Golok Bulan Sabit Jilid 13 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Golok Bulan Sabit Jilid 13
Karya : Khu Lung
Penyadur : Tjan ID

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
DIA memperhatikan sekejap wajah mereka semua, lalu sambil tertawa katanya. "Tak heran kalau ada orang yang sangat memperhatikan golokku, ternyata golok ini pernah begitu ternama, sayang sekali aku tidak tahu kalau kalian berlima apakah juga dapat ternama dalam dunia persilatan?"

"Kau tidak kenal dengan mereka?" tanya Lim Yok peng sambil tertawa.

Ting Peng segera menggelengkan kepalanya berulang kaki: "Aku tidak kenal, aku belum lama terjun ke dalam dunia persilatan dan tidak banyak jagoan yang kujumpai, seandainya sutemu Liu Yok siong tidak menjadi muridku, akupun tak akan kenal dirimu sebab sebelum seseorang akan menerima murid, sedikit banyak dia harus menyelidiki asal usul dari calon muridnya bukan?"

"Sekali lagi Lim Yok peng merasa gusar sekali sehingga hampir saja muntah darah segar, tapi kembali dia berusaha untuk menahan diri, katanya. "Kelima orang ini adalah tokoh-tokoh silat yang amat termasyhur namanya dalam dunia persilatan, bila kau tidak kenal dengan mereka, maka kau belum pantas untuk menjadi anggota persilatan."

"Kau tak usah melanjutkan kembali kata-katamu itu" tukas Ting Peng sambil tersenyum, "akupun tak ingin kenal dengan mereka, karena aku tak ingin menjadi orang persilatan!"

Ucapan tersebut kontan saja membuat setiap orang merasa tertegun, bahkan Lim Yok peng sendiripun ikut menjadi tertegun.

"Kau tak ingin menjadi orang persilatan!" serunya.

"Benar..." Ting Peng manggut-manggut, "Walaupun orang yang kukenal tidak banyak jumlahnya, tapi aku telah menjumpai beberapa orang diantaranya, tapi mereka semua kalau bukan seorang manusia pengecut yang takut mampus sudah pasti manusia rendah yang tak tahu malu...

.... Halaman 5 - 6 hilang ....

...Istri Liu Yok siong telah mempergunakan nama palsu Ko siau untuk melakukan suatu pertunjukkan besar yang benar-benar Ko siau (menggelikan). Karena sekarang istrinya juga rase.

Rase adalah sejenis binatang yang pandai merayu. Rase jantan merayu perempuan, rase betina merayu lelaki. bahkan dapat membuat orang menjadi terayu sampai ke liang kubur.

Oleh karena itu seorang lelaki yang sudah memperistri perempuan rase, paling tidak ia tidak seharusnya terpikat lagi oleh perempuan lain, tapi entah mengapa, sewaktu Ting Peng menyaksikan senyumannya yang memikat hati itu ternyata jantungnya berdebar keras.

Tapi hal ini tak dapat menyalahkan Ting Peng, sebab di luar pintu masih berdiri dua orang pendeta, seorang hwesio, dan seorang tosu. Thian kay siangjin adalah ketua tianglo dari ruang Tat mo wan di kuil Siau lim si.
Sedang Ci yang totiang adalah tianglo yang berkedudukan paling tinggi dalam partai Bu tong. Usia kedua orang itu tentu saja sudah tua, iman mereka juga sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, namun mereka toh sama saja dibikin terbelalak lebar-lebar oleh kecantikan Siau giok. Sekali lagi gadis itu memperlihatkan sekulum senyuman yang amat memikat hati kepada kelima orang itu, kemudian katanya:

"Maaf, ucapan tersebut bukan aku yang bilang melainkan ayahku, walaupun apa yang dia katakan agak berbeda dalam susunan katanya bila dibandingkan ucapan Ting toako ini, tapi maksudnya sama, karena itu bila kalian hendak marah, lebih baik marahlah kepada ayahku!"

Setelah mendengar penjelasan tersebut, sekalipun Thian kay Sangjin ingin marah juga tak bisa dilampiaskan keluar, terpaksa tanyanya: "Apakah Cia tayhiap ada dirumah?"

Cia Siau giok tertawa, sahutnya: "Ayah baru saja keluar dari kamar bacanya dan segera mengucapkan perkataan tersebut kepadaku, tampaknya dia mempunyai kesan yang kurang baik terhadap kalian, sebab itu akupun tidak mengundang kalian untuk masuk ke dalam!"

Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, kontan saja kelima orang ciangbunjin tersebut menjadi tertegun lalu berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo. Cia Siau giok tidak memperdulikan sikap mereka, sambil tertawa dia telah berkata lagi kepada Ting Peng.

"Ting toako, mengapa kau begitu memandang asing terhadap kami? Setelah datang masih berdiri saja di depan pintu tak mau masuk?"

"Cia siocia, aku datang kemari untuk menantang ayahmu berduel!"

Kembali Cia Siau giok tertawa merdu. "Aku telah menyampaikan kata-katamu itu kepada ayah, dia bilang berduel denganmu adalah urusan kalian, tapi yang pasti kau adalah tuan penolongku, bagaimana juga aku harus menyatakan dulu perasaan terima kasihku kepadamu sebelum membicarakan masalah lain, hayo jalan! mari kita masuk ke dalam!"

Ia segera maju ke depan dan menarik lengan Ting Peng. Ting Peng menjadi sangsi: "Aku...."

Sambil tertawa kembali Cia Siau giok berkata: "Persoalan harus diatur mana duluan dan mana belakangan, kau menolong jiwaku lebih dulu dan menantang ayahku belakangan, karena itu sekalipun kau hendak mencari ayahku untuk berduel, paling tidak harus menerima perjamuan lebih dulu setelah aku menyampaikan rasa terima kasihku, kau baru boleh menantang ayahku, dengan demikian ayahku juga tak usah ragu-.ragu untuk turun tangan terhadap dirimu nanti, benar bukan?"

Perkataan yang diutarakan oleh seorang gadis cantik semacam ini tentu saja benar, apalagi apa yang dikatakan memang betul dan bisa diterima dengan akal sehat. Terpaksa Ting Peng ditarik masuk olehnya, cuma buru berjalan berapa langkah tiba-tiba dia meronta dan melepaskan diri dari cekalannya sambil berkata. "Tunggu sebentar, aku masih ada satu persoalan yang harus diselesaikan lebih dulu!"

Dia lantas membalikkan badan dan menghampiri Lim Yok peng, katanya dengan hambar. "Tadi, bukankah kau ingin melihat aku mencabut golokku!"

Dengan cepat Lim Yok peng mundur selangkah ke belakang.

Ting Peng mendengus dingin, katanya lebih jauh: "Aku tidak begitu suka membunuh orang, tapi aku lebih tak suka orang lain berkata demikian kepadaku, kau telah menyaksikan diriku, tapi masih memaksa untuk menyaksikan golokku, itu berarti kau hanya memperdulikan golokku, tidak memperdulikan orangku, bukan begitu? Baik, sekarang aku akan memperlihatkan golokku. Cuma golokku selamanya tak pernah keluar sarung tanpa hasil, maka lebih baik kau pun mencabut keluar pedangmu pula!"

Paras muka Lim Yok-peng pucat pias seperti mayat, mulutnya ternganga lebar dan tak tahu apa yang musti diucapkan.

Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, Ting Peng menghela napas panjang: "Bagi seorang lelaki sejati, mati lebih berharga daripada hidup tertekan, mengapa kau ketakutan seperti itu? Kalau toh merasa takut, mengapa pula kau harus berlagak menjadi seorang jagoan?"

Lim Yok peng memang merasa takut, tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang ciangbunjin suatu perguruan, tentu saja dia tak ingin memperlihatkan kelemahannya di depan orang sambil mencabut pedangnya dia berseru: "Omong kosong, siapa yang takut kepadamu itu?"

Bila seorang tak mau mengakui dirinya ketakutan maka saat itulah dia sedang merasa ketakutan setengah mati, tapi waktu itu tiada orang yang mentertawakan dirinya. Karena orang luar juga sedang ketakutan seperti dia.

Kemudian Ting Peng maju ke depan Lim Yok peng dan mencabut goloknya. Sebilah golok yang amat sederhana, cuma golok itu melengkung sehingga mirip bulan sabit. Setiap orang hanya memperhatikan golok itu, tapi tak ada yang melihat bagaimana caranya Ting Peng turun tangan, dia hanya berjalan menuju ke arah ujung pedang Lim Yok peng.

Tahu-tahu pedang Lim Yok peng telah kutung menjadi dua bagian, sebilah pedang kini sudah berubah menjadi dua bilah. Seperti pedang itu terbuat dari bambu sehingga ketika disayat dengan senjata tajam, dari ujung pedang sampai gagang pedangnya telah terpapas kutung menjadi dua bagian, separuh di kiri dan separuh di kanan. Seluruh badan Lim Yok peng berdiri kaku seperti sebuah patung.

Waktu itu Ting Peng hanya berkata sepatah kata: "Lain kali jangan sembarangan menyuruh aku mencabut golok, bila bersikeras ingin berbicara maka pertimbangkan dulu kemampuanmu."

Selesai berkata, dia berpaling ke arah lima orang lainnya sambil menambahkan: "Demikian juga dengan kalian semua!"

Selesai berkata dia lantas mengikuti Cia Siau giok masuk ke dalam perkampungan.

GOLOK IBLIS

SEBAGIAN besar jago tertahan di tepian sungai, tapi orang yang berdiri di depan pintu pun tidak sedikit, semua orang telah dibuat tertegun. Seperti juga Lim Yok peng, mereka berdiri kaku bagaikan sebuah patung arca.

Semua orang telah menyaksikan golok tersebut, sebilah golok lengkung yang amat sederhana, tiada sesuatu keistimewaan apa-apa. Tapi siapapun tak melihat jelas bagaimana caranya Ting Peng turun tangan, mereka hanya menyaksikan Ting Peng maju menyongsong kedatangan ujung pedang Lim Yok peng, kemudian merekapun menyaksikan pedang itu sudah terbelah menjadi dua.

Mengutungi senjata lawan dalam suatu pertempuran adalah suatu kejadian yang jamak, mengutungi pedang lawan hanya suatu kejadian biasa, tapi pedang Lim Yok peng bukan pedang biasa, pedang tersebut adalah sebilah pedang ternama, sebilah pedang yang diwariskan hanya kepada ciangbunjin saja, meski tidak terukir tulisan apa-apa di ujung pedang tersebut, tapi sudah umum kalau orang menganggap pedang ada orang hidup, pedang musnah orang mati.

Sekarang pedang itu telah dimusnahkan orang, seakan-akan dimusnahkan oleh suatu kekuatan iblis yang luar biasa, karena tenaga manusia tak mungkin bisa melakukannya. Sekalipun seorang ahli pembuat pedang juga tak mungkin bisa membelah pedang tersebut menjadi dua bagian, walau ditempa dan dipanaskan lagi. Tapi Ting Peng dapat melakukannya.

Akhirnya Lim Yok peng sadar kembali dari lamunannya, Ting Peng telah masuk ke dalam pintu gerbang, hanya Ah-ku masih duduk dengan setia di atas kereta. Lim Yok peng membungkukkan badan memungut kutungan pedangnya. kemudian menghela napas panjang.

"Aai... akhirnya aku tahu juga, apa sebabnya kalian merasa begitu ketakutan..."

"Lim sicu, apakah kau melihat jelas bagaimana caranya turun tangan?" Buru-buru Thian kay sangjin bertanya.

Lim Yok peng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak, pada mulanya aku hanya melihat goloknya, tidak melihat orangnya, menanti aku melihat orangnya, golok itu sudah berada ditangannya, seakan-akan golok adalah golok, orang adalah orang, kedua belah pihak tidak ada hubungannya satu sama lainnya."

Kelima orang itu merasa terkejut sekali, buru-buru Ci-yang totiang bertanya: "Lim sicu, benarkah kau mempunyai perasaan demikian?"

Lim Yok peng memandang sekejap ke arahnya, lalu menjawab dengan suara dingin: "Kalian sendiri toh bukannya tak pernah merasakan keadaan seperti ini, mengapa harus bertanya lagi kepadaku?"

Thian kay sangjin menghela napas panjang. "Tidak ciangbunjin, dulu perasaan yang lolap sekalian alami jauh lebih hebat daripada sekarang, golok itu belum mendekat di badan, hawa tajam sudah mendesak tubuh, bahkan bagaikan mau menyayat badan, seandainya Cia-tayhiap tidak turun tangan menyelamatkan kami dan menangkis golok tersebut, sudah pasti tubuh lolap sekalian berlima serta guruku telah tercincang menjadi lima belas bagian, golok tersebut benar-benar merupakan sebilah golok iblis yang menakutkan."

"Benar..." kata Ci-yang totiang pula, golok bulan sabit itu nampaknya sederhana seperti tiada sesuatu yang aneh, tapi bila sudah berada ditangan majikannya, untuk memainkan jurus golok tersebut maka segera muncul suatu kekuatan siluman yang sanggup menggetarkan perasaan setiap orang...."

Lim Yok peng menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya: "Aku tidak merasakan apa-apa, juga tidak menyaksikan apa-apa, cuma melihat golok itu mendekati aku, kemudian tiba-tiba orangnya sudah berdiri dihadapanku, mengenai apa yang terjadi sehingga pedangku itu kutung, aku sama sekali tidak merasakan keadaan semacam itu, mungkin kemampuan yang dimiliki Ting Peng masih belum mencapai kehebatan orang yang kalian maksudkan, sehingga kemampuannya justru belum sedemikian menakutkan."

"Tidak, sicu keliru besar..." kata Thian kay taysu sambil menggeleng, "kesempurnaan yang dicapai Ting Peng sekarang telah melebihi kemampuan orang itu, juga lebih menakutkan, karena dia dapat mengendalikan golok, bukan dikendalikan oleh golok!"

Apakah yang dimaksud sebagai "Golok mengendalikan manusia"?

Golok adalah manusia, manusia adalah golok, antara manusia dan golok bila tak terpisahkan maka golok akan merasakan napsu membunuh dari manusia, akal budi manusia tak bisa mengendalikan kebuasan golok sehingga manusia menjadi budak golok, golok menjadi sukma dari manusia. Golok adalah sebuah alat pembunuh, sedang golok tersebut merupakan alat pembunuh dari sekian alat pembunuh.

Lantas apa pula yang dimaksudkan "manusia mengendalikan golok"?

Golok adalah aku, tapi aku tetap aku. Golok itu digenggam oleh tangan dan digerakkan menurut perasaan yang dipancarkan lewat akal budi, oleh sebab itu bila dalam hatiku ingin menghancurkannya semacam barang, menghancurkannya hingga suatu bentuk, golok akan melakukannya menurut perintah yang disalurkan lewat otak dan digerakkan otot tangan. Jadi manusia sukma dari golok tersebut, golok adalah budak dari manusia bukan sebaliknya.

Paras muka enam orang pemimpin dari enam partai besar yang berada di depan pintu telah berubah sangat hebat, penuh diliputi perasaan takut dan ngeri yang tebal, mereka memang mempunyai alasan untuk merasa takut dan ngeri.

Ditinjau dari penuturan Lim Yok peng, kesempurnaan Ting Peng telah mencapai manusia mengendalikan golok, itu berarti tiada orang yang bisa mengendalikan dirinya lagi.

Ci-yang totiang termenung beberapa saat lamanya, kemudian baru berkata. "Cia sianseng, menurut pendapatmu, apakah pedang sakti dari keluarga Cia sanggup untuk mengendalikan golok iblis dari Ting Peng?"

Dengan cepat Cia sianseng menjawab: "Sepuluh tahun berselang, aku berani mengatakan dengan pasti tidak mungkin. Tapi sepuluh tahun belakangan ini aku tidak tahu sampai dimanakah taraf kemampuannya yang dimiliki majikanku sehingga terpaksa aku hanya bisa mengatakan tidak tahu"

Jawaban semacam itu sama halnya dengan jawaban yang tak berguna, sebuah jawaban yang bisa membuat orang bertambah kesal. Tapi dari jawaban tersebut dapat ditarik pula satu kesimpulan baru, yakni tiada orang yang tahu kemampuan Cia Siau hong yang sebenarnya. Ilmu pedangnya telah berhasil mencapai suatu tingkat kesempurnaan yang mengerikan sekali.

Tapi Cia sianseng mengatakan kepandaian tersebut masih belum berhasil mencapai taraf yang dimiliki Ting Peng sekarang. Dengan suara rendah ketua Hoa san pay Cing Hui kiam-khek Leng It hong berbisik:

"Sekalipun Cia tayhiap bisa menangkan Ting Peng, kitapun tak bisa terlalu mengharapkan terlalu banyak, karena mengundang dia keluar untuk mengurusi persoalan ini mungkin lebih tidak gampang dibandingkan dengan kita turun tangan sendiri untuk menghadapi Ting Peng."

Semua orang menundukkan kepalanya rendah-rendah, apa yang diucapkan Cia Siau giok tadi terasa masih mendengung di sisi telinga mereka, pandangan Cia Siau hong terhadap mereka sudah jelas menerangkan segala-galanya.

Mereka tak berani marah kepada Cia Siau hong, karena Cia Siau hong memang berhak untuk mengeritik mereka. Satu-satunya harapan mereka sekarang adalah jangan sampai kritikan tersebut tersiar sampai di luar perkampungan.

Sewaktu datang tadi, gaya ke enam orang itu sangat gagah, naik perahu baru keluar Cia dan disambut masuk ke dalam perkampungan seperti tamu agung. Tapi sewaktu berlalu dari situ keadaannya mengenaskan sekali.
Sekalipun mereka masih juga menunggang perahu yang sangat megah itu, meski diantar oleh Cia sianseng, tapi barisan penyambut tamu agung yang berjajar di tepi perkampungan telah dibubarkan, bahkan sudah bubar sebelum mereka naik ke atas perahu.

Maksud dari kenyataan itu sudah jelas sekali, yakni barisan penyambut tersebut bukan disiapkan untuk menyambut kedatangan mereka, apa yang mereka saksikan hanya suatu kebetulan saja.

Sewaktu mereka pergi, tamu agung dalam perkampungan Sin-kiam-san-ceng belum ada yang pergi, untuk membuat orang tidak salah paham, maka barisan tersebut dibubarkan. Hal ini membuat di atas wajah mereka yang sedih, diliputi pula perasaan malu.

Terutama sekali ketika perahu mereka menepi di pantai seberang, betapapun muka dengan sorot mata kawanan jago persilatan yang dialihkan ke arah mereka, dengan pandangan tercengang serta perasaan tidak mengerti, rasa malu yang mencekam di dalam hati mereka makin bertambah tebal.

Cuma saja walaupun dalam perkampungan Sin kiam san-ceng mereka mendapat perlakuan yang kurang baik, namun dalam pandangan kawanan persilatan itu, kedudukan mereka masih tetap tinggi dan terhormat bagaikan malaikat.

Oleh karena itu tak ada yang berani maju bertanya kepada mereka, apa gerangan yang telah terjadi di tepi seberang sana, bahkan semua orang masih mempunyai satu hal yang paling diperhatikan. Bagaimanakah akhir pertarungan antara Ting Peng dengan Cia Siau hong?

Untuk saja Cia sianseng ikut mengantar mereka ke seberang dan Cia sianseng sudah termasyhur sebagai seorang yang ramah dan hangat bergaul dengan semua orang. Maka ada orang yang sudah berjalan menghampiri Cia sianseng, bahkan sudah bersiap-siap untuk menyapa.

Walaupun Cia sianseng mempunyai pergaulan yang luas, tapi orang yang bisa mempunyai hubungan dengannya, paling tidak juga seseorang yang punya nama.

Orang itu bernama Lo Kay seng, seorang cong-piautau dari suatu perusahaan pengawalan barang, yang tidak terhitung besar namun juga tidak terhitung kecil, maka bagaimanapun juga Lo cong-piautau masih mempunyai sedikit nama yang cukup lumayan dalam dunia persilatan.

Terlepas dari kedudukannya itu, dia masih ada satu hal yang bisa diandalkan, yakni Cia sianseng pernah mempunyai sedikit hubungan dengannya, ketika ia secara kebetulan melewati kota dimana perusahaan pengawalan barang itu dibuka, ia pernah menerima jamuannya bahkan menjadi tamu seharian penuh di rumahnya. Oleh karena itu, Lo Kay seng merasa inilah saatnya untuk memperlihatkan hubungannya itu kepada umum.

Tampaknya Cia sianseng juga telah melihat kehadirannya, maka sebelum ia sempat buka suara, dia telah menegur lebih dulu: "Saudara Kay seng, maaf, maaf, aku tak tahu kalau kaupun turut hadir di sini, mengapa tidak memberi kabar dulu kepada siaute? Sungguh mohon maaf atas keterlambatan ku datang menyambutmu"

Di hadapan begitu banyak orang, dalam sebutan yang begitu ramah hampir saja air mata Lo Kay seng jatuh bercucuran saking terharunya, sikap mesra dari Cia sianseng kepadanya ini membuat kedudukannya diantara sekian banyak orang menanjak tinggi secara tiba-tiba.

Di kemudian hari, sekalipun Cia sianseng menyuruh pergi mati, tanpa ragu dia pasti akan melaksanakannya. Karena bagi orang-orang persilatan, yang penting adalah gengsi.

Maka Lo Kay seng menjadi tergagap dengan mata terbelalak, saking terharunya dia sampai tak tahu bagaimana harus menjawab. Sambil tertawa kembali Cia sianseng berkata.

"Mungkin pertarungan ini dibatalkan."

"Mengapa?" tanya Lo Kay seng cepat-cepat.

Cia Sianseng tertawa. "Sebab Ting kongcu telah bersahabat dengan nona kami, malah mereka dapat berbincang-bincang dengan akrab sekali."

"Lantas bagaimana dengan soal pertarungan itu?"

"Entahlah, mereka belum membicarakannya lagi, tapi seandainya Ting kongcu bersahabat dengan nona kami, tentunya ia akan merasa rikuh untuk menantang lo tay-ya kami lagi."

Walaupun Cia sianseng tidak memberi tahukan apa-apa, tapi terhadap pertarungan antara Ting Peng dengan Cia Siau hong pun telah mengemukakan dugaan pribadinya. Dugaannya tentu saja tak bisa dianggap sebagai jawaban, tapi dugaan dari Cia sianseng adalah congkoan dari perkampungan Sin kiam san ceng...

Karena Cia sianseng mempunyai kedudukan yang tinggi didalam dunia persilatan, perkataannya cukup berbobot. Oleh karena itu bila tiada suatu keyakinan yang memadahi tak mungkin dia akan sembarangan berbicara, apa lagi mengemukakannya di depan umum. Oleh karena itu, apa yang dikatakan hampir boleh dibilang merupakan suatu jawaban.

Suara helaan napas segera terdengar diantara kawanan jago persilatan itu. Agaknya mereka semua merasa kejadian itu patut disesalkan, patut disayangkan, tapi seperti juga banyak yang menyambut berita itu dengan perasaan gembira.

Walaupun dengan susah payah mereka datang dari tempat yang jauh untuk menghadiri keramaian tersebut, tapi tampaknya kehadiran mereka bukan berharap untuk bisa menyaksikan akhir dari pertarungan tersebut. entah siapapun yang menang dan siapa yang kalah.

Dalam anggapan setiap orang, Cia Siau-hong adalah dewa, malaikat, seorang jago pedang yang tiada taranya, semacam perlambang dari suatu kejayaan dan keagungan. Tentu saja tiada orang yang berharap dewanya kalah, malaikatnya menderita kekalahan hebat ditangan orang.

Ting Peng pun merupakan suatu perlambang pula dalam hati sementara orang, terutama sekali dalam hati kaum muda serta kaum wanita. Kemunculannya yang tiba-tiba, kecemerlangan dan kejayaan yang diperolehnya secara tiba-tiba, penuh mengandung sistim bekerja yang segar, yang santai dan penuh jiwa kemudaan.

Sistim yang diperlihatkan kepada umum seolah-olah merupakan suatu pendobrakan, suatu pendobrakan terhadap tradisi kuno yang penuh dengan segala macam tata cara yang serba kaku dan disiplin.

Dia seakan-akan muncul dengan suatu cita-cita, yakni menantang duel terhadap segala macam tata cara kuno tersebut, dia pun menunjukkan sikap yang gagah, dan angkuh untuk menantang kaum tua serta kaum ketua kenamaan untuk beradu kepandaian.

Tindakan semacam ini, bagi perasaan kaum muda merupakan suatu dorongan semangat yang besar untuk maju. Oleh karena itu, mereka pun tidak berharap Ting Peng kena dirobohkan dalam pertarungan tersebut.

Sekalipun jawaban yang diperoleh kurang merangsang perasaan, namun setiap orang merasa gembira, membuat setiap orang merasa puas pula terhadap hasil dari pertempuran itu.

RUMAH RAHASIA

"TING KONGCU dan nona kami telah menjadi sahabat karib!"

Berita itu merupakan suatu kenyataan dan diumumkan Cia Sianseng kepada semua orang, agaknya berita tersebut merupakan suatu kenyataan yang tak akan dibantah oleh setiap orang, meski pun pemimpin ke enam partai besar pernah merasakan kelihaian dari Ting Peng, namun merekapun tidak menyangkal kenyataan tersebut.

Dengan mata kepala sendiri mereka saksikan Cia Siau giok menggandeng tangan Ting Peng masuk ke dalam perkampungan, hubungan mereka berdua nampaknya amat erat. Tapi kenyataan yang sebenarnya belum tentu akan sesederhana apa yang dibayangkan semua orang.

Cia Siau giok memang amat cantik, seorang gadis yang cantik jelita, di bawah senyumannya setiap lelaki akan merasa seolah-olah tak dapat menampik setiap permohonannya.

Kalau mereka dapat berjalan sambil bergandengan tangan dengannya, sekali pun di depan mata terdapat kawah gunung berapi, orang-orang lelaki bisa saja melompat ke dalam tanpa mengernyitkan dahi.

Tapi Ting Peng bukan lelaki sembarangan, dia tidak begitu mudah untuk ditundukkan. Karena dia telah mengalami rayuan maut dari bini Liu Yok siong, Chin Ko cing memang seorang perempuan yang amat menggetarkan hati kaum lelaki.

Karena dia mempunyai seorang istri rase, walaupun selama berada di hadapannya Cing cing tak pernah menggunakan ilmu rayuan apa-apa, namun kecantikan wajahnya selembut air, tak akan bisa ditandingi oleh perempuan manapun.

Cia Siau giok berbeda dengan kedua orang perempuan itu, dia seakan-akan memiliki kelebihan dari dua orang perempuan tersebut, daya tarik dari Chin Ko cing dan kelembutan dari Cing cing. Akan tetapi Siau giok tidak sejalang Chin Ko cing, diapun tidak seanggun Cing cing.

Bagi lelaki lain, mungkin dia tak akan mengalami kegagalan, tapi bagi Ting peng, dengan mudah akan terlihat kelemahan-kelemahannya. Oleh karena itu, ketika mereka berdua sudah duduk, pelayan sudah menghidangkan sayur dan arak, dan setelah mereka meneguk tiga cawan arak, dimana Cia Siau giok mulai mabuk serta memancarkan daya tarik kegadisannya, Ting Peng malahan merasa kegembiraannya lenyap tak berbekas.

Tiba-tiba Cia Siau giok memerintahkan pelayan untuk mengundurkan diri, setelah memenuhi cawannya dengan arak ke empat, ia menjatuhkan diri bersandar di atas dadanya dan tertawa merdu, bisiknya: "Mari, kita meneguk secawan arak lagi!"

Kalau di masa lalu, sekalipun arak tersebut adalah arak beracun, pasti tak akan ada orang yang menampiknya. Tapi Ting Peng justru mendorong tubuhnya dengan dingin, dan menampik pula arak tersebut dengan dingin, kemudian menjawab:

"Tiga cawan arak sudah cukup sebagai sopan santun. Cawan ke empat ini terlalu berlebihan"

Cia Siau giok tertegun, baru pertama kali ini dia didorong orang untuk menjauh. Lagi pula oleh seorang pria. Sejak dia tiba di perkampungan Sin kiam san-ceng, entah sudah berapa banyak jago pedang dan jago silat muda yang menjadi tamunya, mereka datang karena terangsang oleh kecantikan serta kelincahannya.

Bahkan gara-gara saling berebut mengambilkan sapu tangannya yang terjatuh ke tanah, dua orang lelaki telah saling mencabut pedang untuk berduel mati-matian. Tapi sekarang, dia telah didorong orang. Kenyataan ini membuatnya merasa sedih, tapi juga mendatangkan semacam rangsangan baru.

Lelaki ini ternyata masih dapat menampik bujuk rayunya, maka diapun bertekad untuk menaklukkannya. Oleh karena itu, sambil tertawa dia lantas berkata:

"Ting toako, masa memberi muka kepadaku pun kau tak sudi."

Ting Peng berkerut kening, kemudian menjawab tanpa perasaan. "Diantara kita berdua tak pernah mempunyai suatu hubungan, lagi pula aku tak pernah minum arak karena suatu perasaan belaka"

Kata-kata yang tanpa perasaan sama artinya, dengan sebuah tamparan keras yang mendamprat di atas pipinya, kontan senyuman di ujung bibirnya menjadi kaku.

Hal inipun mendatangkan satu perasaan malu yang belum pernah dialaminya sebelumnya, sepasang matanya segera menjadi merah, titik air mata jatuh berlinang dengan wajah yang mengenaskan dia awasi wajah Ting Peng tanpa berkedip.

Sikap yang begitu mengenaskan bukan cuma bisa meruntuhkan perasaan kaum lelaki, manusia baja pun akan turut meleleh. Tapi Ting Peng bukan manusia baja, dia adalah seorang yang berperasaan lebih keras daripada baja, maka dengan wajah yang menunjukkan perasaan muak serunya.

"Nona Cia, bila kau ingin merayu orang, maka usiamu masih kelewat muda, kalau ingin menangis aleman maka usiamu sudah kegedean, yang paling menjemukan dari seorang gadis adalah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan usia sendiri"

Hampir saja air mata Cia Siau giok bercucuran dengan deras, tapi setelah mendengar perkataan itu, dengan cepat dia menyeka air matanya, lalu berkata sambil tertawa: "Ting toako. Kau pandai sekali bergurau"

Perubahan sikap yang begitu cepat malahan justru membuat Ting Peng menjadi tertegun. Perubahan sikap seseorang ternyata bisa mengalami perubahan dengan sedemikian cepatnya dalam waktu singkat terutama bagi seorang perempuan, paling tidak dia harus berpengalaman selama banyak tahun dalam sarang pelacuran sebelum dapat menguasahi sikap semacam itu.

Maka sekali lagi Ting Peng mengawasi perempuan itu dengan seksama, ia benar-benar tidak berhasil menjumpai lagi perasaan marah atau perasaan sedih lagi di atas wajahnya.

"Ting toako, kau pandai benar bergurau!"

Sebetulnya ucapan tersebut merupakan sepatah kata yang sangat umum, tapi seandainya dia bukan seorang perempuan pelacur yang sudah biasa menghadapi pelbagai macam tantangan hidup dalam keadaan seperti ini, mustahil dia bisa menggunakan kata-kata tersebut.

Menggunakan sepatah kata untuk membuang jauh-jauh semua kejengahan, cara semacam ini tak bisa dikatakan suatu kata-kata merendah, tapi boleh dibilang merupakan suatu tehnik untuk menghilangkan kejengahan.

Tak tahan lagi Ting Peng segera bertanya: "Berapakah umurmu tahun ini?"

Cia Siau giok tertawa. "Perkataan yang paling tak bisa dipercaya di dunia ini adalah ucapan dari seorang perempuan, semasa masih muda dulu aku selalu lebih suka dianggap orang telah dewasa, telah matang maka aku selalu menambah umurku dengan satu dua tahun, tapi setelah aku benar-benar menjadi dewasa dan matang, akupun kuatir diriku kelewat cepat menjadi tua, maka akupun mengurangi usiaku dengan satu dua tahun, selewatnya beberapa tahun lagi, bila aku benar-benar sudah meningkat tua, mungkin umurku akan dikurangi dengan lebih banyak lagi, sampai aku sendiripun tak jelas berapa sebenarnya umurku."

"Tapi aku toh pasti mempunyai suatu umur yang dapat membuat dirimu sendiri merasa puas bukan, usiaku yang tidak kelewat besar juga tidak kelewat kecil..."

"Tentu saja, itulah sebabnya kebanyakan perempuan selalu hidup antara usia sembilan belas sampai dua puluh tahun, kalau sebelum usia itu, maka usianya harus dikurangi satu dua tahun, tapi selanjutnya harus ditambah satu tahun, oleh karena itu kalau tahun berselang aku mengaku berumur sembilan belas tahun dan tahun ini dua puluh tahun maka sekarang aku kalau kuberitahukan kepadamu tahun ini aku berumur dua puluh tahun dan tahun depan aku berumur sembilan belas tahun."

Ting Peng merasa kalau kecerdasan gadis ini sangat menarik hati, sambil tertawa dia bertanya lagi: "Tahun lalu kita belum bersua muka maka aku tidak tahu berapa usiamu yang sebenarnya"

"Aaah, itu mah tidak menjadi soal" sahut Cia Siau giok sambil tertawa, "pokoknya kalau aku bukan sembilan belas tentu dua puluh tahun, asal kau tidak menganggap aku berusia dua puluh satu tahun, aku tak akan menjadi marah"

"Aaai... kalau begitu anggap saja aku tak pernah bertanya" Ting Peng menghela napas.

Cia Siau giok memutar biji matanya, lalu berkata: "Sebenarnya memang begitu, Ting toako tidak nampak seperti orang bodoh, mengapa kau harus mengajukan pertanyaan bodoh seperti itu?"

Ia memang seorang perempuan yang sangat memahami perasaan kaum lelaki, setelah mengalami kegagalan dalam taktik merayu dan taktik lemah lembut, kini dia telah bertukar dengan taktik yang ke tiga. Ia memang disadarkan oleh sepatah kata dari Ting Peng.

"Untuk merayu usiaku kelewat kecil, untuk menangis menjadi aleman, usiamu kelewat besar!"

Dari perkataan itu, dengan cepat ia tahu kesan macam apakah yang didapatkan Ting Peng terhadap dirinya, selain itu diapun segera mengetahui perempuan macam apa pula yang paling digemari oleh Ting Peng.

Diam-diam ia menyalahkan kebodohan sendiri yang telah banyak melakukan kesalahan, padahal perempuan macam apakah yang digemari Ting Peng, sedikit banyak seharusnya dia sudah harus mempunyai gambaran.

Sewaktu di pintu gerbang tadi, justru karena ejekan dan sindirannya terhadap ketua enam partai, ia berhasil menangkan persahabatan dari Ting Peng dan mengajaknya masuk ke dalam.

Ada sementara orang lelaki memang menyukai perempuan yang suka menyindir, kebetulan pula Ting Peng adalah salah seorang diantaranya, hal ini justru meningkatkan kegembiraan Cia Siau giok. Dia ingin mencoba merasakan hal-hal yang baru, dia ingin mencoba untuk menundukkan lelaki ini.

Tapi diapun merasa agak takut, dalam pengalamannya, dia belum pernah merasakan peranan semacam ini, dia tak tahu apakah dia bisa berbuat dengan sebaik-baiknya. Ia masih menggigit jarinya sambil berpikir tindakan apa yang selanjutnya akan dilakukan dan perkataan apa yang hendak dikatakan. Tetapi Ting Peng tidak memberi kesempatan lagi. Dengan suara hambar katanya: "Nona Cia, sekarang kau bisa mengundang keluar ayahmu"

Cia Siau hong menjadi tertegun. "Apa kau masih akan mencari ayahku untuk berduel?" serunya keheranan.

"Aku memang datang ke sini lantaran persoalan ini!" sahut Ting Peng hambar.

Entah sudah berapa banyak akal yang di pikir Cia Siau-giok, tapi akhirnya semua akal tersebut dilepaskan, dia tahu harus menggunakan cara apa untuk menghalangi terjadinya duel tersebut.

Tapi Ting Peng telah mengemukakan jawaban yang sedang dipikirkannya itu. "Nona Cia, apakah kau berharap kita bisa menjadi sahabat yang baik....?"

"Tentu saja, aku ingin membalas budi pertolonganmu, sekalipun berbicara yang sebenarnya walaupun kau benar-benar telah menolongku, tapi akupun tak usah menerimanya sebab kau bukan menolong aku karena ingin menolongku!"

"Ooooh, lantas karena apakah aku telah menolongmu?"

"Kau hanya bertindak demi menjaga gengsimu, martabatmu, kau tidak menghendaki ada orang lain membunuh orang di pagoda Ang bwee khekmu itu, coba kalau beralih ke tempat lain, kau pasti tak akan menggubris!"

"Tidak, kau keliru, sekalipun berada ditempat lain aku juga akan mengurusinya, asal aku berada di telaga See Ouw, siapapun tak boleh membunuh orang di situ, kecuali aku sendiri!"

Cia Siau giok tertawa, kejumawaan Ting Peng membuatnya makin gembira, semakin jumawa semakin nampak nyata watak yang sebenarnya dari seseorang. Oleh karena itu katanya sambil tertawa: "Tapi sewaktu berada di pagoda Ang Bwe khek tempo hari, bukankah banyak juga yang mati di situ? Dan lagi orang-orang itu bukan mati di tanganmu?"

"Walaupun orang-orang itu bukan mati di tanganku, tapi aku merasa mereka memang pantas untuk mati asal aku menganggap orang itu pantas mati dan ada orang yang mewakiliku untuk membunuhnya, mengapa aku tidak menyimpan tenaga baik-baik."

Inilah tindakan dari seorang lelaki yang pandai, lagi pula seorang lelaki yang telah dapat mengendalikan semua perasaan dan napsunya, sehingga tak sampai dikemukakan secara nyata. Diam-diam Cia Siau giok mendapat kembali suatu kelebihan dari Ting Peng dalam hatinya.

"Kalau begitu, aku masih bukan termasuk orang yang kau anggap pantas untuk mati?" katanya kemudian.

"Benar, dulu aku sama sekali tak mengenalmu, bahkan akupun tidak tahu kalau kau putrinya Cia Siau-hong, tentu saja tak bisa memutuskan kau beralasan untuk mati atau tidak!"

"Sekarang kau tidak tahu, apakah kau menganggap aku tidak pantas untuk mati?"

Ting Peng segera tertawa: "Benar, bila ingin mengetahui apakah seseorang pantas mati atau tidak, hal ini harus dilihat dulu pernahkah dia menyalahi diriku atau tidak, kau masih belum melakukan perbuatan brutal semacam itu!"

"Andaikata suatu hari aku benar-benar menyalahimu?"

"Aku hanya bisa berkata, berhati-hatilah kau, sekalipun kau adalah putrinya Cia Siau hong aku tetap tak akan mengampunimu"

Cia Siau giok menjulurkan lidahnya dan tertawa nakal. "Kalau begitu aku akan selalu memperingatkan diriku sendiri janganlah berbuat sesuatu yang menyalahi dirimu"

"kalau memang begitu, kaupun tak usah melakukan perbuatan-perbuatan yang kau anggap cerdik tapi justru menjemukan diriku!"

"Ting toako, aku benar-benar tidak tahu perbuatan apakah yang menjemukan hatimu?"

Ting Peng segera mendengus dingin. "Seperti apa yang kau lakukan sekarang, selalu mengulur waktu dan ingin menghalangi niatku untuk berduel dengan ayahmu, perbuatan semacam ini merupakan suatu perbuatan yang sangat menjemukan hatiku, yang paling kubenci adalah perempuan yang tidak tahu kedudukannya sebagai seorang perempuan, perempuan yang selalu ingin mencampuri urusan orang lelaki..."

Sewaktu mengucapkan kata tersebut, di depan matanya seakan-akan muncul bayangan dari Chin Ko cing perempuan yang paling di bencinya itu, hingga tanpa terasa rasa muak yang menghiasi wajahnya nampak bertambah tebal.
Cia Siau-giok merasa terperanjat sekali, dia sangat memahami pengalaman Ting Peng dimasa lampau, terutama sekali peristiwanya dengan Liu Yok siong. Pembalasan yang dilukiskannya terhadap Liu Yok song boleh dibilang mendekati kebrutalan, sekalipun berbicara dari setiap perbuatan yang pernah dilakukan Liu Yok siong terhadapnya, pembalasan itu tidak terhitung kebangetan, tapi setiap pembalasan yang dilancarkan olehnya sudah pasti memberikan pukulan batin yang amat besar bagi Liu Yok-siong.

Chin Ko-cing ingin membantu Liu Yok siong untuk merangkak ke tempat kedudukan yang lebih tinggilah baru menipu Ting Peng dan mempermainkan dirinya. Oleh sebab itu Ting Peng bukan cuma membenci perempuan semacam ini, dia pun paling benci terhadap perempuan-perempuan yang suka mencampuri urusan orang lelaki. Dengan cepat Cia Siau giok tahu apa yang harus dilakukan olehnya, sambil tertawa katanya.

"Ting toako, kau salah paham, aku tidak bermaksud menghalangimu untuk berduel dengan ayahku, akupun merasa tak mampu untuk menghalangi keinginanmu itu, seperti juga aku tak sanggup untuk mengundangnya keluar, karena aku sendiripun tidak tahu apakah dia berada di rumah atau tidak sekarang..."

"Apa? bukankah tadi kau mengatakan..."

"Benar, belum lama berselang aku telah berjumpa dengan ayahku dan berbincang-bincang dengannya, tapi dia tidak mengemukakan pendapat apa-apa terhadap soal tersebut, ia tidak mengatakan menerima tantanganmu juga tidak mengatakan menampik"

Dia dapat menyaksikan perubahan di atas wajah Ting Peng, buru-buru lanjutnya: "Dalam persoalan ini, aku benar-benar tak dapat mengambilkan keputusan apa-apa bagi ayahku, satu-satunya cara hanyalah ku ajak untuk pergi mencarinya, coba, dilihat apa keputusannya nanti"

* * *

Sekarang, ada tiga orang sedang berdiri di depan pintu besar yang tertutup rapat, berdiri termangu sambil mengawasi gembokan besar yang telah berkarat itu.

Selain Ting Peng dan Cia Siau giok, terdapat pula A-ku. Pelayan yang setia ini meski tak pandai berbicara, namun dia sangat pandai memahami perasaan orang, bila tidak membutuhkan kehadirannya, dia tak akan ditemukan, tapi bila dia dibutuhkan maka tak pernah ia ketinggalan.

Sewaktu Ting Peng mengikuti Cia Siau giok keluar dari ruangan, bagaikan bayangan saja dia turut di belakangnya, cambuk yang semula berada ditangan kini sudah tak nampak lagi, sebaliknya sebilah pisau belati terselip pada pinggangnya, dua belah gelang perak melingkar di atas lengannya, sedang di ujung jarinya mengenakan sebuah cincin berduri.

Senjata semacam ini nampaknya seperti tak akan mendatangkan kegunaan apa-apa, tapi Ting Peng tahu kalau senjata-senjata yang dibawa Ah-ku mempunyai khasiat dan kekuatan yang luar biasa. Sambil menuding bangunan berdinding tinggi di hadapannya, Cia Siau giok berkata:

"Selama banyak tahun ayahku bersembunyi di dalam sana, kata sembunyi yang siaumoay pergunakan ini mungkin kurang tepat karena jejak dia orang tua memang sukar diikuti, diapun bukan selalu berada di dalam sana..."

Tentang soal ini Ting Peng sudah tahu, semenjak Sin kiam san-ceng dihuni Cia Siau giok, jumlah anggota perkampungan itupun semakin bertambah banyak. Asal jumlah penghuninya makin banyak, rahasiapun semakin sukar dipegang.

Kembali Cia Siau giok berkata: "Bila ayahku berada di rumah, dia pasti berdiam di dalam sana, kalau tidak akupun tak tahu dia berada dimana"

"Belum lama berselang dia toh masih berada dirumah..."

"Tapi sekarang, apakah dia masih berada di sana atau tidak sukar untuk diketahui, dulu diapun sering berbuat demikian, kaki depan masih melangkah keluar untuk menyapa orang, dalam waktu singkat dia sudah hilang tak berbekas, kemudian terdengar ada orang yang berkata kalau ia telah berjumpa dengannya di kota, padahal selisih waktunya antara kejadian pertama dengan kejadian lain cuma dua jam."

"Dua jam memang sudah cukup baginya untuk sampai di suatu tempat yang lain" kata Ting Peng sambil tertawa.

"Tapi kota itu berjarak hampir lima ratus li dari sini!" seru Cia Siau giok sambil tertawa.

"Oooh, kecuali dia bersayap dan bisa terbang diangkasa, apakah ayahmu telah berhasil melatih diri menjadi dewa?" seru Ting Peng dengan wajah menunjukkan perasaan kaget.

"Ayahku bukan dewa, juga tak bersayap, paling banter karena tenaga dalamnya telah mencapai kesempurnaan, sehingga ilmu meringankan tubuhnya telah mencapai tingkat kesempurnaan, maka dia dapat melewati perintang jalan yang sukar dilewati orang lain dan memotong jalan terpendek, itulah sebabnya dia lebih cepat daripada orang lain"

Ting Peng segera manggut-manggut. "Yaa mungkin saja memang demikian, lima ratus li adalah jarak untuk kebanyakan orang misalnya dari kiri bukit berputar ke sebelah kanan bukit sebaliknya jika rata tidak berjalan memutar, tapi memotong bukit tentu saja jaraknya tinggal separuhnya saja"

"Yaa mungkin begitulah kejadiannya."

Ting Peng segera menuding ke arah gembokan di depan pintu, kemudian berkata lagi: "Kalau begitu walaupun pintu ini terkunci tapi belum tentu bisa membuktikan kalau ayahmu tidak berada di sana?"

"Benar berada di depan toako, siaumoay tak berani berbohong, aku memang benar-benar tidak tahu apakah ayahku berada di dalam sana atau tidak..."

"Bagaimana kalau kita berteriak memanggil dari luar pintu?"

"Mungkin hal itupun tak ada gunanya karena siaumoay juga tak pernah masuk ke sana, tapi dulu aku pernah mencoba, adakalanya sekalipun dia orang tua berada di dalam, namun ia tidak menyahut atas panggilanku, ia pernah berpesan, bila dia ingin bertemu dengan orang maka dia akan munculkan diri dengan sendirinya, kalau tidak maka tak usah masuk untuk mengganggunya"

"Kalau begini terpaksa aku harus mendobrak pintu dan masuk ke dalam..."

""Tentu saja bukan hanya cara ini saja yang tersedia, misalnya dengan melompati pagar pekarangan, kau pun bisa masuk ke dalam, tapi agaknya Ting toako bukan seseorang yang sudi melompati dinding pekarangan orang."

"Benar, aku datang mencari ayahmu dan menantangnya berduel, semuanya kulakukan dengan cara yang terbuka dan blak-blakan, aku tak ingin menirukan sang pencuri yang menerobos masuk ke rumah orang dengan melompati dinding pekarangan orang"

Setelah berpikir sebentar, dia berkata lagi: "Aku hendak masuk ke dalam dengan mendobrak pintu, tentunya kau tak akan menghalangi perbuatanku ini bukan?"

Cia Siau giok tertawa. "Sebetulnya aku wajib menghalangi perbuatanmu, tapi tenaga dan kemampuanku belum cukup untuk menghalangi perbuatanmu itu, maka apa gunanya aku harus mengorbankan tenaga dengan percuma? Apa yang hendak kau dobrak tak lebih hanya sebuah pintu, mengapa aku harus pertaruhkan nyawa untuk melindungi benda mati?"

"Nona Cia, kau memang seorang gadis yang sangat cerdik" puji Ting Peng sambil tertawa.

Cia Siau giok turut tertawa. "Ayahku telah banyak menyalahi orang, tapi jarang punya berapa orang teman, walaupun perkampungan Sin kiam san ceng termasyhur di seluruh dunia, tapi tak akan melindungi diriku, sebagai anak gadis Cia Siau hong, kalau tidak cerdik berarti umurku tak bisa panjang!"

"Benar, nama besar ayahmu tak dapat menjamin orang lain tidak membunuhmu, seperti juga Thi -yan siang hui yang mengejar dirinya tempo hari, toh tiada orang yang berani menghalangi mereka!"

"Siapa bilang tak ada? Ting toako kan telah menghalangi mereka" seru Cia Siau giok sambil tertawa, orang yang berani turun tangan terhadap anak gadis Cia siau hong, sudah pasti dia bukan sembarangan orang, oleh karena itu orang yang bisa melindungiku pun tak banyak jumlahnya, apa lagi seperti orang, toako boleh dibilang jarangnya jarang!"

"Nona Cia, jangan lupa kalau aku datang mencari ayahmu untuk diajak berduel lebih baik kau jangan kelewat terburu napsu untuk bersahabat denganku!" kata Ting Peng dingin.

"Mengapa? Yang kau tantang untuk berduel toh ayahku, bukan aku, apa sangkut pautnya antara tantanganmu itu dengan persahabatan diantara kita berdua?!"

"Bila pertarunganku dengan ayahmu telah berlangsung, maka salah satu pihak pasti akan menderita kekalahan!"

"Itu sudah pasti, tapi kejadian itupun tak akan besar pengaruhnya, bila kepandaian silat telah berhasil mencapai ke tingkatan seperti apa yang kalian miliki, menang kalah hanya selisih sedikit sekali, mustahil pertarungan tersebut dapat diakhiri dengan mengalirkan darah..."

"Sukar untuk dikatakan begitu, misalnya saja seperti ilmu golokku, bila telah dilancarkan maka akan sulit untuk ditarik kembali."

"Kau berhasil melukai Thi yan siang hui, mengalahkan Lim Yok peng bukankah semuanya bisa dilepaskan dengan leluasa?"

"Hal ini disebabkan selisih kepandaian mereka denganku amat jauh, aku belum menyerang dengan sepenuh tenaga!"

Cia Siau giok segera tertawa. "Ketika kau melangsungkan pertarungan melawan ayahku, rasanya kaupun tak usah menyerang dengan sepenuh tenaga, pertarungan antara jago lihay hanya berbeda dalam hal tehnik serta taktik, tidak diputuskan oleh kekuatan tenaga, adakalanya dengan berdiri saling berhadapan tanpa turun tanganpun kedua belah pihak sudah tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah!"

"Hebat benar kepandaianmu, kalau tidak masa kau bisa mengucapkan perkataan semacam ini? Orang yang belum mencapai suatu tingkatan tertentu, tak mungkin dia bisa memahami arti dari kata-kata tersebut." seru Ting Peng dengan perasaan tergerak.

"Ting toako, aku adalah putrinya Cia Siau hong, majikan generasi yang akan datang dari perkampungan Sin kiam san ceng, tentu saja kepandaianku tak boleh sangat cetek." "Dengan kemampuan yang kau miliki, tidak seharusnya kau melarikan diri sewaktu dikejar oleh Thi yan siang hui tempo hari, sebab kepandaian mereka tidak sehebat kepandaianmu!"

Sekali lagi Cia Siau giok merasakan hatinya bergetar keras, dia tak menyangka kalau Ting Peng begitu teliti, lagi pula dapat menangkap kelemahan-kelemahan dibalik perkataannya itu.

Dengan cepat otaknya berputar kencang dengan cepat dia telah berhasil menemukan sebuah akal bagus, dia tahu apa yang harus diperbuatnya sekarang, alasan apapun tak akan berhasil menutupi kelemahannya itu, malah justru dengan berterus terang keadaannya malah bertambah bahaya.

Sambil tertawa dia lantas berkata: "Kalau kepandaianku betul-betul selisih banyak bila dibandingkan dengan kepandaian mereka, bagaimana mungkin aku bisa meloloskan diri dari pengejaran mereka dan kabur ke pagoda Ang Bwe khek?"

"Kalau begitu, kau memang bermaksud untuk melarikan diri?"

"Boleh dibilang begitulah, aku tahu kalau sepasang suami istri itu adalah manusia yang sangat lihay, karenanya aku ingin melihat siapakah yang sanggup mengatasi kebuasan mereka, aku ingin tahu setelah ayahku menolong banyak orang untuk melepaskan diri dari kesulitan, bila putrinya yang menjumpai kesulitan, siapa pula yang akan menampilkan diri untuk melindungiku?"

"Akhirnya hasil yang kau peroleh ternyata sangat tidak memuaskan hatimu?"

"Benar!" jawab Cia Siau giok sambil tertawa, "hari itu dalam pagoda Ang bwee khek dari Ting toako hampir dipenuhi oleh jago-jago kenamaan dari empat penjuru di dunia, tapi hasilnya amat mengecewakan hatiku maka sejak hari itu, pandanganku terhadap kaum pendekar dunia persilatan pun telah berubah sama sekali."

Setelah tertawa, kembali lanjutnya: "Cuma akupun tidak terhitung sama sekali tanpa hasil, paling tidak kau masih sempat bertemu dengan seorang enghiong muda macam Ting toako..."

"Tapi aku bukan menolongmu karena jiwa pendekarku!"

"Paling tidak kau telah menolongku!"

"Hal ini dikarenakan aku tidak mengijinkan ada orang yang melakukan pembunuhan di tempat kediamanku, dan lagi karena aku mempertimbangkan kepandaianku sudah pasti dapat menangkan lawan, kalau tidak, akupun tak akan bertindak bodoh dengan mempertaruhkan nyawaku untuk menolongmu!"

"Benar, siaumoay pun tahu, aku dengan Ting toako sama sekali tak punya hubungan apa-apa, akupun tidak beralasan untuk memohon kepada Ting toako untuk berbuat demikian!"

"Ehmmm.... tampaknya kau dapat memandang lebih luas atas persoalan ini..."

Cia Siau giok tertawa. "Aku hanya membandingkan diriku sendiri dengan orang lain, kalau suruh aku mengorbankan jiwa hanya untuk menolong seseorang yang tak kukenal, akupun sama saja tak akan melakukannya, kecuali dia adalah orang yang kucinta atau kukenal secara akrab!"

"Sudahkah kau jumpai seseorang macam ini?"

"Belum, tapi aku percaya sebentar lagi akan kujumpai orang itu!"

Sinar matanya dialihkan ke wajah Ting Peng, hampir saja dia meneriakkan namanya, tapi Ting Peng seakan-akan tidak melihat tandanya itu, malah ujarnya dingin: "Aku telah berhasil menemukannya, dia adalah istriku Cing-cing!"

Cia Siau giok tidak marah, hanya katanya sambil tertawa: "Dia memang seorang yang hok kie!"

Ting Peng bertekad untuk mengakhiri pembicaraan yang tak berguna itu, ia segera berpaling dan mengulapkan tangannya kepada Ah-Ku yang ada di sisinya. "Rusak gembokan itu, dobrak pintunya!"

Ah-Ku maju dan menghajar gembokan tersebut dengan kepalan tinjunya, tapi saat itulah muncul empat sosok tubuh manusia.

RUMAH PENYIMPAN PEDANG

SEBETULNYA, entah ke empat orang itu jelas bersembunyi dimana, tiba-tiba saja mereka menampakkan diri bahkan dengan cepat telah muncul di hadapan Ah Ku.

Paras muka mereka sangat dingin, usianya antara empat puluh tahunan dan setiap orang mengenakan jubah abu-abu dengan membawa sebilah pedang. Muka mereka kaku tanpa emosi, dengan mata yang abu-abu dan dalam mereka mengawasi Ah Ku tanpa berkedip.

Ah-Ku tidak bergerak, dia menengok ke arah Ting Peng dan menunggu petunjuk selanjutnya. Ting Peng sedang memandang pula ke arah Cia Siau giok, tapi Cia Siau giok hanya tertawa sambil berkata.

"Saudara Ting Peng kalau kukatakan ke empat orang ini tidak kukenal, percayakah kau?"

"Kau maksudkan mereka bukan anggota perkampungan Sin kiam san ceng?"

"Soal ini tak berani kukatakan, karena aku baru satu tahun lebih datang kemari!"

"Walaupun setahun lebih tidak terhitung lama, tapi masa anggota keluarga sendiripun tidak kau kena1? rasanya hal ini mustahil..."

Cia Siau giok tertawa. "Orang-orang yang lain tentu saja kukenal, lagi pula mereka baru ku undang setelah aku berada di sini, tapi orang yang berada dalam halaman ini tak seorangpun yang kukenal, sebab aku tak pernah masuk ke dalam sedang merekapun tak pernah keluar"

"Kalau selamanya tak pernah keluar, bagaimana cara mereka untuk selanjutnya hidup?"

"Aku tak tahu, akupun tidak mengurusi soal rumah tangga. Cia Teng seng yang mengurusi soal itu"

Cia Teng seng adalah Cia sianseng, semua orang hanya memanggilnya sebagai Cia sianseng dan tak tahu siapa namanya. Cia Siau giok adalah majikan perkampungan ini, tentu saja dia tak usah memanggilnya Cia sianseng, tapi hingga sekarang dia baru secara langsung menyebut namanya.

Tapi salah seorang diantara lelaki setengah umur itu telah berbicara, suaranya persis sekaku paras mukanya:

"Cia Teng seng juga tidak tahu tentang kami, kami masuk ke dalam perkampungan ini ketika pamannya masih mengurusi perkampungan Sin kiam san-ceng, hingga sekarang telah tiga puluh tahun. Sepuluh tahun berselang Cia siang kwee telah tiada, jabatannya kemudian dilanjutkan oleh keponakannya, ia Cuma mengurusi urusan luar, tidak mengurusi urusan dalam."

"Kalau begitu kalian berempat adalah orang tertua di dalam perkampungan Sin kiam san-ceng?" tanya Cia Siau giok sambil tertawa.

"Kami tidak termasuk perkampungan Sin kiam san-ceng, kami termasuk "Rumah Penyimpan Pedang"

"Dimana letaknya rumah penyimpan pedang?"

"Di dalam sana...!" jawab lelaki setengah umur itu sambil menunjuk ke dalam halaman berpagar tinggi.

"Oooh... rupanya halaman ini bernama rumah penyimpan pedang, sungguh memalukan, ternyata aku tidak mengetahui akan hal ini, aku adalah majikan perempuan tempat ini?" sela Cia Siau-giok dengan wajah tercengang.

"Hal ini pernah kudengar dari majikan, tapi dengan rumah penyimpan pedang sama sekali tak ada hubungan tempat ini tidak termasuk dalam perkampungan Sin-kiam san-ceng, melainkan tempat tinggal majikan..."

"Majikan kalian adalah ayahku!" sambung Ciu Siang giok sambil tertawa.

"Kami tidak mempersoalkan hubungan majikan di luar rumah penyimpan pedang, dalam rumah penyimpan pedang hanya ada seorang majikan dan tiada hubungan dengan lainya!"

Cia Siau-giok tidak marah, dia malah tertawa. "Siapakah nama kalian berempat?"

"Didalam rumah penyimpan pedang hanya ada majikan dan budak pedang, tiada nama dan tiada nama marga yang berlaku hanya sebutan tahun, menurut sebutan aku bernama Ka-cu, selanjutnya adalah "Ih-cho, Pin gin, Ting-moau."

"Yaaah, kalau menurut keadaan tersebut seharusnya dalam rumah penyimpan pedang ini seharusnya terdapat enam puluh orang budak pedang?"

"Rumah penyimpan pedang terpisah dari keramaian dunia dan selamanya tak pernah saling berhubungan, maaf aku tak bisa menerangkan apa-apa kepadamu!"

"Aku hendak mencari Cia Siau hong, dia ada di situ atau tidak?" seru Ting Peng kemudian.

"Didalam Rumah penyimpan pedang, tidak terdapat manusia bernama itu..."

Mula-mula Ting Peng agak tertegun, kemudian katanya kembali: "Kalau begitu aku hendak mencari majikan dari rumah penyimpan pedang itu!"

"Kalau majikan hendak berjumpa dengan kalian, dia akan munculkan diri untuk berjumpa sendiri dengan kalian, kalau tidak sekalipun kau datang mencarinya juga percuma, selamanya Rumah penyimpan pedang melarang orang lain memasukinya!"

"Apakah majikan kalian ada di dalam?"

"Tak bisa kami katakan, aku percaya kalian pun sudah tahu, lima kaki di balik dinding pekarangan ini merupakan daerah terlarang, hari ini karena kalian baru melanggar untuk pertama kalinya maka kami hanya memberi peringatan, tapi lain kali kami akan turun tangan untuk membunuh setiap pelanggarannya, sekarang kalian boleh pergi dari sini!"

"Aku datang kemari untuk menantang Cia Siau hong berduel!" seru Ting Peng dengan suara dalam.

"Sudah kukatakan kepadamu, di sini tidak terdapat manusia bernama itu, kalau kalian hendak mencari Cia Siau hong, seharusnya mencari orang itu di tempat lain...!"
Selanjutnya,
Golok Bulan Sabit Jilid 14

Golok Bulan Sabit Jilid 13

Golok Bulan Sabit Jilid 13
Karya : Khu Lung
Penyadur : Tjan ID

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
DIA memperhatikan sekejap wajah mereka semua, lalu sambil tertawa katanya. "Tak heran kalau ada orang yang sangat memperhatikan golokku, ternyata golok ini pernah begitu ternama, sayang sekali aku tidak tahu kalau kalian berlima apakah juga dapat ternama dalam dunia persilatan?"

"Kau tidak kenal dengan mereka?" tanya Lim Yok peng sambil tertawa.

Ting Peng segera menggelengkan kepalanya berulang kaki: "Aku tidak kenal, aku belum lama terjun ke dalam dunia persilatan dan tidak banyak jagoan yang kujumpai, seandainya sutemu Liu Yok siong tidak menjadi muridku, akupun tak akan kenal dirimu sebab sebelum seseorang akan menerima murid, sedikit banyak dia harus menyelidiki asal usul dari calon muridnya bukan?"

"Sekali lagi Lim Yok peng merasa gusar sekali sehingga hampir saja muntah darah segar, tapi kembali dia berusaha untuk menahan diri, katanya. "Kelima orang ini adalah tokoh-tokoh silat yang amat termasyhur namanya dalam dunia persilatan, bila kau tidak kenal dengan mereka, maka kau belum pantas untuk menjadi anggota persilatan."

"Kau tak usah melanjutkan kembali kata-katamu itu" tukas Ting Peng sambil tersenyum, "akupun tak ingin kenal dengan mereka, karena aku tak ingin menjadi orang persilatan!"

Ucapan tersebut kontan saja membuat setiap orang merasa tertegun, bahkan Lim Yok peng sendiripun ikut menjadi tertegun.

"Kau tak ingin menjadi orang persilatan!" serunya.

"Benar..." Ting Peng manggut-manggut, "Walaupun orang yang kukenal tidak banyak jumlahnya, tapi aku telah menjumpai beberapa orang diantaranya, tapi mereka semua kalau bukan seorang manusia pengecut yang takut mampus sudah pasti manusia rendah yang tak tahu malu...

.... Halaman 5 - 6 hilang ....

...Istri Liu Yok siong telah mempergunakan nama palsu Ko siau untuk melakukan suatu pertunjukkan besar yang benar-benar Ko siau (menggelikan). Karena sekarang istrinya juga rase.

Rase adalah sejenis binatang yang pandai merayu. Rase jantan merayu perempuan, rase betina merayu lelaki. bahkan dapat membuat orang menjadi terayu sampai ke liang kubur.

Oleh karena itu seorang lelaki yang sudah memperistri perempuan rase, paling tidak ia tidak seharusnya terpikat lagi oleh perempuan lain, tapi entah mengapa, sewaktu Ting Peng menyaksikan senyumannya yang memikat hati itu ternyata jantungnya berdebar keras.

Tapi hal ini tak dapat menyalahkan Ting Peng, sebab di luar pintu masih berdiri dua orang pendeta, seorang hwesio, dan seorang tosu. Thian kay siangjin adalah ketua tianglo dari ruang Tat mo wan di kuil Siau lim si.
Sedang Ci yang totiang adalah tianglo yang berkedudukan paling tinggi dalam partai Bu tong. Usia kedua orang itu tentu saja sudah tua, iman mereka juga sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, namun mereka toh sama saja dibikin terbelalak lebar-lebar oleh kecantikan Siau giok. Sekali lagi gadis itu memperlihatkan sekulum senyuman yang amat memikat hati kepada kelima orang itu, kemudian katanya:

"Maaf, ucapan tersebut bukan aku yang bilang melainkan ayahku, walaupun apa yang dia katakan agak berbeda dalam susunan katanya bila dibandingkan ucapan Ting toako ini, tapi maksudnya sama, karena itu bila kalian hendak marah, lebih baik marahlah kepada ayahku!"

Setelah mendengar penjelasan tersebut, sekalipun Thian kay Sangjin ingin marah juga tak bisa dilampiaskan keluar, terpaksa tanyanya: "Apakah Cia tayhiap ada dirumah?"

Cia Siau giok tertawa, sahutnya: "Ayah baru saja keluar dari kamar bacanya dan segera mengucapkan perkataan tersebut kepadaku, tampaknya dia mempunyai kesan yang kurang baik terhadap kalian, sebab itu akupun tidak mengundang kalian untuk masuk ke dalam!"

Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, kontan saja kelima orang ciangbunjin tersebut menjadi tertegun lalu berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo. Cia Siau giok tidak memperdulikan sikap mereka, sambil tertawa dia telah berkata lagi kepada Ting Peng.

"Ting toako, mengapa kau begitu memandang asing terhadap kami? Setelah datang masih berdiri saja di depan pintu tak mau masuk?"

"Cia siocia, aku datang kemari untuk menantang ayahmu berduel!"

Kembali Cia Siau giok tertawa merdu. "Aku telah menyampaikan kata-katamu itu kepada ayah, dia bilang berduel denganmu adalah urusan kalian, tapi yang pasti kau adalah tuan penolongku, bagaimana juga aku harus menyatakan dulu perasaan terima kasihku kepadamu sebelum membicarakan masalah lain, hayo jalan! mari kita masuk ke dalam!"

Ia segera maju ke depan dan menarik lengan Ting Peng. Ting Peng menjadi sangsi: "Aku...."

Sambil tertawa kembali Cia Siau giok berkata: "Persoalan harus diatur mana duluan dan mana belakangan, kau menolong jiwaku lebih dulu dan menantang ayahku belakangan, karena itu sekalipun kau hendak mencari ayahku untuk berduel, paling tidak harus menerima perjamuan lebih dulu setelah aku menyampaikan rasa terima kasihku, kau baru boleh menantang ayahku, dengan demikian ayahku juga tak usah ragu-.ragu untuk turun tangan terhadap dirimu nanti, benar bukan?"

Perkataan yang diutarakan oleh seorang gadis cantik semacam ini tentu saja benar, apalagi apa yang dikatakan memang betul dan bisa diterima dengan akal sehat. Terpaksa Ting Peng ditarik masuk olehnya, cuma buru berjalan berapa langkah tiba-tiba dia meronta dan melepaskan diri dari cekalannya sambil berkata. "Tunggu sebentar, aku masih ada satu persoalan yang harus diselesaikan lebih dulu!"

Dia lantas membalikkan badan dan menghampiri Lim Yok peng, katanya dengan hambar. "Tadi, bukankah kau ingin melihat aku mencabut golokku!"

Dengan cepat Lim Yok peng mundur selangkah ke belakang.

Ting Peng mendengus dingin, katanya lebih jauh: "Aku tidak begitu suka membunuh orang, tapi aku lebih tak suka orang lain berkata demikian kepadaku, kau telah menyaksikan diriku, tapi masih memaksa untuk menyaksikan golokku, itu berarti kau hanya memperdulikan golokku, tidak memperdulikan orangku, bukan begitu? Baik, sekarang aku akan memperlihatkan golokku. Cuma golokku selamanya tak pernah keluar sarung tanpa hasil, maka lebih baik kau pun mencabut keluar pedangmu pula!"

Paras muka Lim Yok-peng pucat pias seperti mayat, mulutnya ternganga lebar dan tak tahu apa yang musti diucapkan.

Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, Ting Peng menghela napas panjang: "Bagi seorang lelaki sejati, mati lebih berharga daripada hidup tertekan, mengapa kau ketakutan seperti itu? Kalau toh merasa takut, mengapa pula kau harus berlagak menjadi seorang jagoan?"

Lim Yok peng memang merasa takut, tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang ciangbunjin suatu perguruan, tentu saja dia tak ingin memperlihatkan kelemahannya di depan orang sambil mencabut pedangnya dia berseru: "Omong kosong, siapa yang takut kepadamu itu?"

Bila seorang tak mau mengakui dirinya ketakutan maka saat itulah dia sedang merasa ketakutan setengah mati, tapi waktu itu tiada orang yang mentertawakan dirinya. Karena orang luar juga sedang ketakutan seperti dia.

Kemudian Ting Peng maju ke depan Lim Yok peng dan mencabut goloknya. Sebilah golok yang amat sederhana, cuma golok itu melengkung sehingga mirip bulan sabit. Setiap orang hanya memperhatikan golok itu, tapi tak ada yang melihat bagaimana caranya Ting Peng turun tangan, dia hanya berjalan menuju ke arah ujung pedang Lim Yok peng.

Tahu-tahu pedang Lim Yok peng telah kutung menjadi dua bagian, sebilah pedang kini sudah berubah menjadi dua bilah. Seperti pedang itu terbuat dari bambu sehingga ketika disayat dengan senjata tajam, dari ujung pedang sampai gagang pedangnya telah terpapas kutung menjadi dua bagian, separuh di kiri dan separuh di kanan. Seluruh badan Lim Yok peng berdiri kaku seperti sebuah patung.

Waktu itu Ting Peng hanya berkata sepatah kata: "Lain kali jangan sembarangan menyuruh aku mencabut golok, bila bersikeras ingin berbicara maka pertimbangkan dulu kemampuanmu."

Selesai berkata, dia berpaling ke arah lima orang lainnya sambil menambahkan: "Demikian juga dengan kalian semua!"

Selesai berkata dia lantas mengikuti Cia Siau giok masuk ke dalam perkampungan.

GOLOK IBLIS

SEBAGIAN besar jago tertahan di tepian sungai, tapi orang yang berdiri di depan pintu pun tidak sedikit, semua orang telah dibuat tertegun. Seperti juga Lim Yok peng, mereka berdiri kaku bagaikan sebuah patung arca.

Semua orang telah menyaksikan golok tersebut, sebilah golok lengkung yang amat sederhana, tiada sesuatu keistimewaan apa-apa. Tapi siapapun tak melihat jelas bagaimana caranya Ting Peng turun tangan, mereka hanya menyaksikan Ting Peng maju menyongsong kedatangan ujung pedang Lim Yok peng, kemudian merekapun menyaksikan pedang itu sudah terbelah menjadi dua.

Mengutungi senjata lawan dalam suatu pertempuran adalah suatu kejadian yang jamak, mengutungi pedang lawan hanya suatu kejadian biasa, tapi pedang Lim Yok peng bukan pedang biasa, pedang tersebut adalah sebilah pedang ternama, sebilah pedang yang diwariskan hanya kepada ciangbunjin saja, meski tidak terukir tulisan apa-apa di ujung pedang tersebut, tapi sudah umum kalau orang menganggap pedang ada orang hidup, pedang musnah orang mati.

Sekarang pedang itu telah dimusnahkan orang, seakan-akan dimusnahkan oleh suatu kekuatan iblis yang luar biasa, karena tenaga manusia tak mungkin bisa melakukannya. Sekalipun seorang ahli pembuat pedang juga tak mungkin bisa membelah pedang tersebut menjadi dua bagian, walau ditempa dan dipanaskan lagi. Tapi Ting Peng dapat melakukannya.

Akhirnya Lim Yok peng sadar kembali dari lamunannya, Ting Peng telah masuk ke dalam pintu gerbang, hanya Ah-ku masih duduk dengan setia di atas kereta. Lim Yok peng membungkukkan badan memungut kutungan pedangnya. kemudian menghela napas panjang.

"Aai... akhirnya aku tahu juga, apa sebabnya kalian merasa begitu ketakutan..."

"Lim sicu, apakah kau melihat jelas bagaimana caranya turun tangan?" Buru-buru Thian kay sangjin bertanya.

Lim Yok peng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak, pada mulanya aku hanya melihat goloknya, tidak melihat orangnya, menanti aku melihat orangnya, golok itu sudah berada ditangannya, seakan-akan golok adalah golok, orang adalah orang, kedua belah pihak tidak ada hubungannya satu sama lainnya."

Kelima orang itu merasa terkejut sekali, buru-buru Ci-yang totiang bertanya: "Lim sicu, benarkah kau mempunyai perasaan demikian?"

Lim Yok peng memandang sekejap ke arahnya, lalu menjawab dengan suara dingin: "Kalian sendiri toh bukannya tak pernah merasakan keadaan seperti ini, mengapa harus bertanya lagi kepadaku?"

Thian kay sangjin menghela napas panjang. "Tidak ciangbunjin, dulu perasaan yang lolap sekalian alami jauh lebih hebat daripada sekarang, golok itu belum mendekat di badan, hawa tajam sudah mendesak tubuh, bahkan bagaikan mau menyayat badan, seandainya Cia-tayhiap tidak turun tangan menyelamatkan kami dan menangkis golok tersebut, sudah pasti tubuh lolap sekalian berlima serta guruku telah tercincang menjadi lima belas bagian, golok tersebut benar-benar merupakan sebilah golok iblis yang menakutkan."

"Benar..." kata Ci-yang totiang pula, golok bulan sabit itu nampaknya sederhana seperti tiada sesuatu yang aneh, tapi bila sudah berada ditangan majikannya, untuk memainkan jurus golok tersebut maka segera muncul suatu kekuatan siluman yang sanggup menggetarkan perasaan setiap orang...."

Lim Yok peng menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya: "Aku tidak merasakan apa-apa, juga tidak menyaksikan apa-apa, cuma melihat golok itu mendekati aku, kemudian tiba-tiba orangnya sudah berdiri dihadapanku, mengenai apa yang terjadi sehingga pedangku itu kutung, aku sama sekali tidak merasakan keadaan semacam itu, mungkin kemampuan yang dimiliki Ting Peng masih belum mencapai kehebatan orang yang kalian maksudkan, sehingga kemampuannya justru belum sedemikian menakutkan."

"Tidak, sicu keliru besar..." kata Thian kay taysu sambil menggeleng, "kesempurnaan yang dicapai Ting Peng sekarang telah melebihi kemampuan orang itu, juga lebih menakutkan, karena dia dapat mengendalikan golok, bukan dikendalikan oleh golok!"

Apakah yang dimaksud sebagai "Golok mengendalikan manusia"?

Golok adalah manusia, manusia adalah golok, antara manusia dan golok bila tak terpisahkan maka golok akan merasakan napsu membunuh dari manusia, akal budi manusia tak bisa mengendalikan kebuasan golok sehingga manusia menjadi budak golok, golok menjadi sukma dari manusia. Golok adalah sebuah alat pembunuh, sedang golok tersebut merupakan alat pembunuh dari sekian alat pembunuh.

Lantas apa pula yang dimaksudkan "manusia mengendalikan golok"?

Golok adalah aku, tapi aku tetap aku. Golok itu digenggam oleh tangan dan digerakkan menurut perasaan yang dipancarkan lewat akal budi, oleh sebab itu bila dalam hatiku ingin menghancurkannya semacam barang, menghancurkannya hingga suatu bentuk, golok akan melakukannya menurut perintah yang disalurkan lewat otak dan digerakkan otot tangan. Jadi manusia sukma dari golok tersebut, golok adalah budak dari manusia bukan sebaliknya.

Paras muka enam orang pemimpin dari enam partai besar yang berada di depan pintu telah berubah sangat hebat, penuh diliputi perasaan takut dan ngeri yang tebal, mereka memang mempunyai alasan untuk merasa takut dan ngeri.

Ditinjau dari penuturan Lim Yok peng, kesempurnaan Ting Peng telah mencapai manusia mengendalikan golok, itu berarti tiada orang yang bisa mengendalikan dirinya lagi.

Ci-yang totiang termenung beberapa saat lamanya, kemudian baru berkata. "Cia sianseng, menurut pendapatmu, apakah pedang sakti dari keluarga Cia sanggup untuk mengendalikan golok iblis dari Ting Peng?"

Dengan cepat Cia sianseng menjawab: "Sepuluh tahun berselang, aku berani mengatakan dengan pasti tidak mungkin. Tapi sepuluh tahun belakangan ini aku tidak tahu sampai dimanakah taraf kemampuannya yang dimiliki majikanku sehingga terpaksa aku hanya bisa mengatakan tidak tahu"

Jawaban semacam itu sama halnya dengan jawaban yang tak berguna, sebuah jawaban yang bisa membuat orang bertambah kesal. Tapi dari jawaban tersebut dapat ditarik pula satu kesimpulan baru, yakni tiada orang yang tahu kemampuan Cia Siau hong yang sebenarnya. Ilmu pedangnya telah berhasil mencapai suatu tingkat kesempurnaan yang mengerikan sekali.

Tapi Cia sianseng mengatakan kepandaian tersebut masih belum berhasil mencapai taraf yang dimiliki Ting Peng sekarang. Dengan suara rendah ketua Hoa san pay Cing Hui kiam-khek Leng It hong berbisik:

"Sekalipun Cia tayhiap bisa menangkan Ting Peng, kitapun tak bisa terlalu mengharapkan terlalu banyak, karena mengundang dia keluar untuk mengurusi persoalan ini mungkin lebih tidak gampang dibandingkan dengan kita turun tangan sendiri untuk menghadapi Ting Peng."

Semua orang menundukkan kepalanya rendah-rendah, apa yang diucapkan Cia Siau giok tadi terasa masih mendengung di sisi telinga mereka, pandangan Cia Siau hong terhadap mereka sudah jelas menerangkan segala-galanya.

Mereka tak berani marah kepada Cia Siau hong, karena Cia Siau hong memang berhak untuk mengeritik mereka. Satu-satunya harapan mereka sekarang adalah jangan sampai kritikan tersebut tersiar sampai di luar perkampungan.

Sewaktu datang tadi, gaya ke enam orang itu sangat gagah, naik perahu baru keluar Cia dan disambut masuk ke dalam perkampungan seperti tamu agung. Tapi sewaktu berlalu dari situ keadaannya mengenaskan sekali.
Sekalipun mereka masih juga menunggang perahu yang sangat megah itu, meski diantar oleh Cia sianseng, tapi barisan penyambut tamu agung yang berjajar di tepi perkampungan telah dibubarkan, bahkan sudah bubar sebelum mereka naik ke atas perahu.

Maksud dari kenyataan itu sudah jelas sekali, yakni barisan penyambut tersebut bukan disiapkan untuk menyambut kedatangan mereka, apa yang mereka saksikan hanya suatu kebetulan saja.

Sewaktu mereka pergi, tamu agung dalam perkampungan Sin-kiam-san-ceng belum ada yang pergi, untuk membuat orang tidak salah paham, maka barisan tersebut dibubarkan. Hal ini membuat di atas wajah mereka yang sedih, diliputi pula perasaan malu.

Terutama sekali ketika perahu mereka menepi di pantai seberang, betapapun muka dengan sorot mata kawanan jago persilatan yang dialihkan ke arah mereka, dengan pandangan tercengang serta perasaan tidak mengerti, rasa malu yang mencekam di dalam hati mereka makin bertambah tebal.

Cuma saja walaupun dalam perkampungan Sin kiam san-ceng mereka mendapat perlakuan yang kurang baik, namun dalam pandangan kawanan persilatan itu, kedudukan mereka masih tetap tinggi dan terhormat bagaikan malaikat.

Oleh karena itu tak ada yang berani maju bertanya kepada mereka, apa gerangan yang telah terjadi di tepi seberang sana, bahkan semua orang masih mempunyai satu hal yang paling diperhatikan. Bagaimanakah akhir pertarungan antara Ting Peng dengan Cia Siau hong?

Untuk saja Cia sianseng ikut mengantar mereka ke seberang dan Cia sianseng sudah termasyhur sebagai seorang yang ramah dan hangat bergaul dengan semua orang. Maka ada orang yang sudah berjalan menghampiri Cia sianseng, bahkan sudah bersiap-siap untuk menyapa.

Walaupun Cia sianseng mempunyai pergaulan yang luas, tapi orang yang bisa mempunyai hubungan dengannya, paling tidak juga seseorang yang punya nama.

Orang itu bernama Lo Kay seng, seorang cong-piautau dari suatu perusahaan pengawalan barang, yang tidak terhitung besar namun juga tidak terhitung kecil, maka bagaimanapun juga Lo cong-piautau masih mempunyai sedikit nama yang cukup lumayan dalam dunia persilatan.

Terlepas dari kedudukannya itu, dia masih ada satu hal yang bisa diandalkan, yakni Cia sianseng pernah mempunyai sedikit hubungan dengannya, ketika ia secara kebetulan melewati kota dimana perusahaan pengawalan barang itu dibuka, ia pernah menerima jamuannya bahkan menjadi tamu seharian penuh di rumahnya. Oleh karena itu, Lo Kay seng merasa inilah saatnya untuk memperlihatkan hubungannya itu kepada umum.

Tampaknya Cia sianseng juga telah melihat kehadirannya, maka sebelum ia sempat buka suara, dia telah menegur lebih dulu: "Saudara Kay seng, maaf, maaf, aku tak tahu kalau kaupun turut hadir di sini, mengapa tidak memberi kabar dulu kepada siaute? Sungguh mohon maaf atas keterlambatan ku datang menyambutmu"

Di hadapan begitu banyak orang, dalam sebutan yang begitu ramah hampir saja air mata Lo Kay seng jatuh bercucuran saking terharunya, sikap mesra dari Cia sianseng kepadanya ini membuat kedudukannya diantara sekian banyak orang menanjak tinggi secara tiba-tiba.

Di kemudian hari, sekalipun Cia sianseng menyuruh pergi mati, tanpa ragu dia pasti akan melaksanakannya. Karena bagi orang-orang persilatan, yang penting adalah gengsi.

Maka Lo Kay seng menjadi tergagap dengan mata terbelalak, saking terharunya dia sampai tak tahu bagaimana harus menjawab. Sambil tertawa kembali Cia sianseng berkata.

"Mungkin pertarungan ini dibatalkan."

"Mengapa?" tanya Lo Kay seng cepat-cepat.

Cia Sianseng tertawa. "Sebab Ting kongcu telah bersahabat dengan nona kami, malah mereka dapat berbincang-bincang dengan akrab sekali."

"Lantas bagaimana dengan soal pertarungan itu?"

"Entahlah, mereka belum membicarakannya lagi, tapi seandainya Ting kongcu bersahabat dengan nona kami, tentunya ia akan merasa rikuh untuk menantang lo tay-ya kami lagi."

Walaupun Cia sianseng tidak memberi tahukan apa-apa, tapi terhadap pertarungan antara Ting Peng dengan Cia Siau hong pun telah mengemukakan dugaan pribadinya. Dugaannya tentu saja tak bisa dianggap sebagai jawaban, tapi dugaan dari Cia sianseng adalah congkoan dari perkampungan Sin kiam san ceng...

Karena Cia sianseng mempunyai kedudukan yang tinggi didalam dunia persilatan, perkataannya cukup berbobot. Oleh karena itu bila tiada suatu keyakinan yang memadahi tak mungkin dia akan sembarangan berbicara, apa lagi mengemukakannya di depan umum. Oleh karena itu, apa yang dikatakan hampir boleh dibilang merupakan suatu jawaban.

Suara helaan napas segera terdengar diantara kawanan jago persilatan itu. Agaknya mereka semua merasa kejadian itu patut disesalkan, patut disayangkan, tapi seperti juga banyak yang menyambut berita itu dengan perasaan gembira.

Walaupun dengan susah payah mereka datang dari tempat yang jauh untuk menghadiri keramaian tersebut, tapi tampaknya kehadiran mereka bukan berharap untuk bisa menyaksikan akhir dari pertarungan tersebut. entah siapapun yang menang dan siapa yang kalah.

Dalam anggapan setiap orang, Cia Siau-hong adalah dewa, malaikat, seorang jago pedang yang tiada taranya, semacam perlambang dari suatu kejayaan dan keagungan. Tentu saja tiada orang yang berharap dewanya kalah, malaikatnya menderita kekalahan hebat ditangan orang.

Ting Peng pun merupakan suatu perlambang pula dalam hati sementara orang, terutama sekali dalam hati kaum muda serta kaum wanita. Kemunculannya yang tiba-tiba, kecemerlangan dan kejayaan yang diperolehnya secara tiba-tiba, penuh mengandung sistim bekerja yang segar, yang santai dan penuh jiwa kemudaan.

Sistim yang diperlihatkan kepada umum seolah-olah merupakan suatu pendobrakan, suatu pendobrakan terhadap tradisi kuno yang penuh dengan segala macam tata cara yang serba kaku dan disiplin.

Dia seakan-akan muncul dengan suatu cita-cita, yakni menantang duel terhadap segala macam tata cara kuno tersebut, dia pun menunjukkan sikap yang gagah, dan angkuh untuk menantang kaum tua serta kaum ketua kenamaan untuk beradu kepandaian.

Tindakan semacam ini, bagi perasaan kaum muda merupakan suatu dorongan semangat yang besar untuk maju. Oleh karena itu, mereka pun tidak berharap Ting Peng kena dirobohkan dalam pertarungan tersebut.

Sekalipun jawaban yang diperoleh kurang merangsang perasaan, namun setiap orang merasa gembira, membuat setiap orang merasa puas pula terhadap hasil dari pertempuran itu.

RUMAH RAHASIA

"TING KONGCU dan nona kami telah menjadi sahabat karib!"

Berita itu merupakan suatu kenyataan dan diumumkan Cia Sianseng kepada semua orang, agaknya berita tersebut merupakan suatu kenyataan yang tak akan dibantah oleh setiap orang, meski pun pemimpin ke enam partai besar pernah merasakan kelihaian dari Ting Peng, namun merekapun tidak menyangkal kenyataan tersebut.

Dengan mata kepala sendiri mereka saksikan Cia Siau giok menggandeng tangan Ting Peng masuk ke dalam perkampungan, hubungan mereka berdua nampaknya amat erat. Tapi kenyataan yang sebenarnya belum tentu akan sesederhana apa yang dibayangkan semua orang.

Cia Siau giok memang amat cantik, seorang gadis yang cantik jelita, di bawah senyumannya setiap lelaki akan merasa seolah-olah tak dapat menampik setiap permohonannya.

Kalau mereka dapat berjalan sambil bergandengan tangan dengannya, sekali pun di depan mata terdapat kawah gunung berapi, orang-orang lelaki bisa saja melompat ke dalam tanpa mengernyitkan dahi.

Tapi Ting Peng bukan lelaki sembarangan, dia tidak begitu mudah untuk ditundukkan. Karena dia telah mengalami rayuan maut dari bini Liu Yok siong, Chin Ko cing memang seorang perempuan yang amat menggetarkan hati kaum lelaki.

Karena dia mempunyai seorang istri rase, walaupun selama berada di hadapannya Cing cing tak pernah menggunakan ilmu rayuan apa-apa, namun kecantikan wajahnya selembut air, tak akan bisa ditandingi oleh perempuan manapun.

Cia Siau giok berbeda dengan kedua orang perempuan itu, dia seakan-akan memiliki kelebihan dari dua orang perempuan tersebut, daya tarik dari Chin Ko cing dan kelembutan dari Cing cing. Akan tetapi Siau giok tidak sejalang Chin Ko cing, diapun tidak seanggun Cing cing.

Bagi lelaki lain, mungkin dia tak akan mengalami kegagalan, tapi bagi Ting peng, dengan mudah akan terlihat kelemahan-kelemahannya. Oleh karena itu, ketika mereka berdua sudah duduk, pelayan sudah menghidangkan sayur dan arak, dan setelah mereka meneguk tiga cawan arak, dimana Cia Siau giok mulai mabuk serta memancarkan daya tarik kegadisannya, Ting Peng malahan merasa kegembiraannya lenyap tak berbekas.

Tiba-tiba Cia Siau giok memerintahkan pelayan untuk mengundurkan diri, setelah memenuhi cawannya dengan arak ke empat, ia menjatuhkan diri bersandar di atas dadanya dan tertawa merdu, bisiknya: "Mari, kita meneguk secawan arak lagi!"

Kalau di masa lalu, sekalipun arak tersebut adalah arak beracun, pasti tak akan ada orang yang menampiknya. Tapi Ting Peng justru mendorong tubuhnya dengan dingin, dan menampik pula arak tersebut dengan dingin, kemudian menjawab:

"Tiga cawan arak sudah cukup sebagai sopan santun. Cawan ke empat ini terlalu berlebihan"

Cia Siau giok tertegun, baru pertama kali ini dia didorong orang untuk menjauh. Lagi pula oleh seorang pria. Sejak dia tiba di perkampungan Sin kiam san-ceng, entah sudah berapa banyak jago pedang dan jago silat muda yang menjadi tamunya, mereka datang karena terangsang oleh kecantikan serta kelincahannya.

Bahkan gara-gara saling berebut mengambilkan sapu tangannya yang terjatuh ke tanah, dua orang lelaki telah saling mencabut pedang untuk berduel mati-matian. Tapi sekarang, dia telah didorong orang. Kenyataan ini membuatnya merasa sedih, tapi juga mendatangkan semacam rangsangan baru.

Lelaki ini ternyata masih dapat menampik bujuk rayunya, maka diapun bertekad untuk menaklukkannya. Oleh karena itu, sambil tertawa dia lantas berkata:

"Ting toako, masa memberi muka kepadaku pun kau tak sudi."

Ting Peng berkerut kening, kemudian menjawab tanpa perasaan. "Diantara kita berdua tak pernah mempunyai suatu hubungan, lagi pula aku tak pernah minum arak karena suatu perasaan belaka"

Kata-kata yang tanpa perasaan sama artinya, dengan sebuah tamparan keras yang mendamprat di atas pipinya, kontan senyuman di ujung bibirnya menjadi kaku.

Hal inipun mendatangkan satu perasaan malu yang belum pernah dialaminya sebelumnya, sepasang matanya segera menjadi merah, titik air mata jatuh berlinang dengan wajah yang mengenaskan dia awasi wajah Ting Peng tanpa berkedip.

Sikap yang begitu mengenaskan bukan cuma bisa meruntuhkan perasaan kaum lelaki, manusia baja pun akan turut meleleh. Tapi Ting Peng bukan manusia baja, dia adalah seorang yang berperasaan lebih keras daripada baja, maka dengan wajah yang menunjukkan perasaan muak serunya.

"Nona Cia, bila kau ingin merayu orang, maka usiamu masih kelewat muda, kalau ingin menangis aleman maka usiamu sudah kegedean, yang paling menjemukan dari seorang gadis adalah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan usia sendiri"

Hampir saja air mata Cia Siau giok bercucuran dengan deras, tapi setelah mendengar perkataan itu, dengan cepat dia menyeka air matanya, lalu berkata sambil tertawa: "Ting toako. Kau pandai sekali bergurau"

Perubahan sikap yang begitu cepat malahan justru membuat Ting Peng menjadi tertegun. Perubahan sikap seseorang ternyata bisa mengalami perubahan dengan sedemikian cepatnya dalam waktu singkat terutama bagi seorang perempuan, paling tidak dia harus berpengalaman selama banyak tahun dalam sarang pelacuran sebelum dapat menguasahi sikap semacam itu.

Maka sekali lagi Ting Peng mengawasi perempuan itu dengan seksama, ia benar-benar tidak berhasil menjumpai lagi perasaan marah atau perasaan sedih lagi di atas wajahnya.

"Ting toako, kau pandai benar bergurau!"

Sebetulnya ucapan tersebut merupakan sepatah kata yang sangat umum, tapi seandainya dia bukan seorang perempuan pelacur yang sudah biasa menghadapi pelbagai macam tantangan hidup dalam keadaan seperti ini, mustahil dia bisa menggunakan kata-kata tersebut.

Menggunakan sepatah kata untuk membuang jauh-jauh semua kejengahan, cara semacam ini tak bisa dikatakan suatu kata-kata merendah, tapi boleh dibilang merupakan suatu tehnik untuk menghilangkan kejengahan.

Tak tahan lagi Ting Peng segera bertanya: "Berapakah umurmu tahun ini?"

Cia Siau giok tertawa. "Perkataan yang paling tak bisa dipercaya di dunia ini adalah ucapan dari seorang perempuan, semasa masih muda dulu aku selalu lebih suka dianggap orang telah dewasa, telah matang maka aku selalu menambah umurku dengan satu dua tahun, tapi setelah aku benar-benar menjadi dewasa dan matang, akupun kuatir diriku kelewat cepat menjadi tua, maka akupun mengurangi usiaku dengan satu dua tahun, selewatnya beberapa tahun lagi, bila aku benar-benar sudah meningkat tua, mungkin umurku akan dikurangi dengan lebih banyak lagi, sampai aku sendiripun tak jelas berapa sebenarnya umurku."

"Tapi aku toh pasti mempunyai suatu umur yang dapat membuat dirimu sendiri merasa puas bukan, usiaku yang tidak kelewat besar juga tidak kelewat kecil..."

"Tentu saja, itulah sebabnya kebanyakan perempuan selalu hidup antara usia sembilan belas sampai dua puluh tahun, kalau sebelum usia itu, maka usianya harus dikurangi satu dua tahun, tapi selanjutnya harus ditambah satu tahun, oleh karena itu kalau tahun berselang aku mengaku berumur sembilan belas tahun dan tahun ini dua puluh tahun maka sekarang aku kalau kuberitahukan kepadamu tahun ini aku berumur dua puluh tahun dan tahun depan aku berumur sembilan belas tahun."

Ting Peng merasa kalau kecerdasan gadis ini sangat menarik hati, sambil tertawa dia bertanya lagi: "Tahun lalu kita belum bersua muka maka aku tidak tahu berapa usiamu yang sebenarnya"

"Aaah, itu mah tidak menjadi soal" sahut Cia Siau giok sambil tertawa, "pokoknya kalau aku bukan sembilan belas tentu dua puluh tahun, asal kau tidak menganggap aku berusia dua puluh satu tahun, aku tak akan menjadi marah"

"Aaai... kalau begitu anggap saja aku tak pernah bertanya" Ting Peng menghela napas.

Cia Siau giok memutar biji matanya, lalu berkata: "Sebenarnya memang begitu, Ting toako tidak nampak seperti orang bodoh, mengapa kau harus mengajukan pertanyaan bodoh seperti itu?"

Ia memang seorang perempuan yang sangat memahami perasaan kaum lelaki, setelah mengalami kegagalan dalam taktik merayu dan taktik lemah lembut, kini dia telah bertukar dengan taktik yang ke tiga. Ia memang disadarkan oleh sepatah kata dari Ting Peng.

"Untuk merayu usiaku kelewat kecil, untuk menangis menjadi aleman, usiamu kelewat besar!"

Dari perkataan itu, dengan cepat ia tahu kesan macam apakah yang didapatkan Ting Peng terhadap dirinya, selain itu diapun segera mengetahui perempuan macam apa pula yang paling digemari oleh Ting Peng.

Diam-diam ia menyalahkan kebodohan sendiri yang telah banyak melakukan kesalahan, padahal perempuan macam apakah yang digemari Ting Peng, sedikit banyak seharusnya dia sudah harus mempunyai gambaran.

Sewaktu di pintu gerbang tadi, justru karena ejekan dan sindirannya terhadap ketua enam partai, ia berhasil menangkan persahabatan dari Ting Peng dan mengajaknya masuk ke dalam.

Ada sementara orang lelaki memang menyukai perempuan yang suka menyindir, kebetulan pula Ting Peng adalah salah seorang diantaranya, hal ini justru meningkatkan kegembiraan Cia Siau giok. Dia ingin mencoba merasakan hal-hal yang baru, dia ingin mencoba untuk menundukkan lelaki ini.

Tapi diapun merasa agak takut, dalam pengalamannya, dia belum pernah merasakan peranan semacam ini, dia tak tahu apakah dia bisa berbuat dengan sebaik-baiknya. Ia masih menggigit jarinya sambil berpikir tindakan apa yang selanjutnya akan dilakukan dan perkataan apa yang hendak dikatakan. Tetapi Ting Peng tidak memberi kesempatan lagi. Dengan suara hambar katanya: "Nona Cia, sekarang kau bisa mengundang keluar ayahmu"

Cia Siau hong menjadi tertegun. "Apa kau masih akan mencari ayahku untuk berduel?" serunya keheranan.

"Aku memang datang ke sini lantaran persoalan ini!" sahut Ting Peng hambar.

Entah sudah berapa banyak akal yang di pikir Cia Siau-giok, tapi akhirnya semua akal tersebut dilepaskan, dia tahu harus menggunakan cara apa untuk menghalangi terjadinya duel tersebut.

Tapi Ting Peng telah mengemukakan jawaban yang sedang dipikirkannya itu. "Nona Cia, apakah kau berharap kita bisa menjadi sahabat yang baik....?"

"Tentu saja, aku ingin membalas budi pertolonganmu, sekalipun berbicara yang sebenarnya walaupun kau benar-benar telah menolongku, tapi akupun tak usah menerimanya sebab kau bukan menolong aku karena ingin menolongku!"

"Ooooh, lantas karena apakah aku telah menolongmu?"

"Kau hanya bertindak demi menjaga gengsimu, martabatmu, kau tidak menghendaki ada orang lain membunuh orang di pagoda Ang bwee khekmu itu, coba kalau beralih ke tempat lain, kau pasti tak akan menggubris!"

"Tidak, kau keliru, sekalipun berada ditempat lain aku juga akan mengurusinya, asal aku berada di telaga See Ouw, siapapun tak boleh membunuh orang di situ, kecuali aku sendiri!"

Cia Siau giok tertawa, kejumawaan Ting Peng membuatnya makin gembira, semakin jumawa semakin nampak nyata watak yang sebenarnya dari seseorang. Oleh karena itu katanya sambil tertawa: "Tapi sewaktu berada di pagoda Ang Bwe khek tempo hari, bukankah banyak juga yang mati di situ? Dan lagi orang-orang itu bukan mati di tanganmu?"

"Walaupun orang-orang itu bukan mati di tanganku, tapi aku merasa mereka memang pantas untuk mati asal aku menganggap orang itu pantas mati dan ada orang yang mewakiliku untuk membunuhnya, mengapa aku tidak menyimpan tenaga baik-baik."

Inilah tindakan dari seorang lelaki yang pandai, lagi pula seorang lelaki yang telah dapat mengendalikan semua perasaan dan napsunya, sehingga tak sampai dikemukakan secara nyata. Diam-diam Cia Siau giok mendapat kembali suatu kelebihan dari Ting Peng dalam hatinya.

"Kalau begitu, aku masih bukan termasuk orang yang kau anggap pantas untuk mati?" katanya kemudian.

"Benar, dulu aku sama sekali tak mengenalmu, bahkan akupun tidak tahu kalau kau putrinya Cia Siau-hong, tentu saja tak bisa memutuskan kau beralasan untuk mati atau tidak!"

"Sekarang kau tidak tahu, apakah kau menganggap aku tidak pantas untuk mati?"

Ting Peng segera tertawa: "Benar, bila ingin mengetahui apakah seseorang pantas mati atau tidak, hal ini harus dilihat dulu pernahkah dia menyalahi diriku atau tidak, kau masih belum melakukan perbuatan brutal semacam itu!"

"Andaikata suatu hari aku benar-benar menyalahimu?"

"Aku hanya bisa berkata, berhati-hatilah kau, sekalipun kau adalah putrinya Cia Siau hong aku tetap tak akan mengampunimu"

Cia Siau giok menjulurkan lidahnya dan tertawa nakal. "Kalau begitu aku akan selalu memperingatkan diriku sendiri janganlah berbuat sesuatu yang menyalahi dirimu"

"kalau memang begitu, kaupun tak usah melakukan perbuatan-perbuatan yang kau anggap cerdik tapi justru menjemukan diriku!"

"Ting toako, aku benar-benar tidak tahu perbuatan apakah yang menjemukan hatimu?"

Ting Peng segera mendengus dingin. "Seperti apa yang kau lakukan sekarang, selalu mengulur waktu dan ingin menghalangi niatku untuk berduel dengan ayahmu, perbuatan semacam ini merupakan suatu perbuatan yang sangat menjemukan hatiku, yang paling kubenci adalah perempuan yang tidak tahu kedudukannya sebagai seorang perempuan, perempuan yang selalu ingin mencampuri urusan orang lelaki..."

Sewaktu mengucapkan kata tersebut, di depan matanya seakan-akan muncul bayangan dari Chin Ko cing perempuan yang paling di bencinya itu, hingga tanpa terasa rasa muak yang menghiasi wajahnya nampak bertambah tebal.
Cia Siau-giok merasa terperanjat sekali, dia sangat memahami pengalaman Ting Peng dimasa lampau, terutama sekali peristiwanya dengan Liu Yok siong. Pembalasan yang dilukiskannya terhadap Liu Yok song boleh dibilang mendekati kebrutalan, sekalipun berbicara dari setiap perbuatan yang pernah dilakukan Liu Yok siong terhadapnya, pembalasan itu tidak terhitung kebangetan, tapi setiap pembalasan yang dilancarkan olehnya sudah pasti memberikan pukulan batin yang amat besar bagi Liu Yok-siong.

Chin Ko-cing ingin membantu Liu Yok siong untuk merangkak ke tempat kedudukan yang lebih tinggilah baru menipu Ting Peng dan mempermainkan dirinya. Oleh sebab itu Ting Peng bukan cuma membenci perempuan semacam ini, dia pun paling benci terhadap perempuan-perempuan yang suka mencampuri urusan orang lelaki. Dengan cepat Cia Siau giok tahu apa yang harus dilakukan olehnya, sambil tertawa katanya.

"Ting toako, kau salah paham, aku tidak bermaksud menghalangimu untuk berduel dengan ayahku, akupun merasa tak mampu untuk menghalangi keinginanmu itu, seperti juga aku tak sanggup untuk mengundangnya keluar, karena aku sendiripun tidak tahu apakah dia berada di rumah atau tidak sekarang..."

"Apa? bukankah tadi kau mengatakan..."

"Benar, belum lama berselang aku telah berjumpa dengan ayahku dan berbincang-bincang dengannya, tapi dia tidak mengemukakan pendapat apa-apa terhadap soal tersebut, ia tidak mengatakan menerima tantanganmu juga tidak mengatakan menampik"

Dia dapat menyaksikan perubahan di atas wajah Ting Peng, buru-buru lanjutnya: "Dalam persoalan ini, aku benar-benar tak dapat mengambilkan keputusan apa-apa bagi ayahku, satu-satunya cara hanyalah ku ajak untuk pergi mencarinya, coba, dilihat apa keputusannya nanti"

* * *

Sekarang, ada tiga orang sedang berdiri di depan pintu besar yang tertutup rapat, berdiri termangu sambil mengawasi gembokan besar yang telah berkarat itu.

Selain Ting Peng dan Cia Siau giok, terdapat pula A-ku. Pelayan yang setia ini meski tak pandai berbicara, namun dia sangat pandai memahami perasaan orang, bila tidak membutuhkan kehadirannya, dia tak akan ditemukan, tapi bila dia dibutuhkan maka tak pernah ia ketinggalan.

Sewaktu Ting Peng mengikuti Cia Siau giok keluar dari ruangan, bagaikan bayangan saja dia turut di belakangnya, cambuk yang semula berada ditangan kini sudah tak nampak lagi, sebaliknya sebilah pisau belati terselip pada pinggangnya, dua belah gelang perak melingkar di atas lengannya, sedang di ujung jarinya mengenakan sebuah cincin berduri.

Senjata semacam ini nampaknya seperti tak akan mendatangkan kegunaan apa-apa, tapi Ting Peng tahu kalau senjata-senjata yang dibawa Ah-ku mempunyai khasiat dan kekuatan yang luar biasa. Sambil menuding bangunan berdinding tinggi di hadapannya, Cia Siau giok berkata:

"Selama banyak tahun ayahku bersembunyi di dalam sana, kata sembunyi yang siaumoay pergunakan ini mungkin kurang tepat karena jejak dia orang tua memang sukar diikuti, diapun bukan selalu berada di dalam sana..."

Tentang soal ini Ting Peng sudah tahu, semenjak Sin kiam san-ceng dihuni Cia Siau giok, jumlah anggota perkampungan itupun semakin bertambah banyak. Asal jumlah penghuninya makin banyak, rahasiapun semakin sukar dipegang.

Kembali Cia Siau giok berkata: "Bila ayahku berada di rumah, dia pasti berdiam di dalam sana, kalau tidak akupun tak tahu dia berada dimana"

"Belum lama berselang dia toh masih berada dirumah..."

"Tapi sekarang, apakah dia masih berada di sana atau tidak sukar untuk diketahui, dulu diapun sering berbuat demikian, kaki depan masih melangkah keluar untuk menyapa orang, dalam waktu singkat dia sudah hilang tak berbekas, kemudian terdengar ada orang yang berkata kalau ia telah berjumpa dengannya di kota, padahal selisih waktunya antara kejadian pertama dengan kejadian lain cuma dua jam."

"Dua jam memang sudah cukup baginya untuk sampai di suatu tempat yang lain" kata Ting Peng sambil tertawa.

"Tapi kota itu berjarak hampir lima ratus li dari sini!" seru Cia Siau giok sambil tertawa.

"Oooh, kecuali dia bersayap dan bisa terbang diangkasa, apakah ayahmu telah berhasil melatih diri menjadi dewa?" seru Ting Peng dengan wajah menunjukkan perasaan kaget.

"Ayahku bukan dewa, juga tak bersayap, paling banter karena tenaga dalamnya telah mencapai kesempurnaan, sehingga ilmu meringankan tubuhnya telah mencapai tingkat kesempurnaan, maka dia dapat melewati perintang jalan yang sukar dilewati orang lain dan memotong jalan terpendek, itulah sebabnya dia lebih cepat daripada orang lain"

Ting Peng segera manggut-manggut. "Yaa mungkin saja memang demikian, lima ratus li adalah jarak untuk kebanyakan orang misalnya dari kiri bukit berputar ke sebelah kanan bukit sebaliknya jika rata tidak berjalan memutar, tapi memotong bukit tentu saja jaraknya tinggal separuhnya saja"

"Yaa mungkin begitulah kejadiannya."

Ting Peng segera menuding ke arah gembokan di depan pintu, kemudian berkata lagi: "Kalau begitu walaupun pintu ini terkunci tapi belum tentu bisa membuktikan kalau ayahmu tidak berada di sana?"

"Benar berada di depan toako, siaumoay tak berani berbohong, aku memang benar-benar tidak tahu apakah ayahku berada di dalam sana atau tidak..."

"Bagaimana kalau kita berteriak memanggil dari luar pintu?"

"Mungkin hal itupun tak ada gunanya karena siaumoay juga tak pernah masuk ke sana, tapi dulu aku pernah mencoba, adakalanya sekalipun dia orang tua berada di dalam, namun ia tidak menyahut atas panggilanku, ia pernah berpesan, bila dia ingin bertemu dengan orang maka dia akan munculkan diri dengan sendirinya, kalau tidak maka tak usah masuk untuk mengganggunya"

"Kalau begini terpaksa aku harus mendobrak pintu dan masuk ke dalam..."

""Tentu saja bukan hanya cara ini saja yang tersedia, misalnya dengan melompati pagar pekarangan, kau pun bisa masuk ke dalam, tapi agaknya Ting toako bukan seseorang yang sudi melompati dinding pekarangan orang."

"Benar, aku datang mencari ayahmu dan menantangnya berduel, semuanya kulakukan dengan cara yang terbuka dan blak-blakan, aku tak ingin menirukan sang pencuri yang menerobos masuk ke rumah orang dengan melompati dinding pekarangan orang"

Setelah berpikir sebentar, dia berkata lagi: "Aku hendak masuk ke dalam dengan mendobrak pintu, tentunya kau tak akan menghalangi perbuatanku ini bukan?"

Cia Siau giok tertawa. "Sebetulnya aku wajib menghalangi perbuatanmu, tapi tenaga dan kemampuanku belum cukup untuk menghalangi perbuatanmu itu, maka apa gunanya aku harus mengorbankan tenaga dengan percuma? Apa yang hendak kau dobrak tak lebih hanya sebuah pintu, mengapa aku harus pertaruhkan nyawa untuk melindungi benda mati?"

"Nona Cia, kau memang seorang gadis yang sangat cerdik" puji Ting Peng sambil tertawa.

Cia Siau giok turut tertawa. "Ayahku telah banyak menyalahi orang, tapi jarang punya berapa orang teman, walaupun perkampungan Sin kiam san ceng termasyhur di seluruh dunia, tapi tak akan melindungi diriku, sebagai anak gadis Cia Siau hong, kalau tidak cerdik berarti umurku tak bisa panjang!"

"Benar, nama besar ayahmu tak dapat menjamin orang lain tidak membunuhmu, seperti juga Thi -yan siang hui yang mengejar dirinya tempo hari, toh tiada orang yang berani menghalangi mereka!"

"Siapa bilang tak ada? Ting toako kan telah menghalangi mereka" seru Cia Siau giok sambil tertawa, orang yang berani turun tangan terhadap anak gadis Cia siau hong, sudah pasti dia bukan sembarangan orang, oleh karena itu orang yang bisa melindungiku pun tak banyak jumlahnya, apa lagi seperti orang, toako boleh dibilang jarangnya jarang!"

"Nona Cia, jangan lupa kalau aku datang mencari ayahmu untuk diajak berduel lebih baik kau jangan kelewat terburu napsu untuk bersahabat denganku!" kata Ting Peng dingin.

"Mengapa? Yang kau tantang untuk berduel toh ayahku, bukan aku, apa sangkut pautnya antara tantanganmu itu dengan persahabatan diantara kita berdua?!"

"Bila pertarunganku dengan ayahmu telah berlangsung, maka salah satu pihak pasti akan menderita kekalahan!"

"Itu sudah pasti, tapi kejadian itupun tak akan besar pengaruhnya, bila kepandaian silat telah berhasil mencapai ke tingkatan seperti apa yang kalian miliki, menang kalah hanya selisih sedikit sekali, mustahil pertarungan tersebut dapat diakhiri dengan mengalirkan darah..."

"Sukar untuk dikatakan begitu, misalnya saja seperti ilmu golokku, bila telah dilancarkan maka akan sulit untuk ditarik kembali."

"Kau berhasil melukai Thi yan siang hui, mengalahkan Lim Yok peng bukankah semuanya bisa dilepaskan dengan leluasa?"

"Hal ini disebabkan selisih kepandaian mereka denganku amat jauh, aku belum menyerang dengan sepenuh tenaga!"

Cia Siau giok segera tertawa. "Ketika kau melangsungkan pertarungan melawan ayahku, rasanya kaupun tak usah menyerang dengan sepenuh tenaga, pertarungan antara jago lihay hanya berbeda dalam hal tehnik serta taktik, tidak diputuskan oleh kekuatan tenaga, adakalanya dengan berdiri saling berhadapan tanpa turun tanganpun kedua belah pihak sudah tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah!"

"Hebat benar kepandaianmu, kalau tidak masa kau bisa mengucapkan perkataan semacam ini? Orang yang belum mencapai suatu tingkatan tertentu, tak mungkin dia bisa memahami arti dari kata-kata tersebut." seru Ting Peng dengan perasaan tergerak.

"Ting toako, aku adalah putrinya Cia Siau hong, majikan generasi yang akan datang dari perkampungan Sin kiam san ceng, tentu saja kepandaianku tak boleh sangat cetek." "Dengan kemampuan yang kau miliki, tidak seharusnya kau melarikan diri sewaktu dikejar oleh Thi yan siang hui tempo hari, sebab kepandaian mereka tidak sehebat kepandaianmu!"

Sekali lagi Cia Siau giok merasakan hatinya bergetar keras, dia tak menyangka kalau Ting Peng begitu teliti, lagi pula dapat menangkap kelemahan-kelemahan dibalik perkataannya itu.

Dengan cepat otaknya berputar kencang dengan cepat dia telah berhasil menemukan sebuah akal bagus, dia tahu apa yang harus diperbuatnya sekarang, alasan apapun tak akan berhasil menutupi kelemahannya itu, malah justru dengan berterus terang keadaannya malah bertambah bahaya.

Sambil tertawa dia lantas berkata: "Kalau kepandaianku betul-betul selisih banyak bila dibandingkan dengan kepandaian mereka, bagaimana mungkin aku bisa meloloskan diri dari pengejaran mereka dan kabur ke pagoda Ang Bwe khek?"

"Kalau begitu, kau memang bermaksud untuk melarikan diri?"

"Boleh dibilang begitulah, aku tahu kalau sepasang suami istri itu adalah manusia yang sangat lihay, karenanya aku ingin melihat siapakah yang sanggup mengatasi kebuasan mereka, aku ingin tahu setelah ayahku menolong banyak orang untuk melepaskan diri dari kesulitan, bila putrinya yang menjumpai kesulitan, siapa pula yang akan menampilkan diri untuk melindungiku?"

"Akhirnya hasil yang kau peroleh ternyata sangat tidak memuaskan hatimu?"

"Benar!" jawab Cia Siau giok sambil tertawa, "hari itu dalam pagoda Ang bwee khek dari Ting toako hampir dipenuhi oleh jago-jago kenamaan dari empat penjuru di dunia, tapi hasilnya amat mengecewakan hatiku maka sejak hari itu, pandanganku terhadap kaum pendekar dunia persilatan pun telah berubah sama sekali."

Setelah tertawa, kembali lanjutnya: "Cuma akupun tidak terhitung sama sekali tanpa hasil, paling tidak kau masih sempat bertemu dengan seorang enghiong muda macam Ting toako..."

"Tapi aku bukan menolongmu karena jiwa pendekarku!"

"Paling tidak kau telah menolongku!"

"Hal ini dikarenakan aku tidak mengijinkan ada orang yang melakukan pembunuhan di tempat kediamanku, dan lagi karena aku mempertimbangkan kepandaianku sudah pasti dapat menangkan lawan, kalau tidak, akupun tak akan bertindak bodoh dengan mempertaruhkan nyawaku untuk menolongmu!"

"Benar, siaumoay pun tahu, aku dengan Ting toako sama sekali tak punya hubungan apa-apa, akupun tidak beralasan untuk memohon kepada Ting toako untuk berbuat demikian!"

"Ehmmm.... tampaknya kau dapat memandang lebih luas atas persoalan ini..."

Cia Siau giok tertawa. "Aku hanya membandingkan diriku sendiri dengan orang lain, kalau suruh aku mengorbankan jiwa hanya untuk menolong seseorang yang tak kukenal, akupun sama saja tak akan melakukannya, kecuali dia adalah orang yang kucinta atau kukenal secara akrab!"

"Sudahkah kau jumpai seseorang macam ini?"

"Belum, tapi aku percaya sebentar lagi akan kujumpai orang itu!"

Sinar matanya dialihkan ke wajah Ting Peng, hampir saja dia meneriakkan namanya, tapi Ting Peng seakan-akan tidak melihat tandanya itu, malah ujarnya dingin: "Aku telah berhasil menemukannya, dia adalah istriku Cing-cing!"

Cia Siau giok tidak marah, hanya katanya sambil tertawa: "Dia memang seorang yang hok kie!"

Ting Peng bertekad untuk mengakhiri pembicaraan yang tak berguna itu, ia segera berpaling dan mengulapkan tangannya kepada Ah-Ku yang ada di sisinya. "Rusak gembokan itu, dobrak pintunya!"

Ah-Ku maju dan menghajar gembokan tersebut dengan kepalan tinjunya, tapi saat itulah muncul empat sosok tubuh manusia.

RUMAH PENYIMPAN PEDANG

SEBETULNYA, entah ke empat orang itu jelas bersembunyi dimana, tiba-tiba saja mereka menampakkan diri bahkan dengan cepat telah muncul di hadapan Ah Ku.

Paras muka mereka sangat dingin, usianya antara empat puluh tahunan dan setiap orang mengenakan jubah abu-abu dengan membawa sebilah pedang. Muka mereka kaku tanpa emosi, dengan mata yang abu-abu dan dalam mereka mengawasi Ah Ku tanpa berkedip.

Ah-Ku tidak bergerak, dia menengok ke arah Ting Peng dan menunggu petunjuk selanjutnya. Ting Peng sedang memandang pula ke arah Cia Siau giok, tapi Cia Siau giok hanya tertawa sambil berkata.

"Saudara Ting Peng kalau kukatakan ke empat orang ini tidak kukenal, percayakah kau?"

"Kau maksudkan mereka bukan anggota perkampungan Sin kiam san ceng?"

"Soal ini tak berani kukatakan, karena aku baru satu tahun lebih datang kemari!"

"Walaupun setahun lebih tidak terhitung lama, tapi masa anggota keluarga sendiripun tidak kau kena1? rasanya hal ini mustahil..."

Cia Siau giok tertawa. "Orang-orang yang lain tentu saja kukenal, lagi pula mereka baru ku undang setelah aku berada di sini, tapi orang yang berada dalam halaman ini tak seorangpun yang kukenal, sebab aku tak pernah masuk ke dalam sedang merekapun tak pernah keluar"

"Kalau selamanya tak pernah keluar, bagaimana cara mereka untuk selanjutnya hidup?"

"Aku tak tahu, akupun tidak mengurusi soal rumah tangga. Cia Teng seng yang mengurusi soal itu"

Cia Teng seng adalah Cia sianseng, semua orang hanya memanggilnya sebagai Cia sianseng dan tak tahu siapa namanya. Cia Siau giok adalah majikan perkampungan ini, tentu saja dia tak usah memanggilnya Cia sianseng, tapi hingga sekarang dia baru secara langsung menyebut namanya.

Tapi salah seorang diantara lelaki setengah umur itu telah berbicara, suaranya persis sekaku paras mukanya:

"Cia Teng seng juga tidak tahu tentang kami, kami masuk ke dalam perkampungan ini ketika pamannya masih mengurusi perkampungan Sin kiam san-ceng, hingga sekarang telah tiga puluh tahun. Sepuluh tahun berselang Cia siang kwee telah tiada, jabatannya kemudian dilanjutkan oleh keponakannya, ia Cuma mengurusi urusan luar, tidak mengurusi urusan dalam."

"Kalau begitu kalian berempat adalah orang tertua di dalam perkampungan Sin kiam san-ceng?" tanya Cia Siau giok sambil tertawa.

"Kami tidak termasuk perkampungan Sin kiam san-ceng, kami termasuk "Rumah Penyimpan Pedang"

"Dimana letaknya rumah penyimpan pedang?"

"Di dalam sana...!" jawab lelaki setengah umur itu sambil menunjuk ke dalam halaman berpagar tinggi.

"Oooh... rupanya halaman ini bernama rumah penyimpan pedang, sungguh memalukan, ternyata aku tidak mengetahui akan hal ini, aku adalah majikan perempuan tempat ini?" sela Cia Siau-giok dengan wajah tercengang.

"Hal ini pernah kudengar dari majikan, tapi dengan rumah penyimpan pedang sama sekali tak ada hubungan tempat ini tidak termasuk dalam perkampungan Sin-kiam san-ceng, melainkan tempat tinggal majikan..."

"Majikan kalian adalah ayahku!" sambung Ciu Siang giok sambil tertawa.

"Kami tidak mempersoalkan hubungan majikan di luar rumah penyimpan pedang, dalam rumah penyimpan pedang hanya ada seorang majikan dan tiada hubungan dengan lainya!"

Cia Siau-giok tidak marah, dia malah tertawa. "Siapakah nama kalian berempat?"

"Didalam rumah penyimpan pedang hanya ada majikan dan budak pedang, tiada nama dan tiada nama marga yang berlaku hanya sebutan tahun, menurut sebutan aku bernama Ka-cu, selanjutnya adalah "Ih-cho, Pin gin, Ting-moau."

"Yaaah, kalau menurut keadaan tersebut seharusnya dalam rumah penyimpan pedang ini seharusnya terdapat enam puluh orang budak pedang?"

"Rumah penyimpan pedang terpisah dari keramaian dunia dan selamanya tak pernah saling berhubungan, maaf aku tak bisa menerangkan apa-apa kepadamu!"

"Aku hendak mencari Cia Siau hong, dia ada di situ atau tidak?" seru Ting Peng kemudian.

"Didalam Rumah penyimpan pedang, tidak terdapat manusia bernama itu..."

Mula-mula Ting Peng agak tertegun, kemudian katanya kembali: "Kalau begitu aku hendak mencari majikan dari rumah penyimpan pedang itu!"

"Kalau majikan hendak berjumpa dengan kalian, dia akan munculkan diri untuk berjumpa sendiri dengan kalian, kalau tidak sekalipun kau datang mencarinya juga percuma, selamanya Rumah penyimpan pedang melarang orang lain memasukinya!"

"Apakah majikan kalian ada di dalam?"

"Tak bisa kami katakan, aku percaya kalian pun sudah tahu, lima kaki di balik dinding pekarangan ini merupakan daerah terlarang, hari ini karena kalian baru melanggar untuk pertama kalinya maka kami hanya memberi peringatan, tapi lain kali kami akan turun tangan untuk membunuh setiap pelanggarannya, sekarang kalian boleh pergi dari sini!"

"Aku datang kemari untuk menantang Cia Siau hong berduel!" seru Ting Peng dengan suara dalam.

"Sudah kukatakan kepadamu, di sini tidak terdapat manusia bernama itu, kalau kalian hendak mencari Cia Siau hong, seharusnya mencari orang itu di tempat lain...!"
Selanjutnya,
Golok Bulan Sabit Jilid 14