Jodoh Si Naga Langit

Sonny Ogawa

Jodoh Si Naga Langit adalah seri kedua dari rangkaian cerita silat Mandarin serial Kisah Si Naga Langit karya Kho Ping Hoo. Kisah ini merupakan lanjutan langsung dari Kisah Si Naga Langit yang terdiri dari 12 jilid.

Cerita Silat Mandarin Karya Kho Ping Hoo

CUPLIKAN: Pemuda itu menuruni puncak bukit di mana dia semalam tinggal melewatkan malam yang dingin. Akan tetapi pagi ini udara cerah dan hangat. Dia melangkah perlahan dari puncak, lenggangnya kokoh dan mantap seperti langkah seekor harimau.

Dada dan perutnya menggembung dan mengempis karena tarikan napas yang dalam dan panjang. Hawa udara demikian bersihnya, segar memasuki rongga dada dan perut mendatangkan rasa nikmat dan nyaman.

Usianya sekitar dua puluh dua tahun. Tubuhnya sedang, kulitnya putih dan wajahnya tidak terlalu tampan namun juga tidak buruk. Wajah yang lebih tepat disebut ganteng dan gagah, dengan rambut hitam, alisnya berbentuk golok seolah melindungi sepasang mata yang mencorong namun lembut.

Hidungnya mancung dan mulutnya selalu menyungging senyum sehingga wajah yang agak bulat dengan dagu runcing itu tampak penuh pengertian dan ramah. Pakaiannya sederhana saja seperti seorang pemuda dusun atau juga seorang pemuda kota yang miskin. Dia menggendong sebuah bungkusan kain kuning yang terisi beberapa potong pakaian.

Dilihat keadaannya yang sederhana, sikapnya yang lembut, dan tanpa adanya sepotong pun senjata pada dirinya, tidak akan ada orang yang menyangka bahwa dia seorang ahli silat. Padahal sesungguhnya pemuda itu adalah Souw Thian Liong, seorang pendekar yang pernah menggegerkan kedua kerajaan.

Di Kerajaan Kin di utara, dia membantu kerajaan itu membasmi pemberontakan yang dipimpin Pangeran Hiu Kit Bong. Kemudian, di Kerajaan Sung Selatan dia memegang peranan penting dalam menghancurkan kekuasaan Perdana Menteri Chin Kui yang terkenal dalam sejarah sebagai seorang pembesar yang korup, lalim dan jahat, yang sudah menguasai kaisar.

Souw Thian Liong memiliki ilmu silat yang tinggi berkat bimbingan gurunya, yaitu Tiong Lee Cin-jin yang berjuluk Yok-sian (Tabib Dewa) dan yang terkenal di seluruh negara, baik di Kerajaan Kin di utara maupun di Kerajaan Sung di selatan.

Selama beberapa bulan ini, Souw Thian Liong melakukan perantauan tanpa tujuan tertentu, menurut saja ke mana kedua kaki dan perasaan hatinya membawanya. Dia tertarik oleh keindahan alam di bukit itu, maka kemarin dia mendaki bukit, melewatkan malam di puncak dan pagi hari ini dia menuruni puncak bukit dengan santai.

Ketika dia tiba di lereng pertama dekat puncak dan melihat tempat itu terbuka, tidak terhalang apa pun sehingga dia dapat menyaksikan tamasya alam yang berada di bawahnya, dia berhenti, terpesona akan keindahan alam di bawah sana. Hamparan yang amat luas, dengan warna-warni bagaikan sebuah lukisan yang amat indahnya.

Sawah ladang dengan warna hijau dan kuning, bukit-bukit di belakang sana yang tampak kebiruan, sungai yang tampak bagaikan naga yang meliuk-liuk, rumah-rumah di sana-sini dengan gentengnya yang kemerahan. Dan di sebelah kiri terdapat sekelompok ternak kerbau yang digembala seorang anak remaja. Para petani yang berangkat ke sawah memanggul cangkul.

Bukan hanya penglihatannya yang berpesta menikmati semua pemandangan indah itu. Juga sepasang telinganya menikmati bunyi-bunyian yang membuat pagi hari itu semakin cerah dan riang. Kicau burung di pohon-pohon, kokok ayam jantan di kejauhan, diseling suara kerbau menguak dan kambing mengembik, salak anjing dan teriakan penggembala yang menghalau ternak kerbau agar jangan makan padi-padian yang tumbuh di sawah ladang.

Penciumannya juga menikmati keharuman rumput, daun dan bunga yang tumbuh di sekitar lereng itu, dan bau tanah dibasahi embun menghangatkan perasaannya. Sinar matahari pagi seolah menggugah segala yang berada di permukaan bumi, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan mencuci semuanya itu dengan sinarnya yang keemasan dan hangat.

Thian Liong duduk di atas batu besar, seolah menelan semua keindahan itu, dan dalam keadaan seperti, di mana hati akal pikiran tidak disibukkan oleh urusan tentang diri pribadinya, sesungguhnya dia sedang berada dalam keadaan yang disebut bahagia tanpa disadarinya. Dalam keadaan seperti itu dia bersatu dengan alam, terangkum dalam kekuasaan Tuhan, sumber segala keindahan, pusat segala kebahagiaan.

Tidak ada “si-aku” yang susah atau senang, kecewa atau puas, si-aku yang bukan lain hanyalah ciptaan hati akal pikiran, yang amat lemah terhadap godaan iblis yang menunggangi nafsu sehingga manusia semakin menjauhi Tuhan dan mulailah dia menjadi permainan suka duka buatan nafsu yang diperalat iblis.

Keadaan penuh kebahagiaan yang menyelimuti diri Thian Liong itupun tidak lama berlalu, lewat bagaikan hembusan angin pagi itu. Begitu pikirannya disibukkan oleh kenangan masa lalu, dia pun mulai menghela napas panjang, bukan lagi helaan napas kebahagiaan, melainkan helaan napas sedih dan haru, mengingat betapa hidupnya kesepian...

Jodoh Si Naga Langit Jilid 01
Jodoh Si Naga Langit Jilid 02
Jodoh Si Naga Langit Jilid 03
Jodoh Si Naga Langit Jilid 04
Jodoh Si Naga Langit Jilid 05
Jodoh Si Naga Langit Jilid 06
Jodoh Si Naga Langit Jilid 07
Jodoh Si Naga Langit Jilid 08
Jodoh Si Naga Langit Jilid 09
Jodoh Si Naga Langit Jilid 10
Jodoh Si Naga Langit Jilid 11
Jodoh Si Naga Langit Jilid 12
Pilih judul,
JODOH SI NAGA LANGIT
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.