Sepasang Cermin Naga Jilid 09 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Sepasang Cermin Naga
Jilid 09
Karya Batara


Cerita Silat Mandarin Karya Batara
TIGA orang itu terpental. Hu Beng Kui dapat mementalkan lawannya meskipun ia juga terdorong, nenek Naga Bumi mengeluh dan berkejap. Ia sungguh kaget oleh ketangguhan lawan yang luar biasa. Tapi karena Hek-bong Siauwjin membantunya dan ia penasaran oleh kehebatan lawan maka nenek ini melengking dan menyerang lagi, menusuk dan menampar sementara Hek-bong Siauwjin di bawah sana mencengkeram, iblis ini melejit dan kembali hendak mencomot selangkangan Hu Beng Kui. Rupanya kesukaan iblis ini memang di daerah itu.

Tapi ketika Hu Beng Kui menangkis dan menggeram marah maka keduanya kembali terpelanting, pukulan membalik dan Hu Beng Kui mengandalkan Khi-bal Sin-kangnya itu. Pendekar ini akhirnya membentak dan berkelebat. Dan ketika Hek-bong Siauwjin mencabut sabitnya dan berseru agar nenek Naga Bumi juga mencabut senjatanya maka Hu Beng Kui berseru keras mencabut pedangnya pula, berkeredep dan menangkis dan tiga senjata tajam bertemu di udara, memuncratkan bunga api dan nenek iblis serta Hek-bong Siauwjin terhuyung.

Untuk kesekian kalinya pula mereka ditahan si jago pedang, bukan main hebatnya si pendekar buntung itu. Tapi karena mereka marah dan nenek Naga Bumi kian penasaran tiba-tiba nenek ini memekik panjang dan senjatanya yang aneh, benang dan jarum emas menyambar bertubi-tubi ke seluruh tubuh Hu Beng Kui.

"Cring-crangg!" Terjadilah pertandingan seru itu. Untuk ke dua kali si jago pedang ini menghadapi lawannya, malah bertambah seorang. Pedang bergerak dan ke mana pun lawan menyambar di situ pasti dihadang senjatanya, sabit dan benang atau jarum emas selalu terpental. Dan ketika Hu Beng kui berseru keras dan membalas dengan Giam-lo Kiam-sutnya atau llmu Pedang Maut yang kini diisi tenaga sakti Khi-bal-sin-kang maka tak lama kemudian pedangnya lenyap dan selalu mendahului gerakan lawan, menyontek dan menusuk dan kini kemahiran bermain senjata ditunjukkan si jago pedang ini. Hu Beng Kui berkelebat dan lenyap dalam Bayangan Seribu Dewanya (Jing-sian-eng). Dan ketika lawan terkejut dan terdesak maka jeritan pertama terdengar dari mulut nenek Naga Bumi ketika pundaknya terkena.

"Crat!" Nenek ini sompal pundaknya. Daging pundaknya terkuak, kekebalannya tak dapat mengatasi ketajaman pedang di tangan lawan, atau, lebih tepat nenek Naga Bumi tak mampu menerima kehebatan Khi-bal sin-kang yang dipakai pendekar itu lewat pedangnya. Pedang di tangan pendekar ini telah penuh tenaga sakti dan tak mungkin nenek itu kuat. Dewi Naga Bumi memekik dan marah tapi juga gentar. Dan ketika Hu Beng Kui kembali membuat gerak memutar dan sabit di tangan Hek-bong Siauwjin ditangkisnya menyilang maka pedang meluncur cepat menyambar pelipis si setan cebol ini.

"Crat!" Pipi si cebolpun menjadi korban. Hek-bong Siauwjin menjerit memekik tinggi, tadi sudah mengelak tapi kalah cepat. Gerak pedang di tangan lawan terlampau luar biasa, Hu Beng Kui betul-betul seorang ahli pedang tingkat atas. Dan ketika dua orang itu terdesak mundur dan nenek Naga Bumi kewalahan menahan gerakan pedang maka benang dan jarumnya putus dibabat pedang.

"Cring-trang!" Kagetlah nenek ini. Apa yang dipertunjukkan lawannya itu betul-betul luar biasa, dia selalu kalah melawan tenaga yang dahsyat. Dan ketika Hek-bong Siauwjin juga terbabat ujung sabitnya dan berteriak gentar tiba-tiba si setan cebol itu berjungkir balik dan melarikan diri.

"Nenek siluman, tobat. Jago pedang ini benar-benar bukan tandingan kita!"

"Aih!" si nenek tersentak. "Kau merat, Siauwjin? Kau meninggalkan aku? Keparat, kalau begitu biar lain kali kita bertemu lagi, Hu Bang Kui. Kau memang hebat dan biar ku akui kepandaianmu!" nenek Naga Bumi berjungkir balik, melepas sisa jarumnya dan senjata berbahaya ini menyambar mata Hu Beng Kui.

Si jago pedang menangkis dan jarum yang sudah putus itu menjadi putus lagi, runtuh dan lawan pun melarikan diri di sana. Dan ketika nenek iblis itu menghilang dan Hek-bong Siauwjin juga lenyap mendahului temannya maka Hu Béng Kui mengusap keringat tertawa bergelak. "Ha ha, sekarang kau tahu kelihaianku, nenek siluman. Tapi, eh... serahkan dulu muridku!"

Hu Beng Kui teringat, berkelebat dan mengejar namun lawan meledakkan semacam granat, kabur dan memaki-maki pendekar itu. Dan ketika Hu Beng Kui tertegun dan terhalang pandangannya tiba-tiba ia teringat puterinya dan kembali berkelebat ke tempat semula, khawatir meninggalkan puterinya itu karena musuh bisa berbuat curang. Janga- jangan ada iblis yang lain lagi yang mengganggu puterinya. Tapi melihat Swat Lian bersamadhi di atas pohon dalam keadaan tak sadar tiba-tiba pendekar ini lega dan melayang ke atas, mengetuk belakang kepala puterinya.

“Lian-ji, bangun....!"

Swat Lian sadar. Dia disambar dan diturunkan ayahnya, membuka mata dan kaget tapi kagum. Dan ketika dia tak melihat lagi di mana lawan ayahnya itu maka ayahnya tertawa berkata bahwa lawan sudah melarikan diri.

"Nenek siluman itu gentar. Dia ketakutan atas kesaktianku!"

“Hm, dan ayah tak merampas Hauw Kam suheng?" gadis ini teringat. "Mana dia, yah? Kenapa tak ada?"

Sang ayah mendongkol. "Nenek itu melempar granat, Lian-ji. Aku terhalang dan tak mampu mengejarnya. Biarlah nanti kita kejar lagi dan kurampas Hauw Kam-suhengmu itu!"

Swat Lian tak puas. "Ayah membiarkannya lari? Kenapa tidak terus mengejarnya sampai dapat?"

"Eh, kau anak siluman macam apa? Aku terpaksa kembali karena teringat kau, bocah. Kalau tak ada kau di sini tentu kukejar dan kuteruskan niatku. Tadi Hek-bong Siauwjin juga muncul, aku khawatir setan yang lain datang dan mengganggu dirimu!"

"Hek-bong Siauwjin?"

"Ya, dia ternyata menemani nenek itu. Mereka berdua mengeroyokku tapi dapat ku usir pergi.”

"Hm, kau hebat, yah. Kepandaianmu sekarang benar-benar tinggi sekali. Dengan begini kau dapat mejagoi dunia!"

"Ha-ha, menjagoi apa? Jangan melantur, anak setan. Hayo kita cari mereka itu dan juga Kim-mou-eng!"

Hu Beng Kui bekelebat, menyambar puterinya dan Swat Lian terkejut. Kata-kata ayahnya mengandung ancaman yang membuat Swat Lian ngeri. Maka membetot dan menarik lepas dirinya tiba-tiba gadis ini berhenti. "Yah, nanti dulu. Apa maksudmu mencari Kim-mou-eng?"

"Eh, kenapa tanya? Bukankah untuk membalas kekalahanku dulu?" sang ayah berhenti pula terbelalak. "Dan aku ingin merobohkan Pendekar Rambut Emas itu, Swat Lian. Ingin kulihat berapa jurus sekarang dia dapat bertahan, ha ha!"

"Hm, kalau begini tak adil. Ayah sekarang sudah memiliki kepandaian begitu tinggi, Kim-mou-eng tentu tak dapat melawanmu."

"Biarlah, itu yang ingin ku tunjukkan kepadanya, Lian-ji. Aku ingin agar dia tahu bahwa Hu Beng Kui sekarang bukan Hu Beng Kui yang dulu!"

"Tidak, biar aku yang menghadapinya, yah. Kau tak usah maju dan biar aku yang membalas kekalahanmu."

"Aku masih ragu...."

"Memangnya kenapa? Membalas kekalahan harus dilakukan dengan jujur, ayah. Kalau kau mempergunakan ilmu-ilmu yang bukan milikmu sendiri maka hal ini kurang sportif. Tidak, biar aku yang mau dan kau tinggal menonton!" lalu tak mau ayahnya membantah gadis ini berkelebat dan mengajak ayahnya pergi, tentu saja tak mau ayahnya itu mengalahkan Kim-mou-eng, dengan ilmu yang bukan miliknya sendiri.

Dan begitu gadis ini memotong ayahnya dan tak mau berbantah lagi maka Hu Beng Kui pun terkejut tapi tertawa bergelak, mengejar dan akhirnya ganti menyambar puterinya ini. Jago pedang itu tahu apa yang terjadi di dalam pikiran anak perempuannya ini, maka begitu membetot dan menarik tangan puterinya jago tua ini pun mengerahkan ke saktiannya membawa anaknya terbang. "Baik, boleh, anak manis. Begitu juga sama dan biar kulihat kepandaianmu sekarang menghadapi Kim-mou-eng!"

Hu Beng Kui tak bicara lagi. Dia sudah membawa puterinya terbang seperti setan, berkelebat dan lenyap di antara pohon-pohon besar. Dan ketika dua orang ini tak diketahui lagi ke mana perginya maka bekas pertempuran itu pun sunyi kembali dan tak meninggalkan sesuatu yang istimewa.

* * * * * * * *

Dua bulan setelah kejadian di Bukit Malaikat. Hari itu dunia kangouw geger. Bukan oleh berita Cermin Naga melainkan oleh ulah enam tokoh iblis yang selama delapan minggu ini mengamuk, Khong-tong, Hong-san dan partai-partai lain gempar. Ketua-ketua mereka diculik dan dibawa enam tokoh iblis dunia itu, yang tentu saja memiliki kesaktian tinggi dan hanya Sian-su sajalah yang mampu menundukkan mereka. Dan ketika satu demi satu semua ketua-ketua partai itu diculik dan dibawa dari partainya maka Khong-tong. Hong-san dan lain-lain bersatu.

Kejadian berawal dari kemarahan enam iblis dunia itu. Seperti diketahui, mereka gagal mendapatkan Cermin Naga. Barang yang dilontar Bu-beng Sian-su ke angkasa dan akhirnya jatuh di utara dan selatan itu tak mereka temui. Cam-kong dan kawan-kawannya marah. Mereka lalu menumpahkan kemarahan pada ketua-ketua partai yang dulu melihat pertandingan mereka di Bukit Malaikat, menyaksikan kekalahan mereka pula dari si kakek dewa Bu beng Sian-su. Dan karena Cermin Naga tak mereka temukan dan enam orang itu gusar maka mereka mendatangi ketua ketua pantai ini dan menangkapnya.

Mula-mula yang "diciduk" adalah ketua Hong-san, Yang Te Cinjin. Sebagaimana diketahui tosu ini dulu melihat pertandingan di Bukit Malaikat, bersama teman-temannya Ciu Sek Tosu dan Bi Kong Hwesio, bersama Pendekar Rambut Emas dan Swat Lian, puteri si jago pedang Hu-taihiap itu. Dan karena tosu ini menonton dan menyaksikan kekalahan enam iblis dunia maka Tok-ong, iblis pemakan hati dan jantung itu mendapat tugas menghajar ketua Hong-san ini.

“Kau bekas tosu bau itu, aku yang lain!" Cam-kong memberi perintah, mengambil kesepakatan bersama yang lain bahwa masing-masing membekuk dan menculik ketua-ketua partai yang dulu menonton kekalahan mereka. Di samping melampiaskan kemarahan juga bermaksud untuk menghajar orang-orang ini, yang berani melihat mereka terjungkal menghadapi Bu-beng Sian-su. Dan ketika hari itu Tok-ong ke Hong-san dan di sana iblis berpakaian hitam hitam ini mencari Yang Te Cinjin maka geger dan gemparlah partai persilatan itu.

"Aku mencari ketua kalian. Suruh dia keluar!"

Para murid jatuh bangun. Tok-ong mengebut dan membuat anak murid Hong-san tunggang langgang, tentu saja bukan lawannya dan iblis tinggi besar ini mendaki puncak. Dengan kemarahan dan rasa geram dia memanggil-manggil Yang Te Cinjin. Dan ketika Yang Te Cinjin diberi tahu dan pucat mendengar kedatangan iblis itu maka Tok-ong tahu-tahu sudah berada di depannya, berkelebat seperti siluman.

"Hei, kau ikut aku, tosu bau. Ayo berangkat dan ke sinilah!" Tok-ong menyambar, dikelit tapi jari kakek iblis itu menjulur maju. Ke mana pun Yang Te Cinjin mengelak ke situ pula jari kakek ini membayangi. Dan karena Yang Te Cin jin pucat dan gentar akhirnya tosu ini berteriak dan mencabut pedangnya.

"Trang-trangg!"

Kuku jari Tok-ong yang dibabat mengeluar kan suara nyaring. Yang Te Cinjin terkejut dan kaget, Tok-ong mendengus dan kakek ini menggeram, terpaksa ketua Hong-san itu membentak berjungkir balik, menjauhkan diri. Dan ketika Tok-ong menjadi tak sabar dan ingin membunuh tiba-tiba wakil ketua dan murid-murid kepala Hongsàn-pai menyerang menolong pemimpinnya.

"Tok-ong, kau iblis keparat.... sing-crat!" pedang wakil ketua membacok pinggang, membalik dan sute Yang Te Cinjin terpekik. Dia yang menyerang malah berbalik terluka, pedangnya tadi mengenai telinga dan putuslah telinga tosu ini. sang tosu menjerit dan anak murid yang lain kaget. Tujuh di antaranya yang menyerang sudah mengalami nasib sama seperti wakil ketua Hong-san itu, senjata membalik dan makan tuan, ada yang terkerat telinganya dan ada pula yang terkerat hidungnya. Tok-ong memang bukan lawan orang-orang ini. Dan ketika semuanya tunggang-langgang dan kaget dengan luka-luka maka Yang Te Cinjin yang pucat dan gentar menghadapi Tok-ong tiba-tiba melarikan diri.

"Hei, ke mana kau?" Tok-ong menjadi marah, mengobrak-abrik tempat itu dan akhirnya gegerlah Hong-san. Tok-ong tak boleh membunuh karena mereka karena sudah bersepakat untuk menangkap tawanan hidup-hidup, mereka sebenarnya hendak menukarkan" tawanan itu kepada Sian-su, penukar Cermin Naga yang mereka cari-cari.

Dan ketika Yang Te Cinjin menghilang dan Tok-ong mengobrak-abrik maka kakek iblis ini memporak-porandakan partai Hong-san, mencari dan akhirnya mendapatkan ketua Hong-san itu. Kiranya di dalam takut dan jerihnya tosu ini sampai melupakan derajat, dia tak ingat ke dudukannya sebagai ketua partai. Dan ketika tempat persembunyiannya ketemu dan Tok-ong hampir menangkapnya mendadak tosu ini berkelebat dan lari turun gunung, kelabakan.

"Tok-ong, kau iblis keparat. Apa kesalahan pinto kepadamu? Ada dosa pinto?"

“Hem, dosa mu adalah karena kau menyaksikan pertandingan di Bukit Malaikat, tosu. Kau menjadi saksi atas kekalahan kami di tangan Bu-beng Sian-su!"

"Ah, itu pinto tak sengaja. Dan lagi bukan hanya pinto sendiri yang menonton!"

"Benar, dan teman-temanku yang lain juga akan menangkapi teman-temanmu itu, tosu bau. Sekarang menyerah dan ke marilah....wut!" lengan Tok-ong terulur, memanjang dan tahu-tahu Yang Te Cinjin terpekik. Dia yang berlari turun gunung tiba-tiba berhenti, tubuhnya terangkat dan tertangkaplah tosu itu. Yang Te Cinjin menjerit-jerit. Dan ketika ia meronta namun lehernya dicengkeram tiba-tiba tosu ini dibanting dan diinjak.

“Ngek!" ketua Hong-san itu mengeluh. Tok-ong memang hebat, terlampau hebat. Kakek ini bukan tandingannya, karena dia adalah tandingan kakek-kakek gurunya yang telah meninggal. Tok-ong adalah tokoh yang usianya sudah dua ratusan tahun, dia termasuk bayi di tangan kakek ini. Dan ketika Yang Te Cinjin mengeluh dan dibanting keras maka Tok-ong melempar sebuah tali dan tergubat tubuh ketua Hong-san itu seperti babi dijirat, dibelit-belit dan akhirnya tosu ketua Hong-san ini diseret sepanjang jalan.

Tok-ong menarik dan menghela tubuh korbannya itu seperti anjing, tentu saja sang ketua Hong-san berteriak-teriak sepanjang jalan. Tapi ketika Tok-ong mendupak mulutnya dan menotok jalan darah di bawah rahang akhirnya Yang Te Cinjin tak dapat berkeok-kaok dan menderita sepanjang jalan seperti anak kecil di tangan Tok-ong yang sakti.

Begitulah, dan bagaimana dengan yang lain? Sama saja, Ciu Sek, ketua Liong-san-pang juga tidak dibiarkan selamat. Sahabat Yang Te Cinjin ini pun didatangi pemburunya, kebetulan Cam-kong sendiri datang dan mengobrak-abrik markas Liong-san-pang itu. Dan ketika Ciu Sek melawan namun jelas bukan tandingan Pembunuh Petir ini maka ketua Liong-san itu pun diculik dan dibawa. Dan berturut-turut yang lain juga mengalami nasib serupa.

Bi Kong Hwesio, ketua Siu-lim juga menjadi korban. Yang menangkap adalah Hek-bong Siauwjin, kakek cebol yang amat sakti itu, yang memang bukan tandingan hwesio ini. Dan ketika ketua-ketua yang lain juga didatangi dan dibawa pergi iblis dunia yang lain maka hari itu, dua bulan setelah kejadian di Bukit Malaikat anak-anak murid dari partai-partai yang kehilangan ketuanya berkumpul.

Mereka meminta tolong sana sini, gagal dan tak berhasil. Kesaktian dan kehebatan Cam-kong dan kawan kawannya itu memang tak ada yang menandingi, kecuali Sian-su. Tapi karena Bu-beng Sian-su tokoh misterius yang tak gampang dicari dan kakek dewa itu datang dan pergi seperti siluman maka Yang Ci Tosu, wakil Hong-san yang terkerat telinganya itu putus asa.

"Kalau begini habislah nasib kita. Tak ada seorang pun di antara kita yang dapat menandingi enam iblis dunia itu. Lalu apalagi yang di harap? Saudara-saudara, kita sebaiknya pulang dan kembali. Atau kita tak berkecimpung lagi di dunia kangouw dan kita menjadi orang biasa!"

"Benar," Bi Lung Hwesio, sute Bi Kong, mengangguk. "Pinceng juga tak tahu harus melakukan apa, Yang Ci totiang. Kalau kita semua tak ada yang mampu menghadapi enam iblis itu biarlah pinceng bubarkan Siu-lim dan hidup sebagai orang awam."

"Nanti dulu," seseorang melompat. "Bagaimana kalau kita ke Bukit Malaikat? Bukankah kita dapat melaporkan pada Sian-su?"

"Hem, Bu-beng Sian-su tak selamanya di Bukit Malaikat, Cia Kak totiang. Manusia dewa itu tak dapat diraba di mana beradanya. Pinceng sudah ke sana dan gagal, kalau totiang ingin ke sana silahkan, tapi pinceng sudah dua kali ke situ."

"Bagaimana dengan Kim-mou-eng?"

Bi Lung Hwesio tertegun.

"Kim-mou-eng adalah muridnya, Bi Lung lo-suhu. Kalau kita tak dapat menemukan Sian-su barangkali lewat Pendekar Rambut Emas ini kita dapat minta bantuan!"

"Hm, pinceng tak tahu di mana beradanya Kim-mou-eng pula. Siapa di antara saudara-saudara yang tahu?"

"Kita dapat mencari, kita menyebar!"

"Dan sementara itu ketua kita, Hm..." Bi Lung menggeleng. "Tidak, percuma saja, totiang. Kalau pun ketemu barangkali ketua kita sudah tewas di tangan iblis-iblis jahat itu!"

"Tapi mereka tak dibunuh, mereka hanya diculik. Kenapa putus asa dan patah semangat, Bi Lung lo-suhu? Kalau pinto ketemu Kim-mou-eng tentu pinto akan coba meminta bantuannya dan barangkali dia dapat menghadapi enam iblis dunia itu!"

Keadaan tiba-tiba ribut. Kim-mou-eng, nama yang dijagokan mendadak mencuat, semua orang sudah tahu kelihaian Pendekar Rambut Emas itu dan menjadi lebih dapat diandalkan lagi karena Kim-mou-eng adalah murid Sian-su, kakek dewa itu. Dan ketika semua membicarakan nama ini dan menyebut-nyebut Kim-mou-eng dengan hangat mendadak bayangan berambut keemasan muncul dan berkelebat, datang.

"Saudara-saudara, aku tak sanggup. Terus terang hanya guruku yang mampu menghadapi dan menundukkan enam iblis dunia itu. Biarlah aku yang mencarinya dan memberitahukan semua ini!“

Kim-mou-eng muncul, mengejutkan semua orang tapi semua tiba-tiba menjadi gembira. Tapi mendengar kata-kata terakhir itu dan Kim-mou-eng tampak kuyu maka orang pun tertegun dan kaget.

"Maaf, tidakkah kalian dengar musibah yang menimpaku? Isteriku terbunuh, cuwi enghiong (orang-orang gagah). Dan anakku pun diculik di mana sampai sekarang aku belum dapat mengambilnya. Aku bukan tandingan mereka!"

Orang-orang tertegun. "Kim-taihiap," Ciu Kak Tosu maju selangkah, tiba-tiba berkata. "Maaf kami lupa. Kalau begitu kau carilah gurumu. Tolong bantu kami dan laporkan bahwa ketua kami diculik dan dibawa enam iblis dunia itu. Kalau Sian-su tak menolong lalu siapa lagı?"

"Aku akan mencari suhu," Kim-mou-eng mengangguk. "Tapi juga tak dapat ku janjikan segera ketemu, Ciu Kak totiang. Kedatangan dan kepergian suhu tak seorang pun mengetahuinya, termasuk aku."

"Bagaimana kalau terlambat?"

"inilah, aku juga bingung!"

"Hmm," seseorang tiba-tiba maju. "Bagaimana kalau kita mencari orang pandai dengan jalan pibu? Sementara Kim-taihiap mencari gurunya biarlah kita berusaha juga dengan mencari seorang jago, Ciu Kak toheng. Dan kalau perlu mengangkat orang pandai ini sebagai bengcu (pemimpin dunia persilatan)!"

Semua orang tertegun. Yang bicara itu adalah Swan Hong Tojin, adik atau sute Swan Cong Tojin, wakil ketua Kun-lun. Swan Cong Tojin juga diciduk dan dibawa enam iblis dunia itu, ketua Kun - lun ini tak berdaya dan kini Swan Hong datang berkumpul bersama wakil-wakil ke ketua partai yang lain, Yang Ci Tosu dan Ciu Kak Tosu itu serta yang lain lain. Dan ketika semua orang memandangnya dan ada yang terkejut mengerutkan kening maka tosu ini, Wakil Ketua Kun-lun bicara lagi.

"Saudara saudara, bantuan yang kita mintakan pada Kim-taihiap sebaiknya jangan terlalu di gantungkan. Kita juga harus berusaha sendiri, apalagi Kim-taihiap telah memberi tahu kita bahwa gurunya itu sukar dicari dan ia pun tak menjanjikan pasti ketemu. Dan karena semuanya ini belum pasti padahal kita harus secepatnya menolong ketua ketua kita maka sebaiknya kita mengadakan pibu dan mencari seorang bengcu. Siapa dapat menolong ketua kita itu maka dialah bengcu dan pemimpin dunia! Siapa setuju?"

Orang orang tiba-tiba mengangguk. Mereka setuju dan tentu saja girang, ini jalan paling bagus disamping mengharap bantuan Sian-su, betapapun kakek dewa itu jelas-jelas telah dapat mengalahkan enam iblis dunia. Tapi mengerutkan kening bertanya perlahan tiba-tiba Bi Lung, wakil Siu-lim bertanya,

"Nanti dulu, apakah mecari bengcu dengan jalan pibu tidak terlalu lama, Swan Hong totiang? Bagaimana kalau disebarkan berita saja bahwa siapa dapat membebaskan ketua kita maka dialah bengcu yang langsung kita angkat? Mencari dan mengumpulkan orang orang gagah lalu mengadakan pibu terlalu lama, totiang. Sebaiknya pinceng usulkan dibuat semacam sayembara saja siapa dapat membebaskan ketua ketua kita maka dialah bengcu sekaligus raja persilatan!"

"Benar," Yang Ci tiba-tiba mengangguk. Pinto setuju dengan kata kata Bi Lung lo-suhu, Swan Hong toheng. Toh pertandingan menghadapi enam iblis dunia itu juga sudah merupakan pibu yang jauh lebih dahsyat dan menegangkan dari pada biasanya!"

Yang lain lain tiba-tiba setuju. Semua orang ribut mengangkat tangan, apa yang telah diusulkan Swan Hong Tojin malah disempurnakan oleh Bi Lung Hwesio, semua sependapat dan sepikiran. Dan ketika semuanya ribut menyetujui kata-kata Bi Lung dan Yang Ci maka Swan Hong Tojin mengangguk dengan mata bersinar-sinar.

"Betul, pinto sependapat, toheng. Dan sekarang juga rupanya kita dapat menyebarkan berita ini."

"Tapi adakah kira-kira yang dapat melakukan itu?” sepotong pertanyaan sinis tiba-tiba mengecilkan semangat. "Pinceng tidak menciutkan harapan, saudara-saudara. Tapi melihat betapa susahnya kita mencari orang lihai barangkali maksud ini pun kandas di tengah jalan!"

Semua tertegun. Kwi Bi Hosiang, wakil ketua Go-bong-pai telah bicara. Semua jadi teringat betapa susahnya mencari bantuan. Kata-kata ini pun ada benarnya. Tapi Swan Hong Toijin yang tak mau patah semangat dan dikecilkan oleh tanggapan itu tiba-tiba mengangkat kepala.

"Kwi Bi losuhu, kalau kita selama ini gagal mendapatkan bantuan barangkali adalah kekurang-sungguhan kita. Betapapun, dunia kangouw banyak menyimpan orang orang pandai yang acap kali mengasingkan diri. Siapa tahu di antara mereka itu ada yang mendengar dan mau keluar? Pinto optimis mendapatkan orang yang dicari, lo-suhu. Dan pinto percaya di dunia ini pasti ada kekuatan lain yang dapat mengimbangi kekuatan hitam!"

"Maaf, pinceng bukan mengecilkan semua maksud ini. Hanya pinceng ragu dan putus asa setelah kita semua berhenti di sini...."

"Kita tidak berhenti di sini, lo-suhu. Justru kita sedang maju untuk mencari cara bagaimana kita menyelamatkan ketua kita. Dan cara itu adalah mengangkat bengcu ini. Meminta bantuan seseorang dengan menjanjikan imbalan yang pantas tentu lebih berhasil daripada meminta bantuan tanpa memberi apa-apa!"

"Maksud totiang?"

"Pengakuan dan pengangkatan sebagai bengcu itu adalah imbalan yang ingin kita berikan kepada penolong kita, lo-suhu. Dan ini agaknya pantas karena yang dihadapi itu adalah enam iblis dunia!"

"Hm, terserahlah. Pinceng putus asa dan mudah-mudahan berhasil."

Kwi Bi Hosiang mengebutkan lengan, mundur dan tetap muram menyimpan kepesimisan. Memang itu dirasa tak mungkin dan amat sulit. Bu-beng Sian-su lah yang dapat diandalkan, hanya kakek dewa itu satu-satunya yang dapat menolong. Tapi ketika orang orang mulai terpecah dan ada yang terpengaruh oleh tuturan hwesio ini mendadak di tempat itu muncul seseorang yang datang seperti iblis, tahu tahu telah berada di tengah tengah mereka, tanpa diketahui kapan datangnya.

"Ha ha, apa ini? Siapa yang ribut-ribut membicarakan bengcu? Bagaimana kalau aku yang menyelamatkan ketua kalian?"

“Hu-taihiap...!!" orang-orang terkejut, melihat dan mengenal pendekar buntung itu dan Kim-mou-eng mendahului mengeluarkan seruan ini. Memang Pendekar Rambut Emas itulah yang mula-mula mengenal dan melihat si jago pedang ini. Dan ketika yang lain tersentak dan mundur memandang pendekar dari Ce-bu itu maka Hu Beng Kui, jago tua ini tertawa.

“Kim-mou-eng. kebetulan kita bertemu di sini. Kita dapat melanjutkan persoalan dulu dan kesempatan bagiku membalas kekalahan....!" namun sebelum Hu Beng Kui berkelebat menyerang lawannya tiba-tiba berkelebat bayangan seseorang dan Swat Lian meneriaki ayahnya, kiranya tadi ketinggalan dan jauh di belakang ayahnya,

"Ayah, tahan. Jangan menyerang!" dan Swat Lian yang turun dan berkelebat di depan ayahnya akhirnya bersinar -sinar memandang Kim-mou-eng, beradu pandangan. "Kim-twako, pergilah. Ayah sekarang hebat bukan main dan kau bukan tandingannya!"

Kim-mou-eng terkejut.

"Eh!" Hu Beng Kui menyela. “Kau omong apa, Lian-ji? Bukankah kau mau membalas kekalahanku dulu?"

"Tidak," Swat Lian terisak. "Kim-twako lagi sedih, ayah. Dia kehilangan isteri dan anaknya. Biarlah lain kali kita teruskan niat itu dan kita tunda urusan kita dengannya, dan memandang pendekar itu mengangkat lengan Swat Lian berkata, "Twako, maaf. Aku tak ingin kau di sini dan membangkitkan penasaran ayah. Kau pergilah dan jangan ladeni sikap ayahku!"

“Hm....!" Kim-mou-eng tak senang, merah mukanya. "Apa arti semuanya ini, Swat Lian? Memangnya ada apa dengan ayahmu itu?"

"Ayah sekarang hebat bukan main, twako. Kau bukan tandingannya dan lekaslah menyingkir. Aku tak mau dia menghajarmu!"

Kim-mou-eng terkejut, tentu saja tak tahu perobahan besar-besaran yang terjadi pada diri si jago pedang ini. Tak tahu bahwa Hu Beng Kui telah mendapatkan Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kang dari Cermin Naga, bahwa cermin itu jatuh di tangan pendekar ini sementara yang lain jatuh di tangan Kwee Han, sahabatnya. Dan ketika Swat Lian tampak begitu khawatir dan cemas memandangnya tiba-tiba Pendekar Rambut Emas menjadi marah dan tersinggung.

“Lianzmoi, aku tak merasa mengikat permusuhan dengan ayahmu. Kalau urusan Pedang Tiga Dimensi dulu membuat ayahmu penasaran dan ingin main-main tentu saja aku melayani. Aku bukan penakut, dan aku juga bukan pengecut!"

“Ha ha!" Hu Beng Kui tertawa bergelak. Kau gagah, Kim-mou-eng. Jantan dan mengagumkan. Marilah, aku memang penasaran dan ingin melanjutkan urusan dulu denganmu. Aku ingin menebus kekalahanku, disaksikan orang banyak!"

"Mm, siapa takut?" Pendekar Rambut Emas mengedikkan kepala. "Aku siap menerima tantangmu, Hu-taihiap. Dan aku tak mungkin lari kalau kau ingin bertanding."

"Tidak, jangan...!" Swat Lian meloncat, berdiri di tengah-tengah dua orang itu. "Kau tak akan menang, twako. Ayah sekarang hebat dan...."

"Wuutt!" Hu Beng Kui menyambar puterinya, tertawa bergelak. "Kau tak usah menakut-nakuti Kim-mou-eng, Lian-ji. Justeru semakin kau menakut-nakuti dia Kim-mou-eng akan penasaran. Minggirlah kalau kau tak mau membantu ayahmu, ha-ha!" dan Hu-taihiap yang melempar puterinya jauh dari tempat itu tiba-tiba membuat Swat Lian berjungkir balik dan membentak mencabut pedang, indah dan luar biasa dan tahu tahu ia telah kembali ke tempat ayahnya tadi, berputar dan melayang turun dengan muka kemerah merahan. Dan ketika sang ayah terkejut dan Kim-mou-eng juga tertegun maka gadis ini berseru, menggerakkan pedangnya itu,

"Ayah, minggir. Kalau begitu biar aku yang maju dan biar Kim-twako melihat kemajuan ilmu pedang kita...awas!" dan Swal Lian yang membentak serta menusuk lawan tiba-tiba membuat Kim-mou-eng tersentak mengelak mundur, diserang lagi dan segera Ilmu Pedang Maut atau Giam-lo Kiam-sut menyambar-nyambar tubuh Pendekar Rambut Enas ini. Swat Lian mendahului ayahnya dan sudah menyerang lawannya itu, pedang berkelebatan dan akhirnya lenyap dalam gerakan membacok dan menusuk, juga menyendok dan menebas. Bukan main hebatnya. Dan ketika Kim-mou-eng masih mendelong dan lambat berkelit maka ujung pedang mengenai bahunya dan seketika itu juga darah mengucur di pundak pendekar ini.

“Crat-aih!"

Orang orang tertegun. Teriakan itu bukan dari Kim-mou-eng, melainkan dari Swat Lian. Gadis ini terpekik karena lawan tergores, kecil saja tapi sudah cukup membuat Swat Lian terkejut. Suaranya menunjukkan isi hatinya dan segera Hu taihiap merah mukanya. Nyata dari sini bahwa anak gadisnya masih tak dapat melupakan pendekar itu, Hu-taihiap menggeram dan malu terhadap yang lain. Dan ketika Kim-mou-eng kembali tertegun dan lambat berkelit maka ujung pedang kembali mengenai pangkal lengannya dan Swat Lian terisak, berseru,

"Twako, balaslah. Ayo balas dan jangan biarkan ayah yang maju!"

Kim-mou-eng membelalakkan mata. Setelah berkali-kali Swat Lian menunjukkan kecemasannya akan ayahnya itu maka penasaran dan heranlah Pendekar Rambut Emas ini, heran akan kekhawatiran lawannya itu dan melihat pedang mulai berkelebatan semakin cepat. Tusukan dan tikaman mulai mendssing pula secara halus, ini berarti semakin halus semakin berbahaya. Dan ketika benar saja sebuah jurus aneh dilakukan Swat Lian karena pedang menyendok" dari bawah ke atas tiba-tiba pangkal lengannya terbacok dan Swat Lian menjerit.

"Crattt….aaiih!"

Kim mou-eng terhuyung. Sang pendekar tergetar karena pekik atau jerit Swat Lian itu menyentak perasaannya, mata yang terbelalak melebar itu berhenti berputar, sedetik tak berkejap memandangnya tapi Hu-taihiap tertawa bergelak. Jago pedang itu menyatakan kegembiraannya karena puterinya dapat melukai Pendekar Rambut Emas, Kim-mou-eng kaget dan marah. Dan ketika Swat Lian kembali menyerang namun mengeluh agar dia membalas atau mengimbangi permainannya akhirnya Pandekar Raabut Emas ini bergerak dan mengangguk.

"Baiklah, aku memenuhi permintaanmu, Lian moi. Tapi betapapun aku akan menghadapi ayahmu....plak-plak!" dan pedang yang ditangkis serta ditolak terpental akhirnya membuat Swat Lian bersemangat dan tidak ragu-ragu lagi. Mengetahui bahwa lawannya ini bukanlah lawan biasa. Sekali Kim-mou-eng mengeluarkan kepandaiannya tentu pertandingan berjalan seru dan ramai, gadis itu membentak dan menerjang lagi.

Dan ketika Kim mou-eng menyambut dan melayani lawannya maka penonton pun kagum melihat gerakan Pendekar Rambut Emas itu, menyampok dan mengibas dan terpentallah pedang di tangan putéri Hu Bang Kui itu. Swat Lian melengking dan mempercepat gerakannya, dan ketika pedang berseliweran naik turun dan melingkar serta menari-nari di udara maka mendesah dan berserulah orang orang itu melihat keindahan dan kehebatan ilmu pedang gadis ini pula.

"Aihhh, kiam-sut (ilmu pedang) yang lihai. Hebat sekali, indah...!"

"Ya, dan pinto mengakui keluar biasaannya, Bi Lung lo-suhu. Pinto mengaku bahwa pinto bukan apa-apa menghadapi ilmu pedang ini!"

"Tapi Kim-taihiap dapat melayani. Berarti Kim-taihiap pun hebat!"

"Benar, Kim-mou-eng memang hebat. Entah siapa yang akan menang dalam pertandingan ini!"

"Ha ha!" Hu taihiap tertawa bergelak. "Kalau puteriku bersungguh sungguh tentu ia menang, cuwi enghiong. Lihat dan perhatikan saja ilmu pedangnya!"

Kim-mou-eng mendongkol. Ilmu pedang yang dimainkan Swat Lian memang hebat dan cepat dia harus mengakui itu. Tapi karena ia bertangan telanjang dan selama ini pedang gadis itu ditolak terpental maka Pendekar Rambut Emas merasa Hu-taihiap terlalu jumawa, agak bingung menghadapi lawannya ini karena Swat Lian adalah gadis yang baik. Juga, hm... ada "apa-apa" sebenarnya di antara mereka. Dia tak ingin merobohkan lawan tapi juga tak ingin dirobohkan. Dua pilihan yang bertolak belakang tiba-tiba menghadang di depannya. Dan ketika lawan mempercepat gerakannya dan Swat Lian mengerahkan ginkang tiba-tiba gadis itu lenyap dalam lingkaran pelangnya yang bergulung-gulung.

"Kim-twako, awas. Aku akan mengeluarkan beberapa jurus yang berbahaya!"

"Hm,“ Kim-mao-eng tersenyum, hambar. Kau keluarkanlah seluruh kepandaianmu, Lian-moi. Biar ayahmu puas dan lihat apakah kau dapat merobohkan aku."

"Ayahku menyuruhku, maaf aku terpaksa..." dan Swat Lian yang menusuk seria membacok di udara tiba-tiba membentak menyuruh lawannya waspada, sebuah serangan kilat meluncur menuju Pendekar Rambut Emas itu. Tapi Kim-mou-eng yang mengelak dan menyamplok cepat tiba-tiba menggerakkan tangannya melakukan tamparan miring.

"Plak!" Pedang melejit, tertolak dan tiba-tiba sudah membalik dengan kecepatan tinggi. Swat Lian yang menggerakkan kaki setengah berputar tagu-tahu mengayun pedangnya dengan posisi dibalik, mata pedang berada di luar sementara bagian yang tidak tajam di dalam. Dan ketika pedang mengaung dan melejit seperti tokek meloncat tiba-tiba pedang sudah menyambar leher Kim-mou-eng tanpa sempat dikelit lagi.

"Awas!”

Kim-mou-eng terkejut. Dia tak menduga serangan aneh itu, merendahkan kepala tapi pedang membayangi. Dan ketika pendekar itu kaget dan berseru keras tahu-tahu senjata di tangan lawan mengenai leher.

“Plak!" Kim-mou-eng terhuyung. Hu Beng Kui tertawa bergelak melihat keberhasilan itu, tapi juga mengomel kenapa puterinya membalik mata pedang, Swat Lian memang tak mau melukai orang yang dicinta dengan pedang yang tajam, jadi memberikan bagian yang tumpul untuk menetak leher. Dan ketika Kim-mou-eng terhuyung dan kaget öleh jurusnya yang aneh maka gadis itu berseru kembali menggerakkan pedangnya dengan posisi menggunting, tangan kiri bergerak pula dari bawah ke atas mencegat gerakan lawan. Satu satunya jalan bagi Kim-mou-eng hanya meloncat ke atas. Kiri kanan dan bawah sudah dihadang. Tapi ketika pendekar itu meloncat ke atas dan lawan mengikuti tiba-tiba pedang membayangi cepat dan belikat pun disambar pedang.

"Brett!" Baju di bagian punggung pendekar itu robek. Kim-mou-eng tersentak karena dua kali ia merasa kalah, pedang bergerak lagi dan berturut-turut pangkal lengan dan pahanya menjadi korban. Untunglah, dia mengerahkan sinkangnya dan kebal oleh bacokan semua senjata tajam itu. Dan ketika Swat Lian berseru agar dia mengeluarkan pit-nya karena serangan akan semakin gencar maka apa boleh buat terpaksa pendekar ini mencabut senjatanya, sebatang pit atau pena dan dengan senjata aneh itu Pendekar Rambut Emas melayani lawan.

Trang-tring trang-tring mulại terdengar, Pendekar Rambut Emas mengerahkan Tiat-lui-kang nya atau Tenaga Petir untuk mengisi" pitnya ini. Dan ketika benar saja serangan serangan pedang kian gencar dan Kim-mou-eng harus mengerahkan ginkang hingga tiba-tiba keduanya lenyap dalam serangan serangan yang cepat maka orang-orang seperti Bi Lung Hwesio atau Ciu Kak Tojjn sudah tak dapat mengikuti jalannya pertandingin lagi.

"Aih, ini benar-benar hebat. Pinceng merasa kabur...!"

"Ya, dan pinto juga berkunang-kunang, Bi Lung lo-suhu. Sukar dipercaya babwa kehebatan mereka ini masih bukan tandingan enam iblis dunia!”

"Ha-ha, mana mungkin?" Hu Beng Kui kini berseru.. "Kim-mou-eng masih rendah kepandaianya, cuwi enghiong. Aku dapat melihat jelas dan bagiku gerakannya masih lamban, begitu pula puteriku!"

Semua terkejut.

"Tidak percaya?" si jago pedang berkata lagi. "Dua-duanya sekarang imbang, cuwi enghiong. Tapi kalau pit di tangan Pendekar Rambut Emas itu dapat dipatahkan puteriku tentu Kim-mou-eng kalah. Sayang, agaknya dalam hal tenaga memang puteriku kalah kuat. Puteriku akan mengeluarkan jurus jurus berbahayanya dan Kim-mou-eng harus mengeluarkan Pek-Sian-ciang (Pukulan Dewa)!"

Bi Lung Hwesio dan lain-lain terbelalak. Pek-sian-ciang, nama pukulan itu sudah mereka dengar sebagai ilmu paling dahsyat yang dipunyai Pendekar Rambut Emas, jarang dikeluarkan kalau tidak terpaksa. Dulu Hu Beng Kui sendiri kalah menghadapi Kim-mou-eng, padahal pendekar itu belum mengeluarkan Pek-sian-ciang. Tapi karena kekalahan si jago pedang disebabkan lengannya yang buntung dan Kim-mou-eng selalu mengarahkan serangan serangannya pada bagian yang buntung ini di mana waktu itu Hu Beog Kui memang tak dapat berkutik maka sesungguhnya sukar jaga menentukan siapa sebenarnya di antara si jago pedang ini dan Kim-mou-eng yang lebih unggul, kalau si jago pedang tidak buntung.

Dan kini Hu-taihiap menyatakan kepandaian Kim mou eng bukan apa-apa, gerakan pendekar itu di anggapnya lamban dan dengan pongah Hu Beg Kui menyatakan komentarnya. Sungguh orang tak mudah percaya dan ada di antaranya yang tertawa di dalam hati, orang orang yang dulu mengetahui kekalahan si jago pedang ini. Namun ketika pertandingan kian memuncak dan Swat Lian terbawa oleh semangatnya melihat pedangnya selalu tertangkis pena tiba-tiba gadis ini membentak mengeluarkan tiga jurus simpanan, percaya bahwa betapa pun Kim-mou-eng adalah lawan yang hebat.

"Kim twako, awas. Sekarang aku mengeluarkan jurus jurus inti... wut-singgg....!" pedang mengaung bagai pelangi, bergerak memanjang dan melengkung dari atas kebawah. Swat Lian mengeluarkan jurus yang disebut Menyebar Siluman Mencari Naga, sebuah gerakan berbahaya menuju leher lawan.

Dan ketika pit di tangan Kim-mou-eng itu menangkis namun Swat Lian menambah tenaganya maka untuk pertama kali Kim-mou-eng terkejut karena pedang tidak terpental, membesut dan secepat kilat pedang turun ke bawah, menempel di pitnya, jadi membeset dan siap membabat jari-jarinya. Kaget pendekar ini. Dan karena gerakan sudah sedemikian cepat dan satu satunya jalan ia harus menggerakkan tangan kirinya untuk membantu pit di tangan kanan maka Pendekar Rambut Emas mengepret dan menghalau pedang itu.

"Plak!" Pedang menggelincir. Swat Lian sudah meneruskan dengan jurus kedua, Naga Tertangkap. Apa yang dilakukan Kim-mou-eng memang sudah diduga, itulah jebakan yang dipasang dalam jurus pertamanya tadi. Kim-mou-eng telah menggerakkan kedua tangannya, jadi, bagian bawah kosong. Dan karena bagian bawah ini adalah sepasang kaki dan pedang sudah membacok begitu dihalau tahu-tahu pedang menukik ke bawah dan menyambar paha Kim-mou-eng, tentu saja membuat sang pendekar terkejut karena dua jurus berturut-turut ini dilakukan Swat Lian luar biasa cepatnya. Lawan seolah tak memberi kesempatan padanya untuk berpikir, semuanya harus dilakukan secara cepat, spontan. Dan ketika dia membentak dan apa boleh buat harus menggerakkan kakinya menendang pedang itu sekonyong-konyong pedang berhenti di tengah jalan dan mencuat naik menusuk matanya, dalam jurus terakhir yang disebut Pedang Siluman Memasuki Guha.

"Hayaa...!" Kim-mou-eng tak mendapat kesempatan lagi. Menghindar atau melompat sudah tak ada waktu. Tiga jurus berturut-turut yang dipertunjukkan Swat Lian ini amat cepat luar biasa dan berbahaya, semuanya mengunci jalan keluar, mematikan langkah. Dan karena mata disambar pedang dan Kim-mou-eng terkecoh oleh jurus kedua hingga kaki terangkat menendang angin kosong maka secara mengejutkan tapi juga mengagumkan tiba-tiba pendekar ini berseru keras memutar tubuhnya, dengan satu kaki lalu membentak melepas pitnya tiba tiba senjata itu menotok pergelangan tangan Swat Lian sementara telapak Kim-mou-eng menerima pedang dengan satu pukulan dahsyat, satu pukulan yang mengeluarkan cahaya putih dimana tiba-tiba Swat Lian menjerit, silau.

"Plak-dess!" Gebrakan ini mengakhiri pertandingan. Swat Lian yang melakukan tusukan cepat tiba-tiba mengeluh, pedangnya bertemu telapak lawan dan hancur berkeping-keping. Pit di tangan Kim-mou-eng yang tadi diluncurkan dan menyambar pergelangan tangannya tepat sekali mengenai jalan darah ku-hiat, langsung tangan gadis ini menjadi kaku dan tak dapat digerakkan. Dan ketika Swat Lian terhuyung dan pucat memandang ke depan maka Kim-mou-eng juga terdorong dan pipinya sedikit tergurat, kena mata pedang, masih tak dapat menyelamatkan diri sepenuhnya.

"Ha ha, hebat, Kim-mou-eng. Pek-sian-ciang mu tangguh dan luar biasa...!" Hu Beng Kui yang melihat berakhirnya pertandingan itu berseru. Dia berkelebat menahan puterinya, Swat Lian jatuh terduduk dan terisak.

Dan ketika semua orang bengong karena dua-duanya tampak terdorong maka Kim-mou-eng membungkuk di depan jago pedang itu. "Hu-taihiap, Giam-lo Kiam-sutmu sekarang maju pesat. Aku mengakui kelihaiannya dan nyaris celaka."

"Ha-ha, tidak sepenuhnya begitu, Kim-mou-eng. Kau pun menotok puteriku dan membuatnya tidak berdaya. Betapapun kau masih menang seurat dan Pek-sian-ciangmu cukup hebat. Hayo buktikan padaku dan kini kita main-main!" si jago pedang melepas puterinya, berdiri tegap dan berseri-seri memandang Pendekar Rambut Emas itu. Lalu sementara Kim-mou-eng terkejut dan terbelalak memandangnya jago pedang ini menyambung,

"Aku akan merobohkanmu sepuluh jurus. Lebih dari itu anggap aku yang kalah!"

"Ayah....!" Swat Lian terkejut. "Kau gila? Tidak, Kim-twako masih lelah, ayah. Dia harus istirahat dan tak boleh bertempur¡"

"Kenapa?" ayahnya tertawa bergelak. "Sebagai pendekar tak perlu dia takut, Lian-ji. Sejenak ini saja cukup baginya untuk memulihkan tenaga. Minggirlah, aku hanya melayaninya sepuluh jurus dan setelah itu dia roboh. Aku akan mainkan ilmu silat pedang dengan ranting ini dan kau tak perlu khawatir!" Hu Beng Kui telah mematahkan sebatang ranting, memutar-mutarnya di tangan dan Swat Lian terbelalak. Ayahnya tidak mempergunakan senjata tajam, hanya sebatang ranting. Namun karena benda apa saja bisa menjadi amat berbahaya kalau berada di tangan ayahnya yang sakti tiba-tiba Swat Lian menggeleng dan melompat bangun.

"Tidak, yah. Aku sudah kalah dan kau tak boleh memaksa Kim-twako. Dia lelah dan harus beristirahat!" namun Hu Beng Kui yang tertawa bergelak menggerakkan ranting itu tiba‐tiba telah menotok puterinya hingga roboh terpelanting. Jago pedang ini menggerakkan senjatanya tanpa menyentuh leher puterinya itu, angin bercuit dan robohlah anak gadisnya itu. Dan ketika Swat Lian memaki-maki namun sang ayah tidak menggubris maka Kim-mou-eng yang tertegun dan terkejut melihat semuanya itu sudah menerima pitnya lagi yang ditendang ujung kaki Hu taihiap.

"Kim-mou-eng, ayo kita main main. Puteriku masih kurang sungguh-sungguh, tak puas aku. Bersiaplah sepuluh jurus dan pergunakan senjata mu itu.... wut!"

Pit ditangkap, Kim-mou-eng menerima dan Pendekar Rambut Emas ini merah mukanya. Berkali kali Hu Beng Kui menyatakan hendak merobohkannya dalam sepuluh jurus saja, kata-kata mengejek yang membuat dia marah dan direndahkan. Dan karena lawan sudah berdiri tegak dan menantangnya pongah maka Kim-mou-eng mengangkat pitnya itu menghadapi Hu Beng Kui.

"Baiklah, kau berkali-kali menantang aku, Hu-taihiap. Kalau aku mundur tentu kau akan semakin menghina aku, majulah!"

"Eh, kenapa aku? Kau yang maju, Kim-mou-eng. Kau langsung saja keluarkan Pek-sian-ciang mu itu, ha ha!”

"Hm...!" Kim-mou-eng merah padam. "Kau yang meminta, Hu-taihiap. Dan jangan kau menyalahkan aku kalau ada apa-apa...Wut!" pena menusuk, sudah bergerak dan cepat menyambar jago pedang ini. Hu-taihiap tertawa dan mengejek, tidak berkelit melainkan menggerakkan rantingnya itu. Dan ketika dia berkata bahwa sebaiknya Kim-mou-eng mempergunakan Pek-sian-ciang membantu pit-nya itu maka si jago pedang menangkis dan langsung mengerahkan tenaga.

“Pletak!"

Kim-mou-eng terkejut. Hanya dalam satu gebrakan itu saja tiba-tiba pitnya patah, bukan main kagetnya pendekar ini. Dan ketika dia terbelalak dan berseru keras maka Hu Beng Kui berkelebat dan membalasnya,

"Plak-dess!" Kim-mou-eng mencelat. Dia menangkis tapi terlempar, mengerahkan Tiat-lui-kang tapi membalik. Dan ketika dia terlempar bergulingan dan kaget serta berseru keras maka Hu Beng Kui telah menusuk dan menyabetkan rantingnya itu, mainkan Giam-lo Kiam-sut dan tertawa-tawa mengejar Pendekar Rambut Emas ini. Hu Beng Kui berkata bahwa sebaiknya Kim-mou-eng mengerahkan Pek-sian-ciang, bukan Tiat lui-kang. Dan karena seruan itu diucapkan sambil tertawa-tawa dan sebentar saja Pendekar Rambut Emas dibuat kaget oleh tangkisan yang selalu mental maka dua pukulan kembali mendarat di pundak dan lehernya.

“Des-dess!"

Hu Beng Kui tertawa bergelak. "Kau jangan menyepelekan nasihatku, Kim-mou-eng. Lihat dan buktikan bahwa permainan pedangku jauh lebih dahsyat dari pada dimainkan Swat Lian. Awas... wirr-wutt!"

Ranting itu menyambar lagi, memang benar jago pedang ini mainkan Giam-lo Kiam-sut kecepatannya jauh melebihi kecepatan Swat Lian dan Kim-mou-eng kaget bukan main karena tubuh pendekar itu hanya merupakan bayangan cepat belaka, tak dapat diikuti dan terkenalah dia oleh sebuah "bacokan“ ranting, tampaknya ranting saja tapi punggungnya terobek lebar, sinkangnya tak cukup melindungi tubuhnya hingga kekebalannya tembus. Pendekar Rambut Emas melempar tubuh bergulingan dan luka berdarah.

Swat Lian memekik di sana dan ayahnya tertawa gembira. Dan ketika pendekar itu pun mengejar dan berkelebatan mengikuti lawan tiba-tiba Kim-mou-eng dihujani serangan dan bertubi-tubi mendapat tusukan atau bacokan ranting. Hu Beng Kui mainkan silat pedang dengan rantingnya itu tapi tenaga yang dipakai adalah Khi-bal-sin-kang, kecepatan yang dipergunakan adalah Jing-sian-eng. Dan karena semuanya itu tentu saja tak dapat ditandingi Kim-mou-eng dan Pendekar Rambut Emas ini mengeluh dan melempar tubuh ke sana ke mari maka pada jurus terakhir, di mana dia sudah terdesak hebat dan benar-benar tak dapat membalas maka tenggorokannya mendapat tusukan maut dan Hu Beng Kui tertawa bergelak.

“Ayah...!"

Kim-mou-eng pucat. Kini dia dibuat kaget oleh gerakan lawannya ini, dia benar-benar tak dapat mengikuti apalagi menangkis serangan lawan. Dan ketika ranting menyambar lurus dan menusuk tenggorokannya maka Pendekar Rambut Emas memejamkan mata dan mengeluh.

"Tuk!" Ranting telah menyelesaikan pertandingan luar biasa ini. Kim-mou-eng roboh tak berdaya, Swat Lian menjerit dan Bi Lung Hwesio serta yang lain-lain bengong. Mereka itu tadi tak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Mereka hanya melihat bayangan Hu Beng kui lenyap dan Pendekar Rambut Emas tahu tahu roboh, entah pada hitungan ke berapa. Mereka itu tak dapat mengikuti. Jangankan mereka, Kim-mou-eng sendiri yang memiliki kepandaian tinggi tak dapat mengikuti gerakan lawan. Dan ketika pertandingan itu selesai dan ranting menancap di leher pendekar ini maka Swat Lian memekik dan membentak ayahaya itu.

"Ayah, kau kejam. Kau pembunuh!"

"Ha ha, siapa membunuh?" Hu Beng Kui membebaskan totokan anaknya. "Lihat dan saksikan baik-baik, Lian-ji. Aku hanya merobohkan lawanku itu, tidak membunuh!"

Swat Lian meloncat bangun. Dia sudah berkelebat dan berlutut di samping Pendekar Rambut Emas, melihat bahwa ranting ternyata hanya melekat saja di leher pendekar itu, tidak menusuk. Artinya, hanya menempel dan tidak menembus. Kiranya Hu Beng Kui tadi menotok dan melumpuhkan Kim-mou-eng dengan totokan istimewa, yang sepintas seolah membunuh lawannya. Dan begitu Swat Lian sadar akan perbuatan ayahnya tiba-tiba gadis ini mengeluh dan membebaskan totokan Kim-mou-eng.

“Ayah, kau terlalu!"

"Ha ha, siapa terlalu? Aku hanya hendak membuktikan bahwa Kim-mou-eng sekarang bukan apa-apa bagiku, anak baik. Dan agar orang-orang ini puas biarlah kau dan Kim-mou-eng mengeroyok aku. Hayo...!"

Hu Beng Kui melompat, menggetarkan tubuh dan membuang ranting di tangannya. Swat Lian telah membebaskan Kim-mou-eng dan Pendekar Rambut Emas ini melompat terhuyung, terkejut dan tertegun melihat kehebatan si jago pedang itu. Hu Beng Kui sekarang sungguh bukan Hu Beng Kui tiga tahun yang lalu. Kim-mou-eng tak tahu apa yang telah terjadi pada diri si jago pedang ini. Tapi melihat Swat Lian menolongnya dan mau tak mau ia tergetar oleh sikap dan kata-kata gadis itu maka Kim-mou-eng terharu dan berbisik,

"Lian-moi, terima kasih. Tapi ayahmu ini aneh sekali."

"Itulah, dan dia memang hebat bukan main, twako. Nenek Naga Bumi dan Hek-bong Siauw jin sendiri sekarang bukan tandingannya!"

"Apa?'

"Benar, dan Sepasang Dewi Naga juga bukan tandingan ayah, twako. Ayah sekarang sakti dan hebat. Kau dan aku bukan lawannya!"

Kim-mou-eng tertegun.

"Apa kalian bisik-bisik?" si jago pedang tertawa. "Hayo maju dan hadapi aku, anak-anak. Dan kau keluarkan Pek-sian-ciang mu agar tidak cepat roboh!"

Hu Beng Kui berseru pada Kim-mou-eng, agak mendongkol juga karena sejak tadi Pendekar Rambut Emas ini memang belum mengeluarkan Pek-sian-ciang, akibatnya roboh dan percayalah sekarang Pendekar Rambut Emas itu bahwa Hu Beng Kui sekarang hebat. Demikian hebatnya hingga dalam beberapa jurus saja dia roboh. Pendekar Rambut Emas kagum dan heran. Dan ketika lawan sudah memandang mereka berdua dan Bi Lung Hwesio seria lain-lain terbelalak dan kaget oleh kesaktian pendekar ini maka Bi Lung Hwesio mulai berbisik-bisik dengan teman temannya.

"Aihh, Hu-taihiap hebat bukan main. Kalau dia telah dapat merobohkan Kim-mou-eng demikian mudah barangkali kita dapat mengharap bantuannya untuk menghadapi enam iblis dunia."

"Ya, dan pinto tercengang, lo-suhu. Jago pedang ini luar biasa sekali. Tapi biarlah kita lihat dulu apakah sanggup dia menghadapi Kim-mou-eng dan puterinya kalau maju berdua, apalagi kalau Kim-taihiap mau mengeluarkan Pek-sian-ciangnya."

"Hm, pinto yakin," Swan Hong Tojin tiba-tiba menyela, berseri-seri. "Sekarang pinto percaya bahwa inilah jago yang kita harapkan, Bi Lung lo-suhu. Tak perlu dibuktikan lagi pinto percaya bahwa Kim-taihiap dan Hu siocia (nona Hu) bukan tandingan Hu-taihiap, meskipun mengeroyok!!"

Tiga orang itu terbelalak ke depan. Mereka saling berbisik lagi dengan perlahan, tak tahu betapa Hu-taihiap bergerak-gerak telinganya dan tertawa, mendengar percakapan itu. Dan ketika semuanya berhadapan dan si jago pedang menyuruh puterinya mencabut senjata maka pendekar ini berseru menjawab pertanyaan Bi Lung Hwesio dan teman temannya itu,

“Bi Lung lo-suhu, kalau aku tak dapat merobohkan dua orang ini dalam lima belas jurus biarlah kuanggap diriku kalah. Nah, saksikan baik-baik dan buktikan omonganku, ha-ha!"

Kim-mou-eng merah mukanya. Dia tak menganggap lawannya sombong lagi, sudah mendapat pelajaran dan tahu bahwa lawan memang luar biasa. Kesaktian jago pedang ini sudah di atas dirinya sendiri, bahkan, menurut Swat Lian, di atas Hek-bong Siauwjin dan nenek Naga Bumi. Bukan main! Dan ketika dia kecut memandang jago pedang itu dan mencabut pitnya yang baru maka Hu Beng Kui tertawa memberi tanda.

"Bagus, ayo kalian mulai. Dan lebih bersungguh-sungguh!"

“Hm," Kim mou eng melirik Swat Lian. "Apakah kau mau mengeroyok ayahmu sendiri, Lian-moi? Maju berbareng?"

"Ya, ayah menyuruhku, twako. Kau sebaiknya bersungguh-sungguh dan keluarkan Pek-sian-ciang mu itu, aku pun akan bersungguh-sungguh!"

"Baiklah," dan Kim-mou-eng yang menghentikan kata-katanya mendengar lawan tertawa sudah dibentak perlahan,

"Kim-mou-eng, mulailah. Atau aku akan merobohkan kalian sebelum lima belas jurus!" dan mendongkol oleh bentakan ini tiba-tiba Pendekar Rambut Emas berkelebat, berseru dan menyerang dan pit di tangannya tiba-tiba bergerak. Serangan mulai dilakukan pendekar ini dan Hu Beng Kui menyuruh puterinya menyerang pula. Dan ketika Swat Lian membentak dan mengayun pedangnya tiba-tiba hampir berbareng dua orang ini menyerang lawannya dan lenyap dalam gerakan tubuh yang cepat.

"Plak-plak!"

Hu Beng Kui menampar. Kim‐mou-eng dan Swat Lian terkejut karena pedang dan pit di tangan mereka terpental, menyerang dan menambah tenaga lagi namun Hu Beog Kui mengelak. Dan ketika si jago pedang tertawa dan mengatakan gerakan mereka kurang cepat maka Kim-mou-eng membentak dan mempercepat gerakannya, disusul Swat Lian dan gadis itu pun mengerahkan ginkang. Dua-duanya kini berkelebat lenyap menyerang lawannya, Swat Lian mula-mula segan dan agak ragu.

Tapi ketika ayahnya membentak agar gadis itu tak usah ragu dan semua kepandaian supaya dikeluarkan sungguh-sungguh akhirnya Swat Lian melengking memutar pedangnya, naik turun dan segera bergulung-gulung mengelilingi ayahnya itu, menusuk dan membacok dan segera ayahnya mengeluarkan kepandaiannya yang luar biasa. Jago pedang ini mengikuti setiap gerakan pedang juga pit. Dan ketika dia berkata bahwa tetap saja dua orang-muda itu lamban bergerak dan serangan mereka mudah diikuti mata maka Kim-mou-eng mengeluarkan bentakan panjang dan keluarlah pukulan Pek-sian-ciang lewat tangan kirinya.

"Ha-ha, bagus. Ini baru serangan Kim-mou eng. Dan kau boleh menyerang lengan kiriku yang buntung!" si jago pedang berseru gembira, teringat cara lawannya dulu megincar bagian yang buntung ini, bagian kosong. Lalu sementara lawan merah mukanya karena diejek maka Hu Beng Kui pun mengerakkan Jing-sian-engnya dan tak menginjak tanah lagi karena melayang-layang mengikuti atau mendahului gerakan pedang atau pena.

"Hayo, cepat... lebih cepat lagi!"

Kim-mou-eng terbelalak. Pek-sian-ciang nya mulai menyambar dan meledak, dikelit dan luput. Pendekar Rambut Emas menjadi penasaran dan marah. Dan ketika dia mempercepat gerakannya dan Hu Beng Kui menghitung sambil mempercepat gerakannya pula maka dalam lima jurus pertama jago pedang ini tak membalas kecuali menangkis atau mengelak.

"Satu.., dua... lima... tujuh... ha-ha, awas, anak-anak. Sebelum mendekati jurus kelima belas aku akan membalas!"

Bi Lung Hwesio dan lain-lain bengong. Mereka sudah tak dapat mengikuti jalannya pertandingan. Kim-mou-eng dan Swat Lian sendiri sudah lenyap dalam serangan-serangan mereka yang cepat. Tapi, melihat Hu Beng Kui lebih cepat lagi dan pendekar itu mempergunakan kuku jarinya untuk menangkis seria menentalkan pedang dan pit maka Bi Lung Hwesio tak dapat mengikuti gerakan si jago pedang itu, mulai berkunang dan pening. Siapa yang mengikuti bayangan Hu-taihiap mendadak mengeluh. Dan ketika pertandingan cepat itu berjalan sepuluh jurus dan Hu-taihiap tertawa-tawa di dalam sana tiba-tiba Hwesio ini dan teman-temannya roboh tak dapat mengikuti, pusing!

"Aduh, luar biasa. Pinceng tak tahan!"

"Benar, pinto juga tak dapat mengikuti gerakan Hu-taihiap, lo-suhu. Apa yang pinto lihat seperti bayangan hantu atau siluman saja!"

"Dan pinto rasanya ikut terputar. Ilmu siluman apa ini?" Swan Hong Tojin menimpali.

"Ha-ha, pejamkan mata, cuwi enghiong. Kalian jangan melihat pertandingan!"

Hu Beng Kui berseru, memperingatkan orang-orang itu dan akhirnya Bi Lung Hwesio dan lain lain memejamkan mata. Memang tapi yang dilihat ini tak dapat lagi diikuti, kepandaian mereka terlalu rendah dan pertandingan cepat itu membuat kabur. Siapa yang mengikuti dia akan terputar, salah-salah terbawa dan tak dapat melepaskan diri. Berbahaya. Karena itu mengangguk mengiyakan seruan Hu-taihiap akhirnya Bi Lung Hwesio dan lain lain mendengarkan pertempuran itu, memang tidak memuaskan tapi itulah satu-satunya jalan bagi mereka. Hanya dengan begini mereka dapat mengikuti jalannya pertandingan.

Dan ketika keluhan mulai terdengar dari mulut Kim mou eng maupun temannya maka saat itu hitungan sudah tiba pada jurus kedua belas, terdengar suara nyaring ketika pedang di tangan Hu-siocia terpental, disentil kuku jari ayahnya. Dan ketika Ho Beng Kui tertawa bergelak menyatakan jurus ketiga belas maka jago tua itu berseru bahwa tibalah dia membalas.

"Awas, kalian hati-hati akan kupakai untuk merobohkan kalian!"

Tiga jurus terakhir Kim-mou-eng berkeringat. Dia kaget dan penasaran tapi juga kagum bukan main melihat kepandaian lawannya ini. Hu Beng Kui selalu dapat mengelak serangan pitnya, selalu mendahului karena tubuh pendekar itu selalu melayang-layang di udara. Demikian cepatnya gerakan pendekar ini hingga Hu Beng Kui tak menginjak tanah. Jadi seolah menyerang bayangan. Pitnya satu dua kali disentil dan semakin hebat dia menyerang semakin hebat pula tenaganya yang membalik. Pendekar Rambut Emas tak tahu bahwa Hu Beng Kui mempergunakan khi-bal-sin kangnya (Sinkang Bola Sakti), sekuat apa pun dia menyerang sekuat itu pula tenaga Bola Sakti akan memukul balik, ini mengejutkan.

Tapi melihat Hu Beng Kui belum pernah secara langsung menangkis Pek-siun-ciangnya maka Kim'mou-eng gemas dan marah, menantang pendekar itu dan Hu Beng Kui tertawa. Dan sepuluh jurus cepat yang berlangsung seperti kilat menyambar nyambar ini memang si jago pedang belum menerima pukulan Pek-sian-ciang, dia selalu menghindar dan pukulan dahsyat itu mengenai apa saja di belakang Hu Beng Kui berdentam dan Bi Lung Hwesio serta yang lain-lain ngeri.

Mereka seolah mendengar suara bom yang jatuh di dekat telinga, bumi tergetar dan beberapa kali mereka terhuyung, bahkan ada di antara mereka yang mencelat. Itu membuktikan betapa hebatnya tenaga atau pukulan Pek-sian-ciang itu. Dan ketika pada jurus ketiga belas jago pedang ini berseru bahwa dia akan membalas dan merobohkan lawan maka pada saat itu pula Swan Lian menusuk ayahnya dan Kim mou-eng melepas dua serangan sekaligus ke arah lawannya, pit menotok kening sementara Pek-sian-ciang meledak di tangan kirinya, menyambar Hu Beng Kui.

"Bagus, kerahkan seluruh tenagamu!" si jago pedang sempat berseru, tiba-tiba menghentikan gerakannya dan kini menyambarlah tiga serangan itu kearah si jago tua. Hu Beng Kui mengembangkan lengan ke kiri kanan, serangan Swat Lian dibiarkan menusuk dari samping, menyambut serangan Pendekar Rambut Emas yang dinilai berbahaya, terutama Pek-sian-ciang itu. Dan ketika tiga serangan ini disambut pendekar itu dan Hu Beng Kui mengeluarkan seruan aneh tiba-tiba pedang yang menusuk dari samping patah menjadi dua sementara totokan pit dan pukulan Pek-sian-ciang bertemu lengan si jago pedang yang tiba-tiba seolah menjadi dua karena begitu cepatnya dia berputar.

"Plak-des-krakk!"

Swat Lian menjerit. Gadis ini terbanting mendapat tendangan ayahnya, tak mengira. Memang saat itu Hu-taihiap menggerakkan kaki dari bawah menendang puterinya, di saat puterinya terkejut melihat pedangnya patah. Dan ketika Kim-mou-eng tertegun dan mendelong pula karena lengan Hu Beng Kui tiba-tiba seolah menjadi dua banyaknya padahal pendekar itu buntung maka disaat itulah pit tergencet hancur dan Pek-siang-ciang bertemu lengan pendekar ini, menggelegar dan Kim-mou-eng merasa ditolak tenaga raksasa, terangkat naik dan terlempar di udara.

Kim-mou-eng kaget bukan main namun berseru penasaran, berjungkir balik dan mematahkan daya tolak itu. Lalu ketika dia melayang turun namun Hu Beng Kui berkelebat menyerang dari bawah maka Kim-mou-eng tersentak mendapat pukulan dahsyat dari si jago pedang itu, menggerakkan kedua tangannya menangkis.

“Blangg!"

Kim-mou-eng terkejut berteriak tertahan. Dia semakin terlempar tinggi ke udara, Pek-sian-ciang nya membalik dan membuat dadanya sesak sulit bernapas. Pendekar Rambut Emas hampir kehilangan keseimbangan di udara. Tapi membentak dan kaget oleh balasan Hu Beng Kui tiba-tiba si jago pedang tertawa bergelak dan memburunya sambil berjungkir balik pula, melepas pukulan terakhir.

"Sekarang kau roboh, Pendekar Rambut Emas. Dan boleh kau kerahkan seluruh Pek-sian-ciang mu kalau masih penasaran....dess!"

Kim-mou-eng tak dapat mengelak lagi, lawan mengejar dan di udara dia menangkis kedua tangannya bertemu lengan tunggal Hu Beng Kui, melekat dan dua pukulan dahsyat itu mengguncangkan tempat itu. Bi Lung Hwesio dan lain-lain kini mencelat oleh getaran yang ditimbulkan pukulan itu, terlempar dan terbanting berguling-guling dengan pekik keras. Memang mereka terkejut bukan main oleh benturan tenaga sakti ini. Dan ketika mereka membuka mata dan melihat apa yang terjadi maka tampaklah Kim-mou-eng meluncur turun dan jatuh bersama lawannya di mana kaki mereka berdua tiba-tiba amblas ke tanah sementara tangan Kim-mou-eng mendorong lengan Hu Beng Kui yang hanya sebuah.

"Ha ha, kau tak tahan. Pek-sian-ciang mu tertekan!"

Kim-mou-eng pucat. Dorong-mendorong yang terjadi di antara mereka berdua memang menampakkan dirinya sebagai yang terdesak, Kim-mou-eng mengerahkan Pek-sian-ciang namun yang dihadapi adalah Khi-bal sin-kang. Semakin kuat dia mendorong semakin kuat pula daya tolak itu membalik. Kim-mou-eng mengeluh dan kakinya semakin melesak lagi di tanah. Dan ketika dia tak dapat bicara sementara lawan tertawa-tawa maka satu bentakan perlahan dari si jago pedang itu membuat kaki Kim-mou-eng ambles lagi sebatas paha.

"BIess!” Kim-mou-eng mengeluh. Orang yang melihat terbelalak, Swat Lian ngeri dan berteriak pada ayahnya. Dan ketika kembali Kim-mou-eng mengeluh dan Hu Beng Kui tertawa bergelak tiba-tiba jago pedang itu menarik tangannya dan Kim-mou-eng pun terangkat naik dan terbanting di tanah. Tak kuat lagi bertahan karena Khi-bal sin-kang menggencet Pek-sian-ciang. Tenaga sakti lawan jauh lebih dahsyat daripada tenaga saktinya sendiri. Kim-mou-eng menyadari bahwa dia kalah kelas. Maka begitu dadanya semakin sesak dan lawan bisa membunuhnya setiap saat tiba-tiba gencatan itu lenyap dan Hu Heng Kui menariknya dari tanah dan membuang sisa pukulan itu ke kiri.

"Blarr...!" pohon di sebelah berderak roboh. Kim-mou-eng tadi berkutat dan siap mati, betapapun tak mau dia memohon ampun. Satu kegagahan yang membuat Hu Beng Kui terbelalak, kagum. Tapi karena jago tua ini tak bermaksud membunuh lawannya dan janji lima belas jurus sudah ditepati maka dengan mudah Hu Beng Kui menarik lawannya itu, membuang seluruh tenaganya dan melempar tenaga itu pada pohon di samping. Korban jiwa tak ada dan Kim-mou-eng pun selamat. Dan ketika Pendekar Rambut Emas terbanting dan jatuh terduduk di sana maka Swat Lian berkelebat berséru cemas,

“Twako, kau tak apa-apa?"

Kim-mou-eng batuk-batuk. Dia tak dapat menjawab segera karena dadanya ampeg, Swat Lian sudah mengurut dan memijat sana sini, membuatnya jengah. Tapi ketika dia bangun berdiri dan mendorong gadis itu maka dengan perlahan dia berkata bahwa dirinya tak apa-apa, kecuali lelah.

"Tidak, aku tak apa-apa, Lian-moi. Kecuali kehabisan tenaga. Ayahmu hebat, dia benar-benar bukan tandinganku...!" dan terhuyung menghadapi pendekar itu Kim-mou-eng menjura, betapapun lawan bermurah hati. "Hu-taihiap, terima kasih atas kemurahanmu. Kau benar-benar hebat. Kini aku mengaku bahwa dengan Pek-sian-ciang pun aku bukan lawanmu. Ilmu silatmu hebat dan maju luar biasa pesat. Entah apa itu dan bagaimana kau menciptakannya!"

"Ha ha!" Hu Beng Kui gembira, memandang Bi Lung Hwesio dan lain-lain. "Sekarang kalian percaya, Bi Lung lo-suhu? Dan aku manpu menghadapi enam iblis dunia itu. Tenanglah, ketua kalian akan kuambil dan akan kembali ke tempatnya masing-masing. Tunggu saja!" dan Hu Beng Kui yang berkelebat menggerakkan kakinya tiba-tiba menghilang dan sudah lenyap dari tempat itu, tidak banyak bicara lagi dan puterinya pun disambarnya.

Swat Lian berteriak namun sang ayah tak perduli. Saat itu juga jago pedang ini lenyap seperti munculnya, orang tak tahu kemanakah dia, ke kiri ataukah ke kanan. Dan ketika seminggu kemudian Bi Lung Hwesio dan lain-lain terkejut melihat ketua mereka sudah ada di tempatnya masing-masing maka kegemparan baru muncul karena kata-kata si jago pedang ditepati.

Bi Kong Hwesio dan Swan Cong Tojin serta ketua-ketua yang lain sudah kembali ke gunung, diselamatkan dan ditolong jago pedang itu. Dan ketika mereka bercerita betapa dahayatnya pertempuran atau perkelahian menghadapi enam iblis dunia ini maka Bi Kong Hwesio maupun yang Iain tak habis-habisnya memuji Hu-taihiap.

"Dahsyat, dahsyat sekali. Mirip kejadian di Bukit Malaikat ketika enam iblis itu menghadapi Sian-su!"

"Suheng melihat pertandingan itu?"

"Pinceng melihatnya, sute. Tapi setelah itu tak dapat mengikuti karena getaran atau ledakan pukulan mereka mengguncangkan bumi. Tanah dan batu berhamburan, semua menjadi hiruk-pikuk dan kejadian di Bukit Malaikat terulang. Sungguh ini peristiwa menegangkan yang membuat jantung pinceng serasa copot!"

Bi Lung Hwesio dan lain-lain tertegun. Bi Kong Hwesio, suhengnya, segera menceritakan kedahsyatan perkelahian itu, betapa langit tiba-tiba menjadi gelap dan pukulan seperti petir menyambar-nyambar. Segala penjuru seakan diguncang perkelahian itu dan mereka terpental.pental. Bumi yang diduduki seolah berpegas akibat getaran suara pukulan. Mereka berkali-kali jatuh bangun dan pucat menenangkan diri, mau bersamadhi namun tak dapat.

Mereka seakan berada di sebuah badai dahsyat, tenggelam dalam sebuah prahara dan tak seorang pun di antara mereka tak diguncang-guncang. Mereka sebagai tokoh tokoh terkenal dilanda rasa takut yang hebat, sungguh mencengangkan. Dan ketika cerita diakhiri dengan syukur dan rasa terima kasih yang besar terhadap jago pedang itu maka Bi Kong Hwesio merangkapkan kedua lengannya.

"Omitobud, Buddha masih menyelamatkan pinceng dan kawan-kawan. Syukur ada Hu-taihiap. Dia pantas menjadi penyelamat dan jago tanpa tanding."

"Ya, dan kami telah bersepakat untuk mengangkatnya sebagai bengcu, suheng. Kami minta suheng dan ketua-ketua yang lain mendukung dan meresmikan ini!"

Bi Lung Hwssio lalu menceritakan masalahnya, bahwa dia dan wakil-wakil ketua yang lain gelisah dan bingung mencari seorang jago, berjanji akan memberi imbalan dengan mengangkat jago itu sebagai bengcu, pemimpin dunia persilatan. Dan karena itu sudah pantas diberikan pada Hu-taihiap dan Bi Kong sejenak tertegun tapi setuju tiba-tiba hwesio ini mengebutkan lengan bajunya berkata berseri,

"Omitohud, pinceng setuju. Hu-taihiap memang pantas menduduki jabatan itu dan tak ada salahnya menepati janji. Pinceng akan kirim utusan pada ketua ketua yang lain untuk meresmikan Hu-taihiap sebagai bengcu!"

Begitulah, tak lama kemudian hwesio ini mengirim utusan. Yang dikirim tentu saja sutenya, Bi Lung Hwesio, kebetulan mendapat urusan pula dari partai partai yang lain, Hong-san, Liong San dan Kun-lun serta partai-partai lain yang ketuanya telah diselamatkan Hu Beng Kui. Masing-masing telah mendengar keterangan wakilnya akan keputusan mereka dulu, bahwa siapa dapat menyelamatkan ketuanya dialah bengcu yang akan menduduki tempat terhormat di dunia persilatan.

Jabatan yang masih di atas jabatan Ketua-ketua partai sendiri. Dan ketika hari itu utusan saling kunjung mengunjungi maka tak lama kemudian Ce-bu, tempat tinggal Hu Beng Kui dijadikan markas atau pusat kedudukan bengcu. Hu Beng Kui atau Hu-taihiap diangkat secara resmi sebagai pemimpin dunia kangouw, disambut ketawa bergelak oleh si jago pedang itu dan semua orang bergembira.

Jago pedang yang sudah ternama ini menjadi kian tersohor. Enam iblis dunia tiba-tiba, menghilang dan tak ada kabar beritanya. Dan ketika dunia kang-ouw sudah resmi dipimpin jago pedang ini dan semua ketua partai tunduk di bawah perintahnya maka sesuatu yang mengejutkan dan akan terjadi bakal menggegerkan semua orang.

* * * * * * * *

"Ibu, siapakah ayahku sebenarnya?" Pertanyaan ini diluncurkan seorang anak laki-laki kepada ibunya. Anak itu berusia kurang lebih lima tahun, tampan dan bersih dan sekali lihat orang tahu bahwa anak ini bukan anak sembarangan. Sikap kebangsawanan ada pada diri anak itu, pada matanya, pada gerak-geriknya.

Dan ketika sang ibu, wanita cantik berusia tiga puluhan tahun menghela napas panjang dan menarik nafas itu maka ibu ini bertanya, "Ituchi, untuk apa kau tanyakan ini pada ibumu? Buat apa?”

"Aku mendengar ejekan anak-anak Han, ibu. Katanya suamimu itu anakmu sendiri!"

"Hush, siapa bilang?" sang ibu terkejut, bangkit dan melepaskan anak itu dan terbelalak dengan muka berobah. Dia tersentak dan kaget oleh pertanyaan puteranya ini. Dan ketika sang anak berdiri tegak dan tidak segera menjawab tiba-tiba sang ibu terisak dan menangis tersedu-sedu. "Ituchi, kau lancang. Kau kurang ajar, ku tampar nanti!"

Anak itu menunduk. Ibunya yang menangis tersedu-sedu tiba-tiba melempar diri ke kamar, tengkurap di atas pembaringan. Dan sementara dia melenggong dan terkesima memandang ibunya maka anak ini pun melangkahkan kaki dan memeluk ibunya itu. "Ibu, apakah aku salah? Baiklah, aku tak akan menanya hal itu lagi, tapi usir anak-anak Han itu dan jangan biarkan mereka memperolok aku!"

Cao Cun, ibu muda ini mengguguk. Dialah wanita yang selalu bernasib malang itu, hari itu suaminya kedatangan tamu dan anak-anak para tamu itu, putera menteri dan pejabat dari kota raja diutus kaisar untuk mengamati perkembangan bangsa liar, dimana Cao Cun tinggal dan kini mempunyai tiga orang putera, seorang anak laki-laki dan dua lainnya perempuan. Dan ketika hari itu Ituchi, anaknya laki-laki bertanya dan menusuk perasaannya dengan siapakah ayahnya maka wanita ini menangis dan tersedu-sedu.

Memang tak dapat disalahkan. Anak, melalui pergaulan dan lingkungan mulai mendapat pengalaman dan perkembangan batin. Apa yang didengar itulah yang diserap, apa yang dilihat itulah yang didapat. Dan ketika Ituchi bermain dengan anak pembesar pembesar itu dan kebetulan di antara mereka ada yang mendengar tentang riwayat Cao Cun maka anak-anak itu mengejek Ituchi dan menghinanya. Ituchi marah dan kini bertanya pada ibunya. Tapi melihat ibunya menangis dan tidak menjawab pertanyaannya tiba-tiba anak ini menggigit bibir dan mengguncang guncang ibunya.

"Sudahlah, aku tak akan bertanya lagi, ibu, Diamlah..."

Cao Cun akhirnya menghentikan tangisnya. Sang anak dipandang, bentrok dengan mata yang bening itu dan Cao Cun seolah beradu pandang dengan mendiang suaminya pertama, raja Hu. Mata itu keras namun lembut. Cao Cun tak dapat menahan diri dan disambarnyalah anaknya itu, kembali dia menangis tersedu-sedu.

Tapi ketika Ituchi berontak dan lepas dari pelukannya maka anak ini berkata marah, "Ibu, aku tak mau kau menangis. Diamlah atau aku pergi!”

Cao Cun terkejut. Ituchi berdiri berang memandangnya, wanita ini tersentak dan lagi-lagi kaget. Itulah sikap raja Hu dulu kalau kata-katanya tak mau diturut, kini anaknya mewarisi dan tertegunlah wanita cantik ini. Namun mengusap air matanya menghentikan tangis Cao Cun mengangguk dan meraih anaknya itu, gemetar....

Sepasang Cermin Naga Jilid 09

Sepasang Cermin Naga
Jilid 09
Karya Batara


Cerita Silat Mandarin Karya Batara
TIGA orang itu terpental. Hu Beng Kui dapat mementalkan lawannya meskipun ia juga terdorong, nenek Naga Bumi mengeluh dan berkejap. Ia sungguh kaget oleh ketangguhan lawan yang luar biasa. Tapi karena Hek-bong Siauwjin membantunya dan ia penasaran oleh kehebatan lawan maka nenek ini melengking dan menyerang lagi, menusuk dan menampar sementara Hek-bong Siauwjin di bawah sana mencengkeram, iblis ini melejit dan kembali hendak mencomot selangkangan Hu Beng Kui. Rupanya kesukaan iblis ini memang di daerah itu.

Tapi ketika Hu Beng Kui menangkis dan menggeram marah maka keduanya kembali terpelanting, pukulan membalik dan Hu Beng Kui mengandalkan Khi-bal Sin-kangnya itu. Pendekar ini akhirnya membentak dan berkelebat. Dan ketika Hek-bong Siauwjin mencabut sabitnya dan berseru agar nenek Naga Bumi juga mencabut senjatanya maka Hu Beng Kui berseru keras mencabut pedangnya pula, berkeredep dan menangkis dan tiga senjata tajam bertemu di udara, memuncratkan bunga api dan nenek iblis serta Hek-bong Siauwjin terhuyung.

Untuk kesekian kalinya pula mereka ditahan si jago pedang, bukan main hebatnya si pendekar buntung itu. Tapi karena mereka marah dan nenek Naga Bumi kian penasaran tiba-tiba nenek ini memekik panjang dan senjatanya yang aneh, benang dan jarum emas menyambar bertubi-tubi ke seluruh tubuh Hu Beng Kui.

"Cring-crangg!" Terjadilah pertandingan seru itu. Untuk ke dua kali si jago pedang ini menghadapi lawannya, malah bertambah seorang. Pedang bergerak dan ke mana pun lawan menyambar di situ pasti dihadang senjatanya, sabit dan benang atau jarum emas selalu terpental. Dan ketika Hu Beng kui berseru keras dan membalas dengan Giam-lo Kiam-sutnya atau llmu Pedang Maut yang kini diisi tenaga sakti Khi-bal-sin-kang maka tak lama kemudian pedangnya lenyap dan selalu mendahului gerakan lawan, menyontek dan menusuk dan kini kemahiran bermain senjata ditunjukkan si jago pedang ini. Hu Beng Kui berkelebat dan lenyap dalam Bayangan Seribu Dewanya (Jing-sian-eng). Dan ketika lawan terkejut dan terdesak maka jeritan pertama terdengar dari mulut nenek Naga Bumi ketika pundaknya terkena.

"Crat!" Nenek ini sompal pundaknya. Daging pundaknya terkuak, kekebalannya tak dapat mengatasi ketajaman pedang di tangan lawan, atau, lebih tepat nenek Naga Bumi tak mampu menerima kehebatan Khi-bal sin-kang yang dipakai pendekar itu lewat pedangnya. Pedang di tangan pendekar ini telah penuh tenaga sakti dan tak mungkin nenek itu kuat. Dewi Naga Bumi memekik dan marah tapi juga gentar. Dan ketika Hu Beng Kui kembali membuat gerak memutar dan sabit di tangan Hek-bong Siauwjin ditangkisnya menyilang maka pedang meluncur cepat menyambar pelipis si setan cebol ini.

"Crat!" Pipi si cebolpun menjadi korban. Hek-bong Siauwjin menjerit memekik tinggi, tadi sudah mengelak tapi kalah cepat. Gerak pedang di tangan lawan terlampau luar biasa, Hu Beng Kui betul-betul seorang ahli pedang tingkat atas. Dan ketika dua orang itu terdesak mundur dan nenek Naga Bumi kewalahan menahan gerakan pedang maka benang dan jarumnya putus dibabat pedang.

"Cring-trang!" Kagetlah nenek ini. Apa yang dipertunjukkan lawannya itu betul-betul luar biasa, dia selalu kalah melawan tenaga yang dahsyat. Dan ketika Hek-bong Siauwjin juga terbabat ujung sabitnya dan berteriak gentar tiba-tiba si setan cebol itu berjungkir balik dan melarikan diri.

"Nenek siluman, tobat. Jago pedang ini benar-benar bukan tandingan kita!"

"Aih!" si nenek tersentak. "Kau merat, Siauwjin? Kau meninggalkan aku? Keparat, kalau begitu biar lain kali kita bertemu lagi, Hu Bang Kui. Kau memang hebat dan biar ku akui kepandaianmu!" nenek Naga Bumi berjungkir balik, melepas sisa jarumnya dan senjata berbahaya ini menyambar mata Hu Beng Kui.

Si jago pedang menangkis dan jarum yang sudah putus itu menjadi putus lagi, runtuh dan lawan pun melarikan diri di sana. Dan ketika nenek iblis itu menghilang dan Hek-bong Siauwjin juga lenyap mendahului temannya maka Hu Béng Kui mengusap keringat tertawa bergelak. "Ha ha, sekarang kau tahu kelihaianku, nenek siluman. Tapi, eh... serahkan dulu muridku!"

Hu Beng Kui teringat, berkelebat dan mengejar namun lawan meledakkan semacam granat, kabur dan memaki-maki pendekar itu. Dan ketika Hu Beng Kui tertegun dan terhalang pandangannya tiba-tiba ia teringat puterinya dan kembali berkelebat ke tempat semula, khawatir meninggalkan puterinya itu karena musuh bisa berbuat curang. Janga- jangan ada iblis yang lain lagi yang mengganggu puterinya. Tapi melihat Swat Lian bersamadhi di atas pohon dalam keadaan tak sadar tiba-tiba pendekar ini lega dan melayang ke atas, mengetuk belakang kepala puterinya.

“Lian-ji, bangun....!"

Swat Lian sadar. Dia disambar dan diturunkan ayahnya, membuka mata dan kaget tapi kagum. Dan ketika dia tak melihat lagi di mana lawan ayahnya itu maka ayahnya tertawa berkata bahwa lawan sudah melarikan diri.

"Nenek siluman itu gentar. Dia ketakutan atas kesaktianku!"

“Hm, dan ayah tak merampas Hauw Kam suheng?" gadis ini teringat. "Mana dia, yah? Kenapa tak ada?"

Sang ayah mendongkol. "Nenek itu melempar granat, Lian-ji. Aku terhalang dan tak mampu mengejarnya. Biarlah nanti kita kejar lagi dan kurampas Hauw Kam-suhengmu itu!"

Swat Lian tak puas. "Ayah membiarkannya lari? Kenapa tidak terus mengejarnya sampai dapat?"

"Eh, kau anak siluman macam apa? Aku terpaksa kembali karena teringat kau, bocah. Kalau tak ada kau di sini tentu kukejar dan kuteruskan niatku. Tadi Hek-bong Siauwjin juga muncul, aku khawatir setan yang lain datang dan mengganggu dirimu!"

"Hek-bong Siauwjin?"

"Ya, dia ternyata menemani nenek itu. Mereka berdua mengeroyokku tapi dapat ku usir pergi.”

"Hm, kau hebat, yah. Kepandaianmu sekarang benar-benar tinggi sekali. Dengan begini kau dapat mejagoi dunia!"

"Ha-ha, menjagoi apa? Jangan melantur, anak setan. Hayo kita cari mereka itu dan juga Kim-mou-eng!"

Hu Beng Kui bekelebat, menyambar puterinya dan Swat Lian terkejut. Kata-kata ayahnya mengandung ancaman yang membuat Swat Lian ngeri. Maka membetot dan menarik lepas dirinya tiba-tiba gadis ini berhenti. "Yah, nanti dulu. Apa maksudmu mencari Kim-mou-eng?"

"Eh, kenapa tanya? Bukankah untuk membalas kekalahanku dulu?" sang ayah berhenti pula terbelalak. "Dan aku ingin merobohkan Pendekar Rambut Emas itu, Swat Lian. Ingin kulihat berapa jurus sekarang dia dapat bertahan, ha ha!"

"Hm, kalau begini tak adil. Ayah sekarang sudah memiliki kepandaian begitu tinggi, Kim-mou-eng tentu tak dapat melawanmu."

"Biarlah, itu yang ingin ku tunjukkan kepadanya, Lian-ji. Aku ingin agar dia tahu bahwa Hu Beng Kui sekarang bukan Hu Beng Kui yang dulu!"

"Tidak, biar aku yang menghadapinya, yah. Kau tak usah maju dan biar aku yang membalas kekalahanmu."

"Aku masih ragu...."

"Memangnya kenapa? Membalas kekalahan harus dilakukan dengan jujur, ayah. Kalau kau mempergunakan ilmu-ilmu yang bukan milikmu sendiri maka hal ini kurang sportif. Tidak, biar aku yang mau dan kau tinggal menonton!" lalu tak mau ayahnya membantah gadis ini berkelebat dan mengajak ayahnya pergi, tentu saja tak mau ayahnya itu mengalahkan Kim-mou-eng, dengan ilmu yang bukan miliknya sendiri.

Dan begitu gadis ini memotong ayahnya dan tak mau berbantah lagi maka Hu Beng Kui pun terkejut tapi tertawa bergelak, mengejar dan akhirnya ganti menyambar puterinya ini. Jago pedang itu tahu apa yang terjadi di dalam pikiran anak perempuannya ini, maka begitu membetot dan menarik tangan puterinya jago tua ini pun mengerahkan ke saktiannya membawa anaknya terbang. "Baik, boleh, anak manis. Begitu juga sama dan biar kulihat kepandaianmu sekarang menghadapi Kim-mou-eng!"

Hu Beng Kui tak bicara lagi. Dia sudah membawa puterinya terbang seperti setan, berkelebat dan lenyap di antara pohon-pohon besar. Dan ketika dua orang ini tak diketahui lagi ke mana perginya maka bekas pertempuran itu pun sunyi kembali dan tak meninggalkan sesuatu yang istimewa.

* * * * * * * *

Dua bulan setelah kejadian di Bukit Malaikat. Hari itu dunia kangouw geger. Bukan oleh berita Cermin Naga melainkan oleh ulah enam tokoh iblis yang selama delapan minggu ini mengamuk, Khong-tong, Hong-san dan partai-partai lain gempar. Ketua-ketua mereka diculik dan dibawa enam tokoh iblis dunia itu, yang tentu saja memiliki kesaktian tinggi dan hanya Sian-su sajalah yang mampu menundukkan mereka. Dan ketika satu demi satu semua ketua-ketua partai itu diculik dan dibawa dari partainya maka Khong-tong. Hong-san dan lain-lain bersatu.

Kejadian berawal dari kemarahan enam iblis dunia itu. Seperti diketahui, mereka gagal mendapatkan Cermin Naga. Barang yang dilontar Bu-beng Sian-su ke angkasa dan akhirnya jatuh di utara dan selatan itu tak mereka temui. Cam-kong dan kawan-kawannya marah. Mereka lalu menumpahkan kemarahan pada ketua-ketua partai yang dulu melihat pertandingan mereka di Bukit Malaikat, menyaksikan kekalahan mereka pula dari si kakek dewa Bu beng Sian-su. Dan karena Cermin Naga tak mereka temukan dan enam orang itu gusar maka mereka mendatangi ketua ketua pantai ini dan menangkapnya.

Mula-mula yang "diciduk" adalah ketua Hong-san, Yang Te Cinjin. Sebagaimana diketahui tosu ini dulu melihat pertandingan di Bukit Malaikat, bersama teman-temannya Ciu Sek Tosu dan Bi Kong Hwesio, bersama Pendekar Rambut Emas dan Swat Lian, puteri si jago pedang Hu-taihiap itu. Dan karena tosu ini menonton dan menyaksikan kekalahan enam iblis dunia maka Tok-ong, iblis pemakan hati dan jantung itu mendapat tugas menghajar ketua Hong-san ini.

“Kau bekas tosu bau itu, aku yang lain!" Cam-kong memberi perintah, mengambil kesepakatan bersama yang lain bahwa masing-masing membekuk dan menculik ketua-ketua partai yang dulu menonton kekalahan mereka. Di samping melampiaskan kemarahan juga bermaksud untuk menghajar orang-orang ini, yang berani melihat mereka terjungkal menghadapi Bu-beng Sian-su. Dan ketika hari itu Tok-ong ke Hong-san dan di sana iblis berpakaian hitam hitam ini mencari Yang Te Cinjin maka geger dan gemparlah partai persilatan itu.

"Aku mencari ketua kalian. Suruh dia keluar!"

Para murid jatuh bangun. Tok-ong mengebut dan membuat anak murid Hong-san tunggang langgang, tentu saja bukan lawannya dan iblis tinggi besar ini mendaki puncak. Dengan kemarahan dan rasa geram dia memanggil-manggil Yang Te Cinjin. Dan ketika Yang Te Cinjin diberi tahu dan pucat mendengar kedatangan iblis itu maka Tok-ong tahu-tahu sudah berada di depannya, berkelebat seperti siluman.

"Hei, kau ikut aku, tosu bau. Ayo berangkat dan ke sinilah!" Tok-ong menyambar, dikelit tapi jari kakek iblis itu menjulur maju. Ke mana pun Yang Te Cinjin mengelak ke situ pula jari kakek ini membayangi. Dan karena Yang Te Cin jin pucat dan gentar akhirnya tosu ini berteriak dan mencabut pedangnya.

"Trang-trangg!"

Kuku jari Tok-ong yang dibabat mengeluar kan suara nyaring. Yang Te Cinjin terkejut dan kaget, Tok-ong mendengus dan kakek ini menggeram, terpaksa ketua Hong-san itu membentak berjungkir balik, menjauhkan diri. Dan ketika Tok-ong menjadi tak sabar dan ingin membunuh tiba-tiba wakil ketua dan murid-murid kepala Hongsàn-pai menyerang menolong pemimpinnya.

"Tok-ong, kau iblis keparat.... sing-crat!" pedang wakil ketua membacok pinggang, membalik dan sute Yang Te Cinjin terpekik. Dia yang menyerang malah berbalik terluka, pedangnya tadi mengenai telinga dan putuslah telinga tosu ini. sang tosu menjerit dan anak murid yang lain kaget. Tujuh di antaranya yang menyerang sudah mengalami nasib sama seperti wakil ketua Hong-san itu, senjata membalik dan makan tuan, ada yang terkerat telinganya dan ada pula yang terkerat hidungnya. Tok-ong memang bukan lawan orang-orang ini. Dan ketika semuanya tunggang-langgang dan kaget dengan luka-luka maka Yang Te Cinjin yang pucat dan gentar menghadapi Tok-ong tiba-tiba melarikan diri.

"Hei, ke mana kau?" Tok-ong menjadi marah, mengobrak-abrik tempat itu dan akhirnya gegerlah Hong-san. Tok-ong tak boleh membunuh karena mereka karena sudah bersepakat untuk menangkap tawanan hidup-hidup, mereka sebenarnya hendak menukarkan" tawanan itu kepada Sian-su, penukar Cermin Naga yang mereka cari-cari.

Dan ketika Yang Te Cinjin menghilang dan Tok-ong mengobrak-abrik maka kakek iblis ini memporak-porandakan partai Hong-san, mencari dan akhirnya mendapatkan ketua Hong-san itu. Kiranya di dalam takut dan jerihnya tosu ini sampai melupakan derajat, dia tak ingat ke dudukannya sebagai ketua partai. Dan ketika tempat persembunyiannya ketemu dan Tok-ong hampir menangkapnya mendadak tosu ini berkelebat dan lari turun gunung, kelabakan.

"Tok-ong, kau iblis keparat. Apa kesalahan pinto kepadamu? Ada dosa pinto?"

“Hem, dosa mu adalah karena kau menyaksikan pertandingan di Bukit Malaikat, tosu. Kau menjadi saksi atas kekalahan kami di tangan Bu-beng Sian-su!"

"Ah, itu pinto tak sengaja. Dan lagi bukan hanya pinto sendiri yang menonton!"

"Benar, dan teman-temanku yang lain juga akan menangkapi teman-temanmu itu, tosu bau. Sekarang menyerah dan ke marilah....wut!" lengan Tok-ong terulur, memanjang dan tahu-tahu Yang Te Cinjin terpekik. Dia yang berlari turun gunung tiba-tiba berhenti, tubuhnya terangkat dan tertangkaplah tosu itu. Yang Te Cinjin menjerit-jerit. Dan ketika ia meronta namun lehernya dicengkeram tiba-tiba tosu ini dibanting dan diinjak.

“Ngek!" ketua Hong-san itu mengeluh. Tok-ong memang hebat, terlampau hebat. Kakek ini bukan tandingannya, karena dia adalah tandingan kakek-kakek gurunya yang telah meninggal. Tok-ong adalah tokoh yang usianya sudah dua ratusan tahun, dia termasuk bayi di tangan kakek ini. Dan ketika Yang Te Cinjin mengeluh dan dibanting keras maka Tok-ong melempar sebuah tali dan tergubat tubuh ketua Hong-san itu seperti babi dijirat, dibelit-belit dan akhirnya tosu ketua Hong-san ini diseret sepanjang jalan.

Tok-ong menarik dan menghela tubuh korbannya itu seperti anjing, tentu saja sang ketua Hong-san berteriak-teriak sepanjang jalan. Tapi ketika Tok-ong mendupak mulutnya dan menotok jalan darah di bawah rahang akhirnya Yang Te Cinjin tak dapat berkeok-kaok dan menderita sepanjang jalan seperti anak kecil di tangan Tok-ong yang sakti.

Begitulah, dan bagaimana dengan yang lain? Sama saja, Ciu Sek, ketua Liong-san-pang juga tidak dibiarkan selamat. Sahabat Yang Te Cinjin ini pun didatangi pemburunya, kebetulan Cam-kong sendiri datang dan mengobrak-abrik markas Liong-san-pang itu. Dan ketika Ciu Sek melawan namun jelas bukan tandingan Pembunuh Petir ini maka ketua Liong-san itu pun diculik dan dibawa. Dan berturut-turut yang lain juga mengalami nasib serupa.

Bi Kong Hwesio, ketua Siu-lim juga menjadi korban. Yang menangkap adalah Hek-bong Siauwjin, kakek cebol yang amat sakti itu, yang memang bukan tandingan hwesio ini. Dan ketika ketua-ketua yang lain juga didatangi dan dibawa pergi iblis dunia yang lain maka hari itu, dua bulan setelah kejadian di Bukit Malaikat anak-anak murid dari partai-partai yang kehilangan ketuanya berkumpul.

Mereka meminta tolong sana sini, gagal dan tak berhasil. Kesaktian dan kehebatan Cam-kong dan kawan kawannya itu memang tak ada yang menandingi, kecuali Sian-su. Tapi karena Bu-beng Sian-su tokoh misterius yang tak gampang dicari dan kakek dewa itu datang dan pergi seperti siluman maka Yang Ci Tosu, wakil Hong-san yang terkerat telinganya itu putus asa.

"Kalau begini habislah nasib kita. Tak ada seorang pun di antara kita yang dapat menandingi enam iblis dunia itu. Lalu apalagi yang di harap? Saudara-saudara, kita sebaiknya pulang dan kembali. Atau kita tak berkecimpung lagi di dunia kangouw dan kita menjadi orang biasa!"

"Benar," Bi Lung Hwesio, sute Bi Kong, mengangguk. "Pinceng juga tak tahu harus melakukan apa, Yang Ci totiang. Kalau kita semua tak ada yang mampu menghadapi enam iblis itu biarlah pinceng bubarkan Siu-lim dan hidup sebagai orang awam."

"Nanti dulu," seseorang melompat. "Bagaimana kalau kita ke Bukit Malaikat? Bukankah kita dapat melaporkan pada Sian-su?"

"Hem, Bu-beng Sian-su tak selamanya di Bukit Malaikat, Cia Kak totiang. Manusia dewa itu tak dapat diraba di mana beradanya. Pinceng sudah ke sana dan gagal, kalau totiang ingin ke sana silahkan, tapi pinceng sudah dua kali ke situ."

"Bagaimana dengan Kim-mou-eng?"

Bi Lung Hwesio tertegun.

"Kim-mou-eng adalah muridnya, Bi Lung lo-suhu. Kalau kita tak dapat menemukan Sian-su barangkali lewat Pendekar Rambut Emas ini kita dapat minta bantuan!"

"Hm, pinceng tak tahu di mana beradanya Kim-mou-eng pula. Siapa di antara saudara-saudara yang tahu?"

"Kita dapat mencari, kita menyebar!"

"Dan sementara itu ketua kita, Hm..." Bi Lung menggeleng. "Tidak, percuma saja, totiang. Kalau pun ketemu barangkali ketua kita sudah tewas di tangan iblis-iblis jahat itu!"

"Tapi mereka tak dibunuh, mereka hanya diculik. Kenapa putus asa dan patah semangat, Bi Lung lo-suhu? Kalau pinto ketemu Kim-mou-eng tentu pinto akan coba meminta bantuannya dan barangkali dia dapat menghadapi enam iblis dunia itu!"

Keadaan tiba-tiba ribut. Kim-mou-eng, nama yang dijagokan mendadak mencuat, semua orang sudah tahu kelihaian Pendekar Rambut Emas itu dan menjadi lebih dapat diandalkan lagi karena Kim-mou-eng adalah murid Sian-su, kakek dewa itu. Dan ketika semua membicarakan nama ini dan menyebut-nyebut Kim-mou-eng dengan hangat mendadak bayangan berambut keemasan muncul dan berkelebat, datang.

"Saudara-saudara, aku tak sanggup. Terus terang hanya guruku yang mampu menghadapi dan menundukkan enam iblis dunia itu. Biarlah aku yang mencarinya dan memberitahukan semua ini!“

Kim-mou-eng muncul, mengejutkan semua orang tapi semua tiba-tiba menjadi gembira. Tapi mendengar kata-kata terakhir itu dan Kim-mou-eng tampak kuyu maka orang pun tertegun dan kaget.

"Maaf, tidakkah kalian dengar musibah yang menimpaku? Isteriku terbunuh, cuwi enghiong (orang-orang gagah). Dan anakku pun diculik di mana sampai sekarang aku belum dapat mengambilnya. Aku bukan tandingan mereka!"

Orang-orang tertegun. "Kim-taihiap," Ciu Kak Tosu maju selangkah, tiba-tiba berkata. "Maaf kami lupa. Kalau begitu kau carilah gurumu. Tolong bantu kami dan laporkan bahwa ketua kami diculik dan dibawa enam iblis dunia itu. Kalau Sian-su tak menolong lalu siapa lagı?"

"Aku akan mencari suhu," Kim-mou-eng mengangguk. "Tapi juga tak dapat ku janjikan segera ketemu, Ciu Kak totiang. Kedatangan dan kepergian suhu tak seorang pun mengetahuinya, termasuk aku."

"Bagaimana kalau terlambat?"

"inilah, aku juga bingung!"

"Hmm," seseorang tiba-tiba maju. "Bagaimana kalau kita mencari orang pandai dengan jalan pibu? Sementara Kim-taihiap mencari gurunya biarlah kita berusaha juga dengan mencari seorang jago, Ciu Kak toheng. Dan kalau perlu mengangkat orang pandai ini sebagai bengcu (pemimpin dunia persilatan)!"

Semua orang tertegun. Yang bicara itu adalah Swan Hong Tojin, adik atau sute Swan Cong Tojin, wakil ketua Kun-lun. Swan Cong Tojin juga diciduk dan dibawa enam iblis dunia itu, ketua Kun - lun ini tak berdaya dan kini Swan Hong datang berkumpul bersama wakil-wakil ke ketua partai yang lain, Yang Ci Tosu dan Ciu Kak Tosu itu serta yang lain lain. Dan ketika semua orang memandangnya dan ada yang terkejut mengerutkan kening maka tosu ini, Wakil Ketua Kun-lun bicara lagi.

"Saudara saudara, bantuan yang kita mintakan pada Kim-taihiap sebaiknya jangan terlalu di gantungkan. Kita juga harus berusaha sendiri, apalagi Kim-taihiap telah memberi tahu kita bahwa gurunya itu sukar dicari dan ia pun tak menjanjikan pasti ketemu. Dan karena semuanya ini belum pasti padahal kita harus secepatnya menolong ketua ketua kita maka sebaiknya kita mengadakan pibu dan mencari seorang bengcu. Siapa dapat menolong ketua kita itu maka dialah bengcu dan pemimpin dunia! Siapa setuju?"

Orang orang tiba-tiba mengangguk. Mereka setuju dan tentu saja girang, ini jalan paling bagus disamping mengharap bantuan Sian-su, betapapun kakek dewa itu jelas-jelas telah dapat mengalahkan enam iblis dunia. Tapi mengerutkan kening bertanya perlahan tiba-tiba Bi Lung, wakil Siu-lim bertanya,

"Nanti dulu, apakah mecari bengcu dengan jalan pibu tidak terlalu lama, Swan Hong totiang? Bagaimana kalau disebarkan berita saja bahwa siapa dapat membebaskan ketua kita maka dialah bengcu yang langsung kita angkat? Mencari dan mengumpulkan orang orang gagah lalu mengadakan pibu terlalu lama, totiang. Sebaiknya pinceng usulkan dibuat semacam sayembara saja siapa dapat membebaskan ketua ketua kita maka dialah bengcu sekaligus raja persilatan!"

"Benar," Yang Ci tiba-tiba mengangguk. Pinto setuju dengan kata kata Bi Lung lo-suhu, Swan Hong toheng. Toh pertandingan menghadapi enam iblis dunia itu juga sudah merupakan pibu yang jauh lebih dahsyat dan menegangkan dari pada biasanya!"

Yang lain lain tiba-tiba setuju. Semua orang ribut mengangkat tangan, apa yang telah diusulkan Swan Hong Tojin malah disempurnakan oleh Bi Lung Hwesio, semua sependapat dan sepikiran. Dan ketika semuanya ribut menyetujui kata-kata Bi Lung dan Yang Ci maka Swan Hong Tojin mengangguk dengan mata bersinar-sinar.

"Betul, pinto sependapat, toheng. Dan sekarang juga rupanya kita dapat menyebarkan berita ini."

"Tapi adakah kira-kira yang dapat melakukan itu?” sepotong pertanyaan sinis tiba-tiba mengecilkan semangat. "Pinceng tidak menciutkan harapan, saudara-saudara. Tapi melihat betapa susahnya kita mencari orang lihai barangkali maksud ini pun kandas di tengah jalan!"

Semua tertegun. Kwi Bi Hosiang, wakil ketua Go-bong-pai telah bicara. Semua jadi teringat betapa susahnya mencari bantuan. Kata-kata ini pun ada benarnya. Tapi Swan Hong Toijin yang tak mau patah semangat dan dikecilkan oleh tanggapan itu tiba-tiba mengangkat kepala.

"Kwi Bi losuhu, kalau kita selama ini gagal mendapatkan bantuan barangkali adalah kekurang-sungguhan kita. Betapapun, dunia kangouw banyak menyimpan orang orang pandai yang acap kali mengasingkan diri. Siapa tahu di antara mereka itu ada yang mendengar dan mau keluar? Pinto optimis mendapatkan orang yang dicari, lo-suhu. Dan pinto percaya di dunia ini pasti ada kekuatan lain yang dapat mengimbangi kekuatan hitam!"

"Maaf, pinceng bukan mengecilkan semua maksud ini. Hanya pinceng ragu dan putus asa setelah kita semua berhenti di sini...."

"Kita tidak berhenti di sini, lo-suhu. Justru kita sedang maju untuk mencari cara bagaimana kita menyelamatkan ketua kita. Dan cara itu adalah mengangkat bengcu ini. Meminta bantuan seseorang dengan menjanjikan imbalan yang pantas tentu lebih berhasil daripada meminta bantuan tanpa memberi apa-apa!"

"Maksud totiang?"

"Pengakuan dan pengangkatan sebagai bengcu itu adalah imbalan yang ingin kita berikan kepada penolong kita, lo-suhu. Dan ini agaknya pantas karena yang dihadapi itu adalah enam iblis dunia!"

"Hm, terserahlah. Pinceng putus asa dan mudah-mudahan berhasil."

Kwi Bi Hosiang mengebutkan lengan, mundur dan tetap muram menyimpan kepesimisan. Memang itu dirasa tak mungkin dan amat sulit. Bu-beng Sian-su lah yang dapat diandalkan, hanya kakek dewa itu satu-satunya yang dapat menolong. Tapi ketika orang orang mulai terpecah dan ada yang terpengaruh oleh tuturan hwesio ini mendadak di tempat itu muncul seseorang yang datang seperti iblis, tahu tahu telah berada di tengah tengah mereka, tanpa diketahui kapan datangnya.

"Ha ha, apa ini? Siapa yang ribut-ribut membicarakan bengcu? Bagaimana kalau aku yang menyelamatkan ketua kalian?"

“Hu-taihiap...!!" orang-orang terkejut, melihat dan mengenal pendekar buntung itu dan Kim-mou-eng mendahului mengeluarkan seruan ini. Memang Pendekar Rambut Emas itulah yang mula-mula mengenal dan melihat si jago pedang ini. Dan ketika yang lain tersentak dan mundur memandang pendekar dari Ce-bu itu maka Hu Beng Kui, jago tua ini tertawa.

“Kim-mou-eng. kebetulan kita bertemu di sini. Kita dapat melanjutkan persoalan dulu dan kesempatan bagiku membalas kekalahan....!" namun sebelum Hu Beng Kui berkelebat menyerang lawannya tiba-tiba berkelebat bayangan seseorang dan Swat Lian meneriaki ayahnya, kiranya tadi ketinggalan dan jauh di belakang ayahnya,

"Ayah, tahan. Jangan menyerang!" dan Swat Lian yang turun dan berkelebat di depan ayahnya akhirnya bersinar -sinar memandang Kim-mou-eng, beradu pandangan. "Kim-twako, pergilah. Ayah sekarang hebat bukan main dan kau bukan tandingannya!"

Kim-mou-eng terkejut.

"Eh!" Hu Beng Kui menyela. “Kau omong apa, Lian-ji? Bukankah kau mau membalas kekalahanku dulu?"

"Tidak," Swat Lian terisak. "Kim-twako lagi sedih, ayah. Dia kehilangan isteri dan anaknya. Biarlah lain kali kita teruskan niat itu dan kita tunda urusan kita dengannya, dan memandang pendekar itu mengangkat lengan Swat Lian berkata, "Twako, maaf. Aku tak ingin kau di sini dan membangkitkan penasaran ayah. Kau pergilah dan jangan ladeni sikap ayahku!"

“Hm....!" Kim-mou-eng tak senang, merah mukanya. "Apa arti semuanya ini, Swat Lian? Memangnya ada apa dengan ayahmu itu?"

"Ayah sekarang hebat bukan main, twako. Kau bukan tandingannya dan lekaslah menyingkir. Aku tak mau dia menghajarmu!"

Kim-mou-eng terkejut, tentu saja tak tahu perobahan besar-besaran yang terjadi pada diri si jago pedang ini. Tak tahu bahwa Hu Beng Kui telah mendapatkan Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kang dari Cermin Naga, bahwa cermin itu jatuh di tangan pendekar ini sementara yang lain jatuh di tangan Kwee Han, sahabatnya. Dan ketika Swat Lian tampak begitu khawatir dan cemas memandangnya tiba-tiba Pendekar Rambut Emas menjadi marah dan tersinggung.

“Lianzmoi, aku tak merasa mengikat permusuhan dengan ayahmu. Kalau urusan Pedang Tiga Dimensi dulu membuat ayahmu penasaran dan ingin main-main tentu saja aku melayani. Aku bukan penakut, dan aku juga bukan pengecut!"

“Ha ha!" Hu Beng Kui tertawa bergelak. Kau gagah, Kim-mou-eng. Jantan dan mengagumkan. Marilah, aku memang penasaran dan ingin melanjutkan urusan dulu denganmu. Aku ingin menebus kekalahanku, disaksikan orang banyak!"

"Mm, siapa takut?" Pendekar Rambut Emas mengedikkan kepala. "Aku siap menerima tantangmu, Hu-taihiap. Dan aku tak mungkin lari kalau kau ingin bertanding."

"Tidak, jangan...!" Swat Lian meloncat, berdiri di tengah-tengah dua orang itu. "Kau tak akan menang, twako. Ayah sekarang hebat dan...."

"Wuutt!" Hu Beng Kui menyambar puterinya, tertawa bergelak. "Kau tak usah menakut-nakuti Kim-mou-eng, Lian-ji. Justeru semakin kau menakut-nakuti dia Kim-mou-eng akan penasaran. Minggirlah kalau kau tak mau membantu ayahmu, ha-ha!" dan Hu-taihiap yang melempar puterinya jauh dari tempat itu tiba-tiba membuat Swat Lian berjungkir balik dan membentak mencabut pedang, indah dan luar biasa dan tahu tahu ia telah kembali ke tempat ayahnya tadi, berputar dan melayang turun dengan muka kemerah merahan. Dan ketika sang ayah terkejut dan Kim-mou-eng juga tertegun maka gadis ini berseru, menggerakkan pedangnya itu,

"Ayah, minggir. Kalau begitu biar aku yang maju dan biar Kim-twako melihat kemajuan ilmu pedang kita...awas!" dan Swal Lian yang membentak serta menusuk lawan tiba-tiba membuat Kim-mou-eng tersentak mengelak mundur, diserang lagi dan segera Ilmu Pedang Maut atau Giam-lo Kiam-sut menyambar-nyambar tubuh Pendekar Rambut Enas ini. Swat Lian mendahului ayahnya dan sudah menyerang lawannya itu, pedang berkelebatan dan akhirnya lenyap dalam gerakan membacok dan menusuk, juga menyendok dan menebas. Bukan main hebatnya. Dan ketika Kim-mou-eng masih mendelong dan lambat berkelit maka ujung pedang mengenai bahunya dan seketika itu juga darah mengucur di pundak pendekar ini.

“Crat-aih!"

Orang orang tertegun. Teriakan itu bukan dari Kim-mou-eng, melainkan dari Swat Lian. Gadis ini terpekik karena lawan tergores, kecil saja tapi sudah cukup membuat Swat Lian terkejut. Suaranya menunjukkan isi hatinya dan segera Hu taihiap merah mukanya. Nyata dari sini bahwa anak gadisnya masih tak dapat melupakan pendekar itu, Hu-taihiap menggeram dan malu terhadap yang lain. Dan ketika Kim-mou-eng kembali tertegun dan lambat berkelit maka ujung pedang kembali mengenai pangkal lengannya dan Swat Lian terisak, berseru,

"Twako, balaslah. Ayo balas dan jangan biarkan ayah yang maju!"

Kim-mou-eng membelalakkan mata. Setelah berkali-kali Swat Lian menunjukkan kecemasannya akan ayahnya itu maka penasaran dan heranlah Pendekar Rambut Emas ini, heran akan kekhawatiran lawannya itu dan melihat pedang mulai berkelebatan semakin cepat. Tusukan dan tikaman mulai mendssing pula secara halus, ini berarti semakin halus semakin berbahaya. Dan ketika benar saja sebuah jurus aneh dilakukan Swat Lian karena pedang menyendok" dari bawah ke atas tiba-tiba pangkal lengannya terbacok dan Swat Lian menjerit.

"Crattt….aaiih!"

Kim mou-eng terhuyung. Sang pendekar tergetar karena pekik atau jerit Swat Lian itu menyentak perasaannya, mata yang terbelalak melebar itu berhenti berputar, sedetik tak berkejap memandangnya tapi Hu-taihiap tertawa bergelak. Jago pedang itu menyatakan kegembiraannya karena puterinya dapat melukai Pendekar Rambut Emas, Kim-mou-eng kaget dan marah. Dan ketika Swat Lian kembali menyerang namun mengeluh agar dia membalas atau mengimbangi permainannya akhirnya Pandekar Raabut Emas ini bergerak dan mengangguk.

"Baiklah, aku memenuhi permintaanmu, Lian moi. Tapi betapapun aku akan menghadapi ayahmu....plak-plak!" dan pedang yang ditangkis serta ditolak terpental akhirnya membuat Swat Lian bersemangat dan tidak ragu-ragu lagi. Mengetahui bahwa lawannya ini bukanlah lawan biasa. Sekali Kim-mou-eng mengeluarkan kepandaiannya tentu pertandingan berjalan seru dan ramai, gadis itu membentak dan menerjang lagi.

Dan ketika Kim mou-eng menyambut dan melayani lawannya maka penonton pun kagum melihat gerakan Pendekar Rambut Emas itu, menyampok dan mengibas dan terpentallah pedang di tangan putéri Hu Bang Kui itu. Swat Lian melengking dan mempercepat gerakannya, dan ketika pedang berseliweran naik turun dan melingkar serta menari-nari di udara maka mendesah dan berserulah orang orang itu melihat keindahan dan kehebatan ilmu pedang gadis ini pula.

"Aihhh, kiam-sut (ilmu pedang) yang lihai. Hebat sekali, indah...!"

"Ya, dan pinto mengakui keluar biasaannya, Bi Lung lo-suhu. Pinto mengaku bahwa pinto bukan apa-apa menghadapi ilmu pedang ini!"

"Tapi Kim-taihiap dapat melayani. Berarti Kim-taihiap pun hebat!"

"Benar, Kim-mou-eng memang hebat. Entah siapa yang akan menang dalam pertandingan ini!"

"Ha ha!" Hu taihiap tertawa bergelak. "Kalau puteriku bersungguh sungguh tentu ia menang, cuwi enghiong. Lihat dan perhatikan saja ilmu pedangnya!"

Kim-mou-eng mendongkol. Ilmu pedang yang dimainkan Swat Lian memang hebat dan cepat dia harus mengakui itu. Tapi karena ia bertangan telanjang dan selama ini pedang gadis itu ditolak terpental maka Pendekar Rambut Emas merasa Hu-taihiap terlalu jumawa, agak bingung menghadapi lawannya ini karena Swat Lian adalah gadis yang baik. Juga, hm... ada "apa-apa" sebenarnya di antara mereka. Dia tak ingin merobohkan lawan tapi juga tak ingin dirobohkan. Dua pilihan yang bertolak belakang tiba-tiba menghadang di depannya. Dan ketika lawan mempercepat gerakannya dan Swat Lian mengerahkan ginkang tiba-tiba gadis itu lenyap dalam lingkaran pelangnya yang bergulung-gulung.

"Kim-twako, awas. Aku akan mengeluarkan beberapa jurus yang berbahaya!"

"Hm,“ Kim-mao-eng tersenyum, hambar. Kau keluarkanlah seluruh kepandaianmu, Lian-moi. Biar ayahmu puas dan lihat apakah kau dapat merobohkan aku."

"Ayahku menyuruhku, maaf aku terpaksa..." dan Swat Lian yang menusuk seria membacok di udara tiba-tiba membentak menyuruh lawannya waspada, sebuah serangan kilat meluncur menuju Pendekar Rambut Emas itu. Tapi Kim-mou-eng yang mengelak dan menyamplok cepat tiba-tiba menggerakkan tangannya melakukan tamparan miring.

"Plak!" Pedang melejit, tertolak dan tiba-tiba sudah membalik dengan kecepatan tinggi. Swat Lian yang menggerakkan kaki setengah berputar tagu-tahu mengayun pedangnya dengan posisi dibalik, mata pedang berada di luar sementara bagian yang tidak tajam di dalam. Dan ketika pedang mengaung dan melejit seperti tokek meloncat tiba-tiba pedang sudah menyambar leher Kim-mou-eng tanpa sempat dikelit lagi.

"Awas!”

Kim-mou-eng terkejut. Dia tak menduga serangan aneh itu, merendahkan kepala tapi pedang membayangi. Dan ketika pendekar itu kaget dan berseru keras tahu-tahu senjata di tangan lawan mengenai leher.

“Plak!" Kim-mou-eng terhuyung. Hu Beng Kui tertawa bergelak melihat keberhasilan itu, tapi juga mengomel kenapa puterinya membalik mata pedang, Swat Lian memang tak mau melukai orang yang dicinta dengan pedang yang tajam, jadi memberikan bagian yang tumpul untuk menetak leher. Dan ketika Kim-mou-eng terhuyung dan kaget öleh jurusnya yang aneh maka gadis itu berseru kembali menggerakkan pedangnya dengan posisi menggunting, tangan kiri bergerak pula dari bawah ke atas mencegat gerakan lawan. Satu satunya jalan bagi Kim-mou-eng hanya meloncat ke atas. Kiri kanan dan bawah sudah dihadang. Tapi ketika pendekar itu meloncat ke atas dan lawan mengikuti tiba-tiba pedang membayangi cepat dan belikat pun disambar pedang.

"Brett!" Baju di bagian punggung pendekar itu robek. Kim-mou-eng tersentak karena dua kali ia merasa kalah, pedang bergerak lagi dan berturut-turut pangkal lengan dan pahanya menjadi korban. Untunglah, dia mengerahkan sinkangnya dan kebal oleh bacokan semua senjata tajam itu. Dan ketika Swat Lian berseru agar dia mengeluarkan pit-nya karena serangan akan semakin gencar maka apa boleh buat terpaksa pendekar ini mencabut senjatanya, sebatang pit atau pena dan dengan senjata aneh itu Pendekar Rambut Emas melayani lawan.

Trang-tring trang-tring mulại terdengar, Pendekar Rambut Emas mengerahkan Tiat-lui-kang nya atau Tenaga Petir untuk mengisi" pitnya ini. Dan ketika benar saja serangan serangan pedang kian gencar dan Kim-mou-eng harus mengerahkan ginkang hingga tiba-tiba keduanya lenyap dalam serangan serangan yang cepat maka orang-orang seperti Bi Lung Hwesio atau Ciu Kak Tojjn sudah tak dapat mengikuti jalannya pertandingin lagi.

"Aih, ini benar-benar hebat. Pinceng merasa kabur...!"

"Ya, dan pinto juga berkunang-kunang, Bi Lung lo-suhu. Sukar dipercaya babwa kehebatan mereka ini masih bukan tandingan enam iblis dunia!”

"Ha-ha, mana mungkin?" Hu Beng Kui kini berseru.. "Kim-mou-eng masih rendah kepandaianya, cuwi enghiong. Aku dapat melihat jelas dan bagiku gerakannya masih lamban, begitu pula puteriku!"

Semua terkejut.

"Tidak percaya?" si jago pedang berkata lagi. "Dua-duanya sekarang imbang, cuwi enghiong. Tapi kalau pit di tangan Pendekar Rambut Emas itu dapat dipatahkan puteriku tentu Kim-mou-eng kalah. Sayang, agaknya dalam hal tenaga memang puteriku kalah kuat. Puteriku akan mengeluarkan jurus jurus berbahayanya dan Kim-mou-eng harus mengeluarkan Pek-Sian-ciang (Pukulan Dewa)!"

Bi Lung Hwesio dan lain-lain terbelalak. Pek-sian-ciang, nama pukulan itu sudah mereka dengar sebagai ilmu paling dahsyat yang dipunyai Pendekar Rambut Emas, jarang dikeluarkan kalau tidak terpaksa. Dulu Hu Beng Kui sendiri kalah menghadapi Kim-mou-eng, padahal pendekar itu belum mengeluarkan Pek-sian-ciang. Tapi karena kekalahan si jago pedang disebabkan lengannya yang buntung dan Kim-mou-eng selalu mengarahkan serangan serangannya pada bagian yang buntung ini di mana waktu itu Hu Beog Kui memang tak dapat berkutik maka sesungguhnya sukar jaga menentukan siapa sebenarnya di antara si jago pedang ini dan Kim-mou-eng yang lebih unggul, kalau si jago pedang tidak buntung.

Dan kini Hu-taihiap menyatakan kepandaian Kim mou eng bukan apa-apa, gerakan pendekar itu di anggapnya lamban dan dengan pongah Hu Beg Kui menyatakan komentarnya. Sungguh orang tak mudah percaya dan ada di antaranya yang tertawa di dalam hati, orang orang yang dulu mengetahui kekalahan si jago pedang ini. Namun ketika pertandingan kian memuncak dan Swat Lian terbawa oleh semangatnya melihat pedangnya selalu tertangkis pena tiba-tiba gadis ini membentak mengeluarkan tiga jurus simpanan, percaya bahwa betapa pun Kim-mou-eng adalah lawan yang hebat.

"Kim twako, awas. Sekarang aku mengeluarkan jurus jurus inti... wut-singgg....!" pedang mengaung bagai pelangi, bergerak memanjang dan melengkung dari atas kebawah. Swat Lian mengeluarkan jurus yang disebut Menyebar Siluman Mencari Naga, sebuah gerakan berbahaya menuju leher lawan.

Dan ketika pit di tangan Kim-mou-eng itu menangkis namun Swat Lian menambah tenaganya maka untuk pertama kali Kim-mou-eng terkejut karena pedang tidak terpental, membesut dan secepat kilat pedang turun ke bawah, menempel di pitnya, jadi membeset dan siap membabat jari-jarinya. Kaget pendekar ini. Dan karena gerakan sudah sedemikian cepat dan satu satunya jalan ia harus menggerakkan tangan kirinya untuk membantu pit di tangan kanan maka Pendekar Rambut Emas mengepret dan menghalau pedang itu.

"Plak!" Pedang menggelincir. Swat Lian sudah meneruskan dengan jurus kedua, Naga Tertangkap. Apa yang dilakukan Kim-mou-eng memang sudah diduga, itulah jebakan yang dipasang dalam jurus pertamanya tadi. Kim-mou-eng telah menggerakkan kedua tangannya, jadi, bagian bawah kosong. Dan karena bagian bawah ini adalah sepasang kaki dan pedang sudah membacok begitu dihalau tahu-tahu pedang menukik ke bawah dan menyambar paha Kim-mou-eng, tentu saja membuat sang pendekar terkejut karena dua jurus berturut-turut ini dilakukan Swat Lian luar biasa cepatnya. Lawan seolah tak memberi kesempatan padanya untuk berpikir, semuanya harus dilakukan secara cepat, spontan. Dan ketika dia membentak dan apa boleh buat harus menggerakkan kakinya menendang pedang itu sekonyong-konyong pedang berhenti di tengah jalan dan mencuat naik menusuk matanya, dalam jurus terakhir yang disebut Pedang Siluman Memasuki Guha.

"Hayaa...!" Kim-mou-eng tak mendapat kesempatan lagi. Menghindar atau melompat sudah tak ada waktu. Tiga jurus berturut-turut yang dipertunjukkan Swat Lian ini amat cepat luar biasa dan berbahaya, semuanya mengunci jalan keluar, mematikan langkah. Dan karena mata disambar pedang dan Kim-mou-eng terkecoh oleh jurus kedua hingga kaki terangkat menendang angin kosong maka secara mengejutkan tapi juga mengagumkan tiba-tiba pendekar ini berseru keras memutar tubuhnya, dengan satu kaki lalu membentak melepas pitnya tiba tiba senjata itu menotok pergelangan tangan Swat Lian sementara telapak Kim-mou-eng menerima pedang dengan satu pukulan dahsyat, satu pukulan yang mengeluarkan cahaya putih dimana tiba-tiba Swat Lian menjerit, silau.

"Plak-dess!" Gebrakan ini mengakhiri pertandingan. Swat Lian yang melakukan tusukan cepat tiba-tiba mengeluh, pedangnya bertemu telapak lawan dan hancur berkeping-keping. Pit di tangan Kim-mou-eng yang tadi diluncurkan dan menyambar pergelangan tangannya tepat sekali mengenai jalan darah ku-hiat, langsung tangan gadis ini menjadi kaku dan tak dapat digerakkan. Dan ketika Swat Lian terhuyung dan pucat memandang ke depan maka Kim-mou-eng juga terdorong dan pipinya sedikit tergurat, kena mata pedang, masih tak dapat menyelamatkan diri sepenuhnya.

"Ha ha, hebat, Kim-mou-eng. Pek-sian-ciang mu tangguh dan luar biasa...!" Hu Beng Kui yang melihat berakhirnya pertandingan itu berseru. Dia berkelebat menahan puterinya, Swat Lian jatuh terduduk dan terisak.

Dan ketika semua orang bengong karena dua-duanya tampak terdorong maka Kim-mou-eng membungkuk di depan jago pedang itu. "Hu-taihiap, Giam-lo Kiam-sutmu sekarang maju pesat. Aku mengakui kelihaiannya dan nyaris celaka."

"Ha-ha, tidak sepenuhnya begitu, Kim-mou-eng. Kau pun menotok puteriku dan membuatnya tidak berdaya. Betapapun kau masih menang seurat dan Pek-sian-ciangmu cukup hebat. Hayo buktikan padaku dan kini kita main-main!" si jago pedang melepas puterinya, berdiri tegap dan berseri-seri memandang Pendekar Rambut Emas itu. Lalu sementara Kim-mou-eng terkejut dan terbelalak memandangnya jago pedang ini menyambung,

"Aku akan merobohkanmu sepuluh jurus. Lebih dari itu anggap aku yang kalah!"

"Ayah....!" Swat Lian terkejut. "Kau gila? Tidak, Kim-twako masih lelah, ayah. Dia harus istirahat dan tak boleh bertempur¡"

"Kenapa?" ayahnya tertawa bergelak. "Sebagai pendekar tak perlu dia takut, Lian-ji. Sejenak ini saja cukup baginya untuk memulihkan tenaga. Minggirlah, aku hanya melayaninya sepuluh jurus dan setelah itu dia roboh. Aku akan mainkan ilmu silat pedang dengan ranting ini dan kau tak perlu khawatir!" Hu Beng Kui telah mematahkan sebatang ranting, memutar-mutarnya di tangan dan Swat Lian terbelalak. Ayahnya tidak mempergunakan senjata tajam, hanya sebatang ranting. Namun karena benda apa saja bisa menjadi amat berbahaya kalau berada di tangan ayahnya yang sakti tiba-tiba Swat Lian menggeleng dan melompat bangun.

"Tidak, yah. Aku sudah kalah dan kau tak boleh memaksa Kim-twako. Dia lelah dan harus beristirahat!" namun Hu Beng Kui yang tertawa bergelak menggerakkan ranting itu tiba‐tiba telah menotok puterinya hingga roboh terpelanting. Jago pedang ini menggerakkan senjatanya tanpa menyentuh leher puterinya itu, angin bercuit dan robohlah anak gadisnya itu. Dan ketika Swat Lian memaki-maki namun sang ayah tidak menggubris maka Kim-mou-eng yang tertegun dan terkejut melihat semuanya itu sudah menerima pitnya lagi yang ditendang ujung kaki Hu taihiap.

"Kim-mou-eng, ayo kita main main. Puteriku masih kurang sungguh-sungguh, tak puas aku. Bersiaplah sepuluh jurus dan pergunakan senjata mu itu.... wut!"

Pit ditangkap, Kim-mou-eng menerima dan Pendekar Rambut Emas ini merah mukanya. Berkali kali Hu Beng Kui menyatakan hendak merobohkannya dalam sepuluh jurus saja, kata-kata mengejek yang membuat dia marah dan direndahkan. Dan karena lawan sudah berdiri tegak dan menantangnya pongah maka Kim-mou-eng mengangkat pitnya itu menghadapi Hu Beng Kui.

"Baiklah, kau berkali-kali menantang aku, Hu-taihiap. Kalau aku mundur tentu kau akan semakin menghina aku, majulah!"

"Eh, kenapa aku? Kau yang maju, Kim-mou-eng. Kau langsung saja keluarkan Pek-sian-ciang mu itu, ha ha!”

"Hm...!" Kim-mou-eng merah padam. "Kau yang meminta, Hu-taihiap. Dan jangan kau menyalahkan aku kalau ada apa-apa...Wut!" pena menusuk, sudah bergerak dan cepat menyambar jago pedang ini. Hu-taihiap tertawa dan mengejek, tidak berkelit melainkan menggerakkan rantingnya itu. Dan ketika dia berkata bahwa sebaiknya Kim-mou-eng mempergunakan Pek-sian-ciang membantu pit-nya itu maka si jago pedang menangkis dan langsung mengerahkan tenaga.

“Pletak!"

Kim-mou-eng terkejut. Hanya dalam satu gebrakan itu saja tiba-tiba pitnya patah, bukan main kagetnya pendekar ini. Dan ketika dia terbelalak dan berseru keras maka Hu Beng Kui berkelebat dan membalasnya,

"Plak-dess!" Kim-mou-eng mencelat. Dia menangkis tapi terlempar, mengerahkan Tiat-lui-kang tapi membalik. Dan ketika dia terlempar bergulingan dan kaget serta berseru keras maka Hu Beng Kui telah menusuk dan menyabetkan rantingnya itu, mainkan Giam-lo Kiam-sut dan tertawa-tawa mengejar Pendekar Rambut Emas ini. Hu Beng Kui berkata bahwa sebaiknya Kim-mou-eng mengerahkan Pek-sian-ciang, bukan Tiat lui-kang. Dan karena seruan itu diucapkan sambil tertawa-tawa dan sebentar saja Pendekar Rambut Emas dibuat kaget oleh tangkisan yang selalu mental maka dua pukulan kembali mendarat di pundak dan lehernya.

“Des-dess!"

Hu Beng Kui tertawa bergelak. "Kau jangan menyepelekan nasihatku, Kim-mou-eng. Lihat dan buktikan bahwa permainan pedangku jauh lebih dahsyat dari pada dimainkan Swat Lian. Awas... wirr-wutt!"

Ranting itu menyambar lagi, memang benar jago pedang ini mainkan Giam-lo Kiam-sut kecepatannya jauh melebihi kecepatan Swat Lian dan Kim-mou-eng kaget bukan main karena tubuh pendekar itu hanya merupakan bayangan cepat belaka, tak dapat diikuti dan terkenalah dia oleh sebuah "bacokan“ ranting, tampaknya ranting saja tapi punggungnya terobek lebar, sinkangnya tak cukup melindungi tubuhnya hingga kekebalannya tembus. Pendekar Rambut Emas melempar tubuh bergulingan dan luka berdarah.

Swat Lian memekik di sana dan ayahnya tertawa gembira. Dan ketika pendekar itu pun mengejar dan berkelebatan mengikuti lawan tiba-tiba Kim-mou-eng dihujani serangan dan bertubi-tubi mendapat tusukan atau bacokan ranting. Hu Beng Kui mainkan silat pedang dengan rantingnya itu tapi tenaga yang dipakai adalah Khi-bal-sin-kang, kecepatan yang dipergunakan adalah Jing-sian-eng. Dan karena semuanya itu tentu saja tak dapat ditandingi Kim-mou-eng dan Pendekar Rambut Emas ini mengeluh dan melempar tubuh ke sana ke mari maka pada jurus terakhir, di mana dia sudah terdesak hebat dan benar-benar tak dapat membalas maka tenggorokannya mendapat tusukan maut dan Hu Beng Kui tertawa bergelak.

“Ayah...!"

Kim-mou-eng pucat. Kini dia dibuat kaget oleh gerakan lawannya ini, dia benar-benar tak dapat mengikuti apalagi menangkis serangan lawan. Dan ketika ranting menyambar lurus dan menusuk tenggorokannya maka Pendekar Rambut Emas memejamkan mata dan mengeluh.

"Tuk!" Ranting telah menyelesaikan pertandingan luar biasa ini. Kim-mou-eng roboh tak berdaya, Swat Lian menjerit dan Bi Lung Hwesio serta yang lain-lain bengong. Mereka itu tadi tak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Mereka hanya melihat bayangan Hu Beng kui lenyap dan Pendekar Rambut Emas tahu tahu roboh, entah pada hitungan ke berapa. Mereka itu tak dapat mengikuti. Jangankan mereka, Kim-mou-eng sendiri yang memiliki kepandaian tinggi tak dapat mengikuti gerakan lawan. Dan ketika pertandingan itu selesai dan ranting menancap di leher pendekar ini maka Swat Lian memekik dan membentak ayahaya itu.

"Ayah, kau kejam. Kau pembunuh!"

"Ha ha, siapa membunuh?" Hu Beng Kui membebaskan totokan anaknya. "Lihat dan saksikan baik-baik, Lian-ji. Aku hanya merobohkan lawanku itu, tidak membunuh!"

Swat Lian meloncat bangun. Dia sudah berkelebat dan berlutut di samping Pendekar Rambut Emas, melihat bahwa ranting ternyata hanya melekat saja di leher pendekar itu, tidak menusuk. Artinya, hanya menempel dan tidak menembus. Kiranya Hu Beng Kui tadi menotok dan melumpuhkan Kim-mou-eng dengan totokan istimewa, yang sepintas seolah membunuh lawannya. Dan begitu Swat Lian sadar akan perbuatan ayahnya tiba-tiba gadis ini mengeluh dan membebaskan totokan Kim-mou-eng.

“Ayah, kau terlalu!"

"Ha ha, siapa terlalu? Aku hanya hendak membuktikan bahwa Kim-mou-eng sekarang bukan apa-apa bagiku, anak baik. Dan agar orang-orang ini puas biarlah kau dan Kim-mou-eng mengeroyok aku. Hayo...!"

Hu Beng Kui melompat, menggetarkan tubuh dan membuang ranting di tangannya. Swat Lian telah membebaskan Kim-mou-eng dan Pendekar Rambut Emas ini melompat terhuyung, terkejut dan tertegun melihat kehebatan si jago pedang itu. Hu Beng Kui sekarang sungguh bukan Hu Beng Kui tiga tahun yang lalu. Kim-mou-eng tak tahu apa yang telah terjadi pada diri si jago pedang ini. Tapi melihat Swat Lian menolongnya dan mau tak mau ia tergetar oleh sikap dan kata-kata gadis itu maka Kim-mou-eng terharu dan berbisik,

"Lian-moi, terima kasih. Tapi ayahmu ini aneh sekali."

"Itulah, dan dia memang hebat bukan main, twako. Nenek Naga Bumi dan Hek-bong Siauw jin sendiri sekarang bukan tandingannya!"

"Apa?'

"Benar, dan Sepasang Dewi Naga juga bukan tandingan ayah, twako. Ayah sekarang sakti dan hebat. Kau dan aku bukan lawannya!"

Kim-mou-eng tertegun.

"Apa kalian bisik-bisik?" si jago pedang tertawa. "Hayo maju dan hadapi aku, anak-anak. Dan kau keluarkan Pek-sian-ciang mu agar tidak cepat roboh!"

Hu Beng Kui berseru pada Kim-mou-eng, agak mendongkol juga karena sejak tadi Pendekar Rambut Emas ini memang belum mengeluarkan Pek-sian-ciang, akibatnya roboh dan percayalah sekarang Pendekar Rambut Emas itu bahwa Hu Beng Kui sekarang hebat. Demikian hebatnya hingga dalam beberapa jurus saja dia roboh. Pendekar Rambut Emas kagum dan heran. Dan ketika lawan sudah memandang mereka berdua dan Bi Lung Hwesio seria lain-lain terbelalak dan kaget oleh kesaktian pendekar ini maka Bi Lung Hwesio mulai berbisik-bisik dengan teman temannya.

"Aihh, Hu-taihiap hebat bukan main. Kalau dia telah dapat merobohkan Kim-mou-eng demikian mudah barangkali kita dapat mengharap bantuannya untuk menghadapi enam iblis dunia."

"Ya, dan pinto tercengang, lo-suhu. Jago pedang ini luar biasa sekali. Tapi biarlah kita lihat dulu apakah sanggup dia menghadapi Kim-mou-eng dan puterinya kalau maju berdua, apalagi kalau Kim-taihiap mau mengeluarkan Pek-sian-ciangnya."

"Hm, pinto yakin," Swan Hong Tojin tiba-tiba menyela, berseri-seri. "Sekarang pinto percaya bahwa inilah jago yang kita harapkan, Bi Lung lo-suhu. Tak perlu dibuktikan lagi pinto percaya bahwa Kim-taihiap dan Hu siocia (nona Hu) bukan tandingan Hu-taihiap, meskipun mengeroyok!!"

Tiga orang itu terbelalak ke depan. Mereka saling berbisik lagi dengan perlahan, tak tahu betapa Hu-taihiap bergerak-gerak telinganya dan tertawa, mendengar percakapan itu. Dan ketika semuanya berhadapan dan si jago pedang menyuruh puterinya mencabut senjata maka pendekar ini berseru menjawab pertanyaan Bi Lung Hwesio dan teman temannya itu,

“Bi Lung lo-suhu, kalau aku tak dapat merobohkan dua orang ini dalam lima belas jurus biarlah kuanggap diriku kalah. Nah, saksikan baik-baik dan buktikan omonganku, ha-ha!"

Kim-mou-eng merah mukanya. Dia tak menganggap lawannya sombong lagi, sudah mendapat pelajaran dan tahu bahwa lawan memang luar biasa. Kesaktian jago pedang ini sudah di atas dirinya sendiri, bahkan, menurut Swat Lian, di atas Hek-bong Siauwjin dan nenek Naga Bumi. Bukan main! Dan ketika dia kecut memandang jago pedang itu dan mencabut pitnya yang baru maka Hu Beng Kui tertawa memberi tanda.

"Bagus, ayo kalian mulai. Dan lebih bersungguh-sungguh!"

“Hm," Kim mou eng melirik Swat Lian. "Apakah kau mau mengeroyok ayahmu sendiri, Lian-moi? Maju berbareng?"

"Ya, ayah menyuruhku, twako. Kau sebaiknya bersungguh-sungguh dan keluarkan Pek-sian-ciang mu itu, aku pun akan bersungguh-sungguh!"

"Baiklah," dan Kim-mou-eng yang menghentikan kata-katanya mendengar lawan tertawa sudah dibentak perlahan,

"Kim-mou-eng, mulailah. Atau aku akan merobohkan kalian sebelum lima belas jurus!" dan mendongkol oleh bentakan ini tiba-tiba Pendekar Rambut Emas berkelebat, berseru dan menyerang dan pit di tangannya tiba-tiba bergerak. Serangan mulai dilakukan pendekar ini dan Hu Beng Kui menyuruh puterinya menyerang pula. Dan ketika Swat Lian membentak dan mengayun pedangnya tiba-tiba hampir berbareng dua orang ini menyerang lawannya dan lenyap dalam gerakan tubuh yang cepat.

"Plak-plak!"

Hu Beng Kui menampar. Kim‐mou-eng dan Swat Lian terkejut karena pedang dan pit di tangan mereka terpental, menyerang dan menambah tenaga lagi namun Hu Beog Kui mengelak. Dan ketika si jago pedang tertawa dan mengatakan gerakan mereka kurang cepat maka Kim-mou-eng membentak dan mempercepat gerakannya, disusul Swat Lian dan gadis itu pun mengerahkan ginkang. Dua-duanya kini berkelebat lenyap menyerang lawannya, Swat Lian mula-mula segan dan agak ragu.

Tapi ketika ayahnya membentak agar gadis itu tak usah ragu dan semua kepandaian supaya dikeluarkan sungguh-sungguh akhirnya Swat Lian melengking memutar pedangnya, naik turun dan segera bergulung-gulung mengelilingi ayahnya itu, menusuk dan membacok dan segera ayahnya mengeluarkan kepandaiannya yang luar biasa. Jago pedang ini mengikuti setiap gerakan pedang juga pit. Dan ketika dia berkata bahwa tetap saja dua orang-muda itu lamban bergerak dan serangan mereka mudah diikuti mata maka Kim-mou-eng mengeluarkan bentakan panjang dan keluarlah pukulan Pek-sian-ciang lewat tangan kirinya.

"Ha-ha, bagus. Ini baru serangan Kim-mou eng. Dan kau boleh menyerang lengan kiriku yang buntung!" si jago pedang berseru gembira, teringat cara lawannya dulu megincar bagian yang buntung ini, bagian kosong. Lalu sementara lawan merah mukanya karena diejek maka Hu Beng Kui pun mengerakkan Jing-sian-engnya dan tak menginjak tanah lagi karena melayang-layang mengikuti atau mendahului gerakan pedang atau pena.

"Hayo, cepat... lebih cepat lagi!"

Kim-mou-eng terbelalak. Pek-sian-ciang nya mulai menyambar dan meledak, dikelit dan luput. Pendekar Rambut Emas menjadi penasaran dan marah. Dan ketika dia mempercepat gerakannya dan Hu Beng Kui menghitung sambil mempercepat gerakannya pula maka dalam lima jurus pertama jago pedang ini tak membalas kecuali menangkis atau mengelak.

"Satu.., dua... lima... tujuh... ha-ha, awas, anak-anak. Sebelum mendekati jurus kelima belas aku akan membalas!"

Bi Lung Hwesio dan lain-lain bengong. Mereka sudah tak dapat mengikuti jalannya pertandingan. Kim-mou-eng dan Swat Lian sendiri sudah lenyap dalam serangan-serangan mereka yang cepat. Tapi, melihat Hu Beng Kui lebih cepat lagi dan pendekar itu mempergunakan kuku jarinya untuk menangkis seria menentalkan pedang dan pit maka Bi Lung Hwesio tak dapat mengikuti gerakan si jago pedang itu, mulai berkunang dan pening. Siapa yang mengikuti bayangan Hu-taihiap mendadak mengeluh. Dan ketika pertandingan cepat itu berjalan sepuluh jurus dan Hu-taihiap tertawa-tawa di dalam sana tiba-tiba Hwesio ini dan teman-temannya roboh tak dapat mengikuti, pusing!

"Aduh, luar biasa. Pinceng tak tahan!"

"Benar, pinto juga tak dapat mengikuti gerakan Hu-taihiap, lo-suhu. Apa yang pinto lihat seperti bayangan hantu atau siluman saja!"

"Dan pinto rasanya ikut terputar. Ilmu siluman apa ini?" Swan Hong Tojin menimpali.

"Ha-ha, pejamkan mata, cuwi enghiong. Kalian jangan melihat pertandingan!"

Hu Beng Kui berseru, memperingatkan orang-orang itu dan akhirnya Bi Lung Hwesio dan lain lain memejamkan mata. Memang tapi yang dilihat ini tak dapat lagi diikuti, kepandaian mereka terlalu rendah dan pertandingan cepat itu membuat kabur. Siapa yang mengikuti dia akan terputar, salah-salah terbawa dan tak dapat melepaskan diri. Berbahaya. Karena itu mengangguk mengiyakan seruan Hu-taihiap akhirnya Bi Lung Hwesio dan lain lain mendengarkan pertempuran itu, memang tidak memuaskan tapi itulah satu-satunya jalan bagi mereka. Hanya dengan begini mereka dapat mengikuti jalannya pertandingan.

Dan ketika keluhan mulai terdengar dari mulut Kim mou eng maupun temannya maka saat itu hitungan sudah tiba pada jurus kedua belas, terdengar suara nyaring ketika pedang di tangan Hu-siocia terpental, disentil kuku jari ayahnya. Dan ketika Ho Beng Kui tertawa bergelak menyatakan jurus ketiga belas maka jago tua itu berseru bahwa tibalah dia membalas.

"Awas, kalian hati-hati akan kupakai untuk merobohkan kalian!"

Tiga jurus terakhir Kim-mou-eng berkeringat. Dia kaget dan penasaran tapi juga kagum bukan main melihat kepandaian lawannya ini. Hu Beng Kui selalu dapat mengelak serangan pitnya, selalu mendahului karena tubuh pendekar itu selalu melayang-layang di udara. Demikian cepatnya gerakan pendekar ini hingga Hu Beng Kui tak menginjak tanah. Jadi seolah menyerang bayangan. Pitnya satu dua kali disentil dan semakin hebat dia menyerang semakin hebat pula tenaganya yang membalik. Pendekar Rambut Emas tak tahu bahwa Hu Beng Kui mempergunakan khi-bal-sin kangnya (Sinkang Bola Sakti), sekuat apa pun dia menyerang sekuat itu pula tenaga Bola Sakti akan memukul balik, ini mengejutkan.

Tapi melihat Hu Beng Kui belum pernah secara langsung menangkis Pek-siun-ciangnya maka Kim'mou-eng gemas dan marah, menantang pendekar itu dan Hu Beng Kui tertawa. Dan sepuluh jurus cepat yang berlangsung seperti kilat menyambar nyambar ini memang si jago pedang belum menerima pukulan Pek-sian-ciang, dia selalu menghindar dan pukulan dahsyat itu mengenai apa saja di belakang Hu Beng Kui berdentam dan Bi Lung Hwesio serta yang lain-lain ngeri.

Mereka seolah mendengar suara bom yang jatuh di dekat telinga, bumi tergetar dan beberapa kali mereka terhuyung, bahkan ada di antara mereka yang mencelat. Itu membuktikan betapa hebatnya tenaga atau pukulan Pek-sian-ciang itu. Dan ketika pada jurus ketiga belas jago pedang ini berseru bahwa dia akan membalas dan merobohkan lawan maka pada saat itu pula Swan Lian menusuk ayahnya dan Kim mou-eng melepas dua serangan sekaligus ke arah lawannya, pit menotok kening sementara Pek-sian-ciang meledak di tangan kirinya, menyambar Hu Beng Kui.

"Bagus, kerahkan seluruh tenagamu!" si jago pedang sempat berseru, tiba-tiba menghentikan gerakannya dan kini menyambarlah tiga serangan itu kearah si jago tua. Hu Beng Kui mengembangkan lengan ke kiri kanan, serangan Swat Lian dibiarkan menusuk dari samping, menyambut serangan Pendekar Rambut Emas yang dinilai berbahaya, terutama Pek-sian-ciang itu. Dan ketika tiga serangan ini disambut pendekar itu dan Hu Beng Kui mengeluarkan seruan aneh tiba-tiba pedang yang menusuk dari samping patah menjadi dua sementara totokan pit dan pukulan Pek-sian-ciang bertemu lengan si jago pedang yang tiba-tiba seolah menjadi dua karena begitu cepatnya dia berputar.

"Plak-des-krakk!"

Swat Lian menjerit. Gadis ini terbanting mendapat tendangan ayahnya, tak mengira. Memang saat itu Hu-taihiap menggerakkan kaki dari bawah menendang puterinya, di saat puterinya terkejut melihat pedangnya patah. Dan ketika Kim-mou-eng tertegun dan mendelong pula karena lengan Hu Beng Kui tiba-tiba seolah menjadi dua banyaknya padahal pendekar itu buntung maka disaat itulah pit tergencet hancur dan Pek-siang-ciang bertemu lengan pendekar ini, menggelegar dan Kim-mou-eng merasa ditolak tenaga raksasa, terangkat naik dan terlempar di udara.

Kim-mou-eng kaget bukan main namun berseru penasaran, berjungkir balik dan mematahkan daya tolak itu. Lalu ketika dia melayang turun namun Hu Beng Kui berkelebat menyerang dari bawah maka Kim-mou-eng tersentak mendapat pukulan dahsyat dari si jago pedang itu, menggerakkan kedua tangannya menangkis.

“Blangg!"

Kim-mou-eng terkejut berteriak tertahan. Dia semakin terlempar tinggi ke udara, Pek-sian-ciang nya membalik dan membuat dadanya sesak sulit bernapas. Pendekar Rambut Emas hampir kehilangan keseimbangan di udara. Tapi membentak dan kaget oleh balasan Hu Beng Kui tiba-tiba si jago pedang tertawa bergelak dan memburunya sambil berjungkir balik pula, melepas pukulan terakhir.

"Sekarang kau roboh, Pendekar Rambut Emas. Dan boleh kau kerahkan seluruh Pek-sian-ciang mu kalau masih penasaran....dess!"

Kim-mou-eng tak dapat mengelak lagi, lawan mengejar dan di udara dia menangkis kedua tangannya bertemu lengan tunggal Hu Beng Kui, melekat dan dua pukulan dahsyat itu mengguncangkan tempat itu. Bi Lung Hwesio dan lain-lain kini mencelat oleh getaran yang ditimbulkan pukulan itu, terlempar dan terbanting berguling-guling dengan pekik keras. Memang mereka terkejut bukan main oleh benturan tenaga sakti ini. Dan ketika mereka membuka mata dan melihat apa yang terjadi maka tampaklah Kim-mou-eng meluncur turun dan jatuh bersama lawannya di mana kaki mereka berdua tiba-tiba amblas ke tanah sementara tangan Kim-mou-eng mendorong lengan Hu Beng Kui yang hanya sebuah.

"Ha ha, kau tak tahan. Pek-sian-ciang mu tertekan!"

Kim-mou-eng pucat. Dorong-mendorong yang terjadi di antara mereka berdua memang menampakkan dirinya sebagai yang terdesak, Kim-mou-eng mengerahkan Pek-sian-ciang namun yang dihadapi adalah Khi-bal sin-kang. Semakin kuat dia mendorong semakin kuat pula daya tolak itu membalik. Kim-mou-eng mengeluh dan kakinya semakin melesak lagi di tanah. Dan ketika dia tak dapat bicara sementara lawan tertawa-tawa maka satu bentakan perlahan dari si jago pedang itu membuat kaki Kim-mou-eng ambles lagi sebatas paha.

"BIess!” Kim-mou-eng mengeluh. Orang yang melihat terbelalak, Swat Lian ngeri dan berteriak pada ayahnya. Dan ketika kembali Kim-mou-eng mengeluh dan Hu Beng Kui tertawa bergelak tiba-tiba jago pedang itu menarik tangannya dan Kim-mou-eng pun terangkat naik dan terbanting di tanah. Tak kuat lagi bertahan karena Khi-bal sin-kang menggencet Pek-sian-ciang. Tenaga sakti lawan jauh lebih dahsyat daripada tenaga saktinya sendiri. Kim-mou-eng menyadari bahwa dia kalah kelas. Maka begitu dadanya semakin sesak dan lawan bisa membunuhnya setiap saat tiba-tiba gencatan itu lenyap dan Hu Heng Kui menariknya dari tanah dan membuang sisa pukulan itu ke kiri.

"Blarr...!" pohon di sebelah berderak roboh. Kim-mou-eng tadi berkutat dan siap mati, betapapun tak mau dia memohon ampun. Satu kegagahan yang membuat Hu Beng Kui terbelalak, kagum. Tapi karena jago tua ini tak bermaksud membunuh lawannya dan janji lima belas jurus sudah ditepati maka dengan mudah Hu Beng Kui menarik lawannya itu, membuang seluruh tenaganya dan melempar tenaga itu pada pohon di samping. Korban jiwa tak ada dan Kim-mou-eng pun selamat. Dan ketika Pendekar Rambut Emas terbanting dan jatuh terduduk di sana maka Swat Lian berkelebat berséru cemas,

“Twako, kau tak apa-apa?"

Kim-mou-eng batuk-batuk. Dia tak dapat menjawab segera karena dadanya ampeg, Swat Lian sudah mengurut dan memijat sana sini, membuatnya jengah. Tapi ketika dia bangun berdiri dan mendorong gadis itu maka dengan perlahan dia berkata bahwa dirinya tak apa-apa, kecuali lelah.

"Tidak, aku tak apa-apa, Lian-moi. Kecuali kehabisan tenaga. Ayahmu hebat, dia benar-benar bukan tandinganku...!" dan terhuyung menghadapi pendekar itu Kim-mou-eng menjura, betapapun lawan bermurah hati. "Hu-taihiap, terima kasih atas kemurahanmu. Kau benar-benar hebat. Kini aku mengaku bahwa dengan Pek-sian-ciang pun aku bukan lawanmu. Ilmu silatmu hebat dan maju luar biasa pesat. Entah apa itu dan bagaimana kau menciptakannya!"

"Ha ha!" Hu Beng Kui gembira, memandang Bi Lung Hwesio dan lain-lain. "Sekarang kalian percaya, Bi Lung lo-suhu? Dan aku manpu menghadapi enam iblis dunia itu. Tenanglah, ketua kalian akan kuambil dan akan kembali ke tempatnya masing-masing. Tunggu saja!" dan Hu Beng Kui yang berkelebat menggerakkan kakinya tiba-tiba menghilang dan sudah lenyap dari tempat itu, tidak banyak bicara lagi dan puterinya pun disambarnya.

Swat Lian berteriak namun sang ayah tak perduli. Saat itu juga jago pedang ini lenyap seperti munculnya, orang tak tahu kemanakah dia, ke kiri ataukah ke kanan. Dan ketika seminggu kemudian Bi Lung Hwesio dan lain-lain terkejut melihat ketua mereka sudah ada di tempatnya masing-masing maka kegemparan baru muncul karena kata-kata si jago pedang ditepati.

Bi Kong Hwesio dan Swan Cong Tojin serta ketua-ketua yang lain sudah kembali ke gunung, diselamatkan dan ditolong jago pedang itu. Dan ketika mereka bercerita betapa dahayatnya pertempuran atau perkelahian menghadapi enam iblis dunia ini maka Bi Kong Hwesio maupun yang Iain tak habis-habisnya memuji Hu-taihiap.

"Dahsyat, dahsyat sekali. Mirip kejadian di Bukit Malaikat ketika enam iblis itu menghadapi Sian-su!"

"Suheng melihat pertandingan itu?"

"Pinceng melihatnya, sute. Tapi setelah itu tak dapat mengikuti karena getaran atau ledakan pukulan mereka mengguncangkan bumi. Tanah dan batu berhamburan, semua menjadi hiruk-pikuk dan kejadian di Bukit Malaikat terulang. Sungguh ini peristiwa menegangkan yang membuat jantung pinceng serasa copot!"

Bi Lung Hwesio dan lain-lain tertegun. Bi Kong Hwesio, suhengnya, segera menceritakan kedahsyatan perkelahian itu, betapa langit tiba-tiba menjadi gelap dan pukulan seperti petir menyambar-nyambar. Segala penjuru seakan diguncang perkelahian itu dan mereka terpental.pental. Bumi yang diduduki seolah berpegas akibat getaran suara pukulan. Mereka berkali-kali jatuh bangun dan pucat menenangkan diri, mau bersamadhi namun tak dapat.

Mereka seakan berada di sebuah badai dahsyat, tenggelam dalam sebuah prahara dan tak seorang pun di antara mereka tak diguncang-guncang. Mereka sebagai tokoh tokoh terkenal dilanda rasa takut yang hebat, sungguh mencengangkan. Dan ketika cerita diakhiri dengan syukur dan rasa terima kasih yang besar terhadap jago pedang itu maka Bi Kong Hwesio merangkapkan kedua lengannya.

"Omitobud, Buddha masih menyelamatkan pinceng dan kawan-kawan. Syukur ada Hu-taihiap. Dia pantas menjadi penyelamat dan jago tanpa tanding."

"Ya, dan kami telah bersepakat untuk mengangkatnya sebagai bengcu, suheng. Kami minta suheng dan ketua-ketua yang lain mendukung dan meresmikan ini!"

Bi Lung Hwssio lalu menceritakan masalahnya, bahwa dia dan wakil-wakil ketua yang lain gelisah dan bingung mencari seorang jago, berjanji akan memberi imbalan dengan mengangkat jago itu sebagai bengcu, pemimpin dunia persilatan. Dan karena itu sudah pantas diberikan pada Hu-taihiap dan Bi Kong sejenak tertegun tapi setuju tiba-tiba hwesio ini mengebutkan lengan bajunya berkata berseri,

"Omitohud, pinceng setuju. Hu-taihiap memang pantas menduduki jabatan itu dan tak ada salahnya menepati janji. Pinceng akan kirim utusan pada ketua ketua yang lain untuk meresmikan Hu-taihiap sebagai bengcu!"

Begitulah, tak lama kemudian hwesio ini mengirim utusan. Yang dikirim tentu saja sutenya, Bi Lung Hwesio, kebetulan mendapat urusan pula dari partai partai yang lain, Hong-san, Liong San dan Kun-lun serta partai-partai lain yang ketuanya telah diselamatkan Hu Beng Kui. Masing-masing telah mendengar keterangan wakilnya akan keputusan mereka dulu, bahwa siapa dapat menyelamatkan ketuanya dialah bengcu yang akan menduduki tempat terhormat di dunia persilatan.

Jabatan yang masih di atas jabatan Ketua-ketua partai sendiri. Dan ketika hari itu utusan saling kunjung mengunjungi maka tak lama kemudian Ce-bu, tempat tinggal Hu Beng Kui dijadikan markas atau pusat kedudukan bengcu. Hu Beng Kui atau Hu-taihiap diangkat secara resmi sebagai pemimpin dunia kangouw, disambut ketawa bergelak oleh si jago pedang itu dan semua orang bergembira.

Jago pedang yang sudah ternama ini menjadi kian tersohor. Enam iblis dunia tiba-tiba, menghilang dan tak ada kabar beritanya. Dan ketika dunia kang-ouw sudah resmi dipimpin jago pedang ini dan semua ketua partai tunduk di bawah perintahnya maka sesuatu yang mengejutkan dan akan terjadi bakal menggegerkan semua orang.

* * * * * * * *

"Ibu, siapakah ayahku sebenarnya?" Pertanyaan ini diluncurkan seorang anak laki-laki kepada ibunya. Anak itu berusia kurang lebih lima tahun, tampan dan bersih dan sekali lihat orang tahu bahwa anak ini bukan anak sembarangan. Sikap kebangsawanan ada pada diri anak itu, pada matanya, pada gerak-geriknya.

Dan ketika sang ibu, wanita cantik berusia tiga puluhan tahun menghela napas panjang dan menarik nafas itu maka ibu ini bertanya, "Ituchi, untuk apa kau tanyakan ini pada ibumu? Buat apa?”

"Aku mendengar ejekan anak-anak Han, ibu. Katanya suamimu itu anakmu sendiri!"

"Hush, siapa bilang?" sang ibu terkejut, bangkit dan melepaskan anak itu dan terbelalak dengan muka berobah. Dia tersentak dan kaget oleh pertanyaan puteranya ini. Dan ketika sang anak berdiri tegak dan tidak segera menjawab tiba-tiba sang ibu terisak dan menangis tersedu-sedu. "Ituchi, kau lancang. Kau kurang ajar, ku tampar nanti!"

Anak itu menunduk. Ibunya yang menangis tersedu-sedu tiba-tiba melempar diri ke kamar, tengkurap di atas pembaringan. Dan sementara dia melenggong dan terkesima memandang ibunya maka anak ini pun melangkahkan kaki dan memeluk ibunya itu. "Ibu, apakah aku salah? Baiklah, aku tak akan menanya hal itu lagi, tapi usir anak-anak Han itu dan jangan biarkan mereka memperolok aku!"

Cao Cun, ibu muda ini mengguguk. Dialah wanita yang selalu bernasib malang itu, hari itu suaminya kedatangan tamu dan anak-anak para tamu itu, putera menteri dan pejabat dari kota raja diutus kaisar untuk mengamati perkembangan bangsa liar, dimana Cao Cun tinggal dan kini mempunyai tiga orang putera, seorang anak laki-laki dan dua lainnya perempuan. Dan ketika hari itu Ituchi, anaknya laki-laki bertanya dan menusuk perasaannya dengan siapakah ayahnya maka wanita ini menangis dan tersedu-sedu.

Memang tak dapat disalahkan. Anak, melalui pergaulan dan lingkungan mulai mendapat pengalaman dan perkembangan batin. Apa yang didengar itulah yang diserap, apa yang dilihat itulah yang didapat. Dan ketika Ituchi bermain dengan anak pembesar pembesar itu dan kebetulan di antara mereka ada yang mendengar tentang riwayat Cao Cun maka anak-anak itu mengejek Ituchi dan menghinanya. Ituchi marah dan kini bertanya pada ibunya. Tapi melihat ibunya menangis dan tidak menjawab pertanyaannya tiba-tiba anak ini menggigit bibir dan mengguncang guncang ibunya.

"Sudahlah, aku tak akan bertanya lagi, ibu, Diamlah..."

Cao Cun akhirnya menghentikan tangisnya. Sang anak dipandang, bentrok dengan mata yang bening itu dan Cao Cun seolah beradu pandang dengan mendiang suaminya pertama, raja Hu. Mata itu keras namun lembut. Cao Cun tak dapat menahan diri dan disambarnyalah anaknya itu, kembali dia menangis tersedu-sedu.

Tapi ketika Ituchi berontak dan lepas dari pelukannya maka anak ini berkata marah, "Ibu, aku tak mau kau menangis. Diamlah atau aku pergi!”

Cao Cun terkejut. Ituchi berdiri berang memandangnya, wanita ini tersentak dan lagi-lagi kaget. Itulah sikap raja Hu dulu kalau kata-katanya tak mau diturut, kini anaknya mewarisi dan tertegunlah wanita cantik ini. Namun mengusap air matanya menghentikan tangis Cao Cun mengangguk dan meraih anaknya itu, gemetar....