ISTANA HANTU
JILID 24
KARYA BATARA
KETIKA Ituchi mendekap dadanya sementara Thai Liong terkejut karena lawan menyerang temannya maka secepat kilat pemuda ini membentak dan menyerang Togura. Dan begitu berkelebat serta mengerahkan Jing-sian-engnya tiba-tiba putera Pendekar Rambut Emas ini lenyap mengelilingi lawan. Dan ketika pukulan atau tamparan bertubi-tubi menyerang Togur dan murid enam Iblis Dunia ini tak diberi kesempatan untuk mengganggu atau menyerang Ituchi lagi maka pemuda tinggi besar itu menangkis dan segeralah keduanya bertanding hebat!
"Ha-ha, bagus, Thai Liong. Sekarang aku akan membunuhmu dan tak mungkin kau menang!" "Terkutuk!" Thai Liong memaki. "Kau boleh buktikan ancamanmu, Togur. Dan justeru kaulah yang akan kurobohkan. Kali ini tak mungkin kau lolos!"
"Ha-ha, sombong...!" dan keduanya yang sudah terlibat pertandingan seru dan saling melancarkan serangan akhirnya mengeluarkan benturan-benturan keras dan tanah di sekitar mereka bergetar, kian lama kian hebat dan akhirnya letupan-letupan api pun muncul, memercik dan sambar-menyambar dan akhirnya para penontonpun menyingkir, menjauh, pucat dan ngeri melihat pertandingan dua anak muda itu dan untuk beberapa saat Thai Liong tak dapat mendesak lawan.
Khi-bal-sin-kang yang bertemu Khi-bal-sin-kang sama-sama mengeluarkan ledakan keras ketika bertemu, menggelegar dan pasukan besar yang ada di situ terhuyung. Barisan paling depan bahkan ada yang mulai terpelanting dan Siauw-jin menyuruh mereka mundur, kian mundur dan mundur saja karena tiba-tiba orang-orang itu roboh. Mereka tak kuat menahan dentuman-dentuman pukulan itu dan suara ini saja sudah cukup membuat dada mereka terguncang.
Jantung seakan dipukul-pukul dari dalam dan ngerilah orang-orang itu melihat jalannya pertandingan ini. Dan ketika dua pemuda itu juga sudah sama-sama mempercepat gerakannya dan bayangan mereka lenyap bagai iblis yang berseliweran kesana kemari maka semuanya tak dapat mengikuti lagi dan satu per satu orang-orang ini roboh, pening!
"Jangan mengamati jalannya pertandingan. Semua mundur dan memejamkan mata!"
Perintah ini tak perlu diulang. Pasukan yang roboh memegangi kepala memang tiba-tiba sudah tak kuat lagi melihat jalannya pertandingan. Hanya orang-orang seperti Hek-bong Siauw-jin dan teman-temannya itulah yang bisa. Maka ketika orang-orang itu mengeluh dan satu per satu bergelimpangan maka tak terasa sebagian besar orang-orang yang ada di situ sudah terduduk dan banyak di antaranya yang pingsan, terbawa oleh rasa pening yang hebat yang membuat kepala mereka berputar berat!
"Heii...!" Togura berteriak. "Jangan diam saja, suhu. Tangkap dan bunuh Ituchi itu!"
Ituchi terkejut. Saat itu dia sedang mengamati jalannya pertandingan dan diam-diam kagum bukan main. Thai Liong dan lawannya sama-sama bergerak cepat dan mereka sudah berubah sebagai bayangan-bayangan iblis yang hampir tak dapat diikuti mata lagi. Diapun merasa berkunang-kunang tapi cepat Ituchi mengerahkan sinkang. Hanya dengan begini dia dapat mengikuti jalannya pertandingan meskipun mulai kabur. Maklumlah, kecepatan dua pemuda itu dengan Jing-sian-engnya (Bayangan Seribu Dewa) memang luar biasa, nyaris tak dapat diikuti mata dan Hek-bong Siauw-jin pun pening!
Dua pemuda itu sudah sama-sama memompa kecepatan mereka untuk saling mendahului. Siapa yang kalah dia akan roboh. Dan ketika keduanya bergerak lebih mempercepat gerakan lagi dan benturan-benturan di antara keduanya sudah berulang kali terdengar dimana masing-masing tentu terdorong atau terpental maka saat itulah Ituchi mendengar teriakan Togura.
Siauw-jin dan lain-lainnya terkejut. Mereka segera sadar dan tentu saja menoleh pada putera Raja Hu itu, tertawa dan tiba-tiba beringas. Ituchi dalam keadaan seorang diri dan tiba-tiba si kakek cebol itu berkelebat. Dan ketika dia melancarkan pukulannya dan Ituchi menangkis maka pemuda ini mencelat dan roboh terguling-guling.
"Ha-ha!" kakek iblis itu tertawa bergelak. "Sekarang kau mampus, bocah. Berlututlah tiga kali sebelum arwahmu melayang!"
Ituchi memaki. Bergulingan meloncat bangun ia sudah siap menghadapi lawannya, empat iblis yang lain berkedip memandangnya dan Thai Liong pucat. Sahabatnya itu bukanlah tandingan nenek dan kakek-kakek iblis itu. Ituchi memang hebat namun masih kalah kelas bila dibanding guru-guru Togura itu. Mereka adalah pentolan-pentolan sesat yang kepandaiannya sudah luar biasa. Diapun kalau tak memiliki Jing-sian-eng atau Khi-bal-sin-kang tak mungkin dapat mengalahkan mereka. Maka begitu melihat sahabatnya mulai diserang dan Cam-kong serta yang lain-lain juga saling mengedip dan terkekeh tiba-tiba Siauw-jin si kakek cebol itu mencelat melepas serangannya lagi.
"Des-dess!" Ituchi bagai bola yang ditendang anak kecil. Pemuda itu terlempar dan jatuh bergulingan lagi, dikejar dan segera dipermainkan Siauw-jin yang tertawa-tawa menyerang pemuda ini, ditangkis tapi Ituchi selalu kalah kuat. Dan ketika si cebol berkelebatan ke sana-sini dan sabit pun mulai dikeluarkan maka Ituchi pucat melihat sambaran senjata tajam itu yang berkilauan kesana-sini.
"Ha-ha, menyerahlah, bocah. Dan kau kuampuni!"
"Tidak!" Ituchi membentak. "Kau boleh bunuh aku, Siauw-jin. Tapi jangan harap aku menyerah!"
"Ha-ha, kalau begitu aku membunuhmu...dess!" dan Ituchi yang kembali mencelat dan terlempar oleh pukulan lawan tiba-tiba mengeluh dan dikejar kakek ini, melihat sabit berkilauan cepat dan Ituchi menggulingkan diri, mengelak ke kanan. Tapi ketika sabit mengejar dan membalik ke kiri maka leher baju pemuda ini terbabat.
"Bret!" Ituchi terkesiap. Dia menerima satu bacokan lagi dan kali ini pundaknya menjadi sasaran, robek dan terbahaklah kakek itu oleh keberhasilannya mendesak pemuda ini. Tapi ketika Ituchi mengeluh dan bergulingan menyelamatkan diri mendadak Toa-ci berkelebat maju menusukkan sendoknya.
"Siauw-jin, jangan main-main. Bunuh pemuda ini!"
Ituchi terbelalak. Saat itu si nenek berkelebat dan celaka sekali dia justeru bergulingan ke arah nenek ini, jadi ular mencari gebuk! Tapi ketika Siauw-jin terbahak gembira dan pemuda tinggi besar itu pucat membelalakkan mata tiba-tiba Thai Liong membentak di sana dan sebuah pukulan kilat menghantam nenek ini.
"Jangan curang!"
Toa-ci terpekik. Dihantam dan tidak waspada akan serangan itu tiba-tiba nenek ini mencelat dan terbanting. Thai Liong mengeluarkan Lui-ciang-hoatnya dan tangan kirinya pun mendorong Togura. Lawannya terhuyung dan saat itulah dia menyerang nenek ini, melihat bahaya pada temannya. Dan begitu si nenek terbanting dan roboh menjerit maka Thai Liong sudah bergerak dan berkelebat ke arah Ituchi.
"Berlindung di balik punggungku. Ambil senjata apa saja!"
Ituchi tertegun. Thai Liong sudah berkelebatan melindungi dirinya dan si cebol Siauw-jin terpental. Thai Liong menamparnya pula dan pukulan jarak jauh menghantam kakek itu. Dan ketika kakek ini terpekik dan sama seperti nenek Toa-ci di sana ia bergulingan dan terpelanting roboh maka berturut-turut Thai Liong menyerang dan menghantam pula Cam-kong dan nenek Naga Bumi.
"Des-dess!"
Dua orang itu terpelanting. Sama seperti Siauw-jin mereka pun dibuat terkejut oleh sepak terjang Thai Liong ini, yang meninggalkan Togura dan kini berkelebatan melindungi sahabatnya. Dan ketika dua orang itu mengutuk dan bergulingan meloncat bangun maka Togura membentak dan sudah menyerang lawannya ini.
"Kepung mereka, bunuh!"
Ituchi sudah terlindung. Sekarang Thai Liong berada diluar lingkaran dan Ituchi menyambar sebatang tombak, memutar dan bergeraklah pemuda itu menyerang lawan. Ituchi dapat melakukan ini karena di sela-sela serangannya Thai Liong selalu memberi kesempatan. Dan karena pukulan-pukulan Thai Liong mulai diselang-seling karena Lui-ciang-hoat sudah berpasang-pasangan dengan Khi-bal-sin-kang dan juga Cui-sian Gin-kang maka Jing-sian-eng yang digabung dengan dua ragam ilmu silat ini menjadi hebat bukan kepalang dan terdesaklah guru dan murid itu, persis seperti kejadian dulu!
"Haiya, jahanam terkutuk. Keparat!"
Nenek Naga memaki-maki. Sekarang Thai Liong berkelebatan lebih cepat daripada tadi karena pemuda ini sudah menggabung semua ilmu silatnya. Lui-ciang-hoat dikeluarkan dan ilmu meringankan tubuh Cui-sian Gin-kang (Ginkang Pengejar Dewa) juga beraksi, digabung dengan Jing-sian-eng dan lenyaplah pemuda ini di balik gerakannya yang luar biasa cepat. Dan karena Togur hanya memiliki Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng saja sementara Lui-ciang-hoat atau ilmu meringankan tubuh Cui-sian Gin-kang tak dipunyainya maka terpelantinglah pemuda ini oleh pukulan dan tamparan Thai Liong yang bertubi-tubi.
"Des-dess!"
Thai Liong sudah melakukan tindakan penyelamat. Apa boleh buat pemuda ini sekarang mengeluarkan keempat ilmunya itu. Togur terlalu tangguh kalau hanya diserang dengan Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng, karena lawannya itu memiliki pula dua macam ilmu itu, yang didapatnya secara curang dari Cermin Naga, warisan Hu Beng Kui. Tapi begitu Thai Liong mengeluarkan dua ilmunya terakhir dan dengan Lui-ciang-hoat atau Cui-sian Gin-kang dia menggabung dua ilmunya pertama maka Togur kalah cepat dan kalah kuat.
Akibatnya pemuda ini jatuh bangun dan kejadian seperti dulu benar-benar terulang. Thai Liong berkelebatan luar biasa cepatnya sementara pukulan-pukulannya mendarat pula di tubuh kelima kakek dan nenek-nenek iblis itu. Dan karena gerakan pemuda ini sudah tak dapat diikuti mata karena kecepatannya sudah seperti siluman terbang maka Siauw-jin mulai berkaok-kaok sementara Togur menyumpah-nyumpah.
"Keparat! Jahanam terkutuk! Bedebah!"
Ituchi girang. Dia yang berada di balik tubuh Thai Liong kini melancarkan serangan dengan bebas. Tombaknya menusuk sana-sini dan Siauw-jin dibalasnya geram. Empat kali kakek itu menerima tusukan tombaknya tapi sayangnya tak apa-apa. Kakek itu mengerahkan sinkangnya dan tubuhnya kebal. Hanya bajunya saja yang robek-robek dan koyak.
"Ha-ha, bagus, Thai Liong. Sekarang aku akan membunuhmu dan tak mungkin kau menang!" "Terkutuk!" Thai Liong memaki. "Kau boleh buktikan ancamanmu, Togur. Dan justeru kaulah yang akan kurobohkan. Kali ini tak mungkin kau lolos!"
"Ha-ha, sombong...!" dan keduanya yang sudah terlibat pertandingan seru dan saling melancarkan serangan akhirnya mengeluarkan benturan-benturan keras dan tanah di sekitar mereka bergetar, kian lama kian hebat dan akhirnya letupan-letupan api pun muncul, memercik dan sambar-menyambar dan akhirnya para penontonpun menyingkir, menjauh, pucat dan ngeri melihat pertandingan dua anak muda itu dan untuk beberapa saat Thai Liong tak dapat mendesak lawan.
Khi-bal-sin-kang yang bertemu Khi-bal-sin-kang sama-sama mengeluarkan ledakan keras ketika bertemu, menggelegar dan pasukan besar yang ada di situ terhuyung. Barisan paling depan bahkan ada yang mulai terpelanting dan Siauw-jin menyuruh mereka mundur, kian mundur dan mundur saja karena tiba-tiba orang-orang itu roboh. Mereka tak kuat menahan dentuman-dentuman pukulan itu dan suara ini saja sudah cukup membuat dada mereka terguncang.
Jantung seakan dipukul-pukul dari dalam dan ngerilah orang-orang itu melihat jalannya pertandingan ini. Dan ketika dua pemuda itu juga sudah sama-sama mempercepat gerakannya dan bayangan mereka lenyap bagai iblis yang berseliweran kesana kemari maka semuanya tak dapat mengikuti lagi dan satu per satu orang-orang ini roboh, pening!
"Jangan mengamati jalannya pertandingan. Semua mundur dan memejamkan mata!"
Perintah ini tak perlu diulang. Pasukan yang roboh memegangi kepala memang tiba-tiba sudah tak kuat lagi melihat jalannya pertandingan. Hanya orang-orang seperti Hek-bong Siauw-jin dan teman-temannya itulah yang bisa. Maka ketika orang-orang itu mengeluh dan satu per satu bergelimpangan maka tak terasa sebagian besar orang-orang yang ada di situ sudah terduduk dan banyak di antaranya yang pingsan, terbawa oleh rasa pening yang hebat yang membuat kepala mereka berputar berat!
"Heii...!" Togura berteriak. "Jangan diam saja, suhu. Tangkap dan bunuh Ituchi itu!"
Ituchi terkejut. Saat itu dia sedang mengamati jalannya pertandingan dan diam-diam kagum bukan main. Thai Liong dan lawannya sama-sama bergerak cepat dan mereka sudah berubah sebagai bayangan-bayangan iblis yang hampir tak dapat diikuti mata lagi. Diapun merasa berkunang-kunang tapi cepat Ituchi mengerahkan sinkang. Hanya dengan begini dia dapat mengikuti jalannya pertandingan meskipun mulai kabur. Maklumlah, kecepatan dua pemuda itu dengan Jing-sian-engnya (Bayangan Seribu Dewa) memang luar biasa, nyaris tak dapat diikuti mata dan Hek-bong Siauw-jin pun pening!
Dua pemuda itu sudah sama-sama memompa kecepatan mereka untuk saling mendahului. Siapa yang kalah dia akan roboh. Dan ketika keduanya bergerak lebih mempercepat gerakan lagi dan benturan-benturan di antara keduanya sudah berulang kali terdengar dimana masing-masing tentu terdorong atau terpental maka saat itulah Ituchi mendengar teriakan Togura.
Siauw-jin dan lain-lainnya terkejut. Mereka segera sadar dan tentu saja menoleh pada putera Raja Hu itu, tertawa dan tiba-tiba beringas. Ituchi dalam keadaan seorang diri dan tiba-tiba si kakek cebol itu berkelebat. Dan ketika dia melancarkan pukulannya dan Ituchi menangkis maka pemuda ini mencelat dan roboh terguling-guling.
"Ha-ha!" kakek iblis itu tertawa bergelak. "Sekarang kau mampus, bocah. Berlututlah tiga kali sebelum arwahmu melayang!"
Ituchi memaki. Bergulingan meloncat bangun ia sudah siap menghadapi lawannya, empat iblis yang lain berkedip memandangnya dan Thai Liong pucat. Sahabatnya itu bukanlah tandingan nenek dan kakek-kakek iblis itu. Ituchi memang hebat namun masih kalah kelas bila dibanding guru-guru Togura itu. Mereka adalah pentolan-pentolan sesat yang kepandaiannya sudah luar biasa. Diapun kalau tak memiliki Jing-sian-eng atau Khi-bal-sin-kang tak mungkin dapat mengalahkan mereka. Maka begitu melihat sahabatnya mulai diserang dan Cam-kong serta yang lain-lain juga saling mengedip dan terkekeh tiba-tiba Siauw-jin si kakek cebol itu mencelat melepas serangannya lagi.
"Des-dess!" Ituchi bagai bola yang ditendang anak kecil. Pemuda itu terlempar dan jatuh bergulingan lagi, dikejar dan segera dipermainkan Siauw-jin yang tertawa-tawa menyerang pemuda ini, ditangkis tapi Ituchi selalu kalah kuat. Dan ketika si cebol berkelebatan ke sana-sini dan sabit pun mulai dikeluarkan maka Ituchi pucat melihat sambaran senjata tajam itu yang berkilauan kesana-sini.
"Ha-ha, menyerahlah, bocah. Dan kau kuampuni!"
"Tidak!" Ituchi membentak. "Kau boleh bunuh aku, Siauw-jin. Tapi jangan harap aku menyerah!"
"Ha-ha, kalau begitu aku membunuhmu...dess!" dan Ituchi yang kembali mencelat dan terlempar oleh pukulan lawan tiba-tiba mengeluh dan dikejar kakek ini, melihat sabit berkilauan cepat dan Ituchi menggulingkan diri, mengelak ke kanan. Tapi ketika sabit mengejar dan membalik ke kiri maka leher baju pemuda ini terbabat.
"Bret!" Ituchi terkesiap. Dia menerima satu bacokan lagi dan kali ini pundaknya menjadi sasaran, robek dan terbahaklah kakek itu oleh keberhasilannya mendesak pemuda ini. Tapi ketika Ituchi mengeluh dan bergulingan menyelamatkan diri mendadak Toa-ci berkelebat maju menusukkan sendoknya.
"Siauw-jin, jangan main-main. Bunuh pemuda ini!"
Ituchi terbelalak. Saat itu si nenek berkelebat dan celaka sekali dia justeru bergulingan ke arah nenek ini, jadi ular mencari gebuk! Tapi ketika Siauw-jin terbahak gembira dan pemuda tinggi besar itu pucat membelalakkan mata tiba-tiba Thai Liong membentak di sana dan sebuah pukulan kilat menghantam nenek ini.
"Jangan curang!"
Toa-ci terpekik. Dihantam dan tidak waspada akan serangan itu tiba-tiba nenek ini mencelat dan terbanting. Thai Liong mengeluarkan Lui-ciang-hoatnya dan tangan kirinya pun mendorong Togura. Lawannya terhuyung dan saat itulah dia menyerang nenek ini, melihat bahaya pada temannya. Dan begitu si nenek terbanting dan roboh menjerit maka Thai Liong sudah bergerak dan berkelebat ke arah Ituchi.
"Berlindung di balik punggungku. Ambil senjata apa saja!"
Ituchi tertegun. Thai Liong sudah berkelebatan melindungi dirinya dan si cebol Siauw-jin terpental. Thai Liong menamparnya pula dan pukulan jarak jauh menghantam kakek itu. Dan ketika kakek ini terpekik dan sama seperti nenek Toa-ci di sana ia bergulingan dan terpelanting roboh maka berturut-turut Thai Liong menyerang dan menghantam pula Cam-kong dan nenek Naga Bumi.
"Des-dess!"
Dua orang itu terpelanting. Sama seperti Siauw-jin mereka pun dibuat terkejut oleh sepak terjang Thai Liong ini, yang meninggalkan Togura dan kini berkelebatan melindungi sahabatnya. Dan ketika dua orang itu mengutuk dan bergulingan meloncat bangun maka Togura membentak dan sudah menyerang lawannya ini.
"Kepung mereka, bunuh!"
Ituchi sudah terlindung. Sekarang Thai Liong berada diluar lingkaran dan Ituchi menyambar sebatang tombak, memutar dan bergeraklah pemuda itu menyerang lawan. Ituchi dapat melakukan ini karena di sela-sela serangannya Thai Liong selalu memberi kesempatan. Dan karena pukulan-pukulan Thai Liong mulai diselang-seling karena Lui-ciang-hoat sudah berpasang-pasangan dengan Khi-bal-sin-kang dan juga Cui-sian Gin-kang maka Jing-sian-eng yang digabung dengan dua ragam ilmu silat ini menjadi hebat bukan kepalang dan terdesaklah guru dan murid itu, persis seperti kejadian dulu!
"Haiya, jahanam terkutuk. Keparat!"
Nenek Naga memaki-maki. Sekarang Thai Liong berkelebatan lebih cepat daripada tadi karena pemuda ini sudah menggabung semua ilmu silatnya. Lui-ciang-hoat dikeluarkan dan ilmu meringankan tubuh Cui-sian Gin-kang (Ginkang Pengejar Dewa) juga beraksi, digabung dengan Jing-sian-eng dan lenyaplah pemuda ini di balik gerakannya yang luar biasa cepat. Dan karena Togur hanya memiliki Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng saja sementara Lui-ciang-hoat atau ilmu meringankan tubuh Cui-sian Gin-kang tak dipunyainya maka terpelantinglah pemuda ini oleh pukulan dan tamparan Thai Liong yang bertubi-tubi.
"Des-dess!"
Thai Liong sudah melakukan tindakan penyelamat. Apa boleh buat pemuda ini sekarang mengeluarkan keempat ilmunya itu. Togur terlalu tangguh kalau hanya diserang dengan Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng, karena lawannya itu memiliki pula dua macam ilmu itu, yang didapatnya secara curang dari Cermin Naga, warisan Hu Beng Kui. Tapi begitu Thai Liong mengeluarkan dua ilmunya terakhir dan dengan Lui-ciang-hoat atau Cui-sian Gin-kang dia menggabung dua ilmunya pertama maka Togur kalah cepat dan kalah kuat.
Akibatnya pemuda ini jatuh bangun dan kejadian seperti dulu benar-benar terulang. Thai Liong berkelebatan luar biasa cepatnya sementara pukulan-pukulannya mendarat pula di tubuh kelima kakek dan nenek-nenek iblis itu. Dan karena gerakan pemuda ini sudah tak dapat diikuti mata karena kecepatannya sudah seperti siluman terbang maka Siauw-jin mulai berkaok-kaok sementara Togur menyumpah-nyumpah.
"Keparat! Jahanam terkutuk! Bedebah!"
Ituchi girang. Dia yang berada di balik tubuh Thai Liong kini melancarkan serangan dengan bebas. Tombaknya menusuk sana-sini dan Siauw-jin dibalasnya geram. Empat kali kakek itu menerima tusukan tombaknya tapi sayangnya tak apa-apa. Kakek itu mengerahkan sinkangnya dan tubuhnya kebal. Hanya bajunya saja yang robek-robek dan koyak.
Tapi ketika Thai Liong memberi tahu agar serangan-serangan temannya itu diarahkan pada mata atau hidung maka Siauw-jin gugup menyumpah serapah, mengelak dan menampar tapi Thai Liong selalu mendahului, menampar atau memukulnya hingga dia terhuyung. Dan karena gerakan pemuda itu memang luar biasa cepat sementara dia dan kawan-kawannya tak dapat mengikuti lagi maka dengan enak Ituchi mulai menyarangkan tombaknya pada hidung atau telinga musuh.
"Aduh... tobat... jahanam terkutuk!"
Siauw-jin dan keempat temannya berteriak-teriak. Thai Liong yang membuat mereka lumpuh sebelum diserang Ituchi tentu saja membuat mereka kelabakan. Ituchi yang ada di belakang Thai Liong itu enak saja menusukkan senjatanya kesanakemari. Tombak mencoblos hidung atau sebentar kemudian ke telinga, dua kali ke mata tapi sempat dielak dengan jalan melempar kepala, menggurat kening dan akhirnya berdarahlah lima orang nenek dan kakek-kakek iblis itu. Kekebalan mereka sudah dipatahkan oleh pukulan-pukulan Thai Liong, inilah yang menyulitkan.
Dan ketika Togur juga memaki-maki karena dua kali pemuda itu menghindari tusukan tombak namun terdorong juga oleh angin pukulan Thai Liong maka Togur tiba-tiba membentak dan sepuluh ribu pasukan yang ada disitu disuruh bergerak!
"Jangan ndomblong! Serang dan bunuh mereka ini. Hayo keroyok!"
Sepuluh ribu orang itu terpaku. Mereka semua terhenyak dan bengong di tempat. Gerakan Thai Liong sudah tak dapat diikuti mata dan yang mereka lihat hanyalah berseliwerannya baju putih pemuda itu dengan rambutnya yang keemasan. Inilah yang tampak dan selebihnya mereka tak tahu apa-apa. Tapi begitu dibentak dan sadar membangkitkan semangat tiba-tiba mereka yang tadi jatuh terduduk sudah berlompatan bangun dan siap menerjang, menunggu aba-aba.
"Hei, jangan tuli. Ayo maju! Atau kalian kubunuh!"
Sepuluh ribu orang itu bergerak. Mereka sekarang takut dan gentar akan ancaman Togura ini. Pemimpin mereka itu marah dan Thai Liong berkali-kali mau mencoba merobohkan lawannya tapi dengan licik Togura selalu menghindar. Kalau dia mendekat selalu pemuda itu meloncat dan menyelinap di belakang guru-gurunya, tak ayal guru-gurunyalah yang mendapat sarangan dan mereka itu mengaduh-aduh jatuh bangun, roboh dan terlempar oleh pukulan atau tamparan Thai Liong. Tapi begitu pasukan bergerak dan Togur berteriak menyuruh Horok dan raja Cucigawa muncul maka dua orang itu keluar dan ngeri serta gentar disuruh menyerang.
"Buta mata kalian semua. Tidak tahukah kalau aku dan guru-guruku dipaksa jungkir balik? Hayo, serang mereka, Cucigawa. Lepaskan panah dan jangan biarkan mereka ini merobohkan kami!"
Sebatang panah menjepret. Sekarang Cucigawa bergerak dan mementang gendewanya, dia memang ahli panah dan serentak pasukan panahnya yang lain menjepretkan gendewa. Mereka memang pasukan khusus yang pandai sekali melepas panah. Tapi begitu semua panah menyambar dan Thai Liong tentu saja tak membiarkan ini maka pemuda itu yang berkelebatan di depan Ituchi sudah memukul dan mendorong runtuh puluhan panah yang berhamburan itu, dengan kebutan atau pukulan jarak jauhnya.
"Plak-plak-plak!"
Thai Liong sudah mengejar lagi Togura. Lawannya itu dengan licik sudah menyelinap dan bersembunyi di belakang guru-gurunya, menyerang dan melepas pukulan jarak jauh menghantam Ituchi. Tapi karena Ituchi selalu dilindungi Thai Liong dan pemuda ini menangkis maka Togur mencelat dan terpental bergulingan.
"Dess!" Pemuda itu memaki-maki. Sekarang Thai Liong membentak lawannya ini dan Siauw-jin serta yang lain-lain gentar. Mereka itu sudah berkali-kali dipukul roboh dan setiap tamparan atau pukulan Thai Liong tentu membuat mereka kesakitan. Kekebalan mereka yang sudah dipasang tetap saja tak mampu dipergunakan, tembus dan jadilah mereka selalu kesakitan oleh pukulan pemuda ini. Dan karena lama-lama tubuh menjadi matang biru dan mereka mendesis-desis maka Siauw-jin akhirnya mulai menjauhkan diri.
Dan Togur tinggal dilindungi keempat gurunya yang lain, yang celakanya sekali satu per satu juga secara licik dan cerdik melakukan hal seperti yang dilakukan Siauw-jin, mundur dan menjauhkan diri dari Thai Liong. Dan karena Thai Liong lebih mengincar Togura daripada guru-gurunya itu maka Togura terkejut ketika Thai Liong sudah berkelebat di depannya dan mencengkeram serta membentak.
"Togur, kau menyerahlah. Dan robohlah!"
Togura tersentak. Kelima gurunya sedang melempar tubuh bergulingan karena pukulan Thai Liong membuat mereka terpental, bergulingan menjauhkan diri dan saat itulah Thai Liong melihat kesempatan ini. Maka begitu lawan terkejut dan berseru keras tahu-tahu pemuda ini telah menangkap dan membanting lawannya. Dan ketika lawan mengeluh dan kaget diserang begitu cepat tiba-tiba Thai Liong telah menotoknya dan robohlah Togura.
"Berhenti semua!" Thai Liong mengeluarkan seruannya yang bagai guntur. "Pemimpin kalian telah kutangkap, tikus-tikus bodoh. Dan lihatlah ini dan berhentilah kalian menyerang!"
Semua orang tertegun. Akhirnya Thai Liong mengangkat dan memutar-mutar tubuh Togura itu. Tubuh yang tinggi besar itu diangkatnya demikian mudah dan memaki-makilah Togura di cengkeraman Thai Liong. Dia telah tertangkap dan untuk pertama kalinya dibekuk, roboh tak berkutik karena Thai Liong telah menyerangnya dengan cepat tadi, sementara guru-gurunya bergulingan dan menjauhkan diri. Dan ketika pertempuran berhenti dan pasukan besar itu terkejut maka Thai Liong tersenyum tertawa berkata, mengejek,
"Lihat, siapa macam-macam akan kubunuh musuhku ini, orang-orang bodoh. Aku tak akan mengampuni kalian karena kalian pun tak dapat mengalahkan kami!" dan membalik serta menghadapi Siauw-jin yang bengong di sana maka Thai Liong menyambung, berkata pada kelima kakek dan nenek-nenek iblis itu. "Siauw-jin sekarang kalian pun menyerah. Atau Togur kubunuh dan kalian kuhajar!"
"Ha-ha!" Togur tiba-tiba tertawa bergelak, mengejutkan semua orang. "Jangan terpedaya olehnya, suhu. Kalian tak apa-apa dan aku juga selamat. Hei, perlihatkan gadis itu dan ancam padanya akan membunuhnya kalau Thai Liong berani membunuhku!"
Thai Liong terkejut. Lupa oleh kesibukannya dalam pertandingan tadi ia tak ingat akan Nangi. Yang diingat hanyalah urusannya di Sam-liong-to dan juga Cermin Naga. Dia ingin membekuk dan menangkap lawannya ini karena Togura telah mengambil cermin itu, mencuri dan memiliki ilmu-ilmunya. Maka begitu Cam-kong tertawa nyaring dan berkelebat menyambar Nangi, yang tadi diletakkan dan disembunyikan di belakang batu maka kakek ini ganti mengancam, berkata mengejek,
"Bocah, apa yang dikata muridku betul. Kami juga menangkap dan menawan gadis ini. Nah, jangan bergerak atau sedikit gerakan saja dia akan kubunuh... tar!" Cam-kong meledakkan jari-jarinya, mengeluarkan pukulannya Pembunuh Petir itu dan terkejutlah Thai Liong karena segera dia teringat ini. Dan belum dia berkata atau melakukan sesuatu tiba-tiba Ituchi bergerak dan menyerang kakek itu.
"Cam-kong, serahkan adikku!"
Thai Liong semakin terkejut. Gegabah dan tidak melihat keadaan tiba-tiba Ituchi menerjang ke depan, keluar dari perlindungannya. Dan ketika Thai Liong berteriak namun sahabatnya sudah tak dapat dicegah tiba-tiba nenek Naga melepas pukulan Tee-sin-kang dan tertawa berkelebat menyambut.
"Hi-hik, makanan empuk, Cam-kong. Biarlah dia kutangkap dan kau bunuh gadis itu kalau bocah she Kim beranjak dari tempatnya....dess!"
tuchi mencelat, roboh terlempar ke kiri dan bergeraklah nenek Ji-moi menyambut pemuda ini, melepas Mo-seng-ciangnya (Pukulan Bintang Iblis). Dan karena Ituchi diserang dan dikeroyok dua nenek sekaligus maka pemuda ini terjengkang dan roboh tertawan musuh!
"Hi-hik, lihat kami, Thai Liong. Dua tawanan ada di tangan dan kau semakin tak dapat berbuat apa-apa!" Ji-moi sudah menendang dan memberikan Ituchi pada kakaknya, diterima dan ditangkap dan Ituchi pun mengeluh menahan sakit. Dua kali dia menerima pukulan dan dua kali itu pula dia merasa dadanya ampeg. Hampir dia batuk dan muntah darah! Dan ketika pemuda ini menyesal namun nasi sudah menjadi bubur maka lima iblis itu berlompatan maju mengelilingi Thai Liong.
"Heh-heh!" Siauw-jin terkekeh-kekeh. "Mujur benar nasib kami, bocah. Menangkap adiknya sudah menangkap kakaknya pula. Nah, kau lepaskan muridku dan kita tukar-menukar!"
"Keparat!: Thai Liong tertegun. "Kalian curang, Siauw-jin. Berikan mereka dan kulepaskan muridmu!"
"Ha-ha, nanti dulu!" Togur tertawa bergelak, menggoyang lengan. "Nanti dulu, suhu. Thai Liong harus diikat syarat dan baru tukar-menukar itu terjadi. Kalau tidak, biarlah aku mampus dan kalian bunuh dua orang itu. Mati seorang mendapat dua orang tak rugi!" lalu terbahak tak menghiraukan Thai Liong yang gemetar pemuda ini melanjutkan, "Aku pemimpin di sini, dan aku yang menentukan. Nah, boleh tukar-menukar ini terjadi namun bocah ini harus berjanji untuk tidak mengejar-ngejarku lagi. Kalau dia tak sanggup biarlah aku mampus dan kalian bunuh dua kakak beradik itu!"
"Apa?" Thai Liong melotot. "Kau minta bebas? Aku tak boleh mengejar-ngejarmu lagi sementara kau mencuri dan memiliki Cermin Naga? Tidak, hutangmu bertumpuk-tumpuk, Togur. Dan kau juga sudah melakukan dosa tak berampun dengan merampas dan memimpin suku-suku bangsa ini. Kau iblis yang sebenarnya tak patut dilepaskan lagi. Membebaskanmu dengan tukar-menukar ini saja sudah cukup, atau aku akan membunuh semuanya dan kelima gurumu itupun jangan harap dapat hidup!"
"Omong kosong!" pemuda itu membentak. "Kau boleh membunuh semua orang di sini, Thai Liong. Dan aku juga tak takut mampus! Tinggal kau menerima atau tidak. Masalah guru-guruku, hmmm... kau pun boleh saja membunuhnya. Tapi Ituchi dan adiknya akan mampus lebih dulu. Hayo, jangan berikan dua kakak beradik itu kalau Thai Liong tak menerima syaratku, suhu. Boleh semua kita mampus dan aku tak takut mati!"
Thai Liong menggigil. Siauw-jin dan kawan-kawannya juga tergetar ddan surut selangkah. Mereka terkejut dan membelalakkan mata memandang sang murid. Tapi ketika Togura memandang mereka dengan mata berapi-api dan pemuda itu tetap menerima agar Thai Liong menerima penawaran bersyarat atau semuanya mati maka kakek dan nenek-nenek iblis ini tercekat, tentu saja tak setuju karena merekapun melihat pandangan Thai Liong yang bagai seekor naga murka. Orang lain boleh saja mati tapi mereka pribadi nanti dulu!
Eh, siapa mau mati meskipun hidup rasanya juga tak enak! Bukankah tak ada manusia yang mau berhadapan dengan Giam-lo-ong (Raja Akherat) kalau umur masih panjang? Maka ketika sang murid siap menyuruh mereka mati sementara mereka tentu saja tak ingin buru-buru mati maka Siauw-jin dan kawan-kawannya ini saling pandang, bingung dan gentar juga bercampur gelisah. Murid mereka itu memang pemberani, demikian pemberaninya hingga matipun rela dilakukan, semata menuruti hawa marah dan siap mengorbankan yang lain pula untuk sama-sama mati. Ah, ngeri!
Tapi ketika mereka terbelalak bingung dan diam-diam Siauw-jin maupun teman-temannya tak ada yang akan mengikuti perintah Togur tiba-tiba Ituchi berteriak agar Thai Liong membunuh saja pemuda itu.
"Bunuh dia, dan habis perkara! Aku juga tak takut mati dan basmi semuanya ini. Eh, aku juga tak takut mati, Thai Liong. Jangan laksanakan tawarannya itu karena pihak kitapun tak rugi. Mereka hanya akan membunuh aku dan adikku tapi kau dapat membunuh enam jiwa! Lakukan itu dan jangan terima permintaan si jahanam itu!"
"Hm!" Thai Liong bersinar-sinar, sebenarnya bingung tapi pura-pura mengangguk. "Kalau mereka berani mengganggumu tentu iblis-iblis ini tak akan kuampuni, Ituchi. Kau tenanglah karena aku tak akan menerima permintaan Togur. Aku menghendaki tukar-menukar, tapi bukan bersyarat!"
"Ha-ha, kalau begitu bunuhlah aku. Eh bunuh mereka itu, suhu. Dan biar Thai Liong membunuhku. Kalian mengiring aku ke akherat!"
Gila! Siauw-jin dan kawan-kawan hampir berteriak. Togur telah memerintahkan mereka untuk membunuh dua orang itu dan sebentar lagi mereka juga akan dibunuh Thai Liong. Bayangan kematian ini tentu saja membuat ngeri kakek dan nenek-nenek iblis itu dan Ji-moi maupun Toa-ci terbelalak. Mereka mendesis dan tiba-tiba saling berbisik. Dan ketika Togur berteriak lagi agar gurunya membunuh Ituchi dan adiknya tiba-tiba nenek Toa-ci mengerahkan ilmunya mengirim suara, Coan-im-jip-bit,
"Bocah, buatlah murid kami itu pingsan. Kami tak dapat membantah selama dia masih berkaok-kaok. Kita tukar-menukar dengan wajar atau kami semua siap terbunuh dan kaupun akan kehilangan dua temanmu ini!"
Thai Liong tertegun. Dia menoleh dan melihat mulut nenek itu bergerak-gerak, tiba-tiba sadar dan maklum bahwa inilah jalan terbaik. Togur termasuk pemuda tidak waras, berani dan siap menantang maut. Sayang, pemuda sehebat itu tidaklah ditunjang oleh watak-watak yang baik dan gagah. Dan karena dia melihat bahwa nenek dan kakek-kakek iblis itu gentar terhadap Togura dan mereka rupanya juga akan melaksanakan perintah dengan terpaksa dan korban jiwa akan berjatuhan tiba-tiba Thai Liong menggerakkan jarinya dan...krek, terkulailah Togura. Tulang pundaknya dicengkeram patah.
"Toa-ci, kau benar. Nah, terima muridmu dan berikan mereka berdua kepadaku!"
Siauw-jin dan lain-lain terbelalak. Mereka tak tahu percakapan itu tapi terkejut dan girang melihat Togura pingsan. Murid mereka itu sudah tak dapat berkata-kata lagi dan tenteramlah mereka karena keadaan yang menjepit sudah lewat. Dan ketika Thai Liong melempar murid mereka dan segera ditangkap nenek Toa-ci maka nenek Toa-ci berkelebat dan berturut-turut tubuh Ituchi dan adiknya melayang ditendang ke arah Thai Liong.
"Heii...!" nenek Naga terkejut. "Jangan serahkan begitu saja, Toa-ci. Awas kalau pemuda itu tak menepati janjinya!"
"Hm!" Thai Liong mendengus, sudah menerima keduanya. "Aku bukan penjilat janji yang rendah, nenek Naga. Tapi aku tidak berjanji untuk tidak menghajar kalian.... des-des-dess!" dan Thai Liong yang berkelebatan serta menendang dan membagi-bagi pukulan tiba-tiba menghajar dan membuat jatuh bangun kelima iblis itu, membuat mereka terkejut dan Toa-ci serta yang lain-lain terpelanting bergulingan.
Pasukan pun gempar dan kehilangan bayangan Thai Liong yang berkelebatan itu, cepat luar biasa dan terdengar teriakan-teriakan mengeluh dari kelima nenek dan kakek-kakek iblis itu. Tapi ketika bayangan kuning emas meloncat tinggi dan berjungkir balik terbang di atas kepala mereka tiba-tiba pemuda itu sudah lenyap meninggalkan musuh-musuhnya.
"Siauw-jin, kali ini aku pergi. Tapi lain kali aku tak akan mengulang kejadian ini!"
Ributlah semua orang. Thai Liong telah pergi dan apa boleh buat pemuda itu melepas Togura dan kehilangan Cermin Naga yang seharusnya diperolehnya. Dia kecolongan dua kakak beradik itu dan semuanya ini harus dibayar dengan tukar-menukar. Ituchi dan adiknya telah kembali dengan selamat tapi Togura dan guru-gurunya terpaksa dibiarkan hidup. Satu hal yang sebenarnya mengecewakan!
Dan ketika Thai Liong pergi dan terbang meninggalkan Padang Iblis maka Ituchi diam-diam mengeluh karena lawan yang dibencinya tak dibunuh Thai Liong. Dan begitu Thai Liong berkelebat dan berhasil kembali merampas adiknya maka pemuda itu pun dibebaskan dan Nangi segera diterima kakaknya.
Tapi karena Thai Liong rupanya juga masygul dan tak ingin banyak bicara maka pemuda ini mengajak temannya ke kota Chi-cou. Dan ketika Ituchi tertegun namun teringat adiknya yang lain dan Mei Hoa, kekasihnya, maka apa boleh buat pemuda inipun mengikuti dan berkelebat mengerahkan ginkangnya. Dan begitu Ituchi sudah mengikuti sahabatnya maka tanpa banyak cakap mereka berdua sudah meninggalkan tempat itu.
“Hei, lepaskan aku!” Siang Le berteriak ketika tak dilihatnya lagi Soat Eng mengejar. Dia kecewa dan kini meronta di bawah panggulan Hauw Kam. Tiga hari ini mereka melakukan perjalanan dan dua kakak beradik itu tak banyak cakap di sepanjang jalan. Mereka rupanya terpukul oleh kekalahannya di tangan Pendekar Rambut Emas. Maka ketika hari itu pemuda ini berteriak dan memaki-maki sepanjang jalan tiba-tiba Hauw Kam menampar pantat pemuda ini.
"Diam, atau kau kubunuh!"
Siang Le menjerit. Ditampar dan ditepuk sedemikian keras sementara tiga hari tiga malam dibiarkan kelaparan dan kehausan tentu saja membuat pemuda ini kesakitan. Tubuhnya lemah dan dipanggul dengan kepala di bawah kaki di atas begitu membuat pemuda ini marah. Dia seperti ayam yang siap dijual ke pasar, atau barangkali binatang buruan yang siap disembelih. Maka begitu ditampar dan menjerit kesakitan Siang Le malah berteriak-teriak dan memaki semakin keras lagi.
"Keparat, jahanam terkutuk! Hayo kalian bunuh aku dan jangan menggertak saja. Eh, lakukan ancamanmu, Koai-jin. Bunuh aku dan pukullah sampai mampus!"
"Apa?" Hauw Kam terbelalak. "Kau minta mampus? Kalau begitu baik, aku akan membunuhmu dan sekarang kau robohlah!"
Siang Le dilempar, langsung dibanting dan pemuda itu kembali menjerit. Lemparan atau bantingan kali ini lebih keras dari sekedar tepukan atau tamparan tadi. Tubuhnya serasa remuk dan Siang Le terguling-guling di sana, berhenti dan mengeluh menabrak pohon. Mukanya matang biru dan pemuda ini tak dapat bangkit berdiri. Dia lunglai dan menderita sekali. Dan ketika Hauw Kam berkelebat dan berhenti berlari maka suhengnya juga tertegun dan menghentikan larinya.
"Nah," Hauw Kam mengangkat sebelah tangannya. "Sekarang pilih minta mampus dengan cepat atau lambat, bocah. Juga pilih tangan kiri atau kanan. Cepat, aku habis sabar!"
"Kau boleh pukul aku dengan cepat atau lambat. Juga boleh dengan tangan kiri atau kanan. Pukullah, dan aku tak takut menghadapi kematian!"
"Begitu? Baik, kalau begitu kau mampuslah!" dan Hauw Kam yang menggerakkan tangan kirinya menghantam kepala Siang Le tiba-tiba dengan gemas melancarkan pukulannya. Dia marah dan terganggu juga oleh maki-makian pemuda ini. Dan pemuda itu menantang pula untuk dibunuh. Keparat! Maka ketika tangannya bergerak dan Hauw Kam benar-benar siap untuk membunuh pemuda ini tiba-tiba suhengnya bergerak dan menangkis pukulannya itu, pukulan maut.
"Sute, tahan... duk!" dan pukulan Hauw Kam yang terpental oleh tangkisan suhengnya tiba-tiba membuat laki-laki itu tergetar dan terhuyung mundur, marah memandang suhengnya namun Gwan Beng cepat mengulapkan lengan. Dia menyambar dan menarik berdiri pemuda ini. Dan ketika sutenya melotot dan marah membentak suhengnya itu maka Gwan Beng berkata, "Bocah ini kekasih siluman puteri Pendekar Rambut Emas itu. Jangan dibunuh. Nanti kita kena marah gadis itu! Tahan, dan redakan kemarahanmu, sute. Mulut lancang bocah ini tak usah dihiraukan dan biar saja dia bercuap-cuap!"
"Apa?" Hauw Kam membeliak. "Membiarkan saja bocah ini dan menggatalkan telingaku? Persetan dengan gadis siluman itu, suheng. Aku tak tahan oleh maki-makiannya dan ingin membunuh!"
"Tidak," sang suheng tiba-tiba menarik napas. "Kau dengar sendiri apa yang terjadi, sute. Gadis itu keponakan murid kita sendiri. Ibunya, isteri Pendekar Rambut Emas itu ternyata sumoi kita. Berarti pemuda ini masih kerabat dan tak boleh dibunuh!" dan duduk melempar Siang Le di samping tubuhnya si cambang yang gagah ini tiba-tiba berlinang air matanya. Dan ketika sang sute tertegun dan kaget memandang suhengnya itu mendadak suhengnya menangis!
"Sute, aku merasakan getaran itu. Aku merasa dekat dengan wanita itu! Ah, tak tahu aku bagaimana semuanya ini terjadi. Bagaimana isteri Pendekar Rambut Emas itu tahu-tahu mengaku sebagai sumoi kita. Bagaimana pendapatmu, sute? Tidakkah kau merasa dekat atau pernah dekat dengan wanita cantik itu? Aku serasa kenal, dan serasa pernah dekat sekali!"
Hauw Kam tiba-tiba mengguguk. Aneh dan luar biasa mendadak si gimbal ini pun menangis. Dan ketika Siang Le di sana tertegun dan mengamati orang-orang gila itu maka keduanya sudah tersedu-sedu!
"Hu-huu.... aku... aku juga begitu, suheng. Tapi aku tak ingat siapa wanita itu. Aku serasa pernah dekat dengannya pula. Tapi... tapi aku tak ingat siapa dia!"
"Dia sumoi kita. Dan kita suheng-suhengnya. Eh, apakah tak sedikit pun ingatan menempel di otak kita yang bebal ini, sute? Ada apakah sebenarnya dengan diri kita ini?"
"Aku tak tahu. Tapi... tapi orang-orang menganggap kita gila, suheng. Padahal kita tak merasa gila! Ah, mereka itulah yang gila, menyebut orang waras dengan gila, keparat. Hu-huu...!" dan keduanya yang kembali menangis dan saling bertanya-tanya akhirnya membuat Siang Le tertegun dan terharu.
Memang mendengar nyonya Pendekar Rambut Emas itu memanggil "suheng" pada dua orang ini. Si gila Hauw Kam dan suhengnya itu dipanggil-panggil tapi malah melarikan diri. Dan ketika keduanya mengguguk dan Siang Le merasa kasihan tiba-tiba pemuda ini ikut menangis dan mencucurkan air mata pula.
"Eh!" Hauw Kam tiba-tiba melotot. "Kau ada apa ikut-ikutan menangis, anak muda? Kau gila?"
"Aku terharu..." Siang Le terkejut, gemetar menjawab. "Kalian sungguh patut dikasihani dan agaknya sesuatu memang telah terjadi dengan kalian. Eh, apakah tak sebaiknya kalian kembali kesana lagi, Koai-jin? Bukankah isteri Pendekar Rambut Emas itu memanggil-manggil kalian?"
"Kau mau apa?" Hauw Kam tiba-tiba membentak. "Kenapa ikut campur dan memerintah kami? Biarkan kami mau berbuat ini atau itu, bocah. Tak usah kau ikut campur dan main perintah!"
"Aku tak memerintah..."
"Tapi kau menyuruh kami kembali! Apakah itu bukan perintah?" dan ketika Siang Le tertegun dan tutup mulut akhirnya Gwan Beng menarik tangan sutenya ini menyuruh diam.
"Kau tak usah menggubris dia. Kesinilah, dan kita menangis lagi!"
Siang Le hampir tersedak. Dia nyaris terbahak mendengar itu. Bayangkan, orang bicara tiba-tiba diajak menangis! Tapi ketika Hauw Kam menuruti suhengnya dan menangis seperti apa yang diminta maka Siang Le nyaris saja meledak dalam tawa yang lebar. Hampir pemuda ini tertawa geli dalam bahak yang tak kuat, melihat dua orang itu sudah mengguguk dan bertangis-tangisan lagi. Ah, mereka memang orang gila!
Tapi melihat keduanya begitu sungguh-sungguh dalam menangis dan sesuatu yang dalam tiba-tiba menyentuh perasaan pemuda ini maka Siang Le menekan guncangan tawanya dan menarik napas kuat. Harus membuang jauh-jauh rasa ingin tertawanya itu karena sikap dan tindak-tanduk dua orang ini memang lucu. Gwan Beng mengajak sutenya menangis dan sang sute pun mengikuti. Sungguh lucu! Tapi ketika keduanya bersungguh-sungguh dan Siang Le terharu juga maka sebuah bentakan tiba-tiba terdengar,
"Heii, siapa ini, Siang Le? Kenapa mereka?"
Siang Le terkejut. Sebuah bayangan hitam bergerak, angin berkesiur dan muncullah di situ seorang kakek tinggi besar yang mukanya menyeramkan. Itulah See-ong dan Siang Le terkejut melihat kedatangan gurunya ini. Dan ketika dia berseru girang dan suhunya sudah menggerakkan kaki maka sang murid pun ditendang dan Siang Le bebas dari totokan kedua lawannya itu.
"Bedebah, kau rupanya menjadi tawanan! Eh, kuhajar mereka ini, bocah. Dan lihat berapa lama mereka menghirup udara... wut-wut!" sang iblis bergerak, tubuhnya menyambar kesana-sini dan tiba-tiba Hauw Kam maupun suhengnya sudah menerima pukulan dahsyat. Dan ketika mereka berteriak dan tentu saja kaget bukan main, menangkis, maka mereka mencelat dan terlempar bergulingan.
"Des-dess!"
See-ong tak memberi ampun. Kaget dan marah melihat muridnya ditotok musuh tiba-tiba kakek ini berkelebatan dan melepas pukulan-pukulan lagi. Cepat dan bertubi-tubi ia menghajar Gwan Beng dan sutenya. Dan ketika dua orang itu berteriak dan kaget terguling-guling maka See-ong sudah menghajar lawannya dengan marah dan penuh kemurkaan.
"Jahanam terkutuk, bedebah! Tidakkah kalian tahu siapa yang kalian tangkap ini? Kalian berani main-main dan menghina See-ong? Keparat, kubunuh kalian, orang-orang gila. Dan pergilah kalian menghadap Giam-lo-ong... des-plak!"
See-ong marah besar, melepas pukulan-pukulannya dan sebelas jurus pertama Hauw Kam dan suhengnya ini jatuh bangun. Mereka terlalu kaget ketika tiba-tiba kakek iblis itu muncul, tanpa didengar. Kedatangannya tahu-tahu seperti siluman dan mungkin mereka tak mendengar karena sedang menangis mengguguk. Tapi begitu See-ong menghajar mereka jatuh bangun dan dua kakak beradik ini tentu saja kaget dan marah tiba-tiba mereka membentak dan pukulan keras menyambut hantaman kakek itu.
"Dess!" See-ong terbelalak. Hauw Kam dan suhengnya yang menangkis dan menggabung tenaga mereka tiba-tiba dapat menahan pukulannya, tergetar dan terhuyung mundur tapi tidak roboh. Dan ketika kakek itu mendelik dan berteriak gusar tiba-tiba lawan telah membalas dan membentak menyerangnya, berkelebat dan lenyaplah dua suheng dan sute itu melakukan serangan-serangan cepat. See-ong menangkis tapi dua orang ini hanya tergetar saja, kuat menerima.
Dan ketika keduanya berseru keras dan pukulan demi pukulan dilepas dan menghantam kakek ini maka See-ong berlompatan kesana-sini merasa pukulan-pukulan panas, menggeram dan membentak lawan dan bergeraklah dua kakak beradik itu mempercepat gerakan. Mereka akhirnya lenyap dan sudah mengelilingi kakek ini. Dan ketika See-ong menjadi silau dan mulai menerima satu dua pukulan maka kakek ini tergetar dan kumis di atas bibirnya terangkat naik!
"Des-dess!' See-ong merasa pukulan-pukulan yang kuat juga. Dia tergetar dan terdorong mundur, bukan main. Dan ketika dua kakak beradik itu tertawa bergelak dan menyerangnya seperti orang gila maka kakek ini terdesak dan See-ong menyumpah-nyumpah!
"Hei, jangan serang. Jangan menyerang...!" Siang Le, yang terkejut dan melihat kumis suhunya terangkat naik tiba-tiba berseru dengan cemas dan penuh kekhawatiran. Dia tahu apa artinya itu meskipun suhunya tampak terdesak, mendelik dan memandang dua orang itu penuh kemarahan. Dan ketika kakak beradik itu justeru tertawa-tawa dan mengejek Siang Le, berkata bahwa tak usah pemuda itu berkaok-kaok karena gurunya sebentar lagi roboh maka See-ong membentak dan ilmu hitamnya dikeluarkan, Hek-kwi-sut.
"Wut!" kakek ini lenyap. Seperti iblis atau siluman saja tahu-tahu kakek itu menghilang. Hauw Kam dan suhengnya kaget berseru keras karena pukulan mereka menyambar angin kosong. Dan ketika mereka membalik dan mencari musuh mereka itu tahu-tahu sebuah pukulan menghantam tengkuk dari belakang.
"Dess!" Hauw Kam dan suhengnya berteriak kaget. Seperti palu godam saja mereka itu menerima serangan lawan, terjungkal dan roboh dan memaki-maki bergulingan meloncat bangun, tak melihat dimana lawan dan kembali sebuah pukulan tahu-tahu menghantam mereka, lebih dahysat dari pertama dan terpelantinglah dua orang itu berteriak-teriak. Dan ketika mereka jatuh bangun menerima pukulan-pukulan lagi maka See-ong tertawa bergelak di balik bayangan Hek-kwi-sutnya.
"Ha-ha, lihat, tikus busuk. Siapakah yang roboh dan menderita kekalahan!"
Hauw Kam dan suhengnya pucat. Mereka tak melihat dimana lawan mereka itu dan tahu-tahu dua tiga pukulan menghantam mereka. Kian lama kian keras saja hingga mereka kesakitan, sudah mengerahkan sinkang namun tetap saja tak tahan. Akibatnya mereka ini menjerit-jerit dan gentarlah dua orang itu oleh kelihaian See-ong. Dan ketika See-ong tertawa menyeramkan dan berkelebat menghantam ubun-ubun, siap membunuh, tiba-tiba Siang Le berteriak mencegah gurunya.
"Jangan bunuh...plak-dess!" dan Siang Le yang melompat di tengah pertandingan dan menerima pukulan suhunya tiba-tiba mencelat dan terlempar mencegah kematian dua orang itu, mengeluh dan mendekap dadanya dan tentu saja gurunya terkejut. See-ong berteriak tertahan dan muncul lagi menampakkan diri, kaget melihat muridnya menangkis pukulannya tadi dan kakek ini tertegun. Namun begitu muridnya terbanting dan tidak bergerak di sana maka kakek ini berkelebat dan memeriksa muridnya itu.
"Kalian pergi... lari!"
See-ong menggeram. Muridnya berseru lemah mengusir dua orang itu. Hauw Kam dan suhengnya terbelalak. Tapi ketika melihat kakek iblis itu menolong muridnya dan menampakkan diri setelah menghilang tiba-tiba keduanya angkat kaki dan kabur seperti dikejar setan.
"Hantu... iblis! Kakek itu siluman...!"
See-ong tak menghiraukan. Dia tadi melancarkan pukulan berat dan muridnya muntah darah menerima pukulannya ini. See-ong menyumpah-nyumpah dan memaki muridnya itu. Namun karena dia sayang pada muridnya itu dan Siang Le pun merupakan murid tunggal maka kakek ini sudah berlutut dan memeriksa muridnya itu, cepat mengulurkan lengan mengerahkan sinkang.
"Kau gila!" kutuknya. "Kenapa kau melakukan itu, Siang Le? Memangnya siapa dua manusia jahanam itu hingga patut memperoleh pembelaanmu untuk tidak dibunuh? Keparat, telan pil ini dan terima sinkangku!"
Siang Le tersenyum, menahan sakit. "Kau memang tak boleh membunuhnya, suhu. Mereka... mereka supek dari gadis yang kucinta!"
"Gila! Siapa yang kau maksud?"
"Soat Eng... Kim Soat Eng...!"
"Hah! Puteri Pendekar Rambut Emas Kim-mou-eng itu?"
"Benar, dua kakek tadi adalah supeknya, suhu. Soat Eng tentu akan marah kepadaku kalau kau membunuhnya. Itulah sebabnya aku mencegah dan kau tak boleh membunuh mereka... augh!‖ Siang Le mengeluarkan teriakan tertahan, suhunya marah dan mencengkeram pundaknya. Kakek ini baru tahu cerita muridnya, geram dan mencengkeram muridnya itu hingga mengaduh. Namun begitu sang murid menjerit dan dia sadar maka kakek ini membentak melepaskan tangannya.
"Lain kali tak usah menolong orang lain. Biarkan saja dia mampus atau tidak. Apa perdulimu untuk itu? Heh, bangkitlah, muridku. Lukamu sudah tak berbahaya dan ceritakan padaku kemana saja selama ini!"
"Aku... aku mencari kekasihku itu...."
"Kekasih apa? Bukankah puteri Pendekar Rambut Emas itu tak mencintaimu?"
"Tidak... tidak, suhu. Kau salah! Gadis itu telah berusaha menyelamatkan aku dari tangan dua orang supeknya yang gila tadi. Dia mulai menerima aku!"
"Ha-ha, siapa bilang? Kau harus ingat bahwa aku telah membunuh Hu-taihiap, Siang Le. Dan tak mungkin gadis itu menerima cintamu. Kebencian telah tertanam dan keluarga Pendekar Rambut Emas tak mungkin dapat menerimamu. Hayoh, jangan mengimpi dan kita tangkap serta bekuk lagi dua orang itu!"
"Tidak, jangan, suhu. Tak boleh!" dan Siang Le yang bangkit serta mencengkeram lengan suhunya tiba-tiba berapi memandang gurunya itu. "Sekarang tak boleh kita menambah permusuhan lagi. Atau aku akan marah padamu dan siap kau bunuh!"
Dan See-ong yang tertegun serta terbelalak memandang muridnya ini berkata, "Kau gila? Kau mau melawan gurumu sendiri?"
"Tidak, kalau kau tidak mencari dan mengejar dua orang itu, suhu. Betapapun mereka cukup baik kepadaku dan selama ini tak pernah menyiksa...!"
"Tapi kau kelaparan! Kau lemah!" suhunya memotong, mendelik. "Jangan macam-macam, Siang Le. Aku tahu apa yang terjadi dan tak usah kau membela dua orang itu!"
Aku memang lemah, kelaparan. Tapi mereka tetap bersikap baik, suhu. Artinya selama ini tak pernah membunuhku karena kalau tidak tentu kau sudah tak akan bertemu denganku lagi...!"
"Tapi mereka tadi hampir membunuh!" sang suhu kembali melotot, menyergap muridnya. "Kau hampir dibunuh dan tentu sudah terbunuh kalau aku tidak datang Siang Le. Dan ini tak usah kau sangkal untuk berlebih-lebihan membela dua manusia keparat itu!"
"Benar, tapi jangan salah paham, suhu. Aku yang tadi minta dibunuh dan membuat marah mereka itu. Aku yang menantang, dan aku memang telah memanaskan hati mereka. Kalau tidak tentu juga tak akan dibunuh!"
See-ong tertegun. Muridnya itu bicara sungguh-sungguh dan melototlah dia. Siang Le tak mau dibantah dan tetap saja dia membela dua orang itu. Dan ketika muridnya berkata bahwa dua orang tadi tak bersalah maka tiba-tiba kakek ini membanting muridnya tapi tidak dengan tenaga penuh. "Baiklah... baiklah. Kau memang selalu membela kerabat Pendekar Rambut Emas dan aku gurumu sekarang ingin mengajar adat. Kau terima ini dan setelah itu ikut aku mencari Siauw-jin dan kawan-kawannya... brukk!"
Siang Le mengeluh, tidak begitu kesakitan namun cukup keras juga. Suhunya perlu melampiaskan marah karena dia selalu membantah. Tapi ketika gurunya mengangkat lagi dan dia bangun berdiri maka kakek itu melotot bersinar-sinar tapi bertanya apakah dia sakit, karena dibanting!
"Tentu saja," Siang Le bersikap agak manja. "Mana ada orang tidak sakit kalau dibanting, suhu? Dan kau mulai kejam kepadaku, tidak kenal kasihan!"
"Maaf,: gurunya mengelus. "Aku tidak bermaksud menyakitimu, Siang Le. Aku hanya gemas dan geram padamu karena suka membantah guru! Nah, sekarang kita pergi dan ikut aku mencari manusia-manusia busuk itu!"
"Siauw-jin tak ada di Sam-liong-to?"
"Tidak, mereka minggat. Dan muridnya juga tak ada di sana!"
"Kalau begitu benar apa yang kudengar. Siauw-jin telah menjadi pembantu muridnya sendiri dan memimpin bangsa liar untuk menyerbu Tiongkok!"
"Apa?"
"Benar, suhu. Aku mendengar itu. Togur telah memimpin penyerbuan besar-besaran dibantu gurunya!"
"Ah, kalau begitu yang kudengar di tengah jalan itu pasukannya?"
"Ya, benar, suhu. Dan aku mendengar bahwa kelima gurunya sudah begitu penurut kepada pemuda itu!"
"Keparat!" See-ong berseru keras. "Kalau begitu cepat kita temui mereka, Siang Le. Dan tangkap serta bekuk mereka itu. Mereka tanpa ijin meninggalkan Sam-liong-to semuanya. Aku harus menghajar dan kalau perlu membunuh mereka itu!"
"Hm, suhu ditinggal pergi?"
"Benar, dan aku juga terpaksa meninggalkan pulau karena kau pergi tanpa pamit, Siang Le. Kusuruh Siauw-jin mencari dan kaupun murid keparat. Membuat bingung orang tua!"
"Aku mencari gadis itu, menemuinya...."
"Sudahlah, sementara ini aku tak suka bicara tentang yang lain-lain kecuali kelima pembantuku itu. Hayo cari mereka dan bekuk sampai dapat!" See-ong marah, menangkap dan menyambar muridnya lalu bergerak bagai terbang. Dan ketika sang murid terkejut namun mengangguk mengikuti gurunya tiba-tiba si kakek iblis mengerahkan Hek-kwi-sut dan Siang Le pun lenyap di dalam ilmu hitam gurunya.
"Terlalu lama kalau begini. Hayo berlindung dibalik Hek-kwi-sut dan kau pejamkanlah matamu!"
Siang Le kagum. Gurunya meledakkan kedua tangan dan asap hitam pun muncul, bergerak dan melindungi mereka dan tahu-tahu tubuhnya sudah terbungkus oleh asap atau uap hitam ini. Dan ketika gurunya menarik dan mencengkeram lengannya tahu-tahu uap hitam itu terbang seperti iblis.
"Wut-wut!"
Siang Le tak tahu apa-apa lagi. Dia telah diangkat dari atas tanah dan tak menginjak bumi lagi. Gurunya telah membawanya terbang dan Hek-kwi-sut membawanya bergerak tanpa menyentuh tanah lagi. Dan ketika pemuda ini seakan melayang atau dibawa melayang di antara awan dan mega-mega yang tinggi maka Siang Le tak tahu dimana lagi ia saat itu.
"Berhenti di sini, sudah sampai!" tahu-tahu pemuda itu dilempar gurunya. See-ong mengusap keringat dan Siang Le keluar dari gulungan asap hitam itu, Hek-kwi-sut. Dan ketika pemuda itu tertegun dan terbelalak memandang ke depan maka dia telah berada di sebuah padang rumput yang luas dan amat besar.
"Lihat kemah-kemah itu, tampaknya itulah mereka!"
Siang Le mengangguk. Memang dia telah melihat ribuan kemah itu dan memang itulah kemah atau tempat tinggal pasukan Togura. Siang Le tak tahu bahwa ia telah berada di Padang Iblis dimana baru saja Thai Liong datang, mengamuk dan merobohkan Togur tapi sekarang pemuda itu telah pergi lagi. Maka ketika gurunya tiba di tempat itu dan See-ong berapi-api memandang ke depan mendadak kakek ini bergerak dan meluncur ke depan, meninggalkan muridnya.
"Heii...!" Siang Le berseru. "Tunggu, suhu. Aku jangan dibiarkan sendiri!"
"Kau lihat dan masuklah sebelah kanan,‖ sang guru menjawab. "Aku ingin ke tengah dan mencari lima orang itu, Siang Le. Kacau dan kalau perlu buat keributan di pasukan itu!"
"Tapi...!"
"Tak ada tapi. Kita berpencar dan kalau kau temukan lebih dulu lima orang itu maka beri tanda padaku untuk datang.... slap!" sang kakek menghilang, cepat luar biasa dan Siang Le pun mendelong di tempat. Dia sudah ditinggal gurunya namun mereka sudah tiba di tempat tujuan. Gurunya akan mencari Siauw-jin dan siapa lebih dulu dapat dialah yang akan berhadapan dengan kakek dan nenek-nenek iblis itu. Dan karena Siang Le bukan pemuda penakut dan perintah gurunya ini disambut anggukan kepala maka dengan bersemangat dia telah berkelebat dan terbang ke kanan.
"Heii...!" seorang prajurit melihat. "Siapa kau, anak muda. Berhenti!"
Namun Siang Le mendengus. Tanpa menoleh dan juga tanpa memberi tahu tiba-tiba ia mendorong prajurit itu, yang roboh terjengkang. Dan ketika prajurit atau penjaga ini roboh berteriak kaget maka dia meniup terompet dan belasan temannya muncul di kiri kanan, cepat sekali.
"Ada tamu liar, awas!"
Siang Le mengerutkan kening. Ternyata di seberang padang rumput ini dia melihat banyaknya pasukan atau prajurit yang berjaga-jaga. Mereka ada yang bersembunyi di balik-balik ilalang tinggi dan kedatangannya tadi memang sudah diketahui, begitu pula gurunya. Namun karena See-ong meluncur dan terbang dalam bentuk asap hitam dimana asap ini meluncur dan bergerak seperti iblis maka para penjaga atau prajurit malah bengong dan kaget, mengira itu bukan manusia melainkan siluman atau hantu jejadian, hantu padang rumput!
Maka begitu di tempat lain pemuda ini tiba-tiba muncul dan sudah mendorong roboh seorang prajurit maka serentak mereka yang bersembunyi langsung menampakkan diri dan membentak mencegat jalan lari pemuda ini.
"Hei, berhenti. Atau kau mampus!"
Siang Le mengepal tinju. Lain gurunya lain pula dia. Kalau gurunya dilihat dan diamati para penjaga dengan bengong dan ngeri karena See-ong meluncur di balik Hek-kwi-sutnya adalah pemuda ini berjalan atau bergerak seperti manusia normal, mempergunakan ilmu meringankan tubuh dan tidak bersembunyi di balik ilmu hitam segala, seperti gurunya itu. Maka begitu diketahui penjaga dan tentu saja orang-orang atau penjaga itu sudah berlarian menghadang maka tombak atau golok menyambut Siang Le.
"Plak-des-dess!"
Pemuda ini menggerakkan tangan ke kiri kanan. Dia mendongkol dan membentak orang-orang itu dengan kibasan angin pukulan, lawan terlempar dan golok atau tombak juga patah-patah. Dan ketika sebelas di antaranya terbanting dan terlempar bergulingan maka Siang Le bergerak lagi dan memasuki kemah-kemah yang ribuan jumlahnya itu, tanpa takut.
"Hei, cegah dia. Awas musuh memasuki perkemahan kita!"
Suasana menjadi gempar. Orang-orang menjadi mudah kaget dan gugup kalau mendengar ada musuh datang. Mereka baru saja dihajar Thai Liong dan kehebatan pemuda itu masihlah membekas kuat. Bahwa pemimpin mereka sendiri sampai tertangkap dan menyerah di tangan lawan membuat orang-orang ini mudah panik dan ketakutan. Tapi begitu yang lain berteriak memberi tahu dan terompet semakin ditiup gencar maka ribuan orang bergerak dan bagai hantu atau siluman di tengah kuburan mendadak saja Siang Le sudah dikepung dan dihadang orang-orang ini yang bergerak bagai setan-setan bangun berdiri.
"Berhenti, dan siapa kau!"
Siang Le menangkis sebatang tombak. Dari depan meluncur serangan itu dan tombak pun mencelat, terlepas dan patah dari tangan pemiliknya. Namun ketika pemuda ini bergerak terus dan maju menghadapi lawan tiba-tiba tujuh belas panah menjepret di belakang tengkuknya.
"Prat-pratt!"
Siang Le berhenti, menangkis dan apa boleh buat harus memutar tubuhnya menghantam panah-panah itu. Satu di antaranya mendesing dengan amat hebatnya dan panah yang ini tidak patah, meskipun runtuh. Dan ketika Siang Le melihat seorang laki-laki tinggi besar berkumis lebat mengayun gendewanya maka Siang Le tertegun karena puluhan orang tiba-tiba sudah diperintah oleh laki-laki gagah yang gendewanya paling besar itu.
"Serang dia, panah lagi!"
Siang Le terkejut. Kini dua puluh panah menyambar dan menjepret bagai tanduk-tanduk kijang yang berbahaya. Semuanya cepat dan Siang Le tentu saja menangkis hujan serangan ini. Tapi ketika dia meruntuhkan panah-panah itu dan laki-laki gagah mementang busurnya tiba-tiba empat batang panah sekaligus menyambar dirinya menuju ke perut dan dada.
"Ser-serr!"
Siang Le membelalakkan mata. Dia melihat laki-laki gagah ini paling hebat serangan panahnya, gemas dan marah dan kali ini dia menggerakkan tangan dengan luar biasa cepat, tidak menangkis melainkan menangkap panah-panah itu. Dan ketika empat panah tertangkap dan Siang Le membentak maka panah-panah itu diretour dan cepat serta luar biasa pula ia mengembalikannya kepada tuannya.
"Terimalah!"
Laki-laki gagah itu terkejut. Ia bukan lain adalah Cucigawa dan raja tinggi besar ini mengeluarkan seruan keras, mengelak namun sebatang panah menancap dipundaknya, tak dapat dihindari. Dan ketika raja itu berteriak dan terhuyung roboh maka anak buahnya menyerbu dan menyerang kaget. "Bunuh pemuda ini! Robohkan dia!"
Siang Le bergerak mendorong dan menangkis. Sekarang puluhan orang di depan sudah menyerang dan meluruk berbareng, mereka mendapat aba-aba untuk maju semua dan tentu saja hujan senjata menghujani Siang Le. Tapi ketika Siang Le berkelebatan dan menangkis serta membalas serangan lawan maka orang-orang itu menjerit dan roboh terpelanting ke kiri kanan, otomatis membuka jalan dan bergeraklah pemuda ini memasuki kemah, kian lama kian dalam dan pasukan besar itu panik. Secara individu memang mereka bukan tandingan pemuda ini, yang betapapun adalah murid See-ong yang lihai.
Dan ketika di sini pemuda itu mulai mengamuk dan berulang-ulang dia memanggil nama Siauw-jin atau kawan-kawannya maka di sana, di tempat lain terjadi pula kegemparan besar yang dilakukan See-ong. Kakek ini, sebagaimana diketahui, juga bergerak dan sudah mendahului muridnya. See-ong hanya merupakan gulungan asap hitam dan tubuhnya yang meluncur di balik bayangan Hek-kwi-sut membuat dia lebih mudah memasuki perkemahan itu.
Orang-orang yang melihat semua bengong dan mereka tentu saja tak mengira bahwa di balik asap hitam itu ada manusianya, bahkan See-ong, si raja iblis! Maka begitu kakek ini sudah di dalam kemah paling besar dimasuki serta didorong tiba-tiba kemah itu roboh dan geraman atau bentakan kakek ini mengejutkan penjaga.
"Siauw-jin, Cam-kong, keluarlah. Ini aku datang!"
Penjaga atau pengawal terkejut. Mereka tak melihat apa-apa kecuali gulungan asap hitam itu, yang bergerak dan tahu-tahu sudah memasuki kemah secara mengejutkan, menggeram dan memanggil-manggil nama lima kakek dan nenek-nenek iblis itu. Dan ketika kemah roboh serta tiga penjaga disitu terpelanting tak tahu apa sebabnya maka See-ong muncul dan menggeram-geram.
"Heh, mana para pemimpinmu. Mana Siauw-jin dan teman-temannya!"
"Ak... aku tak tahu!" seorang penjaga tercekik, ditangkap dan disambar kakek ini. Dan ketika kakek itu melotot dan memaki perlahan maka penjaga itu dibanting dan langsung tewas dengan kepala pecah.
"Augh!"
Yang lain geger. See-ong berkelebat dan mencari lagi di kemah sebelah, membentak dan marah-marah mencari Siauw-jin. Dan ketika di tempat inipun dia tak mendapatkan buruannya dan orang-orang di situ mendapat kemarahan kakek ini maka semua dibanting dan dilempar-lempar roboh, bergerak ke tempat lain lagi dan gemparlah keadaan di situ karena sambil memaki-maki Siauw-jin selalu kakek ini menangkap dan meroboh-robohkan pengawal, menewaskannya.
Karena dengan sekali cengkeraman atau dorongan tangan kiri dia sudah membuat penjaga atau pengawal berteriak-teriak ketakutan. Dan ketika belasan jiwa sudah melayang sia-sia dan kakek itu terus mencari dan menggeram-geram maka di dalam, di tengah-tengah perkemahan ini banjir darah mulai terjadi!
"Hayo, mana pembantu-pembantuku itu. Suruh mereka keluar atau semua akan kubunuh!"
Keadaan benar-benar panik. Semua orang tentu saja tak ada yang dapat menandingi kakek ini. Jangankan mereka, Siauw-jin dan kawan-kawannya sendiri tak akan mampu. Dan ketika seratus jiwa melayang dengan cepat dan puluhan kemah disapu roboh maka orang benar-benar panik dan ribut!
"Panah kakek itu! Serang dan bunuh dari jauh!"
Tapi See-ong tertawa bergelak. Komandan yang berseru tiba-tiba sudah disambar, dibanting dan diinjak mampus. Dan ketika yang lain terkejut dan gentar maka kakek itu berkelebatan menantang-nantang. "Hayoh, serang aku dari jauh. Bunuh aku!"
Pasukan terbelalak. Mereka melihat kakek itu menghilang dan tahu-tahu sudah muncul disebelah kiri, menangkap dan membanting lagi beberapa pengawal. Dan ketika dia tertawa lagi dan menghilang untuk akhirnya muncul di sebelah kanan, seperti siluman, maka ribuan orang ini gentar dan akhirnya berserabutan. Maklumlah, See-ong mempergunakan Hek-kwi-sutnya untuk menghilang dan menangkapi para perwira!
"Setan... kakek itu setan! Dia iblis!"
"Benar, dia iblis! Lari, kawan-kawan. Kakek itu bukan manusia!"
See-ong terbahak-bahak. Dalam marah dan gemasnya dia merasa geli juga melihat ribuan orang itu berserabutan melarikan diri. Mereka seperti tikus-tikus digebah dan tentu saja ruangan itu kosong. Kemah-kemah yang diangkat serta dirobohkan kakek ini sudah tak terhitung jumlahnya, jebol dan ditarik tiangnya hingga berserakan di kiri kanan. Tapi ketika kakek itu tertawa-tawa dan sesekali menggeram memaki-maki Siauw-jin dan kawan-kawannya maka empat bayangan berkelebat dan muncullah nenek Naga bersama muridnya. "See-ong, berhenti. Atau kau mampus!"
Kakek ini terkejut. Dia melihat Togur berkelebat dan menghantam padanya, gerakannya luar biasa cepat dan tentu saja dia menangkis. Dan ketika benturan terjadi di antara mereka dan kakek ini terpental, hal yang mengejutkan sekali maka See-ong berteriak tertahan berjungkir balik.
"Dess!" Kakek itu berubah mukanya. Dia serasa mengenal pukulan itu dan tentu saja merasa kaget dan marah. Kakek ini tak salah karena Togur memang mempergunakan Khi-bal-sin-kang, ilmu yang dimiliki keluarga Pendekar Rambut Emas! Namun karena kakek itu merasa sangsi dan berjungkir balik melayang turun maka dia melotot namun memaki pada nenek Naga.
"Nenek siluman, baru sekarang kau muncul? Kau tidak pernah menghadap padaku dan tak memberi laporan lagi?"
"Hm!" Togur, yang mewakili gurunya mendengus pendek, tertawa mengejek. "Guruku adalah hak-ku, See-ong. Kau adalah tamu dan harap datang dengan cara baik-baik!"
"Apa?" kakek ini mendelik. "Kau anak kecil bicara besar? Keparat, kubunuh kau...!" dan kakek ini yang penasaran serta marah melotot gusar tiba-tiba bergerak dan menghantam lawannya.
"Dess!' Togur mempergunakan Khi-bal-sin-kang, untuk kedua kali mendemonstrasikan kepandaiannya itu dan tentu saja kakek ini mencelat. Khi-bal-sin-kang selamanya akan menolak balik pukulan lawan, betapapun hebatnya. Maka begitu kakek itu berteriak dan kaget berseru keras maka kakek ini sadar bahwa itu adalah Khi-bal-sin-kang, ilmu yang amat dahysat...!
"Aduh... tobat... jahanam terkutuk!"
Siauw-jin dan keempat temannya berteriak-teriak. Thai Liong yang membuat mereka lumpuh sebelum diserang Ituchi tentu saja membuat mereka kelabakan. Ituchi yang ada di belakang Thai Liong itu enak saja menusukkan senjatanya kesanakemari. Tombak mencoblos hidung atau sebentar kemudian ke telinga, dua kali ke mata tapi sempat dielak dengan jalan melempar kepala, menggurat kening dan akhirnya berdarahlah lima orang nenek dan kakek-kakek iblis itu. Kekebalan mereka sudah dipatahkan oleh pukulan-pukulan Thai Liong, inilah yang menyulitkan.
Dan ketika Togur juga memaki-maki karena dua kali pemuda itu menghindari tusukan tombak namun terdorong juga oleh angin pukulan Thai Liong maka Togur tiba-tiba membentak dan sepuluh ribu pasukan yang ada disitu disuruh bergerak!
"Jangan ndomblong! Serang dan bunuh mereka ini. Hayo keroyok!"
Sepuluh ribu orang itu terpaku. Mereka semua terhenyak dan bengong di tempat. Gerakan Thai Liong sudah tak dapat diikuti mata dan yang mereka lihat hanyalah berseliwerannya baju putih pemuda itu dengan rambutnya yang keemasan. Inilah yang tampak dan selebihnya mereka tak tahu apa-apa. Tapi begitu dibentak dan sadar membangkitkan semangat tiba-tiba mereka yang tadi jatuh terduduk sudah berlompatan bangun dan siap menerjang, menunggu aba-aba.
"Hei, jangan tuli. Ayo maju! Atau kalian kubunuh!"
Sepuluh ribu orang itu bergerak. Mereka sekarang takut dan gentar akan ancaman Togura ini. Pemimpin mereka itu marah dan Thai Liong berkali-kali mau mencoba merobohkan lawannya tapi dengan licik Togura selalu menghindar. Kalau dia mendekat selalu pemuda itu meloncat dan menyelinap di belakang guru-gurunya, tak ayal guru-gurunyalah yang mendapat sarangan dan mereka itu mengaduh-aduh jatuh bangun, roboh dan terlempar oleh pukulan atau tamparan Thai Liong. Tapi begitu pasukan bergerak dan Togur berteriak menyuruh Horok dan raja Cucigawa muncul maka dua orang itu keluar dan ngeri serta gentar disuruh menyerang.
"Buta mata kalian semua. Tidak tahukah kalau aku dan guru-guruku dipaksa jungkir balik? Hayo, serang mereka, Cucigawa. Lepaskan panah dan jangan biarkan mereka ini merobohkan kami!"
Sebatang panah menjepret. Sekarang Cucigawa bergerak dan mementang gendewanya, dia memang ahli panah dan serentak pasukan panahnya yang lain menjepretkan gendewa. Mereka memang pasukan khusus yang pandai sekali melepas panah. Tapi begitu semua panah menyambar dan Thai Liong tentu saja tak membiarkan ini maka pemuda itu yang berkelebatan di depan Ituchi sudah memukul dan mendorong runtuh puluhan panah yang berhamburan itu, dengan kebutan atau pukulan jarak jauhnya.
"Plak-plak-plak!"
Thai Liong sudah mengejar lagi Togura. Lawannya itu dengan licik sudah menyelinap dan bersembunyi di belakang guru-gurunya, menyerang dan melepas pukulan jarak jauh menghantam Ituchi. Tapi karena Ituchi selalu dilindungi Thai Liong dan pemuda ini menangkis maka Togur mencelat dan terpental bergulingan.
"Dess!" Pemuda itu memaki-maki. Sekarang Thai Liong membentak lawannya ini dan Siauw-jin serta yang lain-lain gentar. Mereka itu sudah berkali-kali dipukul roboh dan setiap tamparan atau pukulan Thai Liong tentu membuat mereka kesakitan. Kekebalan mereka yang sudah dipasang tetap saja tak mampu dipergunakan, tembus dan jadilah mereka selalu kesakitan oleh pukulan pemuda ini. Dan karena lama-lama tubuh menjadi matang biru dan mereka mendesis-desis maka Siauw-jin akhirnya mulai menjauhkan diri.
Dan Togur tinggal dilindungi keempat gurunya yang lain, yang celakanya sekali satu per satu juga secara licik dan cerdik melakukan hal seperti yang dilakukan Siauw-jin, mundur dan menjauhkan diri dari Thai Liong. Dan karena Thai Liong lebih mengincar Togura daripada guru-gurunya itu maka Togura terkejut ketika Thai Liong sudah berkelebat di depannya dan mencengkeram serta membentak.
"Togur, kau menyerahlah. Dan robohlah!"
Togura tersentak. Kelima gurunya sedang melempar tubuh bergulingan karena pukulan Thai Liong membuat mereka terpental, bergulingan menjauhkan diri dan saat itulah Thai Liong melihat kesempatan ini. Maka begitu lawan terkejut dan berseru keras tahu-tahu pemuda ini telah menangkap dan membanting lawannya. Dan ketika lawan mengeluh dan kaget diserang begitu cepat tiba-tiba Thai Liong telah menotoknya dan robohlah Togura.
"Berhenti semua!" Thai Liong mengeluarkan seruannya yang bagai guntur. "Pemimpin kalian telah kutangkap, tikus-tikus bodoh. Dan lihatlah ini dan berhentilah kalian menyerang!"
Semua orang tertegun. Akhirnya Thai Liong mengangkat dan memutar-mutar tubuh Togura itu. Tubuh yang tinggi besar itu diangkatnya demikian mudah dan memaki-makilah Togura di cengkeraman Thai Liong. Dia telah tertangkap dan untuk pertama kalinya dibekuk, roboh tak berkutik karena Thai Liong telah menyerangnya dengan cepat tadi, sementara guru-gurunya bergulingan dan menjauhkan diri. Dan ketika pertempuran berhenti dan pasukan besar itu terkejut maka Thai Liong tersenyum tertawa berkata, mengejek,
"Lihat, siapa macam-macam akan kubunuh musuhku ini, orang-orang bodoh. Aku tak akan mengampuni kalian karena kalian pun tak dapat mengalahkan kami!" dan membalik serta menghadapi Siauw-jin yang bengong di sana maka Thai Liong menyambung, berkata pada kelima kakek dan nenek-nenek iblis itu. "Siauw-jin sekarang kalian pun menyerah. Atau Togur kubunuh dan kalian kuhajar!"
"Ha-ha!" Togur tiba-tiba tertawa bergelak, mengejutkan semua orang. "Jangan terpedaya olehnya, suhu. Kalian tak apa-apa dan aku juga selamat. Hei, perlihatkan gadis itu dan ancam padanya akan membunuhnya kalau Thai Liong berani membunuhku!"
Thai Liong terkejut. Lupa oleh kesibukannya dalam pertandingan tadi ia tak ingat akan Nangi. Yang diingat hanyalah urusannya di Sam-liong-to dan juga Cermin Naga. Dia ingin membekuk dan menangkap lawannya ini karena Togura telah mengambil cermin itu, mencuri dan memiliki ilmu-ilmunya. Maka begitu Cam-kong tertawa nyaring dan berkelebat menyambar Nangi, yang tadi diletakkan dan disembunyikan di belakang batu maka kakek ini ganti mengancam, berkata mengejek,
"Bocah, apa yang dikata muridku betul. Kami juga menangkap dan menawan gadis ini. Nah, jangan bergerak atau sedikit gerakan saja dia akan kubunuh... tar!" Cam-kong meledakkan jari-jarinya, mengeluarkan pukulannya Pembunuh Petir itu dan terkejutlah Thai Liong karena segera dia teringat ini. Dan belum dia berkata atau melakukan sesuatu tiba-tiba Ituchi bergerak dan menyerang kakek itu.
"Cam-kong, serahkan adikku!"
Thai Liong semakin terkejut. Gegabah dan tidak melihat keadaan tiba-tiba Ituchi menerjang ke depan, keluar dari perlindungannya. Dan ketika Thai Liong berteriak namun sahabatnya sudah tak dapat dicegah tiba-tiba nenek Naga melepas pukulan Tee-sin-kang dan tertawa berkelebat menyambut.
"Hi-hik, makanan empuk, Cam-kong. Biarlah dia kutangkap dan kau bunuh gadis itu kalau bocah she Kim beranjak dari tempatnya....dess!"
tuchi mencelat, roboh terlempar ke kiri dan bergeraklah nenek Ji-moi menyambut pemuda ini, melepas Mo-seng-ciangnya (Pukulan Bintang Iblis). Dan karena Ituchi diserang dan dikeroyok dua nenek sekaligus maka pemuda ini terjengkang dan roboh tertawan musuh!
"Hi-hik, lihat kami, Thai Liong. Dua tawanan ada di tangan dan kau semakin tak dapat berbuat apa-apa!" Ji-moi sudah menendang dan memberikan Ituchi pada kakaknya, diterima dan ditangkap dan Ituchi pun mengeluh menahan sakit. Dua kali dia menerima pukulan dan dua kali itu pula dia merasa dadanya ampeg. Hampir dia batuk dan muntah darah! Dan ketika pemuda ini menyesal namun nasi sudah menjadi bubur maka lima iblis itu berlompatan maju mengelilingi Thai Liong.
"Heh-heh!" Siauw-jin terkekeh-kekeh. "Mujur benar nasib kami, bocah. Menangkap adiknya sudah menangkap kakaknya pula. Nah, kau lepaskan muridku dan kita tukar-menukar!"
"Keparat!: Thai Liong tertegun. "Kalian curang, Siauw-jin. Berikan mereka dan kulepaskan muridmu!"
"Ha-ha, nanti dulu!" Togur tertawa bergelak, menggoyang lengan. "Nanti dulu, suhu. Thai Liong harus diikat syarat dan baru tukar-menukar itu terjadi. Kalau tidak, biarlah aku mampus dan kalian bunuh dua orang itu. Mati seorang mendapat dua orang tak rugi!" lalu terbahak tak menghiraukan Thai Liong yang gemetar pemuda ini melanjutkan, "Aku pemimpin di sini, dan aku yang menentukan. Nah, boleh tukar-menukar ini terjadi namun bocah ini harus berjanji untuk tidak mengejar-ngejarku lagi. Kalau dia tak sanggup biarlah aku mampus dan kalian bunuh dua kakak beradik itu!"
"Apa?" Thai Liong melotot. "Kau minta bebas? Aku tak boleh mengejar-ngejarmu lagi sementara kau mencuri dan memiliki Cermin Naga? Tidak, hutangmu bertumpuk-tumpuk, Togur. Dan kau juga sudah melakukan dosa tak berampun dengan merampas dan memimpin suku-suku bangsa ini. Kau iblis yang sebenarnya tak patut dilepaskan lagi. Membebaskanmu dengan tukar-menukar ini saja sudah cukup, atau aku akan membunuh semuanya dan kelima gurumu itupun jangan harap dapat hidup!"
"Omong kosong!" pemuda itu membentak. "Kau boleh membunuh semua orang di sini, Thai Liong. Dan aku juga tak takut mampus! Tinggal kau menerima atau tidak. Masalah guru-guruku, hmmm... kau pun boleh saja membunuhnya. Tapi Ituchi dan adiknya akan mampus lebih dulu. Hayo, jangan berikan dua kakak beradik itu kalau Thai Liong tak menerima syaratku, suhu. Boleh semua kita mampus dan aku tak takut mati!"
Thai Liong menggigil. Siauw-jin dan kawan-kawannya juga tergetar ddan surut selangkah. Mereka terkejut dan membelalakkan mata memandang sang murid. Tapi ketika Togura memandang mereka dengan mata berapi-api dan pemuda itu tetap menerima agar Thai Liong menerima penawaran bersyarat atau semuanya mati maka kakek dan nenek-nenek iblis ini tercekat, tentu saja tak setuju karena merekapun melihat pandangan Thai Liong yang bagai seekor naga murka. Orang lain boleh saja mati tapi mereka pribadi nanti dulu!
Eh, siapa mau mati meskipun hidup rasanya juga tak enak! Bukankah tak ada manusia yang mau berhadapan dengan Giam-lo-ong (Raja Akherat) kalau umur masih panjang? Maka ketika sang murid siap menyuruh mereka mati sementara mereka tentu saja tak ingin buru-buru mati maka Siauw-jin dan kawan-kawannya ini saling pandang, bingung dan gentar juga bercampur gelisah. Murid mereka itu memang pemberani, demikian pemberaninya hingga matipun rela dilakukan, semata menuruti hawa marah dan siap mengorbankan yang lain pula untuk sama-sama mati. Ah, ngeri!
Tapi ketika mereka terbelalak bingung dan diam-diam Siauw-jin maupun teman-temannya tak ada yang akan mengikuti perintah Togur tiba-tiba Ituchi berteriak agar Thai Liong membunuh saja pemuda itu.
"Bunuh dia, dan habis perkara! Aku juga tak takut mati dan basmi semuanya ini. Eh, aku juga tak takut mati, Thai Liong. Jangan laksanakan tawarannya itu karena pihak kitapun tak rugi. Mereka hanya akan membunuh aku dan adikku tapi kau dapat membunuh enam jiwa! Lakukan itu dan jangan terima permintaan si jahanam itu!"
"Hm!" Thai Liong bersinar-sinar, sebenarnya bingung tapi pura-pura mengangguk. "Kalau mereka berani mengganggumu tentu iblis-iblis ini tak akan kuampuni, Ituchi. Kau tenanglah karena aku tak akan menerima permintaan Togur. Aku menghendaki tukar-menukar, tapi bukan bersyarat!"
"Ha-ha, kalau begitu bunuhlah aku. Eh bunuh mereka itu, suhu. Dan biar Thai Liong membunuhku. Kalian mengiring aku ke akherat!"
Gila! Siauw-jin dan kawan-kawan hampir berteriak. Togur telah memerintahkan mereka untuk membunuh dua orang itu dan sebentar lagi mereka juga akan dibunuh Thai Liong. Bayangan kematian ini tentu saja membuat ngeri kakek dan nenek-nenek iblis itu dan Ji-moi maupun Toa-ci terbelalak. Mereka mendesis dan tiba-tiba saling berbisik. Dan ketika Togur berteriak lagi agar gurunya membunuh Ituchi dan adiknya tiba-tiba nenek Toa-ci mengerahkan ilmunya mengirim suara, Coan-im-jip-bit,
"Bocah, buatlah murid kami itu pingsan. Kami tak dapat membantah selama dia masih berkaok-kaok. Kita tukar-menukar dengan wajar atau kami semua siap terbunuh dan kaupun akan kehilangan dua temanmu ini!"
Thai Liong tertegun. Dia menoleh dan melihat mulut nenek itu bergerak-gerak, tiba-tiba sadar dan maklum bahwa inilah jalan terbaik. Togur termasuk pemuda tidak waras, berani dan siap menantang maut. Sayang, pemuda sehebat itu tidaklah ditunjang oleh watak-watak yang baik dan gagah. Dan karena dia melihat bahwa nenek dan kakek-kakek iblis itu gentar terhadap Togura dan mereka rupanya juga akan melaksanakan perintah dengan terpaksa dan korban jiwa akan berjatuhan tiba-tiba Thai Liong menggerakkan jarinya dan...krek, terkulailah Togura. Tulang pundaknya dicengkeram patah.
"Toa-ci, kau benar. Nah, terima muridmu dan berikan mereka berdua kepadaku!"
Siauw-jin dan lain-lain terbelalak. Mereka tak tahu percakapan itu tapi terkejut dan girang melihat Togura pingsan. Murid mereka itu sudah tak dapat berkata-kata lagi dan tenteramlah mereka karena keadaan yang menjepit sudah lewat. Dan ketika Thai Liong melempar murid mereka dan segera ditangkap nenek Toa-ci maka nenek Toa-ci berkelebat dan berturut-turut tubuh Ituchi dan adiknya melayang ditendang ke arah Thai Liong.
"Heii...!" nenek Naga terkejut. "Jangan serahkan begitu saja, Toa-ci. Awas kalau pemuda itu tak menepati janjinya!"
"Hm!" Thai Liong mendengus, sudah menerima keduanya. "Aku bukan penjilat janji yang rendah, nenek Naga. Tapi aku tidak berjanji untuk tidak menghajar kalian.... des-des-dess!" dan Thai Liong yang berkelebatan serta menendang dan membagi-bagi pukulan tiba-tiba menghajar dan membuat jatuh bangun kelima iblis itu, membuat mereka terkejut dan Toa-ci serta yang lain-lain terpelanting bergulingan.
Pasukan pun gempar dan kehilangan bayangan Thai Liong yang berkelebatan itu, cepat luar biasa dan terdengar teriakan-teriakan mengeluh dari kelima nenek dan kakek-kakek iblis itu. Tapi ketika bayangan kuning emas meloncat tinggi dan berjungkir balik terbang di atas kepala mereka tiba-tiba pemuda itu sudah lenyap meninggalkan musuh-musuhnya.
"Siauw-jin, kali ini aku pergi. Tapi lain kali aku tak akan mengulang kejadian ini!"
Ributlah semua orang. Thai Liong telah pergi dan apa boleh buat pemuda itu melepas Togura dan kehilangan Cermin Naga yang seharusnya diperolehnya. Dia kecolongan dua kakak beradik itu dan semuanya ini harus dibayar dengan tukar-menukar. Ituchi dan adiknya telah kembali dengan selamat tapi Togura dan guru-gurunya terpaksa dibiarkan hidup. Satu hal yang sebenarnya mengecewakan!
Dan ketika Thai Liong pergi dan terbang meninggalkan Padang Iblis maka Ituchi diam-diam mengeluh karena lawan yang dibencinya tak dibunuh Thai Liong. Dan begitu Thai Liong berkelebat dan berhasil kembali merampas adiknya maka pemuda itu pun dibebaskan dan Nangi segera diterima kakaknya.
Tapi karena Thai Liong rupanya juga masygul dan tak ingin banyak bicara maka pemuda ini mengajak temannya ke kota Chi-cou. Dan ketika Ituchi tertegun namun teringat adiknya yang lain dan Mei Hoa, kekasihnya, maka apa boleh buat pemuda inipun mengikuti dan berkelebat mengerahkan ginkangnya. Dan begitu Ituchi sudah mengikuti sahabatnya maka tanpa banyak cakap mereka berdua sudah meninggalkan tempat itu.
* * * * * * * * *
“Hei, lepaskan aku!” Siang Le berteriak ketika tak dilihatnya lagi Soat Eng mengejar. Dia kecewa dan kini meronta di bawah panggulan Hauw Kam. Tiga hari ini mereka melakukan perjalanan dan dua kakak beradik itu tak banyak cakap di sepanjang jalan. Mereka rupanya terpukul oleh kekalahannya di tangan Pendekar Rambut Emas. Maka ketika hari itu pemuda ini berteriak dan memaki-maki sepanjang jalan tiba-tiba Hauw Kam menampar pantat pemuda ini.
"Diam, atau kau kubunuh!"
Siang Le menjerit. Ditampar dan ditepuk sedemikian keras sementara tiga hari tiga malam dibiarkan kelaparan dan kehausan tentu saja membuat pemuda ini kesakitan. Tubuhnya lemah dan dipanggul dengan kepala di bawah kaki di atas begitu membuat pemuda ini marah. Dia seperti ayam yang siap dijual ke pasar, atau barangkali binatang buruan yang siap disembelih. Maka begitu ditampar dan menjerit kesakitan Siang Le malah berteriak-teriak dan memaki semakin keras lagi.
"Keparat, jahanam terkutuk! Hayo kalian bunuh aku dan jangan menggertak saja. Eh, lakukan ancamanmu, Koai-jin. Bunuh aku dan pukullah sampai mampus!"
"Apa?" Hauw Kam terbelalak. "Kau minta mampus? Kalau begitu baik, aku akan membunuhmu dan sekarang kau robohlah!"
Siang Le dilempar, langsung dibanting dan pemuda itu kembali menjerit. Lemparan atau bantingan kali ini lebih keras dari sekedar tepukan atau tamparan tadi. Tubuhnya serasa remuk dan Siang Le terguling-guling di sana, berhenti dan mengeluh menabrak pohon. Mukanya matang biru dan pemuda ini tak dapat bangkit berdiri. Dia lunglai dan menderita sekali. Dan ketika Hauw Kam berkelebat dan berhenti berlari maka suhengnya juga tertegun dan menghentikan larinya.
"Nah," Hauw Kam mengangkat sebelah tangannya. "Sekarang pilih minta mampus dengan cepat atau lambat, bocah. Juga pilih tangan kiri atau kanan. Cepat, aku habis sabar!"
"Kau boleh pukul aku dengan cepat atau lambat. Juga boleh dengan tangan kiri atau kanan. Pukullah, dan aku tak takut menghadapi kematian!"
"Begitu? Baik, kalau begitu kau mampuslah!" dan Hauw Kam yang menggerakkan tangan kirinya menghantam kepala Siang Le tiba-tiba dengan gemas melancarkan pukulannya. Dia marah dan terganggu juga oleh maki-makian pemuda ini. Dan pemuda itu menantang pula untuk dibunuh. Keparat! Maka ketika tangannya bergerak dan Hauw Kam benar-benar siap untuk membunuh pemuda ini tiba-tiba suhengnya bergerak dan menangkis pukulannya itu, pukulan maut.
"Sute, tahan... duk!" dan pukulan Hauw Kam yang terpental oleh tangkisan suhengnya tiba-tiba membuat laki-laki itu tergetar dan terhuyung mundur, marah memandang suhengnya namun Gwan Beng cepat mengulapkan lengan. Dia menyambar dan menarik berdiri pemuda ini. Dan ketika sutenya melotot dan marah membentak suhengnya itu maka Gwan Beng berkata, "Bocah ini kekasih siluman puteri Pendekar Rambut Emas itu. Jangan dibunuh. Nanti kita kena marah gadis itu! Tahan, dan redakan kemarahanmu, sute. Mulut lancang bocah ini tak usah dihiraukan dan biar saja dia bercuap-cuap!"
"Apa?" Hauw Kam membeliak. "Membiarkan saja bocah ini dan menggatalkan telingaku? Persetan dengan gadis siluman itu, suheng. Aku tak tahan oleh maki-makiannya dan ingin membunuh!"
"Tidak," sang suheng tiba-tiba menarik napas. "Kau dengar sendiri apa yang terjadi, sute. Gadis itu keponakan murid kita sendiri. Ibunya, isteri Pendekar Rambut Emas itu ternyata sumoi kita. Berarti pemuda ini masih kerabat dan tak boleh dibunuh!" dan duduk melempar Siang Le di samping tubuhnya si cambang yang gagah ini tiba-tiba berlinang air matanya. Dan ketika sang sute tertegun dan kaget memandang suhengnya itu mendadak suhengnya menangis!
"Sute, aku merasakan getaran itu. Aku merasa dekat dengan wanita itu! Ah, tak tahu aku bagaimana semuanya ini terjadi. Bagaimana isteri Pendekar Rambut Emas itu tahu-tahu mengaku sebagai sumoi kita. Bagaimana pendapatmu, sute? Tidakkah kau merasa dekat atau pernah dekat dengan wanita cantik itu? Aku serasa kenal, dan serasa pernah dekat sekali!"
Hauw Kam tiba-tiba mengguguk. Aneh dan luar biasa mendadak si gimbal ini pun menangis. Dan ketika Siang Le di sana tertegun dan mengamati orang-orang gila itu maka keduanya sudah tersedu-sedu!
"Hu-huu.... aku... aku juga begitu, suheng. Tapi aku tak ingat siapa wanita itu. Aku serasa pernah dekat dengannya pula. Tapi... tapi aku tak ingat siapa dia!"
"Dia sumoi kita. Dan kita suheng-suhengnya. Eh, apakah tak sedikit pun ingatan menempel di otak kita yang bebal ini, sute? Ada apakah sebenarnya dengan diri kita ini?"
"Aku tak tahu. Tapi... tapi orang-orang menganggap kita gila, suheng. Padahal kita tak merasa gila! Ah, mereka itulah yang gila, menyebut orang waras dengan gila, keparat. Hu-huu...!" dan keduanya yang kembali menangis dan saling bertanya-tanya akhirnya membuat Siang Le tertegun dan terharu.
Memang mendengar nyonya Pendekar Rambut Emas itu memanggil "suheng" pada dua orang ini. Si gila Hauw Kam dan suhengnya itu dipanggil-panggil tapi malah melarikan diri. Dan ketika keduanya mengguguk dan Siang Le merasa kasihan tiba-tiba pemuda ini ikut menangis dan mencucurkan air mata pula.
"Eh!" Hauw Kam tiba-tiba melotot. "Kau ada apa ikut-ikutan menangis, anak muda? Kau gila?"
"Aku terharu..." Siang Le terkejut, gemetar menjawab. "Kalian sungguh patut dikasihani dan agaknya sesuatu memang telah terjadi dengan kalian. Eh, apakah tak sebaiknya kalian kembali kesana lagi, Koai-jin? Bukankah isteri Pendekar Rambut Emas itu memanggil-manggil kalian?"
"Kau mau apa?" Hauw Kam tiba-tiba membentak. "Kenapa ikut campur dan memerintah kami? Biarkan kami mau berbuat ini atau itu, bocah. Tak usah kau ikut campur dan main perintah!"
"Aku tak memerintah..."
"Tapi kau menyuruh kami kembali! Apakah itu bukan perintah?" dan ketika Siang Le tertegun dan tutup mulut akhirnya Gwan Beng menarik tangan sutenya ini menyuruh diam.
"Kau tak usah menggubris dia. Kesinilah, dan kita menangis lagi!"
Siang Le hampir tersedak. Dia nyaris terbahak mendengar itu. Bayangkan, orang bicara tiba-tiba diajak menangis! Tapi ketika Hauw Kam menuruti suhengnya dan menangis seperti apa yang diminta maka Siang Le nyaris saja meledak dalam tawa yang lebar. Hampir pemuda ini tertawa geli dalam bahak yang tak kuat, melihat dua orang itu sudah mengguguk dan bertangis-tangisan lagi. Ah, mereka memang orang gila!
Tapi melihat keduanya begitu sungguh-sungguh dalam menangis dan sesuatu yang dalam tiba-tiba menyentuh perasaan pemuda ini maka Siang Le menekan guncangan tawanya dan menarik napas kuat. Harus membuang jauh-jauh rasa ingin tertawanya itu karena sikap dan tindak-tanduk dua orang ini memang lucu. Gwan Beng mengajak sutenya menangis dan sang sute pun mengikuti. Sungguh lucu! Tapi ketika keduanya bersungguh-sungguh dan Siang Le terharu juga maka sebuah bentakan tiba-tiba terdengar,
"Heii, siapa ini, Siang Le? Kenapa mereka?"
Siang Le terkejut. Sebuah bayangan hitam bergerak, angin berkesiur dan muncullah di situ seorang kakek tinggi besar yang mukanya menyeramkan. Itulah See-ong dan Siang Le terkejut melihat kedatangan gurunya ini. Dan ketika dia berseru girang dan suhunya sudah menggerakkan kaki maka sang murid pun ditendang dan Siang Le bebas dari totokan kedua lawannya itu.
"Bedebah, kau rupanya menjadi tawanan! Eh, kuhajar mereka ini, bocah. Dan lihat berapa lama mereka menghirup udara... wut-wut!" sang iblis bergerak, tubuhnya menyambar kesana-sini dan tiba-tiba Hauw Kam maupun suhengnya sudah menerima pukulan dahsyat. Dan ketika mereka berteriak dan tentu saja kaget bukan main, menangkis, maka mereka mencelat dan terlempar bergulingan.
"Des-dess!"
See-ong tak memberi ampun. Kaget dan marah melihat muridnya ditotok musuh tiba-tiba kakek ini berkelebatan dan melepas pukulan-pukulan lagi. Cepat dan bertubi-tubi ia menghajar Gwan Beng dan sutenya. Dan ketika dua orang itu berteriak dan kaget terguling-guling maka See-ong sudah menghajar lawannya dengan marah dan penuh kemurkaan.
"Jahanam terkutuk, bedebah! Tidakkah kalian tahu siapa yang kalian tangkap ini? Kalian berani main-main dan menghina See-ong? Keparat, kubunuh kalian, orang-orang gila. Dan pergilah kalian menghadap Giam-lo-ong... des-plak!"
See-ong marah besar, melepas pukulan-pukulannya dan sebelas jurus pertama Hauw Kam dan suhengnya ini jatuh bangun. Mereka terlalu kaget ketika tiba-tiba kakek iblis itu muncul, tanpa didengar. Kedatangannya tahu-tahu seperti siluman dan mungkin mereka tak mendengar karena sedang menangis mengguguk. Tapi begitu See-ong menghajar mereka jatuh bangun dan dua kakak beradik ini tentu saja kaget dan marah tiba-tiba mereka membentak dan pukulan keras menyambut hantaman kakek itu.
"Dess!" See-ong terbelalak. Hauw Kam dan suhengnya yang menangkis dan menggabung tenaga mereka tiba-tiba dapat menahan pukulannya, tergetar dan terhuyung mundur tapi tidak roboh. Dan ketika kakek itu mendelik dan berteriak gusar tiba-tiba lawan telah membalas dan membentak menyerangnya, berkelebat dan lenyaplah dua suheng dan sute itu melakukan serangan-serangan cepat. See-ong menangkis tapi dua orang ini hanya tergetar saja, kuat menerima.
Dan ketika keduanya berseru keras dan pukulan demi pukulan dilepas dan menghantam kakek ini maka See-ong berlompatan kesana-sini merasa pukulan-pukulan panas, menggeram dan membentak lawan dan bergeraklah dua kakak beradik itu mempercepat gerakan. Mereka akhirnya lenyap dan sudah mengelilingi kakek ini. Dan ketika See-ong menjadi silau dan mulai menerima satu dua pukulan maka kakek ini tergetar dan kumis di atas bibirnya terangkat naik!
"Des-dess!' See-ong merasa pukulan-pukulan yang kuat juga. Dia tergetar dan terdorong mundur, bukan main. Dan ketika dua kakak beradik itu tertawa bergelak dan menyerangnya seperti orang gila maka kakek ini terdesak dan See-ong menyumpah-nyumpah!
"Hei, jangan serang. Jangan menyerang...!" Siang Le, yang terkejut dan melihat kumis suhunya terangkat naik tiba-tiba berseru dengan cemas dan penuh kekhawatiran. Dia tahu apa artinya itu meskipun suhunya tampak terdesak, mendelik dan memandang dua orang itu penuh kemarahan. Dan ketika kakak beradik itu justeru tertawa-tawa dan mengejek Siang Le, berkata bahwa tak usah pemuda itu berkaok-kaok karena gurunya sebentar lagi roboh maka See-ong membentak dan ilmu hitamnya dikeluarkan, Hek-kwi-sut.
"Wut!" kakek ini lenyap. Seperti iblis atau siluman saja tahu-tahu kakek itu menghilang. Hauw Kam dan suhengnya kaget berseru keras karena pukulan mereka menyambar angin kosong. Dan ketika mereka membalik dan mencari musuh mereka itu tahu-tahu sebuah pukulan menghantam tengkuk dari belakang.
"Dess!" Hauw Kam dan suhengnya berteriak kaget. Seperti palu godam saja mereka itu menerima serangan lawan, terjungkal dan roboh dan memaki-maki bergulingan meloncat bangun, tak melihat dimana lawan dan kembali sebuah pukulan tahu-tahu menghantam mereka, lebih dahysat dari pertama dan terpelantinglah dua orang itu berteriak-teriak. Dan ketika mereka jatuh bangun menerima pukulan-pukulan lagi maka See-ong tertawa bergelak di balik bayangan Hek-kwi-sutnya.
"Ha-ha, lihat, tikus busuk. Siapakah yang roboh dan menderita kekalahan!"
Hauw Kam dan suhengnya pucat. Mereka tak melihat dimana lawan mereka itu dan tahu-tahu dua tiga pukulan menghantam mereka. Kian lama kian keras saja hingga mereka kesakitan, sudah mengerahkan sinkang namun tetap saja tak tahan. Akibatnya mereka ini menjerit-jerit dan gentarlah dua orang itu oleh kelihaian See-ong. Dan ketika See-ong tertawa menyeramkan dan berkelebat menghantam ubun-ubun, siap membunuh, tiba-tiba Siang Le berteriak mencegah gurunya.
"Jangan bunuh...plak-dess!" dan Siang Le yang melompat di tengah pertandingan dan menerima pukulan suhunya tiba-tiba mencelat dan terlempar mencegah kematian dua orang itu, mengeluh dan mendekap dadanya dan tentu saja gurunya terkejut. See-ong berteriak tertahan dan muncul lagi menampakkan diri, kaget melihat muridnya menangkis pukulannya tadi dan kakek ini tertegun. Namun begitu muridnya terbanting dan tidak bergerak di sana maka kakek ini berkelebat dan memeriksa muridnya itu.
"Kalian pergi... lari!"
See-ong menggeram. Muridnya berseru lemah mengusir dua orang itu. Hauw Kam dan suhengnya terbelalak. Tapi ketika melihat kakek iblis itu menolong muridnya dan menampakkan diri setelah menghilang tiba-tiba keduanya angkat kaki dan kabur seperti dikejar setan.
"Hantu... iblis! Kakek itu siluman...!"
See-ong tak menghiraukan. Dia tadi melancarkan pukulan berat dan muridnya muntah darah menerima pukulannya ini. See-ong menyumpah-nyumpah dan memaki muridnya itu. Namun karena dia sayang pada muridnya itu dan Siang Le pun merupakan murid tunggal maka kakek ini sudah berlutut dan memeriksa muridnya itu, cepat mengulurkan lengan mengerahkan sinkang.
"Kau gila!" kutuknya. "Kenapa kau melakukan itu, Siang Le? Memangnya siapa dua manusia jahanam itu hingga patut memperoleh pembelaanmu untuk tidak dibunuh? Keparat, telan pil ini dan terima sinkangku!"
Siang Le tersenyum, menahan sakit. "Kau memang tak boleh membunuhnya, suhu. Mereka... mereka supek dari gadis yang kucinta!"
"Gila! Siapa yang kau maksud?"
"Soat Eng... Kim Soat Eng...!"
"Hah! Puteri Pendekar Rambut Emas Kim-mou-eng itu?"
"Benar, dua kakek tadi adalah supeknya, suhu. Soat Eng tentu akan marah kepadaku kalau kau membunuhnya. Itulah sebabnya aku mencegah dan kau tak boleh membunuh mereka... augh!‖ Siang Le mengeluarkan teriakan tertahan, suhunya marah dan mencengkeram pundaknya. Kakek ini baru tahu cerita muridnya, geram dan mencengkeram muridnya itu hingga mengaduh. Namun begitu sang murid menjerit dan dia sadar maka kakek ini membentak melepaskan tangannya.
"Lain kali tak usah menolong orang lain. Biarkan saja dia mampus atau tidak. Apa perdulimu untuk itu? Heh, bangkitlah, muridku. Lukamu sudah tak berbahaya dan ceritakan padaku kemana saja selama ini!"
"Aku... aku mencari kekasihku itu...."
"Kekasih apa? Bukankah puteri Pendekar Rambut Emas itu tak mencintaimu?"
"Tidak... tidak, suhu. Kau salah! Gadis itu telah berusaha menyelamatkan aku dari tangan dua orang supeknya yang gila tadi. Dia mulai menerima aku!"
"Ha-ha, siapa bilang? Kau harus ingat bahwa aku telah membunuh Hu-taihiap, Siang Le. Dan tak mungkin gadis itu menerima cintamu. Kebencian telah tertanam dan keluarga Pendekar Rambut Emas tak mungkin dapat menerimamu. Hayoh, jangan mengimpi dan kita tangkap serta bekuk lagi dua orang itu!"
"Tidak, jangan, suhu. Tak boleh!" dan Siang Le yang bangkit serta mencengkeram lengan suhunya tiba-tiba berapi memandang gurunya itu. "Sekarang tak boleh kita menambah permusuhan lagi. Atau aku akan marah padamu dan siap kau bunuh!"
Dan See-ong yang tertegun serta terbelalak memandang muridnya ini berkata, "Kau gila? Kau mau melawan gurumu sendiri?"
"Tidak, kalau kau tidak mencari dan mengejar dua orang itu, suhu. Betapapun mereka cukup baik kepadaku dan selama ini tak pernah menyiksa...!"
"Tapi kau kelaparan! Kau lemah!" suhunya memotong, mendelik. "Jangan macam-macam, Siang Le. Aku tahu apa yang terjadi dan tak usah kau membela dua orang itu!"
Aku memang lemah, kelaparan. Tapi mereka tetap bersikap baik, suhu. Artinya selama ini tak pernah membunuhku karena kalau tidak tentu kau sudah tak akan bertemu denganku lagi...!"
"Tapi mereka tadi hampir membunuh!" sang suhu kembali melotot, menyergap muridnya. "Kau hampir dibunuh dan tentu sudah terbunuh kalau aku tidak datang Siang Le. Dan ini tak usah kau sangkal untuk berlebih-lebihan membela dua manusia keparat itu!"
"Benar, tapi jangan salah paham, suhu. Aku yang tadi minta dibunuh dan membuat marah mereka itu. Aku yang menantang, dan aku memang telah memanaskan hati mereka. Kalau tidak tentu juga tak akan dibunuh!"
See-ong tertegun. Muridnya itu bicara sungguh-sungguh dan melototlah dia. Siang Le tak mau dibantah dan tetap saja dia membela dua orang itu. Dan ketika muridnya berkata bahwa dua orang tadi tak bersalah maka tiba-tiba kakek ini membanting muridnya tapi tidak dengan tenaga penuh. "Baiklah... baiklah. Kau memang selalu membela kerabat Pendekar Rambut Emas dan aku gurumu sekarang ingin mengajar adat. Kau terima ini dan setelah itu ikut aku mencari Siauw-jin dan kawan-kawannya... brukk!"
Siang Le mengeluh, tidak begitu kesakitan namun cukup keras juga. Suhunya perlu melampiaskan marah karena dia selalu membantah. Tapi ketika gurunya mengangkat lagi dan dia bangun berdiri maka kakek itu melotot bersinar-sinar tapi bertanya apakah dia sakit, karena dibanting!
"Tentu saja," Siang Le bersikap agak manja. "Mana ada orang tidak sakit kalau dibanting, suhu? Dan kau mulai kejam kepadaku, tidak kenal kasihan!"
"Maaf,: gurunya mengelus. "Aku tidak bermaksud menyakitimu, Siang Le. Aku hanya gemas dan geram padamu karena suka membantah guru! Nah, sekarang kita pergi dan ikut aku mencari manusia-manusia busuk itu!"
"Siauw-jin tak ada di Sam-liong-to?"
"Tidak, mereka minggat. Dan muridnya juga tak ada di sana!"
"Kalau begitu benar apa yang kudengar. Siauw-jin telah menjadi pembantu muridnya sendiri dan memimpin bangsa liar untuk menyerbu Tiongkok!"
"Apa?"
"Benar, suhu. Aku mendengar itu. Togur telah memimpin penyerbuan besar-besaran dibantu gurunya!"
"Ah, kalau begitu yang kudengar di tengah jalan itu pasukannya?"
"Ya, benar, suhu. Dan aku mendengar bahwa kelima gurunya sudah begitu penurut kepada pemuda itu!"
"Keparat!" See-ong berseru keras. "Kalau begitu cepat kita temui mereka, Siang Le. Dan tangkap serta bekuk mereka itu. Mereka tanpa ijin meninggalkan Sam-liong-to semuanya. Aku harus menghajar dan kalau perlu membunuh mereka itu!"
"Hm, suhu ditinggal pergi?"
"Benar, dan aku juga terpaksa meninggalkan pulau karena kau pergi tanpa pamit, Siang Le. Kusuruh Siauw-jin mencari dan kaupun murid keparat. Membuat bingung orang tua!"
"Aku mencari gadis itu, menemuinya...."
"Sudahlah, sementara ini aku tak suka bicara tentang yang lain-lain kecuali kelima pembantuku itu. Hayo cari mereka dan bekuk sampai dapat!" See-ong marah, menangkap dan menyambar muridnya lalu bergerak bagai terbang. Dan ketika sang murid terkejut namun mengangguk mengikuti gurunya tiba-tiba si kakek iblis mengerahkan Hek-kwi-sut dan Siang Le pun lenyap di dalam ilmu hitam gurunya.
"Terlalu lama kalau begini. Hayo berlindung dibalik Hek-kwi-sut dan kau pejamkanlah matamu!"
Siang Le kagum. Gurunya meledakkan kedua tangan dan asap hitam pun muncul, bergerak dan melindungi mereka dan tahu-tahu tubuhnya sudah terbungkus oleh asap atau uap hitam ini. Dan ketika gurunya menarik dan mencengkeram lengannya tahu-tahu uap hitam itu terbang seperti iblis.
"Wut-wut!"
Siang Le tak tahu apa-apa lagi. Dia telah diangkat dari atas tanah dan tak menginjak bumi lagi. Gurunya telah membawanya terbang dan Hek-kwi-sut membawanya bergerak tanpa menyentuh tanah lagi. Dan ketika pemuda ini seakan melayang atau dibawa melayang di antara awan dan mega-mega yang tinggi maka Siang Le tak tahu dimana lagi ia saat itu.
* * * * * * * *
"Berhenti di sini, sudah sampai!" tahu-tahu pemuda itu dilempar gurunya. See-ong mengusap keringat dan Siang Le keluar dari gulungan asap hitam itu, Hek-kwi-sut. Dan ketika pemuda itu tertegun dan terbelalak memandang ke depan maka dia telah berada di sebuah padang rumput yang luas dan amat besar.
"Lihat kemah-kemah itu, tampaknya itulah mereka!"
Siang Le mengangguk. Memang dia telah melihat ribuan kemah itu dan memang itulah kemah atau tempat tinggal pasukan Togura. Siang Le tak tahu bahwa ia telah berada di Padang Iblis dimana baru saja Thai Liong datang, mengamuk dan merobohkan Togur tapi sekarang pemuda itu telah pergi lagi. Maka ketika gurunya tiba di tempat itu dan See-ong berapi-api memandang ke depan mendadak kakek ini bergerak dan meluncur ke depan, meninggalkan muridnya.
"Heii...!" Siang Le berseru. "Tunggu, suhu. Aku jangan dibiarkan sendiri!"
"Kau lihat dan masuklah sebelah kanan,‖ sang guru menjawab. "Aku ingin ke tengah dan mencari lima orang itu, Siang Le. Kacau dan kalau perlu buat keributan di pasukan itu!"
"Tapi...!"
"Tak ada tapi. Kita berpencar dan kalau kau temukan lebih dulu lima orang itu maka beri tanda padaku untuk datang.... slap!" sang kakek menghilang, cepat luar biasa dan Siang Le pun mendelong di tempat. Dia sudah ditinggal gurunya namun mereka sudah tiba di tempat tujuan. Gurunya akan mencari Siauw-jin dan siapa lebih dulu dapat dialah yang akan berhadapan dengan kakek dan nenek-nenek iblis itu. Dan karena Siang Le bukan pemuda penakut dan perintah gurunya ini disambut anggukan kepala maka dengan bersemangat dia telah berkelebat dan terbang ke kanan.
"Heii...!" seorang prajurit melihat. "Siapa kau, anak muda. Berhenti!"
Namun Siang Le mendengus. Tanpa menoleh dan juga tanpa memberi tahu tiba-tiba ia mendorong prajurit itu, yang roboh terjengkang. Dan ketika prajurit atau penjaga ini roboh berteriak kaget maka dia meniup terompet dan belasan temannya muncul di kiri kanan, cepat sekali.
"Ada tamu liar, awas!"
Siang Le mengerutkan kening. Ternyata di seberang padang rumput ini dia melihat banyaknya pasukan atau prajurit yang berjaga-jaga. Mereka ada yang bersembunyi di balik-balik ilalang tinggi dan kedatangannya tadi memang sudah diketahui, begitu pula gurunya. Namun karena See-ong meluncur dan terbang dalam bentuk asap hitam dimana asap ini meluncur dan bergerak seperti iblis maka para penjaga atau prajurit malah bengong dan kaget, mengira itu bukan manusia melainkan siluman atau hantu jejadian, hantu padang rumput!
Maka begitu di tempat lain pemuda ini tiba-tiba muncul dan sudah mendorong roboh seorang prajurit maka serentak mereka yang bersembunyi langsung menampakkan diri dan membentak mencegat jalan lari pemuda ini.
"Hei, berhenti. Atau kau mampus!"
Siang Le mengepal tinju. Lain gurunya lain pula dia. Kalau gurunya dilihat dan diamati para penjaga dengan bengong dan ngeri karena See-ong meluncur di balik Hek-kwi-sutnya adalah pemuda ini berjalan atau bergerak seperti manusia normal, mempergunakan ilmu meringankan tubuh dan tidak bersembunyi di balik ilmu hitam segala, seperti gurunya itu. Maka begitu diketahui penjaga dan tentu saja orang-orang atau penjaga itu sudah berlarian menghadang maka tombak atau golok menyambut Siang Le.
"Plak-des-dess!"
Pemuda ini menggerakkan tangan ke kiri kanan. Dia mendongkol dan membentak orang-orang itu dengan kibasan angin pukulan, lawan terlempar dan golok atau tombak juga patah-patah. Dan ketika sebelas di antaranya terbanting dan terlempar bergulingan maka Siang Le bergerak lagi dan memasuki kemah-kemah yang ribuan jumlahnya itu, tanpa takut.
"Hei, cegah dia. Awas musuh memasuki perkemahan kita!"
Suasana menjadi gempar. Orang-orang menjadi mudah kaget dan gugup kalau mendengar ada musuh datang. Mereka baru saja dihajar Thai Liong dan kehebatan pemuda itu masihlah membekas kuat. Bahwa pemimpin mereka sendiri sampai tertangkap dan menyerah di tangan lawan membuat orang-orang ini mudah panik dan ketakutan. Tapi begitu yang lain berteriak memberi tahu dan terompet semakin ditiup gencar maka ribuan orang bergerak dan bagai hantu atau siluman di tengah kuburan mendadak saja Siang Le sudah dikepung dan dihadang orang-orang ini yang bergerak bagai setan-setan bangun berdiri.
"Berhenti, dan siapa kau!"
Siang Le menangkis sebatang tombak. Dari depan meluncur serangan itu dan tombak pun mencelat, terlepas dan patah dari tangan pemiliknya. Namun ketika pemuda ini bergerak terus dan maju menghadapi lawan tiba-tiba tujuh belas panah menjepret di belakang tengkuknya.
"Prat-pratt!"
Siang Le berhenti, menangkis dan apa boleh buat harus memutar tubuhnya menghantam panah-panah itu. Satu di antaranya mendesing dengan amat hebatnya dan panah yang ini tidak patah, meskipun runtuh. Dan ketika Siang Le melihat seorang laki-laki tinggi besar berkumis lebat mengayun gendewanya maka Siang Le tertegun karena puluhan orang tiba-tiba sudah diperintah oleh laki-laki gagah yang gendewanya paling besar itu.
"Serang dia, panah lagi!"
Siang Le terkejut. Kini dua puluh panah menyambar dan menjepret bagai tanduk-tanduk kijang yang berbahaya. Semuanya cepat dan Siang Le tentu saja menangkis hujan serangan ini. Tapi ketika dia meruntuhkan panah-panah itu dan laki-laki gagah mementang busurnya tiba-tiba empat batang panah sekaligus menyambar dirinya menuju ke perut dan dada.
"Ser-serr!"
Siang Le membelalakkan mata. Dia melihat laki-laki gagah ini paling hebat serangan panahnya, gemas dan marah dan kali ini dia menggerakkan tangan dengan luar biasa cepat, tidak menangkis melainkan menangkap panah-panah itu. Dan ketika empat panah tertangkap dan Siang Le membentak maka panah-panah itu diretour dan cepat serta luar biasa pula ia mengembalikannya kepada tuannya.
"Terimalah!"
Laki-laki gagah itu terkejut. Ia bukan lain adalah Cucigawa dan raja tinggi besar ini mengeluarkan seruan keras, mengelak namun sebatang panah menancap dipundaknya, tak dapat dihindari. Dan ketika raja itu berteriak dan terhuyung roboh maka anak buahnya menyerbu dan menyerang kaget. "Bunuh pemuda ini! Robohkan dia!"
Siang Le bergerak mendorong dan menangkis. Sekarang puluhan orang di depan sudah menyerang dan meluruk berbareng, mereka mendapat aba-aba untuk maju semua dan tentu saja hujan senjata menghujani Siang Le. Tapi ketika Siang Le berkelebatan dan menangkis serta membalas serangan lawan maka orang-orang itu menjerit dan roboh terpelanting ke kiri kanan, otomatis membuka jalan dan bergeraklah pemuda ini memasuki kemah, kian lama kian dalam dan pasukan besar itu panik. Secara individu memang mereka bukan tandingan pemuda ini, yang betapapun adalah murid See-ong yang lihai.
Dan ketika di sini pemuda itu mulai mengamuk dan berulang-ulang dia memanggil nama Siauw-jin atau kawan-kawannya maka di sana, di tempat lain terjadi pula kegemparan besar yang dilakukan See-ong. Kakek ini, sebagaimana diketahui, juga bergerak dan sudah mendahului muridnya. See-ong hanya merupakan gulungan asap hitam dan tubuhnya yang meluncur di balik bayangan Hek-kwi-sut membuat dia lebih mudah memasuki perkemahan itu.
Orang-orang yang melihat semua bengong dan mereka tentu saja tak mengira bahwa di balik asap hitam itu ada manusianya, bahkan See-ong, si raja iblis! Maka begitu kakek ini sudah di dalam kemah paling besar dimasuki serta didorong tiba-tiba kemah itu roboh dan geraman atau bentakan kakek ini mengejutkan penjaga.
"Siauw-jin, Cam-kong, keluarlah. Ini aku datang!"
Penjaga atau pengawal terkejut. Mereka tak melihat apa-apa kecuali gulungan asap hitam itu, yang bergerak dan tahu-tahu sudah memasuki kemah secara mengejutkan, menggeram dan memanggil-manggil nama lima kakek dan nenek-nenek iblis itu. Dan ketika kemah roboh serta tiga penjaga disitu terpelanting tak tahu apa sebabnya maka See-ong muncul dan menggeram-geram.
"Heh, mana para pemimpinmu. Mana Siauw-jin dan teman-temannya!"
"Ak... aku tak tahu!" seorang penjaga tercekik, ditangkap dan disambar kakek ini. Dan ketika kakek itu melotot dan memaki perlahan maka penjaga itu dibanting dan langsung tewas dengan kepala pecah.
"Augh!"
Yang lain geger. See-ong berkelebat dan mencari lagi di kemah sebelah, membentak dan marah-marah mencari Siauw-jin. Dan ketika di tempat inipun dia tak mendapatkan buruannya dan orang-orang di situ mendapat kemarahan kakek ini maka semua dibanting dan dilempar-lempar roboh, bergerak ke tempat lain lagi dan gemparlah keadaan di situ karena sambil memaki-maki Siauw-jin selalu kakek ini menangkap dan meroboh-robohkan pengawal, menewaskannya.
Karena dengan sekali cengkeraman atau dorongan tangan kiri dia sudah membuat penjaga atau pengawal berteriak-teriak ketakutan. Dan ketika belasan jiwa sudah melayang sia-sia dan kakek itu terus mencari dan menggeram-geram maka di dalam, di tengah-tengah perkemahan ini banjir darah mulai terjadi!
"Hayo, mana pembantu-pembantuku itu. Suruh mereka keluar atau semua akan kubunuh!"
Keadaan benar-benar panik. Semua orang tentu saja tak ada yang dapat menandingi kakek ini. Jangankan mereka, Siauw-jin dan kawan-kawannya sendiri tak akan mampu. Dan ketika seratus jiwa melayang dengan cepat dan puluhan kemah disapu roboh maka orang benar-benar panik dan ribut!
"Panah kakek itu! Serang dan bunuh dari jauh!"
Tapi See-ong tertawa bergelak. Komandan yang berseru tiba-tiba sudah disambar, dibanting dan diinjak mampus. Dan ketika yang lain terkejut dan gentar maka kakek itu berkelebatan menantang-nantang. "Hayoh, serang aku dari jauh. Bunuh aku!"
Pasukan terbelalak. Mereka melihat kakek itu menghilang dan tahu-tahu sudah muncul disebelah kiri, menangkap dan membanting lagi beberapa pengawal. Dan ketika dia tertawa lagi dan menghilang untuk akhirnya muncul di sebelah kanan, seperti siluman, maka ribuan orang ini gentar dan akhirnya berserabutan. Maklumlah, See-ong mempergunakan Hek-kwi-sutnya untuk menghilang dan menangkapi para perwira!
"Setan... kakek itu setan! Dia iblis!"
"Benar, dia iblis! Lari, kawan-kawan. Kakek itu bukan manusia!"
See-ong terbahak-bahak. Dalam marah dan gemasnya dia merasa geli juga melihat ribuan orang itu berserabutan melarikan diri. Mereka seperti tikus-tikus digebah dan tentu saja ruangan itu kosong. Kemah-kemah yang diangkat serta dirobohkan kakek ini sudah tak terhitung jumlahnya, jebol dan ditarik tiangnya hingga berserakan di kiri kanan. Tapi ketika kakek itu tertawa-tawa dan sesekali menggeram memaki-maki Siauw-jin dan kawan-kawannya maka empat bayangan berkelebat dan muncullah nenek Naga bersama muridnya. "See-ong, berhenti. Atau kau mampus!"
Kakek ini terkejut. Dia melihat Togur berkelebat dan menghantam padanya, gerakannya luar biasa cepat dan tentu saja dia menangkis. Dan ketika benturan terjadi di antara mereka dan kakek ini terpental, hal yang mengejutkan sekali maka See-ong berteriak tertahan berjungkir balik.
"Dess!" Kakek itu berubah mukanya. Dia serasa mengenal pukulan itu dan tentu saja merasa kaget dan marah. Kakek ini tak salah karena Togur memang mempergunakan Khi-bal-sin-kang, ilmu yang dimiliki keluarga Pendekar Rambut Emas! Namun karena kakek itu merasa sangsi dan berjungkir balik melayang turun maka dia melotot namun memaki pada nenek Naga.
"Nenek siluman, baru sekarang kau muncul? Kau tidak pernah menghadap padaku dan tak memberi laporan lagi?"
"Hm!" Togur, yang mewakili gurunya mendengus pendek, tertawa mengejek. "Guruku adalah hak-ku, See-ong. Kau adalah tamu dan harap datang dengan cara baik-baik!"
"Apa?" kakek ini mendelik. "Kau anak kecil bicara besar? Keparat, kubunuh kau...!" dan kakek ini yang penasaran serta marah melotot gusar tiba-tiba bergerak dan menghantam lawannya.
"Dess!' Togur mempergunakan Khi-bal-sin-kang, untuk kedua kali mendemonstrasikan kepandaiannya itu dan tentu saja kakek ini mencelat. Khi-bal-sin-kang selamanya akan menolak balik pukulan lawan, betapapun hebatnya. Maka begitu kakek itu berteriak dan kaget berseru keras maka kakek ini sadar bahwa itu adalah Khi-bal-sin-kang, ilmu yang amat dahysat...!