Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 31 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

AKAN tetapi sesuatu masih mengingatkannya. Ia bergumam dan meminta maaf dan membawa gurunya ke sebelah timur. Di sini ia melihat sebuah celah di antara parit- parit lebar. Maka ketika ia bergerak sementara gurunya semakin gugup, juga tentu saja marah maka gurunya bertanya apakah ia menuju See ouw-pang

"Ya, teecu (aku) berusaha membawamu ke sana. Akan tetapi bersembunyi dulu di suatu celah, suhu. Teecu melihat persembunyian baik untuk kita menyelamatkan diri. Delapan penjuru telah dikepung musuh."

"Dan di mana Boen Siong? Pemuda keparat itu tak kelihatan?"

"Tidak, suhu, ia tak kelihatan."

Si buta dibawa muridnya ke celah di antara parit-parit lebar itu. Teriakan dan bentakan di delapan penjuru hilanglah sudah dan Chi Koan lega. Paling tidak kini ia merasa tenang. Dan ketika Beng San memasuki celah itu dan langsung mengajak gurunya bersembunyi, kedua matanya yang tajam segera girang bahwa tempat ini adalah sebuah guha panjang maka ia melepaskan gurunya itu dan duduk bersila. Pemuda inipun merasa tegang dan gelisah sementara gurunya juga berhenti di situ sambil miringkan kepala.

"Hm, ada bunyi air," si buta tiba-tiba berkata. "Lihatlah dan periksa bunyi air itu, Beng San. Tempat ini tidak sekedar celah!"

Beng San kagum. Memang ia belum memberi tahu gurunya bahwa celah yang mereka masuki ternyata adalah sebuah guha. Bagian depan begitu sempit hingga cukup untuk seorang saja. Maka ketika ia bangkit dan berkata bahwa itu adalah sebuah guha, di bagian dalam ternyata luas maka pemuda ini menajamkan telinganya dan akhirnya mengakui bahwa di bagian belakang, empat lima tombak dari situ terdengar bunyi air seperti sungai mengalir.

Beng San melompat dan memeriksa tempat itu dan terkejut. Di luar sana, di bawah ternyata terdapat sebuah tempat curam yang amat mendebarkan. Seratus meter di bawah itu terdapat sungai bawah gunung, jernih dan berkelak-kelok akan tetapi bukan main mengerikannya. Sungai itu tampak kecil bagai seekor ular melenggak-lenggok, áirnya berkilauan dan belakang guha ini ternyata jurang.

Diatas guha itu mendapat cahaya yang cukup, kiranya dari muka dan belakang sama-sama bercelah. Dan ketika Beng San tertegun dan gurunya memanggil, ia berkelebat ke depan maka gurunya bertanya apakah betul suara air itu. Pemuda ini menelan ludah sebelum menjawab.

"Betul, sungai kecil di bawah. Pendengaranmu tajam, suhu. Akan tetapi apa sekarang yang hendak kau lakukan. Rasanya tempat ini cukup aman."

"Hm, berapa kedalaman sungai itu, maksudku berapa tingginya dari tempat ini?"

"Sekitar seratus meter," pemuda itu tak berani berbohong.

"Dan kita masih tetap di wilayah Kun lun? Belum keluar sama sekali?"

"Betul, suhu, di delapan penjuru kaki gunung terdapat banyak musuh, kita belum keluar."

"Kalau begitu istirahat dan siapkan jarum-jarum atau pisau rahasiamu. Begitu malam tiba kita tinggalkan cepat tempat ini!" Chi Koan memikirkan sesuatu dan menyambung, "Eh, mungkinkah dari belakang itu musuh masuk!"

"Hm, rasanya tak mungkin. Di bawah sana adalah tebing yang curam dan licin, suhu. Hanya manusia bersayap yang mampu memasuki tempat itu."

"Bagus, kalau begitu sekarang beristirahat. Kita menjaga masing-masing di kiri kanan pintu guha, bersembunyi!"

Beng San mengangguk. Memang tak ada lain jalan bagi mereka setelah berada di tempat itu. Celah itu hampir tak kelihatan sementara orang-orang kang-Ouw itu tak mungkin tahu. Yang tahu hanya tosu Kun-lun, begitu tentunya. Maka ketika ia duduk dan bersila seperti gurunya, mereka harus beristirahat dan memulihkan tenaga maka beberapa jam kemudian mataharipun condong ke barat.

Suara atau bentakan orang-orang kang-ouw sudah betul-betul bersih. Dan ketika dua orang ini bersila sambil menantikan malam tiba, masing-masing dengan pikiran dan perasaan berbeda maka sejenak keduanya melupakan kebisingan dan Chi Koan sudah mulai berseri karena sejauh itu keadaan mereka selamat!

Menjelang matahari terbenam Beng San membuka mata. Dialah yang lebih dulu merasakan kegelapan itu. Celah guha sudah temaram sementara sebentar lagi keadaan guha akan benar-benar gelap. Dalam bersila tadi ia dipenuhi bermacam pikiran, banyak sekali hal-hal yang mengganggu. Maka ketika matahari sudah mulai bersembunyi di balik gunung ia membuka mata dan hati-hati memandang gurunya maka pemuda ini tak berani sembrono dengan menduga gurunya lelap. Telinga gurunya ini terlampau tajam dan ia harus waspada.

"Suhu...!"

Benar saja sang suhu bergerak. Chi Koan menggerakkan kelopak matanya dan itu cukup bagi pemuda ini. Beng San bangkit dan mengebutkan bajunya. Dan ketika sang suhu bertanya apa yang hendak ia katakan maka pemuda ini menjawab bahwa ia ingin menengok keadaan.

"Teecu ingin keluar, memeriksa, boleh atau tidak."'

"Hm, malam sudah mulai tiba?"

"Benar, suhu, akan tetapi belum gelap benar. Teecu akan menyelidiki dan melihat apakah suasana aman benar."

"Baik. Akan tetapi bersama aku!" sang suhu tiba-tiba bergerak dan mencelat di atas pundaknya. "Kalau keadaan aman langsung saja lari, muridku. Kita berdua harus cepat ke See-ouw-pang!"

Pemuda ini tertegun, merah. Sang suhu sudah berada di pundaknya dan tongkat itu siap diputar. Kalau sudah begini maklumlah dia bahwa sang suhu tak mau ditinggal. Bahkan ia mungkin dicurigai, maklum, dua kali ia menyatakan ingin menyerah. Maka mendelik namun tak terlihat gurunya, diam-diam mengepal tinju maka apa boleh buat pemuda ini berkelebat keluar dan membawa gurunya serta. Gurunya terlampau tajam dan pandai menilai keadaan!

Beng San berdebar tegang setelah diluar. Sekeliling sudah terasa gelap dan sunyi-sunyi saja. Akan tetapi karena itu masih wilayah Kun-lun dan ia harus berhati-hati, ia harus menahan kemarahannya maka melompat dan berindap dicelah bebatuan segera pemuda ini mecari jalan keluar. Bintang dan bulan sepotong memberi cahaya. Akan tetapi gurunya tiba-tiba menekan pundaknya. la disuruh berjongkok dan saat itu suhunya miringkan kepala.

Hampir lima detik kemudian terdengarlah suara orang bercakap-cakap. Dan ketika pemuda ini terkejut namun kagum, gurunya benar-benar memiliki telinga luar biasa maka berkelebatlah bayangan tiga orang dan Yang-liu Lo-lo serta sepasang kakek Naga Menara muncul.

"Keparat, benar-benar terkutuk. Kita telah dipermalukan dan ditipu habis-habisan oleh si buta itu, Siang-liong-tah, dan sekarang mereka bersembunyi. Jahanam benar sampai sedemikian lama kita tak menemukan jejaknya juga. Tak mungkin ia lolos!"

"Benar, dan kita salah lahir batin terhadap orang-orang Utara. Kita tertipu dan terkecoh habis-habisan, Lo-Lo, akan tetapi jahanam itu tak mungkin lenyap. Bi Wi Cinjin telah menjamin kita bahwa tempat ini terkepung rapat. Hanya kalau ia mempunyai sayap dan terbang lewat atas barulah selamat!"

Tiga orang itu lewat dan mereka mengutuk serta memaki Chi Koan. Beng San mendengarkan dengan mulut tertawa dan hampir ia menyerang. Akan tetapi ketika gurunya menekan dan kembali menyuruhnya merunduk. saat itulah lewat empat bayangan lain maka Tong-bun-su jin berkelebat pula. Mereka inipun mengumpat dan mencaci-maki.

"Sial, ke mana mereka lari. Lebih dari empat jam kita meronda, suheng, akan tetapi si buta dan muridnya itu tak kelihatan. Masa mereka lolos!"

“Tak mungkin, Bi Wi Cinjin menjamin. Naga Gurun Gobi dan puteranya juga berkata seperti itu, su-te (adik keempat), ia tak mungkin lolos. Kita sudah diberi tanda dan masing-masing akan segera tahu. Bersabarlah dan ia pasti tertangkap!"

"Dan kita telah berdosa terhadap Naga Gurun Gobi dan lain-lainnya itu. Si buta itu benar-benar iblis dan jahanam sekali, suheng. Mati dicincang-cincang pantas sekali untuknya!"

'Ya, dan aku akan mengerat dagingnya sedikit demi sedikit, lalu kupotong lidah dan ujung hidungnya!"

Chi Koan menjadi merah dan empat orang itu lewat dengan cepat. Untunglah mereka terlindung di balik batu besar akan tetapi kalau kegelapan tak membantu mereka pasti mereka ketahuan juga. Persembunyian mereka dapat diketahui dari arah lain. Dan ketika Beng San tertegun akan tetapi tersenyum mulutnya, sang guru mengerotkan gigi maka ia bertanya apakah empat orang itu perlu dikejar.

"Tidak," akan tetapi gurunya menggeleng. "Berbalik dan cari tempat lain saja, muridku, kita buktikan benarkah tempat ini masih dikepung musuh."

"Tidak kita susul dan tangkap mereka saja? Mereka menghinamu, suhu, tangkap dan dihajar. Teecu ingin membunuhnya."

"Tidak perlu, masih ada lain kesempatan. Berbalik dan cari tempat lain saja!"

Beng San mengangguk dan berkelebat membawa gurunya ke tempat lain. Di bawah sinar bulan dan bintang-bintang di langit iapun bergerak ke kiri. Akan tetapi ketika gurunya mengetuk dan kembali menyuruh ia membungkuk, lewatlah bayangan-bayangan lain maka ketua Ui-eng-pang dan Pek-lian-pang muncul. Mereka inipun mencaci-maki dan mencari gurunya.

"Hm, ke kanan! " gurunya akhirnya berseru. "Ternyata tempat ini benar-benar dikepung rapat, muridku, akan tetapi kita harus mencari yang terlemah!"

Beng San setuju. Dengan hati khawatir namun harus dikerjakan iapun ke kanan mencari lubang keluar. Berturut-turut Yang-liu Lo-lo dan lain-lain berkelebatan. Dan ketika akhirnya ia menahan napas bahwa di empat penjuru sama saja, di kanan terdapat tosu-tosu Kun-lun sementara muka dan belakang berdirilah Lo-han-hok-houw dan lain-lain maka di sini ia berhenti. Satu dari empat kepungan harus diterobos.

"Sekarang bagaimana menurut suhu. Kembali ke guha atau menerobos mereka."

"Hm, mana yang terlemah menurut pendapatmu."

"Tosu-tosu Kun-lun, suhu, akan tetapi mereka itu beranting. Sekali ada yang berteriak tentu memanggil yang lain. Dan merekapun tepat di jalanan umum menuju puncak."

"Kalau begitu Lo-han-hok-houw itu saja, akan tetapi selidiki benarkah ia sendirian saja, maksudku apakah ia tak bersama seseorang dari para tokoh yang dapat membahayakan kita!"

Beng San menahan debaran hatinya. Lo-han Hok-houw si Buddha Penakluk Harimau itu berada di barat. la tadi terlihat hanya dengan orang-orang kang-ouw biasa saja, artinya tak ada para tokoh yang dapat membahayakan mereka. Maka berkelebat dan menyelinap ke sini, benar saja hanya kakek gemuk pendek itu disertai belasan orang tak berarti maka pemuda ini berhenti dan melihat keadaan di depan, berbisik.

"Hanya kakek itu saja. Akan tetapi yang sulit jalan keluarnya, suhu. Ada jurang di depan sana."

"Kau dapat melompati?"

"Dapat, suhu, asal tak mendapat serangan."

"Bagus, coba berapa lebar jurang itu."

"Sekitar sepuluh tombak."

"Dan berapa musuh yang ada di tempat ini."

"Sekitar duapuluh, akan tetapi hanya kakek itu yang berbahaya."

"Sekarang alihkan perhatian mereka, robohkan sebatang pohon dengan timpukan yang kuat!"

Beng San berseri. Gurunya telah memberinya sepotong batu kecil sebesar telapak tangan. Batu ini tajem sekeliling tepinya dan tepat sekali dipakai menimpuk. Sekali digunakan tak ubahnya piring gergaji. Maka. ketika, menerima dan cepat menimpukkan itu, batu berputar dan menyambar seperti gasing maka terjadilah ribut-ribut ketika pohon di belakang kerumunan orang-orang itu terpotong dan roboh. Suaranya berisik.

"Cepat bergerak dan lompati jurang itu. Timpuk lawanmu begitu melihat!"

Beng San tak perlu diulang kedua kali. Begitu Lo-han-hok-houw dan kawan-kawan berhamburan ke pohon yang tumbang itu maka secepat itu pemuda ini melesat dan berjungkir balik. Kakek itu menjaga tepi jurang namun kini meninggalkannya. Akan tetapi karena Lo-han-hok-houw bukanlah tokoh yang gampang diperdayai, kakek ini melompat akan tetapi tangan kirinya tiba-tiba bergerak melepas sebuah panah api maka saat itu pula ia tetap memperhatikan tepi jurang dan bayangan pemuda ini tentu saja terlihat, begitu pula gurunya yang berada di atas pundak.

"Heii, itu!"

Akan tetapi Chi Koan mendahului muridnya. Meskipun ia telah memberikan sebutir batu kepada muridnya lagi akan tetapi di tangan kiri si buta ini terdapat batu-batu lain. Suara Lo-han-hok-houw dapat ditangkap arahnya. Maka ketika muridnya berjungkir balik dan teriakan itu didengar yang lain, saat itu pula batu hitam menyambar kakek gemuk pendek ini maka Lo-han-hok-houw berteriak ngeri ketika tiba-tiba roboh, apalagi ketika Beng San juga menyambit dan mematuhi pesan gurunya tadi.

"Crep-crep" dua batu susul-menyusul menancap di tubuh kakek ini dan kakek itu terpelanting. Panah apinya melesat ke atas dan ini tak dilihat Chi Koan. Hanya Beng San itulah yang tahu. Namun karena pemuda ini tak perduli dan saat itu ia telah berjungkir balik diatas jurang, diam-diam timbul niat keji untuk mendorong gurunya jatuh namun tak jadi dilaksanakan maka pemuda itu berhasil menyeberang dan ini membuat geger. Orang-orang itu melihatnya.

"Dia, si buta dan muridnya!"

"Benar, mereka lolos!"

Lalu ketika orang-orang itu berteriak satu sama lain, gaduh maka Chi Koan tertawa akan tetapi Beng San berseru kaget. Lima orang berkelebatan di depan dan gurunya tak mendengar karena tertutup oleh kegaduhan suara orang-orang itu. Si buta baru terkejut ketika muridnya berseru keras.

Maka ketika ia menghentikan tawanya dan saat itulah lima orang ini berada di depan maka Beng San tertegun karena satu di antara orang-orang itu adalah Kim-liong-pian (Cambuk Naga Emas) Song Kam, orang yang muncul dalam urusannya dengan See-ouw-pang karena itulah sute atau adik seperguruan mendiang Ning Po.

"Berhenti, kalian tak mungkin lolos. Serahkan diri baik-baik atau kami menangkap dan menghajar kalian!"

Sama seperti Lo-han-hok-houw diseberang jurang sana tiba-tiba Cambuk Naga Emas dan empat temannya ini melepas panah api. Barulah Beng San menjadi pucat setelah mengerti itu. Itu kiranya tanda untuk memanggil bala bantuan! Akan tetapi ketika lima orang ini berlompatan dan menghadang mereka. barulah sekarang juga pemuda ini tahu siapa mereka itu maka gurunya mengelebatkan tongkat dan desing mengerikan menyambar orang-orang itu, juga jarum yang tiba-tiba berhamburan ketika si buta memencet gagangnya.

"Roboh dan jangan banyak mulut. Mampuslah, tikus-tikus busuk. Kubunuh kalian semua!"

Akan tetapi lima orang ini membanting tubuh bergulingan. Mereka meraup pasir dan menyambitkannya ke depan. Kim-liong-pian si Cambuk Emas telah meledakkan cambuknya. Dan ketika bentakan dan seruan disusul lima tubuh yang membanting diri bergulingan maka Beng San yang tak menyangka disambar pasir-pasir halus berteriak dan terhenti meloncat. la tadi tertegun oleh orang kedua di belakang Kim-liong-pian ini, kakek gagah yang bukan lain Lam-hai-kong-jiu ayah Lan Lan dan Lin Lin.

"Augh!" teriakan pemuda ini mengejutkan si buta. Chi Koan kaget ketika tiba-tiba muridnya berhenti. Mata kiri pemuda itu kena pasir. Dan ketika pemuda ini mengucek-ucek matanya sambil mengumpat, saat itulah lima orang itu bergulingan bangun maka mereka menerjang dan si buta terpaksa turun.

"Ada apa, kenapa berteriak. Apa yang terjadi, Beng San, apa yang dilakukan oleh orang-orang ini?"

"Teecu diserang pasir. Mereka licik menyerang mata teecu, suhu, teecu kena sebelah"

"Keparat, biar kubunuh mereka akan tetapi cepat lari. Kudengar suara-suara lain! " si buta mencelat dengan tongkatnya dan mendadak ia melepas serangan maut. Ujung tongkat menderu menghantam orang-orang itu sementara tangan kirinya bergerak, Hok-te Sin-kang tak mau kalah. Dan ketika si Cambuk Emas berteriak untuk melempar tubuh bergulingan, tangan kembali meraup dan menyambitkan pasir-pasir halus maka lima orang itu mengelak dan tongkat serta Hok-te Sin-kang menimpa tanah.

"Desss!" bagai dihajar martil besi tanah dan bebatuan muncrat. Sebuah kubangan terdapat di situ, tak kurang sedalam satu kaki! Dan ketika si buta marah namun gagal, Beng San telah membersihkan matanya kembali maka pria ini berkelebat di atas pundak muridnya lagi dan tak jadi mengejar lawan-lawannya itu. Telinganya menangkap suara banyak orang mendatangi tempat itu.

"Lari, terjang dan robohkan siapa saja. Tongkatku membantu dari atas!"

Beng San menggigil. Sebenarnya terjadi perang hebat di dalam batinnya saat itu. la sebenarnya ingin menyerahkan diri dan meminta ampun. Mengingat ia hanyalah murid dan bukan sumber utama maka Naga Gurun Gobi Peng Houw pasti mengampuninya. Yang bersalah adalah gurunya, gurunya itulah yang akan dihukun berat. Dia hanya ikut-ikutan.

Akan tetapi ketika jari-jari gurunya mencengkeran tengkuknya dan ia tahu apa artinya itu gurunya tak mau dibantah maka iapun mengeluh dan saat itu dari empat penjuru muncullah Yang-liu Lo-lo dan lain-lain. Mereka itu menyeberangi jurang dan kiranya di tengah jurang telah dipasang tangga tali yang melintang dan kini dipakai menyeberang, cepat sekali.

"Berhenti, serahkan diri kalian. Jangan coba-coba lari, orang she Chi. Kau dan muridmu menipu kami!"

"Benar, dan dosamu bertumpuk. Kaupun telah membunuh Lo-han-hok-houw!"

"Juga Siang-mouw Sian-li dan So Hak!"

"He, kalian tak mungkin lolos, orang she Chi. Kami mengepungmu dari segenap penjuru. Menyerah atau kami cincang!"

Beng San berubah karena sekejap itu orang-orang itu sudah berlarian mengepung mereka. Dari tepi jurang mereka sudah memencar diri dan kini berteriak-teriak mengepung, lebar namun rapet dan itulah pekerjaan berat baginya. Apalagi ketua-ketua partai dan dua hwesio Gobi juga berada di situ. Akan tetapi ketika gurunya membentak dan menyentak lehernya, diangkat dan meluncur terbang maka pemuda ini tak dapat berbuat apa-apa ketika harus menerjang dan membobol kepungan.

"Bunuh dan sikat mereka itu!"

Beng San menggigit bibir. Dalam saat seperti itu yang paling ditakuti adalah munculnya Boen Siong, juga kakak beradik Siao Yen dan Po Kwan. Maka ketika ia membentak dan menerjang orang-orang itu, gurunya mendahului dengan kesiur angin tongkat maka pemuda ini mengerahkan Hok-te Sin-kang dan terlemparlah orang-orang di depan oleh kemarahan guru dan murid.

"Bres-bress!"

Tujuh orang mencelat dan terbanting. Beng San terbang mempergunakan Lui-thian-to-jitnya dan gurunya berseri menyambarkan tongkat ke kiri kanan. Dari ujung tongkat menyembur jarum-jarum halus. Dan ketika orang-orang itu terpaksa mundur namun melebarkan kepungan, Beng San memberi tahu gurunya maka si buta membentak agar terus menerjang. Dan saat itu terdengar kekeh dan tawa seseorang.

"Bagus, kami membantumu. Aku di sini Chi Koan, jangan takut"

"Dan aku di sini. Heh-heh.... orang-orang ini tak tahu diri, Chi-taihiap, mari kubantu dan kuselematkan kau!"

Kwi-bo, dan juga Ban-tok Wi Lo mendadak muncul. Kedatangan mereka itu sungguh tepat sekali dan yang lebih tepat lagi adalah serangan mereka di luar kepungan. Tentu saja orang-orang gagah itu terkejut dan kaget ketika dari belakang menyambarlah Jarum-jarum halus dan asap beracun. Tongkat Wi Lo mengeluarkan itu. Dan ketika beberapa di antaranya berteriak dengan wajah terbakar, hangus maka mereka mundur menjauh dan kesempatan ini tak dibuang-buang si buta.

"Ha-ha, bagus kalian datang. Terima kasih, Kwi-bo, kuberi hadiah khusus untukmu. Dan kau!" Si buta berseri-seri. "Akan kuberikan sebagian Bu-tek-cin-keng kepadamu, Wi Lo, bantu dan bebaskan aku dan kita ke See-ouw-pang!"

Kakek itu terkekeh. la menggerakkan tongkat asapnya sementara Kwi-bo dengan jarum-jarum halus dan ledakan rambutnya. Bau harum menyambar akan tetapi bersamaan itu pekik-pekik maut terdengar. Iblis wanita ini mendapatkan korban dengan jarum-jarum berbahayanya. Dan ketika Beng San juga gembira bahwa sahabat datang membantu mereka, inilah kesempatan meloloskan diri maka ia meloncat dan terbang meninggalkan gunung. Chi Koan tergelak-gelak.

Akan tetapi dari baweh muncul tosu-tosu Kun-lun. Rupanya tempat itu telah dibagi sedemikian rupa dan masing-mading bakal mendapatkan bantuan yang cepat. Panah api dan teriakan merupakan pertanda khusus. Dan ketika Chi Koan menggerakkan tongkatnya disusul muridnya, Kwi-bo dan Ban-tok Wi Lo membantu di belakang maka tosu-tosu itu berpelantingan menjerit dan roboh mendelik. Tak ada ampun dari tangan si buta yang kejam dan telengas.

"See-ouw-pang, cepat ke See-ouw-pang!"

Beng San berdebar. Gurunya berteriak berulang-ulang dan iapun menjadi ingin tahu. Ditanyanya ada apa dengan See-Ouw-pang. Dan ketika dalam kegembiraannya gurunya berkata bahwa menyimpan sesuatu, catatan Bu-tek-cin-keng maka degup di dada pemuda ini serasa lebih kencang.

"Aku meninggalkan catatan itu di sana. Ambil dan setelah itu menghilang, muridku, biarkan orang-orang ribut mencari kita!"

Pemuda itu bersinar. Mendadak ia menerjang dan membentak kuat ketika Lam hai-kong-jiu di depan. Bersama dua hwe-sio Gobi kakek gagah itu tahu-tahu disitu. Dan ketika mereka menapgkis namun tak kuat, terhuyung dan akhirnya terpelanting maka saat itulah ratusan obor berlarian datang.

"Chi Koan, lemparkan granat peledakmu. Dari atas gunung datang bantuan besar!"

"Hm, benarkah?"

"Benar," Beng San mendahului. "Pasti Boen Siong dan ayah serta lain-lain suhu. Lemparkan granat tangan dan biarkan keadaan gelap!"

"Akan tetapi granatku tinggal beberapa saja. Aku harus menghematnya, Beng San, hanya kupergunakan jika benar-benar perlu!"

"lni perlu, kita harus menyelamatkan diri. Ada dua parit lebar yang harus tecu lompati, suhu. Ledakkan dan jangan biarkan kita dikejar!"

Si buta tertegun, akan tetapi tiba-tiba merogoh dan melempar sebuah granat. Memang ia tinggal memiliki beberapa lagi dan harus dihemat. Kalau suara muridnya tak begitu gemetar dan serius tentu ia mengandalkan sapuan tongkatnya. Belasan musuh telah mereka binasakan. Akan tetapi begitu tak berpikir panjang dan Kwi-bo juga berseru penuh kekhawatiran, tahulah dia suasana yang serius maka udara seketika menjadi gelap-gulita dan sinar bintang ataupun cahaya bulan tak mampu menembus lagi.

"Dar!" Beng San melewati sebuah parit dan Kwi-bo serta Ban-tok Wi Lo juga mengikuti. Mereka sudah di bawah gunung dan empat orang ini cepat melarikan diri, Wanita itu terkekeh-kekeh. Dan ketika sebentar kemudian parit kedua dilewati pula, saat itulah menyambar tiga sosok bayangan maka jantung di dada pemuda ini serasa berhenti berdetak saking kaget dan pucatnya.

"Berhenti, kalian tak dapat lolos. Aku di sini, orang she Chi, bayar hutangmu kepada ayah ibuku!"

"Benar, dan kaupun berhentilah. Serahkan gurumu dan hukumanmu menjadi ringan, Beng San. Kami tak akan mengganggumu bila kau menyerah baik-baik!"

"Atau aku membunuhmu, dan kalian semua mampus!"

Beng San benar-benar pucat. Bersamaan melewati jurang itu maka melayanglah tiga bayangan putih kuning dan hijau. Mereka sama-sama menyeberangi jurang atau parit lebar itu, Boen Siong dan Po Kwan serta Siao Yen! Dan ketika masing-masing sama berjungkir balik di tepian , hampir berbareng pula menapakkan kaki maka Boen Siong pemuda baju putih itu melepas hui- (golok terbang) duabelas buah banyaknya, masing-masing ke arah dirinya dan gurunya serta Kwi- bo dan Ben-tok Wi Lo.

"Cet-cet-cet!"

Melempar duabelas hui-to ke sasaran yang berbeda-beda bukanlah pekerjaan yang gampang, apalagi menuju jalan-jalan darah tertentu. Akan tetapi ketika si buta dapat menangkisnya dan enam hui-to terpental, ia dan muridnya selamat maka Kwi-bo menjerit dan Ban-tok Wi Lo juga terjengkang. Kiranya dua orang ini kalah kuat ketika menangkis dan sebuah hui-to menancap dibahu masing-masing. Hui-to tadi terpental akan tetapi masih menyambar kakek dan wanita iblis itu. Dapat dibayangkan betapa lihainya.

"Augh, keparat!"

Chi Koan terkejut. la mendengar teriakan dua orang itu dan tentu saja berubah. Inilah kawan yang dapat diandalkan. Akan tetapi ketika berkelebat bayangan putih dan Boen Siong menyambar mereka, belum apa-apa Beng San membanting tubuh bergulingan maka si buta mengikuti muridnya pula dan apa boleh buat melempar lagi sebuah granat, mengutuk.

"Jahanam!"

Beng San lega. la memang membanting tubuh bergulingan begitu Boen Sion menyambarnya. la sudah terlampau gentar dan ngeri menghadapi putera Naga Gurun Gobi ini. Boan-eng-sut (Elang Cahaya) yang dimiliki pemuda itu amatlah hebatnya, belum lagi ilmu kepandaiannya yang tinggi yang membuat ia jerih. Hok-te Sin-kang seakan tak begitu manjur terhadap murid Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip ini.

Maka ketika ia lebih baik menghindar akan tetapi gurunya justeru marah-marah, ia dimaki pengecut maka ledakan granat membuat tempat itu menjadi gelap pekat dan Beng San tak mau membuang-buang kesempatan, meloncat bangun dan lari.

"Pengecut, belum apa-apa menbanting tubuh bergulingan. Kita dapat menyatukan Hok-te Sin-kang, Beng San, kenapa ketakutan. Kau membuat pakaianku kotor!"

"Maaf, ada Po Kwan dan adiknyula disini. Kalau Kwi-bo dapat menandinginya tak mungkin teecu menghindar, suhu, akan tetapi musuh terlalu kuat. Apakah suhu yakin mengalahkannya padahal masih banyak musuh yang lain," Beng San membantah, bela dirinya tepat dan Chi Koan akhirnya mengakui itu.

Tentu saja ia tak tahu bahwa muridnya ingin memiliki catatan tentang Bu-tek-cin-keng itu, bahwa ia ingin cepat-cepat ke See-ouw-pang dan jangan sampai terbunuh kalau catatan itu belum di tangan. Maklum, bukankah Hok-te Sin- kang masih setengah bagian saja dimiliki pemuda ini. Maka ketika Beng San membela diri padahal sebenarnya memiliki pamrih pribadi, tak ingin gurunya terbunuh sebelum memiliki itu maka pemuda ini telah mempergunakan Lui- thian-to-jitnya untuk turun gunung dan menyelamatkan diri. Akan tetapi Kwi-bo tiba- tiba berteriak, juga Ban-tok Wi Lo.

"Hm, lepaskan aku dan bantu kakek itu. Biar aku bersama Kwi-bo, Beng San, kau menolong kakek itu!"

Chi Koan tiba-tiba mencelat dari pundak muridnya dan tahu-tahu ia telah menyambar Kwi-bo. Wanita yang roboh dan terluka bahunya ini menjerit, tentu saja memanggil si buta. Dan ketika Chi Koan mengangkatnya dan mendudukkan wanita itu di kedua pundaknya, ganti seperti Beng San mendadak iblis cantik ini terkekeh. Pangkal pahanya begitu dekat dengan tengkuk si buta.

"Hi-hik, kau membuatku merinding. kulit lehermu begini halus, Chi Koan, kau membangkitkan gairahku. Aduh, Sakitku tiba-tiba hilang!"

"Diam!" akan tetapi si buta membentak. "ini bukan saatnya main-main, Kwi-bo. Aku akan mempergunakan Lui-thian-to-jitku dan kau penunjuk jalan. Awas, ke mana aku lurus atau belok!"

Kwi-bo menjerit. Tiba-tiba si buta mencelat amat cepatnya dan iapun tentu saja ngeri. Cepat dipegangnya kepala itu kuat-kuat dan maklumlah wanita ini bahwa si buta benar. la harus mengusir gairah berahinya ketika pangkal pahanya bersentuhan dengan tengkuk yang hangat itu, tengkuk pria bekas muridnya sendiri. Maka ketika ia melengking dan memberi aba-aba, lurus atau belok maka wanita ini dibawa terbang dan saat itu bayangan Beng San menyambar di samping gurunya pula. Pemuda ini menyeret kakek bongkok yang terpincang-pincang.

"Lurus, seratus langkah ke depan. akan tetapi pegang dan rasakan tongkat di tangan teecu ini suhu. Kita berdampingan!"

Chi Koan terkejut dan girang ketika tiba-tiba muridnya menyodorkan sebatang dahan kuat. Dahan atau tongkat ini baru saja dipetik Beng San dari tepi jalan, dengan berendenga ia memberikannya kepada gurunya dapatlah gurunya itu berlari cepat mempergunukan Lui-thian-to-jit.

Dan ketika mereka meninggalkan Kun- lun dan akhirnya bebas dari kepungan, kaki gunung sudah terlewati mendadak di sebuah perkampungan munculah tujuh bayangan membentak mereka. Dan Beng San serasa tersirap betapa satu dari tujuh orang itu adalah Naga Gurun Gobi Peng Houw sendiri!

"Berhenti, serahkan diri baik-baik. Kami akan menghukummu secara adil dan bijak jika kau menyerah, Chi Koan. Tak ada darah mengalir bila kalian semua menyerah baik-baik!"

Akan tetapi Si Buta menerjang dan menggerakkan tongkatnya dengan dahsyat Tentu saja ia tak mau banyak omong dan kaget seperti muridnya. Bagaimana Naga Gurun Gobi ini tahu-tahu muncul, bukankah ia sudah meninggalkan Kun-lun. Maka menghantam dan menggerakkan tongkatnya dahsyat, saat itulah Peng Houw menangkis maka Li Ceng menjerit dan cepat membantu suaminya menahan sapuan tongkat yang amat kuat itu.

"Awas!" Akan tetapi dua orang ini terbanting dan bergulingan dengan pucat. Li Ceng, wanita yang selalu mendampingi suaminya itu hampir saja celaka. Dia terhajar telapak tangannya sementara suaminya lengan kiri. Yang dilancarkan si buta adalah Hok-te Sin-kang sementara Naga Gurun Gobi telah kehilangan tenaganya yang dahsyat itu. Ia telah mengoperkan sinkangnya kepada dua muridnya dan tak heran kalau tangkisannya kalah kuat.

Jika sang isteri tak ada di situ tentu lengannya patah. Maka ketika isterinya berteriak dan menangkis berdua, inilah untungnya maka Chi Koan tertegun karena ia sama sekali tak merasakan Hok-te Sin kang, heran namun akhirnya tertawa bergelak, mengerti.

"Ha-ha, kau kiranya macan ompong. Peng Houw. Kau sekarang bukan lagi seekor harimau!"

Akan tetapi saat itu lima orang lain membentak dan menerjang si buta ini. Sin Tong Tojin, ketua Heng-san-pai berada di situ. la bersama ketua-ketua Hoa San dan juga Bu-tong. Bertiga dengean sutenya yang selalu menemani ketua diseranglah si buta yang telah melempar Naga Gurun Gobi itu. Diam-diam merekapun heran dan kaget bahwa sekali beradu, pria dan isterinya itu terbanting.

Akan tetapi karena musuh di depan dan kini merekapun sudah menyiapkan diri, tadi berkelit dan kini balas menyerang maka Chi Koan menghentikan tawanya dan saat itu bayangan-bayangan lain muncul. Kim Cu Cinjin dan Bi Wi cinjin serta Heng Bi.

"Serahkan diri kalian. Menyerah baik-baik lebih selamat, Chi Koan atau kau, mampus!"

Si buta terkejut. la bergerak sementara Kwi-bo masih di kedua pundaknya. Wanita inipun melengking-lengking dan menyabetkan rambut serta melepes pukulan- pukulannya. Maka ketika tiba-tiba muncul tiga orang Kun-lun itu, sementara Beng San berteriak agar lari maka Si buta terpecah perhatiannya dan iapun sadar bahwa mereka memang harus melarikan diri.

"Tak perlu silayani, pergi dan tinggalkan saja. di belakang masih ada Boen Siong, suhu, menyingkir!"

Si buta menggeram. la menangkis dan mementalkan semua serangan tokoh-tokoh itu dan menggerakkan Lui-thian-to-jitnya. Sekarang ia tak perlu takut lagi kepada Naga Gurun Gobi Peng Houw. Akan tetapi karena di belakang masih ada anak-anak muda itu, Boen Siong dan Po Kwan serta adiknya yang berbahaya maka pria ini mengangguk dan mencelat ke depan.

"Baik, kita lari. Pergunakan mata dan telingamu, Kwi-bo, awas melompat!"

Kwi-bo memekik dan menjerit manja. Chi Koan melesat dengan ginkangnya itu dan Beng Sanpun menunggu. Dahan di tangan pemuda ini disambar. Dan ketika sekali lagi Chi Koan melempar granatnya, gelaplah udara di situ maka Si buta ini tergelak melarikan diri. Ada sesuatu yang membuat ia begitu girang dan berseri.

Tujuh orang itu mundur menjauh. Tiga yang belakangan berjungkir balik pula dan mereka tentu saja mengumpat-caci, Chi Koan betul-betul licik. Akan tetapi karena musuh lolos dan itu menunjukkan betapa lihainya, SI buta memang bukan sembarangan maka membentaklah orang-orang itu dan dipimpin Naga Gurun Gobi Peng Houw berkelebatlah mereka keluar perkampungan.

Tak lama kemudian tiga bayangan lagi menyusul mereka dan Boen Siong serta suheng dan sucinya tiba. Mereka diberi tahukan ke mana si buta melarikan diri. Dan begitu tiga anak muda ini melesat dan mengerahkan ginkang mereka, terutama Boen Siong maka pemuda ini berada paling depan dan Chi Koan tentu saja memaki-maki.

Ternyata rombongan orang kang-ouw menyusul pula. Hampir semua orang di kun-lun mendengar lolosnya si buta ini. Diam-diam mereka kagum akan tetapi mengumpat. Dan karena biang semua ini adalah Chi Koan, orang-orang Selatan dibuat malu oleh sepak terjang si buta itu maka terutama mereka inilah yang mengikuti pengejaran itu menyusul Naga Gurun Gobi dan puteranya.

Ada dua sebab yang mengharuskan mereka berbuat seperti ini. Pertama adalah dengan meninggakan Kun-lun mereka tak perlu dicoreng mukanya lagi. Mereka telah diberi tahu duduk persoalannya dan selama si buta ngumpet (bersembunyi), maka semakin jelaslah semuanya itu. Kun lun dan tokoh-tokoh lain menyadarkan mereka.

Maka ketika mereka menyesal dan meminta maaf, untunglah tokoh- tokoh seperti Bi Wi Cinjin dan lain-lain amatlah bijak maka ketua Kun-lun itu memaafkan mereka dengan kelapangan dada, jiwa besar yang membuat mereka semakin malu, terutama bagi yang keras dan bertemperamen tinggi.

"Pinto (aku) sekalian teman tak dendam ataupun membenci. Karena cuwi terhasut dan jelas tertipu si buta ini maka pinto dan tokoh-tokoh terhormat dari Heng-san maupun Bu-tong dan Hoa-san tak menaruh sakit hati, begitu pula See-tong. Yang melakukan keonaran adalah si jahat ini, dan yang membunuh atau melukai murid-murid Heng-san dan lain-lain sebagian besar adalah pengikut sesat yang ditarik si buta itu. Kita sebaiknya saling memaafkan, cuwi-enghiong (orang gagah sekalian). Kita orang-orang Selatan dan Utara adalah saudara. Karena itu tak perlu cuwi-enghiong sesali diri sendiri dan merasa berdoda berlebih-lebihan. Sekarang yang penting adalah menangkap dan menghukum si buta ini, juga murid atau orang-orang dekatnya. Daripada mengutuk dan menyesali diri sendiri marilah cuwi sekalian bersama kami tangkap si buta ini. Cuwi hanya dihasut dan dipermainkan orang jahat itu. Marilah kita tetap bersaudara dan cuwi boleh bebas di sini."

Begitulah nasihat atau kata-kata bijak Bi wi Cinjin yang diserukan berulang-ulang. Tentu saja seruan atau kata-kata ini begitu empuk. Mereka merasakan kelembutan dan kehalusan tokoh Kun-lun itu. Namun karena justeru mereka terpukul dan orang-orang seperti kakek Sepasang Naga Menara adalah yang paling menyesal, mereka inilah orang-orang yang keras dan bertemperamen tinggi maka begitu menarik napas berulang-ulang mereka inipun mengejar Chi Koan dengan mata berapi-api. Tinju terkepal dan ada kesan buas di wajah mereka.

"Biar kuadu jiwa dengan bangsat itu. la boleh lihai dan sakti, suheng, akan tetapi sesuatu harus kulakukan. Ia harus kucegat!"

"Benar, dan akupun tak ketulungan. Kalau saja Bi Wi Cinjin menyerang dan memaki-maki kita rasanya lebih baik, sute, akan tetapi kata-kata dan nasihatnya yang begitu halus justeru menusuk-nusuk hatiku. Ia menang tanpa melakukan serangan!"

"Dan aku akan mengadu jiwa. Biar mati dengan gagah daripada hidup namun malu selama-lamanya!"

"Benar, dan kita dapat mendahuluinya. Ia ke See-ouw-pang, sute, entah mau melakukan akal muslihat busuk apa. Kita lebih tahu jalan dan mari potong. Kita bayar dosa- dosa kita dengan menangkap atau mengganggunya di jalan!"

Dua kakek itu meninggalkan Kun-lun dan mereka menyumpah tak ada habis-habisnya. Memang rasanya malu bukan main teringat semua itu. Mereka, kakek-kakek gagah terkenal di Selatan ternyata dikecoh dan ditipu habis-habisan. Mereka bagai anak-anak kecil yang masih ingusan di depan si buta itu, padahal mereka sudah tua bangka.

Maka ketika kebencian dan kemarahan menjadi satu, tekad dan tinju terkepal merupakan modal akhir maka dua orang ini memotong jalan dan sebagai orang-orang Selatan tentu saja mereka lebih hapal dan tahu jalan. Akan tetapi ternyata bukan hanya dua kakek ini. Tong-bun-su-jin, empat orang gagah keluarga Tong itu juga tiba-tiba muncul. Mereka inipun memotong jalan dan sudah mendengar ke mana si buta lari.

Merekapun mengutuk tiada habisnya dan kata-kata lembut dari Bi Wi Cinjin begitu terngiang-ngiang. Mereka malu bukan main dan marah terhadap si buta itu. Gara-gara ini mereka orang-orang Selatan tercemar. Agaknya tak ada yang lebih baik dengan bertempur mati hidup melawan jahanam itu. Mati berkalang tanah lebih terhormat daripada hidup menderita malu. Ke mana mereka menaruh muka.

Dan ketika berturut-turut muncul pula nenek berpakaian lucu, Yang-liu Lo-lo dan ketua-ketua Ui-eng- pang serta Pek-lian-pang maka rombongan menjadi lengkap kecuali tiadanya Lo-han-hok- houw. Rekan mereka itu tewas oleh Chi Koan dan muridnya.

"Kita keroyok dan hancurkan dia. Dibunuh atau membunuh sama saja, jiwi- pangcu (ketua berdua). Malu seumur hidup rasanya tak dapat ditanggung!"

"Benar, bukan main halus namun tajamnya kata-kata Bi Wi Cinjin itu. Kalau Chi Koan tak masih di situ tentu sejak tadi kami turun gunung, locianpwe. Akan tetapi baru sekarang ia lolos. Dan kami akan mengejarnya sampai ke ujung bumi sekalipun. Malu kami tak ketulungan!"

"Benar, dan kita begitu mudah dimaafkan. Ah, Bi wi Cinjin dan orang-orang Utara tak sombong-sombopg, Uį-eng-pangCu , mereka rendah hati dan justeru ramah-tamah. Sungguh celaka kita begitu bodoh!"

"Tidak, ini semua berkat pandainya si buta itu. la pandai bersandiwara, Tong-Sicu, dan kita tertipu. Dialah yang terlampau cerdik dan semua itu ditunjang kepandaiannya yang tinggi."

"Akan tetapi kita tak perlu takut."

"Benar, tak perlu takut. Karena itulah kita mengejar dan di See-ouw-pang kita mati hidup!"

Demikianlah pembicaraan dan kemarahan dalam rombongan orang-orang Selatan ini. Di samping mereka tentu saja banyak orang-orang lain, kaum pendekar atau yang bergerak sendiri-sendiri. Dan karena rombongan mereka betul-betul bersih dari masuknya orang-orang sesat. Orang-orang itu sudah mereka bunuh atau hajar ketika di Kun-lun tadi maka sepasang kakek Naga Menara ini menjadi pemimpin atau mengepalai rombongan orang-orang itu, orang-orang yang malu dan menyimpan sakit hati!

Lalu bagaimana dengan si buta Chi Koan? Apa yang diperkirakan orang-orang gagah ini benar. Chi Koan dan rombongannya tak secepat orang-orang Selatan itu, mereka tak begitu mengenal jalan namun tetap ke selatan. Dan karena Kwi-bo menjadi petunjuk jalan, padahal wanita ini bukan asli selatan maka arahnya sering keliru dan hanya berkat Lui-thian to-jit yang dimiliki si buta dan Beng San maka kekeliruan atau kelambatan itu di tolong.

Akan tetapi bukannya perjalanan mulus. Di samping kerap keliru dan berputar-putar maka di belakang terdengarlah seruan Boen Siong. Tiga anak muda itu tetap menempel dan Chi Koan mengutuk. Kalau saja ia tak merasa sesuatu yang penting di See-ouw-pang mungkin di hadapinya anak-anak muda itu. Akan tetapi karena ia tergesa-gesa sementara muridnya berkali-kali mengingatkan, Beng San begitu khawatir maka muridnya inilah yang membuat Chi Koan semakin ingin cepat tiba di See-ouw-pang.

"Kita tak dapat menghadapi mereka itu. Po Kwan dan adiknya tak mungkin dihadapi Kwi-bo dan Ban-tok Wi Lo ini, suhu, sementara teecu tentu harus membantumu. Marilah cepat lanjutkan perjalanan saja dan hindari mereka!"

"Hm, kalau saja suhengmu ada di sini. Dengan suhengmu di sini tentu kedudukan kita lebih kuat, Beng San, akan tetapi bedebah anak itu. Dalam saat seperti ini sesungguhnya ia diperlukan!"

"Benar," Kwi-bo melengking. Siauw Lam itu bocah tak tahu diri, Chi Koan, akan tetapi sepak terjangnya tak jauh berbeda denganmu dulu. la memang harus dimaki akan tetapi sekarang dibutuhkan. Kalau saja ia datang!"

"Heh-heh, tak usah ribut-ribut dan sebaiknya melihat keadaan saja. Mengharapkan yang tak mungkin datang hanya kebodohan belaka, Kwi-bo, daripada mengharap lebih baik bekerja. Ayo percepat perjalan dan dengarkan bentakan anak itu!"

Benar saja, bentakan Boen Siong terdengar lagi. Kalau pemuda itu terlalu dekat dan membahayakan mereka maka dilepaslah granat-granat peledak. Berkali-kali Chi Koan melakukan ini. Akan tetapi ketika ia mulai khawatir karena persediaan granatnya tipis, ia sudah terlalu banyak membuang bahan peledak itu maka tubuhnya melesat dan seakan terbang ingin cepat ke See-ouw-pang. Kwi-bo telah memberinya beberapa granat akan tetapi akhirnya habis.

"Sudahlah, tancap dan kerahkan semua kekuatan. Berapa lama lagi kita sampai, Kwi-bo, jangan salah lagi!"

"Dua hari satu malam. Kita sudah berada di propinsi Shan-tung, Chi Koan, arahnya sudah jelas. Aku tak mungkin salah dan heiii... wanita itu terpekik dan menjerit ketika si buta tiba-tiba mengerahkan segenap kekuatannya. Dua hari dua malam mereka sudah meninggalkan kun-lun akan tetapi perjalanan rasanya begitu jauh. Siapapun akan kagum bahwa si buta memiliki daya tahan kuat.

Beng San sendiri terengah-engah dan seakan habis napasnya. Akan tetapi karena setiap bentakan Boen Siong membangkitkan semangatnya lagi, timbulah kekuatannya yang luar biasa maka pemuda inipun mengejar gurunya dan harus mati- matian berjejar. Tubuh dan mukanya penuh keringat, pucat.

Dan yang paling payah tentu saja Ban tok Wi Lo. Kakek ini digandeng Beng San dan diseret serta diajak lari cepat. Ginkangnya tak setinggi Lui-thian-to-jit dan kakek itu jatuh bangun. Dan ketika akhirnya sehari kemudian ia begitu teler, mengeluh dan roboh maka Chi Koan tertegun akan tetapi menyuruh muridnya memanggul, hal yang membuat pemuda itu tak senang.

"Bawa dan pondong ia seperti aku memondong Kwi-bo. Biarkan ia istirahat di pundakmu, Beng San, angkat dan jangan biarkan ia lemas!"

Beng San menggerutu. Tentu saja ia tak senang karena pakaian kakek ini dekil. Baunya apek dan pesing pula. Akan tetapi karena takut kepada gurunya juga kakek ini dapat menjadi teman sewaktu-waktu, Beng San mencengkeram dan menyambar kakek itu maka dilemparnya kakek ini di belakang punggung. la tak mau melingkarkan paha kakek itu di belakang lehernya seperti cara gurunya memanggul Kwi-bo. Bau!

"Hi-hik, kau tak mendudukkannya seperti aku duduk di kedua pundak gurumu. Kau memperlakukannya seperti menggendong binatang buruan, Beng San, ada apa!"

"Hm, baunya apek. Suhu lebih beruntung, Kwi-bo, akan tetapi kakek ini bukan dirimu. Mari berangkat dan jangan mentertawakan!"

Kwi-bo terkekeh-kekeh. Tentu saja ia geli melihat kakek itu dijungkir balik. Wi Lo demikian kelelahan. Akan tetapi karena Beng San sudah menolong dan itu sudah baik, Chi Koan tak tertawa mendengar ini maka ia pun melesat lagi dan muridnya mengikuti, Beng San berkali-kali menepuk pantat kakek itu dan berbangkis. Dan akhirnya lewatlah hari itu.

See-ouw-pang sudah tampak dari kejauhan dan Kwi-bo girang bukan main. Wi Lo sudah pulih dan kini berendeng di tangan Beng San, kakek ini terkekeh-kekeh pula. Dan tepat mereka menuruni sebuah bukit, Chi Koan mulai memberi petunjuk-petunjuk mendadak terdengarlah seruan takut-takut dan muncullah Siauw Lam.

"Suhu...!"

Bukan hanya Chi Koan melainkan semua ikut terkejut. Siauw Lam, pemuda itu memanggil dan berlutut di tepi jalan. Wajahnya harap-harap cemas akan tetapi matanya bersinar-sinar. Dan ketika gurunya tertegun namun berubah girang, Semua ini tak luput dari pandengan pemuda itu maka Siauw Lam bangkit dan meloncat dekat, kembali menjatuhkan diri berlutut.

"Suhu!"

Chi Koan tak perlu diulang lagi ketika tiba-tiba tertawa bergelak dan tongkatpun menyambar. la menggebuk pundak pemuda itu namun bukan merupakan suatu serangan, Pemuda itu terpelanting namun bangkit lagi. Dan ketika gurunya mencelat dan mencengkeramnya berjungkir balik, terbahak-bahak maka Siauw Lam girang bukan main.

"Hm... Kau tikus cilik, licik, cerdik. Tepat sekali kedatanganmu dan pintar seperti iblis, Siauw Lam. Tak perlu bicara lagi bahwa aku mengampunimu. Bagaimana kau di sini dan tahukah kau gurumu dikejar-kejar orang!"

"Teecu tahu, dan karena itu teecu datang. Teecu sudah mendengar kegagalanmu suhu, akan tetapi tentunya kau sudah benar-benar tak mengingat perbuatan teecu beberapa bulan yang lalu. Teecu akan membantu namun suhupun harus membantu teecu."

"Ha-ha, bocah siluman. Kalau tak ada masalah tak mungkin kau datang. Apa yang menyebabkanmu begini dan seseorang tentu membuatmu ketakutan!"

"Benar, teecu menghadapi lawan mengerikan. Seorang pemuda bercaping lebar mengalahkan teecu, suhu, dan teecu tak sanggup menandinginya. la iblis yang entah dari mana. Teecu takut dikejar."

"Dan karena itu lalu bergabung dan kembali kepadaku? Murid siluman! Kalau saja gurumu tak sedang dalam kesulitan barangkali aku tak akan memperdulikanmu. Heh, bangkit dan sekarang bergabunglah dengan kami, Siauw Lam. Kita ke telaga See-ouw dan ambil sesuatu, lalu kabur!"

Siauw Lam girang dan tersenyum-senyum. Tentu saja yang dimaksudkannya adalah Boen Siong akan tetepi ia tak tahu lawannya itu. Hanya yang diingat baik adalah wajah pemuda itu, wajah yang tampan gagah namun memiliki sepasang mata mencorong. Wajah itu tak akan dilupakannya. Maka begitu bangkit dan Chi Koan tak membuang-buang waktu lagi, telaga itu sudah di depan maka ia melesat dan turun bukit. Kini dua muridnya lengkap di situ sementara Beng San tiba-tiba mengerutkan kening dan tampak tak senang, terganggu!

Akan tetapi pemuda ini diam saja dan tersenyum mengejek pada suhengnya itu. Sekarang suhengnya bukanlah orang yang perlu ditakuti setelah ia mendapat Hok-te Sin-kang, biarpun hanya setengah bagian saja. Dan ketika pemuda inipun tak bertegur sapa, Siauw Lam menyangka sutenya masih sakit hati oleh peristiwa Lin Lin dan Lan Lan dulu maka pemuda ini cengar-cengir dan iapun pura-pura minta maaf kepada Beng San.

Namun sesuatu membuat Chi Koan terkejut. Begitu sampai di See-ouw-pang dan berhenti di tepian maka muncullah orang-orang itu, kakek Naga Menara dan kawan-kawan. Mereka ini seperti siluman ketika tahu-tahu muncul dari balik bebatuan, jumlahnya tak kurang dari seratus orang karena bercampur dengan murid-murid telaga See-ouw. Dan ketika kakek itu membentak dan menghadang, hanya beberapa perahu saja terapung di atas telaga maka Chi Koan mengerutkan kening ketika dikurung orang-orang gagah ini, kelopaknya berkejap-kejap.

"Bagus sekali, muridmu yang lain muncul. Serahkan dirimu dan terima hukuman secara baik-baik, orang she Chi. Kami menangkapmu dan jangan melawan!"

"Atau kami mengadu jiwa dan kami atau kalian mampus. Serahkan diri dan terimalah dosa, Chi Koan. Kau menipu nenek-nenek seperti aku!" Yang-liu Lo-lo, nenek yang marah dan sudah mencabut sepasang gaetan baja itu marah pula. Nenek ini berada di antara yang lain-lain dan ia berdiri di sebelah Ji-liong-tah, kakek nomor dua. Dan ketika yang lain ribut-ribut dan membentak pula, keluarlah watak asli si buta ini maka Chi Koan tergelak-gelak. Tentu saja ia tak gentar namun harus cepat bertindak, menyeberang dan melempar orang-orang itu.

"Siauw Lam, Beng San, bunuh orang-orang ini dan susul aku di See-ouw-pang (markas). Jangan banyak cakap dan tak perlu sungkan-sungkan lagi!" dan menggerakkan tongkatnya melakukan sapuan kuat, Hok-te Sin-kang menyambar maka deru angin dahsyat membuat orang-orang itu mundur. Mereka tahu benar kehebatan si buta ini namun siapapun tak mau membiarkannya lolos.

Sebenarnya mereka cukup mengejutkan sí buta itu dengan kedatangannya di telaga See-ouw. Chi Koan tak tahu bahwa mereka ini memotong jalan. Maka ketika ia terkejut namun hanya sebentar saja, mundurlah orang-orang itu oleh sapuan tongkat maka si buta meloncat dan Kwi- bo diajaknya menyambar perahu. Wanita inilah yang selama ini tak pernah lepas dari cekalan si buta.

"Wut-dess!"

Yang-liu Lo-lo mengelak dan sepasang kakek Naga Menara juga menyelamatkan diri. Mereka mencabut senjata masing-masing akan tetapi saat itu Siauw Lam menerjang. Pemuda ini dalam usahanya menebus dosa tak bersikap main-main, tidak seperti Beng San umpamanya, yang ragu dan mengerling suhunya yang sudah meloncat di atas perahu, mendayung dan menyeberangi telaga. Namun ketika Beng San diserang dan apa boleh buat harus menangkis, Ban-tok Wi Lo tak jauh berbeda maka kakek itupun mencabut tongkat asapnya dan sekali membentak kakek ini berkelebat dan menangkis serta membalas.

"Trak-trak-trakk!"

Pecahlah pertandingan dan bentakan geram. Sepasang kakek Naga Menara menusuk dengan pedangnya sementara empat keluarga Tong mencabut pula senjata-senjata mereka yang aneh. Tong Kit sebagai orang tertua mencabut palunya, menyambar dan kalau mengenai kepala bisa pecah. Lalu ketika adiknya mencabut gergaji dan juga bor panjang, yang termuda mencabut potlod dan benang bangunannya maka empat orang itu menerjang kakek ini dan dua orang pemuda itu.

Tak pelak lagi Beng San maupun suhengnya di keroyok. Mereka mempergunakan kepandaian mereka menangkis dan menghalau akan tetapi yang lain-lain tak mau kalah. Murid See-ouw-pang yang sekarang berbalik dan membenci si buta dan muridnya ini berteriak. Mereka bagai harimau kelaparan menerjang pemuda-pemuda itu.

Namun ketika dengan mudahnya Beng San berkelit dan membagi pukulan, juga Siau Lam maka murid-murid itu terlempar dan Siauw Lam yang bertangan besi langsung memukul roboh. la mempergunakan Cui-pek-po-kian atau Thai- san-ap-ting yang dahsyat milik Gobi itu.

"Ha-ha, majulah, mari kuhajar. Kalian tikus-tikus busuk tak tahu diri, orang-orang tolol. Mari kulempar dan kuantar kalian ke neraka... des-dess!"

Pukulan atau tamparan pemuda itu membuat murid See-ouw-pang menjerit dan tentu saja pukulan ini membuat orang-orang gagah marah. Kini pukulan Gobi dipakai membunuh teman, siapa tak gusar. Maka ketika dua kakek itu menerjang dan pedang menikam atau membacok, Yang-liu Lo-lo berkelebatan dan melengking-lengking pula maka ketua Ui-eng-pang dan Pek-lian-pang mengejar si buta bersama murid-murid mereka.

"Tahan dan jangan biarkan mereka ke telaga. Kami mengejar dan menyerang si buta, jiwi-locianpwe (dua kakek gagah). Kita bagi tugas dan hidup mati adalah keputusan terakhir!"

Dua kakek itu mengamuk. Mereka mengangguk dan berseru hati-hati lalu berkelebatan menyambar-nyambar. Mereka mengeroyok bersama murid-murid See ouw-pang. Dan ketika Ban-tok Wi Lo terkejut namun tak dapat berbuat banyak, ia melihat lawan membagi tugas mereka maka sepasang kakek Naga Menara memimpin di sini sementara Chi Koan tiba-tiba dihampiri belasan perahu terdiri murid-murid Üi-eng-pang dan Pek-lian-pang, tentu saja berikut ketuanya.

"Berhenti, kami menuntut hutang-hutang kekejianmu. Bayar dan impaskan dulu semua dosamu, orang she Chi, atau kami menggelamkan perahumu!"

Chi Koan terkejut. la memaki dua muridnya yang dianggap goblok hingga orang-orang ini mengganggu. Tentu saja ia khawatir kalau perahunya tenggelam. Orang-orang itu ahli renang. Dan ketika ia bertanya kepada Kwi-bo berapa lawan yang mengejar mereka, bentakan ketua Ui-eng-pang dan Pek-lian-pang masih dibelakang maka Kwi-bo melempar dayung dan menyuruhnya membantu.

"Cecunguk-cecunguk itu tak perlu ditakuti. Asal kau mendayung bersamaku maka kita cepat mendarat, Chi Koan, disana tentu lebih gampang. Terimalah, dan dayung bersama aku!"

Akan tetapi terdengar tawa aneh. Dari depan, yakni dari seberang telaga yang merupakan markas besar See-ouw-pang tiba-tiba muncul dua perahu lain. Yang satu ditumpangi Wanita berpakaian serba putih sementara yang lain seorang pria gagah bercambuk Emas. Hong Cu dan Kim-liong-pian Song Kam! Dan ketika dua orang itu terutama Hong Cu terkekeh-kekeh, terkejutlah si buta maka dua perahu ini meluncur menyambut mereka.

"Hi-hik, bagus sekali. Di air tentu tak selihai di daratan, Chi Koan, aku telah menunggumu di sini!"

"Dan kau harus membayar dosamu atas kematian suheng dan suteku. Kau keji dan mempergunaken See-ouw-pang untuk berbuat kejahatan, Chi Koan, dari dulu sampai sekarang tetap busuk!"

Si buta berkejap-kejap. Tentu saja ia mengenal suara Hong Cu dan akhirnya si Cambuk Naga Emas Song Kam itu. Dua orang ini mendayung perahu mereka menyambut dirinyu. Akan tetapi karena ia tak takut dan justeru geram, Hong Cu membuat namanya berantakan maka ia tertawa dingin dan menyuruh Kwi-bo melaju.

Namun wanita itu tiba-tiba terpekik. Dari kiri dan kanan mendadak muncul dua perahu lain, kali ini diisi kakek-kakek berpakaian tosu. Dan ketika wanita itu terbelalak berseru lirih, itulah Giok Yang Cinjin dan Kim Cu Cinjin maka di tepi telaga masuklah tiga bayangan baru yang membuat Beng San kaget dan berubah, Lam-hai-kong-jiu dan dua puterinya Lin Lin dan Lan Lan.

"Aih, celaka. Dua kakek jahat itu kemari!"

"Siapa," si buta terkesiap, Beng San terpekik pula.

"Giok Yang dan Kim Cu Cinjin, Chi Koan. Dua tua bangka keparat itu muncul disini."

"Hm, dayung secepatnya dan jangan takut. Mari terbang!" si buta tiba-tiba tahu gelagat dan iapun mengerahkan tenaga mendorong perahu dengan kekuatan besar. Mendadak saja perahu terangkat dan terbang ke depan, lurus menerjang dua perahu Hong Cu dan Kim-liong-pian Song Kam. Dan ketika dua orang itu terkejut dan menamparkan dayung mereka, patah maka perahu jatuh lagi di atas air dan Chi Koan membentak lagi.

"Awas!" Perahu terangkat. Kwi-bo menjerit dan harus memegang pinggir perahu sekuat- kuatnya kalau tak ingin terlempar dan terbuang keluar. Si buta mengeluarkan tenaganya begitu dahsyat dan untuk kedua kali perahu inipun terbang di atas permukaan telaga. Sekali jatuh sudah belasan tombak. Akan tetapi ketika wanita ini memekik dan menuding ke depan, Giok Yang dan Kim Cu Cinjin mengejar mereka maka Chi Koan bagai dihentak palu godam.

"Boen Siong ada di sana!"

Si buta berhenti. la miringkan kepala mengikuti gerakan Kwi-bo. Benar saja, pemuda baju putih itu telah menunggu disana, di seberang. Dan ketika tawa pemuda itu membuat Chi Koan berubah, bagai siluman saja ia sudah didahului maka si buta pucat dan Kwi-bo memutar arah perahu dan kembali ke tengah telaga!

"Jahanam, keparat jahanam. Kembali dan bunuh saja tikus-tikus ini, Chi Koan. Biar kuterjang perahu gadis itu dan teman-temannya!"

Chi Koan masih berubah. la membiarkan saja Kwi-bo memutar dan mendayung perahu, mereka kembali ke tengah. Dan ketika terdengar bentakan Hong Cu dan juga si Cambuk Emas, disusul Giok Yang dan Kim Cu Cinjin maka Kwi-bo menyambut orang-orang ini. Ledakan rambutnya dan tamparan dayungnya disambut pedang dan cambuk yang meledak kuat.

"Plak-bret-tar!"

Perahu miring ke kanan dan si buta terkejut. la sadar ketika temannya berteriak dan Kwi-bo roboh. Wanita itu tak kuat oleh empat serangan dari empat perahu. Maka ia membentak dan menyapukan tongkatnya, si buta menjadi marah akhirnya empat orang itu terdorong dan perahu mereka mundur jauh.

"Kembali dan lari ke tempat lain saja. Di sini berbahaya, Chi Koan, aku tak pandai berenang. Celaka!"

"Diam, beritahukan padaku arah paling aman perahu kita menepi. Jangan berteriak-teriak, Kwi-bo, bagaimana jahanam-jahanam itu muncul!"

"Ke kiri, tepian kiri. Terbangkan perahu ke kiri, Chi Koan, tepian sana kosong!"

"Baik, pegang erat-erat atau aku mengamuk di tempat ini" Chi Koan menjadi merah sekali dan ia begitu gugup. Tak di sangkanya Boen Siong tahu-tahu di seberang telaga. Rupanya pemuda itu sudah mendahului di sana sementara mereka tahu dihadang sepasang kakek Naga Menara dan lain-lain. Akan tetapi ketika ia menuju ke sini dan perahunya terbang meluncur ke depan, ia memukul dan mendorong permukaan telaga dengan sinkang yang amat kuat mendadak saja Kwi-bo berseru lagi dan menyambar lengannya.

"Po Kwan, pemuda itu! Ah, ia di sana, Chi Koan, kita dihadang!"

Si buta terkejut lagi. Terpaksa ia menahan perahunya lagi dan Kwi-bo memintanya ke kanan. Namun baru saja ia memutar ke kanan dan siap melesatkan perahunya maka Siao Yen, gadis lihai itu di sana pula, mengejek,

"'Mari, ke marilah. Ayo, orang she Chi, jangan takut. Aku seorang diri!"

Chi Koan tertampar. Kini îa dikepung orang-orang muda itu dan mukanya serasa dibeset. Malu dan hawa amarah membubung. Akan tetapi ketika desir empat perahu mendekatinya, itulah Giok Yang dan Kim Cu Cinjin dan dua yang lain tiba-tiba si buta membalik. Dan... plak", perahunya meluncur dan menyambut orang-orang ini. Wajahnya hitam gelap dan kebengisan dahsyat tak dapat disembunyikan lagi.

"Tangkap dan robohkan mereka. Bantu aku menangkapnya hidup-hidup, Kwi-bo, terutama Kim Cu Cinjin.. Jadikan ia sandera dan tawanan di perahu kita!"

Kwi-bo terbelalak. Di tengah telaga yang luas dan amat dalam itu keadaannya tiba-tiba tak begitu baik. Muka dan kiri kanan terdapat tiga orang muda itu, sementara belakang adalah pertempuran antara Siauw Lam dan orang-orang gagah. Namun karena dari semua pilihan ini yang terbaik rupanya adalah siasat itu, menangkap dan menawan Kim Cu Cin Jin maka wanita itupun menaruh harapan dan iapun menyuruh temannya merobohkan musuh, ia sendiri menyambar dayung dan mengendalikan perahu.

Akan tetapi terjadi keributan di tepian sana. Chi Koan yang sudah berkonsentrasi penuh dan siap menghajar Hong Cu dan lain-lainnya ini mendadak dibuat pucat oleh teriakan Beng San. Teriakan ini disusul oleh Siauw Lam dan akhirnya Ban tok Wi Lo. Dan ketika ia tertegun dan menghentikan tongkatnya, ia sudah menyapu dan siap menggerakkan tongkat itu menyambut lawan maka sebuah perahu mendekati mereka, cepat berkecipak.

"Suhu tolong. Naga Gurun Gobi Peng Houw datang!"

"Benar, dan ketua-ketua Heng-san serta lain-lainnya itu mengamuk. Kami tak berani menghadapinya, suhu, tolong!"

Si buta terhenyak. Tak ia sangka bahwa itu adalah Beng San dan Siauw Lam serta Ban-tok Wi Lo. Tiga orang ini melarikan diri dan kini mengejar dirinya di atas perahu. Entahlah siapa yang lebih buruk di antara mereka, dia yang berada di telaga atau murid-muridnya yang tadi di daratan!

Akan tetapi ketika kekeh Hong Cu membuat kemarahannya meledak, saat itu orang-orang gagah di daratan mengejar dan berteriak-teriak menyusul dua muridnya ini maka hanguslah wajah si buta dan tiba-tiba ia melengking dahsyat membuat perahu Kim Cu Cinjin dan lain-lain terguling....!

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 31

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

AKAN tetapi sesuatu masih mengingatkannya. Ia bergumam dan meminta maaf dan membawa gurunya ke sebelah timur. Di sini ia melihat sebuah celah di antara parit- parit lebar. Maka ketika ia bergerak sementara gurunya semakin gugup, juga tentu saja marah maka gurunya bertanya apakah ia menuju See ouw-pang

"Ya, teecu (aku) berusaha membawamu ke sana. Akan tetapi bersembunyi dulu di suatu celah, suhu. Teecu melihat persembunyian baik untuk kita menyelamatkan diri. Delapan penjuru telah dikepung musuh."

"Dan di mana Boen Siong? Pemuda keparat itu tak kelihatan?"

"Tidak, suhu, ia tak kelihatan."

Si buta dibawa muridnya ke celah di antara parit-parit lebar itu. Teriakan dan bentakan di delapan penjuru hilanglah sudah dan Chi Koan lega. Paling tidak kini ia merasa tenang. Dan ketika Beng San memasuki celah itu dan langsung mengajak gurunya bersembunyi, kedua matanya yang tajam segera girang bahwa tempat ini adalah sebuah guha panjang maka ia melepaskan gurunya itu dan duduk bersila. Pemuda inipun merasa tegang dan gelisah sementara gurunya juga berhenti di situ sambil miringkan kepala.

"Hm, ada bunyi air," si buta tiba-tiba berkata. "Lihatlah dan periksa bunyi air itu, Beng San. Tempat ini tidak sekedar celah!"

Beng San kagum. Memang ia belum memberi tahu gurunya bahwa celah yang mereka masuki ternyata adalah sebuah guha. Bagian depan begitu sempit hingga cukup untuk seorang saja. Maka ketika ia bangkit dan berkata bahwa itu adalah sebuah guha, di bagian dalam ternyata luas maka pemuda ini menajamkan telinganya dan akhirnya mengakui bahwa di bagian belakang, empat lima tombak dari situ terdengar bunyi air seperti sungai mengalir.

Beng San melompat dan memeriksa tempat itu dan terkejut. Di luar sana, di bawah ternyata terdapat sebuah tempat curam yang amat mendebarkan. Seratus meter di bawah itu terdapat sungai bawah gunung, jernih dan berkelak-kelok akan tetapi bukan main mengerikannya. Sungai itu tampak kecil bagai seekor ular melenggak-lenggok, áirnya berkilauan dan belakang guha ini ternyata jurang.

Diatas guha itu mendapat cahaya yang cukup, kiranya dari muka dan belakang sama-sama bercelah. Dan ketika Beng San tertegun dan gurunya memanggil, ia berkelebat ke depan maka gurunya bertanya apakah betul suara air itu. Pemuda ini menelan ludah sebelum menjawab.

"Betul, sungai kecil di bawah. Pendengaranmu tajam, suhu. Akan tetapi apa sekarang yang hendak kau lakukan. Rasanya tempat ini cukup aman."

"Hm, berapa kedalaman sungai itu, maksudku berapa tingginya dari tempat ini?"

"Sekitar seratus meter," pemuda itu tak berani berbohong.

"Dan kita masih tetap di wilayah Kun lun? Belum keluar sama sekali?"

"Betul, suhu, di delapan penjuru kaki gunung terdapat banyak musuh, kita belum keluar."

"Kalau begitu istirahat dan siapkan jarum-jarum atau pisau rahasiamu. Begitu malam tiba kita tinggalkan cepat tempat ini!" Chi Koan memikirkan sesuatu dan menyambung, "Eh, mungkinkah dari belakang itu musuh masuk!"

"Hm, rasanya tak mungkin. Di bawah sana adalah tebing yang curam dan licin, suhu. Hanya manusia bersayap yang mampu memasuki tempat itu."

"Bagus, kalau begitu sekarang beristirahat. Kita menjaga masing-masing di kiri kanan pintu guha, bersembunyi!"

Beng San mengangguk. Memang tak ada lain jalan bagi mereka setelah berada di tempat itu. Celah itu hampir tak kelihatan sementara orang-orang kang-Ouw itu tak mungkin tahu. Yang tahu hanya tosu Kun-lun, begitu tentunya. Maka ketika ia duduk dan bersila seperti gurunya, mereka harus beristirahat dan memulihkan tenaga maka beberapa jam kemudian mataharipun condong ke barat.

Suara atau bentakan orang-orang kang-ouw sudah betul-betul bersih. Dan ketika dua orang ini bersila sambil menantikan malam tiba, masing-masing dengan pikiran dan perasaan berbeda maka sejenak keduanya melupakan kebisingan dan Chi Koan sudah mulai berseri karena sejauh itu keadaan mereka selamat!

Menjelang matahari terbenam Beng San membuka mata. Dialah yang lebih dulu merasakan kegelapan itu. Celah guha sudah temaram sementara sebentar lagi keadaan guha akan benar-benar gelap. Dalam bersila tadi ia dipenuhi bermacam pikiran, banyak sekali hal-hal yang mengganggu. Maka ketika matahari sudah mulai bersembunyi di balik gunung ia membuka mata dan hati-hati memandang gurunya maka pemuda ini tak berani sembrono dengan menduga gurunya lelap. Telinga gurunya ini terlampau tajam dan ia harus waspada.

"Suhu...!"

Benar saja sang suhu bergerak. Chi Koan menggerakkan kelopak matanya dan itu cukup bagi pemuda ini. Beng San bangkit dan mengebutkan bajunya. Dan ketika sang suhu bertanya apa yang hendak ia katakan maka pemuda ini menjawab bahwa ia ingin menengok keadaan.

"Teecu ingin keluar, memeriksa, boleh atau tidak."'

"Hm, malam sudah mulai tiba?"

"Benar, suhu, akan tetapi belum gelap benar. Teecu akan menyelidiki dan melihat apakah suasana aman benar."

"Baik. Akan tetapi bersama aku!" sang suhu tiba-tiba bergerak dan mencelat di atas pundaknya. "Kalau keadaan aman langsung saja lari, muridku. Kita berdua harus cepat ke See-ouw-pang!"

Pemuda ini tertegun, merah. Sang suhu sudah berada di pundaknya dan tongkat itu siap diputar. Kalau sudah begini maklumlah dia bahwa sang suhu tak mau ditinggal. Bahkan ia mungkin dicurigai, maklum, dua kali ia menyatakan ingin menyerah. Maka mendelik namun tak terlihat gurunya, diam-diam mengepal tinju maka apa boleh buat pemuda ini berkelebat keluar dan membawa gurunya serta. Gurunya terlampau tajam dan pandai menilai keadaan!

Beng San berdebar tegang setelah diluar. Sekeliling sudah terasa gelap dan sunyi-sunyi saja. Akan tetapi karena itu masih wilayah Kun-lun dan ia harus berhati-hati, ia harus menahan kemarahannya maka melompat dan berindap dicelah bebatuan segera pemuda ini mecari jalan keluar. Bintang dan bulan sepotong memberi cahaya. Akan tetapi gurunya tiba-tiba menekan pundaknya. la disuruh berjongkok dan saat itu suhunya miringkan kepala.

Hampir lima detik kemudian terdengarlah suara orang bercakap-cakap. Dan ketika pemuda ini terkejut namun kagum, gurunya benar-benar memiliki telinga luar biasa maka berkelebatlah bayangan tiga orang dan Yang-liu Lo-lo serta sepasang kakek Naga Menara muncul.

"Keparat, benar-benar terkutuk. Kita telah dipermalukan dan ditipu habis-habisan oleh si buta itu, Siang-liong-tah, dan sekarang mereka bersembunyi. Jahanam benar sampai sedemikian lama kita tak menemukan jejaknya juga. Tak mungkin ia lolos!"

"Benar, dan kita salah lahir batin terhadap orang-orang Utara. Kita tertipu dan terkecoh habis-habisan, Lo-Lo, akan tetapi jahanam itu tak mungkin lenyap. Bi Wi Cinjin telah menjamin kita bahwa tempat ini terkepung rapat. Hanya kalau ia mempunyai sayap dan terbang lewat atas barulah selamat!"

Tiga orang itu lewat dan mereka mengutuk serta memaki Chi Koan. Beng San mendengarkan dengan mulut tertawa dan hampir ia menyerang. Akan tetapi ketika gurunya menekan dan kembali menyuruhnya merunduk. saat itulah lewat empat bayangan lain maka Tong-bun-su jin berkelebat pula. Mereka inipun mengumpat dan mencaci-maki.

"Sial, ke mana mereka lari. Lebih dari empat jam kita meronda, suheng, akan tetapi si buta dan muridnya itu tak kelihatan. Masa mereka lolos!"

“Tak mungkin, Bi Wi Cinjin menjamin. Naga Gurun Gobi dan puteranya juga berkata seperti itu, su-te (adik keempat), ia tak mungkin lolos. Kita sudah diberi tanda dan masing-masing akan segera tahu. Bersabarlah dan ia pasti tertangkap!"

"Dan kita telah berdosa terhadap Naga Gurun Gobi dan lain-lainnya itu. Si buta itu benar-benar iblis dan jahanam sekali, suheng. Mati dicincang-cincang pantas sekali untuknya!"

'Ya, dan aku akan mengerat dagingnya sedikit demi sedikit, lalu kupotong lidah dan ujung hidungnya!"

Chi Koan menjadi merah dan empat orang itu lewat dengan cepat. Untunglah mereka terlindung di balik batu besar akan tetapi kalau kegelapan tak membantu mereka pasti mereka ketahuan juga. Persembunyian mereka dapat diketahui dari arah lain. Dan ketika Beng San tertegun akan tetapi tersenyum mulutnya, sang guru mengerotkan gigi maka ia bertanya apakah empat orang itu perlu dikejar.

"Tidak," akan tetapi gurunya menggeleng. "Berbalik dan cari tempat lain saja, muridku, kita buktikan benarkah tempat ini masih dikepung musuh."

"Tidak kita susul dan tangkap mereka saja? Mereka menghinamu, suhu, tangkap dan dihajar. Teecu ingin membunuhnya."

"Tidak perlu, masih ada lain kesempatan. Berbalik dan cari tempat lain saja!"

Beng San mengangguk dan berkelebat membawa gurunya ke tempat lain. Di bawah sinar bulan dan bintang-bintang di langit iapun bergerak ke kiri. Akan tetapi ketika gurunya mengetuk dan kembali menyuruh ia membungkuk, lewatlah bayangan-bayangan lain maka ketua Ui-eng-pang dan Pek-lian-pang muncul. Mereka inipun mencaci-maki dan mencari gurunya.

"Hm, ke kanan! " gurunya akhirnya berseru. "Ternyata tempat ini benar-benar dikepung rapat, muridku, akan tetapi kita harus mencari yang terlemah!"

Beng San setuju. Dengan hati khawatir namun harus dikerjakan iapun ke kanan mencari lubang keluar. Berturut-turut Yang-liu Lo-lo dan lain-lain berkelebatan. Dan ketika akhirnya ia menahan napas bahwa di empat penjuru sama saja, di kanan terdapat tosu-tosu Kun-lun sementara muka dan belakang berdirilah Lo-han-hok-houw dan lain-lain maka di sini ia berhenti. Satu dari empat kepungan harus diterobos.

"Sekarang bagaimana menurut suhu. Kembali ke guha atau menerobos mereka."

"Hm, mana yang terlemah menurut pendapatmu."

"Tosu-tosu Kun-lun, suhu, akan tetapi mereka itu beranting. Sekali ada yang berteriak tentu memanggil yang lain. Dan merekapun tepat di jalanan umum menuju puncak."

"Kalau begitu Lo-han-hok-houw itu saja, akan tetapi selidiki benarkah ia sendirian saja, maksudku apakah ia tak bersama seseorang dari para tokoh yang dapat membahayakan kita!"

Beng San menahan debaran hatinya. Lo-han Hok-houw si Buddha Penakluk Harimau itu berada di barat. la tadi terlihat hanya dengan orang-orang kang-ouw biasa saja, artinya tak ada para tokoh yang dapat membahayakan mereka. Maka berkelebat dan menyelinap ke sini, benar saja hanya kakek gemuk pendek itu disertai belasan orang tak berarti maka pemuda ini berhenti dan melihat keadaan di depan, berbisik.

"Hanya kakek itu saja. Akan tetapi yang sulit jalan keluarnya, suhu. Ada jurang di depan sana."

"Kau dapat melompati?"

"Dapat, suhu, asal tak mendapat serangan."

"Bagus, coba berapa lebar jurang itu."

"Sekitar sepuluh tombak."

"Dan berapa musuh yang ada di tempat ini."

"Sekitar duapuluh, akan tetapi hanya kakek itu yang berbahaya."

"Sekarang alihkan perhatian mereka, robohkan sebatang pohon dengan timpukan yang kuat!"

Beng San berseri. Gurunya telah memberinya sepotong batu kecil sebesar telapak tangan. Batu ini tajem sekeliling tepinya dan tepat sekali dipakai menimpuk. Sekali digunakan tak ubahnya piring gergaji. Maka. ketika, menerima dan cepat menimpukkan itu, batu berputar dan menyambar seperti gasing maka terjadilah ribut-ribut ketika pohon di belakang kerumunan orang-orang itu terpotong dan roboh. Suaranya berisik.

"Cepat bergerak dan lompati jurang itu. Timpuk lawanmu begitu melihat!"

Beng San tak perlu diulang kedua kali. Begitu Lo-han-hok-houw dan kawan-kawan berhamburan ke pohon yang tumbang itu maka secepat itu pemuda ini melesat dan berjungkir balik. Kakek itu menjaga tepi jurang namun kini meninggalkannya. Akan tetapi karena Lo-han-hok-houw bukanlah tokoh yang gampang diperdayai, kakek ini melompat akan tetapi tangan kirinya tiba-tiba bergerak melepas sebuah panah api maka saat itu pula ia tetap memperhatikan tepi jurang dan bayangan pemuda ini tentu saja terlihat, begitu pula gurunya yang berada di atas pundak.

"Heii, itu!"

Akan tetapi Chi Koan mendahului muridnya. Meskipun ia telah memberikan sebutir batu kepada muridnya lagi akan tetapi di tangan kiri si buta ini terdapat batu-batu lain. Suara Lo-han-hok-houw dapat ditangkap arahnya. Maka ketika muridnya berjungkir balik dan teriakan itu didengar yang lain, saat itu pula batu hitam menyambar kakek gemuk pendek ini maka Lo-han-hok-houw berteriak ngeri ketika tiba-tiba roboh, apalagi ketika Beng San juga menyambit dan mematuhi pesan gurunya tadi.

"Crep-crep" dua batu susul-menyusul menancap di tubuh kakek ini dan kakek itu terpelanting. Panah apinya melesat ke atas dan ini tak dilihat Chi Koan. Hanya Beng San itulah yang tahu. Namun karena pemuda ini tak perduli dan saat itu ia telah berjungkir balik diatas jurang, diam-diam timbul niat keji untuk mendorong gurunya jatuh namun tak jadi dilaksanakan maka pemuda itu berhasil menyeberang dan ini membuat geger. Orang-orang itu melihatnya.

"Dia, si buta dan muridnya!"

"Benar, mereka lolos!"

Lalu ketika orang-orang itu berteriak satu sama lain, gaduh maka Chi Koan tertawa akan tetapi Beng San berseru kaget. Lima orang berkelebatan di depan dan gurunya tak mendengar karena tertutup oleh kegaduhan suara orang-orang itu. Si buta baru terkejut ketika muridnya berseru keras.

Maka ketika ia menghentikan tawanya dan saat itulah lima orang ini berada di depan maka Beng San tertegun karena satu di antara orang-orang itu adalah Kim-liong-pian (Cambuk Naga Emas) Song Kam, orang yang muncul dalam urusannya dengan See-ouw-pang karena itulah sute atau adik seperguruan mendiang Ning Po.

"Berhenti, kalian tak mungkin lolos. Serahkan diri baik-baik atau kami menangkap dan menghajar kalian!"

Sama seperti Lo-han-hok-houw diseberang jurang sana tiba-tiba Cambuk Naga Emas dan empat temannya ini melepas panah api. Barulah Beng San menjadi pucat setelah mengerti itu. Itu kiranya tanda untuk memanggil bala bantuan! Akan tetapi ketika lima orang ini berlompatan dan menghadang mereka. barulah sekarang juga pemuda ini tahu siapa mereka itu maka gurunya mengelebatkan tongkat dan desing mengerikan menyambar orang-orang itu, juga jarum yang tiba-tiba berhamburan ketika si buta memencet gagangnya.

"Roboh dan jangan banyak mulut. Mampuslah, tikus-tikus busuk. Kubunuh kalian semua!"

Akan tetapi lima orang ini membanting tubuh bergulingan. Mereka meraup pasir dan menyambitkannya ke depan. Kim-liong-pian si Cambuk Emas telah meledakkan cambuknya. Dan ketika bentakan dan seruan disusul lima tubuh yang membanting diri bergulingan maka Beng San yang tak menyangka disambar pasir-pasir halus berteriak dan terhenti meloncat. la tadi tertegun oleh orang kedua di belakang Kim-liong-pian ini, kakek gagah yang bukan lain Lam-hai-kong-jiu ayah Lan Lan dan Lin Lin.

"Augh!" teriakan pemuda ini mengejutkan si buta. Chi Koan kaget ketika tiba-tiba muridnya berhenti. Mata kiri pemuda itu kena pasir. Dan ketika pemuda ini mengucek-ucek matanya sambil mengumpat, saat itulah lima orang itu bergulingan bangun maka mereka menerjang dan si buta terpaksa turun.

"Ada apa, kenapa berteriak. Apa yang terjadi, Beng San, apa yang dilakukan oleh orang-orang ini?"

"Teecu diserang pasir. Mereka licik menyerang mata teecu, suhu, teecu kena sebelah"

"Keparat, biar kubunuh mereka akan tetapi cepat lari. Kudengar suara-suara lain! " si buta mencelat dengan tongkatnya dan mendadak ia melepas serangan maut. Ujung tongkat menderu menghantam orang-orang itu sementara tangan kirinya bergerak, Hok-te Sin-kang tak mau kalah. Dan ketika si Cambuk Emas berteriak untuk melempar tubuh bergulingan, tangan kembali meraup dan menyambitkan pasir-pasir halus maka lima orang itu mengelak dan tongkat serta Hok-te Sin-kang menimpa tanah.

"Desss!" bagai dihajar martil besi tanah dan bebatuan muncrat. Sebuah kubangan terdapat di situ, tak kurang sedalam satu kaki! Dan ketika si buta marah namun gagal, Beng San telah membersihkan matanya kembali maka pria ini berkelebat di atas pundak muridnya lagi dan tak jadi mengejar lawan-lawannya itu. Telinganya menangkap suara banyak orang mendatangi tempat itu.

"Lari, terjang dan robohkan siapa saja. Tongkatku membantu dari atas!"

Beng San menggigil. Sebenarnya terjadi perang hebat di dalam batinnya saat itu. la sebenarnya ingin menyerahkan diri dan meminta ampun. Mengingat ia hanyalah murid dan bukan sumber utama maka Naga Gurun Gobi Peng Houw pasti mengampuninya. Yang bersalah adalah gurunya, gurunya itulah yang akan dihukun berat. Dia hanya ikut-ikutan.

Akan tetapi ketika jari-jari gurunya mencengkeran tengkuknya dan ia tahu apa artinya itu gurunya tak mau dibantah maka iapun mengeluh dan saat itu dari empat penjuru muncullah Yang-liu Lo-lo dan lain-lain. Mereka itu menyeberangi jurang dan kiranya di tengah jurang telah dipasang tangga tali yang melintang dan kini dipakai menyeberang, cepat sekali.

"Berhenti, serahkan diri kalian. Jangan coba-coba lari, orang she Chi. Kau dan muridmu menipu kami!"

"Benar, dan dosamu bertumpuk. Kaupun telah membunuh Lo-han-hok-houw!"

"Juga Siang-mouw Sian-li dan So Hak!"

"He, kalian tak mungkin lolos, orang she Chi. Kami mengepungmu dari segenap penjuru. Menyerah atau kami cincang!"

Beng San berubah karena sekejap itu orang-orang itu sudah berlarian mengepung mereka. Dari tepi jurang mereka sudah memencar diri dan kini berteriak-teriak mengepung, lebar namun rapet dan itulah pekerjaan berat baginya. Apalagi ketua-ketua partai dan dua hwesio Gobi juga berada di situ. Akan tetapi ketika gurunya membentak dan menyentak lehernya, diangkat dan meluncur terbang maka pemuda ini tak dapat berbuat apa-apa ketika harus menerjang dan membobol kepungan.

"Bunuh dan sikat mereka itu!"

Beng San menggigit bibir. Dalam saat seperti itu yang paling ditakuti adalah munculnya Boen Siong, juga kakak beradik Siao Yen dan Po Kwan. Maka ketika ia membentak dan menerjang orang-orang itu, gurunya mendahului dengan kesiur angin tongkat maka pemuda ini mengerahkan Hok-te Sin-kang dan terlemparlah orang-orang di depan oleh kemarahan guru dan murid.

"Bres-bress!"

Tujuh orang mencelat dan terbanting. Beng San terbang mempergunakan Lui-thian-to-jitnya dan gurunya berseri menyambarkan tongkat ke kiri kanan. Dari ujung tongkat menyembur jarum-jarum halus. Dan ketika orang-orang itu terpaksa mundur namun melebarkan kepungan, Beng San memberi tahu gurunya maka si buta membentak agar terus menerjang. Dan saat itu terdengar kekeh dan tawa seseorang.

"Bagus, kami membantumu. Aku di sini Chi Koan, jangan takut"

"Dan aku di sini. Heh-heh.... orang-orang ini tak tahu diri, Chi-taihiap, mari kubantu dan kuselematkan kau!"

Kwi-bo, dan juga Ban-tok Wi Lo mendadak muncul. Kedatangan mereka itu sungguh tepat sekali dan yang lebih tepat lagi adalah serangan mereka di luar kepungan. Tentu saja orang-orang gagah itu terkejut dan kaget ketika dari belakang menyambarlah Jarum-jarum halus dan asap beracun. Tongkat Wi Lo mengeluarkan itu. Dan ketika beberapa di antaranya berteriak dengan wajah terbakar, hangus maka mereka mundur menjauh dan kesempatan ini tak dibuang-buang si buta.

"Ha-ha, bagus kalian datang. Terima kasih, Kwi-bo, kuberi hadiah khusus untukmu. Dan kau!" Si buta berseri-seri. "Akan kuberikan sebagian Bu-tek-cin-keng kepadamu, Wi Lo, bantu dan bebaskan aku dan kita ke See-ouw-pang!"

Kakek itu terkekeh. la menggerakkan tongkat asapnya sementara Kwi-bo dengan jarum-jarum halus dan ledakan rambutnya. Bau harum menyambar akan tetapi bersamaan itu pekik-pekik maut terdengar. Iblis wanita ini mendapatkan korban dengan jarum-jarum berbahayanya. Dan ketika Beng San juga gembira bahwa sahabat datang membantu mereka, inilah kesempatan meloloskan diri maka ia meloncat dan terbang meninggalkan gunung. Chi Koan tergelak-gelak.

Akan tetapi dari baweh muncul tosu-tosu Kun-lun. Rupanya tempat itu telah dibagi sedemikian rupa dan masing-mading bakal mendapatkan bantuan yang cepat. Panah api dan teriakan merupakan pertanda khusus. Dan ketika Chi Koan menggerakkan tongkatnya disusul muridnya, Kwi-bo dan Ban-tok Wi Lo membantu di belakang maka tosu-tosu itu berpelantingan menjerit dan roboh mendelik. Tak ada ampun dari tangan si buta yang kejam dan telengas.

"See-ouw-pang, cepat ke See-ouw-pang!"

Beng San berdebar. Gurunya berteriak berulang-ulang dan iapun menjadi ingin tahu. Ditanyanya ada apa dengan See-Ouw-pang. Dan ketika dalam kegembiraannya gurunya berkata bahwa menyimpan sesuatu, catatan Bu-tek-cin-keng maka degup di dada pemuda ini serasa lebih kencang.

"Aku meninggalkan catatan itu di sana. Ambil dan setelah itu menghilang, muridku, biarkan orang-orang ribut mencari kita!"

Pemuda itu bersinar. Mendadak ia menerjang dan membentak kuat ketika Lam hai-kong-jiu di depan. Bersama dua hwe-sio Gobi kakek gagah itu tahu-tahu disitu. Dan ketika mereka menapgkis namun tak kuat, terhuyung dan akhirnya terpelanting maka saat itulah ratusan obor berlarian datang.

"Chi Koan, lemparkan granat peledakmu. Dari atas gunung datang bantuan besar!"

"Hm, benarkah?"

"Benar," Beng San mendahului. "Pasti Boen Siong dan ayah serta lain-lain suhu. Lemparkan granat tangan dan biarkan keadaan gelap!"

"Akan tetapi granatku tinggal beberapa saja. Aku harus menghematnya, Beng San, hanya kupergunakan jika benar-benar perlu!"

"lni perlu, kita harus menyelamatkan diri. Ada dua parit lebar yang harus tecu lompati, suhu. Ledakkan dan jangan biarkan kita dikejar!"

Si buta tertegun, akan tetapi tiba-tiba merogoh dan melempar sebuah granat. Memang ia tinggal memiliki beberapa lagi dan harus dihemat. Kalau suara muridnya tak begitu gemetar dan serius tentu ia mengandalkan sapuan tongkatnya. Belasan musuh telah mereka binasakan. Akan tetapi begitu tak berpikir panjang dan Kwi-bo juga berseru penuh kekhawatiran, tahulah dia suasana yang serius maka udara seketika menjadi gelap-gulita dan sinar bintang ataupun cahaya bulan tak mampu menembus lagi.

"Dar!" Beng San melewati sebuah parit dan Kwi-bo serta Ban-tok Wi Lo juga mengikuti. Mereka sudah di bawah gunung dan empat orang ini cepat melarikan diri, Wanita itu terkekeh-kekeh. Dan ketika sebentar kemudian parit kedua dilewati pula, saat itulah menyambar tiga sosok bayangan maka jantung di dada pemuda ini serasa berhenti berdetak saking kaget dan pucatnya.

"Berhenti, kalian tak dapat lolos. Aku di sini, orang she Chi, bayar hutangmu kepada ayah ibuku!"

"Benar, dan kaupun berhentilah. Serahkan gurumu dan hukumanmu menjadi ringan, Beng San. Kami tak akan mengganggumu bila kau menyerah baik-baik!"

"Atau aku membunuhmu, dan kalian semua mampus!"

Beng San benar-benar pucat. Bersamaan melewati jurang itu maka melayanglah tiga bayangan putih kuning dan hijau. Mereka sama-sama menyeberangi jurang atau parit lebar itu, Boen Siong dan Po Kwan serta Siao Yen! Dan ketika masing-masing sama berjungkir balik di tepian , hampir berbareng pula menapakkan kaki maka Boen Siong pemuda baju putih itu melepas hui- (golok terbang) duabelas buah banyaknya, masing-masing ke arah dirinya dan gurunya serta Kwi- bo dan Ben-tok Wi Lo.

"Cet-cet-cet!"

Melempar duabelas hui-to ke sasaran yang berbeda-beda bukanlah pekerjaan yang gampang, apalagi menuju jalan-jalan darah tertentu. Akan tetapi ketika si buta dapat menangkisnya dan enam hui-to terpental, ia dan muridnya selamat maka Kwi-bo menjerit dan Ban-tok Wi Lo juga terjengkang. Kiranya dua orang ini kalah kuat ketika menangkis dan sebuah hui-to menancap dibahu masing-masing. Hui-to tadi terpental akan tetapi masih menyambar kakek dan wanita iblis itu. Dapat dibayangkan betapa lihainya.

"Augh, keparat!"

Chi Koan terkejut. la mendengar teriakan dua orang itu dan tentu saja berubah. Inilah kawan yang dapat diandalkan. Akan tetapi ketika berkelebat bayangan putih dan Boen Siong menyambar mereka, belum apa-apa Beng San membanting tubuh bergulingan maka si buta mengikuti muridnya pula dan apa boleh buat melempar lagi sebuah granat, mengutuk.

"Jahanam!"

Beng San lega. la memang membanting tubuh bergulingan begitu Boen Sion menyambarnya. la sudah terlampau gentar dan ngeri menghadapi putera Naga Gurun Gobi ini. Boan-eng-sut (Elang Cahaya) yang dimiliki pemuda itu amatlah hebatnya, belum lagi ilmu kepandaiannya yang tinggi yang membuat ia jerih. Hok-te Sin-kang seakan tak begitu manjur terhadap murid Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip ini.

Maka ketika ia lebih baik menghindar akan tetapi gurunya justeru marah-marah, ia dimaki pengecut maka ledakan granat membuat tempat itu menjadi gelap pekat dan Beng San tak mau membuang-buang kesempatan, meloncat bangun dan lari.

"Pengecut, belum apa-apa menbanting tubuh bergulingan. Kita dapat menyatukan Hok-te Sin-kang, Beng San, kenapa ketakutan. Kau membuat pakaianku kotor!"

"Maaf, ada Po Kwan dan adiknyula disini. Kalau Kwi-bo dapat menandinginya tak mungkin teecu menghindar, suhu, akan tetapi musuh terlalu kuat. Apakah suhu yakin mengalahkannya padahal masih banyak musuh yang lain," Beng San membantah, bela dirinya tepat dan Chi Koan akhirnya mengakui itu.

Tentu saja ia tak tahu bahwa muridnya ingin memiliki catatan tentang Bu-tek-cin-keng itu, bahwa ia ingin cepat-cepat ke See-ouw-pang dan jangan sampai terbunuh kalau catatan itu belum di tangan. Maklum, bukankah Hok-te Sin- kang masih setengah bagian saja dimiliki pemuda ini. Maka ketika Beng San membela diri padahal sebenarnya memiliki pamrih pribadi, tak ingin gurunya terbunuh sebelum memiliki itu maka pemuda ini telah mempergunakan Lui- thian-to-jitnya untuk turun gunung dan menyelamatkan diri. Akan tetapi Kwi-bo tiba- tiba berteriak, juga Ban-tok Wi Lo.

"Hm, lepaskan aku dan bantu kakek itu. Biar aku bersama Kwi-bo, Beng San, kau menolong kakek itu!"

Chi Koan tiba-tiba mencelat dari pundak muridnya dan tahu-tahu ia telah menyambar Kwi-bo. Wanita yang roboh dan terluka bahunya ini menjerit, tentu saja memanggil si buta. Dan ketika Chi Koan mengangkatnya dan mendudukkan wanita itu di kedua pundaknya, ganti seperti Beng San mendadak iblis cantik ini terkekeh. Pangkal pahanya begitu dekat dengan tengkuk si buta.

"Hi-hik, kau membuatku merinding. kulit lehermu begini halus, Chi Koan, kau membangkitkan gairahku. Aduh, Sakitku tiba-tiba hilang!"

"Diam!" akan tetapi si buta membentak. "ini bukan saatnya main-main, Kwi-bo. Aku akan mempergunakan Lui-thian-to-jitku dan kau penunjuk jalan. Awas, ke mana aku lurus atau belok!"

Kwi-bo menjerit. Tiba-tiba si buta mencelat amat cepatnya dan iapun tentu saja ngeri. Cepat dipegangnya kepala itu kuat-kuat dan maklumlah wanita ini bahwa si buta benar. la harus mengusir gairah berahinya ketika pangkal pahanya bersentuhan dengan tengkuk yang hangat itu, tengkuk pria bekas muridnya sendiri. Maka ketika ia melengking dan memberi aba-aba, lurus atau belok maka wanita ini dibawa terbang dan saat itu bayangan Beng San menyambar di samping gurunya pula. Pemuda ini menyeret kakek bongkok yang terpincang-pincang.

"Lurus, seratus langkah ke depan. akan tetapi pegang dan rasakan tongkat di tangan teecu ini suhu. Kita berdampingan!"

Chi Koan terkejut dan girang ketika tiba-tiba muridnya menyodorkan sebatang dahan kuat. Dahan atau tongkat ini baru saja dipetik Beng San dari tepi jalan, dengan berendenga ia memberikannya kepada gurunya dapatlah gurunya itu berlari cepat mempergunukan Lui-thian-to-jit.

Dan ketika mereka meninggalkan Kun- lun dan akhirnya bebas dari kepungan, kaki gunung sudah terlewati mendadak di sebuah perkampungan munculah tujuh bayangan membentak mereka. Dan Beng San serasa tersirap betapa satu dari tujuh orang itu adalah Naga Gurun Gobi Peng Houw sendiri!

"Berhenti, serahkan diri baik-baik. Kami akan menghukummu secara adil dan bijak jika kau menyerah, Chi Koan. Tak ada darah mengalir bila kalian semua menyerah baik-baik!"

Akan tetapi Si Buta menerjang dan menggerakkan tongkatnya dengan dahsyat Tentu saja ia tak mau banyak omong dan kaget seperti muridnya. Bagaimana Naga Gurun Gobi ini tahu-tahu muncul, bukankah ia sudah meninggalkan Kun-lun. Maka menghantam dan menggerakkan tongkatnya dahsyat, saat itulah Peng Houw menangkis maka Li Ceng menjerit dan cepat membantu suaminya menahan sapuan tongkat yang amat kuat itu.

"Awas!" Akan tetapi dua orang ini terbanting dan bergulingan dengan pucat. Li Ceng, wanita yang selalu mendampingi suaminya itu hampir saja celaka. Dia terhajar telapak tangannya sementara suaminya lengan kiri. Yang dilancarkan si buta adalah Hok-te Sin-kang sementara Naga Gurun Gobi telah kehilangan tenaganya yang dahsyat itu. Ia telah mengoperkan sinkangnya kepada dua muridnya dan tak heran kalau tangkisannya kalah kuat.

Jika sang isteri tak ada di situ tentu lengannya patah. Maka ketika isterinya berteriak dan menangkis berdua, inilah untungnya maka Chi Koan tertegun karena ia sama sekali tak merasakan Hok-te Sin kang, heran namun akhirnya tertawa bergelak, mengerti.

"Ha-ha, kau kiranya macan ompong. Peng Houw. Kau sekarang bukan lagi seekor harimau!"

Akan tetapi saat itu lima orang lain membentak dan menerjang si buta ini. Sin Tong Tojin, ketua Heng-san-pai berada di situ. la bersama ketua-ketua Hoa San dan juga Bu-tong. Bertiga dengean sutenya yang selalu menemani ketua diseranglah si buta yang telah melempar Naga Gurun Gobi itu. Diam-diam merekapun heran dan kaget bahwa sekali beradu, pria dan isterinya itu terbanting.

Akan tetapi karena musuh di depan dan kini merekapun sudah menyiapkan diri, tadi berkelit dan kini balas menyerang maka Chi Koan menghentikan tawanya dan saat itu bayangan-bayangan lain muncul. Kim Cu Cinjin dan Bi Wi cinjin serta Heng Bi.

"Serahkan diri kalian. Menyerah baik-baik lebih selamat, Chi Koan atau kau, mampus!"

Si buta terkejut. la bergerak sementara Kwi-bo masih di kedua pundaknya. Wanita inipun melengking-lengking dan menyabetkan rambut serta melepes pukulan- pukulannya. Maka ketika tiba-tiba muncul tiga orang Kun-lun itu, sementara Beng San berteriak agar lari maka Si buta terpecah perhatiannya dan iapun sadar bahwa mereka memang harus melarikan diri.

"Tak perlu silayani, pergi dan tinggalkan saja. di belakang masih ada Boen Siong, suhu, menyingkir!"

Si buta menggeram. la menangkis dan mementalkan semua serangan tokoh-tokoh itu dan menggerakkan Lui-thian-to-jitnya. Sekarang ia tak perlu takut lagi kepada Naga Gurun Gobi Peng Houw. Akan tetapi karena di belakang masih ada anak-anak muda itu, Boen Siong dan Po Kwan serta adiknya yang berbahaya maka pria ini mengangguk dan mencelat ke depan.

"Baik, kita lari. Pergunakan mata dan telingamu, Kwi-bo, awas melompat!"

Kwi-bo memekik dan menjerit manja. Chi Koan melesat dengan ginkangnya itu dan Beng Sanpun menunggu. Dahan di tangan pemuda ini disambar. Dan ketika sekali lagi Chi Koan melempar granatnya, gelaplah udara di situ maka Si buta ini tergelak melarikan diri. Ada sesuatu yang membuat ia begitu girang dan berseri.

Tujuh orang itu mundur menjauh. Tiga yang belakangan berjungkir balik pula dan mereka tentu saja mengumpat-caci, Chi Koan betul-betul licik. Akan tetapi karena musuh lolos dan itu menunjukkan betapa lihainya, SI buta memang bukan sembarangan maka membentaklah orang-orang itu dan dipimpin Naga Gurun Gobi Peng Houw berkelebatlah mereka keluar perkampungan.

Tak lama kemudian tiga bayangan lagi menyusul mereka dan Boen Siong serta suheng dan sucinya tiba. Mereka diberi tahukan ke mana si buta melarikan diri. Dan begitu tiga anak muda ini melesat dan mengerahkan ginkang mereka, terutama Boen Siong maka pemuda ini berada paling depan dan Chi Koan tentu saja memaki-maki.

Ternyata rombongan orang kang-ouw menyusul pula. Hampir semua orang di kun-lun mendengar lolosnya si buta ini. Diam-diam mereka kagum akan tetapi mengumpat. Dan karena biang semua ini adalah Chi Koan, orang-orang Selatan dibuat malu oleh sepak terjang si buta itu maka terutama mereka inilah yang mengikuti pengejaran itu menyusul Naga Gurun Gobi dan puteranya.

Ada dua sebab yang mengharuskan mereka berbuat seperti ini. Pertama adalah dengan meninggakan Kun-lun mereka tak perlu dicoreng mukanya lagi. Mereka telah diberi tahu duduk persoalannya dan selama si buta ngumpet (bersembunyi), maka semakin jelaslah semuanya itu. Kun lun dan tokoh-tokoh lain menyadarkan mereka.

Maka ketika mereka menyesal dan meminta maaf, untunglah tokoh- tokoh seperti Bi Wi Cinjin dan lain-lain amatlah bijak maka ketua Kun-lun itu memaafkan mereka dengan kelapangan dada, jiwa besar yang membuat mereka semakin malu, terutama bagi yang keras dan bertemperamen tinggi.

"Pinto (aku) sekalian teman tak dendam ataupun membenci. Karena cuwi terhasut dan jelas tertipu si buta ini maka pinto dan tokoh-tokoh terhormat dari Heng-san maupun Bu-tong dan Hoa-san tak menaruh sakit hati, begitu pula See-tong. Yang melakukan keonaran adalah si jahat ini, dan yang membunuh atau melukai murid-murid Heng-san dan lain-lain sebagian besar adalah pengikut sesat yang ditarik si buta itu. Kita sebaiknya saling memaafkan, cuwi-enghiong (orang gagah sekalian). Kita orang-orang Selatan dan Utara adalah saudara. Karena itu tak perlu cuwi-enghiong sesali diri sendiri dan merasa berdoda berlebih-lebihan. Sekarang yang penting adalah menangkap dan menghukum si buta ini, juga murid atau orang-orang dekatnya. Daripada mengutuk dan menyesali diri sendiri marilah cuwi sekalian bersama kami tangkap si buta ini. Cuwi hanya dihasut dan dipermainkan orang jahat itu. Marilah kita tetap bersaudara dan cuwi boleh bebas di sini."

Begitulah nasihat atau kata-kata bijak Bi wi Cinjin yang diserukan berulang-ulang. Tentu saja seruan atau kata-kata ini begitu empuk. Mereka merasakan kelembutan dan kehalusan tokoh Kun-lun itu. Namun karena justeru mereka terpukul dan orang-orang seperti kakek Sepasang Naga Menara adalah yang paling menyesal, mereka inilah orang-orang yang keras dan bertemperamen tinggi maka begitu menarik napas berulang-ulang mereka inipun mengejar Chi Koan dengan mata berapi-api. Tinju terkepal dan ada kesan buas di wajah mereka.

"Biar kuadu jiwa dengan bangsat itu. la boleh lihai dan sakti, suheng, akan tetapi sesuatu harus kulakukan. Ia harus kucegat!"

"Benar, dan akupun tak ketulungan. Kalau saja Bi Wi Cinjin menyerang dan memaki-maki kita rasanya lebih baik, sute, akan tetapi kata-kata dan nasihatnya yang begitu halus justeru menusuk-nusuk hatiku. Ia menang tanpa melakukan serangan!"

"Dan aku akan mengadu jiwa. Biar mati dengan gagah daripada hidup namun malu selama-lamanya!"

"Benar, dan kita dapat mendahuluinya. Ia ke See-ouw-pang, sute, entah mau melakukan akal muslihat busuk apa. Kita lebih tahu jalan dan mari potong. Kita bayar dosa- dosa kita dengan menangkap atau mengganggunya di jalan!"

Dua kakek itu meninggalkan Kun-lun dan mereka menyumpah tak ada habis-habisnya. Memang rasanya malu bukan main teringat semua itu. Mereka, kakek-kakek gagah terkenal di Selatan ternyata dikecoh dan ditipu habis-habisan. Mereka bagai anak-anak kecil yang masih ingusan di depan si buta itu, padahal mereka sudah tua bangka.

Maka ketika kebencian dan kemarahan menjadi satu, tekad dan tinju terkepal merupakan modal akhir maka dua orang ini memotong jalan dan sebagai orang-orang Selatan tentu saja mereka lebih hapal dan tahu jalan. Akan tetapi ternyata bukan hanya dua kakek ini. Tong-bun-su-jin, empat orang gagah keluarga Tong itu juga tiba-tiba muncul. Mereka inipun memotong jalan dan sudah mendengar ke mana si buta lari.

Merekapun mengutuk tiada habisnya dan kata-kata lembut dari Bi Wi Cinjin begitu terngiang-ngiang. Mereka malu bukan main dan marah terhadap si buta itu. Gara-gara ini mereka orang-orang Selatan tercemar. Agaknya tak ada yang lebih baik dengan bertempur mati hidup melawan jahanam itu. Mati berkalang tanah lebih terhormat daripada hidup menderita malu. Ke mana mereka menaruh muka.

Dan ketika berturut-turut muncul pula nenek berpakaian lucu, Yang-liu Lo-lo dan ketua-ketua Ui-eng- pang serta Pek-lian-pang maka rombongan menjadi lengkap kecuali tiadanya Lo-han-hok- houw. Rekan mereka itu tewas oleh Chi Koan dan muridnya.

"Kita keroyok dan hancurkan dia. Dibunuh atau membunuh sama saja, jiwi- pangcu (ketua berdua). Malu seumur hidup rasanya tak dapat ditanggung!"

"Benar, bukan main halus namun tajamnya kata-kata Bi Wi Cinjin itu. Kalau Chi Koan tak masih di situ tentu sejak tadi kami turun gunung, locianpwe. Akan tetapi baru sekarang ia lolos. Dan kami akan mengejarnya sampai ke ujung bumi sekalipun. Malu kami tak ketulungan!"

"Benar, dan kita begitu mudah dimaafkan. Ah, Bi wi Cinjin dan orang-orang Utara tak sombong-sombopg, Uį-eng-pangCu , mereka rendah hati dan justeru ramah-tamah. Sungguh celaka kita begitu bodoh!"

"Tidak, ini semua berkat pandainya si buta itu. la pandai bersandiwara, Tong-Sicu, dan kita tertipu. Dialah yang terlampau cerdik dan semua itu ditunjang kepandaiannya yang tinggi."

"Akan tetapi kita tak perlu takut."

"Benar, tak perlu takut. Karena itulah kita mengejar dan di See-ouw-pang kita mati hidup!"

Demikianlah pembicaraan dan kemarahan dalam rombongan orang-orang Selatan ini. Di samping mereka tentu saja banyak orang-orang lain, kaum pendekar atau yang bergerak sendiri-sendiri. Dan karena rombongan mereka betul-betul bersih dari masuknya orang-orang sesat. Orang-orang itu sudah mereka bunuh atau hajar ketika di Kun-lun tadi maka sepasang kakek Naga Menara ini menjadi pemimpin atau mengepalai rombongan orang-orang itu, orang-orang yang malu dan menyimpan sakit hati!

Lalu bagaimana dengan si buta Chi Koan? Apa yang diperkirakan orang-orang gagah ini benar. Chi Koan dan rombongannya tak secepat orang-orang Selatan itu, mereka tak begitu mengenal jalan namun tetap ke selatan. Dan karena Kwi-bo menjadi petunjuk jalan, padahal wanita ini bukan asli selatan maka arahnya sering keliru dan hanya berkat Lui-thian to-jit yang dimiliki si buta dan Beng San maka kekeliruan atau kelambatan itu di tolong.

Akan tetapi bukannya perjalanan mulus. Di samping kerap keliru dan berputar-putar maka di belakang terdengarlah seruan Boen Siong. Tiga anak muda itu tetap menempel dan Chi Koan mengutuk. Kalau saja ia tak merasa sesuatu yang penting di See-ouw-pang mungkin di hadapinya anak-anak muda itu. Akan tetapi karena ia tergesa-gesa sementara muridnya berkali-kali mengingatkan, Beng San begitu khawatir maka muridnya inilah yang membuat Chi Koan semakin ingin cepat tiba di See-ouw-pang.

"Kita tak dapat menghadapi mereka itu. Po Kwan dan adiknya tak mungkin dihadapi Kwi-bo dan Ban-tok Wi Lo ini, suhu, sementara teecu tentu harus membantumu. Marilah cepat lanjutkan perjalanan saja dan hindari mereka!"

"Hm, kalau saja suhengmu ada di sini. Dengan suhengmu di sini tentu kedudukan kita lebih kuat, Beng San, akan tetapi bedebah anak itu. Dalam saat seperti ini sesungguhnya ia diperlukan!"

"Benar," Kwi-bo melengking. Siauw Lam itu bocah tak tahu diri, Chi Koan, akan tetapi sepak terjangnya tak jauh berbeda denganmu dulu. la memang harus dimaki akan tetapi sekarang dibutuhkan. Kalau saja ia datang!"

"Heh-heh, tak usah ribut-ribut dan sebaiknya melihat keadaan saja. Mengharapkan yang tak mungkin datang hanya kebodohan belaka, Kwi-bo, daripada mengharap lebih baik bekerja. Ayo percepat perjalan dan dengarkan bentakan anak itu!"

Benar saja, bentakan Boen Siong terdengar lagi. Kalau pemuda itu terlalu dekat dan membahayakan mereka maka dilepaslah granat-granat peledak. Berkali-kali Chi Koan melakukan ini. Akan tetapi ketika ia mulai khawatir karena persediaan granatnya tipis, ia sudah terlalu banyak membuang bahan peledak itu maka tubuhnya melesat dan seakan terbang ingin cepat ke See-ouw-pang. Kwi-bo telah memberinya beberapa granat akan tetapi akhirnya habis.

"Sudahlah, tancap dan kerahkan semua kekuatan. Berapa lama lagi kita sampai, Kwi-bo, jangan salah lagi!"

"Dua hari satu malam. Kita sudah berada di propinsi Shan-tung, Chi Koan, arahnya sudah jelas. Aku tak mungkin salah dan heiii... wanita itu terpekik dan menjerit ketika si buta tiba-tiba mengerahkan segenap kekuatannya. Dua hari dua malam mereka sudah meninggalkan kun-lun akan tetapi perjalanan rasanya begitu jauh. Siapapun akan kagum bahwa si buta memiliki daya tahan kuat.

Beng San sendiri terengah-engah dan seakan habis napasnya. Akan tetapi karena setiap bentakan Boen Siong membangkitkan semangatnya lagi, timbulah kekuatannya yang luar biasa maka pemuda inipun mengejar gurunya dan harus mati- matian berjejar. Tubuh dan mukanya penuh keringat, pucat.

Dan yang paling payah tentu saja Ban tok Wi Lo. Kakek ini digandeng Beng San dan diseret serta diajak lari cepat. Ginkangnya tak setinggi Lui-thian-to-jit dan kakek itu jatuh bangun. Dan ketika akhirnya sehari kemudian ia begitu teler, mengeluh dan roboh maka Chi Koan tertegun akan tetapi menyuruh muridnya memanggul, hal yang membuat pemuda itu tak senang.

"Bawa dan pondong ia seperti aku memondong Kwi-bo. Biarkan ia istirahat di pundakmu, Beng San, angkat dan jangan biarkan ia lemas!"

Beng San menggerutu. Tentu saja ia tak senang karena pakaian kakek ini dekil. Baunya apek dan pesing pula. Akan tetapi karena takut kepada gurunya juga kakek ini dapat menjadi teman sewaktu-waktu, Beng San mencengkeram dan menyambar kakek itu maka dilemparnya kakek ini di belakang punggung. la tak mau melingkarkan paha kakek itu di belakang lehernya seperti cara gurunya memanggul Kwi-bo. Bau!

"Hi-hik, kau tak mendudukkannya seperti aku duduk di kedua pundak gurumu. Kau memperlakukannya seperti menggendong binatang buruan, Beng San, ada apa!"

"Hm, baunya apek. Suhu lebih beruntung, Kwi-bo, akan tetapi kakek ini bukan dirimu. Mari berangkat dan jangan mentertawakan!"

Kwi-bo terkekeh-kekeh. Tentu saja ia geli melihat kakek itu dijungkir balik. Wi Lo demikian kelelahan. Akan tetapi karena Beng San sudah menolong dan itu sudah baik, Chi Koan tak tertawa mendengar ini maka ia pun melesat lagi dan muridnya mengikuti, Beng San berkali-kali menepuk pantat kakek itu dan berbangkis. Dan akhirnya lewatlah hari itu.

See-ouw-pang sudah tampak dari kejauhan dan Kwi-bo girang bukan main. Wi Lo sudah pulih dan kini berendeng di tangan Beng San, kakek ini terkekeh-kekeh pula. Dan tepat mereka menuruni sebuah bukit, Chi Koan mulai memberi petunjuk-petunjuk mendadak terdengarlah seruan takut-takut dan muncullah Siauw Lam.

"Suhu...!"

Bukan hanya Chi Koan melainkan semua ikut terkejut. Siauw Lam, pemuda itu memanggil dan berlutut di tepi jalan. Wajahnya harap-harap cemas akan tetapi matanya bersinar-sinar. Dan ketika gurunya tertegun namun berubah girang, Semua ini tak luput dari pandengan pemuda itu maka Siauw Lam bangkit dan meloncat dekat, kembali menjatuhkan diri berlutut.

"Suhu!"

Chi Koan tak perlu diulang lagi ketika tiba-tiba tertawa bergelak dan tongkatpun menyambar. la menggebuk pundak pemuda itu namun bukan merupakan suatu serangan, Pemuda itu terpelanting namun bangkit lagi. Dan ketika gurunya mencelat dan mencengkeramnya berjungkir balik, terbahak-bahak maka Siauw Lam girang bukan main.

"Hm... Kau tikus cilik, licik, cerdik. Tepat sekali kedatanganmu dan pintar seperti iblis, Siauw Lam. Tak perlu bicara lagi bahwa aku mengampunimu. Bagaimana kau di sini dan tahukah kau gurumu dikejar-kejar orang!"

"Teecu tahu, dan karena itu teecu datang. Teecu sudah mendengar kegagalanmu suhu, akan tetapi tentunya kau sudah benar-benar tak mengingat perbuatan teecu beberapa bulan yang lalu. Teecu akan membantu namun suhupun harus membantu teecu."

"Ha-ha, bocah siluman. Kalau tak ada masalah tak mungkin kau datang. Apa yang menyebabkanmu begini dan seseorang tentu membuatmu ketakutan!"

"Benar, teecu menghadapi lawan mengerikan. Seorang pemuda bercaping lebar mengalahkan teecu, suhu, dan teecu tak sanggup menandinginya. la iblis yang entah dari mana. Teecu takut dikejar."

"Dan karena itu lalu bergabung dan kembali kepadaku? Murid siluman! Kalau saja gurumu tak sedang dalam kesulitan barangkali aku tak akan memperdulikanmu. Heh, bangkit dan sekarang bergabunglah dengan kami, Siauw Lam. Kita ke telaga See-ouw dan ambil sesuatu, lalu kabur!"

Siauw Lam girang dan tersenyum-senyum. Tentu saja yang dimaksudkannya adalah Boen Siong akan tetepi ia tak tahu lawannya itu. Hanya yang diingat baik adalah wajah pemuda itu, wajah yang tampan gagah namun memiliki sepasang mata mencorong. Wajah itu tak akan dilupakannya. Maka begitu bangkit dan Chi Koan tak membuang-buang waktu lagi, telaga itu sudah di depan maka ia melesat dan turun bukit. Kini dua muridnya lengkap di situ sementara Beng San tiba-tiba mengerutkan kening dan tampak tak senang, terganggu!

Akan tetapi pemuda ini diam saja dan tersenyum mengejek pada suhengnya itu. Sekarang suhengnya bukanlah orang yang perlu ditakuti setelah ia mendapat Hok-te Sin-kang, biarpun hanya setengah bagian saja. Dan ketika pemuda inipun tak bertegur sapa, Siauw Lam menyangka sutenya masih sakit hati oleh peristiwa Lin Lin dan Lan Lan dulu maka pemuda ini cengar-cengir dan iapun pura-pura minta maaf kepada Beng San.

Namun sesuatu membuat Chi Koan terkejut. Begitu sampai di See-ouw-pang dan berhenti di tepian maka muncullah orang-orang itu, kakek Naga Menara dan kawan-kawan. Mereka ini seperti siluman ketika tahu-tahu muncul dari balik bebatuan, jumlahnya tak kurang dari seratus orang karena bercampur dengan murid-murid telaga See-ouw. Dan ketika kakek itu membentak dan menghadang, hanya beberapa perahu saja terapung di atas telaga maka Chi Koan mengerutkan kening ketika dikurung orang-orang gagah ini, kelopaknya berkejap-kejap.

"Bagus sekali, muridmu yang lain muncul. Serahkan dirimu dan terima hukuman secara baik-baik, orang she Chi. Kami menangkapmu dan jangan melawan!"

"Atau kami mengadu jiwa dan kami atau kalian mampus. Serahkan diri dan terimalah dosa, Chi Koan. Kau menipu nenek-nenek seperti aku!" Yang-liu Lo-lo, nenek yang marah dan sudah mencabut sepasang gaetan baja itu marah pula. Nenek ini berada di antara yang lain-lain dan ia berdiri di sebelah Ji-liong-tah, kakek nomor dua. Dan ketika yang lain ribut-ribut dan membentak pula, keluarlah watak asli si buta ini maka Chi Koan tergelak-gelak. Tentu saja ia tak gentar namun harus cepat bertindak, menyeberang dan melempar orang-orang itu.

"Siauw Lam, Beng San, bunuh orang-orang ini dan susul aku di See-ouw-pang (markas). Jangan banyak cakap dan tak perlu sungkan-sungkan lagi!" dan menggerakkan tongkatnya melakukan sapuan kuat, Hok-te Sin-kang menyambar maka deru angin dahsyat membuat orang-orang itu mundur. Mereka tahu benar kehebatan si buta ini namun siapapun tak mau membiarkannya lolos.

Sebenarnya mereka cukup mengejutkan sí buta itu dengan kedatangannya di telaga See-ouw. Chi Koan tak tahu bahwa mereka ini memotong jalan. Maka ketika ia terkejut namun hanya sebentar saja, mundurlah orang-orang itu oleh sapuan tongkat maka si buta meloncat dan Kwi- bo diajaknya menyambar perahu. Wanita inilah yang selama ini tak pernah lepas dari cekalan si buta.

"Wut-dess!"

Yang-liu Lo-lo mengelak dan sepasang kakek Naga Menara juga menyelamatkan diri. Mereka mencabut senjata masing-masing akan tetapi saat itu Siauw Lam menerjang. Pemuda ini dalam usahanya menebus dosa tak bersikap main-main, tidak seperti Beng San umpamanya, yang ragu dan mengerling suhunya yang sudah meloncat di atas perahu, mendayung dan menyeberangi telaga. Namun ketika Beng San diserang dan apa boleh buat harus menangkis, Ban-tok Wi Lo tak jauh berbeda maka kakek itupun mencabut tongkat asapnya dan sekali membentak kakek ini berkelebat dan menangkis serta membalas.

"Trak-trak-trakk!"

Pecahlah pertandingan dan bentakan geram. Sepasang kakek Naga Menara menusuk dengan pedangnya sementara empat keluarga Tong mencabut pula senjata-senjata mereka yang aneh. Tong Kit sebagai orang tertua mencabut palunya, menyambar dan kalau mengenai kepala bisa pecah. Lalu ketika adiknya mencabut gergaji dan juga bor panjang, yang termuda mencabut potlod dan benang bangunannya maka empat orang itu menerjang kakek ini dan dua orang pemuda itu.

Tak pelak lagi Beng San maupun suhengnya di keroyok. Mereka mempergunakan kepandaian mereka menangkis dan menghalau akan tetapi yang lain-lain tak mau kalah. Murid See-ouw-pang yang sekarang berbalik dan membenci si buta dan muridnya ini berteriak. Mereka bagai harimau kelaparan menerjang pemuda-pemuda itu.

Namun ketika dengan mudahnya Beng San berkelit dan membagi pukulan, juga Siau Lam maka murid-murid itu terlempar dan Siauw Lam yang bertangan besi langsung memukul roboh. la mempergunakan Cui-pek-po-kian atau Thai- san-ap-ting yang dahsyat milik Gobi itu.

"Ha-ha, majulah, mari kuhajar. Kalian tikus-tikus busuk tak tahu diri, orang-orang tolol. Mari kulempar dan kuantar kalian ke neraka... des-dess!"

Pukulan atau tamparan pemuda itu membuat murid See-ouw-pang menjerit dan tentu saja pukulan ini membuat orang-orang gagah marah. Kini pukulan Gobi dipakai membunuh teman, siapa tak gusar. Maka ketika dua kakek itu menerjang dan pedang menikam atau membacok, Yang-liu Lo-lo berkelebatan dan melengking-lengking pula maka ketua Ui-eng-pang dan Pek-lian-pang mengejar si buta bersama murid-murid mereka.

"Tahan dan jangan biarkan mereka ke telaga. Kami mengejar dan menyerang si buta, jiwi-locianpwe (dua kakek gagah). Kita bagi tugas dan hidup mati adalah keputusan terakhir!"

Dua kakek itu mengamuk. Mereka mengangguk dan berseru hati-hati lalu berkelebatan menyambar-nyambar. Mereka mengeroyok bersama murid-murid See ouw-pang. Dan ketika Ban-tok Wi Lo terkejut namun tak dapat berbuat banyak, ia melihat lawan membagi tugas mereka maka sepasang kakek Naga Menara memimpin di sini sementara Chi Koan tiba-tiba dihampiri belasan perahu terdiri murid-murid Üi-eng-pang dan Pek-lian-pang, tentu saja berikut ketuanya.

"Berhenti, kami menuntut hutang-hutang kekejianmu. Bayar dan impaskan dulu semua dosamu, orang she Chi, atau kami menggelamkan perahumu!"

Chi Koan terkejut. la memaki dua muridnya yang dianggap goblok hingga orang-orang ini mengganggu. Tentu saja ia khawatir kalau perahunya tenggelam. Orang-orang itu ahli renang. Dan ketika ia bertanya kepada Kwi-bo berapa lawan yang mengejar mereka, bentakan ketua Ui-eng-pang dan Pek-lian-pang masih dibelakang maka Kwi-bo melempar dayung dan menyuruhnya membantu.

"Cecunguk-cecunguk itu tak perlu ditakuti. Asal kau mendayung bersamaku maka kita cepat mendarat, Chi Koan, disana tentu lebih gampang. Terimalah, dan dayung bersama aku!"

Akan tetapi terdengar tawa aneh. Dari depan, yakni dari seberang telaga yang merupakan markas besar See-ouw-pang tiba-tiba muncul dua perahu lain. Yang satu ditumpangi Wanita berpakaian serba putih sementara yang lain seorang pria gagah bercambuk Emas. Hong Cu dan Kim-liong-pian Song Kam! Dan ketika dua orang itu terutama Hong Cu terkekeh-kekeh, terkejutlah si buta maka dua perahu ini meluncur menyambut mereka.

"Hi-hik, bagus sekali. Di air tentu tak selihai di daratan, Chi Koan, aku telah menunggumu di sini!"

"Dan kau harus membayar dosamu atas kematian suheng dan suteku. Kau keji dan mempergunaken See-ouw-pang untuk berbuat kejahatan, Chi Koan, dari dulu sampai sekarang tetap busuk!"

Si buta berkejap-kejap. Tentu saja ia mengenal suara Hong Cu dan akhirnya si Cambuk Naga Emas Song Kam itu. Dua orang ini mendayung perahu mereka menyambut dirinyu. Akan tetapi karena ia tak takut dan justeru geram, Hong Cu membuat namanya berantakan maka ia tertawa dingin dan menyuruh Kwi-bo melaju.

Namun wanita itu tiba-tiba terpekik. Dari kiri dan kanan mendadak muncul dua perahu lain, kali ini diisi kakek-kakek berpakaian tosu. Dan ketika wanita itu terbelalak berseru lirih, itulah Giok Yang Cinjin dan Kim Cu Cinjin maka di tepi telaga masuklah tiga bayangan baru yang membuat Beng San kaget dan berubah, Lam-hai-kong-jiu dan dua puterinya Lin Lin dan Lan Lan.

"Aih, celaka. Dua kakek jahat itu kemari!"

"Siapa," si buta terkesiap, Beng San terpekik pula.

"Giok Yang dan Kim Cu Cinjin, Chi Koan. Dua tua bangka keparat itu muncul disini."

"Hm, dayung secepatnya dan jangan takut. Mari terbang!" si buta tiba-tiba tahu gelagat dan iapun mengerahkan tenaga mendorong perahu dengan kekuatan besar. Mendadak saja perahu terangkat dan terbang ke depan, lurus menerjang dua perahu Hong Cu dan Kim-liong-pian Song Kam. Dan ketika dua orang itu terkejut dan menamparkan dayung mereka, patah maka perahu jatuh lagi di atas air dan Chi Koan membentak lagi.

"Awas!" Perahu terangkat. Kwi-bo menjerit dan harus memegang pinggir perahu sekuat- kuatnya kalau tak ingin terlempar dan terbuang keluar. Si buta mengeluarkan tenaganya begitu dahsyat dan untuk kedua kali perahu inipun terbang di atas permukaan telaga. Sekali jatuh sudah belasan tombak. Akan tetapi ketika wanita ini memekik dan menuding ke depan, Giok Yang dan Kim Cu Cinjin mengejar mereka maka Chi Koan bagai dihentak palu godam.

"Boen Siong ada di sana!"

Si buta berhenti. la miringkan kepala mengikuti gerakan Kwi-bo. Benar saja, pemuda baju putih itu telah menunggu disana, di seberang. Dan ketika tawa pemuda itu membuat Chi Koan berubah, bagai siluman saja ia sudah didahului maka si buta pucat dan Kwi-bo memutar arah perahu dan kembali ke tengah telaga!

"Jahanam, keparat jahanam. Kembali dan bunuh saja tikus-tikus ini, Chi Koan. Biar kuterjang perahu gadis itu dan teman-temannya!"

Chi Koan masih berubah. la membiarkan saja Kwi-bo memutar dan mendayung perahu, mereka kembali ke tengah. Dan ketika terdengar bentakan Hong Cu dan juga si Cambuk Emas, disusul Giok Yang dan Kim Cu Cinjin maka Kwi-bo menyambut orang-orang ini. Ledakan rambutnya dan tamparan dayungnya disambut pedang dan cambuk yang meledak kuat.

"Plak-bret-tar!"

Perahu miring ke kanan dan si buta terkejut. la sadar ketika temannya berteriak dan Kwi-bo roboh. Wanita itu tak kuat oleh empat serangan dari empat perahu. Maka ia membentak dan menyapukan tongkatnya, si buta menjadi marah akhirnya empat orang itu terdorong dan perahu mereka mundur jauh.

"Kembali dan lari ke tempat lain saja. Di sini berbahaya, Chi Koan, aku tak pandai berenang. Celaka!"

"Diam, beritahukan padaku arah paling aman perahu kita menepi. Jangan berteriak-teriak, Kwi-bo, bagaimana jahanam-jahanam itu muncul!"

"Ke kiri, tepian kiri. Terbangkan perahu ke kiri, Chi Koan, tepian sana kosong!"

"Baik, pegang erat-erat atau aku mengamuk di tempat ini" Chi Koan menjadi merah sekali dan ia begitu gugup. Tak di sangkanya Boen Siong tahu-tahu di seberang telaga. Rupanya pemuda itu sudah mendahului di sana sementara mereka tahu dihadang sepasang kakek Naga Menara dan lain-lain. Akan tetapi ketika ia menuju ke sini dan perahunya terbang meluncur ke depan, ia memukul dan mendorong permukaan telaga dengan sinkang yang amat kuat mendadak saja Kwi-bo berseru lagi dan menyambar lengannya.

"Po Kwan, pemuda itu! Ah, ia di sana, Chi Koan, kita dihadang!"

Si buta terkejut lagi. Terpaksa ia menahan perahunya lagi dan Kwi-bo memintanya ke kanan. Namun baru saja ia memutar ke kanan dan siap melesatkan perahunya maka Siao Yen, gadis lihai itu di sana pula, mengejek,

"'Mari, ke marilah. Ayo, orang she Chi, jangan takut. Aku seorang diri!"

Chi Koan tertampar. Kini îa dikepung orang-orang muda itu dan mukanya serasa dibeset. Malu dan hawa amarah membubung. Akan tetapi ketika desir empat perahu mendekatinya, itulah Giok Yang dan Kim Cu Cinjin dan dua yang lain tiba-tiba si buta membalik. Dan... plak", perahunya meluncur dan menyambut orang-orang ini. Wajahnya hitam gelap dan kebengisan dahsyat tak dapat disembunyikan lagi.

"Tangkap dan robohkan mereka. Bantu aku menangkapnya hidup-hidup, Kwi-bo, terutama Kim Cu Cinjin.. Jadikan ia sandera dan tawanan di perahu kita!"

Kwi-bo terbelalak. Di tengah telaga yang luas dan amat dalam itu keadaannya tiba-tiba tak begitu baik. Muka dan kiri kanan terdapat tiga orang muda itu, sementara belakang adalah pertempuran antara Siauw Lam dan orang-orang gagah. Namun karena dari semua pilihan ini yang terbaik rupanya adalah siasat itu, menangkap dan menawan Kim Cu Cin Jin maka wanita itupun menaruh harapan dan iapun menyuruh temannya merobohkan musuh, ia sendiri menyambar dayung dan mengendalikan perahu.

Akan tetapi terjadi keributan di tepian sana. Chi Koan yang sudah berkonsentrasi penuh dan siap menghajar Hong Cu dan lain-lainnya ini mendadak dibuat pucat oleh teriakan Beng San. Teriakan ini disusul oleh Siauw Lam dan akhirnya Ban tok Wi Lo. Dan ketika ia tertegun dan menghentikan tongkatnya, ia sudah menyapu dan siap menggerakkan tongkat itu menyambut lawan maka sebuah perahu mendekati mereka, cepat berkecipak.

"Suhu tolong. Naga Gurun Gobi Peng Houw datang!"

"Benar, dan ketua-ketua Heng-san serta lain-lainnya itu mengamuk. Kami tak berani menghadapinya, suhu, tolong!"

Si buta terhenyak. Tak ia sangka bahwa itu adalah Beng San dan Siauw Lam serta Ban-tok Wi Lo. Tiga orang ini melarikan diri dan kini mengejar dirinya di atas perahu. Entahlah siapa yang lebih buruk di antara mereka, dia yang berada di telaga atau murid-muridnya yang tadi di daratan!

Akan tetapi ketika kekeh Hong Cu membuat kemarahannya meledak, saat itu orang-orang gagah di daratan mengejar dan berteriak-teriak menyusul dua muridnya ini maka hanguslah wajah si buta dan tiba-tiba ia melengking dahsyat membuat perahu Kim Cu Cinjin dan lain-lain terguling....!