Naga Merah Bangau Putih karya Kho Ping Hoo - SEJARAH menyatakan betapa buruknya keadaan pemerintahan di Tiongkok pada jaman dahulu kala, pada wakut raja demi raja ganti-berganti memegang tampuk pemerintahan sebagian dari tanah air Tiongkok.
Peperangan antara kerajaan yang satu dengan yang lain hampir tiada hentinya, hancur menghancurkan, takluk menaklukan, dan saling berusaha memperluas wilayah masing-masing. Tentu saja yang menganggap keadaan pada mas itu amat buruk adalah rakyat kecil, terutama sekali para petani yang hidupnya amat melarat dan miskin.
Buruh tani yang merupakan sebagian besar dari rakyat kecil, hidup amat menderita, bahkan ada yang menyatakan bahwa kehidupan buruh tani lebih sengsar daripada kehidupan seekor kerbau atau kuda milik si kaya!
Hal ini terjadi karena adanya penghisapan dan penindasan dalam jaman feodal itu, pada waktu dimana terdapat dua golongan yang menganggap jaman itu adalah jaman keemasan untuk mereka.
Mereka ini pertama-tama adalah keluarga raja dan para bangsawan berpangkat yang menganggap diri dan golongannya sebagai orang-orang terhormat dan jauh lebih tinggi derajatnya daripada golongan rakyat miskin yang dianggapnya hina.
Golongan kedua adalah raja-raja kecil, yakni kaum tuan tanah yang sesungguhnya hidup di dusun-dusun seperti raja yang berkuasa besar. Mereka ini orang-orang kaya yang memiliki tanah dan sawah, menghisap tenaga dan memeras keringat para buruh tani sampai habis.
Para rakyat tani menyewa tanah dari mereka dengan tarif yang amat tinggi dan sewenang-wenang sehingga kalau hasil panen amat baiknya maka sisa hasil sawah yang dibayarkan kepada tuan tanah hanya cukup untuk mengisi perut para petani dan keluarganya.
Akan tetapi, dan hal ini sering terjadi di Tiongkok pada masa itu, kalau bencana alam berupa musim kering yang panjang, atau air sungai yang membanjir, juga gangguan rombongan belalang atau hama sawah lainnya datang menyerang, jangan katakan untuk dimakan, bahkan untuk membayar “sewa tanah” saja masih tidak cukup.
Lalu bagaimana kalau sampai terjadi hal demikian, yakni hasil panen tidak cukup untuk membayar sewa dan “pajak” tanah? Inilah yang menyedihkan!
Si petani itu lalu membayarkan seluruh hasil dan kekurangannya akan diperhitungkan sebagai “hutang” yang takkan kunjung habis, takkan dapat terbayar sampai beberapa keturunan! Dan kalau sudah demikian halnya, maka ia seakan-akan menjadi seekor kelinci dalam cengkraman harimau, tidak berdaya sama sekali dipermainkan sesuka hatinya oleh tuan rumah.
Ia seakan-akan telah menggadaikan jiwa raganya kepada tuan tanah itu. Oleh karena itu, bukan hal yang aneh terjadi di masa itu apabila seorang petani miskin membayar hutangnya kepada tuan tanah dengan menyerahkan anak gadisnya untuk dijadikan selir yang seringkali hanya dijadikan barang permainan belaka, atau menyerahkan anak laki-lakinya untuk dijadikan bujang yang lebih rendah kedudukannya daripada seekor kerbau! Dalam keadaan seperti itulah, maka cerita ini dimulai...

| Naga Merah Bangau Putih - Kho Ping Hoo |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 01 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 02 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 03 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 04 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 05 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 06 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 07 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 08 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 09 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 10 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 11 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 12 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 13 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 14 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 15 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 16 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 17 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 18 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 19 |
| Naga Merah Bangau Putih Jilid 20 |
| DAFTAR PENGARANG CERITA SILAT |