Prahara Di Gurun Gobi Jilid 26

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su episode Prahara Di Gurun Gobi Jilid 26 karya Batara
Sonny Ogawa
Cerita Silat Mandarin Serial Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara

PEMUDA itu mengusap wajah dan hilanglah coreng-moreng di mukanya. Wajah tampan gagah segera tampak di sini dan Chi Koan tertegun. Itu adalah Peng Houw! Dan ketika ia menjublak tapi tiba-tiba tertawa bergelak, sungguh tak disangkanya maka ia berseru,

“Haii, kau kiranya Peng Houw. Kau menjadi badut di sini. Ha-ha, tak kusangka. Bagus sekali, tapi lucu kata-katamu bahwa kau mewakili Go-bi. Apakah bocah sepertimu ini tak bermulut besar? Apakah Go-bi kekurangan orang hingga mengutus anak kecil sepertimu? Ha-ha, lucu sekali, Peng Houw. Kau benar-benar badut yang lucu sekali!”

See-tok dan lain-lain tiba-tiba tertawa bergelak. Mereka juga kaget dan heran serta tercengang bahwa badut yang menjadi tamu dedengkot Kun-lun itu kiranya Peng Houw. Tadi mereka tak mengira karena wajah Peng Houw coreng-moreng. Tapi begitu Peng Houw mengusap wajahnya dan wajah ini bersih dari segala jelaga hitam, wajah tampan gagah segera tampak di situ maka Kwi-bo yang terkekeh dan tentu saja kagum kepada anak muda ini tiba-tiba berkelebat dan menowel, maksudnya mau merobohkan dan membawa anak muda menggemaskan itu menjauhi Chi Koan. Betapapun ia tahu bahwa pemuda ini memiliki keberanian dan watak keras hati luar biasa.

Tapi Kwi-bo terlampau memandang rendah. Seperti dulu, wanita iblis ini masih menganggap Peng Houw anak ingusan. Siapapun tahu bahwa Peng Houw adalah murid Giok Kee Cinjin, yang tewas di tangan Chi Koan. Maka ketika ia menyambar dan menowel anak muda itu, jarinya menotok dan siap memondong Peng Houw tiba-tiba Kwi-bo menjerit karena jari yang dipakai menotok bertemu pundak bagai gumpalan besi baja, tertekuk den bengkak dan sementara ia berteriak tiba-tiba Peng Houw mengibaskan lengannya.

Kwi-bo mencelat dan terbanting. Dan ketika wanita itu merintih dan teman-temannya tentu saja kaget bukan main, kejadian itu seperti mimpi saja layaknya maka Jin-touw berseru keras dan hampir berbareng dengan See-tok mereka berdua menolong wanita itu.

"Ada apa? Heii, kenapa roboh memukul Peng Houw?”

“Aduh, tanganku... jariku... seakan patah. Aduh, apakah jariku patah, Jin-touw. Apakah kau tak cinta lagi kepadaku kalau jariku cacad. Aduh, pinggangku juga seakan remuk... keparat... Peng Houw bocah terkutuk!”

Jin-touw nengurut-urut jari yang ditunjukkan Kwi-bo. Ia heran karena jari itu tak apa-apa, hanya bengkak. Namun ketika See-tok juga mengurut-urut pinggang wanita itu, nakal menggerayang membuat Kwi-bo menggeliat maka ia marah menampar wajah raksasa ini.

“Heii, pergi kau, See-tok. Kwi-bo hanya minta tolong kepadaku!”

“He-he, tak perlu sombong. Kwi-bo adalah teman kita semua, Jin-touw. Kau atau aku berhak menolong. Jangan congkak!” See-tok menangkis, mau membalas.

Tapi Chi Koan tiba-tiba berkelebat membentak dua orang ini. Wajah pemuda itu berubah karena Peng Houw melakukan kibasan Hok-te Sin-kang, tentu saja Kwi-bo tak kuat! Dan ketika pemuda itu terkejut meraba telunjuk Kwi-bo, menekan dan mengusap hingga jari wanita itu pulih lagi maka Chi Koan menghadapi Peng Houw dengan mata terbelalak. Hatinya berdesir karena sesuatu yang jauh lebih mengagetkan akan dilihat.

"Peng Houw!" bentakan itu tak lagi main-main. "Apa maksudmu dengan membawa-bawa Go-bi dan atas perintah siapakah kau berani lancang mencari aku? Katakan, atau pergi dari sini cepat-cepat sebelum aku melupakan hubungan kita di masa kanak-kanak!”

"Hm, kau congkak dan semakin sombong. Kau bahkan menjadi-jadi, Chi Koan. Dari dulu sampai sekarang tetap ingin menguasai orang lain. Aku datang atas nama Go-bi bukan membual, melainkan sungguh-sungguh. Dan sebagai bukti bahwa aku diutus tentu kau dapat melihat ini... wutt!”

Peng Houw melempar tangan ke kiri, melakukan gerakan mendorong dan Coa-ong serta kawan-kawannya tiba-tiba berseru kaget. Mereka terangkat dan terbawa angin kencang. Dan ketika mereka berdebuk dan jatuh terguling-guling, itulah Hok-te Sin-kun yang amat sakti maka Chi Koan pucat dan benar-benar berubah mukanya.

“Kau... kau mencuri Hok-te Sin-kun. Kau mempelajari Bu-tek-cin-keng!”

"Hm, kaulah pencurinya. Aku mendapatkan dari guruku langsung, Chi Koan, yang mulia Ji Leng lo-suhu. Sedang kau mempelajari secara pengecut dengan mencuri kitab itu. Sekarang serahkan dirimu dan kembalikan Bu-tek-cin-keng untuk diserahkan kepada yang berhak!"

"Keparat!" Chi Koan tiba-tiba melengking dan menerjang, tawanya bergemuruh penuh tenaga sakti, sengaja dikeluarkan untuk menutupi kaget dan marah. “Kau menuduh tapi belum tentu kaupun benar, Peng Houw. Jangan-jangan kaupun juga mencuri atau menipu hwesio tua itu. Ha-ha, maling bertemu maling!" dan Chi Koan yang langsung mengeluarkan pukulannya yang paling dahsyat tiba-tiba sudah menyerbu Peng Houw untuk membuktikan dan beradu rasa. Ia sudah melihat tapi belum tahu kekuatan Peng Houw.

Peng Houw telah membuat teman-temannya terkejut dan Coa-ong serta empat temannya di sana mengeluh. Mereka bagai ditiup angin topan. Dorongan Peng Houw tadi sungguh membuat tokoh-tokoh sesat itu pucat. Mereka ngeri, gentar. Tapi ketika Chi Koan bergerak dan loncatan pemuda itu meniupkan angin dahsyat, semua menyingkir dan terbelalak memandang maka Peng Houw mengelak namun dikejar, mengelak lagi dan akhirnya menangkis. Dan ketika terdengar dentuman bagai gunung akan roboh maka Coa-ong dan teman-temannya mencelat.

“Desss!”

Debu dan bebatuan terlempar. Adu tenaga dua anak muda itu menimbulkan getaran kuat yang membuat bumi terguncang. Kun-lun Lojin, kakek sakti itu, sampai terhuyung. Kim Cu murid keponakannya malah terjengkang, begitu juga tiga sutenya yang lain yang tadi mengantar Chi Koan ke atas. Namun ketika Kun-lun Lojin memberi tanda dan Kim Cu serta tiga adiknya menjauhi pertempuran itu, masing-masing gentar dan pucat maka mereka berlindung di balik sang supek sementara di sana Chi Koan sudah berkelebat dan menerjang lagi dengan lebih dahsyat.

Pemuda ini kaget sekali karena Peng Houw segera melakukan gerakan-gerakan kuat. Baik tangan maupun kaki pemuda itu juga mengeluarkan deru angin sambaran di mana semuanya itu cukup mementalkan pukulan-pukulan Chi Koan. Hok-te Sin-kang (Tenaga Penakluk Dunia) dikerahkan pemuda ini dan bertemu pula dengan Hok-te Sin-kang lawan. Namun karena tenaga yang dimiliki Peng Houw adalah tenaga Ji Leng Hwesio yang dahsyat, yang memberinya lewat batu hitam di mana tenaga sakti hwesio itu disedot pemuda ini maka Chi Koan sesungguhnya tiada ubahnya berhadapan sendiri dengan sesepuh Go-bi itu.

Ji Leng adalah tokoh yang bertahun-tahun menghimpun tenaga sakti. Sebelum memperoleh Bu-tek-cin-keng pun hwesio itu sudah lima puluh tahun belajar. Dapat dibayangkan hebatnya. Maka ketika hwesio itu bertahun-tahun kemudian menghimpun tenaga saktinya mempelajari Hok-te Sin-kang, menyimpan dan kemudian mewariskannya kepada Peng Houw maka dapat dibayangkan alangkah dahsyat tenaga yang dimiliki pemuda ini.

Chi Koan memang benar mempelajari pula Hok-te Sin-kang namun dibanding dedengkot Go-bi tentu saja kalah jauh. Maka ketika ia terpental dan berkali-kali kalah kuat beradu dengan Peng Houw, sinkang yang dimiliki pemuda itu jauh lebih kuat daripada sinkang yang dimiliki maka sadarlah pemuda ini bahwa lawan yang dihadapi benar-benar luar biasa. Peng Houw seolah dedengkot Go-bi sendiri!

"Keparat!" pemuda itu melengking-lengking. "Dari mana kau dapatkan Hok-te Sin-kang seperti ini, Peng Houw. Kau bocah siluman bertenaga iblis. Kau curang, kau memiliki secara tidak wajar. Kau, ah... kubunuh kau.... desss!" dan Hok-te Sin-kang yang kembali bertemu dengan Hok-te sin-kang akhirnya menunjukkan bahwa untuk kesekian kalinya lagi tetap saja Chi Koan kalah.

Pemuda itu terlempar dan membuang diri berjungkir balik tinggi di udara. Tenaga yang dimiliki Peng Houw benar-benar luar biasa sekali. Dan ketika pemuda itu melayang turun dengan muka berubah, keadaan ini sungguh tak dikira maka Peng Houw mengejar dan mengeluarkan Hok-te Sin-kun (Silat Penakluk Dunia) umtuk membalas dan merobohkan lawannya itu.

“Hm, sekarang kau kenal takut. Kau tak perlu menuduh atau memaki-maki aku, Chi Koan. Ilmu yang kudapat adalah warisan langsung dari guruku Ji Leng lo-suhu. Menyerahlah, dan serahkan kitab Bu-tek-cin-keng untuk dikembalikan ke asalnya!" Peng Houw bergerak dan menekan lawan. Dia kini di atas angin dan pukulan menderu-deru yang dilakukan Chi Koan tak membuatnya bergeming.

Sekarang justeru pukulan-pukulannyalah yang membuat pemuda itu jungkir balik. Sinkang yang dimiliki Peng Houw memang jauh lebih kuat daripada yang dimiliki lawan, maklum, itu adalah sinkang Ji Leng Hwesio. Berhadapan dengan Peng Houw sesungguhnya berhadapan dengan ketua Go-bi itu pula. Peng Houw sungguh harus merasa beruntung bahwa sinkang sesakti itu diberikan kepadanya. Jarang ada tokoh mau memberikan tenaganya kepada orang lain, biarpun itu murid sendiri.

Dan ketika dengan sinkang ini Peng Houw membalas dan menekan lawan, Hok-te Sin-kun dimainkan sementara Hok-te Sin-kang adalah tenaganya maka Chi Koan benar-benar sibuk dan pemuda yang berkali-kali melengking itu berteriak dan terlempar.

Pertandingan berjalan cepat dan seratus jurus lewat tak terasa. Kalau tadi Chi Koan boleh tertawa dan bersombong menghadapi seorang tua maka sekarang ia ketemu batunya karena napas maupun tenaga Peng Houw tak kenal surut. Bahkan, semakin berkeringat rasanya semakin kuat. Peng Houw seolah mesin diesel yang kian panas malah kian bertenaga! Dan ketika Chi Koan melengking-lengking. Namun kedudukannya sebagai pihak yang bertahan, Hok-te Sin-kang yang dimiliki jauh di bawah Hok-te Sin-kang yang dimiliki Peng Houw akhirnya pemuda ini putus asa.

Namun mata jelinya melihat bahwa selama iní Peng Houw hanya mainkan Hok-te Sin-kun dengan tenaga Hok-te Sin-kang itu. Lawan seolah tak memiliki ilmu lain dan Chi Koan berbinar-binar. Ia berkelebat dan menukik dengan Lui-thian-to-jit untuk menghantam lawan, ditangkis dan menarik serangan untuk diganti dengan pukulan Thai-san-ap-ting. Dan ketika ia kembali berhadapan dengan Hok-te Sin-kang yang didorongkan Peng Houw, mengelak dan melepas Cui-pek-po-kian maka diketahuinyalah bahwa Peng Houw tak bisa ilmu lain selain Hok-te Sin-kun!

"Ha-ha!” pemuda itu tertawa bergelak, ada perasaan lega dan nyaman. “Kau keluarkan ilmu-ilmumu yang lain, Peng Houw. Jangan hanya itu-itu saja seperti katak dalam tempurung!"

"Hm, tak usah memancing," Peng Houw tahu maksud lawan, bergerak dan membalas dan pukulan-pukulannya selalu dikelit. "Hok-te Sin-kun adalah ilmu dari segala ilmu, Chi Koan. Kalau ilmu ini adalah yang terhebat tak usah aku mengeluarkan yang lain. Kau keluarkanlah ilmu-ilmumu yang lain dan coba hadapi Hok-te Sin-kun ku ini!”

“Tapi kau murid Go-bi. Kau seharusnya memiliki ilmu-ilmu lain kecuali Hok-te Sin- kun!”

"Ji Leng lo-suhu hanya mengajariku ini, dan katanya itu cukup untuk menghajar kau. Tak usah banyak mulut, Chi Koan. Kau roboh atau kembalikan Bu-tek cin-keng...bress." Peng Houw mengambil kesempatan dalam pembicaraan, meliuk dan memutar dan tiba-tiba dengan cepat ia berada di belakang lawan. Gerakan ini bukan gerak tipu dan Ji Leng Hwesio menamakannya Bumi Mengitari Bayangan Matahari.

Chi Koan juga tahu jurus itu namun ketika ia membalik tahu-tahu hawa pukulan Hok-te Sin-kang menutup delapan penjuru. Pukulan Peng Houw memang jauh lebih kuat daripada pukulannya sendiri, maklum, sinkang yang dimiliki pemuda itu adalah milik Ji Leng ketua Go-bi. Maka ketika ia terkejut karena jalan tahu-tahu tertutup, ia membalik namun kaku tertahan hawa sakti di delapan penjuru maka pukulan Peng Houw mengenai tengkuknya.

“Plakk!” Chi Koan terbanting dan mengeluh roboh. Pemuda itu masih dapat bergulingan menyelamatkan diri dan pukulan Peng Houw hanya membuat kepalanya pening sejenak, padahal kalau orang lain tentu roboh dan pingsan. Seekor banteng pun tak mungkin kuat menghadapi tamparan Peng Houw, kalau tidak patah tentu remuk!

Maka ketika Chi Koan dapat bergulingan menjauhkan diri dan Peng Houw menjadi kagum, orang lainpun dapat merasakan getaran kerasnya pukulan itu maka Chi Koan sudah meloncat bangun dan tiba-tiba merogoh saku baju untuk menghamburkan belasan jarum hitam ke wajah lawan. Peng Houw mengejarnya.

"Peng Houw, kau jahanam keparat. Mampuslah!"

Peng Houw terkejut. Ia melihat belasan sinar hitam menyambar mukanya dari atas ke bawah. Tak kurang dari tujuh belas jarum dilempar. Dan karena ia maklum bahwa lemparan itu bukan sembarang lemparan, Chi Koan mempergunakan tenaga Hok-te-kang untuk mengisi lemparannya maka Peng Houw mengelak dan ujung bajunya dikebutkan untuk menangkis dan menghalau.

“Bret-bret!"

Tujuh jarum menancap di situ juga. Yang lain runtuh tersampok namun sebatang pedang tiba-tiba mendesing. Chi Koan, yang melihat kesempatan bagus dengan tertahannya Peng Houw tiba-tiba mencabut pedang untuk dilontarkan ke depan. Gerakan ini juga tak diduga dan Peng Houw mengerutkan kening. Chi Koan benar-benar keji. Dan ketika ia ingin memberi pelajaran dan kebetulan di belakangnya adalah orang-orang Kun-lun, dia tak mau pedang itu mengenai Kim Cu Cinjin ataupun sutenya maka Peng Houw menggelembungkan dadanya, menerima pedang itu. Lalu ketika pedang patah dan ia menyambar ini maka secepat kilat ia membalas dan melontarkan pedang itu kepada lawan. Kejadian hanya sepersekian detik saja.

"Augh!” Chi Koan menjerit dan bergulingan. Patahan pedang menancap di pundaknya dan kontan pemuda itu berteriak. Gerak dan kecepatan Peng Houw memang sungguh luar biasa. Namun ketika Chi Koan masih bisa meloncat bangun dan ini sungguh mengagumkan maka pemuda itu memutar tubuh lari turun gunung.

Coa-ong dan kawan-kawan terkejut. Chi Koan jago mereka, ternyata kalah. Murid mereka itu melarikan diri dan kini tidak ingat kepada guru-gurunya. Begitu cepat pemuda itu lari hingga sebentar kemudian lenyap di bawah. Chi Koan mengambil jalan di balik pepohonan lebat dan gentar bukan main. Ia seakan menghadapi siluman. Dan ketika Coa-ong dan kawan-kawan sadar, kakek ular itu malah sudah berkelebat dan mendahului yang lain maka berturut-turut See-tok dan lima kawannya menyusul.

Sungguh tak diduga bahwa di Kun-lun ini mereka ketemu batunya. Pantas Kim Cu Cinjin ketua Kun-lun menyambut mereka dengan tenang-tenang saja, tak tahunya memang sudah memiliki jago tandingan dan justeru itu adalah Peng Houw, bocah yang dulu mereka permainkan sewaktu menyerbu Go-bi. Dan betapa sekarang pemuda itu menjadi lihai bukan main, dorongan angin pukulannya jauh lebih dahsyat dibanding Chi Koan, tujuh manusia sesat ini menjadi gentar dan pucat.

“Lari... lari, Kwi-bo. Ayo lari!” Jin-touw, yang bergerak dan menyambar si cantik tiba-tiba mengajak teman wanitanya lari. Mereka adalah yang paling akhir namun Kim Cu Cinjin dan tige sutenya bergerak. Mereka menghadang dan dua orang itu terkejut. Namun karena Kim Cu bukanlah Sin Gwan atau Tan Hoo Cinjin, Kwi-bo dan Jin-touw melepas senjata-senjata gelap maka dua orang itu lolos dan Kwi-bo malah melempar granat peledak.

“Dar!”

Tokoh-tokoh Kun-lun menghindar. Terdengar seruan supek mereka agar membiarkan orang-orang itu lari. Kun-lun Lojin, sesepuh mereka, berseru agar tujuh orang itu dibiarkan pergi. Dan ketika Kim Cu mengerutkan kening namun di sana bayangan Peng Houw berkelebat turun gunung maka kakek itu mengibas menuding ke bawah.

“Biarkan, lihat Houw-sicu itu. Dia lebih berkepentingan daripada kita, Kim Cu. Biarkan mereka pergi dan biarlah mereka tahu bahwa sekarang ada tokoh tandingan yang dapat menandingi mereka. Siancai, Heng-san benar. Aku harus mengikuti jejak Siang Kek dan Siang Lam Cinjin untuk menggembleng kalian. Tujuh Siluman Langit itu masih terlalu kuat bagi kalian. Mulai hari ini bersiaplah menerima ilmu-ilmu terakhir pinto agar Kun-lun tak gampang dirobohkan orang!"

Kim Cu dan tiga sutenya tertegun. Ternyata sesepuh mereka ini menjadi getir oleh peristiwa itu. Lolosnya Kwi-bo dan Jin-touw menunjukkan betapa mereka masih terlalu lemah. Tokoh dan murid-murid Kun-lun memang masih harus digembleng lagi. Dan ketika mulai hari itu pertapa sakti ini menggembleng murid-murid keponakannya lagi, Kim Cu dan sute-sutenya diberi pelajaran lebih tinggi untuk melindungi dan mempertahankan Kun-lun maka apa yang pernah dilakukan mendiang Siang Kek dan Siang Lam Cinjin ditiru kakek ini.

Kun-lun diperkuat oleh gemblengan si pertapa. Kakek itu lebih menekankan pendalaman tenaga sinkang karena dari sini ketua Kun-lun dan sute-sutenya itu dinilai lemah. Dan ketika beberapa bulan kemudian kemajuan besar dimiliki partai ini, Kim Cu dan sutenya semakin kuat maka Kun-lun Lojin akhirnya meninggal dunia karena sebenarnya dalam pertempuran dengan Chi Koan itu kakek ini sudah terluka dalam!

Kun-lun kehilangan sesepuhnya. Kakek itu telah kembali ke alam asal dan apa yang diderita sesungguhnya memang tidak diceritakan kepada murid-muridnya. Kakek itu tak mau Kim Cu maupun para sutenya mendendam. Perbuatan Chi Koan tak perlu dibalas. Apa yang terjadi adalah takdir. Dan karena kakek ini memang tidak seperti dua dedengkot Heng-san yang berangasan dan bertemperamen tinggi maka Kun-lun menganggap kematian sesepuh mereka sebagai wajar-wajar saja, wafat karena tua!

Chi Koan sendiri sudah melarikan diri dengan pedang menancap di pundak. Hajaran Peng Houw benar-benar menampar mukanya. Sama sekali tak diduganya bahwa lawannya itu menguasai Hok-te Sin-kang, bahkan jauh lebih hebat daripada dirinya dan pukulan-pukulan lawannya itu selalu membuat dia terhuyung. Dan karena Peng Houw benar-benar mengalahkannya dan baru kali itu dia jatuh menerima malu maka Chi Koan tak lagi menampakkan diri setelah peristiwa di Kun-lun.

Hal ini menyulitkan Peng Houw dalam mencari jejak. Dia kehilangan lawan dan terutama tak dapat merampas Bu-tek-cin-keng. Bukan Chi Koan lah yang sebenarnya dicari, melainkan kitab pusaka itu agar tidak jatuh ke tangan yang tak berhak. Dan karena peristiwa di Kun-lun akhirnya meluas dan didengar banyak orang akhirnya partai-partai yang dulu ditundukkan dan dikuasai pemuda ini menjadi bebas dan bersorak melepaskan diri.

Kegembiraan orang-orang itu meluap. Nama Peng Houw tiba-tiba membubung tinggi dan banyak orang berterima kasih kepadanya. Namun karena Peng Houw bukan pemuda sombong yang siap menerima puja dan pujian maka pemuda itu tak memperlihatkan diri dan hanya orang-orang tertentu seperti Kim Cu Cinjin dan para sutenya itu yang mengenal. Lainnya hanya mendengar cerita dan gambaran bahwa penakluk Chi Koan adalah pemuda gagah tampan murid Ji Leng ketua Go-bi!

* * * * * * * *

Empat bulan Peng Houw mencari jejak. Dia kehilangan sasaran. Namun ketika pada suatu hari dia tiba di pegunungan berkapur, hanya batu dan karang-karang putih terhampar di mukanya maka seseorang muncul dengan tawa dan bentakan-bentakan serak.

“Ha, kau murid busuk. Ha, kau tak boleh pergi tanpa menurut perintahku. Heh-heh, masuk dan simpan dirimu baik-baik di situ, bocah kurang ajar. Atau nanti kukemplang dan kau mampus... tak-tak!”

Peng Houw mendengar suara pukulan dan seorang laki-laki berkaki satu menggiring ribuan kepiting memasuki, lubang-lubangnya. Laki-laki itu membentak-bentak dan anehnya ribuan kepiting yang digiring seolah mengerti. Mereka merayap di bukit kapur panas dan tampak betapa menderita. Peng Houw heran bagaimana binatang seperti itu ada di situ. Dia tertegun dan berhenti. Suara debur ombak ternyata terdengar olehnya di balik bukit.

Hm, kiranya laki-laki itu datang dari seberang sana dan kini menggembala piaraannya secara aneh. Binatang itu dipaksa merayap dan berjalan di bukit kapur, menuju ribuan lubang di celah-celah tanah gersang. Dan ketika satu demi satu memasuki lubangnya sementara suara “tak- tak" dari tongkat di tangan laki-laki itu berirama sebagai tanda, kepiting yang hendak lari langsung digebuk hancur maka Peng Houw terbelalak karena di sepanjang jalan ternyata banyak bangkai kepiting mati. Hancur digebuk tongkat besi laki-laki itu.

“Heii...!” Peng Houw tiba-tiba menegur. "Apa yang kau lakukan di sini, orang tua? Untuk apa kau menggembala ribuan kepiting buas seperti orang menggembala kerbau?”

Orang itu menoleh. Agaknya, asyik memaki dan tertawa-tawa sendiri membuat laki-laki itu tak tahu kehadiran Peng Houw. Pemuda ini muncul dari bawah bukit di balik batu karang besar. Maka ketika dia terkejut dan tiba-tiba berhenti mengetukkan tongkat, kepala yang tadi tertunduk dan dibungkus kain besar itu terangkat maka Peng Houw terkesiap karena kakek atau laki-laki tua yang ditegurnya ini bermata satu namun mata itu menyambar seperti api. Panas membakar!

“Siapa kau?” bentakan itu bergema menggetarkan. “Bagaimana berani main-main di tempat ini dan bercecowetan seperti monyet!”

Peng Houw semakin terkejut. Kakek atau orang itu mengibaskan tongkat besinya dan dari jarak lima puluh meter menyambar deru angin dahsyat. Pakaiannya tertiup kencang dan kalau dia tidak cepat menancapkan kaki tentu tubuhnya terlempar dan terbawa terbang. Bukan main dahsyatnya angin kibasan tongkat besi itu. Namun karena Peng Houw berjaga dan ia mengerahkan sinkang di kedua kakinya, kokoh menancap tanah maka deru angin itu lewat di sampingnya dan ia tetap tegak tak bergeming.

“Eh!" kakek itu membelalakkan mata. Jelas dia terkejut namun tiba-tiba tertawa dingin. Tongkat kembali menyambar, kali ini derunya jauh lebih dahsyat daripada tadi. Dan ketika Peng Houw harus menambah tenaganya agar tidak terangkat naik mendadak kakek itu melempar tangan kirinya dan Hok-te Sin-kang menghantam!

“Heiii...!” Peng Houw kaget bukan main. Kalau itu bukan Hok-te Sin-kang tentu ia tak akan seterkejut ini. Pukulan itu hanya dimiliki tokoh-tokoh Go-bi, itupun tak boleh lebih dari dua orang karena sudah menjadi garis bahwa orang ketiga akan mati. Maka ketika dia terkejut dan kaget berseru keras, demikian kagetnya sampai menjublak bengong maka Peng Houw menerima pukulan itu dan... bress, iapun terguling-guling.

Kakek bermata satu itu tertawa-tawa. Akhirnya lawan dapat diangkat dan dibantingnya pula dengan pukulannya. Tapi ketika Peng Houw dapat meloncat bangun dan tidak apa-apa, terbelalak maka kakek itupun berseru heran dan membelalakkan matanya pula. Biji mata yang tinggal sebelah itu melotot lebar. "Kau... tidak apa-apa? Kau masih dapat hidup? Heh, siluman kau, anak muda. Keparat kau. Coba terima lagi dan kali ini pasti mampus..... wherr!”

Tongkat dilepas dan meluncur ke arah Peng Houw. Senjata itu menderu mengeluarkan kesiur angin dahsyat tapi yang lebih mengerikan adalah kedua telapak tangan kakek itu. Si mata satu ini membentak dan mendorongkan kedua lengannya ke depan, ribuan keplting terangikat naik dan menyambar pula ke arah Peng Houw. Pemuda itu terkejut karena ribuan benda-benda hitam menyambarnya, menutupi pandang matanya.

Namun ketika ia melihat dua pukulan dahsyat menyusuli lontaran tongkat ini, ribuan kepiting besar kecil terbawa membahayakan dirinya pula maka Peng Houw tak berani bertindak ayal dan cepat membentak mendorongkan kedua lengannya pula, mengerahkan Hok-te-kang untuk mengimbangi lawan yang buas dan ganas.

“Desss!”

Peng Houw menutup mata melihat ribuan kepiting hancur. Suara berkelotakan disusul serpihan daging dan kulit, juga sungut atau misai binatang itu, beserta muncratnya darah atau bau amis dari perut binatang itu, yang pecah dihantam dua pukulan dahsyat. Sama-sama Hok-te Sin-kang! Dan ketika kakek mata satu itu terhuyung sementara Peng Houw hanya tergetar dan menggigil, ia harus melawan pukulan dahsyat yang mematikan maka kakek itu terjerembab dan akhirnya jatuh terduduk. Mata picaknya membeliak seakan tak percaya.

“Iblis! Kau.... kau memiliki Hok-te Sin-kang!"

Peng Houw melompat maju. Akhirnya dia kalah dulu ditegur lawan. Kakek itu membelalak dan ada semacam rasa pedih besar. Namun ketika ia mau bicara dan kakek itu melompat bangun mendadak ia meloncat terbang dan melarikan diri.

"Ha-ha, dunia penuh keajaiban, bocah busuk. Dunia seakan begitu sempit seperti daun kelor. Ha-ha, aku terlalu tua untuk memenangkan anak-anak muda!"

“Locianpwe...!” Peng Houw akhirnya memanggil dan berkelebat, tahu bahwa ia berhadapan dengan orang luar biasa. "Tunggu dulu, locianpwe. Bagaimana kau memiliki Hok-te Sin-kang dan siapakah kau sebenarnya?"

"Ha-ha, aku? Aku si mata picak. Picak luar dalam. Aku menyesal bertemu anak-anak muda karena mereka selalu menyakiti aku. Ha-ha.... aku si picak yang bodoh. Aku manusia sial yang tak pernah beruntung. Uuh, kau bernasib baik, suheng. Kau lebih dulu meninggalkan dunia fana ini mencari tempat tenang. Ha-ha... aku orang sial!"

Peng Houw mengejar dan terkejut. Ia tak mampu memperpendek jarak karena lawan melompat panjang-panjang. Lompatan itu, ah.... bukankah itu Lui-thian-to-jit? Ilmu meringankan tubuh ini adalah milik Go-bi. Ji Leng tak mengajarkannya tapi tentu. saja ia kenal. Apalagi setelah bertanding dengan Chi Koan. Lawannya itupun mempergunakan ilmu lari cepat itu dan lompatan panjang-panjang itu adalah khas Lui-thian-to-jit.

Dan ketika pemiliknya benar-benar seakan terbang di atas bumi, kaki yang satu bersuara tak-tok karena memakai bambu maka Peng Houw berdesir dan terkesiap. Ia memanggil-manggil namun kakek itu tak mau berhenti, terus dikejar namun akhirnya memasuki hutan, lenyap dan Peng Houw tertegun di sini. Dan ketika pemuda itu mengusap keringat karena kehilangan jejak, ia benar-benar heran bukan main maka sehari itu Peng Houw tak meninggalkan tempat.

Peng Houw tertarik dan berdebar. Ia harus tahu siapa kakek mata satu yang tinggi besar itu. Ia sama sekali tak menyangka bahwa itulah paman gurunya sendiri, Beng Kong Hwesio! Dan ketika ia beristirahat dan bersembunyi di mulut hutan, menunggu, maka Peng Houw duduk menanti sementara sebuah mata besar melotot marah mengintainya darí balik hutan!

Beng Kong, yang rusak dan cacad tubuhnya memang sudah tidak seperti dulu lagi. Hwesio ini nyarís diterkam maut sejak peristiwa di guha Heng-san, tempat di mana dulu dia bertanding mati-matian dengan dedengkot partai itu, menang tapi akhirnya dikhianati muridnya sendiri, Chi Koan yang jahat dan yang hendak membunuhnya dengan melempar granat peledak. 

Senjata itu akhirnya meledakkan dinding jurang di mana hwesio ini berada, sementara Chi Koan merayap untuk menyelamatkan diri. Dan karena hwesio itu balas melempar granat pula ke arah Chi koan, pemuda itu terbanting dan jatuh ke bawah maka pemuda itu ditemukan Ji Leng sementara hwesio ini terkubur hidup-hidup di antara reruntukan dinding jurang.

Siapapun tak menyangka bahwa hwesio ini hidup. Beng Kong, yang putus sebelah kakinya dan buta sebuah matanya ternyata benar-benar seorang laki-laki berdaya tahan tinggi. Begitu tinggi hingga ia mampu bertahan seminggu di reruntukan tebing. Sinkang yang dimiliki hwesio itu memungkinkan segalanya. Dia pewaris Hok-te Sin-kang. Sinkang ini adalah sinkang mujijat hingga dinamakan Tenaga Penakluk Dunia.

Kalau bukan karena ini tentu hwesio itu binasa. Dan ketika seminggu dari peristiwa itu dasar jurang bergerak, ledakan dinamit yang diatur mendiang Siang Kek Cinjin membuat daerah di wilayah itu labil dan mudah bergerak maka berkat dentuman-dentuman bahan peledak ini puncak Heng-san maupun bagian pinggirnya longgar.

Hal ini membuat tanah di sekitar itu bergoyang. Seratus dinamit yang dipasang Siang Kek Cinjin benar-benar merobah tata letak tanah. Getarannya menusuk sampai jauh ke dalam dan terjadilah retak-retak di perut bumi. Dan karena retak ini kian melebar dan naik ke atas, terbentuklah semacam rongga atau celah di perut bumi maka Beng Kong yang pada dasarnya tertutup di dasar jurang mengalami keberuntungan dengan kejadian ini.

Retak itu sampai di tempatnya. Dia dapat bernapas meskipun dengan susah payah. Dan ketika sedikit demi sedikit celah itu memberi harapan hidup, sinar mataharipun menyentuh tempat ini maka dengan jari-jarinya yang besar namun lemah hwesio itu coba merobek tempat kuburannya.

Hwesio ini nyaris mayat hidup. Kakinya yang putus membuat dia benar-benar menderita, apalagi mata kirinya juga buta akibat senjata jarum yang dulu dilontarkan Siang Kek. Namun karena semangatnya demikian besar dan ia pun amat marah kepada Chi Koan, dendam dan kemarahannya begitu besar maka dengan segala daya dia menerobos dan mencukil semua bebatuan yang menguruk tempat itu. Ditambah dengan gerakan bumi yang labil akhirnya berhasillah hwesio ini lolos keluar. Tapi begitu ia tiba di luar hwesio inipun roboh pingsan.

Namun Beng Kong benar-benar hwesio yang luar biasa. Terpendam di tanah saja ia masih hidup, apalagi setelah di atas tanah. Karena ketika ia sadar dan bangkit terhuyung, ia terlampau lelah dan menderita maka dicarilah makanan dan air yang mampu membasahi tenggorokannya. Dan tidak terlalu sukar bagi hwesio ini menemukan maksudnya. Seekor ayam hutan, yang berkokok dan tak jauh darinya disambit. Ayam itu roboh dan mati. Lalu ketika ia mendapatkan sumber air gunung yang jernih segera dia menggelogok dan sedikit demi sedikit kekuatan hwesio ini pulih.

Namun Beng Kong tentu saja tak mau tinggal di situ. Untung, karena Heng-san sedang sepi dia dapat turun gunung dengan selamat. Waktu itu para tokoh dan murid-murid partai ini sedang menyerbu Go-bi, mereka belum kembali. Maka ketika dia turun gunung dan mencari tongkat bambu untuk penahan kaki terseok-seok hwesio ini meninggalkan tempat celaka itu dengan segala penderitaan dan kepahitannya.

Dia marah sekali kepada Chi Koan. Dia tak tahu kenapa muridnya itu hendak membunuhnya. Yang jelas dia hendak mencari dan menghancur-remukkan muridnya itu. Kalau satu saat dia bertemu dan mampu membekuk pemuda itu maka segala kekejaman dan kebuasannya akan muncul. Tapi hwesio ini harus memulihkan luka-luka. Tiga bulan dia harus beristirahat. Dan ketika dia keluar lagi untuk mencari muridnya itu ternyata dia mendengar kabar bahwa Chi Koan menghilang dengan membawa lari Bu-tek-cin-keng.

Hwesio ini tertegun. Sejenak matanya membelalak. Bola matanya yang tinggal satu itu meliar dan benakpun terisi dengan penuh dugaan. Dan ketika tiba-tiba dia menepuk dan menghajar pahanya sendiri mendadak dia terbahak dan tahu apa kira-kira yang dikehendaki muridnya itu.

“Ha-ha, begitu kiranya? Jahanam, kau bocah keparat, Chi Koan. Pantas kalau kau hendak membunuh aku. Kiranya kau mengincar Bu-tek-cin-keng. Kau hendak mempelajari Hok-te Sin-kun. Ah, mengerti aku. Tentu karena suhu Ji Leng Hwesio tak mau memberi ilmu itu maka kau mencuri kitabnya. Dan Hok-te Sin-kun memang tak boleh dimiliki oleh lebih dua orang. Kau hendak membunuh gurumu karena ingin mewarisi ilmu itu. Tapi kau gagal. Ha-ha, keparat jahanam kau, Chi Koan. Kau hendak membunuh gurumu tapi ditolak guruku mewarisi Hok-te Sin-kun. Bedebah, kau bocah terkutuk!"

Beng Kong mengetahui dan akhirnya mengangguk-angguk mereka anggapannya sendiri. Akhirnya dia tahu bahwa itulah kiranya dia hendak dibunuh. Pantas, anak itu memang keji. Dan karena Chi Koan tak diketahui di mana sementara dia enggan ke Go-bi, wajah dan tubuhnya cacad maka hwesio ini menyingkir dan akhirnya tinggal di bukit kapur di balik Pegunungan Kwang-san. Di balik gunung itu terdapat laut Tung-hai dan di sinilah hwesio itu menetap. Dia tertarik melihat ribuan kepiting di suatu senja, timbul pikiran untuk menyiksa muridnya kelak.

Kepiting itu dapat dipakai untuk membantai muridnya. Sudah terbayang dengan keji bahwa suatu ketika dia akan memotong tubuh muridnya itu, sedikit demi sedikit. Ribuan kepiting itu akan dibawa untuk menggigiti tubuh muridnya. Dia akan melatih binatang-binatang itu agar supaya lebih ganas dan buas. Maka ketika hari demi harinya đilewatkan dengan menguasai hewan-hewan bercapit itu, menggembala dan mengatur mereka sampai mengerti aba-aba yang diberikan maka tak terasa hwesio ini menghabiskan waktunya bertahun-tahun.

Dia tak lupa untuk keluar mendengar kabar muridnya. Tapi karena Chi Koan benar-benar licik dan hwesio ini tak menyangka sama sekali bahwa Chi Koan sudah diambil murid oleh Coa-ong dan kawan-kawannya, jauh sebelum kembali dan diambil murid lagi olehnya di Go-bi maka hwesio itu tak tahu hubungan pemuda ini dengan Raja Ular dan teman-temannya itu.

Beng Kong tak tahu bahwa sejak peristiwa pertama dulu, yakni ketika Chi Koan membuat ribut dengan Peng Houw dan tokoh-tokoh sesat itu muncul hingga Peng Houw diusir oleh mendiang Ji Beng Hwesio maka anak ini disambar dan dibawa lari Kwi-bo. Iblis wanita itu, yang kagum dan tertarik oleh keberanian Chi Koan akhirnya mengambil anak itu sebagai murid. Chi Koan adalah anak yang suka akan petualangan, keberaniannya juga memang mengagumkan dan karena dia cerdik serta banyak akal maka bersama Kwi-bo anak ini menjadi lebih berani dan nakal lagi.

Dia maklum bahwa Go-bi tak mungkin menerimanya lagi. Ji Beng Hwesio kakek gurunya yang keras itu sedang berang. Peng Houw sudah diusir. Maka ketika Peng Houw mengikuti Giok Kee Cinjin untuk menuntut ilmu maka diapun menjadi murid Tujuh Siluman Langit selama enam tahun lebih. Dan selesai menuntut ilmu ini diapun kembali ke Go-bi dan berpura-pura menemui bekas gurunya untuk diterima lagi. Ada dua hal yang membuat anak ini berani kembali ke Go-bi. Pertama adalah karena Ji Beng Hwesio sudah tewas. Dan kedua adalah atas hasil bisik-bisik gurunya Kwi-bo di waktu malam.

“Kau sudah menguasai semua ilmu-ilmu kami. Kau tak akan lagi mendapat pelajaran baru. Sebaiknya kau pergi dan mencari yang lebih hebat, Chi Koan. Kembalilah ke Go-bi dan temui gurumu Beng Kong Hwesio!"

Waktu itu anak muda ini sedang dibelai-belai Kwi-bo. Selama enam tahun ini, sejak Chi Koan dianggap dewasa dan dibuat matang lebih dini maka Kwi-bo sudah mengajari anak ini bagaimana caranya bermain cinta. Usia lima belas tahun telah dinikmati pemuda ini sebagai "malam pengantin". Kwi-bo sering merangsangnya dengan kata-kata dan perbuatan cabul. Maka ketika malam itu dia kembali diajak gurunya dan kebetulan Chi Koan juga senang meladeni, dia selalu bergairah dan sering terbakar berdekatan dengan gurunya yang satu ini maka tiba-tiba Chi Koan terkejut mendengar kata-kata itu.

"Apa? Kembali ke Go-bi? Gila kau, Kwi-bo. Untuk apa dan apa maksudmu?”

“Hi-hiik, cium aku dulu. Ada rencana hebat untukmu, Chi Koan. Aku mendapat gagasan bagus agar kau menjadi orang paling lihai di muka bumi!” wanita ini menggeliat, memberikan pipinya dan sang murid itupun mencium.

Chi Koan agak acuh karena kurang tertarik. Perguruan Go-bi baginya sudah merupakan momok. Apalagi dengan adanya para susioknya yang jelas tak senang dan sering marah kepadanya, belum lagi kakek gurunya Ji Leng Hwesio, yang meskipun jarang bertemu namun kewibawaan hwesio itu terlampau besar. Dan ketika dia duduk dan menerima tubuh gurunya, Kwi-bo bangkit dan merebahkan punggung di dada pemuda ini maka keduanya yang dalam keadaan asik masyuk ini saling membelai dan Kwi-bo terkekeh melihat dada Chi Koan yang bidang, ganti mengusap dan mencium dada itu.

"Hihh, kuatnya. Kau semakin cakep dan gagah. Hi-hik, kau jauh di atas gurumu laki-laki, Chi Koan, bahkan See-tok sendiri. Kau mampu bertanding dengan aku tiga hari tiga malam, sampai aku kalah!”

“Hm, tak usah bicara yang lain. Kita kembali ke persoalan tadi, Kwi-bo. Apa maksudmu menyuruhku pulang ke Go-bi dan menemui bekas guruku Beng Kong lo-suhu?”

“Eh, kau benar-benar ingin tahu?”

“Tentu saja, meskipun agak tak tertarik.”

“Eh, hi-hikk..... kau aneh! Mana ada orang tak tertarik mau bertanya, Chi Koan. Hayo jawab terus terang bahwa kau menyimpan keinginan tahu. Ini persoalan besar yang akan membuatmu paling sakti di permukaan jagad. Aku memiliki gagasan cemerlang yang akan membuatmu dipuji orang sedunia!"

Chi Koan tersenyum. Kalau sudah begini mau tak mau dia terangsang juga. Jari-jemari gurunya yang merayap ke paha dilempar. Ia tak terangsang oleh gerakan itu melainkan oleh sikap dan kata-kata subonya. Kalau Kwi-bo sudah bicara seperti ini tentu benar. Iapun menjadi serius. Tapi ketika subonya cemberut tangan dilempar keluar mendadak subonya itu meloncat bangun dengan membiarkan dada terbuka polos, berguncang dan melahap pandangan pria lapar tapi Chi Koan biasa-biasa saja. Tenang dan bahkan tertawa.

"Kau... hmm, kau tak suka lagi kepada gurumu ini? Kau sudah mempunyai pacar diluar? Kau berani menyakiti subomu dengan tak mau kudekati lagi?"

“Sabar.... sabar....” Chi Koan tertawa. "Kau perasa dan temperamental sekali, subo. Siapa tak suka padamu dan siapa punya pacar di luar. Eh, duduklah. Nanti kau dingin."

“Tidak. Kau menyinggung perasaanku. Kau membuatku marah. Kalau benar kau masih suka kepada gurumu ini coba buktikan dengan perbuatanmu yang biasa. Ayo, apa yang kau lakukan kalau aku begini!”

Chi Koan bangkit dan menyambar subonya ini. Ia tertawa menerkam dan mencium, bukan di pipi melainkan di dada subonya itu, disertai gigitan kecil. Dan ketika sang subo berteriak tapi terkekeh senang maka wanita ini merebahkan punggungnya lagi di dada Chi Koan. Muridnya itu telah memberi tanda khas bagi pernyataan cintanya. Mereka telah berpelukan lagi, Chi Koan kali ini membiarkan subonya meremas-remas pahanya.

“Hm, kau aneh, subo, juga kekanak-kanakan. Baiklah, apa gagasanmu itu dan benarkah bahwa aku bakal menjadi orang paling hebat di dunia.”

"Tentu, aku jamin! Kau bakal senang dan tersohor, Chi Koan. Dan ini tak mungkin kau tolak!"

"Hm, katakanlah, jangan melingkar-lingkar saja. Apa gagasanmu itu dan katakan bagaimana."

Kwi-bo terkekeh. Ia telah dibiarkan meremas paha muridnya lagi dan ini memberi kegembiraan. Berahinya bangkit. Mereka telah bermain cinta setengah hari namun sekarang keinginan itu membakar lagi. Maka ketika Chi Koan bertanya namun ia memeluk dan menyambar leher pemuda itu, tertawa, tiba-tiba Chi Koan diharuskan memenuhi hasratnya dulu.

“Tolol, mana imbalan kalau ingin segalanya terang, Chi Koan. Puaskan dahulu dahaga subomu ini baru kuterangkan!"

"Eh, kau masih kurang?"

"Hi-hik, kenapa tidak? Berdekatan dengan bocah cakap dan gagah sepertimu rasanya tak pernah puas, Chi Koan. Ayo berikan dulu baru kuterangkan!”

Chi Koan sesak napas. Ia sudah dihimpit dan menerima cium bertubi-tubi yang membuat dirinya mendengus. Gurunya ini memang pintar membakar lelaki. Rabaan gurunya tadi akhirnya membangkitkan gairah juga. Betapapun dia pemuda sehat, normal. Maka ketika dibelit dan gurunya sudah mengajak bergulingan untuk kesekian kalinya lagi pemuda ini melayani dan mereguk puas.

Kwi-bo memang wanita panas yang selalu digolakkan berahi. Wanita ini bagaikan gunung api yang tak pernah habis-habisnya menyemburkan lahar. Dan ketika mereka kembali bermain cinta namun dua jam kemudian tergolek lemas maka Chi Koan menarik napas panjang sementara tangan gurunya mengusap-usap pipi.

"Bagus, aihh.... puas aku. Kau kuat dan luar biasa, Chi Koan. Tenagamu melebihi kuda. Hi-hik, See-tok atau Jin-touw sendiri tak sekuat ini!"

“Sudahlah,” Chi Koan merajuk. "Katakan sekarang gagasanmu Kwi-bo. Atau aku pergi dan mengaso di tempat lain."

“Eh-eh, ngambek? Hi-hik, ke sini, bocah cakep. Sekarang aku terangkan dan jangan marah dulu.... cup!” sebuah ciuman mendarat lagi di pipi, Kwi-bo bangkit dan kini menyambar pakaiannya yang berceceran di tanah lalu mengenakannya cepat-cepat.

Chi Koan sudah berpakaian pula dan mereka melawan hawa dingin. Malam itu bulan di atas terasa romantis sekali. Segalanya terasa indah. Lalu ketika wanita ini tersenyum dan duduk lagi maka ia menerangkan buah pikirannya itu.

"Kau sudah tak perlu lagi di sini. Ilmu dari kami bertujuh sudah kau kuras. Kembalilah ke Go-bi dan mintalah agar Beng Kong Hwesio bekas gurumu itu menerimamu lagi sebagai murid. Katakan bahwa kau terlunta-lunta selama ini. Bahwa banyak orang menghinamu padahal kau adalah murid hwesio itu. Bakarlah, panaskan hatinya. Kalau ia sudah menerimamu dan kau menerima pelajaran-pelajaran silat maka Bu-tek-cin-keng adalah sasarannya dan kau dapat mewarisi kepandaian yang hebat-hebat dari gurumu itu!"

“Bu-tek-cin-keng? Kau maksudkan aku.....”

"Benar, tak usah bertanya lagi, Chi Koan. Di dunia ini yang paling hebat hanya warisan kitab itu. Dan kau tahu bahwa kitab itu dibawa Ji Leng Hwesio. Beng Kong adalah muridnya dan ia sekarang amat lihai hingga mampu menandingi Siang Kek dan Siang Lam Cinjin. Apalagi kalau bukan hasil gemblengan tua bangka itu. Nah, dekati gurumu dan perlahan- lahan tariklah perhatian Ji Leng Hwesio agar kelak mau menurunkan ilmunya pula. Paham?"

Chi Koan tergetar hebat. Sejenak ia membelalakkan mata namun tiba-tiba wajahnya berseri. Otaknya yang cerdas cepat menangkap yang lebih jauh. Itu gagasan bagus. Buah pikiran cemerlang! Dan ketika ia tertawa bergelak dan menyambar subonya ini, mencium dan menggulingkannya ke tanah maka sang subo ganti terkejut karena dengan penuh nafsu dan gelora tinggi pemuda itu menciumi gurunya.

“Ha-ha, kau berotak cemerlang, subo. Kau cerdas dan hebat bukan main. Aihh, gagasanmu benar-benar jitu dan aku akan melaksanakan ini!"

“Ufh, lepaskan!" sang subo meronta. “Aku tak kuat lagi, Chi Koan. Cukup! Aku lelah dan kehabisan tenaga. Lepaskan aku dan jangan berteriak seperti orang gila. Nanti gurumu yang lain dengar!"

Chi Koan sadar. Akhirnya ia melepaskan gurunya itu dan pandang matanya berbinar-binar. Ia sungguh mendapat gagasan baik yang luar biasa. Maka ketika ia tertawa melepaskan gurunya, mendaratkan satu ciuman di tengkuk subonya yang membuat Kwi-bo menggelinjang maka pemuda itu bangkit berdiri mengebut-ngebutkan pakaiannya.

"Kwi-bo, aku akan segera berangkat. Segala rencanamu siap kujalankan. Aku tak sabar lagi!”

"Hm, nanti dulu!" sang subo mencengkeram, menahan. "Kau tak boleh begini saja meninggalkan aku, Chi Koan. Jangan seenak itu kau pergi!"

Chi Koan terkejut. "Kau minta lagi?"

"Bukan, bukan itu. Aku sudah puas bermain cinta tapi ada sesuatu yang lain yang akan kuminta. Kau harus berjanji tentang ini dulu baru boleh pergi!"

"Hm, apa yang kau minta?" Chi Koan mengerutkan kening. "Kau aneh, Kwi-bo, melepas tapi juga menahan kakiku!”

"Aku tidak minta macam-macam, melainkan berikan Bu-tek-cin-keng begitu kau dapat. Atau, kalau kau tidak menerima warisan kitab itu biarlah kita berdua mempelajarinya. Jangan beri tahu guru-gurumu yang lain!"

Chi Koan tertegun. Ia memandang gurunya dan tampak senyum aneh pada mata gurunya itu. Tapi mengangguk dan tertawa geli ia berkata, “Kwi-bo, kau seakan begitu gampang mengatur strategi. Seolah semua itu bakal sesuai rencanamu. Bagaimana kalau gagal di tengah jalan atau ada perobahan?"

“Maksudmu?"

"Kau tahu bahwa kitab pusaka itu di tangan Ji Leng Hwesio, sedangkan ia dengan aku tak pernah akrab. Lalu tentang suhu Beng Kong Hwesio bukankah ia lama tak bertemu aku? Mungkin aku dapat memperdayainya memberi ilmu-ilmu silat lain, tapi warisan Bu-tek-cin-keng barangkali harus dipikirkan belakangan dan makan waktu. Aku tentu saja berjanji, namun bagaimana kalau ini juga gagal. Artinya, aku tak dapat membawa kitab itu karena ketatnya tua bangka itu menyimpan!”

“Hm, semuanya dapat diketahui sambil berjalan, Chi Koan. Dan ini dimulai dari Beng Kong Hwesio itu dulu. Dialah kuncinya. Dari bekas gurumu ini segala dapat diatur dan kau harus menanamkan kepercayaan yang kuat hingga ia terkecoh. Aku sudah punya akal. Go-bi amat bermusuhan dengan Heng-san. Nah, dari sinilah adonan kita aduk dan kau pelaksana tunggalnya!"

“Maksudmu?"

"Kau bodoh. Semuanya tak boleh terburu-buru. Pokoknya besok kau berangkat tapi aku ikut!”

"Ikut?”

"Ya, aku ikut, Chi Koan, mengawalmu. Aku akan memantaumu selama di Go-bi dan kita harus selalu bersama!”

“Maksudmu kau juga akan tinggal bersama para hwesio itu?”

“Tidak, aku di luar. Tapi kau dan aku harus selalu tetap berhubungan!”

“Hm," Chi Koan mengangguk-angguk. “Baik, Kwi-bo, aku setuju. Kalau begitu aku akan bersiap-siap dan besok kita berangkat."

Dua orang ini akhirnya meninggalkan teman-teman mereka. Untung bagi Chi Koan bahwa guru-gurunya itu tidak tinggal dalam satu tempat. Mereka berada di tempat yang berdekatan meskipun tidak setiap hari bertemu. Waktu itu Tujuh Siluman Langit sedang dalam persembunyian setelah dinyatakan tewas. Mereka masih hidup dan tak berani keluar karena takut dikejar-kejar masalah Bu-tek-cin-keng itu.

Orang berkedok, yang dulu menipu dan membunuh Ji Beng Hwesio meragukan mereka. Kitab yang mereka rampas ternyata palsu. Ji Beng marah besar dan mengira mereka mempermainkan hwesio itu, padahal sesungguhnya mereka tidak tahu apa-apa dan kitab yang berpindah-pindah dari satu tangan ke lain tangan membuat mereka bingung.

Tadinya mereka mengira bahwa satu di antara mereka mempermainkan. Tapi ketika masing-masing sama bersumpah bahwa kitab tak ada di tangan mereka, justeru mereka difitnah seseorang hingga dikejar-kejar ribuan orang kang-ouw maka mereka menganggap bahwa semua itu hanya akal busuk orang-orang Go-bi saja. Dugaan akhirnya kembali kepada tokoh-tokoh partai itu. Dan karena Ji Leng adalah tokoh utamanya maka mereka menganggap hwesio tua itu sengaja membalas mereka dalam perbuatan mereka merugikan Go-bi.

Kwi-bo menganggap bahwa kitab masih disimpan dedengkot Go-bi itu. Kalau ingin menyelidiki ya harus ke sana. Dan karena Chi Koan adalah orang paling tepat untuk masuk dan menyelundup, pemuda itu bekas murid Go-bi maka rencanapun diatur dan pemuda ini menemui bekas gurunya.

Selanjutnya dengan kecerdikannya yang tinggi Chi Koan berhasil mengelabuhi gurunya. Beng Kong tertipu oleh tangis dan laporan pemuda ini, bahwa karena kepandaiannya yang rendah dari hwesio itu dia dihajar dan dipermainkan si Lutung Hitam, padahal gurunya sekarang terkenal amat hebat dan sakti. Beng Kong terkecoh dan ingat hubungannya dulu. Dan karena dulu memang dia masih sedikit memberi pelajaran silat, Chi Koan menunjukkan babak-belurnya akhirnya Chi Koan dan gurunya pergi ke Lok-yang membunuh si Lutung Hitam itu.

Semua ini adalah sandiwara Chi Koan yang cerdik. Hwesio itu tak tahu bahwa sebenarnya bekas muridnya ini sudah amat lihai. Chi Koan mewarisi ilmu-ilmu silat Tujuh Siluman Langit. Tapi karena begitu pandai pemuda ini membawa diri dan ia menjatuhkan hati bekas gurunya itu, Beng Kong percaya dan akhirnya mengambil lagi muridnya itu maka didapatlah pelajaran-pelajaran hebat dari Go-bi.

Chi Koan mempelajari Cui-pek-po-kian dan Thai-san-ap-ting, juga ilmu meringankan tubuh Lui-thian-to-jit yang amat hebat itu. Dan karena semua ilmu-ilmu ini jelas lebih unggul dibanding milik Tujuh Siluman Langit, dengan Cui-pek-po-kian atau Thai-san-ap-tingnya itu dulu mendiang Ji Beng Hwesio mampu menghajar Coa-ong dan kawan-kawan maka Chi Koan tak pernah mempergunakan ilmu dari tujuh gurunya setelah mendapat gemblengan Beng Kong Hwesio.

Kwi-bo benar. Ia sekarang lebih hebat daripada dulu. Tapi karena masih ada sebuah ilmu lain yang belum dapat dipelajarinya, Hok-te Sin- kun dari Bu-tek-cin-keng yang dahsyat maka Chi Koan memasang akal bagaimana supaya mendapatkan ilmu itu. Hok-te Sin-kun ternyata ilmu bersyarat. Ilmu itu tak boleh dimiliki oleh lebih dua orang atau pemiliknya bakal mati. Chi Koan mengetahui ini setelah berkumpul kembali dengan gurunya itu. Dan karena dengan Hok-te Sin-kun ternyata gurunya hebat, Cui-pek-po-kian ataupun Thai-san-ap-ting tak mampu menandingi tentu saja pemuda ini penasaran dan ingin menguasai ilmu itu.

Akal berani dan penuh resiko dijalankan. Chi Koan meluruk dan menantang dedengkot Heng-san, Siang Kek Cinjin. Dia tertangkap dan tentu saja dipermainkan. Menghadapi kakek sakti itu harus dengan Hok-te Sin-kun. Hanya dengan ilmu dahsyat itu sesepuh Heng-san ini bakal roboh. Maka ketika dia tertangkap dan ini disengaja, gurunya mendengar dan akhirnya marah besar maka datanglah Beng Kong Hwesio dan selanjutnya kita tahu apa yang terjadi.

Hwesio itu bertanding hebat dengan lawannya. Siang Kek memasang jebakan dan guru serta murid dalam bahaya. Dan ketika kakek itu akhirnya tewas sementara Beng Kong putus dan buta mata kirinya, yang menang maupun kalah sama-sama menderita rugi maka Chi Koan melempar dinamit namun gagal membunuh gurunya itu.

Mereka sama-sama jatuh ke jurang yang dalam dan Chi Koan berhasil ditemukan dedengkot Go-bi, menangis dan mengguguk sampai akhirnya dia berhasil menipu pula tokoh Go-bi ini, pulang dan mencuri Bu-tek- cin-keng untuk kemudian lari meninggalkan tempat itu. Dan ketika Ji Leng sadar namun terlambat, semuanya sudah terjadi maka Peng Houwlah akhirnya yang memiliki warisan ilmu itu beserta sinkang si hwesio.

Beng Kong menyingkir dan tinggal di pegunungan Kwang-san itu, tentu saja tak tahu peristiwa-peristiwa ini namun kabar tentang Chi Koan selalu didengar. Maka ketika hari itu hwesio ini bertemu Peng Houw, tak menduga bahwa itulah murid keponakannya, Peng Houw sekarang tentu saja bukan Peng Houw yang masih kanak-kanak dulu dan gagah serta cakap maka hwesio ini kaget sekali pemuda itu bisa mainkan dan melepas Hok-te Sin-kang.

Paman guru dan murid keponakan sama-sama heran. Mereka saling terkejut bahwa ada orang lain lagi yang memiliki warisan Bu-tek-cin-keng itu. Dan ketika hwesio itu lari memasuki hutan tapi sebenarnya mengintai dan melotot dari dalam, Peng Houw bersila menunggu lawan maka hwesio ini gusar dan berpikir apa yang akan dia lakukan.

Siang lewat dengan cepat dan senja pun datang. Senja berakhir terganti malam gelap. Dan ketika Peng Houw masih duduk di situ sementara Beng Kong Hwesio mendelik dan sudah mendapat apa yang harus dia lakukan maka ketika pemuda itu membuat api unggun tiba-tiba hwesio itu menyerang melepas pukulannya.

“Blub!” Api padam. Peng Houw tersenyum dan bangkit berdiri. Betapapun dia tahu bahwa lawan bersembunyi. Tatapan mata bulat yang marah itu terasa juga getarannya. Dia membalik. Dan ketika Peng Houw bersiap diri menerjanglah hwesio itu dengan bentakan menyeramkan.

“Anak muda, sebutkan namamu. Aku tak mau membunuh orang tak dikenal!"

"Hm,” Peng Houw mengelak, dia mengandalkan pendengarannya. "Kaulah yang harus memperkenalkan dirimu, orang tua. Kau memiliki Hok-te Sin-kun, watakmu aneh. Siapa kau atau nanti aku yang akan merobohkanmu... plak-dukk!”

Peng Houw menangkis dan akhirnya tak mungkin pmenghindar, dikejar dan mengangkat tangan dan lawan terpental. Terdengar teriakan tertahan seakan tak percaya. Beng Kong berjungkir balik. Namun ketika hwesio itu membentak lagi dan menyerang melepas pukulan-pukulan dahsyat, ia tercengang dan penasaran maka di malam gelap itu Peng Houw mengelak dan menangkis. Dan tangkisan-tangkisannya selalu membuat lawan terpental. Paling sedikit hwesio ini terhuyung dan Peng Houw juga tercengang bahwa orang itu benar-benar menguasai Hok-te Sin-kun. Silatnya menderu-deru dan tangan atau kaki itu bergerak luar biasa cepatnya.

Tak ampun lagi pohon-pohonpun roboh tumbang. Bulan muncul sedikit dan bintang-bintang di langit pun mengintai. Tidak banyak, namun cukup bagi keduanya untuk saling melihat wajah lawan. Dan ketika hwesio itu semakin terkejut karena pukulan-pukulannya terbentur tenaga kuat, pemuda itu juga menguasai Hok-te Sin-kun hingga dapat mengelak atau mendahului menangkis, dia benar-benar terkejut sekali maka lawan tiba-tiba membentak dan membalasnya.

"Orang tua, robohlah!"

Peng Houw melakukan gerak yang disebut Delapan Penjuru Dikuasai Tenaga Dunia. Jurus atau gerak ini dulu juga dipakai merobohkan Chi Koan hingga pemuda itu tersentak, mau mengelak tapi dari mana-mana mengurung tenaga sinkang itu. Dan karena sinkang pemuda ini adalah warisan Ji Leng Hwesio dan Beng Kong tentu saja kalah maka hwesio itu juga berteriak seperti Chi Koan ketika tiba-tiba ia tak dapat mengelak. Pukulan delapan penjuru itu menahannya, ia tersentak.

Dan ketika tengkuk atau belakang kepalanya ditampar Peng Houw, hwesio itu terjungkal maka Beng Kong mengeluh namun sama seperti muridnya hwesio inipun dapat bergulingan meloncat bangun, terkejut dan melengking keras dan tongkat penyangga kaki diputar cepat. Ia melihat Peng Houw mengejar, ia tak mau roboh. Dan ketika tongkat menghantam namun bertemu telapak Peng Houw yang kuat maka.... krak, tongkat itupun hancur dan hwesio ini terjengkang.

Beng Kong tak mampu lagi menguasai dirinya dan Peng Houw menotoknya. Cepat luar biasa pemuda itu menghentikan pertandingan dengan tekukan lutut, mengenai sendi atau lutut lawan di mana hwesio itu mengerang-erang. Dan ketika Peng Houw berdiri dan kagum memandang lawan, orang tua itu tak dapat berdiri maka ia terharu melihat lawan tiba-tiba mengguguk.

"Bunuhlah... bunuhlah pinceng. Hu-huu... bunuhlah pinceng, anak muda. Kau lihai dan hebat sekali. Pinceng benar-benar tua bangka yang rapuh! Anak-anak muda selalu menyakiti pinceng, hu-huu....!”

Peng Houw tertegun. Kau... kau seorang hwesio?"

"Tak usah banyak cakap. Bunuhlah aku, anak muda. Bunuh dan habis perkara!"

"Hm, tidak," Peng Houw berlutut dan mematahkan sedahan pohon, memberikan itu sebagai pengganti tongkat bambu yang hancur, membebaskan totokan. "Aku tak dapat membunuhmu, orang tua, justeru aku melihat bahwa kau dan aku tampaknya ada hubungan. Kau memiliki Hok-te Sin-kang, kau menguasai pula Lui-thian-to-jit. Kau pasti orang Go-bi atau pernah ada hubungan dengan Go-bi!”

“Kau... kau siapa?"

"Aku Peng Houw," Peng Houw mengalah, memberitahukan namanya dulu. “Aku murid Go-bi dan sedang dalam perjalanan mencari seorang pemuda jahat."

"Peng Houw? Kau... kau anak kecil itu? Kau murid Lu Kong-suheng?”

Peng Houw ganti terkejut. Disebutnya nama Lu Kong-suheng membuat dia terbelalak. Dan ketika dia memandang orang tua itu mendadak lawannya ini menubruk dan menangis tersedu-sedu.

"Oh, kau kiranya, Peng Houw. Kau sudah besar dan gagah tampan. Kau... kau kiranya murid keponakanku sendiri. Kau murid suhengku Lu Kong-suheng!"

“Jadi.... jadi locianpwe ini.....?”

“Benar!” Beng Kong tak perlu menyembunyikan diri lagi. "Aku paman gurumu, Peng Houw. Pinceng Beng Kong Hwesio. Kita bertemu secara menyedihkan. Ooh, ini barangkali dosa-dosaku kepada suheng!"

Ketika Peng Houw tertegun dipeluk erat-erat, dia seakan tak percaya dan ragu bahwa orang ini adalah paman gurunya maka dia mendesah dan melepaskan diri. Wajah dan cacadnya tubuh itu meragukannya. “Maaf, susiokku Beng Kong Hwesio tak seperti ini, locianpwe. Maksudku.... maksudku dia tidak cacad. Kau... kau...”

“Ini hasil perbuatan jahanam Chi Koan! Ini pembalasannya kepadaku. Oh, anak itu jahanam tak berjantung, Peng Houw. Aku dibuatnya begini dan cacad seumur hidup. Aku menanggung malu dan dendam. Aku ingin merajam anak itu dan membunuhnya kelak!" suara atau bentakan itu membuat Peng Houw mundur. Kakek ini menghentak-hentak dan tanah tergetar kuat oleh tendangan kakinya itu. Tapi ketika Peng Houw terbelalak dan mengamati penuh perhatian maka hwesio ini bangkit berdiri mengencangkan ototnya.

"Lihat, siapa bisa melakukan pukulan ini, Peng Houw. Kau tentu kenal Thai-san-ap-ting dan ilmu-ilmu Go-bi. Pinceng akan merobohkan itu!”

Sang hwesio menampar dan melakukan pukulan jarak jauh. Ia melepas Thai-san-ap-ting dan beberapa ilmu lain, dikenal dan Peng Houw mengangguk-angguk. Lalu ketika Peng Houw mulai yakin bahwa ini paman gurunya, sungguh perobahan terasa begitu besar maka ia mendengar hwesio itu terisak-isak.

"Pinceng.... pinceng rupanya harus menebus dosa. Pinceng diakali jahanam keparat Chi Koan. Dia benar-benar cerdik tapi licik. Ah, beruntung Lu Kong suheng mendapatkan dirimu, Peng Houw. Kau jauh lebih baik dan mulia dibanding anak itu. Pinceng menyesal!"

"Hm, apa yang terjadi? Bagaimana mula-mula susiok bisa begini," Peng Houw teringat kata-kata gurunya, terharu dan meraba pundak kakek itu dan sekarang dia yakin bahwa ini benar-benar paman gurunya. Ji Leng, kakek atau gurunya itu memberi tahu bahwa paman gurunya ini masih hidup. Setelah kakek itu wafat dan melayang di dunia halus, di alam roh kakek itu berkata bahwa arwah atau roh paman gurunya ini tidak ada.

Hal itu berarti bahwa Beng Kong Hwesio masih hidup. Paman gurunya itu ada di dunia dan kini dia membuktikan, meskipun hampir dia tak dapat mengenal wajah dan tubuh yang rusak ini. Tapi ketika dia memeluk dan terharu, Beng Kong tersedu-sedu segera Peng Houw mengajak pamannya itu duduk.

“Sudahlah, Chi Koan memang jahat, susiok. Dan Ji Leng lo-suhu sendiri juga ditipunya. Aku mencari dan mendapatkan anak itu, sayang dia lari dan kabur. Dia mencuri Bu-tek-cin-keng."

“Dan kau...., kau menguasai Hok-te Sin-kun, Peng Houw. Dari mana kau belajar dan mendapatkan itu?"

"Dari Ji Leng lo-suhu sendiri....”

“Guruku itu? Astaga, kalau begitu ia melanggar pantangan!"

"Benar, dan..." Peng Houw ragu-ragu, hampir memberi tahu wafatnya tokoh Go-bi itu. "Kau sendiri bagaimana masih hidup, susiok? Bukankah kau dikabarkan tewas di Heng-san?”

"Pinceng selamat, Tuhan masih memberi umur panjang. Hmm, seru ceritanya, Peng Houw. Tapi ini akan pinceng pergunakan untuk mencari dan membalas murid durhaka itu. Dia telah mencuri Bu-tek-cin-keng, berarti menguasai pula Hok-te Sin-kun. Dugaan pinceng benar dan inilah sebabnya dia hendak membunuh pinceng!"

"Coba susiok ceritakan bagaimana awal mulanya itu. Bagaimana susiok selamat tapi menjadi seperti ini.”

"Aku banyak dosa," hwesio itu merenungi dan menatap kakinya yang buntung. "Agaknya dosa ini harus pinceng bayar, Peng Houw. Dan sekarang sungguh pinceng saksikan bahwa Lu Kong-suheng benar. Pinceng memanjakan anak itu, sementara kau digembleng dan mendapat didikan keras dari mendiang gurumu. Hm, apalagi yang harus dikata? Kau emas sementara Chi Koan barang rombeng! Pinceng tertipu luar dalam. Anak itu seperti ular!”

"Coba susiok ceritakan bagaimana asal mula kejadian itu. Benar juga kata Ji Leng lo-suhu bahwa susiok masih hidup. Hm, Chi Koan benar-benar keji dan amat jahat. Kalau dia tidak dirobohkan dan membawa Bu-tek-cin- keng itu ke mana-mana jangan-jangan nanti dunia bakal semakin kacau lagi!"

Post a Comment

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.