Istana Hantu Jilid 32 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

ISTANA HANTU
JILID 32
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara

SWAT LIAN tertegun. Dua laki-laki bercambang gagah dan bergimbal, berumur sekitar empat puluh limaan tahun mendadak berkelebat di situ, muncul dan berteriak pada Thai Liong agar menyerahkan lawan, sama seperti dirinya tadi. Dan ketika dua orang itu terkejut karena melihat Swat Lian di situ, yang tadi tak terlihat mendadak keduanya tertegun dan membelalakkan mata.

"Suheng...!"

"Sumoi...!"

Swat Lian terkejut. Gwan Beng dan Hauw kam, dua orang itu, suhengnya, tiba-tiba memanggil namanya dan tampak waras. Swat Lian girang dan tentu saja terharu. Tak disangkanya bahwa dua orang suhengnya yang dulu gila itu kini tiba-tiba pulih, mereka tak tampak liar lagi dan bola mata yang biasa berputar-putar itu sekonyong-konyong hidup, bersinar. Dan ketika Swat Lian terisak dan dipanggil namanya mendadak dua orang itu berkelebat dan menubruk dirinya.

"Sumoi, kau.... ah, kau masih gagah dan cantik!"

"Dan kau bertambah lihai! Ah, ha-ha, lihat ini kami berdua, sumoi. Lihat dua suhengmu yang seperti jembel ini!" Hauw Kam dan suhengnya menerkam, menubruk dan memeluk serta menciumi nyonya cantik itu."

Swat Lian mula-mula terkejut. Khawatir bahwa mereka masih gila dan dapat membuatnya bahaya tiba-tiba nyonya ini bersiap dan akan mendorong. Tapi ketika dua orang itu meremas-remasnya dan air mata mereka bercucuran, tanda bahagia dan girang maka Swat Lian pun akhirnya menangis dan balas menubruk serta memeluk dua orang suhengnya itu."

"Kalian dimana saja? Kalian bagaimana tiba-tiba bisa begini? Ah, dulu kupanggil-panggil kalian, suheng. Tapi kalian lari dan tidak menghiraukan aku. Kalian.... kalian..."

"Gila! Ha-ha, kami gila!" Hauw Kam memotong, meneruskan kata-kata sumoinya itu. "Kami lari karena kami tidak waras, sumoi. Tapi sekarang kami sembuh dan tidak gila lagi. Lihat, kami mengenalmu dan tak mungkin menyerang!" dan ketika Hauw Kam mundur dan mendorong sumoinya, tertawa-tawa, maka Gwan Beng juga tersenyum dan melepaskan sumoinya itu."

"Ah, kau kian gagah dan masih cantik saja," laki-laki ini mengagumi. "Pantas kau menjadi isteri Kim-mou-eng, sumoi. Dan aku bahagia sekali!"

"Hm, kalian...!" nyonya ini tersipu merah. "Jangan memujiku melulu, suheng. Katakan kepadaku kemana saja kalian selama ini dan bagaimana kalian bisa mengalami keadaan itu!"

"Kami dicekoki racun oleh Siauw-jin dan nenek Naga. Dua iblis itulah yang membuat kami gila dan merampas ingatan!"

"Ah, sudahlah," Gwan Beng memotong. "Kejadian itu panjang sekali, sumoi. Biarlah nanti kita terangkan di belakang dan kami bersyukur bahwa puteramu menolong kami."

"Maksudmu Thai Liong menyembuhkan kalian dari ketidakwarasan itu?"

"Bukan pemuda itu, tapi lantaran dialah maka kami sembuh."

"Kami disembuhkan Sian-su!‖ Hauw Kam tiba-tiba berseru. "Kakek itulah yang memulihkan kami, sumoi. Tapi kalau kami tak dicari dan dibawa Thai Liong belum tentu kami bertemu Sian-su!"

"Ah, kalian bertemu Sian-su?"

"Benar, tapi sudahlah. Nanti kita bercerita lagi dan dengar letusan itu.... blar!" langit tiba-tiba menghitam, dari tengah pulau terdengar ledakan atau dentuman besar dan muncratlah segulung asap hitam disusul semburan api berwarna merah jingga."

Pulau Sam-liong-to bergetar dan terkejutlah semua orang karena kaki yang berpijak tanah terpeleset. Togur dan Hauw Kam serta suhengnya terpelanting, tak kuat oleh getaran atau guncangan menggelegar tadi. Dan ketika dua orang itu pucat sementara Togur berteriak disana tiba-tiba pemuda itu meloncat bangun dan melarikan diri."

"Heii...!" Hauw Kam dan suhengnya berseru. "Jangan lari, anak muda. Berhenti dan menyerahlah!"

Namun mana mau pemuda itu berhenti? Di saat semua orang terkejut dan diguncang getaran itu diapun mempergunakan kesempatan untuk lari. Thai Liong terlalu kuat dan sudah berkali-kali terbukti bahwa dia bukan tandingan lawannya itu. Putera Pendekar Rambut Emas itu memiliki dua kelebihan ilmu yang tak dipunyainya. Thai Liong memiliki Lui-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang. Dan ketika pemuda itu mempergunakannya dan sinkang maupun ginkang digabung menjadi satu maka Togur yang hanya memiliki sebuah dan setengah saja dari kekuatan lawan akhirnya terdesak, jatuh bangun dan memaki-maki namun Thai Liong tak segera merobohkannya.

Putera Pendekar Rambut Emas itu hanya mendesak dan membuat lawan terhuyung-huyung saja. Thai Liong rupanya tak tega merobohkan lawannya ini, dalam waktu yang singkat. Maka begitu dentuman di tengah pulau terdengar dan Togur mempergunakan itu untuk melompat bangun maka pemuda ini melarikan diri namun Hauw Kam dan suhengnya berkelebat mengejar."

"Jahanam kalian!" Togur membalikkan tubuh, menghantam ke belakang dan dua orang itu berseru keras. Mereka menangkis namun terpelanting sendiri. Togur mempergunakan Khi-bal-sin-kang. Dan ketika mereka berteriak tapi Swat Lian melengking marah, menyambar dan berkelebat menghantam pemuda ini maka Togur terbanting dan pucat mengeluh."

"Dess!" Pemuda itu terguling-guling. Untuk kesekian kalinya lagi Togur menghadapi lawan yang tangguh. Sang nyonya bukanlah Hauw Kam maupun suhengnya tapi ketika Swat Lian hendak menyerang lagi tiba-tiba Thai Liong berkelebat mencegah ibunya. Pemuda itu berkata biarlah Togur diserahkan padanya atau Hauw Kam dan Gwan Beng, dua supeknya itu. Minta kepada ibunya agar sang ibu melihat pertandingan di tengah pulau, dimana waktu itu terdengar dentuman pukulan lagi dan api atau sinar petir menyambar naik ke atas.

Sam-liong-to seakan diguncang badai karena air laut tiba-tiba naik tinggi, menghempas dan menghantam permukaan tanah. Dan ketika Swat Lian tertegun namun dapat melihat itu, mendengar seruan suhengnya bahwa Thai Liong benar maka nyonya ini melepaskan Togur dan berseru mengancam."

"Baiklah, kuserahkan jahanam ini kepadamu, Thai Liong. Tapi sekali dia lepas jangan harap kau membujuk ibumu lagi!"

"Akan kupenuhi," Thai Liong mengangguk. "Jangan khawatir, ibu. Dan aku pasti memperhatikan keinginanmu!" dan ketika sang ibu berkelebat sementara Togur memaki-maki maka Thai Liong menghadapi pemuda ini mencegat jalan larinya, tidak menyerang tapi malah diserang dan pemuda itu menangkis. Thai Liong menepati janjinya menepati janjinya untuk tidak mulai dulu kecuali diserang. Dan ketika Togur marah-marah dan memaki lawannya, membentak dan putus asa tak dapat melarikan diri maka Hauw Kam dan suhengnya tertawa bergelak agar pemuda itu diserahkan pada mereka saja."

"Kau terlalu lemah hati, persis ayahmu. Biarkan kami saja yang menghadapinya, Thai Liong. Dan kau mundurlah!" dan tidak menunggu pemuda itu menjawab tiba-tiba Hauw Kam sudah menerjang dan melepas serangan menghantam pemuda ini, ditangkis dan kembali terpental tapi sang suheng maju membantu."

Thai Liong segera mundur dan berkata pada dua supeknya itu bahwa tak guna memukul secara keras, lawan mempergunakan Khi-bal-sin-kang. Dan ketika pemuda itu memberi petunjuk bahwa sebaiknya mereka mempergunakan Jaring Naga, silat yang dulu dipakai untuk menangkap dan merobohkan Soat Eng maka Hauw Kam dan suhengnya tertawa girang."

"Baiklah, kau lebih tahu daripada kami. Pemuda ini telah mencuri kepandaian keluargamu, biar dia kuhadapi dengan Jaring Naga dan mudah-mudahan kami dapat membekuknya.... cret!" seutas jaring tiba-tiba menyambar, halus dan kuat."

Togur terkejut. Dia belum pernah menghadapi ilmu silat macam begini dan tentu saja memukul atau menolak. Tapi karena jaring itu terbuat dari benang-benang halus yang dapat lengket maka begitu dihantam mendadak melekat dan menempel di lengan pemuda ini."

"Aiihhhh...!" Togur kaget. Pemuda ini cepat menarik kembali serangannya tapi saat itu Gwan Beng juga mengeluarkan Jaring Naganya. Dengan bentakan dan pengerahan sinkangnya orang tua itu sudah menuruti petunjuk Thai Liong, melepas dan melancarkan ilmunya yang aneh itu. Dan ketika Togur mengelak dan menangkis dengan lengan satunya maka lengan ini ditempeli dan dilekati benang-benang halus itu, yang melekat seperti lintah!"

"Keparat jahanam, terkutuk!" Togur marah dan kaget, membentak dan merentangkan kedua tangannya kuat-kuat dan barulah benang-benang itu putus."

Tapi karena lawan sudah berkelebatan lagi di sekeliling tubuhnya dan Hauw Kam maupun suhengnya tertawa-tawa mengeluarkan silatnya yang aneh maka Togur dibuat sibuk dan membelalakkan mata, ngeri dan gelisah karena benang-benang yang mirip sarang laba-laba itu demikian lengket halus. Entah bagaimana dua orang itu seperti laba-laba raksasa yang selalu mengeluarkan benang laba-labanya, setiap dipukul tentu mengeluarkan lagi yang lain."

Tak terasa, lengan Togur mulai dipenuhi benda-benda halus ini. Dan ketika jaring atau benang laba-laba itu juga menimbulkan gatal dimana Togur mulai menggaruk-garukkan lengannya maka tak lama kemudian bagian tubuh yang lain dari pemuda ini sudah dilengketi benang-benang itu. Thai Liong sering memberi petunjuk bagaimana menghadapi Khi-bal-sin-kang kalau pemuda itu mengeluarkannya untuk menghadapi pukulan-pukulan keras. Khi-bal-sin-kang akan mementalkan dua orang ini kalau mereka berani beradu tenaga."

Dan karena Thai Liong ada di situ dan pemuda ini juga seorang ahli Khi-bal-sin-kang yang tahu bagaimana cara-cara menghadapi Khi-bal-sin-kang akhirnya setiap kali ilmu itu dikeluarkan maka Hauw Kam maupun suhengnya mengganti dengan serangan Jaring Naga yang mengeluarkan benang-benang halus itu, yang akhirnya memenuhi sekujur tubuh lawan."

"Ha-ha, kau benar, Thai Liong. Lihat, kami akan merobohkannya sebentar lagi!"

"Dan menangkap pemuda ini hidup-hidup!" Gwan Beng juga girang. "Tanpa kau tak mungkin kami merobohkan pemuda ini, Thai Liong. Ah, bocah ini benar-benar lihai!""

Togur akhirnya terhuyung-huyung. Sebenarnya dia sudah kehabisan tenaga ketika menghadapi Swat Lian dan dikejar-kejar, juga mentalnya telah jatuh setelah pasukannya dipukul hancur. Maka begitu bertemu Thai Liong dan pertemuannya dengan pemuda ini sungguh tak diduga maka habislah harapannya untuk dapat menyelamatkan diri. Sam-liong-to seakan merupakan perangkap dan dia akan tertangkap disitu, roboh dan menyerah kepada musuh."

Dan ketika benar saja Khi-bal-sin-kangnya tak bekerja dengan baik sementara Jing-sian-eng yang dikerahkan juga habis dikuras tenaganya maka lilitan benang laba-laba dari Jaring Naga yang dikeluarkan dua orang lawannya itu sudah memenuhi sekujur tubuh. Togur jatuh bangun dan memaki-maki, pucat. Harapan tak ada lagi baginya dan mengeluhlah pemuda itu ketika kedua kakinya terjirat."

Dia tak dapat mengelak karena sudah habis dikuras duluan, tertekuk dan roboh dan tertawalah dua orang itu ketika menggerakkan tangan hampir berbareng. Segulung benang halus sudah menyambar dan membelit pinggang pemuda ini. Dan ketika benang naik ke atas dan menjirat leher serta lengan akhirnya putera Gurba yang gagah perkasa itu bertekuk lutut, terjerembab."

"Bluk!" Togur sudah tak berdaya. Pemuda ini memaki namun Hauw Kam menotok tengkuknya, terguling. Dan ketika pemuda itu pingsan dan Hauw Kam tertawa-tawa mendadak angin menderu dari segala penjuru dan Sam-liong-to bergolak."

"Badai! Laut akan pasang...!"

Yang berseru ini adalah Gwan Beng. Laki-laki bercambang itu terkejut karena tiba-tiba tanpa mereka sadari mendadak langit di atas mereka gelap-gulita. Petir sambar-menyambar dan saat itu di tengah pulau terdengar pekikan dan erangan. Dentuman dahsyat terasa menggelegar dan dari dalam pulau sekonyong-konyong muncul dua ekor gorila yang menguik-nguik."

Thai Liong tertegun tapi cepat tanggap akan keadaan. Itu berarti tanda-tanda badai yang akan datang dan tiba-tiba bergemuruhlah suara angin yang menderu-deru. Ombak di tengah samudera mendadak bergolak tinggi dan menggelegar menghantam daratan. Thai Liong teringat keadaan serupa ketika pertama kali dia datang ke situ bersama adiknya. Dan ketika halilintar memecah langit hitam dan suaranya yang dahsyat sungguh memekakkan telinga maka dua gorila yang menguik keras itu sudah berlarian kencang menghampiri pemuda ini."

"Gotin, Gosar...!" Thai Liong mendahului mereka, menubruk dan cepat membanting keduanya karena di atas Sam-liong-to tiba-tiba meledak secercah sinar kilat yang panjang. Sinar itu menyambar dua binatang ini dan terpekiklah mereka ketika hawa panas menyambar tengkuk. Rambut di punggung dua gorila itu hangus dan Thai Liong berseru mengeluarkan kata-kata aneh agar dua binatang itu menurut padanya. Dan ketika pemuda itu meloncat bangun sementara dua supeknya disana juga melempar tubuh bergulingan dan bangun dengan pucat maka Gwan Beng berseru bahwa mereka semua harus menyembunyikan diri."

"Badai, kita diamuk badai. Sam-liong-to akan disapu badai!"

Benar saja, laut menggelegak. Keadaan yang begitu cepat berubah dan angin yang mendesau-desau mendadak membuat dua laki-laki itu gentar. Petir meledak-ledak di atas kepala dan hujan lebat pun turun, begitu derasnya, bagai ditumpah dari langit yang murka. Dan ketika guntur sambung-menyambung mengeluarkan suaranya yang dahsyat maka Sam-liong-to digulung ombak dan sebentar saja tepi daratan lenyap."

"Slap!" Thai Liong terbelalak. Ombak sebesar bukit menelan pantai sedemikian buas, tak ada ampun. Dan ketika ombak yang lain bergulung-gulung daan menelan daratan, cepat dan ganas maka tiba-tiba saja seluruh permukaan pulau sudah tidak dapat dipakai, diterjang gelombang pasang."

"Kita ke guha!" Thai Liong berseru. "Ikuti aku, ji-wi supek (paman berdua). Cepat dan jangan ayal!"

Dua orang itu mengangguk. Thai Liong lebih mengenal keadaan dan mereka menurut saja. Gotin dan Gosar, dua gorila yang menguik-nguik itu sudah ditarik dan dilarikan Thai Liong. Pemuda ini sampai lupa kepada Togur tapi Hauw Kam tiba-tiba menyambarnya. Dan persis mereka melarikan diri tiba-tiba sebuah perahu terbanting dan hancur di tepian karang."

Hauw Kam dan suhengnya tak mendengar teriakan dan bayangan orang, tak melihat tiga nenek-nenek tua terlempar dan berjungkir balik di atas daratan, yang kini sudah diserbu ombak. Dan ketika mereka melayang turun dan berteriak saling sahut, karena bersuara biasa saja pasti tak terdengar karena begitu hebatnya angin dan badai menindih suara mereka maka tiga nenek-nenek yang baru datang itu tampak berkelebat dan berlarian mengikuti Hauw Kam."

Hauw kam dan suhengnya sendiri tak tahu kalau diri mereka dikintil dari belakang. Mereka sedang sibuk menyelamatkan diri dari petir dan hujan, tak ada siapapun yang bakal dihiraukan karena demikian dahsyatnya badai di Sam-liong-to itu. Dan ketika letusan-letusan juga terdengar dan gunung di tengah pulau ternyata 'batuk' maka batu dan semburan pasir panas menghujani Sam-liong-to mirip dunia yang akan kiamat."

"Bum-buummm....!"

Suara-suara itu demikian menggetarkan. Hauw Kam sampai tak berani menoleh ke belakang karena begitu pucatnya dia oleh amukan alam ini. Badai ternyata bercampur dengan letusan gunung berapi dan pulau seakan diderak-derak. Tak ada yang tahu bahwa bersama dengan letusan gunung maka permukaan pulau naik. Sebuah gunung kiranya sedang lahir dan kelahirannya itu didahului dengan badai dan kilat, muncul dari permukaan tanah dan kiranya itulah yang menyebabkan semuanya terjadi. Kedahsyatan alam tampak di sini dan Thai Liong serta dua orang supeknya sibuk menyelamatkan diri."

Pemuda itu menyelamatkan dua gorila di kiri kanannya sedang Hauw Kam dan suhengnya menyelamatkan diri mereka dan Togur, yang masih pingsan. Dan ketika mereka tak tahu bawah di belakang mereka mengikuti tiga nenek jahat yang bermata keji maka tiga nenek-nenek itupun tak tahu kalau di belakang mereka meluncur dan mendarat sebuah perahu lain berisi dua penumpang. Penumpang pertama adalah seorang gadis cantik sedang penumpang kedua adalah seorang anak laki-laki yang bermata berani."

Anak ini sama sekali tidak gentar atau takut melihat amukan badai itu. Bahkan letusan serta semburan pasir-pasir panas yang dilontarkan ke atas seolah pemandangan menarik baginya, apalagi kalau disusul semburan-semburan api yang berlidah dan menjilat-jilat angkasa, seolah menyambut atau berbaur dengan petir dan guntur yang meledak-ledak di atas. Tapi ketika perahu mereka terlempar dan hancur di tepian karang, sama seperti perahu tiga nenek-nenek itu maka anak ini meleletkan lidah dan berseru,"

"Eng-ci, dahsyat sekali. Ini barangkali yang namanya gunung meletus!"

"Hush, jangan banyak omong. Waktu kita tak banyak lagi, Beng An. Ini letusan gunung yang disertai badai. Hayo kita kejar nenek-nenek itu dan tangkap mereka kembali agar ayah dan ibu tak memarahi kita!"

Kiranya Beng An dan encinya. Soat Eng, seperti diketahui, mendapat tugas menjaga adiknya ketika ayah dan ibunya mengejar-ngejar See-ong dan Togur. Gadis itu juga mendapat perintah untuk menjaga nenek Naga dan Toa-ci serta Ji-moi, yakni para tawanan yang ditundukkan Pendekar Rambut Emas dan isterinya. Tapi ketika semua orang lengah dan tertuju perhatiannya pada pertempuran dahsyat antara Kim-mou-eng dengan See-ong, juga Swat Lian yang menjatuhbangunkan Togur dan dua gurunya maka tiga nenek itu tiba-tiba lolos."

Entah bagaimana sekonyong-konyong Soat Eng terkejut ketika tiga tawanan itu tak ada di tempat. Rantai yang mengikat tangan mereka juga putus sementara totokan yang melumpuhkan Ji-moi serta yang lain-lain bebas. Soat Eng tak tahu adanya sebuah bayangan yang menolong nenek-nenek itu, bayangan pemuda tampan yang merunduk serta menyelinap di kala semua orang sedang kagum-kagumnya menyaksikan pertandingan diluar. Dan ketika Soat Eng kembali dan kaget melihat tiga nenek-nenek itu tak ada, lepas, maka pucatlah gadis ini dan segera dia mencari. Dan Soat Eng dibuat marah.

Tiga nenek-nenek itu akhirnya terlihat bayangannya menuju ke timur, terus diikuti dan terbelalaklah gadis ini melihat bahwa Ji-moi dan lain-lainnya itu ke Sam-liong-to. Dia mengejar dan sayang sekali tak dapat mendahului karena adiknya, Beng An, harus selalu dilindungi dan dijaga. Kalau dia mau tentu tiga nenek-nenek itu akan dapat disusul dan ditangkap, tapi resikonya Beng An akan tertinggal di belakang dan salah-salah hilang!"

Soat Eng tak mau hal itu terjadi dan akhirnya apa boleh buat dia terus mengikuti dan membayangi, karena Beng An tak mau ditinggal jauh meskipun berkali-kali adiknya itu menyuruh dia pergi duluan, biar anak ini di belakang. Tapi ketika Soat Eng menolak dan berkali-kali pula menyatakan tak mau membiarkan adiknya sendiri maka meskipun tak tersusul namun bayangan tiga nenek-nenek itu tetap dapat ditempel dan akhirnya Soat Eng terbelalak melihat lawan-lawannya itu ke Sam-liong-to."

"Keparat, mereka akan bersembunyi di sana. Cepat, kita cari perahu, Beng An. Hayo jangan ayal-ayalan!"

Tapi laut berbuih. Mengejar dan menyusul tiga nenek-nenek itu akhirnya gadis ini tiba pula di Sam-liong-to. Tapi laut yang ganas menyambut mereka. Badai dan kilat yang menyambar-nyambar di atas kepala membuat kepala terasa pening. Beng An harus berpegangan di pinggiran perahu kalau tak mau terlempar. Dua kali anak ini sudah terjatuh namun Soat Eng cepat menolong. Dan ketika dentuman atau suara menggelegarnya gunung disusul oleh teriakan-teriakan atau pekikan dan jeritan maka Soat Eng tahu bahwa di pulau sudah terjadi pertandingan besar, tentu ayah dan ibunya melawan See-ong dan teman-temannya."

Namun saat itu Soat Eng tak bisa banyak berpikir. Dia melihat Ji-moi terlempar perahunya dan hancur dipukul ombak, tertegun tapi perahu sendiri juga tiba-tiba meluncur dan terbang di tepian karang, hancur dan dia serta Beng An terlempar tinggi namun dengan sigap gadis ini sudah berteriak dan menyambar adiknya. Beng An sendiri sudah berjungkir balik namun jatuh disambar ombak, untung didahului encinya dan mendaratlah mereka dengan basah kuyup. Dan ketika permukaan pulau sudah penuh air karena laut berbuih ganas maka Soat Eng berkelebat mengikuti nenek Naga yang mengintil di belakang Hauw Kam."

"Kau berpegang erat-erat ke tanganku. Dan jangan mengeluarkan suara gaduh!"

Beng An menurut saja. Anak ini terbelalak melihat kedahsyatan alam dan ombak atau angin yang menderu dipandangnya dengan takjub. Beng An ngeri tapi sama sekali tidak takut, anak itu bahkan bersinar-sinar dan gembira melihat semuanya itu. Betapa berani! Dan ketika gunung di tengah pulau bergerak ke atas dan sedikit tetapi pasti gundukan tanah itu muncul sambil menyemburkan lidah-lidah apinya ke angkasa maka Beng An bersorak memuji pemandangan luar biasa itu."

"Hebat, indah sekali. Mengagumkan!"

"Hush!" sang enci membentak. "Jangan bersuara gaduh, Beng An. Sudah kubilang dan jangan membantah!"

"Tapi letusan gunung itu hebat sekali. Aih, lihat, enci. Batu raksasa itu dilontarkan keatas....!"

"Blarr!" sebuah dentuman menggelegar mengguncang pulau, sebuah batu terlontar tinggi di angkasa dan batu yang berwarna kemerahan oleh api yang menyala itu sungguh menakjubkan untuk dipandang mata. Beng An menuding dan melepas pegangannya, persis di saat pulau tergetar dan terguncang oleh letusan dahsyat yang memekakkan telinga itu. Dan ketika Beng An terpeleset dan encinya kaget, karena Soat Eng sendiri terpeleset dan akan jatuh maka batu berwarna merah yang sebesar rumah itu meluncur turun dan tepat sekali jatuh di atas kepala mereka."

"Beng An...!"

Sang anak terkejut. Encinya berteriak dan cepat serta luar biasa menyambar adiknya itu diajak bergulingan menjauh. Beng An mendengar suara berdebum yang luar biasa dahsyatnya, terpental dan mereka berdua terlempar tinggi di udara, ada kira-kira sepuluh meter! Tapi ketika Soat Eng berjungkir balik dan mencengkeram adiknya itu dengan kaget dan marah, karena adiknya itu melepas pegangan maka gadis itu sudah turun dan melihat batu raksasa itu menancap dan ambles di tanah dengan warna yang masih merah marong."

"Kau terlalu, keparat! Tak dapat dinasihati baik-baik, Beng An. Kalau sedikit kita terlambat tentu kau sudah mampus di bawah batu besar itu!"

Beng An meleletkan lidah. Dia pucat tapi matanya kagum bersinar-sinar memandang batu besar itu. Batu itu begitu besar dan luar biasa. Dan warnanya, wow... begitu menakjubkan. Masih merah seperti dibakar dan membara begitu indah. Beng An takjub. Tapi karena batu menghempas ke tanah padahal hampir di semua tempat sudah diserang ombak yang bergulung-gulung maka suara ces selalu terdengar setiap air laut menerpa atau menyentuh batu besar itu, yang perlahan-lahan lalu menjadi gelap dan hitam."

Dan ketika encinya membentak dan menarik tangannya, tak mau dia berpegangan lagi maka Soat Eng sudah menghindar dan mengelak sana-sini ketika batu-batu yang lain berhamburan, disusul pasir-pasir panas yang juga warnanya kemerahan. Debu mulai menutup pandangan mata dan kejadian tadi membuat Soat Eng kehilangan jejak. Bayangan nenek Naga dan Ji-moi akhirnya entah kemana, dia geram. Dan ketika dlihatnya sebuah guha di balik sebuah pohon besar maka Soat Eng meloncat dan sudah masuk ke sini."

Untuk selanjutnya mereka tak tahu apa-apa lagi. Letusan dahsyat berkali-kali didengar dan deru serta ombak yang ribut mengiringi semuanya itu. Kiranya, sama seperti dulu Sam-liong-to sedang dilanda kejadian menakjubkan. Gunung di bawah pulau itu bergerak naik dan lahir, tanah bergerak-gerak dan banyak di antaranya yang pecah dan menganga. Guha yang dimasuki Soat Eng juga mengeluarkan suara berkeratak seakan mau retak, beberapa dindingnya akhirnya pecah dan Soat Eng dua kali berpindah tempat dan kecut melihat air memasuki guha."

Kalau badai masih tidak berhenti dan terus meninggi tentu guha akan terendam dan dia harus keluar, padahal diluar masih terjadi angin ribut dan hujan batu. Batu-batu itulah yang lebih berbahaya dibanding lain-lainnya. Dan dia membawa Beng An, harus melindungi dan menjaga adiknya itu. Tapi ketika dua jam keributan dan gemuruh semuanya itu mereda akhirnya pulau tenang kembali dan guha dimana Soat Eng berlindung sudah kemasukan air setinggi dada."

"Kita keluar!" Soat Eng yang menempel di langit-langit guha menyambar adiknya, berkelebat keluar. "Kita cari nenek-nenek siluman itu, Beng An. Dan sekali lagi kau harus menurut kata-kata encimu!"

"Baik," Beng An meleletkan lidah. "Aku selamanya taat padamu, enci. Kalau sekali dua lupa tentu wajar. Sudahlah, jangan marah-marah lagi!"

Soat Eng menjewer adiknya itu. Beng An menggemaskan tapi juga lucu. Anak ini tak kenal takut dan mau tak mau membuatnya kagum juga. Beng An memang pantas sebagai putera ayahnya, Pendekar Rambut Emas. Dan ketika Soat Eng keluar dan berjungkir balik di atas pohon, karena semua permukaan pulau sudah basah dan becek oleh air laut maka di atas pohon gadis ini tertegun karena melihat nenek Naga dan lain-lain juga sudah di pucuk-pucuk pohon yang tinggi, menyelamatkan diri!"

"Itu mereka!" Beng An menuding. "Hei, kesini, nenek bau. Jangan lari!"

Nenek Naga, yang sedang celingukan dan mencari Hauw Kam, yang juga lenyap oleh semua keributan tampak terkejut oleh bentakan Beng An. Tiga nenek ini, Ji-moi dan Toa-ci serta nenek Naga juga akhirnya kehilangan jejak Hauw Kam dan Gwan Beng. Gemuruh dan hujan batu serta abu akhirnya menutup pandangan mata. Dalam keadaan seperti itu tak mungkin lagi masing-masing orang akan memperhatikan lawan. Paling selamat diri sendiri harus dipikirkan dulu. Mereka bertiga akhirnya bersembunyi di balik sebuah pohon besar, pohon yang tengahnya berlubang."

Dan ketika letusan gunung berhenti dan badai yang melanda Sam-liong-to juga tak mengamuk lagi maka tiga nenek-nenek itu meloncat keluar dan memandang sekeliling dari puncak pohon yang tinggi, tak tahunya ketahuan Soat Eng dan adiknya dan Beng An sudah memanggil nama mereka. Ji-moi terkejut karena puteri Pendekar Rambut Emas itu tahu-tahu sudah ada di belakangnya, dalam pohon yang lain tapi jarak mereka tak jauh. Dan ketika semua terkejut dan nenek Naga melengking gentar, kaget dan jerih maka nenek itu sudah berkelebat ke pohon yang lain dan belum apa-apa sudah melarikan diri."

"Kita cari tempat selamat. Kiranya yang mengikuti kita adalah setan betina itu!"

Ji-moi terkejut. Bersama encinya dia juga kaget dan gentar melihat Soat Eng. Meskipun gadis itu sendiri namun Khi-bal-sin-kangnya yang amat ditakuti. Gadis itu akan merobohkan mereka kalau mereka berhadapan. Dan karena nenek Naga sudah mendahului dan meloncat melarikan diri, melayang dan berjungkir balik ke pohon yang lain maka nenek ini juga menggerakkan kakinya dan melarikan diri."

Tapi sial, tiga bayangan tiba-tiba berkelebat. Baru nenek Naga berjungkir balik di udara tiba-tiba tahu-tahu pohon yang dituju sudah terisi orang. Nenek itu berseru tertahan ketika dua bayangan di depan, dua laki-laki gagah membentak dan menggerakkan tangan menyerangnya. Mereka itu bukan lain Hauw Kam dan suhengnya, Gwan Beng. Dan ketika dua pukulan menyambut nenek ini dan si nenek terkejut karena sedang berada di tengah udara maka apa boleh buat dia menangkis tapi posisinya yang buruk membuat nenek ini terpelanting dan jatuh ke bawah."

"Heii..... dess!" Nenek itu jatuh ke tanah. Gwan Beng dan sutenya tergetar di atas dan dua laki-laki itu juga terkejut. Mereka bergoyang dan tentu akan jatuh. Tapi ketika bayangan ketiga, Thai Liong, menahan dan menggerakkan tangannya ke depan maka dua orang itu dapat tegak kembali sementara Ji-moi yang bersiap dan akan menuju ke pohon itu sudah meloncat dan berjungkir balik ke pohon yang lain, disusul Toa-ci!"

"Wut-wut...!"

Namun alangkah kagetnya dua orang ini. Seperti iblis atau siluman saja tahu-tahu Thai Liong sudah berada di depan mereka. Dengan ilmunya Jing-sian-eng pemuda ini berkelebat dan tahu-tahu mendahului si nenek, berdiri dan sudah menanti lawannya. Dan ketika Toa-ci maupun Ji-moi terkejut karena Thai Liong sudah menunggu mereka, tersenyum, maka dua nenek itu berteriak keras dan tentu saja menghantam."

"Des-dess!" Namun mereka terbanting. Thai Liong tertawa dan sudah diteriaki adiknya. Soat Eng, yang gembira melihat kakaknya disitu tiba-tiba berjungkir balik dan sudah melayang turun di dekat kakaknya ini. Melupakan Beng An yang ditinggal di atas pohon gadis ini sudah menubruk dan memeluk Thai Liong. Dan ketika Thai Liong tertawa dan memeluk adiknya, dihujani pertanyaan bertubi-tubi mendadak terdengar jeritan Beng An yang sudah disambar nenek Toa-ci."

"Enci...!"

Soat Eng kaget bukan main. Menoleh dan melihat adiknya dicengkeraman nenek itu tiba-tiba baik Soat Eng maupun Thai Liong terkesiap. Kiranya tadi, ketika Soat Eng berjungkir balik dan menubruk kakaknya, gembira dan girang meluap-luap ternyata dua nenek iblis Toa-ci dan Ji-moi yang terbanting ke bawah melihat kesempatan baik itu. Mereka meloncat bangun dan Toa-ci sudah saling memberi tanda kepada adiknya, bergerak dan menangkap Beng An. Dan ketika Beng An terkejut dan tentu saja mengelak, sayang kalah cepat maka nenek itu sudah menangkapnya dan Toa-ci terkekeh-kekeh."

"Hi-hik, kau penyelamat nyawa kami, bocah. Menyerahlah!"

Beng An berteriak. Dia sudah tertangkap dan tiba-tiba dibawa nenek itu terbang ke pantai, Ji-moi menyusul dan bergeraklah dua nenek itu melarikan diri. Dan ketika Soat Eng maupun kakaknya tertegun di tempat, kaget, maka Soat Eng berkelebat dan meluncur turun mengejar dua nenek itu. Namun Thai Liong berkelebat mendahului. Pemuda ini berkata pada adiknya agar urusan itu diserahkan kepadanya, dialah yang akan menangkap nenek itu. Dan ketika Soat Eng tertegun dan didahului kakaknya maka Thai Liong menyuruh dia membantu Hauw Kam dan Gwan Beng, supek-supek mereka itu."

"Aku akan menyelamatkan Beng An. Kau tolonglah Hauw Kam-supek dan Gwan Beng-supek!""

Soat Eng tertegun. Untuk sekejap dia bingung, tapi ketika diingatnya bahwa dua orang itu gila, Soat Eng belum tahu bahwa Hauw Kam dan suhengnya sudah sembuh tiba-tiba gadis ini tak mau berurusan dengan orang gila apalagi dulu dua orang itu menangkapnya, mempermainkannya!"

"Tidak, Beng An adalah urusanku, Liong-ko. Dia tanggung jawabku. Karena aku yang lengah maka biarlah aku pula yang menangkap dan menghajar dua nenek-nenek keparat itu!"

"Hm, selamanya tak mau mengalah," Thai Liong menegur. "Kau jangan membantah perintahku, Eng-moi. Kau terlalu keras dan ganas terhadap lawan. Kalau kau bersikap keras dan tak mau sudah tentu dua nenek itu akan membunuh Beng An, dan kesalahanmu akan menjadi ganda! Sudahlah, kau tolong dua supek kita itu dan biarkan Beng An aku yang mengurusnya!"

Soat Eng akhirnya minggir. Sang kakak berkata benar dan dia memang akan bersikap keras terhadap lawan. Kakaknya jauh lebih lembut dan pandai, juga kepandaiannya jelas lebih tinggi. Dan karena sang kakak sudah mendorongnya dan menyuruh dia menolong atau membantu dua supeknya, yang saat itu terdengar menjerit dan terlempar roboh maka apa boleh buat gadis ini membalik dan terisak.

"Baiklah, tapi usahakan Beng An tidak cidera, Liong-ko. Atau aku akan mendapat marah ayah dan ibu!"

"Tidak, aku kakakmu. Tentu aku lebih mengerti dan tak akan mencelakai Beng An!" dan ketika Thai Liong lenyap dan mengejar si nenek, yang sudah jauh dan hendak meninggalkan pulau maka Soat Eng berkelebat dan menghadapi nenek Naga.

Saat itu, Hauw Kam dan suhengnya merasa mendapat kesempatan yang bagus. Mereka marah dan girang melihat nenek Naga di situ, berbesar hati karena betapapun ada Thai Liong disitu, keponakan mereka yang lihai itu. Maka menerjang dan menyerang nenek itu, yang dulu menangkap dan mempermainkan mereka berdua maka dua orang ini sudah melepas pukulan-pukulan tapi si nenek terlalu lihai.

Dulu mereka kalah karena kepandaian mereka memang jauh di bawah si nenek. Maka ketika si nenek mendengus dan membentak mereka agar menyerah, karena biasanya dua orang ini akan ketakutan dan berlutut kalau bertemu dengannya maka nenek Naga menjadi gusar ketika dua orang itu malah memaki dan balas membentaknya.

"Kaulah yang harus menyerah, dan kami bunuh. Atau biar kami mampus menerima kekalahan kami!"

"Hm, sombong. Kalau begitu aku akan membunuhmu!" dan nenek Naga yang menangkis serta mengerahkan Tee-sin-kangnya (Pukulan Bumi) tiba-tiba membuat lawan mencelat dan terlempar, roboh terguling-guling dan Hauw Kam pucat karena Thai Liong yang diharap tiba-tiba malah pergi, menolong adiknya. Tapi ketika mereka mengeluh dan merasa kehilangan kesempatan, mungkin terbunuh tiba-tiba Soat Eng berkelebat dan membantu mereka.

"Nenek siluman, akulah lawanmu!"

Nenek Naga terkejut. Sebenarnya, dia tak bermaksud mendesak Hauw Kam maupun suhengnya karena segera bersiap-siap untuk angkat kaki. Membunuh dua orang itu tak ada gunanya dan dia hanya akan menghalau saja, karena Hauw Kam maupun suhengnya ternyata bersikap nekat dan menyerangnya, membuat dia terganggu. Maka ketika dua orang itu dipukulnya roboh dan dia akan memutar tubuhnya, melihat Thai Liong dan Soat Eng mengejar Toa-ci dan Ji-moi tiba-tiba saja nenek ini terkejut karena Soat Eng kembali dan kini membentaknya.

"Dess!" Nenek itu terpelanting. Seperti biasa ketika Soa Eng mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya maka nenek itu tak kuat dan terlempar. Soat Eng mengejar dan nenek ini menggulingkan tubuhnya, menjauh. Tapi ketika Soat Eng mendesak dan tak memberi kesempatan lawannya bangun tiba-tiba Hauw Kam yang sudah melompat bangun berseru padanya agar menyerahkan nenek itu kepada dia dan suhengnya.

"Kau berdiri saja menonton. Kalau kami terdesak barulah kau menolong. Selebihnya serahkan nenek iblis ini untuk membayar hutangnya yang setinggi gunung!"

Soat Eng tertegun. Dia mendengar kata-kata yang waras dan benar sebagaimana layaknya orang sehat. Hauw Kam meminta padanya agar menyerahkan nenek itu, padahal dulu mereka petunjang. Dan ketika Gwan Beng juga berkelebat dan berseru padanya untuk melepaskan nenek itu maka Soat Eng mendengar kata-kata yang lebih lembut.

"Benar, serahkan nenek ini kepada kami, anak baik. Dendam kami sedalam lautan karena dialah yang membuat kami gila!"

"Dan kami sekarang waras!" Hauw Kam berseru, rupanya dapat melihat keheranan gadis itu. "Kau berdirilah saja disitu, bocah. Dan bantulah kami kalau kami terdesak!"

Soat Eng berseri. Akhirnya dia girang bahwa dua supeknya ini kiranya sudah sehat, tidak gila. Mereka sudah menerjang dan menerkam si nenek, Hauw Kam paling beringas karena dialah yang dulu dijadikan murid si nenek iblis, setelah dicekoki obat perampas ingatan. Namun karena nenek Naga amatlah lihai dan pukulan itu ditangkis dan dibalas maka Hauw Kam terpelanting dan Soat Eng teringat ilmu silat Jaring Naga yang dipunyai mereka.

"Keluarkan saja kepandaian kalian yang lain, jangan yang itu!"

"Hm, Jaring Naga?" Gwan Beng tersenyum, menggerakkan kedua lengannya. "Kami juga berpikir kesitu, anak baik. Dan lihatlah ini ilmu silat baru kami.... cett!" dan segumpal jaring yang tiba-tiba melejit dan menyerang si nenek tiba-tiba membuat nenek Naga terkesiap. Nenek itu tak tahu kepandaian ini namun dia mendengus, menolak. Tapi ketika benang-benang itu lengket dan tak gampang dipukul tiba-tiba nenek ini berseru tertahan dan Hauw Kam tertawa bergelak mengeluarkan kepandaian yang sama.

"Ha-ha, sekarang kau terkejut, nenek siluman. Dan ini adalah kepandaian kami yang baru...cet-cet!" Hauw Kam juga melancarkan pukulannya yang aneh itu, melepas dan mengeluarkan Jaring Naga dan si nenek semakin terkejut karena jaring-jaring itu bersifat lembut. Kalau dipukul tak gampang terpental karena serabutnya bertebaran kesana kemari. Dan ketika si nenek dibuat sibuk dan ilmu silat aneh itu membuatnya terbelalak maka sebentar kemudian nenek ini mundur-mundur namun bukan berarti kalah.

"Siluman! Kalian boleh mengeluarkan kepandaian apa saja, bocah-bocah tengik. Tapi aku si tua bangka tak takut menghadapi kepandaian apapun!" benar saja, si nenek mengeluarkan bentakan nyaring dan tiba-tiba meledakkan kedua tangannya. Dari kedua tangannya itu muncul asap hitam beserta api, menjilat dan menghanguskan benang laba-laba yang dipunyai suheng dan sute itu. Dan ketika Hauw Kam terkejut karena terhuyung mundur maka si nenek berkelebat dan dia ditampar terguling.

"Plak!" Hauw Kam memaki-maki. Gwan Beng suhengnya juga mendapat serangan yang sama dan api serta asap hitam menghanguskan jaring laba-labanya, terpental dan terguling-guling ketika si nenek menampar. Dan ketika kemudian nenek itu bahkan mendesak mereka dan jaring laba-laba ternyata tak dapat dipakai lagi maka dua kakak beradik ini malah tunggang-langgang dan lagi-lagi mengeluh dibuat jatuh bangun. Soat Eng yang menonton akhirnya tak tahan dan apa boleh buat gadis ini berkelebat ke depan. Dan ketika nenek Naga terpental karena Khi-bal-sin-kang menghantamnya maka ganti nenek itu mengeluh dan memaki-maki.

"Keparat, kalian mengeroyok. Tak tahu malu. Cih, satu lawan tiga!"

"Hm, tak usah satu lawan tiga!" Soat Eng membentak. "Satu lawan satu saja cukup, nenek siluman. Dan lihatlah aku akan menghajarmu.... des-dess!" nenek Naga mencelat, terguling-guling dan merintih dan akhirnya dialah yang jadi bulan-bulanan gadis itu.

Hauw Kam dan suhengnya tahu diri dan akhirnya menahan marah. Ah, kepandaian mereka masih juga belum tinggi. Dan ketika Soat Eng menggantikan mereka dan apa boleh buat mereka harus menonton atau mengawasi jalannya pertandingan maka nenek Naga jatuh bangun menghadapi Khi-bal-sin-kang, mengeluarkan ilmu hitamnya dan tiba-tiba lenyap seperti siluman. Namun ketika Soat Eng mengeluarkan seruan keras dan menampar ke depan ternyata ilmu hitamnya itu buyar dan gadis ini menyerang lagi.

"Kau tak dapat bersembunyi. Segala gerak-gerik atau kecuranganmu telah kuketahui!"

Si nenek menangis. Akhirnya nenek ini terhuyung jatuh bangun dan minta ampun. Berkali-kali bersembunyi di balik ilmu hitamnya namun Soat Eng membuyarkannya dengan bentakan batin. Ilmu hitam yang dipunyai nenek ini bukanlah seperti yang dipunyai See-ong, Hek-kwi-sut itu. Maka ketika si nenek berkali-kali gagal dan tak dapat menyembunyikan diri, merintih dan minta ampun maka satu tamparan keras membuat nenek itu terjungkal.

Soat Eng hendak menyusuli lagi dengan satu totokan ke tengkuk ketika mendadak Hauw Kam yang kebetulan dekat dengan nenek itu mengeluarkan bentakan, berkelebat dan melepaskan jaring naganya untuk menangkap. Dalam keadaan seperti itu tentu si nenek tertangkap dan tak dapat mengelak. Tapi ketika Hauw Kam berkelebat maju dan hendak meringkus sekonyong-konyong dirinya terlempar oleh sebuah angin dahsyat yang menerjang tempat itu.

"Heh, kita semua lari. Sam-liong-to bukan tempat yang baik!"

Hauw Kam terguling-guling. Nenek Naga selamat dan sesosok bayangan tinggi besar bergerak cepat di situ. Gwan Beng hanya melihat sekilas dan tahu-tahu berteriak tertahan. Nenek Naga lenyap, terbawa atau terbungkus bayangan tinggi besar ini, yang menyerupai kabut. Dan ketika Soat Eng juga terkejut karena itulah See-ong, si kakek iblis maka berturut-turut Siauw-jin dan Cam-kong di belakang kakek ini.

"Wher-wherr...!"

Angin atau gulungan asap hitam itu hilang. Hauw Kam terlongong-longong tapi lengkingan tinggi tiba-tiba terdengar disitu. Sebuah gerakan cepat luar biasa mengejar See-ong yang membawa nenek Naga dan Siauw-jin serta Cam-kong ini dan tahu-tahu menghantam. See-ong kiranya bersembunyi di balik Hek-kwi-sut yang hebat, dikejar dan rupanya ingin melarikan diri bersama bekas pembantu-pembantunya itu. Tapi ketika si kakek mengelak dan pukulan itu mengenai Siauw-jin dan Cam-kong maka dua iblis cebol dan kurus itu menjerit dan terlepas dari kungkungan Hek-kwi-sut.

"Aduh.... des-dess!"

Cam-kong dan Siauw-jin muncul, kelihatan. Bayangan yang bergerak luar biasa cepat itu masih juga menghantam dan menyusuli dengan pukulan lain, dikelit dan ganti nenek Naga terkena, menjerit dan terlempar keluar. Dan ketika See-ong memekik dan melarikan diri, sendirian, maka Siauw-jin dan dua temannya itu pucat melihat Soat Eng disitu.

"Gadis ini.... siluman! Dia di sini!"

Siauw-jin ngeri. Si cebol yang sudah bergulingan meloncat bangun itu langsung saja melarikan diri. Hauw Kam dan Gwan Beng tak dipandang sebelah mata dan dua orang itu tentu saja mendelik. Sekarang Gwan Beng yang meluap melihat si cebol ini. Maklumlah, dialah yang akhirnya dibuat bulan-bulanan oleh Siauw-jin. Nenek Naga mempermainkan sutenya sedang dia dipermainkan si iblis cebol ini. Maka begitu Siauw-jin melotot dan memutar tubuhnya tiba-tiba Gwan Beng membentak melepas Jaring Naganya dan segumpal`benang-benang halus menjirat dan langsung menerkam kakek cebol itu.

"Haiihhhh.... rrtt!"

Siauw-jin terkejut. Sama seperti nenek Naga iapun tak pernah melihat silat aneh ini, terbungkus dan tahu-tahu sudah dililit-lilit tubuhnya. Namun karena kakek itu bukan sembarang orang dan cepat dia mencabut sabitnya maka benang laba-laba itu dirantas putus dan iapun lolos keluar. "Setan, ilmu apa ini!"

Gwan Beng tertegun. Lawan sudah melarikan diri lagi karena gentar melihat Soat Eng, bukan dirinya. Dan ketika Cam-kong juga berseru keras dan menggerakkan tubuhnya maka dua orang iblis itu berkelebat dan lari meninggalkan mereka. Namun sesosok bayangan tahu-tahu berkelebat. Siauw-jin dan Cam-kong tersentak ketika Thai Liong tiba-tiba menghadang di depan, berdiri tegak. Di belakang pemuda itu tampak nenek Ji-moi dan Toa-ci yang merintih, tertotok. Dan ketika dua iblis itu tersentak dan pucat melihat ini maka Thai Liong yang berseru dan menahan mereka sekonyong-konyong dihantam.

"Dess!" Thai Liong tak bergeming. Pemuda itu mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya dan justeru dua kakek itulah yang terpelanting dan berteriak keras. Mereka terpental dan jatuh berdebuk di tanah, terguling-guling. Dan ketika mereka meloncat bangun dan gentar serta ngeri maka Soat Eng dan Hauw Kam serta suhengnya berkelebat dan sudah mengurung.

"Berhenti, dan kalian menyerah baik-baik!"

Siauw-jin tiba-tiba menangis. Kakek ini tanpa malu-malu mendadak menjatuhkan diri dan minta ampun, mengugguk. Sikapnya mengiba dan Soat Eng tertegun. Tapi ketika Gwan Beng membentak dan mencabut pedangnya, menusuk, maka punggung kakek itu menjadi sasaran namun pedang terpental bertemu sinkang di tubuh kakek ini yang kiranya siap melindungi.

"Pletak!" Pedang Gwan Beng malah patah. Laki-laki itu terkejut dan sementara yang lain juga terkejut karena lawan yang menyerah masih juga diserang mendadak Siauw-jin membalik dan menghantam pusar lawannya ini.

"Awas!"

Terlambat. Gwan Beng tertegun oleh pedangnya yang patah dan lengah oleh kelicikan Siauw-jin. Sebenarnya, berpura-pura minta ampun sesungguhnya kakek itu hendak menyerang secara gelap. Siauw-jin adalah kakek iblis yang amat licik dan curang. Dia mempergunakan tangisnya yang mengiba untuk melengahkan kewaspadaan lawan, yang diincar sebenarnya Soat Eng atau Thai Liong. Maklumlah, dua orang itulah yang paling lihai dan amat ditakuti.

Tapi begitu Gwan Beng menyerangnya dan kakek ini marah, gusar, maka pukulan yang sedianya untuk Soat Eng atau Thai Liong malah dilancarkan kepada laki-laki ini, telak menghantam dan Gwan Beng mencelat, mengaduh dan terbanting muntah darah. Dan ketika Gwan Beng pingsan sementara Soat Eng dan lain-lain tentu saja marah maka Cam-kong melepas pukulan petirnya dan menghantam Hauw Kam, juga nenek Naga yang tiba-tiba bergerak dan menghantam Soat Eng.

"Dess!" Tiga tubuh mencelat di udara. Cam-kong yang menghantam Hauw Kam sekonyong-konyong bertemu Thai Liong. Pemuda ini melihat gerakan pukulan itu padahal saat itu Hauw Kam berteriak menerima tubuh kakaknya. Cam-kong dengan licik menghantam tapi Thai Liong sudah bergerak ke depan, menangkis. Pemuda ini mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya dan dalam gemas dan tidak senangnya Thai Liong mengerahkan tiga perempat bagian tenaganya. Cam-kong terkejut ketika Pukulan Petirnya diterima dan disambut pemuda itu, berteriak dan mau menarik tapi sudah tidak keburu. Dan ketika sinar kilat meledak dan kakek itu menerima pukulannya sendiri, yang membalik, maka Cam-kong menjerit dan roboh dengan tubuh hangus separoh.

"Aduh... keparat... aduh!"

Hauw Kam terbelalak. Laki-laki ini marah dan kaget karena Cam-kong kiranya menyerang secara diam-diam. Untung ada Thai Liong disitu, kalau tidak, mungkin dia sudah roboh seperti suhengnya. Maka membentak dan mencabut pedangnya tiba-tiba Hauw Kam menimpukkan senjatanya ke mata kakek itu, yang sedang mengaduh-aduh, mati separoh.

"Crep!" Jeritan ngeri terdengar. Mata Cam-kong ditembus pedang Hauw Kam dan tentu saja bagian yang amat lemah ini tak mungkin dilindungi kekebalan. Cam-kong roboh dan menggelepar, sejenak memegangi kepalanya tapi mendadak terkulai, tewas. Matinya sungguh mudah dan tak diduga, gampang. 

Dan ketika kakek itu terguling dan nyawa meninggalkan raga mendadak nenek Naga yang menyerang Soat Eng juga terbanting dan mengeluh tertahan. Pukulannya disambut gadis itu dan Soat Eng yang marah tak memberinya ampun. Nenek yang jahat dan curang ini ditampar, lututpun ditekuk dan bekerja. Dan ketika terdengar dua kali suara ngek-ngek yang keras maka si nenek menggelepar dan terguling dengan kepala pecah!

"Jangan membunuh!" Thai Liong terkejut. "Robohkan dan tangkap saja mereka, Eng-moi. Jangan membunuh!"

"Hm, merobohkan dan menangkap bagaimana? Nenek jahat itu berkali-kali mencurangi aku, Liong-ko. Dan kau lihat sendiri betapa dia tak mau menyerah!"

"Ampun!" Siauw-jin, yang mencelat dan terguling-guling berteriak menyatakan maksudnya itu, gemetar. "Aku tak akan berbuat curang, nona. Aku minta ampun dan harap kalian mengampuni!"

"Tapi kau mencelakai suhengku!" Hauw Kam membentak. "Kau tak dapat diampuni, iblis tua. Diampuni pun tak ada gunanya!" dan Hauw Kam yang sengit mencabut pedang dari mayat Cam-kong tiba-tiba menusuk bola mata kakek ini. Agaknya mengetahui bahwa iblis-iblis itu tak akan kebal melindungi bola matanya maka laki-laki ini hendak menghabisi si cebol.

Siauw-jin terbelalak dan bingung, sebenarnya mudah untuk menangkis tapi di situ ada Soat Eng dan Thai Liong. Soat Eng gadis yang galak dan keras hati, sedang Thai Liong pemuda yang lembut dan lemah hati. Maka meloncat dan bersembunyi di punggung Thai Liong akhirnya kakek itu melolong dan minta sang pemuda menyelamatkan jiwanya. "Tolong.... aku tak mau dibunuh!"

Benar saja, Thai Liong menangkis pedang ini. Tak mau si kakek dibunuh dan menampar pedang itu Thai Liong sudah mementalkan pedang di tangan Hauw Kam. Sang supek terkejut dan berseru marah. Tapi ketika dia menyerang lagi dan pedang ditangkis patah barulah Hauw Kam terhuyung dan melotot memaki pemuda ini.

"Thai Liong, kau melindungi kakek iblis itu? Kau tak mau mengingat semua penderitaan kami?"

"Sabar," Thai Liong mengerutkan kening. "Lawan yang sudah menyerah tak baik dibunuh, supek. Siauw-jin sudah baik-baik menyatakan menyerah dan kita harus mengampuninya. Dia ditangkap saja dan biar kurobohkan!"

Thai Liong mendahului kata-katanya, bergerak dan sudah menotok roboh si kakek iblis itu dan tergulinglah Siauw-jin dengan muka pucat. Kalau pemuda itu masih di situ tak apa baginya. Thai Liong menjamin keselamatannya. Tapi kalau pemuda itu pergi dan dia ditinggal sendiri, ah, tentu kematian bagiannya. Dan Siauw-jin ngeri! Tapi ketika dia roboh dan Hauw Kam maupun Soat Eng kecewa oleh kata-kata pemuda ini mendadak terdengar lengking tinggi dan Swat Lian, wanita cantik itu, datang dengan kemarahan besar.

"Thai Liong, untuk apalagi menaruh kasihan? Kau tak tahu bahwa semua iblis-iblis ini adalah pembantu See-ong? Dan kakekmu terbunuh atas bantuan orang-orang ini juga. Keparat, semua harus dibunuh dan akulah yang akan mengantar nyawanya ke neraka.... dess!" dan Siauw-jin yang menjerit oleh pukulan jarak jauh tiba-tiba terlempar dan roboh dihantam si nyonya. Swat Lian muncul dan marah-marah karena tak dapat memburu See-ong. Dia benci dan dendam sekali kepada kakek iblis itu yang membunuh ayahnya.

Thai Liong berteriak jangan namun terlambat. Sang ibu sudah datang dan melepas pukulannya itu, pukulan sinkang yang tentu saja membuat Siauw-jin berteriak dan tewas. Kakek iblis itu dalam keadaan tertotok dan tidak tertotok pun tak mungkin dia mampu menandingi si nyonya, yang sedang beringas. Dan ketika kakek itu terbanting dan roboh dengan dada hancur maka si nyonya mendelik melihat dua nenek lain menggeletak di situ, Ji-moi dan Toa-ci.

"Mereka ini juga dibiarkan hidup? Masih disuruh menghirup udara segar? Aih, jahanam. Terkutuk!" dan Swat Lian yang melengking berkelebat ke kiri tiba-tiba melepas pukulan lagi dan Thai Liong kaget.

Pemuda ini melihat keberingasan ibunya dan dia berkelebat ke depan. Pukulan sang ibu ditangkis dan terdengarlah suara keras disusul getaran kuat yang membuat Hauw Kam terpelanting. Bumi seakan diguncang gempa! Dan ketika Swat Lian terpental sementara Thai Liong sendiri juga berjungkir balik, menghindari tolakan tenaga dari pertemuan sinkang mereka maka pemuda itu buru-buru mengusap keringat dan melindungi dua nenek itu dengan tubuhnya.

"Jangan... ampunkan mereka, ibu. Toa-ci dan Ji-moi sudah menyerah. Orang menyerah tak boleh dibunuh! Ingat pesan ayah dan jangan marah-marah!"

"Kau!" sang nyonya berapi-api. "Kau berani melawan ibumu, Thai Liong? Kau berani menentang? Minggir, jangan membuat aku naik pitam!"

"Maaf," Thai Liong pucat. "Justeru naik pitammu itulah yang harus diredakan, ibu. Kau kehilangan pikiran jernih karena tak mampu mengejar See-ong. See-ong memang bagian ayah, karena ayah terikat perjanjian dengan Sian-su. Harap ibu sabar dan tidak membunuh dua nenek ini yang sudah kutangkap..."

"Jahanam, kau anak tiri yang banyak tingkah... wut!" dan Swat Lian yang mendidih oleh semua kata-kata Thai Liong tiba-tiba berkelebat dan menghantam pemuda itu. Pikiran jernihnya lenyap dan Thai Liong dipandangnya penuh benci. Kata-katanyapun meluncur tanpa dipikir. Thai Liong dimakinya anak tiri yang tak tahu diri, satu makian atau bentakan yang membuat pemuda itu tiba-tiba pucat. Muka yang sudah pucat semakin pucat saja oleh makian itu. Sang ibu tiba-tiba tampak begitu ganas dan benci. Dia seakan musuh besar yang akan dibantai! Dan ketika Thai Liong terkejut dan mengeluh, Soat Eng menjerit memperingatkan ibunya maka pukulan yang menghantam dahsyat itu diterima dan tidak ditangkis.

"Ibu....!" Teriakan atau lengkingan itu hampir bersamaan dengan tibanya pukulan. Suara keras menggetarkan tempat itu dan Thai Liong pun mencelat, terlempar dan terbanting muntah darah. Soat Eng berteriak dan Swat Lian pun tertegun.

Nyonya ini terhenyak setelah Thai Liong menerima pukulannya, tidak menangkis, membiarkan saja pukulannya itu mendarat dan tentu saja Thai Liong terlempar. Dan ketika pemuda itu muntah darah dan terduduk di sana, pucat pasi maka sang nyonya tersentak dan sadar dari semua kegelapan pikirannya. "Ooh...!" Swat Lian berkelebat, tangis pun tiba-tiba meledak. "Kau.... kau terluka, Thai Liong? Kau tidak menangkis pukulanku?"

"Tak apa..." Thai Liong menggigit bibir. "Anak tiri tak perlu dikasihani, ibu. Aku bersalah dan sepantasnya mendapat pukulan ini. Aku tak tahu diri. Aku...."

"Tidak... tidak!" sang nyonya menjerit-jerit. "Kau tak bersalah, Thai Liong. Kau tak pantas mendapat perlakuanku seperti ini. Ah, aku mata gelap. Akulah yang tak tahu diri!" dan ketika si nyonya mengguguk dan menciumi Thai Liong, sadar akan kesalahannya maka sesosok tubuh kecil berkelebat dan menegur wanita itu.

"Ibu, apa yang kau lakukan terhadap Liong-ko? Kau melukainya? Kau memukulnya? Ah, terlalu sekali. Kau tak tahu bahwa Liong-ko telah menolongku dari tangan dua nenek iblis ini. Kau harus minta maaf!" dan Beng An yang muncul serta marah-marah kepada ibunya lalu mendorong dan menahan punggung pemuda ini, disusul kemudian oleh encinya dan Soat Eng juga menyesali ibunya itu kenapa ibunya demikian sembrono.

Swat Lian semakin bersalah dan merasa tak enak saja. Thai Liong dipeluk tapi cepat ditempel pundaknya, mengerahkan sinkangnya dan mengobati pemuda itu. Namun ketika Thai Liong menolak dan bangkit berdiri, terhuyung, maka terdengar seruan minta tolong.

"Thai Liong, tolong....!"

Thai Liong terkejut. Ituchi, temannya, tiba-tiba disambar dan dipondong See-ong. Kakek iblis itu tertawa bergelak dan dibelakangnya berkelebat bayangan Togur. Pemuda yang tadi sudah ditangkap itu tiba-tiba saja lepas, entah bagaimana. Mungkin ditolong kakek iblis itu karena Hauw Kam dan lain-lain sedang sibuk. Masing-masing terlibat urusannya sendiri dan pemuda yang digeletakkan disitu rupanya diam-diam ditolong kakek ini, yang butuh kawan. Dan ketika Thai Liong terkejut dan melihat See-ong berkelebat ke pantai maka Togur terbahak menyambar Beng An.

"Ha-ha, dan kau kesini, bocah. Ikut aku!"

Thai Liong bertambah kaget saja. Ibunya, Swat Lian, sedang menolong dirinya dan Soat Eng pun tak menjaga sang adik. Jatuh dan terlemparnya dia tadi membuat ibu dan adiknya gugup. Soat Eng tak tahu bahwa See-ong masih juga belum tertangkap. Kakek iblis itu berkali-kali lolos dan Pendekar Rambut Emas dikelabuhi, berpindah-pindah tempat dan kini kakek itu tiba-tiba malah membebaskan Togur, yang memang pingsan terkena totokan. Dan ketika Beng An kini juga disambar dan untuk kedua kalinya bocah itu diculik maka Swat Lian yang terbelalak dan kaget melompat bangun tiba-tiba membentak.

"Lepaskan anakku!"

Namun Thai Liong mendahului. Pemuda ini berkelebat sebelum ibunya membentak dan menyambar Togur. Tapi karena dia sedang terluka dan gerakannya lemah maka Togur yang tahu melihat itu tiba-tiba menangkis dan menendang lawannya.

"Pergi kau.... dess!" Thai Liong mencelat, disambut tawa yang terbahak-bahak dan tiba-tiba mengikuti See-ong. Kakek itu telah lari ke pantai namun kembali lagi. Pendekar Rambut Emas, lawan yang tangguh itu mencegat. Berkali-kali kakek ini harus pulang balik dari satu tempat ke tempat lain, sambil akalnya bekerja melihat kalau ada sesuatu yang dapat dipakai untuk menyelamatkan diri.

Maka ketika Ituchi muncul dan pemuda itu terbelalak menyerangnya tiba-tiba saja kakek itu menangkap dan merobohkan si pemuda. Ituchi berteriak namun lawan sudah mencengkeramnya. Hek-kwi-sut dipergunakan dan lenyaplah kakek itu membungkus lawannya dalam ilmu hitam. Tapi ketika di belakang terdengar seruan dan bayangan kuning emas menyambar tiba-tiba Kim-mou-eng, pendekar yang lama-lama gemas dan jengkel menghadapi kakek iblis ini berseru mengancam.

"See-ong, menyerahlah baik-baik. Atau aku akan menghantammu dengan pukulan khusus!"

"Ha-ha, pukullah. Sudah berkali-kali aku menerima pukulanmu, Pendekar Rambut Emas. Tapi setiap kali itu pula aku masih dapat bangun. Agaknya pukulanmu masih lemah, tangkap dan robohkan aku kalau bisa!"

"Aku dapat merobohkanmu, dan dulu kau sudah kutangkap! Tapi sadarlah, aku masih bersikap lunak, See-ong. Jangan membandel atau kali ini aku benar-benar akan bersikap keras!"

"Ha-ha, siapa takut? Coba keluarkan sikap kerasmu itu, Pendekar Rambut Emas. Dan kulihat seberapa kerasnya.... dess!" si kakek mencelat, berhenti mengeluarkan ejekan dan tiba-tiba dia menjerit. Sebuah pukulan merah menghantamnya dari belakang dan terjungkallah kakek itu tunggang-langgang. Dan ketika sebuah pukulan putih menyambarnya lagi dan kakek itu berteriak maka baju pundaknya hancur dan meleleh seperti timah panas dipanggang.

"Aduh, pukulan setan. Terkutuk...!" See-ong meloncat bangun. Kakek ini terkejut karena Pendekar Rambut Emas tiba-tiba mengeluarkan dua macam pukulan yang berbeda. Satu berwarna merah sedang yang lainnya putih. Dua kali dia menerima pukulan dan berteriak bagai dibakar. See-ong tak tahu pukulan apa itu tapi yang jelas membuat dia seperti dipanggang. Bajunya hangus dan hancur. Tapi ketika kakek itu memekik dan mengeluarkan Hek-kwi-sutnya, membentak, maka diapun lenyap berubah sebagai asap hitam bergulung-gulung. "Ha-ha, coba pukul aku!"

Pendekar Rambut Emas terbelalak. Dia membentak mengeluarkan Pek-sian-sutnya pula dan lenyap sebagai asap putih. Dan ketika asap hitam itu bergulung dan dikejar asap putih, mendadak See-ong lari dan berkelebat ke arah Togur.

"Kita tukar mainan kita!"

Togur tak mengerti. Dia sedang mengikuti si kakek ketika tiba-tiba kakek itu membalik. Dan ketika dia terkejut dan tak paham maksud orang tiba-tiba Beng An dirampas dan kakek itu menyerahkan Ituchi.

"Ha-ha, kita ke Istana Hantu. Bersembunyi di sana!"

Togur terbelalak. Tiba-tiba saja tawanan di tangannya berganti orang. Beng An telah dirampas kakek itu sedang Ituchi di tangannya. Togur terkejut tapi memaki kakek itu, yang dinilai membawa barang lebih berharga. Dan ketika dia berkelebat dan meminta kembali, dijawab tawa bergelak maka pemuda ini tiba-tiba menyerang kakek itu di balik Hek-kwi-sutnya.

"Keparat, kau licik, See-ong. Serahkan atau kuhajar kau!"

"Haihh...!" si kakek terkejut, terhembus ke depan. "Jangan gila, Togur. Kita sama-sama menghadapi musuh tangguh!"

"Tapi bocah itu lebih berharga daripada ini. Serahkan atau aku akan mengganggumu!" dan See-ong yang memaki-maki dan membentak di balik ilmu hitamnya akhirnya melempar Beng An kembali tapi bayangan kuning emas menyambar mendahului...

Istana Hantu Jilid 32

ISTANA HANTU
JILID 32
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara

SWAT LIAN tertegun. Dua laki-laki bercambang gagah dan bergimbal, berumur sekitar empat puluh limaan tahun mendadak berkelebat di situ, muncul dan berteriak pada Thai Liong agar menyerahkan lawan, sama seperti dirinya tadi. Dan ketika dua orang itu terkejut karena melihat Swat Lian di situ, yang tadi tak terlihat mendadak keduanya tertegun dan membelalakkan mata.

"Suheng...!"

"Sumoi...!"

Swat Lian terkejut. Gwan Beng dan Hauw kam, dua orang itu, suhengnya, tiba-tiba memanggil namanya dan tampak waras. Swat Lian girang dan tentu saja terharu. Tak disangkanya bahwa dua orang suhengnya yang dulu gila itu kini tiba-tiba pulih, mereka tak tampak liar lagi dan bola mata yang biasa berputar-putar itu sekonyong-konyong hidup, bersinar. Dan ketika Swat Lian terisak dan dipanggil namanya mendadak dua orang itu berkelebat dan menubruk dirinya.

"Sumoi, kau.... ah, kau masih gagah dan cantik!"

"Dan kau bertambah lihai! Ah, ha-ha, lihat ini kami berdua, sumoi. Lihat dua suhengmu yang seperti jembel ini!" Hauw Kam dan suhengnya menerkam, menubruk dan memeluk serta menciumi nyonya cantik itu."

Swat Lian mula-mula terkejut. Khawatir bahwa mereka masih gila dan dapat membuatnya bahaya tiba-tiba nyonya ini bersiap dan akan mendorong. Tapi ketika dua orang itu meremas-remasnya dan air mata mereka bercucuran, tanda bahagia dan girang maka Swat Lian pun akhirnya menangis dan balas menubruk serta memeluk dua orang suhengnya itu."

"Kalian dimana saja? Kalian bagaimana tiba-tiba bisa begini? Ah, dulu kupanggil-panggil kalian, suheng. Tapi kalian lari dan tidak menghiraukan aku. Kalian.... kalian..."

"Gila! Ha-ha, kami gila!" Hauw Kam memotong, meneruskan kata-kata sumoinya itu. "Kami lari karena kami tidak waras, sumoi. Tapi sekarang kami sembuh dan tidak gila lagi. Lihat, kami mengenalmu dan tak mungkin menyerang!" dan ketika Hauw Kam mundur dan mendorong sumoinya, tertawa-tawa, maka Gwan Beng juga tersenyum dan melepaskan sumoinya itu."

"Ah, kau kian gagah dan masih cantik saja," laki-laki ini mengagumi. "Pantas kau menjadi isteri Kim-mou-eng, sumoi. Dan aku bahagia sekali!"

"Hm, kalian...!" nyonya ini tersipu merah. "Jangan memujiku melulu, suheng. Katakan kepadaku kemana saja kalian selama ini dan bagaimana kalian bisa mengalami keadaan itu!"

"Kami dicekoki racun oleh Siauw-jin dan nenek Naga. Dua iblis itulah yang membuat kami gila dan merampas ingatan!"

"Ah, sudahlah," Gwan Beng memotong. "Kejadian itu panjang sekali, sumoi. Biarlah nanti kita terangkan di belakang dan kami bersyukur bahwa puteramu menolong kami."

"Maksudmu Thai Liong menyembuhkan kalian dari ketidakwarasan itu?"

"Bukan pemuda itu, tapi lantaran dialah maka kami sembuh."

"Kami disembuhkan Sian-su!‖ Hauw Kam tiba-tiba berseru. "Kakek itulah yang memulihkan kami, sumoi. Tapi kalau kami tak dicari dan dibawa Thai Liong belum tentu kami bertemu Sian-su!"

"Ah, kalian bertemu Sian-su?"

"Benar, tapi sudahlah. Nanti kita bercerita lagi dan dengar letusan itu.... blar!" langit tiba-tiba menghitam, dari tengah pulau terdengar ledakan atau dentuman besar dan muncratlah segulung asap hitam disusul semburan api berwarna merah jingga."

Pulau Sam-liong-to bergetar dan terkejutlah semua orang karena kaki yang berpijak tanah terpeleset. Togur dan Hauw Kam serta suhengnya terpelanting, tak kuat oleh getaran atau guncangan menggelegar tadi. Dan ketika dua orang itu pucat sementara Togur berteriak disana tiba-tiba pemuda itu meloncat bangun dan melarikan diri."

"Heii...!" Hauw Kam dan suhengnya berseru. "Jangan lari, anak muda. Berhenti dan menyerahlah!"

Namun mana mau pemuda itu berhenti? Di saat semua orang terkejut dan diguncang getaran itu diapun mempergunakan kesempatan untuk lari. Thai Liong terlalu kuat dan sudah berkali-kali terbukti bahwa dia bukan tandingan lawannya itu. Putera Pendekar Rambut Emas itu memiliki dua kelebihan ilmu yang tak dipunyainya. Thai Liong memiliki Lui-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang. Dan ketika pemuda itu mempergunakannya dan sinkang maupun ginkang digabung menjadi satu maka Togur yang hanya memiliki sebuah dan setengah saja dari kekuatan lawan akhirnya terdesak, jatuh bangun dan memaki-maki namun Thai Liong tak segera merobohkannya.

Putera Pendekar Rambut Emas itu hanya mendesak dan membuat lawan terhuyung-huyung saja. Thai Liong rupanya tak tega merobohkan lawannya ini, dalam waktu yang singkat. Maka begitu dentuman di tengah pulau terdengar dan Togur mempergunakan itu untuk melompat bangun maka pemuda ini melarikan diri namun Hauw Kam dan suhengnya berkelebat mengejar."

"Jahanam kalian!" Togur membalikkan tubuh, menghantam ke belakang dan dua orang itu berseru keras. Mereka menangkis namun terpelanting sendiri. Togur mempergunakan Khi-bal-sin-kang. Dan ketika mereka berteriak tapi Swat Lian melengking marah, menyambar dan berkelebat menghantam pemuda ini maka Togur terbanting dan pucat mengeluh."

"Dess!" Pemuda itu terguling-guling. Untuk kesekian kalinya lagi Togur menghadapi lawan yang tangguh. Sang nyonya bukanlah Hauw Kam maupun suhengnya tapi ketika Swat Lian hendak menyerang lagi tiba-tiba Thai Liong berkelebat mencegah ibunya. Pemuda itu berkata biarlah Togur diserahkan padanya atau Hauw Kam dan Gwan Beng, dua supeknya itu. Minta kepada ibunya agar sang ibu melihat pertandingan di tengah pulau, dimana waktu itu terdengar dentuman pukulan lagi dan api atau sinar petir menyambar naik ke atas.

Sam-liong-to seakan diguncang badai karena air laut tiba-tiba naik tinggi, menghempas dan menghantam permukaan tanah. Dan ketika Swat Lian tertegun namun dapat melihat itu, mendengar seruan suhengnya bahwa Thai Liong benar maka nyonya ini melepaskan Togur dan berseru mengancam."

"Baiklah, kuserahkan jahanam ini kepadamu, Thai Liong. Tapi sekali dia lepas jangan harap kau membujuk ibumu lagi!"

"Akan kupenuhi," Thai Liong mengangguk. "Jangan khawatir, ibu. Dan aku pasti memperhatikan keinginanmu!" dan ketika sang ibu berkelebat sementara Togur memaki-maki maka Thai Liong menghadapi pemuda ini mencegat jalan larinya, tidak menyerang tapi malah diserang dan pemuda itu menangkis. Thai Liong menepati janjinya menepati janjinya untuk tidak mulai dulu kecuali diserang. Dan ketika Togur marah-marah dan memaki lawannya, membentak dan putus asa tak dapat melarikan diri maka Hauw Kam dan suhengnya tertawa bergelak agar pemuda itu diserahkan pada mereka saja."

"Kau terlalu lemah hati, persis ayahmu. Biarkan kami saja yang menghadapinya, Thai Liong. Dan kau mundurlah!" dan tidak menunggu pemuda itu menjawab tiba-tiba Hauw Kam sudah menerjang dan melepas serangan menghantam pemuda ini, ditangkis dan kembali terpental tapi sang suheng maju membantu."

Thai Liong segera mundur dan berkata pada dua supeknya itu bahwa tak guna memukul secara keras, lawan mempergunakan Khi-bal-sin-kang. Dan ketika pemuda itu memberi petunjuk bahwa sebaiknya mereka mempergunakan Jaring Naga, silat yang dulu dipakai untuk menangkap dan merobohkan Soat Eng maka Hauw Kam dan suhengnya tertawa girang."

"Baiklah, kau lebih tahu daripada kami. Pemuda ini telah mencuri kepandaian keluargamu, biar dia kuhadapi dengan Jaring Naga dan mudah-mudahan kami dapat membekuknya.... cret!" seutas jaring tiba-tiba menyambar, halus dan kuat."

Togur terkejut. Dia belum pernah menghadapi ilmu silat macam begini dan tentu saja memukul atau menolak. Tapi karena jaring itu terbuat dari benang-benang halus yang dapat lengket maka begitu dihantam mendadak melekat dan menempel di lengan pemuda ini."

"Aiihhhh...!" Togur kaget. Pemuda ini cepat menarik kembali serangannya tapi saat itu Gwan Beng juga mengeluarkan Jaring Naganya. Dengan bentakan dan pengerahan sinkangnya orang tua itu sudah menuruti petunjuk Thai Liong, melepas dan melancarkan ilmunya yang aneh itu. Dan ketika Togur mengelak dan menangkis dengan lengan satunya maka lengan ini ditempeli dan dilekati benang-benang halus itu, yang melekat seperti lintah!"

"Keparat jahanam, terkutuk!" Togur marah dan kaget, membentak dan merentangkan kedua tangannya kuat-kuat dan barulah benang-benang itu putus."

Tapi karena lawan sudah berkelebatan lagi di sekeliling tubuhnya dan Hauw Kam maupun suhengnya tertawa-tawa mengeluarkan silatnya yang aneh maka Togur dibuat sibuk dan membelalakkan mata, ngeri dan gelisah karena benang-benang yang mirip sarang laba-laba itu demikian lengket halus. Entah bagaimana dua orang itu seperti laba-laba raksasa yang selalu mengeluarkan benang laba-labanya, setiap dipukul tentu mengeluarkan lagi yang lain."

Tak terasa, lengan Togur mulai dipenuhi benda-benda halus ini. Dan ketika jaring atau benang laba-laba itu juga menimbulkan gatal dimana Togur mulai menggaruk-garukkan lengannya maka tak lama kemudian bagian tubuh yang lain dari pemuda ini sudah dilengketi benang-benang itu. Thai Liong sering memberi petunjuk bagaimana menghadapi Khi-bal-sin-kang kalau pemuda itu mengeluarkannya untuk menghadapi pukulan-pukulan keras. Khi-bal-sin-kang akan mementalkan dua orang ini kalau mereka berani beradu tenaga."

Dan karena Thai Liong ada di situ dan pemuda ini juga seorang ahli Khi-bal-sin-kang yang tahu bagaimana cara-cara menghadapi Khi-bal-sin-kang akhirnya setiap kali ilmu itu dikeluarkan maka Hauw Kam maupun suhengnya mengganti dengan serangan Jaring Naga yang mengeluarkan benang-benang halus itu, yang akhirnya memenuhi sekujur tubuh lawan."

"Ha-ha, kau benar, Thai Liong. Lihat, kami akan merobohkannya sebentar lagi!"

"Dan menangkap pemuda ini hidup-hidup!" Gwan Beng juga girang. "Tanpa kau tak mungkin kami merobohkan pemuda ini, Thai Liong. Ah, bocah ini benar-benar lihai!""

Togur akhirnya terhuyung-huyung. Sebenarnya dia sudah kehabisan tenaga ketika menghadapi Swat Lian dan dikejar-kejar, juga mentalnya telah jatuh setelah pasukannya dipukul hancur. Maka begitu bertemu Thai Liong dan pertemuannya dengan pemuda ini sungguh tak diduga maka habislah harapannya untuk dapat menyelamatkan diri. Sam-liong-to seakan merupakan perangkap dan dia akan tertangkap disitu, roboh dan menyerah kepada musuh."

Dan ketika benar saja Khi-bal-sin-kangnya tak bekerja dengan baik sementara Jing-sian-eng yang dikerahkan juga habis dikuras tenaganya maka lilitan benang laba-laba dari Jaring Naga yang dikeluarkan dua orang lawannya itu sudah memenuhi sekujur tubuh. Togur jatuh bangun dan memaki-maki, pucat. Harapan tak ada lagi baginya dan mengeluhlah pemuda itu ketika kedua kakinya terjirat."

Dia tak dapat mengelak karena sudah habis dikuras duluan, tertekuk dan roboh dan tertawalah dua orang itu ketika menggerakkan tangan hampir berbareng. Segulung benang halus sudah menyambar dan membelit pinggang pemuda ini. Dan ketika benang naik ke atas dan menjirat leher serta lengan akhirnya putera Gurba yang gagah perkasa itu bertekuk lutut, terjerembab."

"Bluk!" Togur sudah tak berdaya. Pemuda ini memaki namun Hauw Kam menotok tengkuknya, terguling. Dan ketika pemuda itu pingsan dan Hauw Kam tertawa-tawa mendadak angin menderu dari segala penjuru dan Sam-liong-to bergolak."

"Badai! Laut akan pasang...!"

Yang berseru ini adalah Gwan Beng. Laki-laki bercambang itu terkejut karena tiba-tiba tanpa mereka sadari mendadak langit di atas mereka gelap-gulita. Petir sambar-menyambar dan saat itu di tengah pulau terdengar pekikan dan erangan. Dentuman dahsyat terasa menggelegar dan dari dalam pulau sekonyong-konyong muncul dua ekor gorila yang menguik-nguik."

Thai Liong tertegun tapi cepat tanggap akan keadaan. Itu berarti tanda-tanda badai yang akan datang dan tiba-tiba bergemuruhlah suara angin yang menderu-deru. Ombak di tengah samudera mendadak bergolak tinggi dan menggelegar menghantam daratan. Thai Liong teringat keadaan serupa ketika pertama kali dia datang ke situ bersama adiknya. Dan ketika halilintar memecah langit hitam dan suaranya yang dahsyat sungguh memekakkan telinga maka dua gorila yang menguik keras itu sudah berlarian kencang menghampiri pemuda ini."

"Gotin, Gosar...!" Thai Liong mendahului mereka, menubruk dan cepat membanting keduanya karena di atas Sam-liong-to tiba-tiba meledak secercah sinar kilat yang panjang. Sinar itu menyambar dua binatang ini dan terpekiklah mereka ketika hawa panas menyambar tengkuk. Rambut di punggung dua gorila itu hangus dan Thai Liong berseru mengeluarkan kata-kata aneh agar dua binatang itu menurut padanya. Dan ketika pemuda itu meloncat bangun sementara dua supeknya disana juga melempar tubuh bergulingan dan bangun dengan pucat maka Gwan Beng berseru bahwa mereka semua harus menyembunyikan diri."

"Badai, kita diamuk badai. Sam-liong-to akan disapu badai!"

Benar saja, laut menggelegak. Keadaan yang begitu cepat berubah dan angin yang mendesau-desau mendadak membuat dua laki-laki itu gentar. Petir meledak-ledak di atas kepala dan hujan lebat pun turun, begitu derasnya, bagai ditumpah dari langit yang murka. Dan ketika guntur sambung-menyambung mengeluarkan suaranya yang dahsyat maka Sam-liong-to digulung ombak dan sebentar saja tepi daratan lenyap."

"Slap!" Thai Liong terbelalak. Ombak sebesar bukit menelan pantai sedemikian buas, tak ada ampun. Dan ketika ombak yang lain bergulung-gulung daan menelan daratan, cepat dan ganas maka tiba-tiba saja seluruh permukaan pulau sudah tidak dapat dipakai, diterjang gelombang pasang."

"Kita ke guha!" Thai Liong berseru. "Ikuti aku, ji-wi supek (paman berdua). Cepat dan jangan ayal!"

Dua orang itu mengangguk. Thai Liong lebih mengenal keadaan dan mereka menurut saja. Gotin dan Gosar, dua gorila yang menguik-nguik itu sudah ditarik dan dilarikan Thai Liong. Pemuda ini sampai lupa kepada Togur tapi Hauw Kam tiba-tiba menyambarnya. Dan persis mereka melarikan diri tiba-tiba sebuah perahu terbanting dan hancur di tepian karang."

Hauw Kam dan suhengnya tak mendengar teriakan dan bayangan orang, tak melihat tiga nenek-nenek tua terlempar dan berjungkir balik di atas daratan, yang kini sudah diserbu ombak. Dan ketika mereka melayang turun dan berteriak saling sahut, karena bersuara biasa saja pasti tak terdengar karena begitu hebatnya angin dan badai menindih suara mereka maka tiga nenek-nenek yang baru datang itu tampak berkelebat dan berlarian mengikuti Hauw Kam."

Hauw kam dan suhengnya sendiri tak tahu kalau diri mereka dikintil dari belakang. Mereka sedang sibuk menyelamatkan diri dari petir dan hujan, tak ada siapapun yang bakal dihiraukan karena demikian dahsyatnya badai di Sam-liong-to itu. Dan ketika letusan-letusan juga terdengar dan gunung di tengah pulau ternyata 'batuk' maka batu dan semburan pasir panas menghujani Sam-liong-to mirip dunia yang akan kiamat."

"Bum-buummm....!"

Suara-suara itu demikian menggetarkan. Hauw Kam sampai tak berani menoleh ke belakang karena begitu pucatnya dia oleh amukan alam ini. Badai ternyata bercampur dengan letusan gunung berapi dan pulau seakan diderak-derak. Tak ada yang tahu bahwa bersama dengan letusan gunung maka permukaan pulau naik. Sebuah gunung kiranya sedang lahir dan kelahirannya itu didahului dengan badai dan kilat, muncul dari permukaan tanah dan kiranya itulah yang menyebabkan semuanya terjadi. Kedahsyatan alam tampak di sini dan Thai Liong serta dua orang supeknya sibuk menyelamatkan diri."

Pemuda itu menyelamatkan dua gorila di kiri kanannya sedang Hauw Kam dan suhengnya menyelamatkan diri mereka dan Togur, yang masih pingsan. Dan ketika mereka tak tahu bawah di belakang mereka mengikuti tiga nenek jahat yang bermata keji maka tiga nenek-nenek itupun tak tahu kalau di belakang mereka meluncur dan mendarat sebuah perahu lain berisi dua penumpang. Penumpang pertama adalah seorang gadis cantik sedang penumpang kedua adalah seorang anak laki-laki yang bermata berani."

Anak ini sama sekali tidak gentar atau takut melihat amukan badai itu. Bahkan letusan serta semburan pasir-pasir panas yang dilontarkan ke atas seolah pemandangan menarik baginya, apalagi kalau disusul semburan-semburan api yang berlidah dan menjilat-jilat angkasa, seolah menyambut atau berbaur dengan petir dan guntur yang meledak-ledak di atas. Tapi ketika perahu mereka terlempar dan hancur di tepian karang, sama seperti perahu tiga nenek-nenek itu maka anak ini meleletkan lidah dan berseru,"

"Eng-ci, dahsyat sekali. Ini barangkali yang namanya gunung meletus!"

"Hush, jangan banyak omong. Waktu kita tak banyak lagi, Beng An. Ini letusan gunung yang disertai badai. Hayo kita kejar nenek-nenek itu dan tangkap mereka kembali agar ayah dan ibu tak memarahi kita!"

Kiranya Beng An dan encinya. Soat Eng, seperti diketahui, mendapat tugas menjaga adiknya ketika ayah dan ibunya mengejar-ngejar See-ong dan Togur. Gadis itu juga mendapat perintah untuk menjaga nenek Naga dan Toa-ci serta Ji-moi, yakni para tawanan yang ditundukkan Pendekar Rambut Emas dan isterinya. Tapi ketika semua orang lengah dan tertuju perhatiannya pada pertempuran dahsyat antara Kim-mou-eng dengan See-ong, juga Swat Lian yang menjatuhbangunkan Togur dan dua gurunya maka tiga nenek itu tiba-tiba lolos."

Entah bagaimana sekonyong-konyong Soat Eng terkejut ketika tiga tawanan itu tak ada di tempat. Rantai yang mengikat tangan mereka juga putus sementara totokan yang melumpuhkan Ji-moi serta yang lain-lain bebas. Soat Eng tak tahu adanya sebuah bayangan yang menolong nenek-nenek itu, bayangan pemuda tampan yang merunduk serta menyelinap di kala semua orang sedang kagum-kagumnya menyaksikan pertandingan diluar. Dan ketika Soat Eng kembali dan kaget melihat tiga nenek-nenek itu tak ada, lepas, maka pucatlah gadis ini dan segera dia mencari. Dan Soat Eng dibuat marah.

Tiga nenek-nenek itu akhirnya terlihat bayangannya menuju ke timur, terus diikuti dan terbelalaklah gadis ini melihat bahwa Ji-moi dan lain-lainnya itu ke Sam-liong-to. Dia mengejar dan sayang sekali tak dapat mendahului karena adiknya, Beng An, harus selalu dilindungi dan dijaga. Kalau dia mau tentu tiga nenek-nenek itu akan dapat disusul dan ditangkap, tapi resikonya Beng An akan tertinggal di belakang dan salah-salah hilang!"

Soat Eng tak mau hal itu terjadi dan akhirnya apa boleh buat dia terus mengikuti dan membayangi, karena Beng An tak mau ditinggal jauh meskipun berkali-kali adiknya itu menyuruh dia pergi duluan, biar anak ini di belakang. Tapi ketika Soat Eng menolak dan berkali-kali pula menyatakan tak mau membiarkan adiknya sendiri maka meskipun tak tersusul namun bayangan tiga nenek-nenek itu tetap dapat ditempel dan akhirnya Soat Eng terbelalak melihat lawan-lawannya itu ke Sam-liong-to."

"Keparat, mereka akan bersembunyi di sana. Cepat, kita cari perahu, Beng An. Hayo jangan ayal-ayalan!"

Tapi laut berbuih. Mengejar dan menyusul tiga nenek-nenek itu akhirnya gadis ini tiba pula di Sam-liong-to. Tapi laut yang ganas menyambut mereka. Badai dan kilat yang menyambar-nyambar di atas kepala membuat kepala terasa pening. Beng An harus berpegangan di pinggiran perahu kalau tak mau terlempar. Dua kali anak ini sudah terjatuh namun Soat Eng cepat menolong. Dan ketika dentuman atau suara menggelegarnya gunung disusul oleh teriakan-teriakan atau pekikan dan jeritan maka Soat Eng tahu bahwa di pulau sudah terjadi pertandingan besar, tentu ayah dan ibunya melawan See-ong dan teman-temannya."

Namun saat itu Soat Eng tak bisa banyak berpikir. Dia melihat Ji-moi terlempar perahunya dan hancur dipukul ombak, tertegun tapi perahu sendiri juga tiba-tiba meluncur dan terbang di tepian karang, hancur dan dia serta Beng An terlempar tinggi namun dengan sigap gadis ini sudah berteriak dan menyambar adiknya. Beng An sendiri sudah berjungkir balik namun jatuh disambar ombak, untung didahului encinya dan mendaratlah mereka dengan basah kuyup. Dan ketika permukaan pulau sudah penuh air karena laut berbuih ganas maka Soat Eng berkelebat mengikuti nenek Naga yang mengintil di belakang Hauw Kam."

"Kau berpegang erat-erat ke tanganku. Dan jangan mengeluarkan suara gaduh!"

Beng An menurut saja. Anak ini terbelalak melihat kedahsyatan alam dan ombak atau angin yang menderu dipandangnya dengan takjub. Beng An ngeri tapi sama sekali tidak takut, anak itu bahkan bersinar-sinar dan gembira melihat semuanya itu. Betapa berani! Dan ketika gunung di tengah pulau bergerak ke atas dan sedikit tetapi pasti gundukan tanah itu muncul sambil menyemburkan lidah-lidah apinya ke angkasa maka Beng An bersorak memuji pemandangan luar biasa itu."

"Hebat, indah sekali. Mengagumkan!"

"Hush!" sang enci membentak. "Jangan bersuara gaduh, Beng An. Sudah kubilang dan jangan membantah!"

"Tapi letusan gunung itu hebat sekali. Aih, lihat, enci. Batu raksasa itu dilontarkan keatas....!"

"Blarr!" sebuah dentuman menggelegar mengguncang pulau, sebuah batu terlontar tinggi di angkasa dan batu yang berwarna kemerahan oleh api yang menyala itu sungguh menakjubkan untuk dipandang mata. Beng An menuding dan melepas pegangannya, persis di saat pulau tergetar dan terguncang oleh letusan dahsyat yang memekakkan telinga itu. Dan ketika Beng An terpeleset dan encinya kaget, karena Soat Eng sendiri terpeleset dan akan jatuh maka batu berwarna merah yang sebesar rumah itu meluncur turun dan tepat sekali jatuh di atas kepala mereka."

"Beng An...!"

Sang anak terkejut. Encinya berteriak dan cepat serta luar biasa menyambar adiknya itu diajak bergulingan menjauh. Beng An mendengar suara berdebum yang luar biasa dahsyatnya, terpental dan mereka berdua terlempar tinggi di udara, ada kira-kira sepuluh meter! Tapi ketika Soat Eng berjungkir balik dan mencengkeram adiknya itu dengan kaget dan marah, karena adiknya itu melepas pegangan maka gadis itu sudah turun dan melihat batu raksasa itu menancap dan ambles di tanah dengan warna yang masih merah marong."

"Kau terlalu, keparat! Tak dapat dinasihati baik-baik, Beng An. Kalau sedikit kita terlambat tentu kau sudah mampus di bawah batu besar itu!"

Beng An meleletkan lidah. Dia pucat tapi matanya kagum bersinar-sinar memandang batu besar itu. Batu itu begitu besar dan luar biasa. Dan warnanya, wow... begitu menakjubkan. Masih merah seperti dibakar dan membara begitu indah. Beng An takjub. Tapi karena batu menghempas ke tanah padahal hampir di semua tempat sudah diserang ombak yang bergulung-gulung maka suara ces selalu terdengar setiap air laut menerpa atau menyentuh batu besar itu, yang perlahan-lahan lalu menjadi gelap dan hitam."

Dan ketika encinya membentak dan menarik tangannya, tak mau dia berpegangan lagi maka Soat Eng sudah menghindar dan mengelak sana-sini ketika batu-batu yang lain berhamburan, disusul pasir-pasir panas yang juga warnanya kemerahan. Debu mulai menutup pandangan mata dan kejadian tadi membuat Soat Eng kehilangan jejak. Bayangan nenek Naga dan Ji-moi akhirnya entah kemana, dia geram. Dan ketika dlihatnya sebuah guha di balik sebuah pohon besar maka Soat Eng meloncat dan sudah masuk ke sini."

Untuk selanjutnya mereka tak tahu apa-apa lagi. Letusan dahsyat berkali-kali didengar dan deru serta ombak yang ribut mengiringi semuanya itu. Kiranya, sama seperti dulu Sam-liong-to sedang dilanda kejadian menakjubkan. Gunung di bawah pulau itu bergerak naik dan lahir, tanah bergerak-gerak dan banyak di antaranya yang pecah dan menganga. Guha yang dimasuki Soat Eng juga mengeluarkan suara berkeratak seakan mau retak, beberapa dindingnya akhirnya pecah dan Soat Eng dua kali berpindah tempat dan kecut melihat air memasuki guha."

Kalau badai masih tidak berhenti dan terus meninggi tentu guha akan terendam dan dia harus keluar, padahal diluar masih terjadi angin ribut dan hujan batu. Batu-batu itulah yang lebih berbahaya dibanding lain-lainnya. Dan dia membawa Beng An, harus melindungi dan menjaga adiknya itu. Tapi ketika dua jam keributan dan gemuruh semuanya itu mereda akhirnya pulau tenang kembali dan guha dimana Soat Eng berlindung sudah kemasukan air setinggi dada."

"Kita keluar!" Soat Eng yang menempel di langit-langit guha menyambar adiknya, berkelebat keluar. "Kita cari nenek-nenek siluman itu, Beng An. Dan sekali lagi kau harus menurut kata-kata encimu!"

"Baik," Beng An meleletkan lidah. "Aku selamanya taat padamu, enci. Kalau sekali dua lupa tentu wajar. Sudahlah, jangan marah-marah lagi!"

Soat Eng menjewer adiknya itu. Beng An menggemaskan tapi juga lucu. Anak ini tak kenal takut dan mau tak mau membuatnya kagum juga. Beng An memang pantas sebagai putera ayahnya, Pendekar Rambut Emas. Dan ketika Soat Eng keluar dan berjungkir balik di atas pohon, karena semua permukaan pulau sudah basah dan becek oleh air laut maka di atas pohon gadis ini tertegun karena melihat nenek Naga dan lain-lain juga sudah di pucuk-pucuk pohon yang tinggi, menyelamatkan diri!"

"Itu mereka!" Beng An menuding. "Hei, kesini, nenek bau. Jangan lari!"

Nenek Naga, yang sedang celingukan dan mencari Hauw Kam, yang juga lenyap oleh semua keributan tampak terkejut oleh bentakan Beng An. Tiga nenek ini, Ji-moi dan Toa-ci serta nenek Naga juga akhirnya kehilangan jejak Hauw Kam dan Gwan Beng. Gemuruh dan hujan batu serta abu akhirnya menutup pandangan mata. Dalam keadaan seperti itu tak mungkin lagi masing-masing orang akan memperhatikan lawan. Paling selamat diri sendiri harus dipikirkan dulu. Mereka bertiga akhirnya bersembunyi di balik sebuah pohon besar, pohon yang tengahnya berlubang."

Dan ketika letusan gunung berhenti dan badai yang melanda Sam-liong-to juga tak mengamuk lagi maka tiga nenek-nenek itu meloncat keluar dan memandang sekeliling dari puncak pohon yang tinggi, tak tahunya ketahuan Soat Eng dan adiknya dan Beng An sudah memanggil nama mereka. Ji-moi terkejut karena puteri Pendekar Rambut Emas itu tahu-tahu sudah ada di belakangnya, dalam pohon yang lain tapi jarak mereka tak jauh. Dan ketika semua terkejut dan nenek Naga melengking gentar, kaget dan jerih maka nenek itu sudah berkelebat ke pohon yang lain dan belum apa-apa sudah melarikan diri."

"Kita cari tempat selamat. Kiranya yang mengikuti kita adalah setan betina itu!"

Ji-moi terkejut. Bersama encinya dia juga kaget dan gentar melihat Soat Eng. Meskipun gadis itu sendiri namun Khi-bal-sin-kangnya yang amat ditakuti. Gadis itu akan merobohkan mereka kalau mereka berhadapan. Dan karena nenek Naga sudah mendahului dan meloncat melarikan diri, melayang dan berjungkir balik ke pohon yang lain maka nenek ini juga menggerakkan kakinya dan melarikan diri."

Tapi sial, tiga bayangan tiba-tiba berkelebat. Baru nenek Naga berjungkir balik di udara tiba-tiba tahu-tahu pohon yang dituju sudah terisi orang. Nenek itu berseru tertahan ketika dua bayangan di depan, dua laki-laki gagah membentak dan menggerakkan tangan menyerangnya. Mereka itu bukan lain Hauw Kam dan suhengnya, Gwan Beng. Dan ketika dua pukulan menyambut nenek ini dan si nenek terkejut karena sedang berada di tengah udara maka apa boleh buat dia menangkis tapi posisinya yang buruk membuat nenek ini terpelanting dan jatuh ke bawah."

"Heii..... dess!" Nenek itu jatuh ke tanah. Gwan Beng dan sutenya tergetar di atas dan dua laki-laki itu juga terkejut. Mereka bergoyang dan tentu akan jatuh. Tapi ketika bayangan ketiga, Thai Liong, menahan dan menggerakkan tangannya ke depan maka dua orang itu dapat tegak kembali sementara Ji-moi yang bersiap dan akan menuju ke pohon itu sudah meloncat dan berjungkir balik ke pohon yang lain, disusul Toa-ci!"

"Wut-wut...!"

Namun alangkah kagetnya dua orang ini. Seperti iblis atau siluman saja tahu-tahu Thai Liong sudah berada di depan mereka. Dengan ilmunya Jing-sian-eng pemuda ini berkelebat dan tahu-tahu mendahului si nenek, berdiri dan sudah menanti lawannya. Dan ketika Toa-ci maupun Ji-moi terkejut karena Thai Liong sudah menunggu mereka, tersenyum, maka dua nenek itu berteriak keras dan tentu saja menghantam."

"Des-dess!" Namun mereka terbanting. Thai Liong tertawa dan sudah diteriaki adiknya. Soat Eng, yang gembira melihat kakaknya disitu tiba-tiba berjungkir balik dan sudah melayang turun di dekat kakaknya ini. Melupakan Beng An yang ditinggal di atas pohon gadis ini sudah menubruk dan memeluk Thai Liong. Dan ketika Thai Liong tertawa dan memeluk adiknya, dihujani pertanyaan bertubi-tubi mendadak terdengar jeritan Beng An yang sudah disambar nenek Toa-ci."

"Enci...!"

Soat Eng kaget bukan main. Menoleh dan melihat adiknya dicengkeraman nenek itu tiba-tiba baik Soat Eng maupun Thai Liong terkesiap. Kiranya tadi, ketika Soat Eng berjungkir balik dan menubruk kakaknya, gembira dan girang meluap-luap ternyata dua nenek iblis Toa-ci dan Ji-moi yang terbanting ke bawah melihat kesempatan baik itu. Mereka meloncat bangun dan Toa-ci sudah saling memberi tanda kepada adiknya, bergerak dan menangkap Beng An. Dan ketika Beng An terkejut dan tentu saja mengelak, sayang kalah cepat maka nenek itu sudah menangkapnya dan Toa-ci terkekeh-kekeh."

"Hi-hik, kau penyelamat nyawa kami, bocah. Menyerahlah!"

Beng An berteriak. Dia sudah tertangkap dan tiba-tiba dibawa nenek itu terbang ke pantai, Ji-moi menyusul dan bergeraklah dua nenek itu melarikan diri. Dan ketika Soat Eng maupun kakaknya tertegun di tempat, kaget, maka Soat Eng berkelebat dan meluncur turun mengejar dua nenek itu. Namun Thai Liong berkelebat mendahului. Pemuda ini berkata pada adiknya agar urusan itu diserahkan kepadanya, dialah yang akan menangkap nenek itu. Dan ketika Soat Eng tertegun dan didahului kakaknya maka Thai Liong menyuruh dia membantu Hauw Kam dan Gwan Beng, supek-supek mereka itu."

"Aku akan menyelamatkan Beng An. Kau tolonglah Hauw Kam-supek dan Gwan Beng-supek!""

Soat Eng tertegun. Untuk sekejap dia bingung, tapi ketika diingatnya bahwa dua orang itu gila, Soat Eng belum tahu bahwa Hauw Kam dan suhengnya sudah sembuh tiba-tiba gadis ini tak mau berurusan dengan orang gila apalagi dulu dua orang itu menangkapnya, mempermainkannya!"

"Tidak, Beng An adalah urusanku, Liong-ko. Dia tanggung jawabku. Karena aku yang lengah maka biarlah aku pula yang menangkap dan menghajar dua nenek-nenek keparat itu!"

"Hm, selamanya tak mau mengalah," Thai Liong menegur. "Kau jangan membantah perintahku, Eng-moi. Kau terlalu keras dan ganas terhadap lawan. Kalau kau bersikap keras dan tak mau sudah tentu dua nenek itu akan membunuh Beng An, dan kesalahanmu akan menjadi ganda! Sudahlah, kau tolong dua supek kita itu dan biarkan Beng An aku yang mengurusnya!"

Soat Eng akhirnya minggir. Sang kakak berkata benar dan dia memang akan bersikap keras terhadap lawan. Kakaknya jauh lebih lembut dan pandai, juga kepandaiannya jelas lebih tinggi. Dan karena sang kakak sudah mendorongnya dan menyuruh dia menolong atau membantu dua supeknya, yang saat itu terdengar menjerit dan terlempar roboh maka apa boleh buat gadis ini membalik dan terisak.

"Baiklah, tapi usahakan Beng An tidak cidera, Liong-ko. Atau aku akan mendapat marah ayah dan ibu!"

"Tidak, aku kakakmu. Tentu aku lebih mengerti dan tak akan mencelakai Beng An!" dan ketika Thai Liong lenyap dan mengejar si nenek, yang sudah jauh dan hendak meninggalkan pulau maka Soat Eng berkelebat dan menghadapi nenek Naga.

Saat itu, Hauw Kam dan suhengnya merasa mendapat kesempatan yang bagus. Mereka marah dan girang melihat nenek Naga di situ, berbesar hati karena betapapun ada Thai Liong disitu, keponakan mereka yang lihai itu. Maka menerjang dan menyerang nenek itu, yang dulu menangkap dan mempermainkan mereka berdua maka dua orang ini sudah melepas pukulan-pukulan tapi si nenek terlalu lihai.

Dulu mereka kalah karena kepandaian mereka memang jauh di bawah si nenek. Maka ketika si nenek mendengus dan membentak mereka agar menyerah, karena biasanya dua orang ini akan ketakutan dan berlutut kalau bertemu dengannya maka nenek Naga menjadi gusar ketika dua orang itu malah memaki dan balas membentaknya.

"Kaulah yang harus menyerah, dan kami bunuh. Atau biar kami mampus menerima kekalahan kami!"

"Hm, sombong. Kalau begitu aku akan membunuhmu!" dan nenek Naga yang menangkis serta mengerahkan Tee-sin-kangnya (Pukulan Bumi) tiba-tiba membuat lawan mencelat dan terlempar, roboh terguling-guling dan Hauw Kam pucat karena Thai Liong yang diharap tiba-tiba malah pergi, menolong adiknya. Tapi ketika mereka mengeluh dan merasa kehilangan kesempatan, mungkin terbunuh tiba-tiba Soat Eng berkelebat dan membantu mereka.

"Nenek siluman, akulah lawanmu!"

Nenek Naga terkejut. Sebenarnya, dia tak bermaksud mendesak Hauw Kam maupun suhengnya karena segera bersiap-siap untuk angkat kaki. Membunuh dua orang itu tak ada gunanya dan dia hanya akan menghalau saja, karena Hauw Kam maupun suhengnya ternyata bersikap nekat dan menyerangnya, membuat dia terganggu. Maka ketika dua orang itu dipukulnya roboh dan dia akan memutar tubuhnya, melihat Thai Liong dan Soat Eng mengejar Toa-ci dan Ji-moi tiba-tiba saja nenek ini terkejut karena Soat Eng kembali dan kini membentaknya.

"Dess!" Nenek itu terpelanting. Seperti biasa ketika Soa Eng mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya maka nenek itu tak kuat dan terlempar. Soat Eng mengejar dan nenek ini menggulingkan tubuhnya, menjauh. Tapi ketika Soat Eng mendesak dan tak memberi kesempatan lawannya bangun tiba-tiba Hauw Kam yang sudah melompat bangun berseru padanya agar menyerahkan nenek itu kepada dia dan suhengnya.

"Kau berdiri saja menonton. Kalau kami terdesak barulah kau menolong. Selebihnya serahkan nenek iblis ini untuk membayar hutangnya yang setinggi gunung!"

Soat Eng tertegun. Dia mendengar kata-kata yang waras dan benar sebagaimana layaknya orang sehat. Hauw Kam meminta padanya agar menyerahkan nenek itu, padahal dulu mereka petunjang. Dan ketika Gwan Beng juga berkelebat dan berseru padanya untuk melepaskan nenek itu maka Soat Eng mendengar kata-kata yang lebih lembut.

"Benar, serahkan nenek ini kepada kami, anak baik. Dendam kami sedalam lautan karena dialah yang membuat kami gila!"

"Dan kami sekarang waras!" Hauw Kam berseru, rupanya dapat melihat keheranan gadis itu. "Kau berdirilah saja disitu, bocah. Dan bantulah kami kalau kami terdesak!"

Soat Eng berseri. Akhirnya dia girang bahwa dua supeknya ini kiranya sudah sehat, tidak gila. Mereka sudah menerjang dan menerkam si nenek, Hauw Kam paling beringas karena dialah yang dulu dijadikan murid si nenek iblis, setelah dicekoki obat perampas ingatan. Namun karena nenek Naga amatlah lihai dan pukulan itu ditangkis dan dibalas maka Hauw Kam terpelanting dan Soat Eng teringat ilmu silat Jaring Naga yang dipunyai mereka.

"Keluarkan saja kepandaian kalian yang lain, jangan yang itu!"

"Hm, Jaring Naga?" Gwan Beng tersenyum, menggerakkan kedua lengannya. "Kami juga berpikir kesitu, anak baik. Dan lihatlah ini ilmu silat baru kami.... cett!" dan segumpal jaring yang tiba-tiba melejit dan menyerang si nenek tiba-tiba membuat nenek Naga terkesiap. Nenek itu tak tahu kepandaian ini namun dia mendengus, menolak. Tapi ketika benang-benang itu lengket dan tak gampang dipukul tiba-tiba nenek ini berseru tertahan dan Hauw Kam tertawa bergelak mengeluarkan kepandaian yang sama.

"Ha-ha, sekarang kau terkejut, nenek siluman. Dan ini adalah kepandaian kami yang baru...cet-cet!" Hauw Kam juga melancarkan pukulannya yang aneh itu, melepas dan mengeluarkan Jaring Naga dan si nenek semakin terkejut karena jaring-jaring itu bersifat lembut. Kalau dipukul tak gampang terpental karena serabutnya bertebaran kesana kemari. Dan ketika si nenek dibuat sibuk dan ilmu silat aneh itu membuatnya terbelalak maka sebentar kemudian nenek ini mundur-mundur namun bukan berarti kalah.

"Siluman! Kalian boleh mengeluarkan kepandaian apa saja, bocah-bocah tengik. Tapi aku si tua bangka tak takut menghadapi kepandaian apapun!" benar saja, si nenek mengeluarkan bentakan nyaring dan tiba-tiba meledakkan kedua tangannya. Dari kedua tangannya itu muncul asap hitam beserta api, menjilat dan menghanguskan benang laba-laba yang dipunyai suheng dan sute itu. Dan ketika Hauw Kam terkejut karena terhuyung mundur maka si nenek berkelebat dan dia ditampar terguling.

"Plak!" Hauw Kam memaki-maki. Gwan Beng suhengnya juga mendapat serangan yang sama dan api serta asap hitam menghanguskan jaring laba-labanya, terpental dan terguling-guling ketika si nenek menampar. Dan ketika kemudian nenek itu bahkan mendesak mereka dan jaring laba-laba ternyata tak dapat dipakai lagi maka dua kakak beradik ini malah tunggang-langgang dan lagi-lagi mengeluh dibuat jatuh bangun. Soat Eng yang menonton akhirnya tak tahan dan apa boleh buat gadis ini berkelebat ke depan. Dan ketika nenek Naga terpental karena Khi-bal-sin-kang menghantamnya maka ganti nenek itu mengeluh dan memaki-maki.

"Keparat, kalian mengeroyok. Tak tahu malu. Cih, satu lawan tiga!"

"Hm, tak usah satu lawan tiga!" Soat Eng membentak. "Satu lawan satu saja cukup, nenek siluman. Dan lihatlah aku akan menghajarmu.... des-dess!" nenek Naga mencelat, terguling-guling dan merintih dan akhirnya dialah yang jadi bulan-bulanan gadis itu.

Hauw Kam dan suhengnya tahu diri dan akhirnya menahan marah. Ah, kepandaian mereka masih juga belum tinggi. Dan ketika Soat Eng menggantikan mereka dan apa boleh buat mereka harus menonton atau mengawasi jalannya pertandingan maka nenek Naga jatuh bangun menghadapi Khi-bal-sin-kang, mengeluarkan ilmu hitamnya dan tiba-tiba lenyap seperti siluman. Namun ketika Soat Eng mengeluarkan seruan keras dan menampar ke depan ternyata ilmu hitamnya itu buyar dan gadis ini menyerang lagi.

"Kau tak dapat bersembunyi. Segala gerak-gerik atau kecuranganmu telah kuketahui!"

Si nenek menangis. Akhirnya nenek ini terhuyung jatuh bangun dan minta ampun. Berkali-kali bersembunyi di balik ilmu hitamnya namun Soat Eng membuyarkannya dengan bentakan batin. Ilmu hitam yang dipunyai nenek ini bukanlah seperti yang dipunyai See-ong, Hek-kwi-sut itu. Maka ketika si nenek berkali-kali gagal dan tak dapat menyembunyikan diri, merintih dan minta ampun maka satu tamparan keras membuat nenek itu terjungkal.

Soat Eng hendak menyusuli lagi dengan satu totokan ke tengkuk ketika mendadak Hauw Kam yang kebetulan dekat dengan nenek itu mengeluarkan bentakan, berkelebat dan melepaskan jaring naganya untuk menangkap. Dalam keadaan seperti itu tentu si nenek tertangkap dan tak dapat mengelak. Tapi ketika Hauw Kam berkelebat maju dan hendak meringkus sekonyong-konyong dirinya terlempar oleh sebuah angin dahsyat yang menerjang tempat itu.

"Heh, kita semua lari. Sam-liong-to bukan tempat yang baik!"

Hauw Kam terguling-guling. Nenek Naga selamat dan sesosok bayangan tinggi besar bergerak cepat di situ. Gwan Beng hanya melihat sekilas dan tahu-tahu berteriak tertahan. Nenek Naga lenyap, terbawa atau terbungkus bayangan tinggi besar ini, yang menyerupai kabut. Dan ketika Soat Eng juga terkejut karena itulah See-ong, si kakek iblis maka berturut-turut Siauw-jin dan Cam-kong di belakang kakek ini.

"Wher-wherr...!"

Angin atau gulungan asap hitam itu hilang. Hauw Kam terlongong-longong tapi lengkingan tinggi tiba-tiba terdengar disitu. Sebuah gerakan cepat luar biasa mengejar See-ong yang membawa nenek Naga dan Siauw-jin serta Cam-kong ini dan tahu-tahu menghantam. See-ong kiranya bersembunyi di balik Hek-kwi-sut yang hebat, dikejar dan rupanya ingin melarikan diri bersama bekas pembantu-pembantunya itu. Tapi ketika si kakek mengelak dan pukulan itu mengenai Siauw-jin dan Cam-kong maka dua iblis cebol dan kurus itu menjerit dan terlepas dari kungkungan Hek-kwi-sut.

"Aduh.... des-dess!"

Cam-kong dan Siauw-jin muncul, kelihatan. Bayangan yang bergerak luar biasa cepat itu masih juga menghantam dan menyusuli dengan pukulan lain, dikelit dan ganti nenek Naga terkena, menjerit dan terlempar keluar. Dan ketika See-ong memekik dan melarikan diri, sendirian, maka Siauw-jin dan dua temannya itu pucat melihat Soat Eng disitu.

"Gadis ini.... siluman! Dia di sini!"

Siauw-jin ngeri. Si cebol yang sudah bergulingan meloncat bangun itu langsung saja melarikan diri. Hauw Kam dan Gwan Beng tak dipandang sebelah mata dan dua orang itu tentu saja mendelik. Sekarang Gwan Beng yang meluap melihat si cebol ini. Maklumlah, dialah yang akhirnya dibuat bulan-bulanan oleh Siauw-jin. Nenek Naga mempermainkan sutenya sedang dia dipermainkan si iblis cebol ini. Maka begitu Siauw-jin melotot dan memutar tubuhnya tiba-tiba Gwan Beng membentak melepas Jaring Naganya dan segumpal`benang-benang halus menjirat dan langsung menerkam kakek cebol itu.

"Haiihhhh.... rrtt!"

Siauw-jin terkejut. Sama seperti nenek Naga iapun tak pernah melihat silat aneh ini, terbungkus dan tahu-tahu sudah dililit-lilit tubuhnya. Namun karena kakek itu bukan sembarang orang dan cepat dia mencabut sabitnya maka benang laba-laba itu dirantas putus dan iapun lolos keluar. "Setan, ilmu apa ini!"

Gwan Beng tertegun. Lawan sudah melarikan diri lagi karena gentar melihat Soat Eng, bukan dirinya. Dan ketika Cam-kong juga berseru keras dan menggerakkan tubuhnya maka dua orang iblis itu berkelebat dan lari meninggalkan mereka. Namun sesosok bayangan tahu-tahu berkelebat. Siauw-jin dan Cam-kong tersentak ketika Thai Liong tiba-tiba menghadang di depan, berdiri tegak. Di belakang pemuda itu tampak nenek Ji-moi dan Toa-ci yang merintih, tertotok. Dan ketika dua iblis itu tersentak dan pucat melihat ini maka Thai Liong yang berseru dan menahan mereka sekonyong-konyong dihantam.

"Dess!" Thai Liong tak bergeming. Pemuda itu mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya dan justeru dua kakek itulah yang terpelanting dan berteriak keras. Mereka terpental dan jatuh berdebuk di tanah, terguling-guling. Dan ketika mereka meloncat bangun dan gentar serta ngeri maka Soat Eng dan Hauw Kam serta suhengnya berkelebat dan sudah mengurung.

"Berhenti, dan kalian menyerah baik-baik!"

Siauw-jin tiba-tiba menangis. Kakek ini tanpa malu-malu mendadak menjatuhkan diri dan minta ampun, mengugguk. Sikapnya mengiba dan Soat Eng tertegun. Tapi ketika Gwan Beng membentak dan mencabut pedangnya, menusuk, maka punggung kakek itu menjadi sasaran namun pedang terpental bertemu sinkang di tubuh kakek ini yang kiranya siap melindungi.

"Pletak!" Pedang Gwan Beng malah patah. Laki-laki itu terkejut dan sementara yang lain juga terkejut karena lawan yang menyerah masih juga diserang mendadak Siauw-jin membalik dan menghantam pusar lawannya ini.

"Awas!"

Terlambat. Gwan Beng tertegun oleh pedangnya yang patah dan lengah oleh kelicikan Siauw-jin. Sebenarnya, berpura-pura minta ampun sesungguhnya kakek itu hendak menyerang secara gelap. Siauw-jin adalah kakek iblis yang amat licik dan curang. Dia mempergunakan tangisnya yang mengiba untuk melengahkan kewaspadaan lawan, yang diincar sebenarnya Soat Eng atau Thai Liong. Maklumlah, dua orang itulah yang paling lihai dan amat ditakuti.

Tapi begitu Gwan Beng menyerangnya dan kakek ini marah, gusar, maka pukulan yang sedianya untuk Soat Eng atau Thai Liong malah dilancarkan kepada laki-laki ini, telak menghantam dan Gwan Beng mencelat, mengaduh dan terbanting muntah darah. Dan ketika Gwan Beng pingsan sementara Soat Eng dan lain-lain tentu saja marah maka Cam-kong melepas pukulan petirnya dan menghantam Hauw Kam, juga nenek Naga yang tiba-tiba bergerak dan menghantam Soat Eng.

"Dess!" Tiga tubuh mencelat di udara. Cam-kong yang menghantam Hauw Kam sekonyong-konyong bertemu Thai Liong. Pemuda ini melihat gerakan pukulan itu padahal saat itu Hauw Kam berteriak menerima tubuh kakaknya. Cam-kong dengan licik menghantam tapi Thai Liong sudah bergerak ke depan, menangkis. Pemuda ini mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya dan dalam gemas dan tidak senangnya Thai Liong mengerahkan tiga perempat bagian tenaganya. Cam-kong terkejut ketika Pukulan Petirnya diterima dan disambut pemuda itu, berteriak dan mau menarik tapi sudah tidak keburu. Dan ketika sinar kilat meledak dan kakek itu menerima pukulannya sendiri, yang membalik, maka Cam-kong menjerit dan roboh dengan tubuh hangus separoh.

"Aduh... keparat... aduh!"

Hauw Kam terbelalak. Laki-laki ini marah dan kaget karena Cam-kong kiranya menyerang secara diam-diam. Untung ada Thai Liong disitu, kalau tidak, mungkin dia sudah roboh seperti suhengnya. Maka membentak dan mencabut pedangnya tiba-tiba Hauw Kam menimpukkan senjatanya ke mata kakek itu, yang sedang mengaduh-aduh, mati separoh.

"Crep!" Jeritan ngeri terdengar. Mata Cam-kong ditembus pedang Hauw Kam dan tentu saja bagian yang amat lemah ini tak mungkin dilindungi kekebalan. Cam-kong roboh dan menggelepar, sejenak memegangi kepalanya tapi mendadak terkulai, tewas. Matinya sungguh mudah dan tak diduga, gampang. 

Dan ketika kakek itu terguling dan nyawa meninggalkan raga mendadak nenek Naga yang menyerang Soat Eng juga terbanting dan mengeluh tertahan. Pukulannya disambut gadis itu dan Soat Eng yang marah tak memberinya ampun. Nenek yang jahat dan curang ini ditampar, lututpun ditekuk dan bekerja. Dan ketika terdengar dua kali suara ngek-ngek yang keras maka si nenek menggelepar dan terguling dengan kepala pecah!

"Jangan membunuh!" Thai Liong terkejut. "Robohkan dan tangkap saja mereka, Eng-moi. Jangan membunuh!"

"Hm, merobohkan dan menangkap bagaimana? Nenek jahat itu berkali-kali mencurangi aku, Liong-ko. Dan kau lihat sendiri betapa dia tak mau menyerah!"

"Ampun!" Siauw-jin, yang mencelat dan terguling-guling berteriak menyatakan maksudnya itu, gemetar. "Aku tak akan berbuat curang, nona. Aku minta ampun dan harap kalian mengampuni!"

"Tapi kau mencelakai suhengku!" Hauw Kam membentak. "Kau tak dapat diampuni, iblis tua. Diampuni pun tak ada gunanya!" dan Hauw Kam yang sengit mencabut pedang dari mayat Cam-kong tiba-tiba menusuk bola mata kakek ini. Agaknya mengetahui bahwa iblis-iblis itu tak akan kebal melindungi bola matanya maka laki-laki ini hendak menghabisi si cebol.

Siauw-jin terbelalak dan bingung, sebenarnya mudah untuk menangkis tapi di situ ada Soat Eng dan Thai Liong. Soat Eng gadis yang galak dan keras hati, sedang Thai Liong pemuda yang lembut dan lemah hati. Maka meloncat dan bersembunyi di punggung Thai Liong akhirnya kakek itu melolong dan minta sang pemuda menyelamatkan jiwanya. "Tolong.... aku tak mau dibunuh!"

Benar saja, Thai Liong menangkis pedang ini. Tak mau si kakek dibunuh dan menampar pedang itu Thai Liong sudah mementalkan pedang di tangan Hauw Kam. Sang supek terkejut dan berseru marah. Tapi ketika dia menyerang lagi dan pedang ditangkis patah barulah Hauw Kam terhuyung dan melotot memaki pemuda ini.

"Thai Liong, kau melindungi kakek iblis itu? Kau tak mau mengingat semua penderitaan kami?"

"Sabar," Thai Liong mengerutkan kening. "Lawan yang sudah menyerah tak baik dibunuh, supek. Siauw-jin sudah baik-baik menyatakan menyerah dan kita harus mengampuninya. Dia ditangkap saja dan biar kurobohkan!"

Thai Liong mendahului kata-katanya, bergerak dan sudah menotok roboh si kakek iblis itu dan tergulinglah Siauw-jin dengan muka pucat. Kalau pemuda itu masih di situ tak apa baginya. Thai Liong menjamin keselamatannya. Tapi kalau pemuda itu pergi dan dia ditinggal sendiri, ah, tentu kematian bagiannya. Dan Siauw-jin ngeri! Tapi ketika dia roboh dan Hauw Kam maupun Soat Eng kecewa oleh kata-kata pemuda ini mendadak terdengar lengking tinggi dan Swat Lian, wanita cantik itu, datang dengan kemarahan besar.

"Thai Liong, untuk apalagi menaruh kasihan? Kau tak tahu bahwa semua iblis-iblis ini adalah pembantu See-ong? Dan kakekmu terbunuh atas bantuan orang-orang ini juga. Keparat, semua harus dibunuh dan akulah yang akan mengantar nyawanya ke neraka.... dess!" dan Siauw-jin yang menjerit oleh pukulan jarak jauh tiba-tiba terlempar dan roboh dihantam si nyonya. Swat Lian muncul dan marah-marah karena tak dapat memburu See-ong. Dia benci dan dendam sekali kepada kakek iblis itu yang membunuh ayahnya.

Thai Liong berteriak jangan namun terlambat. Sang ibu sudah datang dan melepas pukulannya itu, pukulan sinkang yang tentu saja membuat Siauw-jin berteriak dan tewas. Kakek iblis itu dalam keadaan tertotok dan tidak tertotok pun tak mungkin dia mampu menandingi si nyonya, yang sedang beringas. Dan ketika kakek itu terbanting dan roboh dengan dada hancur maka si nyonya mendelik melihat dua nenek lain menggeletak di situ, Ji-moi dan Toa-ci.

"Mereka ini juga dibiarkan hidup? Masih disuruh menghirup udara segar? Aih, jahanam. Terkutuk!" dan Swat Lian yang melengking berkelebat ke kiri tiba-tiba melepas pukulan lagi dan Thai Liong kaget.

Pemuda ini melihat keberingasan ibunya dan dia berkelebat ke depan. Pukulan sang ibu ditangkis dan terdengarlah suara keras disusul getaran kuat yang membuat Hauw Kam terpelanting. Bumi seakan diguncang gempa! Dan ketika Swat Lian terpental sementara Thai Liong sendiri juga berjungkir balik, menghindari tolakan tenaga dari pertemuan sinkang mereka maka pemuda itu buru-buru mengusap keringat dan melindungi dua nenek itu dengan tubuhnya.

"Jangan... ampunkan mereka, ibu. Toa-ci dan Ji-moi sudah menyerah. Orang menyerah tak boleh dibunuh! Ingat pesan ayah dan jangan marah-marah!"

"Kau!" sang nyonya berapi-api. "Kau berani melawan ibumu, Thai Liong? Kau berani menentang? Minggir, jangan membuat aku naik pitam!"

"Maaf," Thai Liong pucat. "Justeru naik pitammu itulah yang harus diredakan, ibu. Kau kehilangan pikiran jernih karena tak mampu mengejar See-ong. See-ong memang bagian ayah, karena ayah terikat perjanjian dengan Sian-su. Harap ibu sabar dan tidak membunuh dua nenek ini yang sudah kutangkap..."

"Jahanam, kau anak tiri yang banyak tingkah... wut!" dan Swat Lian yang mendidih oleh semua kata-kata Thai Liong tiba-tiba berkelebat dan menghantam pemuda itu. Pikiran jernihnya lenyap dan Thai Liong dipandangnya penuh benci. Kata-katanyapun meluncur tanpa dipikir. Thai Liong dimakinya anak tiri yang tak tahu diri, satu makian atau bentakan yang membuat pemuda itu tiba-tiba pucat. Muka yang sudah pucat semakin pucat saja oleh makian itu. Sang ibu tiba-tiba tampak begitu ganas dan benci. Dia seakan musuh besar yang akan dibantai! Dan ketika Thai Liong terkejut dan mengeluh, Soat Eng menjerit memperingatkan ibunya maka pukulan yang menghantam dahsyat itu diterima dan tidak ditangkis.

"Ibu....!" Teriakan atau lengkingan itu hampir bersamaan dengan tibanya pukulan. Suara keras menggetarkan tempat itu dan Thai Liong pun mencelat, terlempar dan terbanting muntah darah. Soat Eng berteriak dan Swat Lian pun tertegun.

Nyonya ini terhenyak setelah Thai Liong menerima pukulannya, tidak menangkis, membiarkan saja pukulannya itu mendarat dan tentu saja Thai Liong terlempar. Dan ketika pemuda itu muntah darah dan terduduk di sana, pucat pasi maka sang nyonya tersentak dan sadar dari semua kegelapan pikirannya. "Ooh...!" Swat Lian berkelebat, tangis pun tiba-tiba meledak. "Kau.... kau terluka, Thai Liong? Kau tidak menangkis pukulanku?"

"Tak apa..." Thai Liong menggigit bibir. "Anak tiri tak perlu dikasihani, ibu. Aku bersalah dan sepantasnya mendapat pukulan ini. Aku tak tahu diri. Aku...."

"Tidak... tidak!" sang nyonya menjerit-jerit. "Kau tak bersalah, Thai Liong. Kau tak pantas mendapat perlakuanku seperti ini. Ah, aku mata gelap. Akulah yang tak tahu diri!" dan ketika si nyonya mengguguk dan menciumi Thai Liong, sadar akan kesalahannya maka sesosok tubuh kecil berkelebat dan menegur wanita itu.

"Ibu, apa yang kau lakukan terhadap Liong-ko? Kau melukainya? Kau memukulnya? Ah, terlalu sekali. Kau tak tahu bahwa Liong-ko telah menolongku dari tangan dua nenek iblis ini. Kau harus minta maaf!" dan Beng An yang muncul serta marah-marah kepada ibunya lalu mendorong dan menahan punggung pemuda ini, disusul kemudian oleh encinya dan Soat Eng juga menyesali ibunya itu kenapa ibunya demikian sembrono.

Swat Lian semakin bersalah dan merasa tak enak saja. Thai Liong dipeluk tapi cepat ditempel pundaknya, mengerahkan sinkangnya dan mengobati pemuda itu. Namun ketika Thai Liong menolak dan bangkit berdiri, terhuyung, maka terdengar seruan minta tolong.

"Thai Liong, tolong....!"

Thai Liong terkejut. Ituchi, temannya, tiba-tiba disambar dan dipondong See-ong. Kakek iblis itu tertawa bergelak dan dibelakangnya berkelebat bayangan Togur. Pemuda yang tadi sudah ditangkap itu tiba-tiba saja lepas, entah bagaimana. Mungkin ditolong kakek iblis itu karena Hauw Kam dan lain-lain sedang sibuk. Masing-masing terlibat urusannya sendiri dan pemuda yang digeletakkan disitu rupanya diam-diam ditolong kakek ini, yang butuh kawan. Dan ketika Thai Liong terkejut dan melihat See-ong berkelebat ke pantai maka Togur terbahak menyambar Beng An.

"Ha-ha, dan kau kesini, bocah. Ikut aku!"

Thai Liong bertambah kaget saja. Ibunya, Swat Lian, sedang menolong dirinya dan Soat Eng pun tak menjaga sang adik. Jatuh dan terlemparnya dia tadi membuat ibu dan adiknya gugup. Soat Eng tak tahu bahwa See-ong masih juga belum tertangkap. Kakek iblis itu berkali-kali lolos dan Pendekar Rambut Emas dikelabuhi, berpindah-pindah tempat dan kini kakek itu tiba-tiba malah membebaskan Togur, yang memang pingsan terkena totokan. Dan ketika Beng An kini juga disambar dan untuk kedua kalinya bocah itu diculik maka Swat Lian yang terbelalak dan kaget melompat bangun tiba-tiba membentak.

"Lepaskan anakku!"

Namun Thai Liong mendahului. Pemuda ini berkelebat sebelum ibunya membentak dan menyambar Togur. Tapi karena dia sedang terluka dan gerakannya lemah maka Togur yang tahu melihat itu tiba-tiba menangkis dan menendang lawannya.

"Pergi kau.... dess!" Thai Liong mencelat, disambut tawa yang terbahak-bahak dan tiba-tiba mengikuti See-ong. Kakek itu telah lari ke pantai namun kembali lagi. Pendekar Rambut Emas, lawan yang tangguh itu mencegat. Berkali-kali kakek ini harus pulang balik dari satu tempat ke tempat lain, sambil akalnya bekerja melihat kalau ada sesuatu yang dapat dipakai untuk menyelamatkan diri.

Maka ketika Ituchi muncul dan pemuda itu terbelalak menyerangnya tiba-tiba saja kakek itu menangkap dan merobohkan si pemuda. Ituchi berteriak namun lawan sudah mencengkeramnya. Hek-kwi-sut dipergunakan dan lenyaplah kakek itu membungkus lawannya dalam ilmu hitam. Tapi ketika di belakang terdengar seruan dan bayangan kuning emas menyambar tiba-tiba Kim-mou-eng, pendekar yang lama-lama gemas dan jengkel menghadapi kakek iblis ini berseru mengancam.

"See-ong, menyerahlah baik-baik. Atau aku akan menghantammu dengan pukulan khusus!"

"Ha-ha, pukullah. Sudah berkali-kali aku menerima pukulanmu, Pendekar Rambut Emas. Tapi setiap kali itu pula aku masih dapat bangun. Agaknya pukulanmu masih lemah, tangkap dan robohkan aku kalau bisa!"

"Aku dapat merobohkanmu, dan dulu kau sudah kutangkap! Tapi sadarlah, aku masih bersikap lunak, See-ong. Jangan membandel atau kali ini aku benar-benar akan bersikap keras!"

"Ha-ha, siapa takut? Coba keluarkan sikap kerasmu itu, Pendekar Rambut Emas. Dan kulihat seberapa kerasnya.... dess!" si kakek mencelat, berhenti mengeluarkan ejekan dan tiba-tiba dia menjerit. Sebuah pukulan merah menghantamnya dari belakang dan terjungkallah kakek itu tunggang-langgang. Dan ketika sebuah pukulan putih menyambarnya lagi dan kakek itu berteriak maka baju pundaknya hancur dan meleleh seperti timah panas dipanggang.

"Aduh, pukulan setan. Terkutuk...!" See-ong meloncat bangun. Kakek ini terkejut karena Pendekar Rambut Emas tiba-tiba mengeluarkan dua macam pukulan yang berbeda. Satu berwarna merah sedang yang lainnya putih. Dua kali dia menerima pukulan dan berteriak bagai dibakar. See-ong tak tahu pukulan apa itu tapi yang jelas membuat dia seperti dipanggang. Bajunya hangus dan hancur. Tapi ketika kakek itu memekik dan mengeluarkan Hek-kwi-sutnya, membentak, maka diapun lenyap berubah sebagai asap hitam bergulung-gulung. "Ha-ha, coba pukul aku!"

Pendekar Rambut Emas terbelalak. Dia membentak mengeluarkan Pek-sian-sutnya pula dan lenyap sebagai asap putih. Dan ketika asap hitam itu bergulung dan dikejar asap putih, mendadak See-ong lari dan berkelebat ke arah Togur.

"Kita tukar mainan kita!"

Togur tak mengerti. Dia sedang mengikuti si kakek ketika tiba-tiba kakek itu membalik. Dan ketika dia terkejut dan tak paham maksud orang tiba-tiba Beng An dirampas dan kakek itu menyerahkan Ituchi.

"Ha-ha, kita ke Istana Hantu. Bersembunyi di sana!"

Togur terbelalak. Tiba-tiba saja tawanan di tangannya berganti orang. Beng An telah dirampas kakek itu sedang Ituchi di tangannya. Togur terkejut tapi memaki kakek itu, yang dinilai membawa barang lebih berharga. Dan ketika dia berkelebat dan meminta kembali, dijawab tawa bergelak maka pemuda ini tiba-tiba menyerang kakek itu di balik Hek-kwi-sutnya.

"Keparat, kau licik, See-ong. Serahkan atau kuhajar kau!"

"Haihh...!" si kakek terkejut, terhembus ke depan. "Jangan gila, Togur. Kita sama-sama menghadapi musuh tangguh!"

"Tapi bocah itu lebih berharga daripada ini. Serahkan atau aku akan mengganggumu!" dan See-ong yang memaki-maki dan membentak di balik ilmu hitamnya akhirnya melempar Beng An kembali tapi bayangan kuning emas menyambar mendahului...