Perserikatan Naga Api Jilid 31Karya : Stevanus S.P |
Maka akhirnya Tong Wi-siang memutuskan bahwa keduanya harus melakukan pertandingan ilmu silat untuk menentukan siapa yang bakal menjadi Tong-cu dan siapa yang akan menjadi Hu- tong-cu. Kedua orang calon itu segera maju ke depan. Setelah memberi hormat kepada Tong Wi-siang dan tokoh-tokoh tinggi Hwe-liong-pang lainnya, keduanya pun siap bertanding dengan tangan kosong.
“Saudara Kwa, harap berbelas kasihan kepadaku,” demikian Cu Keng-wan berbasa-basi. Dalam hatinya dia sudah memutuskan akan mengalah saja, namun dia harus berusaha untuk menyembunyikan niatnya itu agar calon lawannya tidak merasa tersinggung. Ya-hui-miao Kwa Teng-siong juga tidak langsung menyerang, namun berkata sambil tertawa, “Kau berolok-olok, saudara Cu, akulah yang sebenarnya harus kau kasihani agar tidak terjungkal di bawah telapak tangan besimu.” Sesaat kemudian kedua orang itupun telah mulai saling gebrak dan mempertunjukkan kepandaian andalannya masing-masing. Karena pertandingan itu ditonton oleh para tokoh tertinggi Hwe-liong-pang, maka kedua calon Tong-cu itu tidak berani bersungguh-sungguh. Bahkan Cu Keng-wan yang berniat mengalah itupun pada mulanya harus menunjukkan kesungguhan hatinya. Kwa Teng-siong, sesuai dengan julukannya sebagai Kucing Terbang Malam, ternyata memang mempunyai kegesitan dan kelincahan yang luar biasa. Langkah-langkahnya enteng dan lemas, tubuhnya lemas, sedang gerakan-gerakannya dimainkan dengan mengutamakan kecepatan serta kelenturan badan, namun bukan berarti tidak ada kekuatannya. Sedang lawannya adalah seorang pelatih gwa-kang (Tenaga Luar) yang cukup hebat, dengan ilmu Thi-sah-ciang (Tangan Pasir Besi) yang cukup matang. Meskipun ia tidak selincah lawannya, namun desir pukulan dan tendangannya terdengar lebih kuat dan mantap dari lawannya. Melihat permainan telapak tangan dari Cu Keng-wan itu, diam-diam Au-yang Siau-pa juga teringat kepada dua orang anggota Jing-ki-tong yang punya ilmu serupa itu, meskipun tingkatannya tidak setinggi Cu Keng-wan. Kedua orang anggota itu masing-masing adalah Cong Hun dan Cong Yo, dua bersaudara dari Shoa-tang, yang akhirnya harus mengakhiri hidupnya di tangan macan betina Siau-lim-pay, yaitu Tong Wi-lian. Terkenang akan kedua orang itu, diam-diam Au-yang Siau-pa membatin, “Kedua orang saudara Cong itu sebenarnya tidak terlalu jahat, sayang pendirian mereka terlalu lemah sehingga mudah dipengaruhi oleh orang lain untuk melakukan kejahatan. Gara-gara ikut menyerbu Tiong-gi Piau-hang serta menculik puteri Cian Sin-wi, kedua saudara itu harus mampus di tangan Tong Wi-lian yang ternyata adalah adik perempuan dari pang-cu sendiri.” Dalam pada itu, pertarungan antara Kwa Teng-siong dan Cu Keng-wan telah berlangsung puluhan jurus tanpa kelihatan siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah. Kedua belah pihak telah bermandikan keringat, namun semangat tempur mereka tetap menyala-nyala hebat. Tetapi pada jurus yang kesekian puluh, Cu Keng-wan mulai melaksanakan rencananya. Sengaja ia membuat kesalahan langkah sehingga kakinya tersapu oleh tendangan rendah Kwa Teng-siong sehingga ia roboh. Setelah berhasil merobohkan lawannya, ternyata Kwa Teng-siong tidak meneruskan serangannya, melainkan membangunkan Cu Keng-wan sambil berkata, “Maafkan kelancanganku, Saudara Cu.” Namun Cu Keng-wan tidak nampak marah sedikitpun, bahkan ia langsung memberi selamat kepada Kwa Teng-siong dengan tulus, “Terimalah salamku, Tong-cu!” Dengan demikian kini Hek-ki-tong telah memiliki Tong-cu dan Hu-tong-cu atas pilihan anggota-anggota mereka sendiri, maka tepuk tangan riuh pun segera berkumandang di ruangan itu. Suasana segera berubah menjadihangat dan penuh semangat persahabatan. Dalam pandangan Tong Wi-siang serta tokoh-tokoh tinggi Hwe-liong-pang lainnya, sudah tentu “kekalahan” Cu Keng-wan yang disengaja itu tidak dapat mengelabui mata mereka, namun tokoh-tokoh Hwe-liong-pang itu agaknya tidak menunjukkan keberatannya atas sikap itu. Bahkan hal itu menunjukkan bahwa hubungan akrab antar anggota sudah berkembang lebih baik dengan bersedia saling mengalah, tidak ada lagi hubungan saling mencurigai dan saling menjegal seperti di masa mereka masih bercampur- aduk dengan pengikut-pengikut Tan Goan-ciau itu. Dengan demikian acara pertama dari pertemuan itupun sudah diselesaikan dengan baik dan lancar. Kemudian Tong Wi-siang mulai membicarakan bagaimana sikap yang sebaiknya dari Hwe-liong-pang dalam menghadapi perkembangan keadaan saat itu, untuk menentukan bagaimana sikap dan tindakan Hwe-liong-pang dalam menghadapi pengikut-pengikut Tan Goan-ciau yang masih merajalela di dunia persilatan dan menimbulkan kesalahpahaman kaum pendekar terhadap Hwe-liong-pang. Selain itu juga perlu memikirkan sikap Hwe-liong-pang dalam menghadapi masalah pertentangan antara Pemerintah Beng dengan pemberontak Li Cu-seng yang semakin tajam itu. Bicara tentang Tan Goan-ciau dan pengikut-pengikutnya, maka Siangkoan Hong yang berwatak keras itu mengajukan usulnya, “Selama pengkhianat dan orang- orangnya itu masih hidup dan berkeliaran dengan bebas untuk menyebar fitnah dan kesalahpahaman antara kita dengan kaum pendekar, maka itu ibaratnya penyakit yang belum terberantas akarnya. Selain itu juga akan menyulitkan Pang kita dalam hidup secara tenang di dunia persilatan. Menurut pendapatku, biarlah aku dan Hong pin masing-masing memimpin sebagian anak buah kita untuk mencari Tan Goan-ciau serta pengikut-pengikutnya, dan membasmi mereka sama sekali.” Namun usul Lim Hong-pin tidak sekeras rekannya itu, “Aku pikir, kita jangan terlalu dipengaruhi oleh luapan perasaan, sehingga kehilangan pertimbangan dari beberapa segi. Kita harus menyadari bahwa kekuatan kita saat ini sedang lemah-lemahnya, maka sikap yang sebaiknya bagi kita hanyalah menunggu dan menahan diri. Bukannya kita takut, namun adalah sangat bijaksana jika kita hendak membenturkan telur dan batu. Lebih baik kita menunggu perkembangan sambil memperkuat diri sendiri, sehingga kita akan bangkit lebih cemerlang dari masa lalu.” Antara Siangkoan Hong yang berwatak keras dan berangasan, dengan Lim Hong-pin yang selalu berpikir dengan kepala dingin dan cermat, memang sering terjadi perselisihan pendapat. Untunglah bahwa hal itu tidak mengurangi keakraban hubungan persahabatan di antara mereka, sebab agaknya masing-masing sudah saling memahami watak temannya itu. Begitu pula kali ini Siangkoan Hong merasa bahwa pendapat rekannya itu agaknya lebih dapat diterima, maka katanya dengan terus terang, “Baiklah. Pertimbanganku memang tidak secermat kau, Hong-pin. Aku menarik usulku tadi.” Pembicaraan itu berlangsung dalam suasana yang blak-blakan, namun tertib. Kali ini pembicaraan bukan hanya dipimpin oleh tokoh-tokoh tertinggi Hwe-liong-pang, namun sampai kepada anggota-anggota biasapun diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Kadang-kadang tidak terhindar adu pendapat yang singit. Namun akhirnya Tong Wi-siang sebagai ketua telah menjatuhkan keputusan terakhir, bahwa Hwe-liong-pang untuk sementara waktu akan bersikap menunggu saja, karena merasa belum cukup punya kekuatan untuk menghadapi kelompok Tan Goan-ciau yang mencakup sebagian besar anggota Hwe-liong-pang yang lama, masih ditambah lagi dengan tokoh-tokoh sesat yang menggabungkan diri baru-baru ini. Waktu diadakan pembicaraan itu, Tong Wi-siang dan teman-temannya belum mendengar berita tentang hancurnya sebagian kekuatan Tan Goan-ciau yang sia-sia di Siong-san, dalam usaha mewujudkan nafsu Tan Goan- ciau untuk menguasai dunia persilatan itu. Jarak antara Gunung Siong-san di wilayah Ho-lam dengan Gunung Bu-san di wilayah Se-coan memang terlalu jauh, mencapai laksaan li, sehingga berita tentang kekalahan Tan Goan-ciau itu belum terdengar oleh Tong Wi-siang dan kawan-kawannya. Andaikata mereka telah mendengarnya, mereka tentu akan mengambil sikap lain, barangkali akan menyebar anak buahnya untuk menumpas sisa-sisa pengikut Tan Goan-ciau sama sekali. Menghadapi keadaan yang semakin panas akibat pertentangan kerajaan Beng dengan pihak Li Cu-seng, muncul juga usul agar Hwe-liong-pang lebih baik bergabung saja dengan pemberontak Li Cu-seng. Namun Tong Wi-siang sudah melihat sendiri kelakuan kelompok-kelompok anak buah Li Cu-seng yang kurang disukainya, bahkan dalam anggapan Wi-siang, anak buah Li Cu-seng sama buruknya dengan kelakuan para prajurit Kerajaan Beng. Karena itu usul itu ditolak, Hwe-liong-pang memutuskan untuk berdiri di luar garis pertikaian itu, dan hanya akan bertindak menurut keadaan. Sebelum pertemuan itu dibubarkan Wi-siang juga telah menjatuhkan perintah kepada seluruh anak buahnya, agar latihan ilmu silat ditingkatkan secara keras, baik secara kelompok per kelompok maupun secara perorangan. Perintah itu berlaku untuk seluruh anggota Hwe-liong- pang, dari Ketuanya sendiri sampai anggota yang paling rendah. Tong Wi-siang sendiri, begitu pertemuan itu selesai segera masuk ke ruang dalam, tempat tinggalnya yang indah seperti istana itu, ia akan mulai bersemedi untuk menyembuhkan luka-luka dalamnya sama sekali. Di saat seperti itu, ia membutuhkan waktu kira-kira sepuluh hari untuk menyembuhkan diri, tentu saja tidak mampu menjalankan tugas sebagai Ketua. Untuk sementara waktu, tugas Ketua akan dijalankan oleh Siangkoan Hong, Lim Hong-pin dan dibantu oleh dua orang Su-cia. Perubahan menyeluruh yang dialami oleh Hwe-liong-pang itu, ternyata bukan hanya diucapkan namun juga dilaksanakan secara nyata. Mulai hari itu, setiap pagi hari nampaklah para anggota berbaris menurut kelompoknya masing-masing, lalu berlari-lari naik turun menyusuri lereng-lereng pegunungan Bu-san yang terjal itu, tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan jasmani mereka. Kemudian dilanjutkan dengan latihan ilmu silat sampai siang hari, di bawah pimpinan kepala kelompoknya masing-masing. Kini setiap anggota sudah memiliki semangat baru, semuanya bertekad untuk membangun kejayaan Pang mereka yang pernah punya nama ternoda itu. Tidak seorang pun yang mengeluh atau mengutarakan keberatannya dengan latihan-latihan yang melelahkan itu, semuanya sadar bahwa kejayaan Hwe-liong-pang tergantung dari mereka sendiri, dan bukan kepada orang lain. Meskipun para Tong-cu dan Hu-tong-cu bertindak sebagai pelatih, namun mereka pun tidak melupakan untuk melatih ilmunya masing-masing pada sore harinya. Di bagian belakang puncak Tiau-im-hong tempat berdirinya markas Hwe-liong-pang, memang terdapat cukup banyak tempat-tempat yang indah dan sepi untuk melatih diri, kesanalah para Tong-cu dan Hu-tong-cu sering pergi untuk meningkatkan ilmunya. Kadang-kadang mereka berlatih sendiri-sendiri, tapi kadang-kadang berlatih berpasangan sambil saling menunjukkan kelemahan pasangannya, sehingga masing-masing dapat memperbaiki diri. Dalam beberapa hari, para anggota Hwe-liong-pang yang masih terpencar di berbagai kota itupun sudah berkumpul di markas semuanya, mereka langsung bergabung dengan kelompoknya masing-masing dan melibatkan diri dalam kegiatan latihan itu. Orang-orang yang ditugaskan untuk mengawasi keadaan, ternyata telah datang pula dengan laporan-laporan yang tidak menggembirakan tentang keadaan dunia luar. Pada suatu hari, seekor burung merpati pembawa surat telah tiba di cong-toh dengan sebuah bumbung kecil terikat di kakinya. Itulah berita yang dikirimkan dari salah seorang pengintai Hwe-liong-pang. Ketika Siangkoan Hong menerima dan membaca surat itu, ternyata pengirimnya adalah pengintai di kota Lam-tiong. Dan setelah membaca surat itu, nampaklah wajahnya berubah jadi merah membara, gerahamnya pun gemeretak menahan amarah. Teriaknya sambil menggebrak meja, “Gila! Ini benar-benar gila!” Mendengar teriakan Siangkoan Hong itu, Lim Hong-pin cepat mendekatinya sambil bertanya, “Ada berita apa, A-hong?” Dengan suara masih agak gemetar karena menahan amarah, Siangkoan Hong menjawab, “Bajingan Goan-ciau itu benar-benar manusia licik yang sangat berbahaya, ular berkepala dua, pengkhianat paling busuk dalam sejarah! Mata-mata kita di Lam-tiong telah melaporkan berita yang mengejutkan. Rupanya setelah dia berhasil merebut sebagian besar anak buah dengan mengkhianati A-siang, dia langsung membawa seluruh begundalnya untuk menyerbu Siong-san, dimana saat itu kaum pendekar dari berbagai perguruan sedang berkumpul. Namun si ular busuk itu dikalahkan oleh para pendekar, dan sekarang tahukah kau apa yang telah dikerjakannya?” Lim Hong-pin diam saja dan membiarkan rekannya itu mengeluarkan caci maki sepuas hati supaya lega hatinya. Ia belum tahu apa kelanjutan omongan Siangkoan Hong, namun pasti bukan berita baik kalau menilik Siangkoan Hong sampai begitu marahnya setelah mendengar laporan itu. Sementara itu Siangkoan Hong telah berulangkali menyedot napas dalam-dalam, seakan-akan ia ingin menyedot seluruh udara sejuk pegunungan Bu-san itu untuk mendinginkan gejolak kemarahannya. Katanya lebih lanjut dengan suara lebih tenang, “Ular busuk itu dikalahkan para pendekar lalu mengundurkan diri bersama seluruh begundalnya, namun dalam pengunduran dirinya itu dia sengaja meninggalkan jejak ke arah bukit Bu-san ini, ke arah tempat kita ini! Kini para pendekar yang sedang menyerbu kemari di bawah pimpinan si keledai gundul Hong-tay itu. Jelaslah bahwa si ular busuk Goan-ciau itu tahu kalau kita sudah menguasai tempat ini, lalu dia akan berusaha mengadu domba antara kita dengan kaum pendekar itu, agar dia sendiri yang dapat memungut hasilnya. Si ular busuk itu sendiri sekarang telah bergabung dengan kaswanan kuku garudanya Cong-ceng secara tidak tahu malu!” Berita itu memang cukup mengejutkan dan tidak bisa ditanggapi dengan santai saja. Lim Hong-pin yang biasanya bersikap tenang itupun, kini nampak agak terguncang ketenangannya. Ia menggeram sambil meremas tangannya, “Tan Goan-ciau telah menjual anak buahnya kepada anjing-anjingnya Cong-ceng. Kini ia tinggal menunggu benturan antara kita dengan kaum pendekar, pihak manapun yang akan keluar sebagai pemenang, tentu keadaannya sudah hampir sama hancurnya dengan yang kalah, setelah itu barulah Tan Goan-ciau akan menghancurkan kita sama sekali tanpa banyak kesulitan, apalagi dengan bantuan tentara pemerintah.” “Begitulah. Aku sama sekali tidak gentar jika harus berhadapan dengan kawanan keledai gundul Siau-lim-pay atau hidung-hidung kerbau Bu-tong-pay itu, namun aku benar-benar tidak rela jika Tan Goan-ciau lah yang bakal memetik keuntungan dari kejadian ini!” Dalam keadaan seperti itu, nyatalah bahwa Lim Hong-pin tetap dapat bersikap lebih tenang. Katanya, “Kita tidak boleh terseret oleh kemarahan dan mengaburkan pikiran jernih ini, kita harus mencari akal supaya jangan terjebak ke dalam akal licik Tan Goan-ciau itu. Kita akan merundingkannya dengan A-siang. Entah berapa hari lagi A-siang akan menyelesaikan semedinya?” Sebelum Siangkoan Hong menyahut, tiba-tiba dalam ruangan itu telah bergema sebuah suara berat dan mantap, “Hari inipun aku sudah menyelesaikan semediku. Ada urusan apa sehingga kalian berdua begitu ribut?” Lalu Tong Wi-siang pun melangkah masuk ke dalam ruangan itu. Meskipun ia nampak lebih kurus, namun wajahnya sudah tidak pucat lagi dan sinar matanya pun tajam berkilauan seperti dulu lagi. Jelas bahwa ia telah menyembuhkan luka dalamnya. Melihat hal ini diam-diam Lim Hong-pin dan Siangkoan Hong merasa lega. “Katamu kau akan bersemedi sepuluh hari, sekarang kan baru delapan hari?” tanya Siangkoan Hong. “Perhitungan itu memang agak meleset. Aku mengira lukaku begitu parah sehingga memutuskan untuk bersemedi sepuluh hari, tapi ternyata lukaku tidak separah dugaanku, terbukti bahwa aku telah berhasil menyembuhkannya sama sekali dalam waktu hanya delapan hari.” Setelah berkata begitu, Wi-siang melepaskan sebuah pukulan ke tengah udara. Terciptalah deru angin hebat akibat pukulan itu, menandakan bahwa keadaan Ketua Hwe-liong-pang itu sudah pulih seperti semula. Jika sedang ada di hadapan anak buah Hwe-liong-pang, ketiga orang itu saling memanggil dengan sebutan resmi yang berlaku. Namun jika hanya ada mereka bertiga, maka mereka lebih suka saling memanggil dengan nama panggilan sehari-hari selama mereka masih sebagai kawanan berandal di An-yang-shia. Mereka merasa lebih akrab satu sama lain dengan panggilan lama itu. “Kebetulan sekali kau sudah menyelesaikan semedimu, A-siang,” kata Siangkoan Hong sambil menyodorkan surat yang dibawa oleh burung merpati tadi. “Ada berita penting dari mata-mata kita di Lam-tong, dan membutuhkan keputusanmu untuk menentukan sikap seluruh Hwe-liong- pang kita.” Dengan alis yang berkerut, Wi-siang membaca surat itu, kemudian bergumam perlahan, “Benar-benar seorang manusia yang berbahaya, licik dan tidak tahu malu, ia sanggup menggunakan cara apa saja untuk mencapai maksudnya. A-pin, bagaimana pikiranmu?” Dalam hal yang memerlukan pertimbangan, Wi-siang memang lebih mengandalkan Lim Hong-pin daripada Siangkoan Hong. Bukan karena Siangkoan Hong kurang pintar, melainkan karena sifat pemarah dan berangasan dari Siangkoan Hong itu kurang menguntungkan jika harus memberi pertimbangan yang membutuhkan kecermatan. Sedang Lim Hong-pin lebih berkepala dingin. Sahut Lim Hong-pin dengan berhati-hati, “Menurut pendapatku, kaum pendekar di bawah pimpinan Hong-tay Hwesio itu tentu bukan manusia-manusia tidak berotak sama sekali yang tidak bisa diajak bicara baik-baik. Aku yakin bahwa mereka akan bisa diberi penjelasan tentang pergolakan yang terjadi di dalam Pang kita. Sebaiknya kita mengirim seorang utusan kepada Hong-tay Hwesio untuk memberi penjelasan bahwa bukan kitalah yang telah menyerbu Siong-san itu, melainkan Tan Goan-ciau sebagai Ketua yang tidak sah, kita berharap agar Hong-tay Hwesio dapat menerima penjelasan ini dan menarik mundur barisan pendekarnya.” Sebelum Wi-siang menyahut Siangkoan Hong telah menimbrung lebih dulu, “aku agak kurang setuju. Hal itu menjadikan kita seolah-olah pengemis yang ketakutan dan mengemis belas kasihan dari kawanan keledai gundul itu. Andaikata mereka menerima permintaan kita, tentu mereka pun akan bersikap memandang rendah kepada kita!” Namun pendapat Wi-siang berbeda dengan pendapat Siangkoan Hong, “Kukira usul A-pin itu cukup cermat. Kita mengirim utusan untuk menemui Hong-tay Hwesio bukan berarti kita takut dan minta ampun, namun hanya usaha untuk menghindari pertumpahan darah yang tidak ada gunanya. Sebab jika pertempuran antara Hwe-liong-pang kita dengan kaum pendekar itu benar meletus, maka yang rugi adalah kedua pihak juga, sedang Tan Goan-ciau juga yang mengeruk keuntungan...” |
Selanjutnya;
|