Keris Maut

Cerita silat Indonesia karya Kho Ping Hoo. Keris Maut
Sonny Ogawa

Keris Maut Karya Kho Ping Hoo - ”JANGAN kau menurutkan nafsu hatimu, puteraku Anusapati yang bagus! Berlakulah tenang dan bijaksana serta pergunakan kekuatan batinmu untuk mengalahkan nafsu yang hendak menguasaimu. Manusia harus dapat mengendalikan dan menguasai nafsu, karena kalau sampai kau dikuasai oleh nafsu, kau akan menjadi mata gelap, kemarahan dan angkara murka akan membawamu ke jalan gelap.

Cerita silat Indonesia karya Kho Ping Hoo

"Dugaanmu itu tak beralasan, Anusapati, seperti juga saudara-saudaramu Tohjaya, Mahisa, dan yang lain-lain, kaupun putera ramandamu dan kaupun seorang pangeran di Kerajaan Singosari!" Demikianlah ucapan yang dikeluarkan dengan suara perlahan dan halus oleh Permaisuri Kerajaan Singosari yang bernama Ken Dedes.

"Tidak Ibunda, tidak!" bantah Anusapati dengan suara keras sambil menggeleng-gelengkan kepala dan memandang kepada wajah ibundanya dengan tajam. "Bunda menyembunyikan sesuatu dariku. Bunda, bukankah aku putera bunda, yang sudah bunda kandung selama sembilan bulan, sudah bunda rawat dan didik dengan penuh kasih sayang dan kesabaran? Aku dapat merasakan kehangatan darah bunda yang mengalir di dalam tubuhku, dapat menangkap kemesraan pandang mata bunda yang menembus sampai ke dalam lubuk hatiku. Aku tidak meragukan bahwa aku adalah putera bunda sejati. Akan tetapi rama prabu...? Berbeda sekali sinar matanya apabila memandang kepadaku, seakan-akan aku ini seorang asing baginya. Bahkan.... sering kali aku melihat api panas mengandung kebencian bercahaya dari matanya apabila ia memandang kepadaku."

"Anusapati....! Jangan kau berkata demikian, nak!"

"Nah, bunda menangis lagi, menitikkan air mata yang hendak bunda sembunyikan dari padaku. Dua titik air mata yang menempel di atas pipi bunda itu lebih jujur, karena mereka membisikkan sesuatu kepadaku, sesuatu yang mengerikan! Bunda, aku sudah cukup dewasa, cukup tabah untuk mendengar dan menghadapi sesuatu yang hebat. Mengapa bunda khawatir menyampaikan sesuatu yang bunda sembunyikan itu kepadaku?

"Mengapa bunda tidak juga mau membuka rahasia yang menyelimuti kehadiranku di atas bumi ini? Bundaku sayang, harap bunda ingat bahwa aku yang bunda beri nama Anusapati ini, terlahir di atas bumi bukan atas kehendakku! Bunda mempunyai tanggung jawab pula atas kelahiranku di dunia, bertanggung jawab atas segala derita yang harus kupikul selama hidupku, selama aku belum kembali ke alam asal!

"Sekarang aku menderita, bunda, menderita karena gelisah dan ragu-ragu tentang asal-usul kelahiran puteranda, maka sudah menjadi tanggung jawab bunda pula untuk meringankan derita ini!"

Mendengar tuntutan pemuda yang duduk bersimpuh di hadapannya itu, sang permaisuri menjadi makin terharu dan tak dapat ditahan pula membanjirnya air mata dari sepasang matanya yang masih indah dan bening.

”Puteraku Anusapati, mengapa kau memaksa bundamu menggali kebusukan yang telah terpendam selama belasan tahun? Apa gunanya segala kebusukan itu digali dan dikeluarkan lagi? Hal ini hanya akan mendatangkan cemar kepadamu, Kepadaku, kepada keluarga kita! Kau sudah besar, mengapa kau masih mudah terpengaruh oleh rasa iri hati?

"Ramamu memberi keris pusaka kepada Tohjaya dan Mahisa, mengapa hal ini menyakiti hatimu benar? Kau tidak diberi keris pusaka, tidak apa, anakku, bundamu masih dapat memberi sebilah keris pusaka yang tiada keduanya di seluruh Kerajaan Singosari ini.

"Lihat, keris pusaka ini adalah keris pusaka ciptaan mendiang Empu Gandring yang sakti. Keris ini ampuh sekali, puteraku, boleh diumpamakan sekali digunakan dapat membuat bengawan menjadi kering dan gunung akan menjadi tumbang. Lenyapkanlah iri hatimu, nak, dan terimalah keris pusaka Empu Gandring ini.”

Ken Dedes menyerahkan sebilah keris dengan warangkanya yang terbungkus dengan sutera kuning. Anusapati menerima keris itu dengan wajah masih muram, akan tetapi ketika ia membuka bungkusan kuning itu dan melihat warangka keris yang indah, ia menjadi girang sekali. Ia memegang gagang keris dan hendak dicabutnya, akan tetapi tiba-tiba terdengar pekik ibundanya mencegah,

"Jangan, Anusapati! Jangan kau mencabut keris itu di hadapanku! Aku tak tahan melihatnya!”

Dengan heran Anusapati memandang ibundanya yang menutup muka dengan kedua tangannya seakan-akan tidak mau melihat pemandangan yang amat mengerikan. Anusapati mencabut keris itu dan memandangnya dengan penuh perhatian. Tiba-tiba tangannya yang memegang gagang keris itu menggigil. Ada sesuatu yang aneh pada keris itu, seakan-akan ia melihat darah bertetes-tetes menitik dari ujungnya!

Cepat-cepat ia masukkan kembali keris pusaka ciptaan Empu Gandring itu ke dalam warangka, kemudian ia bertanya kepada bundanya yang masih menutup kedua matanya dengan tangan, "Bunda, darah siapakah yang menodai ujung keris ini?"

Ken Dedes menggigil mendengar suara ini. "Tidak, tidak ada darah Anusapati, jangan kau bertanya yang bukan-bukan!" Permaisuri ini menurunkan kedua tangannya dan Anusapati melihat betapa wajah bundanya menjadi pucat sekali dan kedua matanya merah karena menahan tangis....

Keris Maut Jilid 01
Keris Maut Jilid 02
Keris Maut Jilid 03
Keris Maut Jilid 04
Keris Maut Jilid 05
Keris Maut Jilid 06
TAMAT