Putri Es Jilid 12 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Karya Batara

“PUTRI ES...!"

Beng An terkejut dan meloncat bangun. Ia sudah melihat puteri ini namun pandang mata sang puteri yang berkilat marah membuatnya tertegun. Sang Ratu tidak senang! Dan ketika ia tergetar namun menjura memberi hormat maka Beng An berseru,

"Puteri, maafkan aku. Datangnya orang-orang ini membuat aku terpaksa balik ke mari. Aku bertemu mereka di tengah jalan, aku curiga dan membuntuti. Dan karena benar mereka menyerbu Lembah, maka aku sedang berpikir apakah menolong Thio-cici atau Yo-siocia!"

"Hm, inilah kutuk itu," Puteri atau Ratu Es bicara, dingin, tak bersahabat. "Kau lihat bahwa kedatanganmu ke mari membawa sial, Kim-kongcu. Akibat ulahmu maka kami menghadapi kerepotan. Apa jawabmu kalau sudah begini!"

"Aku... aku menyesal. Tapi aku siap membela dan melindungi kalian, Puteri. Aku akan menghadapi orang-orang itu terutama bekas suhengku itu!"

"Suhengmu? Pemuda bermuka kehijauan itu?"

"Benar, dia bukan anggauta Pulau Api, Puteri. Dia suhengku San Tek. Entah bagaimana bertemu orang-orang Pulau Api dan kini dibujuk membantu. Dia bekas suhengku dan pukulan Im-kan-thai-lek-kangnya berbahaya. Hanya aku yang dapat menandingi karena aku memiliki Ping im-kang!"

"Hm, tapi kami orang-orang Lembah Es bukan penakut. Kami tak biasa meminta bantuan kalau belum roboh atau binasa. Kau telah membawa malapetaka, Kim kongcu. Dan untuk ini betapapun kau harus bertanggung jawab!"

Beng An menyesal. Ia melihat sikap tawar dari Ratu itu dan sedih. Tapi ketika ia merasa bersalah dan menjadi muram mendadak bantingan kecil Ratu itu membuat tanah yang diinjak terjeblos. Beng An berteriak ketika tiba-tiba tubuhnya amblong ke bawah. Jurang salju menerima tubuhnya. Dan ketika ia terpelanting dan meluncur deras, hal itu sungguh tak disangkanya maka Ratu atau Puteri Es itu berkelebat pergi, sayup-sayup suaranya terlepas.

"Kim-kongcu, kau harus tinggal dulu di situ sampai selesainya pertempuran ini. Kalau kami menang kau selamat, tapi kalau kami kalah kaupun bakal terkubur hidup-hidup sampai mampus!"

Beng An tak mendengar Iagi kata-kata berikutnya. Ia terkejut bukan main ketika tubuhnya meluncur di tempat kedalaman tak terukur. Rasanya ia terus terjeblos tiada habisnya, suara angin di kiri kanannya bergemuruh cepat. Ia sudah menggerakkan kaki tangan mencari pegangan namun sumur atau lubang itu rupanya dalam sekali. Dan Ketika ia terbanting dan terjerembab di tempat dingin, suasananya gelap gulita maka Beng An mengeluh dan kalau sebelumnya ia tidak mengerahkan sinkang melindungi tubuh tentu kaki atau tangannya remuk.

"Bluk!" Gumpalan salju memuncrat. Beng An merasa nanar dan untuk sejenak dia pening. Jatuh dari tempat setinggi itu seolah jatuh dari langit saja. Untung, berkat tubuhnya yang kuat ia tak sampai menderita. Kalau orang lain tentu sudah tewas. Dan ketika ia bangkit terhuyung tapi jatuh lagi, kakinya terbenam di tempat dingin beku tahulah Beng An bahwa ia jatuh di sumur salju yang kedinginannya di bawah titik beku!

Udara luar biasa dingin dan baju atau pakaian yang melekat seketika menjadi lempengan keras. Sukar baginya untuk bergerak. Tapi karena Beng An memiliki Ping-im-kang dan ilmu ini membuatnya menyatu dengan keadaan maka suasana dingin yang menusuk tulang itu tak berapa membawa pengaruh. la bangkit dan mendongak ke atas tapi semuanya gelap. 

Tempat itu demikian tinggi hingga lubang di atas menutup rapat. Dapat dibayangkan betapa tingginya tempat itu. Beng An tak tahu bahwa ia terbanting di sebuah sumur hukuman yang dalamnya dua ratus tombak. Sumur ini adalah sumur pembuangan bagi murid-murid yang melanggar dosa, dosa berat tentunya.

Maka ketika ia meraba-raba dan tiba-tiba memegang sesuatu, seperti barang pipih atau bulat tiba-tiba ia meremang karena yang dipegang adalah tengkorak manusia. Bersamaan itu terdengar suara berkelotakan dan tengkorak yang dipegang runtuh. Beng An mundur tapi kakinya menginjak lagi barang yang sama, berkelotak dan ternyata tak kurang dari tujuh tengkorak menemaninya di sumur dalam itu. Dan ketika ia mengkirik dan menepuk dinding sumur membuat percikan api maka terlihat bahwa ia berada di tengah-tengah sekumpulan tengkorak-tengkorak wanita dengan rambut panjang mereka.

"lhh..!" Beng An merasa seram. "Tempat apa ini? Kuburan? Sialan, Puteri Es sungguh tak berperasaan. Aku dijadikan satu dengan tulang-belulang. Keparat, aku harus keluar!" namun ketika jarinya menancap di dinding yang licin keras, dinding es yang tercipta ribuan tahun maka Beng An tertegun karena tak mungkin ia merayap naik. Lubang yang dibuat akan segera pecah dan runtuh ke bawah, kalau dia mengerahkan sinkangnya.

"Hm, sialan. Puteri Es sungguh-sungguh ingin menghukum aku. Tapi kalau aku tak dapat keluar dari tempat ini percuma saja aku menjadi murid Sian-su!" dan Beng An yang menggosok lalu meledakkan telapak tangannya akhirnya mengeluarkan Pek-sian-sutnya itu dan tiba-tiba tubuhnya berubah menjadi asap putih yang melayang dan akhirnya naik ke atas, ilmu roh!

Beng An tak perlu susah-susah. Kalau pun ia dapat memanjat naik mempergunakan tenaga tentu sampai di atas ia bakal kehabisan napas. Apalagi merayap seperti itu belum tentu selamat, karena dinding es yang ditusuk bakal pecah dan runtuh. Maka ketika Pek-sian-sut adalah satu-satunya cara menyelamatkan diri, Beng An memang telah memiliki kesaktian ini maka dengan mengagumkan pemuda itu telah sampai di atas, meledakkan tangannya kembali dan lenyaplah ilmu roh terganti ilmu biasa lagi.

Pemuda itu muncul sebagaimana ujudnya semula. Dan ketika Beng An tersenyum dan mengibaskan bajunya yang beku terkena salju maka pemuda ini menonton lagi ke depan di mana pertempuran atau pertandingan orang-orang Pulau Api dan Lembah Es berlangsung. Dan Beng An terkejut. Di gunung kelima, di mana Thio Leng bertempur hebat dengan ketua Pulau Api ternyata sudah terdapat perobahan. Di gunung itu, bukan bayangan Thio Leng yang berkelebatan melainkan bayangan Puteri Es sendiri.

Thio Leng sudah berpindah ke gunung nomor empat karena di sana ia sudah bertanding hebat dengan wakil pertama ketua Pulau Api, Bu Kok yang berwajah kemerah-merahan dan berkalung rantai perak itu. Dan ketika di tempat lain jago-jago Lembah Es juga sudah bertanding dengan lawan mereka yang imbang, Sui Keng sudah menghadapi See Lam menggantikan adiknya Yo Lin maka sumoi dari Thio Leng itu bertarung seru dengan tokoh nomor tiga dari Pulau Api.

Thio Leng, tokoh nomor dua sudah menghadapi Bu Kok yang juga tokoh nomor dua dari Pulau Api. Tokoh nomor satu yakni sang ketua sendiri sudah bertanding hebat di puncak gunung kelima. Para wakil mereka sudah bertanding tak kalah seru di bawah. Dan karena masing-masing sudah mendapat lawan setimpal dan gadis baju merah atau Yo Lin itu bebas dari tekanan See Lam, tokoh nomor tiga dari Pulau Api karena encinya maju membentak menghadapi laki-laki berpakaian indah itu maka gadis ini meluncur dan melabrak ke bawah. Dia merupakan tokoh sisa yang tak mendapat lawan.

Tiga tokoh Pulau Api telah saling berhadapan dengan tiga tokoh Lembah, yakni ketua dan dua wakilnya yang bertanding di gunung nomor lima dan empat itu. Maka ketika dia bebas dari tekanan See Lam karena sucinya Sui Keng sudah menghadapi tokoh Pulau Api itu, gadis ini berkelebat dan mencari lawan maka kebetulan yang paling dekat adalah Yang Tek, murid utama Pulau Api. Pemuda tinggi besar itu bertanding hebat dengan Ui Hong, gadis baju kuning. Mereka imbang karena masing-masing adalah murid utama dari tempat mereka.

Baik Yang Tek maupun Ui Hong saling desak-mendesak. Bu-kek-kang bertemu Giam-lui-ciang dan karena masing-masing mencapai taraf yang sama dari ilmu mereka maka pertandingan dua anak muda ini hebat dan menegangkan. Berapa kali keduanya terlempar dan terhuyung. Maka ketika Yo Lin tiba-tiba masuk dan gadis baju merah itu tiada lawan, dia di atas Yang Tek tapi seusap di bawah See Lam tokoh nomor tiga maka begitu menyerbu Yang Tek pun terjengkang.

"Ui Hong, terlampau lama kau menghadapi lawanmu ini. Biar kubantu, dan kita bunuh pemuda jahanam ini.... dess!"

Yang Tek berteriak dan terlempar terguling-guling. Dia sedang menghadapi serangan Ui Hong ketika tiba-tiba saja gadis baju merah itu berkelebat. Tamparan atau pukulan Bu-kek-kangnya tentu saja jauh lebih hebat daripada Ui Hong. Maka ketika pemuda itu berteriak dan terlempar bergulingan, Ui Hong mengejar dan menyusuli dengan pukulan lagi maka pemuda tinggi besar dari Pulau Api itu mengeluh, mengelak dan menangkis tapi gadis baju merah datang lagi. Yo Lin atau gadis ini memang benci kepada Yang Tek. Pemuda itu memperkosa Hwa Seng murid Lembah Es.

Maka ketika gadis itu menghajar lawan dan Yang Tek terbanting lagi dengan muka pucat maka pemuda itu jatuh bangun tak mampu membalas, mengeluh dan memaki lawan namun gadis baju merah tak perduli. Dia memang bergerak bebas untuk mencari lawan baru, terutama lawan yang berbahaya bagi murid-murid Lembah Es.

Masih banyak terdapat pertandingan lain dan inilah untungnya penghuni Lembah, karena mereka memiliki kelebihan seorang tokoh yang dapat bergerak dan menyerang orang-orang Pulau Api. Tapi ketika Yang Tek bergulingan ke sana-sini dan mengeluh mencari perlindungan tiba-tiba pemuda ini berteriak kepada San Tek si gila yang lihai, yang waktu itu tertawa-tawa dikepung para murid Lembah Es yang tentu saja tak dapat menandingi.

"San-taihiap, bantu aku. Tolong, aku dikeroyok dua wanita curang...!"

Si gila itu menoleh. Pertandingan memang berlangsung seru namun jarak satu dengan yang lain sesungguhnya tidak terlalu jauh. Mulai gunung pertama sampai gunung kelima di mana ledakan-ledakan Bu-kek-kang bertemu Giam-lui-ciang cukup menggetarkan. Masing-masing dapat melihat kalau yang lain minta tolong. Maka ketika Yang Tek bergulingan lagi menerima Bu-kek-kang yang dahsyat, tak sanggup menghadapi dua wanita sekaligus maka San Tek yang memang diminta bantuannya untuk menolong Pulau Api tiba-tiba terkekeh dan mendorong empatpuluh murid Lembah Es yang mengeroyok.

"Heh-heh, kau lemah, Yang Tek. Tolol. Kenapa bingung menghadapi dua gadis lawanmu ini. Lihat, mereka kulempar ke atas.... dess!" dan Im-kan-thai-lek kang yang meluncur dari tangan pemuda itu tiba-tiba menghantam kepungan menerobos ke arah Yo Lin dan Ui Hong.

Dua gadis itu terkejut sementara anak-anak-murid terpekik. Mereka terdorong dan terlempar oleh hawa pukulan Im:kan-thai-lek-kang ini. Hawa panas dari si gila itu amat dahsyat dan tentu saja mereka tak kuat. Maka ketika mereka terlempar ke kiri kanan sementara Im-kan-thai-lek-kang masih terus menyambar Ui Hong dan gadis baju merah, menangkis Bu-kek-kang yang menghajar Yang Tek maka dua gadis itu mengeluh, dan terlempar ke udara. San Tek memang terlampau dahsyat dan Yo Lin gadis baju merah sudah merasakan.

Tadi gadis itu juga menusuk si gila itu tapi pedangnya. patah. San Tek tertawa-tawa namun untunglah anak-anak murid mengeroyok, Yo Lin akhirnya berhadapan dengan tokoh Pulau Api nomor tiga tapi kemudian digantikan encinya Sui Keng, bebas dan menghajar Yang Tek namun si gila itu dipanggil. Yang Tek memang melakukan yang tepat. Dan ketika pemuda itu meloncat bangun sementara si gila tertawa-tawa mengejar Yo Lin, gadis baju merah itu pucat maka Yo Lin mengelak dan menangkis mendapat serangan bertubi-tubi.

Ui Hong sudah dihadapi Yang Tek lagi dan murid utama Pulau Api itu tertawa bergelak. Timbul semangatnya untuk membalas, Ui Hong diejek. Dan ketika di sana gadis baju merah itu kewalahan menghadapi San Tek, si gila melancarkan pukulan-pukulan Im-kan-thai-lek-kang maka Yo Lin membentak menyuruh para murid membantu.

"Bunuh si gila ini. Keroyok sampai mampus!"

Para murid menerjang lagi. Yo Lin adalah tokoh nomor empat dan kedudukannya di situ cukup tinggi. Dan ketika San Tek kembali dikeroyok puluhan gadis Lembah maka Yo Lin berjungkir balik dan melesat ke arah Yang Tek. "Ui Hong, jahanam ini beraninya kalau minta bantuan. Cabut pedangmu, dan bunuh dia!"

Yang Tek terkejut. Gadis baju merah itu datang lagi setelah meninggalkan San Tek yang dikeroyok puluhan wanita cantik. Dia baru saja bersenang diri karena berhadapan lagi dengan lawannya satu lawan satu. Maka ketika lawan bertambah seorang dan gadis itu masih di atas Ui Hong, ia pucat maka ia melempar tubuh, berguling. ketika Bu-kek-kang menyambar.

"San-enghiong, tolong...!"

San Tek terbelalak. Ia melotot melihat Yo Lin meninggalkannya berjungkir balik, kembali menyerang Yang Tek. Maka ketika tiba-tiba pemuda itu berteriak lagi dan ia membentak maka lima puluh murid disapu roboh dan si gila itu mengejar Yo Lin. "He, kau. Tak boleh kau mengganggu Yang Tek, nona. Biarkan ia bertempur dengan kekasihnya sendiri karena Yang Tek sudah memberi tahu aku bahwa ia ingin main-main dengan temanmu si baju kuning itu!"

Yo Lin marah sekali. Ia mengelak dan menangkis Im-kan-thai-lek-kang tapi lagi-lagi terlempar. Diam-diam gadis ini terkejut karena ilmu yang dimiliki itu jauh di atas tokoh nomor tiga dari Pulau Api, bahkan agaknya masih sedikit di atas sang ketua, tokoh atau orang nomor satu Pulau Api. Maka ketika ia melengking dan membentak mengelak sebuah serangan lagi, Im-kan-thai-lek-kang menyambar samping tubuhnya maka gadis ini berseru agar murid-murid Lembah Es menyerang lagi, ia melompat dan menerjang Yang Tek, menibiarkan si gila itu dikeroyok anak buahnya.

Tapi San Tek tertawa tergelak-gelak. Pemuda ini tak mau lagi melayani anak-anak murid karena ia mengibas dan merobohkan mereka itu. Belum mereka datang iapun sudah melepas pukulan panasnya itu hingga gadis-gadis Lembah Es tak kuat, siapa yang coba memaksa hangus terbakar! Dan ketika semua ini membuat ia mampu mendekati lawan, gadis baju merah itu kelabakan akhirnya satu pukulan Im-kan-thai-lek-kang mengenai pundaknya.

"Ha-ha, tak boleh kau mengganggu Yang Tek, nona. Sudah kubilang biarkan ia bersama kekasihnya dan mari kau main-main denganku....dess!"

Yo Lin mengeluh berjungkir balik. la marah dan panas sekali oleh kata-kata ini. Ui Hong bawahannya itu dianggap kekasib Yang Tek. Mana ia sudi! Namun karena si gila itu benar-benar lihai dan Yang Tek tertawa bergelak, maju dan kembali menghadapi lawan maka pemuda itu berseru biarlah San Tek mendapatkan gadis baju merah itu.

"Ha-ha, dan kau boleh tangkap dan robohkan lawanmu itu. Jangan segan-segan merobohkan gadis-gadis Lembah Es, San-enghiong. Kau tangkaplah gadis baju merah itu dan nikmati kemesraan bersamanya. Gadis-gadis Lembah Es semuanya masih perawan!"

"Ihh... aku tidak mau, aku paling takut berdekatan dengan wanita Yang Tek. Mereka bisa menggigit dan mencakar aku seperti kucing. Tidak, tidak aku tak mau seperti kau dan hanya ingin membuat gadis ini takluk dan roboh mengakui kelihaianku.... ha-ha!"

Si gila itu yang mendesak dan mendorong-dorongkan lm-kan-thai-lek-kangnya akhirnya membuat gadis baju merah jatuh bangun, cob bertahan dengan Bu-kek-kang-nya namun kalah kuat. Tingkat kepandaiannya memang kalah dengan si gila ini. Bu-kek-kang yang dimiliki masih belum mampu menandingi Im-kan-thai-lek-kang yang dipunyai lawan.

Maka ketika sekali lagi San Tek mendorongkan lengannya dan gadis itu terbanting, melempar tubuh bergulingan mendadak Yang Tek yang gemas bahwa San Tek tak segera melumpuhkan lawan tiba-tiba melompat dan menotok gadis yang sedang bergulingan itu. Terlalu berbahaya kalau San Tek berlama-lama main-main dengan gadis baju merah ini. Tapi ketika ia bergerak dan siap menotokkan jari tangan, Ui Hong terkejut pemuda itu meninggalkan dirinya tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan seruan pendek menangkis totokan ini.

"Yang Tek, kau tak malu mengganggu wanita. Enyahlah, dan jangan curang terhadap Yo-siocia ini plak!" dan si pemuda yang terbanting dan berteriak keras tiba-tiba sudah melihat Beng An di situ, berdiri dan marah memandangnya.

San Tek si gilapun berseru tertahan. Tentu saja ia mengenal Beng An yang dulu bekas sutenya ini. Mereka sama-sama pernah menjadi murid Poan-jin-poan-kwi dan San Tek tampak heran, terkejut. Dan karena trauma masa lalu masih membekas di hatinya ketika dulu ia dihajar dan dipukul Thai Liong, ketika ia mencelakai Beng An mendadak si gila itu celingukan ke sana ke mari dan lari meninggalkan Beng An. Menyangka Thai Liong atau ayahnya ada di situ. "Heii, kau Beng An. Celaka. Tentu kau bersama kakak atau ayahmu!"

Beng An tersenyum. Ia telah melihat suasana pertempuran dan yang harus ditolong pertama kali dulu ternyata adalah gadis baju merah ini. Menghadapi pukulan-pukulan Im-kan-thai-lek-kang jelas gadis itu terdesak mundur. Murid-murid Lembah Es tak dapat mengeroyok San Tek lagi karena bekas suhengnya itu mendorongkan tangan lebih hebat, membakar siapa yang datang mendekat dan karena itu bebas mengganggu Yo Lin. Dan ketika gadis itu bergulingan sementara Yang Tek hendak menotoknya, kesempatan itu memang bagus maka ia tak dapat berdiam diri lagi den berkelebat menolong gadis itu. Dan Yang Tek maupun semua anak-anak murid Lembah terkejut.

"Kim-kongcu!"

Pemuda tinggi besar itu terkesiap. la terbelalak melihat San Tek meninggalkan dirinya begitu melihat Beng An. Tentu saja ia tak tahu peristiwa lama yang membekas di hati si gila itu. Dan ketika ia terbelalak dan tertegun maka Ui Hong yang girang menyebut Beng An tiba-tiba berkelebat dan menerjangnya, disusul oleh sorak dan pekik murid-murid Lembah Es yang merasa mendapat bantuan tangguh. Kehadiran pemuda ini membangkitkan semangat semua orang.

Dan ketika pihak Pulau Api justeru tergetar dan kaget oleh kehadiran pemuda itu, Beng An memang telah dikenal kehebatannya maka gadis baju merah yang tertegun dan sejenak bercahaya melihat Beng An tiba-tiba menerjang dan berkelebat pula mengejar Yang Tek, pemuda yang dibencinya itu. Tak ayal Yang Tek lintang-pukang dan dua adik seperguruannya yang bertanding tak jauh dari situ juga terkesiap.

Siauw Lok sedang bertempur hebat dengan Yu Pio, gadis baju hijau. Sementara sutenya, Tan Bong, bertanding melawan gadis baju biru Ing Sim di mana masing-masing desak-mendesak dan pukul-memukul. Mereka imbang karena masing-masing memiliki tingkat yang sama. Di sini Bu-kek-kang maupun Giam-lui-ciang menghadapi lawan setanding. Maka begitu Beng An muncul dan pemuda ini sudah di kenal semua orang-orang Pulau Api, kontan saja mereka kaget dan buyar konsentrasinya maka Siauw Lok maupun Tan Bong kena gempur sebuah serangan lawan yang membuat mereka terlempar.

Ing Sim menghantam putera Tan-pang cu itu sementara Yu Pio menghantam Siauw Lok. Murid nomor dua dan tiga dari masing-masing tempat ini saling tekan-menekan. Maka ketika satu di antaranya terguncang dan kaget melihat Beng An, tak pelak lagi lawan memasuki kesempatan itu maka dua pemuda ini bergulingan dan mereka mengeluh namun ke-duanyu dapat melompat bangun dan pucat.

"Sute, Kim-kongcu itu muncul lagi. la ada di sini!"

"Benar, tapi kita juga memiliki San-siauwhiap, suheng. Ke mana ia!"

"la lari, kaget melihat Kim-kongcu itu!"

"Ah, masa!"

"Benar, dan lihat Yang Tek suheng, sute. la dikejar-kejar Ui Hong dan Yo-siocia. Yang-suheng berteriak-teriak!"

Dua pemuda itu tergetar. Yang Tek, suheng mereka ternyata jatuh bangun menghadapi serangan Yo-siocia dan Ui Hong. Kini dua gadis itu dapat menghajar pemuda ini setelah San Tek ketakutan melihat Beng An. Mereka juga tak tahu peristiwa lama tapi kagum bahwa Beng An mampu mengusir San Tek. Hanya dengan kehadirannya saja pemuda itu mampu menghalau musuh kuat, padahal mereka jatuh bangun di bawah San Tek. Maka ketika kesempatan ada dan mereka mengejar Yang Tek, pemuda tinggi besar itu berteriak-teriak memanggil suhu dan susioknya maka di gunung nomor empat dan lima ini Tan-pangcu maupun sutenya menoleh.

"Keparat, apa yang terjadi. Kenapa kau berteriak-teriak, Yang Tek. Apa mau mu!"

"Tolong, oohh.... aduh! Aku dikejar-kejar musuhku ini, suhu. Mereka curang mengeroyokku. Kim-kongcu, bocah she Kim itu aduh, keparat ia datang.... dess!" dan dua pukulan Bu-kek-kang yang menghantam dan menghajar pemuda itu membuat Yang Tek terbanting dan bergulingan melapor gurunya. Pemuda ini berteriak-teriak dan Bu Kok, tokoh nomor dua Pulau Api terbelalak. la bertanding hebat dengan Thio Leng dan masih belum melihat Beng An.

Tapi ketika di bawah sana murid-murid Pulau Api menjerit dan terlempar oleh bayangan putih yang ber-kelebatan bagai burung menyambar-nyambar, juga murid-murid Lembah yang membuat murid atau anak buah mereka jatuh bangun maka Tan Bong dan Siauw Lok muncul, dikejar oleh gadis baju biru dan hijau.

"Susiok, celaka, San-enghiong menghilang. Kim-kongcu itu datang dan mengobrak-abrik kami!"

"Benar, dan bocah keparat itu membantu musuh, susiok. Kalau tak ada dia kami tak akan kesukaran!"

"Mana San-kongcu itu...."

"Dia pergi, lari. Agaknya pernah dihajar Kim-kongcu itu dan ketakutan... des!" dan Siauw Lok yang menghentikan kata-katanya dihantam Bu-kek-kang akhirnya mengeluh dan bergulingan.

Tan Bong juga mengalami hal yang sama namun untung mereka merupakan pemuda-pemuda kuat yang berdaya tahan tinggi. Hanya Yang Tek yang kewalahan dihajar Ui Hong dan atasannya, gadis baju merah itu. Dan karena semua ini mengacau konsentrasi dan ketua maupun wakil ketua menjadi terganggu maka pukulan Thio Leng tepat mengenai pelipis lawannya sementara Bu-kek-kang yang dilancarkan Puteri Es menghantam dada ketua Pulau Api.

"Augh...!"

"Keparat!"

Dua orang itu terlempar dan bergulingan. Untung, seperti juga murid-murid mereka yang tangguh dua tokoh ini juga memiliki daya tahan luar biasa. Biarpun hawa dingin menyambar membekukan tulang namun Giam-lui-kang di tubuh mereka melindungi. Sinkang dua tokoh itu sudah begitu mendarah daging hingga otomatis melindungi tuannya. Maka ketika mereka meloncat bangun dan muka merah padam, ketua Pulau Api meledakkan tangan maka api menyembur dari telapaknya membalas Puteri Es.

"Han Wei Ling, kau tak dapat merobohkan aku!"

Puteri Es tersenyum dingin. Ia tadi mendapat kesempatan dan memukul lawan cukup telak. Kalau bukan ketua Pulau Api ini tentu terkapar roboh. Tapi ketika lawan membalas dan membentak melepas Giam-lui-ciang, pukulan Petir Neraka itu berbahaya juga maka ia mengelak dan selanjutnya bertempur lagi. "Hmm, kaupun tak dapat merobohkan aku!"

Bu Kok tokoh nomor dua berseru keras. Iapun sudah bergulingan meloncat bangun dan melepas pukulan. Lawan mengelak dan selanjutnya bertempur lagi. Tapi ketika Yang Tek berteriak-teriak dan mengganggil mereka, pemuda itu berlari ke arah suhu atau susioknya maka Tan-pangcu maupun Bu Kok geram. Melepas Giam-lui-ciang ke arah gadis baju merah maupun Ui Hong namun Puteri Es maupun wakilnya menangkis. Yo Lin diselamatkan majikannya sementara Ui Hong dilindungi Thio Leng.

Dan ketika dua gadis itu mengejek dan mengejar Yang Tek, sesekali juga Tan Bong ataupun Siauw Lok maka kedudukan orang-orang Pulau Api ini terdesak dan ketua maupun wakilnya menjadi marah. Namun saat itu si gila muncul. San Tek, yang ketakutan dan lari mengira Thai Liong atau ayahnya di belakang Beng An buru-buru menyelamatkan diri. Ia menghilang dan sejenak menghindar, mau meninggalkan Lembah tapi teringat teman-temannya. Maka ketika Beng An berkelebatan di bawah dan ia naik ke atas maka ditemuinya dua tokoh Pulau Api itu untuk diajak pergi.

"Pangcu, Bu-taihiap, suteku Beng An muncul. Ia mengganggu acara. Mari pergi dan kita tinggalkan saja tempat ini!"

"Heh!" Bu Kok membentak dan tiba-tiba marah. "Kau laki-laki macam apa, San-kongcu, masa ngacir sebelum kalah! Hayo bantu kami dulu dan tangkap Puteri Es dan pembantu-pembantunya ini!"

"Apa, kau berani main perintah dan menyuruh aku? Kurang ajar, kuminta kau baik-baik, Bu-taihiap. Atau kau mampus dan biar aku pergi sendirian!"

San Tek yang marah dibentak Bu Kok tiba-tiba membalik dan berkelebat pergi. Si gila ini ternyata punya perasaan juga dan dapat naik darah. Tapi ketika ia baru berkelebat beberapa meter Tan-pangcu pun buru-buru memanggil, bujukannya lembut.

"San-siauwiliap, tunggu dulu. Puteri Es dan kawan-kawannya ini merendahkan kau. Mereka tak tahu Im-kan-thai-lek-kangmu yang hebat. Coba bantu kami sedikit dan beri mereka pelajaran!"

Si gila merandek. San Tek memang gampang dibujuk dengan kata-kata halus daripada kasar. Dan karena ketua Pulau Api itu menggosok nadi kemarahannya dengan kata-kata menantang, uratnya panas terbakar tiba-tiba ia membalik dan menyerang Puteri Es itu, lawan ketua Pulau Api. "Apa? Ia merendahkan aku? Berani menantang Im-kan-thai-lek-kang? Bagus, boleh kau rasakan pukulanku, Puteri Es. Dan kau rupanya yang membuat Tan-pangcu penasaran.... wheerrrr!"

Api berkobar di kedua lengan si gila itu, menembus kekuatan Bu-kek-kang dan hawa dingin di tempat itu tiba-tiba pecah dibelah. Puteri Es sedang menghadapi lawannya ketika si gila itu menyerang. Ia terkejut. Dan ketika ia mengelak namun diburu, Im-kan-thai-lek-kang itu mengejarnya ke manapun ia pergi maka Puteri ini menangkis tapi ia menjerit tertahan.

"Desss!" Puteri itu terpental dan berjungkir balik ke atas. Ia berseru keras melihat betapa api di lengan pemuda itu tak padam bertemu Bu-kek-kang, tertawa dan si gila itu menerjangnya lagi dengan lebih seru. Kata-kata pangcu benar-benar menusuk kemarahannya. Dan ketika ketua Pulau Api juga berkelebat dan menyerang lawan maka Puteri Es terkejut dan melengking, terpental dan berjungkir balik lagi dan selanjutnya ia dikeroyok dua!

Tentu saja sang puteri pucat dan marah. Ia baru kali itu berhadapan dengan San Tek dan Im-kan-thai-lek-kang yang dipunyai pemuda ini hebatnya tak kalah dengan ketua pulau api. Bahkan, karena Giam-lui-ciang baru dikuasai delapan bagian oleh ketua Pulau Api itu sementara si gila ini tampaknya sudah mahir menguasai ilmunya maka pemuda itu justeru lebih hebat dan berbahaya dibanding Tan-pangcu!

"Keparat, kau licik dan curang, Tan-pangcu. Kau rendah dan tak tahu malu. Kau_telah memasukkan orang luar dalam permusuhan kita!"

"Ha-ha, kaupun memiliki Kim-kongou itu. Lihat ia menghajar anak-anak muridku, Wei Ling, kaupun memasukkan orang luar dan sudah melanggar kebiasaan. Lembah Es ternyata tidak suci lagi!"

"Keparat, jahanam mulut kotor.... des!" dan sang puteri yang terlempar dan berjungkir balik menangkis serangan lagi akhirnya terdesak dan Bu Kok, tokoh nomor dua terbahak-bahak.

"Ha-ha, bagus, San-kongcu, bagus! Robohkan puteri sombong itu dan setelah itu kita robohkan lawanku ini!"

Thio Leng pucat melihat keadaan majikannya yang terancam. Ia membentak dan melengking menghantam tokoh nomor dua itu tapi Bu Kok mengelak dan berkelit. Ada kesan menjaga waktu agar si gila datang membantu. Tapi karena dua tokoh itu melupakan Yang Tek, yang terbelalak dan dihajar Ui Hong maupun Yo-siocia akhirnya pemuda ini menjerit ketika Bu-kek-kang menerpanya, dari kiri kanan.

"Aduh, tolong, suhu mati aku, krek!" pemuda itu berteriak dan terlempar, lupa atau dilupakan suhunya karena sang ketua sedang girang mendesak Puteri Es. Bantuan San Tek benar-benar berharga hingga lawan terjepit. Dan ketika mereka sadar namun pemuda itu terbanting, pundaknya patah maka Ui Hong dan Yo-siocia berkelebat lagi dan menyambar tengkuk pemuda itu dengan tamparan Bu kek-kang.

Kali ini tak dapat dikelit dan pemuda itu terkulai, lehernya tertekuk namun ia masih dapat menggeliat. Yang Tek memang pemuda kuat yang daya tahannya tinggi. Tapi ketika sesosok bayangan ramping berkelebat dan menusuk dada pemuda itu sebatang pedang menancap di jantung maka Yang Tek tewas setelah sejenak melihat bahwa itu adalah Hwa Seng, murid Lembah Es yang dulu diperkosanya.

"Yang Tek, ajalmu tiba. Terimalah kematianmu.... crep!"

Pedang itu bergoyang-goyang dan tinggal di dada kiri memuncratkan darah segar. Hwa Seng tahu-tahu berada di situ dan meninggalkan pertempuran. lapun seperti murid-murid lain juga berjuang dan membela Lembah Es. Namun karena ia melihat datangnya Yang Tek, pertempuran seru antara pemuda itu dengan Ui Hong maka diam-diam ia maju mundur dan menyelinap di arena pertempuran mendekati lawan yang dibencinya ini. Apalagi ketika Yo-siocia mendesak dan membuat pemuda itu kalang-kabut, lari dan akhirnya menaiki gunung kelima meminta pertolongan gurunya.

Dan ketika ia menguntit dan kesempatan itu ada, pemuda ini roboh oleh tamparan Bu-kek-kang tak ampun lagi ia berkelebat menusukkan pedangnya ke dada pemuda itu. Ketua dan wakil ketua Pulau Api sedang sibuk oleh kegembiraannya sendiri melihat munculnya San Tek, betapa si gila itu maju dan mendesak Puteri Es, lupa kepada muridnya dan barulah mereka terkejut ketika Yang Tek tahu-tahu roboh, tertembus pedang Hwa Seng, gadis yang dulu ditangkap di Pulau Api dan dipermainkan mereka. Maka ketika tiba-tiba ketua Pulau Api menjadi marah dan menggeram melepas pukulannya ke arah Hwa Seng maka gadis itu berteriak dan terlempar roboh. Yo Lin terkejut dan menendang anggautanya itu menjauhi pertempuran.

"Hwa Seng, pergilah. Jangan dekati tempat ini!"

Gadis itu mengeluh dan terlempar lagi oleh tendangan Yo-siocia. Pedangnya terlepas dan entah mencelat ke mana. Namun ketika ia bangkit terhuyung dan melihat majikannya terdesak tiba-tiba ia lari turun gunung menjerit, memanggil Beng An. "Kim-kongcu, tolong. Tocu (majikan) dikeroyok manusia-manusia curang!"

Beng An menoleh. Ia terkejut oleh seruan itu dan sesungguhnya menunggu kesempatan untuk naik ke gunung. Ia melihat pertempuran Puteri Es dengan ketua Pulau Api namun tak berani gegabah karena melihat mereka imbang. Waktu itu San Tek belum muneul dan karena itu Beng An membantu saja murid-murid Lembah. Anggauta Pulau Api dijungkirbalikkan dan mereka yang tentu saja sudah mengenal kelihaian pemuda ini menjadi gentar. Dulu dikeroyok semua penghuni saja pemuda ini mampu bertahan. In mampu menandingi ketua dan tokoh-tokoh Pulau Api.

Maka ketika Beng An melempar-lempar mereka dan pemuda itu menunggu kesempatan, pertempuran di atas gunung masih seimbang maka ia tak berani gegabah karena lancang membantu Puteri Es atau wakilnya bisa dianggap hinaan. Pantang bagi tokoh-tokoh besar untuk dibantu sebelum terdesak. Mereka bisa tersinggung dan marah. Maka ketika Hwa Seng tiba-tiba berteriak dan suara gadis itu melengking tinggi, Beng An terkejut maka dilihatnya bekas suhengnya itu mengeroyok sang puteri.

"Suheng, kau tak boleh curang!"

Beng An berkelebat dan melakukan bentakan mengguntur. Suaranya diisi khikang penuh tenaga hingga puluhan lawan mencelat. Getar suara pemuda itu bagai aum singa marah. Hawa suaranya itu mampu mengangkat dan melempar murid-murid Pulau Api. Lalu ketika mereka berteriak dan roboh terguling-guling, tak kuat jantung mereka menerima suara Beng An maka pemuda itu sendiri sudah melesat dan tahu-tahu di atas gunung, menampar dan Ping im-kang menangkis Im-kan-thai-lek-kang.

Saat itu San Tek tertawa-tawa mendesak Puteri Es, Tan-pangelcu juga bergerak dan siap merobohkan majikan Lembah Es itu. Keadaan memang berbahaya, bagi sang puteri. Tapi begitu Beng An datang dan tubuhnya yang berkelebat dari bawah gunung menyambar seperti burung beringas, cepat luar biasa dan tahu-tahu menerima Im-kan-thai-lek-kang maka sambaran hawa dinginnya membekukan tulang dan San Tek yang sedang tertawa-tawa menghantam puteri itu terdorong roboh.

"Bress!" Beng An sudah di tengah-tengah dua orang ini. Ketua Pulau Api terkejut dan Puteri Es juga tampak heran. Beng An tadi dijebloskan ke sumur hukuman namun kini tiba-tiba keluar. Sang puteri kagum dan pancaran matanya itu tak dapat disembunyikan lagi. Beng An tergetar dan membalas senyum. Dua pasang mata kembali beradu namun Beng An berseru meminta maaf menyerang suhengnya lagi.

Dia tak ingin mencampuri pertempuran Puteri Es kalau lawan tak bermain curang, mengeroyok. Dan karena ia juga tak enak dengan ketua Pulau Api yang dulu bersikap ksatria, betapapun lelaki itu gagah dalam pandangannya maka bekas suhengnya itulah yang diserang dan dihalangi. San Tek terkejut dan menangkis dan si gila itu memaki-maki. Dan karena Beng An tahu kelemahan suhengnya ini maka gertakanpun menyambar.

"Suheng, ayah dan Liong-ko menunggumu. Kau akan ditangkap dan diikat kalau tidak cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Hayo kau pergi atau ayah dan Liong-ko ku panggil!"

"Keparat, bocah kurang ajar. Kau mengganggu dan mengacau kesenanganku, Beng An. Kau dari dulu selalu merusak acaraku. Hih, kau harus kupukul dulu dan biar setelah itu aku lari.... des-plak!"

Im kan-thai-lek-kang menangkis pukulan dingin Ping-im-kang dan Beng An ganti terdorong. Suhengnya sekarang sudah memusatkan perhatian dan menemukan kekuatan. Tapi karena ia mengancam dengan nama ayah dan kakaknya, dua orang itu memang paling ditakuti si gila maka Beng An sengaja mengurangi tenaganya hingga pukulan San Tek membuatnya terhuyung-huyung. Suhengnya itu senang dan terkekeh-kekeh, lupa kepada Puteri Es dan kini menyerangnya lagi. Dan ketika untuk kedua kali Beng An dihajar dan jatuh terpelanting, ia sengaja membuat senang suhengnya maka Beng An membentak lagi.

"Cukup, jangan membuat ayah atau kakakku marah, suheng. Atau kupanggil mereka kalau kau masih menyerangku lagi.... des-dess!" dan Beng An yang terguling-guling dihantam Im-kan-thai-lek-kang akhirnya membuat si gila puas dan tertawa-tawa.

Beng An bergulingan meloncat bangun dan saat itu suhengnya berkelebat pergi. Si gila takut ancaman Beng An, terutama kakaknya Thai Liong yang gagah perkasa itu. Dan karena tiga kali ia membuat Beng An jatuh bangun, tak tahu bahwa Beng An tak bersungguh-sungguh melawannya maka kepergian si gila itu mengejutkan Tan-pangcu dan Bu Kok, juga See Lam tokoh nomor tiga.

"Heii, kau mau ke mana, San-enghiong. Hajar dulu lawanmu itu atau bantu kami menangkap Puteri Es!"

"Heh-heh, di sini banyak orang-orang gila. Suteku itu dan ayah atau kakaknya berada di sini, pangcu, melawanpun tak mungkin menang. Ayo kembali saja atau kalian malah roboh!"

Ketua Pulau Api dan dua sutenya pucat. Mereka baru saja mengharap kemenangan setelah San Tek muncul di situ. Dengan adanya si gila ini mereka dapat mendesak Puteri Es. Majikan Lembah yang amat lihai itu jelas terkejut. Im-kan-thai-lek-kang yang dipunyai si gila memang luar biasa. Tan-pangcu sendiri mengakui bahwa Giam-lui-ciang yang dimilikinya kalah hebat, bukan karena ilmunya rendah melainkan karena penguasaan Giam-lui-ciang baru dikuasainya delapan bagian.

Maka ketika tiba-tiba pemuda itu meninggalkan mereka sementara Beng An terlihat jatuh bangun dihajar Im-kan-thai-lek-kang, tak tahu bahwa pemuda itupun hanya berpura-pura agar suhengnya senang maka ketika ancaman dua nama ini membuat kecil nyali si gila tak pelak lagi Tan-pangcu dan sutenya berubah. Beng An sudah diketahui kehebatannya dan pemuda itu masih di atas mereka. Hanya San Tek itulah yang dapat menaklukkan pemuda ini namun celakanya si gila pergi.

Dan karena mereka sudah mulai mendengar akan nama Kim-mou-eng atau Pendekar Rambut Emas, juga Thai Liong Si Rajawali Merah maka mendengar dua nama itu disebut-sebut dan San Tek tampak jerih, mereka tak mungkin berlama-lama lagi maka ketua Pulau Api tiba-tiba membentak dan melancarkan serangan dahsyat.

"Han Wei Ling, kau ternyata menyembunyikan lelaki-lelaki asing di Lembah Es. Kau curang, tak suci lagi. Terimalah Giam-lui-ciangku dan kelak kita bertemu lagi.... siuttt!" pukulan api merah menyambar dahsyat. Giam-lui-ciang dikerahkan sepenuh tenaga oleh ketua Pulau Api itu karena ketua ini marah sekali mengira Lembah Es benar-benar diisi orang-orang luar.

Tan-pangcu mengira bahwa Beng An dan ayah atau kakaknya benar-benar di situ. Maka ketika ia melepas kemarahan dengan mengerahkan segenap tenaga, sutenya Bu Kok juga menghantam Thio Leng dengan kecewa dan penuh kegusaran maka Puteri Es maupun wakilnya ini tak berani main-main. Puteri Es baru saja terlepas dari himpitan San Tek dan itu melegakannya. Tanpa Beng An tak mungkin itu terjadi. Maka ketika ia membentak dan balas memaki lawan, Thio Leng juga melengking menyambut pukulan Bu Kok maka di sana Sui Keng juga menerima hantaman See Lam karena tokoh nomor tiga dari Pulau Api itu juga marah dan mengerti maksud kata-kata ketuanya.

"Blarr-cessshhh..." Api dan es tiba-tiba bertemu. Suaranya mula-mula dahsyat namun diredam oleh pukulan Bu-kek-kang maka pukulan Tanpa Kutub itu membungkam jilatan api merah dari Giam-lui-ciang. Enam tubuh terlempar di udara dan siapapun yang melihat tentu pucat. Suara pertemuan dua tenaga sakti itu mendirikan bulu roma. Puncak gunung seakan roboh dan kilatan api yang menyembur ke ataspun terasa mengerikan.

Tapi ketika padam dan hancur oleh Bu-kek-kang, asap putih dan merah sama-sama membubung ke atas maka ketika dua asap itu lenyap ternyata Tan-pangcu maupun dua sutenya lenyap. Beng An melihat tiga tokoh Pulau Api itu berjungkir balik melempar sisa benturan. Puteri Es dan Thio Leng serta sumoinya juga melakukan hal yang sama. Masing-masing terpental oleh dahsyatnya benturan itu. 

Dan ketika di sana para murid juga berteriak dan terpelanting roboh, suara di atas gunung sungguh menggetarkan maka tiga bayangan berkelebat dan terbang meninggalkan pertempuran dan orang-orang Pulau Api disambar teman-temannya dan Tan Bong maupun Siauw Lok menyambar mayat Yang Tek.

Suheng mereka itu tewas dan gerakan para suhu ataupun susiok mengisyaratkan lari. Mereka bergerak dan mengikuti tetua mereka pula. Dan ketika asap di atas gunung benar-benar bersih dan Puteri Es tampak mengebutknn ujung bajunya yang terbakar, di sana Thio Leng maupun Sui Keng juga terhuyung menegakkan tubuh maka Beng An kagum dan sekali lagi memuji kepandaian orang-orang Lembah Es ini, para wanita yang gagah dan sakti. Namun sebelum ia bicara atau apa maka para murid di bawah berkelebatan ke atas dan Hwa Seng, gadis Lembah Es yang pertama kali dikenalnya maju berlutut, wajahnya berseri-seri.

"Kim-kongcu, terima kasih. Kau telah menyelamatkan tocu!"

"Benar," yang lain tiba-tiba berseru, maju dan sudah berlutut mengerubungi dirinya. "Kau telah menyelamatkan tocu, kongcu, dan juga menyelamatkan kami semua. Lembah Es terhindar dari petaka setelah kau datang!"

"Hm," Beng An kikuk, bergerak dan menyuruh bangun gadis-gadis cantik itu. "Perkataan kalian terlalu berlebihan, para cici. Tanpa akupun tocu kalian masih mampu menghadapi musuh. Tan-pangcu dapat dihadapinya dan tanpa aku majikan kalian luar biasa. Bangunlah, aku datang secara tak sengaja!"

Tapi bayangan merah berkelebat. "Tidak, mereka benar, kongcu. Tanpa kau si gila itu tak dapat kami hadapi. Kau telah menolong kami, juga tocu. Biarlah aku menghaturkan hormat dan terima kasih setinggi-tingginya!"

Beng An terkejut. Yo Lin, gadis baju merah itu tahu-tahu berlutut di depannya dan mencium kakinya. Tentu saja ia kaget dan menarik kakinya itu. Tapi ketika dua bayangan lain berkelebat dan itulah Thio Leng dan Sui Keng, dua gadis tokoh-tokoh Lembah maka Beng An meledakkan tangannya mengeluarkan Pek-sian-sut dan menghilang. Thio-siocia dan Wan-siocia itupun berlutut dan hendak mencium ujung kakinya!

"Heii, gila! Aku tak mau mendapat hormat berlebihan, Thio-cici. Bangun dan jangan membuat aku jengah!"

Semua terkejut. Asap putih meledak dan Beng An lenyap. Itulah Pek-sian-sut yang dikerahkan pemuda ini untuk menolak gadis-gadis itu. Beng An tak mau menerima rasa terima kasih yang berlebihan itu. Thio Leng dan saudara-saudaranya terisak. Mereka dilanda keharuan dan rasa girang. Maka ketika Beng An lenyap dan pemuda itu tak tampak di situ lagi, hanya Puteri Es yang tiba-tiba mendengus dan meledakkan ikat pinggangnya maka Ratu atau Puteri itu dapat melihat Beng An. Sang Ratu lenyap di balik kesaktian sabuk harumnya.

"Kim Beng An, kau memang patut mendapat terima kasih dari anak buahku. Tapi keluarlah, kaupun harus menerima teguran!"

Beng An tersenyum dan melenyapkan lagi Pek-sian-sutnya. Dia mendapat tandingan dan sesungguhnya puteri ini memang hebat. Kalaupun San Tek dapat mengeroyok puteri ini namun kalau sang puteri mempergunakan sabuk harumnya itu belum tentu San Tek dapat mendesaknya. Suhengnya tak memiliki segala macam sihir dan ilmu silatnya benar-benar murni kepandaian biasa, bukan segala macam ilmu batin atau kesaktian sihir. Maka ketika ia muncul lagi namun mengerutkan kening mendengar itu, para murid Lembah juga terkejut mendengar kata-kata majikannya maka Beng An buru-buru menjura dan bertanya,

"Maaf, apa yang telah kulakukan, to-cu. Kesalahan apa yang kuperbuat hingga pantas mendapat teguran. Kalau tentang kedatanganku ini maka terus terang aku tak sengaja, aku telah memberitahumu. Dan untuk kelancangan ini barangkali memang benar aku harus minta maaf!"

"Bukan itu!" sang puteri membentak. "Kau mempermalukan dan menghina kami Kim-kongcu. Bagaimana jawabmu tentang tuduhan ketua Pulau Api bahwa kami wanita-wanita Lembah Es menyembunyikan lelaki selain dirimu. Apa jawabmu!"

Beng An terkejut. Tiba-tiba ia sadar dan ingat akan gertaknya kepada suhengnya tadi, bahwa ayah dan kakaknya siap menangkap pemuda itu kalau tidak pergi meninggalkan pertempuran. San Tek menjadi takut dan si gila melarikan diri. Ini sebenarnya hanya gertak sambal belaka tapi Tan-pangcu dan lain-lainnya tadi menangkap sebagai suatu kesungguhan. Mereka mengira bahwa ayah dan kakaknya benar-benar ada di situ. Maka ketika ia geli dan tak tahu bahwa Ratu Es benar-benar marah, Lembah Es bisa tercemar dan ternoda kesuciannya maka Beng An tertawa geli menerangkan,

"Tocu, aku tadi hanya main-main. Ketahuilah, bekas suhengku tadi paling takut kalau mendengar ayah terutama kakakku ada di sini. Ia pernah dihajar, tunggang-langgang. Dan karena aku tak ingin ia berlama-lama di sini, mengganggu kalian maka ia kutakut-takuti dan kusuruh pergi. Betapapun ia amat lihai dan berat bagiku kalau harus bertanding. Aku dan dia hampir imbang, kami masing-masing harus mengadu jiwa kalau ingin satu di antaranya roboh...."

"Tapi kau tak tahu bahwa kata-katamu amat menyakitkan kami. Heh, ketahuilah, Kim Beng An. Lembah Es selama ini tak pernah dijamah laki-laki dan suci baik penghuni maupun tempatnya. Tapi kau membuat cemar. Kutuk juga telah kami terima. Tanggung jawab apalagi yang dapat kauberikan kalau bukan hukuman mati!"

Beng An dan para penghuni menjerit keras. Ratu Es, yang marah dan berapi-api menuding Beng An tiba-tiba menutup kata-katanya dengan satu tamparan maut. Ratu tidak bergerak dari tempatnya namun jari tahu-tahu melesat cepat, begitu cepat hingga sudah di depan hidung Beng An. Dan ketika pemuda ini mengelak namun sang ratu bergerak, kini tubuh semampai itu mengejar dengan kecepatan luar biasa maka Beng An menangkis otomatis dan...plak!"

Beng An terbanting! Lalu ketika ia berteriak dan bergulingan meloncat bangun ternyata Puteri ES berkelebat dan membayangi, tak memberi ampun den dua tiga pukulan lagi mengenai Beng An. Pemuda ini bingung sementara para murid menjerit. Mereka pucat.Tapi ketika Beng An terbanting sekali lagi dan jelas pemuda itu tak berniat melawan, hanya melindungi diri maka Thio Leng dan Sui Keng tiba-tiba berkelebat ke depan, disusul oleh Yo Lin gadis baju merah.

"Tocu, berhenti. Maafkan Kim-kong-cu!"

"Tak ada yang dimaafkan!" sang Ratu membentak dan terus mengejar pemuda ini, kali ini sabuknya dicabut dan meledak menyambar. "la harus mati, Thio-cici. Atau aku menanggung dosa di depan arwah leluhur.... bret-plak!"

Beng An menyambut dan menangkap ujung sabuk, mengeluh tapi ujung sabuk itu robek. Robekannya di tangan Beng An. Dan ketika Beng An bergulingan menjauh namun dengan sisa sabuknya puteri itu melancarkan serangan terakhir maka tiga gadis itu berkelebat dan menangkis serangan to-cu mereka, serentak berseru,

"Maafkan dia. Biarlah kau membunuh kami dan kami penggantinya...des-dess!" dan mereka yang terbanting dan mengeluh bergulingan ternyata menyelamatkan Beng An karena ratu mereka tergetar dan terdorong, kaget membelalakkan mata dan semua murid tiba-tiba menjadi pucat. Baru kali itu ada murid melawan, hukumannya bisa mampus! Tapi ketika tiga gadis itu berlutut dan terisak melindungi Beng An, masing-masing dengan wajah gemetar maka Thio Leng, wakil tertua berkata, suaranya tersendat sendat,

"Tocu ampunkan kami.. Tapi... tapi kami bukan bermaksud membangkang. Kami hendak mengingatkan bahwa betapapun Kim-kongcu telah menyelamatkan kita semua. Dia bersalah, tapi tidak disengaja. Harap tocu maafkan dia karena betapapun ada aturan partai yang menyebutkan bahwa laki-laki yang menyelamatkan Lembah Es dapat dianggap keluarga sendiri, dalam keadaan darurat..."

"Benar," Sui Keng juga berkata, tangisnya tersendat. "Ada aturan khusus peninggalan nenek moyang yang tak boleh dilupakan, tocu. Bahwa laki-laki yang dua kali menyelamatkan murid atau penghuni Lembah Es tak boleh dianggap musuh lagi. Dia sudah dianggap keluarga. Dan.... dan kalau sampai tiga kali maka laki-laki itu berhak menjadi suami di sini!"

Puteri Es mengeluarkan jerit tertahan. Dia terbelalak dan merah padam mendengar kata-kata dua pembantunya ini sementara murid-murid yang lain mengangguk dan bersinar-sinar. Beng An telah dua kali menolong Lembah Es meskipun yang pertama hanya bersifat perorangan, menyelamatkan Hwa Seng dari cengkeraman orang-orang Pulau Api.

Dan karena pertolongan kedua lebih bersifat luas, menolong atau menyelamatkan semua penghuni maka mereka setuju dan teringat bahwa di partai memang ada aturan khusus yang bersifat luar biasa, yakni bila ada seorung laki-laki sampai menolong murid atau penghuni dua kali berturut-turut maka lelaki atau orang ini tak boleh dimusuhi. Untuk ketiga kalinya dia bahkan boleh menjadi suami. Ini aturan khusus dalam keadaan Iuar biasa. Dan karena Kim-kongcu itu telah menolong dua kali, jadl ia dapat dianggap keluarga maka tak seharusnya dia dimusuhi apalagi dibunuh!

Peraturan ini telah berjalan ratusan tahun dan selama ini baru ada seorang saja yang menjadi pelaku. Setelah itu tak ada lagi orang-orang lain yang dapat di-anggap keluarga. Beng An adalah orang kedua. Maka ketika semua mengangguk-angguk dan Ratu tampak gemetar, menggigil dan merah padam maka tiba-tiba ia mengeluh dan membalikkan tubuhnya, berkelebat lenyap.

"Baik, omonganmu beralasan, Thio-cici Tapi betapapun aku tak suka pemuda itu berbohong. Dia mencemarkan kita, menoreh arang buruk. Aku tak mau bertemu lagi dan terserah kalian bagaimana dengan Kim-kongcu itu."

Thio Leng dan dua adiknyo bangkit berdiri. Mereka memanggil namun sang majikan tak mati menoleh. Dan ketika Ratu lenyap namun tiga gadis ini berseri maka mereka menghadapi Beng An yang menarik napas dalam-dalam mulai mengenal tabiat aneh Ratu Es itu.

"Kongcu, kau selamat. Kau sudah bukan orang luar lagi bagi kami. Kau telah dua kali menolong kami dan yang terakhir ini membuat kau berhak dianggap sebagai keluarga. Terimalah hormat dan penghargaan kami, kongcu, tapi maaf bahwa tocu tak mau menemuimu!"

Tiga gadis itu berlutut dan Beng An terharu. Cepat dia menarik bangun dan tertawa getir. Lalu ketika dia memandang kepergian Puteri Es tadi Beng An berkata duka, "Thio-cici, tidak kusangka bahwa omonganku tadi melukai hati tocu kalian. Aku tak sengaja. Aku hanya tak ingin banyak berjatuhan korban lagi. Aku telah dianggap keluarga Lembah Es, terima kasih besar. Tapi karena tocu kalian tak senang kepadaku biarlah aku pergi dan sungguh mati ku katakan kepada kalian bahwa kedatanganku kali ini tak ku sengaja. Aku bertemu orang-orang jahat itu di tengah jalan, curiga dan mengikuti. Dan karena mereka ke sini maka aku ikut ke sini hingga semua peristiwa itu. Aku sekarang akan kembali dan percayalah tak ada setitik niatpun menyinggung atau menimbulkan kemarahan kalian!" dan mendorong tiga gadis itu minggir Beng An siap berkelebat dan pergi.

Namun Sui Keng tiba-tiba menahan. "Kongcu, belum ada tanda khusus yang menyebutkan kau keluarga Lembah Es. Kau berhak menerima itu!"

"Hm, menerima apa?"

"Ini!" dan ketika gadis itu mencabut dan mengeluarkan sesuatu ternyata ia menyerahkan sebatang pedang pendek yang dingin terbuat dari salju. Beng An tertegun tapi dia menerima, tersenyum dan melihat bahwa itu adalah pedang aneh yang amat kuat. Lalu ketika dia memeriksa dan mengamat-amati maka gadis itupun menerangkan. "Ini adalah Pek-swat-kiam (Pedang Salju) yang khusus bikinan kami. Seharusnya kau menerima langsung dari tocu. Milik tocu lebih ampuh. Tapi karena tocu sedang tak senang sementara kau harus menerima tanda biarlah kau menerima dulu ini kelak dapat ditukar secara resmi. Aku tak dapat berbuat apa-apa selain ini. Harap kongcu simpan baik-baik karena meskipun tak berharga tapi pedang itu tak kalah dengan pedang yang lain dan sanggup memotong putus besi setebal apapun!"

Beng An mengangguk-angguk. Sekali lagi ia menarik napas dalam dan tersenyum pahit. Nyata, penghuni Lembah Es ini sebenarnya baik. Hanya karena dendam lama saja mereka jadi beku dan dingin terhadap orang luar, khususnya lelaki. Maka ketika kini merekapun ternyata dapat bersikap hangat kepadanya, tahu budi dan terima kasih tiba-tiba Beng An-pun terharu dan menyimpan pedang itu ke balik bajunya. "Baiklah, terima kasih, Wan-cici. Tapi maaf bahwa aku harus pergi!"

Beng An membalik dan terdengar seruan-seruan kaget. Pemuda itu tahu-tahu lenyap karena sudah meluncur di bawah gunung. Pakaian putihnya berkibar dan para murid kehilangan. Tapi sebelum pemuda itu lenyap di kaki gunung terdengar seruan Thio Leng,

"Kongcu, kau boleh datang kapan dan di mana kau suka. Tapi jangan bawa orang lain kalau dia itu laki-laki!"

Beng An menoleh dan melambaikan tangan. Dia tak menjawab karena perasaannya sedang getir. Mungkin dia tidak akan datang lagi ke situ. Tocu lembah amat marah kepadanya. Dan ketika ia benar-benar lenyap dan hilang di balik gunung maka Beng An bersiap untuk kembali dan berkumpul dengan ayah ibunya, jauh di luar tembok di padang rumput luas.

* * * * * * * *

Pasangan keluarga itu tampak bahagia. Empat orang dewasa sedang memperhatikan dan bermin-main dengan seorang anak lelaki lucu sekitar empat tahun. Dua di antara mereka tertawa dan terkekeh-kekeh sementara dua yang lain tersenyum dan cukup menahan tawa. Satu diantara dua yang terakhir ini adalah seorang wanita berusia sekitar lima puluh satu tahun. Wajahnya masih cantik meskipun bayang-bayang ketuaan mulai nampak. Jelas dulunya wanita ini cantik jelita.

Sementara laki-laki di sampingnya, seorang pria lima puluh lima tahun duduk bersila dengan rambutnya yang panjang keemasan dibiarkan terurai di belakang pundak, mengkilap dan berseri-seri seperti wajahnya yang saat itu juga berbahagia dan berseri memandang bocah lucu itu. Namun ketika desah panjang terdengar dari mulut si wanita di sebelahnya dan betapa wanita itu tiba-tiba menahan isak, semua terkejut maka laki-laki berambut keemasan itu menoleh.

"Niocu, ada apa...."

"Hm, tidak. Tak ada apa-apa..." wanita itu menjawab dan coba mengelak. Ia melengos namun suaminya, pria itu tiba-tiba menekan pundaknya. Dan ketika dua pasang mata beradu dan wanita setengah baya itu tiba-tiba menangis maka terkejutlah dua yang lain yang merupakan orang-orang muda yung gagah dan cakap.

"Bun Tiong, ayo main kuda-kudaan di luar!" satu di antara orang-orang muda ini, wanita cantik jelita dengan hidung mancung dan mata kebiru-biruan berseru menyambar bocah lelaki itu. Dia berkelebat keluar membawa anak itu menjauhi dua orang tua yang rupanya lagi bersedih. Pemuda di sebelahnya, yang bermantel merah dan mendapat isyarat pria limapuluhan itu juga bergerak dan lenyap keluar. Lalu ketika dua anak muda itu tak ada di dalam lagi dan nyonya itu sesenggukan maka pria berambut emas itu memeluk dan mengusap wajah isterinya dengan lembut.

"Hm, kau tentu teringat Beng An. Kau tentu teringat anak kita itu. Apakah salah dugaanku, niocu? Apakah benar kau teringat anak kita?"

Wanita itu mengguguk. la adalah Kim hujin (nyonya Kim) alias isteri Pendekar Rambut Emas Kim-mou-eng. Dulu dia adalah puteri Hu-taihiap pendekar gagah perkasa dari Ce-bu. Dan karena mengikuti suami dan kini tinggal di utara maka nyonya ini menjadi terbiasa hidup di tengah-tengah padang rumput di tengah-tengah suku bangsa suaminya itu.

Sebagaimana diketahui, Pendekar Rambut Emas atau Kim-mou-eng ini adalah seorang berdarah Tar-tar dan Han. Ibunya seorang Han asli sedang ayahnya seorang Tar-tar, laki-laki gagah yang dulu memimpin suku bangsanya dan kini diteruskan puteranya itu. Kim-mou-eng telah berusia lima puluh lima tahun sementara isterinya, Swat Lian kini sudah berusia linm puluh satu.

Dua anak muda yang tadi bersama mereka adalah anak dan menantu, karena mereka itu bukan lain adalah Thai Liong Si Rajawali Merah, beserta isterinya Shintala, gadis cucu Drestawala si kakek sakti dari Thian-tok (India) yang amat lihai dengan ilmunya Sing-thian-sin-hoat (Silat tongkat Menggempur Langit). Dan karena sejak pernikahan mereka gadis ini mengikuti Thai Liong, kini berputera si bocah lelaki lucu yang bernama Bun Tiong itu maka hidup bertahun-tahun di tempat sepi ini tak menjadikan masalah bagi wanita seperti cucu Dresta wala itu.

Shintala adalah gadis keturunan dua bangsa. Rambutnya yang hitam namun sepasang matanya yang bersinar kebiru-biruan itu menjadikan wanita ini memiliki kecantikan asing yang khas. Dia amat cantik jelita dan berkepandaian tinggi. Dan karena dia menjadi isteri Thai Liong Si Rajawali Merah maka sejak mengikuti suaminya ini tentu saja wanita itu bertambah lihai dan tinggi ilmunya. Ang-tiauw-ginkang (Ginkang Rajawali Merah) dimiliki pula wanita ini hingga membuat ilmu meringankan tubuhnya luar biasa.

Wanita ini sanggup beterbangan di udara tiada henti, seperti burung menyambar-nyambar dan sekali patuk bakal membuat lawan roboh. Sing-thian-sin-hoat, ilmu warisan kakeknya diperdalam dan ia masih mempelajari beberapa kepandalan suaminya yang hebat-hebat. Hanya Beng-tau-sin-jin (Ilmu Menembus Roh) yang belum dikuasai nyonya itu, ilmu khusus yang dimiliki Rajawali Merah yang setingkat di atas Pek-sian-sut, ilmu sihir lain yang dimiliki Pendekar Rambut Emas. Tapi karena wanita ini sudah cukup hebat dan jarang jago-jago tua dapat mengalahkannya, mendiang kakeknya Drestawala sendiri sudah bukan tandingan maka Shintala nyonya cantik jelita ini sungguh bukan wanita sembarangan.

Thai Liong, suaminya, apalagi! Pemuda bermantel merah itu sudah melebihi Pendekar Rambut Emas, ayahnya. Dan karena sang ayah kian tua digeragoti umur, akhir-akhir ini Pendekar Rambut Emas juga lemah dan tidak enak badan maka pemuda itu menjadi tulang punggung utama kalau ada musuh jahat menyerbu. Tapi bertahun-tahun ini ayah dan anak tak disatroni orang. Sejak tewasnya Poan-jin-poan-kwi maka kehidupan mereka tenang. Thai Liong diminta ayahnya untuk tinggal di situ sementara adiknya, Soat Eng, tinggal di Sam-liong-to.

Keluarga Pendeker Rambut Emas ini memang hebat-hebat dan siapapun tahu. Siapa tidak kenal nyonya galak itu, Siang-hujin yang tinggal di Sam-liong-to (Pulau Tiga Naga). Dan siapa pula tidak kenal suaminya yang gagah dan berwatak satria. Siang Le, menantu Pendekar Rambut Emas yang ada di Sam-liong-to itu adalah pemuda istimewa yang amat aneh. gurunya, mendiang kakek iblis See-ong justeru terheran-heran oleh murid yang satu ini. Sebab kalau kakek itu biasa bersepak terjang ganas dan kejam adalah pemuda ini seperti pendeta yang lembut dan berwatak penuh cinta kasih. Sungguh bertolak belakang!

Tapi itulah nyatanya. Siang Le memang dikagumi banyak orang. Bu-beng Sian-su, kakek dewa itu bahkan memujinya dan mengibaratkannya seperti ikan di laut. Laut boleh asin tapi sang ikan tetap bersih dan suci. Dunia boleh jahat tapi pemuda itu tetap bersih dan mulia. Dan inilah yang dulu membuat Soat Eng, puteri Pendekar Rambut Emas tergila-gila dan jatuh hati. Mereka tinggal di Sam-liong-to dan kini mempunyai dua orang anak, masing-masing perempuan. Dan karena setiap setahun atau dua tahun sekali pasti mereka berkunjung ke padang rumput ini maka kehadiran mereka membuat Pendekar Rambut Emas maupun isterinya gembira.

Tapi sudah tiga tahun ini suami isteri Sam-liong-to itu tak memberi kabar. Sang ibu tak enak tapi Pendekar Rambut Emas menghibur. Mungkin menantu dan anak mereka itu kerepotan. Siang Hwi, dan adiknya, Siang Lan tentu semakin besar dan merepotkan orang tua. Anak-anak yang tumbuh dewasa memang semakin nakal dan meminta perhatian lebih. Dan karena di situ ada Bun Tiong, cucu mereka dari Thai Liong dan Shintala maka Kini-hujin agak terhibur biarpun sebenarnya diam-diam ia ingin keluarga Sam-liong-to itu datang.

Thai Iiong adalah putera Pendekar Rambut Emas den gan mendiang sumoinya Salima, bukan putera Pendekar Rarnbut Emas itu dengan isterinya. sekarang. Lain halnya Soat Eng yang ada di Sam-liong-to itu, juga Beng An yang kita temui di Lembah Es. Dan karena Thai Liong hanya putera tiri dan Bun Tiong berarti juga cucu tiri maka tentu saja nyonya itu jauh lebih merindukan anak atau cucu-cucunya sendiri dari Soat Eng atau Beng An.

Namun Beng An belum menikah. Jadilah nyonya itu mngharap kedatangan cucu-cucunya sendiri, dan hal ini tak aneh karena memang begitulah biasanya pertalian darah langsung. Kim-hujin lebih rindu kepada cucu-cucunya sendiri daripada cucu tiri. Apalagi Bun Tiong tiap hari ketemu, lain dengan Siang Hwa atau Siang Lan yang setahun sekali baru berkunjung. Dan karena sudah tiga tahun ini tak ada kabar dari Sam-liong-to, Kim-hujin gelisah maka tiba-tiba teringatlah dia akan putera kandungnya Beng An.

Sesungguhnya, nyonya ini agak iri akan "keberuntungan" Thai Liong. Pemuda itu memiliki putera laki-laki sementara anaknya sendiri, Soat Eng, melahirkan keturunan perempuan. Bahkan dua-duanyapun perempuan. Danketika suatu hari nyonya itu pernah bicara dengan puterinya dan mengharap betapa dia ingin menimang cucu laki-laki, Soat Eng terkejut namun terkekeh tiba-tiba anak perempuannya itu malah menegur.

"lbu, kau ini aneh. Laki-laki atau perempuan sama saja. Memangnya kenapa harus diributkan? Bukankah di sini kau juga punya Bun Tiong cucumu laki-laki Ah, ada-ada saja. Kau selalu mengharapkan yang tidak ada!"

"Hm, Bun Tiong bukan cucuku langsung. Aku ingin cucuku laki-laki atau barangkali suamimu itu yang goblok tak bisa membuat anak laki-laki...!"

Putri Es Jilid 12

Cerita Silat Mandarin Karya Batara

“PUTRI ES...!"

Beng An terkejut dan meloncat bangun. Ia sudah melihat puteri ini namun pandang mata sang puteri yang berkilat marah membuatnya tertegun. Sang Ratu tidak senang! Dan ketika ia tergetar namun menjura memberi hormat maka Beng An berseru,

"Puteri, maafkan aku. Datangnya orang-orang ini membuat aku terpaksa balik ke mari. Aku bertemu mereka di tengah jalan, aku curiga dan membuntuti. Dan karena benar mereka menyerbu Lembah, maka aku sedang berpikir apakah menolong Thio-cici atau Yo-siocia!"

"Hm, inilah kutuk itu," Puteri atau Ratu Es bicara, dingin, tak bersahabat. "Kau lihat bahwa kedatanganmu ke mari membawa sial, Kim-kongcu. Akibat ulahmu maka kami menghadapi kerepotan. Apa jawabmu kalau sudah begini!"

"Aku... aku menyesal. Tapi aku siap membela dan melindungi kalian, Puteri. Aku akan menghadapi orang-orang itu terutama bekas suhengku itu!"

"Suhengmu? Pemuda bermuka kehijauan itu?"

"Benar, dia bukan anggauta Pulau Api, Puteri. Dia suhengku San Tek. Entah bagaimana bertemu orang-orang Pulau Api dan kini dibujuk membantu. Dia bekas suhengku dan pukulan Im-kan-thai-lek-kangnya berbahaya. Hanya aku yang dapat menandingi karena aku memiliki Ping im-kang!"

"Hm, tapi kami orang-orang Lembah Es bukan penakut. Kami tak biasa meminta bantuan kalau belum roboh atau binasa. Kau telah membawa malapetaka, Kim kongcu. Dan untuk ini betapapun kau harus bertanggung jawab!"

Beng An menyesal. Ia melihat sikap tawar dari Ratu itu dan sedih. Tapi ketika ia merasa bersalah dan menjadi muram mendadak bantingan kecil Ratu itu membuat tanah yang diinjak terjeblos. Beng An berteriak ketika tiba-tiba tubuhnya amblong ke bawah. Jurang salju menerima tubuhnya. Dan ketika ia terpelanting dan meluncur deras, hal itu sungguh tak disangkanya maka Ratu atau Puteri Es itu berkelebat pergi, sayup-sayup suaranya terlepas.

"Kim-kongcu, kau harus tinggal dulu di situ sampai selesainya pertempuran ini. Kalau kami menang kau selamat, tapi kalau kami kalah kaupun bakal terkubur hidup-hidup sampai mampus!"

Beng An tak mendengar Iagi kata-kata berikutnya. Ia terkejut bukan main ketika tubuhnya meluncur di tempat kedalaman tak terukur. Rasanya ia terus terjeblos tiada habisnya, suara angin di kiri kanannya bergemuruh cepat. Ia sudah menggerakkan kaki tangan mencari pegangan namun sumur atau lubang itu rupanya dalam sekali. Dan Ketika ia terbanting dan terjerembab di tempat dingin, suasananya gelap gulita maka Beng An mengeluh dan kalau sebelumnya ia tidak mengerahkan sinkang melindungi tubuh tentu kaki atau tangannya remuk.

"Bluk!" Gumpalan salju memuncrat. Beng An merasa nanar dan untuk sejenak dia pening. Jatuh dari tempat setinggi itu seolah jatuh dari langit saja. Untung, berkat tubuhnya yang kuat ia tak sampai menderita. Kalau orang lain tentu sudah tewas. Dan ketika ia bangkit terhuyung tapi jatuh lagi, kakinya terbenam di tempat dingin beku tahulah Beng An bahwa ia jatuh di sumur salju yang kedinginannya di bawah titik beku!

Udara luar biasa dingin dan baju atau pakaian yang melekat seketika menjadi lempengan keras. Sukar baginya untuk bergerak. Tapi karena Beng An memiliki Ping-im-kang dan ilmu ini membuatnya menyatu dengan keadaan maka suasana dingin yang menusuk tulang itu tak berapa membawa pengaruh. la bangkit dan mendongak ke atas tapi semuanya gelap. 

Tempat itu demikian tinggi hingga lubang di atas menutup rapat. Dapat dibayangkan betapa tingginya tempat itu. Beng An tak tahu bahwa ia terbanting di sebuah sumur hukuman yang dalamnya dua ratus tombak. Sumur ini adalah sumur pembuangan bagi murid-murid yang melanggar dosa, dosa berat tentunya.

Maka ketika ia meraba-raba dan tiba-tiba memegang sesuatu, seperti barang pipih atau bulat tiba-tiba ia meremang karena yang dipegang adalah tengkorak manusia. Bersamaan itu terdengar suara berkelotakan dan tengkorak yang dipegang runtuh. Beng An mundur tapi kakinya menginjak lagi barang yang sama, berkelotak dan ternyata tak kurang dari tujuh tengkorak menemaninya di sumur dalam itu. Dan ketika ia mengkirik dan menepuk dinding sumur membuat percikan api maka terlihat bahwa ia berada di tengah-tengah sekumpulan tengkorak-tengkorak wanita dengan rambut panjang mereka.

"lhh..!" Beng An merasa seram. "Tempat apa ini? Kuburan? Sialan, Puteri Es sungguh tak berperasaan. Aku dijadikan satu dengan tulang-belulang. Keparat, aku harus keluar!" namun ketika jarinya menancap di dinding yang licin keras, dinding es yang tercipta ribuan tahun maka Beng An tertegun karena tak mungkin ia merayap naik. Lubang yang dibuat akan segera pecah dan runtuh ke bawah, kalau dia mengerahkan sinkangnya.

"Hm, sialan. Puteri Es sungguh-sungguh ingin menghukum aku. Tapi kalau aku tak dapat keluar dari tempat ini percuma saja aku menjadi murid Sian-su!" dan Beng An yang menggosok lalu meledakkan telapak tangannya akhirnya mengeluarkan Pek-sian-sutnya itu dan tiba-tiba tubuhnya berubah menjadi asap putih yang melayang dan akhirnya naik ke atas, ilmu roh!

Beng An tak perlu susah-susah. Kalau pun ia dapat memanjat naik mempergunakan tenaga tentu sampai di atas ia bakal kehabisan napas. Apalagi merayap seperti itu belum tentu selamat, karena dinding es yang ditusuk bakal pecah dan runtuh. Maka ketika Pek-sian-sut adalah satu-satunya cara menyelamatkan diri, Beng An memang telah memiliki kesaktian ini maka dengan mengagumkan pemuda itu telah sampai di atas, meledakkan tangannya kembali dan lenyaplah ilmu roh terganti ilmu biasa lagi.

Pemuda itu muncul sebagaimana ujudnya semula. Dan ketika Beng An tersenyum dan mengibaskan bajunya yang beku terkena salju maka pemuda ini menonton lagi ke depan di mana pertempuran atau pertandingan orang-orang Pulau Api dan Lembah Es berlangsung. Dan Beng An terkejut. Di gunung kelima, di mana Thio Leng bertempur hebat dengan ketua Pulau Api ternyata sudah terdapat perobahan. Di gunung itu, bukan bayangan Thio Leng yang berkelebatan melainkan bayangan Puteri Es sendiri.

Thio Leng sudah berpindah ke gunung nomor empat karena di sana ia sudah bertanding hebat dengan wakil pertama ketua Pulau Api, Bu Kok yang berwajah kemerah-merahan dan berkalung rantai perak itu. Dan ketika di tempat lain jago-jago Lembah Es juga sudah bertanding dengan lawan mereka yang imbang, Sui Keng sudah menghadapi See Lam menggantikan adiknya Yo Lin maka sumoi dari Thio Leng itu bertarung seru dengan tokoh nomor tiga dari Pulau Api.

Thio Leng, tokoh nomor dua sudah menghadapi Bu Kok yang juga tokoh nomor dua dari Pulau Api. Tokoh nomor satu yakni sang ketua sendiri sudah bertanding hebat di puncak gunung kelima. Para wakil mereka sudah bertanding tak kalah seru di bawah. Dan karena masing-masing sudah mendapat lawan setimpal dan gadis baju merah atau Yo Lin itu bebas dari tekanan See Lam, tokoh nomor tiga dari Pulau Api karena encinya maju membentak menghadapi laki-laki berpakaian indah itu maka gadis ini meluncur dan melabrak ke bawah. Dia merupakan tokoh sisa yang tak mendapat lawan.

Tiga tokoh Pulau Api telah saling berhadapan dengan tiga tokoh Lembah, yakni ketua dan dua wakilnya yang bertanding di gunung nomor lima dan empat itu. Maka ketika dia bebas dari tekanan See Lam karena sucinya Sui Keng sudah menghadapi tokoh Pulau Api itu, gadis ini berkelebat dan mencari lawan maka kebetulan yang paling dekat adalah Yang Tek, murid utama Pulau Api. Pemuda tinggi besar itu bertanding hebat dengan Ui Hong, gadis baju kuning. Mereka imbang karena masing-masing adalah murid utama dari tempat mereka.

Baik Yang Tek maupun Ui Hong saling desak-mendesak. Bu-kek-kang bertemu Giam-lui-ciang dan karena masing-masing mencapai taraf yang sama dari ilmu mereka maka pertandingan dua anak muda ini hebat dan menegangkan. Berapa kali keduanya terlempar dan terhuyung. Maka ketika Yo Lin tiba-tiba masuk dan gadis baju merah itu tiada lawan, dia di atas Yang Tek tapi seusap di bawah See Lam tokoh nomor tiga maka begitu menyerbu Yang Tek pun terjengkang.

"Ui Hong, terlampau lama kau menghadapi lawanmu ini. Biar kubantu, dan kita bunuh pemuda jahanam ini.... dess!"

Yang Tek berteriak dan terlempar terguling-guling. Dia sedang menghadapi serangan Ui Hong ketika tiba-tiba saja gadis baju merah itu berkelebat. Tamparan atau pukulan Bu-kek-kangnya tentu saja jauh lebih hebat daripada Ui Hong. Maka ketika pemuda itu berteriak dan terlempar bergulingan, Ui Hong mengejar dan menyusuli dengan pukulan lagi maka pemuda tinggi besar dari Pulau Api itu mengeluh, mengelak dan menangkis tapi gadis baju merah datang lagi. Yo Lin atau gadis ini memang benci kepada Yang Tek. Pemuda itu memperkosa Hwa Seng murid Lembah Es.

Maka ketika gadis itu menghajar lawan dan Yang Tek terbanting lagi dengan muka pucat maka pemuda itu jatuh bangun tak mampu membalas, mengeluh dan memaki lawan namun gadis baju merah tak perduli. Dia memang bergerak bebas untuk mencari lawan baru, terutama lawan yang berbahaya bagi murid-murid Lembah Es.

Masih banyak terdapat pertandingan lain dan inilah untungnya penghuni Lembah, karena mereka memiliki kelebihan seorang tokoh yang dapat bergerak dan menyerang orang-orang Pulau Api. Tapi ketika Yang Tek bergulingan ke sana-sini dan mengeluh mencari perlindungan tiba-tiba pemuda ini berteriak kepada San Tek si gila yang lihai, yang waktu itu tertawa-tawa dikepung para murid Lembah Es yang tentu saja tak dapat menandingi.

"San-taihiap, bantu aku. Tolong, aku dikeroyok dua wanita curang...!"

Si gila itu menoleh. Pertandingan memang berlangsung seru namun jarak satu dengan yang lain sesungguhnya tidak terlalu jauh. Mulai gunung pertama sampai gunung kelima di mana ledakan-ledakan Bu-kek-kang bertemu Giam-lui-ciang cukup menggetarkan. Masing-masing dapat melihat kalau yang lain minta tolong. Maka ketika Yang Tek bergulingan lagi menerima Bu-kek-kang yang dahsyat, tak sanggup menghadapi dua wanita sekaligus maka San Tek yang memang diminta bantuannya untuk menolong Pulau Api tiba-tiba terkekeh dan mendorong empatpuluh murid Lembah Es yang mengeroyok.

"Heh-heh, kau lemah, Yang Tek. Tolol. Kenapa bingung menghadapi dua gadis lawanmu ini. Lihat, mereka kulempar ke atas.... dess!" dan Im-kan-thai-lek kang yang meluncur dari tangan pemuda itu tiba-tiba menghantam kepungan menerobos ke arah Yo Lin dan Ui Hong.

Dua gadis itu terkejut sementara anak-anak-murid terpekik. Mereka terdorong dan terlempar oleh hawa pukulan Im:kan-thai-lek-kang ini. Hawa panas dari si gila itu amat dahsyat dan tentu saja mereka tak kuat. Maka ketika mereka terlempar ke kiri kanan sementara Im-kan-thai-lek-kang masih terus menyambar Ui Hong dan gadis baju merah, menangkis Bu-kek-kang yang menghajar Yang Tek maka dua gadis itu mengeluh, dan terlempar ke udara. San Tek memang terlampau dahsyat dan Yo Lin gadis baju merah sudah merasakan.

Tadi gadis itu juga menusuk si gila itu tapi pedangnya. patah. San Tek tertawa-tawa namun untunglah anak-anak murid mengeroyok, Yo Lin akhirnya berhadapan dengan tokoh Pulau Api nomor tiga tapi kemudian digantikan encinya Sui Keng, bebas dan menghajar Yang Tek namun si gila itu dipanggil. Yang Tek memang melakukan yang tepat. Dan ketika pemuda itu meloncat bangun sementara si gila tertawa-tawa mengejar Yo Lin, gadis baju merah itu pucat maka Yo Lin mengelak dan menangkis mendapat serangan bertubi-tubi.

Ui Hong sudah dihadapi Yang Tek lagi dan murid utama Pulau Api itu tertawa bergelak. Timbul semangatnya untuk membalas, Ui Hong diejek. Dan ketika di sana gadis baju merah itu kewalahan menghadapi San Tek, si gila melancarkan pukulan-pukulan Im-kan-thai-lek-kang maka Yo Lin membentak menyuruh para murid membantu.

"Bunuh si gila ini. Keroyok sampai mampus!"

Para murid menerjang lagi. Yo Lin adalah tokoh nomor empat dan kedudukannya di situ cukup tinggi. Dan ketika San Tek kembali dikeroyok puluhan gadis Lembah maka Yo Lin berjungkir balik dan melesat ke arah Yang Tek. "Ui Hong, jahanam ini beraninya kalau minta bantuan. Cabut pedangmu, dan bunuh dia!"

Yang Tek terkejut. Gadis baju merah itu datang lagi setelah meninggalkan San Tek yang dikeroyok puluhan wanita cantik. Dia baru saja bersenang diri karena berhadapan lagi dengan lawannya satu lawan satu. Maka ketika lawan bertambah seorang dan gadis itu masih di atas Ui Hong, ia pucat maka ia melempar tubuh, berguling. ketika Bu-kek-kang menyambar.

"San-enghiong, tolong...!"

San Tek terbelalak. Ia melotot melihat Yo Lin meninggalkannya berjungkir balik, kembali menyerang Yang Tek. Maka ketika tiba-tiba pemuda itu berteriak lagi dan ia membentak maka lima puluh murid disapu roboh dan si gila itu mengejar Yo Lin. "He, kau. Tak boleh kau mengganggu Yang Tek, nona. Biarkan ia bertempur dengan kekasihnya sendiri karena Yang Tek sudah memberi tahu aku bahwa ia ingin main-main dengan temanmu si baju kuning itu!"

Yo Lin marah sekali. Ia mengelak dan menangkis Im-kan-thai-lek-kang tapi lagi-lagi terlempar. Diam-diam gadis ini terkejut karena ilmu yang dimiliki itu jauh di atas tokoh nomor tiga dari Pulau Api, bahkan agaknya masih sedikit di atas sang ketua, tokoh atau orang nomor satu Pulau Api. Maka ketika ia melengking dan membentak mengelak sebuah serangan lagi, Im-kan-thai-lek-kang menyambar samping tubuhnya maka gadis ini berseru agar murid-murid Lembah Es menyerang lagi, ia melompat dan menerjang Yang Tek, menibiarkan si gila itu dikeroyok anak buahnya.

Tapi San Tek tertawa tergelak-gelak. Pemuda ini tak mau lagi melayani anak-anak murid karena ia mengibas dan merobohkan mereka itu. Belum mereka datang iapun sudah melepas pukulan panasnya itu hingga gadis-gadis Lembah Es tak kuat, siapa yang coba memaksa hangus terbakar! Dan ketika semua ini membuat ia mampu mendekati lawan, gadis baju merah itu kelabakan akhirnya satu pukulan Im-kan-thai-lek-kang mengenai pundaknya.

"Ha-ha, tak boleh kau mengganggu Yang Tek, nona. Sudah kubilang biarkan ia bersama kekasihnya dan mari kau main-main denganku....dess!"

Yo Lin mengeluh berjungkir balik. la marah dan panas sekali oleh kata-kata ini. Ui Hong bawahannya itu dianggap kekasib Yang Tek. Mana ia sudi! Namun karena si gila itu benar-benar lihai dan Yang Tek tertawa bergelak, maju dan kembali menghadapi lawan maka pemuda itu berseru biarlah San Tek mendapatkan gadis baju merah itu.

"Ha-ha, dan kau boleh tangkap dan robohkan lawanmu itu. Jangan segan-segan merobohkan gadis-gadis Lembah Es, San-enghiong. Kau tangkaplah gadis baju merah itu dan nikmati kemesraan bersamanya. Gadis-gadis Lembah Es semuanya masih perawan!"

"Ihh... aku tidak mau, aku paling takut berdekatan dengan wanita Yang Tek. Mereka bisa menggigit dan mencakar aku seperti kucing. Tidak, tidak aku tak mau seperti kau dan hanya ingin membuat gadis ini takluk dan roboh mengakui kelihaianku.... ha-ha!"

Si gila itu yang mendesak dan mendorong-dorongkan lm-kan-thai-lek-kangnya akhirnya membuat gadis baju merah jatuh bangun, cob bertahan dengan Bu-kek-kang-nya namun kalah kuat. Tingkat kepandaiannya memang kalah dengan si gila ini. Bu-kek-kang yang dimiliki masih belum mampu menandingi Im-kan-thai-lek-kang yang dipunyai lawan.

Maka ketika sekali lagi San Tek mendorongkan lengannya dan gadis itu terbanting, melempar tubuh bergulingan mendadak Yang Tek yang gemas bahwa San Tek tak segera melumpuhkan lawan tiba-tiba melompat dan menotok gadis yang sedang bergulingan itu. Terlalu berbahaya kalau San Tek berlama-lama main-main dengan gadis baju merah ini. Tapi ketika ia bergerak dan siap menotokkan jari tangan, Ui Hong terkejut pemuda itu meninggalkan dirinya tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan seruan pendek menangkis totokan ini.

"Yang Tek, kau tak malu mengganggu wanita. Enyahlah, dan jangan curang terhadap Yo-siocia ini plak!" dan si pemuda yang terbanting dan berteriak keras tiba-tiba sudah melihat Beng An di situ, berdiri dan marah memandangnya.

San Tek si gilapun berseru tertahan. Tentu saja ia mengenal Beng An yang dulu bekas sutenya ini. Mereka sama-sama pernah menjadi murid Poan-jin-poan-kwi dan San Tek tampak heran, terkejut. Dan karena trauma masa lalu masih membekas di hatinya ketika dulu ia dihajar dan dipukul Thai Liong, ketika ia mencelakai Beng An mendadak si gila itu celingukan ke sana ke mari dan lari meninggalkan Beng An. Menyangka Thai Liong atau ayahnya ada di situ. "Heii, kau Beng An. Celaka. Tentu kau bersama kakak atau ayahmu!"

Beng An tersenyum. Ia telah melihat suasana pertempuran dan yang harus ditolong pertama kali dulu ternyata adalah gadis baju merah ini. Menghadapi pukulan-pukulan Im-kan-thai-lek-kang jelas gadis itu terdesak mundur. Murid-murid Lembah Es tak dapat mengeroyok San Tek lagi karena bekas suhengnya itu mendorongkan tangan lebih hebat, membakar siapa yang datang mendekat dan karena itu bebas mengganggu Yo Lin. Dan ketika gadis itu bergulingan sementara Yang Tek hendak menotoknya, kesempatan itu memang bagus maka ia tak dapat berdiam diri lagi den berkelebat menolong gadis itu. Dan Yang Tek maupun semua anak-anak murid Lembah terkejut.

"Kim-kongcu!"

Pemuda tinggi besar itu terkesiap. la terbelalak melihat San Tek meninggalkan dirinya begitu melihat Beng An. Tentu saja ia tak tahu peristiwa lama yang membekas di hati si gila itu. Dan ketika ia terbelalak dan tertegun maka Ui Hong yang girang menyebut Beng An tiba-tiba berkelebat dan menerjangnya, disusul oleh sorak dan pekik murid-murid Lembah Es yang merasa mendapat bantuan tangguh. Kehadiran pemuda ini membangkitkan semangat semua orang.

Dan ketika pihak Pulau Api justeru tergetar dan kaget oleh kehadiran pemuda itu, Beng An memang telah dikenal kehebatannya maka gadis baju merah yang tertegun dan sejenak bercahaya melihat Beng An tiba-tiba menerjang dan berkelebat pula mengejar Yang Tek, pemuda yang dibencinya itu. Tak ayal Yang Tek lintang-pukang dan dua adik seperguruannya yang bertanding tak jauh dari situ juga terkesiap.

Siauw Lok sedang bertempur hebat dengan Yu Pio, gadis baju hijau. Sementara sutenya, Tan Bong, bertanding melawan gadis baju biru Ing Sim di mana masing-masing desak-mendesak dan pukul-memukul. Mereka imbang karena masing-masing memiliki tingkat yang sama. Di sini Bu-kek-kang maupun Giam-lui-ciang menghadapi lawan setanding. Maka begitu Beng An muncul dan pemuda ini sudah di kenal semua orang-orang Pulau Api, kontan saja mereka kaget dan buyar konsentrasinya maka Siauw Lok maupun Tan Bong kena gempur sebuah serangan lawan yang membuat mereka terlempar.

Ing Sim menghantam putera Tan-pang cu itu sementara Yu Pio menghantam Siauw Lok. Murid nomor dua dan tiga dari masing-masing tempat ini saling tekan-menekan. Maka ketika satu di antaranya terguncang dan kaget melihat Beng An, tak pelak lagi lawan memasuki kesempatan itu maka dua pemuda ini bergulingan dan mereka mengeluh namun ke-duanyu dapat melompat bangun dan pucat.

"Sute, Kim-kongcu itu muncul lagi. la ada di sini!"

"Benar, tapi kita juga memiliki San-siauwhiap, suheng. Ke mana ia!"

"la lari, kaget melihat Kim-kongcu itu!"

"Ah, masa!"

"Benar, dan lihat Yang Tek suheng, sute. la dikejar-kejar Ui Hong dan Yo-siocia. Yang-suheng berteriak-teriak!"

Dua pemuda itu tergetar. Yang Tek, suheng mereka ternyata jatuh bangun menghadapi serangan Yo-siocia dan Ui Hong. Kini dua gadis itu dapat menghajar pemuda ini setelah San Tek ketakutan melihat Beng An. Mereka juga tak tahu peristiwa lama tapi kagum bahwa Beng An mampu mengusir San Tek. Hanya dengan kehadirannya saja pemuda itu mampu menghalau musuh kuat, padahal mereka jatuh bangun di bawah San Tek. Maka ketika kesempatan ada dan mereka mengejar Yang Tek, pemuda tinggi besar itu berteriak-teriak memanggil suhu dan susioknya maka di gunung nomor empat dan lima ini Tan-pangcu maupun sutenya menoleh.

"Keparat, apa yang terjadi. Kenapa kau berteriak-teriak, Yang Tek. Apa mau mu!"

"Tolong, oohh.... aduh! Aku dikejar-kejar musuhku ini, suhu. Mereka curang mengeroyokku. Kim-kongcu, bocah she Kim itu aduh, keparat ia datang.... dess!" dan dua pukulan Bu-kek-kang yang menghantam dan menghajar pemuda itu membuat Yang Tek terbanting dan bergulingan melapor gurunya. Pemuda ini berteriak-teriak dan Bu Kok, tokoh nomor dua Pulau Api terbelalak. la bertanding hebat dengan Thio Leng dan masih belum melihat Beng An.

Tapi ketika di bawah sana murid-murid Pulau Api menjerit dan terlempar oleh bayangan putih yang ber-kelebatan bagai burung menyambar-nyambar, juga murid-murid Lembah yang membuat murid atau anak buah mereka jatuh bangun maka Tan Bong dan Siauw Lok muncul, dikejar oleh gadis baju biru dan hijau.

"Susiok, celaka, San-enghiong menghilang. Kim-kongcu itu datang dan mengobrak-abrik kami!"

"Benar, dan bocah keparat itu membantu musuh, susiok. Kalau tak ada dia kami tak akan kesukaran!"

"Mana San-kongcu itu...."

"Dia pergi, lari. Agaknya pernah dihajar Kim-kongcu itu dan ketakutan... des!" dan Siauw Lok yang menghentikan kata-katanya dihantam Bu-kek-kang akhirnya mengeluh dan bergulingan.

Tan Bong juga mengalami hal yang sama namun untung mereka merupakan pemuda-pemuda kuat yang berdaya tahan tinggi. Hanya Yang Tek yang kewalahan dihajar Ui Hong dan atasannya, gadis baju merah itu. Dan karena semua ini mengacau konsentrasi dan ketua maupun wakil ketua menjadi terganggu maka pukulan Thio Leng tepat mengenai pelipis lawannya sementara Bu-kek-kang yang dilancarkan Puteri Es menghantam dada ketua Pulau Api.

"Augh...!"

"Keparat!"

Dua orang itu terlempar dan bergulingan. Untung, seperti juga murid-murid mereka yang tangguh dua tokoh ini juga memiliki daya tahan luar biasa. Biarpun hawa dingin menyambar membekukan tulang namun Giam-lui-kang di tubuh mereka melindungi. Sinkang dua tokoh itu sudah begitu mendarah daging hingga otomatis melindungi tuannya. Maka ketika mereka meloncat bangun dan muka merah padam, ketua Pulau Api meledakkan tangan maka api menyembur dari telapaknya membalas Puteri Es.

"Han Wei Ling, kau tak dapat merobohkan aku!"

Puteri Es tersenyum dingin. Ia tadi mendapat kesempatan dan memukul lawan cukup telak. Kalau bukan ketua Pulau Api ini tentu terkapar roboh. Tapi ketika lawan membalas dan membentak melepas Giam-lui-ciang, pukulan Petir Neraka itu berbahaya juga maka ia mengelak dan selanjutnya bertempur lagi. "Hmm, kaupun tak dapat merobohkan aku!"

Bu Kok tokoh nomor dua berseru keras. Iapun sudah bergulingan meloncat bangun dan melepas pukulan. Lawan mengelak dan selanjutnya bertempur lagi. Tapi ketika Yang Tek berteriak-teriak dan mengganggil mereka, pemuda itu berlari ke arah suhu atau susioknya maka Tan-pangcu maupun Bu Kok geram. Melepas Giam-lui-ciang ke arah gadis baju merah maupun Ui Hong namun Puteri Es maupun wakilnya menangkis. Yo Lin diselamatkan majikannya sementara Ui Hong dilindungi Thio Leng.

Dan ketika dua gadis itu mengejek dan mengejar Yang Tek, sesekali juga Tan Bong ataupun Siauw Lok maka kedudukan orang-orang Pulau Api ini terdesak dan ketua maupun wakilnya menjadi marah. Namun saat itu si gila muncul. San Tek, yang ketakutan dan lari mengira Thai Liong atau ayahnya di belakang Beng An buru-buru menyelamatkan diri. Ia menghilang dan sejenak menghindar, mau meninggalkan Lembah tapi teringat teman-temannya. Maka ketika Beng An berkelebatan di bawah dan ia naik ke atas maka ditemuinya dua tokoh Pulau Api itu untuk diajak pergi.

"Pangcu, Bu-taihiap, suteku Beng An muncul. Ia mengganggu acara. Mari pergi dan kita tinggalkan saja tempat ini!"

"Heh!" Bu Kok membentak dan tiba-tiba marah. "Kau laki-laki macam apa, San-kongcu, masa ngacir sebelum kalah! Hayo bantu kami dulu dan tangkap Puteri Es dan pembantu-pembantunya ini!"

"Apa, kau berani main perintah dan menyuruh aku? Kurang ajar, kuminta kau baik-baik, Bu-taihiap. Atau kau mampus dan biar aku pergi sendirian!"

San Tek yang marah dibentak Bu Kok tiba-tiba membalik dan berkelebat pergi. Si gila ini ternyata punya perasaan juga dan dapat naik darah. Tapi ketika ia baru berkelebat beberapa meter Tan-pangcu pun buru-buru memanggil, bujukannya lembut.

"San-siauwiliap, tunggu dulu. Puteri Es dan kawan-kawannya ini merendahkan kau. Mereka tak tahu Im-kan-thai-lek-kangmu yang hebat. Coba bantu kami sedikit dan beri mereka pelajaran!"

Si gila merandek. San Tek memang gampang dibujuk dengan kata-kata halus daripada kasar. Dan karena ketua Pulau Api itu menggosok nadi kemarahannya dengan kata-kata menantang, uratnya panas terbakar tiba-tiba ia membalik dan menyerang Puteri Es itu, lawan ketua Pulau Api. "Apa? Ia merendahkan aku? Berani menantang Im-kan-thai-lek-kang? Bagus, boleh kau rasakan pukulanku, Puteri Es. Dan kau rupanya yang membuat Tan-pangcu penasaran.... wheerrrr!"

Api berkobar di kedua lengan si gila itu, menembus kekuatan Bu-kek-kang dan hawa dingin di tempat itu tiba-tiba pecah dibelah. Puteri Es sedang menghadapi lawannya ketika si gila itu menyerang. Ia terkejut. Dan ketika ia mengelak namun diburu, Im-kan-thai-lek-kang itu mengejarnya ke manapun ia pergi maka Puteri ini menangkis tapi ia menjerit tertahan.

"Desss!" Puteri itu terpental dan berjungkir balik ke atas. Ia berseru keras melihat betapa api di lengan pemuda itu tak padam bertemu Bu-kek-kang, tertawa dan si gila itu menerjangnya lagi dengan lebih seru. Kata-kata pangcu benar-benar menusuk kemarahannya. Dan ketika ketua Pulau Api juga berkelebat dan menyerang lawan maka Puteri Es terkejut dan melengking, terpental dan berjungkir balik lagi dan selanjutnya ia dikeroyok dua!

Tentu saja sang puteri pucat dan marah. Ia baru kali itu berhadapan dengan San Tek dan Im-kan-thai-lek-kang yang dipunyai pemuda ini hebatnya tak kalah dengan ketua pulau api. Bahkan, karena Giam-lui-ciang baru dikuasai delapan bagian oleh ketua Pulau Api itu sementara si gila ini tampaknya sudah mahir menguasai ilmunya maka pemuda itu justeru lebih hebat dan berbahaya dibanding Tan-pangcu!

"Keparat, kau licik dan curang, Tan-pangcu. Kau rendah dan tak tahu malu. Kau_telah memasukkan orang luar dalam permusuhan kita!"

"Ha-ha, kaupun memiliki Kim-kongou itu. Lihat ia menghajar anak-anak muridku, Wei Ling, kaupun memasukkan orang luar dan sudah melanggar kebiasaan. Lembah Es ternyata tidak suci lagi!"

"Keparat, jahanam mulut kotor.... des!" dan sang puteri yang terlempar dan berjungkir balik menangkis serangan lagi akhirnya terdesak dan Bu Kok, tokoh nomor dua terbahak-bahak.

"Ha-ha, bagus, San-kongcu, bagus! Robohkan puteri sombong itu dan setelah itu kita robohkan lawanku ini!"

Thio Leng pucat melihat keadaan majikannya yang terancam. Ia membentak dan melengking menghantam tokoh nomor dua itu tapi Bu Kok mengelak dan berkelit. Ada kesan menjaga waktu agar si gila datang membantu. Tapi karena dua tokoh itu melupakan Yang Tek, yang terbelalak dan dihajar Ui Hong maupun Yo-siocia akhirnya pemuda ini menjerit ketika Bu-kek-kang menerpanya, dari kiri kanan.

"Aduh, tolong, suhu mati aku, krek!" pemuda itu berteriak dan terlempar, lupa atau dilupakan suhunya karena sang ketua sedang girang mendesak Puteri Es. Bantuan San Tek benar-benar berharga hingga lawan terjepit. Dan ketika mereka sadar namun pemuda itu terbanting, pundaknya patah maka Ui Hong dan Yo-siocia berkelebat lagi dan menyambar tengkuk pemuda itu dengan tamparan Bu kek-kang.

Kali ini tak dapat dikelit dan pemuda itu terkulai, lehernya tertekuk namun ia masih dapat menggeliat. Yang Tek memang pemuda kuat yang daya tahannya tinggi. Tapi ketika sesosok bayangan ramping berkelebat dan menusuk dada pemuda itu sebatang pedang menancap di jantung maka Yang Tek tewas setelah sejenak melihat bahwa itu adalah Hwa Seng, murid Lembah Es yang dulu diperkosanya.

"Yang Tek, ajalmu tiba. Terimalah kematianmu.... crep!"

Pedang itu bergoyang-goyang dan tinggal di dada kiri memuncratkan darah segar. Hwa Seng tahu-tahu berada di situ dan meninggalkan pertempuran. lapun seperti murid-murid lain juga berjuang dan membela Lembah Es. Namun karena ia melihat datangnya Yang Tek, pertempuran seru antara pemuda itu dengan Ui Hong maka diam-diam ia maju mundur dan menyelinap di arena pertempuran mendekati lawan yang dibencinya ini. Apalagi ketika Yo-siocia mendesak dan membuat pemuda itu kalang-kabut, lari dan akhirnya menaiki gunung kelima meminta pertolongan gurunya.

Dan ketika ia menguntit dan kesempatan itu ada, pemuda ini roboh oleh tamparan Bu-kek-kang tak ampun lagi ia berkelebat menusukkan pedangnya ke dada pemuda itu. Ketua dan wakil ketua Pulau Api sedang sibuk oleh kegembiraannya sendiri melihat munculnya San Tek, betapa si gila itu maju dan mendesak Puteri Es, lupa kepada muridnya dan barulah mereka terkejut ketika Yang Tek tahu-tahu roboh, tertembus pedang Hwa Seng, gadis yang dulu ditangkap di Pulau Api dan dipermainkan mereka. Maka ketika tiba-tiba ketua Pulau Api menjadi marah dan menggeram melepas pukulannya ke arah Hwa Seng maka gadis itu berteriak dan terlempar roboh. Yo Lin terkejut dan menendang anggautanya itu menjauhi pertempuran.

"Hwa Seng, pergilah. Jangan dekati tempat ini!"

Gadis itu mengeluh dan terlempar lagi oleh tendangan Yo-siocia. Pedangnya terlepas dan entah mencelat ke mana. Namun ketika ia bangkit terhuyung dan melihat majikannya terdesak tiba-tiba ia lari turun gunung menjerit, memanggil Beng An. "Kim-kongcu, tolong. Tocu (majikan) dikeroyok manusia-manusia curang!"

Beng An menoleh. Ia terkejut oleh seruan itu dan sesungguhnya menunggu kesempatan untuk naik ke gunung. Ia melihat pertempuran Puteri Es dengan ketua Pulau Api namun tak berani gegabah karena melihat mereka imbang. Waktu itu San Tek belum muneul dan karena itu Beng An membantu saja murid-murid Lembah. Anggauta Pulau Api dijungkirbalikkan dan mereka yang tentu saja sudah mengenal kelihaian pemuda ini menjadi gentar. Dulu dikeroyok semua penghuni saja pemuda ini mampu bertahan. In mampu menandingi ketua dan tokoh-tokoh Pulau Api.

Maka ketika Beng An melempar-lempar mereka dan pemuda itu menunggu kesempatan, pertempuran di atas gunung masih seimbang maka ia tak berani gegabah karena lancang membantu Puteri Es atau wakilnya bisa dianggap hinaan. Pantang bagi tokoh-tokoh besar untuk dibantu sebelum terdesak. Mereka bisa tersinggung dan marah. Maka ketika Hwa Seng tiba-tiba berteriak dan suara gadis itu melengking tinggi, Beng An terkejut maka dilihatnya bekas suhengnya itu mengeroyok sang puteri.

"Suheng, kau tak boleh curang!"

Beng An berkelebat dan melakukan bentakan mengguntur. Suaranya diisi khikang penuh tenaga hingga puluhan lawan mencelat. Getar suara pemuda itu bagai aum singa marah. Hawa suaranya itu mampu mengangkat dan melempar murid-murid Pulau Api. Lalu ketika mereka berteriak dan roboh terguling-guling, tak kuat jantung mereka menerima suara Beng An maka pemuda itu sendiri sudah melesat dan tahu-tahu di atas gunung, menampar dan Ping im-kang menangkis Im-kan-thai-lek-kang.

Saat itu San Tek tertawa-tawa mendesak Puteri Es, Tan-pangelcu juga bergerak dan siap merobohkan majikan Lembah Es itu. Keadaan memang berbahaya, bagi sang puteri. Tapi begitu Beng An datang dan tubuhnya yang berkelebat dari bawah gunung menyambar seperti burung beringas, cepat luar biasa dan tahu-tahu menerima Im-kan-thai-lek-kang maka sambaran hawa dinginnya membekukan tulang dan San Tek yang sedang tertawa-tawa menghantam puteri itu terdorong roboh.

"Bress!" Beng An sudah di tengah-tengah dua orang ini. Ketua Pulau Api terkejut dan Puteri Es juga tampak heran. Beng An tadi dijebloskan ke sumur hukuman namun kini tiba-tiba keluar. Sang puteri kagum dan pancaran matanya itu tak dapat disembunyikan lagi. Beng An tergetar dan membalas senyum. Dua pasang mata kembali beradu namun Beng An berseru meminta maaf menyerang suhengnya lagi.

Dia tak ingin mencampuri pertempuran Puteri Es kalau lawan tak bermain curang, mengeroyok. Dan karena ia juga tak enak dengan ketua Pulau Api yang dulu bersikap ksatria, betapapun lelaki itu gagah dalam pandangannya maka bekas suhengnya itulah yang diserang dan dihalangi. San Tek terkejut dan menangkis dan si gila itu memaki-maki. Dan karena Beng An tahu kelemahan suhengnya ini maka gertakanpun menyambar.

"Suheng, ayah dan Liong-ko menunggumu. Kau akan ditangkap dan diikat kalau tidak cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Hayo kau pergi atau ayah dan Liong-ko ku panggil!"

"Keparat, bocah kurang ajar. Kau mengganggu dan mengacau kesenanganku, Beng An. Kau dari dulu selalu merusak acaraku. Hih, kau harus kupukul dulu dan biar setelah itu aku lari.... des-plak!"

Im kan-thai-lek-kang menangkis pukulan dingin Ping-im-kang dan Beng An ganti terdorong. Suhengnya sekarang sudah memusatkan perhatian dan menemukan kekuatan. Tapi karena ia mengancam dengan nama ayah dan kakaknya, dua orang itu memang paling ditakuti si gila maka Beng An sengaja mengurangi tenaganya hingga pukulan San Tek membuatnya terhuyung-huyung. Suhengnya itu senang dan terkekeh-kekeh, lupa kepada Puteri Es dan kini menyerangnya lagi. Dan ketika untuk kedua kali Beng An dihajar dan jatuh terpelanting, ia sengaja membuat senang suhengnya maka Beng An membentak lagi.

"Cukup, jangan membuat ayah atau kakakku marah, suheng. Atau kupanggil mereka kalau kau masih menyerangku lagi.... des-dess!" dan Beng An yang terguling-guling dihantam Im-kan-thai-lek-kang akhirnya membuat si gila puas dan tertawa-tawa.

Beng An bergulingan meloncat bangun dan saat itu suhengnya berkelebat pergi. Si gila takut ancaman Beng An, terutama kakaknya Thai Liong yang gagah perkasa itu. Dan karena tiga kali ia membuat Beng An jatuh bangun, tak tahu bahwa Beng An tak bersungguh-sungguh melawannya maka kepergian si gila itu mengejutkan Tan-pangcu dan Bu Kok, juga See Lam tokoh nomor tiga.

"Heii, kau mau ke mana, San-enghiong. Hajar dulu lawanmu itu atau bantu kami menangkap Puteri Es!"

"Heh-heh, di sini banyak orang-orang gila. Suteku itu dan ayah atau kakaknya berada di sini, pangcu, melawanpun tak mungkin menang. Ayo kembali saja atau kalian malah roboh!"

Ketua Pulau Api dan dua sutenya pucat. Mereka baru saja mengharap kemenangan setelah San Tek muncul di situ. Dengan adanya si gila ini mereka dapat mendesak Puteri Es. Majikan Lembah yang amat lihai itu jelas terkejut. Im-kan-thai-lek-kang yang dipunyai si gila memang luar biasa. Tan-pangcu sendiri mengakui bahwa Giam-lui-ciang yang dimilikinya kalah hebat, bukan karena ilmunya rendah melainkan karena penguasaan Giam-lui-ciang baru dikuasainya delapan bagian.

Maka ketika tiba-tiba pemuda itu meninggalkan mereka sementara Beng An terlihat jatuh bangun dihajar Im-kan-thai-lek-kang, tak tahu bahwa pemuda itupun hanya berpura-pura agar suhengnya senang maka ketika ancaman dua nama ini membuat kecil nyali si gila tak pelak lagi Tan-pangcu dan sutenya berubah. Beng An sudah diketahui kehebatannya dan pemuda itu masih di atas mereka. Hanya San Tek itulah yang dapat menaklukkan pemuda ini namun celakanya si gila pergi.

Dan karena mereka sudah mulai mendengar akan nama Kim-mou-eng atau Pendekar Rambut Emas, juga Thai Liong Si Rajawali Merah maka mendengar dua nama itu disebut-sebut dan San Tek tampak jerih, mereka tak mungkin berlama-lama lagi maka ketua Pulau Api tiba-tiba membentak dan melancarkan serangan dahsyat.

"Han Wei Ling, kau ternyata menyembunyikan lelaki-lelaki asing di Lembah Es. Kau curang, tak suci lagi. Terimalah Giam-lui-ciangku dan kelak kita bertemu lagi.... siuttt!" pukulan api merah menyambar dahsyat. Giam-lui-ciang dikerahkan sepenuh tenaga oleh ketua Pulau Api itu karena ketua ini marah sekali mengira Lembah Es benar-benar diisi orang-orang luar.

Tan-pangcu mengira bahwa Beng An dan ayah atau kakaknya benar-benar di situ. Maka ketika ia melepas kemarahan dengan mengerahkan segenap tenaga, sutenya Bu Kok juga menghantam Thio Leng dengan kecewa dan penuh kegusaran maka Puteri Es maupun wakilnya ini tak berani main-main. Puteri Es baru saja terlepas dari himpitan San Tek dan itu melegakannya. Tanpa Beng An tak mungkin itu terjadi. Maka ketika ia membentak dan balas memaki lawan, Thio Leng juga melengking menyambut pukulan Bu Kok maka di sana Sui Keng juga menerima hantaman See Lam karena tokoh nomor tiga dari Pulau Api itu juga marah dan mengerti maksud kata-kata ketuanya.

"Blarr-cessshhh..." Api dan es tiba-tiba bertemu. Suaranya mula-mula dahsyat namun diredam oleh pukulan Bu-kek-kang maka pukulan Tanpa Kutub itu membungkam jilatan api merah dari Giam-lui-ciang. Enam tubuh terlempar di udara dan siapapun yang melihat tentu pucat. Suara pertemuan dua tenaga sakti itu mendirikan bulu roma. Puncak gunung seakan roboh dan kilatan api yang menyembur ke ataspun terasa mengerikan.

Tapi ketika padam dan hancur oleh Bu-kek-kang, asap putih dan merah sama-sama membubung ke atas maka ketika dua asap itu lenyap ternyata Tan-pangcu maupun dua sutenya lenyap. Beng An melihat tiga tokoh Pulau Api itu berjungkir balik melempar sisa benturan. Puteri Es dan Thio Leng serta sumoinya juga melakukan hal yang sama. Masing-masing terpental oleh dahsyatnya benturan itu. 

Dan ketika di sana para murid juga berteriak dan terpelanting roboh, suara di atas gunung sungguh menggetarkan maka tiga bayangan berkelebat dan terbang meninggalkan pertempuran dan orang-orang Pulau Api disambar teman-temannya dan Tan Bong maupun Siauw Lok menyambar mayat Yang Tek.

Suheng mereka itu tewas dan gerakan para suhu ataupun susiok mengisyaratkan lari. Mereka bergerak dan mengikuti tetua mereka pula. Dan ketika asap di atas gunung benar-benar bersih dan Puteri Es tampak mengebutknn ujung bajunya yang terbakar, di sana Thio Leng maupun Sui Keng juga terhuyung menegakkan tubuh maka Beng An kagum dan sekali lagi memuji kepandaian orang-orang Lembah Es ini, para wanita yang gagah dan sakti. Namun sebelum ia bicara atau apa maka para murid di bawah berkelebatan ke atas dan Hwa Seng, gadis Lembah Es yang pertama kali dikenalnya maju berlutut, wajahnya berseri-seri.

"Kim-kongcu, terima kasih. Kau telah menyelamatkan tocu!"

"Benar," yang lain tiba-tiba berseru, maju dan sudah berlutut mengerubungi dirinya. "Kau telah menyelamatkan tocu, kongcu, dan juga menyelamatkan kami semua. Lembah Es terhindar dari petaka setelah kau datang!"

"Hm," Beng An kikuk, bergerak dan menyuruh bangun gadis-gadis cantik itu. "Perkataan kalian terlalu berlebihan, para cici. Tanpa akupun tocu kalian masih mampu menghadapi musuh. Tan-pangcu dapat dihadapinya dan tanpa aku majikan kalian luar biasa. Bangunlah, aku datang secara tak sengaja!"

Tapi bayangan merah berkelebat. "Tidak, mereka benar, kongcu. Tanpa kau si gila itu tak dapat kami hadapi. Kau telah menolong kami, juga tocu. Biarlah aku menghaturkan hormat dan terima kasih setinggi-tingginya!"

Beng An terkejut. Yo Lin, gadis baju merah itu tahu-tahu berlutut di depannya dan mencium kakinya. Tentu saja ia kaget dan menarik kakinya itu. Tapi ketika dua bayangan lain berkelebat dan itulah Thio Leng dan Sui Keng, dua gadis tokoh-tokoh Lembah maka Beng An meledakkan tangannya mengeluarkan Pek-sian-sut dan menghilang. Thio-siocia dan Wan-siocia itupun berlutut dan hendak mencium ujung kakinya!

"Heii, gila! Aku tak mau mendapat hormat berlebihan, Thio-cici. Bangun dan jangan membuat aku jengah!"

Semua terkejut. Asap putih meledak dan Beng An lenyap. Itulah Pek-sian-sut yang dikerahkan pemuda ini untuk menolak gadis-gadis itu. Beng An tak mau menerima rasa terima kasih yang berlebihan itu. Thio Leng dan saudara-saudaranya terisak. Mereka dilanda keharuan dan rasa girang. Maka ketika Beng An lenyap dan pemuda itu tak tampak di situ lagi, hanya Puteri Es yang tiba-tiba mendengus dan meledakkan ikat pinggangnya maka Ratu atau Puteri itu dapat melihat Beng An. Sang Ratu lenyap di balik kesaktian sabuk harumnya.

"Kim Beng An, kau memang patut mendapat terima kasih dari anak buahku. Tapi keluarlah, kaupun harus menerima teguran!"

Beng An tersenyum dan melenyapkan lagi Pek-sian-sutnya. Dia mendapat tandingan dan sesungguhnya puteri ini memang hebat. Kalaupun San Tek dapat mengeroyok puteri ini namun kalau sang puteri mempergunakan sabuk harumnya itu belum tentu San Tek dapat mendesaknya. Suhengnya tak memiliki segala macam sihir dan ilmu silatnya benar-benar murni kepandaian biasa, bukan segala macam ilmu batin atau kesaktian sihir. Maka ketika ia muncul lagi namun mengerutkan kening mendengar itu, para murid Lembah juga terkejut mendengar kata-kata majikannya maka Beng An buru-buru menjura dan bertanya,

"Maaf, apa yang telah kulakukan, to-cu. Kesalahan apa yang kuperbuat hingga pantas mendapat teguran. Kalau tentang kedatanganku ini maka terus terang aku tak sengaja, aku telah memberitahumu. Dan untuk kelancangan ini barangkali memang benar aku harus minta maaf!"

"Bukan itu!" sang puteri membentak. "Kau mempermalukan dan menghina kami Kim-kongcu. Bagaimana jawabmu tentang tuduhan ketua Pulau Api bahwa kami wanita-wanita Lembah Es menyembunyikan lelaki selain dirimu. Apa jawabmu!"

Beng An terkejut. Tiba-tiba ia sadar dan ingat akan gertaknya kepada suhengnya tadi, bahwa ayah dan kakaknya siap menangkap pemuda itu kalau tidak pergi meninggalkan pertempuran. San Tek menjadi takut dan si gila melarikan diri. Ini sebenarnya hanya gertak sambal belaka tapi Tan-pangcu dan lain-lainnya tadi menangkap sebagai suatu kesungguhan. Mereka mengira bahwa ayah dan kakaknya benar-benar ada di situ. Maka ketika ia geli dan tak tahu bahwa Ratu Es benar-benar marah, Lembah Es bisa tercemar dan ternoda kesuciannya maka Beng An tertawa geli menerangkan,

"Tocu, aku tadi hanya main-main. Ketahuilah, bekas suhengku tadi paling takut kalau mendengar ayah terutama kakakku ada di sini. Ia pernah dihajar, tunggang-langgang. Dan karena aku tak ingin ia berlama-lama di sini, mengganggu kalian maka ia kutakut-takuti dan kusuruh pergi. Betapapun ia amat lihai dan berat bagiku kalau harus bertanding. Aku dan dia hampir imbang, kami masing-masing harus mengadu jiwa kalau ingin satu di antaranya roboh...."

"Tapi kau tak tahu bahwa kata-katamu amat menyakitkan kami. Heh, ketahuilah, Kim Beng An. Lembah Es selama ini tak pernah dijamah laki-laki dan suci baik penghuni maupun tempatnya. Tapi kau membuat cemar. Kutuk juga telah kami terima. Tanggung jawab apalagi yang dapat kauberikan kalau bukan hukuman mati!"

Beng An dan para penghuni menjerit keras. Ratu Es, yang marah dan berapi-api menuding Beng An tiba-tiba menutup kata-katanya dengan satu tamparan maut. Ratu tidak bergerak dari tempatnya namun jari tahu-tahu melesat cepat, begitu cepat hingga sudah di depan hidung Beng An. Dan ketika pemuda ini mengelak namun sang ratu bergerak, kini tubuh semampai itu mengejar dengan kecepatan luar biasa maka Beng An menangkis otomatis dan...plak!"

Beng An terbanting! Lalu ketika ia berteriak dan bergulingan meloncat bangun ternyata Puteri ES berkelebat dan membayangi, tak memberi ampun den dua tiga pukulan lagi mengenai Beng An. Pemuda ini bingung sementara para murid menjerit. Mereka pucat.Tapi ketika Beng An terbanting sekali lagi dan jelas pemuda itu tak berniat melawan, hanya melindungi diri maka Thio Leng dan Sui Keng tiba-tiba berkelebat ke depan, disusul oleh Yo Lin gadis baju merah.

"Tocu, berhenti. Maafkan Kim-kong-cu!"

"Tak ada yang dimaafkan!" sang Ratu membentak dan terus mengejar pemuda ini, kali ini sabuknya dicabut dan meledak menyambar. "la harus mati, Thio-cici. Atau aku menanggung dosa di depan arwah leluhur.... bret-plak!"

Beng An menyambut dan menangkap ujung sabuk, mengeluh tapi ujung sabuk itu robek. Robekannya di tangan Beng An. Dan ketika Beng An bergulingan menjauh namun dengan sisa sabuknya puteri itu melancarkan serangan terakhir maka tiga gadis itu berkelebat dan menangkis serangan to-cu mereka, serentak berseru,

"Maafkan dia. Biarlah kau membunuh kami dan kami penggantinya...des-dess!" dan mereka yang terbanting dan mengeluh bergulingan ternyata menyelamatkan Beng An karena ratu mereka tergetar dan terdorong, kaget membelalakkan mata dan semua murid tiba-tiba menjadi pucat. Baru kali itu ada murid melawan, hukumannya bisa mampus! Tapi ketika tiga gadis itu berlutut dan terisak melindungi Beng An, masing-masing dengan wajah gemetar maka Thio Leng, wakil tertua berkata, suaranya tersendat sendat,

"Tocu ampunkan kami.. Tapi... tapi kami bukan bermaksud membangkang. Kami hendak mengingatkan bahwa betapapun Kim-kongcu telah menyelamatkan kita semua. Dia bersalah, tapi tidak disengaja. Harap tocu maafkan dia karena betapapun ada aturan partai yang menyebutkan bahwa laki-laki yang menyelamatkan Lembah Es dapat dianggap keluarga sendiri, dalam keadaan darurat..."

"Benar," Sui Keng juga berkata, tangisnya tersendat. "Ada aturan khusus peninggalan nenek moyang yang tak boleh dilupakan, tocu. Bahwa laki-laki yang dua kali menyelamatkan murid atau penghuni Lembah Es tak boleh dianggap musuh lagi. Dia sudah dianggap keluarga. Dan.... dan kalau sampai tiga kali maka laki-laki itu berhak menjadi suami di sini!"

Puteri Es mengeluarkan jerit tertahan. Dia terbelalak dan merah padam mendengar kata-kata dua pembantunya ini sementara murid-murid yang lain mengangguk dan bersinar-sinar. Beng An telah dua kali menolong Lembah Es meskipun yang pertama hanya bersifat perorangan, menyelamatkan Hwa Seng dari cengkeraman orang-orang Pulau Api.

Dan karena pertolongan kedua lebih bersifat luas, menolong atau menyelamatkan semua penghuni maka mereka setuju dan teringat bahwa di partai memang ada aturan khusus yang bersifat luar biasa, yakni bila ada seorung laki-laki sampai menolong murid atau penghuni dua kali berturut-turut maka lelaki atau orang ini tak boleh dimusuhi. Untuk ketiga kalinya dia bahkan boleh menjadi suami. Ini aturan khusus dalam keadaan Iuar biasa. Dan karena Kim-kongcu itu telah menolong dua kali, jadl ia dapat dianggap keluarga maka tak seharusnya dia dimusuhi apalagi dibunuh!

Peraturan ini telah berjalan ratusan tahun dan selama ini baru ada seorang saja yang menjadi pelaku. Setelah itu tak ada lagi orang-orang lain yang dapat di-anggap keluarga. Beng An adalah orang kedua. Maka ketika semua mengangguk-angguk dan Ratu tampak gemetar, menggigil dan merah padam maka tiba-tiba ia mengeluh dan membalikkan tubuhnya, berkelebat lenyap.

"Baik, omonganmu beralasan, Thio-cici Tapi betapapun aku tak suka pemuda itu berbohong. Dia mencemarkan kita, menoreh arang buruk. Aku tak mau bertemu lagi dan terserah kalian bagaimana dengan Kim-kongcu itu."

Thio Leng dan dua adiknyo bangkit berdiri. Mereka memanggil namun sang majikan tak mati menoleh. Dan ketika Ratu lenyap namun tiga gadis ini berseri maka mereka menghadapi Beng An yang menarik napas dalam-dalam mulai mengenal tabiat aneh Ratu Es itu.

"Kongcu, kau selamat. Kau sudah bukan orang luar lagi bagi kami. Kau telah dua kali menolong kami dan yang terakhir ini membuat kau berhak dianggap sebagai keluarga. Terimalah hormat dan penghargaan kami, kongcu, tapi maaf bahwa tocu tak mau menemuimu!"

Tiga gadis itu berlutut dan Beng An terharu. Cepat dia menarik bangun dan tertawa getir. Lalu ketika dia memandang kepergian Puteri Es tadi Beng An berkata duka, "Thio-cici, tidak kusangka bahwa omonganku tadi melukai hati tocu kalian. Aku tak sengaja. Aku hanya tak ingin banyak berjatuhan korban lagi. Aku telah dianggap keluarga Lembah Es, terima kasih besar. Tapi karena tocu kalian tak senang kepadaku biarlah aku pergi dan sungguh mati ku katakan kepada kalian bahwa kedatanganku kali ini tak ku sengaja. Aku bertemu orang-orang jahat itu di tengah jalan, curiga dan mengikuti. Dan karena mereka ke sini maka aku ikut ke sini hingga semua peristiwa itu. Aku sekarang akan kembali dan percayalah tak ada setitik niatpun menyinggung atau menimbulkan kemarahan kalian!" dan mendorong tiga gadis itu minggir Beng An siap berkelebat dan pergi.

Namun Sui Keng tiba-tiba menahan. "Kongcu, belum ada tanda khusus yang menyebutkan kau keluarga Lembah Es. Kau berhak menerima itu!"

"Hm, menerima apa?"

"Ini!" dan ketika gadis itu mencabut dan mengeluarkan sesuatu ternyata ia menyerahkan sebatang pedang pendek yang dingin terbuat dari salju. Beng An tertegun tapi dia menerima, tersenyum dan melihat bahwa itu adalah pedang aneh yang amat kuat. Lalu ketika dia memeriksa dan mengamat-amati maka gadis itupun menerangkan. "Ini adalah Pek-swat-kiam (Pedang Salju) yang khusus bikinan kami. Seharusnya kau menerima langsung dari tocu. Milik tocu lebih ampuh. Tapi karena tocu sedang tak senang sementara kau harus menerima tanda biarlah kau menerima dulu ini kelak dapat ditukar secara resmi. Aku tak dapat berbuat apa-apa selain ini. Harap kongcu simpan baik-baik karena meskipun tak berharga tapi pedang itu tak kalah dengan pedang yang lain dan sanggup memotong putus besi setebal apapun!"

Beng An mengangguk-angguk. Sekali lagi ia menarik napas dalam dan tersenyum pahit. Nyata, penghuni Lembah Es ini sebenarnya baik. Hanya karena dendam lama saja mereka jadi beku dan dingin terhadap orang luar, khususnya lelaki. Maka ketika kini merekapun ternyata dapat bersikap hangat kepadanya, tahu budi dan terima kasih tiba-tiba Beng An-pun terharu dan menyimpan pedang itu ke balik bajunya. "Baiklah, terima kasih, Wan-cici. Tapi maaf bahwa aku harus pergi!"

Beng An membalik dan terdengar seruan-seruan kaget. Pemuda itu tahu-tahu lenyap karena sudah meluncur di bawah gunung. Pakaian putihnya berkibar dan para murid kehilangan. Tapi sebelum pemuda itu lenyap di kaki gunung terdengar seruan Thio Leng,

"Kongcu, kau boleh datang kapan dan di mana kau suka. Tapi jangan bawa orang lain kalau dia itu laki-laki!"

Beng An menoleh dan melambaikan tangan. Dia tak menjawab karena perasaannya sedang getir. Mungkin dia tidak akan datang lagi ke situ. Tocu lembah amat marah kepadanya. Dan ketika ia benar-benar lenyap dan hilang di balik gunung maka Beng An bersiap untuk kembali dan berkumpul dengan ayah ibunya, jauh di luar tembok di padang rumput luas.

* * * * * * * *

Pasangan keluarga itu tampak bahagia. Empat orang dewasa sedang memperhatikan dan bermin-main dengan seorang anak lelaki lucu sekitar empat tahun. Dua di antara mereka tertawa dan terkekeh-kekeh sementara dua yang lain tersenyum dan cukup menahan tawa. Satu diantara dua yang terakhir ini adalah seorang wanita berusia sekitar lima puluh satu tahun. Wajahnya masih cantik meskipun bayang-bayang ketuaan mulai nampak. Jelas dulunya wanita ini cantik jelita.

Sementara laki-laki di sampingnya, seorang pria lima puluh lima tahun duduk bersila dengan rambutnya yang panjang keemasan dibiarkan terurai di belakang pundak, mengkilap dan berseri-seri seperti wajahnya yang saat itu juga berbahagia dan berseri memandang bocah lucu itu. Namun ketika desah panjang terdengar dari mulut si wanita di sebelahnya dan betapa wanita itu tiba-tiba menahan isak, semua terkejut maka laki-laki berambut keemasan itu menoleh.

"Niocu, ada apa...."

"Hm, tidak. Tak ada apa-apa..." wanita itu menjawab dan coba mengelak. Ia melengos namun suaminya, pria itu tiba-tiba menekan pundaknya. Dan ketika dua pasang mata beradu dan wanita setengah baya itu tiba-tiba menangis maka terkejutlah dua yang lain yang merupakan orang-orang muda yung gagah dan cakap.

"Bun Tiong, ayo main kuda-kudaan di luar!" satu di antara orang-orang muda ini, wanita cantik jelita dengan hidung mancung dan mata kebiru-biruan berseru menyambar bocah lelaki itu. Dia berkelebat keluar membawa anak itu menjauhi dua orang tua yang rupanya lagi bersedih. Pemuda di sebelahnya, yang bermantel merah dan mendapat isyarat pria limapuluhan itu juga bergerak dan lenyap keluar. Lalu ketika dua anak muda itu tak ada di dalam lagi dan nyonya itu sesenggukan maka pria berambut emas itu memeluk dan mengusap wajah isterinya dengan lembut.

"Hm, kau tentu teringat Beng An. Kau tentu teringat anak kita itu. Apakah salah dugaanku, niocu? Apakah benar kau teringat anak kita?"

Wanita itu mengguguk. la adalah Kim hujin (nyonya Kim) alias isteri Pendekar Rambut Emas Kim-mou-eng. Dulu dia adalah puteri Hu-taihiap pendekar gagah perkasa dari Ce-bu. Dan karena mengikuti suami dan kini tinggal di utara maka nyonya ini menjadi terbiasa hidup di tengah-tengah padang rumput di tengah-tengah suku bangsa suaminya itu.

Sebagaimana diketahui, Pendekar Rambut Emas atau Kim-mou-eng ini adalah seorang berdarah Tar-tar dan Han. Ibunya seorang Han asli sedang ayahnya seorang Tar-tar, laki-laki gagah yang dulu memimpin suku bangsanya dan kini diteruskan puteranya itu. Kim-mou-eng telah berusia lima puluh lima tahun sementara isterinya, Swat Lian kini sudah berusia linm puluh satu.

Dua anak muda yang tadi bersama mereka adalah anak dan menantu, karena mereka itu bukan lain adalah Thai Liong Si Rajawali Merah, beserta isterinya Shintala, gadis cucu Drestawala si kakek sakti dari Thian-tok (India) yang amat lihai dengan ilmunya Sing-thian-sin-hoat (Silat tongkat Menggempur Langit). Dan karena sejak pernikahan mereka gadis ini mengikuti Thai Liong, kini berputera si bocah lelaki lucu yang bernama Bun Tiong itu maka hidup bertahun-tahun di tempat sepi ini tak menjadikan masalah bagi wanita seperti cucu Dresta wala itu.

Shintala adalah gadis keturunan dua bangsa. Rambutnya yang hitam namun sepasang matanya yang bersinar kebiru-biruan itu menjadikan wanita ini memiliki kecantikan asing yang khas. Dia amat cantik jelita dan berkepandaian tinggi. Dan karena dia menjadi isteri Thai Liong Si Rajawali Merah maka sejak mengikuti suaminya ini tentu saja wanita itu bertambah lihai dan tinggi ilmunya. Ang-tiauw-ginkang (Ginkang Rajawali Merah) dimiliki pula wanita ini hingga membuat ilmu meringankan tubuhnya luar biasa.

Wanita ini sanggup beterbangan di udara tiada henti, seperti burung menyambar-nyambar dan sekali patuk bakal membuat lawan roboh. Sing-thian-sin-hoat, ilmu warisan kakeknya diperdalam dan ia masih mempelajari beberapa kepandalan suaminya yang hebat-hebat. Hanya Beng-tau-sin-jin (Ilmu Menembus Roh) yang belum dikuasai nyonya itu, ilmu khusus yang dimiliki Rajawali Merah yang setingkat di atas Pek-sian-sut, ilmu sihir lain yang dimiliki Pendekar Rambut Emas. Tapi karena wanita ini sudah cukup hebat dan jarang jago-jago tua dapat mengalahkannya, mendiang kakeknya Drestawala sendiri sudah bukan tandingan maka Shintala nyonya cantik jelita ini sungguh bukan wanita sembarangan.

Thai Liong, suaminya, apalagi! Pemuda bermantel merah itu sudah melebihi Pendekar Rambut Emas, ayahnya. Dan karena sang ayah kian tua digeragoti umur, akhir-akhir ini Pendekar Rambut Emas juga lemah dan tidak enak badan maka pemuda itu menjadi tulang punggung utama kalau ada musuh jahat menyerbu. Tapi bertahun-tahun ini ayah dan anak tak disatroni orang. Sejak tewasnya Poan-jin-poan-kwi maka kehidupan mereka tenang. Thai Liong diminta ayahnya untuk tinggal di situ sementara adiknya, Soat Eng, tinggal di Sam-liong-to.

Keluarga Pendeker Rambut Emas ini memang hebat-hebat dan siapapun tahu. Siapa tidak kenal nyonya galak itu, Siang-hujin yang tinggal di Sam-liong-to (Pulau Tiga Naga). Dan siapa pula tidak kenal suaminya yang gagah dan berwatak satria. Siang Le, menantu Pendekar Rambut Emas yang ada di Sam-liong-to itu adalah pemuda istimewa yang amat aneh. gurunya, mendiang kakek iblis See-ong justeru terheran-heran oleh murid yang satu ini. Sebab kalau kakek itu biasa bersepak terjang ganas dan kejam adalah pemuda ini seperti pendeta yang lembut dan berwatak penuh cinta kasih. Sungguh bertolak belakang!

Tapi itulah nyatanya. Siang Le memang dikagumi banyak orang. Bu-beng Sian-su, kakek dewa itu bahkan memujinya dan mengibaratkannya seperti ikan di laut. Laut boleh asin tapi sang ikan tetap bersih dan suci. Dunia boleh jahat tapi pemuda itu tetap bersih dan mulia. Dan inilah yang dulu membuat Soat Eng, puteri Pendekar Rambut Emas tergila-gila dan jatuh hati. Mereka tinggal di Sam-liong-to dan kini mempunyai dua orang anak, masing-masing perempuan. Dan karena setiap setahun atau dua tahun sekali pasti mereka berkunjung ke padang rumput ini maka kehadiran mereka membuat Pendekar Rambut Emas maupun isterinya gembira.

Tapi sudah tiga tahun ini suami isteri Sam-liong-to itu tak memberi kabar. Sang ibu tak enak tapi Pendekar Rambut Emas menghibur. Mungkin menantu dan anak mereka itu kerepotan. Siang Hwi, dan adiknya, Siang Lan tentu semakin besar dan merepotkan orang tua. Anak-anak yang tumbuh dewasa memang semakin nakal dan meminta perhatian lebih. Dan karena di situ ada Bun Tiong, cucu mereka dari Thai Liong dan Shintala maka Kini-hujin agak terhibur biarpun sebenarnya diam-diam ia ingin keluarga Sam-liong-to itu datang.

Thai Iiong adalah putera Pendekar Rambut Emas den gan mendiang sumoinya Salima, bukan putera Pendekar Rarnbut Emas itu dengan isterinya. sekarang. Lain halnya Soat Eng yang ada di Sam-liong-to itu, juga Beng An yang kita temui di Lembah Es. Dan karena Thai Liong hanya putera tiri dan Bun Tiong berarti juga cucu tiri maka tentu saja nyonya itu jauh lebih merindukan anak atau cucu-cucunya sendiri dari Soat Eng atau Beng An.

Namun Beng An belum menikah. Jadilah nyonya itu mngharap kedatangan cucu-cucunya sendiri, dan hal ini tak aneh karena memang begitulah biasanya pertalian darah langsung. Kim-hujin lebih rindu kepada cucu-cucunya sendiri daripada cucu tiri. Apalagi Bun Tiong tiap hari ketemu, lain dengan Siang Hwa atau Siang Lan yang setahun sekali baru berkunjung. Dan karena sudah tiga tahun ini tak ada kabar dari Sam-liong-to, Kim-hujin gelisah maka tiba-tiba teringatlah dia akan putera kandungnya Beng An.

Sesungguhnya, nyonya ini agak iri akan "keberuntungan" Thai Liong. Pemuda itu memiliki putera laki-laki sementara anaknya sendiri, Soat Eng, melahirkan keturunan perempuan. Bahkan dua-duanyapun perempuan. Danketika suatu hari nyonya itu pernah bicara dengan puterinya dan mengharap betapa dia ingin menimang cucu laki-laki, Soat Eng terkejut namun terkekeh tiba-tiba anak perempuannya itu malah menegur.

"lbu, kau ini aneh. Laki-laki atau perempuan sama saja. Memangnya kenapa harus diributkan? Bukankah di sini kau juga punya Bun Tiong cucumu laki-laki Ah, ada-ada saja. Kau selalu mengharapkan yang tidak ada!"

"Hm, Bun Tiong bukan cucuku langsung. Aku ingin cucuku laki-laki atau barangkali suamimu itu yang goblok tak bisa membuat anak laki-laki...!"