Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 07 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 07


LI CENG menendang pintu menyambar anak perempuan itu, membentak, "Apa yang terjadi. Mana Boen Siong!"

Siao Yen terkejut tapi girang bertemu majikannya ini. "Boen Siong, ah... aku tak tahu, hujin. Tadi dibawa uwak Kin. Tapi ia tak mau bangun, aku. aku takut!"

"Lepaskan aku," Giok Yang Cinjin berseru lirih melihat keadaan itu, batuk-batuk, cepat sekali duduk bersila setelah si nyonya melepaskan dirinya. "Urus dan cari dulu anakmu, hujin. Tenangkan hatimu dan jangar marah-marah agar anak itu tak takut."

Li Ceng sadar. Memang ia datang dengan wajah merah membara, pakaiannya robek-robek namun saat itu tak dihiraukan, lupa. Segala pikirannya tertuju kepada anaknya Boen Siong. Maka ketika ia membungkuk dan melihat keadaan pembantunya, wanita tua itu pingsan cepat ia menotok dan menyadarkan uwak Kin ini, yang mengeluh dan membuka mata.

"Mana Boen Siong, mana puteraku!"

"Aduh. wanita itu bangkit, kaget melihat majikannya. "Boen Siong... anak itu, kongcu... ah, aku tak tahu, hujin. Kongcu disambar seekor mahluk dan aku tahu-tahu roboh. Aku...."

"Apa?" Li Ceng terbelalak, membentak. "Disambar seseorang? Maksudmu ada orang menculiknya?"

"Bukan... bukan..." nenek itu ketakutan. "Kongcu disambar kera, hujin, seekor kera besar. Ya, mahluk itu. Kera! Aku dicakarnya dan lihat pundakku masih tergores!"

Uwak Kin menangis dan sesenggukan menceritakan. la memperlihatkan pundaknya dan benar saja terdapat goresan panjang di situ, seperti goresan kuku tajam seekor kera. Lalu ketika Peng-hujin terbeliak dan mundur dengan muka pucat, kesedihan dan kemarahan tiba-tiba menjadi satu mendadak nyonya ini melengking dan mencelat menendang pembantunya itu.

"Kau wanita bodoh tak pandai menjaga majikan. Kau nenek sialan tak bertanggung jawab. Keparat, percuma aku memeliharamu, nenek lemah. Enak saja kau bilang Boen Siong dibawa lari..des-dess!"

Si nenek terlempar dan menjerit, kaget oleh kemarahan majikannya dan Li Cengpun maju lagi, menghajar dan memaki-maki nenek ini. Tapi ketika sesosok bayangan menangkap lengannya, Siao Yen menjerit dan berteriąk-teriak maka Giok Yang Cinjin, tosu ini sudah menahan wanita itu. Uwak Kin akhirnya roboh dan pingsan, kepalanya membentur dinding.

"Hujin, tak layak kau memperlakukan pembantumu seperti itu. Dia wanita lemah, tak bisa apa-apa. Ingat bahwa dia telah berusaha menyelamatkan anakmu tetapi gagal!"

Li Ceng bergemuruh oleh marah. la mengipatkan lengannya ketika dipegang si tosu, api itu masih mendidih. Tapi ketika ia bertemu pandang dengan sorot penyesalan dan penuh teguran, di bawahnya Siao Yen mengguguk berlutut menangis maka iapun sadar dan kemarahannya kepada uwak Kin lenyap.

"Kau tak dapat memperlakukan nenek itu seperti caramu. Dia tak tahu apa-apa. Chi Koan Si buta itulah biang keladinya. Kenapa melampiaskan marah dan dendam di sini? Siancai, kemarahan hanya menggelapkan pikiran jernih, hujin, sudah kubilang tenang dan tahan kemarahanmu itu. Kau harus bersyukur bahwa sejauh ini puteramu tak sampai ditangkap Chi Koan!"'

Li Ceng mengguguk. Tiba-tiba ia menyesal dan menangisi nenek yang terbanting di situ itu, membealik dan meloncat pergi. Dan ketika Giok Yang Cinjin terbelalak memandangnya, berseru namun tak dihiraukan adalah Siao Yen menjerit dan mengejar, keluar.

"Hujin, mau ke mana kau. Mana kakakku!"

Li Ceng tak menghiraukan jerit dan tangis semua iní. Ia sendiri tersedu-sedu dan lenyap di luar, lari dan mencari anaknya sebagaimana cerita pembantunya. Boen Siong dibawa seekor kera, mungkin masih di dalam hutan. Maka ketika ia mencari puteranya itu sementara Giok Yang Cinjin gemetar menahan langkah, ia belum sembuh dari luka dalamnya itu maka tosu ini tiba-tiba memanggil Siao Yen tapi celakanya, anak itu malah mengejar dan memanggil-manggil majikannya.

Tinggallah di situ uwak Kin dan dirinya sendiri. Dan ketika tosu ini menarik napas berulang-ulang untuk menentukan sikap, ia masih khawatir oleh datangnya Chi Koan akhirnya apa boleh buat tosu ini meninggalkan tempat itu setelah melihat bahwa wanita tua itu hanya pingsan saja. Tendangan atau hajaran Peng-hujin tadi tak sampai mengganggu jiwanya.

"Siancai, semoga Thian Yang Agung memberkahi kita semua. Biarlah pinto pergi pula dan maaf tak dapat merawatmu."

Tosu ini melangkah pergi dan batuk-batuk meninggalkan wanita malang itu. Uwak Kin sendirian di situ dan untung Kwi-bo maupun Chi Koan tak mendatangi dusun. ini, mereka sedang melepas cinta kotor. Dan karena tempat itu kembali sunyi dan inilah yang mengurungkan Chi Koan memasuki dusun, di sana wanita ini masih sendirian, menggeletak.

Maka Giok Yang Cinjin tak tampak bayangannya pula dan nenek ini akhirnya mengguguk setelah sadar dan membuka matanya, tiga hari menangis dan termangu-mangu dan tentu saja ia tak perlu kembali ke tempat majikannya. Ia telah mendapat perlakuan kasar dari Li Ceng, betapa sakit teringat itu.

Tapi ketika Siao Yen datang dan menyeret kakaknya dari dalam kebun, tersedu-sedu maka nenek ini bangkit dan melihat betapa anak lelaki itu patah lengannya. Uwak ini terkejut dan melupakan kesedihan sendiri. Cepat ia menolong dan membebat. Po Kwan akhirnya sadar dan mengeluh. Lalu ketika mereka bertiga tinggal di gubuk kecil itu, bertangisan akhirnya datanglah Peng Houw menemui mereka, hampir tiga hari kemudian.

* * * * * * * * *

"Begitulah," uwak ini mengguguk dan terbata-bata. "Aku tak tahu siapa musuhmu itu, taihiap, tapi jelas ia seorang buta dan muridnya yang amat jahat. Hujin entah ke mana setelah marah-marah di sini!. Ampunkan kami yang tak dapat melindungi puteramu!"

Peng Houw berkerut-kerut dengan wajah gelap. Ia telah kembali dari Go-bi dan mendengar lolosnya Chi Koan, lengkap dengan pengkhianatan seorang murid bernama Hui-bin. Lalu ketika ia kembali dan cepat-cepat pulang, si buta tak ada di sana maka berdetaklah hatinya melihat rumahnya yang kosong, apalagi ada bekas-bekas pertempuran dan kamar yang berantakan.

"Hm, begitu? Jadi si buta itu telah datang ke sini? Dan kalian tak tahu kemana hujin?”

"Ampunkan kami" nenek itu berlutut, air mata bercucuran, "kami betul-betul tak tahu ke mana hujin, taihiap, tak tahu lagi ke mana ia pergi. Kami ditinggalkanuya begitu saja."

"Uwak Kin pingsan!" Siao Yen tiba-tiba berseru, melengking tinggi. "Hujin menendangnya hingga mencelat, taihiap, menabrak dinding. Kalau tak ada tosu itu barangkali hujin membunuhnya!"

"Tosu siapa," Peng Houw terkejut, memandang anak ini. Tapi uwak Kin yang melotot tiba-tiba mengulapkan lengannya.

"Siao Yen, tak usah bicara yang tidak-tidak. Jangan menjelek-jelekkan hujin, keadaan membuat emosinya meledak!"

"Hm-hm, siapa tosu itu. Isteriku memang salah dan Siao Yen benar. Maafkan, biar anak itu bercerita, uwak Kin. Siapa tosu yang dimaksudkan itu dan kemana ia sekarang."

"Kami tak tahu, Siao Yen takut-takut, teguran si nenek membuatnya sadar. "Hanya... hanya ia orang baik, taihiap. Dialah yang melindungi dan menyelamatkan hujín. Kami tak tahu siapa dia karena uwak Kin menarikku pergi ketika orang-orang itu datang!"

"Dan kau!" Peng Houw memandang Po Kwan, anak ini berlutut dan tampak diam. "Kau tampaknya terluka, Po Kwan. Apakah anak itu yang mematahkan tanganmu. Hm, kesinilah dan aku harus berterima kasih kepada kalian."

Po Kwan menggigit bibir ketika disentuh dan dipegang majikannya. Ia menahan runtuhnya air mata ketika tiba-tiba mendapat giliran. Suara dan perhatian Peng Houw membuatnya terharu. Dan ketika ia dipeluk dan air mata tak dapat ditahan lagi, anak ini tersedak akhirnya Po Kwan berlutut dan berseru, luka yang masih dibebat ditarik sedikit merapat perut.

"Taihiap, maafkan aku yang bodoh dan lemah ini. Aku tak dapat melindungi adik Boen Siong. Aku terima salah dan jatuhkan hukuman kepadaku sesuai dosa. tapi bebaskan uwak Kin dan adikku yang tak tahu apa-apa!"

"Hm-hm, bicara apa itu," Peng Houw mencengkeram dan meremas pundak anak ini sebelah kiri, terharu. "Kau dan semuanya sudah cukup berjasa, Po Kwan, tak mungkin aku menyalahkan. Musuh yang datang bukan tandingan kalian, tak perlu merasa salah. Justeru aku ingin memberikan sesuatu sebagai ucapann terima kasihku."

"Kami telah cukup mendapat makan minum dari taihiap...."

"Bukan, bukan itu. Aku ingin memberikan yang lain, Po Kwan, mengangkat kalian sebagai muridku. Nah, maukah kalian dan mari kusembuhkan patah tulang itu!" Peng Houw tak menghiraukan mata anak ini yang terbelalak dan Siao Yen tiba-tiba menjerit lirih.

Anak itu terkejut oleh kata-kata majikannya namun Peng Houw telah menangkap dan memeriksa tangan itu. Lalu ketika ia menekan dan meraba bahwa kedudukan tulang sudah betul mengangguk pada uwak Kin maka ia mengęluarkan sebungkus obat pemulih tulang.

"Anak ini sudah benar mendapat bebat, tapi kurang mendapat obat. Minumlah, dua minggu tanganmu sembuh, Po Kwan, dan setelah itu kau ikut aku mencari hujin!"'

Bukan main girangnya anak ini. Sebagai pembantu cilik yang ikut majikan tentu saja ia tahu siapa majikannya ini, Naga dari Gurun Gobi. Maka ketika ia berseru dan menjatuhkan diri berlutut, mengucap terima kasih segera perbuatannya diikuti sang adik.

“Taihiap, tak ada perasaan girang melebihi ini. Kau mengangkat derajatku. Terima kasih kalau taihiap sudi mengangkat murid!"

"Dan aku akan mencari jahanam itu, kubekuk dan kutangkap dia. Aih, setan cilik itu melukai kakakku, taihiap, Kalau kepandaianku tinggi akan kuhajar dia!"

"Hm, kalian harus rajin-rajin belajar. Mulai hari ini sebutlah suhu (guru) kepadaku, Po Kwan, terima kasih kalian tak keberatan. Sekarang beristirahatlah dan biar aku bercakap-cakap dengan uwak Kin."

Peng Houw melepaskan tangannya dari pundak anak itu dan menyuruh mere ka berdua mundur. Ia telah memberi obat pemulih tulang dan lega melihat anak itu tak apa-apa. Tadinya ia khawatir kalau-kalau tangan Po Kwan cacad, bengkok umpamanya. Tapi ketika itu tak terjadi dan dari situ ia dapat menduga bahwa kepandaian Siauw Lam masih belum begitu tinggi maka ia menghadapi uwak Kin bicara berdua.

la minta nenek itu mengulangi yang penting-penting dan mengingat itu semua. Di bagian si tosu ini ia agak bingung, tak ada yang mengenal. Tapi ketika Ia mengingat bahwa tosu itu berusia lebih kurang lima puluh lima tahun, jenggotnya panjang dan bermata ramah maka ia menarik napas dalam-dalam mengingat ini.

"Baiklah, aku tak lupa. Dua minggu ini aku akan pergi berputar-putar lalu kembali lagi. Harap uwak Kin jaga dua anak itu dan selanjutnya mereka kubawa pergi. Aku harus mencari isteriku dan anakku Boen Siong."

"Aku menyesal sekali, aku amat bodoh. Maafkan aku yang tak dapat melindungi kongcu, taihiap. Maafkan pula bahwa aku tak tahu siapa dan di mana kera besar itu. Semua berjalan cepat dan tahu-tahu aku sudah roboh di sini!"

"Kau tak bersalah, sebaliknya isteriku yang keterlaluan. Maafkan kelakuannya kepadamu, uwak Kin. Aku menyesal bahwa harus terjadi semuanya ini. Kau benar, keadaan membuatnya meledak."

"Aku memaafkannya, sudah memaafkannya," nenek ini terisak. "Hanya aku tak tahu ke mana ia pergi, taihiap, sama tak tahunya tentang tosu itu dan kera besar yang menarik anakmu!"

"Akan kucari, akan kuselidiki itu. Sekarang tidur dan beristirahatlah, uwak Kin. Malam nanti aku pergi sebentar melihat-lihat keluar."

Nenek ini mengangguk-angguk. la sedih dan muram namun sikap tuannya membuatnya lega. Peng Houw tidak seperti Li Ceng yang pemarah dan galak. Tapi sadar bahwa semua itu membuat emosi sang nyonya mendidih, berita hilangnya Boen Siong merupakan pukulan batin akhirnya nenek ini menarik napas dalam-dalam ia memaafkan nyonyw Peng Houw.

Peng Houw berkelebat keluar. Dua tempat didatangi pemuda ini. Pertama adalah rumahnya sendiri yang sudah kosong dan kedua adalah hutan di mana terdapat sesuatu yang membuat Peng Houw berdesir, penemuannya akan sebuah tusuk konde! Benda ini mengherankan benar namun diam-diam membuatnya berdebar. mengamat-amati benda itu dan yakin bahwa itu bukanlah milik isterinya. Li Ceng tidak memiliki perhiasan rambut seperti ini.

Dan ketika ia juga menemukan bau harum di sekitar itu, tak tahu bahwa itulah milik Kwi-bo yang bercinta dengan Chi koan maka Peng Houw menyimpan benda ini dan menduga bahwa ada orang lain di situ, selain Chi Koan dan Giok Yang Cinjin.

Siapakah mereka? Peng Houw masih meraba-raba. Ia menemukan pula robekan kain dan ini membuat mukanya berubah. Jelas itu pakaian isterinya! !Namun karena ia tak tahu apa yang terjadi dan lagi-lagi menyimpan itu.

Maka ia kembali dan keesokannya sampai sepuluh hari berturut-turut ia mengulangi dan memeriksa tempat-tempat yang dicurigai. Po Kwan sudah mulai sembuh dan tulang yang patah merapat kembali. Akan tetapi pada hari kesebelas seseorang ditemui Peng Houw. Kwi-bo!

"Hi-hik ini kiranya. Bagus, Naga Gurun Gobi dapat kujumpai di sini. Eh, berhenti, Peng Houw. Lihat siapa aku dan masih kenalkah kau kepadaku... tar-tar!"

Peng Houw menoleh dan melihat seorang wanita cantik berdiri dengan tubuh bergoyang-goyang, mengibaskan rambut dan suara nyaring meledak di situ. Peng Hou tentu saja tersentak dan mundur, ia terbelalak dan hampir tak percaya kepada mata sendiri. Wanita itu tentu saja dikenalnya, tubuh dan sikap genit itu bukan asing lagi.

Namun karena tokoh dari Tujuh Siluman Langit ini jelas tewas di Hek-see-hwa, Peng Houw tak tahu bahwa inilah satu-satunya wanita yang selamat dari gigitan Ular Tiga Warna maka Peng Houw menyangka bertemu dengan rohnya, jasad halus Kwi-bo yang mungkin gentayangan!

"Hi-hik, melotot! Semua lelaki begitu. Eh, kau rupanya masih mengagumi kecantikanku, Peng Houw. Bagus, kau pemuda normal dan gagah sekali. Ehem, kaupun semakin tampan dan menggairahkan hatiku. Bahu dan dadamu semakin bidang saja, hi-hik... tak rugi aku menemukanmu di sini!"

Kwi-bo yang melangkah laluu dengan lenggang memikat tiba-tiba telah meraba dan memeluk pinggang Peng Houw. Pemuda ini masih mengira bahwa yang dililhat adalah jąsad halus wanita itu, masih terbelalak. Maka ketika tiba- tiba ia dibelit dan lengan yang lembut itu melingkar manja, wajah cantik itu mendekat dan tahu-tahu mencium bibirnya mendadak pada saat itu juga Kwi- bo mengangkat lututnya menghantam kemaluan pemuda ini.

"Dukk!" Secepat kilat Peng Houw menggerakkan telapaknya ke bawah. Hantaman itu diterima dan tentu saja ia mengerahkan sinkang, Kwi-bo menjerit dan wanita itu terbanting bergulingan. Lututnya seakan ditumbuk besi.

Dan ketika wanita itu meloncat bangun sementara Peng Houw sendiri sadar dan berseru tertahan, mundur dan percaya bahwa yang dihadapi adalah musuh yang masih hidup maka wanita itu, melengking tinggi memaki-maki.

"Peng Houw, kau laki-laki keparat, jahanam kau. Aihh, sakit hatiku tak akan sudah sebelum membunuhmu!"

Peng Houw bergerak dan mundur lagi. Lawan berkelebat dan menamparnya dan rambut itupun menyerang lagi dengan hebat. Pertemuan mereka di hutan ini membuat Peng Houw benar-benar tercengang. Ia kaget dan heran bagaimana wanita ini masih hidup! Maka ketika ia mengelak dan menangkis lagi, lawan melengking dan berkelebatan cepat akhirnya ia berseru menanyakan bagaimana lawannya itu ada di situ, sebuah pertanyaan yang lebih bernada hęran daripada marah.

"Kau. kau Kwi-bo. Bagaimana ada di sini dan masih hidup. Eh, bagaimana kau tak tewas di Hek-see-hwa, Kwi-bo dengan siapa pula kau datang!"

"Tak usah banyak cakap. Kau yang membuatku seperti ini, Peng Houw, kau anak sialan itu. Mampuslah atau Chi Koan membalasmu!"

Peng Houw berdesir. Nama Chi Koan membuatnya berubah dan wajah yang tadi heran berubah merah, ada kemarahan di situ. Maka ketika Peng Houw menangkis dan wanita itu terbanting, bergulingan . memaki-maki akhirnya Peng Houw menggeram dan melompat mengejar,

"Kwi-bo, kau bicara tentang Chi Koan, mana anak itu. Apakah kau bersamanya dan apa yang kau ketahui tentang ini!"

"Keparat, tak tahu malu!" wanita itu mengelak dan melempar tubuh lagi. "Cari sendiri anak itu, Peng Houw, tak perlu tanya dan menyuruh aku. Chi Koan akan membalasmu dan sekarang ia lolos dari Go-bi, hi-hik!"

Kwi-bo melompat bangun dan mata Peng Houw berputar, membentak dan menyerang wanita itu lagi namun Kwi-bo mengelak, bajunya robek dan menjeritlah wanita itu memaki-maki. Dan ketika robekan ini mengingatkan Peng Houw akan baju isterinya, Kwi-bo meledakkan rambutnya maka wanita itu bicara tentang isterinya, terkekeh.

"Tak tahu malu, seperti Chi Koan.cih,.. seperti itulah ia merobek baju isterimu, Peng Houw, kalian laki-laki di mana-mana sama saja!" "Apa yang ia lakukan kepada isteriku, dimana isteriku!" Peng Houw membentak dan mulai terbakar. "Kau dan Chi Koan sama-sama jahat, Kwi-bo. Jadi kau kiranya pemilik hiasan rambut ini...wut!"

Peng Houw mengeluarkan hiasan rambut itu dan menyambarlah harum tubuh Kwi-bo. Sekarang ia ingat harum siapa ini, juga tusuk konde itu. Dan ketika Kwi-bo terkejut mendengar itu mengelak dan menangkis lagi namun jatuh terpelanting akhirnya marahlah ia didesak Peng Houw. Api cemburu mulai dilihat pada mata pemuda itu. Si Naga Gurun Gobi mulai panas!

"Hi-hik, apalagi yang dilakukan Chi Koan kepada isterimu. Li Ceng dirobek-robek bajunya, Peng Houw, dibuatnya telanjang bulat. Aku melihat sendiri betapa isterimu menjerit dan melengking-lengking. Chi Koan terkekeh-kekeh dan tertawa menikmati tubuh isterimu. Li Ceng masih.hebat, punya anak satu namun masih montok dan menggairahkan. Lelaki Mana tak bangkit birahinya... dess!"

Kwi-bo terjengkang dan terpekik ngeri, la melihat Peng Houw semakin marah dan kata- katanya yang kian menusuk-nusuk itu membuat api kemarahan. Peng Houw mendidih. Suami mana tak gusar. Maka ketika Peng Houw berkelebat dan tiga kali melakukan tamparan, dua luput namun yang ketiga berhasil maka terlemparlah wanita itu oleh pukulannya. Peng Houw terbawa oleh cerita dan kata-kata lawannya itu.

Namun Kwi-bo bergulingan meloncat bangun. la ngeri dan gentar namun juga gembira melihat kemarahan Peng Houw. Naga Gurun Gobi itu lelaki biasa juga, marah dan cemburu mendengar isteri dipermainkan orang. Dan karena wanita ini pada dasarnya memang sesat, melihat itu ia semakin senang.

Maka Kwi-bo tiba-tiba terkekeh dan mengibas rambut ke kiri kanan dua kali, tubuh dihentakkan pula dan siaplah ia dengan ilmunya yang amat berbahaya, Thian-mo-bu (Tarian Hantu Langit), sebuah tarian yang akan melepaskan semua pakaiannya satu per satu!

"Hi-hik, cemburu, tak perlu itu! Isterimu atau aku sama saja, Peng Houw, kami wanita yang sama-sama haus pujian, haus belaian dan kasih sayang pria. Lihatlah keindahan tubuhku seperti Chi Koan menyaksikan keindahan tubuh isterimu..bret-bret!"

Baju dan anak kancing berlepasan, Kwi-bo bergerak dan menubruk Peng Houw namun dari sepasang tangannya mencuat kuku-kuku runcing penuh bisa. Ia terkekeh dan tertawa namnun serangannya penuh maut. Peng How terkejut oleh gerak wanita ini di mana tiba-tiba wanita itu sudah tak berpakaian. Gerak tubuh itu sudah membuat semuanya berlepasan, Kwi-bo sudah tanpa secuil benangpun!

Namun karena Peng Houw bukan laki-laki sembarangan dan ia adalah didikan tokoh Go-bi yang sakti, mendiang gurunya Leng Kong Hwesio juga selalu menanamkan moral dan pribudi tinggi maka sekejap saja ia berdesir oleh tingkah Wanita itu. Sejenak birahinya bangkit, namun sudah ditindasnya lagi.

Maka ketika wanita itu menubruk dan gerakan tangan itu seolah hendak memeluk dan mencium padahal sepuluh kuku maut itu siap mencengkeram jiwanya maka Peng Houw tiba-tiba mengerahkan sinkang dan ia membentak membuyarkan pengaruh lawan. Berahi lenyap terkubur oleh jijik dan muak.

"Kwi-bo, kau benar-benar wanita tak tahu malu. Enyahlah!"

Terdengar jerit dan bantingan tubuh keras. Kuku wanita itu mengenai tubuh Peng Houw namun semua patah-patah. Sinkang di tubuh pemuda itu membuat kulitnya atos. Dan karena Peng Houw menangkap dan melempar wanita ini, tak mungkin Kwi-bo mengelak maka wanita itu menjerit dan tubuhnya menimpa semak-semak berduri.

"Aduh...!" Kwi-bo bergulingan dan berteriak kesakitan. Tubuhnya yang lembut ditusuk duri-duri itu dan tentu saja ia menjerit. Tak disangkanya demikian mudah pemuda itu mematahkan ilmunya.

Peng Houw tak bergeming oleh keindahan dan kecantikan tubuhnya. Naga Gurun Gobi itu bagai patung batu saja, padahal lelaki lain pasti melotot dan ngilar. Maka ketika ia meloncat bangun sementara mulut menyumpah-serapah, Peng Houw melengos melihat tubuh polos itu Kwi- bopun mempergunakan kesempatan untuk menyerang dan membokong lawan.

Akan tetapi Naga Gurun Gobi ini mengibas. Dua kali Kwi-bo menyerang dua kali itu pula ia terbanting. Peng Houw tak berani mengejar karena tubuh itu membuatnya jijik, ia muak dan malu memandangnya. Dan ketika untuk ketiga kalinya Kwi-bo gagal akhirnya wanita itu terlempar bergulingan melarikan diri, menyambar pakaiannya.

"Keparat, kau laki-laki tak tahu nikmat. Baiklah lain kali kita bertemu lagi, Peng Houw, dan sakit hatiku akan terbalas oleh Chi Koan. Isterimu tak mungkin muncul setelah Chi Koan menodainya, hi-hik!"

Peng Houw terbelalak. Tadinya ia merasa kasihan setelah berkali-kali wanita ini jatuh bangun, betapapun Kwi-bo bukanlah lawannya. Tapi ketika tiba-tiba wanita itu bicara seperti itu dan darahnya berdesir, kemarahanpun naik ke kepala tk ayal lagi ia membentak dan melemparkan tusuk konde yang masih di tangannya itu menyambar dan cepat sekali mengejar Kwi-bo yang hampir lenyap di dalam hutan.

"Crep!" Wanita itu menjerit dan terjungkal. Peng Houw lagi-lagi harus menutup mata melihat betapa lawan kesakitan dengan tubuh telanjang, memaki dan meloncat bangun lalu lari lagi dengan punggung terluka. Kwi-bo memaki-maki. Dan karena ia tak mau mengejar lawan yang telanjang bulat, Peng Houw malu sendiri akhirnya pemuda ini mengepal tinju dan menarik napas dalam untuk kemudian meninggalkan tempat itu.

Kwi-bo tak muncul lagi sejak saat itu. Peng Houw juga pulang dan kembali ke rumah dengan pikiran kusut. Tapi karena pertemuan itu mengganggu dirinya, berkali-kali terngiang kata-kata wanita iblis itu akhirnya Peng Houw menarik kesimpulan bahwa isterinya tak akan ditemukan.

"Li Ceng telah ternoda! Peng Houw panas dan mulai bergemuruh. la percaya bahwa kepergian isterinya tentu karena itu, di samping mencari anak mereka yang hilang. Dan karena isterinya tentu malu kepadanya, tak mau kembali maka Peng Houw tiba-tiba menjadi dingin dan wajahpun gelap. Hal ini membuat perasaan uwak Kin tak enak.

Pemuda itu masih di rumahnya karena menunggu sembuhnya Po Kwan. Sudah diambil keputusan bahwa pemuda itu akan pergi bersama dua muridnya ini. Dan karena Po Kwan juga melihat perobahan itu, tak tahu apa yang terjadi maka anak ini berbisik- bisik pada uwak Kin jangan-jangan ia menjadi sumber ketidak senangan suhunya itu.

"Aneh, suhu mulai dingin kepadaku, aneh. la sering melamun dan satu dua jam saja di sini, selebihnya keluar. Apa sebaiknya yang harus kulakukan, uwak Kin. Jangan-jangan ia terganggu olehku gara-gara sakitku ini. la tak dapat mencari puteranya dengan bebas!"

"Kupikir betul. la pun dingin dan acuh kepadaku, Po Kwan. Jangan-jangan ia mulai tak senang kepada kita semua. Sebaiknya biarkan ia pergi, kau jaga saja rumahnya di sana itu, kita bertiga!"

"Jadi aku tak usah ikut?"

"Sebaiknya begitu. Gurumu tak dapat bepergian gara-gara kau. Kalau kau tak sakit dan sehat seperti biasa tentu tak soal, tapi ini lain. Gurumu murung dan tak enak aku!"

"Hm, biar kupanggil adikku Siao Yen!" anak itu mengangguk-angguk dan dipanggillah adiknya itu. Siao Yen datang dan duduk bertiga, meninggalkan cucian di belakang. Dan ketika ia mengangguk-angguk mendengar kakaknya, usul uwak pun diterimanya akhirnya ia berseru bahwa sebaiknya guru mereka itu tak usah diikat dengan keberadaan mereka.

"Akupun juga merasa begitu, suhu dingin dan acuh. Baiklah kita katakan padanya tak usah turut, Kwan-ko. Kita jaga saja rumahnya seperti dulu. Suhu biar mencari puteranya!"

Po Kwan dan uwak Kin mengangguk. Diambillah keputusan bahwa mereka tak ikut. Dan ketika malam itu suhu sekaligus majikan mereka muncul, selama ini Peng Houw memang selalu keluar akhirnya dengan takut-takut namun memantapkan hati Po Kwan berlutut di depan gurunya, sang adik dan uwak Kin di sampingnya.

"Maafkan teecu yang mungkin lancang. Ada sesuatu yang ingin teecu bicarakan, suhu. Bolehkah teecu bicara mengeluarkan pendapat."

Peng Houw mengerutkan kening. "Kau mau bicara apa?"

Sang murid berdebar. Suara gurunya singkat dan jelas tidak senang, kata-kata itu datar dan tidak mengandung perasaan apapun. Tapi ketika anak ini membangkitkan keberanian dan adik serta uwaknya menunggu di situ, mereka tak mau berlama-lama akhirnya ia berkata dengan sedikit gemetar, hati-hati.

"Teecu ingin menjaga rumah suhu saja daripada diemajak ikut bepergian. Teecu belum sembuh betul. Apakah teecu dan uwak Kin boleh ke sana dan suhu sendirian saja mencari subo dan adik Boen Siong? Teecu tak ingin mengganggu kebebasanmu, suhu. Silakan sendirian dan kami menunggu di sana!"

Berkejap kelopak Peng Houw. Sesungguhnya ia juga bingung memikir ini, sudah terlanjur dikatakannya kepada mereka bahwa ia akan membawa Po Kwan dan Siao Yen. Tapi ketika tiba-tiba anak itu bicara seperti itu dan memberi kebebasan kepadanya, sungguh ia girang maka iapun mengangguk dan berseru.

"Baik, begitu juga boleh, Po Kwan. Aku juga ragu kalau harus membawa anak-anak mencari puteraku!"

Po Kwan melengak girang. "Suhu setuju?"

“Ya, aku tak keberatan, dan justeru berterima kasih. Kalau uwak Kin mau juga menemanimu tentu aku lebih senang!"

"Hamba tentu saja siap menemani. Pergilah dan jangan memikirkan anak-anak ini, taihiap, jelek-jelek mereka kuanggap seperti cucuku sendiri."

"Terima kasih, aku juga bingung oleh janjiku dulu, uwak Kin, tapi sekarang lega. Aku akan mencari puteraku dan kalian jagalah rumahku baik-baik. Barangkali besok bisa dimulai!"

"Dan taihiap harap sabar kepada hujin (nyonya), tak perlu menegurnya atas perbuatannya kepadaku."

"Hm dia? Tidak, aku tak akan perduli kepadanya, uwak Kin. Dia tak mungkin datang lagi. Persetan dengan dia!"

Uwak Kin berseru tertahan. Sikap dan wajah tuannya yang beku tiba-tiba membuat dia tersentak. Po Kwan dan adiknya juga kaget mendengar ini. Tapi ketika Peng Houw bangkit dan meninggalkan mereka akhirnya tiga orang itu tak berani bertanya-tanya.

"Aku ingin istirahat, kalian juga, Be-sok aku pergi dan kalian kembali ke rumahku. Jaga baik-baik dan tunggu sampai aku membawa Boen Siong!"

Tak ada yang membantah setelah ini. Po Kwan dan nenek itu saling pandang sementara uwak Kin berdesir. Sebagai orang tua ia menangkap sesuatu yang gawat dalam kata- kata majikannya tadi, Sesuatu yang serius. Tapi karena majikan tak mau diganggu dan mereka harus tahu diri maka nenek ini menarik napas dalam dan dengan isyarat ia mengajak dua anak itu memasuki kamar tidur.

"Tak usah bertanya-tanya, gurumu mendapat sesuatu yang berat. Tidur dan besok kita bersiap, Po Kwan kita kernbali ke rumah sana dan menunggu."

Anak itu mengangguk. Ia juga tak berani bertanya namun dapat merasakan perubahan gurunya. Suhunya begitu dingin tentang subonya, ada apa itu! Dan ketika malam itu ia tidur bersama uwuk Kin, juga adiknya di satu bale-bale bambu yang besar maka keesokannya gurunya itu sudah tak ada di situ.

"Suhu telah pergi, pintunya terbuka. Mari kita ke rumah sana memenuhi perintahnya!"

"Baik, mari, Po Kwan. Untung bahwa tanganamu telah pulih!"

"Belum sembuh betul, tapi sudah dapat kugerak-gerakkan. Mari, kita bawa buntalan kita, uwak Kin. Kita kembali ke rumah suhu!"

Pagi itu mereka berangkat. Sedikit tergesa dan harap-harap cemas uwak Kin menyeret dua anak ini ke sana, tepian hutan kembali ditelusuri. Tapi ketika mereka melewati kebun dan Po Kwan teringat kekejaman Siauw Lam, ia berhenti sejenak tiba-tiba mereka bertiga dikejutkan oleh lengking dan pekik menyayat.

"Suara hujin! Benar, itu suara hujin!" Uwak Kin berlari dan melepas anak-anak ini. Po Kwan masih tertegun di tempat ketika adiknya tiba-tiba menyambar lengannya, berlari dan mengajak kakaknya dengan girang. Dan ketika Po Kwan juga bergerak dan mengenal suara itu, lengking atau pekik subonya tak ampun lagi mereka bertiga berlomba menuju rumah itu.

"Subo datang. Benar, itu suara subo...!"

Narnun alangkah kagetnya tiga orang ini setelah tiba di tempat. Li Ceng, majikan mereka itu menyambar-nyambar mengelilingi Peng Houw, menampar dan memukul serta memaki-maki suaminya itu. Peng Houw mengelak datn menangkis serta dingin-dingin saja. Suami isteri itu kiranya bertempur!

Tapi ketika anak-anak ini datang dan jeritan uwak Kin mengejutkan mereka, suami isteri ini menengok tiba-tiba Li Ceng berhenti menyerang dan gemetar menuding suarninya itu, pakaian robek-robek dan masih seperti dulu.

"Kau kau menghinaku. Baik, kuterima hinaanmu ini, Houw-ko, dan sebelum jahanam Chi Koan mampus aku tak sudi bertemu denganmu. Cam-kan baik-baik bahwa segala tuduhanmu tidak benar, bahwa kau dibakar cemburu dan pikiran gelap. Kau kemasukan iblis. Kau tega menyakiti hati isterimu sendiri. Biarlah Bumi dan Langit saksinya dan siapa yang mendapatkan Boen Siong itulah yang benar!"

Lalu membalik dan meninggalkan tangis menyayat Peng-hujin itu berkelebat meninggalkan semuanya. Sang suami masih tertegun dan berdiri di situ dengan muka merah dan tampak betapa Naga Gurun Gobi ini terpukul.

IIa memandang kepergian isterinya sampai lenyap, tangis atau sedu-sedan itu agaknya menggerakkan hatinya juga, terbukti pemuda ini memanggil namun suaranya tersekat di tenggorokan, menggapai namun Li Ceng tak melihat itu. Dan karena Peng Houw juga tak bergerak atau mengejar, rupanya pemuda ini juga ragu akhirnya jerit atau panggilan uwak Kin menyadarkan pemuda itu. Po Kwan dan adiknya juga terbata mengejar maju.

"Hujin !"

"Subo!"

Akan tetapi Li Ceng telah pergi. Wanita itu tak menoleh dan lenyap meninggalkan sedu-sedan, tangisnya menyayat hati hingga nenek tua itupun tak tahan lagi, menangis dan ikut mengguguk namun tiba-tiba Peng Houw bergerak, lenyap meninggalkan pembantu dan murid-muridnya ini. Dan ketika nenek itu mengangkat muka dan menjerit memanggil, Po Kwan juga namun Peng Houw tak menghiraukan akhirnya tiga orang ini bertangis-tangisan di pagi itu.

Apa yang terjadi? Pertemuan yang menyedihkan. Pagi itu, bermaksud meninggalkan semuanya tiba-tiba Peng Houw tergerak untuk menengok rumahnya dulu. Dia tak tahu kapan akan kembali lagi dan melihat rumahnya ini. Dia tak akan kembali sebelum puteranya Boen Siong ketemu. Maka ketika dia berkelebat meninggalkan rumah pembantunya itu, menuju hutan dan langsung ke rumahnya yang kosong maka tiba-tiba pemuda ini tertegun mendengar suara tangis.

Suara itu terdengar perlahan dan hanya isak-isak kecil saja, terkejut karena suara itu berasal dari kamarnya. Dan ketika ia berkelebat dan hati-hati mengintai mendadak jantungnya berdesir karena isterinya di situ. Li Ceng! Hampir saja Peng Houw memanggil akan tetapi ditahannya. Matanya yang semula haru mendadak berobah. Pakaian isterinya yang robek-robek membuat dia mengerutkan kening.

Pakaian itu masih sama seperti dulu, pakaian merah kesukaan isterinya namun yang membuat hatinya sakit adalah bagian yang robek di punggung dan dada. Bagian itu robek lebar, memperlihatkan punggung dan dada isterinya yang mulus. Bagian itu paling dikagumi. Tapi ketika tiba-tiba ia menjadi jijik teringat Kwi-bo, pandang matanya kepada isteri tiada ubahnya pandang mata kepada Kwi-bo tiba-tiba Peng Houw mendengus dan dengus itulah yang didengar Li Ceng.

"Houw-ko!" wanita itu seketika melompat dan berseru girang. Li Ceng sedang berlutut di pembaringan membenamkan diri di kasur, menangis dan berguncang-guncang perlahan oleh semua kepedihan hatinya. Beberapa minggu ini ia sudah mencari puteranya namun tak juga berhasil, kembali dan mengharap suaminya sudah ada di rumah.

Tapi ketika rumah itu kosong dan jelas tak ditinggali, uwak Kin dan Po Kwan serta Siao Yen masih di dusun sana maka menangislah nyonya ini di tempat tidurnya itu. Di sinilah Boen Siong lahir. Di sinilah ia menikmati madu cinta bersama suami-nya. Maka ketika ia menumpahkan sedih dan kesal di situ, akan menunggu sampai suaminya pulang tiba-tiba saja orang yang diharapkan itu sudah ada di situ.

Siapa tidak girang. Nyonya ini langsung menubruk dan memeluk akan tetapi Peng Houw tertawa dingin, pemuda itu bahkan mendorong isterinya. Dan ketika Li Ceng tertegun. melihat sikap suaminya ini, mata suaminya dingin menusuk jantung maka pertanyaan pertama adalah kalimat yang membuat wanita itu seakan ditikam pedang berkarat.

"Mana Chi Koan kekasihmu yang baru itu. Sudah cukupkah kau bersenang-senang dan menikmati masa indah bersamanya."

"Houw-ko!" Li Ceng menjerit. "Kau... kau bilang apa? Kau mengatakan aku bersenang-senang dengan jahanam keparat itu? Kau menuduhku menyeleweng?"

"Hm, aku teringat ibumu," Peng Houw tiba-tiba semakin tajam, rasa panas dan marah melihat pakaian isterinya yang robek-robek membuat ia tak dapat menahan emosi, lidah kehilangan kontrol dirinya. "Ibu menyeleweng anakpun pasti menyeleweng, Ceng-moi, tak usah berpura-pura dan menyesal di sini. Aku sudah tahu, mendengar tentang kalian berdua. Katakan siapa tosu yang menolongmu itu. Untuk apa kau kembali dan hanya meninggalkan noda di rumah ini."

Bukan main hebatnya kata-kata itu. Li Ceng seperti mendengar petir dan tentu saja ia kaget bukan main. Peng Houw, suaminya ini tiba-tiba begitu keji menuduhnya sembarangan, bahkan menyebut-nyebut pula ibunya yang sudah tiada. Dan ketika ia menjerit dan mundur melangkah, menuding dan gemetar namun tak dapat bicara.

Maka wanita ini seperti orang gila yang tak dimengerti maksudnya. Akan tetapi suara itupun akhirnya keluar. Tangis dan jerit menjadi satu. Dan ketika Li Ceng berkelebat dan menampar suaminya, Peng Houw menerima tenang maka wanita itu menuding,

"Houw-ko, kau berani menghinaku seperti itu? Kau berani menyamakan aku seperti mendiang ibuku? Ooh, terkutuk laknat. Kau keji menyamakan aku seperti itu, Houw-ko. Kau tak berperasaan menyakiti isterimu sendiri dengan kata-kata kejam. Kau menuduhku yang tidak-tidak, kau sedang kemasukan setan. Biarlah Bumi Langit menjadi saksinya dan kupotong rambutku sebagai sumpah...bret!"

Li Ceng mencabut pedang dan secepat kilat memotong rambutnya sendiri. Rambut hitam tebal yang panjang itu tiba-tiba lenyap. Wajah wanita ini menjadi lucu seperti lelaki. Dan ketika Peng Houw tertegun melihat itu, terkejut betapa isterinya begitu sungguh-sungguh dan sejenak merasakan penyesalan tiba-tiba ia tertawa dingin melihat pakaian robek-robek isterinya itu, mencabut kain robekan yang selama ini disimpannya.

"Baik, katakan apakah Chi Koan tak menyentuh tubuhmu. Katakan bahwa tubuhmu tak bernoda oleh jarinya!"

Li Ceng terbelalak. la melihat Peng Houw menyodorkan kain robekan itu dan jelas itu miliknya. Dan ketika ia tertegun tak dapat menjawab, Peng Houw maju dan membentaknya maka pemuda itu menghardik, suaranya kasar.

"Li Ceng, katakan bahwa jahanam itu tak menyentuh tubuhmu. Katakan bahwa jarinya tak rnengotori tubuhmu. Ayo, jawab!"

Wanita ini tersedu. Tiba-tiba ia merasa sakit oleh sikap suaminya ini, betapa Peng Houw mampu menodongnya begitu keji dan tajam. Dan karena jari-jari Chi Koan memang berkali-kali menyentuhnya, meskipun bukan atas kehendaknya sendiri mendadak ia memekik dan melompat keluar.

"Houw-ko, kau kejam!"

Peng Houw tertawa mengejek. Yakinlah dia bahwa isterinya memang telah ternoda, kemarahan tiba-tiba timbul. Maka ketika ia berkelebat dan mengejar juga tiba-tiba ia berjungkir balik dan turun di depan isterinya itu. "Katakan kepadaku siapa tosu malang itu. Siapa dia dan kemana sekarang!"

"Kau..untuk apa kau tahu? Buat apa?"

"Hm, hendak kukatakan kepadanya bahwa usahanya sia-sia belaka, Li Ceng, bahwa tak perlu ia menolong dirimu. Percuma tenaganya dibuang."

"Houw-ko!"

"Katakan atau mungkin kau malu pula memberi tahu. Mungkin tosu itu telah melihatmu diraba-raba!"

Li Ceng menjerit. Ia membentak dan memukul suaminya ini tapi Peng Houw menangkis, suami inipun juga marah. Dan ketika Li Ceng membentak dan menyerang lagi, melengking-lengking maka lengkingan itulah yang didengar Po Kwan hingga tiga orang itu buru-buru berlari, melihat nyonya mereka bertempur tapi. yang diserang adalah majikan sendiri. Peng Houw mengelak dan berlompatan namun akhirnya Li Ceng memutar tubuh.

Anak-anak itu melihat pertengkarannya. Dan ketika ia lari membiarkan Peng Hou tertegun, nama Giok Yang Cinjin masih belum disebut maka Peng Houw teringat itu namun sang isteri telah lenyap dan meninggalkan tempat itu. Rasa sakit menusuk-nusuk Naga Gurun Gobi ini. Jawaban Li Ceng yang tak menyangkal tuduhannya membuat Peng How seperti diremas-remas. Ia tak tahu bahwa jari Chi Koan sebatas menyentuh, kehormatan isterinya sesungguhnya masih terjaga.

Namun karena Li Ceng juga terlampau sakit hati karena Peng Houw membawa-bawa ibunya, tak dapat disangkal bahwa ibu Li Ceng dulunya memang menyeleweng dengan lelaki lain maka tusukan ini terasa lebih tajam daripada pedang berkarat. Li Ceng tak menjawab semua pertanyaan itu dengan hati yang terlampau sakit. Ia tiba-tiba benci dan marah kepada suaminya itu. Betapa kejinya Peng Houw!

Maka ketika ia meninggalkan rumah dan Po Kwan serta uwak Kin menjerit, memanggil namun tak dihiraukan akhirnya Peng Houw sendiri berkelebat meninggalkan rumah itu. Pagi itu kejadian di rumah ini sungguh menyedihkan. Cinta kasih telah berobah menjadi kebencian. Dan ketika majikan maupun nyonya rumah tiada di situ, nenek ini merangkul dua anak itu sambil sesenggukan maka Peng Houw melaksanakan keinginannya mencari puteranya yang hilang, di samping tentu saja Chi Koan yang jahat!

Peng Houw mengepal tinju teringat si buta ini. Tak akan diampuninya lagi lawannya itu. Akan dilenyapkannya Chi Koan sampai tuntas, akan dibunuhnya si buta itu. Dan ketika Peng Houw juga bergerak dan tak perduli kepada isterinya lagi, rasa jijik menyentuh di situ maka pemuda yang kusut ini melakukan perjalanan dengan wajah murung, gelap!

* * * * * * * *

Sebulan setelah kejadian di atas Peng Houw berada di propinsi Kwang-tung. Ia bingung tak menemukan Boen Siong, bertanya- tanya tapi tak ada yang tahu. Jejak Chi Koan juga lenyap. Tapi ketika ia hendak memasuki kota Kwang-sin tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar dentang suara senjata beradu.

"Hm, gerombolan rampok bertemu rombongan piauw-kiok (pengantar barang)," Peng Houw sebal. "Di mana-mana .Drang jahat selalu muncul. Kapan kalian jera?"

Peng Houw tak ada niat mendatangi keributan ini kalau saja tiba-tiba telinganya tak mendengar maki-makian terhadap seorang tosu. Sebutan paling umum adalah "keledai tua", yakni makian untuk tosu atau orang-orang pengikut agama To ini. Maka ketika ia juga mendengar bentakan itu dan berhenti di jalan, di balik tebing karang mengepul asap pertempuran akhirnya Peng Houw membelokkan langkahnya dan menuju tempat ini.

Tujuh orang bertempur hebat. Ternyata mereka mengeroyok seorang tosu lihai bersenjatakan tongkat ular, berkelebatan dan menyambar-nyambar dan tampak dua orang di sana merintih roboh. Peng Houw tertegun oleh gerakan tosu ini, juga gaya serangannya yang menimbulkan angin dahsyat.

Dan ketika ia terkejut karena itulah Soan-hoan-ciang (Kibasan Angin Puyuh) yang dulu dipunyai gurunya Giok Keng Cinjin akhirnya pemuda ini berdiri di sebelah batu karang dan menonton dengan alis terangkat. Pukulan tangan kiri tosu itu mulai menimbulkan angin berpusing.

"Hm, kalian orang-orang Hek-i-Kai-pang memang selamanya mengganggu orang-orang seperti pinto. Baik, katakan kepada ketua kalian bahwa pinto tak mau menerima undangan, tikus-tikus busuk, dan enyahlah atau pinto menghajar kalian plak-plak-bukk!" tongkat menghajar telak dan tiga orang terbanting bergulingan.

Mereka adalah orang-orang berpakaian hitam dengan mangkok dan tempat minum di pinggang, semua berpakaian tambalan dan mudah diduga bahwa mereka rombongan pengemis. Tapi karena masing- masing bersenjata dan ada yang membawa trisula atau pedang, juga golok tipis dan sebuah clurit (sabit) maka mudah diduga bahwa rombongan pengemis ini tentu bukan orang baik-baik. Mereka ternyata dari kelompok Hek-i Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Hitam).

"Keparat!" satu di antara yang empat membentak, tiga temannya terguling-guling. "Kalau kau tak mau datang memnuhi undangan maka selayaknya kau memberikan upeti, Giok Yang Cinjin. Kwang-tung adalah wilayah kami dan siapapun yang masuk harus membayar pajak!"

"Kalian bukan orang pemerintahan, cara kalianpun tidak patut. Menarik pajak bukan seperti cara perampok begini, tikus-tikus busuk. Siapa mau, kalau kalian memaksa. Pergilah dan katakan kepada ketua kalian bahwa pinto tak mau datang. Silakan menikmati ulang tahun sendiri dan jangan menyuruh orang lain mengeluarkan koceknya bluk-plak!"

Tangan kiri si tosu bergerak dan terpentalah orang yang membentak itu. Ia murid Hek-i Kai-pang yang paling tangguh, sejak tadipun serangannya paling berbahaya. Sabit di tangan menyambar-nyambar bagai halilintar. Tapi karena tosu itu cukup lihai dan angin kibasannya membuat semua terdorong, Peng Houw melihat betapa sesungguhnya tosu ini bersikap lunak maka adalah orang-orang itu yang tak tahu diri dan menerjang lagi, mereka membentak dan memaki-maki tosu ini.

"Keledai bangkotan, keledai mau mampus. Kalau kau tak mau memberikan sedekahmu maka lihat kami memanggil bala bantuan, Giok Yang Cinjin. Lihat kalau ketua kami sendiri datang!"

"Pinto tak takut kepada Hek-sai Lo-kai, justeru kalian yang tak tahu diri. Hm, pinto tak mau berlama lagi dan lihat pukulan, anak-anak. Pergilah dan katakan bahwa pinto tak ada waktu untuk menghadiri ulang tahun partai kalian...des-plak!" si tosu memutar tongkatnya dan tangan kiri terayun pula.

Empat orang yang masih bertahan berteriak keras, mereka terangkat dan terbanting terguling-guling. Namun ketika mereka bersuit dan dari delapan penjuru melompat bayangan-bayangan hitam, tempat itu tiba-tiba sudah dipenuhi tigapuluhan orang maka Peng Houw ikut terkepung dan mereka inipun langsung memukul!

"Siapa pemuda ini, tangkap dan robohkan dia!"

Peng Houw mengerutkan kening. Sekali lihat ia tahu bahwa Hek-i Kai-pang memang bukan perkumpulan orang baik-baik. Para pengemis berbaju hitam ini rupanya perlu mendapat pelajaran. Maka ketika ia mengelak dan menggerakkan tangan kiri, ujung bajunya mengibas maka semua terlempar dan tentu saja berteriak kaget.

"Heiii bres-bress!" Peng Houw tersenyum dingin. Kalau saja ia tak tertarik dengan tosu yang menguasai Soan-boan-ciang Itu tentu ia sudah pergi. Pukulan tosu ini mengingatkannya akan mendiang gurunya yang lain, Giok Kee Cinjin. Maka ketika ia diserang lagi namun dengan mudah menghalau pengemis-pengemis Hek-i Kai-pang itu, tosu itu melihatnya dan akhirnya semua orang tahu kehadirannya maka tosu itu terbelalak kepadanya berseru nyaring, tertawa.

"Heii, anak muda. Siapa kau dan kenapa di situ. Orang-orang ini dapat kuselesaikan dan jangan bantu, pinto akan pergi!"

"Hm, akupun akan pergi. Kalau tak melihatmu di sini tentu aku sudah pergi, totiang. Pukulanmu menarikku karena itu Soan-hoan-ciang. Dari mana kau mendapatkan dan apa hubunganmu dengan mendiang Giok Kee Cinjin!"

"Pinto Giok Yang, suheng Giok Kee. Siapa kau dan bagaimana mengenall pukulan pinto!"

"Kau suheng mendiang guruku?"

"Eh, kau si Naga Gurun Gobi itu?"

"Hm, mari kita pergi. Kita bicara ditempat lain, totiang, agaknya kau suheng dari mendiang guruku!"

Peng Houw mengibaskan kedua lengan bajunya dan tiba-tiba semua orang terangkat naik. Baik mereka yang ada di depannya maupun di depan Giok Yang Cinjin tiba-tiba berteriak, tosu itu sendiripun juga berseru keras, terangkat dan terlempar. Namun ketika semua bagai ditiup angin puyuh, Peng Houw mengeluarkan ilmu saktinya Hok-te Sin-kang maka ibarat rumput kering orang-orang Hek-i Kai-pang itu terlempar dan menabrak dinding karang.

Peng Houw sendiri berkelebat dan tahu- tahu menyambar lengan tosu itu. Giok Yang Cinjin kaget dan meronta namun pemuda itu menekan pergelangannya. Tenaganya lumpuh! Dan ketika Peng Houw membawa tosu ini terbang melewati semua murid-murid Hek-i Kai-pang maka pemuda dan tosu itu tahu-tahu lenyap bagai iblis.

"Siluman! Sihir, pemuda itu mengeluarkan sihir!"

Semua berdebuk dan jatuh terguling- guling. Kalau Peng Houw tak mengendalikan tenaganya tentu orang-orang Hek-i Kai-pang itu hancur luluh. Siapa kuat menghadapl Hok-te Sin-kang yang amat hebat itu. Tapi ketika mereka meloncat bangun dan lecet-lecet, gentar dan ngeri dilempar begitu mudah maka yang teringat seruan Giok Yang Cinjin berteriak,

"Bukan, bukan siluman. Dia Si Naga Gurun Gobi!"

Gemparlah pengemis-pengemis ini. Mereka segera teringat dan sadar akan itu, mengangguk dan tak ampun lagi semuanya berlarian. Dan ketika tempat itu sepi dari murid- murid Hek-i Kai-pang ini maka Peng Houw sendiri sudah turun dan berada di atas bukit di mana kota Kwang-sin berada di bawah. Gerakannya tadi seperti burung menyambar dan mentakjubkan kakek tua ini.

"Luar biasa, hampir tak dapat pinto percaya. Aih, kau benar Naga Gurun Go-bi itu, anak muda. Kau Peng Houw yang dulu menjadi murid sute pinto Giok Kee Ha..ha, bagaimana anak isterimu dan sudahkah mereka kau temukan!"

Peng Houw terkejut. "Totiang mengetahui itu?"

"Pinto yang ada di sana, pinto yang membantu isterimu namun gagal itu. Ah, bagaimana mereka dan sudahkah puteramu kau temukan!"

Peng Houw tertegun pucat. Tiba-tiba ia menjura di depan tosu ini dan menggeleng lemah, berkata bahwa Boen Siong belum ditemukan. Dan karena ia bertemu dengan orang yang dicari-cari, inilah kiranya tosu yang dikatakan muridnya itu maka Peng Houw gemetar menahan perasaan.

"Teecu menghaturkan terima kasih bahwa supek yang kiranya datang menolong. Tapi sayang, Boen Siong belum kutemukan dan ceritakanlah bagaimana asal semuanya itu terjadi. Teecu mohon keterangan."

Tosu ini terbelalak. "Kau tak bertemu isterimu? Kau tak mendengar cerita darinya?"

"Teecu ingin mengetahui selengkapnya darimu, supek (uwa guru). Teecu telah bertemu dengan dia tapi dia telah pergi lagi. Teecu... teecu tak ingin mendengar dan melihat mukanya."

"Astaga, apa pula ini. Kau rupanya bertengkar dengan isterimu, Peng Houw. Apa yang terjadi di antara kalian?"

"Teecu ingin mendengar cerita supek,tolong ceritakan dan nanti teecu ganti bercerita."

Tosu itu tertegun. Giok Yang Cinjin baru kali ini bertemu Peng Houw namun nama besar pemuda itu tentu saja sudah didengarnya. Mendengar pemuda ini mau menyebutnya supek sudah membuat dia girang. Naga Gurun Gobi ini ternyata bukan pemuda sombong, benarlah cerita di luar. Tapi melihat betapa wajah pemuda itu muram dan kulit itupun gelap, ada kemarahan di mata yang berkilat tajam itu akhirnya tosu ini mengetukkan tongkat membersihkan tanah, duduk di situ.

"Marilah duduk, dan terima kasih bahwa kau masih menganggapku sebagai paman guru, meskipun sebenarnya kepandaianmu jauh di atas pinto. Hm, dengarlah, anak muda. Kejadian itu bermula dari datangnya Chi Koan...!"

"Teecu tahu ini."

"Baik, dan apalagi kalau begitu? Tahukah kau bahwa Kwi-bo iblis betina itu muncul dan masih hidup?"

"Ya, teecu tahu, tapi baru sekarang teecu tahu bahwa selain mereka adalah supek yang membantu di sana. Teecu ingin mendengar perbuatan Chi Koan, maksud teecu hm,... perbuatannya terhadap isteri teecu!"

Wajah itu berkerut. Giok Yang Cinjin tiba-tiba menangkap sesuatu yang ganjil dan tiba-tiba maklumlah tosu ini akan apa yang terjadi. Pemuda ini kiranya dibakar cemburu, marah. Namun karena tak ada yang istimewa dan Peng- hujin itupun lari bersamanya, tak ada apa-apa maka kakek ini menggeleng.

"Pinto tak melihat sesuatu yang luar biasa dari isterimu maupun Chi Koan. Kami lari meninggalkan pertempuran, pinto terluka."

"Supek tak melihat perbuatan kurang ajar si buta itu kepada isteri teecu?"

"Kalau kurang ajar memang kurang ajar, Peng Houw, akan tetapi isterimu lari menyelamatkan pinto. Dia meninggalkan pertandingan karena pinto terluka oleh Hok-te Sin-kang!"

"Hanya itu?"

"Maksudmu?"

"Teecu melihat robekan pakaian Li Ceng.”

"Benar, jahanam itu merobek pakaian isterimu dengan tongkat!"

"Lalu dia menangkap dan sempat mengganggu isteri teecu?"

"Ah, tidak! Isterimu lari dan menyelamatkan pinto, Peng Houw. Memang benar Chi Koan merobek pakaiannya tapi tak lebih dari itu. Ia selalu melempar tubuh dan bergulingan menyelamatkan diri!"

Peng Houw berdetak. "Susiok tak melihat ia ia diganggu luar dalam?"

"Maksudmu diperkosa? Hm, tidak, Peng Houw. Mengerti pinto sekarang ke mana arah pertanyaanmu ini. Kau mengira Chi Koan telah menodai isterimu. Kau curiga bahwa isterimu sudah tidak suci lagi. Ah, pinto berani sumpah bahwa hal itu tak sampai terjadi. Chi Koan memang merobek-robek pakaiannya namun isterimu selalu berhasil menyelamatkan diri. Ia dipermainkan namun si buta itu tak dapat menikmatinya!"

"Maksud supek?"

"Chi Koan buta, Peng Houw, meskipun isterimu telanjang akan tetapi matanya tak bisa melihat. Namun isterimu tak sejauh itu, seingat pinto pakaian yang robek di bagian punggung dan dada!"

"Jadi ia ia tak sampai diganggu Chi Koan?"

"Tidak!"

"Ah!" tarikan napas lega itu bercampur dengan keluhan panjang. Peng Houw tiba-tiba bersyukur namun menutupi muka, dua titik air mata tiba-tiba menetes! Dan ketika tosu itu tertegun melihat ini maka Peng Houw tersedak dan Naga Gurun Gobi itu menangis, sekejap saja.

"Ceng-moi, maafkan aku. Kiranya aku terlampau berlebihan menuduhmu!"

Penyesalanlah yang datang. Peng Hou tak dapat mengatasi hatinya lagi dan menunduklah dia dengan pundak berguncang-guncang. Ia terlampau tajam menyengat isterinya. Kata-kata beracun Kwi-bo ternyata begitu hebat mempengaruhinya. Ia terhasut! Tapi ketika ia menarik napas dalam-dalam dan semua itupun lenyap, Giok Yang Cinjin batuk- batuk maka Peng Hou hanya kemerah-merahan saja mukanya akan tetapi air mata itu sudah menyusut.

"Agaknya kau menuduh isterimu, ini kiranya pertengkaran itu. Siancai, dalam hal yang satu ini memang orang-orang muda sulit mengontrol diri, Peng Houw. Sekarang katakan di mana isterimu dan apa saja yang kaukatakan. Juga anak perempuan kecil itu, yang pinto lihat di dalam dusun."

"Ia murid teecu, Siao Yen namanya. Sedangkan isteri teecu, ah teecu menyesal supek. Terlampau tajam kata-kata teecu, terlampau jahat. Teecu dibakar ketidak percayaan gara-gara Kwi-bo!"

"Bagus, ceritakan itu. Di mana pula kau bertemu wanita jahat itu!"

Peng Houw mendinginkan hatinya yang panas. Teringat wanita iblis ini ia menjadi marah juga, namun setelah pandang matanya bertemu Giok Yang Cinjin dan tosu itu mengangguk sabar iapun lalu bercerita dan berterus teranglah dia akan semua yang dialami, betapa mula-mula ia pulang namun melihat rumahnya berantakan lalu menuju tempat tinggal uwak Kin dan ternyata ada di sana. Siao Yen dan Po Kwan juga di situ. Namun ketika pembicaraan menginjak pada Li Ceng tak tahan lagi pemuda ini menjadi serak, matanya basah.

"Sebelumnya teecu sudah bertemu dengan Kwi-bo, dan ia menceritakan perbuatan Chi Koan kepada isteri teecu. Dan karena isteri teecu juga tak menyangkal jari-jari Chi Koan menyentuh tubuhnya maka teecu berpikir bahwa isteri teecu telah ternoda! Ah, jahat sekali kesimpulan itu, supek, teecu terlalu gegabah. Teecu dibakar marah dan cemburu kelewat sangat!"

"Hm-hm, benar-benar berbisa, racun yang amat jahat. Tak pinto sangkal bahwa tubuh isterimu disentuh jari-jari si buta itu, Peng Houw, akan tetapi semuanya itu bukanlah kehendaknya. Isterimu bukan tandingannya, dan pinto sendiri sampai terluka dalam. Ah, kau harus mencari dan meminta maaf pada isterimu, tak sejauh itu kenyataannya!"

"Ya, tapi isteri teecu telah pergi. Dia bersumpah tak mau melihat teecu kalau Chi Koan belum terbunuh. Dan... dan teecu membawa-bawa pula nama orang tuanya."

"Apa yang kaukatakan, Peng Houw?"

"Mengungkit masa silam ibunya. Bahwa bahwa mendiang ibunya dulu seorang wanita serong. Teecu menyamakan dia dengan ibunya!"

"Astaga, iblis benar-benar telah merasuki hatimu. Ah, kau kejam membawa- bawa orang tua, Peng Houw, apalagi yang sudah meninggal. Siancai, pinto tak dapat menerima ini!"

"Dan teecu siap menerima hukuman. Tolong carikan isteri teecu itu, supek, juga puteraku Boen Siong. Teecu akan membalas Chi Koan dan tak akan kuampuni dia!"

Giok Yang Cinjin menahan napas. Batu digenggaman pemuda ini berkeratak, hancur namun utuh. Narnun ketika dia mengambil batu itu dan melemparnya ke atas maka pyur, batu itu menjadi bubuk, debu! "Siancai, pinto prihatin akan kejadian yang menimpamu ini. Pinto tak akan berpangku tangan dan percayalah akan membantumu, Peng Houw, tapi di mana kita mulai. Pinto tak mungkin menemukan mereka tanpa adanya petunjuk-petunjuk!"

"Itu betul, dan teecu juga bingung. Tapi bagaimana kalau kita mulai di Hek-i Kal-pang, supek, bukankah di tempat mereka akan ada keramaian. Tadi kudengar akan adanya ulang tahun partai."

Giok Yang Cinjin mengangguk. "Tidak salah, tapi mereka menyebalkan!"

"Hm, Hek-sai Lo-kai memang bukan seorang besar untuk ukuran dunia kang-ouw, tapi pengaruhnya di propinsi ini ku-dengar cukup besar, supek. Bagaimana kalau kita coba-coba atau mungkin kau dapat menolongku yang lain."

"Apa itu."

"Dua orang muridku Po Kwan dan Siao Yen."

"Ada apa dengan mereka."

Peng Houw diam, tiba-tiba tak menjawab. Tapi ketika ia didesak dan sedikit merah akhirnya pemuda ini berkata, "Aku mengangkat murid kepada kakak beradik itu, mereka anak-anak yang baik. Tapi kesibukanku mencari Chi Koan dan anak isteriku membuat mereka tak terurus, supek, bagaimana kalau kau menolongku dulu. Maksudku kau mengawasi mereka dan berilah dasar-dasar Soan-hoan-ciang."

Giok Yang Cinjin tertegun. Teringatlah ia akan anak perempuan di rumah uwak Kin itu, seorang bocah belia namun berjiwa mulia. Ia masih teringat ketika anak itu merangkul Peng- hujin ketika menendang si nenek, marah-marah dan menangis di situ namun memiliki keberanian. Anak itu berani melindungi seorang wanita tua. Dan karena ia juga pernah menyesal meninggalkan nenek itu ketika pingsan, ia takut oleh datangnya si buta akhirnya kakek ini mengangguk dan berkata,

"Baiklah, pinto tak keberatan, Peng Houw. Betapapun kau mewarisi pula Soan- hoan-ciang, meskipun tentunya bukan tandingan Hok-te Sin-kang yang hebat itu. Pinto setuju tapi bagaimana kalau pinto menyertaimu dulu ke Hek-i Kai-pang. Siapa tahu ada tokoh yang belum kaukenal dan menjadi bahan kita, mungkin pinto mengenalnya."

"Baiklah, Peng Houw tak keberatan. kalau itu keinginanmu tentu saja aku tak akan menghalangi, supek, tapi sebaiknya kita menyamar saja, jangan terang-terangan. Dan kapan pula keramaian itu diadakan?”

"Kudengar minggu depan. Dan sebaiknya kita melihat-lihat dulu suasana."

Peng Houw mengangguk. Akhirnya diambil kesepakatan bahwa mereka berdua bersama dulu. Ulang tahun perkumpulan pengemis itu akan dihadiri. Dan ketika semua dirasa cukup dan tosu itu bangkit berdiri maka perjalanan ke Kwang-sin dilanjutkan lagi namun Peng Houw dan tosu itu sudah beralih rupa sebagai pengemis-pengemis, turun dan memasuki kota untuk akhirnya berbaur menjadi satu!

* * * * * * * *

Untuk ukuran dunia perkumpulan pengemis baju hitam ini memang belum termasuk besar, namun untuk ukuran propinsi Kwang-tung nama Hek-i Kai-pang ditakuti. Bukan karena jumlah anggaunya yang banyak melainkan semata orang yang berdiri di belakang nama perkumpulan ini begitu berpengaruh.

Aneh barangkali kalau mendengar Gak-taijin (Menteri Gak) menjadi "back-ing" para pengemis ini. Menteri yang berkedudukan di kota raja itu memang melindungi Hek-i Kai-pang, bahkan menjadi Ketua Kehormatan di mana Hek-sai Lo-kai (Pengemis Singa Hitam) masih berada di bawahnya. Tapi kalau orang tahu lika-liku yang ada di antara menteri ini dengan Hek-i Kai-pang tentu orang akan menarik napas panjang dan terheran-heran, ngeri dan muak, tapi juga takut!

Hek-i Kai-pang melalui ketuanya yang saat itu dipegang Hek-sai Lo-kai memang bukan perkumpulan biasa. Gak-taijin sendiri terang-terangan melindungi perkumpulan pengemis ini dengan dalih kemanusiaan. Menteri yang kebetulan menduduki jabatan sebagai menteri pajak itu memang tampak menonjol akhir-akhir ini. Ia mengusulkan kepada kaisar pengurangan pajak kepada rakyat, menghilangkan ini-itu yang tidak perlu dan hal-hal yang dirasakan membebani rakyat ditiadakan.

Maka ketika kaisar menyetujui usulnya dan khusus bahan pangan rakyat tak lagi dibebani pajak maka nama menteri ini mencuat dan ia banyak dipuji sebagai menteri bijak yang bessr perhatiannya kepada rakyat, terutama golongan miskin...

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 07

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 07


LI CENG menendang pintu menyambar anak perempuan itu, membentak, "Apa yang terjadi. Mana Boen Siong!"

Siao Yen terkejut tapi girang bertemu majikannya ini. "Boen Siong, ah... aku tak tahu, hujin. Tadi dibawa uwak Kin. Tapi ia tak mau bangun, aku. aku takut!"

"Lepaskan aku," Giok Yang Cinjin berseru lirih melihat keadaan itu, batuk-batuk, cepat sekali duduk bersila setelah si nyonya melepaskan dirinya. "Urus dan cari dulu anakmu, hujin. Tenangkan hatimu dan jangar marah-marah agar anak itu tak takut."

Li Ceng sadar. Memang ia datang dengan wajah merah membara, pakaiannya robek-robek namun saat itu tak dihiraukan, lupa. Segala pikirannya tertuju kepada anaknya Boen Siong. Maka ketika ia membungkuk dan melihat keadaan pembantunya, wanita tua itu pingsan cepat ia menotok dan menyadarkan uwak Kin ini, yang mengeluh dan membuka mata.

"Mana Boen Siong, mana puteraku!"

"Aduh. wanita itu bangkit, kaget melihat majikannya. "Boen Siong... anak itu, kongcu... ah, aku tak tahu, hujin. Kongcu disambar seekor mahluk dan aku tahu-tahu roboh. Aku...."

"Apa?" Li Ceng terbelalak, membentak. "Disambar seseorang? Maksudmu ada orang menculiknya?"

"Bukan... bukan..." nenek itu ketakutan. "Kongcu disambar kera, hujin, seekor kera besar. Ya, mahluk itu. Kera! Aku dicakarnya dan lihat pundakku masih tergores!"

Uwak Kin menangis dan sesenggukan menceritakan. la memperlihatkan pundaknya dan benar saja terdapat goresan panjang di situ, seperti goresan kuku tajam seekor kera. Lalu ketika Peng-hujin terbeliak dan mundur dengan muka pucat, kesedihan dan kemarahan tiba-tiba menjadi satu mendadak nyonya ini melengking dan mencelat menendang pembantunya itu.

"Kau wanita bodoh tak pandai menjaga majikan. Kau nenek sialan tak bertanggung jawab. Keparat, percuma aku memeliharamu, nenek lemah. Enak saja kau bilang Boen Siong dibawa lari..des-dess!"

Si nenek terlempar dan menjerit, kaget oleh kemarahan majikannya dan Li Cengpun maju lagi, menghajar dan memaki-maki nenek ini. Tapi ketika sesosok bayangan menangkap lengannya, Siao Yen menjerit dan berteriąk-teriak maka Giok Yang Cinjin, tosu ini sudah menahan wanita itu. Uwak Kin akhirnya roboh dan pingsan, kepalanya membentur dinding.

"Hujin, tak layak kau memperlakukan pembantumu seperti itu. Dia wanita lemah, tak bisa apa-apa. Ingat bahwa dia telah berusaha menyelamatkan anakmu tetapi gagal!"

Li Ceng bergemuruh oleh marah. la mengipatkan lengannya ketika dipegang si tosu, api itu masih mendidih. Tapi ketika ia bertemu pandang dengan sorot penyesalan dan penuh teguran, di bawahnya Siao Yen mengguguk berlutut menangis maka iapun sadar dan kemarahannya kepada uwak Kin lenyap.

"Kau tak dapat memperlakukan nenek itu seperti caramu. Dia tak tahu apa-apa. Chi Koan Si buta itulah biang keladinya. Kenapa melampiaskan marah dan dendam di sini? Siancai, kemarahan hanya menggelapkan pikiran jernih, hujin, sudah kubilang tenang dan tahan kemarahanmu itu. Kau harus bersyukur bahwa sejauh ini puteramu tak sampai ditangkap Chi Koan!"'

Li Ceng mengguguk. Tiba-tiba ia menyesal dan menangisi nenek yang terbanting di situ itu, membealik dan meloncat pergi. Dan ketika Giok Yang Cinjin terbelalak memandangnya, berseru namun tak dihiraukan adalah Siao Yen menjerit dan mengejar, keluar.

"Hujin, mau ke mana kau. Mana kakakku!"

Li Ceng tak menghiraukan jerit dan tangis semua iní. Ia sendiri tersedu-sedu dan lenyap di luar, lari dan mencari anaknya sebagaimana cerita pembantunya. Boen Siong dibawa seekor kera, mungkin masih di dalam hutan. Maka ketika ia mencari puteranya itu sementara Giok Yang Cinjin gemetar menahan langkah, ia belum sembuh dari luka dalamnya itu maka tosu ini tiba-tiba memanggil Siao Yen tapi celakanya, anak itu malah mengejar dan memanggil-manggil majikannya.

Tinggallah di situ uwak Kin dan dirinya sendiri. Dan ketika tosu ini menarik napas berulang-ulang untuk menentukan sikap, ia masih khawatir oleh datangnya Chi Koan akhirnya apa boleh buat tosu ini meninggalkan tempat itu setelah melihat bahwa wanita tua itu hanya pingsan saja. Tendangan atau hajaran Peng-hujin tadi tak sampai mengganggu jiwanya.

"Siancai, semoga Thian Yang Agung memberkahi kita semua. Biarlah pinto pergi pula dan maaf tak dapat merawatmu."

Tosu ini melangkah pergi dan batuk-batuk meninggalkan wanita malang itu. Uwak Kin sendirian di situ dan untung Kwi-bo maupun Chi Koan tak mendatangi dusun. ini, mereka sedang melepas cinta kotor. Dan karena tempat itu kembali sunyi dan inilah yang mengurungkan Chi Koan memasuki dusun, di sana wanita ini masih sendirian, menggeletak.

Maka Giok Yang Cinjin tak tampak bayangannya pula dan nenek ini akhirnya mengguguk setelah sadar dan membuka matanya, tiga hari menangis dan termangu-mangu dan tentu saja ia tak perlu kembali ke tempat majikannya. Ia telah mendapat perlakuan kasar dari Li Ceng, betapa sakit teringat itu.

Tapi ketika Siao Yen datang dan menyeret kakaknya dari dalam kebun, tersedu-sedu maka nenek ini bangkit dan melihat betapa anak lelaki itu patah lengannya. Uwak ini terkejut dan melupakan kesedihan sendiri. Cepat ia menolong dan membebat. Po Kwan akhirnya sadar dan mengeluh. Lalu ketika mereka bertiga tinggal di gubuk kecil itu, bertangisan akhirnya datanglah Peng Houw menemui mereka, hampir tiga hari kemudian.

* * * * * * * * *

"Begitulah," uwak ini mengguguk dan terbata-bata. "Aku tak tahu siapa musuhmu itu, taihiap, tapi jelas ia seorang buta dan muridnya yang amat jahat. Hujin entah ke mana setelah marah-marah di sini!. Ampunkan kami yang tak dapat melindungi puteramu!"

Peng Houw berkerut-kerut dengan wajah gelap. Ia telah kembali dari Go-bi dan mendengar lolosnya Chi Koan, lengkap dengan pengkhianatan seorang murid bernama Hui-bin. Lalu ketika ia kembali dan cepat-cepat pulang, si buta tak ada di sana maka berdetaklah hatinya melihat rumahnya yang kosong, apalagi ada bekas-bekas pertempuran dan kamar yang berantakan.

"Hm, begitu? Jadi si buta itu telah datang ke sini? Dan kalian tak tahu kemana hujin?”

"Ampunkan kami" nenek itu berlutut, air mata bercucuran, "kami betul-betul tak tahu ke mana hujin, taihiap, tak tahu lagi ke mana ia pergi. Kami ditinggalkanuya begitu saja."

"Uwak Kin pingsan!" Siao Yen tiba-tiba berseru, melengking tinggi. "Hujin menendangnya hingga mencelat, taihiap, menabrak dinding. Kalau tak ada tosu itu barangkali hujin membunuhnya!"

"Tosu siapa," Peng Houw terkejut, memandang anak ini. Tapi uwak Kin yang melotot tiba-tiba mengulapkan lengannya.

"Siao Yen, tak usah bicara yang tidak-tidak. Jangan menjelek-jelekkan hujin, keadaan membuat emosinya meledak!"

"Hm-hm, siapa tosu itu. Isteriku memang salah dan Siao Yen benar. Maafkan, biar anak itu bercerita, uwak Kin. Siapa tosu yang dimaksudkan itu dan kemana ia sekarang."

"Kami tak tahu, Siao Yen takut-takut, teguran si nenek membuatnya sadar. "Hanya... hanya ia orang baik, taihiap. Dialah yang melindungi dan menyelamatkan hujín. Kami tak tahu siapa dia karena uwak Kin menarikku pergi ketika orang-orang itu datang!"

"Dan kau!" Peng Houw memandang Po Kwan, anak ini berlutut dan tampak diam. "Kau tampaknya terluka, Po Kwan. Apakah anak itu yang mematahkan tanganmu. Hm, kesinilah dan aku harus berterima kasih kepada kalian."

Po Kwan menggigit bibir ketika disentuh dan dipegang majikannya. Ia menahan runtuhnya air mata ketika tiba-tiba mendapat giliran. Suara dan perhatian Peng Houw membuatnya terharu. Dan ketika ia dipeluk dan air mata tak dapat ditahan lagi, anak ini tersedak akhirnya Po Kwan berlutut dan berseru, luka yang masih dibebat ditarik sedikit merapat perut.

"Taihiap, maafkan aku yang bodoh dan lemah ini. Aku tak dapat melindungi adik Boen Siong. Aku terima salah dan jatuhkan hukuman kepadaku sesuai dosa. tapi bebaskan uwak Kin dan adikku yang tak tahu apa-apa!"

"Hm-hm, bicara apa itu," Peng Houw mencengkeram dan meremas pundak anak ini sebelah kiri, terharu. "Kau dan semuanya sudah cukup berjasa, Po Kwan, tak mungkin aku menyalahkan. Musuh yang datang bukan tandingan kalian, tak perlu merasa salah. Justeru aku ingin memberikan sesuatu sebagai ucapann terima kasihku."

"Kami telah cukup mendapat makan minum dari taihiap...."

"Bukan, bukan itu. Aku ingin memberikan yang lain, Po Kwan, mengangkat kalian sebagai muridku. Nah, maukah kalian dan mari kusembuhkan patah tulang itu!" Peng Houw tak menghiraukan mata anak ini yang terbelalak dan Siao Yen tiba-tiba menjerit lirih.

Anak itu terkejut oleh kata-kata majikannya namun Peng Houw telah menangkap dan memeriksa tangan itu. Lalu ketika ia menekan dan meraba bahwa kedudukan tulang sudah betul mengangguk pada uwak Kin maka ia mengęluarkan sebungkus obat pemulih tulang.

"Anak ini sudah benar mendapat bebat, tapi kurang mendapat obat. Minumlah, dua minggu tanganmu sembuh, Po Kwan, dan setelah itu kau ikut aku mencari hujin!"'

Bukan main girangnya anak ini. Sebagai pembantu cilik yang ikut majikan tentu saja ia tahu siapa majikannya ini, Naga dari Gurun Gobi. Maka ketika ia berseru dan menjatuhkan diri berlutut, mengucap terima kasih segera perbuatannya diikuti sang adik.

“Taihiap, tak ada perasaan girang melebihi ini. Kau mengangkat derajatku. Terima kasih kalau taihiap sudi mengangkat murid!"

"Dan aku akan mencari jahanam itu, kubekuk dan kutangkap dia. Aih, setan cilik itu melukai kakakku, taihiap, Kalau kepandaianku tinggi akan kuhajar dia!"

"Hm, kalian harus rajin-rajin belajar. Mulai hari ini sebutlah suhu (guru) kepadaku, Po Kwan, terima kasih kalian tak keberatan. Sekarang beristirahatlah dan biar aku bercakap-cakap dengan uwak Kin."

Peng Houw melepaskan tangannya dari pundak anak itu dan menyuruh mere ka berdua mundur. Ia telah memberi obat pemulih tulang dan lega melihat anak itu tak apa-apa. Tadinya ia khawatir kalau-kalau tangan Po Kwan cacad, bengkok umpamanya. Tapi ketika itu tak terjadi dan dari situ ia dapat menduga bahwa kepandaian Siauw Lam masih belum begitu tinggi maka ia menghadapi uwak Kin bicara berdua.

la minta nenek itu mengulangi yang penting-penting dan mengingat itu semua. Di bagian si tosu ini ia agak bingung, tak ada yang mengenal. Tapi ketika Ia mengingat bahwa tosu itu berusia lebih kurang lima puluh lima tahun, jenggotnya panjang dan bermata ramah maka ia menarik napas dalam-dalam mengingat ini.

"Baiklah, aku tak lupa. Dua minggu ini aku akan pergi berputar-putar lalu kembali lagi. Harap uwak Kin jaga dua anak itu dan selanjutnya mereka kubawa pergi. Aku harus mencari isteriku dan anakku Boen Siong."

"Aku menyesal sekali, aku amat bodoh. Maafkan aku yang tak dapat melindungi kongcu, taihiap. Maafkan pula bahwa aku tak tahu siapa dan di mana kera besar itu. Semua berjalan cepat dan tahu-tahu aku sudah roboh di sini!"

"Kau tak bersalah, sebaliknya isteriku yang keterlaluan. Maafkan kelakuannya kepadamu, uwak Kin. Aku menyesal bahwa harus terjadi semuanya ini. Kau benar, keadaan membuatnya meledak."

"Aku memaafkannya, sudah memaafkannya," nenek ini terisak. "Hanya aku tak tahu ke mana ia pergi, taihiap, sama tak tahunya tentang tosu itu dan kera besar yang menarik anakmu!"

"Akan kucari, akan kuselidiki itu. Sekarang tidur dan beristirahatlah, uwak Kin. Malam nanti aku pergi sebentar melihat-lihat keluar."

Nenek ini mengangguk-angguk. la sedih dan muram namun sikap tuannya membuatnya lega. Peng Houw tidak seperti Li Ceng yang pemarah dan galak. Tapi sadar bahwa semua itu membuat emosi sang nyonya mendidih, berita hilangnya Boen Siong merupakan pukulan batin akhirnya nenek ini menarik napas dalam-dalam ia memaafkan nyonyw Peng Houw.

Peng Houw berkelebat keluar. Dua tempat didatangi pemuda ini. Pertama adalah rumahnya sendiri yang sudah kosong dan kedua adalah hutan di mana terdapat sesuatu yang membuat Peng Houw berdesir, penemuannya akan sebuah tusuk konde! Benda ini mengherankan benar namun diam-diam membuatnya berdebar. mengamat-amati benda itu dan yakin bahwa itu bukanlah milik isterinya. Li Ceng tidak memiliki perhiasan rambut seperti ini.

Dan ketika ia juga menemukan bau harum di sekitar itu, tak tahu bahwa itulah milik Kwi-bo yang bercinta dengan Chi koan maka Peng Houw menyimpan benda ini dan menduga bahwa ada orang lain di situ, selain Chi Koan dan Giok Yang Cinjin.

Siapakah mereka? Peng Houw masih meraba-raba. Ia menemukan pula robekan kain dan ini membuat mukanya berubah. Jelas itu pakaian isterinya! !Namun karena ia tak tahu apa yang terjadi dan lagi-lagi menyimpan itu.

Maka ia kembali dan keesokannya sampai sepuluh hari berturut-turut ia mengulangi dan memeriksa tempat-tempat yang dicurigai. Po Kwan sudah mulai sembuh dan tulang yang patah merapat kembali. Akan tetapi pada hari kesebelas seseorang ditemui Peng Houw. Kwi-bo!

"Hi-hik ini kiranya. Bagus, Naga Gurun Gobi dapat kujumpai di sini. Eh, berhenti, Peng Houw. Lihat siapa aku dan masih kenalkah kau kepadaku... tar-tar!"

Peng Houw menoleh dan melihat seorang wanita cantik berdiri dengan tubuh bergoyang-goyang, mengibaskan rambut dan suara nyaring meledak di situ. Peng Hou tentu saja tersentak dan mundur, ia terbelalak dan hampir tak percaya kepada mata sendiri. Wanita itu tentu saja dikenalnya, tubuh dan sikap genit itu bukan asing lagi.

Namun karena tokoh dari Tujuh Siluman Langit ini jelas tewas di Hek-see-hwa, Peng Houw tak tahu bahwa inilah satu-satunya wanita yang selamat dari gigitan Ular Tiga Warna maka Peng Houw menyangka bertemu dengan rohnya, jasad halus Kwi-bo yang mungkin gentayangan!

"Hi-hik, melotot! Semua lelaki begitu. Eh, kau rupanya masih mengagumi kecantikanku, Peng Houw. Bagus, kau pemuda normal dan gagah sekali. Ehem, kaupun semakin tampan dan menggairahkan hatiku. Bahu dan dadamu semakin bidang saja, hi-hik... tak rugi aku menemukanmu di sini!"

Kwi-bo yang melangkah laluu dengan lenggang memikat tiba-tiba telah meraba dan memeluk pinggang Peng Houw. Pemuda ini masih mengira bahwa yang dililhat adalah jąsad halus wanita itu, masih terbelalak. Maka ketika tiba- tiba ia dibelit dan lengan yang lembut itu melingkar manja, wajah cantik itu mendekat dan tahu-tahu mencium bibirnya mendadak pada saat itu juga Kwi- bo mengangkat lututnya menghantam kemaluan pemuda ini.

"Dukk!" Secepat kilat Peng Houw menggerakkan telapaknya ke bawah. Hantaman itu diterima dan tentu saja ia mengerahkan sinkang, Kwi-bo menjerit dan wanita itu terbanting bergulingan. Lututnya seakan ditumbuk besi.

Dan ketika wanita itu meloncat bangun sementara Peng Houw sendiri sadar dan berseru tertahan, mundur dan percaya bahwa yang dihadapi adalah musuh yang masih hidup maka wanita itu, melengking tinggi memaki-maki.

"Peng Houw, kau laki-laki keparat, jahanam kau. Aihh, sakit hatiku tak akan sudah sebelum membunuhmu!"

Peng Houw bergerak dan mundur lagi. Lawan berkelebat dan menamparnya dan rambut itupun menyerang lagi dengan hebat. Pertemuan mereka di hutan ini membuat Peng Houw benar-benar tercengang. Ia kaget dan heran bagaimana wanita ini masih hidup! Maka ketika ia mengelak dan menangkis lagi, lawan melengking dan berkelebatan cepat akhirnya ia berseru menanyakan bagaimana lawannya itu ada di situ, sebuah pertanyaan yang lebih bernada hęran daripada marah.

"Kau. kau Kwi-bo. Bagaimana ada di sini dan masih hidup. Eh, bagaimana kau tak tewas di Hek-see-hwa, Kwi-bo dengan siapa pula kau datang!"

"Tak usah banyak cakap. Kau yang membuatku seperti ini, Peng Houw, kau anak sialan itu. Mampuslah atau Chi Koan membalasmu!"

Peng Houw berdesir. Nama Chi Koan membuatnya berubah dan wajah yang tadi heran berubah merah, ada kemarahan di situ. Maka ketika Peng Houw menangkis dan wanita itu terbanting, bergulingan . memaki-maki akhirnya Peng Houw menggeram dan melompat mengejar,

"Kwi-bo, kau bicara tentang Chi Koan, mana anak itu. Apakah kau bersamanya dan apa yang kau ketahui tentang ini!"

"Keparat, tak tahu malu!" wanita itu mengelak dan melempar tubuh lagi. "Cari sendiri anak itu, Peng Houw, tak perlu tanya dan menyuruh aku. Chi Koan akan membalasmu dan sekarang ia lolos dari Go-bi, hi-hik!"

Kwi-bo melompat bangun dan mata Peng Houw berputar, membentak dan menyerang wanita itu lagi namun Kwi-bo mengelak, bajunya robek dan menjeritlah wanita itu memaki-maki. Dan ketika robekan ini mengingatkan Peng Houw akan baju isterinya, Kwi-bo meledakkan rambutnya maka wanita itu bicara tentang isterinya, terkekeh.

"Tak tahu malu, seperti Chi Koan.cih,.. seperti itulah ia merobek baju isterimu, Peng Houw, kalian laki-laki di mana-mana sama saja!" "Apa yang ia lakukan kepada isteriku, dimana isteriku!" Peng Houw membentak dan mulai terbakar. "Kau dan Chi Koan sama-sama jahat, Kwi-bo. Jadi kau kiranya pemilik hiasan rambut ini...wut!"

Peng Houw mengeluarkan hiasan rambut itu dan menyambarlah harum tubuh Kwi-bo. Sekarang ia ingat harum siapa ini, juga tusuk konde itu. Dan ketika Kwi-bo terkejut mendengar itu mengelak dan menangkis lagi namun jatuh terpelanting akhirnya marahlah ia didesak Peng Houw. Api cemburu mulai dilihat pada mata pemuda itu. Si Naga Gurun Gobi mulai panas!

"Hi-hik, apalagi yang dilakukan Chi Koan kepada isterimu. Li Ceng dirobek-robek bajunya, Peng Houw, dibuatnya telanjang bulat. Aku melihat sendiri betapa isterimu menjerit dan melengking-lengking. Chi Koan terkekeh-kekeh dan tertawa menikmati tubuh isterimu. Li Ceng masih.hebat, punya anak satu namun masih montok dan menggairahkan. Lelaki Mana tak bangkit birahinya... dess!"

Kwi-bo terjengkang dan terpekik ngeri, la melihat Peng Houw semakin marah dan kata- katanya yang kian menusuk-nusuk itu membuat api kemarahan. Peng Houw mendidih. Suami mana tak gusar. Maka ketika Peng Houw berkelebat dan tiga kali melakukan tamparan, dua luput namun yang ketiga berhasil maka terlemparlah wanita itu oleh pukulannya. Peng Houw terbawa oleh cerita dan kata-kata lawannya itu.

Namun Kwi-bo bergulingan meloncat bangun. la ngeri dan gentar namun juga gembira melihat kemarahan Peng Houw. Naga Gurun Gobi itu lelaki biasa juga, marah dan cemburu mendengar isteri dipermainkan orang. Dan karena wanita ini pada dasarnya memang sesat, melihat itu ia semakin senang.

Maka Kwi-bo tiba-tiba terkekeh dan mengibas rambut ke kiri kanan dua kali, tubuh dihentakkan pula dan siaplah ia dengan ilmunya yang amat berbahaya, Thian-mo-bu (Tarian Hantu Langit), sebuah tarian yang akan melepaskan semua pakaiannya satu per satu!

"Hi-hik, cemburu, tak perlu itu! Isterimu atau aku sama saja, Peng Houw, kami wanita yang sama-sama haus pujian, haus belaian dan kasih sayang pria. Lihatlah keindahan tubuhku seperti Chi Koan menyaksikan keindahan tubuh isterimu..bret-bret!"

Baju dan anak kancing berlepasan, Kwi-bo bergerak dan menubruk Peng Houw namun dari sepasang tangannya mencuat kuku-kuku runcing penuh bisa. Ia terkekeh dan tertawa namnun serangannya penuh maut. Peng How terkejut oleh gerak wanita ini di mana tiba-tiba wanita itu sudah tak berpakaian. Gerak tubuh itu sudah membuat semuanya berlepasan, Kwi-bo sudah tanpa secuil benangpun!

Namun karena Peng Houw bukan laki-laki sembarangan dan ia adalah didikan tokoh Go-bi yang sakti, mendiang gurunya Leng Kong Hwesio juga selalu menanamkan moral dan pribudi tinggi maka sekejap saja ia berdesir oleh tingkah Wanita itu. Sejenak birahinya bangkit, namun sudah ditindasnya lagi.

Maka ketika wanita itu menubruk dan gerakan tangan itu seolah hendak memeluk dan mencium padahal sepuluh kuku maut itu siap mencengkeram jiwanya maka Peng Houw tiba-tiba mengerahkan sinkang dan ia membentak membuyarkan pengaruh lawan. Berahi lenyap terkubur oleh jijik dan muak.

"Kwi-bo, kau benar-benar wanita tak tahu malu. Enyahlah!"

Terdengar jerit dan bantingan tubuh keras. Kuku wanita itu mengenai tubuh Peng Houw namun semua patah-patah. Sinkang di tubuh pemuda itu membuat kulitnya atos. Dan karena Peng Houw menangkap dan melempar wanita ini, tak mungkin Kwi-bo mengelak maka wanita itu menjerit dan tubuhnya menimpa semak-semak berduri.

"Aduh...!" Kwi-bo bergulingan dan berteriak kesakitan. Tubuhnya yang lembut ditusuk duri-duri itu dan tentu saja ia menjerit. Tak disangkanya demikian mudah pemuda itu mematahkan ilmunya.

Peng Houw tak bergeming oleh keindahan dan kecantikan tubuhnya. Naga Gurun Gobi itu bagai patung batu saja, padahal lelaki lain pasti melotot dan ngilar. Maka ketika ia meloncat bangun sementara mulut menyumpah-serapah, Peng Houw melengos melihat tubuh polos itu Kwi- bopun mempergunakan kesempatan untuk menyerang dan membokong lawan.

Akan tetapi Naga Gurun Gobi ini mengibas. Dua kali Kwi-bo menyerang dua kali itu pula ia terbanting. Peng Houw tak berani mengejar karena tubuh itu membuatnya jijik, ia muak dan malu memandangnya. Dan ketika untuk ketiga kalinya Kwi-bo gagal akhirnya wanita itu terlempar bergulingan melarikan diri, menyambar pakaiannya.

"Keparat, kau laki-laki tak tahu nikmat. Baiklah lain kali kita bertemu lagi, Peng Houw, dan sakit hatiku akan terbalas oleh Chi Koan. Isterimu tak mungkin muncul setelah Chi Koan menodainya, hi-hik!"

Peng Houw terbelalak. Tadinya ia merasa kasihan setelah berkali-kali wanita ini jatuh bangun, betapapun Kwi-bo bukanlah lawannya. Tapi ketika tiba-tiba wanita itu bicara seperti itu dan darahnya berdesir, kemarahanpun naik ke kepala tk ayal lagi ia membentak dan melemparkan tusuk konde yang masih di tangannya itu menyambar dan cepat sekali mengejar Kwi-bo yang hampir lenyap di dalam hutan.

"Crep!" Wanita itu menjerit dan terjungkal. Peng Houw lagi-lagi harus menutup mata melihat betapa lawan kesakitan dengan tubuh telanjang, memaki dan meloncat bangun lalu lari lagi dengan punggung terluka. Kwi-bo memaki-maki. Dan karena ia tak mau mengejar lawan yang telanjang bulat, Peng Houw malu sendiri akhirnya pemuda ini mengepal tinju dan menarik napas dalam untuk kemudian meninggalkan tempat itu.

Kwi-bo tak muncul lagi sejak saat itu. Peng Houw juga pulang dan kembali ke rumah dengan pikiran kusut. Tapi karena pertemuan itu mengganggu dirinya, berkali-kali terngiang kata-kata wanita iblis itu akhirnya Peng Houw menarik kesimpulan bahwa isterinya tak akan ditemukan.

"Li Ceng telah ternoda! Peng Houw panas dan mulai bergemuruh. la percaya bahwa kepergian isterinya tentu karena itu, di samping mencari anak mereka yang hilang. Dan karena isterinya tentu malu kepadanya, tak mau kembali maka Peng Houw tiba-tiba menjadi dingin dan wajahpun gelap. Hal ini membuat perasaan uwak Kin tak enak.

Pemuda itu masih di rumahnya karena menunggu sembuhnya Po Kwan. Sudah diambil keputusan bahwa pemuda itu akan pergi bersama dua muridnya ini. Dan karena Po Kwan juga melihat perobahan itu, tak tahu apa yang terjadi maka anak ini berbisik- bisik pada uwak Kin jangan-jangan ia menjadi sumber ketidak senangan suhunya itu.

"Aneh, suhu mulai dingin kepadaku, aneh. la sering melamun dan satu dua jam saja di sini, selebihnya keluar. Apa sebaiknya yang harus kulakukan, uwak Kin. Jangan-jangan ia terganggu olehku gara-gara sakitku ini. la tak dapat mencari puteranya dengan bebas!"

"Kupikir betul. la pun dingin dan acuh kepadaku, Po Kwan. Jangan-jangan ia mulai tak senang kepada kita semua. Sebaiknya biarkan ia pergi, kau jaga saja rumahnya di sana itu, kita bertiga!"

"Jadi aku tak usah ikut?"

"Sebaiknya begitu. Gurumu tak dapat bepergian gara-gara kau. Kalau kau tak sakit dan sehat seperti biasa tentu tak soal, tapi ini lain. Gurumu murung dan tak enak aku!"

"Hm, biar kupanggil adikku Siao Yen!" anak itu mengangguk-angguk dan dipanggillah adiknya itu. Siao Yen datang dan duduk bertiga, meninggalkan cucian di belakang. Dan ketika ia mengangguk-angguk mendengar kakaknya, usul uwak pun diterimanya akhirnya ia berseru bahwa sebaiknya guru mereka itu tak usah diikat dengan keberadaan mereka.

"Akupun juga merasa begitu, suhu dingin dan acuh. Baiklah kita katakan padanya tak usah turut, Kwan-ko. Kita jaga saja rumahnya seperti dulu. Suhu biar mencari puteranya!"

Po Kwan dan uwak Kin mengangguk. Diambillah keputusan bahwa mereka tak ikut. Dan ketika malam itu suhu sekaligus majikan mereka muncul, selama ini Peng Houw memang selalu keluar akhirnya dengan takut-takut namun memantapkan hati Po Kwan berlutut di depan gurunya, sang adik dan uwak Kin di sampingnya.

"Maafkan teecu yang mungkin lancang. Ada sesuatu yang ingin teecu bicarakan, suhu. Bolehkah teecu bicara mengeluarkan pendapat."

Peng Houw mengerutkan kening. "Kau mau bicara apa?"

Sang murid berdebar. Suara gurunya singkat dan jelas tidak senang, kata-kata itu datar dan tidak mengandung perasaan apapun. Tapi ketika anak ini membangkitkan keberanian dan adik serta uwaknya menunggu di situ, mereka tak mau berlama-lama akhirnya ia berkata dengan sedikit gemetar, hati-hati.

"Teecu ingin menjaga rumah suhu saja daripada diemajak ikut bepergian. Teecu belum sembuh betul. Apakah teecu dan uwak Kin boleh ke sana dan suhu sendirian saja mencari subo dan adik Boen Siong? Teecu tak ingin mengganggu kebebasanmu, suhu. Silakan sendirian dan kami menunggu di sana!"

Berkejap kelopak Peng Houw. Sesungguhnya ia juga bingung memikir ini, sudah terlanjur dikatakannya kepada mereka bahwa ia akan membawa Po Kwan dan Siao Yen. Tapi ketika tiba-tiba anak itu bicara seperti itu dan memberi kebebasan kepadanya, sungguh ia girang maka iapun mengangguk dan berseru.

"Baik, begitu juga boleh, Po Kwan. Aku juga ragu kalau harus membawa anak-anak mencari puteraku!"

Po Kwan melengak girang. "Suhu setuju?"

“Ya, aku tak keberatan, dan justeru berterima kasih. Kalau uwak Kin mau juga menemanimu tentu aku lebih senang!"

"Hamba tentu saja siap menemani. Pergilah dan jangan memikirkan anak-anak ini, taihiap, jelek-jelek mereka kuanggap seperti cucuku sendiri."

"Terima kasih, aku juga bingung oleh janjiku dulu, uwak Kin, tapi sekarang lega. Aku akan mencari puteraku dan kalian jagalah rumahku baik-baik. Barangkali besok bisa dimulai!"

"Dan taihiap harap sabar kepada hujin (nyonya), tak perlu menegurnya atas perbuatannya kepadaku."

"Hm dia? Tidak, aku tak akan perduli kepadanya, uwak Kin. Dia tak mungkin datang lagi. Persetan dengan dia!"

Uwak Kin berseru tertahan. Sikap dan wajah tuannya yang beku tiba-tiba membuat dia tersentak. Po Kwan dan adiknya juga kaget mendengar ini. Tapi ketika Peng Houw bangkit dan meninggalkan mereka akhirnya tiga orang itu tak berani bertanya-tanya.

"Aku ingin istirahat, kalian juga, Be-sok aku pergi dan kalian kembali ke rumahku. Jaga baik-baik dan tunggu sampai aku membawa Boen Siong!"

Tak ada yang membantah setelah ini. Po Kwan dan nenek itu saling pandang sementara uwak Kin berdesir. Sebagai orang tua ia menangkap sesuatu yang gawat dalam kata- kata majikannya tadi, Sesuatu yang serius. Tapi karena majikan tak mau diganggu dan mereka harus tahu diri maka nenek ini menarik napas dalam dan dengan isyarat ia mengajak dua anak itu memasuki kamar tidur.

"Tak usah bertanya-tanya, gurumu mendapat sesuatu yang berat. Tidur dan besok kita bersiap, Po Kwan kita kernbali ke rumah sana dan menunggu."

Anak itu mengangguk. Ia juga tak berani bertanya namun dapat merasakan perubahan gurunya. Suhunya begitu dingin tentang subonya, ada apa itu! Dan ketika malam itu ia tidur bersama uwuk Kin, juga adiknya di satu bale-bale bambu yang besar maka keesokannya gurunya itu sudah tak ada di situ.

"Suhu telah pergi, pintunya terbuka. Mari kita ke rumah sana memenuhi perintahnya!"

"Baik, mari, Po Kwan. Untung bahwa tanganamu telah pulih!"

"Belum sembuh betul, tapi sudah dapat kugerak-gerakkan. Mari, kita bawa buntalan kita, uwak Kin. Kita kembali ke rumah suhu!"

Pagi itu mereka berangkat. Sedikit tergesa dan harap-harap cemas uwak Kin menyeret dua anak ini ke sana, tepian hutan kembali ditelusuri. Tapi ketika mereka melewati kebun dan Po Kwan teringat kekejaman Siauw Lam, ia berhenti sejenak tiba-tiba mereka bertiga dikejutkan oleh lengking dan pekik menyayat.

"Suara hujin! Benar, itu suara hujin!" Uwak Kin berlari dan melepas anak-anak ini. Po Kwan masih tertegun di tempat ketika adiknya tiba-tiba menyambar lengannya, berlari dan mengajak kakaknya dengan girang. Dan ketika Po Kwan juga bergerak dan mengenal suara itu, lengking atau pekik subonya tak ampun lagi mereka bertiga berlomba menuju rumah itu.

"Subo datang. Benar, itu suara subo...!"

Narnun alangkah kagetnya tiga orang ini setelah tiba di tempat. Li Ceng, majikan mereka itu menyambar-nyambar mengelilingi Peng Houw, menampar dan memukul serta memaki-maki suaminya itu. Peng Houw mengelak datn menangkis serta dingin-dingin saja. Suami isteri itu kiranya bertempur!

Tapi ketika anak-anak ini datang dan jeritan uwak Kin mengejutkan mereka, suami isteri ini menengok tiba-tiba Li Ceng berhenti menyerang dan gemetar menuding suarninya itu, pakaian robek-robek dan masih seperti dulu.

"Kau kau menghinaku. Baik, kuterima hinaanmu ini, Houw-ko, dan sebelum jahanam Chi Koan mampus aku tak sudi bertemu denganmu. Cam-kan baik-baik bahwa segala tuduhanmu tidak benar, bahwa kau dibakar cemburu dan pikiran gelap. Kau kemasukan iblis. Kau tega menyakiti hati isterimu sendiri. Biarlah Bumi dan Langit saksinya dan siapa yang mendapatkan Boen Siong itulah yang benar!"

Lalu membalik dan meninggalkan tangis menyayat Peng-hujin itu berkelebat meninggalkan semuanya. Sang suami masih tertegun dan berdiri di situ dengan muka merah dan tampak betapa Naga Gurun Gobi ini terpukul.

IIa memandang kepergian isterinya sampai lenyap, tangis atau sedu-sedan itu agaknya menggerakkan hatinya juga, terbukti pemuda ini memanggil namun suaranya tersekat di tenggorokan, menggapai namun Li Ceng tak melihat itu. Dan karena Peng Houw juga tak bergerak atau mengejar, rupanya pemuda ini juga ragu akhirnya jerit atau panggilan uwak Kin menyadarkan pemuda itu. Po Kwan dan adiknya juga terbata mengejar maju.

"Hujin !"

"Subo!"

Akan tetapi Li Ceng telah pergi. Wanita itu tak menoleh dan lenyap meninggalkan sedu-sedan, tangisnya menyayat hati hingga nenek tua itupun tak tahan lagi, menangis dan ikut mengguguk namun tiba-tiba Peng Houw bergerak, lenyap meninggalkan pembantu dan murid-muridnya ini. Dan ketika nenek itu mengangkat muka dan menjerit memanggil, Po Kwan juga namun Peng Houw tak menghiraukan akhirnya tiga orang ini bertangis-tangisan di pagi itu.

Apa yang terjadi? Pertemuan yang menyedihkan. Pagi itu, bermaksud meninggalkan semuanya tiba-tiba Peng Houw tergerak untuk menengok rumahnya dulu. Dia tak tahu kapan akan kembali lagi dan melihat rumahnya ini. Dia tak akan kembali sebelum puteranya Boen Siong ketemu. Maka ketika dia berkelebat meninggalkan rumah pembantunya itu, menuju hutan dan langsung ke rumahnya yang kosong maka tiba-tiba pemuda ini tertegun mendengar suara tangis.

Suara itu terdengar perlahan dan hanya isak-isak kecil saja, terkejut karena suara itu berasal dari kamarnya. Dan ketika ia berkelebat dan hati-hati mengintai mendadak jantungnya berdesir karena isterinya di situ. Li Ceng! Hampir saja Peng Houw memanggil akan tetapi ditahannya. Matanya yang semula haru mendadak berobah. Pakaian isterinya yang robek-robek membuat dia mengerutkan kening.

Pakaian itu masih sama seperti dulu, pakaian merah kesukaan isterinya namun yang membuat hatinya sakit adalah bagian yang robek di punggung dan dada. Bagian itu robek lebar, memperlihatkan punggung dan dada isterinya yang mulus. Bagian itu paling dikagumi. Tapi ketika tiba-tiba ia menjadi jijik teringat Kwi-bo, pandang matanya kepada isteri tiada ubahnya pandang mata kepada Kwi-bo tiba-tiba Peng Houw mendengus dan dengus itulah yang didengar Li Ceng.

"Houw-ko!" wanita itu seketika melompat dan berseru girang. Li Ceng sedang berlutut di pembaringan membenamkan diri di kasur, menangis dan berguncang-guncang perlahan oleh semua kepedihan hatinya. Beberapa minggu ini ia sudah mencari puteranya namun tak juga berhasil, kembali dan mengharap suaminya sudah ada di rumah.

Tapi ketika rumah itu kosong dan jelas tak ditinggali, uwak Kin dan Po Kwan serta Siao Yen masih di dusun sana maka menangislah nyonya ini di tempat tidurnya itu. Di sinilah Boen Siong lahir. Di sinilah ia menikmati madu cinta bersama suami-nya. Maka ketika ia menumpahkan sedih dan kesal di situ, akan menunggu sampai suaminya pulang tiba-tiba saja orang yang diharapkan itu sudah ada di situ.

Siapa tidak girang. Nyonya ini langsung menubruk dan memeluk akan tetapi Peng Houw tertawa dingin, pemuda itu bahkan mendorong isterinya. Dan ketika Li Ceng tertegun. melihat sikap suaminya ini, mata suaminya dingin menusuk jantung maka pertanyaan pertama adalah kalimat yang membuat wanita itu seakan ditikam pedang berkarat.

"Mana Chi Koan kekasihmu yang baru itu. Sudah cukupkah kau bersenang-senang dan menikmati masa indah bersamanya."

"Houw-ko!" Li Ceng menjerit. "Kau... kau bilang apa? Kau mengatakan aku bersenang-senang dengan jahanam keparat itu? Kau menuduhku menyeleweng?"

"Hm, aku teringat ibumu," Peng Houw tiba-tiba semakin tajam, rasa panas dan marah melihat pakaian isterinya yang robek-robek membuat ia tak dapat menahan emosi, lidah kehilangan kontrol dirinya. "Ibu menyeleweng anakpun pasti menyeleweng, Ceng-moi, tak usah berpura-pura dan menyesal di sini. Aku sudah tahu, mendengar tentang kalian berdua. Katakan siapa tosu yang menolongmu itu. Untuk apa kau kembali dan hanya meninggalkan noda di rumah ini."

Bukan main hebatnya kata-kata itu. Li Ceng seperti mendengar petir dan tentu saja ia kaget bukan main. Peng Houw, suaminya ini tiba-tiba begitu keji menuduhnya sembarangan, bahkan menyebut-nyebut pula ibunya yang sudah tiada. Dan ketika ia menjerit dan mundur melangkah, menuding dan gemetar namun tak dapat bicara.

Maka wanita ini seperti orang gila yang tak dimengerti maksudnya. Akan tetapi suara itupun akhirnya keluar. Tangis dan jerit menjadi satu. Dan ketika Li Ceng berkelebat dan menampar suaminya, Peng Houw menerima tenang maka wanita itu menuding,

"Houw-ko, kau berani menghinaku seperti itu? Kau berani menyamakan aku seperti mendiang ibuku? Ooh, terkutuk laknat. Kau keji menyamakan aku seperti itu, Houw-ko. Kau tak berperasaan menyakiti isterimu sendiri dengan kata-kata kejam. Kau menuduhku yang tidak-tidak, kau sedang kemasukan setan. Biarlah Bumi Langit menjadi saksinya dan kupotong rambutku sebagai sumpah...bret!"

Li Ceng mencabut pedang dan secepat kilat memotong rambutnya sendiri. Rambut hitam tebal yang panjang itu tiba-tiba lenyap. Wajah wanita ini menjadi lucu seperti lelaki. Dan ketika Peng Houw tertegun melihat itu, terkejut betapa isterinya begitu sungguh-sungguh dan sejenak merasakan penyesalan tiba-tiba ia tertawa dingin melihat pakaian robek-robek isterinya itu, mencabut kain robekan yang selama ini disimpannya.

"Baik, katakan apakah Chi Koan tak menyentuh tubuhmu. Katakan bahwa tubuhmu tak bernoda oleh jarinya!"

Li Ceng terbelalak. la melihat Peng Houw menyodorkan kain robekan itu dan jelas itu miliknya. Dan ketika ia tertegun tak dapat menjawab, Peng Houw maju dan membentaknya maka pemuda itu menghardik, suaranya kasar.

"Li Ceng, katakan bahwa jahanam itu tak menyentuh tubuhmu. Katakan bahwa jarinya tak rnengotori tubuhmu. Ayo, jawab!"

Wanita ini tersedu. Tiba-tiba ia merasa sakit oleh sikap suaminya ini, betapa Peng Houw mampu menodongnya begitu keji dan tajam. Dan karena jari-jari Chi Koan memang berkali-kali menyentuhnya, meskipun bukan atas kehendaknya sendiri mendadak ia memekik dan melompat keluar.

"Houw-ko, kau kejam!"

Peng Houw tertawa mengejek. Yakinlah dia bahwa isterinya memang telah ternoda, kemarahan tiba-tiba timbul. Maka ketika ia berkelebat dan mengejar juga tiba-tiba ia berjungkir balik dan turun di depan isterinya itu. "Katakan kepadaku siapa tosu malang itu. Siapa dia dan kemana sekarang!"

"Kau..untuk apa kau tahu? Buat apa?"

"Hm, hendak kukatakan kepadanya bahwa usahanya sia-sia belaka, Li Ceng, bahwa tak perlu ia menolong dirimu. Percuma tenaganya dibuang."

"Houw-ko!"

"Katakan atau mungkin kau malu pula memberi tahu. Mungkin tosu itu telah melihatmu diraba-raba!"

Li Ceng menjerit. Ia membentak dan memukul suaminya ini tapi Peng Houw menangkis, suami inipun juga marah. Dan ketika Li Ceng membentak dan menyerang lagi, melengking-lengking maka lengkingan itulah yang didengar Po Kwan hingga tiga orang itu buru-buru berlari, melihat nyonya mereka bertempur tapi. yang diserang adalah majikan sendiri. Peng Houw mengelak dan berlompatan namun akhirnya Li Ceng memutar tubuh.

Anak-anak itu melihat pertengkarannya. Dan ketika ia lari membiarkan Peng Hou tertegun, nama Giok Yang Cinjin masih belum disebut maka Peng Houw teringat itu namun sang isteri telah lenyap dan meninggalkan tempat itu. Rasa sakit menusuk-nusuk Naga Gurun Gobi ini. Jawaban Li Ceng yang tak menyangkal tuduhannya membuat Peng How seperti diremas-remas. Ia tak tahu bahwa jari Chi Koan sebatas menyentuh, kehormatan isterinya sesungguhnya masih terjaga.

Namun karena Li Ceng juga terlampau sakit hati karena Peng Houw membawa-bawa ibunya, tak dapat disangkal bahwa ibu Li Ceng dulunya memang menyeleweng dengan lelaki lain maka tusukan ini terasa lebih tajam daripada pedang berkarat. Li Ceng tak menjawab semua pertanyaan itu dengan hati yang terlampau sakit. Ia tiba-tiba benci dan marah kepada suaminya itu. Betapa kejinya Peng Houw!

Maka ketika ia meninggalkan rumah dan Po Kwan serta uwak Kin menjerit, memanggil namun tak dihiraukan akhirnya Peng Houw sendiri berkelebat meninggalkan rumah itu. Pagi itu kejadian di rumah ini sungguh menyedihkan. Cinta kasih telah berobah menjadi kebencian. Dan ketika majikan maupun nyonya rumah tiada di situ, nenek ini merangkul dua anak itu sambil sesenggukan maka Peng Houw melaksanakan keinginannya mencari puteranya yang hilang, di samping tentu saja Chi Koan yang jahat!

Peng Houw mengepal tinju teringat si buta ini. Tak akan diampuninya lagi lawannya itu. Akan dilenyapkannya Chi Koan sampai tuntas, akan dibunuhnya si buta itu. Dan ketika Peng Houw juga bergerak dan tak perduli kepada isterinya lagi, rasa jijik menyentuh di situ maka pemuda yang kusut ini melakukan perjalanan dengan wajah murung, gelap!

* * * * * * * *

Sebulan setelah kejadian di atas Peng Houw berada di propinsi Kwang-tung. Ia bingung tak menemukan Boen Siong, bertanya- tanya tapi tak ada yang tahu. Jejak Chi Koan juga lenyap. Tapi ketika ia hendak memasuki kota Kwang-sin tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar dentang suara senjata beradu.

"Hm, gerombolan rampok bertemu rombongan piauw-kiok (pengantar barang)," Peng Houw sebal. "Di mana-mana .Drang jahat selalu muncul. Kapan kalian jera?"

Peng Houw tak ada niat mendatangi keributan ini kalau saja tiba-tiba telinganya tak mendengar maki-makian terhadap seorang tosu. Sebutan paling umum adalah "keledai tua", yakni makian untuk tosu atau orang-orang pengikut agama To ini. Maka ketika ia juga mendengar bentakan itu dan berhenti di jalan, di balik tebing karang mengepul asap pertempuran akhirnya Peng Houw membelokkan langkahnya dan menuju tempat ini.

Tujuh orang bertempur hebat. Ternyata mereka mengeroyok seorang tosu lihai bersenjatakan tongkat ular, berkelebatan dan menyambar-nyambar dan tampak dua orang di sana merintih roboh. Peng Houw tertegun oleh gerakan tosu ini, juga gaya serangannya yang menimbulkan angin dahsyat.

Dan ketika ia terkejut karena itulah Soan-hoan-ciang (Kibasan Angin Puyuh) yang dulu dipunyai gurunya Giok Keng Cinjin akhirnya pemuda ini berdiri di sebelah batu karang dan menonton dengan alis terangkat. Pukulan tangan kiri tosu itu mulai menimbulkan angin berpusing.

"Hm, kalian orang-orang Hek-i-Kai-pang memang selamanya mengganggu orang-orang seperti pinto. Baik, katakan kepada ketua kalian bahwa pinto tak mau menerima undangan, tikus-tikus busuk, dan enyahlah atau pinto menghajar kalian plak-plak-bukk!" tongkat menghajar telak dan tiga orang terbanting bergulingan.

Mereka adalah orang-orang berpakaian hitam dengan mangkok dan tempat minum di pinggang, semua berpakaian tambalan dan mudah diduga bahwa mereka rombongan pengemis. Tapi karena masing- masing bersenjata dan ada yang membawa trisula atau pedang, juga golok tipis dan sebuah clurit (sabit) maka mudah diduga bahwa rombongan pengemis ini tentu bukan orang baik-baik. Mereka ternyata dari kelompok Hek-i Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Hitam).

"Keparat!" satu di antara yang empat membentak, tiga temannya terguling-guling. "Kalau kau tak mau datang memnuhi undangan maka selayaknya kau memberikan upeti, Giok Yang Cinjin. Kwang-tung adalah wilayah kami dan siapapun yang masuk harus membayar pajak!"

"Kalian bukan orang pemerintahan, cara kalianpun tidak patut. Menarik pajak bukan seperti cara perampok begini, tikus-tikus busuk. Siapa mau, kalau kalian memaksa. Pergilah dan katakan kepada ketua kalian bahwa pinto tak mau datang. Silakan menikmati ulang tahun sendiri dan jangan menyuruh orang lain mengeluarkan koceknya bluk-plak!"

Tangan kiri si tosu bergerak dan terpentalah orang yang membentak itu. Ia murid Hek-i Kai-pang yang paling tangguh, sejak tadipun serangannya paling berbahaya. Sabit di tangan menyambar-nyambar bagai halilintar. Tapi karena tosu itu cukup lihai dan angin kibasannya membuat semua terdorong, Peng Houw melihat betapa sesungguhnya tosu ini bersikap lunak maka adalah orang-orang itu yang tak tahu diri dan menerjang lagi, mereka membentak dan memaki-maki tosu ini.

"Keledai bangkotan, keledai mau mampus. Kalau kau tak mau memberikan sedekahmu maka lihat kami memanggil bala bantuan, Giok Yang Cinjin. Lihat kalau ketua kami sendiri datang!"

"Pinto tak takut kepada Hek-sai Lo-kai, justeru kalian yang tak tahu diri. Hm, pinto tak mau berlama lagi dan lihat pukulan, anak-anak. Pergilah dan katakan bahwa pinto tak ada waktu untuk menghadiri ulang tahun partai kalian...des-plak!" si tosu memutar tongkatnya dan tangan kiri terayun pula.

Empat orang yang masih bertahan berteriak keras, mereka terangkat dan terbanting terguling-guling. Namun ketika mereka bersuit dan dari delapan penjuru melompat bayangan-bayangan hitam, tempat itu tiba-tiba sudah dipenuhi tigapuluhan orang maka Peng Houw ikut terkepung dan mereka inipun langsung memukul!

"Siapa pemuda ini, tangkap dan robohkan dia!"

Peng Houw mengerutkan kening. Sekali lihat ia tahu bahwa Hek-i Kai-pang memang bukan perkumpulan orang baik-baik. Para pengemis berbaju hitam ini rupanya perlu mendapat pelajaran. Maka ketika ia mengelak dan menggerakkan tangan kiri, ujung bajunya mengibas maka semua terlempar dan tentu saja berteriak kaget.

"Heiii bres-bress!" Peng Houw tersenyum dingin. Kalau saja ia tak tertarik dengan tosu yang menguasai Soan-boan-ciang Itu tentu ia sudah pergi. Pukulan tosu ini mengingatkannya akan mendiang gurunya yang lain, Giok Kee Cinjin. Maka ketika ia diserang lagi namun dengan mudah menghalau pengemis-pengemis Hek-i Kai-pang itu, tosu itu melihatnya dan akhirnya semua orang tahu kehadirannya maka tosu itu terbelalak kepadanya berseru nyaring, tertawa.

"Heii, anak muda. Siapa kau dan kenapa di situ. Orang-orang ini dapat kuselesaikan dan jangan bantu, pinto akan pergi!"

"Hm, akupun akan pergi. Kalau tak melihatmu di sini tentu aku sudah pergi, totiang. Pukulanmu menarikku karena itu Soan-hoan-ciang. Dari mana kau mendapatkan dan apa hubunganmu dengan mendiang Giok Kee Cinjin!"

"Pinto Giok Yang, suheng Giok Kee. Siapa kau dan bagaimana mengenall pukulan pinto!"

"Kau suheng mendiang guruku?"

"Eh, kau si Naga Gurun Gobi itu?"

"Hm, mari kita pergi. Kita bicara ditempat lain, totiang, agaknya kau suheng dari mendiang guruku!"

Peng Houw mengibaskan kedua lengan bajunya dan tiba-tiba semua orang terangkat naik. Baik mereka yang ada di depannya maupun di depan Giok Yang Cinjin tiba-tiba berteriak, tosu itu sendiripun juga berseru keras, terangkat dan terlempar. Namun ketika semua bagai ditiup angin puyuh, Peng Houw mengeluarkan ilmu saktinya Hok-te Sin-kang maka ibarat rumput kering orang-orang Hek-i Kai-pang itu terlempar dan menabrak dinding karang.

Peng Houw sendiri berkelebat dan tahu- tahu menyambar lengan tosu itu. Giok Yang Cinjin kaget dan meronta namun pemuda itu menekan pergelangannya. Tenaganya lumpuh! Dan ketika Peng Houw membawa tosu ini terbang melewati semua murid-murid Hek-i Kai-pang maka pemuda dan tosu itu tahu-tahu lenyap bagai iblis.

"Siluman! Sihir, pemuda itu mengeluarkan sihir!"

Semua berdebuk dan jatuh terguling- guling. Kalau Peng Houw tak mengendalikan tenaganya tentu orang-orang Hek-i Kai-pang itu hancur luluh. Siapa kuat menghadapl Hok-te Sin-kang yang amat hebat itu. Tapi ketika mereka meloncat bangun dan lecet-lecet, gentar dan ngeri dilempar begitu mudah maka yang teringat seruan Giok Yang Cinjin berteriak,

"Bukan, bukan siluman. Dia Si Naga Gurun Gobi!"

Gemparlah pengemis-pengemis ini. Mereka segera teringat dan sadar akan itu, mengangguk dan tak ampun lagi semuanya berlarian. Dan ketika tempat itu sepi dari murid- murid Hek-i Kai-pang ini maka Peng Houw sendiri sudah turun dan berada di atas bukit di mana kota Kwang-sin berada di bawah. Gerakannya tadi seperti burung menyambar dan mentakjubkan kakek tua ini.

"Luar biasa, hampir tak dapat pinto percaya. Aih, kau benar Naga Gurun Go-bi itu, anak muda. Kau Peng Houw yang dulu menjadi murid sute pinto Giok Kee Ha..ha, bagaimana anak isterimu dan sudahkah mereka kau temukan!"

Peng Houw terkejut. "Totiang mengetahui itu?"

"Pinto yang ada di sana, pinto yang membantu isterimu namun gagal itu. Ah, bagaimana mereka dan sudahkah puteramu kau temukan!"

Peng Houw tertegun pucat. Tiba-tiba ia menjura di depan tosu ini dan menggeleng lemah, berkata bahwa Boen Siong belum ditemukan. Dan karena ia bertemu dengan orang yang dicari-cari, inilah kiranya tosu yang dikatakan muridnya itu maka Peng Houw gemetar menahan perasaan.

"Teecu menghaturkan terima kasih bahwa supek yang kiranya datang menolong. Tapi sayang, Boen Siong belum kutemukan dan ceritakanlah bagaimana asal semuanya itu terjadi. Teecu mohon keterangan."

Tosu ini terbelalak. "Kau tak bertemu isterimu? Kau tak mendengar cerita darinya?"

"Teecu ingin mengetahui selengkapnya darimu, supek (uwa guru). Teecu telah bertemu dengan dia tapi dia telah pergi lagi. Teecu... teecu tak ingin mendengar dan melihat mukanya."

"Astaga, apa pula ini. Kau rupanya bertengkar dengan isterimu, Peng Houw. Apa yang terjadi di antara kalian?"

"Teecu ingin mendengar cerita supek,tolong ceritakan dan nanti teecu ganti bercerita."

Tosu itu tertegun. Giok Yang Cinjin baru kali ini bertemu Peng Houw namun nama besar pemuda itu tentu saja sudah didengarnya. Mendengar pemuda ini mau menyebutnya supek sudah membuat dia girang. Naga Gurun Gobi ini ternyata bukan pemuda sombong, benarlah cerita di luar. Tapi melihat betapa wajah pemuda itu muram dan kulit itupun gelap, ada kemarahan di mata yang berkilat tajam itu akhirnya tosu ini mengetukkan tongkat membersihkan tanah, duduk di situ.

"Marilah duduk, dan terima kasih bahwa kau masih menganggapku sebagai paman guru, meskipun sebenarnya kepandaianmu jauh di atas pinto. Hm, dengarlah, anak muda. Kejadian itu bermula dari datangnya Chi Koan...!"

"Teecu tahu ini."

"Baik, dan apalagi kalau begitu? Tahukah kau bahwa Kwi-bo iblis betina itu muncul dan masih hidup?"

"Ya, teecu tahu, tapi baru sekarang teecu tahu bahwa selain mereka adalah supek yang membantu di sana. Teecu ingin mendengar perbuatan Chi Koan, maksud teecu hm,... perbuatannya terhadap isteri teecu!"

Wajah itu berkerut. Giok Yang Cinjin tiba-tiba menangkap sesuatu yang ganjil dan tiba-tiba maklumlah tosu ini akan apa yang terjadi. Pemuda ini kiranya dibakar cemburu, marah. Namun karena tak ada yang istimewa dan Peng- hujin itupun lari bersamanya, tak ada apa-apa maka kakek ini menggeleng.

"Pinto tak melihat sesuatu yang luar biasa dari isterimu maupun Chi Koan. Kami lari meninggalkan pertempuran, pinto terluka."

"Supek tak melihat perbuatan kurang ajar si buta itu kepada isteri teecu?"

"Kalau kurang ajar memang kurang ajar, Peng Houw, akan tetapi isterimu lari menyelamatkan pinto. Dia meninggalkan pertandingan karena pinto terluka oleh Hok-te Sin-kang!"

"Hanya itu?"

"Maksudmu?"

"Teecu melihat robekan pakaian Li Ceng.”

"Benar, jahanam itu merobek pakaian isterimu dengan tongkat!"

"Lalu dia menangkap dan sempat mengganggu isteri teecu?"

"Ah, tidak! Isterimu lari dan menyelamatkan pinto, Peng Houw. Memang benar Chi Koan merobek pakaiannya tapi tak lebih dari itu. Ia selalu melempar tubuh dan bergulingan menyelamatkan diri!"

Peng Houw berdetak. "Susiok tak melihat ia ia diganggu luar dalam?"

"Maksudmu diperkosa? Hm, tidak, Peng Houw. Mengerti pinto sekarang ke mana arah pertanyaanmu ini. Kau mengira Chi Koan telah menodai isterimu. Kau curiga bahwa isterimu sudah tidak suci lagi. Ah, pinto berani sumpah bahwa hal itu tak sampai terjadi. Chi Koan memang merobek-robek pakaiannya namun isterimu selalu berhasil menyelamatkan diri. Ia dipermainkan namun si buta itu tak dapat menikmatinya!"

"Maksud supek?"

"Chi Koan buta, Peng Houw, meskipun isterimu telanjang akan tetapi matanya tak bisa melihat. Namun isterimu tak sejauh itu, seingat pinto pakaian yang robek di bagian punggung dan dada!"

"Jadi ia ia tak sampai diganggu Chi Koan?"

"Tidak!"

"Ah!" tarikan napas lega itu bercampur dengan keluhan panjang. Peng Houw tiba-tiba bersyukur namun menutupi muka, dua titik air mata tiba-tiba menetes! Dan ketika tosu itu tertegun melihat ini maka Peng Houw tersedak dan Naga Gurun Gobi itu menangis, sekejap saja.

"Ceng-moi, maafkan aku. Kiranya aku terlampau berlebihan menuduhmu!"

Penyesalanlah yang datang. Peng Hou tak dapat mengatasi hatinya lagi dan menunduklah dia dengan pundak berguncang-guncang. Ia terlampau tajam menyengat isterinya. Kata-kata beracun Kwi-bo ternyata begitu hebat mempengaruhinya. Ia terhasut! Tapi ketika ia menarik napas dalam-dalam dan semua itupun lenyap, Giok Yang Cinjin batuk- batuk maka Peng Hou hanya kemerah-merahan saja mukanya akan tetapi air mata itu sudah menyusut.

"Agaknya kau menuduh isterimu, ini kiranya pertengkaran itu. Siancai, dalam hal yang satu ini memang orang-orang muda sulit mengontrol diri, Peng Houw. Sekarang katakan di mana isterimu dan apa saja yang kaukatakan. Juga anak perempuan kecil itu, yang pinto lihat di dalam dusun."

"Ia murid teecu, Siao Yen namanya. Sedangkan isteri teecu, ah teecu menyesal supek. Terlampau tajam kata-kata teecu, terlampau jahat. Teecu dibakar ketidak percayaan gara-gara Kwi-bo!"

"Bagus, ceritakan itu. Di mana pula kau bertemu wanita jahat itu!"

Peng Houw mendinginkan hatinya yang panas. Teringat wanita iblis ini ia menjadi marah juga, namun setelah pandang matanya bertemu Giok Yang Cinjin dan tosu itu mengangguk sabar iapun lalu bercerita dan berterus teranglah dia akan semua yang dialami, betapa mula-mula ia pulang namun melihat rumahnya berantakan lalu menuju tempat tinggal uwak Kin dan ternyata ada di sana. Siao Yen dan Po Kwan juga di situ. Namun ketika pembicaraan menginjak pada Li Ceng tak tahan lagi pemuda ini menjadi serak, matanya basah.

"Sebelumnya teecu sudah bertemu dengan Kwi-bo, dan ia menceritakan perbuatan Chi Koan kepada isteri teecu. Dan karena isteri teecu juga tak menyangkal jari-jari Chi Koan menyentuh tubuhnya maka teecu berpikir bahwa isteri teecu telah ternoda! Ah, jahat sekali kesimpulan itu, supek, teecu terlalu gegabah. Teecu dibakar marah dan cemburu kelewat sangat!"

"Hm-hm, benar-benar berbisa, racun yang amat jahat. Tak pinto sangkal bahwa tubuh isterimu disentuh jari-jari si buta itu, Peng Houw, akan tetapi semuanya itu bukanlah kehendaknya. Isterimu bukan tandingannya, dan pinto sendiri sampai terluka dalam. Ah, kau harus mencari dan meminta maaf pada isterimu, tak sejauh itu kenyataannya!"

"Ya, tapi isteri teecu telah pergi. Dia bersumpah tak mau melihat teecu kalau Chi Koan belum terbunuh. Dan... dan teecu membawa-bawa pula nama orang tuanya."

"Apa yang kaukatakan, Peng Houw?"

"Mengungkit masa silam ibunya. Bahwa bahwa mendiang ibunya dulu seorang wanita serong. Teecu menyamakan dia dengan ibunya!"

"Astaga, iblis benar-benar telah merasuki hatimu. Ah, kau kejam membawa- bawa orang tua, Peng Houw, apalagi yang sudah meninggal. Siancai, pinto tak dapat menerima ini!"

"Dan teecu siap menerima hukuman. Tolong carikan isteri teecu itu, supek, juga puteraku Boen Siong. Teecu akan membalas Chi Koan dan tak akan kuampuni dia!"

Giok Yang Cinjin menahan napas. Batu digenggaman pemuda ini berkeratak, hancur namun utuh. Narnun ketika dia mengambil batu itu dan melemparnya ke atas maka pyur, batu itu menjadi bubuk, debu! "Siancai, pinto prihatin akan kejadian yang menimpamu ini. Pinto tak akan berpangku tangan dan percayalah akan membantumu, Peng Houw, tapi di mana kita mulai. Pinto tak mungkin menemukan mereka tanpa adanya petunjuk-petunjuk!"

"Itu betul, dan teecu juga bingung. Tapi bagaimana kalau kita mulai di Hek-i Kal-pang, supek, bukankah di tempat mereka akan ada keramaian. Tadi kudengar akan adanya ulang tahun partai."

Giok Yang Cinjin mengangguk. "Tidak salah, tapi mereka menyebalkan!"

"Hm, Hek-sai Lo-kai memang bukan seorang besar untuk ukuran dunia kang-ouw, tapi pengaruhnya di propinsi ini ku-dengar cukup besar, supek. Bagaimana kalau kita coba-coba atau mungkin kau dapat menolongku yang lain."

"Apa itu."

"Dua orang muridku Po Kwan dan Siao Yen."

"Ada apa dengan mereka."

Peng Houw diam, tiba-tiba tak menjawab. Tapi ketika ia didesak dan sedikit merah akhirnya pemuda ini berkata, "Aku mengangkat murid kepada kakak beradik itu, mereka anak-anak yang baik. Tapi kesibukanku mencari Chi Koan dan anak isteriku membuat mereka tak terurus, supek, bagaimana kalau kau menolongku dulu. Maksudku kau mengawasi mereka dan berilah dasar-dasar Soan-hoan-ciang."

Giok Yang Cinjin tertegun. Teringatlah ia akan anak perempuan di rumah uwak Kin itu, seorang bocah belia namun berjiwa mulia. Ia masih teringat ketika anak itu merangkul Peng- hujin ketika menendang si nenek, marah-marah dan menangis di situ namun memiliki keberanian. Anak itu berani melindungi seorang wanita tua. Dan karena ia juga pernah menyesal meninggalkan nenek itu ketika pingsan, ia takut oleh datangnya si buta akhirnya kakek ini mengangguk dan berkata,

"Baiklah, pinto tak keberatan, Peng Houw. Betapapun kau mewarisi pula Soan- hoan-ciang, meskipun tentunya bukan tandingan Hok-te Sin-kang yang hebat itu. Pinto setuju tapi bagaimana kalau pinto menyertaimu dulu ke Hek-i Kai-pang. Siapa tahu ada tokoh yang belum kaukenal dan menjadi bahan kita, mungkin pinto mengenalnya."

"Baiklah, Peng Houw tak keberatan. kalau itu keinginanmu tentu saja aku tak akan menghalangi, supek, tapi sebaiknya kita menyamar saja, jangan terang-terangan. Dan kapan pula keramaian itu diadakan?”

"Kudengar minggu depan. Dan sebaiknya kita melihat-lihat dulu suasana."

Peng Houw mengangguk. Akhirnya diambil kesepakatan bahwa mereka berdua bersama dulu. Ulang tahun perkumpulan pengemis itu akan dihadiri. Dan ketika semua dirasa cukup dan tosu itu bangkit berdiri maka perjalanan ke Kwang-sin dilanjutkan lagi namun Peng Houw dan tosu itu sudah beralih rupa sebagai pengemis-pengemis, turun dan memasuki kota untuk akhirnya berbaur menjadi satu!

* * * * * * * *

Untuk ukuran dunia perkumpulan pengemis baju hitam ini memang belum termasuk besar, namun untuk ukuran propinsi Kwang-tung nama Hek-i Kai-pang ditakuti. Bukan karena jumlah anggaunya yang banyak melainkan semata orang yang berdiri di belakang nama perkumpulan ini begitu berpengaruh.

Aneh barangkali kalau mendengar Gak-taijin (Menteri Gak) menjadi "back-ing" para pengemis ini. Menteri yang berkedudukan di kota raja itu memang melindungi Hek-i Kai-pang, bahkan menjadi Ketua Kehormatan di mana Hek-sai Lo-kai (Pengemis Singa Hitam) masih berada di bawahnya. Tapi kalau orang tahu lika-liku yang ada di antara menteri ini dengan Hek-i Kai-pang tentu orang akan menarik napas panjang dan terheran-heran, ngeri dan muak, tapi juga takut!

Hek-i Kai-pang melalui ketuanya yang saat itu dipegang Hek-sai Lo-kai memang bukan perkumpulan biasa. Gak-taijin sendiri terang-terangan melindungi perkumpulan pengemis ini dengan dalih kemanusiaan. Menteri yang kebetulan menduduki jabatan sebagai menteri pajak itu memang tampak menonjol akhir-akhir ini. Ia mengusulkan kepada kaisar pengurangan pajak kepada rakyat, menghilangkan ini-itu yang tidak perlu dan hal-hal yang dirasakan membebani rakyat ditiadakan.

Maka ketika kaisar menyetujui usulnya dan khusus bahan pangan rakyat tak lagi dibebani pajak maka nama menteri ini mencuat dan ia banyak dipuji sebagai menteri bijak yang bessr perhatiannya kepada rakyat, terutama golongan miskin...