Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 09 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 09


TERKEJUTLAH pengemis itu. Ia sengaja hendak membawa anak-anak ini ke belakang untuk diselesaikan di sana, kalaupun Hek-i Kai-pang hendak berbuat curang tak ada yang tahu. Maka ketika ia ditolak dan kedoknya serasa dibuka, dua pemuda itu gagah memandangnya maka pengemis inipun menjadi marah dan naik darah.

"Bagus, kalau begitu di sinipun tak apa, tapi kalian harus kutangkap karena menghina di depan seorang pembesar...Wut " pengemis itu berkelebat dan tahu-tahu tangan kirinya menyambar pemuda di sebelah kiri, yang kanan mencengkeram pemuda satunya akan tetapi dengan cepat dan gesit mereka ini mengelak dan menyelamatkan diri.

Serangan pengemis itu luput. Akan tetapi karena Hek-coa-Lo-kai bukan pengemis sembarangan dan ia adalah tokoh nomor tiga, membalik dan menyerang lagi maka berturut-turut dua pemuda itu akhirnya menangkis karena kaki dan tumit pengemis itu juga menyambar.

"Duk-plak!"

Dua pemuda itu terhuyung dan terbelalak marah. Hek-coa Lo-kai sudah menyambar mereka lagi dan pedangpun dicabut. Hanya dengan tangan kosong saja pengemis itu ternyata mampu mendesak mereka, cengkeraman atau tendangannya cukup berbahaya, Dan ketika dengan pedang ini dua pemuda itu menghadapi lawannya, pengemis mendengus maka Hek-coa Lo-kai tak takut dan ia menerima pedang dengan sisi telapaknya yang kuat menampar dari samping.

"Plak-plak!"

Dua pemuda itu tergetar dan tetap terhuyung. Nyata bahwa kepandaian pengemis itu memang hebat, sebentar kemudian menyambar-nyambar dan mengelilingi lawan disambut tepuk sorak penonton. Pertandingan akhirnya berjalan ramai. Dan ketika duapuluh jurus kemudian pengemis ini menguasai pertandingan, dua pemuda itu kebingungan tak mampu mengikuti akhirnya pedang terlepas dan mencelat dipukul pengemis lihai ini, disusul sebuah tendangan dan dua pemuda itu terlempar.

Mereka terbanting dan mengaduh di luar, satu di antaranya pingsan. Dan ketika dua tubuh itu berdebuk tak dapat bangun akhirnya meledak sorak-sorai tamu undangan, terutama murid-murid Hek-i-Kai-pang sendiri. Pucatlah dua orang muda lain di tempat itu. Mereka adalah gadis baju kembang dan pemuda pertama itu, Gu San.

Tadi mereka hanya menonton dan berdiri di pinggir. Maka ketika pertandingan usai sementara dua pemuda yang pingsan itu dibawa murid-murid Hek-i Kai-pang, ditangkap maka gadis dan pemuda ini tampak gentar. Satu di antara tiga tokoh pengemis ini telah unjuk gigi.

"Nah!" Hek-coa Lo-kai membersihkan pakaian mengejek dua lawannya itu. "Sekarang bagaimana kalian, anak-anak, apakah hendak membuet onar dan ingin seperti dua tikus tadi, Majulah kalau ingin Maju!"

"Aku hanya mencari Li Pang!" pemuda pertama akhirnya mengeraskan hati.

"Dan aku Son Tek!" gadis di sebelah menggigit bibir. "Kalau kau melindungi muridmu tentu saja aku tak perlu takut Hek-coa Lo-kai, betapapun aku ingin mencari kebenaran. Kalah menang adalah biasa."

"Benar, kalah menang adalah biasa," pemuda itu akhirnya mendapat keberanian. "Kalau kau melindungi orang yang kucari tentu saja aku tak perlu takut, Lo-kai. Aku mewakili ayahku yang mayatnya belum dingin!"

Pengemis itu tertawa mengejek. Setelah ia memperoleh kemenangan maka kesombonganpun muncul, sorak dan pekik penonton mulai riuh. Bahkan Gak-taijin pun tersenyum-senyum dan mengangguk, berbisik dan mendekatkan mulut ke telinga ketua Hek-i Kai-pang dan ketua pengemis itu berseri-seri. Entah apa yang dibicarakan tak ada yang tahu.

Tapi ketua itu tiba-tiba mengerahkan Coam-im- jip-bitnya kepada sang sute agar gadis itu ditangkap hidup-hidup, jangan dilukai dan biar ia roboh tertotok. Dan ketika pengemis itu memandang suhengnya mengangguk perlahan, inipun tak banyak diketahui orang maka pengemis itu sudah menggapai keduanya dengan suara merendahkan.

"Sebaiknya kalian maju saja berdua, aku tak ingin berlama-lama. Nah majulah dan kita selesaikan ini!!"

Pemuda itu menoleh ke kanan. Gadis baju kembang mengangguk dan tiba-tiba mereka seakan sudah teman sendiri, satu tujuan dan satu keinginan. Dan karena maklum bahwa Hek-coa Lo-kai bukan pengemis sembarangan akhirnya gadis itu membentak dan berkelebatlah dia menusuk lawannya itu.

"Bagus, kau sendiri yang menantang. Jaga dan hati-hati perutmu, Lo-kai, aku menyerang!"

Bau harum menyambar bersaamaan serangan ini. Pengemis itu menyeringai dan menggerakkan tangannya menampar, pedang ditangkis dari samping dan gadis itu terpental, Lagi untuk kesekian kali tokoh Hek-i Kai-pang ini membuktikan kehebatannya, ia membuat gadis itu terpekik. Dan ketika ia berkelebat dan balas menyerang maka pengemis ini lenyap dan pemuda pertama yang tadinya ragu dan agak jengah mendadak melompat dan membentak mengeroyok pengemis ini pula.

"Hek-coa Lo-kai, jaga seranganku!"

Sang pengemis tertawa. Kesombongan benar-benar menguasai hatinya dan ia menangkis, pedang terpental dan pemuda itu juga terkejut. Dan ketika ia berkelebatan dan membalas dua pemuda ini segeralah tampak bahwa kepandaian sang pengemis memang tinggi, masih di atas dua orang mudá itu.

"Ha-ha, begini saja menantang Hek-i- Kai-pang. Lihat, kalian yang harus hati-hati dan menjaga diri, anak-anak, atau pedang melukai kalian dan jangan salahkan aku!”

Dua orang muda itu gelisah. Ternyata setelah mereka menyerang dan dibalas tampaklah bahwa lawan benar-benar lihai. Tangkisan atau tamparan pengemis itu membuat telapak mereka pedas dan sakit, gadis baju kembang malah menjerit ketika pedangnya lepas.

Untunglah, dengan kesigapannya dan berkat temannya pula ia dapat berjungkir balik menyambar pedangnya lagi, pemuda itu menyerang dan menghalangi Hek-coa Lo-kai merobohkannya dengan cepat. Dan ketika pertandingan berjalan lagi namun mereka tetap terdesak, Hek-coa Lo-kai mulai menujukan serangannya kepada pemuda itu maka si gadis menjadi bebas dan tidak setertekan temannya.

"Plak-duk!"

Lutut pengemis ini menghantam perut si pemuda. Waktu itu pemuda ini menggerakkan pedang akan tetapi dengan cepat ditangkis, terpental dan saat itulah Hek-coa Lo-kai mengangkat lututnya. Cepat dan ganas pengemis ini memasukkan lututnya, si pemuda terjengkang dan pedangpun mencelat, mengaduh. Dan ketika pemuda itu tak dapat bangun lagi karena isi perutnya pecah, diam- diam pengemis ini membunuh lawannya maka gadis baju kembang terkejut dan melengking tinggi.

Namun Hek-coa Lo-kai memang unggul. Dalam beberapa gebrakan setelah pertandingan itu pengemis ini sudah dapat melihat bahwa orang-orang muda yang mengeroyoknya ini bukanlah tandingannya. Itulah sebabnya ia menyuruh maju berdua, kalaupun dugaannya meleset masih ada ketua dan murid-murid Hek-i-Kai-pang di situ, pendeknya ia yakin menang. Dan ketika ia harus merobohkan pemuda ini agar si gadis dapat ditangkap, hidup-hidup iapun tertewa bergelak melihat muka pucat gadis baju kembang ini.

"Ha-ha, temanmu roboh. Kalau tak ingin terluka harap menyerah baik-baik, nona, Kami orang-orang Hek-i Kai-pang bukan orang kejam terhadap orang lain!"

"Keparat, kau melukai pemuda itu. Aku tak akan menyerah, Hek-coa Lo-kai, kau pengemis busuk yang melindungi murid- muridmu yang busuk pula!"

"Ha-ha, kalau begitu kau menyusul temanmu. Akan tetapi aku bukan orang kejam, baiklah kau roboh dan lepaskan pedangmu!" pengemis ini tak memberi hati setelah lawan tak mau menyerah. la telah merobohkan pemuda itu dan lebih gampang lagi baginya merobohkan gadis ini.

Maka ketika ia menyambut dan menerima tusukan cepat, dua jarinya menjepit mata pedang maka tiba-tiba pengemis itu membentak dan tangan yang lain menotbk pundak lawan.

"Tuk!" Terbeliaklah gadis ini. la kaget ketika pedang tiba-tiba tak depat dicabut, dua jari yang menjepit itu amat kuatnya hingga sedikitpun tak dapat ditarik.Pedang itu seakan menancap di celah batu yang amat dalam, kuat dan kokoh. Dan ketika ia lebih terkejut lagi oleh totokan lawannya, tak mampu menghindar maka robohlah gadis ini dan Hek-coa Lo-kai pun merampas pedangnya. Tepuk riuh mengiringi kemenangan itu.

"Ha-ha, sudah kubilang. Nah, apa kataku, nona. Tapi kami orang Hek-iH Kai pang bukan orang kejam seperti yang disangka orang. Kau telah roboh dan menjadi tawanan kami tapi kami tak akan berbuat sewenang-wenang. Biarlah sementara kami membawamu ke belakang dan nanti kami adili!"

Pengemis itu meloncat turun dan menyambar tawanannya ini. la disambut dua pengemis lain yang sudah mendapat bisikan ketua, menerima dan membawa pergi gadis itu sementara tiga pemuda yang roboh terkapar diseret ke dalam. Pemuda yang terakhir tewas!

Dan ketika semua orang terkagum-kagum dan mengira tawanan hanya terluka saja maka kekacauan di depan yang sudah diatasi pengemis ini mendadak digemparkan oleh teriakan dan keributan di belakang. Dua bayangan berkelebat dan muncul di situ.

"Sute, tangkap pemuda itu. Tahan temannya dan jangan biarkan mereka lolos!"

Kiranya Peng Houw dan Giok Yang Cinjin muncul di sini. Mereka baru saja keluar dari sumur rahasia dan dikeroyok murid-murid Hek- i Kai-pang, satu di antaranya bahkan Hek-tung Lo-kai yang membawa tongkat. Tapi ketika semua dapat dihalau dan dorongan Peng Houw membuat semua terkejut, tongkat Hek-tung Lo-kai bahkan mengemplang kepalanya sendiri maka Giok Yang Cinjin yang menyamar sebagai kakek bergelung tiga meminta pemuda ini ke tempat pesta.

"Sudah waktunya, sudah saatnya. Heh-heh. ayo kita ke depan, Boan-su. Tegur Hek-i Kai-pangcu kenapa ia menekan rakyat menindas dan sewenang-wenang!"

Peng Houw, yang menyamar sebagai seorang kongcu bernama Boan-su mengangguk-angguk. Giok Yang Cinjin tetap dipanggil supek atau paman-guru, berkelebat dan lari keluar setelah mengangkat tutup beton. Peng Houw menjadi marah karena ia dicurangi orang-orang Hek-i Kai-pang itu, terjeblos ke dalam sumur dan dicarinya Kwa-kut-to Hong Ta.

Golok Pengerik Tulang itulah yang menipunya dan membawanya ke situ, juga si Pemabok Lai Pak yang menjebloskan supeknya. Maka ketika ia menghalau murid-murid Hek-i kai-pang dan juga Hek-tung Lo-kai sute dari ketua Hek-i Kai- pang maka pemuda ini mengangguk setuju dan ingin menghajar perkumpulan pengemis itu, terutama tokohnya.

Peng Houw sudah di sini ketika semua orang terkejut, Giok Yang Cinjin juga berkelebat dan datang dengan tawanya yang berderai. Dan ketika semua tamu terbelalak dan bangkit berdiri, para murid menghadang jalan maka Hek-tung Lo-kai berteriak-teriak bahwa dua orang itu adalah mereka yang merampas uang derma.

"Awas, jangan sampai lolos. Anak muda itu amat lihai. Tangkap dia!"

Belasan pengemis muda meloncat. Mereka kaget dan juga heran bahwa lawan demikian berani matinya, bukan melarikan diri malah ke tempat ramai! Tapi ketika masing-masing sudah bergerak dan menghantam pemuda itu, Peng Houw mengibaskan lengan bajunya maka semua terpental dan senjata menggebuk tuannya sendiri-sendiri.

"Minggir, aku ingin menemui Hek-i Kai-pangcu... buk-buk-bukk!"

Pengemis berteriak dan terlempar ke kiri kanan. Mereka tak menyangka kedahsyatan pemuda itu híngga sekali kibas saja mencelat, bukan main kagetnya semua anggauta Hek-i Kai-pang. Tapi ketika Hek-coa Lo-kai membentak dan berkelebat maju, suhengnya bertanding dengan pengacau satunya maka pengemis ini mencengkeram Peng Houw dengan tangan kanannya.

"Kau kiranya perampas uang derma. Robohlah, anak muda, Hek-i Kai-pang takkan memberi ampun kepada orang-orang semacammu ini!"

Peng Houw telah melihat pengemis ini. Tadi, ketika ia duduk di kursi undangan dan Hek-coa Lo-kai berada di luar maka pengemis itu dilihatnya sebagai pengemis yang berkedudukan tinggi. Murid-murid yang mengangguk dan memberi hormat memberitahukan kepadanya bahwa pengemis itu seorang tokoh, terbukti bahwa Hek-tung Lo-kai menyebutnya sute atau adik seperguruan. Maka ketika ia mendengus dan melepas marah, cengkeraman itu diterimanya saja maka pengemis ini menjerit karena kelima jarinya bengkok-bengkok bertemu pundak yang seakan baja.

"Aduh!"

Peng Houw tidak berhenti di sini. Ia menggerakkan tangan dan tahu-tahu balik mencengkeram pundak lawan, mengangkat dan melempar pengemis itu hingga jatuh ke dalam. Dan ketika Hek-i Kai-pang benar-benar gempar karena seorang tokohnya dirobohkan begitu mudah, Peng Houw sudah maju lagi maka Hek-sai Lo-kai si pengemis pimpinan berubah mukanya dan cepat maklum adanya bahaya.

"Taijin sebaiknya menyingkir, langsung saja ke dalam. Gadis itu ada di kamar pribadiku!"

Sang menteri terbelalak dan pucat. Datangnya dua orang ini membuat panik dan kaget semua orang termasuk rombongan pemerintah pusat. Menteri she Gak, yang bangkit dan berdiri dari kursinya buru-buru diantar ke dalam oleh pengawal dan pengiringnya. Tujuh murid Hek-i Kai-pang melindunginya secara pribadi, lenyap dan memasuki ruangan dalam tapi anehnya wajah menteri ini berseri-seri.

Dalam kepanikan itu terbayang wajah si gadis baju kembang! Dan ketika menteri ini lenyap sementara Peng Houw juga tak menduga buruk menteri itu, gadis baju kembang terancam bahaya memalukan maka pemuda ini sudah dikeroyok, tapi semua murid-murid Hek-i Kai-pang dilemparnya mudah. Lai Pak si Pemabok tiba-tiba muncul dan menyerang Peng Houw, begitu juga Kwa-kut-to Hong Ta yang menipu pemuda itu . Dan begitu Peng Houw melihat mereka dan girang bukan main segera pemuda ini menyambar dean membentak dua orang itu.

"Bagus, kalian masih di sini. Kau menipuku, orang she Lai, dan kau juga. Robohkan dan rasakan pukulanku!"

Dua orang itu bergerak di kiri kanan. Mereka tak tahu lawan yang dihadapi dan menangkis ketika diserang, bahkan Golok Pengerik Tulang mencabut senjatanya dan secepat kilat memapak lengan Peng Houw. la berharap lengan itu putus, goloknya tajam bukan main. Tapi ketika kakek ini berteriak dan menjerit keras, goloknya patah maka tubuhnya terlempar tinggi dan menabrak dinding.

"Aduh!" Kakek itu kelenger dan setengah pingsan.

Lai Pak si Pemabok juga bernasib sama karena ketika laki-laki itu mempergunakan Hoa-ciok-sinkangnya untuk menangkis maka ia pun menjerit merasa jarinya patah-patah. Cengkeramannya tak kuat menghadapi Hok-te Sin-kang. Dan ketika ia terbanting dan terlempar bergulingan maka ketua Hek-i Kai-pang benar-benar terkejut karena pemuda itu merobohkan semua lawan-lawannya begitu mudah.

"Siluman dari mana ini berani mengacau tempatku!" kakek pengemis itu tak tahan lagi dan melompat ke depan.

Suasana akhirnya ribut dan para tamu berlarian. Mereka yang sudah mendapat hadiah dari Gak-taijin cerai-berai, yakni bagian tamu undangan terdiri dari pedagang kecil kaki lima. Mereka itu sudah mendapatkan kegembiraannya setelah secara menyejukkan dan pandai menteri she Gak membagi-bagi hadiah, yakni bungkusan, yang tadi diberikan Hek-i Kai-pangcu padahal nanti Hek-i Kai-pangcu bakal memberinya hadiah lebih besar, upeti dari hasil "sumbangan" suka rela penduduk Kwang-cit.

Siapa menduga terjadi sogok-menyogok di tempat ini, pembelian semacam nama jabatan dan kekuasaan., Dan ketika ketua itu maju karena semua muridnya terlempar ke kiri kanan, marah bukan main maka Peng Houw sendiri sudah tiba di ruang dalam yang besar dan luas ini mendekati Hek-i Kai-pangcu.

"Wutt...!"

Tongkat di tangan ketua menyambar dahsyat. Hek-sai-kang (Tenaga Singa Hitam) dikerahkan pengemis ini menghantam Peng Houw. Biasanya batupun remuk dihajar. Tapi ketika Peng Houw mengelak memberikan pundaknya dipukul maka tongkat membalik dan pengemis itu terhuyung.

"Desss!"

Hok-te Sin-kang memang luar biasa. Tenaga seperti yang dikeluarkan Hek-sai Lo-kai bukan apa-apa bagi Peng Houw, ia telah membuat dirinya kebal dan senjata tajam pun tak akan mampu melukainya. Maka ketika lawan terpekik dan kaget bukan main, Peng Houw mengejar namun dihadang para murid dan lain-lain akhirnya kakek tinggi besar itu membelalakkan matanya meloncat bangun, memeriksa tongkatnya tapi untung tidak apa-apa.

Ketua Hek-i Kai-pang ini pucat. la masih belum mengenal pemuda itu sebagai Naga Gurun Gobi, kalau tahu semangatnya tentu terbang. Dan ketika ia menerjang lagi dan bersama yang lain mengeroyok pemuda itu akhirnya keramaian pesta berobah menjadi arena baku hantam yang membuat para penggembira lari berhamburan, pemusik atau para penarinya tergopoh melarikan diri untuk menyelamatkan diri.

Namun Peng Houw mendengar teriakan supeknya. Lagi untuk kesekian kali perhatiannya terpecah karena di sana sang tosu dikeroyok puluhan murid dan Hek-tung Lo-kai. Menghadapi Hek-tung Lo-kai sendiri tak begitu berat bagi tosu ini karena ia mampu. Bahkan Ki Ong si Raja Catur juga mengeroyok di sini, membantu sahabatnya Hek-i Kai-pang.

Tapi karena para murid berdatangan semakin banyak dan ruang gerak tosu ini kian menyempit, ia tak memiliki Hok-te Sin kang yang dapat melempar-lempar semua lawan seperti Peng Houw maka tosu ini terdesak dan akhirnya bak-bik-buk suara pukulan mendarat di tubuhnya. Giok Yang Cinjin memang memiliki Soan-hoan-ciang (Kibasan Angin Puyuh) namun, pukulan itu tak sehebat Hok-te-Sin-kang, apalagi tenaga sakti yang dimiliki Peng Houw adalah warisan Ji Leng Hwesio, dedengkot Go-bi.

Maka ketika ia terkurung dan ruang geraknya berkurang, kian lama keroyokan bertambah banyak akhirnya tak dapat dicegah lagi tosu ini mulai terhuyung-huyung oleh hujan tongkat dan senjata lawan, terutama tongkat hitam di tangan Hek-tung Lo-kai itu, senjata yang membuatnya sibuk dan paling keras kalau menghajar.

Dan ketiku tosu ini mulai mengeluh dan teriakannya terdengar Peng Houw, gelung itu akhirnya runtuh dan jenggot panjang juga tergerai tiba-tiba satu di antara para murid mengenal tosu ini sebagi Giok Yang Cinjin yang merobohkannya di luar kota Kwang-sin itu.

"Dia Giok Yang Cinjin, tosu bau itu!"

Terkejutlah semua pengemis. Akhirnya mereka yang pernah bertanding dengan tosu ini mengenal, berteriak dan menuding dan terkekehlah tosu itu. la sudah tak dapat menyembunyikan diri lagi setelah murid-murid Hek-i Kai-pang mengenalnya, terutama mereka yang pertempur dengannya di luar kota Kwang-sin. Dan ketika ia mengangguk dan tertawa bergelak, tongkat panjang dicabut dari punggungnya maka tosu ini bergerak menangkis semua senjata itu, ia tak mungkin bertangan kosong lagi.

"Ha-ha, benar, pinto adalah Giok Yang Cinjin. Hayo kalian maju dan robohkan pinto!"

Terbelalaklah Hek-tung Lo-kai. Berita pertempuran muridnya dengan tosu ini tentu saja sudah didengar. Tapi karena tosu itu pergi dan melarikan diri, begitu laporan yang diterima maka pengemis tinggi kurus ini tak menyangka bahwa tosu ini datang lagi, bahkan mengacau di tempatnya.

"Berani mati!" akhirnya pengemis itu membentak. "Apa kesalahan Hek-i Kai-pang kepadamu, Giok Yang Cinjin, kenapa membuat onar dan ribut di sini. Dan kau pula kiranya yang merampas uang derma Hek-i Kai-pang. Keparat, kau mencari mati!"

"Ha-ha, pinto hanya mengikuti murid keponakan pinto itu. Kesalahan pribadi Hek-i Kai-pang tentu saja ada, Lo-kai, dan itu adalah paksaan murid-muridmu meminta derma. Dan sekarang kau dan sahabat-sahabatmu menjebloskan pinto ke sumur rahasia, ini membuat dosa semakin berat dan keponakan pinto Naga Gurun Gobi tak bakal memberi ampun!"

"Apa? Naga Gurun Gobi?"

"Benar, itu murid keponakan pinto dari bekas gurunya Giok Kee Cinjin, dan kalian telah bermain-main dengan api. He-he, Siapa mau bersikap galak dan mari main-main dengan pinto... trak-trak!" tongkat bertemu tongkat dan Hek-tung Lo-kai terkejut.

Tosu itu menyebut-nyebut si Naga Gurun Gobi dan menuding pemuda di sana itu. Giok Yang Cinjin akhirnya harus menggertak orang-orang ini dengan nama besar Peng Houw, setelah ia terdesak dan melihat majunya anak-anak murid Hek-i Kai-pang lagi. Dan ketika gertakannya berhasil dan nama itu memang menggetarkan, apalagi ketika itu Peng Houw mengibas dan membuat Hek-i kai-pangcu terbanting dan bergulingan maka pengemis ini berubah dan seketika mukanya pucat.

Akan tetapi pengemis ini kurang yakin. Secara pribadi ia belum bertemu dan mengenal Peng Houw, hanya nama pemuda itu saja yang dikenalnya. Maka ketika ia membentak dan maju lagi, si tosu terkejut maka Giok Yang Cinjin dikeroyok lagi dan tongkat panjangnya harus diputar rapat melindungi diri. Ada tiga puluh orang mengeroyoknya!

"Bohong, kau coba menggertak kami. Apa hubungannya Naga Gurun Gobi dengan kami orang-orang Hek-i Kai-pang, Cinjin. Meskipun kami pernah mendengar tentang sutemu akan tetapi Gobi tak pernah bermusuhan dengan kaum pengemis di sini, Kau dusta!"

Giok Yang Cinjin mengelak dan menangkis. la tak diberi kesempatan banyak bicara lagi dan naik turun menyambar-nyambar. Papan catur Ki Ong tiba-tiba menghantam punggungnya. Dan ketika tosu itu terhuyung sementara Ki Ong tertawa mengejek maka Raja Catur itu juga tak percaya bahwa pemuda di sana itu adalah si Naga Gurun Gobi.

"Heh-heh, gertak sambal. Kau tak dapat membohongi kami di sini, tosu bau, Naga Gurun Gobi tak pernah keluyuran sampai ke Kwang-sin, tempatnya jauh!"

"Benar, dan aku hampir terpedaya. Ah, keparat kau, tosu tengik. Rasakan tongkatku dan kau mampus!"

Hek-tung Lo-kai lenyap kekhawatirannya terganti kemarahan. Omongan Ki Ong mendukungnya dan ia pulih lagi. Tapi ketika tosu itu didesak dan kembali berteriak menangkis hujan senjata maka Peng Houw mengibas dan mendorong mundur semua lawan-lawannya, supeknya memanggil.

"Peng Houw, tolong pinto. Mereka tak percaya bahwa kau si Naga Gurun Gobi!"

Apa boleh buat, pemuda ini berkelebat meninggalkan lawan-lawannya. Ia melihat tosu itu menerima gebukan dan tongkat serta papan catur membuatnya terhuyung-huyung. Ruang yang sempit membuat gerak si tosu semakin sempit saja. Tapi ketika Peng Houw menyambar dan melepas pukulan jarak jauh maka Hek-tung Lo-kai maupun Ki Ong terpelanting dan roboh bergulingan, kaget bukan main.

"Aihhh...!"

"Aduh...!"

Tiga puluh orang terlempar ke kiri kanan. Datangnya Peng Houw disertai angin pukulannya memang membuat murid-murid Hek-i Kai-pang terpekik. Jangankan mereka, Hek-tung Lo-kai sendiri sebagai tokoh nomor dua tertiup, roboh dan terbanting menabrak meja. Dan ketika pengemis itu bergulingan meloncat bangun, pucat pasi maka Giok Yang Cinjin terkekeh menyambar lengan pemuda ini.

"Ha-ha apa kubilang. Bukankah ia benar-benar si Naga Gurun Gobi!"

Peng Houw mengerutkan kening. Ia telah membebaskan supeknya dan berbisik kenapa supeknya harus membongkar rahasia, kenapa harus memberi tahu diri sendiri. Tapi ketika kakek itu tertawa dan berkata bahwa ia telah dikenal, jenggot dan gelung palsunya tak dapat disembunyikan lagi maka tosu itu berseru bahwa semua sudah waktunya.

"Pinto dikenal satu di antara mereka, yakni tikus-tikus busuk yang mengeroyok di luar kota itu. Dan karena pinto terdesak dan harus menyelamatkan diri maka namamu kupakai, Peng Houw, untuk menggertak dan menyuruh mundur orang-orang ini. Tapi pinto gagal, dan kau harus tetap datang ke sini!"

Peng Houw menarik napas. "Baiklah, supek di belakangku saja dan kita beradu punggung!"

"Heii, kau mau ke mana?"

"Menangkap Hek-i Kai-pangcu itu. Ia mau bersembunyi!"

Ternyata kesempatan ini dipergunakan Hek-sai Lo-kai sebaik-baiknya, sebab begitu Peng Houw berkelebat ke arah sutenya iapun menyelinap dan pergi. Ketua Hek-i Kai-pang ini menjadi gentar setelah Giok Yang Cinjin menyebut musuhnya. Ia percaya dan kaget karena tujuh kali ia menghantam tongkatnya selalu membalik.

Padahal sekali pemuda itu mengibas iapun terpelanting. Dan ketika kejadian itu berulang tujuh delapan kali, percayalah kakek ini maka ia menyingkir dan pergi ketika pemuda itu meninggalkan dirinya, menyuruh murid-murid tertua dan anggauta yang lain mengeroyok pemuda itu.

"Jangan pergi, aku menyiapkan sesuatu di belakang. Keroyok dan robohkan pemuda itu sampai aku kembali!"

Namun Hek-sai Lo-kai tak mungkin kembali. la bergegas melarikan diri menuju kamarnya di belakang, begitu sampai langsung mengetuk pintunya. Tapi ketika pintu tak dibuka dan ia menendang maka menteri Gak terkejut telanjang bulat. Di pembaringan tampak gadis baju kembang yang tersedu-sedu dan terikat kaki tangannya di kaki pembaringan.

"Ada apa, ah, kau mengejutkan aku. Ada apa, Lo-kai. Kenapa masuk dan membuat aku kaget!"

"Kita harus pergi dari sini!" ketua Hek-i Kai-pang memerah melihat pemandangan di kamar pribadinya itu, Gak-tai-jin menyambar dan buru-buru memakai pakaiannya. "Pemuda itu kiranya si Naga Gurun Gobi, taijin, dan tosu itu Giok Yang Cinjin. Cepat kita lari dan selamatkan diri dulu!"

"Gadis itu...?"

"Kita bunuh!"

Menteri Gak terkejut. Belum habis seruan ini pengemis tinggi besar itupun meloncat dan menggerakkan tongkatnya kepelipis gadis baju kembang. Gadis ini telanjang bulat dan kiranya baru saja diperkosa Gak-taijin. Seorang menteri memperkosa gadis muda! Dan ketika gadis itu terbelalak tapi tongkat menyambar pelipisnya, mengeluh dan terkulai maka kakek ini telah membunuh korbannya. Gadis itu tewas seketika!

"Kenapa kau bunuh, aku belum puas mempermainkan korbanku!!"

"Bodoh!" pengemis itu berkelebat dan memanggil seorang pengawal, orangnya Sok- taijin. "Kejadian ini harus dilenyapkan, taijin, atau gadis itu akan membalas dan kelak merepotkan kita saja!"

Menteri ini sadar. "Tapi sebenarnya ia akan kuambil selir, ia masih perawan dan memenuhi seleraku...!"

Namun Hek-i Kai-pangcu tak menjawab. Pengawal masuk dan disuruh membawa mayat itu, pengemis ini telah melepaskan semua tali ikatannya. Dan ketika pengawal itu terbelalak dan ragu-ragu, memandang berganti-ganti ke arah menteri Gak dan mayat itu tiba-tiba Hek-i Kai pangcu mendorongnya dan membentak.

"Peluk dan bawa mayat itu, cepat!"

Dorongan ini membuat ia terjatuh. Pengawal terkejut dan tepat sekali menimpa gadis baju kembang, akan tetapi begitu ia merangkul dan terjelungup di atas mayat. pengemis itupun menggerakkan tongkatnya dan retaklah kepala pengawal itu.

"Prakk!"

Gak-taijin lagi-lagi kaget. Untuk kedua kalinya ia melihat keganasan pengemis ini. Bukan main kejamnya kalau sudah seperti itu. Dan ketika ia bertanya kenapa hal itu lagi-lagi dilakukan, kakek ini tertawa maka Hek-i Kai-pangcu berkata bahwa semua itu demi nama baik Gak-taijin.

"Sekarang kita dapat berkata bahwa gadis itu mati karena dibunuh tikus busuk itu, diperkosa. Aku membunuhnya karena tak ingin ada saksi hidup. Nah, bergegas dan kita lari, taijin. Naga Gurun Gobi tak mungkin kita lawan. Kau harus cepat-cepat pulang ke kota raja!"

Akan tetapi berkesiur angin dingin, seorang wanita berusia lima puluh lima tahun, berbaju kembang muncul dan mengejutkan ketua Hek-i Kai-pang ini, entah dari mana datangnya wanita itu sang pengemis tak tahu, ia begitu sibuk dan tergesa-gesa menyelamatkan Gak-taijin.

Menteri ini harus dijaganya, dengan taruhan nyawa. Hilang nanti keuntungannya kalau tak dapat berlindung di balik kekuasaan! Maka ketika ia terkejut dan membelalakkan mata, berhenti di luar pintu maka wanita itu bertanya kepadanya di mana muridnya Nan Bi.

"Aku mendengar ia tertangkap, kalian orang Hek-i Kai-pang menawannya. Nah, muridku Nan Bi, Lo-kai. Berikan padaku atau aku menghalang jalan!"

Kakek pengemis ini terkejut. Untunglah muncul anggauta yang lain dan kakek itu membentak, tongkatnya menyapu dan membahayakan wanita ini. Tapi ketika wanita itu meloncat dan mudah mengelak, turun dan menghadang lagi maka murid-murid Hek-i Kai-pang itulah yang menyerangnya dari belakang dan berteriak marah.

"Aku tak tahu siapa yang kau maksud. Minggir dan hadapi murid-muridku!"

Wanita ini membentak. la hendak mengejar Hek-i Kai-pangcu akan tetapi serangan di belakang membuat ia mengelak dan berkelit. Delapan golok dan tongkat menyambarnya. Dan ketika ia melengking dan menghadapi murid-murid Hek-i Kai-pang itu maka sang pemimpin sendiri sudah melarikan diri dan menyuruh anak buahnya membunuh wanita itu. Hek-sai Lo-kai lupa-lupa ingat kepada wanita ini.

"Kita harus pergi, atau taijin menemui kesulitan!"

Gak-taijin mengangguk gemetar. Ia sudah dibawa lari pengemis ini dan tak lama kemudian kereta berderap kencang, Hek-sai Lo-kai sendiri menjadi kusir dan menjaga keselamatan menteri itu. Alangkah tingginya! Dan ketika dua kereta lain menyusul dan itulah rombongan Sok-taijin, walikota dan teman-temannya maka di Hek-i Kai-pang sendiri keributan masih terus berlangsung dan Peng Houw mengejar tapi dihadang para anggautanya.

Akan tetapi bukan hal sukar bagi pemuda ini meroboh-robohka mereka. Ki Ong, si Raja Catur akhirnya terlempar dan bergulingan. Lai Pak si Pemabok dan Hong Ta si Golok Pengerik Tulang pingsan di sana, akhirnya Ki Ong menyelinap dan melarikan diri. Dan ketika semua mundur dan cerai-berai. Peng Houw tiba di belakang maka dilihatnya wanita baju kembang itu ganas menyambar-nyambar.

"Mundur atau kalian mampus. Mana ketua kalian dan orang she Gak itu!"

Delapan murid roboh menjerit. Golok dan senjata di tangan terlepas oleh amukan wanita itu. Inilah Hwa-i Sin-ni alias Dewi Baju Kembang, tokoh dari Tung-hai dan Nan Bi adalah muridnya. Dan ketika mereka terbanting dan bergulingan maka yang lain mundur den akhirnya menyerang dari jauh, berteriak-teriak.

"Bunuh wanita itu, robohkan dia!"

Akan tetapi wanita ini menangkap dan menyambar senjata lawan-lawannya. Ada panah dan tombak pendek. Juga pisau yang semua disambitkan dari jauh. Dan begitu senjata ini ditangkap dan dilontar kembali maka enam murid Hek-i kai-pang terpekik dan roboh terbanting.

Peng Houw tertegun. Ia tiba di sini dan melihat wanita itu, berkerut dan mencari sekeliling tapi ketua Hek-i Kai-pang tak ada. Lawan telah melarikan diri. Dan ketika ia berkelebat melihat pintu kamar terbuka, itulah kamar Hek-i Kai-pangcu maka pemuda in melihat seorang gadis tewas di situ, tak berpakaian dan ditindih seorang laki-laki, yang juga tewas!

"Gadis itu diperkosa, keji!"

Giok Yang Cinjin berkelebat masuk. Tosu inilah yang berseru dan Peng Houw merah mukanya. Dia tak tahu apa yang terjadi dan tak mengenal gadis ini, karena ketika itu ia di belakang dan gadis ini bersama Gu San dan dua pemuda lain menantang Hek-i Kai-pang menyuruh muridnya yang berbuat jahat keluar.

Nan Bi, gadis itu akhirnya dikalahkan Hek-coa Lo-kai dan dibawa ke kamar Hek-i Kai-pangcu, di sini ditawan dan diikat tubuhnya dan dipaksa Gak-taijin untuk menjadi selirnya. Dan karena gadis itu menolak dan Gak-taijin tentu saja marah, melakukan kekerasan maka dipaksalah gadis itu dan baru kali ini ada seorang menteri memperkosa gadis!

Orang tentu tak percaya bahwa perbuatan itu dilakukan Gak-taijin. Siapa mau percaya kalau Gak-taijin dikenal sebagai menteri yang baik dan amat memperhatikan rakyat. Jangankan gadis, kakek dan nenek- nenek pikunpun akan ditolongnya karena dia adalah menteri yang dikenal pemurah. 

Maka ketika orang dihadapkan pada peristiwa ini dan Giok Yang Cinjin juga tak menduga, tosu itu menganggap pengawal itulah yang berbuat kurang ajar maka dia menendang mayat pengawal itu dan menutupi tubuh gadis itu dengan sebuah mantol lebar.

"Celaka, keparat jahanam. Keji benar laki-laki ini mengganggu seorang gadis!"

Peng Houw mengerutkan keningnya. Ada sesuatu yang tak mudah dipercayanya begitu saja, yakni bagaimana pengawal itu mengganggu seorang gadis di kamar pribadi Hek-i Kai-pangcu. Kamar ini besar dan mewah dan ada pula baju seorang pembesar. Peng Houw mengamati dan terkejut karena baju itu adalah baju luar menteri Gak!

Kiranya dalam keadaan terburu-buru tadi menteri ini hanya mengenakan baju dalamnya, baju luar tergantung di sudut dan lupa diambil. Maka ketika Peng Houw mengambil baju ini dan menoleh keluar, terdengar suara keras orang terbanting maka wanita di luar itu berkelebat ke dalam dan menginjak murid Hek-i Kai-pang yang baru dihajarnya ini.

"Ke mana pangcumu pergi, cepat. Dan ke mana pula murid perempuanku Nan Bi!"

"Hwa-i Sin-ni!" Giok Yang Cinjin tiba-tiba berseru, mengenal wanita ini. "Apakah bukan ini muridmu?"

Wanita itu terkejut. Kamar besar yang luas itu kiranya menyembunyikan tempat tidur setelah terhalang daun pintu. Dari luar ia tak dapat melihat. Tapi ketika ia mengenal tosu itu dan meloncat girang, memanggil Giok Yang Cinjin maka wanita ini terkejut dan berubah melihat muridnya sudah membujur kaku.

"Nan Bi!" Wanita itu menyambar dan mengeluarkan seruan tertahan. Mantol yang dikenakan Giok Yang Cinjin disontek, tubuh muridnya dilihat. Tapi ketika ia tahu apa yang terjadi tiba-tiba wanita ini menjerit dan merah padam. "Jahanam!"

Peng Houw menutup mata. la tak tahan melihat gadis di atas pembaringan itu, gadis korban perkosaan. Tapi begitu ia menunduk tiba-tiba wanita ini berkelebat dan menginjak patah leher murid Hek-i Kai-pang yang tadi dihajarnya.

"Perbuatan ketuamu, siapa lagi krek!" Peng Houw membuka mata dan terkejut melihat kejadian itu. Tanpa banyak mengeluh lagi pengemis Hek-i Kai-pang itu tewas, ia diinjak hancur oleh kaki Sin-ni. Tapi ketika wanita itu memekik dan berkelebat keluar maka Giok Yang Cinjin berseru dan menuding pengawal yang sudah menjadi mayat itu.

"Heii, yang melakukan perbuatan kejam itu adalah tikus busuk ini. Ia telah mampus!"

"Apa kau bilang?" Hwa-i Sin-ni menoleh. "Jahanam pengawal itu? Tak mungkin. Kamar pribadi Hek-i Kai-pangcu bukanlah kamar yang boleh dimasuki sembarang orang, Cinjin. Aku menduga kakek itu pelakunya. Keparat, kubunuh dia!"

Wanita ini sudah meloncat dan mengamuk di luar. Akhirnya murid-murid Hek-i Kai-pang berserabutan setelah pimpinannya tak ada di situ. Hek-tung Lo-kai, dan juga Hek-coa Lo-kai akhirnya melarikan diri setelah suheng mereka tak ada di tempat. Naga Gurun Gobi itulah yang membuat mereka gentar.

Maka ketika wanita itu mengamuk dan memaki-maki Hek-i Kai-pangcu, mencari namun tak menemukan musuhnya akhirnya markas Hek-i Kai-pang menjadi lengang namun seorang murid berhasil ditangkap dan disuruh mengaku.

"Ketua ketua pergi ke barat. Pang-cu mengantar Gak-taijin. Aku tak tahu ke mana mereka tapi tentu menyelamatkan taijin... aduh!"

Pisau belati menancap di dada kiri pengemis ini. Dalam kemarahannya melihat muridnya tewas nenek atau wanita ini melampiaskan kebenciannya kepada murid-murid Hek-i Kai-pang. Ia membunuh dengan mata dingin murid yang sial itu, menendang dan melempar mayatnya ke-luar gedung. Lalu ketika ia mendapat petunjuk dan membawa mayat muridnya segera wanita ini mengejar namun Giok Yang Cinjin berseru, tempat itu sudah berantakan.

"Heii, tunggu, Sin-ni. Siapa yang mau kau cari dan balas!"

"Aku mencari ketua Hek-i Kai-pang itu. la yang memperkosa muridku!"

"Tak mungkin. Waktu itu Hek-sai Lo-kai bertempur dengan keponakanku ini, Sin-ni. la ada di depan, bukan dia!"

"Kau tahu?" wanita itu membalik, tiba-tiba berhenti.

"Tentu saja, tanya si Naga Gurun Go-bi ini dan tak mungkin ia bohong!"

Wanita itu terkejut. Ia tak menyangka bahwa pemuda di sebelah tosu ini adalah Naga Gurun Gobi, tadinya ia memandang rendah dan sinis. Tapi begitu tahu bahwa di depannya adalah pemuda yang terkenal, itu tiba-tiba ia menganggukkan kepalanya dan berkata,

"Maaf, aku tak tahu. Tapi rupanya tak banyak kita dapat bicara karena betapapun ketua Hek-i kai-pang harus bertanggung jawab. Muridku terbunuh di tempatnya!"

Giok Yang Cinjin terbelalak. Wanita itu membalik dan meloncat lagi dan kemarahannya jelas tak terbendung. Sinar matanya berapi dan penuh nafsu membunuh. Dan karena kematian gadis itu memang di kamar Hek-i Kai-pangcu, tosu ini juga heran tiba-tiba Peng Houw menunjukkan sepotong baju itu.

"Kau kenal ini?"

"Tidak, milik siapa itu," Giok Yang Cinjin tertegun. "Dari mana kau dapatkan dan apa artinya itu."

"Coba supek ingat-ingat, adakah seseorang mengenakan baju ini." Peng Houw berkata lagi.

"Hm, pinto tak ingat. Tapi mari kita kejar wanita itu, Peng Houw, kita lihat bagaimana dengan dia. Kita bicara sambil menyusul!"

Peng Houw mengangguk. Supeknya sudah berkelebat dan segera dia memberi tahu bahwa baju itu adalah milik menteri Gak. Baju itu tertinggal di kamar Hek-i Kai-pangcu. Lalu ketika tosu ini terbelalak dan melebarkan matanya maka dia berseru apakah Peng Houw hendak menuduh menteri itu.

"Gila, jadi kau maksudkan bahwa yang melakukan itu adalah Gak-taijin? Seorang menteri melakukan perkosaan?"

"Aku belum berani menuduh, supek, hanya menduga-duga saja. Masa Gak-tai-jin harus melepaskan bajunya kalau tidak melakukan apa-apa. Aku curiga!"

Kakek ini terbelalak. la terkejut dan kaget juga tapi masih kurang percaya. Menteri itu dikenal rakyat sebagai menteri yang baik, ia telah meringankan beban rakyat dengan kelonggaran pajak yang besar, juga di Hek-i Kai- pang tadi memberikan bungkusan untuk rakyat kecil. Maka bingung dan tak dapat berpikir jauh ia hanya berkata pendek,

"Baiklah, simpan saja baju itu dan kita selidiki belakangan. Yang penting kita kejar orang-orang jahat itu. lihat bagaimana dengan Sin-ni!"

Ternyata wanita ini sudah memasuki hutan dan bertempur. Telinga Peng Houw yang tajam mendengar itu, mengajak supeknya datang dan melihat. Dan ketika mereka tiba dan tertegun di situ maka wanita ini dikeroyok oleh hampir lima puluh orang, tiga di antaranya adalah Hek-tung Lo-kai dan sutenya serta Ki Ong. Wanita itu terdesak hebat!

"Ha-ha, sekarang kau mampus. Jangan sombong mencari-cari orang Hek-i Kai-pang, Sin-ni. Kami bukan orang-orang penakut yang harus menyingkir darimu. Robohlah!"

Tongkat dan ular di tangan dua pimpinan pengemis itu menyambar Hwa-i Sin ni. Wanita ini mengelak dan akhirnya mengeluarkan pedang tapi papan catur Ki Ong menyambar punggung, tepat mengenainya dan ia terpelanting. 

Dan ketika pedang serta ular menyambar lagi, kali ini Hek-coa Lo-kai melepas satu ularnya maka Giok Yang Cinjin tak dapat menahan marah dan Peng Houw mengerutkan kening melihat pengemis itu sudah mengeluarkan ularnya. Di markas Hek-i Kai-pang tadi pengemis ini belum mengeluarkan ular hidupnya itu.

"Jangan takut, pinto menolongmu!" kakek ini menyambar.

Hwa-i Sin-ni girang. Ia sudah memekik dan melengking-lengking dan tiba di hutan itu mengejar kereta ketika tiba-tiba anak murid Hek-i Kai-pang ini bermunculan. Mereka menghadang dan menyerangnya. Dan karena di situ ada dua pimpinannya yang amat lihai, terkepunglah wanita ini maka Hwa-i Sin-ni terdesak dan kereta itu akhirnya menghilang di luar hutan.

Ia sendiri memaki-maki namun keroyokan demikian banyak membuatnya tak mampu berkutik, keadaannya memang amatlah berbahaya. Untunglah bala bantuan datang. Giok Yang Cinjin menggerakkan tongkat panjangnya dan ular yang menyambar wanita itu ditangkis. 

Hal ini membuat marah Hek-coa Lo-kai tapi pengemis itu terkejut melihat adanya Peng Houw. Belum apa-apa ia sudah menyelinap dan kabur. Dan ketika ia membiarkan ularnya diinjak dan hancur, Hek-tung Lo-kai tak melihat Peng Houw maka kakek ini bersama Ki Ong membentak tosu itu.

"Keparat, kau lagi-lagi mengganggu!" Giok Yang Cinjin tertawa panjang. Kalau tak ada Peng Houw di situ tentu saja ia berpikir seribu kali, mungkin masuk dan segera keluar lagi membawa wanita itu. Tapi karena Peng Houw ada di situ dan melompat masuk, mengangkat dan melempar murid-murid yang mengeroyok Hwa-i Sin-ni maka barulah Hek-tung Lo-kai dan Ki Ong terkejut melihat pemuda itu.

"Trak-trakk!"

Tongkat bertemu papan catur dan tongkat hitam di tangan Hek-tung Lo-kai. Benturan ini membuat lawan terhuyung sementara Giok Yang Cinjin sendiri tergetar. Sesungguhnya tosu ini dapat melayani dua orang itu kalau saja tak ada keroyokan murid-murid Hek-i Kai-pang. Di markas tadi ia terdesak karena dikerubut begitu banyak, juga ruang gerak yang tak begitu bebas dan lega.

Maka ketika kini Hek-tung Lo-kai maupun Ki Ong terhuyung menerima tangkisan, murid yang lain maju dan menyerangnya pula tiba-tiba mereka itu dibuat kaget ketika pukulan Peng Houw membuat mereka terangkat dan terlempar.

"Pergilah, kalian tikus-tikus tiada guna!"

Barulah Hek-tung Lo-kai dan si Raja Catur pucat. Adanya pemuda ini tentu saja membuat mereka gentar. Mereka melarikan diri juga karena hadirnya si Naga Gurun Gobi ini. Maka ketika mereka terlempar dan bergulingan mengeluh segera dua orang ini meloncat bangun dan melarikan diri. Peng Houw bergerak ke sana-sini menolong supek dan nenek baju kembang itu. Kedatangannya benar-benar membuat Hwa-i Sin-ni tertolong.

Dan ketika semua melarikan diri sementara hanya beberapa saja yang roboh, hutan itu menjadi tempat persembunyian yang baik akhirnya wanita ini menghentikan gerakan pedangnya dan tampak kelelahan, menggigil mandi keringat.

"Keparat, Hek-i Kai-pangcu lolos. Jahanam itu tak dapat kukejar!"

"Sudahlah," Giok Yang Cinjin menghibur. "Sekarang tak berhasil besok atau lusa dapat dicari lagi, Sin-ni. Untunglah kami datang dan kau tak sampai celaka."

"Ya, terima kasih!"

"Bukan, bukan kepadaku. Kalau tak ada pemuda ini akupun tentu tak dapat menyelamatkanmu. Ha-ha, Naga Gurun Gobi-lah yang menyelamatkanmu, Sin-ni, aku si tua tak dapat berbuat banyak kalau tak ada dia!"

Nenek ini memandang Peng Houw. Sebersit warna merah membuat wajahnya tersipu-sipu, tapi ketika ia menarik napas dan membungkuk di depan pemuda itu maka dia mengucapkan terima kasih dengan nada berat. "Aku Hwa-i Sin-ni telah berhutang budi. Semoga dapat kubalas dan kelak membayar hutang ini. Terima kasih atas pertolonganmu."

"Locianpwe tak usah begitu. Sesama teman sendiri tak ada hutang dan bayar budi. Sudahlah, aku tak mencatat ini sebagai kebaikanku, locianpwe. Aku melakukan itu semata membela kebenaran. Aku tak perlu dibayar!"

Peng Houw melihat keangkuhan dan agak tak senang dengan wanita ini. Kalau saja ia tak melihat bahwa Hwa-i Sin-ni memusuhi Hek-i Kai-pang yang jelas jahat mungkin dia enggan bicara. Tapi supeknya Giok Yang Cinjin justeru tertawa.

"Ha-ha, kalau mau bayar lebih baik sekarang saja. Eh, bukan kebetulan kami datang di markas Hek-i Kai-pang, Pemuda ini ada keperluannya. Nah, mungkin kau bisa tolong!"

"Tolong apa,?” nenek itu bersinar. "Kalau dapat kubayar tentu senang, Cinjin. Katakan dan apa yang harus kulakukan!"

"Tidak berat, melainkan numpang tanya. Apakah kau bertemu dengan isteri pemuda ini karena Peng Houw sedang mencari-cari isterinya, juga anaknya!"

Wanita ini berkerut kening. "Seorang wanita muda berbaju merah? Li Ceng namanya?"

"Benar!" Peng Houw berseru dan tiba-tiba maju setindak. "Itulah isteriku, locianpwe. Di mana kau melihatnya!"

"Hm!" wanita ini tertawa dingin, aneh, sikapnya tiba-tiba tak senang. "Kalau itu isterimu maka tak kusangka, anak muda. Kebetulan saja aku bertemu dan ia menceritakan semuanya kepadaku. Hanya ia tidak menyebut suaminya, yang ternyata kau. Aku tak tahu ke mana ia pergi karena setelah itu melanjutkan perjalanannya lagi."

"Ke mana ia," Peng Houw gemetar, matanya berkaca-kaca. "Aku mencarinya karena aku memang telah berbuat salah kepadanya!"

"Aku tak tahu," Hwa-i Sin-ni bersikap dingin. "Memang ia telah menceritakan semuanya, anak muda, tapi bukan urusanku. Ia ke barat dan katanya ke propinsi Ho-nan."

Peng Houw bersinar dan memandang supeknya. Tiba-tiba harapan timbul, ia hendak bicara tapi masih ragu, ada orang lain di situ. Dan ketika nenek ini melihat ini ia pun tiba-tiba mengerti dan mengangguk.

"Cinjin, agaknya akupun harus pergi. Aku akan membalas dendam kepada orang-orang Hek-i kai-pang itu. Biarlah di sini saja perjumpaan kita dan sampai ketemu lagi!"

Kakek itu mengangguk. Sin-ni berkelebat dan meninggalkan dua orang ini, mayat muridnya tak ada lagi dan mungkin sudah dikubur. Dan ketika ia menarik napas dalam sementara Peng Houw menghadapi supeknya itu maka pemuda ini berkata,

"Agaknya tugas kita harus dibagi. Aku akan ke Ho-nan mencari jejak isteriku, supek, dan kau harus kembali ke tempatku mengawasi anak-anak itu. Berilah mereka pelajaran dasar dan tunggu aku kembali...!”

"Baiklah, pinto ke sana. Akan pinto jaga dan didik anak-anak itu, Peng Houw, tapi cepatlah kembali dan beri pinto kabar."

Peng Houw mengangguk. Setelah di Hek-i Kai-pang ini mereka tak mendapat apa-apa dan justeru Hwa-i Sin-ni yang tahu jejak isterinya maka pemuda itu bergerak dan meninggalkan supeknya.

Giok Yang Cinjin juga mengangguk dan harus kembali ke tempat anak-anak itu, Siao Yen dan kakaknya Po Kwan. Dan ketika kakek itu juga berkelebat dan pergi ke arah lain maka masing-masing sudah bekerja sendiri dan Peng Houw akhirnya bertemu dengan Hong Cu, murid Sin-hong pang yang cantik jelita dan hampir digagahi Ban-tok Wi Lo.

Ternyata di Ho-nan inipun ia gagal dan Naga Gurun Gobi itu memasuki sebuah guha, bersila dan duduk bertapa mencari isteri atau anaknya dengan getaran batin. Dengan cara ini ia berharap dapat menemukan petunjuk-petunjuk tapi celakanya malah mendapat peristiwa baru, jatuh cintanya gadis Sin-hong-pang itu hingga akhirnya berubah benci. Naga Gurun Gobi menolak cintanya. Dan ketika Hong Cu akhirnya pergi dan menangis tersedu-sedu maka gadis ini bertemu Chi Koan yang sesungguhnya amat berbahaya!

* * * * * * * *

Malam itu memang tak terjadi apa-apa di kamar sebelah Ini. Hong Cu, yang tidur dengan nyenyak dan tenteram akhlrnya pulas dan merasa bahagia. Kepercayaannya mulai penuh kepada si buta, Chi Koan memang pandai membawa diri, pandai menyembunyikan segala keganasan di balik tutur kata halus dan sikap lemah lembut.

Dan ketika hari kedua juga dilewatkan dengan gembira, tuan rumah dan seluruh pelayannya begitu hormat kepada Chi Koan maka Hong Cu benar-benar yakin bahwa bersahabat dengan si buta ini justeru menguntungkan, apalagi ketika si buta mulai memberikan Ang-see-ciang (Pukulan Pasir Merah) kepadanya!

"Pukulan ini harus dilatih dua tiga tahun lamanya, bagi yang belum pernah belajar silat. Tapi karena kau telah memiliki kepandaian cukup dan hanya mengetahui dasar-dasarnya maka sebulan dua saja kau sudah dapat menguasai ilmu ini, Cu-moi. Asal rajin dan tekun belajar tentu berhasil. Di sini kita bebas."

"Aku kagum!" Hong Cu tak sembunyi-sembunyi lagi. "Sui-taijin dan lain-lainnya itu begitu hormat kepadamu, Koan-ko. Kau tiada ubahnya seorang kaisar saja, segala permintaanmu diturut!"

"Tentu saja," si buta tersenyum. Ia kawan lamaku, Cu-moi, dan aku telah banyak menolongnya. Apapun tentu akan di berikan kalau aku yang minta. Eh, mana muridku Siauw Lam!"

"Dia bermain-main di belakang, merawat kuda. Apakah kau memerlukannya dan boleh kupanggil."

"Tidak, jangan, aku hanya ingin tahu saja dan biar ia di belakang. Hm, bagaimana tidurmu semalam, Cu-moi, enak?"

"Enak," gadis ini memerah. "Aku tidur hampir tanpa mimpi."

"Ha-ha!" si buta tertawa bergelak. "Kau tak ingat siapapun juga? Tidak juga kepadaku?"

Hong Cu semburat. Ia tak menjawab dan si buta memegang lengannya. Kali inipun dengan lembut dan penuh perasaan si buta meremas lengannya, jiwa Hong Cu terguncang. Tapi ketika pemuda itu berbisik menanyakan cintanya tiba-tiba dia menggigil dan melepaskan diri.

"Aku aku tak tahu, Koan-ko, masih bingung. Aku belum dapat menjawab."

"Hm, tapi sukakah kau kepadaku, atau tidak."

"Aku suka "

"Kalau begitu cinta!"

"Ih, jangan pegang-pegang, Koan-ko, kita di tempat terbuka, nanti ada orang!"

Gadis ini jengah ketika si buta kembali menyambar dan memegang lengannya. Ia khawatir ada orang di situ minimal Siau Lam, bagaimana kalau anak itu tiba-tiba muncul. Lalu ketika si buta melepaskan kembali tangannya dan ia agak tak enak, si buta muram maka ia buru-buru berkata bahwa persoalan mereka jangan dibicarakan di situ.

"Hm, kalau begitu di kamarku saja," si buta mengajak. "Di sana tak ada orang dan aku ingin tahu jawabanmu."

Hong Cu terkejut. "Di kamarmu?"

"Ya, atau di kamarmu, Cu-moi, sama saja. Kamar kita bersebelahan!"

Hong Cu berdebar. "Tapi...tapi bagaimana kata orang, Koan-ko. Kita.... kita!"

"Kita dianggap suami isteri oleh Sui-taijin, tuan rumah tak akan banyak bertanya!"

Gadis ini memerah. Memang walikota Ho-kian itu menganggapnya isteri si buta ketika pertama kali masuk, ia jengah dan diam-diam kaget kenapa tiba-tiba berduaan saja dengan seorang laki-laki, padahal Sin-hong-pang perkumpulan amat keras dan tak suka laki-laki. Tapi karena ia sudah terlanjur dan duduk sekereta berlama-lama iapun tak merasa apa-apa diajak ke kamar, kecuali bahwa jantungnya tiba-tiba berdegup dan kencang.

Chi Koan tersenyum lembut. Sebagai pemuda matang murid iblis cabul seperti Kwi-bo sesungguhnya ia tahu bahwa cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Hanya karena gadis ini merupakan gadis baik-baik dan belum pernah bersentuhan dengan lelaki maka Hong Cu maju mundur. Ia dapat merasakan betapa gadis itu menyambut cintanya.

Kekaguman gadis itu sudah merupakan modal awal, cinta biasanya berawal dari kagum. Tapi karena dia harus berhati-hati dan memetik gadis ini agar jatuh secara penuh, bukan paksaan maka iapun menahan dirinya dari nafsu yang sebenarnya sudah bergolak! Pandai sekali pemuda ini bertutur kata. Sikapnya yang lembut dan tingkah lakunya yang serba halus menyembunyikan semua isi jerohannya yang kotor.

Chi Koan memang benar-benar mengekang diri. Dan ketika sore itu ia mengajak gadis ini masuk kamar, menutup pintunya tapi tidak mengunci maka ia pun bertanya lagi tentang cintanya itu. Dan Hong Cupun akhirnya terisak.

"Baiklah, aku menerimanya. Tapi ada syarat dariku, Koan-ko, yakni aku harus dapat membunuh musuhku itu. Dapatkah kau membantunya dan beranikah kau menghadapinya!"

Si buta tertegun. "Rupanya sudah waktunya membuka kartu. Terima kasih dan terlebih dahulu aku ingin menunjukkan ke giranganku, Cu-moi, cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Biarkan sejenak rasa bahagiaku ini dengan mencium tanganmu."

Hong Cu memejamkan mata. Betapa sopan dan lembut si buta ini mencium jarinya, perasaannya tergetar dan tiba-tiba ia menangis digenggam erat. Lalu ketika si buta memeluk dan mencium pipinya ia pun tersedu dan Chi Koan tiba-tiba mencium bibirnya membuat gadis ini tersentak dan kaget.

"Uph!" Chi Koan cepat melepaskan diri. Sekali gerakan itu membuat ia tahu bahwa gadis ini betul-betul kaget. Hanya seorang perawan yang menunjukkan reaksi seperti itu! Maka ketika diam-diam ia menjadi girang bahwa gadis ini masih suci, calon kekasih yang nikmat maka ia pura-pura menunduk dan merasa salah.

"Maafkan, aku lancang, Cu-moi, berani menciummu. Aku tak tahan!"

Hong Cu merah padam. Baru kali itu ia dicium laki-laki dan seluruh tubuh rasanya tiba-tiba panas dingin. Ia sudah beberapa kali dipeluk si buta tapi ciuman kali ini benar-benar menyentakkannya, ada kaget dan malu tapi juga marah. Namun karena si buta sudah meminta maaf dan kemarahan pun lenyap, kelopak yang berkejap-kejap itu membuatnya haru maka ia pun menarik napas panjang dan berkata,

"Koan-ko, aku tak marah. Hanya... hanya aku belum selesai bicara. Aku belum mengajukan syarat!"

"Benar, sekarang katakanlah. Aku siap mendengarnya, Cu-moi, dan raga serta nyawa inipun siap untukmu!"

Tergetar gadis ini. Kalau saja yang bicara itu adalah si Naga Gurun Gobi. Ah! Tapi ketika ia mengepal tinju dan membayangkan Peng Houw penuh kebencian akhirnya ia duduk dan membiarkan saja si buta kembali menggenggam lengannya. Ia masih belum bicara.

"Katakanlah," si buta mendesak. "Apa yang harus kulakukan untukmu, Cu-moi. Apakah harus menerjang barisan golok atau laut yang mendidih!"

"Bukan, bukan itu, melainkan aku ingin kau berhadapan dengan Peng Houw, si Naga Gurun Gobi!"

Hampir saja si buta ini mencelat dan mencengkeram kepala Hong Cu. Kalau saja ia tak tahu bahwa gadis ini benar-benar membenci seseorang dan suara itupun sungguh-sungguh tentu dia menyangka gadis ini utusan Peng Houw. Ia hendak diadu! Tapi ketika ia sadar dan tertawa bergelak, membuang semua syarafnya yang tegang maka si buta ini bangkit berdiri dengan kata-kata meninggi, heran.

"Apa, kau hendak menyuruhku bermusuhan dengan Naga Gurun Gobi Peng Houw? Bukankah dia seorang pendekar yang mewakili kebenaran menumpas kejahatan? Ah, sungguh mengejutkan. Kau bersungguh-sungguh atau main-main saja, Cu-moi, jangan bikin kaget orang. Pemuda itu adalah orang baik-baik, tokoh dan murid Go-bi yang gagah!"

Hong Cu mengakui. Memang siapa tidak mengenal pemuda itu sebagai seorang jago muda yang bernama harum. Murid Go-bi ini adalah pendekar yang menentang kejahatan membela kebenaran. Tapi karena sakit hatinya jauh di atas pikiran jernih, patah hati membuat orang mudah berpikiran pendek maka ia mendengus dan mengejek.

"Aku tak perduli segala pujian orang. Kepadaku ia jahat, Koan-ko, kejam. Aku membencinya dan ingin membunuhnya membalas semua sukit hati!"

"Hm-hm, apa yang dia lakukan," Chi Koan mengangguk-angguk, tentu saja kaget tapi menyembunyikan semuanya itu, masih harus menunjukkan diri bahwa ia pun pemuda baik-baik, golongan pendekar. "Apa yang ia lakukan kepadamu hingga sedemikian sakit perasaanmu, Cu-moi. Kejahatan apa yang ia lakukan hingga kau membencinya sedemikian rupa."

"Ia... ia mempermainkan enci ku. Ia menghina dan merendahkan derajat kami kaum wanita!" Hong Cu berbohong.

"Apa yang ia lakukan," Chi Koan benar-benar tertarik. "Dan kau rupanya masih mempunyai seorang enci!"

"Hm, benar," gadis ini teringat sucinya Siang-mauw Sian-li (Dewi Rambut Harum), ketua Sin-hong-pang. "Kejadiannya menyakitkan, Koan-ko. Terus terang saja masalah cinta!"

"Cinta?"

"Ya, enciku mencintai pemuda itu namun ditolak dengan kasar dan keras. Tak kusangka pemuda seperti itu tak tahu perasaan wanita dan mencaci enciku habis-habisan. Aku membela tapi malah kena getahnya!"

Hong Cu menangis dan Chi Koan mengangguk-angguk. Ia jadi ragu juga namun tersenyum, betapapun ia tak percaya begitu saja cerita ini. Ada ditangkapnya nada bohong di situ, gadis ini tak semuanya benar. Maka ketika ia mengangguk-angguk dan membelai rambut itu, berkata bahwa ia akan membantu gadis itu maka Hong Cu merasa besar hati mendengar sebuah janji.

"Kau tak usah khawatir, aku pasti datang dan mencari pemuda itu. Kalau benar ia menghina encimu tentu akan kulabrak dan kutuntut dia, Cu-moi. Tak pantas seorang seperti itu menghina dan memaki-maki wanita. Mana perasaannya!"

"Dan ia memaki-maki aku pula. Ah, benci benar aku kepada pemuda itu, Koan-ko. Kalau aku dapat membunuhnya tentu kubunuh dia!"

"Aku membantumu, jangan tekut. Tapi di mana sekarang encimu."

"Enci pergi, menghilang. Aku tak tahu dimana tapi tentu ia pergi untuk membuang malunya."

Chi Koan mengangguk-angguk, senyumnya mengembang aneh. "Untuk semua itu kau harus menambah kepandaian, Cu-moi. Akan kuberikan nanti sebuah ilmu meringankan tubuh yang hebat. Sudahlah, tidurlah dan besok kita bicara."

Hong Cu tertegun. Si buta ini bangkit dan meninggalkannya setelah memberinya kecupan mesra. Sekarang ia tak lagi menolak dan Chi Koan sudah melangkah maju setahap. Gadis itu semakin besar kepercayaannya. Dan ketika malam kedua dilewatkan tenang dan bahagia maka malam ketiga Hong Cu terjeblos!

Malam ini Chi Koan bersila di atas pembaringannya. Sebatang dupa, menancap di atas meja mengepulkan asapnya yang harum mewangi. Asap ini keluar lewat celah-celah pintu dan memasuki kamar Hong Cu. Getaran yang amat kuat dan penuh pengaruh mengudara di sekeliling kamar itu, penuh tenaga batin dan orang yang mencium bau dupa ini serasa melayang-layang.

Dan ketika Hong Cu juga serasa melayang-layang dan terbawa asap dupa itu, wajah Chi Koan muncul tersenyum-senyum maka gadis ini tiba-tiba melompat bangun dan seakan mendengar suara pemuda itu, lembut berbisik-bisik.

"Cu-moi, ke sinilah. Aku rindu kepada mu!"

Gadis itu terkejut. Pintu ditutup rapat dan tak ada pemuda itu. Ia hanya melihat bayang-bayangnya saja. Tapi ketika ia tergetar dan menghirup asap dupa lebih banyak, dupa itu seperti dupa pengantin maka gadis ini serasa kehilangan kesadaran ketika ia tiba-tiba membuka pintu dan keluar.

"Koan-ko, kau di mana?"

Bisikan inipun seakan tak disadarinya. Ia melihat pintu kamar pemuda itu tertutup dan sejenak ada keragu-raguan di sini. Tapi ketika suara itu kembali memasuki telinganya dan si buta serasa memanggil, ia menggigil maka tanpa terasa lagi gadis ini sudah membuka kamar Chi Koan. Dan pemuda itu tampak bersila tenang menghadap ke arahnya, wajah itu tiba-tiba tampak luar biasa tampan dan Hong Cu tertegun. Sinar gaib memancar bagai dewa!

"Masuklah," Suara halus itu bukan bisikan lagi. "Aku menunggumu di sini, Cu-moi, di pembaringan ini. Tutuplah pintunya dan kunci."

Aneh, gadis ini menurut. Bagai tersihir dan maju perlahan-lahan ia mendekati si buta yang duduk bersila. Ada daya tarik kuat menghisapnya dari depan. Lalu ketika gadis ini berhenti dan diam di tepi pembaringan mendadak Hong Cu mengeluh dan merasa mukanya terbakar. Bau dupa merangsang birahinya!

"Koan-ko, kau... kau memanggilku ke sini?"

"Kalau kau mau, Cu-moi, dan ternyata kau datang. Malam ini aku ingin menjadi pengantin dan meresmikan hubungan kita. Kau tampak cantik dan jelita sekali.

"Dan kau tampan, gagah dan mengagumkan. Ah, apa yang kulihat ini, Koan-ko, kau tidak buta lagi...!"

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 09

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 09


TERKEJUTLAH pengemis itu. Ia sengaja hendak membawa anak-anak ini ke belakang untuk diselesaikan di sana, kalaupun Hek-i Kai-pang hendak berbuat curang tak ada yang tahu. Maka ketika ia ditolak dan kedoknya serasa dibuka, dua pemuda itu gagah memandangnya maka pengemis inipun menjadi marah dan naik darah.

"Bagus, kalau begitu di sinipun tak apa, tapi kalian harus kutangkap karena menghina di depan seorang pembesar...Wut " pengemis itu berkelebat dan tahu-tahu tangan kirinya menyambar pemuda di sebelah kiri, yang kanan mencengkeram pemuda satunya akan tetapi dengan cepat dan gesit mereka ini mengelak dan menyelamatkan diri.

Serangan pengemis itu luput. Akan tetapi karena Hek-coa-Lo-kai bukan pengemis sembarangan dan ia adalah tokoh nomor tiga, membalik dan menyerang lagi maka berturut-turut dua pemuda itu akhirnya menangkis karena kaki dan tumit pengemis itu juga menyambar.

"Duk-plak!"

Dua pemuda itu terhuyung dan terbelalak marah. Hek-coa Lo-kai sudah menyambar mereka lagi dan pedangpun dicabut. Hanya dengan tangan kosong saja pengemis itu ternyata mampu mendesak mereka, cengkeraman atau tendangannya cukup berbahaya, Dan ketika dengan pedang ini dua pemuda itu menghadapi lawannya, pengemis mendengus maka Hek-coa Lo-kai tak takut dan ia menerima pedang dengan sisi telapaknya yang kuat menampar dari samping.

"Plak-plak!"

Dua pemuda itu tergetar dan tetap terhuyung. Nyata bahwa kepandaian pengemis itu memang hebat, sebentar kemudian menyambar-nyambar dan mengelilingi lawan disambut tepuk sorak penonton. Pertandingan akhirnya berjalan ramai. Dan ketika duapuluh jurus kemudian pengemis ini menguasai pertandingan, dua pemuda itu kebingungan tak mampu mengikuti akhirnya pedang terlepas dan mencelat dipukul pengemis lihai ini, disusul sebuah tendangan dan dua pemuda itu terlempar.

Mereka terbanting dan mengaduh di luar, satu di antaranya pingsan. Dan ketika dua tubuh itu berdebuk tak dapat bangun akhirnya meledak sorak-sorai tamu undangan, terutama murid-murid Hek-i-Kai-pang sendiri. Pucatlah dua orang muda lain di tempat itu. Mereka adalah gadis baju kembang dan pemuda pertama itu, Gu San.

Tadi mereka hanya menonton dan berdiri di pinggir. Maka ketika pertandingan usai sementara dua pemuda yang pingsan itu dibawa murid-murid Hek-i Kai-pang, ditangkap maka gadis dan pemuda ini tampak gentar. Satu di antara tiga tokoh pengemis ini telah unjuk gigi.

"Nah!" Hek-coa Lo-kai membersihkan pakaian mengejek dua lawannya itu. "Sekarang bagaimana kalian, anak-anak, apakah hendak membuet onar dan ingin seperti dua tikus tadi, Majulah kalau ingin Maju!"

"Aku hanya mencari Li Pang!" pemuda pertama akhirnya mengeraskan hati.

"Dan aku Son Tek!" gadis di sebelah menggigit bibir. "Kalau kau melindungi muridmu tentu saja aku tak perlu takut Hek-coa Lo-kai, betapapun aku ingin mencari kebenaran. Kalah menang adalah biasa."

"Benar, kalah menang adalah biasa," pemuda itu akhirnya mendapat keberanian. "Kalau kau melindungi orang yang kucari tentu saja aku tak perlu takut, Lo-kai. Aku mewakili ayahku yang mayatnya belum dingin!"

Pengemis itu tertawa mengejek. Setelah ia memperoleh kemenangan maka kesombonganpun muncul, sorak dan pekik penonton mulai riuh. Bahkan Gak-taijin pun tersenyum-senyum dan mengangguk, berbisik dan mendekatkan mulut ke telinga ketua Hek-i Kai-pang dan ketua pengemis itu berseri-seri. Entah apa yang dibicarakan tak ada yang tahu.

Tapi ketua itu tiba-tiba mengerahkan Coam-im- jip-bitnya kepada sang sute agar gadis itu ditangkap hidup-hidup, jangan dilukai dan biar ia roboh tertotok. Dan ketika pengemis itu memandang suhengnya mengangguk perlahan, inipun tak banyak diketahui orang maka pengemis itu sudah menggapai keduanya dengan suara merendahkan.

"Sebaiknya kalian maju saja berdua, aku tak ingin berlama-lama. Nah majulah dan kita selesaikan ini!!"

Pemuda itu menoleh ke kanan. Gadis baju kembang mengangguk dan tiba-tiba mereka seakan sudah teman sendiri, satu tujuan dan satu keinginan. Dan karena maklum bahwa Hek-coa Lo-kai bukan pengemis sembarangan akhirnya gadis itu membentak dan berkelebatlah dia menusuk lawannya itu.

"Bagus, kau sendiri yang menantang. Jaga dan hati-hati perutmu, Lo-kai, aku menyerang!"

Bau harum menyambar bersaamaan serangan ini. Pengemis itu menyeringai dan menggerakkan tangannya menampar, pedang ditangkis dari samping dan gadis itu terpental, Lagi untuk kesekian kali tokoh Hek-i Kai-pang ini membuktikan kehebatannya, ia membuat gadis itu terpekik. Dan ketika ia berkelebat dan balas menyerang maka pengemis ini lenyap dan pemuda pertama yang tadinya ragu dan agak jengah mendadak melompat dan membentak mengeroyok pengemis ini pula.

"Hek-coa Lo-kai, jaga seranganku!"

Sang pengemis tertawa. Kesombongan benar-benar menguasai hatinya dan ia menangkis, pedang terpental dan pemuda itu juga terkejut. Dan ketika ia berkelebatan dan membalas dua pemuda ini segeralah tampak bahwa kepandaian sang pengemis memang tinggi, masih di atas dua orang mudá itu.

"Ha-ha, begini saja menantang Hek-i- Kai-pang. Lihat, kalian yang harus hati-hati dan menjaga diri, anak-anak, atau pedang melukai kalian dan jangan salahkan aku!”

Dua orang muda itu gelisah. Ternyata setelah mereka menyerang dan dibalas tampaklah bahwa lawan benar-benar lihai. Tangkisan atau tamparan pengemis itu membuat telapak mereka pedas dan sakit, gadis baju kembang malah menjerit ketika pedangnya lepas.

Untunglah, dengan kesigapannya dan berkat temannya pula ia dapat berjungkir balik menyambar pedangnya lagi, pemuda itu menyerang dan menghalangi Hek-coa Lo-kai merobohkannya dengan cepat. Dan ketika pertandingan berjalan lagi namun mereka tetap terdesak, Hek-coa Lo-kai mulai menujukan serangannya kepada pemuda itu maka si gadis menjadi bebas dan tidak setertekan temannya.

"Plak-duk!"

Lutut pengemis ini menghantam perut si pemuda. Waktu itu pemuda ini menggerakkan pedang akan tetapi dengan cepat ditangkis, terpental dan saat itulah Hek-coa Lo-kai mengangkat lututnya. Cepat dan ganas pengemis ini memasukkan lututnya, si pemuda terjengkang dan pedangpun mencelat, mengaduh. Dan ketika pemuda itu tak dapat bangun lagi karena isi perutnya pecah, diam- diam pengemis ini membunuh lawannya maka gadis baju kembang terkejut dan melengking tinggi.

Namun Hek-coa Lo-kai memang unggul. Dalam beberapa gebrakan setelah pertandingan itu pengemis ini sudah dapat melihat bahwa orang-orang muda yang mengeroyoknya ini bukanlah tandingannya. Itulah sebabnya ia menyuruh maju berdua, kalaupun dugaannya meleset masih ada ketua dan murid-murid Hek-i-Kai-pang di situ, pendeknya ia yakin menang. Dan ketika ia harus merobohkan pemuda ini agar si gadis dapat ditangkap, hidup-hidup iapun tertewa bergelak melihat muka pucat gadis baju kembang ini.

"Ha-ha, temanmu roboh. Kalau tak ingin terluka harap menyerah baik-baik, nona, Kami orang-orang Hek-i Kai-pang bukan orang kejam terhadap orang lain!"

"Keparat, kau melukai pemuda itu. Aku tak akan menyerah, Hek-coa Lo-kai, kau pengemis busuk yang melindungi murid- muridmu yang busuk pula!"

"Ha-ha, kalau begitu kau menyusul temanmu. Akan tetapi aku bukan orang kejam, baiklah kau roboh dan lepaskan pedangmu!" pengemis ini tak memberi hati setelah lawan tak mau menyerah. la telah merobohkan pemuda itu dan lebih gampang lagi baginya merobohkan gadis ini.

Maka ketika ia menyambut dan menerima tusukan cepat, dua jarinya menjepit mata pedang maka tiba-tiba pengemis itu membentak dan tangan yang lain menotbk pundak lawan.

"Tuk!" Terbeliaklah gadis ini. la kaget ketika pedang tiba-tiba tak depat dicabut, dua jari yang menjepit itu amat kuatnya hingga sedikitpun tak dapat ditarik.Pedang itu seakan menancap di celah batu yang amat dalam, kuat dan kokoh. Dan ketika ia lebih terkejut lagi oleh totokan lawannya, tak mampu menghindar maka robohlah gadis ini dan Hek-coa Lo-kai pun merampas pedangnya. Tepuk riuh mengiringi kemenangan itu.

"Ha-ha, sudah kubilang. Nah, apa kataku, nona. Tapi kami orang Hek-iH Kai pang bukan orang kejam seperti yang disangka orang. Kau telah roboh dan menjadi tawanan kami tapi kami tak akan berbuat sewenang-wenang. Biarlah sementara kami membawamu ke belakang dan nanti kami adili!"

Pengemis itu meloncat turun dan menyambar tawanannya ini. la disambut dua pengemis lain yang sudah mendapat bisikan ketua, menerima dan membawa pergi gadis itu sementara tiga pemuda yang roboh terkapar diseret ke dalam. Pemuda yang terakhir tewas!

Dan ketika semua orang terkagum-kagum dan mengira tawanan hanya terluka saja maka kekacauan di depan yang sudah diatasi pengemis ini mendadak digemparkan oleh teriakan dan keributan di belakang. Dua bayangan berkelebat dan muncul di situ.

"Sute, tangkap pemuda itu. Tahan temannya dan jangan biarkan mereka lolos!"

Kiranya Peng Houw dan Giok Yang Cinjin muncul di sini. Mereka baru saja keluar dari sumur rahasia dan dikeroyok murid-murid Hek- i Kai-pang, satu di antaranya bahkan Hek-tung Lo-kai yang membawa tongkat. Tapi ketika semua dapat dihalau dan dorongan Peng Houw membuat semua terkejut, tongkat Hek-tung Lo-kai bahkan mengemplang kepalanya sendiri maka Giok Yang Cinjin yang menyamar sebagai kakek bergelung tiga meminta pemuda ini ke tempat pesta.

"Sudah waktunya, sudah saatnya. Heh-heh. ayo kita ke depan, Boan-su. Tegur Hek-i Kai-pangcu kenapa ia menekan rakyat menindas dan sewenang-wenang!"

Peng Houw, yang menyamar sebagai seorang kongcu bernama Boan-su mengangguk-angguk. Giok Yang Cinjin tetap dipanggil supek atau paman-guru, berkelebat dan lari keluar setelah mengangkat tutup beton. Peng Houw menjadi marah karena ia dicurangi orang-orang Hek-i Kai-pang itu, terjeblos ke dalam sumur dan dicarinya Kwa-kut-to Hong Ta.

Golok Pengerik Tulang itulah yang menipunya dan membawanya ke situ, juga si Pemabok Lai Pak yang menjebloskan supeknya. Maka ketika ia menghalau murid-murid Hek-i kai-pang dan juga Hek-tung Lo-kai sute dari ketua Hek-i Kai- pang maka pemuda ini mengangguk setuju dan ingin menghajar perkumpulan pengemis itu, terutama tokohnya.

Peng Houw sudah di sini ketika semua orang terkejut, Giok Yang Cinjin juga berkelebat dan datang dengan tawanya yang berderai. Dan ketika semua tamu terbelalak dan bangkit berdiri, para murid menghadang jalan maka Hek-tung Lo-kai berteriak-teriak bahwa dua orang itu adalah mereka yang merampas uang derma.

"Awas, jangan sampai lolos. Anak muda itu amat lihai. Tangkap dia!"

Belasan pengemis muda meloncat. Mereka kaget dan juga heran bahwa lawan demikian berani matinya, bukan melarikan diri malah ke tempat ramai! Tapi ketika masing-masing sudah bergerak dan menghantam pemuda itu, Peng Houw mengibaskan lengan bajunya maka semua terpental dan senjata menggebuk tuannya sendiri-sendiri.

"Minggir, aku ingin menemui Hek-i Kai-pangcu... buk-buk-bukk!"

Pengemis berteriak dan terlempar ke kiri kanan. Mereka tak menyangka kedahsyatan pemuda itu híngga sekali kibas saja mencelat, bukan main kagetnya semua anggauta Hek-i Kai-pang. Tapi ketika Hek-coa Lo-kai membentak dan berkelebat maju, suhengnya bertanding dengan pengacau satunya maka pengemis ini mencengkeram Peng Houw dengan tangan kanannya.

"Kau kiranya perampas uang derma. Robohlah, anak muda, Hek-i Kai-pang takkan memberi ampun kepada orang-orang semacammu ini!"

Peng Houw telah melihat pengemis ini. Tadi, ketika ia duduk di kursi undangan dan Hek-coa Lo-kai berada di luar maka pengemis itu dilihatnya sebagai pengemis yang berkedudukan tinggi. Murid-murid yang mengangguk dan memberi hormat memberitahukan kepadanya bahwa pengemis itu seorang tokoh, terbukti bahwa Hek-tung Lo-kai menyebutnya sute atau adik seperguruan. Maka ketika ia mendengus dan melepas marah, cengkeraman itu diterimanya saja maka pengemis ini menjerit karena kelima jarinya bengkok-bengkok bertemu pundak yang seakan baja.

"Aduh!"

Peng Houw tidak berhenti di sini. Ia menggerakkan tangan dan tahu-tahu balik mencengkeram pundak lawan, mengangkat dan melempar pengemis itu hingga jatuh ke dalam. Dan ketika Hek-i Kai-pang benar-benar gempar karena seorang tokohnya dirobohkan begitu mudah, Peng Houw sudah maju lagi maka Hek-sai Lo-kai si pengemis pimpinan berubah mukanya dan cepat maklum adanya bahaya.

"Taijin sebaiknya menyingkir, langsung saja ke dalam. Gadis itu ada di kamar pribadiku!"

Sang menteri terbelalak dan pucat. Datangnya dua orang ini membuat panik dan kaget semua orang termasuk rombongan pemerintah pusat. Menteri she Gak, yang bangkit dan berdiri dari kursinya buru-buru diantar ke dalam oleh pengawal dan pengiringnya. Tujuh murid Hek-i Kai-pang melindunginya secara pribadi, lenyap dan memasuki ruangan dalam tapi anehnya wajah menteri ini berseri-seri.

Dalam kepanikan itu terbayang wajah si gadis baju kembang! Dan ketika menteri ini lenyap sementara Peng Houw juga tak menduga buruk menteri itu, gadis baju kembang terancam bahaya memalukan maka pemuda ini sudah dikeroyok, tapi semua murid-murid Hek-i Kai-pang dilemparnya mudah. Lai Pak si Pemabok tiba-tiba muncul dan menyerang Peng Houw, begitu juga Kwa-kut-to Hong Ta yang menipu pemuda itu . Dan begitu Peng Houw melihat mereka dan girang bukan main segera pemuda ini menyambar dean membentak dua orang itu.

"Bagus, kalian masih di sini. Kau menipuku, orang she Lai, dan kau juga. Robohkan dan rasakan pukulanku!"

Dua orang itu bergerak di kiri kanan. Mereka tak tahu lawan yang dihadapi dan menangkis ketika diserang, bahkan Golok Pengerik Tulang mencabut senjatanya dan secepat kilat memapak lengan Peng Houw. la berharap lengan itu putus, goloknya tajam bukan main. Tapi ketika kakek ini berteriak dan menjerit keras, goloknya patah maka tubuhnya terlempar tinggi dan menabrak dinding.

"Aduh!" Kakek itu kelenger dan setengah pingsan.

Lai Pak si Pemabok juga bernasib sama karena ketika laki-laki itu mempergunakan Hoa-ciok-sinkangnya untuk menangkis maka ia pun menjerit merasa jarinya patah-patah. Cengkeramannya tak kuat menghadapi Hok-te Sin-kang. Dan ketika ia terbanting dan terlempar bergulingan maka ketua Hek-i Kai-pang benar-benar terkejut karena pemuda itu merobohkan semua lawan-lawannya begitu mudah.

"Siluman dari mana ini berani mengacau tempatku!" kakek pengemis itu tak tahan lagi dan melompat ke depan.

Suasana akhirnya ribut dan para tamu berlarian. Mereka yang sudah mendapat hadiah dari Gak-taijin cerai-berai, yakni bagian tamu undangan terdiri dari pedagang kecil kaki lima. Mereka itu sudah mendapatkan kegembiraannya setelah secara menyejukkan dan pandai menteri she Gak membagi-bagi hadiah, yakni bungkusan, yang tadi diberikan Hek-i Kai-pangcu padahal nanti Hek-i Kai-pangcu bakal memberinya hadiah lebih besar, upeti dari hasil "sumbangan" suka rela penduduk Kwang-cit.

Siapa menduga terjadi sogok-menyogok di tempat ini, pembelian semacam nama jabatan dan kekuasaan., Dan ketika ketua itu maju karena semua muridnya terlempar ke kiri kanan, marah bukan main maka Peng Houw sendiri sudah tiba di ruang dalam yang besar dan luas ini mendekati Hek-i Kai-pangcu.

"Wutt...!"

Tongkat di tangan ketua menyambar dahsyat. Hek-sai-kang (Tenaga Singa Hitam) dikerahkan pengemis ini menghantam Peng Houw. Biasanya batupun remuk dihajar. Tapi ketika Peng Houw mengelak memberikan pundaknya dipukul maka tongkat membalik dan pengemis itu terhuyung.

"Desss!"

Hok-te Sin-kang memang luar biasa. Tenaga seperti yang dikeluarkan Hek-sai Lo-kai bukan apa-apa bagi Peng Houw, ia telah membuat dirinya kebal dan senjata tajam pun tak akan mampu melukainya. Maka ketika lawan terpekik dan kaget bukan main, Peng Houw mengejar namun dihadang para murid dan lain-lain akhirnya kakek tinggi besar itu membelalakkan matanya meloncat bangun, memeriksa tongkatnya tapi untung tidak apa-apa.

Ketua Hek-i Kai-pang ini pucat. la masih belum mengenal pemuda itu sebagai Naga Gurun Gobi, kalau tahu semangatnya tentu terbang. Dan ketika ia menerjang lagi dan bersama yang lain mengeroyok pemuda itu akhirnya keramaian pesta berobah menjadi arena baku hantam yang membuat para penggembira lari berhamburan, pemusik atau para penarinya tergopoh melarikan diri untuk menyelamatkan diri.

Namun Peng Houw mendengar teriakan supeknya. Lagi untuk kesekian kali perhatiannya terpecah karena di sana sang tosu dikeroyok puluhan murid dan Hek-tung Lo-kai. Menghadapi Hek-tung Lo-kai sendiri tak begitu berat bagi tosu ini karena ia mampu. Bahkan Ki Ong si Raja Catur juga mengeroyok di sini, membantu sahabatnya Hek-i Kai-pang.

Tapi karena para murid berdatangan semakin banyak dan ruang gerak tosu ini kian menyempit, ia tak memiliki Hok-te Sin kang yang dapat melempar-lempar semua lawan seperti Peng Houw maka tosu ini terdesak dan akhirnya bak-bik-buk suara pukulan mendarat di tubuhnya. Giok Yang Cinjin memang memiliki Soan-hoan-ciang (Kibasan Angin Puyuh) namun, pukulan itu tak sehebat Hok-te-Sin-kang, apalagi tenaga sakti yang dimiliki Peng Houw adalah warisan Ji Leng Hwesio, dedengkot Go-bi.

Maka ketika ia terkurung dan ruang geraknya berkurang, kian lama keroyokan bertambah banyak akhirnya tak dapat dicegah lagi tosu ini mulai terhuyung-huyung oleh hujan tongkat dan senjata lawan, terutama tongkat hitam di tangan Hek-tung Lo-kai itu, senjata yang membuatnya sibuk dan paling keras kalau menghajar.

Dan ketiku tosu ini mulai mengeluh dan teriakannya terdengar Peng Houw, gelung itu akhirnya runtuh dan jenggot panjang juga tergerai tiba-tiba satu di antara para murid mengenal tosu ini sebagi Giok Yang Cinjin yang merobohkannya di luar kota Kwang-sin itu.

"Dia Giok Yang Cinjin, tosu bau itu!"

Terkejutlah semua pengemis. Akhirnya mereka yang pernah bertanding dengan tosu ini mengenal, berteriak dan menuding dan terkekehlah tosu itu. la sudah tak dapat menyembunyikan diri lagi setelah murid-murid Hek-i Kai-pang mengenalnya, terutama mereka yang pertempur dengannya di luar kota Kwang-sin. Dan ketika ia mengangguk dan tertawa bergelak, tongkat panjang dicabut dari punggungnya maka tosu ini bergerak menangkis semua senjata itu, ia tak mungkin bertangan kosong lagi.

"Ha-ha, benar, pinto adalah Giok Yang Cinjin. Hayo kalian maju dan robohkan pinto!"

Terbelalaklah Hek-tung Lo-kai. Berita pertempuran muridnya dengan tosu ini tentu saja sudah didengar. Tapi karena tosu itu pergi dan melarikan diri, begitu laporan yang diterima maka pengemis tinggi kurus ini tak menyangka bahwa tosu ini datang lagi, bahkan mengacau di tempatnya.

"Berani mati!" akhirnya pengemis itu membentak. "Apa kesalahan Hek-i Kai-pang kepadamu, Giok Yang Cinjin, kenapa membuat onar dan ribut di sini. Dan kau pula kiranya yang merampas uang derma Hek-i Kai-pang. Keparat, kau mencari mati!"

"Ha-ha, pinto hanya mengikuti murid keponakan pinto itu. Kesalahan pribadi Hek-i Kai-pang tentu saja ada, Lo-kai, dan itu adalah paksaan murid-muridmu meminta derma. Dan sekarang kau dan sahabat-sahabatmu menjebloskan pinto ke sumur rahasia, ini membuat dosa semakin berat dan keponakan pinto Naga Gurun Gobi tak bakal memberi ampun!"

"Apa? Naga Gurun Gobi?"

"Benar, itu murid keponakan pinto dari bekas gurunya Giok Kee Cinjin, dan kalian telah bermain-main dengan api. He-he, Siapa mau bersikap galak dan mari main-main dengan pinto... trak-trak!" tongkat bertemu tongkat dan Hek-tung Lo-kai terkejut.

Tosu itu menyebut-nyebut si Naga Gurun Gobi dan menuding pemuda di sana itu. Giok Yang Cinjin akhirnya harus menggertak orang-orang ini dengan nama besar Peng Houw, setelah ia terdesak dan melihat majunya anak-anak murid Hek-i Kai-pang lagi. Dan ketika gertakannya berhasil dan nama itu memang menggetarkan, apalagi ketika itu Peng Houw mengibas dan membuat Hek-i kai-pangcu terbanting dan bergulingan maka pengemis ini berubah dan seketika mukanya pucat.

Akan tetapi pengemis ini kurang yakin. Secara pribadi ia belum bertemu dan mengenal Peng Houw, hanya nama pemuda itu saja yang dikenalnya. Maka ketika ia membentak dan maju lagi, si tosu terkejut maka Giok Yang Cinjin dikeroyok lagi dan tongkat panjangnya harus diputar rapat melindungi diri. Ada tiga puluh orang mengeroyoknya!

"Bohong, kau coba menggertak kami. Apa hubungannya Naga Gurun Gobi dengan kami orang-orang Hek-i Kai-pang, Cinjin. Meskipun kami pernah mendengar tentang sutemu akan tetapi Gobi tak pernah bermusuhan dengan kaum pengemis di sini, Kau dusta!"

Giok Yang Cinjin mengelak dan menangkis. la tak diberi kesempatan banyak bicara lagi dan naik turun menyambar-nyambar. Papan catur Ki Ong tiba-tiba menghantam punggungnya. Dan ketika tosu itu terhuyung sementara Ki Ong tertawa mengejek maka Raja Catur itu juga tak percaya bahwa pemuda di sana itu adalah si Naga Gurun Gobi.

"Heh-heh, gertak sambal. Kau tak dapat membohongi kami di sini, tosu bau, Naga Gurun Gobi tak pernah keluyuran sampai ke Kwang-sin, tempatnya jauh!"

"Benar, dan aku hampir terpedaya. Ah, keparat kau, tosu tengik. Rasakan tongkatku dan kau mampus!"

Hek-tung Lo-kai lenyap kekhawatirannya terganti kemarahan. Omongan Ki Ong mendukungnya dan ia pulih lagi. Tapi ketika tosu itu didesak dan kembali berteriak menangkis hujan senjata maka Peng Houw mengibas dan mendorong mundur semua lawan-lawannya, supeknya memanggil.

"Peng Houw, tolong pinto. Mereka tak percaya bahwa kau si Naga Gurun Gobi!"

Apa boleh buat, pemuda ini berkelebat meninggalkan lawan-lawannya. Ia melihat tosu itu menerima gebukan dan tongkat serta papan catur membuatnya terhuyung-huyung. Ruang yang sempit membuat gerak si tosu semakin sempit saja. Tapi ketika Peng Houw menyambar dan melepas pukulan jarak jauh maka Hek-tung Lo-kai maupun Ki Ong terpelanting dan roboh bergulingan, kaget bukan main.

"Aihhh...!"

"Aduh...!"

Tiga puluh orang terlempar ke kiri kanan. Datangnya Peng Houw disertai angin pukulannya memang membuat murid-murid Hek-i Kai-pang terpekik. Jangankan mereka, Hek-tung Lo-kai sendiri sebagai tokoh nomor dua tertiup, roboh dan terbanting menabrak meja. Dan ketika pengemis itu bergulingan meloncat bangun, pucat pasi maka Giok Yang Cinjin terkekeh menyambar lengan pemuda ini.

"Ha-ha apa kubilang. Bukankah ia benar-benar si Naga Gurun Gobi!"

Peng Houw mengerutkan kening. Ia telah membebaskan supeknya dan berbisik kenapa supeknya harus membongkar rahasia, kenapa harus memberi tahu diri sendiri. Tapi ketika kakek itu tertawa dan berkata bahwa ia telah dikenal, jenggot dan gelung palsunya tak dapat disembunyikan lagi maka tosu itu berseru bahwa semua sudah waktunya.

"Pinto dikenal satu di antara mereka, yakni tikus-tikus busuk yang mengeroyok di luar kota itu. Dan karena pinto terdesak dan harus menyelamatkan diri maka namamu kupakai, Peng Houw, untuk menggertak dan menyuruh mundur orang-orang ini. Tapi pinto gagal, dan kau harus tetap datang ke sini!"

Peng Houw menarik napas. "Baiklah, supek di belakangku saja dan kita beradu punggung!"

"Heii, kau mau ke mana?"

"Menangkap Hek-i Kai-pangcu itu. Ia mau bersembunyi!"

Ternyata kesempatan ini dipergunakan Hek-sai Lo-kai sebaik-baiknya, sebab begitu Peng Houw berkelebat ke arah sutenya iapun menyelinap dan pergi. Ketua Hek-i Kai-pang ini menjadi gentar setelah Giok Yang Cinjin menyebut musuhnya. Ia percaya dan kaget karena tujuh kali ia menghantam tongkatnya selalu membalik.

Padahal sekali pemuda itu mengibas iapun terpelanting. Dan ketika kejadian itu berulang tujuh delapan kali, percayalah kakek ini maka ia menyingkir dan pergi ketika pemuda itu meninggalkan dirinya, menyuruh murid-murid tertua dan anggauta yang lain mengeroyok pemuda itu.

"Jangan pergi, aku menyiapkan sesuatu di belakang. Keroyok dan robohkan pemuda itu sampai aku kembali!"

Namun Hek-sai Lo-kai tak mungkin kembali. la bergegas melarikan diri menuju kamarnya di belakang, begitu sampai langsung mengetuk pintunya. Tapi ketika pintu tak dibuka dan ia menendang maka menteri Gak terkejut telanjang bulat. Di pembaringan tampak gadis baju kembang yang tersedu-sedu dan terikat kaki tangannya di kaki pembaringan.

"Ada apa, ah, kau mengejutkan aku. Ada apa, Lo-kai. Kenapa masuk dan membuat aku kaget!"

"Kita harus pergi dari sini!" ketua Hek-i Kai-pang memerah melihat pemandangan di kamar pribadinya itu, Gak-tai-jin menyambar dan buru-buru memakai pakaiannya. "Pemuda itu kiranya si Naga Gurun Gobi, taijin, dan tosu itu Giok Yang Cinjin. Cepat kita lari dan selamatkan diri dulu!"

"Gadis itu...?"

"Kita bunuh!"

Menteri Gak terkejut. Belum habis seruan ini pengemis tinggi besar itupun meloncat dan menggerakkan tongkatnya kepelipis gadis baju kembang. Gadis ini telanjang bulat dan kiranya baru saja diperkosa Gak-taijin. Seorang menteri memperkosa gadis muda! Dan ketika gadis itu terbelalak tapi tongkat menyambar pelipisnya, mengeluh dan terkulai maka kakek ini telah membunuh korbannya. Gadis itu tewas seketika!

"Kenapa kau bunuh, aku belum puas mempermainkan korbanku!!"

"Bodoh!" pengemis itu berkelebat dan memanggil seorang pengawal, orangnya Sok- taijin. "Kejadian ini harus dilenyapkan, taijin, atau gadis itu akan membalas dan kelak merepotkan kita saja!"

Menteri ini sadar. "Tapi sebenarnya ia akan kuambil selir, ia masih perawan dan memenuhi seleraku...!"

Namun Hek-i Kai-pangcu tak menjawab. Pengawal masuk dan disuruh membawa mayat itu, pengemis ini telah melepaskan semua tali ikatannya. Dan ketika pengawal itu terbelalak dan ragu-ragu, memandang berganti-ganti ke arah menteri Gak dan mayat itu tiba-tiba Hek-i Kai pangcu mendorongnya dan membentak.

"Peluk dan bawa mayat itu, cepat!"

Dorongan ini membuat ia terjatuh. Pengawal terkejut dan tepat sekali menimpa gadis baju kembang, akan tetapi begitu ia merangkul dan terjelungup di atas mayat. pengemis itupun menggerakkan tongkatnya dan retaklah kepala pengawal itu.

"Prakk!"

Gak-taijin lagi-lagi kaget. Untuk kedua kalinya ia melihat keganasan pengemis ini. Bukan main kejamnya kalau sudah seperti itu. Dan ketika ia bertanya kenapa hal itu lagi-lagi dilakukan, kakek ini tertawa maka Hek-i Kai-pangcu berkata bahwa semua itu demi nama baik Gak-taijin.

"Sekarang kita dapat berkata bahwa gadis itu mati karena dibunuh tikus busuk itu, diperkosa. Aku membunuhnya karena tak ingin ada saksi hidup. Nah, bergegas dan kita lari, taijin. Naga Gurun Gobi tak mungkin kita lawan. Kau harus cepat-cepat pulang ke kota raja!"

Akan tetapi berkesiur angin dingin, seorang wanita berusia lima puluh lima tahun, berbaju kembang muncul dan mengejutkan ketua Hek-i Kai-pang ini, entah dari mana datangnya wanita itu sang pengemis tak tahu, ia begitu sibuk dan tergesa-gesa menyelamatkan Gak-taijin.

Menteri ini harus dijaganya, dengan taruhan nyawa. Hilang nanti keuntungannya kalau tak dapat berlindung di balik kekuasaan! Maka ketika ia terkejut dan membelalakkan mata, berhenti di luar pintu maka wanita itu bertanya kepadanya di mana muridnya Nan Bi.

"Aku mendengar ia tertangkap, kalian orang Hek-i Kai-pang menawannya. Nah, muridku Nan Bi, Lo-kai. Berikan padaku atau aku menghalang jalan!"

Kakek pengemis ini terkejut. Untunglah muncul anggauta yang lain dan kakek itu membentak, tongkatnya menyapu dan membahayakan wanita ini. Tapi ketika wanita itu meloncat dan mudah mengelak, turun dan menghadang lagi maka murid-murid Hek-i Kai-pang itulah yang menyerangnya dari belakang dan berteriak marah.

"Aku tak tahu siapa yang kau maksud. Minggir dan hadapi murid-muridku!"

Wanita ini membentak. la hendak mengejar Hek-i Kai-pangcu akan tetapi serangan di belakang membuat ia mengelak dan berkelit. Delapan golok dan tongkat menyambarnya. Dan ketika ia melengking dan menghadapi murid-murid Hek-i Kai-pang itu maka sang pemimpin sendiri sudah melarikan diri dan menyuruh anak buahnya membunuh wanita itu. Hek-sai Lo-kai lupa-lupa ingat kepada wanita ini.

"Kita harus pergi, atau taijin menemui kesulitan!"

Gak-taijin mengangguk gemetar. Ia sudah dibawa lari pengemis ini dan tak lama kemudian kereta berderap kencang, Hek-sai Lo-kai sendiri menjadi kusir dan menjaga keselamatan menteri itu. Alangkah tingginya! Dan ketika dua kereta lain menyusul dan itulah rombongan Sok-taijin, walikota dan teman-temannya maka di Hek-i Kai-pang sendiri keributan masih terus berlangsung dan Peng Houw mengejar tapi dihadang para anggautanya.

Akan tetapi bukan hal sukar bagi pemuda ini meroboh-robohka mereka. Ki Ong, si Raja Catur akhirnya terlempar dan bergulingan. Lai Pak si Pemabok dan Hong Ta si Golok Pengerik Tulang pingsan di sana, akhirnya Ki Ong menyelinap dan melarikan diri. Dan ketika semua mundur dan cerai-berai. Peng Houw tiba di belakang maka dilihatnya wanita baju kembang itu ganas menyambar-nyambar.

"Mundur atau kalian mampus. Mana ketua kalian dan orang she Gak itu!"

Delapan murid roboh menjerit. Golok dan senjata di tangan terlepas oleh amukan wanita itu. Inilah Hwa-i Sin-ni alias Dewi Baju Kembang, tokoh dari Tung-hai dan Nan Bi adalah muridnya. Dan ketika mereka terbanting dan bergulingan maka yang lain mundur den akhirnya menyerang dari jauh, berteriak-teriak.

"Bunuh wanita itu, robohkan dia!"

Akan tetapi wanita ini menangkap dan menyambar senjata lawan-lawannya. Ada panah dan tombak pendek. Juga pisau yang semua disambitkan dari jauh. Dan begitu senjata ini ditangkap dan dilontar kembali maka enam murid Hek-i kai-pang terpekik dan roboh terbanting.

Peng Houw tertegun. Ia tiba di sini dan melihat wanita itu, berkerut dan mencari sekeliling tapi ketua Hek-i Kai-pang tak ada. Lawan telah melarikan diri. Dan ketika ia berkelebat melihat pintu kamar terbuka, itulah kamar Hek-i Kai-pangcu maka pemuda in melihat seorang gadis tewas di situ, tak berpakaian dan ditindih seorang laki-laki, yang juga tewas!

"Gadis itu diperkosa, keji!"

Giok Yang Cinjin berkelebat masuk. Tosu inilah yang berseru dan Peng Houw merah mukanya. Dia tak tahu apa yang terjadi dan tak mengenal gadis ini, karena ketika itu ia di belakang dan gadis ini bersama Gu San dan dua pemuda lain menantang Hek-i Kai-pang menyuruh muridnya yang berbuat jahat keluar.

Nan Bi, gadis itu akhirnya dikalahkan Hek-coa Lo-kai dan dibawa ke kamar Hek-i Kai-pangcu, di sini ditawan dan diikat tubuhnya dan dipaksa Gak-taijin untuk menjadi selirnya. Dan karena gadis itu menolak dan Gak-taijin tentu saja marah, melakukan kekerasan maka dipaksalah gadis itu dan baru kali ini ada seorang menteri memperkosa gadis!

Orang tentu tak percaya bahwa perbuatan itu dilakukan Gak-taijin. Siapa mau percaya kalau Gak-taijin dikenal sebagai menteri yang baik dan amat memperhatikan rakyat. Jangankan gadis, kakek dan nenek- nenek pikunpun akan ditolongnya karena dia adalah menteri yang dikenal pemurah. 

Maka ketika orang dihadapkan pada peristiwa ini dan Giok Yang Cinjin juga tak menduga, tosu itu menganggap pengawal itulah yang berbuat kurang ajar maka dia menendang mayat pengawal itu dan menutupi tubuh gadis itu dengan sebuah mantol lebar.

"Celaka, keparat jahanam. Keji benar laki-laki ini mengganggu seorang gadis!"

Peng Houw mengerutkan keningnya. Ada sesuatu yang tak mudah dipercayanya begitu saja, yakni bagaimana pengawal itu mengganggu seorang gadis di kamar pribadi Hek-i Kai-pangcu. Kamar ini besar dan mewah dan ada pula baju seorang pembesar. Peng Houw mengamati dan terkejut karena baju itu adalah baju luar menteri Gak!

Kiranya dalam keadaan terburu-buru tadi menteri ini hanya mengenakan baju dalamnya, baju luar tergantung di sudut dan lupa diambil. Maka ketika Peng Houw mengambil baju ini dan menoleh keluar, terdengar suara keras orang terbanting maka wanita di luar itu berkelebat ke dalam dan menginjak murid Hek-i Kai-pang yang baru dihajarnya ini.

"Ke mana pangcumu pergi, cepat. Dan ke mana pula murid perempuanku Nan Bi!"

"Hwa-i Sin-ni!" Giok Yang Cinjin tiba-tiba berseru, mengenal wanita ini. "Apakah bukan ini muridmu?"

Wanita itu terkejut. Kamar besar yang luas itu kiranya menyembunyikan tempat tidur setelah terhalang daun pintu. Dari luar ia tak dapat melihat. Tapi ketika ia mengenal tosu itu dan meloncat girang, memanggil Giok Yang Cinjin maka wanita ini terkejut dan berubah melihat muridnya sudah membujur kaku.

"Nan Bi!" Wanita itu menyambar dan mengeluarkan seruan tertahan. Mantol yang dikenakan Giok Yang Cinjin disontek, tubuh muridnya dilihat. Tapi ketika ia tahu apa yang terjadi tiba-tiba wanita ini menjerit dan merah padam. "Jahanam!"

Peng Houw menutup mata. la tak tahan melihat gadis di atas pembaringan itu, gadis korban perkosaan. Tapi begitu ia menunduk tiba-tiba wanita ini berkelebat dan menginjak patah leher murid Hek-i Kai-pang yang tadi dihajarnya.

"Perbuatan ketuamu, siapa lagi krek!" Peng Houw membuka mata dan terkejut melihat kejadian itu. Tanpa banyak mengeluh lagi pengemis Hek-i Kai-pang itu tewas, ia diinjak hancur oleh kaki Sin-ni. Tapi ketika wanita itu memekik dan berkelebat keluar maka Giok Yang Cinjin berseru dan menuding pengawal yang sudah menjadi mayat itu.

"Heii, yang melakukan perbuatan kejam itu adalah tikus busuk ini. Ia telah mampus!"

"Apa kau bilang?" Hwa-i Sin-ni menoleh. "Jahanam pengawal itu? Tak mungkin. Kamar pribadi Hek-i Kai-pangcu bukanlah kamar yang boleh dimasuki sembarang orang, Cinjin. Aku menduga kakek itu pelakunya. Keparat, kubunuh dia!"

Wanita ini sudah meloncat dan mengamuk di luar. Akhirnya murid-murid Hek-i Kai-pang berserabutan setelah pimpinannya tak ada di situ. Hek-tung Lo-kai, dan juga Hek-coa Lo-kai akhirnya melarikan diri setelah suheng mereka tak ada di tempat. Naga Gurun Gobi itulah yang membuat mereka gentar.

Maka ketika wanita itu mengamuk dan memaki-maki Hek-i Kai-pangcu, mencari namun tak menemukan musuhnya akhirnya markas Hek-i Kai-pang menjadi lengang namun seorang murid berhasil ditangkap dan disuruh mengaku.

"Ketua ketua pergi ke barat. Pang-cu mengantar Gak-taijin. Aku tak tahu ke mana mereka tapi tentu menyelamatkan taijin... aduh!"

Pisau belati menancap di dada kiri pengemis ini. Dalam kemarahannya melihat muridnya tewas nenek atau wanita ini melampiaskan kebenciannya kepada murid-murid Hek-i Kai-pang. Ia membunuh dengan mata dingin murid yang sial itu, menendang dan melempar mayatnya ke-luar gedung. Lalu ketika ia mendapat petunjuk dan membawa mayat muridnya segera wanita ini mengejar namun Giok Yang Cinjin berseru, tempat itu sudah berantakan.

"Heii, tunggu, Sin-ni. Siapa yang mau kau cari dan balas!"

"Aku mencari ketua Hek-i Kai-pang itu. la yang memperkosa muridku!"

"Tak mungkin. Waktu itu Hek-sai Lo-kai bertempur dengan keponakanku ini, Sin-ni. la ada di depan, bukan dia!"

"Kau tahu?" wanita itu membalik, tiba-tiba berhenti.

"Tentu saja, tanya si Naga Gurun Go-bi ini dan tak mungkin ia bohong!"

Wanita itu terkejut. Ia tak menyangka bahwa pemuda di sebelah tosu ini adalah Naga Gurun Gobi, tadinya ia memandang rendah dan sinis. Tapi begitu tahu bahwa di depannya adalah pemuda yang terkenal, itu tiba-tiba ia menganggukkan kepalanya dan berkata,

"Maaf, aku tak tahu. Tapi rupanya tak banyak kita dapat bicara karena betapapun ketua Hek-i kai-pang harus bertanggung jawab. Muridku terbunuh di tempatnya!"

Giok Yang Cinjin terbelalak. Wanita itu membalik dan meloncat lagi dan kemarahannya jelas tak terbendung. Sinar matanya berapi dan penuh nafsu membunuh. Dan karena kematian gadis itu memang di kamar Hek-i Kai-pangcu, tosu ini juga heran tiba-tiba Peng Houw menunjukkan sepotong baju itu.

"Kau kenal ini?"

"Tidak, milik siapa itu," Giok Yang Cinjin tertegun. "Dari mana kau dapatkan dan apa artinya itu."

"Coba supek ingat-ingat, adakah seseorang mengenakan baju ini." Peng Houw berkata lagi.

"Hm, pinto tak ingat. Tapi mari kita kejar wanita itu, Peng Houw, kita lihat bagaimana dengan dia. Kita bicara sambil menyusul!"

Peng Houw mengangguk. Supeknya sudah berkelebat dan segera dia memberi tahu bahwa baju itu adalah milik menteri Gak. Baju itu tertinggal di kamar Hek-i Kai-pangcu. Lalu ketika tosu ini terbelalak dan melebarkan matanya maka dia berseru apakah Peng Houw hendak menuduh menteri itu.

"Gila, jadi kau maksudkan bahwa yang melakukan itu adalah Gak-taijin? Seorang menteri melakukan perkosaan?"

"Aku belum berani menuduh, supek, hanya menduga-duga saja. Masa Gak-tai-jin harus melepaskan bajunya kalau tidak melakukan apa-apa. Aku curiga!"

Kakek ini terbelalak. la terkejut dan kaget juga tapi masih kurang percaya. Menteri itu dikenal rakyat sebagai menteri yang baik, ia telah meringankan beban rakyat dengan kelonggaran pajak yang besar, juga di Hek-i Kai- pang tadi memberikan bungkusan untuk rakyat kecil. Maka bingung dan tak dapat berpikir jauh ia hanya berkata pendek,

"Baiklah, simpan saja baju itu dan kita selidiki belakangan. Yang penting kita kejar orang-orang jahat itu. lihat bagaimana dengan Sin-ni!"

Ternyata wanita ini sudah memasuki hutan dan bertempur. Telinga Peng Houw yang tajam mendengar itu, mengajak supeknya datang dan melihat. Dan ketika mereka tiba dan tertegun di situ maka wanita ini dikeroyok oleh hampir lima puluh orang, tiga di antaranya adalah Hek-tung Lo-kai dan sutenya serta Ki Ong. Wanita itu terdesak hebat!

"Ha-ha, sekarang kau mampus. Jangan sombong mencari-cari orang Hek-i Kai-pang, Sin-ni. Kami bukan orang-orang penakut yang harus menyingkir darimu. Robohlah!"

Tongkat dan ular di tangan dua pimpinan pengemis itu menyambar Hwa-i Sin ni. Wanita ini mengelak dan akhirnya mengeluarkan pedang tapi papan catur Ki Ong menyambar punggung, tepat mengenainya dan ia terpelanting. 

Dan ketika pedang serta ular menyambar lagi, kali ini Hek-coa Lo-kai melepas satu ularnya maka Giok Yang Cinjin tak dapat menahan marah dan Peng Houw mengerutkan kening melihat pengemis itu sudah mengeluarkan ularnya. Di markas Hek-i Kai-pang tadi pengemis ini belum mengeluarkan ular hidupnya itu.

"Jangan takut, pinto menolongmu!" kakek ini menyambar.

Hwa-i Sin-ni girang. Ia sudah memekik dan melengking-lengking dan tiba di hutan itu mengejar kereta ketika tiba-tiba anak murid Hek-i Kai-pang ini bermunculan. Mereka menghadang dan menyerangnya. Dan karena di situ ada dua pimpinannya yang amat lihai, terkepunglah wanita ini maka Hwa-i Sin-ni terdesak dan kereta itu akhirnya menghilang di luar hutan.

Ia sendiri memaki-maki namun keroyokan demikian banyak membuatnya tak mampu berkutik, keadaannya memang amatlah berbahaya. Untunglah bala bantuan datang. Giok Yang Cinjin menggerakkan tongkat panjangnya dan ular yang menyambar wanita itu ditangkis. 

Hal ini membuat marah Hek-coa Lo-kai tapi pengemis itu terkejut melihat adanya Peng Houw. Belum apa-apa ia sudah menyelinap dan kabur. Dan ketika ia membiarkan ularnya diinjak dan hancur, Hek-tung Lo-kai tak melihat Peng Houw maka kakek ini bersama Ki Ong membentak tosu itu.

"Keparat, kau lagi-lagi mengganggu!" Giok Yang Cinjin tertawa panjang. Kalau tak ada Peng Houw di situ tentu saja ia berpikir seribu kali, mungkin masuk dan segera keluar lagi membawa wanita itu. Tapi karena Peng Houw ada di situ dan melompat masuk, mengangkat dan melempar murid-murid yang mengeroyok Hwa-i Sin-ni maka barulah Hek-tung Lo-kai dan Ki Ong terkejut melihat pemuda itu.

"Trak-trakk!"

Tongkat bertemu papan catur dan tongkat hitam di tangan Hek-tung Lo-kai. Benturan ini membuat lawan terhuyung sementara Giok Yang Cinjin sendiri tergetar. Sesungguhnya tosu ini dapat melayani dua orang itu kalau saja tak ada keroyokan murid-murid Hek-i Kai-pang. Di markas tadi ia terdesak karena dikerubut begitu banyak, juga ruang gerak yang tak begitu bebas dan lega.

Maka ketika kini Hek-tung Lo-kai maupun Ki Ong terhuyung menerima tangkisan, murid yang lain maju dan menyerangnya pula tiba-tiba mereka itu dibuat kaget ketika pukulan Peng Houw membuat mereka terangkat dan terlempar.

"Pergilah, kalian tikus-tikus tiada guna!"

Barulah Hek-tung Lo-kai dan si Raja Catur pucat. Adanya pemuda ini tentu saja membuat mereka gentar. Mereka melarikan diri juga karena hadirnya si Naga Gurun Gobi ini. Maka ketika mereka terlempar dan bergulingan mengeluh segera dua orang ini meloncat bangun dan melarikan diri. Peng Houw bergerak ke sana-sini menolong supek dan nenek baju kembang itu. Kedatangannya benar-benar membuat Hwa-i Sin-ni tertolong.

Dan ketika semua melarikan diri sementara hanya beberapa saja yang roboh, hutan itu menjadi tempat persembunyian yang baik akhirnya wanita ini menghentikan gerakan pedangnya dan tampak kelelahan, menggigil mandi keringat.

"Keparat, Hek-i Kai-pangcu lolos. Jahanam itu tak dapat kukejar!"

"Sudahlah," Giok Yang Cinjin menghibur. "Sekarang tak berhasil besok atau lusa dapat dicari lagi, Sin-ni. Untunglah kami datang dan kau tak sampai celaka."

"Ya, terima kasih!"

"Bukan, bukan kepadaku. Kalau tak ada pemuda ini akupun tentu tak dapat menyelamatkanmu. Ha-ha, Naga Gurun Gobi-lah yang menyelamatkanmu, Sin-ni, aku si tua tak dapat berbuat banyak kalau tak ada dia!"

Nenek ini memandang Peng Houw. Sebersit warna merah membuat wajahnya tersipu-sipu, tapi ketika ia menarik napas dan membungkuk di depan pemuda itu maka dia mengucapkan terima kasih dengan nada berat. "Aku Hwa-i Sin-ni telah berhutang budi. Semoga dapat kubalas dan kelak membayar hutang ini. Terima kasih atas pertolonganmu."

"Locianpwe tak usah begitu. Sesama teman sendiri tak ada hutang dan bayar budi. Sudahlah, aku tak mencatat ini sebagai kebaikanku, locianpwe. Aku melakukan itu semata membela kebenaran. Aku tak perlu dibayar!"

Peng Houw melihat keangkuhan dan agak tak senang dengan wanita ini. Kalau saja ia tak melihat bahwa Hwa-i Sin-ni memusuhi Hek-i Kai-pang yang jelas jahat mungkin dia enggan bicara. Tapi supeknya Giok Yang Cinjin justeru tertawa.

"Ha-ha, kalau mau bayar lebih baik sekarang saja. Eh, bukan kebetulan kami datang di markas Hek-i Kai-pang, Pemuda ini ada keperluannya. Nah, mungkin kau bisa tolong!"

"Tolong apa,?” nenek itu bersinar. "Kalau dapat kubayar tentu senang, Cinjin. Katakan dan apa yang harus kulakukan!"

"Tidak berat, melainkan numpang tanya. Apakah kau bertemu dengan isteri pemuda ini karena Peng Houw sedang mencari-cari isterinya, juga anaknya!"

Wanita ini berkerut kening. "Seorang wanita muda berbaju merah? Li Ceng namanya?"

"Benar!" Peng Houw berseru dan tiba-tiba maju setindak. "Itulah isteriku, locianpwe. Di mana kau melihatnya!"

"Hm!" wanita ini tertawa dingin, aneh, sikapnya tiba-tiba tak senang. "Kalau itu isterimu maka tak kusangka, anak muda. Kebetulan saja aku bertemu dan ia menceritakan semuanya kepadaku. Hanya ia tidak menyebut suaminya, yang ternyata kau. Aku tak tahu ke mana ia pergi karena setelah itu melanjutkan perjalanannya lagi."

"Ke mana ia," Peng Houw gemetar, matanya berkaca-kaca. "Aku mencarinya karena aku memang telah berbuat salah kepadanya!"

"Aku tak tahu," Hwa-i Sin-ni bersikap dingin. "Memang ia telah menceritakan semuanya, anak muda, tapi bukan urusanku. Ia ke barat dan katanya ke propinsi Ho-nan."

Peng Houw bersinar dan memandang supeknya. Tiba-tiba harapan timbul, ia hendak bicara tapi masih ragu, ada orang lain di situ. Dan ketika nenek ini melihat ini ia pun tiba-tiba mengerti dan mengangguk.

"Cinjin, agaknya akupun harus pergi. Aku akan membalas dendam kepada orang-orang Hek-i kai-pang itu. Biarlah di sini saja perjumpaan kita dan sampai ketemu lagi!"

Kakek itu mengangguk. Sin-ni berkelebat dan meninggalkan dua orang ini, mayat muridnya tak ada lagi dan mungkin sudah dikubur. Dan ketika ia menarik napas dalam sementara Peng Houw menghadapi supeknya itu maka pemuda ini berkata,

"Agaknya tugas kita harus dibagi. Aku akan ke Ho-nan mencari jejak isteriku, supek, dan kau harus kembali ke tempatku mengawasi anak-anak itu. Berilah mereka pelajaran dasar dan tunggu aku kembali...!”

"Baiklah, pinto ke sana. Akan pinto jaga dan didik anak-anak itu, Peng Houw, tapi cepatlah kembali dan beri pinto kabar."

Peng Houw mengangguk. Setelah di Hek-i Kai-pang ini mereka tak mendapat apa-apa dan justeru Hwa-i Sin-ni yang tahu jejak isterinya maka pemuda itu bergerak dan meninggalkan supeknya.

Giok Yang Cinjin juga mengangguk dan harus kembali ke tempat anak-anak itu, Siao Yen dan kakaknya Po Kwan. Dan ketika kakek itu juga berkelebat dan pergi ke arah lain maka masing-masing sudah bekerja sendiri dan Peng Houw akhirnya bertemu dengan Hong Cu, murid Sin-hong pang yang cantik jelita dan hampir digagahi Ban-tok Wi Lo.

Ternyata di Ho-nan inipun ia gagal dan Naga Gurun Gobi itu memasuki sebuah guha, bersila dan duduk bertapa mencari isteri atau anaknya dengan getaran batin. Dengan cara ini ia berharap dapat menemukan petunjuk-petunjuk tapi celakanya malah mendapat peristiwa baru, jatuh cintanya gadis Sin-hong-pang itu hingga akhirnya berubah benci. Naga Gurun Gobi menolak cintanya. Dan ketika Hong Cu akhirnya pergi dan menangis tersedu-sedu maka gadis ini bertemu Chi Koan yang sesungguhnya amat berbahaya!

* * * * * * * *

Malam itu memang tak terjadi apa-apa di kamar sebelah Ini. Hong Cu, yang tidur dengan nyenyak dan tenteram akhlrnya pulas dan merasa bahagia. Kepercayaannya mulai penuh kepada si buta, Chi Koan memang pandai membawa diri, pandai menyembunyikan segala keganasan di balik tutur kata halus dan sikap lemah lembut.

Dan ketika hari kedua juga dilewatkan dengan gembira, tuan rumah dan seluruh pelayannya begitu hormat kepada Chi Koan maka Hong Cu benar-benar yakin bahwa bersahabat dengan si buta ini justeru menguntungkan, apalagi ketika si buta mulai memberikan Ang-see-ciang (Pukulan Pasir Merah) kepadanya!

"Pukulan ini harus dilatih dua tiga tahun lamanya, bagi yang belum pernah belajar silat. Tapi karena kau telah memiliki kepandaian cukup dan hanya mengetahui dasar-dasarnya maka sebulan dua saja kau sudah dapat menguasai ilmu ini, Cu-moi. Asal rajin dan tekun belajar tentu berhasil. Di sini kita bebas."

"Aku kagum!" Hong Cu tak sembunyi-sembunyi lagi. "Sui-taijin dan lain-lainnya itu begitu hormat kepadamu, Koan-ko. Kau tiada ubahnya seorang kaisar saja, segala permintaanmu diturut!"

"Tentu saja," si buta tersenyum. Ia kawan lamaku, Cu-moi, dan aku telah banyak menolongnya. Apapun tentu akan di berikan kalau aku yang minta. Eh, mana muridku Siauw Lam!"

"Dia bermain-main di belakang, merawat kuda. Apakah kau memerlukannya dan boleh kupanggil."

"Tidak, jangan, aku hanya ingin tahu saja dan biar ia di belakang. Hm, bagaimana tidurmu semalam, Cu-moi, enak?"

"Enak," gadis ini memerah. "Aku tidur hampir tanpa mimpi."

"Ha-ha!" si buta tertawa bergelak. "Kau tak ingat siapapun juga? Tidak juga kepadaku?"

Hong Cu semburat. Ia tak menjawab dan si buta memegang lengannya. Kali inipun dengan lembut dan penuh perasaan si buta meremas lengannya, jiwa Hong Cu terguncang. Tapi ketika pemuda itu berbisik menanyakan cintanya tiba-tiba dia menggigil dan melepaskan diri.

"Aku aku tak tahu, Koan-ko, masih bingung. Aku belum dapat menjawab."

"Hm, tapi sukakah kau kepadaku, atau tidak."

"Aku suka "

"Kalau begitu cinta!"

"Ih, jangan pegang-pegang, Koan-ko, kita di tempat terbuka, nanti ada orang!"

Gadis ini jengah ketika si buta kembali menyambar dan memegang lengannya. Ia khawatir ada orang di situ minimal Siau Lam, bagaimana kalau anak itu tiba-tiba muncul. Lalu ketika si buta melepaskan kembali tangannya dan ia agak tak enak, si buta muram maka ia buru-buru berkata bahwa persoalan mereka jangan dibicarakan di situ.

"Hm, kalau begitu di kamarku saja," si buta mengajak. "Di sana tak ada orang dan aku ingin tahu jawabanmu."

Hong Cu terkejut. "Di kamarmu?"

"Ya, atau di kamarmu, Cu-moi, sama saja. Kamar kita bersebelahan!"

Hong Cu berdebar. "Tapi...tapi bagaimana kata orang, Koan-ko. Kita.... kita!"

"Kita dianggap suami isteri oleh Sui-taijin, tuan rumah tak akan banyak bertanya!"

Gadis ini memerah. Memang walikota Ho-kian itu menganggapnya isteri si buta ketika pertama kali masuk, ia jengah dan diam-diam kaget kenapa tiba-tiba berduaan saja dengan seorang laki-laki, padahal Sin-hong-pang perkumpulan amat keras dan tak suka laki-laki. Tapi karena ia sudah terlanjur dan duduk sekereta berlama-lama iapun tak merasa apa-apa diajak ke kamar, kecuali bahwa jantungnya tiba-tiba berdegup dan kencang.

Chi Koan tersenyum lembut. Sebagai pemuda matang murid iblis cabul seperti Kwi-bo sesungguhnya ia tahu bahwa cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Hanya karena gadis ini merupakan gadis baik-baik dan belum pernah bersentuhan dengan lelaki maka Hong Cu maju mundur. Ia dapat merasakan betapa gadis itu menyambut cintanya.

Kekaguman gadis itu sudah merupakan modal awal, cinta biasanya berawal dari kagum. Tapi karena dia harus berhati-hati dan memetik gadis ini agar jatuh secara penuh, bukan paksaan maka iapun menahan dirinya dari nafsu yang sebenarnya sudah bergolak! Pandai sekali pemuda ini bertutur kata. Sikapnya yang lembut dan tingkah lakunya yang serba halus menyembunyikan semua isi jerohannya yang kotor.

Chi Koan memang benar-benar mengekang diri. Dan ketika sore itu ia mengajak gadis ini masuk kamar, menutup pintunya tapi tidak mengunci maka ia pun bertanya lagi tentang cintanya itu. Dan Hong Cupun akhirnya terisak.

"Baiklah, aku menerimanya. Tapi ada syarat dariku, Koan-ko, yakni aku harus dapat membunuh musuhku itu. Dapatkah kau membantunya dan beranikah kau menghadapinya!"

Si buta tertegun. "Rupanya sudah waktunya membuka kartu. Terima kasih dan terlebih dahulu aku ingin menunjukkan ke giranganku, Cu-moi, cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Biarkan sejenak rasa bahagiaku ini dengan mencium tanganmu."

Hong Cu memejamkan mata. Betapa sopan dan lembut si buta ini mencium jarinya, perasaannya tergetar dan tiba-tiba ia menangis digenggam erat. Lalu ketika si buta memeluk dan mencium pipinya ia pun tersedu dan Chi Koan tiba-tiba mencium bibirnya membuat gadis ini tersentak dan kaget.

"Uph!" Chi Koan cepat melepaskan diri. Sekali gerakan itu membuat ia tahu bahwa gadis ini betul-betul kaget. Hanya seorang perawan yang menunjukkan reaksi seperti itu! Maka ketika diam-diam ia menjadi girang bahwa gadis ini masih suci, calon kekasih yang nikmat maka ia pura-pura menunduk dan merasa salah.

"Maafkan, aku lancang, Cu-moi, berani menciummu. Aku tak tahan!"

Hong Cu merah padam. Baru kali itu ia dicium laki-laki dan seluruh tubuh rasanya tiba-tiba panas dingin. Ia sudah beberapa kali dipeluk si buta tapi ciuman kali ini benar-benar menyentakkannya, ada kaget dan malu tapi juga marah. Namun karena si buta sudah meminta maaf dan kemarahan pun lenyap, kelopak yang berkejap-kejap itu membuatnya haru maka ia pun menarik napas panjang dan berkata,

"Koan-ko, aku tak marah. Hanya... hanya aku belum selesai bicara. Aku belum mengajukan syarat!"

"Benar, sekarang katakanlah. Aku siap mendengarnya, Cu-moi, dan raga serta nyawa inipun siap untukmu!"

Tergetar gadis ini. Kalau saja yang bicara itu adalah si Naga Gurun Gobi. Ah! Tapi ketika ia mengepal tinju dan membayangkan Peng Houw penuh kebencian akhirnya ia duduk dan membiarkan saja si buta kembali menggenggam lengannya. Ia masih belum bicara.

"Katakanlah," si buta mendesak. "Apa yang harus kulakukan untukmu, Cu-moi. Apakah harus menerjang barisan golok atau laut yang mendidih!"

"Bukan, bukan itu, melainkan aku ingin kau berhadapan dengan Peng Houw, si Naga Gurun Gobi!"

Hampir saja si buta ini mencelat dan mencengkeram kepala Hong Cu. Kalau saja ia tak tahu bahwa gadis ini benar-benar membenci seseorang dan suara itupun sungguh-sungguh tentu dia menyangka gadis ini utusan Peng Houw. Ia hendak diadu! Tapi ketika ia sadar dan tertawa bergelak, membuang semua syarafnya yang tegang maka si buta ini bangkit berdiri dengan kata-kata meninggi, heran.

"Apa, kau hendak menyuruhku bermusuhan dengan Naga Gurun Gobi Peng Houw? Bukankah dia seorang pendekar yang mewakili kebenaran menumpas kejahatan? Ah, sungguh mengejutkan. Kau bersungguh-sungguh atau main-main saja, Cu-moi, jangan bikin kaget orang. Pemuda itu adalah orang baik-baik, tokoh dan murid Go-bi yang gagah!"

Hong Cu mengakui. Memang siapa tidak mengenal pemuda itu sebagai seorang jago muda yang bernama harum. Murid Go-bi ini adalah pendekar yang menentang kejahatan membela kebenaran. Tapi karena sakit hatinya jauh di atas pikiran jernih, patah hati membuat orang mudah berpikiran pendek maka ia mendengus dan mengejek.

"Aku tak perduli segala pujian orang. Kepadaku ia jahat, Koan-ko, kejam. Aku membencinya dan ingin membunuhnya membalas semua sukit hati!"

"Hm-hm, apa yang dia lakukan," Chi Koan mengangguk-angguk, tentu saja kaget tapi menyembunyikan semuanya itu, masih harus menunjukkan diri bahwa ia pun pemuda baik-baik, golongan pendekar. "Apa yang ia lakukan kepadamu hingga sedemikian sakit perasaanmu, Cu-moi. Kejahatan apa yang ia lakukan hingga kau membencinya sedemikian rupa."

"Ia... ia mempermainkan enci ku. Ia menghina dan merendahkan derajat kami kaum wanita!" Hong Cu berbohong.

"Apa yang ia lakukan," Chi Koan benar-benar tertarik. "Dan kau rupanya masih mempunyai seorang enci!"

"Hm, benar," gadis ini teringat sucinya Siang-mauw Sian-li (Dewi Rambut Harum), ketua Sin-hong-pang. "Kejadiannya menyakitkan, Koan-ko. Terus terang saja masalah cinta!"

"Cinta?"

"Ya, enciku mencintai pemuda itu namun ditolak dengan kasar dan keras. Tak kusangka pemuda seperti itu tak tahu perasaan wanita dan mencaci enciku habis-habisan. Aku membela tapi malah kena getahnya!"

Hong Cu menangis dan Chi Koan mengangguk-angguk. Ia jadi ragu juga namun tersenyum, betapapun ia tak percaya begitu saja cerita ini. Ada ditangkapnya nada bohong di situ, gadis ini tak semuanya benar. Maka ketika ia mengangguk-angguk dan membelai rambut itu, berkata bahwa ia akan membantu gadis itu maka Hong Cu merasa besar hati mendengar sebuah janji.

"Kau tak usah khawatir, aku pasti datang dan mencari pemuda itu. Kalau benar ia menghina encimu tentu akan kulabrak dan kutuntut dia, Cu-moi. Tak pantas seorang seperti itu menghina dan memaki-maki wanita. Mana perasaannya!"

"Dan ia memaki-maki aku pula. Ah, benci benar aku kepada pemuda itu, Koan-ko. Kalau aku dapat membunuhnya tentu kubunuh dia!"

"Aku membantumu, jangan tekut. Tapi di mana sekarang encimu."

"Enci pergi, menghilang. Aku tak tahu dimana tapi tentu ia pergi untuk membuang malunya."

Chi Koan mengangguk-angguk, senyumnya mengembang aneh. "Untuk semua itu kau harus menambah kepandaian, Cu-moi. Akan kuberikan nanti sebuah ilmu meringankan tubuh yang hebat. Sudahlah, tidurlah dan besok kita bicara."

Hong Cu tertegun. Si buta ini bangkit dan meninggalkannya setelah memberinya kecupan mesra. Sekarang ia tak lagi menolak dan Chi Koan sudah melangkah maju setahap. Gadis itu semakin besar kepercayaannya. Dan ketika malam kedua dilewatkan tenang dan bahagia maka malam ketiga Hong Cu terjeblos!

Malam ini Chi Koan bersila di atas pembaringannya. Sebatang dupa, menancap di atas meja mengepulkan asapnya yang harum mewangi. Asap ini keluar lewat celah-celah pintu dan memasuki kamar Hong Cu. Getaran yang amat kuat dan penuh pengaruh mengudara di sekeliling kamar itu, penuh tenaga batin dan orang yang mencium bau dupa ini serasa melayang-layang.

Dan ketika Hong Cu juga serasa melayang-layang dan terbawa asap dupa itu, wajah Chi Koan muncul tersenyum-senyum maka gadis ini tiba-tiba melompat bangun dan seakan mendengar suara pemuda itu, lembut berbisik-bisik.

"Cu-moi, ke sinilah. Aku rindu kepada mu!"

Gadis itu terkejut. Pintu ditutup rapat dan tak ada pemuda itu. Ia hanya melihat bayang-bayangnya saja. Tapi ketika ia tergetar dan menghirup asap dupa lebih banyak, dupa itu seperti dupa pengantin maka gadis ini serasa kehilangan kesadaran ketika ia tiba-tiba membuka pintu dan keluar.

"Koan-ko, kau di mana?"

Bisikan inipun seakan tak disadarinya. Ia melihat pintu kamar pemuda itu tertutup dan sejenak ada keragu-raguan di sini. Tapi ketika suara itu kembali memasuki telinganya dan si buta serasa memanggil, ia menggigil maka tanpa terasa lagi gadis ini sudah membuka kamar Chi Koan. Dan pemuda itu tampak bersila tenang menghadap ke arahnya, wajah itu tiba-tiba tampak luar biasa tampan dan Hong Cu tertegun. Sinar gaib memancar bagai dewa!

"Masuklah," Suara halus itu bukan bisikan lagi. "Aku menunggumu di sini, Cu-moi, di pembaringan ini. Tutuplah pintunya dan kunci."

Aneh, gadis ini menurut. Bagai tersihir dan maju perlahan-lahan ia mendekati si buta yang duduk bersila. Ada daya tarik kuat menghisapnya dari depan. Lalu ketika gadis ini berhenti dan diam di tepi pembaringan mendadak Hong Cu mengeluh dan merasa mukanya terbakar. Bau dupa merangsang birahinya!

"Koan-ko, kau... kau memanggilku ke sini?"

"Kalau kau mau, Cu-moi, dan ternyata kau datang. Malam ini aku ingin menjadi pengantin dan meresmikan hubungan kita. Kau tampak cantik dan jelita sekali.

"Dan kau tampan, gagah dan mengagumkan. Ah, apa yang kulihat ini, Koan-ko, kau tidak buta lagi...!"