Pendekar Rambut Emas Jilid 07 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PENDEKAR RAMBUT EMAS
JILID 07
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara
“TIDAK..., kau pasti berhasil Bi Nio, suku bangsa Tar-tar tak akan menyerang atau membunuh wanita. Itu merupakan pantangan bagi mereka.

Bi Nio segera dikirim. Wanita ini kebat-kebit melakukan tugasnya sudah mendengar akan kebuasan bangsa itu dalam peperangan. Entah benar atau tidak bahwa dia tidak akan diganggu. Dan karena Bi Nio dikirim dan sengaja dimasukkan dalam suku bangsa tar tar yang mengepung kota raja maka tentu saja wanita ini segera dtangkap! Selir kaisar itu segera digiring dihadapkan pada Gurba yang saat itu berada di kemahnya.

Tentu saja dia awasi dari jauh secara diam-diam oleh orang orang kaisar yang mengantarnya menunggu isyarat wanita itu apakah dia berhasil atau gagal. Luncuran panah biru sebagai tanda keberhasilan dan luncuran panah merah sebagai tanda kegagalan. Jadi semua sudah dibicarakan sebelumnya. Dan Bi Nio yang ditangkap dan dihadapkan pada raksasa tinggi besar itu sebagai tawanan yang dicurigai akhiraya menghadap dan berhadapan dengan Gurba. Berhasilkah wanita ini mengemban tugasnya? Atau gagal? Mari kita lihat bersama.

* * * * * * * *

Saat itu Bi Nio gemetaran. Dia terang takut dan cemas dibawa menghadap pemimpin suku bangsa itu. Sudah mendengar perihal Gurba yang amat ditakuti dan merupakan "momok" bagi Jit Liong Ciangkun dan teman temannya. Dia gemetar karena dia belum biasa melakukan pekerjaan itu. Merayu dan menghanyutkan musuh dalam permainan cinta. Hal yang belum pernah terbayangkan seumur hidupnya! Tapi setelah dia berhadapan dengan Gurba dan melihat raksasa itu memang menyeramkan tapi tidak galak kepadanya karena mungkin dia wanita maka Bi Nio sedikit tenang dan dapat menenteramkan diri ketika Gurba bertanya kepadanya, kaku tapi tidak bengis.

"Kau siapa?"

Bi Nio menjatuhkan diri berlutut, melirik gentar. "Aku Bi Nio, baginda. Tersesat dan tidak sengaja memasuki perkemahan pasukan!"

"Hm, kau tinggal di mana?"

"Di dusun Lee-chung."

"Dimana itu dusun Lee-chung"

"Sebelah barat kota raja, baginda. Aku anak kepala kampung yang ditinggal saudara-saudaraku di tengah jalan."

Gurba memandang tajam. dan melihat bahwa wanita ini adalah orang biasa artinya tidak pandai silat dan merupakan wanita lemah. Pandangan matanya mengatakan itu. Tapi melihat Bi Nio ini memiliki kecantikan yang menonjol, agaknya tidak "pas" kalau hanya sebagai puteri kepala kampung maka kecurigaan timbul di hatinya. Alisnya yang tebal hitam itu mulai berkerut, tanda Gurba tak senang Bi Nio datang mengganggunya. Tapi belum dia bicara atau menyuruh wanita itu bangkit berdiri mendadak Bi Nio sudah menangis.

"Hanggoda, malam ini biarkan aku di sini. Aku tak mau diantar pulang!"

Gurba terkejut. "Kenapa?"

Dan Bi Nio tersedu-sedu. "Aku takut kemarahan ayahku, hanggoda. Aku belum berhasil menengok bibiku yang sakit di kota raja!"

"Kau mau kesana!"

"Ya, tapi gerbang kota raja tertutup, hanggoda. Aku tak tahu kalau ada peperangan di sini. Aku takut. Aku tak mau diantar pulang!"

"Hm!" Gurba tertegun. "Kau patut kucurigai, Bi Nio. Dan kau memang tak kuantar pulang karena kau adalah tahanan!"

"Ah..." Bi Nio pura-pura terkejut. "Lalu bagaimana nasibku, hanggoda? Apakah kau akan membunuhku?"

"Tidak," Gurba menggeleng. "Kami bukanlah bangsa yang suka mengganggu atau membunuh wanita. Tapi karena malam-malam kau datang ke sini dan kedatanganmu jelas mencurigakan, maka dirimu kutangkap dan kukurung sampai kau tidak membahayakan kami!"

Bi Nio mengusap air matanya, terbelalak, "aku dapat membahayakan pasukan Hanggoda? Kau kira aku mata-mata atau penyelundup!"

"Hal itu masih harus dibuktikan. Kalau kau benar-benar tersesat dan tidak mengganggu kami, secepatnya kau akan kami usir. Bangsa Tar-Tar pantang kedatangan wanita Han yang dianggap musuh!"

"Jadi bagaimana nasibku, hanggoda?"

"Tergantung keberuntunganmu. Kalau kau tidak bohong tentu kau bebas, Tapi kalau kau bohong maka kau akan rnenerima hukuman setimpal sebagai penipu dan pendusta."

Bi Nio kethap kethip. Kedua matanya memain, tersenyum dan mulai merasa bahwa raksasa tinggi besar ini sesungguhnya ramah, baik dan tidak ganas terhadap wanita. Berkali-kali melihat Gurba melengos kalau dia berani balas memandang, bertatap muka terang-terangan untuk mengagumi pemimpin suku bangsa Tar tar itu. Melihat bahwa Gurba adalah laki laki yang sesungguhnya canggung menghadapi wanita, dan Bi Nio tentu saja mulai timbul keberaniannya setelah bercakap-cakap sejenak. Akhirnya bangkit berdiri melempar senyumnya yang manis, mulai berani bersikap genit!

"Hanggoda. kalau begitu dimana kau akan mengurung diriku? Di kemah inikah?"

Tidak!" Gurba memerah mukanya, lalu memanggil seorang pembantunya. "Kau akan ditawan di kemah sebelah. Bi Nio. Kau tak boleh tinggal disini karena ini adalah kemahku,"

Dan ketika Bi Nio terbelalak dan seorang pembantu Gurba masuk ke dalam maka raksasa itu memberi perintah, "Bosu, bawa dia ke kemah samping, Panggil Siga untuk menyelidiki kebenaran omongan wanita ini!"

Bi Nio terkejut. "Kau akan menyerahkan aku ke anak buahmu yang kasar-kasar ini, hanggoda? Ah, tidak. Aku tidak mau!"

Gurba ganti terkejut. "Siapa bilang anak buahku kasar? Kau akan tinggal sendiri di kemah sebelah. Tapi kau akan dijaga agar tidak lari!"

"Tidak... tidak!" Bi Nio tiba-tiba menubruk pemimpin suku bangsa Tar-tar itu, menangis. "Aku tidak mau, hanggoda. Aku takut di ganggu anak buahmu yang tidak kukenal. Sebaiknya aku di sini saja. Aku boleh kau kurung sini!"

Gurha terbelalak, kaget mendorong Bi Nio hingga hampir Bi Nio terjengkang, rupanya belum pernah disentuh wanita! Dan ketika Bi Nio rnengguguk dan terbelalak dengan air mata bercucuran memandang raksasa itu akhirnya Gurba yang tampak menyesal dan sadar tiba-tiba berkata halus, "Bi Nio, kau tak boleh menolak apa yang aku katakan. Kau adalah tawanan kami, tak seharusnya kau membantah!"

"Tapi aku takut, hanggoda," Bi Nio tersedu-sedu. "Di sini semua adalah kaum lelaki. Bagaimana kalau mereka mengggguku di tengah malam?"

"Tak mungkin!" Gurba berseru. "Kami bangsa Tar-tar bukanlah bangsa yang suka mengganggu atau menyusahkan wanita. Kau buktikan saja omongan ku di sana!"

"Kalau kau bohong?"

Gurba terbelalak, merah mukanya. "Aku tak pernah bohong pada siapapun. Tapi kalau kau diganggu atau ada laki-laki mengancammu, kau boleh datang ke sini!"

"Sungguh?"

"Keparat!" Gurba mulai marah. "Aku tak pernah main-main, Bi Nio. Ayo keluar dan ikuti anak buahku itu!"

Dan membentak menyuruh Bosu membawa wanita itu akhirnya Bi Nio diseret dan menangis mengikuti laki-laki Tar-tar itu, melihat seorang laki-laki lain yang muda dan tegap memasuki kemah, bukan lain Siga adanya yang raksasa tinggi besar itu. Dan ketika Bi Nio disekap dan didorong memasuki kemah sebelah, akhirnya selir kaisar ini tertegun dan duduk membelalakkan matanya.

"Apa sekarang yang harus dilakukan?" Dia dikurung di kemah lain. Meskipun berdekatan tapi tak dapat menggoda pemimpin saku bangsa Tar-tar itu. Diam-diam tersenyum tapi juga mendongkol ketika teringat kejadian tadi, betapa dia menubruk tapi didorong balik oleh raksasa tinggi besar itu. Melihat Gurba terkejut dan seolah "kesetrum" memeluk tubuhnya yang hangat. Tanda raksasa itu benar benar jejaka ting-ting yang belum mengenal wanita. Agaknya benar kabar yang didengar bahwa raksasa itu termasuk laki-laki "celingus" yang belum punya pacar, jadi canggung dan, serba gugup menghadapi wanita.

Barangkali itu wataknya yang membuat raksasa tak itu pernah bersikap kasar pada wanita, menghormati dan menghargai wanita sebagaimana adanya laki-laki jantan. Tak mau mengganggu dan rupanya segan. Tapi teringat bahwa raksasa itu dikabarkan jatuh cinta pada sumoinya namun sumoinya acuh saja terhadap, raksasa tinggi besar itu, tiba-tiba senyum Bi Nio mengembang dan timbul siasat cerdiknya.

Malam ini dia harus berhasil. Tak boleh gagal. Dan sebagai wanita yang pandai mengenal hati lelaki tiba-tiba Bi Nio mengencangkan ikat pinggangnya hingga dadanya menonjol, sengaja membuat tubuhnya lebih ramping dan singsat, membuat buah dadanya membusung menarik. satu daya pikat yang biasanya membuat laki-laki gampang mengilar. Dan Bi Nio yang mengintai hati-hati akhirnya mendapat kenyataan bahwa dia dijaga oleh dua anak buah pemimpin Tar-tar itu di luar kemah. Bi Nio tak mau membuang waktu, Ia harus kembali menemui raksasa tinggi besar itu bercakap-cakap dan menarik perhatian pemimpin Tat-tar itu dengan senyum dan keindahan tubuhnya. Tak mau membuang tempo.

Dan ketika ia memasang guling sedemikian rupa dan menutupinya seolah dia sedang tidur maka Bi Nio melempar kerikil ke belakang kemahnya. Dua penjaga terkejut dan berseru memeriksa. Dan di saat itulah Bi Nio keluar. Dia telah menyelinap meninggalkan kemahnya, geli tapi tak berani tertawa melihat dua penjaga Tar-tar itu terkecoh, mengumpat dan kembali lagi karena mereka tak melihat apa-apa. Mungkin tikus atau kucing yang membuat gaduh. Dan Bi Nio yang sebentar kemudian tiba di kemah Gurba tiba-tiba masuk dan mengejutkan raksasa itu yang baru saja melempar tubuhnya di atas pembaringan!

"Hei..kau ini!"

Bi Nio tersedu-sedu, menjatuhkan dirinya berlutut. Dan ketika Gurba terbelalak dan melompat bangun maka wanita cerdik yang tumbuh keberaniannya ini sudah berkata dengan suara tersedu dan tersendat, bersandiwara mengguncang-guncang tubuhnya, "Hanggada, jangan suruh aku tinggal sendiri di sana. Aku takut, dua pembantumu bicara kotor dan tertawa-tawa mengintai kemahku!"

Gurba terkejut. "Kau yakin itu?"

"tentu saja. Aku melihat mata mereka seperti kucing kelaparan Hanggada, Mereka melahap dan mengintai diriku dengan rakus. Aku takut!” dan Bi Nio yang sudah menangis tersedu-sedu lalu menyambung sandiwaranya mendadak menubruk dan memeluk kaki Gurba.

Raksasa ini tersentak, hampir melepaskan diri menendang Bi Nio. Tapi teringat kejadian tadi dan Bi Nio juga memeluknya erat tiba tiba Gurba menggigil mendorong Pundak wanita ini, hati-hati tapi tegas. "Bi Nio, jangan membuat onar di tempat ini. Aku tak percaya dua penjagaku berlaku seperti itu!"

"Kalau begitu panggil saja mereka. Hanggoda. Lihat dan buktikan saja sikap mereka itu!"

"Baik!" Gurba penasaran tak percaya begitu saja dan memanggil dua penjaga yang menunggui kemah wanita ini. Dan ketika mereka dipanggil dan terbelalak dengan kaget karena melihat Bi Nio ada disitu, mereka tertegun dan tak mengerti bagaimana Bi Nio dapat lolos dari pengawasan mereka, melotot dan gusar memandang selir kaisar ini. Karena lolosnya wanita itu merupakan tamparan bagi mereka. Dan ketika mereka melotot dan marah mamandang Bi Nio maka Bi Nio sudah berseru mendahalui Gurba,

"Nah, Iihat. Mereka memandangku seperti, kucing kelaparan, Hanggoda. Lihat mata mereka, yang melotot itu. Mereka seolah tak pernah melihat wanita. Mereka ganas dan mengerikan bagiku!"

Dua penjaga itu langsung mengumpat. Mereka memaki dan marah-marah pada Bi Nio. Tapi belum Gurba bicara lagi-lagi Bi Nio berkata, kini menggigil di belakang raksasa itu, "Hanggoda, mereka suka memaki-maki seenaknya di depanmu. Apakah ini bukan bukti akan omonganku tadi? Usir mereka, hanggoda. Suruh mereka pergi dan lindungi aku!'"

Gurba termakan. Dia melihat dua penjaga ini memang memaki-maki Bi Nio, makian yang sebenarnya didorong oleh rasa malu mereka kenapa wanita itu bisa lolos dari panjagaan mereka, bukan Karena Bi Nio diganggu melainkan merekalah yang merasa tersinggung, tertampar dan marah karena Bi Nio mempermainkan mereka. Tapi sebelum mereka membalas apa-apa, tiba-tiba Gurba membentak bengis, memandang seorang diantaranya yang bukan lain adalah Bosu.

"Bosu, kau mengganggu dan mengucapkan kata kata kotor pada wanita ini? Kau melanggar peraturan suku bangsa Tar-tar!"

Bosu terkejut, menggelengkan kepalanya, "Tidak, kami tidak mengganggu atau mengucapkan kata-kata kotor Hanggoda. Wanita itu bohong dan memfitnah kami!"

"Kau berani sumpah!"

"Tentu saja. Kami memang tidak melakukan perbuatan itu, hanggoda. Kami berani sumpah atau kau bunuh kalau kami bohong."

"Hm...Gurba kini balik memandang Bi Nio, gelap mukanya "Bagaimana jawabanmu, Bi Nio? Anak buaku tak melakukan seperti apa yang kau katakan. Aku percaya mereka, kau agaknya bohong"

Bi Nio menangis. "Kalau begitu kau boleh membunuhku, hanggoda. Aku juga berani sumpah kalau kau tidak percaya. Mereka menggangguku, mereka mengintai dan jelalatan memandangku di dalam kemah!"

"Bohong...." Bosu melompat maju. "Kau memfitnah kami, wanita busuk. Kami tak pernah mengintai atau jelalatan memandangmu di dalam kemah. Kau bohong, kau mencari penyakit!" dan Bosu yang bergerak menampar saking marahnya tiba-tiba membuat Bi Nio menjerit dan roboh terpelanting ketika untuk pertama kalinya pemuda Tar-tar menyakitinya, disambut bentakan Gurba yang tak menyangka perbuatannya itu. Dan ketika Bosu marah-marah dan temannya ikut melompat maju untuk menghajar Bi Nio mendadak raksasa tinggi besar ini mengibaskan lengannya.

" Bosu, mundur..!"

Bosu terlempar. Dia dan temannya terdorong oleh kibasan Gurba itu. Mencelat menubruk kemah. Dan ketika mereka sadar dan Gurba terbelalak marah maka Bi Nio sudah tersedu-sedu menuding mereka.

"Lihat, dua laki-laki itu menyerang seorang wanita lemah, hanggoda. Kenapa mereka menyakitiku padahal bangsa Tar-Tar dikenal sebagai bangsa yang tak mau menyakiti wanita. Adakah ini bukan bukti bahwa mereka ingin menutupi perbuatan sendiri. Aku tak terima, hanggoda. Aku mohon keadilanmu untuk perbuatan pembantumu ini. Aku boleh dianggap memfitnah tapi bukti telah bicara di depan mata. Mereka menyerangku."

Gurba merah mukanya. Dia jadi tak simpatik pada Bosu dan telah menampar Bi Nio itu, betapa pun marah karena hal itu mencoreng bangsa Tar-tar yang dikenal tak suka mengganggu wanita, apalagi menyakitinya. Dan Bi Nio yang tersedu-sedu menuding anak buahnya akhirnya membuat raksasa ini binggung. Sukar menentukan siapa salah siapa benar. Maklum Bosu juga bersalah karena telah menampar wanita ini. Dan ketika Bosu menggigil dan melotot memandang Bi Nio, tiba-tiba Siga muncul mendengar suara ribut-ribut itu.

"Hanggoda, apa yang terjadi?"

Gurba mengerutkan kening. "Bi Nio menuduh Bosu menggangunya di dalam kemah. Siga. Tapi aku tidak percaya dan memanggil dua penjaga itu!"

"Dan apa jawaban mereka?"

"Mereka menolak, tapi Bosu telah menampar wanita ini hingga kupukul roboh."

"Hanggoda..." Siga ganti mengerutkan kening. "Wanita ini mencurigakan. Aku telah menyelidiki dusun Lee-chung tapi tak ada kepala kampung yang memilıki anak bernama Bi Nio!"

Bi Nio kaget. "Kau tak menyelidiki dengan seksama, Siga. Kau bohong atau mungkin ayahku yang memang tidak berterus terang padamu!"

"Tidak," Siga memandang tajam wanita ini. "Kau bukan penduduk Lee-chung, Bi Nio. Aku menyelidiki hal itu dan tak mungkin salah!" dan memandang Gurba yang tertegun mendengar keterangan itu Siga berkata tagi, "Hanggoda, besok kepala kampung kubawa ke sini. Kita lihat siapa sebenarnya dia. Dan untuk keributan ini, biarlah aku yang menjaga Wanita itu. Bosu dan temannya biar beristirahat!"

Bi Nio terkejut. Dia melihat Bosu dan temannya berseri girang, mengejek padanya dengan pandangan dingin. Tapi Gurba menggeleng dan mengejutkan tiba-tiba berkata,

"Tidak biar aku mengawasi wanita ini Siga. Rupanya ada hal-hal yang harus kuketahui. Bi Nio rupanya seorang mata-mata. Aku akan mengorek dia." Dan Gurba yang mengibaskan lengan dengan penuh penasaran lalu menyuruh orang-orangnya pergi, disambut dengan mata terbelalak oleh Siga yang rupanya kurang setuju. Tapi Gurba yang mengeraskan sikap tak mau dibantah akhirnya membuat pembantunya ini mengangguk pergi dan keluar diikuti Bosu imdan teman-teamannya itu. Dan begitu Gurba berdua dengan Bi Nio maka raksasa ini membalik memandang marah.

"Bi Nio. kau rupanya menyembunyikan sesuatu yang kau rahasiakan. Apa yang kau ingini dari sepak terjangmu yang aneh ini?"

Bi Nio tersenyum. membuat Gurba melengak. "Aku tak menyembunyikan rahasia apa-apa, hanggoda. Aku datang karena anak buahmu yang menangkap."

"Tapi gerak gerikmu mencurigakan. Kau rupanya sengaja mendekati kemah ini untuk bertemu dengan aku."

Bi Nio tiba-tiba menghela napas. "Hanggoda, aku memang tak mau diletakkan dikemah lain. Aku ingin tinggal di sini. Aku ingin bersamamu, dan ketika Gurba terkejut dan terbelalak memandangnya tiba-tiba Bi Nio yang merasa girang dapat berdua dengan pemimpin suku bangsa Tar-tar itu tapi menyembunyikan kegembiraannya tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut, terisak. "Hanggoda, aku sengaja memasuki kemahmu untuk menyatakan isi hatiku. Tapi karena aku takut kau marah aku jadi ragu untuk mengatakannya."

Gurba tertegun. Sekarang di merasa wanita ini mau "buka kartu", melihat Bi Nio terisak di bawahnya dan tiba-tiba tersirap melihat belahan dada wanita ini yang menunduk di depannya dengan jelas dan gamblang. Sedetik menghentikan denyut raksasa tinggi besar itu yang menahan napas. Tapi Gurba yang memandang ke arah lain dan menindas perasaannya lalu menyuruh Bi Nio bangkit. Perintah yang sebenarnya ditujukan agar dia tidak tertarik ke bagian itu. Tapi Bi Nio yang menangis dan menguguk tanpa sebab mendadak malah memeluk kaki dan tersedu-sedu!

"Hanggoda, aku takut menyatakan apa yang menjadi isi hatiku. Kau buanglah aku, kau lemparlah aku agar aku terbebas dari himpitan duka ini!"

Gurba terkejut katakan,Bi Nio? "Apa yang mau kau Bi Nio tak mau menjawab. Dia malah menangis semakin keras di kaki raksasa itu, memeluk dan mersyapkan jari hingga Gurba menggigil. Baru kali itu merasakan sentuhan lembut dan Iunak dari jari-jari seorang wanita cantik. Menimbulkan perasaan hangat dan aneh yang membuat Gurba terbawa perasaan syur, hampir memejamkan mata dan mabok sejenak! Tapi Gurba yang kembali menindas guncangan hatinya dan mendorong Bi Nio tiba-tiba melepaskan diri dengan sentakan kuat.

"Bi Nio, aku tak mau melihat kau menangis. Sekarang berdiri dan katakan apa yang menjadi keinginanmu!"

Bi Nio gemetar, mengusap-matanya. “Kau tak marah hanggoda?"

"Tidak, asal kau bicara jujur!"

Bi Nio mengigit bibir. Dia melihat raksasa ini merah mukanya , agaknya mulai terpengaruh oleh sentuhan jari jarinya yang lembut tadi. Sengaja memeluk untuk membuat lawan "merinding" diam-diam tertawa tapi juga berdebar karena Gurba mulai sering melirik dadanya, Sengaja melepas sebuah kancing bajunya agar buah dadanya menyembul, dapat diintai dengan cara tidak kentara.

Melihat Gurba mulai mendengus dan sukar mengalihkan perhatiannya. Jadi sasarannya mulai berhasil. Tapi Bi Nio yang tentu saja tak berani sembrono dan bersikap hati-hati lalu berdiri dan menundukkan kepalanya, membiarkan Gurba melihat kancing bajunya yang terlepas dan menghela napas seolah berduka, takut-takut. Tapi melihat Gurba menunggu jawabannya dan Bi Nio tak mau berlama-lama akhirnya wanita ini berkata dengan bibir digigit-gigit, manis tapi juga sekaligus merangsang nafsu, menggerakkan berahi.

"Hanggoda, aku sesungguhnya ingin menyampaikan isi hatiku. Aku... aku ingin menghamba padamu. Aku ingin mengikuti jejakmu ke manapun kau pergi"

Apa...!" Gurba terbelalak. "Kau mau menghamba padaku?"

"Ya Bi Nio mulai mengerling. "Aku ingin ikut kemanapun kau pergi, hanggoda. dan betul bahwa aku memang bukan penduduk Le-Chung."

Gurba tampak kaget. "Bi Nio. Kalau begitu siapa kau ini? Kau...?"

Bi Nio tiba-tiba menggigil, memejamkan mata. "Aku orang biasa. hanggoda. Aku datang karena aku tertarik pada kegagahanmu. Aku telah mendengar namamu. Aku kagum akan kesaktianmu. Aku... aku..." Bi Nio yang terisak bangkit berdiri tiba-tiba memeluk Gurba. "Aku cinta padamu, hanggoda. Aku ingin mendampingimu seumur hidup dan siap mati kalau kau menolaknya!" dan Bi Nio yang menangis dan sudah menyembunyikan mukanya di dada Gurba tiba-tiba membuat raksasa itu tertegun dan melebarkan matanya bulat-bulat, terkejut dan terkesiap dipeluk wanita cantik ini.

Merasa betapa lembut dan hangatnya tubuh wanita itu. Terutama gerakan dadanya yang naik turun di dadanya sendiri. Bola kembar yang lunak tapi kenyal itu, sengaja ditempelkan ketat oleh Bi Nio yang membuat darah raksasa mendidih, bangkit dan seketika bergolak. Tak dapat menahan nafsunya lagi. Dan ketika Gurba gemetar dan balas mendekap tanpa sadar mendadak Bi Nio yang girang oleh reaksi ini tahu-tahu mengangkat mukanya dan mencium mulut raksasa tinggi besar, mesra melumatnya lembut.

"Hangoda, aku cinta pada mu..."

Gurba terbang ke awang-awang sesungguhnya seumur hidup belum pernah dia dilakukan seperti itu, didekap dan dicium wanita secantik Bi Nio ini. Merasa bibir yang merah basah itu mengulum mulutnya, membuatnya menggigil dibawa kenikmatan tiada tara. Tapi Gurba yang sadar teringat sesuatu mendadak melepaskan dan membentak kaget, "Mundur..!"

Bi Nio terpelanting roboh. Wanita ini menjerit kecil, bajunya tersangkut kursi hingga robek terkuak dadanya hingga Gurba sendiri terkejut melihat buah dada menyembul jelas itu lebih jelas dan gamblang. Putih montok! Dan Gurba memejamkan mata terhuyung gemetar tiba-tiba menggemereng. "Bi Nio. jangan kurang ajar kau. Aku pantang menerima wanita Han sebagai istriku. Apalagi kalau dia sudah bersuami!"

Bi Nio tersedu. Merah pipinya. "Aku tak memiliki suami atau Kekasih, hanggoda. Aku masih sendiri dan tak ingin cintaku ditolak."

"Tapi kau wanita Han, aku tak dapat mengambilmu sebagai isteri!"

"Kalau begitu boleh sebagai apa saja, hanggoda. Aku rela menjadi selir atau pelayanmu asal selalu berdekatan denganmu."

"Tidak... tidak bisa. Aku tak dapat menikah dengan wanita yang bukan suku bangsaku sendiri"

"Kenapa, hanggoda?" Bi Nio menggigil, pucat mukanya.

"Kau adalah keturunan bangsa yang menjadi musuhku. Kau bangsa Han yang tak mungkin bersahabat dengan bangsa Tar-tar!"

"Ah. Bi Nio penasaran, masih nekat. Kau tak adil. hanggoda. Yang menjadi musuh bukanlah diriku, secara pribadi. Tapi orang lain yakni kaisar dan pembantu-pembantunya itu. Kenapa kau memasukkan aku sebagai musuhmu. Di mana keadilanmu?"

Gurba terbelalak. Dia harus menekan guncangan hatinya melihat belahan dada Bi Nio yang terkuak lebar itu, seolah tak disadari Bi Nio sendiri akibat penasarannya terhadap raksasa tinggi besar itu. Yang agaknya tangguh, bermental baja dan tak gampang dirobohkan nafsu berahi, yang membuat Bi Nio was-was tapi kagum juga mendongkol. Dan ketika Gurba tak menjawab dan pemimpin suku bangsa Tar-tar itu tertegun memandangnya maka Bi Nio bangkit berdiri hingga baju yang sudah terkuak lebar itu melorot turun!

"Hanggoda, apa jawabanmu tentang pertanyaanku tadi? Begitukah sikap seorang laki-laki jantan menperlakukan wanita tak bersalah. Aku memang wanita Han, hanggoda aku bukan musuhmu yang mempunyai hutang jiwa atau harta! Aku datang untuk menyatakan cinta. Dan kau sendiri berjanji tak akan marah asal aku bersikap jujur. Sekarang aku jujur, menyatakan itu, kenapa kau marah-marah dan bersikap kasar padaku? Inikah kelakuan seorang gagah? Di bibir manis, tapi lain pula kenyatannnya? Kalau begitu percuma aku mengagumimu henggoda. Kau kiranya seorang pengecut!" dan, marah serta cemas akan kegagalannya sendiri, mendadak Bi Nio tersedu menundukkan kepalanya pada dinding kemah.

"Dukk...!" wanita itu roboh pingsan. Gurba terkejut tak menyangka berseru kaget melompat maju. Dan ketika Bi Nio tak sadarkan diri dan Gurba terpukul oleh semua kata-kata wanita ini mendadak Gurba sudah mengangkat tubuh wanita ini dan membawanya ke pembaringan dan menyadarkan Bi Nio dari pingsannya itu. Gugup dan berkali-kali bingung menotok Bi Nio. Dan ketika beberapa saat kemudian Bi Nio sadar dan wanita itu mengeluh di pembaringan raksasa itu maka Gurba yang rupanya menyesal dan girang melihat wanita itu siuman sudah berkata Seolah berbisik,

"Bi Nio, maafkan aku...!"

Bi Nio membuka mata. Dia tadi bersungguh-sungguh menumbukkan kepalanya itu, untung hanya pingsan saja dan tidak retak. Kini terbelalak dan melihat Gurba memegang lengannya dengan lembut dan penuh kasih, terdorong oleh sesalnya itu. Tapi Bi Nio yang menangis teringat sukarnya "membobol" raksasa ini mendadak tersedu-sedu, kecewa dan penasaran sekali. "Hanggoda, kau lepaskan aku. Atau kau bunuhlah aku"

Gurba menggeleng. "Tidak, aku menyadari kesalahanku, Bi Nio. Justeru aku hendak meminta maaf padamu dan jangan kau marah lagi"

"kau..!"

"Ya, aku tak boleh menjilat ludahku sendiri Bi Nio. Kau telah menyatakan apa yang menjadi isi hatimu dan aku tak boleh marah!"

Bi Nio tiba-tiba bangkit dari pembaringannya dan mencengkeram pundak raksasa itu. "Hanggoda..." wanita ini gemetar. "Apakah berarti engkau menyambut cintaku? Kau mau menjadikanku sebagai isteri dan..."

"Tidak!" Gurba merah mukanya, menggeleng. "Bukan itu maksudku Bi Nio. Aku tak mungkin mengambilmu sebagai isteri karena kau bukanlah suku bangsaku."

Bi Nio menggigil. "Kalau begitu kau jadikan saja aku selir, hanggoda. Atau..."

"Maaf." Gurba lagi-lagi memotong, aku juga tak mampu memenuhi permintaan itu, Bi Nio. Aku benci pada bangsa Han karena bangsa Han telah membunuh ayah ibuku!"

"Ah," Bi Nio kecewa. “Kalau begitu biarkan saja aku menjadi pelayanmu, hanggoda. Atau kalau inipun kau tak mau biarlah kau berikan padaku pernyataan sayang sekali saja. Aku butuh itu. Aku butuh kenang-kenangan dan setelah itu aku pergi!”

Gurba terkejut. "Maksudmu?"

Dan Bi Nio tiba-tiba menggigil melepas pakaiannya. Dan berpikir siapa tahu raksasa ini tahu apa yang dikehendakinya tiba tiba Bi Nio telah telanjang bulat didepan raksasa tinggi besar itu. Satu usaha terakhir untuk merobohkan pemimpin Suku Tar-tar ini!.

"Hanggoda, aku tak mau banyak bicara lagi. Aku telah menyatakan isi hatiku. Kalau kau menolak sudilah kiranya kau memberikan secercap kasih sayangmu kepadaku, Aku tak mau mengganggumu lagi setelah ini." dan Bi Nio yang menunduk dan mengeluh menubruk raksasa ini tiba-tiba telah mencium dan melesatkan tubuhnya di tubuh pemuda tinggi besar itu. Mendengus bertubi-tubi karena ini adalah sebuah "final mision" baginya. Misi terakhir.

Dan Gurba yang terkejut serta membelalakan matanya tiba-tiba tak dapat bicara karena mulutnya telah di tutup oleh mulut Bi Nio yang manis itu, dipeluk dan mendapat serangan gencar yang membuat raksasa ini memejamkan mata. Bingung dan kaget karena kesadarannya hilang oleh keadaan Bi Nio yang luar biasa berani, bugil didepannya. Dan ketika Bi Nio melepas kancing bajunya dan jari-jari wanita cantik itu merayap ke sekujur tubuhnya bagai rayapan seekor ular betina mendadak Gurba roboh dibawa perasaan hanyut yang memabokannya.

Raksasa ini mengeluh, menggigil dan gemetar ketika bibir dan lidah Bi Nio bergerak-gerak membuatnya terayun ke awang-awang, karena kekagetannya yang sekejap itu telah dipergunakan oleh Bi Nio baik-baik. Tak mau melepaskan kesempatan itu dan mempergunakan semua kepandaiannya untuk merobohkan raksasa ini. Dan karena Bi Nio telah nekat dan semua teknik telah dipergunakannya untuk menguasai lawan, tiba-tiba Gurba mengerang ketika Bi Nio menghisap mulutnya seakan lintah melekat, tahu-tahu menggulingkan tubuh dan sama-sama roboh ke pembaringan, terbetot semangatnya oleh isak dan nafsu wanita itu.

Tapi Gurba yang lagi-lagi teringat sesuatu tiba-tiba mendorong Bi Nio melompat bangun. "Tidak. jangan Bi Nio, jangan...!"

Bi Nio terjengkang. Dia sudah berhasil membangkitkan gairah lawannya, merasa balasan Gurba yang canggung dan gugup tentu saja heran dan kaget kenapa Gurba tiba-tiba melemparnya dari pembaringan. Tapi ketika Bi Nio bangkit dengan tubuh terhuyung tertelalak memandang raksasa ini maka Gurba gemetar dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Bi Nio, kua pergilah cepat-cepat. Aku tak mau berjina. Apalagi dengan wanita yang sudah bersuami."

"Ah... Bi Nio menyadari keadaan. "Aku tak mempunyai suami atau kekasih, Hanggoda. Aku masih sendiri dan siap menjadi milikmu!'

"Tidak. Jangan!" Gurba memejamkan mata. "Aku tak mau menyusahkanmu kelak di kemudian hari, Bi Nio. Aku..."

Bi Nio tiba-tiba menangis. Wanita ini telah munubruk dan menyambar sebuah pisau yang ada di situ, membuat Gurba membuka matanya dan kaget. Tapi Bi Nio yang menyerahkan pisau itu dan mengguguk di tubuh raksasa ini tiba-tiba berseru. "Kalau begitu kau bunuhlah aku, hanggoda, aku akan bunuh diri di depanmu...!"

Dan Bi Nio yang menarik tangan Gurba dan menghujamkan pisau itu ke dadanya tibi-tiba disambut seruan tertahan dan sentakan kuat raksasa ini, membuang pisau sementara Bi Nio sendiri terpelanting. Dan ketika Bi Nio tersedu-sedu dan Gurba tergetar menyaksikan tubuh telanjang itu bersimpuh di depannya tiba-tiba Gurba tak tahan dan menyambar wanita ini. Betapapun, hasrat kelelakiannya terbakar dan tak dapat terus-terusan diuji sedemikian lama. Terlampau berat. Dan begitu mendengar Bi Nio tidak bersuami dan Gurba siap mengambil wanita ini sebagai isteri atau selir maka Bi Nio telah dibopong dan mendengar bisikan pemuda tinggi besar itu.

"Bi Nio, kau benar-benar wanita tak bersuami?"

"Sumpah demi segala setan dan dewa, Hanggoda. Kalau iya, boleh kau bunuh aku!" Bi Nio nekat, marah dan gemas sekali melihat dia lagi-lagi akan gagal. Padahal itu adalah usahanya yang terakhir. Dan begitu dia menjawab dan Gurba mendengus aneh mendadak raksas tinggi besar ini telah medekap dan membawanya ke ranjang.

"Baik, kalau begitu kau boleh menjadi selirku, Bi Nio. Atau kau pergi setelah kuberi apa yang kau minta!" Gurba juga tak kuat, bangkit darah mudanya melihat keadaan Bi Nio yang demikian menggairahkan. Mulus tanpa cacat dan membuat nafsu lelaki tak terkendali lagi. Hilang akal sehatnya. Dan ketika Bi Nio mengaku sebagai gadis yang masih sendiri dan Gurba percaya omongan wanita itu.

Maka Bi Nio mengeluh dan girang bukan main akan keberhasilannya ini, tiba-tiba memagut dan merciumi pemuda tinggi besar itu. Tak segan pada kulitnya yang hitam atau apa. Twrtawa dan sudah membuat Gurba mabok akan cumbu atau belaiannya yang hebat.

Dan begitu keduanya melempar diri di pembaringan dan Gurba mendengus membalas pelukan Wanita ini maka jebollah benteng pertahanan pemimpin suku bangsa Tar-tar yang lihai itu. Gurba tak dapat terlalu disalahkan. Dia masih "hljau" dalam masalah perempuan, meskipun gagah dan sakti di medan laga. Roboh dan hanyut dalam cumbuan Bi Nio yang tahu kelemahan lelaki. Tahu dan mahir bermain cinta karena dia adalah selir kaisar yang paling pintar. Sebentar saja meninabobokkan raksasa itu dalam pernainan panas yang menggebu-gebu, membuat Gurba tergila-gila dan berkali-kali mengeluh akan kenikmatan yang tiada tara, pelayanan hebat yang luar biasa yang diberikan selir itu padanya.

Dan ketika beberapa saat kemudian mereka tenggelam dalam madu berahi dan Gurba lupa segala-galanya maka menjelang pagi, di saat raksasa itu tergolek kelelahan dan Bi Nio girang akan keberhasilannya maka wanita cantik ini berindap keluar melepas panah biru!

"Sing!"

Langit berkilat sekejap. Bi Nio menunggu sebentar, dan ketika beberapa saat kemudian sebuah panah biru juga menyambutnya di langit hitam sebelah barat, tiba-tiba Bi Nio girang bukan main. karena itulah tanda isyaratnya telah dimengerti oleh pengantarnya di tempat persembunyian sana. Ia membalik dan kembali memasuki kemah dengan muka berseri-seri. Tapi begitu dia memutar tubuh dan siap memasuki tempat pemimpin bangsa Tar-tar itu mendadak Gurba telah berada di belakangnya dengan mata mencorong!

"Aih..." Bi Nio langsung mundur dengan teriakan tertahan kaget bukan main melihat pemuda tinggi besar itu telah melihat perbuatannya. Benar-benar terlalu gegabah mengentengkan pemimpin bangsa Tar-tar ini. Dan ketika Bi Nio terbelalak memandang dan mundur-mundur dengan muka pucat maka Gurba yang menggeram penuh kemarahan bertanya kepadanya dengan suara dingin menusuk jantung,

"Bi Nio, apa artinya ini?"

Bi Nio tertegun. Pertanyaan itu pendek saja, singkat tapi membuat semangatnya seakan terbang karena dia melihat mata Gurba yang mencorong seperti api itu, mirip naga yang :sedang marah. Berkilat kilat dan menelan tubuhnya bulat-bulat. Dan Bi Nio yang tak dapat mengelak lagi dan gentar oleh perbawa raksasa ini tiba-tiba menangis dan jatuh berlutut.

Gurba menggeram. Dia tak tahu apa sebenarnya yang sedang dilakukan wanita ini kekasihnya yang baru saja melayaninya bercumbu. Marah dan gusar karena sekarang dia menangkap bahwa ada apa-apa yang tidak beres pada Bi Nio, Entah apa. Pokoknya penting. Dan Gurba yang tidak mendapat jawaban dari wanita itu kecuali tangisnya medadak mencengkeram dan menyambar pundak wanita ini. Lalu begitu Bi Nio mengeluh dan menjerit kesakitan tiba-tiba raksasa berkelebat dan terbang ke arah barat di mana panah biru timbul saat panah wanita ini dilepas di pagi-pagi buta.

Dan Gurba tertegun. Dia meiihat bayangan bergerak di sana sini, tdak banyak, paling paling sebelas orang. Dan ketika dia tiba di situ dan Bi Nio menjerit memberi tanda, mendadak bayangan yang bergerak gerak di tempat itu muncul dan kaget melihat ada pemimpin bangsa Tar-tar ini. Sama seperti Gurba sendiri yang sama kagetnya melihat siapa mereka itu, mengenal seorang diantaranya yang bukan lain adalah Toan-ciangkun (Panglima Toan), satu dari Tujuh Panglıma Naga yang memimpin rombongan itu. Dan begitu dua pihak beradu muka dan Gurba menggereng marah maka Bi Nio sudah dilempar di atas tanah hingga wanita itu mengaduh dan terbanting tak dapat bangkit berdiri.

"Bi Nio, kau kiranya orang kaisar!"

Bi Nio tersedu-sedu. Dia sudah tak dapat mengelak lagi, melihat Toan ciangkun melompat dengan pedang di tangan menolongnya dan menyuruh anak buahnya memapah wanita itu. Dan karena dua pihak sudah sama-sama kepergok dun tak mungkin menghindar lagi maka Toan-ciangkun yang berdiri gagah berseru dengan suara nyaring maklum bahwa Bi Nio tertangkap basah,

"Gurba kami memang menyuruh Bi Nio menyusup di perkemahanmu. Kau tak perlu memakinya, kami yang bertanggung jawab. Dan karena kau telah menggauli wanita ini sebagai isterimu maka silahkan ambil dia baik-baik dan kami akan melapor pada kaisar bahwa seorang selirnya telah kau minati!"

"Apa?" Gurba terkejut. "Bi Nio selir kaisar"

"Ya...!" Toan-ciangkun gagah menjawab, berseri mukanya. "Bi Nio adalah selir kaisar yang amat disayang, Gurba. Kalau kau telah mencintainya tentu sri baginda tak akan keberatan memberikannya padamu asal kau menarik mundur pasukanmu!"

"Keparat!" Gurba membentak, marah bukan main. "Kalau begitu kalian sengaja menjebak aku Toan-ciangkun. Kalian manusia terkutuk dan biadab. Jahanam...!" dan Gurba yang menggerakkan lengan menghantam ke depan tiba-tiba menyerang panglima she Toan yang ada di depan dan dikelit panglima ini yang terkejut oleh angin pukulan menderu dahsyat. Tapi begitu dia melompat menghindar mendadak pukulan itu tiba lebih dulu dan langsung menyerempet pundaknya.

"Dess...!" Toan-ciangkun terpental. Panglima ini bergulingan menjauh, berteriak pada sepuluh anak buahnya agar maju menyérang, membantu dia dari amukan Gurba. Tapi Gurba yang membentak mendahului tiba-tiba berkelebat menyambar, mengibas dan menampar sepuluh orang yang mengeroyoknya itu. Dan begitu pukulan terlepas dan sepuluh orang ini menjerit tiba-tiba mereka roboh berpelantingan dengan tulang patah-patah!

"Toan-ciangkun, kau akan kubunuh!"

Panglima itu terperanjat. Dia memang mengetahui kesaktian pemimpin suku bangsa Tar-tar ini, sebelumnya sudah merasa gentar karena di memang bukan tandingannya. Tapi melihat sepuluh anak buahnya roboh begitu cepat dan mereka tak dapat bangkit lagi karena tulang mereka patah-patah mendadak panglima ini menjadi nekat dan menangkis dengan pedangnya.

"Sing-plak!"

Pedang panglima itu mental. Toan-ciangkun lagi-lagi terkejut, ingat akan kekebalan luar biasa yang dimiliki raksasa ini. terbelalak dan terlanjur tak dapat menarik kémbali serangannya karena tubuhnya sudah maju ke depan. Dan ketika dia meloncat dan kaget akan balasan lawan tahu-tahu Gurba telah menghantam ubun-ubunnya dengan telapak terbuka penuh tenaga sinkang. Tak ayal, panglima ini mengeluh, melempar kepala ke kiri sebagai usaha menyelamatkan diri. Tapi pukulan dahsyat yang terlanjur turun itu ternyata tak sepenuhnya dapat dihindari, ganti mengenai pundaknya hingga panglima ini menjerit. Dan begitu kedua kaki tertekuk tak mampu menahan tahu-tahu pundak panglima ini patah dan Toan-ciangkun roboh terguling.

"Krekkk..!" Panglima she Toan itu mengaduh. Dia kesakitan sangat oleh patahnya tulang pundak ini, bergulingan tapi akhirnya terhenti kareka tulang di dalam menusuk dagingnya, mencuat keluar hingga dia merasa nyeri. Dan ketika panglima itu mengeluh dan menggigit bibir menahan sakit maka di saat itulah Gurba mengejar dengan pukülan ke tiga.

"Hanggoda, jangan...!"

Gurba tertegun. Pekik Bi Nio yang nyaring gemetar ini mengingatkan dia akan kejadian semalam, cumbu rayu dan cinta panas yang mereka nikmati bersama. Indah tapi kini buyar berantakan karena Bi Nio ternyata diketahui berkhianat, menipunya. Dan Gurba yang menggeram tak perduli tiba-tiba meneruskan serangannya ke dada panglima she Toan itu.

"Dess!" Toan ciangkun terang tak dapat mengelak. Panglima ini mengaduh memuntahkan darah segar dan mengeluh tertahan. Tapi begitu dia tergulinh dan roboh terkapar ternyata panglima ini tewas seketika itu juga tak mampu menerima pukulan berat ini. Dan saat itu puluhan obor tiba-tiba menerangi tempat itu, bergerak mengepung dirinya dari segenap penjururu. Dan ketika Bi Nio menjeerit melihat tewasnya Toan-ciangkun maka Siga dan puluhan pasukan Tar-tar berdiri terbelalak melihat apa yang terjadi.

"Hanggoda, apa yang kau lakukan?"

Gurba menggereng. Sekarang dia memandang Bi Nio, melahap wanita itu hingga Bi Nio mundur mundur, ngeri sekali, menangis dan menutupi mukanya dengan tubuh menggigil. Tapi sebelum Gurba menjawab, tiba-tiba seorang dari anak buah Toan-ciangkun yang roboh dengan tulang patah berteriak,

"Paduka selir, larilah. Bangsa Tar-tar akan mengganggu atau membunuh wanita."

Siga dan teman-temannya terkejut. "Paduka selir?"

"Ya " Gurba menggereng. "Bi Nio ternyata selir kaisar, Siga. Dan dia dikirim untuk menghancurkan aku. Keparat dia!" dan ketika Siga dan teman-temannya tertegun maka orang yang berteriak itu lagi lagi berseru, kini mengejek pada Gurba,

"Tar-tar Khan (pemimpin Tar-tar), kau tak dapat menghapus lagi perbuatan yang telah kau lakukan itu. Kau telah menggauli selir kaisar sebagai isterimu. Tak tahu malu kau. Mata keranjang kau!"

Dan ketika orang itu berteriak teriak dan tertawa mengejek Garba, mendadak Siga yang pucat mendengar semuanya ini melompat maju menggerakkan tombaknya, menusuk dada laki-laki itu hingga laki-laki ini menjerit, tembus dadanya dan tewas dihunjam senjata panjang itu. Dan ketika mencabut dan gemetar memandang Gurba maka pemuda ini menghadapi pemimpinnya dengan pertanyaan menggigil,

"Hanggoda, itu semua adalah fitnah, bukan?"

Gurba tak menjawab. Dia sedang terpukul dan marah memandang Bi Nio, melihat bekas kekasinya itu mengguguk di atas tanah. Tapi ketika Siga mengulang pertanyaannya dan raksasa ini menggeram maju tiba-tiba dia menyambar selir kaisar itu.

"Tidak, apa yang terjadi memang betul seperti yang dikatakan itu, Siga. Aku menyesal tapi wanita ini sengaja menggodaku!"

"Ah, jadi kau..."

"Ya., aku terjebak. Kalian tak pantas lagi mempunyai pemimpin seperti aku!" dan Gurba yang marah mencengkeram Bi Nio tiba-tiba berkelebat menuju ke kota raja. "Siga, tarik mundur semua pasukan keluar tembok besar. Tunggu aku di sana!" dan ketika Bi Nio mengeluh dan diseret raksasa ini maka Siga dan teman-temannya tertegun melihat pemimpin mereka itu "terbang" di pagi yang masih buta ke istana kaisar, rupanya mau meluruk dan mengamuk di sana. Dan Siga yang tentu saja terkejut bukan main tiba-tiba mengejar berseru nyaring.

"Hanggoda, tunggu dulu...!"

Namun Gurba mengibaskan lengan ke belakang. Siga berteriak ketika tubuhnya terlempar roboh, disambut angin pukulan pemimpinnya itu yang tak menghendaki dia mengejar. Dan ketika Siga bangkit berdiri dan tertegun dengan pandangan menjublak maka Gurba menggeram dari jauh, memperingatkannya,

"Kau tak perlu menyusul, Siga. Küperingatkan padamu untuk menarik pasukan keluar dari tembok besar!"

Siga tak berani bercuap lagi. Dia sedang terkejut oleh semua kejadian itu., tak menyangka bahwa Bi Nio adalah selir kaisar. Telah menjebak pemimpinnya hingga pemimpinnya itu menggauli wanita yang sudah bersuami. Pantangan paling besar dan amat memalukan bagi bangsa Tar-Tar. Tapi Siga yang penasaran dan kagum akan pengakuan jujur dari pemimpinnya yang tidak menutupi aib sendiri tiba-tiba menjadi marah dan gusar pada sembilan anak buah Toan ciangkun yang masih hidup. kawan-kawan dari laki-laki yang tadi sudah dibunuhnya. Maka membentak dan menyuruh anak buahnya maju segera pembantu Gurba yang marah ini berseru,

"Bunuh mereka, habiskan anjing kaisar yang membuat celaka ini...!" dan begitu pasukan Tar-tar maju dan sembilan orang ini terkejut membelalakan mata tahu-tahu pedang dan golok telah membacok mereka tanpa ampun lagi, menusuk dan dua di antaranya bahkan dipenggal putus. Tentu saja banjir darah segera terjadi. Dan ketika sembilan orang itu roboh dan mayat mereka bergelimpang di atas tanah maka Siga menyuruh anak buahnya mundur, kèmbali ke perkemahan dengan membawa berita megejutkan itu.

Tentu saja menggemparkan semua orang karena bangsa Tar-tar memang tidak menyangka kejadian itu. Semuanya terbelalak dan tertegun bagai disambar geledek. Tapi Siga yang tidak mau banyak cakap dan mengerti semuanya ıni adalah tipu muslihat musuh tiba-tiba menyuruh mereka bangkit uatuk menyerbu kota raja!

"Ini adalah jebakan lawan yang licik dan hina. Kini hanggoda menyerbu Istana, baiknya kita bantu dia. Mari kita dobrak kota raja, kita serbu istana!"

Suku bangsa itu ribut. Mereka tiba-tiba pecah menjadi dua, satu setuju dan lain menolak. Tapi ketika jumlah yang menolak lebih besar dari pada yang setuju dan Siga tertegun melihat perpecahan karena bangsa Tar-tar memang membenci sekali pelanggaran yang dilakukan Gurba meskipun tidak sengaja tiba-tiba pemuda ini menjadi marah pada suku bangsanya sendiri, melihat yang menolak dipimpin oeh Temunga yang menjadi sahabatnya sendiri, seorang pemuda Tar-tar berkulit putih. Dan begitu keadaan menjadi rıbut dan Temunga memimpin kelompoknya dengen urat tegang maka Siga melompat maju dengan muka marah.

"Munga, ini adalah kejadian yang tidak disengaja oleh khan (pemimpin) kita. Hanggoda terbujuk, lengah dan terjebak oleh selir kaisar itu. Kenapa kita harus membencinya sedemikian rupa? Memang bangsa kita adalah bangsa yang pantang berzina dengan wanita yang sudah bersuami, tapi Hanggoda tentunya tak tahu bahwa Bi Nio adalah isteri orang lain."

Temunga menjengek. "Itu kesalahanya sendiri, Siga. Kami tak mau menerima alasan apapun untuk urusan ini. Yang jelas khan kita telah bersalah, dan untuk itu tak ada alasan apapun yang dapat menghapus kesalahannya itu."

"Benar, tapi ingat bahwa ini adalah tipu muslihat musuh, Munga. Hanggoda terjebak karena lawan menghendaki begitu. Dia..."

"Tak perduli!" Munga memotong. "Aku tak mau mendengar alasan apapun, Siga. Sebab menerima alasan berarti membebaskan si terhukum dari kesalahan!"

Siga marah sekali. Nada tinggi yang diucapkan Munga untuk persoalan ini membuat dia naik pitam, maklum bahwa persoalan tak dapat lagi dikompromi karena bangsa Tar-tar memang bangsa yang keras. Maka begitu ia menghentikan kata-katanya dengan seruan keras tiba-tiba Siga yang membentak ke depan menampar muka lawannya itu.

“Munga... kau keras kepala... pak-plak!"

Temunga terjengkang. Dia kaget oleh pukulan itu, berteriak melompat bangun menyambar tombaknya. Dan ketika semua orang jadi ribut dan terbelalak oleh pertikaian dua pimpinan muda ini mendadak Munga balas menyerang dan menusuk lawannya.

"Siga, kau manusia keparat. Kubunuh kau!"

Siga mengelak. Dia juga marah oleh kekerasan kepala bekas sahabat ini, mau menolong Gurba tapi ditolak mentah-mentah oleh lawan yang berhasil mempengaruhi masa ini karena perbuatan itu memang paling dikutuk bangsa Tar-tar. Melebihi kutukan terhadap pembunuhan kejam yang bagaimanapun juga. Maka begitu Munga menyerang dan tombak mematuk serta menusuk tubuhnya tertubi-tubi tiba-tiba Siga membentak lalu menyambar tombaknya pula, menangkis dan balas menyerang disaksikan ribuan pusukan Tar-tar yang membiarkan pertarungan itu. Karena pertarungan itu cukup adil, satu lawan satu.

Tapi ketika Siga membalas dan tombak di tangan lawan terpental maka nampaklah di sini balwa Munga masih kalah oleh pembantu Gurba yang paling dekat ini. Siga memang lebih unggul, tenaganya lebih kuat permainan tombaknya lebih gagah. Dan Ketika pertempuran berjalan setengah jam dan munga menggigit bibir karena harus mundur-mundur dan telapak tangannya pecah berdarah maka pada akhir pertarungan tombak di tangan pemuda ini terlepas dari tangannya akibat pukulan Siga yang keras bukan main.

"Trang...!"

Munga roboh terjengkang. Siga mengejar, ujung tombak tahu-tahu telah melekat di leher lawannya ini. Dan ketika Monga terbelalak dan Siga menginjak dada lawannya, maka bertanyalah pemuda ini, "Bagaimana kau menyerah, Munga. Atau kau minta kubunuh?"

Pemuda Tar-tar itu mendelik. "Aku mempertahankan pendirianku bahwa yang bersalah harus menerima kesalahannya. Siga. Betapapun kau telah memenangkan pertandingan ini tapi hanggoda tetap harus dihukum. Bangsa Tar-tar mengutuk perbuatan jina yang paling dibenci itu. Betapapun kau mengandalkan kekuatanmu atau kemenanganmu."

"Jadi kau tak mau kompromi?"

Tanyalah pada bangsa kita, Maukah mereka kompromi untuk perbuatan yang paling terkutuk ini?"

"Keparat, kau tak mau melihat keadaan dengan kedudukan sebenarnya , Munga. Kau picik pandangan dan bodoh!"

Siga gusar, mendengar bisik-bisik di sana-sini yang membenarkan pendapat lawannya itu. Dan ketika bisik-bisik itu jadi gencar dan Munga berteriak bagaimanakah pendapat suku bangsanya untuk persoalan ini. Mendadak secara serentak kelompok yang membela pemuda Tar-tar itu berseru mengacungkan senjata,

"Kami setuju dengan pendapatmu, Munga. Perbuatan yang paling terkutuk yang tak perlu dikompromi lagi. Kami siap mèmbela pendirian ini dengan nyawa dan darah!"

Siga semakin marah. Dia mendengar kelompok lawan berteriak-teriak, kian lama kian gaduh karena bangsa Tar-tar memang siap mengorbankan darah dan nyawa untuk pendirian yang satu itu. Merupakan prinsip hidup yang paling peka. Dan ketika Munga tertawa mengejek dan Siga merasa terpukul tiba-tiba pemuda yang gelap pikiran ini menggerakkan tombaknya, menusuk leher Munga yang dianggap biang keladi keributan.

"Munga, kau jahanam keparat.... crep!”

Munga tak dapat mengelak. Dia langsung menggeliat oleh tusukan tombak itu, mengeluh dan terkulai tak dapat bersuara lagi karena tombak telah menançap di lehernya, mengejutkan Semua bangsa Tar-tar Yang seketika menghentikan kegaduhan. Kaget bukan main oleh perbuatan Siga yàng membunuh teman sendiri. Dan ketika Siga mencabut tombaknya dan beringas memandang ke kelompok Munga tiba-tiba keadaan menjadi gempar dan tidak terkontrol.

"Siga, kau jahanam terkutuk..."

Lima orang tiba-tiba melompat maju, marah dan menyerang pemuda ini karena perbuatan Siga dianggap terlalu. Dibenarkan oleh yang lain karena pembunuhan itu jelas tak mereka setujui. Tapi Siga yang marah dan terlanjur mata gelap sudah membentak dan menangkis lima orang anak buah Munga membuat mereka terpelanting dan terteriak pada kawan-kawannya agar maju membantu. Karena kelompok Munga marah pada pemuda dan mereka sakit hati melihat pemimpinnya tewas, mendadak ratusan orang meluruk dan berteriak menyerang pemuda ini!

"Siga, kau berhutang jiwa harus membayar jiwa. Kami tak terima perbuatanmu ini!"

Siga terkejut. Dia terang terbelalak melihat majunya pendukung Munga itu, sebentar kemudian menangkis dan sibuk menghadapi hujan senjata. Tapi karena awan terlalu banyak dan kelompok Munga benar-benar bermaksud membunuhnya maka Siga terpelanting ketika sebuah tombak mengenai leher kirinya.

"Bret!"

Pendukung Siga ganti terkejut. Mereka melihat pemimpin mereka itu bergulingan menjauh, darah mengalir dari luka tusukan. Dan ketika Siga dikejar dan ratusan orang berteriak-teriak mendadak pendukung Siga yang jumlahnya sepertiga bagian dari pasukan yang ada berteriak maju dan ganti membela pemuda itu menghambur dan menangkis hujan senjata yang ditujukan pada pemimpinnya, sebentar kemudian keadaan menjadi ribut dan pecah perang saudara. Dan ketika keadaan ini semakin kacau dan pertempuran tak dapat dicegah lagi karena masing-masing pihak mempunyai kepentingan dengan kebenarannya sendiri maka di pagi buta itu pasukan Tar-tar baku hantam dan saling bunuh!

Siga tertegun. Dia tak menyangka kejadian bakal seperti itu, sadar setelah terlambat. Menyesal kenapa dia membunuh Munga karena pikirannya sedang gelap. Tapi karena kelompoknya diserang dan jumlah lawan dua kali lipat dibanding jumlahnya sendiri akhirnya Siga berteriak-teriak nengamuk dan meminta pertemuran dihentikan, mengamuk dan merobohkan bekas anak buahnya sendiri dalam perang sampyuh itu. Kaget dan marah serta sedih bercampur aduk.

Tapi karena bangsa Tar tar adalah bangsa yang keras dan mereka sudah terbiasa di tempa kepahitan hidup bertubi-tubi maka seruan pemuda ini sia-sia. Pertempuan itu berjalan terus, masing-masing mulai membalas karena teman atau saudaranya mulai terbunuh. Kasar dan jalang bagai binatang buas yang tidak mélihat apa-apa lagi kecuali darah.

Dan ketika pagi menjelang tiba dan sinar matahari mulai menerangi bumi maka Siga menangis melihat kelompoknya cerai-berai sementara lawan yang menang mengejar-ngejar yang kalah. Membantai dan dipenuhi nafsu dendam yang tidak akan terpuaskan bila darah belum memuncrat. Dan ketika kelompoknya terdesak dan dua belah pihak sama-sama jatuh banyak korban akhirnya pemuda ini roboh pingsan ditelan kesedihan yang amat sangat!

Begitulah, bangsa Tar-tar pecah berantakan. Mereka sekejap saja menjadi serpihan kelompok-kelompok yang tidak berguna lagi. Lelah dan letih tak mungkin berperang melawan kekuatan yang lebih besar. Pasukan kerajaan umpamanya. Dan ketika pertempuran berhenti dan darah dimana-mana di saat matahari mulai terbit maka Gurba, pemimpin andalan yang merupakan tulang punggung bangsa ini belum pulang juga. Kemana raksasa itu? Bagaimana perasaannya jika tahu keadaan sukunya yang porak-poranda? Tentu hatinya hancur dan sedih! Dan untuk itu mari kita ikuti apa yang terjadi pada suheng dari Kim-mou-eng ini.

* * * * * * * *

Pagi buta, setelah membunuh Tan-ciangkun dan marah pada Bi Nio raksasa tinggi ini langsung ke kota raja. Dia bermaksud mengamuk dan membunuh kaisar dan siapa saja yang dia temui. Tak dapat di padamkan lagi kemarahannya karena kemarahannya sudah sampai di ubun-ubun. Tapi karena kota raja di jaga ketat dan tak ada sebuah tempat pun yang lolos tanpa penjagaan, maka raksasa ini menghadapi rintangan berat yang tidak kecil.

Mula-mula tembok yang tinggi dan tebal harus dia lalui, melayang dan tiba di puncak dengan selamat. Tak kurang dari sepuluh meter. Tapi begitu dia tiba di sana dan belum melompat turun mendadak pengawal telah melihat bayangan dan berteriak-teriak.

"Hei, itu pemimpim bangsa Tar-tar di sana. Awas...!"

Gurba menggeram. Genta di menara tembok tiba-tiba dipukul, gencar suaranya nembangunkan semua perwira. Dan ketika dia menggereng dan puluhan pengawal maju menyerang tahu-tahu tombak dan golok berhamburan menbacok tubuhnya dari sepala penjuru.

"Plak-plak-plak!"

Gurba menangkis, Dia harus melindungi Bi Nio yang ada di pondongannya, terbelalak dan ngeri melihat hujan senjata itu. Tapi karena raksasa ini memang hebat dan tangannya kebal menangkis dan menerima senjata tajam maka tombak dan golok patah-patah bertemu tangannya. Dan ketika lawan terkejut dan bengong memandangnya, Gurba sudah menggerakkan lengan melakukan pukulan sinkang.

"Minggir..."

Tujuh orang seketika terlempar. Mereka menjerit dari tembok yang tinggi itu, ngeri terbanting ke bawah. Dan ketika tujuh pengawal itu mengaduh dan terdengar suara berdebuk di bawah sana, maka tujuh korban pertama ini tak dapat bangun lagi karena tubuh mereka telah hancur diterima tanah yang keras. Yang lain geger. Kedatangan raksasa Tar-tar yang mengejutkan di pagi buta ini memang membuat semua orang ribut. Tapi para pengawal yang maju kembali dengan teriakan perang lalu menyerbu dan mengeroyok pemuda tinggi besar itu, beramai-ramai membesarkan hati dipimpin seorang Tang Ciangkun perwira tinggi kurus yang bukan Iain Tang-ciangbu adanya, kapten Tang, anak buah Bu-ciangkun yang masih tidur di gedungnya belum tahu kedatangan raksasa ini.

Tapi karena Gurba memang lihay sekali dan kaki tangannya cukup ampuh untuk menghadapi lawan-lawannya itu maka para pengawal dan Tang-cianbu sendiri terkejut dan membelalakkan mata ketika senjata maupun pukulan yang mengenai tubuh raksasa itu selalu mental dan patah. tak dapat menghadapi kekebalan raksasa itu yang hebat bukan main. Dan ketika Gurba membalas dan membentak menggunakan Tiat-lui-kangnya, maka para pengawal roboh dan berpelantingan di atas tanah dari tembok yang tinggi itu.

"Mundur, serang saja dari jauh....!" Tan ciangbu memberi aba-aba, pucat melihat anak buahnya rontok disapu pukulan raksasa ini, Dan ketika para pengawal mündur dan gentar menghadapi raksasa itu dalam jarak dekat maka panah mulai berhamburan menyerang pemimpin bangsa Tar tar ini.

Gurba repot. Dia sedang membawa Bi Nio masih memondong selir kaisar itu menghadapi hujan senjata lawan. Tapi Gurba melolos bajunya dan mempergunakan pakaian ini melindungi Bi Nio, tiba-tiba memutar senjata anèh itu serupa payung, meruntuhkan semua panah dan membiarkan panah yang lain rontok mengenai tubuhnya, tak dapat melukainya karena sinkangnya telah melindungi seluruh tubuhnya dari kepala sampai kaki. Dan ketika semua orang gempar dan terbelalak melihat perbuatanya maka raksasa in telah terjun dari tembok yang tinggi itu masuk ke dalam.

"Hei, tahan dia. Kepung...."

Tang-ciangbu berteriak teriak. Dia sendiri masih di atas, tak berani turun karena tak memiliki ginkang yang cukup. Salah-salah patah kakinya kalau terjun seperti Gurba itu. Begitu saja dan anjlog seperti gajah. Membuat bumi tergetar dan beberapa pêngawal di dekatnya roboh terpeleset. Dan ketika para pengawal di bawah ganti berteriak-teriak dan ribut mencegah raksasa itu semakin ke dalam muka yang ada dikerahkan untuk menyambut pemuda tinggi besar itu.

"Plak-sing-bret!"

Gurba mengamuk. Dia menangkis dan mendorong-dorongkan kedua lengannya, mengibas dan menampar, bahkan mencengkeram dan membanting musuh yang tertangkap. Tentu saja membuat para pengawal geger dan gentar melihat sepak terjangnya. Dan ketika Gurba membentak dan menyerbu ke depan dengan pukulan Tia-liu- kangnya tiba-tiba seratus pengawal berpelantingan tersibak dan menjerit tumpang-tindih.

"Hei... tahan dia..." Tang-ciangbu semakin terkejut, berteriak dari atas menara melihat Gurba menerebos barisan pengawal, lolos dari kepungan dan kini menuju tengah kota untuk mengamuk di istana, membuat kepala pasukan itu pucat dan ngeri serta kaget.

Tapi karena Gurba mendorong-dorongkan kedua lengannya dan para pengawal tak ada yang dapat mendekati raksasa itu dalam jarak sepuluh meter karena mereka tentu sudah roboh lebih dulu, maka Gurba leluasa memasuki kota dan menggereng-gereng bagai seekor singa. Akibatnya gegerlah semua orang. Seluruh isi kota raja bangun dari tidurnya, mendengar keributan dan teriakan para pengawal. Dan ketika Gurba terus mengamuk di dêpan dan maju tanpa ada yang dapat mencegah lagi akhirnya raksasa ini tiba di gerbang istana menghadapi satu divisi pasukan yang siap menyambutnya secara besar-besaran!

"Mundur..."

Para pengawal terbelalak. Mereka mendengar bentakan yang mengguntur itu, penuh tenaga sakti hingga barisan di depan terjungkal. Roboh begitu saja terkena serangan suara ini. Dan ketika lapisan ke dua dan ke tiga tertegun melihat kehebatan raksasa ini maka Gurba sudah menerjang dengan kaki tangannya tergerak-gerak ke depan.

"Des-dess!" para pengawal berteriak kaget. Mereka merasa angin pukulan yang luar biasa kuat mengangkat mereka, tubuh tiba-tıba terbanting dan mencelat bersama yang lain-lain. Tidak kurang limpuluh orang yang rontok dalam gebrak pertama itu.

Dan ketika semua menjerit dan Gurba melompat di atas kepala merek, tiba-tiba raksasa ini telah memasuki daerah istana dan berada di dalam. Tentu saja para pengawal gaduh. Mereka kaget oleh kesaktian pemimpin bangsa tar-tar ini. Dan ketika Gurba mengamuk dan para pengawal mengerubutnya dengan golok serta tombak berhamburan menghujani dirinya maka raksasa itu kembali mendemonstrasikan kepandaiannya yang mengiriskan itu. Semua tombak dan golok mental patah-patah, tak ada satupun yang mampu melukainya.

Dan ketika raksasa ini membalas dan pukulan Tiat-lui-kangnya menderu dahsyat tahu-tahu seratus pengawal kembali rontok disapu pukulannya yang hebat itu. Hal ini membuat para pengawal terkejut, gentar den mundur-mundur. Dan karena lawan sekarang berteriak-teriak tapi tak berani maju mendekat maka Gurba leluasa mendekati istana kaisar, siap masuk ke dalam dan mencari lawannya itu, membunuh dan melampiaskan sakit hatinya atas perbuatan kaisar dan orang-orangnya. Tapi belum dia melaksanakan niatnya mendadak Bu-ciangkun dan Cu-ciangkun kakak beradik muncul.

"Gurba, jangan lancang kau!"

Tiga bayangan panglima itu berkelebat ke depan, Gurba tahu-tahu telah dikepung, mendegus dan tertawa mengejek melihat tiga panglima, tiga dari sisa Jit-liong Ciangkun yang telah dia bunuh. menurunkan Bi Nio dan beringas memandang tiga orang lawannya itu, membuat Bu-ciangkun terbelalak tapi mengeraskan hati karena mereka tak mungkin membiarkan raksasa ini menemui kaisar. Dan ketika Gurba menggeram dan Bu-ciangkun maju ke depan maka panglima Yang juga tinggi besar dengan jenggot yang lebat itu membentak,

"Gurba apa maumu memasuki istana? Kau tak tahu aturan orang!"

Gurba marah, tertawa dingin. "Aku memang mencari kalian, Bu-ciangkun. Dan aku juga mencari kaisar kalian untuk kubunuh!"

"Hm. kau harus melewati mayat kami, Gurba. Tak bisa sembarangan saja kau melaksanakan niatmu...wutt!" dan Bu-ciangkun yang sudah menyerang dengan Tangan Bajanya membentak raksasa ini tiba-tiba disusul oleh Cu Hak dan Cu Kim dua panglima kakak beradik menggerakkan tombak mereka yang sudah siap di tangan. menusuk dan mencari kelemahan raksasa itu dengan menyerang mata, hal yang tepat sekali karena tak mungkin Gurba meliadungi bagian itu dengan kekebalannya.

Dan ketika tiga panglima itu berkelebat dan masing-masing berseru keras untuk menyerang dan saling meilndungi mendadak Gurba telah dikeroyok bayangan tiga panglima ini yang telah mengerahkan ginkang dan semua kepandaiannya untuk merobohkan raksasa Tar-tar itü. Tapi Gurba mendengus. Raksasa ini memutar lengannya, berkerotok dan tiba-tiba mengibas ke kiri kanan, ménangkis dan mengeluarkan Tiat lui-kangnya yang dahsyat itu. Dan ketika tiga panglima itu berteriak menarik mundur serangan mereka mendadak Bu-ciangkun berseru,

"Cu-Ciangkun, putar kedudukan...ganti arah!"

Cu Hak dan adiknya mengangguk. Mereka sudah merobah posisi mereka, mengganti kedudukan, mengerti maksud Bu-ciangkun karena mereka tak berani beradu keras lawan keras dengan raksasa itu. Pasti kalah. Dan ketika ketiganya bergerak dan kini menyerang secara berganti-ganti karena masing-masing tak mau tetap pada kedudukan semula maka Gurba dikepung dan dibingungkan oleh perbuatan tiga panglima ini.

Namun Gurba adalah suheng Kim-mou-eng. Dulu saja Kim-mou-eng tak dapat ditandingi tıga panglima yang terpaksa mengakui kelihaian Pendekar Rambut Emas itu dan menyerah kalah. Dan Gurba yang kini diserang dan coba dikecoh tiga panglima itu dengan gaya mengganti-ganti kedudukan hanya sebentar saja dibuat bingung. Raksasa ini berputaran sekejap. terbawa oleh gerakan lawan terutama harus berhati-hati terhadap tusukan tombak di tangan Cu-ciangkun kakak beradik, betapapun harus mengakui bahwa dua panglima ini cukup berbahaya, permainan tombak mereka cepat dan selalu mengincar matanya.

Dan ketika tiga panglima itu berseru menyerangnya dengan cara berpindah-pindah mendadak Gurba tak mau mengikuti gerakan lawan. Dia tinggal ditempat, memusatkan perhatian pada lawan yang ada di depan. siapapun adanya. Dan ketika kebetulan Cu Kim adik panglima Cu Hak menusuk matanya dan Bu-ciangkun serta temannya menyerang di belakang dan Gurba menggereng menggetarkan lengan mendadak raksasa itu menyambar tombak dan langsung menangkap senjata panjang panglima itu, membuat lawan terkejut dan berteriak kaget, membiarkan dua serangan di belakang mental mengenai tubuhnya. Dan ketika Cu Kim membetot dan Gurba meremas mendadak tombak yang ada di cekalan raksasa ini hancur oleh gencetan sinkangnya yang luar biasa.

"Hei...kress!"

Cu-ciangkun terbelalak. Dia terjengkang ketika tombaknya hancur, terperanjat karena dia kalah cepat. Dan ketika Gurba membentak dan mengembalikan remasan tombak yang menjadi bubuk besi itu ke arah tiga orang lawanya maka Cu-Ciangkun dan Bu-ciangkun berteriak ketika muka mereka disambar serbuk biji besi itu hingga mengenai kulit mereka, berlubang dan sebentar kemudian puluhan tetes darah menitik kecil-kecil dari luka di wajah, membuat mereka bergulingan menjauh sambil menutupi muka. Tapi Gurba yang mengejar dengan pukulan Tiat lui-kang dan siap membunuh lawan-lawannya ini sudah mengibas dengan serangan maut, tertawa mengejek,

"Sam-wi ciangkun, kalian berangkatlah ke neraka!"

Namun saat itu terdengarlah seruan berwibawa. Seorang laki-laki berpakaian emas muncul tegak di pintu masuk mencegah Gurba membunuh tiga panglima itu, muncul dengan gagah dan Agung. Dan persis Gurba menggerakkan lengan mendorong laki-laki ini yang bukan lain kaisar adanya sudah mengangkat lengannya.

"Tar-tar khan, tahan...!"

Gurba tertegun. Dia membalik dan sudah berhadapan dengan laki-laki berpakaian emas ini. Pria berusia empat puluhan yang agung dan berwibawa. Dan sementara dia terbelalak dan Bu-ciangkun serta Cu-ciangkun melompat bangun tiba-tiba serentak semua orang yanga ada di situ menjatuhkan diri berlutut.

"Sri baginda...!"

Sekarang Gurba tahu. Dia hilang bengongnya memandang laki-laki itu, yang ternyata adalah kaisar sendiri. Musuhnya! Tapi belum Gurba menggereng atau apa maka kaisar Yuan Ti yang tampan dan berwibawa ini sudah berseru padanya, menghentikan gerakannya,

"Tar-tar Khan, hentikan semua pembunuhan yang kau lakukan ini. Aku ada di hadapanmu, kita dapat bicara sebagai orang-orang gagah!" dan ketika Gurba melotot dan marah memandang kaisar itu maka kaisar Yuan Ti kembali berkata, "Aku pemimpin bangsaku di sini, Tar-tar khan, dan kau adalah pemimpin bangsamu di sana. Kudengar kau adalah pemimpin yang jujur dan adil, serta gagah. Bisakah ini semua dibuktikan?"

Gurba menggereng. "Bukti apalagi, kaisar busuk?Bukankah semuanya ini sudah merupakan bukti bagimu? Aku datang seorang diri, dan kalian menyambutnya secara keroyokan. Aku tak mengganggu kalian, tapi kalian mengganggu dan menyerang kami, bangsa Tar-tar! Apakah in bukan bukti untuk dilihat mana benar mana salah."

"Hm...!" kaisar tertawa mengejek. "Tak ada akibat tanpa sebab, Tar-tar khan. Kami menyerang karena merasa kami disakiti. Kau telah menghina kami dengan membunuh utusan yang tidak berdosa!"

"Utusan apa!" Gurba terbelalak.

Dan kaisar tampak terkejut. "Tar-tar khan, omongan apa yang kau ajukan in? Bukankah kami telah mengirim utusan untuk menjalin persahabatan dengan suku bangsamu? Tapi kau membunuh mereka. Kau memenggal kepala tiga orang utusanku dan mengirimkannya kepada kami dengan kereta jenazah! Siapakah yang benar dan siapakah yang salah?"

Gurba tertegun. "Sri baginda, apa maksud omonganmu ini? Siapa yang membunuh orang-orang utusanmu?"

"Ah..." kaisar marah. "Tak perlu kau mungkir, Tar-tar khan. Aku telah mengirim utusan untuk menjalin persahabatan dengan suku bangsamu di luar tebok besar. Ang Bin-ciangkun yang melaksanakannya. Tapi mereka kembali dan menjadi mayat dikirim dengn kereta jenazah. Apakah ini bukan perbuatanmu?"

"Tidak!" Gurba terkejut. "Aku tak tahu menahu tentang utusan segala sribaginda. Dan justeru aku menyerang karena malam itu kami diserang. Ang Bin-ciangkun datang dengan pasukannya yang besar, tapi kupukul mundur dan sejak itu kubalas!"

Kaisar tertegun. Dia masih berdiri di tangga istana, terbelalak memandang raksasa tinggi besar ini. Tampak tidak percaya. Dan Han-taijin serta Kim-taijin yang tiba-tiba muncul di samping kaisar mendadak bersuara,

"Tar-tar khan, sumpah demi langit dan bumi junjungan, kami tak dusta padamu. Si baginda-lah yang menganggap kau tak tahu aturan, mebunuh utusan dan menyakiti kami. kalau begitu siapa yang membunuh mereka? Haruskah sri baginda bersumpah demi nama leluhur bahwa kata-katanya bohong belaka?"

Gurba ganti tertegun. Pikirannya mandadak teringat pada kejadian malam pertama itu, di saat dia bersamadhi. Di saat Siauw-bin-kwi dan teman-temannya muncul, menyerang dan kemudian diserbu pasukan besar yang membuat suku bangsa Tar-tar terkejut, hampir terpukul tapi dapat mengatasi lawan. Dan Gurba yang melotot pada bayangan Siauw-bin-kwi tiba-tiba berseru, "Sri baginda, salahkah bila kukatakan bahwa Ang Bin-ciangkun mengutus tiga iblis tua menggaggu perkemahan kami?"

"Siapa?"

"Siauw-bin-kwi dan Hek-bong dan Siang-lo-mo!"

"Ah, siapa mereka itu!"

"Aku juga belum begitu kenal. Tapi mereka mula-mula menyerangku dan bala tentara Ang Bin-ciangkun muncul!"

Dan begitu Gurba selesai bicara mendadak Cu Hak dan Bu-ciangkun berseru, menghadap kaisar. "Sri baginda, maafkan hamba. Kalau begitu di sini terjadi salah pengertian!"

"Apa maksudmu?"

Bu-ciangkun menggigit bibir. "Tiga iblis tua yang disebut Tar-tar khan ini adalah datuk-datuk sesat yang tidak ada hubungannya dengan kita Sri baginda. Mereka orang-orang kang-ouw yang liar dan ganas. Kepandaiannya tinggi!"

"Hm, kalau begitu..."

"Benar, mereka datang di saat kebetulan Bu-ciangkun menyerang, Sri baginda. Dan karena Siauw bin-kwi dan kawan-kawannya itu datang lebih dulu maka Gurba menganggap mereka suruhan kita. Padahal tidak!"

Gurba terkejut. Sekarang dia mulai menangkap sesuatu yang tidak enak, melihat Bu-ciangkun bercerita tentang tiga datuk sesat itu. Bahwa mereka memang tidak ada hubungan dengan tokoh-tokoh iblis itu. Dan ketika pembicaraan menginjak pada masalah ini dan Gurba terbelalak mendengarnya mendadak raksasa itu mencelat maju menangkap panglima tinggi besar ini. "Bu-ciangkun, kau bohong. Kalian mangarang cerita untuk menghapus kemarahanku!"

Bu-ciangkun terkejut. Dia tahu-tahu telah dicengkeram raksasa itu, membalik dan menghantam dengan tangan bajanya, marah dan kaget. Tapi Gurba yang mendahului dengan satu totokan pendek tiba-tiba membuat pangima ini mengeluh dan roboh tak berkutik, membuat semua orang terperanjat tapi tak berani menyerang raksasa itu. Pertama karena raksasa itu terlampau hebat dan kedua karena Bu-ciangkun ada di çengkeramannya, sekali remas tentu tewas. Melihat Gurba beringas dan menyeramkan sekali, matanya mencorong bagai naga tak berkedip, mendirikan bulu roma.

Tapi kaisar yang tak takut dan memandang raksasa ini dengan kepala tegak tiba tibu membentak, "Tar-tar khan. apa yang mau kau lakukan?"

Semua orang pucat. Mereka melihat kaisar menuruni tangga dua langkah, sebentar kemudian telah berhadapan dengan raksasa itu. Penuh keberanian, tidak gentar sedikitpun juga karena kaisar merasa di pihak yang benar. Matanya tiba-tiba juga mencorong tapi tak seganas Gurba. Lebih lembut tapi memiliki pengaruh yang besar sekali membuat Gurba tertegun dan terbelalak memandang kaisar ini. Dan ketika dua pasaang mata bentrok dan dua pemimpin bangsa itu sama-sana mengadu kekuatan tiba-tiba Gurba kagum bukan main dan simpatik pada kaisar ini. Aneh!

Gurba tertawa bergelak. "Kaisar mata sipit, kau tak takut kutangkap dan kubanting mampus?"

Kaisar mengedikkan kepalanya. "Aku tak takut pada manusia atau apapun yang paling ganas, Tar-tar khan. Karena aku merasa di pihak yang benar dan tidak bersalah!"

"Ha-ha, kalau begitu bisa kau buktikan omonganmu ini?"

"Kenapa tidak? Kau yang akan dikutuk sepanjang sejarah bila berani membunuhku, karena kau melanggar kebenaran!"

Gurba tertawa kagum. Dia paling tersentuh oleh setiap kegagahan yang dijumpai, bersinar-sinar memandang kaisar itu dengan mata aneh. Tapi ingat pada Bu-ciangkun yang dicengkeramnya dan tidak percaya begitu saja pada omongan panglima ini mendadak Gurba menggeram. "Sri baginda, apa jaminan bahwa apa yang dikata panglimamu ini benar? Bahwa Siauw-bin-kwi dan teman-temannya itu bukan orang-orangmu...?"

Pendekar Rambut Emas Jilid 07

PENDEKAR RAMBUT EMAS
JILID 07
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara
“TIDAK..., kau pasti berhasil Bi Nio, suku bangsa Tar-tar tak akan menyerang atau membunuh wanita. Itu merupakan pantangan bagi mereka.

Bi Nio segera dikirim. Wanita ini kebat-kebit melakukan tugasnya sudah mendengar akan kebuasan bangsa itu dalam peperangan. Entah benar atau tidak bahwa dia tidak akan diganggu. Dan karena Bi Nio dikirim dan sengaja dimasukkan dalam suku bangsa tar tar yang mengepung kota raja maka tentu saja wanita ini segera dtangkap! Selir kaisar itu segera digiring dihadapkan pada Gurba yang saat itu berada di kemahnya.

Tentu saja dia awasi dari jauh secara diam-diam oleh orang orang kaisar yang mengantarnya menunggu isyarat wanita itu apakah dia berhasil atau gagal. Luncuran panah biru sebagai tanda keberhasilan dan luncuran panah merah sebagai tanda kegagalan. Jadi semua sudah dibicarakan sebelumnya. Dan Bi Nio yang ditangkap dan dihadapkan pada raksasa tinggi besar itu sebagai tawanan yang dicurigai akhiraya menghadap dan berhadapan dengan Gurba. Berhasilkah wanita ini mengemban tugasnya? Atau gagal? Mari kita lihat bersama.

* * * * * * * *

Saat itu Bi Nio gemetaran. Dia terang takut dan cemas dibawa menghadap pemimpin suku bangsa itu. Sudah mendengar perihal Gurba yang amat ditakuti dan merupakan "momok" bagi Jit Liong Ciangkun dan teman temannya. Dia gemetar karena dia belum biasa melakukan pekerjaan itu. Merayu dan menghanyutkan musuh dalam permainan cinta. Hal yang belum pernah terbayangkan seumur hidupnya! Tapi setelah dia berhadapan dengan Gurba dan melihat raksasa itu memang menyeramkan tapi tidak galak kepadanya karena mungkin dia wanita maka Bi Nio sedikit tenang dan dapat menenteramkan diri ketika Gurba bertanya kepadanya, kaku tapi tidak bengis.

"Kau siapa?"

Bi Nio menjatuhkan diri berlutut, melirik gentar. "Aku Bi Nio, baginda. Tersesat dan tidak sengaja memasuki perkemahan pasukan!"

"Hm, kau tinggal di mana?"

"Di dusun Lee-chung."

"Dimana itu dusun Lee-chung"

"Sebelah barat kota raja, baginda. Aku anak kepala kampung yang ditinggal saudara-saudaraku di tengah jalan."

Gurba memandang tajam. dan melihat bahwa wanita ini adalah orang biasa artinya tidak pandai silat dan merupakan wanita lemah. Pandangan matanya mengatakan itu. Tapi melihat Bi Nio ini memiliki kecantikan yang menonjol, agaknya tidak "pas" kalau hanya sebagai puteri kepala kampung maka kecurigaan timbul di hatinya. Alisnya yang tebal hitam itu mulai berkerut, tanda Gurba tak senang Bi Nio datang mengganggunya. Tapi belum dia bicara atau menyuruh wanita itu bangkit berdiri mendadak Bi Nio sudah menangis.

"Hanggoda, malam ini biarkan aku di sini. Aku tak mau diantar pulang!"

Gurba terkejut. "Kenapa?"

Dan Bi Nio tersedu-sedu. "Aku takut kemarahan ayahku, hanggoda. Aku belum berhasil menengok bibiku yang sakit di kota raja!"

"Kau mau kesana!"

"Ya, tapi gerbang kota raja tertutup, hanggoda. Aku tak tahu kalau ada peperangan di sini. Aku takut. Aku tak mau diantar pulang!"

"Hm!" Gurba tertegun. "Kau patut kucurigai, Bi Nio. Dan kau memang tak kuantar pulang karena kau adalah tahanan!"

"Ah..." Bi Nio pura-pura terkejut. "Lalu bagaimana nasibku, hanggoda? Apakah kau akan membunuhku?"

"Tidak," Gurba menggeleng. "Kami bukanlah bangsa yang suka mengganggu atau membunuh wanita. Tapi karena malam-malam kau datang ke sini dan kedatanganmu jelas mencurigakan, maka dirimu kutangkap dan kukurung sampai kau tidak membahayakan kami!"

Bi Nio mengusap air matanya, terbelalak, "aku dapat membahayakan pasukan Hanggoda? Kau kira aku mata-mata atau penyelundup!"

"Hal itu masih harus dibuktikan. Kalau kau benar-benar tersesat dan tidak mengganggu kami, secepatnya kau akan kami usir. Bangsa Tar-Tar pantang kedatangan wanita Han yang dianggap musuh!"

"Jadi bagaimana nasibku, hanggoda?"

"Tergantung keberuntunganmu. Kalau kau tidak bohong tentu kau bebas, Tapi kalau kau bohong maka kau akan rnenerima hukuman setimpal sebagai penipu dan pendusta."

Bi Nio kethap kethip. Kedua matanya memain, tersenyum dan mulai merasa bahwa raksasa tinggi besar ini sesungguhnya ramah, baik dan tidak ganas terhadap wanita. Berkali-kali melihat Gurba melengos kalau dia berani balas memandang, bertatap muka terang-terangan untuk mengagumi pemimpin suku bangsa Tar tar itu. Melihat bahwa Gurba adalah laki laki yang sesungguhnya canggung menghadapi wanita, dan Bi Nio tentu saja mulai timbul keberaniannya setelah bercakap-cakap sejenak. Akhirnya bangkit berdiri melempar senyumnya yang manis, mulai berani bersikap genit!

"Hanggoda. kalau begitu dimana kau akan mengurung diriku? Di kemah inikah?"

Tidak!" Gurba memerah mukanya, lalu memanggil seorang pembantunya. "Kau akan ditawan di kemah sebelah. Bi Nio. Kau tak boleh tinggal disini karena ini adalah kemahku,"

Dan ketika Bi Nio terbelalak dan seorang pembantu Gurba masuk ke dalam maka raksasa itu memberi perintah, "Bosu, bawa dia ke kemah samping, Panggil Siga untuk menyelidiki kebenaran omongan wanita ini!"

Bi Nio terkejut. "Kau akan menyerahkan aku ke anak buahmu yang kasar-kasar ini, hanggoda? Ah, tidak. Aku tidak mau!"

Gurba ganti terkejut. "Siapa bilang anak buahku kasar? Kau akan tinggal sendiri di kemah sebelah. Tapi kau akan dijaga agar tidak lari!"

"Tidak... tidak!" Bi Nio tiba-tiba menubruk pemimpin suku bangsa Tar-tar itu, menangis. "Aku tidak mau, hanggoda. Aku takut di ganggu anak buahmu yang tidak kukenal. Sebaiknya aku di sini saja. Aku boleh kau kurung sini!"

Gurha terbelalak, kaget mendorong Bi Nio hingga hampir Bi Nio terjengkang, rupanya belum pernah disentuh wanita! Dan ketika Bi Nio rnengguguk dan terbelalak dengan air mata bercucuran memandang raksasa itu akhirnya Gurba yang tampak menyesal dan sadar tiba-tiba berkata halus, "Bi Nio, kau tak boleh menolak apa yang aku katakan. Kau adalah tawanan kami, tak seharusnya kau membantah!"

"Tapi aku takut, hanggoda," Bi Nio tersedu-sedu. "Di sini semua adalah kaum lelaki. Bagaimana kalau mereka mengggguku di tengah malam?"

"Tak mungkin!" Gurba berseru. "Kami bangsa Tar-tar bukanlah bangsa yang suka mengganggu atau menyusahkan wanita. Kau buktikan saja omongan ku di sana!"

"Kalau kau bohong?"

Gurba terbelalak, merah mukanya. "Aku tak pernah bohong pada siapapun. Tapi kalau kau diganggu atau ada laki-laki mengancammu, kau boleh datang ke sini!"

"Sungguh?"

"Keparat!" Gurba mulai marah. "Aku tak pernah main-main, Bi Nio. Ayo keluar dan ikuti anak buahku itu!"

Dan membentak menyuruh Bosu membawa wanita itu akhirnya Bi Nio diseret dan menangis mengikuti laki-laki Tar-tar itu, melihat seorang laki-laki lain yang muda dan tegap memasuki kemah, bukan lain Siga adanya yang raksasa tinggi besar itu. Dan ketika Bi Nio disekap dan didorong memasuki kemah sebelah, akhirnya selir kaisar ini tertegun dan duduk membelalakkan matanya.

"Apa sekarang yang harus dilakukan?" Dia dikurung di kemah lain. Meskipun berdekatan tapi tak dapat menggoda pemimpin saku bangsa Tar-tar itu. Diam-diam tersenyum tapi juga mendongkol ketika teringat kejadian tadi, betapa dia menubruk tapi didorong balik oleh raksasa tinggi besar itu. Melihat Gurba terkejut dan seolah "kesetrum" memeluk tubuhnya yang hangat. Tanda raksasa itu benar benar jejaka ting-ting yang belum mengenal wanita. Agaknya benar kabar yang didengar bahwa raksasa itu termasuk laki-laki "celingus" yang belum punya pacar, jadi canggung dan, serba gugup menghadapi wanita.

Barangkali itu wataknya yang membuat raksasa tak itu pernah bersikap kasar pada wanita, menghormati dan menghargai wanita sebagaimana adanya laki-laki jantan. Tak mau mengganggu dan rupanya segan. Tapi teringat bahwa raksasa itu dikabarkan jatuh cinta pada sumoinya namun sumoinya acuh saja terhadap, raksasa tinggi besar itu, tiba-tiba senyum Bi Nio mengembang dan timbul siasat cerdiknya.

Malam ini dia harus berhasil. Tak boleh gagal. Dan sebagai wanita yang pandai mengenal hati lelaki tiba-tiba Bi Nio mengencangkan ikat pinggangnya hingga dadanya menonjol, sengaja membuat tubuhnya lebih ramping dan singsat, membuat buah dadanya membusung menarik. satu daya pikat yang biasanya membuat laki-laki gampang mengilar. Dan Bi Nio yang mengintai hati-hati akhirnya mendapat kenyataan bahwa dia dijaga oleh dua anak buah pemimpin Tar-tar itu di luar kemah. Bi Nio tak mau membuang waktu, Ia harus kembali menemui raksasa tinggi besar itu bercakap-cakap dan menarik perhatian pemimpin Tat-tar itu dengan senyum dan keindahan tubuhnya. Tak mau membuang tempo.

Dan ketika ia memasang guling sedemikian rupa dan menutupinya seolah dia sedang tidur maka Bi Nio melempar kerikil ke belakang kemahnya. Dua penjaga terkejut dan berseru memeriksa. Dan di saat itulah Bi Nio keluar. Dia telah menyelinap meninggalkan kemahnya, geli tapi tak berani tertawa melihat dua penjaga Tar-tar itu terkecoh, mengumpat dan kembali lagi karena mereka tak melihat apa-apa. Mungkin tikus atau kucing yang membuat gaduh. Dan Bi Nio yang sebentar kemudian tiba di kemah Gurba tiba-tiba masuk dan mengejutkan raksasa itu yang baru saja melempar tubuhnya di atas pembaringan!

"Hei..kau ini!"

Bi Nio tersedu-sedu, menjatuhkan dirinya berlutut. Dan ketika Gurba terbelalak dan melompat bangun maka wanita cerdik yang tumbuh keberaniannya ini sudah berkata dengan suara tersedu dan tersendat, bersandiwara mengguncang-guncang tubuhnya, "Hanggada, jangan suruh aku tinggal sendiri di sana. Aku takut, dua pembantumu bicara kotor dan tertawa-tawa mengintai kemahku!"

Gurba terkejut. "Kau yakin itu?"

"tentu saja. Aku melihat mata mereka seperti kucing kelaparan Hanggada, Mereka melahap dan mengintai diriku dengan rakus. Aku takut!” dan Bi Nio yang sudah menangis tersedu-sedu lalu menyambung sandiwaranya mendadak menubruk dan memeluk kaki Gurba.

Raksasa ini tersentak, hampir melepaskan diri menendang Bi Nio. Tapi teringat kejadian tadi dan Bi Nio juga memeluknya erat tiba tiba Gurba menggigil mendorong Pundak wanita ini, hati-hati tapi tegas. "Bi Nio, jangan membuat onar di tempat ini. Aku tak percaya dua penjagaku berlaku seperti itu!"

"Kalau begitu panggil saja mereka. Hanggoda. Lihat dan buktikan saja sikap mereka itu!"

"Baik!" Gurba penasaran tak percaya begitu saja dan memanggil dua penjaga yang menunggui kemah wanita ini. Dan ketika mereka dipanggil dan terbelalak dengan kaget karena melihat Bi Nio ada disitu, mereka tertegun dan tak mengerti bagaimana Bi Nio dapat lolos dari pengawasan mereka, melotot dan gusar memandang selir kaisar ini. Karena lolosnya wanita itu merupakan tamparan bagi mereka. Dan ketika mereka melotot dan marah mamandang Bi Nio maka Bi Nio sudah berseru mendahalui Gurba,

"Nah, Iihat. Mereka memandangku seperti, kucing kelaparan, Hanggoda. Lihat mata mereka, yang melotot itu. Mereka seolah tak pernah melihat wanita. Mereka ganas dan mengerikan bagiku!"

Dua penjaga itu langsung mengumpat. Mereka memaki dan marah-marah pada Bi Nio. Tapi belum Gurba bicara lagi-lagi Bi Nio berkata, kini menggigil di belakang raksasa itu, "Hanggoda, mereka suka memaki-maki seenaknya di depanmu. Apakah ini bukan bukti akan omonganku tadi? Usir mereka, hanggoda. Suruh mereka pergi dan lindungi aku!'"

Gurba termakan. Dia melihat dua penjaga ini memang memaki-maki Bi Nio, makian yang sebenarnya didorong oleh rasa malu mereka kenapa wanita itu bisa lolos dari panjagaan mereka, bukan Karena Bi Nio diganggu melainkan merekalah yang merasa tersinggung, tertampar dan marah karena Bi Nio mempermainkan mereka. Tapi sebelum mereka membalas apa-apa, tiba-tiba Gurba membentak bengis, memandang seorang diantaranya yang bukan lain adalah Bosu.

"Bosu, kau mengganggu dan mengucapkan kata kata kotor pada wanita ini? Kau melanggar peraturan suku bangsa Tar-tar!"

Bosu terkejut, menggelengkan kepalanya, "Tidak, kami tidak mengganggu atau mengucapkan kata-kata kotor Hanggoda. Wanita itu bohong dan memfitnah kami!"

"Kau berani sumpah!"

"Tentu saja. Kami memang tidak melakukan perbuatan itu, hanggoda. Kami berani sumpah atau kau bunuh kalau kami bohong."

"Hm...Gurba kini balik memandang Bi Nio, gelap mukanya "Bagaimana jawabanmu, Bi Nio? Anak buaku tak melakukan seperti apa yang kau katakan. Aku percaya mereka, kau agaknya bohong"

Bi Nio menangis. "Kalau begitu kau boleh membunuhku, hanggoda. Aku juga berani sumpah kalau kau tidak percaya. Mereka menggangguku, mereka mengintai dan jelalatan memandangku di dalam kemah!"

"Bohong...." Bosu melompat maju. "Kau memfitnah kami, wanita busuk. Kami tak pernah mengintai atau jelalatan memandangmu di dalam kemah. Kau bohong, kau mencari penyakit!" dan Bosu yang bergerak menampar saking marahnya tiba-tiba membuat Bi Nio menjerit dan roboh terpelanting ketika untuk pertama kalinya pemuda Tar-tar menyakitinya, disambut bentakan Gurba yang tak menyangka perbuatannya itu. Dan ketika Bosu marah-marah dan temannya ikut melompat maju untuk menghajar Bi Nio mendadak raksasa tinggi besar ini mengibaskan lengannya.

" Bosu, mundur..!"

Bosu terlempar. Dia dan temannya terdorong oleh kibasan Gurba itu. Mencelat menubruk kemah. Dan ketika mereka sadar dan Gurba terbelalak marah maka Bi Nio sudah tersedu-sedu menuding mereka.

"Lihat, dua laki-laki itu menyerang seorang wanita lemah, hanggoda. Kenapa mereka menyakitiku padahal bangsa Tar-Tar dikenal sebagai bangsa yang tak mau menyakiti wanita. Adakah ini bukan bukti bahwa mereka ingin menutupi perbuatan sendiri. Aku tak terima, hanggoda. Aku mohon keadilanmu untuk perbuatan pembantumu ini. Aku boleh dianggap memfitnah tapi bukti telah bicara di depan mata. Mereka menyerangku."

Gurba merah mukanya. Dia jadi tak simpatik pada Bosu dan telah menampar Bi Nio itu, betapa pun marah karena hal itu mencoreng bangsa Tar-tar yang dikenal tak suka mengganggu wanita, apalagi menyakitinya. Dan Bi Nio yang tersedu-sedu menuding anak buahnya akhirnya membuat raksasa ini binggung. Sukar menentukan siapa salah siapa benar. Maklum Bosu juga bersalah karena telah menampar wanita ini. Dan ketika Bosu menggigil dan melotot memandang Bi Nio, tiba-tiba Siga muncul mendengar suara ribut-ribut itu.

"Hanggoda, apa yang terjadi?"

Gurba mengerutkan kening. "Bi Nio menuduh Bosu menggangunya di dalam kemah. Siga. Tapi aku tidak percaya dan memanggil dua penjaga itu!"

"Dan apa jawaban mereka?"

"Mereka menolak, tapi Bosu telah menampar wanita ini hingga kupukul roboh."

"Hanggoda..." Siga ganti mengerutkan kening. "Wanita ini mencurigakan. Aku telah menyelidiki dusun Lee-chung tapi tak ada kepala kampung yang memilıki anak bernama Bi Nio!"

Bi Nio kaget. "Kau tak menyelidiki dengan seksama, Siga. Kau bohong atau mungkin ayahku yang memang tidak berterus terang padamu!"

"Tidak," Siga memandang tajam wanita ini. "Kau bukan penduduk Lee-chung, Bi Nio. Aku menyelidiki hal itu dan tak mungkin salah!" dan memandang Gurba yang tertegun mendengar keterangan itu Siga berkata tagi, "Hanggoda, besok kepala kampung kubawa ke sini. Kita lihat siapa sebenarnya dia. Dan untuk keributan ini, biarlah aku yang menjaga Wanita itu. Bosu dan temannya biar beristirahat!"

Bi Nio terkejut. Dia melihat Bosu dan temannya berseri girang, mengejek padanya dengan pandangan dingin. Tapi Gurba menggeleng dan mengejutkan tiba-tiba berkata,

"Tidak biar aku mengawasi wanita ini Siga. Rupanya ada hal-hal yang harus kuketahui. Bi Nio rupanya seorang mata-mata. Aku akan mengorek dia." Dan Gurba yang mengibaskan lengan dengan penuh penasaran lalu menyuruh orang-orangnya pergi, disambut dengan mata terbelalak oleh Siga yang rupanya kurang setuju. Tapi Gurba yang mengeraskan sikap tak mau dibantah akhirnya membuat pembantunya ini mengangguk pergi dan keluar diikuti Bosu imdan teman-teamannya itu. Dan begitu Gurba berdua dengan Bi Nio maka raksasa ini membalik memandang marah.

"Bi Nio. kau rupanya menyembunyikan sesuatu yang kau rahasiakan. Apa yang kau ingini dari sepak terjangmu yang aneh ini?"

Bi Nio tersenyum. membuat Gurba melengak. "Aku tak menyembunyikan rahasia apa-apa, hanggoda. Aku datang karena anak buahmu yang menangkap."

"Tapi gerak gerikmu mencurigakan. Kau rupanya sengaja mendekati kemah ini untuk bertemu dengan aku."

Bi Nio tiba-tiba menghela napas. "Hanggoda, aku memang tak mau diletakkan dikemah lain. Aku ingin tinggal di sini. Aku ingin bersamamu, dan ketika Gurba terkejut dan terbelalak memandangnya tiba-tiba Bi Nio yang merasa girang dapat berdua dengan pemimpin suku bangsa Tar-tar itu tapi menyembunyikan kegembiraannya tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut, terisak. "Hanggoda, aku sengaja memasuki kemahmu untuk menyatakan isi hatiku. Tapi karena aku takut kau marah aku jadi ragu untuk mengatakannya."

Gurba tertegun. Sekarang di merasa wanita ini mau "buka kartu", melihat Bi Nio terisak di bawahnya dan tiba-tiba tersirap melihat belahan dada wanita ini yang menunduk di depannya dengan jelas dan gamblang. Sedetik menghentikan denyut raksasa tinggi besar itu yang menahan napas. Tapi Gurba yang memandang ke arah lain dan menindas perasaannya lalu menyuruh Bi Nio bangkit. Perintah yang sebenarnya ditujukan agar dia tidak tertarik ke bagian itu. Tapi Bi Nio yang menangis dan menguguk tanpa sebab mendadak malah memeluk kaki dan tersedu-sedu!

"Hanggoda, aku takut menyatakan apa yang menjadi isi hatiku. Kau buanglah aku, kau lemparlah aku agar aku terbebas dari himpitan duka ini!"

Gurba terkejut katakan,Bi Nio? "Apa yang mau kau Bi Nio tak mau menjawab. Dia malah menangis semakin keras di kaki raksasa itu, memeluk dan mersyapkan jari hingga Gurba menggigil. Baru kali itu merasakan sentuhan lembut dan Iunak dari jari-jari seorang wanita cantik. Menimbulkan perasaan hangat dan aneh yang membuat Gurba terbawa perasaan syur, hampir memejamkan mata dan mabok sejenak! Tapi Gurba yang kembali menindas guncangan hatinya dan mendorong Bi Nio tiba-tiba melepaskan diri dengan sentakan kuat.

"Bi Nio, aku tak mau melihat kau menangis. Sekarang berdiri dan katakan apa yang menjadi keinginanmu!"

Bi Nio gemetar, mengusap-matanya. “Kau tak marah hanggoda?"

"Tidak, asal kau bicara jujur!"

Bi Nio mengigit bibir. Dia melihat raksasa ini merah mukanya , agaknya mulai terpengaruh oleh sentuhan jari jarinya yang lembut tadi. Sengaja memeluk untuk membuat lawan "merinding" diam-diam tertawa tapi juga berdebar karena Gurba mulai sering melirik dadanya, Sengaja melepas sebuah kancing bajunya agar buah dadanya menyembul, dapat diintai dengan cara tidak kentara.

Melihat Gurba mulai mendengus dan sukar mengalihkan perhatiannya. Jadi sasarannya mulai berhasil. Tapi Bi Nio yang tentu saja tak berani sembrono dan bersikap hati-hati lalu berdiri dan menundukkan kepalanya, membiarkan Gurba melihat kancing bajunya yang terlepas dan menghela napas seolah berduka, takut-takut. Tapi melihat Gurba menunggu jawabannya dan Bi Nio tak mau berlama-lama akhirnya wanita ini berkata dengan bibir digigit-gigit, manis tapi juga sekaligus merangsang nafsu, menggerakkan berahi.

"Hanggoda, aku sesungguhnya ingin menyampaikan isi hatiku. Aku... aku ingin menghamba padamu. Aku ingin mengikuti jejakmu ke manapun kau pergi"

Apa...!" Gurba terbelalak. "Kau mau menghamba padaku?"

"Ya Bi Nio mulai mengerling. "Aku ingin ikut kemanapun kau pergi, hanggoda. dan betul bahwa aku memang bukan penduduk Le-Chung."

Gurba tampak kaget. "Bi Nio. Kalau begitu siapa kau ini? Kau...?"

Bi Nio tiba-tiba menggigil, memejamkan mata. "Aku orang biasa. hanggoda. Aku datang karena aku tertarik pada kegagahanmu. Aku telah mendengar namamu. Aku kagum akan kesaktianmu. Aku... aku..." Bi Nio yang terisak bangkit berdiri tiba-tiba memeluk Gurba. "Aku cinta padamu, hanggoda. Aku ingin mendampingimu seumur hidup dan siap mati kalau kau menolaknya!" dan Bi Nio yang menangis dan sudah menyembunyikan mukanya di dada Gurba tiba-tiba membuat raksasa itu tertegun dan melebarkan matanya bulat-bulat, terkejut dan terkesiap dipeluk wanita cantik ini.

Merasa betapa lembut dan hangatnya tubuh wanita itu. Terutama gerakan dadanya yang naik turun di dadanya sendiri. Bola kembar yang lunak tapi kenyal itu, sengaja ditempelkan ketat oleh Bi Nio yang membuat darah raksasa mendidih, bangkit dan seketika bergolak. Tak dapat menahan nafsunya lagi. Dan ketika Gurba gemetar dan balas mendekap tanpa sadar mendadak Bi Nio yang girang oleh reaksi ini tahu-tahu mengangkat mukanya dan mencium mulut raksasa tinggi besar, mesra melumatnya lembut.

"Hangoda, aku cinta pada mu..."

Gurba terbang ke awang-awang sesungguhnya seumur hidup belum pernah dia dilakukan seperti itu, didekap dan dicium wanita secantik Bi Nio ini. Merasa bibir yang merah basah itu mengulum mulutnya, membuatnya menggigil dibawa kenikmatan tiada tara. Tapi Gurba yang sadar teringat sesuatu mendadak melepaskan dan membentak kaget, "Mundur..!"

Bi Nio terpelanting roboh. Wanita ini menjerit kecil, bajunya tersangkut kursi hingga robek terkuak dadanya hingga Gurba sendiri terkejut melihat buah dada menyembul jelas itu lebih jelas dan gamblang. Putih montok! Dan Gurba memejamkan mata terhuyung gemetar tiba-tiba menggemereng. "Bi Nio. jangan kurang ajar kau. Aku pantang menerima wanita Han sebagai istriku. Apalagi kalau dia sudah bersuami!"

Bi Nio tersedu. Merah pipinya. "Aku tak memiliki suami atau Kekasih, hanggoda. Aku masih sendiri dan tak ingin cintaku ditolak."

"Tapi kau wanita Han, aku tak dapat mengambilmu sebagai isteri!"

"Kalau begitu boleh sebagai apa saja, hanggoda. Aku rela menjadi selir atau pelayanmu asal selalu berdekatan denganmu."

"Tidak... tidak bisa. Aku tak dapat menikah dengan wanita yang bukan suku bangsaku sendiri"

"Kenapa, hanggoda?" Bi Nio menggigil, pucat mukanya.

"Kau adalah keturunan bangsa yang menjadi musuhku. Kau bangsa Han yang tak mungkin bersahabat dengan bangsa Tar-tar!"

"Ah. Bi Nio penasaran, masih nekat. Kau tak adil. hanggoda. Yang menjadi musuh bukanlah diriku, secara pribadi. Tapi orang lain yakni kaisar dan pembantu-pembantunya itu. Kenapa kau memasukkan aku sebagai musuhmu. Di mana keadilanmu?"

Gurba terbelalak. Dia harus menekan guncangan hatinya melihat belahan dada Bi Nio yang terkuak lebar itu, seolah tak disadari Bi Nio sendiri akibat penasarannya terhadap raksasa tinggi besar itu. Yang agaknya tangguh, bermental baja dan tak gampang dirobohkan nafsu berahi, yang membuat Bi Nio was-was tapi kagum juga mendongkol. Dan ketika Gurba tak menjawab dan pemimpin suku bangsa Tar-tar itu tertegun memandangnya maka Bi Nio bangkit berdiri hingga baju yang sudah terkuak lebar itu melorot turun!

"Hanggoda, apa jawabanmu tentang pertanyaanku tadi? Begitukah sikap seorang laki-laki jantan menperlakukan wanita tak bersalah. Aku memang wanita Han, hanggoda aku bukan musuhmu yang mempunyai hutang jiwa atau harta! Aku datang untuk menyatakan cinta. Dan kau sendiri berjanji tak akan marah asal aku bersikap jujur. Sekarang aku jujur, menyatakan itu, kenapa kau marah-marah dan bersikap kasar padaku? Inikah kelakuan seorang gagah? Di bibir manis, tapi lain pula kenyatannnya? Kalau begitu percuma aku mengagumimu henggoda. Kau kiranya seorang pengecut!" dan, marah serta cemas akan kegagalannya sendiri, mendadak Bi Nio tersedu menundukkan kepalanya pada dinding kemah.

"Dukk...!" wanita itu roboh pingsan. Gurba terkejut tak menyangka berseru kaget melompat maju. Dan ketika Bi Nio tak sadarkan diri dan Gurba terpukul oleh semua kata-kata wanita ini mendadak Gurba sudah mengangkat tubuh wanita ini dan membawanya ke pembaringan dan menyadarkan Bi Nio dari pingsannya itu. Gugup dan berkali-kali bingung menotok Bi Nio. Dan ketika beberapa saat kemudian Bi Nio sadar dan wanita itu mengeluh di pembaringan raksasa itu maka Gurba yang rupanya menyesal dan girang melihat wanita itu siuman sudah berkata Seolah berbisik,

"Bi Nio, maafkan aku...!"

Bi Nio membuka mata. Dia tadi bersungguh-sungguh menumbukkan kepalanya itu, untung hanya pingsan saja dan tidak retak. Kini terbelalak dan melihat Gurba memegang lengannya dengan lembut dan penuh kasih, terdorong oleh sesalnya itu. Tapi Bi Nio yang menangis teringat sukarnya "membobol" raksasa ini mendadak tersedu-sedu, kecewa dan penasaran sekali. "Hanggoda, kau lepaskan aku. Atau kau bunuhlah aku"

Gurba menggeleng. "Tidak, aku menyadari kesalahanku, Bi Nio. Justeru aku hendak meminta maaf padamu dan jangan kau marah lagi"

"kau..!"

"Ya, aku tak boleh menjilat ludahku sendiri Bi Nio. Kau telah menyatakan apa yang menjadi isi hatimu dan aku tak boleh marah!"

Bi Nio tiba-tiba bangkit dari pembaringannya dan mencengkeram pundak raksasa itu. "Hanggoda..." wanita ini gemetar. "Apakah berarti engkau menyambut cintaku? Kau mau menjadikanku sebagai isteri dan..."

"Tidak!" Gurba merah mukanya, menggeleng. "Bukan itu maksudku Bi Nio. Aku tak mungkin mengambilmu sebagai isteri karena kau bukanlah suku bangsaku."

Bi Nio menggigil. "Kalau begitu kau jadikan saja aku selir, hanggoda. Atau..."

"Maaf." Gurba lagi-lagi memotong, aku juga tak mampu memenuhi permintaan itu, Bi Nio. Aku benci pada bangsa Han karena bangsa Han telah membunuh ayah ibuku!"

"Ah," Bi Nio kecewa. “Kalau begitu biarkan saja aku menjadi pelayanmu, hanggoda. Atau kalau inipun kau tak mau biarlah kau berikan padaku pernyataan sayang sekali saja. Aku butuh itu. Aku butuh kenang-kenangan dan setelah itu aku pergi!”

Gurba terkejut. "Maksudmu?"

Dan Bi Nio tiba-tiba menggigil melepas pakaiannya. Dan berpikir siapa tahu raksasa ini tahu apa yang dikehendakinya tiba tiba Bi Nio telah telanjang bulat didepan raksasa tinggi besar itu. Satu usaha terakhir untuk merobohkan pemimpin Suku Tar-tar ini!.

"Hanggoda, aku tak mau banyak bicara lagi. Aku telah menyatakan isi hatiku. Kalau kau menolak sudilah kiranya kau memberikan secercap kasih sayangmu kepadaku, Aku tak mau mengganggumu lagi setelah ini." dan Bi Nio yang menunduk dan mengeluh menubruk raksasa ini tiba-tiba telah mencium dan melesatkan tubuhnya di tubuh pemuda tinggi besar itu. Mendengus bertubi-tubi karena ini adalah sebuah "final mision" baginya. Misi terakhir.

Dan Gurba yang terkejut serta membelalakan matanya tiba-tiba tak dapat bicara karena mulutnya telah di tutup oleh mulut Bi Nio yang manis itu, dipeluk dan mendapat serangan gencar yang membuat raksasa ini memejamkan mata. Bingung dan kaget karena kesadarannya hilang oleh keadaan Bi Nio yang luar biasa berani, bugil didepannya. Dan ketika Bi Nio melepas kancing bajunya dan jari-jari wanita cantik itu merayap ke sekujur tubuhnya bagai rayapan seekor ular betina mendadak Gurba roboh dibawa perasaan hanyut yang memabokannya.

Raksasa ini mengeluh, menggigil dan gemetar ketika bibir dan lidah Bi Nio bergerak-gerak membuatnya terayun ke awang-awang, karena kekagetannya yang sekejap itu telah dipergunakan oleh Bi Nio baik-baik. Tak mau melepaskan kesempatan itu dan mempergunakan semua kepandaiannya untuk merobohkan raksasa ini. Dan karena Bi Nio telah nekat dan semua teknik telah dipergunakannya untuk menguasai lawan, tiba-tiba Gurba mengerang ketika Bi Nio menghisap mulutnya seakan lintah melekat, tahu-tahu menggulingkan tubuh dan sama-sama roboh ke pembaringan, terbetot semangatnya oleh isak dan nafsu wanita itu.

Tapi Gurba yang lagi-lagi teringat sesuatu tiba-tiba mendorong Bi Nio melompat bangun. "Tidak. jangan Bi Nio, jangan...!"

Bi Nio terjengkang. Dia sudah berhasil membangkitkan gairah lawannya, merasa balasan Gurba yang canggung dan gugup tentu saja heran dan kaget kenapa Gurba tiba-tiba melemparnya dari pembaringan. Tapi ketika Bi Nio bangkit dengan tubuh terhuyung tertelalak memandang raksasa ini maka Gurba gemetar dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Bi Nio, kua pergilah cepat-cepat. Aku tak mau berjina. Apalagi dengan wanita yang sudah bersuami."

"Ah... Bi Nio menyadari keadaan. "Aku tak mempunyai suami atau kekasih, Hanggoda. Aku masih sendiri dan siap menjadi milikmu!'

"Tidak. Jangan!" Gurba memejamkan mata. "Aku tak mau menyusahkanmu kelak di kemudian hari, Bi Nio. Aku..."

Bi Nio tiba-tiba menangis. Wanita ini telah munubruk dan menyambar sebuah pisau yang ada di situ, membuat Gurba membuka matanya dan kaget. Tapi Bi Nio yang menyerahkan pisau itu dan mengguguk di tubuh raksasa ini tiba-tiba berseru. "Kalau begitu kau bunuhlah aku, hanggoda, aku akan bunuh diri di depanmu...!"

Dan Bi Nio yang menarik tangan Gurba dan menghujamkan pisau itu ke dadanya tibi-tiba disambut seruan tertahan dan sentakan kuat raksasa ini, membuang pisau sementara Bi Nio sendiri terpelanting. Dan ketika Bi Nio tersedu-sedu dan Gurba tergetar menyaksikan tubuh telanjang itu bersimpuh di depannya tiba-tiba Gurba tak tahan dan menyambar wanita ini. Betapapun, hasrat kelelakiannya terbakar dan tak dapat terus-terusan diuji sedemikian lama. Terlampau berat. Dan begitu mendengar Bi Nio tidak bersuami dan Gurba siap mengambil wanita ini sebagai isteri atau selir maka Bi Nio telah dibopong dan mendengar bisikan pemuda tinggi besar itu.

"Bi Nio, kau benar-benar wanita tak bersuami?"

"Sumpah demi segala setan dan dewa, Hanggoda. Kalau iya, boleh kau bunuh aku!" Bi Nio nekat, marah dan gemas sekali melihat dia lagi-lagi akan gagal. Padahal itu adalah usahanya yang terakhir. Dan begitu dia menjawab dan Gurba mendengus aneh mendadak raksas tinggi besar ini telah medekap dan membawanya ke ranjang.

"Baik, kalau begitu kau boleh menjadi selirku, Bi Nio. Atau kau pergi setelah kuberi apa yang kau minta!" Gurba juga tak kuat, bangkit darah mudanya melihat keadaan Bi Nio yang demikian menggairahkan. Mulus tanpa cacat dan membuat nafsu lelaki tak terkendali lagi. Hilang akal sehatnya. Dan ketika Bi Nio mengaku sebagai gadis yang masih sendiri dan Gurba percaya omongan wanita itu.

Maka Bi Nio mengeluh dan girang bukan main akan keberhasilannya ini, tiba-tiba memagut dan merciumi pemuda tinggi besar itu. Tak segan pada kulitnya yang hitam atau apa. Twrtawa dan sudah membuat Gurba mabok akan cumbu atau belaiannya yang hebat.

Dan begitu keduanya melempar diri di pembaringan dan Gurba mendengus membalas pelukan Wanita ini maka jebollah benteng pertahanan pemimpin suku bangsa Tar-tar yang lihai itu. Gurba tak dapat terlalu disalahkan. Dia masih "hljau" dalam masalah perempuan, meskipun gagah dan sakti di medan laga. Roboh dan hanyut dalam cumbuan Bi Nio yang tahu kelemahan lelaki. Tahu dan mahir bermain cinta karena dia adalah selir kaisar yang paling pintar. Sebentar saja meninabobokkan raksasa itu dalam pernainan panas yang menggebu-gebu, membuat Gurba tergila-gila dan berkali-kali mengeluh akan kenikmatan yang tiada tara, pelayanan hebat yang luar biasa yang diberikan selir itu padanya.

Dan ketika beberapa saat kemudian mereka tenggelam dalam madu berahi dan Gurba lupa segala-galanya maka menjelang pagi, di saat raksasa itu tergolek kelelahan dan Bi Nio girang akan keberhasilannya maka wanita cantik ini berindap keluar melepas panah biru!

"Sing!"

Langit berkilat sekejap. Bi Nio menunggu sebentar, dan ketika beberapa saat kemudian sebuah panah biru juga menyambutnya di langit hitam sebelah barat, tiba-tiba Bi Nio girang bukan main. karena itulah tanda isyaratnya telah dimengerti oleh pengantarnya di tempat persembunyian sana. Ia membalik dan kembali memasuki kemah dengan muka berseri-seri. Tapi begitu dia memutar tubuh dan siap memasuki tempat pemimpin bangsa Tar-tar itu mendadak Gurba telah berada di belakangnya dengan mata mencorong!

"Aih..." Bi Nio langsung mundur dengan teriakan tertahan kaget bukan main melihat pemuda tinggi besar itu telah melihat perbuatannya. Benar-benar terlalu gegabah mengentengkan pemimpin bangsa Tar-tar ini. Dan ketika Bi Nio terbelalak memandang dan mundur-mundur dengan muka pucat maka Gurba yang menggeram penuh kemarahan bertanya kepadanya dengan suara dingin menusuk jantung,

"Bi Nio, apa artinya ini?"

Bi Nio tertegun. Pertanyaan itu pendek saja, singkat tapi membuat semangatnya seakan terbang karena dia melihat mata Gurba yang mencorong seperti api itu, mirip naga yang :sedang marah. Berkilat kilat dan menelan tubuhnya bulat-bulat. Dan Bi Nio yang tak dapat mengelak lagi dan gentar oleh perbawa raksasa ini tiba-tiba menangis dan jatuh berlutut.

Gurba menggeram. Dia tak tahu apa sebenarnya yang sedang dilakukan wanita ini kekasihnya yang baru saja melayaninya bercumbu. Marah dan gusar karena sekarang dia menangkap bahwa ada apa-apa yang tidak beres pada Bi Nio, Entah apa. Pokoknya penting. Dan Gurba yang tidak mendapat jawaban dari wanita itu kecuali tangisnya medadak mencengkeram dan menyambar pundak wanita ini. Lalu begitu Bi Nio mengeluh dan menjerit kesakitan tiba-tiba raksasa berkelebat dan terbang ke arah barat di mana panah biru timbul saat panah wanita ini dilepas di pagi-pagi buta.

Dan Gurba tertegun. Dia meiihat bayangan bergerak di sana sini, tdak banyak, paling paling sebelas orang. Dan ketika dia tiba di situ dan Bi Nio menjerit memberi tanda, mendadak bayangan yang bergerak gerak di tempat itu muncul dan kaget melihat ada pemimpin bangsa Tar-tar ini. Sama seperti Gurba sendiri yang sama kagetnya melihat siapa mereka itu, mengenal seorang diantaranya yang bukan lain adalah Toan-ciangkun (Panglima Toan), satu dari Tujuh Panglıma Naga yang memimpin rombongan itu. Dan begitu dua pihak beradu muka dan Gurba menggereng marah maka Bi Nio sudah dilempar di atas tanah hingga wanita itu mengaduh dan terbanting tak dapat bangkit berdiri.

"Bi Nio, kau kiranya orang kaisar!"

Bi Nio tersedu-sedu. Dia sudah tak dapat mengelak lagi, melihat Toan ciangkun melompat dengan pedang di tangan menolongnya dan menyuruh anak buahnya memapah wanita itu. Dan karena dua pihak sudah sama-sama kepergok dun tak mungkin menghindar lagi maka Toan-ciangkun yang berdiri gagah berseru dengan suara nyaring maklum bahwa Bi Nio tertangkap basah,

"Gurba kami memang menyuruh Bi Nio menyusup di perkemahanmu. Kau tak perlu memakinya, kami yang bertanggung jawab. Dan karena kau telah menggauli wanita ini sebagai isterimu maka silahkan ambil dia baik-baik dan kami akan melapor pada kaisar bahwa seorang selirnya telah kau minati!"

"Apa?" Gurba terkejut. "Bi Nio selir kaisar"

"Ya...!" Toan-ciangkun gagah menjawab, berseri mukanya. "Bi Nio adalah selir kaisar yang amat disayang, Gurba. Kalau kau telah mencintainya tentu sri baginda tak akan keberatan memberikannya padamu asal kau menarik mundur pasukanmu!"

"Keparat!" Gurba membentak, marah bukan main. "Kalau begitu kalian sengaja menjebak aku Toan-ciangkun. Kalian manusia terkutuk dan biadab. Jahanam...!" dan Gurba yang menggerakkan lengan menghantam ke depan tiba-tiba menyerang panglima she Toan yang ada di depan dan dikelit panglima ini yang terkejut oleh angin pukulan menderu dahsyat. Tapi begitu dia melompat menghindar mendadak pukulan itu tiba lebih dulu dan langsung menyerempet pundaknya.

"Dess...!" Toan-ciangkun terpental. Panglima ini bergulingan menjauh, berteriak pada sepuluh anak buahnya agar maju menyérang, membantu dia dari amukan Gurba. Tapi Gurba yang membentak mendahului tiba-tiba berkelebat menyambar, mengibas dan menampar sepuluh orang yang mengeroyoknya itu. Dan begitu pukulan terlepas dan sepuluh orang ini menjerit tiba-tiba mereka roboh berpelantingan dengan tulang patah-patah!

"Toan-ciangkun, kau akan kubunuh!"

Panglima itu terperanjat. Dia memang mengetahui kesaktian pemimpin suku bangsa Tar-tar ini, sebelumnya sudah merasa gentar karena di memang bukan tandingannya. Tapi melihat sepuluh anak buahnya roboh begitu cepat dan mereka tak dapat bangkit lagi karena tulang mereka patah-patah mendadak panglima ini menjadi nekat dan menangkis dengan pedangnya.

"Sing-plak!"

Pedang panglima itu mental. Toan-ciangkun lagi-lagi terkejut, ingat akan kekebalan luar biasa yang dimiliki raksasa ini. terbelalak dan terlanjur tak dapat menarik kémbali serangannya karena tubuhnya sudah maju ke depan. Dan ketika dia meloncat dan kaget akan balasan lawan tahu-tahu Gurba telah menghantam ubun-ubunnya dengan telapak terbuka penuh tenaga sinkang. Tak ayal, panglima ini mengeluh, melempar kepala ke kiri sebagai usaha menyelamatkan diri. Tapi pukulan dahsyat yang terlanjur turun itu ternyata tak sepenuhnya dapat dihindari, ganti mengenai pundaknya hingga panglima ini menjerit. Dan begitu kedua kaki tertekuk tak mampu menahan tahu-tahu pundak panglima ini patah dan Toan-ciangkun roboh terguling.

"Krekkk..!" Panglima she Toan itu mengaduh. Dia kesakitan sangat oleh patahnya tulang pundak ini, bergulingan tapi akhirnya terhenti kareka tulang di dalam menusuk dagingnya, mencuat keluar hingga dia merasa nyeri. Dan ketika panglima itu mengeluh dan menggigit bibir menahan sakit maka di saat itulah Gurba mengejar dengan pukülan ke tiga.

"Hanggoda, jangan...!"

Gurba tertegun. Pekik Bi Nio yang nyaring gemetar ini mengingatkan dia akan kejadian semalam, cumbu rayu dan cinta panas yang mereka nikmati bersama. Indah tapi kini buyar berantakan karena Bi Nio ternyata diketahui berkhianat, menipunya. Dan Gurba yang menggeram tak perduli tiba-tiba meneruskan serangannya ke dada panglima she Toan itu.

"Dess!" Toan ciangkun terang tak dapat mengelak. Panglima ini mengaduh memuntahkan darah segar dan mengeluh tertahan. Tapi begitu dia tergulinh dan roboh terkapar ternyata panglima ini tewas seketika itu juga tak mampu menerima pukulan berat ini. Dan saat itu puluhan obor tiba-tiba menerangi tempat itu, bergerak mengepung dirinya dari segenap penjururu. Dan ketika Bi Nio menjeerit melihat tewasnya Toan-ciangkun maka Siga dan puluhan pasukan Tar-tar berdiri terbelalak melihat apa yang terjadi.

"Hanggoda, apa yang kau lakukan?"

Gurba menggereng. Sekarang dia memandang Bi Nio, melahap wanita itu hingga Bi Nio mundur mundur, ngeri sekali, menangis dan menutupi mukanya dengan tubuh menggigil. Tapi sebelum Gurba menjawab, tiba-tiba seorang dari anak buah Toan-ciangkun yang roboh dengan tulang patah berteriak,

"Paduka selir, larilah. Bangsa Tar-tar akan mengganggu atau membunuh wanita."

Siga dan teman-temannya terkejut. "Paduka selir?"

"Ya " Gurba menggereng. "Bi Nio ternyata selir kaisar, Siga. Dan dia dikirim untuk menghancurkan aku. Keparat dia!" dan ketika Siga dan teman-temannya tertegun maka orang yang berteriak itu lagi lagi berseru, kini mengejek pada Gurba,

"Tar-tar Khan (pemimpin Tar-tar), kau tak dapat menghapus lagi perbuatan yang telah kau lakukan itu. Kau telah menggauli selir kaisar sebagai isterimu. Tak tahu malu kau. Mata keranjang kau!"

Dan ketika orang itu berteriak teriak dan tertawa mengejek Garba, mendadak Siga yang pucat mendengar semuanya ini melompat maju menggerakkan tombaknya, menusuk dada laki-laki itu hingga laki-laki ini menjerit, tembus dadanya dan tewas dihunjam senjata panjang itu. Dan ketika mencabut dan gemetar memandang Gurba maka pemuda ini menghadapi pemimpinnya dengan pertanyaan menggigil,

"Hanggoda, itu semua adalah fitnah, bukan?"

Gurba tak menjawab. Dia sedang terpukul dan marah memandang Bi Nio, melihat bekas kekasinya itu mengguguk di atas tanah. Tapi ketika Siga mengulang pertanyaannya dan raksasa ini menggeram maju tiba-tiba dia menyambar selir kaisar itu.

"Tidak, apa yang terjadi memang betul seperti yang dikatakan itu, Siga. Aku menyesal tapi wanita ini sengaja menggodaku!"

"Ah, jadi kau..."

"Ya., aku terjebak. Kalian tak pantas lagi mempunyai pemimpin seperti aku!" dan Gurba yang marah mencengkeram Bi Nio tiba-tiba berkelebat menuju ke kota raja. "Siga, tarik mundur semua pasukan keluar tembok besar. Tunggu aku di sana!" dan ketika Bi Nio mengeluh dan diseret raksasa ini maka Siga dan teman-temannya tertegun melihat pemimpin mereka itu "terbang" di pagi yang masih buta ke istana kaisar, rupanya mau meluruk dan mengamuk di sana. Dan Siga yang tentu saja terkejut bukan main tiba-tiba mengejar berseru nyaring.

"Hanggoda, tunggu dulu...!"

Namun Gurba mengibaskan lengan ke belakang. Siga berteriak ketika tubuhnya terlempar roboh, disambut angin pukulan pemimpinnya itu yang tak menghendaki dia mengejar. Dan ketika Siga bangkit berdiri dan tertegun dengan pandangan menjublak maka Gurba menggeram dari jauh, memperingatkannya,

"Kau tak perlu menyusul, Siga. Küperingatkan padamu untuk menarik pasukan keluar dari tembok besar!"

Siga tak berani bercuap lagi. Dia sedang terkejut oleh semua kejadian itu., tak menyangka bahwa Bi Nio adalah selir kaisar. Telah menjebak pemimpinnya hingga pemimpinnya itu menggauli wanita yang sudah bersuami. Pantangan paling besar dan amat memalukan bagi bangsa Tar-Tar. Tapi Siga yang penasaran dan kagum akan pengakuan jujur dari pemimpinnya yang tidak menutupi aib sendiri tiba-tiba menjadi marah dan gusar pada sembilan anak buah Toan ciangkun yang masih hidup. kawan-kawan dari laki-laki yang tadi sudah dibunuhnya. Maka membentak dan menyuruh anak buahnya maju segera pembantu Gurba yang marah ini berseru,

"Bunuh mereka, habiskan anjing kaisar yang membuat celaka ini...!" dan begitu pasukan Tar-tar maju dan sembilan orang ini terkejut membelalakan mata tahu-tahu pedang dan golok telah membacok mereka tanpa ampun lagi, menusuk dan dua di antaranya bahkan dipenggal putus. Tentu saja banjir darah segera terjadi. Dan ketika sembilan orang itu roboh dan mayat mereka bergelimpang di atas tanah maka Siga menyuruh anak buahnya mundur, kèmbali ke perkemahan dengan membawa berita megejutkan itu.

Tentu saja menggemparkan semua orang karena bangsa Tar-tar memang tidak menyangka kejadian itu. Semuanya terbelalak dan tertegun bagai disambar geledek. Tapi Siga yang tidak mau banyak cakap dan mengerti semuanya ıni adalah tipu muslihat musuh tiba-tiba menyuruh mereka bangkit uatuk menyerbu kota raja!

"Ini adalah jebakan lawan yang licik dan hina. Kini hanggoda menyerbu Istana, baiknya kita bantu dia. Mari kita dobrak kota raja, kita serbu istana!"

Suku bangsa itu ribut. Mereka tiba-tiba pecah menjadi dua, satu setuju dan lain menolak. Tapi ketika jumlah yang menolak lebih besar dari pada yang setuju dan Siga tertegun melihat perpecahan karena bangsa Tar-tar memang membenci sekali pelanggaran yang dilakukan Gurba meskipun tidak sengaja tiba-tiba pemuda ini menjadi marah pada suku bangsanya sendiri, melihat yang menolak dipimpin oeh Temunga yang menjadi sahabatnya sendiri, seorang pemuda Tar-tar berkulit putih. Dan begitu keadaan menjadi rıbut dan Temunga memimpin kelompoknya dengen urat tegang maka Siga melompat maju dengan muka marah.

"Munga, ini adalah kejadian yang tidak disengaja oleh khan (pemimpin) kita. Hanggoda terbujuk, lengah dan terjebak oleh selir kaisar itu. Kenapa kita harus membencinya sedemikian rupa? Memang bangsa kita adalah bangsa yang pantang berzina dengan wanita yang sudah bersuami, tapi Hanggoda tentunya tak tahu bahwa Bi Nio adalah isteri orang lain."

Temunga menjengek. "Itu kesalahanya sendiri, Siga. Kami tak mau menerima alasan apapun untuk urusan ini. Yang jelas khan kita telah bersalah, dan untuk itu tak ada alasan apapun yang dapat menghapus kesalahannya itu."

"Benar, tapi ingat bahwa ini adalah tipu muslihat musuh, Munga. Hanggoda terjebak karena lawan menghendaki begitu. Dia..."

"Tak perduli!" Munga memotong. "Aku tak mau mendengar alasan apapun, Siga. Sebab menerima alasan berarti membebaskan si terhukum dari kesalahan!"

Siga marah sekali. Nada tinggi yang diucapkan Munga untuk persoalan ini membuat dia naik pitam, maklum bahwa persoalan tak dapat lagi dikompromi karena bangsa Tar-tar memang bangsa yang keras. Maka begitu ia menghentikan kata-katanya dengan seruan keras tiba-tiba Siga yang membentak ke depan menampar muka lawannya itu.

“Munga... kau keras kepala... pak-plak!"

Temunga terjengkang. Dia kaget oleh pukulan itu, berteriak melompat bangun menyambar tombaknya. Dan ketika semua orang jadi ribut dan terbelalak oleh pertikaian dua pimpinan muda ini mendadak Munga balas menyerang dan menusuk lawannya.

"Siga, kau manusia keparat. Kubunuh kau!"

Siga mengelak. Dia juga marah oleh kekerasan kepala bekas sahabat ini, mau menolong Gurba tapi ditolak mentah-mentah oleh lawan yang berhasil mempengaruhi masa ini karena perbuatan itu memang paling dikutuk bangsa Tar-tar. Melebihi kutukan terhadap pembunuhan kejam yang bagaimanapun juga. Maka begitu Munga menyerang dan tombak mematuk serta menusuk tubuhnya tertubi-tubi tiba-tiba Siga membentak lalu menyambar tombaknya pula, menangkis dan balas menyerang disaksikan ribuan pusukan Tar-tar yang membiarkan pertarungan itu. Karena pertarungan itu cukup adil, satu lawan satu.

Tapi ketika Siga membalas dan tombak di tangan lawan terpental maka nampaklah di sini balwa Munga masih kalah oleh pembantu Gurba yang paling dekat ini. Siga memang lebih unggul, tenaganya lebih kuat permainan tombaknya lebih gagah. Dan Ketika pertempuran berjalan setengah jam dan munga menggigit bibir karena harus mundur-mundur dan telapak tangannya pecah berdarah maka pada akhir pertarungan tombak di tangan pemuda ini terlepas dari tangannya akibat pukulan Siga yang keras bukan main.

"Trang...!"

Munga roboh terjengkang. Siga mengejar, ujung tombak tahu-tahu telah melekat di leher lawannya ini. Dan ketika Monga terbelalak dan Siga menginjak dada lawannya, maka bertanyalah pemuda ini, "Bagaimana kau menyerah, Munga. Atau kau minta kubunuh?"

Pemuda Tar-tar itu mendelik. "Aku mempertahankan pendirianku bahwa yang bersalah harus menerima kesalahannya. Siga. Betapapun kau telah memenangkan pertandingan ini tapi hanggoda tetap harus dihukum. Bangsa Tar-tar mengutuk perbuatan jina yang paling dibenci itu. Betapapun kau mengandalkan kekuatanmu atau kemenanganmu."

"Jadi kau tak mau kompromi?"

Tanyalah pada bangsa kita, Maukah mereka kompromi untuk perbuatan yang paling terkutuk ini?"

"Keparat, kau tak mau melihat keadaan dengan kedudukan sebenarnya , Munga. Kau picik pandangan dan bodoh!"

Siga gusar, mendengar bisik-bisik di sana-sini yang membenarkan pendapat lawannya itu. Dan ketika bisik-bisik itu jadi gencar dan Munga berteriak bagaimanakah pendapat suku bangsanya untuk persoalan ini. Mendadak secara serentak kelompok yang membela pemuda Tar-tar itu berseru mengacungkan senjata,

"Kami setuju dengan pendapatmu, Munga. Perbuatan yang paling terkutuk yang tak perlu dikompromi lagi. Kami siap mèmbela pendirian ini dengan nyawa dan darah!"

Siga semakin marah. Dia mendengar kelompok lawan berteriak-teriak, kian lama kian gaduh karena bangsa Tar-tar memang siap mengorbankan darah dan nyawa untuk pendirian yang satu itu. Merupakan prinsip hidup yang paling peka. Dan ketika Munga tertawa mengejek dan Siga merasa terpukul tiba-tiba pemuda yang gelap pikiran ini menggerakkan tombaknya, menusuk leher Munga yang dianggap biang keladi keributan.

"Munga, kau jahanam keparat.... crep!”

Munga tak dapat mengelak. Dia langsung menggeliat oleh tusukan tombak itu, mengeluh dan terkulai tak dapat bersuara lagi karena tombak telah menançap di lehernya, mengejutkan Semua bangsa Tar-tar Yang seketika menghentikan kegaduhan. Kaget bukan main oleh perbuatan Siga yàng membunuh teman sendiri. Dan ketika Siga mencabut tombaknya dan beringas memandang ke kelompok Munga tiba-tiba keadaan menjadi gempar dan tidak terkontrol.

"Siga, kau jahanam terkutuk..."

Lima orang tiba-tiba melompat maju, marah dan menyerang pemuda ini karena perbuatan Siga dianggap terlalu. Dibenarkan oleh yang lain karena pembunuhan itu jelas tak mereka setujui. Tapi Siga yang marah dan terlanjur mata gelap sudah membentak dan menangkis lima orang anak buah Munga membuat mereka terpelanting dan terteriak pada kawan-kawannya agar maju membantu. Karena kelompok Munga marah pada pemuda dan mereka sakit hati melihat pemimpinnya tewas, mendadak ratusan orang meluruk dan berteriak menyerang pemuda ini!

"Siga, kau berhutang jiwa harus membayar jiwa. Kami tak terima perbuatanmu ini!"

Siga terkejut. Dia terang terbelalak melihat majunya pendukung Munga itu, sebentar kemudian menangkis dan sibuk menghadapi hujan senjata. Tapi karena awan terlalu banyak dan kelompok Munga benar-benar bermaksud membunuhnya maka Siga terpelanting ketika sebuah tombak mengenai leher kirinya.

"Bret!"

Pendukung Siga ganti terkejut. Mereka melihat pemimpin mereka itu bergulingan menjauh, darah mengalir dari luka tusukan. Dan ketika Siga dikejar dan ratusan orang berteriak-teriak mendadak pendukung Siga yang jumlahnya sepertiga bagian dari pasukan yang ada berteriak maju dan ganti membela pemuda itu menghambur dan menangkis hujan senjata yang ditujukan pada pemimpinnya, sebentar kemudian keadaan menjadi ribut dan pecah perang saudara. Dan ketika keadaan ini semakin kacau dan pertempuran tak dapat dicegah lagi karena masing-masing pihak mempunyai kepentingan dengan kebenarannya sendiri maka di pagi buta itu pasukan Tar-tar baku hantam dan saling bunuh!

Siga tertegun. Dia tak menyangka kejadian bakal seperti itu, sadar setelah terlambat. Menyesal kenapa dia membunuh Munga karena pikirannya sedang gelap. Tapi karena kelompoknya diserang dan jumlah lawan dua kali lipat dibanding jumlahnya sendiri akhirnya Siga berteriak-teriak nengamuk dan meminta pertemuran dihentikan, mengamuk dan merobohkan bekas anak buahnya sendiri dalam perang sampyuh itu. Kaget dan marah serta sedih bercampur aduk.

Tapi karena bangsa Tar tar adalah bangsa yang keras dan mereka sudah terbiasa di tempa kepahitan hidup bertubi-tubi maka seruan pemuda ini sia-sia. Pertempuan itu berjalan terus, masing-masing mulai membalas karena teman atau saudaranya mulai terbunuh. Kasar dan jalang bagai binatang buas yang tidak mélihat apa-apa lagi kecuali darah.

Dan ketika pagi menjelang tiba dan sinar matahari mulai menerangi bumi maka Siga menangis melihat kelompoknya cerai-berai sementara lawan yang menang mengejar-ngejar yang kalah. Membantai dan dipenuhi nafsu dendam yang tidak akan terpuaskan bila darah belum memuncrat. Dan ketika kelompoknya terdesak dan dua belah pihak sama-sama jatuh banyak korban akhirnya pemuda ini roboh pingsan ditelan kesedihan yang amat sangat!

Begitulah, bangsa Tar-tar pecah berantakan. Mereka sekejap saja menjadi serpihan kelompok-kelompok yang tidak berguna lagi. Lelah dan letih tak mungkin berperang melawan kekuatan yang lebih besar. Pasukan kerajaan umpamanya. Dan ketika pertempuran berhenti dan darah dimana-mana di saat matahari mulai terbit maka Gurba, pemimpin andalan yang merupakan tulang punggung bangsa ini belum pulang juga. Kemana raksasa itu? Bagaimana perasaannya jika tahu keadaan sukunya yang porak-poranda? Tentu hatinya hancur dan sedih! Dan untuk itu mari kita ikuti apa yang terjadi pada suheng dari Kim-mou-eng ini.

* * * * * * * *

Pagi buta, setelah membunuh Tan-ciangkun dan marah pada Bi Nio raksasa tinggi ini langsung ke kota raja. Dia bermaksud mengamuk dan membunuh kaisar dan siapa saja yang dia temui. Tak dapat di padamkan lagi kemarahannya karena kemarahannya sudah sampai di ubun-ubun. Tapi karena kota raja di jaga ketat dan tak ada sebuah tempat pun yang lolos tanpa penjagaan, maka raksasa ini menghadapi rintangan berat yang tidak kecil.

Mula-mula tembok yang tinggi dan tebal harus dia lalui, melayang dan tiba di puncak dengan selamat. Tak kurang dari sepuluh meter. Tapi begitu dia tiba di sana dan belum melompat turun mendadak pengawal telah melihat bayangan dan berteriak-teriak.

"Hei, itu pemimpim bangsa Tar-tar di sana. Awas...!"

Gurba menggeram. Genta di menara tembok tiba-tiba dipukul, gencar suaranya nembangunkan semua perwira. Dan ketika dia menggereng dan puluhan pengawal maju menyerang tahu-tahu tombak dan golok berhamburan menbacok tubuhnya dari sepala penjuru.

"Plak-plak-plak!"

Gurba menangkis, Dia harus melindungi Bi Nio yang ada di pondongannya, terbelalak dan ngeri melihat hujan senjata itu. Tapi karena raksasa ini memang hebat dan tangannya kebal menangkis dan menerima senjata tajam maka tombak dan golok patah-patah bertemu tangannya. Dan ketika lawan terkejut dan bengong memandangnya, Gurba sudah menggerakkan lengan melakukan pukulan sinkang.

"Minggir..."

Tujuh orang seketika terlempar. Mereka menjerit dari tembok yang tinggi itu, ngeri terbanting ke bawah. Dan ketika tujuh pengawal itu mengaduh dan terdengar suara berdebuk di bawah sana, maka tujuh korban pertama ini tak dapat bangun lagi karena tubuh mereka telah hancur diterima tanah yang keras. Yang lain geger. Kedatangan raksasa Tar-tar yang mengejutkan di pagi buta ini memang membuat semua orang ribut. Tapi para pengawal yang maju kembali dengan teriakan perang lalu menyerbu dan mengeroyok pemuda tinggi besar itu, beramai-ramai membesarkan hati dipimpin seorang Tang Ciangkun perwira tinggi kurus yang bukan Iain Tang-ciangbu adanya, kapten Tang, anak buah Bu-ciangkun yang masih tidur di gedungnya belum tahu kedatangan raksasa ini.

Tapi karena Gurba memang lihay sekali dan kaki tangannya cukup ampuh untuk menghadapi lawan-lawannya itu maka para pengawal dan Tang-cianbu sendiri terkejut dan membelalakkan mata ketika senjata maupun pukulan yang mengenai tubuh raksasa itu selalu mental dan patah. tak dapat menghadapi kekebalan raksasa itu yang hebat bukan main. Dan ketika Gurba membalas dan membentak menggunakan Tiat-lui-kangnya, maka para pengawal roboh dan berpelantingan di atas tanah dari tembok yang tinggi itu.

"Mundur, serang saja dari jauh....!" Tan ciangbu memberi aba-aba, pucat melihat anak buahnya rontok disapu pukulan raksasa ini, Dan ketika para pengawal mündur dan gentar menghadapi raksasa itu dalam jarak dekat maka panah mulai berhamburan menyerang pemimpin bangsa Tar tar ini.

Gurba repot. Dia sedang membawa Bi Nio masih memondong selir kaisar itu menghadapi hujan senjata lawan. Tapi Gurba melolos bajunya dan mempergunakan pakaian ini melindungi Bi Nio, tiba-tiba memutar senjata anèh itu serupa payung, meruntuhkan semua panah dan membiarkan panah yang lain rontok mengenai tubuhnya, tak dapat melukainya karena sinkangnya telah melindungi seluruh tubuhnya dari kepala sampai kaki. Dan ketika semua orang gempar dan terbelalak melihat perbuatanya maka raksasa in telah terjun dari tembok yang tinggi itu masuk ke dalam.

"Hei, tahan dia. Kepung...."

Tang-ciangbu berteriak teriak. Dia sendiri masih di atas, tak berani turun karena tak memiliki ginkang yang cukup. Salah-salah patah kakinya kalau terjun seperti Gurba itu. Begitu saja dan anjlog seperti gajah. Membuat bumi tergetar dan beberapa pêngawal di dekatnya roboh terpeleset. Dan ketika para pengawal di bawah ganti berteriak-teriak dan ribut mencegah raksasa itu semakin ke dalam muka yang ada dikerahkan untuk menyambut pemuda tinggi besar itu.

"Plak-sing-bret!"

Gurba mengamuk. Dia menangkis dan mendorong-dorongkan kedua lengannya, mengibas dan menampar, bahkan mencengkeram dan membanting musuh yang tertangkap. Tentu saja membuat para pengawal geger dan gentar melihat sepak terjangnya. Dan ketika Gurba membentak dan menyerbu ke depan dengan pukulan Tia-liu- kangnya tiba-tiba seratus pengawal berpelantingan tersibak dan menjerit tumpang-tindih.

"Hei... tahan dia..." Tang-ciangbu semakin terkejut, berteriak dari atas menara melihat Gurba menerebos barisan pengawal, lolos dari kepungan dan kini menuju tengah kota untuk mengamuk di istana, membuat kepala pasukan itu pucat dan ngeri serta kaget.

Tapi karena Gurba mendorong-dorongkan kedua lengannya dan para pengawal tak ada yang dapat mendekati raksasa itu dalam jarak sepuluh meter karena mereka tentu sudah roboh lebih dulu, maka Gurba leluasa memasuki kota dan menggereng-gereng bagai seekor singa. Akibatnya gegerlah semua orang. Seluruh isi kota raja bangun dari tidurnya, mendengar keributan dan teriakan para pengawal. Dan ketika Gurba terus mengamuk di dêpan dan maju tanpa ada yang dapat mencegah lagi akhirnya raksasa ini tiba di gerbang istana menghadapi satu divisi pasukan yang siap menyambutnya secara besar-besaran!

"Mundur..."

Para pengawal terbelalak. Mereka mendengar bentakan yang mengguntur itu, penuh tenaga sakti hingga barisan di depan terjungkal. Roboh begitu saja terkena serangan suara ini. Dan ketika lapisan ke dua dan ke tiga tertegun melihat kehebatan raksasa ini maka Gurba sudah menerjang dengan kaki tangannya tergerak-gerak ke depan.

"Des-dess!" para pengawal berteriak kaget. Mereka merasa angin pukulan yang luar biasa kuat mengangkat mereka, tubuh tiba-tıba terbanting dan mencelat bersama yang lain-lain. Tidak kurang limpuluh orang yang rontok dalam gebrak pertama itu.

Dan ketika semua menjerit dan Gurba melompat di atas kepala merek, tiba-tiba raksasa ini telah memasuki daerah istana dan berada di dalam. Tentu saja para pengawal gaduh. Mereka kaget oleh kesaktian pemimpin bangsa tar-tar ini. Dan ketika Gurba mengamuk dan para pengawal mengerubutnya dengan golok serta tombak berhamburan menghujani dirinya maka raksasa itu kembali mendemonstrasikan kepandaiannya yang mengiriskan itu. Semua tombak dan golok mental patah-patah, tak ada satupun yang mampu melukainya.

Dan ketika raksasa ini membalas dan pukulan Tiat-lui-kangnya menderu dahsyat tahu-tahu seratus pengawal kembali rontok disapu pukulannya yang hebat itu. Hal ini membuat para pengawal terkejut, gentar den mundur-mundur. Dan karena lawan sekarang berteriak-teriak tapi tak berani maju mendekat maka Gurba leluasa mendekati istana kaisar, siap masuk ke dalam dan mencari lawannya itu, membunuh dan melampiaskan sakit hatinya atas perbuatan kaisar dan orang-orangnya. Tapi belum dia melaksanakan niatnya mendadak Bu-ciangkun dan Cu-ciangkun kakak beradik muncul.

"Gurba, jangan lancang kau!"

Tiga bayangan panglima itu berkelebat ke depan, Gurba tahu-tahu telah dikepung, mendegus dan tertawa mengejek melihat tiga panglima, tiga dari sisa Jit-liong Ciangkun yang telah dia bunuh. menurunkan Bi Nio dan beringas memandang tiga orang lawannya itu, membuat Bu-ciangkun terbelalak tapi mengeraskan hati karena mereka tak mungkin membiarkan raksasa ini menemui kaisar. Dan ketika Gurba menggeram dan Bu-ciangkun maju ke depan maka panglima Yang juga tinggi besar dengan jenggot yang lebat itu membentak,

"Gurba apa maumu memasuki istana? Kau tak tahu aturan orang!"

Gurba marah, tertawa dingin. "Aku memang mencari kalian, Bu-ciangkun. Dan aku juga mencari kaisar kalian untuk kubunuh!"

"Hm. kau harus melewati mayat kami, Gurba. Tak bisa sembarangan saja kau melaksanakan niatmu...wutt!" dan Bu-ciangkun yang sudah menyerang dengan Tangan Bajanya membentak raksasa ini tiba-tiba disusul oleh Cu Hak dan Cu Kim dua panglima kakak beradik menggerakkan tombak mereka yang sudah siap di tangan. menusuk dan mencari kelemahan raksasa itu dengan menyerang mata, hal yang tepat sekali karena tak mungkin Gurba meliadungi bagian itu dengan kekebalannya.

Dan ketika tiga panglima itu berkelebat dan masing-masing berseru keras untuk menyerang dan saling meilndungi mendadak Gurba telah dikeroyok bayangan tiga panglima ini yang telah mengerahkan ginkang dan semua kepandaiannya untuk merobohkan raksasa Tar-tar itü. Tapi Gurba mendengus. Raksasa ini memutar lengannya, berkerotok dan tiba-tiba mengibas ke kiri kanan, ménangkis dan mengeluarkan Tiat lui-kangnya yang dahsyat itu. Dan ketika tiga panglima itu berteriak menarik mundur serangan mereka mendadak Bu-ciangkun berseru,

"Cu-Ciangkun, putar kedudukan...ganti arah!"

Cu Hak dan adiknya mengangguk. Mereka sudah merobah posisi mereka, mengganti kedudukan, mengerti maksud Bu-ciangkun karena mereka tak berani beradu keras lawan keras dengan raksasa itu. Pasti kalah. Dan ketika ketiganya bergerak dan kini menyerang secara berganti-ganti karena masing-masing tak mau tetap pada kedudukan semula maka Gurba dikepung dan dibingungkan oleh perbuatan tiga panglima ini.

Namun Gurba adalah suheng Kim-mou-eng. Dulu saja Kim-mou-eng tak dapat ditandingi tıga panglima yang terpaksa mengakui kelihaian Pendekar Rambut Emas itu dan menyerah kalah. Dan Gurba yang kini diserang dan coba dikecoh tiga panglima itu dengan gaya mengganti-ganti kedudukan hanya sebentar saja dibuat bingung. Raksasa ini berputaran sekejap. terbawa oleh gerakan lawan terutama harus berhati-hati terhadap tusukan tombak di tangan Cu-ciangkun kakak beradik, betapapun harus mengakui bahwa dua panglima ini cukup berbahaya, permainan tombak mereka cepat dan selalu mengincar matanya.

Dan ketika tiga panglima itu berseru menyerangnya dengan cara berpindah-pindah mendadak Gurba tak mau mengikuti gerakan lawan. Dia tinggal ditempat, memusatkan perhatian pada lawan yang ada di depan. siapapun adanya. Dan ketika kebetulan Cu Kim adik panglima Cu Hak menusuk matanya dan Bu-ciangkun serta temannya menyerang di belakang dan Gurba menggereng menggetarkan lengan mendadak raksasa itu menyambar tombak dan langsung menangkap senjata panjang panglima itu, membuat lawan terkejut dan berteriak kaget, membiarkan dua serangan di belakang mental mengenai tubuhnya. Dan ketika Cu Kim membetot dan Gurba meremas mendadak tombak yang ada di cekalan raksasa ini hancur oleh gencetan sinkangnya yang luar biasa.

"Hei...kress!"

Cu-ciangkun terbelalak. Dia terjengkang ketika tombaknya hancur, terperanjat karena dia kalah cepat. Dan ketika Gurba membentak dan mengembalikan remasan tombak yang menjadi bubuk besi itu ke arah tiga orang lawanya maka Cu-Ciangkun dan Bu-ciangkun berteriak ketika muka mereka disambar serbuk biji besi itu hingga mengenai kulit mereka, berlubang dan sebentar kemudian puluhan tetes darah menitik kecil-kecil dari luka di wajah, membuat mereka bergulingan menjauh sambil menutupi muka. Tapi Gurba yang mengejar dengan pukulan Tiat lui-kang dan siap membunuh lawan-lawannya ini sudah mengibas dengan serangan maut, tertawa mengejek,

"Sam-wi ciangkun, kalian berangkatlah ke neraka!"

Namun saat itu terdengarlah seruan berwibawa. Seorang laki-laki berpakaian emas muncul tegak di pintu masuk mencegah Gurba membunuh tiga panglima itu, muncul dengan gagah dan Agung. Dan persis Gurba menggerakkan lengan mendorong laki-laki ini yang bukan lain kaisar adanya sudah mengangkat lengannya.

"Tar-tar khan, tahan...!"

Gurba tertegun. Dia membalik dan sudah berhadapan dengan laki-laki berpakaian emas ini. Pria berusia empat puluhan yang agung dan berwibawa. Dan sementara dia terbelalak dan Bu-ciangkun serta Cu-ciangkun melompat bangun tiba-tiba serentak semua orang yanga ada di situ menjatuhkan diri berlutut.

"Sri baginda...!"

Sekarang Gurba tahu. Dia hilang bengongnya memandang laki-laki itu, yang ternyata adalah kaisar sendiri. Musuhnya! Tapi belum Gurba menggereng atau apa maka kaisar Yuan Ti yang tampan dan berwibawa ini sudah berseru padanya, menghentikan gerakannya,

"Tar-tar Khan, hentikan semua pembunuhan yang kau lakukan ini. Aku ada di hadapanmu, kita dapat bicara sebagai orang-orang gagah!" dan ketika Gurba melotot dan marah memandang kaisar itu maka kaisar Yuan Ti kembali berkata, "Aku pemimpin bangsaku di sini, Tar-tar khan, dan kau adalah pemimpin bangsamu di sana. Kudengar kau adalah pemimpin yang jujur dan adil, serta gagah. Bisakah ini semua dibuktikan?"

Gurba menggereng. "Bukti apalagi, kaisar busuk?Bukankah semuanya ini sudah merupakan bukti bagimu? Aku datang seorang diri, dan kalian menyambutnya secara keroyokan. Aku tak mengganggu kalian, tapi kalian mengganggu dan menyerang kami, bangsa Tar-tar! Apakah in bukan bukti untuk dilihat mana benar mana salah."

"Hm...!" kaisar tertawa mengejek. "Tak ada akibat tanpa sebab, Tar-tar khan. Kami menyerang karena merasa kami disakiti. Kau telah menghina kami dengan membunuh utusan yang tidak berdosa!"

"Utusan apa!" Gurba terbelalak.

Dan kaisar tampak terkejut. "Tar-tar khan, omongan apa yang kau ajukan in? Bukankah kami telah mengirim utusan untuk menjalin persahabatan dengan suku bangsamu? Tapi kau membunuh mereka. Kau memenggal kepala tiga orang utusanku dan mengirimkannya kepada kami dengan kereta jenazah! Siapakah yang benar dan siapakah yang salah?"

Gurba tertegun. "Sri baginda, apa maksud omonganmu ini? Siapa yang membunuh orang-orang utusanmu?"

"Ah..." kaisar marah. "Tak perlu kau mungkir, Tar-tar khan. Aku telah mengirim utusan untuk menjalin persahabatan dengan suku bangsamu di luar tebok besar. Ang Bin-ciangkun yang melaksanakannya. Tapi mereka kembali dan menjadi mayat dikirim dengn kereta jenazah. Apakah ini bukan perbuatanmu?"

"Tidak!" Gurba terkejut. "Aku tak tahu menahu tentang utusan segala sribaginda. Dan justeru aku menyerang karena malam itu kami diserang. Ang Bin-ciangkun datang dengan pasukannya yang besar, tapi kupukul mundur dan sejak itu kubalas!"

Kaisar tertegun. Dia masih berdiri di tangga istana, terbelalak memandang raksasa tinggi besar ini. Tampak tidak percaya. Dan Han-taijin serta Kim-taijin yang tiba-tiba muncul di samping kaisar mendadak bersuara,

"Tar-tar khan, sumpah demi langit dan bumi junjungan, kami tak dusta padamu. Si baginda-lah yang menganggap kau tak tahu aturan, mebunuh utusan dan menyakiti kami. kalau begitu siapa yang membunuh mereka? Haruskah sri baginda bersumpah demi nama leluhur bahwa kata-katanya bohong belaka?"

Gurba ganti tertegun. Pikirannya mandadak teringat pada kejadian malam pertama itu, di saat dia bersamadhi. Di saat Siauw-bin-kwi dan teman-temannya muncul, menyerang dan kemudian diserbu pasukan besar yang membuat suku bangsa Tar-tar terkejut, hampir terpukul tapi dapat mengatasi lawan. Dan Gurba yang melotot pada bayangan Siauw-bin-kwi tiba-tiba berseru, "Sri baginda, salahkah bila kukatakan bahwa Ang Bin-ciangkun mengutus tiga iblis tua menggaggu perkemahan kami?"

"Siapa?"

"Siauw-bin-kwi dan Hek-bong dan Siang-lo-mo!"

"Ah, siapa mereka itu!"

"Aku juga belum begitu kenal. Tapi mereka mula-mula menyerangku dan bala tentara Ang Bin-ciangkun muncul!"

Dan begitu Gurba selesai bicara mendadak Cu Hak dan Bu-ciangkun berseru, menghadap kaisar. "Sri baginda, maafkan hamba. Kalau begitu di sini terjadi salah pengertian!"

"Apa maksudmu?"

Bu-ciangkun menggigit bibir. "Tiga iblis tua yang disebut Tar-tar khan ini adalah datuk-datuk sesat yang tidak ada hubungannya dengan kita Sri baginda. Mereka orang-orang kang-ouw yang liar dan ganas. Kepandaiannya tinggi!"

"Hm, kalau begitu..."

"Benar, mereka datang di saat kebetulan Bu-ciangkun menyerang, Sri baginda. Dan karena Siauw bin-kwi dan kawan-kawannya itu datang lebih dulu maka Gurba menganggap mereka suruhan kita. Padahal tidak!"

Gurba terkejut. Sekarang dia mulai menangkap sesuatu yang tidak enak, melihat Bu-ciangkun bercerita tentang tiga datuk sesat itu. Bahwa mereka memang tidak ada hubungan dengan tokoh-tokoh iblis itu. Dan ketika pembicaraan menginjak pada masalah ini dan Gurba terbelalak mendengarnya mendadak raksasa itu mencelat maju menangkap panglima tinggi besar ini. "Bu-ciangkun, kau bohong. Kalian mangarang cerita untuk menghapus kemarahanku!"

Bu-ciangkun terkejut. Dia tahu-tahu telah dicengkeram raksasa itu, membalik dan menghantam dengan tangan bajanya, marah dan kaget. Tapi Gurba yang mendahului dengan satu totokan pendek tiba-tiba membuat pangima ini mengeluh dan roboh tak berkutik, membuat semua orang terperanjat tapi tak berani menyerang raksasa itu. Pertama karena raksasa itu terlampau hebat dan kedua karena Bu-ciangkun ada di çengkeramannya, sekali remas tentu tewas. Melihat Gurba beringas dan menyeramkan sekali, matanya mencorong bagai naga tak berkedip, mendirikan bulu roma.

Tapi kaisar yang tak takut dan memandang raksasa ini dengan kepala tegak tiba tibu membentak, "Tar-tar khan. apa yang mau kau lakukan?"

Semua orang pucat. Mereka melihat kaisar menuruni tangga dua langkah, sebentar kemudian telah berhadapan dengan raksasa itu. Penuh keberanian, tidak gentar sedikitpun juga karena kaisar merasa di pihak yang benar. Matanya tiba-tiba juga mencorong tapi tak seganas Gurba. Lebih lembut tapi memiliki pengaruh yang besar sekali membuat Gurba tertegun dan terbelalak memandang kaisar ini. Dan ketika dua pasaang mata bentrok dan dua pemimpin bangsa itu sama-sana mengadu kekuatan tiba-tiba Gurba kagum bukan main dan simpatik pada kaisar ini. Aneh!

Gurba tertawa bergelak. "Kaisar mata sipit, kau tak takut kutangkap dan kubanting mampus?"

Kaisar mengedikkan kepalanya. "Aku tak takut pada manusia atau apapun yang paling ganas, Tar-tar khan. Karena aku merasa di pihak yang benar dan tidak bersalah!"

"Ha-ha, kalau begitu bisa kau buktikan omonganmu ini?"

"Kenapa tidak? Kau yang akan dikutuk sepanjang sejarah bila berani membunuhku, karena kau melanggar kebenaran!"

Gurba tertawa kagum. Dia paling tersentuh oleh setiap kegagahan yang dijumpai, bersinar-sinar memandang kaisar itu dengan mata aneh. Tapi ingat pada Bu-ciangkun yang dicengkeramnya dan tidak percaya begitu saja pada omongan panglima ini mendadak Gurba menggeram. "Sri baginda, apa jaminan bahwa apa yang dikata panglimamu ini benar? Bahwa Siauw-bin-kwi dan teman-temannya itu bukan orang-orangmu...?"