuatu yang luar biasa terjadi pada diri pemuda itu, entah apa. Tapi melengking dan membentak lagi tiba-tiba Siauw-jin mencabut senjatanya dan mau membabat.

"Jangan bunuh!" nenek Naga Bumi berseru. "Ada sesuatu yang tidak beres pada pemuda ini, Siauwjin. Tangkap dan robohkan saja!"

Dan Siauwjin yang menggeram dan terpaksa menyimpan sabitnya lalu menubruk dan dari kiri dan kanan juga menyambar dua temannya yang lain, menerkam dan Toa-ci malah menampar. Nenek ini gusar dan juga marah, merasa dipermainkan. Dan ketika tiga orang itu bergerak dan hampir berbareng mengulur lengan mereka maka tepat sekali tamparan Toa-ci mengenai pelipis pemuda ini.

"Plak!" Gwan Beng terbanting. Lima lengan yang sudah meringkus dan mencengkeramnya tak dapat membuat pemuda itu lolos lagi, Gwan Beng mengaduh tapi tertawa-tawa. Dan ketika tiga lawannya terbelalak dan mendengus heran maka di sana terdengar teriakan Cam-kong dan nenek Ji-moi.

"Hei, jangan kabur...!"

Kiranya di tempat ini juga terjadi keanehan. Hauw Kam, yang dikejar Cam-kong dan nenek Ji-moi ternyata mampu mempermainkan dua orang lawannya. Mula-mula nenek Ji-moi dielak terkamannya, luput dan pemuda itu pun ha-ha-he -he meneruskan lari. Ninek ini terbelalak karena pemuda itu melejit, bergerak dan tahu-tahu sudah menyelinap di bawah ketiaknya, lolos dan memberobot seperti belut. Entah bagaimana tahu-tahu murid Hu Beng Kui itu kabur lagi. Dan ketika nenek ini gemas dan mengejar lagi maka sebuah tamparan jarak jauh membuat pemuda itu terguling, bangkit dan lari lagi dan nenek Ji-moi tertegun.

Sama seperti encinya di sana nenek ini melihat lawannya tak apa-apa, padahal seharusnya pemuda itu terbanting dan roboh, tak mungkin dapat lari lagi. Maka melihat pemuda itu lari dan tertawa lagi nenek ini menjadi gusar dan marah, menghantam dan murid Hu Beng Kui itu terpelanting. Untuk kedua kali pemuda itu bangkit dan lari lagi. ha-ha--he-he. Dan ketika nenek Ji-moi geram dan membentak nyaring tiba-tiba Cam-kong berkelebat dan berada di depan, menangkap pemuda itu namun Hauw Kam melejit, caranya aneh dan luar biasa. Dan ketika Cam-kong dibuat bengong dan pemuda itu lolos maka Ji-moi berseru agar menghantam saja pemuda itu.

"Serang, kalau perlu bunuh!"

"Hm," Cam-kong menggeleng, melihat sesuatu yang lain. "Kita tangkap saja, Ji-moi. Jangan bunuh. Pemuda ini menjadi lain dan menyimpan sesuatu yang aneh."

"Ah, persetan bocah itu, Cam-kong. Bunuh dan habisi saja!"

"Tidak, Hek-bong Siauwjin bisa marah. Ji-moi. Kita tangkap dan bekuk saja.... wut!" Cam-kong yang bersinar-sinar menubruk lagi tiba-tiba menampar, tangan bergerak dan serangkum tenaga sedot meluncur dari lengannya. Dan ketika pemuda itu berteriak kaget dan tersentak lalu terhisap maka Hauw Kam melesat dan terbang mundur ke telapak kakek ini.

"Cuh!" Hauw Kam tiba-tiba meludah, mengejutkan Cam-kong dan tenaga sedot berhenti. Cam-kong memaki dan tentu saja marah. Dan ketika waktu itu dipergunakan Hauw Kam untuk tertawa dan lari lagi maka Cam-kong terbelalak dan Tok-ong muncul.

"Bocah, ke sini kau!"

Gerengan itu mengejutkan si pemuda. Hauw Kam tertegun dan merandek, langkahnya terhenti. Tapi tertawa dan melejit ke kiri tiba-tiba pemuda ini bergerak dan lolos lewat ketiak kakek tinggi besar itu.

"Ha-ha, kau kakek bau, Tok-ong, Bajumu apek!"

Tok-ong terbeliak. Dia menggeram dan meloncat lagi, membentak. Tapi ketika dia menubruk dan menerkam punggung tiba-tiba Huuw Kam menggaruk pasir dan dengan kakinya pemuda itu melemparnya ke Tok-ong, tertawa-tawa dan Tok-ong memaki. Tentu saja mengibas runtuh dan segera kakek tinggi besar itu berkelebat. Dia marah dan gusar. Tapi begitu lawan tertangkap tiba-tiba Hauw Kam menggigit telinganya dan kakek ini pun berteriak-teriak.

"Ha-ha, kejar aku, Tok-ong! Ayo kejar!"

Tok-ong membentak. Tiba-tiba dia melepas pukulan jarak jauh yang dahsyat, menghantam dan kesiur angin dingin menyambar pemuda itu. Tapi ketika Hauw Kam terbanting dan berteriak kesakitan ternyata pemuda itu bangun kembali dan mau lari, tertawa-tawa dan Tok-ong terbelalak. Pukulannya tadi seharusnya membuat pemuda itu terlempar, paling tidak pingsan.

Namun ketika Hauw Kam mau melarikan diri dan tertawa mengejek kakek itu tiba-tiba Cam-kong dan Ji-moi sudah berkelebat, menampar dan mencengkeram tengkuk pemuda itu. Dan ketika Hauw Kam menjerit dan roboh bagai kelinci maka nenek Ji-moi Sudah menentengnya di kiri kanan bersama Cam-kong, persis seperti mendapat ayam yang mau disembelih.

"Jangan bunuh pemuda ini. Dia mendapatkan sesuatu yang luar biasa!"

Tiga orang itu terbelalak. Hauw Kam, sama seperti suhengnya juga hanya mengenakan cawat yang minim. Beberapa bulan ini dua pemuda itu ditawan Hek-bong Siauw-jin dan nenek Naga Bumi, setengah ditelantarkan namun mereka kuat. Kurang makan dan minum tak membuat mereka kurus atau sakit. Dua murid Hu Beng Kui ini memang luar biasa dan termasuk pemuda-pemuda jempolan. Dan ketika Cam-kong terbelalak memandang pemuda itu dan Hauw Kam tertawa-tawa ditenteng mereka maka tiga iblis yang lain berkelebat dan Toa-ci serta teman-temannya muncul, membawa Gwan Beng.

"Sialan, pemuda ini aneh. Dia gila tapi hampir dapat meloloskan diri. Tubuhnya licin dan lincah seperti belut!"

"Eh, bocah ini juga, Toa-ci. Tadi kami bertiga harus kucing-kucingan sebelum mampu membekuknya. Ada sesuatu yang luar biasa!"

"Hm, begitukah? Kalau begitu kita periksa, atau tanya Togura!"

Nenek Toa-ci memanggil muridnya, yang tadi dilempar. Dan ketika Togura menghadap dan anak itu tampak ngeri memandang dua pemuda ini maka Togura ditanya tentang asal kejadian itu,

"Tadi mereka main-main di dalam kerangkeng, mengadu jari. Tapi ketika mereka tertawa dan saling dorong tiba-tiba kerangkeng ditekuk melengkung dan mereka pun lolos."

"Kau tak melihat sesuatu yang ganjil?"

"Tidak, subo. Kecuali jari mereka yang tiba-tiba begitu kuat dan ampuh!"

"Hm, dan mereka pun memiliki gerakan selincah monyet. Apa yang mereka dapatkan?"

"Coba ambil pisau!" Hek-bong Siauwjin tiba-tiba berseru. "Tetak jari mereka, Toa-ci. Lihat apakah putus atau tidak!"

"Hm, bagaimana kalau sabitmu?" Toa-ci menoleh.

"Boleh” dan Hek-bong Siauwjin yang sudah mencabut dan melempar senjatanya lalu melihat nenek Toa-ci menyambar tawanannya, Gwan Beng. Lalu begitu dengan dingin nenek ini membacok kelima jari pemuda itu maka sabit pun terpental dan Gwan Beng mengaduh tapi jari tangannya tak apa-apa, kebal!

“Coba yang satu itu!" nenek Naga Bumi kini berseru, meminta Hauw Kam. Dan ketika pemuda itu dilempar dan diserahkan Toa-ci maka dengan bengis dan dingin pula nenek ini membacok jari pemuda itu, mental dan akhirnya lengan atau pundak pemuda itu dibacok. Dua tiga kali Hauw Kam berjengit namun pemuda ini tidak apa-apa. Dan ketika semua orang tertegun dan saling pandang maka Cam-kong mendesis,

"Kekebalan alamiah! Makan atau minum apakah dua pemuda ini? Siapa mencekokinya sejenis jamu?"

"Ih, kami tak ada yang memberikan sesuatu, Cam-kong. Dua bocah ini memang kebal secara alamiah, bukan akibat sinkang. Tapi dari mana dan bagaimana mereka itu mendapatkan semuanya ini?"

“Hm, tanya pemuda itu, Toa-ci. Kompres dan suruh dia mengaku!”

Nenek ini bergerak. Gwan Beng disambar dan ditekan tengkuknya, menjerit tapi lalu tertawa-tawa. Dan ketika nenek itu membentak dan bertanya makanan atau minuman apa yang diperoleh hingga mereka dapat seperti itu maka pemuda ini memberi jawaban yang tidak keruan.

"Kami minum air kencing. Ha-ha, kau juga mau minum air kencing kami, Toa-ci? Kau ingin kebal seperti kami?"

"Plak" nenek ini menampar, membuat Gwan Bong terbanting. "Jangan main-main, bocah. Hayo mengaku dan tidak usah bohong!"

Gwan Beng tiba-tiba menangis. Seperti anak kecil saja mendadak pemuda itu melolong-lolong, tamparan atau pukulan nenek Toa-ci tadi membuatnya kesakitan. Dan ketika nenek itu terbelalak dan marah serta mengerutkan kening tiba-tiba pemuda itu bergulingan dan mencakar-cakar mukanya sendiri.

"Toa-ci, kau jahat. Kau nenek jahat!"

"Hm," Cam-kong tertegun. "Bocah ini terganggu jiwanya, Toa-ci. Percuma menanyakannya dalam keadaan begini. Sebaiknya tempatkan lagi di kerangkeng dan kurung dia!"

“Kalau lolos?"

Cam-kang mengerutkan kening. "Sebaiknya Naga Bumi atau Siauwjin membawanya kembali, Cam-kong. Atau kita masukkan mereka ke palung!"

"Benar," Hek-bong Siauwjin tiba-tiba berseru. "Kita masukkan ke palung. Cam-kong. Buang mereka di sana dan kita dapat pergi!

"Hm, kalau begitu terserah. Kita masih harus menemui Hu Beng Kui dan tidak boleh direpotkan dua bocah ini. Terserah kalian dan barangkali Togura dapat menjaga di atasnya!"

"Baik!" dan Toa-ci yang menyambar Gwan Beng dan melemparnya pada nenek Naga Bumi Ialu berseru memanggil muridnya meminta Hauw Kum diserahkan pada Hek-bong Siauwjin dan segera mereka berenam berkelebat ke puncak. Di sana terdapat sebuah palung dalam di mana dua pemuda itu tak dapat melarikan diri. Satu satunya jalan hanya menariknya dengan tali dan Togura disuruh menjaga.

Dan ketika mereka tiba di sana dan Hek-bong Siauwjin serta nenek Naga melempar dua pemuda itu maka Hauw Kam dan suhengnya menjerit dan terlempar ke palung yang dalam itu, sebuah lubang mirip sumur dalam yang amat tinggi sekali. Di dalam gelap dan suara dua pemuda itu pun akhirnya lenyap. Dan ketika lama kemudian baru terdengar suara berdebuk dan dua pemuda itu rupanya sudah terbanting di dasar pàlung maka nenek Naga menarik napas dan berseru,

"Nah, sekarang kita dapat ke Ce-bu. Togura biar di sini dan menjaga dua pemuda itu!" dan begitu nenek ini berkelebat dan turun gunung akhirnya persoalan Hauw Kam dan Gwan Beng dilupakan sejenak, mengurung mereka dalam sebuah palung dalam dan hanya pertolongan dari luar sajalah yang dapat menyelamatkan dua pemuda itu.

Hauw Kam dan suhengnya ternyata terganggu jiwanya dan gila, masing-masing tidak waras dan entah bagaimana mereka itu dapat memiliki kekebalan aneh. Dan ketika yang lain mengikuti dan mengangguk menyusul nenek itu maka Hu Beng Kui, yang ada di Ce-bu tertegun mendapat keenam tamunya yang aneh, datang dengan mempergunakan ilmu hitam dan tak terlihat oleh mata biasa.

"Heh-heh, selamat bertemu, Hu-taihlap. Kami datang ingin mengikat persahabatan!"

Hu-taihiap, yang waktu itu sedang geram tiba-tiba bangkit berdiri, matanya berkilat. Tapi sebelum dia marah atau menggebah Enam Iblis Dunia itu Cam-kong buru-buru mengangkat tangan, menyeringai.

“Tunggu, jangan menyerang. Hu-taihiap. Dua muridmu ada di tangan kami. Kami ingin membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan Kim-mou-eng!"

Hu-taihiap tertegun.

"Kau mau mengadakan pertandingan, bukan?"

"Ahh, apa pedulimu dengan ini, Cam-kong?" Hu Beng Kui, yang mampu menembus kehadiran enam iblis itu dengan mata batinnya membentak tidak bersahabat. "Kalian tak perlu turut campur, Cam-kong. Dan sekarang justeru kalian kutangkap!"

"Jangan sombong!" Tok-ong yang barangasan tiba-tiba menggeram. "Meskipun kalah tapi kami dapat melarikan diri, Hu-taihiap. Kalau masing-masing dari kami berpencar dan membuatmu bingung kau tak dapat menangkap siapa pun dari kami!"

"Hm!" jago pedang ini marah, bersinar-slnar. "Kalau begitu apa maksud kalian kalau sudah tahu kalian bukan tandinganku?. Meskipun tak dapat aku menangkap kalian sekaligus tapi satu atau dua di antara kalian dapat bunuh, Tok-ong. Dan sekali kutangkap jangan harap kalian lolos lagi!"

"Sudahlah, kami bukan ingin ribut-ribut “Cam-kong tiba-tiba menyela. "Kami datang karena mendengar bakal pertandinganmu, Hu-taihiap. Dan kami memutuskan untuk membantumu mengalahkan Kim-mou-eng!"

"Ha-ha“ jago pedang itu tertawa mengejek. "Kim-mou-eng atau siapa pun tak kutakuti, Cam-kong. Aku sekarang bukan Hu Beng Kui waktu kalian menangkap enam ketua partai. Aku sekarang jauh lebih hebat... wut!"

Dan Hu Beng Kui yang menyambar dan tiba-tiba bergerak mencengkeram Tok-ong tiba-tiba membentak dan mengeluarkan ilmu gabungannya itu, Khi-bal-sinkang dan Lu-ciang-hoat dan kakek tinggi besar itu terpekik. Kilatan cahaya putih dari Lu-ciang-hoat membuat kakek ini terkejut, menangkis tapi dia malah terbanting. Dan ketika kakek itu menjerit bergulingan dan lima temannya yang lain terbelalak dan kaget maka Hu Beng Kui sudah berdiri lagi di tempatnya semula, sombong!

"Nah, lihat, Cam-kong. Aku dapat merobohkan siapa pun dari kalian lebih mudah. Aku sekarang bukan Hu Beng Kui beberapa bulan yang lalu."

"Itu Lu-ciang-hoat!" nenek Naga Bumi berseru, terbelalak. "Tapi tenaganya Khi-bal-sinkang! Eh, kau mendapat ilmu baru, Hu-taihiap? Atau kau mencurinya dari Kim-mou-eng?"

"Ha-ha" jago pedang ini semakin congkak. "Aku menggabung kedua ilmuku, nenek siluman. Aku memperoleh itu dengan caraku sendiri. Kalian lihat, aku dua kali lipat lebih lihai daripada dulu. Apakah kalian masih hendak membantuku merobohkan Kim-mou-eng? Ha-ha, tanpa dibantu pun aku dapat mengalahkan lawanku, Naga Bumi. Dan kalian datang dengan maksud sia-sia. Sekarang justeru kalian akan kutangkap dan mana dua muridku itu!"

"Nanti dulu!" Cam-kong terkejut, menggoyang lengan. "Kalau kau sudah sedemikian hebat dan merasa dapat mengalahkan Kim-mou-eng maka kami justeru akan membantunya untuk mengalahkan dirimu, Hu-Taihiap. Kami akan berbalik pikiran dan mencari Pendekar Rambut Emas!”

Hu Beng Kui tertegun.

"Benar," nenek Naga terkekeh. "Dengan di bantu kami berenam tentu kau kerepotan, Hu-taihiap. Kalau kau tak dapat menerima maksud baik kami tentu saja kami akan mencari Kim-mou-eng, membantunya."

"Hm!" jago pedang itu berkilat. "Kalian tak dapat membantunya, nenek siluman. Karena sekarang juga kalian akan kubunuh!"

"Dan membiarkan dua muridmu mampus di makan siluman?" Toa-ci kini menyambung, tertawa mengejek. "Jangan sombong, orang she Hu. Meskipun kau dapat mengalahkan kami namun dua muridmu ada di tangan kami."

"Benar, tapi aku dapat membiarkan seorang di antara kalian hidup, Toa-ci. Dan aku akan memaksa yang ini untuk mendapatkan kembali muridku!"

"Ha, jangan pongah. Dengan menggigit putus lidah sendiri yang kau tangkap ini akan mati, Hu-taihiap. Atau kami dapat juga menahan napas sampai tidak kuat. Kau tak dapat memaksa siapa pun dari kami untuk menunjukkan dua muridmu itu, kecuali kau tidak perduli!"

Hu Beng Kui terkejut. Tiba-tiba dia mengerutkan keming dan marah mendengar ini. Memang benar, dengan menahan napas atau menggigit putus lidah sendiri seseorang bisa mati, dia tak dapat memaksa. Dan karena Enam Iblis Dunia itu adalah tokoh-tokoh yang kepandaiannya sudah tinggi dan mereka dapat melakukan yang lebih dari itu maka jago pedang ini tertegun dan bingung. Antara ingin membekuk atau menerima tawaran mereka, mengalahkan Kim-mou-eng. Tapi karena Kim-mou-eng dapat dikalahkannya tanpa bantuan siapa pun dan dia yakin akan itu maka pendekar ini terbelalak dan tidak segera menjawab.

“Bagaimana?" Cam-kong maju menyeringai. "Kau tinggal menerima atau menolaknya. Hu-taihiap. Dan kami akan pergi sesuai keputusanmu."

"Tapi aku dapat mengalahkan Kim-mou-eng!" jago pedang itu tetap sombong. "Tanpa bantuan kalian semua aku dapat merobohkan lawanku itu, Cam-kong. Seorang diri aku dapat memenangkan pertandingan ini!"

"Tapi kalau kami membantu Kim-mou-eng?"

"Hm, kalian jahanam keparat!" jago pedang itu mendesis. "Untuk itu pun aku tak takut, Cam kong. Tapi...."

"Tapi kau tentu kalah!" nenek Naga Bumi tiba-tiba terkekeh. "Kami dapat mengacaumu dengan serangan serangan kami, Hu-taihiap. Dan Pendekar Rambut Emas itu pun tentu menang!"

"Hm, begini saja," Hek-bong Siauwjin tiba-tiba meloncat, menyeringai. "Kami tetap di belakangmu, Hu-taihiap. Kami tak akan membantu Kim-mou-eng itu tapi berikan sesuatu sebagai baIas jasa untuk kebaikan kami. Pinjamkan sesuatu kepada kami berenam."

Hu Beng Kui mengerutkan kening. "Pinjam apa? Sesuatu apa?"

"Heh-heh!" nenek Ji-moi kini maju. "Apa yang dikata Siauw-jin betul, Hu-taihiap. Kalau kau tak ingin kami membantu Kim-mou-eng biarlah kami bersikap pasip dengan berdiri di belakangmu. Imbalannya adalah benda itu, pinjamkan sebentar!"

"Benda apa?"

"Cermin Naga!"

Dan begitu Hek-bong Siauw-jin berhenti mengeluarkan seruan dan lima temannya yang lain mengangguk tiba-tiba jago pedang itu tersentak dan mundur, terkejut dan terbelalak dan tiba-tiba Cam-kong serta yang lain menyeringai, maju mengelilingi dan tiba-tiba Hu Beng Kui marah. Dan ketika jago pedang itu melotot dan gusar tapi juga kaget maka nenek Naga Bumi berseru,

"Hu-taihiap, kami semua sudah tahu bahwa satu dari sepasang Cermin Naga ada di tanganmu. Kelihaianmu kau dapat dari benda itu, bahkan mungkin sekarang dua-duanya ada di tangan mu. Nah, pinjamkan kepada kami dan kami tak akan memberitahukannya kepada orang lain!"

"Keparat!” jago pedang ini membentak. "Lancang mulutmu, nenek Naga. Kau ngawur dan bicara yang tidak kumengerti!"

"Ha-ha, tak usah bersembunyi!" Hek-bong Siauwjin tertawa. "Kami tahu bahwa Cermin Naga ada di tanganmu, Hu-Taihiap, mungkin kedua duanya ada di tanganmu. Daripada kami memberi tahu semua orang dan mereka akan meluruk ke tempatmu sebaiknya pinjamkan benda itu dan kami tak akan mengganggu. Bahkan kalau perlu dua orang muridmu itu ditukar dengan sepasang benda itu!"

"Heh-heh," nenek Toa-ci kini menyambung. "Pantas kau demikian lihai dan mengagumkan, Hu-taihiap. Tak tahunya cermin dari Bu-beng Sian-su itu ada di tanganmu. Memang pinjamkan kepada kami sebentar dan kami tak akan membantu Kim-mou-eng!"

"Benar," Cam-kong menyeringai. "Minimal kami akan di belakangmu. Hu-taihiap. Sewaktu waktu kau memerlukan bantuan kami tentu kami maju!"

"Tidak!" Hu Beng Kui membentak. "Aku tak tahu menahu cermin yang kalian bicarakan. Cam-kong. Sebaiknya kalian pergi atau semua ku hajar!"

"Hm, ingin kami memberitahukannya kepada semua orang?" nenek Ji-moi terkekeh. "Boleh, Hu-taihiap. Dan semua orang kang-ouw akan memusuhimu!"

"Keparat!" dan Hu Beng Kui yang tiba-tiba berkelebat dan menghantam nenek ini tiba-tiba membentak dan tak mau banyak bicara lagi, pucat mukanya mendengar ancaman itu dan segera nenek Ji-moi menghindar. Dan ketika si jago pedang menggeram dan berkelebat menyerang yang lain maka Hek-Bong Siauwjin mengelak, disusul kemudian oleh Cam-kong dan berturut-turut empat yang lain dihantam.

Hu Beng Kui marah dan Khawatir. Dia cemas dan gelisah mendengar omongan enam iblis ini, sekarang rahasianya ketahuan. Cermin Naga, yang ada di tangannya kini diketahui tokoh-tokoh sesat ini, diminta dan tentu saja dia gusar. Dan ketika semuanya berlompatan dan menghindar atau mengelak serangannya maka nenek Ji-moi coba-coba menerima dan menangkis pukulan jago pedang itu.

"Dess!" Nenek ini terlempar. Ji-moi yang terpekik dan menjerit kaget segera mendapat teriakan Tok-ong agar tidak coba-coba menerima atau menangkis pukulan jago pedang itu. Nenek ini terhuyung dan meloncat bangun. Dan ketika Hu Beng Kui menggeram dan menyerang sana-sini tiba-tiba Cam-kong berseru agar mereka semua pergi.

"Tak usah layani dia. Kita pergi dan cari Kim-mou-eng!”

"Benar, dan siarkan berita ini kepada semua ketua partai, Cam-kong. Biar orang she Hu ini dikerubut dari mana-mana!"

"Hi-hik, betul, Siauwjin. Ayo kita menyingkir dan pergi...wut!" dan nenek Naga Bumi yang berkelebat dan berjungkir balik menghindari sebuah pukulan akhirnya melesat dan nyaris terkena hantaman si jago pedang, yang meledak dan mengeluarkan dentum bagai meriam menghajar tanah.

Lima yang lain mengangguk dan ingin mempermainkan Hu Beng Kui. Mereka harus pergi dan biar jago pedang itu kelabakan melihat mereka memberitahu perihal Cermin Naga. Dan begitu semuanya berlompatan dan terbang meninggalkan Hu Beng Kui akhirnya Hu Beng Kui tertegun karena enam lawannya itu berpencar, masing masing melarikan diri ke enam jurusan dan tentu saja pendekar itu bingung, juga marah. Dia tak tahu harus mengejar yang mana lebih dulu. Tapi melihat Hek-bong Siauw-jin dan teringat bahwa setan cebol itulah yang mula-mula membicarakan Cermin Naga mendadak pendekar ini berkelebat dan membentak, mengerahkan Jing-sian-engnya.

"Siauwjin, berhenti!"

Hek-bong Siauw-jin terkekeh. Dia tahu dirinya dikejar, membalik dan tiba-tiba melempar tiga granat tangan. Dan ketika Hu Beng Kui harus berjungkir balik dan mendengar granat meledak di bawahnya maka iblis cebol itu menyelinap dan lenyap memasuki hutan. "Heh-heh, kau tak dapat menangkap aku Hu-taihiap. Cobalah kalau tidak percaya!"

Jago pedang ini membentak. Dia marah bukan main dan mengejar, tapi karena Hek-bon Siauw-jin adalah manusia kate dan lincah sekali setan cebol itu menyelinap di dalam hutan maka Hu Beng Kui mencak-mencak memaki lawannya ini kehilangan jejak dan dia keluar lagi, mencari yang lain namun Cam-kong dan kawan-kawannya sudah lenyap. Mereka itu memasuki hutan di kiri kanan di sekitar Ce-bu dan Hu Beng Kui marah-marah.

Memang hutan adalah tempat yang baik untuk persembunyian. Dan ketika Hu Beng Kui gagal dan marah serta cemas akhirnya pendekar ini kembali lagi ke Ce-bu dan gelisah oleh ancaman Enam Iblis Dunia, takut akan rahasia Cermin Naga yang disimpan. Takut kalau semua orang bakal meluruk ke tempatnya, merampas barang berharga itu. Dan karena ancaman ini membuatnya tak tenang dan tingkah laku jago pedang itu tampak serba salah maka beberapa hari kemudian gegerlah dunia kang-ouw oleh berita ini.

Benar saja beberapa bayangan mulai berkelebatan rumahnya, pergi dan hilang dan di sekitar jago pedang itu merah padam. Dalam saat seperti itu tiba-tiba dia merasa sendirian. Swat Lian, puterinya, tak ada di situ. Dan ketika semuanya kian hangat dan para ketua partai juga mulai menunjukkan pandangan yang berbeda kepadanya maka Hu Beng Kui marah-marah dan was-was.

Ancaman Enam Iblis Dunia telah dibuktikan dan tempat tinggal jago pedang itu seakan sekam yang panas di dalam, sewaktu-waktu dapat meletus dan terbakar. Dan ketika hari-hari pertandingan kian dekat dan jago pedang itu kian gelisah maka mendekati hari pertandingan itu, seminggu sebelum tanggal tujuh mendadak ketua-ketua Khong-tong dan lain lain menghilang.

Ke mana mereka? Hu Beng Kui tak tahu. Jago pedang ini jadi dibuat tak nyaman dan tak tenang oleh banyaknya bayangan-bayangan yang pergi dan datang, jumlahnya tidak lagi belasan melainkan puluhan. Dan ketika satu dua mulai terang-terangan menanya Cermin Naga maka Hu Beng Kui membentak,

"Aku tak tahu apa yang kalian bicarakan. Pergi atau semua kuhajar!"

"Hm, bagaimana kalau ketua Liong-san atau Siu-lim ingin tahu? Mereka ingin melihat bengcu. Atau kalau boleh malah meminjam!"

"Keparat, siapa yang memberi tahu ini?"

"Cam-kong dan teman-temannya, Enam Iblis Dunia!"

"Dan kalian percaya?"

"Percaya, bengcu. Dan katanya Cermin Naga itu justeru untuk semua, bukan dimiliki oleh satu atau dua orang saja..."

"Plak!" dan Hu Beng Kui yang mengibas serta menampar orang ini akhirnya menjadi berang dan menghardik, "Siapa berani macam-macam lagi akan kubunuh. Pergi semuanya dan jangan ganggu!”

Dan ketika semuanya pergi namun ada ketidaksenangan di hati orang-orang itu maka beberapa di antaranya mulai menggerutu dan memaki pendekar Pedang ini, yang gampang menurunkan tangan terhadap anggauta. Seorang pemimpin seharusnya tak boleh main pukul atau main hakim sendiri. Hu Beng Kui tiba-tiba mulai tak disenangi dan dimusuhi orang-orang kang-ouw. Dan ketika semuanya membicarakan itu dan persoalan Cermin Naga menghangat kembali akhirnya dunia kang-ouw panas dan guncang.

Dikabarkan oleh Enam Iblis Dunia bahwa Hu Beng Kui memiliki Cermin Naga secara tidak sah. Cermin itu adalah pemberian dari Bu-beng Sian-su dan Bu-beng Sian-su dikenal sebagai kakek dewa yang memberikan ilmu atau kepandaiannya kepada siapa saja, tak perduli orang baik atau jahat. Dan karena orang-orang dunia kang-ouw adalah orang-orang yang selalu haus akan kepandaian dan ilmu yang tinggi maka gosokan atau api yang disulut Enam Iblis Dunia mengenai sasaran.

"Hu-taihiap itu bisa maju pesat karena Cermin Naga. Tanpa Cermin Naga tak mungkin dia dapat mengalahkan kami. Siapa ingin berdiri di belakang kami untuk merebutnya?"

"Kami...!"

"Kami....!"

Kemudian ketika semua mengacungkan telunjuknya dan dapat dibujuk enam iblis itu maka akhirnya ratusan orang mendapat janji Cam-kong dan kawan-kawannya. Mereka berjanji bahwa Cermin Naga akan dipinjamkan secara adil, siapa pun dapat menikmatinya bila kelak cermin itu dapat di rampas. Janji yang membuat orang-orang kangouw bersemangat dan timbul keberaniannya.

Maklum, tanpa pelopor Enam Iblis Dunia ini tak mungkin mereka berani menghadapi Hu Beng Kui. Si jago pedang itu dikenal hebat dan lihai. Dan Ketika Cam-kong dan kawan-kawannya berhasil mempengaruhi orang-orang ini dan ratusan orang kang-ouw siap di belakangnya maka mereka pun ada yang bertanya kapan Cermin Naga akan direbut.

"Tunggu saja, belum waktunya. Biarkan jago pedang itu berhadapan dengan Kim-mou-eng dan baru setelah seorang di antaranya roboh dan yang seorang lagi kelelahan maka kita bergerak dan tentu mudah merampasnya!"

Semua mengangguk. Ini menunjukkan betapa licik dan cerdiknya Cam-kong dan kawan-kawannya itu. Mereka sudah berhasil mempengaruhi orang-orang kang-ouw dan Hu Beng Kui tentu saja marah. Jago pedang itu akhirnya khawatir karena betapapun tak mungkin dia menghadapi semua orang kang-ouw. Kalau ratusan atau ribuan sudah meluruk ke tempatnya dan Enam Iblis Dunia sebagai tombak paling depan tentu repot dia.

Tak terbayangkan olehnya bahwa gara gara Cermin Naga dia akan menghadapi ancaman itu, serbuan orang-orang kang-ouw yang dikendalikan Enam Iblis Dunia. Dan karena dia mendengar bahwa serbuan atau serangan itu akan di lancarkan pada saat dia dan Kim-mou-eng bertempur mengadu ilmu maka jago pedang ini mengumpat caci dan merah padam.

"Keparat, kalian licik, Cam-kong. Kalian jahanam dan curang. Kalau tidak terikat dengan pertandingan yang sudah dekat tentu kucari dan kubunuh kalian!"

Hu Beng Kui semakin gelisah. Kini disesalinya betul kenapa puterinya tak ada di situ. Kalau Swat Lian ada di sampingnya dan dapat membantunya tentu dia tak perlu khawatir. Puterinya itu sudah dapat menghadapi Enam Iblis Dunia dan cukup dapat diandalkan, meskipun mereka harus menghadapi ratusan orang, bahkan semua orang sekalipun!

Tapi karena puterinya tak ada dan dia tak tahu di mana puterinya itu mata jago pedang ini marah-marah dan terpikir olehnya untuk meninggalkan Ce-bu, melarikan diri. Tapi, haruskah hal itu dilakukan? Ah, malu dan hilang rasanya harga diri. Jago pedang itu mengepalkan tinju dan mengeratkan gigi.

Dan ketika dia menggebrak dan menghantan permukaan meja tiba-tiba pendekar itu berkelebat ke kamarnya dan mengambil Cermin Naga, benda yang disayang-sayangnya itu. Dan begitu dia berkelebat keluar rumah tiba-tiba pendekar ini telah lenyap dan menyembunyikan benda itu di suatu tempat. Aman. Tapi, benarkah? Ah, jago pedang ini masih banyak menghadapi hal-hal yang akan mengejutkannya.

Hari itu, dua hari sebelum pertandingan tiba mendadak ketua-ketua partai muncul. Mereka menghadap dan membuat si jago pedang tertegun. Dan ketika enam tamunya duduk menyatakan maksud mereka maka Hu Beng Kui terkejut dan gusar.

"Kalian juga percaya omongan Cam-kong dan kawan-kawannya itu? Keparat, aku tak tahu-menahu tentang Cermin Naga, Yang Te Cinjin. Cermin itu tak ada di sini dan tidak di tanganku!"

"Tapi kepandaianmu kau dapat dari cermin itu. Bukankah dulu-dulu kau juga tak dapat mengalahkan Kim-mou-eng, taihiap? Dan kami sudah bertemu kakek dewa Bu-beng Sian-su, mendapat ijinnya!"

"Ijin apa?” Hu Beng Kui tersentak.

"Melihat dan mencari rahasia Cermin Naga!"

Hu Beng Kui tertegun. Disebut dan disinggung-singgungnya nama kakek dewa ini tiba-tiba membuat dia terkejut. Keparat kakek dewa itu, kenapa menyuruh dan menyetujui orang-orang ini mendapatkan Cermin Naga? Dan marah serta merah mendengar ini tiba-tiba jago pedang itu bangkit berdiri.

"Cuwi pangcu (para ketua), agaknya tak perlu lagi kusangkal bahwa Cermin Naga memang ada di tanganku. Tapi cermin itu adalah milikku, hak-ku. Siapa yang ingin mendapatkannya tentu saja harus berhadapan dengan aku secara jantan. Kita adalah orang-orang kang-ouw, yang biasa mendapatkan sesuatu dengan jalan kekerasan. Kalau cuwi ingin mendapatkannya silahkan rebut benda itu dengan cara gagah!"

"Hm," Bi Kong hwesio. ketua Siu-lim batuk-batuk. "Kami tak bermaksud mencari permusuhan, taihiap. Kami datang atas saran Bu-beng Sian-su bahwa benda itu katanya untuk siapa saja, boleh dilihat dan diamati. Kalau kami meminjam dan melihatnya di sini saja apakah tidak di perkenankan?"

"Benar," Ciu Sek, ketua Liong-san-pang menimbrung. "Kami tak bermaksud merampas atau mengangkanginya, taihiap. Kami hanya ingin melihat dan meminjam benda itu, di sini. Bu-beng Sian-su mengatakan kepada kami bahwa benda itu penting untuk semua orang."

Jago pedang ini tertegun. Untuk kedua kali ia mendongkol kepada Bu-beng Sian-su. Kenapa kakek dewa itu membesarkan hati orang-orang ini untuk bersikap sombong? Kenapa kakek itu mengijinkan dan seolah menyatakan benda itu untuk semua orang? Kalau semua melihat dan mengetahui bahwa di balik cermin itu terdapat pelajaran silat tinggi tentu susah dia. Semua orang bisa mempelajari itu dan dia terancam! Maka menggeleng dan bersikeras tak memperbolehkan jago pedang ini berkata,

"Tidak, apa pun tak kuijinkan kalian melihat, cuwi pangcu. Apalagi aku pribadi belum ketemu Bu-beng Sian-su sendiri. Aku khawatir kalian bohong!"

"Hm!" ketua Khong-tong tiba-tiba bangkit berdiri. "Atas dasar apa kau mencurigai kami seperti itu, taihiap? Kalau kami tidak terikat dengan kedudukan kami sebagai ketua-ketua partai besar mungkin saja kami bohong! Tapi kami sungguh-sungguh, kami hanya ingin melihat dan meminjam benda itu, atas ijin Bu-beng Sian-su!"

"Keparat, kenapa nama kakek ini kalian bawa-bawa? Aku tak dapat memberikannya, pangcu. Kecuali kalau kakek itu ada di sini sendiri, bertemu dengan aku!"

"Jadi taihiap tak mempercayai kami?"

"Ya, terus terang saja tidak. Aku tak percaya!”

"Hm, baiklah," Bi Kong Hwesio tiba-tiba mengebutkan jubahnya, menyabarkan teman-temannya. "Tak apa kalau kau tak mengijinkan, Hu-taihiap. Tapi pinceng ingin bertanya bagaimana kau mula-mula mendapatkan benda ini, atas pertanyaan Sian-su pula."

Hu Beng Kui terkejut.

"Kau juga tak mau menjawabnya, taihiap? Baiklah, kami juga tak mendesak dan biarlah kami kembali. Dua hari lagi kami datang untuk menjadi saksi pertandinganmu dengan Kim-mou-eng!" dan menjura serta mengajak teman-temannya pergi ketua Siu-lim itu sudah berkelebat dan keluar pintu. Tapi Hu-taihiap yang tersentak dan ingin tahu sesuatu tiba-tiba berkelebat.

"Tunggu, aku ingin bertanya, lo-suhu. Apakah kalian sudah bertemu Kim-mou-eng!"

"Tidak," hwesio ini membalik. "Tapi kami bertemu Sian-su, taihiap. Dan berpesan agar kau berhati-hati."

“Hm, apa kata kakek itu?"

"Perlukah kami beritahukan?"

"Ya, katakan padaku, lo-suhu. Barangkali saja aku merobah pikiranku!”

"Sian-su berkata kau tak berjalan lagi di atas kebenaran. Bahwa sebagai bengcu kau lupa pada kebenaran dan keadilan!"

Hu Beng Kui tertegun.

"Maaf, kami kembali, taihiap. Dan barangkali tak perlu kami beritahukan bahwa kau mulai dikelilingi orang-orang yang ingin merebut Cermin Naga."

"Aku tahu, dan aku tak takut!" dan Bi Kong Hwesio yang menjura dan berkelebat pergi akhirnya meninggalkan senyum tawar yang membuat si jago pedang tak enak, melihat enam orang tamunya lenyap dan kini Hu Beng Kui merasa di tengah-tengah bahaya, Cermin Naga diketahui orang dan benda itu terancam. Dia marah dan gusar sekali terhadap Enam Iblis Dunia yang mula mula menyebarkan berita itu, dari mulut ke mulut dan akhirnya dia merasa tersudut.

Tapi karena dia memiliki Khi-bal sin-kang dan Lu-ciang-hoat serta Cui-sian Gin-kang juga sudah ada di tangannya maka jago pedang ini tersenyum mengejek dan tidak takut. Yang harus diperhatikan hanyalah Cam-kong dan teman-temannya itu, juga Kim-mou-eng. Dan ketika sehari lewat dan akhirnya hari kedua tiba maka benar saja ratusan orang, hampir seribu, telah berkumpul di sekeliling rumahnya dan ada yang mulai berteriak-teriak.

"Hu-taihiap, serahkan Cermin Naga!"

"Hu-taihiap, berikan pemberian Bu-beng Sian-su itu kepada kami!"

“Benar, atau kami meluruk ke dalam!" dan ketika teriakan atau ribut-ribut itu terpaksa membuat pendekar ini keluar akhirnya dengan bengis. Jago padang itu memandang semuanya, yang tiba-tiba berhenti bercuap.

"Siapa ribut-ribut tentang Cermin Naga harap maju ke depan. Ke sini!"

Ratusan orang itu hening.

"Hayo, siapa ingin mendapatkan benda itu? Ke mari, tikus-tikus busuk. Hadapi aku dan kuhajar kalian!"

"Tenang," Bi Kong Hwesio tiba-tiba berseru, mengangkat kedua tangannya. "Hari ini Hu tạihiap tak berurusan dengan Cermin Naga, saudara-saudara. Dia hendak menghadapi pertandingan dengan Kim-mou-eng. Harap cuwi tidak mengacau dan bicara yang bukan urusannya!"

Suara berisik terdengar di sana-sini. Bi Kong Hwesio, dan para ketua yang lain sudah ada di samping Hu Beng Kui. Mereka berada di atas panggung dan semua dapat melihat jelas. Hari itu sesuai janjinya para ketua partai menemani Hu-taihiap, menunggu Kim-mou-eng dan tentu saja mereka mengetahui datangnya orang-orang kang-ouw itu, yang selain ingin menyaksikan pertandingan juga ditunggangi Enam Iblis Dunia untuk mengacau urusan Cermin Naga, hal yang sudah santer terdengar dan menjadi berita hangat. Dan ketika Bi Kong Hwesio mengangkat lengan bicara seperti itu mendadak terdengar suara tanpa rupa, terkekeh,

"Hi-hik, kami tahu, Bi Kong Hwesio. Dan suruh cepat Hu-taihiap itu bertanding. Panggil Kim-mou-eng dan suruh Pendekar Rambut Emas itu merobohkannya!"

Semua menoleh. Bi Kong Hwesio tak melihat apa-apa dan yang lain pun meremang. Itulah suara nenek Naga yang entah berasal dari mana, di sudut tampak segulung asap hitam dan tiba-tiba orang di dekat sini menyingkir. Semua mengkirik melihat itu. Suara itu terdengar dari sini tapi orangnya tak kelihatan! Dan ketika Bi Kong Hwe Sio mengerutkan kening dan terbelalak marah maka di tempat yang lain, tak jauh dari situ terdengar tawa yang besar dan lantang.

"Ha-he, benar, Bi Kong keledai gundul. Kami belum melihat Kim-mou-eng dan suruh Pendekar Rambut Emas itu merobohkan Hu-taihiap. Kami ingin menonton dan setelah itu bicara tentang Cermin Naga!"

"Beb-beb, betul!" nenek Toa-ci menjawab, seperti ringkik kuda, di tempat yang lain. "Suruh mereka bertanding, Bi Kong Hwesio. Dan kami memegang Kim-mou-eng!"

"Ha-ha, cocok, Aku memegang Kim-mou-eng dan Hu Beng Kui pasti roboh. Kali ini Pendekar Rambut Emas akan menjadi bengcu dan kami mendukung!" Siauwjin, Iblis Busuk Dari Kubur tertawa melengking.

Empat dari Enam Iblis Dunia telah mengeluarkan suaranya dan Hu Beng Kui tentu saja marah. Jago pedang itu tabu di mana mereka, mendelik. Maka begitu Siauw.jin menutup kata-katanya dan selesai bicara tiba-tiba jago pedang ini menggerakkan lengannya dan dari jauh sebuah pukulan dahsyat menghantam setan cebol itu, yang bersembunyi di balik ilmu hitamnya, di sebelah kanan Toa-ci.

"Blarr!"

Orang melihat segumpal asap terpental. Hek-bong Siauwjin yang diserang dan disambar Pukulan Hu-taihiap tampak menjerit kaget dan tiba-tiba kelihatan. Hu-taihiap menyerangnya dengan Lu-ciang-hoat dan pukulan sinar putih itu sekaligus membuyarkan ilmu hitam yang dipakai iblis cebol ini. Dan ketika Hek-bong Siauwjin jungkir balik dan buru-buru menghilang dengan ilmu hitamnya lagi maka orang pun tertegun tak melihat iblis itu di tempatnya.

"Siluman, hebat sekali Hek-bong Siauwjin ini. Ihh!"

"Tapi Hu-taihiap lebih hebat, kawan. Dia buktinya dapat menyerang iblis itu dan membuatnya terpental!"

"Ya, padahal kita tak tahu di mana setan cebol itu bersembunyi. Ah, apakah Hu-taihiap akan menyerang yang lain?"

Namun tidak. Hu Beng Kui, yang telah menghajar dan membuat Hek-bong Siauwjin tutup mulut ternyata tidak melanjutkan serangannya. Di lain tempat terdengar kekeh dan tawa nenek Naga Bumi. Nyatalah tokoh-tokoh dari Enam lblis Dunia itu memancingnya agar mengeluarkan tenaga. Kalau itu dilayani dan Hu Beng Kui lelah tentu bahaya baginya kalau Kim-mou-eng muncul, mengajaknya bertanding. Dan ketika orang terbelalak karena Hek-bong Siauwjin menghilang dengan ilmu hitamnya lagi maka Hu Beng Kui membentak menyuruh Enam Iblis Dunia itu menutup mulut.

"Nenek siluman, aku pun siap melayani kalian. Majulah kalau Kim-mou-eng sudah kurobohkan!"

"Heh-heh," Cam-kong kali ini bicara. "Kau tak perlu membakar kami, Hu-taihiap. Justeru kami yang akan membakarmu kalau nanti Kim-mou-eng sudah muncul. Kami sudah bertaruh bahwa kau akan roboh!"

Lalu, sementara Hu Beng Kui melotot dan Bi Kong Hwesio serta yang lain-lain terbelalak melihat iblis-iblis yang tidak kelihatan ini terdengar Cam-kong menyambung, dengan ilmunya jarak jauh, kata-kata yang tak didengar orang lain,

"Hu-taihiap, kau terlalu sombong. Kalau kau tak mau kami bantu maka kami akan membantu Kim-mou-eng. Lihat, berapa lama kau bertahan!"

Jago pedang ini menggigil. Kalau saja Swat Lian ada di situ tentu disuruhnya puterinya itu menyerang iblis-iblis ini. Sayang, di saat terakhir itu pun puterinya tak muncul. Kemarahan dan kebencian Hu Beng Kui menjadi bercampur aduk, ya terhadap Kim-mou-eng ya terhadap Cam-kong dan kawan-kawannya pula. Kalau tak ingat harus menghemat tenaga barangkali jago pedang itu akan menerjang enam lawannya. Dia dapat melihat jelas mereka dengan mata batinnya, memang jago pedang itu sudah memiliki kesaktian sedemikian hebat, ilmunya tinggi dan mata batinnya pun tajam.

Tapi karena lawan bermaksud membakar perasaannya dan saat yang dijanjikan tiba maka jago pedang itu menggeram dan tidak melayani kata-kata Cam-kong, hati sebenarnya berdebar karena kalau Enam Iblis itu maju tentu Bi Kong Hwesio dan teman-temannya tak akan tahu. Dengan ilmu hitam mereka pasti Cam-kong dan kawan-kawannya dapat mengganggu dari jauh. Dia tidak takut tapi janjinya merobohkan Kim mou-eng dalam duapuluh jurus bisa terganggu, jago pedang ini mulai pucat dan gelisah. Dan ketika dia menggeram dan saat yang ditunggu akhirnya tiba maka tampaklah sebuah bayangan kuning emas di kejauhan sana, di atas bukit.

"Hu-taihiap, aku datang!"

Semua orang terkejut. Kim-mou-eng yang ditunggu-tunggu muncul. Pendekar Rambut Emas itu terbang dari atas bukit di luar Ce-bu. Jadi, jaraknya masih jauh. Tapi suaranya yang sudah mendahului dan tampak menggetarkan orang-orang di situ tiba-tiba membuat gaduhnya suasana. Bi Kong Hwesio dan lima ketua yang lain tampak berobah, mereka tegang namun gembira. Pertandingan besar akan terjadi, perebutan kursi bengcu!

Dan ketika bayangan kuning emas itu lenyap menuruni bukit dan di luar kota tiba-tiba Kim-mou-eng sudah berkelebat tampak dan langsung melewati kepala ratusan orang kang-ouw, berhenti dan melayang turun tepat di depan jago pedang itu, di atas panggung. Persis garuda atau elang yang menyambar!

"Hu-taihiap, aku datang!"

Tepuk atau sorak gemuruh tiba-tiba menggegap-gempita. Kim mou-eng, yang telah menunjukkan kepandaian dan kehebatannya tiba-tiba disambut teriakan dan sorakan ramai. Apa yang dilakukan pendekar itu memang mengagumkan. Ratusan orang kangouw, yang tebal dan jelas terdiri banyak kepala ternyata dilewati begitu mudah oleh Pendekar Rambut Emas ini, yang meluncur dan terbang di atas kepala mereka, tanpa menginjak. Sebuah demonstrasi ilmu tingkat tinggi dalam hal kepandaian ginkang ilmu meringankan tubuh. Dan ketika semua memuji dan bersorak serta ribut maka Hu Beng Kui menggetarkan lengan dan cepat menyambut lawannya itu, penuh emosi.

"Kim-mou-eng, kau pemuda tak tahu aturan. Kembalikan puteriku dan kuhajar kau!"

"Hm," Kim-mou-eng, yang berseri-seri dan tampak bercahaya tiba-tiba tersenyum. Tampan dan gagah sekali pendekar muda ini. Prana atau cahaya mukanya memancar begitu terang, membuat Bi Kong Hwesio dan lain-lain kagum, tanda kebersihan batin atau kekuatan roh yang memancar begitu kuat. Dan ketika Hu Beng Kui marah marah dan membentaknya dengan begitu keras Kim-mou-eng malah menjura.

"Maaf, aku heran atas pertanyaanmu, Hu-taihiap. Apakah kau melihat puterimu kuculik? Apakah dirimu tak dapat melindungi puterimu itu hingga lolos keluar rumah? Aku datang menomor satukan urusan pibu (pertandingan), taihiap. Tapi kau mengajak bicara tentang puterimu terlebih dahulu. Baiklah, aku tak membawa puterimu itu. Dia tak ada di sini dan justeru pertandingan ini ingin kujadikan pertandingan bersyarat. Aku ingin memenangkan pertandingan dan mengadakan tukar-menukar, Masalah puterimu!"

"Apa maksudmu?" Hu Beng Kui tertegun.

"Begini," Kim-mou-eng tersenyum. "Kudengar kau ingin merobohkan aku dalam dua puluh jurus, taihiap. Benar dan tidak salahkah janjimu itu?"

"Benar!" Hu Beog Kui membentak. "Aku akan merobohkanmu duapuluh jurus, Kim-mou-eng. Lebih dari itu anggap kau yang menang!"

"Nah, "Kim-mou-eng tiba-tiba membalik. "Dengar, cuwi enghiong (orang-orang gagah sekalian). Hu-taihiap menjanjikan untuk merobohkan aku dalam dua puluh jurus. Lebih dari itu dia di anggap kalah. Dengarkah cuwi sekalian?"

"Dengar...!" suara dari bawah menggegap-gempita. "Lekas kalian bertanding, Kim-mou-eng. Dan rebut kursi bengcu! Setelah itu kami ingin merampas Cermin Naga yang dikuasai Hu-taihiap!"

"Hmmm” Kim-mou-eng tertawa kecut. Masalah itu urusan pribadi kalian, cuwi enghiong. Aku tak mau ikut campur dan biar Hu-taihiap berhadapan dengan kalian sendiri. Hanya aku ingin melontarkan gagasan, pertandingan ini merupakan pibu bersyarat sekaligus tukar-menukar!"

“Apa yang kau maksud?" Yang Te Cinjin tiba-tiba melompat maju, berseru. "Kami menjadi saksi dari pertandingan ini, Kim-mou-eng. Dan kami ingin mendengar apa yang kau inginkan!"

"Begini," Pendekar Rambut Emas itu menghadapi ketua Liong-san-pang. "Aku tak ingin bunuh-membunuh, pangcu. Aku menghendaki bila waktunya selesai baik aku maupun Hu-taihiap harus berlaku jujur. Sudah menjadi ketentuan bahwa siapa menang dialah bengcu. Tapi karena aku bangsa asing dan kudengar suara-suara sumbang, bahwa kalian tak suka dipimpin orang asing maka aku hendak mengadakan tukar-menukar dengan Hu-taihiap bahwa jika aku menang maka kedudukan bengcu kuserahkan padanya tapi puterinya, Hu Swat Lian, kuminta untuk menjadi pendamping hidupku!"

"Ha-ha, lamaran aneh!" Tok-ong tiba-tiba tertawa bergelak, menyembunyikan diri di balik ilmu hitamnya. "Kalau mau bicara urusan perempuan sebenarnya bukan di panggung. Kim-mou-eng. Tapi di kamar dan bisik-bisik dengan lawanmu itu. Hu-taihiap bisa kebakaran jenggot kalau kau bicara di tempat terbuka!"

Kim-mou-eng membalik, tersenyum. "Tak usah kau ikut campur, Tok-ong. Aku telah mengetahui apa yang kalian rencanakan. Tunggu saja, kalian berenam pasti kuhajar lagi seperti di puncak Himalaya dulu!"

Ribut dan ramailah suara orang. Kata-kata Kim-mou-eng ini sama halnya sebuah pengakuan bahwa Enam Iblis Dunia tak dipandang sebelah mata. Berdepan Kim-mou-eng berani bicara seperti itu, tanda bahwa Enam Iblis Dunia pernah dikalahkannya dan semakin kukuhlah pendapat dunia bahwa Kim-mou-eng sekarang memang bukan seperti Kim-mou-eng beberapa bulan yang lalu. Dan ketika Tok-ong menggereng dan tiba-tiba segumpal asap hitam menyambar Pendekar Rambut Emas tiba-tiba Pendekar Rambut Emas itu menggerakkan tangan dan menangkis asap itu, sebuah pukulan jarak jauh yang dilancarkan Tok-ong.

"Dess!" Orang mendengar teriakan Tok-ong. Kakek tinggi besar itu, yang bersembunyi dan berlindung di balik ilmu hitamnya ternyata terpental, tertolak dan akhirnya terbanting. Pukulan sinar putih yang dilancarkan Kim-mou-eng tadi justeru membuyarkan pula ilmu hitam kakek tinggi besar itu, terbukti karena Tok-ong tiba-tiba kelihatan. Kakek yang tadi tak nampak mata itu mendadak terlihat. Tapi membentak dan bergulingan melengking tinggi tiba-tiba kakek ini mengebutkan lengan dan lenyap lagi dari pandangan orang.

"Iblis, Tok-ong benar-benar iblis!"

"Aih, tapi Kim-mou-eng benar-benar dapat menghadapinya. Wah, kalau begitu setingkat dengan Hu-taihiap!" dan ketika orang ramai membicarakan itu dan Tok-ong lenyap dalam ilmu hitamnya maka penonton pun ribut dan Bi Kong Hwesio serta yang lain-lain tertegun.

Mereka sekarang melihat bahwa Kim-mou-eng benar-benar luar biasa. Pendekar Rambut Emas itu mampu membanting Tok-ong dalam sebuah tangkisan. Jadi, segebrakan itu saja dapat terlihat siapa yang unggul. Dan ketika Cam-kong dan empat temannya yang lain berseru agar tidak mengganggu Kim-mou-eng lagi maka Kim-mou-eng sudah berhadapan kembali dengan Hu-taihiap, juga Yang Te Cinjin.

"Nah, kalian dengar kata-kataku tadi, totiang. Aku sebenarnya tak ingin menjadi bengcu karena aku orang asing. Hanya karena peraturan pibu menyebutkan begitu dan kalau aku menang mestinya aku menjadi bengcu maka biarlah kutukar kedudukanku itu dengan puteri Hu-taihiap. Aku telah memintanya secara baik-baik tapi Hu-taihiap menolak pinanganku, padahal kami berdua telah saling mencinta. Dan karena kini aku akan bertanding dan aku yakin dapat mengalahkan calon lawanku maka Hu-taihiap kutantang untuk beranikah menerima syaratku tadi, tukar-menukar!"

Hu Beng Kui menggereng. Sebenarnya hal ini ringan baginya, kedudukannya tak terancam karena menang atau kalah tetap saja dia menduduki kursi bengcu. Tapi karena kekalahan seperti sebuah penghinaan dan kata-kata Kim-mou-eng itu pedas dan tajam melebihi pedang maka jago pedang ini lebih terpukul kata-kata itu daripada persoalan puterinya.

"Baik, kuterima tantanganmu Kim-mou-eng. Tapi kalau kau kalah aku akan membunuhmu!"

Kim-mou-eng tertawa, melirik Yang Te Cin jin. "Bagaimana, totiang? Kalian dapat menjadi saksi?"

"Hm." ketua Liong-san-pang ini merah mukanya. "Pinto menjadi saksi, Kim-mou-eng. Dan Bi Kong lo-suhu serta yang lain-lain juga mendengar kata-katamu."

Semua ketua partai merah semburat. Mereka itu terpukul oleh kata-kata Kim-mou-eng bahwa mereka tak menyukai pemimpin bangsa asing, padahal sebenarnya ibu Kim-mou-eng adalah orang Han juga, jadi Kim-mou-eng itu sebetulnya peranakan dan tak tepat kiranya menuduh Pendekar Rambut Emas itu bangsa asing, karena dia adalah berdarah campuran. Tapi karena Hu-taihiap telah menerima dan mereka juga lega bahwa menang atau kalah Hu-taihiap tetap menduduki kursi bengcu maka Yang Te Cinjin mundur dan tidak bicara lagi, mendapat senyum mengejek dari Kim-mou-eng, yang menganggap dia dan kawan-kawannya tidak jujur, melanggar peraturan sendiri!

"Nah," Kim-mou-eng menghadapi lawannya. "Sekarang kita bebas bertanding, taihiap. Tapi tempat ini kukira sempit. Kalau kau mau sebaiknya kita bertempur di bukit itu, dapat ditonton dari sini!"

"Hm," Hu Beng Kui mengangguk. "Kau benar, Kim-mou-eng. Barangkali kau takut bahwa pukulanku membahayakan orang-orang di sini. Baiklah, kita ke sana!" dan Hu Beng Kui yang berkelebat dan lenyap dari panggung tiba-tiba meluncur dan terbang di atas kepala orang-orang kangouw ini, tak menginjak sebuah kepala pun, meluncur dan sudah mengerahkan kepandaiannya yang luar biasa. Dan begitu ia tiba di luar Ce-bu dan orang melihat ia mengembangkan lengannya tiba-tiba jago pedang itu sudah meluncur dan terbang ke atas bukit, luar biasa cepat.

“Ha-ha!" suara tawa ini menggetarkan hati semua orang, "Kau hebat, Hu-taihiap. Biarlah aku menyusul!" dan baru jago pedang itu tiba di atas mendadak Kim-mou-eng terkelebat dan lenyap pula, melewati kepala ratusan orang kangouw di situ dan tahu-tahu Pendekar Rambut Emas itu pun telah terbang dan meluncur ke atas bukit. Dan begitu bayangan kuning emas itu tiba di sana dan Hu Beng Kui menggeram mendadak terdengar ledakan, disusul bentakan dan geraman dan bertandinglah dua orang itu.

Hu-taihiap, yang tak sabar menunggu dan tidak mau banyak bicara lagi tiba-tiba menyambut lawannya, begitu Kim-mou-eng tiba di puncak. Dan begitu jago pedang ini menyerang dan melepas pukulannya maka Kim-mou-eng menangkis, terpental dan dua orang itu segera bergebrak. Hu Beng Kui yang terhuyung dan marah besar sudah membentak menghitung jurus pertama, disusul kemudian oleh jurus kedua dan ketiga. Dan ketika bayangan mereka berkelebatan dan susul-menyusul jago pedang itu melepas pukulannya maka bukit pun tergetar oleh ledakan atau suara yang menggelegar, disusul oleh kilatan cahaya putih yang sambar-menyambar dan bukit pun tiba-tiba seakan diserang hujan halilintar.

Penonton di bawah terpaku dan terbelalak. Hebat pertandingan itu, Hu-taihiap tak menghitung-hitung lagi jurusnya tapi semua dapat merasakan bahwa duapuluh jurus telah lewat, cepat dan seperti angin lalu saja. Dan ketika enam bayangan hitam berkelebatan menuju puncak dan Tok-ong maupun lima temannya tertawa bergelak maka orang di bawah terbelalak dan menjadi ngeri.

"Ha-ha, bagus, Kim-mou-eng. Duapuluh jurus telah lewat!"

"Heh, jago pedang ini seharusnya mengaku kalah. Tapi kenapa menyerang terus?"

"Hm, tentu karena penasaran, Ji-moi. Biar kita lihat dan tonton mereka!"

Dan ketika Enam Iblis Dunia berdiri mengelilingi dan sambaran atau kilatan cahaya petir seolah tak mempengaruhi mereka maka Bi Kong Hwesio dan lain-lain kagum, maklum bahwa mereka sendiri tak mungkin mendekati pertandingan. Hawa panas dari cahaya putih yang berkelebatan di atas puncak itu sudah sampai di tempat mereka, hal yang hampir tak masuk akal! Dan ketika Hu-taihiap maupun Kim-mou-eng tak kelihatan lagi bayangannya karena mereka sambar-menyambar melepas pukulan maka Bi Kong Hwesio berseru memuji merangkapkan tangannya.

"Omitohud, ini pertandingan luar biasa. Masih lebih hebat dibanding ketika Hu-taihiap menghadapi Enam Iblis Dunia!"

"Benar, dan bukit itu mulai berguguran, lo-suhu. Agaknya sebentar lagi kita semua harus meenyingkir. Kota bisa kejatuhan hujan batu!"

Benar saja, batu atau apa saja di atas bukit mulai beterbangan. Mula-mula sedikit tapi akhirnya banyak, kian lama kian banyak dan akhirnya orang pun panik. Bukit dikelilingi debu dan akhirnya orang tak dapat menyaksikan pertandingan itu lagi. Suara yang menggelegar atau ledakan yang menggetarkan bumi seakan peristiwa gempa.

Cam-kong dan kawan-kawannya sendiri di atas mulai berteriak-teriak. Mereka terhuyung dan beberapa kali harus menancapkan kaki. Tanah yang diinjak longsor dan Enam Iblis Dunia itu terbelalak. Bukit tiba-tiba bergemuruh dan meledak. Dan ketika dua pukulan beradu dan Hu Beng Kui berteriak keras maka puncak pun terbelah dan tempat itu hangus bagai disambar kekuatan cahaya yang mengandung muatan listrik berkilo-kilo ton.

“Blarr!"

Orang di dalam kota tunggang-langgang. Sekarang Ce-bu geger. Pertandingan di atas puncak itu seperti pertandingan dua raksasa yang mengamuk, atau mungkin seperti dua ekor naga sakti yang sama-sama berebut makan. Dan ketika ledakan atau suara menggelegar membuat bukit bergetar dan rontok batunya maka Cam-kong dan kawan-kawannya tak mendapat tempat untuk berpijak lagi.

"Minggir, kita menjauh...!"

Lima temannya mengangguk. Enam iblis itu pucat dan ngeri juga. Mereka, tokoh-tokoh berkepandaian tinggi masih juga digetarkan oleh pertandingan dua orang itu, Hu Beng Kui dan Kim-mou-eng yang sama-sama mempergunakan ilmu yang sama. Khi-bal-sin-kang dan juga Jing-sian-eng, digabung dengan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang. Jadi, hebatnya bukan kepalang dan tentu saja mereka ngeri.

Hu Beng Kui mencak-mencak dan menggeram seperti singa direbut makannya, melihat Kim-mou-eng memiliki Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng pula. Jadi, mereka sama-sama memiliki ilmu yang sama dan tentu saja jago pedang itu marah sekali. Tahulah jago pedang itu bahwa puterinya telah memberikan ilmunya pada Kim-mou-eng, membentak dan meledakkan pukulan bertubi-tubi tapi Pendekar Rambut Emas dapat melayani dengan baik, membuat jago pedang itu menggereng dan dia tidak perduli lagi pada perjanjian semula, melewatkan duapuluh jurus dan terjadilah pertandingan yang hebat luar biasa itu, yang tidak sanggup lagi didekati biar oleh Enam Iblis Dunia sekali pun, yang terpaksa menyingkir dan menjauh. Dan ketika pertandingan menjadi gelap karena debu serta batu-batu menutupi bukit itu maka di dalam jago pedang ini memaki-maki lawannya.

"Keparat, kau tak jujur, Kim-mou-eng. Kau mencuri Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian eng ku!"

"Hm, dan kau pun mendapatkan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang ku, Hu-taihiap. Kita tak usah tuduh-menuduh karena kaulah yang mulai lebih dulu!"

"Tapi aku mendapatkan ilmumu dengan cara-cara yang baik. Sedangkau, ah... kau tentu membujuk dan menipu puteriku. Kau merayu Swat Lian, kau curang. Keparat!" dan Hu Beng Kui yang marah-marah menerjang lawannya akhirnya membentak dan naik pitam, mengerti kenapa Kim-mou-eng berani menantangnya. Kiranya telah mendapatkan Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng, menggabung dua ilmu itu seperti dirinya. Jadi, mereka sama-sama tahu dan tentu saja imbang. Kemenangan atau kekalahan hanya akan ditentukan oleh daya tahan tubuh mereka, juga napas.

Dan karena hal ini mencemaskan Hu Beng Kui karena sebagai seorang jago tua tak mungkin dia diadu secara fisik dengan yang muda maka benar saja dua jam kemudian napas jago tua ini memburu sedang Kim-mou-eng masih tenang - tenang saja, meskipun keringat membasahi hampir sekujur tubuhnya.

"Nah, kau akan kembali roboh, Hu-taihiap. Daya tahan tubuhmu tak sekuat orang muda!"

“Jahanam!" jago pedang itu mendelik. "Aku roboh boleh roboh, Kim-mou-eng. Tapi kau harus kubunuh lebih dulu!"

"Kau tak menepati janji, ini sudah limaratus jurus!"

"Memangnya kenapa? Seribu jurus pun aku ingin mencekikmu, Kim-mou-eng. Kau jahanam keparat!" dan Hu Beng Kui yang kembali menyerang dan kini sudah di pinggang gunung meledak ledakkan pukulannya, bukit sudah hancur dan puncaknya tak dapat dipakai bertempur lagi. Masing Masing harus pandai mencari tempat berpijak dan masing-masing sambar-menyambar seperti kilatan halilintar.

Cam-kong, yang memiliki kepandaian tinggi kini merasa kabur melihat jalannya pertandingan itu. Maklum dua-duanya tidak hanya mempergunakan Jing-sian-eng melainkan juga menggabungnya dengan Cui-sian Gin-kang. Jadi kecepatan gerak mereka dua kali lipat dan tentu saja hebat bukan main, membuat kabur lima iblis yang lain dan Cam-kong serta kawan-kawannya getar. Mereka tiba-tiba merasa kecil dan khawatir melihat jalannya pertandingan itu.

Dan ketika Hu Beng Kui masih mendesak namun napas jago pedang itu memburu maka tahulah Enam Iblis Dunia ini bahwa kemenangan akan diperoleh Kim-mou-eng. Sebuah kemenangan angka kalau tinju, kemenangan yang tipis! Maka begitu saling pandang dan menyeringai tiba-tiba Cam-kong mengajak temannya untuk membantu kim-mou-eng. Dan begitu mereka berkelebat dan bergerak berbareng tiba-tiba keenam iblis itu sudah melesat dan menghantam si jago pedang, tepat ketika Hu Beng Kui ditangkis pukulannya oleh Kim-mou-eng.

“Dess!" Jago pedang itu mencelat. Bokongan di belakang punggung pada saat ia menghantam dan di tangkis Kim-mou-eng tentu saja membuat jago pedang itu kaget. Dia marah bukan main dan mengeluarkan bentakan. Demikian dahsyat bentakannya hingga orang di bawah gunung terpelanting!

Dan ketika jago pedang itu berjungkir balik dan Kim-mou-eng juga terkejut maka Cam-kong dan kawan kawannya sudah berseru bahwa mereka akan membantu Kim-mou-eng, biar jago pedang itu cepat roboh dan Kim-mou-eng tentu saja marah. Itu berarti kecurangan kalau dia menerima, ditolak tapi Cam-kong dan teman-temannya sudah menyerang. Dan ketika mereka terkekeh-kekeh dan Kim-mou-eng tertegun maka jago pedang itu kembali menerima sebuah pukulan berat dari kiri dan kanan.

"Des-dess!"

Hu Beng Kui mendelik. Dia terguncang dan nyaris terpelanting, kaget dan marah karena daya tahannya sudah jauh berkurang. Pukulan Siauwjin, yang tadi mendarat di punggungnya membuat pendekar ini terhuyung, ditambah lagi oleh hantaman Tok-ong yang tepat mengenai tengkuknya. Tak ayal Hu Beng Kui menggeram dan memaki mereka. Dan ketika jago pedang itu tergetar dan terhuyung oleh dua pukulan curang ini maka Cam-kong dan teman-temannya sudah maju kembali mengeroyok.

"Hayo, habisi jago pedang ini, Kim-mou-eng. Kubantu kau!"

Kim-mou-eng terbelalak. Tentu saja dia tak setuju dan marah melihat perbuatan Enam Iblis Dunia ini, tak bergerak dan membiarkan Hu Beng Kui menyambut enam orang itu. Dan ketika Hu-taihiap melengking dan mengibas atau menampar maka Enam Iblis Dunia itu sudah disambut pukulannya.

"Des-des-dess!"

Cam-kong dan kawan-kawannya berteriak. Ternyata meskipun tenaganya tinggal separoh saja namun jago Ce-bu itu masih hebat, dia sanggup mementalkan enam lawannya dan Cam-kong ngeri, terpental dan berjungkir balik bertemu Khi bal-sin-kang, yang sudah digabung dengan Lu-ciang-hoat. Dan ketika Hu Beng Kui membentak dan maju berkelebat melepas pukulannya maka Cam-kong jatuh bangun dan lima temannya yang lain memaki-maki.

"Keparat, bantu kami, Kim-mou-eng. Jangan bengong di situ!"

"Hm, "Pendekar Rambut Emas menjengek. "Kalau kalian ingin menghadapi Hu-taihiap silahkan maju, Cam-kong. Aku belakangan saja setelah kalian dihajar!"

"Ah, kau tak tahu budi!" nenek Naga melengking. "Kalau begitu silahkan bertanding lagi. Kim-mou-eng. Biarlah kami menonton dan mundur!" nenek itu berjungkir balik, mundur dan memberi tahu teman-temannya, yang sudah bergerak dan menjauhi pukulan Hu Beng Kui.

Dan ketika Enam Iblis Dunia itu berlindung dan tinggallah Kim-mou-eng di depan maka jago pedang ini berkelebat dan menyerang lawannya itu, ditangkis dan Hu Beng Kui terhuyung. Nyatalah jago pedang ini sudah berkurang tenaganya, melotot namun masih menyerang lagi. Dan ketika Kim-mou-eng melayani dan nenek Naga serta yang lain-lain terkekeh mendadak mereka bergerak kembali dan membokong Hu Beng Kui dengan pukulan-pukulan jarak jauh, menyibukkan pendekar itu dan terpaksa Kim-mou-eng berhenti lagi, memberi kesempatan jago pedang itu untuk menghadapi Enam iblis Dunia.

Tapi begitu dia berhenti dan Hu Beng Kui menghadapi enam lawannya ternyata Cam-kong dan kawan-kawannya ini berlindung lagi, menyembunyikan diri dan Hu-taihiap kembali menerjang. Jago pedang itu jadi naik darah dan menghantam Kim-mou-eng, karena Pendekar Rambut Emas itu masih di situ dan seolah menanti, jadi menantang dan tetap menunggu dia bergerak.

Dan begitu dia menerjang dan Kim-mou-eng menangkis maka lagi-lagi nenek Naga Bumi dan teman-temannya membokong, begitu berulang-ulang, hingga Kim-mou-eng sendiri marah. Enam manusia sesat itu betul-betul licik dan mempermainkan mereka berdua. Dan ketika Hu Beng Kui terpental dan kaget menerima tangkisan Kim-mou-eng maka jarum dan senjata-senjata halus lainnya tiba-tiba mulai beterbangan dan menyambar pendekar Ce-bu itu.

"Wut-wut-wut!"

Hu Beng Kui menyampok runtuh. Diserang secara gerilya begini tentu saja membuat jago pedang itu kalap. Hu-taihiap melengking dan menggerakkan tangannya ke enam penjuru. Dan ketika terdengar ledakan dan Cam-kong serta kawan-kawannya berjungkir balik menghindarkan diri tiba-tiba mereka menyerang Kim-mou-eng dan kali ini membantu Hu-taihiap!

"Ha-ha, kalau begitu kubantu kau, Hu-taihiap. Biar kau memperoleh kemenangan... dess!"

Kim-mou-eng terlempar, tak menyangka dibokong tapi Pendekar Rambut Emas itu dapat berjungkiri balik, membentak dan menggerakkan lengan ketika enam iblis itu mengejar lagi, menangkis. Dan karena dia masih lebih kuat dibanding Hu Beng Kui dan Cam-kong serta teman-temannya mengeluh terbanting bergulingan maka Cam-kong membalik dan menyerang Hu Beng Kui, kembali membantu Kim-mou-eng dan Hu Beng Kui marah bukan main. Akhirnya jago pedang itu menggeram dan menyambut pukulan Cam-kong, yang meledak ke arahnya. Dan ketika dia membiarkan lima yang lain khusus menerima pukulan Cam-kong. Maka Cam-kong terpekik ketika Lu-ciang-hoat dan Khi-bal-sin-kang menghantam menyambut pukulannya.

"Hei....dess!"

Pembunuh Petir itu terbanting. Cam-kong-ciang (Pukulan Membunuh Petir) yang disambut Khi-bal-sinkang digabung Lu-ciang-hoat membalik menghantam kakek iblis itu sendiri. Cam-kong tak menduga dan kontan dia menjerit, demikian hebat sampai dia muntah darah. Dan ketika iblis itu bergulingan dan mengeluh di sana maka Hu Beng Kui sendiri menerima pukulan dari lima lawannya yang lain dan tergetar serta terhuyung, terputar dua kali namun tiga dari lima iblis itu menjerit.

Pukulan mereka membalik namun untung tenaga Hu Beng Kui sudah tidak sekuat semula, mereka terlempar dan bergulingan pula, melepas sisa pukulan dengan menghantam sebuah batu besar, meledak dan hancur berkeping-keping. Dan ketika dua yang lain terbelalak dan mundur dengan gentar maka Cam-kong, yang sudah terluka, tiba-tiba terduduk dan terengah-engah, bersila.

"Aih, selamatkan dia. Bawa Cam-kong....!"

Bagai siluman tiba-tiba nenek Toa-ci menyambar temannya. Saat itu Hu Bang Kui mengamuk, menyerang siapa saja dan Kim-mou-eng kali ini menjadi sasaran. Hek-bong Siauwjin dan lain-lain mengganggu dengan cara mereka, muncul dan bersembunyi menyerang berganti-ganti, kadang Hu-taihiip kadang pula Kim-mou-eng, dengan Kim-mou-eng lebih mendapat tekanan ke timbang Hu Beng Kui.

Maklum, jago pedang itu sudah memburu napasnya dan tak sukar merobohkan jago pedang itu kalau benar-benar sudah kelelahan, berbeda dengan Kim-mou-eng yang harus diganggu dan dihabiskan dulu napasnya. Tapi ketika mereka membokong dan menyerang berganti-ganti dan ilmu bitam mulai dikeluarkan pula untuk melakukan kecurangan mendadak sesosok bayangan berkelebat dari bawah dia Swat Lian muncul, membentak lima dari Enam Iblis Dunia itu yang masih menyerang ayah maupun kekasihnya.

"Siauwjin, kau manusia rendah!"

Bentakan atau lengkingan itu sudah disusul sebuah tamparan jarak jauh. Sebuah cahaya menyilaukan menyambar setan cebol ini, menghantam dan Siauwjin terpekik. Waktu itu, dia sedang membokong Kim-mou-eng. Pendekar Rambut Emas sedang menghadapi pukulan Hu-taihiap dan dia bermaksud menunggang, menambah serangan Hu Beng Kui dengan serangannya sendiri. Maka begitu Swat Lian berkelebat dan menghantamnya dari samping tiba-tiba iblis ini membanting tubuh bergulingan dan pukulan itu menyambar bekas tempatnya berdiri.

“Dess!"

Toa-ci dan nenek Ji-moi memekik. Mereka menjadi korban dari tanah yang berhamburan, amblong disambar Khi-bal-sin-kang yang dilancarkan gadis itu. Dan ketika mereka kemasukan debu dan kaget mengucek mata mendadak tubuh mereka terlempar ditendang gadis itu, yang sudah mendekati pertempuran. Dan begitu Swat Lian berkelebatan ke iblis-iblis yang lain dan membagi-bagi tamparan atau pukulan maka berturut-turut lima iblis itu menjerit, terlempar dan terbanting dan Tok-ong menggereng bagai singa terluka. Kakek tinggi besar itu menerima tamparan dan jungkir balik, pundak kanannya hangus. Dan ketika semuanya terkejut dan marah namun gentar maka Kim-tou-eng berseru gembira melihat kedatangan gadis itu.

“Bagus, hajar mereka, Lian-moi. Bunuh dan basmi mereka!"

Panik dan terkejutlah Enam Iblis Dunia itu. Cam-kong, yang terluka tiba-tiba membuka mata. Lima temannya jatuh bangun dan Swat Lian membagi-bagi pukulan, mengejar dan berkelebatan menghajar mereka. Khi-bal-sin-kang yang dipunyai gadis itu memang tak dapat mereka lawan, betapa pun mereka menangkis atau menolak. Maklum, Khi-bal-sin-kang adalah pukulan istimewa yang akan mengembalikan pukulan mereka, betapapun ringan atau beratnya. Dan ketika lima iblis itu jungkir balik dihajar Swat Lian dan nenek Naga Bumi maupun Ji-moi melengking-lengking maka mereka berdua tiba-tiba memberi tanda untuk kabur.

"Lari....!"

Ji-moi dan nenek Naga Bumi berkelebat. Mereka turun gunung dan melarikan diri sambil memaki-maki. Toa-ci sudah menyambar Cam-kong dan melarikan diri pula, berkelebat turun gunung. Dan ketika Siauwjin atau Tok-ong juga bergerak memutar tubuh mereka maka Enam Iblis Dunia itu sudah kabur dan masing-masing melarikan diri, licik dan pengecut.

"Berhenti!" Swat Lian marah, membentak dan tentu saja mengejar. Khi-bal sin-kangnva menyambar dan Hek-bong Siauwjin jatuh terguling guling, berteriak. Tapi ketika iblis itu melompat bangun dan menyelinap dibalik sebuah batu besar maka pukulan kedua menyambar dan meledakkan batu ini.

"Dess!" Siauw-jin sudah melejit seperti monyet. Iblis cebol ini berteriak menubruk temannya, Tok-ong, kakek tinggi besar itu. Dan begitu dia melekat dan menempel di punggung Tok-ong maka Tok-ong memaki-maki dan terbang mempercepat larinya.

"Hei, turun, Siauwjin. Turun...!"

"Tidak, aku takut gadis itu, Tok-ong. Hayo kabur dan cepat bawa aku saja!"

Swat Lian marah tapi juga geli. Tok-ong turun bukit dengan kecepatan terbang, di punggungnya menempel Siauw-jin yang ketakutan. Tapi mengejar dan membentak yang lain akhirnya Swat Lian berkelebat dan melepas pukulannya pada nenek Naga atau Ji-moi, membuat dua nenek itu terguling namun mereka bangkit lagi, memaki-maki, melanjutkan larinya. Dan ketika dia terus mengejar dan Enam Iblis itu berseru panjang mendadak mereka berpencar dan melarikan diri ke enam jurusan.

"Jangan menyatu. Pencar...!"

Swat Lian mendongkol. Dengan licik keenam lawannya berpisah, masing-masing melarikan diri ke tempat yang aman dan gadis itu harus memilih. Terpaksa dia mengejar yang terdekat dan ke situlah gadis itu memburu. Dan sementara Swat Lian mengejar Enam Iblis Dunia dan Ji-moi serta lain-lain jatuh bangun dihajar pukulannya maka di bukit masih terjadi pertarungan seru antara Hu Beng Kui dengan Kim-mou-eng.

"Nah, sekarang kita tak diganggu lagi, Kim-mou-eng. Kau atau aku yang roboh!"

Kim-mou-eng terkejut. Sebenarnya, dia tak bermaksud untuk bertanding mati hidup. Adalah Hu taihiap yang mengajak pertandingan itu sampai seorang di antaranya roboh, penasaran dan ingkar janji. Tapi karena jago pedang itu masih berbahaya dan pukulan dahsyat menyambarnya tiba terpaksa Pendekar Rambut Emas ini menangkis dan menerima pukulan itu,

"Blarr!" Bukit kembali seakan diguncang gempa. Hu Beng Kui, yang menggabung Khi-bal sin-kangnya dengan Lu-ciang-hoat disambut dengan cara yang sama oleh Kim-mou-eng. Jago pedang itu terdorong sementara Kim-mou-eng terhuyung. Nyatalah, Hu-taihiap berkurang tenaganya dan jago tua itu mendelik. Dan ketika dia membentak dan menggeram lagi maka pukulan atau dorongan jarak jauh menyambar kembali, ditangkis dan lagi-lagi jago tua itu terdorong.

Sekarang kian panjang langkah kaki pendekar ini, mula-mula terdorong setindak tapi akhirnya dua tindak. Kim mou-eng tetap terhuyung namun Pendekar Rambut Emas itu tak sampai terdorong, seperti lawannya. Dan ketika Hu-taihiap melengking dan mencabut pedangnya, senjata yang selama ini jarang digunakan tiba-tiba senjata itu sudah beterbangan menyambar-nyambar dikendalikan Khi-bal sinkang dan tenaga Lu ciang-hoat.

"Trik-trangg!"

Bunga api berpijar di tengah-tengah gelapnya debu yang pekat. Kim-mou-eng terpaksa mencabut pit-nya pula dan dengan kekuatan Khi bal-sin-kang dan Lu-ciang-hoat dia "menerbangkan" senjatanya itu, mengendalikannya dari jauh, sama seperti Hu Beng Kui yang juga mengendalikan pedangnya dengan tenaga sinkang (tenaga sakti). Dan ketika dua senjata sambar-menyambar dan orang di bawah mendengar benturan-benturan nyaring ini maka pit dan pedang akhirnya patah.

"Cringg!"

Suara itu disusul muncratnya bunga api yang besar. Orang melihat cahaya menyilaukan dan ledakan di sana, mereka tak melihat betapa kali ini Hu Bang Kui terpelanting. Jago tua itu, yang sudah kian berkurang dan menyusut tenaganya mendadak mengerahkan segenap kekuatan, melontar pedang dengan bentakan mengguntur. Tapi ketika Kim-mou-eng menangkis dan mengerahkan tenaganya pula maka pit menyambar dan akhirnya patah bersama pedang, hancur dan bukit digetarkan teriakan Hu Beng Kui itu.

Bi Kong Hwesio dan teman-temannya di bawah tiba-tiba roboh, mereka terjengkang dan tergetar oleh suara sakti Hu-taihiap. Dan ketika mereka mendengar geraman jago pedang itu dan kilat serta api kembali menyambar-nyambar di balik pertandingan dahsyat itu maka Hu Beng Kui benar benar ingin bertempur sampai titik keringat terakhir.

“Hayo, robohkan aku, Kim-mou-eng. Hayo coba robohkan...!"

Sepasang Cermin Naga Jilid 15

SEPASANG CERMIN NAGA
JILID 15
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara

"Hei, gila....!" Hek-bong Siauwjin terkejut, marah dan berkelebat dan nenek Naga Bumi pun mengejar. Toa-ci juga berkelebat dan tiba-tiba pemuda itu sudah dikurung dari tiga penjuru. Tapi ketika masing-masing menggerakkan lengan untuk menangkap tapi pemuda itu lolos dengan cara yang aneh maka Gwan Beng tertawa-tawa dan meneruskan larinya.

"Heh-heh, tangkap aku, nenek-nenek busuk. Hayo kejar dan tangkap aku!"

Naga Bumi dan dua temannya tertegun. Mereka terkesiap dan saling pandang, masing-masing memahami bahwa sesuatu yang luar biasa terjadi pada diri pemuda itu, entah apa. Tapi melengking dan membentak lagi tiba-tiba Siauw-jin mencabut senjatanya dan mau membabat.

"Jangan bunuh!" nenek Naga Bumi berseru. "Ada sesuatu yang tidak beres pada pemuda ini, Siauwjin. Tangkap dan robohkan saja!"

Dan Siauwjin yang menggeram dan terpaksa menyimpan sabitnya lalu menubruk dan dari kiri dan kanan juga menyambar dua temannya yang lain, menerkam dan Toa-ci malah menampar. Nenek ini gusar dan juga marah, merasa dipermainkan. Dan ketika tiga orang itu bergerak dan hampir berbareng mengulur lengan mereka maka tepat sekali tamparan Toa-ci mengenai pelipis pemuda ini.

"Plak!" Gwan Beng terbanting. Lima lengan yang sudah meringkus dan mencengkeramnya tak dapat membuat pemuda itu lolos lagi, Gwan Beng mengaduh tapi tertawa-tawa. Dan ketika tiga lawannya terbelalak dan mendengus heran maka di sana terdengar teriakan Cam-kong dan nenek Ji-moi.

"Hei, jangan kabur...!"

Kiranya di tempat ini juga terjadi keanehan. Hauw Kam, yang dikejar Cam-kong dan nenek Ji-moi ternyata mampu mempermainkan dua orang lawannya. Mula-mula nenek Ji-moi dielak terkamannya, luput dan pemuda itu pun ha-ha-he -he meneruskan lari. Ninek ini terbelalak karena pemuda itu melejit, bergerak dan tahu-tahu sudah menyelinap di bawah ketiaknya, lolos dan memberobot seperti belut. Entah bagaimana tahu-tahu murid Hu Beng Kui itu kabur lagi. Dan ketika nenek ini gemas dan mengejar lagi maka sebuah tamparan jarak jauh membuat pemuda itu terguling, bangkit dan lari lagi dan nenek Ji-moi tertegun.

Sama seperti encinya di sana nenek ini melihat lawannya tak apa-apa, padahal seharusnya pemuda itu terbanting dan roboh, tak mungkin dapat lari lagi. Maka melihat pemuda itu lari dan tertawa lagi nenek ini menjadi gusar dan marah, menghantam dan murid Hu Beng Kui itu terpelanting. Untuk kedua kali pemuda itu bangkit dan lari lagi. ha-ha--he-he. Dan ketika nenek Ji-moi geram dan membentak nyaring tiba-tiba Cam-kong berkelebat dan berada di depan, menangkap pemuda itu namun Hauw Kam melejit, caranya aneh dan luar biasa. Dan ketika Cam-kong dibuat bengong dan pemuda itu lolos maka Ji-moi berseru agar menghantam saja pemuda itu.

"Serang, kalau perlu bunuh!"

"Hm," Cam-kong menggeleng, melihat sesuatu yang lain. "Kita tangkap saja, Ji-moi. Jangan bunuh. Pemuda ini menjadi lain dan menyimpan sesuatu yang aneh."

"Ah, persetan bocah itu, Cam-kong. Bunuh dan habisi saja!"

"Tidak, Hek-bong Siauwjin bisa marah. Ji-moi. Kita tangkap dan bekuk saja.... wut!" Cam-kong yang bersinar-sinar menubruk lagi tiba-tiba menampar, tangan bergerak dan serangkum tenaga sedot meluncur dari lengannya. Dan ketika pemuda itu berteriak kaget dan tersentak lalu terhisap maka Hauw Kam melesat dan terbang mundur ke telapak kakek ini.

"Cuh!" Hauw Kam tiba-tiba meludah, mengejutkan Cam-kong dan tenaga sedot berhenti. Cam-kong memaki dan tentu saja marah. Dan ketika waktu itu dipergunakan Hauw Kam untuk tertawa dan lari lagi maka Cam-kong terbelalak dan Tok-ong muncul.

"Bocah, ke sini kau!"

Gerengan itu mengejutkan si pemuda. Hauw Kam tertegun dan merandek, langkahnya terhenti. Tapi tertawa dan melejit ke kiri tiba-tiba pemuda ini bergerak dan lolos lewat ketiak kakek tinggi besar itu.

"Ha-ha, kau kakek bau, Tok-ong, Bajumu apek!"

Tok-ong terbeliak. Dia menggeram dan meloncat lagi, membentak. Tapi ketika dia menubruk dan menerkam punggung tiba-tiba Huuw Kam menggaruk pasir dan dengan kakinya pemuda itu melemparnya ke Tok-ong, tertawa-tawa dan Tok-ong memaki. Tentu saja mengibas runtuh dan segera kakek tinggi besar itu berkelebat. Dia marah dan gusar. Tapi begitu lawan tertangkap tiba-tiba Hauw Kam menggigit telinganya dan kakek ini pun berteriak-teriak.

"Ha-ha, kejar aku, Tok-ong! Ayo kejar!"

Tok-ong membentak. Tiba-tiba dia melepas pukulan jarak jauh yang dahsyat, menghantam dan kesiur angin dingin menyambar pemuda itu. Tapi ketika Hauw Kam terbanting dan berteriak kesakitan ternyata pemuda itu bangun kembali dan mau lari, tertawa-tawa dan Tok-ong terbelalak. Pukulannya tadi seharusnya membuat pemuda itu terlempar, paling tidak pingsan.

Namun ketika Hauw Kam mau melarikan diri dan tertawa mengejek kakek itu tiba-tiba Cam-kong dan Ji-moi sudah berkelebat, menampar dan mencengkeram tengkuk pemuda itu. Dan ketika Hauw Kam menjerit dan roboh bagai kelinci maka nenek Ji-moi Sudah menentengnya di kiri kanan bersama Cam-kong, persis seperti mendapat ayam yang mau disembelih.

"Jangan bunuh pemuda ini. Dia mendapatkan sesuatu yang luar biasa!"

Tiga orang itu terbelalak. Hauw Kam, sama seperti suhengnya juga hanya mengenakan cawat yang minim. Beberapa bulan ini dua pemuda itu ditawan Hek-bong Siauw-jin dan nenek Naga Bumi, setengah ditelantarkan namun mereka kuat. Kurang makan dan minum tak membuat mereka kurus atau sakit. Dua murid Hu Beng Kui ini memang luar biasa dan termasuk pemuda-pemuda jempolan. Dan ketika Cam-kong terbelalak memandang pemuda itu dan Hauw Kam tertawa-tawa ditenteng mereka maka tiga iblis yang lain berkelebat dan Toa-ci serta teman-temannya muncul, membawa Gwan Beng.

"Sialan, pemuda ini aneh. Dia gila tapi hampir dapat meloloskan diri. Tubuhnya licin dan lincah seperti belut!"

"Eh, bocah ini juga, Toa-ci. Tadi kami bertiga harus kucing-kucingan sebelum mampu membekuknya. Ada sesuatu yang luar biasa!"

"Hm, begitukah? Kalau begitu kita periksa, atau tanya Togura!"

Nenek Toa-ci memanggil muridnya, yang tadi dilempar. Dan ketika Togura menghadap dan anak itu tampak ngeri memandang dua pemuda ini maka Togura ditanya tentang asal kejadian itu,

"Tadi mereka main-main di dalam kerangkeng, mengadu jari. Tapi ketika mereka tertawa dan saling dorong tiba-tiba kerangkeng ditekuk melengkung dan mereka pun lolos."

"Kau tak melihat sesuatu yang ganjil?"

"Tidak, subo. Kecuali jari mereka yang tiba-tiba begitu kuat dan ampuh!"

"Hm, dan mereka pun memiliki gerakan selincah monyet. Apa yang mereka dapatkan?"

"Coba ambil pisau!" Hek-bong Siauwjin tiba-tiba berseru. "Tetak jari mereka, Toa-ci. Lihat apakah putus atau tidak!"

"Hm, bagaimana kalau sabitmu?" Toa-ci menoleh.

"Boleh” dan Hek-bong Siauwjin yang sudah mencabut dan melempar senjatanya lalu melihat nenek Toa-ci menyambar tawanannya, Gwan Beng. Lalu begitu dengan dingin nenek ini membacok kelima jari pemuda itu maka sabit pun terpental dan Gwan Beng mengaduh tapi jari tangannya tak apa-apa, kebal!

“Coba yang satu itu!" nenek Naga Bumi kini berseru, meminta Hauw Kam. Dan ketika pemuda itu dilempar dan diserahkan Toa-ci maka dengan bengis dan dingin pula nenek ini membacok jari pemuda itu, mental dan akhirnya lengan atau pundak pemuda itu dibacok. Dua tiga kali Hauw Kam berjengit namun pemuda ini tidak apa-apa. Dan ketika semua orang tertegun dan saling pandang maka Cam-kong mendesis,

"Kekebalan alamiah! Makan atau minum apakah dua pemuda ini? Siapa mencekokinya sejenis jamu?"

"Ih, kami tak ada yang memberikan sesuatu, Cam-kong. Dua bocah ini memang kebal secara alamiah, bukan akibat sinkang. Tapi dari mana dan bagaimana mereka itu mendapatkan semuanya ini?"

“Hm, tanya pemuda itu, Toa-ci. Kompres dan suruh dia mengaku!”

Nenek ini bergerak. Gwan Beng disambar dan ditekan tengkuknya, menjerit tapi lalu tertawa-tawa. Dan ketika nenek itu membentak dan bertanya makanan atau minuman apa yang diperoleh hingga mereka dapat seperti itu maka pemuda ini memberi jawaban yang tidak keruan.

"Kami minum air kencing. Ha-ha, kau juga mau minum air kencing kami, Toa-ci? Kau ingin kebal seperti kami?"

"Plak" nenek ini menampar, membuat Gwan Bong terbanting. "Jangan main-main, bocah. Hayo mengaku dan tidak usah bohong!"

Gwan Beng tiba-tiba menangis. Seperti anak kecil saja mendadak pemuda itu melolong-lolong, tamparan atau pukulan nenek Toa-ci tadi membuatnya kesakitan. Dan ketika nenek itu terbelalak dan marah serta mengerutkan kening tiba-tiba pemuda itu bergulingan dan mencakar-cakar mukanya sendiri.

"Toa-ci, kau jahat. Kau nenek jahat!"

"Hm," Cam-kong tertegun. "Bocah ini terganggu jiwanya, Toa-ci. Percuma menanyakannya dalam keadaan begini. Sebaiknya tempatkan lagi di kerangkeng dan kurung dia!"

“Kalau lolos?"

Cam-kang mengerutkan kening. "Sebaiknya Naga Bumi atau Siauwjin membawanya kembali, Cam-kong. Atau kita masukkan mereka ke palung!"

"Benar," Hek-bong Siauwjin tiba-tiba berseru. "Kita masukkan ke palung. Cam-kong. Buang mereka di sana dan kita dapat pergi!

"Hm, kalau begitu terserah. Kita masih harus menemui Hu Beng Kui dan tidak boleh direpotkan dua bocah ini. Terserah kalian dan barangkali Togura dapat menjaga di atasnya!"

"Baik!" dan Toa-ci yang menyambar Gwan Beng dan melemparnya pada nenek Naga Bumi Ialu berseru memanggil muridnya meminta Hauw Kum diserahkan pada Hek-bong Siauwjin dan segera mereka berenam berkelebat ke puncak. Di sana terdapat sebuah palung dalam di mana dua pemuda itu tak dapat melarikan diri. Satu satunya jalan hanya menariknya dengan tali dan Togura disuruh menjaga.

Dan ketika mereka tiba di sana dan Hek-bong Siauwjin serta nenek Naga melempar dua pemuda itu maka Hauw Kam dan suhengnya menjerit dan terlempar ke palung yang dalam itu, sebuah lubang mirip sumur dalam yang amat tinggi sekali. Di dalam gelap dan suara dua pemuda itu pun akhirnya lenyap. Dan ketika lama kemudian baru terdengar suara berdebuk dan dua pemuda itu rupanya sudah terbanting di dasar pàlung maka nenek Naga menarik napas dan berseru,

"Nah, sekarang kita dapat ke Ce-bu. Togura biar di sini dan menjaga dua pemuda itu!" dan begitu nenek ini berkelebat dan turun gunung akhirnya persoalan Hauw Kam dan Gwan Beng dilupakan sejenak, mengurung mereka dalam sebuah palung dalam dan hanya pertolongan dari luar sajalah yang dapat menyelamatkan dua pemuda itu.

Hauw Kam dan suhengnya ternyata terganggu jiwanya dan gila, masing-masing tidak waras dan entah bagaimana mereka itu dapat memiliki kekebalan aneh. Dan ketika yang lain mengikuti dan mengangguk menyusul nenek itu maka Hu Beng Kui, yang ada di Ce-bu tertegun mendapat keenam tamunya yang aneh, datang dengan mempergunakan ilmu hitam dan tak terlihat oleh mata biasa.

"Heh-heh, selamat bertemu, Hu-taihlap. Kami datang ingin mengikat persahabatan!"

Hu-taihiap, yang waktu itu sedang geram tiba-tiba bangkit berdiri, matanya berkilat. Tapi sebelum dia marah atau menggebah Enam Iblis Dunia itu Cam-kong buru-buru mengangkat tangan, menyeringai.

“Tunggu, jangan menyerang. Hu-taihiap. Dua muridmu ada di tangan kami. Kami ingin membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan Kim-mou-eng!"

Hu-taihiap tertegun.

"Kau mau mengadakan pertandingan, bukan?"

"Ahh, apa pedulimu dengan ini, Cam-kong?" Hu Beng Kui, yang mampu menembus kehadiran enam iblis itu dengan mata batinnya membentak tidak bersahabat. "Kalian tak perlu turut campur, Cam-kong. Dan sekarang justeru kalian kutangkap!"

"Jangan sombong!" Tok-ong yang barangasan tiba-tiba menggeram. "Meskipun kalah tapi kami dapat melarikan diri, Hu-taihiap. Kalau masing-masing dari kami berpencar dan membuatmu bingung kau tak dapat menangkap siapa pun dari kami!"

"Hm!" jago pedang ini marah, bersinar-slnar. "Kalau begitu apa maksud kalian kalau sudah tahu kalian bukan tandinganku?. Meskipun tak dapat aku menangkap kalian sekaligus tapi satu atau dua di antara kalian dapat bunuh, Tok-ong. Dan sekali kutangkap jangan harap kalian lolos lagi!"

"Sudahlah, kami bukan ingin ribut-ribut “Cam-kong tiba-tiba menyela. "Kami datang karena mendengar bakal pertandinganmu, Hu-taihiap. Dan kami memutuskan untuk membantumu mengalahkan Kim-mou-eng!"

"Ha-ha“ jago pedang itu tertawa mengejek. "Kim-mou-eng atau siapa pun tak kutakuti, Cam-kong. Aku sekarang bukan Hu Beng Kui waktu kalian menangkap enam ketua partai. Aku sekarang jauh lebih hebat... wut!"

Dan Hu Beng Kui yang menyambar dan tiba-tiba bergerak mencengkeram Tok-ong tiba-tiba membentak dan mengeluarkan ilmu gabungannya itu, Khi-bal-sinkang dan Lu-ciang-hoat dan kakek tinggi besar itu terpekik. Kilatan cahaya putih dari Lu-ciang-hoat membuat kakek ini terkejut, menangkis tapi dia malah terbanting. Dan ketika kakek itu menjerit bergulingan dan lima temannya yang lain terbelalak dan kaget maka Hu Beng Kui sudah berdiri lagi di tempatnya semula, sombong!

"Nah, lihat, Cam-kong. Aku dapat merobohkan siapa pun dari kalian lebih mudah. Aku sekarang bukan Hu Beng Kui beberapa bulan yang lalu."

"Itu Lu-ciang-hoat!" nenek Naga Bumi berseru, terbelalak. "Tapi tenaganya Khi-bal-sinkang! Eh, kau mendapat ilmu baru, Hu-taihiap? Atau kau mencurinya dari Kim-mou-eng?"

"Ha-ha" jago pedang ini semakin congkak. "Aku menggabung kedua ilmuku, nenek siluman. Aku memperoleh itu dengan caraku sendiri. Kalian lihat, aku dua kali lipat lebih lihai daripada dulu. Apakah kalian masih hendak membantuku merobohkan Kim-mou-eng? Ha-ha, tanpa dibantu pun aku dapat mengalahkan lawanku, Naga Bumi. Dan kalian datang dengan maksud sia-sia. Sekarang justeru kalian akan kutangkap dan mana dua muridku itu!"

"Nanti dulu!" Cam-kong terkejut, menggoyang lengan. "Kalau kau sudah sedemikian hebat dan merasa dapat mengalahkan Kim-mou-eng maka kami justeru akan membantunya untuk mengalahkan dirimu, Hu-Taihiap. Kami akan berbalik pikiran dan mencari Pendekar Rambut Emas!”

Hu Beng Kui tertegun.

"Benar," nenek Naga terkekeh. "Dengan di bantu kami berenam tentu kau kerepotan, Hu-taihiap. Kalau kau tak dapat menerima maksud baik kami tentu saja kami akan mencari Kim-mou-eng, membantunya."

"Hm!" jago pedang itu berkilat. "Kalian tak dapat membantunya, nenek siluman. Karena sekarang juga kalian akan kubunuh!"

"Dan membiarkan dua muridmu mampus di makan siluman?" Toa-ci kini menyambung, tertawa mengejek. "Jangan sombong, orang she Hu. Meskipun kau dapat mengalahkan kami namun dua muridmu ada di tangan kami."

"Benar, tapi aku dapat membiarkan seorang di antara kalian hidup, Toa-ci. Dan aku akan memaksa yang ini untuk mendapatkan kembali muridku!"

"Ha, jangan pongah. Dengan menggigit putus lidah sendiri yang kau tangkap ini akan mati, Hu-taihiap. Atau kami dapat juga menahan napas sampai tidak kuat. Kau tak dapat memaksa siapa pun dari kami untuk menunjukkan dua muridmu itu, kecuali kau tidak perduli!"

Hu Beng Kui terkejut. Tiba-tiba dia mengerutkan keming dan marah mendengar ini. Memang benar, dengan menahan napas atau menggigit putus lidah sendiri seseorang bisa mati, dia tak dapat memaksa. Dan karena Enam Iblis Dunia itu adalah tokoh-tokoh yang kepandaiannya sudah tinggi dan mereka dapat melakukan yang lebih dari itu maka jago pedang ini tertegun dan bingung. Antara ingin membekuk atau menerima tawaran mereka, mengalahkan Kim-mou-eng. Tapi karena Kim-mou-eng dapat dikalahkannya tanpa bantuan siapa pun dan dia yakin akan itu maka pendekar ini terbelalak dan tidak segera menjawab.

“Bagaimana?" Cam-kong maju menyeringai. "Kau tinggal menerima atau menolaknya. Hu-taihiap. Dan kami akan pergi sesuai keputusanmu."

"Tapi aku dapat mengalahkan Kim-mou-eng!" jago pedang itu tetap sombong. "Tanpa bantuan kalian semua aku dapat merobohkan lawanku itu, Cam-kong. Seorang diri aku dapat memenangkan pertandingan ini!"

"Tapi kalau kami membantu Kim-mou-eng?"

"Hm, kalian jahanam keparat!" jago pedang itu mendesis. "Untuk itu pun aku tak takut, Cam kong. Tapi...."

"Tapi kau tentu kalah!" nenek Naga Bumi tiba-tiba terkekeh. "Kami dapat mengacaumu dengan serangan serangan kami, Hu-taihiap. Dan Pendekar Rambut Emas itu pun tentu menang!"

"Hm, begini saja," Hek-bong Siauwjin tiba-tiba meloncat, menyeringai. "Kami tetap di belakangmu, Hu-taihiap. Kami tak akan membantu Kim-mou-eng itu tapi berikan sesuatu sebagai baIas jasa untuk kebaikan kami. Pinjamkan sesuatu kepada kami berenam."

Hu Beng Kui mengerutkan kening. "Pinjam apa? Sesuatu apa?"

"Heh-heh!" nenek Ji-moi kini maju. "Apa yang dikata Siauw-jin betul, Hu-taihiap. Kalau kau tak ingin kami membantu Kim-mou-eng biarlah kami bersikap pasip dengan berdiri di belakangmu. Imbalannya adalah benda itu, pinjamkan sebentar!"

"Benda apa?"

"Cermin Naga!"

Dan begitu Hek-bong Siauw-jin berhenti mengeluarkan seruan dan lima temannya yang lain mengangguk tiba-tiba jago pedang itu tersentak dan mundur, terkejut dan terbelalak dan tiba-tiba Cam-kong serta yang lain menyeringai, maju mengelilingi dan tiba-tiba Hu Beng Kui marah. Dan ketika jago pedang itu melotot dan gusar tapi juga kaget maka nenek Naga Bumi berseru,

"Hu-taihiap, kami semua sudah tahu bahwa satu dari sepasang Cermin Naga ada di tanganmu. Kelihaianmu kau dapat dari benda itu, bahkan mungkin sekarang dua-duanya ada di tangan mu. Nah, pinjamkan kepada kami dan kami tak akan memberitahukannya kepada orang lain!"

"Keparat!” jago pedang ini membentak. "Lancang mulutmu, nenek Naga. Kau ngawur dan bicara yang tidak kumengerti!"

"Ha-ha, tak usah bersembunyi!" Hek-bong Siauwjin tertawa. "Kami tahu bahwa Cermin Naga ada di tanganmu, Hu-Taihiap, mungkin kedua duanya ada di tanganmu. Daripada kami memberi tahu semua orang dan mereka akan meluruk ke tempatmu sebaiknya pinjamkan benda itu dan kami tak akan mengganggu. Bahkan kalau perlu dua orang muridmu itu ditukar dengan sepasang benda itu!"

"Heh-heh," nenek Toa-ci kini menyambung. "Pantas kau demikian lihai dan mengagumkan, Hu-taihiap. Tak tahunya cermin dari Bu-beng Sian-su itu ada di tanganmu. Memang pinjamkan kepada kami sebentar dan kami tak akan membantu Kim-mou-eng!"

"Benar," Cam-kong menyeringai. "Minimal kami akan di belakangmu. Hu-taihiap. Sewaktu waktu kau memerlukan bantuan kami tentu kami maju!"

"Tidak!" Hu Beng Kui membentak. "Aku tak tahu menahu cermin yang kalian bicarakan. Cam-kong. Sebaiknya kalian pergi atau semua ku hajar!"

"Hm, ingin kami memberitahukannya kepada semua orang?" nenek Ji-moi terkekeh. "Boleh, Hu-taihiap. Dan semua orang kang-ouw akan memusuhimu!"

"Keparat!" dan Hu Beng Kui yang tiba-tiba berkelebat dan menghantam nenek ini tiba-tiba membentak dan tak mau banyak bicara lagi, pucat mukanya mendengar ancaman itu dan segera nenek Ji-moi menghindar. Dan ketika si jago pedang menggeram dan berkelebat menyerang yang lain maka Hek-Bong Siauwjin mengelak, disusul kemudian oleh Cam-kong dan berturut-turut empat yang lain dihantam.

Hu Beng Kui marah dan Khawatir. Dia cemas dan gelisah mendengar omongan enam iblis ini, sekarang rahasianya ketahuan. Cermin Naga, yang ada di tangannya kini diketahui tokoh-tokoh sesat ini, diminta dan tentu saja dia gusar. Dan ketika semuanya berlompatan dan menghindar atau mengelak serangannya maka nenek Ji-moi coba-coba menerima dan menangkis pukulan jago pedang itu.

"Dess!" Nenek ini terlempar. Ji-moi yang terpekik dan menjerit kaget segera mendapat teriakan Tok-ong agar tidak coba-coba menerima atau menangkis pukulan jago pedang itu. Nenek ini terhuyung dan meloncat bangun. Dan ketika Hu Beng Kui menggeram dan menyerang sana-sini tiba-tiba Cam-kong berseru agar mereka semua pergi.

"Tak usah layani dia. Kita pergi dan cari Kim-mou-eng!”

"Benar, dan siarkan berita ini kepada semua ketua partai, Cam-kong. Biar orang she Hu ini dikerubut dari mana-mana!"

"Hi-hik, betul, Siauwjin. Ayo kita menyingkir dan pergi...wut!" dan nenek Naga Bumi yang berkelebat dan berjungkir balik menghindari sebuah pukulan akhirnya melesat dan nyaris terkena hantaman si jago pedang, yang meledak dan mengeluarkan dentum bagai meriam menghajar tanah.

Lima yang lain mengangguk dan ingin mempermainkan Hu Beng Kui. Mereka harus pergi dan biar jago pedang itu kelabakan melihat mereka memberitahu perihal Cermin Naga. Dan begitu semuanya berlompatan dan terbang meninggalkan Hu Beng Kui akhirnya Hu Beng Kui tertegun karena enam lawannya itu berpencar, masing masing melarikan diri ke enam jurusan dan tentu saja pendekar itu bingung, juga marah. Dia tak tahu harus mengejar yang mana lebih dulu. Tapi melihat Hek-bong Siauw-jin dan teringat bahwa setan cebol itulah yang mula-mula membicarakan Cermin Naga mendadak pendekar ini berkelebat dan membentak, mengerahkan Jing-sian-engnya.

"Siauwjin, berhenti!"

Hek-bong Siauw-jin terkekeh. Dia tahu dirinya dikejar, membalik dan tiba-tiba melempar tiga granat tangan. Dan ketika Hu Beng Kui harus berjungkir balik dan mendengar granat meledak di bawahnya maka iblis cebol itu menyelinap dan lenyap memasuki hutan. "Heh-heh, kau tak dapat menangkap aku Hu-taihiap. Cobalah kalau tidak percaya!"

Jago pedang ini membentak. Dia marah bukan main dan mengejar, tapi karena Hek-bon Siauw-jin adalah manusia kate dan lincah sekali setan cebol itu menyelinap di dalam hutan maka Hu Beng Kui mencak-mencak memaki lawannya ini kehilangan jejak dan dia keluar lagi, mencari yang lain namun Cam-kong dan kawan-kawannya sudah lenyap. Mereka itu memasuki hutan di kiri kanan di sekitar Ce-bu dan Hu Beng Kui marah-marah.

Memang hutan adalah tempat yang baik untuk persembunyian. Dan ketika Hu Beng Kui gagal dan marah serta cemas akhirnya pendekar ini kembali lagi ke Ce-bu dan gelisah oleh ancaman Enam Iblis Dunia, takut akan rahasia Cermin Naga yang disimpan. Takut kalau semua orang bakal meluruk ke tempatnya, merampas barang berharga itu. Dan karena ancaman ini membuatnya tak tenang dan tingkah laku jago pedang itu tampak serba salah maka beberapa hari kemudian gegerlah dunia kang-ouw oleh berita ini.

Benar saja beberapa bayangan mulai berkelebatan rumahnya, pergi dan hilang dan di sekitar jago pedang itu merah padam. Dalam saat seperti itu tiba-tiba dia merasa sendirian. Swat Lian, puterinya, tak ada di situ. Dan ketika semuanya kian hangat dan para ketua partai juga mulai menunjukkan pandangan yang berbeda kepadanya maka Hu Beng Kui marah-marah dan was-was.

Ancaman Enam Iblis Dunia telah dibuktikan dan tempat tinggal jago pedang itu seakan sekam yang panas di dalam, sewaktu-waktu dapat meletus dan terbakar. Dan ketika hari-hari pertandingan kian dekat dan jago pedang itu kian gelisah maka mendekati hari pertandingan itu, seminggu sebelum tanggal tujuh mendadak ketua-ketua Khong-tong dan lain lain menghilang.

Ke mana mereka? Hu Beng Kui tak tahu. Jago pedang ini jadi dibuat tak nyaman dan tak tenang oleh banyaknya bayangan-bayangan yang pergi dan datang, jumlahnya tidak lagi belasan melainkan puluhan. Dan ketika satu dua mulai terang-terangan menanya Cermin Naga maka Hu Beng Kui membentak,

"Aku tak tahu apa yang kalian bicarakan. Pergi atau semua kuhajar!"

"Hm, bagaimana kalau ketua Liong-san atau Siu-lim ingin tahu? Mereka ingin melihat bengcu. Atau kalau boleh malah meminjam!"

"Keparat, siapa yang memberi tahu ini?"

"Cam-kong dan teman-temannya, Enam Iblis Dunia!"

"Dan kalian percaya?"

"Percaya, bengcu. Dan katanya Cermin Naga itu justeru untuk semua, bukan dimiliki oleh satu atau dua orang saja..."

"Plak!" dan Hu Beng Kui yang mengibas serta menampar orang ini akhirnya menjadi berang dan menghardik, "Siapa berani macam-macam lagi akan kubunuh. Pergi semuanya dan jangan ganggu!”

Dan ketika semuanya pergi namun ada ketidaksenangan di hati orang-orang itu maka beberapa di antaranya mulai menggerutu dan memaki pendekar Pedang ini, yang gampang menurunkan tangan terhadap anggauta. Seorang pemimpin seharusnya tak boleh main pukul atau main hakim sendiri. Hu Beng Kui tiba-tiba mulai tak disenangi dan dimusuhi orang-orang kang-ouw. Dan ketika semuanya membicarakan itu dan persoalan Cermin Naga menghangat kembali akhirnya dunia kang-ouw panas dan guncang.

Dikabarkan oleh Enam Iblis Dunia bahwa Hu Beng Kui memiliki Cermin Naga secara tidak sah. Cermin itu adalah pemberian dari Bu-beng Sian-su dan Bu-beng Sian-su dikenal sebagai kakek dewa yang memberikan ilmu atau kepandaiannya kepada siapa saja, tak perduli orang baik atau jahat. Dan karena orang-orang dunia kang-ouw adalah orang-orang yang selalu haus akan kepandaian dan ilmu yang tinggi maka gosokan atau api yang disulut Enam Iblis Dunia mengenai sasaran.

"Hu-taihiap itu bisa maju pesat karena Cermin Naga. Tanpa Cermin Naga tak mungkin dia dapat mengalahkan kami. Siapa ingin berdiri di belakang kami untuk merebutnya?"

"Kami...!"

"Kami....!"

Kemudian ketika semua mengacungkan telunjuknya dan dapat dibujuk enam iblis itu maka akhirnya ratusan orang mendapat janji Cam-kong dan kawan-kawannya. Mereka berjanji bahwa Cermin Naga akan dipinjamkan secara adil, siapa pun dapat menikmatinya bila kelak cermin itu dapat di rampas. Janji yang membuat orang-orang kangouw bersemangat dan timbul keberaniannya.

Maklum, tanpa pelopor Enam Iblis Dunia ini tak mungkin mereka berani menghadapi Hu Beng Kui. Si jago pedang itu dikenal hebat dan lihai. Dan Ketika Cam-kong dan kawan-kawannya berhasil mempengaruhi orang-orang ini dan ratusan orang kang-ouw siap di belakangnya maka mereka pun ada yang bertanya kapan Cermin Naga akan direbut.

"Tunggu saja, belum waktunya. Biarkan jago pedang itu berhadapan dengan Kim-mou-eng dan baru setelah seorang di antaranya roboh dan yang seorang lagi kelelahan maka kita bergerak dan tentu mudah merampasnya!"

Semua mengangguk. Ini menunjukkan betapa licik dan cerdiknya Cam-kong dan kawan-kawannya itu. Mereka sudah berhasil mempengaruhi orang-orang kang-ouw dan Hu Beng Kui tentu saja marah. Jago pedang itu akhirnya khawatir karena betapapun tak mungkin dia menghadapi semua orang kang-ouw. Kalau ratusan atau ribuan sudah meluruk ke tempatnya dan Enam Iblis Dunia sebagai tombak paling depan tentu repot dia.

Tak terbayangkan olehnya bahwa gara gara Cermin Naga dia akan menghadapi ancaman itu, serbuan orang-orang kang-ouw yang dikendalikan Enam Iblis Dunia. Dan karena dia mendengar bahwa serbuan atau serangan itu akan di lancarkan pada saat dia dan Kim-mou-eng bertempur mengadu ilmu maka jago pedang ini mengumpat caci dan merah padam.

"Keparat, kalian licik, Cam-kong. Kalian jahanam dan curang. Kalau tidak terikat dengan pertandingan yang sudah dekat tentu kucari dan kubunuh kalian!"

Hu Beng Kui semakin gelisah. Kini disesalinya betul kenapa puterinya tak ada di situ. Kalau Swat Lian ada di sampingnya dan dapat membantunya tentu dia tak perlu khawatir. Puterinya itu sudah dapat menghadapi Enam Iblis Dunia dan cukup dapat diandalkan, meskipun mereka harus menghadapi ratusan orang, bahkan semua orang sekalipun!

Tapi karena puterinya tak ada dan dia tak tahu di mana puterinya itu mata jago pedang ini marah-marah dan terpikir olehnya untuk meninggalkan Ce-bu, melarikan diri. Tapi, haruskah hal itu dilakukan? Ah, malu dan hilang rasanya harga diri. Jago pedang itu mengepalkan tinju dan mengeratkan gigi.

Dan ketika dia menggebrak dan menghantan permukaan meja tiba-tiba pendekar itu berkelebat ke kamarnya dan mengambil Cermin Naga, benda yang disayang-sayangnya itu. Dan begitu dia berkelebat keluar rumah tiba-tiba pendekar ini telah lenyap dan menyembunyikan benda itu di suatu tempat. Aman. Tapi, benarkah? Ah, jago pedang ini masih banyak menghadapi hal-hal yang akan mengejutkannya.

Hari itu, dua hari sebelum pertandingan tiba mendadak ketua-ketua partai muncul. Mereka menghadap dan membuat si jago pedang tertegun. Dan ketika enam tamunya duduk menyatakan maksud mereka maka Hu Beng Kui terkejut dan gusar.

"Kalian juga percaya omongan Cam-kong dan kawan-kawannya itu? Keparat, aku tak tahu-menahu tentang Cermin Naga, Yang Te Cinjin. Cermin itu tak ada di sini dan tidak di tanganku!"

"Tapi kepandaianmu kau dapat dari cermin itu. Bukankah dulu-dulu kau juga tak dapat mengalahkan Kim-mou-eng, taihiap? Dan kami sudah bertemu kakek dewa Bu-beng Sian-su, mendapat ijinnya!"

"Ijin apa?” Hu Beng Kui tersentak.

"Melihat dan mencari rahasia Cermin Naga!"

Hu Beng Kui tertegun. Disebut dan disinggung-singgungnya nama kakek dewa ini tiba-tiba membuat dia terkejut. Keparat kakek dewa itu, kenapa menyuruh dan menyetujui orang-orang ini mendapatkan Cermin Naga? Dan marah serta merah mendengar ini tiba-tiba jago pedang itu bangkit berdiri.

"Cuwi pangcu (para ketua), agaknya tak perlu lagi kusangkal bahwa Cermin Naga memang ada di tanganku. Tapi cermin itu adalah milikku, hak-ku. Siapa yang ingin mendapatkannya tentu saja harus berhadapan dengan aku secara jantan. Kita adalah orang-orang kang-ouw, yang biasa mendapatkan sesuatu dengan jalan kekerasan. Kalau cuwi ingin mendapatkannya silahkan rebut benda itu dengan cara gagah!"

"Hm," Bi Kong hwesio. ketua Siu-lim batuk-batuk. "Kami tak bermaksud mencari permusuhan, taihiap. Kami datang atas saran Bu-beng Sian-su bahwa benda itu katanya untuk siapa saja, boleh dilihat dan diamati. Kalau kami meminjam dan melihatnya di sini saja apakah tidak di perkenankan?"

"Benar," Ciu Sek, ketua Liong-san-pang menimbrung. "Kami tak bermaksud merampas atau mengangkanginya, taihiap. Kami hanya ingin melihat dan meminjam benda itu, di sini. Bu-beng Sian-su mengatakan kepada kami bahwa benda itu penting untuk semua orang."

Jago pedang ini tertegun. Untuk kedua kali ia mendongkol kepada Bu-beng Sian-su. Kenapa kakek dewa itu membesarkan hati orang-orang ini untuk bersikap sombong? Kenapa kakek itu mengijinkan dan seolah menyatakan benda itu untuk semua orang? Kalau semua melihat dan mengetahui bahwa di balik cermin itu terdapat pelajaran silat tinggi tentu susah dia. Semua orang bisa mempelajari itu dan dia terancam! Maka menggeleng dan bersikeras tak memperbolehkan jago pedang ini berkata,

"Tidak, apa pun tak kuijinkan kalian melihat, cuwi pangcu. Apalagi aku pribadi belum ketemu Bu-beng Sian-su sendiri. Aku khawatir kalian bohong!"

"Hm!" ketua Khong-tong tiba-tiba bangkit berdiri. "Atas dasar apa kau mencurigai kami seperti itu, taihiap? Kalau kami tidak terikat dengan kedudukan kami sebagai ketua-ketua partai besar mungkin saja kami bohong! Tapi kami sungguh-sungguh, kami hanya ingin melihat dan meminjam benda itu, atas ijin Bu-beng Sian-su!"

"Keparat, kenapa nama kakek ini kalian bawa-bawa? Aku tak dapat memberikannya, pangcu. Kecuali kalau kakek itu ada di sini sendiri, bertemu dengan aku!"

"Jadi taihiap tak mempercayai kami?"

"Ya, terus terang saja tidak. Aku tak percaya!”

"Hm, baiklah," Bi Kong Hwesio tiba-tiba mengebutkan jubahnya, menyabarkan teman-temannya. "Tak apa kalau kau tak mengijinkan, Hu-taihiap. Tapi pinceng ingin bertanya bagaimana kau mula-mula mendapatkan benda ini, atas pertanyaan Sian-su pula."

Hu Beng Kui terkejut.

"Kau juga tak mau menjawabnya, taihiap? Baiklah, kami juga tak mendesak dan biarlah kami kembali. Dua hari lagi kami datang untuk menjadi saksi pertandinganmu dengan Kim-mou-eng!" dan menjura serta mengajak teman-temannya pergi ketua Siu-lim itu sudah berkelebat dan keluar pintu. Tapi Hu-taihiap yang tersentak dan ingin tahu sesuatu tiba-tiba berkelebat.

"Tunggu, aku ingin bertanya, lo-suhu. Apakah kalian sudah bertemu Kim-mou-eng!"

"Tidak," hwesio ini membalik. "Tapi kami bertemu Sian-su, taihiap. Dan berpesan agar kau berhati-hati."

“Hm, apa kata kakek itu?"

"Perlukah kami beritahukan?"

"Ya, katakan padaku, lo-suhu. Barangkali saja aku merobah pikiranku!”

"Sian-su berkata kau tak berjalan lagi di atas kebenaran. Bahwa sebagai bengcu kau lupa pada kebenaran dan keadilan!"

Hu Beng Kui tertegun.

"Maaf, kami kembali, taihiap. Dan barangkali tak perlu kami beritahukan bahwa kau mulai dikelilingi orang-orang yang ingin merebut Cermin Naga."

"Aku tahu, dan aku tak takut!" dan Bi Kong Hwesio yang menjura dan berkelebat pergi akhirnya meninggalkan senyum tawar yang membuat si jago pedang tak enak, melihat enam orang tamunya lenyap dan kini Hu Beng Kui merasa di tengah-tengah bahaya, Cermin Naga diketahui orang dan benda itu terancam. Dia marah dan gusar sekali terhadap Enam Iblis Dunia yang mula mula menyebarkan berita itu, dari mulut ke mulut dan akhirnya dia merasa tersudut.

Tapi karena dia memiliki Khi-bal sin-kang dan Lu-ciang-hoat serta Cui-sian Gin-kang juga sudah ada di tangannya maka jago pedang ini tersenyum mengejek dan tidak takut. Yang harus diperhatikan hanyalah Cam-kong dan teman-temannya itu, juga Kim-mou-eng. Dan ketika sehari lewat dan akhirnya hari kedua tiba maka benar saja ratusan orang, hampir seribu, telah berkumpul di sekeliling rumahnya dan ada yang mulai berteriak-teriak.

"Hu-taihiap, serahkan Cermin Naga!"

"Hu-taihiap, berikan pemberian Bu-beng Sian-su itu kepada kami!"

“Benar, atau kami meluruk ke dalam!" dan ketika teriakan atau ribut-ribut itu terpaksa membuat pendekar ini keluar akhirnya dengan bengis. Jago padang itu memandang semuanya, yang tiba-tiba berhenti bercuap.

"Siapa ribut-ribut tentang Cermin Naga harap maju ke depan. Ke sini!"

Ratusan orang itu hening.

"Hayo, siapa ingin mendapatkan benda itu? Ke mari, tikus-tikus busuk. Hadapi aku dan kuhajar kalian!"

"Tenang," Bi Kong Hwesio tiba-tiba berseru, mengangkat kedua tangannya. "Hari ini Hu tạihiap tak berurusan dengan Cermin Naga, saudara-saudara. Dia hendak menghadapi pertandingan dengan Kim-mou-eng. Harap cuwi tidak mengacau dan bicara yang bukan urusannya!"

Suara berisik terdengar di sana-sini. Bi Kong Hwesio, dan para ketua yang lain sudah ada di samping Hu Beng Kui. Mereka berada di atas panggung dan semua dapat melihat jelas. Hari itu sesuai janjinya para ketua partai menemani Hu-taihiap, menunggu Kim-mou-eng dan tentu saja mereka mengetahui datangnya orang-orang kang-ouw itu, yang selain ingin menyaksikan pertandingan juga ditunggangi Enam Iblis Dunia untuk mengacau urusan Cermin Naga, hal yang sudah santer terdengar dan menjadi berita hangat. Dan ketika Bi Kong Hwesio mengangkat lengan bicara seperti itu mendadak terdengar suara tanpa rupa, terkekeh,

"Hi-hik, kami tahu, Bi Kong Hwesio. Dan suruh cepat Hu-taihiap itu bertanding. Panggil Kim-mou-eng dan suruh Pendekar Rambut Emas itu merobohkannya!"

Semua menoleh. Bi Kong Hwesio tak melihat apa-apa dan yang lain pun meremang. Itulah suara nenek Naga yang entah berasal dari mana, di sudut tampak segulung asap hitam dan tiba-tiba orang di dekat sini menyingkir. Semua mengkirik melihat itu. Suara itu terdengar dari sini tapi orangnya tak kelihatan! Dan ketika Bi Kong Hwe Sio mengerutkan kening dan terbelalak marah maka di tempat yang lain, tak jauh dari situ terdengar tawa yang besar dan lantang.

"Ha-he, benar, Bi Kong keledai gundul. Kami belum melihat Kim-mou-eng dan suruh Pendekar Rambut Emas itu merobohkan Hu-taihiap. Kami ingin menonton dan setelah itu bicara tentang Cermin Naga!"

"Beb-beb, betul!" nenek Toa-ci menjawab, seperti ringkik kuda, di tempat yang lain. "Suruh mereka bertanding, Bi Kong Hwesio. Dan kami memegang Kim-mou-eng!"

"Ha-ha, cocok, Aku memegang Kim-mou-eng dan Hu Beng Kui pasti roboh. Kali ini Pendekar Rambut Emas akan menjadi bengcu dan kami mendukung!" Siauwjin, Iblis Busuk Dari Kubur tertawa melengking.

Empat dari Enam Iblis Dunia telah mengeluarkan suaranya dan Hu Beng Kui tentu saja marah. Jago pedang itu tabu di mana mereka, mendelik. Maka begitu Siauw.jin menutup kata-katanya dan selesai bicara tiba-tiba jago pedang ini menggerakkan lengannya dan dari jauh sebuah pukulan dahsyat menghantam setan cebol itu, yang bersembunyi di balik ilmu hitamnya, di sebelah kanan Toa-ci.

"Blarr!"

Orang melihat segumpal asap terpental. Hek-bong Siauwjin yang diserang dan disambar Pukulan Hu-taihiap tampak menjerit kaget dan tiba-tiba kelihatan. Hu-taihiap menyerangnya dengan Lu-ciang-hoat dan pukulan sinar putih itu sekaligus membuyarkan ilmu hitam yang dipakai iblis cebol ini. Dan ketika Hek-bong Siauwjin jungkir balik dan buru-buru menghilang dengan ilmu hitamnya lagi maka orang pun tertegun tak melihat iblis itu di tempatnya.

"Siluman, hebat sekali Hek-bong Siauwjin ini. Ihh!"

"Tapi Hu-taihiap lebih hebat, kawan. Dia buktinya dapat menyerang iblis itu dan membuatnya terpental!"

"Ya, padahal kita tak tahu di mana setan cebol itu bersembunyi. Ah, apakah Hu-taihiap akan menyerang yang lain?"

Namun tidak. Hu Beng Kui, yang telah menghajar dan membuat Hek-bong Siauwjin tutup mulut ternyata tidak melanjutkan serangannya. Di lain tempat terdengar kekeh dan tawa nenek Naga Bumi. Nyatalah tokoh-tokoh dari Enam lblis Dunia itu memancingnya agar mengeluarkan tenaga. Kalau itu dilayani dan Hu Beng Kui lelah tentu bahaya baginya kalau Kim-mou-eng muncul, mengajaknya bertanding. Dan ketika orang terbelalak karena Hek-bong Siauwjin menghilang dengan ilmu hitamnya lagi maka Hu Beng Kui membentak menyuruh Enam Iblis Dunia itu menutup mulut.

"Nenek siluman, aku pun siap melayani kalian. Majulah kalau Kim-mou-eng sudah kurobohkan!"

"Heh-heh," Cam-kong kali ini bicara. "Kau tak perlu membakar kami, Hu-taihiap. Justeru kami yang akan membakarmu kalau nanti Kim-mou-eng sudah muncul. Kami sudah bertaruh bahwa kau akan roboh!"

Lalu, sementara Hu Beng Kui melotot dan Bi Kong Hwesio serta yang lain-lain terbelalak melihat iblis-iblis yang tidak kelihatan ini terdengar Cam-kong menyambung, dengan ilmunya jarak jauh, kata-kata yang tak didengar orang lain,

"Hu-taihiap, kau terlalu sombong. Kalau kau tak mau kami bantu maka kami akan membantu Kim-mou-eng. Lihat, berapa lama kau bertahan!"

Jago pedang ini menggigil. Kalau saja Swat Lian ada di situ tentu disuruhnya puterinya itu menyerang iblis-iblis ini. Sayang, di saat terakhir itu pun puterinya tak muncul. Kemarahan dan kebencian Hu Beng Kui menjadi bercampur aduk, ya terhadap Kim-mou-eng ya terhadap Cam-kong dan kawan-kawannya pula. Kalau tak ingat harus menghemat tenaga barangkali jago pedang itu akan menerjang enam lawannya. Dia dapat melihat jelas mereka dengan mata batinnya, memang jago pedang itu sudah memiliki kesaktian sedemikian hebat, ilmunya tinggi dan mata batinnya pun tajam.

Tapi karena lawan bermaksud membakar perasaannya dan saat yang dijanjikan tiba maka jago pedang itu menggeram dan tidak melayani kata-kata Cam-kong, hati sebenarnya berdebar karena kalau Enam Iblis itu maju tentu Bi Kong Hwesio dan teman-temannya tak akan tahu. Dengan ilmu hitam mereka pasti Cam-kong dan kawan-kawannya dapat mengganggu dari jauh. Dia tidak takut tapi janjinya merobohkan Kim mou-eng dalam duapuluh jurus bisa terganggu, jago pedang ini mulai pucat dan gelisah. Dan ketika dia menggeram dan saat yang ditunggu akhirnya tiba maka tampaklah sebuah bayangan kuning emas di kejauhan sana, di atas bukit.

"Hu-taihiap, aku datang!"

Semua orang terkejut. Kim-mou-eng yang ditunggu-tunggu muncul. Pendekar Rambut Emas itu terbang dari atas bukit di luar Ce-bu. Jadi, jaraknya masih jauh. Tapi suaranya yang sudah mendahului dan tampak menggetarkan orang-orang di situ tiba-tiba membuat gaduhnya suasana. Bi Kong Hwesio dan lima ketua yang lain tampak berobah, mereka tegang namun gembira. Pertandingan besar akan terjadi, perebutan kursi bengcu!

Dan ketika bayangan kuning emas itu lenyap menuruni bukit dan di luar kota tiba-tiba Kim-mou-eng sudah berkelebat tampak dan langsung melewati kepala ratusan orang kang-ouw, berhenti dan melayang turun tepat di depan jago pedang itu, di atas panggung. Persis garuda atau elang yang menyambar!

"Hu-taihiap, aku datang!"

Tepuk atau sorak gemuruh tiba-tiba menggegap-gempita. Kim mou-eng, yang telah menunjukkan kepandaian dan kehebatannya tiba-tiba disambut teriakan dan sorakan ramai. Apa yang dilakukan pendekar itu memang mengagumkan. Ratusan orang kangouw, yang tebal dan jelas terdiri banyak kepala ternyata dilewati begitu mudah oleh Pendekar Rambut Emas ini, yang meluncur dan terbang di atas kepala mereka, tanpa menginjak. Sebuah demonstrasi ilmu tingkat tinggi dalam hal kepandaian ginkang ilmu meringankan tubuh. Dan ketika semua memuji dan bersorak serta ribut maka Hu Beng Kui menggetarkan lengan dan cepat menyambut lawannya itu, penuh emosi.

"Kim-mou-eng, kau pemuda tak tahu aturan. Kembalikan puteriku dan kuhajar kau!"

"Hm," Kim-mou-eng, yang berseri-seri dan tampak bercahaya tiba-tiba tersenyum. Tampan dan gagah sekali pendekar muda ini. Prana atau cahaya mukanya memancar begitu terang, membuat Bi Kong Hwesio dan lain-lain kagum, tanda kebersihan batin atau kekuatan roh yang memancar begitu kuat. Dan ketika Hu Beng Kui marah marah dan membentaknya dengan begitu keras Kim-mou-eng malah menjura.

"Maaf, aku heran atas pertanyaanmu, Hu-taihiap. Apakah kau melihat puterimu kuculik? Apakah dirimu tak dapat melindungi puterimu itu hingga lolos keluar rumah? Aku datang menomor satukan urusan pibu (pertandingan), taihiap. Tapi kau mengajak bicara tentang puterimu terlebih dahulu. Baiklah, aku tak membawa puterimu itu. Dia tak ada di sini dan justeru pertandingan ini ingin kujadikan pertandingan bersyarat. Aku ingin memenangkan pertandingan dan mengadakan tukar-menukar, Masalah puterimu!"

"Apa maksudmu?" Hu Beng Kui tertegun.

"Begini," Kim-mou-eng tersenyum. "Kudengar kau ingin merobohkan aku dalam dua puluh jurus, taihiap. Benar dan tidak salahkah janjimu itu?"

"Benar!" Hu Beog Kui membentak. "Aku akan merobohkanmu duapuluh jurus, Kim-mou-eng. Lebih dari itu anggap kau yang menang!"

"Nah, "Kim-mou-eng tiba-tiba membalik. "Dengar, cuwi enghiong (orang-orang gagah sekalian). Hu-taihiap menjanjikan untuk merobohkan aku dalam dua puluh jurus. Lebih dari itu dia di anggap kalah. Dengarkah cuwi sekalian?"

"Dengar...!" suara dari bawah menggegap-gempita. "Lekas kalian bertanding, Kim-mou-eng. Dan rebut kursi bengcu! Setelah itu kami ingin merampas Cermin Naga yang dikuasai Hu-taihiap!"

"Hmmm” Kim-mou-eng tertawa kecut. Masalah itu urusan pribadi kalian, cuwi enghiong. Aku tak mau ikut campur dan biar Hu-taihiap berhadapan dengan kalian sendiri. Hanya aku ingin melontarkan gagasan, pertandingan ini merupakan pibu bersyarat sekaligus tukar-menukar!"

“Apa yang kau maksud?" Yang Te Cinjin tiba-tiba melompat maju, berseru. "Kami menjadi saksi dari pertandingan ini, Kim-mou-eng. Dan kami ingin mendengar apa yang kau inginkan!"

"Begini," Pendekar Rambut Emas itu menghadapi ketua Liong-san-pang. "Aku tak ingin bunuh-membunuh, pangcu. Aku menghendaki bila waktunya selesai baik aku maupun Hu-taihiap harus berlaku jujur. Sudah menjadi ketentuan bahwa siapa menang dialah bengcu. Tapi karena aku bangsa asing dan kudengar suara-suara sumbang, bahwa kalian tak suka dipimpin orang asing maka aku hendak mengadakan tukar-menukar dengan Hu-taihiap bahwa jika aku menang maka kedudukan bengcu kuserahkan padanya tapi puterinya, Hu Swat Lian, kuminta untuk menjadi pendamping hidupku!"

"Ha-ha, lamaran aneh!" Tok-ong tiba-tiba tertawa bergelak, menyembunyikan diri di balik ilmu hitamnya. "Kalau mau bicara urusan perempuan sebenarnya bukan di panggung. Kim-mou-eng. Tapi di kamar dan bisik-bisik dengan lawanmu itu. Hu-taihiap bisa kebakaran jenggot kalau kau bicara di tempat terbuka!"

Kim-mou-eng membalik, tersenyum. "Tak usah kau ikut campur, Tok-ong. Aku telah mengetahui apa yang kalian rencanakan. Tunggu saja, kalian berenam pasti kuhajar lagi seperti di puncak Himalaya dulu!"

Ribut dan ramailah suara orang. Kata-kata Kim-mou-eng ini sama halnya sebuah pengakuan bahwa Enam Iblis Dunia tak dipandang sebelah mata. Berdepan Kim-mou-eng berani bicara seperti itu, tanda bahwa Enam Iblis Dunia pernah dikalahkannya dan semakin kukuhlah pendapat dunia bahwa Kim-mou-eng sekarang memang bukan seperti Kim-mou-eng beberapa bulan yang lalu. Dan ketika Tok-ong menggereng dan tiba-tiba segumpal asap hitam menyambar Pendekar Rambut Emas tiba-tiba Pendekar Rambut Emas itu menggerakkan tangan dan menangkis asap itu, sebuah pukulan jarak jauh yang dilancarkan Tok-ong.

"Dess!" Orang mendengar teriakan Tok-ong. Kakek tinggi besar itu, yang bersembunyi dan berlindung di balik ilmu hitamnya ternyata terpental, tertolak dan akhirnya terbanting. Pukulan sinar putih yang dilancarkan Kim-mou-eng tadi justeru membuyarkan pula ilmu hitam kakek tinggi besar itu, terbukti karena Tok-ong tiba-tiba kelihatan. Kakek yang tadi tak nampak mata itu mendadak terlihat. Tapi membentak dan bergulingan melengking tinggi tiba-tiba kakek ini mengebutkan lengan dan lenyap lagi dari pandangan orang.

"Iblis, Tok-ong benar-benar iblis!"

"Aih, tapi Kim-mou-eng benar-benar dapat menghadapinya. Wah, kalau begitu setingkat dengan Hu-taihiap!" dan ketika orang ramai membicarakan itu dan Tok-ong lenyap dalam ilmu hitamnya maka penonton pun ribut dan Bi Kong Hwesio serta yang lain-lain tertegun.

Mereka sekarang melihat bahwa Kim-mou-eng benar-benar luar biasa. Pendekar Rambut Emas itu mampu membanting Tok-ong dalam sebuah tangkisan. Jadi, segebrakan itu saja dapat terlihat siapa yang unggul. Dan ketika Cam-kong dan empat temannya yang lain berseru agar tidak mengganggu Kim-mou-eng lagi maka Kim-mou-eng sudah berhadapan kembali dengan Hu-taihiap, juga Yang Te Cinjin.

"Nah, kalian dengar kata-kataku tadi, totiang. Aku sebenarnya tak ingin menjadi bengcu karena aku orang asing. Hanya karena peraturan pibu menyebutkan begitu dan kalau aku menang mestinya aku menjadi bengcu maka biarlah kutukar kedudukanku itu dengan puteri Hu-taihiap. Aku telah memintanya secara baik-baik tapi Hu-taihiap menolak pinanganku, padahal kami berdua telah saling mencinta. Dan karena kini aku akan bertanding dan aku yakin dapat mengalahkan calon lawanku maka Hu-taihiap kutantang untuk beranikah menerima syaratku tadi, tukar-menukar!"

Hu Beng Kui menggereng. Sebenarnya hal ini ringan baginya, kedudukannya tak terancam karena menang atau kalah tetap saja dia menduduki kursi bengcu. Tapi karena kekalahan seperti sebuah penghinaan dan kata-kata Kim-mou-eng itu pedas dan tajam melebihi pedang maka jago pedang ini lebih terpukul kata-kata itu daripada persoalan puterinya.

"Baik, kuterima tantanganmu Kim-mou-eng. Tapi kalau kau kalah aku akan membunuhmu!"

Kim-mou-eng tertawa, melirik Yang Te Cin jin. "Bagaimana, totiang? Kalian dapat menjadi saksi?"

"Hm." ketua Liong-san-pang ini merah mukanya. "Pinto menjadi saksi, Kim-mou-eng. Dan Bi Kong lo-suhu serta yang lain-lain juga mendengar kata-katamu."

Semua ketua partai merah semburat. Mereka itu terpukul oleh kata-kata Kim-mou-eng bahwa mereka tak menyukai pemimpin bangsa asing, padahal sebenarnya ibu Kim-mou-eng adalah orang Han juga, jadi Kim-mou-eng itu sebetulnya peranakan dan tak tepat kiranya menuduh Pendekar Rambut Emas itu bangsa asing, karena dia adalah berdarah campuran. Tapi karena Hu-taihiap telah menerima dan mereka juga lega bahwa menang atau kalah Hu-taihiap tetap menduduki kursi bengcu maka Yang Te Cinjin mundur dan tidak bicara lagi, mendapat senyum mengejek dari Kim-mou-eng, yang menganggap dia dan kawan-kawannya tidak jujur, melanggar peraturan sendiri!

"Nah," Kim-mou-eng menghadapi lawannya. "Sekarang kita bebas bertanding, taihiap. Tapi tempat ini kukira sempit. Kalau kau mau sebaiknya kita bertempur di bukit itu, dapat ditonton dari sini!"

"Hm," Hu Beng Kui mengangguk. "Kau benar, Kim-mou-eng. Barangkali kau takut bahwa pukulanku membahayakan orang-orang di sini. Baiklah, kita ke sana!" dan Hu Beng Kui yang berkelebat dan lenyap dari panggung tiba-tiba meluncur dan terbang di atas kepala orang-orang kangouw ini, tak menginjak sebuah kepala pun, meluncur dan sudah mengerahkan kepandaiannya yang luar biasa. Dan begitu ia tiba di luar Ce-bu dan orang melihat ia mengembangkan lengannya tiba-tiba jago pedang itu sudah meluncur dan terbang ke atas bukit, luar biasa cepat.

“Ha-ha!" suara tawa ini menggetarkan hati semua orang, "Kau hebat, Hu-taihiap. Biarlah aku menyusul!" dan baru jago pedang itu tiba di atas mendadak Kim-mou-eng terkelebat dan lenyap pula, melewati kepala ratusan orang kangouw di situ dan tahu-tahu Pendekar Rambut Emas itu pun telah terbang dan meluncur ke atas bukit. Dan begitu bayangan kuning emas itu tiba di sana dan Hu Beng Kui menggeram mendadak terdengar ledakan, disusul bentakan dan geraman dan bertandinglah dua orang itu.

Hu-taihiap, yang tak sabar menunggu dan tidak mau banyak bicara lagi tiba-tiba menyambut lawannya, begitu Kim-mou-eng tiba di puncak. Dan begitu jago pedang ini menyerang dan melepas pukulannya maka Kim-mou-eng menangkis, terpental dan dua orang itu segera bergebrak. Hu Beng Kui yang terhuyung dan marah besar sudah membentak menghitung jurus pertama, disusul kemudian oleh jurus kedua dan ketiga. Dan ketika bayangan mereka berkelebatan dan susul-menyusul jago pedang itu melepas pukulannya maka bukit pun tergetar oleh ledakan atau suara yang menggelegar, disusul oleh kilatan cahaya putih yang sambar-menyambar dan bukit pun tiba-tiba seakan diserang hujan halilintar.

Penonton di bawah terpaku dan terbelalak. Hebat pertandingan itu, Hu-taihiap tak menghitung-hitung lagi jurusnya tapi semua dapat merasakan bahwa duapuluh jurus telah lewat, cepat dan seperti angin lalu saja. Dan ketika enam bayangan hitam berkelebatan menuju puncak dan Tok-ong maupun lima temannya tertawa bergelak maka orang di bawah terbelalak dan menjadi ngeri.

"Ha-ha, bagus, Kim-mou-eng. Duapuluh jurus telah lewat!"

"Heh, jago pedang ini seharusnya mengaku kalah. Tapi kenapa menyerang terus?"

"Hm, tentu karena penasaran, Ji-moi. Biar kita lihat dan tonton mereka!"

Dan ketika Enam Iblis Dunia berdiri mengelilingi dan sambaran atau kilatan cahaya petir seolah tak mempengaruhi mereka maka Bi Kong Hwesio dan lain-lain kagum, maklum bahwa mereka sendiri tak mungkin mendekati pertandingan. Hawa panas dari cahaya putih yang berkelebatan di atas puncak itu sudah sampai di tempat mereka, hal yang hampir tak masuk akal! Dan ketika Hu-taihiap maupun Kim-mou-eng tak kelihatan lagi bayangannya karena mereka sambar-menyambar melepas pukulan maka Bi Kong Hwesio berseru memuji merangkapkan tangannya.

"Omitohud, ini pertandingan luar biasa. Masih lebih hebat dibanding ketika Hu-taihiap menghadapi Enam Iblis Dunia!"

"Benar, dan bukit itu mulai berguguran, lo-suhu. Agaknya sebentar lagi kita semua harus meenyingkir. Kota bisa kejatuhan hujan batu!"

Benar saja, batu atau apa saja di atas bukit mulai beterbangan. Mula-mula sedikit tapi akhirnya banyak, kian lama kian banyak dan akhirnya orang pun panik. Bukit dikelilingi debu dan akhirnya orang tak dapat menyaksikan pertandingan itu lagi. Suara yang menggelegar atau ledakan yang menggetarkan bumi seakan peristiwa gempa.

Cam-kong dan kawan-kawannya sendiri di atas mulai berteriak-teriak. Mereka terhuyung dan beberapa kali harus menancapkan kaki. Tanah yang diinjak longsor dan Enam Iblis Dunia itu terbelalak. Bukit tiba-tiba bergemuruh dan meledak. Dan ketika dua pukulan beradu dan Hu Beng Kui berteriak keras maka puncak pun terbelah dan tempat itu hangus bagai disambar kekuatan cahaya yang mengandung muatan listrik berkilo-kilo ton.

“Blarr!"

Orang di dalam kota tunggang-langgang. Sekarang Ce-bu geger. Pertandingan di atas puncak itu seperti pertandingan dua raksasa yang mengamuk, atau mungkin seperti dua ekor naga sakti yang sama-sama berebut makan. Dan ketika ledakan atau suara menggelegar membuat bukit bergetar dan rontok batunya maka Cam-kong dan kawan-kawannya tak mendapat tempat untuk berpijak lagi.

"Minggir, kita menjauh...!"

Lima temannya mengangguk. Enam iblis itu pucat dan ngeri juga. Mereka, tokoh-tokoh berkepandaian tinggi masih juga digetarkan oleh pertandingan dua orang itu, Hu Beng Kui dan Kim-mou-eng yang sama-sama mempergunakan ilmu yang sama. Khi-bal-sin-kang dan juga Jing-sian-eng, digabung dengan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang. Jadi, hebatnya bukan kepalang dan tentu saja mereka ngeri.

Hu Beng Kui mencak-mencak dan menggeram seperti singa direbut makannya, melihat Kim-mou-eng memiliki Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng pula. Jadi, mereka sama-sama memiliki ilmu yang sama dan tentu saja jago pedang itu marah sekali. Tahulah jago pedang itu bahwa puterinya telah memberikan ilmunya pada Kim-mou-eng, membentak dan meledakkan pukulan bertubi-tubi tapi Pendekar Rambut Emas dapat melayani dengan baik, membuat jago pedang itu menggereng dan dia tidak perduli lagi pada perjanjian semula, melewatkan duapuluh jurus dan terjadilah pertandingan yang hebat luar biasa itu, yang tidak sanggup lagi didekati biar oleh Enam Iblis Dunia sekali pun, yang terpaksa menyingkir dan menjauh. Dan ketika pertandingan menjadi gelap karena debu serta batu-batu menutupi bukit itu maka di dalam jago pedang ini memaki-maki lawannya.

"Keparat, kau tak jujur, Kim-mou-eng. Kau mencuri Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian eng ku!"

"Hm, dan kau pun mendapatkan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang ku, Hu-taihiap. Kita tak usah tuduh-menuduh karena kaulah yang mulai lebih dulu!"

"Tapi aku mendapatkan ilmumu dengan cara-cara yang baik. Sedangkau, ah... kau tentu membujuk dan menipu puteriku. Kau merayu Swat Lian, kau curang. Keparat!" dan Hu Beng Kui yang marah-marah menerjang lawannya akhirnya membentak dan naik pitam, mengerti kenapa Kim-mou-eng berani menantangnya. Kiranya telah mendapatkan Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng, menggabung dua ilmu itu seperti dirinya. Jadi, mereka sama-sama tahu dan tentu saja imbang. Kemenangan atau kekalahan hanya akan ditentukan oleh daya tahan tubuh mereka, juga napas.

Dan karena hal ini mencemaskan Hu Beng Kui karena sebagai seorang jago tua tak mungkin dia diadu secara fisik dengan yang muda maka benar saja dua jam kemudian napas jago tua ini memburu sedang Kim-mou-eng masih tenang - tenang saja, meskipun keringat membasahi hampir sekujur tubuhnya.

"Nah, kau akan kembali roboh, Hu-taihiap. Daya tahan tubuhmu tak sekuat orang muda!"

“Jahanam!" jago pedang itu mendelik. "Aku roboh boleh roboh, Kim-mou-eng. Tapi kau harus kubunuh lebih dulu!"

"Kau tak menepati janji, ini sudah limaratus jurus!"

"Memangnya kenapa? Seribu jurus pun aku ingin mencekikmu, Kim-mou-eng. Kau jahanam keparat!" dan Hu Beng Kui yang kembali menyerang dan kini sudah di pinggang gunung meledak ledakkan pukulannya, bukit sudah hancur dan puncaknya tak dapat dipakai bertempur lagi. Masing Masing harus pandai mencari tempat berpijak dan masing-masing sambar-menyambar seperti kilatan halilintar.

Cam-kong, yang memiliki kepandaian tinggi kini merasa kabur melihat jalannya pertandingan itu. Maklum dua-duanya tidak hanya mempergunakan Jing-sian-eng melainkan juga menggabungnya dengan Cui-sian Gin-kang. Jadi kecepatan gerak mereka dua kali lipat dan tentu saja hebat bukan main, membuat kabur lima iblis yang lain dan Cam-kong serta kawan-kawannya getar. Mereka tiba-tiba merasa kecil dan khawatir melihat jalannya pertandingan itu.

Dan ketika Hu Beng Kui masih mendesak namun napas jago pedang itu memburu maka tahulah Enam Iblis Dunia ini bahwa kemenangan akan diperoleh Kim-mou-eng. Sebuah kemenangan angka kalau tinju, kemenangan yang tipis! Maka begitu saling pandang dan menyeringai tiba-tiba Cam-kong mengajak temannya untuk membantu kim-mou-eng. Dan begitu mereka berkelebat dan bergerak berbareng tiba-tiba keenam iblis itu sudah melesat dan menghantam si jago pedang, tepat ketika Hu Beng Kui ditangkis pukulannya oleh Kim-mou-eng.

“Dess!" Jago pedang itu mencelat. Bokongan di belakang punggung pada saat ia menghantam dan di tangkis Kim-mou-eng tentu saja membuat jago pedang itu kaget. Dia marah bukan main dan mengeluarkan bentakan. Demikian dahsyat bentakannya hingga orang di bawah gunung terpelanting!

Dan ketika jago pedang itu berjungkir balik dan Kim-mou-eng juga terkejut maka Cam-kong dan kawan kawannya sudah berseru bahwa mereka akan membantu Kim-mou-eng, biar jago pedang itu cepat roboh dan Kim-mou-eng tentu saja marah. Itu berarti kecurangan kalau dia menerima, ditolak tapi Cam-kong dan teman-temannya sudah menyerang. Dan ketika mereka terkekeh-kekeh dan Kim-mou-eng tertegun maka jago pedang itu kembali menerima sebuah pukulan berat dari kiri dan kanan.

"Des-dess!"

Hu Beng Kui mendelik. Dia terguncang dan nyaris terpelanting, kaget dan marah karena daya tahannya sudah jauh berkurang. Pukulan Siauwjin, yang tadi mendarat di punggungnya membuat pendekar ini terhuyung, ditambah lagi oleh hantaman Tok-ong yang tepat mengenai tengkuknya. Tak ayal Hu Beng Kui menggeram dan memaki mereka. Dan ketika jago pedang itu tergetar dan terhuyung oleh dua pukulan curang ini maka Cam-kong dan teman-temannya sudah maju kembali mengeroyok.

"Hayo, habisi jago pedang ini, Kim-mou-eng. Kubantu kau!"

Kim-mou-eng terbelalak. Tentu saja dia tak setuju dan marah melihat perbuatan Enam Iblis Dunia ini, tak bergerak dan membiarkan Hu Beng Kui menyambut enam orang itu. Dan ketika Hu-taihiap melengking dan mengibas atau menampar maka Enam Iblis Dunia itu sudah disambut pukulannya.

"Des-des-dess!"

Cam-kong dan kawan-kawannya berteriak. Ternyata meskipun tenaganya tinggal separoh saja namun jago Ce-bu itu masih hebat, dia sanggup mementalkan enam lawannya dan Cam-kong ngeri, terpental dan berjungkir balik bertemu Khi bal-sin-kang, yang sudah digabung dengan Lu-ciang-hoat. Dan ketika Hu Beng Kui membentak dan maju berkelebat melepas pukulannya maka Cam-kong jatuh bangun dan lima temannya yang lain memaki-maki.

"Keparat, bantu kami, Kim-mou-eng. Jangan bengong di situ!"

"Hm, "Pendekar Rambut Emas menjengek. "Kalau kalian ingin menghadapi Hu-taihiap silahkan maju, Cam-kong. Aku belakangan saja setelah kalian dihajar!"

"Ah, kau tak tahu budi!" nenek Naga melengking. "Kalau begitu silahkan bertanding lagi. Kim-mou-eng. Biarlah kami menonton dan mundur!" nenek itu berjungkir balik, mundur dan memberi tahu teman-temannya, yang sudah bergerak dan menjauhi pukulan Hu Beng Kui.

Dan ketika Enam Iblis Dunia itu berlindung dan tinggallah Kim-mou-eng di depan maka jago pedang ini berkelebat dan menyerang lawannya itu, ditangkis dan Hu Beng Kui terhuyung. Nyatalah jago pedang ini sudah berkurang tenaganya, melotot namun masih menyerang lagi. Dan ketika Kim-mou-eng melayani dan nenek Naga serta yang lain-lain terkekeh mendadak mereka bergerak kembali dan membokong Hu Beng Kui dengan pukulan-pukulan jarak jauh, menyibukkan pendekar itu dan terpaksa Kim-mou-eng berhenti lagi, memberi kesempatan jago pedang itu untuk menghadapi Enam iblis Dunia.

Tapi begitu dia berhenti dan Hu Beng Kui menghadapi enam lawannya ternyata Cam-kong dan kawan-kawannya ini berlindung lagi, menyembunyikan diri dan Hu-taihiap kembali menerjang. Jago pedang itu jadi naik darah dan menghantam Kim-mou-eng, karena Pendekar Rambut Emas itu masih di situ dan seolah menanti, jadi menantang dan tetap menunggu dia bergerak.

Dan begitu dia menerjang dan Kim-mou-eng menangkis maka lagi-lagi nenek Naga Bumi dan teman-temannya membokong, begitu berulang-ulang, hingga Kim-mou-eng sendiri marah. Enam manusia sesat itu betul-betul licik dan mempermainkan mereka berdua. Dan ketika Hu Beng Kui terpental dan kaget menerima tangkisan Kim-mou-eng maka jarum dan senjata-senjata halus lainnya tiba-tiba mulai beterbangan dan menyambar pendekar Ce-bu itu.

"Wut-wut-wut!"

Hu Beng Kui menyampok runtuh. Diserang secara gerilya begini tentu saja membuat jago pedang itu kalap. Hu-taihiap melengking dan menggerakkan tangannya ke enam penjuru. Dan ketika terdengar ledakan dan Cam-kong serta kawan-kawannya berjungkir balik menghindarkan diri tiba-tiba mereka menyerang Kim-mou-eng dan kali ini membantu Hu-taihiap!

"Ha-ha, kalau begitu kubantu kau, Hu-taihiap. Biar kau memperoleh kemenangan... dess!"

Kim-mou-eng terlempar, tak menyangka dibokong tapi Pendekar Rambut Emas itu dapat berjungkiri balik, membentak dan menggerakkan lengan ketika enam iblis itu mengejar lagi, menangkis. Dan karena dia masih lebih kuat dibanding Hu Beng Kui dan Cam-kong serta teman-temannya mengeluh terbanting bergulingan maka Cam-kong membalik dan menyerang Hu Beng Kui, kembali membantu Kim-mou-eng dan Hu Beng Kui marah bukan main. Akhirnya jago pedang itu menggeram dan menyambut pukulan Cam-kong, yang meledak ke arahnya. Dan ketika dia membiarkan lima yang lain khusus menerima pukulan Cam-kong. Maka Cam-kong terpekik ketika Lu-ciang-hoat dan Khi-bal-sin-kang menghantam menyambut pukulannya.

"Hei....dess!"

Pembunuh Petir itu terbanting. Cam-kong-ciang (Pukulan Membunuh Petir) yang disambut Khi-bal-sinkang digabung Lu-ciang-hoat membalik menghantam kakek iblis itu sendiri. Cam-kong tak menduga dan kontan dia menjerit, demikian hebat sampai dia muntah darah. Dan ketika iblis itu bergulingan dan mengeluh di sana maka Hu Beng Kui sendiri menerima pukulan dari lima lawannya yang lain dan tergetar serta terhuyung, terputar dua kali namun tiga dari lima iblis itu menjerit.

Pukulan mereka membalik namun untung tenaga Hu Beng Kui sudah tidak sekuat semula, mereka terlempar dan bergulingan pula, melepas sisa pukulan dengan menghantam sebuah batu besar, meledak dan hancur berkeping-keping. Dan ketika dua yang lain terbelalak dan mundur dengan gentar maka Cam-kong, yang sudah terluka, tiba-tiba terduduk dan terengah-engah, bersila.

"Aih, selamatkan dia. Bawa Cam-kong....!"

Bagai siluman tiba-tiba nenek Toa-ci menyambar temannya. Saat itu Hu Bang Kui mengamuk, menyerang siapa saja dan Kim-mou-eng kali ini menjadi sasaran. Hek-bong Siauwjin dan lain-lain mengganggu dengan cara mereka, muncul dan bersembunyi menyerang berganti-ganti, kadang Hu-taihiip kadang pula Kim-mou-eng, dengan Kim-mou-eng lebih mendapat tekanan ke timbang Hu Beng Kui.

Maklum, jago pedang itu sudah memburu napasnya dan tak sukar merobohkan jago pedang itu kalau benar-benar sudah kelelahan, berbeda dengan Kim-mou-eng yang harus diganggu dan dihabiskan dulu napasnya. Tapi ketika mereka membokong dan menyerang berganti-ganti dan ilmu bitam mulai dikeluarkan pula untuk melakukan kecurangan mendadak sesosok bayangan berkelebat dari bawah dia Swat Lian muncul, membentak lima dari Enam Iblis Dunia itu yang masih menyerang ayah maupun kekasihnya.

"Siauwjin, kau manusia rendah!"

Bentakan atau lengkingan itu sudah disusul sebuah tamparan jarak jauh. Sebuah cahaya menyilaukan menyambar setan cebol ini, menghantam dan Siauwjin terpekik. Waktu itu, dia sedang membokong Kim-mou-eng. Pendekar Rambut Emas sedang menghadapi pukulan Hu-taihiap dan dia bermaksud menunggang, menambah serangan Hu Beng Kui dengan serangannya sendiri. Maka begitu Swat Lian berkelebat dan menghantamnya dari samping tiba-tiba iblis ini membanting tubuh bergulingan dan pukulan itu menyambar bekas tempatnya berdiri.

“Dess!"

Toa-ci dan nenek Ji-moi memekik. Mereka menjadi korban dari tanah yang berhamburan, amblong disambar Khi-bal-sin-kang yang dilancarkan gadis itu. Dan ketika mereka kemasukan debu dan kaget mengucek mata mendadak tubuh mereka terlempar ditendang gadis itu, yang sudah mendekati pertempuran. Dan begitu Swat Lian berkelebatan ke iblis-iblis yang lain dan membagi-bagi tamparan atau pukulan maka berturut-turut lima iblis itu menjerit, terlempar dan terbanting dan Tok-ong menggereng bagai singa terluka. Kakek tinggi besar itu menerima tamparan dan jungkir balik, pundak kanannya hangus. Dan ketika semuanya terkejut dan marah namun gentar maka Kim-tou-eng berseru gembira melihat kedatangan gadis itu.

“Bagus, hajar mereka, Lian-moi. Bunuh dan basmi mereka!"

Panik dan terkejutlah Enam Iblis Dunia itu. Cam-kong, yang terluka tiba-tiba membuka mata. Lima temannya jatuh bangun dan Swat Lian membagi-bagi pukulan, mengejar dan berkelebatan menghajar mereka. Khi-bal-sin-kang yang dipunyai gadis itu memang tak dapat mereka lawan, betapa pun mereka menangkis atau menolak. Maklum, Khi-bal-sin-kang adalah pukulan istimewa yang akan mengembalikan pukulan mereka, betapapun ringan atau beratnya. Dan ketika lima iblis itu jungkir balik dihajar Swat Lian dan nenek Naga Bumi maupun Ji-moi melengking-lengking maka mereka berdua tiba-tiba memberi tanda untuk kabur.

"Lari....!"

Ji-moi dan nenek Naga Bumi berkelebat. Mereka turun gunung dan melarikan diri sambil memaki-maki. Toa-ci sudah menyambar Cam-kong dan melarikan diri pula, berkelebat turun gunung. Dan ketika Siauwjin atau Tok-ong juga bergerak memutar tubuh mereka maka Enam Iblis Dunia itu sudah kabur dan masing-masing melarikan diri, licik dan pengecut.

"Berhenti!" Swat Lian marah, membentak dan tentu saja mengejar. Khi-bal sin-kangnva menyambar dan Hek-bong Siauwjin jatuh terguling guling, berteriak. Tapi ketika iblis itu melompat bangun dan menyelinap dibalik sebuah batu besar maka pukulan kedua menyambar dan meledakkan batu ini.

"Dess!" Siauw-jin sudah melejit seperti monyet. Iblis cebol ini berteriak menubruk temannya, Tok-ong, kakek tinggi besar itu. Dan begitu dia melekat dan menempel di punggung Tok-ong maka Tok-ong memaki-maki dan terbang mempercepat larinya.

"Hei, turun, Siauwjin. Turun...!"

"Tidak, aku takut gadis itu, Tok-ong. Hayo kabur dan cepat bawa aku saja!"

Swat Lian marah tapi juga geli. Tok-ong turun bukit dengan kecepatan terbang, di punggungnya menempel Siauw-jin yang ketakutan. Tapi mengejar dan membentak yang lain akhirnya Swat Lian berkelebat dan melepas pukulannya pada nenek Naga atau Ji-moi, membuat dua nenek itu terguling namun mereka bangkit lagi, memaki-maki, melanjutkan larinya. Dan ketika dia terus mengejar dan Enam Iblis itu berseru panjang mendadak mereka berpencar dan melarikan diri ke enam jurusan.

"Jangan menyatu. Pencar...!"

Swat Lian mendongkol. Dengan licik keenam lawannya berpisah, masing-masing melarikan diri ke tempat yang aman dan gadis itu harus memilih. Terpaksa dia mengejar yang terdekat dan ke situlah gadis itu memburu. Dan sementara Swat Lian mengejar Enam Iblis Dunia dan Ji-moi serta lain-lain jatuh bangun dihajar pukulannya maka di bukit masih terjadi pertarungan seru antara Hu Beng Kui dengan Kim-mou-eng.

"Nah, sekarang kita tak diganggu lagi, Kim-mou-eng. Kau atau aku yang roboh!"

Kim-mou-eng terkejut. Sebenarnya, dia tak bermaksud untuk bertanding mati hidup. Adalah Hu taihiap yang mengajak pertandingan itu sampai seorang di antaranya roboh, penasaran dan ingkar janji. Tapi karena jago pedang itu masih berbahaya dan pukulan dahsyat menyambarnya tiba terpaksa Pendekar Rambut Emas ini menangkis dan menerima pukulan itu,

"Blarr!" Bukit kembali seakan diguncang gempa. Hu Beng Kui, yang menggabung Khi-bal sin-kangnya dengan Lu-ciang-hoat disambut dengan cara yang sama oleh Kim-mou-eng. Jago pedang itu terdorong sementara Kim-mou-eng terhuyung. Nyatalah, Hu-taihiap berkurang tenaganya dan jago tua itu mendelik. Dan ketika dia membentak dan menggeram lagi maka pukulan atau dorongan jarak jauh menyambar kembali, ditangkis dan lagi-lagi jago tua itu terdorong.

Sekarang kian panjang langkah kaki pendekar ini, mula-mula terdorong setindak tapi akhirnya dua tindak. Kim mou-eng tetap terhuyung namun Pendekar Rambut Emas itu tak sampai terdorong, seperti lawannya. Dan ketika Hu-taihiap melengking dan mencabut pedangnya, senjata yang selama ini jarang digunakan tiba-tiba senjata itu sudah beterbangan menyambar-nyambar dikendalikan Khi-bal sinkang dan tenaga Lu ciang-hoat.

"Trik-trangg!"

Bunga api berpijar di tengah-tengah gelapnya debu yang pekat. Kim-mou-eng terpaksa mencabut pit-nya pula dan dengan kekuatan Khi bal-sin-kang dan Lu-ciang-hoat dia "menerbangkan" senjatanya itu, mengendalikannya dari jauh, sama seperti Hu Beng Kui yang juga mengendalikan pedangnya dengan tenaga sinkang (tenaga sakti). Dan ketika dua senjata sambar-menyambar dan orang di bawah mendengar benturan-benturan nyaring ini maka pit dan pedang akhirnya patah.

"Cringg!"

Suara itu disusul muncratnya bunga api yang besar. Orang melihat cahaya menyilaukan dan ledakan di sana, mereka tak melihat betapa kali ini Hu Bang Kui terpelanting. Jago tua itu, yang sudah kian berkurang dan menyusut tenaganya mendadak mengerahkan segenap kekuatan, melontar pedang dengan bentakan mengguntur. Tapi ketika Kim-mou-eng menangkis dan mengerahkan tenaganya pula maka pit menyambar dan akhirnya patah bersama pedang, hancur dan bukit digetarkan teriakan Hu Beng Kui itu.

Bi Kong Hwesio dan teman-temannya di bawah tiba-tiba roboh, mereka terjengkang dan tergetar oleh suara sakti Hu-taihiap. Dan ketika mereka mendengar geraman jago pedang itu dan kilat serta api kembali menyambar-nyambar di balik pertandingan dahsyat itu maka Hu Beng Kui benar benar ingin bertempur sampai titik keringat terakhir.

“Hayo, robohkan aku, Kim-mou-eng. Hayo coba robohkan...!"