Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 03 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 03


"HIIIEEEHH...!"

Si buta tertawa geli. Hong Cu terdorong padanya dan cepat ia menangkap gadis itu, jari-jarinya lembut mencengkeram. Dan ketika Hong Cu terkejut dan menarik diri maka mukanya memerah sementara si buta bicara seakan tak tahu perasaan gadis itu.

"Maaf, kau hampir jatuh, nona. Muridku nakal. Hati-hati, berpeganganlah pada pinggiran tempat duduk karena kereta akan berlari kencang."

Benar saja, kereta sudah berlari seperti kesetanan. Meskipun Hong Cu sudah berpegangan pada pinggiran tempat duduk tetap saja dia terguncang-guncang dan hampir terlompat-lompat. Bocah di depan kereta itu berteriak-teriak mengendalikan kudanya, menjeletarkan cambuk dan menerabas hutan mencari tanah lapang.

Dan ketika Hong Cu mendengar derap dan ringkik kuda lain, rupanya ada pengejar maka ia tak tahan untuk menyingkap tirai kereta. Dan terlihatlah belasan orang mengejar sambil membentak-bentak.

"Hm, biarkan saja. Siauw Lam tahu pekerjaannya, nona, jangan khawatir. Aku, eh.... maaf, siapa namamu dan bagaimana aku menyebutmu."

"Hong Cu...." Hong Cu tiba-tiba memberi tahu namanya, terlepas begitu saja. "Aku, eh sebut saja aku Hong Cu, kongcu. Dan siapakah kau dan muridmu ini."

"Ha-ha, jangan sebut kongcu (tuan muda). Aku orang biasa-biasa saja, bukan putera hartawan. Aku Jin Koan, Cu-moi, dan sekarang tentu boleh aku menyebutmu Cu-moi (adik Cu). Hm, kau tampak susah dan bersedih, aku menangkap suaramu agak gemetar. Kau seakan sedang berduka."

Hong Cu terkejut dan memandang si buta ini. la benar-benar heran dan kaget bagaimana si buta ini serba tahu segala. Agaknya tidak seperti orang buta saja. Akan tetapi ketika ia diam dan memandang tertegun, si buta rupanya tak enak tiba-tiba pemuda itu membungkuk dan menarik napas dalam.

"Maaf, aku rupanya mencampuri urusan pribadimu, Cu-moi, atau mungkin mengorek-ngorek sesuatu yang tidak membuatmu senang. Tutuplah tirai itu karena kudengar gerakan senjata rahasia ...cet!"

Belum habis kata-kata ini tiba-tiba benar saja menyambar sebuah piauw (pisau terbang), masuk dan menancap di pinggiran tempat duduk dan Hong Cu kaget sekali. Ia terpekik dan otomatis melepaskan tirai. Pangkal lengannya hampir kena! Dan ketika ia lagi-lagi terkejut dan membelalakkan mata bagaimana si buta ini tahu segala maka kereta tiba-tiba diputar dan miring hampir terguling. Roda berderit dan mengeluarkan suara mengerikan.

"Suhu, aku sudah mendapatkan tanah lapang. Aku ingin main-main di sini saja!"

"Hm, sesukamu," si buta tersenyum, tampan dan memikat sekali, tak terpengaruh oleh dinding kereta yang miring, padahal Hong Cu sudah roboh dan jatuh di dadanya. "Hajar mereka kalau tak tahu adat, Siauw Lam. Dan praktekkanlah kepandaian yang kau dapat dariku."

Hong Cu terpekik dan roboh di pelukan si buta. Kereta dan roda yang berderit demikian keras jelas menandakan kereta diputar dengan sudut yang amat tajam. Mungkin bocah di depan itu memasuki sebuah tikungan atau mungkin justeru membelokkan kereta untuk kembali dan memapak orang-orang itu. Karena ketika ia mendorong dan menarik mundur dirinya, merah padam maka terdengar jerit dan pekik dua dari sekian banyak penunggang kuda, para pengejar itu.

"Aiihhh...!"

"Heiii bluk-blukk!"

Hong Cu tak tahu apa yang terjadi diluar. la baru saja menarik diri dari tubuh si buta itu dan sejenak mendapat dekapan di kepala. Dekapan itu mesra dan lembut sekali, ia menggigil. Dan ketika la meihat si buta tersenyum dan seakan bahagia, tak pelak lagi iapun jengah maka Hong Cu melompat keluar karena dah mendengar suara benturan senjata.

"Kongcu, eh Koan-twako, biarkan aku menghajar orang-orang itu!"

Si buta tak menjawab. Hong Cu tak melihat betapa si buta tiba-tiba sudah mencabut piauw milik, penyerang itu, tersenyum. Dan ketika ia keluar dan membuka pintu kereta maka tampaklah pemandangan yang membuat Hong Cu bengong, tak jadi mencabut pedang karena si bocah murid si buta itu sudah terkekeh-kekeh memainkan cambuknya.

la menghadapi tiga belas orang laki-laki yang bersenjata golok dan tampak kejam, dua di antaranya adalah Mo Hong dan Gin Sam itu, dua lelaki yang sudah pernah dihajarnya. Dan ketika Hong Cu terbelalak karena Siauw Lam si bocah lelaki menyelinap dan berkelebatan cepat membagi-bagi ujung cambuknya.

Maka tiga belas orang itu mengaduh-aduh dan mengumpat caci menjerit-jerit. Cambuk meledak di pipi dan bagian tubuh mana saja yang disukai anak lelaki itu, termasuk pantat yang membuat celana mereka robek-robek. Kulit pantat itu sendiri matang biru!

"Ha-ha, menari-narilah, Hayo, melompat dan angkat kaki tinggi-tinggi, keledai-keledai tolol, atau kalian cecowetan seperti monyet mencium terasi, ha-ha!"

Hong Cu kagum. Anak sekecil itu ternyata pandai mainkan cambuk dan tak satupun golok mengenai tubuhnya. Bagai belut yang licin saja ia sudah menyelinap dan menghilang di balik tubuh lawan-lawannya, yang rata-rata tinggi besar dan mudah baginya dibuat persembunyian. Dan ketika cambuknya meledak dan menampar golok lawan maka golok terpental dan membentur golok lain yang dibawa teman. Dan bunyi suara tang-ting membuat suasana menjadi ramai, riuh sekali. Dan Hong Cu tak tahan untuk terkekeh-kekeh.

"Hik-hik, bagus, Siauw Lam. Hajar mereka itu. Kukira kau tak perlu bantuanku!"

Anak itu menoleh. Dalam pertandingan yang gesit ia tertawa memandang Hong Cu, cambuk menyambar dan kini merobohkan seorang lawan. Dan ketika ia terkekeh menjegal yang lain, merunduk dan masuk keselangkangan seorang lawan maka anak ini mengangkat tubuhnya dan kontan kepalanya menumbuk bagian rahasia laki-laki itu, yang menjerit dan kontan menggelepar-gelepar.

"Heh-heh, kau memang tak perlu membantuku, bibi. Seorang diri saja aku dapat mengalahkan mereka. Lihat.... duk!"

Ia merunduk dan menumbuk perut seorang yang lain, berteriak dan terbahak geli dan cambuknya tiba-tiba melilit seorang di sebelah kiri, menarik dan orang itupun terjungkal untuk kemudian ditendang terguling-guling. Dan ketika belasan orang laki-laki itu akhirnya jerih dan gentar memandang si bocah tiba-tiba mereka membalik dan melarikan diri. Namun tujuh pisau terbang menyambar lebih dulu ke arah anak laki-laki ini.

"Awas!" Hong Cu berteriak dan menjadi kaget. Siauw Lam tak menyangka karena memang dilihatnya orang-orang itu melarikan diri. Tapi ketika dari dalam kereta terdengar dehem dingin dan si buta menjulurkan lengan mendadak tujuh pisau itu mencelat dan menyambar kembali kepada pemiliknya.

"Aduh!"

Hong Cu tertegun. Ia melihat lengan yang terjulur itu namun sudah ditarik kembali, Siauw Lam membelalakkan mata namun tiba-tiba tertawa, meleletkan lidah. Dan ketika tujuh orang itu roboh namun disambar teman-temannya maka anak itu meloncat dan meledakkan cambuk.

"Bagus, hina sekali. Kalian curang dan tak tahu malu, tikus-tikus busuk. Biarlah kuantar kepergian kalian dan simpan pisau itu baik- baik!"

Hong Cu berteriak ngeri. Pisau yang menancap tiba-tiba didorong dan dibenamkan ujung cambuk. Kiranya anak itu menyerang dan membalas kekejaman orang-orang ini, mengarahkan cambuknya pada gagang pisau hingga benda-benda itu terbenam, sampai gagangnya. Dan ketika tujuh lelaki itu menggeliat dan tentu saja tewas, Hong Cu membelalakkan mata maka enam yang lain lintang-pukang dan melepaskan kembali teman-temannya itu, yang sudah menjadi mayat.

Hong Cu pucat. Ia tak menyangka anak ini dapat berbuat seperti itu. Sebenarnya dengan pisau yang menancap di punggung atau pundak sudah cukup membuat orang-orang itu kesakitan. Tapi setelah pisau dibenamkan dan menembus jantung mereka, yang tentu saja membuat mereka tewas maka Hong Cu tak senang juga dan matanya berkilat.

"Siauw Lam, kau kejam. Kau membunuh mereka!"

Anak itu terkejut. Ia tertawa mengelus cambuknya ketika tiba-tiba Hong Cu membentak dan melompat maju, gadis itu bertolak pinggang. Tapi ketika ia menghentikan tawanya dan otomatis mengerutkan kening, ia pun tak senang dibentak seperti itu tiba-tiba si buta membuka pintu dan berseru,

"Siauw Lam, bibimu belum mengenal banyak orang jahat. Ia tak membayangkan bagaimana jika aku terlambat menolongmu. Sudahlah kau minta maaf dan cepat jalankan kereta karena aku mendengar lagi gerakan orang-orang lain."

Anak itu menyeringai. Tiba-tiba ia membungkuk dan minta maaf kepada Hong Cu lalu melompat ke depan kereta. Cambuk menjeletar dan siap memberi aba-aba. Dan ketika Hong Cu masih tertegun dan belum masuk ke dalam kereta, gadis itu bingung maka si buta berseru kepadanya mempersilakan naik.

"Cu-moi, tentunya kau tak ingin ada mayat bertambah lagi. Naiklah ke kereta, ada orang-orang yang lebih berbahaya datang!"

Gadis itu melompat. Akhirnya Hong Cu penasaran dan masuk ke dalam kereta tak mendengar apa-apa. Tapi baru saja ia masuk maka tampaklah bayangan-bayangan dari kiri dan kanan.

"Hm, mereka datang. Terlambat. Larikan kereta, Siauw Lam. Pergi ke Ho-kian!"

Hong Cu membelalakkan mata. Untuk kesekian kalinya lagi ia benar-benar mendelong. Apa yang dikata dan diramalkan si buta selalu benar. Namun ketika kereta dihentak dan kuda meringkik panjang, berderap dan lari dengan kencang maka bocah di depan itu berseru nyaring menjeletarkan cambuk.

"Suhu, tempat ini terkepung. Rupanya teecu harus menabrak orang!"

"Tabraklah, terjang. Jangan hiraukan segala, Siauw Lam. Kita dipaksa keadaan."

Hong Cu berdiri bulu tengkuknya. Si buta tiba-tiba menjadi begitu dingin namun mulut atau bibir itu tersenyum-senyum. Senyumnya aneh, dingin namun manis. Dan ketika kereta bergerak seperti kesetanan dan Hong Cu kagum oleh ketenangan si buta maka di luar ia menjadi kagum oleh keberanian bocah lelaki itu.

Siauw Lam membentak dan meledak-ledakkan cambuk sementara di luar dan kiri kanan terdengar umpatan dan geram-geram marah. Tak tahan ia untuk berdiam diri dan disingkaplah tirai kereta. Tapi ketika tiba-tiba menyambar sebuah pisau terbang dan ia hampir menjerit maka si buta bergerak dan tahu-tahu sudah menangkap pisau terbang itu.

"Sebaiknya jangan dibuka, atau kita bakal mengumpulkan benda-benda antik."

Hong Cu terbelalak. Ia masih memegangi tirai kereta dan saat itu menyambar lagi pisau-pisau terbang, tidak hanya satu melainkan belasan. Namun ketika semua itu ditangkap dan disambar si buta, demikian cepat dan tepat ia menangkap pisau-pisau itu maka benar saja di dalam kereta sudah terkumpul belasan piauw yang disebut "benda antik" oleh si buta ini.

"Ah!" Hong Cu menurunkan tangan dan otomatis melepaskan tirai kereta. Di luar sudah terdengar suara dak-duk orang ketabrak, jerit dan pekik serta umpatan-umpatan kotor. Dan ketika ia tertegun melihat senyum si buta, pemuda ini masih tenang-tenang saja maka Siauw Lam tiba-tiba berteriak karena rupanya tertangkap dan dicekik. Sesosok bayangan menyambar dan berjungkir balik menerkam anak laki-laki itu.

"Suhu, tolong hekk!"

Kereta berhenti dan terangkat naik. Saat itu si bocah rupanya berkutat dan melawan cekikan, cambuknya tak terdengar lagi dan kuda mengangkat kaki depan tinggi-tinggi dan meringkik nyaring. Tapi ketika si buta masih tersenyum dan bersikap amat tenang, Hong Cu berdegup tak keruan maka pemuda itu bertanya maukah Hong Cu menolong muridnya.

"Kita terkepung, mereka rupanya cukup banyak. Hm, tak kurang dari seratus orang jahat mengelilingi tempat ini, Cu-moi. Maukah kau menolong Siauw Lam dan bantu dia mengemudikan keretanya. Kita ke Ho-kian."

Hong Cu tak dapat berdiam diri lagi. Si buta yang begitu tenang namun justeru mencekam perasaannya sudah membuat gadis ini tak mampu mengendalikan marahnya lagi. Kereta miring dan berputar-putar, ringkik dan keluhan Siauw Lam menjadi satu, suara anak itu hampir tak terdengar lagi. Dan ketika ia meloncat dan berjungkir balik ke depan, melihat apa yang terjadi maka melototlah dia menyaksikan betapa anak laki-laki itu dipiting dan siap dipatahkan lehernya. Siauw Lam meronta namun tak berhasil karena lawan terlampau kuat dan mengunci tubuhnya.

"Keparat!"

Hong Cu mencabut pedang dan menyambar bagai seekor elang betina, melihat bahwa tempat itu benar saja dikepung oleh tak kurang dari seratus orang takut!"

"Kutolong kau, Siauw Lam, jangan takut!"

Kedatangannya ini membuat laki-laki itu terkejut. Ia memang marah dan memiting anak ini karena Siauw Lam sudah menabrak tak kurang dari lima anak buahnya, menerjang dan melarikan kereta seperti kesetanan dan ia sendiri nyaris tergilas. Anak itu berbahaya harus dilumpuhkan.

Maka ketika ia mengambil ancang-ancang dan Siauw Lam harus berputar atau membelok sana-sini, ia menyambar dan berjungkir balik maka dari belakang ia menerkam dan berhasil membelit anak itu, mengerahkan tenaga dan Siauw Lampun terkejut.

Laki-laki yang dihadapi ternyata lain dengan tiga belas pertama tadi. Laki-laki ini memiliki tenaga yang kuat, ia merasa lehernya hampir berkeratak! Maka ketika Hong Cu tiba-tiba datang dan menusukkan pedangnya, berkelebat dan menyambar bagai seekor elang betina maka pedang itu langsung menusuk mata dan laki-laki itu tentu saja terkejut dan melempar tubuh berseru keras.

"Crat!" Pedang Hong Cu mengenai dinding kereta. Gadis itu sudah membalik sementara Siauw Lam berseru girang. Ia mengucap terima kasih dan cepat mengendalikan keretanya lagi. Kereta itu miring dan terangkat-angkat tak keruan, seluruh penumpangnya bisa terjengkang.

Namun karena Hong Cu dan anak ini bukan orang-orang sembarangan sementara si buta apa lagi, Siauw Lam membentak dan menyambar cambuknya lagi maka anak itu sudah menguasai kereta sementara Hong Cu menangkis hujan senjata rahasia yang disambitkan musuh-musuh mereka.

"Lari cepat lari! Kendalikan kereta dan biar aku menghadapi orang-orang ini!"

Siauw Lam bergerak dan sudah menguasai keretanya. Anak itu memang cekatan dan Hong Cu memutar pedang. Gadis ini tak mungkin mengendalikan kereta karena tak biasa, bocah itulah yang paling tepat. Maka ketika anak itu meledakkan cambuknya dan kuda yang mengangkat kaki depan tinggi-tinggi sudah menurunkan kedua kakinya lagi, meringkik dan mencongklang maka bocah itu menggerakkan keretanya menerjang orang-orang di depan. Tak perduli!

"Tar-tar!"

Kuda bagai kesetanan menerjang orang-orang ini. Hong Cu melindungi dan menangkis senjata-senjata lawan dan Siauw Lam sesekali melecut dan mementalkan serangan musuh. Hebat anak itu. Dan ketika musuh berteriak tapi mereka mengejar dan menangkap kereta maka laki-laki gagah yang tadi hampir melumpuhkan anak itu sudah di belakang dan menarik kereta kuat-kuat untuk menahan laju kuda, disusul oleh teman-temannya di kiri kanan dan kuda meringkik terkejut tertahan larinya.

Delapan laki-laki tegap mengerahkan tenaga, mereka kuat bukan main. Dan ketika mereka berseru girang kuda berhasil dihentikan, Siauw Lam terkejut sementara Hong Cu juga kaget membelalakkan mata tiba-tiba mencuat delapan sinar dari dalam kereta menyambar delapan laki-laki itu.

"Cet-cet-cet!"

Delapan teriakan terdengar berbareng. Si buta kiranya bekerja dan Hong Cu tersenyum, Siauw Lam terkekeh. Dan ketika delapan orang itu melepaskan pegangannya dan kereta meluncur lagi, lari dengan kencang maka Hong Cu berseru dan tiba-tiba melepaskan jarum-jarum rahasianya. Lawan mundur dan sejenak memberi jalan. Tapi itu tak lama.

Tiga laki-laki tinggi besar, hitam dan brewokan tiba-tiba muncul dari depan. Mereka membawa dayung besi dengan tangan yang kokoh, berkerat dan memperlihatkan otot-otot yang menonjol. Dan ketika kuda terus menerjang tapi tiga laki-laki itu tak takut, memapak dan maju siap menghantamkan dayung maka Siauw Lam pucat karena kepala kudanya yang diincar.

"Mereka hendak membunuh kuda kita. Awas!"

Hong Cu juga terkejut. Dia sudah menghentikan gerakan pedangnya setelah lawan-lawan di belakang jerih. Dari dalam kereta menyambar sinar-sinar putih dan satu demi satu di antara mereka roboh. Itulah pisau-pisau terbang yang disambitkan si buta, cepat dan tepat hingga lawan menjadi gentar.

Tapi ketika muncul tiga laki-laki itu dan perawakan mereka yang kekar rnenimbulkan keberanian, inilah tiga kepala bajak yang terdiri dari tiga kakak beradik maka Hong Cu tak tahu bahwa ia berhadapan dengan Ui-kiang Sam-go (Tiga Buaya Sungai Ui-kiang), tiga jagoan dan ahli bermain dalam air yang amat hebat.

Mereka tiga kakak beradik yang sama-sama bersenjatakan dayung, ujungnya terbuat dari besi dan beratnya lebih dari lima puluh kilo. Diayunkan begitu saja sebuah batu karang sebesar kerbau pasti hancur, apalagi kepala seekor kuda! Maka ketika tiga orang itu muncul dan mereka marah mendengar laporan anak buah, gagal dan dihajar seorang bocah maka mereka maju sendiri dan kini melihat bahwa seratus anak buah ternyata tak cukup untuk merobohkan bocah dan penumpang dalam kereta itu.

It-go, Buaya Pertama gusar ketika mendengar laporan anak buahnya bahwa kereta yang diincar selalu lolos dan tak berhasil ditangkap. Mereka mengira kereta itu berisi seorang hartawan dan hendak dirampok. Tapi ketika dua anak buahnya yang lain bercerita tentang munculnya Hong Cu, gadis cantik yang menghajar tak tanggung-tanggung.

Maka dua saudaranya yang lain melotot dan Sam-go atau Buaya Ketiga sudah berminyak dan menggosok-gosok telapak tangannva mendengar ini. Dia adalah laki-laki yang paling doyan paras cantik sementara Ji-go atau kakaknya nomor dua melirik senyum-senyum.

Yang tertua tak perduli karena lebih mengincar harta benda, urusan wanita cantik selalu belakangan. Dan ketika mereka bergerak dan mengerahkan pasukan, menonton dari jauh tapi terkejut lawan benar-benar lihai, kereta tetap lolos sementara anak buah roboh satu demi satu maka Tiga Buaya itu tak tahan lagi untuk keluar dan cepat menghadang lari kuda di depan. Siauw Lam sudah hampir memasuki jalanan halus lagi untuk melarikan kudanya.

"Berhenti, atau kudamu mampus!"

Siauw Lam berpikir cepat. Kalau dia meneruskan larinya kuda tentu tiga batang dayung di tangan yang kuat-kuat itu bakal menghantam. Mana mungkin dia menolong kudanya meskipun dengan cambuk, karena tiga orang itu akan bergerak berbareng sementara tak mungkin baginya menyerang sekaligus. Tapi karena di situ ada Hong Cu dan dia mengharap bantuannya, si bocah tahu bahwa lawan yang dihadapi adalah yang paling kuat maka anak itu berseru agar Hong Cu melindungi. Dan Hong Cu pun mengangguk.

"Tak usah takut, aku dapat menyerang mereka, Siauw Lam. Aku memiliki jarum-jarum rahasia!"

"Bagus, kalau begitu bibi serang dua dikiri kanan itu, aku yang di tengah!" si anak berseru dan Siauw Lam membentak menyuruh kudanya lari lebih kencang. Dia tak ragu atau takut-takut lagi setelah Hong Cu memberi janji. Yang di tengah akan diserang sementara yang di kiri kanan bagian Hong Cu, padahal yang di tengah itu adalah It-go alias Buaya Pertama! Dan ketika ia melengking memberi aba-aba, kuda dicambuk dan disakiti pantatnya maka kereta menerjang.

Tiga Buaya melotot melihat keberanian anak itu. "Keparat!" yang di kanan membentak dan berteriak. "Hantam dia, twako. Bunuh anak dan kuda itu!"

"Benar, tapi si cantik itu bagianku. Heii, awas, Ji-ko (kakak kedua). Kita diserang hek-ciam (jarum hitam)!"

Hong Cu memang bergerak dan sudah melepas jarum-jarumnya. Sesuai janji dan tugas masing-masing maka gadis itu tak mau menunggu lama-lama lagi. Kereta sudah demikian dekat sementara tiga orang itu sudah mengangkat dayung. Sedikit terlambat tentu mereka celaka.

Maka ketika enam jarum hitam menyambar masing-masing dua di kiri kanan itu, Hong Cu yakin mereka akan menangkis menggerakkan dayung maka benar saja dua laki-laki itu bergerak dan dayung bertemu jarum hitam menimbulkan bunyi ting-tang, bunga api memuncrat.

Tapi yang celaka adalah Siauw Lam. Anak ini, sesuai perjanjian sudah meledakkan cambuknya ke depan. Ia menyerang laki-laki di tengah padahal itu adalah tokoh nomor satu. Maka ketika kuda menerjang sementara cambuk menjeletar di atas leher kuda, menjulur dan melecut wajah lawan maka It-go atau Buaya Pertama ini menggeram dan dayungnya menyambar kepala kuda. Cambuk dibiarkan menyerang karena tangan kirinya bergerak dan menangkis, bahkan menangkap.

"Des-plakk!"

Kuda meringkik dan roboh. Ini di luar dugaan anak itu dan lebih celaka lagi si tinggi besar membetot. Siauw Lam tertarik dan terbang keluar. Dan karena kereta menjadi miring sementara kuda yang satu terputar dan roboh, Hong Cu sendiri terpekik dan terpelanting di tempat maka tak dapat ditahan lagi gadis itu berjungkir balik sementara Siauw Lam sudah tertarik dan terbawa tangan lawan, cambuknya ditangkap dan disendal ke belakang.

"Suhu, tolong..!"

Si buta tahu-tahu berkelebat dari kereta. Ia yang sejak tadi di dalam saja dan seakan tak perduli mendadak melesat keluar. Muridnya terbawa tangan yang kokoh itu sementara kereta sudah terguling. Tiga Buaya itu memang hebat dan bukan tandingan anak ini. Maka ketika Siauw Lam berteriak dan menjerit minta tolong gurunya, si buta melesat dan terbang keluar mendadak pergelangan It-go terkena tendangan dan laki-laki tinggi besar itu berteriak melepaskan cambuk. Siauw Lam sudah disambar dan diturunkan gurunya di samping kereta, yang sudah roboh.

"Hm, kau agaknya bukan tandingan mereka, tenagamu masih terlalu kecil. Baik, kau diam di sini saja, Siauw Lam, aku ganti memberi pelajaran!"

Siauw Lam girang dan tertawa senang. Ia baru saja diselamatkan gurunya sementara It-go terbelalak kaget, seorang pemuda buta berdiri di depannya tersenyum-senyum, tadi menendang pergelangannya dan ia terlempar, melepaskan cambuk dan anak itu selamat. Dan ketika semua tertegun karena penumpang kereta ternyata bukan hartawan, melainkan pemuda buta berpakaian biru bersih maka It-go dan dua saudaranya terbelalak tapi tiba-tiba mereka tertawa bergelak. Jarum-jarum Hong Cu telah ditangkis dan runtuh semua.

"Ha-ha, bodoh anak buah kita. Sial, si buta ini bukan mangsa gemuk yang kita kira, Twako. Tak tahunya hanya seorang buta yang tidak berharga. Aih, susah payah kita membuang-buang tenaga!"

"Tapi ada gadis ini," Sam-go berseru, juga tertawa dan geli. "Tak apa mendapat penggantinya, Ji-ko. Kalau kita tak dapat merampas barang biarlah kita boyong si cantik ini dan kujadikan isteri. Aiih, ia lihai dan membuatku tergila-gila!"

Hong Cu merah padam. Menghadapi orang-orang kasar begini ia tentu saja menjadi muak. Dua di antara tiga Buaya itu memandangnya dengan sinar mata kurang ajar, hanya It-go yang agak ragu memandang si buta, yang tersenyum dan diam memasang telinga sementara Siauw Lam berbisik-bisik di telinga gurunya. Lalu ketika tawa mereka berhenti dan si buta mengangguk-angguk maka pemuda itu melangkah maju dan tak perduli kepungan para bajak yang kini bangkit lagi keberaniannya setelah para tokohnya muncul.

"Hm, kalian ini kiranya para perampok. Baiklah, kalian lihat bahwa kami bukan mangsa yang gemuk dan seharusnya kalian melepaskan lagi. Bagaimana kalau kalian minggir dan biarkan kami lewat tapi ganti seekor kuda kami yang mati dan semuanya habis di sini saja!"

"Ha-ha, buta ini gentar. Eh, kau boleh saja lewat dan pergi, anak muda, tapi gadis itu harus di sini. Nah, kau pergilah tapi tak ada pengganti apapun untukmu!" orang ketiga tertawa dan membentak dan dayungnya tahu-tahu menyambar. la berkata boleh pergi tapi dayung menghantam kepala, jelas hendak mencelakai. Dan ketika Hong Cu berteriak tapi si buta menangkap, miringkan kepala menghindar hantaman dayung maka, secepat itu dayung tertangkap dan Sam-go menjerit keras.

"Aughh.... krakk!" Orang ketiga itu terbanting dan ujung dayungnya hancur. Besi pipih kuat yang diremas si buta mendadak seperti pasir berhamburan saja, rusak dan hancur. Dan karena tangkapan tadi menyalurkan hawa panas ke jari-jari Sam-go, naik dan menjalar membakar lengannya maka laki-laki itu berteriak dan kaget dan kontan melepaskan dayungnya. Telapaknya merah terbakar!

"Ang-see-ciang (Pukulan Pasir Merah)" Si Buaya terkejut dan membelalakkan mata. Ia melihat telapak si buta memerah namun sudah biasa lagi, menyengat tangannya dan justeru telapaknya masih merah. la kaget sekali. Tapi karena justeru itu ia menjadi marah, membentak dan menyambar dayung kakaknya tiba-tiba ia meloncat dan menyerang lagi, Mata melotot dan muka terbakar.

"Buta, kau rupanya berkepandaian. Tapi jangan sombong, aku akan membunuhmu dan lihat betapa tubuhmu kuhancurkan...wut!" dayung menyambar dan menderu lagi, dielak dan hendak ditangkap namun Sam-go menyendalnya naik. Ia tak mau terulang dan malu segebrakan saja, ia kaget dan marah oleh hal itu. Dan ketika ia menusuk dan mengemplang lagi, membabat atau mengayun dayung bertubi-tubi.

Maka si buta mengelak dan berkelit secara mudah, tersenyum dan tertawa mengejek dan lawan menjadi penasaran. Dua kali dayung mengenai tanah dan hancur, bagian yang dipukul berlubang sebesar kepala kerbau. Dan ketika semua pukulan-pukulannya masih mengenai angin kosong maka tak dapat ditahan lagi tokoh nomor tiga dari para bajak ini meraung, apalagi setelah lawan mengejek dan bertanya siapa dirinya.

"Hm, luput, terlalu lamban. Kurang cepat. Eh, siapa kau, tikus tolol. Golongan dari mana dan anggauta siapa kalian ini."

"Keparat, bedebah binatang. Kami Ui-kiang Sam-go yang menguasai wilayah ini, buta. Kau berhadapan dengan orang nomor tiga dan jangan banyak cakap. Mampuslah wherrr!" dayung menyambar dan menderu lagi menghantam leher, dahsyat dan mengerikan dan Sam-go telah mencegat lawan dengan tangan kirinya.

Kalau si buta mengelak dan dia menggerakkan tangan kiri tentu tak mungkin si buta lari lagi. Dengan tangan itu ia akan mencengkeram lawan, lalu dayung dibalik dan menghantam lagi. Dan ketika benar saja si buta berkelit ke kanan dan tangan kirinya menyambar, ia mengerahkan tenaganya hingga jari-jari berkerotok maka ia berseru keras bahwa si buta kali ini mampus. Ia akan menangkap lalu membalikkan dayungnya hingga lawan tak mungkin berkelit lagi.

Namun alangkah kagetnya laki-laki tinggi besar ini. la menangkap dan sudah mencengkeram pundak si buta itu, girang. Tapi ketika tiba-tiba kelima jarinya bagai menyentuh bara api, pundak atau tubuh lawan terasa panas membakar maka ia berteriak dan dayung yang sudah dibalik dan menghantam lawan malah mengenai dahinya sendiri.

"Aduh!" Sam-go terbanting dan terguling-guling. Kalau bukan dia tentu dahinya hancur. Untung ia memiliki tubuh yang kuat dan dahi yang keras. Tapi ketika kelima jari tangan kirinya bengkak dan warna memerah membuat Buaya itu gentar, pucat maka ia tak berani menyerang lagi dan dua saudaranya terbelalak dan tiba-tiba bergerak ke depan.

"Ji-te, bunuh lawan kita ini. Serang!"

Ji-go atau Buaya Kedua mengangguk. Ia sudah melihat kelihaian si buta itu dan terkejut. Setiap elakan begitu cepat dan tepat, padahal kedua mata itu jelas tak melihat apa-apa. Kelopaknya bergerak-gerak aneh sementara bibir itu tetap tersenyum-senyum, mengejek. Dan ketika adiknya terbanting dan terguling-guling, ia menyambar dayung di tangan adiknya maka hampir berbareng dua pimpinan bajak ini menyerang dan mengeroyok si buta.

"Curang!" Hong Cu berteriak dan hendak melompat. Gadis ini kagum dan terheran-heran akan kelihaian temannya itu tapi segera khawatir dan marah karena dua pimpinan bajak menyerang. Sekarang ia tahu bahwa lawan-lawan mereka ini adalah para tokohnya, tak mungkin ia berpeluk tangan saja.

Tapi ketika si buta berseru dan mengangkat tangan, mengelak dan menangkis dayung maka Hong Cu terbelalak dan menghentikan gerakannya, melihat dua dayung terpental sementara lawan berteriak kaget. "Tak usah, jangan dibantu. Biarkan aku menghajar lawan-lawanku ini, Cu-moi. Kau jaga dan lindungi saja Siauw Lam. Aku mendengar gerakan-gerakan mencurigakan di belakang kalian!"

Benar saja, Sam-go mengangkat tangan dan serentak anak buah bajak menyerbu. Mereka tadi menonton karena pimpinannya bergerak, menunggu dan kini isyarat itu diterima. Buaya termuda yang malu terhadap si buta itu sudah menyerang Hong Cu, ia bergerak bersama anak buahnya. Dan karena Siauw Lam otomatis juga diserang, anak itu membalik dan rneledakkan cambuknya maka Hong Cu membentak memutar pedang dan menangkis. Kini masing-masing tak ada yang tinggal diam dan harus bekerja.

"Siauw Lam, kau jangan jauh dariku. Mari kita hajar orang-orang ini dan kerbau besar ini bagianku!"

Anak itu tertawa. Seperti kebiasaannya yang sudah-sudah dan selalu pemberani murid si buta inipun tak kenal takut. Ia bergerak dan meledakkan cambuknya. Dan ketika tiga penyerang menjerit mendekap pipinya, maju dan menyerang yang lain lagi maka Hong Cu sudah melompat dan menghadapi Sam-go.

Lawan mencabut golok lebar yang punggungnya bergerigi. "Bagus, kau bagianku, nona. Si buta itu rupanya kekasihmu. Kau akan kurobohkan dan lihat temanmu mampus di tangan dua saudaraku!"

"Jangan banyak cakap!" Hong Cu menggerakkan pedang dan menusuk. "Aku akan membunuhmu, tikus besar, dan kemudian menghajar anak buahmu!"

Mereka bertanding. Sam-go menangkis dan Hong Cu tergetar, menyerang dan bergerak lagi dan ternyata tenaga si Buaya itu hebat. Hong Cu selalu terpental. Dan ketika gadis itu terkejut dan menjadi marah, makin kagumlah dia kepada si buta maka Hong Cu menggerakkan rambutnya dan pedang serta rambut lalu bertubi-tubi menyerang lawan. Dan ketika gadis itu berkelebat mengerahkan ginkangnya maka tubuhnya tak kelihatan lagi menyambar-nyambar bagai walet mengelilingi lawan.

"Aih, hebat. Bagus sekali. Lihai... cring- crang!" dan si Buaya yang membentak dan mempercepat gerakannya pula lalu berusaha mengimbangi Hong Cu akan tetapi dalam hal ilmu meringankan tubuh ia kalah, menang tenaga dan ini dipergunakan untuk mendesak gadis itu.

Tapi karena Hong Cu adalah sumoi dari ketua Sin-hong-pang dan rambutnya meledak-ledak membentuk bayangan hitam yang membingungkan lawan maka dua kali leher si Buaya kena lecutan dan matang biru bagai disabet kawat baja. Hal ini membuat laki-laki itu marah dan lupa kepada maksudnya semula. Ia tak lagi hendak menangkap gadis ini untuk dipermainkan melainkan untuk dibunuh dan melampiaskan kemarahan. Tapi ketika ia kalah cepat dan kembali rambut meledak di sisi kepala, bukan main sakitnya maka tokoh bajak sungai itu berteriak pada pembantunya agar maju membantu.

"Jahanam, ke sini kalian. Bantu aku!"

Tujuh orang melompat mengeroyok Hong Cu. Gadis ini mengeluarkan jarum-jarum rahasianya tapi lawan mengeluarkan pisau-pisau terbang lagi. Senjata berdenting kian memekakkan telinga lagi. Dan ketika gadis itu terdesak dan Hong Cu menjadi marah, melengking dan berkelebatan kian cepat maka di sana Siauw Lam juga melompat ke sana-sini dan lari berteriak-teriak. Cambuknya akhirnya terbabat dan tinggal separoh.

"Bibi, mana janjimu. Aku terdesak bantu!"

Hong Cu malu. Memang ia tadi menyanggupi untuk melindungi dan menjaga anak itu. Tapi karena sekarang diri sendiri didesak dan para pengeroyok bertambah lagi, Buaya itu ingin cepat-cepat merobohkan Hong Cu maka gadis ini tak dapat berbuat apa-apa dan berseru agar Siauw Lam menjaga diri baik-baik.

"Apa, menjaga diri baik-baik? Eh, aku dikeroyok tak kurang dari lima belas orang, bibi. Mereka ini tak malu mengerubut seorang anak kecil. Cambukku putus, tinggal separoh. Dan aku, heiii...!" anak itu berteriak dan melempar tubuh bergulingan. Dalam bicara tadi sebatang golok hampir saja memenggal lehernya, ia terkejut. Dan ketika ia bergulingan di sana meloncat bangun, melotot memandang lawan maka ia berteriak pada gurunya agar dibantu.

"Suhu, bibi ini tak becus. Ia tak mampu melindungi aku. Kau robohkanlah lawan-lawanku dan jangan biarkan aku tinggal nama!"

"Hm, mendekatlah ke mari, jangan jauh-jauh dariku. Rupanya orang-orang ini tak dapat diberi hati lagi, Siauw Lam. Aku akan memberi pelajaran dan lihat tikus yang menghina bibimu itu mampus!"

Si buta menggerakkan tangan kiri dan tahu-tahu sebuah sinar putih menyambar. Itu adalah piauw atau pisau terbang yang masih disimpannya, senjata milik para bajak itu terutama mereka yang sudah berkepandaian cukup tinggi. Dan ketika senjata itu menyambar Buaya Ketiga, cepat dan tepat mengenai punggungnya maka jerit kesakitan disusul oleh robohnya laki-laki ini.

"Bagus, tepatkah timpukanku, Siauw Lam. Bukankah itu si busuk yang tadi menyerang aku."

"Benar... benar!" anak itu bersorak. "Pisaumu menghunjam punggungnya, suhu. Orang itu roboh!"

"Ha-ha, dan sekarang yang ini!" si buta membalik dan menerima serangan dayung. "Mereka inipun harus roboh, Siauw Lam. Lihat pukulanku mengenai dadanya... plak!" dayung ditangkis dan secepat itu telapak kiri si buta menyambar dada lawan, tampaknya perlahan saja tapi Ji-go berteriak dan roboh.

Orang nomor dua dari Ui-kiang Sam-go ini terjengkang. Dan ketika It-go atau Buaya Pertama terbelalak dan ngeri, dayungnya tak mungkin ditarik dan ia melihat telapak yang kemerah-merahan itu maka laki-laki tinggi besar ini melempar tubuh dan membuang senjatanya itu.

"Krakk!" Ia selamat namun dayungnya hancur. Kepala bajak itu pucat dan bergulingan menjauh, dua adiknya tewas dengan cepat. Dan ketika ia bersuit dan menyambar mayat saudaranya, kabur dan meninggalkan pertempuran maka semua anggautanya terbelalak dan memutar tubuh pula, terbirit-birit.

"Ha-ha, musuh lari, suhu. Enak benar mereka meninggalkan kita!"

"Kau boleh melontarkan ini," si buta tertawa dan memberikan sebuah pisau terbang, tak mendengar di mana langkah si kepala bajak yang sudah bercampur dengan para anggautanya.

"Cari dan beri kenang-kenangan kepada lawanku tadi, Siauw Lam. Cepat sebelum ia jauh!"

Anak itu girang. Tidak seperti gurunya yang buta tentu saja ia tahu ke mana larinya kepala bajak itu. It-go melarikan diri menyambar seekor kuda, naik dan kabur dengan cepat. Maka ketika ia menyambitkan pisau itu dan cepat seperti kilat pisau ini menyambar tubuh lawan maka hampir saja pisau itu mengenai korbannya kalau saja si kepala bajak tidak mendengar dan menangkis senjata itu, membalik dan membuat pisau runtuh tapi kulit lengannya tergores. Siauw Lam kecewa dan kepala bajak itu mendelik.

Tapi karena anak itu berada di dekat gurunya dan kepandaian si buta ini amat mengerikan, Buaya itu sadar bahwa lawan yang dihadapi adalah seorang hebat maka ia tidak membalas dan mencongklangkan kudanya setelah melototi anak laki-laki itu. Siauw Lam balas melotot dan akhirnya tertawa. Dan ketika pertempuran berhenti dan Hong Cu di sana tertegun, ia selamat berkat pertolongan si buta maka lagi-lagi ia merasa kagum dan malu kepada diri sendiri yang terasa demikian rendah.

"Terima kasih, kau menolongku. Ah, kepandaianmu ternyata demikian tinggi, Koan- twako. Entah bagaimana kalau kau tidak merobohkan orang-orang itu. Ngeri aku rnembayangkannya!"

"Hm, mereka tak berarti apa-apa. Aku sebenarnya sebal, Cu-moi, enggan keluar. Tapi apa boleh buat, kuda kita dibunuh dan kereta berlubang-lubang. Kalau saja para pimpinannya tidak keluar mungkin kita sudah melanjutkan perjalanan. Sudahlah, adakah kuda pengganti namun aku tiba-tiba haus. Eh, bisakah kau mencarikan air minum, Siauw Lam. Siapkan untukku dan juga cari sepasang kuda yang lain, pasang di kereta kita!"

Anak itu mengangguk. Setelah pertempuran berhenti dan keringat membasahi tubuh memang tenggorokan tiba-tiba terasa kering. Ia pun haus. Dan ketika Hong Cu juga menjilati bibir dan merasa haus, pertempuran itu lama juga maka gadis ini mengangguk pada Siauw Lam agar mencarikan air minum.

"Akupun juga, haus sekali. Ah, segar rasanya kalau ada air dingin!"

"Baiklah, teecu mencarinya sebentar, suhu. Teecu juga haus!" anak itu pergi dan mengedip nakal. Entah kenapa ia tiba-tiba menggoda Hong Cu dan tentu saja gadis itu semburat.

Hong Cu tertegun tapi segera sadar. Kiranya ia digoda karena berduaan saja dengan si buta. Tapi ketika ia memerah dan melotot memandang Siauw Lam, yang tertawa dan melompat pergi mendadak lengannya dicekal seseorang dan Hong Cu membalik terkejut.

"Maaf, aku ingin duduk di tempat ini, Cu-moi. Dapatkah kau mencarikan tempat yang enak dan kita menunggu Siauw Lam."

Hong Cu tak jadi melepaskan dirinya. Ia melihat si buta mengejap-ngejap dan kelopak yang kosong itu membuat Hong Cu terharu. Dan ketika ia mengangguk dan tentu saja bergerak membawa si buta maka gadis ini menarik napas dalam berkata penuh iba, "Sayang, kau gagah dan tampan, Koan-twako, bagaimana penglihatanmu bisa seperti ini. Ah, Apa yang terjadi denganmu dan bagaimana kau menjadi buta!"

"Hm, seseorang membuatku begini. Aku buta karena seorang musuh besar, Cu moi. Kisah menyedihkan yang tidak menarik. Kenapa kau tiba-tiba bertanya dan memperhatikan lebih dari biasa."

"Aku..aku kasihan."

"Hanya itu saja? Ha-ha, aku sudah kenyang!"

Gadis itu terkejut. Si buta mencengkeramnya dan mereka sudah tiba di tempat yang dipilih. Ada rumput tebal untuk duduk, enak dan dapat dipakai berdua. Tapi ketika si buta berhenti dan memandangnya dengan kelopak bergerak-gerak, bibir itu ditarik dan seakan menahan luka hati mendadak air mata keluar dari kelopak kosong itu, meleleh.

"Aku memang orang malang, orang yang bernasib sial. Hm, iba dan kasihan tidak akan membuatku melek lagi, Cu-moi. Bukan itu yang kuharap. Aku aku ingin lebih dari itu!"

Si buta menangis dan menutupi mukanya. la sudah melepaskan cengkeramannya pada Hong Cu dan gadis itu tentu saja terkejut, ia tak mengerti. Tapi ketika ia bergerak menahan pundak itu, si buta berguncang-guncang tiba-tiba si buta berbisik gemetar menangkap pundaknya, balas memegang.

"Cu-moi, kau... kau dapat memberikan yang lebih dari itu? Kau mau menolongku?"

Gadis ini terharu, lepas kewaspadaannya. "Tentu saja, Koan-twako. Kau telah menolongku dan menyelamatkan aku dari keroyokan orang-orang itu. Kalau sekarang aku dapat membantumu dan memberi lebih tentu saja aku mau. Apa yang kau minta!"

"Aku... aku takut!"

"Hm, takut?" gadis ini heran, tiba-tiba geli. "Tak mungkin, Koan-twako. Kau gagah dan lihai dan lebih dari aku. Kepandaianmu luar biasa. Katakan saja dan aku siap mendengarnya!"

Si buta tiba-tiba girang, berseri. "Kau bicara tentang kepandaian yang sebenarnya tiada batas dan amat luas. Hm, bagaimana kalau aku menambah kepandaianmu agar lebih maju, Cu-moi? Maukah kau menerimanya?"

"Kepandaian?" gadis ini melengak. "Kupikir kau bukan akan bicara tentang ini, Koan-twako. Kau hendak bicara yang lain!"

"Benar, tapi, ah.... nanti dulu. Kau telah bicara tentang ini lebih dulu.. Aku ingin bicara tentang kepandaian baru setelah itu yang lain!"

"Hm, tentu saja aku senang dan memuji kepandaianmu. Tapi apakah tidak rugi? Maksudku apakah tidak merugikanmu?"

"Rugi apa? Kenapa rugi?"

"Hm, aku bukan sanak bukan keluargamu, Koan-twako, bukan apa-apa. Masa begitu saja kau hendak memberikan kepandaianmu."

"Itulah! Aku, hm.... aku ingin mengikat sesuatu denganmu, Cu-moi, maksudku, hmm sesuatu yang erat!"

Hong Cu mengerutkan kening. "Eratt? Ikatan sesuatu?"

Aneh sekali, si buta menangis. Wajah yang tadi berseri dan penuh harapan mendadak berubah lagi. Hong Cu terkejut ketika si buta itu menutupi mukanya. Dan ketika si buta tersedak dan tak menjawab pertanyaan Hong Cu maka si buta menggeleng-geleng kepala dan berseru, "Tidak, tak jadi. Tak mungkin kau mau. Ah, aku harus tahu diri, Cu-moi. Kau gadis cantik yang gagah perkasa yang tak mungkin mau berdekatan dengan aku. Sudahlah, aku tak hendak mengikat apa-apa dan biar kutambah kepandaianmu tanpa ikatan apa-apa!"

"Hm, kau sebenarnya hendak bicara apa," Hong Cu tertarik dan tentu saja penasaran. "Kenapa tak jadi dan harus malu berdekatan denganmu, Koan-twako. Justeru menjadi sahabatmu adalah kebanggaan luar biasa bagiku. Kau jauh lebih hebat daripada aku. Kalau hanya masalah buta tak perlu aku malu!"

"Ahh!" wajah itu dibuka lagi, kelopaknya berkejap-kejap cepat. "Apa.... apa katamu, Cu-moi? Kau.... kau tak malu berdekatan dengan aku? Kau bicara sungguh-sungguh?"

"Aku sungguh-sungguh, kenapa harus malu. Bahkan kau lebih hebat daripada orang melek. Apa gunanya tak cacad tubuh tapi tak bisa apa-apa!"

Keluarlah suara aneh dari tenggorokan si buta. Hong Cu berkata seperti itu karena mengingat keadaannya sendiri, kagum dan sesungguhnya mulai tertarik kepada si buta yang gagah dan lihai ini. Maka ketika ia tiba-tiba dipeluk dan si buta merangkulkan lengannya ke pinggangnya yang ramping, sejenak gadis itu terkejut dan menoleh ke kanan maka tanpa sengaja muka mereka berbenturan, si buta berbisik dan gemetar bicara,

"Cu-moi, kau benar-benar tak malu berdekatan dengan aku? Kalau begitu bagaimana jika aku menyatakan cinta padamu? Maaf, jiwa dan hatiku tergetar oleh mu, Cu-moi. Sekarang kuingin berterus terang saja bahwa aku mencintaimu!"

Hong Cu kaget dan merah padam. Ia tak menyangka bahwa itulah yang akan dikatakan si buta. Pinggangnya sudah dipeluk dan didekap ketat. Tapi ketika ia meronta dan melepaskan diri maka gadis ini gemetar bicara, "Koan-twako, apa kau bilang? Kau... kau mencintai aku? Bagaimana secepat itu cintamu berkembang? Bukankah kita masing-masing belum saling tahu dengan baik?"

"Ah, aku percaya padamu. Aku tak ragu padamu. Kau jelas gadis baik-baik dan tak perlu kuragukan lagi, Cu-moi. Itulah sebabnya tak ragu aku memberikan kepandaianku. Aku percaya penuh, dan syukur kalau kau menerima cintaku dan dapat kutumpahkan semua isi hatiku tanpa ganjalan lagi!"

Hong Cu terbelalak dan semburat merah. Si buta sudah menyatakan cintanya dan siapa yang tak akan girang menerima ini. Pemuda ini meskipun buta tapi hebat dan amat lihai bukan main. Berapa kali ia membuktikan dan melihat sendiri. Tapi ketika bayangan Peng Houw muncul lagi di depan mata dan ia terisak, betapapun wajah si Naga Gurun Gobi itu masih melekat kuat maka Hong Cu tak mampu menjawab dan kelopak si buta yang berkejap- kejap tampak cemas menunggu jawahan.

"Cu-moi, kau kau tak marah padaku, bukan?"

"Tidak, tapi.... tapi aku tak dapat menjawabnya, twako. Aku masih teringat seseorang!"

"Hm, kau sudah mempunyai calon suami? Kau sudah bertunangan?"

"Tidak, tapi.... ah, aku tak dapat menjawabnya!" dan Siauw Lam yang muncul berteriak memanggil gurunya lalu membuyarkan percakapan itu dan si buta tampak berkerut-kerut.

Hong Cu tak tahu betapa mulut si buta ditarik dalam, semacam kemarahan timbul. Tapi ketika mulut itu biasa lagi dan senyum yang aneh menyungging tipis maka si buta menerima setakup air jernih di atas daun yang lebar, meneguk dan membasahi kerongkongan dan Siauw Lam mengambil yang lain lagi, diberikan dan diterima Hong Cu dan air yang dingin itu membuang semua rasa jengah dan kikuk. Sesungguhnya Hong Cu memang kikuk, ia canggung dan likat juga. Namun ketika semua itu hilang oleh kehadiran Siauw Lam maka anak laki-laki ini menjadi sumber percakapan Hong Cu.

"Kau lama amat, ke mana saja. Tapi air yang kau bawa itu jernih dan segar, Siauw Lam. Dan kau sendiri kenapa tidak minum!"

"Heh- heh, aku sudah mengenyangkan perutku. Wah, menunggu kalian dulu tentu aku tak kuat, bibi. Aku minum langsung dari mata-airnya yang segar. Ha-ha perutku kembung!"

Hong Cu tersenyum.

"Dan lihat," anak itu menyambung. "Masih ada satu lagi, bibi. Kudapat ini dari lereng bukit. Kupersembahkan untuk jiwi tapi biar suhu lebih dulu!"

"Apa itu?" si buta meraba dan menerima bungkusan muridnya. "Ah, pisang, Siauw Lam, matang dan besar-besar. Ha-ha, kau tak lupa kesukaanku!"

"Aku memang mencarinya untuk suhu," anak itu tertawa. "Silakan, suhu. Ada setundun kalau masih kurang!"

"Wah, cukup. Tapi biar bibimu Hong Cu yang memakannya lebih dulu. Eh, silakan ambil, Cu-moi, laki-laki nomor dua!"

Hong Cu tertawa manis. Lagi-lagi ia melihat sikap hormat pada si buta ini. Meskipun lihai tapi menghargai wanita, siapa tak senang. Maka ketika ia mengambil sebuah dan memakannya, baru si buta dan Siauw Lam mengikuti maka mereka duduk menikmati air dingin dan pisang padat. Hong Cu diberi sebuah lagi sementara Siauw Lam empat, anak itu memang gembul. Dan ketika semua selesai dan percakapan ringan diakhiri maka si buta bangkit berdiri memasang telinganya, miring ke kanan.

"Hm, kau belum mengganti kuda. Kita harus melanjutkan perjalanan lagi, Siauw Lam. Ho-kian masih jauh. Ayo pasang kuda itu dan siapkan keretanya!"

"Aku akan membantu," Hong Cu tak enak dan bangkit pula. "Kau sudah menyiapkan kuda di sana, Siauw Lam, tapi kenapa tak dibawa ke sini. Ayo, kita pasang dan kemudian berangkat!"

Anak itu tertawa. Dengan lincah ia melompat dan membawa sepasang kuda berbulu coklat. Itulah kuda yang dirampas dari para perampok, diikat di belakang pohon dan dibiarkan merumput. Kuda yang menghela kereta sudah mati, yang satu karena pukulan dayung sedang yang lain karena terinjak-injak, jatuh ketika kereta roboh. Dan ketika Hong Cu membantu anak itu sementara si buta kembali berseri, kata-kata Hong Cu jelas menunjukkan gadis itu bersama mereka lagi maka tak lama kemudian Siauw Lam sudah menjeletarkan cambuk berseru pada gurunya.

"Suhu, semuanya siap. Silakan naik!"

Si buta berjalan hati-hati. Anak itu memutar keretanya dan Hong Cu membuka pintu. Sikap gadis inipun kembali membuat si buta girang. Dan ketika si buta melompat dan duduk di dalam, Hong Cu menutup dan duduk di depannya maka seperti tadi dua orang inipun satu kereta lagi tapi sekarang berhadap-hadapan.

"Bagus, berangkatlah, Siauw Lam. Kita langsung ketempat Sui-taijin!"

"Baik... tar!" dan cambuk yang meledak di punggung kuda akhirnya membuat kereta bergerak dan lari lagi, tidak terburu-buru dan kesetanan melainkan tenang dan biasa-biasa saja.

Hong Cu tersenyum dan berguncang mengikuti irama kereta. Lalu ketika percakapan dilanjutkan lagi dan Hong Cu memang ingin bercakap-cakap lagi, betapapun ia tertarik dan mulai suka kepada pemuda yang gagah dan sopan ini maka gadis itupun tak ragu lagi untuk akhirnya bercerita tentang siapa dirinya. Bahwa dia adalah murid Sin-hong-pang dan sumoi dari ketua sendiri, pergi dan meninggalkan rumah karena dibakar kebencian.

Ia mulai menyinggung-nyinggung persoalannya dengan Peng Houw pula, tak menyebut nama pemuda itu melainkan hanya dikatakan seorang pemuda saja. Di sini Hong Cu masih malu berterus terang. Tapi ketika ia ditanya kenapa membenci pemuda itu, Hong Cu mengepal tinju maka gadis ini berkata bahwa karena pemuda itu dirasanya sebagai mempermainkannya saja.

"Aku benar-benar terhina dan marah sekali. Kalau ia hanya main-main saja masalah itu kenapa harus kutanggapi? Ah, ia sombong dan mempermalukan aku habis-habisan, Koan-twako. Tapi harus ku akui bahwa ia lihai. Mungkin kau bukan tandingannya!"

"Siapakah pemuda itu, kau tak pernah menyebut namanya," si buta tertawa geli, tak terbakar. "Kau seakan ingin mengadu aku dengannya, Cu-moi. Benci benar kau ini kepadanya. Atau justeru mungkin malah sebaliknya!"

"Cih, sebaliknya bagaimana? Aku benar-benar benci, Koan-twako. Ia kelewat menghinaku, sok suci!"

"Benci yang begitu biasanya berawal dari cinta yang menggebu-gebu. Eh, rupanya karena ini kau tak segera menerima cintaku, Cu-moi. Pantas kalau kau menyatakan bingung."

"Tidak! Dulu memang aku suka, tapi bukan cinta. Dia terlalu sombong dan pongah untukku. Aku yang sekarang tak sudi!"

"Baik, kalau begitu siapakah dia?"

"Untuk ini tak dapat kujawab sekarang. Lain kali kalau ketemu akan kutunjukkan. Hm, panas benar aku kepadanya, Koan-twako. Kalau kepandaianku tidak begini rendah mungkin tak seberapa aku di hina. Hm, kelak ingin kubulas dan mudah-mudahan berhasil!"

Si buta mengangguk-angguk, tersenyum maklum. la rupanya dapat mengerti perasaan gadis itu dan tak mendesak. Hong Cu lagi-lagi lega. Dan ketika si buta berjanji untuk memberikan ilmunya, meraba dan menggenggam lengan gadis itu maka Hong Cu tak rnenarik tangannya karena betapapun ia juga berharap.

"Baiklah, setiba di Ho-kian kau menambah ilmumu lagi. Gerakmu cepat tapi hanya untuk orang biasa, Cu-moi. Kalau nanti aku menurunkan sebuah ilmu meringankan tubuh kepadamu maka tentu gerakan mu bakal dua tiga kali cepatnya daripada sekarang. Dan pedangmu, hmm... simpan saja untuk keadaan yang lebih darurat. Kalau kau menguasai Ang-see-ciang yang kumiliki tentu orang-orang semacam Ui-kiang Sam-go itu tak ada artinya lagi. Baiklah kita bersabar sampai tiba di Ho-kian dan akan kuberikan apa yang kau minta."

Hong Cu girang dan terharu. Di dalam kereta inipun ia melihat sikap yang baik dan hormat dari pemuda itu. Si buta sudah melepaskan tangannya lagi. Dan ketika perjalanan dilanjutkan dan menjelang tengah malam mereka tiba di Ho-kian, langsung menuju rumah Sui-taijin maka gadis itu terbelalak karena ternyata si buta ini memiliki pengaruh dan wibawa yang besar di rumah pembesar itu, padahal Sui-taijin adalah walikota Ho-kian yang memiliki puluhan pengawal!

"Kita sampai!" Siauw Lam berteriak dari luar. "Apa yang harus kukatakan kepada Sui-taijin, suhu. Apakah dia perlu menghidangkan makan minum untuk kita!"

"Tak usah, suruh saja menyambut. Katakan aku datang, Siauw Lam, dan siapkan kamar paling baik untuk dua orang!"

Terdengar seruan dan sambutan di luar. Kereta langsung memasuki halaman gedung besar dan Hong Cu terbelalak ketika belasan penjaga membungkuk dan memberi hormat. Tak satupun di antara mereka berani mengangkat muka. Dan ketika gadis itu terheran-heran karena tak disangkanya temannya ini kenalan baik tuan rumah mendadak ia menduga jangan-jangan Koan-twako ini adalah putera Sui-taijin!

"Ah, apakah kau putera pembesar ini, Koan-twako? Kau putera walikota Ho-kian?"

"Ha-ha, ngawur. Kalau Sui-taijin adalah ayahku kenapa aku memanggil dan menyuruhnya menyambut, Cu-moi? Tidak, ia hanya kenalan baikku. Kami sudah kenal sejak lama."

Dan ketika gadis itu kembali tertegun karena benar saja Sui-taijin muncul dan buru-buru menyambut, ia adalah seorang laki-laki gemuk bermuka bulat maka pembesar yang mudah dikenal dari pakaiannya ini mempersilakan si buta turun dan menyatakan sudah menyiapkan apa yang diminta.

"Aih, Koan-kongcu kiranya, malam-malam baru datang. Ha-ha, mari masuk, kohgcu. Selamat datang! Dan eh, ini isterimu?"

Hong Cu merah padam. Ia disangka isteri si buta sementara pemuda itu turun tersenyum-senyum. Dituntun dan berpegangan pada muridnya si buta tak menjawab, ia hanya mengangguk sedikit dan mengucap terima kasih. Lalu ketika si buta mengibaskan Iengan dan minta tak diganggu, dia capai maka sang walikota tak berani mengganggu dan sudah mengantar sendiri tamunya ke kamar yang disediakan.

"Baiklah, silakan istirahat. Besok kita bertemu lagi, kongcu. Selamat mImpi indah dan bersenang-snang!"

Sang pembesar mengira kamar kedua untuk Siauw Lam, Hong Cu dan si buta disangkanya akan masuk satu kamar. Maka ketika dia tertawa penuh arti tapi segera tertegun gadis itu memasuki kamar sebelah, Siauw Lam diminta gurunya tidur di kereta maka pembesar itu melongo namun Hong Cu sudah menutup pintu kamarnya.

Dan malam itu Hong Cu benar-benar beristirahat. Ia masih merah oleh kata-kata Sui-taijin tadi namun diam-diam semakin kagum dan tertarik kepada si buta itu. Alangkah hebatnya kalau seorang walikota begitu tunduk kepada seorang buta, jelas Koan-twako itu bukan main-main. Dan ketika dia ingat betapa lihainya si buta itu memberesi Ui-kiang Sam-go, padahal dia jatuh bangun menghadapi keroyokan maka gadis Sin-hong-pang itu tak tahu bahwa tentu saja si buta itu amat hebat karena ia adalah seorang pemuda sakti yang bukan lain adalah Chi Koan, musuh bebuyutan si Naga Gurun Gobi Peng Houw!

Bagi pembaca yang sudah mengikuti peristiwa di Gurun Gobi tentu segera mengenal pemuda ini. Benar, dia adalah murid mendiang Beng Kong Hwesio dan pewaris Bu-tek-cin-keng, kitab amat sakti yang dikejar-kejar dan diingini banyak orang kang-ouw, menjatuhkan banyak korban dan berapa ratus nyawa harus hilang secara sia-sia.

Tapi kalau Peng Houw juga merupakan pewaris dari Bu-tek-cin-keng maka adalah pemuda ini sebenarnya mendapatkan kitab itu secara tidak sah. Chi Koan mencuri dan menipu gurunya, bahkan juga kakek gurunya mendiang Ji Leng Hwesio.

Dedengkot Gobi itu akhirnya harus tewas karena perbuatan pemuda ini. Chi Koan yang amat berbahaya akhirnya harus ditandingi Peng Houw, yang juga murid Go-bi dan dulu masing-masing anak ini adalah kawan. Tapi karena pemuda itu berkembang amat jahat, bergaul dan berguru juga pada orang-orang sesat macam Tujuh Siluman Langit maka anak yang semula amat nakal ini akhirnya menjadi jahat dan pandai menipu atau mengelabuhi orang-orang lain, termasuk gurunya sendiri mendiang Beng Kong Hwesio.

Dari gurunya itu Chi Koan mendapat ilmu-ilmu hebat. Dia memiliki Lui-thian-to-jit (Kilat Menyambar Matahari), juga Cui-pek-po-kian dan Thai-san-ap-ting yang amat dahsyat. Tapi setelah dia mendapatkan Bu-tek-cin-keng menipu kakek gurunya, lari dan mempelajari isi kitab itu maka ilmu yang amat dahsyat Hok-te Sin-kun (Silat Penakluk Dunia) menjadi segala-galanya bagi pemuda ini.

Namun mendiang Ji Leng Hwesio menyiapkan Peng Houw. Dedengkot Go-bi yang sudah tua itu mewariskan tenaga saktinya kepada murid barunya itu. Peng Houw menjadi dahsyat dan muncullah dia menyelamatkan Go-bi. Chi Koan dikejar dan dicari, bertanding dan pemuda yang sama-sama mempelajari Hok-te Sin-kun itu mengadu ilmu. Tapi karena Peng Houw memiliki warisan tenaga sakti kakek gurunya dan Chi Koan kalah maka pemuda itu melarikan diri dan dikejar serta terus dimintai tanggung jawabnya untuk mengembalikan Bu-tek-cin-keng.

Dan akhirnya, di puncak Hek-see-hwa (Bukit Bunga Hitam) yang merupakan tempat mati hidup bagi dua pemuda itu Chi Koan berhasil dirobohkan, tertangkap dan ditawan di Go-bi namun kecelakaan menimpa pemuda ini. Paman gurunya, yang kalap dan marah menusuk kedua matanya, menyebabkan pemuda itu buta namun Chi Koan sendiri menghajar paman gurunya itu sampai tewas.

Kejadian menggemparkan ini membuat Go-bi kembali geger. Peng Houw muncul dan melihat keadaan itu. Dan ketika pemuda ini menarik napas dalam namun tak dapat berbuat apa-apa, siapapun dilarang mendekati si buta yang masih berbahaya itu maka Peng Houw menjaga guha tempat tawanan disekap dan kemudian selama beberapa bulan mengawasi sendiri si buta itu. Chi Koan mendapat hukuman seumur hidup.

Tapi bagaimana sekarang pemuda ini ada di sini? Bagaimana tiba-tiba ia muncul di Ho-kian dan membawa kereta bersama muridnya itu? Sudahkah dia mendapat kebebasan?

Tentu saja tidak. Chi Koan sebenarnya menjadi buron dan melarikan diri. Dan karena memang banyak kejadian di Go-bi yang tak diketahui orang luar biarlah kita tengok sebentar bagaimana sebenarnya kisah si buta ini. Dan bagaimana pula ia tiba-tiba mempunyai murid, juga kenapa si Naga Gurun Gobi Peng Houw ada di dekat Sin-hong-pang itu bertapa!

* * * * * * * *

Go-bi, lima tahun yang lalu sudah seperti biasa lagi dan tenang. Tempat para hwesio yang kini sehari-hari lebih banyak melakukan kegiatan rohani itu tidak seperti dulu lagi, yakni ketika diserbu orang-orang kang-ouw untuk mendapatkan Bu-tek-cin-keng. Dan karena kitab itu sudah hancur dan dirobek-robek Chi Koan, ribuan mata melihat ini maka perkara kitab sudah tidak diributkan lagi dan dianggap selesai.

Namun ada seseorang yang tidak percaya, dan orang itu adalah Beng Kong Hwesio, guru sendiri yang sudah terlanjur banyak memberi kepada Chi Koan. Beng Kong adalah seorang yang paling rnengenal watak muridnya itu, tidak percaya dan di dalam peristiwa Hek-see-hwa lari bersama muridnya.

Tapi karena Peng Houw dan kawan-kawan telah mengepung rapat dan betapapun tak dapat lari lagi akhirnya di bawah gunung guru dan murid ini bertengkar. Kebetulan Peng Houw berada di balik sebuah batu besar, mendengar dan mengerutkan keningnya karena. Bu-tek-cin-keng yang asli masih disimpan.

Chi Koan memang pemuda licik dan seperti iblis sendiri, Peng Houw tertegun. Dan ketika di dalam pertengkaran itu guru dan murid akhirnya bertanding, Peng Houw maju mundur maka Peng Houw akhirnya menaruh kecurigaan bahwa Chi Koan masih menyembunyikan kitab itu.

Yang robek dan hancur disebar merata tentulah hanya Bu-tek-cin-keng palsu. Peng Houw bangkit kemarahannya. Dan karena ia pun mulai ragu dan marah kepada pemuda itu maka iapun muncul dan membantu Beng Kong Hwesio paman gurunya...

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 03

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 03


"HIIIEEEHH...!"

Si buta tertawa geli. Hong Cu terdorong padanya dan cepat ia menangkap gadis itu, jari-jarinya lembut mencengkeram. Dan ketika Hong Cu terkejut dan menarik diri maka mukanya memerah sementara si buta bicara seakan tak tahu perasaan gadis itu.

"Maaf, kau hampir jatuh, nona. Muridku nakal. Hati-hati, berpeganganlah pada pinggiran tempat duduk karena kereta akan berlari kencang."

Benar saja, kereta sudah berlari seperti kesetanan. Meskipun Hong Cu sudah berpegangan pada pinggiran tempat duduk tetap saja dia terguncang-guncang dan hampir terlompat-lompat. Bocah di depan kereta itu berteriak-teriak mengendalikan kudanya, menjeletarkan cambuk dan menerabas hutan mencari tanah lapang.

Dan ketika Hong Cu mendengar derap dan ringkik kuda lain, rupanya ada pengejar maka ia tak tahan untuk menyingkap tirai kereta. Dan terlihatlah belasan orang mengejar sambil membentak-bentak.

"Hm, biarkan saja. Siauw Lam tahu pekerjaannya, nona, jangan khawatir. Aku, eh.... maaf, siapa namamu dan bagaimana aku menyebutmu."

"Hong Cu...." Hong Cu tiba-tiba memberi tahu namanya, terlepas begitu saja. "Aku, eh sebut saja aku Hong Cu, kongcu. Dan siapakah kau dan muridmu ini."

"Ha-ha, jangan sebut kongcu (tuan muda). Aku orang biasa-biasa saja, bukan putera hartawan. Aku Jin Koan, Cu-moi, dan sekarang tentu boleh aku menyebutmu Cu-moi (adik Cu). Hm, kau tampak susah dan bersedih, aku menangkap suaramu agak gemetar. Kau seakan sedang berduka."

Hong Cu terkejut dan memandang si buta ini. la benar-benar heran dan kaget bagaimana si buta ini serba tahu segala. Agaknya tidak seperti orang buta saja. Akan tetapi ketika ia diam dan memandang tertegun, si buta rupanya tak enak tiba-tiba pemuda itu membungkuk dan menarik napas dalam.

"Maaf, aku rupanya mencampuri urusan pribadimu, Cu-moi, atau mungkin mengorek-ngorek sesuatu yang tidak membuatmu senang. Tutuplah tirai itu karena kudengar gerakan senjata rahasia ...cet!"

Belum habis kata-kata ini tiba-tiba benar saja menyambar sebuah piauw (pisau terbang), masuk dan menancap di pinggiran tempat duduk dan Hong Cu kaget sekali. Ia terpekik dan otomatis melepaskan tirai. Pangkal lengannya hampir kena! Dan ketika ia lagi-lagi terkejut dan membelalakkan mata bagaimana si buta ini tahu segala maka kereta tiba-tiba diputar dan miring hampir terguling. Roda berderit dan mengeluarkan suara mengerikan.

"Suhu, aku sudah mendapatkan tanah lapang. Aku ingin main-main di sini saja!"

"Hm, sesukamu," si buta tersenyum, tampan dan memikat sekali, tak terpengaruh oleh dinding kereta yang miring, padahal Hong Cu sudah roboh dan jatuh di dadanya. "Hajar mereka kalau tak tahu adat, Siauw Lam. Dan praktekkanlah kepandaian yang kau dapat dariku."

Hong Cu terpekik dan roboh di pelukan si buta. Kereta dan roda yang berderit demikian keras jelas menandakan kereta diputar dengan sudut yang amat tajam. Mungkin bocah di depan itu memasuki sebuah tikungan atau mungkin justeru membelokkan kereta untuk kembali dan memapak orang-orang itu. Karena ketika ia mendorong dan menarik mundur dirinya, merah padam maka terdengar jerit dan pekik dua dari sekian banyak penunggang kuda, para pengejar itu.

"Aiihhh...!"

"Heiii bluk-blukk!"

Hong Cu tak tahu apa yang terjadi diluar. la baru saja menarik diri dari tubuh si buta itu dan sejenak mendapat dekapan di kepala. Dekapan itu mesra dan lembut sekali, ia menggigil. Dan ketika la meihat si buta tersenyum dan seakan bahagia, tak pelak lagi iapun jengah maka Hong Cu melompat keluar karena dah mendengar suara benturan senjata.

"Kongcu, eh Koan-twako, biarkan aku menghajar orang-orang itu!"

Si buta tak menjawab. Hong Cu tak melihat betapa si buta tiba-tiba sudah mencabut piauw milik, penyerang itu, tersenyum. Dan ketika ia keluar dan membuka pintu kereta maka tampaklah pemandangan yang membuat Hong Cu bengong, tak jadi mencabut pedang karena si bocah murid si buta itu sudah terkekeh-kekeh memainkan cambuknya.

la menghadapi tiga belas orang laki-laki yang bersenjata golok dan tampak kejam, dua di antaranya adalah Mo Hong dan Gin Sam itu, dua lelaki yang sudah pernah dihajarnya. Dan ketika Hong Cu terbelalak karena Siauw Lam si bocah lelaki menyelinap dan berkelebatan cepat membagi-bagi ujung cambuknya.

Maka tiga belas orang itu mengaduh-aduh dan mengumpat caci menjerit-jerit. Cambuk meledak di pipi dan bagian tubuh mana saja yang disukai anak lelaki itu, termasuk pantat yang membuat celana mereka robek-robek. Kulit pantat itu sendiri matang biru!

"Ha-ha, menari-narilah, Hayo, melompat dan angkat kaki tinggi-tinggi, keledai-keledai tolol, atau kalian cecowetan seperti monyet mencium terasi, ha-ha!"

Hong Cu kagum. Anak sekecil itu ternyata pandai mainkan cambuk dan tak satupun golok mengenai tubuhnya. Bagai belut yang licin saja ia sudah menyelinap dan menghilang di balik tubuh lawan-lawannya, yang rata-rata tinggi besar dan mudah baginya dibuat persembunyian. Dan ketika cambuknya meledak dan menampar golok lawan maka golok terpental dan membentur golok lain yang dibawa teman. Dan bunyi suara tang-ting membuat suasana menjadi ramai, riuh sekali. Dan Hong Cu tak tahan untuk terkekeh-kekeh.

"Hik-hik, bagus, Siauw Lam. Hajar mereka itu. Kukira kau tak perlu bantuanku!"

Anak itu menoleh. Dalam pertandingan yang gesit ia tertawa memandang Hong Cu, cambuk menyambar dan kini merobohkan seorang lawan. Dan ketika ia terkekeh menjegal yang lain, merunduk dan masuk keselangkangan seorang lawan maka anak ini mengangkat tubuhnya dan kontan kepalanya menumbuk bagian rahasia laki-laki itu, yang menjerit dan kontan menggelepar-gelepar.

"Heh-heh, kau memang tak perlu membantuku, bibi. Seorang diri saja aku dapat mengalahkan mereka. Lihat.... duk!"

Ia merunduk dan menumbuk perut seorang yang lain, berteriak dan terbahak geli dan cambuknya tiba-tiba melilit seorang di sebelah kiri, menarik dan orang itupun terjungkal untuk kemudian ditendang terguling-guling. Dan ketika belasan orang laki-laki itu akhirnya jerih dan gentar memandang si bocah tiba-tiba mereka membalik dan melarikan diri. Namun tujuh pisau terbang menyambar lebih dulu ke arah anak laki-laki ini.

"Awas!" Hong Cu berteriak dan menjadi kaget. Siauw Lam tak menyangka karena memang dilihatnya orang-orang itu melarikan diri. Tapi ketika dari dalam kereta terdengar dehem dingin dan si buta menjulurkan lengan mendadak tujuh pisau itu mencelat dan menyambar kembali kepada pemiliknya.

"Aduh!"

Hong Cu tertegun. Ia melihat lengan yang terjulur itu namun sudah ditarik kembali, Siauw Lam membelalakkan mata namun tiba-tiba tertawa, meleletkan lidah. Dan ketika tujuh orang itu roboh namun disambar teman-temannya maka anak itu meloncat dan meledakkan cambuk.

"Bagus, hina sekali. Kalian curang dan tak tahu malu, tikus-tikus busuk. Biarlah kuantar kepergian kalian dan simpan pisau itu baik- baik!"

Hong Cu berteriak ngeri. Pisau yang menancap tiba-tiba didorong dan dibenamkan ujung cambuk. Kiranya anak itu menyerang dan membalas kekejaman orang-orang ini, mengarahkan cambuknya pada gagang pisau hingga benda-benda itu terbenam, sampai gagangnya. Dan ketika tujuh lelaki itu menggeliat dan tentu saja tewas, Hong Cu membelalakkan mata maka enam yang lain lintang-pukang dan melepaskan kembali teman-temannya itu, yang sudah menjadi mayat.

Hong Cu pucat. Ia tak menyangka anak ini dapat berbuat seperti itu. Sebenarnya dengan pisau yang menancap di punggung atau pundak sudah cukup membuat orang-orang itu kesakitan. Tapi setelah pisau dibenamkan dan menembus jantung mereka, yang tentu saja membuat mereka tewas maka Hong Cu tak senang juga dan matanya berkilat.

"Siauw Lam, kau kejam. Kau membunuh mereka!"

Anak itu terkejut. Ia tertawa mengelus cambuknya ketika tiba-tiba Hong Cu membentak dan melompat maju, gadis itu bertolak pinggang. Tapi ketika ia menghentikan tawanya dan otomatis mengerutkan kening, ia pun tak senang dibentak seperti itu tiba-tiba si buta membuka pintu dan berseru,

"Siauw Lam, bibimu belum mengenal banyak orang jahat. Ia tak membayangkan bagaimana jika aku terlambat menolongmu. Sudahlah kau minta maaf dan cepat jalankan kereta karena aku mendengar lagi gerakan orang-orang lain."

Anak itu menyeringai. Tiba-tiba ia membungkuk dan minta maaf kepada Hong Cu lalu melompat ke depan kereta. Cambuk menjeletar dan siap memberi aba-aba. Dan ketika Hong Cu masih tertegun dan belum masuk ke dalam kereta, gadis itu bingung maka si buta berseru kepadanya mempersilakan naik.

"Cu-moi, tentunya kau tak ingin ada mayat bertambah lagi. Naiklah ke kereta, ada orang-orang yang lebih berbahaya datang!"

Gadis itu melompat. Akhirnya Hong Cu penasaran dan masuk ke dalam kereta tak mendengar apa-apa. Tapi baru saja ia masuk maka tampaklah bayangan-bayangan dari kiri dan kanan.

"Hm, mereka datang. Terlambat. Larikan kereta, Siauw Lam. Pergi ke Ho-kian!"

Hong Cu membelalakkan mata. Untuk kesekian kalinya lagi ia benar-benar mendelong. Apa yang dikata dan diramalkan si buta selalu benar. Namun ketika kereta dihentak dan kuda meringkik panjang, berderap dan lari dengan kencang maka bocah di depan itu berseru nyaring menjeletarkan cambuk.

"Suhu, tempat ini terkepung. Rupanya teecu harus menabrak orang!"

"Tabraklah, terjang. Jangan hiraukan segala, Siauw Lam. Kita dipaksa keadaan."

Hong Cu berdiri bulu tengkuknya. Si buta tiba-tiba menjadi begitu dingin namun mulut atau bibir itu tersenyum-senyum. Senyumnya aneh, dingin namun manis. Dan ketika kereta bergerak seperti kesetanan dan Hong Cu kagum oleh ketenangan si buta maka di luar ia menjadi kagum oleh keberanian bocah lelaki itu.

Siauw Lam membentak dan meledak-ledakkan cambuk sementara di luar dan kiri kanan terdengar umpatan dan geram-geram marah. Tak tahan ia untuk berdiam diri dan disingkaplah tirai kereta. Tapi ketika tiba-tiba menyambar sebuah pisau terbang dan ia hampir menjerit maka si buta bergerak dan tahu-tahu sudah menangkap pisau terbang itu.

"Sebaiknya jangan dibuka, atau kita bakal mengumpulkan benda-benda antik."

Hong Cu terbelalak. Ia masih memegangi tirai kereta dan saat itu menyambar lagi pisau-pisau terbang, tidak hanya satu melainkan belasan. Namun ketika semua itu ditangkap dan disambar si buta, demikian cepat dan tepat ia menangkap pisau-pisau itu maka benar saja di dalam kereta sudah terkumpul belasan piauw yang disebut "benda antik" oleh si buta ini.

"Ah!" Hong Cu menurunkan tangan dan otomatis melepaskan tirai kereta. Di luar sudah terdengar suara dak-duk orang ketabrak, jerit dan pekik serta umpatan-umpatan kotor. Dan ketika ia tertegun melihat senyum si buta, pemuda ini masih tenang-tenang saja maka Siauw Lam tiba-tiba berteriak karena rupanya tertangkap dan dicekik. Sesosok bayangan menyambar dan berjungkir balik menerkam anak laki-laki itu.

"Suhu, tolong hekk!"

Kereta berhenti dan terangkat naik. Saat itu si bocah rupanya berkutat dan melawan cekikan, cambuknya tak terdengar lagi dan kuda mengangkat kaki depan tinggi-tinggi dan meringkik nyaring. Tapi ketika si buta masih tersenyum dan bersikap amat tenang, Hong Cu berdegup tak keruan maka pemuda itu bertanya maukah Hong Cu menolong muridnya.

"Kita terkepung, mereka rupanya cukup banyak. Hm, tak kurang dari seratus orang jahat mengelilingi tempat ini, Cu-moi. Maukah kau menolong Siauw Lam dan bantu dia mengemudikan keretanya. Kita ke Ho-kian."

Hong Cu tak dapat berdiam diri lagi. Si buta yang begitu tenang namun justeru mencekam perasaannya sudah membuat gadis ini tak mampu mengendalikan marahnya lagi. Kereta miring dan berputar-putar, ringkik dan keluhan Siauw Lam menjadi satu, suara anak itu hampir tak terdengar lagi. Dan ketika ia meloncat dan berjungkir balik ke depan, melihat apa yang terjadi maka melototlah dia menyaksikan betapa anak laki-laki itu dipiting dan siap dipatahkan lehernya. Siauw Lam meronta namun tak berhasil karena lawan terlampau kuat dan mengunci tubuhnya.

"Keparat!"

Hong Cu mencabut pedang dan menyambar bagai seekor elang betina, melihat bahwa tempat itu benar saja dikepung oleh tak kurang dari seratus orang takut!"

"Kutolong kau, Siauw Lam, jangan takut!"

Kedatangannya ini membuat laki-laki itu terkejut. Ia memang marah dan memiting anak ini karena Siauw Lam sudah menabrak tak kurang dari lima anak buahnya, menerjang dan melarikan kereta seperti kesetanan dan ia sendiri nyaris tergilas. Anak itu berbahaya harus dilumpuhkan.

Maka ketika ia mengambil ancang-ancang dan Siauw Lam harus berputar atau membelok sana-sini, ia menyambar dan berjungkir balik maka dari belakang ia menerkam dan berhasil membelit anak itu, mengerahkan tenaga dan Siauw Lampun terkejut.

Laki-laki yang dihadapi ternyata lain dengan tiga belas pertama tadi. Laki-laki ini memiliki tenaga yang kuat, ia merasa lehernya hampir berkeratak! Maka ketika Hong Cu tiba-tiba datang dan menusukkan pedangnya, berkelebat dan menyambar bagai seekor elang betina maka pedang itu langsung menusuk mata dan laki-laki itu tentu saja terkejut dan melempar tubuh berseru keras.

"Crat!" Pedang Hong Cu mengenai dinding kereta. Gadis itu sudah membalik sementara Siauw Lam berseru girang. Ia mengucap terima kasih dan cepat mengendalikan keretanya lagi. Kereta itu miring dan terangkat-angkat tak keruan, seluruh penumpangnya bisa terjengkang.

Namun karena Hong Cu dan anak ini bukan orang-orang sembarangan sementara si buta apa lagi, Siauw Lam membentak dan menyambar cambuknya lagi maka anak itu sudah menguasai kereta sementara Hong Cu menangkis hujan senjata rahasia yang disambitkan musuh-musuh mereka.

"Lari cepat lari! Kendalikan kereta dan biar aku menghadapi orang-orang ini!"

Siauw Lam bergerak dan sudah menguasai keretanya. Anak itu memang cekatan dan Hong Cu memutar pedang. Gadis ini tak mungkin mengendalikan kereta karena tak biasa, bocah itulah yang paling tepat. Maka ketika anak itu meledakkan cambuknya dan kuda yang mengangkat kaki depan tinggi-tinggi sudah menurunkan kedua kakinya lagi, meringkik dan mencongklang maka bocah itu menggerakkan keretanya menerjang orang-orang di depan. Tak perduli!

"Tar-tar!"

Kuda bagai kesetanan menerjang orang-orang ini. Hong Cu melindungi dan menangkis senjata-senjata lawan dan Siauw Lam sesekali melecut dan mementalkan serangan musuh. Hebat anak itu. Dan ketika musuh berteriak tapi mereka mengejar dan menangkap kereta maka laki-laki gagah yang tadi hampir melumpuhkan anak itu sudah di belakang dan menarik kereta kuat-kuat untuk menahan laju kuda, disusul oleh teman-temannya di kiri kanan dan kuda meringkik terkejut tertahan larinya.

Delapan laki-laki tegap mengerahkan tenaga, mereka kuat bukan main. Dan ketika mereka berseru girang kuda berhasil dihentikan, Siauw Lam terkejut sementara Hong Cu juga kaget membelalakkan mata tiba-tiba mencuat delapan sinar dari dalam kereta menyambar delapan laki-laki itu.

"Cet-cet-cet!"

Delapan teriakan terdengar berbareng. Si buta kiranya bekerja dan Hong Cu tersenyum, Siauw Lam terkekeh. Dan ketika delapan orang itu melepaskan pegangannya dan kereta meluncur lagi, lari dengan kencang maka Hong Cu berseru dan tiba-tiba melepaskan jarum-jarum rahasianya. Lawan mundur dan sejenak memberi jalan. Tapi itu tak lama.

Tiga laki-laki tinggi besar, hitam dan brewokan tiba-tiba muncul dari depan. Mereka membawa dayung besi dengan tangan yang kokoh, berkerat dan memperlihatkan otot-otot yang menonjol. Dan ketika kuda terus menerjang tapi tiga laki-laki itu tak takut, memapak dan maju siap menghantamkan dayung maka Siauw Lam pucat karena kepala kudanya yang diincar.

"Mereka hendak membunuh kuda kita. Awas!"

Hong Cu juga terkejut. Dia sudah menghentikan gerakan pedangnya setelah lawan-lawan di belakang jerih. Dari dalam kereta menyambar sinar-sinar putih dan satu demi satu di antara mereka roboh. Itulah pisau-pisau terbang yang disambitkan si buta, cepat dan tepat hingga lawan menjadi gentar.

Tapi ketika muncul tiga laki-laki itu dan perawakan mereka yang kekar rnenimbulkan keberanian, inilah tiga kepala bajak yang terdiri dari tiga kakak beradik maka Hong Cu tak tahu bahwa ia berhadapan dengan Ui-kiang Sam-go (Tiga Buaya Sungai Ui-kiang), tiga jagoan dan ahli bermain dalam air yang amat hebat.

Mereka tiga kakak beradik yang sama-sama bersenjatakan dayung, ujungnya terbuat dari besi dan beratnya lebih dari lima puluh kilo. Diayunkan begitu saja sebuah batu karang sebesar kerbau pasti hancur, apalagi kepala seekor kuda! Maka ketika tiga orang itu muncul dan mereka marah mendengar laporan anak buah, gagal dan dihajar seorang bocah maka mereka maju sendiri dan kini melihat bahwa seratus anak buah ternyata tak cukup untuk merobohkan bocah dan penumpang dalam kereta itu.

It-go, Buaya Pertama gusar ketika mendengar laporan anak buahnya bahwa kereta yang diincar selalu lolos dan tak berhasil ditangkap. Mereka mengira kereta itu berisi seorang hartawan dan hendak dirampok. Tapi ketika dua anak buahnya yang lain bercerita tentang munculnya Hong Cu, gadis cantik yang menghajar tak tanggung-tanggung.

Maka dua saudaranya yang lain melotot dan Sam-go atau Buaya Ketiga sudah berminyak dan menggosok-gosok telapak tangannva mendengar ini. Dia adalah laki-laki yang paling doyan paras cantik sementara Ji-go atau kakaknya nomor dua melirik senyum-senyum.

Yang tertua tak perduli karena lebih mengincar harta benda, urusan wanita cantik selalu belakangan. Dan ketika mereka bergerak dan mengerahkan pasukan, menonton dari jauh tapi terkejut lawan benar-benar lihai, kereta tetap lolos sementara anak buah roboh satu demi satu maka Tiga Buaya itu tak tahan lagi untuk keluar dan cepat menghadang lari kuda di depan. Siauw Lam sudah hampir memasuki jalanan halus lagi untuk melarikan kudanya.

"Berhenti, atau kudamu mampus!"

Siauw Lam berpikir cepat. Kalau dia meneruskan larinya kuda tentu tiga batang dayung di tangan yang kuat-kuat itu bakal menghantam. Mana mungkin dia menolong kudanya meskipun dengan cambuk, karena tiga orang itu akan bergerak berbareng sementara tak mungkin baginya menyerang sekaligus. Tapi karena di situ ada Hong Cu dan dia mengharap bantuannya, si bocah tahu bahwa lawan yang dihadapi adalah yang paling kuat maka anak itu berseru agar Hong Cu melindungi. Dan Hong Cu pun mengangguk.

"Tak usah takut, aku dapat menyerang mereka, Siauw Lam. Aku memiliki jarum-jarum rahasia!"

"Bagus, kalau begitu bibi serang dua dikiri kanan itu, aku yang di tengah!" si anak berseru dan Siauw Lam membentak menyuruh kudanya lari lebih kencang. Dia tak ragu atau takut-takut lagi setelah Hong Cu memberi janji. Yang di tengah akan diserang sementara yang di kiri kanan bagian Hong Cu, padahal yang di tengah itu adalah It-go alias Buaya Pertama! Dan ketika ia melengking memberi aba-aba, kuda dicambuk dan disakiti pantatnya maka kereta menerjang.

Tiga Buaya melotot melihat keberanian anak itu. "Keparat!" yang di kanan membentak dan berteriak. "Hantam dia, twako. Bunuh anak dan kuda itu!"

"Benar, tapi si cantik itu bagianku. Heii, awas, Ji-ko (kakak kedua). Kita diserang hek-ciam (jarum hitam)!"

Hong Cu memang bergerak dan sudah melepas jarum-jarumnya. Sesuai janji dan tugas masing-masing maka gadis itu tak mau menunggu lama-lama lagi. Kereta sudah demikian dekat sementara tiga orang itu sudah mengangkat dayung. Sedikit terlambat tentu mereka celaka.

Maka ketika enam jarum hitam menyambar masing-masing dua di kiri kanan itu, Hong Cu yakin mereka akan menangkis menggerakkan dayung maka benar saja dua laki-laki itu bergerak dan dayung bertemu jarum hitam menimbulkan bunyi ting-tang, bunga api memuncrat.

Tapi yang celaka adalah Siauw Lam. Anak ini, sesuai perjanjian sudah meledakkan cambuknya ke depan. Ia menyerang laki-laki di tengah padahal itu adalah tokoh nomor satu. Maka ketika kuda menerjang sementara cambuk menjeletar di atas leher kuda, menjulur dan melecut wajah lawan maka It-go atau Buaya Pertama ini menggeram dan dayungnya menyambar kepala kuda. Cambuk dibiarkan menyerang karena tangan kirinya bergerak dan menangkis, bahkan menangkap.

"Des-plakk!"

Kuda meringkik dan roboh. Ini di luar dugaan anak itu dan lebih celaka lagi si tinggi besar membetot. Siauw Lam tertarik dan terbang keluar. Dan karena kereta menjadi miring sementara kuda yang satu terputar dan roboh, Hong Cu sendiri terpekik dan terpelanting di tempat maka tak dapat ditahan lagi gadis itu berjungkir balik sementara Siauw Lam sudah tertarik dan terbawa tangan lawan, cambuknya ditangkap dan disendal ke belakang.

"Suhu, tolong..!"

Si buta tahu-tahu berkelebat dari kereta. Ia yang sejak tadi di dalam saja dan seakan tak perduli mendadak melesat keluar. Muridnya terbawa tangan yang kokoh itu sementara kereta sudah terguling. Tiga Buaya itu memang hebat dan bukan tandingan anak ini. Maka ketika Siauw Lam berteriak dan menjerit minta tolong gurunya, si buta melesat dan terbang keluar mendadak pergelangan It-go terkena tendangan dan laki-laki tinggi besar itu berteriak melepaskan cambuk. Siauw Lam sudah disambar dan diturunkan gurunya di samping kereta, yang sudah roboh.

"Hm, kau agaknya bukan tandingan mereka, tenagamu masih terlalu kecil. Baik, kau diam di sini saja, Siauw Lam, aku ganti memberi pelajaran!"

Siauw Lam girang dan tertawa senang. Ia baru saja diselamatkan gurunya sementara It-go terbelalak kaget, seorang pemuda buta berdiri di depannya tersenyum-senyum, tadi menendang pergelangannya dan ia terlempar, melepaskan cambuk dan anak itu selamat. Dan ketika semua tertegun karena penumpang kereta ternyata bukan hartawan, melainkan pemuda buta berpakaian biru bersih maka It-go dan dua saudaranya terbelalak tapi tiba-tiba mereka tertawa bergelak. Jarum-jarum Hong Cu telah ditangkis dan runtuh semua.

"Ha-ha, bodoh anak buah kita. Sial, si buta ini bukan mangsa gemuk yang kita kira, Twako. Tak tahunya hanya seorang buta yang tidak berharga. Aih, susah payah kita membuang-buang tenaga!"

"Tapi ada gadis ini," Sam-go berseru, juga tertawa dan geli. "Tak apa mendapat penggantinya, Ji-ko. Kalau kita tak dapat merampas barang biarlah kita boyong si cantik ini dan kujadikan isteri. Aiih, ia lihai dan membuatku tergila-gila!"

Hong Cu merah padam. Menghadapi orang-orang kasar begini ia tentu saja menjadi muak. Dua di antara tiga Buaya itu memandangnya dengan sinar mata kurang ajar, hanya It-go yang agak ragu memandang si buta, yang tersenyum dan diam memasang telinga sementara Siauw Lam berbisik-bisik di telinga gurunya. Lalu ketika tawa mereka berhenti dan si buta mengangguk-angguk maka pemuda itu melangkah maju dan tak perduli kepungan para bajak yang kini bangkit lagi keberaniannya setelah para tokohnya muncul.

"Hm, kalian ini kiranya para perampok. Baiklah, kalian lihat bahwa kami bukan mangsa yang gemuk dan seharusnya kalian melepaskan lagi. Bagaimana kalau kalian minggir dan biarkan kami lewat tapi ganti seekor kuda kami yang mati dan semuanya habis di sini saja!"

"Ha-ha, buta ini gentar. Eh, kau boleh saja lewat dan pergi, anak muda, tapi gadis itu harus di sini. Nah, kau pergilah tapi tak ada pengganti apapun untukmu!" orang ketiga tertawa dan membentak dan dayungnya tahu-tahu menyambar. la berkata boleh pergi tapi dayung menghantam kepala, jelas hendak mencelakai. Dan ketika Hong Cu berteriak tapi si buta menangkap, miringkan kepala menghindar hantaman dayung maka, secepat itu dayung tertangkap dan Sam-go menjerit keras.

"Aughh.... krakk!" Orang ketiga itu terbanting dan ujung dayungnya hancur. Besi pipih kuat yang diremas si buta mendadak seperti pasir berhamburan saja, rusak dan hancur. Dan karena tangkapan tadi menyalurkan hawa panas ke jari-jari Sam-go, naik dan menjalar membakar lengannya maka laki-laki itu berteriak dan kaget dan kontan melepaskan dayungnya. Telapaknya merah terbakar!

"Ang-see-ciang (Pukulan Pasir Merah)" Si Buaya terkejut dan membelalakkan mata. Ia melihat telapak si buta memerah namun sudah biasa lagi, menyengat tangannya dan justeru telapaknya masih merah. la kaget sekali. Tapi karena justeru itu ia menjadi marah, membentak dan menyambar dayung kakaknya tiba-tiba ia meloncat dan menyerang lagi, Mata melotot dan muka terbakar.

"Buta, kau rupanya berkepandaian. Tapi jangan sombong, aku akan membunuhmu dan lihat betapa tubuhmu kuhancurkan...wut!" dayung menyambar dan menderu lagi, dielak dan hendak ditangkap namun Sam-go menyendalnya naik. Ia tak mau terulang dan malu segebrakan saja, ia kaget dan marah oleh hal itu. Dan ketika ia menusuk dan mengemplang lagi, membabat atau mengayun dayung bertubi-tubi.

Maka si buta mengelak dan berkelit secara mudah, tersenyum dan tertawa mengejek dan lawan menjadi penasaran. Dua kali dayung mengenai tanah dan hancur, bagian yang dipukul berlubang sebesar kepala kerbau. Dan ketika semua pukulan-pukulannya masih mengenai angin kosong maka tak dapat ditahan lagi tokoh nomor tiga dari para bajak ini meraung, apalagi setelah lawan mengejek dan bertanya siapa dirinya.

"Hm, luput, terlalu lamban. Kurang cepat. Eh, siapa kau, tikus tolol. Golongan dari mana dan anggauta siapa kalian ini."

"Keparat, bedebah binatang. Kami Ui-kiang Sam-go yang menguasai wilayah ini, buta. Kau berhadapan dengan orang nomor tiga dan jangan banyak cakap. Mampuslah wherrr!" dayung menyambar dan menderu lagi menghantam leher, dahsyat dan mengerikan dan Sam-go telah mencegat lawan dengan tangan kirinya.

Kalau si buta mengelak dan dia menggerakkan tangan kiri tentu tak mungkin si buta lari lagi. Dengan tangan itu ia akan mencengkeram lawan, lalu dayung dibalik dan menghantam lagi. Dan ketika benar saja si buta berkelit ke kanan dan tangan kirinya menyambar, ia mengerahkan tenaganya hingga jari-jari berkerotok maka ia berseru keras bahwa si buta kali ini mampus. Ia akan menangkap lalu membalikkan dayungnya hingga lawan tak mungkin berkelit lagi.

Namun alangkah kagetnya laki-laki tinggi besar ini. la menangkap dan sudah mencengkeram pundak si buta itu, girang. Tapi ketika tiba-tiba kelima jarinya bagai menyentuh bara api, pundak atau tubuh lawan terasa panas membakar maka ia berteriak dan dayung yang sudah dibalik dan menghantam lawan malah mengenai dahinya sendiri.

"Aduh!" Sam-go terbanting dan terguling-guling. Kalau bukan dia tentu dahinya hancur. Untung ia memiliki tubuh yang kuat dan dahi yang keras. Tapi ketika kelima jari tangan kirinya bengkak dan warna memerah membuat Buaya itu gentar, pucat maka ia tak berani menyerang lagi dan dua saudaranya terbelalak dan tiba-tiba bergerak ke depan.

"Ji-te, bunuh lawan kita ini. Serang!"

Ji-go atau Buaya Kedua mengangguk. Ia sudah melihat kelihaian si buta itu dan terkejut. Setiap elakan begitu cepat dan tepat, padahal kedua mata itu jelas tak melihat apa-apa. Kelopaknya bergerak-gerak aneh sementara bibir itu tetap tersenyum-senyum, mengejek. Dan ketika adiknya terbanting dan terguling-guling, ia menyambar dayung di tangan adiknya maka hampir berbareng dua pimpinan bajak ini menyerang dan mengeroyok si buta.

"Curang!" Hong Cu berteriak dan hendak melompat. Gadis ini kagum dan terheran-heran akan kelihaian temannya itu tapi segera khawatir dan marah karena dua pimpinan bajak menyerang. Sekarang ia tahu bahwa lawan-lawan mereka ini adalah para tokohnya, tak mungkin ia berpeluk tangan saja.

Tapi ketika si buta berseru dan mengangkat tangan, mengelak dan menangkis dayung maka Hong Cu terbelalak dan menghentikan gerakannya, melihat dua dayung terpental sementara lawan berteriak kaget. "Tak usah, jangan dibantu. Biarkan aku menghajar lawan-lawanku ini, Cu-moi. Kau jaga dan lindungi saja Siauw Lam. Aku mendengar gerakan-gerakan mencurigakan di belakang kalian!"

Benar saja, Sam-go mengangkat tangan dan serentak anak buah bajak menyerbu. Mereka tadi menonton karena pimpinannya bergerak, menunggu dan kini isyarat itu diterima. Buaya termuda yang malu terhadap si buta itu sudah menyerang Hong Cu, ia bergerak bersama anak buahnya. Dan karena Siauw Lam otomatis juga diserang, anak itu membalik dan rneledakkan cambuknya maka Hong Cu membentak memutar pedang dan menangkis. Kini masing-masing tak ada yang tinggal diam dan harus bekerja.

"Siauw Lam, kau jangan jauh dariku. Mari kita hajar orang-orang ini dan kerbau besar ini bagianku!"

Anak itu tertawa. Seperti kebiasaannya yang sudah-sudah dan selalu pemberani murid si buta inipun tak kenal takut. Ia bergerak dan meledakkan cambuknya. Dan ketika tiga penyerang menjerit mendekap pipinya, maju dan menyerang yang lain lagi maka Hong Cu sudah melompat dan menghadapi Sam-go.

Lawan mencabut golok lebar yang punggungnya bergerigi. "Bagus, kau bagianku, nona. Si buta itu rupanya kekasihmu. Kau akan kurobohkan dan lihat temanmu mampus di tangan dua saudaraku!"

"Jangan banyak cakap!" Hong Cu menggerakkan pedang dan menusuk. "Aku akan membunuhmu, tikus besar, dan kemudian menghajar anak buahmu!"

Mereka bertanding. Sam-go menangkis dan Hong Cu tergetar, menyerang dan bergerak lagi dan ternyata tenaga si Buaya itu hebat. Hong Cu selalu terpental. Dan ketika gadis itu terkejut dan menjadi marah, makin kagumlah dia kepada si buta maka Hong Cu menggerakkan rambutnya dan pedang serta rambut lalu bertubi-tubi menyerang lawan. Dan ketika gadis itu berkelebat mengerahkan ginkangnya maka tubuhnya tak kelihatan lagi menyambar-nyambar bagai walet mengelilingi lawan.

"Aih, hebat. Bagus sekali. Lihai... cring- crang!" dan si Buaya yang membentak dan mempercepat gerakannya pula lalu berusaha mengimbangi Hong Cu akan tetapi dalam hal ilmu meringankan tubuh ia kalah, menang tenaga dan ini dipergunakan untuk mendesak gadis itu.

Tapi karena Hong Cu adalah sumoi dari ketua Sin-hong-pang dan rambutnya meledak-ledak membentuk bayangan hitam yang membingungkan lawan maka dua kali leher si Buaya kena lecutan dan matang biru bagai disabet kawat baja. Hal ini membuat laki-laki itu marah dan lupa kepada maksudnya semula. Ia tak lagi hendak menangkap gadis ini untuk dipermainkan melainkan untuk dibunuh dan melampiaskan kemarahan. Tapi ketika ia kalah cepat dan kembali rambut meledak di sisi kepala, bukan main sakitnya maka tokoh bajak sungai itu berteriak pada pembantunya agar maju membantu.

"Jahanam, ke sini kalian. Bantu aku!"

Tujuh orang melompat mengeroyok Hong Cu. Gadis ini mengeluarkan jarum-jarum rahasianya tapi lawan mengeluarkan pisau-pisau terbang lagi. Senjata berdenting kian memekakkan telinga lagi. Dan ketika gadis itu terdesak dan Hong Cu menjadi marah, melengking dan berkelebatan kian cepat maka di sana Siauw Lam juga melompat ke sana-sini dan lari berteriak-teriak. Cambuknya akhirnya terbabat dan tinggal separoh.

"Bibi, mana janjimu. Aku terdesak bantu!"

Hong Cu malu. Memang ia tadi menyanggupi untuk melindungi dan menjaga anak itu. Tapi karena sekarang diri sendiri didesak dan para pengeroyok bertambah lagi, Buaya itu ingin cepat-cepat merobohkan Hong Cu maka gadis ini tak dapat berbuat apa-apa dan berseru agar Siauw Lam menjaga diri baik-baik.

"Apa, menjaga diri baik-baik? Eh, aku dikeroyok tak kurang dari lima belas orang, bibi. Mereka ini tak malu mengerubut seorang anak kecil. Cambukku putus, tinggal separoh. Dan aku, heiii...!" anak itu berteriak dan melempar tubuh bergulingan. Dalam bicara tadi sebatang golok hampir saja memenggal lehernya, ia terkejut. Dan ketika ia bergulingan di sana meloncat bangun, melotot memandang lawan maka ia berteriak pada gurunya agar dibantu.

"Suhu, bibi ini tak becus. Ia tak mampu melindungi aku. Kau robohkanlah lawan-lawanku dan jangan biarkan aku tinggal nama!"

"Hm, mendekatlah ke mari, jangan jauh-jauh dariku. Rupanya orang-orang ini tak dapat diberi hati lagi, Siauw Lam. Aku akan memberi pelajaran dan lihat tikus yang menghina bibimu itu mampus!"

Si buta menggerakkan tangan kiri dan tahu-tahu sebuah sinar putih menyambar. Itu adalah piauw atau pisau terbang yang masih disimpannya, senjata milik para bajak itu terutama mereka yang sudah berkepandaian cukup tinggi. Dan ketika senjata itu menyambar Buaya Ketiga, cepat dan tepat mengenai punggungnya maka jerit kesakitan disusul oleh robohnya laki-laki ini.

"Bagus, tepatkah timpukanku, Siauw Lam. Bukankah itu si busuk yang tadi menyerang aku."

"Benar... benar!" anak itu bersorak. "Pisaumu menghunjam punggungnya, suhu. Orang itu roboh!"

"Ha-ha, dan sekarang yang ini!" si buta membalik dan menerima serangan dayung. "Mereka inipun harus roboh, Siauw Lam. Lihat pukulanku mengenai dadanya... plak!" dayung ditangkis dan secepat itu telapak kiri si buta menyambar dada lawan, tampaknya perlahan saja tapi Ji-go berteriak dan roboh.

Orang nomor dua dari Ui-kiang Sam-go ini terjengkang. Dan ketika It-go atau Buaya Pertama terbelalak dan ngeri, dayungnya tak mungkin ditarik dan ia melihat telapak yang kemerah-merahan itu maka laki-laki tinggi besar ini melempar tubuh dan membuang senjatanya itu.

"Krakk!" Ia selamat namun dayungnya hancur. Kepala bajak itu pucat dan bergulingan menjauh, dua adiknya tewas dengan cepat. Dan ketika ia bersuit dan menyambar mayat saudaranya, kabur dan meninggalkan pertempuran maka semua anggautanya terbelalak dan memutar tubuh pula, terbirit-birit.

"Ha-ha, musuh lari, suhu. Enak benar mereka meninggalkan kita!"

"Kau boleh melontarkan ini," si buta tertawa dan memberikan sebuah pisau terbang, tak mendengar di mana langkah si kepala bajak yang sudah bercampur dengan para anggautanya.

"Cari dan beri kenang-kenangan kepada lawanku tadi, Siauw Lam. Cepat sebelum ia jauh!"

Anak itu girang. Tidak seperti gurunya yang buta tentu saja ia tahu ke mana larinya kepala bajak itu. It-go melarikan diri menyambar seekor kuda, naik dan kabur dengan cepat. Maka ketika ia menyambitkan pisau itu dan cepat seperti kilat pisau ini menyambar tubuh lawan maka hampir saja pisau itu mengenai korbannya kalau saja si kepala bajak tidak mendengar dan menangkis senjata itu, membalik dan membuat pisau runtuh tapi kulit lengannya tergores. Siauw Lam kecewa dan kepala bajak itu mendelik.

Tapi karena anak itu berada di dekat gurunya dan kepandaian si buta ini amat mengerikan, Buaya itu sadar bahwa lawan yang dihadapi adalah seorang hebat maka ia tidak membalas dan mencongklangkan kudanya setelah melototi anak laki-laki itu. Siauw Lam balas melotot dan akhirnya tertawa. Dan ketika pertempuran berhenti dan Hong Cu di sana tertegun, ia selamat berkat pertolongan si buta maka lagi-lagi ia merasa kagum dan malu kepada diri sendiri yang terasa demikian rendah.

"Terima kasih, kau menolongku. Ah, kepandaianmu ternyata demikian tinggi, Koan- twako. Entah bagaimana kalau kau tidak merobohkan orang-orang itu. Ngeri aku rnembayangkannya!"

"Hm, mereka tak berarti apa-apa. Aku sebenarnya sebal, Cu-moi, enggan keluar. Tapi apa boleh buat, kuda kita dibunuh dan kereta berlubang-lubang. Kalau saja para pimpinannya tidak keluar mungkin kita sudah melanjutkan perjalanan. Sudahlah, adakah kuda pengganti namun aku tiba-tiba haus. Eh, bisakah kau mencarikan air minum, Siauw Lam. Siapkan untukku dan juga cari sepasang kuda yang lain, pasang di kereta kita!"

Anak itu mengangguk. Setelah pertempuran berhenti dan keringat membasahi tubuh memang tenggorokan tiba-tiba terasa kering. Ia pun haus. Dan ketika Hong Cu juga menjilati bibir dan merasa haus, pertempuran itu lama juga maka gadis ini mengangguk pada Siauw Lam agar mencarikan air minum.

"Akupun juga, haus sekali. Ah, segar rasanya kalau ada air dingin!"

"Baiklah, teecu mencarinya sebentar, suhu. Teecu juga haus!" anak itu pergi dan mengedip nakal. Entah kenapa ia tiba-tiba menggoda Hong Cu dan tentu saja gadis itu semburat.

Hong Cu tertegun tapi segera sadar. Kiranya ia digoda karena berduaan saja dengan si buta. Tapi ketika ia memerah dan melotot memandang Siauw Lam, yang tertawa dan melompat pergi mendadak lengannya dicekal seseorang dan Hong Cu membalik terkejut.

"Maaf, aku ingin duduk di tempat ini, Cu-moi. Dapatkah kau mencarikan tempat yang enak dan kita menunggu Siauw Lam."

Hong Cu tak jadi melepaskan dirinya. Ia melihat si buta mengejap-ngejap dan kelopak yang kosong itu membuat Hong Cu terharu. Dan ketika ia mengangguk dan tentu saja bergerak membawa si buta maka gadis ini menarik napas dalam berkata penuh iba, "Sayang, kau gagah dan tampan, Koan-twako, bagaimana penglihatanmu bisa seperti ini. Ah, Apa yang terjadi denganmu dan bagaimana kau menjadi buta!"

"Hm, seseorang membuatku begini. Aku buta karena seorang musuh besar, Cu moi. Kisah menyedihkan yang tidak menarik. Kenapa kau tiba-tiba bertanya dan memperhatikan lebih dari biasa."

"Aku..aku kasihan."

"Hanya itu saja? Ha-ha, aku sudah kenyang!"

Gadis itu terkejut. Si buta mencengkeramnya dan mereka sudah tiba di tempat yang dipilih. Ada rumput tebal untuk duduk, enak dan dapat dipakai berdua. Tapi ketika si buta berhenti dan memandangnya dengan kelopak bergerak-gerak, bibir itu ditarik dan seakan menahan luka hati mendadak air mata keluar dari kelopak kosong itu, meleleh.

"Aku memang orang malang, orang yang bernasib sial. Hm, iba dan kasihan tidak akan membuatku melek lagi, Cu-moi. Bukan itu yang kuharap. Aku aku ingin lebih dari itu!"

Si buta menangis dan menutupi mukanya. la sudah melepaskan cengkeramannya pada Hong Cu dan gadis itu tentu saja terkejut, ia tak mengerti. Tapi ketika ia bergerak menahan pundak itu, si buta berguncang-guncang tiba-tiba si buta berbisik gemetar menangkap pundaknya, balas memegang.

"Cu-moi, kau... kau dapat memberikan yang lebih dari itu? Kau mau menolongku?"

Gadis ini terharu, lepas kewaspadaannya. "Tentu saja, Koan-twako. Kau telah menolongku dan menyelamatkan aku dari keroyokan orang-orang itu. Kalau sekarang aku dapat membantumu dan memberi lebih tentu saja aku mau. Apa yang kau minta!"

"Aku... aku takut!"

"Hm, takut?" gadis ini heran, tiba-tiba geli. "Tak mungkin, Koan-twako. Kau gagah dan lihai dan lebih dari aku. Kepandaianmu luar biasa. Katakan saja dan aku siap mendengarnya!"

Si buta tiba-tiba girang, berseri. "Kau bicara tentang kepandaian yang sebenarnya tiada batas dan amat luas. Hm, bagaimana kalau aku menambah kepandaianmu agar lebih maju, Cu-moi? Maukah kau menerimanya?"

"Kepandaian?" gadis ini melengak. "Kupikir kau bukan akan bicara tentang ini, Koan-twako. Kau hendak bicara yang lain!"

"Benar, tapi, ah.... nanti dulu. Kau telah bicara tentang ini lebih dulu.. Aku ingin bicara tentang kepandaian baru setelah itu yang lain!"

"Hm, tentu saja aku senang dan memuji kepandaianmu. Tapi apakah tidak rugi? Maksudku apakah tidak merugikanmu?"

"Rugi apa? Kenapa rugi?"

"Hm, aku bukan sanak bukan keluargamu, Koan-twako, bukan apa-apa. Masa begitu saja kau hendak memberikan kepandaianmu."

"Itulah! Aku, hm.... aku ingin mengikat sesuatu denganmu, Cu-moi, maksudku, hmm sesuatu yang erat!"

Hong Cu mengerutkan kening. "Eratt? Ikatan sesuatu?"

Aneh sekali, si buta menangis. Wajah yang tadi berseri dan penuh harapan mendadak berubah lagi. Hong Cu terkejut ketika si buta itu menutupi mukanya. Dan ketika si buta tersedak dan tak menjawab pertanyaan Hong Cu maka si buta menggeleng-geleng kepala dan berseru, "Tidak, tak jadi. Tak mungkin kau mau. Ah, aku harus tahu diri, Cu-moi. Kau gadis cantik yang gagah perkasa yang tak mungkin mau berdekatan dengan aku. Sudahlah, aku tak hendak mengikat apa-apa dan biar kutambah kepandaianmu tanpa ikatan apa-apa!"

"Hm, kau sebenarnya hendak bicara apa," Hong Cu tertarik dan tentu saja penasaran. "Kenapa tak jadi dan harus malu berdekatan denganmu, Koan-twako. Justeru menjadi sahabatmu adalah kebanggaan luar biasa bagiku. Kau jauh lebih hebat daripada aku. Kalau hanya masalah buta tak perlu aku malu!"

"Ahh!" wajah itu dibuka lagi, kelopaknya berkejap-kejap cepat. "Apa.... apa katamu, Cu-moi? Kau.... kau tak malu berdekatan dengan aku? Kau bicara sungguh-sungguh?"

"Aku sungguh-sungguh, kenapa harus malu. Bahkan kau lebih hebat daripada orang melek. Apa gunanya tak cacad tubuh tapi tak bisa apa-apa!"

Keluarlah suara aneh dari tenggorokan si buta. Hong Cu berkata seperti itu karena mengingat keadaannya sendiri, kagum dan sesungguhnya mulai tertarik kepada si buta yang gagah dan lihai ini. Maka ketika ia tiba-tiba dipeluk dan si buta merangkulkan lengannya ke pinggangnya yang ramping, sejenak gadis itu terkejut dan menoleh ke kanan maka tanpa sengaja muka mereka berbenturan, si buta berbisik dan gemetar bicara,

"Cu-moi, kau benar-benar tak malu berdekatan dengan aku? Kalau begitu bagaimana jika aku menyatakan cinta padamu? Maaf, jiwa dan hatiku tergetar oleh mu, Cu-moi. Sekarang kuingin berterus terang saja bahwa aku mencintaimu!"

Hong Cu kaget dan merah padam. Ia tak menyangka bahwa itulah yang akan dikatakan si buta. Pinggangnya sudah dipeluk dan didekap ketat. Tapi ketika ia meronta dan melepaskan diri maka gadis ini gemetar bicara, "Koan-twako, apa kau bilang? Kau... kau mencintai aku? Bagaimana secepat itu cintamu berkembang? Bukankah kita masing-masing belum saling tahu dengan baik?"

"Ah, aku percaya padamu. Aku tak ragu padamu. Kau jelas gadis baik-baik dan tak perlu kuragukan lagi, Cu-moi. Itulah sebabnya tak ragu aku memberikan kepandaianku. Aku percaya penuh, dan syukur kalau kau menerima cintaku dan dapat kutumpahkan semua isi hatiku tanpa ganjalan lagi!"

Hong Cu terbelalak dan semburat merah. Si buta sudah menyatakan cintanya dan siapa yang tak akan girang menerima ini. Pemuda ini meskipun buta tapi hebat dan amat lihai bukan main. Berapa kali ia membuktikan dan melihat sendiri. Tapi ketika bayangan Peng Houw muncul lagi di depan mata dan ia terisak, betapapun wajah si Naga Gurun Gobi itu masih melekat kuat maka Hong Cu tak mampu menjawab dan kelopak si buta yang berkejap- kejap tampak cemas menunggu jawahan.

"Cu-moi, kau kau tak marah padaku, bukan?"

"Tidak, tapi.... tapi aku tak dapat menjawabnya, twako. Aku masih teringat seseorang!"

"Hm, kau sudah mempunyai calon suami? Kau sudah bertunangan?"

"Tidak, tapi.... ah, aku tak dapat menjawabnya!" dan Siauw Lam yang muncul berteriak memanggil gurunya lalu membuyarkan percakapan itu dan si buta tampak berkerut-kerut.

Hong Cu tak tahu betapa mulut si buta ditarik dalam, semacam kemarahan timbul. Tapi ketika mulut itu biasa lagi dan senyum yang aneh menyungging tipis maka si buta menerima setakup air jernih di atas daun yang lebar, meneguk dan membasahi kerongkongan dan Siauw Lam mengambil yang lain lagi, diberikan dan diterima Hong Cu dan air yang dingin itu membuang semua rasa jengah dan kikuk. Sesungguhnya Hong Cu memang kikuk, ia canggung dan likat juga. Namun ketika semua itu hilang oleh kehadiran Siauw Lam maka anak laki-laki ini menjadi sumber percakapan Hong Cu.

"Kau lama amat, ke mana saja. Tapi air yang kau bawa itu jernih dan segar, Siauw Lam. Dan kau sendiri kenapa tidak minum!"

"Heh- heh, aku sudah mengenyangkan perutku. Wah, menunggu kalian dulu tentu aku tak kuat, bibi. Aku minum langsung dari mata-airnya yang segar. Ha-ha perutku kembung!"

Hong Cu tersenyum.

"Dan lihat," anak itu menyambung. "Masih ada satu lagi, bibi. Kudapat ini dari lereng bukit. Kupersembahkan untuk jiwi tapi biar suhu lebih dulu!"

"Apa itu?" si buta meraba dan menerima bungkusan muridnya. "Ah, pisang, Siauw Lam, matang dan besar-besar. Ha-ha, kau tak lupa kesukaanku!"

"Aku memang mencarinya untuk suhu," anak itu tertawa. "Silakan, suhu. Ada setundun kalau masih kurang!"

"Wah, cukup. Tapi biar bibimu Hong Cu yang memakannya lebih dulu. Eh, silakan ambil, Cu-moi, laki-laki nomor dua!"

Hong Cu tertawa manis. Lagi-lagi ia melihat sikap hormat pada si buta ini. Meskipun lihai tapi menghargai wanita, siapa tak senang. Maka ketika ia mengambil sebuah dan memakannya, baru si buta dan Siauw Lam mengikuti maka mereka duduk menikmati air dingin dan pisang padat. Hong Cu diberi sebuah lagi sementara Siauw Lam empat, anak itu memang gembul. Dan ketika semua selesai dan percakapan ringan diakhiri maka si buta bangkit berdiri memasang telinganya, miring ke kanan.

"Hm, kau belum mengganti kuda. Kita harus melanjutkan perjalanan lagi, Siauw Lam. Ho-kian masih jauh. Ayo pasang kuda itu dan siapkan keretanya!"

"Aku akan membantu," Hong Cu tak enak dan bangkit pula. "Kau sudah menyiapkan kuda di sana, Siauw Lam, tapi kenapa tak dibawa ke sini. Ayo, kita pasang dan kemudian berangkat!"

Anak itu tertawa. Dengan lincah ia melompat dan membawa sepasang kuda berbulu coklat. Itulah kuda yang dirampas dari para perampok, diikat di belakang pohon dan dibiarkan merumput. Kuda yang menghela kereta sudah mati, yang satu karena pukulan dayung sedang yang lain karena terinjak-injak, jatuh ketika kereta roboh. Dan ketika Hong Cu membantu anak itu sementara si buta kembali berseri, kata-kata Hong Cu jelas menunjukkan gadis itu bersama mereka lagi maka tak lama kemudian Siauw Lam sudah menjeletarkan cambuk berseru pada gurunya.

"Suhu, semuanya siap. Silakan naik!"

Si buta berjalan hati-hati. Anak itu memutar keretanya dan Hong Cu membuka pintu. Sikap gadis inipun kembali membuat si buta girang. Dan ketika si buta melompat dan duduk di dalam, Hong Cu menutup dan duduk di depannya maka seperti tadi dua orang inipun satu kereta lagi tapi sekarang berhadap-hadapan.

"Bagus, berangkatlah, Siauw Lam. Kita langsung ketempat Sui-taijin!"

"Baik... tar!" dan cambuk yang meledak di punggung kuda akhirnya membuat kereta bergerak dan lari lagi, tidak terburu-buru dan kesetanan melainkan tenang dan biasa-biasa saja.

Hong Cu tersenyum dan berguncang mengikuti irama kereta. Lalu ketika percakapan dilanjutkan lagi dan Hong Cu memang ingin bercakap-cakap lagi, betapapun ia tertarik dan mulai suka kepada pemuda yang gagah dan sopan ini maka gadis itupun tak ragu lagi untuk akhirnya bercerita tentang siapa dirinya. Bahwa dia adalah murid Sin-hong-pang dan sumoi dari ketua sendiri, pergi dan meninggalkan rumah karena dibakar kebencian.

Ia mulai menyinggung-nyinggung persoalannya dengan Peng Houw pula, tak menyebut nama pemuda itu melainkan hanya dikatakan seorang pemuda saja. Di sini Hong Cu masih malu berterus terang. Tapi ketika ia ditanya kenapa membenci pemuda itu, Hong Cu mengepal tinju maka gadis ini berkata bahwa karena pemuda itu dirasanya sebagai mempermainkannya saja.

"Aku benar-benar terhina dan marah sekali. Kalau ia hanya main-main saja masalah itu kenapa harus kutanggapi? Ah, ia sombong dan mempermalukan aku habis-habisan, Koan-twako. Tapi harus ku akui bahwa ia lihai. Mungkin kau bukan tandingannya!"

"Siapakah pemuda itu, kau tak pernah menyebut namanya," si buta tertawa geli, tak terbakar. "Kau seakan ingin mengadu aku dengannya, Cu-moi. Benci benar kau ini kepadanya. Atau justeru mungkin malah sebaliknya!"

"Cih, sebaliknya bagaimana? Aku benar-benar benci, Koan-twako. Ia kelewat menghinaku, sok suci!"

"Benci yang begitu biasanya berawal dari cinta yang menggebu-gebu. Eh, rupanya karena ini kau tak segera menerima cintaku, Cu-moi. Pantas kalau kau menyatakan bingung."

"Tidak! Dulu memang aku suka, tapi bukan cinta. Dia terlalu sombong dan pongah untukku. Aku yang sekarang tak sudi!"

"Baik, kalau begitu siapakah dia?"

"Untuk ini tak dapat kujawab sekarang. Lain kali kalau ketemu akan kutunjukkan. Hm, panas benar aku kepadanya, Koan-twako. Kalau kepandaianku tidak begini rendah mungkin tak seberapa aku di hina. Hm, kelak ingin kubulas dan mudah-mudahan berhasil!"

Si buta mengangguk-angguk, tersenyum maklum. la rupanya dapat mengerti perasaan gadis itu dan tak mendesak. Hong Cu lagi-lagi lega. Dan ketika si buta berjanji untuk memberikan ilmunya, meraba dan menggenggam lengan gadis itu maka Hong Cu tak rnenarik tangannya karena betapapun ia juga berharap.

"Baiklah, setiba di Ho-kian kau menambah ilmumu lagi. Gerakmu cepat tapi hanya untuk orang biasa, Cu-moi. Kalau nanti aku menurunkan sebuah ilmu meringankan tubuh kepadamu maka tentu gerakan mu bakal dua tiga kali cepatnya daripada sekarang. Dan pedangmu, hmm... simpan saja untuk keadaan yang lebih darurat. Kalau kau menguasai Ang-see-ciang yang kumiliki tentu orang-orang semacam Ui-kiang Sam-go itu tak ada artinya lagi. Baiklah kita bersabar sampai tiba di Ho-kian dan akan kuberikan apa yang kau minta."

Hong Cu girang dan terharu. Di dalam kereta inipun ia melihat sikap yang baik dan hormat dari pemuda itu. Si buta sudah melepaskan tangannya lagi. Dan ketika perjalanan dilanjutkan dan menjelang tengah malam mereka tiba di Ho-kian, langsung menuju rumah Sui-taijin maka gadis itu terbelalak karena ternyata si buta ini memiliki pengaruh dan wibawa yang besar di rumah pembesar itu, padahal Sui-taijin adalah walikota Ho-kian yang memiliki puluhan pengawal!

"Kita sampai!" Siauw Lam berteriak dari luar. "Apa yang harus kukatakan kepada Sui-taijin, suhu. Apakah dia perlu menghidangkan makan minum untuk kita!"

"Tak usah, suruh saja menyambut. Katakan aku datang, Siauw Lam, dan siapkan kamar paling baik untuk dua orang!"

Terdengar seruan dan sambutan di luar. Kereta langsung memasuki halaman gedung besar dan Hong Cu terbelalak ketika belasan penjaga membungkuk dan memberi hormat. Tak satupun di antara mereka berani mengangkat muka. Dan ketika gadis itu terheran-heran karena tak disangkanya temannya ini kenalan baik tuan rumah mendadak ia menduga jangan-jangan Koan-twako ini adalah putera Sui-taijin!

"Ah, apakah kau putera pembesar ini, Koan-twako? Kau putera walikota Ho-kian?"

"Ha-ha, ngawur. Kalau Sui-taijin adalah ayahku kenapa aku memanggil dan menyuruhnya menyambut, Cu-moi? Tidak, ia hanya kenalan baikku. Kami sudah kenal sejak lama."

Dan ketika gadis itu kembali tertegun karena benar saja Sui-taijin muncul dan buru-buru menyambut, ia adalah seorang laki-laki gemuk bermuka bulat maka pembesar yang mudah dikenal dari pakaiannya ini mempersilakan si buta turun dan menyatakan sudah menyiapkan apa yang diminta.

"Aih, Koan-kongcu kiranya, malam-malam baru datang. Ha-ha, mari masuk, kohgcu. Selamat datang! Dan eh, ini isterimu?"

Hong Cu merah padam. Ia disangka isteri si buta sementara pemuda itu turun tersenyum-senyum. Dituntun dan berpegangan pada muridnya si buta tak menjawab, ia hanya mengangguk sedikit dan mengucap terima kasih. Lalu ketika si buta mengibaskan Iengan dan minta tak diganggu, dia capai maka sang walikota tak berani mengganggu dan sudah mengantar sendiri tamunya ke kamar yang disediakan.

"Baiklah, silakan istirahat. Besok kita bertemu lagi, kongcu. Selamat mImpi indah dan bersenang-snang!"

Sang pembesar mengira kamar kedua untuk Siauw Lam, Hong Cu dan si buta disangkanya akan masuk satu kamar. Maka ketika dia tertawa penuh arti tapi segera tertegun gadis itu memasuki kamar sebelah, Siauw Lam diminta gurunya tidur di kereta maka pembesar itu melongo namun Hong Cu sudah menutup pintu kamarnya.

Dan malam itu Hong Cu benar-benar beristirahat. Ia masih merah oleh kata-kata Sui-taijin tadi namun diam-diam semakin kagum dan tertarik kepada si buta itu. Alangkah hebatnya kalau seorang walikota begitu tunduk kepada seorang buta, jelas Koan-twako itu bukan main-main. Dan ketika dia ingat betapa lihainya si buta itu memberesi Ui-kiang Sam-go, padahal dia jatuh bangun menghadapi keroyokan maka gadis Sin-hong-pang itu tak tahu bahwa tentu saja si buta itu amat hebat karena ia adalah seorang pemuda sakti yang bukan lain adalah Chi Koan, musuh bebuyutan si Naga Gurun Gobi Peng Houw!

Bagi pembaca yang sudah mengikuti peristiwa di Gurun Gobi tentu segera mengenal pemuda ini. Benar, dia adalah murid mendiang Beng Kong Hwesio dan pewaris Bu-tek-cin-keng, kitab amat sakti yang dikejar-kejar dan diingini banyak orang kang-ouw, menjatuhkan banyak korban dan berapa ratus nyawa harus hilang secara sia-sia.

Tapi kalau Peng Houw juga merupakan pewaris dari Bu-tek-cin-keng maka adalah pemuda ini sebenarnya mendapatkan kitab itu secara tidak sah. Chi Koan mencuri dan menipu gurunya, bahkan juga kakek gurunya mendiang Ji Leng Hwesio.

Dedengkot Gobi itu akhirnya harus tewas karena perbuatan pemuda ini. Chi Koan yang amat berbahaya akhirnya harus ditandingi Peng Houw, yang juga murid Go-bi dan dulu masing-masing anak ini adalah kawan. Tapi karena pemuda itu berkembang amat jahat, bergaul dan berguru juga pada orang-orang sesat macam Tujuh Siluman Langit maka anak yang semula amat nakal ini akhirnya menjadi jahat dan pandai menipu atau mengelabuhi orang-orang lain, termasuk gurunya sendiri mendiang Beng Kong Hwesio.

Dari gurunya itu Chi Koan mendapat ilmu-ilmu hebat. Dia memiliki Lui-thian-to-jit (Kilat Menyambar Matahari), juga Cui-pek-po-kian dan Thai-san-ap-ting yang amat dahsyat. Tapi setelah dia mendapatkan Bu-tek-cin-keng menipu kakek gurunya, lari dan mempelajari isi kitab itu maka ilmu yang amat dahsyat Hok-te Sin-kun (Silat Penakluk Dunia) menjadi segala-galanya bagi pemuda ini.

Namun mendiang Ji Leng Hwesio menyiapkan Peng Houw. Dedengkot Go-bi yang sudah tua itu mewariskan tenaga saktinya kepada murid barunya itu. Peng Houw menjadi dahsyat dan muncullah dia menyelamatkan Go-bi. Chi Koan dikejar dan dicari, bertanding dan pemuda yang sama-sama mempelajari Hok-te Sin-kun itu mengadu ilmu. Tapi karena Peng Houw memiliki warisan tenaga sakti kakek gurunya dan Chi Koan kalah maka pemuda itu melarikan diri dan dikejar serta terus dimintai tanggung jawabnya untuk mengembalikan Bu-tek-cin-keng.

Dan akhirnya, di puncak Hek-see-hwa (Bukit Bunga Hitam) yang merupakan tempat mati hidup bagi dua pemuda itu Chi Koan berhasil dirobohkan, tertangkap dan ditawan di Go-bi namun kecelakaan menimpa pemuda ini. Paman gurunya, yang kalap dan marah menusuk kedua matanya, menyebabkan pemuda itu buta namun Chi Koan sendiri menghajar paman gurunya itu sampai tewas.

Kejadian menggemparkan ini membuat Go-bi kembali geger. Peng Houw muncul dan melihat keadaan itu. Dan ketika pemuda ini menarik napas dalam namun tak dapat berbuat apa-apa, siapapun dilarang mendekati si buta yang masih berbahaya itu maka Peng Houw menjaga guha tempat tawanan disekap dan kemudian selama beberapa bulan mengawasi sendiri si buta itu. Chi Koan mendapat hukuman seumur hidup.

Tapi bagaimana sekarang pemuda ini ada di sini? Bagaimana tiba-tiba ia muncul di Ho-kian dan membawa kereta bersama muridnya itu? Sudahkah dia mendapat kebebasan?

Tentu saja tidak. Chi Koan sebenarnya menjadi buron dan melarikan diri. Dan karena memang banyak kejadian di Go-bi yang tak diketahui orang luar biarlah kita tengok sebentar bagaimana sebenarnya kisah si buta ini. Dan bagaimana pula ia tiba-tiba mempunyai murid, juga kenapa si Naga Gurun Gobi Peng Houw ada di dekat Sin-hong-pang itu bertapa!

* * * * * * * *

Go-bi, lima tahun yang lalu sudah seperti biasa lagi dan tenang. Tempat para hwesio yang kini sehari-hari lebih banyak melakukan kegiatan rohani itu tidak seperti dulu lagi, yakni ketika diserbu orang-orang kang-ouw untuk mendapatkan Bu-tek-cin-keng. Dan karena kitab itu sudah hancur dan dirobek-robek Chi Koan, ribuan mata melihat ini maka perkara kitab sudah tidak diributkan lagi dan dianggap selesai.

Namun ada seseorang yang tidak percaya, dan orang itu adalah Beng Kong Hwesio, guru sendiri yang sudah terlanjur banyak memberi kepada Chi Koan. Beng Kong adalah seorang yang paling rnengenal watak muridnya itu, tidak percaya dan di dalam peristiwa Hek-see-hwa lari bersama muridnya.

Tapi karena Peng Houw dan kawan-kawan telah mengepung rapat dan betapapun tak dapat lari lagi akhirnya di bawah gunung guru dan murid ini bertengkar. Kebetulan Peng Houw berada di balik sebuah batu besar, mendengar dan mengerutkan keningnya karena. Bu-tek-cin-keng yang asli masih disimpan.

Chi Koan memang pemuda licik dan seperti iblis sendiri, Peng Houw tertegun. Dan ketika di dalam pertengkaran itu guru dan murid akhirnya bertanding, Peng Houw maju mundur maka Peng Houw akhirnya menaruh kecurigaan bahwa Chi Koan masih menyembunyikan kitab itu.

Yang robek dan hancur disebar merata tentulah hanya Bu-tek-cin-keng palsu. Peng Houw bangkit kemarahannya. Dan karena ia pun mulai ragu dan marah kepada pemuda itu maka iapun muncul dan membantu Beng Kong Hwesio paman gurunya...