Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 11 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 11


KUN-LUN - Tiba-tiba wanita itu berhenti. Ia terhenyak dan tertegun di situ lalu membalik. Li Ceng telah menemukan sesuatu untuk persoalannya ini. Dan ketika ia menarik napas dalam lalu berkelebat ke barat maka wanita inipun menuju Kun-lun.

Kim Cu Cinjin adalah ketua Kun-lun yang cukup disegani. Sejak Chi Koan tertangkap dan dihukum di Go-bi maka Kun lun, seperti juga partai-partai persilatan lain hidup tenang dan sejahtera tak diganggu persoalan-persoalan baru lagi, khususnya yang menyangkut Bu-tek-cin-keng.

Pagi itu ketua Kun-lun ini bersila dengan amat tenangnya. Sekelompok anak murid membungkuk dan memberi hormat di depan ketua mereka ini, karena Kim Cu Cinjin bermandi matahari pagi melatih sinkangnya. Adalah kebiasaan tosu ini sejak bertahun-tahun lalu duduk bersila di tengah taman, menarik napas perlahan-lahan dan meniupkannya secara perlahan-lahan pula. Gerak dada yang hampir tak kelihatan menunjukkan tingkat siulian (bersamadhi) yang amat tinggi, apa lagi sepasang asap tipis yang keluar masuk lewat hidungnya itu.

Asap ini bagai naga menari-nari, kadang terhisap dan masuk lagi ke paru-paru tosu itu memberikan udara segar. Itulah latihan Sin-ma-kang (Kuda Sakti) untuk menghimpun pukulan tangan kosong. Kun-lun memiliki Khong-san-jeng-kin (Gunung Kosong Berkekuatan Seribu Kati) yang amat diandalkan dengan cara latihan menghimpun sin-kang ini, sang ketua sedang melatih itu.

Maka ketika anak-anak murid kagum karena asap putih itu keluar masuk tanpa dikendalikan lagi, semua berjalan otomatis akibat latihan yang lama dan teratur maka mereka yang berada dekat diam- diam terkejut dan ngeri karena setiap menghisap maka mereka tertarik dan tersedot masuk ke dekat pimpinan mereka itu!

Akan tetapi pagi itu gangguan datang. Manusia hidup rupanya tak lepas dari persoalan, terbukti ketika pintu gerbang baru saja dibuka maka nyelononglah seorang pemuda dan wanita minta menghadap Kim Cu Cinjin, sikapnya mendesak dan memaksa.

"Kami sudah lama menunggu di luar, kenapa baru buka. Kami ingin bertemu Kim Cu Cinjin dan antarkan kami menghadap padanya!" si wanita, berusia empat puluh enam tahun berpakaian hijau muda berseru dengan pipi kemerah-merahan.

Udara masih dingin dan sebetulnya bagi Orang-orang biasa termasuk menggigit. Akan tetapi wanita ini berpakaian tipis saja dan sikapnya seperti menantang, hal yang membuat para murid marah. Dan belum mereka berkata atau menjawab sepatahpun maka si pemuda, gagah dan berkesan sombong menyambung, lagaknya. tinggi hati,

"Katakan bahwa ibuku Leng Nio si Pedang Merah minta bertemu, ketua kalian pasti menyambut sendiri!"

Tertegunlah murid-murid itu. Di dalam partai, kecuali untuk urusan yang betul-betul penting maka memanggil atau meminta ketua datang adalah tabu. Masih terdapat pimpinan-pimpinan lain yang merupakan tokoh di situ, seperti para supek atau susiok (paman guru) atau suheng tingkat senior.

Maka mendengar betapa pemuda itu sombong memperkenalkan ibunya, padahal mereka tak mengenal nama ini tentu saja murid-murid tertegun namun juga tak senang, marah. Satu di antaranya maju dan berkata,

"Maaf, ada keperluan apakah kalian minta bertemu ketua, dari mana dan membawa urusan apa. Kalau sekiranya penting biarlah kami yang menyampaikan dan kalian tunggu di sini."

"Heh, masih banyak bacot? Kalau begitu kami masuk, tosu bau. Minggir dan jangan menghalang jalan!" wanita itu, yang galak dan tidak menunggu waktu lagi tiba-tiba mendorong dan meloncat ke dalam. Gerakannya diikuti pemuda itu dan berteriaklah tosu yang di depan. Ia terpelanting dan roboh. Dan ketika dua orang itu terkekeh dan sudah berkelebat ke dalam maka mereka tak ragu-ragu lagi menaiki undakan tangga menuju pendapa utama.

"Heii, tunggu, dilarang masuk!" para tosu tentu saja mengejar, membentak dan mencergkeram mereka namun dengan mudah ibu dan anak berkelit, sang ibu malah menendang dan tosu kedua terbanting. Dan ketika mereka terus masuk sambil tertawa- tawa, tak menghiraukan kiri kanan maka Kun- lun menjadi gempar dan gentapun dipukul.

"Tang-tang-tang!"

Terkejutlah yang lain. Sudah sekian tahun ini Kun-lun tak mendengar genta tanda bahaya. Kini tahu-tahu tanda itu dipukul dan tersentaklah semua murid. Mereka yang menyapu meloncat membawa sapunya sementara yang di dapur berlarian dengan garpu dan sendok di tangan.

Dalam saat seperti itu apapun dapat menjadi senjata! Dan ketika semua berkelebatan menuju tempat bahaya, tak pelak dua orang ini terkepung maka di ruang penghubung yang menuju pendapa dalam mereka tercegat.

"Berhenti, siapa kalian!"

Akan tetapi wanita ini terkekeh. Para murid tertegun karena yang datang ternyata adalah wanita, canggung juga menghadapi lawan jenis. Namun karena pedang sudah dicabut dan wanita itu menerjang, tak perduli bentakan maka murid yang memegang sapu atau sendok garpu menangkis.

"Cring-trak-trikk!"

"Minggir!"

Tiga murid terpelanting. Mereka berriak dan gagang sapu menghantam kepala, yang memegang sendok kena kemplang sendiri sementara garpu di tangan kiri menusuk teman. Hampir saja kena mata. Tapi ketika berkelebat bayangan lain dan itulah para pimpina utama, seorang sute dan murid tertua maka Heng Bi Cinjin, tosu ini mengebutkan lengan bajunya membentak perlahan,

"Berhenti, siapa kalian dan ada urusan apa!"

Wanita baju hijau terkejut. Pedangnya ditangkis dan terpental, hampir mengenai muka sendiri dan cepat ia mengelak kaget, tubuhnya terhuyung dan berdirilah di situ tosu gagah penuh wibawa. Dan ketika puteranya juga terkejut ditangkis tongkat tosu kedua, Ceng Tek si murid senior maka ibu dan anak terkejut sementara mata mereka terbelalak marah. Diri mereka terkepung sementara dua Orang di depan ini begitu keren menceget.

"Kami mencari Kim Cu Cin mana dia dan suruh keluar. Kami ada urusan pribadi!"

"Benar mana ayahku yang tak bertanggung jawab itu. Suruh dia keluar!" pemuda itu juga membentak.

Terangkatlah alis Heng Bi Cinjin. Dia adalah tokoh nomor tiga setelah ketua, masih ada lagi suhengnya Bi Wi Cinjin. Maka mendengar keta-kata dan sikap itu, ketuanya dicari wanita dan pemuda ini yang mengaku anak, tiba-tiba wajah tosu itu memerah maka Heng Bi Cinjin membentak, jelas dia marah dan terhina,

"Ketua kami adalah pertapa yang seumur hidup tak pernah menikah. Kalian setan-setan busuk dari mana berani bicara seperti itu? Kun-lun bukan tempat untuk main-main, pergi dan enyahlah atau pinto menghajar kalian!"

"Hi-hik!" wanita itu tertawa. "Baju pendeta bukan jaminan orangnya, tosu bau. Itulah sebabnya temukan aku dengan ketuamu dan biar Kim Cu Cinjin sendiri bicara. Kau siapa dan tosu tingkat berapa di sini!"

"Pinto Heng Bi Cinjin, tokoh nomor tiga. Cukup dengan pinto kalian bicara tapi pinto tak percaya itu. Enyahlah dan cepat pergi!"

Wanita itu tertawa. Tiba-tiba ia merogoh bajunya dan berkelebatlah jarum-jarum emas, bersamaan dengan itu bergeraklah puteranya melakukan hal yang sama. Dan ketika Heng Bi terkejut mengelak serangan ini dan Ceng Tek yang menghalau dan berseru keras maka dua orang itu menyambar di kiri kanan menerjang para murid, musuh yang lebih lemah.

"Minggir!"

Buyarlah kepungan di sini. Jarum itu tidak hanya menyambar Heng Bi Cinjin melainkan juga mereka, apalagi ketika jarum terpental dikebut pimpinan itu. Benda-benda itu menyambar membuat para murid berteriak dan terbukalah lubang Kesempatan.

Pedang Wanita itu bergerak dan pemuda gagah itu juga mengayun senjatanya, lawan menyibak dan otomatis mundur. Lalu ketika dua orang itu bergerak melarikan diri, terkekeh menuju pendapa dalam maka Heng Bi Cinjin mengerjapkan mata dan tahu-tahu berkelebat di atas kepala lawan, juga Ceng Tek.

"Berhenti, atau pinto akan memberi pelajaran!"

Dua orang ini terkejut. Bagai dua rajawali raksasa bayangan Heng Bi Cinjun dan murid tertua menyambar turun. Mereka tepat di depan ibu dan anak itu. Dan ketika pedang menusuk namun dịtangkis, Heng Bi mempergunakan ujung lengan bajunya yang tiba-tiba keras terisi sinkang maka Leng Nio, wanita itu menjerit, pedangnya terpental.

"Plak!"

Wanita 1ini berjungkir balik. Leng Houw, puteranya juga terpekik ditampar ujung lengan baju. Ceng Tek melakukan seperti susioknya dan terkejutlah pemuda itu. Ia terpental kuat, telapaknya pedas, pedang nyaris pula terlepas. Dan ketika dua orang itu terkejut betapa lihainya tokoh-tokoh Kun-lun ini, Ceng Tek adalah murid Bi Wi Cinjin maka selanjutnya ibu dan anak menerjang lagi namun dengan gerakan cepat dan tenang Heng Bi Cinjin maupun muridnya mengelak dan menangkis tusukan-tusukan pedang itu, berputar dan menambah tenaga hingga lawan terpekik dan menjerit semakin keras.

Akhirnya pedang si pemuda benar-benar mencelat, terlepas dari tangannya. Dan ketika pemuda itu melempar tubuh bergulingan melempar amgi (senjata gelap) maka Ceng Tek mengebutkan lengan bajunya dan jarum-jarum itu ada yang membalik, satu di antaranya mengenai pundak pemuda ini.

"Aduh!"

Sang ibu terkejut. Saat itu tangkisan Heng Bi Cinjin juga membuat pedangnya terlepas. Akan tetapi karena wanita ini meloncat berjungkir balik menyambar pedangnya, menangkap dan turun dengan muka pucat maka wanita itu menimpuk Ceng Tek melihat puteranya dikejar.

"Awas!"

Teriakan Heng Bi Cinjin membuat si tosu terkejut. Tiga sinar keemasan menyambar dari belakang, membalik dan menangkis dan runtuhlah jarum-jarum itu. Tapi karena sang ibu hendak menolong puteranya dan menyambar lengan pemuda itu, juga pedang yang jatuh di lantai maka wanita ini beriari ke kiri menuju bangunan lain.

"Kim Cu Cinjin, mana batang hidungmu. Keluarlah, ini aku Leng Nio minta tanggung jawab!"

Marahlah Heng Bi Cinjin. Akhirnya ia berkelebat lagi mengejar ibu dan anak, para murid berteriak pula dan mengepung. Tapi karena lawan sudah memasuki ruang samping yang memiliki banyak pintu, menghilang dan lenyap di sini maka tosu itu marah sekali dan memerintahkan semua murid menyerbu.

Dan akhirnya ibu dan anak tampak pula, keluar dan bingung mencari persembunyian sementara ribut-ribut itu menjalar ke dalam. Kim Cu Cinjin akhirnya mendengar juga. Dan ketika tosu itu tampak terkejut dan berubah mukanya, Bi Wi Cinjin merangkapkan tangan di depan dada maka sang suheng ditanya apa yang sebaiknya dilakukan. Hanya tosu inilah yang tahu masa silam ketua Kun-lun.

"Aku menyerahkannya kepadamu, tapi rupanya Pinto harus keluar. Hm, bangkai serapat apapun tampaknya tak dapat disembunyikan, sute, akhirnya bau itu keluar juga. Biar pinto menyambut atau kau mewakili, bawa mereka menghadap."

"Kalau begitu suheng tak perlu keluar, pinto saja yang membawanya ke mari. Tak baik nama Kun-lun dirusak orang suheng, dan lebih tak baik lagi kalau perbuatan suheng diketahui banyak murid. Biarlah dia pinto bawa ke sini atau suheng masuk ke ruang dalam!"

Kim Cu Cinjin mengangguk. Pucatlah wajah ketua Kun-lun ini dan tampak betapa dia tergetar. Perobahan wajah itu terlihat benar. Dan ketika ia masuk sementara wakilnya bergerak menghilang, Kim Cu memasuki ruang dalam maka disini ketua Kun-lun itu meneteskan air mata. Aneh bahwa seorang seperti ini bisa menangis!

Akan tetapi perbuatan masa lalu memang tak dapat ditutup-tutupi lagi. Sebenarnya, dua tigapuluh tahun yang lampau sebelum ketua Kun-lun ini menjadi pendeta dia adalah seorang biasa yang hidupnya melenceng (baca Prahara Di Gurun Gobi). Tosu ini melakukan hal memalukan dengan tiga kali menggauli isteri orang. Dia bahkan melarikun diri dengan membawa wanita-wanita itu.

Tapi ketika akhirnya dia sadar bertemu ketua Kun-lun yang amat sakti, mendiang Kun-lun Lojin maka sepak terjeng atau tingkah laku laki-laki ini berobah, bahkan akhirnya menjadi murid Kun-lun lojin kemudian sekarang menjadi tokohnya. Hal begini tak dinyana bersambung hari itu. Kim Cu Cinjin tentu saja teringat bekas kekasihnya Leng Nio ini, wanita yang dulu minggat bersamanya setelah membunuh suaminya sendiri.

Teringat di situ menggigil ketua Kun-lun ini. Ia menyesal dan ngeri, bagaimana dulu bisa seperti itu. Maka ketika datang laporan bahwa satu di antara bekas kekasihnya itu mengamuk di situ, datang dan minta bertemu dengannya maka Bi Wi Cinjin, satu-satunya orang yang tahu tingkah laku dan masa silam ketua Kun-lun cepat meminta pendapat dan hanya wakil Kun-lun inilah yang memegang rahasia dan merupakan satu-satunya orang yang mengerti dan memaklumi suhengnya itu.

Heng Bi Cinjin dan murid-murid lain tak tahu. Selama ini yang mereka tahu ialah ketua mereka itu orang baik-baik dan tekun menjalankan ibadat serta berwatak bijak. Justeru kebijakannya inilah yang membuat ia dipercaya memimpin partai besar itu, sejak sesepuh mereka Kun-lun Lo-jin meninggal dunia, bentrok dengan Chi Koan. Maka ketika tiba-tiba hari itu datang berita geledek tentang Leng Nio, ketua dan Kun-lun terancam nama baiknya maka Bi Wi Cinjin cepat-cepat berkelebat membawa wanita ini.

Waktu itu si Pedang Merah Leng Nio mengamuk lagi. Bersama puteranya ia kucing-kucingan menghadapi para tosu. Akan tetapi karena Heng Bi Cinjin adalah seorang tokoh lihai dan Ceng Tek murid keponakannya juga cukup menghadapi Leng Houw, pemuda sombong itu akhirnya ibu dan anak terjepit di ruang tengah, tak dapat lari lagi karena delapan penjuru sudah dikepung.

"Menyerahlah, atau pinto terpaksa merobohkan kalian!"

"Kami akan bertanding sampai mampus. Heh, kau tosu bau paling memuakkan, Heng Bi Cinjin. Kalau ketuamu tidak muncul biarlah kami ibu dan anak mengadu jiwa di sini."

Heng Bi Cinjin habis kesabarannya. Telah dua kali ia membuat pefang di tangan wanita itu terlepas akan tetapi dengan lihainya lawan berjungkir .balik menyambar kembali. Jarum akhirnya habis dan tibalah saatnya bagi tosu ini untuk merobohkan lawan. la siap melepaskan Khong-san-jeng-kin yang amat hebat itu, ujung lengan bajunya sudah berkibar dan siap menindih wanita ini.

Sekali dia meniup robohlah lawan. Dan ketika wanita itu terdesak di sudut sementara pedangnya menyambar kian kemari, dijaga dan dikepung para murid maka Beng Bi Cinjin yang sudah gemas dan marah ini membentak.

"Baiklah, pinto akan merobohkan kalian dan jaga serangan pinto!"

Wanita itu pucat. Ujung lengan baju si tosu dikibaskan dan tiba-tiba berubah seperti lempengan baja. Dari situ menyambar angin dahsyat dan ia terpekik, pedang dibacokkan ke depan tapi mencelat bertemu lengan baju itu. Suaranya nyaring dan keras. Dan ketika angin pukulan itu masih menyambar juga menghantam dadanya, wanita ini pucat maka bahaya benar-benar datang dan Leng Nio menggerakkan tangannya menangkis namun ia terbanting.

"Dess!" Si wanita menjerit. Leng Nio merasa sesak dan bergulingan namun dikejar. Lawan habis kesabarannya dan benar-benar marah. Namun ketika deru lengan baju itu menghantam dan siap merobohkun wanita ini, di sana Leng Houw juga berteriak dan terlempar oleh Khong-san-jeng-kin yang dilepas Ceng Tek maka berkelebatlah bayangan Bi Wi Cinjin mengebutkan lengannya.

"Tahan!"

Heng Bi Cinjin dan Ceng Tek tertegun. Mereka tergetar oleh tangkis Bi Wi Cinjin ini bahkan Ceng Tek terhuyung. Murid itu cepat berseru menyebut suhunya. Dan ketika Bi Wi berdiri memisah di depan, ibu dan anak melompat bangun maka tosu bertubuh gemuk ini berkata, keren, penuh wibawa,

"Ketua Kun-lun siap menerima kalian. Ada urusan bisa dibicarakan, mari masuk tapi harap kalian tahu sopan santun di rumah orang!"

Terkejutlah wanita itu. Tadinya sombong dan tak takut menyatroni partai persilatan ini, ia merasa bakal disambut Kim Cu Cinjin sendiri. Bekas kekasihnya itu sudah didengarnya berada di Kun-lun, bahkan menjadi ketua. Maka disambut dan menghadapi tosu-tosu lihai, ia mulai gentar maka sikap tosu gemuk yang tampak berwibawa ini membuatnya keder, apalagi ketika pedangnya ditendang dan dirampas murid-murid Kun-lun.

"Siapa kau," suara ini untuk membuang rasa takut. "Aku tak mau bersama orang yang tak kukenal!"

"Pinto Bi Wi Cinjin, wakil ketua Kun-lun. Suheng sudah mendengar tentang dirimu dan mari masuk!"

Leng Nio melempar pandang dengan puteranya. Sesungguhnya ia mulai pucat dan gentar, tak disangkanya tosu-tosu Kun-un begini lihai. Tahu begitu mungkin ia tak mau datang, atau mungkin sembunyi-sembunyi saja asal berjumpa Kim Cu, ia akan menuntut tanggung jawab. Tapi karena yang di depannya adalah wakil ketua Kun-lun dan cukup untuk dipercaya, ia pun mengangguk akhirnya ia bergerak dan minta tosu itu mengantar. Para murid bergerak dan berjaga di empat penjuru.

"Baiklah, antarkan aku menghadap Kim Cu Cinjin!"

Sikap ini membuat para murid melotot. Mereka menganggap wanita itu tak tahu hormat dan sombong, masih tinggi hati. Akan tetapi karena urusan sudah dipegang tokoh mereka dan Heng Bi Cinjin pun merasa tak senang maka tosu ini bergerak di belakang ibu dan anak itu.

"Yang lain sebaiknya mundur, kembali ke tempat masing-masing. Biar pinto dan susiok kalian membawa dua orang ini."

Berhentilah murid-murid itu. Mereka sebenarnya ingin tahu dan mendengar kelanjutan itu. Tuduhan kepada ketua mereka terlanjur didengar. Masa ketua mereka pernah berjina! Tapi begitu Bi Wi Cinjin mengusir dan mengebutkan lengannya, mundurlah para murid ini maka hanya Heng Bi Cinjin yang diperkenankan ikut, Ceng Tek saja disuruh mundur.

Akhirnya bergeraklah lagi rombongan ini. Leng Nio tiba-tiba tersenyum mengejek, mendadak ia merasa di atas angin. Maka ketika ia berjalan lagi, berendeng dengan puteranya maka ia berbisik, "Lihat, Kun-lun tahu malu. Kalau ayahmu bersikap baik-baik biarlah kita lepas semua dendam lama. Kalau tidak biarlah kita keluarkan berita ini di luar!"

Leng Houw mengangguk, bersinar-sinar tak perduli dan cuek saja terhadap Heng Bi činjin yang merah mendengar itu. Tosu inipun tak percaya suhengnya pernah bermain gila di luar. Masa ketua kun-lun harus berbuat seperti itu. Tapi ketika mereka sudah di ruang dalam dan siap membuka pintu tiba-tiba Bi Wi Cin-jin berkata agar sutenya di situ dulu, hal yang membuat tosu ini mengerutkan kening.

"Pinto akan masuk ke dalam, melapor, apakah sekarang boleh masuk. Harap sute jaga dulu mereka ini!"

Kecurigaan Heng Bi Cinjin muncul. Biasanya, kalau ada sesuatu tak pernah ia ditinggal suhengnya itu. Sekarang tiba-tiba ia disuruh di luar dan suhengnya masuk. Apakah ada yang istimewa hingga ia tak boleh tahu? Namun ketika Bi Wi Cinjin bergerak masuk tiba-tiba saja terdengar seruan agar semua yang di luar masuk saja ke dalam.

"Tak perlu meninggalkan sute di luar. Silakan semua saja masuk, Bi Wi-sute, biarkan Heng Bi-sute tahu!"

Bi Wi Cinjin terkejut. Sebenarnya ia hendak melindungi muka suhengnya itu dari sutenya sendiri, Biarlah rahasia ini tetap diketahui mereka berdua, tidak orang lain. Tapi ketika suhengnya sudah menyuruh seperti itu dan tak ada alasan untuk menolak terpaksa iapun membalik dan mempersilaken semuanya masuk.

"Suheng meerintahkan kita. Baiklah semua ke dalam dan dengarkan titahnya."

Leng Nio terkekeh. Tanpa sungkan-sungkan ia masuk dan terlihatiah Kim Cu Cinjin di tengah ruang bersila dan duduk dengan tenang meskipun wajahnya sedikit pucat. Heng Bi merasa heran melihat ketuanya itu sedikit menggigil, ada tanda-tanda suhengnya tidak beres! Tapi karena ia pun masuk dan berempat duduk di situ, menutup pintu ruangan maka Leng Nio berseru denggan suaranya yang nyaring melengking. Wajah Kim Cu cinjin sudah menua namun bentuk dan garis-garis wajah itu tentu saja tak dilupakan.

"Thian Cu, aku membawa puteramu Leng Houw. Lama kita tak bertemu tapi kuharap kau bertanggung jawab atas perbuatan kita duapuluh enam tahun lalu. Aku membawanya untuk kuserahkan kepadamu!"

Berubahlah wajah Heng Bi Cinjin. Ia melihat ketuanya tersentak dan menegang, batuk-batuk tapi lalu menengadahkan mukanya lagi. Dan ketika sejenak suhengnya itu berkaca-kaca, tertegun dan memandang wanita itu maka keluarlah kata-katanya yang tersendat,

"Leng Nio, tak kusangka sekian tahun kau ingat juga kepadaku. Sebenarnya aku sudah merobah sepak terjangku yang lalu, kini hidup sebagai pendeta dan tak ada hubungan dengan urusan rumah tangga. Tapi karena kau menuntut tanggung-jawab dan apa maumu selain ini biarlah kau katakan sekalian agar dua suteku ini mendengar."

"Suheng..." melompatlah Heng Bi Cinjin. "Kau... kau mengakui kata-kata wanita ini? Itu bukan fitnah?"

"Hik-hik, siapa bilang fitnah!" wanita itu melompat dan berseru pula. "Suhengmu dan aku ada hubungan sejak lama, Heng Bi Cinjin. Tanya saja kepadanya kalau aku dusta."

"Benar, itu bukan fitnah," Kim Cu Cinjin mengangguk dan tampak lemah "Perbuatan busuk selamanya memang tak mungkin ditutupi, sute, sekali tempo ketahuan juga. Sudahlah kau duduk kembali dan dengarkan apa permintaan wanita ini!"

Heng Bi Cinjin pucat dan merah berganti-ganti. Kini ketuanya mengakui sendiri dan itu amat hebat sekali baginya, lain dengan Bi Wi Cinjin yang memang sudah tahu, termenung dan tampak diam akan tetapi segera wakil Kun-lun ini menarik lengannya. Dengan bisikan lembut dan ketenangan mengherankan tosu itu menyuruh sutenya duduk, Heng Bi gemetar dan akhirnya duduk lagi. Lalu ketika Kim Cu Cinjin meramkan mata dan tampak terpukul, sungguh ini aib memalukan maka Leng Nio justeru terkekeh melihat ketua Kun-lun dan adik-adiknya itu merah pucat berganti-ganti.

"Heng Bi, Kim Cu Cinjin dahulunya adalah Thian Cu, kekasihku. Kalau aku sekarang datang adalah karena mengingat nasib puteraku ini. la harus bertemu ayahnya, meminta tanggung jawab. Kalau suhengmu sudah menerima maka cukup bagiku dengan semuanya ini. Aku tak minta apa-apa lagi!"

"Dan suheng menerima anak muda ini?" Heng Bi terbelalak, masih merah padam.

"Aku tak dapat mengelak tanggung jawabku, sute, apa boleh buat."

"Tapi suheng adalah ketua Kun-lun!"

"Pinto dapat melepaskan kedudukan pinto."

"Suheng!" Heng Bi dan Bi Wi sama-sama terkejut. "Apa artinya ini, masa untuk persoalan begitu harus melepaskan kedudukan. Suheng dapat menolak wanita ini, siapa tahu bukan keturunanmu!"

"Apa kau bilang?" Leng Nio wanita itu melengking. "Keparat, jaga mulutmu Heng Bi. Puteraku adalah darah daging suhengmu. Jangan mengelak tanggung jawab dengan mencari sesuatu secara mengada-ada!"

Kim Cu Cinjin berkerut kening, sejenak tertegun. Tapi melihat betapa Leng Nio hendak menyerang sutenya, pemuda itu juga bersiap dengan muka merah maka tosu ini mengulapkan lengan. "Sute, Leng Nio, berhentilah bertengkar. Pinto tidak mengingkari perbuatan pinto. Karena ini adalah urusan pinto biarlah pinto selesaikan. Pinto sudah bicara, pinto siap bertanggung jawab!" lalu melihat dua orang itu terbelalak kepadanya tosu inipun berkata lagi, kali ini kepada bekas kekasihnya itu,

"Dan kau, permintaanmu sudah kupenuhi Leng Nio, tapi tak pantas sekarang ini pinto menerimamu begitu. Pinto hendak bicara kepada semua murid, pinto tak ingin lagi menyimpan rahasia. Kalau Kun-lun dapat menerima ini maka pinto dan puteramu dapat tinggal disini. Tapi kalau mereka menolak maka pinto akan melepaskan jabatan dan pinto menerimanya bukan sebagai ketua Kun-lun."

Tegaslah kata-kata ini. Heng Bi Cinjin terbelalak memandang ketuanya itu sementara Bi Wi Cinjin juga terkejut dan berubah. Kim Cu Cinjin dengan gagah dan jantan menerima hasil perbuatannya! Juga tak malu dan tak segan untuk membuka borok sendiri di depan para murid. Betapa gagahnya ketua Kun-lun-pai ini, betapa jarangnya mencari pria seperti ini. Dan ketika tatapan matanya tak dapat dipengaruhi lagi, kata-katanya tegas berwibawa maka dia berkata bahwa sebaiknya ibu dan anak pulang dulu.

"Pinto hendak menyelesaikan ini dengan murid-murid Kun-lun juga tokoh dan pimpinan yang lain. Pinto akan membuka kebusukan pinto yang sudah terbuka itu, pergilah dan pulanglah dulu dengan puteramu nanti tiga empat hari lagi datang!"

"Kau tak akan melarikan diri, bukan?"

Heng Bi Cinjin bergerak, tahu-tahu mencengkeram pundak wanita itu. "Jaga mulutmu kalau bicara dengan suheng, wanita siluman. Kim Cu-suheng bukan pengecut yang melarikan diri dari perbuatannya. Lihat bukti dan sikapnya sekarang ini!"

Leng Nio terkejut. la tak sempat mengelak serangan ini dan nmenjerit. Cengkeraman Heng Bi Cinjin seperti tanggem api, tosu itu begitu marahnya hingga jari-jarinya berkerotok. Tapi ketika wanita itu menendang dan Bi Wi Cinjin menarik tangannya, terlepaslah wanita itu maka Leng Nio terhuyung melihat baju pundaknya terbakar, pucat!.

"Heng Bi, kau tosu busuk yang amat kubenci. Kalau tidak ada ketuamu di sini tentu aku mengadu jiwa denganmu. Jangan sombong, aku boleh kalah tapi tak takut kepadamu!"

Bi Wi Cinjin mengebutkan lengan bajunya. "Ribut-ribut ini tak perlu lagi. Suheng sudah bicara. Mari keluar dan pinto antar sampai pintu gerbang!"

Kim Cu Cinjin menggigil. Ia tak menyangka hasil perbuatannya dua puluh enam tahun lalu berakibat memalukan seperti ini . Dalam kedudukannya sebagai ketua partai terkenal tiba-tiba ia diseret ke lembah hina, skandal cinta! Tapi karena ia tosu yang matang dan wataknya bijak mengambil keputusan maka guncangan itu diterima dengan lapang dada meskipun pedih!

Kim Cu Cinjin membiarkan Bi Wi sutenya membawa wanita dan puteranya, menahan Heng Bi agar tetap di situ. Lalu ketika wanita itu berkelebat dan keluar ruangan, merasa menang maka murid-murid Kun-lun yang melihat wanita ini terheran-heran dan berkerut kening karena wakil mereka tampak mengantar sendiri tamu-tamu pengacau itu.

"Biarkan mereka pulang, urusan sudah selesai!"

Tak ada yang mengganggu mendengar kata-kata Bi Wi Cinjin ini. Leng Nio tertawa mengejek dan berkelebat keluar pintu gerbang, puteranya menyusul tapi begitu mereka pergi segera tosu ini memerintahkan agar pintu ditutup lagi. Semua murid disuruh masuk ke dalam, berkumpul di pendapa. Lalu ketika Bi Wi Cinjin berkelebat dan lenyap di dalam maka Kim Cu Cinjin sudah memutuskun bahwa aib itu harus dibongkar, tak ada gunanya lagi ditutupi karena Leng Nio telah mencoreng secara terang-terangan.

"Pinto bukan pengecut. Peristiwa dua puluh enam tahun lalu telah diketahui anak-anak murid, sute, pinto tak perlu menyangkal. Suruh semua murid berkumpul dan adakan sidang darurat karena pinto tak mau menyeret-nyeret Kun-lun!"

"Suheng mau berbicara apa. Kalau masalah itu tak usah diketahui semua murid, suheng, cukup beberapa saja di antara kami sebagai pembantu-pembantu dekatmu. Betapapun kami harus melindungi mukamu!"

"Hm terima kasih. Tapi lama-kelamaan borok ini terdengar juga, sute. Daripada dibumbui dan bertambah yang tidak-tidak lebih baik pinto beberkan sekarang. Pinto hendak menyerahkan apakah pantas atau tidak menjabat ketua partai. Pinto pribadi hendak meletakkan kedudukan!"

"Suheng!"

"Tidak, cukup, sute. Ini perintah. Laksanakan dan beri tahu kalau semua orang sudah berkumpul!"

Gegerlah murid-murid Kun-lun. Berita itu menyebar dari mulut ke mulut dan semua orang terguncang. Apa yang semula diragukan ternyata benar, ketua mereka bukan orang yang bersih, setidak-tidaknya dua puluh enam tahun lalu. Lalu ketika sidang dibuka dan Kim Cu Cinjin berdiri di tengah murid-muridnya ini maka dengan suara serak dan muka sedih ketua Kun-lun ini menyatakan pengunduran dirinya.

"Pinto sudah dibeset kulit muka pinto hari ini, pinto tak menyangkal bahwa kedatangan wanita itu benar. Dan karena pinto tak layak memegang jabatan lagi maka hari ini pinto putuskan untuk mengundurkan diri, anak-anak. Pilihlah pengganti pinto menduduki jabatan ketua partai yang pantas. Pinto sendiri menunjuk Bi wi Cinjin!"

Meledaklah tangis dan jerit tertahan disana-sini. Bi Wi Cinjin yang sejak tadi tak bersuara mendampingi ketuanya tiba-tiba tergetar. Tosu ini melihat betapa suhengnya adalah seorang laki-laki gagah, demikian gagah dan jujur hingga tak malu-malu mengakui kesalahannya di depan murid muridnya. Kalau saja suhengnya bukan seorang ketua partai tentu tak seberat ini jadinya.

Kun-lun tak perlu dibawa-bawa karena urusan dapat dipikul sebagai pribadi bukan menyangkut ketua. Dan Kun-lun adalah partai yang memegang teguh peraturan. Sudah tertulis di situ bahwa ketua partai hurus seorang yang bersih, bijak dan pandai memimpin anak murid serta memberi contoh-contoh yang baik.

Kini tiba-tiba saja urusan itu mencoreng muka padahal suhengnya sudah menduduki jabatan ketua partai. Dan karena satu-satunya jalan utama harus mundur. Aib kalau masih memegang jabatan maka semua murid tak dapat berkata-kata sementara penunjukan Bi Wi Cinjin tadi tepat, tosu ini adalah wakil partai.

Akan tetapi Bi Wi Ci tiba-tiba bergerak. Membungkuk di depan ketuanya, maka berkatalah tosu itu bahwa dirinyapun tak pantas menduduki jabatan ketua, dia bukan orang yang tepat. Lalu ketika semua orang terkejut dan Heng Bi memandangnya terbelalak maka tosu Inipun memberikan alasannya.

"Sebenarnya pinto adalah satu-satunya orang yang telah mengetahui masa silam Ketua. Namun karena masa silam sudah diperbaiki Kim Cu suheng dengan perbuatan-perbuatan baik yang nyata maka pinto tak memasukkan itu sebagai ganjalan, apalagi mendiang sesepuh kita supek Kun-lun Lojin membawa sendiri Kim Cu suheng, karena pinto telah melindungi dan menyembunyikan masa silam suheng maka sedikit atau banyak pinto orang berdosa. Pinto bukan orang bersih juga, karena itu pinto menolak jabatan ketua ini dan menyerahkannya kembali kepada yang berhak."

Terkejutlah murid-murid Kun-lun. Heng Bi Cinjin yang sejak mula heran dan aneh kenapa di ruangan dalam tadi suhengnya bersikap begitu tenang tiba-tiba menjadi maklum bahwa kiranya oleh sebab inilah suhengnya itu bersikap adem. Suhengnya ternyata sudah mengetahui sepak terjang ketua namun melindungi dan diam saja.

Ini bisa diterima sebagei rasa kesetiaan seorang sute. Tapi karena semuanya suduh terbuka dan betapapun itu salah, Heng Bi berkerut-kerut maka iapun bangkit menyatakan pendapat, melihat bahwa sesungguhnya suheng-suhengnya ini orang-orang bijak yang jujur dan gagah.

"Ji-wi suheng (suheng berdua), ternyata setelah kami mendengar semua ini maka didapat kesimpulan bahwa sesungguhnya ji-wi adalah orang-orang jujur yang jantan. Di dalam peraturan kita terdapat ketentuan bahwa seorang ketua partai haruslah yang paling tinggi kepandaiannya, lalu bijak dan baik, jujur. Kalau terdapat sesuatu yang mengganjal dengan ketua atau tokoh partai maka diabil keputusan bersama. Kini ada ganjalan dengan ketua kita, duri dalam daging itu. Tapi kalau semua murid menghendaki dan masih dapat menerima ketuanya maka kedudukan tak perlu dilepas. Nah, pinto ingin menyadarkan Kim Cu suheng boleh saja melepaskan kedudukan namun kalau para murid memilihnya kembali maka ganjalan di anggap tak ada. Pinto sebagai orang pertama yang ingin melantangkan suara bahwa Kim Cu suheng masih pantas menduduki jabatannya. Kim Cu suheng ternyata seorang laki-laki gagah yang ksatria dan jantan serta mengakui tanggung jawabnya. Pinto ingin menetapkarn bahwa jabatan ketua biar tetap dipegang Kim Cu suheng saja!"

"Setuju...!"

"Akur...!"

Teriakan tiba-tiba menggegap-gempita. Para murid yang semula bingung dan tak tahu harus berbuat apa mendadak bersorak dan bertepuk tangan. Betapapun mereka melihat bahwa ketua mereka itu memang orang yang jujur dan jantan, ini sikap berbobot yang patut diperhitungkan. Maka ketika semua berteriak dan Heng Bi Cinjin berseri-seri, Bi Wi Cinjin juga terkejut namun mengangguk-angguk gembira maka Kim Cu Cinjin sendiri tertegun dan membelalakkan mata.

"Ah, pinto tak merasa pantas lagi sute menduduki jabatan ini"

"Semua murid sudah setuju. Perasaan pribadimu harus dikesampingkan kalau semua mendukung, suheng, kecuali kalau kau sakit atau tak mampu melaksanakan tugas. Kau sehat, kau masih segar. Kami tetap mendukungmu sebagai pimpinan kami. Hidup Kim Cu suheng!"

"Hidup ketua...!"

Bengonglah ketua Kun-lun ini. Tiba-Tiba kedua matanya basah dan tak terasa tosu ini meremas-remas kesepuluh jarinya. Teriakan dan sorakan para murid menggetarkan pendapa lagi. Dan ketika Bi Wi Cinjin bergerak dan memeluknya pula maka wakil pimpin. inipun berseri-Seri.

"Suheng, pinto juga mengacungkan tangan. Pinto setuju. Kau tetep memegang tampuk pimpinan!"

Hampir saja Kim Cu Cinjin menangis. la begitu terharu dan meramkan mata membalas pelukan sutenya ini. Ia begitu terharu oleh sorak dan teriakan anak murid. Ia tetap dipilih lagi. Dan ketika hari itu diputuskan bahwa Leng Houw harus menjadi murid Kun-lun pula, murid bukan tosu maka Kim Cu berdebar menunggu kedatangan ibu dan anak itu. Kun-un ternyata telah dapat menghapus semua kesalahannya dan menganggup peristiwa lalu sebagai mimpi buruk saja.

Akan tetapi Kim Cu Cinjin benar-benar sial. Dua hari sejak ia "diangkat" kembali memegang tampuk kekuasaan datanglah malapetaka baru. Kali ini adalah seorang gadis muda bersama seorang pemuda baju hitam. Waktu itu matahari sudah berada di tengah. Pintu gerbang juga dibuka dan Kun-lunpun siap menerima orang.

Maka ketika dua orang muda itu datang dan bicara ingin bertemu ketua, sikapnya kaku dan menimbulkan kecurigaan maka tosu penjaga bertanya apa keperluannya. "Keperluanku tak dapat kuceritakan disini, amat pribadi. Katakan saja bahwa puteri si Kupu Terbang Bwee Ci minta menghadap."

Berkerutlah alis tosu penjaga, saling lirik dengan tiga temannya yang lain.

"Nona," katanya tenang. "Kami murid-murid Kun-lun tak akan berani mengganggu ketua kalau tidak mempunyai alasan tepat. Bagaimana kami menyampaikannya kalau kau tak mau memberitahukan maksud kedatanganmu.”

"Cerewet! " gadis itu tibu-tiba membentak. "Bukankah sudah kukatakan bahwa urusanku bersifat pribadi? Sampaikan dan katakan kepada ketua bahwa puteri Si Kupu Terbang Bwee Ci minta menghadap, tosu bau. Cukup dan ketuamu akan mengerti!"

Marahlah tosu penjaga ini. Gadis itu bersikap kasar dan tidak baik-baik lagi. la sebagai lelaki tentu saja merasa terhina. Maka ketika ia tertawa mengejek dan melintangkan tangan, berkata bahwa sebaiknya gadis itu kembali maka iapun membalas dengan kata-kata kasar,

"Ketua tak ada di sini, kalau ingin urusan boleh dengan kami. Nah. pergi atau katakan maksudmu, nona. Atau kami menghajarmu dan mengusirmu keluar"

"Singg!" gadis itu mencabut pedang, menyerang dan tiba-tiba menusuk. "Kalau begitu kaulah yang enyah tikus busuk. Diminta baik-baik ternyata banyak tingkah!"

Tosu ini terkejut. la mengelak akan tetapi dikejar, mencabut senjatnya pula tapi lawan tertawa mengejek. Dan ketika ia menangkis dan pedang terpental, pemuda baju hitam itu berkelebat maju maka pemuda ini menampar pundaknya dengan amat cepat sekali.

"Hui-moi, agaknya tak perlu lagi kita melayani tikus-tikus busuk ini. Robohkan dan masuk seccepatnya!"

Tosu itu berteriak. Bagai dipukul besi panas ia tertampar pundaknya, roboh dan terkena babatan pedang dan saat itu pemuda itu sudah berkelebatan ke tiga rekannya yang lain. Berturut-turut dan cepat sekali pemuda ini merobohkan kawan-kawannya. lalu ketika mereka terbantirg dan mengeluh maka dua muda-mudi itu berkelebat den masuk ke dalam.

"Awas, ada maling masuk!"

Seorang murid lain, yang kebetulan hendak mengantar makanan dan melihat itu berteriak tergopoh-gopoh. Makanan dilempar dan sebagai gantinya murid ini menyambar sebuah toya kuning. Dari dalam muncul murid- murid lain dan dicegatlah dua muda-mudi itu.

Akan tetapi ketika dengan gampang gadis dan pemuda itu merobohkan mereke, si pemuda berseru agar temannya menyimpan pedang maka dua orang ini terus masuk dan berlari cepat, merobohkan dan meninggalkan murid- murid yang terpelanting.

"Kami mencari Kim Cu Cinjin, mana dia dan suruh keluar!"

Ributlah para tosu mengejar dan berteriak-teriak. Mereka jatuh bangun menghadapi dua muda-mudi ini dan harus diakui bahwa mereka lihai. Dengan tangan kosong saja gadis dan pemuda baju hitam itu meroboh-robohkan mereka. Akan tetapi karena yang dihadapi adalah murid-murid biasa dan belum para pimpinan akhirnya dua orang ini keluar masuk ruangan, tibalah mereka di sebuah taman dimana Para murid sudah mengepung dan tak memmbiarkan mereka lolos. Ceng Tek murid Bi Wi Cinjin itu muncul.

"Robohkan mereka, jangan biarkan lolos!"

Dua orang itu tertawa dingin. Gadis cantik itu mendoyongkan tubuh mengelak dua batang pedang sementara pemuda baju hitam menghantam dada seorang tosu. Yang dihantam menjerit dan terjengkang. Tapi ketika Ceng Tek berkelebat dan menangkis serangan pemudai ini, yang mengejar dan hendak membahayakan tosu lain maka Ceng Tek murid Bi wi Cinjin yang lihai ini membentak,

Gadis cantik itu mendoyongkan tubuh mengelak dua batang pedang sementaca pemuda baju hitam menghantam dada seorang tosu.

"Siluman dari mana mengacau perguruan orang. Berhenti dan lihatlah aku. Siapa kalian... dukk!" dua lengan bertemu kuat.

Pemuda baju hitam terpental dan terkejut sementara lawan-lawan yang lain mundur. Setelah Ceng Tek muncul dan menghadapi dua orang ini maka pemuda dan gadis itu terbelalak marah, pemuda itu masih terhuyung du Namun ketika ia tegak kembali dan bersinar-sinar, Ceng Tek mengerutkan kening maka gadis itu, yang rupanyu lebih berkepentingan menjawab, seruannya nyaring dan tinggi.

"Kami ingin menghadap Kim Cu Cinjin. Aku puteri si Kupu Terbang Bwee Ci. Siapa kau, apakah wakil pimpinan partai!”

“Hm Bukan, aku hanya murid biasa. Nama pinto Ceng Tek. Kalian memaksa menghadap ketua ada urusan apa, nona. Betapa pun Kun-lun mempunyai peraturan sendiri yang harus dihormati orang luar, biarpun dia itu tamu agung!"

"Bagus, aku mempunyai urusan pribadi. Tak layak sebenarnya kukatakan di sini dan harap kalian panggil saja ketua kalian itu!"

"Hm, Kun-lun tak gegabah menerima tamu tak dikenal. Urusan pribadimu kusangsikan, nona. Sebutkon saja dan nanti kusampaikan." Ceng Tek tertawa dingin.

"Kau memaksa?"

"lni peraturan kami...!"

"Baiklah, aku menuntut tanggung jawab ketuamu yang dua puluh tahun lalu melarikan ibuku Bwee Ci. Ibu mengandung, aku dilahirkan. Sekarang aku ingin menemui ayahku yang tak bertanggung jawab itu dan cukupkah keterangan ini!"

Bukan main pucatnya Ceng Tek. Murid-murid lain, yang tak menyangka dan menduga itu tentu saja káget dan terkejut sekali. Sungguh tak diduga bahwa pimpinan mereka terlibat skandal lagi, padahal baru dua hari lalu "diampuni". Maka ketika murid-murid menjublak sementara Ceng Tek berubah mukanya, gedis itu telah bicara blak-blakan maka tosu ini tak dapat berkata-kata dan sejenak ia terpaku dan melotot ke depan.

Akan tetapi tiba-tiba tosu ini sadar. la mendadak merasa bersalah telah memaksa gadis itu mengakui di depan banyak murid, tahu begini mungkin ia membawa saja gadis itu ke dalam. Kun-lun tak boleh menerima aib lagi. Maka membentak la bersikap tidak percaya iapun berkelebat dan menampar kepala gadis itu.

"Bohong, enak saja kau mengaku-aku, menghina ketua kami. Robohlah, dan kuringkus menghadap pimpinan!"

Namun gadis ini tertaWa mengejek. Melihat tosu itu menamparnya dan bergerak cepat iapun mengelak dan meloncat ke kiri. Gerakannya tak kalah cepat dengan tosu itu. Dan ketika si tosu membalik dan menyerang lagi maka pemuda baju hitam bergerak den menghantam punggung Ceng Tek.

"Tosu bau tak tahu sopan santun. Kalau kau tidak percaya sebaiknya hadapkan kami kepada ketuamu, bukan menyerang dan bersikap pengecut!"

Ceng Tek terkejut. la membalik dan menangkis nàmun kali ini ia terhuyung, posisinyu kalah baik. Dan ketika gadis itu melengking merasa marah, lawan tak mau membawanya menghadap Kim Cu Cinjin maka ia pun menyerang dan menghantam pundak tosu itu.

"Plak-dess!"

Ceng Tek terdorong. Diserang dari kiri kanan membuat tosu ini kewalahan, Untunglah gerakannya cepat dan sebagai murid Bi Wi Cinjin ia cukup lihai. Ceng Tek adalah murid kepala yang biasanya mewakili guru atau paman gurunya kalau ada apa-apa. Maka begitu membentak dan mengatur kedudukan kakinya iapun membalas dan menangkis lewan, dikeroyok dan sudah menghadepi lawan yang beterbangan mengelilingi dirinya.

Gerakan gadis itu benur-benar seperti kupu-kupu terbang dan ringannya kaki itu berkelebatan menunjukkun ilmunya yang matang. Tak aneh karena si Kupu Terbang Bwee Ci adalah wanita lihai dari selatan, dibujuk dan menjadi kekasih Kim Cu kemudian meninggalkan suaminya yang saat itu sedang tergila-gila dengan wanita lain. Inilah kenakalan Kim Cu Cinjin semasa mudanya, ia sekarang harus menerima akibat.

Dan ketika tiga orang itu bertanding namun Ceng Tek akhirnya mampu melindungi diri, membalas dan melepas pukulan-pukulan cepat maka dua orng itu tak dapat mendesaknya dan perlahan tetapi pasti tosu ini bahkan mendesak lawan.

"Keparat!" gadis itu mencabut pedang. "Tosu ini sombong namun lihai. Yu-ko, cabut senjata dan biar kita mengadu jiwa!"

Pemuda baju hitam mengangguk. Setelah berkali-kali beradu tenaga dan merasa lengannya pedas, bahkan kesakitan maka maklumlah pemuda itu bahwa tosu di depannya ini betul-betul lihai. la tak tahu siapa sebetulnya lawannya ini dan ragu-ragu. Kalau para pimpinannya belum maju padahal ini hanya seorang murid saja maka dapat dibayangkan kelihaian tokoh-tokoh Kun-lun.

Ceng Tek melakukan perlawanan dengan Khong-san-jeng-kin nya, ia mendesak dan menekan. Dan ketika ujung lengan bajunya itu mulai melebar dan meniupkan angin pukulan kuat, inilah andalan Kun-lun maka Ceng Tek merasa gembira lawan dibuat terpental. Akan tetapi gadis itu tiba-tiba mencabut pedang. Membentak dan berseliweran naik turun gadis ini melengking dan menyambar-nyambar. Gerak pedangnya cepat dan hebat juga.

Dan ketika pemuda baju hitam itu juga mencabut pedangnya dan mengeroyok dengan seruan keras, para murid hendak maju namun Ceng Tek melarang adik-adiknya maka sebagai murid Kun-lun yang juga memiliki Kun-lun Kiam-sut (Ilmu Pedang Kun-lun) tosu ini mengeluarkan senjatanya pula.

"Bagus-bagus, mari main-main dengan senjata. Tapi awas senjata tak bermata... Cring-cranggg!"

Pertemuan dua pedang memuncratkan titik bunga api, tosu ini ternyata lihai pula dan lawan terkejut, gadis itu terhuyung. Namun ketika ia maju lagi dan tak memperdulikan telapaknya yang pedas, Ceng Tek benar-benar murid pilihan maka tosu ini melayani dan berkelebatan pula. Tampaklah bahwa tosu ini benar-benar lihai.

Sebagai murid Bi Wi Cinjin yang merupakan tokoh nomor dua maka tosu ini dapat mengimbangi lawan. Bahkan pedangnya mulai melebar dan mengurung dua pedang di tangan lawan. Dan ketika tosu itu berkelebatan cepat menekan dan mendesak lawan akhirnya pemuda baju hitam terpukul keras dan pedangnya terlepas.

"Tranggg...!"

Pemuda itu pucat. Melempar tubuh bergulingan menyambar pedangnya kembali, menyerang dan membalas namun kali ini gadis temannya terpekik kaget. Pedang di tangan gadis itu ganti mencelat. Dan ketika Ceng Tek membentak dan dan memutar pedangnya dua kali maka cahaya pedang menghantam dua orang itu hingga si gadis cantik menjerit karena baju pundaknya robek, pemuda baju hitam mengeluh karena terpelanting dan melempar tubuh lagi. 

"Cukup!" sebuah bayangan berkelebat, mengebut pedang di tangan Ceng Tek. "Gadis ini benar, Ceng Tek, ia puteri si Kupu Terbang Bwee Ci. Biarkan menemuiku dan hentikan pertandingan ini!"

Ternyata ketua Kun-lun muncul. Kim Cu Cinjin tampak gemetar sementara bayangan-bayangan kembali berkelebat, itulah Heng Bi dan Bi Wi Cinjin. Dan ketika gadis itu memungut pedangnya sementera si pemuda juga tertegun meloncat bangun, terhuyung maka tampak wajah pemuda ini gentar.

"Pinto adalah Kim Cu Cinjin, orang yang kalian cari. Dan kau persis ibumu si Kupu Terbung. Baiklah, apa yang kau kehendaki dari pinto, nona. Siapa namamu dan apa yang kau bawa."

Gadis ini tergetar. Murid-murid Kun-lun memandang terbelalak sementara Kim Cu Cin mengeraskan hatinya. Tampaklah tosu ini gemetar berdiri, Ia memandang gadis itu lekat-lekat. Lalu ketika gadis itu sadar dan mengeluarkan sesuatu maka ia melompat dan menyerahkan sebuuh surat kepuda tosu itu.

"Aku Bwee Hui yang merasa ditelantarkan ayah. ibuku titip surat ini untuk kau baca. Terimalah!"

Kim Cu menerima. la tak perduli sikap si gadis yang kasar dan kurang hormat, kemarahan memang membayang diwajah yang cantik itu. Lalu ketika tosu ini membuka dan membaca surat itu, menggigil maka ketua Kun-lun inipun memejamkan mata, bergoyang dan akhirnya mendekapkan surat itu ke dadanya.

"Tuhan Yang Maha Agung! Menanam bibit akan menuai buahnya. Siancai, semua ini pinto terima, Bwee Hui, ibumu menuntut tanggung jawab pinto. Baiklah, datanglah dua tiga hari lagi karena pinto akan menyelesaikan urusan pinto dengan Kun-lun!"

Gadis itu tertegun. Tadinya matanya berapi-api dan siap mengadu jiwa dengan siapapun. Ibunya mengatakan bahwa ayahnya kini menjadi ketua Kun-lun lari dari tanggung jawab dan ia harus dituntut. Sebelum pergi ibunya sudah memberi tahu tentang ayahnya ini, seorang laki-laki yang digambarkan pengecut dan lari dari tanggung jawab. Ia siap mengadu jiwa dan menyerang ayahnya ini. Tapi ketika sang ayah meramkan mata dan justeru gemetar, dua titik air mata membasahi pipi yang kusut itu maka tergetarlah gadis ini dan tak terasa ia menyebut lirih,

"Ayah...!"

Kim Cu memeluk dan menerima puterinya ini. Lain Leng Houw lain pula Bwee Hui. Gadis ini tersedu dan sudah menubruk ayahnya itu. Bentuk hidung dan alisnya yang mirip Kim Cu Cinjin tak diragukan orang. Maka ketika Kim Cu juga merasa yakin dan menerima puterinya itu, meledaklah keharuan murid-murid di situ maka sejenak tosu ini menerima kebahagiaan sekaligus pukulan batin. Kim Cu mengusap-usap rambut puterinya itu sementara bibir berulang-ulang memuji nama Tuhan.

Akan tetapi batuk Bi Wi Cinjin menyadarkan tosu ini. Kim Cu terkejut dan mendorong puterinya. Para murid terbelalak dan ada heran serta tak senang. Masa ketua mereka dua kali terlibat cinta. Sungguh memalukan! Dan ketika tosu itu sadar lalu membalik menghadapi sute dan murid-muridnya maka Kim Cu Cin-jin berseru bahwa kali ini ia benar-benar meletakkan jabatan.

"Pinto benar-benar memalukan Kun-lun. Bagaimana kelak pinto bertemu arwah leluhur dan sesepuh kita. Tidak, hari ini pinto tak mau menduduki jabatan ketua lagi, sute. Cukup berat pukulan ini bagi pinto. Sekarang saja pinto katakan bahwa pinto mengundurkan diri, kalian carilah pengganti baru dan pinto memilih Bi Wi sute!"

Bagai tersentak murid-murid membelalakkan mata. Kim Cu Cinjin sudah mengakui dan hebat itu bagi mereka. Ekor dari peristiwa lama tak terelakkan lagi. Dan karena Kun-lun benar-benar tertampar dan para murid bengong melenggong, Bi Wi menarik napas panjang sementara Heng Bi Cinjin merah dan pucat berganti-ganti maka tosu ini maju membungkuk.

"Suheng, sungguh keterlaluan sekali sikapmu dulu. Rasanya para murid tak dapat menerima lagi. Maafkan kalau pinto menyatakan penyesalan dan kekecewaan. Kau benar, rasanya paling tepat memang harus mengundurkan diri. Maaf!"

"Aku sudah mengakui, dan justru semakin berat. Terus terang saja pinto katakan di sini bahwa di masa muda bukan hanya dua wanita yang pinto kecewakan, Sute, melainkan tiga. Pinto tak dapat menerima ini lagi kalau masih menjadi ketua partai. Pinto ingin mundur demi nama baik Kun-lun!"

Terpaku dan terkejutlah semua orang. Kini Kim Cu Cinjin mengakui semua perbuatannya, bukan dua wanita yang dilukai melainkan tiga. Bagaimana kalau yang satunya lagi muncul, betapa semakin malunya Kun-lun! Maka tepat bahwa tosu itu mengundurkan diri, kali ini tak ada alasan untuk mempertahankan lagi akhirnya Kim Cu Cinjin resmi mengundurkan diri, meletakkan jabatan.

"Sebaiknya kau pulang dulu, pinto harus melakukan serangkaian upacara kepada ketua baru. Kembalilah dua tiga hari lagi, Hui-ji (anak Hui), aku tak akan pergi dan menunggumu di sini. Pinto akan menjadi manusia biasa lagi!"

Bwee Hui tersedu-sedu. Sama sekali tak disangkanya ayahnya ini adalah seorang laki-laki gagah perwira. Dengan ksatria dan penuh kejujuran ayahnya itu melepaskan diri dari kedudukan ketua partai. Ayahnya ternyata seorang jantan! Dan ketika Ia menangis tak mau pergi, pemuda baju hitam itu menyentuh pundaknya maka Kim Cu teringat pemuda ini.

"Siapa kau, ada hubungan apa dengan Bwee Hui."

"Siauwte Yu Kam tunangan Hui-moi Siauwte mengantar gadis ini agar bertemu denganmu, totiang, mewakili ibunya. Ternyata kau begitu bertanggung jawab dan tidak kami sangka. Maafkan siauwte yang semula berprasangka buruk."

"Hm-hm, kau pemuda selatan juga?"

"Benar...!"

"Baiklah, bawa puteriku keluar dan tiga hari lagi kalian kembalilah."

"Tidak, tidak! Aku tak mau berpisah lagi denganmu, ayah. Kalau di sini akan ada upucara penggantian ketua baru biarlah aku menyaksikan. Aku tak mau pergi!"

"Puterimu dapat menjadi tamu," Bi Wi Cinjin berkata dan menarik napas dalam-dalam "Aku tak dapat menolongmu lagi suheng, maaf. Tapi kau dapat tetap tinggal di sini lagi sebagai penasihat luar biasa. Peraturan undang-undang masih memungkinkan itu!"

Kim Cu tertegun. Segera dia mendorong puterinya memegang bahu sutenya, Di antara semua maka Bi Wi Cinjin inilah yang paling tahu, ia terharu. Dan karena kata-kata itu juga mengandung maksud agar ia tetap berdekatan di situ, membimbing dan melindungi Kun-lun maka tosu ini berkata, tersedak,

"Sute, kau sudah cukup banyak menolong aku, terima kasih. Entahlah aku merasa pantas untuk menerima tawaranmu atau tidak. Aku merasa malu kepada murid-murid. Jangan-jangan nanti aku membuat kekecewaan lagi!"

"Tidak, kau sudah melepaskan kedudukanmu suheng, ingin menjadi manusia biasa. Dan karena Kun-lun bukan perkumpulan yang tak tahu budi maka kebaikanmu betapapun masih dicatat. Aku mewakili semua yang di sini untuk meminta kau menjadi penasihat luar biasa. Kau masih dapat berpartisipasi kepada Kun-lun!"

"Benar...!" suara yang lain mendukung. "Kami tetap butuh bantuanmu, supek, betapapun kau boleh tinggal di sini. Kami setuju!"

Kim Cu Cinjin semakin terharu. Para murid bersahut-sahutan sementara Heng Bi Cinjin mengangguk-angguk. Tosu ini berbinar-binar. Dan ketika hari itu diambil kesepakatan untuk mengganti ketua baru, Bi Wi inilah yang dipilih maka Bwe Hui boleh tinggal di situ menemani ayahnya.

Untunglah Leng Nio dan puteranya itu belum datang. Upacara pengangkatan ketuapun dijalankan. Dan ketika beberapa hari kemudian Leng Nio juga belum muncul, Kim Cu tinggal di belakang gunung maka setelah Bi Wi Cinjin resmi menjadi ketua datanglah Li Ceng.

Tapi wajah si nyonya yang kusut dan penuh duka tak diingat lagi murid-murid Kun-lun , apalagi pakaian Li Ceng pun tak keruan, robek-robek. Dan ketika seperti biasa nyonya itu berada di pintu gerbang maka sambutan yang diterima adalah sikap garang para murid yang menyangkanya pengemis!

"He, kau. Pergi dan jangan mengotori tempat kami. Pergi!"

Li Ceng terbelalak. la lupa bahwa keadaannya kini jauh berbeda di waktu ia datang bersama kong-kongnya. Waktu itu ia masih gadis jelita yang ranum dan segar, tubuh terawat baik. Sedangkan sekarang ini ia membiarkan rambutnya riap-riapan dan tidak perduli. Meskipun tubuhnya bersih akan tetapi pakaiannya yang tidak keruan itu membuat ia mudah dicap sebagai pengemis. Ia masih cantik namun tertutup oleh kotor dan debu, wajah itu benar-benar tak dihiraukan.

Maka ketika nyonya ini terbelalak dan gusar di anggap pengemis, jelek-jelek ia murid Kun-lun dari kakeknya Lui-cu Lo Sam maka tiba-tiba tanpa ampun lagi nyonya ini berkelebat dan menampar murid yang mengusirnya itu.

"Apa kau bilang, siapa pengemis. Tutup mulutmu dan lihat baik-baik siapa aku... plak-plakk!" tosu itu terjengkang, menjerit dan menarik perhatian teman temannya dan pagi itu pintu gerbang kembali geger. Untuk kesekian kalinya lagi Kun-lun dibuat guncang.

Dan ketika wanita itu berdiri tegak sementara sepasang matanya berapi-api, Li Ceng marah sekali maka kedudukannya sebagai isteri Naga Gurun Gobi bangkit. "Siapa berani menghina aku. Maju dan biar kutampar lagi!"

Bergeraklah murid-murid Kun-lun. Sejak ada keributan di awal pertama para pimpinan menambah penjagaan. Kalau dulu dijaga empat murid saja maka kini delapan orang. Hal ini untuk membuat musuh tidak berani main-main dan mereka ini diambil dari murid-murid tingkat tiga.

Tapi ketika dengan begitu mudahnya seorang di antara mereka dibuat terjengkang, wanita gila ini menantang berkacak pinggang maka para tosu yang terbelalak dan marah dibuat bertambah gusar saja. Mereka benar-benar tak mengenal wanita ini.

"Siapa kau, mau apa. Kenapa menantang kami dan masuk ke sini!"

"Aku mau bertemu dengan ketua kalian. Kim Cu Cinjin. Awas kalau ia kuberi tahu.

"Bah!" para tosu mendapat dugaan jelek. "Kalau begitu wanita ini siluman nomor tiga itu, kawan-kawan. Ringkus dan lempar dia keluar!"

Li Ceng tak tahu peristiwa yang baru saja dialami suhengnya. la terkejut dan heran mendengar kata-kata murid Kun-lun itu, siapa yang dimaksud. Tak tahu bahwa yang dimaksud adalah bekas kekasih Kim Cu Cinjin yang nomor tiga. Melihat Li Ceng mereka menganggap wanita inilah orangnya. Dan karena Kun-lun dua kali dibuat malu, mereka marah dan menerjang maka delapan orang itu menubruk dan langsung meringkus Li Ceng.

"Wut-wut!"

Marahlah wanita ini. Li Ceng benar-benar merasa tak dihargai dan sebagai cucu Mutiara Geledek ia merase terhina. Murid- murid itu beberapa tingkat di bawahnya. Maka ketika ia melengking dan berkelebat lenyap, tentu saja tahu gerakan serangan mereka maka kakipun bergerak dan tiga di antaranya mencelat dan terbanting.

"Pergi kalian... des-des-dess!"

Semua menjerit dan berteriak. Gerakan Li Ceng adalah gerakan kilat dan dilakukan dengan kemarahan pula. Wanita ini sudah terhimpit oleh persoalan batinnya sendiri, sesak dan mudah meledak dianggap seperti itu. Maka ketika ia merobohkan tosu-tosu penjaga itu dan berdiri lagi dengan tangan berkacak pinggang delapan orang itu merintih-rintih sementara yang tiga tak dapat bergerak bangun maka lima murid itu terbelalak dan yang di atas tangga tiba-tiba melihat itu, lari turun.

"Siapa dia. Apa yang dia lakukan!"

“Siluman ini merobohkan kami. Dia siluman nomor tiga itu, suheng, mencar Kim Cu supek. Awas kakinya lihai sekali dan panggil kawan-kawan!"

Tapi yang lain sudah tahu. Tosu yang menyapu halaman dan membersihkan rumput melihat itu. Mereka berkelebatan dan mengurung wanita ini, semua tak ada yang mengenal bahwa wanita adalah isteri si Naga Gurun Gobi Peng Houw, Juga masih kerabat sendiri karena kakek wanita itu adalah sute mendiang Kun-lun Lo-jin.

Dan karena mereka sudah menduga jelek oleh dua peristiwa berturut-turut maka wajah dan pakaian Li Ceng sama sekali tak menimbulkan rasa hormat tosu-tosu muda ini, apalagi karena delapan diantara mereka dirobohkan dan dihajar.

"Tangkap wanita ini, lempar keluar pintu gerbang!"

Kemarahan Li Ceng semakin meledak. Ia tadinya tak mau perduli dan hendak terus ke dalam. la tahu. di mana pimpinan dan suhengnya berada. Tapi melihat murid-murid mengepung dan justeru berteriak menyerang maka melengkinglah wanita ni menyambut mereka.

"Baik, keroyoklah. Siapa yang akan roboh dan keluar pintu gerbang!"

Tosu-tosu terkejut. Bagai siluman saja lawan menghilang cepat. Li Ceng mengerahkan ilmunya meringankan tubuh yang membuatnya bergerak begitu cepat. Dalam pandangan para murid ia tahu-tahu lenyap. Dan ketika kaki tangan wanit itu menampar dan menendang, jerit dan pekik kesakitan susul-menyusul maka terlemparlah orang-orang itu keluar pintu gerbang.

"Bluk-bluk-bluk!"

Li Ceng membuktikan omongannya. Ia marah sekali dan menghajar murid-murid Kun-lun ini. Mereka tosu-tosu tingkat tiga yang memang bukan tandingannya. Namun ketika dari dalam muncul para tosu tingkat dua, juga yang tingkat satu maka tak ayal lagi mereka yang dihajar Li Çeng berteriak-teriak marah.

"Itu kekasih supek Kim Cu Cinjin yang hendak mengacau. Robohkan dia, bunuh!"

Li Ceng terbakar. Tiba-tiba ia menjadi gusar mendengar kata-kata itu. Kekasih Kim Cu Cinjin? la dianggap sehina itu berhubungan dengan suhengnya sendiri? Keparat, akan dia sobek mulut-mulut busuk itu, akan dia tarik lidahnya!

Maka ketika wanita ini melengking dan berkelebatan menyambut keroyokan maka bak-bik-buk suara pukulan disusul jerit dan lolong kesakitan murid-murid Kun-lun. Mereka ini menjadi bulan-bulanan dan Li Ceng bersikap ganas. Ia menghajar dan merobek mulut orang yang berteriak. Ia melampiaskan kemarahannya dengan kepalan dan kaki.

Dan ketika Ceng Tek muncul dan celakanya tidak mengenal wanita ini, rambut Li Ceng sudah riap-riapan maka murid Bi Wi Cinjin itupun membentak dan mencabut pedangnya. Lawan yang ini dianggap berbahaya, gila...!

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 11

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 11


KUN-LUN - Tiba-tiba wanita itu berhenti. Ia terhenyak dan tertegun di situ lalu membalik. Li Ceng telah menemukan sesuatu untuk persoalannya ini. Dan ketika ia menarik napas dalam lalu berkelebat ke barat maka wanita inipun menuju Kun-lun.

Kim Cu Cinjin adalah ketua Kun-lun yang cukup disegani. Sejak Chi Koan tertangkap dan dihukum di Go-bi maka Kun lun, seperti juga partai-partai persilatan lain hidup tenang dan sejahtera tak diganggu persoalan-persoalan baru lagi, khususnya yang menyangkut Bu-tek-cin-keng.

Pagi itu ketua Kun-lun ini bersila dengan amat tenangnya. Sekelompok anak murid membungkuk dan memberi hormat di depan ketua mereka ini, karena Kim Cu Cinjin bermandi matahari pagi melatih sinkangnya. Adalah kebiasaan tosu ini sejak bertahun-tahun lalu duduk bersila di tengah taman, menarik napas perlahan-lahan dan meniupkannya secara perlahan-lahan pula. Gerak dada yang hampir tak kelihatan menunjukkan tingkat siulian (bersamadhi) yang amat tinggi, apa lagi sepasang asap tipis yang keluar masuk lewat hidungnya itu.

Asap ini bagai naga menari-nari, kadang terhisap dan masuk lagi ke paru-paru tosu itu memberikan udara segar. Itulah latihan Sin-ma-kang (Kuda Sakti) untuk menghimpun pukulan tangan kosong. Kun-lun memiliki Khong-san-jeng-kin (Gunung Kosong Berkekuatan Seribu Kati) yang amat diandalkan dengan cara latihan menghimpun sin-kang ini, sang ketua sedang melatih itu.

Maka ketika anak-anak murid kagum karena asap putih itu keluar masuk tanpa dikendalikan lagi, semua berjalan otomatis akibat latihan yang lama dan teratur maka mereka yang berada dekat diam- diam terkejut dan ngeri karena setiap menghisap maka mereka tertarik dan tersedot masuk ke dekat pimpinan mereka itu!

Akan tetapi pagi itu gangguan datang. Manusia hidup rupanya tak lepas dari persoalan, terbukti ketika pintu gerbang baru saja dibuka maka nyelononglah seorang pemuda dan wanita minta menghadap Kim Cu Cinjin, sikapnya mendesak dan memaksa.

"Kami sudah lama menunggu di luar, kenapa baru buka. Kami ingin bertemu Kim Cu Cinjin dan antarkan kami menghadap padanya!" si wanita, berusia empat puluh enam tahun berpakaian hijau muda berseru dengan pipi kemerah-merahan.

Udara masih dingin dan sebetulnya bagi Orang-orang biasa termasuk menggigit. Akan tetapi wanita ini berpakaian tipis saja dan sikapnya seperti menantang, hal yang membuat para murid marah. Dan belum mereka berkata atau menjawab sepatahpun maka si pemuda, gagah dan berkesan sombong menyambung, lagaknya. tinggi hati,

"Katakan bahwa ibuku Leng Nio si Pedang Merah minta bertemu, ketua kalian pasti menyambut sendiri!"

Tertegunlah murid-murid itu. Di dalam partai, kecuali untuk urusan yang betul-betul penting maka memanggil atau meminta ketua datang adalah tabu. Masih terdapat pimpinan-pimpinan lain yang merupakan tokoh di situ, seperti para supek atau susiok (paman guru) atau suheng tingkat senior.

Maka mendengar betapa pemuda itu sombong memperkenalkan ibunya, padahal mereka tak mengenal nama ini tentu saja murid-murid tertegun namun juga tak senang, marah. Satu di antaranya maju dan berkata,

"Maaf, ada keperluan apakah kalian minta bertemu ketua, dari mana dan membawa urusan apa. Kalau sekiranya penting biarlah kami yang menyampaikan dan kalian tunggu di sini."

"Heh, masih banyak bacot? Kalau begitu kami masuk, tosu bau. Minggir dan jangan menghalang jalan!" wanita itu, yang galak dan tidak menunggu waktu lagi tiba-tiba mendorong dan meloncat ke dalam. Gerakannya diikuti pemuda itu dan berteriaklah tosu yang di depan. Ia terpelanting dan roboh. Dan ketika dua orang itu terkekeh dan sudah berkelebat ke dalam maka mereka tak ragu-ragu lagi menaiki undakan tangga menuju pendapa utama.

"Heii, tunggu, dilarang masuk!" para tosu tentu saja mengejar, membentak dan mencergkeram mereka namun dengan mudah ibu dan anak berkelit, sang ibu malah menendang dan tosu kedua terbanting. Dan ketika mereka terus masuk sambil tertawa- tawa, tak menghiraukan kiri kanan maka Kun- lun menjadi gempar dan gentapun dipukul.

"Tang-tang-tang!"

Terkejutlah yang lain. Sudah sekian tahun ini Kun-lun tak mendengar genta tanda bahaya. Kini tahu-tahu tanda itu dipukul dan tersentaklah semua murid. Mereka yang menyapu meloncat membawa sapunya sementara yang di dapur berlarian dengan garpu dan sendok di tangan.

Dalam saat seperti itu apapun dapat menjadi senjata! Dan ketika semua berkelebatan menuju tempat bahaya, tak pelak dua orang ini terkepung maka di ruang penghubung yang menuju pendapa dalam mereka tercegat.

"Berhenti, siapa kalian!"

Akan tetapi wanita ini terkekeh. Para murid tertegun karena yang datang ternyata adalah wanita, canggung juga menghadapi lawan jenis. Namun karena pedang sudah dicabut dan wanita itu menerjang, tak perduli bentakan maka murid yang memegang sapu atau sendok garpu menangkis.

"Cring-trak-trikk!"

"Minggir!"

Tiga murid terpelanting. Mereka berriak dan gagang sapu menghantam kepala, yang memegang sendok kena kemplang sendiri sementara garpu di tangan kiri menusuk teman. Hampir saja kena mata. Tapi ketika berkelebat bayangan lain dan itulah para pimpina utama, seorang sute dan murid tertua maka Heng Bi Cinjin, tosu ini mengebutkan lengan bajunya membentak perlahan,

"Berhenti, siapa kalian dan ada urusan apa!"

Wanita baju hijau terkejut. Pedangnya ditangkis dan terpental, hampir mengenai muka sendiri dan cepat ia mengelak kaget, tubuhnya terhuyung dan berdirilah di situ tosu gagah penuh wibawa. Dan ketika puteranya juga terkejut ditangkis tongkat tosu kedua, Ceng Tek si murid senior maka ibu dan anak terkejut sementara mata mereka terbelalak marah. Diri mereka terkepung sementara dua Orang di depan ini begitu keren menceget.

"Kami mencari Kim Cu Cin mana dia dan suruh keluar. Kami ada urusan pribadi!"

"Benar mana ayahku yang tak bertanggung jawab itu. Suruh dia keluar!" pemuda itu juga membentak.

Terangkatlah alis Heng Bi Cinjin. Dia adalah tokoh nomor tiga setelah ketua, masih ada lagi suhengnya Bi Wi Cinjin. Maka mendengar keta-kata dan sikap itu, ketuanya dicari wanita dan pemuda ini yang mengaku anak, tiba-tiba wajah tosu itu memerah maka Heng Bi Cinjin membentak, jelas dia marah dan terhina,

"Ketua kami adalah pertapa yang seumur hidup tak pernah menikah. Kalian setan-setan busuk dari mana berani bicara seperti itu? Kun-lun bukan tempat untuk main-main, pergi dan enyahlah atau pinto menghajar kalian!"

"Hi-hik!" wanita itu tertawa. "Baju pendeta bukan jaminan orangnya, tosu bau. Itulah sebabnya temukan aku dengan ketuamu dan biar Kim Cu Cinjin sendiri bicara. Kau siapa dan tosu tingkat berapa di sini!"

"Pinto Heng Bi Cinjin, tokoh nomor tiga. Cukup dengan pinto kalian bicara tapi pinto tak percaya itu. Enyahlah dan cepat pergi!"

Wanita itu tertawa. Tiba-tiba ia merogoh bajunya dan berkelebatlah jarum-jarum emas, bersamaan dengan itu bergeraklah puteranya melakukan hal yang sama. Dan ketika Heng Bi terkejut mengelak serangan ini dan Ceng Tek yang menghalau dan berseru keras maka dua orang itu menyambar di kiri kanan menerjang para murid, musuh yang lebih lemah.

"Minggir!"

Buyarlah kepungan di sini. Jarum itu tidak hanya menyambar Heng Bi Cinjin melainkan juga mereka, apalagi ketika jarum terpental dikebut pimpinan itu. Benda-benda itu menyambar membuat para murid berteriak dan terbukalah lubang Kesempatan.

Pedang Wanita itu bergerak dan pemuda gagah itu juga mengayun senjatanya, lawan menyibak dan otomatis mundur. Lalu ketika dua orang itu bergerak melarikan diri, terkekeh menuju pendapa dalam maka Heng Bi Cinjin mengerjapkan mata dan tahu-tahu berkelebat di atas kepala lawan, juga Ceng Tek.

"Berhenti, atau pinto akan memberi pelajaran!"

Dua orang ini terkejut. Bagai dua rajawali raksasa bayangan Heng Bi Cinjun dan murid tertua menyambar turun. Mereka tepat di depan ibu dan anak itu. Dan ketika pedang menusuk namun dịtangkis, Heng Bi mempergunakan ujung lengan bajunya yang tiba-tiba keras terisi sinkang maka Leng Nio, wanita itu menjerit, pedangnya terpental.

"Plak!"

Wanita 1ini berjungkir balik. Leng Houw, puteranya juga terpekik ditampar ujung lengan baju. Ceng Tek melakukan seperti susioknya dan terkejutlah pemuda itu. Ia terpental kuat, telapaknya pedas, pedang nyaris pula terlepas. Dan ketika dua orang itu terkejut betapa lihainya tokoh-tokoh Kun-lun ini, Ceng Tek adalah murid Bi Wi Cinjin maka selanjutnya ibu dan anak menerjang lagi namun dengan gerakan cepat dan tenang Heng Bi Cinjin maupun muridnya mengelak dan menangkis tusukan-tusukan pedang itu, berputar dan menambah tenaga hingga lawan terpekik dan menjerit semakin keras.

Akhirnya pedang si pemuda benar-benar mencelat, terlepas dari tangannya. Dan ketika pemuda itu melempar tubuh bergulingan melempar amgi (senjata gelap) maka Ceng Tek mengebutkan lengan bajunya dan jarum-jarum itu ada yang membalik, satu di antaranya mengenai pundak pemuda ini.

"Aduh!"

Sang ibu terkejut. Saat itu tangkisan Heng Bi Cinjin juga membuat pedangnya terlepas. Akan tetapi karena wanita ini meloncat berjungkir balik menyambar pedangnya, menangkap dan turun dengan muka pucat maka wanita itu menimpuk Ceng Tek melihat puteranya dikejar.

"Awas!"

Teriakan Heng Bi Cinjin membuat si tosu terkejut. Tiga sinar keemasan menyambar dari belakang, membalik dan menangkis dan runtuhlah jarum-jarum itu. Tapi karena sang ibu hendak menolong puteranya dan menyambar lengan pemuda itu, juga pedang yang jatuh di lantai maka wanita ini beriari ke kiri menuju bangunan lain.

"Kim Cu Cinjin, mana batang hidungmu. Keluarlah, ini aku Leng Nio minta tanggung jawab!"

Marahlah Heng Bi Cinjin. Akhirnya ia berkelebat lagi mengejar ibu dan anak, para murid berteriak pula dan mengepung. Tapi karena lawan sudah memasuki ruang samping yang memiliki banyak pintu, menghilang dan lenyap di sini maka tosu itu marah sekali dan memerintahkan semua murid menyerbu.

Dan akhirnya ibu dan anak tampak pula, keluar dan bingung mencari persembunyian sementara ribut-ribut itu menjalar ke dalam. Kim Cu Cinjin akhirnya mendengar juga. Dan ketika tosu itu tampak terkejut dan berubah mukanya, Bi Wi Cinjin merangkapkan tangan di depan dada maka sang suheng ditanya apa yang sebaiknya dilakukan. Hanya tosu inilah yang tahu masa silam ketua Kun-lun.

"Aku menyerahkannya kepadamu, tapi rupanya Pinto harus keluar. Hm, bangkai serapat apapun tampaknya tak dapat disembunyikan, sute, akhirnya bau itu keluar juga. Biar pinto menyambut atau kau mewakili, bawa mereka menghadap."

"Kalau begitu suheng tak perlu keluar, pinto saja yang membawanya ke mari. Tak baik nama Kun-lun dirusak orang suheng, dan lebih tak baik lagi kalau perbuatan suheng diketahui banyak murid. Biarlah dia pinto bawa ke sini atau suheng masuk ke ruang dalam!"

Kim Cu Cinjin mengangguk. Pucatlah wajah ketua Kun-lun ini dan tampak betapa dia tergetar. Perobahan wajah itu terlihat benar. Dan ketika ia masuk sementara wakilnya bergerak menghilang, Kim Cu memasuki ruang dalam maka disini ketua Kun-lun itu meneteskan air mata. Aneh bahwa seorang seperti ini bisa menangis!

Akan tetapi perbuatan masa lalu memang tak dapat ditutup-tutupi lagi. Sebenarnya, dua tigapuluh tahun yang lampau sebelum ketua Kun-lun ini menjadi pendeta dia adalah seorang biasa yang hidupnya melenceng (baca Prahara Di Gurun Gobi). Tosu ini melakukan hal memalukan dengan tiga kali menggauli isteri orang. Dia bahkan melarikun diri dengan membawa wanita-wanita itu.

Tapi ketika akhirnya dia sadar bertemu ketua Kun-lun yang amat sakti, mendiang Kun-lun Lojin maka sepak terjeng atau tingkah laku laki-laki ini berobah, bahkan akhirnya menjadi murid Kun-lun lojin kemudian sekarang menjadi tokohnya. Hal begini tak dinyana bersambung hari itu. Kim Cu Cinjin tentu saja teringat bekas kekasihnya Leng Nio ini, wanita yang dulu minggat bersamanya setelah membunuh suaminya sendiri.

Teringat di situ menggigil ketua Kun-lun ini. Ia menyesal dan ngeri, bagaimana dulu bisa seperti itu. Maka ketika datang laporan bahwa satu di antara bekas kekasihnya itu mengamuk di situ, datang dan minta bertemu dengannya maka Bi Wi Cinjin, satu-satunya orang yang tahu tingkah laku dan masa silam ketua Kun-lun cepat meminta pendapat dan hanya wakil Kun-lun inilah yang memegang rahasia dan merupakan satu-satunya orang yang mengerti dan memaklumi suhengnya itu.

Heng Bi Cinjin dan murid-murid lain tak tahu. Selama ini yang mereka tahu ialah ketua mereka itu orang baik-baik dan tekun menjalankan ibadat serta berwatak bijak. Justeru kebijakannya inilah yang membuat ia dipercaya memimpin partai besar itu, sejak sesepuh mereka Kun-lun Lo-jin meninggal dunia, bentrok dengan Chi Koan. Maka ketika tiba-tiba hari itu datang berita geledek tentang Leng Nio, ketua dan Kun-lun terancam nama baiknya maka Bi Wi Cinjin cepat-cepat berkelebat membawa wanita ini.

Waktu itu si Pedang Merah Leng Nio mengamuk lagi. Bersama puteranya ia kucing-kucingan menghadapi para tosu. Akan tetapi karena Heng Bi Cinjin adalah seorang tokoh lihai dan Ceng Tek murid keponakannya juga cukup menghadapi Leng Houw, pemuda sombong itu akhirnya ibu dan anak terjepit di ruang tengah, tak dapat lari lagi karena delapan penjuru sudah dikepung.

"Menyerahlah, atau pinto terpaksa merobohkan kalian!"

"Kami akan bertanding sampai mampus. Heh, kau tosu bau paling memuakkan, Heng Bi Cinjin. Kalau ketuamu tidak muncul biarlah kami ibu dan anak mengadu jiwa di sini."

Heng Bi Cinjin habis kesabarannya. Telah dua kali ia membuat pefang di tangan wanita itu terlepas akan tetapi dengan lihainya lawan berjungkir .balik menyambar kembali. Jarum akhirnya habis dan tibalah saatnya bagi tosu ini untuk merobohkan lawan. la siap melepaskan Khong-san-jeng-kin yang amat hebat itu, ujung lengan bajunya sudah berkibar dan siap menindih wanita ini.

Sekali dia meniup robohlah lawan. Dan ketika wanita itu terdesak di sudut sementara pedangnya menyambar kian kemari, dijaga dan dikepung para murid maka Beng Bi Cinjin yang sudah gemas dan marah ini membentak.

"Baiklah, pinto akan merobohkan kalian dan jaga serangan pinto!"

Wanita itu pucat. Ujung lengan baju si tosu dikibaskan dan tiba-tiba berubah seperti lempengan baja. Dari situ menyambar angin dahsyat dan ia terpekik, pedang dibacokkan ke depan tapi mencelat bertemu lengan baju itu. Suaranya nyaring dan keras. Dan ketika angin pukulan itu masih menyambar juga menghantam dadanya, wanita ini pucat maka bahaya benar-benar datang dan Leng Nio menggerakkan tangannya menangkis namun ia terbanting.

"Dess!" Si wanita menjerit. Leng Nio merasa sesak dan bergulingan namun dikejar. Lawan habis kesabarannya dan benar-benar marah. Namun ketika deru lengan baju itu menghantam dan siap merobohkun wanita ini, di sana Leng Houw juga berteriak dan terlempar oleh Khong-san-jeng-kin yang dilepas Ceng Tek maka berkelebatlah bayangan Bi Wi Cinjin mengebutkan lengannya.

"Tahan!"

Heng Bi Cinjin dan Ceng Tek tertegun. Mereka tergetar oleh tangkis Bi Wi Cinjin ini bahkan Ceng Tek terhuyung. Murid itu cepat berseru menyebut suhunya. Dan ketika Bi Wi berdiri memisah di depan, ibu dan anak melompat bangun maka tosu bertubuh gemuk ini berkata, keren, penuh wibawa,

"Ketua Kun-lun siap menerima kalian. Ada urusan bisa dibicarakan, mari masuk tapi harap kalian tahu sopan santun di rumah orang!"

Terkejutlah wanita itu. Tadinya sombong dan tak takut menyatroni partai persilatan ini, ia merasa bakal disambut Kim Cu Cinjin sendiri. Bekas kekasihnya itu sudah didengarnya berada di Kun-lun, bahkan menjadi ketua. Maka disambut dan menghadapi tosu-tosu lihai, ia mulai gentar maka sikap tosu gemuk yang tampak berwibawa ini membuatnya keder, apalagi ketika pedangnya ditendang dan dirampas murid-murid Kun-lun.

"Siapa kau," suara ini untuk membuang rasa takut. "Aku tak mau bersama orang yang tak kukenal!"

"Pinto Bi Wi Cinjin, wakil ketua Kun-lun. Suheng sudah mendengar tentang dirimu dan mari masuk!"

Leng Nio melempar pandang dengan puteranya. Sesungguhnya ia mulai pucat dan gentar, tak disangkanya tosu-tosu Kun-un begini lihai. Tahu begitu mungkin ia tak mau datang, atau mungkin sembunyi-sembunyi saja asal berjumpa Kim Cu, ia akan menuntut tanggung jawab. Tapi karena yang di depannya adalah wakil ketua Kun-lun dan cukup untuk dipercaya, ia pun mengangguk akhirnya ia bergerak dan minta tosu itu mengantar. Para murid bergerak dan berjaga di empat penjuru.

"Baiklah, antarkan aku menghadap Kim Cu Cinjin!"

Sikap ini membuat para murid melotot. Mereka menganggap wanita itu tak tahu hormat dan sombong, masih tinggi hati. Akan tetapi karena urusan sudah dipegang tokoh mereka dan Heng Bi Cinjin pun merasa tak senang maka tosu ini bergerak di belakang ibu dan anak itu.

"Yang lain sebaiknya mundur, kembali ke tempat masing-masing. Biar pinto dan susiok kalian membawa dua orang ini."

Berhentilah murid-murid itu. Mereka sebenarnya ingin tahu dan mendengar kelanjutan itu. Tuduhan kepada ketua mereka terlanjur didengar. Masa ketua mereka pernah berjina! Tapi begitu Bi Wi Cinjin mengusir dan mengebutkan lengannya, mundurlah para murid ini maka hanya Heng Bi Cinjin yang diperkenankan ikut, Ceng Tek saja disuruh mundur.

Akhirnya bergeraklah lagi rombongan ini. Leng Nio tiba-tiba tersenyum mengejek, mendadak ia merasa di atas angin. Maka ketika ia berjalan lagi, berendeng dengan puteranya maka ia berbisik, "Lihat, Kun-lun tahu malu. Kalau ayahmu bersikap baik-baik biarlah kita lepas semua dendam lama. Kalau tidak biarlah kita keluarkan berita ini di luar!"

Leng Houw mengangguk, bersinar-sinar tak perduli dan cuek saja terhadap Heng Bi činjin yang merah mendengar itu. Tosu inipun tak percaya suhengnya pernah bermain gila di luar. Masa ketua kun-lun harus berbuat seperti itu. Tapi ketika mereka sudah di ruang dalam dan siap membuka pintu tiba-tiba Bi Wi Cin-jin berkata agar sutenya di situ dulu, hal yang membuat tosu ini mengerutkan kening.

"Pinto akan masuk ke dalam, melapor, apakah sekarang boleh masuk. Harap sute jaga dulu mereka ini!"

Kecurigaan Heng Bi Cinjin muncul. Biasanya, kalau ada sesuatu tak pernah ia ditinggal suhengnya itu. Sekarang tiba-tiba ia disuruh di luar dan suhengnya masuk. Apakah ada yang istimewa hingga ia tak boleh tahu? Namun ketika Bi Wi Cinjin bergerak masuk tiba-tiba saja terdengar seruan agar semua yang di luar masuk saja ke dalam.

"Tak perlu meninggalkan sute di luar. Silakan semua saja masuk, Bi Wi-sute, biarkan Heng Bi-sute tahu!"

Bi Wi Cinjin terkejut. Sebenarnya ia hendak melindungi muka suhengnya itu dari sutenya sendiri, Biarlah rahasia ini tetap diketahui mereka berdua, tidak orang lain. Tapi ketika suhengnya sudah menyuruh seperti itu dan tak ada alasan untuk menolak terpaksa iapun membalik dan mempersilaken semuanya masuk.

"Suheng meerintahkan kita. Baiklah semua ke dalam dan dengarkan titahnya."

Leng Nio terkekeh. Tanpa sungkan-sungkan ia masuk dan terlihatiah Kim Cu Cinjin di tengah ruang bersila dan duduk dengan tenang meskipun wajahnya sedikit pucat. Heng Bi merasa heran melihat ketuanya itu sedikit menggigil, ada tanda-tanda suhengnya tidak beres! Tapi karena ia pun masuk dan berempat duduk di situ, menutup pintu ruangan maka Leng Nio berseru denggan suaranya yang nyaring melengking. Wajah Kim Cu cinjin sudah menua namun bentuk dan garis-garis wajah itu tentu saja tak dilupakan.

"Thian Cu, aku membawa puteramu Leng Houw. Lama kita tak bertemu tapi kuharap kau bertanggung jawab atas perbuatan kita duapuluh enam tahun lalu. Aku membawanya untuk kuserahkan kepadamu!"

Berubahlah wajah Heng Bi Cinjin. Ia melihat ketuanya tersentak dan menegang, batuk-batuk tapi lalu menengadahkan mukanya lagi. Dan ketika sejenak suhengnya itu berkaca-kaca, tertegun dan memandang wanita itu maka keluarlah kata-katanya yang tersendat,

"Leng Nio, tak kusangka sekian tahun kau ingat juga kepadaku. Sebenarnya aku sudah merobah sepak terjangku yang lalu, kini hidup sebagai pendeta dan tak ada hubungan dengan urusan rumah tangga. Tapi karena kau menuntut tanggung-jawab dan apa maumu selain ini biarlah kau katakan sekalian agar dua suteku ini mendengar."

"Suheng..." melompatlah Heng Bi Cinjin. "Kau... kau mengakui kata-kata wanita ini? Itu bukan fitnah?"

"Hik-hik, siapa bilang fitnah!" wanita itu melompat dan berseru pula. "Suhengmu dan aku ada hubungan sejak lama, Heng Bi Cinjin. Tanya saja kepadanya kalau aku dusta."

"Benar, itu bukan fitnah," Kim Cu Cinjin mengangguk dan tampak lemah "Perbuatan busuk selamanya memang tak mungkin ditutupi, sute, sekali tempo ketahuan juga. Sudahlah kau duduk kembali dan dengarkan apa permintaan wanita ini!"

Heng Bi Cinjin pucat dan merah berganti-ganti. Kini ketuanya mengakui sendiri dan itu amat hebat sekali baginya, lain dengan Bi Wi Cinjin yang memang sudah tahu, termenung dan tampak diam akan tetapi segera wakil Kun-lun ini menarik lengannya. Dengan bisikan lembut dan ketenangan mengherankan tosu itu menyuruh sutenya duduk, Heng Bi gemetar dan akhirnya duduk lagi. Lalu ketika Kim Cu Cinjin meramkan mata dan tampak terpukul, sungguh ini aib memalukan maka Leng Nio justeru terkekeh melihat ketua Kun-lun dan adik-adiknya itu merah pucat berganti-ganti.

"Heng Bi, Kim Cu Cinjin dahulunya adalah Thian Cu, kekasihku. Kalau aku sekarang datang adalah karena mengingat nasib puteraku ini. la harus bertemu ayahnya, meminta tanggung jawab. Kalau suhengmu sudah menerima maka cukup bagiku dengan semuanya ini. Aku tak minta apa-apa lagi!"

"Dan suheng menerima anak muda ini?" Heng Bi terbelalak, masih merah padam.

"Aku tak dapat mengelak tanggung jawabku, sute, apa boleh buat."

"Tapi suheng adalah ketua Kun-lun!"

"Pinto dapat melepaskan kedudukan pinto."

"Suheng!" Heng Bi dan Bi Wi sama-sama terkejut. "Apa artinya ini, masa untuk persoalan begitu harus melepaskan kedudukan. Suheng dapat menolak wanita ini, siapa tahu bukan keturunanmu!"

"Apa kau bilang?" Leng Nio wanita itu melengking. "Keparat, jaga mulutmu Heng Bi. Puteraku adalah darah daging suhengmu. Jangan mengelak tanggung jawab dengan mencari sesuatu secara mengada-ada!"

Kim Cu Cinjin berkerut kening, sejenak tertegun. Tapi melihat betapa Leng Nio hendak menyerang sutenya, pemuda itu juga bersiap dengan muka merah maka tosu ini mengulapkan lengan. "Sute, Leng Nio, berhentilah bertengkar. Pinto tidak mengingkari perbuatan pinto. Karena ini adalah urusan pinto biarlah pinto selesaikan. Pinto sudah bicara, pinto siap bertanggung jawab!" lalu melihat dua orang itu terbelalak kepadanya tosu inipun berkata lagi, kali ini kepada bekas kekasihnya itu,

"Dan kau, permintaanmu sudah kupenuhi Leng Nio, tapi tak pantas sekarang ini pinto menerimamu begitu. Pinto hendak bicara kepada semua murid, pinto tak ingin lagi menyimpan rahasia. Kalau Kun-lun dapat menerima ini maka pinto dan puteramu dapat tinggal disini. Tapi kalau mereka menolak maka pinto akan melepaskan jabatan dan pinto menerimanya bukan sebagai ketua Kun-lun."

Tegaslah kata-kata ini. Heng Bi Cinjin terbelalak memandang ketuanya itu sementara Bi Wi Cinjin juga terkejut dan berubah. Kim Cu Cinjin dengan gagah dan jantan menerima hasil perbuatannya! Juga tak malu dan tak segan untuk membuka borok sendiri di depan para murid. Betapa gagahnya ketua Kun-lun-pai ini, betapa jarangnya mencari pria seperti ini. Dan ketika tatapan matanya tak dapat dipengaruhi lagi, kata-katanya tegas berwibawa maka dia berkata bahwa sebaiknya ibu dan anak pulang dulu.

"Pinto hendak menyelesaikan ini dengan murid-murid Kun-lun juga tokoh dan pimpinan yang lain. Pinto akan membuka kebusukan pinto yang sudah terbuka itu, pergilah dan pulanglah dulu dengan puteramu nanti tiga empat hari lagi datang!"

"Kau tak akan melarikan diri, bukan?"

Heng Bi Cinjin bergerak, tahu-tahu mencengkeram pundak wanita itu. "Jaga mulutmu kalau bicara dengan suheng, wanita siluman. Kim Cu-suheng bukan pengecut yang melarikan diri dari perbuatannya. Lihat bukti dan sikapnya sekarang ini!"

Leng Nio terkejut. la tak sempat mengelak serangan ini dan nmenjerit. Cengkeraman Heng Bi Cinjin seperti tanggem api, tosu itu begitu marahnya hingga jari-jarinya berkerotok. Tapi ketika wanita itu menendang dan Bi Wi Cinjin menarik tangannya, terlepaslah wanita itu maka Leng Nio terhuyung melihat baju pundaknya terbakar, pucat!.

"Heng Bi, kau tosu busuk yang amat kubenci. Kalau tidak ada ketuamu di sini tentu aku mengadu jiwa denganmu. Jangan sombong, aku boleh kalah tapi tak takut kepadamu!"

Bi Wi Cinjin mengebutkan lengan bajunya. "Ribut-ribut ini tak perlu lagi. Suheng sudah bicara. Mari keluar dan pinto antar sampai pintu gerbang!"

Kim Cu Cinjin menggigil. Ia tak menyangka hasil perbuatannya dua puluh enam tahun lalu berakibat memalukan seperti ini . Dalam kedudukannya sebagai ketua partai terkenal tiba-tiba ia diseret ke lembah hina, skandal cinta! Tapi karena ia tosu yang matang dan wataknya bijak mengambil keputusan maka guncangan itu diterima dengan lapang dada meskipun pedih!

Kim Cu Cinjin membiarkan Bi Wi sutenya membawa wanita dan puteranya, menahan Heng Bi agar tetap di situ. Lalu ketika wanita itu berkelebat dan keluar ruangan, merasa menang maka murid-murid Kun-lun yang melihat wanita ini terheran-heran dan berkerut kening karena wakil mereka tampak mengantar sendiri tamu-tamu pengacau itu.

"Biarkan mereka pulang, urusan sudah selesai!"

Tak ada yang mengganggu mendengar kata-kata Bi Wi Cinjin ini. Leng Nio tertawa mengejek dan berkelebat keluar pintu gerbang, puteranya menyusul tapi begitu mereka pergi segera tosu ini memerintahkan agar pintu ditutup lagi. Semua murid disuruh masuk ke dalam, berkumpul di pendapa. Lalu ketika Bi Wi Cinjin berkelebat dan lenyap di dalam maka Kim Cu Cinjin sudah memutuskun bahwa aib itu harus dibongkar, tak ada gunanya lagi ditutupi karena Leng Nio telah mencoreng secara terang-terangan.

"Pinto bukan pengecut. Peristiwa dua puluh enam tahun lalu telah diketahui anak-anak murid, sute, pinto tak perlu menyangkal. Suruh semua murid berkumpul dan adakan sidang darurat karena pinto tak mau menyeret-nyeret Kun-lun!"

"Suheng mau berbicara apa. Kalau masalah itu tak usah diketahui semua murid, suheng, cukup beberapa saja di antara kami sebagai pembantu-pembantu dekatmu. Betapapun kami harus melindungi mukamu!"

"Hm terima kasih. Tapi lama-kelamaan borok ini terdengar juga, sute. Daripada dibumbui dan bertambah yang tidak-tidak lebih baik pinto beberkan sekarang. Pinto hendak menyerahkan apakah pantas atau tidak menjabat ketua partai. Pinto pribadi hendak meletakkan kedudukan!"

"Suheng!"

"Tidak, cukup, sute. Ini perintah. Laksanakan dan beri tahu kalau semua orang sudah berkumpul!"

Gegerlah murid-murid Kun-lun. Berita itu menyebar dari mulut ke mulut dan semua orang terguncang. Apa yang semula diragukan ternyata benar, ketua mereka bukan orang yang bersih, setidak-tidaknya dua puluh enam tahun lalu. Lalu ketika sidang dibuka dan Kim Cu Cinjin berdiri di tengah murid-muridnya ini maka dengan suara serak dan muka sedih ketua Kun-lun ini menyatakan pengunduran dirinya.

"Pinto sudah dibeset kulit muka pinto hari ini, pinto tak menyangkal bahwa kedatangan wanita itu benar. Dan karena pinto tak layak memegang jabatan lagi maka hari ini pinto putuskan untuk mengundurkan diri, anak-anak. Pilihlah pengganti pinto menduduki jabatan ketua partai yang pantas. Pinto sendiri menunjuk Bi wi Cinjin!"

Meledaklah tangis dan jerit tertahan disana-sini. Bi Wi Cinjin yang sejak tadi tak bersuara mendampingi ketuanya tiba-tiba tergetar. Tosu ini melihat betapa suhengnya adalah seorang laki-laki gagah, demikian gagah dan jujur hingga tak malu-malu mengakui kesalahannya di depan murid muridnya. Kalau saja suhengnya bukan seorang ketua partai tentu tak seberat ini jadinya.

Kun-lun tak perlu dibawa-bawa karena urusan dapat dipikul sebagai pribadi bukan menyangkut ketua. Dan Kun-lun adalah partai yang memegang teguh peraturan. Sudah tertulis di situ bahwa ketua partai hurus seorang yang bersih, bijak dan pandai memimpin anak murid serta memberi contoh-contoh yang baik.

Kini tiba-tiba saja urusan itu mencoreng muka padahal suhengnya sudah menduduki jabatan ketua partai. Dan karena satu-satunya jalan utama harus mundur. Aib kalau masih memegang jabatan maka semua murid tak dapat berkata-kata sementara penunjukan Bi Wi Cinjin tadi tepat, tosu ini adalah wakil partai.

Akan tetapi Bi Wi Ci tiba-tiba bergerak. Membungkuk di depan ketuanya, maka berkatalah tosu itu bahwa dirinyapun tak pantas menduduki jabatan ketua, dia bukan orang yang tepat. Lalu ketika semua orang terkejut dan Heng Bi memandangnya terbelalak maka tosu Inipun memberikan alasannya.

"Sebenarnya pinto adalah satu-satunya orang yang telah mengetahui masa silam Ketua. Namun karena masa silam sudah diperbaiki Kim Cu suheng dengan perbuatan-perbuatan baik yang nyata maka pinto tak memasukkan itu sebagai ganjalan, apalagi mendiang sesepuh kita supek Kun-lun Lojin membawa sendiri Kim Cu suheng, karena pinto telah melindungi dan menyembunyikan masa silam suheng maka sedikit atau banyak pinto orang berdosa. Pinto bukan orang bersih juga, karena itu pinto menolak jabatan ketua ini dan menyerahkannya kembali kepada yang berhak."

Terkejutlah murid-murid Kun-lun. Heng Bi Cinjin yang sejak mula heran dan aneh kenapa di ruangan dalam tadi suhengnya bersikap begitu tenang tiba-tiba menjadi maklum bahwa kiranya oleh sebab inilah suhengnya itu bersikap adem. Suhengnya ternyata sudah mengetahui sepak terjang ketua namun melindungi dan diam saja.

Ini bisa diterima sebagei rasa kesetiaan seorang sute. Tapi karena semuanya suduh terbuka dan betapapun itu salah, Heng Bi berkerut-kerut maka iapun bangkit menyatakan pendapat, melihat bahwa sesungguhnya suheng-suhengnya ini orang-orang bijak yang jujur dan gagah.

"Ji-wi suheng (suheng berdua), ternyata setelah kami mendengar semua ini maka didapat kesimpulan bahwa sesungguhnya ji-wi adalah orang-orang jujur yang jantan. Di dalam peraturan kita terdapat ketentuan bahwa seorang ketua partai haruslah yang paling tinggi kepandaiannya, lalu bijak dan baik, jujur. Kalau terdapat sesuatu yang mengganjal dengan ketua atau tokoh partai maka diabil keputusan bersama. Kini ada ganjalan dengan ketua kita, duri dalam daging itu. Tapi kalau semua murid menghendaki dan masih dapat menerima ketuanya maka kedudukan tak perlu dilepas. Nah, pinto ingin menyadarkan Kim Cu suheng boleh saja melepaskan kedudukan namun kalau para murid memilihnya kembali maka ganjalan di anggap tak ada. Pinto sebagai orang pertama yang ingin melantangkan suara bahwa Kim Cu suheng masih pantas menduduki jabatannya. Kim Cu suheng ternyata seorang laki-laki gagah yang ksatria dan jantan serta mengakui tanggung jawabnya. Pinto ingin menetapkarn bahwa jabatan ketua biar tetap dipegang Kim Cu suheng saja!"

"Setuju...!"

"Akur...!"

Teriakan tiba-tiba menggegap-gempita. Para murid yang semula bingung dan tak tahu harus berbuat apa mendadak bersorak dan bertepuk tangan. Betapapun mereka melihat bahwa ketua mereka itu memang orang yang jujur dan jantan, ini sikap berbobot yang patut diperhitungkan. Maka ketika semua berteriak dan Heng Bi Cinjin berseri-seri, Bi Wi Cinjin juga terkejut namun mengangguk-angguk gembira maka Kim Cu Cinjin sendiri tertegun dan membelalakkan mata.

"Ah, pinto tak merasa pantas lagi sute menduduki jabatan ini"

"Semua murid sudah setuju. Perasaan pribadimu harus dikesampingkan kalau semua mendukung, suheng, kecuali kalau kau sakit atau tak mampu melaksanakan tugas. Kau sehat, kau masih segar. Kami tetap mendukungmu sebagai pimpinan kami. Hidup Kim Cu suheng!"

"Hidup ketua...!"

Bengonglah ketua Kun-lun ini. Tiba-Tiba kedua matanya basah dan tak terasa tosu ini meremas-remas kesepuluh jarinya. Teriakan dan sorakan para murid menggetarkan pendapa lagi. Dan ketika Bi Wi Cinjin bergerak dan memeluknya pula maka wakil pimpin. inipun berseri-Seri.

"Suheng, pinto juga mengacungkan tangan. Pinto setuju. Kau tetep memegang tampuk pimpinan!"

Hampir saja Kim Cu Cinjin menangis. la begitu terharu dan meramkan mata membalas pelukan sutenya ini. Ia begitu terharu oleh sorak dan teriakan anak murid. Ia tetap dipilih lagi. Dan ketika hari itu diputuskan bahwa Leng Houw harus menjadi murid Kun-lun pula, murid bukan tosu maka Kim Cu berdebar menunggu kedatangan ibu dan anak itu. Kun-un ternyata telah dapat menghapus semua kesalahannya dan menganggup peristiwa lalu sebagai mimpi buruk saja.

Akan tetapi Kim Cu Cinjin benar-benar sial. Dua hari sejak ia "diangkat" kembali memegang tampuk kekuasaan datanglah malapetaka baru. Kali ini adalah seorang gadis muda bersama seorang pemuda baju hitam. Waktu itu matahari sudah berada di tengah. Pintu gerbang juga dibuka dan Kun-lunpun siap menerima orang.

Maka ketika dua orang muda itu datang dan bicara ingin bertemu ketua, sikapnya kaku dan menimbulkan kecurigaan maka tosu penjaga bertanya apa keperluannya. "Keperluanku tak dapat kuceritakan disini, amat pribadi. Katakan saja bahwa puteri si Kupu Terbang Bwee Ci minta menghadap."

Berkerutlah alis tosu penjaga, saling lirik dengan tiga temannya yang lain.

"Nona," katanya tenang. "Kami murid-murid Kun-lun tak akan berani mengganggu ketua kalau tidak mempunyai alasan tepat. Bagaimana kami menyampaikannya kalau kau tak mau memberitahukan maksud kedatanganmu.”

"Cerewet! " gadis itu tibu-tiba membentak. "Bukankah sudah kukatakan bahwa urusanku bersifat pribadi? Sampaikan dan katakan kepada ketua bahwa puteri Si Kupu Terbang Bwee Ci minta menghadap, tosu bau. Cukup dan ketuamu akan mengerti!"

Marahlah tosu penjaga ini. Gadis itu bersikap kasar dan tidak baik-baik lagi. la sebagai lelaki tentu saja merasa terhina. Maka ketika ia tertawa mengejek dan melintangkan tangan, berkata bahwa sebaiknya gadis itu kembali maka iapun membalas dengan kata-kata kasar,

"Ketua tak ada di sini, kalau ingin urusan boleh dengan kami. Nah. pergi atau katakan maksudmu, nona. Atau kami menghajarmu dan mengusirmu keluar"

"Singg!" gadis itu mencabut pedang, menyerang dan tiba-tiba menusuk. "Kalau begitu kaulah yang enyah tikus busuk. Diminta baik-baik ternyata banyak tingkah!"

Tosu ini terkejut. la mengelak akan tetapi dikejar, mencabut senjatnya pula tapi lawan tertawa mengejek. Dan ketika ia menangkis dan pedang terpental, pemuda baju hitam itu berkelebat maju maka pemuda ini menampar pundaknya dengan amat cepat sekali.

"Hui-moi, agaknya tak perlu lagi kita melayani tikus-tikus busuk ini. Robohkan dan masuk seccepatnya!"

Tosu itu berteriak. Bagai dipukul besi panas ia tertampar pundaknya, roboh dan terkena babatan pedang dan saat itu pemuda itu sudah berkelebatan ke tiga rekannya yang lain. Berturut-turut dan cepat sekali pemuda ini merobohkan kawan-kawannya. lalu ketika mereka terbantirg dan mengeluh maka dua muda-mudi itu berkelebat den masuk ke dalam.

"Awas, ada maling masuk!"

Seorang murid lain, yang kebetulan hendak mengantar makanan dan melihat itu berteriak tergopoh-gopoh. Makanan dilempar dan sebagai gantinya murid ini menyambar sebuah toya kuning. Dari dalam muncul murid- murid lain dan dicegatlah dua muda-mudi itu.

Akan tetapi ketika dengan gampang gadis dan pemuda itu merobohkan mereke, si pemuda berseru agar temannya menyimpan pedang maka dua orang ini terus masuk dan berlari cepat, merobohkan dan meninggalkan murid- murid yang terpelanting.

"Kami mencari Kim Cu Cinjin, mana dia dan suruh keluar!"

Ributlah para tosu mengejar dan berteriak-teriak. Mereka jatuh bangun menghadapi dua muda-mudi ini dan harus diakui bahwa mereka lihai. Dengan tangan kosong saja gadis dan pemuda baju hitam itu meroboh-robohkan mereka. Akan tetapi karena yang dihadapi adalah murid-murid biasa dan belum para pimpinan akhirnya dua orang ini keluar masuk ruangan, tibalah mereka di sebuah taman dimana Para murid sudah mengepung dan tak memmbiarkan mereka lolos. Ceng Tek murid Bi Wi Cinjin itu muncul.

"Robohkan mereka, jangan biarkan lolos!"

Dua orang itu tertawa dingin. Gadis cantik itu mendoyongkan tubuh mengelak dua batang pedang sementara pemuda baju hitam menghantam dada seorang tosu. Yang dihantam menjerit dan terjengkang. Tapi ketika Ceng Tek berkelebat dan menangkis serangan pemudai ini, yang mengejar dan hendak membahayakan tosu lain maka Ceng Tek murid Bi wi Cinjin yang lihai ini membentak,

Gadis cantik itu mendoyongkan tubuh mengelak dua batang pedang sementaca pemuda baju hitam menghantam dada seorang tosu.

"Siluman dari mana mengacau perguruan orang. Berhenti dan lihatlah aku. Siapa kalian... dukk!" dua lengan bertemu kuat.

Pemuda baju hitam terpental dan terkejut sementara lawan-lawan yang lain mundur. Setelah Ceng Tek muncul dan menghadapi dua orang ini maka pemuda dan gadis itu terbelalak marah, pemuda itu masih terhuyung du Namun ketika ia tegak kembali dan bersinar-sinar, Ceng Tek mengerutkan kening maka gadis itu, yang rupanyu lebih berkepentingan menjawab, seruannya nyaring dan tinggi.

"Kami ingin menghadap Kim Cu Cinjin. Aku puteri si Kupu Terbang Bwee Ci. Siapa kau, apakah wakil pimpinan partai!”

“Hm Bukan, aku hanya murid biasa. Nama pinto Ceng Tek. Kalian memaksa menghadap ketua ada urusan apa, nona. Betapa pun Kun-lun mempunyai peraturan sendiri yang harus dihormati orang luar, biarpun dia itu tamu agung!"

"Bagus, aku mempunyai urusan pribadi. Tak layak sebenarnya kukatakan di sini dan harap kalian panggil saja ketua kalian itu!"

"Hm, Kun-lun tak gegabah menerima tamu tak dikenal. Urusan pribadimu kusangsikan, nona. Sebutkon saja dan nanti kusampaikan." Ceng Tek tertawa dingin.

"Kau memaksa?"

"lni peraturan kami...!"

"Baiklah, aku menuntut tanggung jawab ketuamu yang dua puluh tahun lalu melarikan ibuku Bwee Ci. Ibu mengandung, aku dilahirkan. Sekarang aku ingin menemui ayahku yang tak bertanggung jawab itu dan cukupkah keterangan ini!"

Bukan main pucatnya Ceng Tek. Murid-murid lain, yang tak menyangka dan menduga itu tentu saja káget dan terkejut sekali. Sungguh tak diduga bahwa pimpinan mereka terlibat skandal lagi, padahal baru dua hari lalu "diampuni". Maka ketika murid-murid menjublak sementara Ceng Tek berubah mukanya, gedis itu telah bicara blak-blakan maka tosu ini tak dapat berkata-kata dan sejenak ia terpaku dan melotot ke depan.

Akan tetapi tiba-tiba tosu ini sadar. la mendadak merasa bersalah telah memaksa gadis itu mengakui di depan banyak murid, tahu begini mungkin ia membawa saja gadis itu ke dalam. Kun-lun tak boleh menerima aib lagi. Maka membentak la bersikap tidak percaya iapun berkelebat dan menampar kepala gadis itu.

"Bohong, enak saja kau mengaku-aku, menghina ketua kami. Robohlah, dan kuringkus menghadap pimpinan!"

Namun gadis ini tertaWa mengejek. Melihat tosu itu menamparnya dan bergerak cepat iapun mengelak dan meloncat ke kiri. Gerakannya tak kalah cepat dengan tosu itu. Dan ketika si tosu membalik dan menyerang lagi maka pemuda baju hitam bergerak den menghantam punggung Ceng Tek.

"Tosu bau tak tahu sopan santun. Kalau kau tidak percaya sebaiknya hadapkan kami kepada ketuamu, bukan menyerang dan bersikap pengecut!"

Ceng Tek terkejut. la membalik dan menangkis nàmun kali ini ia terhuyung, posisinyu kalah baik. Dan ketika gadis itu melengking merasa marah, lawan tak mau membawanya menghadap Kim Cu Cinjin maka ia pun menyerang dan menghantam pundak tosu itu.

"Plak-dess!"

Ceng Tek terdorong. Diserang dari kiri kanan membuat tosu ini kewalahan, Untunglah gerakannya cepat dan sebagai murid Bi Wi Cinjin ia cukup lihai. Ceng Tek adalah murid kepala yang biasanya mewakili guru atau paman gurunya kalau ada apa-apa. Maka begitu membentak dan mengatur kedudukan kakinya iapun membalas dan menangkis lewan, dikeroyok dan sudah menghadepi lawan yang beterbangan mengelilingi dirinya.

Gerakan gadis itu benur-benar seperti kupu-kupu terbang dan ringannya kaki itu berkelebatan menunjukkun ilmunya yang matang. Tak aneh karena si Kupu Terbang Bwee Ci adalah wanita lihai dari selatan, dibujuk dan menjadi kekasih Kim Cu kemudian meninggalkan suaminya yang saat itu sedang tergila-gila dengan wanita lain. Inilah kenakalan Kim Cu Cinjin semasa mudanya, ia sekarang harus menerima akibat.

Dan ketika tiga orang itu bertanding namun Ceng Tek akhirnya mampu melindungi diri, membalas dan melepas pukulan-pukulan cepat maka dua orng itu tak dapat mendesaknya dan perlahan tetapi pasti tosu ini bahkan mendesak lawan.

"Keparat!" gadis itu mencabut pedang. "Tosu ini sombong namun lihai. Yu-ko, cabut senjata dan biar kita mengadu jiwa!"

Pemuda baju hitam mengangguk. Setelah berkali-kali beradu tenaga dan merasa lengannya pedas, bahkan kesakitan maka maklumlah pemuda itu bahwa tosu di depannya ini betul-betul lihai. la tak tahu siapa sebetulnya lawannya ini dan ragu-ragu. Kalau para pimpinannya belum maju padahal ini hanya seorang murid saja maka dapat dibayangkan kelihaian tokoh-tokoh Kun-lun.

Ceng Tek melakukan perlawanan dengan Khong-san-jeng-kin nya, ia mendesak dan menekan. Dan ketika ujung lengan bajunya itu mulai melebar dan meniupkan angin pukulan kuat, inilah andalan Kun-lun maka Ceng Tek merasa gembira lawan dibuat terpental. Akan tetapi gadis itu tiba-tiba mencabut pedang. Membentak dan berseliweran naik turun gadis ini melengking dan menyambar-nyambar. Gerak pedangnya cepat dan hebat juga.

Dan ketika pemuda baju hitam itu juga mencabut pedangnya dan mengeroyok dengan seruan keras, para murid hendak maju namun Ceng Tek melarang adik-adiknya maka sebagai murid Kun-lun yang juga memiliki Kun-lun Kiam-sut (Ilmu Pedang Kun-lun) tosu ini mengeluarkan senjatanya pula.

"Bagus-bagus, mari main-main dengan senjata. Tapi awas senjata tak bermata... Cring-cranggg!"

Pertemuan dua pedang memuncratkan titik bunga api, tosu ini ternyata lihai pula dan lawan terkejut, gadis itu terhuyung. Namun ketika ia maju lagi dan tak memperdulikan telapaknya yang pedas, Ceng Tek benar-benar murid pilihan maka tosu ini melayani dan berkelebatan pula. Tampaklah bahwa tosu ini benar-benar lihai.

Sebagai murid Bi Wi Cinjin yang merupakan tokoh nomor dua maka tosu ini dapat mengimbangi lawan. Bahkan pedangnya mulai melebar dan mengurung dua pedang di tangan lawan. Dan ketika tosu itu berkelebatan cepat menekan dan mendesak lawan akhirnya pemuda baju hitam terpukul keras dan pedangnya terlepas.

"Tranggg...!"

Pemuda itu pucat. Melempar tubuh bergulingan menyambar pedangnya kembali, menyerang dan membalas namun kali ini gadis temannya terpekik kaget. Pedang di tangan gadis itu ganti mencelat. Dan ketika Ceng Tek membentak dan dan memutar pedangnya dua kali maka cahaya pedang menghantam dua orang itu hingga si gadis cantik menjerit karena baju pundaknya robek, pemuda baju hitam mengeluh karena terpelanting dan melempar tubuh lagi. 

"Cukup!" sebuah bayangan berkelebat, mengebut pedang di tangan Ceng Tek. "Gadis ini benar, Ceng Tek, ia puteri si Kupu Terbang Bwee Ci. Biarkan menemuiku dan hentikan pertandingan ini!"

Ternyata ketua Kun-lun muncul. Kim Cu Cinjin tampak gemetar sementara bayangan-bayangan kembali berkelebat, itulah Heng Bi dan Bi Wi Cinjin. Dan ketika gadis itu memungut pedangnya sementera si pemuda juga tertegun meloncat bangun, terhuyung maka tampak wajah pemuda ini gentar.

"Pinto adalah Kim Cu Cinjin, orang yang kalian cari. Dan kau persis ibumu si Kupu Terbung. Baiklah, apa yang kau kehendaki dari pinto, nona. Siapa namamu dan apa yang kau bawa."

Gadis ini tergetar. Murid-murid Kun-lun memandang terbelalak sementara Kim Cu Cin mengeraskan hatinya. Tampaklah tosu ini gemetar berdiri, Ia memandang gadis itu lekat-lekat. Lalu ketika gadis itu sadar dan mengeluarkan sesuatu maka ia melompat dan menyerahkan sebuuh surat kepuda tosu itu.

"Aku Bwee Hui yang merasa ditelantarkan ayah. ibuku titip surat ini untuk kau baca. Terimalah!"

Kim Cu menerima. la tak perduli sikap si gadis yang kasar dan kurang hormat, kemarahan memang membayang diwajah yang cantik itu. Lalu ketika tosu ini membuka dan membaca surat itu, menggigil maka ketua Kun-lun inipun memejamkan mata, bergoyang dan akhirnya mendekapkan surat itu ke dadanya.

"Tuhan Yang Maha Agung! Menanam bibit akan menuai buahnya. Siancai, semua ini pinto terima, Bwee Hui, ibumu menuntut tanggung jawab pinto. Baiklah, datanglah dua tiga hari lagi karena pinto akan menyelesaikan urusan pinto dengan Kun-lun!"

Gadis itu tertegun. Tadinya matanya berapi-api dan siap mengadu jiwa dengan siapapun. Ibunya mengatakan bahwa ayahnya kini menjadi ketua Kun-lun lari dari tanggung jawab dan ia harus dituntut. Sebelum pergi ibunya sudah memberi tahu tentang ayahnya ini, seorang laki-laki yang digambarkan pengecut dan lari dari tanggung jawab. Ia siap mengadu jiwa dan menyerang ayahnya ini. Tapi ketika sang ayah meramkan mata dan justeru gemetar, dua titik air mata membasahi pipi yang kusut itu maka tergetarlah gadis ini dan tak terasa ia menyebut lirih,

"Ayah...!"

Kim Cu memeluk dan menerima puterinya ini. Lain Leng Houw lain pula Bwee Hui. Gadis ini tersedu dan sudah menubruk ayahnya itu. Bentuk hidung dan alisnya yang mirip Kim Cu Cinjin tak diragukan orang. Maka ketika Kim Cu juga merasa yakin dan menerima puterinya itu, meledaklah keharuan murid-murid di situ maka sejenak tosu ini menerima kebahagiaan sekaligus pukulan batin. Kim Cu mengusap-usap rambut puterinya itu sementara bibir berulang-ulang memuji nama Tuhan.

Akan tetapi batuk Bi Wi Cinjin menyadarkan tosu ini. Kim Cu terkejut dan mendorong puterinya. Para murid terbelalak dan ada heran serta tak senang. Masa ketua mereka dua kali terlibat cinta. Sungguh memalukan! Dan ketika tosu itu sadar lalu membalik menghadapi sute dan murid-muridnya maka Kim Cu Cin-jin berseru bahwa kali ini ia benar-benar meletakkan jabatan.

"Pinto benar-benar memalukan Kun-lun. Bagaimana kelak pinto bertemu arwah leluhur dan sesepuh kita. Tidak, hari ini pinto tak mau menduduki jabatan ketua lagi, sute. Cukup berat pukulan ini bagi pinto. Sekarang saja pinto katakan bahwa pinto mengundurkan diri, kalian carilah pengganti baru dan pinto memilih Bi Wi sute!"

Bagai tersentak murid-murid membelalakkan mata. Kim Cu Cinjin sudah mengakui dan hebat itu bagi mereka. Ekor dari peristiwa lama tak terelakkan lagi. Dan karena Kun-lun benar-benar tertampar dan para murid bengong melenggong, Bi Wi menarik napas panjang sementara Heng Bi Cinjin merah dan pucat berganti-ganti maka tosu ini maju membungkuk.

"Suheng, sungguh keterlaluan sekali sikapmu dulu. Rasanya para murid tak dapat menerima lagi. Maafkan kalau pinto menyatakan penyesalan dan kekecewaan. Kau benar, rasanya paling tepat memang harus mengundurkan diri. Maaf!"

"Aku sudah mengakui, dan justru semakin berat. Terus terang saja pinto katakan di sini bahwa di masa muda bukan hanya dua wanita yang pinto kecewakan, Sute, melainkan tiga. Pinto tak dapat menerima ini lagi kalau masih menjadi ketua partai. Pinto ingin mundur demi nama baik Kun-lun!"

Terpaku dan terkejutlah semua orang. Kini Kim Cu Cinjin mengakui semua perbuatannya, bukan dua wanita yang dilukai melainkan tiga. Bagaimana kalau yang satunya lagi muncul, betapa semakin malunya Kun-lun! Maka tepat bahwa tosu itu mengundurkan diri, kali ini tak ada alasan untuk mempertahankan lagi akhirnya Kim Cu Cinjin resmi mengundurkan diri, meletakkan jabatan.

"Sebaiknya kau pulang dulu, pinto harus melakukan serangkaian upacara kepada ketua baru. Kembalilah dua tiga hari lagi, Hui-ji (anak Hui), aku tak akan pergi dan menunggumu di sini. Pinto akan menjadi manusia biasa lagi!"

Bwee Hui tersedu-sedu. Sama sekali tak disangkanya ayahnya ini adalah seorang laki-laki gagah perwira. Dengan ksatria dan penuh kejujuran ayahnya itu melepaskan diri dari kedudukan ketua partai. Ayahnya ternyata seorang jantan! Dan ketika Ia menangis tak mau pergi, pemuda baju hitam itu menyentuh pundaknya maka Kim Cu teringat pemuda ini.

"Siapa kau, ada hubungan apa dengan Bwee Hui."

"Siauwte Yu Kam tunangan Hui-moi Siauwte mengantar gadis ini agar bertemu denganmu, totiang, mewakili ibunya. Ternyata kau begitu bertanggung jawab dan tidak kami sangka. Maafkan siauwte yang semula berprasangka buruk."

"Hm-hm, kau pemuda selatan juga?"

"Benar...!"

"Baiklah, bawa puteriku keluar dan tiga hari lagi kalian kembalilah."

"Tidak, tidak! Aku tak mau berpisah lagi denganmu, ayah. Kalau di sini akan ada upucara penggantian ketua baru biarlah aku menyaksikan. Aku tak mau pergi!"

"Puterimu dapat menjadi tamu," Bi Wi Cinjin berkata dan menarik napas dalam-dalam "Aku tak dapat menolongmu lagi suheng, maaf. Tapi kau dapat tetap tinggal di sini lagi sebagai penasihat luar biasa. Peraturan undang-undang masih memungkinkan itu!"

Kim Cu tertegun. Segera dia mendorong puterinya memegang bahu sutenya, Di antara semua maka Bi Wi Cinjin inilah yang paling tahu, ia terharu. Dan karena kata-kata itu juga mengandung maksud agar ia tetap berdekatan di situ, membimbing dan melindungi Kun-lun maka tosu ini berkata, tersedak,

"Sute, kau sudah cukup banyak menolong aku, terima kasih. Entahlah aku merasa pantas untuk menerima tawaranmu atau tidak. Aku merasa malu kepada murid-murid. Jangan-jangan nanti aku membuat kekecewaan lagi!"

"Tidak, kau sudah melepaskan kedudukanmu suheng, ingin menjadi manusia biasa. Dan karena Kun-lun bukan perkumpulan yang tak tahu budi maka kebaikanmu betapapun masih dicatat. Aku mewakili semua yang di sini untuk meminta kau menjadi penasihat luar biasa. Kau masih dapat berpartisipasi kepada Kun-lun!"

"Benar...!" suara yang lain mendukung. "Kami tetap butuh bantuanmu, supek, betapapun kau boleh tinggal di sini. Kami setuju!"

Kim Cu Cinjin semakin terharu. Para murid bersahut-sahutan sementara Heng Bi Cinjin mengangguk-angguk. Tosu ini berbinar-binar. Dan ketika hari itu diambil kesepakatan untuk mengganti ketua baru, Bi Wi inilah yang dipilih maka Bwe Hui boleh tinggal di situ menemani ayahnya.

Untunglah Leng Nio dan puteranya itu belum datang. Upacara pengangkatan ketuapun dijalankan. Dan ketika beberapa hari kemudian Leng Nio juga belum muncul, Kim Cu tinggal di belakang gunung maka setelah Bi Wi Cinjin resmi menjadi ketua datanglah Li Ceng.

Tapi wajah si nyonya yang kusut dan penuh duka tak diingat lagi murid-murid Kun-lun , apalagi pakaian Li Ceng pun tak keruan, robek-robek. Dan ketika seperti biasa nyonya itu berada di pintu gerbang maka sambutan yang diterima adalah sikap garang para murid yang menyangkanya pengemis!

"He, kau. Pergi dan jangan mengotori tempat kami. Pergi!"

Li Ceng terbelalak. la lupa bahwa keadaannya kini jauh berbeda di waktu ia datang bersama kong-kongnya. Waktu itu ia masih gadis jelita yang ranum dan segar, tubuh terawat baik. Sedangkan sekarang ini ia membiarkan rambutnya riap-riapan dan tidak perduli. Meskipun tubuhnya bersih akan tetapi pakaiannya yang tidak keruan itu membuat ia mudah dicap sebagai pengemis. Ia masih cantik namun tertutup oleh kotor dan debu, wajah itu benar-benar tak dihiraukan.

Maka ketika nyonya ini terbelalak dan gusar di anggap pengemis, jelek-jelek ia murid Kun-lun dari kakeknya Lui-cu Lo Sam maka tiba-tiba tanpa ampun lagi nyonya ini berkelebat dan menampar murid yang mengusirnya itu.

"Apa kau bilang, siapa pengemis. Tutup mulutmu dan lihat baik-baik siapa aku... plak-plakk!" tosu itu terjengkang, menjerit dan menarik perhatian teman temannya dan pagi itu pintu gerbang kembali geger. Untuk kesekian kalinya lagi Kun-lun dibuat guncang.

Dan ketika wanita itu berdiri tegak sementara sepasang matanya berapi-api, Li Ceng marah sekali maka kedudukannya sebagai isteri Naga Gurun Gobi bangkit. "Siapa berani menghina aku. Maju dan biar kutampar lagi!"

Bergeraklah murid-murid Kun-lun. Sejak ada keributan di awal pertama para pimpinan menambah penjagaan. Kalau dulu dijaga empat murid saja maka kini delapan orang. Hal ini untuk membuat musuh tidak berani main-main dan mereka ini diambil dari murid-murid tingkat tiga.

Tapi ketika dengan begitu mudahnya seorang di antara mereka dibuat terjengkang, wanita gila ini menantang berkacak pinggang maka para tosu yang terbelalak dan marah dibuat bertambah gusar saja. Mereka benar-benar tak mengenal wanita ini.

"Siapa kau, mau apa. Kenapa menantang kami dan masuk ke sini!"

"Aku mau bertemu dengan ketua kalian. Kim Cu Cinjin. Awas kalau ia kuberi tahu.

"Bah!" para tosu mendapat dugaan jelek. "Kalau begitu wanita ini siluman nomor tiga itu, kawan-kawan. Ringkus dan lempar dia keluar!"

Li Ceng tak tahu peristiwa yang baru saja dialami suhengnya. la terkejut dan heran mendengar kata-kata murid Kun-lun itu, siapa yang dimaksud. Tak tahu bahwa yang dimaksud adalah bekas kekasih Kim Cu Cinjin yang nomor tiga. Melihat Li Ceng mereka menganggap wanita inilah orangnya. Dan karena Kun-lun dua kali dibuat malu, mereka marah dan menerjang maka delapan orang itu menubruk dan langsung meringkus Li Ceng.

"Wut-wut!"

Marahlah wanita ini. Li Ceng benar-benar merasa tak dihargai dan sebagai cucu Mutiara Geledek ia merase terhina. Murid- murid itu beberapa tingkat di bawahnya. Maka ketika ia melengking dan berkelebat lenyap, tentu saja tahu gerakan serangan mereka maka kakipun bergerak dan tiga di antaranya mencelat dan terbanting.

"Pergi kalian... des-des-dess!"

Semua menjerit dan berteriak. Gerakan Li Ceng adalah gerakan kilat dan dilakukan dengan kemarahan pula. Wanita ini sudah terhimpit oleh persoalan batinnya sendiri, sesak dan mudah meledak dianggap seperti itu. Maka ketika ia merobohkan tosu-tosu penjaga itu dan berdiri lagi dengan tangan berkacak pinggang delapan orang itu merintih-rintih sementara yang tiga tak dapat bergerak bangun maka lima murid itu terbelalak dan yang di atas tangga tiba-tiba melihat itu, lari turun.

"Siapa dia. Apa yang dia lakukan!"

“Siluman ini merobohkan kami. Dia siluman nomor tiga itu, suheng, mencar Kim Cu supek. Awas kakinya lihai sekali dan panggil kawan-kawan!"

Tapi yang lain sudah tahu. Tosu yang menyapu halaman dan membersihkan rumput melihat itu. Mereka berkelebatan dan mengurung wanita ini, semua tak ada yang mengenal bahwa wanita adalah isteri si Naga Gurun Gobi Peng Houw, Juga masih kerabat sendiri karena kakek wanita itu adalah sute mendiang Kun-lun Lo-jin.

Dan karena mereka sudah menduga jelek oleh dua peristiwa berturut-turut maka wajah dan pakaian Li Ceng sama sekali tak menimbulkan rasa hormat tosu-tosu muda ini, apalagi karena delapan diantara mereka dirobohkan dan dihajar.

"Tangkap wanita ini, lempar keluar pintu gerbang!"

Kemarahan Li Ceng semakin meledak. Ia tadinya tak mau perduli dan hendak terus ke dalam. la tahu. di mana pimpinan dan suhengnya berada. Tapi melihat murid-murid mengepung dan justeru berteriak menyerang maka melengkinglah wanita ni menyambut mereka.

"Baik, keroyoklah. Siapa yang akan roboh dan keluar pintu gerbang!"

Tosu-tosu terkejut. Bagai siluman saja lawan menghilang cepat. Li Ceng mengerahkan ilmunya meringankan tubuh yang membuatnya bergerak begitu cepat. Dalam pandangan para murid ia tahu-tahu lenyap. Dan ketika kaki tangan wanit itu menampar dan menendang, jerit dan pekik kesakitan susul-menyusul maka terlemparlah orang-orang itu keluar pintu gerbang.

"Bluk-bluk-bluk!"

Li Ceng membuktikan omongannya. Ia marah sekali dan menghajar murid-murid Kun-lun ini. Mereka tosu-tosu tingkat tiga yang memang bukan tandingannya. Namun ketika dari dalam muncul para tosu tingkat dua, juga yang tingkat satu maka tak ayal lagi mereka yang dihajar Li Çeng berteriak-teriak marah.

"Itu kekasih supek Kim Cu Cinjin yang hendak mengacau. Robohkan dia, bunuh!"

Li Ceng terbakar. Tiba-tiba ia menjadi gusar mendengar kata-kata itu. Kekasih Kim Cu Cinjin? la dianggap sehina itu berhubungan dengan suhengnya sendiri? Keparat, akan dia sobek mulut-mulut busuk itu, akan dia tarik lidahnya!

Maka ketika wanita ini melengking dan berkelebatan menyambut keroyokan maka bak-bik-buk suara pukulan disusul jerit dan lolong kesakitan murid-murid Kun-lun. Mereka ini menjadi bulan-bulanan dan Li Ceng bersikap ganas. Ia menghajar dan merobek mulut orang yang berteriak. Ia melampiaskan kemarahannya dengan kepalan dan kaki.

Dan ketika Ceng Tek muncul dan celakanya tidak mengenal wanita ini, rambut Li Ceng sudah riap-riapan maka murid Bi Wi Cinjin itupun membentak dan mencabut pedangnya. Lawan yang ini dianggap berbahaya, gila...!