Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 32 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

"HYAATTIT...!" Entah bagaimana terjadinya mendadak perahu si buta terlontar. Begitu dahsyat dan marahnya si buta hingga perahurya melesat dan terbang ke atas. Perahu ini bahkan melewati pula perahu Beng San, jatuh dan tepat di perahu Kim Cu Cin-jin. Akan tetapi karena saat itu Kim Cu Cinjin dan lain-lain terlempar dari perahu mereka, suara dahsyat si buta membuat perahu mereka terguling maka tosu ini selamat ketika tongkat di tangan si buta bergerak, menyambar bagai kilat cepatnya.

"Crat-crat!"

Potongan ombak terbabat kemarahan tongkat di tangan si buta. Bukan hanya ombak atau air telaga melainkan juga perahu Kim Cu Cinjin! Perahu yang terbalik dan terapung itu pecah dan terbelah dua. Akan tetapi ketika tosu itu menyelam dan Chi Koan mendengus-dengus, tiga yang lain juga lenyap di bawah air maka si buta memekik lagi dan perahunya kini menuju ke tepian, tempat di mana Naga Gurun Gobi menunggu.

Dan karena menuju tempat ini berarti melewati belasan peruhu orang-orang kangouw, mereka itu mengejar dan memaki-maki Beng San maka kini belasan perahu itulah yang diterjang si buta dalam maksudnya menemui musuh bebuyutannya. Orang-orang kang-ouw terbeliak dan banyak diantara mereka yang bengong, terkesima atau terperangah oleh pekik dahsyat dan sepak terjang si buta.

"Awas...!" Seruan Boen Siong terlambat disadari orang-orang ini.

Si buta sudah tiba dengan amat cepatnya dan saat itulah tongkat di tangannya kembali bergerak. Sinar merah menyambar. Dan ketika perahu jatuh menimpa perahu orang-orang ini, saat itulah maut menyambar orang-orang itu maka mereka roboh menjerit dan kebetulan ketua Ui-eng-pang berada di sini.

"Crat-cratt!"

Begitu dahsyatnya gerakan tongkat yang penuh hawa amarah ini. Ketua Ui-eng-pang mencoba menghindar akan tetapi sia-sia. Pedang di tangannya patah sementara tongkat membabat tak kenal ampun, leherpun langsung putus. Dan ketika semua ini masih disusul gerakan panjang bagai awan bergulung-gulung, yang tampak hanya sinar merah dan gerakan menyilaukan maka tujuh orang seketika tewas mandi darah. Tubuh mereka mencelat dan terlempar ke Air telaga. See-ouw-pang seketika bersimbah warna merah.

"Byur-byurr!"

Paniklah orang-orang di sekitar oleh ganasnya tongkat si buta ini. Chi Koan tidak berhenti hanya sampai di situ melainkan meloncat dan menerbangkan perahunya ke perahu-perahu lain, Giliran ketua Pek-lian-pang disambar hawa mautnya. Dan ketika ketua itupun roboh menjerit bermandi darah, lengannya buntung sebatas siku maka si buta menyusulinya dengan sontekan dari bawan ke atas dan.... plas, lenyaplah kepala kakek itu menggelinding dan masuk air telaga. Tubuhnya sendiri berdebuk dan jatuh dengan kepala putus. Darah menyembur dari luka besar itu. Mengerikan!

"Hayo, mana Naga Gurun Gobi Peng Houw. Datang dan ke marilah, Peng Houw, kau musuh besarku. Hayo, jangan suruh tikus-tikus busuk ini menghalang jalanku. Jangan bersembunyi di punggung seperti pengcut!"

Geger dan pucatlah orang-orang itu. Si buta terus mengamuk dan menerjang dan tigapuluh orang kemudian tewas. Sebagian besar tercebur dan ditendang masuk telaga. Dan ketika akhirnya orang-orang itu menjadi buyar namun para tokohnya marah bukan main, segera mereka sadar dan bergerak maka sepasang kakek Naga Menara menyambut. Dua kakek ini menyambar perahu dan mendayung, disusul kemudian oleh Tong-bun-su-jin dan kawan-kawan, juga ketua Heng-san dan Kunl-un.

Akan tetapi melejitlah perahu lain dibelakang perahu si buta. Siauw Lam, yang gembira melihat suhunya mengamuk tiba-tiba bersorak. Pemuda ini menggerakkan perahunya pula dan mengejar perahu gurunya itu. Dan ketika ia menyongsong kakek Naga Menara dan lain-lain, membentak dan membela gurunya maka pemuda itu sudah mengibaskan dayungnya menyambut orang-orang ini. Chi Koan mengangkat alis dan sedikit berseri.

"Bagus, kalian kecoa-kecoa busuk tak tahu malu mengepung guruku. Hayo sambut dulu pukulanku, tua-tua bangka, baru menghadapi guruku!" pemuda itu sudah menerjangkan perahunya dan dayung serta pukulan tangan kirinya bergerak melepas Cui-pek-po-kian atau Thi-san-ap-tingnya yang dahsyat itu, membuyarkan barisan orang-orang gagah itu dan Tong-bun-su-jin berseru marah. Akan tetapi ketika mereka terdorong dan dipukul mundur, di daratan tadi merekapan tak sanggup menghadapi pemuda ini maka pemuda itu menerjang yang lain dan tertawa-tawa.

Akan tetapi ada sesuatu yang aneh. Beng San, yang berada di perahu itu pula ternyata tidak bergerak. Pemuda ini mengerutkan alisnya dan diam saja membiarkan sang suheng menari-nari. Dayung dan pukulan di tangan Siauw Lam memang tak henti menyerang orang-orang gagah itu. Dan ketika Wi Lo adalah orang pertama yang terheran oleh sikap pemuda ini, Beng San tak melakukan apa-apa maka Siauw Lam mendengar kakek itu menegur. Sesungguhnya Wi Lo sedang ngeri dan gentar oleh hadirnya Naga Gurun Gobi di sana, juga Boen Siong.

"He, kau! Kenapa diam saja. Kau tak membantu suhengmu, Beng San, kau berpangku tangan. Sambut dan serang mereka dan jangan menonton kosong!"

"Diam!" pemuda itu malah membentak. "Kaupun tak melakukan apa-ap Wi Lo, kaupun berpangku tangan. Aku sedang memikirkan sesuatu dan jangan ganggu!"

"Apa yang kau pikir? Kabur dan melarikan diri? Tak mungkin, bocah, tempat ini terkepung. Lakukanlah sesuatu, aku sedang terluka!"

Akan tetapi pemuda itu mendengus. la tak melakukan apa-apa dan sikapnya ini mengherankan Siauw Lam. Akhirnya sang suheng itupun marah. Maka ketika ia mengamuk dan menghantam sana-sini, pemuda itu menoleh maka dibentaknya sang sute yang enak-enakan itu. Beng San hanya menangkis atau menghalau lewat senjata yang nyelonong.

"Kau! Jangan seperti orang bengong. Bantu dan lakukan sesuatu, sute. Hajar orang- orang ini!"

Beng San bangkit, menyambar dayung. Akan tetapi ketika ia meloncat dan memukul dayung di tangan suhengnya maka Siauw Lam terkejut sekali.

"Kita tak mungkin menang. Mata dan telingamu harap dibuka lebar-lebar, Suheng. Melawan dan membunuh orang-orang ini hanya menambah berat dosa kita. Menyerahlah dan bersikap bijak!"

Siauw Lam kaget sekali. Ia dipukul amat kuatnya dan yang membuat ia berteriak adalah tenaga di tangan sutenya itu. Beng San mempergunakan Hok-te Sin-kangnya! Maka ketika dayung terlepas dan saat itu Beng San berkelebat menotok, inilah semakin tak diduga lagi maka pemuda itu merobohkan suhengnya dan keadaanpun gempar.. Ban-tok Wi Lo terkejut setengah mati dan tiba-tiba melempar tubuh keluar perahu.

"Byurr!" kakek itu melihat kilatan aneh dan ia berkaok-kaok. Tentu saja hal ini mengejutkan kawan maupun lawan. Perbuatan Beng San sungguh luar biasa. Dan ketika semua orang berhenti dan otomatis membelalakkan mata, Ban-tok Wi Lo gelagapan di air telaga maka pemuda ini membuat kejutan yang lebih besar lagi.

"Tahan, kami menyerah. Kami tak akan melawan, cuwi-enghiong. Turunkan senjata dan jangan menyerang!"

Bukan hanya orang-orang gagah yang terkejut melainkan Chi Koan dan Kwi-bo juga berubah. Si buta masih mengamuk dan terus melaju ke depan. la melengking-lengking menyebut nama Peng Houw. Maka ketika semua orang berhenti namun puluhan mayat mengapung di telaga itu, mengerikan maka Beng San meloncat dari perahunya terjungkir balik ke perahu suhunya, berseru,

"Suhu, sudah waktunya kita menyerah. Kita tak akan menang. Biar teecu menghadap Naga Gurun Gobi Peng Houw dan dengarlah kata-kata teecu!" lalu mendarat dan turun dengan ringan, kedua kakinya tak membuat perahu bergoyang maka dengan cepat tanpa diketahui siapapun pemuda mengerahkan Coan-im-jip-bit (Ilmu Mengirim Suara Dari Jauh).

"Teecu akan melakukan sebuah siasat tapi suhu harus pura-pura marah kepada teecu. Ada jalan lolos yang harus suhu percayakan kepada teecu!" dan berlutut serta pura-pura menyerah, sikap yang dilihat orang-orang gagah maka pemuda itu berseru lantang mengulang kata-katanya tadi hal yang membuat gurunya tertegun namun bingung dan tentu saja juga marah, di samping heran.

"Suhu dan kita semua harus menyerah. Kalau Naga Gurun Gobi mau baik-baik menerima kita tak perlu kita mengadu jiwa. Bila hukuman terhadap kita tak terlalu kejam, Gobi mau bersikap adil biarlah teecu mengadakan pembelaan dan ini harus didengar semua orang. Atau teecupun mengadu jiwa dan teecu tarik niat baik ini!"

Dan menyusul dengan Coan-im-jip-bit agar gurunya marah-marah dan menendangnya, ia harus dilempar ke arah Peng Houw maka Chi Koan yang dijepit dan tak mungkin berpikir panjang lagi Sekonyong-konyong membentak, kakinya menyapu dan menendang muridnya itu mencelat ke arah lawan.

"Jahanam, apa yang kau katakan ini. Berkali-kali sudah kukatakan tak mungkin menyerah, Beng San Musuh tak akan mengampuni kita dan biar kita bertarung mati hidup. Kau murid pembelot!"

Beng San terlempar dan pura-pura berteriak. Tentu saja ia harus bersandiwara dan ia sudah menjadi girang karena tendangan gurunya itu setengah hati. Biarpun kelihatannya keras dan amat kuat namun gurunya membatasi tenaga. Kalaupun ditendang sungguh-sungguh iapun sudah bersiap melindungi diri dengen Hok-te Sin-kang. Mana mungkin ia mau dibunuh! Maka ketika ia melayang dan melewati telaga, berdebuk dan terguling-guling di depan msuh besar gurunya maka Peng Houw terkejut dan cepat mengerutkan kening melihat pemuda itu merintih. la melihat pemuda ini tak sejahat gurunya.

"Ampun, maafkan kami...!" Beng San terhuyung dant tertatih berlutut. Semua orang terbelalak. "Aku yang muda dan bodoh ingin mintakan ampun, Peng-taihiap, paling tidak bahwa semua kejadian ini ada sebab-sebabnya, dan sedikit banyak kaupun terlibat. Kalau kau mau mengampuni kami dan tidak membunuh aku dan guruku kami tentu akan berterima kasih dan siap menerima hukuman secara adil, setelah mendengarkan unsur-unsur pembelaan!"

Dan mencium kaki pendekar itu namun mengerahkan Coan-im-jip-bit, tentu saja tak ada orang dengar maka pemuda itu berbisik, “Harap locianpwe berikan kesempatan kepadaku untuk menaklukan guruku. Kalau kami hanya ditangkap dan ditawan dulu maka aku berjanji bahwa suhu tak akan membantah untuk menerima hukumannya di Gobi. Akan tetapi kalau locianpwe menolak maka suhu pasti akan membuat banjir darah biarpun akhirnya mungkin tewas!"

"Hm!" Peng Houw mengeluarkan suara dari hidung dan sukar untuk menentukan apa maksud dari suara ini. Beng San kebat-kebit akan tetapi sikapnya yang begitu pasrah menimbulkan kepercayaan juga. Memang pemuda dan gurunya ini tak mungkin selamat biarpun mereka mengamuk. Akan tetapi karena Chi Koan telah menewaskan sekian banyak orang dan mayat-mayat itu juga masih mengapung.

Naga Gurun Gobi mengenal betul siapa Chi Koan maka pendekar yang pada dasarnya berwatak lembut ini tersentuh. la dapat memahami kata-kata pemuda itu dan korban tentu akan semakin banyak Iagi, sebelum Chi Koan roboh! Dan saat itu majulah Ji-hwesio dan Sam-hwesio, tokoh-tokoh Gobi, berkelebat mendekati dua orang ini.

"Omitohud, kata-katamu baik akan tetapi tak semudah itu menyelamatkan kalian. Gurumu terlampau banyak menumpuk dosa, anak muda, dan iapun berhutang banyak bukan hanya kepada Gobi. Semua orang di sini ingin menuntutnya!"

"Betul, akan tetapi pimpinan di sini adalah di tangan yang terhormat Peng-taihiap. Putih hitamnya perkataan tergantung padanya, Sam-losuhu, akan tetapi sudah kusebutkan bahwa tempat ini akan semakin banjir darah jika kalian tak mau mengampuni suhu, paling tidak mendengar pembelaannya dan aku yang akan bicara...!"

Beng San cepat menghadapi hwe Sio ini dan ia tentu saja mengenal tokoh nomor dua dari Gobi itu. Inilah Sam-hwe Sio yang beradat keras dan berdisiplin, kata-katanya mengingatkan Peng Houw dan karena itu cepat Beng San menyergahnya. la bisa gagal bila hwesio ini ikut campur, lain misalnya jika Ji- hwesio yang lembut dan lebih pemurah, ketua Gobi sendiri. Maka ketike ia menghadapi wakil Gobi-pai itu dan kata-katanya mengingatkan pula, suhunya memang bisa mengamuk dan menewaskan lebih banyak orang di situ sebelum roboh maka Sam hwesio mengerutkan alisnya dan saat itulah terdengar bentakan Chi Koan.

"Tak usah merengek-rengek minta ampun. Kalau mereka ingin menangkapku biarlah maju, Beng San, dan kutantang Naga Gurun Gobi untuk bertanding mati hidup. Kau tak perlu mengiba-iba!"

"Tidak," Beng San berseru, tak tahu betapa beberapa orang berdesir mendengar tantangan itu. Maklum Naga Gurun Gobi Peng Houw tak memiliki lagi kedahsyatannya itu. Hok-te Sin-kang.

"Aku tak merengek atau mengiba-iba kepada mereka, suhu, melainkan menghindari jatuhnya korban lebih banyak. Kalau Peng-taihiap mau mendengar kata-kataku dan menerima kita baik-baik dan menjatuhkan hukuman apa tentu kita harus tahu diri pula dan tak akan melawan. Mati hidup kita tergantung jawaban Peng-taihiap!"

Ributlah orang-orang kang-ouw setelah pendekar itu masih diam saja. Bayangan kuning berkelebat dan Po Kwan tahu-tahu di situ, pemuda ini menyambar dan mencengkeram Beng San. Dan ketika pemuda itu diam saja dan tidak melawan, sikapnya benar-benar menyerah maka Po Kwan memperhalus cengkeramannya akan tetapi bentakannya bengis.

"Kau mau membela gurumu yang jahat itu. Kalian sebenarnya tak layak bicara lagi, Beng San, kalian sudah banyak menimbulkan korban!"

"Dan ingin bertambah lagi jika guruku mengamuk? Ada akibat pasti bersebab, Po Kwan, dan sedikit atau banyak gurumu terlibat juga."

"Bagus, kau tak malu menyebut-nyebut guruku. Apa maksudmu dan jangan melempar omongan busuk. Kubunuh kau nanti!"

"Hm, lepaskan aku dan biarkan aku bicara dengan Peng-taihiap. Kau terlampau jantan untuk membunuhku begitu saja, Po Kwan, jangan mau menangnya sendiri dan hormatilah kata-kata orang lain."

Beng San tertawa mengejek dan sikapnya yang berani ini menampar perasaan Po Kwan. Memang ia terlampau jantan untuk membunuh musuh yang baik-baik menyerahkan diri. Maka mendorong dan membentak pemuda itu akan tetapi tetap bersikap bengis terpaksa Po Kwan menyerahkan pemuda ini lagi kepada gurunya apalagi saat itu Peng Houw bergerak dan memberinya isyarat.

"Hm, siapa akan membunuhmu kalau kau menyerahkan diri. Suhu akan mendengarkan kata-katamu, Beng San, akan tetapi jangan bersikap licik atau curang yang membungkitkan amarah kami!"

"Sudahlah, biar ia bicara padaku. Apa yang hendak kau katakan tentang gurumu, anak muda. Pembelaan apa yang hendak kau lakukan dan apa yang kau maui." Peng Houw sudah berada di depan pemuda ini dan sikap serta kata-katanya yang keren membuat Beng San jerih.

Pemuda ini tak tahu kelemahan pendekar itu dan karena itu masih menganggap pendekar ini sebagai Naga Gurun Gobi yang menakutkan tidak seperti gurunya yang tahu, bahwa pendekar tak memiliki lagi Hokte Sin-kang, terbukti dari adu pukulan ketika masih di Kun- lun itu. Maka ketĂ­ka pemuda ini menjatuhkan diri berlutut, sikapnya benar-benar simpatik dan, taat si butalah yang lebih dibenci orang banyak maka Beng San berkata tenang akan tetapi nyaring. Betapapun pemuda ini harus dapat bersikap meyakinkan dan minta keringanan.

"Suhu dan kami semua memang berdosa, akan tetapi bukan berarti bahwa taihiap dan orang-orang lainnya ini tak pernah melakukan kesalahan. Kalau kami diberi keringanan dan merenungkan dosa-dosa kami tentu kamĂ­ tak akan melawan, taihiap. Aku yang muda dan bodoh hendak mengatakan bahwa kita sebenarnya tak luput dari dosa. Mohon kata-kata ini direnungkan dan dipikir kebenarannya!"

Peng Houw tertegun, mengangguk-angguk. Hebat sekali "jurus" pertama yang keluar dari mulut pemuda ini belum apa-apa ia hendak mengingatkan bahwa semua manusia berdosa. Pada dasarnya tak ada satupun yang luput! Maka ketika ia mengangguk-angguk sementara Beng San menjadi girang, kata- katanya mengena. maka ia melanjutkan lagi dengan lebih semangat. Orang kang-ouw juga diam-diam tertegun, tentu saja sambil mengumpat.

"Kedua, hidup nati menusia bukanlah di tangan manusia, melainkan di tangan Yang Maha Kuasa. Kalau taihiap menjadi algojo dan balas membunuh kami maka perbuatan taihiap tiada ubahnya sepeeti perbuatan kami. Taihiap dan kami sama-sama jahat!"

Amat hebat, Naga Gurun Gobi Mundur. Sungguh Beng San semakin mengejutkan saja dengan kata-katanya ini dan dapat dilihat betepa pandainya pemuda itu. Lidahnya benar-benar lemas! Akan tetapi ketika pemuda itu melihat Naga gurun Gobi mengangguk-angguk dan Peng Houw pada dasarnya adalah seorang yang welas asih, inilah kelemahan pendekar itu maka Beng San melanjutkan lagi, kini lebih berani dan diam-diam membuat mereka yang membenci si buta mengutuk.

"Ketiga dan seterusnya adalah taihiap mengampuni dosa-dosa kami dan tidak menjatuhkan hukuman mati. Kami Siap menerima hukuman dan merenungkan dosa, akan tetapi bukan dibunuh. Karena kalau taihiap dan orang-orang ini benar-benar mengaku sebagai pendekar yang membela kebenaran dan keadilan maka sudah seharusnya taihiap dan sahabat-sahabat taihiap memberikan keringanan apalagi kalau kami menyerahkan diri!"

Habis dan selesailah pemuda itu membela gurunya. la telah mengatakan titik-titik paling penting dan itu adalah simpul dari semua kata-kata. Apa yang disebutkan pemuda ini memang fakta. Mereka kaum pendekar tak selayaknya membunuh musuh yang bertobat. Akan tetapi ketika tiba-tiba terdengar lengking dan bayangan seseorang, Hong Cu berkelebat muncul maka wanita itu menuding dan membentak, matanya berapi-api.

"Kau, cecunguk busuk yang enak saja hendak membebaskan gurumu. Ia boleh di ampuni orang-orang lain akan tetapi tak mungkin mendapat ampun dariku, bocah. la telah berbuat kelewat keji dan seumur hidup tak mungkin kulupa. Aku tak dapat menerima kata-katamu dan JĂ¡ngan kira semua orang dapat kau pengaruhi...hyaatttt!"

Hong Cu tiba-tiba melesat dan wanita ini sudah terbang cepat ke arah Chi Koan. Sebuah perahu disambar dan selanjutnya melengking-lengking. Dan ketika ia terus menyerang si buta sementara yang lain tentu saja terkejut, Chi Koan mendengus bengis maka si buta tak banyak cakap dan diatas telaga itu ia menyambut serangan Hong Cu. Wanita ini sungguh nekat.

"Kau, bedebah tak berjantung. Kau meninggalkan aib kepadaku, Orang she Chi dan sekarang aku atau kau mati....plak-brett!" gadis Sin-hong-pang ini menusukkan pedangnya sementara rambut hitamnya yang gemuk harum meledak dan menyambar.

Si buta menangkis dan ia terpental akan tetapi gadis ini nekat terus. la berkelebatan dan menyambar-nyambar. Dan ketika beberapa orang berteriak akan tetapi gadis itu tak mau mendengarkan bahkan melepas Ang-see-ciang yang dulu dipelajari dari si buta maka Chi Koan tak mau banyak membuang waktu lagi sekaligus ingin menunjukkan kebenaran kata-kata muridnya, bahwa ia akan membunuh sebelum dibunuh, sebanyak-banyaknya!

"Kau anjing betina yang tak tahu diri. Mampus dan susulah sucimu ke neraka, Hong Cu, kaulah biang utama yang membuatku terancam!" tongkat bergerak begitu cepatnya dan tahu-tahu wanita itu menjerit.

Pedangnya patah menjadi tiga sementara tongkat masih berkelebat menuju dadanya. Dan ketika wanita itu terpelanting dan roboh, dadanya ditembus tongkat muka iapun tewas dan gemparlah orang-orang kang-ouw. Kemarahan dan kebencian seketika bangkit lagi.

"Jahanam, ia membunuh lagi!"

"Benar, tak perlu diampuni. Mari, Yang-liu Lo-lo, kita mengadu jiwa!"

Akan tetapi Beng San bergerak dan pemuda ini tiba-tiba berseru nyaring. membentak dan menghadang dua orang itu seraya kata-katanya didengar orang banyak. Pemuda ini berseru bahwa semua itu kesalahan gadis Sin-hong-pang itu sendiri, ia mencari mati dan menyongsong mautnya sendiri. Dan ketika pemuda gagah menghadang kakek dan nenek-nenek itu, Po Kwan berkelebat disusul adiknya maka Beng San tak perduli dua orang murid Naga Gurun Gobi. Matanya keras dan penuh teguran. Pemuda ini tiba-tiba begitu berwibawa.

"Stop, berhenti! Kalian tak mendengarkan kata-kataku, Jiwi-enghiong. Melabrak guruku berarti mati. Tempat ini akan banjir darah. Kalau sam-wi (kalian bertiga) nekat dan hanya nenurutknn nafsu setan belaka berarti sam-wi sama seperti kami, jahat. Berhenti dan jangan antarkan nyawa sia-sia atau akupun akan membela guruku dan habislah harapanku untuk menyerah!"

Sikap dan kata-kata pemuda ini gagah. Beng San tegak menantang mereka sementara nenek dan kakek-kakek itu gentar. Siapa tak tahu pemuda lihai ini. Dan ketika Peng Houw berkelebat dan orang-orang lain juga berkelebat, kini semua di tepi telaga maka Peng Houw mengangkat tangan tinggi-tinggi berseru,

"Cuwi-enghiong (orang gagah sekalian), aku melihat kebenaran dari kata-kata pemuda ini. Dengar kata-kataku dan jangan gegabah. Kalau kalian hanya mengantar nyawa sia-sia padahal musuh siap menyerahkan diri baik-baik maka tentu sikap kita Tidak bijaksana. Marilah rundingkan bersama dan tahan dulu semua nafsu kebencian!" yang bicara kalau bukan Naga Gurun Gobi barangkali orang-orang itu akan menerjang.

Mereka sudah terbawa oleh kemarahan nenek dan kakek-kakek ini. Yang-Liu Lo-lo dan Sepasang Naga Menara itu benar. Akan tetapi karena pendekar itu menahan mereka dan sesungguhnya Naga Gurun Gobi inilah yang dihormati mereka, semua menahan diri maka ketua Heng-san dan Kun-lun melompat. Sin Tong Tojin merangkapkan tangan depan dan memberi hormat.

"Siancai. kami hargai kata-kata taihiap akan tetapi bagaimana pendapat taihiap akan persoalan sendiri. Apakah musuh kita bebaskan!"

"Benar, bagaimana pendapatmu. Apakah kata-kata anak muda ini kau turuti, Peng Houw. Kita mengampuni Si buta itu dan membiarkannya untuk kelak berbuat jahat lagi!"

Naga Gurun Gobi memandang dua ketua itu dengan Sinar mata tegas. menggeleng untuk pertanyaan ini dan menarik napas dalam. Dalam kata-kata mereka itu terkandung ketidakpuasan dan kecemasan. Mereka khawatir si buta Chi Koan dibebaskan. Maka menjawab dengan pandang mata sungguh-sungguh, tidak menolak atau mengiyakan. Ia justeru mengembalikan persoalan itu kepada semua orang di situ.

"Kalian salah bila aku membebaskan atau tidak. Persoalan ini sudah bukan persoalanku pribadi, jiwi-paicu (dua ketua), melainkan persoalan semua orang dimana kita masing-masing tak dapat menetapkan pandangan sendiri untuk bertindak. Justeru aku ingin menanyakan kepada semua yang ada di sini bagaimana keputusan suara terbanyak. Aku hanya hendak memberitahukan bahwa dengan membunuh Chi Koan maka korban akun berjatuhan lebih banyak, kejadian ini sebisa-bisanya dicegah, apalagi ia siap menyerah baik- baik. Akan tetapi kalau aku tak berani memutuskannye seorang diri karena persoalan ini sudah berkembang menjadi persoalan kita semua, jadi kita semualah yang harus memutuskan maka kuminta suara terbanyak untuk menentukan ini. Hanya sekali lagi kuingatkan bahwa apa yang dikata anak muda itu benar, gurunya akan membunuh sebanyak mungkin sebelum ia sendiri dibunuh!"

Berdengunglah semua orang ketika tiba-tiba pendekar itu memberi kesempatan. Naga Gurun Gobi tak ingin mengambil keputusan sendiri agar kelak tak disalahkan. Apa yang diserukan ketua Kun-lun-pai tadi dijawabnya, secara tersirat, ini memang langkah bijaksana. Dan ketika terdengar suara gaduh antara setuju dan tidak, semua ribut-ribut maka pendekar ini tiba-tiba mengangkat tangannya.

"Cuwi kuminta mengacungkan telunjuk bagi pilihan pertama. Jika kita tetap ingin menghukum dan mebunuh Chi Koan harap angkat tangan tinggi-tinggi, kuhitung suaranya. Bagi yung tidak setuju harap diam!"

Kini berserabutanlah tangan orang-orang-orang kang-ouw itu memberikun telunjuk. Mereka adalah kelompok pertama yang tetap ingin membunuh si buta. Di antaranya adalah ketua See-tong dan Bu-tong, tentu saja berikut nenek Yang-liu Lo-lo dan sepasang kakek Naga Menara itu. Akan tetapi ketika dihitung jumlahnya tak ada separoh, berarti yang tak setuju lebih banyak maka Peng Houw berseri, dan berseru lagi,

"Cukup, sudah kuhitung. Jumlah kalian tak ada separoh. Akan tetapi untuk memastikan diri harap golongan kedua mengacungkan jari, kuhitung biar tepat!"

Kini bermunculanlah jari-jari kelompok kedua. Yang pertama sudah menurunkan tangan mereka akan tetapi Naga Gurun Gobi terkejut ketika ketua Heng-san dan Hoa-san serta Kun-lun tak mengangkat tangan mereka. Tindakan ini diikuti pula oleh murid-murid mereka. Dan ketika pendekar itu terkejut sekaligus heran, juga ketua Gobi melakukan hal yang sama maka iapun bingung. Tiga ketua ini ditambah Gobi tak memihak mana-mana!

"Ah, sudah kuhitung pula. Cukup, Cuwi-enghiong, jumlah kalian sama dengan yang pertama. Akan tetapi kenapa yang terhormat ketua Heng-san dan Hoa-san serta Kun-lun tak memberikan suara!"

"Maaf," Kini majulah Heng Bi Cinjin dari Kun-lun, mewakili ketua dan kelompoknya. "Kami telah bisik-bisik bersama, Peng Houw, dan semua berasal dari Kim Cu suheng. Karena Chi Koun jelek-jelek adalah murid Gobi maka kami ingin menyerahkannya saja kepada Ji-lo-suhu sebagai pimpinan Gobi. Kami ingin menghormatinya sebagai orang yang lebih berkepentingan dan karena itu kami ikut saja kata-katanya!"

Terkejutlah semua orang dan Ji-hwe-sio pimpinan Gobi memerah. la tak ikut kelompok manapun juga karena sikapnya pasrah. Hanya suatu kebetulan saja kalau bersamaan dengan kelompok Kun-lun dan lain-lainnya itu. Maka ketika tiba-tiba namanya disebut dan justeru dialah yang akan menjadi penentu, memang Chi Koan adalah bekas murid Gobi yang pantas mendapat hukuman maka hwesio ini menjadi gelagapan dan justeru mengibaskan lengan bajunya, berseru nyaring.

"Chi Koan adalah murid murtad yang jahat. Tadi telah dikatakan oleh Peng Houw bahwa persoalan ini bukan milik perorangan lagi, Heng Bi Cinjin. Justeru pinceng ingin menyerahkan kepada kalian dan pinceng ikut saja!"

"Siancai, suheng tak memperkenankan kami begini. Orang she Chi itu berasal dari perguruanmu, lo-suhu, dan sepntasnya apabila kau penentunya pula. Kalau saja kau tak di sini boleh jadi kami pengambil putusan. Akan tetapi kami harus menghormati dirimu, lagi pula ada Peng-taihiap dan puteranya yang dapat mengatasi Si buta itu!"

"Omitohud, akan tetapi pinceng menyerahkannya kepada kalian!"

"Kalau begitu biar Kim Cu-suheng maju!"

Dan ketika kakek itu mundur memandang suhengnya, inilah bekas ketua Kun-lun yang masih berpengaruh maka Kim Cu Cinjin batuk- batuk merangkapkan tangan. Kelompoknya adalah pihak penentu dalam rapat darurat ini.

"siancai, Heng Bi-sute telah menyebut-nyebut namaku. Sebenarnya putusan kilat ini bukan milikku seorang, Ji-lo-suhu, sebab kalau yang terhormat ketua Hoa-San dan Heng-san tak menyetujuinya apalah arti kata-kataku. Jika sekarang aku diminta maju biarlah kukembalikan lagi kepada yang terhormat Heng-san-paicu dan Hoa-san-paicu. Kalianlah penentu apakah tetap diserahkan Gobi-paicu (ketua Gobi) atau tidak!"

Giliran dan ketua itu dibuat terkejut. Dengan cerdik dan hati-hati sekali Kim Cu Cinjin melempar kepada mereka, memang merekalah orang terakhir yang kini harus maju, setelah diputar dan melingkar-lingkar. Maka ketika Heng-san-paicu berdehem sementara rekannya juga batuk-batuk maka Sin Tong Tojin maupun Ko Pek Tojin harus berunding dahulu. Mereka bisik-bisik dan akhirnya Hoa-san-paicu tampil bicara. Betapapun mereka harus segan kepada Naga Gurun Gobi dan para hwesio itu karena tanpa dua orang ini tak satupun yang mampu menandingi si buta.

"Siancai, kami juga yang akhirnya menjadi ujung tombak. Kim Cu Cinjin cerdik sekali, Ji-lo-suhu, akan tetapi kami dari Heng- san dan Hoa-san bersepakat bahwa kaulah kunci jawaban itu. Kami harus tahu diri bahwa tanpa pihakmu sesungguhnya kami tak dapat melakukan apa-apa terhadap s buta itu. Kini kami serahkan kepadamu dan terserah Go-bi!"

Repotlah hwesio ini setelah bertubi-tubi ia tak berhasil. Sebenarnya ia hendak menyerahkan saja kepada orang-orang kang-ouw itu akan tetapi celakanya posisi berimbang. Kalau saja Heng-san dan Kun-lun serta Hoa-san mengambil sikap tentu semuanya selesai. Akan tetapi tiga ketua itu abstain (tak memberikan suara), justeru sekali bicara malah menyudutkan dirinya sebagai penentu. Maka ketika ia mengebutkan lengan Bajunya berulang-ulang seraya memuji nama Buddha maka apa boleh buat ketua Gobi ini memandang sutenya. Sutenya itulah satu- satunya orang yang dapat menolong.

"Omitohud, bagaimana pendapatmu. Pinceng bingung menerima tugas berat ini, sute. Kalau pinceng salah bakal menambah dosa. Beritahukan kepada pinceng apa yang harus pinceng lakukan dan layakkah ia diampuni?"

Sam-hwesio adalah orang yang bijak. Dialah tokoh nomor dua di Gobi setelgh suhengnya. Maka ketika tiba-tiba suhengnya bertanya dan menyebut namanya, memang dialah wakil pimpinan maka hwesio ini, menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya memandang Peng Houw. Di sini terbuktilah nasihatnya dulu bahwa Chi Koan tak bisa dipercaya. Seandainya dulu suhengnya itu mendengar kata-katanya!

"Omitohud, kita Go-bi-pai tiba-tiba di serahi tugas seberat ini. Menurut pendapatku tanya saja Peng Houw, suheng, karena dialah satu-satunya orang yang dapat mengatasi si buta itu. Diapun Penasihat Bengcu, kebetulan diapun murid sekaligus wakil mendiang guru kita Ji Leng suhu. Kalau suheng minta pendapatku maka kuserahkan kepada Peng Houw karena dialah satu-satunya orang yang dapat menundukkan Si buta itu. Inilah pendapat pinceng dan siapapun tentu sependapat bahwa akhirnya Peng Houw jualah yang mampu menyelesaikan persoalan ini!"

Semua tiba-tiba bersorak dan yang terkejut tentu saja Peng Houw. Tiba-tiba dalam pembicaraan yang rumit d melingkar-lingkar ini akhirnya dirinya juga menjadi penentu, padahal dialah yang menyerahkan dan ingin menentukan persoalan itu diputuskan orang banyak. Pendekar ini terhenyak dan terkejut sementara suara setuju mendukung jawaban Sam-hwesio tadi. Memang Naga Gurun Gobi inilah yang berhak, di samping dialah tandingan Chi Koan juga pendekar itu merupakan Penasihat Bengcu yang dihormati. Piring persoalan akhirnya kembali juga kepada pendekar ini!

Maka ketika pendekar itu tertegun dan berkerut kening, semua orang tiba-tiba berseru padanya maka pendekar ini menarik napas dalam-dalam dan akhirnya ia mengeraskan dagu. Persoalan akan berlarut- larut jika tidak segera diputuskan, masing- masing pihak tentu akan melempar kepada yang lain dan akhirnya dia juga yang harus turun tangan. Lucu!

"Cuwi Enghiong" pendekar ini mengangkat tangan tinggi-tinggi. "Ternyata akhirnya ke pundakku juga persoalan ini ditimpakan, cuwi-enghiong, repot juga menerima tugas berat ini. Akan tetapi karena aku hanya Penasihat dan musih ada bengcu di sini biarlah kurundingkan dengan yang bersangkutan karena bengculah yang akhirnya memutuskan!"

Semua mengangguk-angguk dan apa boleh buat Boen Siong, pemuda itu dipanggil ayahnya. Inilah sang bengcu dan siapapun tahu siapa pemuda itu. Di samping bengcu juga sekaligus putera Naga Gurun Gobi sendiri. Akan tetapi ketika pemuda itu bergerak maju maka sang ibu berkelebat pula, seruannya nyaring mengejutkan semua orang.

"Chi Koan adalah manusia jahat yang tak perlu diampuni. Seribu kali memaafkan maka seribu kali pula dia mengulang kejahatannya suamiku. Bagiku biarkan putera kita membunuhnya dan habis perkara!"

"Benar!" sepasang kakek Naga Menara dan kelompoknya mendukung. "Tantang dan ajak duel secara jantan, hujin (nyonya). Biarkan puteramu membunuhnya dan sikat dia!"

"Ha-ha..." Chi Koan tiba-ti tertawa bergelak, suaranya menusuk-nusuk telinga. tajam. "Kalau ingin duel maka kutantang Naga Gurun Gobi sendiri, kakek Naga Menara. Aku ingin bertanding secara jantan hanya dengan orang yang kurasa pantas. Aku tak sudi dengan segala macam bocah karena ingin mampus di tangan musuh bebuyutanku saja. Atau aku akan mengamuk dan tempat ini kubuat banjir darah!"

Semua ribut-ribut dan Naga Menara serta Orang lain tentu saja membentak dan memaki si buta itu. Mereka tentu saja mengatakan bahwa Naga Gurun Gobi tak akan takut. Justeru mereka akan dapat menyaksikan betapa dua musuh bebuyutan bertanding mati hidup, yang kalah akan roboh dan tentu saja si buta Chi Koan adalah orang yang mereka harapkan untuk mati di tangan Naga Gurun Gobi.

Akan tetapi ketika Po kwan dan Siao Yen menjadi pucat, juga subo dan sute mereka Boen Siong maka orang-orang yang tahu akan keadaan pendekar ini menjadi gelisah bukan main. Guru mereka itu sudah tak memiliki lagi Hok-te Sin-kang. Ilmu dahsyat itu telah dipindahkan kepada mereka. Naga Gurun Gobi sesungguhnya sudah ompong! Maka ketika dua muda-mudi ini meloncat sementara Peng Houw menjadi merah, tentu saja ia tak harus mundur maka Li Ceng melengking dan nyonya itu tentu saja tak ingin suaminya celaka. Diapun tahu suaminya sudah tak memiliki lagi Hok-te Sin-kang yang dahsyat itu.

"Sombong dan pengecut! Puteraku adalah wakil ayahnya pula, Chi Koan. Kau tak bisa berbicara seperti itu kecuali jika kau menyatakan terus terang bahwa kau takut menghadapi puteraku!"

"Ha-ha, puteramu adalah anak ingusan bagiku. Aku tak takut kepadanya, Li Ceng, akan tetapi biar Peng Houw berhadapan dulu dengan aku dan puteramu boleh membelanya bila ayahnya kalah! Atau suamimu yang takut dan kini kau melindunginya dan sungguh pengecut bila berlindung di balik punggung seorang anak!"

Bukan main hebat dan tajamnya kata-kata ini bagi keluarga Naga Gurun Gobi. Li Ceng sampai mendelik dan tak bisa bicara sementara dua murid pendekar itu terkejut melihat guru mereka menggulung lengan baju dan tiba-tiba meloncat. Peng Houw siap melayani lawannya karena harga dirinya betul-betul tersinggung amatlah berat. Akan tetapi ketika bayangan putih menyambar dan Boen Siong mencengkeram ayahnya, pendekar ini siap menerima tantangan itu maka puteranya berseru nyaring, suaranya kuat dan menggetarkan dada setiap orang kangouw,

"Aku tak ingin ada pertumpahan darah lagi. Karena aku sudah kau tunjuk dan musuh menyerah baik-baik maka kuterima maksud hatinya, ayah. Lawan tidak kita bunuh akan tetapi harus menjalani hukuman di Gobi, seumur hidup. Kurasa semua yang di sini menerimanya karena aku sendiri yang akan menjaganya dan bertanggung jawab apabila ia melarikan diri!"

Kecewalah kelompok kakek Naga Menara akan tetapi mereka yang merupakan kelompok pengampun mengangguk-angguk. Mereka inilah kelompok yang paling lega karena pertumpahan darah dapat dicegah, meskipun diam-diam merasa sayang juga bahwa tak bakal menyaksikan, pertandingan Naga Gurun Gobi melawan Si buta yang mengerikan.

Akan tetapi karena mereka berpandangan lebih jauh dan sifat kepentingan banyak orang lebih diutamakan, itulah tujuan mereka maka kelompok Naga Menara semakin tak dapat berbuat apa-apa ketika Kim Cu Cinjin sutehya memberi dukungan. Tepuk mereka memecah suasana.

"Bagus, adil sekali. Karena kau telah berjanji untuk memikul tanggung jawab bila orang ini meninggalkan hukumannya maka pinto dan Kun-lun merasa gembira. Peng-bengcu. Pinto setuju dan selanjutnya terserah kebijaksanaanmu dan Gobi!"

"Benar, pintopun mendukung. Heng-san harus tahu diri, anak muda. Meskipun barangkali kami tak puas akan tetapi harus melihat kenyataan bahwa kamipun tak dapat mengatasi kepandaian si buta Ini. Pinto juga setuju dan mendukung!"

Heng-san-paicu alias Sin Tong Tojin bertepuk pula dan ketua-ketua See-tong maupun Bu-tong jadi mengangguk-angguk. Tiba-tiba mereka disadarkan oleh kata-kata ketua Heng-san itu bahwa dimisalkan tidak puas akan tetapi mereka sesungguhnya tak dapat berbuat apa-apa. Kepandaian mereka memang terlampau rendah dibanding si buta. Maka ketika kata-kata itu mengingatkan mereka sekaligus menyadarkan orang-orang lainnya, bengcu telah mengambil keputusan maka Yang-liu Lo-lo dan lain-lain mengikuti pula. Mereka harus tahu diri!

Peng Houw sang ayah tertegun. Puteranya telah menetapkan itu dan ia menarik napas dalam-dalam. Tentu saja ia tahu maksud puteranya ini. Boen Siong tak ingin ia celaka. Dan karena saat itu pimpinan tertinggi memang di tangan puteranya, ia hanya penasihat maka Naga Gurun Gobi ini membuang mukanya ke tengah telaga dan Chi Koan terbahak-bahak. Beng San telah berkelebat dan kembali ke perahu gurunya ini dan diam-diam pemuda itu girang luar biasa, rasa girang yang membuat Kwi-bo berkerut kening. Sinar mata pemuda itu terasa ganjil!

"Hm, sekarang siasat teecu yang pertama berhasil. Selanjutnya biarkan teecu menjalankan siasat kedua dan suhu ikuti saja kata-kata teecu!"

Beng San berseru lirih kepada gurunya dan Chi Koan mengangguk-angguk. Tentu saja ia tak perlu ragu kepada muridnya setelah ia luput dari lubang jarum. Ia tak tahu apa rencana selanjutnya akan tetapi kepercayaan mulai tertanam. la menepuk-nepuk pundak muridnya itu. Dan ketika Beng San tersenyum dan berseri-seri, kepercayaan gurunya telah tumbuh maka gurunya berbisik apa yang akan dia lakukan selanjutnya, betapapun si buta tak tahan menahan keinginannya.

"Teecu akan membebaskan suhu dari semua kesulitan ini. Suhu tentu saja tak perlu menjalani hukuman di Gobi!"

"Eh, kau yakin?"

"Tentu saja, suhu, seyakin-yakinnya!"

"Bagaimana caramu?"

"Teecu tak dapat menjelaskannya karena keadaan tak memungkinkan. Yang jelas suhu harus selalu bersama teecu. Suheng dan Kwi-bo harus dipisah!"

"Maksudmu?"

Akan tetapi pemuda ini telah menarik tangan gurunya meluncur ke pantai. Beng San berbisik agar gurunya tak banyak bertanya sementara iapun memberi isyarat kepada suhengnya dan Kwi-bo untuk berlindung di belakang. Sikap pemuda ini tiba-tiba begitu gagah dan ksatria. Dan karena ia telah menunjukkan kegagahan dan simpati orang-orang kang-ouw.

Bahkan Po Kwan dan Siao Yen kakak beradik menjadi kagum pula maka di tepi telaga pemuda ini melompat dan mengajak gurunya menghadapi Naga Gurun Gobi dan lain-lainnya. Di sini diam-diam si buta berdebar dan tegang, betapapun ia khawatir kalau musuh ingkar janji dan ia diserang, hal yang.diukur dari wataknya sendiri!

"Maaf...!" Beng San mewakili gurunya dan langsung memberi hormat kepada pendekar itu dan tokoh-tokoh lain. "Karena kami telah menyerah baik-baik kami mohon diperlakukan baik-baik pula, taihiap. Kalau sekarang juga hendak ke Go-bi maka biarkanlah aku mendampingi guruku dan sama-sama menerima hukuman di sana. Kwi-bo dan suheng tolong diberi keringanan dan biarlah mereka dipisahkan."

Peng Houw tertegun. Dia dan semua orang tiba-tiba terharu oleh sikap pemuda ini. Tampak jelas betapa pemuda ini begitu setia kepada gurunya. Bahkan Chi Koan sendiri juga tergetar, dia tidak salah pilih! Akan tetapi ketika pendekar itu batuk-batuk dan berkata bahwa tingkat hukuman akan ditentukan di Gobi, bisa jadi pemuda itu tak perlu menemani gurunya seumur hidup maka pemuda ini menampakkan sinar kecewa.

"Kau rasanya tak perlu menjalani hukuman seumur hidup pula. Yang berdosa berat adalah gurumu, anak muda, dan hukuman untuknya jelas. Akan tetapi hari ini tak mungkin kembali ke Gobi setelah kami semua terkuras tenaganya. Hari ini kami akan merundingkan tingkat hukuman kalian dan cukup di sini, didengar pula oleh para sahabat dari Selatan. Dan karena kami ingin mengaso dan beristirahat juga semalam maka See-ouw-pang tentu tak keberatan bila dipakai untuk berunding. Kami dan pera tokoh di sini ingin merundingkan tingkat hukuman kalian masing-masing!"

Terdengar suara setuju dan dengung orang banyak. Mereka, khususnya orang-orang Selatan tentu saja ingin tahu apa yang akan dijatuhkan terhadap pemuda itu dan dua temannya yang lain. Betapapun tiga orang itu adalah pembantu Chi Koan, meskipun Beng San sendiri telah menarik simpati dan agaknya menerima hukuman yang paling ringat. Pemuda itu telah memikat mereka.

Dan ketika Naga Gurun Gobi disetujui orang banyak dan See-ouw-pang diwakili Si Cambuk Emas menerima keinginan pendekar itu, betapa tingkat hukuman akan dibicarakan di tempat ini maka akhirnya si buta dan muridnya ditahan di belakang markas, di dalam sebuah ruangan berjeruji besi dan dijaga sendiri oleh Boen Siong!

"Permintaanmu untuk menemani gurumu kuterima, sementara suhengmu dan Kwi-bo biarlah kami tahan di tempat lain. Baiklah anak muda. Boen Siong akan menjaga kalian dan dua yang lain akan dijaga muridku. Bila kalian tak melakukan apa-apa maka semua akan berjalan sebagaimana mestinya, Akan tetapi kalau kalian melarikan diri dan berbuat onar maka tak ada ampun lagi dan kami tak akan banyak bicara!"

Beng San mengangguk-angguk sementara ia menjawil lengan gurunya agar tenang. Si buta Chi Koan berdebar tegang dan siap mengamuk apabila ia diserang, totokan umpamanya. Akan tetapi karena Beng San telah memberi isyarat dan iapun telah berbisik agar siapapun tak menotok gurunya, Coan-im-jip-bitnya didengar tokoh-tokoh itu maka akhirnya pemuda ini menemani gurunya memasuki sel tahanan. Siao Yen ternyata menemani Boen Siong menjaga tawanan istimewa ini, kakaknya diminta menjaga Kwi-Bo dan Siauw Lam.

"Aku tak ingin sute sendiri. Aku ingin menemaninya, Kwan-ko, kau jaga saja dua yang lain itu sementara suhu berunding!"

Po Kwan mengangguk, menarik napas dalam. la sebenarnya hendak mendampingi sutenya itu akan tetapi adiknya sudah bicara lebih dulu, apa boleh buat, sama saja. Maka ketika ia bicara hati-hati sementara gurunya sudah memasuki markas See-ouw-pang bersama tokoh-tokoh lain, kini yang menjadi tuan rumah adalah si Cambuk Naga Emas yang merupakan sute dari mendiang Ning-pangcu maka di sinilah diputuskan hukuman bagi para tawanan itu.

Chi Koan si buta tetap seumur hidup. Kwi-bo duapuluh tahun sementara Beng San dan suhengnya masing-masing tigapuluh tahun. Akan tetapi karena pemuda itu dianggap telah berjasa mencegah banjir darah lebih banyak, juga karena sikap dan kata-katanya terakhir menunjukkan watak-watak mulia maka khusus pemuda ini diberi hukuman hanya sepuluh tahun.

"Pinto tertarik akan sikap dan kegagahannya tadi. Pemuda ini sebenarnya telah berkali-kali membujuk suhunya agar menyerah, Kim Cu Cinjin, bahkan sejak di Kun- lun. Rasanya terlampau kejam memberinya hukuman seberat itu karena watak dan sepak terjangnya telah berubah. la cukup sepuluh tahun saja!"

"Benar," Giok Yang Cinjin tiba-tita mengangguk, inilah tosu yang dulu pertama kali menemukan Beng San, mengambil dan mendidiknya sebagai murid pertama kalinya. "Kurasa ia hanya ketularan gurunya saja, cuwi-enghiong. la sebenarnya baik dan berwatak gagah. Pinto mendukung kata-kata Heng-san- paicu dan cukup sepuluh tahun saja., la masih muda dan perlu diberi kesempatan berbuat baik setelah selesai menjalani hukuman. Jangan terlalu lama!"

"Hmn" Peng Houw mengengguk-angguk dan sependapat dengan dua orang itu. la bersama orang-orang lain memang terpengaruh kegegahan pemuda ini terakhir kalinya. Naga Gurun Gobi yang pada dasarnya pemaaf dan murah hati ini setuju. Akan tetapi ketika sang isteri bangkit dan menolak, berseru lantang maka nyonya itu berkata bahwa hukuman itu tidak adil, terlampau murah.

"Memberi keringanan jangan terlalu menyolok, masa dari tigapuluh tahun menjadi sepuluh. Kalau ia diberi keringanan maka Siauw Lam pun harus diberi keringanan, akan tetapi ini tak kusetujui. Sebaiknya dipotong lima tahun saja dan Kwi-bo dinaikkan tigapuluh tahun. Ia biang keladi berantakannya rumah tanggaku!"

"Hmn, urusan pribadi jangan dimasukkan lagi. Persoalan ini sudah menjadi milik kita bersama, hujin, sebaiknya berpikir wajar dan jernih. Sebaiknya kita acungkan jari untuk yang setuju atau tidak. Kita cari jumlah suara!"

Sin Tong Tojin ketua Heng-san-pai menanggapi hati-hati dan ia menarik napas dalam-dalam melihat kebencian wanita itu. Kwi-bo justeru hendak ditambah hukumannya dan diperberat. Kemarahan atau kebencian wanita itu memang dapat dimaklumi. Dan ketika semua mengangguk-angguk sementara Peng Houw menyabarkan isterinya dengan sentuhan dan isyarat mata, wanita itu terisak maka diambil langkah singkat dengan mengacungkan jari. Dan ternyata Sin Tong Tojin mendapat dukungan. Peng-hujin terpukul.

Wanita ini menjadi pucat dan mengeluh lirih dan tiba-tiba ia melompat bangun. Tanpa banyak bicara lagi ia berkelebat dan membalikkan tubuh meninggalkan ruang sidang, air matanya bercucuran. Dan ketika suaminya terkejut dan buru-buru meminta maaf maka Naga Gurun Gobi tak berhasil mencegah isterinya yang sudah meninggalkan tempat itu.

Orang kang-ouw menarik napas dalam-dalam. Mereka dapat memaklumi perasaan wanita itu dan untunglah mereka tergolong orang-orang bijak. Heng-san-paicu ganti meminta maef kepada Naga Gurun Gobi. Dan ketika pembicaraan selesai dan pendekar ini merupakan orang terakhir yang meninggalkan ruang sidang.

Penh Houw menyusul dan cepat menghibur isterinya maka orang-orang kang-ouw yang lelah oleh peristiwa besar ini dipersilahkan berisrahat di tempat masing-mesing dan See-Ouw-pang menjadi saksi bisu atas berakhirnya ketegangan ini. Si buta dan muridnya telah mendapatkan tingkat hukuman masing-masing.

* * * * * * * *

Malam itu jengkerik den belalang serta serangga malam tak ada yang mengeluarkan suara. Mendung tiba-tiba menghampiri telaga See-ouw-pang dan petir mulai sambung- menyambung diangkasa. Gunturpun mulai menggelegar. Dan ketika tak lama kemudian turunlah hujan lebat disusul hembusan angin kencang, dingin menyusup tulang maka orang-orang kang-ouw semakin merapatkan selimut mereka menghangatkan tubuh. Hujan dan angin kencang justeru membuat mereka semakin lelap. Nikmat!

Tiba-tiba terdengar suara pekik mengguntur. Suara ini dahsyat dan kebetulan sekali menyambarlah kilatan lidah api di angkasa hitam. Geledek memperdengarkan suaranya yang memekakkan telinga dan beberapa orang kang-ouw tersentak bangun. Dua di antara mereka adalah Giok Yang dan Kim Cu Cinjin, bahkan Peng Houw. Akan tetapi karena kilat menyambar dan guntur menggelegar menggetarkan suasana, jantung setiap orang seakan copot.

Maka pekik pertama yang layap-layap diterima mereka disangka pekik guntur yang membahana. Kim Cu dan Giok Yang bahkan Naga Gurun Gobi sendiri menarik selimut ke atas dan masing-masing malah merapatkan tubuh. Kedahsyatan Dewa Angkesa seakan menciutkan nyali tiga orang-orang gagah ini yang biasanya tak mengenal takut.

Akan tetapi terdengarlah pekik kedua itu. Di antara gemuruhnye angin kencang dan hujan lebat akhirnya tiga orang ini meloncat bangun. Kali ini lidah angkasa tak menyambar lagi sementara guntur lenyap bersembunyi. Suara itu dahsyat dan jelas di telinga. Dan ketika tiga orang ini terkejut disusul orang-orang lainnya, betapapun suara itu menggetarkan dinding-dinding bangunan maka terdengarlah pekik ketiga kalinya dan kali ini Naga Gurun Gobi mencelat dari kamarnya. Bayangan lain berkelebatan pula dari kamar orang-orang gagah ataupun mereka yang berada di ruang besar.

"Jahanam!!"

Pekik itu terdengar dari kamar belakang dan orang-orang terkejut karena itulah tempat dl mana Si buta dan muridnya ditahan. Mereka berkelebatan ke sinĂ­ dan Naga Gurun Gobi melihat menyambarnya bayangan kuning. Po Kwan muridnya utama mendahului gurunya itu. Dan ketika pemuda ini berjungkir balik dan menendang pintu besi, terbuka dan menerobos masuk.

Maka tampaklah pemandangan mengerikan yang membuat bulu kuduk berdiri, apalagi tiba-tiba kilat menyambar dan cahaya terang-benderang sekilas menerangi sel tawanan itu, betapa si buta tertembus potongan besi dan Beng San terduduk dan muntah darah di sudut ruangsn. Dinding belakang ruangan jebol!

"Sute...!" Po Kwan melayang masuk dan pemuda ini pucat melihat Boen Siong. Pemuda itu berada di kegelapan dan tampaknya merangkul seseorang. Siao Yen adiknya tak ada. Namun ketika pemuda ini menerobos masuk dan kilat sekali lagi menyambar di angkasa, tampaklah suasana lebih jelas maka pemuda ini tertegun karena yang dipeluk sutenya itu adalah adiknya sendiri.

"Yen-moi!" Po Kwan tak pikir panjang lagi dan ia pun menubruk adiknya ini.

Siao Yen tampak pucat dan ngeri sementara Boen Siong melepaskan sucinya. Gadis itu menuding-nuding, gemetar. Dan ketika pemuda ini melepaskan perhatiannya dan teringat kembali kepada si buta dan muridnya itu, gurunya dan orang-orang lain berkelebatan menyambar maka si buta roboh dan terkulai mandi dareh. Tewas!

"Apa yang terjadi!" Naga Gurun Gobi berseru keras dengan suaranya yang penuh khikang. Melawan suara hujan dan gemuruhnya angin kencang siapapun harus mengerahkan tenaganya bertanya kuat. Orang tak akan mendengar kalau tidak begitu. Dan ketika Boen Siong membalik dan menghadapi ayahnya, sikapnya tampak bingung maka pemuda ini menuding lubang dan Beng San.

"Chi Koan hendak melarikan diri, muridnya mencegah. Beng San dihajar dan dipukul gurunya, ayah, pemuda itu luka parah!"

"Melarikan diri?"

"Begitu yang kulihat, akan tetapi gagal. Aku tak tahu yang terjadi di dalam karena Chi Koan memadamkan lilin sementara Beng San berkata bahwa gurunya ingin beristirahat."

"Hm, ia tewas!" Naga Gurun Gobi meloncat ke dekat si buta dan ia melihat bahwa si buta telah tewas dengan kelopak terbuka lebar-lebar. Agaknya bila kelopak itu terisi biji mata barangkali biji mata itu akan melotot. Pendekar ini tertegun. Dan ketika ia mendengar keluhan dan robohnya tubuh, Beng San ambruk di sana pula maka ributlah orang-orang ini melihat kejadian menggemparkan itu. Siapapun tak tahu kecuali Beng San.

"Bawa dan periksa dia di ruang depan. Lihat apa yang terjadi!"

Po Kwan mengangguk. Pemuda inilah yang akhirnya menyambar dan membawa Beng San ke ruang depan. Tewasnya Chi Koan benar- benar menggegerkan Semua orang. Kilat dan guntur masih sambar-menyambar. Dan ketika pemuda itu diperiksa dan semus orang terkejut, tentu saja kejadian ini menggemparkan maka Naga Gurun Gobi melihat betapa pemuda itu luka parah. la seakan terkena pukulan membalik atau hantaman tenaga sakti.

Giok Yang Cinjin berdebar tegang. Tosu ini berada di situ pula hampir bersamaan dengan Naga Gurun Gobi. Ia tentu saja kaget melihat tewasnya si buta. Akan tetapi karena Beng San terluka dan pemuda ini telah menarik simpatinya, apalagi sedikit keterangan itu telah menumbuhkan kasih sayangnya maka ia membantu dan berubah bahwa pemuda ini terserang luka dalam, wajahnya pucat pasi.

"la diserang atau dihantam pukulan berat. Agaknya gurunya begitu marah dan kalap, taihiap. Pemuda ini luka parah. Ia harus dibantu!"

"Benar, dan satu-satunya adalah pengerahan sinkang. Hm, bagaimana menurut pendapatmu, Cinjin, layakkah ia dibantu sinkang?"

"Pinto akan memulainya. Biarlah pinto coba dan terus terang pinto tak ingin kehilangan dia!" tosu ini telah bersila dan tanpa banyak bicara lagi ia langsung menempelkan kedua lengannya di punggung pemuda itu.

Beng San ditidurkan miring dan napas pemuda itu seakan terhenti, ia benar-benar terluka parah. Dan ketika Orang-orang mejadi terharu betapa tosu ini tak banyak cakap, langsung mengerahkan sinkang dan menyalurkannya ke punggung pemuda itu maka uap putih segera mengepul di kepala kakek ini dan tak lama kemudian wajahnya ganti memucat. la tersengal dan tiba tiba tosu ini menggigil.

"Hm, sinkangmu tak sehebat pemuda ini. Kau tak perlu mencelakakan dirimu, Cinjin, biarlah muridku yang melakukannya dan kau beristirahatlah!" Naga Gurun Gobi berkerut kening dan tentu saja ia menjadi tak enak.

Semua orang kang-ouw melihat kejadian itu dan ia memanggil muridnya. Dan ketika Po Kwan berkelebat akan tetapi Boen Siong mendahuluinya maka pemuda ini berkata kepada ayahnya bahwa iapun tak segan menolong.

"Giok Yang locianpwe silahkan mundur, suheng biar berjaga-jaga."

"Tidak, kaulah yang berjaga-jaga. Kau seorang bengcu, sute, aku masih dapat mengatasinya. Biar kau menolong Giok Yang locianpwe dan aku membantu Beng San!" Po Kwan tak mau kalah dan ternyata pemuda ini menarik mundur sutenya. Kata-katanya memang betul dan saat itu Li-hujin muncul, berkelebat di depan puteranya ini dan tentu saja wanita itu tak suka bila Boen Siong membantu Beng San.

Maka ketika ia menarik puteranya pula dan Boen Siong tertegun mendapat teguran, Beng San dinyatakan sebagai terhukum berdosa maka pemuda ini menarik napas dan apa boleh buat menolong dan melepaskan Giok Yang Cinjin dari pengerahan sinkangnya terhadap Beng San. Akan tetapi tak lama kemudian sang ayah terkejut. Baru sepuluh menit menolong Beng San mendadak wajah Po Kwan menjadi pucat. Pemuda itupun menggigil dan mengeluarkan peluh, dahinya berkeringat.

Dan ketika pendekar ini maju dan mencari tahu sebabnya tiba-tiba ia berjengit sebab tubuh muridnya begitu panas. Ada semacam pergolakan hawa sakti siap menghantam muridnya ini. "Ah. Mana Siao Yen dan cepat suruh ia ke mari!" pendekar itu berseru.

Gadis baju hijau itu melompat. la berada di belakang subonya dan terkejut ketika gurunya tiba-tiba memanggil. Cepat ia bertanya apa yang harus ia lakukan. Dan ketika Peng Houw tertegun dan tampak bingung, gadis ini pucat maka. pendekar itu berkata bahvva gadis itu harus membantu kakaknya.

"Di tubuh Beng San terdapat pergolakan aneh yang luar biasa. Kakakmu tak kuat jika hanya seorang diri saja. Salurkan Hok-te Sin-kangmu dan cepat tempelkan lenganmu di pundak kakakmu!"

Gadis ini terkejut. Tanpa dibilang lagi segera ia meloncat di belakang kakaknya itu, duduk dan bersila mengerehkan sin-kang. Dan ketika ia hampir menjerit betapa tubuh kakaknya seperti api, hampir saja ia melepaskan telapaknya maka gurunya menotok tubuh Beng San dan hawa panas itu berkurang.

"Lakukan seperti yang kukatakan. Sentuh jalan darah Kin-ceng-hiat di pundak kiri dan alirkan sinkang di ujung Po-heng hiat di pundak kanan, berganti-ganti."

Gadis itu mengangguk. Siao Yen tak tahu apa yang terjadi namun gadis ini mengikuti petunjuk gurunya. Cepat ia menekan jalan derah Kin-ceng-hiat sementara Po-heng-hiat ia isi. Lalu ketika dua jalan darah itu berganti-ganti diisi sin-kang, yang lain ditutup sementara yang satu dibuka maka tubuh kakaknya tak menggigil lagi akan tetapi wajah Beng San kini membiru.

"Pinjam tusuk sanggulmu!" Naga Gurun Gobi tiba-tiba berseru pada isterinya dan pendekar ini cepat menusuk urat besar di lengan Beng San. Hampir bersamaan ia menotok pula Ui-to-hiat di leher pemuda itu. Dan ketika wajah membiru berganti pucat, lalu merah dan pucat lagi maka pendekar itu berseru agar dua muridnya. berganti sikap. Kini Beng San ditelentangkan dan tubuh pemuda itu sedingin es.

"Kalian kerahkan sinkang melalui telapak kakinya. Hati-hati dan tanan napas dalam-dalam, Sao Yen, aku, akan menotok pusarnya dan hentikan limabelas detik kemudian!"

Orang-orang menjadi tegang. Ketua partai seperti Bi Wi Cinjin maupun Sin Tong Tojin terkejut sekali. Sikap dan kata-kata Naga Gurun Gobi itu menyangkut nyawa. Totokan di pusar dan waktu lima belas detik adalah hitungan darurat. Rupanya murid si buta itu benar-benar diujung tanduk. Akan tetapi ketika kakak beradik itu mengangguk dan mereka cepat bersila di kanan kiri, tidak lagi muka belakang maka guru mereka melakukan totokan kilat ke daerah pusar, pusat di mana biasanya letaknya kundalini.

"Tuk-tuk!" Dua kali totokan disambut keluhan pemuda itu. Beng San menggelinjang dan sedetik terloncat, pemuda itu mengeluarkan suara aneh. Dan ketika Naga Gurun Gobi menghapus peluh dan mundur selangkah, menjejalkan sebutir obat maka limabelas detik kemudian dua kakak beradik itu menghentikan aliran sinkang.

"Cukup!' pendekar ini mengangguk. "Mundur dan menjauhlah kalian, Siao Yen sesuatu akan mengganggu kalian!"

Dua kakak beradik itu mundur. Mereka tak tahu apa yang dimaksud gurunya dan Po Kwan sedikit terhuyung. la tersedot dan hampir celaka ketika menolong Beng San tadi. Ada hawa amat kuat menariknya, menghisap! Dan baru saja pemuda dan adiknya ini melangkah mundur maka terdengarlah bau kentut yang amat berat.

"Broottttt!" suara panjang itu disambut sumpah-serapah Li-hujin. Bersamaan itu menyambarlah bau busuk dan setiap orang kang-ouw tiba-tiba melompat keluar. Mereka geli akan tetapi juga terkejut oleh kentut yang amat kuat itu. Dinding ruangan sampai tergetar! Akan tetapi ketika hanya Naga Gurun Gobi dan puteranya yang tetap di situ, Siao Yen muntah-muntah maka pendekar ini berseri-seri dan tampak lega.

"Selamat, ia telah melewati masa kritis. Ambilkan segelas air minum dan biar semua hawa terkuras keluar!"

Boen Siong mengangguk dan menyambar keluar. Pemuda ini mengambilkan segelas air putih dan sang ayah cepat menuangkan minuman itu ke mulut Beng San. Belum habis separoh memberobotlah kentut busuk itu, baunya nelebihi limbah pecomberan. Akan tetapi ketika pendekar itu tetap menghabiskan pemberiannya dan orang kang-ouw otomatis berhamburan, seluruh telaga seakan dipenuhi kentut Beng San ini maka Li-hujin menyumpah-nyumpah sementara Boen Siong dan ayahnya tetap di dalam. Dua orang ini tentu saja menahan napas dan meniup balik bau busuk.

Kini wajah pemuda itu memerah sehat. Tubuhnya yang dingin perlaan-lahan hangat kembali, disusul oleh erangan dan sadarlah pemuda itu. Dan ketika Beng San membuka mata sementara orang-orang berdatangan kembali, lenyaplah bau di ruangan itu maka Beng San tampak terkejut melihat Boen Siong dan ayahnya ini. Naga Gurun Gobi berseri akan tetapi memandangnya tajam penuh selidik.

"Peng-taihiap...!" pemuda itu berseru lemah dan bangkit berdiri akan tetapi terguling.

Peng Houw cepat menekan anak muda ini dan berseru agar tak perlu bangkit, luka pemuda itu belum sembuh betul. Dan ketika pemuda itu tampak berkaca-kaca dan tiba-tiba menangis, akhirnya mengguguk maka ia bertanya bagaimana denggan gurunya. Beng San batuk- batuk dan sikapnya benar-benar mengharukan setiap orang.

"Aku... aku tak tahu apa yang kulakukan. Suhu menyerangku, taihiap, ingin melarikan diri. Aku mencegahnya akan tetapi semuanya itu terjadi. Bagaimana dengan dia!"

"la tewas, dan kami terkejut. Apa yang terjadi diantara kalian, Beng San apa yang hendak dilakukan gurumu!"

"Suhu... suhu tewas?" pemuda itu tersentak, seakan tak percaya, tentu saja tak menjawab pertanyaan Naga Gurun Gobi ini. Dan ketika pendekar itu mengangguk dan pemuda ini menjerit maka Beng San tiba-tiba melolong dan memukul-mukuli dadanya sendiri. "Oh, aku murid durhaka... tidak, tidak!"

Semua orang menggigit bibir. Jeritan, dan sikap pemuda ini tiba-tiba semakin menambah keharuan. Tampaklah oleh mereka betapa pemuda ini amat baik, setia! Akan tetapi ketika pemuda itu roboh dan pingsan tak sadarkan diri, sebagian orang berkaca-kaca dan Giok Yang Cinjin bahkan menangis maka munculah laporan bahwa Siauw Lam dan Kwi-Bo lenyap dari kamar tawanan mereka. Lolos....!

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 32

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

"HYAATTIT...!" Entah bagaimana terjadinya mendadak perahu si buta terlontar. Begitu dahsyat dan marahnya si buta hingga perahurya melesat dan terbang ke atas. Perahu ini bahkan melewati pula perahu Beng San, jatuh dan tepat di perahu Kim Cu Cin-jin. Akan tetapi karena saat itu Kim Cu Cinjin dan lain-lain terlempar dari perahu mereka, suara dahsyat si buta membuat perahu mereka terguling maka tosu ini selamat ketika tongkat di tangan si buta bergerak, menyambar bagai kilat cepatnya.

"Crat-crat!"

Potongan ombak terbabat kemarahan tongkat di tangan si buta. Bukan hanya ombak atau air telaga melainkan juga perahu Kim Cu Cinjin! Perahu yang terbalik dan terapung itu pecah dan terbelah dua. Akan tetapi ketika tosu itu menyelam dan Chi Koan mendengus-dengus, tiga yang lain juga lenyap di bawah air maka si buta memekik lagi dan perahunya kini menuju ke tepian, tempat di mana Naga Gurun Gobi menunggu.

Dan karena menuju tempat ini berarti melewati belasan peruhu orang-orang kangouw, mereka itu mengejar dan memaki-maki Beng San maka kini belasan perahu itulah yang diterjang si buta dalam maksudnya menemui musuh bebuyutannya. Orang-orang kang-ouw terbeliak dan banyak diantara mereka yang bengong, terkesima atau terperangah oleh pekik dahsyat dan sepak terjang si buta.

"Awas...!" Seruan Boen Siong terlambat disadari orang-orang ini.

Si buta sudah tiba dengan amat cepatnya dan saat itulah tongkat di tangannya kembali bergerak. Sinar merah menyambar. Dan ketika perahu jatuh menimpa perahu orang-orang ini, saat itulah maut menyambar orang-orang itu maka mereka roboh menjerit dan kebetulan ketua Ui-eng-pang berada di sini.

"Crat-cratt!"

Begitu dahsyatnya gerakan tongkat yang penuh hawa amarah ini. Ketua Ui-eng-pang mencoba menghindar akan tetapi sia-sia. Pedang di tangannya patah sementara tongkat membabat tak kenal ampun, leherpun langsung putus. Dan ketika semua ini masih disusul gerakan panjang bagai awan bergulung-gulung, yang tampak hanya sinar merah dan gerakan menyilaukan maka tujuh orang seketika tewas mandi darah. Tubuh mereka mencelat dan terlempar ke Air telaga. See-ouw-pang seketika bersimbah warna merah.

"Byur-byurr!"

Paniklah orang-orang di sekitar oleh ganasnya tongkat si buta ini. Chi Koan tidak berhenti hanya sampai di situ melainkan meloncat dan menerbangkan perahunya ke perahu-perahu lain, Giliran ketua Pek-lian-pang disambar hawa mautnya. Dan ketika ketua itupun roboh menjerit bermandi darah, lengannya buntung sebatas siku maka si buta menyusulinya dengan sontekan dari bawan ke atas dan.... plas, lenyaplah kepala kakek itu menggelinding dan masuk air telaga. Tubuhnya sendiri berdebuk dan jatuh dengan kepala putus. Darah menyembur dari luka besar itu. Mengerikan!

"Hayo, mana Naga Gurun Gobi Peng Houw. Datang dan ke marilah, Peng Houw, kau musuh besarku. Hayo, jangan suruh tikus-tikus busuk ini menghalang jalanku. Jangan bersembunyi di punggung seperti pengcut!"

Geger dan pucatlah orang-orang itu. Si buta terus mengamuk dan menerjang dan tigapuluh orang kemudian tewas. Sebagian besar tercebur dan ditendang masuk telaga. Dan ketika akhirnya orang-orang itu menjadi buyar namun para tokohnya marah bukan main, segera mereka sadar dan bergerak maka sepasang kakek Naga Menara menyambut. Dua kakek ini menyambar perahu dan mendayung, disusul kemudian oleh Tong-bun-su-jin dan kawan-kawan, juga ketua Heng-san dan Kunl-un.

Akan tetapi melejitlah perahu lain dibelakang perahu si buta. Siauw Lam, yang gembira melihat suhunya mengamuk tiba-tiba bersorak. Pemuda ini menggerakkan perahunya pula dan mengejar perahu gurunya itu. Dan ketika ia menyongsong kakek Naga Menara dan lain-lain, membentak dan membela gurunya maka pemuda itu sudah mengibaskan dayungnya menyambut orang-orang ini. Chi Koan mengangkat alis dan sedikit berseri.

"Bagus, kalian kecoa-kecoa busuk tak tahu malu mengepung guruku. Hayo sambut dulu pukulanku, tua-tua bangka, baru menghadapi guruku!" pemuda itu sudah menerjangkan perahunya dan dayung serta pukulan tangan kirinya bergerak melepas Cui-pek-po-kian atau Thi-san-ap-tingnya yang dahsyat itu, membuyarkan barisan orang-orang gagah itu dan Tong-bun-su-jin berseru marah. Akan tetapi ketika mereka terdorong dan dipukul mundur, di daratan tadi merekapan tak sanggup menghadapi pemuda ini maka pemuda itu menerjang yang lain dan tertawa-tawa.

Akan tetapi ada sesuatu yang aneh. Beng San, yang berada di perahu itu pula ternyata tidak bergerak. Pemuda ini mengerutkan alisnya dan diam saja membiarkan sang suheng menari-nari. Dayung dan pukulan di tangan Siauw Lam memang tak henti menyerang orang-orang gagah itu. Dan ketika Wi Lo adalah orang pertama yang terheran oleh sikap pemuda ini, Beng San tak melakukan apa-apa maka Siauw Lam mendengar kakek itu menegur. Sesungguhnya Wi Lo sedang ngeri dan gentar oleh hadirnya Naga Gurun Gobi di sana, juga Boen Siong.

"He, kau! Kenapa diam saja. Kau tak membantu suhengmu, Beng San, kau berpangku tangan. Sambut dan serang mereka dan jangan menonton kosong!"

"Diam!" pemuda itu malah membentak. "Kaupun tak melakukan apa-ap Wi Lo, kaupun berpangku tangan. Aku sedang memikirkan sesuatu dan jangan ganggu!"

"Apa yang kau pikir? Kabur dan melarikan diri? Tak mungkin, bocah, tempat ini terkepung. Lakukanlah sesuatu, aku sedang terluka!"

Akan tetapi pemuda itu mendengus. la tak melakukan apa-apa dan sikapnya ini mengherankan Siauw Lam. Akhirnya sang suheng itupun marah. Maka ketika ia mengamuk dan menghantam sana-sini, pemuda itu menoleh maka dibentaknya sang sute yang enak-enakan itu. Beng San hanya menangkis atau menghalau lewat senjata yang nyelonong.

"Kau! Jangan seperti orang bengong. Bantu dan lakukan sesuatu, sute. Hajar orang- orang ini!"

Beng San bangkit, menyambar dayung. Akan tetapi ketika ia meloncat dan memukul dayung di tangan suhengnya maka Siauw Lam terkejut sekali.

"Kita tak mungkin menang. Mata dan telingamu harap dibuka lebar-lebar, Suheng. Melawan dan membunuh orang-orang ini hanya menambah berat dosa kita. Menyerahlah dan bersikap bijak!"

Siauw Lam kaget sekali. Ia dipukul amat kuatnya dan yang membuat ia berteriak adalah tenaga di tangan sutenya itu. Beng San mempergunakan Hok-te Sin-kangnya! Maka ketika dayung terlepas dan saat itu Beng San berkelebat menotok, inilah semakin tak diduga lagi maka pemuda itu merobohkan suhengnya dan keadaanpun gempar.. Ban-tok Wi Lo terkejut setengah mati dan tiba-tiba melempar tubuh keluar perahu.

"Byurr!" kakek itu melihat kilatan aneh dan ia berkaok-kaok. Tentu saja hal ini mengejutkan kawan maupun lawan. Perbuatan Beng San sungguh luar biasa. Dan ketika semua orang berhenti dan otomatis membelalakkan mata, Ban-tok Wi Lo gelagapan di air telaga maka pemuda ini membuat kejutan yang lebih besar lagi.

"Tahan, kami menyerah. Kami tak akan melawan, cuwi-enghiong. Turunkan senjata dan jangan menyerang!"

Bukan hanya orang-orang gagah yang terkejut melainkan Chi Koan dan Kwi-bo juga berubah. Si buta masih mengamuk dan terus melaju ke depan. la melengking-lengking menyebut nama Peng Houw. Maka ketika semua orang berhenti namun puluhan mayat mengapung di telaga itu, mengerikan maka Beng San meloncat dari perahunya terjungkir balik ke perahu suhunya, berseru,

"Suhu, sudah waktunya kita menyerah. Kita tak akan menang. Biar teecu menghadap Naga Gurun Gobi Peng Houw dan dengarlah kata-kata teecu!" lalu mendarat dan turun dengan ringan, kedua kakinya tak membuat perahu bergoyang maka dengan cepat tanpa diketahui siapapun pemuda mengerahkan Coan-im-jip-bit (Ilmu Mengirim Suara Dari Jauh).

"Teecu akan melakukan sebuah siasat tapi suhu harus pura-pura marah kepada teecu. Ada jalan lolos yang harus suhu percayakan kepada teecu!" dan berlutut serta pura-pura menyerah, sikap yang dilihat orang-orang gagah maka pemuda itu berseru lantang mengulang kata-katanya tadi hal yang membuat gurunya tertegun namun bingung dan tentu saja juga marah, di samping heran.

"Suhu dan kita semua harus menyerah. Kalau Naga Gurun Gobi mau baik-baik menerima kita tak perlu kita mengadu jiwa. Bila hukuman terhadap kita tak terlalu kejam, Gobi mau bersikap adil biarlah teecu mengadakan pembelaan dan ini harus didengar semua orang. Atau teecupun mengadu jiwa dan teecu tarik niat baik ini!"

Dan menyusul dengan Coan-im-jip-bit agar gurunya marah-marah dan menendangnya, ia harus dilempar ke arah Peng Houw maka Chi Koan yang dijepit dan tak mungkin berpikir panjang lagi Sekonyong-konyong membentak, kakinya menyapu dan menendang muridnya itu mencelat ke arah lawan.

"Jahanam, apa yang kau katakan ini. Berkali-kali sudah kukatakan tak mungkin menyerah, Beng San Musuh tak akan mengampuni kita dan biar kita bertarung mati hidup. Kau murid pembelot!"

Beng San terlempar dan pura-pura berteriak. Tentu saja ia harus bersandiwara dan ia sudah menjadi girang karena tendangan gurunya itu setengah hati. Biarpun kelihatannya keras dan amat kuat namun gurunya membatasi tenaga. Kalaupun ditendang sungguh-sungguh iapun sudah bersiap melindungi diri dengen Hok-te Sin-kang. Mana mungkin ia mau dibunuh! Maka ketika ia melayang dan melewati telaga, berdebuk dan terguling-guling di depan msuh besar gurunya maka Peng Houw terkejut dan cepat mengerutkan kening melihat pemuda itu merintih. la melihat pemuda ini tak sejahat gurunya.

"Ampun, maafkan kami...!" Beng San terhuyung dant tertatih berlutut. Semua orang terbelalak. "Aku yang muda dan bodoh ingin mintakan ampun, Peng-taihiap, paling tidak bahwa semua kejadian ini ada sebab-sebabnya, dan sedikit banyak kaupun terlibat. Kalau kau mau mengampuni kami dan tidak membunuh aku dan guruku kami tentu akan berterima kasih dan siap menerima hukuman secara adil, setelah mendengarkan unsur-unsur pembelaan!"

Dan mencium kaki pendekar itu namun mengerahkan Coan-im-jip-bit, tentu saja tak ada orang dengar maka pemuda itu berbisik, “Harap locianpwe berikan kesempatan kepadaku untuk menaklukan guruku. Kalau kami hanya ditangkap dan ditawan dulu maka aku berjanji bahwa suhu tak akan membantah untuk menerima hukumannya di Gobi. Akan tetapi kalau locianpwe menolak maka suhu pasti akan membuat banjir darah biarpun akhirnya mungkin tewas!"

"Hm!" Peng Houw mengeluarkan suara dari hidung dan sukar untuk menentukan apa maksud dari suara ini. Beng San kebat-kebit akan tetapi sikapnya yang begitu pasrah menimbulkan kepercayaan juga. Memang pemuda dan gurunya ini tak mungkin selamat biarpun mereka mengamuk. Akan tetapi karena Chi Koan telah menewaskan sekian banyak orang dan mayat-mayat itu juga masih mengapung.

Naga Gurun Gobi mengenal betul siapa Chi Koan maka pendekar yang pada dasarnya berwatak lembut ini tersentuh. la dapat memahami kata-kata pemuda itu dan korban tentu akan semakin banyak Iagi, sebelum Chi Koan roboh! Dan saat itu majulah Ji-hwesio dan Sam-hwesio, tokoh-tokoh Gobi, berkelebat mendekati dua orang ini.

"Omitohud, kata-katamu baik akan tetapi tak semudah itu menyelamatkan kalian. Gurumu terlampau banyak menumpuk dosa, anak muda, dan iapun berhutang banyak bukan hanya kepada Gobi. Semua orang di sini ingin menuntutnya!"

"Betul, akan tetapi pimpinan di sini adalah di tangan yang terhormat Peng-taihiap. Putih hitamnya perkataan tergantung padanya, Sam-losuhu, akan tetapi sudah kusebutkan bahwa tempat ini akan semakin banjir darah jika kalian tak mau mengampuni suhu, paling tidak mendengar pembelaannya dan aku yang akan bicara...!"

Beng San cepat menghadapi hwe Sio ini dan ia tentu saja mengenal tokoh nomor dua dari Gobi itu. Inilah Sam-hwe Sio yang beradat keras dan berdisiplin, kata-katanya mengingatkan Peng Houw dan karena itu cepat Beng San menyergahnya. la bisa gagal bila hwesio ini ikut campur, lain misalnya jika Ji- hwesio yang lembut dan lebih pemurah, ketua Gobi sendiri. Maka ketike ia menghadapi wakil Gobi-pai itu dan kata-katanya mengingatkan pula, suhunya memang bisa mengamuk dan menewaskan lebih banyak orang di situ sebelum roboh maka Sam hwesio mengerutkan alisnya dan saat itulah terdengar bentakan Chi Koan.

"Tak usah merengek-rengek minta ampun. Kalau mereka ingin menangkapku biarlah maju, Beng San, dan kutantang Naga Gurun Gobi untuk bertanding mati hidup. Kau tak perlu mengiba-iba!"

"Tidak," Beng San berseru, tak tahu betapa beberapa orang berdesir mendengar tantangan itu. Maklum Naga Gurun Gobi Peng Houw tak memiliki lagi kedahsyatannya itu. Hok-te Sin-kang.

"Aku tak merengek atau mengiba-iba kepada mereka, suhu, melainkan menghindari jatuhnya korban lebih banyak. Kalau Peng-taihiap mau mendengar kata-kataku dan menerima kita baik-baik dan menjatuhkan hukuman apa tentu kita harus tahu diri pula dan tak akan melawan. Mati hidup kita tergantung jawaban Peng-taihiap!"

Ributlah orang-orang kang-ouw setelah pendekar itu masih diam saja. Bayangan kuning berkelebat dan Po Kwan tahu-tahu di situ, pemuda ini menyambar dan mencengkeram Beng San. Dan ketika pemuda itu diam saja dan tidak melawan, sikapnya benar-benar menyerah maka Po Kwan memperhalus cengkeramannya akan tetapi bentakannya bengis.

"Kau mau membela gurumu yang jahat itu. Kalian sebenarnya tak layak bicara lagi, Beng San, kalian sudah banyak menimbulkan korban!"

"Dan ingin bertambah lagi jika guruku mengamuk? Ada akibat pasti bersebab, Po Kwan, dan sedikit atau banyak gurumu terlibat juga."

"Bagus, kau tak malu menyebut-nyebut guruku. Apa maksudmu dan jangan melempar omongan busuk. Kubunuh kau nanti!"

"Hm, lepaskan aku dan biarkan aku bicara dengan Peng-taihiap. Kau terlampau jantan untuk membunuhku begitu saja, Po Kwan, jangan mau menangnya sendiri dan hormatilah kata-kata orang lain."

Beng San tertawa mengejek dan sikapnya yang berani ini menampar perasaan Po Kwan. Memang ia terlampau jantan untuk membunuh musuh yang baik-baik menyerahkan diri. Maka mendorong dan membentak pemuda itu akan tetapi tetap bersikap bengis terpaksa Po Kwan menyerahkan pemuda ini lagi kepada gurunya apalagi saat itu Peng Houw bergerak dan memberinya isyarat.

"Hm, siapa akan membunuhmu kalau kau menyerahkan diri. Suhu akan mendengarkan kata-katamu, Beng San, akan tetapi jangan bersikap licik atau curang yang membungkitkan amarah kami!"

"Sudahlah, biar ia bicara padaku. Apa yang hendak kau katakan tentang gurumu, anak muda. Pembelaan apa yang hendak kau lakukan dan apa yang kau maui." Peng Houw sudah berada di depan pemuda ini dan sikap serta kata-katanya yang keren membuat Beng San jerih.

Pemuda ini tak tahu kelemahan pendekar itu dan karena itu masih menganggap pendekar ini sebagai Naga Gurun Gobi yang menakutkan tidak seperti gurunya yang tahu, bahwa pendekar tak memiliki lagi Hokte Sin-kang, terbukti dari adu pukulan ketika masih di Kun- lun itu. Maka ketĂ­ka pemuda ini menjatuhkan diri berlutut, sikapnya benar-benar simpatik dan, taat si butalah yang lebih dibenci orang banyak maka Beng San berkata tenang akan tetapi nyaring. Betapapun pemuda ini harus dapat bersikap meyakinkan dan minta keringanan.

"Suhu dan kami semua memang berdosa, akan tetapi bukan berarti bahwa taihiap dan orang-orang lainnya ini tak pernah melakukan kesalahan. Kalau kami diberi keringanan dan merenungkan dosa-dosa kami tentu kamĂ­ tak akan melawan, taihiap. Aku yang muda dan bodoh hendak mengatakan bahwa kita sebenarnya tak luput dari dosa. Mohon kata-kata ini direnungkan dan dipikir kebenarannya!"

Peng Houw tertegun, mengangguk-angguk. Hebat sekali "jurus" pertama yang keluar dari mulut pemuda ini belum apa-apa ia hendak mengingatkan bahwa semua manusia berdosa. Pada dasarnya tak ada satupun yang luput! Maka ketika ia mengangguk-angguk sementara Beng San menjadi girang, kata- katanya mengena. maka ia melanjutkan lagi dengan lebih semangat. Orang kang-ouw juga diam-diam tertegun, tentu saja sambil mengumpat.

"Kedua, hidup nati menusia bukanlah di tangan manusia, melainkan di tangan Yang Maha Kuasa. Kalau taihiap menjadi algojo dan balas membunuh kami maka perbuatan taihiap tiada ubahnya sepeeti perbuatan kami. Taihiap dan kami sama-sama jahat!"

Amat hebat, Naga Gurun Gobi Mundur. Sungguh Beng San semakin mengejutkan saja dengan kata-katanya ini dan dapat dilihat betepa pandainya pemuda itu. Lidahnya benar-benar lemas! Akan tetapi ketika pemuda itu melihat Naga gurun Gobi mengangguk-angguk dan Peng Houw pada dasarnya adalah seorang yang welas asih, inilah kelemahan pendekar itu maka Beng San melanjutkan lagi, kini lebih berani dan diam-diam membuat mereka yang membenci si buta mengutuk.

"Ketiga dan seterusnya adalah taihiap mengampuni dosa-dosa kami dan tidak menjatuhkan hukuman mati. Kami Siap menerima hukuman dan merenungkan dosa, akan tetapi bukan dibunuh. Karena kalau taihiap dan orang-orang ini benar-benar mengaku sebagai pendekar yang membela kebenaran dan keadilan maka sudah seharusnya taihiap dan sahabat-sahabat taihiap memberikan keringanan apalagi kalau kami menyerahkan diri!"

Habis dan selesailah pemuda itu membela gurunya. la telah mengatakan titik-titik paling penting dan itu adalah simpul dari semua kata-kata. Apa yang disebutkan pemuda ini memang fakta. Mereka kaum pendekar tak selayaknya membunuh musuh yang bertobat. Akan tetapi ketika tiba-tiba terdengar lengking dan bayangan seseorang, Hong Cu berkelebat muncul maka wanita itu menuding dan membentak, matanya berapi-api.

"Kau, cecunguk busuk yang enak saja hendak membebaskan gurumu. Ia boleh di ampuni orang-orang lain akan tetapi tak mungkin mendapat ampun dariku, bocah. la telah berbuat kelewat keji dan seumur hidup tak mungkin kulupa. Aku tak dapat menerima kata-katamu dan JĂ¡ngan kira semua orang dapat kau pengaruhi...hyaatttt!"

Hong Cu tiba-tiba melesat dan wanita ini sudah terbang cepat ke arah Chi Koan. Sebuah perahu disambar dan selanjutnya melengking-lengking. Dan ketika ia terus menyerang si buta sementara yang lain tentu saja terkejut, Chi Koan mendengus bengis maka si buta tak banyak cakap dan diatas telaga itu ia menyambut serangan Hong Cu. Wanita ini sungguh nekat.

"Kau, bedebah tak berjantung. Kau meninggalkan aib kepadaku, Orang she Chi dan sekarang aku atau kau mati....plak-brett!" gadis Sin-hong-pang ini menusukkan pedangnya sementara rambut hitamnya yang gemuk harum meledak dan menyambar.

Si buta menangkis dan ia terpental akan tetapi gadis ini nekat terus. la berkelebatan dan menyambar-nyambar. Dan ketika beberapa orang berteriak akan tetapi gadis itu tak mau mendengarkan bahkan melepas Ang-see-ciang yang dulu dipelajari dari si buta maka Chi Koan tak mau banyak membuang waktu lagi sekaligus ingin menunjukkan kebenaran kata-kata muridnya, bahwa ia akan membunuh sebelum dibunuh, sebanyak-banyaknya!

"Kau anjing betina yang tak tahu diri. Mampus dan susulah sucimu ke neraka, Hong Cu, kaulah biang utama yang membuatku terancam!" tongkat bergerak begitu cepatnya dan tahu-tahu wanita itu menjerit.

Pedangnya patah menjadi tiga sementara tongkat masih berkelebat menuju dadanya. Dan ketika wanita itu terpelanting dan roboh, dadanya ditembus tongkat muka iapun tewas dan gemparlah orang-orang kang-ouw. Kemarahan dan kebencian seketika bangkit lagi.

"Jahanam, ia membunuh lagi!"

"Benar, tak perlu diampuni. Mari, Yang-liu Lo-lo, kita mengadu jiwa!"

Akan tetapi Beng San bergerak dan pemuda ini tiba-tiba berseru nyaring. membentak dan menghadang dua orang itu seraya kata-katanya didengar orang banyak. Pemuda ini berseru bahwa semua itu kesalahan gadis Sin-hong-pang itu sendiri, ia mencari mati dan menyongsong mautnya sendiri. Dan ketika pemuda gagah menghadang kakek dan nenek-nenek itu, Po Kwan berkelebat disusul adiknya maka Beng San tak perduli dua orang murid Naga Gurun Gobi. Matanya keras dan penuh teguran. Pemuda ini tiba-tiba begitu berwibawa.

"Stop, berhenti! Kalian tak mendengarkan kata-kataku, Jiwi-enghiong. Melabrak guruku berarti mati. Tempat ini akan banjir darah. Kalau sam-wi (kalian bertiga) nekat dan hanya nenurutknn nafsu setan belaka berarti sam-wi sama seperti kami, jahat. Berhenti dan jangan antarkan nyawa sia-sia atau akupun akan membela guruku dan habislah harapanku untuk menyerah!"

Sikap dan kata-kata pemuda ini gagah. Beng San tegak menantang mereka sementara nenek dan kakek-kakek itu gentar. Siapa tak tahu pemuda lihai ini. Dan ketika Peng Houw berkelebat dan orang-orang lain juga berkelebat, kini semua di tepi telaga maka Peng Houw mengangkat tangan tinggi-tinggi berseru,

"Cuwi-enghiong (orang gagah sekalian), aku melihat kebenaran dari kata-kata pemuda ini. Dengar kata-kataku dan jangan gegabah. Kalau kalian hanya mengantar nyawa sia-sia padahal musuh siap menyerahkan diri baik-baik maka tentu sikap kita Tidak bijaksana. Marilah rundingkan bersama dan tahan dulu semua nafsu kebencian!" yang bicara kalau bukan Naga Gurun Gobi barangkali orang-orang itu akan menerjang.

Mereka sudah terbawa oleh kemarahan nenek dan kakek-kakek ini. Yang-Liu Lo-lo dan Sepasang Naga Menara itu benar. Akan tetapi karena pendekar itu menahan mereka dan sesungguhnya Naga Gurun Gobi inilah yang dihormati mereka, semua menahan diri maka ketua Heng-san dan Kun-lun melompat. Sin Tong Tojin merangkapkan tangan depan dan memberi hormat.

"Siancai. kami hargai kata-kata taihiap akan tetapi bagaimana pendapat taihiap akan persoalan sendiri. Apakah musuh kita bebaskan!"

"Benar, bagaimana pendapatmu. Apakah kata-kata anak muda ini kau turuti, Peng Houw. Kita mengampuni Si buta itu dan membiarkannya untuk kelak berbuat jahat lagi!"

Naga Gurun Gobi memandang dua ketua itu dengan Sinar mata tegas. menggeleng untuk pertanyaan ini dan menarik napas dalam. Dalam kata-kata mereka itu terkandung ketidakpuasan dan kecemasan. Mereka khawatir si buta Chi Koan dibebaskan. Maka menjawab dengan pandang mata sungguh-sungguh, tidak menolak atau mengiyakan. Ia justeru mengembalikan persoalan itu kepada semua orang di situ.

"Kalian salah bila aku membebaskan atau tidak. Persoalan ini sudah bukan persoalanku pribadi, jiwi-paicu (dua ketua), melainkan persoalan semua orang dimana kita masing-masing tak dapat menetapkan pandangan sendiri untuk bertindak. Justeru aku ingin menanyakan kepada semua yang ada di sini bagaimana keputusan suara terbanyak. Aku hanya hendak memberitahukan bahwa dengan membunuh Chi Koan maka korban akun berjatuhan lebih banyak, kejadian ini sebisa-bisanya dicegah, apalagi ia siap menyerah baik- baik. Akan tetapi kalau aku tak berani memutuskannye seorang diri karena persoalan ini sudah berkembang menjadi persoalan kita semua, jadi kita semualah yang harus memutuskan maka kuminta suara terbanyak untuk menentukan ini. Hanya sekali lagi kuingatkan bahwa apa yang dikata anak muda itu benar, gurunya akan membunuh sebanyak mungkin sebelum ia sendiri dibunuh!"

Berdengunglah semua orang ketika tiba-tiba pendekar itu memberi kesempatan. Naga Gurun Gobi tak ingin mengambil keputusan sendiri agar kelak tak disalahkan. Apa yang diserukan ketua Kun-lun-pai tadi dijawabnya, secara tersirat, ini memang langkah bijaksana. Dan ketika terdengar suara gaduh antara setuju dan tidak, semua ribut-ribut maka pendekar ini tiba-tiba mengangkat tangannya.

"Cuwi kuminta mengacungkan telunjuk bagi pilihan pertama. Jika kita tetap ingin menghukum dan mebunuh Chi Koan harap angkat tangan tinggi-tinggi, kuhitung suaranya. Bagi yung tidak setuju harap diam!"

Kini berserabutanlah tangan orang-orang-orang kang-ouw itu memberikun telunjuk. Mereka adalah kelompok pertama yang tetap ingin membunuh si buta. Di antaranya adalah ketua See-tong dan Bu-tong, tentu saja berikut nenek Yang-liu Lo-lo dan sepasang kakek Naga Menara itu. Akan tetapi ketika dihitung jumlahnya tak ada separoh, berarti yang tak setuju lebih banyak maka Peng Houw berseri, dan berseru lagi,

"Cukup, sudah kuhitung. Jumlah kalian tak ada separoh. Akan tetapi untuk memastikan diri harap golongan kedua mengacungkan jari, kuhitung biar tepat!"

Kini bermunculanlah jari-jari kelompok kedua. Yang pertama sudah menurunkan tangan mereka akan tetapi Naga Gurun Gobi terkejut ketika ketua Heng-san dan Hoa-san serta Kun-lun tak mengangkat tangan mereka. Tindakan ini diikuti pula oleh murid-murid mereka. Dan ketika pendekar itu terkejut sekaligus heran, juga ketua Gobi melakukan hal yang sama maka iapun bingung. Tiga ketua ini ditambah Gobi tak memihak mana-mana!

"Ah, sudah kuhitung pula. Cukup, Cuwi-enghiong, jumlah kalian sama dengan yang pertama. Akan tetapi kenapa yang terhormat ketua Heng-san dan Hoa-san serta Kun-lun tak memberikan suara!"

"Maaf," Kini majulah Heng Bi Cinjin dari Kun-lun, mewakili ketua dan kelompoknya. "Kami telah bisik-bisik bersama, Peng Houw, dan semua berasal dari Kim Cu suheng. Karena Chi Koun jelek-jelek adalah murid Gobi maka kami ingin menyerahkannya saja kepada Ji-lo-suhu sebagai pimpinan Gobi. Kami ingin menghormatinya sebagai orang yang lebih berkepentingan dan karena itu kami ikut saja kata-katanya!"

Terkejutlah semua orang dan Ji-hwe-sio pimpinan Gobi memerah. la tak ikut kelompok manapun juga karena sikapnya pasrah. Hanya suatu kebetulan saja kalau bersamaan dengan kelompok Kun-lun dan lain-lainnya itu. Maka ketika tiba-tiba namanya disebut dan justeru dialah yang akan menjadi penentu, memang Chi Koan adalah bekas murid Gobi yang pantas mendapat hukuman maka hwesio ini menjadi gelagapan dan justeru mengibaskan lengan bajunya, berseru nyaring.

"Chi Koan adalah murid murtad yang jahat. Tadi telah dikatakan oleh Peng Houw bahwa persoalan ini bukan milik perorangan lagi, Heng Bi Cinjin. Justeru pinceng ingin menyerahkan kepada kalian dan pinceng ikut saja!"

"Siancai, suheng tak memperkenankan kami begini. Orang she Chi itu berasal dari perguruanmu, lo-suhu, dan sepntasnya apabila kau penentunya pula. Kalau saja kau tak di sini boleh jadi kami pengambil putusan. Akan tetapi kami harus menghormati dirimu, lagi pula ada Peng-taihiap dan puteranya yang dapat mengatasi Si buta itu!"

"Omitohud, akan tetapi pinceng menyerahkannya kepada kalian!"

"Kalau begitu biar Kim Cu-suheng maju!"

Dan ketika kakek itu mundur memandang suhengnya, inilah bekas ketua Kun-lun yang masih berpengaruh maka Kim Cu Cinjin batuk- batuk merangkapkan tangan. Kelompoknya adalah pihak penentu dalam rapat darurat ini.

"siancai, Heng Bi-sute telah menyebut-nyebut namaku. Sebenarnya putusan kilat ini bukan milikku seorang, Ji-lo-suhu, sebab kalau yang terhormat ketua Hoa-San dan Heng-san tak menyetujuinya apalah arti kata-kataku. Jika sekarang aku diminta maju biarlah kukembalikan lagi kepada yang terhormat Heng-san-paicu dan Hoa-san-paicu. Kalianlah penentu apakah tetap diserahkan Gobi-paicu (ketua Gobi) atau tidak!"

Giliran dan ketua itu dibuat terkejut. Dengan cerdik dan hati-hati sekali Kim Cu Cinjin melempar kepada mereka, memang merekalah orang terakhir yang kini harus maju, setelah diputar dan melingkar-lingkar. Maka ketika Heng-san-paicu berdehem sementara rekannya juga batuk-batuk maka Sin Tong Tojin maupun Ko Pek Tojin harus berunding dahulu. Mereka bisik-bisik dan akhirnya Hoa-san-paicu tampil bicara. Betapapun mereka harus segan kepada Naga Gurun Gobi dan para hwesio itu karena tanpa dua orang ini tak satupun yang mampu menandingi si buta.

"Siancai, kami juga yang akhirnya menjadi ujung tombak. Kim Cu Cinjin cerdik sekali, Ji-lo-suhu, akan tetapi kami dari Heng- san dan Hoa-san bersepakat bahwa kaulah kunci jawaban itu. Kami harus tahu diri bahwa tanpa pihakmu sesungguhnya kami tak dapat melakukan apa-apa terhadap s buta itu. Kini kami serahkan kepadamu dan terserah Go-bi!"

Repotlah hwesio ini setelah bertubi-tubi ia tak berhasil. Sebenarnya ia hendak menyerahkan saja kepada orang-orang kang-ouw itu akan tetapi celakanya posisi berimbang. Kalau saja Heng-san dan Kun-lun serta Hoa-san mengambil sikap tentu semuanya selesai. Akan tetapi tiga ketua itu abstain (tak memberikan suara), justeru sekali bicara malah menyudutkan dirinya sebagai penentu. Maka ketika ia mengebutkan lengan Bajunya berulang-ulang seraya memuji nama Buddha maka apa boleh buat ketua Gobi ini memandang sutenya. Sutenya itulah satu- satunya orang yang dapat menolong.

"Omitohud, bagaimana pendapatmu. Pinceng bingung menerima tugas berat ini, sute. Kalau pinceng salah bakal menambah dosa. Beritahukan kepada pinceng apa yang harus pinceng lakukan dan layakkah ia diampuni?"

Sam-hwesio adalah orang yang bijak. Dialah tokoh nomor dua di Gobi setelgh suhengnya. Maka ketika tiba-tiba suhengnya bertanya dan menyebut namanya, memang dialah wakil pimpinan maka hwesio ini, menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya memandang Peng Houw. Di sini terbuktilah nasihatnya dulu bahwa Chi Koan tak bisa dipercaya. Seandainya dulu suhengnya itu mendengar kata-katanya!

"Omitohud, kita Go-bi-pai tiba-tiba di serahi tugas seberat ini. Menurut pendapatku tanya saja Peng Houw, suheng, karena dialah satu-satunya orang yang dapat mengatasi si buta itu. Diapun Penasihat Bengcu, kebetulan diapun murid sekaligus wakil mendiang guru kita Ji Leng suhu. Kalau suheng minta pendapatku maka kuserahkan kepada Peng Houw karena dialah satu-satunya orang yang dapat menundukkan Si buta itu. Inilah pendapat pinceng dan siapapun tentu sependapat bahwa akhirnya Peng Houw jualah yang mampu menyelesaikan persoalan ini!"

Semua tiba-tiba bersorak dan yang terkejut tentu saja Peng Houw. Tiba-tiba dalam pembicaraan yang rumit d melingkar-lingkar ini akhirnya dirinya juga menjadi penentu, padahal dialah yang menyerahkan dan ingin menentukan persoalan itu diputuskan orang banyak. Pendekar ini terhenyak dan terkejut sementara suara setuju mendukung jawaban Sam-hwesio tadi. Memang Naga Gurun Gobi inilah yang berhak, di samping dialah tandingan Chi Koan juga pendekar itu merupakan Penasihat Bengcu yang dihormati. Piring persoalan akhirnya kembali juga kepada pendekar ini!

Maka ketika pendekar itu tertegun dan berkerut kening, semua orang tiba-tiba berseru padanya maka pendekar ini menarik napas dalam-dalam dan akhirnya ia mengeraskan dagu. Persoalan akan berlarut- larut jika tidak segera diputuskan, masing- masing pihak tentu akan melempar kepada yang lain dan akhirnya dia juga yang harus turun tangan. Lucu!

"Cuwi Enghiong" pendekar ini mengangkat tangan tinggi-tinggi. "Ternyata akhirnya ke pundakku juga persoalan ini ditimpakan, cuwi-enghiong, repot juga menerima tugas berat ini. Akan tetapi karena aku hanya Penasihat dan musih ada bengcu di sini biarlah kurundingkan dengan yang bersangkutan karena bengculah yang akhirnya memutuskan!"

Semua mengangguk-angguk dan apa boleh buat Boen Siong, pemuda itu dipanggil ayahnya. Inilah sang bengcu dan siapapun tahu siapa pemuda itu. Di samping bengcu juga sekaligus putera Naga Gurun Gobi sendiri. Akan tetapi ketika pemuda itu bergerak maju maka sang ibu berkelebat pula, seruannya nyaring mengejutkan semua orang.

"Chi Koan adalah manusia jahat yang tak perlu diampuni. Seribu kali memaafkan maka seribu kali pula dia mengulang kejahatannya suamiku. Bagiku biarkan putera kita membunuhnya dan habis perkara!"

"Benar!" sepasang kakek Naga Menara dan kelompoknya mendukung. "Tantang dan ajak duel secara jantan, hujin (nyonya). Biarkan puteramu membunuhnya dan sikat dia!"

"Ha-ha..." Chi Koan tiba-ti tertawa bergelak, suaranya menusuk-nusuk telinga. tajam. "Kalau ingin duel maka kutantang Naga Gurun Gobi sendiri, kakek Naga Menara. Aku ingin bertanding secara jantan hanya dengan orang yang kurasa pantas. Aku tak sudi dengan segala macam bocah karena ingin mampus di tangan musuh bebuyutanku saja. Atau aku akan mengamuk dan tempat ini kubuat banjir darah!"

Semua ribut-ribut dan Naga Menara serta Orang lain tentu saja membentak dan memaki si buta itu. Mereka tentu saja mengatakan bahwa Naga Gurun Gobi tak akan takut. Justeru mereka akan dapat menyaksikan betapa dua musuh bebuyutan bertanding mati hidup, yang kalah akan roboh dan tentu saja si buta Chi Koan adalah orang yang mereka harapkan untuk mati di tangan Naga Gurun Gobi.

Akan tetapi ketika Po kwan dan Siao Yen menjadi pucat, juga subo dan sute mereka Boen Siong maka orang-orang yang tahu akan keadaan pendekar ini menjadi gelisah bukan main. Guru mereka itu sudah tak memiliki lagi Hok-te Sin-kang. Ilmu dahsyat itu telah dipindahkan kepada mereka. Naga Gurun Gobi sesungguhnya sudah ompong! Maka ketika dua muda-mudi ini meloncat sementara Peng Houw menjadi merah, tentu saja ia tak harus mundur maka Li Ceng melengking dan nyonya itu tentu saja tak ingin suaminya celaka. Diapun tahu suaminya sudah tak memiliki lagi Hok-te Sin-kang yang dahsyat itu.

"Sombong dan pengecut! Puteraku adalah wakil ayahnya pula, Chi Koan. Kau tak bisa berbicara seperti itu kecuali jika kau menyatakan terus terang bahwa kau takut menghadapi puteraku!"

"Ha-ha, puteramu adalah anak ingusan bagiku. Aku tak takut kepadanya, Li Ceng, akan tetapi biar Peng Houw berhadapan dulu dengan aku dan puteramu boleh membelanya bila ayahnya kalah! Atau suamimu yang takut dan kini kau melindunginya dan sungguh pengecut bila berlindung di balik punggung seorang anak!"

Bukan main hebat dan tajamnya kata-kata ini bagi keluarga Naga Gurun Gobi. Li Ceng sampai mendelik dan tak bisa bicara sementara dua murid pendekar itu terkejut melihat guru mereka menggulung lengan baju dan tiba-tiba meloncat. Peng Houw siap melayani lawannya karena harga dirinya betul-betul tersinggung amatlah berat. Akan tetapi ketika bayangan putih menyambar dan Boen Siong mencengkeram ayahnya, pendekar ini siap menerima tantangan itu maka puteranya berseru nyaring, suaranya kuat dan menggetarkan dada setiap orang kangouw,

"Aku tak ingin ada pertumpahan darah lagi. Karena aku sudah kau tunjuk dan musuh menyerah baik-baik maka kuterima maksud hatinya, ayah. Lawan tidak kita bunuh akan tetapi harus menjalani hukuman di Gobi, seumur hidup. Kurasa semua yang di sini menerimanya karena aku sendiri yang akan menjaganya dan bertanggung jawab apabila ia melarikan diri!"

Kecewalah kelompok kakek Naga Menara akan tetapi mereka yang merupakan kelompok pengampun mengangguk-angguk. Mereka inilah kelompok yang paling lega karena pertumpahan darah dapat dicegah, meskipun diam-diam merasa sayang juga bahwa tak bakal menyaksikan, pertandingan Naga Gurun Gobi melawan Si buta yang mengerikan.

Akan tetapi karena mereka berpandangan lebih jauh dan sifat kepentingan banyak orang lebih diutamakan, itulah tujuan mereka maka kelompok Naga Menara semakin tak dapat berbuat apa-apa ketika Kim Cu Cinjin sutehya memberi dukungan. Tepuk mereka memecah suasana.

"Bagus, adil sekali. Karena kau telah berjanji untuk memikul tanggung jawab bila orang ini meninggalkan hukumannya maka pinto dan Kun-lun merasa gembira. Peng-bengcu. Pinto setuju dan selanjutnya terserah kebijaksanaanmu dan Gobi!"

"Benar, pintopun mendukung. Heng-san harus tahu diri, anak muda. Meskipun barangkali kami tak puas akan tetapi harus melihat kenyataan bahwa kamipun tak dapat mengatasi kepandaian si buta Ini. Pinto juga setuju dan mendukung!"

Heng-san-paicu alias Sin Tong Tojin bertepuk pula dan ketua-ketua See-tong maupun Bu-tong jadi mengangguk-angguk. Tiba-tiba mereka disadarkan oleh kata-kata ketua Heng-san itu bahwa dimisalkan tidak puas akan tetapi mereka sesungguhnya tak dapat berbuat apa-apa. Kepandaian mereka memang terlampau rendah dibanding si buta. Maka ketika kata-kata itu mengingatkan mereka sekaligus menyadarkan orang-orang lainnya, bengcu telah mengambil keputusan maka Yang-liu Lo-lo dan lain-lain mengikuti pula. Mereka harus tahu diri!

Peng Houw sang ayah tertegun. Puteranya telah menetapkan itu dan ia menarik napas dalam-dalam. Tentu saja ia tahu maksud puteranya ini. Boen Siong tak ingin ia celaka. Dan karena saat itu pimpinan tertinggi memang di tangan puteranya, ia hanya penasihat maka Naga Gurun Gobi ini membuang mukanya ke tengah telaga dan Chi Koan terbahak-bahak. Beng San telah berkelebat dan kembali ke perahu gurunya ini dan diam-diam pemuda itu girang luar biasa, rasa girang yang membuat Kwi-bo berkerut kening. Sinar mata pemuda itu terasa ganjil!

"Hm, sekarang siasat teecu yang pertama berhasil. Selanjutnya biarkan teecu menjalankan siasat kedua dan suhu ikuti saja kata-kata teecu!"

Beng San berseru lirih kepada gurunya dan Chi Koan mengangguk-angguk. Tentu saja ia tak perlu ragu kepada muridnya setelah ia luput dari lubang jarum. Ia tak tahu apa rencana selanjutnya akan tetapi kepercayaan mulai tertanam. la menepuk-nepuk pundak muridnya itu. Dan ketika Beng San tersenyum dan berseri-seri, kepercayaan gurunya telah tumbuh maka gurunya berbisik apa yang akan dia lakukan selanjutnya, betapapun si buta tak tahan menahan keinginannya.

"Teecu akan membebaskan suhu dari semua kesulitan ini. Suhu tentu saja tak perlu menjalani hukuman di Gobi!"

"Eh, kau yakin?"

"Tentu saja, suhu, seyakin-yakinnya!"

"Bagaimana caramu?"

"Teecu tak dapat menjelaskannya karena keadaan tak memungkinkan. Yang jelas suhu harus selalu bersama teecu. Suheng dan Kwi-bo harus dipisah!"

"Maksudmu?"

Akan tetapi pemuda ini telah menarik tangan gurunya meluncur ke pantai. Beng San berbisik agar gurunya tak banyak bertanya sementara iapun memberi isyarat kepada suhengnya dan Kwi-bo untuk berlindung di belakang. Sikap pemuda ini tiba-tiba begitu gagah dan ksatria. Dan karena ia telah menunjukkan kegagahan dan simpati orang-orang kang-ouw.

Bahkan Po Kwan dan Siao Yen kakak beradik menjadi kagum pula maka di tepi telaga pemuda ini melompat dan mengajak gurunya menghadapi Naga Gurun Gobi dan lain-lainnya. Di sini diam-diam si buta berdebar dan tegang, betapapun ia khawatir kalau musuh ingkar janji dan ia diserang, hal yang.diukur dari wataknya sendiri!

"Maaf...!" Beng San mewakili gurunya dan langsung memberi hormat kepada pendekar itu dan tokoh-tokoh lain. "Karena kami telah menyerah baik-baik kami mohon diperlakukan baik-baik pula, taihiap. Kalau sekarang juga hendak ke Go-bi maka biarkanlah aku mendampingi guruku dan sama-sama menerima hukuman di sana. Kwi-bo dan suheng tolong diberi keringanan dan biarlah mereka dipisahkan."

Peng Houw tertegun. Dia dan semua orang tiba-tiba terharu oleh sikap pemuda ini. Tampak jelas betapa pemuda ini begitu setia kepada gurunya. Bahkan Chi Koan sendiri juga tergetar, dia tidak salah pilih! Akan tetapi ketika pendekar itu batuk-batuk dan berkata bahwa tingkat hukuman akan ditentukan di Gobi, bisa jadi pemuda itu tak perlu menemani gurunya seumur hidup maka pemuda ini menampakkan sinar kecewa.

"Kau rasanya tak perlu menjalani hukuman seumur hidup pula. Yang berdosa berat adalah gurumu, anak muda, dan hukuman untuknya jelas. Akan tetapi hari ini tak mungkin kembali ke Gobi setelah kami semua terkuras tenaganya. Hari ini kami akan merundingkan tingkat hukuman kalian dan cukup di sini, didengar pula oleh para sahabat dari Selatan. Dan karena kami ingin mengaso dan beristirahat juga semalam maka See-ouw-pang tentu tak keberatan bila dipakai untuk berunding. Kami dan pera tokoh di sini ingin merundingkan tingkat hukuman kalian masing-masing!"

Terdengar suara setuju dan dengung orang banyak. Mereka, khususnya orang-orang Selatan tentu saja ingin tahu apa yang akan dijatuhkan terhadap pemuda itu dan dua temannya yang lain. Betapapun tiga orang itu adalah pembantu Chi Koan, meskipun Beng San sendiri telah menarik simpati dan agaknya menerima hukuman yang paling ringat. Pemuda itu telah memikat mereka.

Dan ketika Naga Gurun Gobi disetujui orang banyak dan See-ouw-pang diwakili Si Cambuk Emas menerima keinginan pendekar itu, betapa tingkat hukuman akan dibicarakan di tempat ini maka akhirnya si buta dan muridnya ditahan di belakang markas, di dalam sebuah ruangan berjeruji besi dan dijaga sendiri oleh Boen Siong!

"Permintaanmu untuk menemani gurumu kuterima, sementara suhengmu dan Kwi-bo biarlah kami tahan di tempat lain. Baiklah anak muda. Boen Siong akan menjaga kalian dan dua yang lain akan dijaga muridku. Bila kalian tak melakukan apa-apa maka semua akan berjalan sebagaimana mestinya, Akan tetapi kalau kalian melarikan diri dan berbuat onar maka tak ada ampun lagi dan kami tak akan banyak bicara!"

Beng San mengangguk-angguk sementara ia menjawil lengan gurunya agar tenang. Si buta Chi Koan berdebar tegang dan siap mengamuk apabila ia diserang, totokan umpamanya. Akan tetapi karena Beng San telah memberi isyarat dan iapun telah berbisik agar siapapun tak menotok gurunya, Coan-im-jip-bitnya didengar tokoh-tokoh itu maka akhirnya pemuda ini menemani gurunya memasuki sel tahanan. Siao Yen ternyata menemani Boen Siong menjaga tawanan istimewa ini, kakaknya diminta menjaga Kwi-Bo dan Siauw Lam.

"Aku tak ingin sute sendiri. Aku ingin menemaninya, Kwan-ko, kau jaga saja dua yang lain itu sementara suhu berunding!"

Po Kwan mengangguk, menarik napas dalam. la sebenarnya hendak mendampingi sutenya itu akan tetapi adiknya sudah bicara lebih dulu, apa boleh buat, sama saja. Maka ketika ia bicara hati-hati sementara gurunya sudah memasuki markas See-ouw-pang bersama tokoh-tokoh lain, kini yang menjadi tuan rumah adalah si Cambuk Naga Emas yang merupakan sute dari mendiang Ning-pangcu maka di sinilah diputuskan hukuman bagi para tawanan itu.

Chi Koan si buta tetap seumur hidup. Kwi-bo duapuluh tahun sementara Beng San dan suhengnya masing-masing tigapuluh tahun. Akan tetapi karena pemuda itu dianggap telah berjasa mencegah banjir darah lebih banyak, juga karena sikap dan kata-katanya terakhir menunjukkan watak-watak mulia maka khusus pemuda ini diberi hukuman hanya sepuluh tahun.

"Pinto tertarik akan sikap dan kegagahannya tadi. Pemuda ini sebenarnya telah berkali-kali membujuk suhunya agar menyerah, Kim Cu Cinjin, bahkan sejak di Kun- lun. Rasanya terlampau kejam memberinya hukuman seberat itu karena watak dan sepak terjangnya telah berubah. la cukup sepuluh tahun saja!"

"Benar," Giok Yang Cinjin tiba-tita mengangguk, inilah tosu yang dulu pertama kali menemukan Beng San, mengambil dan mendidiknya sebagai murid pertama kalinya. "Kurasa ia hanya ketularan gurunya saja, cuwi-enghiong. la sebenarnya baik dan berwatak gagah. Pinto mendukung kata-kata Heng-san- paicu dan cukup sepuluh tahun saja., la masih muda dan perlu diberi kesempatan berbuat baik setelah selesai menjalani hukuman. Jangan terlalu lama!"

"Hmn" Peng Houw mengengguk-angguk dan sependapat dengan dua orang itu. la bersama orang-orang lain memang terpengaruh kegegahan pemuda ini terakhir kalinya. Naga Gurun Gobi yang pada dasarnya pemaaf dan murah hati ini setuju. Akan tetapi ketika sang isteri bangkit dan menolak, berseru lantang maka nyonya itu berkata bahwa hukuman itu tidak adil, terlampau murah.

"Memberi keringanan jangan terlalu menyolok, masa dari tigapuluh tahun menjadi sepuluh. Kalau ia diberi keringanan maka Siauw Lam pun harus diberi keringanan, akan tetapi ini tak kusetujui. Sebaiknya dipotong lima tahun saja dan Kwi-bo dinaikkan tigapuluh tahun. Ia biang keladi berantakannya rumah tanggaku!"

"Hmn, urusan pribadi jangan dimasukkan lagi. Persoalan ini sudah menjadi milik kita bersama, hujin, sebaiknya berpikir wajar dan jernih. Sebaiknya kita acungkan jari untuk yang setuju atau tidak. Kita cari jumlah suara!"

Sin Tong Tojin ketua Heng-san-pai menanggapi hati-hati dan ia menarik napas dalam-dalam melihat kebencian wanita itu. Kwi-bo justeru hendak ditambah hukumannya dan diperberat. Kemarahan atau kebencian wanita itu memang dapat dimaklumi. Dan ketika semua mengangguk-angguk sementara Peng Houw menyabarkan isterinya dengan sentuhan dan isyarat mata, wanita itu terisak maka diambil langkah singkat dengan mengacungkan jari. Dan ternyata Sin Tong Tojin mendapat dukungan. Peng-hujin terpukul.

Wanita ini menjadi pucat dan mengeluh lirih dan tiba-tiba ia melompat bangun. Tanpa banyak bicara lagi ia berkelebat dan membalikkan tubuh meninggalkan ruang sidang, air matanya bercucuran. Dan ketika suaminya terkejut dan buru-buru meminta maaf maka Naga Gurun Gobi tak berhasil mencegah isterinya yang sudah meninggalkan tempat itu.

Orang kang-ouw menarik napas dalam-dalam. Mereka dapat memaklumi perasaan wanita itu dan untunglah mereka tergolong orang-orang bijak. Heng-san-paicu ganti meminta maef kepada Naga Gurun Gobi. Dan ketika pembicaraan selesai dan pendekar ini merupakan orang terakhir yang meninggalkan ruang sidang.

Penh Houw menyusul dan cepat menghibur isterinya maka orang-orang kang-ouw yang lelah oleh peristiwa besar ini dipersilahkan berisrahat di tempat masing-mesing dan See-Ouw-pang menjadi saksi bisu atas berakhirnya ketegangan ini. Si buta dan muridnya telah mendapatkan tingkat hukuman masing-masing.

* * * * * * * *

Malam itu jengkerik den belalang serta serangga malam tak ada yang mengeluarkan suara. Mendung tiba-tiba menghampiri telaga See-ouw-pang dan petir mulai sambung- menyambung diangkasa. Gunturpun mulai menggelegar. Dan ketika tak lama kemudian turunlah hujan lebat disusul hembusan angin kencang, dingin menyusup tulang maka orang-orang kang-ouw semakin merapatkan selimut mereka menghangatkan tubuh. Hujan dan angin kencang justeru membuat mereka semakin lelap. Nikmat!

Tiba-tiba terdengar suara pekik mengguntur. Suara ini dahsyat dan kebetulan sekali menyambarlah kilatan lidah api di angkasa hitam. Geledek memperdengarkan suaranya yang memekakkan telinga dan beberapa orang kang-ouw tersentak bangun. Dua di antara mereka adalah Giok Yang dan Kim Cu Cinjin, bahkan Peng Houw. Akan tetapi karena kilat menyambar dan guntur menggelegar menggetarkan suasana, jantung setiap orang seakan copot.

Maka pekik pertama yang layap-layap diterima mereka disangka pekik guntur yang membahana. Kim Cu dan Giok Yang bahkan Naga Gurun Gobi sendiri menarik selimut ke atas dan masing-masing malah merapatkan tubuh. Kedahsyatan Dewa Angkesa seakan menciutkan nyali tiga orang-orang gagah ini yang biasanya tak mengenal takut.

Akan tetapi terdengarlah pekik kedua itu. Di antara gemuruhnye angin kencang dan hujan lebat akhirnya tiga orang ini meloncat bangun. Kali ini lidah angkasa tak menyambar lagi sementara guntur lenyap bersembunyi. Suara itu dahsyat dan jelas di telinga. Dan ketika tiga orang ini terkejut disusul orang-orang lainnya, betapapun suara itu menggetarkan dinding-dinding bangunan maka terdengarlah pekik ketiga kalinya dan kali ini Naga Gurun Gobi mencelat dari kamarnya. Bayangan lain berkelebatan pula dari kamar orang-orang gagah ataupun mereka yang berada di ruang besar.

"Jahanam!!"

Pekik itu terdengar dari kamar belakang dan orang-orang terkejut karena itulah tempat dl mana Si buta dan muridnya ditahan. Mereka berkelebatan ke sinĂ­ dan Naga Gurun Gobi melihat menyambarnya bayangan kuning. Po Kwan muridnya utama mendahului gurunya itu. Dan ketika pemuda ini berjungkir balik dan menendang pintu besi, terbuka dan menerobos masuk.

Maka tampaklah pemandangan mengerikan yang membuat bulu kuduk berdiri, apalagi tiba-tiba kilat menyambar dan cahaya terang-benderang sekilas menerangi sel tawanan itu, betapa si buta tertembus potongan besi dan Beng San terduduk dan muntah darah di sudut ruangsn. Dinding belakang ruangan jebol!

"Sute...!" Po Kwan melayang masuk dan pemuda ini pucat melihat Boen Siong. Pemuda itu berada di kegelapan dan tampaknya merangkul seseorang. Siao Yen adiknya tak ada. Namun ketika pemuda ini menerobos masuk dan kilat sekali lagi menyambar di angkasa, tampaklah suasana lebih jelas maka pemuda ini tertegun karena yang dipeluk sutenya itu adalah adiknya sendiri.

"Yen-moi!" Po Kwan tak pikir panjang lagi dan ia pun menubruk adiknya ini.

Siao Yen tampak pucat dan ngeri sementara Boen Siong melepaskan sucinya. Gadis itu menuding-nuding, gemetar. Dan ketika pemuda ini melepaskan perhatiannya dan teringat kembali kepada si buta dan muridnya itu, gurunya dan orang-orang lain berkelebatan menyambar maka si buta roboh dan terkulai mandi dareh. Tewas!

"Apa yang terjadi!" Naga Gurun Gobi berseru keras dengan suaranya yang penuh khikang. Melawan suara hujan dan gemuruhnya angin kencang siapapun harus mengerahkan tenaganya bertanya kuat. Orang tak akan mendengar kalau tidak begitu. Dan ketika Boen Siong membalik dan menghadapi ayahnya, sikapnya tampak bingung maka pemuda ini menuding lubang dan Beng San.

"Chi Koan hendak melarikan diri, muridnya mencegah. Beng San dihajar dan dipukul gurunya, ayah, pemuda itu luka parah!"

"Melarikan diri?"

"Begitu yang kulihat, akan tetapi gagal. Aku tak tahu yang terjadi di dalam karena Chi Koan memadamkan lilin sementara Beng San berkata bahwa gurunya ingin beristirahat."

"Hm, ia tewas!" Naga Gurun Gobi meloncat ke dekat si buta dan ia melihat bahwa si buta telah tewas dengan kelopak terbuka lebar-lebar. Agaknya bila kelopak itu terisi biji mata barangkali biji mata itu akan melotot. Pendekar ini tertegun. Dan ketika ia mendengar keluhan dan robohnya tubuh, Beng San ambruk di sana pula maka ributlah orang-orang ini melihat kejadian menggemparkan itu. Siapapun tak tahu kecuali Beng San.

"Bawa dan periksa dia di ruang depan. Lihat apa yang terjadi!"

Po Kwan mengangguk. Pemuda inilah yang akhirnya menyambar dan membawa Beng San ke ruang depan. Tewasnya Chi Koan benar- benar menggegerkan Semua orang. Kilat dan guntur masih sambar-menyambar. Dan ketika pemuda itu diperiksa dan semus orang terkejut, tentu saja kejadian ini menggemparkan maka Naga Gurun Gobi melihat betapa pemuda itu luka parah. la seakan terkena pukulan membalik atau hantaman tenaga sakti.

Giok Yang Cinjin berdebar tegang. Tosu ini berada di situ pula hampir bersamaan dengan Naga Gurun Gobi. Ia tentu saja kaget melihat tewasnya si buta. Akan tetapi karena Beng San terluka dan pemuda ini telah menarik simpatinya, apalagi sedikit keterangan itu telah menumbuhkan kasih sayangnya maka ia membantu dan berubah bahwa pemuda ini terserang luka dalam, wajahnya pucat pasi.

"la diserang atau dihantam pukulan berat. Agaknya gurunya begitu marah dan kalap, taihiap. Pemuda ini luka parah. Ia harus dibantu!"

"Benar, dan satu-satunya adalah pengerahan sinkang. Hm, bagaimana menurut pendapatmu, Cinjin, layakkah ia dibantu sinkang?"

"Pinto akan memulainya. Biarlah pinto coba dan terus terang pinto tak ingin kehilangan dia!" tosu ini telah bersila dan tanpa banyak bicara lagi ia langsung menempelkan kedua lengannya di punggung pemuda itu.

Beng San ditidurkan miring dan napas pemuda itu seakan terhenti, ia benar-benar terluka parah. Dan ketika Orang-orang mejadi terharu betapa tosu ini tak banyak cakap, langsung mengerahkan sinkang dan menyalurkannya ke punggung pemuda itu maka uap putih segera mengepul di kepala kakek ini dan tak lama kemudian wajahnya ganti memucat. la tersengal dan tiba tiba tosu ini menggigil.

"Hm, sinkangmu tak sehebat pemuda ini. Kau tak perlu mencelakakan dirimu, Cinjin, biarlah muridku yang melakukannya dan kau beristirahatlah!" Naga Gurun Gobi berkerut kening dan tentu saja ia menjadi tak enak.

Semua orang kang-ouw melihat kejadian itu dan ia memanggil muridnya. Dan ketika Po Kwan berkelebat akan tetapi Boen Siong mendahuluinya maka pemuda ini berkata kepada ayahnya bahwa iapun tak segan menolong.

"Giok Yang locianpwe silahkan mundur, suheng biar berjaga-jaga."

"Tidak, kaulah yang berjaga-jaga. Kau seorang bengcu, sute, aku masih dapat mengatasinya. Biar kau menolong Giok Yang locianpwe dan aku membantu Beng San!" Po Kwan tak mau kalah dan ternyata pemuda ini menarik mundur sutenya. Kata-katanya memang betul dan saat itu Li-hujin muncul, berkelebat di depan puteranya ini dan tentu saja wanita itu tak suka bila Boen Siong membantu Beng San.

Maka ketika ia menarik puteranya pula dan Boen Siong tertegun mendapat teguran, Beng San dinyatakan sebagai terhukum berdosa maka pemuda ini menarik napas dan apa boleh buat menolong dan melepaskan Giok Yang Cinjin dari pengerahan sinkangnya terhadap Beng San. Akan tetapi tak lama kemudian sang ayah terkejut. Baru sepuluh menit menolong Beng San mendadak wajah Po Kwan menjadi pucat. Pemuda itupun menggigil dan mengeluarkan peluh, dahinya berkeringat.

Dan ketika pendekar ini maju dan mencari tahu sebabnya tiba-tiba ia berjengit sebab tubuh muridnya begitu panas. Ada semacam pergolakan hawa sakti siap menghantam muridnya ini. "Ah. Mana Siao Yen dan cepat suruh ia ke mari!" pendekar itu berseru.

Gadis baju hijau itu melompat. la berada di belakang subonya dan terkejut ketika gurunya tiba-tiba memanggil. Cepat ia bertanya apa yang harus ia lakukan. Dan ketika Peng Houw tertegun dan tampak bingung, gadis ini pucat maka. pendekar itu berkata bahvva gadis itu harus membantu kakaknya.

"Di tubuh Beng San terdapat pergolakan aneh yang luar biasa. Kakakmu tak kuat jika hanya seorang diri saja. Salurkan Hok-te Sin-kangmu dan cepat tempelkan lenganmu di pundak kakakmu!"

Gadis ini terkejut. Tanpa dibilang lagi segera ia meloncat di belakang kakaknya itu, duduk dan bersila mengerehkan sin-kang. Dan ketika ia hampir menjerit betapa tubuh kakaknya seperti api, hampir saja ia melepaskan telapaknya maka gurunya menotok tubuh Beng San dan hawa panas itu berkurang.

"Lakukan seperti yang kukatakan. Sentuh jalan darah Kin-ceng-hiat di pundak kiri dan alirkan sinkang di ujung Po-heng hiat di pundak kanan, berganti-ganti."

Gadis itu mengangguk. Siao Yen tak tahu apa yang terjadi namun gadis ini mengikuti petunjuk gurunya. Cepat ia menekan jalan derah Kin-ceng-hiat sementara Po-heng-hiat ia isi. Lalu ketika dua jalan darah itu berganti-ganti diisi sin-kang, yang lain ditutup sementara yang satu dibuka maka tubuh kakaknya tak menggigil lagi akan tetapi wajah Beng San kini membiru.

"Pinjam tusuk sanggulmu!" Naga Gurun Gobi tiba-tiba berseru pada isterinya dan pendekar ini cepat menusuk urat besar di lengan Beng San. Hampir bersamaan ia menotok pula Ui-to-hiat di leher pemuda itu. Dan ketika wajah membiru berganti pucat, lalu merah dan pucat lagi maka pendekar itu berseru agar dua muridnya. berganti sikap. Kini Beng San ditelentangkan dan tubuh pemuda itu sedingin es.

"Kalian kerahkan sinkang melalui telapak kakinya. Hati-hati dan tanan napas dalam-dalam, Sao Yen, aku, akan menotok pusarnya dan hentikan limabelas detik kemudian!"

Orang-orang menjadi tegang. Ketua partai seperti Bi Wi Cinjin maupun Sin Tong Tojin terkejut sekali. Sikap dan kata-kata Naga Gurun Gobi itu menyangkut nyawa. Totokan di pusar dan waktu lima belas detik adalah hitungan darurat. Rupanya murid si buta itu benar-benar diujung tanduk. Akan tetapi ketika kakak beradik itu mengangguk dan mereka cepat bersila di kanan kiri, tidak lagi muka belakang maka guru mereka melakukan totokan kilat ke daerah pusar, pusat di mana biasanya letaknya kundalini.

"Tuk-tuk!" Dua kali totokan disambut keluhan pemuda itu. Beng San menggelinjang dan sedetik terloncat, pemuda itu mengeluarkan suara aneh. Dan ketika Naga Gurun Gobi menghapus peluh dan mundur selangkah, menjejalkan sebutir obat maka limabelas detik kemudian dua kakak beradik itu menghentikan aliran sinkang.

"Cukup!' pendekar ini mengangguk. "Mundur dan menjauhlah kalian, Siao Yen sesuatu akan mengganggu kalian!"

Dua kakak beradik itu mundur. Mereka tak tahu apa yang dimaksud gurunya dan Po Kwan sedikit terhuyung. la tersedot dan hampir celaka ketika menolong Beng San tadi. Ada hawa amat kuat menariknya, menghisap! Dan baru saja pemuda dan adiknya ini melangkah mundur maka terdengarlah bau kentut yang amat berat.

"Broottttt!" suara panjang itu disambut sumpah-serapah Li-hujin. Bersamaan itu menyambarlah bau busuk dan setiap orang kang-ouw tiba-tiba melompat keluar. Mereka geli akan tetapi juga terkejut oleh kentut yang amat kuat itu. Dinding ruangan sampai tergetar! Akan tetapi ketika hanya Naga Gurun Gobi dan puteranya yang tetap di situ, Siao Yen muntah-muntah maka pendekar ini berseri-seri dan tampak lega.

"Selamat, ia telah melewati masa kritis. Ambilkan segelas air minum dan biar semua hawa terkuras keluar!"

Boen Siong mengangguk dan menyambar keluar. Pemuda ini mengambilkan segelas air putih dan sang ayah cepat menuangkan minuman itu ke mulut Beng San. Belum habis separoh memberobotlah kentut busuk itu, baunya nelebihi limbah pecomberan. Akan tetapi ketika pendekar itu tetap menghabiskan pemberiannya dan orang kang-ouw otomatis berhamburan, seluruh telaga seakan dipenuhi kentut Beng San ini maka Li-hujin menyumpah-nyumpah sementara Boen Siong dan ayahnya tetap di dalam. Dua orang ini tentu saja menahan napas dan meniup balik bau busuk.

Kini wajah pemuda itu memerah sehat. Tubuhnya yang dingin perlaan-lahan hangat kembali, disusul oleh erangan dan sadarlah pemuda itu. Dan ketika Beng San membuka mata sementara orang-orang berdatangan kembali, lenyaplah bau di ruangan itu maka Beng San tampak terkejut melihat Boen Siong dan ayahnya ini. Naga Gurun Gobi berseri akan tetapi memandangnya tajam penuh selidik.

"Peng-taihiap...!" pemuda itu berseru lemah dan bangkit berdiri akan tetapi terguling.

Peng Houw cepat menekan anak muda ini dan berseru agar tak perlu bangkit, luka pemuda itu belum sembuh betul. Dan ketika pemuda itu tampak berkaca-kaca dan tiba-tiba menangis, akhirnya mengguguk maka ia bertanya bagaimana denggan gurunya. Beng San batuk- batuk dan sikapnya benar-benar mengharukan setiap orang.

"Aku... aku tak tahu apa yang kulakukan. Suhu menyerangku, taihiap, ingin melarikan diri. Aku mencegahnya akan tetapi semuanya itu terjadi. Bagaimana dengan dia!"

"la tewas, dan kami terkejut. Apa yang terjadi diantara kalian, Beng San apa yang hendak dilakukan gurumu!"

"Suhu... suhu tewas?" pemuda itu tersentak, seakan tak percaya, tentu saja tak menjawab pertanyaan Naga Gurun Gobi ini. Dan ketika pendekar itu mengangguk dan pemuda ini menjerit maka Beng San tiba-tiba melolong dan memukul-mukuli dadanya sendiri. "Oh, aku murid durhaka... tidak, tidak!"

Semua orang menggigit bibir. Jeritan, dan sikap pemuda ini tiba-tiba semakin menambah keharuan. Tampaklah oleh mereka betapa pemuda ini amat baik, setia! Akan tetapi ketika pemuda itu roboh dan pingsan tak sadarkan diri, sebagian orang berkaca-kaca dan Giok Yang Cinjin bahkan menangis maka munculah laporan bahwa Siauw Lam dan Kwi-Bo lenyap dari kamar tawanan mereka. Lolos....!