Putri Es Jilid 26 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Karya Batara

KALAU saja ia tak ingat bahwa penghuni Lembah Es adalah murid dan keturunan kaum ningrat mungkin ia akan membunuh mereka, tak perduli. Tapi tidak, ia tak mungkin dapat membunuh-bunuhi mereka dan menghabiskan semua anggauta keluarga sendiri. Bagaimana dengan orang-orang Pulau Api nanti, mereka pasti bersorak! Maka ketika ia mendiamkan saja dan mengganti hukuman dengan mengusir, Puteri Es disuruh keluar maka hal lain yang tak disangka wanita ini adalah perginya Thio Leng dan Sui Keng.

Dua gadis itu mengikuti junjungannya sebagai tanda setia. Mereka ini adalah tokoh-tokohs pimpinan yang kepergiannya tentu saja membuat dia terkejut. Diam-diam We We Moli semakin marah! Dan ketika benar saja yang lain hendak ikut dan menyusul, lenyaplah kesabarannya maka dipasangnya Bhi-lek-ciang di perbatasan wilayah itu. Sebelas murid terbakar dan hangus, yang lain menjadi gentar dan pucat. Dan ketika wanita itu tersenyum mengejek di guha pertapaannya, ia berada di puncak gunung di belakang istana maka murid-murid Lembah Es tak ada yang berani ke luar lagi dan ancaman sesepuh mereka itu membuat takut.

Tapi hari ini Rajawali Merah datang bertamu. Dengan kesaktiannya dan Beng-tau-sin-jinnya putera Pendekar Rambut Emas itu mematahkan pagar sihir. Kekuatan Laser Biru dihancurkan. Dan ketika ia terus masuk sementara adiknya menyusul di belakang, Thai Liong akhirnya tiba di gunung pertama yang tanpa penjagaan akhirnya pemuda ini bertemu juga dengan dua murid wanita Lembah Es. Thai Liong tak mempergunakan ilmunya menghilang, ia justeru ingin bertemu dan bertegur sapa dengan penghuni Lembah, memberi tahu kedatangannya.

Maka ketika ia berkelebat dan tahu-tahu berdiri di depan dua gadis ini, tepat di ujung jalan maka dua murid Lembah Es yang membawa sekeranjang cucian itu mendadak berseru tertahan dan lagi-lagi mengira bahwa dia adalah Pendekar Rambut Emas.

"Kim-mou-eng!"

"Bukan, aku Thai Liong," Thai Liong menjura dan tersenyum ramah. "Aku puteranya, jiwi-siocia (dua nona berdua), datang untuk mencari adikku tapi kabarnya dihukum tetua kalian We We Moli locianpwe. Nah, tolong antarkan aku kepadanya atau kalian tunjukkan di mana ketua kalian itu berada."

Dua gadis ini mundur. Thai Liong yang tahu-tahu muncul seperti iblis membuat mereka tersentak kaget, sejenak girang dan mengira Kim-mou-eng tapi ternyata bukan. Yang di depan mereka ini adalah Kim-mou-eng lain, pernuda tampan dengan tutur kata halus, gagah dan jubahnya yang serba merah itu menambah kewibawaannya. Mengejutkan sekali kedatangan pemuda ini, sejenak mereka pucat. Tapi sadar bahwa mereka harus berbuat sesuatu, baru kali itu mereka berhadapan dengan pemuda ini maka keduanya melempar cucian dan langsung mencabut pedang.

"Manusia liar dari mana ini berani datang. Enyah dan pergilah cepat sebelum kami membunuhmu!"

"Aku Thai Liong, kakak Beng An!"

"Tak perduli, manusia busuk. Sekali lagi pergi dan enyahlah atau kami tak tahu kau saudara siapa!"

Thai Liong mengerutkan kening. Dia telah menduga watak keras penghuni Lembah Es ini, apalagi terhadap lelaki. Namun mendengar bentakan dan sikap itu dia tak senang juga, tertawa getir. Namun karena dia dapat menduga bahwa semua ini tentu karena kebengisan We We Moli, penghuni dan semua murid menjadi takut maka Thai Liong tiba-tiba dapat menekan rasa tak senangnya sendiri dengan berkata,

"Nona-nona, aku datang bukan untuk memusuhi kalian, aku hanya ingin mencari sesepuh kalian dan bertanya tentang adikku Beng An. Beritahukanlah kedatanganku atau tunjukkan di mana tatua kalian itu dapat kutemui."

Thai Liong tak dapat menyelesaikan kata-katanya. Dua gadis itu terbelalak dan marah lalu tiba-tiba menerjang, pedang mendesing dan langsung menusuk tenggorokan, sekali kena tentu celaka. Tapi karena yang dihadapi kali ini adalah Rajawall Merah yang bukan tandingannya, Thai Liong berkelebat dan lenyap tahu-tahu pemuda itu telah meloncat dan Lari mendaki gunung.

"Heiii...!"

"Aahh...!"

Dua gadis itu membalik. Mereka hanya merasa kesiur dingin di samping tubuh, pemuda ltu bergerak luar biasa cepat dan pedangpun mengenai angin kosong. Terkejutlah mereka ketika tahu-tahu pamuda itu telah terbang ke atas, mendaki cepat dan naik tanpa memperdulikan mereka lagi. Thai Liong sengaja menunjukkan dirinya agar dikejar, mempergunakan ilmu lari cepat biasa dan dua gadis itu dapat melihat. Dan ketika benar saja mereka membentak dan mengejar, pemuda itu sudah di puncak gunung maka Thai Liong melihat gunung-gunung yang lain dalam ketinggian itu.

"Pemuda siluman, berhenti....!"

Apa boleh buat, Thai Liong lari lagi. Ia tersenyum menuju gunung kedua, harus membuat ribut agar penghuni semua tahu. Dan ketika ia bergerak dan terus lari dikejar, memasuki jalanan setapak di mana bayangan-bayangan lain muncul maka berturut-turut para penghuni Lembah mulai melihatnya dan lima gadis menghadang di depan.

"Siapa kau, berhenti!"

Thai Liong menjulurkan tangannya. Lima gadis itu juga mencabut senjata dan menunggunya, jelas mereka siap menyerang. Tapi ketika ia bergerak dan menotok dari jauh, lima gadis itu berteriak maka pedang di tangan terlempar karena pergelangan mereka tahu-tahu disengat angin pukulan lihai yang menotok mereka.

"Aduh...!"

Thai Liong sudah meneruskan larinya. Baginya murid-murid Lembah Es bukanlah lawan yang perlu ditakuti, ia membuat pedang mencelat dan pemiliknya bergulingan menjerit. Pergelangan tangan mereka itu seakan terkilir, pedas dan sakit. Dan ketika pemuda itu meloncat dan lari pergi, yang lain berdatangan dan muncul dari kiri kanan maka belum melewati gunung kedua pemuda ini sudah di serang dan dibentak dari delapan penjuru.

"Jahanam dari mana ini berani mengacau Lembah Es. Mampuslah!"

Thai Liong menggerakkan tangannya ke kiri kanan. Semua pedang mental bertemu tangannya dan gadis-gadis itu terpekik, belum apa-apa mereka terbanting dan terlepas senjatanya. Lalu ketika pemuda itu lari lagi dan berseru bahwa ia ingin bertemu We We Moli, sesepuh Lembah Es maka Thai Liong mengerahkan tenaganya hingga suaranya menembus gunung, menggetarkan. "Aku adalah Thai Liong, mencari adikku beng An. Kalau ia tak ada di sini biarlah aku ingin bertemu yang terhormat We We Moli locianpwe. Suruh ia keluar atau bawa aku menghadap!"

Seruan ini disambut bentakan dan makian para murid. Akhirnya tak lama kemudian seratus orang muncul, harum tubuh menyambar dari mana-rnana dan Thai Liong kagum. Wanita Lembah Es rata-rata ternyata cantik! Tapi karena mereka sedang marah dan serangan atau pukulan mereka amat banyak, dari luar menyambar juga senjata-senjata rahasia bagai hujan ke arah dirinya akhirnya pemuda ini berseru keras dan menjejakkan kakinya melewati semua kepala.

"Maaf, kalian mendesak. Kalau begitu kucari sendiri dan jangan menghalang!"

Terkejutlah semua gadis-gadis cantik itu. Rajawali Merah ini melayang di atas kepala dan tahu-tahu di luar kepungan, tertawa dan lari lagi mendaki gunung ke tiga. ketika ia dikejar dan yang lain memotong menyerang dan membentak pemuda itu tiba-tiba Thai Liong mempargunakan kesaktiannya dan menghilang.

"Wutt!" Lenyapnya pemuda ini membuat kaget semua orang. Gadis-gadis Lembah Es itu terbelalak, mencari dan memandang akan tetapi seorang di antaranya tiba-tiba menuding ke depan. Ternyata pemuda itu sudah meluncur di gunung keempat. Lalu ketika semua menjadi kaget dan marah, juga kagum maka That Liong dihujani panah dan pedang yang disambitkan dari jauh.

"Itu dia serang...!"

Pemuda ini menggerakkan tangan ke belakang menghalau semua senjata. Diam-diam dia kagum bahwa beberapa di antara gadis itu ada yang mampu menyambit dengan kuat. Tiga batang pedang meluncur dan melewati samping telinganya. Akan tetapi karena ia mengelak dan lari lagi, turun dan mendaki gunung kelima maka di sini ia tampak lagi namun sudah semakin jauh. Gegerlah penghuni Lembah Es itu. Mereka akhirnya tahu bahwa pemuda berambut keemasan itu adalah putera Kim-mou eng, juga mengaku sebagai kakak Beng An yang menjadi kekasih puteri mereka. Namun karena pemuda itu melanggar larangan dan memasuki Lembah Es, mereka harus menangkap dan merobohkannya maka mereka mengejar dan berteriak-teriak dari belakang.

Akan tetapi Thai Liong sudah bergerak lebih cepat. Di gunung kelima ini ia melihat bayangan sebuah istana, sebuah bangunan kokoh di dua gunung terakhir. Ada tujuh gunung berturut-turut di situ, ia berdebar dan girang. Tapi ketika ia menuruni gunung kelima untuk mendaki gunung keenam mendadak berkelebat empat bayangan dan tahu-tahu seorang gadis baju merah telah menghadang dengan tiga gadis lain berbaju biru kuning dan hijau.

"Hm, tak tahu adat, kurang ajar memasuki rumah orang tanpa ijin. Berhenti, anak muda, atau kami membunuhmu. wut!" sebuah selendang tiba-tiba menyambar Thai Liong dengan cepat, langsung menotok dan menuju iga pemuda itu untuk merobohkan.

Thai Liong terkejut tapi girang, dari serangan ini ia tahu bahwa lawan yang di depan adalah seorang lawan yang lihai, terbukti ketika ia berkelit tahu-tahu ujung selendang meliuk dan mengejarnya tak mau sudah, kali ini menotok bawah pusarnya! Dan ketika ia berhenti dan menampar perlahan, senjata robek dan lawan terhuyung maka gadis baju merah itu, yang terbelalak dan pucat mukanya sudah memandang pemuda ini sementara tiga temannya berkelebat dan mengurung Thai Liong dari kiri kanan, juga belakang.

"Maaf...!” Thai Liong menjura dan tersenyum ramah, maklum bahwa kedatangannya memang tak dikehendaki. "Aku datang untuk mencari adikku Beng An, nona, atau bertemu tetua kalian We We Moli locianpwe yang terhormat. Tunjukkan padaku di mana ia berada atau antarkan aku kepadanya untuk berkunjung."

Yo Lin, gadis ini masih terbelalak dengan muka merah. Ia adalah pimpinan di situ setelah dua encinya Sui Keng dan Thio Leng pergi. Inilah tokoh nomor tiga Lembah Es, terkejut dan kagum memandang Thai Liong tapi sinar matanya dapat menyembunyikan rasa yang lain, marah! Maka ketika ia bergerak dan berhadapan dengan pemuda ini, matanya berkilat maka ia membentak bahwa ia tak mengenal siapapun laki-laki lain di situ.

"Aku tak perduli kau siapa dan dari mana, datang mencari siapa dan hendak bertemu siapa pula. Kau telah mengacau dan melanggar pantangan Lembah Es, anak muda. Hukumannya mati atau menjadi budak di sini. Nah, kau sudah lolos dari tangan murid-murid yang lain, sekarang kau berhadapan dengan aku dan jangan sombong. Berlutut dan serahkan dirimu atau kami membunuhmu!"

"Hm, aku Thai Liong, bukan mencari permusuhan dengan kalian atau murid-murid Lembah Es. Aku datang untuk mencari adikku Beng An atau bertemu We Moli locianpwe, nona. Tolong antarkan aku kepadanya atau aku melewati kalian dan jangan anggap sebagai kekurang ajaran."

"Cerewet, kau tak mau berlutut?"

"Aku sudah minta maaf, tak merasa bersalah...wut!"

Gadis baju hijau tiba-tiba membentak, berkelebat dan menyambarkan pedangnya dan itulah Yu Pio tokoh nomor empat. Bersama gadis baju biru dan kuning yang bukan lain Ing Sim dan Ui Hong gadis ini sudah mendahului Yo-siocia menyerang Thai Liong. Gadis itu di belakang dan menusuk dengan cepat. Tapi ketika Thai Liong mengelak dan pedang lewat disampingnya, tanpa menoleh maka gadis itu terkejut karena dengan perlahan tapi cepat tahu-tahu Rajawali Merah ini mengetukkan sikunya ke bawah dan tepat sekali ujung siku itu mengenai pundak si nona.

"Aduh!" Yu Pio terguling-guling dan berteriak kaget. Ia merasa pundaknya remuk akan tetapi dapat meloncat bangun kembali, pedangnya terlepas di tanah. Dan ketika ia terbelalak karena pemuda itu tenang-tenang saja, tersenyum padanya maka gadis ini memerah dan kaget serta marah.

Namun dari kiri kanan Ui Hong dan Ing Sim tak membuang waktu. Mereka juga terkejut oleh kelihaian Thai Liong akan tetapi enci mereka sudah memberl isyarat. Yo Lin atau Yo-siocia itu kagum, lagi-lagi lawan mereka ini menunjukkan kehebatannya mematahkan serangan Yu Pio. Maka ketika ia memberi tanda dan dua sumoinya berkelebat ke depan, mereka bergerak di kiri kanan Thai Liong maka pedang menusuk pinggang hampir bersamaan tapi kali ini Thai Liong tak berkelit kecuali dengan mengibas perlahan dan dua gadis itu terpelanting.

"Maaf, agaknya harus bersikap keras sedikit. Baiklah, nona-nona, aku hanya melayani kalian saja dan rupanya harus melanjutkan perjalanan lagi!"

Dua gadis itu terpelanting dan menjerit keras dan Thai Liong tiba-tiba berkelebat. la harus melewati gadis baju merah itu yang mendelik padanya, melompat dan mempergunakan ginkangnya melewati samping gadis ini. Tapi ketika lawan membentak dan tentu saja menyerang, pedang bergerak dan tangan kiri ikut menghantam maka pukulan tangan dingin, Bu-kek-kang menyambar Rajawali Merah ini tanpa ampun lagi.

"Kau tak mau menyerah, baiklah, mampus dan terimalah ini!"

Thai Liong merasa kesiur angin tajam menyambarnya tak main-main. Dari dua serangan itu, pedang dan pukulan tangan kiri maka Bu-kek-kang adalah yang amat berbahaya. Pukulan ini membuat jubahnya mengeras akan tetapi cepat dia mengayunkan lengannya. Dengan gerakan itu pukulan lawan ditolak, jubah berkibar lagi seperti semula dan Yo-siocia terpekik tertahan, Bu-kek-kangnya terpental. Dan ketika pedang otomatis juga membalik dan Thai Liong lolos maka pemuda itu meloncat dan lari lagi.

"Nona, kalian terlalu mendesakku. Biarlah aku mencari sendiri dan jangan salahkan aku."

Marahlah gadis Lembah Es ini. Gadis itu melengking dan berkelebat, disusul tiga sumoinya yang juga membentak dan mengejar Thai Liong. Akan tetapi karena pemuda itu sudah jauh di depan dan mengerahkan ilmunya maka tak lama kemudian, Rajawali Merah ini sudah menuruni gunung keenam untuk kemudian terbang menuju gunung terakhir. Istana Lembah Es mulai kelihatan.

"Heii, keparat!" Yo-siocia memekik dan kaget. "Berhenti, manusia siluman. Berhenti atau kau mampus!"

Thai Liong tersenyun. Sekarang ia telah mengeluarkan semua penghuni dan diam-diam kagum. Segala yang serba putih tampak di sekelilingnya, hanya bangunan besar megah itu yang kelihatan lain. Warna emas melapisi pilar-pilarnya, kokoh dan gagah namun ia tak melepaskan kewaspadaannya. Dan ketika ia sudah mendaki puncak ketujuh dan mendengar bentakan itu, juga lengking dan kesiur angin halus maka berturut-turut jarum dan panah menyambar punggungnya.

"Plak-plak-plak!"

Lagi tanpa menoleh Rajawali Merah ini menggerakkan tangan ke belakang. Semua jarum dan panah runtuh dan wajah Yo-siocia pucat. Kalau pemuda itu sampai di sana celakalah dia, We We Moli akan memberinya hukuman. Dan ketika tak terasa ia menangis dan memaki-maki, semua yang lain juga berdebar dan pucat maka Thai Liong mendengar ini dan tiba-tiba berhenti. Tangis itu membuatnya luluh. Pintu gerbang dari istana yang rapat telah berada di depannya tak lebih dari delapan tombak saja.

"Sekali lagi aku minta ijin masuk, aku telah berada di sini. Suruh sesepuh kalian keluar atau bawa aku menghadap padanya!"

"Singg!" pedang menyambut kata-kata ini dan Yo-siocia melepaskan senjatanya dengan penuh kemarahan. Pedang lebih dulu tiba sementara pemiliknya menyusul. Tapi ketika Thai Liong menangkap pedang itu dan gadis ini melengking maka Bu-kek-kang dilepas dari kedua tangannya disusul tendangan bertubi-tubi.

"Pemuda keparat, kau telah menyusahkan aku. Kau bunuh aku atau aku membunuhmu!"

Thai Liong berkerut kening. Ia berdebar juga berada di istana Lembah Es ini, tak tahu betapa sepasang mata mengintainya dari dalam, mata yang tak memiliki manik-manik dan berwarna putih seluruhnya. Tapi ketika ia mundur dan menerima serangan itu, mennggerakkan sebelah tangannya maka pukulan dahsyat itu diterimanya tenang dan Yo-siocia terangkat naik ketika dilempar dan ditangkap lengannya.

"Plak!" Gadis itu kaget bukan main. Di depan pintu gerbang istana, di bawah banyak mata murid yang lain yang naik menyusul Bu-kek-kang diterima dan ditolak pemuda ini. la membentak den kaget namun sudah tertangkap. Tangan yang lebih dingin menyambut pukulannya. Dan ketika ia terangkat dan terlempar ke atas maka gadis itu berteriak karena tubuhnya terus meluncur dan memasuki istana, melewati tembok gerbang yang tinggi.

"Heiiii...!"

Thai Liong tersenyum dan mengikuti gadis itu. Sekali ia menggerakkan kaki maka iapun melayang naik, lenyap dan sudah berada di dalam. Lalu ketika gadis itu berjungkir balik dan turun di tanah, terbelalak maka ia menjura dan berkata, "Sekarang tempat ini ada orangnya, aku tak lancang masuk. Nah, antarkan aku kepada tetuamu, nona, segala tanggung jawab ada padaku. Sekali lagi aku minta ijin dan terimalah baik-baik!"

Akan tetapi yang dilakukan gadis ini adalah terjangan kilat. Dengan bentakan nyaring den wajah terbakar Yo-siocia mengeluarkan langkah saktinya yang aneh, Tujuh Puluh Dua Langkah Sakti. Dan ketika ia telah begitu dekat dengen Thai Liong dan menggerakkan tangannya maka Rajawalí Merah itu terkejut karena secepat itu gadis ini sudah menyerangnya.

"Wut-wut!" Untunglah pemuda ini memiliki gerakan Sin-tiauw Gin-kang. Dengan kecepatannya yang luar biasa Thai Liong menghindar cepat dan lebih cepat lagi dari gerakan Tujuh Puluh Dua Langkah Sakti itu. Lalu ketika gadis ini tertegun namun menerjang lagi, pukulannya menderu maka melesatlah bayangan biru kuning dan hijau dari lng Sim dan kawan-kawan.

"Enci, pemuda ini tak dapat kita ampuni. Robohkan dan bunuh dia!"

Dan Saat itu bentakan dan seruan murid lain menyusuL Penghuni Lembah Es benar-benar gempar oleh kejadian ini melebihi datangnya Beng An dulu. Dulu sesepuh mereka We We Moli belum turun tangan, kini tetua mereka itu telah memasang Bhi-lek-ciang tapi rupanya pemuda ini dapat lolos, terbukti telah datang dan berada di situ. Dan ketika mereka marah namun juga kagum, diam-diam timbullah semacam harapan di hati maka mereka menerjang pemuda itu membuktikan kehebatannya yang terakhir, hebat mana dengan Kim Beng An.

"Yo-cici, pemuda ini telah mempermalukan kita habis-habisan. Kalau kita tidak membunuhnya tentu supek-bo membunuh kita. Hajar, dan bunuh dia!"

"Benar, dan jangan beri ampun, cici. Kecuali ia menyerah!"

"Atau ia menikahi seorang di antara kita!"

Teriakan atau seruan terakhir ini mengejutkan Yo-siocia. Entah siapa yang berteriak itu tapi jelas menunjukkan rasa kagum yang hebat. Memang ada semacam peraturan atau kelonggaran di tempat itu bahwa seorang pria yang dapat menghadapi semua penghuni boleh dibiarkan memilih, keluar baik-baik dari Lembah Es atau tinggal dan mengambil seorang di antara mereka, menikah! Maka ketika tiba-tiba seruan itu diteriakkan dan semua murid mengangguk, belum pernah selama ini Lembah Es dikalahkan seorang laki-laki maka Yo-siocia atau gadis baju merah itu mendadak bersemu dadu. Ia mengakui kehebatan pemuda keturunan Kim-mou-eng ini.

Kalau dulu Beng An telah mengagumkan semua orang adalah sekarang pemuda ini lebih hebat lagi. Dua kali Bu-kek-kangnya terpental, terakhir malah ditangkap dan ia dilempar dan dibuang ke dalam istana. Timbullah harapan Yo-siocia ini apakah mampu pemuda itu mengalahkan semua penghuni. Kalau mampu, ah... alangkah senangnya! Maka ketika tiba-tiba ia tergerak dan wajah yang gagah cakap itu membuatnya berdebar, betapapun Thai Liong memang tampan dan gagah maka timbul harapan gadis ini agar pemuda itu merobohkan mereka semua.

Namun semua ini tentu saja tak diperlihatkan gadis itu. Bahkan gadis ini membentak dan menerjang lagi, hanya mukanya yang tiba-tiba kemerahan, bukan marah melainkan oleh harap-harap cemas. Dan ketika Thai Liong kemudian dikeroyok dan menghadapi semua kekuatan Lembah Es maka pemuda itu menjadi repot dan merasa bahwa ada sepasang mata memperhatikannya entah dari mana. Getaran batinnya menangkap itu.

"Heiii" pemuda itu akhirnya berseru. "Aku tak bermaksud bertanding melawan kalian, nona-nona. Aku hanya ingin mencari adikku Beng An atau We We li locianpwe. Suruh ia keluar atau bawa aku kepadanya!"

"Tutup mulutmu!" Yo-siocia membentak. "Perbuatanmu mencelakai kami semua, pemuda siluman. Tahukah kau betapa supek-bo akan marah dan menghukum kami. Kau mencelakai kami!"

"Aku yang bertanggung jawab. Suruh ia keluar atau bawa aku kepadanya, nona. Semua ini aku yang bertanggung jawab!"

Akan tetapi seruan Thai Liong disambut tusukan atau Bu-kek-kang. Dari semua ini yang paling berbahaya tentu saja gadis baju merah itu, Thai Liong mulai kagum bahwa gadis ini adalah tokoh pimpinan. Tapi karena ia tak mau celaka dan tentu saja mengelak akhirnya ia mengeluarkan Ang-tiauw Gin-kangnya itu dan ilmu meringankan tubuh ini membuat ia berkelebatan begitu cepat bagai burung berseliweran, tak menginjak tanah lagi. Hal ini membuat penghuni Lembah Es terkejut dan Yo-siocia sendiri membelalakkan mata. Jit-cap-ji-poh-kun Tujuh puluh Dua Langkah Saktinya tak berhasil mendekati.

Pemuda itu sudah dikeroyok dan dihadang dari mana-mana namun selalu lolos. Thai Liong mengibaskan lengan bajunya kalau ada yang berani mendekat, terpental dan melemparkan mereka hingga murid-murid Lembah Es berteriak. Kibasan pemuda itu membuat mereka terpelanting. Dan ketika pemuda itu terus menyambar-nyambar sementara belum membalas dengan pukulan berarti, padahal mereka sudah menyerang mati-matian maka Thai Liong habis sabar dan mengancam akan memasuki istana yang tinggal beberapa langkah lagi itu.

"Aku tak dapat membunuh kalian, dan tak mungkin membunuh kalian. Aku hanya ingin bertemu tetua kalian dan suruh ia keluar!"

Namun yang dihadapi adalah serangan makin nekat. Seluruh murid Lembah Es, yang jumlahnya tak kurang dari tiga ratus orang telah menyerang pemuda ini dari delapan penjuru. Hujan pukulan dan senjata jangan tanya lagi. Tapi karena Thai Liong telah melindungi dirinya dan semua senjata patah-patah, Yo-siocia bersinar-sinar maka Bu-kek-kang yang dilontarkannya akhirnya ditolak balik yang membuat ia terbanting.

"Kalau begitu aku akan memasuki istana," Thai Liong mengancam. "Kalau kalian terus menyerang maka aku tak mau melayani lagi!"

"Mampuslah!" sebatang pedang mendesing dari tangan Ui Hong, gadis baju kuning. "Kalau kau ingin memasuki istana, silakan langkahi mayatku, orang she Kim. Atau kau merobohkan kami semua dan kau bebas!"

Thai Liong mengerutkan kening dan habis sabar. Dari sekian banyak penyerang maka yang paling ganas dan galak adalah wanita ini. Tadi gadis baju merah juga begitu akan tetapi sekarang mulai lemah, mungkin karena gadis itu mulai lelah dan gentar kepadanya, padahal Yo-siocia mulai mengendorkan serangan-serangannya karena merasa girang dan berdebar-debar.

Girang karena mulai yakin bahwa pemuda ini seorang diri akan dapat mengalahkan semua penghuni Lembah Es, jadi mendapatkan kebebasan untuk memilih satu di antara mereka. Dan ketika ia mulai tertarik dan jatuh cinta kepada pemuda ini, jatuh cinta yang berawal dari kekaguman hebat maka gadis baju merah itu memang mulai mengendorkan serangannya tapi Ui Hong sang sumoi justeru benci dan amat marah!

Hal ini tidak aneh karena tiba-tiba saja gadis itupun merasa jatuh cinta dan kagum. Tak dapat disangkal bahwa ia tergetar oleh kegagahan dan ketampanan Thai Liong. Belum pernah selama ini, Lembah Es disatroni seorang pemuda dan mengalahkan mereka semua. Beng An dapat mengalahkan Puteri akan tetapi kalau dikeroyok semua penghuni belum tentu pemuda itu dapat bertahan, lain dengan pemuda jubah merah yang beterbangan tiada hentinya ini, yang mampu bergerak begitu cepatnya hingga tak lagi menginjak tanah.

Mereka yang mengikuti gerakannya mulai pusing, satu demi satu akhirnya roboh dan tinggallah mereka yang berkepandaian tinggi saja. Dan ketika gadis ini juga mulai yakin bahwa tak lama lagi mereka semua bakal roboh, pemuda itu akan memperoleh kemenangannya tiba-tiba ada semacam sakit hati yang membuat ia mendidih! Aneh gadis baju kuning ini. Apa yang membuatnya sakit hati itu? Apa yang membuatnya mendidih?

Bukan lain oleh persaingan dengan sucinya itu, Yo-siocia. Siapa lagi yang pantas mendapatkan pemuda ini kalau bukan sucinya. Maka ketika ia mengamuk dan Thai Liong diam-diam heran oleh keganasan gadis ini, melirik dan melihat gadis baju merah tak seberingas sumoinya maka Thai Liong tak tahu sumber penyebabnya dan Yo Lin sendiri juga heran.

Kiranya sebagai sesama wanita Ui Hong telah menangkap tanda-tanda sucinya yang jatuh cinta kepada Thai Liong. Ia tak rela dan tak akan membiarkan pemuda ini jatuh di tangan sucinya, lebih baik dibunuh atau dia yang terbunuh. Maka ketika gadis inilah yang tampak paling bersemangat, Yo Lin mengerutkan kening maka Thai Liong membentak dan mulai merobohkan mereka. Yang pertama adalah gadis baju hijau, Yu Pio.

"Baiklah, kalian mendesak. Aku akan merobohkan kalian dan memasuki istana!"

Gadis baju hijau menjerit. Thai Liong berkelebat ke arahnya dan tiba-tiba merampas pedang. la sedang menusuk dan menyerang pemuda itu. Maka ketika pedang tertangkap dan langsung dihentak, sama sekali telapak pemuda itu tak terluka oleh pedang yang tajam maka Thai Liong menggerakkan kakinya dan menotok roboh lutut gadis itu.

"Bluk!" Yu Pio mengaduh dan terguling-guling. Gadis itu mengeluh dan tak dapat dapat berdiri setelah lututnya tertotok, ia terhenti di sekumpulan sumoinya sana. ketika Thai Liong berkelebat ke arah gadis baju biru yang merupakan korban dua, sumoi dari Ui Hong maka sama seperti Yu Pio gadis inipun membentak menggerakkan pedang menusuk Thai Liong tangan kiri masih menghantam pula dengan Bu-kek-kang.

"Pletak-bluk!" Pedangnya patah dan Thai Liong menusuk lututnya dengan sentuhan perlahan. Gadis itupun menjerit dan terlempar di sana, dua serangannya tadi sama sekali tak berhasil. Dan ketika Ui Hong menjadi pucat dan kaget serta gentar, tinggal beberapa saja diantara mereka menghadapi pemuda ini maka Thai Liong berkelebet ke arahnya berseru perlahan.

"Kau! Agaknya aku harus merobohkanmu pula, nona, tapi aku tak suka membunuh karena bukan pekerjaanku. Nah, duduklah baik-baik dan maafkan aku!"

Ui Hong memekik. la sudah berganti pedang untuk yang kesekian kalinya dan membabat pemuda ltu, geraknya ganas dan Thai Liong mengerutkan kening. Tapi karena sudah menjadi tekad pemuda ini untuk merobohkan lawan-lawannya, tak bebas kalau ia nanti masuk maka pedang itupun dibiarkan saja namun Thai Liong terkejut ketika pedang berubah arah dan menusuk matanya.

"Awas!" Jeritan itu mengejutkan banyak pihak. Yo Lin, gadis baju merah ternyata tak mampu menahan mulutnya lagi mellhat kelicikan sumoinya itu. Inilah gerak pedang dalam jurus Menusuk Bulan Menikam Bintang, satu tipuan berbahaya yang banyak mengecoh lawan.

Tapi ketika Thai Liong miringkan kepala dan membuka mulut, menggigit pedang itu maka Ui Hong terkejut karena pedangnya tak mampu ditarik lagi, dan saat itu pukulannya Bu-kek-kang disambut ujung baju Thai Liong.

"Plak!" Gadis itu serasa disambar petir. Sin-tiauw-kang (Tenaga Rajawali Sakti) menolak Bu-kek-kang sekaligus menghancurkannya. Thai Liong mempergunakan tenaga Yang (Panas) dalam tangkisannya kali ini menghantam Bu-kek-kang dengan menembus pukulan dingin itu. Maka ketika Ui Hong terbeliak dan tersentak tubuhnya, tangkisan itu membuatnya seakan dialiri tenaga halilintar tiba-tiba gadis ini roboh dan pingsan.

"Bluk!" gadis itu paling berat. Ia tak sadarkan diri dan langsung roboh, tapi begitu roboh mendadak gadis baju merah yang sadar oleh teriakannya tadi tiba-tiba melengking dan menubruk Thai Liong. Pedang di tangannya juga sudah bergerak namun kali ini Bu-kek-kang di tangan kirinya dilepas dahsyat sekali, penuh tenaga!

"Hm!" Thai Liong serba salah, kecut. "Kau dan yang lain sama-sama keras, nona, tapi kau telah menunjukkan simpati kepadaku. Baiklah, kau boleh melukai tubuhku tapi setelah itu hentikan-seranganmu...cep!" pedang dibiarkan Thai Liong dan Rajawali Merah ini mengurangi kekebalan badannya. Pedang menusuk pangkal lengannya hingga terluka, tidak dalam karena pemuda itu masih melindungi diri dengan sinkang. Lalu ketika gadis itu tertegun melihat lawan membiarkan diri terluka, sekejap mukanya memerah maka pukulannya yang dahsyst diterima Thai Liong dengan tangan yang lain dan secepat itu pemuda ini mengerahkan Sin-tiauw-kang, itu dengan hawa Im (Dingin).

"Plak!" gadis itu terguncang dan tersentak Bu-kek-kangnya yang berhawa dingin kalah dingin oleh Im-kang yang dikeluarkan pemuda itu, bukan karena Sin-tiauw-kang lebih tinggi melainkan semata oleh sinkang (tenaga sakti) Thai Liong yang lebih kuat. Hal ini tidak aneh karena gadis itu hanya tokoh nomor tiga di tempat itu, di bawah bayang-bayang encinya Sui Keng dan Thio Leng, apalagi Puteri Es. Maka ketika la tersentak dan menegang kaku, Thai Liong menotoknya tiba-tiba gadis itu tak dapat mengelak dan terpelanting roboh.

"Uhh...!" Selesailah pertandingan ini. Akhirnya semua lawan dikalahkan dan beberapa murid yang lain mundur, mereka gentar dan pucat memandang pemuda itu. Namun karena Thai Liong bukan pemuda kurangajar. dan bukan maksudnya membunuh maka tiba-tiba pemuda ini mengibaskan bajunya dan semua yang roboh tertotok bangkit kembali, termasuk Yo-siocia!

"Jangan ganggu aku. Maafkan aku, nona, sekarang aku ingin mencari sesepuh kalian dan sampai ketemu lagi!"

Yo-siocia dan lain-lain terbelalak. Mereka menggigil dan tak ada lagi yang mengejar karena terang-terangan telah dirobohkan pemuda itu. Kalau pemuda itu tidak membebaskan mereka belum tentu mereka dapat bangun. Maka ketika Thai Liong berkelehat dan memasuki istana tiba-tiba Yo-siocia jatuh terduduk dan menangis tersedu-sedu. "Supek-bo, teecu tak dapat menahan pemuda itu lagi. Ampunkan kami semua."

Semua yang lain ikut berlutut. Mereka tiba-tiba juga menangis dan.membiarkan Thai Liong lenyap di dalam istana. Di sini mereka terisak dan berharap-harap cemas. Tapi baru saja mereka menangis dan gelisah memikirkan pemuda itu, juga diri sendiri yang tentu mendapat hukuman mendadak terdengar bentakan dan seruan dahsyat.

"Keluar...!!"

Tubuh pemuda itu tiba-tiba melayang keluar istana. Bagai daun kering dihempas badai Thai Liong mencelat dari dalam, begitu dahsyat dan terus menabrak pilar. Sekali kena tentu hancur! Tapi ketika semua menjerit dan Yo-siocia meloncat bangun, berkelebat dan menangkap pemuda itu tiba-tiba Thai Liong tak jadi mempergunakan kepandaian sendiri untuk melihat apa yang dilakukan gadis baju merah itu.

"Bresss!" gadis ini mengeluh dan masih terbawa juga oleh lontaran dari dalam yang amat dahsyat itu. Ia telah menangkap Thai Liong tapi terbawa mencelat, untung tidak menabrak pilar melainkan tangga istana yang tertimpa tubuh mereka, terbanting dan bergulingan di situ. Lalu ketika ia melontakkan darah segar dan Thai Liong terkejut, meloncat bangun maka dilihatnya gadis itu bangkit, berdiri tapi roboh lagi, mukanya pucat.

"Saudara Thai Liong, Itu... itu supek bo. Larilah, selamatkan dirimu!"

Thai Liong tertegun. Ia tak menyangka gadis ini menolongnya meskipun sebenarnya dengan kepandaiannya sendiri ia mampu berjungkir balik. Tadi di dalam istana tiba-tiba serangkum angin dahsyat menyambarnya, meluncur dari balik tirai dan samar-samar ia melihat seorang nenek duduk di situ, bersila. Dan karena ia tak menduga namun sinkangnya segera bekerja, melindungi dan menahan pukulan dahsyat itu maka hanya tubuhnya yang terbawa keluar tapi keselamatan dirinya sesungguhnya tidak terancam. Bentakan atau suara dahsyat itu menggetarkan jantung di dada setiap orang.

"Pergilah... pergi, cepat!"

Thai Liong menahan gadis ini. Tanpa dapat dicegah lagi Yo-siocia roboh terguling, menuding ke depan tapi setelah itu pingsan. Dan ketika Thai Liong menoleh dan mendengar kesiur angin perlahan nyaris tak terdengar telinga maka di belakangnya tahu-tahu berdiri nenek yang dilihatnya tadi, nenek yang sepasang matanya putih bagai buta. "We We Moli locianpwe!"

Thai Liong melepaskan gadis baju merah dan mundur dengan cepat. la kaget dan kagum bahwa gerakan nenek ini hampir tak terdengar olehnya, dua tingkat di atas kepandaian Sepasang Hantu Hitam dan Putih di Pulau Neraka. Tapi ketika ia dapet menekan getaran perasaannya dan nenek itu diam-diam juga kagum bahwa pemuda ini sama sekall tak terluka, padahal dia mengerahkan enam bagian dari tenaga saktinya maka nenek itu mendengus dan berkata dingin.

"Kau anak muda berbakat istimewa, bagus tak mampus oleh pukulanku tadi. Heh, kau telah bertemu orang yang kau cari-cari, anak muda. Apa perlumu dan siapa namamu!"

Thai Liong terkejut oleh sepasang mata tanpa manik-manik ini. Mata itu seakan buta namun dari situ muncul cahaya kebiruan yang penuh getaran gaib. Cahaya ini menusuk tembus sampai ke tulang sumsumnya, memaksa ia tunduk dan berlutut! Dan ketika Thai Liong hampir saja terkuasai getaran ini, sepasang kakinya hampir membengkok mendadak ia sadar bahwa nenek ini bukan main-main kepadanya. Sekali ia berlutut dan dikendalikan maka pikirannya akan hilang dan selamanya lenyap terbawa kekuatan gaib nenek itu.

"Aaahhhhhh...!" Thai Liong rnengeluarkan seruan panjang dengan suara tinggi. la cepat menguasai dirinya lagi begitu nenek itu hendak menguasainya. Ia berontak. Dan ketika ia berhasil dan getar cahaya gaib itu buyar, sinar kebiruan itu tak lagi menusuk maka pemuda ini membungkukkan tubuhnya berseru nyaring, mengerahkan khikang atau tenaga suara melawan bentakan nenek itu.

"Locianpwe, aku Thai Liong putera ayahku Pendekar Rambut Emas. Aku ingin menuntaskan masalah adikku denganmu. Nah, biarkan Puteri Es menjadi isterinya dan restuilah perjodohan mereka!"

Nenek itu tak bergeming. Tak ada gerakan di wajahnya yang keriput dan Thai Liong harus mengakui bahwa di masa mudanya nenek ini cantik sekali. Garis-garis kecantikan itu masih nampak nyata, terutama di hidung dan bibirnya. Tapi ketika yang keluar adalah tawa pendek, dingin dan beku maka nenek itu berkata bahwa tak ada yang dapat memaksa nenek itu untuk menjodohkan keluarga Lembah Es.

"Kau anak ingusan bicara apa. Ayahmu sendiri tak dapat memaksaku, bocah, ia kulempar dan kukembalikan ke tempatnya. Enyahlah atau kau tinggal di sini karena kau telah memenuhi peraturan Lembah Es."

"Peraturan apa."

"Kau telah mengalahkan semua murid, kegagahanmu patut dipuji. Kuijinkan kau mengambil satu di antara mereka dan kawinilah!"

Thai Liong surut selangkah, berubah. "Apa? Locianpwe justeru menjodohkan aku dengan seorang murid di sini?"

"Benar, dan aku yakin kegagahanmu, anak muda. Kau telah mampu menahan pukulanku. Ambillah Yo Lin dan ia paling cocok untukmu!"

Thai Liong berseru tertahan. la menoleh kepada gadis baju merah yang baru ditunjuk. We We Moli menuding dan muridnya tiba-tiba sadar, bergerak dan melompat bangun. Dan ketika gadis itu berlutut melihat supek-bonya, gemetar mawanita sakti ini bertanya, tak menghiraukan Thai Liong.

"Yo Lin, kau suka anak muda ini. Kau mau menikah dengannya?"

Ini adalah kejadian luar biasa. Seratus tahun ini, sejak tokoh-tokoh Lembah Es bermunculan dan silih berganti maka belum ada seorang muridpun yang diijinkan menikah, apalagi ditawari menikah. Maka ketika gadis baju merah itu pucat dan merah berganti-ganti, terisak dan tiba-tiba mengguguk mendadak ia tak dapat menjawab tapi hatinya sungguh bangga dan bahagia bukan main. Begitu bahagianya sampai tak dapat menjawab!

"Hei, jawab!" nenek itu membentak "Kalau tak kulihat kau suka kepadanya tentu kubunuh pemuda ini, Yo Lin. Jawab apakah kau suka atau tidak!"

Gadis itu mengguguk, mengangguk-angguk.

"Aku tak butuh anggukanmu, jawab suka atau tidak!"

"Teecu... teecu suka!"

"Kau mencintainya?"

Gadis ini bercucuran air mata, merah padam, tak mampu menjawab.

"Heh, katakan kau mencintainya atau tidak, Yo Lin, suka saja tidak cukup. Katakan kau mencintainya atau tidak!"

"Teecu teecu mencintainya!"

"Nah!" nenek itu membalik, matanya berseri memandang Thai Liong. "Calon pengantinmu sudah siap, anak muda. Kehormatan besar bagimu mendapatkan seorang murid Lembah Es. Kalian kurestui, hari ini juga menikah!"

Murid Lembah Es tiba-tiba bersorak. Mereka yang tadinya takut-takut dan pucat memandang nenek itu tiba-tiba melompat bangun dan berteriak satu sama lain. Begitu gembiranya mereka bahwa pemuda yang mereka kagumi itu menjadi anggauta sendiri, tak perduli kepada Thai Liong yang terbelalak dan berubah melihat itu. Dan ketika di sana gadis baju merah itu bangkit dan menubruk tetuanya, menyatakan kebahagiaan dan terima kasih tiba-tiba Thai Liong mengeluarkan bentakan yang menghantam semua kegembiraan itu.

"Tidak, tidak bisa. Aku tak dapat menikah dengan siapapun!"

Kagetlah semua murid. Penghuni Lembah Es tiba-tiba terbelalak dan pucat memandang pemuda itu. Pemuda ini telah berani menolak putusan We We Moli, bukan main beraninya. Dan ketika semua tersentak dan mundur dengan muka pucat, Yo Lin atau gadis baju merah itu yang paling terpukul tiba-tiba We We Mo li bergerak dan tahu-tahu dengan langkah saktinya yang hebat ia telah mendekati dan mencengkeram leher baju Thai Liong. Amat cepatnya!

"Apa kau bilang. Mati hukumannya bagi yang menolak perintahku, bocah. Jangan coba-coba mengandalkan kepandaian itu untuk menyombongkan diri!"

Thai Liong dilempar dan dibanting. Pemuda ini begitu terkejut hingga tak sempat mengelak, ia tertangkap dan tahu-tahu dibanting. Tapi ketika ia bergulingan meloncat bangun dan mengibaskan bajunya dengan marah Thai Liongpun tak apa-apa dan mencelat menghadapi nenek ini kembali.

"We We Moli, betapapun aku tak dapat menerima keputusanmu. Aku datang bukan untuk mencari jodoh, melainkan membereskan persoalan adikku dengan kekasihnya. Aku minta kau merestui perjodohan Puteri Es dengan adikku!"

Wajah itu terbakar. We We Moli yang semula dingin dan beku tiba-tiba berubah, wajahnya membesi dan merah gelap. Tapi ketika ia masih dapat menahan diri dan merasa kagum, baru kali ini seorang pemuda berani menentangnya terang-terangan maka rasa kagum itu menahannya untuk seketika membunuh, meskipun wajahnya tampak membesi.

"Bocah, belum pernah Lembah Es dihina sehebat ini. Belum pernah kami menerima dan merestui seorang laki-laki mengawini seorang penghuni kami. Dan kau yang mendapat rejeki besar tiba-tiba saja menolak. Sebutkan alasanmu atau mati!"

Thai Liong merasa marah. Ia melihat nenek ini sewenang-wenang dan berwatak kejam. Menanyai seorang murid apakah mencintai seorang laki-laki atau tidak di depan begitu banyak orang lain adalah hal yang baginya tidak etis. Nenek ini seperti seorang ratu yang bicara kepada hambanya saja. la merah padam. Tapi karena kasihan kepada gadis baju merah itu, kini gadis itu terbelalak kepadanya dengan air mata bercucuran maka sejenak pemuda ini tak mampu bicara karena perkataannya tentu menusuk gadis ini.

"Heh, jawab, atau aku tak mau tahu semuanya lagi!"

Thai Liong menelan ludah. "Locianpwe, sebaiknya nona Yo jangan dibiarkan di sini, suruh ia ke dalam."

"Tutup mulutmu. Ini tempat tinggalku, bocah. Katakan alasanmu dan jangan perduli siapapun. Cepat, atau aku tak dapat menahan diri!"

"Baiklah," pemuda itu menjadi marah. "Aku tak dapat menerimanya karena aku sudah menikah, locianpwe, mana mungkin menerimanya karena aku sudah menjadi suami!"

Nenek itu tertegun, tapi tiba-tiba berkata, mengejutkan, "Tak apa, bunuh saja isterimu dan tetap ambil muridku ini!"

"Apa?" Thai Liong menjadi merah. membunuh isteriku? Gila, kau tidak waras, locianpwe. Aku sudah mempunyai anak pula!"

"Bunuh anakmu!"

Thai Liong meledak. Ia melihat betapa nenek ini benar-benar bersikap mau kuasa, segala ucapan dan tindak-tanduknya mau menang sendiri. Maka ketika ia menggeleng dan membentak marah iapun berseru bahwa semua itu tak mungkin dilakukannya. "Aku tak dapat memenuhi perintahmu ysng gila ini. Aku laki-laki yang telah berkeluarga. Aku datang bukan untuk bicara tentang diriku, locianpwe, melainkan adikku dan Puteri Es. Jangan bicara yang lain kecuali ini!"

Yo siocia tiba-tiba melengking. Meloncat dan menghantam Thai Liong melepas kemarahannya. Penolakan pemuda ini terlalu hebat untuknya apalagi peristiwa itu bagi Lembah adalah yang pertama. la telah ditanya kesanggupannya pula, cintanya dan kagumnya kepada pemuda itu. Maka ketika semuanya menjadi hancur dan kebencian serta kemarahan bercampur aduk iapun tak dapat menahan diri dan mencelat menghantam pemuda ini. "Kau atau aku yang mati!" teriaknya.

Akan tetapi Thai Liong mengelak. Ia tahu perasaan gadis itu dan tak mau menangkis, berkellt dan mundur namun gadis ini membalik dan menyerang lagi. Dan ketika ia menangkis dan terpaksa melakukan itu, gadis ini terpelanting mendadak We We Moli tertawa dingin dan mendorong muridnya.

"Yo Lin, minggirlah, ia bukan tandinganmu."

Sebagai gantinya nenek ini bergerak dan menotok Thai Liong. Tidak tanggung-tanggung karena yang ditotok adalah ulu hati, sinar merah berkeredep dari ujung telunjuknya, Hwe-Ci! Tapi ketika Thai liong sudah bersiap dan mengelak serangan ini, disusul oleh tamparan dan totokan yang lain maka pemuda ini mengerahkan sinkangnya dan menangkis.

"Duk-plak!"

Thai Liong terpental tapi nenek itu tergetar. We We Moli melotot namun tertawa dingin, bergerak dan tahu-tahu langkah saktinya dipergunakan lagi. Dan ketika ia bergeser dan maju mendekati Thai iong maka pemuda ini terkejut karena gerak nenek itu jauh lebih cepat daripada yang ia sangka.

"Cep!" leher bajunya kembali tertangkap, diangkat dan tahu-tahu ia sudah dilempar tinggi. Tapi ketika Thai Liong berseru keras berjungkir balik maka pemuda ini sudah kembali lagi dan mengdapi nenek itu.

"Bagus," sang nenek merasa kagum. Kau hebat, anak muda, tapi kau akan ampus di tanganku...crit!"

Jari Api kembali menusuk namun Thai Liong menyambut dengan pukulan tangan kirinya. dari sini ia mengerahkan Sin-tiauw-kang dan mengerahkan tenaga Im (Dingin). Lalu ketika Hwe-ci terpental bertemu pukulannya maka nenek Itu terbelalak dan menyerang lagi, penasaran.

"Kau berani menangkisnya? Keparat terima ini lagi!"

Thai Liong berkelit dan menangkis. Ia harus bergerak cepat karena nenek itu mendekatinya dengan langkah-langkah sakti. ltulah Jit-cap-ji-poh-kun yang amat luar biasa. Dan ketika ia kembali mementalkan Hwe-ci sementara si nenek semakin penasaran mendadak nenek itu berseru keras dan terbang menghantam dirinya, dua tangan mencengkeram dan sepuluh sinar merah mencuat dari ujung kuku yang sudah merah membara!

"Mampus kau!"

Thai Liong terkejut dan tak sempat mengelak. Kali ini nenek itu benar-benar marah dan ke manapun ia pergi tentu diikuti, tak ada jalan kecuali menangkis. Dan ketika Thai Liong mempergunakan Im-kangnya menusuk ke depan maka sepuluh sinar merah itu disambutnya dan terdengarlah ledakan keras ketika Thai Liong terlempar dan terbanting.

"Blaarrrr...!"

We We Moli terkekeh. Selanjutnya nenek ini berkelebat dan mengejar lagi, pemuda itu bergulingan dan menangkis serta mengelak. Dan ketika sekejap kemudian Thai Liong menjadi bulan-bulanan pukulan maka tak lama kemudian tubuh pemuda ini dikelilingi api.

"Supek-bo, jangan bunuh dia!"

Nenek itu menoleh. Yo Lin, muridnya berteriak mintakan ampun untuknya. Ternyata gadis ini benar-benar telah jatuh cinta berat. Dan ketika nenek itu mengangguk dan mengendorkan serangan maka Thai Liong dapat meloncat bangun dan mengeluarkan keringat dingin. Lawan di depannya ini benar-benar hebat dan luar biasa sekali, ia terkurung dan tak dapat keluar.

"Nah, dengar," nenek itu berseru. "Muridku masih menyayang jiwamu, bocah. Kau terima dia sebagai isterimu atau aku membunuhmu!"

"Tidak...!" pemuda ini menggeleng. "Perjodohan tak dapat dipaksa, We We Moli, cinta tak dapat diikatkan begitu saja. Aku sudah beristeri!"

"Kalau begitu ambil dia sebagai isterimu nomor dua, kau laki-laki!"

"Ah, tak mungkin, We We Moli, aku hanya mencintai isteriku seorang!"

"Kau tak mencintainya?"

"Tidak!"

Dan begitu terdengar jerit di sana, Yo-siocia membalik dan berkelebat keluar istana maka nenek ini membentak dan menekan Thai Liong lagi, cahaya biru keluar lagi dari sepasang matanya yang putih mengerikan itu.

"Kau bocah tak tahu diuntung, mampuslah!"

Thai Liong mengelak dan berjungkir balik tinggi. Ia merasa marah sekaligus kasihan kepada Yo-siocia itu. Nenek ini benar-benar mendesaknya dan keterlaluan. Dan ketika pukulan menyambar dan lewat di bawah kakinya, meledak maka pemuda ini sudah turun dan membentak nenek itu. "Locianpwe, kau keterlaluan.Kau merendahkan muridmu sendiri. Mari kita bertanding dan terpaksa aku menghadapimu secara sungguh-sungguh!"

Keluarlah ilmu-ilmu silat Rajawali Merah ini. Ang-tiauw Gin-kang (Ginkang Rajawali Merah) dilepaskan Thai Liong hingga membuat tubuh pemuda itu lenyap menyambar-nyambar. Kakinya tak menginjak tanah lagi dan pemuda Itu mengimbangi ilmu langkah sakti Jit-cap-ji-poh-kun. Hebat yang dilakukan pemuda ini karena We We Moli tiba-tiba terbelalak, pemuda itu mulai dapat berkelit dan menghindar dan tak satupun pukulannya mengenai lagi. Dan ketika pemuda itu juga membalas dan menampar atau mengibaskan lengan bajunya, nenek ini membentak tiba-tiba wanita Lembah Es itu mengelebatkan lengannya dan menderulah angin dingin dari pukulan Bu-kek-kang.

"Desss!" Thai Liong bergoyang-goyang tapi tidak roboh. Pemuda ini telah mengerahkan Sin-tiauw-kangnya (Tenaga Rajawali Sakti) hingga mampu bertahan. Suara benturan ini membuat anak murid Lembah Es terpekik dan terlempar, mereka terbawa oleh hempasan angin pukulan itu. Dan ketika nenek itu mendelik karena Thai Liong tak apa-apa, membentak dan berkelebat lagi maka tangan kirinya meluncur dan sinar putih melesat dari sini.

"Cret!" pilar istana berlubang. Thai Liong mengelak dan nenek itu marah, menuding dan kembali cahaya putih itu bekeredep. Dan ketika kembali pemuda ini mengelak dan membalas maka Sin-tiauw-kang menyambar dan menghantam nenek itu.

"Desss!" si nenek bergoyang-goyang merasakan pukulan lawannya ini. Meskipun tidak roboh namun ltu membuatnya marah, ia menggeserkan kaki dengan cepat dan kali ini Thai Liong lambat berkelit, telapaknya menyambar pundak pemda itu. Namun ketika Thai Liong juga bergoyang-goyang dan tidak roboh, nenek ini menjerit maka suaranya menggetarkan lembah sementara anak-anak murid terlempar dan terbanting. Kaget oleh jeritan suara tinggi itu.

"Hyaahhhhh!"

Thai Liong menyurut dan menangkis. Ia mengerahkan sinkangnya melindungi isi dada, jerit atau pekik itu bukan sembarangan karena penuh terisi tenaga sakti. Bantengpun bisa mencelat oleh pekik ini. dan ketika pemuda itu tergetar dan melindungi isi dadanya, si nenek melotot maka menyusullah serangan beruntun yang membuat Thai Liong terdesak, ganti-berganti menerima pukulan dan kian lama pukulan nenek ini kian dingin. Bu-kek ang sudah membuat beku udara di sekitar tempat itu, para murid mundur dan beringsut, tetua mereka mulai marah.

Dan ketika nenek itu menggerakkan langkah-langkah kakinya dengan cepat dan untunglah Thai Liong sudah pernah menghadapi ini, ketika bertanding dengan tokoh-tokoh Pulau Api maka sejenak pemuda itu mampu menjaga diri dan berkelit serta menangkis setiap pukulan yang amat berbahaya, dahsyat meledak-ledak! Namun nenek itu merobah-robah gerakan. Thai Liong dibuat bingung ketika betapa seluruh bagian tubuh nenek ini mulai menyerang. Siku dan lutut bergerak naik turun sementara ujung baju dan rambut tak mau kalah. Bahkan, dahi nenek itupun dipakai menyerang, menanduk bagai kerbau betina yang sedang gila!

Dan ketika bagian-bagian lain juga ikut menyusul seperti anting-anting atau gelang di tangan nenek ini, gelang akar bahar maka Thai Liong benar-benar sibuk karena demikian banyaknya ia diserang. Pemuda ini seakan menehadapi banyak orang! Akan tetapi Thai Liong adalah pemuda gemblengan. Pemuda itu sudah memiliki ilmu silat tinggi dan mapan, dia adalah gemblengan Sian-su si kakek dewa. Dan ketika semua itu dapat ditahan dan dibalasnya, We We Moli beringas akhirnya nenek ini berkemak-kemik kemudian mengeluarkan bentakan.

"Kau anak kecil yang tak dapat berbuat apa-apa. Lihat lima ekor harimauku menerkammu!"

Thai Liong terkejut. Murid Lembah Es berteriak karena begitu We We Moli menggerakkan tangan ke depan mendadak dari kelima jarinya meluncur lima harimau tinggi besar yang menerkam Thai Liong. Kejadian ini membuat murid-murid ketakutan dan cerai-berai, saling tabrak dan berlarian untuk akhirnya bersembunyi , di balik bangunan. Mereka mengintai dan pucat.

Tapi ketika Thai Liong mengeluarkan bentakan pula dan mendorongankan tangan kirinya ke depan, mengerahkan tenaga batin mengusir bayang-bayang harimau maka pemuda ini melihat bahwa yang sesungguhnya mengancamnya itu bukan lain kuku si nenek yang tajam dan panjang-panjang. We We Moli mengeluarkan sihir.

"Plak-plak-plak!"

Kuku ditangkis dan mencengkeram Thai Liong. Pemuda ini merasakan betapa ujung kuku yang tajam bagai belati menusuk kulitnya, cepat mengerahkan sinkang hingga kuku tak mampu menembus. Dan ketika nenek itu terbelalak dan mengeluarkan bentakan lagi maka Ngo-thian hoat-sut (Sihir Lima Langit), ilmu yang dulu dimiliki mendiang Dhiran Sing menghantam Thai Liong lebih hebat lagi, getar suaranya menembus langit.

"Anak muda, nagaku marah kepadamu. Serahkan kepalamu!"

Seekor naga menyembur dahsyat dari telapak nenek ini. Begitu dibuka naga itu meloncat, terbang dan menyambar Thai Liong dengan suaranya yang dahsyat. Mulut yang terbuka lebar itu mengeluarkar api! Tapi ketika Thai Liong membentak dan menambah tenaga batinnya untuk memandang jelas maka dilihatnya bahwa yang meluncur ke arahnya itu adalah gelang akar bahar yang menyambar dahinya

"Praakkkk!"

Orang melihat naga itu hancur dipukul. Thai Liong menghantam kepalanya dan murid-murid Lembah Es terbelalak. Mereka kagum dan juga ngeri oleh peristiwa itu. Tapi ketika sang nenek membetak dan menyusul bertubi-tubi maka anting-anting dan benda-benda lain akhirnya lepas dan menyambar pemuda ini, semua berganti ujud!

Sibuklah Thai Liong. Kalau ia tak memiliki kekuatan batin untuk menahan pengaruh bentakan itu, sihir yang amat kuat tentu ia betul-betul akan melihat mahluk aneh berseliweran naik turun. pertama adalah Siluman bertubuh kuda, lalu singa bertubuh manusia. Dan ketika berturut-turut yang menyambar adalah mahluk aneh. jadi-jadian semua maka pemuda ini menampar dan mengebut dan semua ilmu sihir itu akhirnya hancur.

"Arggnhhhhr...!"

Muncullah kini raksasa besar. berlengan sepuluh. Mahluk itu menyambar Thai Liong dan pemuda ini terkejut. la tak tahu itu karena saat itu We We Mo-li mengebut ke depan. sesuatu menyambar dan menghalang pandangannya. Tapi ketika pemuda ini mendorongkan kedua tangannya menghalau semua itu maka nenek ini tiba tiba menyelinap kebawah dan kedua telapaknya menghantam perut Thai Liong.

"Plak!" Thai Liong terlempar dan mencelat delapan tombak. Raksasa itu akhirnya dihancurkan dan ternyata saputangan hitam yang tadi melilit rambut si nenek. Terhalang pandangannya oleh sihir membuat pemuda ini lengah oleh pukulan di bawah, mengeluh tapi untunglah sinkangnya benar benar kuat.

We we Moli terbelalak pemuda itu masih dapat meloncat bangun, pemuda ini terhuyung dan hanya sedikit menyeringai saja. Dan ketika ia membentak dan maju lagi akhirnya Thai Liong dlbuat kewalahan karena ganti-berganti nenek itu merobah-robah pukulannya dengan beragam ilmu yang semua dahsyat. Rajawali Merah ini terdesak. Betapapun yang ia hadapi adalah seorang tokoh lihai kelas atas, sesepuh Lembah Es yeng tak dapat dihadapi oleh dedengkot Pulau Api. Wanita itu mengeluarkan bermacam-macarn ilmu mulai dari Pek-hong-koan-jit sampai totokan Hwe-ci, sihir Ngo-thian-hoat-sut sampai bentakan-bentakan yang menggetarkan istana.

Dan ketika la kalah pengalaman dan kalah ragam, We We Mo li memang wanita luar biasa maka pemuda ini tak dapat bertahan dan langkah-langkah sakti Jit-cap-ji-poh-kun akhirnya mengejar dan menindih Ang-tiauw Gin-kangnya. Thai Liong mandi keringat! Namun wanita Lembah Es ini diam-diam kagum bukan main. la sudah menyerang lima puluh jurus namun pemuda itu belum juga dirobohkannya. Kalau hal ini dilihat orang lain tentu namanya bakal tercoreng.

Maka ketika ia melengking dan merobah gerakan dengan tubuh merunduk, sepasang lengan bergerak mendorong tiba-tiba wanita yang sudah marah sekali ini melepas Bu-kek-kang dengan dua tangan berbareng, telapaknya terbuka menghadap ke depan dan, sinar kebiruan-pun meluncur diiringi suara menggelegar.

"Awas, kongcu!"

Thai Liong terkejut. Ia tak tahu siapa yang berteriak dari kelompok murid-murid Lembah Es itu, mereka bersembunyi dan hanya menonton dari balik bangunan istana. Tapi melihat betapa udara tiba-tiba membeku dan dingin luar biasa, pohon-pohon berderek dan berdiri kaku maka Thai Liong tak sempat berpikir panjang kecuali menangkis dan mengerahkan Sin-tiauw-kangnya rnenyambut dorongan sepasang lengan itu, lengan yang sudah menjadi kebiruan dan berkilau-kilauan bagai bara api yang panas.

"Desss!" Thai Liong tersentak dan mencelat menabrak tembok. la terdorong begitu kuat hingga terangkat naik, bertahan namun Wanita itu menambah tenaganya. Dan karena bukan maksudnya untuk mengadu jiwa sementara nenek itu rupanya bersungguh-sungguh, Thai Liong mengeluh maka ia terbanting namun bergulingan meloncat bangun, pucat!

"Locianpwe, aku tidak berniat mengadu jiwa. Aku tak suka kita saling bunuh!"

"Rasakan" nenek itu mengejar dan tak perduli lagi, penasaran, pemuda itu masih juga dapat melompat bangun. "Kau harus mampus di tanganku, anak muda, atau menerima muridku dan menikah!"

Thai Liong marah. Sekarang nenek ini sudah menjurus ke pertandingan mati hidup dan ia menjadi terbakar. Namun karena sekali lagi bukan maksudnya bertempur adu jiwa, pula yang dihadapi adalah seorang locianpwe (tokoh tua) tingkat atas maka Thai Liong malah menahan dirinya dan menerima pukulan itu dengan satengah-setengah. Tapi yang celaka justeru dirinya! Semakin ia terdesak semakin nenek itu berbinar-binar.

Dari sepasang mata yang putih mengerikan itu keluar bola cahaya yang amat menyeramkan. Bola ini menyambar bagai laser dan apapun, berlubang, istana juga mulal bergoyang dan bangunan depan akhirnya roboh. Dan ketika Thai Liong terkejut oleh sinar biru ini, tanda pengerahan puncak liu-kek-kang yang amat dahsyat akhirnya seluruh tubuh nenek itu menjadi biru dan redup bagai terbakar!

Terkesiaplah pemuda ini. Akhirnya ia tahu rasa penasaran di hatl nenek itu. Pertandingan sudah berjalan seratus jurus akan tetapi dia masih dapat bertahan, inilah yang membuat nenek itu marah. Dan ketika bola cahaya ltu menyambar disusul cahaya di sepasang lengan nenek ini, Thai Liong jatuh bangun akhirnya tubuhnya terjilat dan terbakar. Bu-kek-kang sudah mencapai puncaknya hingga seperti api, atau es yang amat luar biasa dingin.

"Klap-klap!" Baju dan pakaian pemuda ini hangus. Thai Liong melempar tubuh tapi tiba-tiba kaku dan tepat ia menjadi terkejut maka nenek itu berkelebat dan telapaknya yang sudah kebiruan menyambar kepala pemuda ini.

"Heh-heh, sekarang kau mampus. Lenyaplah, anak muda. Kau tak dapat mengalahkan We We Moli!"

Udara yang membeku dan hawa dingin yang luar biasa menbuat Thai Liong tak dapat bergerak. Dia sudah mengerahkan tenaga Yang-kang (Panas) namun tak dapat menembus hawa dingin itu, jelas ia kalah kuat. Tapi begitu ia meledakkan ke dua tangannya mengeluarkan bentakan keras maka nenek itu terkejut karena pemuda itu tiba-tiba lenyap. Sebungkus asap putih melesat dan menghilang di udara.

"Desss!" telapak nenek ini menghantam tempat di mana tadi Thai Liong berada. Tempat itu hancur lebur sementara api biru menyembur, naik ke atas dan meledak untuk kemudian pecah berwarna-warni. Istana bergoyang-goyang dan hendak roboh. Alangkah dahsyatnya pukulan itu. Tapi ketika nenek ini terbelalak dan mencabut tangannya, Thai Liong mempergunakan Beng-tau-sin-jin untuk menyelamatkan diri maka terdengar tawa bergelak menggetarkan lembah.

"Bagus, ha-ha bagus, We We Mo-li. Akan tetapi pemuda itu ada disana. Lihat, ia di sana!"

Dua orang muncul di atas bukit. Sepasang Hantu Hitam dan Putih, dedengkot Pulau Api tiba-tiba menampakkan diri situ tertawa-tawa. Mereka menonton pertandingan itu sementara di tangan nasing-masing terdapat dua orang muda yang meronta-ronta. Mereka ini bukan lain adalah Soat Eng dan Siang Le. Dan ketika We We Moli terkejut oleh datangnya iblis itu, sejenak tertegun tiba-tiba membentak dan melepaskan pukulan atas bukit itu.

"Manusia-manusia busuk, enyahlah!"

Namun dua orang itu lenyap. Pukulan menghantam puncak gunung dan terdengar suara dahsyat, gunung itu gugur. Tapi karena Hantu Putih dan Hitam sudah menarik kepalanya, tahu kedahsyatan sesepuh Lembah Es maka mereka menghilang dan tahu-tahu muncul di gunung yang lain.

"Ha-ha, musuhmu pemuda itu, Mo-li, bukan kami"

"Benar, atau kami membantu pemuda itu. Ha-ha, kau pilih mana yang kau suka, Mo-li akan tetapi kami sendiri masih ingin menonton. Heii... pemuda itu di sana....!"

Putri Es Jilid 26

Cerita Silat Mandarin Karya Batara

KALAU saja ia tak ingat bahwa penghuni Lembah Es adalah murid dan keturunan kaum ningrat mungkin ia akan membunuh mereka, tak perduli. Tapi tidak, ia tak mungkin dapat membunuh-bunuhi mereka dan menghabiskan semua anggauta keluarga sendiri. Bagaimana dengan orang-orang Pulau Api nanti, mereka pasti bersorak! Maka ketika ia mendiamkan saja dan mengganti hukuman dengan mengusir, Puteri Es disuruh keluar maka hal lain yang tak disangka wanita ini adalah perginya Thio Leng dan Sui Keng.

Dua gadis itu mengikuti junjungannya sebagai tanda setia. Mereka ini adalah tokoh-tokohs pimpinan yang kepergiannya tentu saja membuat dia terkejut. Diam-diam We We Moli semakin marah! Dan ketika benar saja yang lain hendak ikut dan menyusul, lenyaplah kesabarannya maka dipasangnya Bhi-lek-ciang di perbatasan wilayah itu. Sebelas murid terbakar dan hangus, yang lain menjadi gentar dan pucat. Dan ketika wanita itu tersenyum mengejek di guha pertapaannya, ia berada di puncak gunung di belakang istana maka murid-murid Lembah Es tak ada yang berani ke luar lagi dan ancaman sesepuh mereka itu membuat takut.

Tapi hari ini Rajawali Merah datang bertamu. Dengan kesaktiannya dan Beng-tau-sin-jinnya putera Pendekar Rambut Emas itu mematahkan pagar sihir. Kekuatan Laser Biru dihancurkan. Dan ketika ia terus masuk sementara adiknya menyusul di belakang, Thai Liong akhirnya tiba di gunung pertama yang tanpa penjagaan akhirnya pemuda ini bertemu juga dengan dua murid wanita Lembah Es. Thai Liong tak mempergunakan ilmunya menghilang, ia justeru ingin bertemu dan bertegur sapa dengan penghuni Lembah, memberi tahu kedatangannya.

Maka ketika ia berkelebat dan tahu-tahu berdiri di depan dua gadis ini, tepat di ujung jalan maka dua murid Lembah Es yang membawa sekeranjang cucian itu mendadak berseru tertahan dan lagi-lagi mengira bahwa dia adalah Pendekar Rambut Emas.

"Kim-mou-eng!"

"Bukan, aku Thai Liong," Thai Liong menjura dan tersenyum ramah. "Aku puteranya, jiwi-siocia (dua nona berdua), datang untuk mencari adikku tapi kabarnya dihukum tetua kalian We We Moli locianpwe. Nah, tolong antarkan aku kepadanya atau kalian tunjukkan di mana ketua kalian itu berada."

Dua gadis ini mundur. Thai Liong yang tahu-tahu muncul seperti iblis membuat mereka tersentak kaget, sejenak girang dan mengira Kim-mou-eng tapi ternyata bukan. Yang di depan mereka ini adalah Kim-mou-eng lain, pernuda tampan dengan tutur kata halus, gagah dan jubahnya yang serba merah itu menambah kewibawaannya. Mengejutkan sekali kedatangan pemuda ini, sejenak mereka pucat. Tapi sadar bahwa mereka harus berbuat sesuatu, baru kali itu mereka berhadapan dengan pemuda ini maka keduanya melempar cucian dan langsung mencabut pedang.

"Manusia liar dari mana ini berani datang. Enyah dan pergilah cepat sebelum kami membunuhmu!"

"Aku Thai Liong, kakak Beng An!"

"Tak perduli, manusia busuk. Sekali lagi pergi dan enyahlah atau kami tak tahu kau saudara siapa!"

Thai Liong mengerutkan kening. Dia telah menduga watak keras penghuni Lembah Es ini, apalagi terhadap lelaki. Namun mendengar bentakan dan sikap itu dia tak senang juga, tertawa getir. Namun karena dia dapat menduga bahwa semua ini tentu karena kebengisan We We Moli, penghuni dan semua murid menjadi takut maka Thai Liong tiba-tiba dapat menekan rasa tak senangnya sendiri dengan berkata,

"Nona-nona, aku datang bukan untuk memusuhi kalian, aku hanya ingin mencari sesepuh kalian dan bertanya tentang adikku Beng An. Beritahukanlah kedatanganku atau tunjukkan di mana tatua kalian itu dapat kutemui."

Thai Liong tak dapat menyelesaikan kata-katanya. Dua gadis itu terbelalak dan marah lalu tiba-tiba menerjang, pedang mendesing dan langsung menusuk tenggorokan, sekali kena tentu celaka. Tapi karena yang dihadapi kali ini adalah Rajawall Merah yang bukan tandingannya, Thai Liong berkelebat dan lenyap tahu-tahu pemuda itu telah meloncat dan Lari mendaki gunung.

"Heiii...!"

"Aahh...!"

Dua gadis itu membalik. Mereka hanya merasa kesiur dingin di samping tubuh, pemuda ltu bergerak luar biasa cepat dan pedangpun mengenai angin kosong. Terkejutlah mereka ketika tahu-tahu pamuda itu telah terbang ke atas, mendaki cepat dan naik tanpa memperdulikan mereka lagi. Thai Liong sengaja menunjukkan dirinya agar dikejar, mempergunakan ilmu lari cepat biasa dan dua gadis itu dapat melihat. Dan ketika benar saja mereka membentak dan mengejar, pemuda itu sudah di puncak gunung maka Thai Liong melihat gunung-gunung yang lain dalam ketinggian itu.

"Pemuda siluman, berhenti....!"

Apa boleh buat, Thai Liong lari lagi. Ia tersenyum menuju gunung kedua, harus membuat ribut agar penghuni semua tahu. Dan ketika ia bergerak dan terus lari dikejar, memasuki jalanan setapak di mana bayangan-bayangan lain muncul maka berturut-turut para penghuni Lembah mulai melihatnya dan lima gadis menghadang di depan.

"Siapa kau, berhenti!"

Thai Liong menjulurkan tangannya. Lima gadis itu juga mencabut senjata dan menunggunya, jelas mereka siap menyerang. Tapi ketika ia bergerak dan menotok dari jauh, lima gadis itu berteriak maka pedang di tangan terlempar karena pergelangan mereka tahu-tahu disengat angin pukulan lihai yang menotok mereka.

"Aduh...!"

Thai Liong sudah meneruskan larinya. Baginya murid-murid Lembah Es bukanlah lawan yang perlu ditakuti, ia membuat pedang mencelat dan pemiliknya bergulingan menjerit. Pergelangan tangan mereka itu seakan terkilir, pedas dan sakit. Dan ketika pemuda itu meloncat dan lari pergi, yang lain berdatangan dan muncul dari kiri kanan maka belum melewati gunung kedua pemuda ini sudah di serang dan dibentak dari delapan penjuru.

"Jahanam dari mana ini berani mengacau Lembah Es. Mampuslah!"

Thai Liong menggerakkan tangannya ke kiri kanan. Semua pedang mental bertemu tangannya dan gadis-gadis itu terpekik, belum apa-apa mereka terbanting dan terlepas senjatanya. Lalu ketika pemuda itu lari lagi dan berseru bahwa ia ingin bertemu We We Moli, sesepuh Lembah Es maka Thai Liong mengerahkan tenaganya hingga suaranya menembus gunung, menggetarkan. "Aku adalah Thai Liong, mencari adikku beng An. Kalau ia tak ada di sini biarlah aku ingin bertemu yang terhormat We We Moli locianpwe. Suruh ia keluar atau bawa aku menghadap!"

Seruan ini disambut bentakan dan makian para murid. Akhirnya tak lama kemudian seratus orang muncul, harum tubuh menyambar dari mana-rnana dan Thai Liong kagum. Wanita Lembah Es rata-rata ternyata cantik! Tapi karena mereka sedang marah dan serangan atau pukulan mereka amat banyak, dari luar menyambar juga senjata-senjata rahasia bagai hujan ke arah dirinya akhirnya pemuda ini berseru keras dan menjejakkan kakinya melewati semua kepala.

"Maaf, kalian mendesak. Kalau begitu kucari sendiri dan jangan menghalang!"

Terkejutlah semua gadis-gadis cantik itu. Rajawali Merah ini melayang di atas kepala dan tahu-tahu di luar kepungan, tertawa dan lari lagi mendaki gunung ke tiga. ketika ia dikejar dan yang lain memotong menyerang dan membentak pemuda itu tiba-tiba Thai Liong mempargunakan kesaktiannya dan menghilang.

"Wutt!" Lenyapnya pemuda ini membuat kaget semua orang. Gadis-gadis Lembah Es itu terbelalak, mencari dan memandang akan tetapi seorang di antaranya tiba-tiba menuding ke depan. Ternyata pemuda itu sudah meluncur di gunung keempat. Lalu ketika semua menjadi kaget dan marah, juga kagum maka That Liong dihujani panah dan pedang yang disambitkan dari jauh.

"Itu dia serang...!"

Pemuda ini menggerakkan tangan ke belakang menghalau semua senjata. Diam-diam dia kagum bahwa beberapa di antara gadis itu ada yang mampu menyambit dengan kuat. Tiga batang pedang meluncur dan melewati samping telinganya. Akan tetapi karena ia mengelak dan lari lagi, turun dan mendaki gunung kelima maka di sini ia tampak lagi namun sudah semakin jauh. Gegerlah penghuni Lembah Es itu. Mereka akhirnya tahu bahwa pemuda berambut keemasan itu adalah putera Kim-mou eng, juga mengaku sebagai kakak Beng An yang menjadi kekasih puteri mereka. Namun karena pemuda itu melanggar larangan dan memasuki Lembah Es, mereka harus menangkap dan merobohkannya maka mereka mengejar dan berteriak-teriak dari belakang.

Akan tetapi Thai Liong sudah bergerak lebih cepat. Di gunung kelima ini ia melihat bayangan sebuah istana, sebuah bangunan kokoh di dua gunung terakhir. Ada tujuh gunung berturut-turut di situ, ia berdebar dan girang. Tapi ketika ia menuruni gunung kelima untuk mendaki gunung keenam mendadak berkelebat empat bayangan dan tahu-tahu seorang gadis baju merah telah menghadang dengan tiga gadis lain berbaju biru kuning dan hijau.

"Hm, tak tahu adat, kurang ajar memasuki rumah orang tanpa ijin. Berhenti, anak muda, atau kami membunuhmu. wut!" sebuah selendang tiba-tiba menyambar Thai Liong dengan cepat, langsung menotok dan menuju iga pemuda itu untuk merobohkan.

Thai Liong terkejut tapi girang, dari serangan ini ia tahu bahwa lawan yang di depan adalah seorang lawan yang lihai, terbukti ketika ia berkelit tahu-tahu ujung selendang meliuk dan mengejarnya tak mau sudah, kali ini menotok bawah pusarnya! Dan ketika ia berhenti dan menampar perlahan, senjata robek dan lawan terhuyung maka gadis baju merah itu, yang terbelalak dan pucat mukanya sudah memandang pemuda ini sementara tiga temannya berkelebat dan mengurung Thai Liong dari kiri kanan, juga belakang.

"Maaf...!” Thai Liong menjura dan tersenyum ramah, maklum bahwa kedatangannya memang tak dikehendaki. "Aku datang untuk mencari adikku Beng An, nona, atau bertemu tetua kalian We We Moli locianpwe yang terhormat. Tunjukkan padaku di mana ia berada atau antarkan aku kepadanya untuk berkunjung."

Yo Lin, gadis ini masih terbelalak dengan muka merah. Ia adalah pimpinan di situ setelah dua encinya Sui Keng dan Thio Leng pergi. Inilah tokoh nomor tiga Lembah Es, terkejut dan kagum memandang Thai Liong tapi sinar matanya dapat menyembunyikan rasa yang lain, marah! Maka ketika ia bergerak dan berhadapan dengan pemuda ini, matanya berkilat maka ia membentak bahwa ia tak mengenal siapapun laki-laki lain di situ.

"Aku tak perduli kau siapa dan dari mana, datang mencari siapa dan hendak bertemu siapa pula. Kau telah mengacau dan melanggar pantangan Lembah Es, anak muda. Hukumannya mati atau menjadi budak di sini. Nah, kau sudah lolos dari tangan murid-murid yang lain, sekarang kau berhadapan dengan aku dan jangan sombong. Berlutut dan serahkan dirimu atau kami membunuhmu!"

"Hm, aku Thai Liong, bukan mencari permusuhan dengan kalian atau murid-murid Lembah Es. Aku datang untuk mencari adikku Beng An atau bertemu We Moli locianpwe, nona. Tolong antarkan aku kepadanya atau aku melewati kalian dan jangan anggap sebagai kekurang ajaran."

"Cerewet, kau tak mau berlutut?"

"Aku sudah minta maaf, tak merasa bersalah...wut!"

Gadis baju hijau tiba-tiba membentak, berkelebat dan menyambarkan pedangnya dan itulah Yu Pio tokoh nomor empat. Bersama gadis baju biru dan kuning yang bukan lain Ing Sim dan Ui Hong gadis ini sudah mendahului Yo-siocia menyerang Thai Liong. Gadis itu di belakang dan menusuk dengan cepat. Tapi ketika Thai Liong mengelak dan pedang lewat disampingnya, tanpa menoleh maka gadis itu terkejut karena dengan perlahan tapi cepat tahu-tahu Rajawali Merah ini mengetukkan sikunya ke bawah dan tepat sekali ujung siku itu mengenai pundak si nona.

"Aduh!" Yu Pio terguling-guling dan berteriak kaget. Ia merasa pundaknya remuk akan tetapi dapat meloncat bangun kembali, pedangnya terlepas di tanah. Dan ketika ia terbelalak karena pemuda itu tenang-tenang saja, tersenyum padanya maka gadis ini memerah dan kaget serta marah.

Namun dari kiri kanan Ui Hong dan Ing Sim tak membuang waktu. Mereka juga terkejut oleh kelihaian Thai Liong akan tetapi enci mereka sudah memberl isyarat. Yo Lin atau Yo-siocia itu kagum, lagi-lagi lawan mereka ini menunjukkan kehebatannya mematahkan serangan Yu Pio. Maka ketika ia memberi tanda dan dua sumoinya berkelebat ke depan, mereka bergerak di kiri kanan Thai Liong maka pedang menusuk pinggang hampir bersamaan tapi kali ini Thai Liong tak berkelit kecuali dengan mengibas perlahan dan dua gadis itu terpelanting.

"Maaf, agaknya harus bersikap keras sedikit. Baiklah, nona-nona, aku hanya melayani kalian saja dan rupanya harus melanjutkan perjalanan lagi!"

Dua gadis itu terpelanting dan menjerit keras dan Thai Liong tiba-tiba berkelebat. la harus melewati gadis baju merah itu yang mendelik padanya, melompat dan mempergunakan ginkangnya melewati samping gadis ini. Tapi ketika lawan membentak dan tentu saja menyerang, pedang bergerak dan tangan kiri ikut menghantam maka pukulan tangan dingin, Bu-kek-kang menyambar Rajawali Merah ini tanpa ampun lagi.

"Kau tak mau menyerah, baiklah, mampus dan terimalah ini!"

Thai Liong merasa kesiur angin tajam menyambarnya tak main-main. Dari dua serangan itu, pedang dan pukulan tangan kiri maka Bu-kek-kang adalah yang amat berbahaya. Pukulan ini membuat jubahnya mengeras akan tetapi cepat dia mengayunkan lengannya. Dengan gerakan itu pukulan lawan ditolak, jubah berkibar lagi seperti semula dan Yo-siocia terpekik tertahan, Bu-kek-kangnya terpental. Dan ketika pedang otomatis juga membalik dan Thai Liong lolos maka pemuda itu meloncat dan lari lagi.

"Nona, kalian terlalu mendesakku. Biarlah aku mencari sendiri dan jangan salahkan aku."

Marahlah gadis Lembah Es ini. Gadis itu melengking dan berkelebat, disusul tiga sumoinya yang juga membentak dan mengejar Thai Liong. Akan tetapi karena pemuda itu sudah jauh di depan dan mengerahkan ilmunya maka tak lama kemudian, Rajawali Merah ini sudah menuruni gunung keenam untuk kemudian terbang menuju gunung terakhir. Istana Lembah Es mulai kelihatan.

"Heii, keparat!" Yo-siocia memekik dan kaget. "Berhenti, manusia siluman. Berhenti atau kau mampus!"

Thai Liong tersenyun. Sekarang ia telah mengeluarkan semua penghuni dan diam-diam kagum. Segala yang serba putih tampak di sekelilingnya, hanya bangunan besar megah itu yang kelihatan lain. Warna emas melapisi pilar-pilarnya, kokoh dan gagah namun ia tak melepaskan kewaspadaannya. Dan ketika ia sudah mendaki puncak ketujuh dan mendengar bentakan itu, juga lengking dan kesiur angin halus maka berturut-turut jarum dan panah menyambar punggungnya.

"Plak-plak-plak!"

Lagi tanpa menoleh Rajawali Merah ini menggerakkan tangan ke belakang. Semua jarum dan panah runtuh dan wajah Yo-siocia pucat. Kalau pemuda itu sampai di sana celakalah dia, We We Moli akan memberinya hukuman. Dan ketika tak terasa ia menangis dan memaki-maki, semua yang lain juga berdebar dan pucat maka Thai Liong mendengar ini dan tiba-tiba berhenti. Tangis itu membuatnya luluh. Pintu gerbang dari istana yang rapat telah berada di depannya tak lebih dari delapan tombak saja.

"Sekali lagi aku minta ijin masuk, aku telah berada di sini. Suruh sesepuh kalian keluar atau bawa aku menghadap padanya!"

"Singg!" pedang menyambut kata-kata ini dan Yo-siocia melepaskan senjatanya dengan penuh kemarahan. Pedang lebih dulu tiba sementara pemiliknya menyusul. Tapi ketika Thai Liong menangkap pedang itu dan gadis ini melengking maka Bu-kek-kang dilepas dari kedua tangannya disusul tendangan bertubi-tubi.

"Pemuda keparat, kau telah menyusahkan aku. Kau bunuh aku atau aku membunuhmu!"

Thai Liong berkerut kening. Ia berdebar juga berada di istana Lembah Es ini, tak tahu betapa sepasang mata mengintainya dari dalam, mata yang tak memiliki manik-manik dan berwarna putih seluruhnya. Tapi ketika ia mundur dan menerima serangan itu, mennggerakkan sebelah tangannya maka pukulan dahsyat itu diterimanya tenang dan Yo-siocia terangkat naik ketika dilempar dan ditangkap lengannya.

"Plak!" Gadis itu kaget bukan main. Di depan pintu gerbang istana, di bawah banyak mata murid yang lain yang naik menyusul Bu-kek-kang diterima dan ditolak pemuda ini. la membentak den kaget namun sudah tertangkap. Tangan yang lebih dingin menyambut pukulannya. Dan ketika ia terangkat dan terlempar ke atas maka gadis itu berteriak karena tubuhnya terus meluncur dan memasuki istana, melewati tembok gerbang yang tinggi.

"Heiiii...!"

Thai Liong tersenyum dan mengikuti gadis itu. Sekali ia menggerakkan kaki maka iapun melayang naik, lenyap dan sudah berada di dalam. Lalu ketika gadis itu berjungkir balik dan turun di tanah, terbelalak maka ia menjura dan berkata, "Sekarang tempat ini ada orangnya, aku tak lancang masuk. Nah, antarkan aku kepada tetuamu, nona, segala tanggung jawab ada padaku. Sekali lagi aku minta ijin dan terimalah baik-baik!"

Akan tetapi yang dilakukan gadis ini adalah terjangan kilat. Dengan bentakan nyaring den wajah terbakar Yo-siocia mengeluarkan langkah saktinya yang aneh, Tujuh Puluh Dua Langkah Sakti. Dan ketika ia telah begitu dekat dengen Thai Liong dan menggerakkan tangannya maka Rajawalí Merah itu terkejut karena secepat itu gadis ini sudah menyerangnya.

"Wut-wut!" Untunglah pemuda ini memiliki gerakan Sin-tiauw Gin-kang. Dengan kecepatannya yang luar biasa Thai Liong menghindar cepat dan lebih cepat lagi dari gerakan Tujuh Puluh Dua Langkah Sakti itu. Lalu ketika gadis ini tertegun namun menerjang lagi, pukulannya menderu maka melesatlah bayangan biru kuning dan hijau dari lng Sim dan kawan-kawan.

"Enci, pemuda ini tak dapat kita ampuni. Robohkan dan bunuh dia!"

Dan Saat itu bentakan dan seruan murid lain menyusuL Penghuni Lembah Es benar-benar gempar oleh kejadian ini melebihi datangnya Beng An dulu. Dulu sesepuh mereka We We Moli belum turun tangan, kini tetua mereka itu telah memasang Bhi-lek-ciang tapi rupanya pemuda ini dapat lolos, terbukti telah datang dan berada di situ. Dan ketika mereka marah namun juga kagum, diam-diam timbullah semacam harapan di hati maka mereka menerjang pemuda itu membuktikan kehebatannya yang terakhir, hebat mana dengan Kim Beng An.

"Yo-cici, pemuda ini telah mempermalukan kita habis-habisan. Kalau kita tidak membunuhnya tentu supek-bo membunuh kita. Hajar, dan bunuh dia!"

"Benar, dan jangan beri ampun, cici. Kecuali ia menyerah!"

"Atau ia menikahi seorang di antara kita!"

Teriakan atau seruan terakhir ini mengejutkan Yo-siocia. Entah siapa yang berteriak itu tapi jelas menunjukkan rasa kagum yang hebat. Memang ada semacam peraturan atau kelonggaran di tempat itu bahwa seorang pria yang dapat menghadapi semua penghuni boleh dibiarkan memilih, keluar baik-baik dari Lembah Es atau tinggal dan mengambil seorang di antara mereka, menikah! Maka ketika tiba-tiba seruan itu diteriakkan dan semua murid mengangguk, belum pernah selama ini Lembah Es dikalahkan seorang laki-laki maka Yo-siocia atau gadis baju merah itu mendadak bersemu dadu. Ia mengakui kehebatan pemuda keturunan Kim-mou-eng ini.

Kalau dulu Beng An telah mengagumkan semua orang adalah sekarang pemuda ini lebih hebat lagi. Dua kali Bu-kek-kangnya terpental, terakhir malah ditangkap dan ia dilempar dan dibuang ke dalam istana. Timbullah harapan Yo-siocia ini apakah mampu pemuda itu mengalahkan semua penghuni. Kalau mampu, ah... alangkah senangnya! Maka ketika tiba-tiba ia tergerak dan wajah yang gagah cakap itu membuatnya berdebar, betapapun Thai Liong memang tampan dan gagah maka timbul harapan gadis ini agar pemuda itu merobohkan mereka semua.

Namun semua ini tentu saja tak diperlihatkan gadis itu. Bahkan gadis ini membentak dan menerjang lagi, hanya mukanya yang tiba-tiba kemerahan, bukan marah melainkan oleh harap-harap cemas. Dan ketika Thai Liong kemudian dikeroyok dan menghadapi semua kekuatan Lembah Es maka pemuda itu menjadi repot dan merasa bahwa ada sepasang mata memperhatikannya entah dari mana. Getaran batinnya menangkap itu.

"Heiii" pemuda itu akhirnya berseru. "Aku tak bermaksud bertanding melawan kalian, nona-nona. Aku hanya ingin mencari adikku Beng An atau We We li locianpwe. Suruh ia keluar atau bawa aku kepadanya!"

"Tutup mulutmu!" Yo-siocia membentak. "Perbuatanmu mencelakai kami semua, pemuda siluman. Tahukah kau betapa supek-bo akan marah dan menghukum kami. Kau mencelakai kami!"

"Aku yang bertanggung jawab. Suruh ia keluar atau bawa aku kepadanya, nona. Semua ini aku yang bertanggung jawab!"

Akan tetapi seruan Thai Liong disambut tusukan atau Bu-kek-kang. Dari semua ini yang paling berbahaya tentu saja gadis baju merah itu, Thai Liong mulai kagum bahwa gadis ini adalah tokoh pimpinan. Tapi karena ia tak mau celaka dan tentu saja mengelak akhirnya ia mengeluarkan Ang-tiauw Gin-kangnya itu dan ilmu meringankan tubuh ini membuat ia berkelebatan begitu cepat bagai burung berseliweran, tak menginjak tanah lagi. Hal ini membuat penghuni Lembah Es terkejut dan Yo-siocia sendiri membelalakkan mata. Jit-cap-ji-poh-kun Tujuh puluh Dua Langkah Saktinya tak berhasil mendekati.

Pemuda itu sudah dikeroyok dan dihadang dari mana-mana namun selalu lolos. Thai Liong mengibaskan lengan bajunya kalau ada yang berani mendekat, terpental dan melemparkan mereka hingga murid-murid Lembah Es berteriak. Kibasan pemuda itu membuat mereka terpelanting. Dan ketika pemuda itu terus menyambar-nyambar sementara belum membalas dengan pukulan berarti, padahal mereka sudah menyerang mati-matian maka Thai Liong habis sabar dan mengancam akan memasuki istana yang tinggal beberapa langkah lagi itu.

"Aku tak dapat membunuh kalian, dan tak mungkin membunuh kalian. Aku hanya ingin bertemu tetua kalian dan suruh ia keluar!"

Namun yang dihadapi adalah serangan makin nekat. Seluruh murid Lembah Es, yang jumlahnya tak kurang dari tiga ratus orang telah menyerang pemuda ini dari delapan penjuru. Hujan pukulan dan senjata jangan tanya lagi. Tapi karena Thai Liong telah melindungi dirinya dan semua senjata patah-patah, Yo-siocia bersinar-sinar maka Bu-kek-kang yang dilontarkannya akhirnya ditolak balik yang membuat ia terbanting.

"Kalau begitu aku akan memasuki istana," Thai Liong mengancam. "Kalau kalian terus menyerang maka aku tak mau melayani lagi!"

"Mampuslah!" sebatang pedang mendesing dari tangan Ui Hong, gadis baju kuning. "Kalau kau ingin memasuki istana, silakan langkahi mayatku, orang she Kim. Atau kau merobohkan kami semua dan kau bebas!"

Thai Liong mengerutkan kening dan habis sabar. Dari sekian banyak penyerang maka yang paling ganas dan galak adalah wanita ini. Tadi gadis baju merah juga begitu akan tetapi sekarang mulai lemah, mungkin karena gadis itu mulai lelah dan gentar kepadanya, padahal Yo-siocia mulai mengendorkan serangan-serangannya karena merasa girang dan berdebar-debar.

Girang karena mulai yakin bahwa pemuda ini seorang diri akan dapat mengalahkan semua penghuni Lembah Es, jadi mendapatkan kebebasan untuk memilih satu di antara mereka. Dan ketika ia mulai tertarik dan jatuh cinta kepada pemuda ini, jatuh cinta yang berawal dari kekaguman hebat maka gadis baju merah itu memang mulai mengendorkan serangannya tapi Ui Hong sang sumoi justeru benci dan amat marah!

Hal ini tidak aneh karena tiba-tiba saja gadis itupun merasa jatuh cinta dan kagum. Tak dapat disangkal bahwa ia tergetar oleh kegagahan dan ketampanan Thai Liong. Belum pernah selama ini, Lembah Es disatroni seorang pemuda dan mengalahkan mereka semua. Beng An dapat mengalahkan Puteri akan tetapi kalau dikeroyok semua penghuni belum tentu pemuda itu dapat bertahan, lain dengan pemuda jubah merah yang beterbangan tiada hentinya ini, yang mampu bergerak begitu cepatnya hingga tak lagi menginjak tanah.

Mereka yang mengikuti gerakannya mulai pusing, satu demi satu akhirnya roboh dan tinggallah mereka yang berkepandaian tinggi saja. Dan ketika gadis ini juga mulai yakin bahwa tak lama lagi mereka semua bakal roboh, pemuda itu akan memperoleh kemenangannya tiba-tiba ada semacam sakit hati yang membuat ia mendidih! Aneh gadis baju kuning ini. Apa yang membuatnya sakit hati itu? Apa yang membuatnya mendidih?

Bukan lain oleh persaingan dengan sucinya itu, Yo-siocia. Siapa lagi yang pantas mendapatkan pemuda ini kalau bukan sucinya. Maka ketika ia mengamuk dan Thai Liong diam-diam heran oleh keganasan gadis ini, melirik dan melihat gadis baju merah tak seberingas sumoinya maka Thai Liong tak tahu sumber penyebabnya dan Yo Lin sendiri juga heran.

Kiranya sebagai sesama wanita Ui Hong telah menangkap tanda-tanda sucinya yang jatuh cinta kepada Thai Liong. Ia tak rela dan tak akan membiarkan pemuda ini jatuh di tangan sucinya, lebih baik dibunuh atau dia yang terbunuh. Maka ketika gadis inilah yang tampak paling bersemangat, Yo Lin mengerutkan kening maka Thai Liong membentak dan mulai merobohkan mereka. Yang pertama adalah gadis baju hijau, Yu Pio.

"Baiklah, kalian mendesak. Aku akan merobohkan kalian dan memasuki istana!"

Gadis baju hijau menjerit. Thai Liong berkelebat ke arahnya dan tiba-tiba merampas pedang. la sedang menusuk dan menyerang pemuda itu. Maka ketika pedang tertangkap dan langsung dihentak, sama sekali telapak pemuda itu tak terluka oleh pedang yang tajam maka Thai Liong menggerakkan kakinya dan menotok roboh lutut gadis itu.

"Bluk!" Yu Pio mengaduh dan terguling-guling. Gadis itu mengeluh dan tak dapat dapat berdiri setelah lututnya tertotok, ia terhenti di sekumpulan sumoinya sana. ketika Thai Liong berkelebat ke arah gadis baju biru yang merupakan korban dua, sumoi dari Ui Hong maka sama seperti Yu Pio gadis inipun membentak menggerakkan pedang menusuk Thai Liong tangan kiri masih menghantam pula dengan Bu-kek-kang.

"Pletak-bluk!" Pedangnya patah dan Thai Liong menusuk lututnya dengan sentuhan perlahan. Gadis itupun menjerit dan terlempar di sana, dua serangannya tadi sama sekali tak berhasil. Dan ketika Ui Hong menjadi pucat dan kaget serta gentar, tinggal beberapa saja diantara mereka menghadapi pemuda ini maka Thai Liong berkelebet ke arahnya berseru perlahan.

"Kau! Agaknya aku harus merobohkanmu pula, nona, tapi aku tak suka membunuh karena bukan pekerjaanku. Nah, duduklah baik-baik dan maafkan aku!"

Ui Hong memekik. la sudah berganti pedang untuk yang kesekian kalinya dan membabat pemuda ltu, geraknya ganas dan Thai Liong mengerutkan kening. Tapi karena sudah menjadi tekad pemuda ini untuk merobohkan lawan-lawannya, tak bebas kalau ia nanti masuk maka pedang itupun dibiarkan saja namun Thai Liong terkejut ketika pedang berubah arah dan menusuk matanya.

"Awas!" Jeritan itu mengejutkan banyak pihak. Yo Lin, gadis baju merah ternyata tak mampu menahan mulutnya lagi mellhat kelicikan sumoinya itu. Inilah gerak pedang dalam jurus Menusuk Bulan Menikam Bintang, satu tipuan berbahaya yang banyak mengecoh lawan.

Tapi ketika Thai Liong miringkan kepala dan membuka mulut, menggigit pedang itu maka Ui Hong terkejut karena pedangnya tak mampu ditarik lagi, dan saat itu pukulannya Bu-kek-kang disambut ujung baju Thai Liong.

"Plak!" Gadis itu serasa disambar petir. Sin-tiauw-kang (Tenaga Rajawali Sakti) menolak Bu-kek-kang sekaligus menghancurkannya. Thai Liong mempergunakan tenaga Yang (Panas) dalam tangkisannya kali ini menghantam Bu-kek-kang dengan menembus pukulan dingin itu. Maka ketika Ui Hong terbeliak dan tersentak tubuhnya, tangkisan itu membuatnya seakan dialiri tenaga halilintar tiba-tiba gadis ini roboh dan pingsan.

"Bluk!" gadis itu paling berat. Ia tak sadarkan diri dan langsung roboh, tapi begitu roboh mendadak gadis baju merah yang sadar oleh teriakannya tadi tiba-tiba melengking dan menubruk Thai Liong. Pedang di tangannya juga sudah bergerak namun kali ini Bu-kek-kang di tangan kirinya dilepas dahsyat sekali, penuh tenaga!

"Hm!" Thai Liong serba salah, kecut. "Kau dan yang lain sama-sama keras, nona, tapi kau telah menunjukkan simpati kepadaku. Baiklah, kau boleh melukai tubuhku tapi setelah itu hentikan-seranganmu...cep!" pedang dibiarkan Thai Liong dan Rajawali Merah ini mengurangi kekebalan badannya. Pedang menusuk pangkal lengannya hingga terluka, tidak dalam karena pemuda itu masih melindungi diri dengan sinkang. Lalu ketika gadis itu tertegun melihat lawan membiarkan diri terluka, sekejap mukanya memerah maka pukulannya yang dahsyst diterima Thai Liong dengan tangan yang lain dan secepat itu pemuda ini mengerahkan Sin-tiauw-kang, itu dengan hawa Im (Dingin).

"Plak!" gadis itu terguncang dan tersentak Bu-kek-kangnya yang berhawa dingin kalah dingin oleh Im-kang yang dikeluarkan pemuda itu, bukan karena Sin-tiauw-kang lebih tinggi melainkan semata oleh sinkang (tenaga sakti) Thai Liong yang lebih kuat. Hal ini tidak aneh karena gadis itu hanya tokoh nomor tiga di tempat itu, di bawah bayang-bayang encinya Sui Keng dan Thio Leng, apalagi Puteri Es. Maka ketika la tersentak dan menegang kaku, Thai Liong menotoknya tiba-tiba gadis itu tak dapat mengelak dan terpelanting roboh.

"Uhh...!" Selesailah pertandingan ini. Akhirnya semua lawan dikalahkan dan beberapa murid yang lain mundur, mereka gentar dan pucat memandang pemuda itu. Namun karena Thai Liong bukan pemuda kurangajar. dan bukan maksudnya membunuh maka tiba-tiba pemuda ini mengibaskan bajunya dan semua yang roboh tertotok bangkit kembali, termasuk Yo-siocia!

"Jangan ganggu aku. Maafkan aku, nona, sekarang aku ingin mencari sesepuh kalian dan sampai ketemu lagi!"

Yo-siocia dan lain-lain terbelalak. Mereka menggigil dan tak ada lagi yang mengejar karena terang-terangan telah dirobohkan pemuda itu. Kalau pemuda itu tidak membebaskan mereka belum tentu mereka dapat bangun. Maka ketika Thai Liong berkelehat dan memasuki istana tiba-tiba Yo-siocia jatuh terduduk dan menangis tersedu-sedu. "Supek-bo, teecu tak dapat menahan pemuda itu lagi. Ampunkan kami semua."

Semua yang lain ikut berlutut. Mereka tiba-tiba juga menangis dan.membiarkan Thai Liong lenyap di dalam istana. Di sini mereka terisak dan berharap-harap cemas. Tapi baru saja mereka menangis dan gelisah memikirkan pemuda itu, juga diri sendiri yang tentu mendapat hukuman mendadak terdengar bentakan dan seruan dahsyat.

"Keluar...!!"

Tubuh pemuda itu tiba-tiba melayang keluar istana. Bagai daun kering dihempas badai Thai Liong mencelat dari dalam, begitu dahsyat dan terus menabrak pilar. Sekali kena tentu hancur! Tapi ketika semua menjerit dan Yo-siocia meloncat bangun, berkelebat dan menangkap pemuda itu tiba-tiba Thai Liong tak jadi mempergunakan kepandaian sendiri untuk melihat apa yang dilakukan gadis baju merah itu.

"Bresss!" gadis ini mengeluh dan masih terbawa juga oleh lontaran dari dalam yang amat dahsyat itu. Ia telah menangkap Thai Liong tapi terbawa mencelat, untung tidak menabrak pilar melainkan tangga istana yang tertimpa tubuh mereka, terbanting dan bergulingan di situ. Lalu ketika ia melontakkan darah segar dan Thai Liong terkejut, meloncat bangun maka dilihatnya gadis itu bangkit, berdiri tapi roboh lagi, mukanya pucat.

"Saudara Thai Liong, Itu... itu supek bo. Larilah, selamatkan dirimu!"

Thai Liong tertegun. Ia tak menyangka gadis ini menolongnya meskipun sebenarnya dengan kepandaiannya sendiri ia mampu berjungkir balik. Tadi di dalam istana tiba-tiba serangkum angin dahsyat menyambarnya, meluncur dari balik tirai dan samar-samar ia melihat seorang nenek duduk di situ, bersila. Dan karena ia tak menduga namun sinkangnya segera bekerja, melindungi dan menahan pukulan dahsyat itu maka hanya tubuhnya yang terbawa keluar tapi keselamatan dirinya sesungguhnya tidak terancam. Bentakan atau suara dahsyat itu menggetarkan jantung di dada setiap orang.

"Pergilah... pergi, cepat!"

Thai Liong menahan gadis ini. Tanpa dapat dicegah lagi Yo-siocia roboh terguling, menuding ke depan tapi setelah itu pingsan. Dan ketika Thai Liong menoleh dan mendengar kesiur angin perlahan nyaris tak terdengar telinga maka di belakangnya tahu-tahu berdiri nenek yang dilihatnya tadi, nenek yang sepasang matanya putih bagai buta. "We We Moli locianpwe!"

Thai Liong melepaskan gadis baju merah dan mundur dengan cepat. la kaget dan kagum bahwa gerakan nenek ini hampir tak terdengar olehnya, dua tingkat di atas kepandaian Sepasang Hantu Hitam dan Putih di Pulau Neraka. Tapi ketika ia dapet menekan getaran perasaannya dan nenek itu diam-diam juga kagum bahwa pemuda ini sama sekall tak terluka, padahal dia mengerahkan enam bagian dari tenaga saktinya maka nenek itu mendengus dan berkata dingin.

"Kau anak muda berbakat istimewa, bagus tak mampus oleh pukulanku tadi. Heh, kau telah bertemu orang yang kau cari-cari, anak muda. Apa perlumu dan siapa namamu!"

Thai Liong terkejut oleh sepasang mata tanpa manik-manik ini. Mata itu seakan buta namun dari situ muncul cahaya kebiruan yang penuh getaran gaib. Cahaya ini menusuk tembus sampai ke tulang sumsumnya, memaksa ia tunduk dan berlutut! Dan ketika Thai Liong hampir saja terkuasai getaran ini, sepasang kakinya hampir membengkok mendadak ia sadar bahwa nenek ini bukan main-main kepadanya. Sekali ia berlutut dan dikendalikan maka pikirannya akan hilang dan selamanya lenyap terbawa kekuatan gaib nenek itu.

"Aaahhhhhh...!" Thai Liong rnengeluarkan seruan panjang dengan suara tinggi. la cepat menguasai dirinya lagi begitu nenek itu hendak menguasainya. Ia berontak. Dan ketika ia berhasil dan getar cahaya gaib itu buyar, sinar kebiruan itu tak lagi menusuk maka pemuda ini membungkukkan tubuhnya berseru nyaring, mengerahkan khikang atau tenaga suara melawan bentakan nenek itu.

"Locianpwe, aku Thai Liong putera ayahku Pendekar Rambut Emas. Aku ingin menuntaskan masalah adikku denganmu. Nah, biarkan Puteri Es menjadi isterinya dan restuilah perjodohan mereka!"

Nenek itu tak bergeming. Tak ada gerakan di wajahnya yang keriput dan Thai Liong harus mengakui bahwa di masa mudanya nenek ini cantik sekali. Garis-garis kecantikan itu masih nampak nyata, terutama di hidung dan bibirnya. Tapi ketika yang keluar adalah tawa pendek, dingin dan beku maka nenek itu berkata bahwa tak ada yang dapat memaksa nenek itu untuk menjodohkan keluarga Lembah Es.

"Kau anak ingusan bicara apa. Ayahmu sendiri tak dapat memaksaku, bocah, ia kulempar dan kukembalikan ke tempatnya. Enyahlah atau kau tinggal di sini karena kau telah memenuhi peraturan Lembah Es."

"Peraturan apa."

"Kau telah mengalahkan semua murid, kegagahanmu patut dipuji. Kuijinkan kau mengambil satu di antara mereka dan kawinilah!"

Thai Liong surut selangkah, berubah. "Apa? Locianpwe justeru menjodohkan aku dengan seorang murid di sini?"

"Benar, dan aku yakin kegagahanmu, anak muda. Kau telah mampu menahan pukulanku. Ambillah Yo Lin dan ia paling cocok untukmu!"

Thai Liong berseru tertahan. la menoleh kepada gadis baju merah yang baru ditunjuk. We We Moli menuding dan muridnya tiba-tiba sadar, bergerak dan melompat bangun. Dan ketika gadis itu berlutut melihat supek-bonya, gemetar mawanita sakti ini bertanya, tak menghiraukan Thai Liong.

"Yo Lin, kau suka anak muda ini. Kau mau menikah dengannya?"

Ini adalah kejadian luar biasa. Seratus tahun ini, sejak tokoh-tokoh Lembah Es bermunculan dan silih berganti maka belum ada seorang muridpun yang diijinkan menikah, apalagi ditawari menikah. Maka ketika gadis baju merah itu pucat dan merah berganti-ganti, terisak dan tiba-tiba mengguguk mendadak ia tak dapat menjawab tapi hatinya sungguh bangga dan bahagia bukan main. Begitu bahagianya sampai tak dapat menjawab!

"Hei, jawab!" nenek itu membentak "Kalau tak kulihat kau suka kepadanya tentu kubunuh pemuda ini, Yo Lin. Jawab apakah kau suka atau tidak!"

Gadis itu mengguguk, mengangguk-angguk.

"Aku tak butuh anggukanmu, jawab suka atau tidak!"

"Teecu... teecu suka!"

"Kau mencintainya?"

Gadis ini bercucuran air mata, merah padam, tak mampu menjawab.

"Heh, katakan kau mencintainya atau tidak, Yo Lin, suka saja tidak cukup. Katakan kau mencintainya atau tidak!"

"Teecu teecu mencintainya!"

"Nah!" nenek itu membalik, matanya berseri memandang Thai Liong. "Calon pengantinmu sudah siap, anak muda. Kehormatan besar bagimu mendapatkan seorang murid Lembah Es. Kalian kurestui, hari ini juga menikah!"

Murid Lembah Es tiba-tiba bersorak. Mereka yang tadinya takut-takut dan pucat memandang nenek itu tiba-tiba melompat bangun dan berteriak satu sama lain. Begitu gembiranya mereka bahwa pemuda yang mereka kagumi itu menjadi anggauta sendiri, tak perduli kepada Thai Liong yang terbelalak dan berubah melihat itu. Dan ketika di sana gadis baju merah itu bangkit dan menubruk tetuanya, menyatakan kebahagiaan dan terima kasih tiba-tiba Thai Liong mengeluarkan bentakan yang menghantam semua kegembiraan itu.

"Tidak, tidak bisa. Aku tak dapat menikah dengan siapapun!"

Kagetlah semua murid. Penghuni Lembah Es tiba-tiba terbelalak dan pucat memandang pemuda itu. Pemuda ini telah berani menolak putusan We We Moli, bukan main beraninya. Dan ketika semua tersentak dan mundur dengan muka pucat, Yo Lin atau gadis baju merah itu yang paling terpukul tiba-tiba We We Mo li bergerak dan tahu-tahu dengan langkah saktinya yang hebat ia telah mendekati dan mencengkeram leher baju Thai Liong. Amat cepatnya!

"Apa kau bilang. Mati hukumannya bagi yang menolak perintahku, bocah. Jangan coba-coba mengandalkan kepandaian itu untuk menyombongkan diri!"

Thai Liong dilempar dan dibanting. Pemuda ini begitu terkejut hingga tak sempat mengelak, ia tertangkap dan tahu-tahu dibanting. Tapi ketika ia bergulingan meloncat bangun dan mengibaskan bajunya dengan marah Thai Liongpun tak apa-apa dan mencelat menghadapi nenek ini kembali.

"We We Moli, betapapun aku tak dapat menerima keputusanmu. Aku datang bukan untuk mencari jodoh, melainkan membereskan persoalan adikku dengan kekasihnya. Aku minta kau merestui perjodohan Puteri Es dengan adikku!"

Wajah itu terbakar. We We Moli yang semula dingin dan beku tiba-tiba berubah, wajahnya membesi dan merah gelap. Tapi ketika ia masih dapat menahan diri dan merasa kagum, baru kali ini seorang pemuda berani menentangnya terang-terangan maka rasa kagum itu menahannya untuk seketika membunuh, meskipun wajahnya tampak membesi.

"Bocah, belum pernah Lembah Es dihina sehebat ini. Belum pernah kami menerima dan merestui seorang laki-laki mengawini seorang penghuni kami. Dan kau yang mendapat rejeki besar tiba-tiba saja menolak. Sebutkan alasanmu atau mati!"

Thai Liong merasa marah. Ia melihat nenek ini sewenang-wenang dan berwatak kejam. Menanyai seorang murid apakah mencintai seorang laki-laki atau tidak di depan begitu banyak orang lain adalah hal yang baginya tidak etis. Nenek ini seperti seorang ratu yang bicara kepada hambanya saja. la merah padam. Tapi karena kasihan kepada gadis baju merah itu, kini gadis itu terbelalak kepadanya dengan air mata bercucuran maka sejenak pemuda ini tak mampu bicara karena perkataannya tentu menusuk gadis ini.

"Heh, jawab, atau aku tak mau tahu semuanya lagi!"

Thai Liong menelan ludah. "Locianpwe, sebaiknya nona Yo jangan dibiarkan di sini, suruh ia ke dalam."

"Tutup mulutmu. Ini tempat tinggalku, bocah. Katakan alasanmu dan jangan perduli siapapun. Cepat, atau aku tak dapat menahan diri!"

"Baiklah," pemuda itu menjadi marah. "Aku tak dapat menerimanya karena aku sudah menikah, locianpwe, mana mungkin menerimanya karena aku sudah menjadi suami!"

Nenek itu tertegun, tapi tiba-tiba berkata, mengejutkan, "Tak apa, bunuh saja isterimu dan tetap ambil muridku ini!"

"Apa?" Thai Liong menjadi merah. membunuh isteriku? Gila, kau tidak waras, locianpwe. Aku sudah mempunyai anak pula!"

"Bunuh anakmu!"

Thai Liong meledak. Ia melihat betapa nenek ini benar-benar bersikap mau kuasa, segala ucapan dan tindak-tanduknya mau menang sendiri. Maka ketika ia menggeleng dan membentak marah iapun berseru bahwa semua itu tak mungkin dilakukannya. "Aku tak dapat memenuhi perintahmu ysng gila ini. Aku laki-laki yang telah berkeluarga. Aku datang bukan untuk bicara tentang diriku, locianpwe, melainkan adikku dan Puteri Es. Jangan bicara yang lain kecuali ini!"

Yo siocia tiba-tiba melengking. Meloncat dan menghantam Thai Liong melepas kemarahannya. Penolakan pemuda ini terlalu hebat untuknya apalagi peristiwa itu bagi Lembah adalah yang pertama. la telah ditanya kesanggupannya pula, cintanya dan kagumnya kepada pemuda itu. Maka ketika semuanya menjadi hancur dan kebencian serta kemarahan bercampur aduk iapun tak dapat menahan diri dan mencelat menghantam pemuda ini. "Kau atau aku yang mati!" teriaknya.

Akan tetapi Thai Liong mengelak. Ia tahu perasaan gadis itu dan tak mau menangkis, berkellt dan mundur namun gadis ini membalik dan menyerang lagi. Dan ketika ia menangkis dan terpaksa melakukan itu, gadis ini terpelanting mendadak We We Moli tertawa dingin dan mendorong muridnya.

"Yo Lin, minggirlah, ia bukan tandinganmu."

Sebagai gantinya nenek ini bergerak dan menotok Thai Liong. Tidak tanggung-tanggung karena yang ditotok adalah ulu hati, sinar merah berkeredep dari ujung telunjuknya, Hwe-Ci! Tapi ketika Thai liong sudah bersiap dan mengelak serangan ini, disusul oleh tamparan dan totokan yang lain maka pemuda ini mengerahkan sinkangnya dan menangkis.

"Duk-plak!"

Thai Liong terpental tapi nenek itu tergetar. We We Moli melotot namun tertawa dingin, bergerak dan tahu-tahu langkah saktinya dipergunakan lagi. Dan ketika ia bergeser dan maju mendekati Thai iong maka pemuda ini terkejut karena gerak nenek itu jauh lebih cepat daripada yang ia sangka.

"Cep!" leher bajunya kembali tertangkap, diangkat dan tahu-tahu ia sudah dilempar tinggi. Tapi ketika Thai Liong berseru keras berjungkir balik maka pemuda ini sudah kembali lagi dan mengdapi nenek itu.

"Bagus," sang nenek merasa kagum. Kau hebat, anak muda, tapi kau akan ampus di tanganku...crit!"

Jari Api kembali menusuk namun Thai Liong menyambut dengan pukulan tangan kirinya. dari sini ia mengerahkan Sin-tiauw-kang dan mengerahkan tenaga Im (Dingin). Lalu ketika Hwe-ci terpental bertemu pukulannya maka nenek Itu terbelalak dan menyerang lagi, penasaran.

"Kau berani menangkisnya? Keparat terima ini lagi!"

Thai Liong berkelit dan menangkis. Ia harus bergerak cepat karena nenek itu mendekatinya dengan langkah-langkah sakti. ltulah Jit-cap-ji-poh-kun yang amat luar biasa. Dan ketika ia kembali mementalkan Hwe-ci sementara si nenek semakin penasaran mendadak nenek itu berseru keras dan terbang menghantam dirinya, dua tangan mencengkeram dan sepuluh sinar merah mencuat dari ujung kuku yang sudah merah membara!

"Mampus kau!"

Thai Liong terkejut dan tak sempat mengelak. Kali ini nenek itu benar-benar marah dan ke manapun ia pergi tentu diikuti, tak ada jalan kecuali menangkis. Dan ketika Thai Liong mempergunakan Im-kangnya menusuk ke depan maka sepuluh sinar merah itu disambutnya dan terdengarlah ledakan keras ketika Thai Liong terlempar dan terbanting.

"Blaarrrr...!"

We We Moli terkekeh. Selanjutnya nenek ini berkelebat dan mengejar lagi, pemuda itu bergulingan dan menangkis serta mengelak. Dan ketika sekejap kemudian Thai Liong menjadi bulan-bulanan pukulan maka tak lama kemudian tubuh pemuda ini dikelilingi api.

"Supek-bo, jangan bunuh dia!"

Nenek itu menoleh. Yo Lin, muridnya berteriak mintakan ampun untuknya. Ternyata gadis ini benar-benar telah jatuh cinta berat. Dan ketika nenek itu mengangguk dan mengendorkan serangan maka Thai Liong dapat meloncat bangun dan mengeluarkan keringat dingin. Lawan di depannya ini benar-benar hebat dan luar biasa sekali, ia terkurung dan tak dapat keluar.

"Nah, dengar," nenek itu berseru. "Muridku masih menyayang jiwamu, bocah. Kau terima dia sebagai isterimu atau aku membunuhmu!"

"Tidak...!" pemuda ini menggeleng. "Perjodohan tak dapat dipaksa, We We Moli, cinta tak dapat diikatkan begitu saja. Aku sudah beristeri!"

"Kalau begitu ambil dia sebagai isterimu nomor dua, kau laki-laki!"

"Ah, tak mungkin, We We Moli, aku hanya mencintai isteriku seorang!"

"Kau tak mencintainya?"

"Tidak!"

Dan begitu terdengar jerit di sana, Yo-siocia membalik dan berkelebat keluar istana maka nenek ini membentak dan menekan Thai Liong lagi, cahaya biru keluar lagi dari sepasang matanya yang putih mengerikan itu.

"Kau bocah tak tahu diuntung, mampuslah!"

Thai Liong mengelak dan berjungkir balik tinggi. Ia merasa marah sekaligus kasihan kepada Yo-siocia itu. Nenek ini benar-benar mendesaknya dan keterlaluan. Dan ketika pukulan menyambar dan lewat di bawah kakinya, meledak maka pemuda ini sudah turun dan membentak nenek itu. "Locianpwe, kau keterlaluan.Kau merendahkan muridmu sendiri. Mari kita bertanding dan terpaksa aku menghadapimu secara sungguh-sungguh!"

Keluarlah ilmu-ilmu silat Rajawali Merah ini. Ang-tiauw Gin-kang (Ginkang Rajawali Merah) dilepaskan Thai Liong hingga membuat tubuh pemuda itu lenyap menyambar-nyambar. Kakinya tak menginjak tanah lagi dan pemuda Itu mengimbangi ilmu langkah sakti Jit-cap-ji-poh-kun. Hebat yang dilakukan pemuda ini karena We We Moli tiba-tiba terbelalak, pemuda itu mulai dapat berkelit dan menghindar dan tak satupun pukulannya mengenai lagi. Dan ketika pemuda itu juga membalas dan menampar atau mengibaskan lengan bajunya, nenek ini membentak tiba-tiba wanita Lembah Es itu mengelebatkan lengannya dan menderulah angin dingin dari pukulan Bu-kek-kang.

"Desss!" Thai Liong bergoyang-goyang tapi tidak roboh. Pemuda ini telah mengerahkan Sin-tiauw-kangnya (Tenaga Rajawali Sakti) hingga mampu bertahan. Suara benturan ini membuat anak murid Lembah Es terpekik dan terlempar, mereka terbawa oleh hempasan angin pukulan itu. Dan ketika nenek itu mendelik karena Thai Liong tak apa-apa, membentak dan berkelebat lagi maka tangan kirinya meluncur dan sinar putih melesat dari sini.

"Cret!" pilar istana berlubang. Thai Liong mengelak dan nenek itu marah, menuding dan kembali cahaya putih itu bekeredep. Dan ketika kembali pemuda ini mengelak dan membalas maka Sin-tiauw-kang menyambar dan menghantam nenek itu.

"Desss!" si nenek bergoyang-goyang merasakan pukulan lawannya ini. Meskipun tidak roboh namun ltu membuatnya marah, ia menggeserkan kaki dengan cepat dan kali ini Thai Liong lambat berkelit, telapaknya menyambar pundak pemda itu. Namun ketika Thai Liong juga bergoyang-goyang dan tidak roboh, nenek ini menjerit maka suaranya menggetarkan lembah sementara anak-anak murid terlempar dan terbanting. Kaget oleh jeritan suara tinggi itu.

"Hyaahhhhh!"

Thai Liong menyurut dan menangkis. Ia mengerahkan sinkangnya melindungi isi dada, jerit atau pekik itu bukan sembarangan karena penuh terisi tenaga sakti. Bantengpun bisa mencelat oleh pekik ini. dan ketika pemuda itu tergetar dan melindungi isi dadanya, si nenek melotot maka menyusullah serangan beruntun yang membuat Thai Liong terdesak, ganti-berganti menerima pukulan dan kian lama pukulan nenek ini kian dingin. Bu-kek ang sudah membuat beku udara di sekitar tempat itu, para murid mundur dan beringsut, tetua mereka mulai marah.

Dan ketika nenek itu menggerakkan langkah-langkah kakinya dengan cepat dan untunglah Thai Liong sudah pernah menghadapi ini, ketika bertanding dengan tokoh-tokoh Pulau Api maka sejenak pemuda itu mampu menjaga diri dan berkelit serta menangkis setiap pukulan yang amat berbahaya, dahsyat meledak-ledak! Namun nenek itu merobah-robah gerakan. Thai Liong dibuat bingung ketika betapa seluruh bagian tubuh nenek ini mulai menyerang. Siku dan lutut bergerak naik turun sementara ujung baju dan rambut tak mau kalah. Bahkan, dahi nenek itupun dipakai menyerang, menanduk bagai kerbau betina yang sedang gila!

Dan ketika bagian-bagian lain juga ikut menyusul seperti anting-anting atau gelang di tangan nenek ini, gelang akar bahar maka Thai Liong benar-benar sibuk karena demikian banyaknya ia diserang. Pemuda ini seakan menehadapi banyak orang! Akan tetapi Thai Liong adalah pemuda gemblengan. Pemuda itu sudah memiliki ilmu silat tinggi dan mapan, dia adalah gemblengan Sian-su si kakek dewa. Dan ketika semua itu dapat ditahan dan dibalasnya, We We Moli beringas akhirnya nenek ini berkemak-kemik kemudian mengeluarkan bentakan.

"Kau anak kecil yang tak dapat berbuat apa-apa. Lihat lima ekor harimauku menerkammu!"

Thai Liong terkejut. Murid Lembah Es berteriak karena begitu We We Moli menggerakkan tangan ke depan mendadak dari kelima jarinya meluncur lima harimau tinggi besar yang menerkam Thai Liong. Kejadian ini membuat murid-murid ketakutan dan cerai-berai, saling tabrak dan berlarian untuk akhirnya bersembunyi , di balik bangunan. Mereka mengintai dan pucat.

Tapi ketika Thai Liong mengeluarkan bentakan pula dan mendorongankan tangan kirinya ke depan, mengerahkan tenaga batin mengusir bayang-bayang harimau maka pemuda ini melihat bahwa yang sesungguhnya mengancamnya itu bukan lain kuku si nenek yang tajam dan panjang-panjang. We We Moli mengeluarkan sihir.

"Plak-plak-plak!"

Kuku ditangkis dan mencengkeram Thai Liong. Pemuda ini merasakan betapa ujung kuku yang tajam bagai belati menusuk kulitnya, cepat mengerahkan sinkang hingga kuku tak mampu menembus. Dan ketika nenek itu terbelalak dan mengeluarkan bentakan lagi maka Ngo-thian hoat-sut (Sihir Lima Langit), ilmu yang dulu dimiliki mendiang Dhiran Sing menghantam Thai Liong lebih hebat lagi, getar suaranya menembus langit.

"Anak muda, nagaku marah kepadamu. Serahkan kepalamu!"

Seekor naga menyembur dahsyat dari telapak nenek ini. Begitu dibuka naga itu meloncat, terbang dan menyambar Thai Liong dengan suaranya yang dahsyat. Mulut yang terbuka lebar itu mengeluarkar api! Tapi ketika Thai Liong membentak dan menambah tenaga batinnya untuk memandang jelas maka dilihatnya bahwa yang meluncur ke arahnya itu adalah gelang akar bahar yang menyambar dahinya

"Praakkkk!"

Orang melihat naga itu hancur dipukul. Thai Liong menghantam kepalanya dan murid-murid Lembah Es terbelalak. Mereka kagum dan juga ngeri oleh peristiwa itu. Tapi ketika sang nenek membetak dan menyusul bertubi-tubi maka anting-anting dan benda-benda lain akhirnya lepas dan menyambar pemuda ini, semua berganti ujud!

Sibuklah Thai Liong. Kalau ia tak memiliki kekuatan batin untuk menahan pengaruh bentakan itu, sihir yang amat kuat tentu ia betul-betul akan melihat mahluk aneh berseliweran naik turun. pertama adalah Siluman bertubuh kuda, lalu singa bertubuh manusia. Dan ketika berturut-turut yang menyambar adalah mahluk aneh. jadi-jadian semua maka pemuda ini menampar dan mengebut dan semua ilmu sihir itu akhirnya hancur.

"Arggnhhhhr...!"

Muncullah kini raksasa besar. berlengan sepuluh. Mahluk itu menyambar Thai Liong dan pemuda ini terkejut. la tak tahu itu karena saat itu We We Mo-li mengebut ke depan. sesuatu menyambar dan menghalang pandangannya. Tapi ketika pemuda ini mendorongkan kedua tangannya menghalau semua itu maka nenek ini tiba tiba menyelinap kebawah dan kedua telapaknya menghantam perut Thai Liong.

"Plak!" Thai Liong terlempar dan mencelat delapan tombak. Raksasa itu akhirnya dihancurkan dan ternyata saputangan hitam yang tadi melilit rambut si nenek. Terhalang pandangannya oleh sihir membuat pemuda ini lengah oleh pukulan di bawah, mengeluh tapi untunglah sinkangnya benar benar kuat.

We we Moli terbelalak pemuda itu masih dapat meloncat bangun, pemuda ini terhuyung dan hanya sedikit menyeringai saja. Dan ketika ia membentak dan maju lagi akhirnya Thai Liong dlbuat kewalahan karena ganti-berganti nenek itu merobah-robah pukulannya dengan beragam ilmu yang semua dahsyat. Rajawali Merah ini terdesak. Betapapun yang ia hadapi adalah seorang tokoh lihai kelas atas, sesepuh Lembah Es yeng tak dapat dihadapi oleh dedengkot Pulau Api. Wanita itu mengeluarkan bermacam-macarn ilmu mulai dari Pek-hong-koan-jit sampai totokan Hwe-ci, sihir Ngo-thian-hoat-sut sampai bentakan-bentakan yang menggetarkan istana.

Dan ketika la kalah pengalaman dan kalah ragam, We We Mo li memang wanita luar biasa maka pemuda ini tak dapat bertahan dan langkah-langkah sakti Jit-cap-ji-poh-kun akhirnya mengejar dan menindih Ang-tiauw Gin-kangnya. Thai Liong mandi keringat! Namun wanita Lembah Es ini diam-diam kagum bukan main. la sudah menyerang lima puluh jurus namun pemuda itu belum juga dirobohkannya. Kalau hal ini dilihat orang lain tentu namanya bakal tercoreng.

Maka ketika ia melengking dan merobah gerakan dengan tubuh merunduk, sepasang lengan bergerak mendorong tiba-tiba wanita yang sudah marah sekali ini melepas Bu-kek-kang dengan dua tangan berbareng, telapaknya terbuka menghadap ke depan dan, sinar kebiruan-pun meluncur diiringi suara menggelegar.

"Awas, kongcu!"

Thai Liong terkejut. Ia tak tahu siapa yang berteriak dari kelompok murid-murid Lembah Es itu, mereka bersembunyi dan hanya menonton dari balik bangunan istana. Tapi melihat betapa udara tiba-tiba membeku dan dingin luar biasa, pohon-pohon berderek dan berdiri kaku maka Thai Liong tak sempat berpikir panjang kecuali menangkis dan mengerahkan Sin-tiauw-kangnya rnenyambut dorongan sepasang lengan itu, lengan yang sudah menjadi kebiruan dan berkilau-kilauan bagai bara api yang panas.

"Desss!" Thai Liong tersentak dan mencelat menabrak tembok. la terdorong begitu kuat hingga terangkat naik, bertahan namun Wanita itu menambah tenaganya. Dan karena bukan maksudnya untuk mengadu jiwa sementara nenek itu rupanya bersungguh-sungguh, Thai Liong mengeluh maka ia terbanting namun bergulingan meloncat bangun, pucat!

"Locianpwe, aku tidak berniat mengadu jiwa. Aku tak suka kita saling bunuh!"

"Rasakan" nenek itu mengejar dan tak perduli lagi, penasaran, pemuda itu masih juga dapat melompat bangun. "Kau harus mampus di tanganku, anak muda, atau menerima muridku dan menikah!"

Thai Liong marah. Sekarang nenek ini sudah menjurus ke pertandingan mati hidup dan ia menjadi terbakar. Namun karena sekali lagi bukan maksudnya bertempur adu jiwa, pula yang dihadapi adalah seorang locianpwe (tokoh tua) tingkat atas maka Thai Liong malah menahan dirinya dan menerima pukulan itu dengan satengah-setengah. Tapi yang celaka justeru dirinya! Semakin ia terdesak semakin nenek itu berbinar-binar.

Dari sepasang mata yang putih mengerikan itu keluar bola cahaya yang amat menyeramkan. Bola ini menyambar bagai laser dan apapun, berlubang, istana juga mulal bergoyang dan bangunan depan akhirnya roboh. Dan ketika Thai Liong terkejut oleh sinar biru ini, tanda pengerahan puncak liu-kek-kang yang amat dahsyat akhirnya seluruh tubuh nenek itu menjadi biru dan redup bagai terbakar!

Terkesiaplah pemuda ini. Akhirnya ia tahu rasa penasaran di hatl nenek itu. Pertandingan sudah berjalan seratus jurus akan tetapi dia masih dapat bertahan, inilah yang membuat nenek itu marah. Dan ketika bola cahaya ltu menyambar disusul cahaya di sepasang lengan nenek ini, Thai Liong jatuh bangun akhirnya tubuhnya terjilat dan terbakar. Bu-kek-kang sudah mencapai puncaknya hingga seperti api, atau es yang amat luar biasa dingin.

"Klap-klap!" Baju dan pakaian pemuda ini hangus. Thai Liong melempar tubuh tapi tiba-tiba kaku dan tepat ia menjadi terkejut maka nenek itu berkelebat dan telapaknya yang sudah kebiruan menyambar kepala pemuda ini.

"Heh-heh, sekarang kau mampus. Lenyaplah, anak muda. Kau tak dapat mengalahkan We We Moli!"

Udara yang membeku dan hawa dingin yang luar biasa menbuat Thai Liong tak dapat bergerak. Dia sudah mengerahkan tenaga Yang-kang (Panas) namun tak dapat menembus hawa dingin itu, jelas ia kalah kuat. Tapi begitu ia meledakkan ke dua tangannya mengeluarkan bentakan keras maka nenek itu terkejut karena pemuda itu tiba-tiba lenyap. Sebungkus asap putih melesat dan menghilang di udara.

"Desss!" telapak nenek ini menghantam tempat di mana tadi Thai Liong berada. Tempat itu hancur lebur sementara api biru menyembur, naik ke atas dan meledak untuk kemudian pecah berwarna-warni. Istana bergoyang-goyang dan hendak roboh. Alangkah dahsyatnya pukulan itu. Tapi ketika nenek ini terbelalak dan mencabut tangannya, Thai Liong mempergunakan Beng-tau-sin-jin untuk menyelamatkan diri maka terdengar tawa bergelak menggetarkan lembah.

"Bagus, ha-ha bagus, We We Mo-li. Akan tetapi pemuda itu ada disana. Lihat, ia di sana!"

Dua orang muncul di atas bukit. Sepasang Hantu Hitam dan Putih, dedengkot Pulau Api tiba-tiba menampakkan diri situ tertawa-tawa. Mereka menonton pertandingan itu sementara di tangan nasing-masing terdapat dua orang muda yang meronta-ronta. Mereka ini bukan lain adalah Soat Eng dan Siang Le. Dan ketika We We Moli terkejut oleh datangnya iblis itu, sejenak tertegun tiba-tiba membentak dan melepaskan pukulan atas bukit itu.

"Manusia-manusia busuk, enyahlah!"

Namun dua orang itu lenyap. Pukulan menghantam puncak gunung dan terdengar suara dahsyat, gunung itu gugur. Tapi karena Hantu Putih dan Hitam sudah menarik kepalanya, tahu kedahsyatan sesepuh Lembah Es maka mereka menghilang dan tahu-tahu muncul di gunung yang lain.

"Ha-ha, musuhmu pemuda itu, Mo-li, bukan kami"

"Benar, atau kami membantu pemuda itu. Ha-ha, kau pilih mana yang kau suka, Mo-li akan tetapi kami sendiri masih ingin menonton. Heii... pemuda itu di sana....!"