Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 23 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

MALAM itu Beng San belum kembali. Bukit di belakang telaga ini mulai gelap dan si buta duduk bersila di tengah ruangan. Seharian ia berpikir keras bagaimana menghabisi ketua See-ouw-pang itu. Ia mulai terancam bahaya dengan diketahuinya urusan Mei Bo.

Selama ini disangkanya hubungannya dengan gadis Sin-hong-pang itu terjadi tanpa diketahui orang karena ia sendiri sudah mewanti-wanti dan Mei Bopun tak mungkin mengeluarkannya karena kedudukannya sebagai tokoh Sin-hong-pang.

Apa jadinya kata orang kalau pemimpin Sin- hong-pang bermain cinta gelap. Akan tetapi ketika gadis itu hamil dan Ning-pangcu mengetahui, inilah tsnda-tanda bahaya yang bakal mengguncangkan kedudukannya maka si buta bersiap bahwa ketua See-ouw-pang itu harus dibunuh. Harus ditutup mulutnya!

Malam itu belum terlihat jalan keluarnya. Chi Koan bersila sampai pagi ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya, tergopoh. So Hak, wakil See-ouw-pang muncul tergesa-gesa. memberitahukan bahwa Mei Bo terpeleset di tepi jurang dan kini luka parah di tempat Ning-pangcu.

Gadis itu kejang-kejang dan mengeluarkan darah terus-menerus. Keguguran! Dan ketika dengan wajah pucat dan sikap gelisah laki-laki itu minta agar si buta secepatnya turun maka Chi Koan berdebar dan diam-diam menyeringai, akan tetapi tentu saja harus pura-pura terkejut.

"Mei Bo, gadis itu, ia.... ia terpeleset di tepi jurang?"

"Ya taihiap. Gadis itu keguguran dan ia memanggil-manggil dirimu. Pangcu menyuruhku agar kau menolongnya. Pangcu telah memanggil tabib Cong namun minta kau datang. Kekasihmu dalam bahaya!"

"Baiklah," Chi Koan bergegas. "Bagaimana bisa begitu, hu-pangcu. Bagaimana bisa terpeleset dan sekarang keguguran. Ah, celaka dia nanti!"

"Benar, karena itu cepatlah datang. Kami tak tahu banyak tentang masalah wanita dan Ning-suheng juga mengkhawatirkan nasibnya. Mudah-mudahan Cong-sinshe dapat menolong tapi betapapun kau harus ke sana!"

Chi Koan dibawa terburu-buru oleh wakil ketua See-ouw-pang ini. Karena Beng San tak ada di situ maka orang lainlah yang menuntun si buta. So Hak tampak begitu cemas dan Chi Koan menahan marah melihat orang ini tahu hubungannya dengan Mei Bo. Segeralah dia maklum bahwa Ning-pangcu memberi tahu sutenya, kalau tidak mana mungkin laki-laki itu bicara seperti itu, tersirat bahwa hubungannya sudah bukan rahasia lagi.

Maka ketika diam-diam ia mengerotokkan buku-buku jarinya dan wakil pimpinan inipun harus kelak dilenyapkan maka di markas See-ouw-pang itu terlihat Mei bo telentang tak sadarkan diri. Setelah kejang- kejang dan menjerit gadis itu pingsan dengan perut penuh darah. Seorang tabib bekerja keras memijat-mijat tubuhnya.

"Celaka, janin itu tak dapat diselamatkan. Cong-sinshe terpaksa mengeluarkan Semua sisa darah di perutnya, taihiap. Anak itu mati. Mei Bo terpeleset dan keguguran!" Ning-pangcu menyambut si buta dan Chi Koan berkerut-kerut. Ia tak melihat darah di tempat tidur akan tetapi tahu bahwa ketukannya kemarin membuahkan hasil.

Beberapa jam setelah itu Mei Bo akan gemetar, perutnya akan melilit-lilit dan saat itulah gadis ini tak tetap berdiri lagi. Ia mudah jatuh dan tak aneh kalau terpeleset. Maka ketika ia puas namun harus berpura-pura gelisah, mimik pucat diperlihatkan maka ia bertanya beagaimana keadaan gadis itu, apakah itu Cong-sinshe yang menolong Mei Bo.

"Benar, ini tabib Cong, kenalanku. Ia sering kami pakai kalau kami atau anak-anak murid ada yang terluka."

"Hm... bagaimana menurutnya."

"Anak itu tak terselamatkan, taihiap, akan tetapi ibunya masih hidup. Aku mampu menolong dan puji syukur bahwa secepatnya aku datang. Terlambat satu jam lagi ibu dan anak tak mungkin tertolong lagi!" Cong-sinshe menjawab dan ia terus memijat-mijat perut wanita itu.

Tiga kali seprei diganti. Dan ketika Chi Koan mengangguk-angguk namun diam-diam marah, gadis inipun tak boleh hidup maka ia bertanya apakah sang tabib sudah memberinya obat.

"Tentu, akan tetapi penguat sementara saja. Rebusan itu yang akan memulihkannya dan setelah dua tiga minggu barulah gadis ini sembuh."

Chi Koan miringkan kepala. Ia mendengar suara air mendidih dan mengangguk-angguk. Ternyata semua sudah dipersiapkan tabib ini dan Mei Bo akan tertolong. Akan tetapi karena ia tak ingin gadis ini hidup, kedudukannya sebagai bengcu tak mungkin tenang maka diam-diam si buta menjentikkan sebutir racun dan tanpa diketahui siapapun masuklah racun itu ke dalam rebusan obat!

Chi Koan memang keji. Merasa bahwa Mei Bo hanya menjadi penghalang saja maka tak segan-segan ia melenyapkan gadis itu. Siapapun akan disingkirkan apabila mengancam kedudukannya. Maka ketika ia duduk bersila sementara Ning-pangcu dan sutenya menunggu dan menemani si tabib, Chi Koan menolak dan menyuruh tabib itu bekerja dulu maka siapapun melihat bahwa ia tak melakukan apa-apa di ruangan ini, bersila akan tetapi mimik muka gelisah, persis layaknya orang yang melihat kekasih di ujung bahaya.

Dan tibalah saatnya Cong-sinshe memberikan rebusan itu. la telah menguras isi perut gadis itu dan beberapa batang jarum menancap di sana-sini. Tusuk jarum membuat penderitaan gadis ini berkurang. Dan ketika Mei Bo mulai sadar dan mengeluh lagi, membuka mata maka iapun melihat Chi Koan yang duduk bersila disitu.

"Koan-ko...!"

Chi Koan bangkit den menghampiri. Dari suara gadis itu ia tahu bahwa Mei Bo tertolong, bahaya telah lewat. Maka ketika ia memeluk dan mengecup dahi itu yang gemetar dan berseri maka Chi Koan menunjukken kepada semua orang bahwa ia girang sekali.

"Kau, ah.... syukur kau selamat. Bagaimana bisa terjadi semuanya ini, moi-moi, apa yang kau lakukan!"

"Aku mencari Siauw Lam, muridmu itu. Akan tetapi ketika tiba di tepi jurang mendadak perutku sakit dan jatuh. Aku terpeleset!"

"Maaf Jangan banyak bicara dulu!" sang tabib tiba-tiba menyela. "Minum dulu obat ini, nona, penyembuh luka dalam. Minumlah dan jangan banyak bicara!"

Mei Bo terisak dan memandang si buta. Chi Koan mengangguk dan mundur, si tabib telah memberikan minuman itu, obat beracun!. Dan ketika Mei Bo tersedak meneguk itu, pahit maka Cong-sinshe berkata bahwa sisa minuman harus dihabiskan. sama sekali tak sadar bahwa memberikan maut kepada gadis itu.

"Harus dihabiskan, diminum semua.ini satu-satunya obat mujarab, nona, tak boleh sisa. Minumlah dan tenggak habis, tahan rasa pahit!"

Gadis itu terisak dan menghabiskan sisanya. Sambil menahan rasa pahit ia meneguk semua itu, sekali tenggak habis. Akan tetapi ketika tiba-tiba wajah gadis ini berubah merasakan sesuatu, perutnya mendidih dan sakit bukan main maka iapun kaget dan menuding, mulutnya tiba-tiba mengeluarkan busa.

"Kau... kau memberikan racun. Jahanam keparat!"

Bukan hanya tabib ini melainkan juga Ning-pangcu dan sutenya kaget. Mereka melihat betapa Mei Bo tiba-tiba roboh, gadis itu merintih dan menggeliat-geliat. Lalu ketika mulutnya berbuih sementara seluruh tubuhnya berkerotok, saat itulah Chi Koan menyambar maka si buta membentak dan mencengkeram tabib ini diam-diam girang bukan main.

"Kau, apa yang kau lakukan terhadap kekasihku. Kau memberinya racun? Kau menyuruhnya mati dan berani mencelakainya? Keparat, kubunuh kau, orang tua. Sungguh keji hatimu mencelakai orang baik-baik!"

"Tidak! Ampun... aku, eh...!"

Akan tetapi Chi Koan telah bekerja cepat. Tak kalah mengejutkan dengan kejadian itu jari-jarinya melumat leher si kakek. Sekali dia mengerahkan sinkang remuklah leher itu, Si kakek menjerit dan terkulai. Dan ketika si buta melempar kakek itu melompat ke pembaringan maka Ning-pangcu terkejut berseru tertahan. Mei Bo gadis itu berkelojotan dan menuding-nuding.

"Jahanam itu, kakek itu... ia... ia memberiku racun!"

"Sudah kubunuh dia, sudah kehabisi nyawanya. Ah, apa yang membuatmu seperti ini, moi-moi, jahanam terkutuk kakek itu!" Chi Koan mengurut dan menotok sana-sini dan sikap atau kata-katanya gemetar bukan main. la gugup dan memijat-mijat akan tetapi racun yang diminum gadis ini amatlah hebat. Kerja racun terlampau cepat.

Maka ketika Ning-pangcu sadar dan menolong buru-buru sang sute berteriak dan memanggil orang ternyata gadis itu tak terselamatkan dan Mei Bo roboh terguling memanggil Chi Koan. la masih menganggap bahwa si jahat itu adalah Cong-sinshe.

"Koan-ko..!"

Chi Koan mengguguk dan menyambar serta menciumi gadis ini. Mei Bo sempat mencengkeram rambutnya akan tetapi sudah roboh terguling. Gadis itu tewas dengan wajah kehitaman. Dan ketika semua terkejut melihat itu, dua mayat berada di satu ruangan maka So Hak dan suhengnya terpaku. Si buta mendadak mencelat dan menghajar mayat Cong-sinshe, bak-bik-buk dengan tongkatnya.

"Kau kakek-kakek kurang ajar, kau manusia terkutuk. Apa dosa gadis itu kepadamu, jahanam she Song. Kau memisahkan aku dari orang yang kucintai!"

Ning-pangcu bergerak dan menahan tongkat. Hampir saja ia terpelanting oleh bak-bik-buk pukulan akan tetapi cepat-cepat ketua See-ouw-pang itu berseru bahwa Cong-sinshe telah tewas. Menghajar mayat adalah perbuatan tercela. Dan ketika si buta sadar dan mengguguk lagi, meloncat menyambar mayat kekasihnya maka orang dibuat terharu oleh sikap dan kesedihannya yang dalam. Siapapun menyalahkan Cong-sinshe. Ning-pangcu sendiri tak habis pikir dan heran kenapa tabib itu membunuh Mei Bo.

Rasa hormat yang semula ada seketika lenyap. Siapapun tak mengira bahwa sumber kejadian itu adalah si buta. Maka ketika Ning-pangcu menyuruh orang melempar jenasah itu, dibuang jauh-jauh maka hanya So Hak yang termangu-mangu dan menaruh kecurigaan.

Akan tetapi laki-laki inipun tak mencurigai si buta. Siapa menaruh curiga sejauh itu kalau selama ini si buta membuktikan diri sebagai orang baik-baik. Orang she Song ini menduga jangan-jangan orang Utara mempergunakan tabib itu menjadi musuh dalam selimut. la pun mengepal tinju dan akhirnya melepaskan kecurigaannya itu kepada sang suheng.

Hari itu jenasah Mei Bo telah dimakamkan dan murid-murid Sin-hong-pang menangis. Mereka tak menyangka bahwa suci mereka dibunuh orang. Dan ketika malamnya dua orang ini duduk mengertakkan gigi, Ning- pangcu terbawa maka Ia memerintahkan sutenya agar menyelidiki rumah tinggal Cong-sinshe, tak jauh dari kota Cin-po.

"Coba kau periksa dan selidiki tempat itu. Jangan-jangan dugaanmu benar, orang Utara mempergunakan Cong-sinshe untuk membunuh kita dengan racun. Ia ahli obat, tentu ahli pula dalam racun. Ah, sungguh berbahaya dan coba kau selidiki itu. Akupun curiga!"

Dua orang ini sama sekali tak menduga bahwa sepasang telinga yang tajam telah mendengarken mereka. Siapa lagi kalau bukan si buta Chi Koan. Dan ketika Chi Koan berseri mendapatkan petunjuk, itulah cara menghabisi ketua See-ouw-pang maka iapun menjentikkan sebutir racunnya lagi di gelas Ning-pangcu, di kamar tidurnya.

Malam itu juga So Hak pergi ke Cin-po melakukan penyelidikan. Kepergiannya ini justeru menyelamatkannya. Ia terhindar dari racun yang siap dipasang Chi Koan. Dan ketika keesokannya See-ouw-pang gempar melihat Ning-pangcu terkapar dengan mulut berbuih, mukanya pucat kehitaman seperti mayat Mei Bo maka See-ouw-pang benar-benar geger dengan kejadian, itu. Ketua mereka tewas!

Menyedihkan nasib laki-laki ini. la mati konyol di tangan Chi Koan, orang yang ditolong dan diangkatnya sebagai bengcu. Dan ketika So Hak pucat mendapatkan itu maka pria yang baru saja pulang dari Cin-po ini hampir roboh pingsan. Chi Koan memang penyebar maut. la tak perduli siapapun kalau dianggapnya berbahaya dan membahayakan kedudukannya.

la pun tak mengenal kasihan kepada bekas teman-teman sendiri. Dan ketika See Ouw-pang berkabung dengan kematian ketuanya, otomatis So Hak lah yang menggantikan suhengnya maka laki-laki inilah yang siap menjadi korban berikutnya.

Si buta sudah menimbulkan ketakutan dengan bayang-bayang ancaman orang utara. Sejak itu semua murid See-ouw-pang diminta berhati-hati. Minum atau makan sebaiknya dibuat sendiri. Namun ketika ia bersiap untuk membunuh So Hak tiba-tiba saja seminggu kemudian laki-laki itu menghilang. Dan bersama dengan menghilangnya ketua baru itu juga lenyaplah jenasah Ning-pangcu. Makamnya digali orang!

"Kami tak tahu siapa yang melakukan, dan ketua kami yang baru juga menghilang tanpa pesan. Tolong kau pimpin kami sementara, taihiap, hanya kaulah orangnya yang mampu melindungi kami. Kami tak melihat yang lebih tepat lagi!"

"Benar, berturut-turut kami mendapat musibah. Karena kau yang di sini biarlah kau yang memimpin kami, taihiap, sampai kembalinya ketua!"

Chi Koan berdebar menarik napas dalam-dalam. Sebenarnya sudah direncanakannya pula bahwa dialah yang kelak memimpin See-ouw-pang. Dialah yang harus menjadi ketua di sini. Tapi ketika So Hak tiba-tiba menghilang dan bersamaan dengan itu lenyap pula jenasah Ning-pangcu maka ia pun tak nyaman namun mengangguk-angguk mendengar ratap tangis murid-murid itu. Telinganya yang tajam tiba-tiba mendengar kesiur angin dingin, tongkat bergerak dan hampir saja menimpa Beng San. Muridnya itu tiba-tiba muncul!

"Suhu, ada berita buruk. Suheng mengganggu dan mempermainkan wanita!"

"Diam!" sang suhu tiba-tiba membentak. "Dari mana dan tidak tahukah kau musibah di sini Beng San. Lama sekali kau pergi. Jangan bicarakan urusan kita tetapi dengarkanlah kejadian di See-ouw-pang ini!"

Pemuda itu tertegun dan pucat. Memang ia baru saja datang dan tidak tahu peristiwa di See-ouw-pang. la terpaku dibentak suhunya itu. Akan tetapi ketika ia mundur dan mengangguk-angguk, segera didengarnya peristiwa itu maka ia pun tergetar dan heran serta kaget. Mei Bo dan Ning-pangcu ternyata tewas dibunuh Orang.

See-ouw-pang memang dirundung malang. Mereka tak tahu bahwa masuknya si buta berarti masuknya seekor harimau yang berbahaya. Dengan kepandaian dan kecerdikannya yang tinggi si buta berhasil maju setapak demi setapak. Mulai dari pemililhan bengcu sampai akhirnya kedudukan di See-ouw-pang sendiri. Dan ketika menghilangnya So Hak benar-benar mengguncang sendi kepemimpinan di situ, si buta inilah pilihannya maka tak lama kemudian duduklah Chi Koan sebagai ketua!

Hebat si buta ini. la begitu cerdik dan pandai mengambil kepercayaan orang. Jangankan murid-murid See-ouw-pang, ketua mereka sendiri Ning-pangcu dan sutenya termakan oleh kecerdikan si buta ini. Maka ketika secara bulat ia diputuskan memimpin di situ, Beng San menjadi wakilnya maka dua orang yang semula menjadi tamu-tamu undangan ini mendadak telah menjadi pimpinan tertinggi See-ouw-pang. Betapa cerdik dan lihainya!

Akan tetapi kedatangan Beng San membawa kekhawatiran di lain pihak. Pemuda itu melaporkan tentang suhengnya Siauw Lam, beberapa hari setelah mengejar dan mencari pemuda itu. Dan ketika Chi Koan berkerut dan mengutuk-caci, Siauw Lam ternyata mengganggu dua puteri cantik Lam-hai-kong-jiu maka ia pun mendengar laporan muridnya itu betapa Siauw Lam menghajar dan hampir membunuh Beng San.

"Teecu dipukuli dan dihajar. la menangkap satu di antara dua gadis itu, suhu, teecu menegurnya namun kemudian suheng marah-marah. la menyerang, tee-cu bertanding dan akhirnya teecu melarikan diri. Teecu hampir dibunuh!"

"Hm, terkutuk, sungguh rusak. Kau memang masih bukan tandingan suhengmu itu, Beng San, akan tetapi mulai sekarang aku akan menambah kepandaianmu. Bersiaplah, mulai besok aku akan memberimu Hok-te Sin-kang!"

Hampir Beng San terlonjak saking girangnya. Ia sungguh tak menyangka bahwa ilmu dahsyat itu bakal diwarisinya. Hok-te Sin-kang, siapa yang tidak ngiler! Maka ketika pemuda itu menjatuhkan diri berlutut mengucap terima kasih, tentu saja membuat sang guru semakin suka dan senang maka Chi Koan mulai memberikan ilmunya yang dahsyat itu, tentu saja tidak semua melainkan sebagian.

Betapapun si buta cukup cerdik. Hanya sedikit demi sedikit ia memberikan ilmunya itu, melihat sampai seberapa jauh kesetiaan dan kepatuhan muridnya ini . Akan tetapi karena Beng San tak kalah cerdik dan beradulah murid dengan guru akhirnya Chi Koan benar-benar sayang dan tiga perempat Hok-te Sin-kang mengalir juga ke murid yang satu ini.

Beng San merupakan bayang-bayang gurunya yang kelak tak kalah hebat. Dan bersamaan dengan meluncurnya waktu maka kuatlah kedudukan pemuda ini di samping gurunya. Beng San mulai dikenal sebagai jago muda yang pilih tanding!

* * * * * * * *

Siauw Lam memang marah kepada gurunya itu. Sejak ia dibentak dan dibuat terpental oleh tangkisan gurunya yang membela nenek Yang-liu Lo-lo pemuda ini merasa sakit hati. Ia meninggalkan See-ouw-pang setelah gurunya mengalahkan semua tokoh-tokoh selatan, maklum bahwa gurunya akan menjadi bengcu akan tetapi bukan semata ini ia menghilang. Ia pergi karena melihat dua gadis cantik itu tiba-tiba meninggalkan kursinya pula, menyelinap dan pergi untuk akhirnya menyeberangi telaga.

Ternyata dua gadis ini tak senang melihat Chi Koan menjadi bengcu, menganggap pemilihan itu belum sah benar karena ayah mereka Lam-hai kong-jiu yang lihai tidak hadir. Kalau ayah mereka hadir belum tentu si buta menjadi juara. Maka pergi dan tak puas oleh hasil itu, mereka akan melapor kepada ayah mereka maka Siauw Lam melihat ini dan diam-diam pemuda itu menguntit.

Siapa tidak tergila-gila kepada sepasang dara berpakaian serba hitam ini, ikat pinggang putih yang melilit pinggang serasi benar dengan tubuh mereka yang langsing padat. Bentuk tubuh yang mekar mempesona itu memang membuat jantung pemuda berdegup kencang, apalagi seperti Siauw Lam, pemuda yang mudah terhanyut birahi dan tidak akan berpikir panjang lagi kalau sudah punya mau.

Kemarahannya kepada guru akan dilampiaskannya di situ. Ia akan mengganggu gadis-gadis ini, di samping melepas nafsu rendahnya juga supaya gadis atau ayah gadis itu marah. Siapa lagi yang akan dituntut kalau bukan gurunya. Biarlah, biarlah gurunya menerima getah dari perbuatannya. Maka ketika ia menyeringai dan mengejar diam-diam, menunggu sampai gadis itu menyeberang dan berlari cepat di sebuah hutan maka berkelebatlah pemuda ini dan berkata perlahan,

"Jiwi-siocia (dua nona berdua), tunggu!"

Dua gadis itu terkejut. Mereka berhenti dan menoleh dan di bawah sinar keremangan bulan tertegunlah keduanya melihat pemuda ini. Siauw Lam telah berkelebat dan berada di depan mereka. Dan ketika pemuda itu membungkuk dan menyeringai dibuat-buat, suaranya juga dibuat-buat ketika bicara maka Lin Lin maupun Lan Lan mengerutkan kening.

"Maaf jiwi meninggalkan See-ouw-pang tanpa permisi, apakah jiwi tidak senang dan marah kepada kejadian di sana. Kalau begitu maka jiwi sama dengàn aku karena akupun sebal dengan semua kejadian di atas panggung. Jiwi agaknya ingin pulang dan bolenkah aku mengantar. Kalau jiwi tidak keberatan tentu aku merasa Senang sekali."

Lin Lin dan Lan Lan adalah gadis-gadis kembar. Mereka memiliki kepekaan yang sama dan kontak batin yang sama pula. Begitu melihat Siauw Lam segera mereka tidak senang, bukan hanya karena murid si buta melainkan tingkah laku dan sepak terjang pemuda itu di atas panggung dinilai sombong. Boleh jadi pemuda itu lihai akan tetapi mereka tak takut.

Maka ditambah tutur kata dan sikap yang dibuat-buat, juga sepasang mata pemuda itu yang liar memandang mereka maka merekapun menjadi marah dan tiba-tiba Lin Lin membentak agar pemuda itu tak usah mencampuri urusan mereka.

"Senang tidak senang bukanlah urusanmu, begitu pula kami mau pulang atau tidak. Kami dapat berjalan sendiri dan tak perlu diantar, orang she Siauw, pergilah dan jangan ganggu kami. Terima kasih kalau kau berniat baik akan tetapi kami dapat berjalan sendiri!"

Siauw Lam tertegun. Gadis itu membalikkan tubuh dan menyambar saudaranya. Siauw Lam tak tahu apakah Lin Lin atau Lan Lan yang bicara, keduanya begitu mirip dan sama satu sama lain. Akan tetapi begitu mereka pergi dan berlari cepat lagi, meneruskan perjalanan tanpa menghiraukan dirinya mendadak pemuda ini merasa tertampar dan ia pun marah.

"Tunggu!" Siauw Lam membentak, kasarpun timbul. "Jangan kalian sombong, nona-nona. Boleh saja kalian sendiri namun jangan bersikap kasar!"

Lucu, diri sendiri yang bersikap kasar akan tetapi orang lain yang dituduh. Pemuda ini melesat dan telah berjungkir balik di depan dua gadis itu. Dengan Lui-thian-to-jitnya memang mungkin saja bagi Siauw Lam mendahului gadis-gadis ini.

Lan Lan dan Lin Lin terkejut berhenti lagi. Dan ketika mereka tergetar melihat wajah Siauw Lam yang merah, mata itu berkilat mencorong maka mereka mendengar pemuda itu tertawa dingin. Siauw Lam memperlihatkan watak aslinya yang kotor.

"Hm, heh-heh, kalian jumawa dan tidak bersahabat. Baik-baik aku ingin menemani kalian, nona-nona, namun kalian menolak dan bersikap kasar. Aku tak senang melihat kesombongan kalian ini. Kalau ingin menerusken perjalanan harap minta maaf dan ganti rugi dulu. Aku terpaksa menahan kalian."

"Keparat!" Lan Lan membentak. "Kau bicara apa didepan kami? Kau minta ganti rugi dan permohonan maaf? Tak tahu malu, kaulah yang sombong dan tidak tahu diri. Pemuda macam apa yang lalu marah-marah ditolak mengantar gadis!"

"Hm, semakin cantik saja," Siauw Lam keluar aslinya. "Marah dan memaki-makilah, adik manis, semakin marah semakin menggairahkan saja. Aku ingin menciummu dan itulah ganti ruginya...Wut! "

Pemuda ini berkelebat, tangan bergerak dan iapun tertawa menyambar kepala gadis itu. Siauw Lam hendak mencium akan tetapi Lan Lan tentu saja menjerit, gadis itu mengelak dan menampar. Namun ketika dengan Lui-thian-to-jitnya pemuda menyelinap dan menangkis maka ujung hidungnya menyentuh dan tahu-tahu... cup, terciumlah pipi gadis itu disusul tawa bergelak.

"Ha-ha, harum mewangi. Aduh, sedap!"

Lan Lan dan Lin Lin kaget bukan main. Perobahan watak yang begitu tiba-tiba membuat dua gadis ini terbelalak, apa lagi Lan Lan. Gadis ini merah padam dan terhuyung memegangi pipinya yang tercium. Dengan jijik ia mengusap dan memaki-maki. Hidung pemuda itu seakan tahi anjing baginya. Maka ketika Lan Lan melengking dan menerjang gadis inipun berkelebat menusukkan dua jarinya ke mata pemuda itu, marah dan kaget bahwa murid seorang bengcu begini hina dan tak tahu malu.

Akan tetapi Siauw Lam berkelit. Pemuda ini memang sengaja hendak mengganggu dan membuat ulah. Ia tertawa-tawa diserang, marah, mengelak dan menangkis hingga gadis itu terpental. Dan ketika selanjutnya ia berkelebat dan membalas, terbang dengan Lui-thian-to-jitnya yang luar biasa itu maka pipi satunya tercium lagi, kali ini mengeluarkan suara "ngok" keras.

"Heh-heh, majulah, marahlah. Semakin marah kau semain manis , adik cantik. Tidak bisa baik-baik biarlah yang tidak baik!"

Lin Lin terkejut dan marah serta malu melihat adiknya diperlakukan seperti itu. Sebentar saja pemuda ini membuat adiknya memaki-maki dan mundur jatuh bangun. Bayangan pemuda itu yang menyambar-nyambar membuat adiknya kelabakan, ginkang pemuda itu memang lebih tinggi dari yang dimiliki Lan Lan.

Maka ketika satu ciuman mendarat lagi di tengkuk, lali ini disertai usapan kurang ajar di pinggul adiknya maka gadis ini tak mampu menahan diri dan berkelebatlah dia menghantam pemuda itu, tangan kanannya miring membacok dan bercuit menyerang.

"Dukk!" akan tetapi gadis itu kaget sendiri. Pukulannya yang tepat mengenai kuduk Siauw Lam. terpental, leher pemuda itu bagai karet tebal. Dan ketika ia terpekik dan berjungkir balik maka Siauw Lam terkekeh memutar tubuh. Serangan ini justeru membuatnya gembira.

"Heh-heh, bagus, majulah berdua. Kalian akan kurobohkan dan menerima hukuman lebih berat, adik-adik manis. Terus terang aku tergila-gila kepada kalian dan terimalah cintaku yang tulus ini."

"Bedebah, keparat jahanam tak tahu malu. Tak sudi berdekatan denganmu, orang she Siauw, melihatpun serasa muntah. Kau binatang jalang yang tak tahu malu. Kau merusak nama gurumu sebagai bengcu!"

"Ha-ha-heh-heh, bengcu apa. Guruku itupun bukan orang baik-baik, nona-nona. Dialah yang mengajariku seperti ini. Wanita cantik harus didekati, dibelai. Wanita butuh cumbuan dan aku akan mencumbu kalian. Guruku itupun orang bejat!"

Siauw Lam terkekeh dan tertawa-tawa dan dua gadis itu membelalakkan mata. Hampir mereka tak percaya bahwa pemuda ini menjelek-jelekkan guru sendiri, bukan main. Akan tetapi karena pemuda itu begitu kurang ajarnya dan main colek sana-sini, Lin Lin pun menjadi korban maka kakak beradik ini melengking-lengking dan Lam-hai-kong-ciang atau Pukulan Tangan Kosong Dari Selatan dimainkan secepatnya untuk menghalau dan menepis jari-jari kurang ajar pemuda itu.

Namun yang dihadapi dua gadis ini adalah Siauw Lam. Pemuda itu masih lebih tinggi dibanding Beng San dan Lan Lan yang sudah bertanding di atas panggung mengakui kehebatan Beng San, apa lagi kini suhengnya. Maka ketika berkali-kali ia terpental dan melengking-lengking, tangan pemuda itu nakal dan mengusap sana-sini maka sang enci juga merah padam karena pemuda itu tak pandang bulu mencolek apa saja. Dada dan perutpun diusap kurang ajar.

"Gabungkan ilmu silat kita. Mainkan Lam-hai-kong-ciang di muka belakang, Lan-moi, aku di depan kau di belakang. Hati-hati, jangan berbenturan lengan!"

Siauw Lam tertawa dan berkelebatan cepat. Setelah ia mencolek dan mengusap sana-sini maka gairahnya semakin membubung. Nafsunya bangkit dengan cepat. Akan tetapi ketika dua gadis itu membentak dan merobah permainan tiba-tiba ia terkejut betapa bayangan Lan Lan maupun Lin Lin berseliweran cepat, naik turun bagai burung srikatan dan bau harum tubuh mereka membuatnya seakan mabok.

"Plak!" tamparan Lin Lin membuat ia terhuyung. "Dess!” pukulan Lan Lan juga membuatnya tergetar akan tetapi dua gadis itu kagum. Dengan sinkangnya yang kuat pemuda ini mampu bertahan dan cemaslah kakak beradik itu. Dengan merobah permainan dan masing-masing menempati posisi yang jelas sebenarnya mereka dapat melepaskan pukulan-pukulan lebih tepat. Lan Lan dapat mengganggu di belakang sementara Lin Lin menyerang di depan.

Dua kali pemuda itu terkena. Namun karena lawan memiliki sinkang kuat dan kekebalannya mengagumkan, inilah yang membuat gelisah maka dua gadis itu beterbangan lagi dan tamparan atau pukulan mereka mendarat telak.

"Buk-dess!"

Namun seperti tadi pemuda ini hanya tergetar dan terhuyung saja. Siauw Lam masih mabok akan harum tubuh itu akan tetapi lama-lama pemuda ini tentu saja marah. la membentak dan mengerahkan lagi Lui-thian-to-jitnya. Ilmu meringankan tubuh ini memang hebat sekali, bak kilat menyambar matahari.

Maka ketika pemuda itu berseru keras dan menangkis sambil mengembangkan kedua lengan di kiri kanan tubuhnya, mengerahkan Thai-san-ap-ting yang dahsyat itu maka Lan Lan terpekik dan terjengkang. Gadis inilah yang pertama kali berkenalan dengan Thai-san-ap-ting ketika bertanding dengan Beng San di panggung lui-thai.

"Des-dess" pukulan di belakang tertolak dan membalik. Gadis itu bergulingan sementara Lin Lin melempar tubuh ke kiri, cepat sebelum lengannya bertemu Thai-san-ap-ting. Dan ketika dua gadis itu bergulingan dengan muka pucat, meloncat bangun maka Siauw Lam bangkit lagi kegembiraannya. Dikeroyok duapun ia tak takut. Di panggung lui-tai itu ia telah menaksir kepandaian dua dara ini.

"Ha-ha, majulah, maju lagi. Di sini kalian akan melihat kehebatanku, nona-nona. Aku masih lebih lihai daripada suteku Beng San. Majulah, atau kalian menyerah baik-baik dan menerima cintaku!"

Dua gadis itu pucat. Mereka ngeri bukan oleh kepandaian pemuda ini melainkan oleh sikapnya. Pemuda itu tertawa-tawa dan matanya jalang menerawang. Siauw Lam telah dibakar nafsu berahinya dan memang mengerikan. Bagi wanita seperti puteri Lam-hai- kong-jiu ini jauh lebih mengerikan melihat sikap itu daripada kepandaian Siauw Lam.

Dua gadis ini mulai gentar, bayang-bayang ketakutan membuat mereka ngeri. Akan tetapi karena harus melawan dan tak ada jalan lain maka lin Lin maupun Lan Lan menerjang lagi, diam-diam mencabut tusuk konde dan saling memberi isyarat.

"Bunuh dia, kita bertanding mati hidup!"

Lan Lan mengangguk dan menerjang. Baginya tak ada lain jalan kecuali menyerang dan mendahului. Sang enci sudah menubruk dan menampar. Akan tetapi ketika terpental ditangkis maka tusuk konde melesat dan Siauw Lam terkejut melihat itu, sinar berkeredep.

"Plak-krekk!" akan tetapi dari samping kiri menyambar sinar lain dari tusuk konde di tangan Lan Lan. Gadis itupun bergerak mengikuti encinya, menyambar di kala Siauw Lam menangkis patah senjata wanita itu. Dan ketika Siauw Lam terkejut berseru keras, tak ada lagi waktu menangkis maka ia membuang kepalanya ke belakang akan tetapi tusuk konde itu tetap menggurat.

"Cret!" Alis mata pemuda ini terluka. Hampir saja Sîiauw Lam menjadi korban dan kemarahan pemuda itu tak terkatakan lagi. la membentak dan mencengkeram gadis itu, Lin Lin berseru keras memperingatkan adiknya. Akan tetapi karena gerakan Siauw Lam amat cepat disertai kemarahan pula, tak perduli pukulan di belakang maka pemuda ini menangkap dan mencengkeram Lan Lan akan tetapi gadis itu menjerit dan menendang.

"Plak-bukk!" Selangkangan Siauw Lam kena. Ia terpekik dan tiba-tiba melontar, gadis itu diangkat tinggi-tinggi kemudian dilempar kuat. Lan Lan menjerit dan terbanting. Dan ketika celakanya gadis itu terguling memasuki sebuah lubang, bekas perangkap seorang pemburu maka Lin Lin inilah yang menjadi sasaran terakhir pemuda yang sedang mata gelap ini.

Siauw Lam dipukul dari belakang akan tetapi terhuyung sedikit, ditendang namun ia membalik menangkap kaki mungil itu. Lalu ketika ia mendorong dan membentak marah maka gadis itupun terjengkang dan mengaduh tertotok kaku. Pergelangan kakinya dipencet dan dilumpuhkan pemuda ini.

"Nah, kau tak dapat mengalahkan aku," Siauw Lam bergerak dan menyambar tubuh itu. "Hukumanmu menjadi berat gadis siluman. Mau tidak mau kau harus menerima aku!"

Lin Lin menjerit dan memaki-maki. la tak dapat menggerakkan kakinya akan tetapi dapat menggerakken kedua lengan dan tubuhnya. la meronta dan menghantam namun Siauw Lam menghentikan semuanya itu. Sekali totok lemaslah gadis itu terkulai roboh. Lalu ketika Siauw Lam merobek bajunya tertawa mengerikan memeluk dan mencium mulutnya.

Maka Lin Lin hampir pingsan menjerit-jerit, sampai akhirnya ia benar-benar pingsan ditotok urat gagunya. Lalu ketika di hutan itu Siauw Lam menggagahi dirinya, buas bagai iblis tak berperikemanusiaan maka muncullah Beng San gemetar memandang suhengnya itu, antara kaget dan marah namun juga cemburu.

"Suheng!" bentakan itu membuat Siauw Lam terkejut. "Apa yang kau lakukan dan berani benar kau mengganggu gadis ini. Mana satunya!"

"Hm, heh-heh!" Siauw Lam tertawa dan bangkit menyeringai, kedodoran. "Aku telah memperolehnya, sute, dan nikmat sekali. Kalau kau ingin boleh coba, ia masih pingsan."

Beng San menggigil. Kalau mereka dalam saat seperti biasa mungkin ia tertarik dan menerima. Lihat saja ketika mereka mengganggu gadis-gadis Sin-hong-pang, satu kamarpun tak segan-segan dipakai bertiga. Akan tetapi karena pemuda ini betul-betul merasakan jatuh cinta dan entah Lin Lin atau Lan Lan mengguncang kalbunya, Beng San marah sekali maka ia membentak apakah itu Lan Lan atau Lin Lin.

"Aku tak tahu, heh-heh, mereka sama-sama cantik. Yang ini menggiurkan yang lainpun menarik, sute, kenapa banyak bicara bukankah biasanya kau dan aku sama-sama melakukan ini. Ayolah, ia masih hangat!"

"Keparat!" pemuda itu tiba-tiba menerjang. "Kau merusak dan menngganggu kedudukan suhu, suheng. Tidakkah kau tahu bahwa kita sekarang tak boleh sembarangan. Kau tak berperasaan dan tak punya kasihan!"

"Eitt!" sang suheng mengelak. "Kau seperti kambing kebakaran jenggot, sute kenapa tiba-tiba marah. Jangan kurang ajar atau aku menghajarmu nanti!"

"Terkutuk jahanam!" Beng San membalik dan menyerang suhengnya lagi. Kau mencemarkan nama suhu, suheng, kau merusak segala-galanya. Apa kata orang kalau kau melakukan in...i wut-plak!"

Siauw Lam menangikis dan Beng San tergetar terhuyung dua langkah. Memang ia masih bukan tandingan suhengnya namun bukan berarti sang suheng dapat mengalahkannya begitu mudah. Sang suheng terkejut karena pemuda ini benar-benar marah. Beng San kecewa dan memang gusar terhadap suhengnya ini. Maka ketika, ia menyerang dan berkelebat kembali, terbelalaklah Siauw Lam maka pemuda itu tiba-tiba tertawa bergelak karena sutenya dibakar cemburu.

"Ha-ha, ini kiranya. Eitt, kukira yang kudapatkan itu adalah Lin Lin, sute, bukan Lan Lan. Aku tahu kau jatuh cinta akan tetapi jangan menyerang membabi-buta. Berhenti, gadis yang satu itu belum kuganggu!"

"Kau ganggu atau tidak buktinya kau mencemarkan suhu. Perbuatanmu tidak pandang bulu, suheng, kau tak memilih-milih. Apa kata Lam-hai-kong-jiu kalau puterinya kau perkosa. Kau seperti kesetanan dan membahayakan kami semua!"

"Ha-ha, mudah bagiku. Kalau sang ayah marah maka kunikahi anak gadisnya. Akan tetapi kau, heh! Kau penjilat dan pendatang baru, sute. Sejak kau ada di sini suhu tak sayang lagi kepadaku. Keparat, akupun akan membunuhmu dan persetan dengan suhu. la menyakiti aku dan menghina aku di atas panggung!" sang suheng membentak dan terjadilah pertandingan di antara dua orang muda itu.

Siauw Lam mula-mula mengalah dan mengira sutenya tak bersungguh-sungguh. Akan tetapi setelah sutenya mendesak dan tiga empat kali melancarkan serangan berbahaya, marahlah dia maka ketidaksenangannya terhadap sang suhu ditimpakan kepada pemuda ini. Memang akhir-akhir ini Chi Koan lebih condong kepada Beng San. Dua orang itu bertanding seru akan tetapi lama-lama Beng San terdesak. la kalah kuat dan sinkangnya pun kalah matang. Sang suheng sudah lama mengikuti gurunya sementara ia terhitung baru.

Maka ketika ia mundur-mundur sementara itu Lin Lin mengeluh dan mulai sadar maka gadis itu bagai ditimpa langit ambruk melihat keadaan dirinya yang tak keruan. Pakaian bertebaran sementara ia merasa sakit di bagian vital. Gadis ini menggigil. Dua murid si buta saling maki-memaki dan membeberkan borok masing-masing. Guncangan demi guncangan diterima. Dan ketika gadis itu menggeliat dan bangkit duduk, menyambar pakaiannya maka saat itulah ia mendengar kata-kata menyakitkan.

"Kau dan aku sama, kita kumbang-kumbang jantan yang suka menghisap madu. Kalau kau cemburu aku menggagahi gadis ini maka kau tak tahu malu, sute, dan suhu pun bukan orang baik-baik yang harus dibela. Siapa tidak tahu kalau ia bermain cinta dengan subonya Si iblis cantik Kwi-bo, juga siapa tidak tahu kalau ia bercinta gelap dengan Mei Bo, gadis Sin-hong-pang itu. Karena kau dan aku sama kitapun sebenarnya tak perlu saling maki, namun kau menyerang aku, memusuhi aku. Sekarang akupun tak akan mengampunimu lagi dan mampuslah...dess!"

Beng San terbanting dan bergulingan dan kebetulan sekali mendekati Lin Lin. Gadis itu sedang pucat merah berganti-ganti mendengar semua omongan ini. Sungguh tak disangkanya dua pemuda ini begitu bejat, dan gurunya rupanya juga tak kalah bejat. Maka ketika Beng San mengeluh di dekatnya dan bergulingan menerima pukulan mendadak iapun melengking den mencolok mata pemuda itu, melompat bangun.

"Aiihhhh...!" Beng San mengelak dan menangkis. Untunglah Lin Lin masih lemah akibat perkosaan, gadis itu terpelanting dan tersedu-sedu. Dan ketika Beng San meloncat bangun berubah kaget, gadis itu memusuhinya maka sang suheng terbahak dan mengejar.

"Lihat, ia mencintaiku. Kaupun sia-sia membelanya, sute, ia telah menjadi milikku. Ha-ha, mampus dan berangkatlah ke akherat!"

Beng San menangkis dan terbanting lagi. Harus diakuinya bahwa suhengnya ini lihai. Akan tetapi karena bukan alasan untuk mundur. ia pun membentak dan bertanding lagi maka Lin Lin menjerit dan kali ini menusuk Siauw Lam.

"Jahanam, binatang keparat. Siapa mencintaimu, iblis busuk. Aku tak sudi hidup bersamamu dan kau atau aku mampus!"

Siauw Lam terkejut. la mengelak dan menangkis dan gadis itu roboh terpelanting. Lin Lin masih lemah oleh guncangan bertubi-tubi. Dan ketika Beng San tergetar melihat itu, perasaannya iba dan tertusuk maka ia pun membentak dan menyerang suhengnya lagi.

"Kau keji, kau terkutuk. Kau tak memilih-milih korbanmu, suheng, kau tak melihat siapa di belakang gadis ini. Tidakkah kau tahu bahwa ayahnya adalah seorang tokoh selatan!"

"Ha-ha, itu memang mauku. Biarlah suhu menerima getah dari perbuatan ini, Sute, aku dendam kepadanya. Boroknya pun harus dibuka!"

"Apa, kau hendak berkhianat?"

"Ha-ha, mampuslah, tak usah banyak bicara. Aku benci kepadamu dan juga suhu. Ia pilih kasih!"

Beng San terbanting dan bergulingan meloncat bangun lagi akan tetapi ia pun pucat melihat dan mendengar semuanya itu. Sang suheng terang-terangan berbalik. Akan tetapi setelah ia hilang kagetnya dan diam-diam girang, inilah kesempatannya bersetia kepada guru maka iapun menyerang dan bertanding lagi.

Namun suhengnya benar-benar lihai. Thai-san-ap-ting dan Cui-pek-po-kian mulai dilancarkan pemuda itu menekan sang sute. Beng San mengeluarkan pula ilmu yang sama akan tetapi kalah matang, ia terhuyung dan terdorong berulang-ulang. Dan ketika Lin Lin juga sia-sia mengeroyok pemuda itu, akhirnya malah terbanting maka Beng San berseru agar gadis itu menyingkir.

"Pergilah, jangan dekat-dekat. Jauhkan dan selamatkan dirimu, nona. Hindari suhengku yang kesetanan ini. Kau tak akan menang!"

Lin Lin tersedu-sedu. la terhuyung jatuh bangun akan tetapi dendam sakit hatinya tak mampu dibujuk begitu. Hitam arang tercorenglah sudah, sekali basah biar dia mengadu jiwa. Tapi ketika Siauw Lam tertawa dan terkekeh-kekeh, pandang matanya meliar kembali maka ia menghajar sutenya ini ketika Beng San mendekat dan hendak melindungi gadis itu.

"Dess!" Beng San terpelanting dan pucat. Ia berulang-ulang berseru akan tetapi tak digubris, marah dan akhirnya membentak membiarkan gadis itu. Dan ketika satu saat kembali terbanting dan bergulingan maka iapun meloncat bangun melarikan diri maklum bahwa sang suheng terlalu lihai.

"Baiklah, kau menang. Aku akan melaporkan semua ini kepada suhu, suheng, lain kali kita bertemu lagi!"

"Jangan pergi, aku ingin membunuhmu. Menjilat kepada suhu adalah perbuatan memuakkan sute, tunggu dan terima ini!" Siauw Lam mengeluarkan jarum-jarum beracun akan tetapi Beng San waspada. Ia mengelak dan mengebut runtuh. Lalu meneruskan larinya dan lenyap meninggalkan tempat itu maka pemuda itu mencari Lan Lan dan itulah sebabnya terlambat pulang, gagal dan melaporkan semuanya.

Chi Koan tentu saja gusar. Muridnya pertama itu ternyata bahaya dalam selimut, kelak akan dihajar dan dicarinya nanti. Dan karena ia telah menanamkan kepercayaan terhadap tokoh-tokoh selatan, ia tak begitu khawatir maka Siauw Lam merobohkan korbannya lagi dan mempermainkannya sepanjang jalan.

Lin Lin benar-benar menderita di tangan pemuda yang seperti tidak waras ini. Bagai gila saja Siauw Lam memaksa dan mengerjai gadis itu. Sampai akhirnya ketika suatu hari pemuda itu bertemu dengan seorang pemuda baju putih yang gagah perkasa, pandai mainkan golok terbang dan berilmu silat tinggi maka pemuda ini tertegun dan berubah mukanya.

Saat itu Siauw Lam tertawa-tawa di tepi sebuah sungai. Korbannya, yang diseret dan menangis sesenggukan juga seperti orang gila. Lin Lin terguncang hebat. Sejak itu ia tak bertemu lagi dengan adiknya dan gadis ini dibuat permainan, tak tahan dan hampir bunuh diri namun Siauw Lam membatalkan. Kebencian dan kemarahan pemuda itu rupanya benar-benar dilampiaskan di sini.

Sejak di panggung Lui-tai sesungguhnya pemuda ini dilanda sakit hati, satu demi satu sampai akhirnya membuat ia begitu dendam. Hasrat pertama dilarang bertanding dengan puteri Lam-hai-kong-jiu merupakan penyulut utama, disusul oleh sikap gurunya ketika melindungi Yang-liu Lo-lo. Maka ketika semua itu menggelegak dan betapa ia harus menyaksikan sandiwara gurunya, betapa gurunya begitu pandai mengelabui tokoh-tokoh selatan maka timbullah semacam api gemuruh di dada pemuda ini.

Siauw Lam pada dasarnya memang berwatak jelek. la bertambah jelek lagi setelah melihat sepak terjang suhunya, kekejaman dan tingkah laku jahat yang tak segan-segan dilakukan gurunya itu. Maka ketika ia menjadi begitu biasa dan kekejaman bukanlah hal aneh lagi, begitu pula akan perbuatannya terhadap puteri Lam-hai-kong-jiu ini maka suatu hari ia merasa bosan dan puas ingin mengakhiri semuanya itu, mereka tiba di tepi sungai yang airnya keruh, semalam rupanya hujan lebat.

"Ha-ha-heh-heh, sekarang kau boleh bunuh diri. Terjun dan bunuh dirilah disungai itu, anak manis. Aku ingin melihatmu!" Siauw Lam mendorong dan gadis ini jatuh terhuyung.

Tiba-tiba Lin Lin mengedikkan kepalanya dengan mata beringas, tiba-tiba ia tak ingin bunuh diri! Dan ketika gadis itu riap-riapan memandang penuh benci, berhari-hari ini ia dihina begitu hebat maka gadis ini berkata dengan jari menggigil, menuding.

"Kau, iblis hina tak berperasaan, manusia tak berjantung. Aku tak ingin bunuh diri sekarang ini, Siauw Lam, aku ingin hidup agar dapat mengorek is perutmu yang kotor itu. Aku tak mau terjun dan berharap suatu ketika dapat membalas dendam. Aku ingin mengerat-ngerat dagingmu!"

"Ha-ha, heh-heh!" si pemuda terkejut akan tetapi tertawa bergelak. "Membalas kepadaku tak mungkin kau lakukan, anak manis, kepandaianku lebih tinggi darimu. Kalau kau tak mau bunuh diri maka akulah yang akan membunuhmu. Bersiaplah, aku akan melemparmu ke sungai itu!"

Lin Lin berapi. Setelah berhari-hari ia di siksa dan diperkosa berulang-ulang maka maut atau ancaman pemuda ini tak membuatnya takut. la sudah mulai kebal. Maka ketika ia membentak dan menerjang maju ia pun sudah mencoba untuk kesekian kalinya lagi menyerang. Sisa tenaga di seluruh tubuh dikerahkan.

"Des!" ia malah terbanting dan pemuda itu tertawa ngakak. Siauw Lam mengangkat tangannya dan gadis ini terjerembab, hal itu bagi Siauw Lam amat menyenangkan dan berserulah pemuda itu agar gadis itu bangun. Lin Lin bangun dan terhuyung-huyung. Lalu ketika ia diminta menyerang dan memang menyerang, memukul dan menendang maka Siauw Lam terkekeh-kekeh betapa gadis itu jatuh bangun kehabisan tenaga. Dalam beberapa hari ini Lin Lin tak mau makan atau minum.

"Ha-ha-heh-heh, kau tak kuat lagi menopang tubuhmu berdiri. Ayo, serang dan serang lagi, anak manis, setelah itu kulempar ke dalam sungai!"

Gadis itu kalap menyambar batu, melempar dan membabi-buta akan tetapi semua ditangkis. Batu terpental dan malah mengenai kepala gadis itu sendiri. Siauw Lam terpingkal sampai hampir terjungkal. Dan ketika akhirnya Lin Lin tersedu dan roboh terduduk, hilang tenaganya maka Siauw Lam melangkah dan menyambar punggungnya. Kali ini ia tak merasa tertarik lagi kepada gadis kurus kering ini.

"Bersiaplah, cukup semua itu. Mari kuantar menghadap akherat, Lin Lin, dan kau tak akan membalas dendam seumur hidupmu, ha-ha!"

Gadis ini terbelalak. la tak berdaya ketika dicengkeram punggungnya dan sekali angkat ia pun dilempar. Siauw Lam mengerahkan tenaganya dan gadis itu melayang ke tengah sungai. Hebat, gadis ini tak ketakutan. Siauw Lam kecewa tak mendengar gadis itu menjerit! Namun tepat gadis itu dilempar mendadak munculah sebuah perahu meluncur cepat. Seorang pemuda baju putih berada di depan dan berseru menangkap gadis itu, persis ketika Lin Lin melayang jatuh.

"Kejam, tak berperasaan. Siapa orangnya melempar orang lain ke dalam sungai!" pemuda itu menerima Lin Lin dan sekali ia memukul air maka perahu pun melejit dan jatuh di tepian, halus dan hampir tak mengeluarkan suara.

"Brukk!" Siauw Lam terkejut. Seorang pemuda tampan dengan alis tebal bagai golok menghadapinya dengan pandang mata marah. Dua mata beradu dan pemuda itu tergetar. Mata pemuda itu berpijar dan berkilat layaknya mata seekor harimau muda, tajam menembus namun Siauw Lam tentu saja membuang kagetnya dengan tawa bergelak.

la melihat siang-to (sepasang golok) di punggung pemuda ini memandang rendah dan tentu saja tidak takut. Maka ketika ia tertawa dan tiba-tiba berhenti, membentak maka ia menuding pemuda itu. Caping bambu menyembunyikan rambut gemuk yang hitam tebal.

"Kau, siapa gerangan mencampuri urusanku. Berani mati mencari penyakit. Heh, serahkan kembali gadis itu kepadaku, tikus busuk, atau aku menghajarmu dan mengantarmu ke akherat!"

Pemuda itu bersikap tenang, akan tetapi alisnya berkerut. Lalu memandang Lin Lin yang lemas di perahu ia pun menarik napas dalam ketika berkata dengan suara berat, "Kau menyiksa dan hendak membunuh gadis itu, jelas bukan orang baik-baik. Aku pengelana jalanan akan tetapi tentu saja tak dapat meluluskan permintaanmu. Kalau kau hendak merebut gadis itu berarti harus melalui aku dulu. Aku tak dapat membiarkan perbuatan kejimu!"

"Keparat!" Siauw Lam tiba-tiba mendorong dan melepas Thai-san-ap-ting, serangannya tiba-tiba. "Mempuslah kau tikus busuk. Siapa takut dan enyahlah!"

Akan tetapi pemuda itu mengangkat sebelah tangannya pula. Cepat namun bertenaga ia mendorong menyambut, angin berkesiur dan Siauw Lam terkejut merasa hembusan angin dingin. Namun karena ia sudah melepas pukulannya dan mengerahkan tenaga maka dua tenaga bertemu dan telapak masing-masing tergetar dan terdorong balik.

"Plak!" dua angin pukulan sama-sama buyar. Pemuda itu juga terkejut sementara Siauw Lam berseru tertahan. Caping itu terangkat sedikit, wajah dan mata yang semakin mencorong membuat pemuda ini tertegun. Dan ketika Siauw Lam terkejut melangkah mundur, dari adu tenaga itu ia tahu bahwa lawan tak berada di bawahnya maka ia mengamati dengan kaget sementara lawan semakin mengerutkan alisnya semakin dalam. Wajah itu tetap tenang dan simpatik, akan tetapi keren.

"Kau agaknya memiliki Thai-san-ap-ting," pemuda itu tiba-tiba bicara mengejutkan Siauw Lam. "Kalau begitu apa hubunganmu dengan Go-bi sobat, tepatnya dengan tokoh-tokoh Go-bi yang terkenal."

Siauw Lam tergetar, menindas rasa kagetnya. Kalau lawan mengetahui pukulannya jelas pemuda di depannya ini bukan orang sembarangan. la berubah agak pucat. Namun karena adu pukulan pertama bukan berarti harus takut, ia hanya harus berhati-hati maka pemuda itu tertawa dengan suara serak. Diam-diam Siauw Lam mencari kesempatan untuk melancarkan serangan kilat, watak yang diwarisinya dari gurunya Chi Koan.

"Aku, ha-ha... aku memang pewaris Gobi. Kau siapakah tahu ilmu pukulanku, sobat, apakah kawan atau lawan. Jawab dulu pertanyaanku sebelum aku menjawabmu!"

"Hmm, pewaris Gobi!" pemuda itu mengejek tersenyum. "Kalau begitu siapakah gurumu? Peng Houw atau Chi Koan?"

Siauw Lam berdetak. Dari pertanyaan ini tahulah dia bahwa pemuda di depannya ini tahu banyak tentang Gobi, bahkan tahu tokoh-tokoh atau murid utamanya. Akan tetapi karena dia bingung harus menjawab yang mana, Chi Koan ataukah Peng Houw maka ia ragu dan sejenak terbelalak, namun tiba-tiba tertawa. "Apa bedanya kalau guruku Peng Hou atau Chi Koan, juga apa bedanya kalau bukan kedua-duanya!"

"Tak mungkin, satu di antaranya pasti. Pukulanmu lebih kuat daripada hwesio-hwesio pimpinan, sobat, kau bukan murid biasa. Kau pasti murid di antara dua orang itu, atau kau takut kepadaku dan tak berani menjawabnya!"

"Hm, siapa takut!" Siauw Lam menjadi panas. "Aku murid Naga Gurun Gobi Peng Houw dan mau apa kau?"

Pemuda itu memandang penuh selidik. Ia mengernyitkan kening menatap lekat-lekat, jantung di dada Siauw Lam tergetar bertemu sorot mata itu, tajam berkilat bak seekor naga sakti. Dan ketika ia mengerahkan kekuatannya dan berhasil menindas rasa gentar maka lawan mengangguk-angguk tapi jawabannya malah mengejutkan.

"Bagus, kalau begitu kau murid musuh besarku. Bersiaplah, aku ingin memberi pelajaran kepadamu dan katakan kepada gurumu bahwa aku mencarinya!"

Belum Siauw Lam hilang kagetnya tiba-tiba pemuda baju putih itu melompat. Tampak tangan kanan dikibas dan deru angin dingin menyambar, jauh lebih kuat daripada gerakan pertama tadi. Dan ketika ia membentak dan menangkis marah, kali ini dia diserang maka.... dukk!"

Siauw Lam terbanting. "Ahh!" pemuda ini bergulingan menyelamatkan diri. Dari sekali gebrakan itu tiba-tiba ia merasa bahwa sinkang lawan amatlah kuatnya, jauh di atasnya, mungkin dua tiga tingkat. Maka ketika ia melompat bangun dan kaget serta marah maka iapun membentak dan menerjang pemuda itu. Siauw Lam mendahului dan berkelebat dengan Lui-thian- to-jitnya yang biasa diandalkan itu.

"Keparat!" akan tetapi pemuda ini kaget. Lawan tiba-tiba berkelebat lenyap dan bersamaan itu muncullah bayangan putih bergulung-gulung. Ia yang mengerahkan Lui-thian-Lo-jit ternyata tahu-tahu di lilit bayangan ini. Lawan mempergunakan ginkang yang hebat sekali. Dan ketika ia berteriak dan lawan menampar atau mendorong tiba-tiba Siauw Lam merasa sesak dadanya dipukul palu godam.

"Des-dess!" Pemuda itu terbanting dan bergulingan. Siauw Lam kaget bukan main dan meloncat bangun, rasa kegetnya bercampur marah. Dan karena ia masih penasaran dan melengking tinggi maka ia melepaskan Cui-pek-po-kian mengganti Thai-san-ap-ting.

"Bress!" Cui-pek-po-kian yang hebat itu terpental. Siauw Lam harus melempar tubuhnya kalau tak ingin pukulannya membalik, ia pucat dan kaget bukan main. Akan tetapi karena terbiasa sombong dan menganggap diri sendiri lihai, melompat dan membentak maka pemuda itupun tak mau sudah dan melepas lagi Cui-pek-po-kiannya, terpental dan digabung Thai-San-ap-ting.

Dan kemudian lenyaplah Siau Lam mengandalkan Lui-thian-to-jit mengelilingi lawan dengan cepat akan tetapi lawan tiba-tiba menghilang. Geraknya begitu luar biasa dan mengejutkan. Dan ketika ia celingukan ke sana-sini, mencari dan kaget tahu-tahu lawannya itu berada di belakang menampar telinganya.

"Plak!" Siauw Lam terpelanting dan menjerit. Ia kaget bukan main dan gentar, rasa takutpun datang. Dan ketika ia membentak dan memaki-maki, nama Peng Houw dibuang maka lawan tertegun mendengar ia memaki pendekar itu.

"Siapa mau menjadi murid si bau itu. He, aku bukan murid Naga Gurun Gobi, sobat, akupun memusuhinya. Siapa kau dan jangan menyerang lagi. Naga Gurun Gobi bukan guruku!"

"Kalau begitu kau murid Chi Koan..!"

"Benar, ia guruku!" akan tetapi baru saja mengaku mendadak pemuda itu membentak dan seketika marah, berkelebat dan tamparan keras membuat Siauw Lam terjengkang. Pipinya pecah berdarah! Dan ketika pemuda ini kaget serta bingung, siapapun yang disebut ternyata musuh maka pemuda itu menggerakkan tangannya dan tujuh golok kecil menyambar pemuda ini, menancap di lengan dan bahunya, bagai terpantek!

"Aduh, keparat!" Siauw Lam bergulingan pucat dan ia merasa sakit bukan main. Tujuh hui-to (golok terbang) itu seperti berjajar dan ia ngeri serta takut. Baru kali inilah ia ketakutan. Maka ketika ia berteriak-teriak dan melihat sungai maka iapun tiba-tiba mencebur.

"Byurr!" Pemuda itu tertegun namun tidak meneruskan serangannya. Siauw Lam berenang dengan cepat mengikuti arus sungai, hanyut dan menyelamatkan diri dan megap-megap. Baru kali itulah ia seperti dikejar setan. Dan ketika ia jauh dan merasa selamat, menyeberang dan menggigil di tepian maka pemuda ini lari cepat meninggalkan tempat itu.

Akan tetapi Siauw Lam tidak jera. Ia justeru sakit hati kepada gurunya itu. Menyebut nama gurunya ternyata membawa petaka lebih hebat. la telah mencabut tujuh hui-to itu dengan geram. Dan ketika di sepanjang jalan ia menyambar korban-korban baru, semuanya wanita muda dan cantik-cantik maka pemuda ini meninggalkan nama bahwa ia murid bengcu.

Gegerlah orang-orang selatan. Tiga bulan kemudian nama pemuda ini sudah seperti jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga). Sepak terjangnya membuat tertegun dan teringatlah tokoh-tokoh utama siapa pemuda itu. Dan ketika suatu hari Siauw Lam menyambar Lan Hoa, gadis berpedang murid Sepasang Naga menara maka Chi Koan dibuat pucat oleh perbuatan muridnya itu, terpaksa memberikan pengumuman.

"Murid murtad itu sudah bukan muridku. Silakan cuwi-enghiong bunuh dan jangan memandang aku. Kalau Cuwi ada yang melihatnya harap beri tahu aku dan muridku Beng San yang akan membekuknya!"

Gemparlah orang-orang selatan. Hampir saja nama baik Chi Koan ternoda. Dan ketika Chi Koan menjadi marah dan naik pitam, hampir setiap hari mendengar laporan akhirnya ia mengutus Beng San dengan tongkat menggigil. Tiga perempat Hok-te Sin-kang telah diberikannya kepada muridnya itu.

"Cari dan bunuhlah suhengmu. Bulan depan ini aku merencanakan serbuan ke utara, Beng San, tak mungkin mencari dan menghukum bocah terkutuk itu. Tokoh-tokoh kang-ouw telah setuju, mereka akan membantuku. Wakililah aku dan robohkan suhengmu itu!"

"Akan tetapi apakah teecu mampu? Dulu teecu dikalahkannya, suhu, sekarangpun teeeu ragu. Jangan-jangan ilmu suheng masih lebih tinggi!" Beng San ragu, menyatakan pendapatnya. Akan tetapi ketika sang guru menyambar dan melempar sebuah batu besar, Beng San menangkis otomatis maka batu itu hancur sebelum mengenai telapaknya, tak kuat oleh desing Hok-te Sin-kang yang ternyata dahsyat!

"Nah, mau apalagi," sang guru membentak. "Hok-te Sin-kang telah kau warisi, Beng San. Suhengmu bukan apa-apa lagi. Cari dan bunuh dia dan pergilah bersihkan namaku. Terkutuk bocah itu!"

Beng San tertegun akan tetapi berseri-seri. Ia berlutut menyatakan terima kasih dan sang guru dingin, kemarahan berkurang. Dan karena selama ini murid itu memang baik, dapat menjaga diri dan mengambil hati maka Chi Koan berkata agar secepatnya muridnya itu berangkat.

"Kau tak usah menunggu waktu lagi. Kalau selesai dan tak menemui aku di sini harap susul ke utara. Aku ingin menghancurkan Naga Gurun Gobi!"

"Baik, teecu melaksanakan tugas. Terima kasih, suhu, dan mohon doa restumu!"

Chi Koan mengangguk dan Beng Sanpun berkelebat. Siapapun akan melihat betapa pemuda ini memiliki sepasang mata yang bertambah mencorong. Dengan kejadian itu pemuda ini malah beruntung. Hok-te Sin-kang, yang seharusnya menjadi ilmu tunggal diwariskan kepadanya. Siapa tidak senang. Maka ketika hari itu juga Beng San berangkat dan gurunya meremas tongkat maka di utarapun bukannya tidak terjadi keributan.

Marilah kita berpindah tempat!

* * * * * * * *

Sudah lama kita meninggalkan Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip, kakek sakti bermata buta itu. Karena kakek ini telah mempunyai murid Boen Siong, putera si Naga Gurun Gobi yang kini telah berangkat dewasa itu maka suatu malam disaat kakek itu berbincang-bincang maka Li Ceng, ibu pemuda ini mengutarakan sesuatu. Boen Siong telah menjadi pemuda gagah sekitar delapanbelas tahun, tegap dan berambut hitam dengan sepasang alis tebal bagai golok.

"Agaknya locianpwe tak perlu mengeramnya lagi di Sini. Muridmu perli tahu dunia . Bagaimana kalau ia kuajak jalan-jalan dan mencari musuh besarnya? Boen Siong telah dewasa, locianpwe, dan ia pantas menguji semua kepandaian yang kau wariskan. Naga Gurun Gobi Peng Houw dan Chi Koan menjadi tujuan utama. Aku mohon locianpwe mengijinkannya keluar dan mencari musuh- musuh itu. Betapapun sudah waktunya mencari dan membalas sakit hati!"

"Hm, heh-heh, kau benar. Aku sendiri sudah memikirkannya ke sini, hujin, sekarang tiba-tiba kau mendahului. Akan tetapi jangan itu saja, ada sebuah tugas yang tak kalah penting. Muridku harus mengalahkan jago-jago terkenal dan memimpin dunia kang-ouw. Dulu aku bercita-cita begitu akan tetapi kandas oleh saingan-saingan beratku, Ji Leng Hwesio dan Siang Kek serta Siang Lam, juga Kun-lun Lojin. Sekarang mereka tiada, akan tetapi pewarisnya masih hidup. Heh, maukah kau melaksanakan tugas berat ini, Boen Siong. Beranikah kau menundukkan semua orang-orang kang-ouw dan memimpin mereka itu!"

"Teecu sanggup, kenapa tidak. Akan tetapi perlukah itu, suhu, kenapa harus menundukkan semua orang-orang kang-ouw dan memimpinnya. Bukankah berkesan sombong."

"Heh, kau tahu apa. Menundukkan dunia kang-ouw berarti menjaga ketenteraman orang banyak, Boen Siong. Di bawah satu pimpinan yang baik penjahat tak akan berkutik!"

"Kalau begitu apakah mendiang Ji Leng Hwesio dan lain-lainnya itu orang jahat?"

"Apa?"

"Maaf," pemuda ini merendahkan kepala "Kau sendiri bilang bahwa sejak dulu memiliki cita-cita itu, suhu, dan waktu itu hidup Ji Leng Hwesio dan lain-lainnya. Apakah waktu itu mereka itu jahat hingga kau merasa perlu memimpin dunia persilatan."

"Ha-ha, heh-heh... ha-ha-ha! Wah, ini lain dari yang lain, hujin, puteramu luar biasa dan berotak encer. la membuat aku tersudut dengan pertanyaannya itu. Wah ha-ha-ha!"

Kakek ini tertawa tergelak-gelak namun diam-diam ia kaget dan bingung menjawab. Bagaimana ia mengatakan bahwa dedengkot Go-bi dan Heng-san itu jahat, juga Kun-lun Lojin yang sareh itu. Maka ketika ia membuang kagetnya dengan tawa terkekeh-kekeh, berhenti dan akhirnya mengurut jenggot maka terus terang ia berkata bahwa Ji Leng dan lain-lainnya itu tidak jahat.

"Akan tetapi nanti dulu, mereka sombong dan mengagulkan diri sendiri. Sejak dulu mereka ini tak mau kalah, muridku, siapa tidak panas dan geregetan. Dan karena terakhir kali aku telah menghajar si Chi Koan itu, pewaris Ji Leng maka aku sedikit puas namun kurang puas juga. Naga Gurun Gobi Peng Houw belum pernah bertemu muka, dan kabarnya ialah pewaris tunggal hawa sakti dedengkot Gobi itu. Nah, cari dia dan kalahkan dan kalau banyak orang jahat di dunia kang-ouw kau gempurlah mereka. Pimpin dan angkat dirimu sebagai tokoh utama dan tenteramkan orang banyak dengan kepandaianmu kau murid Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip yang tak boleh mengecewakan!"

Pemuda ini mengangguk-angguk akan tetapi tak menelan begitu saja. Hal ini terlihat dari sorot matanya yang masih ragu. Dia, yang belum pernah turun gunung tiba-tiba saja disuruh menundukkan tokoh-tokoh kang-ouw.

Sebenarnya cukup baginya kalau mencari dan berhadapan dengan dua musuh utamanya itu, Naga Gurun Gobi Peng Houw dan Chi Koan. Akan tetapi karena ia tak ingin mengecewakan gurunya dan bersikap menurut maka ia mengangguk-angguk namun mata tajam sang ibu melihatnya lain...

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 23

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

MALAM itu Beng San belum kembali. Bukit di belakang telaga ini mulai gelap dan si buta duduk bersila di tengah ruangan. Seharian ia berpikir keras bagaimana menghabisi ketua See-ouw-pang itu. Ia mulai terancam bahaya dengan diketahuinya urusan Mei Bo.

Selama ini disangkanya hubungannya dengan gadis Sin-hong-pang itu terjadi tanpa diketahui orang karena ia sendiri sudah mewanti-wanti dan Mei Bopun tak mungkin mengeluarkannya karena kedudukannya sebagai tokoh Sin-hong-pang.

Apa jadinya kata orang kalau pemimpin Sin- hong-pang bermain cinta gelap. Akan tetapi ketika gadis itu hamil dan Ning-pangcu mengetahui, inilah tsnda-tanda bahaya yang bakal mengguncangkan kedudukannya maka si buta bersiap bahwa ketua See-ouw-pang itu harus dibunuh. Harus ditutup mulutnya!

Malam itu belum terlihat jalan keluarnya. Chi Koan bersila sampai pagi ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya, tergopoh. So Hak, wakil See-ouw-pang muncul tergesa-gesa. memberitahukan bahwa Mei Bo terpeleset di tepi jurang dan kini luka parah di tempat Ning-pangcu.

Gadis itu kejang-kejang dan mengeluarkan darah terus-menerus. Keguguran! Dan ketika dengan wajah pucat dan sikap gelisah laki-laki itu minta agar si buta secepatnya turun maka Chi Koan berdebar dan diam-diam menyeringai, akan tetapi tentu saja harus pura-pura terkejut.

"Mei Bo, gadis itu, ia.... ia terpeleset di tepi jurang?"

"Ya taihiap. Gadis itu keguguran dan ia memanggil-manggil dirimu. Pangcu menyuruhku agar kau menolongnya. Pangcu telah memanggil tabib Cong namun minta kau datang. Kekasihmu dalam bahaya!"

"Baiklah," Chi Koan bergegas. "Bagaimana bisa begitu, hu-pangcu. Bagaimana bisa terpeleset dan sekarang keguguran. Ah, celaka dia nanti!"

"Benar, karena itu cepatlah datang. Kami tak tahu banyak tentang masalah wanita dan Ning-suheng juga mengkhawatirkan nasibnya. Mudah-mudahan Cong-sinshe dapat menolong tapi betapapun kau harus ke sana!"

Chi Koan dibawa terburu-buru oleh wakil ketua See-ouw-pang ini. Karena Beng San tak ada di situ maka orang lainlah yang menuntun si buta. So Hak tampak begitu cemas dan Chi Koan menahan marah melihat orang ini tahu hubungannya dengan Mei Bo. Segeralah dia maklum bahwa Ning-pangcu memberi tahu sutenya, kalau tidak mana mungkin laki-laki itu bicara seperti itu, tersirat bahwa hubungannya sudah bukan rahasia lagi.

Maka ketika diam-diam ia mengerotokkan buku-buku jarinya dan wakil pimpinan inipun harus kelak dilenyapkan maka di markas See-ouw-pang itu terlihat Mei bo telentang tak sadarkan diri. Setelah kejang- kejang dan menjerit gadis itu pingsan dengan perut penuh darah. Seorang tabib bekerja keras memijat-mijat tubuhnya.

"Celaka, janin itu tak dapat diselamatkan. Cong-sinshe terpaksa mengeluarkan Semua sisa darah di perutnya, taihiap. Anak itu mati. Mei Bo terpeleset dan keguguran!" Ning-pangcu menyambut si buta dan Chi Koan berkerut-kerut. Ia tak melihat darah di tempat tidur akan tetapi tahu bahwa ketukannya kemarin membuahkan hasil.

Beberapa jam setelah itu Mei Bo akan gemetar, perutnya akan melilit-lilit dan saat itulah gadis ini tak tetap berdiri lagi. Ia mudah jatuh dan tak aneh kalau terpeleset. Maka ketika ia puas namun harus berpura-pura gelisah, mimik pucat diperlihatkan maka ia bertanya beagaimana keadaan gadis itu, apakah itu Cong-sinshe yang menolong Mei Bo.

"Benar, ini tabib Cong, kenalanku. Ia sering kami pakai kalau kami atau anak-anak murid ada yang terluka."

"Hm... bagaimana menurutnya."

"Anak itu tak terselamatkan, taihiap, akan tetapi ibunya masih hidup. Aku mampu menolong dan puji syukur bahwa secepatnya aku datang. Terlambat satu jam lagi ibu dan anak tak mungkin tertolong lagi!" Cong-sinshe menjawab dan ia terus memijat-mijat perut wanita itu.

Tiga kali seprei diganti. Dan ketika Chi Koan mengangguk-angguk namun diam-diam marah, gadis inipun tak boleh hidup maka ia bertanya apakah sang tabib sudah memberinya obat.

"Tentu, akan tetapi penguat sementara saja. Rebusan itu yang akan memulihkannya dan setelah dua tiga minggu barulah gadis ini sembuh."

Chi Koan miringkan kepala. Ia mendengar suara air mendidih dan mengangguk-angguk. Ternyata semua sudah dipersiapkan tabib ini dan Mei Bo akan tertolong. Akan tetapi karena ia tak ingin gadis ini hidup, kedudukannya sebagai bengcu tak mungkin tenang maka diam-diam si buta menjentikkan sebutir racun dan tanpa diketahui siapapun masuklah racun itu ke dalam rebusan obat!

Chi Koan memang keji. Merasa bahwa Mei Bo hanya menjadi penghalang saja maka tak segan-segan ia melenyapkan gadis itu. Siapapun akan disingkirkan apabila mengancam kedudukannya. Maka ketika ia duduk bersila sementara Ning-pangcu dan sutenya menunggu dan menemani si tabib, Chi Koan menolak dan menyuruh tabib itu bekerja dulu maka siapapun melihat bahwa ia tak melakukan apa-apa di ruangan ini, bersila akan tetapi mimik muka gelisah, persis layaknya orang yang melihat kekasih di ujung bahaya.

Dan tibalah saatnya Cong-sinshe memberikan rebusan itu. la telah menguras isi perut gadis itu dan beberapa batang jarum menancap di sana-sini. Tusuk jarum membuat penderitaan gadis ini berkurang. Dan ketika Mei Bo mulai sadar dan mengeluh lagi, membuka mata maka iapun melihat Chi Koan yang duduk bersila disitu.

"Koan-ko...!"

Chi Koan bangkit den menghampiri. Dari suara gadis itu ia tahu bahwa Mei Bo tertolong, bahaya telah lewat. Maka ketika ia memeluk dan mengecup dahi itu yang gemetar dan berseri maka Chi Koan menunjukken kepada semua orang bahwa ia girang sekali.

"Kau, ah.... syukur kau selamat. Bagaimana bisa terjadi semuanya ini, moi-moi, apa yang kau lakukan!"

"Aku mencari Siauw Lam, muridmu itu. Akan tetapi ketika tiba di tepi jurang mendadak perutku sakit dan jatuh. Aku terpeleset!"

"Maaf Jangan banyak bicara dulu!" sang tabib tiba-tiba menyela. "Minum dulu obat ini, nona, penyembuh luka dalam. Minumlah dan jangan banyak bicara!"

Mei Bo terisak dan memandang si buta. Chi Koan mengangguk dan mundur, si tabib telah memberikan minuman itu, obat beracun!. Dan ketika Mei Bo tersedak meneguk itu, pahit maka Cong-sinshe berkata bahwa sisa minuman harus dihabiskan. sama sekali tak sadar bahwa memberikan maut kepada gadis itu.

"Harus dihabiskan, diminum semua.ini satu-satunya obat mujarab, nona, tak boleh sisa. Minumlah dan tenggak habis, tahan rasa pahit!"

Gadis itu terisak dan menghabiskan sisanya. Sambil menahan rasa pahit ia meneguk semua itu, sekali tenggak habis. Akan tetapi ketika tiba-tiba wajah gadis ini berubah merasakan sesuatu, perutnya mendidih dan sakit bukan main maka iapun kaget dan menuding, mulutnya tiba-tiba mengeluarkan busa.

"Kau... kau memberikan racun. Jahanam keparat!"

Bukan hanya tabib ini melainkan juga Ning-pangcu dan sutenya kaget. Mereka melihat betapa Mei Bo tiba-tiba roboh, gadis itu merintih dan menggeliat-geliat. Lalu ketika mulutnya berbuih sementara seluruh tubuhnya berkerotok, saat itulah Chi Koan menyambar maka si buta membentak dan mencengkeram tabib ini diam-diam girang bukan main.

"Kau, apa yang kau lakukan terhadap kekasihku. Kau memberinya racun? Kau menyuruhnya mati dan berani mencelakainya? Keparat, kubunuh kau, orang tua. Sungguh keji hatimu mencelakai orang baik-baik!"

"Tidak! Ampun... aku, eh...!"

Akan tetapi Chi Koan telah bekerja cepat. Tak kalah mengejutkan dengan kejadian itu jari-jarinya melumat leher si kakek. Sekali dia mengerahkan sinkang remuklah leher itu, Si kakek menjerit dan terkulai. Dan ketika si buta melempar kakek itu melompat ke pembaringan maka Ning-pangcu terkejut berseru tertahan. Mei Bo gadis itu berkelojotan dan menuding-nuding.

"Jahanam itu, kakek itu... ia... ia memberiku racun!"

"Sudah kubunuh dia, sudah kehabisi nyawanya. Ah, apa yang membuatmu seperti ini, moi-moi, jahanam terkutuk kakek itu!" Chi Koan mengurut dan menotok sana-sini dan sikap atau kata-katanya gemetar bukan main. la gugup dan memijat-mijat akan tetapi racun yang diminum gadis ini amatlah hebat. Kerja racun terlampau cepat.

Maka ketika Ning-pangcu sadar dan menolong buru-buru sang sute berteriak dan memanggil orang ternyata gadis itu tak terselamatkan dan Mei Bo roboh terguling memanggil Chi Koan. la masih menganggap bahwa si jahat itu adalah Cong-sinshe.

"Koan-ko..!"

Chi Koan mengguguk dan menyambar serta menciumi gadis ini. Mei Bo sempat mencengkeram rambutnya akan tetapi sudah roboh terguling. Gadis itu tewas dengan wajah kehitaman. Dan ketika semua terkejut melihat itu, dua mayat berada di satu ruangan maka So Hak dan suhengnya terpaku. Si buta mendadak mencelat dan menghajar mayat Cong-sinshe, bak-bik-buk dengan tongkatnya.

"Kau kakek-kakek kurang ajar, kau manusia terkutuk. Apa dosa gadis itu kepadamu, jahanam she Song. Kau memisahkan aku dari orang yang kucintai!"

Ning-pangcu bergerak dan menahan tongkat. Hampir saja ia terpelanting oleh bak-bik-buk pukulan akan tetapi cepat-cepat ketua See-ouw-pang itu berseru bahwa Cong-sinshe telah tewas. Menghajar mayat adalah perbuatan tercela. Dan ketika si buta sadar dan mengguguk lagi, meloncat menyambar mayat kekasihnya maka orang dibuat terharu oleh sikap dan kesedihannya yang dalam. Siapapun menyalahkan Cong-sinshe. Ning-pangcu sendiri tak habis pikir dan heran kenapa tabib itu membunuh Mei Bo.

Rasa hormat yang semula ada seketika lenyap. Siapapun tak mengira bahwa sumber kejadian itu adalah si buta. Maka ketika Ning-pangcu menyuruh orang melempar jenasah itu, dibuang jauh-jauh maka hanya So Hak yang termangu-mangu dan menaruh kecurigaan.

Akan tetapi laki-laki inipun tak mencurigai si buta. Siapa menaruh curiga sejauh itu kalau selama ini si buta membuktikan diri sebagai orang baik-baik. Orang she Song ini menduga jangan-jangan orang Utara mempergunakan tabib itu menjadi musuh dalam selimut. la pun mengepal tinju dan akhirnya melepaskan kecurigaannya itu kepada sang suheng.

Hari itu jenasah Mei Bo telah dimakamkan dan murid-murid Sin-hong-pang menangis. Mereka tak menyangka bahwa suci mereka dibunuh orang. Dan ketika malamnya dua orang ini duduk mengertakkan gigi, Ning- pangcu terbawa maka Ia memerintahkan sutenya agar menyelidiki rumah tinggal Cong-sinshe, tak jauh dari kota Cin-po.

"Coba kau periksa dan selidiki tempat itu. Jangan-jangan dugaanmu benar, orang Utara mempergunakan Cong-sinshe untuk membunuh kita dengan racun. Ia ahli obat, tentu ahli pula dalam racun. Ah, sungguh berbahaya dan coba kau selidiki itu. Akupun curiga!"

Dua orang ini sama sekali tak menduga bahwa sepasang telinga yang tajam telah mendengarken mereka. Siapa lagi kalau bukan si buta Chi Koan. Dan ketika Chi Koan berseri mendapatkan petunjuk, itulah cara menghabisi ketua See-ouw-pang maka iapun menjentikkan sebutir racunnya lagi di gelas Ning-pangcu, di kamar tidurnya.

Malam itu juga So Hak pergi ke Cin-po melakukan penyelidikan. Kepergiannya ini justeru menyelamatkannya. Ia terhindar dari racun yang siap dipasang Chi Koan. Dan ketika keesokannya See-ouw-pang gempar melihat Ning-pangcu terkapar dengan mulut berbuih, mukanya pucat kehitaman seperti mayat Mei Bo maka See-ouw-pang benar-benar geger dengan kejadian, itu. Ketua mereka tewas!

Menyedihkan nasib laki-laki ini. la mati konyol di tangan Chi Koan, orang yang ditolong dan diangkatnya sebagai bengcu. Dan ketika So Hak pucat mendapatkan itu maka pria yang baru saja pulang dari Cin-po ini hampir roboh pingsan. Chi Koan memang penyebar maut. la tak perduli siapapun kalau dianggapnya berbahaya dan membahayakan kedudukannya.

la pun tak mengenal kasihan kepada bekas teman-teman sendiri. Dan ketika See Ouw-pang berkabung dengan kematian ketuanya, otomatis So Hak lah yang menggantikan suhengnya maka laki-laki inilah yang siap menjadi korban berikutnya.

Si buta sudah menimbulkan ketakutan dengan bayang-bayang ancaman orang utara. Sejak itu semua murid See-ouw-pang diminta berhati-hati. Minum atau makan sebaiknya dibuat sendiri. Namun ketika ia bersiap untuk membunuh So Hak tiba-tiba saja seminggu kemudian laki-laki itu menghilang. Dan bersama dengan menghilangnya ketua baru itu juga lenyaplah jenasah Ning-pangcu. Makamnya digali orang!

"Kami tak tahu siapa yang melakukan, dan ketua kami yang baru juga menghilang tanpa pesan. Tolong kau pimpin kami sementara, taihiap, hanya kaulah orangnya yang mampu melindungi kami. Kami tak melihat yang lebih tepat lagi!"

"Benar, berturut-turut kami mendapat musibah. Karena kau yang di sini biarlah kau yang memimpin kami, taihiap, sampai kembalinya ketua!"

Chi Koan berdebar menarik napas dalam-dalam. Sebenarnya sudah direncanakannya pula bahwa dialah yang kelak memimpin See-ouw-pang. Dialah yang harus menjadi ketua di sini. Tapi ketika So Hak tiba-tiba menghilang dan bersamaan dengan itu lenyap pula jenasah Ning-pangcu maka ia pun tak nyaman namun mengangguk-angguk mendengar ratap tangis murid-murid itu. Telinganya yang tajam tiba-tiba mendengar kesiur angin dingin, tongkat bergerak dan hampir saja menimpa Beng San. Muridnya itu tiba-tiba muncul!

"Suhu, ada berita buruk. Suheng mengganggu dan mempermainkan wanita!"

"Diam!" sang suhu tiba-tiba membentak. "Dari mana dan tidak tahukah kau musibah di sini Beng San. Lama sekali kau pergi. Jangan bicarakan urusan kita tetapi dengarkanlah kejadian di See-ouw-pang ini!"

Pemuda itu tertegun dan pucat. Memang ia baru saja datang dan tidak tahu peristiwa di See-ouw-pang. la terpaku dibentak suhunya itu. Akan tetapi ketika ia mundur dan mengangguk-angguk, segera didengarnya peristiwa itu maka ia pun tergetar dan heran serta kaget. Mei Bo dan Ning-pangcu ternyata tewas dibunuh Orang.

See-ouw-pang memang dirundung malang. Mereka tak tahu bahwa masuknya si buta berarti masuknya seekor harimau yang berbahaya. Dengan kepandaian dan kecerdikannya yang tinggi si buta berhasil maju setapak demi setapak. Mulai dari pemililhan bengcu sampai akhirnya kedudukan di See-ouw-pang sendiri. Dan ketika menghilangnya So Hak benar-benar mengguncang sendi kepemimpinan di situ, si buta inilah pilihannya maka tak lama kemudian duduklah Chi Koan sebagai ketua!

Hebat si buta ini. la begitu cerdik dan pandai mengambil kepercayaan orang. Jangankan murid-murid See-ouw-pang, ketua mereka sendiri Ning-pangcu dan sutenya termakan oleh kecerdikan si buta ini. Maka ketika secara bulat ia diputuskan memimpin di situ, Beng San menjadi wakilnya maka dua orang yang semula menjadi tamu-tamu undangan ini mendadak telah menjadi pimpinan tertinggi See-ouw-pang. Betapa cerdik dan lihainya!

Akan tetapi kedatangan Beng San membawa kekhawatiran di lain pihak. Pemuda itu melaporkan tentang suhengnya Siauw Lam, beberapa hari setelah mengejar dan mencari pemuda itu. Dan ketika Chi Koan berkerut dan mengutuk-caci, Siauw Lam ternyata mengganggu dua puteri cantik Lam-hai-kong-jiu maka ia pun mendengar laporan muridnya itu betapa Siauw Lam menghajar dan hampir membunuh Beng San.

"Teecu dipukuli dan dihajar. la menangkap satu di antara dua gadis itu, suhu, teecu menegurnya namun kemudian suheng marah-marah. la menyerang, tee-cu bertanding dan akhirnya teecu melarikan diri. Teecu hampir dibunuh!"

"Hm, terkutuk, sungguh rusak. Kau memang masih bukan tandingan suhengmu itu, Beng San, akan tetapi mulai sekarang aku akan menambah kepandaianmu. Bersiaplah, mulai besok aku akan memberimu Hok-te Sin-kang!"

Hampir Beng San terlonjak saking girangnya. Ia sungguh tak menyangka bahwa ilmu dahsyat itu bakal diwarisinya. Hok-te Sin-kang, siapa yang tidak ngiler! Maka ketika pemuda itu menjatuhkan diri berlutut mengucap terima kasih, tentu saja membuat sang guru semakin suka dan senang maka Chi Koan mulai memberikan ilmunya yang dahsyat itu, tentu saja tidak semua melainkan sebagian.

Betapapun si buta cukup cerdik. Hanya sedikit demi sedikit ia memberikan ilmunya itu, melihat sampai seberapa jauh kesetiaan dan kepatuhan muridnya ini . Akan tetapi karena Beng San tak kalah cerdik dan beradulah murid dengan guru akhirnya Chi Koan benar-benar sayang dan tiga perempat Hok-te Sin-kang mengalir juga ke murid yang satu ini.

Beng San merupakan bayang-bayang gurunya yang kelak tak kalah hebat. Dan bersamaan dengan meluncurnya waktu maka kuatlah kedudukan pemuda ini di samping gurunya. Beng San mulai dikenal sebagai jago muda yang pilih tanding!

* * * * * * * *

Siauw Lam memang marah kepada gurunya itu. Sejak ia dibentak dan dibuat terpental oleh tangkisan gurunya yang membela nenek Yang-liu Lo-lo pemuda ini merasa sakit hati. Ia meninggalkan See-ouw-pang setelah gurunya mengalahkan semua tokoh-tokoh selatan, maklum bahwa gurunya akan menjadi bengcu akan tetapi bukan semata ini ia menghilang. Ia pergi karena melihat dua gadis cantik itu tiba-tiba meninggalkan kursinya pula, menyelinap dan pergi untuk akhirnya menyeberangi telaga.

Ternyata dua gadis ini tak senang melihat Chi Koan menjadi bengcu, menganggap pemilihan itu belum sah benar karena ayah mereka Lam-hai kong-jiu yang lihai tidak hadir. Kalau ayah mereka hadir belum tentu si buta menjadi juara. Maka pergi dan tak puas oleh hasil itu, mereka akan melapor kepada ayah mereka maka Siauw Lam melihat ini dan diam-diam pemuda itu menguntit.

Siapa tidak tergila-gila kepada sepasang dara berpakaian serba hitam ini, ikat pinggang putih yang melilit pinggang serasi benar dengan tubuh mereka yang langsing padat. Bentuk tubuh yang mekar mempesona itu memang membuat jantung pemuda berdegup kencang, apalagi seperti Siauw Lam, pemuda yang mudah terhanyut birahi dan tidak akan berpikir panjang lagi kalau sudah punya mau.

Kemarahannya kepada guru akan dilampiaskannya di situ. Ia akan mengganggu gadis-gadis ini, di samping melepas nafsu rendahnya juga supaya gadis atau ayah gadis itu marah. Siapa lagi yang akan dituntut kalau bukan gurunya. Biarlah, biarlah gurunya menerima getah dari perbuatannya. Maka ketika ia menyeringai dan mengejar diam-diam, menunggu sampai gadis itu menyeberang dan berlari cepat di sebuah hutan maka berkelebatlah pemuda ini dan berkata perlahan,

"Jiwi-siocia (dua nona berdua), tunggu!"

Dua gadis itu terkejut. Mereka berhenti dan menoleh dan di bawah sinar keremangan bulan tertegunlah keduanya melihat pemuda ini. Siauw Lam telah berkelebat dan berada di depan mereka. Dan ketika pemuda itu membungkuk dan menyeringai dibuat-buat, suaranya juga dibuat-buat ketika bicara maka Lin Lin maupun Lan Lan mengerutkan kening.

"Maaf jiwi meninggalkan See-ouw-pang tanpa permisi, apakah jiwi tidak senang dan marah kepada kejadian di sana. Kalau begitu maka jiwi sama dengàn aku karena akupun sebal dengan semua kejadian di atas panggung. Jiwi agaknya ingin pulang dan bolenkah aku mengantar. Kalau jiwi tidak keberatan tentu aku merasa Senang sekali."

Lin Lin dan Lan Lan adalah gadis-gadis kembar. Mereka memiliki kepekaan yang sama dan kontak batin yang sama pula. Begitu melihat Siauw Lam segera mereka tidak senang, bukan hanya karena murid si buta melainkan tingkah laku dan sepak terjang pemuda itu di atas panggung dinilai sombong. Boleh jadi pemuda itu lihai akan tetapi mereka tak takut.

Maka ditambah tutur kata dan sikap yang dibuat-buat, juga sepasang mata pemuda itu yang liar memandang mereka maka merekapun menjadi marah dan tiba-tiba Lin Lin membentak agar pemuda itu tak usah mencampuri urusan mereka.

"Senang tidak senang bukanlah urusanmu, begitu pula kami mau pulang atau tidak. Kami dapat berjalan sendiri dan tak perlu diantar, orang she Siauw, pergilah dan jangan ganggu kami. Terima kasih kalau kau berniat baik akan tetapi kami dapat berjalan sendiri!"

Siauw Lam tertegun. Gadis itu membalikkan tubuh dan menyambar saudaranya. Siauw Lam tak tahu apakah Lin Lin atau Lan Lan yang bicara, keduanya begitu mirip dan sama satu sama lain. Akan tetapi begitu mereka pergi dan berlari cepat lagi, meneruskan perjalanan tanpa menghiraukan dirinya mendadak pemuda ini merasa tertampar dan ia pun marah.

"Tunggu!" Siauw Lam membentak, kasarpun timbul. "Jangan kalian sombong, nona-nona. Boleh saja kalian sendiri namun jangan bersikap kasar!"

Lucu, diri sendiri yang bersikap kasar akan tetapi orang lain yang dituduh. Pemuda ini melesat dan telah berjungkir balik di depan dua gadis itu. Dengan Lui-thian-to-jitnya memang mungkin saja bagi Siauw Lam mendahului gadis-gadis ini.

Lan Lan dan Lin Lin terkejut berhenti lagi. Dan ketika mereka tergetar melihat wajah Siauw Lam yang merah, mata itu berkilat mencorong maka mereka mendengar pemuda itu tertawa dingin. Siauw Lam memperlihatkan watak aslinya yang kotor.

"Hm, heh-heh, kalian jumawa dan tidak bersahabat. Baik-baik aku ingin menemani kalian, nona-nona, namun kalian menolak dan bersikap kasar. Aku tak senang melihat kesombongan kalian ini. Kalau ingin menerusken perjalanan harap minta maaf dan ganti rugi dulu. Aku terpaksa menahan kalian."

"Keparat!" Lan Lan membentak. "Kau bicara apa didepan kami? Kau minta ganti rugi dan permohonan maaf? Tak tahu malu, kaulah yang sombong dan tidak tahu diri. Pemuda macam apa yang lalu marah-marah ditolak mengantar gadis!"

"Hm, semakin cantik saja," Siauw Lam keluar aslinya. "Marah dan memaki-makilah, adik manis, semakin marah semakin menggairahkan saja. Aku ingin menciummu dan itulah ganti ruginya...Wut! "

Pemuda ini berkelebat, tangan bergerak dan iapun tertawa menyambar kepala gadis itu. Siauw Lam hendak mencium akan tetapi Lan Lan tentu saja menjerit, gadis itu mengelak dan menampar. Namun ketika dengan Lui-thian-to-jitnya pemuda menyelinap dan menangkis maka ujung hidungnya menyentuh dan tahu-tahu... cup, terciumlah pipi gadis itu disusul tawa bergelak.

"Ha-ha, harum mewangi. Aduh, sedap!"

Lan Lan dan Lin Lin kaget bukan main. Perobahan watak yang begitu tiba-tiba membuat dua gadis ini terbelalak, apa lagi Lan Lan. Gadis ini merah padam dan terhuyung memegangi pipinya yang tercium. Dengan jijik ia mengusap dan memaki-maki. Hidung pemuda itu seakan tahi anjing baginya. Maka ketika Lan Lan melengking dan menerjang gadis inipun berkelebat menusukkan dua jarinya ke mata pemuda itu, marah dan kaget bahwa murid seorang bengcu begini hina dan tak tahu malu.

Akan tetapi Siauw Lam berkelit. Pemuda ini memang sengaja hendak mengganggu dan membuat ulah. Ia tertawa-tawa diserang, marah, mengelak dan menangkis hingga gadis itu terpental. Dan ketika selanjutnya ia berkelebat dan membalas, terbang dengan Lui-thian-to-jitnya yang luar biasa itu maka pipi satunya tercium lagi, kali ini mengeluarkan suara "ngok" keras.

"Heh-heh, majulah, marahlah. Semakin marah kau semain manis , adik cantik. Tidak bisa baik-baik biarlah yang tidak baik!"

Lin Lin terkejut dan marah serta malu melihat adiknya diperlakukan seperti itu. Sebentar saja pemuda ini membuat adiknya memaki-maki dan mundur jatuh bangun. Bayangan pemuda itu yang menyambar-nyambar membuat adiknya kelabakan, ginkang pemuda itu memang lebih tinggi dari yang dimiliki Lan Lan.

Maka ketika satu ciuman mendarat lagi di tengkuk, lali ini disertai usapan kurang ajar di pinggul adiknya maka gadis ini tak mampu menahan diri dan berkelebatlah dia menghantam pemuda itu, tangan kanannya miring membacok dan bercuit menyerang.

"Dukk!" akan tetapi gadis itu kaget sendiri. Pukulannya yang tepat mengenai kuduk Siauw Lam. terpental, leher pemuda itu bagai karet tebal. Dan ketika ia terpekik dan berjungkir balik maka Siauw Lam terkekeh memutar tubuh. Serangan ini justeru membuatnya gembira.

"Heh-heh, bagus, majulah berdua. Kalian akan kurobohkan dan menerima hukuman lebih berat, adik-adik manis. Terus terang aku tergila-gila kepada kalian dan terimalah cintaku yang tulus ini."

"Bedebah, keparat jahanam tak tahu malu. Tak sudi berdekatan denganmu, orang she Siauw, melihatpun serasa muntah. Kau binatang jalang yang tak tahu malu. Kau merusak nama gurumu sebagai bengcu!"

"Ha-ha-heh-heh, bengcu apa. Guruku itupun bukan orang baik-baik, nona-nona. Dialah yang mengajariku seperti ini. Wanita cantik harus didekati, dibelai. Wanita butuh cumbuan dan aku akan mencumbu kalian. Guruku itupun orang bejat!"

Siauw Lam terkekeh dan tertawa-tawa dan dua gadis itu membelalakkan mata. Hampir mereka tak percaya bahwa pemuda ini menjelek-jelekkan guru sendiri, bukan main. Akan tetapi karena pemuda itu begitu kurang ajarnya dan main colek sana-sini, Lin Lin pun menjadi korban maka kakak beradik ini melengking-lengking dan Lam-hai-kong-ciang atau Pukulan Tangan Kosong Dari Selatan dimainkan secepatnya untuk menghalau dan menepis jari-jari kurang ajar pemuda itu.

Namun yang dihadapi dua gadis ini adalah Siauw Lam. Pemuda itu masih lebih tinggi dibanding Beng San dan Lan Lan yang sudah bertanding di atas panggung mengakui kehebatan Beng San, apa lagi kini suhengnya. Maka ketika berkali-kali ia terpental dan melengking-lengking, tangan pemuda itu nakal dan mengusap sana-sini maka sang enci juga merah padam karena pemuda itu tak pandang bulu mencolek apa saja. Dada dan perutpun diusap kurang ajar.

"Gabungkan ilmu silat kita. Mainkan Lam-hai-kong-ciang di muka belakang, Lan-moi, aku di depan kau di belakang. Hati-hati, jangan berbenturan lengan!"

Siauw Lam tertawa dan berkelebatan cepat. Setelah ia mencolek dan mengusap sana-sini maka gairahnya semakin membubung. Nafsunya bangkit dengan cepat. Akan tetapi ketika dua gadis itu membentak dan merobah permainan tiba-tiba ia terkejut betapa bayangan Lan Lan maupun Lin Lin berseliweran cepat, naik turun bagai burung srikatan dan bau harum tubuh mereka membuatnya seakan mabok.

"Plak!" tamparan Lin Lin membuat ia terhuyung. "Dess!” pukulan Lan Lan juga membuatnya tergetar akan tetapi dua gadis itu kagum. Dengan sinkangnya yang kuat pemuda ini mampu bertahan dan cemaslah kakak beradik itu. Dengan merobah permainan dan masing-masing menempati posisi yang jelas sebenarnya mereka dapat melepaskan pukulan-pukulan lebih tepat. Lan Lan dapat mengganggu di belakang sementara Lin Lin menyerang di depan.

Dua kali pemuda itu terkena. Namun karena lawan memiliki sinkang kuat dan kekebalannya mengagumkan, inilah yang membuat gelisah maka dua gadis itu beterbangan lagi dan tamparan atau pukulan mereka mendarat telak.

"Buk-dess!"

Namun seperti tadi pemuda ini hanya tergetar dan terhuyung saja. Siauw Lam masih mabok akan harum tubuh itu akan tetapi lama-lama pemuda ini tentu saja marah. la membentak dan mengerahkan lagi Lui-thian-to-jitnya. Ilmu meringankan tubuh ini memang hebat sekali, bak kilat menyambar matahari.

Maka ketika pemuda itu berseru keras dan menangkis sambil mengembangkan kedua lengan di kiri kanan tubuhnya, mengerahkan Thai-san-ap-ting yang dahsyat itu maka Lan Lan terpekik dan terjengkang. Gadis inilah yang pertama kali berkenalan dengan Thai-san-ap-ting ketika bertanding dengan Beng San di panggung lui-thai.

"Des-dess" pukulan di belakang tertolak dan membalik. Gadis itu bergulingan sementara Lin Lin melempar tubuh ke kiri, cepat sebelum lengannya bertemu Thai-san-ap-ting. Dan ketika dua gadis itu bergulingan dengan muka pucat, meloncat bangun maka Siauw Lam bangkit lagi kegembiraannya. Dikeroyok duapun ia tak takut. Di panggung lui-tai itu ia telah menaksir kepandaian dua dara ini.

"Ha-ha, majulah, maju lagi. Di sini kalian akan melihat kehebatanku, nona-nona. Aku masih lebih lihai daripada suteku Beng San. Majulah, atau kalian menyerah baik-baik dan menerima cintaku!"

Dua gadis itu pucat. Mereka ngeri bukan oleh kepandaian pemuda ini melainkan oleh sikapnya. Pemuda itu tertawa-tawa dan matanya jalang menerawang. Siauw Lam telah dibakar nafsu berahinya dan memang mengerikan. Bagi wanita seperti puteri Lam-hai- kong-jiu ini jauh lebih mengerikan melihat sikap itu daripada kepandaian Siauw Lam.

Dua gadis ini mulai gentar, bayang-bayang ketakutan membuat mereka ngeri. Akan tetapi karena harus melawan dan tak ada jalan lain maka lin Lin maupun Lan Lan menerjang lagi, diam-diam mencabut tusuk konde dan saling memberi isyarat.

"Bunuh dia, kita bertanding mati hidup!"

Lan Lan mengangguk dan menerjang. Baginya tak ada lain jalan kecuali menyerang dan mendahului. Sang enci sudah menubruk dan menampar. Akan tetapi ketika terpental ditangkis maka tusuk konde melesat dan Siauw Lam terkejut melihat itu, sinar berkeredep.

"Plak-krekk!" akan tetapi dari samping kiri menyambar sinar lain dari tusuk konde di tangan Lan Lan. Gadis itupun bergerak mengikuti encinya, menyambar di kala Siauw Lam menangkis patah senjata wanita itu. Dan ketika Siauw Lam terkejut berseru keras, tak ada lagi waktu menangkis maka ia membuang kepalanya ke belakang akan tetapi tusuk konde itu tetap menggurat.

"Cret!" Alis mata pemuda ini terluka. Hampir saja Sîiauw Lam menjadi korban dan kemarahan pemuda itu tak terkatakan lagi. la membentak dan mencengkeram gadis itu, Lin Lin berseru keras memperingatkan adiknya. Akan tetapi karena gerakan Siauw Lam amat cepat disertai kemarahan pula, tak perduli pukulan di belakang maka pemuda ini menangkap dan mencengkeram Lan Lan akan tetapi gadis itu menjerit dan menendang.

"Plak-bukk!" Selangkangan Siauw Lam kena. Ia terpekik dan tiba-tiba melontar, gadis itu diangkat tinggi-tinggi kemudian dilempar kuat. Lan Lan menjerit dan terbanting. Dan ketika celakanya gadis itu terguling memasuki sebuah lubang, bekas perangkap seorang pemburu maka Lin Lin inilah yang menjadi sasaran terakhir pemuda yang sedang mata gelap ini.

Siauw Lam dipukul dari belakang akan tetapi terhuyung sedikit, ditendang namun ia membalik menangkap kaki mungil itu. Lalu ketika ia mendorong dan membentak marah maka gadis itupun terjengkang dan mengaduh tertotok kaku. Pergelangan kakinya dipencet dan dilumpuhkan pemuda ini.

"Nah, kau tak dapat mengalahkan aku," Siauw Lam bergerak dan menyambar tubuh itu. "Hukumanmu menjadi berat gadis siluman. Mau tidak mau kau harus menerima aku!"

Lin Lin menjerit dan memaki-maki. la tak dapat menggerakkan kakinya akan tetapi dapat menggerakken kedua lengan dan tubuhnya. la meronta dan menghantam namun Siauw Lam menghentikan semuanya itu. Sekali totok lemaslah gadis itu terkulai roboh. Lalu ketika Siauw Lam merobek bajunya tertawa mengerikan memeluk dan mencium mulutnya.

Maka Lin Lin hampir pingsan menjerit-jerit, sampai akhirnya ia benar-benar pingsan ditotok urat gagunya. Lalu ketika di hutan itu Siauw Lam menggagahi dirinya, buas bagai iblis tak berperikemanusiaan maka muncullah Beng San gemetar memandang suhengnya itu, antara kaget dan marah namun juga cemburu.

"Suheng!" bentakan itu membuat Siauw Lam terkejut. "Apa yang kau lakukan dan berani benar kau mengganggu gadis ini. Mana satunya!"

"Hm, heh-heh!" Siauw Lam tertawa dan bangkit menyeringai, kedodoran. "Aku telah memperolehnya, sute, dan nikmat sekali. Kalau kau ingin boleh coba, ia masih pingsan."

Beng San menggigil. Kalau mereka dalam saat seperti biasa mungkin ia tertarik dan menerima. Lihat saja ketika mereka mengganggu gadis-gadis Sin-hong-pang, satu kamarpun tak segan-segan dipakai bertiga. Akan tetapi karena pemuda ini betul-betul merasakan jatuh cinta dan entah Lin Lin atau Lan Lan mengguncang kalbunya, Beng San marah sekali maka ia membentak apakah itu Lan Lan atau Lin Lin.

"Aku tak tahu, heh-heh, mereka sama-sama cantik. Yang ini menggiurkan yang lainpun menarik, sute, kenapa banyak bicara bukankah biasanya kau dan aku sama-sama melakukan ini. Ayolah, ia masih hangat!"

"Keparat!" pemuda itu tiba-tiba menerjang. "Kau merusak dan menngganggu kedudukan suhu, suheng. Tidakkah kau tahu bahwa kita sekarang tak boleh sembarangan. Kau tak berperasaan dan tak punya kasihan!"

"Eitt!" sang suheng mengelak. "Kau seperti kambing kebakaran jenggot, sute kenapa tiba-tiba marah. Jangan kurang ajar atau aku menghajarmu nanti!"

"Terkutuk jahanam!" Beng San membalik dan menyerang suhengnya lagi. Kau mencemarkan nama suhu, suheng, kau merusak segala-galanya. Apa kata orang kalau kau melakukan in...i wut-plak!"

Siauw Lam menangikis dan Beng San tergetar terhuyung dua langkah. Memang ia masih bukan tandingan suhengnya namun bukan berarti sang suheng dapat mengalahkannya begitu mudah. Sang suheng terkejut karena pemuda ini benar-benar marah. Beng San kecewa dan memang gusar terhadap suhengnya ini. Maka ketika, ia menyerang dan berkelebat kembali, terbelalaklah Siauw Lam maka pemuda itu tiba-tiba tertawa bergelak karena sutenya dibakar cemburu.

"Ha-ha, ini kiranya. Eitt, kukira yang kudapatkan itu adalah Lin Lin, sute, bukan Lan Lan. Aku tahu kau jatuh cinta akan tetapi jangan menyerang membabi-buta. Berhenti, gadis yang satu itu belum kuganggu!"

"Kau ganggu atau tidak buktinya kau mencemarkan suhu. Perbuatanmu tidak pandang bulu, suheng, kau tak memilih-milih. Apa kata Lam-hai-kong-jiu kalau puterinya kau perkosa. Kau seperti kesetanan dan membahayakan kami semua!"

"Ha-ha, mudah bagiku. Kalau sang ayah marah maka kunikahi anak gadisnya. Akan tetapi kau, heh! Kau penjilat dan pendatang baru, sute. Sejak kau ada di sini suhu tak sayang lagi kepadaku. Keparat, akupun akan membunuhmu dan persetan dengan suhu. la menyakiti aku dan menghina aku di atas panggung!" sang suheng membentak dan terjadilah pertandingan di antara dua orang muda itu.

Siauw Lam mula-mula mengalah dan mengira sutenya tak bersungguh-sungguh. Akan tetapi setelah sutenya mendesak dan tiga empat kali melancarkan serangan berbahaya, marahlah dia maka ketidaksenangannya terhadap sang suhu ditimpakan kepada pemuda ini. Memang akhir-akhir ini Chi Koan lebih condong kepada Beng San. Dua orang itu bertanding seru akan tetapi lama-lama Beng San terdesak. la kalah kuat dan sinkangnya pun kalah matang. Sang suheng sudah lama mengikuti gurunya sementara ia terhitung baru.

Maka ketika ia mundur-mundur sementara itu Lin Lin mengeluh dan mulai sadar maka gadis itu bagai ditimpa langit ambruk melihat keadaan dirinya yang tak keruan. Pakaian bertebaran sementara ia merasa sakit di bagian vital. Gadis ini menggigil. Dua murid si buta saling maki-memaki dan membeberkan borok masing-masing. Guncangan demi guncangan diterima. Dan ketika gadis itu menggeliat dan bangkit duduk, menyambar pakaiannya maka saat itulah ia mendengar kata-kata menyakitkan.

"Kau dan aku sama, kita kumbang-kumbang jantan yang suka menghisap madu. Kalau kau cemburu aku menggagahi gadis ini maka kau tak tahu malu, sute, dan suhu pun bukan orang baik-baik yang harus dibela. Siapa tidak tahu kalau ia bermain cinta dengan subonya Si iblis cantik Kwi-bo, juga siapa tidak tahu kalau ia bercinta gelap dengan Mei Bo, gadis Sin-hong-pang itu. Karena kau dan aku sama kitapun sebenarnya tak perlu saling maki, namun kau menyerang aku, memusuhi aku. Sekarang akupun tak akan mengampunimu lagi dan mampuslah...dess!"

Beng San terbanting dan bergulingan dan kebetulan sekali mendekati Lin Lin. Gadis itu sedang pucat merah berganti-ganti mendengar semua omongan ini. Sungguh tak disangkanya dua pemuda ini begitu bejat, dan gurunya rupanya juga tak kalah bejat. Maka ketika Beng San mengeluh di dekatnya dan bergulingan menerima pukulan mendadak iapun melengking den mencolok mata pemuda itu, melompat bangun.

"Aiihhhh...!" Beng San mengelak dan menangkis. Untunglah Lin Lin masih lemah akibat perkosaan, gadis itu terpelanting dan tersedu-sedu. Dan ketika Beng San meloncat bangun berubah kaget, gadis itu memusuhinya maka sang suheng terbahak dan mengejar.

"Lihat, ia mencintaiku. Kaupun sia-sia membelanya, sute, ia telah menjadi milikku. Ha-ha, mampus dan berangkatlah ke akherat!"

Beng San menangkis dan terbanting lagi. Harus diakuinya bahwa suhengnya ini lihai. Akan tetapi karena bukan alasan untuk mundur. ia pun membentak dan bertanding lagi maka Lin Lin menjerit dan kali ini menusuk Siauw Lam.

"Jahanam, binatang keparat. Siapa mencintaimu, iblis busuk. Aku tak sudi hidup bersamamu dan kau atau aku mampus!"

Siauw Lam terkejut. la mengelak dan menangkis dan gadis itu roboh terpelanting. Lin Lin masih lemah oleh guncangan bertubi-tubi. Dan ketika Beng San tergetar melihat itu, perasaannya iba dan tertusuk maka ia pun membentak dan menyerang suhengnya lagi.

"Kau keji, kau terkutuk. Kau tak memilih-milih korbanmu, suheng, kau tak melihat siapa di belakang gadis ini. Tidakkah kau tahu bahwa ayahnya adalah seorang tokoh selatan!"

"Ha-ha, itu memang mauku. Biarlah suhu menerima getah dari perbuatan ini, Sute, aku dendam kepadanya. Boroknya pun harus dibuka!"

"Apa, kau hendak berkhianat?"

"Ha-ha, mampuslah, tak usah banyak bicara. Aku benci kepadamu dan juga suhu. Ia pilih kasih!"

Beng San terbanting dan bergulingan meloncat bangun lagi akan tetapi ia pun pucat melihat dan mendengar semuanya itu. Sang suheng terang-terangan berbalik. Akan tetapi setelah ia hilang kagetnya dan diam-diam girang, inilah kesempatannya bersetia kepada guru maka iapun menyerang dan bertanding lagi.

Namun suhengnya benar-benar lihai. Thai-san-ap-ting dan Cui-pek-po-kian mulai dilancarkan pemuda itu menekan sang sute. Beng San mengeluarkan pula ilmu yang sama akan tetapi kalah matang, ia terhuyung dan terdorong berulang-ulang. Dan ketika Lin Lin juga sia-sia mengeroyok pemuda itu, akhirnya malah terbanting maka Beng San berseru agar gadis itu menyingkir.

"Pergilah, jangan dekat-dekat. Jauhkan dan selamatkan dirimu, nona. Hindari suhengku yang kesetanan ini. Kau tak akan menang!"

Lin Lin tersedu-sedu. la terhuyung jatuh bangun akan tetapi dendam sakit hatinya tak mampu dibujuk begitu. Hitam arang tercorenglah sudah, sekali basah biar dia mengadu jiwa. Tapi ketika Siauw Lam tertawa dan terkekeh-kekeh, pandang matanya meliar kembali maka ia menghajar sutenya ini ketika Beng San mendekat dan hendak melindungi gadis itu.

"Dess!" Beng San terpelanting dan pucat. Ia berulang-ulang berseru akan tetapi tak digubris, marah dan akhirnya membentak membiarkan gadis itu. Dan ketika satu saat kembali terbanting dan bergulingan maka iapun meloncat bangun melarikan diri maklum bahwa sang suheng terlalu lihai.

"Baiklah, kau menang. Aku akan melaporkan semua ini kepada suhu, suheng, lain kali kita bertemu lagi!"

"Jangan pergi, aku ingin membunuhmu. Menjilat kepada suhu adalah perbuatan memuakkan sute, tunggu dan terima ini!" Siauw Lam mengeluarkan jarum-jarum beracun akan tetapi Beng San waspada. Ia mengelak dan mengebut runtuh. Lalu meneruskan larinya dan lenyap meninggalkan tempat itu maka pemuda itu mencari Lan Lan dan itulah sebabnya terlambat pulang, gagal dan melaporkan semuanya.

Chi Koan tentu saja gusar. Muridnya pertama itu ternyata bahaya dalam selimut, kelak akan dihajar dan dicarinya nanti. Dan karena ia telah menanamkan kepercayaan terhadap tokoh-tokoh selatan, ia tak begitu khawatir maka Siauw Lam merobohkan korbannya lagi dan mempermainkannya sepanjang jalan.

Lin Lin benar-benar menderita di tangan pemuda yang seperti tidak waras ini. Bagai gila saja Siauw Lam memaksa dan mengerjai gadis itu. Sampai akhirnya ketika suatu hari pemuda itu bertemu dengan seorang pemuda baju putih yang gagah perkasa, pandai mainkan golok terbang dan berilmu silat tinggi maka pemuda ini tertegun dan berubah mukanya.

Saat itu Siauw Lam tertawa-tawa di tepi sebuah sungai. Korbannya, yang diseret dan menangis sesenggukan juga seperti orang gila. Lin Lin terguncang hebat. Sejak itu ia tak bertemu lagi dengan adiknya dan gadis ini dibuat permainan, tak tahan dan hampir bunuh diri namun Siauw Lam membatalkan. Kebencian dan kemarahan pemuda itu rupanya benar-benar dilampiaskan di sini.

Sejak di panggung Lui-tai sesungguhnya pemuda ini dilanda sakit hati, satu demi satu sampai akhirnya membuat ia begitu dendam. Hasrat pertama dilarang bertanding dengan puteri Lam-hai-kong-jiu merupakan penyulut utama, disusul oleh sikap gurunya ketika melindungi Yang-liu Lo-lo. Maka ketika semua itu menggelegak dan betapa ia harus menyaksikan sandiwara gurunya, betapa gurunya begitu pandai mengelabui tokoh-tokoh selatan maka timbullah semacam api gemuruh di dada pemuda ini.

Siauw Lam pada dasarnya memang berwatak jelek. la bertambah jelek lagi setelah melihat sepak terjang suhunya, kekejaman dan tingkah laku jahat yang tak segan-segan dilakukan gurunya itu. Maka ketika ia menjadi begitu biasa dan kekejaman bukanlah hal aneh lagi, begitu pula akan perbuatannya terhadap puteri Lam-hai-kong-jiu ini maka suatu hari ia merasa bosan dan puas ingin mengakhiri semuanya itu, mereka tiba di tepi sungai yang airnya keruh, semalam rupanya hujan lebat.

"Ha-ha-heh-heh, sekarang kau boleh bunuh diri. Terjun dan bunuh dirilah disungai itu, anak manis. Aku ingin melihatmu!" Siauw Lam mendorong dan gadis ini jatuh terhuyung.

Tiba-tiba Lin Lin mengedikkan kepalanya dengan mata beringas, tiba-tiba ia tak ingin bunuh diri! Dan ketika gadis itu riap-riapan memandang penuh benci, berhari-hari ini ia dihina begitu hebat maka gadis ini berkata dengan jari menggigil, menuding.

"Kau, iblis hina tak berperasaan, manusia tak berjantung. Aku tak ingin bunuh diri sekarang ini, Siauw Lam, aku ingin hidup agar dapat mengorek is perutmu yang kotor itu. Aku tak mau terjun dan berharap suatu ketika dapat membalas dendam. Aku ingin mengerat-ngerat dagingmu!"

"Ha-ha, heh-heh!" si pemuda terkejut akan tetapi tertawa bergelak. "Membalas kepadaku tak mungkin kau lakukan, anak manis, kepandaianku lebih tinggi darimu. Kalau kau tak mau bunuh diri maka akulah yang akan membunuhmu. Bersiaplah, aku akan melemparmu ke sungai itu!"

Lin Lin berapi. Setelah berhari-hari ia di siksa dan diperkosa berulang-ulang maka maut atau ancaman pemuda ini tak membuatnya takut. la sudah mulai kebal. Maka ketika ia membentak dan menerjang maju ia pun sudah mencoba untuk kesekian kalinya lagi menyerang. Sisa tenaga di seluruh tubuh dikerahkan.

"Des!" ia malah terbanting dan pemuda itu tertawa ngakak. Siauw Lam mengangkat tangannya dan gadis ini terjerembab, hal itu bagi Siauw Lam amat menyenangkan dan berserulah pemuda itu agar gadis itu bangun. Lin Lin bangun dan terhuyung-huyung. Lalu ketika ia diminta menyerang dan memang menyerang, memukul dan menendang maka Siauw Lam terkekeh-kekeh betapa gadis itu jatuh bangun kehabisan tenaga. Dalam beberapa hari ini Lin Lin tak mau makan atau minum.

"Ha-ha-heh-heh, kau tak kuat lagi menopang tubuhmu berdiri. Ayo, serang dan serang lagi, anak manis, setelah itu kulempar ke dalam sungai!"

Gadis itu kalap menyambar batu, melempar dan membabi-buta akan tetapi semua ditangkis. Batu terpental dan malah mengenai kepala gadis itu sendiri. Siauw Lam terpingkal sampai hampir terjungkal. Dan ketika akhirnya Lin Lin tersedu dan roboh terduduk, hilang tenaganya maka Siauw Lam melangkah dan menyambar punggungnya. Kali ini ia tak merasa tertarik lagi kepada gadis kurus kering ini.

"Bersiaplah, cukup semua itu. Mari kuantar menghadap akherat, Lin Lin, dan kau tak akan membalas dendam seumur hidupmu, ha-ha!"

Gadis ini terbelalak. la tak berdaya ketika dicengkeram punggungnya dan sekali angkat ia pun dilempar. Siauw Lam mengerahkan tenaganya dan gadis itu melayang ke tengah sungai. Hebat, gadis ini tak ketakutan. Siauw Lam kecewa tak mendengar gadis itu menjerit! Namun tepat gadis itu dilempar mendadak munculah sebuah perahu meluncur cepat. Seorang pemuda baju putih berada di depan dan berseru menangkap gadis itu, persis ketika Lin Lin melayang jatuh.

"Kejam, tak berperasaan. Siapa orangnya melempar orang lain ke dalam sungai!" pemuda itu menerima Lin Lin dan sekali ia memukul air maka perahu pun melejit dan jatuh di tepian, halus dan hampir tak mengeluarkan suara.

"Brukk!" Siauw Lam terkejut. Seorang pemuda tampan dengan alis tebal bagai golok menghadapinya dengan pandang mata marah. Dua mata beradu dan pemuda itu tergetar. Mata pemuda itu berpijar dan berkilat layaknya mata seekor harimau muda, tajam menembus namun Siauw Lam tentu saja membuang kagetnya dengan tawa bergelak.

la melihat siang-to (sepasang golok) di punggung pemuda ini memandang rendah dan tentu saja tidak takut. Maka ketika ia tertawa dan tiba-tiba berhenti, membentak maka ia menuding pemuda itu. Caping bambu menyembunyikan rambut gemuk yang hitam tebal.

"Kau, siapa gerangan mencampuri urusanku. Berani mati mencari penyakit. Heh, serahkan kembali gadis itu kepadaku, tikus busuk, atau aku menghajarmu dan mengantarmu ke akherat!"

Pemuda itu bersikap tenang, akan tetapi alisnya berkerut. Lalu memandang Lin Lin yang lemas di perahu ia pun menarik napas dalam ketika berkata dengan suara berat, "Kau menyiksa dan hendak membunuh gadis itu, jelas bukan orang baik-baik. Aku pengelana jalanan akan tetapi tentu saja tak dapat meluluskan permintaanmu. Kalau kau hendak merebut gadis itu berarti harus melalui aku dulu. Aku tak dapat membiarkan perbuatan kejimu!"

"Keparat!" Siauw Lam tiba-tiba mendorong dan melepas Thai-san-ap-ting, serangannya tiba-tiba. "Mempuslah kau tikus busuk. Siapa takut dan enyahlah!"

Akan tetapi pemuda itu mengangkat sebelah tangannya pula. Cepat namun bertenaga ia mendorong menyambut, angin berkesiur dan Siauw Lam terkejut merasa hembusan angin dingin. Namun karena ia sudah melepas pukulannya dan mengerahkan tenaga maka dua tenaga bertemu dan telapak masing-masing tergetar dan terdorong balik.

"Plak!" dua angin pukulan sama-sama buyar. Pemuda itu juga terkejut sementara Siauw Lam berseru tertahan. Caping itu terangkat sedikit, wajah dan mata yang semakin mencorong membuat pemuda ini tertegun. Dan ketika Siauw Lam terkejut melangkah mundur, dari adu tenaga itu ia tahu bahwa lawan tak berada di bawahnya maka ia mengamati dengan kaget sementara lawan semakin mengerutkan alisnya semakin dalam. Wajah itu tetap tenang dan simpatik, akan tetapi keren.

"Kau agaknya memiliki Thai-san-ap-ting," pemuda itu tiba-tiba bicara mengejutkan Siauw Lam. "Kalau begitu apa hubunganmu dengan Go-bi sobat, tepatnya dengan tokoh-tokoh Go-bi yang terkenal."

Siauw Lam tergetar, menindas rasa kagetnya. Kalau lawan mengetahui pukulannya jelas pemuda di depannya ini bukan orang sembarangan. la berubah agak pucat. Namun karena adu pukulan pertama bukan berarti harus takut, ia hanya harus berhati-hati maka pemuda itu tertawa dengan suara serak. Diam-diam Siauw Lam mencari kesempatan untuk melancarkan serangan kilat, watak yang diwarisinya dari gurunya Chi Koan.

"Aku, ha-ha... aku memang pewaris Gobi. Kau siapakah tahu ilmu pukulanku, sobat, apakah kawan atau lawan. Jawab dulu pertanyaanku sebelum aku menjawabmu!"

"Hmm, pewaris Gobi!" pemuda itu mengejek tersenyum. "Kalau begitu siapakah gurumu? Peng Houw atau Chi Koan?"

Siauw Lam berdetak. Dari pertanyaan ini tahulah dia bahwa pemuda di depannya ini tahu banyak tentang Gobi, bahkan tahu tokoh-tokoh atau murid utamanya. Akan tetapi karena dia bingung harus menjawab yang mana, Chi Koan ataukah Peng Houw maka ia ragu dan sejenak terbelalak, namun tiba-tiba tertawa. "Apa bedanya kalau guruku Peng Hou atau Chi Koan, juga apa bedanya kalau bukan kedua-duanya!"

"Tak mungkin, satu di antaranya pasti. Pukulanmu lebih kuat daripada hwesio-hwesio pimpinan, sobat, kau bukan murid biasa. Kau pasti murid di antara dua orang itu, atau kau takut kepadaku dan tak berani menjawabnya!"

"Hm, siapa takut!" Siauw Lam menjadi panas. "Aku murid Naga Gurun Gobi Peng Houw dan mau apa kau?"

Pemuda itu memandang penuh selidik. Ia mengernyitkan kening menatap lekat-lekat, jantung di dada Siauw Lam tergetar bertemu sorot mata itu, tajam berkilat bak seekor naga sakti. Dan ketika ia mengerahkan kekuatannya dan berhasil menindas rasa gentar maka lawan mengangguk-angguk tapi jawabannya malah mengejutkan.

"Bagus, kalau begitu kau murid musuh besarku. Bersiaplah, aku ingin memberi pelajaran kepadamu dan katakan kepada gurumu bahwa aku mencarinya!"

Belum Siauw Lam hilang kagetnya tiba-tiba pemuda baju putih itu melompat. Tampak tangan kanan dikibas dan deru angin dingin menyambar, jauh lebih kuat daripada gerakan pertama tadi. Dan ketika ia membentak dan menangkis marah, kali ini dia diserang maka.... dukk!"

Siauw Lam terbanting. "Ahh!" pemuda ini bergulingan menyelamatkan diri. Dari sekali gebrakan itu tiba-tiba ia merasa bahwa sinkang lawan amatlah kuatnya, jauh di atasnya, mungkin dua tiga tingkat. Maka ketika ia melompat bangun dan kaget serta marah maka iapun membentak dan menerjang pemuda itu. Siauw Lam mendahului dan berkelebat dengan Lui-thian- to-jitnya yang biasa diandalkan itu.

"Keparat!" akan tetapi pemuda ini kaget. Lawan tiba-tiba berkelebat lenyap dan bersamaan itu muncullah bayangan putih bergulung-gulung. Ia yang mengerahkan Lui-thian-Lo-jit ternyata tahu-tahu di lilit bayangan ini. Lawan mempergunakan ginkang yang hebat sekali. Dan ketika ia berteriak dan lawan menampar atau mendorong tiba-tiba Siauw Lam merasa sesak dadanya dipukul palu godam.

"Des-dess!" Pemuda itu terbanting dan bergulingan. Siauw Lam kaget bukan main dan meloncat bangun, rasa kegetnya bercampur marah. Dan karena ia masih penasaran dan melengking tinggi maka ia melepaskan Cui-pek-po-kian mengganti Thai-san-ap-ting.

"Bress!" Cui-pek-po-kian yang hebat itu terpental. Siauw Lam harus melempar tubuhnya kalau tak ingin pukulannya membalik, ia pucat dan kaget bukan main. Akan tetapi karena terbiasa sombong dan menganggap diri sendiri lihai, melompat dan membentak maka pemuda itupun tak mau sudah dan melepas lagi Cui-pek-po-kiannya, terpental dan digabung Thai-San-ap-ting.

Dan kemudian lenyaplah Siau Lam mengandalkan Lui-thian-to-jit mengelilingi lawan dengan cepat akan tetapi lawan tiba-tiba menghilang. Geraknya begitu luar biasa dan mengejutkan. Dan ketika ia celingukan ke sana-sini, mencari dan kaget tahu-tahu lawannya itu berada di belakang menampar telinganya.

"Plak!" Siauw Lam terpelanting dan menjerit. Ia kaget bukan main dan gentar, rasa takutpun datang. Dan ketika ia membentak dan memaki-maki, nama Peng Houw dibuang maka lawan tertegun mendengar ia memaki pendekar itu.

"Siapa mau menjadi murid si bau itu. He, aku bukan murid Naga Gurun Gobi, sobat, akupun memusuhinya. Siapa kau dan jangan menyerang lagi. Naga Gurun Gobi bukan guruku!"

"Kalau begitu kau murid Chi Koan..!"

"Benar, ia guruku!" akan tetapi baru saja mengaku mendadak pemuda itu membentak dan seketika marah, berkelebat dan tamparan keras membuat Siauw Lam terjengkang. Pipinya pecah berdarah! Dan ketika pemuda ini kaget serta bingung, siapapun yang disebut ternyata musuh maka pemuda itu menggerakkan tangannya dan tujuh golok kecil menyambar pemuda ini, menancap di lengan dan bahunya, bagai terpantek!

"Aduh, keparat!" Siauw Lam bergulingan pucat dan ia merasa sakit bukan main. Tujuh hui-to (golok terbang) itu seperti berjajar dan ia ngeri serta takut. Baru kali inilah ia ketakutan. Maka ketika ia berteriak-teriak dan melihat sungai maka iapun tiba-tiba mencebur.

"Byurr!" Pemuda itu tertegun namun tidak meneruskan serangannya. Siauw Lam berenang dengan cepat mengikuti arus sungai, hanyut dan menyelamatkan diri dan megap-megap. Baru kali itulah ia seperti dikejar setan. Dan ketika ia jauh dan merasa selamat, menyeberang dan menggigil di tepian maka pemuda ini lari cepat meninggalkan tempat itu.

Akan tetapi Siauw Lam tidak jera. Ia justeru sakit hati kepada gurunya itu. Menyebut nama gurunya ternyata membawa petaka lebih hebat. la telah mencabut tujuh hui-to itu dengan geram. Dan ketika di sepanjang jalan ia menyambar korban-korban baru, semuanya wanita muda dan cantik-cantik maka pemuda ini meninggalkan nama bahwa ia murid bengcu.

Gegerlah orang-orang selatan. Tiga bulan kemudian nama pemuda ini sudah seperti jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga). Sepak terjangnya membuat tertegun dan teringatlah tokoh-tokoh utama siapa pemuda itu. Dan ketika suatu hari Siauw Lam menyambar Lan Hoa, gadis berpedang murid Sepasang Naga menara maka Chi Koan dibuat pucat oleh perbuatan muridnya itu, terpaksa memberikan pengumuman.

"Murid murtad itu sudah bukan muridku. Silakan cuwi-enghiong bunuh dan jangan memandang aku. Kalau Cuwi ada yang melihatnya harap beri tahu aku dan muridku Beng San yang akan membekuknya!"

Gemparlah orang-orang selatan. Hampir saja nama baik Chi Koan ternoda. Dan ketika Chi Koan menjadi marah dan naik pitam, hampir setiap hari mendengar laporan akhirnya ia mengutus Beng San dengan tongkat menggigil. Tiga perempat Hok-te Sin-kang telah diberikannya kepada muridnya itu.

"Cari dan bunuhlah suhengmu. Bulan depan ini aku merencanakan serbuan ke utara, Beng San, tak mungkin mencari dan menghukum bocah terkutuk itu. Tokoh-tokoh kang-ouw telah setuju, mereka akan membantuku. Wakililah aku dan robohkan suhengmu itu!"

"Akan tetapi apakah teecu mampu? Dulu teecu dikalahkannya, suhu, sekarangpun teeeu ragu. Jangan-jangan ilmu suheng masih lebih tinggi!" Beng San ragu, menyatakan pendapatnya. Akan tetapi ketika sang guru menyambar dan melempar sebuah batu besar, Beng San menangkis otomatis maka batu itu hancur sebelum mengenai telapaknya, tak kuat oleh desing Hok-te Sin-kang yang ternyata dahsyat!

"Nah, mau apalagi," sang guru membentak. "Hok-te Sin-kang telah kau warisi, Beng San. Suhengmu bukan apa-apa lagi. Cari dan bunuh dia dan pergilah bersihkan namaku. Terkutuk bocah itu!"

Beng San tertegun akan tetapi berseri-seri. Ia berlutut menyatakan terima kasih dan sang guru dingin, kemarahan berkurang. Dan karena selama ini murid itu memang baik, dapat menjaga diri dan mengambil hati maka Chi Koan berkata agar secepatnya muridnya itu berangkat.

"Kau tak usah menunggu waktu lagi. Kalau selesai dan tak menemui aku di sini harap susul ke utara. Aku ingin menghancurkan Naga Gurun Gobi!"

"Baik, teecu melaksanakan tugas. Terima kasih, suhu, dan mohon doa restumu!"

Chi Koan mengangguk dan Beng Sanpun berkelebat. Siapapun akan melihat betapa pemuda ini memiliki sepasang mata yang bertambah mencorong. Dengan kejadian itu pemuda ini malah beruntung. Hok-te Sin-kang, yang seharusnya menjadi ilmu tunggal diwariskan kepadanya. Siapa tidak senang. Maka ketika hari itu juga Beng San berangkat dan gurunya meremas tongkat maka di utarapun bukannya tidak terjadi keributan.

Marilah kita berpindah tempat!

* * * * * * * *

Sudah lama kita meninggalkan Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip, kakek sakti bermata buta itu. Karena kakek ini telah mempunyai murid Boen Siong, putera si Naga Gurun Gobi yang kini telah berangkat dewasa itu maka suatu malam disaat kakek itu berbincang-bincang maka Li Ceng, ibu pemuda ini mengutarakan sesuatu. Boen Siong telah menjadi pemuda gagah sekitar delapanbelas tahun, tegap dan berambut hitam dengan sepasang alis tebal bagai golok.

"Agaknya locianpwe tak perlu mengeramnya lagi di Sini. Muridmu perli tahu dunia . Bagaimana kalau ia kuajak jalan-jalan dan mencari musuh besarnya? Boen Siong telah dewasa, locianpwe, dan ia pantas menguji semua kepandaian yang kau wariskan. Naga Gurun Gobi Peng Houw dan Chi Koan menjadi tujuan utama. Aku mohon locianpwe mengijinkannya keluar dan mencari musuh- musuh itu. Betapapun sudah waktunya mencari dan membalas sakit hati!"

"Hm, heh-heh, kau benar. Aku sendiri sudah memikirkannya ke sini, hujin, sekarang tiba-tiba kau mendahului. Akan tetapi jangan itu saja, ada sebuah tugas yang tak kalah penting. Muridku harus mengalahkan jago-jago terkenal dan memimpin dunia kang-ouw. Dulu aku bercita-cita begitu akan tetapi kandas oleh saingan-saingan beratku, Ji Leng Hwesio dan Siang Kek serta Siang Lam, juga Kun-lun Lojin. Sekarang mereka tiada, akan tetapi pewarisnya masih hidup. Heh, maukah kau melaksanakan tugas berat ini, Boen Siong. Beranikah kau menundukkan semua orang-orang kang-ouw dan memimpin mereka itu!"

"Teecu sanggup, kenapa tidak. Akan tetapi perlukah itu, suhu, kenapa harus menundukkan semua orang-orang kang-ouw dan memimpinnya. Bukankah berkesan sombong."

"Heh, kau tahu apa. Menundukkan dunia kang-ouw berarti menjaga ketenteraman orang banyak, Boen Siong. Di bawah satu pimpinan yang baik penjahat tak akan berkutik!"

"Kalau begitu apakah mendiang Ji Leng Hwesio dan lain-lainnya itu orang jahat?"

"Apa?"

"Maaf," pemuda ini merendahkan kepala "Kau sendiri bilang bahwa sejak dulu memiliki cita-cita itu, suhu, dan waktu itu hidup Ji Leng Hwesio dan lain-lainnya. Apakah waktu itu mereka itu jahat hingga kau merasa perlu memimpin dunia persilatan."

"Ha-ha, heh-heh... ha-ha-ha! Wah, ini lain dari yang lain, hujin, puteramu luar biasa dan berotak encer. la membuat aku tersudut dengan pertanyaannya itu. Wah ha-ha-ha!"

Kakek ini tertawa tergelak-gelak namun diam-diam ia kaget dan bingung menjawab. Bagaimana ia mengatakan bahwa dedengkot Go-bi dan Heng-san itu jahat, juga Kun-lun Lojin yang sareh itu. Maka ketika ia membuang kagetnya dengan tawa terkekeh-kekeh, berhenti dan akhirnya mengurut jenggot maka terus terang ia berkata bahwa Ji Leng dan lain-lainnya itu tidak jahat.

"Akan tetapi nanti dulu, mereka sombong dan mengagulkan diri sendiri. Sejak dulu mereka ini tak mau kalah, muridku, siapa tidak panas dan geregetan. Dan karena terakhir kali aku telah menghajar si Chi Koan itu, pewaris Ji Leng maka aku sedikit puas namun kurang puas juga. Naga Gurun Gobi Peng Houw belum pernah bertemu muka, dan kabarnya ialah pewaris tunggal hawa sakti dedengkot Gobi itu. Nah, cari dia dan kalahkan dan kalau banyak orang jahat di dunia kang-ouw kau gempurlah mereka. Pimpin dan angkat dirimu sebagai tokoh utama dan tenteramkan orang banyak dengan kepandaianmu kau murid Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip yang tak boleh mengecewakan!"

Pemuda ini mengangguk-angguk akan tetapi tak menelan begitu saja. Hal ini terlihat dari sorot matanya yang masih ragu. Dia, yang belum pernah turun gunung tiba-tiba saja disuruh menundukkan tokoh-tokoh kang-ouw.

Sebenarnya cukup baginya kalau mencari dan berhadapan dengan dua musuh utamanya itu, Naga Gurun Gobi Peng Houw dan Chi Koan. Akan tetapi karena ia tak ingin mengecewakan gurunya dan bersikap menurut maka ia mengangguk-angguk namun mata tajam sang ibu melihatnya lain...