Golok Bulan Sabit Jilid 23 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Golok Bulan Sabit Jilid 23
Karya : Khu Lung
Penyadur : Tjan ID

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
CIA SIANSENG harus menahan diri menyaksikan para kelasinya memasang papan penyeberang dan membiarkan kereta yang di kendalikan Ah-ku bergerak menuju ke pintu gerbang. Dari balik pintu tiada seorang manusia pun yang muncul, buru-buru Cia sianseng memburu ke depan sambil berteriak.

"Tunggu sebentar!"

Waktu itu Siau hiang sudah bersiap-siap naik ke dalam kereta, mendengar teriakan maka dia lantas melompat turun kembali, lalu tanyanya sambil tertawa: "Toa congkoan masih ada petunjuk apa lagi?"

Sambil tertawa dingin Cia sianseng berkata: "Tadi nona telah menasehati diriku habis-habisan, aku belum sempat mengucapkan terima kasih kepadamu."

Tak usah sungkan-sungkan, kata Siau hiang sambil tertawa, dan aku harap kau pun tak usah dipikirkan dalam hati, kita toh sama-sama orang bawahan, bagaimana pun juga hubungan kerja kita sama, kalau bisa saling membantu untuk lebih memperbaiki cara kita melayani majikan, bukankah hal ini merupakan suatu keuntungan yang besar buat kita berdua?"

Seandainya Cia sianseng tidak berusaha keras untuk menahan diri, mungkin dia sudah muntah darah sedari tadi, dengan susah payah dia berhasil juga menenangkan hatinya, sambil tertawa dingin ia lantas berseru:
"Nona benar-benar pandai sekali berbicara, cuma aku tak tahu ucapan tersebut merupakan ucapan dari Ting tayhiap yang suruh nona sampaikan, ataukah ucapanmu sendiri?"

Sianseng benar-benar seorang yang pelupa, bila kongcu kami ingin mengucapkan sesuatu, dia tak akan pernah suruh orang bawahan seperti aku untuk menyampaikan kepada bawahan lain pihak semacam kau, bila kongcu ingin berbicara dia akan membicarakan langsung dengan majikan kalian sendiri!"

"Heeehhh... heeeehh... heehhh... bagus, bagus sekali, nona masih muda tapi pandai sekali mengemukakan pendapat yang begitu berharga, benar-benar sesuatu yang tidak gampang!"

"Dalam dunia persilatan tiada pembagian tingkatan, yang ada adalah siapa sukses dulu dialah yang berada diatas, delapan orang belum tentu bisa menggotong kata "cengli" tersebut, aku tahu kau merasa tak puas karena memandang usiaku yang masi muda, tapi apa yang kuucapkan adalah soal cengli juga!"

Cia sianseng tertawa dingin. "Sekalipun semua perkataan nona masuk di akal, tapi aku sebagai congkoan dari perkampungan Sin kiam san ceng juga tidak membutuhkan pendapat dari nona, sekalipun aku membutuhkan nasehat."

Siau hiang segera tertawa cekikikan. "Jiwamu benar benar amat sempit, kongcu kami adalah sahabat karib nona kalian, buat apa diantara kita berdua belah pihak mesti dibagi sejelas ini? Bila kau merasa dirugikan, kau toh bisa mencari masalah lain untuk menasehati pula diriku"

Ucapan tersebut sekali lagi membuat sepasang mata Cia sianseng melotot besar sekali, dia memandang sekejap ke arah balik pintu, kemudian serunya:

"Perkampungan Sin kiam san ceng mempunyai peraturan tersendiri. Cara yang digunakan untuk menasehati bawahan berbeda sekali dengan cara-cara yang digunakan pada umumnya. Masuk desa menuruti adat istiadat setempat, kalau begitu kau boleh menasehati aku dengan menuruti peraturan kalian."

"Aah betul! Bagaimana sih cara orang-orang Sin kiam san ceng memberi nasehat kepada orang lain?"

Mendadak Cia sianseng mengayunkan telapak tangannya menghajar bahu Siau hiang selain cepat pun tepat. Walaupun dia telah turun tangan, namun yang paling di kuatirkan olehnya tetap Ting Peng yang berada dalam kereta, maka sepasang matanya tak berani terlepas dari ruang kereta tersebut, sementara serangannya juga tak berani disertai dengan tenaga penuh.

Ketika ujung telapak tangannya sudah hampir menyentuh diatas bahu Siau hiang, dari dalam kereta masih juga tiada suatu gerakan apa pun, begitu Cia sianseng memperhitungkan, Ting Peng sudah tak mungkin akan mencegah perbuatannya lagi, tenaga serangannya yang amat dahsyat baru dikerahkan secara tiba-tiba.

Akan tetapi ketika dilihatnya Siau hiang berdiri tanpa persiapan disitu dengan wajah yang memelas, mendadak hatinya merasa tak tega juga, dia tahu seandainya ini sampai di lepaskan, maka pihak lawan pasti akan menjadi cacad selamanya.

Apa gunanya bersikap keji terhadap seorang gadis muda yang lemah lembut seperti itu? karena ingatan mana tanpa terasa dia pun menarik kembali sebagian besar tenaga serangannya. Tapi justru karena ingatan tersebut, dia pun berhasil menyelamatkan sebuah lengan sendiri.

Karena disaat ujung telapak tangannya tinggal setengah inci dari atas bahu Siau hiang, mendadak terlintas setitik bayangan hitam dari hadapan matanya yang mencengkeram pinggiran telapak tangannya, kemudian seluruh tubuhnya terangkat tinggi tinggi ke tengah udara.

Telapak tangannya seakan-akan menyentuh diatas baja yang sedang membara saja seketika itu juga, membengkak sebagian besar, menanti tubuhnya sudah mencapai permukaan tanah lagi, dia baru merasakan kesakitan yang luar biasa.

Bayangan hitam itu adalah cambuk Ah ku, ujung cambuk itu telah menyambar tiba tepat pada saat yang paling kritis dan mengesampingkan pukulan yang dilancarkan tersebut secara keras lawan keras. Untung saja Cia sianseng telah menarik kembali tenaganya sebesar delapan bagian sehingga hanya tubuhnya yang tergantung di tengan udara.

Coba kalau dia menyerang dengan sekuat tenaga tadi begitu membentur dengan ayunan cambuk tersebut, niscaya seluruh telapak tangannya akan hancur tak berwujud lagi. Seketika itu juga, suasana di sekeliling tempat itu berubah menjadi amat hening dan tak terdengar sedikit suarapun.

Para centeng yang berdiri didepan pintu perkampungan, para kelasi yang berada di perahu penyeberang serta sementara orang yang kebetulan berada disana, bersama-sama menghentikan pekerjaan masing-masing untuk menonton peristiwa itu, suasana amat hening sekali.

Cia sianseng bukan orang yang paling berkuasa didalam perkampungan Sin kiam san ceng. Yang menjadi majikan disitu seharusuya Cia Siau hong dan putrinya Cia Siau giok.

Tapi tak bisa disangkal Cia sianseng mempunyai kekuasaan cukup besar disitu, entah terhadap mereka yang baru datang atau yang sudah datang lama, bahkan termasuk juga tamu- tamu yang datang untuk melakukan suatu kunjungan. Setiap orang menaruh sikap yang sangat menghormat terhadap Cia sianseng ini.

Jarang ada yang melihal Cia sianseng turun tangan, tapi mereka sering mendengar ia memberikan penilaian maupun kritik terhadap suatu ilmu pedang, siapa saja tahu kalau ilmu silatnya telah mencapai tingkatan yang luar biasa sekali.

Tentu saja dia masih belum bisa dibandingkan dengan Cia Siau hong, juga tak bisa dibandingkan dengan beberapa orang jagoan pedang termashur didalam dunia persilatan, tapi dia tidak berada dibawah beberapa orang ciangbujin dari partai-partai pedang tersebut.

Urutan nama dalam hal ilmu pedang, selamanya Cia Siau hong menempati kedudukan nomor satu, bertahun-tahun lamanya orang mencoba untuk merebutnya tapi tak pernah berhasil, apa lagi belakangan ini, boleh dibilang sudah tiada orang yang berani mencoba lagi.

Sekalipun ada orang yang bisa mengalahkannya dengan permainan ilmu silat, toh mustahil bisa menggunakan pedang. Dia sudah merupakan malaikat didalam permainan ilmu pedang.

Justru karena ia telah menempati kedudukan nomor satu itu, maka semua orang tak ada yang berusaha merebut kedudukan nomor dua atau nomor tiga, siapapun tak akan berusaha mati-matian untuk mendapatkan sebutan jago pedang nomor dua dari kolong langit.

Oleh sebab itu pada urutan ke berapakah ilmu pedang yang dimiliki Cia sianseng, hingga kini tiada seorangpun yang tahu, kalau ada orang mengatakan dia tercantum dalam deretan angka sepuluh, sudah pasti tak ada orang yang menaruh curiga.

Cia sianseng tahu akan kedudukan dan penilaian orang terhadap dirinya, oleh sebab itu dia jarang mau turun tangan secara sembarangan. Ting Peng pernah membuatnya marah, bahkan dihadapan enam orang ciangbunjin dari partai besar pernah memalukan dia, waktu ia tetap bersabar menahan diri.

Dia tahu kemampuan yang dia miliki masih belum sanggup untuk menandingi Ting Peng, itulah sebabnya dia tak ingin mendapat malu, apalagi menerima cemoohan dari Ting Peng juga bukan sesuatu yang dapat memalukan dirinya. Sekalipun demikian, sedikit banyak dia toh akan merasa amat tidak gembira akibat dari peristiwa tersebut.

Sewaktu dalam perahu tadi, dia pun hanya mengucapkan sepatah kata yang sama sekali tidak mempunyai maksud tertentu, siapa tahu ucapan tersebut mendapat tangapan dari Siau hiang yang membuat hatinya amat gusar, sehingga timbul niatnya untuk memberi pelajaran kepada gadis tersebut.

Congkoan dari perkampungan Sin kiam san ceng bukan seorang bawahan, dia mempunyai kekuasaan seperti apa yang dimiliki majikannya. Kalau dibicarakan tentu kedudukan maupun kekuasaan yang dimilikinya dalam perkampungan tersebut, maka dia boleh dibilang masih berada diatas Cia Siau hong, tapi sedikit dibawah Cia Siau giok.

Sebab Cia Siau hong hanya menyantumkan namanya saja dalam kenyataan ia hampir tak perduli dengan urusan dalam perkampungan, kecuali tiga orang yang menjaga daerah terlarangnya, boleh dibilang dia tidak mengenal orang-orang yang lain.

Cuma sayang dia tak sanggup menerangkan keadaan yang sebenarnya kepada Ting Peng maupun Siau hiang, oleh sebab itu terpaksa dia harus menerima dengan begitu saja sebutan bawahan baginya.

Setelah tiba diatas daratan kembali dia dicemooh habis-habisan kesabaran yang di tahan selama ini, akhirnya meledak juga, dia turun tangan melancarkan serangan. Siapa pun berharap bisa menyaksikan toa congkoan yang berkekuatan besar ini turun tangan.

Tapi siapa pun tidak menyangka kaulah Cia sianseng akan turun tangan terhadap seorang gadis muda. Lebih-lebih tidak menyangka lagi kalau Cia sianseng harus keok dalam satu gebrakan saja.

Sorot mata semua orang yang berada di sekitar arena terasa dingin seperti es sebab sedikit banyak mereka merasa gembira menyaksikan bencana tersebut, bisa melihat Cia sianseng dihajar orang, hal ini memang merupakan suatu kegembiraan yang tersendiri.

Perasaan Cia sianseng seperti dibakar dengan api, jika dia tidak melakukan suatu tindakan lagi, sudah pasti selanjutnya ia tak bisa menancapkan kaki lagi dalam perkampungan Sin kiam san ceng, apa lagi dalam dunia persilatan.

Tapi dia bukan seorang yang nekad, seorang yang membuat gara-gara tanpa perhitungan, dia pun tak ingin mencabut pedangnya, dia kuatir dengan Ting Peng yang berada dalam kereta, kuatir dengan golok bulan sabitnya.

Tapi bila dia mesti bertarung dengan tangan kosong, dia pun merasa tak mampu untuk menghadapi si lelaki bertenaga besar itu. Lama sekali dia berdiri termenung.

"Lama" hanya berlaku bagi perasaannya, juga perasaan para penonton yang berada di sekitar sana, mereka semua megganggap lama sekali, namun didalam kenyataan, hal mana tidak berlangsung kelewat lama.

Cia sianseng berpaling melongok ke dalam perkampungan, ternyata Cia siau giok belum juga menampakkan diri. Hal ini berarti dia harus bertahan lebih jauh, bertahan sambil mengeraskan kepalanya. Oleh sebab itu dia lantas menggapai ke arah Ah ku sambil berseru lantang.

"Hei, kau turun kemari."

Ah ku menurut sekali, dia segera melompat turun dan berdiri dihadapannya persis seperti malaikat langit. perawakan tubuh mereka kalau dibandingkan, Cia sianseng merasa kalah separuh. Cia sianseng sama sekali tidak kuatir, dengan perawakan tubuhnya yang besar, yang ditakuti adalah tenaganya, maka begitu dia tampil segera tegurnya:

"Barusan, Kau yang telah menghadiahkan sebuah ayunan cambuk kepadaku...?"

Ah ku tidak menggubris ucapan itu, sebab Ah ku tak punya lidah, tak dapat berbicara. Tapi Ah ku mempunyai cara untuk menyampaikan maksud hatinya, dia memberi suatu gerakan tangan kepada Siau hiang, lucu sekali gerakannya seperti anjing yang sedang merangkak.

Cia sianseng tak tahan ingin tertawa, ucapan Siau hiang kemudian membuat tertawanya hampir saja berubah menjadi tangisan. Siau hiang berkata begini:

"Dia tidak menghajarmu, hanya menghajar seekor anjing, dia menganggap seorang lelaki yang menyergap seorang anak gadis tanpa mengucapkan sepatah katapun merupakan perbuatan dari seekor anjing yang tak punya otak!"

Cia sianseng berusaha dengan sekuat tenaga untuk menenangkan hatinya, tapi dia toh masih tak tahan juga untuk berteriak keras. "Omong kosong ngaco belo, aku toh sudah memberi peringatan lebih dahulu kepadamu"

Siau hiang tertawa. "Benar, kau memang mengatakan hendak memberi pelajaran kepadaku..."

"Lantas mengapa menuduh aku melancarkan sergapan?"

"Aku kan sudah memberitahukan kepadamu, aku tidak mengetahui bagaimakah peraturan dari Sin kiam san ceng kalian memberi pelajaran kepada orang, sekalipun menurut peraturan dari Sin kiam san ceng kalian memberi pelajaran berarti menghantam dengan tangan, paling tidak kau toh mesti memberitahukan hal tersebut kepadaku lebih dulu sebelam turun tangan"

"Aku tak pernah memberitahukan kepada orang lain bila aku hendak menanya, begitu pula keadaannya disini, mengapa aku harus memberikan perbedaan kepadamu?" kata Cia sianseng dingin.

Siau hiang segera tertawa. "Itulah sebabnya kau baru mendapat cambukan, selamanya bila paman Ah ku hendak mencambuk anjing, diapun tak pernah memberitahukan dulu kepada si anjing kalau dia hendak menghajarnya"

Sekali lagi Cia sianseng memandang ke arah kereta, melihat keadaan dalam kereta, tetap tenang, dia baru mengambil keputusan didalam hati, ujarnya kepada Ah ku:

"Kau sanggup mencambukku, hal ini menunjukkan kalau kepandaianmu lumayan sekali dan pantas bagiku untuk meloloskan pedang, apakah cambuk itu merupakan senjata andalanmu?"

Ah ku melemparkan cambuknya ke samping, gagang cambuk tersebut secara otomatis menancap kembali dalam lubang tempat cambuk di atas kereta, selain jitu pun mantap, jelas bisa diketahui kalau dia sudah amat sempurna dalam mengendalikan tenaga, lagi-lagi Cia sianseng merasa terkejut dengan dilemparnya cambuk Ah ku ke tempat semula, hal ini berarti dia hendak bertarung menggunakan tangan kosong belaka dan tak ingin tertipu.

"Rupanya kau tidak mempergunakan cambuk, baiklah terserah kau hendak mempergunakan senjata apa saja, bile kau tak punya, aku akan menyuruh orang untuk mengambilkan bagimu!"

Cia sianseng yang pintar, tentu saja enggan melakukan perbuatan bodoh, oleh sebab itu dia ingin menyumbat lawan dengan kata-kata tersebut agar lawannya terpaksa menggunakan senjata. Sayang sekali, Cia sianseng yang pintar kali ini telah melakukan suatu perbuatan yang tidak pintar.

Dia mengira dalam perkampungan Sin kiam san ceng dewasa ini hampir terdapat setiap macam senjata yang dipakai orang di dunia ini, sekalipun tak akan ditemukan dalam rak senjata diluar sana, dalam gudang rahasia mereka pasti akan didapatkan.
Dahulu Pek Siau seng pernah membuat kitab senjata yang mencantumkan pelbagai macam senjata di dunia ini menurut urutan nya, meski yang diurutkan adalah senjatanya tapi dalam kenyataan orangnya yang diatur menurut urutan.

Dalam kita senjata mana, senjata yang dicantumkan pada urutan pertama adalah senjata tongkat thian ki-pang milik Thian-ki lojin. Kedua adalah gelang Liong Hong huan milik Sangkoan Kim lui, sedang ketiga adalah pisau terbang milik Siau li tham hoa Li Sin huan.

Berhubung yang diurut adalah senjatanya, maka selama ini urutan tersebut, dianggap paling adil, kendatipun Thian ki lojin serta Sangkoan Kim Jin akhirnya tewas di ujung pisau terbang Siau li tham hoa.

Hal ini bisa terjadi karena watak manusianya, Li Sin huan telah berhasil membawa dirinya ke suatu keadaan yang mendekati sempurna, apalagi pisau terbangnya dipakai untuk menolong orang, dalam benaknya sama sekali tiada hawa napsu untuk membunuh.

Oleh sebab itu, pisau terbangnya tak mampu melebihi tongkat Tiang Ki pang serta pedang Liong hong huan, tapi kedua orang pemilik senjata tersebut justru tewas di ujung pisau terbangnya. Peristiwa ini telah berlangsung lama sekali, sudah berlangsung beberapa generasi berselang sehingga ceritanya sudah dianggap orang sebagai dongeng saja.

Tapi Cia Sianseng tak pernah menganggap kejadian itu sebagai dongeng, dia bersama Cia Siau giok mempunyai sesuatu kegemaran yang sama, kegemarannya itu sudah dimulai dari tubuh Cia Siau hong. Kegemaran itu adalah mengumpulkan senjata tajam yang pernah dipergunakan orang, terutama sekali senjata aneh yang tercantum dalam kitab senjata.

Semasa masih muda dulu, Cia Siau hong juga pernah terkena penyakit itu, mengumpulkan pelbagai macam macam senjata antik. Kemudian setelah Cia Siau hong mulai jemu dengan kegemarannya itu, Cia sianseng meneruskan kegemarannya ini.

Pengumpulan benda-benda antik yang tak pernah akan berkurang ini tentu saja membuat benda yang terkumpul makin lama semakin banyak, tapi benda-benda itu baru lebih banyak jumlahnya setelah Cia siau giok terjun pula dalam kegemaran ini.

Sebab dia membawa tongkat Thian ki-pang, sepasang martil Hong hu siang liu seng dan tombak baja serta tangan baja milik Lu Hong sian. Berhubung dalam urutan senjata tersebut Lu Hong sian diletakan pada urutan dibawah pedang bajanya Kwik siong yang, dalam marahnya dia membuang tombak baja kesayangannya dan khusus melatih tangan nya agar lebih keras dari pada baja.

Sayang sekali Pek Siau seng keburu mati sehingga tangan bajanya itu tak sempat dicantumkan dalam urutan nama, meski demikian ia tak kecewa, dengan tangan bajanya itu dia sanggup menangkan Kwik Siong yang menempati urutan ke empat.

Kini dalam perkampungan Sin kiam san ceng telah berhasil mengumpulkan tujuh delapan puluh persen dari senjata yang tercantum dalam kitab senjata itu. Tongkat Thian ki pang maupun gelang liong hong huan tentu saja terdapat diantaranya, yang belum mereka temukan tinggal pisau terbangnye si Siau li tham hoa dan pedang bajanya Siong yang thi kiam.

Walau pun setelah mengundurkan diri dari dunia persilatan, Li Tham hoa masih sering melakukan perbuatan besar yang menggemparkan kolong langit, tapi tak seorangpun yang tahu dimanakah dia menetap. Pisau terbang miliknya pun turut bersama jejaknya lenyap tak berbekas, dalam dunia persilatan hanya tertinggal kisah-kisah cerita tentang kegagahannya belaka.

Pedang baja milik Kwik Siong yang tersimpan dalam gedung keluarga Kwik, suatu keluarga persilatan yang dihormati setiap orang, anak muridnya banyak, ilmu pedangnya lihay, pendidikan keluarga mereka pun sangat baik, tidak suka mencari gara-gara dengan orang lain.

Bila mereka tidak menggangu orang, tentu saja orang pun tak berani mengganggu mereka, sebab leluhur mereka adalah sahabat karib Li Tham hoa, semasa masih hidupnya dulu dan telah mempersembahkan nyawanya untuk Li Sin huan.

Li Sin huan selalu merasa bersalah kepadanya, terhadap keturunannya otomatis memberikan perhatian yang khusus, bahkan tanggung jawab ini selalu diwariskan turun temurun kepada para ahli warisnya.

Setelah Li Sin huan, hanya seorang ahli warisnya yang bernama Yap Kay pernah menerima budi kebaikan dari keluarga Kwik, oleh sebab itu hutang budi dari pihak Li Sin huan pun semakin bertambah mendalam. Setelah Yap kay, tiada orang yang tahu siapakah ahli waris selanjutnya, tapi siapa pun tidak berani mengatakan kalau mereka tak punya ahli waris.

Sebab dalam dunia persilatan sering kali masih banyak terjadi kisah-kisah yang aneh. Banyak persoalan yang amat rahasia, mendadak terungkap sama sekali hingga diketahui tiap orang. Manusia yang paling sukar dihadapi, tahu-tahu kehilangan batok kepalanya dengan begitu saja.

Banyak pekerjaan yang sukar di selesaikan, tiba-tiba saja telah dikerjakan orang secara diam-diam hingga selesai. Siapapun tidak tahu siapakah yang telah melakukan perbuatan tersebut, cara kerja mereka selalu bersih tanpa meninggalkan jejak, ibarat naga sakti yang tampak kepala tidak nampak ekornya, kelihayan ilmu silat orang itu hampir boleh dibilang tiada taranya lagi didunia ini.

Semua orang percaya kalau perbuatan tersebut dilakukan oleh ahli waris dari Siau li si pisau terbang, Yap Kay atau Poh Hong soat, sedang orang-orang itupun mempunyai hubungan yang erat sekali dengan orang-orang dari keluarga Kwik.

Oleh sebab itu tiada orang yang berani mencari gara-gara dengan keluarga Kwik, bahkan semasa jayanya Cia Siau hong pun, dia tak pernah mencari gara-gara dengan keluarga Kwik.

Pedang Siong yang kiam dianggap sebagai senjata suci oleh keturunan keluarga Kwik, pedang itu dihantar pulang oleh Li Sin huan bersama-sama dengan jensahnya. Bahkan selama tiga bulan lamanya, Li Tham hoa telah berkabung ditempat itu. Pihak perkampungan Sin kiam san ceng pun tak berani meminta pedang baja tersebut, sebab Cia Siau hong pasti akan menampik untuk berbuat demikian.

Cia Sianseng telah berbicara sesumbar, namun Ah ku tetap membungkam, Siau hiang yang mewakilinya berbicara: "Paman Ah ku tak akan mempergunakan senjata apapun, tapi dia paling berharap kalau bisa mempergunakan sejenak pisau terbang milik Li Sin huan!"

Sudan jelas pihak lawan berniat untuk mencari gara-gara, maka dengan terus terang Cia sianseng menjawab: "Benda itu tak mampu kami keluarkan dan aku percaya bukan hanya pihak kami saja, di kolong langit belum pernah ada orang yang sanggup memperlihatkan pisau terbang tersebut"

Perkataan itu tak akan disalahkan oleh siapapun, cuma sayang justru karena ucapan Cia sianseng tersebut persoalan segera muncul. Sambil tertawa cekikikan Siau hiang merogoh ke sakunya dan mengeluarkan sebilah pisau terbang yang amat tipis, setelah di perlihatkan sebentar kepada semua orang dengan cepat dia menyimpannya kembali, lalu ujarnya sambil tertawa:

"Walaupun ilmu melepas pisau terbang dari Siau li hui to sudah menjadi suatu kepandaian yang sangat hebat, namun pisau terbang miliknya masih tetap ada di dunia ini, padahal pisau ini pun bukan suatu benda yang luar biasa"

"Mencorong sinar tajam dari balik mata Cia sianseng, cepat-cepat dia bertanya: "Apakah pisau yang berada ditangan nona benar-benar merupakan pisau terbang yang pernah digunakan Li Sin huan dahulu?"

"Tanggung asli!"

Sungguh membuat orang tidak habis percaya. Sekalipun pisau terbang yang pernah digunakan Siau li tham hoa kebanyakan di tarik kembali, tapi ada juga yang tak bisa diambil kembali karena keadaan, benda tersebut bukan cuma satu saja yang kemudian beredar dalam dunia, cuma pemiliknya sering menyimpan benda tersebut bagaikan mestika, tak mungkin akan diperlihatkan kepada siapa pun dengan begitu saja!

Cia Sianseng menjadi sangat terperanjat sesudah mendengar ucapan itu, segera tanyanya: "Nona, darimana kau dapatkan pisau itu? Aku tahu sudah pasti leluhurmu yang mewariskan kepadamu, sebab Li Tham hoa sudah lama meninggal, mustahil dia sendiri yang menghadiahkan untukmu!"

Pertanyaan dari Cia sianseng, tentu saja Siau hiang berhak untuk membungkam, tapi ia bertanya dengan begitu sungkan, hal ini membuat si nona menjadi serba salah.

Terdengar Cia sianseng berkata lagi: "Nona, sepanjang hidupnya Li Tham hoa adalah seorang pendekar yang berjiwa besar dan terbuka, setiap orang mengetahui tentang semua persoalannya, kecuali pisau terbang itu kau dapatkan dengan cara mencuri kalau tidak, kau seharusnya tak perlu kuatir untuk mengutarakannya keluar!"

Akhirnya Siau hiang menggigit bibirnya kencang-kencang, lalu menjawab pelan. "Pisau terbang itu bukan kudapatkan dari mencuri, pisau terbang itu pun tak akan mendatangkan kegagahan apa-apa bagiku, Li Tham hoa sendiri yang menghadiahkan pisau itu buat kakekku, dia pun telah mewariskan ilmu pisau terbang tersebut kepada kakekku"

Semua orang merasa terperanjat setelah mendengar ucapan itu, cepat-cepat Cia sianseng bertanya: "Jadi kau pun bisa?"

Dengan cepat Siau hiang menggeleng. "Tidak, meskipun Li Tham hoa mewariskan ilmu pisau terbangnya kepada kakekku, nanun hal ini diketahui oleh kongcu ku, seketika itu juga otot dari sepasang tangan kakekku dibetot keluar, membuat dia tak mampu mempergunakan ilmu tersebut lagi untuk selamanya"

"Tapi mengapa begitu? apakah keluarga mu ada perselisihan dengan Li Tham hoa"!"

Siau-hiang tidak menjawab pertanyaan tersebut, dia hanya berkata: "Aku she Liong bernama Liong Than hiang"

"Kalau begitu kongco mu itu pasti bernama Liong Keh im?" sambung Cia sianseng cepat.

Dengan sedih Siau hiang manggut-manggut kemudian setelah menghela napas katanya lagi: "Kong co ku bermusuhan dengan Li Sin huan hampir sepanjang jaman, tapi dia sendiripun harus merasakan penderitaan sepanjang masa, ilmu silat dari kong co ku dipunahkan oleh Li Sin huan sehingga dia membencinya sampai merasuk ke tulang sum-sum, tapi semuanya itu bukan rasa benci yang sebenarnya, mereka mencelakai diri sendiri dan lebih banyak dari pada mencelakai orang lain!"

"Aku tahu, siapa pun mengira Li Sin huan telah dicelakai oleh keluargamu, siapapun mengira Liong Siau im kelewat banyak menerima balas budi dari Li Sin huan dan berhutang kelewat banyak kepadanya, hanya aku yang menganggap Li Tham hoa telah berhutang budi kepada keluarga Liong, karena dia telah memberikan penderitaan sepanjang hidup untuk Liong Siau im!"

Kembali Siau hiang manggut-manggut. "Benar Li tham hoa sendiripun memahami akan hal ini, sewaktu dia mengajarkan ilmu pisau terbang kepada kakekku diapun pernah berkata demikian, dia bilang ia telah berbuat salah, menyerahkan mak co ku untuk Kong co ku pun merupakan suatu perbuatan salah yang besar baginya, peristiwa tersebut bukan saja membuat mereka bertiga menderita sepanjang hidup, juga mengakibatkan banyak orang terseret didalam persoalan tersebut"

Setelah berhenti sejenak, dengan suara yang agak emosi dia meneruskan: "Terutama sekali keluargaku sampai akhirnya selalu hidup dalam penderitaan, orang lain yang mengetahui kalau keluarga kami adalah keturunan Liong siau im, sama-sama memandang hina kepada kami, justru karena alasan itulah Li Sin huan mengajarkan rahasia ilmu pisau terbang kepada kakekku, maksudnya agar dia menjadi tenar dan hebat, tapi soal ini diketahui kong co ku dan dihalangi olehnya....."

"Kongco mu memang berbuat agak kelewat batas" komentar Cia sianseng, "sekali pun dia punya perselisihan dengan Li Tham hoa dimasa lampau, kalau toh hendak menghalangi kakekmu, dia toh bisa menghalangi dengan cara lain, buat apa mesti memunahkan ilmu silatnya?"

"Yang memunahkan sepasang tangan tangan kakekku adalah Mak co ku!"

Sekali lagi semua orang merasa terperanjat bahkan Cia sianseng pun ikut menjerit kaget: "Apakah mak co mu itu adalah Lim Si in yang pernah disebut perempuan paling cantik dalam dunia persilatan?"

"Benar" sahut Siau hiang bangga. "aku percaya didalam dunia persilatan dewasa ini belum pernah ada perempuan ke dua yang sukar dilupakan orang seperti dirinya!"

Cia sianseng tidak mengumpak tentang soal itu, hanya ujarnya kemudian: "Dia adalah kekasih hati Li sin huan, mengapa bisa membenci Li sin huan?"

"Dia bukan membenci Li Sin huan" sahut Siau hiang bangga, "dia hanya menyatakan posisinya saja dalam peristiwa itu, karena dia adalah istri Liong Siau im, ibu Liong Ken im, sekali pun semua orang tidak memandang sebelah matapun kepada kong co ku, dia tetap merasa bangga bagi suaminya, anak keturunan keluarga Liong tidak membutuhkan perlindungan dari Li Tham hoa"

"Apakah Li sin huan mengetahui akan hal ini?"

"Tentu saja tahu, sebab waktu itu Li Tham hoa hadir pula disana, sebetulnya dia masih memohon ampun untuk kakekku, tapi setelah mendengar ucapan dari mak co ku, dia segera berlalu dengan hati sedih, konon semenjak peristiwa itulah dia mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan?"

Cia sianseng menghela napas panjang. "Mereka semua adalah manusia-manusia aneh, tapi tak bisa disangkal lagi, mereka semua pun merupakan manusia-manusia yang amat berperasaan" katanya.

Siau hiang tidak berbicara lagi, sorot matanya menatap wajah Cia sianseng tajam-tajam, ketika dilihatnya sorot mata orang itu masih saja memperhatikan sakunya, sambil tertawa tiba-tiba ujarnya: "Tentunya kau sangat berharap bisa mendapatkan pisau terbang ini bukan..?"

Dengan agak rikuh Cia sianseng menyahut. "Nona, kau tahu kalau perkampungan kami mempunyai kegemaran mengumpulkan senjata tajam milik orang-orang kenamaan, dan hingga kini masih kekurangan beberapa macam diantaranya..."

"Kalau begitu seandainya aku bersedia memberikan pisau terbang ini kepada kalian, sudah pasti kau tak akan menampiknya?" kata Siau hiang sambil tertawa.

Buru-buru Cia sianseng menyahut: "Tentu saja, tentu saja, bila nona bersedia memberikan benda itu kepadaku, syarat apa pun pasti akan kuterima!"

Sebenarnya dia adalah seorang yang berpengalaman luas, tapi berhubung menjumpai suatu persoalan yang sangat menggembirakan hatinya, dia berubah menjadi sedikit agak kekanak-kanakan, sampai akhirnya dia baru merasa kalau pihak lawan tak nanti akan lepas tangan dengan begitu saja, maka wajahnya kembali berubah menjadi amat sedih.

Jumlah pisau terbang yang ditinggalkan Li Tham hoa dalam dunia persilatan paling banyak, karena benda itu menyerupai senjata, tapi bisa dipakai juga sebagai senjata rahasia, tidak seperti senjata orang lain, jumlahnya hanya sebuah dan tak mungkin berpisah-pisah.

Tapi pisau terbang milik Li Sin huan justru paling sukar ditemukan, karena semua orang menganggap dia sebagai malaikat, tentu saja setiap orang yang merasa punya sedikit hubungan dengan Li Tham hoa akan merasa bangga akan hal itu, tak heran kalau mereka pun tak suka menyerahkan tanda bukti itu kepada orang lain.

Sudah barang tentu jumlah pisau terbang yang tertinggal di dunia pun tidak banyak jumlahnya, sebab pisau itu mempunyai bentuk yang istimewa, jauh berbeda dengan pisau biasa.

Dari dalam sakunya Siau hiang mengeluarkan pisau terbang itu, kemudian ujarnya lagi: "Mungkin saja pisau ini akan dianggap sebagai mestika dalam pandangan orang lain, tapi ditangan kami keturunan dari keluarga Liong, benda tersebut tidak terhitung seberapa, aku bersedia memberikan kepadamu tanpa syarat"

Untuk sesaat lamanya, Cia sianseng masih mengira dirinya sedang bermimpi, dengan menggunakan nada suara yang sukar untuk percaya dia berkata: "Kau hendak menghadiahkan kepadaku?"

"Benar" sahut Siau hiang sambil tertawa "akan kuserahkan pisau itu kepada Ah Ku agar dia yang menimpuknya kedepan, asal kau mampu menerima sambitannya, pisau terbang itu akan menjadi milikmu...."

Paras muka Cia sianseng berubah hebat. "Sambitan pisau terbang Siau li, tak pernah meleset dari sasaran"

Ucapan mana telah beredar sejak ratusan tahun berselang, belum pernah ada orang yang meragukan kebenarannya. Berhadapan dengan senjata tajam yang tiada keduanya di dunia ini. Cia sianseng benar-benar tidak mempunyai keberanian untuk menyambutnya. Hanya sayang, dia sendiri yang mencabut pedang dan menantang orang lebih dahulu.

Hanya sayang dia adalah congkoan dari perkampungan Sin kiam san ceng, sedang sekarang dia berada dalam perkampungan Sin kiam san ceng, dihadapan anak buahnya yang begitu banyak. Sekalipun Cia sianseng takut mati, dia pun tak bisa menampik dengat begitu saja.

Apalagi Siau hiang telah menyerahkan pisau terbang tersebut ke tangan Ah ku, telapak tangan Ah ku yang begitu memegang pisau itu maka pisau berikut gagangnya segera tergenggam dalam telapak tangannya dan tidak nampak sama sekali.

Tangan Ah ku pun sudah mengenakan sarung kuku, sarung kuku yang membawa ujung kuku yang tajam, kini dia sudah ditunggu, sekalipun dia tak mau turun tangan, Ah ku juga tak akan melepaskannya dengan begitu saja.

Maka pedang yang berada ditangan digetarkan kencang, kemudian dengan gerakan lurus menusuk ke muka. diujung pedangnya sama sekali tidak disertai jurus kembangan, akan tetapi dibalik serangan mana justru mencakup suatu kekuatan yang luar biasa.

Orang-orang yang berada disekeliling arena segera terasa digetarkan oleh jurus serangan tersebut, sekalipun mereka berdiri agak jauh dari arena, akan tetapi serasa orang dapat merasakan hawa pedang yang menyayat badan, memancarkan ke empat penjuru, sehingga tanpa terasa mereka mundur ke belakang.

Ah ku tentu saja merasakan daya tekanan yang jauh lebih dahsyat dari pada orang lain, tapi cara Ah ku untuk mematahkan serangan ini ternyata sama sekali tak diduga oleh siapa pun. Dia mengalungkan kepalannya dan langsung menghantam persis diujung pedang tersebut.

Menghadapi jurus serangan seperti ini, paras muka Cia sianseng segera berubah hebat. Selama ini, Ah ku baru satu kali mendemontrasikan kepandaiannya dalam perkampungan Sin kiam san ceng, yakni ketika berada di muka Cong kiam lu untuk menghadapi empat orang budak pedang.

Didalam pertarungan tersebut dia hanya mempergunakan satu jurus serangan, yakni sambil maju kedepan, menyambut tusukan gabungan dari empat pedang musuh, selain berhasil mendesak mundur lawannya, dengan sekali ayunan tinju ia berhasil menghancurkan kunci dimuka pesanggarahan Cong kiam lu dan mengungkap rahasia tempat itu.

Waktu itu pedang dari keempat budak pedang tersebut kena tertahan oleh hawa khikangnya, sehingga sama sekali tidak membuat tubuhnya menjadi cedera. Tapi kemudian keempat orang budak pedang itupun melancarkan sebuah serangan balasan, belum lagi serangan mereka mengenai tubuh, dia sudah kena didesak mundur berulang kali, untung Ting Peng menggerakkan golok saktinya sehingga serangan tersebut berhasil ditahan olehnya.

Sekarang, kalau dilihat dari gerak serangan pedang Cia sianseng sudah jelas tidak berada dibawah keampuhan serangan maut dari ke empat orang budak pedang itu, tapi Ah ku ternyata berani menyongsong serangan tersebut dengan ayunan kepalannya.

Betul kepalan itu dikalungi sarung jari tangan yang terbuat dari baja, namun kekuatan dari serangan pedang tersebut sanggup merobohkan sebuah bukit karangpun, bagaimana mungkin ayunan tinju itu mampu untuk membendungnya? Siapa pun menganggap Ah ku sudah bosan hidup, bahkan Siau hiang sendiri pun berpendapat demikian.

Akan tetapi paras muka Cia sianseng justru berubah hebat, bahkan dengan suatu gerakan yang amat cepat dia menarik kembali senjatanya ke belakang. Hanya saja ayunan kepalan dari Ah ku tersebut bukan suatu serangan yang bisa memaksa orang untuk menarik kembali ancamannya ditengah jalan.

Baru saja pedangnya ditarik sampai setengah jalan, dia sudah kena dihajar oleh ayunan kepalan Ah ku, "Traang!" pedangnya segera terlepas dari tangan, menyusul kemudian kepalan itu langsung menyambar tubuh Cia sianseng. Tubuh Cia sianseng mundur terus kebelakang, tadi dia kurang cepat sehingga bahu kena tersapu telak dan badannya langsung meluncur ke belakang.

Tiba-tiba Ah ku membuka genggaman tangannya, sekilas cahaya tajam menyambar lewat, pisau terbang milik Li Tham hoa yang berada ditangannya telah melejit ke udara dan langsung menyambar tenggorokan dari Cia sianseng. Waktu itu Cia sianseng sudah kena ditinju sampai isi perutnya bergoncang, apalagi ditambah dengan ayunan pisau terbang tersebut, sekalipun dia punya nyawa rangkap juga bakal habis.

Untung saja nasibnya pada hari itu masih terhitung lumayan juga. Yang dimaksudkan sebagai bernasib baik adalah dia bisa lolos dari ancaman kematian tersebut. Disaat yang paling kritis itulah, muncul seorang yang membantunya memukul rontok pisau terbang tersebut dengan ayunan pedang, sebaliknya Cia sianseng pribadi justru kena menumbuk diatas dinding keras-keras.

Masih untung punggungnya yang menumbuk lebih dulu kemudian tubuhnya merosot ke bawah, dia masih sanggup berdiri tegak di tempat, tapi wajahnya telah memucat dan darah meleleh membasahi ujung bibirnya, Ah ku cuma melepaskan satu pukulan, dia justru terkena sebanyak dua kali, selain pukulan langsung dan sekali lagi tumbukan punggung diatas dinding.

Orang yang membantunya memukul rontok pisau terbang itu adalah Cia Siau giok. Dengan pedang ditangan, ia memandang wajah pembantunya dingin. Cia sianseng harus menarik napas panjang sebelum mampu berbicara, katanya dengan kepala tertunduk.

"Nona, kau sudah keluar, hamba benar-benar tak becus"

"Hmm, kau benar-benar memalukan" seru Cia Siau giok sambil tertawa dingin, "mentang-mentang seorang congkoan dari Sin kiam san ceng, nyatanya kena dibikin keok oleh seorang kusir kereta, padahal diluar sudah tersiar kata yang mengatakan golok sakti bila muncul, pedang sakti tak akan bersinar, setelah peristiwa hari ini, orang pasti akan menganggap demikianlah keadaan yang sebenarnya!"

Cia sianseng tertawa getir. "Hamba yakin kalau ilmu silat yang kumiliki masih tidak kalah dengan kepandaian silat yang dimiliki kusir kereta itu, tadi aku hanya salah menggunakan jurus serangan, dengan mengeluarkan jurus serangan yang bernama San hi ciat lay (hujan bukit bakal turun) tersebut, sebetulnya aku bermaksud untuk mendesaknya agar mundur teratur ke belakang, setelah itu aku akan melanjutkan dengan jurus pembunuh lainnya yang telah kupersiapkan secara matang, siapa tahu dia tak cuma termakan oleh desakan ku itu untuk mundur, sebaliknya malah memaksa maju ke depan dan melakukan suatu pertarungan adu keras lawan keras, Tindakannya ini sungguh diluar dugaanku sama sekali."

Setelah mendengar penjelasan tersebut. Siau hiang baru tahu mengapa Cia sianseng tidak sanggup menghadapi serangan Ah ku dalam gebrakan yang pertama saja. Rupanya serangan pedang yang kelihatannya amat dahsyat dan sangat mengerikan itu tidak lebih cuma suatu jurus serangan tipuan belaka, sementara serangan mematikan yang sebenarnya justru disembunyikan dibalik ancaman tersebut.

Kalau dilihat dari jurus serangan lawan yang begitu dahsyat dan mengerikan, siapa pun tak akan menyangka kalau jurus serangan semacam itu sebenarnya hanya suatu jurus serangan tipuan belaka. Oleh sebab itu, bisa diduga entah berapa banyak manusia yang sudah dibikin keok dalam jurus serangan mana. Atau dengan perkataan lain, bisa jadi serangan itu merupakan suatu jurus serangan yang tak pernah meleset.

Hanya sayang nasib Cia sianseng dalam hal ini tampaknya kurang baik, sebab dia telah bertemu dengan seorang lawan yang amat tangguh sekali seperti Ah ku. Ah hu adalah seorang manusia ulung tak pernah mengenal arti mundur, dia hanya tahu maju terus pantang mundur, bayangkan saja bagaimana mungkin ia tak sial bila bertemu manusia macam begini?

SIAU LI SI PISAU TERBANG

PARAS muka Cia Siau giok dilapisi oleh hawa dingin yang sangat menggidikkan hati, bahkan diapun telah melakukan suatu tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya semenjak perkampungan Sin kiam san ceng didirikan. Tangan kanannya diayunkan ke muka dan...

"Plaaak, plook!"

Wajah Cia Sianseng telah bertambah dengan dua buah bekas telapak tangan yang merah membara. Padahal Cia sianseng adalah manusia yang amat berkuasa di dalam perkampungan Sin kiam san ceng. Sekalipun kedudukannya tidak lebih tinggi dari Cia Siau giok, namun selisihnya tidak banyak, namun kenyataannya Cia Siau giok telah menamparnya dua kali di depan mata umum.

Dari balik mata Cia sianseng segera mencorong sinar amarah yang berkobar-kobar, sekalipun Cia Siau giok baru saja menyelamatkan jiwanya, tapi ke dua buah tamparan tersebut sama artinya dengan merontokkan martabat serta harga dirinya, membuat ia tak bisa mengangkat kepalanya lagi untuk selamanya.

Bila seseorang yang terbiasa dengan harga diri dan segala kehormatan, bila tiba-tiba kehormatannya disinggung orang maka keadaan tersebut jauh lebih baik mati daripada hidup. Yaa, siapakah yang akan tahan bila kehormatannya diinjak-injak orang dihadapan umum.

Oleh sebab itu Cia sianseng menunjukkan sikap melawan terhadap Cia Siau giok, kendatipun mati hidupnya sudah menyatu dengan perkampungan Sin kiam san ceng, meninggalkan perkampungan tersebut sama artinya dengan kehilangan segala pegangan dan melawan Cia Siau giok berarti dia harus meninggalkan perkampungan Sin kiam san ceng, namun ia tidak ambil perduli terhadap segala sesuatunya itu.

Sekalipun ia tetap tinggal diperkampungan Sin kiam san ceng, keadaannya tak akan berbeda dengan sesosok mayat hidup, sama sekali tak punya kebebasan. Cia Siau giok sendiri bersikap seolah-olah tidak melihat akan sikap melawannya, dia masih tetap berwajah sedingin es, tetap bersuara dingin dan kaku.

"Cia Sin, kuberikan kedudukan congkoan tersebut kepadamu, menyuruh kau mengurusi segala persoalan besar atau pun kecil yang ada dalam perkampungan ini, kesemuanya itu karena aku menghargai engkau, tapi akhirnya apa saja yarg telah kau lakukan."

Ucapannya yang keras dan tajam seolah-olah membuat Cia sianseng terperana, dia berdiri tertegun untuk beberapa saat, kemudian baru katanya pelan: "Aku kalah ditangan orang, hal ini memang disebabkan ketidak mampuanku, tapi aku toh sedang menjalankan tugas!"

"Heeehhh... heeehhh... heeehhhh.... kau sedang menjalankan tugas apa?" jengek Cia Siau giok sambil tertawa dingin. "kau hanya bisa memamerkan kegagahanmu di depan pintu, bersilat lidah, berdebat, sungguh memalukan?"

Sekali lagi Cia sianseng membusungkan dadanya, lalu sambil memberanikan diri katanya: "Aku tidak suka mencari gara-gara, apalagi mengajak orang lain berkelahi, akan tetapi..."

"Tetapi kenapa? Ayo katakan?"
Kembali Cia sianseng tertegun sejenak, kemudian baru berkata: "Karena kau pernah berkata, bila Ting Peng datang, pertama-tama harus memberi kabar dulu kepadamu. kemudian berusaha untuk menahan orang tersebut di depan pintu, menghalangi sampai kemunculanmu untuk menyambut kedatangannya"

Suatu pengungkapan yang segar dan sangat aneh, mengapa Cia Siau giok harus berbuat demikian? Apakah dia mempunyai suatu rahasia yang takut diketahui orang lain dan perlu disembunyikan dulu agar tiada terlihat oleh Ting Peng?

Tapi dengan demikian, hal itupun telah menjelaskan apa sebabnya Cia sianseng selalu menghalangi kepergian Ting Peng dan sengaja mencari gara-gara untuk menimbulkan keributan. Sebenarnya dia, termasuk seseorang yang beriman tebal, tapi kenyataannya hari ini hanya dikarenakan ribut dengan Siau hiang dia telah menjadi marah dan berakibatkan terjadinya pertarungan.

Ternyata dia sengaja berbuat demikian untuk mencegah Ting Peng masuk, agar Cia Siau giok yang berada didalam mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan diri dan menyingkirkan hal-hal yang tidak seharusnya terlihat oleh Ting Peng.

Berita kedatangan Ting Peng sudah diketahui anggota perkampangan sejak kemunculan kereta tersebut dipantai seberang tapi kenyataan mereka membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum Cia Siau giok bisa munculkan diri, dari sini dapat disimpulkan kalau pekerjaan mereka itu membutuhkan banyak waktu dan tenaga.

Setelah menyingkap rahasia tersebut, Cia sianseng melirik sekejap ke arah kereta, wajahnya menunjukkan rasa puas karena berhasil membalas dendam. Sebetulnya dia ingin sekali bersikap setia kepada Cia Siau giok dan membenci Ting Peng, tapi disebabkan Cia Siau giok telah menampar wajahnya, maka diapun segera berpaling ke arah Ting Peng.

Melihat sikap maupun mimik wajahnya sekarang, tampaknya dia ingin melenyapkan Cia Siau giok dari muka bumi dan tak segan-segannya untuk menyingkap lebih banyak rahasia untuk Ting Peng. Akan tetapi diapun seorang yang banyak curiga dan bersikap waspada, bila ia sudah mengambil suatu keputusan, maka pertama-tama yang dipersiapkan dulu adalah mencegah usaha Cia Siau giok untuk melakukan pembunuhan untuk membungkamkan mulutnya.

Itulah sebabnya mata yang sebelah terus menerus mangawasi tangan Cia Siau giok. Betul juga, tangan Cia Siau giok sudah mulai meraba gagang pedang, padahal tangan itu sebenarnya terulur Ke bawah. Setelah memapas jatuh pisau terbang Ah ku dia telah mengembalikan pedangnya kedalam sarung, malah dengan tangan itu juga dia menampar wajah Cia sianseng.

Sekarang tangannya itu sudah meraba gagang pedangnya lagi, tentu saja Cia sianseng menjadi amat tegang, bahkan telah melakukan persiapan yang cukup matang. Kini tubuh Cia siau giok sudah mulai bergerak, bergerak dengan sangat cepatnya. Setelah berputar selingkaran, dia berputar kembali dihadapan muka Cia sianseng. Menyusul kemudian...

"Plaaak, plaaakk...!"

Dua tamparan keras bersarang kembali diatas wajahnya. Dua bekas telapak tangan muncul kembali diwajah Cia sianseng, sebetulnya telapak tangan Cia Siau giok tidak besar tapi setelah dua buah bekas telapak tangan berjajar disatu pipi, hampir seluruh wajahnya tertutup oleh bekas tangan yang membengkak itu.

Tak heran kalau paras muka Cia sianseng yang sebetulnya pucat pias, kini telah berubah menjadi merah membara. Hanya saja, setelah Cia sianseng terkena tamparan kali ini, dia hanya berdiri tertegun saja sama sekali tak berkutik. Dia bukan dibikin tertegun karena kaget dengan gerakan tubuh Cia Siau giok yang cepat.

Walaupun gerakan tubuh Cia Siau giok sangat cepat, dia yakin masih mampu untuk menghindarinya, bahkan masih mempunyai kekuatan untuk melancarkan serangan balasan. Pertama kali tadi ia bisa terkena dua kali tamparan, karena dia sama sekali tidak menduga kalau Cia Siau giok akan menamparnya.

Tapi kali ini dia justru cuma berdiri tenang ditempat tanpa bergerak barang sedikit pun jua, bahkan wajahnya malah dijulurkan ke muka, seolah-olah menunggu Cia Siau giok datang untuk menjagalnya. Ketika Cia Siau giok mencapai didepan tubuhnya tadi, tangannya masih memegang diatas gagang pedang, akhirnya dia cuma menempeleng wajahnya dengan tangan kanan, lalu menyimpan kembali pedangnya kedalam sarung.

Alasan apakah yang membuat dia dari liar dan buas menjadi lembut dan penurut? Hal ini tak lain dikarenakan Cia Siau giok yang telah mencabut keluar pedangnya telah berputar dulu satu lingkaran. Sewaktu tubuhnya bergerak tadi pedangnya telah diloloskan dari sarung, tapi dia bukan menubruk Cia sianseng lebih dulu, melainkan menerkam kereta kuda. Kereta kuda itu tak lain adalah kereta kuda yang ditumpangi oleh Ting Peng.

Setibanya didepan kereta, pedangnya segera digetarkan untuk menyingkap tirai di depan jendela, menyusul kemudian dia membuka pintu kereta dan menerobos masuk ke dalam. Semula Cia sianseng mengira dia hendak beradu jiwa dengan Ting Peng, tapi dengan cepat Cia Siau giok telah menerobos keluar lagi.

Dia menerobos keluar melalui kereta di sebelah yang lain. Sewaktu masuk tidak menutup pintu, setelah keluar pun tidak menutup dulu, pintu tersebut masih terpentang lebar, dengan cepat terlihat keadaan dalam ruangan kereta yang megah mewah. Tapi disitu tak nampak seorang manusia pun.

"Ting Peng tidak berada disana, juga tidak kelihatan seorang manusia pun. Rupanya kereta tersebut hanya sebuah kereta kosong, sejak kereta itu naik ke atas perahu, sepasang mata Cia sianseng tak pernah bergeser dari kereta tersebut, dia tak pernah melihat ada seorang manusia pun yang keluar dari situ.

Dari sini terbukti sudah, sejak awal sampai sekarang, Ting Peng tidak berada dalam kereta itu, rupanya setelah ribut sekian lama, yang disambut kedatangannya hanya sebuah kereta kosong. Saat itulah Cia sianseng baru tahu kalau dia telah melakukan suatu kesalahan yang besar, dia memang pantas dipukul, itulah sebabnya dengan hati yang rela ia menerima tamparan untuk ke dua kalinya.

Adapun tujuan Cia sianseng membuat keributan adalah untuk mencegah Ting Peng yang berada diatas kereta memasuki perkampungan tersebut, kini Ting Peng tak ada di kereta, paling banter Cia sianseng cuma membuat gara-gara dengan percuma, sesungguhnya dia sama sekali tidak melalaikan kewajiban.

Tapi, mengapa dia mengaku salah dengan cepat dan rela dirinya ditempeleng? Dalam hal ini, mau tak mau kita harus akui keunggulannya untuk memutar otak secara cepat. Kereta itu datang dari luar, sedang Cia Siau giok datang dari dalam perkampungan, Cia sianseng yang mengawasi kereta tersebut terus meneruspun tidak pernah menduga kalau kereta tersebut kosong. Mengapa Cia Siau giok yang baru keluar segera tahu akan hal itu? Mungkinkah dia mempunyai kemampuan untuk mengetahui sesuatu yang terjadi jauh sebelumnya?

Cia sianseng sangat memahami kemampuan dari Cia Siau giok, meskipun gadis itu memiliki kepandaian yang besar, akan tetapi tak memiliki kemampuan tersebut, kalau tidak dia pun tak bakal bersikap begitu gugup dan gelagapan, bila ia bisa menduga kalau Ting Peng hanya keluar sebentar untuk segera kembali lagi, dia pun tak akan bersusah payah untuk mengeluarkan segala macam permainannya yang tidak mudah diberesi itu.

Ternyata Cia Siau giok mengetahui lebih dulu daripada Cia sianseng bahwa kereta itu kosong. Satu-satunya keterangan yang bisa memecahkan teka-teki ini adalah Ting Peng telah menyusup kedalam perkampungan lebih dahulu. Bila menyeberangi sungai merupakan satu-satunya jalan tembus untuk memasuki perkampungan Sin kiam san ceng, sudah pasti Ting Peng tak mungkin bisa masuk kedalam perkampungan itu.

Hanya sayangnya, satu-satunya jalan tembus tersebut hanya sengaja mereka siarkan kepada orang luar. Padahal masih ada jalan untuk bisa memasuki perkampungan Sin kiam san ceng. Celakanya jalan tembus yang sebenarnya teramat rahasia itu ternyata berhasil ditemukan Ting Peng. Cia sianseng bertindak sebagai seorang congkoan, terpaksa harus mengakui kebodohan sendiri.

Sebetulnya Cia Siau giok ingin membunuh Cia sianseng, asal ia masih memperlihatkan sikap melawannya, maka jurus pedangnya yang sangat lihay beserta ke tujuh belas macam senjata rahasianya yang sakti akan digunakan seluruhnya.

Jarang sekali ada jago persilatan yang mengetahui kalau dalam sakunya tersedia begitu banyak senjata rahasia, sekalipun Cia sianseng sendiri juga paling banter hanya tahu kalau dia bisa mengeluarkan tujuh delapan macam saja.

Tahu kalau tujuh delapan macam senjata rahasia itu setiap macamnya dapat merenggut nyawa manusia, tapi tidak tahu kalau sepuluh macam lainnya justru empat lima kali lipat lebih lihay. Kalau bukan begitu, sebagai seorang gadis muda, bagaimana mungkin dia bisa berubah menjadi Giok Bu sia dan memimpin Lian im cap si sat seng untuk menteror dunia persilatan.

Sikap rela untuk menerima kematian di saat terakhir, coba kalau dia berani memperlihatkan sikap melawan terhadap Cia siau giok, mungkin saat ini nyawanya sudah putus. Justru kerena dia memberikan kepalanya untuk dipenggal, nyawanya malah selamat dari ancaman maut.

"Sudah kau sadari bahwa kau telah berbuat kesalahan?" Cia Siau giok menegur dengan suara dingin.

"Yaa, hamba memang pantas untuk mati!" sahut Cia sianseng dengan ketakutan.

Berbicara soal tingkat kedudukan dalam keluarga Cia sianseng semestinya Cia sianseng adalah adik famili dari Cia Siau hong atau paman dari Cia Siau giok sendiri. Tapi soal susunan tingkat dalam keluarga dinilai sudah usang pada jaman itu, lambat laun penganutan makin berkurang sehingga meski masih ada hubungan famili, kalau sudah jauh hubungannya akan semakin kecil pula perhatiannya.

Tingkat kedudukan dalam keluarga telah terpengaruh sama sekali oleh tingkat sosial, kecuali beberapa keluarga yang ikatan familinya masih amat dekat sehingga mau tak mau harus dihormati, selebihnya sudah tidak masuk dalam daftar lagi.

Mencari anak keturunan dari famili jauh untuk dijadikan pembantu pun bukan suatu kejadian aneh pada waktu itu, sebab mencari pekerjaan pada waktu itu pun harus di buat dari silsilah keluarganya, maka walaupun Cia sianseng menjadi anak buah, diapun merasa rela sekali.

Setetah mendengus dingin, kembali Cia Siau giok berkata: "Butiran kepala anjingmu masih bisa bercokol diatas tengkukmu, dikarenakan kau masih tahu diri, mengerti kalau kau pantas untuk mampus, hmm... coba kalau tidak begitu..."

Maksud dari perkataan itu, masih untung otaknya dapat bekerja keras dan segera mengetahui kesalahan sendiri, coba kalau tidak maka. Keadaan Cia sianseng sekarang betul-betul mengenaskan sekali, dia membungkukkan badannya seperti udang yang sudah matang, sahutnya dengan suara gemetar:

"Benar, benar, hamba sama sekali tak menyangka kalau Ting Peng sedang memerankan permainan combret emas melepaskan diri dari kulitnya, padahal dahulu dia tak pernah meninggalkan keretanya!"

"Aaaii, bukan cuma kau saja yang tak menduga" kata Cia Siau giok sambil menghela napas. "bahkan aku pun sama sekali tak menyangka kalau dia merubah kebiasaannya secara tiba-tiba!"

Siau hiang yang berada disampingnya pun ikut tertawa, katanya: "Hal ini sesungguhnya bukan merupakan kebiasaan dari kongcu kami, padahal dia paling benci untuk menunggang kereta, meskipun ini nampaknya sangat indah dan mewah, tapi kalau duduk terus didalamnya maka lama kelamaan akan terasa kesal dan bosan, pada hakekatnya merupakan sesuatu siksaan batin, oleh sebab itu dia tak pernah mengundang orang lain untuk naik kereta bersama, karena dia kuatir orang lain akan mengetahui juga kalau naik kereta itu tak enak!"

"Kalau toh naik kereta tidak enak mengapa sepanjang hari dia duduk melulu dalam keretanya?" tanpa terasa Cia Siau giok bertanya.

Dia mengharapkan orang lain menganggapnya duduk dengan nyaman, mengira hal ini sebagai kebiasaannya, sebagai perlambangnya, dimana kereta itu berada, disitu orangnya berada, kemudian bilamana keadaan dirasakan perlu dan dia harus meninggalkan kereta untuk melakukan suatu tugas rahasia, orang tak akan menduga sampai ke sini"

Cia Siau giok maupun Cia sianseng berdua sama-sama merasakan pipinya seperti ditampar orang. Paras muka Cia sianseng lebih merasa lagi, walaupun Cia Siau giok tidak kena tampar, namun wajahnya pun mulai memerah juga.

Semua rasa mangkel Cia Siau giok terpaksa dilampiaskan semua ke atas kepala Cia sianseng, katanya tiba-tiba dengan dingin: "Dalam hal dia menggunakan kereta kosong untuk memerankan siasat kim cian tou ku (comberet emas melepaskan diri dari kulit) aku memang tak bisa menyalahkan tapi dari tepi sungai sampai naik ke perahu dan tiba dipantai seberang, ternyata kau belum juga tahu kalau kereta tersebut adalah sebuah kereta kosong, inilah kesalahanmu yang pantas dihukum mati!"

"Nona, kau toh mengerti juga" rengek Cia Sianseng dengan wajah memelas, "selamanya Ting toaya tak pernah mengijinkan orang lain untuk mendekati keretanya!"

"Itupun suatu kenyataan!" Tapi Cia Siau giok segera tertawa dingin, katanya cepat: "Alasan tersebut tidak berlaku untukmu, kau adalah seorang congkoan, seharusnya kau berdaya upaya untuk mencari akal dan menyelidiki hal itu, keteledoranmu ini merupakan dosa yang besar, bagaimana pun kau ingin melepaskan diri, jangan harap bisa lolos dari kesalahan tersebut!"

"Hamba tahu salah!" Cia sianseng menundukran kepalanya semakin rendah.

Cia Siau giok menghela napas panjang, katanya lagi: "Sekarang baru mengaku salah apa gunanya, Ting Peng telah melakukan perjalanan keliling di seluruh perkampungan, bahkan dia keluar dengan membawa dua orang!"

"Dia masuk melewati jalan yang mana?" tanpa terasa Cia sianseng bertanya dengan persaaan hati bergetar keras.

Dengan perasaan mendongkol Cia Siau giok segera berseru: "Kalau kau bertanya kepadaku, maka aku harus bertanya kepada siapa?"

Cia sianseng merasa benar-benar terbentur pada batunya, dia pun tahu pertanyaan itu sama artinya dengan suatu pertanyaan yang tak berguna, bisa mengetahui Ting Peng masuk melewati jalan yang mana, tanda bahaya tentu sudah dibunyikan didalam perkampungan. Terpaksa dengan wajah tersipu-sipu dia berkata: "Entah dia telah berkunjung kemana saja"

"Semua tempat tempat yang tak boleh di kunjungi, telah dikunjungi semua olehnya"

"Bagaimana mungkin dia bisa menemukan tempat itu?"

"Ada orang yang bertindak sebagai petunjuk jalan baginya, dengan petunjuk orang itu, tempat mana lagi yang tak bisa dikunjungi?"

"Siapa? Aah, mustahil, orang dari perkampungan pun tidak akan mengetahui tempat itu."

Cia Siau giok tertawa dingin. "Heeehh... heeeehhhh... heeehhh... tapi ada dua orang yang mengetahui keadaan yang sesungguhnya telah bekerja sama dengannya, bila begitu halnya tentu saja keadaannya berbeda."

"Tapi hanya dua orang yang mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, yang seorang adalah nona sendiri!"

"Tentu bukan aku bukan?"

"Tentu saja, tentu saja!" buru-buru Cia sianseng berseru, "tapi orang kedua adalah hamba sendiri!"

"Kalau bukan aku, sudah barang tentu kau, sebab disini tiada orang ke tiga!"

"Nona, kau jangan bergurau," buru-buru Cia sianseng berseru dengan hati gugup, "masa hamba akan bersekongkol dengan orang luar?"

"Aku tak akan menuduhmu yang bukan-bukan."

Belum sempat Cia sianseng memberikan bantahan apa pun, Cia Siau giok telah menyambung lebih jauh.

"Kau telah terkena siasat memancing harimau turun gunungnya, bahkan terkururg disini, sedangkan gentong-gentong nasi didalam pun sedang ribut membubarkan diri, tak seorang pun yang tahu kalau Ting Peng sudah masuk ke dalam, bukankah hal ini sama artinya dengan menjadi penunjuk jalan baginya?"

Cia sianseng hanya bisa menarik napas panjang-panjang, hal ini bukan kesalahannya, tapi bila terjadi sesuatu maaka semuanya itu menjadi tanggung jawab dari seorang congkoan. Cia Siau giok bisa saja melimpahkan semua pertanggungan jawab tersebut kepadanya, tapi ia tak dapat melimpahkan pertanggungan jawabnya kepada siapapun, sebab penjagaan dalam perkampungan menjadi tanggung jawabnya.

Di hari-hari biasa dia selalu menganggap dirinya paling hebat, tak pernah terjadi suatu persoalan apa pun, sungguh tak disangka hari ini bukan saja sudah dipecundangi orang, bahkan betul-betul dipecundangi habis-habisan. Kini, suaranya sudah turut berubah, dengan suara yang parau dia bertanya: "Entah dua orang yang mana yang telah dibawa pergi olehnya?"

Dari mimik wajah Cia Siau giok, dia tahu kalau dua orang itu pasti merupakan dua orang yang penting sekali artinya, tapi diam-diam ia berdoa, moga-moga saja kedua orang tersebut bukan dua orang tersebut. Kalau tidak, ia lebih suka mati terbunuh di tangan Cia Siau giok sedari tadi. Siapa tahu jawaban dari Cia Siau giok justru merupakan jawaban dari apa yang tak ingin di dengarnya....
Selanjutnya,
Golok Bulan Sabit Jilid 24

Golok Bulan Sabit Jilid 23

Golok Bulan Sabit Jilid 23
Karya : Khu Lung
Penyadur : Tjan ID

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
CIA SIANSENG harus menahan diri menyaksikan para kelasinya memasang papan penyeberang dan membiarkan kereta yang di kendalikan Ah-ku bergerak menuju ke pintu gerbang. Dari balik pintu tiada seorang manusia pun yang muncul, buru-buru Cia sianseng memburu ke depan sambil berteriak.

"Tunggu sebentar!"

Waktu itu Siau hiang sudah bersiap-siap naik ke dalam kereta, mendengar teriakan maka dia lantas melompat turun kembali, lalu tanyanya sambil tertawa: "Toa congkoan masih ada petunjuk apa lagi?"

Sambil tertawa dingin Cia sianseng berkata: "Tadi nona telah menasehati diriku habis-habisan, aku belum sempat mengucapkan terima kasih kepadamu."

Tak usah sungkan-sungkan, kata Siau hiang sambil tertawa, dan aku harap kau pun tak usah dipikirkan dalam hati, kita toh sama-sama orang bawahan, bagaimana pun juga hubungan kerja kita sama, kalau bisa saling membantu untuk lebih memperbaiki cara kita melayani majikan, bukankah hal ini merupakan suatu keuntungan yang besar buat kita berdua?"

Seandainya Cia sianseng tidak berusaha keras untuk menahan diri, mungkin dia sudah muntah darah sedari tadi, dengan susah payah dia berhasil juga menenangkan hatinya, sambil tertawa dingin ia lantas berseru:
"Nona benar-benar pandai sekali berbicara, cuma aku tak tahu ucapan tersebut merupakan ucapan dari Ting tayhiap yang suruh nona sampaikan, ataukah ucapanmu sendiri?"

Sianseng benar-benar seorang yang pelupa, bila kongcu kami ingin mengucapkan sesuatu, dia tak akan pernah suruh orang bawahan seperti aku untuk menyampaikan kepada bawahan lain pihak semacam kau, bila kongcu ingin berbicara dia akan membicarakan langsung dengan majikan kalian sendiri!"

"Heeehhh... heeeehh... heehhh... bagus, bagus sekali, nona masih muda tapi pandai sekali mengemukakan pendapat yang begitu berharga, benar-benar sesuatu yang tidak gampang!"

"Dalam dunia persilatan tiada pembagian tingkatan, yang ada adalah siapa sukses dulu dialah yang berada diatas, delapan orang belum tentu bisa menggotong kata "cengli" tersebut, aku tahu kau merasa tak puas karena memandang usiaku yang masi muda, tapi apa yang kuucapkan adalah soal cengli juga!"

Cia sianseng tertawa dingin. "Sekalipun semua perkataan nona masuk di akal, tapi aku sebagai congkoan dari perkampungan Sin kiam san ceng juga tidak membutuhkan pendapat dari nona, sekalipun aku membutuhkan nasehat."

Siau hiang segera tertawa cekikikan. "Jiwamu benar benar amat sempit, kongcu kami adalah sahabat karib nona kalian, buat apa diantara kita berdua belah pihak mesti dibagi sejelas ini? Bila kau merasa dirugikan, kau toh bisa mencari masalah lain untuk menasehati pula diriku"

Ucapan tersebut sekali lagi membuat sepasang mata Cia sianseng melotot besar sekali, dia memandang sekejap ke arah balik pintu, kemudian serunya:

"Perkampungan Sin kiam san ceng mempunyai peraturan tersendiri. Cara yang digunakan untuk menasehati bawahan berbeda sekali dengan cara-cara yang digunakan pada umumnya. Masuk desa menuruti adat istiadat setempat, kalau begitu kau boleh menasehati aku dengan menuruti peraturan kalian."

"Aah betul! Bagaimana sih cara orang-orang Sin kiam san ceng memberi nasehat kepada orang lain?"

Mendadak Cia sianseng mengayunkan telapak tangannya menghajar bahu Siau hiang selain cepat pun tepat. Walaupun dia telah turun tangan, namun yang paling di kuatirkan olehnya tetap Ting Peng yang berada dalam kereta, maka sepasang matanya tak berani terlepas dari ruang kereta tersebut, sementara serangannya juga tak berani disertai dengan tenaga penuh.

Ketika ujung telapak tangannya sudah hampir menyentuh diatas bahu Siau hiang, dari dalam kereta masih juga tiada suatu gerakan apa pun, begitu Cia sianseng memperhitungkan, Ting Peng sudah tak mungkin akan mencegah perbuatannya lagi, tenaga serangannya yang amat dahsyat baru dikerahkan secara tiba-tiba.

Akan tetapi ketika dilihatnya Siau hiang berdiri tanpa persiapan disitu dengan wajah yang memelas, mendadak hatinya merasa tak tega juga, dia tahu seandainya ini sampai di lepaskan, maka pihak lawan pasti akan menjadi cacad selamanya.

Apa gunanya bersikap keji terhadap seorang gadis muda yang lemah lembut seperti itu? karena ingatan mana tanpa terasa dia pun menarik kembali sebagian besar tenaga serangannya. Tapi justru karena ingatan tersebut, dia pun berhasil menyelamatkan sebuah lengan sendiri.

Karena disaat ujung telapak tangannya tinggal setengah inci dari atas bahu Siau hiang, mendadak terlintas setitik bayangan hitam dari hadapan matanya yang mencengkeram pinggiran telapak tangannya, kemudian seluruh tubuhnya terangkat tinggi tinggi ke tengah udara.

Telapak tangannya seakan-akan menyentuh diatas baja yang sedang membara saja seketika itu juga, membengkak sebagian besar, menanti tubuhnya sudah mencapai permukaan tanah lagi, dia baru merasakan kesakitan yang luar biasa.

Bayangan hitam itu adalah cambuk Ah ku, ujung cambuk itu telah menyambar tiba tepat pada saat yang paling kritis dan mengesampingkan pukulan yang dilancarkan tersebut secara keras lawan keras. Untung saja Cia sianseng telah menarik kembali tenaganya sebesar delapan bagian sehingga hanya tubuhnya yang tergantung di tengan udara.

Coba kalau dia menyerang dengan sekuat tenaga tadi begitu membentur dengan ayunan cambuk tersebut, niscaya seluruh telapak tangannya akan hancur tak berwujud lagi. Seketika itu juga, suasana di sekeliling tempat itu berubah menjadi amat hening dan tak terdengar sedikit suarapun.

Para centeng yang berdiri didepan pintu perkampungan, para kelasi yang berada di perahu penyeberang serta sementara orang yang kebetulan berada disana, bersama-sama menghentikan pekerjaan masing-masing untuk menonton peristiwa itu, suasana amat hening sekali.

Cia sianseng bukan orang yang paling berkuasa didalam perkampungan Sin kiam san ceng. Yang menjadi majikan disitu seharusuya Cia Siau hong dan putrinya Cia Siau giok.

Tapi tak bisa disangkal Cia sianseng mempunyai kekuasaan cukup besar disitu, entah terhadap mereka yang baru datang atau yang sudah datang lama, bahkan termasuk juga tamu- tamu yang datang untuk melakukan suatu kunjungan. Setiap orang menaruh sikap yang sangat menghormat terhadap Cia sianseng ini.

Jarang ada yang melihal Cia sianseng turun tangan, tapi mereka sering mendengar ia memberikan penilaian maupun kritik terhadap suatu ilmu pedang, siapa saja tahu kalau ilmu silatnya telah mencapai tingkatan yang luar biasa sekali.

Tentu saja dia masih belum bisa dibandingkan dengan Cia Siau hong, juga tak bisa dibandingkan dengan beberapa orang jagoan pedang termashur didalam dunia persilatan, tapi dia tidak berada dibawah beberapa orang ciangbujin dari partai-partai pedang tersebut.

Urutan nama dalam hal ilmu pedang, selamanya Cia Siau hong menempati kedudukan nomor satu, bertahun-tahun lamanya orang mencoba untuk merebutnya tapi tak pernah berhasil, apa lagi belakangan ini, boleh dibilang sudah tiada orang yang berani mencoba lagi.

Sekalipun ada orang yang bisa mengalahkannya dengan permainan ilmu silat, toh mustahil bisa menggunakan pedang. Dia sudah merupakan malaikat didalam permainan ilmu pedang.

Justru karena ia telah menempati kedudukan nomor satu itu, maka semua orang tak ada yang berusaha merebut kedudukan nomor dua atau nomor tiga, siapapun tak akan berusaha mati-matian untuk mendapatkan sebutan jago pedang nomor dua dari kolong langit.

Oleh sebab itu pada urutan ke berapakah ilmu pedang yang dimiliki Cia sianseng, hingga kini tiada seorangpun yang tahu, kalau ada orang mengatakan dia tercantum dalam deretan angka sepuluh, sudah pasti tak ada orang yang menaruh curiga.

Cia sianseng tahu akan kedudukan dan penilaian orang terhadap dirinya, oleh sebab itu dia jarang mau turun tangan secara sembarangan. Ting Peng pernah membuatnya marah, bahkan dihadapan enam orang ciangbunjin dari partai besar pernah memalukan dia, waktu ia tetap bersabar menahan diri.

Dia tahu kemampuan yang dia miliki masih belum sanggup untuk menandingi Ting Peng, itulah sebabnya dia tak ingin mendapat malu, apalagi menerima cemoohan dari Ting Peng juga bukan sesuatu yang dapat memalukan dirinya. Sekalipun demikian, sedikit banyak dia toh akan merasa amat tidak gembira akibat dari peristiwa tersebut.

Sewaktu dalam perahu tadi, dia pun hanya mengucapkan sepatah kata yang sama sekali tidak mempunyai maksud tertentu, siapa tahu ucapan tersebut mendapat tangapan dari Siau hiang yang membuat hatinya amat gusar, sehingga timbul niatnya untuk memberi pelajaran kepada gadis tersebut.

Congkoan dari perkampungan Sin kiam san ceng bukan seorang bawahan, dia mempunyai kekuasaan seperti apa yang dimiliki majikannya. Kalau dibicarakan tentu kedudukan maupun kekuasaan yang dimilikinya dalam perkampungan tersebut, maka dia boleh dibilang masih berada diatas Cia Siau hong, tapi sedikit dibawah Cia Siau giok.

Sebab Cia Siau hong hanya menyantumkan namanya saja dalam kenyataan ia hampir tak perduli dengan urusan dalam perkampungan, kecuali tiga orang yang menjaga daerah terlarangnya, boleh dibilang dia tidak mengenal orang-orang yang lain.

Cuma sayang dia tak sanggup menerangkan keadaan yang sebenarnya kepada Ting Peng maupun Siau hiang, oleh sebab itu terpaksa dia harus menerima dengan begitu saja sebutan bawahan baginya.

Setelah tiba diatas daratan kembali dia dicemooh habis-habisan kesabaran yang di tahan selama ini, akhirnya meledak juga, dia turun tangan melancarkan serangan. Siapa pun berharap bisa menyaksikan toa congkoan yang berkekuatan besar ini turun tangan.

Tapi siapa pun tidak menyangka kaulah Cia sianseng akan turun tangan terhadap seorang gadis muda. Lebih-lebih tidak menyangka lagi kalau Cia sianseng harus keok dalam satu gebrakan saja.

Sorot mata semua orang yang berada di sekitar arena terasa dingin seperti es sebab sedikit banyak mereka merasa gembira menyaksikan bencana tersebut, bisa melihat Cia sianseng dihajar orang, hal ini memang merupakan suatu kegembiraan yang tersendiri.

Perasaan Cia sianseng seperti dibakar dengan api, jika dia tidak melakukan suatu tindakan lagi, sudah pasti selanjutnya ia tak bisa menancapkan kaki lagi dalam perkampungan Sin kiam san ceng, apa lagi dalam dunia persilatan.

Tapi dia bukan seorang yang nekad, seorang yang membuat gara-gara tanpa perhitungan, dia pun tak ingin mencabut pedangnya, dia kuatir dengan Ting Peng yang berada dalam kereta, kuatir dengan golok bulan sabitnya.

Tapi bila dia mesti bertarung dengan tangan kosong, dia pun merasa tak mampu untuk menghadapi si lelaki bertenaga besar itu. Lama sekali dia berdiri termenung.

"Lama" hanya berlaku bagi perasaannya, juga perasaan para penonton yang berada di sekitar sana, mereka semua megganggap lama sekali, namun didalam kenyataan, hal mana tidak berlangsung kelewat lama.

Cia sianseng berpaling melongok ke dalam perkampungan, ternyata Cia siau giok belum juga menampakkan diri. Hal ini berarti dia harus bertahan lebih jauh, bertahan sambil mengeraskan kepalanya. Oleh sebab itu dia lantas menggapai ke arah Ah ku sambil berseru lantang.

"Hei, kau turun kemari."

Ah ku menurut sekali, dia segera melompat turun dan berdiri dihadapannya persis seperti malaikat langit. perawakan tubuh mereka kalau dibandingkan, Cia sianseng merasa kalah separuh. Cia sianseng sama sekali tidak kuatir, dengan perawakan tubuhnya yang besar, yang ditakuti adalah tenaganya, maka begitu dia tampil segera tegurnya:

"Barusan, Kau yang telah menghadiahkan sebuah ayunan cambuk kepadaku...?"

Ah ku tidak menggubris ucapan itu, sebab Ah ku tak punya lidah, tak dapat berbicara. Tapi Ah ku mempunyai cara untuk menyampaikan maksud hatinya, dia memberi suatu gerakan tangan kepada Siau hiang, lucu sekali gerakannya seperti anjing yang sedang merangkak.

Cia sianseng tak tahan ingin tertawa, ucapan Siau hiang kemudian membuat tertawanya hampir saja berubah menjadi tangisan. Siau hiang berkata begini:

"Dia tidak menghajarmu, hanya menghajar seekor anjing, dia menganggap seorang lelaki yang menyergap seorang anak gadis tanpa mengucapkan sepatah katapun merupakan perbuatan dari seekor anjing yang tak punya otak!"

Cia sianseng berusaha dengan sekuat tenaga untuk menenangkan hatinya, tapi dia toh masih tak tahan juga untuk berteriak keras. "Omong kosong ngaco belo, aku toh sudah memberi peringatan lebih dahulu kepadamu"

Siau hiang tertawa. "Benar, kau memang mengatakan hendak memberi pelajaran kepadaku..."

"Lantas mengapa menuduh aku melancarkan sergapan?"

"Aku kan sudah memberitahukan kepadamu, aku tidak mengetahui bagaimakah peraturan dari Sin kiam san ceng kalian memberi pelajaran kepada orang, sekalipun menurut peraturan dari Sin kiam san ceng kalian memberi pelajaran berarti menghantam dengan tangan, paling tidak kau toh mesti memberitahukan hal tersebut kepadaku lebih dulu sebelam turun tangan"

"Aku tak pernah memberitahukan kepada orang lain bila aku hendak menanya, begitu pula keadaannya disini, mengapa aku harus memberikan perbedaan kepadamu?" kata Cia sianseng dingin.

Siau hiang segera tertawa. "Itulah sebabnya kau baru mendapat cambukan, selamanya bila paman Ah ku hendak mencambuk anjing, diapun tak pernah memberitahukan dulu kepada si anjing kalau dia hendak menghajarnya"

Sekali lagi Cia sianseng memandang ke arah kereta, melihat keadaan dalam kereta, tetap tenang, dia baru mengambil keputusan didalam hati, ujarnya kepada Ah ku:

"Kau sanggup mencambukku, hal ini menunjukkan kalau kepandaianmu lumayan sekali dan pantas bagiku untuk meloloskan pedang, apakah cambuk itu merupakan senjata andalanmu?"

Ah ku melemparkan cambuknya ke samping, gagang cambuk tersebut secara otomatis menancap kembali dalam lubang tempat cambuk di atas kereta, selain jitu pun mantap, jelas bisa diketahui kalau dia sudah amat sempurna dalam mengendalikan tenaga, lagi-lagi Cia sianseng merasa terkejut dengan dilemparnya cambuk Ah ku ke tempat semula, hal ini berarti dia hendak bertarung menggunakan tangan kosong belaka dan tak ingin tertipu.

"Rupanya kau tidak mempergunakan cambuk, baiklah terserah kau hendak mempergunakan senjata apa saja, bile kau tak punya, aku akan menyuruh orang untuk mengambilkan bagimu!"

Cia sianseng yang pintar, tentu saja enggan melakukan perbuatan bodoh, oleh sebab itu dia ingin menyumbat lawan dengan kata-kata tersebut agar lawannya terpaksa menggunakan senjata. Sayang sekali, Cia sianseng yang pintar kali ini telah melakukan suatu perbuatan yang tidak pintar.

Dia mengira dalam perkampungan Sin kiam san ceng dewasa ini hampir terdapat setiap macam senjata yang dipakai orang di dunia ini, sekalipun tak akan ditemukan dalam rak senjata diluar sana, dalam gudang rahasia mereka pasti akan didapatkan.
Dahulu Pek Siau seng pernah membuat kitab senjata yang mencantumkan pelbagai macam senjata di dunia ini menurut urutan nya, meski yang diurutkan adalah senjatanya tapi dalam kenyataan orangnya yang diatur menurut urutan.

Dalam kita senjata mana, senjata yang dicantumkan pada urutan pertama adalah senjata tongkat thian ki-pang milik Thian-ki lojin. Kedua adalah gelang Liong Hong huan milik Sangkoan Kim lui, sedang ketiga adalah pisau terbang milik Siau li tham hoa Li Sin huan.

Berhubung yang diurut adalah senjatanya, maka selama ini urutan tersebut, dianggap paling adil, kendatipun Thian ki lojin serta Sangkoan Kim Jin akhirnya tewas di ujung pisau terbang Siau li tham hoa.

Hal ini bisa terjadi karena watak manusianya, Li Sin huan telah berhasil membawa dirinya ke suatu keadaan yang mendekati sempurna, apalagi pisau terbangnya dipakai untuk menolong orang, dalam benaknya sama sekali tiada hawa napsu untuk membunuh.

Oleh sebab itu, pisau terbangnya tak mampu melebihi tongkat Tiang Ki pang serta pedang Liong hong huan, tapi kedua orang pemilik senjata tersebut justru tewas di ujung pisau terbangnya. Peristiwa ini telah berlangsung lama sekali, sudah berlangsung beberapa generasi berselang sehingga ceritanya sudah dianggap orang sebagai dongeng saja.

Tapi Cia Sianseng tak pernah menganggap kejadian itu sebagai dongeng, dia bersama Cia Siau giok mempunyai sesuatu kegemaran yang sama, kegemarannya itu sudah dimulai dari tubuh Cia Siau hong. Kegemaran itu adalah mengumpulkan senjata tajam yang pernah dipergunakan orang, terutama sekali senjata aneh yang tercantum dalam kitab senjata.

Semasa masih muda dulu, Cia Siau hong juga pernah terkena penyakit itu, mengumpulkan pelbagai macam macam senjata antik. Kemudian setelah Cia Siau hong mulai jemu dengan kegemarannya itu, Cia sianseng meneruskan kegemarannya ini.

Pengumpulan benda-benda antik yang tak pernah akan berkurang ini tentu saja membuat benda yang terkumpul makin lama semakin banyak, tapi benda-benda itu baru lebih banyak jumlahnya setelah Cia siau giok terjun pula dalam kegemaran ini.

Sebab dia membawa tongkat Thian ki-pang, sepasang martil Hong hu siang liu seng dan tombak baja serta tangan baja milik Lu Hong sian. Berhubung dalam urutan senjata tersebut Lu Hong sian diletakan pada urutan dibawah pedang bajanya Kwik siong yang, dalam marahnya dia membuang tombak baja kesayangannya dan khusus melatih tangan nya agar lebih keras dari pada baja.

Sayang sekali Pek Siau seng keburu mati sehingga tangan bajanya itu tak sempat dicantumkan dalam urutan nama, meski demikian ia tak kecewa, dengan tangan bajanya itu dia sanggup menangkan Kwik Siong yang menempati urutan ke empat.

Kini dalam perkampungan Sin kiam san ceng telah berhasil mengumpulkan tujuh delapan puluh persen dari senjata yang tercantum dalam kitab senjata itu. Tongkat Thian ki pang maupun gelang liong hong huan tentu saja terdapat diantaranya, yang belum mereka temukan tinggal pisau terbangnye si Siau li tham hoa dan pedang bajanya Siong yang thi kiam.

Walau pun setelah mengundurkan diri dari dunia persilatan, Li Tham hoa masih sering melakukan perbuatan besar yang menggemparkan kolong langit, tapi tak seorangpun yang tahu dimanakah dia menetap. Pisau terbang miliknya pun turut bersama jejaknya lenyap tak berbekas, dalam dunia persilatan hanya tertinggal kisah-kisah cerita tentang kegagahannya belaka.

Pedang baja milik Kwik Siong yang tersimpan dalam gedung keluarga Kwik, suatu keluarga persilatan yang dihormati setiap orang, anak muridnya banyak, ilmu pedangnya lihay, pendidikan keluarga mereka pun sangat baik, tidak suka mencari gara-gara dengan orang lain.

Bila mereka tidak menggangu orang, tentu saja orang pun tak berani mengganggu mereka, sebab leluhur mereka adalah sahabat karib Li Tham hoa, semasa masih hidupnya dulu dan telah mempersembahkan nyawanya untuk Li Sin huan.

Li Sin huan selalu merasa bersalah kepadanya, terhadap keturunannya otomatis memberikan perhatian yang khusus, bahkan tanggung jawab ini selalu diwariskan turun temurun kepada para ahli warisnya.

Setelah Li Sin huan, hanya seorang ahli warisnya yang bernama Yap Kay pernah menerima budi kebaikan dari keluarga Kwik, oleh sebab itu hutang budi dari pihak Li Sin huan pun semakin bertambah mendalam. Setelah Yap kay, tiada orang yang tahu siapakah ahli waris selanjutnya, tapi siapa pun tidak berani mengatakan kalau mereka tak punya ahli waris.

Sebab dalam dunia persilatan sering kali masih banyak terjadi kisah-kisah yang aneh. Banyak persoalan yang amat rahasia, mendadak terungkap sama sekali hingga diketahui tiap orang. Manusia yang paling sukar dihadapi, tahu-tahu kehilangan batok kepalanya dengan begitu saja.

Banyak pekerjaan yang sukar di selesaikan, tiba-tiba saja telah dikerjakan orang secara diam-diam hingga selesai. Siapapun tidak tahu siapakah yang telah melakukan perbuatan tersebut, cara kerja mereka selalu bersih tanpa meninggalkan jejak, ibarat naga sakti yang tampak kepala tidak nampak ekornya, kelihayan ilmu silat orang itu hampir boleh dibilang tiada taranya lagi didunia ini.

Semua orang percaya kalau perbuatan tersebut dilakukan oleh ahli waris dari Siau li si pisau terbang, Yap Kay atau Poh Hong soat, sedang orang-orang itupun mempunyai hubungan yang erat sekali dengan orang-orang dari keluarga Kwik.

Oleh sebab itu tiada orang yang berani mencari gara-gara dengan keluarga Kwik, bahkan semasa jayanya Cia Siau hong pun, dia tak pernah mencari gara-gara dengan keluarga Kwik.

Pedang Siong yang kiam dianggap sebagai senjata suci oleh keturunan keluarga Kwik, pedang itu dihantar pulang oleh Li Sin huan bersama-sama dengan jensahnya. Bahkan selama tiga bulan lamanya, Li Tham hoa telah berkabung ditempat itu. Pihak perkampungan Sin kiam san ceng pun tak berani meminta pedang baja tersebut, sebab Cia Siau hong pasti akan menampik untuk berbuat demikian.

Cia Sianseng telah berbicara sesumbar, namun Ah ku tetap membungkam, Siau hiang yang mewakilinya berbicara: "Paman Ah ku tak akan mempergunakan senjata apapun, tapi dia paling berharap kalau bisa mempergunakan sejenak pisau terbang milik Li Sin huan!"

Sudan jelas pihak lawan berniat untuk mencari gara-gara, maka dengan terus terang Cia sianseng menjawab: "Benda itu tak mampu kami keluarkan dan aku percaya bukan hanya pihak kami saja, di kolong langit belum pernah ada orang yang sanggup memperlihatkan pisau terbang tersebut"

Perkataan itu tak akan disalahkan oleh siapapun, cuma sayang justru karena ucapan Cia sianseng tersebut persoalan segera muncul. Sambil tertawa cekikikan Siau hiang merogoh ke sakunya dan mengeluarkan sebilah pisau terbang yang amat tipis, setelah di perlihatkan sebentar kepada semua orang dengan cepat dia menyimpannya kembali, lalu ujarnya sambil tertawa:

"Walaupun ilmu melepas pisau terbang dari Siau li hui to sudah menjadi suatu kepandaian yang sangat hebat, namun pisau terbang miliknya masih tetap ada di dunia ini, padahal pisau ini pun bukan suatu benda yang luar biasa"

"Mencorong sinar tajam dari balik mata Cia sianseng, cepat-cepat dia bertanya: "Apakah pisau yang berada ditangan nona benar-benar merupakan pisau terbang yang pernah digunakan Li Sin huan dahulu?"

"Tanggung asli!"

Sungguh membuat orang tidak habis percaya. Sekalipun pisau terbang yang pernah digunakan Siau li tham hoa kebanyakan di tarik kembali, tapi ada juga yang tak bisa diambil kembali karena keadaan, benda tersebut bukan cuma satu saja yang kemudian beredar dalam dunia, cuma pemiliknya sering menyimpan benda tersebut bagaikan mestika, tak mungkin akan diperlihatkan kepada siapa pun dengan begitu saja!

Cia Sianseng menjadi sangat terperanjat sesudah mendengar ucapan itu, segera tanyanya: "Nona, darimana kau dapatkan pisau itu? Aku tahu sudah pasti leluhurmu yang mewariskan kepadamu, sebab Li Tham hoa sudah lama meninggal, mustahil dia sendiri yang menghadiahkan untukmu!"

Pertanyaan dari Cia sianseng, tentu saja Siau hiang berhak untuk membungkam, tapi ia bertanya dengan begitu sungkan, hal ini membuat si nona menjadi serba salah.

Terdengar Cia sianseng berkata lagi: "Nona, sepanjang hidupnya Li Tham hoa adalah seorang pendekar yang berjiwa besar dan terbuka, setiap orang mengetahui tentang semua persoalannya, kecuali pisau terbang itu kau dapatkan dengan cara mencuri kalau tidak, kau seharusnya tak perlu kuatir untuk mengutarakannya keluar!"

Akhirnya Siau hiang menggigit bibirnya kencang-kencang, lalu menjawab pelan. "Pisau terbang itu bukan kudapatkan dari mencuri, pisau terbang itu pun tak akan mendatangkan kegagahan apa-apa bagiku, Li Tham hoa sendiri yang menghadiahkan pisau itu buat kakekku, dia pun telah mewariskan ilmu pisau terbang tersebut kepada kakekku"

Semua orang merasa terperanjat setelah mendengar ucapan itu, cepat-cepat Cia sianseng bertanya: "Jadi kau pun bisa?"

Dengan cepat Siau hiang menggeleng. "Tidak, meskipun Li Tham hoa mewariskan ilmu pisau terbangnya kepada kakekku, nanun hal ini diketahui oleh kongcu ku, seketika itu juga otot dari sepasang tangan kakekku dibetot keluar, membuat dia tak mampu mempergunakan ilmu tersebut lagi untuk selamanya"

"Tapi mengapa begitu? apakah keluarga mu ada perselisihan dengan Li Tham hoa"!"

Siau-hiang tidak menjawab pertanyaan tersebut, dia hanya berkata: "Aku she Liong bernama Liong Than hiang"

"Kalau begitu kongco mu itu pasti bernama Liong Keh im?" sambung Cia sianseng cepat.

Dengan sedih Siau hiang manggut-manggut kemudian setelah menghela napas katanya lagi: "Kong co ku bermusuhan dengan Li Sin huan hampir sepanjang jaman, tapi dia sendiripun harus merasakan penderitaan sepanjang masa, ilmu silat dari kong co ku dipunahkan oleh Li Sin huan sehingga dia membencinya sampai merasuk ke tulang sum-sum, tapi semuanya itu bukan rasa benci yang sebenarnya, mereka mencelakai diri sendiri dan lebih banyak dari pada mencelakai orang lain!"

"Aku tahu, siapa pun mengira Li Sin huan telah dicelakai oleh keluargamu, siapapun mengira Liong Siau im kelewat banyak menerima balas budi dari Li Sin huan dan berhutang kelewat banyak kepadanya, hanya aku yang menganggap Li Tham hoa telah berhutang budi kepada keluarga Liong, karena dia telah memberikan penderitaan sepanjang hidup untuk Liong Siau im!"

Kembali Siau hiang manggut-manggut. "Benar Li tham hoa sendiripun memahami akan hal ini, sewaktu dia mengajarkan ilmu pisau terbang kepada kakekku diapun pernah berkata demikian, dia bilang ia telah berbuat salah, menyerahkan mak co ku untuk Kong co ku pun merupakan suatu perbuatan salah yang besar baginya, peristiwa tersebut bukan saja membuat mereka bertiga menderita sepanjang hidup, juga mengakibatkan banyak orang terseret didalam persoalan tersebut"

Setelah berhenti sejenak, dengan suara yang agak emosi dia meneruskan: "Terutama sekali keluargaku sampai akhirnya selalu hidup dalam penderitaan, orang lain yang mengetahui kalau keluarga kami adalah keturunan Liong siau im, sama-sama memandang hina kepada kami, justru karena alasan itulah Li Sin huan mengajarkan rahasia ilmu pisau terbang kepada kakekku, maksudnya agar dia menjadi tenar dan hebat, tapi soal ini diketahui kong co ku dan dihalangi olehnya....."

"Kongco mu memang berbuat agak kelewat batas" komentar Cia sianseng, "sekali pun dia punya perselisihan dengan Li Tham hoa dimasa lampau, kalau toh hendak menghalangi kakekmu, dia toh bisa menghalangi dengan cara lain, buat apa mesti memunahkan ilmu silatnya?"

"Yang memunahkan sepasang tangan tangan kakekku adalah Mak co ku!"

Sekali lagi semua orang merasa terperanjat bahkan Cia sianseng pun ikut menjerit kaget: "Apakah mak co mu itu adalah Lim Si in yang pernah disebut perempuan paling cantik dalam dunia persilatan?"

"Benar" sahut Siau hiang bangga. "aku percaya didalam dunia persilatan dewasa ini belum pernah ada perempuan ke dua yang sukar dilupakan orang seperti dirinya!"

Cia sianseng tidak mengumpak tentang soal itu, hanya ujarnya kemudian: "Dia adalah kekasih hati Li sin huan, mengapa bisa membenci Li sin huan?"

"Dia bukan membenci Li Sin huan" sahut Siau hiang bangga, "dia hanya menyatakan posisinya saja dalam peristiwa itu, karena dia adalah istri Liong Siau im, ibu Liong Ken im, sekali pun semua orang tidak memandang sebelah matapun kepada kong co ku, dia tetap merasa bangga bagi suaminya, anak keturunan keluarga Liong tidak membutuhkan perlindungan dari Li Tham hoa"

"Apakah Li sin huan mengetahui akan hal ini?"

"Tentu saja tahu, sebab waktu itu Li Tham hoa hadir pula disana, sebetulnya dia masih memohon ampun untuk kakekku, tapi setelah mendengar ucapan dari mak co ku, dia segera berlalu dengan hati sedih, konon semenjak peristiwa itulah dia mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan?"

Cia sianseng menghela napas panjang. "Mereka semua adalah manusia-manusia aneh, tapi tak bisa disangkal lagi, mereka semua pun merupakan manusia-manusia yang amat berperasaan" katanya.

Siau hiang tidak berbicara lagi, sorot matanya menatap wajah Cia sianseng tajam-tajam, ketika dilihatnya sorot mata orang itu masih saja memperhatikan sakunya, sambil tertawa tiba-tiba ujarnya: "Tentunya kau sangat berharap bisa mendapatkan pisau terbang ini bukan..?"

Dengan agak rikuh Cia sianseng menyahut. "Nona, kau tahu kalau perkampungan kami mempunyai kegemaran mengumpulkan senjata tajam milik orang-orang kenamaan, dan hingga kini masih kekurangan beberapa macam diantaranya..."

"Kalau begitu seandainya aku bersedia memberikan pisau terbang ini kepada kalian, sudah pasti kau tak akan menampiknya?" kata Siau hiang sambil tertawa.

Buru-buru Cia sianseng menyahut: "Tentu saja, tentu saja, bila nona bersedia memberikan benda itu kepadaku, syarat apa pun pasti akan kuterima!"

Sebenarnya dia adalah seorang yang berpengalaman luas, tapi berhubung menjumpai suatu persoalan yang sangat menggembirakan hatinya, dia berubah menjadi sedikit agak kekanak-kanakan, sampai akhirnya dia baru merasa kalau pihak lawan tak nanti akan lepas tangan dengan begitu saja, maka wajahnya kembali berubah menjadi amat sedih.

Jumlah pisau terbang yang ditinggalkan Li Tham hoa dalam dunia persilatan paling banyak, karena benda itu menyerupai senjata, tapi bisa dipakai juga sebagai senjata rahasia, tidak seperti senjata orang lain, jumlahnya hanya sebuah dan tak mungkin berpisah-pisah.

Tapi pisau terbang milik Li Sin huan justru paling sukar ditemukan, karena semua orang menganggap dia sebagai malaikat, tentu saja setiap orang yang merasa punya sedikit hubungan dengan Li Tham hoa akan merasa bangga akan hal itu, tak heran kalau mereka pun tak suka menyerahkan tanda bukti itu kepada orang lain.

Sudah barang tentu jumlah pisau terbang yang tertinggal di dunia pun tidak banyak jumlahnya, sebab pisau itu mempunyai bentuk yang istimewa, jauh berbeda dengan pisau biasa.

Dari dalam sakunya Siau hiang mengeluarkan pisau terbang itu, kemudian ujarnya lagi: "Mungkin saja pisau ini akan dianggap sebagai mestika dalam pandangan orang lain, tapi ditangan kami keturunan dari keluarga Liong, benda tersebut tidak terhitung seberapa, aku bersedia memberikan kepadamu tanpa syarat"

Untuk sesaat lamanya, Cia sianseng masih mengira dirinya sedang bermimpi, dengan menggunakan nada suara yang sukar untuk percaya dia berkata: "Kau hendak menghadiahkan kepadaku?"

"Benar" sahut Siau hiang sambil tertawa "akan kuserahkan pisau itu kepada Ah Ku agar dia yang menimpuknya kedepan, asal kau mampu menerima sambitannya, pisau terbang itu akan menjadi milikmu...."

Paras muka Cia sianseng berubah hebat. "Sambitan pisau terbang Siau li, tak pernah meleset dari sasaran"

Ucapan mana telah beredar sejak ratusan tahun berselang, belum pernah ada orang yang meragukan kebenarannya. Berhadapan dengan senjata tajam yang tiada keduanya di dunia ini. Cia sianseng benar-benar tidak mempunyai keberanian untuk menyambutnya. Hanya sayang, dia sendiri yang mencabut pedang dan menantang orang lebih dahulu.

Hanya sayang dia adalah congkoan dari perkampungan Sin kiam san ceng, sedang sekarang dia berada dalam perkampungan Sin kiam san ceng, dihadapan anak buahnya yang begitu banyak. Sekalipun Cia sianseng takut mati, dia pun tak bisa menampik dengat begitu saja.

Apalagi Siau hiang telah menyerahkan pisau terbang tersebut ke tangan Ah ku, telapak tangan Ah ku yang begitu memegang pisau itu maka pisau berikut gagangnya segera tergenggam dalam telapak tangannya dan tidak nampak sama sekali.

Tangan Ah ku pun sudah mengenakan sarung kuku, sarung kuku yang membawa ujung kuku yang tajam, kini dia sudah ditunggu, sekalipun dia tak mau turun tangan, Ah ku juga tak akan melepaskannya dengan begitu saja.

Maka pedang yang berada ditangan digetarkan kencang, kemudian dengan gerakan lurus menusuk ke muka. diujung pedangnya sama sekali tidak disertai jurus kembangan, akan tetapi dibalik serangan mana justru mencakup suatu kekuatan yang luar biasa.

Orang-orang yang berada disekeliling arena segera terasa digetarkan oleh jurus serangan tersebut, sekalipun mereka berdiri agak jauh dari arena, akan tetapi serasa orang dapat merasakan hawa pedang yang menyayat badan, memancarkan ke empat penjuru, sehingga tanpa terasa mereka mundur ke belakang.

Ah ku tentu saja merasakan daya tekanan yang jauh lebih dahsyat dari pada orang lain, tapi cara Ah ku untuk mematahkan serangan ini ternyata sama sekali tak diduga oleh siapa pun. Dia mengalungkan kepalannya dan langsung menghantam persis diujung pedang tersebut.

Menghadapi jurus serangan seperti ini, paras muka Cia sianseng segera berubah hebat. Selama ini, Ah ku baru satu kali mendemontrasikan kepandaiannya dalam perkampungan Sin kiam san ceng, yakni ketika berada di muka Cong kiam lu untuk menghadapi empat orang budak pedang.

Didalam pertarungan tersebut dia hanya mempergunakan satu jurus serangan, yakni sambil maju kedepan, menyambut tusukan gabungan dari empat pedang musuh, selain berhasil mendesak mundur lawannya, dengan sekali ayunan tinju ia berhasil menghancurkan kunci dimuka pesanggarahan Cong kiam lu dan mengungkap rahasia tempat itu.

Waktu itu pedang dari keempat budak pedang tersebut kena tertahan oleh hawa khikangnya, sehingga sama sekali tidak membuat tubuhnya menjadi cedera. Tapi kemudian keempat orang budak pedang itupun melancarkan sebuah serangan balasan, belum lagi serangan mereka mengenai tubuh, dia sudah kena didesak mundur berulang kali, untung Ting Peng menggerakkan golok saktinya sehingga serangan tersebut berhasil ditahan olehnya.

Sekarang, kalau dilihat dari gerak serangan pedang Cia sianseng sudah jelas tidak berada dibawah keampuhan serangan maut dari ke empat orang budak pedang itu, tapi Ah ku ternyata berani menyongsong serangan tersebut dengan ayunan kepalannya.

Betul kepalan itu dikalungi sarung jari tangan yang terbuat dari baja, namun kekuatan dari serangan pedang tersebut sanggup merobohkan sebuah bukit karangpun, bagaimana mungkin ayunan tinju itu mampu untuk membendungnya? Siapa pun menganggap Ah ku sudah bosan hidup, bahkan Siau hiang sendiri pun berpendapat demikian.

Akan tetapi paras muka Cia sianseng justru berubah hebat, bahkan dengan suatu gerakan yang amat cepat dia menarik kembali senjatanya ke belakang. Hanya saja ayunan kepalan dari Ah ku tersebut bukan suatu serangan yang bisa memaksa orang untuk menarik kembali ancamannya ditengah jalan.

Baru saja pedangnya ditarik sampai setengah jalan, dia sudah kena dihajar oleh ayunan kepalan Ah ku, "Traang!" pedangnya segera terlepas dari tangan, menyusul kemudian kepalan itu langsung menyambar tubuh Cia sianseng. Tubuh Cia sianseng mundur terus kebelakang, tadi dia kurang cepat sehingga bahu kena tersapu telak dan badannya langsung meluncur ke belakang.

Tiba-tiba Ah ku membuka genggaman tangannya, sekilas cahaya tajam menyambar lewat, pisau terbang milik Li Tham hoa yang berada ditangannya telah melejit ke udara dan langsung menyambar tenggorokan dari Cia sianseng. Waktu itu Cia sianseng sudah kena ditinju sampai isi perutnya bergoncang, apalagi ditambah dengan ayunan pisau terbang tersebut, sekalipun dia punya nyawa rangkap juga bakal habis.

Untung saja nasibnya pada hari itu masih terhitung lumayan juga. Yang dimaksudkan sebagai bernasib baik adalah dia bisa lolos dari ancaman kematian tersebut. Disaat yang paling kritis itulah, muncul seorang yang membantunya memukul rontok pisau terbang tersebut dengan ayunan pedang, sebaliknya Cia sianseng pribadi justru kena menumbuk diatas dinding keras-keras.

Masih untung punggungnya yang menumbuk lebih dulu kemudian tubuhnya merosot ke bawah, dia masih sanggup berdiri tegak di tempat, tapi wajahnya telah memucat dan darah meleleh membasahi ujung bibirnya, Ah ku cuma melepaskan satu pukulan, dia justru terkena sebanyak dua kali, selain pukulan langsung dan sekali lagi tumbukan punggung diatas dinding.

Orang yang membantunya memukul rontok pisau terbang itu adalah Cia Siau giok. Dengan pedang ditangan, ia memandang wajah pembantunya dingin. Cia sianseng harus menarik napas panjang sebelum mampu berbicara, katanya dengan kepala tertunduk.

"Nona, kau sudah keluar, hamba benar-benar tak becus"

"Hmm, kau benar-benar memalukan" seru Cia Siau giok sambil tertawa dingin, "mentang-mentang seorang congkoan dari Sin kiam san ceng, nyatanya kena dibikin keok oleh seorang kusir kereta, padahal diluar sudah tersiar kata yang mengatakan golok sakti bila muncul, pedang sakti tak akan bersinar, setelah peristiwa hari ini, orang pasti akan menganggap demikianlah keadaan yang sebenarnya!"

Cia sianseng tertawa getir. "Hamba yakin kalau ilmu silat yang kumiliki masih tidak kalah dengan kepandaian silat yang dimiliki kusir kereta itu, tadi aku hanya salah menggunakan jurus serangan, dengan mengeluarkan jurus serangan yang bernama San hi ciat lay (hujan bukit bakal turun) tersebut, sebetulnya aku bermaksud untuk mendesaknya agar mundur teratur ke belakang, setelah itu aku akan melanjutkan dengan jurus pembunuh lainnya yang telah kupersiapkan secara matang, siapa tahu dia tak cuma termakan oleh desakan ku itu untuk mundur, sebaliknya malah memaksa maju ke depan dan melakukan suatu pertarungan adu keras lawan keras, Tindakannya ini sungguh diluar dugaanku sama sekali."

Setelah mendengar penjelasan tersebut. Siau hiang baru tahu mengapa Cia sianseng tidak sanggup menghadapi serangan Ah ku dalam gebrakan yang pertama saja. Rupanya serangan pedang yang kelihatannya amat dahsyat dan sangat mengerikan itu tidak lebih cuma suatu jurus serangan tipuan belaka, sementara serangan mematikan yang sebenarnya justru disembunyikan dibalik ancaman tersebut.

Kalau dilihat dari jurus serangan lawan yang begitu dahsyat dan mengerikan, siapa pun tak akan menyangka kalau jurus serangan semacam itu sebenarnya hanya suatu jurus serangan tipuan belaka. Oleh sebab itu, bisa diduga entah berapa banyak manusia yang sudah dibikin keok dalam jurus serangan mana. Atau dengan perkataan lain, bisa jadi serangan itu merupakan suatu jurus serangan yang tak pernah meleset.

Hanya sayang nasib Cia sianseng dalam hal ini tampaknya kurang baik, sebab dia telah bertemu dengan seorang lawan yang amat tangguh sekali seperti Ah ku. Ah hu adalah seorang manusia ulung tak pernah mengenal arti mundur, dia hanya tahu maju terus pantang mundur, bayangkan saja bagaimana mungkin ia tak sial bila bertemu manusia macam begini?

SIAU LI SI PISAU TERBANG

PARAS muka Cia Siau giok dilapisi oleh hawa dingin yang sangat menggidikkan hati, bahkan diapun telah melakukan suatu tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya semenjak perkampungan Sin kiam san ceng didirikan. Tangan kanannya diayunkan ke muka dan...

"Plaaak, plook!"

Wajah Cia Sianseng telah bertambah dengan dua buah bekas telapak tangan yang merah membara. Padahal Cia sianseng adalah manusia yang amat berkuasa di dalam perkampungan Sin kiam san ceng. Sekalipun kedudukannya tidak lebih tinggi dari Cia Siau giok, namun selisihnya tidak banyak, namun kenyataannya Cia Siau giok telah menamparnya dua kali di depan mata umum.

Dari balik mata Cia sianseng segera mencorong sinar amarah yang berkobar-kobar, sekalipun Cia Siau giok baru saja menyelamatkan jiwanya, tapi ke dua buah tamparan tersebut sama artinya dengan merontokkan martabat serta harga dirinya, membuat ia tak bisa mengangkat kepalanya lagi untuk selamanya.

Bila seseorang yang terbiasa dengan harga diri dan segala kehormatan, bila tiba-tiba kehormatannya disinggung orang maka keadaan tersebut jauh lebih baik mati daripada hidup. Yaa, siapakah yang akan tahan bila kehormatannya diinjak-injak orang dihadapan umum.

Oleh sebab itu Cia sianseng menunjukkan sikap melawan terhadap Cia Siau giok, kendatipun mati hidupnya sudah menyatu dengan perkampungan Sin kiam san ceng, meninggalkan perkampungan tersebut sama artinya dengan kehilangan segala pegangan dan melawan Cia Siau giok berarti dia harus meninggalkan perkampungan Sin kiam san ceng, namun ia tidak ambil perduli terhadap segala sesuatunya itu.

Sekalipun ia tetap tinggal diperkampungan Sin kiam san ceng, keadaannya tak akan berbeda dengan sesosok mayat hidup, sama sekali tak punya kebebasan. Cia Siau giok sendiri bersikap seolah-olah tidak melihat akan sikap melawannya, dia masih tetap berwajah sedingin es, tetap bersuara dingin dan kaku.

"Cia Sin, kuberikan kedudukan congkoan tersebut kepadamu, menyuruh kau mengurusi segala persoalan besar atau pun kecil yang ada dalam perkampungan ini, kesemuanya itu karena aku menghargai engkau, tapi akhirnya apa saja yarg telah kau lakukan."

Ucapannya yang keras dan tajam seolah-olah membuat Cia sianseng terperana, dia berdiri tertegun untuk beberapa saat, kemudian baru katanya pelan: "Aku kalah ditangan orang, hal ini memang disebabkan ketidak mampuanku, tapi aku toh sedang menjalankan tugas!"

"Heeehhh... heeehhh... heeehhhh.... kau sedang menjalankan tugas apa?" jengek Cia Siau giok sambil tertawa dingin. "kau hanya bisa memamerkan kegagahanmu di depan pintu, bersilat lidah, berdebat, sungguh memalukan?"

Sekali lagi Cia sianseng membusungkan dadanya, lalu sambil memberanikan diri katanya: "Aku tidak suka mencari gara-gara, apalagi mengajak orang lain berkelahi, akan tetapi..."

"Tetapi kenapa? Ayo katakan?"
Kembali Cia sianseng tertegun sejenak, kemudian baru berkata: "Karena kau pernah berkata, bila Ting Peng datang, pertama-tama harus memberi kabar dulu kepadamu. kemudian berusaha untuk menahan orang tersebut di depan pintu, menghalangi sampai kemunculanmu untuk menyambut kedatangannya"

Suatu pengungkapan yang segar dan sangat aneh, mengapa Cia Siau giok harus berbuat demikian? Apakah dia mempunyai suatu rahasia yang takut diketahui orang lain dan perlu disembunyikan dulu agar tiada terlihat oleh Ting Peng?

Tapi dengan demikian, hal itupun telah menjelaskan apa sebabnya Cia sianseng selalu menghalangi kepergian Ting Peng dan sengaja mencari gara-gara untuk menimbulkan keributan. Sebenarnya dia, termasuk seseorang yang beriman tebal, tapi kenyataannya hari ini hanya dikarenakan ribut dengan Siau hiang dia telah menjadi marah dan berakibatkan terjadinya pertarungan.

Ternyata dia sengaja berbuat demikian untuk mencegah Ting Peng masuk, agar Cia Siau giok yang berada didalam mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan diri dan menyingkirkan hal-hal yang tidak seharusnya terlihat oleh Ting Peng.

Berita kedatangan Ting Peng sudah diketahui anggota perkampangan sejak kemunculan kereta tersebut dipantai seberang tapi kenyataan mereka membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum Cia Siau giok bisa munculkan diri, dari sini dapat disimpulkan kalau pekerjaan mereka itu membutuhkan banyak waktu dan tenaga.

Setelah menyingkap rahasia tersebut, Cia sianseng melirik sekejap ke arah kereta, wajahnya menunjukkan rasa puas karena berhasil membalas dendam. Sebetulnya dia ingin sekali bersikap setia kepada Cia Siau giok dan membenci Ting Peng, tapi disebabkan Cia Siau giok telah menampar wajahnya, maka diapun segera berpaling ke arah Ting Peng.

Melihat sikap maupun mimik wajahnya sekarang, tampaknya dia ingin melenyapkan Cia Siau giok dari muka bumi dan tak segan-segannya untuk menyingkap lebih banyak rahasia untuk Ting Peng. Akan tetapi diapun seorang yang banyak curiga dan bersikap waspada, bila ia sudah mengambil suatu keputusan, maka pertama-tama yang dipersiapkan dulu adalah mencegah usaha Cia Siau giok untuk melakukan pembunuhan untuk membungkamkan mulutnya.

Itulah sebabnya mata yang sebelah terus menerus mangawasi tangan Cia Siau giok. Betul juga, tangan Cia Siau giok sudah mulai meraba gagang pedang, padahal tangan itu sebenarnya terulur Ke bawah. Setelah memapas jatuh pisau terbang Ah ku dia telah mengembalikan pedangnya kedalam sarung, malah dengan tangan itu juga dia menampar wajah Cia sianseng.

Sekarang tangannya itu sudah meraba gagang pedangnya lagi, tentu saja Cia sianseng menjadi amat tegang, bahkan telah melakukan persiapan yang cukup matang. Kini tubuh Cia siau giok sudah mulai bergerak, bergerak dengan sangat cepatnya. Setelah berputar selingkaran, dia berputar kembali dihadapan muka Cia sianseng. Menyusul kemudian...

"Plaaak, plaaakk...!"

Dua tamparan keras bersarang kembali diatas wajahnya. Dua bekas telapak tangan muncul kembali diwajah Cia sianseng, sebetulnya telapak tangan Cia Siau giok tidak besar tapi setelah dua buah bekas telapak tangan berjajar disatu pipi, hampir seluruh wajahnya tertutup oleh bekas tangan yang membengkak itu.

Tak heran kalau paras muka Cia sianseng yang sebetulnya pucat pias, kini telah berubah menjadi merah membara. Hanya saja, setelah Cia sianseng terkena tamparan kali ini, dia hanya berdiri tertegun saja sama sekali tak berkutik. Dia bukan dibikin tertegun karena kaget dengan gerakan tubuh Cia Siau giok yang cepat.

Walaupun gerakan tubuh Cia Siau giok sangat cepat, dia yakin masih mampu untuk menghindarinya, bahkan masih mempunyai kekuatan untuk melancarkan serangan balasan. Pertama kali tadi ia bisa terkena dua kali tamparan, karena dia sama sekali tidak menduga kalau Cia Siau giok akan menamparnya.

Tapi kali ini dia justru cuma berdiri tenang ditempat tanpa bergerak barang sedikit pun jua, bahkan wajahnya malah dijulurkan ke muka, seolah-olah menunggu Cia Siau giok datang untuk menjagalnya. Ketika Cia Siau giok mencapai didepan tubuhnya tadi, tangannya masih memegang diatas gagang pedang, akhirnya dia cuma menempeleng wajahnya dengan tangan kanan, lalu menyimpan kembali pedangnya kedalam sarung.

Alasan apakah yang membuat dia dari liar dan buas menjadi lembut dan penurut? Hal ini tak lain dikarenakan Cia Siau giok yang telah mencabut keluar pedangnya telah berputar dulu satu lingkaran. Sewaktu tubuhnya bergerak tadi pedangnya telah diloloskan dari sarung, tapi dia bukan menubruk Cia sianseng lebih dulu, melainkan menerkam kereta kuda. Kereta kuda itu tak lain adalah kereta kuda yang ditumpangi oleh Ting Peng.

Setibanya didepan kereta, pedangnya segera digetarkan untuk menyingkap tirai di depan jendela, menyusul kemudian dia membuka pintu kereta dan menerobos masuk ke dalam. Semula Cia sianseng mengira dia hendak beradu jiwa dengan Ting Peng, tapi dengan cepat Cia Siau giok telah menerobos keluar lagi.

Dia menerobos keluar melalui kereta di sebelah yang lain. Sewaktu masuk tidak menutup pintu, setelah keluar pun tidak menutup dulu, pintu tersebut masih terpentang lebar, dengan cepat terlihat keadaan dalam ruangan kereta yang megah mewah. Tapi disitu tak nampak seorang manusia pun.

"Ting Peng tidak berada disana, juga tidak kelihatan seorang manusia pun. Rupanya kereta tersebut hanya sebuah kereta kosong, sejak kereta itu naik ke atas perahu, sepasang mata Cia sianseng tak pernah bergeser dari kereta tersebut, dia tak pernah melihat ada seorang manusia pun yang keluar dari situ.

Dari sini terbukti sudah, sejak awal sampai sekarang, Ting Peng tidak berada dalam kereta itu, rupanya setelah ribut sekian lama, yang disambut kedatangannya hanya sebuah kereta kosong. Saat itulah Cia sianseng baru tahu kalau dia telah melakukan suatu kesalahan yang besar, dia memang pantas dipukul, itulah sebabnya dengan hati yang rela ia menerima tamparan untuk ke dua kalinya.

Adapun tujuan Cia sianseng membuat keributan adalah untuk mencegah Ting Peng yang berada diatas kereta memasuki perkampungan tersebut, kini Ting Peng tak ada di kereta, paling banter Cia sianseng cuma membuat gara-gara dengan percuma, sesungguhnya dia sama sekali tidak melalaikan kewajiban.

Tapi, mengapa dia mengaku salah dengan cepat dan rela dirinya ditempeleng? Dalam hal ini, mau tak mau kita harus akui keunggulannya untuk memutar otak secara cepat. Kereta itu datang dari luar, sedang Cia Siau giok datang dari dalam perkampungan, Cia sianseng yang mengawasi kereta tersebut terus meneruspun tidak pernah menduga kalau kereta tersebut kosong. Mengapa Cia Siau giok yang baru keluar segera tahu akan hal itu? Mungkinkah dia mempunyai kemampuan untuk mengetahui sesuatu yang terjadi jauh sebelumnya?

Cia sianseng sangat memahami kemampuan dari Cia Siau giok, meskipun gadis itu memiliki kepandaian yang besar, akan tetapi tak memiliki kemampuan tersebut, kalau tidak dia pun tak bakal bersikap begitu gugup dan gelagapan, bila ia bisa menduga kalau Ting Peng hanya keluar sebentar untuk segera kembali lagi, dia pun tak akan bersusah payah untuk mengeluarkan segala macam permainannya yang tidak mudah diberesi itu.

Ternyata Cia Siau giok mengetahui lebih dulu daripada Cia sianseng bahwa kereta itu kosong. Satu-satunya keterangan yang bisa memecahkan teka-teki ini adalah Ting Peng telah menyusup kedalam perkampungan lebih dahulu. Bila menyeberangi sungai merupakan satu-satunya jalan tembus untuk memasuki perkampungan Sin kiam san ceng, sudah pasti Ting Peng tak mungkin bisa masuk kedalam perkampungan itu.

Hanya sayangnya, satu-satunya jalan tembus tersebut hanya sengaja mereka siarkan kepada orang luar. Padahal masih ada jalan untuk bisa memasuki perkampungan Sin kiam san ceng. Celakanya jalan tembus yang sebenarnya teramat rahasia itu ternyata berhasil ditemukan Ting Peng. Cia sianseng bertindak sebagai seorang congkoan, terpaksa harus mengakui kebodohan sendiri.

Sebetulnya Cia Siau giok ingin membunuh Cia sianseng, asal ia masih memperlihatkan sikap melawannya, maka jurus pedangnya yang sangat lihay beserta ke tujuh belas macam senjata rahasianya yang sakti akan digunakan seluruhnya.

Jarang sekali ada jago persilatan yang mengetahui kalau dalam sakunya tersedia begitu banyak senjata rahasia, sekalipun Cia sianseng sendiri juga paling banter hanya tahu kalau dia bisa mengeluarkan tujuh delapan macam saja.

Tahu kalau tujuh delapan macam senjata rahasia itu setiap macamnya dapat merenggut nyawa manusia, tapi tidak tahu kalau sepuluh macam lainnya justru empat lima kali lipat lebih lihay. Kalau bukan begitu, sebagai seorang gadis muda, bagaimana mungkin dia bisa berubah menjadi Giok Bu sia dan memimpin Lian im cap si sat seng untuk menteror dunia persilatan.

Sikap rela untuk menerima kematian di saat terakhir, coba kalau dia berani memperlihatkan sikap melawan terhadap Cia siau giok, mungkin saat ini nyawanya sudah putus. Justru kerena dia memberikan kepalanya untuk dipenggal, nyawanya malah selamat dari ancaman maut.

"Sudah kau sadari bahwa kau telah berbuat kesalahan?" Cia Siau giok menegur dengan suara dingin.

"Yaa, hamba memang pantas untuk mati!" sahut Cia sianseng dengan ketakutan.

Berbicara soal tingkat kedudukan dalam keluarga Cia sianseng semestinya Cia sianseng adalah adik famili dari Cia Siau hong atau paman dari Cia Siau giok sendiri. Tapi soal susunan tingkat dalam keluarga dinilai sudah usang pada jaman itu, lambat laun penganutan makin berkurang sehingga meski masih ada hubungan famili, kalau sudah jauh hubungannya akan semakin kecil pula perhatiannya.

Tingkat kedudukan dalam keluarga telah terpengaruh sama sekali oleh tingkat sosial, kecuali beberapa keluarga yang ikatan familinya masih amat dekat sehingga mau tak mau harus dihormati, selebihnya sudah tidak masuk dalam daftar lagi.

Mencari anak keturunan dari famili jauh untuk dijadikan pembantu pun bukan suatu kejadian aneh pada waktu itu, sebab mencari pekerjaan pada waktu itu pun harus di buat dari silsilah keluarganya, maka walaupun Cia sianseng menjadi anak buah, diapun merasa rela sekali.

Setetah mendengus dingin, kembali Cia Siau giok berkata: "Butiran kepala anjingmu masih bisa bercokol diatas tengkukmu, dikarenakan kau masih tahu diri, mengerti kalau kau pantas untuk mampus, hmm... coba kalau tidak begitu..."

Maksud dari perkataan itu, masih untung otaknya dapat bekerja keras dan segera mengetahui kesalahan sendiri, coba kalau tidak maka. Keadaan Cia sianseng sekarang betul-betul mengenaskan sekali, dia membungkukkan badannya seperti udang yang sudah matang, sahutnya dengan suara gemetar:

"Benar, benar, hamba sama sekali tak menyangka kalau Ting Peng sedang memerankan permainan combret emas melepaskan diri dari kulitnya, padahal dahulu dia tak pernah meninggalkan keretanya!"

"Aaaii, bukan cuma kau saja yang tak menduga" kata Cia Siau giok sambil menghela napas. "bahkan aku pun sama sekali tak menyangka kalau dia merubah kebiasaannya secara tiba-tiba!"

Siau hiang yang berada disampingnya pun ikut tertawa, katanya: "Hal ini sesungguhnya bukan merupakan kebiasaan dari kongcu kami, padahal dia paling benci untuk menunggang kereta, meskipun ini nampaknya sangat indah dan mewah, tapi kalau duduk terus didalamnya maka lama kelamaan akan terasa kesal dan bosan, pada hakekatnya merupakan sesuatu siksaan batin, oleh sebab itu dia tak pernah mengundang orang lain untuk naik kereta bersama, karena dia kuatir orang lain akan mengetahui juga kalau naik kereta itu tak enak!"

"Kalau toh naik kereta tidak enak mengapa sepanjang hari dia duduk melulu dalam keretanya?" tanpa terasa Cia Siau giok bertanya.

Dia mengharapkan orang lain menganggapnya duduk dengan nyaman, mengira hal ini sebagai kebiasaannya, sebagai perlambangnya, dimana kereta itu berada, disitu orangnya berada, kemudian bilamana keadaan dirasakan perlu dan dia harus meninggalkan kereta untuk melakukan suatu tugas rahasia, orang tak akan menduga sampai ke sini"

Cia Siau giok maupun Cia sianseng berdua sama-sama merasakan pipinya seperti ditampar orang. Paras muka Cia sianseng lebih merasa lagi, walaupun Cia Siau giok tidak kena tampar, namun wajahnya pun mulai memerah juga.

Semua rasa mangkel Cia Siau giok terpaksa dilampiaskan semua ke atas kepala Cia sianseng, katanya tiba-tiba dengan dingin: "Dalam hal dia menggunakan kereta kosong untuk memerankan siasat kim cian tou ku (comberet emas melepaskan diri dari kulit) aku memang tak bisa menyalahkan tapi dari tepi sungai sampai naik ke perahu dan tiba dipantai seberang, ternyata kau belum juga tahu kalau kereta tersebut adalah sebuah kereta kosong, inilah kesalahanmu yang pantas dihukum mati!"

"Nona, kau toh mengerti juga" rengek Cia Sianseng dengan wajah memelas, "selamanya Ting toaya tak pernah mengijinkan orang lain untuk mendekati keretanya!"

"Itupun suatu kenyataan!" Tapi Cia Siau giok segera tertawa dingin, katanya cepat: "Alasan tersebut tidak berlaku untukmu, kau adalah seorang congkoan, seharusnya kau berdaya upaya untuk mencari akal dan menyelidiki hal itu, keteledoranmu ini merupakan dosa yang besar, bagaimana pun kau ingin melepaskan diri, jangan harap bisa lolos dari kesalahan tersebut!"

"Hamba tahu salah!" Cia sianseng menundukran kepalanya semakin rendah.

Cia Siau giok menghela napas panjang, katanya lagi: "Sekarang baru mengaku salah apa gunanya, Ting Peng telah melakukan perjalanan keliling di seluruh perkampungan, bahkan dia keluar dengan membawa dua orang!"

"Dia masuk melewati jalan yang mana?" tanpa terasa Cia sianseng bertanya dengan persaaan hati bergetar keras.

Dengan perasaan mendongkol Cia Siau giok segera berseru: "Kalau kau bertanya kepadaku, maka aku harus bertanya kepada siapa?"

Cia sianseng merasa benar-benar terbentur pada batunya, dia pun tahu pertanyaan itu sama artinya dengan suatu pertanyaan yang tak berguna, bisa mengetahui Ting Peng masuk melewati jalan yang mana, tanda bahaya tentu sudah dibunyikan didalam perkampungan. Terpaksa dengan wajah tersipu-sipu dia berkata: "Entah dia telah berkunjung kemana saja"

"Semua tempat tempat yang tak boleh di kunjungi, telah dikunjungi semua olehnya"

"Bagaimana mungkin dia bisa menemukan tempat itu?"

"Ada orang yang bertindak sebagai petunjuk jalan baginya, dengan petunjuk orang itu, tempat mana lagi yang tak bisa dikunjungi?"

"Siapa? Aah, mustahil, orang dari perkampungan pun tidak akan mengetahui tempat itu."

Cia Siau giok tertawa dingin. "Heeehh... heeeehhhh... heeehhh... tapi ada dua orang yang mengetahui keadaan yang sesungguhnya telah bekerja sama dengannya, bila begitu halnya tentu saja keadaannya berbeda."

"Tapi hanya dua orang yang mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, yang seorang adalah nona sendiri!"

"Tentu bukan aku bukan?"

"Tentu saja, tentu saja!" buru-buru Cia sianseng berseru, "tapi orang kedua adalah hamba sendiri!"

"Kalau bukan aku, sudah barang tentu kau, sebab disini tiada orang ke tiga!"

"Nona, kau jangan bergurau," buru-buru Cia sianseng berseru dengan hati gugup, "masa hamba akan bersekongkol dengan orang luar?"

"Aku tak akan menuduhmu yang bukan-bukan."

Belum sempat Cia sianseng memberikan bantahan apa pun, Cia Siau giok telah menyambung lebih jauh.

"Kau telah terkena siasat memancing harimau turun gunungnya, bahkan terkururg disini, sedangkan gentong-gentong nasi didalam pun sedang ribut membubarkan diri, tak seorang pun yang tahu kalau Ting Peng sudah masuk ke dalam, bukankah hal ini sama artinya dengan menjadi penunjuk jalan baginya?"

Cia sianseng hanya bisa menarik napas panjang-panjang, hal ini bukan kesalahannya, tapi bila terjadi sesuatu maaka semuanya itu menjadi tanggung jawab dari seorang congkoan. Cia Siau giok bisa saja melimpahkan semua pertanggungan jawab tersebut kepadanya, tapi ia tak dapat melimpahkan pertanggungan jawabnya kepada siapapun, sebab penjagaan dalam perkampungan menjadi tanggung jawabnya.

Di hari-hari biasa dia selalu menganggap dirinya paling hebat, tak pernah terjadi suatu persoalan apa pun, sungguh tak disangka hari ini bukan saja sudah dipecundangi orang, bahkan betul-betul dipecundangi habis-habisan. Kini, suaranya sudah turut berubah, dengan suara yang parau dia bertanya: "Entah dua orang yang mana yang telah dibawa pergi olehnya?"

Dari mimik wajah Cia Siau giok, dia tahu kalau dua orang itu pasti merupakan dua orang yang penting sekali artinya, tapi diam-diam ia berdoa, moga-moga saja kedua orang tersebut bukan dua orang tersebut. Kalau tidak, ia lebih suka mati terbunuh di tangan Cia Siau giok sedari tadi. Siapa tahu jawaban dari Cia Siau giok justru merupakan jawaban dari apa yang tak ingin di dengarnya....
Selanjutnya,
Golok Bulan Sabit Jilid 24