Golok Bulan Sabit Jilid 12 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Golok Bulan Sabit Jilid 12
Karya : Khu Lung
Penyadur : Tjan ID

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
"NAK, bagaimanapun juga kau tetap masih muda, pandanganmu terhadap segala persoalan kurang mendalam, mungkin saja ada suatu ketika Ting Peng akan meninggalkan kita tapi sampai akhirnya dia pasti akan kembali, ia dapat meninggalkan kita karena kesesatan serta kebuasan kita, tapi dikala ia menemukan bahwa orang-orang lain jauh lebih rendah dan terkutuk dari pada kita, jauh lebih sesaat dan buas dari pada kita, dia dapat meninggalkan mereka lagi bahkan menjadi orang paling setia bagi perguruan kita!"

"Pendapat dari Yaya kelewat muluk."

"Tidak muluk tapi suatu kenyataan, suatu teori yang berdasarkan fakta, biasanya teori yang berdasarkan fakta jauh melebihi pendapat lainnya, aku mempunyai keyakinan ini karena keadaanku dulu persis seperti keadaan Ting Peng sekarang, dari tubuhnya aku seolah-olah menyaksikan bayanganku dulu dan dari tubuhku aku dapat meneropong dirinya dimasa mendatang."

Nada suaranya segera berubah menjadi lembut tapi penuh keinginan.

"Cuma kau lebih beruntung daripadaku, sebab yang kau bakal saksikan adalah suatu keberhasilan yang sempurna, masa mendatang yang cemerlang, sedang aku selama hidupku hanya bergelimpangan di tengah kegagalan!"
Cing-cing menundukkan kepalanya sampai lama, dia baru berkata lagi. "Yaya, apa yang musti Cing-ji lakukan sekarang?"

"Tidak melakukan apa-apa, teguhkan saja keyakinanmu, jangan menganggap kita adalah orang dari kaum sesat dan jahat, sesungguhnya watak kita jauh lebih baik dan bajik daripada siapapun, tujuan kita didasari oleh suatu kenyataan yang sempurna, suatu kenyataan yang didasarkan pada kecerdasan serta akal budi. Cuma saja orang awam tak dapat memahaminya, oleh karena itu kau harus meneguhkan dulu keyakinanmu pada kemampuan sendiri jika kau sendiripun kehilangan keyakinan terhadap diri sendiri, bagaimana mungkin kau bisa membuat orang lain mempercayai pula dirimu?"

"Lantas apa yang musti kau lakukan?"

"Kau? Tiada yang perlu kau lakukan, yang meski kau perbuat adalah menjadi seorang istri yang baik, istri yang menuruti perkataannya, serta memberi bantuan sesuai apa yang bisa kau lakukan."

"Membantunya? Jika dia minta kepadaku untuk menyerahkan rahasia dari perguruan kita?"

Kakek itu segera tertawa. "Jurus golok sakti itu merupakan rahasia tertinggi dari perguruan kita, itupun sudah dia peroleh, maka baginya boleh dibilang perguruan kita sudah tak mempunyai rahasia apa-apa lagi"

"Bila dia minta kepadaku untuk menyerahkan orang-orang kita"

"Pergunakan segenap kemampuanmu dan serahkan semua kepadanya!"

"Bila orang-orang itu diserahkan semua kepadanya, apakah orang-orang itu masih bisa hidup?"

"Bila mungkin, mohonlah kepadanya agar meninggalkan sedikit karena orang-orang itu akan merupakan anak buah kalian dimasa mendatang, tapi bila permohonanmu gagal, maka biar saja dibunuh olehnya!"

"Jika orang lain yang hendak membunuh mereka?"

Kakek itu segera tertawa angkuh. "Kecuali dia, mungkin bukan suatu pekerjaan yang gampang buat orang lain untuk membunuh orang-orang kita, kecuali tunduk di ujung golok sakti yang tiada bandingannya itu, kita tak akan membiarkan orang lain membunuh diri kita secara mudah!"

"Yaya, aku betul-betul tidak habis mengerti dengan maksud tujuanmu yang sesungguhnya!"

"Tidak mengapa. Aku hanya ingin membuktikan kepadanya akan kesetiaan perguruan kita serta tekad anggota perguruan kita dalam mencapai cita-cita serta tujuan. Walaupun aku adalah seorang jago lihay yang tiada tandingannya di dunia ini, tapi cukup mengandalkan sepatah katanya, kami dapat memenggal batok kepala kita sendiri, agar dia tahu selain kami, tiada orang lain yang memiliki kesetiaan semacam ini."

"Yaya, seandainya dia minta kepadaku untuk menyerahkan dirimu?"

"Luluskan permintaannya, dalam kenyataan kau sendiripun tak akan dapat menemukan aku lagi, karena setelah perjumpaan kita hari ini, aku akan pindah lagi ke tempat yang amat jauh."

"Tapi dia akan menyuruhku untuk membantunya guna menemukan kau?"

"Kalau begitu, berikanlah semua bantuan yang bisa kau berikan, ingat, kau harus bersungguh-sungguh, membantunya dengan tulus hati, jangan hanya berlagak atau berpura-pura saja, sebab tindakan semacam itu hanya akan membuat segala usahaku sia-sia belaka, dan bisa memporak-porandakan semua rencana yang telah kususun!"

"Yaya, sesungguhnya rencana apakah yang telah kau persiapkan?"

Setelah tertawa sedih kakek itu menghela napas panjang. "Satu pengorbanan yang sangat besar agar anak murid keturunan kita termakan oleh rencana ini serta mengatur mereka satu persatu munculkan diri kembali dari tempat kegelapan dan menghantarnya ke hadapan Ting Peng..."

"Berhargakah itu?"

"Berharga sekali nak, tindakan ini sangat berharga, kita hidup tak lain adalah ingin mewariskan cita-cita yang tinggi dan maha agung ini pada generasi mendatang, asal tujuan tersebut dapat tercapai, maka pengorbanan macam apapun berharga untuk kita lakukan!"

"Tapi sampai pada akhirnya..."

"Sampai pada akhirnya, akupun akan menyerahkan pula diriku sendiri! waktu itulah merupakan saat yang paling penting bagi pengorbanan kita, saat itulah merupakan saat kita untuk menyambut datangnya suatu permulaan baru, suatu permulaan yang gemilang!"

"Yaya, apakah tindakanmu ini tidak kelewat menyerempet bahaya?"

Sambil membelai rambut cucunya dengan penuh kasih sayang, kakek itu berkata: "Nak, apakah kau anggap yayamu adalah seseorang yang suka menyerempet bahaya? Sudah banyak tahun aku hidup mengasingkan diri, hidup menyembunyikan diri, kesemuanya itu kulakukan tak lain karena sedang menunggu datangnya kesempatan seperti ini, akhirnya aku berhasil juga menantikan datangnya seorang manusia macam Ting Peng!"

"Yaya, aku percaya semua rencanamu itu tak bakal salah, tapi aku masih mempunyai satu persoalan yang merisaukan hatiku, yaitu masalah tentang Cia Siau hong."

"Benar, orang ini memang merupakan musuh kita yang paling tangguh, juga merupakan penghalang kita yang terbesar, bukan hanya dikarenakan ilmu silatnya, pun dikarenakan wataknya, kekurangan-kekurangan yang dimilikinya dimasa lalu sekarang sudah hampir tertutup semua secara sempurna, tingkatan yang telah dicapainya sekarang jauh lebih tinggi setingkat daripada tingkatan kita sekarang, dia adalah satu-satunya musuh yang tak sanggup dirobohkan, di kemudian hari mungkin saja Ting Peng dapat menangkan dia dalam hal ilmu silat, tapi dalam semangat, selamanya ia tak akan mampu untuk melampauinya, dia merupakan satu-satunya musuh yang paling tangguh di dunia ini, untung saja musuh semacam itu hanya ada seorang saja."

"Dapatkah dia mempengaruhi Ting Peng?"

"Tidak mungkin..." sahut kakek itu sambil tertawa. "Karena di tubuhnya pun terdapat suatu kekurangan yang tak dapat diatasi olehnya, suatu kekurangan yang secara kebetulan berada dalam cengkeraman kita."

"Kekurangan apakah itu, yaya?"

"Nak... inilah satu-satunya hal yang tak dapat kuberitahukan kepadamu, tetapi aku percaya kau dapat menemukannya sendiri"

Cing Cing tahu, apa yang dikatakan tidak bisa oleh yayanya, selamanya tetap tak bisa.

Keheningan kembali mencekam seluruh ruangan kuil itu, akhirnya kakek itu mengulapkan tangannya: "Pergilah, lain kali, tak usah datang kemari lagi, sekalipun kau kembali juga tak akan menemukan aku, bila tiada suatu perubahan yang luar biasa, inilah perjumpaan yang terakhir dari cucu dan kakeknya kita berdua, ingat! Sejak detik ini kau adalah istri Ting Peng, itulah satu-satunya tugas yang harus kau lakukan di alam manusia, segala sesuatunya turuti perkataannya, jangan membantah ucapannya, jangan membuat dia menjadi marah, kau musti mengikutinya seperti seekor anjing yang setia kepada majikannya, sekalipun dia menendangmu dengan keras, kaupun tak boleh meninggalkan dirinya, nak, sanggupkah kau lakukan tugas yang sangat berat ini?"

Cing-cing mengangguk. "Pasti akan kulakukan dengan sebaik-baiknya!"

"Bagus sekali, bila kau dapat melakukannya, lakukanlah dengan sebaik-baiknya, sekalipun sudah tidak bisa kau lakukan juga harus kau lakukan, mengerti?! Nak aku pergi dulu!"

Suatu ledakan keras menggelegar memecahkan keheningan, tiba-tiba kuil San sin bio itu ambruk dan hancur, patung arca dalam ruang kuilpun hancur serta porak poranda.

Sejak itu didalam kuil San sin bio tak pernah ada Sin leng (roh suci) lagi. Para penggembala sapi bisa bermain disitu lagi, tapi beranikah mereka lakukan hal ini?

* * *

KEMELUT CINTA

PERKAMPUNGAN Sin kiam san-ceng, perkampungan yang dihuni oleh Sam sauya dari keluarga Cia. Tempat itu merupakan tempat suci dunia persilatan, tempat terlarang umat persilatan.

Perkampungan Sin kiam san ceng tidak dijaga secara ketat, hanya ada setengah sungai yang melingkari separuh bagian dari perkampungan itu. sedang separuh bagian yang lain dipisahkan oleh dinding tebing bukit Tiong san yang terjal.

Dinding bukit yang tegak lurus dengan puncak yang menjulang ke angkasa, nampak begitu licin dan terjal, monyetpun susah untuk mendaki ke atas apalagi manusia, sebab itu untuk datang ke perkampungan Sin kiam san-ceng hanya tersedia sebuah jalan.

Jalan itu terpotong oleh sebuah sungai, di atas sungai tiada jembatan, yang ada cuma sebuah perahu penyeberangan. Sungai itu tidak terlalu lebar, dari seberang sanapun dapat terlihat jelas, juga dapat melihat perkampungan Sin kiam san ceng di lambung bukit sana.

Ada sementara waktu perkampungan ini pernah sepi dari pengunjung, itulah disaat pemilik perkampungan Sin kiam san ceng telah tua, sedang Sam sauya dari keluarga Cia masih berkelana di dalam dunia persilatan. Cia Siau hong mempunyai dua orang kakak, tapi tak seorangpun yang berhasil seperti adiknya.

Perkampungan Sin kiam san-ceng termasyhur karena permainan pedangnya, bahkan di mulai sejak jamannya Sam sauya, ilmu pedang keluarga mereka sudah lama dikenal dan termasyhur dimana-mana. Anggota keluarga Cia tentu saja merupakan jago-jago lihay di dalam permainan pedang.

Siapa pandai berenang suatu ketika akan mati tenggelam juga, demikian pepatah kuno pernah berkata.

Toa sauya dari keluarga Cia memang tewas diujung pedang. Ji sauya dari keluarga Cia juga tewas di ujung pedang. Sedang Lo-tayya dari keluarga Cia mati sakit di rumah, mati dalam kesepian, tua dan lemah, meskipun dia memiliki putra yang pandai bermain pedang, termasyhur sebagai jago pedang yang luar biasa di kolong langit.

Akan tetapi putranya ini memberikan kejayaan bagi keluarga Cia, juga mendatangkan banyak kesulitan. Banyak orang datang mencari Cia sam sauya untuk beradu pedang, tapi Cia Siau hong justru jarang berada di rumah, semasa mudanya dulu ia lebih banyak berdiam di rumah pelacuran daripada di rumah, apalagi di rumah penginapan atau di kamar gadis-gadis yang dicintainya.

Semasa muda dulu Cia Siau hong seorang romantis, tapi juga angin-anginan. Meskipun dalam hidupnya dia mempunyai banyak teman gadis, namun secara resmi hanya pernah kawin sekali, mempunyai seorang bini.

Yang dikawini adalah perempuan tercantik didalam dunia persilatan Buyung Ciu ti, namun juga merupakan perempuan yang paling menakutkan di dunia ini. Selamanya Buyung Ciu-ti tak pernah menjadi menantu keluarga Cia secara resmi, belum pernah masuk ke dalam perkampungan Sin kiam san-ceng dan menjadi majikan muda dari keluarga Cia.

Sepanjang hidupnya dia hampir menyerupai bayangan dari Cia Siau hong, mengikuti terus di belakang Cia Siau hong, tapi bukan untuk bermesraan dengannya, melainkan selalu menghajarnya, mengusiknya dan membalas dendam ketidak setiaannya.

Perempuan itu memiliki kemampuan yang luar biasa, kalau orang lain sukar untuk menemukan jejak Cia Siau hong, dia justru dapat menemukannya kendatipun Cia Siau hong sengaja mencampurkan diri dalam golongan bawah, bersembunyi dalam rumah makan menjadi pelayan, menjadi tukang kuda, menjadi pekerja kasar yang paling rendah, namun ia tak pernah bisa meloloskan diri dari pengejarannya.

Kehidupan Cia Siau hong boleh dibilang sudah hancur ditangan perempuan ini, tapi dibilang berhasil juga atas bantuan perempuan ini. Dia melahirkan seorang anak lelaki buat Cia Siau hong, namun tidak memberi nama marga Cia kepadanya, pun tidak membuatnya menjadi majikan selanjutnya dari perkampungan Sin kiam san ceng.
Tapi perkampungan Sin kiam san-ceng telah mempunyai seorang majikan perempuan yang baru. Dialah Cia Siau giok. Tiada orang tahu, dia adalah anak Cia Siau hong dengan perempuan yang mana dan kapan kawinnya?

Yang pasti dia muncul secara tiba-tiba, seperti muncul dari dalam batu, setelah Cia Siau hong berhasil dan menetap didalam perkampungan Sin kiam san-ceng. Dia mendatangi perkampungan Sin kiam san ceng dan mengaku sebagai putri kandungnya Cia Siau hong.

Sewaktu datang ia telah berusia lima belas tahun, waktu itu Cia Siau hong tak ada dirumah, tapi tak ada orang yang menuduhnya sebagai orang yang mengaku-aku saja. Sebab raut wajahnya paling tidak ada tujuh bagian mirip wajah Cia siau hong, apalagi kalau sedang tertawa, kemiripannya mencapai sembilan bagian.

Senyuman Cia Siau hong seperti juga pedangnya, tiada tandingannya di dunia ini. Kalau pedangnya berhasil menaklukan setiap jago lihay, maka senyumannya berhasil menaklukkan setiap perempuan cantik.

Tentu saja perempuan yang tidak cantikpun tak dapat melawan senyumannya, namun pilihan Cia Siau hong atas perempuan selalu amat tinggi dan teliti. Walaupun dia tak pernah meremehkan senyumannya, namun dia pun tak akan melakukan pancingan lebih jauh terhadap perempuan yang tidak menarik hatinya, oleh karena itu perempuan-perempuan itupun tak sampai terpikat kepadanya.

Bila senyumannya tidak bermaksud untuk menaklukkan hati seorang perempuan, maka senyuman itu begitu suci, tapi bila dia hendak naik ke atas pembaringan bersama seorang perempuan, maka senyumannya jauh lebih hebat, dari pada sebilah pedang. Kalau pedang, hanya bisa membuat seseorang kehilangan nyawa, maka senyumannya dapat membuat seorang perempuan kehilangan hatinya.

Di dunia ini ada orang yang justru tidak takut mati, baik dia itu seorang lelaki, maupun perempuan. Oleh karena itu bila menggunakan pedang untuk memaksa seorang perempuan untuk ke atas pembaringan dalam sepuluh kali, ada delapan sembilan kali bisa berhasil, tapi toh akan berjumpa juga dengan perempuan yang tak takut mati.

Tapi bila seorang perempuan telah menyerahkan hatinya kepada seorang lelaki, maka tiada perbuatan yang enggan dia lakukan. Sekalipun dia disuruh tidur menemani seekor babi, diapun tak bakal akan menampik.

Sekembalinya dari berkelana Cia Siau hong baru mengetahui kalau dia mempunyai seorang anak gadis. Meski dalam hati merasa keheranan, namun tidak memberikan pernyataan apa-apa, diapun tidak bertanya siapa gerangan diri gadis itu.

Yaa, kalau gadis itu mengaku sebagai istrinya, maka dia dapat menanyakan kebenaran dari hal ini kepada siapa?

Seandainya dia menyangkal di depan orang bahwa nona itu bukan putrinya, sedang bocah perempuan itu justru dapat menunjukkan bukti yang menunjukkan kalau dia adalah putrinya, apa yang musti dilakukan lagi?

Terpaksa dia hanya menanyakan persoalan ini kepada seseorang. Siau giok! Si nona yang mengaku sebagai putri kandungnya itu. Sewaktu Cia Siau giok berjumpa dengannya, sikap maupun gerak-geriknya sama sekali tidak canggung, seakan-akan mereka sudah kenal lama, sudah berkumpul cukup lama juga. Ia melompat ke depan memegang tangannya dan menggoncang-goncangkan dengan keras. "Ayah, mengapa baru hari ini kau pulang? Kau bilang hendak pergi menjemput diriku, tapi kau tak pernah datang, terpaksa akupun datang sendiri kemari!"

Cia Siau hong merasa agak melongo juga, agak tertegun menghadapi kejadian seperti ini. Dalam sepanjang hidupnya, dia sudah banyak mendengar orang lain memanggilnya dengan pelbagai sebutan. Ada diantara mereka yang memanggilnya dengan nada yang menarik, amat menyenangkan, tapi kebanyakan orang yang menyukainya hanya kaum wanita, terutama perempuan-perempuan cantik.

Ada sementara diantara yang menyanjungnya, ada yang mengaguminya, tapi yang pasti mereka adalah kaum persilatan. Tapi ada pula yang bersuara dengan nada sinis, kasar dan tak enak didengar, yang pasti mereka adalah orang-orang membencinya. Tapi hanya panggilan seperti itu, baru ini didengar untuk pertama kalinya.

"Ayah!" walaupun merupakan sebuah panggilan yang sederhana, tapi belum pernah di dengar oleh Cia Siau hong selama ini, lagi pula dia memang sudah ingin sekali untuk mendengarnya. Tentu saja bukan dipanggil oleh seorang gadis yang tak dikenalnya ini. Dia mempunyai seorang putra, seorang putra yang dilahirkan oleh Buyung Ciu-ti.

Tapi anak itu selalu menolak untuk mengakuinya sebagai ayah, pemuda yang keras kepala itu mungkin saja sudah mengakui Cia Siau hong sebagai ayahnya, namun pengakuan tersebut hanya terjadi di dalam hati, sedang diluarnya, ia tak pernah memanggilnya dengan sebutan tersebut, tentu saja diapun tak pernah datang menjenguknya.

Cia Siau hong tahu, cepat atau lambat pemuda itu pasti akan datang juga, berlutut di hadapannya sambil memanggil "ayah". Hanya saja harinya kemungkinan besar adalah hari kematian baginya, hari ia dimasukkan ke dalam peti mati, ketika berita kematiannya sudah tersebar ke mana-mana dan ia datang untuk melayat. Berlutut di depan layonnya, kemudian di dalam hati kecilnya diam-diam memanggil sehingga siapapun tidak mendengarnya.

Cia Siau hong tahu bakal ada hari semacam itu, tapi dia berharap jangan sampai mendengar panggilan tersebut setelah berada dalam suasana seperti itu. Sebab, bagaimanapun juga Cia Siau hong sudah tua, sedemikian tuanya sampai semangat mudanya sudah hilang sama sekali sampai wataknya pun turut berubah.

Perubahan terbesar yang dialaminya tentu berasal dari perasaan, ia sudah mulai merasakan kesepian. Bukan rasa kesepian karena tiada tandingan di kolong langit, melainkan suatu perasaan kesepian yang menjemukan dan mengerikan, ia membutuhkan seseorang untuk mendampinginya.

Bukan perempuan, bukan sahabat, melainkan "putra dan putrinya", agar ia bisa melampiaskan rasa kasih sayangnya kepada mereka. Cia Siau hong adalah manusia, bukan malaikat, bukan dewa, dia seperti juga orang lain, mempunyai suatu kebutuhan. Hanya bedanya, dia pandai merahasiakan perasaannya itu, belum pernah membiarkan orang tahu akan kebutuhan dalam hatinya.

Tapi tiba-tiba saja dari tanah muncul seorang anak gadis. Seorang gadis yang dengan kasih sayang dan penuh kehangatan memanggilnya ayah. Itulah suara panggilan yang sangat didambakan, sangat diharapkan olehnya selama ini. Sayang bukan berasal dari putra kandung yang di harapkannya selama ini.

Maka Cia Siau hong merasa tertegun dan keheranan. Beberapa orang teman yang ikut bersamanya pulang ke rumah pun, berdatangan karena secara tiba-tiba mereka dengar kalau ia mempunyai seorang anak gadis, mereka turut datang untuk melihat apa gerangan yang telah terjadi.

Menyaksikan mimik wajah Cia Siau hong tentu saja timbul suatu bisikan-bisikan yang membicarakan masalah itu. Masih untung saja didalam perkampungan Sin kiam san-ceng terdapat seorang pengurus rumah tangga yang piawai dan cekatan, dia adalah Cia sianseng yang tak pernah merasakan kesulitan dalam melakukan tugas apapun.

Sambil tertawa dia munculkan diri dan berkata: "Dalam pertemuan pertama antara seorang ayah dan seorang anak, tentu banyak persoalan yang hendak dibicarakan, dipersilahkan saudara sekalian menuju ke ruang depan untuk minum arak kegirangan!"

Yang dimaksudkan arak kegirangan, tentu saja arak untuk menyambut datangnya seorang majikan perempuan baru dalam perkampungan Sin kiam san ceng, sudah barang tentu perjamuan itu amat meriah.

Cia Siau hong baru kembali tapi Cia sianseng telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik seakan-akan dia sudah menganggap gadis itu sebagai majikan barunya. Apa yang kemudian dibicarakan antara Cia Siau-hong dengan Cia Siau-giok? Tak seorang pun yang tahu.

Tapi dua jam kemudian, ketika Cia Siau hong muncul kembali untuk menemani teman-temannya minum arak, dia mulai bercerita tentang kehidupannya ketika masih berkelana dulu. Terhadap kehadiran Cia Siau giok ternyata dia tidak menyangkal. Kalau tidak menyangkal, tentu saja mengakui, walaupun Cia Siau hong tidak menerangkan asal usul gadis itu.

Tapi tak ada orang yang merasa keheranan, juga tak ada orang yang bertanya sepanjang hidupnya Cia Siau hong mempunyai berapa orang perempuan, siapapun tak tahu hal ini. Sebab perempuan manapun kemungkinan besar dapat melahirkan seorang putri baginya. Apa pula yang harus ditanyakan tentang soal ini.

Sejak dalam perkampungan Sin kiam san ceng telah bertambah seorang Cia Siau giok, suasana di situpun tampak lebih hidup, perkampungan besar yang semula hanya dihuni oleh beberapa orang saja, sekarang penuh dengan pelayan dan dayang. Bangunan rumahnya diperbaharui, kebun yang penuh pohon dan bunga juga dibenahi.

Sekarang, perkampungan Sin kiam san-ceng baru mirip suatu perkampungan tempat tinggal seorang pendekar pedang nomor wahid dikolong langit. Lebih mirip suatu daerah suci, daerah terlarang bagi umat persilatan, karena lebih keren, lebih berwibawa. Hanya didalam wilayah daerah terlarang, baru terdapat daerah terlarang.

Letaknya di halaman kecil yang menyendiri di seberang sana, halaman yang dikelilingi dinding pekarangan yang tinggi dan seringkali dikunci dari luar. Disitulah Cia Siau hong berdiam, di situ pula Cia Siau hong berlatih ilmu pedang, berpikir dan melatih diri.

Tak ada orang yang berani memasuki halaman tersebut termasuk juga Cia Siau giok sendiri. Bila Cia Siau hong berada dirumah, pintu itu tetap dikunci, tidak berada dirumah pun pintu juga tetap dikunci. Kunci tersebut sudah karatan, tergantung di atas pintu melambangkan semacam kekuatan. Untuk keluar masuk dari tempat itu.

Cia Siau hong tak pernah melalui pintu itu, tapi juga tak ada yang tahu bagaimana caranya dia untuk keluar masuk, karena dalam halaman tersebut hanya terdapat sebuah pintu saja. Tentu saja cara paling sederhana adalah melompati dinding pekarangan, walaupun dindingnya amat tinggi, namun tak akan menyulitkan Cia Siau hong.

Tapi tempat ini adalah rumahnya sendiri, mengapa dia harus masuk keluar melompati dinding pekarangan? Cia Siau hong bukannya tak pernah melompati dinding pekarangan, cuma hal mana dilakukan ketika masih muda dulu.

Sekarang entah kemana saja dia pergi, tentu saja ada yang membukakan pintu gerbang baginya serta menyambut kedatangannya dengan segala kehormatan. Sekalipun terhadap musuhnya pun tidak terkecuali.. Karena kedudukan Cia Siau hong sekarang memang tak ragu lagi sudah sepantasnya menerima penghormatan tersebut.

Seseorang yang memiliki kedudukan semacam ini mungkinkah dia harus masuk keluar lewat dinding pekarangan didalam rumahnya sendiri? Tak ada orang yang percaya dengan cerita tersebut, juga tak ada orang yang memikirkan masalah tersebut.

Sekalipun orang yang tinggal dalam perkampungan Sin kiam san-ceng, bila secara tiba-tiba mereka saksikan Cia Siau hong berjalan keluar dari belakang, maka merekapun tahu kalau dia sudah pulang. Merekapun tak ada yang membayangkan apakah dia keluar dengan melompati dinding pekarangan atau tidak.

Walaupun merekapun tahu kalau di atas dinding Cuma ada sebuah pintu, meski tahu pintu itu sudah terkunci oleh gembokan yang berkarat dan kunci karat itu sudah tak dapat terbuka lagi. Kecuali di tempat lain terdapat pintu penghubung atau dia mempunyai ilmu menerobos masuk ke dalam tanah, rasanya satu-satunya jalan yang bisa ditempuh hanyalah melompati dinding pekarangan tersebut.

Tapi semua orang lebih suka menerima dua cara yang terdepan daripada menerima kemungkinan yang terakhir. Melompati dinding pekarangan tentu saja bukan suatu perbuatan yang baik dan gagah, tapi juga bukan suatu perbuatan jahat, ada banyak pendekar besar yang melompati dinding pekarangan.

Tapi tiada orang yang menduga kalau Cia Siau hong dapat berbuat demikian. Paling tidak, sampai saat ini Cia Siau hong bukan seorang manusia yang dapat berbuat demikian. Seseorang yang telah berubah menjadi malaikat di dalam hati orang lain, maka dia akan berubah menjadi seseorang yang luar biasa, seseorang yang amat sempurna, tak mungkin melakukan perbuatan rendah semacam itu.

Tapi halaman kecil yang berkunci dengan kunci berkarat itu tetap merupakan suatu rahasia besar. Mungkin ada orang yang diam-diam menduga keadaan yang bagaimana di dalam halaman tersebut, tapi tak ada orang yang berani masuk ke dalamnya untuk menyelidiki keadaan yang sesungguhnya. Sebab disitulah Cia Siau hong berdiam.

* * *


AKHIRNYA Ting Peng sampai di depan perkampungan Sin kiam san-ceng. Dia datang seorang diri membawa goloknya, menunggang kereta kencana yang dihela empat ekor kuda jempolan dan dikusiri oleh A-ku, dengan menyeberangi sungai tiba di depan perkampungan.

Kalau dulu, entah berapa banyakpun kekayaan yang dimiliki Ting Peng, ia harus berjalan kaki kemudian menumpang sebuah perahu kecil untuk menyeberangi sungai tersebut. Karena di situ hanya tersedia sebuah perahu saja.

Tapi semenjak perkampungan Sin kiam san-ceng kedatangan seorang majikan perempuan kecil suasananya banyak telah berubah, orang yang berlalu lalang di situpun semakin banyak. Tapi yang paling banyak berdatangan ke tempat itu adalah kawanan kongcu muda yang tampan dan berasal dari keluarga persilatan kenamaan di dunia ini.

Mereka berdatangan ke perkampungan Sin kiam san-ceng, pertama karena mengagumi akan nama besar perkampungan tersebut, kedua juga dikarenakan Cia Siau giok, seorang gadis yang cantik, cantik sekali. Cia Siau giok memang sangat cantik, supel, suka bergaul, ramah tamah terhadap orang, dan selalu menerima tamu yang berkunjung ke situ dengan hangat.

Yang dimaksudkan setiap orang tentu saja mereka yang sebelumnya telah melalui seleksi dan pemeriksaan yang ketat. Bagi mereka syaratnya terlalu jauh tentu saja tak nanti dapat memasuki perkampungan Sin kiam san ceng.

Orang yang bisa memasuki perkampungan Sin kiam san ceng, agaknya kemungkinan besar bisa terpilih menjadi menantunya keluarga Cia. Tapi hal ini hanya terbatas pada kemungkinan belaka. Cia Siau giok bersikap sangat baik terhadap setiap orang, namun tidak pernah bersikap luar biasa baiknya terhadap siapapun.

Cuma saja, untuk menyambut kedatangan kongcu-kongcu keturunan keluarga persilatan itu, perahu bobrok semula yang tersedia di situ tentu saja tak dapat berfungsi lagi. Itulah sebabnya Cia Siau giok telah menukar perahu itu dengan sebuah yang besar, besar sekali.

Perahu tersebut memang kelewat besar sehingga nampak mengerikan sekali. Sedemikian besarnya perahu itu sehingga andaikata dipindahkan ke lautanpun perahu itu tak bisa dikatakan perahu kecil. Tapi pihak perkampungan Sin kiam san ceng hanya menggunakannya sebagai perahu penyeberang sungai, yang diseberangi pun cuma dua ratus kaki perjalanan air, bukankah hal ini merupakan suatu pemborosan amat besar?

Dahulu, mungkin ada orang yang berkata demikian. Tapi sekarang, setiap orang selalu berkata: "Pantas sekali, tidak terhitung suatu pemborosan"

Sebab hal itu mempengaruhi sekali kewibawaan serta kegagahan perkampungan Sin kiam san ceng, Suasana yang berwibawa, bangunan rumah yang megah memang harus di imbangi oleh sebuah perahu yang besar.

Justru karena ada perahu semacam ini, maka Ting Peng berikut kereta kudanya baru bisa bersama-sama menyeberangi sungai. Orang yang mengikuti di belakangnya tentu saja masih terdapat banyak, banyak sekali orang persilatan.

Sedikit banyak orang-orang persilatan itu masih mempunyai sedikit nama didalam dunia persilatan, tapi mereka hanya bisa bertahan di depan perkampungan di tepi sungai, tak ada yang mengikuti Ting Peng naik ke dalam perahu. Sebab hanya Ting Peng seorang yang datang kesana untuk menantang Cia Sam sauya berduel.

Barang siapa ada yang turut bersama Ting Peng, itu berarti dia berdiri dipihak Ting Peng. Tak seorang manusiapun yang ingin dicurigai orang dengan tuduhan semacam itu. Mereka hanya datang untuk turut menyaksikan pertarungan, bukan datang untuk membantu Ting Peng, sekalipun mereka ingin membantu juga tak mungkin bisa membantunya. Berdiri di tepi sungai di seberang perkampungan, dapatkah mereka turut menyaksikan duel tersebut?

Tiada orang yang menguatirkan pertanyaan tersebut, seakan-akan setiap orang tahu, sekalipun turut menyeberang juga tak akan bisa menyaksikan jalannya pertarungan itu. Bila Cia Siau hong melayani tantangan dari Ting-Peng itu, dia tak akan melakukannya di hadapan orang banyak, kecuali kedua belah pihak yang berduel kemungkinan besar tak akan ada pihak ketiga yang hadir.

Mungkin saja akan hadir satu dua orang yang akan bertindak sebagai juri, tapi yang pasti tak akan dipilihkan dari salah seorang diantara mereka. Dari tempat kejauhan mereka turut datang ke situ, yang ingin mereka ketahui hanyalah akhir dari duel tersebut. Hasil dari pertarungan yang sensasional itu.

Tentu saja, sekalipun mereka tidak datang, hasil pertarungan itu dapat didengar juga, tapi mendengarnya dari mulut orang lain akan berbeda sekali rasanya. Mereka telah datang sekalipun tidak menyaksikan sendiri, namun di kemudian hari mereka masih bisa berkisah menurut jalan pemikiran masing-masing untuk melukiskan betapa dahsyat dan mengerikannya pertarungan tersebut. Bahkan tak nanti ada orang yang menegur ketidak jujuran mereka.

"Sewaktu pertarungan itu berlangsung, aku hadir dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri!"

Cukup membusungkan dada sambil mengucapkan perkataan ini, orang lain sudah akan menaruh hormat kepada mereka. Seandainya secara kebetulan hadir pula orang yang lain, orang itu pasti tak akan menegur ketidak jujurannya, malahan mungkin dia akan memberikan perbaikan di sana sini.

Oleh karena itulah, banyak sekali pertarungan sengit yang terjadi di dunia ini, seringkali akan muncul beratus macam cerita yang berbeda.Tapi beratus macam cerita itu mempunyai suatu ciri yang sama, yakni tegang, seru dan mendebarkan hati.

Tentu saja cerita-cerita itupun mempunyai suatu persamaan pula, yakni akhir dari pertarungan itu, menang kalah tak akan berbeda jauh dari kenyataan, dengan demikian orang baru akan percaya. Bila ada orang jujur yang berbicara sejujurnya, malahan besar kemungkinannya dia tak akan dipercaya orang. Perkataan jujur dari orang jujur paling tak bisa membuat orang lain percaya,. karena cerita tersebut tidak memiliki seni keindahannya.

Padahal dunia ini adalah sebuah dunia yang sangat indah. Tentu saja diantara sekian banyak orang yang datang untuk menonton jalannya pertarungan itu seluruhnya tertahan di tepi pantai sungai, ada diantara mereka yang datang selangkah lebih duluan dan telah disambut sebagai tamu kehormatan dalam perkampungan Sin kiam san-ceng, tentu saja orang-orang itu merupakan orang ternama, mempunyai kedudukan tinggi di dalam dunia persilatan.

Ada pula diantaranya yang datang terlambat, tapi pihak perkampungan Sin-kiam-san ceng segera mengirim perahunya untuk mengangkut mereka masuk ke dalam perkampungan. Tentu saja orang itu mempunyai kedudukan yang tinggi didalam dunia persilatan. Dan tentu pula, orang-orang semacam itu tak akan terlalu banyak jumlahnya.
Ketika perahu penyeberang dari Sin kiam san-ceng datang untuk kedua kalinya, tamu yang disambut oleh Cia sianseng dari atas perahu hanya enam orang belaka. Tapi hal mana justru lebih menggemparkan kawanan jago silat yang berdiri di tepi sungai. Lebih menggembirakan hati mereka.

Kecuali mereka yang berpengalaman rendah, kalau tidak seharusnya mereka akan mengenali kalau ke enam orang tersebut adalah para ciangbunjin atau tianglo utama dari enam perguruan paling besar dalam dunia persilatan saat ini.

Seperti Bu tong-pay atau Siau lim-pay, walaupun mereka termasuk perguruan besar yang tersohor dan dikenal oleh umat persilatan, akan tetapi berhubung mereka adalah perguruan orang-orang beragama, maka mereka kurang begitu tertarik akan segala persoalan yang berhubungan dengan keduniawian.

Itulah sebabnya ciangbunjin mereka amat jarang berhubungan dengan orang luar, berbeda dengan ketua tianglo mereka yang justru lebih dikenal oleh setiap umat persilatan.

Enam orang tokoh persilatan yang paling top di dunia persilatan telah hadir pula di sana, hal mana membuat suasana menjelang pertarungan antara Ting Peng melawan Cia Siau hong terasa lebih merangsang dan lebih menarik.

* * *


KETIKA Cia sianceng untuk kedua kalinya tiba kembali di depan pintu gerbang perkampungan Sin-kiam-san-ceng untuk menyambut kehadiran ke enam orang tamu agung ini, di depan pintu keluarga Cia telah berjajar sepasukkan pengawal "kehormatan" yang khusus dipersiapkan untuk menyambut tamu agung.

Tapi Ting Peng tidak turut masuk dia masih duduk dengan santainya didalam kereta sambil memejamkan matanya. Ah-ku duduk pula di atas tempat kursinya dengan wajah kaku, cambuknya dipersiapkan seakan-akan setiap saat mungkin akan meneruskan perjalanannya.

Cia sianseng tidak bersikap kurang hormat terhadapnya, dengan sikap yang halus dia mempersilahkan tamunya masuk, tapi tawaran itu ditampik.

"Aku datang kemari untuk menantang majikanmu berduel, bukan datang untuk bertamu!"

Ucapan itu kontan saja membuat ucapan Cia sianseng seakan-akan terpental sejauh sepuluh kaki, namun watak Cia sianseng memang sangat baik, dia tidak marah, melainkan berkata sambil tertawa.

"Sekalipun Ting kongcu hendak menantang majikan kami untuk berduel, tentunya kau tak akan menantang secara orang kampungan yang adu jotos di pinggir jalan bukan? Meski tujuannya menantang untuk berduel, tata kesopanan tak boleh ditinggalkan, mengapa Ting kongcu tidak masuk dulu untuk duduk!"

"Majikanmu ada di rumah!"

Sebelum menjawab pertanyaan ini, Cia Sianseng harus termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ia baru mengucapkan sepatah kata yang sukar untuk ditangkap arti sesungguhnya.

"Tidak tahu!"

"Apa? Kau tidak tahu?" seru Ting Peng dengan perasaan kaget bercampur keheranan.

Dengan perasaan minta maaf Cia sianseng mengangguk. "Benar, aku memang tidak tahu, selama banyak tahun sejak majikan kami ibaratnya naga sakti yang nampak kepala tak kelihatan ekornya, tak pernah ada orang yang bisa menduga dimanakah dia berada, ada kalanya selama berapa bulan ia tidak menampakkan diri tahu-tahu muncul didalam rumah, ada kalanya dia berdiam diri selama puluhan hari dirumah tapi tidak menjumpai siapapun yang berada dirumah, maka aku benar-benar tidak tahu."

Agaknya Ting peng merasa puas dengan jawaban tersebut, setelah berpikir sebentar, dia bertanya lagi: "Tahukah kau kalau aku hendak mencarinya untuk mengajaknya berduel?"

Cia Siang seng tertawa. "Soal ini aku kurang tahu, sewaktu nona pulang dari Hang-ciu, kebetulan ia telah bertemu dengan majikan kami, saat itu juga ia telah menyampaikan pesan kongcu kepadanya."

"Oooh, bagaimanakah pertanyaannya?"

"Majikan kami bilang, ia merasa berterima kasih sekali atas pertolongan yang diberikan Ting kongcu terhadap nona, katanya bilamana ada kesempatan dia akan menjumpai kongcu dan menyampaikan rasa terima kasihnya."

"Aku tidak bermaksud untuk menagih rasa terima kasihnya, bila ia bermaksud mengucapkan terima kasih, seharusnya sebelum habisnya batas waktu itu ia sudah datang ke Hang ciu, tapi setelah batas waktu habis dia belum juga datang, hal ini menunjukkan kalau dia memang bermaksud untuk mengajakku berduel..."

"Majikan juga tidak berkata demikian!" kata Cia sianseng sambil tersenyum dan tetap merendah.

"Tentang soal berduel, apa yang dia katakan?"

"Dia tidak berkata apa-apa!"

"Apapun tidak dikatakan?" Ting Peng keheranan.

Cia sianseng tertawa. "Memang jalan pemikiran majikan kami sukar diraba, kalau dia tidak berbicara tentu saja kami segan banyak bertanya. Cuma setelah majikan kami mendengar pesan dari Ting kongcu itu, aku yakin dia pasti akan memberikan suatu penyelesaian..."

"Ucapan ini kau yang berbicara, atau dia yang mengatakan demikian?" tanya Ting Peng hambar.

Kalau sewaktu berada dalam perkampungan milik Liu Yok siong tempo hari kedudukan Cia sianseng adalah begitu tinggi dan terhormat, tapi sekarang dalam pandangan Ting Peng, ia menjadi tak ada harganya, bahkan Ting Peng menaruh perasaan muak yang tak terlukiskan dengan kata terhadap dirinya.

Tapi Cia sianseng masih saja menjawab dengan suara yang ramah: "Tentu saja aku yang mengatakannya, aku berbicara menurut penilaianku atas watak majikanku..."

"Hmmm, kau bukan Cia Siau hong, kau tak dapat mewakilinya untuk berbicara, apalagi berbicara atas dugaan, perkataan semacam ini tak bisa masuk hitungan."

Kata-kata yang tidak masuk hitungan, ibaratnya orang yang melepaskan celana sebelum berkentut.

Paras muka Cia sianseng berubah hebat, bila seseorang yang sudah terbiasa disanjung dan dihormati, tiba-tiba mendapat penghinaan di hadapan orang banyak, kejadian yang amat tak sedap dipandang. Tapi Cia sianseng tetap Cia sianseng, bagaimanapun juga seorang congkoan dari Sin kiam san ceng memang memiliki suatu kelebihan daripada orang lain, dengan cepat hawa amarahnya ditarik kembali kemudian ujarnya sambil tertawa:

"Kata-kata mutiara dari Ting kongcu memang hebat..."

"Kata mutiara semacam ini tidak terhitung hebat, melepaskan celana untuk berkentut hanyalah suatu perbuatan yang berlebihan belaka, kentut yang dilepaskan lebih berlebihan lagi, aku datang untuk mencari majikanmu, bukan datang untuk mendengarkan kau berkentut."

Walaupun Cia sianseng adalah Cia Sianseng, namun bagaimanapun juga dia tetap manusia. Bagaimanapun baiknya iman yang dimiliki, toh tak sampai setebal muka Liu Yok siong, maka begitu selesai mendengarkan perkataan itu, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia berlalu untuk menyambut kedatangan tamu-tamu lainnya.

Ting Peng juga tidak menganggap kejadian itu sebagai suatu peristiwa, sambil bersandar kembali pada dinding keretanya, ia mulai mengantuk kembali. Ketiak Cia sianseng telah menyambut kedatangan tamu-tamunya, Ting Peng masih saja tertidur.

Cia sianseng tidak ingin merasakan dampratan untuk kesekian kalinya di hadapan orang banyak, maka dia berlagak seakan-akan tidak melihat. Tapi ke enam orang itu telah melihat Ting Peng, merasakan pula sikap dingin, kaku dan tidak menghormat dari Ting Peng.

Orang pertama yang menerjang ke depan paling dulu adalah Lim Yok peng dari Go bi pay. Dalam dugaan semua orangpun tahu kalau dia pasti yang akan menerjang ke depan paling dulu. Karena diantara ke enam orang itu, usianya paling muda, tahun ini baru berusia empat puluh lima tahun, tapi telah menjadi seorang ketua dari suatu perguruan besar.

Tentu saja ilmu pedang yang dimilikinya telah mendapatkan warisan langsung dari perguruannya, bahkan partai Go bi paling cemerlang dan termasyhur.

Dengan langkah lebar dia berjalan ke depan kereta lalu menjura dengan angkuh, walaupun dia sedang memberi hormat, namun siapa saja dapat melihat kalau perbuatannya itu terpaksa dilakukan agar tidak menurunkan gengsinya bagi seorang ketua, padahal dari kenyataannya sama sekali tidak berniat sungguh-sungguh.

Oleh karena Ting Peng tidak membalas memberi hormat, juga tak ada yang merasa Ting Peng kurang hormat, karena Lim Yok peng menjura hanyalah bagi dia sendiri, bukan ditujukan kepada Ting Peng. Cuma saja sikap Ting Peng yang hambar membuat perasaan Lim Yok-peng semakin tak karuan, seandainya ia tidak terlalu mempersoalkan kedudukan, sejak tadi ia sudah mengayunkan pedangnya untuk membacok anak muda tersebut. Itulah sebabnya dengan suara, dingin ia menegurnya:

"Kaukah yang dinamakan si Golok Iblis Ting Peng, si anak muda yang baru muncul dalam dunia persilatan?"

Ucapan tersebut diutarakan kelewat terpaksa, sekalipun bernadakan sedikit menyanjung, tapi itupun dikarenakan untuk menjaga kedudukan serta gengsi pribadi saja. Bila Ting Peng adalah seorang prajurit tak bernama yang sama sekali tak dikenal orang, dengan kedudukannya sebagai seorang ketua ternyata maju untuk menegurnya, bukankah hal ini hanya akan menurunkan derajat diri sendiri?

Orang ini pintar dan berpengalaman, setiap patah kata yang dikatakan selalu mengandung arti yang mendalam, oleh karena itu tak heran kalau partai Go-bi menjadi termasyhur dan lebih cemerlang selama berada di tangannya. Tapi orang yang dijumpainya hari ini adalah Ting Peng, ia benar dibuat kheki sekali hingga hampir saja mampus.

Ia memerlukan muka, tapi Ting Peng justru tidak memberi muka kepadanya, setelah memandangnya sekejap dengan dingin ia pun berkata:

"Aku memang Ting Peng, tamu yang ku undang datang di ruang Poan-kian-tong dalam kota Hang-ciu kali ini banyak sekali kau bisa kenal aku hal ini bukanlah sesuatu yang luar biasa!"

Hampir melompat Lim Yok-peng saking gusarnya, segera teriaknya dengan suara dingin: "Aku adalah Lim Yok-peng!"

Begitu ia menyebutkan namanya, Ting Peng segera tertawa tergelak, serunya: "Ternyata kau adalah Lim Yok peng, tak heran kalau aku tidak kenal denganmu. Tempo hari, sewaktu aku mengadakan perjamuan di Poan-kian tong, sebetulnya aku telah mempersiapkan selembar kartu undangan bagimu, tapi seorang sutemu Liu Yok-siong telah menjadi muridku, dia bilang kau adalah seorang boanpwe, tidak pantas urtuk menerima sepucuk kartu undangan, suruh saja dua hari kemudian datang menyampaikan salam, ternyata kau benar-benar telah datang sekarang."

Hampir saja Lim Yok-peng muntah darah, dia datang mencari gara-gara dengan Ting Peng karena alasannya yang terutama adalah persoalan tentang Liu Yok-siong. Liu Yok siong adalah adik seperguruannya, Liu Yok siong juga mempunyai ambisi untuk merebut kedudukan sebagai ciangbunjin, tapi ilmu pedangnya tak mampu melebihi dia, kecerdasannya juga kalah setingkat, dia selalu tak berhasil memperebutkan kedudukan itu dengannya, maka dia baru berusaha mencari segala daya upaya untuk memperkuat kepandaian silatnya agar suatu ketika bisa melampaui Lim Yok-peng.

Sesungguhnya apa yang dilakukan Liu Yok siong tidak keliru, cuma sayang yang dicari adalah Ting Peng, yang ditipu pun jurus pedang Thian gwat liu seng yang lihay. Liu Yok siong bisa mencari Ting Peng sebagai korbannya, hal ini boleh dibilang merupakan suatu perbuatan yang membuatnya sial, dari seorang pendekar pedang kenamaan akhirnya berubah menjadi seorang manusia rendah yang dicemooh setiap umat persilatan.

Lim Yok peng bisa kehilangan Liu Yok siong sebagai saingannya, hal ini sebetulnya merupakan sesuatu yang pantas digembirakan, tapi apa yang kemudian dilakukan Liu Yok siong lebih hebat lagi, ternyata dia telah mengangkat Ting Peng sebagai gurunya agar bisa terhindar dari kematian. Perbuatannya ini benar-benar merupakan suatu perbuatan yang luar biasa sekali.

Seperti halnya dengan seorang gadis dari keturunan rakyat biasa dikawini seorang pembesar, tapi karena perbedaan tingkat sosial, tentu saja gadis itu dipandang sinis dan dingin oleh mertuanya dalam keadaan gusar akhirnya menantunya itu kabur ke sarang pelacuran menjadi pelacur.

Meski di rumah mertuanya dia tidak dianggap manusia, tapi di sarang pelacuran dia justru adalah menantu dari keluarganya, tentu saja hal ini sangat memalukan nama keluarga mertuanya sehingga malu untuk bertemu dengan orang.

Demikian pula dengan apa yang dilakukan Liu Yok siong, perbuatannya membuat Go bi pay kehilangan muka, juga membuat Lim Yok-peng naik pitam, dia buru-buru hendak mencari Ting Peng, tak lain adalah berusaha untuk menyelamatkan kembali nama baiknya.

Siapa tahu sebelum pokok pembicaraan dimulai, Ting Peng telah menghadiahkan sebuah pukulan lebih dahulu, sekalipun bukan pukulan yang sesungguhnya, namun cukup membuat kepalanya pusing dan matanya menjadi berkunang-kunang. Dengan susah payah akhirnya dia berhasil juga menenangkan hatinya, dengan suara dalam dia lantas berkata:

"Ting Peng, nama Liu Yok siong sudah dicoret dari daftar anggota Go bi pay, aku datang hanya ingin memberitahukan soal ini kepadamu!"

"Yaa, hal ini memang lebih baik lagi" sahut Ting Peng dengan hambar, "akupun sedang murung, mempunyai seorang murid semacam itu saja sudah cukup membuat pusing, kalau di tambah pula dengan seorang keponakan murid macam kau, dan di tambah lagi cucu-cucu murid lainnya dari Go bi-pay, bisa mampus aku saking kesalnya."

Lim Yok-Peng benar-benar tak sanggup untuk menahan diri, dengan suara keras dia lantas membentak nyaring: "Bocah keparat, kau terlampau tekebur, kau anggap golok iblismu itu betul-betul sudah tiada tandingannya lagi di dunia ini?"

"Itu mah sukar untuk dikatakan", jawab Ting Peng sambil tertawa, paling tidak aku belum sampai berduel melawan Cia Siau hong, bila aku telah berhasil mengalahkannya, mungkin saat itulah kemampuanku sudah hampir mendekati"

"Ting Peng, kau jangan terlalu memandang remeh-remeh orang lain, berada di depan perkampungan Sin-kiam-san-ceng, juga berani bertindak tekebur dan jumawa sekali..."

Bagaimanapun galaknya dia berbicara, toh dalam hatinya merasa agak keder juga, sebab dia sudah mendengar pula berita tentang kelihaian Ting Peng sewaktu mengutungi lengan Thi-Yan-siang-hui. Orang yang sanggup mengutungi pergelangan tangan Thi yan siang-hui dalam sekali tebasan golok, paling banter cuma ada dua orang.

Yang satu adalah Cia Siau hong, sedang yang lain adalah seseorang yang mereka anggap sudah mati, dan orang itu merupakan orang yang siang malam mereka takuti. Walaupun mereka menganggap sudah mati, juga berharap dia sudah mati, tapi kematian tanpa mayat bukanlah sesuatu yang terlalu pasti, bagaimanapun juga di dalam hati kecil mereka masih tetap tersisa rasa ragu dan sangsi.

Walaupun orang itu tidak menampakkan diri, tapi goloknya telah muncul, jurus goloknya juga ikut muncul, muncul ditangan Ting Peng. Mereka harus menyelidiki persoalan itu sampai jelas, golok milik Ting Peng itu berasal dari mana? Ilmu goloknya belajar dari siapa? Dan apa hubungannya dengan orang itu?

Bila mungkin, paling baik kalau Ting Peng dibunuh dan golok itu dihancurkan. Cuma sayang khabar yang mereka peroleh terlalu lambat, Ting Peng telah berangkat ke perkampungan Sin kiam san-ceng, di perkampungan Sin kiam san-ceng terdapat Cia Siau hong, mereka merasa agak lega, karena dengan demikian kemungkinan mereka sampai terbunuh di ujung golok bulan sabit tersebut tidak terlalu besar.

Cia Siau hong pernah memberikan jaminan tersebut kepada mereka. Tapi, kemungkinan mereka bisa membunuh Ting Peng pun tidak terlalu besar, karena Cia Siau hongpun telah memberikan pula jaminannya kepada orang lain. Perduli apapun yang terjadi, golok itu telah muncul di dalam dunia persilatan, jurus golok itupun sudah muncul kembali di dalam dunia persilatan, mereka harus menyelidiki persoalan ini sejelas-jelasnya. Oleh karena itu mereka datang.

Diantara ke enam orang itu kesan Lim Yok peng terhadap golok tersebut paling tawar, karena sewaktu golok itu sedang merajai seluruh dunia persilatan, dia belum lulus dari perguruan.

Sumpah rahasia yang dilakukan enam partai besar baru diketahui setelah dia menjabat sebagai ketua, dia tahu golok itu amat menakutkan, tapi tidak tahu sampai ke tingkatan yang bagaimanakah rasa menyeramkan dari golok tersebut. Tampaknya kelima orang lainnya juga tak pernah memberitahukan soal ini kepadanya, kalau tidak ia tak akan begitu berani untuk mengucapkan kata: "Cabut keluar golokmu" terhadap Ting Peng.

Dalam dunia persilatan, ucapan tersebut adalah suatu perkataan yang sederhana, setiap saat orang bisa mendengar perkataan itu diucapkan orang, entah karena persoalan sekecil apapun. Tapi ucapan seperti itu tidak seharusnya diucapkan kepada pemegang golok bulan sabit.

* * *


DAHULU, entah berapa orang yang pernah melakukan perbuatan bodoh seperti ini, dan orang-orang itu harus membayar suatu pengorbanan yang sangat besar. Pertama-tama yang harus kita bayar paling dulu adalah nyawanya, oleh karena itu belum pernah ada orang hidup yang memberitahukan kepada orang lain agar jangan melanggar kesalahan tersebut.

Apa mau dikata Lim Yok peng justru telah melanggar penyakit seperti ini. Cuma dia masih terhitung bernasib baik, karena yang dijumpai adalah Ting Peng, sedang Ting Peng meski memegang golok iblis tersebut, namun dia belum ketularan sifat iblisnya. Dia sedikit gemar mempermainkan orang, tapi tidak terlalu suka membunuh orang.

Bahkan terhadap manusia seperti Liu Yok siong pun, Ting Peng tidak membunuhnya, maka nasib Lim Yok peng memang terhitung baik. Oleh karena itu setelah mengucapkan perkataan tersebut, dia masih bisa berdiri, masih bisa berdiri utuh dan tidak sampai badannya terpisah menjadi dua.

Cuma sikap maupun tidak tanduk Ting Peng seakan-akan mulai dipengaruhi watak iblisnya, kakinya sudah mulai melangkah ke luar dari dalam kereta, lalu menegur dengan suara dingin: "Barusan apa yang kau katakan?"

Lim Yok peng mundur selangkah, memandang ke arah rekan-rekannya, tapi setelah menyaksikan mimik wajah yang diperlihatkan mereka, dia mulai menyesal. Para pemimpin dari lima partai lainnya menunjukkan sikap yang berbeda-beda. Mimik wajah mereka ada lima bagian yang senang menyaksikan dia tertimpa musibah, dua bagian gembira dan tiga bagian perasaan ngeri.

Gembira karena mereka telah menyaksikan golok ditangan Ting Peng, tak usah di periksa lagi mereka hampir dapat memastikan kalau golok itulah yang dimaksudkan. Ngeri, tentu saja karena memandang golok yang mengerikan tersebut. Golok adalah benda mati, tentu saja yang menakutkan adalah orang yang memegang golok tersebut, golok yang berada ditangan Ting Peng apakah juga terhitung menakutkan.

Walaupun golok Ting Peng telah memecahkan nyali Liu Yok-siong. Walaupun dalam sekali tebasan golok itu telah mengutungi pergelangan tangan Thi yan siang hui. Tapi bagaimanapun juga apa yang mereka dengar hanya cerita orang, bukan suatu kejadian yang mereka saksikan dengan mata kepala sendiri.

Walaupun berita yang tersiar tersebut bisa dipercaya kebenarannya, tapi dalam hati mereka mempunyai suatu pandangan yang berbeda, karena dahulu mereka pernah menjumpai orang itu, menjumpai golok tersebut.

Daya pengaruh yang amat besar terpancar dari golok tersebut membuat mereka merasakan suatu keadaan yang luar biasa dan sukar di pahami orang lain, paling baik kalau ada orang yang bersedia mencoba kelihaian golok tersebut, agar memberikan suatu perbandingan baginya. Setiap orang ingin mencoba, tapi setiap orang tak berani untuk mencoba.

Sekarang Lim Yok peng telah menampilkan diri untuk menjadi kelinci percobaan, itulah yang menyebabkan mereka jadi gembira menyaksikan orang lain tertimpa musibah. Mendadak Lim Yok-peng menjadi mengerti, apa sebabnya mereka jarang sekali membicarakan tentang persoalan ini sepanjang jalan, tapi lebih banyak membicarakan persoalan tentang Liu Yok siong.

Rupanya mereka memang bermaksud untuk menjadikan dirinya sebagai kelinci percobaan. Walaupun Lim Yok-peng pernah melakukan pekerjaan bodoh, namun dia bukan seorang bodoh, karena itu ia segera berhenti sebentar, dia segera berusaha keras untuk mengendalikan perasaan sendiri sembari berkata:

"Aku suruh kau mencabut keluar golok agar diperlihatkan kepada semua orang, benarkah golokmu itu adalah sebilah golok iblis."

Ting Peng segera tertawa. "Seandainya kalian ingin mengetahui apakah di atas golok ini terdapat tulisan Siau lo it-ya teng cun-hi", maka aku dapat memberi tahukan kepada kalian, memang golok inilah yang kalian duga!"

Lim Yok-peng segera tertawa dingin. Tapi hal itu tak dapat membuktikan apa-apa, setiap orang dapat membuat sebilah golok semacam ini dan mengukirkan ke tujuh patah kata itu di atas gagang goloknya.

"Benar, benar, perkataanmu itu memang sangat bagus dihapal, kau memang seorang bocah berbakat bagus, tak heran kalau kau bisa menjadi seorang ciangbunjin" ejek Ting Peng sambil tertawa. "cuma kalau toh golok ini tak bisa membuktikan apa-apa, kenapa pula aku mesti mencabutnya keluar untuk diperlihatkan kepada kalian semua?"

Sekali lagi Lim Yok peng dibikin tersudut oleh perkataan tersebut, cuma kali ini dia telah bertindak lebih cerdik, dia tidak lagi diburu oleh napsu angkara murka, dia hanya tertawa sambil berkata.

"Hal tersebut harus ditanyakan kepada kelima orang itu, karena dahulu mereka juga pernah menyaksikan golok itu bahkan pernah merasakan kerugian besar di ujung golok tersebut."

Seraya berkata dia lantas menuding ke arah lima orang lainnya, seakan-akan dia telah menyumbang ancaman mara bahaya tersebut kepada mereka berlima. Tentu saja kelima orang itu merasa amat terperanjat, mereka tidak menyangka kalau Lim Yok peng akan berbuat demikian, sorot mata mereka segera dialihkan ke wajah orang itu.

Dua sorot mata yang tajam bagaikan dua buah kepalan tinju ditujukan ke wajah Lim Yok-peng, seakan-akan mereka ingin sekali menghajar wajahnya sampai hancur. Cuma sayang, walaupun sorot mata mereka penuh dengan kemarahan, toh sorot mata bukan kepalan tangan, wajah Lim Yok-peng tetap masih utuh seperti sedia kala.

Sebaliknya perhatian Ting Peng segera tertarik untuk berpaling ke arah kelima orang itu....
Selanjutnya,
Golok Bulan Sabit Jilid 13

Golok Bulan Sabit Jilid 12

Golok Bulan Sabit Jilid 12
Karya : Khu Lung
Penyadur : Tjan ID

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
"NAK, bagaimanapun juga kau tetap masih muda, pandanganmu terhadap segala persoalan kurang mendalam, mungkin saja ada suatu ketika Ting Peng akan meninggalkan kita tapi sampai akhirnya dia pasti akan kembali, ia dapat meninggalkan kita karena kesesatan serta kebuasan kita, tapi dikala ia menemukan bahwa orang-orang lain jauh lebih rendah dan terkutuk dari pada kita, jauh lebih sesaat dan buas dari pada kita, dia dapat meninggalkan mereka lagi bahkan menjadi orang paling setia bagi perguruan kita!"

"Pendapat dari Yaya kelewat muluk."

"Tidak muluk tapi suatu kenyataan, suatu teori yang berdasarkan fakta, biasanya teori yang berdasarkan fakta jauh melebihi pendapat lainnya, aku mempunyai keyakinan ini karena keadaanku dulu persis seperti keadaan Ting Peng sekarang, dari tubuhnya aku seolah-olah menyaksikan bayanganku dulu dan dari tubuhku aku dapat meneropong dirinya dimasa mendatang."

Nada suaranya segera berubah menjadi lembut tapi penuh keinginan.

"Cuma kau lebih beruntung daripadaku, sebab yang kau bakal saksikan adalah suatu keberhasilan yang sempurna, masa mendatang yang cemerlang, sedang aku selama hidupku hanya bergelimpangan di tengah kegagalan!"
Cing-cing menundukkan kepalanya sampai lama, dia baru berkata lagi. "Yaya, apa yang musti Cing-ji lakukan sekarang?"

"Tidak melakukan apa-apa, teguhkan saja keyakinanmu, jangan menganggap kita adalah orang dari kaum sesat dan jahat, sesungguhnya watak kita jauh lebih baik dan bajik daripada siapapun, tujuan kita didasari oleh suatu kenyataan yang sempurna, suatu kenyataan yang didasarkan pada kecerdasan serta akal budi. Cuma saja orang awam tak dapat memahaminya, oleh karena itu kau harus meneguhkan dulu keyakinanmu pada kemampuan sendiri jika kau sendiripun kehilangan keyakinan terhadap diri sendiri, bagaimana mungkin kau bisa membuat orang lain mempercayai pula dirimu?"

"Lantas apa yang musti kau lakukan?"

"Kau? Tiada yang perlu kau lakukan, yang meski kau perbuat adalah menjadi seorang istri yang baik, istri yang menuruti perkataannya, serta memberi bantuan sesuai apa yang bisa kau lakukan."

"Membantunya? Jika dia minta kepadaku untuk menyerahkan rahasia dari perguruan kita?"

Kakek itu segera tertawa. "Jurus golok sakti itu merupakan rahasia tertinggi dari perguruan kita, itupun sudah dia peroleh, maka baginya boleh dibilang perguruan kita sudah tak mempunyai rahasia apa-apa lagi"

"Bila dia minta kepadaku untuk menyerahkan orang-orang kita"

"Pergunakan segenap kemampuanmu dan serahkan semua kepadanya!"

"Bila orang-orang itu diserahkan semua kepadanya, apakah orang-orang itu masih bisa hidup?"

"Bila mungkin, mohonlah kepadanya agar meninggalkan sedikit karena orang-orang itu akan merupakan anak buah kalian dimasa mendatang, tapi bila permohonanmu gagal, maka biar saja dibunuh olehnya!"

"Jika orang lain yang hendak membunuh mereka?"

Kakek itu segera tertawa angkuh. "Kecuali dia, mungkin bukan suatu pekerjaan yang gampang buat orang lain untuk membunuh orang-orang kita, kecuali tunduk di ujung golok sakti yang tiada bandingannya itu, kita tak akan membiarkan orang lain membunuh diri kita secara mudah!"

"Yaya, aku betul-betul tidak habis mengerti dengan maksud tujuanmu yang sesungguhnya!"

"Tidak mengapa. Aku hanya ingin membuktikan kepadanya akan kesetiaan perguruan kita serta tekad anggota perguruan kita dalam mencapai cita-cita serta tujuan. Walaupun aku adalah seorang jago lihay yang tiada tandingannya di dunia ini, tapi cukup mengandalkan sepatah katanya, kami dapat memenggal batok kepala kita sendiri, agar dia tahu selain kami, tiada orang lain yang memiliki kesetiaan semacam ini."

"Yaya, seandainya dia minta kepadaku untuk menyerahkan dirimu?"

"Luluskan permintaannya, dalam kenyataan kau sendiripun tak akan dapat menemukan aku lagi, karena setelah perjumpaan kita hari ini, aku akan pindah lagi ke tempat yang amat jauh."

"Tapi dia akan menyuruhku untuk membantunya guna menemukan kau?"

"Kalau begitu, berikanlah semua bantuan yang bisa kau berikan, ingat, kau harus bersungguh-sungguh, membantunya dengan tulus hati, jangan hanya berlagak atau berpura-pura saja, sebab tindakan semacam itu hanya akan membuat segala usahaku sia-sia belaka, dan bisa memporak-porandakan semua rencana yang telah kususun!"

"Yaya, sesungguhnya rencana apakah yang telah kau persiapkan?"

Setelah tertawa sedih kakek itu menghela napas panjang. "Satu pengorbanan yang sangat besar agar anak murid keturunan kita termakan oleh rencana ini serta mengatur mereka satu persatu munculkan diri kembali dari tempat kegelapan dan menghantarnya ke hadapan Ting Peng..."

"Berhargakah itu?"

"Berharga sekali nak, tindakan ini sangat berharga, kita hidup tak lain adalah ingin mewariskan cita-cita yang tinggi dan maha agung ini pada generasi mendatang, asal tujuan tersebut dapat tercapai, maka pengorbanan macam apapun berharga untuk kita lakukan!"

"Tapi sampai pada akhirnya..."

"Sampai pada akhirnya, akupun akan menyerahkan pula diriku sendiri! waktu itulah merupakan saat yang paling penting bagi pengorbanan kita, saat itulah merupakan saat kita untuk menyambut datangnya suatu permulaan baru, suatu permulaan yang gemilang!"

"Yaya, apakah tindakanmu ini tidak kelewat menyerempet bahaya?"

Sambil membelai rambut cucunya dengan penuh kasih sayang, kakek itu berkata: "Nak, apakah kau anggap yayamu adalah seseorang yang suka menyerempet bahaya? Sudah banyak tahun aku hidup mengasingkan diri, hidup menyembunyikan diri, kesemuanya itu kulakukan tak lain karena sedang menunggu datangnya kesempatan seperti ini, akhirnya aku berhasil juga menantikan datangnya seorang manusia macam Ting Peng!"

"Yaya, aku percaya semua rencanamu itu tak bakal salah, tapi aku masih mempunyai satu persoalan yang merisaukan hatiku, yaitu masalah tentang Cia Siau hong."

"Benar, orang ini memang merupakan musuh kita yang paling tangguh, juga merupakan penghalang kita yang terbesar, bukan hanya dikarenakan ilmu silatnya, pun dikarenakan wataknya, kekurangan-kekurangan yang dimilikinya dimasa lalu sekarang sudah hampir tertutup semua secara sempurna, tingkatan yang telah dicapainya sekarang jauh lebih tinggi setingkat daripada tingkatan kita sekarang, dia adalah satu-satunya musuh yang tak sanggup dirobohkan, di kemudian hari mungkin saja Ting Peng dapat menangkan dia dalam hal ilmu silat, tapi dalam semangat, selamanya ia tak akan mampu untuk melampauinya, dia merupakan satu-satunya musuh yang paling tangguh di dunia ini, untung saja musuh semacam itu hanya ada seorang saja."

"Dapatkah dia mempengaruhi Ting Peng?"

"Tidak mungkin..." sahut kakek itu sambil tertawa. "Karena di tubuhnya pun terdapat suatu kekurangan yang tak dapat diatasi olehnya, suatu kekurangan yang secara kebetulan berada dalam cengkeraman kita."

"Kekurangan apakah itu, yaya?"

"Nak... inilah satu-satunya hal yang tak dapat kuberitahukan kepadamu, tetapi aku percaya kau dapat menemukannya sendiri"

Cing Cing tahu, apa yang dikatakan tidak bisa oleh yayanya, selamanya tetap tak bisa.

Keheningan kembali mencekam seluruh ruangan kuil itu, akhirnya kakek itu mengulapkan tangannya: "Pergilah, lain kali, tak usah datang kemari lagi, sekalipun kau kembali juga tak akan menemukan aku, bila tiada suatu perubahan yang luar biasa, inilah perjumpaan yang terakhir dari cucu dan kakeknya kita berdua, ingat! Sejak detik ini kau adalah istri Ting Peng, itulah satu-satunya tugas yang harus kau lakukan di alam manusia, segala sesuatunya turuti perkataannya, jangan membantah ucapannya, jangan membuat dia menjadi marah, kau musti mengikutinya seperti seekor anjing yang setia kepada majikannya, sekalipun dia menendangmu dengan keras, kaupun tak boleh meninggalkan dirinya, nak, sanggupkah kau lakukan tugas yang sangat berat ini?"

Cing-cing mengangguk. "Pasti akan kulakukan dengan sebaik-baiknya!"

"Bagus sekali, bila kau dapat melakukannya, lakukanlah dengan sebaik-baiknya, sekalipun sudah tidak bisa kau lakukan juga harus kau lakukan, mengerti?! Nak aku pergi dulu!"

Suatu ledakan keras menggelegar memecahkan keheningan, tiba-tiba kuil San sin bio itu ambruk dan hancur, patung arca dalam ruang kuilpun hancur serta porak poranda.

Sejak itu didalam kuil San sin bio tak pernah ada Sin leng (roh suci) lagi. Para penggembala sapi bisa bermain disitu lagi, tapi beranikah mereka lakukan hal ini?

* * *

KEMELUT CINTA

PERKAMPUNGAN Sin kiam san-ceng, perkampungan yang dihuni oleh Sam sauya dari keluarga Cia. Tempat itu merupakan tempat suci dunia persilatan, tempat terlarang umat persilatan.

Perkampungan Sin kiam san ceng tidak dijaga secara ketat, hanya ada setengah sungai yang melingkari separuh bagian dari perkampungan itu. sedang separuh bagian yang lain dipisahkan oleh dinding tebing bukit Tiong san yang terjal.

Dinding bukit yang tegak lurus dengan puncak yang menjulang ke angkasa, nampak begitu licin dan terjal, monyetpun susah untuk mendaki ke atas apalagi manusia, sebab itu untuk datang ke perkampungan Sin kiam san-ceng hanya tersedia sebuah jalan.

Jalan itu terpotong oleh sebuah sungai, di atas sungai tiada jembatan, yang ada cuma sebuah perahu penyeberangan. Sungai itu tidak terlalu lebar, dari seberang sanapun dapat terlihat jelas, juga dapat melihat perkampungan Sin kiam san ceng di lambung bukit sana.

Ada sementara waktu perkampungan ini pernah sepi dari pengunjung, itulah disaat pemilik perkampungan Sin kiam san ceng telah tua, sedang Sam sauya dari keluarga Cia masih berkelana di dalam dunia persilatan. Cia Siau hong mempunyai dua orang kakak, tapi tak seorangpun yang berhasil seperti adiknya.

Perkampungan Sin kiam san-ceng termasyhur karena permainan pedangnya, bahkan di mulai sejak jamannya Sam sauya, ilmu pedang keluarga mereka sudah lama dikenal dan termasyhur dimana-mana. Anggota keluarga Cia tentu saja merupakan jago-jago lihay di dalam permainan pedang.

Siapa pandai berenang suatu ketika akan mati tenggelam juga, demikian pepatah kuno pernah berkata.

Toa sauya dari keluarga Cia memang tewas diujung pedang. Ji sauya dari keluarga Cia juga tewas di ujung pedang. Sedang Lo-tayya dari keluarga Cia mati sakit di rumah, mati dalam kesepian, tua dan lemah, meskipun dia memiliki putra yang pandai bermain pedang, termasyhur sebagai jago pedang yang luar biasa di kolong langit.

Akan tetapi putranya ini memberikan kejayaan bagi keluarga Cia, juga mendatangkan banyak kesulitan. Banyak orang datang mencari Cia sam sauya untuk beradu pedang, tapi Cia Siau hong justru jarang berada di rumah, semasa mudanya dulu ia lebih banyak berdiam di rumah pelacuran daripada di rumah, apalagi di rumah penginapan atau di kamar gadis-gadis yang dicintainya.

Semasa muda dulu Cia Siau hong seorang romantis, tapi juga angin-anginan. Meskipun dalam hidupnya dia mempunyai banyak teman gadis, namun secara resmi hanya pernah kawin sekali, mempunyai seorang bini.

Yang dikawini adalah perempuan tercantik didalam dunia persilatan Buyung Ciu ti, namun juga merupakan perempuan yang paling menakutkan di dunia ini. Selamanya Buyung Ciu-ti tak pernah menjadi menantu keluarga Cia secara resmi, belum pernah masuk ke dalam perkampungan Sin kiam san-ceng dan menjadi majikan muda dari keluarga Cia.

Sepanjang hidupnya dia hampir menyerupai bayangan dari Cia Siau hong, mengikuti terus di belakang Cia Siau hong, tapi bukan untuk bermesraan dengannya, melainkan selalu menghajarnya, mengusiknya dan membalas dendam ketidak setiaannya.

Perempuan itu memiliki kemampuan yang luar biasa, kalau orang lain sukar untuk menemukan jejak Cia Siau hong, dia justru dapat menemukannya kendatipun Cia Siau hong sengaja mencampurkan diri dalam golongan bawah, bersembunyi dalam rumah makan menjadi pelayan, menjadi tukang kuda, menjadi pekerja kasar yang paling rendah, namun ia tak pernah bisa meloloskan diri dari pengejarannya.

Kehidupan Cia Siau hong boleh dibilang sudah hancur ditangan perempuan ini, tapi dibilang berhasil juga atas bantuan perempuan ini. Dia melahirkan seorang anak lelaki buat Cia Siau hong, namun tidak memberi nama marga Cia kepadanya, pun tidak membuatnya menjadi majikan selanjutnya dari perkampungan Sin kiam san ceng.
Tapi perkampungan Sin kiam san-ceng telah mempunyai seorang majikan perempuan yang baru. Dialah Cia Siau giok. Tiada orang tahu, dia adalah anak Cia Siau hong dengan perempuan yang mana dan kapan kawinnya?

Yang pasti dia muncul secara tiba-tiba, seperti muncul dari dalam batu, setelah Cia Siau hong berhasil dan menetap didalam perkampungan Sin kiam san-ceng. Dia mendatangi perkampungan Sin kiam san ceng dan mengaku sebagai putri kandungnya Cia Siau hong.

Sewaktu datang ia telah berusia lima belas tahun, waktu itu Cia Siau hong tak ada dirumah, tapi tak ada orang yang menuduhnya sebagai orang yang mengaku-aku saja. Sebab raut wajahnya paling tidak ada tujuh bagian mirip wajah Cia siau hong, apalagi kalau sedang tertawa, kemiripannya mencapai sembilan bagian.

Senyuman Cia Siau hong seperti juga pedangnya, tiada tandingannya di dunia ini. Kalau pedangnya berhasil menaklukan setiap jago lihay, maka senyumannya berhasil menaklukkan setiap perempuan cantik.

Tentu saja perempuan yang tidak cantikpun tak dapat melawan senyumannya, namun pilihan Cia Siau hong atas perempuan selalu amat tinggi dan teliti. Walaupun dia tak pernah meremehkan senyumannya, namun dia pun tak akan melakukan pancingan lebih jauh terhadap perempuan yang tidak menarik hatinya, oleh karena itu perempuan-perempuan itupun tak sampai terpikat kepadanya.

Bila senyumannya tidak bermaksud untuk menaklukkan hati seorang perempuan, maka senyuman itu begitu suci, tapi bila dia hendak naik ke atas pembaringan bersama seorang perempuan, maka senyumannya jauh lebih hebat, dari pada sebilah pedang. Kalau pedang, hanya bisa membuat seseorang kehilangan nyawa, maka senyumannya dapat membuat seorang perempuan kehilangan hatinya.

Di dunia ini ada orang yang justru tidak takut mati, baik dia itu seorang lelaki, maupun perempuan. Oleh karena itu bila menggunakan pedang untuk memaksa seorang perempuan untuk ke atas pembaringan dalam sepuluh kali, ada delapan sembilan kali bisa berhasil, tapi toh akan berjumpa juga dengan perempuan yang tak takut mati.

Tapi bila seorang perempuan telah menyerahkan hatinya kepada seorang lelaki, maka tiada perbuatan yang enggan dia lakukan. Sekalipun dia disuruh tidur menemani seekor babi, diapun tak bakal akan menampik.

Sekembalinya dari berkelana Cia Siau hong baru mengetahui kalau dia mempunyai seorang anak gadis. Meski dalam hati merasa keheranan, namun tidak memberikan pernyataan apa-apa, diapun tidak bertanya siapa gerangan diri gadis itu.

Yaa, kalau gadis itu mengaku sebagai istrinya, maka dia dapat menanyakan kebenaran dari hal ini kepada siapa?

Seandainya dia menyangkal di depan orang bahwa nona itu bukan putrinya, sedang bocah perempuan itu justru dapat menunjukkan bukti yang menunjukkan kalau dia adalah putrinya, apa yang musti dilakukan lagi?

Terpaksa dia hanya menanyakan persoalan ini kepada seseorang. Siau giok! Si nona yang mengaku sebagai putri kandungnya itu. Sewaktu Cia Siau giok berjumpa dengannya, sikap maupun gerak-geriknya sama sekali tidak canggung, seakan-akan mereka sudah kenal lama, sudah berkumpul cukup lama juga. Ia melompat ke depan memegang tangannya dan menggoncang-goncangkan dengan keras. "Ayah, mengapa baru hari ini kau pulang? Kau bilang hendak pergi menjemput diriku, tapi kau tak pernah datang, terpaksa akupun datang sendiri kemari!"

Cia Siau hong merasa agak melongo juga, agak tertegun menghadapi kejadian seperti ini. Dalam sepanjang hidupnya, dia sudah banyak mendengar orang lain memanggilnya dengan pelbagai sebutan. Ada diantara mereka yang memanggilnya dengan nada yang menarik, amat menyenangkan, tapi kebanyakan orang yang menyukainya hanya kaum wanita, terutama perempuan-perempuan cantik.

Ada sementara diantara yang menyanjungnya, ada yang mengaguminya, tapi yang pasti mereka adalah kaum persilatan. Tapi ada pula yang bersuara dengan nada sinis, kasar dan tak enak didengar, yang pasti mereka adalah orang-orang membencinya. Tapi hanya panggilan seperti itu, baru ini didengar untuk pertama kalinya.

"Ayah!" walaupun merupakan sebuah panggilan yang sederhana, tapi belum pernah di dengar oleh Cia Siau hong selama ini, lagi pula dia memang sudah ingin sekali untuk mendengarnya. Tentu saja bukan dipanggil oleh seorang gadis yang tak dikenalnya ini. Dia mempunyai seorang putra, seorang putra yang dilahirkan oleh Buyung Ciu-ti.

Tapi anak itu selalu menolak untuk mengakuinya sebagai ayah, pemuda yang keras kepala itu mungkin saja sudah mengakui Cia Siau hong sebagai ayahnya, namun pengakuan tersebut hanya terjadi di dalam hati, sedang diluarnya, ia tak pernah memanggilnya dengan sebutan tersebut, tentu saja diapun tak pernah datang menjenguknya.

Cia Siau hong tahu, cepat atau lambat pemuda itu pasti akan datang juga, berlutut di hadapannya sambil memanggil "ayah". Hanya saja harinya kemungkinan besar adalah hari kematian baginya, hari ia dimasukkan ke dalam peti mati, ketika berita kematiannya sudah tersebar ke mana-mana dan ia datang untuk melayat. Berlutut di depan layonnya, kemudian di dalam hati kecilnya diam-diam memanggil sehingga siapapun tidak mendengarnya.

Cia Siau hong tahu bakal ada hari semacam itu, tapi dia berharap jangan sampai mendengar panggilan tersebut setelah berada dalam suasana seperti itu. Sebab, bagaimanapun juga Cia Siau hong sudah tua, sedemikian tuanya sampai semangat mudanya sudah hilang sama sekali sampai wataknya pun turut berubah.

Perubahan terbesar yang dialaminya tentu berasal dari perasaan, ia sudah mulai merasakan kesepian. Bukan rasa kesepian karena tiada tandingan di kolong langit, melainkan suatu perasaan kesepian yang menjemukan dan mengerikan, ia membutuhkan seseorang untuk mendampinginya.

Bukan perempuan, bukan sahabat, melainkan "putra dan putrinya", agar ia bisa melampiaskan rasa kasih sayangnya kepada mereka. Cia Siau hong adalah manusia, bukan malaikat, bukan dewa, dia seperti juga orang lain, mempunyai suatu kebutuhan. Hanya bedanya, dia pandai merahasiakan perasaannya itu, belum pernah membiarkan orang tahu akan kebutuhan dalam hatinya.

Tapi tiba-tiba saja dari tanah muncul seorang anak gadis. Seorang gadis yang dengan kasih sayang dan penuh kehangatan memanggilnya ayah. Itulah suara panggilan yang sangat didambakan, sangat diharapkan olehnya selama ini. Sayang bukan berasal dari putra kandung yang di harapkannya selama ini.

Maka Cia Siau hong merasa tertegun dan keheranan. Beberapa orang teman yang ikut bersamanya pulang ke rumah pun, berdatangan karena secara tiba-tiba mereka dengar kalau ia mempunyai seorang anak gadis, mereka turut datang untuk melihat apa gerangan yang telah terjadi.

Menyaksikan mimik wajah Cia Siau hong tentu saja timbul suatu bisikan-bisikan yang membicarakan masalah itu. Masih untung saja didalam perkampungan Sin kiam san-ceng terdapat seorang pengurus rumah tangga yang piawai dan cekatan, dia adalah Cia sianseng yang tak pernah merasakan kesulitan dalam melakukan tugas apapun.

Sambil tertawa dia munculkan diri dan berkata: "Dalam pertemuan pertama antara seorang ayah dan seorang anak, tentu banyak persoalan yang hendak dibicarakan, dipersilahkan saudara sekalian menuju ke ruang depan untuk minum arak kegirangan!"

Yang dimaksudkan arak kegirangan, tentu saja arak untuk menyambut datangnya seorang majikan perempuan baru dalam perkampungan Sin kiam san ceng, sudah barang tentu perjamuan itu amat meriah.

Cia Siau hong baru kembali tapi Cia sianseng telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik seakan-akan dia sudah menganggap gadis itu sebagai majikan barunya. Apa yang kemudian dibicarakan antara Cia Siau-hong dengan Cia Siau-giok? Tak seorang pun yang tahu.

Tapi dua jam kemudian, ketika Cia Siau hong muncul kembali untuk menemani teman-temannya minum arak, dia mulai bercerita tentang kehidupannya ketika masih berkelana dulu. Terhadap kehadiran Cia Siau giok ternyata dia tidak menyangkal. Kalau tidak menyangkal, tentu saja mengakui, walaupun Cia Siau hong tidak menerangkan asal usul gadis itu.

Tapi tak ada orang yang merasa keheranan, juga tak ada orang yang bertanya sepanjang hidupnya Cia Siau hong mempunyai berapa orang perempuan, siapapun tak tahu hal ini. Sebab perempuan manapun kemungkinan besar dapat melahirkan seorang putri baginya. Apa pula yang harus ditanyakan tentang soal ini.

Sejak dalam perkampungan Sin kiam san ceng telah bertambah seorang Cia Siau giok, suasana di situpun tampak lebih hidup, perkampungan besar yang semula hanya dihuni oleh beberapa orang saja, sekarang penuh dengan pelayan dan dayang. Bangunan rumahnya diperbaharui, kebun yang penuh pohon dan bunga juga dibenahi.

Sekarang, perkampungan Sin kiam san-ceng baru mirip suatu perkampungan tempat tinggal seorang pendekar pedang nomor wahid dikolong langit. Lebih mirip suatu daerah suci, daerah terlarang bagi umat persilatan, karena lebih keren, lebih berwibawa. Hanya didalam wilayah daerah terlarang, baru terdapat daerah terlarang.

Letaknya di halaman kecil yang menyendiri di seberang sana, halaman yang dikelilingi dinding pekarangan yang tinggi dan seringkali dikunci dari luar. Disitulah Cia Siau hong berdiam, di situ pula Cia Siau hong berlatih ilmu pedang, berpikir dan melatih diri.

Tak ada orang yang berani memasuki halaman tersebut termasuk juga Cia Siau giok sendiri. Bila Cia Siau hong berada dirumah, pintu itu tetap dikunci, tidak berada dirumah pun pintu juga tetap dikunci. Kunci tersebut sudah karatan, tergantung di atas pintu melambangkan semacam kekuatan. Untuk keluar masuk dari tempat itu.

Cia Siau hong tak pernah melalui pintu itu, tapi juga tak ada yang tahu bagaimana caranya dia untuk keluar masuk, karena dalam halaman tersebut hanya terdapat sebuah pintu saja. Tentu saja cara paling sederhana adalah melompati dinding pekarangan, walaupun dindingnya amat tinggi, namun tak akan menyulitkan Cia Siau hong.

Tapi tempat ini adalah rumahnya sendiri, mengapa dia harus masuk keluar melompati dinding pekarangan? Cia Siau hong bukannya tak pernah melompati dinding pekarangan, cuma hal mana dilakukan ketika masih muda dulu.

Sekarang entah kemana saja dia pergi, tentu saja ada yang membukakan pintu gerbang baginya serta menyambut kedatangannya dengan segala kehormatan. Sekalipun terhadap musuhnya pun tidak terkecuali.. Karena kedudukan Cia Siau hong sekarang memang tak ragu lagi sudah sepantasnya menerima penghormatan tersebut.

Seseorang yang memiliki kedudukan semacam ini mungkinkah dia harus masuk keluar lewat dinding pekarangan didalam rumahnya sendiri? Tak ada orang yang percaya dengan cerita tersebut, juga tak ada orang yang memikirkan masalah tersebut.

Sekalipun orang yang tinggal dalam perkampungan Sin kiam san-ceng, bila secara tiba-tiba mereka saksikan Cia Siau hong berjalan keluar dari belakang, maka merekapun tahu kalau dia sudah pulang. Merekapun tak ada yang membayangkan apakah dia keluar dengan melompati dinding pekarangan atau tidak.

Walaupun merekapun tahu kalau di atas dinding Cuma ada sebuah pintu, meski tahu pintu itu sudah terkunci oleh gembokan yang berkarat dan kunci karat itu sudah tak dapat terbuka lagi. Kecuali di tempat lain terdapat pintu penghubung atau dia mempunyai ilmu menerobos masuk ke dalam tanah, rasanya satu-satunya jalan yang bisa ditempuh hanyalah melompati dinding pekarangan tersebut.

Tapi semua orang lebih suka menerima dua cara yang terdepan daripada menerima kemungkinan yang terakhir. Melompati dinding pekarangan tentu saja bukan suatu perbuatan yang baik dan gagah, tapi juga bukan suatu perbuatan jahat, ada banyak pendekar besar yang melompati dinding pekarangan.

Tapi tiada orang yang menduga kalau Cia Siau hong dapat berbuat demikian. Paling tidak, sampai saat ini Cia Siau hong bukan seorang manusia yang dapat berbuat demikian. Seseorang yang telah berubah menjadi malaikat di dalam hati orang lain, maka dia akan berubah menjadi seseorang yang luar biasa, seseorang yang amat sempurna, tak mungkin melakukan perbuatan rendah semacam itu.

Tapi halaman kecil yang berkunci dengan kunci berkarat itu tetap merupakan suatu rahasia besar. Mungkin ada orang yang diam-diam menduga keadaan yang bagaimana di dalam halaman tersebut, tapi tak ada orang yang berani masuk ke dalamnya untuk menyelidiki keadaan yang sesungguhnya. Sebab disitulah Cia Siau hong berdiam.

* * *


AKHIRNYA Ting Peng sampai di depan perkampungan Sin kiam san-ceng. Dia datang seorang diri membawa goloknya, menunggang kereta kencana yang dihela empat ekor kuda jempolan dan dikusiri oleh A-ku, dengan menyeberangi sungai tiba di depan perkampungan.

Kalau dulu, entah berapa banyakpun kekayaan yang dimiliki Ting Peng, ia harus berjalan kaki kemudian menumpang sebuah perahu kecil untuk menyeberangi sungai tersebut. Karena di situ hanya tersedia sebuah perahu saja.

Tapi semenjak perkampungan Sin kiam san-ceng kedatangan seorang majikan perempuan kecil suasananya banyak telah berubah, orang yang berlalu lalang di situpun semakin banyak. Tapi yang paling banyak berdatangan ke tempat itu adalah kawanan kongcu muda yang tampan dan berasal dari keluarga persilatan kenamaan di dunia ini.

Mereka berdatangan ke perkampungan Sin kiam san-ceng, pertama karena mengagumi akan nama besar perkampungan tersebut, kedua juga dikarenakan Cia Siau giok, seorang gadis yang cantik, cantik sekali. Cia Siau giok memang sangat cantik, supel, suka bergaul, ramah tamah terhadap orang, dan selalu menerima tamu yang berkunjung ke situ dengan hangat.

Yang dimaksudkan setiap orang tentu saja mereka yang sebelumnya telah melalui seleksi dan pemeriksaan yang ketat. Bagi mereka syaratnya terlalu jauh tentu saja tak nanti dapat memasuki perkampungan Sin kiam san ceng.

Orang yang bisa memasuki perkampungan Sin kiam san ceng, agaknya kemungkinan besar bisa terpilih menjadi menantunya keluarga Cia. Tapi hal ini hanya terbatas pada kemungkinan belaka. Cia Siau giok bersikap sangat baik terhadap setiap orang, namun tidak pernah bersikap luar biasa baiknya terhadap siapapun.

Cuma saja, untuk menyambut kedatangan kongcu-kongcu keturunan keluarga persilatan itu, perahu bobrok semula yang tersedia di situ tentu saja tak dapat berfungsi lagi. Itulah sebabnya Cia Siau giok telah menukar perahu itu dengan sebuah yang besar, besar sekali.

Perahu tersebut memang kelewat besar sehingga nampak mengerikan sekali. Sedemikian besarnya perahu itu sehingga andaikata dipindahkan ke lautanpun perahu itu tak bisa dikatakan perahu kecil. Tapi pihak perkampungan Sin kiam san ceng hanya menggunakannya sebagai perahu penyeberang sungai, yang diseberangi pun cuma dua ratus kaki perjalanan air, bukankah hal ini merupakan suatu pemborosan amat besar?

Dahulu, mungkin ada orang yang berkata demikian. Tapi sekarang, setiap orang selalu berkata: "Pantas sekali, tidak terhitung suatu pemborosan"

Sebab hal itu mempengaruhi sekali kewibawaan serta kegagahan perkampungan Sin kiam san ceng, Suasana yang berwibawa, bangunan rumah yang megah memang harus di imbangi oleh sebuah perahu yang besar.

Justru karena ada perahu semacam ini, maka Ting Peng berikut kereta kudanya baru bisa bersama-sama menyeberangi sungai. Orang yang mengikuti di belakangnya tentu saja masih terdapat banyak, banyak sekali orang persilatan.

Sedikit banyak orang-orang persilatan itu masih mempunyai sedikit nama didalam dunia persilatan, tapi mereka hanya bisa bertahan di depan perkampungan di tepi sungai, tak ada yang mengikuti Ting Peng naik ke dalam perahu. Sebab hanya Ting Peng seorang yang datang kesana untuk menantang Cia Sam sauya berduel.

Barang siapa ada yang turut bersama Ting Peng, itu berarti dia berdiri dipihak Ting Peng. Tak seorang manusiapun yang ingin dicurigai orang dengan tuduhan semacam itu. Mereka hanya datang untuk turut menyaksikan pertarungan, bukan datang untuk membantu Ting Peng, sekalipun mereka ingin membantu juga tak mungkin bisa membantunya. Berdiri di tepi sungai di seberang perkampungan, dapatkah mereka turut menyaksikan duel tersebut?

Tiada orang yang menguatirkan pertanyaan tersebut, seakan-akan setiap orang tahu, sekalipun turut menyeberang juga tak akan bisa menyaksikan jalannya pertarungan itu. Bila Cia Siau hong melayani tantangan dari Ting-Peng itu, dia tak akan melakukannya di hadapan orang banyak, kecuali kedua belah pihak yang berduel kemungkinan besar tak akan ada pihak ketiga yang hadir.

Mungkin saja akan hadir satu dua orang yang akan bertindak sebagai juri, tapi yang pasti tak akan dipilihkan dari salah seorang diantara mereka. Dari tempat kejauhan mereka turut datang ke situ, yang ingin mereka ketahui hanyalah akhir dari duel tersebut. Hasil dari pertarungan yang sensasional itu.

Tentu saja, sekalipun mereka tidak datang, hasil pertarungan itu dapat didengar juga, tapi mendengarnya dari mulut orang lain akan berbeda sekali rasanya. Mereka telah datang sekalipun tidak menyaksikan sendiri, namun di kemudian hari mereka masih bisa berkisah menurut jalan pemikiran masing-masing untuk melukiskan betapa dahsyat dan mengerikannya pertarungan tersebut. Bahkan tak nanti ada orang yang menegur ketidak jujuran mereka.

"Sewaktu pertarungan itu berlangsung, aku hadir dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri!"

Cukup membusungkan dada sambil mengucapkan perkataan ini, orang lain sudah akan menaruh hormat kepada mereka. Seandainya secara kebetulan hadir pula orang yang lain, orang itu pasti tak akan menegur ketidak jujurannya, malahan mungkin dia akan memberikan perbaikan di sana sini.

Oleh karena itulah, banyak sekali pertarungan sengit yang terjadi di dunia ini, seringkali akan muncul beratus macam cerita yang berbeda.Tapi beratus macam cerita itu mempunyai suatu ciri yang sama, yakni tegang, seru dan mendebarkan hati.

Tentu saja cerita-cerita itupun mempunyai suatu persamaan pula, yakni akhir dari pertarungan itu, menang kalah tak akan berbeda jauh dari kenyataan, dengan demikian orang baru akan percaya. Bila ada orang jujur yang berbicara sejujurnya, malahan besar kemungkinannya dia tak akan dipercaya orang. Perkataan jujur dari orang jujur paling tak bisa membuat orang lain percaya,. karena cerita tersebut tidak memiliki seni keindahannya.

Padahal dunia ini adalah sebuah dunia yang sangat indah. Tentu saja diantara sekian banyak orang yang datang untuk menonton jalannya pertarungan itu seluruhnya tertahan di tepi pantai sungai, ada diantara mereka yang datang selangkah lebih duluan dan telah disambut sebagai tamu kehormatan dalam perkampungan Sin kiam san-ceng, tentu saja orang-orang itu merupakan orang ternama, mempunyai kedudukan tinggi di dalam dunia persilatan.

Ada pula diantaranya yang datang terlambat, tapi pihak perkampungan Sin-kiam-san ceng segera mengirim perahunya untuk mengangkut mereka masuk ke dalam perkampungan. Tentu saja orang itu mempunyai kedudukan yang tinggi didalam dunia persilatan. Dan tentu pula, orang-orang semacam itu tak akan terlalu banyak jumlahnya.
Ketika perahu penyeberang dari Sin kiam san-ceng datang untuk kedua kalinya, tamu yang disambut oleh Cia sianseng dari atas perahu hanya enam orang belaka. Tapi hal mana justru lebih menggemparkan kawanan jago silat yang berdiri di tepi sungai. Lebih menggembirakan hati mereka.

Kecuali mereka yang berpengalaman rendah, kalau tidak seharusnya mereka akan mengenali kalau ke enam orang tersebut adalah para ciangbunjin atau tianglo utama dari enam perguruan paling besar dalam dunia persilatan saat ini.

Seperti Bu tong-pay atau Siau lim-pay, walaupun mereka termasuk perguruan besar yang tersohor dan dikenal oleh umat persilatan, akan tetapi berhubung mereka adalah perguruan orang-orang beragama, maka mereka kurang begitu tertarik akan segala persoalan yang berhubungan dengan keduniawian.

Itulah sebabnya ciangbunjin mereka amat jarang berhubungan dengan orang luar, berbeda dengan ketua tianglo mereka yang justru lebih dikenal oleh setiap umat persilatan.

Enam orang tokoh persilatan yang paling top di dunia persilatan telah hadir pula di sana, hal mana membuat suasana menjelang pertarungan antara Ting Peng melawan Cia Siau hong terasa lebih merangsang dan lebih menarik.

* * *


KETIKA Cia sianceng untuk kedua kalinya tiba kembali di depan pintu gerbang perkampungan Sin-kiam-san-ceng untuk menyambut kehadiran ke enam orang tamu agung ini, di depan pintu keluarga Cia telah berjajar sepasukkan pengawal "kehormatan" yang khusus dipersiapkan untuk menyambut tamu agung.

Tapi Ting Peng tidak turut masuk dia masih duduk dengan santainya didalam kereta sambil memejamkan matanya. Ah-ku duduk pula di atas tempat kursinya dengan wajah kaku, cambuknya dipersiapkan seakan-akan setiap saat mungkin akan meneruskan perjalanannya.

Cia sianseng tidak bersikap kurang hormat terhadapnya, dengan sikap yang halus dia mempersilahkan tamunya masuk, tapi tawaran itu ditampik.

"Aku datang kemari untuk menantang majikanmu berduel, bukan datang untuk bertamu!"

Ucapan itu kontan saja membuat ucapan Cia sianseng seakan-akan terpental sejauh sepuluh kaki, namun watak Cia sianseng memang sangat baik, dia tidak marah, melainkan berkata sambil tertawa.

"Sekalipun Ting kongcu hendak menantang majikan kami untuk berduel, tentunya kau tak akan menantang secara orang kampungan yang adu jotos di pinggir jalan bukan? Meski tujuannya menantang untuk berduel, tata kesopanan tak boleh ditinggalkan, mengapa Ting kongcu tidak masuk dulu untuk duduk!"

"Majikanmu ada di rumah!"

Sebelum menjawab pertanyaan ini, Cia Sianseng harus termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ia baru mengucapkan sepatah kata yang sukar untuk ditangkap arti sesungguhnya.

"Tidak tahu!"

"Apa? Kau tidak tahu?" seru Ting Peng dengan perasaan kaget bercampur keheranan.

Dengan perasaan minta maaf Cia sianseng mengangguk. "Benar, aku memang tidak tahu, selama banyak tahun sejak majikan kami ibaratnya naga sakti yang nampak kepala tak kelihatan ekornya, tak pernah ada orang yang bisa menduga dimanakah dia berada, ada kalanya selama berapa bulan ia tidak menampakkan diri tahu-tahu muncul didalam rumah, ada kalanya dia berdiam diri selama puluhan hari dirumah tapi tidak menjumpai siapapun yang berada dirumah, maka aku benar-benar tidak tahu."

Agaknya Ting peng merasa puas dengan jawaban tersebut, setelah berpikir sebentar, dia bertanya lagi: "Tahukah kau kalau aku hendak mencarinya untuk mengajaknya berduel?"

Cia Siang seng tertawa. "Soal ini aku kurang tahu, sewaktu nona pulang dari Hang-ciu, kebetulan ia telah bertemu dengan majikan kami, saat itu juga ia telah menyampaikan pesan kongcu kepadanya."

"Oooh, bagaimanakah pertanyaannya?"

"Majikan kami bilang, ia merasa berterima kasih sekali atas pertolongan yang diberikan Ting kongcu terhadap nona, katanya bilamana ada kesempatan dia akan menjumpai kongcu dan menyampaikan rasa terima kasihnya."

"Aku tidak bermaksud untuk menagih rasa terima kasihnya, bila ia bermaksud mengucapkan terima kasih, seharusnya sebelum habisnya batas waktu itu ia sudah datang ke Hang ciu, tapi setelah batas waktu habis dia belum juga datang, hal ini menunjukkan kalau dia memang bermaksud untuk mengajakku berduel..."

"Majikan juga tidak berkata demikian!" kata Cia sianseng sambil tersenyum dan tetap merendah.

"Tentang soal berduel, apa yang dia katakan?"

"Dia tidak berkata apa-apa!"

"Apapun tidak dikatakan?" Ting Peng keheranan.

Cia sianseng tertawa. "Memang jalan pemikiran majikan kami sukar diraba, kalau dia tidak berbicara tentu saja kami segan banyak bertanya. Cuma setelah majikan kami mendengar pesan dari Ting kongcu itu, aku yakin dia pasti akan memberikan suatu penyelesaian..."

"Ucapan ini kau yang berbicara, atau dia yang mengatakan demikian?" tanya Ting Peng hambar.

Kalau sewaktu berada dalam perkampungan milik Liu Yok siong tempo hari kedudukan Cia sianseng adalah begitu tinggi dan terhormat, tapi sekarang dalam pandangan Ting Peng, ia menjadi tak ada harganya, bahkan Ting Peng menaruh perasaan muak yang tak terlukiskan dengan kata terhadap dirinya.

Tapi Cia sianseng masih saja menjawab dengan suara yang ramah: "Tentu saja aku yang mengatakannya, aku berbicara menurut penilaianku atas watak majikanku..."

"Hmmm, kau bukan Cia Siau hong, kau tak dapat mewakilinya untuk berbicara, apalagi berbicara atas dugaan, perkataan semacam ini tak bisa masuk hitungan."

Kata-kata yang tidak masuk hitungan, ibaratnya orang yang melepaskan celana sebelum berkentut.

Paras muka Cia sianseng berubah hebat, bila seseorang yang sudah terbiasa disanjung dan dihormati, tiba-tiba mendapat penghinaan di hadapan orang banyak, kejadian yang amat tak sedap dipandang. Tapi Cia sianseng tetap Cia sianseng, bagaimanapun juga seorang congkoan dari Sin kiam san ceng memang memiliki suatu kelebihan daripada orang lain, dengan cepat hawa amarahnya ditarik kembali kemudian ujarnya sambil tertawa:

"Kata-kata mutiara dari Ting kongcu memang hebat..."

"Kata mutiara semacam ini tidak terhitung hebat, melepaskan celana untuk berkentut hanyalah suatu perbuatan yang berlebihan belaka, kentut yang dilepaskan lebih berlebihan lagi, aku datang untuk mencari majikanmu, bukan datang untuk mendengarkan kau berkentut."

Walaupun Cia sianseng adalah Cia Sianseng, namun bagaimanapun juga dia tetap manusia. Bagaimanapun baiknya iman yang dimiliki, toh tak sampai setebal muka Liu Yok siong, maka begitu selesai mendengarkan perkataan itu, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia berlalu untuk menyambut kedatangan tamu-tamu lainnya.

Ting Peng juga tidak menganggap kejadian itu sebagai suatu peristiwa, sambil bersandar kembali pada dinding keretanya, ia mulai mengantuk kembali. Ketiak Cia sianseng telah menyambut kedatangan tamu-tamunya, Ting Peng masih saja tertidur.

Cia sianseng tidak ingin merasakan dampratan untuk kesekian kalinya di hadapan orang banyak, maka dia berlagak seakan-akan tidak melihat. Tapi ke enam orang itu telah melihat Ting Peng, merasakan pula sikap dingin, kaku dan tidak menghormat dari Ting Peng.

Orang pertama yang menerjang ke depan paling dulu adalah Lim Yok peng dari Go bi pay. Dalam dugaan semua orangpun tahu kalau dia pasti yang akan menerjang ke depan paling dulu. Karena diantara ke enam orang itu, usianya paling muda, tahun ini baru berusia empat puluh lima tahun, tapi telah menjadi seorang ketua dari suatu perguruan besar.

Tentu saja ilmu pedang yang dimilikinya telah mendapatkan warisan langsung dari perguruannya, bahkan partai Go bi paling cemerlang dan termasyhur.

Dengan langkah lebar dia berjalan ke depan kereta lalu menjura dengan angkuh, walaupun dia sedang memberi hormat, namun siapa saja dapat melihat kalau perbuatannya itu terpaksa dilakukan agar tidak menurunkan gengsinya bagi seorang ketua, padahal dari kenyataannya sama sekali tidak berniat sungguh-sungguh.

Oleh karena Ting Peng tidak membalas memberi hormat, juga tak ada yang merasa Ting Peng kurang hormat, karena Lim Yok peng menjura hanyalah bagi dia sendiri, bukan ditujukan kepada Ting Peng. Cuma saja sikap Ting Peng yang hambar membuat perasaan Lim Yok-peng semakin tak karuan, seandainya ia tidak terlalu mempersoalkan kedudukan, sejak tadi ia sudah mengayunkan pedangnya untuk membacok anak muda tersebut. Itulah sebabnya dengan suara, dingin ia menegurnya:

"Kaukah yang dinamakan si Golok Iblis Ting Peng, si anak muda yang baru muncul dalam dunia persilatan?"

Ucapan tersebut diutarakan kelewat terpaksa, sekalipun bernadakan sedikit menyanjung, tapi itupun dikarenakan untuk menjaga kedudukan serta gengsi pribadi saja. Bila Ting Peng adalah seorang prajurit tak bernama yang sama sekali tak dikenal orang, dengan kedudukannya sebagai seorang ketua ternyata maju untuk menegurnya, bukankah hal ini hanya akan menurunkan derajat diri sendiri?

Orang ini pintar dan berpengalaman, setiap patah kata yang dikatakan selalu mengandung arti yang mendalam, oleh karena itu tak heran kalau partai Go-bi menjadi termasyhur dan lebih cemerlang selama berada di tangannya. Tapi orang yang dijumpainya hari ini adalah Ting Peng, ia benar dibuat kheki sekali hingga hampir saja mampus.

Ia memerlukan muka, tapi Ting Peng justru tidak memberi muka kepadanya, setelah memandangnya sekejap dengan dingin ia pun berkata:

"Aku memang Ting Peng, tamu yang ku undang datang di ruang Poan-kian-tong dalam kota Hang-ciu kali ini banyak sekali kau bisa kenal aku hal ini bukanlah sesuatu yang luar biasa!"

Hampir melompat Lim Yok-peng saking gusarnya, segera teriaknya dengan suara dingin: "Aku adalah Lim Yok-peng!"

Begitu ia menyebutkan namanya, Ting Peng segera tertawa tergelak, serunya: "Ternyata kau adalah Lim Yok peng, tak heran kalau aku tidak kenal denganmu. Tempo hari, sewaktu aku mengadakan perjamuan di Poan-kian tong, sebetulnya aku telah mempersiapkan selembar kartu undangan bagimu, tapi seorang sutemu Liu Yok-siong telah menjadi muridku, dia bilang kau adalah seorang boanpwe, tidak pantas urtuk menerima sepucuk kartu undangan, suruh saja dua hari kemudian datang menyampaikan salam, ternyata kau benar-benar telah datang sekarang."

Hampir saja Lim Yok-peng muntah darah, dia datang mencari gara-gara dengan Ting Peng karena alasannya yang terutama adalah persoalan tentang Liu Yok-siong. Liu Yok siong adalah adik seperguruannya, Liu Yok siong juga mempunyai ambisi untuk merebut kedudukan sebagai ciangbunjin, tapi ilmu pedangnya tak mampu melebihi dia, kecerdasannya juga kalah setingkat, dia selalu tak berhasil memperebutkan kedudukan itu dengannya, maka dia baru berusaha mencari segala daya upaya untuk memperkuat kepandaian silatnya agar suatu ketika bisa melampaui Lim Yok-peng.

Sesungguhnya apa yang dilakukan Liu Yok siong tidak keliru, cuma sayang yang dicari adalah Ting Peng, yang ditipu pun jurus pedang Thian gwat liu seng yang lihay. Liu Yok siong bisa mencari Ting Peng sebagai korbannya, hal ini boleh dibilang merupakan suatu perbuatan yang membuatnya sial, dari seorang pendekar pedang kenamaan akhirnya berubah menjadi seorang manusia rendah yang dicemooh setiap umat persilatan.

Lim Yok peng bisa kehilangan Liu Yok siong sebagai saingannya, hal ini sebetulnya merupakan sesuatu yang pantas digembirakan, tapi apa yang kemudian dilakukan Liu Yok siong lebih hebat lagi, ternyata dia telah mengangkat Ting Peng sebagai gurunya agar bisa terhindar dari kematian. Perbuatannya ini benar-benar merupakan suatu perbuatan yang luar biasa sekali.

Seperti halnya dengan seorang gadis dari keturunan rakyat biasa dikawini seorang pembesar, tapi karena perbedaan tingkat sosial, tentu saja gadis itu dipandang sinis dan dingin oleh mertuanya dalam keadaan gusar akhirnya menantunya itu kabur ke sarang pelacuran menjadi pelacur.

Meski di rumah mertuanya dia tidak dianggap manusia, tapi di sarang pelacuran dia justru adalah menantu dari keluarganya, tentu saja hal ini sangat memalukan nama keluarga mertuanya sehingga malu untuk bertemu dengan orang.

Demikian pula dengan apa yang dilakukan Liu Yok siong, perbuatannya membuat Go bi pay kehilangan muka, juga membuat Lim Yok-peng naik pitam, dia buru-buru hendak mencari Ting Peng, tak lain adalah berusaha untuk menyelamatkan kembali nama baiknya.

Siapa tahu sebelum pokok pembicaraan dimulai, Ting Peng telah menghadiahkan sebuah pukulan lebih dahulu, sekalipun bukan pukulan yang sesungguhnya, namun cukup membuat kepalanya pusing dan matanya menjadi berkunang-kunang. Dengan susah payah akhirnya dia berhasil juga menenangkan hatinya, dengan suara dalam dia lantas berkata:

"Ting Peng, nama Liu Yok siong sudah dicoret dari daftar anggota Go bi pay, aku datang hanya ingin memberitahukan soal ini kepadamu!"

"Yaa, hal ini memang lebih baik lagi" sahut Ting Peng dengan hambar, "akupun sedang murung, mempunyai seorang murid semacam itu saja sudah cukup membuat pusing, kalau di tambah pula dengan seorang keponakan murid macam kau, dan di tambah lagi cucu-cucu murid lainnya dari Go bi-pay, bisa mampus aku saking kesalnya."

Lim Yok-Peng benar-benar tak sanggup untuk menahan diri, dengan suara keras dia lantas membentak nyaring: "Bocah keparat, kau terlampau tekebur, kau anggap golok iblismu itu betul-betul sudah tiada tandingannya lagi di dunia ini?"

"Itu mah sukar untuk dikatakan", jawab Ting Peng sambil tertawa, paling tidak aku belum sampai berduel melawan Cia Siau hong, bila aku telah berhasil mengalahkannya, mungkin saat itulah kemampuanku sudah hampir mendekati"

"Ting Peng, kau jangan terlalu memandang remeh-remeh orang lain, berada di depan perkampungan Sin-kiam-san-ceng, juga berani bertindak tekebur dan jumawa sekali..."

Bagaimanapun galaknya dia berbicara, toh dalam hatinya merasa agak keder juga, sebab dia sudah mendengar pula berita tentang kelihaian Ting Peng sewaktu mengutungi lengan Thi-Yan-siang-hui. Orang yang sanggup mengutungi pergelangan tangan Thi yan siang-hui dalam sekali tebasan golok, paling banter cuma ada dua orang.

Yang satu adalah Cia Siau hong, sedang yang lain adalah seseorang yang mereka anggap sudah mati, dan orang itu merupakan orang yang siang malam mereka takuti. Walaupun mereka menganggap sudah mati, juga berharap dia sudah mati, tapi kematian tanpa mayat bukanlah sesuatu yang terlalu pasti, bagaimanapun juga di dalam hati kecil mereka masih tetap tersisa rasa ragu dan sangsi.

Walaupun orang itu tidak menampakkan diri, tapi goloknya telah muncul, jurus goloknya juga ikut muncul, muncul ditangan Ting Peng. Mereka harus menyelidiki persoalan itu sampai jelas, golok milik Ting Peng itu berasal dari mana? Ilmu goloknya belajar dari siapa? Dan apa hubungannya dengan orang itu?

Bila mungkin, paling baik kalau Ting Peng dibunuh dan golok itu dihancurkan. Cuma sayang khabar yang mereka peroleh terlalu lambat, Ting Peng telah berangkat ke perkampungan Sin kiam san-ceng, di perkampungan Sin kiam san-ceng terdapat Cia Siau hong, mereka merasa agak lega, karena dengan demikian kemungkinan mereka sampai terbunuh di ujung golok bulan sabit tersebut tidak terlalu besar.

Cia Siau hong pernah memberikan jaminan tersebut kepada mereka. Tapi, kemungkinan mereka bisa membunuh Ting Peng pun tidak terlalu besar, karena Cia Siau hongpun telah memberikan pula jaminannya kepada orang lain. Perduli apapun yang terjadi, golok itu telah muncul di dalam dunia persilatan, jurus golok itupun sudah muncul kembali di dalam dunia persilatan, mereka harus menyelidiki persoalan ini sejelas-jelasnya. Oleh karena itu mereka datang.

Diantara ke enam orang itu kesan Lim Yok peng terhadap golok tersebut paling tawar, karena sewaktu golok itu sedang merajai seluruh dunia persilatan, dia belum lulus dari perguruan.

Sumpah rahasia yang dilakukan enam partai besar baru diketahui setelah dia menjabat sebagai ketua, dia tahu golok itu amat menakutkan, tapi tidak tahu sampai ke tingkatan yang bagaimanakah rasa menyeramkan dari golok tersebut. Tampaknya kelima orang lainnya juga tak pernah memberitahukan soal ini kepadanya, kalau tidak ia tak akan begitu berani untuk mengucapkan kata: "Cabut keluar golokmu" terhadap Ting Peng.

Dalam dunia persilatan, ucapan tersebut adalah suatu perkataan yang sederhana, setiap saat orang bisa mendengar perkataan itu diucapkan orang, entah karena persoalan sekecil apapun. Tapi ucapan seperti itu tidak seharusnya diucapkan kepada pemegang golok bulan sabit.

* * *


DAHULU, entah berapa orang yang pernah melakukan perbuatan bodoh seperti ini, dan orang-orang itu harus membayar suatu pengorbanan yang sangat besar. Pertama-tama yang harus kita bayar paling dulu adalah nyawanya, oleh karena itu belum pernah ada orang hidup yang memberitahukan kepada orang lain agar jangan melanggar kesalahan tersebut.

Apa mau dikata Lim Yok peng justru telah melanggar penyakit seperti ini. Cuma dia masih terhitung bernasib baik, karena yang dijumpai adalah Ting Peng, sedang Ting Peng meski memegang golok iblis tersebut, namun dia belum ketularan sifat iblisnya. Dia sedikit gemar mempermainkan orang, tapi tidak terlalu suka membunuh orang.

Bahkan terhadap manusia seperti Liu Yok siong pun, Ting Peng tidak membunuhnya, maka nasib Lim Yok peng memang terhitung baik. Oleh karena itu setelah mengucapkan perkataan tersebut, dia masih bisa berdiri, masih bisa berdiri utuh dan tidak sampai badannya terpisah menjadi dua.

Cuma sikap maupun tidak tanduk Ting Peng seakan-akan mulai dipengaruhi watak iblisnya, kakinya sudah mulai melangkah ke luar dari dalam kereta, lalu menegur dengan suara dingin: "Barusan apa yang kau katakan?"

Lim Yok peng mundur selangkah, memandang ke arah rekan-rekannya, tapi setelah menyaksikan mimik wajah yang diperlihatkan mereka, dia mulai menyesal. Para pemimpin dari lima partai lainnya menunjukkan sikap yang berbeda-beda. Mimik wajah mereka ada lima bagian yang senang menyaksikan dia tertimpa musibah, dua bagian gembira dan tiga bagian perasaan ngeri.

Gembira karena mereka telah menyaksikan golok ditangan Ting Peng, tak usah di periksa lagi mereka hampir dapat memastikan kalau golok itulah yang dimaksudkan. Ngeri, tentu saja karena memandang golok yang mengerikan tersebut. Golok adalah benda mati, tentu saja yang menakutkan adalah orang yang memegang golok tersebut, golok yang berada ditangan Ting Peng apakah juga terhitung menakutkan.

Walaupun golok Ting Peng telah memecahkan nyali Liu Yok-siong. Walaupun dalam sekali tebasan golok itu telah mengutungi pergelangan tangan Thi yan siang hui. Tapi bagaimanapun juga apa yang mereka dengar hanya cerita orang, bukan suatu kejadian yang mereka saksikan dengan mata kepala sendiri.

Walaupun berita yang tersiar tersebut bisa dipercaya kebenarannya, tapi dalam hati mereka mempunyai suatu pandangan yang berbeda, karena dahulu mereka pernah menjumpai orang itu, menjumpai golok tersebut.

Daya pengaruh yang amat besar terpancar dari golok tersebut membuat mereka merasakan suatu keadaan yang luar biasa dan sukar di pahami orang lain, paling baik kalau ada orang yang bersedia mencoba kelihaian golok tersebut, agar memberikan suatu perbandingan baginya. Setiap orang ingin mencoba, tapi setiap orang tak berani untuk mencoba.

Sekarang Lim Yok peng telah menampilkan diri untuk menjadi kelinci percobaan, itulah yang menyebabkan mereka jadi gembira menyaksikan orang lain tertimpa musibah. Mendadak Lim Yok-peng menjadi mengerti, apa sebabnya mereka jarang sekali membicarakan tentang persoalan ini sepanjang jalan, tapi lebih banyak membicarakan persoalan tentang Liu Yok siong.

Rupanya mereka memang bermaksud untuk menjadikan dirinya sebagai kelinci percobaan. Walaupun Lim Yok-peng pernah melakukan pekerjaan bodoh, namun dia bukan seorang bodoh, karena itu ia segera berhenti sebentar, dia segera berusaha keras untuk mengendalikan perasaan sendiri sembari berkata:

"Aku suruh kau mencabut keluar golok agar diperlihatkan kepada semua orang, benarkah golokmu itu adalah sebilah golok iblis."

Ting Peng segera tertawa. "Seandainya kalian ingin mengetahui apakah di atas golok ini terdapat tulisan Siau lo it-ya teng cun-hi", maka aku dapat memberi tahukan kepada kalian, memang golok inilah yang kalian duga!"

Lim Yok-peng segera tertawa dingin. Tapi hal itu tak dapat membuktikan apa-apa, setiap orang dapat membuat sebilah golok semacam ini dan mengukirkan ke tujuh patah kata itu di atas gagang goloknya.

"Benar, benar, perkataanmu itu memang sangat bagus dihapal, kau memang seorang bocah berbakat bagus, tak heran kalau kau bisa menjadi seorang ciangbunjin" ejek Ting Peng sambil tertawa. "cuma kalau toh golok ini tak bisa membuktikan apa-apa, kenapa pula aku mesti mencabutnya keluar untuk diperlihatkan kepada kalian semua?"

Sekali lagi Lim Yok peng dibikin tersudut oleh perkataan tersebut, cuma kali ini dia telah bertindak lebih cerdik, dia tidak lagi diburu oleh napsu angkara murka, dia hanya tertawa sambil berkata.

"Hal tersebut harus ditanyakan kepada kelima orang itu, karena dahulu mereka juga pernah menyaksikan golok itu bahkan pernah merasakan kerugian besar di ujung golok tersebut."

Seraya berkata dia lantas menuding ke arah lima orang lainnya, seakan-akan dia telah menyumbang ancaman mara bahaya tersebut kepada mereka berlima. Tentu saja kelima orang itu merasa amat terperanjat, mereka tidak menyangka kalau Lim Yok peng akan berbuat demikian, sorot mata mereka segera dialihkan ke wajah orang itu.

Dua sorot mata yang tajam bagaikan dua buah kepalan tinju ditujukan ke wajah Lim Yok-peng, seakan-akan mereka ingin sekali menghajar wajahnya sampai hancur. Cuma sayang, walaupun sorot mata mereka penuh dengan kemarahan, toh sorot mata bukan kepalan tangan, wajah Lim Yok-peng tetap masih utuh seperti sedia kala.

Sebaliknya perhatian Ting Peng segera tertarik untuk berpaling ke arah kelima orang itu....
Selanjutnya,
Golok Bulan Sabit Jilid 13