Istana Hantu Jilid 11 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

ISTANA HANTU
JILID 11
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara

“KAU mempunyai akal apa? Bagaimana?"

"Hm, mudah. Aku mempergunakan topengku kalau menghadapi tua bangka itu, suhu. Kalau aku kalah aku dapat ngacir tanpa diketahui. Kalau aku menang aku dapat membuka topengku dan menunjukkan siapa diriku!"

"Ah, bagus, ha-ha!" sang suhu tertawa bergelak. "Kau pintar, Togur. Kau cerdik. Ah, kau dapat mencoba itu dan boleh hadapi See-ong!"

"Dan kalian melindungiku," pemuda itu berkata, tajam bersinar-sinar. "Kalau aku kalah kalian harus melindungiku, suhu, menyembunyikan aku kalau See-ong mengejar!"

"Tentu, kami dapat melakukannya. Bagaimana, nenek Naga?‘

Nenek Naga Bumi mengerutkan kening. "Hm, bagaimana, ya? Asal See-ong tidak tahu tentu aku setuju, Siauw-jin. Tapi kalau See-ong tahu aku khawatir kita semua celaka!"

"Bodoh, murid kita mempergunakan topeng, tak perlu takut!"

"Benar, tapi kalau ilmu silat murid kita diketahui tentu berabe, cebol. Togur harus memperhitungkan itu kalau benar-benar ingin selamat!"

"Ah, aku tak akan mempergunakan ilmu silat kalian," Togur membantah. "Aku hanya mempergunakan Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kang, subo. Selebihnya aku dapat berhati-hati sendiri!"

"Nah," Siauw-jin tertawa. "Kau dengar sendiri kata-kata Togur, nenek siluman. Tak perlu berkecil hati atau takut mendukung rencana murid kita!"

"Aku tak takut, aku hanya berhati-hati..." dan ketika nenek itu merah mukanya mendengar tawa sang murid maka berkelebat bayangan lain dan Cam-kong muncul.

"Hei!" kakek tinggi kurus itu berseru. "Kalian sedang apa di sini? Tak tahukah kalau See-ong memanggil?" lalu, tertegun melihat muridnya di situ tiba-tiba kakek ini mengerutkan kening, bertanya, "Togur, kau sudah pulang? Mana puteri Pendekar Rambut Emas itu?"

"Dia gagal," Siauw-jin mendahului, menyeringai. "Kini Togur hendak menantang See-ong, Cam-kong. Kau bantulah dia dan mari dengar rencananya!"

"Apa?" kakek itu terkejut. "Mencari perkara?"

"Sst, dengar, Cam-kong. Togur penasaran tak berhasil membawa puteri Pendekar Rambut Emas itu. Dia digagalkan Siang Le. Kau dengarlah rencananya sekarang dan lihat apa yang akan dia lakukan!" Siauw-jin lalu bercerita, menuturkan rencana muridnya dan Cam-kong tertegun.

Tapi ketika semua itu didengarnya baik-baik dan Togur akan mempergunakan topeng untuk menyembunyikan mukanya maka kakek ini lega dan mengangguk-angguk. "Baiklah, kita semua memang ingin bebas. Tapi harap Togur berhati-hati, jangan mempergunakan ilmu-ilmu kita!"

"Ah, itu semua sudah dipikirkannya, Cam-kong. Murid kita akan lebih berhati-hati daripada yang kau kira."

"Baiklah, dan See-ong memanggil kita semua. Kakek itu marah karena muridnya pergi tanpa memberi tahu!"

"Ha, dan kita akan disuruh mencarinya? Keparat, tidak enak benar tunduk di bawah kekuasaan orang lain, Cam-kong. Kalau murid kita dapat mengalahkan See-ong atau paling tidak sejajar dan setingkat dengannya tentu lebih baik kita menghamba pada murid sendiri!"

"Sudahlah," Togura berkata. "Kalian pergi semua, suhu. Dan bantu aku kalau See-ong belum mampu kukalahkan. Kalian melindungi aku kalau aku terpaksa melarikan diri!"

Ketiga gurunya mengangguk. Cam-kong akhirnya kagum melihat keberanian muridnya itu, mendengar kata-katanya dan semangatnya yang besar. Keberanian seorang pemuda yang sedang panas-panasnya. Dan ketika pemuda itu berkelebat dan pergi meninggalkan mereka maka Cam-kong dan dua temannya sudah berkelebat pula memenuhi panggilan See-ong.

* * * * * * * *

"Heh, kalian tak tahu ke mana muridku itu pergi? Kalian benar-benar tidak tahu?" begitu See-ong marah-marah menegur tiga pembantunya ini ketika Siauw-jin dan lain-lain muncul. Kakek tinggi besar itu melotot dan bertanya tentang muridnya, yang menghilang tak memberi tahu. Dan ketika semua menggeleng dan menyatakan tak tahu maka kemarahan kakek ini memuncak dan Siauw-jin disambar serta dibanting, disusul yang lain-lain yang terkena tamparan dan tendangan.

"Kalian gentong-gentong kosong belaka. Kalian tak ada gunanya menjaga pulau. Heh, kalau begitu cari mereka, Siauw-jin. Cari muridku itu dan juga putera-puteri Pendekar Rambut Emas!"

Siauw-jin dan teman-temannya mengeluh. Mereka jatuh bangun dihajar See-ong, Siauw-jin dibanting pantatnya dan keras bertemu batu, melesak dan bokong atau pantat setan cebol itu hilang separuh, lucu! Dan ketika kakek itu mengumpat caci tapi tentu saja tak berani mengeluarkannya dengan mulut maka lima iblis itu digebah agar mencari Siang Le, yang mungkin mengejar atau mencari putera-puteri Pendekar Rambut Emas, yang hilang seperti siluman. Namun ketika See-ong marah-marah dan menggeram serta mengutuk tiba-tiba berkelebat sebuah bayangan yang langsung tertawa di belakang kakek ini.

"Heh, kau marah-marah seperti kambing kebakaran jenggot, See-ong. Muridmu telah kutangkap dan siap kubunuh!"

See-ong terkejut. Dalam marah dan geramnya rupanya dia lengah, seorang pemuda muncul dan tahu-tahu berdiri di depannya, seperti iblis! Dan ketika kakek itu tertegun dan tentu saja terkejut maka sejenak dia tak mampu mengeluarkan kata-kata, kaget dan bengong. "Kau siapa?" akhirnya bentakan itu terdengar juga, menggelegar bagai gunung dihantam petir. "Bagaimana datang di tempat ini dan menyembunyikan muka? Heh, tunjukkan mukamu, anak muda, tak perlu bertopeng!"

"Ha-ha, kau bodoh. Orang yang datang seperti caraku ini jelas tak menghendaki dirinya dikenal, See-ong. Kalau kau ingin tahu siapa aku maka cobalah buka topengku dan lihat bisakah atau tidak!"

"Keparat, apa maumu?‘

"Menantang bertanding, aku ingin merobohkanmu..."

"Siut!" See-ong tiba-tiba berkelebat, cepat luar biasa. "Kau jahanam keparat, anak muda. Kalau begitu mampuslah!" dan pukulan dahsyat yang menyambar Togura, pemuda ini, tiba-tiba ditangkis dan langsung bertemu Khi-bal-sin-kang.

"Dess!" See-ong berteriak kaget. Kakek iblis itu terpental berjungkir balik, pukulannya membalik dan tertolak menghantam diri sendiri. Tapi karena See-ong adalah kakek luar biasa di mana akhirnya dia dapat mematahkan daya-tolak serangan itu maka kakek ini sudah berjungkir balik melayang turun dengan muka berubah.

"Jahanam keparat. Khi-bal-sin-kang! Bedebah, siapa kau, anak muda? Kau memiliki Khi-bal-sin-kang?" See-ong berseru, kaget mengumpat caci dan tentu saja dia terkejut oleh ulah Togura ini. Sekarang kakek itu tegak kembali dengan mata sebesar jengkol, tangkisan Khi-bal-sin-kang yang menolak balik pukulannya tentu saja membuat kakek ini terkesiap, memandang lawannya itu dan tertawalah Togura di balik topengnya. Dan ketika mereka kembali berhadapan dan See-ong tergetar dan tidak menyerangnya lagi maka pemuda ini berseru,

"See-ong, coba kau tebaklah aku. Aku enggan memperkenalkan nama. Kalau kau cerdas dan tidak berotak kerbau tentu kau mengenal siapa aku!"

See-ong tertegun. Dalam gebrak kilat yang mengejutkan tadi kakek ini dibuat guncang, dia memandang terbelalak dan marah serta kaget. Khi-bal-sin-kang adalah ilmu yang hanya diwarisi keluarga Pendekar Rambut Emas, isteri dan anak-anaknya. Dan karena putera Pendekar Rambut Emas hanya satu dan dia mengenalnya sebagai Thai Liong maka kakek ini melotot dan mengira lawannya itu adalah Thai Liong, mengamati dan nyalang memandang tapi dia ragu. Thai Liong tidak setinggi besar pemuda ini, putera Pendekar Rambut Emas itu langsing namun tegap, bentuk tubuhnya kokoh tapi tidak tinggi besar. Dan ketika dia terkejut dan ragu memandang lawan, yang sama sekali tak diduganya sebagai Togura, maka pemuda itu tertawa berkata padanya,

"Nah, tidak tahu juga? Ha-ha, kau memang tolol, See-ong. Dan orang tolol macam kau ternyata bercokol di Sam-liong-to. Heh, aku ingin merebut pulau ini, See-ong, berganti tuan dan kau tua bangka sebaiknya minggir. Berikan baik-baik atau kau kutundukkan dan kuhajar dulu!"

Kemarahan See-ong meledak. Setelah dia tidak tahu siapa lawannya ini dan menerima hinaan begitu rupa tentu saja kakek itu gusar. See-ong mengeluarkan teriakan nyaring dan bentakan menggelegar keluar dari mulut kakek ini. Dan ketika lawan terkejut dan dibuat waspada tiba-tiba kakek itu menghilang dalam ilmu hitamnya, Hek-kwi-sut (Lebur Bersama Iblis).

"Slap!" kakek itu lenyap. Togur berteriak keras karena dia tak tahu ke mana lawan menghilang, tahu-tahu dari belakang punggungnya menyambar angin dahsyat. Tapi karena pemuda ini sudah mengetahui kesaktian lawannya dan kehebatan Hek-kwi-sut juga sudah dilihatnya maka satu-satunya jalan hanyalah melindungi dirinya dengan Khi-bal-sin-kang itu.

"Plak-dess!" Togura terbanting. Pemuda ini mengerahkan Khi-bal-sin-kang melindungi dirinya itu, mampu tapi dia terbanting bergulingan, si kakek mengeluarkan teriakan di balik ilmu hitamnya dan See-ong tampaknya terkejut juga. Maklumlah, dia juga terpental. Dan ketika kakek itu melengking tinggi dan Togura meloncat bangun maka pemuda itu sudah diserang lawan yang berkelebatan menyambar-nyambar, tak tampak tapi hebatnya bukan main.

Pemuda ini jatuh bangun dan memaki-maki, bergulingan terlempar ke sana-sini tapi hebatnya Khi-bal-sin-kang selalu melindungi. See-ong sampai mendelik karena lawan selalu melompat bangun setiap dipukul, jatuh dan bangun lagi dan akhirnya kakek itu memekik. Dan ketika lawan tak dapat membalas namun dia juga tak dapat merobohkan maka pemuda itu terbahak-bahak mengejeknya.

"Hayo, kerahkan semua tenagamu, See-ong. Pukulan-pukulanmu terlalu empuk dan ringan. Aih, selembut telapak tangan wanita!"

"Keparat, kurenggut topengmu, anak muda. Kubunuh kau dan kulihat siapa wajahmu nanti!"

Togura terkejut. Setelah See-ong mengeluarkan ancamannya itu dan kakek ini benar-benar menujukan semua serangannya ke arah mukanya maka Togura terpaksa menangkis dan menolak. Setiap angin pukulan yang menyambar mukanya kini dikibas atau ditampar, Togura tak dapat membalas karena lawan berlindung di balik ilmu hitam. Dan ketika mereka sama-sama terpental dan See-ong memaki kalang-kabut maka kakek ini menggeram-geram seperti harimau dicabuti kumisnya.

"Bedebah, kubunuh kau, anak muda. Kubunuh!"

"Ha-ha, tak perlu mengeluarkan gertak sambal. Kau tak dapat membuktikan omonganmu, See-ong. Kau seperti macan tua yang ompong!"

See-ong menggeram-geram. Setelah dia jadi kebingungan karena tak satu pun serangannya dapat merobohkan lawan maka kakek ini juga bingung dan marah. Dia mulai letih sementara lawannya yang masih muda tampak masih perkasa, meskipun juga mandi keringat. Dan ketika dia jengkel dan pemuda itu minta agar mereka bertanding secara berdepan maka kakek ini menampakkan diri dan membuang Hek-kwi-sutnya.

"Baik, coba kau robohkan aku, anak muda. Buktikan sesumbarmu pula dan kalahkan aku!"

"Ha-ha, kau tak berlindung lagi di balik ilmu setanmu? Baik, jaga ini, See-ong, dan mari lihat berapa jurus aku merobohkanmu... plak-dess!" Togura membalas, membuat si kakek tergetar namun tidak roboh, sedikit bergoyang dan ganti kakek itu yang tertawa bergelak. Togura merah mukanya dan menyerang lagi, menghantam. Tapi ketika lagi-lagi pukulannya hanya membuat si kakek bergoyang dan tidak apa-apa maka pemuda itu mendengar tawa lawan yang terbahak-bahak.

"Ha-ha, ayo bocah, buktikan sesumbarmu!"

Togura membentak. Dia naik pitam oleh ejekan si kakek, menghantam tapi kali ini See-ong mengelak, tubuh meliuk dan tiba-tiba jari kakek itu menyambar, cepat sekali, tak diduga-duga tahu-tahu merenggut topengnya. Dan ketika saputangan itu terenggut tapi See-ong mendapat sebuah tendangan maka dua-duanya sama-sama terkejut dan Togura melempar tubuh bergulingan.

"Rrt-dess!"

See-ong memaki-maki. Dia jadi tak dapat melihat wajah lawna karena keburu terlempar, lawan berjungkir balik di sana dan bergulingan pula. Dan ketika kakek itu memaki-maki dan melompat bangun ternyata lawan melarikan diri dan takut dilihat wajahnya!

"Hei, tunggu!‖ kakek itu membentak. "Tunggu aku, bocah. Dan perlihatkan wajahmu... dess!" pukulan si kakek diterima tanpa menoleh, lawan terpelanting tapi kakek ini juga tertahan. Dan ketika kakek itu mengumpat dan marah mengejar lagi ternyata lawan mengajak berputar-putar di Sam-liong-to.

"Ha-ha, kau tak dapat selamat," kakek itu teringat lima pembantunya. "Pulau ini dijaga pembantu-pembantuku, anak muda. Lihat kupanggil mereka!" See-ong bersuit, tinggi melengking dan berkelebatanlah Siauw-jin dan kawan-kawannya itu.

Mereka tentu saja tahu apa yang terjadi dan sesungguhnya mereka telah menonton, girang dan bangga karena murid mereka ternyata mampu menghadapi See-ong, meskipun See-ong juga tak dapat dikalahkan atau dirobohkan murid mereka. Maka ketika suitan panjang memanggil mereka dan Siauw-jin muncul paling dulu tiba-tiba kakek cebol ini menyerang muridnya, tentu saja berpura-pura, membentak,

"Hei, siapa kau?"

Togura tertawa. Pemuda ini menangkis dan tentu saja tahu siasat gurunya itu, membuat Siauw-jin terbanting dan kakek cebol itu memekik, terguling-guling. Dan ketika yang lain juga muncul dan Cam-kong atau nenek Naga membentak dari kiri kanan maka nenek Naga berbisik,

"Togur, kau lari di bukit batu karang itu. Kami siapkan sebuah lubang untukmu... des-dess!" nenek inipun mencelat, pura-pura mengaduh dan berteriak ketika muridnya menangkis. Dan ketika Cam-kong juga dibuat terpental dan pemuda ini meneruskan larinya maka See-ong membentak di belakang memaki-maki lima pembantunya itu.

"Goblok, ayo kejar. Kejar lagi!"

Siauw-jin dan empat temannya mengumpat. Mereka pura-pura marah, mengejar dan memaki-maki. Dan ketika mereka sama tersenyum namun sang murid sudah menghilang di depan maka See-ong mengumpat caci tak keruan, tak menemukan lawannya.

"Haram jadah! Pemuda itu pasti bersembunyi. Ayo kalian cari dan temukan dia!"

Namun bagaimana kakek ini dapat menemukan Togura. Nenek Naga Bumi dan kawan-kawannya memberikan tempat persembunyian bagi pemuda itu, tentu saja tak akan diberikan. Dan ketika See-ong mengumpat caci dan marah-marah maka Togura tertawa-tawa dan sudah berkumpul bersama gurunya.

* * * * * * * *

"Nah," pemuda itu gembira, "Bagaimana, suhu? Kalian melihat pertandinganku?"

"Siluman! Kau hebat, Togur. Kau dapat menandingi See-ong. Tapi kau belum dapat mengalahkannya!"

"Hm, itu soal kedua. Yang penting sekarang kalian tak perlu takut kepada kakek itu, suhu. Aku dapat melindungi kalian. Sekarang aku ingin membawa kalian keluar dari Sam-liong-to!"

"Apa?"

"Benar, kalian mau bukan?"

"Ah, tentu kami mau, Togur. Tapi kami ragu terhadap See-ong!"

"Eh, kalian mau tetap tinggal di sini atau bagaimana?" Togura tak puas. "Bukankah See-ong tak perlu ditakuti lagi? Kalau dia marah-marah aku dapat melindungi kalian, suhu, tak usah ragu atau takut!"

"Bukan begitu," Cam-kong tiba-tiba bicara. "Di sana masih ada Siang Le, Togur. Siauw-jin hendak mengingatkan dirimu bahwa kakek itu masih mempunyai murid!"

"Hm, tak apa. Kalian rupanya berhati kerdil. Siang Le dan kalian tak akan menang, suhu. Kalau bocah itupun membuat kalian ketakutan maka biarlah kalian menjadi budak See-ong. Aku pergi sendiri!" Togura tak senang, marah memandang kelima gurunya dan Siauw-jin serta kawan-kawannya terkejut. Tentu saja mereka juga ingin bebas dan tak di bawah kekuasaan See-ong, yang merampas kemerdekaan mereka. Maka begitu sang murid mau pergi dan siap berkelebat tiba-tiba serentak semuanya menahan dan berseru berloncatan,

"Nanti dulu. Tunggu, Togur, kami mau...!"

"Hm, begitu," pemuda ini tertawa, bersinar-sinar. "Kalian jangan penakut, suhu, terus terang aku jadi tak senang. Bukankah kalian diperintahkan mencari Siang Le? Nah, kita berangkat, sekalian pergi!"

Lima gurunya tertegun. Mereka teringat itu, mengangguk dan berseri-seri. Dan ketika semua setuju dan tentu saja tak keberatan maka Siauw-jin tertawa bergelak mendahului muridnya.

"Benar, sungguh tolol sekali. Bukankah kita mendapat kesempatan dengan perintah ini? Ha-ha, kita terlampau penakut, nenek Naga. Kita harus malu kepada murid sendiri yang demikian gagah!"

Yang lain tersenyum. Memang mereka mendapat kesempatan keluar pulau, See-ong meminta agar muridnya dicari. Siang Le telah meninggalkan Sam-liong-ton tanpa ijin. Dan ketika mereka berlompatan dan sebentar kemudian sudah berkelebat menyambar perahu maka Togura sudah berada di tengah-tengah gurunya di dalam perahu.

"Heh-heh, kita memang pelupa, Siauw-jin. Agaknya kita semua pikun!"

"Benar, kita masih terlalu takut terhadap See-ong. Aih, kita tak boleh mengecewakan murid kita, nenek Naga. Togur sudah dapat diandalkan dan dapat melindungi kita!"

Demikianlah, kakek dan nenek-nenek iblis itu tertawa di dalam perahu mereka. Mereka menepuk-nepuk dahi sendiri dan memaki, Togura tersenyum-senyum dan membiarkan dirinya disanjung-sanjung. Dan ketika tak lama kemudian mereka sudah menyeberang dan Sam-liong-to tak kelihatan di belakang maka pemuda ini berkelebat keluar dan berjungkir balik mendahului gurunya.

"Suhu, kita berlomba!"

Gurunya terkejut. Pemuda itu sudah lenyap terbang ke depan, mempergunakan Jing-sian-eng dan tentu saja kakek dan nenek-nenek iblis itu terbelalak. Mereka tak mungkin menang. Tapi karena sang murid sudah mengajak dan mau tak mau mereka harus mengejar maka nenek Naga Bumi berseru keras dan tertawa mengerahkan ginkangnya, berkelebat dan menyusul pemuda itu dan sebentar kemudian yang lain-lain juga meniru.

Mereka menggerakkan kaki dan terlihatlah lima bayangan yang berkelebat tidak lumrah manusia lagi, lenyap dan muncul di sana untuk akhirnya menghilang lagi. Cepat dan melebihi siluman-siluman saja kakek-kakek dan nenek iblis ini keluar masuk hutan, muncul dan sebentar kemudian beterbangan di antara padang-padang rumput. Tapi ketika mereka tak dapat mengejar sang murid dan Togura lenyap entah ke mana maka lima orang itu akhirnya cemas dan memanggil-manggil.

"Togur, tunggu. Kami tak dapat menyusulmu...!"

"Benar, jangan terlampau cepat, anak baik. Kami sudah letih dan mandi keringat!"

"Ha-ha!" suara itu tiba-tiba terdengar di depan. "Aku di sini, suhu. Ayo susul dan percepat gerak kaki kalian!"

Lima orang tua itu terbelalak. Mereka sudah ngos-ngosan seperti kuda memburu napasnya, tak kuat dan capai. Tapi karena Togur ada di depan dan suara pemuda itu rupanya dekat maka lima orang ini memaki dan kembali berkelebat cepat. Tapi apa yang dilihat? Tak ada apa-apa. Murid mereka itu entah di mana dan kembali mereka memanggil. Tapi ketika terdengar jawaban di depan sana dan mereka mengejar ternyata murid mereka itu tak ada lagi.

"Keparat, jangan permainkan kami, Togur. Kami sudah tua-tua!"

"Ha-ha, aku di sini, suhu. Lihat!" dan Togura yang berjungkir balik di belakang guru-gurunya tiba-tiba sudah ada di situ dan tertawa-tawa melihat gurunya melotot, tiba di dalam hutan dan tadi pemuda ini duduk di atas pohon, tinggi sekali, menunggu gurunya. Dan ketika gurunya memaki-maki dan mereka jatuh terduduk dengan napas putus-putus maka Ji-moi memaki muridnya dengan marah.

"Togur, kami sudah tua-tua, jangan dipermainkan. Kalau kami mampus tentu kau juga rugi!"

"Ha-ha, tak usah sewot. Aku sengaja melatih kalian, subo. Sudah lama kalian tidak diuji dan perlu latihan fisik. Bukankah kalian tak pernah lari-lari?"

"Apa? Kau menyuruh kami yang tua-tua ini untuk latihan fisik?"

"Ya, untuk menghadapi pekerjaan besar ini, subo. Aku ingin menemui Pendekar Rambut Emas dan bertanding!"

"Gila!" kelima gurunya terbelalak. "Kau bisa ditangkap, Togur. Cermin Naga bisa dirampas kembali!"

"Tapi aku ingin menjajal kepandaianku, setelah dengan See-ong."

"Benar, tapi kalau di sana lain, Togur. Pendekar Rambut Emas itu dibantu isterinya yang sama lihai!"

"Aku tidak takut, aku tak gentar!"

"Hm, bukan masalah gentar atau tidak," Siauw-jin tiba-tiba meloncat, memasuki percakapan. "Tapi pencurianmu bisa segera diketahui, Togur. Dan sekali kau ketahuan tentu hidupmu akan dikejar-kejar!"

"Aku tidak takut, aku dapat menyembunyikan diri dalam topeng!"

"Ah, kalau begitu kami yang kesulitan, Togur. Kami tak dapat membantumu!"

"Eh, kenapa begitu?"

"Tentu, meskipun kau bertopeng tapi kalau kami muncul membantumu maka Pendekar Rambut Emas dapat menduga bahwa kaulah pencurinya, Togur. Karena yang menjadi murid Enam Iblis Dunia hanyalah kau!"

"Hm, jadi bagaimana?"

"Sebaiknya kita main-main dulu, ke istana mengobrak-abrik!"

"Ha-ha, watakmu!" Togura tertawa bergelak. "Kau selalu suka membuat onar suhu, tapi aku tak ingin ke sana!"

"Kalau begitu kita menjungkirbalikkan dunia kang-ouw saja, kita datangi ketua-ketua partai dan culik mereka!"

"Ah, aku tak setuju. Bagaimana kalau murid kita menjadi raja?" Naga Bumi, nenek yang tampak bangga itu tiba-tiba berseru. "Aku ingin murid kita sama dengan Kim-mou-eng, Siauw-jin, menjadi raja atau kaisar!"

"Maksudmu?"

"Kita tempatkan murid kita pada tempat yang tertinggi. Kita jadikan dia raja atau kaisar!"

"Hm!" Togura bersinar-sinar. "Kalau begitu kita ke kota raja?"

"Benar, kalau kau suka, Togur. Dan Kim-mou-eng ataupun See-ong akan kalah tinggi kedudukannya denganmu!"

"Ha-ha, boleh. Kalau begitu aku setuju!" pemuda ini tiba-tiba tertawa lagi, bergelak. "Kalau ke kota raja ada maksud dan tujuannya tentu saja aku mau, subo. Tapi kalau hanya sekedar mengobrak-abrik aku tak suka!"

"Nanti dulu," Cam-kong tiba-tiba berkata. "Kaisar dan para pembantunya boleh kita tundukkan, nenek Naga. Tapi rakyat dan orang-orang lain belum tentu dapat!"

"Ah, kau mengecilkan niat ini?"

"Bukan begitu, hanya harap diingat bahwa menguasai kaisar bukan berarti menguasai rakyat, nenek Naga. Dan menjadi raja atau kaisar tanpa pendukung rakyat tentulah tidak ada artinya!"

"Hm!" semua orang tertegun, teringat itu. Dan ketika mereka sadar bahwa menguasai kaisar belum tentu menguasai rakyat maka Naga Bumi termangu dan nenek ini tampak kecewa.

"Sialan, kau menghancurkan gagasanku, Cam-kong. Kau tua bangka keparat!"

"Ha-ha, tak perlu memaki!" Siauw-jin tiba-tiba berjingkrak. "Gagasanmu tetap dapat dilaksanakan, nenek bau. Aku tahu cara yang tepat untuk ini!"

"Bagaimana?"

"Kita mendatangi bangsa liar di utara, saingan bangsa Tar-tar. Kita kuasai mereka dan tundukkan pemimpinnya!"

"Huh, sama saja. Caramu setali tiga uang, cebol. Kita tak akan berhasil dan murid kita hanya menggigit jari!"

"Tidak, kau salah. Bangsa liar dan bangsa Han jelas berbeda, nenek goblok. Bangsa liar masih belum mapan sementara bangsa Han sudah mapan. Mengganggu yang mapan memang bisa menimbulkan masalah, tapi memasuki yang belum mapan justeru bisa menciptakan kemapanan. Ha-ha, kau bodoh tak dapat mencerna kata-kataku, nenek siluman. Tapi Cam-kong tentu tahu semua kata-kataku!"

Cam-kong tertegun. Nenek Naga Bumi melotot karena dimaki sebagai nenek goblok, kalau bukan Siauw-jin tentu sudah dihajar dan dibantingnya mampus! Tapi ketika Cam-kong mengangguk-angguk dan rekannya yang tinggi kurus itu tersenyum aneh tiba-tiba kakek ini batuk-batuk.

"Ah, cerdik sekali," kakek ini memuji. "Kau patut menjadi penasihat kami, Siauw-jin. Kata-katamu betul dan baru aku sekarang sadar."

"Maksudmu?" nenek Naga Bumi penasaran. "Coba jelaskan ucapan setan cebol ini, Cam-kong. Barangkali kami kaum wanita memang kurang cerdas!"

"Ha-ha, wanita memang goblok! Kami kaum lelaki memang lebih cerdas, nenek bau. Dan dengar apa kata-kata Cam-kong!"

"Diam kau!" nenek ini membentak. "Jangan menjelek-jelekkan kaum wanita, cebol tengik. Atau kami akan menyerangmu dan membungkam mulutmu, tiga lawan dua!"

"Eh-eh, tak usah bertengkar," Togura melerai. "Kita di sini untuk menyatukan pendapat, subo. Harap tak usah disimpan di hati kata-kata Siauw-jin ini. Dan kau..." katanya memandang Siauw-jin. "Tak usah mengejek, suhu. Atau kalian semua kuhajar dan kucopoti lidahnya!"

Aneh, Siauw-jin menyeringai dan tertawa masam. Nenek Naga Bumi juga melotot namun tidak banyak bertingkah lagi, murid memarahi guru agaknya lazim! Dan ketika semuanya diam dan Cam-kong tertawa geli maka kakek tinggi kurus itu mengurai kata-kata Siauw-jin.

"Siauw-jin benar, dan kata-katanya tepat. Terus terang aku kagum. Yang dimaksud si cebol ini adalah mendatangi suku-suku liar di utara, nenek Naga, menundukkan mereka dan menunjukkan kepada mereka kekuatan kita. Mereka adalah bangsa pengembara, liar dan sehari-harinya suka adu otot. Kalau kita dapat menundukkan mereka dengan kepandaian kita maka tak ayal lagi mereka pasti tunduk luar dalam kepada kita, semuanya, bukan hanya pemimpinnya saja melainkan beserta pengikutnya, rakyat! Bukankah mereka adalah orang-orang yang berwatak keras dan hanya tunduk kepada kegagahan? Nah, kalau kita mampu menunjukkan pada mereka kegagahan kita tentu mereka menjadi pengikut yang patuh, nenek Naga. Togur dapat menjadi raja di sana dengan dukungan penuh rakyatnya. Ini yang dimaksud Siauw-jin!"

"Oh!" nenek Naga tertegun. "Jadi itu kiranya?"

"Ya, dan bangsa liar berbeda dengan bangsa Han, nenek Naga. Bangsa Han adalah orang-orang sombong yang sudah merasa senang dipimpin kaisarnya, yang katanya titisan Dewa. Dan kalau bangsa Han pongah dengan sikapnya itu maka bangsa liar seperti Khitan atau Uighur di luar tembok besar adalah bangsa yang hanya mau dipimpin oleh orang-orang yang kuat, lelaki-lelaki perkasa yang sanggup dan berani membuktikan dirinya sebagai laki-laki istimewa, tak percaya pada segala titisan yang banyak omong kosong itu!"

"Ha-ha, jelas?" si iblis cebol terbahak ketawa. "Itu yang kumaksudkan, nenek siluman. Dan murid kita dapat menjadi raja dengan dukungan penuh. Apalagi dia adalah keturunan Gurba, pemimpin atau pahlawan bangsa Tar-tar, suheng Pendekar Rambut Emas!"

Semua sadar. Tiba-tiba mereka menjadi gembira karena itulah maksud yang bagus, rencana yang baik dan tentu saja Togura sendiri mengangguk-angguk. Diingatkan tentang ayahnya sendiri yang gagah perkasa dan bekas pemimpin bangsa Tar-tar maka pemuda ini bersinar matanya dan bangga, kelima gurunya juga bangga karena murid mereka bukanlah keturunan sembarangan. Pemuda ini adalah putera mendiang Gurba, suheng Kim-mou-eng, yang kedahsyatan dan kesaktiannya sudah mereka dengar. Tapi ketika mereka berseri-seri dan siap menyatakan setuju mendadak Toa-ci, nenek yang jarang bicara mengangkat lengannya.

"Nanti dulu, rencana ini memang bagus. Tapi bagaimana melaksanakan ini, Cam-kong? Apakah kita berlima harus maju berbareng? Maksudku apakah kita harus bergerombol seperti anak-anak kecil begini?"

"Hm, aku kurang jelas. Bagaimana maumu?"

"Heh,heh, sekarang pihak laki-laki yang tolol!" nenek Naga mengejek, mendahului temannya. "Yang ditanyakan Toa-ci adalah apakah kita semua harus berbareng menghadapi bangsa-bangsa liar itu Cam-kong. Bukankah seorang di antara kita saja cukup. Kalau ini dapat dimengerti dan benar maka Toa-ci hendak memaksudkan bahwa sebaiknya kita melakukan sekali tepuk lima enam lalat tertangkap!"

"Aku tak mengerti," Cam-kong mengerutkan kening. "Coba kau jelaskan, nenek siluman. Dan biar Siauw-jin atau Togur mendengarkan ceritamu."

"Kalian bodoh. Suku-suku bangsa liar di luar tembok besar amatlah banyak. Yang baru dapat bersatu hanya beberapa saja, di antaranya adalah bangsa Tar-tar itu. Kalau kita beramai-ramai menundukkan suku bangsa pertama untuk kemudian pergi dan mencari lagi suku bangsa yang lain maka pekerjaan ini terlalu lama. Toa-ci hendak meminta agar kita berpisah dan melaksanakan tugas sendiri-sendiri, tentu saja merencanakan dulu di mana kita berkumpul atau memusatkan diri, setelah semua tugas dilaksanakan masing-masing dari kita!"

"Ah, begitukah?"

"Ya, begitu, Cam-kong. Dan kau boleh tanya apakah betul atau tidak!"

"Memang betul," nenek Toa-ci menjawab, bersinar-sinar. "Aku hendak meminta itu kalau kalian setuju, Cam-kong. Dan kalau Togur suka maka sekali tepuk beberapa lalat tertangkap!"

"Ha-ha, cerdik!" Siauw-jin akhirnya terbahak, gembira. "Kau benar, nenek siluman. Aku setuju!"

"Dan aku juga," Cam-kong mengangguk, akhirnya kagum. "Kau cerdas, nenek bau. Rupanya kaum wanita pembicaraannya hanya dapat dimengerti oleh kaum wanita pula!"

"Hih-heh, dan kau?" nenek Naga memandang muridnya. "Bagaimana, Togur? Setujukah?"

"Aku setuju," pemuda ini ternyata mengangguk. "Kau benar, subo. Tapi beritahukan bagaimana selanjutnya."

"Tanya saja Toa-ci. Eh, bagaimana selanjutnya, Toa-ci?"

"Kita berpencar, masing-masing mencari atau mengumpulkan suku-suku Khitan dan lain-lain. Satu di antara kita bergerak di tengah, yang lain akhirnya menuju ke sini dan menyatukan diri."

"Hm, bagaimana itu? Siapa yang di tengah?"

"Togur sebaiknya menuju suku U-min Naga Bumi, di situ bercokol pemimpinnya bernama Cucigawa. Kita yang lain-lain bergerak di luarnya menundukkan suku-suku Uighur atau Khitan, berkumpul dan akhirnya menyatu dengan bangsa U-min ini, setelah ditundukkan Togur!"

"Ha-ha, manis sekali!" Siauw-jin tertawa bergelak. "Kau cerdik dan ternyata pintar, Toa-ci. Bangsa U-min hampir setara dengan bangsa Tar-tar. Tapi kudengar suku bangsa ini dekat dengan kaisar, padahal kaisar dekat dengan Kim-mou-eng. Bagaimana ini?"

"Itulah, siapa yang dekat dengan Kim-mou-eng adalah musuh kita, Siauw-jin. Karena itu biarkan murid kita menguasai bangsa ini agar hubungannya dengan kaisar kacau, berarti membalas pula dendam kita kepada Kim-mou-eng!"

"Ah, ha-ha... cerdik sekali, pintar! Eh, aku lagi-lagi setuju, nenek siluman. Dan kita siapkan rencana matang untuk menggempur Kim-mou-eng!"

"Nanti dulu, jangan tergesa-gesa," nenek Toa-ci tersenyum lebar. "Rencana itu merupakan rencana jangka panjang, Siauw-jin, sebaiknya dibicarakan belakangan dan ini dulu."

"Benar," Cam-kong kini bicara. "Dengan mengumpulkan atau menguasai suku-suku bangsa liar ini berarti kita telah menyiapkan pasukan yang besar, Siauw-jin. Dengan menguasai dan mengendalikan mereka maka mudah bagi kita untuk menggempur Kim-mou-eng ataukah kaisar!"

"Ha-ha, cocok. Kalau begitu kita tentukan siapa yang menundukkan bangsa-bangsa Khitan atau Uighur. Aku pilih ke Khitan, lebih dekat, ha-ha!"

"Hidungmu!" nenek Naga memaki. "Kau selalu mau cari enaknya, Siauw-jin, tak mau bersusah payah sedikit atau apa!"

"Sudahlah," Toa-ci menjawab. "Siauw-jin boleh ke Khitan, Naga Bumi. Kau ke Uighur dan aku serta yang lain ke suku-suku bangsa lain. Togur ke suku bangsa U-min, bagaimana?"

"Boleh," pemuda ini menjawab, berseri-seri. "Aku setuju, subo. Dan kalian semua nanti ke sini. Eh, siapa nama pemimpin bangsa ini?"

"Cucigawa, raja Cucigawa."

"Ha-ha, baik. Kalau begitu kita cepat saja berangkat!" dan Togur yang tak menunggu gurunya lagi lalu berkelebat dan meminta agar guru-gurunya tidak banyak bicara lagi, berangkat dan menaklukkan suku-suku bangsa kecil lainnya untuk disatukan dengan bangsa U-min ini, yang dipimpin Cucigawa. Dan begitu pemuda itu berkelebat dan lenyap sambil tertawa maka berturut-turut Siauw-jin dan lain-lain menggerakkan kakinya, menuju masing-masing bangsa yang dipilih. Siauw-jin sudah ke Khitan sementara nenek Naga Bumi ke bangsa Uighur, tentu saja geger di tempat-tempat itu. Dan ketika nenek Naga Bumi dan lain-lain sudah menjalankan tugasnya dan semua bekerja sendiri-sendiri maka Togura mendatangi bangsa U-min menghadapi raja Cucigawa!

* * * * * * * *

"Hei, lepaskan aku. Aduh, tolong... tolong...!" Togura sudah membuat ribut ketika mendatangi tempat Cucigawa ini. Seorang gadis manis, yang sedang membawa air tiba-tiba disambar dan menjerit, berteriak-teriak karena Togura main remas dan cubit, gadis itu cukup bahenol dan montok, selera muda murid Enam Iblis Dunia ini bangkit dan segera saja Togura melakukan aksinya. Dan ketika gadis itu menjerit-jerit dan pemuda tinggi besar ini membawanya lari ke perkemahan bangsa U-min itu maka ribut dan gemparlah semua orang melihat ulahnya.

"Hei, lepaskan kekasihku!" seorang pemuda tinggi tegap tiba-tiba muncul di kiri jalan, berlari dan sebatang lembing berada di tangan kanannya, bergetar.

Togura tertawa-tawa dan tentu saja tidak takut. Dan ketika pemuda itu membentak dan menyerangnya tiba-tiba pemuda ini menggerakkan lengan menangkis. "Krak!" tombak atau lembing itu patah. Togura telah membuat kaget dengan tendangan kaki kirinya, yang langsung membuat lawannya terlempar. Dan ketika pemuda itu berteriak dan Togura lari tertawa-tawa maka pemuda ini mulai memanggil-manggil atau menantang raja Cucigawa.

"Hei, aku ke sini ingin bertanding. Suruh raja kalian keluar dan hadapilah aku!"

Teriakan atau seruannya ini tentu saja membuat marah. Bangsa itu geger dan semua orang ribut, keluar rumah dan senjatapun sudah siap di tangan. Mereka mengira Ituchi, atau mungkin temannya, maklumlah, mereka baru saja diserang pemuda itu dan Ituchi juga tinggi besar seperti murid Siauw-jin ini. Togura berkulit coklat dan kehitaman seperti putera raja Hu itu, dari kejauhan hampir mirip. Namun ketika semua melihat bahwa pemuda ini bukan Ituchi maka terkejut dan heranlah semua orang, juga marah.

"Hei, lepaskan gadis itu!"

Pemuda ini tertawa-tawa. Lima orang tiba-tiba maju menerjang, pakaiannya seperti prajurit dan tahulah Togura bahwa penjaga mulai melihatnya. Tadi dia masuk secara lihai dan mempergunakan ilmu meringankan tubuhnya, tak diketahui dan baru setelah dia menyambar gadis cantik itu dia memperlihatkan diri. Dan ketika lima orang itu menusuk sementara pemuda yang menjadi kekasih gadis ini berteriak dan melompat bangun di sana maka Togura mempergunakan kepandaiannya yang luar biasa dan hilanglah pemuda itu dari pandangan lawan, melejit bersama Jing-sian-engnya (Bayangan Seribu Dewa).

"Haii..!"

"Siluman..!"

Orang-orang itu ribut. Mereka terkejut dan tentu saja gempar karena lawan tahu-tahu menghilang, padahal mereka menusuk dan yakin bahwa lawan tak akan lolos, pemuda itu berada di tengah dan siap menjadi makanan empuk tombak atau lembing mereka. Namun ketika lawan menghilang dan lenyap entah ke mana maka mereka mendengar teriakan di sebelah kanan dan jerit atau terlemparnya tubuh.

"Aduh..!"

"Bangsat... des-dess!"

Mereka menengok. Ternyata pemuda yang mereka sangka siluman itu sudah berada di situ, mengibas dan meroboh-robohkan teman mereka yang lain, yang sudah berdatangan dan membentak pemuda itu. Tapi ketika semua terdorong dan pemuda itu tertawa-tawa maka dia sudah berkelebatan di depan bagai siluman atau bayangan menyambar-nyambar.

"Aku mencari Cucigawa, hayo suruh raja itu keluar!"

Para perajurit menjadi marah. Nama raja mereka disebut begitu saja oleh pemuda ini, yang bukan sanak atau kadang. Dan ketika pemuda itu bergerak ke sana ke mari dan tangannya meroboh-robohkan teman mereka yang cepat berdatangan maka bangsa ini diobrak-abrik oleh Togura.

"Ha-ha, jangan halangi aku. Minggir... des-dess!" Togura melempar-lempar mereka, menendang atau menggerakkan tangan menampar dan terpelantinglah orang-orang itu.

Mereka menjerit dan berteriak mengaduh, Togura terus bergerak dan akhirnya menuju kemah paling besar, tempat raja bersemayam. Dan ketika semua tak ada yang menahan dan pemuda itu berjungkir balik tinggi di udara maka tibalah dia di puncak kemah, berdiri sama tinggi dengan bendera bangsa U-min yang berkibar.

"Cucigawa, aku ingin menemuimu!"

Seruan lantang dan nyaring ini disambut geraman. Dua sosok tubuh berkelebat dan dua orang laki-laki muncul di situ, yang satu tua sedang yang lain muda. Itulah panglima Horok dan Ramba, dua tulang punggung raja Cucigawa. Dan begitu mereka keluar dan pasukan berkuda meringkik dari mana-mana maka ribuan orang sudah mengepung pemuda ini, delapan lapis!

"Anak muda, tunjukkan siapa dirimu. Terangkan kepada kami apa maksud sepak terjangmu!"

"Aku ingin menemui Cucigawa, kaukah orangnya?"

"Hm, apa maksudmu ingin menemuinya?"

"Ha-ha, ingin menantangnya bertanding, orang tua. Suruh dia keluar atau kau maju kalau kau adalah Cucigawa!"

"Keparat, kau kurang ajar. Raja tak ingin menemuimu dan turunlah, aku yang akan menerima tantanganmu!"

"Ha-ha, kau siapa?"

"Aku Horok, panglima di sini!"

"Dan aku Ramba!" pemuda di sebelah panglima Horok tiba-tiba melompat maju memperkenalkan diri. "Turunlah, jahanam keparat. Dan lepaskan gadis itu!"

"Ah, kau juga panglima di sini?"

"Benar, dan sebutkan siapa dirimu!"

"Ha-ha, aku tak akan memperkenalkan diri kalau belum berhadapan dengan raja. Eh, kalian ke sini, Ramba. Mari bertanding di puncak kemah. Siapa jatuh dia kalah. Kau berani?"

Ramba marah. "Kenapa tidak?" dia melayang berjungkir balik tiba-tiba pemuda ini sudah hinggap di puncak kemah, hampir di ujung dan orang pun kagum. Apa yang telah ditunjukkan pemuda tinggi besar ini memang bermaksud pamer, ilmu meringankan tubuhnya diperlihatkan pada semua orang tapi Togura tertawa mengejek, melihat bahwa meskipun baik tapi atap kemah agak bergoyang, padahal dia tidak. Dan ketika Ramba marah karena lawan mengejek maka Togura berkata,

"Ramba, ilmu meringankan tubuhmu cukup bagus, tapi hanya untuk orang-orang rendahan saja. Kenapa kau sendiri tidak dibantu temanmu itu? Panggil Horok ke mari, kalian berdua boleh tangkap aku yang hanya akan mengelak tanpa menggetarkan kemah!"

"Kau si mulut sombong!" dan Ramba yang tentu saja tidak menjawab pertanyaan ini karena sudah dekat dengan lawan tiba-tiba membentak dan melepaskan pukulannya, bergerak ke depan dan orang-orang di bawah melihat gerakan itu. Serangan Ramba hebat, anginnya menderu sampai terdengar di bawah. Tapi ketika lawan tertawa dan berkelebat ke kiri tiba-tiba Ramba kehilangan lawannya.

"Wut!"

Ramba terkejut. Dia tiba-tiba kehilangan sasaran, lawan entah ke mana tapi tiba-tiba dia mendengar suara ketawa di belakang, cepat membalik dan membentak sambil melepas pukulan lagi. Tapi ketika hantamannya luput karena lawan sudah menghilang lagi maka berturut-turut panglima muda ini mendengar suara tawa di kiri atau kanan tubuhnya, melihat bayangan bergerak luar biasa cepatnya dan tentu saja dia memukul atau menendang, aneh sekali selalu tak mengenai sasaran dan akhirnya panglima muda itu pucat, terkejut dibawa berputar-putar dan entah berapa kali dia menyerang dan menghantam angin kosong. Dan ketika lawan terbahak di sebelah belakangnya dan dia membalik namun kalah cepat tiba-tiba dia sudah didorong dan jatuh terpelanting dari puncak kemah yang tinggi.

"Ha-ha, cukup. Robohlah, Ramba. Dan lihat betapa mudah kalau aku mau membunuhmu...bress!"

Ramba terguling-guling, kaget berteriak tertahan dan akhirnya dia terbanting di dekat panglima Horok. Semua orang terkejut melihat peristiwa itu, robohnya Ramba dikalahkan lawan dalam satu dorongan saja. Dan ketika pemuda tinggi besar itu meloncat bangun dan terbelalak di sana maka Togura menantang panglima Horok atau siapapun untuk melayaninya di puncak kemah.

"Hayo, yang berani harap ke sini. Aku tak akan membalas, kalian hanya kuhadapi dengan sebelah tanganku!"

Panglima Horok terkejut. Setelah dia melihat robohnya Ramba tentu saja panglima ini tahu bahwa pemuda di atas itu hebat sekali, tadi melihat gerakan tubuhnya yang luar biasa cepat ketika menghindari serangan-serangan Ramba. Begitu cepat hingga dia merasa kabur, tak dapat mengikuti! Tapi mendengar tantangan itu dan semua pasukannya bengong maka panglima ini melayang ke atas dan berjungkir balik memenuhi tantangan, apalagi dia tadi mengatakan siap mewakili raja menghadapi tantangan pemuda itu.

"Jangan sombong, roboh seorang belum berarti mengalahkan kami semua, anak muda. Lihat aku datang dan jaga pukulanku... wut!" sang panglima marah, berjungkir balik menyerang dan sudah melepas pukulannya ketika masih berada di udara, langsung mengerahkan Tiat-kangnya atau Tangan Besi karena itulah kepandaian yang dipunyai, juga diandalkan. Tapi ketika dia merasa kesiur angin mendahului serangannya dan tahu-tahu pemuda itu lenyap entah ke mana maka sang panglima merasa usapan telapak tangan yang dingin di belakang tengkuknya.

"Orang tua, aku di sini!"

Horok meremang. Dia terbawa pukulannya dan usapan itupun sudah dirasakannya, dingin bagai es, atau barangkali dia yang terkejut, gentar! Dan ketika dia membalik dan pukulan Tangan Besi kembali menyambar maka panglima ini membentak dan menyerang lawannya itu, dua sekaligus dan lawan dicegat kalau hendak menyelinap di sisi kiri atau kanan, seperti tadi dia melihat pemuda itu menghindari serangan Ramba.

Tapi ketika lagi-lagi pukulannya luput karena si pemuda berjungkir balik di atas kepalanya maka gemparlah semua orang ketika pemuda itu mengelus botak di kepala sang panglima, atau kemudian mencubit hidungnya ketika sang panglima berteriak gusar, menyerang dan membalik serta melancarkan pukulan bertubi-tubi tapi semuanya itu luput mengenai angin kosong, akhirnya menjadi permainan lawannya ini karena Togura menarik atau membetot kumis Horok, menepuk atau menjewer pundak dan telinga panglima itu.

Dan ketika sang panglima mencak-mencak dan tentu saja merah padam akhirnya Horok mencabut pedangnya dan menyambarlah senjata itu berdesing-desing membacok lawan, menusuk atau menikam tapi lawan tiba-tiba menghilang. Orang di bawah juga terkejut karena Togura mengeluarkan Jing-sian-engnya, lenyap dan tiba-tiba tertawa di belakang sang panglima. Dan ketika sang panglima membalik dan menggerakkan pedang tapi disentil kuku jari hingga lepas berdenting di tanah maka satu dorongan di dada membuat panglima itu terjengkang, jatuh dari puncak kemah yang tinggi!

"Ha-ha, cukup, panglima. Robohlah... bluk!" sang panglima terguling-guling, kaget mengeluh di tanah dan semua pasukanpun ribut.

Mereka geger oleh kejadian ini, kejadian kedua kali. Namun ketika panglima Horok berteriak gusar dan pucat melompat bangun maka pasukan panah disuruh bekerja dan menyerang pemuda itu, tak ayal menyambarlah puluhan panah yang mendesing ke tubuh Togura, disusul kemudian oleh tombak atau lembing yang menjadi pendamping pasukan panah. Mereka lalu bertubi-tubi menghujani pemuda ini. Namun karena Togura adalah murid Enam Iblis Dunia dan kini telah mewarisi ilmu sakti dari Cermin Naga maka pemuda itu mendemonstrasikan Khi-bal-sin-kiangnya dan semua anak panah runtuh atau patah-patah bertemu tubuhnya, hal yang mengagetkan.

"Ha-ha, lepaskan semua panah-panah kalian. Lihat, aku tak apa-apa!"

Orang menjadi gempar. Mereka melihat bahwa puluhan, eh... ratusan panah tak ada satu pun yang berhasil melukai pemuda itu. Murid Siauw-jin ini berdiri tegak sambil tertawa-tawa, bahkan kini tangannya mulai bergerak menangkap tombak atau lembing, begitu pula panah-panah yang menyambar dan menekuk jarinya. Dan ketika semua tombak atau lembing itu patah dibuang ke bawah maka orang menjadi kaget dan pucat mukanya.

"Iblis, dia pemuda iblis. Kebal!"

Togura terbahak-bahak. Memang dia hendak membuat gentar suku bangsa ini, mendemonstrasikan kepandaiannya dan kekebalannya. Horok dan Ramba dibuat terkejut karena tak ada satu pun hujan senjata dapat melukai tubuh pemuda itu. Namun ketika Togura tertawa-tawa dan mengejek para pemanah tiba-tiba menjepret sebuah panah besar ke tenggorokan pemuda itu.

"Singg!"

Togura terkejut. Panah ini lain daripada yang lain, besar dan cepat pula luncurannya, pertanda dilepaskan oleh seorang ahli bertenaga besar. Tapi karena dia murid Siauw-jin dan tangkas serta cepat pemuda ini menampar ke kiri maka panah itu runtuh dan patah, melihat bahwa di kemah depan muncul seorang laki-laki bertopi burung rajawali.

"Sri baginda...!"

Togura terkejut gembira. Panglima Horok menyebut nama laki-laki itu dan tahulah pemuda ini bahwa itulah kiranya raja Cucigawa, orang yang dicari-cari. Dan ketika raja mengangguk dan melepas dua panah sekaligus maka raja menggeram berkata pada panglima itu,

"Biarkan, aku ingin membunuh pemuda ini, Horok. Kau lindungi aku dan biar dia kujepret dari jauh... sing-singg!"

Togura tertawa bergelak. Kini dua panah besar kembali menyambar, mau ditangkis tapi tiba-tiba di tengah jalan dua batang panah itu memisah, yang kiri menuju lambungnya sementara yang kanan menyambar mata. Bukan main! Inilah kepandaian memanah yang sulit dicari. Tapi Togur yang tentu saja terbahak dan membiarkan panah yang menuju lambung mengenai tubuhnya maka dia menyampok panah yang menuju mata.

"Trik-plak!"

Cucigawa terbelalak. Dua panah yang menyambar pemuda ini runtuh, yang mengenai lambung patah bertemu tubuh pemuda itu sedangkan yang menyambar mata sudah dikibas dan hancur. Tapi raja yang tentu saja penasaran dan membentak marah sudah melepas panahnya lagi, tiga berbareng tapi juga gagal, akhirnya lima berbareng tapi lawan tiba-tiba menghilang. Dan ketika raja terkejut dan terbelalak mencari tahu-tahu lawannya itu telah berjungkir balik di depannya mendorong pasukan yang berlapis-lapis.

"Ha-ha, minggir. Kalian semua minggir...!"

Raja terkejut. Dua lapis pasukan tiba-tiba roboh berpelantingan, pasukan panah dan tombak tentu saja kacau, terpekik dan mencelat ditendang pemuda itu. Dan ketika Togura sudah dekat dengan raja dan Horok serta Ramba tersentak maka panglima itu berteriak dan menerjang, melindungi raja.

"Sri baginda, minggir!"

Sepak terjang Togur mengejutkan semua orang. Panglima Horok cepat berkelebat dan Ramba juga mengeluarkan trisulanya, membentak dan menyerang pemuda itu. Dan ketika yang lain-lain juga membentak dan menerjang maju maka Togura sudah diserang dari mana-mana, mendapat hujan tombak dan golok dan Cucigawa sudah menyingkir. Raja terkejut melihat kecepatan pemuda ini, kekebalan tubuhnya dan juga kepandaiannya yang luar biasa, ilmu meringankan tubuhnya yang dapat membuat pemuda itu menghilang. Dan ketika Togura dikeroyok dan dari mana-mana tombak atau golok menyambar bagai hujan yang amat deras maka pemuda ini melempar gadis yang pingsan di tangannya dan menerima atau menyambut semua serangan itu.

"Des-des-dess!"

Semua malah menjerit. Togura membuat senjata itu patah-patah, bahkan trisula di tangan Ramba juga patah dan ujungnya mengenai tuannya sendiri, menancap di pundak karena terpental ditangkis pemuda ini tadi. Dan ketika semua terlempar dan terbanting oleh sambutan Togura maka pemuda itu sudah menerima dan menangkap gadis ini, tertawa bergelak dan berkelebat mengejar raja. Cucigawa sudah memasuki kemah itu dan bersembunyi, Togura mendorong atau menendangi siapa saja yang ada di dalam, tentu saja membuat panik dan kacaunya semua orang.

Dan ketika panglima Horok juga berteriak-teriak dan memaki pemuda itu maka Togura tertawa menendang panglima ini, yang mengaduh dan seketika tak dapat bangun, otot kakinya tergelincir! Dan ketika Ramba juga mengejar tapi dikibas roboh maka panglima muda itupun tertotok dan terguling-guling di sudut, berteriak-teriak dan memaki menyuruh pasukannya menghadang. Namun, siapa dapat menghadang lajunya pemuda ini? Maka ketika semua diobrak-abrik dan Togura mencari-cari raja akhirnya Cucigawa tertangkap, di kolong tempat tidur selirnya!

"Ha-ha, ke sini, manusia pengecut. Keluarlah!"

Raja mengeluh. Sudah berkali-kali dia coba melawan tetapi gagal, pasukannya tak ada yang mampu menghadapi pemuda sakti ini dan akhirnya dia tertangkap, roboh tertotok dan Togura sudah mencengkeram tengkuknya, mengangkat raja tinggi besar itu seperti orang mengangkat kelinci saja. Dan ketika raja pucat dan tentu saja gentar tiba-tiba Cucigawa yang tampaknya gagah tak mengenal takut ini menangis.

"Ampun ampun, anak muda. Lepaskan aku!"

"Ha-ha, tentu kulepaskan. Aku memang tidak berniat membunuhmu, Cucigawa, hanya ingin meminta sesuatu dan kau mengabulkannya!"

"Ah, tentu kukabulkan. Mintalah apa saja, tentu kukabulkan. Asal aku jangan dibunuh!"

"Nah," Togura melepas raja itu. "Bagaimana kalau kau menyerahkan kedudukanmu kepadaku?"

"Apa?"

"Benar, aku ingin menjadi raja. Cucigawa, memimpin bangsamu dan menyatukan semua suku-suku bangsa di sini."

"Ah, siapa kau?"

"Aku Togura, putera mendiang Gurba."

"Apa?"

"Benar, aku putera mendiang ayahku, Cucigawa, dan pantas rasanya kalau aku meminpin bangsa U-min."

"Tapi kau bangsa Tar-tar!"

"Sama saja. Bangsa Tar-tar atau U-min adalah bangsa-bangsa di luar tembok besar, Cucigawa. Mereka dianggap bangsa liar oleh bangsa Han. Aku ingin menyatukan semua suku bangsa di sini dan menyerang Tiongkok. Kau terlalu lemah, kau tak patut menjadi raja!"

Dan ketika Cucigawa tertegun sementara semua yang mendengar juga terkejut dan ikut tertegun maka Horok tertatih-tatih melangkah ke situ sementara Ramba dipondong karena tak dapat bergerak, saling pandang dengan raja dan agaknya terjadi isyarat mata di antara mereka bertiga. Togura tak mengetahui ini tapi raja tiba-tiba mendesah, seolah berat menyerahkan kedudukannya. Dan ketika pemuda itu mencengkeram lehernya dan bertanya bagaimana jawabannya maka raja menoleh pada rakyatnya, yang saat itu sudah berkumpul dan gemetar di luar kemah.

"Kau tanya saja kepada mereka. Seorang raja diangkat dan diturunkan oleh rakyat!"

"Hm, kau dapat mempengaruhi mereka, Cucigawa. Jawaban rakyatmu berada di dalam suaramu!"

"Aku pribadi setuju, tapi kalau mereka menolak tentu kau tak enak menjadi pemimpin di antara bangsa yang tidak menyukai dirimu!"

"Aku tidak mencelakakan mereka!" Togura mendongkol. "Lihat siapa yang kubunuh, Cucigawa. Aku selalu baik dan pasti disetujui mereka. Atau barangkali kau menunggu sampai beberapa suku liar menyerang bangsa U-min dan baru kau teringat aku!"

Raja terkejut. Memang ini dapat terjadi karena setiap saat suku-suku bangsa lain dapat menyerang bangsa U-min. Dan ketika dia tertegun dan Togura mengejek maka pemuda itu menyambung,

"Atau kalian barangkali minta aku menundukkan suku-suku bangsa itu dan menyerang kemari. Kalau ini yang terjadi maka aku pasti membunuh kalian!"

Raja pucat. Dan ketika dia bingung dan belum dapat menentukan tiba-tiba seorang prajurit maju melapor tergesa-gesa,

"Sri baginda, ampun. Bangsa Uighur menyerang!"

Lalu, belum laporan ini selesai tiba-tiba muncul prajurit lain yang melapor tentang serangan suku Khitan, "Dan bangsa Khitan menyerang di sebelah kanan, sri baginda. Mohon perintah paduka!"

Terkejut dan paniklah semua orang. Cucigawa tampak berubah mukanya dan kaget, belum selesai urusannya dengan pemuda ini tiba-tiba saja urusan lain datang, bahkan dianggap jauh lebih berbahaya dibanding pemuda ini. Dan ketika di luar terdengar sorak-sorai dan rakyat serta prajurit menjadi ribut maka tampillah Togura menenangkan mereka.

"Jangan takut, tenang! Aku seorang diri dapat menghadapi mereka. Hei, kalian lihat. Aku akan mengalahkan orang-orang Uighur dan Khitan itu, saudara-saudara. Tapi imbalannya kalian harus menerima aku sebagai pemimpin!" dan gagah berpura-pura menghalau tiba-tiba Togura berkelebat, tentu saja tahu bahwa itulah kelima gurunya yang rupanya sudah berhasil menundukkan bangsa-bangsa liar, kini maju ke situ dan pura-pura menyerang. Siasat yang bagus.

Dan ketika pemuda itu berkelebat dan seorang diri menyambut maka terdengarlah pekik dan jerit kaget di sana-sini, terlemparnya tubuh-tubuh ke udara dan pemuda ini beraksi. Orang-orang Uighur dan Khitan yang datang dipimpin gurunya sudah dihajar jatuh bangun, bangsa U-min menonton dan ratusan orang ditahan, gerak majunya dihalangi. Dan ketika semua mundur dan akhirnya Siauw-jin dan nenek Naga Bumi maju maka berhadapanlah tiga orang musuh ini dalam pertandingan yang seru.

"Ha-ha, ini siapa, nenek siluman? Bocah dari mana?"

"Keparat, ini pemimpin U-min, Siauw-jin. Serang dan bunuh dia!"

Sandiwara selanjutnya hanya guru dan murid itu yang tahu. Togur tertawa geli menghadapi guru-gurunya, memperlihatkan kepandaiannya dan bangsa U-min kagum. Mereka melihat bayangan berkelebatan menyambar-nyambar, silih berganti pukul-memukul namun pemuda yang baru menggegerkan itu tak tampak terdesak. Bangsa Khitan dan Uighur bengong melihat kepandaian Togur, tak bergeming dipukul pukulan sedahysat apapun sebaliknya dua pemimpin mereka itu selalu terpental bila mendapat tamparan atau pukulan. Dan ketika pertandingan berjalan ratusan jurus dan sengaja dibuat ramai agar mengesankan penonton akhirnya Siauw-jin dan nenek Naga terbanting ketika Togur mengakhiri pertandingan itu.

"Robohlah... des-dess!"

Dua orang itu terlempar. Siauw-jin dan nenek Naga mengeluh, murid mereka menurunkan tangan agak keras dan mereka kelengar, mengumpat caci. Dan ketika Togur menyambar dan sudah mengangkat tinggi-tinggi dua orang kakek dan nenek itu maka bangsa U-min bersorak-sorai dan tiba-tiba dengan gegap-gempita menyerang bangsa Khitan dan Uighur!

"Heii...!" Togura berteriak. "Berhenti, saudara-saudara. Berhenti! Pemimpin mereka sudah menyerah!"

Tapi bangsa U-min rupanya terlampau gembira. Mereka melihat kemenangan Togura dan ingin melampiaskan kegembiraan, bangsa Uighur dan Khitan juga sudah sering mengganggu mereka. Maka begitu teriakan Togura pura-pura tak didengarkan dan dua suku bangsa itu kalut karena hancur nyalinya melihat pemimpin mereka dikalahkan maka mudah saja bangsa U-min menyerang dan membabat mereka, apa boleh buat Togura tiba-tiba berkelebat, membentak mereka dan melempar-lempar pengagumnya ini, bangsa U-min. Dan ketika bentakan serta dorongan pemuda itu membuat bangsa U-min menghentikan serangan maka Togura berseru agar lawan yang sudah menyerah jangan diserang lagi.

"Mereka adalah saudara-saudara kita. Ingat bahwa yang mengalahkan mereka adalah aku!" dan ketika semua terkejut dan sadar maka Togura bermain mata pada dua gurunya, agar bangsa Uighur maupun Khitan tak perlu takut. Mereka tak diapa-apakan asal menyerah secara baik-baik. Pemuda ini mengambil alih kepemimpinan dan Cucigawa serta panglima Horok tertegun. Mereka melihat bahwa pemuda ini memang luar biasa.

Dan karena pemuda itu sudah menguasai pasukan besar dari bangsa Khitan serta Uighur dan tentu saja kedudukan pemuda itu semakin kuat maka akhirnya Cucigawa menyerahkan kedudukannya pada pemuda ini. Hari itu juga rakyat dan pasukannya tunduk, raja menjadi pembantu alias penasihat pemerintahan. Cepat sekali Togura berhasil menguasai hati semua orang-orang itu. Dan ketika tak lama kemudian pemuda ini sudah menjadi raja dan diangkat sebagai pemimpin bangsa-bangsa liar maka Togura sudah merupakan ancaman bahaya bagi bangsa Tar-bar dan juga Tiongkok, yang cepat mendengar kabar itu dan Toa-ci serta Ji-moi maupun Cam-kong akhirnya bergabung juga dengan muridnya ini.

Sekejap kemudian sudah menguasai bala tentara yang besar, pasukan atau prajurit dari enam suku bangsa liar. Dan ketika semuanya itu berjalan sesuai rencana dan Siauw-jin serta muridnya mengatur langkah baru maka Togura bersama lima gurunya siap mengajak suku-suku bangsa itu berperang, menyerbu Tiongkok atau bangsa Tar-tar, yang dipimpin oleh Kim-mou-eng!

* * * * * * * *

Mari kita tinggalkan sejenak hasrat penyerbuan itu. Kim-mou-eng yang gembira oleh kehadiran Beng An, puteranya yang kecil, tiba-tiba hari itu dibuat berkerut keningnya. Soat Eng, puterinya, tiba-tiba dikabarkan pergi. Yang mengetahui ini pertama kali adalah isterinya, Swat Lian. Dan ketika isterinya marah-marah dan mengomel panjang pendek maka pendekar itu duduk tenang dengan perasaan ditekan.

"Lihat, anak ini kurang ajar, suamiku. Pergi tanpa pamit dan hanya meninggalkan sepucuk surat!"

Kim-mou-eng menerima. Isterinya telah memberikan surat itu dan Kim-mou-eng menarik napas. Soat Eng, puterinya berkata bahwa dia menuntut janji. Adiknya sudah besar dan dia minta perkenan agar boleh mencari kakaknya, Thai Liong. Yang dulu pergi bersama Ituchi dan belum kembali. Dan karena isterinya pernah memberi ijin dan berkata begitu maka pendekar ini tak dapat berbuat apa-apa kecuali menahan kekhawatiran.

"Kita tak dapat menyalahkan. Dulu kau menjanjikan kalau Beng An sudah lahir. Nah, sekarang puteri kita menuntut, niocu. Kita tak dapat berbuat apa-apa karena dulu sudah terikat janji."

"Tapi dia tak boleh pergi sendiri, suamiku. Maksudku biar menunggu kakaknya dan pergi berdua!"

"Tapi Eng-ji sudah lama menunggu. Thai Liong juga belum kembali. Tentu ia tak sabar dan ingin menurutkan kata hatinya sendiri."

"Itulah! Itu yang aku tak suka, suamiku. Dia anak perempuan dan pergi sendirian lagi. Bukankah dia tahu bahayanya pergi sendirian bagi seorang wanita? Dan bocah she Siang itu semakin gemuk di sini. Keparat! Apa yang harus kita lakukan suamiku? Apakah diam saja dan memelihara murid See-ong itu?"

"Hm, apa maumu?"

"Aku... aku ingin menyusul!"

"Apa?" Pendekar Rambut Emas tersentak. "Menyusul? Dengan anak kita yang masih kecil begini...?"

Istana Hantu Jilid 11

ISTANA HANTU
JILID 11
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara

“KAU mempunyai akal apa? Bagaimana?"

"Hm, mudah. Aku mempergunakan topengku kalau menghadapi tua bangka itu, suhu. Kalau aku kalah aku dapat ngacir tanpa diketahui. Kalau aku menang aku dapat membuka topengku dan menunjukkan siapa diriku!"

"Ah, bagus, ha-ha!" sang suhu tertawa bergelak. "Kau pintar, Togur. Kau cerdik. Ah, kau dapat mencoba itu dan boleh hadapi See-ong!"

"Dan kalian melindungiku," pemuda itu berkata, tajam bersinar-sinar. "Kalau aku kalah kalian harus melindungiku, suhu, menyembunyikan aku kalau See-ong mengejar!"

"Tentu, kami dapat melakukannya. Bagaimana, nenek Naga?‘

Nenek Naga Bumi mengerutkan kening. "Hm, bagaimana, ya? Asal See-ong tidak tahu tentu aku setuju, Siauw-jin. Tapi kalau See-ong tahu aku khawatir kita semua celaka!"

"Bodoh, murid kita mempergunakan topeng, tak perlu takut!"

"Benar, tapi kalau ilmu silat murid kita diketahui tentu berabe, cebol. Togur harus memperhitungkan itu kalau benar-benar ingin selamat!"

"Ah, aku tak akan mempergunakan ilmu silat kalian," Togur membantah. "Aku hanya mempergunakan Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kang, subo. Selebihnya aku dapat berhati-hati sendiri!"

"Nah," Siauw-jin tertawa. "Kau dengar sendiri kata-kata Togur, nenek siluman. Tak perlu berkecil hati atau takut mendukung rencana murid kita!"

"Aku tak takut, aku hanya berhati-hati..." dan ketika nenek itu merah mukanya mendengar tawa sang murid maka berkelebat bayangan lain dan Cam-kong muncul.

"Hei!" kakek tinggi kurus itu berseru. "Kalian sedang apa di sini? Tak tahukah kalau See-ong memanggil?" lalu, tertegun melihat muridnya di situ tiba-tiba kakek ini mengerutkan kening, bertanya, "Togur, kau sudah pulang? Mana puteri Pendekar Rambut Emas itu?"

"Dia gagal," Siauw-jin mendahului, menyeringai. "Kini Togur hendak menantang See-ong, Cam-kong. Kau bantulah dia dan mari dengar rencananya!"

"Apa?" kakek itu terkejut. "Mencari perkara?"

"Sst, dengar, Cam-kong. Togur penasaran tak berhasil membawa puteri Pendekar Rambut Emas itu. Dia digagalkan Siang Le. Kau dengarlah rencananya sekarang dan lihat apa yang akan dia lakukan!" Siauw-jin lalu bercerita, menuturkan rencana muridnya dan Cam-kong tertegun.

Tapi ketika semua itu didengarnya baik-baik dan Togur akan mempergunakan topeng untuk menyembunyikan mukanya maka kakek ini lega dan mengangguk-angguk. "Baiklah, kita semua memang ingin bebas. Tapi harap Togur berhati-hati, jangan mempergunakan ilmu-ilmu kita!"

"Ah, itu semua sudah dipikirkannya, Cam-kong. Murid kita akan lebih berhati-hati daripada yang kau kira."

"Baiklah, dan See-ong memanggil kita semua. Kakek itu marah karena muridnya pergi tanpa memberi tahu!"

"Ha, dan kita akan disuruh mencarinya? Keparat, tidak enak benar tunduk di bawah kekuasaan orang lain, Cam-kong. Kalau murid kita dapat mengalahkan See-ong atau paling tidak sejajar dan setingkat dengannya tentu lebih baik kita menghamba pada murid sendiri!"

"Sudahlah," Togura berkata. "Kalian pergi semua, suhu. Dan bantu aku kalau See-ong belum mampu kukalahkan. Kalian melindungi aku kalau aku terpaksa melarikan diri!"

Ketiga gurunya mengangguk. Cam-kong akhirnya kagum melihat keberanian muridnya itu, mendengar kata-katanya dan semangatnya yang besar. Keberanian seorang pemuda yang sedang panas-panasnya. Dan ketika pemuda itu berkelebat dan pergi meninggalkan mereka maka Cam-kong dan dua temannya sudah berkelebat pula memenuhi panggilan See-ong.

* * * * * * * *

"Heh, kalian tak tahu ke mana muridku itu pergi? Kalian benar-benar tidak tahu?" begitu See-ong marah-marah menegur tiga pembantunya ini ketika Siauw-jin dan lain-lain muncul. Kakek tinggi besar itu melotot dan bertanya tentang muridnya, yang menghilang tak memberi tahu. Dan ketika semua menggeleng dan menyatakan tak tahu maka kemarahan kakek ini memuncak dan Siauw-jin disambar serta dibanting, disusul yang lain-lain yang terkena tamparan dan tendangan.

"Kalian gentong-gentong kosong belaka. Kalian tak ada gunanya menjaga pulau. Heh, kalau begitu cari mereka, Siauw-jin. Cari muridku itu dan juga putera-puteri Pendekar Rambut Emas!"

Siauw-jin dan teman-temannya mengeluh. Mereka jatuh bangun dihajar See-ong, Siauw-jin dibanting pantatnya dan keras bertemu batu, melesak dan bokong atau pantat setan cebol itu hilang separuh, lucu! Dan ketika kakek itu mengumpat caci tapi tentu saja tak berani mengeluarkannya dengan mulut maka lima iblis itu digebah agar mencari Siang Le, yang mungkin mengejar atau mencari putera-puteri Pendekar Rambut Emas, yang hilang seperti siluman. Namun ketika See-ong marah-marah dan menggeram serta mengutuk tiba-tiba berkelebat sebuah bayangan yang langsung tertawa di belakang kakek ini.

"Heh, kau marah-marah seperti kambing kebakaran jenggot, See-ong. Muridmu telah kutangkap dan siap kubunuh!"

See-ong terkejut. Dalam marah dan geramnya rupanya dia lengah, seorang pemuda muncul dan tahu-tahu berdiri di depannya, seperti iblis! Dan ketika kakek itu tertegun dan tentu saja terkejut maka sejenak dia tak mampu mengeluarkan kata-kata, kaget dan bengong. "Kau siapa?" akhirnya bentakan itu terdengar juga, menggelegar bagai gunung dihantam petir. "Bagaimana datang di tempat ini dan menyembunyikan muka? Heh, tunjukkan mukamu, anak muda, tak perlu bertopeng!"

"Ha-ha, kau bodoh. Orang yang datang seperti caraku ini jelas tak menghendaki dirinya dikenal, See-ong. Kalau kau ingin tahu siapa aku maka cobalah buka topengku dan lihat bisakah atau tidak!"

"Keparat, apa maumu?‘

"Menantang bertanding, aku ingin merobohkanmu..."

"Siut!" See-ong tiba-tiba berkelebat, cepat luar biasa. "Kau jahanam keparat, anak muda. Kalau begitu mampuslah!" dan pukulan dahsyat yang menyambar Togura, pemuda ini, tiba-tiba ditangkis dan langsung bertemu Khi-bal-sin-kang.

"Dess!" See-ong berteriak kaget. Kakek iblis itu terpental berjungkir balik, pukulannya membalik dan tertolak menghantam diri sendiri. Tapi karena See-ong adalah kakek luar biasa di mana akhirnya dia dapat mematahkan daya-tolak serangan itu maka kakek ini sudah berjungkir balik melayang turun dengan muka berubah.

"Jahanam keparat. Khi-bal-sin-kang! Bedebah, siapa kau, anak muda? Kau memiliki Khi-bal-sin-kang?" See-ong berseru, kaget mengumpat caci dan tentu saja dia terkejut oleh ulah Togura ini. Sekarang kakek itu tegak kembali dengan mata sebesar jengkol, tangkisan Khi-bal-sin-kang yang menolak balik pukulannya tentu saja membuat kakek ini terkesiap, memandang lawannya itu dan tertawalah Togura di balik topengnya. Dan ketika mereka kembali berhadapan dan See-ong tergetar dan tidak menyerangnya lagi maka pemuda ini berseru,

"See-ong, coba kau tebaklah aku. Aku enggan memperkenalkan nama. Kalau kau cerdas dan tidak berotak kerbau tentu kau mengenal siapa aku!"

See-ong tertegun. Dalam gebrak kilat yang mengejutkan tadi kakek ini dibuat guncang, dia memandang terbelalak dan marah serta kaget. Khi-bal-sin-kang adalah ilmu yang hanya diwarisi keluarga Pendekar Rambut Emas, isteri dan anak-anaknya. Dan karena putera Pendekar Rambut Emas hanya satu dan dia mengenalnya sebagai Thai Liong maka kakek ini melotot dan mengira lawannya itu adalah Thai Liong, mengamati dan nyalang memandang tapi dia ragu. Thai Liong tidak setinggi besar pemuda ini, putera Pendekar Rambut Emas itu langsing namun tegap, bentuk tubuhnya kokoh tapi tidak tinggi besar. Dan ketika dia terkejut dan ragu memandang lawan, yang sama sekali tak diduganya sebagai Togura, maka pemuda itu tertawa berkata padanya,

"Nah, tidak tahu juga? Ha-ha, kau memang tolol, See-ong. Dan orang tolol macam kau ternyata bercokol di Sam-liong-to. Heh, aku ingin merebut pulau ini, See-ong, berganti tuan dan kau tua bangka sebaiknya minggir. Berikan baik-baik atau kau kutundukkan dan kuhajar dulu!"

Kemarahan See-ong meledak. Setelah dia tidak tahu siapa lawannya ini dan menerima hinaan begitu rupa tentu saja kakek itu gusar. See-ong mengeluarkan teriakan nyaring dan bentakan menggelegar keluar dari mulut kakek ini. Dan ketika lawan terkejut dan dibuat waspada tiba-tiba kakek itu menghilang dalam ilmu hitamnya, Hek-kwi-sut (Lebur Bersama Iblis).

"Slap!" kakek itu lenyap. Togur berteriak keras karena dia tak tahu ke mana lawan menghilang, tahu-tahu dari belakang punggungnya menyambar angin dahsyat. Tapi karena pemuda ini sudah mengetahui kesaktian lawannya dan kehebatan Hek-kwi-sut juga sudah dilihatnya maka satu-satunya jalan hanyalah melindungi dirinya dengan Khi-bal-sin-kang itu.

"Plak-dess!" Togura terbanting. Pemuda ini mengerahkan Khi-bal-sin-kang melindungi dirinya itu, mampu tapi dia terbanting bergulingan, si kakek mengeluarkan teriakan di balik ilmu hitamnya dan See-ong tampaknya terkejut juga. Maklumlah, dia juga terpental. Dan ketika kakek itu melengking tinggi dan Togura meloncat bangun maka pemuda itu sudah diserang lawan yang berkelebatan menyambar-nyambar, tak tampak tapi hebatnya bukan main.

Pemuda ini jatuh bangun dan memaki-maki, bergulingan terlempar ke sana-sini tapi hebatnya Khi-bal-sin-kang selalu melindungi. See-ong sampai mendelik karena lawan selalu melompat bangun setiap dipukul, jatuh dan bangun lagi dan akhirnya kakek itu memekik. Dan ketika lawan tak dapat membalas namun dia juga tak dapat merobohkan maka pemuda itu terbahak-bahak mengejeknya.

"Hayo, kerahkan semua tenagamu, See-ong. Pukulan-pukulanmu terlalu empuk dan ringan. Aih, selembut telapak tangan wanita!"

"Keparat, kurenggut topengmu, anak muda. Kubunuh kau dan kulihat siapa wajahmu nanti!"

Togura terkejut. Setelah See-ong mengeluarkan ancamannya itu dan kakek ini benar-benar menujukan semua serangannya ke arah mukanya maka Togura terpaksa menangkis dan menolak. Setiap angin pukulan yang menyambar mukanya kini dikibas atau ditampar, Togura tak dapat membalas karena lawan berlindung di balik ilmu hitam. Dan ketika mereka sama-sama terpental dan See-ong memaki kalang-kabut maka kakek ini menggeram-geram seperti harimau dicabuti kumisnya.

"Bedebah, kubunuh kau, anak muda. Kubunuh!"

"Ha-ha, tak perlu mengeluarkan gertak sambal. Kau tak dapat membuktikan omonganmu, See-ong. Kau seperti macan tua yang ompong!"

See-ong menggeram-geram. Setelah dia jadi kebingungan karena tak satu pun serangannya dapat merobohkan lawan maka kakek ini juga bingung dan marah. Dia mulai letih sementara lawannya yang masih muda tampak masih perkasa, meskipun juga mandi keringat. Dan ketika dia jengkel dan pemuda itu minta agar mereka bertanding secara berdepan maka kakek ini menampakkan diri dan membuang Hek-kwi-sutnya.

"Baik, coba kau robohkan aku, anak muda. Buktikan sesumbarmu pula dan kalahkan aku!"

"Ha-ha, kau tak berlindung lagi di balik ilmu setanmu? Baik, jaga ini, See-ong, dan mari lihat berapa jurus aku merobohkanmu... plak-dess!" Togura membalas, membuat si kakek tergetar namun tidak roboh, sedikit bergoyang dan ganti kakek itu yang tertawa bergelak. Togura merah mukanya dan menyerang lagi, menghantam. Tapi ketika lagi-lagi pukulannya hanya membuat si kakek bergoyang dan tidak apa-apa maka pemuda itu mendengar tawa lawan yang terbahak-bahak.

"Ha-ha, ayo bocah, buktikan sesumbarmu!"

Togura membentak. Dia naik pitam oleh ejekan si kakek, menghantam tapi kali ini See-ong mengelak, tubuh meliuk dan tiba-tiba jari kakek itu menyambar, cepat sekali, tak diduga-duga tahu-tahu merenggut topengnya. Dan ketika saputangan itu terenggut tapi See-ong mendapat sebuah tendangan maka dua-duanya sama-sama terkejut dan Togura melempar tubuh bergulingan.

"Rrt-dess!"

See-ong memaki-maki. Dia jadi tak dapat melihat wajah lawna karena keburu terlempar, lawan berjungkir balik di sana dan bergulingan pula. Dan ketika kakek itu memaki-maki dan melompat bangun ternyata lawan melarikan diri dan takut dilihat wajahnya!

"Hei, tunggu!‖ kakek itu membentak. "Tunggu aku, bocah. Dan perlihatkan wajahmu... dess!" pukulan si kakek diterima tanpa menoleh, lawan terpelanting tapi kakek ini juga tertahan. Dan ketika kakek itu mengumpat dan marah mengejar lagi ternyata lawan mengajak berputar-putar di Sam-liong-to.

"Ha-ha, kau tak dapat selamat," kakek itu teringat lima pembantunya. "Pulau ini dijaga pembantu-pembantuku, anak muda. Lihat kupanggil mereka!" See-ong bersuit, tinggi melengking dan berkelebatanlah Siauw-jin dan kawan-kawannya itu.

Mereka tentu saja tahu apa yang terjadi dan sesungguhnya mereka telah menonton, girang dan bangga karena murid mereka ternyata mampu menghadapi See-ong, meskipun See-ong juga tak dapat dikalahkan atau dirobohkan murid mereka. Maka ketika suitan panjang memanggil mereka dan Siauw-jin muncul paling dulu tiba-tiba kakek cebol ini menyerang muridnya, tentu saja berpura-pura, membentak,

"Hei, siapa kau?"

Togura tertawa. Pemuda ini menangkis dan tentu saja tahu siasat gurunya itu, membuat Siauw-jin terbanting dan kakek cebol itu memekik, terguling-guling. Dan ketika yang lain juga muncul dan Cam-kong atau nenek Naga membentak dari kiri kanan maka nenek Naga berbisik,

"Togur, kau lari di bukit batu karang itu. Kami siapkan sebuah lubang untukmu... des-dess!" nenek inipun mencelat, pura-pura mengaduh dan berteriak ketika muridnya menangkis. Dan ketika Cam-kong juga dibuat terpental dan pemuda ini meneruskan larinya maka See-ong membentak di belakang memaki-maki lima pembantunya itu.

"Goblok, ayo kejar. Kejar lagi!"

Siauw-jin dan empat temannya mengumpat. Mereka pura-pura marah, mengejar dan memaki-maki. Dan ketika mereka sama tersenyum namun sang murid sudah menghilang di depan maka See-ong mengumpat caci tak keruan, tak menemukan lawannya.

"Haram jadah! Pemuda itu pasti bersembunyi. Ayo kalian cari dan temukan dia!"

Namun bagaimana kakek ini dapat menemukan Togura. Nenek Naga Bumi dan kawan-kawannya memberikan tempat persembunyian bagi pemuda itu, tentu saja tak akan diberikan. Dan ketika See-ong mengumpat caci dan marah-marah maka Togura tertawa-tawa dan sudah berkumpul bersama gurunya.

* * * * * * * *

"Nah," pemuda itu gembira, "Bagaimana, suhu? Kalian melihat pertandinganku?"

"Siluman! Kau hebat, Togur. Kau dapat menandingi See-ong. Tapi kau belum dapat mengalahkannya!"

"Hm, itu soal kedua. Yang penting sekarang kalian tak perlu takut kepada kakek itu, suhu. Aku dapat melindungi kalian. Sekarang aku ingin membawa kalian keluar dari Sam-liong-to!"

"Apa?"

"Benar, kalian mau bukan?"

"Ah, tentu kami mau, Togur. Tapi kami ragu terhadap See-ong!"

"Eh, kalian mau tetap tinggal di sini atau bagaimana?" Togura tak puas. "Bukankah See-ong tak perlu ditakuti lagi? Kalau dia marah-marah aku dapat melindungi kalian, suhu, tak usah ragu atau takut!"

"Bukan begitu," Cam-kong tiba-tiba bicara. "Di sana masih ada Siang Le, Togur. Siauw-jin hendak mengingatkan dirimu bahwa kakek itu masih mempunyai murid!"

"Hm, tak apa. Kalian rupanya berhati kerdil. Siang Le dan kalian tak akan menang, suhu. Kalau bocah itupun membuat kalian ketakutan maka biarlah kalian menjadi budak See-ong. Aku pergi sendiri!" Togura tak senang, marah memandang kelima gurunya dan Siauw-jin serta kawan-kawannya terkejut. Tentu saja mereka juga ingin bebas dan tak di bawah kekuasaan See-ong, yang merampas kemerdekaan mereka. Maka begitu sang murid mau pergi dan siap berkelebat tiba-tiba serentak semuanya menahan dan berseru berloncatan,

"Nanti dulu. Tunggu, Togur, kami mau...!"

"Hm, begitu," pemuda ini tertawa, bersinar-sinar. "Kalian jangan penakut, suhu, terus terang aku jadi tak senang. Bukankah kalian diperintahkan mencari Siang Le? Nah, kita berangkat, sekalian pergi!"

Lima gurunya tertegun. Mereka teringat itu, mengangguk dan berseri-seri. Dan ketika semua setuju dan tentu saja tak keberatan maka Siauw-jin tertawa bergelak mendahului muridnya.

"Benar, sungguh tolol sekali. Bukankah kita mendapat kesempatan dengan perintah ini? Ha-ha, kita terlampau penakut, nenek Naga. Kita harus malu kepada murid sendiri yang demikian gagah!"

Yang lain tersenyum. Memang mereka mendapat kesempatan keluar pulau, See-ong meminta agar muridnya dicari. Siang Le telah meninggalkan Sam-liong-ton tanpa ijin. Dan ketika mereka berlompatan dan sebentar kemudian sudah berkelebat menyambar perahu maka Togura sudah berada di tengah-tengah gurunya di dalam perahu.

"Heh-heh, kita memang pelupa, Siauw-jin. Agaknya kita semua pikun!"

"Benar, kita masih terlalu takut terhadap See-ong. Aih, kita tak boleh mengecewakan murid kita, nenek Naga. Togur sudah dapat diandalkan dan dapat melindungi kita!"

Demikianlah, kakek dan nenek-nenek iblis itu tertawa di dalam perahu mereka. Mereka menepuk-nepuk dahi sendiri dan memaki, Togura tersenyum-senyum dan membiarkan dirinya disanjung-sanjung. Dan ketika tak lama kemudian mereka sudah menyeberang dan Sam-liong-to tak kelihatan di belakang maka pemuda ini berkelebat keluar dan berjungkir balik mendahului gurunya.

"Suhu, kita berlomba!"

Gurunya terkejut. Pemuda itu sudah lenyap terbang ke depan, mempergunakan Jing-sian-eng dan tentu saja kakek dan nenek-nenek iblis itu terbelalak. Mereka tak mungkin menang. Tapi karena sang murid sudah mengajak dan mau tak mau mereka harus mengejar maka nenek Naga Bumi berseru keras dan tertawa mengerahkan ginkangnya, berkelebat dan menyusul pemuda itu dan sebentar kemudian yang lain-lain juga meniru.

Mereka menggerakkan kaki dan terlihatlah lima bayangan yang berkelebat tidak lumrah manusia lagi, lenyap dan muncul di sana untuk akhirnya menghilang lagi. Cepat dan melebihi siluman-siluman saja kakek-kakek dan nenek iblis ini keluar masuk hutan, muncul dan sebentar kemudian beterbangan di antara padang-padang rumput. Tapi ketika mereka tak dapat mengejar sang murid dan Togura lenyap entah ke mana maka lima orang itu akhirnya cemas dan memanggil-manggil.

"Togur, tunggu. Kami tak dapat menyusulmu...!"

"Benar, jangan terlampau cepat, anak baik. Kami sudah letih dan mandi keringat!"

"Ha-ha!" suara itu tiba-tiba terdengar di depan. "Aku di sini, suhu. Ayo susul dan percepat gerak kaki kalian!"

Lima orang tua itu terbelalak. Mereka sudah ngos-ngosan seperti kuda memburu napasnya, tak kuat dan capai. Tapi karena Togur ada di depan dan suara pemuda itu rupanya dekat maka lima orang ini memaki dan kembali berkelebat cepat. Tapi apa yang dilihat? Tak ada apa-apa. Murid mereka itu entah di mana dan kembali mereka memanggil. Tapi ketika terdengar jawaban di depan sana dan mereka mengejar ternyata murid mereka itu tak ada lagi.

"Keparat, jangan permainkan kami, Togur. Kami sudah tua-tua!"

"Ha-ha, aku di sini, suhu. Lihat!" dan Togura yang berjungkir balik di belakang guru-gurunya tiba-tiba sudah ada di situ dan tertawa-tawa melihat gurunya melotot, tiba di dalam hutan dan tadi pemuda ini duduk di atas pohon, tinggi sekali, menunggu gurunya. Dan ketika gurunya memaki-maki dan mereka jatuh terduduk dengan napas putus-putus maka Ji-moi memaki muridnya dengan marah.

"Togur, kami sudah tua-tua, jangan dipermainkan. Kalau kami mampus tentu kau juga rugi!"

"Ha-ha, tak usah sewot. Aku sengaja melatih kalian, subo. Sudah lama kalian tidak diuji dan perlu latihan fisik. Bukankah kalian tak pernah lari-lari?"

"Apa? Kau menyuruh kami yang tua-tua ini untuk latihan fisik?"

"Ya, untuk menghadapi pekerjaan besar ini, subo. Aku ingin menemui Pendekar Rambut Emas dan bertanding!"

"Gila!" kelima gurunya terbelalak. "Kau bisa ditangkap, Togur. Cermin Naga bisa dirampas kembali!"

"Tapi aku ingin menjajal kepandaianku, setelah dengan See-ong."

"Benar, tapi kalau di sana lain, Togur. Pendekar Rambut Emas itu dibantu isterinya yang sama lihai!"

"Aku tidak takut, aku tak gentar!"

"Hm, bukan masalah gentar atau tidak," Siauw-jin tiba-tiba meloncat, memasuki percakapan. "Tapi pencurianmu bisa segera diketahui, Togur. Dan sekali kau ketahuan tentu hidupmu akan dikejar-kejar!"

"Aku tidak takut, aku dapat menyembunyikan diri dalam topeng!"

"Ah, kalau begitu kami yang kesulitan, Togur. Kami tak dapat membantumu!"

"Eh, kenapa begitu?"

"Tentu, meskipun kau bertopeng tapi kalau kami muncul membantumu maka Pendekar Rambut Emas dapat menduga bahwa kaulah pencurinya, Togur. Karena yang menjadi murid Enam Iblis Dunia hanyalah kau!"

"Hm, jadi bagaimana?"

"Sebaiknya kita main-main dulu, ke istana mengobrak-abrik!"

"Ha-ha, watakmu!" Togura tertawa bergelak. "Kau selalu suka membuat onar suhu, tapi aku tak ingin ke sana!"

"Kalau begitu kita menjungkirbalikkan dunia kang-ouw saja, kita datangi ketua-ketua partai dan culik mereka!"

"Ah, aku tak setuju. Bagaimana kalau murid kita menjadi raja?" Naga Bumi, nenek yang tampak bangga itu tiba-tiba berseru. "Aku ingin murid kita sama dengan Kim-mou-eng, Siauw-jin, menjadi raja atau kaisar!"

"Maksudmu?"

"Kita tempatkan murid kita pada tempat yang tertinggi. Kita jadikan dia raja atau kaisar!"

"Hm!" Togura bersinar-sinar. "Kalau begitu kita ke kota raja?"

"Benar, kalau kau suka, Togur. Dan Kim-mou-eng ataupun See-ong akan kalah tinggi kedudukannya denganmu!"

"Ha-ha, boleh. Kalau begitu aku setuju!" pemuda ini tiba-tiba tertawa lagi, bergelak. "Kalau ke kota raja ada maksud dan tujuannya tentu saja aku mau, subo. Tapi kalau hanya sekedar mengobrak-abrik aku tak suka!"

"Nanti dulu," Cam-kong tiba-tiba berkata. "Kaisar dan para pembantunya boleh kita tundukkan, nenek Naga. Tapi rakyat dan orang-orang lain belum tentu dapat!"

"Ah, kau mengecilkan niat ini?"

"Bukan begitu, hanya harap diingat bahwa menguasai kaisar bukan berarti menguasai rakyat, nenek Naga. Dan menjadi raja atau kaisar tanpa pendukung rakyat tentulah tidak ada artinya!"

"Hm!" semua orang tertegun, teringat itu. Dan ketika mereka sadar bahwa menguasai kaisar belum tentu menguasai rakyat maka Naga Bumi termangu dan nenek ini tampak kecewa.

"Sialan, kau menghancurkan gagasanku, Cam-kong. Kau tua bangka keparat!"

"Ha-ha, tak perlu memaki!" Siauw-jin tiba-tiba berjingkrak. "Gagasanmu tetap dapat dilaksanakan, nenek bau. Aku tahu cara yang tepat untuk ini!"

"Bagaimana?"

"Kita mendatangi bangsa liar di utara, saingan bangsa Tar-tar. Kita kuasai mereka dan tundukkan pemimpinnya!"

"Huh, sama saja. Caramu setali tiga uang, cebol. Kita tak akan berhasil dan murid kita hanya menggigit jari!"

"Tidak, kau salah. Bangsa liar dan bangsa Han jelas berbeda, nenek goblok. Bangsa liar masih belum mapan sementara bangsa Han sudah mapan. Mengganggu yang mapan memang bisa menimbulkan masalah, tapi memasuki yang belum mapan justeru bisa menciptakan kemapanan. Ha-ha, kau bodoh tak dapat mencerna kata-kataku, nenek siluman. Tapi Cam-kong tentu tahu semua kata-kataku!"

Cam-kong tertegun. Nenek Naga Bumi melotot karena dimaki sebagai nenek goblok, kalau bukan Siauw-jin tentu sudah dihajar dan dibantingnya mampus! Tapi ketika Cam-kong mengangguk-angguk dan rekannya yang tinggi kurus itu tersenyum aneh tiba-tiba kakek ini batuk-batuk.

"Ah, cerdik sekali," kakek ini memuji. "Kau patut menjadi penasihat kami, Siauw-jin. Kata-katamu betul dan baru aku sekarang sadar."

"Maksudmu?" nenek Naga Bumi penasaran. "Coba jelaskan ucapan setan cebol ini, Cam-kong. Barangkali kami kaum wanita memang kurang cerdas!"

"Ha-ha, wanita memang goblok! Kami kaum lelaki memang lebih cerdas, nenek bau. Dan dengar apa kata-kata Cam-kong!"

"Diam kau!" nenek ini membentak. "Jangan menjelek-jelekkan kaum wanita, cebol tengik. Atau kami akan menyerangmu dan membungkam mulutmu, tiga lawan dua!"

"Eh-eh, tak usah bertengkar," Togura melerai. "Kita di sini untuk menyatukan pendapat, subo. Harap tak usah disimpan di hati kata-kata Siauw-jin ini. Dan kau..." katanya memandang Siauw-jin. "Tak usah mengejek, suhu. Atau kalian semua kuhajar dan kucopoti lidahnya!"

Aneh, Siauw-jin menyeringai dan tertawa masam. Nenek Naga Bumi juga melotot namun tidak banyak bertingkah lagi, murid memarahi guru agaknya lazim! Dan ketika semuanya diam dan Cam-kong tertawa geli maka kakek tinggi kurus itu mengurai kata-kata Siauw-jin.

"Siauw-jin benar, dan kata-katanya tepat. Terus terang aku kagum. Yang dimaksud si cebol ini adalah mendatangi suku-suku liar di utara, nenek Naga, menundukkan mereka dan menunjukkan kepada mereka kekuatan kita. Mereka adalah bangsa pengembara, liar dan sehari-harinya suka adu otot. Kalau kita dapat menundukkan mereka dengan kepandaian kita maka tak ayal lagi mereka pasti tunduk luar dalam kepada kita, semuanya, bukan hanya pemimpinnya saja melainkan beserta pengikutnya, rakyat! Bukankah mereka adalah orang-orang yang berwatak keras dan hanya tunduk kepada kegagahan? Nah, kalau kita mampu menunjukkan pada mereka kegagahan kita tentu mereka menjadi pengikut yang patuh, nenek Naga. Togur dapat menjadi raja di sana dengan dukungan penuh rakyatnya. Ini yang dimaksud Siauw-jin!"

"Oh!" nenek Naga tertegun. "Jadi itu kiranya?"

"Ya, dan bangsa liar berbeda dengan bangsa Han, nenek Naga. Bangsa Han adalah orang-orang sombong yang sudah merasa senang dipimpin kaisarnya, yang katanya titisan Dewa. Dan kalau bangsa Han pongah dengan sikapnya itu maka bangsa liar seperti Khitan atau Uighur di luar tembok besar adalah bangsa yang hanya mau dipimpin oleh orang-orang yang kuat, lelaki-lelaki perkasa yang sanggup dan berani membuktikan dirinya sebagai laki-laki istimewa, tak percaya pada segala titisan yang banyak omong kosong itu!"

"Ha-ha, jelas?" si iblis cebol terbahak ketawa. "Itu yang kumaksudkan, nenek siluman. Dan murid kita dapat menjadi raja dengan dukungan penuh. Apalagi dia adalah keturunan Gurba, pemimpin atau pahlawan bangsa Tar-tar, suheng Pendekar Rambut Emas!"

Semua sadar. Tiba-tiba mereka menjadi gembira karena itulah maksud yang bagus, rencana yang baik dan tentu saja Togura sendiri mengangguk-angguk. Diingatkan tentang ayahnya sendiri yang gagah perkasa dan bekas pemimpin bangsa Tar-tar maka pemuda ini bersinar matanya dan bangga, kelima gurunya juga bangga karena murid mereka bukanlah keturunan sembarangan. Pemuda ini adalah putera mendiang Gurba, suheng Kim-mou-eng, yang kedahsyatan dan kesaktiannya sudah mereka dengar. Tapi ketika mereka berseri-seri dan siap menyatakan setuju mendadak Toa-ci, nenek yang jarang bicara mengangkat lengannya.

"Nanti dulu, rencana ini memang bagus. Tapi bagaimana melaksanakan ini, Cam-kong? Apakah kita berlima harus maju berbareng? Maksudku apakah kita harus bergerombol seperti anak-anak kecil begini?"

"Hm, aku kurang jelas. Bagaimana maumu?"

"Heh,heh, sekarang pihak laki-laki yang tolol!" nenek Naga mengejek, mendahului temannya. "Yang ditanyakan Toa-ci adalah apakah kita semua harus berbareng menghadapi bangsa-bangsa liar itu Cam-kong. Bukankah seorang di antara kita saja cukup. Kalau ini dapat dimengerti dan benar maka Toa-ci hendak memaksudkan bahwa sebaiknya kita melakukan sekali tepuk lima enam lalat tertangkap!"

"Aku tak mengerti," Cam-kong mengerutkan kening. "Coba kau jelaskan, nenek siluman. Dan biar Siauw-jin atau Togur mendengarkan ceritamu."

"Kalian bodoh. Suku-suku bangsa liar di luar tembok besar amatlah banyak. Yang baru dapat bersatu hanya beberapa saja, di antaranya adalah bangsa Tar-tar itu. Kalau kita beramai-ramai menundukkan suku bangsa pertama untuk kemudian pergi dan mencari lagi suku bangsa yang lain maka pekerjaan ini terlalu lama. Toa-ci hendak meminta agar kita berpisah dan melaksanakan tugas sendiri-sendiri, tentu saja merencanakan dulu di mana kita berkumpul atau memusatkan diri, setelah semua tugas dilaksanakan masing-masing dari kita!"

"Ah, begitukah?"

"Ya, begitu, Cam-kong. Dan kau boleh tanya apakah betul atau tidak!"

"Memang betul," nenek Toa-ci menjawab, bersinar-sinar. "Aku hendak meminta itu kalau kalian setuju, Cam-kong. Dan kalau Togur suka maka sekali tepuk beberapa lalat tertangkap!"

"Ha-ha, cerdik!" Siauw-jin akhirnya terbahak, gembira. "Kau benar, nenek siluman. Aku setuju!"

"Dan aku juga," Cam-kong mengangguk, akhirnya kagum. "Kau cerdas, nenek bau. Rupanya kaum wanita pembicaraannya hanya dapat dimengerti oleh kaum wanita pula!"

"Hih-heh, dan kau?" nenek Naga memandang muridnya. "Bagaimana, Togur? Setujukah?"

"Aku setuju," pemuda ini ternyata mengangguk. "Kau benar, subo. Tapi beritahukan bagaimana selanjutnya."

"Tanya saja Toa-ci. Eh, bagaimana selanjutnya, Toa-ci?"

"Kita berpencar, masing-masing mencari atau mengumpulkan suku-suku Khitan dan lain-lain. Satu di antara kita bergerak di tengah, yang lain akhirnya menuju ke sini dan menyatukan diri."

"Hm, bagaimana itu? Siapa yang di tengah?"

"Togur sebaiknya menuju suku U-min Naga Bumi, di situ bercokol pemimpinnya bernama Cucigawa. Kita yang lain-lain bergerak di luarnya menundukkan suku-suku Uighur atau Khitan, berkumpul dan akhirnya menyatu dengan bangsa U-min ini, setelah ditundukkan Togur!"

"Ha-ha, manis sekali!" Siauw-jin tertawa bergelak. "Kau cerdik dan ternyata pintar, Toa-ci. Bangsa U-min hampir setara dengan bangsa Tar-tar. Tapi kudengar suku bangsa ini dekat dengan kaisar, padahal kaisar dekat dengan Kim-mou-eng. Bagaimana ini?"

"Itulah, siapa yang dekat dengan Kim-mou-eng adalah musuh kita, Siauw-jin. Karena itu biarkan murid kita menguasai bangsa ini agar hubungannya dengan kaisar kacau, berarti membalas pula dendam kita kepada Kim-mou-eng!"

"Ah, ha-ha... cerdik sekali, pintar! Eh, aku lagi-lagi setuju, nenek siluman. Dan kita siapkan rencana matang untuk menggempur Kim-mou-eng!"

"Nanti dulu, jangan tergesa-gesa," nenek Toa-ci tersenyum lebar. "Rencana itu merupakan rencana jangka panjang, Siauw-jin, sebaiknya dibicarakan belakangan dan ini dulu."

"Benar," Cam-kong kini bicara. "Dengan mengumpulkan atau menguasai suku-suku bangsa liar ini berarti kita telah menyiapkan pasukan yang besar, Siauw-jin. Dengan menguasai dan mengendalikan mereka maka mudah bagi kita untuk menggempur Kim-mou-eng ataukah kaisar!"

"Ha-ha, cocok. Kalau begitu kita tentukan siapa yang menundukkan bangsa-bangsa Khitan atau Uighur. Aku pilih ke Khitan, lebih dekat, ha-ha!"

"Hidungmu!" nenek Naga memaki. "Kau selalu mau cari enaknya, Siauw-jin, tak mau bersusah payah sedikit atau apa!"

"Sudahlah," Toa-ci menjawab. "Siauw-jin boleh ke Khitan, Naga Bumi. Kau ke Uighur dan aku serta yang lain ke suku-suku bangsa lain. Togur ke suku bangsa U-min, bagaimana?"

"Boleh," pemuda ini menjawab, berseri-seri. "Aku setuju, subo. Dan kalian semua nanti ke sini. Eh, siapa nama pemimpin bangsa ini?"

"Cucigawa, raja Cucigawa."

"Ha-ha, baik. Kalau begitu kita cepat saja berangkat!" dan Togur yang tak menunggu gurunya lagi lalu berkelebat dan meminta agar guru-gurunya tidak banyak bicara lagi, berangkat dan menaklukkan suku-suku bangsa kecil lainnya untuk disatukan dengan bangsa U-min ini, yang dipimpin Cucigawa. Dan begitu pemuda itu berkelebat dan lenyap sambil tertawa maka berturut-turut Siauw-jin dan lain-lain menggerakkan kakinya, menuju masing-masing bangsa yang dipilih. Siauw-jin sudah ke Khitan sementara nenek Naga Bumi ke bangsa Uighur, tentu saja geger di tempat-tempat itu. Dan ketika nenek Naga Bumi dan lain-lain sudah menjalankan tugasnya dan semua bekerja sendiri-sendiri maka Togura mendatangi bangsa U-min menghadapi raja Cucigawa!

* * * * * * * *

"Hei, lepaskan aku. Aduh, tolong... tolong...!" Togura sudah membuat ribut ketika mendatangi tempat Cucigawa ini. Seorang gadis manis, yang sedang membawa air tiba-tiba disambar dan menjerit, berteriak-teriak karena Togura main remas dan cubit, gadis itu cukup bahenol dan montok, selera muda murid Enam Iblis Dunia ini bangkit dan segera saja Togura melakukan aksinya. Dan ketika gadis itu menjerit-jerit dan pemuda tinggi besar ini membawanya lari ke perkemahan bangsa U-min itu maka ribut dan gemparlah semua orang melihat ulahnya.

"Hei, lepaskan kekasihku!" seorang pemuda tinggi tegap tiba-tiba muncul di kiri jalan, berlari dan sebatang lembing berada di tangan kanannya, bergetar.

Togura tertawa-tawa dan tentu saja tidak takut. Dan ketika pemuda itu membentak dan menyerangnya tiba-tiba pemuda ini menggerakkan lengan menangkis. "Krak!" tombak atau lembing itu patah. Togura telah membuat kaget dengan tendangan kaki kirinya, yang langsung membuat lawannya terlempar. Dan ketika pemuda itu berteriak dan Togura lari tertawa-tawa maka pemuda ini mulai memanggil-manggil atau menantang raja Cucigawa.

"Hei, aku ke sini ingin bertanding. Suruh raja kalian keluar dan hadapilah aku!"

Teriakan atau seruannya ini tentu saja membuat marah. Bangsa itu geger dan semua orang ribut, keluar rumah dan senjatapun sudah siap di tangan. Mereka mengira Ituchi, atau mungkin temannya, maklumlah, mereka baru saja diserang pemuda itu dan Ituchi juga tinggi besar seperti murid Siauw-jin ini. Togura berkulit coklat dan kehitaman seperti putera raja Hu itu, dari kejauhan hampir mirip. Namun ketika semua melihat bahwa pemuda ini bukan Ituchi maka terkejut dan heranlah semua orang, juga marah.

"Hei, lepaskan gadis itu!"

Pemuda ini tertawa-tawa. Lima orang tiba-tiba maju menerjang, pakaiannya seperti prajurit dan tahulah Togura bahwa penjaga mulai melihatnya. Tadi dia masuk secara lihai dan mempergunakan ilmu meringankan tubuhnya, tak diketahui dan baru setelah dia menyambar gadis cantik itu dia memperlihatkan diri. Dan ketika lima orang itu menusuk sementara pemuda yang menjadi kekasih gadis ini berteriak dan melompat bangun di sana maka Togura mempergunakan kepandaiannya yang luar biasa dan hilanglah pemuda itu dari pandangan lawan, melejit bersama Jing-sian-engnya (Bayangan Seribu Dewa).

"Haii..!"

"Siluman..!"

Orang-orang itu ribut. Mereka terkejut dan tentu saja gempar karena lawan tahu-tahu menghilang, padahal mereka menusuk dan yakin bahwa lawan tak akan lolos, pemuda itu berada di tengah dan siap menjadi makanan empuk tombak atau lembing mereka. Namun ketika lawan menghilang dan lenyap entah ke mana maka mereka mendengar teriakan di sebelah kanan dan jerit atau terlemparnya tubuh.

"Aduh..!"

"Bangsat... des-dess!"

Mereka menengok. Ternyata pemuda yang mereka sangka siluman itu sudah berada di situ, mengibas dan meroboh-robohkan teman mereka yang lain, yang sudah berdatangan dan membentak pemuda itu. Tapi ketika semua terdorong dan pemuda itu tertawa-tawa maka dia sudah berkelebatan di depan bagai siluman atau bayangan menyambar-nyambar.

"Aku mencari Cucigawa, hayo suruh raja itu keluar!"

Para perajurit menjadi marah. Nama raja mereka disebut begitu saja oleh pemuda ini, yang bukan sanak atau kadang. Dan ketika pemuda itu bergerak ke sana ke mari dan tangannya meroboh-robohkan teman mereka yang cepat berdatangan maka bangsa ini diobrak-abrik oleh Togura.

"Ha-ha, jangan halangi aku. Minggir... des-dess!" Togura melempar-lempar mereka, menendang atau menggerakkan tangan menampar dan terpelantinglah orang-orang itu.

Mereka menjerit dan berteriak mengaduh, Togura terus bergerak dan akhirnya menuju kemah paling besar, tempat raja bersemayam. Dan ketika semua tak ada yang menahan dan pemuda itu berjungkir balik tinggi di udara maka tibalah dia di puncak kemah, berdiri sama tinggi dengan bendera bangsa U-min yang berkibar.

"Cucigawa, aku ingin menemuimu!"

Seruan lantang dan nyaring ini disambut geraman. Dua sosok tubuh berkelebat dan dua orang laki-laki muncul di situ, yang satu tua sedang yang lain muda. Itulah panglima Horok dan Ramba, dua tulang punggung raja Cucigawa. Dan begitu mereka keluar dan pasukan berkuda meringkik dari mana-mana maka ribuan orang sudah mengepung pemuda ini, delapan lapis!

"Anak muda, tunjukkan siapa dirimu. Terangkan kepada kami apa maksud sepak terjangmu!"

"Aku ingin menemui Cucigawa, kaukah orangnya?"

"Hm, apa maksudmu ingin menemuinya?"

"Ha-ha, ingin menantangnya bertanding, orang tua. Suruh dia keluar atau kau maju kalau kau adalah Cucigawa!"

"Keparat, kau kurang ajar. Raja tak ingin menemuimu dan turunlah, aku yang akan menerima tantanganmu!"

"Ha-ha, kau siapa?"

"Aku Horok, panglima di sini!"

"Dan aku Ramba!" pemuda di sebelah panglima Horok tiba-tiba melompat maju memperkenalkan diri. "Turunlah, jahanam keparat. Dan lepaskan gadis itu!"

"Ah, kau juga panglima di sini?"

"Benar, dan sebutkan siapa dirimu!"

"Ha-ha, aku tak akan memperkenalkan diri kalau belum berhadapan dengan raja. Eh, kalian ke sini, Ramba. Mari bertanding di puncak kemah. Siapa jatuh dia kalah. Kau berani?"

Ramba marah. "Kenapa tidak?" dia melayang berjungkir balik tiba-tiba pemuda ini sudah hinggap di puncak kemah, hampir di ujung dan orang pun kagum. Apa yang telah ditunjukkan pemuda tinggi besar ini memang bermaksud pamer, ilmu meringankan tubuhnya diperlihatkan pada semua orang tapi Togura tertawa mengejek, melihat bahwa meskipun baik tapi atap kemah agak bergoyang, padahal dia tidak. Dan ketika Ramba marah karena lawan mengejek maka Togura berkata,

"Ramba, ilmu meringankan tubuhmu cukup bagus, tapi hanya untuk orang-orang rendahan saja. Kenapa kau sendiri tidak dibantu temanmu itu? Panggil Horok ke mari, kalian berdua boleh tangkap aku yang hanya akan mengelak tanpa menggetarkan kemah!"

"Kau si mulut sombong!" dan Ramba yang tentu saja tidak menjawab pertanyaan ini karena sudah dekat dengan lawan tiba-tiba membentak dan melepaskan pukulannya, bergerak ke depan dan orang-orang di bawah melihat gerakan itu. Serangan Ramba hebat, anginnya menderu sampai terdengar di bawah. Tapi ketika lawan tertawa dan berkelebat ke kiri tiba-tiba Ramba kehilangan lawannya.

"Wut!"

Ramba terkejut. Dia tiba-tiba kehilangan sasaran, lawan entah ke mana tapi tiba-tiba dia mendengar suara ketawa di belakang, cepat membalik dan membentak sambil melepas pukulan lagi. Tapi ketika hantamannya luput karena lawan sudah menghilang lagi maka berturut-turut panglima muda ini mendengar suara tawa di kiri atau kanan tubuhnya, melihat bayangan bergerak luar biasa cepatnya dan tentu saja dia memukul atau menendang, aneh sekali selalu tak mengenai sasaran dan akhirnya panglima muda itu pucat, terkejut dibawa berputar-putar dan entah berapa kali dia menyerang dan menghantam angin kosong. Dan ketika lawan terbahak di sebelah belakangnya dan dia membalik namun kalah cepat tiba-tiba dia sudah didorong dan jatuh terpelanting dari puncak kemah yang tinggi.

"Ha-ha, cukup. Robohlah, Ramba. Dan lihat betapa mudah kalau aku mau membunuhmu...bress!"

Ramba terguling-guling, kaget berteriak tertahan dan akhirnya dia terbanting di dekat panglima Horok. Semua orang terkejut melihat peristiwa itu, robohnya Ramba dikalahkan lawan dalam satu dorongan saja. Dan ketika pemuda tinggi besar itu meloncat bangun dan terbelalak di sana maka Togura menantang panglima Horok atau siapapun untuk melayaninya di puncak kemah.

"Hayo, yang berani harap ke sini. Aku tak akan membalas, kalian hanya kuhadapi dengan sebelah tanganku!"

Panglima Horok terkejut. Setelah dia melihat robohnya Ramba tentu saja panglima ini tahu bahwa pemuda di atas itu hebat sekali, tadi melihat gerakan tubuhnya yang luar biasa cepat ketika menghindari serangan-serangan Ramba. Begitu cepat hingga dia merasa kabur, tak dapat mengikuti! Tapi mendengar tantangan itu dan semua pasukannya bengong maka panglima ini melayang ke atas dan berjungkir balik memenuhi tantangan, apalagi dia tadi mengatakan siap mewakili raja menghadapi tantangan pemuda itu.

"Jangan sombong, roboh seorang belum berarti mengalahkan kami semua, anak muda. Lihat aku datang dan jaga pukulanku... wut!" sang panglima marah, berjungkir balik menyerang dan sudah melepas pukulannya ketika masih berada di udara, langsung mengerahkan Tiat-kangnya atau Tangan Besi karena itulah kepandaian yang dipunyai, juga diandalkan. Tapi ketika dia merasa kesiur angin mendahului serangannya dan tahu-tahu pemuda itu lenyap entah ke mana maka sang panglima merasa usapan telapak tangan yang dingin di belakang tengkuknya.

"Orang tua, aku di sini!"

Horok meremang. Dia terbawa pukulannya dan usapan itupun sudah dirasakannya, dingin bagai es, atau barangkali dia yang terkejut, gentar! Dan ketika dia membalik dan pukulan Tangan Besi kembali menyambar maka panglima ini membentak dan menyerang lawannya itu, dua sekaligus dan lawan dicegat kalau hendak menyelinap di sisi kiri atau kanan, seperti tadi dia melihat pemuda itu menghindari serangan Ramba.

Tapi ketika lagi-lagi pukulannya luput karena si pemuda berjungkir balik di atas kepalanya maka gemparlah semua orang ketika pemuda itu mengelus botak di kepala sang panglima, atau kemudian mencubit hidungnya ketika sang panglima berteriak gusar, menyerang dan membalik serta melancarkan pukulan bertubi-tubi tapi semuanya itu luput mengenai angin kosong, akhirnya menjadi permainan lawannya ini karena Togura menarik atau membetot kumis Horok, menepuk atau menjewer pundak dan telinga panglima itu.

Dan ketika sang panglima mencak-mencak dan tentu saja merah padam akhirnya Horok mencabut pedangnya dan menyambarlah senjata itu berdesing-desing membacok lawan, menusuk atau menikam tapi lawan tiba-tiba menghilang. Orang di bawah juga terkejut karena Togura mengeluarkan Jing-sian-engnya, lenyap dan tiba-tiba tertawa di belakang sang panglima. Dan ketika sang panglima membalik dan menggerakkan pedang tapi disentil kuku jari hingga lepas berdenting di tanah maka satu dorongan di dada membuat panglima itu terjengkang, jatuh dari puncak kemah yang tinggi!

"Ha-ha, cukup, panglima. Robohlah... bluk!" sang panglima terguling-guling, kaget mengeluh di tanah dan semua pasukanpun ribut.

Mereka geger oleh kejadian ini, kejadian kedua kali. Namun ketika panglima Horok berteriak gusar dan pucat melompat bangun maka pasukan panah disuruh bekerja dan menyerang pemuda itu, tak ayal menyambarlah puluhan panah yang mendesing ke tubuh Togura, disusul kemudian oleh tombak atau lembing yang menjadi pendamping pasukan panah. Mereka lalu bertubi-tubi menghujani pemuda ini. Namun karena Togura adalah murid Enam Iblis Dunia dan kini telah mewarisi ilmu sakti dari Cermin Naga maka pemuda itu mendemonstrasikan Khi-bal-sin-kiangnya dan semua anak panah runtuh atau patah-patah bertemu tubuhnya, hal yang mengagetkan.

"Ha-ha, lepaskan semua panah-panah kalian. Lihat, aku tak apa-apa!"

Orang menjadi gempar. Mereka melihat bahwa puluhan, eh... ratusan panah tak ada satu pun yang berhasil melukai pemuda itu. Murid Siauw-jin ini berdiri tegak sambil tertawa-tawa, bahkan kini tangannya mulai bergerak menangkap tombak atau lembing, begitu pula panah-panah yang menyambar dan menekuk jarinya. Dan ketika semua tombak atau lembing itu patah dibuang ke bawah maka orang menjadi kaget dan pucat mukanya.

"Iblis, dia pemuda iblis. Kebal!"

Togura terbahak-bahak. Memang dia hendak membuat gentar suku bangsa ini, mendemonstrasikan kepandaiannya dan kekebalannya. Horok dan Ramba dibuat terkejut karena tak ada satu pun hujan senjata dapat melukai tubuh pemuda itu. Namun ketika Togura tertawa-tawa dan mengejek para pemanah tiba-tiba menjepret sebuah panah besar ke tenggorokan pemuda itu.

"Singg!"

Togura terkejut. Panah ini lain daripada yang lain, besar dan cepat pula luncurannya, pertanda dilepaskan oleh seorang ahli bertenaga besar. Tapi karena dia murid Siauw-jin dan tangkas serta cepat pemuda ini menampar ke kiri maka panah itu runtuh dan patah, melihat bahwa di kemah depan muncul seorang laki-laki bertopi burung rajawali.

"Sri baginda...!"

Togura terkejut gembira. Panglima Horok menyebut nama laki-laki itu dan tahulah pemuda ini bahwa itulah kiranya raja Cucigawa, orang yang dicari-cari. Dan ketika raja mengangguk dan melepas dua panah sekaligus maka raja menggeram berkata pada panglima itu,

"Biarkan, aku ingin membunuh pemuda ini, Horok. Kau lindungi aku dan biar dia kujepret dari jauh... sing-singg!"

Togura tertawa bergelak. Kini dua panah besar kembali menyambar, mau ditangkis tapi tiba-tiba di tengah jalan dua batang panah itu memisah, yang kiri menuju lambungnya sementara yang kanan menyambar mata. Bukan main! Inilah kepandaian memanah yang sulit dicari. Tapi Togur yang tentu saja terbahak dan membiarkan panah yang menuju lambung mengenai tubuhnya maka dia menyampok panah yang menuju mata.

"Trik-plak!"

Cucigawa terbelalak. Dua panah yang menyambar pemuda ini runtuh, yang mengenai lambung patah bertemu tubuh pemuda itu sedangkan yang menyambar mata sudah dikibas dan hancur. Tapi raja yang tentu saja penasaran dan membentak marah sudah melepas panahnya lagi, tiga berbareng tapi juga gagal, akhirnya lima berbareng tapi lawan tiba-tiba menghilang. Dan ketika raja terkejut dan terbelalak mencari tahu-tahu lawannya itu telah berjungkir balik di depannya mendorong pasukan yang berlapis-lapis.

"Ha-ha, minggir. Kalian semua minggir...!"

Raja terkejut. Dua lapis pasukan tiba-tiba roboh berpelantingan, pasukan panah dan tombak tentu saja kacau, terpekik dan mencelat ditendang pemuda itu. Dan ketika Togura sudah dekat dengan raja dan Horok serta Ramba tersentak maka panglima itu berteriak dan menerjang, melindungi raja.

"Sri baginda, minggir!"

Sepak terjang Togur mengejutkan semua orang. Panglima Horok cepat berkelebat dan Ramba juga mengeluarkan trisulanya, membentak dan menyerang pemuda itu. Dan ketika yang lain-lain juga membentak dan menerjang maju maka Togura sudah diserang dari mana-mana, mendapat hujan tombak dan golok dan Cucigawa sudah menyingkir. Raja terkejut melihat kecepatan pemuda ini, kekebalan tubuhnya dan juga kepandaiannya yang luar biasa, ilmu meringankan tubuhnya yang dapat membuat pemuda itu menghilang. Dan ketika Togura dikeroyok dan dari mana-mana tombak atau golok menyambar bagai hujan yang amat deras maka pemuda ini melempar gadis yang pingsan di tangannya dan menerima atau menyambut semua serangan itu.

"Des-des-dess!"

Semua malah menjerit. Togura membuat senjata itu patah-patah, bahkan trisula di tangan Ramba juga patah dan ujungnya mengenai tuannya sendiri, menancap di pundak karena terpental ditangkis pemuda ini tadi. Dan ketika semua terlempar dan terbanting oleh sambutan Togura maka pemuda itu sudah menerima dan menangkap gadis ini, tertawa bergelak dan berkelebat mengejar raja. Cucigawa sudah memasuki kemah itu dan bersembunyi, Togura mendorong atau menendangi siapa saja yang ada di dalam, tentu saja membuat panik dan kacaunya semua orang.

Dan ketika panglima Horok juga berteriak-teriak dan memaki pemuda itu maka Togura tertawa menendang panglima ini, yang mengaduh dan seketika tak dapat bangun, otot kakinya tergelincir! Dan ketika Ramba juga mengejar tapi dikibas roboh maka panglima muda itupun tertotok dan terguling-guling di sudut, berteriak-teriak dan memaki menyuruh pasukannya menghadang. Namun, siapa dapat menghadang lajunya pemuda ini? Maka ketika semua diobrak-abrik dan Togura mencari-cari raja akhirnya Cucigawa tertangkap, di kolong tempat tidur selirnya!

"Ha-ha, ke sini, manusia pengecut. Keluarlah!"

Raja mengeluh. Sudah berkali-kali dia coba melawan tetapi gagal, pasukannya tak ada yang mampu menghadapi pemuda sakti ini dan akhirnya dia tertangkap, roboh tertotok dan Togura sudah mencengkeram tengkuknya, mengangkat raja tinggi besar itu seperti orang mengangkat kelinci saja. Dan ketika raja pucat dan tentu saja gentar tiba-tiba Cucigawa yang tampaknya gagah tak mengenal takut ini menangis.

"Ampun ampun, anak muda. Lepaskan aku!"

"Ha-ha, tentu kulepaskan. Aku memang tidak berniat membunuhmu, Cucigawa, hanya ingin meminta sesuatu dan kau mengabulkannya!"

"Ah, tentu kukabulkan. Mintalah apa saja, tentu kukabulkan. Asal aku jangan dibunuh!"

"Nah," Togura melepas raja itu. "Bagaimana kalau kau menyerahkan kedudukanmu kepadaku?"

"Apa?"

"Benar, aku ingin menjadi raja. Cucigawa, memimpin bangsamu dan menyatukan semua suku-suku bangsa di sini."

"Ah, siapa kau?"

"Aku Togura, putera mendiang Gurba."

"Apa?"

"Benar, aku putera mendiang ayahku, Cucigawa, dan pantas rasanya kalau aku meminpin bangsa U-min."

"Tapi kau bangsa Tar-tar!"

"Sama saja. Bangsa Tar-tar atau U-min adalah bangsa-bangsa di luar tembok besar, Cucigawa. Mereka dianggap bangsa liar oleh bangsa Han. Aku ingin menyatukan semua suku bangsa di sini dan menyerang Tiongkok. Kau terlalu lemah, kau tak patut menjadi raja!"

Dan ketika Cucigawa tertegun sementara semua yang mendengar juga terkejut dan ikut tertegun maka Horok tertatih-tatih melangkah ke situ sementara Ramba dipondong karena tak dapat bergerak, saling pandang dengan raja dan agaknya terjadi isyarat mata di antara mereka bertiga. Togura tak mengetahui ini tapi raja tiba-tiba mendesah, seolah berat menyerahkan kedudukannya. Dan ketika pemuda itu mencengkeram lehernya dan bertanya bagaimana jawabannya maka raja menoleh pada rakyatnya, yang saat itu sudah berkumpul dan gemetar di luar kemah.

"Kau tanya saja kepada mereka. Seorang raja diangkat dan diturunkan oleh rakyat!"

"Hm, kau dapat mempengaruhi mereka, Cucigawa. Jawaban rakyatmu berada di dalam suaramu!"

"Aku pribadi setuju, tapi kalau mereka menolak tentu kau tak enak menjadi pemimpin di antara bangsa yang tidak menyukai dirimu!"

"Aku tidak mencelakakan mereka!" Togura mendongkol. "Lihat siapa yang kubunuh, Cucigawa. Aku selalu baik dan pasti disetujui mereka. Atau barangkali kau menunggu sampai beberapa suku liar menyerang bangsa U-min dan baru kau teringat aku!"

Raja terkejut. Memang ini dapat terjadi karena setiap saat suku-suku bangsa lain dapat menyerang bangsa U-min. Dan ketika dia tertegun dan Togura mengejek maka pemuda itu menyambung,

"Atau kalian barangkali minta aku menundukkan suku-suku bangsa itu dan menyerang kemari. Kalau ini yang terjadi maka aku pasti membunuh kalian!"

Raja pucat. Dan ketika dia bingung dan belum dapat menentukan tiba-tiba seorang prajurit maju melapor tergesa-gesa,

"Sri baginda, ampun. Bangsa Uighur menyerang!"

Lalu, belum laporan ini selesai tiba-tiba muncul prajurit lain yang melapor tentang serangan suku Khitan, "Dan bangsa Khitan menyerang di sebelah kanan, sri baginda. Mohon perintah paduka!"

Terkejut dan paniklah semua orang. Cucigawa tampak berubah mukanya dan kaget, belum selesai urusannya dengan pemuda ini tiba-tiba saja urusan lain datang, bahkan dianggap jauh lebih berbahaya dibanding pemuda ini. Dan ketika di luar terdengar sorak-sorai dan rakyat serta prajurit menjadi ribut maka tampillah Togura menenangkan mereka.

"Jangan takut, tenang! Aku seorang diri dapat menghadapi mereka. Hei, kalian lihat. Aku akan mengalahkan orang-orang Uighur dan Khitan itu, saudara-saudara. Tapi imbalannya kalian harus menerima aku sebagai pemimpin!" dan gagah berpura-pura menghalau tiba-tiba Togura berkelebat, tentu saja tahu bahwa itulah kelima gurunya yang rupanya sudah berhasil menundukkan bangsa-bangsa liar, kini maju ke situ dan pura-pura menyerang. Siasat yang bagus.

Dan ketika pemuda itu berkelebat dan seorang diri menyambut maka terdengarlah pekik dan jerit kaget di sana-sini, terlemparnya tubuh-tubuh ke udara dan pemuda ini beraksi. Orang-orang Uighur dan Khitan yang datang dipimpin gurunya sudah dihajar jatuh bangun, bangsa U-min menonton dan ratusan orang ditahan, gerak majunya dihalangi. Dan ketika semua mundur dan akhirnya Siauw-jin dan nenek Naga Bumi maju maka berhadapanlah tiga orang musuh ini dalam pertandingan yang seru.

"Ha-ha, ini siapa, nenek siluman? Bocah dari mana?"

"Keparat, ini pemimpin U-min, Siauw-jin. Serang dan bunuh dia!"

Sandiwara selanjutnya hanya guru dan murid itu yang tahu. Togur tertawa geli menghadapi guru-gurunya, memperlihatkan kepandaiannya dan bangsa U-min kagum. Mereka melihat bayangan berkelebatan menyambar-nyambar, silih berganti pukul-memukul namun pemuda yang baru menggegerkan itu tak tampak terdesak. Bangsa Khitan dan Uighur bengong melihat kepandaian Togur, tak bergeming dipukul pukulan sedahysat apapun sebaliknya dua pemimpin mereka itu selalu terpental bila mendapat tamparan atau pukulan. Dan ketika pertandingan berjalan ratusan jurus dan sengaja dibuat ramai agar mengesankan penonton akhirnya Siauw-jin dan nenek Naga terbanting ketika Togur mengakhiri pertandingan itu.

"Robohlah... des-dess!"

Dua orang itu terlempar. Siauw-jin dan nenek Naga mengeluh, murid mereka menurunkan tangan agak keras dan mereka kelengar, mengumpat caci. Dan ketika Togur menyambar dan sudah mengangkat tinggi-tinggi dua orang kakek dan nenek itu maka bangsa U-min bersorak-sorai dan tiba-tiba dengan gegap-gempita menyerang bangsa Khitan dan Uighur!

"Heii...!" Togura berteriak. "Berhenti, saudara-saudara. Berhenti! Pemimpin mereka sudah menyerah!"

Tapi bangsa U-min rupanya terlampau gembira. Mereka melihat kemenangan Togura dan ingin melampiaskan kegembiraan, bangsa Uighur dan Khitan juga sudah sering mengganggu mereka. Maka begitu teriakan Togura pura-pura tak didengarkan dan dua suku bangsa itu kalut karena hancur nyalinya melihat pemimpin mereka dikalahkan maka mudah saja bangsa U-min menyerang dan membabat mereka, apa boleh buat Togura tiba-tiba berkelebat, membentak mereka dan melempar-lempar pengagumnya ini, bangsa U-min. Dan ketika bentakan serta dorongan pemuda itu membuat bangsa U-min menghentikan serangan maka Togura berseru agar lawan yang sudah menyerah jangan diserang lagi.

"Mereka adalah saudara-saudara kita. Ingat bahwa yang mengalahkan mereka adalah aku!" dan ketika semua terkejut dan sadar maka Togura bermain mata pada dua gurunya, agar bangsa Uighur maupun Khitan tak perlu takut. Mereka tak diapa-apakan asal menyerah secara baik-baik. Pemuda ini mengambil alih kepemimpinan dan Cucigawa serta panglima Horok tertegun. Mereka melihat bahwa pemuda ini memang luar biasa.

Dan karena pemuda itu sudah menguasai pasukan besar dari bangsa Khitan serta Uighur dan tentu saja kedudukan pemuda itu semakin kuat maka akhirnya Cucigawa menyerahkan kedudukannya pada pemuda ini. Hari itu juga rakyat dan pasukannya tunduk, raja menjadi pembantu alias penasihat pemerintahan. Cepat sekali Togura berhasil menguasai hati semua orang-orang itu. Dan ketika tak lama kemudian pemuda ini sudah menjadi raja dan diangkat sebagai pemimpin bangsa-bangsa liar maka Togura sudah merupakan ancaman bahaya bagi bangsa Tar-bar dan juga Tiongkok, yang cepat mendengar kabar itu dan Toa-ci serta Ji-moi maupun Cam-kong akhirnya bergabung juga dengan muridnya ini.

Sekejap kemudian sudah menguasai bala tentara yang besar, pasukan atau prajurit dari enam suku bangsa liar. Dan ketika semuanya itu berjalan sesuai rencana dan Siauw-jin serta muridnya mengatur langkah baru maka Togura bersama lima gurunya siap mengajak suku-suku bangsa itu berperang, menyerbu Tiongkok atau bangsa Tar-tar, yang dipimpin oleh Kim-mou-eng!

* * * * * * * *

Mari kita tinggalkan sejenak hasrat penyerbuan itu. Kim-mou-eng yang gembira oleh kehadiran Beng An, puteranya yang kecil, tiba-tiba hari itu dibuat berkerut keningnya. Soat Eng, puterinya, tiba-tiba dikabarkan pergi. Yang mengetahui ini pertama kali adalah isterinya, Swat Lian. Dan ketika isterinya marah-marah dan mengomel panjang pendek maka pendekar itu duduk tenang dengan perasaan ditekan.

"Lihat, anak ini kurang ajar, suamiku. Pergi tanpa pamit dan hanya meninggalkan sepucuk surat!"

Kim-mou-eng menerima. Isterinya telah memberikan surat itu dan Kim-mou-eng menarik napas. Soat Eng, puterinya berkata bahwa dia menuntut janji. Adiknya sudah besar dan dia minta perkenan agar boleh mencari kakaknya, Thai Liong. Yang dulu pergi bersama Ituchi dan belum kembali. Dan karena isterinya pernah memberi ijin dan berkata begitu maka pendekar ini tak dapat berbuat apa-apa kecuali menahan kekhawatiran.

"Kita tak dapat menyalahkan. Dulu kau menjanjikan kalau Beng An sudah lahir. Nah, sekarang puteri kita menuntut, niocu. Kita tak dapat berbuat apa-apa karena dulu sudah terikat janji."

"Tapi dia tak boleh pergi sendiri, suamiku. Maksudku biar menunggu kakaknya dan pergi berdua!"

"Tapi Eng-ji sudah lama menunggu. Thai Liong juga belum kembali. Tentu ia tak sabar dan ingin menurutkan kata hatinya sendiri."

"Itulah! Itu yang aku tak suka, suamiku. Dia anak perempuan dan pergi sendirian lagi. Bukankah dia tahu bahayanya pergi sendirian bagi seorang wanita? Dan bocah she Siang itu semakin gemuk di sini. Keparat! Apa yang harus kita lakukan suamiku? Apakah diam saja dan memelihara murid See-ong itu?"

"Hm, apa maumu?"

"Aku... aku ingin menyusul!"

"Apa?" Pendekar Rambut Emas tersentak. "Menyusul? Dengan anak kita yang masih kecil begini...?"