Golok Bulan Sabit Jilid 18 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Golok Bulan Sabit Jilid 18
Karya : Khu Lung
Penyadur : Tjan ID

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
"AAAA... dari kejayaan yang cemerlang ibarat mata hari di angkasa, dalam sekejap mata pamor kita sudah runtuh sedemikian rupa, dari empat orang tianglo, tiga orang telah berkhianat, tentunya merekapun disebabkan alasan yang sama bukan?"

"Benar, meskipun mereka menjabat sebagai tianglo dari perguruan kita, namun sama sekali tidak merasakan kewibawaan dari seseorang yang memegang kekuasaan besar, bila sampai melanggar peraturan, tetap harus menjalankan hukuman seperti lainnya, yaaa.. walaupun peraturan ini diperlakukan demi kepentingan kita sendiri dan agar semua orang meningkatkan kewaspadaannya, tapi bagai manapun juga peraturan mana memang kelewat keras dan ketat..."

"Aku pernah berkata kepada yaya, pendapat serta pandangan dia orang tua sebenarnya keliru, tapi dia bilang peraturan tersebut tak boleh dirubah, makin tinggi kedudukan seseorang, dia harus semakin mawas diri dan selalu waspada, tak boleh melakukan pelanggaran ataupun kesalahan, seperti penghianatan dari ke tiga orang tianglo itu yaya menganggap bukan kesalahan dari peraturan, melainkan moral dan iman merekalah yang tak kuat memikul tugas berat ini, seperti paman Tong, bukankah kau tak pernah melanggar peraturan barang sekali pun?"

Sambil menundukkan kepala Dewa bukit itu menghela napas panjang. "Aaaai, meskipun peraturan dari majikan tua sangat ketat, tapi dia sendiripun tetap melaksanakan dengan bersungguh hati. aku masih ingat, suatu ketika tanpa disengaja ia telah melanggar peraturan, namun seperti juga anggota perguruan lain, dia membuka pakaian sendiri dan menerima siksaan di garang api di hadapan umum, ketika kami berempat memohon ampun kepadanya agar dia menyudahi perbuatannya itu, kami malah dicaci maki habis-habisan, sejak itulah aku semakin menaruh hormat kepada majikan tua, sayangnya orang lain tidak berpendapat demikian"

Setelah berhenti sebentar, katanya lebih jauh: "Tapi beginipun ada baiknya juga, setelah terjadi perubahan, meski anggota kita tidak banyak lagi jumlahnya, namun sebagian besar adalah orang-orang yang benar-benar setia pada perguruan, cuma saja masih ada sebagian kecil manusia yang tidak sependapat..."
Ketika sorot matanya yang tajam dialihkan ke wajah Siau Im, dengan wajah pucat pias gadis itu berseru: "Tong toa siok, selama ini aku selalu setia dan berbakti kepada nona, kalau kau tidak percaya boleh ditanyakan kepada nona"

Dewa bukit mendengus dingin. "Siau Im, kau dan Siau Hiang berdua mengikuti tuan putri, majikan tua telah mencoret nama kalian dari keanggotaan perguruan..."

"Baik... Cuma kami masih seringkali mengadakan hubungan kontak dengan perguruan"

"Hal itu dikarenakan untuk membantu Ting Kongcu, meskipun ia berhasil melatih ilmu golok sakti yang tiada tandingannya dikolong langit, tapi masih kekurangan pengalaman dalam dunia persilatan. selain ini persoalan dunia persilatan masih kelewat peka baginya, itulah sebabnya majikan tua mengijinkan anggota perguruan kita untuk melaporkan segala gerak gerik dalam dunia persilatan serta memberikan pelbagai bantuan yang kalian butuhkan demi suksesnya dia. Namun berikut Tuan putri sendiri kalian hanya berkedudukan sebagai tamu belaka, mengerti kau?"

"Tecu mengerti"

"Kalau sudah mengerti hal ini lebih bagus lagi" Dewa bukit tertawa dingin, "kalau begitu, hal mana menunjukkan pula jika bohongmu kurang pintar, kau seharusnya dapat berpikir, lencana ular emas adalah lencana yang paling tinggi didalam perguruan sekalipun kau masih berada dalam perguruanpun masih belum pantas untuk menerima perintah ini, apalagi kau sudah bukan anggota perguruan lagi"

Paras muka Siau Im segera berubah hebat. "Tapi lencana tersebut benar-benar kudapatkan dari utusan berbaju emas"

"Semua gerak gerikmu selama ini selalu berada dalam genggamanku, kau mengatakan utusan berbaju emas menyerahkan lencana itu kepadamu dalam rumah penginapan, bukankah waktu kejadiannya telah berlangsung setengah bulan berselang?"

"Betul! Hari itu adalah bulan sembilan tanggal dua belas."

"Utusan berbaju emas meninggalkan markas perguruan pada bulan sembilan tanggal sembilan, mungkin tujuannya adalah untuk bekerja sama dengan operasimu, sayang dia setelah kutangkap dan kubunuh pada bulan sembilan tanggal sebelas, masa sukmanya yang datang mencarimu?"

Kontan paras muka Siau Im berubah makin pucat pias. Terdengar Dewa bukit berkata lebih jauh: "Aku percaya lencana ular emas itu sudah diserahkan kepadamu jauh hari sebelumnya, karena bulan sembilan tanggal sembilan majikan tua berziarah ke kuburan, maka semua tanda perintah telah diperiksanya dengan seksama, padahal lencana ular emas ditangan utusan berbaju emas telah kurang dua batang, jika diperiksa rahasianya pasti akan ketahuan, maka itulah dia buru-buru melarikan diri, Aku tahu antara dia dengan Kim say tianglo mungkin ada hubungan akupun selalu memperhatikan gerak geriknya."

Sekarang paras muka Cing-cng baru berubah membesi serunya dengan suara dalam: "Siau Im, benarkah kau sedang berbohong"

Siau Im segera menjatuhkan diri berlutut ke atas tanah, buru-buru serunya dengan suara mengenaskan: "Siau Im mohon mati saja"

Cing cing segera menghela napas panjang; "Aaaai... Siau Im, aku menganggap dirimu seperti saudara sendiri, bahkan suamikupun kuserahkan kepadamu untuk kau nikmati, mengapa kau masih bersikap demikian kepadaku?"

Siau Im tidak menjawab, walau hanya sepatah katapun, dia hanya menyembah berulang kali membentur-benturkan kepala-nya di atas tanah.

"Siau Im" kembali Dewa bukit berkata, "Perintah yang diturunkan kepadamu ini benar-benar keterlaluan, dengan kemampuan yang kau miliki, bagaimana mungkin kau sanggup membunuh Ting kongcu?"

"Yaa, jika berada dalam suatu situasi yang istimewa, tentu saja dia sanggup melakukan hal itu," kata Cing cing, "coba kalau aku tidak datang tepat pada waktunya, mungkin dia telah berhasil"

"Mustahil, bila Ting Peng begitu gampang dibunuh orang, dia bukan bernama Ting Ping"

Orang yang berbicara adalah seorang sastrawan setengah umur yang sangat ganteng, pelan-pelan dia berjalan mendekat.

Cing cing segera menjatuhkan diri berlutut serunya: "Cing cing menghunjuk hormat buat yaya"

Lelaki setengah umur itu segera menariknya bangun kemudian katanya sambil tertawa: "Nak, kau datang kemari untuk mengajak yaya beradu jiwa?"

"Cing Ji, tidak berani" buru-buru Cing cing berseru: "aku hanya ingin bertanya kepada yaya mengapa kau menurunkan perintah tersebut?"

Dengan penuh kasih sayang lelaki setengah umur itu membelai rambutnya yang hitam, kemudian berkata:."Kau anggap yaya dapat berbuat demikian?"

"Tidak! Cing cing tak akan berpendapat demikian, itulah sebabnya Cing ji sengaja datang kemari untuk mencari tahu keadaan yang sesungguhnya, bila yaya sungguh mempunyai maksud begitu, Cing ji tak bakal datang lagi kemari"

"Ooooh...apa maksudmu tak akan datang lagi kemari?"

"Cing ji akan melaksanakan perintah dari Yaya"

"Sungguhkah itu?"

"Tentu saja sungguh, bahkan Ting Peng juga tak akan melawan, dia pasti akan menyerahkan diri untuk mati. Jiwanya ditolong oleh yaya, segala sesuatu yang diperolehnya hari ini juga berasal dari yaya, bila yaya suruh dia mati, dia tak akan ragu-ragu"

"Kau berani menjamin?"

"Bila yaya suruh dia melakukan suatu perbuatan yang tak ingin dia lakukan, mungkin saja dia akan melawan, tapi bila yaya suruh dia mati, dia pasti akan menurut, Cing ji cukup memahami perasaannya, Cing ji berani menjamin"

Dengan perasaan terhibur lelaki setengah umur itu tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haahh... bagus! Bagus sekali asalkan bocah itu mempunyai ingatan demikian, tidak sia-sia aku telah mengorbankan banyak pikiran dan tenaga baginya"

"Sekalipun yaya tidak memberi tahukan kepadanya, tapi Cing ji percaya dia pasti tahu kalau tenaga dalam yang dimilikinya sekarang merupakan hasil pemberian yaya kepadanya! Dan lagi diapun bukan seorang manusia yang lupa budi"

"Dia menganggap kau sebagai rase?"

"Soal ini Cing ji kurang jelas, seharusnya dia sudah mempunyai suatu gambaran tentang diriku, tapi dia masih saja menganggap kami sebagai siluman rase"

Lelaki setengah umur itu pun lalu tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... bocah pintar, tak nyana dia begitu pikun, kalau ia beranggapan demikian, jadilah kau sebagai rase yang baik"

"Bagaimana di kemudian hari?"

Kembali lelaki setengah umur itu tertawa. "Tak usah kau perdulikan kemudian hari, urusan besok pikirkan besok, apa lagi siapapun tak dapat menduga, asal saja kau harus mempercayai satu hal, yaya tak akan melakukan perbuatan yang mencelakai kalian, terutama Ting Peng, rasa sayang yaya terhadapnya tidak lebih besar daripada rasa sayangku kepadamu"

"Cing Ji mengerti"

Lelaki setengah umur itu segera menepuk bahunya, lalu berkata lagi: "Asal kau sudah mengerti, itupun bagus sekali, bawalah Siau Im dan pergilah dari sini! Lain kali jangan sembarangan pergi lagi, sebab kami harus pindah tempat lagi"

"Pindah tempat lagi? Mengapa?"

"Kalau kau saja dapat menemukan tempat ini, kau anggap tempat ini aman?"

Dewa bukit agak sangsi sebentar, kemudian baru katanya: "Majikan, kau hendak melepaskan Siau Im?"

Lelaki setengah umur itu segera tertawa: "Kalau toh dia bukan termasuk anggota perkumpulan kita, berarti kitapun tidak berhak untuk menghukum dirinya?"

"Tapi dia telah mendapatkan lencana ular emas dari perkumpulan kita..."

"Bukan lencana ular emas yang diperolehnya, sebab sejak bulan sembilan tanggal sepuluh lencana ular emas kita sudah punah, dia tidak melakukan kesalahan apa-apa, sedang perbuatannya yang mengancam jiwa Ting Peng pun merupakan urusan keluarga mereka sendiri, kita tak berhak untuk mencampurinya. Unta tembaga bagaimana menurut pendapatmu?"

"Baik, majikan" dengan hormat Dewa bukit menjura.

"Aku merasa gembira sekali karena persoalannya bisa berkembang menjadi begini, Cing ji, meski kau tidak masuk waktu itu, diapun tak akan mampu membunuh Ting Peng, karena jalan nadi Seng si hian kwannya sudah tembus, sebilah pisau belati tak nanti bisa membinasakan dirinya, dan aku percaya orang yang memerintahkan kepadanya untuk turun tanganpun mengerti juga akan hal ini"

"Kalau memang begitu, mengapa dia masih menyuruh aku turun tangan?" tak tahan Siau Im bertanya.

"Dia hanya bertujuan dalam kegagalanmu nanti, kau mengatakan akulah yang menyuruhmu berbuat demikian, agar Ting Peng membenci diriku"

Siau Im menundukkan kepalanya membungkam diri, ia tidak berbicara apa-apa lagi.

Kembali lelaki setengah umur itu berkata: "Sekalipun kau enggan mengatakan siapakah orang yang menyuruhmu, tapi aku pun tahu kalau orang itu adalah Kim say (singa emas) sebab hanya dia yang dapat memerintahkan kepada utusan berbaju emas untuk mencuri lencana ular emas dan diserahkan kepadanya sebelum diberikan kepadamu."

Tiba-tiba Siau Im berlutut dan menyembah tiga kali, kemudian diapun menyembah kepada Dewa bukit serta Cing cing. setelah itu baru bangkit dan beranjak pergi dari situ.

"Siau Im, kau hendak ke mana?" Cing cing segera menegur.

"Budak mengucapkan terima kasih atas kebaikan hati majikan yang telah mengampuni selembar jiwaku, sedang nona pun tak bisa kutinggali lebih lama lagi, oleh sebab itu aku hendak pergi untuk melanjutkan hidup sendiri..."

"Apakah Kim say akan menerimamu?" seru Cing-cing. Siau Im tertawa lembut.

"Budak tidak tahu, sewaktu dia menyerahkan tugas tersebut kepadaku, ia hanya bilang bila berhasil aku harus segera pergi ke suatu tempat, dimana ada orang yang akan mengatur segala sesuatunya bagiku. sekarang setelah mendengar penjelasan dari majikan, baru bisa kusimpulkan kalau ia telah menduga bahwa budak pasti akan mati dan tak bakal berhasil, karenanya tempat yang dijanjikan sudah pasti merupakan tipu muslihat belaka..."

"Bagaimanakah watak si singa emas aku rasa kaupun mengetahui jelas, lelaki setengah umur itu tertawa, "kecuali dia masih membutuhkan dirimu, kalau tidak, jangan harap dia bisa membiarkan kau hidup terus"

Siau Im segera menghela napas panjang, jelas diapun mengetahui tentang hal itu.

"Siau Im, aku tidak habis mengerti, mengapa kau harus menuruti perkataan mereka?" tiba-tiba Cing cing bertanya.

"Karena aku ingin hidup terus" sahut Siau Im sambil tertawa lembut.

"Apakah tidak menuruti perkataan mereka kau tak bisa hidup lebih lanjut?"

Siau Im memandang sekejap ke arah lelaki setengah umur itu, ternyata dia pun berdiri dengan wajah amat serius. Terdengar ia berkata:

"Seandainya kau berada di sini, aku tak berani menjamin kau pasti tak akan terluka, karena akupun tidak tahu apakah di sini masih terdapat orang-orang mereka"

"Tapi jika kau mengikuti aku, kujamin keselamatanmu, sebab di sisiku hanya ada kau Siau hiang dan Ah Ku tiga orang" ucap Cing cing, "mereka berdua adalah orang yang amat setia kepadaku, aku menaruh kepercayaan penuh terhadap mereka"

"Nona kecuali kau sepanjang hari mengikuti disamping Ting kongcu, kalau tidak kau sendiripun tidak cukup aman, ilmu silatmu tak akan bisa menangkan kelihaian Kim say tianglo"

"Mungkin" Cing-cing tertawa, "tapi ia tak berani mengusik diriku, karena bila dia membunuhku, maka Ting kongcu pasti akan pergi mencarinya untuk menuntut balas"

"Tapi, apakah nona masih bersedia menerimaku?"

"Mengapa tidak?" Cing cing tertawa, "selama ini aku tak pernah mengatakan tak mau, apalagi kita sudah berkumpul banyak tahun, tentu saja bila kau sudah mempunyai tempat yang lain, akupun tak akan menghalangi kepergianmu, tapi daripada mengembara tanpa tujuan, lebih baik mengikuti diriku saja"

Akhirnya Siau Im berjalan kembali. Dengan perasaan bangga lelaki setengah umur itu memandang sekejap, ke arah Cing-cing, kemudian hiburnya:

"Cing ji, kau bagus sekali, kau lebih mengerti memaafkan orang lain daripada diriku, kau pasti akan hidup dengan bahagia. Sayang kelewat terlambat kupahami akan hal ini, seandainya sedari dulu akupun memahami teori semacam ini, mungkin aku tak akan menemukan akibat seperti apa yang ku alami hari ini"

Dengan cepatnya dia membalikkan badan tujuannya agar orang lain jangan sampai melihat air matanya. Cing cing mengetahui sangat jelas, dia manggut-manggut kepada Dewa Bukit sambil berkata:

"Paman Tong, aku pergi dulu, semoga kau baik-baik menjaga diri, lain kali aku akan datang lagi untuk menjengukmu"

Dia tidak meminta diri kepada kakeknya, sebab dia tahu yayanya melengos ke arah lain karena ia tak tega menyaksikan dirinya meninggalkan tempat tersebut. Menurut kepercayaan dalam perkumpulannya, air mata adalah air suci yang paling berharga dalam hidupnya. tiap orang hanya boleh mengucurkan air mata sebanyak dua kali.

Diapun tahu, air mata pertama dari yayanya telah terleleh keluar... Air mata itu meleleh keluar waktu mendengar bait syair dari Siau lo it ya teng cun hi. Sudah pasti bait syair tersebut mencakup suatu kisah kejadian yang amat memedihkan hati, cuma sayang siapa pun tidak tahu kejadian apakah itu, bahkan nenek yang paling dekat hubungannya dengan diapun juga tidak tahu.

Air mata kedua dari yayanya belum meleleh keluar dan air mata tersebut jelas tak akan dibuang dengan percuma. dengan sangat hormatnya dia menyembah kepada bayangan punggung lelaki itu, kemudian mengajak Siau Im meninggalkan tempat tersebut.

Siau Im berjalan dimuka, Cing cing berjalan di belakang, mereka berdua sama-sama menunggang kuda. Sebab bagaimanapun juga mereka bukan rase yang sebenarnya, tak bisa terbang ke langit dan masuk ke bumi, tak dapat pula melenyapkan diri.

Sedang perjalanan kali ini mereka telah menempuh perjalanan yang cukup jauh, bagaimanapun mereka mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk berjalan di daratan, tak mungkin mereka bisa menempuh perjalanan jauh dengan berjalan belaka sebab itu mau tak mau mereka harus menunggang kuda.

Mereka berdua sama-sama mengenakan pakaian biasa, sebab itu mereka nampak amat menyolok, masih untung wajah mereka ditutupi dengan selembar kain kerudung, kalau tidak mungkin peristiwa ini akan menimbulkan kegemparan...

Cukup dilihat dari potongan badan Cing cing yang indah menawan serta sikap anggun yang terpancar dari gerak-geriknya, hal mana sudah cukup untuk mempesonakan hati orang lain, apalagi setelah menyaksikan paras mukanya yang cantik jelita, mungkin seperti apa yang dialami Ting Peng, perjalanannya akan diikuti segerombol manusia.

Dengan susah payah mereka telah keluar dari kota, manusia yang berlalu lalang semakin sedikit sehingga kuda bisa dilarikan berjajar. Cing cing melarikan kudanya menyusul ke depan, lalu terdengar Siau Im berkata dengan murung:

"Nona, cara kita ini gampang menimbulkan keonaran"

"Aku mengerti, tapi apa daya?"

"Sebenarnya kita bisa saja menyamar"

"Aku tahu, tapi dengan dandanan seperti itu, justru akan semakin banyak kesulitan yang bakal kita jumpai, dengan dandanan kita sekarang, tentu tidak sedikit orang yang mengenali kita, mereka belum tentu berani mengusik aku, sebaliknya bila kita menyaru sebagai dandanan lain, betul bisa mengelabuhi sementara orang, namun tak akan bisa melamuri seorang ahli, seandainya mereka turun tangan secara diam-diam, kematian kita mungkin tak akan diketahui orang"

Setelah dipikir-pikir dan merasa apa yang dikatakan benar, Siau Im menghela napas panjang, katanya: "Nama kongcu kelewat besar dan lagi dia pun kelewat cepat menjadi tenar, dari seorang manusia tak bernama sebentar saja sudah menjadi manusia paling tenar di dunia ini bahkan sejajar dengan nama Cia Siau hong, tentu saja terdapat banyak orang yang tak akan percaya, tidak puas dan ingin mencoba, justru karena persoalan inilah sering kali akan timbul banyak kesulitan"

Cing cing menghela napas panjang: "Aaaai... Cia Siau hong sudah banyak tahun menjadi tenar, tapi dia toh belum dapat menghadapi semua kesulitan yang dihadapinya"

"Sekalipun demikian, toh orang yang berani mengunjungi perkampungan Sin kiam san ceng untuk mencari gara-gara sedikit sekali"

"Hal tersebut hanya dikarenakan Cia Siau hong sudah tidak mencampuri lagi urusan dunia persilatan selama banyak tahun, bahkan oleh sementara orang dianggap sebagai seorang malaikat, kalau tidak dia masih tetap sama saja melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, sebab hal ini tak mungkin bisa dihindari, kesulitan pun tetap akan berdatangan, ada yang dia sendiri yang mencari, ada pula orang lain yang sengaja datang mencari"

"Bagaimana dengan kongcu sekarang?"

Cing cing tertawa. "Sekarang dia tak usah mencari orang lagi, mencari Cia Siau hong seorang sama artinya dengan menerima semua kesulitannya, bahkan kami pun harus ikut pula menghadapi kesulitan-kesulitannya itu"

"Tapi kongcu mempunyai nama besar, orang yang berani mencari gara-gara dengannya pun sudah pasti bukan manusia sembarangan"

"Yaa, sudah pasti bukan manusia sembarangan, orang yang tidak takut mati tetap sedikit jumlahnya, banyak orang banyak bicara nyaring mulut, tapi setelah rasa kematian berada di depan mata, mungkin dia jauh lebih takut mati daripada yang lainnya."

Siau Im tertawa. "Jangan lagi mencari gara-gara dengan kongcu, orang yang berani mencari gara-gara dengan kita berdua pun, paling tidak harus mempunyai sedikit kemampuan"

Cing cing termenung sebentar, tiba-tiba katanya: "Kau keliru"

"Aku keliru?" Siau Im tertegun:

"Benar kesulitan telah muncul di depan mata sekarang, bahkan kelompok manusia tersebut tampaknya tidak memiliki kepandaian yang terlalu hebat...."

Dia menunjuk ke depan dengan cambuk kudanya, benar juga tujuh delapan orang lelaki kekar telah berdiri di tepi jalan sambil membusungkan dada, ada yang membuka pakaian bagian dadanya sehingga nampak ototnya yang kekar dan kuat.

Orang-orang itu berperawakan tinggi kekar, dalam pandangan sementara orang mereka adalah Hohan, enghiong, hokiat, karena orang-orang ini sering kali berkelana di jalanan, membuat keonaran di dalam rumah makan, tapi dalam pandangan seorang ahli silat, mereka belum masuk hitungan.

Berbicara soal bobot, mereka tak lebih cuma kaum berandal yang bercokol di suatu daerah tertentu. Orang-orang itu semuanya membawa senjata tajam, ada yang membawa tombak, golok, gada dan lain sebagainya, sedang wajah merekapun menunjukkan sikap seolah-olah hendak mencari gara-gara.

Biasanya, didalam kelompok berandal semacam ini, sudah pasti terdapat seorang yang menjadi pentolannya. Pentolan tersebut mungkin saja tak pandai bersilat, atau hanya bisa berapa macam kembangan, tapi syarat untuk menjadi seorang pentolan bukanlah silat ilmu saja, melainkan harus memiliki dua macam benda, pertama adalah uang dan kedua adalah kekuasaan.

Kebanyakan pentolan mereka adalah keturunan orang kaya yang tak suka bekerja, kini dalam kelompok merekapun terdapat seorang semacam ini. Kelompok manusia-manusia tersebut kebanyakan tak punya pekerjaan tetap di hari-hari biasa, mereka sering kali menggoda istri atau anak gadis orang, suka memeras dan menganiaya rakyat kecil.

Tapi kali ini kelompok berandal itu bukan cuma berani mencari gara-gara di tengah jalan raya, bahkan berani pula mengusik Cing cing dan Siau Im, tampaknya nasib sial telah menanti mereka.

Siau Im yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa katanya: "Nona, kawanan manusia tak punya mata ini berani mencari gara-gara dengan kita, biar kuberi pelajaran kepada mereka"

"Kita tak punya banyak waktu untuk ribut dengan mereka" kata Cing cing dengan kening berkerut.

"Sekalipun aku tidak pergi mencari mereka, aku rasa kitapun tak bisa aman tentram tanpa urusan, agaknya mereka sudah bertekad untuk mencari gara-gara dengan kita"

Puluhan pasang mata berandal sama ditujukan ke tubuh mereka, tampaknya memang itulah yang mereka harapkan. Tatkala kedua belah pihak hampir saling bersua itulah, Kongcu hidung bangor itu memerintahkan orangnya untuk berdiri sejajar untuk menghadang jalan pergi orang, jelas mereka memang bermaksud untuk mencari gara-gara.

Kemudian lelaki hidung bangor itu berdiri sambil menggoyang-goyangkan kipasnya sambil picingkan mata dia bergumam: "Bagus, bagus sekali... sudah lama aku tidak bersua dengan barang bagus, tampaknya kali ini cukup menawan hati"

Siau Im segera memberi tanda kepada Cing cing, kemudian sambil tertawa genit dia membungkukkan badannya sembari berkata: "Kongcu, harap kau suka memberi jalan lewat buat kami berdua berhubung ada urusan penting kami berdua harus segera melanjutkan perjalanan."

Lelaki hidung bangor itu tertawa semakin keras, serunya: "Nio-cu berdua, suami kalian benar-benar tak mengerti bagaimana menyayangi gadis cantik, sekalipun ada urusan yang lebih pentingpun tak seharusnya menyuruh kalian yang melakukan"

"Yaa, apa boleh buat" kata Siau Im sambil menunjukkan muka masam," dirumah hanya ada siang-kong seorang sebagai orang lelaki apa lacur, diapun sedang keluar rumah terpaksa siau nio-cu kami harus turun sendiri ke desa untuk menagih hutang"

Lelaki hidung bangor itu mengangguk. "Hemm, sungguh menggemaskan sekali, sungguh menjengkelkan, lelaki itu benar-benar sangat tolol, sudah memiliki istri cantik seperti kalian, ia masih tega meninggalkan kalian untuk pergi jauh, Pun kongcu benar-benar merasa tidak puas akan hal ini"

"Kongcu ya, jangan bergurau, majikan tua kami sedang menderita sakit, sekarang lagi menunggu kami membawa uang untuk pulang memanggil tabib, harap kau jangan mengganggu perjalanan kami"

"Ooooh.... rupanya Lo thay-thay sedang sakit" pemuda hidung bangor itu tertawa. "Kalau begitu, memang tak boleh membuang waktu lagi, sudah sepantasnya kalian cepat-cepat mengundang tabib"

"Siapa bilang tidak, tapi tabib biasa tak akan dapat menyembuhkan penyakit majikan tua, penyakit itu baru dapat disembuhkan bila mengundang tabib kenamaan Yap Thian si, Yap sianseng dari kota So ciu, padahal ongkos perjalanannya amat banyak, terpaksa kami harus turun ke desa untuk menagih hutang, walaupun sudah memperoleh seratus tahil perak ternyata masih kurang, maka terpaksa kami harus pulang dan hutang dulu kepada tetangga"

Pemuda hidung bangor itu segera memperlihatkan rasa simpatiknya, diapun bertanya. "Sudah mendapatkan pinjaman?"

"Sekalipun tidak mendapatkan juga mesti berhutang, sebab apa boleh buat lagi? Kendatipun mesti membayar dengan bunga yang tinggi juga terpaksa namanya..."

"Apakah tidak terlalu rugi? Selamanya pun kongcu suka berbuat kebaikan, begini saja, kuberi pinjaman lima ratus tahil untuk kalian berdua..."

"Benarkah itu!" seru Siau Im kegirangan.

"Siau Im" Cing cing segera menegur, "kita tidak saling mengenal mana boleh meminjam uang kepada sembarangan orang?"

"Sau hujin, bukankah hal ini baik sekali? Daripada kita pulang ke rumah untuk meminjam kepada tetangga, mending kalau dipinjami, mengapa tidak kita terima saja bantuan dari kongcu ini."

"Setelah meminjam milik orang, dengan apa kita akan membayarnya di kemudian hari?"

Pemuda hidung bangor itu segera tertawa. "Rupanya soal inilah yang dikuatirkan Siau Nio-cu, tak usah kau pikirkan, justru karena pun kongcu mempunyai banyak uang dan tak tahu bagaimana mesti menggunakannya, aku senang berbuat demikian, kalau tidak percaya tanyakan sendiri kepada orang-orang ini, siapa yang tak pernah meminjam berapa ratus tahil kepadaku? Dan aku pernahkah menuntut kembali dari mereka..."

"Kongcu kami paling royal orangnya" seorang lelaki gemuk bermuka kuning turut menimbrung "Asal kami mau menemaninya bermain, hutang berapapun akan dianggap lunas"

"Hei si gemuk kuning, kau jangan mengaco belo. Pun kongcu justru merasa kasihan kepada kalian, kau anggap aku kekurangan orang untuk menemaniku bermain, maka menyuruh kalian menemaninya?"

"Benar! Benar! Hamba memang salah berbicara, asal kongcu bisa ditemani kedua orang siau nio-cu ini, tentu saja tidak membutuhkan kami lagi..."

Di atas wajahnya telah menunjukkan selapis hawa sesat yang menggidikkan hati. Siau Im menggertak gigi menahan diri, sementara senyuman manis masih menghiasi ujung bibirnya, dia berkata:

"Kongcu, kau jangan bergurau, kami tak pandai bermain pisau atau pedang, bagaimana mungkin bisa menemanimu untuk bermain.?"

Pemuda hidung bangor itu segera tertawa. "Aaaah... itu kan permainan orang-orang kasar, terhadap nona cantik seperti kalian berdua, tentu saja aku tak berani berbuat sembarangan, permainan kita tentu saja permainan yang halus dan lebih berseni"

"Permainan apa yang lebih berseni?"

"Seperti minum arak, membuat syair, menyanyi..."

"Aaaah, kongcu! permainan semacam itu hanya permainan para nona dari sarang pelacur, kami adalah perempuan-perempuan dari keluarga baik, mana bisa kami lakukan hal semacam itu?"

Kembali pemuda hidung bangor itu tertawa: "Ada semacam permainan yang dapat dilakukan oleh setiap perempuan, asal kalian bersedia menemani pun kongcu bermain satu kali, pun kongcu segera akan menghadiahkan dua ratus tahil perak kepada kalian."

Siau Im turut tertawa. "Akupun tahu kalau dikolong langit tak ada orang yang benar-benar berbaik hati, apalagi kalau memberi uang sebesar dua ratus tahil perak secara gratis. Hmmm, aku memang telah menduga, sudah pasti ada syaratnya."

"Cuma permainan semacam ini toh tak bakal merugikan kalian, apalagi tidak mengurangi apa-apa dari kalian, apa susahnya?!"

Siau Im lantas berpaling ke arah Cing cing sambil bertanya: "Siau hujin, bagaimana menurut pendapatmu?"

Sambil menarik muka Cing cing membentak: "Ngaco belo! Bedebah tak tahu malu, kau sendiri benar-benar tak tahu sopan dan malu, tak nyana berani amat mengucapkan kata-kata seperti itu dengan kami"

Siau Im menghela napas panjang. "Aaaaai, sau hujin, bukan aku yang tak tahu malu, tapi kau tentu sudah melihat, sendiri, hari ini tak mungkin kita berlalu dengan selamat dari sini, daripada menolak toh ada baiknya menuruti saja kemauannya, apa lagi dengan begitu kita seorang bisa mendapat dua ratus tahil perak."

Pemuda hidung bangor itu segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... betul tepat sekali, tampaknya Siau niocu ini lebih terbuka pikirannya, hari ini kebetulan saja Pun kongcu sedang keluar jalan-jalan dengan tak mudah aku pun telah berjumpa dengan kalian, bila tidak memberi kepuasan kepadaku, masa kalian akan kulepaskan dengan begitu saja?"

"Tapi kau tak boleh mengingkari janji dengan dua ratus tahil perak itu"

"Aaaaah, perkataan apakah itu?" seru pemuda hidung bangor itu tertawa, "asal kalian bersedia untuk bekerja sama dengan ku, sekarangpun pun kongcu membawa tiga empat ratus tahil perak, setiap saat uang tersebut dapat kalian bawa pergi"

"Kau tak boleh membohong lho, tiga empat ratus tahil perak bukan jumlah yang kecil, paling tidak harus dibungkus amat besar, apa kau tidak lelah membawanya kemana-mana?"

"Aaaah, uang ku tak pernah kugembol di dalam saku tapi digembol oleh anak buah ku, tidak percaya? Baiklah, Oh Piau coba bukakan bungkusan itu dan perlihatkan kepada mereka."

Oh Piau adalah seorang lelaki yang lain dia mengenakan pakaian ala centeng, di atas bahunya membawa sebuah bungkusan besar. Ketika bungkusan mana dibuka, ternyata isinya adalah uang perak yang berkilauan.

Sambil tertawa, Siau Im segera berseru: "Ooooh, ternyata kau benar-benar membawa uang perak, kongcu tentunya tak akan kau lakukan ditengah jalan raya, bukan?"

"Tentu saja tidak, di depan sana adalah rumahku, di situ ada makanan dan minuman, aku bermainpun lebih enakan di situ"

"Bagusnya sih memang bagus" kata Siau Im dengan kening berkerut," "tapi kami harus buru-buru melanjutkan perjalanan dan tak bisa ditunda lagi, kalau begitu apa cepatlah sedikit kongcu, kami berdua akan menunggang kuda dan berjalan lebih dulu, mari kaupun ikut bersama kami"

Berada di atas kudanya, dia mengulur tangannya ke depan, tangan itu putih mulus dengan kuku yang runcing. Pemuda hidung bangor tersebut nampak seperti terkesima, buru-buru diapun mengulurkan tangannya. Siau Im segera mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangannya dan menggenggamnya kencang-kencang.

Oleh serangannya seperti itu, kendatipun seorang jago persilatan juga akan menjadi kaku tubuhnya, akan tetapi pemuda hidung bangor itu seakan-akan tidak merasakan apa-apa pergelangan tangannya bagaikan terbuat dari baja saja, sama sekali tidak merasakan kesakitan.

Begitu terseret naik ke atas kuda, langsung dia merangkul pinggang Siau Im dan berkata sambil tertawa: "Siau Nio cu, tanganmu halus amat, baru memegang tanganku, separuh sukmaku serasa telah tergaet saja"
Ternyata orang yang kena tergaet sampai tak berkutik bukan pemuda hidung bangor itu melainkan Siau Im. Tubuhnya telah berada dalam pelukan pemuda hidung Bangor tersebut, ia seperti kena tenung saja berada dalam keadaan terpukau dan sama sekali tak berkutik.

Cing cing mengira, Siau Im sudah mulai memberi hukuman kepada pemuda hidung bangor tersebut, menunggu pemuda itu sudah turun dari kudanya dan ia melihat keadaan Siau Im barulah disadari jika keadaan tidak beres. Tampaknya pemuda hidung bangor yang telah dinilai amat rendah tersebut sesungguhnya adalah seorang jago lihay yang berilmu tinggi, mereka telah terlamur dibuatnya.

Kalau begitu penantian mereka di tepi jalan pun kemungkinan besar merupakan suatu intrik, suatu rencana keji, karena berbicara dari kemampuan yang dimiliki lelaki hidung bangor tersebut tak mungkin dia akan melakukan perbuatan seperti ini. Tapi lelaki hidung bangor tersebut bersikap seakan-akan tak pernah terjadi suatu peristiwa pun kepada Cing cing, katanya sambil tertawa ramah:

"Nona cilik, mari berangkat, lebih baik kita segera bekerja segera selesai, dalam waktu yang amat singkat kalian dapat untung dua ratus tahil perak, wooww.. tak ada pekerjaan yang lebih menguntungkan daripada pekerjaan yang kalian hadapi sekarang."

Si gemuk itu turut membusungkan dada dan berkata seraya tertawa: "Siapa bilang tidak, kami yang mengikuti kongcu ya malang melintang kesana kemari selama dua tiga bulan saja belum tentu bisa memperoleh persen sebanyak itu, yaa tampaknya perempuan cantik memang jauh lebih gampang mencari untung."

Tampaknya dia berniat untuk membangkitkan amarah Cing cing, sewaktu berbicara dia sengaja maju ke depan. Akan tetapi Cing Cing yang menyaksikan tingkah lakunya itu, dengan cepat menyadari kalau lawannya merupakan seorang jago lihay yang jarang di jumpai dalam dunia persilatan dewasa ini sebab seluruh tubuhnya seakan-akan dilindungi oleh selapis dinding hawa murni yang tak berwujud dan kuat sekali, sehingga seluruh badannya terlindung rapat sekali.

Tatkala dia memperhatikan pula kawanan lelaki yang lain, ternyata waktu itu mereka juga menunjukkan sikap bersiap sedia menghadapi pertarungan, agaknya setiap orang telah membangun selapis dinding hawa murni yang kuat untuk melindungi diri.

Cing cing bersikap amat tenang. Dia tahu dalam keadaan begini tak boleh panik, bila ingin meloloskan diri, dia harus menggunakan suatu tindakan yang luar biasa dengan cara yang luar biasa pula. Maka tanpa mengucapkan sepatah katapun dia melarikan kudanya ke depan, maksudnya hendak menerjang keluar dari situ.

Buru-buru kawanan lelaki itu maju ke depan menghalangi jalan perginya, tapi Cing cing telah menggunakan gerak maju sebagai mundur, dia mencambuk kudanya keras-keras dan kudanya dilarikan semakin kencang, sementara dia sendiri melompat bangun dari kudanya lalu melejit ke arah yang berlawanan dengan gerakan secepat sambaran kilat.

Walaupun dia bergerak cukup cepat, ternyata ada orang yang bergerak jauh lebih cepat dari padanya, lelaki yang gemuk itu tahu-tahu sudah mengejar ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Baru saja Cing Cing melejit sejauh belasan kaki dan melayang turun ke atas tanah, si gemuk kuning sudah menghadang di hadapannya, malah sambil tertawa cekikikan dia menegur:

"Nyonya kecil, kau hendak pergi ke mana?"

Cing Cing tidak menyangka kalau lelaki itu memiliki gerakan tubuh sedemikian cepatnya. Suatu ingatan segera melintas dalam benaknya, tanpa terasa dia berseru kaget: "Aaaah... kau adalah Kui Im cu (si bayangan setan) Ui ji hong...?"

"Nyonya cilik, rupanya kau kenal dengan julukanku itu?" si lelaki gemuk itu tertawa.

Cing Cing segera menenangkan hatinya, lalu berkata lagi: "Kalau begitu kalian adalah Lian Im cap si sat seng (empat belas bintang)?"

"Nyonya cilik, tampaknya kau cukup memahami semua jago yang berada dalam dunia persilatan, padahal kami beberapa orang tidak termasuk manusia yang ternama, nyatanya kau kenal kami semua"

Cing Cing tertawa dingin. "Heehh... heeehhh... heeeeeh... Walau pun empat belas bintang Lian im cip sah sat seng baru muncul selama berapa tahun dalam dunia persilatan, namun kalian sudah merupakan tokoh pembunuh yang menggetarkan sukma dalam golongan manusia hitam"

"Selamanya cara kerja kami memang gemar hitam makan hitam, tentu saja hal ini berakibat banyak orang iri, cuma pekerjaan itupun ada untungnya juga, sebab orang-orang yang harus kami hadapi semuanya adalah manusia yang pantas mampus, akibatnya tiada orang yang menuduh kami sebagai kawanan manusia laknat yang berdosa besar dan pantas dibikin mampus"

"Aku bukan orang dari golongan hitam, mau apa kalian datang mencari gara-gara denganku?"

Si gemuk tertawa. "Nyonya kecil, asal kau mengikuti kami bukankah segala sesuatunya akan kau ketahui dengan sendirinya?"

Cing cing memperhatikan orang-orang itu sekali lagi, seandainya mereka benar-benar adalah Lian Im cap si sat seng, berarti hari ini dia tak akan memperoleh keuntungan apa-apa, sebab mereka semua merupakan jago-jago lihay kelas satu di dalam dunia persilatan. Sesudah menghela napas ringan dia ber kata: "Tampaknya aku ingin tidak pergi pun tak biasa"

"Yaa, tampaknya memang tak dapat" sahut si gemuk sambil tertawa tergelak.

"Apakah kedatangan kalian memang sengaja hendak mencari gara-gara denganku?"

Kembali lelaki gemuk itu tertawa. "Boleh dibilang begitu, waaah gerakan tubuh nyonya cilik terhitung cepat juga, kami harus mengejar selama tujuh delapan hari sebelum dengan susah payah berhasil menantikan kedatanganmu di sini"

"Tahukah kau siapakah diriku ini?"

Lelaki gemuk itu tertawa. "Tentu saja tahu, meskipun dahulu nyonya cilik tak dikenal orang lagi sejak menjadi istri si golok sakti Ting tayhiap kau sudah berubah pula menjadi seorang tokoh amat termasyhur namanya didalam dunia persilatan"

"Hal ini mana mungkin. Sebelum ini kami tak pernah munculkan diri di depanmu?"

"Cara kami menentukan tokoh terkenal memang jauh berbeda dengan penilaian orang awam biasa, kalau orang lain mengetahui orangnya setelah mengetahui namanya maka kami mengetahui orangnya baru tahu akan namanya, Nyonya cilik pantas menjadi orang ternama karena itulah kami harus datang mencarimu. dalam dunia persilatan memang banyak terdapat manusia dengan nama kosong, meski namanya tersohor namun masih tak pantas untuk kami gubris"

"Dapatkah kau mengambil sebuah contoh yang jelas?" pinta Cing cing sambil tertawa.

"Dapat saja, contohnya terlampau banyak, ambil contoh Liu Yok siong, si anak muridmu yang dijadikan congkoan dalam keluarga nyonya cilik, bersama Lik Liok dan Ang Bwee mereka membentuk Sui han sam yu bukankah nama tersebut amat termasyhur dalam dunia persilatan? Tapi dalam pandangan kami pada hakekatnya melebihi sampah masyarakat, sama sekali tak ada harganya untuk dipandang."

"Kalau begitu kalian benar-benar memandang tinggi diriku?"

"Orang yang bisa kami pandang tak pernah bukan manusia luar biasa"

Cing cing menghela napas panjang, kembali dia berkata: "Aaaaai...! aku tidak tahu haruskah gembira ataukah mesti merasa sedih dan menyesal."

"Yang bergembira adalah kami, sedang yang sedih dan menyesal adalah nyonya cilik" si gemuk itu tertawa.

"Sebenarnya apa yang harus kulakukan?"

"Pertanyaanmu itu sangat menarik hati, kalau kau sendiri saja tidak tahu darimana kami bisa tahu?"

"Justru karena tak tahu maka aku baru bertanya"

"Kau bertanya kepadaku, sedang aku harus bertanya kepada siapa?"

"Tentu saja bertanya kepada orang yang mengutus kalian, aku percaya bukan kalian sendiri yang bermaksud mencari gara-gara dengan diriku, bukankah begitu?"

"Yaa, benar memang bukan kami tapi juga tiada orang yang mengutus kami, kami hanya mendapat sepucuk surat pemberitahuan serta uang persekot sebesar lima ribu tahil emas murni, kami hanya diminta menghantar dirimu menuju ke suatu tempat lalu menerima sisa lima ribu tahil emas yang telah dijanjikan"

"Siapa yang membayar uang emas tersebut kepada kalian, tentunya kau tahu bukan?"

"Tidak tahu, kami hanya kenal uang emas, selamanya tidak kenal dengan manusianya"

"Yakinkan kalian bahwa uang sebesar lima ribu tahil emas itu dapat diterima?"

"Selamanya kami tak pernah melakukan pekerjaan yang tidak meyakinkan, aku percaya tiada yang berani bermain gila di hadapan kami, apalagi menipu kami"

"Ui Ji hong" kata Cing cing kemudian sambil tertawa. "kau keliru besar, seharusnya kau belajar dulu dari Pek Soat ji"

"Pek Soat ji? Jagoan macam apakah itu?"

"Pek Soat ji bukan manusia, melainkan seekor kucing Persia yang ku pelihara, seluruh tubuhnya putih bersih tanpa warna lainnya."

"Kalau begitu tidak sepantasnya aku yang minta pelajaran, biar lo-ngo kami saja yang menjajal" kata lelaki gemuk itu tertawa.

Kemudian sambil menuding seorang lelaki kurus kering bermuka bulat berdagu runcing, sepasang telinga membuka ke atas dan bertampang seperti seekor kucing, lelaki gemuk itu berkata lagi:

"Lo ngo kami ini dinamakan si muka kucing, setiap orang yang pernah berjumpa dengannya pasti tak akan melupakannya lagi"

"Ehmmm, memang agak sukar untuk melupakan tampang wajahnya itu "

"Sebaliknya orang yang pernah kujumpai pun tak akan pernah kulupakan pula" kata si muka kucing, "karena aku senang meninggalkan sedikit tanda mata di atas wajahnya"

Dia sudah mengenakan sepasang sarung tangan, sarung tangan itu amat luar biasa karena hanya separuh saja menutupi bagian depan telapak tangannya belaka, tapi ujung jarinya justru panjang, tajam seperti cakar, bentuknya tak berbeda dengan cakar kucing. Sewaktu berbicara, dia sempat menggerak-gerakkan cakarnya di tengah udara. Sambil tertawa lelaki gemuk itu berkata lagi:

"Lo ngo kami ini paling gemar akan suatu pekerjaan yakni makan daging kucing, justru lantaran dia kelewat banyak makan daging kucing, bukan Cuma tampang mukanya saja yang mirip kucing, bahkan gerak-gerik serta kebiasaannya ketularan juga dengan kebiasaan kucing, seandainya Pek Soat ji mu itu benar-benar sedang menghadapi persoalan yang sulit, sepantasnya kalau suruh dia bertanya kepada lo-ngo."

"Kucingmu itu kucing jantan atau kucing betina?" tiba-tiba si muka kucing bertanya.

"Tentu saja kucing betina" jawab Cing-cing tertawa.

Si muka kucing segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Kalau kucing betina mah dagingnya kelewat kecut, kurang enak dimakan..." katanya.

"Daging Pek Soat ji tidak enak dimakan, Pek Soat ji mempunyai kecerdasan yang sangat tinggi, cukup untuk memberi pelajaran kepada banyak orang terutama kepada dirimu."

Si lelaki gemuk yang berdiri di hadapannya itu tertawa ringan, tiba-tiba serunya pula: "Apakah dia dapat juga memberi pelajaran kepadaku?"

"Setiap kali aku menyuruhnya keluar sambil tertawa, dia tak akan datang kemari" kata Cing Cing tertawa.

"Mengapa?"

"Sebab dia tahu kalau aku sedang mencarinya karena marah"

Sementara berbicara, mendadak jari tangannya yang tajam seperti kaitan telah menyambar sepasang mata si gemuk. Serta merta si gemuk mengangkat tangannya menggenggam pergelangan tangan lalu berkata:

"Nyonya cilik, permainan semacam ini sudah terlampau sering kujumpai..."

Mendadak wajahnya memperlihatkan rasa sakit yang luar biasa. Tampak tangan kanan Cing cing telah ditarik keluar dari arah perutnya, sebilah pisau belati yang berlumuran darah kini berada didalam genggamannya.

"Kalau permainan semacam ini, sudah pernahkah kau jumpai?" tanya si nona sambil tertawa.

Lelaki gemuk itu memegangi mulut luka di atas perutnya kencang-kencang, tak sepatah katapun sanggup dia ucapkan. sementara itu si lelaki hidung bangor itu sudah membalikkan badannya sembari berkata:

"Si gemuk kuning, mengapa kau tak pernah belajar pintar? Untuk ke berapa kalinya kau menderita kerugian ditangan perempuan?"

"Duu... dua kali" sahut si gemuk sambil tertawa getir.

Lelaki hidung bangor itu tertawa dingin. "Pertama kali tertipu karena kau tidak waspada, kedua kalinya tertipu lagi karena kesalahanmu sendiri!"

"Yaa, aku memang terlalu bodoh!" kembali lelaki gemuk itu tertawa getir.

Lelaki hidung bangor itu berpaling ke arah Cing-cing, kemudian setelah tertawa dingin, ujarnya pula: "Ting hujin, aku mengundangmu dengan bersungguh hati, aku harap kau suka bekerja sama"

"Seandainya aku tidak bersedia untuk bekerja sama?"

Lelaki hidung bangor itu tertawa. "Kau pasti bersedia bekerja sama, kecuali kalau Pek Soat ji mu itu tidak cukup setia kepadamu atau kucing itu hanya seekor kucing bodoh"

"Apa sangkut pautnya antara aku dengan kucingku?"

"Tentu saja tak ada sangkut pautnya" lelaki hidung bangor itu tertawa, "Cuma langkah kaki kucing biasanya sangat enteng sekalipun dia sudah berada di belakangmu, kau masih tak merasakannya"

Mendadak Cing cing tidak menyaksikan si muka kucing berada di situ, baru saja akan berpaling mendadak wajahnya telah menyentuh suatu benda yang dingin dan tajam, itulah cakar kucing. Begitu pikirannya bercabang hawa murninya segera membuyar, tahu-tahu pinggangnya kena disodok dan jalan darah lemasnya sudah tertotok secara telak.

Cing cing dan Siau Im tidak punya nama dalam dunia persilatan, namun mereka sering berkelana dalam dunia persilatan, mereka pun seringkali mengalami penghadangan oleh lelaki hidung bangor. Akibatnya tentu saja laki-laki hidung bangor itulah yang menderita kerugian besar.

Tapi hari ini yang sedang tertimpa nasib sial justru adalah mereka berdua sendiri. Sekarang mereka berdua disekap dalam sebuah ruangan kecil, mendapat pelayanan yang sangat baik. Sebab mereka tidak dibelenggu kaki tangannya, juga tidak merasakan siksaan atau penderitaan apa-apa, cuma saja diatas tubuh mereka telah diberikan sesuatu yang membuat mereka berdua sama sekali tak dapat berkutik..

Cara yang digunakan tidak membuat tubuh mereka menderita, tapi cukup membuat hawa murni dalam tubuh mereka tak bisa tembus, cara itu tidak mempengaruhi gerak gerik mereka, namun kepandaian silat yang dimiliki tak mampu digunakan lagi.

Sekarang keadaan mereka tak jauh berbeda dengan perempuan-perempuan biasa. Ruangan digunakan untuk menyekap mereka tidak terlalu besar, kurang lebih satu kaki persegi. Di situ terdapat dua buah pembaringan, ada meja, kursi bahkan masih ada pula sebuah tong tempat membuang hajat. Kehidupan semacam ini tentu saja tak bisa terhitung enak, namun berbicara buat seorang tawanan, pelayanan semacam ini sudah boleh dibilang cukup memadahi.

Cing Cing sedang duduk di atas pembaringan, ia bersikap amat tegang, sebaliknya Siau Im selalu bermuram durja, ia menghela napas panjang pendek, sebentar melompat bangun, sebentar menghantam terali besi di depan pintu hingga mengerit kesakitan. Cing Cing yang menyaksikan hal mana segera menghela napas panjang, tegurnya:

"Buat apa kau mesti menyiksa dirimu sendiri?"

"Aku... aku sudah tak tahan, orang-orang liar itu kelewatan sekali, tak nyana mereka akan pergunakan cara semacam ini untuk menyiksa kita..."

"Tapi mereka toh tidak menyiksa kau secara langsung?"

"Siapa bilang tidak? Dahulu dengan sebuah sentilan jari saja aku dapat mematahkan terali besi tersebut, tapi sekarang, walaupun sudah ku jotos sekeras-kerasnya, terali itu sama sekali tidak bergeming"

Cing Cing segera tertawa. "Ooooh, rupanya kau maksudkan hal ini, yaaa, kau memang kelewat tak becus, kau toh bukan seorang dayang yang bekerja di dapur, kau tak usah memotong kayu untuk memasak, kalau toh tak mampu mematahkan sebatang kayu, kenapa mesti marah-marah?"

"Nona, bukan begitu maksudku"

"Oooh.... lantas apa maksudmu?"

Siau Im termenung setengah harian lamanya, kemudian baru berkata: "Seperti seorang hartawan yang kaya raya, mendadak berubah menjadi miskin dan tak mempunyai uang sepeserpun, bagaimanakah perasaannya waktu itu?"

"Aaaah... tidak terlalu menyedihkan" jawab Cing Cing sambil tertawa "dan lagi pengalaman semacam itu merupakan suatu pengalaman yang sukar di jumpai, coba bayangkan saja, seorang hartawan yang kaya raya tidak seharusnya jatuh miskin dengan cara begitu gampang, diapun tidak mudah merasakan bagaimanakah keadaan seorang miskin. tapi kau, secara tiba-tiba saja kau dapat merasakan dua keadaan yang berbeda. Betapa berartinya pengalaman semacam itu buat kita?"

Siau Im segera menghela napas panjang. "Aaai nona, seandainya aku dapat bersuka ria seperti kau, betapa bahagianya aku"

Cing cing tertawa getir. "Siapa bilang aku bersuka ria?"

"Tapi nona, semenjak disekap di sini, kau tak pernah kelihatan murung, seakan-akan masih merasakan kalau keadaan yang kau alami ini sangat berarti sekali"

"Aku memang tak pernah memikirkan soal keselamatanku sendiri, buat apa kau meski kuatir bila keadaan memang menghendaki demikian?"

"Lantas mengapa pula nona tidak bersuka ria?"

"Aku sedang menguatirkan keselamatan siangkong"

"Siangkong? Dia toh tidak disekap orang mengapa harus dikuatirkan keselamatannya?"

"Aku rasa kau pasti dapat melihat sendiri, walaupun orang-orang itu membekuk kita, namun sasaran yang sebetulnya bukan kita berdua"

"Kalau bukan kita, apakah kita akan digunakan sebagai alat untuk memeras siangkong?"

Cing cing menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya: "Aku pikir hal ini tak mungkin, aku cukup mengetahui tabiat siangkong, seandainya dia tahu kalau aku sedang disekap orang, dia pasti akan datang kemari dan mempertaruhkan segala yang dimilikinya untuk menolong kita keluar dari sini"

"Jadi mereka pun mempergunakan keselamatan ini untuk mempersiapkan jebakan"

Cing cing segera tertawa. "Tenaga dalam yang dimiliki siangkong sekarang mencapai tingkatan yang luar biasa, jebakan yang manakah yang sanggup menjebak dirinya?"

"Yaa, benar! Sekarang sekalipun ada bukit karang yang menindihnya, asal golok sakti siangkong diayunkan bukit karang itu pasti akan terbacok menjadi dua bagian, kawanan telur busuk itupun pasti akan merasakan akibatnya bila siangkong sudah tiba di sini"

Mendadak dia berkata lagi. "Kalau toh siangkong tidak takut menghadapi jebakan mereka, mengapa pula nona menguatirkan siangkong?"

Cing cing menghela napas panjang. "Yang kukuatirkan adalah aku tak bisa menduga dengan cara apakah mereka hendak menghadapi siangkong"

"Bukankah nona sudah mengatakan tiada cara apapun yang bisa menyusahkan siangkong?"

"Cara yang mereka pergunakan tentu saja bukan ilmu silat alat perangkap atau jebakan biasa, sudah pasti yang digunakan adalah semacam siasat setan yang amat jahat dan keji"

"Siasat setan apakah itu?"

Cing cing menghela napas panjang. "Entahlah, aku tidak bisa menduganya, itulah sebabnya aku menjadi sangat kuatir"
"Nona, mengapa tidak kau pikirkan cara macam apakah yang bisa mendatangkan pengaruh bagi siangkong?"

"Aku tak dapat menemukannya, bila siangkong tahu kita tersekap dia pasti datang menolong kita, bila dibunuh dia pasti akan membalaskan dendam buat kita tapi bila mereka gunakan mati hidup kita untuk mengancam siangkong, apa yang bisa dia lakukan?"

"Haaahhh... haaahhh... haahh... tahu suami seperti tahu istri, Ting hujin tampaknya kami harus minta petunjuk darimu lebih dulu, dengan begitu kami baru tak akan kehilangan dua saudara kami." Ucapan itu muncul dari arah jendela, di susul pintu terbuka dan si lelaki hidung bangor yang memuakkan itupun berjalan masuk ke dalam.

PANCINGAN

PARAS muka Cing Cing berubah hebat, segera tegurnya dengan suara berat dan dalam. "Kenapa kau begitu tak tahu sopan santun? Sekalipun kami adalah tawananmu. Namun kami toh dua orang perempuan? Antara lelaki dan perempuan ada bedanya, mengapa kau menyadap pembicaraan kami dari luar?"

Lelaki hidung bangor itu tertawa. "Ting Hujin, kau tak usah marah-marah, aku tahu kau adalah seorang yang cermat dan seksama, kau juga tahu kalau dinding itu bertelinga, kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan tak mungkin akan kau utarakan"

"Sekalipun demikian kaupun tidak seharusnya masuk kemari secara tiba-tiba, seandainya kami sedang melakukan urusan pribadi dari seorang perempuan bagaimana jadinya?"

"Aku bukan seorang lelaki sejati, jadi soal itu tak menjadi masalah bagi diriku" sahut lelaki hidung bangor tersebut sambil tertawa.

"Lian im cap si sat seng disebut sebagai bintang pembunuh dalam golongan hitam, tapi kau adalah seorang bajingan besar"

"Ting hujin" lelaki hidung bangor itu tertawa "kalau toh kau sudah mengetahui tentang Liam im cap si sat seng, seharusnya kau juga tahu kalau aku bukan seorang lelaki sejati, tiada perempuan yang disebut lelaki sejati"

"Kau adalah seorang perempuan?"

"Ting hujin, tentunya kau pernah mendengar bukan bahwa pemimpin dari Lian im cap si sat seng yang bernama Giok Bu sia adalah seorang perempuan...."

"Kau adalah Giok Bu sia?"

Sambil menuding ke arah Siau Im, Giok Bu Sia berkata seraya tertawa: "Toaci itu dapat membuktikannya, sewaktu aku menotok jalan darahnya di atas kuda tadi, tangannya masih dapat bergerak bebas, maksudku yang sebenarnya adalah agar dia bisa bergerak lebih leluasa, agar dia bisa menunggang kuda, siapa tahu tangannya sangat tak tahu aturan, dia sudah meraba banyak bagian tubuhku yang tidak seharusnya teraba"

"Kentut busuk" teriak Siau Im dengan marah, "kalau hendak berbicara, harap sedikitlah tahu diri, koh nay nay bukannya seorang perempuan yang binal, aku tak akan..."

"Aku tahu kalau toaci adalah seorang iblis wanita pembetot sukma manusia..." tukas Giok Bu sia tertawa, "aku pun juga tahu kalau banyak orang yang terpikat oleh kecantikan toaci sehingga rela menyerahkan selembar jiwanya, waktu itu kau hendak mempergunakan pula taktik yang sama terhadap diriku. Cuma sayang taktikmu itu mengalami kegagalan total"

Siau Im segera mendengus. "Hmm... aku mengira kau adalah seekor anjing jantan yang bisa birahi."

"Masih untung aku bukan, untung saja aku seperti juga kalian berdua, seorang perempuan yang sama sekali tak punya senjata"

Sebinal-binalnya Siau Im, terhadap manusia seperti ini ia benar-benar dibuat mati kutunya.

Sambil tertawa kembali Giok Bu sia berkata:. "Ting hujin, seandainya kau tidak percaya, aku bersedia melepaskan semua pakaianku agar kau periksa dengan seksama"

"Tidak usah, anggap saja kami sudah salah melihat, aku percaya kau adalah seorang wanita"

"Kalau sudah percaya hal ini lebih baik lagi, paling tidak Ting hujin dapat percaya kalau kami sama sekali tak bermaksud untuk mengusik diri Ting hujin, sejak kalian berdua datang kemari, tiga kali santapan kalian dibuat sendiri olehku, bahkan soal membuang kotoran dari tong pun kulakukan sendiri, karena ditempat ini hanya aku seorang yang merupakan perempuan..."

"Sudah cukup, tak usah banyak berbicara lagi, sekarang katakan saja ada urusan apa kau datang kemari?"

"Aku datang untuk mohon petunjuk suatu persoalan dari Ting hujin, sebelum kukemukakan hal mana terlebih dulu hendak kukabarkan, bahwa aku telah mengutus Kui jiu (si tangan setan) Pui Peng dan Sui lo sut (tikus air) Ting Put ji untuk menjumpai Ting tayhiap dan menyerahkan sepucuk surat undangan untuk mengundangnya kemari, akhirnya kartu undangan mana di robek menjadi empat bagian, tampaknya Ting tayhiap sama sekali tidak memikirkan keselamatan kalian berdua"

Sambil tersenyum Cing cing berkata. "Kalian tak usah mencoba untuk mengadu domba kami, aku percaya kau bukan mengundang suamiku dengan begitu saja"

Giok Bu sia segera tertawa. "Ting hujin memang amat teliti sekali, benar kami hanya menyinggung tentang suatu persyaratan kecil, yakni dia harus membawa batok kepala seseorang untuk ditukar dengan kebebasan kalian berdua, orang itu hanya seorang siaujin yang rendah dan tak tahu malu, aku rasa dia pasti akan mengabulkannya"

"Siapakah orang itu?"

"Liu Yok siong" jawab Giok Bu sia tertawa.

Jawaban itu benar-benar di luar dugaan Cing Cing, dia sama sekali tak mengira kalau batok kepala yang mereka kehendaki adalah batok kepala dari Liu Yok siong. Pada hakekatnya syarat tersebut bukan suatu permintaan yang terlampau serius. Maka tak tahan Cing cing segera bertanya:

"Apakah kalian mempunyai ikatan dendam atau permusuhan dengan Liu Yok siong?"

Giok Bu sia turut tersenyum. "Lian Im cap si sat seng tidak mempunyai musuh hidup, kami tidak mencari kesulitan orang sudah terhitung suatu berkah dari Thian, mana mungkin ada orang yang berani mencari gara-gara dengan kami? Apalagi manusia berjiwa tikus macam Liu Yok siong adalah seorang manusia rendah, salah seorang saja diantara kami sudah cukup untuk menghabisi selembar nyawanya..."

"Kalau memang begitu dan kalian bisa membunuhnya segampang membalikkan telapak tangan sendiri, mengapa kalian harus minta kepada suamiku untuk membunuhnya?"

"Kami bukan minta suamimu untuk mewakili kami membunuhnya, sebaliknya kami hanya mencarikan seseorang yang gampang dibunuh untuk mencoba goloknya"

"Goloknya tak perlu dicoba lagi"

Giok Bu sia tertawa. "Golok yang paling baik pun harus sering di asah, kalau tidak pasti akan berkarat dan tumpul, seorang pembunuh yang ganas dan garang harus seringkali pula membunuh orang, kalau tidak hatinya akan lemas dan tangannya akan gemetar, jika kaki sudah lemas dan tangan gemetaran, maka dia tak bisa membunuh orang lagi"

"Aku mengerti, kalian hendak mencoba orang itu"

"Tidak benar, yang kami butuhkan hanya goloknya, bukan orangnya, sebab orangnya tetap milikmu sedang goloknya harus menjadi milik kami..."

"Setelah membunuh Liu Yok siong, maka kalian hendak mencari sasaran lain yang lebih tepat lagi?"

"Tepat sekali, kedua kalinya kami akan mencarikan seseorang yang dibenci setiap manusia, sehingga untuk membunuhnya tak perlu terlalu banyak urusan"

"Sebenarnya apa sih tujuan kalian yang sebenarnya? Siapakah sasaran yang sebenarnya untuk dibunuh?"

"Ting hujin" kata Giok Bu sia sambil tertawa, "aku dapat memberitahukan hal ini kepadamu, tapi kau tak akan percaya"

"Sesudah mendengar perkataanmu itu sekalipun kau tidak memberitahukan kepadaku, aku juga tahu."

"Kau tahu?" Giok Bu sia tampak seperti tidak percaya.

"Benar! Aku tahu, apakah perlu ku utarakan keluar?"

"Setelah kau utarakan keluar, kami baru mengerti apakah kau benar-benar mengetahui atau tidak"

"Sesungguhnya orang yang benar-benar hendak kalian bunuh adalah dia sendiri"

Giok Bu sia tampak terkejut, tapi dengan cepat tertawa kembali. "Ucapanmu itu benar-benar merupakan suatu lelucon yang paling menarik hati, kami dapat menyuruh Ting tayhiap untuk membunuh dirinya sendiri"

"Sebenarnya kalian hendak membunuhnya tapi kalian tak memiliki kepandaian untuk berbuat demikian, sebab kecuali dia sendiri siapapun tak akan mampu untuk membunuhnya."

Kembali Giok Bu sia tertawa. "Lantas apakah Ting tayhiap dapat menuruti perkataan kami dan membunuh dirinya sendiri?"

"Mungkin seseorang dapat menghabisi nyawa sendiri?" Jawaban tersebut sudah amat jelas sekali karena hampir setiap hari dikolong langit terdapat orang yang melakukan bunuh diri menggunakan perbagai cara yang ada untuk menghabisi nyawa sendiri" "Tapi, mungkinkah seseorang melakukan bunuh diri tanpa sesuatu sebab dan alasan yang pasti?"
Selanjutnya,
Golok Bulan Sabit Jilid 19

Golok Bulan Sabit Jilid 18

Golok Bulan Sabit Jilid 18
Karya : Khu Lung
Penyadur : Tjan ID

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
"AAAA... dari kejayaan yang cemerlang ibarat mata hari di angkasa, dalam sekejap mata pamor kita sudah runtuh sedemikian rupa, dari empat orang tianglo, tiga orang telah berkhianat, tentunya merekapun disebabkan alasan yang sama bukan?"

"Benar, meskipun mereka menjabat sebagai tianglo dari perguruan kita, namun sama sekali tidak merasakan kewibawaan dari seseorang yang memegang kekuasaan besar, bila sampai melanggar peraturan, tetap harus menjalankan hukuman seperti lainnya, yaaa.. walaupun peraturan ini diperlakukan demi kepentingan kita sendiri dan agar semua orang meningkatkan kewaspadaannya, tapi bagai manapun juga peraturan mana memang kelewat keras dan ketat..."

"Aku pernah berkata kepada yaya, pendapat serta pandangan dia orang tua sebenarnya keliru, tapi dia bilang peraturan tersebut tak boleh dirubah, makin tinggi kedudukan seseorang, dia harus semakin mawas diri dan selalu waspada, tak boleh melakukan pelanggaran ataupun kesalahan, seperti penghianatan dari ke tiga orang tianglo itu yaya menganggap bukan kesalahan dari peraturan, melainkan moral dan iman merekalah yang tak kuat memikul tugas berat ini, seperti paman Tong, bukankah kau tak pernah melanggar peraturan barang sekali pun?"

Sambil menundukkan kepala Dewa bukit itu menghela napas panjang. "Aaaai, meskipun peraturan dari majikan tua sangat ketat, tapi dia sendiripun tetap melaksanakan dengan bersungguh hati. aku masih ingat, suatu ketika tanpa disengaja ia telah melanggar peraturan, namun seperti juga anggota perguruan lain, dia membuka pakaian sendiri dan menerima siksaan di garang api di hadapan umum, ketika kami berempat memohon ampun kepadanya agar dia menyudahi perbuatannya itu, kami malah dicaci maki habis-habisan, sejak itulah aku semakin menaruh hormat kepada majikan tua, sayangnya orang lain tidak berpendapat demikian"

Setelah berhenti sebentar, katanya lebih jauh: "Tapi beginipun ada baiknya juga, setelah terjadi perubahan, meski anggota kita tidak banyak lagi jumlahnya, namun sebagian besar adalah orang-orang yang benar-benar setia pada perguruan, cuma saja masih ada sebagian kecil manusia yang tidak sependapat..."
Ketika sorot matanya yang tajam dialihkan ke wajah Siau Im, dengan wajah pucat pias gadis itu berseru: "Tong toa siok, selama ini aku selalu setia dan berbakti kepada nona, kalau kau tidak percaya boleh ditanyakan kepada nona"

Dewa bukit mendengus dingin. "Siau Im, kau dan Siau Hiang berdua mengikuti tuan putri, majikan tua telah mencoret nama kalian dari keanggotaan perguruan..."

"Baik... Cuma kami masih seringkali mengadakan hubungan kontak dengan perguruan"

"Hal itu dikarenakan untuk membantu Ting Kongcu, meskipun ia berhasil melatih ilmu golok sakti yang tiada tandingannya dikolong langit, tapi masih kekurangan pengalaman dalam dunia persilatan. selain ini persoalan dunia persilatan masih kelewat peka baginya, itulah sebabnya majikan tua mengijinkan anggota perguruan kita untuk melaporkan segala gerak gerik dalam dunia persilatan serta memberikan pelbagai bantuan yang kalian butuhkan demi suksesnya dia. Namun berikut Tuan putri sendiri kalian hanya berkedudukan sebagai tamu belaka, mengerti kau?"

"Tecu mengerti"

"Kalau sudah mengerti hal ini lebih bagus lagi" Dewa bukit tertawa dingin, "kalau begitu, hal mana menunjukkan pula jika bohongmu kurang pintar, kau seharusnya dapat berpikir, lencana ular emas adalah lencana yang paling tinggi didalam perguruan sekalipun kau masih berada dalam perguruanpun masih belum pantas untuk menerima perintah ini, apalagi kau sudah bukan anggota perguruan lagi"

Paras muka Siau Im segera berubah hebat. "Tapi lencana tersebut benar-benar kudapatkan dari utusan berbaju emas"

"Semua gerak gerikmu selama ini selalu berada dalam genggamanku, kau mengatakan utusan berbaju emas menyerahkan lencana itu kepadamu dalam rumah penginapan, bukankah waktu kejadiannya telah berlangsung setengah bulan berselang?"

"Betul! Hari itu adalah bulan sembilan tanggal dua belas."

"Utusan berbaju emas meninggalkan markas perguruan pada bulan sembilan tanggal sembilan, mungkin tujuannya adalah untuk bekerja sama dengan operasimu, sayang dia setelah kutangkap dan kubunuh pada bulan sembilan tanggal sebelas, masa sukmanya yang datang mencarimu?"

Kontan paras muka Siau Im berubah makin pucat pias. Terdengar Dewa bukit berkata lebih jauh: "Aku percaya lencana ular emas itu sudah diserahkan kepadamu jauh hari sebelumnya, karena bulan sembilan tanggal sembilan majikan tua berziarah ke kuburan, maka semua tanda perintah telah diperiksanya dengan seksama, padahal lencana ular emas ditangan utusan berbaju emas telah kurang dua batang, jika diperiksa rahasianya pasti akan ketahuan, maka itulah dia buru-buru melarikan diri, Aku tahu antara dia dengan Kim say tianglo mungkin ada hubungan akupun selalu memperhatikan gerak geriknya."

Sekarang paras muka Cing-cng baru berubah membesi serunya dengan suara dalam: "Siau Im, benarkah kau sedang berbohong"

Siau Im segera menjatuhkan diri berlutut ke atas tanah, buru-buru serunya dengan suara mengenaskan: "Siau Im mohon mati saja"

Cing cing segera menghela napas panjang; "Aaaai... Siau Im, aku menganggap dirimu seperti saudara sendiri, bahkan suamikupun kuserahkan kepadamu untuk kau nikmati, mengapa kau masih bersikap demikian kepadaku?"

Siau Im tidak menjawab, walau hanya sepatah katapun, dia hanya menyembah berulang kali membentur-benturkan kepala-nya di atas tanah.

"Siau Im" kembali Dewa bukit berkata, "Perintah yang diturunkan kepadamu ini benar-benar keterlaluan, dengan kemampuan yang kau miliki, bagaimana mungkin kau sanggup membunuh Ting kongcu?"

"Yaa, jika berada dalam suatu situasi yang istimewa, tentu saja dia sanggup melakukan hal itu," kata Cing cing, "coba kalau aku tidak datang tepat pada waktunya, mungkin dia telah berhasil"

"Mustahil, bila Ting Peng begitu gampang dibunuh orang, dia bukan bernama Ting Ping"

Orang yang berbicara adalah seorang sastrawan setengah umur yang sangat ganteng, pelan-pelan dia berjalan mendekat.

Cing cing segera menjatuhkan diri berlutut serunya: "Cing cing menghunjuk hormat buat yaya"

Lelaki setengah umur itu segera menariknya bangun kemudian katanya sambil tertawa: "Nak, kau datang kemari untuk mengajak yaya beradu jiwa?"

"Cing Ji, tidak berani" buru-buru Cing cing berseru: "aku hanya ingin bertanya kepada yaya mengapa kau menurunkan perintah tersebut?"

Dengan penuh kasih sayang lelaki setengah umur itu membelai rambutnya yang hitam, kemudian berkata:."Kau anggap yaya dapat berbuat demikian?"

"Tidak! Cing cing tak akan berpendapat demikian, itulah sebabnya Cing ji sengaja datang kemari untuk mencari tahu keadaan yang sesungguhnya, bila yaya sungguh mempunyai maksud begitu, Cing ji tak bakal datang lagi kemari"

"Ooooh...apa maksudmu tak akan datang lagi kemari?"

"Cing ji akan melaksanakan perintah dari Yaya"

"Sungguhkah itu?"

"Tentu saja sungguh, bahkan Ting Peng juga tak akan melawan, dia pasti akan menyerahkan diri untuk mati. Jiwanya ditolong oleh yaya, segala sesuatu yang diperolehnya hari ini juga berasal dari yaya, bila yaya suruh dia mati, dia tak akan ragu-ragu"

"Kau berani menjamin?"

"Bila yaya suruh dia melakukan suatu perbuatan yang tak ingin dia lakukan, mungkin saja dia akan melawan, tapi bila yaya suruh dia mati, dia pasti akan menurut, Cing ji cukup memahami perasaannya, Cing ji berani menjamin"

Dengan perasaan terhibur lelaki setengah umur itu tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haahh... bagus! Bagus sekali asalkan bocah itu mempunyai ingatan demikian, tidak sia-sia aku telah mengorbankan banyak pikiran dan tenaga baginya"

"Sekalipun yaya tidak memberi tahukan kepadanya, tapi Cing ji percaya dia pasti tahu kalau tenaga dalam yang dimilikinya sekarang merupakan hasil pemberian yaya kepadanya! Dan lagi diapun bukan seorang manusia yang lupa budi"

"Dia menganggap kau sebagai rase?"

"Soal ini Cing ji kurang jelas, seharusnya dia sudah mempunyai suatu gambaran tentang diriku, tapi dia masih saja menganggap kami sebagai siluman rase"

Lelaki setengah umur itu pun lalu tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... bocah pintar, tak nyana dia begitu pikun, kalau ia beranggapan demikian, jadilah kau sebagai rase yang baik"

"Bagaimana di kemudian hari?"

Kembali lelaki setengah umur itu tertawa. "Tak usah kau perdulikan kemudian hari, urusan besok pikirkan besok, apa lagi siapapun tak dapat menduga, asal saja kau harus mempercayai satu hal, yaya tak akan melakukan perbuatan yang mencelakai kalian, terutama Ting Peng, rasa sayang yaya terhadapnya tidak lebih besar daripada rasa sayangku kepadamu"

"Cing Ji mengerti"

Lelaki setengah umur itu segera menepuk bahunya, lalu berkata lagi: "Asal kau sudah mengerti, itupun bagus sekali, bawalah Siau Im dan pergilah dari sini! Lain kali jangan sembarangan pergi lagi, sebab kami harus pindah tempat lagi"

"Pindah tempat lagi? Mengapa?"

"Kalau kau saja dapat menemukan tempat ini, kau anggap tempat ini aman?"

Dewa bukit agak sangsi sebentar, kemudian baru katanya: "Majikan, kau hendak melepaskan Siau Im?"

Lelaki setengah umur itu segera tertawa: "Kalau toh dia bukan termasuk anggota perkumpulan kita, berarti kitapun tidak berhak untuk menghukum dirinya?"

"Tapi dia telah mendapatkan lencana ular emas dari perkumpulan kita..."

"Bukan lencana ular emas yang diperolehnya, sebab sejak bulan sembilan tanggal sepuluh lencana ular emas kita sudah punah, dia tidak melakukan kesalahan apa-apa, sedang perbuatannya yang mengancam jiwa Ting Peng pun merupakan urusan keluarga mereka sendiri, kita tak berhak untuk mencampurinya. Unta tembaga bagaimana menurut pendapatmu?"

"Baik, majikan" dengan hormat Dewa bukit menjura.

"Aku merasa gembira sekali karena persoalannya bisa berkembang menjadi begini, Cing ji, meski kau tidak masuk waktu itu, diapun tak akan mampu membunuh Ting Peng, karena jalan nadi Seng si hian kwannya sudah tembus, sebilah pisau belati tak nanti bisa membinasakan dirinya, dan aku percaya orang yang memerintahkan kepadanya untuk turun tanganpun mengerti juga akan hal ini"

"Kalau memang begitu, mengapa dia masih menyuruh aku turun tangan?" tak tahan Siau Im bertanya.

"Dia hanya bertujuan dalam kegagalanmu nanti, kau mengatakan akulah yang menyuruhmu berbuat demikian, agar Ting Peng membenci diriku"

Siau Im menundukkan kepalanya membungkam diri, ia tidak berbicara apa-apa lagi.

Kembali lelaki setengah umur itu berkata: "Sekalipun kau enggan mengatakan siapakah orang yang menyuruhmu, tapi aku pun tahu kalau orang itu adalah Kim say (singa emas) sebab hanya dia yang dapat memerintahkan kepada utusan berbaju emas untuk mencuri lencana ular emas dan diserahkan kepadanya sebelum diberikan kepadamu."

Tiba-tiba Siau Im berlutut dan menyembah tiga kali, kemudian diapun menyembah kepada Dewa bukit serta Cing cing. setelah itu baru bangkit dan beranjak pergi dari situ.

"Siau Im, kau hendak ke mana?" Cing cing segera menegur.

"Budak mengucapkan terima kasih atas kebaikan hati majikan yang telah mengampuni selembar jiwaku, sedang nona pun tak bisa kutinggali lebih lama lagi, oleh sebab itu aku hendak pergi untuk melanjutkan hidup sendiri..."

"Apakah Kim say akan menerimamu?" seru Cing-cing. Siau Im tertawa lembut.

"Budak tidak tahu, sewaktu dia menyerahkan tugas tersebut kepadaku, ia hanya bilang bila berhasil aku harus segera pergi ke suatu tempat, dimana ada orang yang akan mengatur segala sesuatunya bagiku. sekarang setelah mendengar penjelasan dari majikan, baru bisa kusimpulkan kalau ia telah menduga bahwa budak pasti akan mati dan tak bakal berhasil, karenanya tempat yang dijanjikan sudah pasti merupakan tipu muslihat belaka..."

"Bagaimanakah watak si singa emas aku rasa kaupun mengetahui jelas, lelaki setengah umur itu tertawa, "kecuali dia masih membutuhkan dirimu, kalau tidak, jangan harap dia bisa membiarkan kau hidup terus"

Siau Im segera menghela napas panjang, jelas diapun mengetahui tentang hal itu.

"Siau Im, aku tidak habis mengerti, mengapa kau harus menuruti perkataan mereka?" tiba-tiba Cing cing bertanya.

"Karena aku ingin hidup terus" sahut Siau Im sambil tertawa lembut.

"Apakah tidak menuruti perkataan mereka kau tak bisa hidup lebih lanjut?"

Siau Im memandang sekejap ke arah lelaki setengah umur itu, ternyata dia pun berdiri dengan wajah amat serius. Terdengar ia berkata:

"Seandainya kau berada di sini, aku tak berani menjamin kau pasti tak akan terluka, karena akupun tidak tahu apakah di sini masih terdapat orang-orang mereka"

"Tapi jika kau mengikuti aku, kujamin keselamatanmu, sebab di sisiku hanya ada kau Siau hiang dan Ah Ku tiga orang" ucap Cing cing, "mereka berdua adalah orang yang amat setia kepadaku, aku menaruh kepercayaan penuh terhadap mereka"

"Nona kecuali kau sepanjang hari mengikuti disamping Ting kongcu, kalau tidak kau sendiripun tidak cukup aman, ilmu silatmu tak akan bisa menangkan kelihaian Kim say tianglo"

"Mungkin" Cing-cing tertawa, "tapi ia tak berani mengusik diriku, karena bila dia membunuhku, maka Ting kongcu pasti akan pergi mencarinya untuk menuntut balas"

"Tapi, apakah nona masih bersedia menerimaku?"

"Mengapa tidak?" Cing cing tertawa, "selama ini aku tak pernah mengatakan tak mau, apalagi kita sudah berkumpul banyak tahun, tentu saja bila kau sudah mempunyai tempat yang lain, akupun tak akan menghalangi kepergianmu, tapi daripada mengembara tanpa tujuan, lebih baik mengikuti diriku saja"

Akhirnya Siau Im berjalan kembali. Dengan perasaan bangga lelaki setengah umur itu memandang sekejap, ke arah Cing-cing, kemudian hiburnya:

"Cing ji, kau bagus sekali, kau lebih mengerti memaafkan orang lain daripada diriku, kau pasti akan hidup dengan bahagia. Sayang kelewat terlambat kupahami akan hal ini, seandainya sedari dulu akupun memahami teori semacam ini, mungkin aku tak akan menemukan akibat seperti apa yang ku alami hari ini"

Dengan cepatnya dia membalikkan badan tujuannya agar orang lain jangan sampai melihat air matanya. Cing cing mengetahui sangat jelas, dia manggut-manggut kepada Dewa Bukit sambil berkata:

"Paman Tong, aku pergi dulu, semoga kau baik-baik menjaga diri, lain kali aku akan datang lagi untuk menjengukmu"

Dia tidak meminta diri kepada kakeknya, sebab dia tahu yayanya melengos ke arah lain karena ia tak tega menyaksikan dirinya meninggalkan tempat tersebut. Menurut kepercayaan dalam perkumpulannya, air mata adalah air suci yang paling berharga dalam hidupnya. tiap orang hanya boleh mengucurkan air mata sebanyak dua kali.

Diapun tahu, air mata pertama dari yayanya telah terleleh keluar... Air mata itu meleleh keluar waktu mendengar bait syair dari Siau lo it ya teng cun hi. Sudah pasti bait syair tersebut mencakup suatu kisah kejadian yang amat memedihkan hati, cuma sayang siapa pun tidak tahu kejadian apakah itu, bahkan nenek yang paling dekat hubungannya dengan diapun juga tidak tahu.

Air mata kedua dari yayanya belum meleleh keluar dan air mata tersebut jelas tak akan dibuang dengan percuma. dengan sangat hormatnya dia menyembah kepada bayangan punggung lelaki itu, kemudian mengajak Siau Im meninggalkan tempat tersebut.

Siau Im berjalan dimuka, Cing cing berjalan di belakang, mereka berdua sama-sama menunggang kuda. Sebab bagaimanapun juga mereka bukan rase yang sebenarnya, tak bisa terbang ke langit dan masuk ke bumi, tak dapat pula melenyapkan diri.

Sedang perjalanan kali ini mereka telah menempuh perjalanan yang cukup jauh, bagaimanapun mereka mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk berjalan di daratan, tak mungkin mereka bisa menempuh perjalanan jauh dengan berjalan belaka sebab itu mau tak mau mereka harus menunggang kuda.

Mereka berdua sama-sama mengenakan pakaian biasa, sebab itu mereka nampak amat menyolok, masih untung wajah mereka ditutupi dengan selembar kain kerudung, kalau tidak mungkin peristiwa ini akan menimbulkan kegemparan...

Cukup dilihat dari potongan badan Cing cing yang indah menawan serta sikap anggun yang terpancar dari gerak-geriknya, hal mana sudah cukup untuk mempesonakan hati orang lain, apalagi setelah menyaksikan paras mukanya yang cantik jelita, mungkin seperti apa yang dialami Ting Peng, perjalanannya akan diikuti segerombol manusia.

Dengan susah payah mereka telah keluar dari kota, manusia yang berlalu lalang semakin sedikit sehingga kuda bisa dilarikan berjajar. Cing cing melarikan kudanya menyusul ke depan, lalu terdengar Siau Im berkata dengan murung:

"Nona, cara kita ini gampang menimbulkan keonaran"

"Aku mengerti, tapi apa daya?"

"Sebenarnya kita bisa saja menyamar"

"Aku tahu, tapi dengan dandanan seperti itu, justru akan semakin banyak kesulitan yang bakal kita jumpai, dengan dandanan kita sekarang, tentu tidak sedikit orang yang mengenali kita, mereka belum tentu berani mengusik aku, sebaliknya bila kita menyaru sebagai dandanan lain, betul bisa mengelabuhi sementara orang, namun tak akan bisa melamuri seorang ahli, seandainya mereka turun tangan secara diam-diam, kematian kita mungkin tak akan diketahui orang"

Setelah dipikir-pikir dan merasa apa yang dikatakan benar, Siau Im menghela napas panjang, katanya: "Nama kongcu kelewat besar dan lagi dia pun kelewat cepat menjadi tenar, dari seorang manusia tak bernama sebentar saja sudah menjadi manusia paling tenar di dunia ini bahkan sejajar dengan nama Cia Siau hong, tentu saja terdapat banyak orang yang tak akan percaya, tidak puas dan ingin mencoba, justru karena persoalan inilah sering kali akan timbul banyak kesulitan"

Cing cing menghela napas panjang: "Aaaai... Cia Siau hong sudah banyak tahun menjadi tenar, tapi dia toh belum dapat menghadapi semua kesulitan yang dihadapinya"

"Sekalipun demikian, toh orang yang berani mengunjungi perkampungan Sin kiam san ceng untuk mencari gara-gara sedikit sekali"

"Hal tersebut hanya dikarenakan Cia Siau hong sudah tidak mencampuri lagi urusan dunia persilatan selama banyak tahun, bahkan oleh sementara orang dianggap sebagai seorang malaikat, kalau tidak dia masih tetap sama saja melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, sebab hal ini tak mungkin bisa dihindari, kesulitan pun tetap akan berdatangan, ada yang dia sendiri yang mencari, ada pula orang lain yang sengaja datang mencari"

"Bagaimana dengan kongcu sekarang?"

Cing cing tertawa. "Sekarang dia tak usah mencari orang lagi, mencari Cia Siau hong seorang sama artinya dengan menerima semua kesulitannya, bahkan kami pun harus ikut pula menghadapi kesulitan-kesulitannya itu"

"Tapi kongcu mempunyai nama besar, orang yang berani mencari gara-gara dengannya pun sudah pasti bukan manusia sembarangan"

"Yaa, sudah pasti bukan manusia sembarangan, orang yang tidak takut mati tetap sedikit jumlahnya, banyak orang banyak bicara nyaring mulut, tapi setelah rasa kematian berada di depan mata, mungkin dia jauh lebih takut mati daripada yang lainnya."

Siau Im tertawa. "Jangan lagi mencari gara-gara dengan kongcu, orang yang berani mencari gara-gara dengan kita berdua pun, paling tidak harus mempunyai sedikit kemampuan"

Cing cing termenung sebentar, tiba-tiba katanya: "Kau keliru"

"Aku keliru?" Siau Im tertegun:

"Benar kesulitan telah muncul di depan mata sekarang, bahkan kelompok manusia tersebut tampaknya tidak memiliki kepandaian yang terlalu hebat...."

Dia menunjuk ke depan dengan cambuk kudanya, benar juga tujuh delapan orang lelaki kekar telah berdiri di tepi jalan sambil membusungkan dada, ada yang membuka pakaian bagian dadanya sehingga nampak ototnya yang kekar dan kuat.

Orang-orang itu berperawakan tinggi kekar, dalam pandangan sementara orang mereka adalah Hohan, enghiong, hokiat, karena orang-orang ini sering kali berkelana di jalanan, membuat keonaran di dalam rumah makan, tapi dalam pandangan seorang ahli silat, mereka belum masuk hitungan.

Berbicara soal bobot, mereka tak lebih cuma kaum berandal yang bercokol di suatu daerah tertentu. Orang-orang itu semuanya membawa senjata tajam, ada yang membawa tombak, golok, gada dan lain sebagainya, sedang wajah merekapun menunjukkan sikap seolah-olah hendak mencari gara-gara.

Biasanya, didalam kelompok berandal semacam ini, sudah pasti terdapat seorang yang menjadi pentolannya. Pentolan tersebut mungkin saja tak pandai bersilat, atau hanya bisa berapa macam kembangan, tapi syarat untuk menjadi seorang pentolan bukanlah silat ilmu saja, melainkan harus memiliki dua macam benda, pertama adalah uang dan kedua adalah kekuasaan.

Kebanyakan pentolan mereka adalah keturunan orang kaya yang tak suka bekerja, kini dalam kelompok merekapun terdapat seorang semacam ini. Kelompok manusia-manusia tersebut kebanyakan tak punya pekerjaan tetap di hari-hari biasa, mereka sering kali menggoda istri atau anak gadis orang, suka memeras dan menganiaya rakyat kecil.

Tapi kali ini kelompok berandal itu bukan cuma berani mencari gara-gara di tengah jalan raya, bahkan berani pula mengusik Cing cing dan Siau Im, tampaknya nasib sial telah menanti mereka.

Siau Im yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa katanya: "Nona, kawanan manusia tak punya mata ini berani mencari gara-gara dengan kita, biar kuberi pelajaran kepada mereka"

"Kita tak punya banyak waktu untuk ribut dengan mereka" kata Cing cing dengan kening berkerut.

"Sekalipun aku tidak pergi mencari mereka, aku rasa kitapun tak bisa aman tentram tanpa urusan, agaknya mereka sudah bertekad untuk mencari gara-gara dengan kita"

Puluhan pasang mata berandal sama ditujukan ke tubuh mereka, tampaknya memang itulah yang mereka harapkan. Tatkala kedua belah pihak hampir saling bersua itulah, Kongcu hidung bangor itu memerintahkan orangnya untuk berdiri sejajar untuk menghadang jalan pergi orang, jelas mereka memang bermaksud untuk mencari gara-gara.

Kemudian lelaki hidung bangor itu berdiri sambil menggoyang-goyangkan kipasnya sambil picingkan mata dia bergumam: "Bagus, bagus sekali... sudah lama aku tidak bersua dengan barang bagus, tampaknya kali ini cukup menawan hati"

Siau Im segera memberi tanda kepada Cing cing, kemudian sambil tertawa genit dia membungkukkan badannya sembari berkata: "Kongcu, harap kau suka memberi jalan lewat buat kami berdua berhubung ada urusan penting kami berdua harus segera melanjutkan perjalanan."

Lelaki hidung bangor itu tertawa semakin keras, serunya: "Nio-cu berdua, suami kalian benar-benar tak mengerti bagaimana menyayangi gadis cantik, sekalipun ada urusan yang lebih pentingpun tak seharusnya menyuruh kalian yang melakukan"

"Yaa, apa boleh buat" kata Siau Im sambil menunjukkan muka masam," dirumah hanya ada siang-kong seorang sebagai orang lelaki apa lacur, diapun sedang keluar rumah terpaksa siau nio-cu kami harus turun sendiri ke desa untuk menagih hutang"

Lelaki hidung bangor itu mengangguk. "Hemm, sungguh menggemaskan sekali, sungguh menjengkelkan, lelaki itu benar-benar sangat tolol, sudah memiliki istri cantik seperti kalian, ia masih tega meninggalkan kalian untuk pergi jauh, Pun kongcu benar-benar merasa tidak puas akan hal ini"

"Kongcu ya, jangan bergurau, majikan tua kami sedang menderita sakit, sekarang lagi menunggu kami membawa uang untuk pulang memanggil tabib, harap kau jangan mengganggu perjalanan kami"

"Ooooh.... rupanya Lo thay-thay sedang sakit" pemuda hidung bangor itu tertawa. "Kalau begitu, memang tak boleh membuang waktu lagi, sudah sepantasnya kalian cepat-cepat mengundang tabib"

"Siapa bilang tidak, tapi tabib biasa tak akan dapat menyembuhkan penyakit majikan tua, penyakit itu baru dapat disembuhkan bila mengundang tabib kenamaan Yap Thian si, Yap sianseng dari kota So ciu, padahal ongkos perjalanannya amat banyak, terpaksa kami harus turun ke desa untuk menagih hutang, walaupun sudah memperoleh seratus tahil perak ternyata masih kurang, maka terpaksa kami harus pulang dan hutang dulu kepada tetangga"

Pemuda hidung bangor itu segera memperlihatkan rasa simpatiknya, diapun bertanya. "Sudah mendapatkan pinjaman?"

"Sekalipun tidak mendapatkan juga mesti berhutang, sebab apa boleh buat lagi? Kendatipun mesti membayar dengan bunga yang tinggi juga terpaksa namanya..."

"Apakah tidak terlalu rugi? Selamanya pun kongcu suka berbuat kebaikan, begini saja, kuberi pinjaman lima ratus tahil untuk kalian berdua..."

"Benarkah itu!" seru Siau Im kegirangan.

"Siau Im" Cing cing segera menegur, "kita tidak saling mengenal mana boleh meminjam uang kepada sembarangan orang?"

"Sau hujin, bukankah hal ini baik sekali? Daripada kita pulang ke rumah untuk meminjam kepada tetangga, mending kalau dipinjami, mengapa tidak kita terima saja bantuan dari kongcu ini."

"Setelah meminjam milik orang, dengan apa kita akan membayarnya di kemudian hari?"

Pemuda hidung bangor itu segera tertawa. "Rupanya soal inilah yang dikuatirkan Siau Nio-cu, tak usah kau pikirkan, justru karena pun kongcu mempunyai banyak uang dan tak tahu bagaimana mesti menggunakannya, aku senang berbuat demikian, kalau tidak percaya tanyakan sendiri kepada orang-orang ini, siapa yang tak pernah meminjam berapa ratus tahil kepadaku? Dan aku pernahkah menuntut kembali dari mereka..."

"Kongcu kami paling royal orangnya" seorang lelaki gemuk bermuka kuning turut menimbrung "Asal kami mau menemaninya bermain, hutang berapapun akan dianggap lunas"

"Hei si gemuk kuning, kau jangan mengaco belo. Pun kongcu justru merasa kasihan kepada kalian, kau anggap aku kekurangan orang untuk menemaniku bermain, maka menyuruh kalian menemaninya?"

"Benar! Benar! Hamba memang salah berbicara, asal kongcu bisa ditemani kedua orang siau nio-cu ini, tentu saja tidak membutuhkan kami lagi..."

Di atas wajahnya telah menunjukkan selapis hawa sesat yang menggidikkan hati. Siau Im menggertak gigi menahan diri, sementara senyuman manis masih menghiasi ujung bibirnya, dia berkata:

"Kongcu, kau jangan bergurau, kami tak pandai bermain pisau atau pedang, bagaimana mungkin bisa menemanimu untuk bermain.?"

Pemuda hidung bangor itu segera tertawa. "Aaaah... itu kan permainan orang-orang kasar, terhadap nona cantik seperti kalian berdua, tentu saja aku tak berani berbuat sembarangan, permainan kita tentu saja permainan yang halus dan lebih berseni"

"Permainan apa yang lebih berseni?"

"Seperti minum arak, membuat syair, menyanyi..."

"Aaaah, kongcu! permainan semacam itu hanya permainan para nona dari sarang pelacur, kami adalah perempuan-perempuan dari keluarga baik, mana bisa kami lakukan hal semacam itu?"

Kembali pemuda hidung bangor itu tertawa: "Ada semacam permainan yang dapat dilakukan oleh setiap perempuan, asal kalian bersedia menemani pun kongcu bermain satu kali, pun kongcu segera akan menghadiahkan dua ratus tahil perak kepada kalian."

Siau Im turut tertawa. "Akupun tahu kalau dikolong langit tak ada orang yang benar-benar berbaik hati, apalagi kalau memberi uang sebesar dua ratus tahil perak secara gratis. Hmmm, aku memang telah menduga, sudah pasti ada syaratnya."

"Cuma permainan semacam ini toh tak bakal merugikan kalian, apalagi tidak mengurangi apa-apa dari kalian, apa susahnya?!"

Siau Im lantas berpaling ke arah Cing cing sambil bertanya: "Siau hujin, bagaimana menurut pendapatmu?"

Sambil menarik muka Cing cing membentak: "Ngaco belo! Bedebah tak tahu malu, kau sendiri benar-benar tak tahu sopan dan malu, tak nyana berani amat mengucapkan kata-kata seperti itu dengan kami"

Siau Im menghela napas panjang. "Aaaaai, sau hujin, bukan aku yang tak tahu malu, tapi kau tentu sudah melihat, sendiri, hari ini tak mungkin kita berlalu dengan selamat dari sini, daripada menolak toh ada baiknya menuruti saja kemauannya, apa lagi dengan begitu kita seorang bisa mendapat dua ratus tahil perak."

Pemuda hidung bangor itu segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... betul tepat sekali, tampaknya Siau niocu ini lebih terbuka pikirannya, hari ini kebetulan saja Pun kongcu sedang keluar jalan-jalan dengan tak mudah aku pun telah berjumpa dengan kalian, bila tidak memberi kepuasan kepadaku, masa kalian akan kulepaskan dengan begitu saja?"

"Tapi kau tak boleh mengingkari janji dengan dua ratus tahil perak itu"

"Aaaaah, perkataan apakah itu?" seru pemuda hidung bangor itu tertawa, "asal kalian bersedia untuk bekerja sama dengan ku, sekarangpun pun kongcu membawa tiga empat ratus tahil perak, setiap saat uang tersebut dapat kalian bawa pergi"

"Kau tak boleh membohong lho, tiga empat ratus tahil perak bukan jumlah yang kecil, paling tidak harus dibungkus amat besar, apa kau tidak lelah membawanya kemana-mana?"

"Aaaah, uang ku tak pernah kugembol di dalam saku tapi digembol oleh anak buah ku, tidak percaya? Baiklah, Oh Piau coba bukakan bungkusan itu dan perlihatkan kepada mereka."

Oh Piau adalah seorang lelaki yang lain dia mengenakan pakaian ala centeng, di atas bahunya membawa sebuah bungkusan besar. Ketika bungkusan mana dibuka, ternyata isinya adalah uang perak yang berkilauan.

Sambil tertawa, Siau Im segera berseru: "Ooooh, ternyata kau benar-benar membawa uang perak, kongcu tentunya tak akan kau lakukan ditengah jalan raya, bukan?"

"Tentu saja tidak, di depan sana adalah rumahku, di situ ada makanan dan minuman, aku bermainpun lebih enakan di situ"

"Bagusnya sih memang bagus" kata Siau Im dengan kening berkerut," "tapi kami harus buru-buru melanjutkan perjalanan dan tak bisa ditunda lagi, kalau begitu apa cepatlah sedikit kongcu, kami berdua akan menunggang kuda dan berjalan lebih dulu, mari kaupun ikut bersama kami"

Berada di atas kudanya, dia mengulur tangannya ke depan, tangan itu putih mulus dengan kuku yang runcing. Pemuda hidung bangor tersebut nampak seperti terkesima, buru-buru diapun mengulurkan tangannya. Siau Im segera mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangannya dan menggenggamnya kencang-kencang.

Oleh serangannya seperti itu, kendatipun seorang jago persilatan juga akan menjadi kaku tubuhnya, akan tetapi pemuda hidung bangor itu seakan-akan tidak merasakan apa-apa pergelangan tangannya bagaikan terbuat dari baja saja, sama sekali tidak merasakan kesakitan.

Begitu terseret naik ke atas kuda, langsung dia merangkul pinggang Siau Im dan berkata sambil tertawa: "Siau Nio cu, tanganmu halus amat, baru memegang tanganku, separuh sukmaku serasa telah tergaet saja"
Ternyata orang yang kena tergaet sampai tak berkutik bukan pemuda hidung bangor itu melainkan Siau Im. Tubuhnya telah berada dalam pelukan pemuda hidung Bangor tersebut, ia seperti kena tenung saja berada dalam keadaan terpukau dan sama sekali tak berkutik.

Cing cing mengira, Siau Im sudah mulai memberi hukuman kepada pemuda hidung bangor tersebut, menunggu pemuda itu sudah turun dari kudanya dan ia melihat keadaan Siau Im barulah disadari jika keadaan tidak beres. Tampaknya pemuda hidung bangor yang telah dinilai amat rendah tersebut sesungguhnya adalah seorang jago lihay yang berilmu tinggi, mereka telah terlamur dibuatnya.

Kalau begitu penantian mereka di tepi jalan pun kemungkinan besar merupakan suatu intrik, suatu rencana keji, karena berbicara dari kemampuan yang dimiliki lelaki hidung bangor tersebut tak mungkin dia akan melakukan perbuatan seperti ini. Tapi lelaki hidung bangor tersebut bersikap seakan-akan tak pernah terjadi suatu peristiwa pun kepada Cing cing, katanya sambil tertawa ramah:

"Nona cilik, mari berangkat, lebih baik kita segera bekerja segera selesai, dalam waktu yang amat singkat kalian dapat untung dua ratus tahil perak, wooww.. tak ada pekerjaan yang lebih menguntungkan daripada pekerjaan yang kalian hadapi sekarang."

Si gemuk itu turut membusungkan dada dan berkata seraya tertawa: "Siapa bilang tidak, kami yang mengikuti kongcu ya malang melintang kesana kemari selama dua tiga bulan saja belum tentu bisa memperoleh persen sebanyak itu, yaa tampaknya perempuan cantik memang jauh lebih gampang mencari untung."

Tampaknya dia berniat untuk membangkitkan amarah Cing cing, sewaktu berbicara dia sengaja maju ke depan. Akan tetapi Cing Cing yang menyaksikan tingkah lakunya itu, dengan cepat menyadari kalau lawannya merupakan seorang jago lihay yang jarang di jumpai dalam dunia persilatan dewasa ini sebab seluruh tubuhnya seakan-akan dilindungi oleh selapis dinding hawa murni yang tak berwujud dan kuat sekali, sehingga seluruh badannya terlindung rapat sekali.

Tatkala dia memperhatikan pula kawanan lelaki yang lain, ternyata waktu itu mereka juga menunjukkan sikap bersiap sedia menghadapi pertarungan, agaknya setiap orang telah membangun selapis dinding hawa murni yang kuat untuk melindungi diri.

Cing cing bersikap amat tenang. Dia tahu dalam keadaan begini tak boleh panik, bila ingin meloloskan diri, dia harus menggunakan suatu tindakan yang luar biasa dengan cara yang luar biasa pula. Maka tanpa mengucapkan sepatah katapun dia melarikan kudanya ke depan, maksudnya hendak menerjang keluar dari situ.

Buru-buru kawanan lelaki itu maju ke depan menghalangi jalan perginya, tapi Cing cing telah menggunakan gerak maju sebagai mundur, dia mencambuk kudanya keras-keras dan kudanya dilarikan semakin kencang, sementara dia sendiri melompat bangun dari kudanya lalu melejit ke arah yang berlawanan dengan gerakan secepat sambaran kilat.

Walaupun dia bergerak cukup cepat, ternyata ada orang yang bergerak jauh lebih cepat dari padanya, lelaki yang gemuk itu tahu-tahu sudah mengejar ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Baru saja Cing Cing melejit sejauh belasan kaki dan melayang turun ke atas tanah, si gemuk kuning sudah menghadang di hadapannya, malah sambil tertawa cekikikan dia menegur:

"Nyonya kecil, kau hendak pergi ke mana?"

Cing Cing tidak menyangka kalau lelaki itu memiliki gerakan tubuh sedemikian cepatnya. Suatu ingatan segera melintas dalam benaknya, tanpa terasa dia berseru kaget: "Aaaah... kau adalah Kui Im cu (si bayangan setan) Ui ji hong...?"

"Nyonya cilik, rupanya kau kenal dengan julukanku itu?" si lelaki gemuk itu tertawa.

Cing Cing segera menenangkan hatinya, lalu berkata lagi: "Kalau begitu kalian adalah Lian Im cap si sat seng (empat belas bintang)?"

"Nyonya cilik, tampaknya kau cukup memahami semua jago yang berada dalam dunia persilatan, padahal kami beberapa orang tidak termasuk manusia yang ternama, nyatanya kau kenal kami semua"

Cing Cing tertawa dingin. "Heehh... heeehhh... heeeeeh... Walau pun empat belas bintang Lian im cip sah sat seng baru muncul selama berapa tahun dalam dunia persilatan, namun kalian sudah merupakan tokoh pembunuh yang menggetarkan sukma dalam golongan manusia hitam"

"Selamanya cara kerja kami memang gemar hitam makan hitam, tentu saja hal ini berakibat banyak orang iri, cuma pekerjaan itupun ada untungnya juga, sebab orang-orang yang harus kami hadapi semuanya adalah manusia yang pantas mampus, akibatnya tiada orang yang menuduh kami sebagai kawanan manusia laknat yang berdosa besar dan pantas dibikin mampus"

"Aku bukan orang dari golongan hitam, mau apa kalian datang mencari gara-gara denganku?"

Si gemuk tertawa. "Nyonya kecil, asal kau mengikuti kami bukankah segala sesuatunya akan kau ketahui dengan sendirinya?"

Cing cing memperhatikan orang-orang itu sekali lagi, seandainya mereka benar-benar adalah Lian Im cap si sat seng, berarti hari ini dia tak akan memperoleh keuntungan apa-apa, sebab mereka semua merupakan jago-jago lihay kelas satu di dalam dunia persilatan. Sesudah menghela napas ringan dia ber kata: "Tampaknya aku ingin tidak pergi pun tak biasa"

"Yaa, tampaknya memang tak dapat" sahut si gemuk sambil tertawa tergelak.

"Apakah kedatangan kalian memang sengaja hendak mencari gara-gara denganku?"

Kembali lelaki gemuk itu tertawa. "Boleh dibilang begitu, waaah gerakan tubuh nyonya cilik terhitung cepat juga, kami harus mengejar selama tujuh delapan hari sebelum dengan susah payah berhasil menantikan kedatanganmu di sini"

"Tahukah kau siapakah diriku ini?"

Lelaki gemuk itu tertawa. "Tentu saja tahu, meskipun dahulu nyonya cilik tak dikenal orang lagi sejak menjadi istri si golok sakti Ting tayhiap kau sudah berubah pula menjadi seorang tokoh amat termasyhur namanya didalam dunia persilatan"

"Hal ini mana mungkin. Sebelum ini kami tak pernah munculkan diri di depanmu?"

"Cara kami menentukan tokoh terkenal memang jauh berbeda dengan penilaian orang awam biasa, kalau orang lain mengetahui orangnya setelah mengetahui namanya maka kami mengetahui orangnya baru tahu akan namanya, Nyonya cilik pantas menjadi orang ternama karena itulah kami harus datang mencarimu. dalam dunia persilatan memang banyak terdapat manusia dengan nama kosong, meski namanya tersohor namun masih tak pantas untuk kami gubris"

"Dapatkah kau mengambil sebuah contoh yang jelas?" pinta Cing cing sambil tertawa.

"Dapat saja, contohnya terlampau banyak, ambil contoh Liu Yok siong, si anak muridmu yang dijadikan congkoan dalam keluarga nyonya cilik, bersama Lik Liok dan Ang Bwee mereka membentuk Sui han sam yu bukankah nama tersebut amat termasyhur dalam dunia persilatan? Tapi dalam pandangan kami pada hakekatnya melebihi sampah masyarakat, sama sekali tak ada harganya untuk dipandang."

"Kalau begitu kalian benar-benar memandang tinggi diriku?"

"Orang yang bisa kami pandang tak pernah bukan manusia luar biasa"

Cing cing menghela napas panjang, kembali dia berkata: "Aaaaai...! aku tidak tahu haruskah gembira ataukah mesti merasa sedih dan menyesal."

"Yang bergembira adalah kami, sedang yang sedih dan menyesal adalah nyonya cilik" si gemuk itu tertawa.

"Sebenarnya apa yang harus kulakukan?"

"Pertanyaanmu itu sangat menarik hati, kalau kau sendiri saja tidak tahu darimana kami bisa tahu?"

"Justru karena tak tahu maka aku baru bertanya"

"Kau bertanya kepadaku, sedang aku harus bertanya kepada siapa?"

"Tentu saja bertanya kepada orang yang mengutus kalian, aku percaya bukan kalian sendiri yang bermaksud mencari gara-gara dengan diriku, bukankah begitu?"

"Yaa, benar memang bukan kami tapi juga tiada orang yang mengutus kami, kami hanya mendapat sepucuk surat pemberitahuan serta uang persekot sebesar lima ribu tahil emas murni, kami hanya diminta menghantar dirimu menuju ke suatu tempat lalu menerima sisa lima ribu tahil emas yang telah dijanjikan"

"Siapa yang membayar uang emas tersebut kepada kalian, tentunya kau tahu bukan?"

"Tidak tahu, kami hanya kenal uang emas, selamanya tidak kenal dengan manusianya"

"Yakinkan kalian bahwa uang sebesar lima ribu tahil emas itu dapat diterima?"

"Selamanya kami tak pernah melakukan pekerjaan yang tidak meyakinkan, aku percaya tiada yang berani bermain gila di hadapan kami, apalagi menipu kami"

"Ui Ji hong" kata Cing cing kemudian sambil tertawa. "kau keliru besar, seharusnya kau belajar dulu dari Pek Soat ji"

"Pek Soat ji? Jagoan macam apakah itu?"

"Pek Soat ji bukan manusia, melainkan seekor kucing Persia yang ku pelihara, seluruh tubuhnya putih bersih tanpa warna lainnya."

"Kalau begitu tidak sepantasnya aku yang minta pelajaran, biar lo-ngo kami saja yang menjajal" kata lelaki gemuk itu tertawa.

Kemudian sambil menuding seorang lelaki kurus kering bermuka bulat berdagu runcing, sepasang telinga membuka ke atas dan bertampang seperti seekor kucing, lelaki gemuk itu berkata lagi:

"Lo ngo kami ini dinamakan si muka kucing, setiap orang yang pernah berjumpa dengannya pasti tak akan melupakannya lagi"

"Ehmmm, memang agak sukar untuk melupakan tampang wajahnya itu "

"Sebaliknya orang yang pernah kujumpai pun tak akan pernah kulupakan pula" kata si muka kucing, "karena aku senang meninggalkan sedikit tanda mata di atas wajahnya"

Dia sudah mengenakan sepasang sarung tangan, sarung tangan itu amat luar biasa karena hanya separuh saja menutupi bagian depan telapak tangannya belaka, tapi ujung jarinya justru panjang, tajam seperti cakar, bentuknya tak berbeda dengan cakar kucing. Sewaktu berbicara, dia sempat menggerak-gerakkan cakarnya di tengah udara. Sambil tertawa lelaki gemuk itu berkata lagi:

"Lo ngo kami ini paling gemar akan suatu pekerjaan yakni makan daging kucing, justru lantaran dia kelewat banyak makan daging kucing, bukan Cuma tampang mukanya saja yang mirip kucing, bahkan gerak-gerik serta kebiasaannya ketularan juga dengan kebiasaan kucing, seandainya Pek Soat ji mu itu benar-benar sedang menghadapi persoalan yang sulit, sepantasnya kalau suruh dia bertanya kepada lo-ngo."

"Kucingmu itu kucing jantan atau kucing betina?" tiba-tiba si muka kucing bertanya.

"Tentu saja kucing betina" jawab Cing-cing tertawa.

Si muka kucing segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Kalau kucing betina mah dagingnya kelewat kecut, kurang enak dimakan..." katanya.

"Daging Pek Soat ji tidak enak dimakan, Pek Soat ji mempunyai kecerdasan yang sangat tinggi, cukup untuk memberi pelajaran kepada banyak orang terutama kepada dirimu."

Si lelaki gemuk yang berdiri di hadapannya itu tertawa ringan, tiba-tiba serunya pula: "Apakah dia dapat juga memberi pelajaran kepadaku?"

"Setiap kali aku menyuruhnya keluar sambil tertawa, dia tak akan datang kemari" kata Cing Cing tertawa.

"Mengapa?"

"Sebab dia tahu kalau aku sedang mencarinya karena marah"

Sementara berbicara, mendadak jari tangannya yang tajam seperti kaitan telah menyambar sepasang mata si gemuk. Serta merta si gemuk mengangkat tangannya menggenggam pergelangan tangan lalu berkata:

"Nyonya cilik, permainan semacam ini sudah terlampau sering kujumpai..."

Mendadak wajahnya memperlihatkan rasa sakit yang luar biasa. Tampak tangan kanan Cing cing telah ditarik keluar dari arah perutnya, sebilah pisau belati yang berlumuran darah kini berada didalam genggamannya.

"Kalau permainan semacam ini, sudah pernahkah kau jumpai?" tanya si nona sambil tertawa.

Lelaki gemuk itu memegangi mulut luka di atas perutnya kencang-kencang, tak sepatah katapun sanggup dia ucapkan. sementara itu si lelaki hidung bangor itu sudah membalikkan badannya sembari berkata:

"Si gemuk kuning, mengapa kau tak pernah belajar pintar? Untuk ke berapa kalinya kau menderita kerugian ditangan perempuan?"

"Duu... dua kali" sahut si gemuk sambil tertawa getir.

Lelaki hidung bangor itu tertawa dingin. "Pertama kali tertipu karena kau tidak waspada, kedua kalinya tertipu lagi karena kesalahanmu sendiri!"

"Yaa, aku memang terlalu bodoh!" kembali lelaki gemuk itu tertawa getir.

Lelaki hidung bangor itu berpaling ke arah Cing-cing, kemudian setelah tertawa dingin, ujarnya pula: "Ting hujin, aku mengundangmu dengan bersungguh hati, aku harap kau suka bekerja sama"

"Seandainya aku tidak bersedia untuk bekerja sama?"

Lelaki hidung bangor itu tertawa. "Kau pasti bersedia bekerja sama, kecuali kalau Pek Soat ji mu itu tidak cukup setia kepadamu atau kucing itu hanya seekor kucing bodoh"

"Apa sangkut pautnya antara aku dengan kucingku?"

"Tentu saja tak ada sangkut pautnya" lelaki hidung bangor itu tertawa, "Cuma langkah kaki kucing biasanya sangat enteng sekalipun dia sudah berada di belakangmu, kau masih tak merasakannya"

Mendadak Cing cing tidak menyaksikan si muka kucing berada di situ, baru saja akan berpaling mendadak wajahnya telah menyentuh suatu benda yang dingin dan tajam, itulah cakar kucing. Begitu pikirannya bercabang hawa murninya segera membuyar, tahu-tahu pinggangnya kena disodok dan jalan darah lemasnya sudah tertotok secara telak.

Cing cing dan Siau Im tidak punya nama dalam dunia persilatan, namun mereka sering berkelana dalam dunia persilatan, mereka pun seringkali mengalami penghadangan oleh lelaki hidung bangor. Akibatnya tentu saja laki-laki hidung bangor itulah yang menderita kerugian besar.

Tapi hari ini yang sedang tertimpa nasib sial justru adalah mereka berdua sendiri. Sekarang mereka berdua disekap dalam sebuah ruangan kecil, mendapat pelayanan yang sangat baik. Sebab mereka tidak dibelenggu kaki tangannya, juga tidak merasakan siksaan atau penderitaan apa-apa, cuma saja diatas tubuh mereka telah diberikan sesuatu yang membuat mereka berdua sama sekali tak dapat berkutik..

Cara yang digunakan tidak membuat tubuh mereka menderita, tapi cukup membuat hawa murni dalam tubuh mereka tak bisa tembus, cara itu tidak mempengaruhi gerak gerik mereka, namun kepandaian silat yang dimiliki tak mampu digunakan lagi.

Sekarang keadaan mereka tak jauh berbeda dengan perempuan-perempuan biasa. Ruangan digunakan untuk menyekap mereka tidak terlalu besar, kurang lebih satu kaki persegi. Di situ terdapat dua buah pembaringan, ada meja, kursi bahkan masih ada pula sebuah tong tempat membuang hajat. Kehidupan semacam ini tentu saja tak bisa terhitung enak, namun berbicara buat seorang tawanan, pelayanan semacam ini sudah boleh dibilang cukup memadahi.

Cing Cing sedang duduk di atas pembaringan, ia bersikap amat tegang, sebaliknya Siau Im selalu bermuram durja, ia menghela napas panjang pendek, sebentar melompat bangun, sebentar menghantam terali besi di depan pintu hingga mengerit kesakitan. Cing Cing yang menyaksikan hal mana segera menghela napas panjang, tegurnya:

"Buat apa kau mesti menyiksa dirimu sendiri?"

"Aku... aku sudah tak tahan, orang-orang liar itu kelewatan sekali, tak nyana mereka akan pergunakan cara semacam ini untuk menyiksa kita..."

"Tapi mereka toh tidak menyiksa kau secara langsung?"

"Siapa bilang tidak? Dahulu dengan sebuah sentilan jari saja aku dapat mematahkan terali besi tersebut, tapi sekarang, walaupun sudah ku jotos sekeras-kerasnya, terali itu sama sekali tidak bergeming"

Cing Cing segera tertawa. "Ooooh, rupanya kau maksudkan hal ini, yaaa, kau memang kelewat tak becus, kau toh bukan seorang dayang yang bekerja di dapur, kau tak usah memotong kayu untuk memasak, kalau toh tak mampu mematahkan sebatang kayu, kenapa mesti marah-marah?"

"Nona, bukan begitu maksudku"

"Oooh.... lantas apa maksudmu?"

Siau Im termenung setengah harian lamanya, kemudian baru berkata: "Seperti seorang hartawan yang kaya raya, mendadak berubah menjadi miskin dan tak mempunyai uang sepeserpun, bagaimanakah perasaannya waktu itu?"

"Aaaah... tidak terlalu menyedihkan" jawab Cing Cing sambil tertawa "dan lagi pengalaman semacam itu merupakan suatu pengalaman yang sukar di jumpai, coba bayangkan saja, seorang hartawan yang kaya raya tidak seharusnya jatuh miskin dengan cara begitu gampang, diapun tidak mudah merasakan bagaimanakah keadaan seorang miskin. tapi kau, secara tiba-tiba saja kau dapat merasakan dua keadaan yang berbeda. Betapa berartinya pengalaman semacam itu buat kita?"

Siau Im segera menghela napas panjang. "Aaai nona, seandainya aku dapat bersuka ria seperti kau, betapa bahagianya aku"

Cing cing tertawa getir. "Siapa bilang aku bersuka ria?"

"Tapi nona, semenjak disekap di sini, kau tak pernah kelihatan murung, seakan-akan masih merasakan kalau keadaan yang kau alami ini sangat berarti sekali"

"Aku memang tak pernah memikirkan soal keselamatanku sendiri, buat apa kau meski kuatir bila keadaan memang menghendaki demikian?"

"Lantas mengapa pula nona tidak bersuka ria?"

"Aku sedang menguatirkan keselamatan siangkong"

"Siangkong? Dia toh tidak disekap orang mengapa harus dikuatirkan keselamatannya?"

"Aku rasa kau pasti dapat melihat sendiri, walaupun orang-orang itu membekuk kita, namun sasaran yang sebetulnya bukan kita berdua"

"Kalau bukan kita, apakah kita akan digunakan sebagai alat untuk memeras siangkong?"

Cing cing menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya: "Aku pikir hal ini tak mungkin, aku cukup mengetahui tabiat siangkong, seandainya dia tahu kalau aku sedang disekap orang, dia pasti akan datang kemari dan mempertaruhkan segala yang dimilikinya untuk menolong kita keluar dari sini"

"Jadi mereka pun mempergunakan keselamatan ini untuk mempersiapkan jebakan"

Cing cing segera tertawa. "Tenaga dalam yang dimiliki siangkong sekarang mencapai tingkatan yang luar biasa, jebakan yang manakah yang sanggup menjebak dirinya?"

"Yaa, benar! Sekarang sekalipun ada bukit karang yang menindihnya, asal golok sakti siangkong diayunkan bukit karang itu pasti akan terbacok menjadi dua bagian, kawanan telur busuk itupun pasti akan merasakan akibatnya bila siangkong sudah tiba di sini"

Mendadak dia berkata lagi. "Kalau toh siangkong tidak takut menghadapi jebakan mereka, mengapa pula nona menguatirkan siangkong?"

Cing cing menghela napas panjang. "Yang kukuatirkan adalah aku tak bisa menduga dengan cara apakah mereka hendak menghadapi siangkong"

"Bukankah nona sudah mengatakan tiada cara apapun yang bisa menyusahkan siangkong?"

"Cara yang mereka pergunakan tentu saja bukan ilmu silat alat perangkap atau jebakan biasa, sudah pasti yang digunakan adalah semacam siasat setan yang amat jahat dan keji"

"Siasat setan apakah itu?"

Cing cing menghela napas panjang. "Entahlah, aku tidak bisa menduganya, itulah sebabnya aku menjadi sangat kuatir"
"Nona, mengapa tidak kau pikirkan cara macam apakah yang bisa mendatangkan pengaruh bagi siangkong?"

"Aku tak dapat menemukannya, bila siangkong tahu kita tersekap dia pasti datang menolong kita, bila dibunuh dia pasti akan membalaskan dendam buat kita tapi bila mereka gunakan mati hidup kita untuk mengancam siangkong, apa yang bisa dia lakukan?"

"Haaahhh... haaahhh... haahh... tahu suami seperti tahu istri, Ting hujin tampaknya kami harus minta petunjuk darimu lebih dulu, dengan begitu kami baru tak akan kehilangan dua saudara kami." Ucapan itu muncul dari arah jendela, di susul pintu terbuka dan si lelaki hidung bangor yang memuakkan itupun berjalan masuk ke dalam.

PANCINGAN

PARAS muka Cing Cing berubah hebat, segera tegurnya dengan suara berat dan dalam. "Kenapa kau begitu tak tahu sopan santun? Sekalipun kami adalah tawananmu. Namun kami toh dua orang perempuan? Antara lelaki dan perempuan ada bedanya, mengapa kau menyadap pembicaraan kami dari luar?"

Lelaki hidung bangor itu tertawa. "Ting Hujin, kau tak usah marah-marah, aku tahu kau adalah seorang yang cermat dan seksama, kau juga tahu kalau dinding itu bertelinga, kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan tak mungkin akan kau utarakan"

"Sekalipun demikian kaupun tidak seharusnya masuk kemari secara tiba-tiba, seandainya kami sedang melakukan urusan pribadi dari seorang perempuan bagaimana jadinya?"

"Aku bukan seorang lelaki sejati, jadi soal itu tak menjadi masalah bagi diriku" sahut lelaki hidung bangor tersebut sambil tertawa.

"Lian im cap si sat seng disebut sebagai bintang pembunuh dalam golongan hitam, tapi kau adalah seorang bajingan besar"

"Ting hujin" lelaki hidung bangor itu tertawa "kalau toh kau sudah mengetahui tentang Liam im cap si sat seng, seharusnya kau juga tahu kalau aku bukan seorang lelaki sejati, tiada perempuan yang disebut lelaki sejati"

"Kau adalah seorang perempuan?"

"Ting hujin, tentunya kau pernah mendengar bukan bahwa pemimpin dari Lian im cap si sat seng yang bernama Giok Bu sia adalah seorang perempuan...."

"Kau adalah Giok Bu sia?"

Sambil menuding ke arah Siau Im, Giok Bu Sia berkata seraya tertawa: "Toaci itu dapat membuktikannya, sewaktu aku menotok jalan darahnya di atas kuda tadi, tangannya masih dapat bergerak bebas, maksudku yang sebenarnya adalah agar dia bisa bergerak lebih leluasa, agar dia bisa menunggang kuda, siapa tahu tangannya sangat tak tahu aturan, dia sudah meraba banyak bagian tubuhku yang tidak seharusnya teraba"

"Kentut busuk" teriak Siau Im dengan marah, "kalau hendak berbicara, harap sedikitlah tahu diri, koh nay nay bukannya seorang perempuan yang binal, aku tak akan..."

"Aku tahu kalau toaci adalah seorang iblis wanita pembetot sukma manusia..." tukas Giok Bu sia tertawa, "aku pun juga tahu kalau banyak orang yang terpikat oleh kecantikan toaci sehingga rela menyerahkan selembar jiwanya, waktu itu kau hendak mempergunakan pula taktik yang sama terhadap diriku. Cuma sayang taktikmu itu mengalami kegagalan total"

Siau Im segera mendengus. "Hmm... aku mengira kau adalah seekor anjing jantan yang bisa birahi."

"Masih untung aku bukan, untung saja aku seperti juga kalian berdua, seorang perempuan yang sama sekali tak punya senjata"

Sebinal-binalnya Siau Im, terhadap manusia seperti ini ia benar-benar dibuat mati kutunya.

Sambil tertawa kembali Giok Bu sia berkata:. "Ting hujin, seandainya kau tidak percaya, aku bersedia melepaskan semua pakaianku agar kau periksa dengan seksama"

"Tidak usah, anggap saja kami sudah salah melihat, aku percaya kau adalah seorang wanita"

"Kalau sudah percaya hal ini lebih baik lagi, paling tidak Ting hujin dapat percaya kalau kami sama sekali tak bermaksud untuk mengusik diri Ting hujin, sejak kalian berdua datang kemari, tiga kali santapan kalian dibuat sendiri olehku, bahkan soal membuang kotoran dari tong pun kulakukan sendiri, karena ditempat ini hanya aku seorang yang merupakan perempuan..."

"Sudah cukup, tak usah banyak berbicara lagi, sekarang katakan saja ada urusan apa kau datang kemari?"

"Aku datang untuk mohon petunjuk suatu persoalan dari Ting hujin, sebelum kukemukakan hal mana terlebih dulu hendak kukabarkan, bahwa aku telah mengutus Kui jiu (si tangan setan) Pui Peng dan Sui lo sut (tikus air) Ting Put ji untuk menjumpai Ting tayhiap dan menyerahkan sepucuk surat undangan untuk mengundangnya kemari, akhirnya kartu undangan mana di robek menjadi empat bagian, tampaknya Ting tayhiap sama sekali tidak memikirkan keselamatan kalian berdua"

Sambil tersenyum Cing cing berkata. "Kalian tak usah mencoba untuk mengadu domba kami, aku percaya kau bukan mengundang suamiku dengan begitu saja"

Giok Bu sia segera tertawa. "Ting hujin memang amat teliti sekali, benar kami hanya menyinggung tentang suatu persyaratan kecil, yakni dia harus membawa batok kepala seseorang untuk ditukar dengan kebebasan kalian berdua, orang itu hanya seorang siaujin yang rendah dan tak tahu malu, aku rasa dia pasti akan mengabulkannya"

"Siapakah orang itu?"

"Liu Yok siong" jawab Giok Bu sia tertawa.

Jawaban itu benar-benar di luar dugaan Cing Cing, dia sama sekali tak mengira kalau batok kepala yang mereka kehendaki adalah batok kepala dari Liu Yok siong. Pada hakekatnya syarat tersebut bukan suatu permintaan yang terlampau serius. Maka tak tahan Cing cing segera bertanya:

"Apakah kalian mempunyai ikatan dendam atau permusuhan dengan Liu Yok siong?"

Giok Bu sia turut tersenyum. "Lian Im cap si sat seng tidak mempunyai musuh hidup, kami tidak mencari kesulitan orang sudah terhitung suatu berkah dari Thian, mana mungkin ada orang yang berani mencari gara-gara dengan kami? Apalagi manusia berjiwa tikus macam Liu Yok siong adalah seorang manusia rendah, salah seorang saja diantara kami sudah cukup untuk menghabisi selembar nyawanya..."

"Kalau memang begitu dan kalian bisa membunuhnya segampang membalikkan telapak tangan sendiri, mengapa kalian harus minta kepada suamiku untuk membunuhnya?"

"Kami bukan minta suamimu untuk mewakili kami membunuhnya, sebaliknya kami hanya mencarikan seseorang yang gampang dibunuh untuk mencoba goloknya"

"Goloknya tak perlu dicoba lagi"

Giok Bu sia tertawa. "Golok yang paling baik pun harus sering di asah, kalau tidak pasti akan berkarat dan tumpul, seorang pembunuh yang ganas dan garang harus seringkali pula membunuh orang, kalau tidak hatinya akan lemas dan tangannya akan gemetar, jika kaki sudah lemas dan tangan gemetaran, maka dia tak bisa membunuh orang lagi"

"Aku mengerti, kalian hendak mencoba orang itu"

"Tidak benar, yang kami butuhkan hanya goloknya, bukan orangnya, sebab orangnya tetap milikmu sedang goloknya harus menjadi milik kami..."

"Setelah membunuh Liu Yok siong, maka kalian hendak mencari sasaran lain yang lebih tepat lagi?"

"Tepat sekali, kedua kalinya kami akan mencarikan seseorang yang dibenci setiap manusia, sehingga untuk membunuhnya tak perlu terlalu banyak urusan"

"Sebenarnya apa sih tujuan kalian yang sebenarnya? Siapakah sasaran yang sebenarnya untuk dibunuh?"

"Ting hujin" kata Giok Bu sia sambil tertawa, "aku dapat memberitahukan hal ini kepadamu, tapi kau tak akan percaya"

"Sesudah mendengar perkataanmu itu sekalipun kau tidak memberitahukan kepadaku, aku juga tahu."

"Kau tahu?" Giok Bu sia tampak seperti tidak percaya.

"Benar! Aku tahu, apakah perlu ku utarakan keluar?"

"Setelah kau utarakan keluar, kami baru mengerti apakah kau benar-benar mengetahui atau tidak"

"Sesungguhnya orang yang benar-benar hendak kalian bunuh adalah dia sendiri"

Giok Bu sia tampak terkejut, tapi dengan cepat tertawa kembali. "Ucapanmu itu benar-benar merupakan suatu lelucon yang paling menarik hati, kami dapat menyuruh Ting tayhiap untuk membunuh dirinya sendiri"

"Sebenarnya kalian hendak membunuhnya tapi kalian tak memiliki kepandaian untuk berbuat demikian, sebab kecuali dia sendiri siapapun tak akan mampu untuk membunuhnya."

Kembali Giok Bu sia tertawa. "Lantas apakah Ting tayhiap dapat menuruti perkataan kami dan membunuh dirinya sendiri?"

"Mungkin seseorang dapat menghabisi nyawa sendiri?" Jawaban tersebut sudah amat jelas sekali karena hampir setiap hari dikolong langit terdapat orang yang melakukan bunuh diri menggunakan perbagai cara yang ada untuk menghabisi nyawa sendiri" "Tapi, mungkinkah seseorang melakukan bunuh diri tanpa sesuatu sebab dan alasan yang pasti?"
Selanjutnya,
Golok Bulan Sabit Jilid 19