Cheng Hoa Kiam Jilid 13, karya Kho Ping Hoo - AKAN TETAPI bagi Wi Liong yang sudah memiliki kepandaian tinggi, dengan hawa sinkangnya ia dapat mempertahankan kedinginan itu. Malah ia melompat ke sana ke mari dari genteng rumah ini ke genteng rumah itu bagaikan seekor burung beterbangan. Gerakannya gesit bukan main dan bagi mata biasa sukarlah mengikuti gerakan-gerakan Wi Liong.

Sebentar saja ia sudah tiba di atas genteng rumah makan yang pagi hari tadi menjadi tempat keributan. Wi Liong mengintai dari atas genteng. Di bawah gelap saja. tanda penghuninya sudah tidur. Ia melompat turun dan sekali raba terbukalah jendela rumah itu. Wi Liong terheran karena mendapat kenyataan bahwa jendela itu memang tidak terkunci dari dalam.
Ia melompat masuk bagaikan seekor kucing tanpa menerbitkan suara sedikitpun dan di lain saat ia hampir mengeluarkan seruan kaget ketika di bawah sinar bulan yang menerobos masuk ia melihat tubuh A Sam terbujur kaku dan tak bernyawa di atas bangku panjang!
Ia cepat melompat lagi dan kini ia menuju ke rumah gedung di depan warung itu. A Sam sudah tidak bisa dimintai keterangan dan orang satu-satunya yang dapat memberi keterangan kiranya hanya orang she Liu yang oleh A Sam disebut bandot tua. Dari jauh ia sudah melihat pertempuran hebat terjadi di atas genteng tebal rumah gedung keluarga Liu. Ia mengenal kakek aneh bermuka merah yang pagi tadi makan di warung.
Kakek itu dibantu oleh seorang gadis muda mengeroyok Bu-ceng Tok-ong yang lihai, menggunakan golok besarnya sedangkan gadis muda itu menggunakan sebatang pedang, ilmu silatnya cepat dan cukup lihai. Namun Bu-ceng Tok-ong yang bertangan kosong itu dapat melayani dua orang lawannya yang bersenjata dengan baik, malah dengan pukulan-pukulan yang mengandung hawa beracun ia dapat mendesak dua orang lawannya yang bersikap hati-hati dan main mundur!
Wi Liong tahu akan kejahatan Bu-ceng Tok-ong dan ia memang tidak suka kepada tokoh Mo-kauw yang sudah pernah menculiknya dari puncak Kun-lun-san itu. Akan tetapi ia tidak mengenal kakek bermuka merah dan gadis berpedang itu, maka merasa tidak pada tempatnya kalau ia membantu mereka tanpa mengetahui sebab-sebab pertempuran.
Tanpa diketahui oleh mereka yang sedang bertempur seru, Wi Liong menyelinap dan terus melompat ke bagian lain dari rumah gedung keluarga Liu. Dia hendak menyelidiki dan mencari musuh besarnya, tak perlu melibatkan diri dengan urusan orang lain, pikirnya.
Akan tetapi baru saja kedua kakinya menginjak genteng di bagian belakang, tiba-tiba ia berjongkok dan bersembunyi di balik wuwungan ketika dari bawah melayang naik dua bayangan orang, juga seorang gadis dan seorang kakek pengemis.
Gadis manis itu belum pernah Wi Liong mengenalnya, akan tetapi melihat kakek pengemis yang tangan kiri memegang tongkat bambu dan tangan kanan memegang mangkok, pengemis bertubuh kecil pendek dan bermata besar ini. ia teringat akan penuturan pamannya bahwa di dunia kang-ouw terdapat seorang tokoh besar bernama Pak-thian Koai-jin. Inikah orangnya?
"Suhu. puas hati teecu (aku) dapat membasmi seorang okpa (hartawan jahat) seperti bandot tua she Liu itu!" terdengar gadis manis itu berkata, suaranya nyaring dan bersemangat.
"Hemm. kalian orang-orang muda memang berdarah panas. Lihat agaknya See-thian Hoat-ong dan keponakannya yang jelita itu tidak akan kuat menghadapi Bu-ceng Tok-ong. Mari kita bantu!" kata kakek tadi yang sebetulnya memang Pak-thian Koai-jin adanya.
Dua pendatang baru ini cepat menyerbu dan betapapun lihai kepandaian Bu-ceng Tok-ong. menghadapi empat orang lawan yang berilmu tinggi, apa lagi dua orang kakek itu, ia segera terdesak dan menjadi kerepotan.
"Ramai-ramai mengeroyok seorang lawan! Curang sekali...!" ia memaki-maki sambil melompat ke sana kemari mengibaskan tangan baju dan mengirim pukulan-pukulan dahsyat.
Melihat sekarang Bu-ceng Tok-ong mundur-mundur. Pak-thian Koai-jin berkata kepada kawan-kawannya, "Beri ampun dia kali ini!"
Inilah tanda ajakan bagi kawan-kawannya untuk melarikan diri. Pandangan mata Pak-thian Koai-jin memang tajam sekali. Ia sudah melihat berkelebatnya bayangan dua orang yang cepat sekali gerakannya, maka maklum bahwa Bu-ceng Tok-ong akan mendapat bantuan kuat, ia mengajak kawan-kawannya pergi lebih dulu.Betul saja, baru empat orang itu melompat jauh dan melarikan diri, terdengar bentakan nyaring suara seorang wanita, "Tok-ong kejar mereka, kami bantu!"
Bu-ceng Tok-ong girang bukan main melihat munculnya Tok-sim Sian-Ii dan seorang pemuda ganteng yang bukan lain adalah Kam Kun Hong bekas muridnya! Akan tetapi tiba-tiba dua buah benda kecil hitam melayang dan menyambar ke arah Bu-ceng Tok-ong dan Tok-sim Sian-li dengan kecepatan luar biasa. Dua orang Mo-kauw itu mengeluarkan seruan marah dan mengibaskan tangan.
Dua potong genteng itu hancur berantakan, akan tetapi dua orang itupun merasa telapak tangan yang dipakai menghantam tadi panas dan agak sakit. Kagetlah mereka. Lweekang mereka sudah mencapai tingkat tinggi, masa menghadapi sambitan genteng saja terasa sakit? Terang bahwa penyambitnya seorang berilmu. Mereka ragu-ragu. Tiba-tiba terdengar hiruk-pikuk dan tangis riuh rendah dari dalam gedung itu.
Bu-ceng Tok-ong menarik napas panjang. "Sayang kau datang terlambat, kalau tadi kau di sini mereka takkan berhasil memasuki gedung. Mari kita lihat apa yang terjadi di bawah."
"Mana Kun Hong?'' tanya Tok-sim Sian-li. memandang ke kanan kiri dan merasa khawatir tidak melihat Kun Hong.
"Celaka, tentu dia mengejar mereka. Mereka itu adalah orang-orang kuat, mana bisa Kun Hong melawan mereka seorang diri saja?"
Tok-sim Sian-li mengeluarkan suara mengejek. "Pak-thian Koai-jin dan See-thian Hoat-ong itu orang-orang macam apa sih? Biar ditambah sepuluh lagi mereka itu bukan apa-apa bagi Kun Hong. Jangan kira Kun Hong sekarang sama dengan dulu. hemmmm!"
Bu-ceng Tok-ong maklum bahwa tentu pemuda bekas muridnya itu telah menerima warisan ilmu dari Thai Khek Sian, maka ia tidak membantah lagi dan mengajak wanita itu turun untuk melihat apa yang telah terjadi di bawah.
Ke mana perginya Kun Hong? Pemuda ini tadi melihat dua orang gadis cantik manis mengeroyok Bu-ceng Tok-ong dan sekaligus hatinya tertarik dan tergila-gila. Melihat mereka lari pergi, Kun Hong lalu mengikuti mereka secara diam-diam, tidak mau menyerang hanya membayangi mereka untuk mengetahui ke mana mereka pergi.
Ia mengandalkan ilmu ginkangnya yang luar biasa dan dengan mudah ia mengikuti empat orang itu tanpa diketahui oleh mereka yang ia bayangi. Sebaliknya, seujung rambutpun pemuda ini tidak pernah menduga bahwa ada bayangan lain yang mengikutinya dengan gerakan yang tidak kalah gesit dan ringannya! Benar-benar hal yang amat ajaib kalau dibicarakan.
Pak-thian Koai-jin dan See-thian Hoat-ong adalah dua orang tokoh kang-ouw yang sudah memasuki tingkat tokoh-tokoh tertinggi, namun mereka berdua, juga dua orang gadis cantik yang kepandaiannya sudah tinggi pula itu sama sekali tidak tahu bahwa mereka diikuti oleh dua orang pemuda!
Kun Hong terus mengikuti empat orang itu yang mempergunakan ilmu lari cepat keluar dari kota menuju ke barat. Ia merasa gembira sekali melihat bahwa dua orang gadis itu betul-betul cantik menarik kalau sewaktu-waktu ia dapat melihat wajah mereka tertimpa cahaya bulan. Yang seorang adalali seorang gadis bertubuh langsing agak tinggi dengan kepala digelung ke atas, dibungkus saputangan sutera.
Gadis ke dua manis sekali, agak pendek kalau dibandingkan dengan yang pertama, rambutnya dikepang dua dan ujungnya dibiarkan terurai di atas punggung. Gadis pertama kelihatan cantik jelita, keren dan gagah. Sedangkan yang ke dua nampak manis sekali dan lincah.
"Aduh, keduanya sama hebatnya. Yang satu jelita yang satu manis sukar dikatakan yang mana lebih menarik hati." pikir Kun Hong. "Kalau aku disuruh pilih, tentu aku akan pilih... keduanya!"
Ia baru siang tadi memasuki kota bersama Tok-sim Sian-li. Setelah mendapat perkenan dari Thai Khek Sian. Selama setahun lebih ia menerima gemblengan dari gurunya itu, mewarisi ilmu-ilmu yang tinggi sehingga dalam waktu sependek itu kepandaiannya telah meningkat secara luar biasa sekali. Juga ia dipercaya penuh oleh Thai Khek Sian dan kedatangannya di Peking juga membawa tugas sebagai wakil gurunya.
Akan tetapi, seperti kebiasaan orang-orang golongannya, dia dan Tok-sim Sian-li tidak mau muncul sebelum malam tiba dan segera setelah tengah malam tiba, mereka pergi mencari Bu-ceng Tok-ong yang mereka dengar berada di gedung keluarga hartawan Liu. Dan melihat dua orang gadis jelita itu Kun Hong sekaligus lupa akan tugasnya dan kini ia mengikuti mereka secara diam-diam sampai jauh di luar kota.
Sambil berlari ia berpikir. Ia menerima tugas untuk mewakili gurunya, mengadakan hubungan dengan orang-orang segolongan yang sudah berada di Peking dan di kota raja, membantu pergerakan Bangsa Mongol. Ia diberi hak untuk bertindak atas nama Thai Khek Sian dan mewakili gurunya itu membantu pemerintah baru. Begitu tiba di situ, ia sudah mendapat kenyataan bahwa kawan-kawan segolongannya ternyata dimusuhi oleh orang-orang kang-ouw seperti Pak-thian Koai-jin dan See-thian Hoat-ong.
Akan sibuk dan banyak pekerjaan kelak pikirnya. Kebetulan sekali sekarang aku mengikuti mereka, jadi aku dapat mengetahui di mana sarang musuh, pikir Kun Hong yang menjadi makin gembira oleh karena selain dapat mengenal dua orang nona itu, juga ia dapat menyelidiki sarang musuh!
Ternyata setelah berlari-larian cepat setengah malam lamanya, di waktu fajar menyingsiag empat orang itu tiba di sebuah bukit yang berbatu-batu. Di atas puncak bukit itu terdapat sebuah kelenteng tua dan dari jauh sudah dapat diketahui bahwa itu adalah kelenteng Siauw-lim-si. bangunannya sudah tua dan kuno akan tetapi masih kokoh.
Anehnya, tidak ada jalan masuk ke kelenteng itu. Sekelilingnya adalah jurang-jurang lebar belaka dan kelenteng itu jadinya berdiri di atas batu besar terpisah dari tanah datar yang lain. Melihat potongan batu itu. dapat diduga bahwa dahulu batu itu menjadi satu dengan tanah di sebelah kiri, akan tetapi mungkin karena gempa bumi menjadi pecah dan makin lama retaknya makin melebar menjadi jurang yang amat lebar dan dalam.
Kun Hong yang bersembunyi di balik pohon melihat dari jauh betapa empat orang itu menyelinap ke dalam semak-semak lalu menghilang! Ia menjadi bingung dan mencari-cari. Ke mana perginya mereka? Setelah sampai di sini, sudah tentu mereka pergi ke kelenteng itu. Itulah sarang mereka, tak salah lagi, pikirnya.
Kalau aku kembali ke kota, membawa kawan-kawan untuk menyerbu ke sini, sekaligus mereka akan dapat kutawan! Akan tetapi Kun Hong belum puas kalau belum melihat sebelah dalam, apa lagi kalau belum melihat dua orang nona manis tadi! la mulai mencari-cari jalan masuk dan baru ia mendapat kenyataan bahwa jalan masuk memang tidak ada. Akan tetapi empat orang tadi, mengambil jalan manakah?
Mari kita menengok ke dalam kelenteng yang agaknya tersembunyi di atas bukit itu. Memang kelenteng ini bekas Kelenteng Siauw-lim-si yang sudah amat tua. Bangunannya kuno dan kokoh sekali. Kelenteng ini masih ditempati oleh hwesio-hwesio Siauw-lim-si, merupakan cabang dari partai Siauw-lim yang amat terkenal.
Ada duapuluh orang lebih hwesio tinggal di situ, rata-rata lulusan tingkat pertengahan, jadi rata-rata memiliki kepandaian silat yang lumayan. Yang mengepalai mereka adalah Souw Lo Hosiang, murid pertengahan dari Bhok Lo Cinjin ketua Siauw-lim-pai.
Memang semenjak terjadinya pertentangan antara pembela-pembela penjajah Mongol dan orang-orang kang-ouw yang memusuhi para penghianat bangsa, kelenteng ini menjadi sarang atau tempat persembunyian orang-orang gagah.
Pak-thian Koai-jin dan tiga orang kawannya tadi memasuki kelenteng melalui jalan tambang yang sengaja dipasang dari seberang jurang, disembunyikan di dalam semak-semak. Tambang ini cukup besar dan kuat, dipasang dari akar pohon di semak-semak itu sampai ke sebuah jendela bulan di samping kelenteng.
Dengan ilmu meringankan tubuh, empat orang itu melalui jalan tambang yang amat berbahaya dan mengerikan bagi mereka yang tidak berkepandaian, lalu mereka melompat ke dalam jendela bulan, yaitu jendela yang bentuknya bundar.
Wi Liong yang mengikuti mereka segera dapat menemukan jalan ini dan mempergunakan kesempatan selagi empat orang itu melompat ke dalam jendela, secepat burung terbang pemuda ini lari melalui jalan aneh itu. Tanpa ragu-ragu karena tidak bermaksud buruk, iapun melompat ke dalam jendela dan tubuhnya terus "nyeplos" ke bawah karena di balik jendela itu ternyata tidak ada lantainya!
Atau lebih tepat lagi, tadinya memang ada lantainya, hanya saja sekarang lantai digeser dengan alat yang sudah disiapkan dan menjadi lubang jembatan yang amat lihai. Memang Siauw-lim-pai terkenal dalam hal memasang jebakan-jebakan rahasia.
Kalau Wi Liong tidak memiliki kepandaian tinggi, tentu ia akan jatuh tunggang-langgang dan mungkin kepalanya akan pecah menimpa lantai batu di bawah, di dalam "sumur" yang dalamnya tidak kurang dari lima tombak itu! Ia cepat mengatur keseimbangan tubuhnya dan dapat meluncur ke bawah dengan kaki lebih dulu dan tiba di dasar sumur itu tanpa menderita luka.
Ketika ia melihat ke depan, ternyata ia berada dalam sebuah kerangkeng besi dan di luar kerangkeng itu ia melihat empat orang yang tadi ia ikuti. Pertama-tama pandang mata Wi Liong bertumbuk dengan sinar mata yang amat tajam, sinar sepasang mata yang membuat jantung dalam dadanya tidak karuan lagi kerjanya, gedebak-gedebur tak menentu.
Itulah sepasang mata nona yang tinggi langsing, yang rambutnya diikat ke atas. Nona yang matanya tajam hidungnya mancung bibirnya kecil! Cepat-cepat Wi Liong mengalihkan pandang matanya dan merasa jengah, merasa pipinya menjadi panas-panas. Tentu saja ia tidak tahu bahwa kedua pipinya memang berubah merah sekali seperti orang kalau merasa malu.
Kakek muka merah yang kemarin pernah bertemu dengan dia di warung, yang melempar senyum kepadanya, melangkah maju sambil tertawa. "Sudah kuduga kau kemarin memang bersikap mencurigakan, terlalu halus! Orang muda, melihat muka dan sinar matamu kau bukan dari golongan sana. Mengapa kau mengikuti kami dan kau siapakah?"
Wi Liong memang merasa malu. Tidak hanya malu yang tak diketahui sebabnya kalau ia memandang atau lebih tepat bertemu pandang dengan nona tinggi langsing itu. akan tetapi juga malu karena ia sampai terjebak, dan malu pula karena keadaannya memang mencurigakan sekali, memasuki tempat orang tanpa minta, ijin!
"Aku.... aku hanya mau memberi tahu bahwa ada orang-orang dari gedung keluarga Liu itu mengejar kalian." katanya sederhana.
"Ha-ha-ha... jangan mencoba menimpakan dosa ke pundak orang lain, orang muda." kata Pak-thian Koai-jin. "Bu-ceng Tok-ong dan Tok-sim Sian-li tidak mengejar kami dan andaikata ada, tentu tidak bisa sampai di sini. Hayo kau mengaku kau ini siapa dan apa maksudmu masuk ke sini? Jangan banyak bicara bohong."
Biarpun ia berlagak galak, namun orang seperti Pak-thian Koai-jin mana bisa galak? Mukanya saja sudah amat lucu dengan matanya yang lebar dan bersinar lembut, biarpun ada cahaya kenakalan terpancar dari manik matanya.
"Mana berani aku yang bodoh membohong di depan locianpwe seperti Pak-thian Koai-jin?" kata Wi Liong.
"Lho.....?! Kau kok sudah mengenalku? Di mana kita pernah bertemu?”
"Andaikata tidak mengenal muka lccianpwe yang mulia, sedikitnya aku mengenal tongkat dan mangkok itu, sepasang senjata locianpwe sudah terlalu banyak dikenal orang sehingga pamanku Kwee Sun Tek sendiripun mengenalnya. Pamanku itu yang memperkenalkan keadaan dan gambaran tentang locianpwe kepadaku."
Nama Kwee Sun Tek mana dikenal oleh orang-orang seperti Pak-thian Koai-jin dan See-thian Hoat-ong? Akan tetapi tiba-tiba nona cantik bertubuh langsing itu melangkah maju dan menodongkan pedangnya di depan ulu hati Wi Liong.
"Jangan banyak mengobrol bohong! Lekas kau menjawab pertanyaan susiok See-thian Hoat-ong tadi, siapa namamu dan apa maksudmu datang ke sini?" bentaknya dan matanya memandang tajam.
Wi Liong mengangkat muka dan kembali kedua pipinya panas ketika ia bertemu pandang dengan gadis itu. Dalam marahnya gadis itu kelihatan makin cantik menarik pikirnya dan ia sama sekali tidak gentar melihat ujung pedang menerobos masuk melalui jeruji besi dan menyentuh baju di dadanya.
Malah Wi Liong tersenyum dan saking terpesona oleh wajah jelita itu, sukar baginya menjawab. "Hayo jawab! Apakah kau gagu?" gadis itu membentak lagi.
"Nona, selama hidup aku tidak pernah dan tidak akan membohong. Namaku Thio Wi Liong dan aku datang untuk memberi tahu bahwa di luar ada musuh. Malah sekarang agaknya sudah mau memasuki kelenteng ini."
Pedang itu ditarik mundur dan nona itu nampak kaget, sungguhpun mukanya berobah merah sekali, entah marah entah mengapa. "Susiok. jangan-jangan betul ada musuh datang!" katanya menoleh kepada See-thian Hoat-ong. Jawabannya segera datang dengan munculnya dua orang hwesio bertubuh tegap dari pintu.
"Cuwi-enghiong" di luar ada seorang muda mencurigakan menyelidiki tempat ini! Seorang di antara mereka melapor. "Gerakannya gesit luar biasa dan agaknya ia berilmu tinggi."
"Kalau begitu kau tidak membohong" kata Pak-thian Koai-jin sambil membuka kaitan yang menutup pintu kerangkeng. Beramai mereka lalu naik ke kamar atas di mana ada jendela bulan tadi melalui sebuah anak tangga kecil.
Thio Wi Liong ikut berlari-lari dan begitu sampai di kamar yang kini lantainya sudah pulih kembali, ia segera mendekati jendela dan menuding keluar.
"Lihat, dia itulah yang tadi mengikuti kalian sampai di seberang sana!" katanya dan otomatis tangan kirinya mencabut suling di pinggangnya.
Semua orang memandang. Betul saja, seorang pemuda tampan sedang berjalan di atas jembatan tambang dengan enaknya seperti orang bermain-main. Mulut pemuda itu tersenyum manis dan matanya berseri-seri ketika ia memandang ke arah jendela dan melihat dua orang nona manis itu berada di balik jendela. Inilah Kam Kun Hong, murid Thai Khek Sian yang lihai dan berani.
"Kalau dia musuh biar kuputuskan tambang ini!" kata gadis manis murid Pak-thian Koai-jin gemas, pedangnya sudah digerakkan ke depan untuk memotong jembatan tambang.
"Eng Lan jangan! Biarkan dia masuk, mau tahu apa kehendaknya!" kata Pak-thian Koai-jin mencegah niat muridnya. Tidak mau kakek tokoh kang-ouw ini membiarkan muridnya melakukan penyerangan curang kepada musuh, apa lagi kalau dipikir bahwa musuh itu hanya seorang pemuda remaja. Belum dapat dipastikan lagi apakah yang datang ini musuh, seperti halnya Thio Wi Liong yang ternyata juga bukan seoramg musuh.
Sementara itu. Kun Hong yang melihat perbuatan gadis manis itu, dari atas tambang tersenyum lebar. "Aduhai nasib....! Tega benar orang hendak membuat aku terjerumus ke dalam jurang begini dalamnya. Bagaimana kelak orang dapai menyembahyangi bongpai-ku (pusaraku)!" Dengan sengaja ia membikin berat tubuhnya dan ia berjalan di atas tambang dengan tubuh goyang-goyang tidak tegak.
Melihat sikap jenaka pemuda yang baru datang, Pak-thian Koai-jin timbul gembiranya. "Ha-ha-ha orang muda, awas jangan kau sampai jatuh. Di sini tidak ada cadangan nyawa untukmu!"
Kun Hong tertawa dan sementara itu ia sudah sampai di pinggir jendela bulan, lalu melompat masuk, sengaja membuat gerakannya kaku dan berat. Gadis manis murid Pak-thian Koai-jin yang bernama Pui Eng Lan yang tadi herdak memutus tambang, sekarang menjadi merah pipinya ketika melihat betapa sepasang mata pemuda yang baru datang itu menatapnya penuh arti.
Setelah dekat baru ternyata betapa gantengnya pemuda yang baru datang ini. ganteng dan aneh sekali, hampir sama dengan pemuda Thio Wi Liong yang datang lebih dulu. Sementara itu Wi Liong sudah mengundurkan diri di sudut dan diam-diam memperhatikan keadaan sambil kadang-kadang melirik ke arah gadis langsing yang amat menarik hatinya.
Begitu memasuki ruangan itu, Kun Hong menatap wajah dua orang gadis itu ganti-berganti dengan sinar mata berseri gembira. Memang hebat dua orang gadis itu, cantik jelita dan kecantikan yang aseli, jauh lebih menarik dari pada Cheng ln dan Ang Hwa atau selir-selir lain dari Thai Khek Sian gurunya yang memiliki kecantikan sudah agak meluntur atau dibantu oleh alat-alat kecantikan.
Akan tetapi dua orang gadis ini memang cantik manis bawaan lahir, yang seorang tinggi langsing berkulit kuning langsat dengan sikap gagah, yang ke dua agak pendek berkulit sedikit gelap, manis sekali. Kecantikan yang berbeda sifatnya, namun masing-masing memiliki daya penarik yang sama besarnya seperti orang melihat kembang teratai dan kembang seruni, amat berbeda bentuk dan warna.
Namun sama cantik menariknya sehingga sukar untuk menentukan mana yang lebih menarik tergantung dari selera yang melihat! Akan tetapi sifat lincah jenaka yang memancar keluar dari mata Pui Eng Lan lebih cocok dengan wataknya. Gadis manis lincah galak berkepandaian tinggi, inilah idam-idaman hatinya.
"Hemm... inilah calon kawan hidupku....” Kun Hong diam-diam mengambil keputusan dalam hatinya. Akan tetapi ia tidak diberi kesempatan untuk makin lama memandangi gadis-gadis itu karena Pak-thian Koai-jin sudah menyambutnya dengan pertanyaan.
"Orang muda. kau seperti anak lembu berjantung harimau. Berani betul kau mengikuti kami dan datang ke sini. Kau mau apa?”
Kun Hong tersenyum, sama sekali tidak kelihatan takut. "Orang tua... kau keliru, bukan seperti anak lembu berjantung harimau sebaliknya anak harimau berjantung lembu. Lebih baik di luar kelihatan gagah biarpun jantungnya lemah dari pada jantungnya kuat tapi kelihatan seperti anak lembu!"
Tentu saja ucapan ini mbocengli (tanpa aturan) karena sebagian orang tentu lebih suka disebut berjantung harimau dari pada berjantung lembu. Akan tetapi Kun Hong pernah menjadi murid Bu-ceng Tok-ong Si Raja Racun Tanpa Aturan, tentu saja ia lain dari pada orang lain.
"Ha-ha-ha, orang muda gemblung (idiot), kenapa kau bilang begitu? Apa sebabnya kau bilang lebih baik luarnya kelihatan gagah dari pada dalamnya yang gagah?”
"Karena yang berada di luar itu yang kelihatan, orang tua. Tentu aku lebih suka kelihatan seperti anak harimau, gagah dan ganteng dari pada menjadi anak lembu. Tentang jantung, siapa sih yang dapat mengetahui bagaimana isi perut orang?” Kun Hong tertawa-tawa dan Pak-thian Koai-jin yang terkenal sebagai seorang kakek nakal dan jenaka, juga ikut tertawa terbahak-bahak.
Akan tetapi See-thian Hoat-ong menjadi hilang kesabarannya. Berbeda dengan Pak-thian Koai-jin, jago tua dari barat ini dahulunya adalah seorang raja muda di Sin-kiang. Seorang bangsawan dan ahli perang yang jujur dan tidak suka akan segala perkataan yang plintat-plintut.
Melihat sikap Kun Hong yang dianggap pemuda mata-mata musuh itu demikian riang dan seperti orang main- main, ia membentak sambil mengancam dengan kepalan tangannya yang besar dan kuat. "Jangan kurang ajar, hayo mengaku siapa kau dan mau apa berkeliaran sampai ke sini!”
Kun Hong masih bersikap tenang, ia memandang rendah kepada kakek itu, memandang rendah kepada semua orang yang berada di situ karena yakin akan kelihaian sendiri. "Aku bernama Kam Kun Hong, datang ke sini karena ingin berkenalan dengan dua orang nona ini dan ingin jalan-jalan...."
Kata-kata ini membikin marah semua orang, kecuali gadis langsing dan Wi Liong yang menjadi terkejut sekali. "Kun Hong... aku telah bertemu dengan ayahmu...!” kata Wi Liong dan untuk sedetik Kun Hong melempar pandang kepadanya, kaget.
Akan tetapi gadis tinggi langsing itu sudah menerjang maju dengan pedangnya sambil membentak. "Jadi kau ini jahanam muda yang membuntungi kedua kaki Ciok Kim Li!”
Serangan pedang itu hebat sekali dan hanya kelihatan sinarnya menyambar ke dada Kun Hong. Akan tetapi, dengan gerakan enak saja Kun Hong miringkan tubuh dan... di lain saat dua jari tangannya telah berhasil menjepit punggung pedang itu!
"Aku adalah sahabat baik Ciok Kim Li. Kenapa kau marah-marah?" tanya Kun Hong tanpa melepaskan pedang yang dijepitnya dengan jari tangan.
"Susiok... dia ini kawan Tok-sim Sian-li." kata gadis itu yang menjadi penasaran karena tidak mampu mencabut kembali pedangnya juga ia amat terkejut karena tidak menyangka bahwa pemuda itu demikian lihainya.
Siapakah gadis ini? Dia bukan orang sembarangan karena inilah Kwa Siok Lan, puteri tunggal dari Siang-jiu Lo-thian Kwa Cun Ek. Dia inilah tunangan dari Thio Wi Liong yang sekarang berada di situ tanpa mengetahui bahwa dia berhadapan dengan calon isterinya yang belum pernah dijumpainya itu. Juga ia mana bisa menyangka bahwa hatinya tergila-gila kepada gadis yang sesungguhnya tunangannya sendiri?
Di bagian depan sudah diceritakan tentang pertemuan antara Kun Hong dengan Kwa Cun Ek ketika Kwa Cun Ek menolong Kim Li dari tangan Tok-sim Sian-li. Itulah sebabnya mengapa Siok Lan kaget mendengar nama Kam Kun Hong yang selalu disebut-sebut oleh Kim Li setelah tadi ia terkejut juga mendengar nama Thio Wi Liong, tunangannya!
Sungguh ia tidak menyangka sama sekali bahwa di Kelenteng Siauw-lim itu, ia akan bertemu dengan dua orang yang selama ini hanya didengar namanya saja dan begitu bertemu ia menjadi tertegun, juga girang. Ternyata tunangannya adalah seorang pemuda yang tampan sekali dan bukti bahwa pemuda itu bisa memasuki kelenteng menandakan bahwa dia memiliki kepandaian yang tidak mengecewakan!
Dan sekarang ia berhadapan dengan Kam Kun Hong. pemuda yang membuat Kim Li tergila-gila, yang selalu dipuji-puji gadis buntung itu, ternyata pemuda ini memiliki kepandaian yang luar biasa sekali. Sekali lagi Siok Lan mengerahkan tenaga membetot pedangnya dan kali ini Kun Hong sengaja melepas dengan tiba-tiba sampai Siok Lan terhuyung ke belakang.
Akan tetapi tiba-tiba gadis ini berdiri tegak kembali dan merasa ada tenaga aneh menahan punggungnya menjaganya dari jatuh terjengkang. Tak terasa lagi ia menoleh akan tetapi tidak ada siapa-siapa di belakangnya yang ada hanya Wi Liong yang berdiri di sudut, agak jauh.
Sementara itu, See-thian Hoat-ong ketika melihat keponakannya dipermainkan dan mendengar bahwa pemuda itu adalah kawan Tok-sim Sian-li, segera mencabut golok besarnya dan menerjang sambil membentak keras "Mata-mata anjing Mongol. kau datang mengantarkan nyawa!"
Melihat datangnya golok besar demikian cepat dan kuat, merupakan bahaya maut yang mengerikan dan mengancam lehernya Kun Hong berseru, "Ayaaa... galak amat!' la mengerti akan kelihaian lawan ini maka cepat-cepat, ia mengelak sambil melompat ke kanan.
"Jangan memamerkan kepandaianmu di sini!" terdengar bentakan dan sebuah mangkok retak menyambar hendak menelangkup kepala Kun Hong.
Gerakan ini mendatangkan angin dan kembali Kun Hong kaget bukan main. Tidak disangkanya bahwa dua orang kakek itu demikian lihainya, ia pikir tidak enak kalau melayani mereka ini di sarang lawan. Biarpun ia tidak takut meghadapi mereka, akan tetapi kalau ia mengalami keroyokan di tempat musuh, benar-benar merupakan bahaya besar.
"Ha-ha-ha, kiranya orang-orang tua malah tidak tahu menghormat datangnya tamu." Kata-katanya ini hanya untuk mengacaukan perhatian lawan, karena tiba-tiba ia menyelinap dan di lain saat ia telah berkelebat mendekati Pui Eng Lan murid perempuan yang cantik manis dari Pak-thian Koai-jin.
Eng Lan bukan seorang wanita lemah. Melihat musuh mendekat ia mengirim pukulan dengan tangan kanan. Akan tetapi sambil tertawa Kun Hong menangkap lengan ini dan sekali jari tangannya menotok, tubuh Eng Lan telah menjadi lemas dan Kun Hong menyambar tubuh itu terus dibawa melompat ke atas.
Biarpun tokoh-tokoh kangouw besar seperti Pak-thian Koai-jin dan See-thian Hoat-ong, sama sekali tidak menyangka akan hal ini sampai mereka tertegun dan tidak lekas melakukan sesuatu untuk mencegah tamu muda itu membawa lari Eng Lan.
"Kun Hong, jangan kurang ajar!" bentakan lirih ini terdengar dari mulut Wi Liong, disusul suara tertahan dari Kun Hong dan tubuh Eng Lan yang tadinya sudah dibawa melompat ke atas itu terlepas dari pondongannya, jatuh ke bawah dalam keadaan masih lemas. Baiknya jatuhnya tepat di atas Wi Liong, maka pemuda ini segera menerima dengan kedua tangannya, dan tubuh gadis yang ringan itu jatuh ke dalam pelukan kedua lengannya.
Adapun Kun Hong yang pada saat itu sudah diserbu lagi oleh Siok Lan, Pak-thian Koai-jin dan See-thian Hoat-ong. Secepat kilat melompat ke arah jendela bulan lalu terus melompat ke atas jembatan tambang sambil memutar sebatang pedang yang tahu-tahu telah ia cabut keluar dari balik bajunya.
Matanya untuk sejenak menatap ke arah Wi Liong penuh pertanyaan keheranan dan penasaran, akan tetapi mulutnya tidak berkata apa-apa karena ia tidak sempat lagi. didesak terus oleh tiga orang lawannya yang lihai. Siok Lan yang melihat pemuda itu mulai berlari melalui jembatan tambang, cepat mengayun pedang membacok tambang itu.
"Ahh, jangan...!" kata Pak-thian Koai-jin hendak mencegah, akan tetapi terlambat. Tambang itu sudah putus oleh sabetan pedang di tangan Kwa Siok Lan.
Sedangkan See-thian Hoat-ong berkata, "Biar saja, Koai-jin, anjing Bangsa Mongol sudah sepatutnya mampus di dalam jurang!”
Akan tetapi segera ketiga orang ini terbelalak memandang ke bawah dengan kagum. Biarpun tambang itu sudah putus dan tubuh Kun Hong terjerumus ke bawah, namun dalam saat terakhir pemuda ini masih sempat menyambar tambang itu, menggunakan kakinya menjejak pinggiran jurang dan dengan enaknya ia merayap melalui tambang itu terus ke atas. Selamat sampai di seberang jurang!
Dari jauh kelihatan pemuda ini tertawa-tawa, lalu mengacung-acungkan pedangnya sambil memperdengarkan suara yang disuarakan dengan pengerahan khikang istimewa, "Kalau hendak mengadu tenaga, tunggu tiga hari lagi!" Kemudian bayangan pemuda itu lenyap.
Pak-thian Koai-jin menarik napas panjang. "Hebat...!" katanya perlahan. "Pemuda itu benar-benar mengagumkan sekali kepandaiannya. Ginkangnya dan khikangnya sedemikian sempurna, entah sampai di mana kelihaian ilmu silatnya....!”
Memang kakek ini amat suka melihat orang pandai apa lagi yang dipujinya itu seorang pemuda yang ganteng, lincah dan juga sifatnya agak nakal seperti dia sendiri, sungguhpun kenakalannya bukan berarti jahat.
Selagi tiga orang itu masih tertegun memandang keluar jendela, tiba-tiba terdengar suara Pui Eng Lan menjerit lirih. "Lepaskan aku... tak tahu malu kau....!"
Siok Lan secepat kilat memutar tubuh memandang, juga dua orang kakek itu menoleh. Pak-thian Koai-jin tertawa terkekeh-kekeh melihat Wi Liong masih berdiri memondong tubuh Eng Lan. Pemuda ini seperti kena tenung (sihir), berdiri bengong memandang keluar jendela.
Memang Wi Liong tadi terkejut, heran, dan juga marah melihat sepak-terjang Kun Hong. Terkejut karena melihat kepandaian Kun Hong demikian tinggi, heran melihat bahwa tadi Kun Hong mempergunakan gerakan yang mirip sekali dengan ilmu lompat yang ia pelajari dari gurunya kemudian ia marah melihat pedang yang berada di tangan Kun Hong.
Itulah Cheng-hoa-kiam tak salah lagi! Jadi Kun Hong pula yang mencuri pedang dan berani naik ke Wuyi-san? Benar-benar kurang ajar sekali! Saking terlampau dikuasai perasaan ini ia sampai lupa kalau sejak tadi ia memondong tubuh seorang gadis cantik yang ia sambar tubuhnya agar jangan terbanting ke atas lantai!
Eng Lan tadi terkena totokan Kun Hong yang dilakukan dengan istimewa, membuat ia lemas, ia telah mencoba untuk mengerahkan lweekangnya agar dapat terbebas dari totokan, namun percuma saja. Celakanya, pemuda yang menerimanya dari kejatuhan tadi, tidak segera menurunkannya, malah terus memondongnya seperti seorang ayah memondong anaknya! Saking jengkel dan malu Eng Lan lalu menjerit minta dilepaskan dan memaki Wi Liong tak tahu malu.
Wi Liong memang tadi tidak sengaja memondong tubuh Eng Lan terlalu lama. Sekarang ia kaget dan malu sekali, ketika ia melihat gadis langsing itu menoleh dan memandang kepadanya dengan mata mengandung cemooh dan bibirnya agak terbuka mengejek, ia menjadi makin malu sampai meningkat menjadi bingung.
Dalam kebingungannya, ia tidak menurunkan tubuh Eng Lan, malah di bawa berjalan menghampiri gadis langsing itu dan menyodorkan tubuh Eng Lan seperti orang memberikan sebuah barang kepada pemiliknya!
"Turunkan dia di sini." kata Pak-thian Koai-jin sambil tertawa nakal. "Apa kau menggendongnya selama hidup? Ha-ha-ha!"
Wi Liong menjadi makin merah mukanya dan cepat-cepat ia menghampiri Pak-thian Koai-jin dan menurunkan tubuh Eng Lan di atas lantai. Jago tua dari utara yang bertubuh pendek kecil berpakaian pengemis ini sambil tertawa ha-ha-he-he menotokkan tongkatnya dan seketika itu juga Eng Lan sudah dapat bergerak. Begitu ia bangkit ia melompat dan tangan kanannya menyambar.
"Plak!” pipi kiri Wi Liong menjadi makin merah karena ditampar oleh Eng Lan. "Lho. mengapa nona menamparku? Apa salahku??” tanya Wi Liong terheran.
"Mengapa... mengapa kau pondong aku?” Eng Lan membentak dengan muka merah dan mata basah air mata. Gadis ini merasa malu dan jengah, membuat ia menjadi marah kepada pemuda tampan ini.
"Ha-ha-ha, Eng Lan anak bodoh! Tentu saja ia suka memondongmu. Pemuda mana yang tidak akan suka memondongmu? Ha-ha-ha, orang muda. Kau tadi bilang namamu Thio Wi Liong dan; pamanmu Kwee Sun Tek? Apakah orang gagah yang buta dan yang dulu pernah membawamu ke puncak Kun-lun-san?”
"Betul, locianpwe. Dan barangkali locianpwe tidak tahu bahwa pemuda tadi kukenal baik, dia itulah Kam Kun Hong, putera Seng-goat-pian Kam Ceng Swi di Kun-lun-san, bocah yang dulu bersama aku diculik oleh Bu-ceng Tok-ong dan Tok-sim Sian-li."
Pak-thian Koai-jin menepuk jidatnya. "Aduhh... diakah itu? Dulu aku pernah suka melihatnya dan ingin mengambilnya sebagai murid." Matanya bersinar-sinar ketika dia memandang kepada Wi Liong. "Wi Liong, kau anak baik. Dia ini muridku, namanya Pui Eng Lan, yatim-piatu dan aku walinya. Karena kau tadi telah memondongnya, dan aku suka melihatmu, aku akan merasa girang sekali kalau muridku ini dapat berjodoh denganmu. Hoat-ong, bagaimana pendapatmu dengan usulku ini?”
Memang orang-orang kang-ouw seperti Pak-thian Koai-jin ini aneh. Namanya saja sudah Pak-thian Koai-jin (Orang Aneh dari Kutub Utara) orangnya nakal, suka menggoda orang dan kalau bicara seenaknya sendiri saja. Masa begitu berjumpa hendak memunguit mantu? Dapat dibayangkan betapa bingungnya Wi Liong mendengar ucapan itu.
Lebih-lebih lagi Eng Lan. Kasihan gadis ini yang menjadi amat kikuk dan jengah. Mukanya sebentar pucat sebentar merah, membuat dia nampak jelita bukan main. Kalau tadi ia bersikap galak, ia sekarang mati kutunya. Memutar tubuh dan berdiri membelakangi mereka semua sambil menundukkan dan menutupi muka dengan kedua tangan.
Tak seorangpun di antara mereka tahu betapa hebat kegoncangan hati Kwa Siok Lan di saat itu. Tanpa diketahui oleh siapapun juga, ia menjadi saksi betapa tunangannya, calon suaminya, di depannya telah dilamar orang lain! Akan tetapi gadis ini dapat mengeraskan hatinya dan diam-diam ia malah ingin sekali mendengar bagaimana jawaban Thio Wi Liong, tunangannya yang baru kali ini ia lihat.
Sementara itu. See-thian Hoat-ong mengangguk-anggukan kepalanya, "Memang cocok sekali. Pemuda ini baik, kepandaiannyapun lumayan setelah ia dapat memasuki tempat ini!"
Sambil berkata demikian, See-thian Hoat-ong menanggalkan bajunya dan kini terlihatlah pakaian perangnya yang tadi sengaja ia tutup dengan pakaian biasa agar jangan menimbulkan kecurigaan di dalam kota. Inilah pakaian perangnya sebagai Raja Muda Sin-kang yang selalu dipakainya untuk mencerminkan bahwa biarpun negaranya sudah dikalahkan oleh bala tentara Mongol. Di dalam hatinya ia tetap saja memaklumkan perang.
"Kau dengar, pilihanku memang tidak keliru!" kata Pak-thian Koai-jin sambil terkekeh-kekeh girang dan menepuk-nepuk pundak Wi Liong. "Pilihanmu pun tidak keliru kalau kau mendapatkan seorang jodoh seperti muridku Pui Eng Lan ini, orang muda. Kau belum tahu betapa besar semangatnya, betapa berani hatinya. Dia menyeret-nyeretku unituk mendatangi gedung keluarga Liu di kota raja dan berhasil menewaskan bandot tua she Liu itu yang telah membunuh encinya (kakak perempuannya) sekeluarga. Untung aku bertemu dengan Hoat-ong dan keponakannya yang begitu baik hati suka membantu, kalau tidak belum tentu kami dapat berhasil. Apa lagi setelah ternyata gedung keluarga Liu dijaga oleh Bu-ceng Tok-ong dan Tok-sim Sian-li. Hemmm, berbahaya sekali!”
Wi Liong hampir tidak mendengarkan kata-kata yang melantur-lantur dari kakek itu. Dia sudah terpukul dan bingung ketika mendengar hendak ditarik mantu! Tak dapat disangkalnya lagi, Eng Lan seorang gadis yang tiada cacad celanya, wajah cantik manis sekali, bentuk tubuh indah menarik, berwatak gagah dan berkepandaian lihai lagi. Mau apa lagi? Biarpun dalam pandangannya Eng Lan tidak semenarik gadis tinggi langsing keponakan See-thian Hoat-ong itu.
Namun tak boleh disangkal lagi bahwa sukarlah mencari seorang seperti Eng Lan di antara seratus orang gadis! Dia hendak dijodohkan begitu saja dengan seorang gadis cantik menarik seperti Eng Lan dan di situ masih ada seorang gadis langsing yang benar-benar membuatnya tertarik.
Akan tetapi dia sudah ditunangkan oleh pamannya dengan seorang gadis lain. Seorang gadis she Kwa yang tinggal di Poan-kun, yang selama hidupnya belum pernah dilihatnya, entah buruk entah cacad yang karena belum dilihatnya tak mungkin ia dapat menentukan apakah ia menyukainya ataukah tidak!
"Bagaimana, Wi Liong? Nyatakan kesanggupanmu menerima perjodohan ini!" tiba-tiba Pak-thian Koai-jin mendesak sambil terkekeh-kekeh lagi. Kegirangan melihat wajah Wi Liong dan wajah Eng Lan kemerahan dan kedua orang muda itu malu dan jengah bukan main. Memang kakek ini tukang menggoda orang.
"Maaf, locianpwe. Bukan sekali-kali aku menampik kebaikan hatimu, bahkan aku amat berterima kasih bahwa ada orang menaruh perhatian dan kepercayaan kepadaku yang bodoh. Akan tetapi, sesungguhnya tentang perjodohan... terpaksa tak dapat aku menerimanya....!"
"Ehhh....? Apa Eng Lan kurang cantik?” Benar-benar keterlaluan Pak-thian Koai-jin menggoda orang, sampai-sampai muridnya tidak kuat mendengarkan terus dan larilah Eng Lan ke dalam sambil menutupi mukanya.
"Sekali-kali bukan begitu, locianpwe. Nona Pui sudah terlampau baik bagi seorang seperti aku, malah aku tidak berharga baginya. Akan tetapi... aku... aku sudah mempunyai seorang calon jodoh yang sudah ditentukan oleh paman Kwee...."
Untuk sejenak Pak-thian Koai-jin kelihatan tertegun, akan tetapi wajahnya berseri kembali dan senyumnya muncul lagi pada mukanya yang lucu. "Aha, muda-muda sudah mempunyai calon isteri? Benar-benar tergesa-gesa! Tentu cantik dia, secantik Eng Lan kah? Kau tentu suka sekali padanya, he? Kapan menikahnya? Jangan lupa undang aku orang tua, jangan terlalu pelit dengan arakmu."
Merah sekali wajah Wi Liong, bukan hanya karena malu, juga karena mendongkol. "Locianpwe, siapa sih yang memikirkan pernikahan? Aku ditunangkan di luar kehendakku. Kalau saja aku tidak mau menyakitkan hati paman, kalau saja bukan karena aku hendak berbakti kepada paman, tentu perjodohan itu kutolak tentu ikatannya kuputuskan dan pertunangannya kubatalkan."
Wi Liong mengeluarkan kata-kata ini dengan sungguh-sungguh sambil mengerling kearah gadis tinggi langsing itu. Memang di dalam hatinya pemuda ini sudah merasa kurang setuju terhadap keputusan pamannya yang menjodohkannya dengan seorang gadis yang sama sekali tidak dikenalnya. Apa lagi setelah sekarang, bertemu dengan gadis langsing itu, makin kecewa hatinya bahwa ia telah bertunangan dengan gadis lain!
Dapat dibayangkan betapa hebat pengaruh kata-kata ini terhadap Siok Lan sendiri. Gadis ini menjadi pucat, menggigit bibirnya dan segera meninggalkan tempat itu menyusul Eng Lan. Juga gadis ini menahan air matanya, dan perasaannya ketika meninggalkan tempat itu tidak berbeda dengan perasaan hati Eng Lan, yaitu perasaan hati seorang gadis yang merasa ditolak oleh seorang pemuda!
Pada saat itu terdengar suara pekik memanjang dari seberang jurang dan Souw Lo Hosiang, ketua kelenteng itu muncul dari pintu, menjura kepada dua orang kakek itu sambil berkata,
"Pinceng melihat dua orang di seberang jurang, seorang wanita dan seorang kakek yang buntung tangan kirinya. Harap ji-wi sicu memberi petunjuk."
Hwesio ini adalah murid Bhok Lo Cinjin, maka ia berlaku amat hormat kepada dua orang kakek yang menjadi sahabat baik gurunya itu, yang ia ketahui memiliki kepandaian tinggi. Seperti hampir semua anggauta Siauw-lim-pai, juga Souw Lo Hosiang ini berjiwa patriot dan selalu menentang penjajah Mongol.
Oleh karena itu dia rela menggunakan kelentengnya sebagai tempat pertemuan dan tempat persembunyian orang-orang gagah, malah dia menyediakan tenaga untuk membantu bersama murid-muridnya. Mendengar laporan yang disampaikan sendiri oleh ketua kelenteng, Pak-thian Koai-jin tertawa bergelak dan See-thian Hoat-ong juga tersenyum girang.
"Tua bangka buntung itu tentu Lam-san Sian-ong!" kata Pak-thian Koai-jin sambil bertepuk tangan.
Beramai mereka lalu menuju ke jendela bulan untuk memandang keluar. Kelihatanlah dua orang tamu itu. Tidak begitu jelas karena memang jurang itu lebar sekali, akan tetapi mudah mengenal kakek gemuk pendek yang buntung tangan kirinya sedangkan tangan kanannya memegang sebatang tongkat bambu yang butut. Di sebelahnya berdiri seorang wanita, dari jauh kelihatan cantik.
"Wanita baju biru apakah bukan Tung-hai Sian-li?” kata See-thian Hoat-ong sambil mengerutkan kening...