Prahara Di Gurun Gobi Jilid 29 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

“HEII... apa yang terjadi ini? Siapa kakek ini?”

Mutiara Geledek terkejut. Sebagai orang yang selalu berhati-hati maka kedatangan orang-orang itu membuatnya gelisah. Ia melihat empat bayangan berkelebat menyambar dan bentakan atau teriakan satu di antara empat orang itu sungguh dahsyat sekali. Suaranya keras menggetarkan. Dan ketika orang itu menyambar dan sebuah bandul tengkorak menderu menuju kepalanya, ia berkelit dan mengelak maka seorang raksasa tinggi besar melotot marah dan saat itu tiga yang lain menyambar dan menyerang dirinya.

“Wut-plak-plakk!"

Tak ada kesempatan untuk mengelak atau menyelamatkan diri. Kakek ini mengebutkan ujung bajunya dan tiga senjata mental. Lawan berteriak kaget. Dan ketika dia hanya tergetar sementara lawan berjungkir balik berseru keras, Kwi-bo dan dua temannya menyerang lagi maka wanita itu melengking memberi tahu bahwa teman-temannya harus berhati-hati.

"Tua bangka ini lihai. Awas, aku tak tahu siapa dia namun pukulannya hebat. Hati-hati dan jangan gegabah!"

“Tak usah takut. Dia berani mati memasuki sarang macan, Kwi-bo. Kalau tak dapat mengalahkannya panggil saja murid kita Chi Koan. Tapi nanti dulu, aku ingin merasakan pukulannya dulu dan apakah benar dia lihai....wherrr!” bandul tengkorak, senjata milik See-tok menyambar dahsyat.

Tadi raksasa ini dikelit dan belum merasakan sendiri kehebatan lawannya itu. Tiga yang lain sudah dan karena itu raksasa ini sombong. Maka ketika dia menghantam dan terang-terangan ingin menguji, Kwi-bo dan yang lain berada di belakang maka kakek itu berkelebat dan menangkis serangan raksasa ini.

“Plakk!” Bandul tengkorak menyambar tuannya sendiri. Senjata itu membalik dan alangkah kagetnya raksasa ini merasa tenaga demikian dahsyat menampar bandulnya. Ia tak tahan. Dan ketika ia membanting tubuh dan berteriak menyelamatkan dirí, senjatanya itu menghantam tanah maka tanah berlubang sementara kakek itu sudah melayani teman-temannya dan berkelebatan seperti burung menyambar-nyambar.

"Haiyaa... betul katamu. Tua bangka ini lihai sekali. Ia ahli Lui-kong-ciang!”

"Hi-hik, karena itu dengar kata-kataku. Jangan sombong atau petingkah, See-tok. Ia tua bangka hebat dan barangkali kita bertujuh harus bekerja keras. Ayo bangun, gerakkan senjatamu lagi dan tangkap atau bunuh kakek ini!”

See-tok mendesis dan meloncat bangun. Ia terbelalak, mukanya yang merah semakin merah. Dan ketika ia membentak dan maju lagi, kakek itu segera tahu bahwa Tujuh Siluman Langit sudah lengkap di situ maka sute dari Kun-lun Lojin ini mengeluh kenapa cucunya tak datang juga. Ia sedang menunggu dan justeru mengkhawatirkan cucunya itu. Li Ceng cukup lama ke bawah gunung dan sampai sekarang belum kembali.

Ia tentu saja tak tahu bahwa cucunya sudah tertangkap, musuh berbuat licik. Dan ketika ia berkelebatan dan Lui-kong-ciang meledak-ledak, pipa cangklong di tangannya juga dihembus dan mengeluarkan bunga- bunga api maka Kwi-bo mengerutkan kening dan mengingat-ingat siapa kakek lihai ini. Dan ingatannya tiba-tiba melayang pada tiga puluh tahun yang lalu.

“Dia.... dia Lui-cu (Mutiara Geledek) Lo Sam sute dari Kun-lun Lojin. Ah, tua bangka ini tokoh Kun-lun!”

"Benar!" Kwi-bun tiba-tiba juga berseru. "Aku sekarang ingat gaya pukulannya ini, Kwi-bo. Dia benar kakek itu. Lihat pipa cangklongnya itu. Hanya Lui-cu Lo Sam yang bertempur dengan gaya seperti ini dengan pipa cangklong!"

“Benar, aku juga ingat. Ah, dia betul tua bangka itu!" dan Coa-ong serta yang lain yang sama-sama berseru akhirnya mengenal kakek ini dari serangan dan pipa cangklongnya.

Mereka mula-mula tak menduga karena kakek itu sudah lama tak muncul di dunia persilatan. Ada kabar bahwa kakek ini berselisih dengan saudara-saudaranya, hilang dan meninggalkan Kun-lun tapi tiga puluh tahun kemudian muncul di situ. Kalau mereka bukan orang- orang berusia empat puluhan tak mungkin kenal. Hanya tokoh angkatan tua yang dapat mengetahui kakek ini.

Gaya serangannya memang khas, pipa cangklong itu, juga pukulan atau kebutan tangan kirinya itu. Dan ketika mereka sama-sama berteriak dan kakek ini terkejut mengerutkan kening, ia sudah dikenal maka ia membentak dan tiba-tiba gerakan tubuhnya menjadi dua kali lipat lebih cepat daripada tadi.

“Hm, kalian sudah mengenal aku. Bagus, tak ada jalan lain kecuali merobohkan secepatnya!"

Kwi-bo dan lain-lain menjerit. Kakek itu tiba-tiba berkelebat dan hilang dari pandangan mata. Geraknya demikian cepat hingga mereka tak dapat mengikuti. Dan ketika sinar putih berkelebat dan asap tembakau juga tebal berhembus, saat itu kilatan sinar pukulan menyambar mereka maka Kwi-bo dan lain-lain terjengkang dan roboh bergulingan.

“Aduh.... plak-plak-plakk!"

Kiranya kakek ini mempergunakan kesaktiannya. Ia tak main-main lagi setelah sang cucu tak muncul juga. Ia berada di daerah berbahaya. Itu daerah musuh. Maka tak mau lagi berlama-lama dan dengan kepandaiannya ia menghembus asap tembakau, asap itu menghalangi pandangan dan di saat itulah dia berkelebat mengelilingi lawan maka Tujuh Siluman Langit mendapat tamparan dan Lui-kong-ciang atau pukulan Halilintar itu menghantam mereka.

Namun Kwi-bo dan lain-lain memang kosen. Tamparan itu membuat mereka seakan dijilat api panas dan rasa sakit dan gentar membuat mereka berteriak. Tamparan itu membuat mereka terjengkang bergulingan. Namun karena si kakek tak bermaksud membunuh dan sinkang tujuh orang itu juga kuat, mereka dapat bertahan meskipun kesakitan maka Kwi-bo dan kawan-kawannya berteriak namun dapat meloncat bangun.

Akan tetapi kakek ini sudah tidak ada di tempat. Bukan maksud kakek itu untuk bertempur mati-matian. Yang ia cari adalah Chi Koan, Tujuh Siluman Langit tak ada urusan. Maka merobohkan dan membuat lawan bergulingan kakek ini sudah berkelebat dan turun gunung. Sebenarnya, Lui-cu Lo Sam hendak melanjutkan ke atas. Ia sudah berjanji untuk bertemu dengan Peng Houw. Tetapi karena cucunya tak datang juga dan kakek ini curiga, kecemasan timbul maka ia meluncur lagi dan turun mencari cucunya itu.

Namun Li Ceng tak ada di tempat. Kakek ini bingung dan ia tak dapat memanggil-manggil. Memanggil berarti memberi tahu musuh di mana dia berada, hal itu malah merepotkan saja. Maka ketika ia berputar, dan mencari di tempat lain, tak ada dan naik ke atas maka kakek ini berkelebat dan maklumlah dia bahwa sesuatu telah menimpa cuunya itu. Kemarahan timbul dan melengkinglah kakek ini. Dan ketika ia berteriak dan memanggil cucunya, suaranya menggetarkan Hek-see-hwa maka di puncak tiba-tiba juga terdengar bentakan dan lengking dahsyat.

“Chi Koan...!”

Kakek itu terbang dengan mata menyala-nyala. Ia mendengar Suara Peng Houw dan ribut serta gemuruh. Di atas kiranya terjadi pertempuran seru. Teriakan dan gaduh terdengar jelas. Dan ketika kakek itu menyambar bagai rajawali melesat di antara mega dan langit biru, terbang ke atas ke puncak Hek-see-hwa maka di sana memang terjadi sesuatu yang mendebarkan di mana anak buah Chi Koan tunggang-langgang, dihajar Peng Houw!

Saat itu, seperti diketahui Peng Houw mengantar Tu-lin ke tempat di mana katanya tujuh kawannya disekap. Tempat itu di belakang Ruang Anggrek di mana katanya Chi Koan sering berada. Maka ketika Peng Houw membawa wanita ini dan tempat di mana pertama kali mereka bertemu dilewati, pagar kawat itu diloncati Peng Houw dengan mudah akhirnya atas petunjuk Tu-lin pemuda ini sampai di tempat itu.

Peng Houw berdebar. Ia tak tahu betapa si cantik di pondongannya itu berseri-seri. Dahi yang halus kemerahan itu sekarang tampak berkilau. Rasa girang dan tegang wanita ini membuat dia berkeringat. Dan ketika Peng Houw tiba di tempat itu di mana sebuah jendela terbuka dari luar, ada kisi-kisi kawat di sini di mana mereka dapat mengintai maka Peng Houw menurunkan wanita itu karena kawannya berbisik,

“Hati-hati, itu tempatnya. Lihat dan jenguklah dari jendela!"

Peng Houw mengangguk. Ia sudah bergerak dan mendekati jendela itu, mengintai. Tapi begitu melihat ke dalam tiba-tiba dia berseru jengah! Di dalam kiranya berkumpul enam wanita cantik yang rata-rata berpakaian tipis menerawang. Mereka duduk dan santai-santai di situ sementara beberapa lelaki menemani. Dua di antaranya di pangkuan lelaki dan mereka ini cekikikan, baju bagian dada terbuka dan dengan begitu saja.

Peng Houw melihat betapa dua lelaki itu tertawa dan menelusupkan tangan ke bagian ini, meremas dan mereka tiba-tiba berciuman. Begitu bebas dan tak tahu malu. Dan ketika wanita yang satu malah mengangkat sebelah kakinya di luar paha si lelaki, duduk dan bergerak dengan cara tak senonoh maka Peng Houw tiba-tiba menjadi merah padam dan begitu ia menarik mukanya saat itu juga sebuah totokan mengenai tengkuk!

Peng Houw kaget bukan main. Ia mendengar kekeh di belakang dan Tu-lin, temannya itu tahu-tahu melakukan totokan. Totokan itu lihai dan tepat mengenai jalan darah di tengkuk. Namun karena sinkang di tubuh pemuda ini selalu bergetar dan ia selalu siap siaga, segala gerak refleks akan terjadi maka begitu totokan mengenai tengkuknya sinkang itupun menolak dan Tu-lin berteriak kaget karena totokannya mental.

“Aiihhhh...!"

Peng Houw membelalakkan mata. Ia kaget dan heran serta marah sekali melihat betapa waníta yang ditolongnya itu mendadak menyerang. Totokan itu lihai, kuat dan jelas bukan main-main! Dan ketika ia terkejut karena tak disangkanya wanita itu bukan sembarangan, Tu-lin yang disangkanya lemah ini ternyata pandai melumpuhkan orang maka wanita itu membuka kancing bajunya dan sebungkus saputangan Hek-see-hwa disiramkan ke mukanya.

“Wusshhhh!"

Peng Houw tak dapat menahan kemarahannya lagi. Melihat bubuk ini sadarlah dia bahwa wanita itu sesungguhnya bukan orang lain. Wanita ini adalah anggauta Hek-see-hwa, pembantu Chi Koan. Maka ketika ia membentak dan ujung baju mengebut, bubuk itu membalik dan menyambar lawan maka wanita itu terjengkang karena diri sendiri yang balik menghirup dan menyedot bubuk beracun itu.

"Bluk!”

Ribut-ribut ini didengar orang di dalam. Tu-lin terlampau gegabah menyerang Peng Houw dalam ambisinya mencari nama. Ia tak dapat menahan dirinya lagi begitu melihat Peng Houw melongok ke dalam. Ia sudah menahan-nahan keinginannya sejak tadi. Sudah lama ia ingin menyerang dan merobohkan Peng Houw. Maka begitu pemuda itu melongok jendela dan ia melancarkan totokan, tak disangkanya gagal maka bubuk Hek-see-hwa usaha terakhir namun itupun dikebut Peng Houw hingga balik mengenai dirinya sendiri.

Selanjutnya Peng Houw diketahui lawan. Enam wanita cantik yang ada di ruangan itu tiba-tiba berkelebat dan menyambar bagai burung-burung belibis. Gerak mereka mengejutkan karena kembali Peng Houw tak menyangka itu. Ia tadinya menganggap bahwa mereka itu wanita-wanita lemah seperti Tu-lin. 

Maka ketika mereka berkelebatan dan mengepung dirinya, beberapa lelaki di dalam juga bergerak dan tahu-tahu mengurung sambil mencabut senjata maka Peng Houw dibentak dan sudah diserang enam wanita cantik itu, marah melihat Tu-lin roboh dan mendelik di tanah. Terlampau banyak menghirup Hek-see-hwa!

“Ada musuh! Tangkap dan robohkan dia!” “Awas, jangan lukai. Dia tampan dan gagah!”

Peng Houw dianggap pemuda biasa saja. Mereka itu tak tahu bahwa yang mereka hadapi adalah pemuda sakti. Inilah murid Ji Leng Hwesio pewaris Bu-tek-cin-keng. Maka ketika Peng Houw diserang tapi sekali tangkis semua senjata patah-patah, Peng Houw merasa tak perlu bersembunyi lagi maka pemuda yang marah oleh pemandangan di ruangan tadi membentak dan sekali ia mengibas maka enam wanita itu mencelat dan terbanting bertabrakan.

"Aiihhh.... bres-bres-bress!”

Enam wanita menjerit dan terlempar tumpang-tindih. Mereka baru sadar bahwa lawan ternyata lihai. Dan ketika yang laki-laki juga menyerang namun disampok kibasan ujung baju, terlempar dan senjatapun mencelat entah ke mana maka suasanapun menjadi kacau dan jerit atau pekik wanita-wanita ini mengundang yang lain.

Peng Houw mendengus. Belasan bayangan berlompatan dari kiri kanan dan itu disusul oleh bayangan-bayangan lain pula. Sebentar kemudian seratus orang telah ada di situ, siap dan menyerang dan masuklah hujan senjata menyambar pemuda ini. Tapi ketika Peng Houw mengelak dan menggerakkan kaki tangannya, tamparan atau tendangan silih berganti maka orang-orang itu terpelanting dan ketika Peng Houw mengebutkan ujung bajunya mereka itupun terhempas dan terangkat bagai disambar angin puyuh.

"Aku tak mencari kalian. Aku mencari Chi Koan. Suruh dia keluar dan kalian pergilah.... wut-bres-bresss!”

Orang-orang itu terlempar bagai benda-benda kering saja. Peng Houw berkelebatan di antara mereka dan tamparan atau kebutan ujung bajunya membuat orang-orang itu berteriak. Tahulah mereka bahwa inilah kiranya pemuda yang ditakuti majikan itu. Chi Koan menjadi raja di situ dan mereka disuruh menghadapi pemuda ini mati hidup. 

Siapapun takut kepada perintah itu. Maka ketika mereka terlempar tapi Peng Houw tidak mengerahkan seluruh tenaganya, orang-orang itu dapat berloncatan bangun dan menyerang lagi maka pemuda ini dikeroyok dan lagi-lagi Peng Houw membentak menyuruh orang-orang itu mundur.

"Pergi... pergi kalian. Aku tak berurusan dengan kalian. Panggil Chi Koan dan dialah yang kucari!"

Namun orang-orang itu maju dan berteriak lagi. Peng Houw melempar-lempar mereka dan akhirnya kenekatan orang-orang ini membuat Peng Houw gemas. Dia menambah tenaganya. Dan ketika orang-orang itu menjerit karena kaki atau tangan mereka patah-patah, sekarang Peng Houw bersikap keras maka berkelebatlah tujuh bayangan dan Kwi-bo serta kawan-kawan muncul.

“Heh-heh, ini kiranya. Peng Houw muncul! Bagus, kepung dan serang terus, anak-anak. Jangan takut. Kami datang dan kalian tak usah khawatir!”

Kwi-bun, yang berada di depan dan berkelebat mengetrikkan kuku-ku panjangnya menusuk dan berseru keras dari samping. Ia datang setelah Mutiara Geledek menghilang. Ia bersama enam yang lain menuju puncak dan hendak melapor, kebetulan sekali Peng Houw ada di situ dan iblis ini menyerang disusul isterinya dan lain-lain. Tapi ketika Peng Houw membalik dan menangkis tusukan itu, sebuah kuku jari malah patah iblis ini berteriak dan menyuruh anak buahnya maju lagi, diri sendiri mundur.

"Goblok, tolol dan goblok! Jangan biarkan ia menyerang aku agar aku dapat menyerangnya!"

Coa-ong terkekeh. Ia, seperti yang lain adalah juga iblis-iblis yang licik. Coa-ong geli mendengar rekannya memaki-maki dan ketika ia terpental dikibas Peng Houw iapun ikut- ikutan. Seratus orang yang ada di situ dibentak dan dimakinya agar maju lagi, mereka yang merintih dan pingsan di atas tanah malah ditendang.

Dan ketika ia menyuruh maju tapi diri sendiri mundur dan menyerang dari belakang, See-tok tertawa bergelak dan mengikuti cara temannya itu maka Kwi-bo dan lain-lain akhirnya ikut-ikutan dan puluhan lelaki itulah yang dibentak dan disuruh menyerang paling depan. Mereka berlindung di balik orang-orang ini.

"Hi-hik, benar. Kalian bodoh. Ayo maju dan serang lagi dan biar kami yang menentukan nasib pemuda ini!"

Kwi-bo menjeletarkan rambut dan terkekeh- kekeh menyerang Peng Houw. Pemuda itu diserang dari segala penjuru tapi celakanya yang di depan adalah yang lemah-lemah. Mereka lemah namun berjumlah banyak. Dan ketika Peng Houw menjadi marah dan mengibaskan kedua ujung bajunya ke segala penjuru, tongkat dan senjata Tujuh Siluman Langít dibiarkan mengenai tubuh maka Kwi-bo dan teman-temannya menjerit. Para pengawal atau anak buah itu beterbangan.

“Aduh.... bres-bress-takk!” Galah bambu di tangan Jin-mo patah. Jin-touw, yang memegang kapak juga berteriak karena mental. Senjatanya itu mengenai punggung Peng Houw namun membalik seperti bertemu punggung karet, tidak tanggung-tanggung hingga menyambar mukanya sendiri. Dan ketika ia membanting tubuh bergulingan dan senjatanya menghajar tanah, keras dan meledak maka iblis itu meleletkan lidah dan Kwi-bo serta yang lain gentar.

Mereka baru saja bertemu orang lihai dan kini melihat Peng Houw. Baik pemuda ini maupun Mutiara Geledek Lo Sam bukan lawan mereka. Hanya berkat keroyokan saja mereka berani maju. Banyaknya orang di situ membuat mereka sombong. Tapi ketika Peng Houw membuat orang-orang itu beterbangan dan penjaga atau pengawal Hek-see-hwa ini berdebukan terbanting di tanah, separuh dari mereka sudah pingsan atau merintih-rintih maka Peng Houw bergerak ke arah Kwi-bun. Iblis inilah yang tadi pertama kali menyerang.

"Di mana Chi Koan, kenapa ia tidak keluar?”

Iblis itu melotot. Ia melihat Peng Houw menyambar dan coba mengelak, kalah cepat dan akhirnya mengepretkan kuku-kuku beracunnya. Tapi ketika Peng Houw mencengkeram dan semua kuku itu hancur, iblis ini menjerit maka Peng Houw sudah membekuknya dan satu bantingan membuat iblis itu mengeluh dan menabrak pohon.

“Bruuukkk...!”

Kwi-bun pingsan. Tong-si, sang isteri memekik dan histeris. Dari belakang wanita ini melontarkan tusuk kondenya. Tapi ketika benda itu patah bertemu tubuh Peng Houw, Peng Houw membalik dan berkelebat ke arah wanita ini maka Tong-si pun tak dapat mengelak dan tahu-tahu dicengkeram Peng Houw.

"Mana Chi Koan, beritahukan atau kau kubanting!"

"Aku... aku tak tahu. Ia di dalam!”

Peng Houw melempar dan menabrakkan wanita itu pada lima puluh lelaki yang melotot. Mereka itu ragu untuk menyerang atau mundur dan yang di depan tiba-tiba berteriak. Tubuh Tong-si menyambar mereka dan sebelas orang terjengkang. Dua di antaranya pecah kepalanya diadu kepala wanita ini. Tong-si mengeluh dan pingsan pula. Dan karena wanita itu memang lebih kuat dan orang-orang itulah yang sial, mereka yang pecah kepalanya tak mungkin menang menghadapi wanita ini maka yang lain memutar tubuh dan melarikan diri. Peng Houw sudah bergerak dan menangkap-nangkapi lima dari Tujuh Siluman Langit itu.

“Tolong... tolong....! Chi Koan, tolong...!”

Puncak Hek-see-hwa gempar. Peng Houw mengamuk dan menghajar orang-orang itu termasuk guru-guru Chi Koan. Pemuda itu selama ini tak pernah keluar, heran! Dan ketika terakhir adalah See-tok yang dibanting dan diangkat tubuhnya, membentur patung singa yang hancur dan pecah berkeping-keping maka terdengarlah tawa yang tak asing bagi Peng Houw.

"Ha-ha, jangan sombong. Aku di sini, Peng Houw. Ada apa kau mencari-cari aku?"

Peng Houw membalik. Ia mendengar tawa itu dan tentu saja mengenal baik. Tawa itu menggetarkan puncak. Tapi ketika ia membalik dan saat itu puluhan sinar hitam kecil menyambar, sinar dari jarum-jarum beracun yang tak terdengar desirnya karena tertutup oleh suara tawa itu maka Peng Houw terkejut dan tak sempat mengelak lagi.

“Tak-tak!"

Untung sinkang pemuda ini amat hebatnya. Secara otomatis sinkang itu bekerja dan puluhan jarum runtuh. Pelontarnya kecewa dan tampaklah Chi Koan di atas wuwungan sana, tidak sendiri melainkan membawa seorang gadis. Gadis itu dipondong di atas pundaknya. Dan ketika Peng Houw terbelalak karena itulah Li Ceng, gadis baju merah maka pemuda itu membentak dan tak dapat menahan marahnya Peng Houw melayang ke atas wuwungan itu.

"Chi Koan, kau bedebah keparat. Lepaskan gadis itu!"

"Ha-ha!” Peng Houw tak melihat adanya jebakan. "Rupanya gadis ini kekasihmu, Peng Houw. Bagus sekali, ke marilah!”

Chi Koan mendorong dan melepas pukulan jarak jauh. Dari atas pemuda ini leluasa melepas serangan, tapi anehnya bukan pemuda itu yang dipukul melainkan bagian tengah genteng. Peng Houw saat itu melayang ke atas dan menyambar bagai seekor burung garuda, cepat dan kuat sekali dan saat itulah terdengar ledakan keras. Bagian yang dipukul hancur, Chi Koan melesat ke atas dan dari tengah genteng ini menyambar ribuan benda-benda kecil.

Paku dan bor tulang menyerang Peng Houw yang sedang melewati tempat itu, disusul oleh serbuk asap hitam dari bubuk beracun Hek-see-hwa. Dan ketika Peng Houw terkejut bukan main dan tak mungkin mengelak, menampar dan mengibaskan dua tangannya ke benda-benda itu maka semuanya terpental tapi serbuk atau bubuk beracun itu beterbangan di sekitar pemuda ini, tidak runtuh atau jatuh seperti paku atau bor-bor tulang itu.

"Ugh-ugh!" Peng Houw terbatuk. Ia menyedot sebagian dari asap hitam itu dan sampai juga di puncak wuwungan. Tapi begitu ia menginjak tiba-tiba wuwungan ambrol.

“Bresss!” Peng Houw jatuh ke bawah. Ia tak menyangka dan Chi Koan tertawa bergelak. Genteng dan kayu serta pecahan tembok menimpa pemuda ini, debupun berhamburan. Dan ketika Peng Houw terkejut tertimpa sebuah belandar, ia tak dapat melihat apa-apa maka di luar terdengar sorak dan pekik riuh.

"Lepaskan jala baja, telangkup pemuda itu!”

Peng Houw berdetak. Ia tak dapat melihat apa-apa namun telinganya yang tajam mendengar suara berkerincing. Desir benang-benang halus juga mengikuti bunyi berkerincing itu dan tiba-tiba dari delapan penjuru menebar puluhan jala lebar. Jala ini terdiri dari benang-benang baja dan bagian bawahnya terdapat puluhan mata pancing segi tiga, tajamnya bukan main dan siapa tertangkap jangan harap bisa keluar.

Seekor harimau pun bakal roboh dan meraung-raung. Semakin terjerat semakin dalam mata-mata pancing itu menekan, inilah yang berbahaya. Dan ketika Peng Houw juga merasakan itu dan masuk perangkap, segera tubuhnya merasa gigitan pancing-pancing yang tajam, bajupun robek dan jala ditarik menjerat maka iapun tak dapat bergerak dan tahu-tahu sudah terbungkus di sebuah jala pertama.

“Ha-ha, tarik. Jangan biarkan pemuda itu lolos!”

Peng Houw gusar. Ia ditarik dan tubuhpun keluar dari runtuhan genteng. Di dalam tadi ia tak dapat berbuat apa-apa karena waktu itupun ia sedang terpelanting. Tak kurang dari dua puluh jala bertebaran di atas tubuhnya. Dan ketika bajunya robek dan mata pancing menghunjam daging, untung ia mengerahkan sinkang hingga tak terluka maka tubuhnya yang sudah ditarik dan dijerat bagai seekor babi hutan disambut riuh oleh pekik dan sorak orang-orang Hek-see-hwa.

Namun Peng Houw bukanlah pemuda sembarangan. Ia adalah murid Ji Leng Hwesio yang sakti, dedengkot Go-bi. Dan karena ia telah mewarisi Hok-te Sin-kang yang menakjubkan dan penarik jala terbelalak melihat pemuda itu memiliki tubuh karet, beberapa mata pancing akhirnya patah tak mampu "menggigit” pemuda itu maka ketika Peng Houw membentak dan berseru keras tíba-tiba ia menggulingkan badan ke kanan dan penarik jala terbawa dan berteriak, jatuh!

Peng Houw melanjutkannya dengan bergulingan ke sana-sini dan jala-jala yang lainpun terbawa pula. Dengan sinkangnya yang hebat pemuda ini tak perlu takut oleh mata-mata pancing yang tajam itu. Bahkan ia membuat mata pancing itu tertekuk dan patah-patah, terlindas kalau tubuhnya bergulingan dan patah kalau orang berusaha menariknya. 

Dan karena perbuatannya ini membuat penarik jala kaget dan jatuh, mereka terguling dan terseret oleh pemuda itu maka orang-orang inilah yang menjerit dan akhirnya menjadi korban, terbelit dan masuk ke dalam jala untuk kemudian dihunjam mata-mata pancing yang tajam itu.

"Aduh... aughh... mati aku!"

Jerit dan teriakan ngeri terdengar. Mereka bukanlah Peng Houw dan mata-mata pancing menembus tubuh. Mereka tak memilliki sinkang sekuat Peng Houw, kalaupun ada paling-paling hanya Chi Koan. Hanya pemuda itu yang dapat melakukan seperti apa yang dilakukan Peng Houw. Maka ketika mereka menjadi korban dan tarikan Peng Houw amat kuat, pemuda itu menggulingkan tubuh sana-sini hingga jala terlepas, orang-orang itu tak mungkin dapat menahannya maka Chi Koan kaget dan membentak menyambar tali jala pertama.

“Awas, bantu aku. Jerat pemuda itu dengan jala yang lain!"

Yang dibentak adalah Coa-ong dan kawan-kawannya. Waktu itu Tujuh Siluman Langit ini berseri dan membelalakkan mata lebar-lebar. Mereka girang melihat betapa Peng Houw terjebak. Bagai babi hutan pemuda itu kena jerat. Tapi ketika jerat terlepas karena penarik jala terpelanting dan terbawa Peng Houw yang bergulingan, gerakan tubuh pemuda itu memang tak mungkin dilawan maka seruan atau bentakan Chi Koan mengejutkan mereka.

Coa-ong, yang berkelebat dan mendahului temannya adalah orang pertama yang menyambar jala kedua, disusul oleh Kwi-bun dan Tong-si, juga See-tok dan Jin-mo serta Jin-touw. Sementara Kwi-bo, orang terakhir mendelong dan tidak segera melompat. Iblis wanita ini terbelalak dan kemerah-merahan mukanya melihat tubuh Peng Houw.

Baju dan pakaian pemuda itu robek-robek, tampaklah punggung dan pundaknya yang tegap berotot, putih dan halus dan punggung serta pundak itu sama sekali bersih, bahkan mengkilat oleh keringat. Dan karena iblis wanita ini tampaknya kagum, bukan oleh sinkang Peng Houw melainkan justeru oleh punggung telanjang pemuda ini, juga pundaknya yang tegap kuat maka iblis wanita itu baru tersentak ketika Chi Koan tiba-tiba menendang pantatnya.

"Jangan melongo, masih banyak pemuda tampan yang lain. Ayo bantu kami atau kau mampus!"

Kwi-bo menjerit kaget. Ia kaget oleh tendangan itu tapi segera terkekeh-kekeh. Baginya perbuatan Chi Koan ini malah menyenangkan. Rasa cemburu dan tidak senang diperlihatkan pemuda itu, tanda Chi Koan masih menyayang dan mencintanya. Dan ketika wanita ini berkelebat dan menyambar jala terakhir, meledakkan rambut dan barulah dia membantu yang lain-lain maka Peng Houw yang hampir lepas dan keluar dari jala keparat tak dapat lagi melepaskan dirinya.

Yang memegang dan mengunci jala utama adalah Chi Koan. Pemuda itu menyambar jala ini dan sekarang dialah yang menarik. Dan karena Chi Koan adalah pemuda lihai, diapun memiliki Hok-te Sin-kang seperti Peng Houw maka ketika Peng Houw menarik dan bergulingan pemuda itu tak terpelanting. Chi Koan menancapkan kaki kuat-kuat dan saat itulah jala lain menyambar. Sekarang bukan orang-orang biasa lagi yang menjerat pemuda ini melainkan Tujuh Siluman Langit dan Chi Koan.

Peng Houw membentak namun hanya Coa-ong dan kawan-kawan yang terhuyung. Chi Koan masih tegak dan sedikit saja terseret. Pemuda ini tertawa bergelak dengan keji. Sekarang dialah yang mengunci Peng Houw, gurunya yang lain mempererat dan menjatuhkan jala demi jala di atas tubuh Peng Houw. Dan karena pemuda itu hampir sekuat Peng Houw, Chi Koan juga memiliki Hok-te Sin-kang warisan Bu-tek-cin-keng maka ketika Peng Houw meronta dan memaki-maki pemuda ini tak mampu keluar.

Chi Koan tertawa bergelak dan sudah melepaskan tawanan. Li Ceng, yang tertotok dilemparnya ke tanah untuk melumpuhkan Peng Houw ini. Tapi ketika terjadi tarik-menarik dan Tujuh Siluman Langit terhuyung-huyung, kalau tak ada Chi Koan di situ tentu mereka terseret dan jatuh terbawa Peng Houw maka saat itulah berkelebat seorang kakek yang menyambar Li Ceng. Si Mutiara Geledek Lo Sam.

"Curang, tak tahu malu. Sungguh manusia-manusia pengecut yang beraninya hanya mengeroyok!"

Chi Koan terkejut dan menoleh. Kesiur angin dingin di belakangnya menyadarkan akan adanya seseorang. Dia tak mengenal kakek ini seperti guru-gurunya mengenal mereka. Maka begitu kakek itu menyambar tawanan dan sekali urut totokan itu buyar, Li Ceng bergerak dan dapat berdiri lagi maka gadis ini melengking dan mencabut pedangnya. Anak buah Hek-see-hwa diterjang dan dibabat.

"Pemuda itu memang curang, tapi ia lihai. Bunuh dan selamatkan Peng Houw, kong-kong. Jangan biarkan ia terjebak!"

Lui-cu Lo Sam mengangguk. Ia naik dengan cepat setelah mendengar pertempuran di puncak. Ribut dan ramai-ramai di tempat itu segera mengundangnya. Dan karena ia maklum bahwa Peng Houw telah mulai bertemu musuhnya, ia bingung serta cemas memikirkan cucunya maka di puncak kakek ini mendapatkan cucunya itu menggeletak roboh. Ia marah dan langsung berkelebat. Orang-orang Hek-see-hwa menonton Peng Houw yang menggulingkan tubuh ke sana-sini dan kebetulan tidak mengusik Li Ceng.

Cucunya itu tanpa penjaga. Maka ketika ia bergerak dan langsung menyambar cucunya, membebaskan dan menyelamatkan cucunya itu maka kakek ini bergerak ke arah Chi Koan sementara cucunya sudah menerjang dan menggerakkan pedang menusuk orang-orang yang hendak menyerang kakeknya.

"Kalian tikus-tikus busuk tak tahu malu. Beraninya hanya mengeroyok. Hayo hadapi aku dan mana siluman betina Si-yen itu!" Li Ceng membentak dan menerjang orang-orang ini.

Tandangnya hebat dan sepak terjangnyapun menggiriskan. Sebagai cucu Lui-cu Lo Sam ia bukan gadis sembarangan. Tujuh laki-laki di depan berteriak, mereka menerima babatan dan tusukan senjata gadis itu. Dan ketika Li Ceng menyerang sambil mencari-cari Si-yen, si cantik yang menipunya itu maka Chi Koan, yang melihat bayangan berkelebat disusul tamparan angin panas membuat dia terkejut karena kakek berjenggot pendek itu tahu-tahu berada di sampingnya dan sudah menghantam lengannya.

"Awas, ia Si Mutiara Geledek Lo Sam!" Tong-si, yang berteriak dan memperingatkan Chi Koan berseru dari jauh. Wanita ini sudah merasakan hajaran kakek itu dan tak ingin muridnya celaka.

Chi Koan acap kali memandang rendah orang yang belum dikenal. Dan ketika benar saja pemuda itu mendengus dan menggerakkan tangan kiri menangkis, seenaknya maka ia terkejut karena pukulan kakek itu membuat lengannya terpental.

“Dess!” si kakek sudah melanjutkan dengan tendangan ke bawah lutut. Chi Koan sedang memegangi ujung tali jala ketika terhuyung dan terpental oleh pukulan kakek itu. Kini si kakek bergerak cepat dan menendangnya pula. Sehebat-hebatnya Chi Koan tentu celaka juga kalau lutut kena tendang. Salah-salah engselnya bisa lepas! Maka ketika ia mengelak tapi si kakek mengejar dan membentak keras, Chi Koan dibuat repot maka pemuda itu mengangkat kakinya dan dengan lutut ditekuk akhirnya dia menerima tendangan lawan.

"Dukk!" Lutut dan ujung kaki itu bertemu Chi Koan tergetar sementara si kakek terhuyung. Pemuda ini berubah sementara si kakek mendengus dan maju lagi. Dan ketika ia berturut-turut mengelak dan diserang gencar, si kakek menyelinap dan pukulan panasnya menyambar lagi maka Peng Houw menyentakkan tubuhnya keras-keras dan tali jala di tangan Chi Koan akhirnya terlepas. Pemuda itu dibuat repot oleh serangan Si Mutiara Geledek!

“Tas!" tali itu putus. Mempergunakan kesempatan selagi lawan repot Peng Houw tak menyia-nyiakan ini. See-tok dan lain-lain berkutat dengan jalanya sendiri, mereka itu juga tak ingin melepaskan Peng Houw. Namun karena kunci utama adalah Chi Koan, dan pemuda ini menghindar dan mengelak serangan-serangan lawan yang demikian gencar, empat kali kakek itu menusuk mata Chi Koan maka pemuda ini gusar bukan main dan menjadi semakin marah ketika tali jalanya putus. Peng Houw bergulingan dan membawa serta See-tok dan kawan-kawan. Terseret!

"Awas! Tahan dulu si Peng Houw itu. Jangan biarkan ia lolos!” Chi Koan membentak dan marah kepada kakek ini. Dia bermaksud membalas kakek ini dan memberi hajaran. Dia marah sekali karena Peng Houw akhirnya terlepas. Tujuh gurunya dikhawatirkan tak mampu menguasai pemuda itu. Dan ketika benar saja Coa-ong dan lain-lain tak mampu menahan tarikan Peng Houw, sambil bergulingan pemuda itu menarik dan membawa serta lawan-lawannya.

Maka Coa-ong maupun yang lain berteriak karena terseret dan terpelanting. Dan ketika mereka semua terjerat dan masuk ke dalam jala, tujuh jala saling belit dan ikat tak keruan maka Tujuh Siluman itu menggerakkan tangan masing-masing untuk merobek dan lolos keluar. Mata-mata pancing tak mempan melukai kulit mereka kecuali merobek baju dan pakaian. Tapi begitu mereka lolos maka Peng Houw pun juga keluar dan sudah merobek putus jala baja itu.

“Bret-brett!"

Gerakan Peng Houw hampir sama dengan gerakan Kwi-bun dan kawan-kawan. Mereka itupun merobek jala dan lolos keluar. Tapi karena Peng Houw juga lolos dan selamat di luar, sekarang tak ada apapun yang dapat menghalangi pemuda itu maka Coa-ong dan lain-lain gentar, pucat!

"Peng Houw lolos! Ia merobek jala! Heii, hadapi saja lawanmu ini, Chi Koan. Biarkan kami membunuh kakek itu!”

"Benar, Peng Houw terlalu kuat bagi kami, Chi Koan. Hadapilah dia dan serahkan tua bangka itu kepada kami.... tar-tar!" Kwi-bo meledakkan rambut dan mundur. Sikapnya gentar dan jelas takut. Rambut yang meledak itu bukan tanda berani, melainkan kuncup!

Dan ketika Chi Koan terbelalak karena kakek yang diserangnya berjungkir balik dan menjauhkan diri, kini Peng Houw memandangnya dengan mata bersinar-sinar maka pemuda itu naik darah tapi dia malah tertawa bergelak. Tawa yang menggetarkan bukit Hek-see-hwa. "Bagus kalian semua tikus-tikus tak bernyali, Kwi-bo. Mencicit kalau bertemu lawan tangguh. Tangkap kakek ini dan robohkan dia atau kalian mati di tanganku!"

Chi Koan tak menunggu jawaban lagi dan menerjang Peng Houw. Dalam keadaan seperti itu maka tak mungkin kawan-kawannya diharapkan lagi. Coa-ong dan lain-lain bakal terbirit-birit, mereka memang bukan tandingan Peng Houw. Maka berseru dan menggerakkan tubuhnya cepat, Lui-thian-to-jit dipergunakan hingga tubuh pemuda ini menyambar seperti kilat cepatnya, menghantam dan melepas Hok-te Sin-kang maka Peng Houw juga merunduk dan menerima pukulan itu dengan Hok-te Sin-kang pula, tak ada pukulan lain yang dapat mengatasi pukulan Chi Koan.

"Anak jahat, kau selalu membuat onar. Di mana-mana berbuat busuk. Menyerahlah, Chi Koan, dan serahkan Bu-tek-cin-keng atau Ji Leng lo-suhu tak akan mengampunimu..... desss!"

Benturan itu bagai gunung meletus. Puncak Hek-see-hwa terguncang dan orang-orang di sekitar situ menjerit. Mereka terlempar oleh daya gempuran ini dan kakek Lo Sam juga terpental. Li Ceng apalagi. Gadis ini mencelat dan masuk ke dalam kolam, tercebur! Dan ketika Tujuh Siluman Langit juga berteriak dan berseru satu sama lain, terlempar dan terpelanting oleh getaran sinkang dua anak muda itu maka semua pucat dan bergulingan meloncat bangun. Dan segera terdengar lengking atau pekik Chi Koan.

Tubuh pemuda ini sudah berkelebatan menyambar-nyambar dan bayangan biru mengelilingi bayangan putih. Pakaian Chi Koan berkibar naik turun sementara pakaian Peng Houw terhembus dan tertiup kencang. Gerakan Chi Koan membuat Peng Houw seakan digulung angin topan Prahara sedang mengamuk! Dan ketika Peng Houw membentak dan menggerakkan tubuhnya naik turun, mengimbangi atau melayani gerakan Chi Koan sambil mendorong dan menamparkan pukulan-pukulan Hok-te-sin-kang maka gelegar atau dentuman pukulan dua anak muda ini tak kuat ditahan orang-orang di tempat itu.

Kilat dan api menyambar-nyambar. Chi Koan, yang memiliki beragam ilmu silat memainkan itu menyerang lawan. Cui-pek-po-kian dan Thai-san-ap-ting menderu dahsyat. Isinya adalah tenaga Hok-te Sin-kang, tentu saja hebatnya bukan ulah-ulah. Tapi karena Peng Houw menggerak-gerakkan lengannya maju mundur, Peng Houw mainkan Hok-te Sin-kun dan sesekali melepas Soan-hoan-ciang (Kibasan Angin Puyuh) warisan mendiang gurunya Giok Kee Cinjin maka ternyata semua pukulan-pukulan lawan dapat ditahan dan bahkan dipentalkan.

Chi Koan penasaran bukan main karena yang amat hebat dari Peng Houw itu adalah sinkangnya. Ilmu Peng Houw hanya itu-itu saja, Hok-te Sin-kun dan Soan-hoan-ciang, Tapi karena “isi” dari pukulan pemuda itu adalah tenaga Ji Leng Hwesio, tenaga yang sudah dipendam dan akhirnya diwariskan kepada pemuda ini maka Chi Koan kalah kuat dan berkali-kali tertolak dan terpental mundur. Dan inilah yang membuat pemuda itu penasaran!

Chi Koan tak tahu dan sama sekali tak menduga bahwa sinkang yang dimiliki Peng Houw adalah tenaga sakti Ji Leng Hwesio. Dedengkot Go-bi itu telah memberikan semua tenaganya kepada Peng Houw. Untuk ini nyawalah taruhannya. Hwesio itu harus merelakan jiwanya. Maka ketika pukulan-pukulan Chi Koan selalu tertolak dan terpental mundur, pemuda itu semakin penasaran dan marah saja maka Hek-see-hwa bergetar dan berderak-derak oleh angin dahsyat pukulan pemuda ini.

Peng Houw menangkis dan angin pun bercuitan lebih kencang. Tak lama kemudian orang-orang di sekitar mereka terlempar beterbangan bagai layang-layang ditiup angin kencang. Dan ketika puncak sudah menjadi milik dua anak muda itu, siapapun tak tahan disapu deru angin dahsyat ini maka bukit atau puncak Hek-see-hwa itu mulai retak dan pecah-pecah. Pohon-pohon tumbang dan roboh.

"Menyingkir! Menjauh dari sini. Menyingkir...!”

Yang berteriak adalah Coa-ong kepada anak buah Hek-see-hwa. Mereka itu jatuh bangun dan kakek Raja Ular ini juga terhuyung-huyung. Dia sudah menjauh seratus meter dari pertandingan itu namun masih juga tak tahan. Hembusan angin kencang itu membuat dia dan kawan-kawannya seperti orang mabok. Mereka harus berpegangan kuat-kuat kalau tak ingin terangkat dan terbawa terbang seperti anak buah mereka. Hembusan pukulan sinkang dua anak muda itu luar biasa sekali.

Dan ketika di sana kakek Lo Sam juga terbelalak dan terhuyung-huyung, sungguh tak disangkanya pertempuran dua anak muda itu demikian dahsyat maka serbuk-serbuk hitam tiba-tiba juga beterbangan dan memenuhi udara. Kiranya tanaman perdu Hek-see-hwa (Bunga Pasir Hitam) tercabut dan kini bubuknya yang berbahaya itu berhamburan ke mana-mana, membentuk asap atau debu tebal.

"Awas, jangan disedot. Kita menyingkir!" kakek ini tak dapat tinggal lagi di situ dan menarik tangan Li Ceng. Cucunya ini basah kuyup tercebur di kolam, menggigil bukan oleh dinginnya air kolam, melainkan takjub oleh dahsyatnya pertandingan dua anak muda itu, terutama Peng Houw, yang dapat menghalau dan menolak balik setiap serangan Chi Koan. Dan ketika tanpa sadar ia maju dan menonton lebih dekat, memeluk sebatang pohon agar tidak terangkat dan terbawa terbang maka saat itulah kakeknya berkelebat menarik tangannya. Segumpal asap hitam berhembus dan hampir saja disedot gadis ini.

"Awas, tahan napas!"

Li Ceng sadar. Ia ditarik tangannya tapi masih berpegangan erat-erat pada batang pohon di mana ia memeluk. Kakeknya terkejut tapi Mutiara Geledek ini menotok, sang cucu lepas dan akhirnya dibawa menjauh. Kakek ini mengomel. Dan ketika di sana terdengar suara berdebum dan puncak penuh dengan asap hitam, bubuk Hek-see-hwa berhamburan ke mana-mana maka semua berlarian sementara dua anak muda yang bertempur tak diketahui keadaannya lagi. Peng Houw dan Chi Koan sama-sama terbungkus asap Hek-see hwa ini.

“Ha-ha, kita akan sama-sama mampus. Kau dan aku akan sama-sama mati di sini, Peng Houw. Dan silakan ambil Bu-tek-cin-keng di akherat. Ha-ha, kita tak dapat keluar lagi karena puncak ini sudah dipenuhi jurang!”

Peng Houw terkejut. Benar saja puncak itu sudah berobah. Gempuran-gempuran Chi Koan membuat tanah dan segalanya hancur. Puncak Hek-see-hwa pecah dan sebagai gantinya terdapat jurang-jurang di sekitar mereka. Tanah yang retak dan longsor oleh pukulan Chi Koan menjadikan puncak Hek-see-hwa seonggok tanah kecil, semacam pulau. Dan karena tebing-tebing atau pinggiran bukit runtuh ke bawah, tinggal tempat di mana mereka bertanding yang masih ada, lainnya gugur dan menimpa orang-orang di bawah.

Maka dua anak muda yang bertempur di atas ini seakan menginjak sebutir telur yang siap pecah. Tanah atau pulau kecil di puncak ini berderak-derak. Peng Houw menjadi khawatir karena Chi Koan berlaku nekat. Lawan begitu beringas sementara pukulan-pukulannya semakin hebat saja. Chi Koan penasaran dan memang semakin marah saja kepada Peng Houw. Pemuda itu belum dapat dirobohkannya. Maka ketika satu pukulan kembali menghantam dan Peng Houw tak berani menangkis, benturan tenaga mereka hanya akan membuat puncak merekah maka pukulan itu meledak di belakang Peng Houw.

"Desss!” Debu mengepul tinggi. Peng Houw mengebut buyar asap Hek-see-hwa dan Chi Koan melengking ganas. Pemuda itu menerjang dan melepas satu pukulan lagi. Dan ketika Peng Houw mengelak dan pukulan menghantam belakang, tepat di bibir jurang maka tanah itu longsor dan Peng Houw tergelincir di tempat ini.

"Ugh!" Peng Houw terkejut. Ia mengelak karena mengkhawatirkan puncak itu bakal roboh. Adu tenaga di antara dirinya dengan Chi Koan membuat tanah di tempat itu retak-retak. Tujuh di antaranya sudah pecah dan terguling. Ada tempat menganga di situ. Maka ketika ia mengelak tapi bagian itu malah hancur, pukulan Chi Koan menghantam bibir jurang dan kini terdengar suara bergemuruh ketika bagian itu longsor maka Peng Houw terpeleset dan celaka sekali jatuh ke bawah.

"Ha-ha, mampus kau!"

Namun Peng Houw bergerak cepat. Disambarnya sebuah batu hitam dan di sini ia menggelantung. Batu itu mencuat dari dalam jurang dan keluar setelah tanah berguguran. Peng Houw menyambar batu ini untuk tempat berpegangan. Tapi ketika ia mengerahkan tenaga dan hendak meloncat, Chi Koan mendahului dan menghantam batu itu maka batu hitam ini hancur dan Peng Houw jatuh lagi ke bawah.

Pemuda itu terpelanting namun Peng Houw berjungkir balik. Di bawah ada lagi batu lain yang sedikit kecil, diinjak tapi celaka sekali lepas dari tebing jurang itu. Gerakan tanah dan longsoran benda-benda membuat semuanya ringkih. Peng Houw terkejut. Dan ketika ia terpelanting lagi ke bawah dan Chi Koan tertawa bergelak, berdiri dan melongok dari bibir jurang maka terdengar geraman dan seorang kakek tinggi besar, berwajah buruk tahu-tahu di belakang pemuda itu dan mendorong.

“Kau bocah iblis, masuklah ke sana pula!”

Chi Koan kaget. Ia tersentak karena seseorang tiba-tiba menggeram di belakangnya. Ia menoleh namun tangan itu sudah menekan punggungnya. Dan ketika sebuah tenaga raksasa mendorongnya ke depan, Chi Koan tak dapat menahan diri lagi maka iapun berteriak dan jatuh ke dalam jurang, menyusul Peng Houw.

“Aiiihhhhh....!”

Tawa aneh dan serak terdengar di atas. Chi Koan benar-benar kaget bukan main karena di tempat seperti itu muncul seseorang tinggi besar. Ia kaget dan menoleh dan wajah buruk rupa itu membuatnya mencelos. Mata yang hanya sebiji itu melotot tampak menyeramkan. Ia terkesiap. Dan karena tak disangkanya di tempat itu ada orang lain dan tanpa ampun lagi tubuhnya terdorong ke depan, tenaga raksasa kakek buruk itu hebat bukan main maka ia terjelungup dan jatuh meluncur ke dalam jurang.

Namun Peng Houw maupun Chi Koan bukanlah orang-orang sembarangan. Peng Houw, yang meluncur dan lurus jatuh ke bawah mengandalkan sinkangnya untuk menyelamatkan diri. Pemuda ini sudah menyambar sana-sini untuk mencari pegangan, sia-sia dan gagal untuk akhirnya terbanting dengan keras, Kedua kakinya yang ada di bawah melesak sampai sebatas lutut. Tanah di tempat itu tak kuat menahan sepasang kaki pemuda ini, Peng Houw mengatur jatuhnya tubuh hingga kakinya itulah yang lebih dulu, amblas dan melesak dan untuk sejenak pemuda ini bergoyang.

Betapapun jatuh dari ketinggian itu bukan barang ringan. Kalau bukan dia tentu kakinya patah-patah. Dan ketika Peng Houw nanar dan mencabut kakinya, kejadian itu mengguncangkan hatinya juga maka saat itulah Chi Koan meluncur ke bawah tapi pemuda yang mengandalkan ilmunya Lui-thian-to-jit ini membuat tubuhnya seringan kapas dan begitu melayang-layang ke bawah iapun jatuh dan tepat menimpa Peng Houw yang baru saja mencabut kakinya.

“Bressss!”

Dua anak muda ini roboh. Mereka sama-sama kesakitan dan masing-masing mengeluh. Chi Koan terlempar ke kanan sementara Peng Houw ke kiri. Dengan ilmunya meringankan tubuh Chi Koan berhasil menyelamatkan diri, meskipun ia harus menimpa kepala Peng Houw. Dan ketika dua anak muda itu sama-sama melompat bangun dan Peng Houw melotot, ia merasa Chi Koan begitu kurang ajar maka Chi Koan tertawa aneh dan menerjangnya lagi, di dasar jurang itu mereka bertempur.

“Bagus, kau dan aku agaknya ditakdirkan mampus di sini, Peng Houw. Tidak di atas ya di bawah. Mari.... mari kita mampus dan kau atau aku mati lebih dulu!”

Jurang itu sempit. Ditubruk dan diterjang Chi Koan yang kesetanan Peng Houw repot juga. Ia tak mengelak dan menangkis. Chi Koan terpental namun menerjang lagi. Dan ketika di tempat ini dua anak muda itu melanjutkan pertandingan, dinding tergetar dan jurang seakan runtuh maka sosok tinggi besar di atas itu, yang melongok dan melotot dengan sebelah biji matanya tiba-tiba bergerak turun dan merayap ke bawah.

Dua anak muda itu tak tahu karena masing-masing bertanding. Chi Koan memaki-maki. Dan ketika sosok tinggi besar itu menyelinap dan tiba di dasar jurang, matanya yang merah beringas ke arah Chi Koan maka ketika pemuda itu terpental dan berteriak oleh tangkisan Peng Houw laki-laki inipun keluar dan menerkam pemuda itu. Satu cengkeraman jari maut menuju leher Chi Koan.

"Kaulah yang harus ke dasar neraka!”

Chi Koan kaget bukan main. Seperti Peng Houw iapun tak tahu hadirnya laki-laki ini. Pertama ia terkejut ketika diterkam dan didorong ke dalam jurang. Waktu itu ia sedang mentertawai Peng Houw namun tiba-tiba ada orang ketiga yang ganti mentertawainya. Tenaga dan dorongan tadi cukup menunjukkan bahwa kakek aneh ini hebat sekali. Maka ketika kakek itu muncul dan tahu-tahu berada di dalam jurang, Peng Houw baru kali itu tahu dan menjadi tertegun maka Chi Koan yang diserang dan disergap dari belakang menjadi kaget dan marah sekali.

Tadi, setelah ia terjatuh ke jurang maka kakek itu tak dingatnya. Yang ada di depannya adalah Peng Houw dan pemuda inilah lawannya. Maka begitu kakek itu muncul lagi dan ia tak tahu siapa, kakek ini seperti orang gila saja maka ketika terkaman itu mengenai lehernya Chi Koan pun tersentak kaget. 

Gerakan lawan luar bisa cepat dan yang membuat ia tak mampu mengelak adalah dikarenakan dinding jurang amat sempit. Berdua dengan Peng Houw saja ia merasa tak leluasa bergerak, kini tiba-tiba orang ketiga itu muncul lagi. Tapi Chi Koan yang menyodok dan menusukkan sikunya ke belakang akhirnya membuat laki-laki itu terhenyak dan begitu terkaman mengendor iapun membalik dan tumit kakinya menghantam lambung orang itu.

"Kau tua bangka gila tak tahu aturan. Siapa kau dan pergilah.... dess!" kaki Chi Koan bersarang di lambung namun pemuda ini terkejut karena tenaga Hok-te Sin-kang menolak di situ. Tenaga ini khas karena menolak seperti karet. Chi Koan tertegun. Dan ketika lawan tak apa-apa, namun berseru membalas, ia mengelak dan menangkis maka Thai-san-ap-ting, juga Cui-pek-po-kian menderu dengan dahsyat.

Peng Houw sudah mundur dan menuding-nuding, suaranya tersendat, "Su... susiok... Beng Kong-susiok...!”

Chi Koan berobah hebat. Ia mengelak dan menangkis sana-sini ketika tiba-tiba Peng Houw menyebut kakek itu. Ia sendiri justeru memperhatikan dan mengamati kakek ini, heran dan kaget bagaimana dua pukulan Go-bi bisa dilakukan kakek yang rambutnya riap-riapan ini. Ia ngeri dan seram oleh biji mata lawannya itu. 

Dan ketika ia juga terbelalak mengamati sebelah kaki yang buntung, aneh dan tak merasa kenal namun pukulan-pukulan lawan amat dahsyat, dua pukulan Go-bi itu selalu terisi Hok-te Sin-kang maka ketika Peng Houw menyebut kakek itu kontan saja ia kaget bukan main.

Bagai disambar petir. Chi Koan mula-mula tak percaya tapi silat dan pandang mata itu dikenalnya baik. Akhirnya dia ingat bahwa inilah pandang mata gurunya. Begitulah kalau Beng Kong Hwesio beringas. Dan karena ia sudah mulai kelelahan menghadapi Peng Houw, kini tiba-tiba gurunya yang cacad itu muncul maka Chi Koan bagai dibetot sukmanya mengenal siapa lawan yang disangkanya gila ini.

“Suhu....!”

"Bagus!" geram dan bentakan itu masih disusul serangan dan kelebatan tubuh bertubi-tubi. “Kau anak durhaka, Chi Koan. Kau bocah tak tahu budi dan iblis! Kau membuat pinceng begini. Kau mengira pinceng mampus tapi masih hidup. Ha-ha, pinceng akan membunuhmu dan di sini kau akan merasakan hukuman gurumu.... des-dess!"

Thai-san-ap- ting menyambar dan tenaga Hok-te Sin-kang yang menyertai itu amat dahsyat. Di dunia ini hanya empat orang saja yang memiliki Hok-te Sin-kang itu. Mendiang Ji Leng sudah wafat, jadi tinggal tiga orang. Dan karena ilmu itu tak boleh dimiliki oleh lebih dari dua orang, kini Chi Koan mengenal baik gurunya maka dia yang menangkis dan sejenak mundur-mundur dibuat pucat dan gentar.

Peng Houw ada di situ dan dikhawatirkan mengeroyok. Tapi ketika pemuda itu menggeser mundur dan meloncat ke sebuah ceruk jurang, di situ Peng Houw menonton dan tak jadi menyerang maka Chi Koan lega dan tiba-tiba ia tertawa bergelak memandang gurunya ini, kenekatanpun timbul.

"Ha-ha, kiranya kau, suhu. Benar kau! Ah, kusangka sudah mampus dan kau hidup enak di akherat. Kau datang dan kini menyerang aku. Bagus, aku tak takut dan jangan bicara macam-macam. Siapa yang durhaka dan siapa yang iblis. Kau dan aku sama. Kaupun durhaka dan mungkin melebihi aku. Kita boleh mengadu jiwa tapi barangkali aku lebih bersih. Aku akan coba membalaskan sakit hati Ji Beng-susiok-kong (paman kakek guru) yang dulu kau bunuh....wherrrr-plakkk!"

Chi Koan membalik dan merendahkan tubuh. Ia menangkis pukulan gurunya setengah berjongkok, diserang bertubi-tubi dan marah mendengar ia disebut durhaka, padahal gurunya itu juga durhaka. Dan ketika dua Hok-te Sin-kang bertemu dan kakek itu mendelik, Peng Houw di sana terkejut dan mengerutkan kening maka kakek itu membentak dan menerjang lagi. Mereka sama-sama terpental.

"Mulut busuk, haram jadah! Kau bicara apa, Chi Koan. Siapa yang membunuh paman kakek gurumu?"

"Ha-ha, tak ada maling berteriak maling. Kau dan aku sama, suhu, Kau sama-sama durhaka. Ayo siapa yang membunuh Ji Beng susiok-kong kalau bukan kau...desss!"

Pukulan si kakek agak bergoyang, diterima sang murid dan wajah Beng Kong Hwesio tampak berubah. Dua kali Chi Koan menyebut-nyebut itu dan kakek inipun terkejut. Bola mata itu tak dapat ditipu. Dan ketika Peng Houw terbelalak dan mendengar semua itu, heran dan kaget tapi masih belum mengerti maka pemuda ini tiba- tiba berseru dan melengking.

“Chi Koan, apa yang kau katakan itu? Benarkah Beng Kong susiok membunuh Ji Beng susiok-kong?"

"Ha-ha, kau tak usah ikut campur. Kalau kau mau membantuku merobohkan si tua ini maka rahasia itu kuberitahukan padamu, Peng Houw. Kalau tidak tutup saja mulutmu!"

"Ah, haram jadah! Bocah ini benar-benar iblis. Bantu aku, Peng Houw. Jangan dengarkan ocehannya!" dan si hwesio yang gusar dan menerjang marah akhirnya terlibat lagi dalam pertandingan sengit menghadapi muridnya yang lihai ini. Chi Koan mengelak dan membalas dan siapapun tak tahu bahwa akal liciknya timbul. Saat itu, Peng Houw dan gurunya ada disitu. Gurunya demikian beringas dan penuh dendam menyerangnya. Kalau dia tidak cepat-cepat mengeluarkan sesuatu dikhawatirkan Peng Houw membantu gurunya.

Padahal, menghadapi gurunya ini saja sudah termasuk berat. Ia sudah lelah bertempur dengan Peng Houw dan gurunya tiba-tiba muncul. Kalau hanya berdua barangkali tak perlu takut. Tapi ada Peng Houw di situ! Selama Peng Houw tak bergerak dia tak merasa khawatir. Maka ketika tiba-tiba akal liciknya timbul dan Chi Koan menyebut-nyebut pembunuhan Ji Beng Hwesio, susiok-kong atau paman kakek gurunya itu yang dibunuh gurunya maka Peng Houw tergerak dan mata pemuda itu tiba-tiba marah memandang Beng Kong Hwesio!

Peng Houw, seperti diketahui memang sejak dulu kurang suka kepada susioknya ini. Beng Kong dinilai keras dan kejam, semasa kecilnya sering dia mendapat marah. Tapi ketika hwesio itu menjadi manusia cacad dan semua ini gara- gara Chi Koan, setelah dewasa pemuda itu menjadi kasihan maka ketidaksenangan Peng Houw kepada paman gurunya ini hilang.

Cacad dan penderitaan hwesio itu menimbulkan iba Peng Houw. Siapa tak terharu dan kasihan memandang paman guru yang sudah seperti ini. Cacad dan buruk, kaki sebelah juga buntung. Tapi ketika Chi Koan tiba-tiba bicara tentang tewasnya Ji Beng Hwesio, tokoh Go-bi itu memang dinilai mati misterius maka Peng Houw terkejut dan memandang paman gurunya itu.

Selama ini, ada anggapan bahwa kakek itu tewas oleh Coa-ong dan kawan-kawan. Sebagian besar murid Go-bi juga menganggapnya begitu. Namun setelah Peng Houw memiliki kepandaian tinggi dan pemuda itu merasa heran, dia tahu benar kepandaian Tujuh Siluman Langit dibanding kakek gurunya itu maka sebenarnya Peng Houw curiga, apalagi setelah dia bertemu paman gurunya yang lain, Twa-hwesio.

Pertemuan dengan paman gurunya itu juga dikarenakan kakek itu mengejar-ngejar seorang pawang ular, yang akhirnya tewas oleh ganasnya sungai Huang- ho. Dan karena mereka bicara tentang kematian Ji Beng Hwesio, paman gurunya itu mencurigai seseorang maka dengan tegas paman gurunya itu berkata bahwa Coa-ong dan kawan-kawan tak mungkin dapat membunuh Ji Beng Hwesio.

“Suhuku mati oleh mereka? Tak mungkin! Kepandaian susiok-kong mu itu di atas Tujuh Silunman Langit, Peng Houw, dikeroyok tujuhpun masih menang. Guruku tewas oleh pagutan ular berbisa dan justeru pelempar ular inilah yang kucari. Ular Tiga Warna itu hanya dimiliki si tikus busuk yang mampus ditelan Huang-ho itu. Aku hampir menemukan jejak pembunuhnya, yang jelas bukan Coa-ong dan kawan-kawan!"

Ingatan ini terngiang di telinga Peng Houw. Setelah dia sendiri dewasa dan memiliki ilmu silat tinggi memang Peng Houw merasa heran sekali bahwa mendiang susiok-kongnya itu terbunuh oleh Tujuh siluman Langit. Cui-pek-po-kian dan Thai-san-ap-ting yang menjadi andalan Ji Beng Hwesio amatlah hebat. Hanya Hok-te Sin-kun atau Hok-te Sin-kang saja yang dapat mengalahkannya, selebihnya ilmu-ilmu lain tak mungkin.

Maka ketika tiba-tiba Chi Koan berseru seperti itu dan Peng Houw membelalakkan mata, dia merasa ganjil namun juga curiga maka kakek itu menerjang Chi Koan dengan amat marahnya. Beng Kong memaki-maki muridnya ini dan Peng Houw bangkit berdiri. Sepasang mata pemuda itu bersinar-sinar. Dan ketika Peng Houw berkelebat dan turun dari ceruk jurang, dia merasa sama-sama marah kepada dua orang itu maka pemuda ini membentak dan berseru pada paman gurunya.

“Susiok, kenapa kau gusar dan marah dibilang seperti itu. Bukankah tak perlu kau marah-marah kalau merasa benar? Apakah Chi Koan bicara benar?"

“Jahanam, keparat jahanam! Kau rupanya terpengaruh omongan Chi Koan, Peng Houw. Bukankah semua orang tahu bahwa susiok-kongmu terbunuh oleh Coa-ong dan kawan-kawan. Siapa lagi di dunia ini yang dapat selicik itu kalau bukan mereka!”

"Ha-ha, tapi Coa-ong tak memiliki Ular Tiga Warna. Kakek itu boleh memiliki ular itu namun kalau bukan tangan yang lihai tak mungkin dapat melontarkannya ke tubuh susiok-kong, suhu. Kau tak perlu berpura-pura karena kaupun sebenarnya durhaka. Kau bahkan lebih jahat karena tidak sekedar mendurhakai guru melainkan juga Go-bi!"

“Tutup, mulutmu, kau anak busuk. Aku... ah, aku akan membunuhmu agar tak dapat mengoceh lagi!" dan si hwesio yang menerjang semakin sengit tiba-tiba membuat Chi Koan gembira karena Peng Houw tampak bergerak ke arah gurunya.

Pemuda itu mengira Peng Houw membantunya dan si hwesio berkelit. Beng Kong membentak dan bertanya apa yang dimaui Peng Houw. Dan ketika Peng Houw berseru agar paman gurunya datang ke Go-bi, menjelaskan tentang itu maka Chi Koan bersorak dan gembira. Namun Peng Houw membentaknya.

"Diam! Kaupun bukan manusia baik-baik, Chi Koan. Kau mencuri Bu-tek-cin-keng dan harus menyerahkan itu!"

Chi Koan terkejut. Tadinya ia mengharap Peng Houw menyerang gurunya. Kalau sudah begitu maka lawannya berkurang, dia boleh berlega. Tapi ketika Peng Houw membentaknya dan memukulnya untuk menangkap maka pemuda ini berkelit dan tiba-tiba sadarlah dia bahwa Peng Houw tetap merupakan lawan berbahaya. Baik kepada gurunya maupun kepada dirinya sendiri pemuda itu akan bertindak keras!

"Bagus, kau sombong. Kau selalu mengejar-ngejar aku masalah Bu-tek-cin-keng, Peng Houw. Padahal kau tahu tak mungkin aku menyerahkan itu kepadamu. Suhu, kita hentikan permusuhan kita sejenak dan bunuh pemuda ini!"

Beng Kong Hwesio terkejut. Setelah dia bergebrak dengan muridnya dan melihat betapa muridnya benar-benar lihai, sekarang muridnya ini telah mewarisi pula kepandaian Hok-te Sin-kun dari kitab Bu-tek-cin-keng maka dia menjadi gelisah. Dulu, sebelum pemuda itu memiliki Hok-te Sin-kang anak ini sudah merupakan anak berbahaya. Kalau diumpamakan harimau maka sekarang tumbuh sayap. Muridnya benar-benar berbahaya dan berkali-kali adu pukulan menunjukkan kepadanya bahwa muridnya ini bukan main-main.

Sebagai bekas guru tentu saja dia merasa kagum.Tapi karena Chi Koan bicara tentang pembunuhan Ji Beng Hwesio dan Peng Houw terpengaruh, mencengkeram tapi luput dan membalik ke arah Chi Koan tapi pemuda itu juga melompat mundur maka seruan Chi Koan membuat sang hwesio tergerak dan matanyapun berputar cerdik. Dalam saat seperti itu musuh paling berbahaya harus dilenyapkan dulu. Dan karena dia mulai tak nyaman tentang disebut-sebutnya pembunuhan Ji Beng Hwesio, kakek ini mengangguk maka tiba-tiba ia mencengkeram dan membalik menyambar Peng Houw!

"Bagus, kau cerdik, Chi Koan. Boleh kita bergabung dan mari selesaikan dulu bocah ini!”

Chi Koan girang bukan main. Tadinya ia mengharap Peng Houw menjadi sekutunya tapi ternyata pemuda itu bersikap lain. Betapapun Peng Houw memang memegang kebenaran, teguh berwatak mulia dan guru serta murid pada dasarnya sama-sama tak disenangi. Maka ketika ia diserang hwesio itu dan Beng Kong berbalik menjadi musuh, mencengkeram dan dielaknya maka Chi Koan menghantamnya dari samping dan melepas Hok-te Sin-kang.

"Ha-ha, ini baru benar. Kau hadapi dia dari kanan, suhu, aku dari kiri.... bress!”

Peng Houw yang terhuyung dan membelalakkan mata tiba-tiba diserang lagi oleh Beng Kong Hwesio dan kemudian Chi Koan, ganti-berganti dan selanjutnya pemuda ini maju mundur. Dia mengelak dan menangkis dan dua orang itu tiba-tiba berkelebatan dengan Lui-thian-to-jit. Ilmu ini adalah ilmu meringanken tubuh yang amat hebat. Gerakannya seperti kilat menyambar-nyambar dan Peng Houw yang tak pernah mempelajari ilmu ini menjadi sibuk. Dengan Hok-te Sin-kang dan Soan-hoan-ciangnya saja ia merasa kewalahan.

Hok-te Sin-kangnya menghadapi dua Hok-te Sin-kang yang amat hebat, tentu saja ia terdesak. Dan ketika Peng Houw mundur-mundur namun dua orang lawannya itu menjadi kagum bukan main, hanya Ji Leng Hwesio saja yang dapat seperti ini maka Beng Kong mengeluarkan cambuknya dan ketika cambuk menjeletar di udara terdengar suara mendesis dan ribuan kepiting tiba-tiba muncul...!


Prahara Di Gurun Gobi Jilid 29

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

“HEII... apa yang terjadi ini? Siapa kakek ini?”

Mutiara Geledek terkejut. Sebagai orang yang selalu berhati-hati maka kedatangan orang-orang itu membuatnya gelisah. Ia melihat empat bayangan berkelebat menyambar dan bentakan atau teriakan satu di antara empat orang itu sungguh dahsyat sekali. Suaranya keras menggetarkan. Dan ketika orang itu menyambar dan sebuah bandul tengkorak menderu menuju kepalanya, ia berkelit dan mengelak maka seorang raksasa tinggi besar melotot marah dan saat itu tiga yang lain menyambar dan menyerang dirinya.

“Wut-plak-plakk!"

Tak ada kesempatan untuk mengelak atau menyelamatkan diri. Kakek ini mengebutkan ujung bajunya dan tiga senjata mental. Lawan berteriak kaget. Dan ketika dia hanya tergetar sementara lawan berjungkir balik berseru keras, Kwi-bo dan dua temannya menyerang lagi maka wanita itu melengking memberi tahu bahwa teman-temannya harus berhati-hati.

"Tua bangka ini lihai. Awas, aku tak tahu siapa dia namun pukulannya hebat. Hati-hati dan jangan gegabah!"

“Tak usah takut. Dia berani mati memasuki sarang macan, Kwi-bo. Kalau tak dapat mengalahkannya panggil saja murid kita Chi Koan. Tapi nanti dulu, aku ingin merasakan pukulannya dulu dan apakah benar dia lihai....wherrr!” bandul tengkorak, senjata milik See-tok menyambar dahsyat.

Tadi raksasa ini dikelit dan belum merasakan sendiri kehebatan lawannya itu. Tiga yang lain sudah dan karena itu raksasa ini sombong. Maka ketika dia menghantam dan terang-terangan ingin menguji, Kwi-bo dan yang lain berada di belakang maka kakek itu berkelebat dan menangkis serangan raksasa ini.

“Plakk!” Bandul tengkorak menyambar tuannya sendiri. Senjata itu membalik dan alangkah kagetnya raksasa ini merasa tenaga demikian dahsyat menampar bandulnya. Ia tak tahan. Dan ketika ia membanting tubuh dan berteriak menyelamatkan dirí, senjatanya itu menghantam tanah maka tanah berlubang sementara kakek itu sudah melayani teman-temannya dan berkelebatan seperti burung menyambar-nyambar.

"Haiyaa... betul katamu. Tua bangka ini lihai sekali. Ia ahli Lui-kong-ciang!”

"Hi-hik, karena itu dengar kata-kataku. Jangan sombong atau petingkah, See-tok. Ia tua bangka hebat dan barangkali kita bertujuh harus bekerja keras. Ayo bangun, gerakkan senjatamu lagi dan tangkap atau bunuh kakek ini!”

See-tok mendesis dan meloncat bangun. Ia terbelalak, mukanya yang merah semakin merah. Dan ketika ia membentak dan maju lagi, kakek itu segera tahu bahwa Tujuh Siluman Langit sudah lengkap di situ maka sute dari Kun-lun Lojin ini mengeluh kenapa cucunya tak datang juga. Ia sedang menunggu dan justeru mengkhawatirkan cucunya itu. Li Ceng cukup lama ke bawah gunung dan sampai sekarang belum kembali.

Ia tentu saja tak tahu bahwa cucunya sudah tertangkap, musuh berbuat licik. Dan ketika ia berkelebatan dan Lui-kong-ciang meledak-ledak, pipa cangklong di tangannya juga dihembus dan mengeluarkan bunga- bunga api maka Kwi-bo mengerutkan kening dan mengingat-ingat siapa kakek lihai ini. Dan ingatannya tiba-tiba melayang pada tiga puluh tahun yang lalu.

“Dia.... dia Lui-cu (Mutiara Geledek) Lo Sam sute dari Kun-lun Lojin. Ah, tua bangka ini tokoh Kun-lun!”

"Benar!" Kwi-bun tiba-tiba juga berseru. "Aku sekarang ingat gaya pukulannya ini, Kwi-bo. Dia benar kakek itu. Lihat pipa cangklongnya itu. Hanya Lui-cu Lo Sam yang bertempur dengan gaya seperti ini dengan pipa cangklong!"

“Benar, aku juga ingat. Ah, dia betul tua bangka itu!" dan Coa-ong serta yang lain yang sama-sama berseru akhirnya mengenal kakek ini dari serangan dan pipa cangklongnya.

Mereka mula-mula tak menduga karena kakek itu sudah lama tak muncul di dunia persilatan. Ada kabar bahwa kakek ini berselisih dengan saudara-saudaranya, hilang dan meninggalkan Kun-lun tapi tiga puluh tahun kemudian muncul di situ. Kalau mereka bukan orang- orang berusia empat puluhan tak mungkin kenal. Hanya tokoh angkatan tua yang dapat mengetahui kakek ini.

Gaya serangannya memang khas, pipa cangklong itu, juga pukulan atau kebutan tangan kirinya itu. Dan ketika mereka sama-sama berteriak dan kakek ini terkejut mengerutkan kening, ia sudah dikenal maka ia membentak dan tiba-tiba gerakan tubuhnya menjadi dua kali lipat lebih cepat daripada tadi.

“Hm, kalian sudah mengenal aku. Bagus, tak ada jalan lain kecuali merobohkan secepatnya!"

Kwi-bo dan lain-lain menjerit. Kakek itu tiba-tiba berkelebat dan hilang dari pandangan mata. Geraknya demikian cepat hingga mereka tak dapat mengikuti. Dan ketika sinar putih berkelebat dan asap tembakau juga tebal berhembus, saat itu kilatan sinar pukulan menyambar mereka maka Kwi-bo dan lain-lain terjengkang dan roboh bergulingan.

“Aduh.... plak-plak-plakk!"

Kiranya kakek ini mempergunakan kesaktiannya. Ia tak main-main lagi setelah sang cucu tak muncul juga. Ia berada di daerah berbahaya. Itu daerah musuh. Maka tak mau lagi berlama-lama dan dengan kepandaiannya ia menghembus asap tembakau, asap itu menghalangi pandangan dan di saat itulah dia berkelebat mengelilingi lawan maka Tujuh Siluman Langit mendapat tamparan dan Lui-kong-ciang atau pukulan Halilintar itu menghantam mereka.

Namun Kwi-bo dan lain-lain memang kosen. Tamparan itu membuat mereka seakan dijilat api panas dan rasa sakit dan gentar membuat mereka berteriak. Tamparan itu membuat mereka terjengkang bergulingan. Namun karena si kakek tak bermaksud membunuh dan sinkang tujuh orang itu juga kuat, mereka dapat bertahan meskipun kesakitan maka Kwi-bo dan kawan-kawannya berteriak namun dapat meloncat bangun.

Akan tetapi kakek ini sudah tidak ada di tempat. Bukan maksud kakek itu untuk bertempur mati-matian. Yang ia cari adalah Chi Koan, Tujuh Siluman Langit tak ada urusan. Maka merobohkan dan membuat lawan bergulingan kakek ini sudah berkelebat dan turun gunung. Sebenarnya, Lui-cu Lo Sam hendak melanjutkan ke atas. Ia sudah berjanji untuk bertemu dengan Peng Houw. Tetapi karena cucunya tak datang juga dan kakek ini curiga, kecemasan timbul maka ia meluncur lagi dan turun mencari cucunya itu.

Namun Li Ceng tak ada di tempat. Kakek ini bingung dan ia tak dapat memanggil-manggil. Memanggil berarti memberi tahu musuh di mana dia berada, hal itu malah merepotkan saja. Maka ketika ia berputar, dan mencari di tempat lain, tak ada dan naik ke atas maka kakek ini berkelebat dan maklumlah dia bahwa sesuatu telah menimpa cuunya itu. Kemarahan timbul dan melengkinglah kakek ini. Dan ketika ia berteriak dan memanggil cucunya, suaranya menggetarkan Hek-see-hwa maka di puncak tiba-tiba juga terdengar bentakan dan lengking dahsyat.

“Chi Koan...!”

Kakek itu terbang dengan mata menyala-nyala. Ia mendengar Suara Peng Houw dan ribut serta gemuruh. Di atas kiranya terjadi pertempuran seru. Teriakan dan gaduh terdengar jelas. Dan ketika kakek itu menyambar bagai rajawali melesat di antara mega dan langit biru, terbang ke atas ke puncak Hek-see-hwa maka di sana memang terjadi sesuatu yang mendebarkan di mana anak buah Chi Koan tunggang-langgang, dihajar Peng Houw!

Saat itu, seperti diketahui Peng Houw mengantar Tu-lin ke tempat di mana katanya tujuh kawannya disekap. Tempat itu di belakang Ruang Anggrek di mana katanya Chi Koan sering berada. Maka ketika Peng Houw membawa wanita ini dan tempat di mana pertama kali mereka bertemu dilewati, pagar kawat itu diloncati Peng Houw dengan mudah akhirnya atas petunjuk Tu-lin pemuda ini sampai di tempat itu.

Peng Houw berdebar. Ia tak tahu betapa si cantik di pondongannya itu berseri-seri. Dahi yang halus kemerahan itu sekarang tampak berkilau. Rasa girang dan tegang wanita ini membuat dia berkeringat. Dan ketika Peng Houw tiba di tempat itu di mana sebuah jendela terbuka dari luar, ada kisi-kisi kawat di sini di mana mereka dapat mengintai maka Peng Houw menurunkan wanita itu karena kawannya berbisik,

“Hati-hati, itu tempatnya. Lihat dan jenguklah dari jendela!"

Peng Houw mengangguk. Ia sudah bergerak dan mendekati jendela itu, mengintai. Tapi begitu melihat ke dalam tiba-tiba dia berseru jengah! Di dalam kiranya berkumpul enam wanita cantik yang rata-rata berpakaian tipis menerawang. Mereka duduk dan santai-santai di situ sementara beberapa lelaki menemani. Dua di antaranya di pangkuan lelaki dan mereka ini cekikikan, baju bagian dada terbuka dan dengan begitu saja.

Peng Houw melihat betapa dua lelaki itu tertawa dan menelusupkan tangan ke bagian ini, meremas dan mereka tiba-tiba berciuman. Begitu bebas dan tak tahu malu. Dan ketika wanita yang satu malah mengangkat sebelah kakinya di luar paha si lelaki, duduk dan bergerak dengan cara tak senonoh maka Peng Houw tiba-tiba menjadi merah padam dan begitu ia menarik mukanya saat itu juga sebuah totokan mengenai tengkuk!

Peng Houw kaget bukan main. Ia mendengar kekeh di belakang dan Tu-lin, temannya itu tahu-tahu melakukan totokan. Totokan itu lihai dan tepat mengenai jalan darah di tengkuk. Namun karena sinkang di tubuh pemuda ini selalu bergetar dan ia selalu siap siaga, segala gerak refleks akan terjadi maka begitu totokan mengenai tengkuknya sinkang itupun menolak dan Tu-lin berteriak kaget karena totokannya mental.

“Aiihhhh...!"

Peng Houw membelalakkan mata. Ia kaget dan heran serta marah sekali melihat betapa waníta yang ditolongnya itu mendadak menyerang. Totokan itu lihai, kuat dan jelas bukan main-main! Dan ketika ia terkejut karena tak disangkanya wanita itu bukan sembarangan, Tu-lin yang disangkanya lemah ini ternyata pandai melumpuhkan orang maka wanita itu membuka kancing bajunya dan sebungkus saputangan Hek-see-hwa disiramkan ke mukanya.

“Wusshhhh!"

Peng Houw tak dapat menahan kemarahannya lagi. Melihat bubuk ini sadarlah dia bahwa wanita itu sesungguhnya bukan orang lain. Wanita ini adalah anggauta Hek-see-hwa, pembantu Chi Koan. Maka ketika ia membentak dan ujung baju mengebut, bubuk itu membalik dan menyambar lawan maka wanita itu terjengkang karena diri sendiri yang balik menghirup dan menyedot bubuk beracun itu.

"Bluk!”

Ribut-ribut ini didengar orang di dalam. Tu-lin terlampau gegabah menyerang Peng Houw dalam ambisinya mencari nama. Ia tak dapat menahan dirinya lagi begitu melihat Peng Houw melongok ke dalam. Ia sudah menahan-nahan keinginannya sejak tadi. Sudah lama ia ingin menyerang dan merobohkan Peng Houw. Maka begitu pemuda itu melongok jendela dan ia melancarkan totokan, tak disangkanya gagal maka bubuk Hek-see-hwa usaha terakhir namun itupun dikebut Peng Houw hingga balik mengenai dirinya sendiri.

Selanjutnya Peng Houw diketahui lawan. Enam wanita cantik yang ada di ruangan itu tiba-tiba berkelebat dan menyambar bagai burung-burung belibis. Gerak mereka mengejutkan karena kembali Peng Houw tak menyangka itu. Ia tadinya menganggap bahwa mereka itu wanita-wanita lemah seperti Tu-lin. 

Maka ketika mereka berkelebatan dan mengepung dirinya, beberapa lelaki di dalam juga bergerak dan tahu-tahu mengurung sambil mencabut senjata maka Peng Houw dibentak dan sudah diserang enam wanita cantik itu, marah melihat Tu-lin roboh dan mendelik di tanah. Terlampau banyak menghirup Hek-see-hwa!

“Ada musuh! Tangkap dan robohkan dia!” “Awas, jangan lukai. Dia tampan dan gagah!”

Peng Houw dianggap pemuda biasa saja. Mereka itu tak tahu bahwa yang mereka hadapi adalah pemuda sakti. Inilah murid Ji Leng Hwesio pewaris Bu-tek-cin-keng. Maka ketika Peng Houw diserang tapi sekali tangkis semua senjata patah-patah, Peng Houw merasa tak perlu bersembunyi lagi maka pemuda yang marah oleh pemandangan di ruangan tadi membentak dan sekali ia mengibas maka enam wanita itu mencelat dan terbanting bertabrakan.

"Aiihhh.... bres-bres-bress!”

Enam wanita menjerit dan terlempar tumpang-tindih. Mereka baru sadar bahwa lawan ternyata lihai. Dan ketika yang laki-laki juga menyerang namun disampok kibasan ujung baju, terlempar dan senjatapun mencelat entah ke mana maka suasanapun menjadi kacau dan jerit atau pekik wanita-wanita ini mengundang yang lain.

Peng Houw mendengus. Belasan bayangan berlompatan dari kiri kanan dan itu disusul oleh bayangan-bayangan lain pula. Sebentar kemudian seratus orang telah ada di situ, siap dan menyerang dan masuklah hujan senjata menyambar pemuda ini. Tapi ketika Peng Houw mengelak dan menggerakkan kaki tangannya, tamparan atau tendangan silih berganti maka orang-orang itu terpelanting dan ketika Peng Houw mengebutkan ujung bajunya mereka itupun terhempas dan terangkat bagai disambar angin puyuh.

"Aku tak mencari kalian. Aku mencari Chi Koan. Suruh dia keluar dan kalian pergilah.... wut-bres-bresss!”

Orang-orang itu terlempar bagai benda-benda kering saja. Peng Houw berkelebatan di antara mereka dan tamparan atau kebutan ujung bajunya membuat orang-orang itu berteriak. Tahulah mereka bahwa inilah kiranya pemuda yang ditakuti majikan itu. Chi Koan menjadi raja di situ dan mereka disuruh menghadapi pemuda ini mati hidup. 

Siapapun takut kepada perintah itu. Maka ketika mereka terlempar tapi Peng Houw tidak mengerahkan seluruh tenaganya, orang-orang itu dapat berloncatan bangun dan menyerang lagi maka pemuda ini dikeroyok dan lagi-lagi Peng Houw membentak menyuruh orang-orang itu mundur.

"Pergi... pergi kalian. Aku tak berurusan dengan kalian. Panggil Chi Koan dan dialah yang kucari!"

Namun orang-orang itu maju dan berteriak lagi. Peng Houw melempar-lempar mereka dan akhirnya kenekatan orang-orang ini membuat Peng Houw gemas. Dia menambah tenaganya. Dan ketika orang-orang itu menjerit karena kaki atau tangan mereka patah-patah, sekarang Peng Houw bersikap keras maka berkelebatlah tujuh bayangan dan Kwi-bo serta kawan-kawan muncul.

“Heh-heh, ini kiranya. Peng Houw muncul! Bagus, kepung dan serang terus, anak-anak. Jangan takut. Kami datang dan kalian tak usah khawatir!”

Kwi-bun, yang berada di depan dan berkelebat mengetrikkan kuku-ku panjangnya menusuk dan berseru keras dari samping. Ia datang setelah Mutiara Geledek menghilang. Ia bersama enam yang lain menuju puncak dan hendak melapor, kebetulan sekali Peng Houw ada di situ dan iblis ini menyerang disusul isterinya dan lain-lain. Tapi ketika Peng Houw membalik dan menangkis tusukan itu, sebuah kuku jari malah patah iblis ini berteriak dan menyuruh anak buahnya maju lagi, diri sendiri mundur.

"Goblok, tolol dan goblok! Jangan biarkan ia menyerang aku agar aku dapat menyerangnya!"

Coa-ong terkekeh. Ia, seperti yang lain adalah juga iblis-iblis yang licik. Coa-ong geli mendengar rekannya memaki-maki dan ketika ia terpental dikibas Peng Houw iapun ikut- ikutan. Seratus orang yang ada di situ dibentak dan dimakinya agar maju lagi, mereka yang merintih dan pingsan di atas tanah malah ditendang.

Dan ketika ia menyuruh maju tapi diri sendiri mundur dan menyerang dari belakang, See-tok tertawa bergelak dan mengikuti cara temannya itu maka Kwi-bo dan lain-lain akhirnya ikut-ikutan dan puluhan lelaki itulah yang dibentak dan disuruh menyerang paling depan. Mereka berlindung di balik orang-orang ini.

"Hi-hik, benar. Kalian bodoh. Ayo maju dan serang lagi dan biar kami yang menentukan nasib pemuda ini!"

Kwi-bo menjeletarkan rambut dan terkekeh- kekeh menyerang Peng Houw. Pemuda itu diserang dari segala penjuru tapi celakanya yang di depan adalah yang lemah-lemah. Mereka lemah namun berjumlah banyak. Dan ketika Peng Houw menjadi marah dan mengibaskan kedua ujung bajunya ke segala penjuru, tongkat dan senjata Tujuh Siluman Langít dibiarkan mengenai tubuh maka Kwi-bo dan teman-temannya menjerit. Para pengawal atau anak buah itu beterbangan.

“Aduh.... bres-bress-takk!” Galah bambu di tangan Jin-mo patah. Jin-touw, yang memegang kapak juga berteriak karena mental. Senjatanya itu mengenai punggung Peng Houw namun membalik seperti bertemu punggung karet, tidak tanggung-tanggung hingga menyambar mukanya sendiri. Dan ketika ia membanting tubuh bergulingan dan senjatanya menghajar tanah, keras dan meledak maka iblis itu meleletkan lidah dan Kwi-bo serta yang lain gentar.

Mereka baru saja bertemu orang lihai dan kini melihat Peng Houw. Baik pemuda ini maupun Mutiara Geledek Lo Sam bukan lawan mereka. Hanya berkat keroyokan saja mereka berani maju. Banyaknya orang di situ membuat mereka sombong. Tapi ketika Peng Houw membuat orang-orang itu beterbangan dan penjaga atau pengawal Hek-see-hwa ini berdebukan terbanting di tanah, separuh dari mereka sudah pingsan atau merintih-rintih maka Peng Houw bergerak ke arah Kwi-bun. Iblis inilah yang tadi pertama kali menyerang.

"Di mana Chi Koan, kenapa ia tidak keluar?”

Iblis itu melotot. Ia melihat Peng Houw menyambar dan coba mengelak, kalah cepat dan akhirnya mengepretkan kuku-kuku beracunnya. Tapi ketika Peng Houw mencengkeram dan semua kuku itu hancur, iblis ini menjerit maka Peng Houw sudah membekuknya dan satu bantingan membuat iblis itu mengeluh dan menabrak pohon.

“Bruuukkk...!”

Kwi-bun pingsan. Tong-si, sang isteri memekik dan histeris. Dari belakang wanita ini melontarkan tusuk kondenya. Tapi ketika benda itu patah bertemu tubuh Peng Houw, Peng Houw membalik dan berkelebat ke arah wanita ini maka Tong-si pun tak dapat mengelak dan tahu-tahu dicengkeram Peng Houw.

"Mana Chi Koan, beritahukan atau kau kubanting!"

"Aku... aku tak tahu. Ia di dalam!”

Peng Houw melempar dan menabrakkan wanita itu pada lima puluh lelaki yang melotot. Mereka itu ragu untuk menyerang atau mundur dan yang di depan tiba-tiba berteriak. Tubuh Tong-si menyambar mereka dan sebelas orang terjengkang. Dua di antaranya pecah kepalanya diadu kepala wanita ini. Tong-si mengeluh dan pingsan pula. Dan karena wanita itu memang lebih kuat dan orang-orang itulah yang sial, mereka yang pecah kepalanya tak mungkin menang menghadapi wanita ini maka yang lain memutar tubuh dan melarikan diri. Peng Houw sudah bergerak dan menangkap-nangkapi lima dari Tujuh Siluman Langit itu.

“Tolong... tolong....! Chi Koan, tolong...!”

Puncak Hek-see-hwa gempar. Peng Houw mengamuk dan menghajar orang-orang itu termasuk guru-guru Chi Koan. Pemuda itu selama ini tak pernah keluar, heran! Dan ketika terakhir adalah See-tok yang dibanting dan diangkat tubuhnya, membentur patung singa yang hancur dan pecah berkeping-keping maka terdengarlah tawa yang tak asing bagi Peng Houw.

"Ha-ha, jangan sombong. Aku di sini, Peng Houw. Ada apa kau mencari-cari aku?"

Peng Houw membalik. Ia mendengar tawa itu dan tentu saja mengenal baik. Tawa itu menggetarkan puncak. Tapi ketika ia membalik dan saat itu puluhan sinar hitam kecil menyambar, sinar dari jarum-jarum beracun yang tak terdengar desirnya karena tertutup oleh suara tawa itu maka Peng Houw terkejut dan tak sempat mengelak lagi.

“Tak-tak!"

Untung sinkang pemuda ini amat hebatnya. Secara otomatis sinkang itu bekerja dan puluhan jarum runtuh. Pelontarnya kecewa dan tampaklah Chi Koan di atas wuwungan sana, tidak sendiri melainkan membawa seorang gadis. Gadis itu dipondong di atas pundaknya. Dan ketika Peng Houw terbelalak karena itulah Li Ceng, gadis baju merah maka pemuda itu membentak dan tak dapat menahan marahnya Peng Houw melayang ke atas wuwungan itu.

"Chi Koan, kau bedebah keparat. Lepaskan gadis itu!"

"Ha-ha!” Peng Houw tak melihat adanya jebakan. "Rupanya gadis ini kekasihmu, Peng Houw. Bagus sekali, ke marilah!”

Chi Koan mendorong dan melepas pukulan jarak jauh. Dari atas pemuda ini leluasa melepas serangan, tapi anehnya bukan pemuda itu yang dipukul melainkan bagian tengah genteng. Peng Houw saat itu melayang ke atas dan menyambar bagai seekor burung garuda, cepat dan kuat sekali dan saat itulah terdengar ledakan keras. Bagian yang dipukul hancur, Chi Koan melesat ke atas dan dari tengah genteng ini menyambar ribuan benda-benda kecil.

Paku dan bor tulang menyerang Peng Houw yang sedang melewati tempat itu, disusul oleh serbuk asap hitam dari bubuk beracun Hek-see-hwa. Dan ketika Peng Houw terkejut bukan main dan tak mungkin mengelak, menampar dan mengibaskan dua tangannya ke benda-benda itu maka semuanya terpental tapi serbuk atau bubuk beracun itu beterbangan di sekitar pemuda ini, tidak runtuh atau jatuh seperti paku atau bor-bor tulang itu.

"Ugh-ugh!" Peng Houw terbatuk. Ia menyedot sebagian dari asap hitam itu dan sampai juga di puncak wuwungan. Tapi begitu ia menginjak tiba-tiba wuwungan ambrol.

“Bresss!” Peng Houw jatuh ke bawah. Ia tak menyangka dan Chi Koan tertawa bergelak. Genteng dan kayu serta pecahan tembok menimpa pemuda ini, debupun berhamburan. Dan ketika Peng Houw terkejut tertimpa sebuah belandar, ia tak dapat melihat apa-apa maka di luar terdengar sorak dan pekik riuh.

"Lepaskan jala baja, telangkup pemuda itu!”

Peng Houw berdetak. Ia tak dapat melihat apa-apa namun telinganya yang tajam mendengar suara berkerincing. Desir benang-benang halus juga mengikuti bunyi berkerincing itu dan tiba-tiba dari delapan penjuru menebar puluhan jala lebar. Jala ini terdiri dari benang-benang baja dan bagian bawahnya terdapat puluhan mata pancing segi tiga, tajamnya bukan main dan siapa tertangkap jangan harap bisa keluar.

Seekor harimau pun bakal roboh dan meraung-raung. Semakin terjerat semakin dalam mata-mata pancing itu menekan, inilah yang berbahaya. Dan ketika Peng Houw juga merasakan itu dan masuk perangkap, segera tubuhnya merasa gigitan pancing-pancing yang tajam, bajupun robek dan jala ditarik menjerat maka iapun tak dapat bergerak dan tahu-tahu sudah terbungkus di sebuah jala pertama.

“Ha-ha, tarik. Jangan biarkan pemuda itu lolos!”

Peng Houw gusar. Ia ditarik dan tubuhpun keluar dari runtuhan genteng. Di dalam tadi ia tak dapat berbuat apa-apa karena waktu itupun ia sedang terpelanting. Tak kurang dari dua puluh jala bertebaran di atas tubuhnya. Dan ketika bajunya robek dan mata pancing menghunjam daging, untung ia mengerahkan sinkang hingga tak terluka maka tubuhnya yang sudah ditarik dan dijerat bagai seekor babi hutan disambut riuh oleh pekik dan sorak orang-orang Hek-see-hwa.

Namun Peng Houw bukanlah pemuda sembarangan. Ia adalah murid Ji Leng Hwesio yang sakti, dedengkot Go-bi. Dan karena ia telah mewarisi Hok-te Sin-kang yang menakjubkan dan penarik jala terbelalak melihat pemuda itu memiliki tubuh karet, beberapa mata pancing akhirnya patah tak mampu "menggigit” pemuda itu maka ketika Peng Houw membentak dan berseru keras tíba-tiba ia menggulingkan badan ke kanan dan penarik jala terbawa dan berteriak, jatuh!

Peng Houw melanjutkannya dengan bergulingan ke sana-sini dan jala-jala yang lainpun terbawa pula. Dengan sinkangnya yang hebat pemuda ini tak perlu takut oleh mata-mata pancing yang tajam itu. Bahkan ia membuat mata pancing itu tertekuk dan patah-patah, terlindas kalau tubuhnya bergulingan dan patah kalau orang berusaha menariknya. 

Dan karena perbuatannya ini membuat penarik jala kaget dan jatuh, mereka terguling dan terseret oleh pemuda itu maka orang-orang inilah yang menjerit dan akhirnya menjadi korban, terbelit dan masuk ke dalam jala untuk kemudian dihunjam mata-mata pancing yang tajam itu.

"Aduh... aughh... mati aku!"

Jerit dan teriakan ngeri terdengar. Mereka bukanlah Peng Houw dan mata-mata pancing menembus tubuh. Mereka tak memilliki sinkang sekuat Peng Houw, kalaupun ada paling-paling hanya Chi Koan. Hanya pemuda itu yang dapat melakukan seperti apa yang dilakukan Peng Houw. Maka ketika mereka menjadi korban dan tarikan Peng Houw amat kuat, pemuda itu menggulingkan tubuh sana-sini hingga jala terlepas, orang-orang itu tak mungkin dapat menahannya maka Chi Koan kaget dan membentak menyambar tali jala pertama.

“Awas, bantu aku. Jerat pemuda itu dengan jala yang lain!"

Yang dibentak adalah Coa-ong dan kawan-kawannya. Waktu itu Tujuh Siluman Langit ini berseri dan membelalakkan mata lebar-lebar. Mereka girang melihat betapa Peng Houw terjebak. Bagai babi hutan pemuda itu kena jerat. Tapi ketika jerat terlepas karena penarik jala terpelanting dan terbawa Peng Houw yang bergulingan, gerakan tubuh pemuda itu memang tak mungkin dilawan maka seruan atau bentakan Chi Koan mengejutkan mereka.

Coa-ong, yang berkelebat dan mendahului temannya adalah orang pertama yang menyambar jala kedua, disusul oleh Kwi-bun dan Tong-si, juga See-tok dan Jin-mo serta Jin-touw. Sementara Kwi-bo, orang terakhir mendelong dan tidak segera melompat. Iblis wanita ini terbelalak dan kemerah-merahan mukanya melihat tubuh Peng Houw.

Baju dan pakaian pemuda itu robek-robek, tampaklah punggung dan pundaknya yang tegap berotot, putih dan halus dan punggung serta pundak itu sama sekali bersih, bahkan mengkilat oleh keringat. Dan karena iblis wanita ini tampaknya kagum, bukan oleh sinkang Peng Houw melainkan justeru oleh punggung telanjang pemuda ini, juga pundaknya yang tegap kuat maka iblis wanita itu baru tersentak ketika Chi Koan tiba-tiba menendang pantatnya.

"Jangan melongo, masih banyak pemuda tampan yang lain. Ayo bantu kami atau kau mampus!"

Kwi-bo menjerit kaget. Ia kaget oleh tendangan itu tapi segera terkekeh-kekeh. Baginya perbuatan Chi Koan ini malah menyenangkan. Rasa cemburu dan tidak senang diperlihatkan pemuda itu, tanda Chi Koan masih menyayang dan mencintanya. Dan ketika wanita ini berkelebat dan menyambar jala terakhir, meledakkan rambut dan barulah dia membantu yang lain-lain maka Peng Houw yang hampir lepas dan keluar dari jala keparat tak dapat lagi melepaskan dirinya.

Yang memegang dan mengunci jala utama adalah Chi Koan. Pemuda itu menyambar jala ini dan sekarang dialah yang menarik. Dan karena Chi Koan adalah pemuda lihai, diapun memiliki Hok-te Sin-kang seperti Peng Houw maka ketika Peng Houw menarik dan bergulingan pemuda itu tak terpelanting. Chi Koan menancapkan kaki kuat-kuat dan saat itulah jala lain menyambar. Sekarang bukan orang-orang biasa lagi yang menjerat pemuda ini melainkan Tujuh Siluman Langit dan Chi Koan.

Peng Houw membentak namun hanya Coa-ong dan kawan-kawan yang terhuyung. Chi Koan masih tegak dan sedikit saja terseret. Pemuda ini tertawa bergelak dengan keji. Sekarang dialah yang mengunci Peng Houw, gurunya yang lain mempererat dan menjatuhkan jala demi jala di atas tubuh Peng Houw. Dan karena pemuda itu hampir sekuat Peng Houw, Chi Koan juga memiliki Hok-te Sin-kang warisan Bu-tek-cin-keng maka ketika Peng Houw meronta dan memaki-maki pemuda ini tak mampu keluar.

Chi Koan tertawa bergelak dan sudah melepaskan tawanan. Li Ceng, yang tertotok dilemparnya ke tanah untuk melumpuhkan Peng Houw ini. Tapi ketika terjadi tarik-menarik dan Tujuh Siluman Langit terhuyung-huyung, kalau tak ada Chi Koan di situ tentu mereka terseret dan jatuh terbawa Peng Houw maka saat itulah berkelebat seorang kakek yang menyambar Li Ceng. Si Mutiara Geledek Lo Sam.

"Curang, tak tahu malu. Sungguh manusia-manusia pengecut yang beraninya hanya mengeroyok!"

Chi Koan terkejut dan menoleh. Kesiur angin dingin di belakangnya menyadarkan akan adanya seseorang. Dia tak mengenal kakek ini seperti guru-gurunya mengenal mereka. Maka begitu kakek itu menyambar tawanan dan sekali urut totokan itu buyar, Li Ceng bergerak dan dapat berdiri lagi maka gadis ini melengking dan mencabut pedangnya. Anak buah Hek-see-hwa diterjang dan dibabat.

"Pemuda itu memang curang, tapi ia lihai. Bunuh dan selamatkan Peng Houw, kong-kong. Jangan biarkan ia terjebak!"

Lui-cu Lo Sam mengangguk. Ia naik dengan cepat setelah mendengar pertempuran di puncak. Ribut dan ramai-ramai di tempat itu segera mengundangnya. Dan karena ia maklum bahwa Peng Houw telah mulai bertemu musuhnya, ia bingung serta cemas memikirkan cucunya maka di puncak kakek ini mendapatkan cucunya itu menggeletak roboh. Ia marah dan langsung berkelebat. Orang-orang Hek-see-hwa menonton Peng Houw yang menggulingkan tubuh ke sana-sini dan kebetulan tidak mengusik Li Ceng.

Cucunya itu tanpa penjaga. Maka ketika ia bergerak dan langsung menyambar cucunya, membebaskan dan menyelamatkan cucunya itu maka kakek ini bergerak ke arah Chi Koan sementara cucunya sudah menerjang dan menggerakkan pedang menusuk orang-orang yang hendak menyerang kakeknya.

"Kalian tikus-tikus busuk tak tahu malu. Beraninya hanya mengeroyok. Hayo hadapi aku dan mana siluman betina Si-yen itu!" Li Ceng membentak dan menerjang orang-orang ini.

Tandangnya hebat dan sepak terjangnyapun menggiriskan. Sebagai cucu Lui-cu Lo Sam ia bukan gadis sembarangan. Tujuh laki-laki di depan berteriak, mereka menerima babatan dan tusukan senjata gadis itu. Dan ketika Li Ceng menyerang sambil mencari-cari Si-yen, si cantik yang menipunya itu maka Chi Koan, yang melihat bayangan berkelebat disusul tamparan angin panas membuat dia terkejut karena kakek berjenggot pendek itu tahu-tahu berada di sampingnya dan sudah menghantam lengannya.

"Awas, ia Si Mutiara Geledek Lo Sam!" Tong-si, yang berteriak dan memperingatkan Chi Koan berseru dari jauh. Wanita ini sudah merasakan hajaran kakek itu dan tak ingin muridnya celaka.

Chi Koan acap kali memandang rendah orang yang belum dikenal. Dan ketika benar saja pemuda itu mendengus dan menggerakkan tangan kiri menangkis, seenaknya maka ia terkejut karena pukulan kakek itu membuat lengannya terpental.

“Dess!” si kakek sudah melanjutkan dengan tendangan ke bawah lutut. Chi Koan sedang memegangi ujung tali jala ketika terhuyung dan terpental oleh pukulan kakek itu. Kini si kakek bergerak cepat dan menendangnya pula. Sehebat-hebatnya Chi Koan tentu celaka juga kalau lutut kena tendang. Salah-salah engselnya bisa lepas! Maka ketika ia mengelak tapi si kakek mengejar dan membentak keras, Chi Koan dibuat repot maka pemuda itu mengangkat kakinya dan dengan lutut ditekuk akhirnya dia menerima tendangan lawan.

"Dukk!" Lutut dan ujung kaki itu bertemu Chi Koan tergetar sementara si kakek terhuyung. Pemuda ini berubah sementara si kakek mendengus dan maju lagi. Dan ketika ia berturut-turut mengelak dan diserang gencar, si kakek menyelinap dan pukulan panasnya menyambar lagi maka Peng Houw menyentakkan tubuhnya keras-keras dan tali jala di tangan Chi Koan akhirnya terlepas. Pemuda itu dibuat repot oleh serangan Si Mutiara Geledek!

“Tas!" tali itu putus. Mempergunakan kesempatan selagi lawan repot Peng Houw tak menyia-nyiakan ini. See-tok dan lain-lain berkutat dengan jalanya sendiri, mereka itu juga tak ingin melepaskan Peng Houw. Namun karena kunci utama adalah Chi Koan, dan pemuda ini menghindar dan mengelak serangan-serangan lawan yang demikian gencar, empat kali kakek itu menusuk mata Chi Koan maka pemuda ini gusar bukan main dan menjadi semakin marah ketika tali jalanya putus. Peng Houw bergulingan dan membawa serta See-tok dan kawan-kawan. Terseret!

"Awas! Tahan dulu si Peng Houw itu. Jangan biarkan ia lolos!” Chi Koan membentak dan marah kepada kakek ini. Dia bermaksud membalas kakek ini dan memberi hajaran. Dia marah sekali karena Peng Houw akhirnya terlepas. Tujuh gurunya dikhawatirkan tak mampu menguasai pemuda itu. Dan ketika benar saja Coa-ong dan lain-lain tak mampu menahan tarikan Peng Houw, sambil bergulingan pemuda itu menarik dan membawa serta lawan-lawannya.

Maka Coa-ong maupun yang lain berteriak karena terseret dan terpelanting. Dan ketika mereka semua terjerat dan masuk ke dalam jala, tujuh jala saling belit dan ikat tak keruan maka Tujuh Siluman itu menggerakkan tangan masing-masing untuk merobek dan lolos keluar. Mata-mata pancing tak mempan melukai kulit mereka kecuali merobek baju dan pakaian. Tapi begitu mereka lolos maka Peng Houw pun juga keluar dan sudah merobek putus jala baja itu.

“Bret-brett!"

Gerakan Peng Houw hampir sama dengan gerakan Kwi-bun dan kawan-kawan. Mereka itupun merobek jala dan lolos keluar. Tapi karena Peng Houw juga lolos dan selamat di luar, sekarang tak ada apapun yang dapat menghalangi pemuda itu maka Coa-ong dan lain-lain gentar, pucat!

"Peng Houw lolos! Ia merobek jala! Heii, hadapi saja lawanmu ini, Chi Koan. Biarkan kami membunuh kakek itu!”

"Benar, Peng Houw terlalu kuat bagi kami, Chi Koan. Hadapilah dia dan serahkan tua bangka itu kepada kami.... tar-tar!" Kwi-bo meledakkan rambut dan mundur. Sikapnya gentar dan jelas takut. Rambut yang meledak itu bukan tanda berani, melainkan kuncup!

Dan ketika Chi Koan terbelalak karena kakek yang diserangnya berjungkir balik dan menjauhkan diri, kini Peng Houw memandangnya dengan mata bersinar-sinar maka pemuda itu naik darah tapi dia malah tertawa bergelak. Tawa yang menggetarkan bukit Hek-see-hwa. "Bagus kalian semua tikus-tikus tak bernyali, Kwi-bo. Mencicit kalau bertemu lawan tangguh. Tangkap kakek ini dan robohkan dia atau kalian mati di tanganku!"

Chi Koan tak menunggu jawaban lagi dan menerjang Peng Houw. Dalam keadaan seperti itu maka tak mungkin kawan-kawannya diharapkan lagi. Coa-ong dan lain-lain bakal terbirit-birit, mereka memang bukan tandingan Peng Houw. Maka berseru dan menggerakkan tubuhnya cepat, Lui-thian-to-jit dipergunakan hingga tubuh pemuda ini menyambar seperti kilat cepatnya, menghantam dan melepas Hok-te Sin-kang maka Peng Houw juga merunduk dan menerima pukulan itu dengan Hok-te Sin-kang pula, tak ada pukulan lain yang dapat mengatasi pukulan Chi Koan.

"Anak jahat, kau selalu membuat onar. Di mana-mana berbuat busuk. Menyerahlah, Chi Koan, dan serahkan Bu-tek-cin-keng atau Ji Leng lo-suhu tak akan mengampunimu..... desss!"

Benturan itu bagai gunung meletus. Puncak Hek-see-hwa terguncang dan orang-orang di sekitar situ menjerit. Mereka terlempar oleh daya gempuran ini dan kakek Lo Sam juga terpental. Li Ceng apalagi. Gadis ini mencelat dan masuk ke dalam kolam, tercebur! Dan ketika Tujuh Siluman Langit juga berteriak dan berseru satu sama lain, terlempar dan terpelanting oleh getaran sinkang dua anak muda itu maka semua pucat dan bergulingan meloncat bangun. Dan segera terdengar lengking atau pekik Chi Koan.

Tubuh pemuda ini sudah berkelebatan menyambar-nyambar dan bayangan biru mengelilingi bayangan putih. Pakaian Chi Koan berkibar naik turun sementara pakaian Peng Houw terhembus dan tertiup kencang. Gerakan Chi Koan membuat Peng Houw seakan digulung angin topan Prahara sedang mengamuk! Dan ketika Peng Houw membentak dan menggerakkan tubuhnya naik turun, mengimbangi atau melayani gerakan Chi Koan sambil mendorong dan menamparkan pukulan-pukulan Hok-te-sin-kang maka gelegar atau dentuman pukulan dua anak muda ini tak kuat ditahan orang-orang di tempat itu.

Kilat dan api menyambar-nyambar. Chi Koan, yang memiliki beragam ilmu silat memainkan itu menyerang lawan. Cui-pek-po-kian dan Thai-san-ap-ting menderu dahsyat. Isinya adalah tenaga Hok-te Sin-kang, tentu saja hebatnya bukan ulah-ulah. Tapi karena Peng Houw menggerak-gerakkan lengannya maju mundur, Peng Houw mainkan Hok-te Sin-kun dan sesekali melepas Soan-hoan-ciang (Kibasan Angin Puyuh) warisan mendiang gurunya Giok Kee Cinjin maka ternyata semua pukulan-pukulan lawan dapat ditahan dan bahkan dipentalkan.

Chi Koan penasaran bukan main karena yang amat hebat dari Peng Houw itu adalah sinkangnya. Ilmu Peng Houw hanya itu-itu saja, Hok-te Sin-kun dan Soan-hoan-ciang, Tapi karena “isi” dari pukulan pemuda itu adalah tenaga Ji Leng Hwesio, tenaga yang sudah dipendam dan akhirnya diwariskan kepada pemuda ini maka Chi Koan kalah kuat dan berkali-kali tertolak dan terpental mundur. Dan inilah yang membuat pemuda itu penasaran!

Chi Koan tak tahu dan sama sekali tak menduga bahwa sinkang yang dimiliki Peng Houw adalah tenaga sakti Ji Leng Hwesio. Dedengkot Go-bi itu telah memberikan semua tenaganya kepada Peng Houw. Untuk ini nyawalah taruhannya. Hwesio itu harus merelakan jiwanya. Maka ketika pukulan-pukulan Chi Koan selalu tertolak dan terpental mundur, pemuda itu semakin penasaran dan marah saja maka Hek-see-hwa bergetar dan berderak-derak oleh angin dahsyat pukulan pemuda ini.

Peng Houw menangkis dan angin pun bercuitan lebih kencang. Tak lama kemudian orang-orang di sekitar mereka terlempar beterbangan bagai layang-layang ditiup angin kencang. Dan ketika puncak sudah menjadi milik dua anak muda itu, siapapun tak tahan disapu deru angin dahsyat ini maka bukit atau puncak Hek-see-hwa itu mulai retak dan pecah-pecah. Pohon-pohon tumbang dan roboh.

"Menyingkir! Menjauh dari sini. Menyingkir...!”

Yang berteriak adalah Coa-ong kepada anak buah Hek-see-hwa. Mereka itu jatuh bangun dan kakek Raja Ular ini juga terhuyung-huyung. Dia sudah menjauh seratus meter dari pertandingan itu namun masih juga tak tahan. Hembusan angin kencang itu membuat dia dan kawan-kawannya seperti orang mabok. Mereka harus berpegangan kuat-kuat kalau tak ingin terangkat dan terbawa terbang seperti anak buah mereka. Hembusan pukulan sinkang dua anak muda itu luar biasa sekali.

Dan ketika di sana kakek Lo Sam juga terbelalak dan terhuyung-huyung, sungguh tak disangkanya pertempuran dua anak muda itu demikian dahsyat maka serbuk-serbuk hitam tiba-tiba juga beterbangan dan memenuhi udara. Kiranya tanaman perdu Hek-see-hwa (Bunga Pasir Hitam) tercabut dan kini bubuknya yang berbahaya itu berhamburan ke mana-mana, membentuk asap atau debu tebal.

"Awas, jangan disedot. Kita menyingkir!" kakek ini tak dapat tinggal lagi di situ dan menarik tangan Li Ceng. Cucunya ini basah kuyup tercebur di kolam, menggigil bukan oleh dinginnya air kolam, melainkan takjub oleh dahsyatnya pertandingan dua anak muda itu, terutama Peng Houw, yang dapat menghalau dan menolak balik setiap serangan Chi Koan. Dan ketika tanpa sadar ia maju dan menonton lebih dekat, memeluk sebatang pohon agar tidak terangkat dan terbawa terbang maka saat itulah kakeknya berkelebat menarik tangannya. Segumpal asap hitam berhembus dan hampir saja disedot gadis ini.

"Awas, tahan napas!"

Li Ceng sadar. Ia ditarik tangannya tapi masih berpegangan erat-erat pada batang pohon di mana ia memeluk. Kakeknya terkejut tapi Mutiara Geledek ini menotok, sang cucu lepas dan akhirnya dibawa menjauh. Kakek ini mengomel. Dan ketika di sana terdengar suara berdebum dan puncak penuh dengan asap hitam, bubuk Hek-see-hwa berhamburan ke mana-mana maka semua berlarian sementara dua anak muda yang bertempur tak diketahui keadaannya lagi. Peng Houw dan Chi Koan sama-sama terbungkus asap Hek-see hwa ini.

“Ha-ha, kita akan sama-sama mampus. Kau dan aku akan sama-sama mati di sini, Peng Houw. Dan silakan ambil Bu-tek-cin-keng di akherat. Ha-ha, kita tak dapat keluar lagi karena puncak ini sudah dipenuhi jurang!”

Peng Houw terkejut. Benar saja puncak itu sudah berobah. Gempuran-gempuran Chi Koan membuat tanah dan segalanya hancur. Puncak Hek-see-hwa pecah dan sebagai gantinya terdapat jurang-jurang di sekitar mereka. Tanah yang retak dan longsor oleh pukulan Chi Koan menjadikan puncak Hek-see-hwa seonggok tanah kecil, semacam pulau. Dan karena tebing-tebing atau pinggiran bukit runtuh ke bawah, tinggal tempat di mana mereka bertanding yang masih ada, lainnya gugur dan menimpa orang-orang di bawah.

Maka dua anak muda yang bertempur di atas ini seakan menginjak sebutir telur yang siap pecah. Tanah atau pulau kecil di puncak ini berderak-derak. Peng Houw menjadi khawatir karena Chi Koan berlaku nekat. Lawan begitu beringas sementara pukulan-pukulannya semakin hebat saja. Chi Koan penasaran dan memang semakin marah saja kepada Peng Houw. Pemuda itu belum dapat dirobohkannya. Maka ketika satu pukulan kembali menghantam dan Peng Houw tak berani menangkis, benturan tenaga mereka hanya akan membuat puncak merekah maka pukulan itu meledak di belakang Peng Houw.

"Desss!” Debu mengepul tinggi. Peng Houw mengebut buyar asap Hek-see-hwa dan Chi Koan melengking ganas. Pemuda itu menerjang dan melepas satu pukulan lagi. Dan ketika Peng Houw mengelak dan pukulan menghantam belakang, tepat di bibir jurang maka tanah itu longsor dan Peng Houw tergelincir di tempat ini.

"Ugh!" Peng Houw terkejut. Ia mengelak karena mengkhawatirkan puncak itu bakal roboh. Adu tenaga di antara dirinya dengan Chi Koan membuat tanah di tempat itu retak-retak. Tujuh di antaranya sudah pecah dan terguling. Ada tempat menganga di situ. Maka ketika ia mengelak tapi bagian itu malah hancur, pukulan Chi Koan menghantam bibir jurang dan kini terdengar suara bergemuruh ketika bagian itu longsor maka Peng Houw terpeleset dan celaka sekali jatuh ke bawah.

"Ha-ha, mampus kau!"

Namun Peng Houw bergerak cepat. Disambarnya sebuah batu hitam dan di sini ia menggelantung. Batu itu mencuat dari dalam jurang dan keluar setelah tanah berguguran. Peng Houw menyambar batu ini untuk tempat berpegangan. Tapi ketika ia mengerahkan tenaga dan hendak meloncat, Chi Koan mendahului dan menghantam batu itu maka batu hitam ini hancur dan Peng Houw jatuh lagi ke bawah.

Pemuda itu terpelanting namun Peng Houw berjungkir balik. Di bawah ada lagi batu lain yang sedikit kecil, diinjak tapi celaka sekali lepas dari tebing jurang itu. Gerakan tanah dan longsoran benda-benda membuat semuanya ringkih. Peng Houw terkejut. Dan ketika ia terpelanting lagi ke bawah dan Chi Koan tertawa bergelak, berdiri dan melongok dari bibir jurang maka terdengar geraman dan seorang kakek tinggi besar, berwajah buruk tahu-tahu di belakang pemuda itu dan mendorong.

“Kau bocah iblis, masuklah ke sana pula!”

Chi Koan kaget. Ia tersentak karena seseorang tiba-tiba menggeram di belakangnya. Ia menoleh namun tangan itu sudah menekan punggungnya. Dan ketika sebuah tenaga raksasa mendorongnya ke depan, Chi Koan tak dapat menahan diri lagi maka iapun berteriak dan jatuh ke dalam jurang, menyusul Peng Houw.

“Aiiihhhhh....!”

Tawa aneh dan serak terdengar di atas. Chi Koan benar-benar kaget bukan main karena di tempat seperti itu muncul seseorang tinggi besar. Ia kaget dan menoleh dan wajah buruk rupa itu membuatnya mencelos. Mata yang hanya sebiji itu melotot tampak menyeramkan. Ia terkesiap. Dan karena tak disangkanya di tempat itu ada orang lain dan tanpa ampun lagi tubuhnya terdorong ke depan, tenaga raksasa kakek buruk itu hebat bukan main maka ia terjelungup dan jatuh meluncur ke dalam jurang.

Namun Peng Houw maupun Chi Koan bukanlah orang-orang sembarangan. Peng Houw, yang meluncur dan lurus jatuh ke bawah mengandalkan sinkangnya untuk menyelamatkan diri. Pemuda ini sudah menyambar sana-sini untuk mencari pegangan, sia-sia dan gagal untuk akhirnya terbanting dengan keras, Kedua kakinya yang ada di bawah melesak sampai sebatas lutut. Tanah di tempat itu tak kuat menahan sepasang kaki pemuda ini, Peng Houw mengatur jatuhnya tubuh hingga kakinya itulah yang lebih dulu, amblas dan melesak dan untuk sejenak pemuda ini bergoyang.

Betapapun jatuh dari ketinggian itu bukan barang ringan. Kalau bukan dia tentu kakinya patah-patah. Dan ketika Peng Houw nanar dan mencabut kakinya, kejadian itu mengguncangkan hatinya juga maka saat itulah Chi Koan meluncur ke bawah tapi pemuda yang mengandalkan ilmunya Lui-thian-to-jit ini membuat tubuhnya seringan kapas dan begitu melayang-layang ke bawah iapun jatuh dan tepat menimpa Peng Houw yang baru saja mencabut kakinya.

“Bressss!”

Dua anak muda ini roboh. Mereka sama-sama kesakitan dan masing-masing mengeluh. Chi Koan terlempar ke kanan sementara Peng Houw ke kiri. Dengan ilmunya meringankan tubuh Chi Koan berhasil menyelamatkan diri, meskipun ia harus menimpa kepala Peng Houw. Dan ketika dua anak muda itu sama-sama melompat bangun dan Peng Houw melotot, ia merasa Chi Koan begitu kurang ajar maka Chi Koan tertawa aneh dan menerjangnya lagi, di dasar jurang itu mereka bertempur.

“Bagus, kau dan aku agaknya ditakdirkan mampus di sini, Peng Houw. Tidak di atas ya di bawah. Mari.... mari kita mampus dan kau atau aku mati lebih dulu!”

Jurang itu sempit. Ditubruk dan diterjang Chi Koan yang kesetanan Peng Houw repot juga. Ia tak mengelak dan menangkis. Chi Koan terpental namun menerjang lagi. Dan ketika di tempat ini dua anak muda itu melanjutkan pertandingan, dinding tergetar dan jurang seakan runtuh maka sosok tinggi besar di atas itu, yang melongok dan melotot dengan sebelah biji matanya tiba-tiba bergerak turun dan merayap ke bawah.

Dua anak muda itu tak tahu karena masing-masing bertanding. Chi Koan memaki-maki. Dan ketika sosok tinggi besar itu menyelinap dan tiba di dasar jurang, matanya yang merah beringas ke arah Chi Koan maka ketika pemuda itu terpental dan berteriak oleh tangkisan Peng Houw laki-laki inipun keluar dan menerkam pemuda itu. Satu cengkeraman jari maut menuju leher Chi Koan.

"Kaulah yang harus ke dasar neraka!”

Chi Koan kaget bukan main. Seperti Peng Houw iapun tak tahu hadirnya laki-laki ini. Pertama ia terkejut ketika diterkam dan didorong ke dalam jurang. Waktu itu ia sedang mentertawai Peng Houw namun tiba-tiba ada orang ketiga yang ganti mentertawainya. Tenaga dan dorongan tadi cukup menunjukkan bahwa kakek aneh ini hebat sekali. Maka ketika kakek itu muncul dan tahu-tahu berada di dalam jurang, Peng Houw baru kali itu tahu dan menjadi tertegun maka Chi Koan yang diserang dan disergap dari belakang menjadi kaget dan marah sekali.

Tadi, setelah ia terjatuh ke jurang maka kakek itu tak dingatnya. Yang ada di depannya adalah Peng Houw dan pemuda inilah lawannya. Maka begitu kakek itu muncul lagi dan ia tak tahu siapa, kakek ini seperti orang gila saja maka ketika terkaman itu mengenai lehernya Chi Koan pun tersentak kaget. 

Gerakan lawan luar bisa cepat dan yang membuat ia tak mampu mengelak adalah dikarenakan dinding jurang amat sempit. Berdua dengan Peng Houw saja ia merasa tak leluasa bergerak, kini tiba-tiba orang ketiga itu muncul lagi. Tapi Chi Koan yang menyodok dan menusukkan sikunya ke belakang akhirnya membuat laki-laki itu terhenyak dan begitu terkaman mengendor iapun membalik dan tumit kakinya menghantam lambung orang itu.

"Kau tua bangka gila tak tahu aturan. Siapa kau dan pergilah.... dess!" kaki Chi Koan bersarang di lambung namun pemuda ini terkejut karena tenaga Hok-te Sin-kang menolak di situ. Tenaga ini khas karena menolak seperti karet. Chi Koan tertegun. Dan ketika lawan tak apa-apa, namun berseru membalas, ia mengelak dan menangkis maka Thai-san-ap-ting, juga Cui-pek-po-kian menderu dengan dahsyat.

Peng Houw sudah mundur dan menuding-nuding, suaranya tersendat, "Su... susiok... Beng Kong-susiok...!”

Chi Koan berobah hebat. Ia mengelak dan menangkis sana-sini ketika tiba-tiba Peng Houw menyebut kakek itu. Ia sendiri justeru memperhatikan dan mengamati kakek ini, heran dan kaget bagaimana dua pukulan Go-bi bisa dilakukan kakek yang rambutnya riap-riapan ini. Ia ngeri dan seram oleh biji mata lawannya itu. 

Dan ketika ia juga terbelalak mengamati sebelah kaki yang buntung, aneh dan tak merasa kenal namun pukulan-pukulan lawan amat dahsyat, dua pukulan Go-bi itu selalu terisi Hok-te Sin-kang maka ketika Peng Houw menyebut kakek itu kontan saja ia kaget bukan main.

Bagai disambar petir. Chi Koan mula-mula tak percaya tapi silat dan pandang mata itu dikenalnya baik. Akhirnya dia ingat bahwa inilah pandang mata gurunya. Begitulah kalau Beng Kong Hwesio beringas. Dan karena ia sudah mulai kelelahan menghadapi Peng Houw, kini tiba-tiba gurunya yang cacad itu muncul maka Chi Koan bagai dibetot sukmanya mengenal siapa lawan yang disangkanya gila ini.

“Suhu....!”

"Bagus!" geram dan bentakan itu masih disusul serangan dan kelebatan tubuh bertubi-tubi. “Kau anak durhaka, Chi Koan. Kau bocah tak tahu budi dan iblis! Kau membuat pinceng begini. Kau mengira pinceng mampus tapi masih hidup. Ha-ha, pinceng akan membunuhmu dan di sini kau akan merasakan hukuman gurumu.... des-dess!"

Thai-san-ap- ting menyambar dan tenaga Hok-te Sin-kang yang menyertai itu amat dahsyat. Di dunia ini hanya empat orang saja yang memiliki Hok-te Sin-kang itu. Mendiang Ji Leng sudah wafat, jadi tinggal tiga orang. Dan karena ilmu itu tak boleh dimiliki oleh lebih dari dua orang, kini Chi Koan mengenal baik gurunya maka dia yang menangkis dan sejenak mundur-mundur dibuat pucat dan gentar.

Peng Houw ada di situ dan dikhawatirkan mengeroyok. Tapi ketika pemuda itu menggeser mundur dan meloncat ke sebuah ceruk jurang, di situ Peng Houw menonton dan tak jadi menyerang maka Chi Koan lega dan tiba-tiba ia tertawa bergelak memandang gurunya ini, kenekatanpun timbul.

"Ha-ha, kiranya kau, suhu. Benar kau! Ah, kusangka sudah mampus dan kau hidup enak di akherat. Kau datang dan kini menyerang aku. Bagus, aku tak takut dan jangan bicara macam-macam. Siapa yang durhaka dan siapa yang iblis. Kau dan aku sama. Kaupun durhaka dan mungkin melebihi aku. Kita boleh mengadu jiwa tapi barangkali aku lebih bersih. Aku akan coba membalaskan sakit hati Ji Beng-susiok-kong (paman kakek guru) yang dulu kau bunuh....wherrrr-plakkk!"

Chi Koan membalik dan merendahkan tubuh. Ia menangkis pukulan gurunya setengah berjongkok, diserang bertubi-tubi dan marah mendengar ia disebut durhaka, padahal gurunya itu juga durhaka. Dan ketika dua Hok-te Sin-kang bertemu dan kakek itu mendelik, Peng Houw di sana terkejut dan mengerutkan kening maka kakek itu membentak dan menerjang lagi. Mereka sama-sama terpental.

"Mulut busuk, haram jadah! Kau bicara apa, Chi Koan. Siapa yang membunuh paman kakek gurumu?"

"Ha-ha, tak ada maling berteriak maling. Kau dan aku sama, suhu, Kau sama-sama durhaka. Ayo siapa yang membunuh Ji Beng susiok-kong kalau bukan kau...desss!"

Pukulan si kakek agak bergoyang, diterima sang murid dan wajah Beng Kong Hwesio tampak berubah. Dua kali Chi Koan menyebut-nyebut itu dan kakek inipun terkejut. Bola mata itu tak dapat ditipu. Dan ketika Peng Houw terbelalak dan mendengar semua itu, heran dan kaget tapi masih belum mengerti maka pemuda ini tiba- tiba berseru dan melengking.

“Chi Koan, apa yang kau katakan itu? Benarkah Beng Kong susiok membunuh Ji Beng susiok-kong?"

"Ha-ha, kau tak usah ikut campur. Kalau kau mau membantuku merobohkan si tua ini maka rahasia itu kuberitahukan padamu, Peng Houw. Kalau tidak tutup saja mulutmu!"

"Ah, haram jadah! Bocah ini benar-benar iblis. Bantu aku, Peng Houw. Jangan dengarkan ocehannya!" dan si hwesio yang gusar dan menerjang marah akhirnya terlibat lagi dalam pertandingan sengit menghadapi muridnya yang lihai ini. Chi Koan mengelak dan membalas dan siapapun tak tahu bahwa akal liciknya timbul. Saat itu, Peng Houw dan gurunya ada disitu. Gurunya demikian beringas dan penuh dendam menyerangnya. Kalau dia tidak cepat-cepat mengeluarkan sesuatu dikhawatirkan Peng Houw membantu gurunya.

Padahal, menghadapi gurunya ini saja sudah termasuk berat. Ia sudah lelah bertempur dengan Peng Houw dan gurunya tiba-tiba muncul. Kalau hanya berdua barangkali tak perlu takut. Tapi ada Peng Houw di situ! Selama Peng Houw tak bergerak dia tak merasa khawatir. Maka ketika tiba-tiba akal liciknya timbul dan Chi Koan menyebut-nyebut pembunuhan Ji Beng Hwesio, susiok-kong atau paman kakek gurunya itu yang dibunuh gurunya maka Peng Houw tergerak dan mata pemuda itu tiba-tiba marah memandang Beng Kong Hwesio!

Peng Houw, seperti diketahui memang sejak dulu kurang suka kepada susioknya ini. Beng Kong dinilai keras dan kejam, semasa kecilnya sering dia mendapat marah. Tapi ketika hwesio itu menjadi manusia cacad dan semua ini gara- gara Chi Koan, setelah dewasa pemuda itu menjadi kasihan maka ketidaksenangan Peng Houw kepada paman gurunya ini hilang.

Cacad dan penderitaan hwesio itu menimbulkan iba Peng Houw. Siapa tak terharu dan kasihan memandang paman guru yang sudah seperti ini. Cacad dan buruk, kaki sebelah juga buntung. Tapi ketika Chi Koan tiba-tiba bicara tentang tewasnya Ji Beng Hwesio, tokoh Go-bi itu memang dinilai mati misterius maka Peng Houw terkejut dan memandang paman gurunya itu.

Selama ini, ada anggapan bahwa kakek itu tewas oleh Coa-ong dan kawan-kawan. Sebagian besar murid Go-bi juga menganggapnya begitu. Namun setelah Peng Houw memiliki kepandaian tinggi dan pemuda itu merasa heran, dia tahu benar kepandaian Tujuh Siluman Langit dibanding kakek gurunya itu maka sebenarnya Peng Houw curiga, apalagi setelah dia bertemu paman gurunya yang lain, Twa-hwesio.

Pertemuan dengan paman gurunya itu juga dikarenakan kakek itu mengejar-ngejar seorang pawang ular, yang akhirnya tewas oleh ganasnya sungai Huang- ho. Dan karena mereka bicara tentang kematian Ji Beng Hwesio, paman gurunya itu mencurigai seseorang maka dengan tegas paman gurunya itu berkata bahwa Coa-ong dan kawan-kawan tak mungkin dapat membunuh Ji Beng Hwesio.

“Suhuku mati oleh mereka? Tak mungkin! Kepandaian susiok-kong mu itu di atas Tujuh Silunman Langit, Peng Houw, dikeroyok tujuhpun masih menang. Guruku tewas oleh pagutan ular berbisa dan justeru pelempar ular inilah yang kucari. Ular Tiga Warna itu hanya dimiliki si tikus busuk yang mampus ditelan Huang-ho itu. Aku hampir menemukan jejak pembunuhnya, yang jelas bukan Coa-ong dan kawan-kawan!"

Ingatan ini terngiang di telinga Peng Houw. Setelah dia sendiri dewasa dan memiliki ilmu silat tinggi memang Peng Houw merasa heran sekali bahwa mendiang susiok-kongnya itu terbunuh oleh Tujuh siluman Langit. Cui-pek-po-kian dan Thai-san-ap-ting yang menjadi andalan Ji Beng Hwesio amatlah hebat. Hanya Hok-te Sin-kun atau Hok-te Sin-kang saja yang dapat mengalahkannya, selebihnya ilmu-ilmu lain tak mungkin.

Maka ketika tiba-tiba Chi Koan berseru seperti itu dan Peng Houw membelalakkan mata, dia merasa ganjil namun juga curiga maka kakek itu menerjang Chi Koan dengan amat marahnya. Beng Kong memaki-maki muridnya ini dan Peng Houw bangkit berdiri. Sepasang mata pemuda itu bersinar-sinar. Dan ketika Peng Houw berkelebat dan turun dari ceruk jurang, dia merasa sama-sama marah kepada dua orang itu maka pemuda ini membentak dan berseru pada paman gurunya.

“Susiok, kenapa kau gusar dan marah dibilang seperti itu. Bukankah tak perlu kau marah-marah kalau merasa benar? Apakah Chi Koan bicara benar?"

“Jahanam, keparat jahanam! Kau rupanya terpengaruh omongan Chi Koan, Peng Houw. Bukankah semua orang tahu bahwa susiok-kongmu terbunuh oleh Coa-ong dan kawan-kawan. Siapa lagi di dunia ini yang dapat selicik itu kalau bukan mereka!”

"Ha-ha, tapi Coa-ong tak memiliki Ular Tiga Warna. Kakek itu boleh memiliki ular itu namun kalau bukan tangan yang lihai tak mungkin dapat melontarkannya ke tubuh susiok-kong, suhu. Kau tak perlu berpura-pura karena kaupun sebenarnya durhaka. Kau bahkan lebih jahat karena tidak sekedar mendurhakai guru melainkan juga Go-bi!"

“Tutup, mulutmu, kau anak busuk. Aku... ah, aku akan membunuhmu agar tak dapat mengoceh lagi!" dan si hwesio yang menerjang semakin sengit tiba-tiba membuat Chi Koan gembira karena Peng Houw tampak bergerak ke arah gurunya.

Pemuda itu mengira Peng Houw membantunya dan si hwesio berkelit. Beng Kong membentak dan bertanya apa yang dimaui Peng Houw. Dan ketika Peng Houw berseru agar paman gurunya datang ke Go-bi, menjelaskan tentang itu maka Chi Koan bersorak dan gembira. Namun Peng Houw membentaknya.

"Diam! Kaupun bukan manusia baik-baik, Chi Koan. Kau mencuri Bu-tek-cin-keng dan harus menyerahkan itu!"

Chi Koan terkejut. Tadinya ia mengharap Peng Houw menyerang gurunya. Kalau sudah begitu maka lawannya berkurang, dia boleh berlega. Tapi ketika Peng Houw membentaknya dan memukulnya untuk menangkap maka pemuda ini berkelit dan tiba-tiba sadarlah dia bahwa Peng Houw tetap merupakan lawan berbahaya. Baik kepada gurunya maupun kepada dirinya sendiri pemuda itu akan bertindak keras!

"Bagus, kau sombong. Kau selalu mengejar-ngejar aku masalah Bu-tek-cin-keng, Peng Houw. Padahal kau tahu tak mungkin aku menyerahkan itu kepadamu. Suhu, kita hentikan permusuhan kita sejenak dan bunuh pemuda ini!"

Beng Kong Hwesio terkejut. Setelah dia bergebrak dengan muridnya dan melihat betapa muridnya benar-benar lihai, sekarang muridnya ini telah mewarisi pula kepandaian Hok-te Sin-kun dari kitab Bu-tek-cin-keng maka dia menjadi gelisah. Dulu, sebelum pemuda itu memiliki Hok-te Sin-kang anak ini sudah merupakan anak berbahaya. Kalau diumpamakan harimau maka sekarang tumbuh sayap. Muridnya benar-benar berbahaya dan berkali-kali adu pukulan menunjukkan kepadanya bahwa muridnya ini bukan main-main.

Sebagai bekas guru tentu saja dia merasa kagum.Tapi karena Chi Koan bicara tentang pembunuhan Ji Beng Hwesio dan Peng Houw terpengaruh, mencengkeram tapi luput dan membalik ke arah Chi Koan tapi pemuda itu juga melompat mundur maka seruan Chi Koan membuat sang hwesio tergerak dan matanyapun berputar cerdik. Dalam saat seperti itu musuh paling berbahaya harus dilenyapkan dulu. Dan karena dia mulai tak nyaman tentang disebut-sebutnya pembunuhan Ji Beng Hwesio, kakek ini mengangguk maka tiba-tiba ia mencengkeram dan membalik menyambar Peng Houw!

"Bagus, kau cerdik, Chi Koan. Boleh kita bergabung dan mari selesaikan dulu bocah ini!”

Chi Koan girang bukan main. Tadinya ia mengharap Peng Houw menjadi sekutunya tapi ternyata pemuda itu bersikap lain. Betapapun Peng Houw memang memegang kebenaran, teguh berwatak mulia dan guru serta murid pada dasarnya sama-sama tak disenangi. Maka ketika ia diserang hwesio itu dan Beng Kong berbalik menjadi musuh, mencengkeram dan dielaknya maka Chi Koan menghantamnya dari samping dan melepas Hok-te Sin-kang.

"Ha-ha, ini baru benar. Kau hadapi dia dari kanan, suhu, aku dari kiri.... bress!”

Peng Houw yang terhuyung dan membelalakkan mata tiba-tiba diserang lagi oleh Beng Kong Hwesio dan kemudian Chi Koan, ganti-berganti dan selanjutnya pemuda ini maju mundur. Dia mengelak dan menangkis dan dua orang itu tiba-tiba berkelebatan dengan Lui-thian-to-jit. Ilmu ini adalah ilmu meringanken tubuh yang amat hebat. Gerakannya seperti kilat menyambar-nyambar dan Peng Houw yang tak pernah mempelajari ilmu ini menjadi sibuk. Dengan Hok-te Sin-kang dan Soan-hoan-ciangnya saja ia merasa kewalahan.

Hok-te Sin-kangnya menghadapi dua Hok-te Sin-kang yang amat hebat, tentu saja ia terdesak. Dan ketika Peng Houw mundur-mundur namun dua orang lawannya itu menjadi kagum bukan main, hanya Ji Leng Hwesio saja yang dapat seperti ini maka Beng Kong mengeluarkan cambuknya dan ketika cambuk menjeletar di udara terdengar suara mendesis dan ribuan kepiting tiba-tiba muncul...!