Prahara Di Gurun Gobi Jilid 03 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Serial Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara

"ENYAHLAH...!” Kibasan atau dorongan ujung baju ini hebat bukan main.

Kwi-bo yang sedang menari-nari dengan silat Thian-mo-bunya tiba-tiba terlempar dan jatuh ke anak murid, Coa-ong juga mencelat dan terbanting bergulingan. Tapi kalau kakek itu berdebuk dan terpekik pantatnya jatuh duluan, menghantam batu keras adalah Kwi-bo yang telanjang bulat dan berbugil-ria ini jatuh dan menimpa kepala anak-anak murid Go-bi. Mereka itu melotot dan kagum akan tubuh si cantik. Kwi-bo memang cantik dan menggairahkan, bentuk tubuhnya itu luar biasa sekali. Bisa kencing berdiri kaum laki-laki kalau melihat ini.

Maka begitu dia menimpa dan jatuh di sekumpulan anak murid, dada dan pinggulnya yang indah menimpa dua kepala anak murid Go-bi maka dua orang anak murid itu justeru bukannya kesakítan melainkan malah menjerit girang dan masing- masing meraba atau meremas tubuh wanita itu, lupa bahwa di situ ada wakil ketua mereka, terbakar atau sudah terangsang oleh bentuk tubuh si Ratu Iblis ini.

“Wah, cihuiii...!”

"Lezat...!”

Kwi-bo terkekeh. Dia sendiri menjadi geli ketika pinggul dan buah dadanya diusap dua hwesio muda itu. Pekik yang semula ada sekonyong-konyong berubah menjadi tawa genit, dua hwesio itu sudah menerima dan meremas-remas tubuhnya. Tapi begitu dia berdiri dan dua lelaki itu berebut menyambar tubuhnya lagi, ingin meremas dan melampiaskan birahi yang sudah membakar sekonyong-konyong wanita ini bergerak dan cambuknya melecut ke kiri kanan.

“Terima kasih, hi-hik... plak-plak!l" dua hwesio itu menjerit. Mereka roboh dan tiba-tiba putus lehernya. Rambut Kwi-bo telah membabat dan tiba-tiba setajam gunting, melecut dan menyabet dua leher hwesio muda itu sampai mereka terbanting. Kejadian berlangsung demikian cepat hingga mungkin dua anak murid itu sendiri tak merasa kalau sudah melayang ke akherat. Begitu cepatnya! Dan ketika yang lain menjadi geger dan Ji Beng berseru keras, marah dan berkelebat melepas pukulan maka si Ratu lblis itu berjungkir balik dan mengelak tamparan dahsyat ini.

"Hi-hik, tak usah marah. Mereka memegang dan meremas-remas tubuhku, Ji Beng. Siapa saja yang kurang ajar tentu harus menebus nyawanya... dess!” pukulan itu menghantam tanah, dahsyat dan menggetarkan namun si cantik sudah berpindah ke tempat lain, terkekeh dan menggoyang-goyangkan tubuhnya lagi hingga semua laki-laki tiba-tiba melotot.

Pinggul dan buah dada yang digoyang-goyang itu sungguh membuat mata serasa melekat. Ada daya hipnotis tinggi atau sihir yang amat berpengaruh sekali yang membuat anak-anak murid itu kagum. Mereka terpesona! Namun ketika hal ini justeru membuat Ji Beng Hwesio gusar dan naik darah tiba-tiba hwesio itu berkelebat dan menggerakkan kedua tangannya dari luar ke dalam mengurung si Ratu Iblis itu, cahaya berkilat meledak dari sepasang lengan hwesio ini.

"Aihhh..., tolong, Coa-ong. Tua bangka ini mengeluarkan Lui-kong-toat-beng (Sinar Kilat Mencabut Nyawa)... blarrr!"

Pukulan itu menggetarkan gurun, menggelegar dan dahsyat dan jauh lebih dahsyat daripada pukulan pertama tadi. Sinar panas yang menyertai pukulan ini tiba-tiba membuat tempat berpijak Kwi-bo hangus, wanita itu sendiri menjerit dan menjejakkan kakinya kuat-kuat ke atas, berteriak pada temannya untuk cepat menolong. Dan ketika Coa-ong juga terkejut dan melepas satu ularnya, menghantam dan membokong hwesio itu dari belakang maka Ji Beng yang hendak memapak turunnya si Ratu Iblis terpaksa membalik dan menyambut pukulan atau ular si kakek jahat ini.

"Bress-krakk!” Ular hancur dan Coa-ong sendiri terpelanting. Kakek itu ditangkis dan serangan gelapnya ini tak membawa hasil, bahkan dia harus menyeringai karena tangkisan atau sambutan si hwesio membuat napasnya sesak! Namun karena hal itu cukup menolong Kwi-bo, Ratu Iblis ini meluncur turun dan cepat berjungkir balik menjauhkan diri maka selanjutnya wanita cantik itu membalik dan menerjang anak-anak murid Go-bi, melampiaskan marahnya didesak Ji Beng Hwesio.

"Kalian melotot tak tahu diri. Daripada bengong di sini tak mau menolong aku lebih baik kalian enyah. Hayo, roboh dan roboh..... des-dess!"

Anak-anak murid dilempar dan menjerit serta berteriak, tak menyangka dan tentu saja tersapu bagai daun-daun kering diamuk wanita ini. Dan ketika Kwi-bo terkekeh dan berkelebatan lagi, memukul atau menendang anak-anak murid itu maka dia menyambar Peng Houw yang terbelalak dan sejak tadi menjublak di situ.

"Heii, kau. Ayo ikut aku dan kita mengobrak-abrik tempat ini... wut!"

Si bocah berteriak tertahan, tahu-tahu sudah disambar dan ditotok si Ratu Iblis ini. Peng Houw hendak memberontak namun apa daya dia kalah cepat. Semuanya sudah terjadi dan dibawalah anak itu terbang memasuki ruangan demi ruangan. Dan ketika Kwi-bo mengobrak-abrik atau menghajar siapa saja yang ada di dalam, anak- anak murid yang terbelalak dan bengong karena wanita ini masih telanjang bulat maka Go-bi benar-bena geger dan Coa-ong yang melihat perbuatan temannya itu tiba-tiba juga berkelebat dan memasuki ruangan yang lain. Menjauhkan diri dari Ji Beng Hwesio yang lihai sambil melampiaskan kemarahan menendangi apa saja yang ada di situ!

"Heh-heh, bagus, Kwi-bo. Hajar dan ratakan saja tempat ini. Ji Beng manusia tolol yang semena-mena dengan kepandaiannya. Ha-ha, biarkan dia bingung mengejar satu di antara kita... brak-brakk!” meja kursi tunggang-langgang, disepak atau dihajar kakek ini dan dua orang itu tiba-tiba sudah memecah diri. Satu ke timur sedangkan yang lain ke barat. Dengan begini Ji Beng Hwesio tak dapat menghadapi mereka berdua dan mau tak mau harus mengejar satu di antaranya, entah Coa-ong atau Kwi-bo.

Dan ketika hwesio itu terbelalak dan meram-melek, kemarahannya terbakar lewat pandang matanya maka hwesio itu tiba-tiba berkelebat dan Beng Kong Hwesio yang bersila duduk memulihkan tenaga tiba-tiba ditendang dan dihardik. "Beng Kong, ini semua gara-gara kau. Kejar dan tangkap si Kwi-bo, pinceng akan menghadapi Coa-ong!"

Hwesio tinggi besar itu bergetar. Dia ditendang dan mencelat tapi masih dalam keadaan bersila. Susioknya tadi menendang bukan sembarang menendang melainkan menyentuh pula jalan darah di atas pinggangnya, jalan darah besar di mana tiba-tiba aliran darah menjadi lancar dan deras. Hwesio ini telah kutung sebagian besar jari-jari tangannya namun masih dapat bergerak tangkas ketika meloncat bangun. Susioknya tadi telah memulihkan tenaganya dengan tendangan di atas pinggang, bergerak dan membuka mata dan dilihatnya kekacauan di Go-bi itu.

Semua ribut-ribut itu memang sudah didengar tapi karena ia tadi memulihkan tenaganya maka semua suara-suara itu seakan lewat saja di telinganya. Beng Kong bergetar dan terbelalak melihat dua orang hwesio muda tewas dengan tubuh mengerikan, kepalanya ditabas. Namun begitu hwesio ini menggeram dan jelalatan ke timur tiba-tiba dia berkelebat dan mendengar hiruk-pikuk yang dilakukan Kwi-bo.

"Keparat!" hwesio itu marah juga, "Jangan mengacau, Kwi-bo. Berhenti dan jangan merusak benda-benda Go-bi!”

"Hi-hik!" Kwi-bo menendang dan memanggul tubuh Peng Houw. "Kau keledai gundul yang tak tahu terima kasih, Beng Kong. Sudah ditolong masih juga memaki. Ah, lebih baik kita berteman dan cari kitab Bu-tek-cin-ong itu... bres-bress!"

Tujuh anak murid Go-bi dilempar dan roboh menjerit, tadi menghadang namun dengan cepat si Ratu Iblis itu bergerak dan mendahului lawan. Hwesio muda rata-rata melotot melihat tubuhnya. Dia sengaja telanjang bulat untuk mengacau perhatian lawan. Ji Beng tak mampu ditundukkannya tetapi anak-anak murid pasti bisa. Ratu Iblis itu telah melihat sorot birahi pada hwesio-hwesio muda itu, sorot ingin melakukan percintaan dan tentu saja Ratu Iblis itu tertawa.

Dan ketika semua penghadang rata-rata tertegun dan berhenti sejenak, mereka "silau" oleh tubuh wanita ini maka Kwi-bo berkelebat dan robohlah murid-murid Go-bi yang tak tegar imannya itu. Mereka adalah hwesio-hwesio muda yang memang kurang terlatih. Bertahun-tahun hidup menyendiri dan tanpa wanita memang mudah membangkitkan keinginan dan hasrat yang tidak-tidak, apalagi Kwi-bo yang begitu cantik dan mempesona berbugil-ria mempertontonkan keindahan tubuhnya yang memang aduhai.

Maka begitu mereka terbelalak dan ini dipergunakan Ratu Iblis itu untuk menampar atau menendang mereka maka belasan hwesio tiba-tiba roboh dengan kepala pecah dan dua di antaranya terloncat biji matanya oleh pukulan si Ratu Iblis. Entah oleh pukulan itu atau karena memang sebelumnya sudah terlalu melotot!

"Keparat!" Beng Kong Hwesio tak tahan lagi, mengejar namur lawan menyelinap masuk keluar ruangan. "Berhenti, Kwi-bo. Berhenti atau pinceng akan membunuhmu!"

"Ihh...!" Kwi-bo terkekeh genit, meloncat dan berjungkir balik menghindari sebuah serangan jarak jauh hwesio itu. "Kau terlalu galak, Beng Kong. Tapi kalau kau ingin main-main denganku boleh saja. Mari, mendekat dan di sini kita bertanding!"

Ratu Iblis yang bergerak dan memutar tubuhnya tiba-tiba berhenti dan tidak melarikan diri lagi. Pukulan si hwesio sudah meledak di sampingnya dan kini hwesio itu berkelebat mengejar. Beng Kong langsung melepas pukulan lagi ketika wanita itu membalik. Namun begitu pandang matanya "silau" oleh bagian-bagian tertentu dari si cantik itu, Kwi-bo terkekeh, maka hwesio ini terkesima dan pukulannya merambat setengah jalan.

"Dess!” Beng Kong Hwesio terpelanting. Hwesio itu kaget dan berteriak keras dan Kwi-bo tiba-tiba menyerangnya. Wanita cantik itu terkekeh dan rambut di atas kepalanya yang harum dan indah tiba-tíba saja melecut dan membalas. Suaranya meledak-ledak dan repotlah hwesio itu bergulingan ke sana ke mari. Dan karena lawan bertelanjang bulat sementara dia masih terguncang oleh bagian-bagian tertentu dari tubuh si Ratu Iblis itu maka dua lecutan rambut mengenai pipinya dan Beng Kong Hwesio seketika mengeluh.

"Prat-prat!"

Hwesio ini terhuyung-huyung. Anak-anak murid tiba-tiba berdatangan lagi dan berteriaklah hwesio itu menyerang lawan. Dia kesakitan dan karena itu bangkit kemarahannya. Tapi ketika lawan meliuk dan menari-nari indah, Thian-mo-bu atau Tarian Hantu Langit dikeluarkan wanita ini maka semua bengong karena kagum akan gerak indah yang amat memikat itu.

"Prat-prat!" Beng Kong Hwesio mengeluh lagi. Untuk kedua kalinya dia menerima hajaran, terpelanting dan jatuh lagi namun perasaannya sudah tidak keruan lagi. Beng Kong Hwesio adalah tokoh yang lihai dan karena itu empat kali lecutan rambut masih juga dapat membuatnya bangun, padahal kalau murid lain pasti tewas dan tinggal nama. Namun karena dia memiliki beberapa sifat yang kurang baik dan satu di antaranya adalah suka mengintip atau mengerling wanita-wanita cantik, hal yang belum diketahui tetua Go-bi maka begitu sekarang melihat kepolosan tubuh lawannya ini hwesio itu panas dingin dan "meremang".

Beng Kong Hwesio terguncang dan karena itu berkali-kali dia mendesis ditahan. Kalau saja yang dihadapi adalah Coa-ong dan bukan wanita ini tentu dia dapat melakukan perlawanan sengit. Tapi karena yang dihadapi adalah Kwi-bo dan Ratu Iblis ini terkekeh-kekeh mempergunakan keindahan tubuhnya, murid-murid yang lain juga bengong dan melotot oleh daya pikatnya ini maka Beng Kong Hwesio mengeluh panjang pendek ketika dihajar jatuh bangun oleh lawannya ini.

Kwi-bo diam-diam kaget dan penasaran juga bahwa lawan yang sudah terhuyung-huyung ini mampu juga bertahan, jatuh bangun dan jatuh bangun lagi. Maka ketika dia tertawa nyaring dan mendongkol oleh kekuatan lawannya, murid Ji Leng Hwesio ini memang patut dikagumi mendadak wanita itu berkelebat mengelilingi lawan dan tiba-tiba rambutnya berputaran cepat melilit leher si hwesio.

"Hi-hik, kuat dan bandel. Baiklah, kalau tak mau diajak baik-baik berkawan denganku boleh kau roboh, hwesio tengik. Rasakan ini dan sekarang kau tak dapat bangun lagi... rrtt!" rambut tiba-tiba membelit dan melilit, cepat dan luar biasa karena hwesio itu baru saja bangkit berdiri.

Beng Kong masih terhuyung dan kepalanyapun pening, bukan semata oleh pukulan-pukulan lawan tetapi juga karena pemandangan itu. Tubuh Kwi-bo memang terlalu penuh pesona! Maka begitu rambut membelit dan hwesio ini tercekik tiba-tiba kaki wanita itu menjejak dan Beng Kong Hwesio mengeluarkan teriakan tertahan. "Augh!”

Kwi-bo terkekeh. Jejakan ke dada lawannya itu membuat tarikan semakin kuat. Beng Kong Hwesio melotot karena napasnya terhenti, rambut melilit dan tajam mengiris kulit. Namun karena dia adalah murid utama dan sinkang cepat dikerahkan naik maka begitu melotot tiba-tiba tangannyapun bergerak menarik rambut itu, membuat lawan tertarik ke depan dan siap beradu kepala!

"Aiihhhh...!” Kwi-bo tak menyangka. Tindakan Beng Kong Hwesio memang jitu dan tepat sekali. Hwesio itu hendak mengadu jiwa, dengan jalan mengadu kepala. Tapi karena wanita ini tentu saja tak mau dan Kwi-bo menggerakkan tangan yang lain maka serudukan atau tumbukan kepala hwesio itu diterima telapak tangannya.

“Plak!" Beng Kong Hwesio mengeluh. Hwesio ini roboh dan terguling pingsan. Di ubun-ubunnya terdapat cap lima jari yang merah membara. Dan ketika hwesio itu tak bergerak lagi dan Kwi-bo melepaskan lilitan rambutnya maka wanita itu berkelebat dan menggertak murid-murid lain yang akan maju ragu-ragu.

“Hayo, siapa mau mampus. Boleh coba dan mari menerima tamparanku!"

Murid-murid mundur. Mereka gentar dan akhirnya membiarkan saja wanita itu terkekeh berkelebat ke ruangan lain. Tapi ketika beberapa di antaranya membuntuti dari jauh dan tetap mengganggu wanita itu maka Kwi-bo melepaskan pukulan jarak jauhnya dan memasuki ruangan-ruangan lain untuk mencari kitab Bu-tek-cin-keng, sampai akhirnya tiba di belakang dan tertariklah wanita itu akan sebuah ruangan gelap di mana semua murid yang mengejar tiba-tiba berhenti.

Mereka pucat menjatuhkan diri berlutut menghadap ke ruangan gelap itu, berseru dan mencegah agar si Ratu Iblis itu tak memasuki pula ruangan itu, murid-murid kelihatan marah tapi juga bingung. Dan ketika wanita ini malah gembira dan memasuki ruangan terakhir itu, yang ada di belakang maka Kwi-bo terkekeh dan melesat ke dalam, gerakannya seperti seekor burung walet menyambar.

"Hi-hik, kalau begitu di sini Bu-tek-cin-ong berada, keledai-keledai gundul. Biar aku masuk dan kalian boleh menggonggong di situ!"

Namun baru wanita ini masuk beberapa tombak mendadak terdengar kesiur angin dingin menyambar dari dalam, langsung menyambut atau mendorong wanita itu hingga Kwi-bo terpekik. Ratu Iblis ini tentu saja menggerakkan tangannya dan menghantam. Tapi ketika dia terlempar dan terbanting terguling-guling, bukan main kagetnya maka terdengar serun lirih mengusir wanita ini.

"Omitohud, enyahlah, Kwi-bo. Tempat ini tak boleh dimasuki siapa pun!"

"Keparat!" wanita itu memekik, segera mengenal suara itu. "Kau kiranya, Ji Leng Hwesio. Ah, kau jahanam dan aku akan masuk!" dan Kwi-bo yang meloncat bangun dan berjungkir balik menerjang tiba-tiba kembali masuk dan nekat memenuhi keinginannya. Namun ketika kembali berkesiur angin dingin itu dan wanita ini menjerit lagi-lagi si Ratu Iblis terbanting. "Aduh, keparat kau, Ji Leng. Tapi aku akan tetap masuk!"

“Tak boleh," suara itu lirih dan lemah. "Kembali dan tinggalkan tempat ini, Kwi-bo. Wanita macam kau tak boleh mengotori tempat ini... dess!" dan Kwi-bo yang kembali terlempar dan mencelat terguling-guling akhirnya tujuh kali didorong dan diterbangkan keluar.

Wanita itu melengking-lengking dan sudah mencoba untuk membalas atau menghindar. Bahkan, ketika dorongan terakhir mendorongnya demikian kuat tiba-tiba dia menjejakkan kakinya dan berusaha lewat atas, mengira pukulan itu akan meluncur di bawah namun tak tahunya dari segala penjuru angin dorongan itu menyambar. Dia membentur tembok tenaga yang amat dahsyatnya dan tiba-tiba sebuah totokan jarak jauh bercuit mengenai lututnya. Dan ketika dia terbanting dan menjerit kesakitan, lutut serasa hancur maka wanita itu pucat dan gentar, apa boleh buat bergulingan menjauh keluar dari kamar atau tempat gelap itu.

"Ji Leng, kau tua bangka keparat. Tak tahu malu terhadap wanita!”

"Hm!" helaan napas panjang itu lembut dan sareh. "Pinceng tak ada urusan denganmu, Kwi-bo. Dan kaupun tahu tak boleh ada wanita yang masuk ke sini. Pergilah, atau kakimu nanti lumpuh semua."

Wanita ini melengking-lengking. Akhirnya dia meloncat bangun dan terpincang menyambar anak-anak murid yang berlutut. Jalan keluar memang dipenuhi hwesio-hwesio muda itu. Dan ketika Kwi-bo melayang dan mengetuk kepala anak-anak murid itu, yang tak berani berdiri mendengar adanya suara di kamar gelap itu maka Kwi-bo tiba-tiba menjerit karena entah bagaimana kepala anak-anak murid yang diketuknya untuk dibunuh itu tiba-tiba keras dan membuat jarinya kesakitan, mental dan berkeratak.

"Aduh, jahanam Ji Leng Hwesio. Kau tak kenal kasihan, tua bangka, Awas kau berhutang dua kali!"

Kwi-bo meluncur dan menangis. Anak-anak murid tertegun dan tak ada satupun yang tahu bahwa tadi ketika ketukan atau jari wanita itu akan menewaskan hwesio-hwesio yang berlutut maka dari kamar gelap itu menyambar sepotong "papan" cahaya yang menangkis atau menerima ketukan jari si Ratu Iblis itu. Cahaya ini menyambar demikian cepat hingga tak ada anak-anak murid Go-bi yang melihat, kecuali si Ratu Iblis itu sendiri. Dan ketika papan cahaya itu menangkis dan mementalkan jarinya, yang kalau diteruskan tentu akan patah sendiri maka si Ratu Iblis memekik-mekik dan pucat serta semakin gentar saja.

Ji Leng Hwesio menunjukkan kesaktiannya dan tanpa memperlihatkan diri ketua Go-bi itu menyelamatkan murid-muridnya, bukan main hebatnya. Dan ketika wanita ini meluncur dan terbang meninggalkan tempat itu, menangis karena lutut dan jari-jari yang dipakai mengetuk serasa akan remuk maka suara dari kamar gelap tiba-tiba terdengar lagi menyuruh anak-anak murid itu pergi, penuh wibawa.

"Kembali dan bekerjalah kalian seperti biasa. Tolong suheng kalian Beng Kong Hwesio dan suruh susiok kalian Ji Beng Hwesio ke sini."

"Maaf," seorang murid mencoba menjawab. "Susiok Ji Beng sedang menghadapi Coa-ong, suhu. Mungkin sekarang belum selesai dan menunggu beberapa saat lagi!”

"Urusan di sana sudah selesai, panggil susiokmu dan jangan banyak bicara lagi!"

"Ba... baik!" dan murid ini yang kaget serta pucat akhirnya mengangguk-angguk dan bangkit berdiri memutar tubuhnya, lari dan menyusul saudara-saudaranya dan mereka saling berbisik bahwa ketua mereka sekarang semakin sakti. Kwi-bo yang hebat itu diusirnya tanpa memperlihatkan diri. Dan ketika murid itu pucat dan ngeri membayangkan kesaktian ketuanya ini maka benar saja di arah barat Ji Beng Hwesio juga sudah selesai mengusir Coa-ong.

Tadi, ketika Beng Kong Hwesio diperintahkan mengejar Kwi-bo maka Ji Beng Hwesio yang meram-melek dan renta ini mengejar Coa-ong. Kakek itu mengobrak-abrik ruangan barat dan menghancurkan apa saja, menyelinap dan kucing-kucingan dengan hwesio ini yang mengejar di belakang. Tapi karena Ji Beng lebih tinggi dan kesaktian hwesio itu mampu mengatasi Coa-ong maka begitu si kakek terkekeh dan menghancurkan sebuah arca singa tiba-tiba hwesio ini berkelebat dari samping dan melepas pukulan ke kakek ular itu, yang hendak meloncat dan menyelinap ke ruangan lain.

“Coa-ong, cukup sudah. Pinceng tak mau kucing-kucingan lagi denganmu dan ini yang terakhir!"

Si kakek ular terkejut. Dia sedang tertawa-tawa ketika menghancurkan patung singa itu, geli karena empat kali, Ji Beng Hwesio harus kecelik mengejar dirinya yang berkelebat dan berputaran di kuil-kuil kecil itu. Maka begitu lawan tahu-tahu muncul di samping dan mencegat jalan larinya, yang siap dan akan memasuki ruangan lain maka kakek itu terkejut karena pukulan ujung jubah tiba-tiba telah mendekati dahinya.

"Keparat!" Coa-ong membentak. "Jangan sombong dan pongah, Ji Beng. Kalau kau menganggap ini yang terakhir justeru aku menganggapnya sebagai permulaan.... dess!" dan kakek itu yang menggerakkan tangan menangkis ujung jubah tiba-tiba terpekik karena ujung jubah mementalkan tangannya, pedas dan ngilu dan kakek ini terhuyung karena kalah tenaga.

Wakil ketua Go-bi itu memang hebat. Dan belum kakek ini memperbaiki diri tiba-tiba Ji Beng yang gemas dan marah kepada kakek ini sudah berkelebat dan menyerang lagi, kali ini ujung jubahnya yang lain ikut bicara. "Sekarang pinceng akan menangkapmu!” hwesio itu jelas gusar. "Menyerah baik-baik atau kau mampus, Coa-ong. Pinceng tak dapat membiarkąn lagi sepak terjangmu dan terima ini....plak-plak!"

Si kakek ular menjerit, tak sempat menangkis lagi dan dua pukulan itu mengenai pelipisnya. Kakek ini terpelanting dan Ji Beng Hwesio sudah siap meringkusnya. karena hwesio itu mengejar dan lengan jubahnya yang panjang tiba-tiba mulur dan siap menggulung kakek ini, dalam sebuah serangan terakhir. Tapi ketika Coa-ong membentak dan melepas sepasang ularnya, di tubuh kakek ini memang banyak bergelantungan ular-ular berbisa.

Maka dua ekor ular itu terbang dan menggigit hwesio ini, bukan di sembarang tempat melainkan matanya. Dan karena serangan itu jelas berbahaya karena Coa-ong tahu bahwa lawannya kebal terhadap gigitan ular-ular berbisa, kecuali kedua matanya itu maka Ji Beng Hwesio mengelak dan apa boleh buat menarik kembali ujung bajunya itu untuk mengebut dua ekor ular ini.

"Plak!” Ular-ular itu roboh. Mereka seketika terkulai dan tewas oleh kebutan ujung jubah wakil ketua Go-bi ini. Ji Beng Hwesio menggeram. Tapi karena kesempatan itu dipergunakan Coa-ong untuk bergulingan menjauh, menyelamatkan diri, maka kakek itu terbahak dan tiba-tiba mencabut serulingnya.

“Ha-ha, sekarang aku akan mengadu jiwa, Ji Beng. Kalau kau benar-benar menghendaki aku maka akupun juga akan menghendaki nyawamu. Lihat!” si kakek meniup, cepat dan melengking-lengking dan sebuah suara aneh tiba-tiba naik-turun dalam irama seruling itu.

Ji Beng berobah mukanya karena tiba-tiba dari empat penjuru terdengar suara mendesis-desis dan ratusan ular muncul, cepat sekali, seperti siluman. Dan ketika hwesio itu terbelalak karena tempat itu tahu-tahu sudah dikepung ratusan binatang melata ini, besar kecil dan berwarna-warni maka ular yang di tubuh Coa-ong juga merayap turun dan menggeleser cepat menuju ke hwesio Go-bi ini. Menyerang!

"Ha-ha, rasakan, Ji Beng. Bunuh mereka itu kalau ingin selamat!"

“Terkutuk!" Sang hwesio berkelebat dan mengebutkan jubahnya ke kiri kanan. "Kau licik dan jahat, Coa-ong. Pinceng tak boleh membunuh banyak nyawa hanya untuk dirimu seorang. Minggir, singkirkan ular-ularmu ini!"

Namun ular-ular itu menyerbu kembali. Tujuh yang pertama yang dikebut hwesio ini tidak mati. Ji Beng sudah merasa cukup dengan membunuh yang dua tadi, yang dilepas Coa-ong dan menyambar matanya. Dan karena binatang-binatang itu hanya alat bagi si Raja Ular ini dan mereka menyerbu mengikuti irama suling, yang naik turun dan berirama ganas maka hwesio ini menjadi sibuk karena Coa-ong yang dikejar selalu berloncat-loncatan dan menghindar tak mau didekati, jauh di balik ularnya itu.

"Ha-ha, ayo, Ji Beng. Hadapi dulu anak-anakku itu dan nanti kita mengadu kepandaian lagi!"

"Keparat! Kau keji dan curang, Coa-ong. Tapi pinceng tak akan membunuh mereka ini. Lihat, pinceng akan mengusir mereka.... prat!" dan ketika hwesio itu menggecek dua batu hitam yang tiba-tiba mengeluarkan api maka hwesio ini sudah menyambar ranting kering dan membakar ranting itu. Lalu ketika ular terkejut dan suara suling juga berhenti, Coa-ong terkejut dan membelalakkan mata maka Ji Beng Hwesio sudah menyambar atau meraup daun-daun kering untuk akhirnya dilempar ke arah sekumpulan ular-ular itu, setelah dibakar.

"Nah," hwesio itu melihat ular membalik dan lintang-pukang, ketakutan melihat api. "Pinceng tak perlu membunuh mereka, Coa-ong. Sekarang ikut aku dan pinceng tangkap!"

Si Raja Ular memekik. Dia meniup lagi sulingnya dengan gencar namun tiba-tiba pukulan jarak jauh dilepas Ji Beng Hwesio. Wakil Go-bi itu tak memberi kesempatan si Raja Ular untuk memperbaiki posisi ularnya, melepas serangan dan yang dituju adalah suling, bukan pemiliknya. Dan ketika suling hancur dan pecah berkeping-keping, ular sudah saling gigit dan panik disambar api maka Coa-ong berjungkir balik dan turun dari pohon, karena tadi kakek itu nongkrong di sana. Tapi begitu Ji Beng berkelebat dan melepas pukulan lagi, ular sudah ceral-berai maka kakek ini melengking dan menangkis.

“Dukk!” Kakek itu terpental. Ji Beng memang hebat dan wakil ketua Go-bi ini berkelebat lagi melancarkan pukulan. Coa-ong sibuk dan memaki-maki. Dan ketika anak-anak murid datang berlarian dan menggebah ular-ular itu, mereka akhirnya menyusul dan melihat wakil ketua mereka ini maka tanpa disuruh mereka tahu apa yang harus mereka lakukan, yakni menyerang ular-ular itu dengan api. Ular memang takut dengan api. 

Dan ketika Coa-ong terpental dan selalu kalah kuat dengan hwesio Go-bi ini, memekik dan memakí-maki tiba-tiba kakek itu melepas ular besar yang melilit di lehernya untuk kemudian diputar dan menghantam Ji Beng Hwesio, yang sudah mendesaknya sedemikian hebat.

"Keparat, keledai gundul busuk. Terimalah dan mampuslah bersama ularku!”

Ji Beng mengelak. Dia tak mau membunuh mahluk hidup lagi namun ular itu ternyata ular istimewa, atau mungkin si Raja Ular menggerakkannya sedemikian rupa hingga ketika si hwesio mengelak mendadak ular ini meliuk, tepat sekali memagut ujung hidung. Dan karena ular itu juga membuka mulutnya dan bau tak sedap keluar dari situ, amis dan busuk maka Ji Beng menggerakkan tangannya dan apa boleh buat dia mengebut kepala ular yang seketika hancur.

"Prakk!” Coa-ong terbahak tapi juga merintih. Tiga ular kesayangannya tewas dan kakek itu berjungkir balik ke belakang, lari dan menerjang murid-murid Go-bi yang mulai mengurung. Dan karena mereka jelas bukan tandingan kakek ini sementara Beng Kong Hwesio dan Lu Kong Hwesio tak ada di situ, Lu Kong bahkan tewas oleh kelicikan kakek ini, maka murid-murid terpelanting dan sebagian bahkan sudah melempar tubuh bergulingan ketika si Raja Ular datang.

“Awas...!"

Peringatan itu cukup. Coa-ong terkekeh dan sebentar saja keluar dari kepungan. Hwesio- hwesio muda menyibak sementara Ji Beng baru saja menangkis serangan ular dan tertegun di sana. Tapi ketika Coa-ong terbang dan meninggalkan tempat itu, memaki-maki maka hwesio itu juga bergerak dan meluncur mengejar lawan.

"Berhenti, jangan pergi seenak ini!"

Dua orang itu berkelebat seperti iblis. Mereka lewat begitu cepat di antara murid-murid yang ada di kiri kanan, wakil Go-bi itu marah bukan main karena setelah mengacau tiba-tiba saja kakek ini pergi, begitu enak! Namun ketika Ji Beng meluncur dan terbang di pintu gerbang, kebetulan bertemu dengan murid-murid yang baru saja bertemu ketuanya maka hwesio muda yang tadi menjawab perintah Ji Leng Hwesio tiba-tiba berseru,

“Susiok, suhu memanggilmu. Kwi-bo juga sudah diusir keluar dan Beng Kong suheng terluka!”

Ji Beng tertegun. Seruan atau panggilan itu membuat dia berhenti. Coa-ong terkekeh- kekeh dan lenyap di sana, murid-murid Go-bi malang-melintang đikibas kakek ular itu. Dan ketika hwesio ini mendesah dan kecewa, ketua Go-bi memanggilnya maka tiba-tiba kakek itu mencabut sebatang rumput dan melemparkannya ke arah Coa-ong yang sudah hampir lenyap di bawah batu karang. “Coa-ong, kau beruntung. Pinceng menyesal. Tapi pinceng titip ini untukmu!"

Si Raja Uiar menjerit. Cepat melebihi anak panah melesat sekonyong-konyong sebatang rumput itu menyambar lawan. Coa-ong tak menyangka dan terkekeh-kekeh karena Ji Beng berhenti di pintu gerbang, dipanggil ketuanya. Maka begitu lengah dan rumput menancap bagai anak panah, tembus dan dalam tiba-tiba kakek itu terpelanting namun Coa-ong sudah meloncat bangun dan melarikan diri lagi. 

Kakek itu memaki dan melotot sejenak untuk akhirnya lenyap meninggalkan lawannya. Ji Beng Hwesio tampak termangu-mangu di pintu gerbang. Dan ketika Raja Ular maupun si Ratu Iblis tak ada lagi, murid-murid terpaku namun segera menolong yang luka atau tewas maka Ji Beng berkelebat dan murung menghadap suhengnya.

Hari itu Go-bi mendapat celaka dan semua orang bersedih. Rata-rata menunjukkan rasa duka yang dalam tapi beberapa murid malah ada yang bersinar-sinar matanya, bukan marah oleh kejadian ini melainkan terbayang dan tertuju ingatannya kepada tubuh si Ratu Iblis yang aduhai. Mereka itulah murid-murid yang tergetar berahinya dan mulai runtuh. 

Kwi-bo telah merangsang hwesio-hwesio muda untuk berpikiran cabul. Dan ketika murid-murid yang ini pergi dan menyelinap diam-diam, ingin mencari dan memuaskan hasrat berahinya kepada wanita di luar maka Kwi-bo sendiri terkekeh dan sempat menyambar seorang hwesio muda!

“Hi-hik, turun dan berhenti di sini!" Kwi-bo melempar hwesio itu dan juga Peng Houw. Wanita ini telah memulihkan jari dan lututnya, diam-diam gemas kepada Ji Leng Hwesio namun juga gentar bahwa ketua Go-bi yang sakti itu masih juga hebat. Kalau saja tak tertarik untuk mencari Bu-tek-cin-keng itu tak mungkin dia ke Go-bi. Sialan, dua kali dia menelan kekalahan. Tapi terkekeh dan bersinar-sinar memandang hwesio muda itu, yang sejak tadi melotot dan menggigil memandangi tubuhnya wanita ini lalu membebaskan totokan dan menendang hwesio itu agar bangun berdiri.

"Bangun.... bangun. Jangan melotot saja dan ikuti perintahku!”

Si hwesio muda ketakutan. Dia dirangsang berahi tapi juga gentar menghadapi si Ratu Iblis ini, yang dapat bersikap demikian kejam dan ganas. Tapi melihat wanita itu terkekeh dan sikapnya ramah, mulut dan deretan gigi yang putih bersih itu membuatnya terpesona maka dia menyeringai dan menjatuhkan diri berlutut agar si Ratu Iblis tak membunuh. "Ampun, locianpwe tentu tak akan membunuhku. Apa yang hendak kau perintahkan, locianpwe? Apa yang harus kulakukan?”

"Hi-hik, aku ingin kau berdiri dan tidak berlutut begini. Kau kusuruh bangun, dan jangan menyebut aku locianpwe (orang tua sakti). Apakah aku sudah tua bangka dan tidak cantik? Kau menghina dan minta kuhajar? Ayo bangun, jangan berlutut.. plak!" rambut si Ratu Iblis menyambar, langsung membelit dan menarik leher hwesio muda itu hingga menjerit terangkat.

Hwesio ini tersentak dan seketika melayang ke arah lawannya. Dan ketika Kwi-bo menangkap dan mencengkeram pundaknya maka hwesio itu kembali menggigil dan ketakutan. "Ampun... ampun... aku salah!”

"Nah, bagaimana kau menyebutku?"

“Dewi Jelita..., kouwnio (nona) yang baik!"

"Hi-hik, bagus. Tapi aku lebih senang đipanggil Kwi-bo (Biang lblis). Hayo, sebut Kwi-bo dan tatap mataku!"

Hwesio itu pucat. Dia mengangkat mukanya dan menatap wajah si Ratü Iblis. Mula-mula ketakutan tapi senyum si cantik tiba-tiba menggetarkan hatinya. Kwi-bo tertawa dan tawa itu bukan main manisnya. Ah, hwesio itu menelan ludah, tersenyum! Dan ketika Kwi-bo juga tersenyum dan melepaskan cengkeramannya maka hwesio itu ditanya namanya.

“Kau murid ke berapa di Go-bi. Siapa namamu!"

"Aku... aku Hi Ceng Hwesio....”

"Hush, di sini tak ada hwesio, Hi Ceng. Kau pemuda tampan yang tak pantas menjadi hwesio. Kau sekarang adalah sahabatku. Kau murid ke berapa!"

"Aku.... aku murid tingkatan lima...”

"Hm, rendah sekali. Pantas! Apakah kau masih ingin tinggal di Go-bi? Apakah kau tak ingin menjadi sahabat atau muridku?"

Si hwesio tertegun. "Jawab!” Kwi-bo terkekeh. "Apakah kau tak suka kepadaku, Hi Ceng. “Apakah kau tak ingin menjadi kekasih atau muridku!"

"Kek.... kekasih?"

“Ya, kau ingin, bukan? Bukankah kau tak lepas-lepas memandang tubuhku? Hm, Ji Leng Hwesio telah mengusir aku dengan cara menyakitkan. la melempar pakaianku dan tak menggantinya dengan pakaian utuh. Ini harus dibalas. Aku akan menghajarnya kelak tapi sekarang kau betulkan dulu letak kancing bajuku ini. Lihat, kancingnya lepas sebuah!"

Kwi-bo menarik atau menyingkap kancing bajunya itu, memperlihatkan pakaiannya yang sobek-sobek dan tentu saja hwesio muda ini melotot dan serasa berhenti napasnya melihat Kwi-bo memperlihatkan buah dadanya, tanpa malu-malu dan mencuatkannya begitu saja. Bukan main! Dan ketika hwesio itu terbelalak dan melotot lebar, Kwi-bo terkekeh dan menarik kepalanya maka disuruhnya hwesio muda itu membetulkan letak bajunya.

"Kau selalu melotot ke sini. Jangan takut, sentuh dan pegang sesukamu tapi betulkan kancing bajuku ini. Mau?"

“Mmma... mau!”

“Nah, mulai. Tapi kau harus membersihkan seluruh tubuhku dengan pakaianmu itu!”

"Apa?"

"Hi-hik, artinya lepas seluruh pakaianmu itu dan bersihkan tubuhku dengan itu, Hi Ceng. Baru setelah itu kau boleh pegang-pegang sesukamu!"

"Ah, jadi aku....”

“Ya!" si Ratu Iblis memotong, terkekeh."Kau boleh bercinta denganku, Hi Ceng. Tapi kau harus membersihkan dulu semua tubuhku. Nah, mulai dan lepas pakaianmu, buang jubah hwesio itu!"

Hi Ceng melonjak. Bagai harimau mendapat kelinci gemuk tiba-tiba saja dia mendengus dan berjingkrak melepas pakaiannya. Kwi-bo meraih lehernya dan memberi sebuah ciuman nikmat, sekejap saja dan sudah dilepas kembali namun si hwesio sudah merasa diterbangkan. Dia mabok dan tertawa gembira. Dan karena hwesio ini memang murid Go-bi yang lemah imannya, tergiur dan sudah tersentak oleh janji yang melambungkan sukma itu maka begitu ciuman mendarat dan dilepas lagi tiba-tiba dia sudah melepas seluruh pakaiannya dan menubruk lawannya dengan sikap tak sabar.

Dia tahu bahwa Kwi-bo main-main dengan kancing bajunya itu, bukan disuruh membetulkan melainkan justeru disuruh melepaskan. Hal yang membuat hwesio muda ini gembira. Tapi begitu dia menubruk dan menerkam wanita ini, gejolak berahinya membakar sampai ke ubun-ubun kepala tiba-tiba terdengar jeritan ngeri ketika tangan Kwi-bo bergerak ke bawah dan menerkam anggauta rahasia murid Go-bi itu, membetot atau menariknya lepas.

"Hi-hik, kau muda dan kuat, Hi Ceng. Tentu kejantananmu akan membuatku semakin awet muda.... crott!"

Sesuatu terlepas dari tubuh hwesio muda itu, disusul jatuh atau berdebuknya murid Go-bi ini. Dan ketika Kwi-bo terkekeh dan menggerakkan jarinya yang berlepotan darah, menelan sesuatu seperti harimau rakus menikmati daging segar maka Peng Houw yang terbelalak dan tertotok urat gagunya tiba-tiba pucat dan roboh pingsan!

Anak ini tadi dibebaskan Kwi-bo namun lutut dan urat gagunya ditotok. Dia dilempar ke sudut dan tentu saja menonton semua kejadian itu. Kalau saja Peng Houw dapat mengeluarkan suara tentu dia berteriak-teriak dan memaki Hi Ceng Hwesio itu. Hwesio muda ini adalah satu di antara tukang kebun, murid tingkatan lima dan Peng Houw sendiri sejak dulu sudah kurang suka. Hwesio ini suka menjitak dan mengganggunya.

Tapi begitu Kwi-bo membunuhnya dan Peng Houw melihat apa yang dilakukan si Ratu Iblis ini, membetot bagian tubuh Hi Ceng Hwesio dan menelannya sebagai jamu kuat, hal yang membuat anak itu hampir muntah-muntah dan tak tahan maka Peng Houw akhirnya roboh dan jijik serta muak oleh keganasan atau kekejian si Ratu Iblis ini.

Kwi-bo terkekeh dan meneruskan mengunyah makanan itu sampai habis, tak perduli kepada Peng Houw namun akhirnya membersihkan bibir dengan jilatan-jilatan ujung lidahnya. Mulut dan lidah wanita ini bergerak-gerak seperti mulut atau lidah ular. Namun karena mulut dan lidah wanita itu berlepotan darah, padahal dia mengunyak dan membersihkan itu sambil tertawa-tawa maka wanita ini terasa sungguh lebih menyeramkan daripada ular.

Kwi-bo benar-benar patut dijuluki Biang Iblis karena dia memang benar-benar iblis. Iblis wanita meskipun dia cantik jelita! Dan ketika waniitu selesai membersihkan mulutnya dan mayat Hi Ceng Hwesio terkapar di situ, tak diperdulikan, mendadak terdengar tawa dan tepuk tangan seorang anak.

"Bagus... bagus. Kau telah menunjukkan kehebatanmu, locianpwe. Dan kau tentu sedang melatih ilmumu Bin-siauw-kwi (Mempercantik Diri)!"

Kwi-bo terkejut. Dia menoleh dan seketika menengok ke atas karena tahu-tahu Chi Koan, anak itu, nongkrong dan bertepuk tangan di atas batu karang. Batu itu tinggi dan wanita ini tertegun bagaimana si anak dapat duduk di situ, tanpa bantuan orang lain. Tapi begitu sadar dan terkekeh mencelat mendadak Ratu Iblis ini menyambar dan menarik anak laki-laki itu.

"Hi-hik, kau, Chi Koan. Ih, mengejutkan saja tapi aku kagum kepadamu!"

Namun Ratu Iblis tersentak. Chi Koan yang disambar dan diraihnya mendadak lenyap ke bawah, seperti ditarik atau dihentak seseorang. Dan ketika wanita itu tiba di atas dan berjungkir balik di sini, mau tak mau berseru marah maka sebuah tangan kurus tahu-tahu menjulur dan mencengkeram buah dadanya, dari balik batu karang itu.

"Plak-dess!”

Si Ratu Iblis terpental meluncur ke bawah. Dia tak menyangka serangan itu tapi sudah menangkisnya dengan pekikan kaget. Seseorang muncul dari balik batu karang itu dan terkekeh-kekeh menyerangnya, langsung saja mencengkeram buah dadanya. Tapi karena dia mementalkan serangan itu meskipun diri sendiri juga terlempar dan berjungkir balik maka wanita ini melotot melihat seorang kakek tinggi kurus berkelebat dan berdiri di depannya. Kakek yang seperti batang bambu!

"Heh-heh, kau tangkas dan masih mengagumkan, Kwi-bo. Dan tubuhmu, hmm.... masih menggiurkan dan penuh pesona!”

"Keparat!" Si Ratu Iblis melengking. "Kau kiranya, Tiok-jin-mo (Hantu Bambu). Sungguh membuat kaget dan gusar. Kau lancang dan kurang ajar, berani benar mau meremas-remas buah dadaku.... tar-tar!" dan rambut yang bergerak dan menjeletar nyaring tahu-tahu telah menyerang dan menyambar kakek ini.

Tiok-jin-mo terkekeh dan tubuhnya yang tinggi kurus itu meliuk seperti bambu, ajaib, tahu- tahu luput menerima serangan ganas itu. Dan ketika Kwi-bo melengking dan menyerang lagi, bergerak dan menjeletarkan rambutnya yang berobah bagai ribuan kawat baja maka kakek itu tertawa parau menggerakkan kedua tangannya, menghalau.

"Heh-heh, tak usah berang tak usah geram, Kwi-bo. Kita sama-sama anggauta Tujuh Siluman Langit dan sama-sama memusuhi keledai-keledai gundul Go-bi... plak-plak!"

Kakek dan Ratu Iblis itu sama-sama tergetar, hendak dilanjutkan dengan satu tamparan miring namun Tiok-jin-mo sudah menangkap lengan lawannya itu. Dan ketika kakek ini terkekeh dan berputar ke belakang, tak mau diserang lagi maka kakek yang seperti batang bambu itu menuding.

"Lihat, anak ini bersinar-sinar memandangmu. Katanya kau yang menjadi gara-gara dari semua keributan di Go-bi dan kini ingin ikut kita!"

Kwi-bo menghentikan pukulannya. Dia terbelalak memandang Chi Koan karena anak itu memang berseri-seri memandangnya, matanya penuh kagum tapi juga nakal, menembus pakaian dalamnya dan Ratu Iblis ini merasa betapa pandangan anak laki-laki itu "menggatalkan" bagian yang dipandang. Dan ketika ia tertegun tapí terkekeh, berkelebat dan menyambar anak itu maka Ratu lblis ini menyesapkan kepala anak itu ke buah dadanya.

"Hi-hik, kau seperti laki-laki dewasa, Chi Koan. Pandang matamu sudah mampu menggetarkan berahi. Ih, daripada dinikmati Tiok-jin-mo lebih baik kau saja yang masih segar dan murni ini, hi-hik...!”

Chi Koan dibenam-benamkan di buah dada wanita itu, diremas dan diciumi tengkuknya dan Chi Koan sendiri tertawa menggigit benda yang empuk kenyal itu. Anak ini sendiri masih belumlah dewasa namun gairah atau nafsu itu sudah muncul, meskipun belumlah sesempurna laki-laki matang. Dan ketika sambil tertawa dia menggigit dan membuat lawannya kegelian, Kwi-bo terkekeh dan menjerit tertahan maka anak itu dilempar dan ditepuk pantatnya.

"Ih, kau ngawur, belum bisa! Hi-hik, ke sana, anak manis. Biar kutunggu kau sampai dewasa dan lihat kakek siluman itu melotot!"

Chi Koan tertawa. Tiok-jin-mo memang melotot karena yang mendapat "keberuntungan" itu bukanlah dirinya, melainkan si bocah. Namun terkekeh dan mengusap-usap mulutnya dengan tanda kotor kakek ini berseru, "Wah, tak perlu melotot. Kalau kau tak mau memberi tak mungkin aku harus memaksa, Kwi-bo. Kau memang menarik dan menggairahkan namun seperti mawar berduri. Heh-heh, aku tak perlu iri kepada anak ini!"

"Hm!" Ratu Iblis bersinar-sinar, bertolak pinggang. “Sekarang katakan apa maumu dan kenapa ada di sini, Jin-mo. Mana teman-teman kita yang lain dan apa yang kau cari di sini!"

"Heh-heh, aku mendengar tentang Bu-tek-cin-keng...”

"Wut!” si Ratu Iblis berkelebat, tiba-tiba menusukkan dua jarinya. "Dari mana kau tahu? Siapa yang memberi tahu? Bedebah, kau tajam pendengaran, Jin-mo. Namun kau mampus kalau coba-coba merampas kitab itu dari tanganku.... plak-plak!"

Si kakek yang mengelak dan terpaksa menangkis serangan ini tiba-tiba tertawa parau ketika mementalkan serangan, mau diserang lagi namun buru-buru mengangkat tangan tinggi-tinggi. Hantu bambu itu berseru agar Kwi-bo tidak menyerangnya. Dia tahu itu dari Coa-ong. Dan ketika Kwi-bo terbelalak dan menghentikan serangan, mata berkilat berbahaya maka Tiok-jin-mo memberikan penjelasannya.

"Coa-ong telah memberi tahu kepadaku dan juga teman-teman yang lain tentang kitab rahasia dari Go-bi ini. Aku datang dan kini ada di sini. Tapi karena kulihat Ji Beng Hwesio dan suhengnya itu masih terlalu lihai maka aku menonton saja kekalahan kalian dan menunggu di sini.”

"Keparat! Coa-ong memberi tahu kepada yang lain-lain juga? Jahanam tua bangka itu memberitahukan kepada semuanya?"

"Benar, dan kau tak perlu marah, Kwi-bo. Kan kita sama-sama sahabat. Ada rejeki harus dibagi ada derita dipikul bersama...”

“Terkutuk!" Si Ratu lblis itu berkelebat dan melengking-lengking. "Kubunuh dia, Jin-mo. Tunjukkan padaku di mana ular siluman itu!”

"Dia di balik bukit itu, istirahat...”

"Ah, akan kulabrak dan kucari dia!" dan Kwi-bo yang marah dan melupakan Peng Houw tiba-tiba terbang dan meluncur ke tempat yang ditunjukkan temannya, lupa atau tak perduli kepada anak itu dan tiba-tiba Hantu Bambu inipun menyeringai aneh. Dia melihat bayangan lain dari arah yang berbeda. Dan ketika Chi Koan mengerutkan kening dan heran memandang kakek itu, yang memberi tanda agar dia diam maka muncul dan berkelebatlah bayangan Coa-ong, kakek yang mendesis-desis menahan rumput "hebring" yang masih menancap di pundaknya.

“Keparat, bedebah jahanam. Kau di sini, Jin-mo? Melotot dan tidak segera menolongku? Aduh, Ji Beng si keledai gundul sungguh kurang ajar. Dia menyakiti dan menancapkan benda ini ke pundakku. Tolong cabut atau kusuruh ular-ularku mengeroyokmu!"

"Heh-heh, datang-datang main ancam? Wah, tanganku sedang kaku, Coa-ong. Coba suruh anak itu mencabutnya dan biar aku mempersiapkan biji-biji bambuku.... trik-trik!" seperti sulapan atau sihir saja tiba-tiba Tiok-jin-mo mengeluarkan puluhan lidi-lidi bambu yang diketrik-ketrikkan di antara jari-jarinya, suaranya aneh dan menyakitkan telinga dan Chi Koan yang terbelalak tiba-tiba tertegun karena dua biji bambu tiba-tiba terloncat dan menyambar pundak Coa-ong.

Kakek itu berkata biarlah Chi Koan yang mencabutnya tapi bambu atau sepasang lidi bambu itu sekonyong-konyong melejit dan terbang ke pundak si Raja Ular ini. Di situ masih ada sisa rumput yang menancap ke dalam daging, Coa-ong mencabutnya namun rumput itu patah di tengah jalan. Dan ketika kakek ini terkejut tapi tertawa lebar, Tiok-jin-mo menggerakkan sepasang biji bambunya maka bambu itu tiba-tiba menusuk dan menjepit batangan rumput yang menancap di dalam daging ini. Lalu begitu mereka "meloncat" dan keluar dari pundak yang luka maka biji bambu itu terbang dan menyambar kembali ke arah Tiok-jin-mo, sudah menjepit atau membawa sisa rumput bekas lontaran Ji Beng Hwesio.

“Ha-ha, mereka mau kuperintah, Coa-ong. Syukur dan terima kasih. Tapi kau harus membalas budi baikku!"

Coa-ong tertawa bergelak. Dia tahu watak aneh dari rekan-rekannya ini, merogoh kantung baju dan mengeluarkan sesuatu. Dan ketika sesuatu itu dilemparkan kepada Jin-mo dan Hantu Bambu itu menangkapnya maka seekor ular warna merah digigit dan dikunyah kakek itu, mentah-mentah.

"Ha-ha, kau doyan ular segar, Jin-mo. Biarlah kuberikan ang-tok-coa ku kepadamu. Tentu kau akan girang karena kebal racun!"

"Hmm... kries-kriyess!" Jin-mo mengunyah dan meram-melek menikmati ular merah itu, tampak nikmat. "Kau betul, Coa-ong. Aku ingin semakin kebal racun meskipun tak takuti segala ular-ularmu itu.”

"Ha-ha, kau memang sombong. Kalau kau ingin kebal racun seperti aku maka setiap hari kau harus sarapan ular-ular cobra, dan kau tak mungkin dapat menikmati itu. Karena kau tak pandai memanggil ular!”

"Benar, tapi kalau setiap hari ada kejadian begini dan kau menerima pelajaran dari Ji Beng Hwesio tentu perutku kenyang. Heh-heh, terima kasih, Coa-ong. Tapi anak ini mengilar melihat makananku. Biar kuberi dia sedikit dan tak usah pelit membagi-bagi rejeki... krek!"

Jin-mo menggigit putus sebagian leher ular, tertawa dan menyerahkannya kepada Chi Koan dan anak itu terkejut karena tiba-tiba disodori. la terbelalak dan memang mengamati kakek itu menikmati ular mentah, rasanya kok seperti enak! Maka begitu đisodori dan Chi Koan terkejut, Jin-mo tertawa dan tahu-tahu menjejalkan ular itu ke mulutnya maka anak ini muntah-muntah dan memaki, kalang-kabut.

"Keparat, tua bangka sialan. Aku tak sudi menerima makananmu, Jin-mo. Hayo makan sendiri atau aku menghajarmu!"

“Ha-ha, anak yang pemberani!" Jin-mo tertawa aneh, bergerak dan sudah menangkap anak ini. "Semakin kurang ajar semakin aku suka, bocah. Coba telan lagi dan yang ini tentu enak!"

Chi Koan tiba-tiba berteriak, meronta namun ditotok dan mendadak sepotong hati yang berlepotan darah dijejalkan ke mulutnya. Dan ketika Jin-mo mengurut dan menekan bawah rahangnya maka anak itu jatuh terduduk dan ular mentah itu sudah memasuki perutnya. "Huakk!” Chi Koan muntah-muntah, marah bukan main. Meloncat bangun. “Kubunuh kau, Jin-mo. Kurajang hatimu nanti. Terkutuk, bedebah...!” dan si anak yang menerjang dan membabi-buta menyerang kakek itu akhirnya menjadi permainan Jin-mo yang berloncatan dan mengelak ke sana ke mari.

Kakek itu berkelebat dan tiba-tiba malah lenyap, Chi Koan tertegun. Namun ketika dia menoleh ke kanan kiri tiba-tiba belakang lututnya diketuk orang dan iapun roboh. Itulah perbuatan Jin-mo dan anak itu naik pitam, membalik dan menerjang lawan dan jadilah Jin-mo diserang habis-habisan. Dan ketika kakek itu terkekeh-kekeh dan menjewer atau menjentik telinga anak ini, Chi Koan kesakitan dan pedas kulitnya maka terdengar seruan dan bentakan dari kanan.

"Bagus, serang dan bunuh mereka ini, Chi Koan. Kubantu kau menghajar Coa-ong!" dan Peng Houw yang sadar dan siuman membuka mata, terbelalak dan tertegun sejenak melihat itu tiba-tiba meloncat bangun dan menerjang si Raja Ular. Peng Houw tak tahu siapa kakek yang satunya itu namun melihat temannya di situ tiba-tiba ia besar hati dan menerjang kakek ini.

Coa-ong terkejut tapi mendengus pendek, rasa tak senangnya tiba-tiba muncul karena Peng Houw tak sesimpatik Chi Koan. Anak ini selalu memusuhi dirinya dan karena dia telah membunuh Lu Kong Hwesio maka tentu saja anak itu lebih benci kepadanya daripada yang lain, Kwi-bo umpamanya. Maka begitu mengelak dan menggerakkan kakinya tiba-tiba kakek ini menendang Peng Houw sampai mencelat. "Kau anak setan, pergilah!"

Peng Houw menjerit. Ia terbanting dan berteriak tapi menerjang lagi. Kakek itu memang amat dibencinya. Tapi karena Coa-ong bukan tandingannya dan kakek itu terlalu lihai maka empat kali dia bergerak empat kali itu pula Coa-ong menendang dan membuatnya mencelat. Peng Houw kesakitan tapi semangat dan keberanian yang besar membuat anak itu selalu bangun lagi, menyerang dan menyerang. Dan ketika Coa-ong jengkel karena Peng Houw betul-betul nekat, matanya berkilat ingin membunuh maka kakek itu membentak dan sekonyong-konyong jarinya menusuk.

“Tak tahu diri, bandel dan kurang ajar. Baiklah kuantar menyusul gurumu, bocah. Iringi Lu Kong Hwesio ke neraka!"

Tapi ketika kakek itu menusukkan jarinya dan Peng Houw terancam bahaya maut, dahi anak itu akan tertusuk bolong tiba-tiba menyambar empat lidi bambu menyambar dua jari kakek ini. "Heh-heh, tak perlu gusar. Anak dengan anak, Coa-ong. Yang tua dengan yang tua. Jangan dibunuh dan biarkan mereka ini diadu... prat!"

Empat lidi itu mengenai jari-jari Coa-ong, hancur dan terpental tapi Coa-ong pun terhuyung menerima serangan Jin-mo. Hantu Bambu itu nencegahnya dan Peng Houwpun selamat. Tapi karena si kakek marah dan menggerakkan kakinya maka Peng Houw terbanting oleh sebuah sapuan miring.

"Dess!” Anak itu mengeluh tak segera dapat bangun berdiri. Coa-ong menendangnya amat keras dan Peng Houw menangis, bukan karena takut melainkan saking marahnya menahan sakit. Kakek itu kejam! Tapi ketika Jin-mo berkelebat dan mengurut kakinya, sembuh dan berdiri dengan mata menyala maka Chi Koan disambar kakek ini dan diadu dengan Peng Houw.

"Kau bicara tentang bocah bernama Peng Houw, tentu ini orangnya. Apakah dia yang mengejek gurumu dan menghinamu? Nah, kau sering memaki-maki anak ini ketika bersamaku, Chi Koan. Coba sekarang maki-maki dia lagi kalau berani. Jangan buang kentut sembunyi pantat!"

Chi Koan dan Peng Houw tertegun. Mereka sama-sama, berhadapan dan kalau dipikir mereka sebetulnya juga sama-sama menghadapi musuh Go-bi. Mereka adalah murid-murid Go-bi biarpun Chi Koan berwatak aneh dan liar, suka memberontak. Tapi ketika menyeringai dan ditantang kakek itu, Jin-mo memanaskan telinganya maka Chi Koan yang tentu saja tak takut kepada Peng Houw sudah berkacak pinggang dan mengejek.

"Hm, siapa takut? Aku memang sering memaki-makinya, Jin-mo, di belakang atau di depannya. Ini memang Peng Houw, murid Lu Kong-supek yang hampir saja dikalahkan guruku. Kalau saja dia jujur maka dia melihat bahwa kematian gurunya adalah karena kemenangan guruku!"

"Keparat!" Peng Houw mendelik, membentak, "Kematian guruku bukan karena gurumu, Chi Koan, melainkan oleh kecurangan si Raja Ular ini. Minggir, aku akan melabraknya kembali!" namun ketika Peng Houw mendorong dan tak mau melayani lawannya, hatinya terbakar oleh sikap dan perbuatan Coa-ong tiba-tiba Chi Koan menjegal dan membantingnya di situ.

"Nanti dulu. Hormat dan lalui aku baik-baik, Peng Houw. Jangan seperti perampok. Kau sekarang berurusan denganku, bukan dengan Coa-ong. Nah, minta maaf dan hormati aku seperti gurumu.... bluk!"

Peng Houw yang terjegal dan kaget serta marah tiba-tiba ditangkap dan sudah diinjak punggungnya. Jin-mo terkekeh-kekeh dan Coa-ong juga tertawa lebar melihat itu. Jin-mo hendak mengadu dua anak ini sebagai tontonan yang menarik. Dan ketika Peng Houw mengeluh karena injakan itu membuat napasnya sesak, Chi Koan berseru agar dia minta ampun tiba-tiba anak ini membalik dan kaki lawan disambar. Dan begitu Peng Houw berhasil mencengkeram atau menangkap kaki lawannya itu tiba-tiba Chi Koan terguling dan roboh menimpa Peng Houw.

"Bedebah, tak tahu malu. Di sini ada musuh-musuh kita yang utama, Chi Koan. Tak seharusnya kau menyerang aku dan menghina. Rasakan, akupun dapat membalas!”

Dua anak itu yang bergumul dan pukul-memukul akhirnya bergulingan dan menjerit atau memaki. Chi Koan menggigit telinga Peng Houw dan Peng Houw pun balas menggigit telinga anak itu. Suasananya jadi ramai, seru. Namun karena Chi Koan sudah memiliki dasar-dasar kepandaian silat sementara Peng Houw belum maka begitu Chi Koan bergerak dan menggulingkan tubuh ke kiri, kaki menendang selangkangan Peng Houw hingga anak itu terpekik maka Chi Koan sudah berada di atas dan menindih lawannya, tangan menelikung dan mengganjal leher Peng Houw dengan lututnya.

“Rasakan. Kau sombong dan pongah, Peng Houw. Hayo minta ampun atau kau kubunuh!"

"Ah-ugh....!” Peng Houw sesak napasnya, pucat. "Tak sudi aku minta ampun, Chi Koan. Kau anak siluman. Bocah iblis!”

"Kau masih juga memaki? Tidak mau minta ampun?"

"Aku tak sudi minta ampun, kau boleh membunuhku.... krekk!" dan Chi Koan yang memuntir dan menginjak tubuh Peng Houw tiba-tiba membuat anak itu berteriak dan pingsan. Tangan Peng Houw patah dan berkelebatlah Tiok-jin-mo menyambar Chi Koan.

Dan ketika anak ini terangkat naik dan terlempar dari tubuh Peng Houw maka kakek itu berseru, “Cukup, kau tak boleh membunuh!" dan Chi Koan yang mendesis dan pucat bergulingan meloncat bangun, marah memandang kakek ini tiba-tiba menggeram dan menghardik, hal yang membuat Hantu Bambu itu tercengang.

"Jin-mo, kau beraninya dengan anak kecil. Hayo tua sama dan lawan si Raja Ular ini!"

"Hi-hik!” sebuah bayangan lain berkelebat, Kwi-bo muncul, mukanya merah padam, tapi matanya berseri-seri. "Kau benar, Chi Koan. Tua bangka-tua bangka ini memang menyebalkan dan suka mengadu orang saja. Lihat dia menipuku, Coa-ong ternyata ada di sini. Kalau tidak diberi pelajaran tentu dia akan merendahkan orang lain dan kuwakili kau menggebuk pantatnya!"

Chi Koan terkejut. Kwi-bo bergerak dan tahu-tahu tubuhnya disambar Si Ratu lblis ini, berkelebatan dan sudah mengelilingi kakek Hantu itu dan rambut Kwi-bo menjeletar-jeletar nyaring. Dia sendiri dipondong dan entah bagaimana tiba-tiba kedua tangannyapun bergerak naik turun melakukan tamparan-tamparan ke wajah kakek itu. Dan ketika Jin-mo terkejut dan tentu saja menghindar, serangan Chi Koan berhasil dihindari namun lecutan atau tamparan rambut tak sempat dielak maka tujuh ledakan mengenai pundak dan lengan kakek ini.

"Hei-heii...!" Hantu Bambu berkelebatan cepat, mengikuti gerakan si Ratu Iblis itu. "Apa yang kau omongkan, Kwi-bo. Siapa mengadu dan mempermainkan orang. Raja Ular ini memang ada di sini, muncul seperti setan. Kalau kau tidak percaya silahkan tanya padanya dan hentikan serangan-seranganmu.... plak-plak!"

Si kakek Hantu menangkis dan marah menggerakkan kedua tangannya ke kiri kanan. Rambut di kepala Ratu Iblis itu berobah menjadi ribuan kawat baja yang kalau kena tentu bisa menimbulkan celaka. Rambut itu telah mampu menjirat dan mencekik putus leher murid-murid Go-bi. Beng Kong Hwesio sendiri roboh pingsan oleh cekikan rambut ini. Dan ketika kakek itu menangkis tapi lawan tak menghiraukan teriakannya, Kwi-bo terkekeh-kekeh dan naik turun bagai walet menyambar-nyambar maka Jin-mo menjadi marah dan tiba-tiba mengetrikkan tujuh biji bambunya yang terbang meloncat-loncat.

"Baik, kau tak tahu diri. Mari mampus dan lihat siapa yang lebih lihai... trik trikk!" tujuh lidi itu mematuk atau memagut si Ratu Iblis, dua di antaranya menyelinap atau masuk ke dalam ribuan rambut baja dan Kwi-bo tiba-tiba melengking karena biji-biji bambu itu melintang di atas kepalanya, menahan atau menghalang rambut yang sedang berputaran cepat. Dan karena ia dalam sikap menyerang sementara dua bambu kecil itu terlilit dan tergubat, tentu saja mengganggu maka rambut wanita ini berodol tapi biji atau lidi bambu itu juga hancur.

“Kratakk!"

Hantu Bambu terkekeh-kekeh. Dia berhasil menahan desakan lawan namun tiba-tiba Kwi- bo mengibaskan rambutnya. Serpihan atau hancuran lidi bambu itu menyambar dari segala penjuru, si kakek Hantu menghentikan ketawanya dan otomatis berteriak keras. Dan ketika dia mengibaskan lengan bajunya dan hancuran bambu itu bertaburan menjadi tepung, Chi Koan berteriak karena kelilipan maka Coa-ong terkekeh-kekeh dan mundur berjingkrak-jingkrak, menonton.

"Bagus... bagus. Ramai dan seru. Heh-heh, kau benar, Kwi-bo. Si Hantu Tengik ini pantas dihajar. Ayo pukul lagi dan serang!”

Kwi-bo panas. Dia dibakar dan menerjang lagi, rambut menjeletar dan Chi Koan tiba-tiba dilempar. Anak ini dirasa mengganggu dan diberikan kepada Coa-ong. Tapi ketika kakek itu menangkap dan bertepuk tangan, menyoraki, mendadak Hantu Bambu membentak dan berjungkir balik menyerang kakek itu.

"Kurang ajar dan tak tahu diri!" kakek itu mengejutkan Coa-ong. “Ditolong malah tak berterima kasih, Ular Bangkai. Kalau kau membantu Kwi-bo biar kau kuhabisi dulu... heii-dess!"

Coa-ong melempar Chi Koan menyambut datangnya pukulan, terpekik dan kaget karena Jin-mo tiba-tiba menyerangnya. Lawan menggerakkan tangan dan ratusan lidi-lidi bambu mendadak saja menyambar ke arahnya, bagai hujan. Dan karena Coa-ong tak sempat menangkis kecuali membanting tubuh maka hal itupun dilakukan kakek ini seraya mencaci atau membentak lawan.

Jin-mo mengejar namun Kwi-bo mendahului. Wanita itu membentak dan berkata janganlah lawannya itu melarikan diri, urusan mereka belum selesai. Dan ketika Coa-ong terbahak-bahak dan meloncat bangun di sana, Jin-mo diserang Kwi-bo maka kakek ini bergerak dan membalas.

"Rasain. Sekarang kau menerima pelajaran, Jin-mo. Jangan coba-coba atau sombong kepada kami berdua!”

Jin-mo sibuk. Coa-ong mengeluarkan sulingnya dan bergeraklah Raja Ular itu mengiringi Kwi-bo yang meledak atau melecut-lecutkan rambutnya. Dan karena dua lawan satu sementara mereka setingkat maka Hantu Bambu itu kewalahan namun tiba-tiba terkekeh.

“Kwi-bo, kau bodoh dan tolol. Kenapa membantu Raja Ular ini? Dia membocorkan rahasiamu. Sekarang Bu-tek-cin-keng diketahui semua orang dan mereka tentu akan saling berebut. Hayo, daripada berteman seorang pengkhianat lebih baik kita bunuh dia dan bagi Bu-tek-cin-keng itu secara adil. Berteman seorang yang tak dapat dipercaya jauh lebih berbahaya daripada berteman dengan aku si tua bangka ini. Ha-ha!”

Kwi-bo termakan. Tiba-tiba dia melotot dan teringat itu. Dan ketika dia melengking dan marah melirik ke kiri tiba-tiba rambutnya menjeletar ke arah Coa-ong....!

Prahara Di Gurun Gobi Jilid 03

Cerita Silat Mandarin Serial Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara

"ENYAHLAH...!” Kibasan atau dorongan ujung baju ini hebat bukan main.

Kwi-bo yang sedang menari-nari dengan silat Thian-mo-bunya tiba-tiba terlempar dan jatuh ke anak murid, Coa-ong juga mencelat dan terbanting bergulingan. Tapi kalau kakek itu berdebuk dan terpekik pantatnya jatuh duluan, menghantam batu keras adalah Kwi-bo yang telanjang bulat dan berbugil-ria ini jatuh dan menimpa kepala anak-anak murid Go-bi. Mereka itu melotot dan kagum akan tubuh si cantik. Kwi-bo memang cantik dan menggairahkan, bentuk tubuhnya itu luar biasa sekali. Bisa kencing berdiri kaum laki-laki kalau melihat ini.

Maka begitu dia menimpa dan jatuh di sekumpulan anak murid, dada dan pinggulnya yang indah menimpa dua kepala anak murid Go-bi maka dua orang anak murid itu justeru bukannya kesakítan melainkan malah menjerit girang dan masing- masing meraba atau meremas tubuh wanita itu, lupa bahwa di situ ada wakil ketua mereka, terbakar atau sudah terangsang oleh bentuk tubuh si Ratu Iblis ini.

“Wah, cihuiii...!”

"Lezat...!”

Kwi-bo terkekeh. Dia sendiri menjadi geli ketika pinggul dan buah dadanya diusap dua hwesio muda itu. Pekik yang semula ada sekonyong-konyong berubah menjadi tawa genit, dua hwesio itu sudah menerima dan meremas-remas tubuhnya. Tapi begitu dia berdiri dan dua lelaki itu berebut menyambar tubuhnya lagi, ingin meremas dan melampiaskan birahi yang sudah membakar sekonyong-konyong wanita ini bergerak dan cambuknya melecut ke kiri kanan.

“Terima kasih, hi-hik... plak-plak!l" dua hwesio itu menjerit. Mereka roboh dan tiba-tiba putus lehernya. Rambut Kwi-bo telah membabat dan tiba-tiba setajam gunting, melecut dan menyabet dua leher hwesio muda itu sampai mereka terbanting. Kejadian berlangsung demikian cepat hingga mungkin dua anak murid itu sendiri tak merasa kalau sudah melayang ke akherat. Begitu cepatnya! Dan ketika yang lain menjadi geger dan Ji Beng berseru keras, marah dan berkelebat melepas pukulan maka si Ratu lblis itu berjungkir balik dan mengelak tamparan dahsyat ini.

"Hi-hik, tak usah marah. Mereka memegang dan meremas-remas tubuhku, Ji Beng. Siapa saja yang kurang ajar tentu harus menebus nyawanya... dess!” pukulan itu menghantam tanah, dahsyat dan menggetarkan namun si cantik sudah berpindah ke tempat lain, terkekeh dan menggoyang-goyangkan tubuhnya lagi hingga semua laki-laki tiba-tiba melotot.

Pinggul dan buah dada yang digoyang-goyang itu sungguh membuat mata serasa melekat. Ada daya hipnotis tinggi atau sihir yang amat berpengaruh sekali yang membuat anak-anak murid itu kagum. Mereka terpesona! Namun ketika hal ini justeru membuat Ji Beng Hwesio gusar dan naik darah tiba-tiba hwesio itu berkelebat dan menggerakkan kedua tangannya dari luar ke dalam mengurung si Ratu Iblis itu, cahaya berkilat meledak dari sepasang lengan hwesio ini.

"Aihhh..., tolong, Coa-ong. Tua bangka ini mengeluarkan Lui-kong-toat-beng (Sinar Kilat Mencabut Nyawa)... blarrr!"

Pukulan itu menggetarkan gurun, menggelegar dan dahsyat dan jauh lebih dahsyat daripada pukulan pertama tadi. Sinar panas yang menyertai pukulan ini tiba-tiba membuat tempat berpijak Kwi-bo hangus, wanita itu sendiri menjerit dan menjejakkan kakinya kuat-kuat ke atas, berteriak pada temannya untuk cepat menolong. Dan ketika Coa-ong juga terkejut dan melepas satu ularnya, menghantam dan membokong hwesio itu dari belakang maka Ji Beng yang hendak memapak turunnya si Ratu Iblis terpaksa membalik dan menyambut pukulan atau ular si kakek jahat ini.

"Bress-krakk!” Ular hancur dan Coa-ong sendiri terpelanting. Kakek itu ditangkis dan serangan gelapnya ini tak membawa hasil, bahkan dia harus menyeringai karena tangkisan atau sambutan si hwesio membuat napasnya sesak! Namun karena hal itu cukup menolong Kwi-bo, Ratu Iblis ini meluncur turun dan cepat berjungkir balik menjauhkan diri maka selanjutnya wanita cantik itu membalik dan menerjang anak-anak murid Go-bi, melampiaskan marahnya didesak Ji Beng Hwesio.

"Kalian melotot tak tahu diri. Daripada bengong di sini tak mau menolong aku lebih baik kalian enyah. Hayo, roboh dan roboh..... des-dess!"

Anak-anak murid dilempar dan menjerit serta berteriak, tak menyangka dan tentu saja tersapu bagai daun-daun kering diamuk wanita ini. Dan ketika Kwi-bo terkekeh dan berkelebatan lagi, memukul atau menendang anak-anak murid itu maka dia menyambar Peng Houw yang terbelalak dan sejak tadi menjublak di situ.

"Heii, kau. Ayo ikut aku dan kita mengobrak-abrik tempat ini... wut!"

Si bocah berteriak tertahan, tahu-tahu sudah disambar dan ditotok si Ratu Iblis ini. Peng Houw hendak memberontak namun apa daya dia kalah cepat. Semuanya sudah terjadi dan dibawalah anak itu terbang memasuki ruangan demi ruangan. Dan ketika Kwi-bo mengobrak-abrik atau menghajar siapa saja yang ada di dalam, anak- anak murid yang terbelalak dan bengong karena wanita ini masih telanjang bulat maka Go-bi benar-bena geger dan Coa-ong yang melihat perbuatan temannya itu tiba-tiba juga berkelebat dan memasuki ruangan yang lain. Menjauhkan diri dari Ji Beng Hwesio yang lihai sambil melampiaskan kemarahan menendangi apa saja yang ada di situ!

"Heh-heh, bagus, Kwi-bo. Hajar dan ratakan saja tempat ini. Ji Beng manusia tolol yang semena-mena dengan kepandaiannya. Ha-ha, biarkan dia bingung mengejar satu di antara kita... brak-brakk!” meja kursi tunggang-langgang, disepak atau dihajar kakek ini dan dua orang itu tiba-tiba sudah memecah diri. Satu ke timur sedangkan yang lain ke barat. Dengan begini Ji Beng Hwesio tak dapat menghadapi mereka berdua dan mau tak mau harus mengejar satu di antaranya, entah Coa-ong atau Kwi-bo.

Dan ketika hwesio itu terbelalak dan meram-melek, kemarahannya terbakar lewat pandang matanya maka hwesio itu tiba-tiba berkelebat dan Beng Kong Hwesio yang bersila duduk memulihkan tenaga tiba-tiba ditendang dan dihardik. "Beng Kong, ini semua gara-gara kau. Kejar dan tangkap si Kwi-bo, pinceng akan menghadapi Coa-ong!"

Hwesio tinggi besar itu bergetar. Dia ditendang dan mencelat tapi masih dalam keadaan bersila. Susioknya tadi menendang bukan sembarang menendang melainkan menyentuh pula jalan darah di atas pinggangnya, jalan darah besar di mana tiba-tiba aliran darah menjadi lancar dan deras. Hwesio ini telah kutung sebagian besar jari-jari tangannya namun masih dapat bergerak tangkas ketika meloncat bangun. Susioknya tadi telah memulihkan tenaganya dengan tendangan di atas pinggang, bergerak dan membuka mata dan dilihatnya kekacauan di Go-bi itu.

Semua ribut-ribut itu memang sudah didengar tapi karena ia tadi memulihkan tenaganya maka semua suara-suara itu seakan lewat saja di telinganya. Beng Kong bergetar dan terbelalak melihat dua orang hwesio muda tewas dengan tubuh mengerikan, kepalanya ditabas. Namun begitu hwesio ini menggeram dan jelalatan ke timur tiba-tiba dia berkelebat dan mendengar hiruk-pikuk yang dilakukan Kwi-bo.

"Keparat!" hwesio itu marah juga, "Jangan mengacau, Kwi-bo. Berhenti dan jangan merusak benda-benda Go-bi!”

"Hi-hik!" Kwi-bo menendang dan memanggul tubuh Peng Houw. "Kau keledai gundul yang tak tahu terima kasih, Beng Kong. Sudah ditolong masih juga memaki. Ah, lebih baik kita berteman dan cari kitab Bu-tek-cin-ong itu... bres-bress!"

Tujuh anak murid Go-bi dilempar dan roboh menjerit, tadi menghadang namun dengan cepat si Ratu Iblis itu bergerak dan mendahului lawan. Hwesio muda rata-rata melotot melihat tubuhnya. Dia sengaja telanjang bulat untuk mengacau perhatian lawan. Ji Beng tak mampu ditundukkannya tetapi anak-anak murid pasti bisa. Ratu Iblis itu telah melihat sorot birahi pada hwesio-hwesio muda itu, sorot ingin melakukan percintaan dan tentu saja Ratu Iblis itu tertawa.

Dan ketika semua penghadang rata-rata tertegun dan berhenti sejenak, mereka "silau" oleh tubuh wanita ini maka Kwi-bo berkelebat dan robohlah murid-murid Go-bi yang tak tegar imannya itu. Mereka adalah hwesio-hwesio muda yang memang kurang terlatih. Bertahun-tahun hidup menyendiri dan tanpa wanita memang mudah membangkitkan keinginan dan hasrat yang tidak-tidak, apalagi Kwi-bo yang begitu cantik dan mempesona berbugil-ria mempertontonkan keindahan tubuhnya yang memang aduhai.

Maka begitu mereka terbelalak dan ini dipergunakan Ratu Iblis itu untuk menampar atau menendang mereka maka belasan hwesio tiba-tiba roboh dengan kepala pecah dan dua di antaranya terloncat biji matanya oleh pukulan si Ratu Iblis. Entah oleh pukulan itu atau karena memang sebelumnya sudah terlalu melotot!

"Keparat!" Beng Kong Hwesio tak tahan lagi, mengejar namur lawan menyelinap masuk keluar ruangan. "Berhenti, Kwi-bo. Berhenti atau pinceng akan membunuhmu!"

"Ihh...!" Kwi-bo terkekeh genit, meloncat dan berjungkir balik menghindari sebuah serangan jarak jauh hwesio itu. "Kau terlalu galak, Beng Kong. Tapi kalau kau ingin main-main denganku boleh saja. Mari, mendekat dan di sini kita bertanding!"

Ratu Iblis yang bergerak dan memutar tubuhnya tiba-tiba berhenti dan tidak melarikan diri lagi. Pukulan si hwesio sudah meledak di sampingnya dan kini hwesio itu berkelebat mengejar. Beng Kong langsung melepas pukulan lagi ketika wanita itu membalik. Namun begitu pandang matanya "silau" oleh bagian-bagian tertentu dari si cantik itu, Kwi-bo terkekeh, maka hwesio ini terkesima dan pukulannya merambat setengah jalan.

"Dess!” Beng Kong Hwesio terpelanting. Hwesio itu kaget dan berteriak keras dan Kwi-bo tiba-tiba menyerangnya. Wanita cantik itu terkekeh dan rambut di atas kepalanya yang harum dan indah tiba-tíba saja melecut dan membalas. Suaranya meledak-ledak dan repotlah hwesio itu bergulingan ke sana ke mari. Dan karena lawan bertelanjang bulat sementara dia masih terguncang oleh bagian-bagian tertentu dari tubuh si Ratu Iblis itu maka dua lecutan rambut mengenai pipinya dan Beng Kong Hwesio seketika mengeluh.

"Prat-prat!"

Hwesio ini terhuyung-huyung. Anak-anak murid tiba-tiba berdatangan lagi dan berteriaklah hwesio itu menyerang lawan. Dia kesakitan dan karena itu bangkit kemarahannya. Tapi ketika lawan meliuk dan menari-nari indah, Thian-mo-bu atau Tarian Hantu Langit dikeluarkan wanita ini maka semua bengong karena kagum akan gerak indah yang amat memikat itu.

"Prat-prat!" Beng Kong Hwesio mengeluh lagi. Untuk kedua kalinya dia menerima hajaran, terpelanting dan jatuh lagi namun perasaannya sudah tidak keruan lagi. Beng Kong Hwesio adalah tokoh yang lihai dan karena itu empat kali lecutan rambut masih juga dapat membuatnya bangun, padahal kalau murid lain pasti tewas dan tinggal nama. Namun karena dia memiliki beberapa sifat yang kurang baik dan satu di antaranya adalah suka mengintip atau mengerling wanita-wanita cantik, hal yang belum diketahui tetua Go-bi maka begitu sekarang melihat kepolosan tubuh lawannya ini hwesio itu panas dingin dan "meremang".

Beng Kong Hwesio terguncang dan karena itu berkali-kali dia mendesis ditahan. Kalau saja yang dihadapi adalah Coa-ong dan bukan wanita ini tentu dia dapat melakukan perlawanan sengit. Tapi karena yang dihadapi adalah Kwi-bo dan Ratu Iblis ini terkekeh-kekeh mempergunakan keindahan tubuhnya, murid-murid yang lain juga bengong dan melotot oleh daya pikatnya ini maka Beng Kong Hwesio mengeluh panjang pendek ketika dihajar jatuh bangun oleh lawannya ini.

Kwi-bo diam-diam kaget dan penasaran juga bahwa lawan yang sudah terhuyung-huyung ini mampu juga bertahan, jatuh bangun dan jatuh bangun lagi. Maka ketika dia tertawa nyaring dan mendongkol oleh kekuatan lawannya, murid Ji Leng Hwesio ini memang patut dikagumi mendadak wanita itu berkelebat mengelilingi lawan dan tiba-tiba rambutnya berputaran cepat melilit leher si hwesio.

"Hi-hik, kuat dan bandel. Baiklah, kalau tak mau diajak baik-baik berkawan denganku boleh kau roboh, hwesio tengik. Rasakan ini dan sekarang kau tak dapat bangun lagi... rrtt!" rambut tiba-tiba membelit dan melilit, cepat dan luar biasa karena hwesio itu baru saja bangkit berdiri.

Beng Kong masih terhuyung dan kepalanyapun pening, bukan semata oleh pukulan-pukulan lawan tetapi juga karena pemandangan itu. Tubuh Kwi-bo memang terlalu penuh pesona! Maka begitu rambut membelit dan hwesio ini tercekik tiba-tiba kaki wanita itu menjejak dan Beng Kong Hwesio mengeluarkan teriakan tertahan. "Augh!”

Kwi-bo terkekeh. Jejakan ke dada lawannya itu membuat tarikan semakin kuat. Beng Kong Hwesio melotot karena napasnya terhenti, rambut melilit dan tajam mengiris kulit. Namun karena dia adalah murid utama dan sinkang cepat dikerahkan naik maka begitu melotot tiba-tiba tangannyapun bergerak menarik rambut itu, membuat lawan tertarik ke depan dan siap beradu kepala!

"Aiihhhh...!” Kwi-bo tak menyangka. Tindakan Beng Kong Hwesio memang jitu dan tepat sekali. Hwesio itu hendak mengadu jiwa, dengan jalan mengadu kepala. Tapi karena wanita ini tentu saja tak mau dan Kwi-bo menggerakkan tangan yang lain maka serudukan atau tumbukan kepala hwesio itu diterima telapak tangannya.

“Plak!" Beng Kong Hwesio mengeluh. Hwesio ini roboh dan terguling pingsan. Di ubun-ubunnya terdapat cap lima jari yang merah membara. Dan ketika hwesio itu tak bergerak lagi dan Kwi-bo melepaskan lilitan rambutnya maka wanita itu berkelebat dan menggertak murid-murid lain yang akan maju ragu-ragu.

“Hayo, siapa mau mampus. Boleh coba dan mari menerima tamparanku!"

Murid-murid mundur. Mereka gentar dan akhirnya membiarkan saja wanita itu terkekeh berkelebat ke ruangan lain. Tapi ketika beberapa di antaranya membuntuti dari jauh dan tetap mengganggu wanita itu maka Kwi-bo melepaskan pukulan jarak jauhnya dan memasuki ruangan-ruangan lain untuk mencari kitab Bu-tek-cin-keng, sampai akhirnya tiba di belakang dan tertariklah wanita itu akan sebuah ruangan gelap di mana semua murid yang mengejar tiba-tiba berhenti.

Mereka pucat menjatuhkan diri berlutut menghadap ke ruangan gelap itu, berseru dan mencegah agar si Ratu Iblis itu tak memasuki pula ruangan itu, murid-murid kelihatan marah tapi juga bingung. Dan ketika wanita ini malah gembira dan memasuki ruangan terakhir itu, yang ada di belakang maka Kwi-bo terkekeh dan melesat ke dalam, gerakannya seperti seekor burung walet menyambar.

"Hi-hik, kalau begitu di sini Bu-tek-cin-ong berada, keledai-keledai gundul. Biar aku masuk dan kalian boleh menggonggong di situ!"

Namun baru wanita ini masuk beberapa tombak mendadak terdengar kesiur angin dingin menyambar dari dalam, langsung menyambut atau mendorong wanita itu hingga Kwi-bo terpekik. Ratu Iblis ini tentu saja menggerakkan tangannya dan menghantam. Tapi ketika dia terlempar dan terbanting terguling-guling, bukan main kagetnya maka terdengar serun lirih mengusir wanita ini.

"Omitohud, enyahlah, Kwi-bo. Tempat ini tak boleh dimasuki siapa pun!"

"Keparat!" wanita itu memekik, segera mengenal suara itu. "Kau kiranya, Ji Leng Hwesio. Ah, kau jahanam dan aku akan masuk!" dan Kwi-bo yang meloncat bangun dan berjungkir balik menerjang tiba-tiba kembali masuk dan nekat memenuhi keinginannya. Namun ketika kembali berkesiur angin dingin itu dan wanita ini menjerit lagi-lagi si Ratu Iblis terbanting. "Aduh, keparat kau, Ji Leng. Tapi aku akan tetap masuk!"

“Tak boleh," suara itu lirih dan lemah. "Kembali dan tinggalkan tempat ini, Kwi-bo. Wanita macam kau tak boleh mengotori tempat ini... dess!" dan Kwi-bo yang kembali terlempar dan mencelat terguling-guling akhirnya tujuh kali didorong dan diterbangkan keluar.

Wanita itu melengking-lengking dan sudah mencoba untuk membalas atau menghindar. Bahkan, ketika dorongan terakhir mendorongnya demikian kuat tiba-tiba dia menjejakkan kakinya dan berusaha lewat atas, mengira pukulan itu akan meluncur di bawah namun tak tahunya dari segala penjuru angin dorongan itu menyambar. Dia membentur tembok tenaga yang amat dahsyatnya dan tiba-tiba sebuah totokan jarak jauh bercuit mengenai lututnya. Dan ketika dia terbanting dan menjerit kesakitan, lutut serasa hancur maka wanita itu pucat dan gentar, apa boleh buat bergulingan menjauh keluar dari kamar atau tempat gelap itu.

"Ji Leng, kau tua bangka keparat. Tak tahu malu terhadap wanita!”

"Hm!" helaan napas panjang itu lembut dan sareh. "Pinceng tak ada urusan denganmu, Kwi-bo. Dan kaupun tahu tak boleh ada wanita yang masuk ke sini. Pergilah, atau kakimu nanti lumpuh semua."

Wanita ini melengking-lengking. Akhirnya dia meloncat bangun dan terpincang menyambar anak-anak murid yang berlutut. Jalan keluar memang dipenuhi hwesio-hwesio muda itu. Dan ketika Kwi-bo melayang dan mengetuk kepala anak-anak murid itu, yang tak berani berdiri mendengar adanya suara di kamar gelap itu maka Kwi-bo tiba-tiba menjerit karena entah bagaimana kepala anak-anak murid yang diketuknya untuk dibunuh itu tiba-tiba keras dan membuat jarinya kesakitan, mental dan berkeratak.

"Aduh, jahanam Ji Leng Hwesio. Kau tak kenal kasihan, tua bangka, Awas kau berhutang dua kali!"

Kwi-bo meluncur dan menangis. Anak-anak murid tertegun dan tak ada satupun yang tahu bahwa tadi ketika ketukan atau jari wanita itu akan menewaskan hwesio-hwesio yang berlutut maka dari kamar gelap itu menyambar sepotong "papan" cahaya yang menangkis atau menerima ketukan jari si Ratu Iblis itu. Cahaya ini menyambar demikian cepat hingga tak ada anak-anak murid Go-bi yang melihat, kecuali si Ratu Iblis itu sendiri. Dan ketika papan cahaya itu menangkis dan mementalkan jarinya, yang kalau diteruskan tentu akan patah sendiri maka si Ratu Iblis memekik-mekik dan pucat serta semakin gentar saja.

Ji Leng Hwesio menunjukkan kesaktiannya dan tanpa memperlihatkan diri ketua Go-bi itu menyelamatkan murid-muridnya, bukan main hebatnya. Dan ketika wanita ini meluncur dan terbang meninggalkan tempat itu, menangis karena lutut dan jari-jari yang dipakai mengetuk serasa akan remuk maka suara dari kamar gelap tiba-tiba terdengar lagi menyuruh anak-anak murid itu pergi, penuh wibawa.

"Kembali dan bekerjalah kalian seperti biasa. Tolong suheng kalian Beng Kong Hwesio dan suruh susiok kalian Ji Beng Hwesio ke sini."

"Maaf," seorang murid mencoba menjawab. "Susiok Ji Beng sedang menghadapi Coa-ong, suhu. Mungkin sekarang belum selesai dan menunggu beberapa saat lagi!”

"Urusan di sana sudah selesai, panggil susiokmu dan jangan banyak bicara lagi!"

"Ba... baik!" dan murid ini yang kaget serta pucat akhirnya mengangguk-angguk dan bangkit berdiri memutar tubuhnya, lari dan menyusul saudara-saudaranya dan mereka saling berbisik bahwa ketua mereka sekarang semakin sakti. Kwi-bo yang hebat itu diusirnya tanpa memperlihatkan diri. Dan ketika murid itu pucat dan ngeri membayangkan kesaktian ketuanya ini maka benar saja di arah barat Ji Beng Hwesio juga sudah selesai mengusir Coa-ong.

Tadi, ketika Beng Kong Hwesio diperintahkan mengejar Kwi-bo maka Ji Beng Hwesio yang meram-melek dan renta ini mengejar Coa-ong. Kakek itu mengobrak-abrik ruangan barat dan menghancurkan apa saja, menyelinap dan kucing-kucingan dengan hwesio ini yang mengejar di belakang. Tapi karena Ji Beng lebih tinggi dan kesaktian hwesio itu mampu mengatasi Coa-ong maka begitu si kakek terkekeh dan menghancurkan sebuah arca singa tiba-tiba hwesio ini berkelebat dari samping dan melepas pukulan ke kakek ular itu, yang hendak meloncat dan menyelinap ke ruangan lain.

“Coa-ong, cukup sudah. Pinceng tak mau kucing-kucingan lagi denganmu dan ini yang terakhir!"

Si kakek ular terkejut. Dia sedang tertawa-tawa ketika menghancurkan patung singa itu, geli karena empat kali, Ji Beng Hwesio harus kecelik mengejar dirinya yang berkelebat dan berputaran di kuil-kuil kecil itu. Maka begitu lawan tahu-tahu muncul di samping dan mencegat jalan larinya, yang siap dan akan memasuki ruangan lain maka kakek itu terkejut karena pukulan ujung jubah tiba-tiba telah mendekati dahinya.

"Keparat!" Coa-ong membentak. "Jangan sombong dan pongah, Ji Beng. Kalau kau menganggap ini yang terakhir justeru aku menganggapnya sebagai permulaan.... dess!" dan kakek itu yang menggerakkan tangan menangkis ujung jubah tiba-tiba terpekik karena ujung jubah mementalkan tangannya, pedas dan ngilu dan kakek ini terhuyung karena kalah tenaga.

Wakil ketua Go-bi itu memang hebat. Dan belum kakek ini memperbaiki diri tiba-tiba Ji Beng yang gemas dan marah kepada kakek ini sudah berkelebat dan menyerang lagi, kali ini ujung jubahnya yang lain ikut bicara. "Sekarang pinceng akan menangkapmu!” hwesio itu jelas gusar. "Menyerah baik-baik atau kau mampus, Coa-ong. Pinceng tak dapat membiarkąn lagi sepak terjangmu dan terima ini....plak-plak!"

Si kakek ular menjerit, tak sempat menangkis lagi dan dua pukulan itu mengenai pelipisnya. Kakek ini terpelanting dan Ji Beng Hwesio sudah siap meringkusnya. karena hwesio itu mengejar dan lengan jubahnya yang panjang tiba-tiba mulur dan siap menggulung kakek ini, dalam sebuah serangan terakhir. Tapi ketika Coa-ong membentak dan melepas sepasang ularnya, di tubuh kakek ini memang banyak bergelantungan ular-ular berbisa.

Maka dua ekor ular itu terbang dan menggigit hwesio ini, bukan di sembarang tempat melainkan matanya. Dan karena serangan itu jelas berbahaya karena Coa-ong tahu bahwa lawannya kebal terhadap gigitan ular-ular berbisa, kecuali kedua matanya itu maka Ji Beng Hwesio mengelak dan apa boleh buat menarik kembali ujung bajunya itu untuk mengebut dua ekor ular ini.

"Plak!” Ular-ular itu roboh. Mereka seketika terkulai dan tewas oleh kebutan ujung jubah wakil ketua Go-bi ini. Ji Beng Hwesio menggeram. Tapi karena kesempatan itu dipergunakan Coa-ong untuk bergulingan menjauh, menyelamatkan diri, maka kakek itu terbahak dan tiba-tiba mencabut serulingnya.

“Ha-ha, sekarang aku akan mengadu jiwa, Ji Beng. Kalau kau benar-benar menghendaki aku maka akupun juga akan menghendaki nyawamu. Lihat!” si kakek meniup, cepat dan melengking-lengking dan sebuah suara aneh tiba-tiba naik-turun dalam irama seruling itu.

Ji Beng berobah mukanya karena tiba-tiba dari empat penjuru terdengar suara mendesis-desis dan ratusan ular muncul, cepat sekali, seperti siluman. Dan ketika hwesio itu terbelalak karena tempat itu tahu-tahu sudah dikepung ratusan binatang melata ini, besar kecil dan berwarna-warni maka ular yang di tubuh Coa-ong juga merayap turun dan menggeleser cepat menuju ke hwesio Go-bi ini. Menyerang!

"Ha-ha, rasakan, Ji Beng. Bunuh mereka itu kalau ingin selamat!"

“Terkutuk!" Sang hwesio berkelebat dan mengebutkan jubahnya ke kiri kanan. "Kau licik dan jahat, Coa-ong. Pinceng tak boleh membunuh banyak nyawa hanya untuk dirimu seorang. Minggir, singkirkan ular-ularmu ini!"

Namun ular-ular itu menyerbu kembali. Tujuh yang pertama yang dikebut hwesio ini tidak mati. Ji Beng sudah merasa cukup dengan membunuh yang dua tadi, yang dilepas Coa-ong dan menyambar matanya. Dan karena binatang-binatang itu hanya alat bagi si Raja Ular ini dan mereka menyerbu mengikuti irama suling, yang naik turun dan berirama ganas maka hwesio ini menjadi sibuk karena Coa-ong yang dikejar selalu berloncat-loncatan dan menghindar tak mau didekati, jauh di balik ularnya itu.

"Ha-ha, ayo, Ji Beng. Hadapi dulu anak-anakku itu dan nanti kita mengadu kepandaian lagi!"

"Keparat! Kau keji dan curang, Coa-ong. Tapi pinceng tak akan membunuh mereka ini. Lihat, pinceng akan mengusir mereka.... prat!" dan ketika hwesio itu menggecek dua batu hitam yang tiba-tiba mengeluarkan api maka hwesio ini sudah menyambar ranting kering dan membakar ranting itu. Lalu ketika ular terkejut dan suara suling juga berhenti, Coa-ong terkejut dan membelalakkan mata maka Ji Beng Hwesio sudah menyambar atau meraup daun-daun kering untuk akhirnya dilempar ke arah sekumpulan ular-ular itu, setelah dibakar.

"Nah," hwesio itu melihat ular membalik dan lintang-pukang, ketakutan melihat api. "Pinceng tak perlu membunuh mereka, Coa-ong. Sekarang ikut aku dan pinceng tangkap!"

Si Raja Ular memekik. Dia meniup lagi sulingnya dengan gencar namun tiba-tiba pukulan jarak jauh dilepas Ji Beng Hwesio. Wakil Go-bi itu tak memberi kesempatan si Raja Ular untuk memperbaiki posisi ularnya, melepas serangan dan yang dituju adalah suling, bukan pemiliknya. Dan ketika suling hancur dan pecah berkeping-keping, ular sudah saling gigit dan panik disambar api maka Coa-ong berjungkir balik dan turun dari pohon, karena tadi kakek itu nongkrong di sana. Tapi begitu Ji Beng berkelebat dan melepas pukulan lagi, ular sudah ceral-berai maka kakek ini melengking dan menangkis.

“Dukk!” Kakek itu terpental. Ji Beng memang hebat dan wakil ketua Go-bi ini berkelebat lagi melancarkan pukulan. Coa-ong sibuk dan memaki-maki. Dan ketika anak-anak murid datang berlarian dan menggebah ular-ular itu, mereka akhirnya menyusul dan melihat wakil ketua mereka ini maka tanpa disuruh mereka tahu apa yang harus mereka lakukan, yakni menyerang ular-ular itu dengan api. Ular memang takut dengan api. 

Dan ketika Coa-ong terpental dan selalu kalah kuat dengan hwesio Go-bi ini, memekik dan memakí-maki tiba-tiba kakek itu melepas ular besar yang melilit di lehernya untuk kemudian diputar dan menghantam Ji Beng Hwesio, yang sudah mendesaknya sedemikian hebat.

"Keparat, keledai gundul busuk. Terimalah dan mampuslah bersama ularku!”

Ji Beng mengelak. Dia tak mau membunuh mahluk hidup lagi namun ular itu ternyata ular istimewa, atau mungkin si Raja Ular menggerakkannya sedemikian rupa hingga ketika si hwesio mengelak mendadak ular ini meliuk, tepat sekali memagut ujung hidung. Dan karena ular itu juga membuka mulutnya dan bau tak sedap keluar dari situ, amis dan busuk maka Ji Beng menggerakkan tangannya dan apa boleh buat dia mengebut kepala ular yang seketika hancur.

"Prakk!” Coa-ong terbahak tapi juga merintih. Tiga ular kesayangannya tewas dan kakek itu berjungkir balik ke belakang, lari dan menerjang murid-murid Go-bi yang mulai mengurung. Dan karena mereka jelas bukan tandingan kakek ini sementara Beng Kong Hwesio dan Lu Kong Hwesio tak ada di situ, Lu Kong bahkan tewas oleh kelicikan kakek ini, maka murid-murid terpelanting dan sebagian bahkan sudah melempar tubuh bergulingan ketika si Raja Ular datang.

“Awas...!"

Peringatan itu cukup. Coa-ong terkekeh dan sebentar saja keluar dari kepungan. Hwesio- hwesio muda menyibak sementara Ji Beng baru saja menangkis serangan ular dan tertegun di sana. Tapi ketika Coa-ong terbang dan meninggalkan tempat itu, memaki-maki maka hwesio itu juga bergerak dan meluncur mengejar lawan.

"Berhenti, jangan pergi seenak ini!"

Dua orang itu berkelebat seperti iblis. Mereka lewat begitu cepat di antara murid-murid yang ada di kiri kanan, wakil Go-bi itu marah bukan main karena setelah mengacau tiba-tiba saja kakek ini pergi, begitu enak! Namun ketika Ji Beng meluncur dan terbang di pintu gerbang, kebetulan bertemu dengan murid-murid yang baru saja bertemu ketuanya maka hwesio muda yang tadi menjawab perintah Ji Leng Hwesio tiba-tiba berseru,

“Susiok, suhu memanggilmu. Kwi-bo juga sudah diusir keluar dan Beng Kong suheng terluka!”

Ji Beng tertegun. Seruan atau panggilan itu membuat dia berhenti. Coa-ong terkekeh- kekeh dan lenyap di sana, murid-murid Go-bi malang-melintang đikibas kakek ular itu. Dan ketika hwesio ini mendesah dan kecewa, ketua Go-bi memanggilnya maka tiba-tiba kakek itu mencabut sebatang rumput dan melemparkannya ke arah Coa-ong yang sudah hampir lenyap di bawah batu karang. “Coa-ong, kau beruntung. Pinceng menyesal. Tapi pinceng titip ini untukmu!"

Si Raja Uiar menjerit. Cepat melebihi anak panah melesat sekonyong-konyong sebatang rumput itu menyambar lawan. Coa-ong tak menyangka dan terkekeh-kekeh karena Ji Beng berhenti di pintu gerbang, dipanggil ketuanya. Maka begitu lengah dan rumput menancap bagai anak panah, tembus dan dalam tiba-tiba kakek itu terpelanting namun Coa-ong sudah meloncat bangun dan melarikan diri lagi. 

Kakek itu memaki dan melotot sejenak untuk akhirnya lenyap meninggalkan lawannya. Ji Beng Hwesio tampak termangu-mangu di pintu gerbang. Dan ketika Raja Ular maupun si Ratu Iblis tak ada lagi, murid-murid terpaku namun segera menolong yang luka atau tewas maka Ji Beng berkelebat dan murung menghadap suhengnya.

Hari itu Go-bi mendapat celaka dan semua orang bersedih. Rata-rata menunjukkan rasa duka yang dalam tapi beberapa murid malah ada yang bersinar-sinar matanya, bukan marah oleh kejadian ini melainkan terbayang dan tertuju ingatannya kepada tubuh si Ratu Iblis yang aduhai. Mereka itulah murid-murid yang tergetar berahinya dan mulai runtuh. 

Kwi-bo telah merangsang hwesio-hwesio muda untuk berpikiran cabul. Dan ketika murid-murid yang ini pergi dan menyelinap diam-diam, ingin mencari dan memuaskan hasrat berahinya kepada wanita di luar maka Kwi-bo sendiri terkekeh dan sempat menyambar seorang hwesio muda!

“Hi-hik, turun dan berhenti di sini!" Kwi-bo melempar hwesio itu dan juga Peng Houw. Wanita ini telah memulihkan jari dan lututnya, diam-diam gemas kepada Ji Leng Hwesio namun juga gentar bahwa ketua Go-bi yang sakti itu masih juga hebat. Kalau saja tak tertarik untuk mencari Bu-tek-cin-keng itu tak mungkin dia ke Go-bi. Sialan, dua kali dia menelan kekalahan. Tapi terkekeh dan bersinar-sinar memandang hwesio muda itu, yang sejak tadi melotot dan menggigil memandangi tubuhnya wanita ini lalu membebaskan totokan dan menendang hwesio itu agar bangun berdiri.

"Bangun.... bangun. Jangan melotot saja dan ikuti perintahku!”

Si hwesio muda ketakutan. Dia dirangsang berahi tapi juga gentar menghadapi si Ratu Iblis ini, yang dapat bersikap demikian kejam dan ganas. Tapi melihat wanita itu terkekeh dan sikapnya ramah, mulut dan deretan gigi yang putih bersih itu membuatnya terpesona maka dia menyeringai dan menjatuhkan diri berlutut agar si Ratu Iblis tak membunuh. "Ampun, locianpwe tentu tak akan membunuhku. Apa yang hendak kau perintahkan, locianpwe? Apa yang harus kulakukan?”

"Hi-hik, aku ingin kau berdiri dan tidak berlutut begini. Kau kusuruh bangun, dan jangan menyebut aku locianpwe (orang tua sakti). Apakah aku sudah tua bangka dan tidak cantik? Kau menghina dan minta kuhajar? Ayo bangun, jangan berlutut.. plak!" rambut si Ratu Iblis menyambar, langsung membelit dan menarik leher hwesio muda itu hingga menjerit terangkat.

Hwesio ini tersentak dan seketika melayang ke arah lawannya. Dan ketika Kwi-bo menangkap dan mencengkeram pundaknya maka hwesio itu kembali menggigil dan ketakutan. "Ampun... ampun... aku salah!”

"Nah, bagaimana kau menyebutku?"

“Dewi Jelita..., kouwnio (nona) yang baik!"

"Hi-hik, bagus. Tapi aku lebih senang đipanggil Kwi-bo (Biang lblis). Hayo, sebut Kwi-bo dan tatap mataku!"

Hwesio itu pucat. Dia mengangkat mukanya dan menatap wajah si Ratü Iblis. Mula-mula ketakutan tapi senyum si cantik tiba-tiba menggetarkan hatinya. Kwi-bo tertawa dan tawa itu bukan main manisnya. Ah, hwesio itu menelan ludah, tersenyum! Dan ketika Kwi-bo juga tersenyum dan melepaskan cengkeramannya maka hwesio itu ditanya namanya.

“Kau murid ke berapa di Go-bi. Siapa namamu!"

"Aku... aku Hi Ceng Hwesio....”

"Hush, di sini tak ada hwesio, Hi Ceng. Kau pemuda tampan yang tak pantas menjadi hwesio. Kau sekarang adalah sahabatku. Kau murid ke berapa!"

"Aku.... aku murid tingkatan lima...”

"Hm, rendah sekali. Pantas! Apakah kau masih ingin tinggal di Go-bi? Apakah kau tak ingin menjadi sahabat atau muridku?"

Si hwesio tertegun. "Jawab!” Kwi-bo terkekeh. "Apakah kau tak suka kepadaku, Hi Ceng. “Apakah kau tak ingin menjadi kekasih atau muridku!"

"Kek.... kekasih?"

“Ya, kau ingin, bukan? Bukankah kau tak lepas-lepas memandang tubuhku? Hm, Ji Leng Hwesio telah mengusir aku dengan cara menyakitkan. la melempar pakaianku dan tak menggantinya dengan pakaian utuh. Ini harus dibalas. Aku akan menghajarnya kelak tapi sekarang kau betulkan dulu letak kancing bajuku ini. Lihat, kancingnya lepas sebuah!"

Kwi-bo menarik atau menyingkap kancing bajunya itu, memperlihatkan pakaiannya yang sobek-sobek dan tentu saja hwesio muda ini melotot dan serasa berhenti napasnya melihat Kwi-bo memperlihatkan buah dadanya, tanpa malu-malu dan mencuatkannya begitu saja. Bukan main! Dan ketika hwesio itu terbelalak dan melotot lebar, Kwi-bo terkekeh dan menarik kepalanya maka disuruhnya hwesio muda itu membetulkan letak bajunya.

"Kau selalu melotot ke sini. Jangan takut, sentuh dan pegang sesukamu tapi betulkan kancing bajuku ini. Mau?"

“Mmma... mau!”

“Nah, mulai. Tapi kau harus membersihkan seluruh tubuhku dengan pakaianmu itu!”

"Apa?"

"Hi-hik, artinya lepas seluruh pakaianmu itu dan bersihkan tubuhku dengan itu, Hi Ceng. Baru setelah itu kau boleh pegang-pegang sesukamu!"

"Ah, jadi aku....”

“Ya!" si Ratu Iblis memotong, terkekeh."Kau boleh bercinta denganku, Hi Ceng. Tapi kau harus membersihkan dulu semua tubuhku. Nah, mulai dan lepas pakaianmu, buang jubah hwesio itu!"

Hi Ceng melonjak. Bagai harimau mendapat kelinci gemuk tiba-tiba saja dia mendengus dan berjingkrak melepas pakaiannya. Kwi-bo meraih lehernya dan memberi sebuah ciuman nikmat, sekejap saja dan sudah dilepas kembali namun si hwesio sudah merasa diterbangkan. Dia mabok dan tertawa gembira. Dan karena hwesio ini memang murid Go-bi yang lemah imannya, tergiur dan sudah tersentak oleh janji yang melambungkan sukma itu maka begitu ciuman mendarat dan dilepas lagi tiba-tiba dia sudah melepas seluruh pakaiannya dan menubruk lawannya dengan sikap tak sabar.

Dia tahu bahwa Kwi-bo main-main dengan kancing bajunya itu, bukan disuruh membetulkan melainkan justeru disuruh melepaskan. Hal yang membuat hwesio muda ini gembira. Tapi begitu dia menubruk dan menerkam wanita ini, gejolak berahinya membakar sampai ke ubun-ubun kepala tiba-tiba terdengar jeritan ngeri ketika tangan Kwi-bo bergerak ke bawah dan menerkam anggauta rahasia murid Go-bi itu, membetot atau menariknya lepas.

"Hi-hik, kau muda dan kuat, Hi Ceng. Tentu kejantananmu akan membuatku semakin awet muda.... crott!"

Sesuatu terlepas dari tubuh hwesio muda itu, disusul jatuh atau berdebuknya murid Go-bi ini. Dan ketika Kwi-bo terkekeh dan menggerakkan jarinya yang berlepotan darah, menelan sesuatu seperti harimau rakus menikmati daging segar maka Peng Houw yang terbelalak dan tertotok urat gagunya tiba-tiba pucat dan roboh pingsan!

Anak ini tadi dibebaskan Kwi-bo namun lutut dan urat gagunya ditotok. Dia dilempar ke sudut dan tentu saja menonton semua kejadian itu. Kalau saja Peng Houw dapat mengeluarkan suara tentu dia berteriak-teriak dan memaki Hi Ceng Hwesio itu. Hwesio muda ini adalah satu di antara tukang kebun, murid tingkatan lima dan Peng Houw sendiri sejak dulu sudah kurang suka. Hwesio ini suka menjitak dan mengganggunya.

Tapi begitu Kwi-bo membunuhnya dan Peng Houw melihat apa yang dilakukan si Ratu Iblis ini, membetot bagian tubuh Hi Ceng Hwesio dan menelannya sebagai jamu kuat, hal yang membuat anak itu hampir muntah-muntah dan tak tahan maka Peng Houw akhirnya roboh dan jijik serta muak oleh keganasan atau kekejian si Ratu Iblis ini.

Kwi-bo terkekeh dan meneruskan mengunyah makanan itu sampai habis, tak perduli kepada Peng Houw namun akhirnya membersihkan bibir dengan jilatan-jilatan ujung lidahnya. Mulut dan lidah wanita ini bergerak-gerak seperti mulut atau lidah ular. Namun karena mulut dan lidah wanita itu berlepotan darah, padahal dia mengunyak dan membersihkan itu sambil tertawa-tawa maka wanita ini terasa sungguh lebih menyeramkan daripada ular.

Kwi-bo benar-benar patut dijuluki Biang Iblis karena dia memang benar-benar iblis. Iblis wanita meskipun dia cantik jelita! Dan ketika waniitu selesai membersihkan mulutnya dan mayat Hi Ceng Hwesio terkapar di situ, tak diperdulikan, mendadak terdengar tawa dan tepuk tangan seorang anak.

"Bagus... bagus. Kau telah menunjukkan kehebatanmu, locianpwe. Dan kau tentu sedang melatih ilmumu Bin-siauw-kwi (Mempercantik Diri)!"

Kwi-bo terkejut. Dia menoleh dan seketika menengok ke atas karena tahu-tahu Chi Koan, anak itu, nongkrong dan bertepuk tangan di atas batu karang. Batu itu tinggi dan wanita ini tertegun bagaimana si anak dapat duduk di situ, tanpa bantuan orang lain. Tapi begitu sadar dan terkekeh mencelat mendadak Ratu Iblis ini menyambar dan menarik anak laki-laki itu.

"Hi-hik, kau, Chi Koan. Ih, mengejutkan saja tapi aku kagum kepadamu!"

Namun Ratu Iblis tersentak. Chi Koan yang disambar dan diraihnya mendadak lenyap ke bawah, seperti ditarik atau dihentak seseorang. Dan ketika wanita itu tiba di atas dan berjungkir balik di sini, mau tak mau berseru marah maka sebuah tangan kurus tahu-tahu menjulur dan mencengkeram buah dadanya, dari balik batu karang itu.

"Plak-dess!”

Si Ratu Iblis terpental meluncur ke bawah. Dia tak menyangka serangan itu tapi sudah menangkisnya dengan pekikan kaget. Seseorang muncul dari balik batu karang itu dan terkekeh-kekeh menyerangnya, langsung saja mencengkeram buah dadanya. Tapi karena dia mementalkan serangan itu meskipun diri sendiri juga terlempar dan berjungkir balik maka wanita ini melotot melihat seorang kakek tinggi kurus berkelebat dan berdiri di depannya. Kakek yang seperti batang bambu!

"Heh-heh, kau tangkas dan masih mengagumkan, Kwi-bo. Dan tubuhmu, hmm.... masih menggiurkan dan penuh pesona!”

"Keparat!" Si Ratu Iblis melengking. "Kau kiranya, Tiok-jin-mo (Hantu Bambu). Sungguh membuat kaget dan gusar. Kau lancang dan kurang ajar, berani benar mau meremas-remas buah dadaku.... tar-tar!" dan rambut yang bergerak dan menjeletar nyaring tahu-tahu telah menyerang dan menyambar kakek ini.

Tiok-jin-mo terkekeh dan tubuhnya yang tinggi kurus itu meliuk seperti bambu, ajaib, tahu- tahu luput menerima serangan ganas itu. Dan ketika Kwi-bo melengking dan menyerang lagi, bergerak dan menjeletarkan rambutnya yang berobah bagai ribuan kawat baja maka kakek itu tertawa parau menggerakkan kedua tangannya, menghalau.

"Heh-heh, tak usah berang tak usah geram, Kwi-bo. Kita sama-sama anggauta Tujuh Siluman Langit dan sama-sama memusuhi keledai-keledai gundul Go-bi... plak-plak!"

Kakek dan Ratu Iblis itu sama-sama tergetar, hendak dilanjutkan dengan satu tamparan miring namun Tiok-jin-mo sudah menangkap lengan lawannya itu. Dan ketika kakek ini terkekeh dan berputar ke belakang, tak mau diserang lagi maka kakek yang seperti batang bambu itu menuding.

"Lihat, anak ini bersinar-sinar memandangmu. Katanya kau yang menjadi gara-gara dari semua keributan di Go-bi dan kini ingin ikut kita!"

Kwi-bo menghentikan pukulannya. Dia terbelalak memandang Chi Koan karena anak itu memang berseri-seri memandangnya, matanya penuh kagum tapi juga nakal, menembus pakaian dalamnya dan Ratu Iblis ini merasa betapa pandangan anak laki-laki itu "menggatalkan" bagian yang dipandang. Dan ketika ia tertegun tapí terkekeh, berkelebat dan menyambar anak itu maka Ratu lblis ini menyesapkan kepala anak itu ke buah dadanya.

"Hi-hik, kau seperti laki-laki dewasa, Chi Koan. Pandang matamu sudah mampu menggetarkan berahi. Ih, daripada dinikmati Tiok-jin-mo lebih baik kau saja yang masih segar dan murni ini, hi-hik...!”

Chi Koan dibenam-benamkan di buah dada wanita itu, diremas dan diciumi tengkuknya dan Chi Koan sendiri tertawa menggigit benda yang empuk kenyal itu. Anak ini sendiri masih belumlah dewasa namun gairah atau nafsu itu sudah muncul, meskipun belumlah sesempurna laki-laki matang. Dan ketika sambil tertawa dia menggigit dan membuat lawannya kegelian, Kwi-bo terkekeh dan menjerit tertahan maka anak itu dilempar dan ditepuk pantatnya.

"Ih, kau ngawur, belum bisa! Hi-hik, ke sana, anak manis. Biar kutunggu kau sampai dewasa dan lihat kakek siluman itu melotot!"

Chi Koan tertawa. Tiok-jin-mo memang melotot karena yang mendapat "keberuntungan" itu bukanlah dirinya, melainkan si bocah. Namun terkekeh dan mengusap-usap mulutnya dengan tanda kotor kakek ini berseru, "Wah, tak perlu melotot. Kalau kau tak mau memberi tak mungkin aku harus memaksa, Kwi-bo. Kau memang menarik dan menggairahkan namun seperti mawar berduri. Heh-heh, aku tak perlu iri kepada anak ini!"

"Hm!" Ratu Iblis bersinar-sinar, bertolak pinggang. “Sekarang katakan apa maumu dan kenapa ada di sini, Jin-mo. Mana teman-teman kita yang lain dan apa yang kau cari di sini!"

"Heh-heh, aku mendengar tentang Bu-tek-cin-keng...”

"Wut!” si Ratu Iblis berkelebat, tiba-tiba menusukkan dua jarinya. "Dari mana kau tahu? Siapa yang memberi tahu? Bedebah, kau tajam pendengaran, Jin-mo. Namun kau mampus kalau coba-coba merampas kitab itu dari tanganku.... plak-plak!"

Si kakek yang mengelak dan terpaksa menangkis serangan ini tiba-tiba tertawa parau ketika mementalkan serangan, mau diserang lagi namun buru-buru mengangkat tangan tinggi-tinggi. Hantu bambu itu berseru agar Kwi-bo tidak menyerangnya. Dia tahu itu dari Coa-ong. Dan ketika Kwi-bo terbelalak dan menghentikan serangan, mata berkilat berbahaya maka Tiok-jin-mo memberikan penjelasannya.

"Coa-ong telah memberi tahu kepadaku dan juga teman-teman yang lain tentang kitab rahasia dari Go-bi ini. Aku datang dan kini ada di sini. Tapi karena kulihat Ji Beng Hwesio dan suhengnya itu masih terlalu lihai maka aku menonton saja kekalahan kalian dan menunggu di sini.”

"Keparat! Coa-ong memberi tahu kepada yang lain-lain juga? Jahanam tua bangka itu memberitahukan kepada semuanya?"

"Benar, dan kau tak perlu marah, Kwi-bo. Kan kita sama-sama sahabat. Ada rejeki harus dibagi ada derita dipikul bersama...”

“Terkutuk!" Si Ratu lblis itu berkelebat dan melengking-lengking. "Kubunuh dia, Jin-mo. Tunjukkan padaku di mana ular siluman itu!”

"Dia di balik bukit itu, istirahat...”

"Ah, akan kulabrak dan kucari dia!" dan Kwi-bo yang marah dan melupakan Peng Houw tiba-tiba terbang dan meluncur ke tempat yang ditunjukkan temannya, lupa atau tak perduli kepada anak itu dan tiba-tiba Hantu Bambu inipun menyeringai aneh. Dia melihat bayangan lain dari arah yang berbeda. Dan ketika Chi Koan mengerutkan kening dan heran memandang kakek itu, yang memberi tanda agar dia diam maka muncul dan berkelebatlah bayangan Coa-ong, kakek yang mendesis-desis menahan rumput "hebring" yang masih menancap di pundaknya.

“Keparat, bedebah jahanam. Kau di sini, Jin-mo? Melotot dan tidak segera menolongku? Aduh, Ji Beng si keledai gundul sungguh kurang ajar. Dia menyakiti dan menancapkan benda ini ke pundakku. Tolong cabut atau kusuruh ular-ularku mengeroyokmu!"

"Heh-heh, datang-datang main ancam? Wah, tanganku sedang kaku, Coa-ong. Coba suruh anak itu mencabutnya dan biar aku mempersiapkan biji-biji bambuku.... trik-trik!" seperti sulapan atau sihir saja tiba-tiba Tiok-jin-mo mengeluarkan puluhan lidi-lidi bambu yang diketrik-ketrikkan di antara jari-jarinya, suaranya aneh dan menyakitkan telinga dan Chi Koan yang terbelalak tiba-tiba tertegun karena dua biji bambu tiba-tiba terloncat dan menyambar pundak Coa-ong.

Kakek itu berkata biarlah Chi Koan yang mencabutnya tapi bambu atau sepasang lidi bambu itu sekonyong-konyong melejit dan terbang ke pundak si Raja Ular ini. Di situ masih ada sisa rumput yang menancap ke dalam daging, Coa-ong mencabutnya namun rumput itu patah di tengah jalan. Dan ketika kakek ini terkejut tapi tertawa lebar, Tiok-jin-mo menggerakkan sepasang biji bambunya maka bambu itu tiba-tiba menusuk dan menjepit batangan rumput yang menancap di dalam daging ini. Lalu begitu mereka "meloncat" dan keluar dari pundak yang luka maka biji bambu itu terbang dan menyambar kembali ke arah Tiok-jin-mo, sudah menjepit atau membawa sisa rumput bekas lontaran Ji Beng Hwesio.

“Ha-ha, mereka mau kuperintah, Coa-ong. Syukur dan terima kasih. Tapi kau harus membalas budi baikku!"

Coa-ong tertawa bergelak. Dia tahu watak aneh dari rekan-rekannya ini, merogoh kantung baju dan mengeluarkan sesuatu. Dan ketika sesuatu itu dilemparkan kepada Jin-mo dan Hantu Bambu itu menangkapnya maka seekor ular warna merah digigit dan dikunyah kakek itu, mentah-mentah.

"Ha-ha, kau doyan ular segar, Jin-mo. Biarlah kuberikan ang-tok-coa ku kepadamu. Tentu kau akan girang karena kebal racun!"

"Hmm... kries-kriyess!" Jin-mo mengunyah dan meram-melek menikmati ular merah itu, tampak nikmat. "Kau betul, Coa-ong. Aku ingin semakin kebal racun meskipun tak takuti segala ular-ularmu itu.”

"Ha-ha, kau memang sombong. Kalau kau ingin kebal racun seperti aku maka setiap hari kau harus sarapan ular-ular cobra, dan kau tak mungkin dapat menikmati itu. Karena kau tak pandai memanggil ular!”

"Benar, tapi kalau setiap hari ada kejadian begini dan kau menerima pelajaran dari Ji Beng Hwesio tentu perutku kenyang. Heh-heh, terima kasih, Coa-ong. Tapi anak ini mengilar melihat makananku. Biar kuberi dia sedikit dan tak usah pelit membagi-bagi rejeki... krek!"

Jin-mo menggigit putus sebagian leher ular, tertawa dan menyerahkannya kepada Chi Koan dan anak itu terkejut karena tiba-tiba disodori. la terbelalak dan memang mengamati kakek itu menikmati ular mentah, rasanya kok seperti enak! Maka begitu đisodori dan Chi Koan terkejut, Jin-mo tertawa dan tahu-tahu menjejalkan ular itu ke mulutnya maka anak ini muntah-muntah dan memaki, kalang-kabut.

"Keparat, tua bangka sialan. Aku tak sudi menerima makananmu, Jin-mo. Hayo makan sendiri atau aku menghajarmu!"

“Ha-ha, anak yang pemberani!" Jin-mo tertawa aneh, bergerak dan sudah menangkap anak ini. "Semakin kurang ajar semakin aku suka, bocah. Coba telan lagi dan yang ini tentu enak!"

Chi Koan tiba-tiba berteriak, meronta namun ditotok dan mendadak sepotong hati yang berlepotan darah dijejalkan ke mulutnya. Dan ketika Jin-mo mengurut dan menekan bawah rahangnya maka anak itu jatuh terduduk dan ular mentah itu sudah memasuki perutnya. "Huakk!” Chi Koan muntah-muntah, marah bukan main. Meloncat bangun. “Kubunuh kau, Jin-mo. Kurajang hatimu nanti. Terkutuk, bedebah...!” dan si anak yang menerjang dan membabi-buta menyerang kakek itu akhirnya menjadi permainan Jin-mo yang berloncatan dan mengelak ke sana ke mari.

Kakek itu berkelebat dan tiba-tiba malah lenyap, Chi Koan tertegun. Namun ketika dia menoleh ke kanan kiri tiba-tiba belakang lututnya diketuk orang dan iapun roboh. Itulah perbuatan Jin-mo dan anak itu naik pitam, membalik dan menerjang lawan dan jadilah Jin-mo diserang habis-habisan. Dan ketika kakek itu terkekeh-kekeh dan menjewer atau menjentik telinga anak ini, Chi Koan kesakitan dan pedas kulitnya maka terdengar seruan dan bentakan dari kanan.

"Bagus, serang dan bunuh mereka ini, Chi Koan. Kubantu kau menghajar Coa-ong!" dan Peng Houw yang sadar dan siuman membuka mata, terbelalak dan tertegun sejenak melihat itu tiba-tiba meloncat bangun dan menerjang si Raja Ular. Peng Houw tak tahu siapa kakek yang satunya itu namun melihat temannya di situ tiba-tiba ia besar hati dan menerjang kakek ini.

Coa-ong terkejut tapi mendengus pendek, rasa tak senangnya tiba-tiba muncul karena Peng Houw tak sesimpatik Chi Koan. Anak ini selalu memusuhi dirinya dan karena dia telah membunuh Lu Kong Hwesio maka tentu saja anak itu lebih benci kepadanya daripada yang lain, Kwi-bo umpamanya. Maka begitu mengelak dan menggerakkan kakinya tiba-tiba kakek ini menendang Peng Houw sampai mencelat. "Kau anak setan, pergilah!"

Peng Houw menjerit. Ia terbanting dan berteriak tapi menerjang lagi. Kakek itu memang amat dibencinya. Tapi karena Coa-ong bukan tandingannya dan kakek itu terlalu lihai maka empat kali dia bergerak empat kali itu pula Coa-ong menendang dan membuatnya mencelat. Peng Houw kesakitan tapi semangat dan keberanian yang besar membuat anak itu selalu bangun lagi, menyerang dan menyerang. Dan ketika Coa-ong jengkel karena Peng Houw betul-betul nekat, matanya berkilat ingin membunuh maka kakek itu membentak dan sekonyong-konyong jarinya menusuk.

“Tak tahu diri, bandel dan kurang ajar. Baiklah kuantar menyusul gurumu, bocah. Iringi Lu Kong Hwesio ke neraka!"

Tapi ketika kakek itu menusukkan jarinya dan Peng Houw terancam bahaya maut, dahi anak itu akan tertusuk bolong tiba-tiba menyambar empat lidi bambu menyambar dua jari kakek ini. "Heh-heh, tak perlu gusar. Anak dengan anak, Coa-ong. Yang tua dengan yang tua. Jangan dibunuh dan biarkan mereka ini diadu... prat!"

Empat lidi itu mengenai jari-jari Coa-ong, hancur dan terpental tapi Coa-ong pun terhuyung menerima serangan Jin-mo. Hantu Bambu itu nencegahnya dan Peng Houwpun selamat. Tapi karena si kakek marah dan menggerakkan kakinya maka Peng Houw terbanting oleh sebuah sapuan miring.

"Dess!” Anak itu mengeluh tak segera dapat bangun berdiri. Coa-ong menendangnya amat keras dan Peng Houw menangis, bukan karena takut melainkan saking marahnya menahan sakit. Kakek itu kejam! Tapi ketika Jin-mo berkelebat dan mengurut kakinya, sembuh dan berdiri dengan mata menyala maka Chi Koan disambar kakek ini dan diadu dengan Peng Houw.

"Kau bicara tentang bocah bernama Peng Houw, tentu ini orangnya. Apakah dia yang mengejek gurumu dan menghinamu? Nah, kau sering memaki-maki anak ini ketika bersamaku, Chi Koan. Coba sekarang maki-maki dia lagi kalau berani. Jangan buang kentut sembunyi pantat!"

Chi Koan dan Peng Houw tertegun. Mereka sama-sama, berhadapan dan kalau dipikir mereka sebetulnya juga sama-sama menghadapi musuh Go-bi. Mereka adalah murid-murid Go-bi biarpun Chi Koan berwatak aneh dan liar, suka memberontak. Tapi ketika menyeringai dan ditantang kakek itu, Jin-mo memanaskan telinganya maka Chi Koan yang tentu saja tak takut kepada Peng Houw sudah berkacak pinggang dan mengejek.

"Hm, siapa takut? Aku memang sering memaki-makinya, Jin-mo, di belakang atau di depannya. Ini memang Peng Houw, murid Lu Kong-supek yang hampir saja dikalahkan guruku. Kalau saja dia jujur maka dia melihat bahwa kematian gurunya adalah karena kemenangan guruku!"

"Keparat!" Peng Houw mendelik, membentak, "Kematian guruku bukan karena gurumu, Chi Koan, melainkan oleh kecurangan si Raja Ular ini. Minggir, aku akan melabraknya kembali!" namun ketika Peng Houw mendorong dan tak mau melayani lawannya, hatinya terbakar oleh sikap dan perbuatan Coa-ong tiba-tiba Chi Koan menjegal dan membantingnya di situ.

"Nanti dulu. Hormat dan lalui aku baik-baik, Peng Houw. Jangan seperti perampok. Kau sekarang berurusan denganku, bukan dengan Coa-ong. Nah, minta maaf dan hormati aku seperti gurumu.... bluk!"

Peng Houw yang terjegal dan kaget serta marah tiba-tiba ditangkap dan sudah diinjak punggungnya. Jin-mo terkekeh-kekeh dan Coa-ong juga tertawa lebar melihat itu. Jin-mo hendak mengadu dua anak ini sebagai tontonan yang menarik. Dan ketika Peng Houw mengeluh karena injakan itu membuat napasnya sesak, Chi Koan berseru agar dia minta ampun tiba-tiba anak ini membalik dan kaki lawan disambar. Dan begitu Peng Houw berhasil mencengkeram atau menangkap kaki lawannya itu tiba-tiba Chi Koan terguling dan roboh menimpa Peng Houw.

"Bedebah, tak tahu malu. Di sini ada musuh-musuh kita yang utama, Chi Koan. Tak seharusnya kau menyerang aku dan menghina. Rasakan, akupun dapat membalas!”

Dua anak itu yang bergumul dan pukul-memukul akhirnya bergulingan dan menjerit atau memaki. Chi Koan menggigit telinga Peng Houw dan Peng Houw pun balas menggigit telinga anak itu. Suasananya jadi ramai, seru. Namun karena Chi Koan sudah memiliki dasar-dasar kepandaian silat sementara Peng Houw belum maka begitu Chi Koan bergerak dan menggulingkan tubuh ke kiri, kaki menendang selangkangan Peng Houw hingga anak itu terpekik maka Chi Koan sudah berada di atas dan menindih lawannya, tangan menelikung dan mengganjal leher Peng Houw dengan lututnya.

“Rasakan. Kau sombong dan pongah, Peng Houw. Hayo minta ampun atau kau kubunuh!"

"Ah-ugh....!” Peng Houw sesak napasnya, pucat. "Tak sudi aku minta ampun, Chi Koan. Kau anak siluman. Bocah iblis!”

"Kau masih juga memaki? Tidak mau minta ampun?"

"Aku tak sudi minta ampun, kau boleh membunuhku.... krekk!" dan Chi Koan yang memuntir dan menginjak tubuh Peng Houw tiba-tiba membuat anak itu berteriak dan pingsan. Tangan Peng Houw patah dan berkelebatlah Tiok-jin-mo menyambar Chi Koan.

Dan ketika anak ini terangkat naik dan terlempar dari tubuh Peng Houw maka kakek itu berseru, “Cukup, kau tak boleh membunuh!" dan Chi Koan yang mendesis dan pucat bergulingan meloncat bangun, marah memandang kakek ini tiba-tiba menggeram dan menghardik, hal yang membuat Hantu Bambu itu tercengang.

"Jin-mo, kau beraninya dengan anak kecil. Hayo tua sama dan lawan si Raja Ular ini!"

"Hi-hik!” sebuah bayangan lain berkelebat, Kwi-bo muncul, mukanya merah padam, tapi matanya berseri-seri. "Kau benar, Chi Koan. Tua bangka-tua bangka ini memang menyebalkan dan suka mengadu orang saja. Lihat dia menipuku, Coa-ong ternyata ada di sini. Kalau tidak diberi pelajaran tentu dia akan merendahkan orang lain dan kuwakili kau menggebuk pantatnya!"

Chi Koan terkejut. Kwi-bo bergerak dan tahu-tahu tubuhnya disambar Si Ratu lblis ini, berkelebatan dan sudah mengelilingi kakek Hantu itu dan rambut Kwi-bo menjeletar-jeletar nyaring. Dia sendiri dipondong dan entah bagaimana tiba-tiba kedua tangannyapun bergerak naik turun melakukan tamparan-tamparan ke wajah kakek itu. Dan ketika Jin-mo terkejut dan tentu saja menghindar, serangan Chi Koan berhasil dihindari namun lecutan atau tamparan rambut tak sempat dielak maka tujuh ledakan mengenai pundak dan lengan kakek ini.

"Hei-heii...!" Hantu Bambu berkelebatan cepat, mengikuti gerakan si Ratu Iblis itu. "Apa yang kau omongkan, Kwi-bo. Siapa mengadu dan mempermainkan orang. Raja Ular ini memang ada di sini, muncul seperti setan. Kalau kau tidak percaya silahkan tanya padanya dan hentikan serangan-seranganmu.... plak-plak!"

Si kakek Hantu menangkis dan marah menggerakkan kedua tangannya ke kiri kanan. Rambut di kepala Ratu Iblis itu berobah menjadi ribuan kawat baja yang kalau kena tentu bisa menimbulkan celaka. Rambut itu telah mampu menjirat dan mencekik putus leher murid-murid Go-bi. Beng Kong Hwesio sendiri roboh pingsan oleh cekikan rambut ini. Dan ketika kakek itu menangkis tapi lawan tak menghiraukan teriakannya, Kwi-bo terkekeh-kekeh dan naik turun bagai walet menyambar-nyambar maka Jin-mo menjadi marah dan tiba-tiba mengetrikkan tujuh biji bambunya yang terbang meloncat-loncat.

"Baik, kau tak tahu diri. Mari mampus dan lihat siapa yang lebih lihai... trik trikk!" tujuh lidi itu mematuk atau memagut si Ratu Iblis, dua di antaranya menyelinap atau masuk ke dalam ribuan rambut baja dan Kwi-bo tiba-tiba melengking karena biji-biji bambu itu melintang di atas kepalanya, menahan atau menghalang rambut yang sedang berputaran cepat. Dan karena ia dalam sikap menyerang sementara dua bambu kecil itu terlilit dan tergubat, tentu saja mengganggu maka rambut wanita ini berodol tapi biji atau lidi bambu itu juga hancur.

“Kratakk!"

Hantu Bambu terkekeh-kekeh. Dia berhasil menahan desakan lawan namun tiba-tiba Kwi- bo mengibaskan rambutnya. Serpihan atau hancuran lidi bambu itu menyambar dari segala penjuru, si kakek Hantu menghentikan ketawanya dan otomatis berteriak keras. Dan ketika dia mengibaskan lengan bajunya dan hancuran bambu itu bertaburan menjadi tepung, Chi Koan berteriak karena kelilipan maka Coa-ong terkekeh-kekeh dan mundur berjingkrak-jingkrak, menonton.

"Bagus... bagus. Ramai dan seru. Heh-heh, kau benar, Kwi-bo. Si Hantu Tengik ini pantas dihajar. Ayo pukul lagi dan serang!”

Kwi-bo panas. Dia dibakar dan menerjang lagi, rambut menjeletar dan Chi Koan tiba-tiba dilempar. Anak ini dirasa mengganggu dan diberikan kepada Coa-ong. Tapi ketika kakek itu menangkap dan bertepuk tangan, menyoraki, mendadak Hantu Bambu membentak dan berjungkir balik menyerang kakek itu.

"Kurang ajar dan tak tahu diri!" kakek itu mengejutkan Coa-ong. “Ditolong malah tak berterima kasih, Ular Bangkai. Kalau kau membantu Kwi-bo biar kau kuhabisi dulu... heii-dess!"

Coa-ong melempar Chi Koan menyambut datangnya pukulan, terpekik dan kaget karena Jin-mo tiba-tiba menyerangnya. Lawan menggerakkan tangan dan ratusan lidi-lidi bambu mendadak saja menyambar ke arahnya, bagai hujan. Dan karena Coa-ong tak sempat menangkis kecuali membanting tubuh maka hal itupun dilakukan kakek ini seraya mencaci atau membentak lawan.

Jin-mo mengejar namun Kwi-bo mendahului. Wanita itu membentak dan berkata janganlah lawannya itu melarikan diri, urusan mereka belum selesai. Dan ketika Coa-ong terbahak-bahak dan meloncat bangun di sana, Jin-mo diserang Kwi-bo maka kakek ini bergerak dan membalas.

"Rasain. Sekarang kau menerima pelajaran, Jin-mo. Jangan coba-coba atau sombong kepada kami berdua!”

Jin-mo sibuk. Coa-ong mengeluarkan sulingnya dan bergeraklah Raja Ular itu mengiringi Kwi-bo yang meledak atau melecut-lecutkan rambutnya. Dan karena dua lawan satu sementara mereka setingkat maka Hantu Bambu itu kewalahan namun tiba-tiba terkekeh.

“Kwi-bo, kau bodoh dan tolol. Kenapa membantu Raja Ular ini? Dia membocorkan rahasiamu. Sekarang Bu-tek-cin-keng diketahui semua orang dan mereka tentu akan saling berebut. Hayo, daripada berteman seorang pengkhianat lebih baik kita bunuh dia dan bagi Bu-tek-cin-keng itu secara adil. Berteman seorang yang tak dapat dipercaya jauh lebih berbahaya daripada berteman dengan aku si tua bangka ini. Ha-ha!”

Kwi-bo termakan. Tiba-tiba dia melotot dan teringat itu. Dan ketika dia melengking dan marah melirik ke kiri tiba-tiba rambutnya menjeletar ke arah Coa-ong....!