Pedang Medali Naga Jilid 30 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 30
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
SIANG itu, tiga hari sejak pertemuannya dengan ayahnya di bukit di luar kota raja. Kun Houw mendengar ribut-ribut diluar istana. Seorang gadis mengamuk, semalam tertangkap dan kini lolos melarikan diri. Dan Kun Houw yang terkejut oleh berita itu lalu berkelebat keluar melihat apa yang terjadi. Dan Kun Houw tertegun. Dia melihat seorang gadis dikeroyok banyak orang, berteriak-teriak dan berkelebat ke sana ke sini merobohkan pengawal.

Sikapnya bagai orang gila dengan rambut awut-awutan, pakaian robek-robek setengah telanjang dengan sikap beringas, penuh dendam dan benci mengamuk di tengah-tengah keroyokan pengawal yang kian bertambah banyak. Dan ketika gadis itu membentak melengking-lengking tiba-tiba sembilan pengeroyok yang ada di depan terlempar roboh. Jeritan ngeri terdengar dari sembilan orang ini. Perut mereka terobek lebar oleh serangan jarum di tangan kiri gadis itu jarum yang panjangnya sepuluh inci dan tampak ganas menyambar-nyambar.

Dan ketika tujuh orang kembali menjerit dan terlempar oleh jarum di tangan gadis itu tiba-tiba gadis ini berteriak histeris mencabut senjata lainnya, sebuah kipas hitam, melihat pengawal berlarian mengepungnya sementara dua bayangan lain berkelebat mendatanginya. Dan ketika dua bayangan terakhir ini mendekati pertempuran dan gadis yang mengamuk itu melihatnva tiba-tiba pekik tinggi melengking penuh kebencian keluar dan mulut gadis ini.

"Hun Kiat, Mayat Hidup, Kalian binatang-binatang buas yang keji dan hina...!"

Para pengeroyok berpelantingan. Gadis yang mengamuk itu menyapu mereka bagai topan merobohkan rumput, menerjang dan melukai mereka untuk menyerang dua pendatang baru ini, yang bukan lain adalah Hun Kiat dan gurunya, Mayat Hidup, dua laki-laki yang terbelalak memandang gadis yang mengamuk itu. Tapi melihat mereka diserang dan kipas serta jarum menyambar mereka tiba-tiba Mayat Hidup terkekeh mengelak ke kiri sementara Hun Kiat menangkis dengan matanya yang keji bersinar itu.

"Hok Lian, kau betina liar...Plak!"

Gadis yang mengamuk itu terlempar. Dia ternyata Hok-Lian adanya, cucu murid Phoa lojin. Gadis yang dulu menolong Kun Houw di dalam hutan. Dan Hok Lian yang terguling-guling menerima tangkisan lawan yang kuat lalu melengking dan melompat bangun kembali, berteriak dan marah bukan main melihat kedatangan Hun Kiat dan Mayat Hidup, menyerang pemuda ini dengan jarum di tangan kiri sementara kipas hitam di tangan kanan. Dan begitu memekik dan memaki pemuda ini Hok Lian berkelebat menyerang pemuda itu.

"Hun Kiat. kau iblis tak tahu malu. Kubunuh kau... kuganyang jantungmu!" Hok Lian menerjang bagai orang gila. Para pengawal ngeri mendengar ancamannya yang diucapkan dengan suara mendesis-desis jitu, mata terbelalak dan merah bagai api menyala, melihat Hok Lian menyerang bertubi-tubi dengan jarum dan kipas hitamnya itu.

Tapi Hun Kiet yang tertawa dengan mata bersinar mengelak kesana-sini sementara tangannya menampar atau memukul balik kedua senjata di tangan gadis itu. "Hok Lian, kaulah yang seharusnya kubunuh. Kenapa tak kenal disayang orang? Kenapa melarikan diri setelah semalam kita bercinta memadu kenikmatan?"

"Keparat, kau jahanam terkutuk, Hun Kiat. Kau anjing hina yang merusak kehormatanku. Kubunuh kau... kubunuh kau...!''

Namun Hun Kiat tertawa mengejek. Dia berlompatan kesana sini mempermainkan lawan, menyuruh para pengawal mundur karena dia tak perlu dibantu dan ketika Hok Lian melengking menusuk lehernya tiba-tiba Hun Kiat tertawa menerima serangan ini.

"Hok Lian, kau tak dapat membunuh aku. Lihatlah!” Hun Kiat memasang lehernya, mengerahkan sinkang yang didapat dari Ciok-thouw Taihiap itu. Dan ketika jarum terpental dan Hok Lian terbelalak oleh kekebalan lawan tiba-tiba kipas hitam ganti menyambar mengeprak kepala pemuda ini.

"Hun Kiat, kau siluman jahanam...!”

Namun Hun Kiat kembali tertawa. Dia memasang kepalanya dan membuat kipas hancur berkeping-keping, rusak dan tak dapat dipergunakan lagi. Dan ketika Hok Lian melengking dan menusukkan jarumnya ke mata kiri mendadak Hun Kiat melempar kepala tertawa mengejek, membiarkan lengan gadis itu meluncur di sisinya, lewat hanya beberapa sentimeter saja. Dan sementara lawan berseru kaget tahu-tahu Hun Kiat mengusap buah dada gadis ini dengan sikap kurang ajar.

"Ha-ha, kau mau menciumku, Hok Lian? Aih, kuterima itu. Tubuhmu harum...!" dan tangan Hun Kiat yang sudah meremas buah dada lawan disambut pekik Hok Lian yang membalikkan tubuhnya, menendang pemuda itu sementara gagang kipasnya yang hancur disambitkan ke muka lawan, dekat sekali. Dan Hun Kiat yang terkejut oleh serangan ini tiba-tiba membentak dan secepat kilat menundukkan mukanya. Lalu begitu kipas lewat dan kaki Hok Lian menendangnya dari bawah diapun memapak tendangan itu dengan telapak tangannya.

“Plak...!”

Hok Lian menjerit panjang. Dia terpelanting dan roboh terguling-guling oleh tangkisan Hun Kiat, betapapun kalah kuat karena Hun Kiat sekarang bukanlah Hun Kiat beberapa waktu yang lalu. Pemuda lihai yang telah memiliki sinkang Ciok-thouw Taihiap. Dan ketika Hun Kiat membentak dan berkelebat megejarnya tiba-tiba Hok Lian mengeluh dan memaki-maki pemuda ini, menghindar dan kalang kabut menyelamatkan diri, jatuh bangun dan terhuyung oleh pukulan sinkang pemuda itu yang jauh lebih kuat dibanding dirinya. Dan ketika Hun Kiat mendesak dan tamparan pemuda itu terpaksa ditangkis dengan jarum di tangan kanan tiba-tiba Hok Lian berteriak ketika jarumnya patah.

“Ha-ha, bagaimana Hok Lian, kau masih mau melawanku juga?"

Hok Lian menggigit bibir. Dia terus didesak dan mundur-mundur, pucat mukanya dan marah bukan main. Gusar tapi tak berdaya. Dan ketika Hun Kiat mendesaknya ke sudut dan tak ada jalan keluar lagi baginya tiba-tiba Hok Lian mengeluh ketika lawan menotoknya roboh.

“Bluk!" Hok Lian memaki-maki. Dia melihat Hun Kiat tertawa menghampirinya, menyambar tubuhnya dan secara terang terangan menciumi mukanya. Dan Mayat Hidup yang terkekeh di sebelah kanannya tiba-tiba berkelebat ke depan.

"Kiat-ji, bawa gadis pemberontak ini ke hadapan Kaisar. Biar Kaisar memberinya hukuman setimpal!"

Hun Kiat tertawa. "Tentu, dia telah membunuh belasan pengawal, suhu. Tapi sebaiknya kita bawa dulu ke kamar. Gadis ini lolos ketika kita menghadap Ok-ciangkun.”

Mayat Hidup terbelalak. "Kau tak segera membunuhnya saja?"

"Ah, kuda betina ini masih menarik bagiku, suhu. Apakah kau tak ingin mengulang kejadian semalam dengan gadis cantik ini? Ayo kita permainkan dia. Biar dia menggelepar dan meronta-ronta di atas ranjang!" Hun Kiat terbahak, menyuruh para pengawal membuyarkan diri karena gadis yang mengamuk itu telah dapat dijinakkan.

Dan Mayat Hidup yang terkekeh memutar tongkatnya tiba-tiba menetes liurnya teringat kejadian semalam. Betapa dia telah menggagahi gadis ini bersama muridnya itu, mempermainkan Hok Lian di kamar ketika gadis itu memasuki istana mencari dirinya. Bermaksud membatas dendam atas kematian ayahnya sepuluh tahun yang lewat. Dan Hok Lian yang roboh tertotok mendengarkan pembicaraan itu tiba-tiba menjerit dan meronta histeris,

"Hun Kiat, kau iblis keji. Lepaskan aku... lepaskan...!"

Hun Kiat tertawa. Dia senang melihat Hok Lian meronta, naik turun di atas punggungnya hingga membangkitkan gairah nafsunya. Tapi belum dia melaksanakan niatnya itu tiba-tiba sebuah bayangan menyerangnya merampas Hok Lian.

"Hun Kiat, lepaskan gadis itu!”

Hun Kiat terkejut. Dia melihat Kun Houw datang menyerang, menghantam tengkuknya. Dan karena gerakan Kun Houw luar biasa cepat sementara dia sendiri tak menduga diserang teman sendiri tiba-tiba Hun Kiat menangkis dan memutar tubuhnya.

"Dukk!” Hun Kiai mencelat. Dia terlempar oleh pukulan Kun Houw yang lebih terarah, membuatnya terpelanting sementara Hok Lian terlepas dari tangannya, disambar dan kini menangis tersedu-sedu di pundak Kun Houw. Dan Hun Kiat vang marah melompat bangun segera membentak dengan mata melotot.

"Kun Houw, kau gila? Kau membantu siluman betina itu?"

Kun Houw berdiri tegak. Dia memandang berapi lawan yang seharusnya dibunuh ini, lawan yang tak dapat dimusuhi karena mereka sama-sama bernaung di bawah kekuasaan yang sama, Ok-ciangkun atau lebih tinggi lagi adalah Kaisar. Dan Kun Houw yang beringas memandang lawannya itu mendesis penuh kemarahan, maklum apa yang telah terjadi.

"Hun Kiat, kau manusia terkutuk. Kenapa kau mengganggu gadis ini?"

Hun Kiat terbelalak. Dia marah dan tentu saja gusar oleh sikap Kun Houw yang memusuhinya ini. Tapi belum dia menjawab taku-tahu Mayat Hidup berkelebat kedepan menjulurkan tongkatnya. "Kun Houw, kau bocah tak tahu diri. Tak tahukah kau siapa gadis yang kau bawa itu? Butakah matamu tak mengenal dia?”

Kun Houw berapi memandang lawan. "Aku tahu siapa gadis ini. Mayat Hidup. Tapi tak sepatutnya kalian menangkap dan mempermainkannya seperti itu!”

"Heh, kenapa? Bukankah dia pemberontak? Kau mau membela pemberontak?"

Kun Houw geram. "Kau memang iblis keji, Mayat Hidup. Pantas kau tak mengenal perikemanusiaan. Gadis ini bukan pemberontak, dia datang untuk membunuhmu membalas dendam kematian ayahnya!"

"Heh, kau mencari cari alasan?" Mayat Hidup berani, merasa Hun Kiat akan membantunya karena pemuda itu ada di sampingnya. Dan marah memutar tongkat tiba-tiba iblis tinggi kurus ini berseru pada muridnya. "Kiat-ji, Kun Houw rupanya mau menjadi pemberontak juga. Sebaiknya kita tangkap dia!"

Hun Kiat mengangguk, melompat maju. "Kun Houw, sebaiknya tak perlu kau main-main lagi. Serahkan gadis itu dan pergilah baik-baik!”

Kun Houw marah. "Kau tak dapat mengganggu gadis ini jika aku ada di sini, Hun Kiat. Kalau kau ingin coba-coba majulah. Aku tidak takut!"

Hun Kiat melotot. "Kau mau memberontak?”

“Tidak, aku hanya melindungi gadis ini jika kau mengganggunya!"

"Tapi gadis itu telah membunuh belasan pengawal, Kun Houw. Sri Baginda tentu tak akan mengampunimu membela gadis ini. Lepaskan dia!” Hun Kiat siap menerjang, marah dan memasang kuda-kuda sementara gurunya juga memutar mutar tongkat meIotot pada Kun Houw berani karena Hun Kiat ada di sampingnya. Tapi ketika Kun Houw menggereng dan siap menghadapi lawan tiba-tiba bayangan Ok-ciangkun muncul bersama Bi Kwi dan kawan-kawannya.

"Kun Houw, benar kata Hun Kiat. Lepaskan gadis itu dan jangan mencari penyakit!" Ok-ciangkun membentak, membuat Kun Houw terkejut dan mengerutkan alisnya dengan muka merah. Tapi ketika panglima itu kembali membentak dan Bi Kwi serta teman-temannya mengepung tiba tiba Hok Lian mendesis dan minta totokannya dibebaskan.

"Kun Houw, lepaskan aku. Biar aku yang menanggung semuanya ini!”

Kun Houw ragu. Dia membela Hok Lian karena dia teringat budi gadis itu beberapa waktu yang lalu, ketika Hok Lian membantunya dan menyelamatkannya dari keroyokan Mu Ba dan teman-temannya. Betapa gadis ini bersama kakek she Phoa telah menolongnya dalam keadaan kritis. Dan Ok-ciangkun yang terbelalak melihat keraguan Kun Houw tiba-tiba maju ke depan dengan gigi berkerot.

"Kun Houw, kau tak ingat janjimu padaku? Kau tak mau tunduk dan siap menjilat ludah sendiri?"

Kun Houw gemetar. Dia berada di persimpangan jalan saat itu. Melepaskan Hok Lian atau membelanya. Tapi terbentur kenyataan dia harus tunduk pada panglima itu dan sumpah atau janjinya itu harus dipegang teguh terpaksa Kun Houw melepas Hok Lian dan membebaskan totokannya. Dan begitu Hok Lian melorot turun tiba-tiba gadis ini melengking menyerang Hun Kiat.

“Hun Kiat, kau iblis keji....!"

Hun Kiat tertawa mengejek. Dia mengelak mudah serangan gadis yang marah ini, dan ketika Hok Lian menyerangnya kembaIi membabi-buta tiba-tiba Hun Kiat menangkis, membuat Hok Lian mengeluh dan terbanting roboh. Dan ketika Hun Kiat melompat dan menotok lehernya tahu-tahu Hok Lian tertawan kembali dan roboh di tangan pemuda ini.

"Ha-ha, kau masih nekat juga, betina liar? Kau tak jera melihat kepandaianku?"

Hok Lian menangis. Dia memaki-maki dengan muka pucat, benci tapi juga ketakutan melihat ia dipondong pemuda ini. Pemuda iblis, pemuda yang telah memerkosanya bersama gurunya di dalam kamar. Perbuatan tak tahu malu yang dilakukan berdua oleh guru dan murid itu. Dan Kun Houw yang melompat maju dengan muka marah tiba tiba membentak, tak tahan melihat ketakutan Hok Lian.

"Hun Kiat, lepaskan gadis itu!"

Hun Kiat tertawa mengejek. “Kau masih membentakku juga di depan Ok-ciangkun, Kun Houw? Kau membelanya atas dasar apa?"

Kun Houw marah. "Kau tak boleh mengganggunya, Hun Kiat. Aku membelanya atas dasar perikemanusiaan!"

"Ha-ha, perikemanusiaan yang mana? Dia gadis pemberontak, tanya saja pada Ok-ciangkun!"

Ok-ciangkun melangkah maju, maklum permusuhan dua orang pemuda itu. "Hun Kiat, sebaiknya tak perlu kita ribut ribut di sini. Kun Houw tak senang kau membawa gadis itu. Nah, serahkan pada Bi Kwi dan kita menghadap Kaisar!"

Hun Kiat kurang puas. Sebenarnya dia ingin membawa Hok Lian ke kamarnya, mempermainkan gadis itu seperti rencananya semula. Diam-diam mendongkol dan marah pada Kun Houw yang membuat keinginannya gagal. Tapi karena Ok-ciangkun telah bicara seperti itu dan panglima itu adalah orang kepercayaan Kaisar akhirnya Hun Kiat mengangguk dan melempar melempar tawanannya pada Bi Kwi, tertawa mengejek. "Baiklah, kau terima ini, Bi Kwi. Kun Houw rupanya jatuh hati pada siluman liar ini!"

"Keparat?" Kun Houw mendelik. "Kau berani menghinaku, Hun Kiat?" tapi Ok-ciangkun yang buru buru mencegah dengan jalan menengahi sudah membentak keduanya.

"Kun Houw, Hun Kiat, tak perlu ribut-ribut di sini. Kalian semua adalah teman!"

Kun Houw dan Hun Kiat saling pandang. Mereka layaknya bagai ayam siap berlaga, masnig-masing melotot dan satu sama lain bersikap mengancam. Tapi begitu Ok-ciangkun mengibaskan lengan membawa mereka maka semua orang memasuki istana menghadap Kaisar.

Kun Houw menyesal. Dia sekarang tak dapat berbuat apa-apa lagi. Terikat benar oleh janji setianya kepada panglima she Ok itu. Diam diam marah dan benci bukan main kepada Hun Kiat yang mempermainkan Hok Lian, mengepal tinju mengapa tak dia ketahui peristiwa itu sebelumnya. Melihat Hok Lian menangis dan merintih di atas pondongan Bi Kwi. Dan mereka semua yang sudah menghadap Kaisar lalu melaporkan apa yang diperbuat Hok Lian, bahwa gadis itu adalah pemberontak yang membunuh belasan pengawai dan mengamuk di luar istana. Dan Kaisar yang terbelalak mengerutkan kening tiba-tiba menjatuhkan hukuman mati!

“Hm, kenapa menghadapkannya kepadaku lagi?" Kaisar berseru. "Bunuh saja gadis itu, Ok-ciangkun. Aku tak suka pemberontak diberi hidup!"

Kun Houw terkejut. Dia buru-buru maju memberi hormat, dan sementara semua orang terkejut oleh keberaniannya pemuda ini sudah menukas nyaring. "Sri Baginda, ampunkan hamba. Gadis ini bukan pemberontak. Dia datang karena mempunyai urusan pribadi dengan Mayat Hidup dan muridnya!"

Kaisar terkejut "Apa maksudmu?"

"Maaf." Kun Houw menerangkan. "Hok Lian datang untuk urusannya membalas dendam, Sri Baginda. Karena itu kedatangannya bukan sebagai pemberontak tapi masalah pribadi. Mayat Hidup telah membunuh ayahnya sepuluh tahun berselang."

"Hm," Kaisar terkejut, menoleh pada iblis tinggi kurus itu. "Betulkah, Mayat Hidup?"

Mayat Hidup memberi hormat. "Mungkin saja betul. Sri Baginda. Hamba tak ingat siapa saja musuh hamba yang telah hamba bunuh. Tapi yang jelas gadis ini telah membunuh bunuhi pengawal paduka. Apakah omongan Kun Houw perlu paduka perhatikan?"

Kaisar terpengaruh. "Betul, gadis ini telah membunuhi pengawal istana, Kun Houw. Betapapun dia harus dibunuh!"

"Betul, tapi itupun dilakukan karena gadis ini dihadang larinya, Sri Baginda. Hok Lian lolos dan mencari-cari musuhnya setelah semalam dia dipermainkan!"

"Dipermainkan? Maksudmu..."

"Benar. Hun Kiat dan gurunya telah memperkosa gadis ini, Sri Baginda. Karena itu dua orang terkutuk itu harus paduka hukum. Hamba membelanya karena tak tahan oleh perbuatan di luar perikemanusiaan yang dilakukan guru dan murid itu!"

Kaisar tertegun. Semua orang terkejut oleh keberanian Kun Houw yang berapi-api. Namun Kaisar yang tiba-tiba tersenyum lebar tertawa ditahan. “Kun Houw, kalau begitu benar katamu Ini urusan pribadi. Sebaiknya bebaskan gadis itu dan serahkan kepada yang bersangkutan” dan Kaisar yang memberi tanda agar Hok Lian dibebaskan lalu berseru pada Ok-ciangkun. "Ciangkun, ternyata ini adalah urusan balas dendam. Kalau begitu biarkan saja gadis itu menghadapi musuhnya. Lepaskan dia....!"

Kun Houw terbelalak. Dia melihat Ok-ciangkun membebaskan gadis itu, dan Hok Lian yang melompat bangun dengan kaki menggigil mendapat seruan Kaisar, "Nah, sekarang lakukan maksudmu itu gadis cantik. Kami akan melihati pertandingan kalian secara jujur!"

Hok Lian gemetar. Dia memandang Kaisar yang membebaskannya dari hukuman mati, menoleh pada Kun Houw karena dari sinilah kebebasannya didapat. Tapi mendelik pada Hun Kiat dan Mayat Hidup yang tertawa mengejek tiba-tiba Hok Lian mendengar bisikan Kun Houw yang dilancarkan dari jauh,

"Hok Lian, sebaiknya tindas semua nafsu kebencianmu ini. Aku tak dapat menolongmu di dalam istana. Larilah, pergunakan kesempatan ini untuk menyelamatkan diri. Masih banyak waktu bagimu untuk membalas dendam...!"

Hok Lian terisak. Matanya terputar-putar memandang seluruh ruangan, berhenti pada Mayat Hidup dan Hun Kiat yang amat dibencinya itu, melihat apa yang dikata Kun Houw benar. Tak mungkin baginya membalas dendam saat itu. Dan Hok Lian yang melengking tinggi tiba-tiba berkelebat keluar meninggalkan istana. "Hun Kiat, awas kau. Aku akan membunuhmu kelak...!"

Semua orang terkejut. Mereka melihat gadis itu melarikan diri. Dan Hun Kiat yang tertawa mengejek dan siap mengejar tiba-tiba bentrok dengan pandangan Kun Houw yang tajam. Pandangan yang memberi tahu padanya bahwa pemuda itu akan melindungi Hok Lian bila dia mengganggunya diluar batas, menggagahinya seperti semalam dilakukannya bersama suhunya itu. Dan Hun Kiat yang melotot tak jadi mengejar akhirnya mengumpat di dalam hati, kecewa dan marah pada Kun Houw yang dirasa mengganggunya itu. Dan Hok Lian yang akhirnya dibiarkan lolos lalu dilupakan begitu saja setelah Kaisar tahu duduk persoalan sebenarnya.

Begitulah. Untuk pertama kalinya Kun Houw mulai ketanggor akan watak Kaisar. Terang terangan membiarkan pembantunya berbuat keji dan menganggap perkosaan sebagai hal yang biasa saja. Tak perduli dan sama sekali tak menghiraukan kehormatan seorang gadis. Dan ketika hari-hari kemudian Kun Houw melihat kejadian kejadian yang lebih mengerikan lagi seperti merampas isteri orang lain dan pemerasan serta kejahatan yang dilakukan orang-orang istana akhirnya Kun Houw tak kuat lagi dan melihat bahwa dia membantu sekawanan iblis yang amat biadab.

Apalagi ketika beberapa menteri Kaisar juga merampas daun-daun muda, menyuruh pembantu-pembantunya mendatangi rumah rumah yang ada gadis cantiknya, pura-pura diambil selir tapi setelah itu dicampakkan begitu saja. Diberikan dan dibagi-bagikan pada para pengawalnya seperti orang membagi pisang goreng. Dan ketika suatu hari dia mendengar kabar bahwa Kaisar bermaksud mengambil Kui Hoa sebagai selirnya dan Ok-ciangkun rupanya setuju tiba-tiba Kun Houw tak kuat lagi, melihat Kui Hoa menangis dan berlari-lari menubruknya!

"Houw-ko, selamatkan aku. Ayah sudah gila...!"

Kun Houw gemetar. "Apa yang terjadi, Hoa-moi? Ada apa dengan ayahmu?" Kun Houw masih tak yakin, pura-pura bertanya dan memeluk kekasihnya ini.

Dan Kui Hoa yang tersedu-sedu dengan muka pucat akhirnya memberi keterangan. "Kaisar menghendaki diriku, Houw-ko. Semalam ayah hendak mempersembahkan diriku kepada Kaisar!"

"Keparat! Jadi berita itu benar?" Kun Houw menggigil, merah mukanya dan gemetar tak keruan, marah bukan main bahwa Kaisar hendak mengambil kekasihnya. Kurang ajar!

Dan Kui Hoa yang mengguguk dengan air mata deras mengalir akhirnya menarik lengannya. "Houw-ko, ayah gila hormat. Aku tak tahu bagaimana asal mulanya ayah tiba-tiba hendak menerima kemauan Kaisar. Aku tak mau, sebaiknya kita melarikan diri!"

"Hm...!" Kun Houw melotot penuh kemarahan. "Apakah ayahmu tak tahu hubungan kita, Hoa-moi? Apakah dia pura-pura menutup mata?"

"Tak tahulah. Pokoknya ayah hendak memaksa, Houw-ko. Aku lari mencari-carimu. Ayo tinggalkan saja istana. Kita minggat....!"

Kun Houw gemetar. Dia tak tahu bagaimana kejadian itu pada mulanya, karena berita itu juga baru didengarnya tadi pagi. Bahwa Kaisar katanya hendak mengambil Kui Hoa sebagai selir dan Ok ciangkun tak menolak, rupanya rela menyerahkan puterinya itu daripada menjadi kekasih dirinya. Hal yang menyakitkan! Dan Kun Houw yang menggeram mengepal tinju tiba tiba mendorong kekasihnya. "Tidak, kita temui saja ayahmu, Hoa-moi. Suruh dia mencari gadis lain untuk persembahan kepada Kaisar!"

"Ah, tak mungkin ayah mau, Houw-ko. Salah-salah kita ditangkap dan aku disekap. Tidak! Jangan lakukan itu. Sebaiknya kita lari saja dan tinggalkan istana!"

Kun Houw bingung. Dia melihat Kui Hoa kembali menangis tersedu-sedu memeluk dirinya. merasa tak berdaya. Merasa lawan yang kali ini dihadapi terlampau kuat. Dan Kun Houw yang tertegun mendekap kekasihnya lalu menjublak dengan pikiran melayang-layang, tak menyangka bahwa Kaisar tertarik pada kekasihnya, hal yang membuat dia bingung dan marah. Tapi sementara dia mendelong dengan pikiran kalut mendadak bayangan selir Kaisar tercinta, Shi Shih, berkelebat di ruang dalam.

Kun Houw terbelalak. Dia seakan mendapat jalan keluar dengan melihat bayangan selir itu. Selir yang bekerja sama dengan ayahnya. Pendekar Gurun Neraka. Dan Kun Houw yang mendapat pikiran bagus tiba tiba melepaskan Kui Hoa dan berseru girang, "Hoa-moi, kau tunggu dulu di sini. Aku punya jalan....!"

Kui Hoa terkejut. Dia tak tahu apa yang dikerjakan kekasihnya itu, tapi melihat Kun Houw memasuki istana tiba-tiba Kui Hoa mengejar. "Houw-ko, jangan membunuh Kaisar. Jangan mencari penyakit!"

Kun Houw menoleh. "Tidak, aku tidak mencari Kaisar, Hoa-moi. Kau tunggulah di luar. Aku hendak menemui paduka selir"

Kun Houw sudah masuk kedalam. Kui Hoi memandangnya dengan hati tegang, takut kekasihnya melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri. Khawatir Kun Houw mencari Kaisar dan membunuh laki-laki itu. Maka cemas dan mengkhawatirkan nasib Kun Houw tiba tiba Kun Hoa terisak melompat memasuki istana, mengikuti kekasihnya. Tapi melihat Kun Houw menjatuhkan diri berlutut di depan selir itu tiba-tiba Kui Hoa tertegun dan memandang dari kejauhan, melihat dua orang itu bercakap-cakap dan sang selir berkali-kali menggerakkan tangan. Dan ketika beberapa saat kemudian Kun Houw memutar tubuh meninggalkan sang selir tiba-tiba Kui Houw berteriak setengah bersorak.

"Hoa moi, aku berhasil...!"

Kui Hoa keluar. Dia menyambut kekasihnya itu dengan muka heran, melihat Kun Houw terbahak dan gembira bukan main, memeluk dan memutar mutar dirinya diajak menari. Dan ketika Kui Hoa bertanya dan Kun Houw memberi tahu maka Kui Hoa tiba-tiba tertegun dan ikut menjadi girang. Mendapat janji selir itu bahwa Sri Baginda tak akan mengambilnya sebagai selir. Bahwa maksud itu akan digagalkan dan Kaisar tak boleh mengambil Kui Hoa.

Dan Kui Hoa yang tentu saja girang oleh keterangan ini tiba-tiba menangis dan memeluk kekasihnya penuh bahagia. Merasa lolos dari satu tekanan besar yang menghimpit batin. Percaya akan pengaruh selir itu terhadap Sri Baginda. Dan begitu keduanya berciuman gembira maka Kun Houw dan Kui Hoa tak tahu betapa diam-diam selir cerdik itu tertawa!

Memang, dari sinilah sebenarnya sumber "bencana" itu berasal. Kun Houw tentu tak menduga seujung rambutpun bahwa selir itulah sebenarnya yang menjadi gara-gara. Sengaja membuat kejadian itu agar Kun Houw minta tolong kepadanya. Dan karena Kun Houw telah datang dan pemuda itu benar minta bantuannya maka selir yang cerdik ini memberi janji tapi sekaligus meminta janji.

Yakni, jika dia berhasil menggagalkan rencana Kaisar itu baik Kun Houw atau Kui Hoa harus ganti membantunya, terutama Kun Houw, yang diminta selir itu agar tunduk dan setia kepadanya. Berbisik-bisik bahwa Pendekar Gurun Neraka telah datang semalam menanyakan keadaan pemuda itu. Dan Kun Houw yang tentu saja tertegun oleh permintaan selir ini tiba-tiba mengangguk dan menyatakan kesanggupannya!

Begitulah. Kun Houw berhasil "ditaklukkan" selir ini dengan akal cerdiknya yang luar biasa. Sengaja menundukkan pemuda itu dengan taktiknya yang jitu, "mengganggu" Kui Hoa agar Kun Houw keluar "taringnya”. Dan ketika Kun Houw benar-benar marah dan pemuda itu berhasil dikelabuhi maka sejak saat itu pemuda ini menjadi orang kepercayaan selir cerdik ini di dalam istana!

* * * * * * * *

Hari itu, tidak seperti biasa yang terjadi di istana Sri Baginda tampak murung. Selirnya yang dicinta, Shi Shih, dua hari ini menangis tak mau melayaninya. Ada yang mengganggu perasaan selirnya itu. Ceng Tan sakit mula-mula panas biasa. Tapi ketika beberapa hari kemudian panas Ceng Tan meninggi dan tabib-tabib istana dibuat kelabakan oleh penyakit selir kedua ini mendadak semua orang takut ketika Shi Shih mulai marah-marah.

Memang, selama ini orang seakan terlupa pada selir ke dua itu. Shi Shih terlampau menonjol. Lebih aktip dan banyak bergerak di istana. Tapi ketika selir ke dua itu sakit dan Shi Shih terkejut oleh keadaan madunya ini tiba-tiba semua perhatian di tujukan pada selir nomor dua itu.

Seperti diketahui, Ceng Tan adalah teman dan sahabat karib Shi Shih. Justeru mereka berdua inilah yang diam-diam menjadi mata-mata di kerajaan Wu sejak mereka dikirim Yueh untuk menina-bobok Sri Baginda. Menghanyutkan laki-laki tua itu dalam buaian cinta yang memabokkan. Membuat Sri Baginda menjadi hamba nafsu berahi yang diperas secara tidak kentara. Tapi karena Ceng Tan lebih memiliki watak keibuan dan tidak seagresip Shi Shih maka semua sepak terjang dua sahabat ini lebih didominir Shi Shih daripada Ceng Tan. Dan itu tercatat dalam sejarah.

Shi Shih memang wanita hebat. Dia memilih kepandaian yang jarang dipunyai wanita wanita sebangsanya pada jaman itu. Memiliki otak yang cerdas dan kematangan berpikir. Jenius dalam mengelabuhi Kaisar. Tapi Ceng Tan yang tak memiliki hati setegar temannya diam-diam menangis dan tak sampai hati melihat Shi Shih mempermainkan Kaisar, mengeluh dan sering memperingatkan temannya agar tak bersikap keterlaluan terhadap Kaisar, yang bagaimanapun juga adalah suami mereka berdua. Tapi Shi Shih yang tetap bertindak menurut kemauan hati sendiri akhirnya membuat wanita yang lembut perasaan ini sakit.

Ceng Tan terpukul. Dia berada di persimpangan jalan melihat semuanya itu. Di satu pihak Shi Shih adalah sahabat dan teman seperjuangannya tapi di lain pihak Kaisar adalah suami dan junjungan mereka. Orang yang dengan penuh kasih sayang memenuhi segala kebutuhan mereka. Dari masalah harta sampai kedudukan. Merasa betapa Kaisar melimpahkan budi demikian besar kepada mereka berdua.

Maka melihat sepak terjang Shi Shih yang memporak-porandakan istana dan memecah belah kekuatan istana hingga yang terakhir Wu taijin tewas membunuh diri tiba-tiba Ceng Tan yang berhati mulia ini teriris perasaannya. Melihat betapa mereka berdua membalas budi Kaisar dengan tuba. Diam diam menuang racun sementara Kaisar sendiri tetap memberi madu pada mereka berdua. Tak tahan bahwa Kaisar tertipu. Dan ketika satu hari Ceng Tan menemui rekannya dan menyatakan keluhannya itu tiba-tiba terjadi percekcokan kecil di antara mereka.

"Ini adalah misi kita, Ceng Tan. Ini adalah perjuangan kita yang harus kita lakukan demi terbalasnya dendam junjungan kita!" Shi Shih berkata, menegur temannya itu dan balik memperingatkan Ceng Tan bahwa musuh adalah musuh, tak perlu dikasihani.

Tapi Ceng Tan yang pucat memandang rekannya menjawab gemetar. "Benar, tapi Kaisar adalah suami kita juga, Shi Shih. Tegakah kita mempermainkannya demikian keji sementara beliau tetap melimpahkan kasih sayangnya kepada kita? Aku hanya minta agar kau tak kelewatan, Shi Shih. Cukup kiranya sepak terjangmu dengan terbunuhnya Wu-taijin itu!"

"Ah, bodoh sekali. Justeru perjuangan kita mulai mendekati klimaksnya, Ceng Tan. Kenapa berhenti dan harus mandeg di tengah jalan? Tidak, justeru aku siap mendirikan angkatan perang dalam bentuk pasukan cadangan itu. Wu harus kita hancurkan. Kaisar adalah musuh yang telah menghina junjungan kita!"

Ceng Tan menangis. Ia tahu siapa yang dimaksud junjungan itu, raja muda Kou Cien yang menjadi taklukan Sri Baginda. Raja muda telah menjalani hinaan sebagai perawat kuda selama tiga tahun. Waktu yang tidak sedikit! Dan Ceng Tan yang terhuyung mendekap mukanya lalu merintih di atas pembaringan dengan air mata bercucuran.

"Shi Shih, tidak kejamkah sikap kita ini terhadap Kaisar? Tidak terkutukkah kita kelak di alam baka?"

Shi Shih mengerutkan kening. "Tak perlu kau pikirkan sejauh Itu, Ceng Tan. Kita berbuat demi bakti kita terhadap negara. Bukan demi kepentingan pribadi!"

"Benar, tapi... tapi kekejaman-kekejaman yang kita lakukan ini, pengkhianatan secara diam-diam terhadap suami ini, tidakkah semuanya itu akan berkarma buruk, Shi Shih? Tidakkah setan akan menyambut kita di dasar neraka?"

Shi Shih marah. "Ceng Tan, kau memiliki hati yang lemah sekali. Kau tak patut berkata seperti itu!"

Ceng Tan menangis. Ia tersedu dan mengguguk melihat rekannya bersikap kasar, tapi mengangkat muka merjawab gemetar ia coba mendebat, "Benar, aku memang lemah dibanding dirimu, Shi Shih. Tapi aku takut terkutuk oleh hukum karma yang kita pelajari. Aku takut itu. Aku ngeri...!"

“Hm!” Shi Shih menarik temannya ini. "Kau tak perlu ngeri oleh bayang-bayang yang menghantui dirimu itu, Ceng Tan. Apa yang kita lakukan adalah demi bakti kita terhadap Negara. Ingat janjimu, kita telah disumpah untuk setia kepada junjungan kita di Yueh!"

"Benar, aku ingat. Tapi kenapa jadinya kita lalu melakukan kekejaman-kekejaman, Shi Shih? Lihat sepak terjangmu itu. Kau mengadu domba sesama menteri hingga mereka terpecah belah. Kau memfitnah Wu-taijin hingga menteri setia itu bunuh diri. Padahal menteri itu tak bersalah. Dia memang benar. Lalu apa jadinya kita ini, Shi Shih? Bukankah iblis yang mengacau sana-sini mencelakakan orang baik-baik? Dan kau menyuruh Kaisar menaikkan pajak mencekik rakyat dengan peraturan-peraturan berat hingga mereka menderita. Apa ini bukan dosa yang akan mencelakakan kita sendiri, Shi Shih?"

Shi Shih terbelalak. Dia melihat rekannya itu tersedu-sedu memeluk guling, takut oleh semua sepak terjang mereka yang dianggap dosa. Perbuatan iblis yang menurut Ceng Tan akan berkarma buruk bagi mereka. Dan Shi Shih yang tertegun dengan muka merah tiba-tiba mengepal tinju. "Ceng Tan, apa maumu kalau begitu? Apa yang kau inginkan?"

Ceng Tan mengguguk. "Menghentikan kekejaman-kekejaman kita. Shi Shih. Memberi cinta sejati kepada suami kita!"

"Hm berarti menjilat janji kepada junjungan kita? Menarik sumpah kita di Yueh!"

Ceng Tan bingung. Dan belum dia menjawab tiba-tiba Shi Shih menarik pundaknya. "Ceng Tan, kau wanita tak patriotik. Kau lemah melebihi cacing tanah. Kalau tak setuju dengan semuanya ini biarlah kau laporkan saja pada Sri Baginda dan buka rahasia kita!" kemudian melepas dan mendorong Ceng Tan dengan kasar Shi Shih terisak membanting pintu, meninggalkan rekannya itu dan untuk pertama kali terpukul oleh perselisihan ini. Tak menduga bahwa Ceng Tan memiliki hati yang lemah dan tak tahan oleh semua sepak terjangnya.

Dan Ceng Tan yang terbelalak mendapat perlakuan kasar ini tiba tiba tersedu sedu di atas pembaringannya, sehari penuh tak keluar. Dan ketika beberapa hari kemudian ia melihat Shi Shih bersikap dingin kepadanya tiba-tiba wanita berhati lembut ini menangis.

Begitulah. Untuk dua minggu lamanya dua orang selir ini berdiam diri. Mereka agak jauh satu sama lain. Masing-masing tak bicara. Shi Shih menunggu dan diam-diam cemas kalau Ceng Tan benar-benar melapor. Hal yang tentu membuat keadaan menjadi gawat dan semuanya berantakan. Tapi ketika Ceng Tan tak membuat reaksi dan rekannya itu tutup mulut legalah Shi Shih bahwa Ceng Tan tak akan berkhianat. Percaya bahwa Ceng Tan setia pada persahabatan mereka.

Tapi Shi Shih yang tak tahu pergolakan hebat yang mengamuk di hati wanita ini tak tahu pendertian Ceng Tan. Tak tahu betapa diam-diam selir nomor dua itu menangis sepanjang malam, menderita himpitan batin yang kian menyesakkan napasnya. Lupa makan minum. Tak mengurus lagi keadaan badannya dengan baik. Kuyu dan pucat. Beberapa hari kemudian kurus dan bengkak matanya. Maka ketika selir ini jatuh sakit dan Shi Shih terkejut mendengarnya buru-buru wanita ini mengunjungi sahabatnya di kamar pribadi, betapapun tak tega.

Dan Shi Shih tertegun melihat apa yang terjadi. Dia melihat Ceng Tan menangis memandangnya, menggapaikan lengan. Dan ketika Shi Shih mendekat, maka ucapan pertama yang menyentuh perasaannya adalah permintaan maaf sahabatnya itu yang tersendat-sendat.

"Shi Shih, maafkan aku... aku... aku memang lemah melebihi cacing tanah. Aku agaknya tak akan hidup lama lagi....!"

Shi Shih terbelalak. "Tidak, aku yang salah, Ceng Tan. Rupanya kekerasanku dulu telah membuatmu begini. Kau maafkanlah aku...." Shi Shih terisak, langsung memeluk dan menyuruh semua dayang menyingkir.

Dan ketika dua orang itu berpelukan dan Ceng Tan mengguguk maka Shi Shih hancur perasaannya dan sadar akan kekasarannya yang berlebihan. Maklum bahwa rekannya ini memang seorang wanita berhati lembut, tak dapat dikasari. Dan Shi Shih yang menangis dengan air mata bercucuran akhirnya mendengar bisikan sahabatnya itu yang membelai mukanya.

'Shi Shih. semalam aku bermimpi. Kakekku datang, dia membawa kain putih...!"

Shi Shih semakin tersedu. Rekannya ini memang selaIu membicarakan keluarga dari pada tugas, kena penyakit rindu kampung halaman yang menyesakkan dada. Dan Shi Shih yang memeluk dengan pundak berguncang-guncang akhirnya mengguguk. "Ceng Tan, jangan kau bicara seperti itu. Kakekmu telah tiada...!"

"Itulah." Ceng Tan tersenyum. "Semalam aku bermimpi akan kedatangannya. Shi Shih. Beliau membawa kain putih untukku!"

Shi Shih hancur perasaannya. Dia jadi mendapat firasat tak enak oleh cerita sahabatnya ini. Dan Shi Shih yang tersedu-sedu memeluk Ceng Tan akhirnya memanggil tabib istana ketika Ceng Tan kejang-kejang. Gugup dan membuat semua orang ribut tak keruan. Tapi ketika beberapa hari kemudian Ceng Tan semakin parah, akhirnya Shi Shih tak meninggalkan kamar sahabatnya itu barang semenitpun. Dan di sini Cheng Tan mengeluarkan segala keluhannya. Betapa dia tersiksa oleh kelemahan diri sendiri yang tidak setegar Shi Shih. Betapa dia mengutuk diri sendiri yang merasa bodoh dan tak berdaya. Dan ketika Shi Shih menangis dan mereka berdua berpelukan maka Ceng Tan berterus terang bahwa dia rupanya kurang patriotik.

"Shi Shih, rupanya benar kata-katamu itu. Aku tak patriotis. Aku lebih cocok menjadi ibu rumah tangga biasa daripada menerima tugas berat ini... aku merasa berdosa, Shi Shih... baik kepadamu maupun terhadap Sri Baginda....!"

Shi Shih tersedu sedu. "Sudahlah, tak perlu kau bicarakan itu, Ceng Tan. Lebih baik kau berpikir bagaimana cepat sembuh dari penyakitmu ini."

"Ah," Ceng Tan tersenyum getir. "Aku tak ingin sembuh dalam keadaan seperti ini, Shi Shih. Aku tak mungkin sembuh. Biarlah kau perjuangkan sendiri tugas rahasia kita itu. Sampaikan maafku pada baginda Kou Cien!"

"Tidak!" Shi Shi semakin mengguguk. "Kau pasti sembuh, Ceng Tan. Kau pasti sembuh... aku akan meminta Sri Baginda mengumpulkan semua tabib paling pandai di seluruh kerajaan...!"

Tapi Ceng Tan tersenyum pahit. "Kau salah. Orang bisa sembuh kalau yang bersangkutan menyimpan harapan, Shi Shih. Tapi seperti keadaanku ini, yang tak ingin hidup dan ingin menjauhi kehidupan, mana mungkin sembuh? Biar dewa sekalipun ke sini tak mungkin dapat menolong aku, Shi Shih. Aku merasa ajalku telah dekat dan tak mungkin ditolong lagi!"

Shi Shih tersedu-sedu. Ia ingin meraung-raung mendengar ucapan sahabatnya itu, tertusuk dan pedih bukan main seolah jantungnya tertikam pedang berkarat. Hancur dan memeluk serta menciumi muka sahabatnya. Dan ketika Ceng Tan berkelojotan dan Shi Shih hampir histeris tiba-tiba Ceng Tan tersenyum aneh.

"Shi Shih, mendekatlah... aku ingin minta tolong bantuanmu..."

Shi Shih bercucuran air mata. "Apa yang ingin kau minta, Ceng Tan? Apa yang kau kehendaki?"

"Aku... aku...." Ceng Tan sukar bicara. "Aku minta doamu untuk meringankan dosaku kepada Tuhan, Shi Shih.... maukah kau mengiring ajalku dengan doa yang tulus....?"

Shi Shih tak tahan lagi. "Tidak, kau tak akan mati. Ceng Tan. Kau akan sembuh dan mendampingiku di dunia.'"

Ceng Tan tertawa, menarik bibirnya, tampak menahan sakit. "Kau bodoh, Shi Shih. Aku tak mau hidup kenapa disuruh hidup? Tidak.... tidak, sahabatku. Aku merasa kematian benar-benar akan menjemputku. Kakekku ada didepan...!”

Shi Shih menggerung-gerung. "Ceng Tan. kau jangan bicara melantur. Aku tak mau dengar kata-katamu itu!"

Ceng Tan berkelojotan. "Kau tak mau memberiku doa, Shi Shih?"

"Tidak, aku... aku tak mau dengar bicaramu yang melantur, Ceng Tan. Aku tak mau memberimu doa karena kau akan hidup. Kau pasti sembuh...!"

Ceng Tan tertawa. Shi Shih melihat sahabatnya itu tertawa dengan muka yang aneh, seolah tertawa tapi mirip menangis. Dan ketika Ceng Tan mengeluh dan menuding-nuding ke depan tiba tiba Shi Shih mendengar suaranya yang sumbang,

"Shi Shih. kakekku datang... dia... dia menghampiriku dengan mulut tersenyum... aduh, dadaku sakit... aku ingin minum!"

Shi Shih tersedu-sedu. Dia membawa minuman ke bibir sahabatnya itu menempelkannya. Tapi Ceng Tan yang tak dapat meneguk sendiri tiba-tiba minta kepadanya agar disuap. "Shi Shih, bantu aku... aku tak dapat minum sendiri..."

Shi Shih menggigil dengan air mata bercucuran. Dia terpaksa menyuapi sahabatnya itu sesendok demi sesendok, menangis dan menggigit pecah bibir sendiri. Tak tahan oleh keadaan Ceng Tan yang mengharukan, dan ketika air dingin itu tertelan dengan susah payah dan Ceng Tan mengecap-ngecapkan lidahnya tiba-tiba Ceng Tan tersenyum.

"Shi Shih. sahabatku sayang... aku merasa kehangatan cinta kasihmu yang mendalam di suapan ini... tak dapatkah kau menyayang dan mencinta Sri Baginda dengan cinta kasih macam ini?"

Shi Shih terpukul. Dia tak menjawab, dan ketika Ceng Tan minta duduk akhirnya wanita yang gemetar dangan muka pucat itu memberi nasihat terakhir. "Shi Shih, dosa agaknya tak dapat dihindari oleh manusia. Dosa bagai bayang-bayang yang melekat di diri manusia. Apa yang seharusnya dilakukan manusia untuk menjauhi dosa, Shi Shih? Bukankah agama dan para nabi telah memperingatkan manusia untuk tidak melakukan dosa?" lalu melihat Shi Shih kembali tak menjawab dan tersedu sedu memeluknya Ceng Tan bicara lagi, "Karena itu kematian rupanya jalan paling baik untuk menghindari perbuatan dosa ini, Shi Shih. Karena itu aku ingin mati agar tak melakukan dosa lagi!"

Shi Shih terkejut. Dia melihat sahabatnya itu meregang nyawa, batuk dan tiba-tiba melontakkan darah segar. Dan ketika Shi Shih menjerit tahu-tahu Ceng Tan roboh dan terguling di atas pembaringan. Tewas!

"Ceng Tan...!"

Shi Shih melengking tinggi. Dia membuat dayang dan semua orang terkejut, dan ketika Shi Shih menangis dan menggerung-gerung menubruk mayat sahabatnya itu tiba-tiba istana menjadi gaduh dan ribut. Kaisar segera diberi tahu. Dan keiika semua orang datang ternyata Shi Shih roboh pingsan di samping mayat Ceng Tan.

Kaisar tertegun. Dia tak mengira Ceng Tan meninggal demikian cepat. Hanya beberapa hari setelah diserang penyakit. Penyakit yang tak dapat disembuhkan tabib-tabib istana hingga kematian menjemput selirnya nomor dua itu. Dan ketika Shi Shih sadar dan Kaisar memeluknya dengan penuh haru maka selir tersayang ini menangis dan tak dapat dihibur. Shi Shih terpukul hebat oleh kematian sahabatnya itu. Tak mau makan. Beberapa hari kemudian kurus dan pucat. Dan ketika Kaisar menengok den menghiburnya tiba-tiba Shi Shih marah dan memaki tiba-tiba istana yang dikata goblok!

"Sri Baginda, orang-orang paduka itu gentong-gentong kosong semuanya. Sebaiknya diusir atau dibunuh saja mereka itu!”

Kaisar terkejut. "Sabar, Shi Shih. Bukankah mereka telah memperjuangkannya sekuat tenaga? Aku juga terpukul oleh kematian sahabatmu itu. Sebaiknya kendalikan dirimu dan bersabarlah!"

Tapi Shi Shih semakin marah. Selir ini naik pitam, dan ketika dia menangis tersedu-sedu dan memaki tabib-tabib istana tiba-tiba Shi Shih mengeluh dan menekan perutnya yang sakit, terhuyung dan terbelalak memandang Sri Baginda. Dan ketika Sri Baginda terkejut memeluknya tahu-tahu seiir ini pingsan dan roboh di pelukan Kaisar.

Kaisar terkejut. Dia kalang-kabut memanggil-manggil selirnya itu, tapi ketika tabib istana memeriksa ternyata selir itu pingsan karena perasaan laparnya saja. Bahwa sudah empat hari ini Shi Shih tak mau mengisi perutnya. Maka Sri Baginda yang menyuruh orang menyiapkan bubur lalu menyuapi selirnya itu dengan penuh kasih sayang. Dan Shi Shih sadar, terbelalak melihat Kaisar menyuapinya, hal yang baru pertama kali itu dilakukan Kaisar terhadapnya.

Sikap yang tulus dan luar biasa. Dan Shi Shih yang tersedu melihat semuanya itu lalu mengguguk dia mendekap Kaisar, teringat kata-kata Ceng Tan apakah dia tak bisa mencintai suaminya itu dengan kasih sayang yang sama. Cinta yang benar, bukan semu. Dan Shi Shih yang terpukul oleh semuanya ini lalu menjerit dan merintih penuh luka.

Begitulah. Kaisar dan segenap pembantunva dibuat murung oleh sikap Shi Shih yang dihunjam duka itu. Terbawa dan hanyut pula oleh kesedihan selir ini yang kehilangan sahabatnya. Dan Kaisar yang mencoba menghibur dengan segala daya upaya lalu memberikan apa saja yang diminta selirnya itu. Ingin melepaskan Shi Shih dari derita duka yang agaknya tiada akhir. Tapi Shi Shih yang benar-benar terpukul ternyata menolak semuanya itu.

Selir ini menyendiri, tak mau melayani Kaisar. Hal yang sebenarnya luar biasa karena tak mungkin berani dilakukan selir lain. Dan Sri Baginda yang benar-benar jatuh hati oleh selirnya ini menurut saja dan diam-diam memandang pedih dari kejauhan. Sampai akhirnya, ketika satu hari selir itu keluar dari kamarnya dan duduk di empang ikan tiba-tiba Sri Baginda tertegun melihat perobohan besar yang terjadi pada diri selir tersayangnya itu.

Shi Shih tidak seperti dulu lagi. Tidak gembira dan lincah. Namun kecantikannya yang masih memancar dengan amat kuat tetap bagaimanapun juga membuat hati Sri Baginda tergetar. Melihat betapa seIirnya itu kini memiliki kecantikan yang aneh, kecantikan yang dingin namun menarik. Kecantikan yang asing namun menggugah berahinya hingga Kaisar maju mendekati. Dan ketika Shi Shih mengangkat mukanya dan Kaisar menangkap wajah yang tengadah itu tiba-tiba Kaisar menggigil melihat selirnya terisak menitikkan dua bulir air mata yang turun bagai butiran salju, hinggap dan bening menempel di pipi yang halus kepucatan itu.Dan ketika Kaisar menunduk dan Shi Shih menangis tiba-tiba selirnya itu telah mendekapnya dengan air mata bercucuran.

"Sri Baginda, kenapa penyakit tak menyerang hamba saja? Kenapa maut mengincar sahabat hamba? Hamba ingin mengganti jiwa Ceng Tan, Sri Baginda. Hamba ingin mengembalikan nyawanya dengan menukar nyawa hamba."

Sri Baginda tertegun. Untuk kesekian kalinya dia melihat Shi Shih tersedu-sedu, menangis teringat kematian sahabatnya itu. Dan Kaisar yang terharu mendengar kata-kata Shi Shih tiba-tiba menangis dan ikut berduka pula, melihat betapa selirnya itu amat mencintai sahabatnya dan rela memberikan nyawa sendiri. Satu sikap yang dinilai luhur. Siap mengorbankan diri demi persahabatan. Dan Kaisar yang terharu melihat tangis kekasihnya ini lalu memondong Sbi Shih ke kamar peraduannya.

"Shi Shih, kau selalu teringat pada sahabatmu ini. Lalu bagaimana dengan aku, sayang? Bukankah aku juga perlu perhatianmu?”'

Dan ketika Shi Shih gemetar memandangnya dengan air mata bercucuran tiba-tiba Kaisar merghisap butiran air mata itu, merasuknya, meminumnya seperti erang kehausan mendapat embun pagi. Dan Shi Shih yang mengguguk di pondongan Kaisar akhirnya melorot turun.

"Sri Baginda. maafkan hamba. Hamba benar-benar belum dapat melayani paduka!"

"Ah," Kaisar kecewa. "Kau tak dapat memberiku kebahagiaan, Shi Shih? Kau tak mau..."

Shi Shih tersedu. "Hamba tak dapat melayani paduka saat ini, Sri Baginda. Hamba masih dalam suasana berkabung!" Shi Shih memotong, mencium baginda kemudian melarikan diri ke kamarnya pribadi, menangis dan menutup pintu kamar rapat-rapat. Dan Sri Baginda yang terhuyung penuh kecewa akhirnya menarik napas menggigit bibir sendiri.

Entah kenapa terhadap selir ini dia tak dapat main paksa. Terlampau besar kasih sayangnya untuk melakukan itu. Tak mau dia menyakiti sang juwita pujaan hati. Dan Sri Baginda yang termenung dengan muka dikerutkan akhirnya mencari selir lain untuk penutup kekecewaannya itu. Dan Shi Shih tersedu sedu. Selir ini tahu betapa besar kasih sayang Sri Baginda kepadanya. Betapa hebat dan mengharukannya. Sampai-sampai apapun mau dilakukan Kaisar itu kepadanya, hal-hal yang dapat merendahkan dirinya sendiri dan nenurunkan wibawa.

Seperti menyuapinya itu. Seperti melakukan hal-hal yang amat rahasia di atas ranjang maupun lain-lain lagi yang semuanya itu menunjukkan betapa besar cinta kasih Kaisar kepadanya. Dan Shi Shih yang tentu saja terpukul oleh semuanya ini lalu teringat kata-kata Ceng Tan tentang “cinta kasihnya" terhadap laki-laki tua itu. Betapa dia memberikan yang semu dan menyimpan yang sejati. Mempermainkan laki-laki itu pada hal laki-laki itu mencintainya luar dalam. Dan Shi Shih yang goyah oIeh semuanya ini kembali tersedu-sedu dan teringat akan dosa. Hingga, seminggu kemudian sejak kekalutannya yang menghimpit batin itu mendadak Shi Shih "mogok” tak melanjutkan tugasnya sebagai mata-mata!

Raja muda di Yueh terkejut. Berita ini tentu saja membuat raja muda bersama pembantu-pembantunya itu tertegun. Kaget dan pucat mendengar berita ini. Dan Fan Li yang maju dengan alis berkerut-kerut akhirnya berkata kepada junjungannya.

"Sri Baginda, sebaiknya hamba menemui selir itu. Hamba akan menyadarkan Shi Shih akan tugas utamanya!"

Sri Baginda terbelalak. "Tapi tugas ini berbahaya, Fan ciangkun. Bagaimana kalau Wu menangkapmu? Bisa hancur gerakan kita!” raja muda itu gelisah, kecut dan ngeri mendengar rencana Fan Li.

Tapi Fan Li yang menggeleng tegas meyakinkan diri. "Tidak, hamba dapat mengatasi semuanya itu, Sri Baginda. Hamba akan minta tolong Pendekar Gurun Neraka!"

Kou Cien was-was. Tapi karena tak ada jalan lain untuk menemui selir itu terpaksa dia mengabulkan pembantunya ini melakukan tugasnya itu, menemui Shi Shih di istana musuh! Dan Pendekar Gurun Neraka yang dicari untuk dimintai tolong akhirnva menyanggupkan diri membawa panglima ini. Membawa Fan Li ke kamar selir itu. Perbuatan yang luar biasa beraninya dan amat riskan (berbahaya). Sekali kepergok tentu hancur semuanya yang telah dirintis. Dan Pendekar Gurun Neraka yang menghubungi Kun Houw akhirnya dengan hati-hati dan selamat berhasil mempertemukan dua orang itu. Dan Shi Shih tertegun.

Fan-ciangkun adalah orang yang pertama kali mengajari dia kepandaian menulis dan membaca. Betapa panglima inilah yang mendidik dia mempelajari semua ketrampilan istana hingga dia mahir mengerjakan itu semuanya. Termasuk kepandaian bercinta. Cara mencumbu dan merayu pria! Dan Shi Shih yang terkejut melihat panglima itu berdiri dikamamya tiba-tiba menangis dan menggigil memandang panglima ini. Seorang panglima yang patriotik dan tampan.

"Fan-ciangkun., apa yang harus hamba lakukan? Apa yang harus hamba perbuat?”

Fan Li maju, menjura di depan selir ini. "Tak perlu kau merendahkan diri kepadaku Shi Shih. Kau telah mencapai apa yang kita rencanakan semula. Kedudukan kita sederajat. Tak perlu kau menyebut dirimu hamba!"

Shi Shih tersedu-sedu "Aku... aku tak dapat melaksanakan tugasku lagi, ciangkun. Aku merasa berdosa dan terpukul oleh kematian sahabatku!"

Fan Li menarik napas. "Aku tahu, Shi Shih. Tapi apakah kematian Ceng Tan harus membuatmu lemah begini? Haruskah persiapan yang mendekati puncak ini hancur di tengah jalan gara-gara kematian sahabatmu? Ingat, pernah kuberi tahu padamu bahwa perjuangan kita mengandung pengorbanan, Shi Shih. Dan satu dari pengorbanan itu ternyata adalah kematian sahabatmu!"

Shi Shih mengguguk. "Aku tak dapat berpikir jernih, ciangkun. Aku terpukul sekali oleh kematian Ceng Tan."

"Ada apa? Ada sesuatu yang dibicarakannya hingga kau terganggu?”

Shi Shih tak dapat menjawab terus terang. Untuk ini dia merasa tak enak untuk blak-blakan di depan panglima itu. Tapi maklum ketajaman panglima ini untuk mencium gerak geriknya Shi Shih sedikit berbohong. "Tidak, hanya aku merasa bahwa kematian sahabatku itu adalah dikarenakan aku, ciangkun. Bahwa diam-diam aku merasa bahwa akulah yang membunuh sahabatku itu!"

"Hm," Fan Li terkejut. "Bagaimana bisa terjadi begitu, Shi Shih? Apakah kalian bertengkar?”

Shi Shih mengangguk. "Benar, kami pernah bertengkar, ciangkun. Aku memaki sahabatku itu yang lebih ingat keluarga daripada tugas. Dia akhir-akhir ini lemah!”

Fan Li tertegun. Dia memang tahu watak Ceng Tan yang lembut dan perasa, sering rindu rumah dan membicarakan orang tua serta saudara-saudaranya yang jauh di kampung. Maka mendengar Shi Shih bertengkar dengan mendiang sahabatnya itu mau tak mau Fan Li tercekat juga, mengerutkan kening karena tak pernah dua orang wanita bertengkar.

Dan melihat Shi Shih terpukul demikian sedihnya oleh kematian sahabatnya tiba-tiba panglima ini menduga bahwa pertengkaran yang terjadi itu rupanya penting sekali. Sedemikian penting hingga Shi Shih "mogok" tak mau melanjutkan tugasnya. Hal yang tentu menyangkut perjuangan! Tapi karena Shi Shih tak menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi maka panglima inipun tak tabu dan menarik napas dalam.

"Shi Shih, apakah sebenarnya yang kalian partengkarkan itu? Benarkah melulu kelemahan sahabatmu yang ingat keluarga di kampung?”

Shi Shih menangis. Sebenarnya sukar baginya untuk menjelaskan pada panglima itu bahwa pertengkaran mereka menyangkut urusan Kaisar. Betapa Ceng Tan mengingatkan Kaisar adalah suami mereka. Orang yang telah menyayang dan mengasihi mereka dengan luar biasa besarnya. Dan Shi Shih yang tersedu-sedu menekan batinnya tiba-tiba membalikkan tubuh tak mau bicara.

”Fan-ciangkun, sebaiknya kau pergi saja. Tinggalkan aku...“

"Hm," Fan Li menjadi penasaran. "Kenapa begitu Shi Shih? Apakah kalian, hm... tahu aku. Apakah kalian tak dapat mengkhianati Kaisar, Shi Shih? Bahwa Ceng Tan menghendaki kau menghentikan sepak terjangmu dan menarik diri dari tugas yang dibebankan di pundak kalian?”

“Tidak... tidak....!" Shi Shih semakin mengguguk. "Ceng Tan tidak menghendaki begitu, ciangkun. Dia tetap setia dan jujur pada kalian. Hanya ia... hanya ia...“

Shi Shih tak dapat melanjutkan kata-katanya Dia ditelan tangis yang menyesakkan dada. menelugkup di atas pembaringan dan membelakangi panglima itu. Dan Fan Li yang maju menyentuh pundak wanita ini tiba-tiba berseru gemetar,

"Shi Shih, sebaiknya kita berterus terang Saja. Aku mengenal watakmu. Aku juga mengenal watak mendiang sahabatmu. Bukankah Ceng Tan menghendaki kau menghentikan sepak terjangmu, Shi Shih? Bukankah Ceng Tan tak sampai hati melihat kalian mempermainkan suami sendiri?"

Shi Shih tersedu-sedu, Sekarang panglima itu telah menodongnya dengan kata-kata begitu tepat, jitu dan tak dapat dia pungkiri. Maklum, panglima ini telah mengenal baik watak mereka berdua. Bahwa Shi Shih amat patrotik sementara Ceng Tan kurang, terbawa oleh sikap keibuannya yang lembut dan mulia. Tak sampai hati mempermainkan orang yang mencintai mereka begitu sungguh-sungguh. Begitu besar. Dan Shi Shih yang mengguguk dengan air mata bercucuran terpaksa mengaku tak dapat menghindari ini lagi.

"Benar, Ceng Tan memang menghendaki begitu, ciangkun.... tapi Ceng Tan juga tak mengkhianati kita. Dia dilanda kebingungan melihat posisinya yang terjepit. Kami bertengkar, tapi dia mengalah... dan... dan akhirnya jatuh sakit!"

"Hm!" Fan Li tertegun. Sekarang dugaannya tepat, terkejut oleh keterangan yang baru diketahui ini. Dan panglima muda yang cerdik itu tiba-tiba bertanya, serak suaranya. "Dan kau bagaimana, Shi Shih? Sependapatkah kau dengan mendiang sahabatmu itu?"

Shi Shih tersedu sedu. "Aku, ah... aku bingung ciangkun... aku tak tahu apa yang harus kulakukan!"

"Tapi perjuangan tinggal sedikit, Shi Shih. Haruskah Ini diterbengkelaikan begitu saja?” Fan Li gemetar, pucat memandang Shi Shih yang merupakan orang satu-satunya yang menjalankan peranan yang teramat penting karena dari wanita itulah jatuh bangunnya usaha mereka, perjuangan yang telah dirintis dan mendekati penyelesaian. Dan Shi Shih yang mengguguk menelungkupkan tubuhnya tiba-tiba menangis semakin keras.

“Fan-ciangkun, aku tak dapat menjawabnya sekarang. Sebaiknya besok saja kau kembali.”

Fan Li mengepal tinju. ”Tapi aku mengharap kesadaranmu Shi Shih. Aku dan Sri Baginda beserta rakyat menghendaki selesainya perjuangan ini yang tinggal sejengkal. Atau...” Fan Li mengerotkan gigi. ”Kami akan menyerbu istana secara terang-terangan, Shi Shih. Kami akan menerjang lautan api untuk mengorbankan diri!”

“Tidak!” Shi Shih terkejut, “Jangan lakukan hal yang terlalu berbahaya itu, ciangkun. Pasukan kita belum siap penuh untuk bertempur secara terbuka. Ok-ciangkun ada di sana.”

Fan Li mengangguk, “Aku tahu. Tapi aku siap berkorban, Shi Shih. Demi membela Negara dan rakyatku, aku siap melabrak istana dan membunuh diri didepan musuh!”

Shi Shih menggigil, membalikkan tubuhnya, “ Ciangkun, jangan lanjutkan rencana gilamu itu. Biar aku berpikir. Berilah aku waktu untuk meredakan dukaku ini...“

“Hm, kau mau melanjutkan tugas?”

Shi Shih terisak. Jangan tanyakan dulu sekarang ciangkun. Aku ingin mengatasi guncangan ini dulu. Kau kembalilah...”

“Baik,” Fan Li mengangguk.” Tapi kucamkan padamu disini, Shi Shih. Bahwa bila semuanya ini gagal karena kau tak dapat membantu kami maka bersumpah demi langit dan bumi aku akan menyerang istana dan menumpahkan darahku di depan Sri Baginda!”

Shi Shih terbelalak. Dia melihat panglima itu memutar tubuhnya, tampak keras dan garang. Jantan dan membuat dia terpukul. Dan Shi Shih yang tersedu tiba-tiba menubruk panglima itu. ”Ciangkun, maafkan aku... kau...kau masih teringat janji kita berdua, bukan? Betapa kau akan menolongku sekuat tenaga? Nah, sekarang tolonglah aku ciangkun, tolong beri aku kesempatan untuk berpikir. Sehari saja...!”

Fan Li memutar pinggangnya. Dan bentrok dengan mata yang bercucuran itu. Mata yang sayu. Mata yang lembut dan gemetar. Dan begitu Shi Shih memeluknya dengan suara yang tersendat-sendat tiba-tiba panglima ini mengeluh memejamkan mata, memeluk selir itu dengan kaki menggigil. Penuh rindu dan sayang. Dan ketika Shi Shih mengangkat mukanya dengan air mta bercucuran mendadak panglima ini mendekap dan mencium mulut wanita itu.

“Shi Shih, pengorbananku juga berat. Aku menyerahkan kekasihku kepada musuh...!"

Shi Shih menggelinjang. Dia manyambut dan mencium mulut panglima itu, mengguguk, menangis tersedu-sedu. Tak tahan dan roboh di pelukan panglima ini. Hanyut dan hampir saja pingsan didaIam dekapan panglima muda itu. Tapi Pendekar Gurun Neraka serta Kun Houw yang muncul mengejutkan Fan Li akhirnya membuat panglima ini melepaskan Shi Shih, sadar dan mendapat isyarat bahwa mereka terlalu lama. Maka begitu mengangguk dan mendorong Shi Shih tiba-tiba panglima ini berkelebat keluar dengan bibir digigit kuat kuat, menahan dua titik air mata yang siap runtuh membasahi pipinya.

Dan Kun Houw yang tertegun melihat adegan di kamar itu baru tahu bahwa Shi Shih ternyata adalah kekasih panglima she Fan itu yang diam-diam saling menjalin cinta!

"Benar, mereka telah sama menaruh hati sejak gadis itu masih di istana Kou Cien-ong (raja muda Kou Cien), Houw-ji. Shi Shih dan panglima she Fan itu sama jatuh hati ketika mereka belajar di istana. Agaknya pertemuan yang terjadi setiap hari itulah yang membuat mereka dekat satu sama lain!"

Kun Houw tertegun. Keterangan ayahnya ini membuat dia bengong, tergetar dan terharu bukan main. Baru tahu bahwa ada pengorbanan yang amat berat sekali yang dialami dua orang, laki-laki dan perempuan itu. Betapa Fan ciangkun mengorbankan kekasihnya sendiri demi perjuangan. Membiarkan Shi Shih menjadi milik orang lain sementara Shi Shih sendiri juga menahan perasaan melihat panglima itu meremas batin. Sering terbakar melihat Kaisar mempermainkan kekasihnya. Hal yang amat berat. Dan Kun Houw yang tertegun mengetahui ini tiba-tiba kagum bukan main pada dua kekasih yang diam-diam menangis dengan air mata darah itu!

Dan sejarah memang mencatatnya. Shi Shih dan panglima she Fan itu memang telah lama menjalin hubungan. Sejak Shi Shih diajari menulis dan membaca. Sejak Shi Shih diajari menabuh alat-alat musik dan menari. Hal yang tentu saja terjadi secara diam-diam dan amat rahasia. Maklum hubungan ini tak boleh diketahui orang lain yang dapat berakibat bocor kepada Kaisar di Wu. Merupakan “top-secret" bagi Yueh, dipegang erat-erat.

Dan Kun Houw yang baru mengetahui itu dari ayahnya tiba-tiba tergugah rasa patriotismenya dan malu pada diri sendiri. Melihat dirinya belum “memberi” apa-apa pada rakyat kecil. Bahkan membantu dan dekat dengan orang-orang jahat. Tak tahu bahwa “diseberang” sana sedang bergulat orang-orang gagah macam panglima she Fan itu. Yang sanggup menindas kepentingan sendiri untuk mendahulukan kepentingan Negara.

Dan Kun Houw yang bangkit jiwa pendekarnya melihat semuanya ini tiba-tiba memantapkan diri bahwa dia harus membantu ayahnya itu. Membantu selir ini.tuan karena dia “berhutang budi” pada selir itu yang telah menolongnya dari tangan kasar melainkan karena dia melihat bahwa perjuangan ayahnya didukung oleh orang macam panglima muda itu dan Shi Shih. Wanita gagah yang amat pandai. Wanita yang mengagumkan. Dan Kun Houw yang tergetar oleh kesan dari kisah yang baru diketahuinya itu tiba-tiba bangkit semangatnya untuk membantu sekuat tenaga!

Begitulah Kun Houw benar benar terkesan oleh pemandangan yang diketahuinya di dalam kamar itu. Melihat dia harus membantu Yueh karena orang orang yueh adalah orang orang gagah. Dan melihat Shi Shih tampaknya ragu meneruskan perjuangan ini tiba-tiba Kun Houw mengajukan diri menegur selir ini.

“Paduka selir, hamba tak tahu apa yang sebenarnya menyebabkan paduka begitu sedih dengan kematian sahabat paduka itu. Tapi setelah hamba semalam melihat hubungan paduka dengan panglima itu seharusnya paduka menetapkan diri paduka selir. Bahwa tak seharusnya paduka membiarkan panglima itu meluruk istana yang berarti bunuh diri baginya!”

Shi Shih terkejut, baru kali ini mendengar Kun Houw bicara lantang. Tapi tertegun menghapus air matanya selir ini memandang Kun Houw. “Apa maksudmu, Kun Houw? Kenapa datang-datang menegur aku?”

“Maaf” Kun Houw bersikap tegas, “Hamba tak tahan melihat kekecewaan Fan-ciangkun, paduka selir. Dan setelah hamba mengetahui bahwa panglima itu adalah kekasih paduka tak seharusnya paduka mencelakakan panglima itu dengan membiarkannya menyerbu istana!”

“Hm!” Shi Shih memandang dengan mata bersinar. ”Aku juga melihat itu, Kun Houw. Tapi bagaimana pendapatmu tentang ini?”

“Paduka harus bangkit, paduka selir. Paduka harus meneruskan perjuangan dan membantu panglima itu. Paduka telah kehilangan seorang yang paduka cinta. Kini tak seharusnya paduka kehilangan lagi untuk kedua kalinya.”

Shi Shih terbelalak. Dia melihat Kun Houw demikian patriotis, penuh semangat dan tidak ragu-ragu lagi. Hal yang membuat dia tercengang. Tapi berseri memandang pemuda ini tiba-tiba selir itu mengangguk, bangkit berdiri. "Benar, semalam aku telah memikirkannya pulang-balik, Kun Houw. Dan aku berterima kasih atas semua kata-katamu ini. Aku jadi mantap untuk melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Fan-ciangkun memang tak boleh bunuh diri!"

"Jadi apa tindakan paduka?"

"Berikan surat ini pada Fan-ciangkun. Antar dan beritahukan padanya bahwa aku akan meneruskan apa yang telah direncanakan!"

Kun Houw girang bukan main. Dia terbelalak melihat selir itu memberinya sepucuk surat, menerimanya, tak menyangka demikian cepat perobahan itu terjadi. Tapi Shi Shih yang mengangguk memberinya isyarat tiba-tiba menepuk pundaknya dengan senyum ditahan, terisak lirih.

"Kun Houw, berikan surat itu pada Fan- ciangkun. Kau pergilah...!"

Kun Houw berdiri. Dia mengangguk dan sadar akan tugas yang diterimanya ini, girang bahwa Shi Shih benar-benar meneruskan perjuangannya lagi, mau bekerja sama. Dan ketika selir itu menyuruh dia pergi dan pintu kamar ditutup akhirnya Kun Houw berkelebat melaksanakan tugasnya ini. mengantarkannya pada Fan-ciangkun dan melihat panglima itu gembira bukan main, menangis dan membaca surat itu berulang ulang.

Dan begitu Fan-ciangkun menerima dan rencana siap dijalankan akhirnya pasukan pendam yang bertahun-tahun disembunyikan mulai bergerak, mengepung kota raja dari empat penjuru pintu gerbang. Jauh di balik bukit dalam jarak yang tenang. Masih tidak kentara bahwa serbuan besar-besaran akan melanda istana Kaisar. Dan Kun Houw yang kembali melaksanakan tugasnya di kota raja akhirnya mulai mendapat petunjuk-petunjuk selir ini untuk melakukan "serangan" dari dalam!

* * * * * * * *

Siang itu, masih tak menyadari halnya Kaisar dan pembantu-pembantunya berkumpul diruang dalam. Mereka mendapat perintah Kaisar untuk membangun istana baru di Iereng gunung Lin-yen-san. Istana yang megah dan luas yang jauh lebih bagus dibanding istana-istana yang sudah ada, memenuhi permintaan selir Kaisar tercinta yang kini mulai berhasil melenyapkan dukanya, dapat tersenyum tapi mahal sekali. Dan Shi Shih yang minta dibuatkan istana baru untuk menghibur diri pada saat duka minta dibangunkan taman seratus hektar disertai sungai buatan yang mengelilingi istana itu.

Tapi bukan itu yang membuat baginda sibuk. Selir ini masih menambahi dengan permintaan, yakni di samping sungai buatan yang mengelilingi istana yang luas juga diminta untuk melengkapi tempat yang mewah itu dengan segala jenis binatang hidup yang ada didunia. Jadi semacam kebun binatang yang lengkap tapi dalam bentuk “mini”. Dan Shi Shih yang minta sebuah permintaan lagi untuk menghilangkan dukanya itu mengharap isinya beserta tamannya yang luas itu harus dibangun sehebat hebatnya, indah dan paling cantik di dunia. Memiliki seribu kamar yang cukup untuk menampung seluruh penduduk kota raja. Dan Kaisar yang tentu saja kelabakan oleh permintaan yang ganjil ini jadi kalang kabut dan repot.

Tapi Kaisar kembali menunjukkan bukti cintanya yang hebat. Menurut taksiran istana baru itu menelan biaya sejuta tail emas. Jumlah yang tidak sedikit dan dapat dibayangkan betapa besarnya. Karena kas istana sendiri waktu itu hanya menyimpan sekitar separoh dari taksiran biaya itu. Maka melihat kekurangan untuk membangun istana selirnya tercinta akhirnya Kaisar memutuskan menaikkan pajak dan menimpakan kekurangan biaya itu pada rakyat, atas keputusan bersama yang dipimpin Po-taijin.

“Hamba kira rakyat kita mampu menunjang kurangnya biaya ini Sri Baginda. Karena kita telah memiliki rakyat yang makmur dan hidup sejahtera,” begitu Po-taijin mulai berucap, memberi tahu Sri Baginda bahwa rakyat mereka kuat dan kaya. Tak jadi apa dengan naikkan sedikit pajak.

Dan Kaisar yang tentu saja percaya omongan menterinya, langsung mengangguk dan mengira begitu. Melihat bahwa sebagian besar menterinya, kalau tak mau dikata semua, tak ada yang hidup kekurangan dan serba cukup. Maka mengukur baju rakyat dengan baju para menterinya ini Kaisar mengangguk dan setuju untuk mendapat dana dari rakyat kecilnya itu. Tak tahu betapa diam-diam rakyat marah-marah dan mencak-mencak dibuatnya gusar dan banyak diantaranya tak setuju pada rencana membangun istana baru ini. Yang amat luas tapi menghabiskan dana!

Tapi rakyat kecil yang tak dapat berbuat dan selamanya terpojok sebagai kaum yang tak berdaya akhirnya menurut saja dan “menyumbang” seperti apa yang diinginkan Kaisar, membayar pajak dalam jumlah yang lebih tinggi. Dan ketika biaya terkumpul dan tiga bulan kemudian istana itu mulai dibangun maka terjadilah kerja keras yang kembali dilimpahkan pada orang-orang kecil ini. Kaum cerdik pandai diundang. Ahli-ahli bangunan dikumpulkan.

Dan ketika enam bulan kemudian istana itu berdiri dengan megah di lereng gunung Lin-yen-san akhirnya istana vang mnghabiskan biaya besar ini dinamai "Kwan-wa-kung. Artinya, Istana Si Cantik. Karena istana itu memang benar-benar cantik dan luar biasa sekali. Baik besarnya maupun indahnya. Mampu menampung seluruh penduduk kota raja dengan seribu kamarnya yang besar-besar itu. Belum tamannya yang menghabiskan tanah kosong sekitar seratus hektar dengan gunung-gunungan di sana-sini Ditata nyeni dengan rumput-rumput hijau menyegarkan mata. Dan ketika istana itu berdiri dan Kaisar membawa selirnya ke sini barulah saat itu Shi Shih mau melayani laki laki tua ini satelah membuat Sri Baginda "berpuasa" sembilan bulan lebih!

"Ah, kau terlalu. Shi Shih. Kenapa demikian lama masa berkabungmu itu? Tak tahukah kau betapa rindu dan dendamku padamu?" begitu Kaisar mengomel, menegur selirnya ini yang sekian Iama membuat dia kehausan. Haus akan belai sayang dan permainan cinta selirnya itu yang membuat dia mabok luar dalam.

Tapi Shi Shih yang tersenyum tenang mengusap dada laki-laki tua ini. "Sri Baginda, paduka mempunyai banyak selir. Ratusan jumlahnya. Masa perkabungan hamba membuat paduka menderita? Bukankah paduka dapat lari dari pelukan selir yang satu ke pelukan selir yang lain?"

"Ah," Kaisar balas mengusap paha selir ini. "Mereka tak seperti kau, Shi Shih. Mereka tak sepandai kau melayani aku. Selir-selir itu goblok. Mereka hanya menang penampilan tapi goblok dalam permainan di atas ranjangl"

Shi Shih tersenyum. "Paduka berolok-olok?"

"Siapa berolok-olok?" Kaisar gemas. "Aku bicara sebenarnya, Shi Shih. Mereka tak seperti kau yang pandai luar dalam!"

Shi Shih akhirnya tertawa, geli mendengar omongan Kaisar ini. Dan Kaisar yang memeluk dan mendekapnya sayang akhirnya minta selirnya itu memijit-mijit, isyarat pertama sebelum semuanya dimulai. Dan Shi Shih yang tentu saja tahu akan arti permintaan ini lalu membelai dan melayani Kaisar. Menina-bobok laki-laki tua itu dengan suaranya yang halus merdu, menambah pula dengan sentuhan cinta yang membuat Kaisar mulai mengerang. Dan ketika segalanya siap dan Kaisar mencium selirnya itu akhirnya Shi Shih di gulingkan dan roboh dalam pelukan Kaisar ini.

Untuk pertama kalinya sejak sembilan bulan Shi Shih memberi jatah. Dan Kaisar yang tentu saja mabok dan tergila-gila oleh layanan selirnya itu akhirnya tiga hari berturut-turut tak mau ke luar kamar. Tenggelam dalam madu berahi yang membuat Kaisar lupa segala. Dan ketika hari ke empat Sri Baginda turun dari pembaringannya tiba-tiba seorang pengawal muncul dengan sikap ketakutan, bingung dan gugup.

"Sri Baginda, Ok-ciangkun datang menghadap. Ada berita penting dari kota raja!”

Kaisar terkejut. Tiga hari ini dia memang memberi perintah kepada semua pembantunya agar tak mengganggu "bulan madunya" itu. Bahkan memberi waktu seminggu agar semua menteri dan penasihat istana tak ada yang datang ke istana Kwan-wa kung. Tak mau ketenangannya bersama selir tercinta itu diganggu. Maka mendengar Ok-ciangkun menghadap dan panglima itu datang mengganggunya tiba-tiba Kaisar tak senang dan mengerutkan alisnya. Tapi karena panglima itu adalah orang penting baginya dan seluruh angkatan perang berada di tampuk pimpinan panglima ini akhirnya Kaisar menyuruh panglimanya itu maju menghadap. Dan Ok-ciangkun datang dengan muka pucat.

"Ampun, hamba membawa berita tak menyenangkan Sri Baginda. Di kota raja timbul pemberontakan!"

"Apa?" Kaisar terkejut. "Siapa yang memberontak, ciangkun. Siapa jahanam itu?"

Panglima Ok menjatuhkan diri berlutut, melirik Shi Shih yang duduk di sebelah kiri junjungannya. Dan Kaisar yang terbeliak melihat panglima ini tak segera menjawab lalu bangkit berdiri dengan muka merah,

"Ciangkun, siapa pemberontak itu? Dan bagaimana bisa berada di kota raja?"

Panglima ini menggigil. "Kun Houw, Sri Baginda. Pasukan cadangan yang dipimpin bocah itu!"

"Apa. Kun Houw? Bocah yang kuberi kedudukan itu?" Kaisar kaget bukan main melihat panglimanya mengangguk dan kembali melirik selirnya.

Dan Shi Shih yang pura-pura kaget dan ikut berobah mukanya tiba-tiba bangkit berdiri membentak panglima ini. "Ok-ciangkun, jangan main-main kau. Kun Houw adalah orang kepercayaanku!"

Ok Ciangkun memandang dingin. "Ya, hamba tahu, sri paduka selir. Tapi hamba tidak memfitnah atau melempar omongan kosong bahwa pemuda itu yang memberontak bersama pasukannya...!"

Pedang Medali Naga Jilid 30

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 30
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
SIANG itu, tiga hari sejak pertemuannya dengan ayahnya di bukit di luar kota raja. Kun Houw mendengar ribut-ribut diluar istana. Seorang gadis mengamuk, semalam tertangkap dan kini lolos melarikan diri. Dan Kun Houw yang terkejut oleh berita itu lalu berkelebat keluar melihat apa yang terjadi. Dan Kun Houw tertegun. Dia melihat seorang gadis dikeroyok banyak orang, berteriak-teriak dan berkelebat ke sana ke sini merobohkan pengawal.

Sikapnya bagai orang gila dengan rambut awut-awutan, pakaian robek-robek setengah telanjang dengan sikap beringas, penuh dendam dan benci mengamuk di tengah-tengah keroyokan pengawal yang kian bertambah banyak. Dan ketika gadis itu membentak melengking-lengking tiba-tiba sembilan pengeroyok yang ada di depan terlempar roboh. Jeritan ngeri terdengar dari sembilan orang ini. Perut mereka terobek lebar oleh serangan jarum di tangan kiri gadis itu jarum yang panjangnya sepuluh inci dan tampak ganas menyambar-nyambar.

Dan ketika tujuh orang kembali menjerit dan terlempar oleh jarum di tangan gadis itu tiba-tiba gadis ini berteriak histeris mencabut senjata lainnya, sebuah kipas hitam, melihat pengawal berlarian mengepungnya sementara dua bayangan lain berkelebat mendatanginya. Dan ketika dua bayangan terakhir ini mendekati pertempuran dan gadis yang mengamuk itu melihatnva tiba-tiba pekik tinggi melengking penuh kebencian keluar dan mulut gadis ini.

"Hun Kiat, Mayat Hidup, Kalian binatang-binatang buas yang keji dan hina...!"

Para pengeroyok berpelantingan. Gadis yang mengamuk itu menyapu mereka bagai topan merobohkan rumput, menerjang dan melukai mereka untuk menyerang dua pendatang baru ini, yang bukan lain adalah Hun Kiat dan gurunya, Mayat Hidup, dua laki-laki yang terbelalak memandang gadis yang mengamuk itu. Tapi melihat mereka diserang dan kipas serta jarum menyambar mereka tiba-tiba Mayat Hidup terkekeh mengelak ke kiri sementara Hun Kiat menangkis dengan matanya yang keji bersinar itu.

"Hok Lian, kau betina liar...Plak!"

Gadis yang mengamuk itu terlempar. Dia ternyata Hok-Lian adanya, cucu murid Phoa lojin. Gadis yang dulu menolong Kun Houw di dalam hutan. Dan Hok Lian yang terguling-guling menerima tangkisan lawan yang kuat lalu melengking dan melompat bangun kembali, berteriak dan marah bukan main melihat kedatangan Hun Kiat dan Mayat Hidup, menyerang pemuda ini dengan jarum di tangan kiri sementara kipas hitam di tangan kanan. Dan begitu memekik dan memaki pemuda ini Hok Lian berkelebat menyerang pemuda itu.

"Hun Kiat. kau iblis tak tahu malu. Kubunuh kau... kuganyang jantungmu!" Hok Lian menerjang bagai orang gila. Para pengawal ngeri mendengar ancamannya yang diucapkan dengan suara mendesis-desis jitu, mata terbelalak dan merah bagai api menyala, melihat Hok Lian menyerang bertubi-tubi dengan jarum dan kipas hitamnya itu.

Tapi Hun Kiet yang tertawa dengan mata bersinar mengelak kesana-sini sementara tangannya menampar atau memukul balik kedua senjata di tangan gadis itu. "Hok Lian, kaulah yang seharusnya kubunuh. Kenapa tak kenal disayang orang? Kenapa melarikan diri setelah semalam kita bercinta memadu kenikmatan?"

"Keparat, kau jahanam terkutuk, Hun Kiat. Kau anjing hina yang merusak kehormatanku. Kubunuh kau... kubunuh kau...!''

Namun Hun Kiat tertawa mengejek. Dia berlompatan kesana sini mempermainkan lawan, menyuruh para pengawal mundur karena dia tak perlu dibantu dan ketika Hok Lian melengking menusuk lehernya tiba-tiba Hun Kiat tertawa menerima serangan ini.

"Hok Lian, kau tak dapat membunuh aku. Lihatlah!” Hun Kiat memasang lehernya, mengerahkan sinkang yang didapat dari Ciok-thouw Taihiap itu. Dan ketika jarum terpental dan Hok Lian terbelalak oleh kekebalan lawan tiba-tiba kipas hitam ganti menyambar mengeprak kepala pemuda ini.

"Hun Kiat, kau siluman jahanam...!”

Namun Hun Kiat kembali tertawa. Dia memasang kepalanya dan membuat kipas hancur berkeping-keping, rusak dan tak dapat dipergunakan lagi. Dan ketika Hok Lian melengking dan menusukkan jarumnya ke mata kiri mendadak Hun Kiat melempar kepala tertawa mengejek, membiarkan lengan gadis itu meluncur di sisinya, lewat hanya beberapa sentimeter saja. Dan sementara lawan berseru kaget tahu-tahu Hun Kiat mengusap buah dada gadis ini dengan sikap kurang ajar.

"Ha-ha, kau mau menciumku, Hok Lian? Aih, kuterima itu. Tubuhmu harum...!" dan tangan Hun Kiat yang sudah meremas buah dada lawan disambut pekik Hok Lian yang membalikkan tubuhnya, menendang pemuda itu sementara gagang kipasnya yang hancur disambitkan ke muka lawan, dekat sekali. Dan Hun Kiat yang terkejut oleh serangan ini tiba-tiba membentak dan secepat kilat menundukkan mukanya. Lalu begitu kipas lewat dan kaki Hok Lian menendangnya dari bawah diapun memapak tendangan itu dengan telapak tangannya.

“Plak...!”

Hok Lian menjerit panjang. Dia terpelanting dan roboh terguling-guling oleh tangkisan Hun Kiat, betapapun kalah kuat karena Hun Kiat sekarang bukanlah Hun Kiat beberapa waktu yang lalu. Pemuda lihai yang telah memiliki sinkang Ciok-thouw Taihiap. Dan ketika Hun Kiat membentak dan berkelebat megejarnya tiba-tiba Hok Lian mengeluh dan memaki-maki pemuda ini, menghindar dan kalang kabut menyelamatkan diri, jatuh bangun dan terhuyung oleh pukulan sinkang pemuda itu yang jauh lebih kuat dibanding dirinya. Dan ketika Hun Kiat mendesak dan tamparan pemuda itu terpaksa ditangkis dengan jarum di tangan kanan tiba-tiba Hok Lian berteriak ketika jarumnya patah.

“Ha-ha, bagaimana Hok Lian, kau masih mau melawanku juga?"

Hok Lian menggigit bibir. Dia terus didesak dan mundur-mundur, pucat mukanya dan marah bukan main. Gusar tapi tak berdaya. Dan ketika Hun Kiat mendesaknya ke sudut dan tak ada jalan keluar lagi baginya tiba-tiba Hok Lian mengeluh ketika lawan menotoknya roboh.

“Bluk!" Hok Lian memaki-maki. Dia melihat Hun Kiat tertawa menghampirinya, menyambar tubuhnya dan secara terang terangan menciumi mukanya. Dan Mayat Hidup yang terkekeh di sebelah kanannya tiba-tiba berkelebat ke depan.

"Kiat-ji, bawa gadis pemberontak ini ke hadapan Kaisar. Biar Kaisar memberinya hukuman setimpal!"

Hun Kiat tertawa. "Tentu, dia telah membunuh belasan pengawal, suhu. Tapi sebaiknya kita bawa dulu ke kamar. Gadis ini lolos ketika kita menghadap Ok-ciangkun.”

Mayat Hidup terbelalak. "Kau tak segera membunuhnya saja?"

"Ah, kuda betina ini masih menarik bagiku, suhu. Apakah kau tak ingin mengulang kejadian semalam dengan gadis cantik ini? Ayo kita permainkan dia. Biar dia menggelepar dan meronta-ronta di atas ranjang!" Hun Kiat terbahak, menyuruh para pengawal membuyarkan diri karena gadis yang mengamuk itu telah dapat dijinakkan.

Dan Mayat Hidup yang terkekeh memutar tongkatnya tiba-tiba menetes liurnya teringat kejadian semalam. Betapa dia telah menggagahi gadis ini bersama muridnya itu, mempermainkan Hok Lian di kamar ketika gadis itu memasuki istana mencari dirinya. Bermaksud membatas dendam atas kematian ayahnya sepuluh tahun yang lewat. Dan Hok Lian yang roboh tertotok mendengarkan pembicaraan itu tiba-tiba menjerit dan meronta histeris,

"Hun Kiat, kau iblis keji. Lepaskan aku... lepaskan...!"

Hun Kiat tertawa. Dia senang melihat Hok Lian meronta, naik turun di atas punggungnya hingga membangkitkan gairah nafsunya. Tapi belum dia melaksanakan niatnya itu tiba-tiba sebuah bayangan menyerangnya merampas Hok Lian.

"Hun Kiat, lepaskan gadis itu!”

Hun Kiat terkejut. Dia melihat Kun Houw datang menyerang, menghantam tengkuknya. Dan karena gerakan Kun Houw luar biasa cepat sementara dia sendiri tak menduga diserang teman sendiri tiba-tiba Hun Kiat menangkis dan memutar tubuhnya.

"Dukk!” Hun Kiai mencelat. Dia terlempar oleh pukulan Kun Houw yang lebih terarah, membuatnya terpelanting sementara Hok Lian terlepas dari tangannya, disambar dan kini menangis tersedu-sedu di pundak Kun Houw. Dan Hun Kiat vang marah melompat bangun segera membentak dengan mata melotot.

"Kun Houw, kau gila? Kau membantu siluman betina itu?"

Kun Houw berdiri tegak. Dia memandang berapi lawan yang seharusnya dibunuh ini, lawan yang tak dapat dimusuhi karena mereka sama-sama bernaung di bawah kekuasaan yang sama, Ok-ciangkun atau lebih tinggi lagi adalah Kaisar. Dan Kun Houw yang beringas memandang lawannya itu mendesis penuh kemarahan, maklum apa yang telah terjadi.

"Hun Kiat, kau manusia terkutuk. Kenapa kau mengganggu gadis ini?"

Hun Kiat terbelalak. Dia marah dan tentu saja gusar oleh sikap Kun Houw yang memusuhinya ini. Tapi belum dia menjawab taku-tahu Mayat Hidup berkelebat kedepan menjulurkan tongkatnya. "Kun Houw, kau bocah tak tahu diri. Tak tahukah kau siapa gadis yang kau bawa itu? Butakah matamu tak mengenal dia?”

Kun Houw berapi memandang lawan. "Aku tahu siapa gadis ini. Mayat Hidup. Tapi tak sepatutnya kalian menangkap dan mempermainkannya seperti itu!”

"Heh, kenapa? Bukankah dia pemberontak? Kau mau membela pemberontak?"

Kun Houw geram. "Kau memang iblis keji, Mayat Hidup. Pantas kau tak mengenal perikemanusiaan. Gadis ini bukan pemberontak, dia datang untuk membunuhmu membalas dendam kematian ayahnya!"

"Heh, kau mencari cari alasan?" Mayat Hidup berani, merasa Hun Kiat akan membantunya karena pemuda itu ada di sampingnya. Dan marah memutar tongkat tiba-tiba iblis tinggi kurus ini berseru pada muridnya. "Kiat-ji, Kun Houw rupanya mau menjadi pemberontak juga. Sebaiknya kita tangkap dia!"

Hun Kiat mengangguk, melompat maju. "Kun Houw, sebaiknya tak perlu kau main-main lagi. Serahkan gadis itu dan pergilah baik-baik!”

Kun Houw marah. "Kau tak dapat mengganggu gadis ini jika aku ada di sini, Hun Kiat. Kalau kau ingin coba-coba majulah. Aku tidak takut!"

Hun Kiat melotot. "Kau mau memberontak?”

“Tidak, aku hanya melindungi gadis ini jika kau mengganggunya!"

"Tapi gadis itu telah membunuh belasan pengawal, Kun Houw. Sri Baginda tentu tak akan mengampunimu membela gadis ini. Lepaskan dia!” Hun Kiat siap menerjang, marah dan memasang kuda-kuda sementara gurunya juga memutar mutar tongkat meIotot pada Kun Houw berani karena Hun Kiat ada di sampingnya. Tapi ketika Kun Houw menggereng dan siap menghadapi lawan tiba-tiba bayangan Ok-ciangkun muncul bersama Bi Kwi dan kawan-kawannya.

"Kun Houw, benar kata Hun Kiat. Lepaskan gadis itu dan jangan mencari penyakit!" Ok-ciangkun membentak, membuat Kun Houw terkejut dan mengerutkan alisnya dengan muka merah. Tapi ketika panglima itu kembali membentak dan Bi Kwi serta teman-temannya mengepung tiba tiba Hok Lian mendesis dan minta totokannya dibebaskan.

"Kun Houw, lepaskan aku. Biar aku yang menanggung semuanya ini!”

Kun Houw ragu. Dia membela Hok Lian karena dia teringat budi gadis itu beberapa waktu yang lalu, ketika Hok Lian membantunya dan menyelamatkannya dari keroyokan Mu Ba dan teman-temannya. Betapa gadis ini bersama kakek she Phoa telah menolongnya dalam keadaan kritis. Dan Ok-ciangkun yang terbelalak melihat keraguan Kun Houw tiba-tiba maju ke depan dengan gigi berkerot.

"Kun Houw, kau tak ingat janjimu padaku? Kau tak mau tunduk dan siap menjilat ludah sendiri?"

Kun Houw gemetar. Dia berada di persimpangan jalan saat itu. Melepaskan Hok Lian atau membelanya. Tapi terbentur kenyataan dia harus tunduk pada panglima itu dan sumpah atau janjinya itu harus dipegang teguh terpaksa Kun Houw melepas Hok Lian dan membebaskan totokannya. Dan begitu Hok Lian melorot turun tiba-tiba gadis ini melengking menyerang Hun Kiat.

“Hun Kiat, kau iblis keji....!"

Hun Kiat tertawa mengejek. Dia mengelak mudah serangan gadis yang marah ini, dan ketika Hok Lian menyerangnya kembaIi membabi-buta tiba-tiba Hun Kiat menangkis, membuat Hok Lian mengeluh dan terbanting roboh. Dan ketika Hun Kiat melompat dan menotok lehernya tahu-tahu Hok Lian tertawan kembali dan roboh di tangan pemuda ini.

"Ha-ha, kau masih nekat juga, betina liar? Kau tak jera melihat kepandaianku?"

Hok Lian menangis. Dia memaki-maki dengan muka pucat, benci tapi juga ketakutan melihat ia dipondong pemuda ini. Pemuda iblis, pemuda yang telah memerkosanya bersama gurunya di dalam kamar. Perbuatan tak tahu malu yang dilakukan berdua oleh guru dan murid itu. Dan Kun Houw yang melompat maju dengan muka marah tiba tiba membentak, tak tahan melihat ketakutan Hok Lian.

"Hun Kiat, lepaskan gadis itu!"

Hun Kiat tertawa mengejek. “Kau masih membentakku juga di depan Ok-ciangkun, Kun Houw? Kau membelanya atas dasar apa?"

Kun Houw marah. "Kau tak boleh mengganggunya, Hun Kiat. Aku membelanya atas dasar perikemanusiaan!"

"Ha-ha, perikemanusiaan yang mana? Dia gadis pemberontak, tanya saja pada Ok-ciangkun!"

Ok-ciangkun melangkah maju, maklum permusuhan dua orang pemuda itu. "Hun Kiat, sebaiknya tak perlu kita ribut ribut di sini. Kun Houw tak senang kau membawa gadis itu. Nah, serahkan pada Bi Kwi dan kita menghadap Kaisar!"

Hun Kiat kurang puas. Sebenarnya dia ingin membawa Hok Lian ke kamarnya, mempermainkan gadis itu seperti rencananya semula. Diam-diam mendongkol dan marah pada Kun Houw yang membuat keinginannya gagal. Tapi karena Ok-ciangkun telah bicara seperti itu dan panglima itu adalah orang kepercayaan Kaisar akhirnya Hun Kiat mengangguk dan melempar melempar tawanannya pada Bi Kwi, tertawa mengejek. "Baiklah, kau terima ini, Bi Kwi. Kun Houw rupanya jatuh hati pada siluman liar ini!"

"Keparat?" Kun Houw mendelik. "Kau berani menghinaku, Hun Kiat?" tapi Ok-ciangkun yang buru buru mencegah dengan jalan menengahi sudah membentak keduanya.

"Kun Houw, Hun Kiat, tak perlu ribut-ribut di sini. Kalian semua adalah teman!"

Kun Houw dan Hun Kiat saling pandang. Mereka layaknya bagai ayam siap berlaga, masnig-masing melotot dan satu sama lain bersikap mengancam. Tapi begitu Ok-ciangkun mengibaskan lengan membawa mereka maka semua orang memasuki istana menghadap Kaisar.

Kun Houw menyesal. Dia sekarang tak dapat berbuat apa-apa lagi. Terikat benar oleh janji setianya kepada panglima she Ok itu. Diam diam marah dan benci bukan main kepada Hun Kiat yang mempermainkan Hok Lian, mengepal tinju mengapa tak dia ketahui peristiwa itu sebelumnya. Melihat Hok Lian menangis dan merintih di atas pondongan Bi Kwi. Dan mereka semua yang sudah menghadap Kaisar lalu melaporkan apa yang diperbuat Hok Lian, bahwa gadis itu adalah pemberontak yang membunuh belasan pengawai dan mengamuk di luar istana. Dan Kaisar yang terbelalak mengerutkan kening tiba-tiba menjatuhkan hukuman mati!

“Hm, kenapa menghadapkannya kepadaku lagi?" Kaisar berseru. "Bunuh saja gadis itu, Ok-ciangkun. Aku tak suka pemberontak diberi hidup!"

Kun Houw terkejut. Dia buru-buru maju memberi hormat, dan sementara semua orang terkejut oleh keberaniannya pemuda ini sudah menukas nyaring. "Sri Baginda, ampunkan hamba. Gadis ini bukan pemberontak. Dia datang karena mempunyai urusan pribadi dengan Mayat Hidup dan muridnya!"

Kaisar terkejut "Apa maksudmu?"

"Maaf." Kun Houw menerangkan. "Hok Lian datang untuk urusannya membalas dendam, Sri Baginda. Karena itu kedatangannya bukan sebagai pemberontak tapi masalah pribadi. Mayat Hidup telah membunuh ayahnya sepuluh tahun berselang."

"Hm," Kaisar terkejut, menoleh pada iblis tinggi kurus itu. "Betulkah, Mayat Hidup?"

Mayat Hidup memberi hormat. "Mungkin saja betul. Sri Baginda. Hamba tak ingat siapa saja musuh hamba yang telah hamba bunuh. Tapi yang jelas gadis ini telah membunuh bunuhi pengawal paduka. Apakah omongan Kun Houw perlu paduka perhatikan?"

Kaisar terpengaruh. "Betul, gadis ini telah membunuhi pengawal istana, Kun Houw. Betapapun dia harus dibunuh!"

"Betul, tapi itupun dilakukan karena gadis ini dihadang larinya, Sri Baginda. Hok Lian lolos dan mencari-cari musuhnya setelah semalam dia dipermainkan!"

"Dipermainkan? Maksudmu..."

"Benar. Hun Kiat dan gurunya telah memperkosa gadis ini, Sri Baginda. Karena itu dua orang terkutuk itu harus paduka hukum. Hamba membelanya karena tak tahan oleh perbuatan di luar perikemanusiaan yang dilakukan guru dan murid itu!"

Kaisar tertegun. Semua orang terkejut oleh keberanian Kun Houw yang berapi-api. Namun Kaisar yang tiba-tiba tersenyum lebar tertawa ditahan. “Kun Houw, kalau begitu benar katamu Ini urusan pribadi. Sebaiknya bebaskan gadis itu dan serahkan kepada yang bersangkutan” dan Kaisar yang memberi tanda agar Hok Lian dibebaskan lalu berseru pada Ok-ciangkun. "Ciangkun, ternyata ini adalah urusan balas dendam. Kalau begitu biarkan saja gadis itu menghadapi musuhnya. Lepaskan dia....!"

Kun Houw terbelalak. Dia melihat Ok-ciangkun membebaskan gadis itu, dan Hok Lian yang melompat bangun dengan kaki menggigil mendapat seruan Kaisar, "Nah, sekarang lakukan maksudmu itu gadis cantik. Kami akan melihati pertandingan kalian secara jujur!"

Hok Lian gemetar. Dia memandang Kaisar yang membebaskannya dari hukuman mati, menoleh pada Kun Houw karena dari sinilah kebebasannya didapat. Tapi mendelik pada Hun Kiat dan Mayat Hidup yang tertawa mengejek tiba-tiba Hok Lian mendengar bisikan Kun Houw yang dilancarkan dari jauh,

"Hok Lian, sebaiknya tindas semua nafsu kebencianmu ini. Aku tak dapat menolongmu di dalam istana. Larilah, pergunakan kesempatan ini untuk menyelamatkan diri. Masih banyak waktu bagimu untuk membalas dendam...!"

Hok Lian terisak. Matanya terputar-putar memandang seluruh ruangan, berhenti pada Mayat Hidup dan Hun Kiat yang amat dibencinya itu, melihat apa yang dikata Kun Houw benar. Tak mungkin baginya membalas dendam saat itu. Dan Hok Lian yang melengking tinggi tiba-tiba berkelebat keluar meninggalkan istana. "Hun Kiat, awas kau. Aku akan membunuhmu kelak...!"

Semua orang terkejut. Mereka melihat gadis itu melarikan diri. Dan Hun Kiat yang tertawa mengejek dan siap mengejar tiba-tiba bentrok dengan pandangan Kun Houw yang tajam. Pandangan yang memberi tahu padanya bahwa pemuda itu akan melindungi Hok Lian bila dia mengganggunya diluar batas, menggagahinya seperti semalam dilakukannya bersama suhunya itu. Dan Hun Kiat yang melotot tak jadi mengejar akhirnya mengumpat di dalam hati, kecewa dan marah pada Kun Houw yang dirasa mengganggunya itu. Dan Hok Lian yang akhirnya dibiarkan lolos lalu dilupakan begitu saja setelah Kaisar tahu duduk persoalan sebenarnya.

Begitulah. Untuk pertama kalinya Kun Houw mulai ketanggor akan watak Kaisar. Terang terangan membiarkan pembantunya berbuat keji dan menganggap perkosaan sebagai hal yang biasa saja. Tak perduli dan sama sekali tak menghiraukan kehormatan seorang gadis. Dan ketika hari-hari kemudian Kun Houw melihat kejadian kejadian yang lebih mengerikan lagi seperti merampas isteri orang lain dan pemerasan serta kejahatan yang dilakukan orang-orang istana akhirnya Kun Houw tak kuat lagi dan melihat bahwa dia membantu sekawanan iblis yang amat biadab.

Apalagi ketika beberapa menteri Kaisar juga merampas daun-daun muda, menyuruh pembantu-pembantunya mendatangi rumah rumah yang ada gadis cantiknya, pura-pura diambil selir tapi setelah itu dicampakkan begitu saja. Diberikan dan dibagi-bagikan pada para pengawalnya seperti orang membagi pisang goreng. Dan ketika suatu hari dia mendengar kabar bahwa Kaisar bermaksud mengambil Kui Hoa sebagai selirnya dan Ok-ciangkun rupanya setuju tiba-tiba Kun Houw tak kuat lagi, melihat Kui Hoa menangis dan berlari-lari menubruknya!

"Houw-ko, selamatkan aku. Ayah sudah gila...!"

Kun Houw gemetar. "Apa yang terjadi, Hoa-moi? Ada apa dengan ayahmu?" Kun Houw masih tak yakin, pura-pura bertanya dan memeluk kekasihnya ini.

Dan Kui Hoa yang tersedu-sedu dengan muka pucat akhirnya memberi keterangan. "Kaisar menghendaki diriku, Houw-ko. Semalam ayah hendak mempersembahkan diriku kepada Kaisar!"

"Keparat! Jadi berita itu benar?" Kun Houw menggigil, merah mukanya dan gemetar tak keruan, marah bukan main bahwa Kaisar hendak mengambil kekasihnya. Kurang ajar!

Dan Kui Hoa yang mengguguk dengan air mata deras mengalir akhirnya menarik lengannya. "Houw-ko, ayah gila hormat. Aku tak tahu bagaimana asal mulanya ayah tiba-tiba hendak menerima kemauan Kaisar. Aku tak mau, sebaiknya kita melarikan diri!"

"Hm...!" Kun Houw melotot penuh kemarahan. "Apakah ayahmu tak tahu hubungan kita, Hoa-moi? Apakah dia pura-pura menutup mata?"

"Tak tahulah. Pokoknya ayah hendak memaksa, Houw-ko. Aku lari mencari-carimu. Ayo tinggalkan saja istana. Kita minggat....!"

Kun Houw gemetar. Dia tak tahu bagaimana kejadian itu pada mulanya, karena berita itu juga baru didengarnya tadi pagi. Bahwa Kaisar katanya hendak mengambil Kui Hoa sebagai selir dan Ok ciangkun tak menolak, rupanya rela menyerahkan puterinya itu daripada menjadi kekasih dirinya. Hal yang menyakitkan! Dan Kun Houw yang menggeram mengepal tinju tiba tiba mendorong kekasihnya. "Tidak, kita temui saja ayahmu, Hoa-moi. Suruh dia mencari gadis lain untuk persembahan kepada Kaisar!"

"Ah, tak mungkin ayah mau, Houw-ko. Salah-salah kita ditangkap dan aku disekap. Tidak! Jangan lakukan itu. Sebaiknya kita lari saja dan tinggalkan istana!"

Kun Houw bingung. Dia melihat Kui Hoa kembali menangis tersedu-sedu memeluk dirinya. merasa tak berdaya. Merasa lawan yang kali ini dihadapi terlampau kuat. Dan Kun Houw yang tertegun mendekap kekasihnya lalu menjublak dengan pikiran melayang-layang, tak menyangka bahwa Kaisar tertarik pada kekasihnya, hal yang membuat dia bingung dan marah. Tapi sementara dia mendelong dengan pikiran kalut mendadak bayangan selir Kaisar tercinta, Shi Shih, berkelebat di ruang dalam.

Kun Houw terbelalak. Dia seakan mendapat jalan keluar dengan melihat bayangan selir itu. Selir yang bekerja sama dengan ayahnya. Pendekar Gurun Neraka. Dan Kun Houw yang mendapat pikiran bagus tiba tiba melepaskan Kui Hoa dan berseru girang, "Hoa-moi, kau tunggu dulu di sini. Aku punya jalan....!"

Kui Hoa terkejut. Dia tak tahu apa yang dikerjakan kekasihnya itu, tapi melihat Kun Houw memasuki istana tiba-tiba Kui Hoa mengejar. "Houw-ko, jangan membunuh Kaisar. Jangan mencari penyakit!"

Kun Houw menoleh. "Tidak, aku tidak mencari Kaisar, Hoa-moi. Kau tunggulah di luar. Aku hendak menemui paduka selir"

Kun Houw sudah masuk kedalam. Kui Hoi memandangnya dengan hati tegang, takut kekasihnya melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri. Khawatir Kun Houw mencari Kaisar dan membunuh laki-laki itu. Maka cemas dan mengkhawatirkan nasib Kun Houw tiba tiba Kun Hoa terisak melompat memasuki istana, mengikuti kekasihnya. Tapi melihat Kun Houw menjatuhkan diri berlutut di depan selir itu tiba-tiba Kui Hoa tertegun dan memandang dari kejauhan, melihat dua orang itu bercakap-cakap dan sang selir berkali-kali menggerakkan tangan. Dan ketika beberapa saat kemudian Kun Houw memutar tubuh meninggalkan sang selir tiba-tiba Kui Houw berteriak setengah bersorak.

"Hoa moi, aku berhasil...!"

Kui Hoa keluar. Dia menyambut kekasihnya itu dengan muka heran, melihat Kun Houw terbahak dan gembira bukan main, memeluk dan memutar mutar dirinya diajak menari. Dan ketika Kui Hoa bertanya dan Kun Houw memberi tahu maka Kui Hoa tiba-tiba tertegun dan ikut menjadi girang. Mendapat janji selir itu bahwa Sri Baginda tak akan mengambilnya sebagai selir. Bahwa maksud itu akan digagalkan dan Kaisar tak boleh mengambil Kui Hoa.

Dan Kui Hoa yang tentu saja girang oleh keterangan ini tiba-tiba menangis dan memeluk kekasihnya penuh bahagia. Merasa lolos dari satu tekanan besar yang menghimpit batin. Percaya akan pengaruh selir itu terhadap Sri Baginda. Dan begitu keduanya berciuman gembira maka Kun Houw dan Kui Hoa tak tahu betapa diam-diam selir cerdik itu tertawa!

Memang, dari sinilah sebenarnya sumber "bencana" itu berasal. Kun Houw tentu tak menduga seujung rambutpun bahwa selir itulah sebenarnya yang menjadi gara-gara. Sengaja membuat kejadian itu agar Kun Houw minta tolong kepadanya. Dan karena Kun Houw telah datang dan pemuda itu benar minta bantuannya maka selir yang cerdik ini memberi janji tapi sekaligus meminta janji.

Yakni, jika dia berhasil menggagalkan rencana Kaisar itu baik Kun Houw atau Kui Hoa harus ganti membantunya, terutama Kun Houw, yang diminta selir itu agar tunduk dan setia kepadanya. Berbisik-bisik bahwa Pendekar Gurun Neraka telah datang semalam menanyakan keadaan pemuda itu. Dan Kun Houw yang tentu saja tertegun oleh permintaan selir ini tiba-tiba mengangguk dan menyatakan kesanggupannya!

Begitulah. Kun Houw berhasil "ditaklukkan" selir ini dengan akal cerdiknya yang luar biasa. Sengaja menundukkan pemuda itu dengan taktiknya yang jitu, "mengganggu" Kui Hoa agar Kun Houw keluar "taringnya”. Dan ketika Kun Houw benar-benar marah dan pemuda itu berhasil dikelabuhi maka sejak saat itu pemuda ini menjadi orang kepercayaan selir cerdik ini di dalam istana!

* * * * * * * *

Hari itu, tidak seperti biasa yang terjadi di istana Sri Baginda tampak murung. Selirnya yang dicinta, Shi Shih, dua hari ini menangis tak mau melayaninya. Ada yang mengganggu perasaan selirnya itu. Ceng Tan sakit mula-mula panas biasa. Tapi ketika beberapa hari kemudian panas Ceng Tan meninggi dan tabib-tabib istana dibuat kelabakan oleh penyakit selir kedua ini mendadak semua orang takut ketika Shi Shih mulai marah-marah.

Memang, selama ini orang seakan terlupa pada selir ke dua itu. Shi Shih terlampau menonjol. Lebih aktip dan banyak bergerak di istana. Tapi ketika selir ke dua itu sakit dan Shi Shih terkejut oleh keadaan madunya ini tiba-tiba semua perhatian di tujukan pada selir nomor dua itu.

Seperti diketahui, Ceng Tan adalah teman dan sahabat karib Shi Shih. Justeru mereka berdua inilah yang diam-diam menjadi mata-mata di kerajaan Wu sejak mereka dikirim Yueh untuk menina-bobok Sri Baginda. Menghanyutkan laki-laki tua itu dalam buaian cinta yang memabokkan. Membuat Sri Baginda menjadi hamba nafsu berahi yang diperas secara tidak kentara. Tapi karena Ceng Tan lebih memiliki watak keibuan dan tidak seagresip Shi Shih maka semua sepak terjang dua sahabat ini lebih didominir Shi Shih daripada Ceng Tan. Dan itu tercatat dalam sejarah.

Shi Shih memang wanita hebat. Dia memilih kepandaian yang jarang dipunyai wanita wanita sebangsanya pada jaman itu. Memiliki otak yang cerdas dan kematangan berpikir. Jenius dalam mengelabuhi Kaisar. Tapi Ceng Tan yang tak memiliki hati setegar temannya diam-diam menangis dan tak sampai hati melihat Shi Shih mempermainkan Kaisar, mengeluh dan sering memperingatkan temannya agar tak bersikap keterlaluan terhadap Kaisar, yang bagaimanapun juga adalah suami mereka berdua. Tapi Shi Shih yang tetap bertindak menurut kemauan hati sendiri akhirnya membuat wanita yang lembut perasaan ini sakit.

Ceng Tan terpukul. Dia berada di persimpangan jalan melihat semuanya itu. Di satu pihak Shi Shih adalah sahabat dan teman seperjuangannya tapi di lain pihak Kaisar adalah suami dan junjungan mereka. Orang yang dengan penuh kasih sayang memenuhi segala kebutuhan mereka. Dari masalah harta sampai kedudukan. Merasa betapa Kaisar melimpahkan budi demikian besar kepada mereka berdua.

Maka melihat sepak terjang Shi Shih yang memporak-porandakan istana dan memecah belah kekuatan istana hingga yang terakhir Wu taijin tewas membunuh diri tiba-tiba Ceng Tan yang berhati mulia ini teriris perasaannya. Melihat betapa mereka berdua membalas budi Kaisar dengan tuba. Diam diam menuang racun sementara Kaisar sendiri tetap memberi madu pada mereka berdua. Tak tahan bahwa Kaisar tertipu. Dan ketika satu hari Ceng Tan menemui rekannya dan menyatakan keluhannya itu tiba-tiba terjadi percekcokan kecil di antara mereka.

"Ini adalah misi kita, Ceng Tan. Ini adalah perjuangan kita yang harus kita lakukan demi terbalasnya dendam junjungan kita!" Shi Shih berkata, menegur temannya itu dan balik memperingatkan Ceng Tan bahwa musuh adalah musuh, tak perlu dikasihani.

Tapi Ceng Tan yang pucat memandang rekannya menjawab gemetar. "Benar, tapi Kaisar adalah suami kita juga, Shi Shih. Tegakah kita mempermainkannya demikian keji sementara beliau tetap melimpahkan kasih sayangnya kepada kita? Aku hanya minta agar kau tak kelewatan, Shi Shih. Cukup kiranya sepak terjangmu dengan terbunuhnya Wu-taijin itu!"

"Ah, bodoh sekali. Justeru perjuangan kita mulai mendekati klimaksnya, Ceng Tan. Kenapa berhenti dan harus mandeg di tengah jalan? Tidak, justeru aku siap mendirikan angkatan perang dalam bentuk pasukan cadangan itu. Wu harus kita hancurkan. Kaisar adalah musuh yang telah menghina junjungan kita!"

Ceng Tan menangis. Ia tahu siapa yang dimaksud junjungan itu, raja muda Kou Cien yang menjadi taklukan Sri Baginda. Raja muda telah menjalani hinaan sebagai perawat kuda selama tiga tahun. Waktu yang tidak sedikit! Dan Ceng Tan yang terhuyung mendekap mukanya lalu merintih di atas pembaringan dengan air mata bercucuran.

"Shi Shih, tidak kejamkah sikap kita ini terhadap Kaisar? Tidak terkutukkah kita kelak di alam baka?"

Shi Shih mengerutkan kening. "Tak perlu kau pikirkan sejauh Itu, Ceng Tan. Kita berbuat demi bakti kita terhadap negara. Bukan demi kepentingan pribadi!"

"Benar, tapi... tapi kekejaman-kekejaman yang kita lakukan ini, pengkhianatan secara diam-diam terhadap suami ini, tidakkah semuanya itu akan berkarma buruk, Shi Shih? Tidakkah setan akan menyambut kita di dasar neraka?"

Shi Shih marah. "Ceng Tan, kau memiliki hati yang lemah sekali. Kau tak patut berkata seperti itu!"

Ceng Tan menangis. Ia tersedu dan mengguguk melihat rekannya bersikap kasar, tapi mengangkat muka merjawab gemetar ia coba mendebat, "Benar, aku memang lemah dibanding dirimu, Shi Shih. Tapi aku takut terkutuk oleh hukum karma yang kita pelajari. Aku takut itu. Aku ngeri...!"

“Hm!” Shi Shih menarik temannya ini. "Kau tak perlu ngeri oleh bayang-bayang yang menghantui dirimu itu, Ceng Tan. Apa yang kita lakukan adalah demi bakti kita terhadap Negara. Ingat janjimu, kita telah disumpah untuk setia kepada junjungan kita di Yueh!"

"Benar, aku ingat. Tapi kenapa jadinya kita lalu melakukan kekejaman-kekejaman, Shi Shih? Lihat sepak terjangmu itu. Kau mengadu domba sesama menteri hingga mereka terpecah belah. Kau memfitnah Wu-taijin hingga menteri setia itu bunuh diri. Padahal menteri itu tak bersalah. Dia memang benar. Lalu apa jadinya kita ini, Shi Shih? Bukankah iblis yang mengacau sana-sini mencelakakan orang baik-baik? Dan kau menyuruh Kaisar menaikkan pajak mencekik rakyat dengan peraturan-peraturan berat hingga mereka menderita. Apa ini bukan dosa yang akan mencelakakan kita sendiri, Shi Shih?"

Shi Shih terbelalak. Dia melihat rekannya itu tersedu-sedu memeluk guling, takut oleh semua sepak terjang mereka yang dianggap dosa. Perbuatan iblis yang menurut Ceng Tan akan berkarma buruk bagi mereka. Dan Shi Shih yang tertegun dengan muka merah tiba-tiba mengepal tinju. "Ceng Tan, apa maumu kalau begitu? Apa yang kau inginkan?"

Ceng Tan mengguguk. "Menghentikan kekejaman-kekejaman kita. Shi Shih. Memberi cinta sejati kepada suami kita!"

"Hm berarti menjilat janji kepada junjungan kita? Menarik sumpah kita di Yueh!"

Ceng Tan bingung. Dan belum dia menjawab tiba-tiba Shi Shih menarik pundaknya. "Ceng Tan, kau wanita tak patriotik. Kau lemah melebihi cacing tanah. Kalau tak setuju dengan semuanya ini biarlah kau laporkan saja pada Sri Baginda dan buka rahasia kita!" kemudian melepas dan mendorong Ceng Tan dengan kasar Shi Shih terisak membanting pintu, meninggalkan rekannya itu dan untuk pertama kali terpukul oleh perselisihan ini. Tak menduga bahwa Ceng Tan memiliki hati yang lemah dan tak tahan oleh semua sepak terjangnya.

Dan Ceng Tan yang terbelalak mendapat perlakuan kasar ini tiba tiba tersedu sedu di atas pembaringannya, sehari penuh tak keluar. Dan ketika beberapa hari kemudian ia melihat Shi Shih bersikap dingin kepadanya tiba-tiba wanita berhati lembut ini menangis.

Begitulah. Untuk dua minggu lamanya dua orang selir ini berdiam diri. Mereka agak jauh satu sama lain. Masing-masing tak bicara. Shi Shih menunggu dan diam-diam cemas kalau Ceng Tan benar-benar melapor. Hal yang tentu membuat keadaan menjadi gawat dan semuanya berantakan. Tapi ketika Ceng Tan tak membuat reaksi dan rekannya itu tutup mulut legalah Shi Shih bahwa Ceng Tan tak akan berkhianat. Percaya bahwa Ceng Tan setia pada persahabatan mereka.

Tapi Shi Shih yang tak tahu pergolakan hebat yang mengamuk di hati wanita ini tak tahu pendertian Ceng Tan. Tak tahu betapa diam-diam selir nomor dua itu menangis sepanjang malam, menderita himpitan batin yang kian menyesakkan napasnya. Lupa makan minum. Tak mengurus lagi keadaan badannya dengan baik. Kuyu dan pucat. Beberapa hari kemudian kurus dan bengkak matanya. Maka ketika selir ini jatuh sakit dan Shi Shih terkejut mendengarnya buru-buru wanita ini mengunjungi sahabatnya di kamar pribadi, betapapun tak tega.

Dan Shi Shih tertegun melihat apa yang terjadi. Dia melihat Ceng Tan menangis memandangnya, menggapaikan lengan. Dan ketika Shi Shih mendekat, maka ucapan pertama yang menyentuh perasaannya adalah permintaan maaf sahabatnya itu yang tersendat-sendat.

"Shi Shih, maafkan aku... aku... aku memang lemah melebihi cacing tanah. Aku agaknya tak akan hidup lama lagi....!"

Shi Shih terbelalak. "Tidak, aku yang salah, Ceng Tan. Rupanya kekerasanku dulu telah membuatmu begini. Kau maafkanlah aku...." Shi Shih terisak, langsung memeluk dan menyuruh semua dayang menyingkir.

Dan ketika dua orang itu berpelukan dan Ceng Tan mengguguk maka Shi Shih hancur perasaannya dan sadar akan kekasarannya yang berlebihan. Maklum bahwa rekannya ini memang seorang wanita berhati lembut, tak dapat dikasari. Dan Shi Shih yang menangis dengan air mata bercucuran akhirnya mendengar bisikan sahabatnya itu yang membelai mukanya.

'Shi Shih. semalam aku bermimpi. Kakekku datang, dia membawa kain putih...!"

Shi Shih semakin tersedu. Rekannya ini memang selaIu membicarakan keluarga dari pada tugas, kena penyakit rindu kampung halaman yang menyesakkan dada. Dan Shi Shih yang memeluk dengan pundak berguncang-guncang akhirnya mengguguk. "Ceng Tan, jangan kau bicara seperti itu. Kakekmu telah tiada...!"

"Itulah." Ceng Tan tersenyum. "Semalam aku bermimpi akan kedatangannya. Shi Shih. Beliau membawa kain putih untukku!"

Shi Shih hancur perasaannya. Dia jadi mendapat firasat tak enak oleh cerita sahabatnya ini. Dan Shi Shih yang tersedu-sedu memeluk Ceng Tan akhirnya memanggil tabib istana ketika Ceng Tan kejang-kejang. Gugup dan membuat semua orang ribut tak keruan. Tapi ketika beberapa hari kemudian Ceng Tan semakin parah, akhirnya Shi Shih tak meninggalkan kamar sahabatnya itu barang semenitpun. Dan di sini Cheng Tan mengeluarkan segala keluhannya. Betapa dia tersiksa oleh kelemahan diri sendiri yang tidak setegar Shi Shih. Betapa dia mengutuk diri sendiri yang merasa bodoh dan tak berdaya. Dan ketika Shi Shih menangis dan mereka berdua berpelukan maka Ceng Tan berterus terang bahwa dia rupanya kurang patriotik.

"Shi Shih, rupanya benar kata-katamu itu. Aku tak patriotis. Aku lebih cocok menjadi ibu rumah tangga biasa daripada menerima tugas berat ini... aku merasa berdosa, Shi Shih... baik kepadamu maupun terhadap Sri Baginda....!"

Shi Shih tersedu sedu. "Sudahlah, tak perlu kau bicarakan itu, Ceng Tan. Lebih baik kau berpikir bagaimana cepat sembuh dari penyakitmu ini."

"Ah," Ceng Tan tersenyum getir. "Aku tak ingin sembuh dalam keadaan seperti ini, Shi Shih. Aku tak mungkin sembuh. Biarlah kau perjuangkan sendiri tugas rahasia kita itu. Sampaikan maafku pada baginda Kou Cien!"

"Tidak!" Shi Shi semakin mengguguk. "Kau pasti sembuh, Ceng Tan. Kau pasti sembuh... aku akan meminta Sri Baginda mengumpulkan semua tabib paling pandai di seluruh kerajaan...!"

Tapi Ceng Tan tersenyum pahit. "Kau salah. Orang bisa sembuh kalau yang bersangkutan menyimpan harapan, Shi Shih. Tapi seperti keadaanku ini, yang tak ingin hidup dan ingin menjauhi kehidupan, mana mungkin sembuh? Biar dewa sekalipun ke sini tak mungkin dapat menolong aku, Shi Shih. Aku merasa ajalku telah dekat dan tak mungkin ditolong lagi!"

Shi Shih tersedu-sedu. Ia ingin meraung-raung mendengar ucapan sahabatnya itu, tertusuk dan pedih bukan main seolah jantungnya tertikam pedang berkarat. Hancur dan memeluk serta menciumi muka sahabatnya. Dan ketika Ceng Tan berkelojotan dan Shi Shih hampir histeris tiba-tiba Ceng Tan tersenyum aneh.

"Shi Shih, mendekatlah... aku ingin minta tolong bantuanmu..."

Shi Shih bercucuran air mata. "Apa yang ingin kau minta, Ceng Tan? Apa yang kau kehendaki?"

"Aku... aku...." Ceng Tan sukar bicara. "Aku minta doamu untuk meringankan dosaku kepada Tuhan, Shi Shih.... maukah kau mengiring ajalku dengan doa yang tulus....?"

Shi Shih tak tahan lagi. "Tidak, kau tak akan mati. Ceng Tan. Kau akan sembuh dan mendampingiku di dunia.'"

Ceng Tan tertawa, menarik bibirnya, tampak menahan sakit. "Kau bodoh, Shi Shih. Aku tak mau hidup kenapa disuruh hidup? Tidak.... tidak, sahabatku. Aku merasa kematian benar-benar akan menjemputku. Kakekku ada didepan...!”

Shi Shih menggerung-gerung. "Ceng Tan. kau jangan bicara melantur. Aku tak mau dengar kata-katamu itu!"

Ceng Tan berkelojotan. "Kau tak mau memberiku doa, Shi Shih?"

"Tidak, aku... aku tak mau dengar bicaramu yang melantur, Ceng Tan. Aku tak mau memberimu doa karena kau akan hidup. Kau pasti sembuh...!"

Ceng Tan tertawa. Shi Shih melihat sahabatnya itu tertawa dengan muka yang aneh, seolah tertawa tapi mirip menangis. Dan ketika Ceng Tan mengeluh dan menuding-nuding ke depan tiba tiba Shi Shih mendengar suaranya yang sumbang,

"Shi Shih. kakekku datang... dia... dia menghampiriku dengan mulut tersenyum... aduh, dadaku sakit... aku ingin minum!"

Shi Shih tersedu-sedu. Dia membawa minuman ke bibir sahabatnya itu menempelkannya. Tapi Ceng Tan yang tak dapat meneguk sendiri tiba-tiba minta kepadanya agar disuap. "Shi Shih, bantu aku... aku tak dapat minum sendiri..."

Shi Shih menggigil dengan air mata bercucuran. Dia terpaksa menyuapi sahabatnya itu sesendok demi sesendok, menangis dan menggigit pecah bibir sendiri. Tak tahan oleh keadaan Ceng Tan yang mengharukan, dan ketika air dingin itu tertelan dengan susah payah dan Ceng Tan mengecap-ngecapkan lidahnya tiba-tiba Ceng Tan tersenyum.

"Shi Shih. sahabatku sayang... aku merasa kehangatan cinta kasihmu yang mendalam di suapan ini... tak dapatkah kau menyayang dan mencinta Sri Baginda dengan cinta kasih macam ini?"

Shi Shih terpukul. Dia tak menjawab, dan ketika Ceng Tan minta duduk akhirnya wanita yang gemetar dangan muka pucat itu memberi nasihat terakhir. "Shi Shih, dosa agaknya tak dapat dihindari oleh manusia. Dosa bagai bayang-bayang yang melekat di diri manusia. Apa yang seharusnya dilakukan manusia untuk menjauhi dosa, Shi Shih? Bukankah agama dan para nabi telah memperingatkan manusia untuk tidak melakukan dosa?" lalu melihat Shi Shih kembali tak menjawab dan tersedu sedu memeluknya Ceng Tan bicara lagi, "Karena itu kematian rupanya jalan paling baik untuk menghindari perbuatan dosa ini, Shi Shih. Karena itu aku ingin mati agar tak melakukan dosa lagi!"

Shi Shih terkejut. Dia melihat sahabatnya itu meregang nyawa, batuk dan tiba-tiba melontakkan darah segar. Dan ketika Shi Shih menjerit tahu-tahu Ceng Tan roboh dan terguling di atas pembaringan. Tewas!

"Ceng Tan...!"

Shi Shih melengking tinggi. Dia membuat dayang dan semua orang terkejut, dan ketika Shi Shih menangis dan menggerung-gerung menubruk mayat sahabatnya itu tiba-tiba istana menjadi gaduh dan ribut. Kaisar segera diberi tahu. Dan keiika semua orang datang ternyata Shi Shih roboh pingsan di samping mayat Ceng Tan.

Kaisar tertegun. Dia tak mengira Ceng Tan meninggal demikian cepat. Hanya beberapa hari setelah diserang penyakit. Penyakit yang tak dapat disembuhkan tabib-tabib istana hingga kematian menjemput selirnya nomor dua itu. Dan ketika Shi Shih sadar dan Kaisar memeluknya dengan penuh haru maka selir tersayang ini menangis dan tak dapat dihibur. Shi Shih terpukul hebat oleh kematian sahabatnya itu. Tak mau makan. Beberapa hari kemudian kurus dan pucat. Dan ketika Kaisar menengok den menghiburnya tiba-tiba Shi Shih marah dan memaki tiba-tiba istana yang dikata goblok!

"Sri Baginda, orang-orang paduka itu gentong-gentong kosong semuanya. Sebaiknya diusir atau dibunuh saja mereka itu!”

Kaisar terkejut. "Sabar, Shi Shih. Bukankah mereka telah memperjuangkannya sekuat tenaga? Aku juga terpukul oleh kematian sahabatmu itu. Sebaiknya kendalikan dirimu dan bersabarlah!"

Tapi Shi Shih semakin marah. Selir ini naik pitam, dan ketika dia menangis tersedu-sedu dan memaki tabib-tabib istana tiba-tiba Shi Shih mengeluh dan menekan perutnya yang sakit, terhuyung dan terbelalak memandang Sri Baginda. Dan ketika Sri Baginda terkejut memeluknya tahu-tahu seiir ini pingsan dan roboh di pelukan Kaisar.

Kaisar terkejut. Dia kalang-kabut memanggil-manggil selirnya itu, tapi ketika tabib istana memeriksa ternyata selir itu pingsan karena perasaan laparnya saja. Bahwa sudah empat hari ini Shi Shih tak mau mengisi perutnya. Maka Sri Baginda yang menyuruh orang menyiapkan bubur lalu menyuapi selirnya itu dengan penuh kasih sayang. Dan Shi Shih sadar, terbelalak melihat Kaisar menyuapinya, hal yang baru pertama kali itu dilakukan Kaisar terhadapnya.

Sikap yang tulus dan luar biasa. Dan Shi Shih yang tersedu melihat semuanya itu lalu mengguguk dia mendekap Kaisar, teringat kata-kata Ceng Tan apakah dia tak bisa mencintai suaminya itu dengan kasih sayang yang sama. Cinta yang benar, bukan semu. Dan Shi Shih yang terpukul oleh semuanya ini lalu menjerit dan merintih penuh luka.

Begitulah. Kaisar dan segenap pembantunva dibuat murung oleh sikap Shi Shih yang dihunjam duka itu. Terbawa dan hanyut pula oleh kesedihan selir ini yang kehilangan sahabatnya. Dan Kaisar yang mencoba menghibur dengan segala daya upaya lalu memberikan apa saja yang diminta selirnya itu. Ingin melepaskan Shi Shih dari derita duka yang agaknya tiada akhir. Tapi Shi Shih yang benar-benar terpukul ternyata menolak semuanya itu.

Selir ini menyendiri, tak mau melayani Kaisar. Hal yang sebenarnya luar biasa karena tak mungkin berani dilakukan selir lain. Dan Sri Baginda yang benar-benar jatuh hati oleh selirnya ini menurut saja dan diam-diam memandang pedih dari kejauhan. Sampai akhirnya, ketika satu hari selir itu keluar dari kamarnya dan duduk di empang ikan tiba-tiba Sri Baginda tertegun melihat perobohan besar yang terjadi pada diri selir tersayangnya itu.

Shi Shih tidak seperti dulu lagi. Tidak gembira dan lincah. Namun kecantikannya yang masih memancar dengan amat kuat tetap bagaimanapun juga membuat hati Sri Baginda tergetar. Melihat betapa seIirnya itu kini memiliki kecantikan yang aneh, kecantikan yang dingin namun menarik. Kecantikan yang asing namun menggugah berahinya hingga Kaisar maju mendekati. Dan ketika Shi Shih mengangkat mukanya dan Kaisar menangkap wajah yang tengadah itu tiba-tiba Kaisar menggigil melihat selirnya terisak menitikkan dua bulir air mata yang turun bagai butiran salju, hinggap dan bening menempel di pipi yang halus kepucatan itu.Dan ketika Kaisar menunduk dan Shi Shih menangis tiba-tiba selirnya itu telah mendekapnya dengan air mata bercucuran.

"Sri Baginda, kenapa penyakit tak menyerang hamba saja? Kenapa maut mengincar sahabat hamba? Hamba ingin mengganti jiwa Ceng Tan, Sri Baginda. Hamba ingin mengembalikan nyawanya dengan menukar nyawa hamba."

Sri Baginda tertegun. Untuk kesekian kalinya dia melihat Shi Shih tersedu-sedu, menangis teringat kematian sahabatnya itu. Dan Kaisar yang terharu mendengar kata-kata Shi Shih tiba-tiba menangis dan ikut berduka pula, melihat betapa selirnya itu amat mencintai sahabatnya dan rela memberikan nyawa sendiri. Satu sikap yang dinilai luhur. Siap mengorbankan diri demi persahabatan. Dan Kaisar yang terharu melihat tangis kekasihnya ini lalu memondong Sbi Shih ke kamar peraduannya.

"Shi Shih, kau selalu teringat pada sahabatmu ini. Lalu bagaimana dengan aku, sayang? Bukankah aku juga perlu perhatianmu?”'

Dan ketika Shi Shih gemetar memandangnya dengan air mata bercucuran tiba-tiba Kaisar merghisap butiran air mata itu, merasuknya, meminumnya seperti erang kehausan mendapat embun pagi. Dan Shi Shih yang mengguguk di pondongan Kaisar akhirnya melorot turun.

"Sri Baginda. maafkan hamba. Hamba benar-benar belum dapat melayani paduka!"

"Ah," Kaisar kecewa. "Kau tak dapat memberiku kebahagiaan, Shi Shih? Kau tak mau..."

Shi Shih tersedu. "Hamba tak dapat melayani paduka saat ini, Sri Baginda. Hamba masih dalam suasana berkabung!" Shi Shih memotong, mencium baginda kemudian melarikan diri ke kamarnya pribadi, menangis dan menutup pintu kamar rapat-rapat. Dan Sri Baginda yang terhuyung penuh kecewa akhirnya menarik napas menggigit bibir sendiri.

Entah kenapa terhadap selir ini dia tak dapat main paksa. Terlampau besar kasih sayangnya untuk melakukan itu. Tak mau dia menyakiti sang juwita pujaan hati. Dan Sri Baginda yang termenung dengan muka dikerutkan akhirnya mencari selir lain untuk penutup kekecewaannya itu. Dan Shi Shih tersedu sedu. Selir ini tahu betapa besar kasih sayang Sri Baginda kepadanya. Betapa hebat dan mengharukannya. Sampai-sampai apapun mau dilakukan Kaisar itu kepadanya, hal-hal yang dapat merendahkan dirinya sendiri dan nenurunkan wibawa.

Seperti menyuapinya itu. Seperti melakukan hal-hal yang amat rahasia di atas ranjang maupun lain-lain lagi yang semuanya itu menunjukkan betapa besar cinta kasih Kaisar kepadanya. Dan Shi Shih yang tentu saja terpukul oleh semuanya ini lalu teringat kata-kata Ceng Tan tentang “cinta kasihnya" terhadap laki-laki tua itu. Betapa dia memberikan yang semu dan menyimpan yang sejati. Mempermainkan laki-laki itu pada hal laki-laki itu mencintainya luar dalam. Dan Shi Shih yang goyah oIeh semuanya ini kembali tersedu-sedu dan teringat akan dosa. Hingga, seminggu kemudian sejak kekalutannya yang menghimpit batin itu mendadak Shi Shih "mogok” tak melanjutkan tugasnya sebagai mata-mata!

Raja muda di Yueh terkejut. Berita ini tentu saja membuat raja muda bersama pembantu-pembantunya itu tertegun. Kaget dan pucat mendengar berita ini. Dan Fan Li yang maju dengan alis berkerut-kerut akhirnya berkata kepada junjungannya.

"Sri Baginda, sebaiknya hamba menemui selir itu. Hamba akan menyadarkan Shi Shih akan tugas utamanya!"

Sri Baginda terbelalak. "Tapi tugas ini berbahaya, Fan ciangkun. Bagaimana kalau Wu menangkapmu? Bisa hancur gerakan kita!” raja muda itu gelisah, kecut dan ngeri mendengar rencana Fan Li.

Tapi Fan Li yang menggeleng tegas meyakinkan diri. "Tidak, hamba dapat mengatasi semuanya itu, Sri Baginda. Hamba akan minta tolong Pendekar Gurun Neraka!"

Kou Cien was-was. Tapi karena tak ada jalan lain untuk menemui selir itu terpaksa dia mengabulkan pembantunya ini melakukan tugasnya itu, menemui Shi Shih di istana musuh! Dan Pendekar Gurun Neraka yang dicari untuk dimintai tolong akhirnva menyanggupkan diri membawa panglima ini. Membawa Fan Li ke kamar selir itu. Perbuatan yang luar biasa beraninya dan amat riskan (berbahaya). Sekali kepergok tentu hancur semuanya yang telah dirintis. Dan Pendekar Gurun Neraka yang menghubungi Kun Houw akhirnya dengan hati-hati dan selamat berhasil mempertemukan dua orang itu. Dan Shi Shih tertegun.

Fan-ciangkun adalah orang yang pertama kali mengajari dia kepandaian menulis dan membaca. Betapa panglima inilah yang mendidik dia mempelajari semua ketrampilan istana hingga dia mahir mengerjakan itu semuanya. Termasuk kepandaian bercinta. Cara mencumbu dan merayu pria! Dan Shi Shih yang terkejut melihat panglima itu berdiri dikamamya tiba-tiba menangis dan menggigil memandang panglima ini. Seorang panglima yang patriotik dan tampan.

"Fan-ciangkun., apa yang harus hamba lakukan? Apa yang harus hamba perbuat?”

Fan Li maju, menjura di depan selir ini. "Tak perlu kau merendahkan diri kepadaku Shi Shih. Kau telah mencapai apa yang kita rencanakan semula. Kedudukan kita sederajat. Tak perlu kau menyebut dirimu hamba!"

Shi Shih tersedu-sedu "Aku... aku tak dapat melaksanakan tugasku lagi, ciangkun. Aku merasa berdosa dan terpukul oleh kematian sahabatku!"

Fan Li menarik napas. "Aku tahu, Shi Shih. Tapi apakah kematian Ceng Tan harus membuatmu lemah begini? Haruskah persiapan yang mendekati puncak ini hancur di tengah jalan gara-gara kematian sahabatmu? Ingat, pernah kuberi tahu padamu bahwa perjuangan kita mengandung pengorbanan, Shi Shih. Dan satu dari pengorbanan itu ternyata adalah kematian sahabatmu!"

Shi Shih mengguguk. "Aku tak dapat berpikir jernih, ciangkun. Aku terpukul sekali oleh kematian Ceng Tan."

"Ada apa? Ada sesuatu yang dibicarakannya hingga kau terganggu?”

Shi Shih tak dapat menjawab terus terang. Untuk ini dia merasa tak enak untuk blak-blakan di depan panglima itu. Tapi maklum ketajaman panglima ini untuk mencium gerak geriknya Shi Shih sedikit berbohong. "Tidak, hanya aku merasa bahwa kematian sahabatku itu adalah dikarenakan aku, ciangkun. Bahwa diam-diam aku merasa bahwa akulah yang membunuh sahabatku itu!"

"Hm," Fan Li terkejut. "Bagaimana bisa terjadi begitu, Shi Shih? Apakah kalian bertengkar?”

Shi Shih mengangguk. "Benar, kami pernah bertengkar, ciangkun. Aku memaki sahabatku itu yang lebih ingat keluarga daripada tugas. Dia akhir-akhir ini lemah!”

Fan Li tertegun. Dia memang tahu watak Ceng Tan yang lembut dan perasa, sering rindu rumah dan membicarakan orang tua serta saudara-saudaranya yang jauh di kampung. Maka mendengar Shi Shih bertengkar dengan mendiang sahabatnya itu mau tak mau Fan Li tercekat juga, mengerutkan kening karena tak pernah dua orang wanita bertengkar.

Dan melihat Shi Shih terpukul demikian sedihnya oleh kematian sahabatnya tiba-tiba panglima ini menduga bahwa pertengkaran yang terjadi itu rupanya penting sekali. Sedemikian penting hingga Shi Shih "mogok" tak mau melanjutkan tugasnya. Hal yang tentu menyangkut perjuangan! Tapi karena Shi Shih tak menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi maka panglima inipun tak tabu dan menarik napas dalam.

"Shi Shih, apakah sebenarnya yang kalian partengkarkan itu? Benarkah melulu kelemahan sahabatmu yang ingat keluarga di kampung?”

Shi Shih menangis. Sebenarnya sukar baginya untuk menjelaskan pada panglima itu bahwa pertengkaran mereka menyangkut urusan Kaisar. Betapa Ceng Tan mengingatkan Kaisar adalah suami mereka. Orang yang telah menyayang dan mengasihi mereka dengan luar biasa besarnya. Dan Shi Shih yang tersedu-sedu menekan batinnya tiba-tiba membalikkan tubuh tak mau bicara.

”Fan-ciangkun, sebaiknya kau pergi saja. Tinggalkan aku...“

"Hm," Fan Li menjadi penasaran. "Kenapa begitu Shi Shih? Apakah kalian, hm... tahu aku. Apakah kalian tak dapat mengkhianati Kaisar, Shi Shih? Bahwa Ceng Tan menghendaki kau menghentikan sepak terjangmu dan menarik diri dari tugas yang dibebankan di pundak kalian?”

“Tidak... tidak....!" Shi Shih semakin mengguguk. "Ceng Tan tidak menghendaki begitu, ciangkun. Dia tetap setia dan jujur pada kalian. Hanya ia... hanya ia...“

Shi Shih tak dapat melanjutkan kata-katanya Dia ditelan tangis yang menyesakkan dada. menelugkup di atas pembaringan dan membelakangi panglima itu. Dan Fan Li yang maju menyentuh pundak wanita ini tiba-tiba berseru gemetar,

"Shi Shih, sebaiknya kita berterus terang Saja. Aku mengenal watakmu. Aku juga mengenal watak mendiang sahabatmu. Bukankah Ceng Tan menghendaki kau menghentikan sepak terjangmu, Shi Shih? Bukankah Ceng Tan tak sampai hati melihat kalian mempermainkan suami sendiri?"

Shi Shih tersedu-sedu, Sekarang panglima itu telah menodongnya dengan kata-kata begitu tepat, jitu dan tak dapat dia pungkiri. Maklum, panglima ini telah mengenal baik watak mereka berdua. Bahwa Shi Shih amat patrotik sementara Ceng Tan kurang, terbawa oleh sikap keibuannya yang lembut dan mulia. Tak sampai hati mempermainkan orang yang mencintai mereka begitu sungguh-sungguh. Begitu besar. Dan Shi Shih yang mengguguk dengan air mata bercucuran terpaksa mengaku tak dapat menghindari ini lagi.

"Benar, Ceng Tan memang menghendaki begitu, ciangkun.... tapi Ceng Tan juga tak mengkhianati kita. Dia dilanda kebingungan melihat posisinya yang terjepit. Kami bertengkar, tapi dia mengalah... dan... dan akhirnya jatuh sakit!"

"Hm!" Fan Li tertegun. Sekarang dugaannya tepat, terkejut oleh keterangan yang baru diketahui ini. Dan panglima muda yang cerdik itu tiba-tiba bertanya, serak suaranya. "Dan kau bagaimana, Shi Shih? Sependapatkah kau dengan mendiang sahabatmu itu?"

Shi Shih tersedu sedu. "Aku, ah... aku bingung ciangkun... aku tak tahu apa yang harus kulakukan!"

"Tapi perjuangan tinggal sedikit, Shi Shih. Haruskah Ini diterbengkelaikan begitu saja?” Fan Li gemetar, pucat memandang Shi Shih yang merupakan orang satu-satunya yang menjalankan peranan yang teramat penting karena dari wanita itulah jatuh bangunnya usaha mereka, perjuangan yang telah dirintis dan mendekati penyelesaian. Dan Shi Shih yang mengguguk menelungkupkan tubuhnya tiba-tiba menangis semakin keras.

“Fan-ciangkun, aku tak dapat menjawabnya sekarang. Sebaiknya besok saja kau kembali.”

Fan Li mengepal tinju. ”Tapi aku mengharap kesadaranmu Shi Shih. Aku dan Sri Baginda beserta rakyat menghendaki selesainya perjuangan ini yang tinggal sejengkal. Atau...” Fan Li mengerotkan gigi. ”Kami akan menyerbu istana secara terang-terangan, Shi Shih. Kami akan menerjang lautan api untuk mengorbankan diri!”

“Tidak!” Shi Shih terkejut, “Jangan lakukan hal yang terlalu berbahaya itu, ciangkun. Pasukan kita belum siap penuh untuk bertempur secara terbuka. Ok-ciangkun ada di sana.”

Fan Li mengangguk, “Aku tahu. Tapi aku siap berkorban, Shi Shih. Demi membela Negara dan rakyatku, aku siap melabrak istana dan membunuh diri didepan musuh!”

Shi Shih menggigil, membalikkan tubuhnya, “ Ciangkun, jangan lanjutkan rencana gilamu itu. Biar aku berpikir. Berilah aku waktu untuk meredakan dukaku ini...“

“Hm, kau mau melanjutkan tugas?”

Shi Shih terisak. Jangan tanyakan dulu sekarang ciangkun. Aku ingin mengatasi guncangan ini dulu. Kau kembalilah...”

“Baik,” Fan Li mengangguk.” Tapi kucamkan padamu disini, Shi Shih. Bahwa bila semuanya ini gagal karena kau tak dapat membantu kami maka bersumpah demi langit dan bumi aku akan menyerang istana dan menumpahkan darahku di depan Sri Baginda!”

Shi Shih terbelalak. Dia melihat panglima itu memutar tubuhnya, tampak keras dan garang. Jantan dan membuat dia terpukul. Dan Shi Shih yang tersedu tiba-tiba menubruk panglima itu. ”Ciangkun, maafkan aku... kau...kau masih teringat janji kita berdua, bukan? Betapa kau akan menolongku sekuat tenaga? Nah, sekarang tolonglah aku ciangkun, tolong beri aku kesempatan untuk berpikir. Sehari saja...!”

Fan Li memutar pinggangnya. Dan bentrok dengan mata yang bercucuran itu. Mata yang sayu. Mata yang lembut dan gemetar. Dan begitu Shi Shih memeluknya dengan suara yang tersendat-sendat tiba-tiba panglima ini mengeluh memejamkan mata, memeluk selir itu dengan kaki menggigil. Penuh rindu dan sayang. Dan ketika Shi Shih mengangkat mukanya dengan air mta bercucuran mendadak panglima ini mendekap dan mencium mulut wanita itu.

“Shi Shih, pengorbananku juga berat. Aku menyerahkan kekasihku kepada musuh...!"

Shi Shih menggelinjang. Dia manyambut dan mencium mulut panglima itu, mengguguk, menangis tersedu-sedu. Tak tahan dan roboh di pelukan panglima ini. Hanyut dan hampir saja pingsan didaIam dekapan panglima muda itu. Tapi Pendekar Gurun Neraka serta Kun Houw yang muncul mengejutkan Fan Li akhirnya membuat panglima ini melepaskan Shi Shih, sadar dan mendapat isyarat bahwa mereka terlalu lama. Maka begitu mengangguk dan mendorong Shi Shih tiba-tiba panglima ini berkelebat keluar dengan bibir digigit kuat kuat, menahan dua titik air mata yang siap runtuh membasahi pipinya.

Dan Kun Houw yang tertegun melihat adegan di kamar itu baru tahu bahwa Shi Shih ternyata adalah kekasih panglima she Fan itu yang diam-diam saling menjalin cinta!

"Benar, mereka telah sama menaruh hati sejak gadis itu masih di istana Kou Cien-ong (raja muda Kou Cien), Houw-ji. Shi Shih dan panglima she Fan itu sama jatuh hati ketika mereka belajar di istana. Agaknya pertemuan yang terjadi setiap hari itulah yang membuat mereka dekat satu sama lain!"

Kun Houw tertegun. Keterangan ayahnya ini membuat dia bengong, tergetar dan terharu bukan main. Baru tahu bahwa ada pengorbanan yang amat berat sekali yang dialami dua orang, laki-laki dan perempuan itu. Betapa Fan ciangkun mengorbankan kekasihnya sendiri demi perjuangan. Membiarkan Shi Shih menjadi milik orang lain sementara Shi Shih sendiri juga menahan perasaan melihat panglima itu meremas batin. Sering terbakar melihat Kaisar mempermainkan kekasihnya. Hal yang amat berat. Dan Kun Houw yang tertegun mengetahui ini tiba-tiba kagum bukan main pada dua kekasih yang diam-diam menangis dengan air mata darah itu!

Dan sejarah memang mencatatnya. Shi Shih dan panglima she Fan itu memang telah lama menjalin hubungan. Sejak Shi Shih diajari menulis dan membaca. Sejak Shi Shih diajari menabuh alat-alat musik dan menari. Hal yang tentu saja terjadi secara diam-diam dan amat rahasia. Maklum hubungan ini tak boleh diketahui orang lain yang dapat berakibat bocor kepada Kaisar di Wu. Merupakan “top-secret" bagi Yueh, dipegang erat-erat.

Dan Kun Houw yang baru mengetahui itu dari ayahnya tiba-tiba tergugah rasa patriotismenya dan malu pada diri sendiri. Melihat dirinya belum “memberi” apa-apa pada rakyat kecil. Bahkan membantu dan dekat dengan orang-orang jahat. Tak tahu bahwa “diseberang” sana sedang bergulat orang-orang gagah macam panglima she Fan itu. Yang sanggup menindas kepentingan sendiri untuk mendahulukan kepentingan Negara.

Dan Kun Houw yang bangkit jiwa pendekarnya melihat semuanya ini tiba-tiba memantapkan diri bahwa dia harus membantu ayahnya itu. Membantu selir ini.tuan karena dia “berhutang budi” pada selir itu yang telah menolongnya dari tangan kasar melainkan karena dia melihat bahwa perjuangan ayahnya didukung oleh orang macam panglima muda itu dan Shi Shih. Wanita gagah yang amat pandai. Wanita yang mengagumkan. Dan Kun Houw yang tergetar oleh kesan dari kisah yang baru diketahuinya itu tiba-tiba bangkit semangatnya untuk membantu sekuat tenaga!

Begitulah Kun Houw benar benar terkesan oleh pemandangan yang diketahuinya di dalam kamar itu. Melihat dia harus membantu Yueh karena orang orang yueh adalah orang orang gagah. Dan melihat Shi Shih tampaknya ragu meneruskan perjuangan ini tiba-tiba Kun Houw mengajukan diri menegur selir ini.

“Paduka selir, hamba tak tahu apa yang sebenarnya menyebabkan paduka begitu sedih dengan kematian sahabat paduka itu. Tapi setelah hamba semalam melihat hubungan paduka dengan panglima itu seharusnya paduka menetapkan diri paduka selir. Bahwa tak seharusnya paduka membiarkan panglima itu meluruk istana yang berarti bunuh diri baginya!”

Shi Shih terkejut, baru kali ini mendengar Kun Houw bicara lantang. Tapi tertegun menghapus air matanya selir ini memandang Kun Houw. “Apa maksudmu, Kun Houw? Kenapa datang-datang menegur aku?”

“Maaf” Kun Houw bersikap tegas, “Hamba tak tahan melihat kekecewaan Fan-ciangkun, paduka selir. Dan setelah hamba mengetahui bahwa panglima itu adalah kekasih paduka tak seharusnya paduka mencelakakan panglima itu dengan membiarkannya menyerbu istana!”

“Hm!” Shi Shih memandang dengan mata bersinar. ”Aku juga melihat itu, Kun Houw. Tapi bagaimana pendapatmu tentang ini?”

“Paduka harus bangkit, paduka selir. Paduka harus meneruskan perjuangan dan membantu panglima itu. Paduka telah kehilangan seorang yang paduka cinta. Kini tak seharusnya paduka kehilangan lagi untuk kedua kalinya.”

Shi Shih terbelalak. Dia melihat Kun Houw demikian patriotis, penuh semangat dan tidak ragu-ragu lagi. Hal yang membuat dia tercengang. Tapi berseri memandang pemuda ini tiba-tiba selir itu mengangguk, bangkit berdiri. "Benar, semalam aku telah memikirkannya pulang-balik, Kun Houw. Dan aku berterima kasih atas semua kata-katamu ini. Aku jadi mantap untuk melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Fan-ciangkun memang tak boleh bunuh diri!"

"Jadi apa tindakan paduka?"

"Berikan surat ini pada Fan-ciangkun. Antar dan beritahukan padanya bahwa aku akan meneruskan apa yang telah direncanakan!"

Kun Houw girang bukan main. Dia terbelalak melihat selir itu memberinya sepucuk surat, menerimanya, tak menyangka demikian cepat perobahan itu terjadi. Tapi Shi Shih yang mengangguk memberinya isyarat tiba-tiba menepuk pundaknya dengan senyum ditahan, terisak lirih.

"Kun Houw, berikan surat itu pada Fan- ciangkun. Kau pergilah...!"

Kun Houw berdiri. Dia mengangguk dan sadar akan tugas yang diterimanya ini, girang bahwa Shi Shih benar-benar meneruskan perjuangannya lagi, mau bekerja sama. Dan ketika selir itu menyuruh dia pergi dan pintu kamar ditutup akhirnya Kun Houw berkelebat melaksanakan tugasnya ini. mengantarkannya pada Fan-ciangkun dan melihat panglima itu gembira bukan main, menangis dan membaca surat itu berulang ulang.

Dan begitu Fan-ciangkun menerima dan rencana siap dijalankan akhirnya pasukan pendam yang bertahun-tahun disembunyikan mulai bergerak, mengepung kota raja dari empat penjuru pintu gerbang. Jauh di balik bukit dalam jarak yang tenang. Masih tidak kentara bahwa serbuan besar-besaran akan melanda istana Kaisar. Dan Kun Houw yang kembali melaksanakan tugasnya di kota raja akhirnya mulai mendapat petunjuk-petunjuk selir ini untuk melakukan "serangan" dari dalam!

* * * * * * * *

Siang itu, masih tak menyadari halnya Kaisar dan pembantu-pembantunya berkumpul diruang dalam. Mereka mendapat perintah Kaisar untuk membangun istana baru di Iereng gunung Lin-yen-san. Istana yang megah dan luas yang jauh lebih bagus dibanding istana-istana yang sudah ada, memenuhi permintaan selir Kaisar tercinta yang kini mulai berhasil melenyapkan dukanya, dapat tersenyum tapi mahal sekali. Dan Shi Shih yang minta dibuatkan istana baru untuk menghibur diri pada saat duka minta dibangunkan taman seratus hektar disertai sungai buatan yang mengelilingi istana itu.

Tapi bukan itu yang membuat baginda sibuk. Selir ini masih menambahi dengan permintaan, yakni di samping sungai buatan yang mengelilingi istana yang luas juga diminta untuk melengkapi tempat yang mewah itu dengan segala jenis binatang hidup yang ada didunia. Jadi semacam kebun binatang yang lengkap tapi dalam bentuk “mini”. Dan Shi Shih yang minta sebuah permintaan lagi untuk menghilangkan dukanya itu mengharap isinya beserta tamannya yang luas itu harus dibangun sehebat hebatnya, indah dan paling cantik di dunia. Memiliki seribu kamar yang cukup untuk menampung seluruh penduduk kota raja. Dan Kaisar yang tentu saja kelabakan oleh permintaan yang ganjil ini jadi kalang kabut dan repot.

Tapi Kaisar kembali menunjukkan bukti cintanya yang hebat. Menurut taksiran istana baru itu menelan biaya sejuta tail emas. Jumlah yang tidak sedikit dan dapat dibayangkan betapa besarnya. Karena kas istana sendiri waktu itu hanya menyimpan sekitar separoh dari taksiran biaya itu. Maka melihat kekurangan untuk membangun istana selirnya tercinta akhirnya Kaisar memutuskan menaikkan pajak dan menimpakan kekurangan biaya itu pada rakyat, atas keputusan bersama yang dipimpin Po-taijin.

“Hamba kira rakyat kita mampu menunjang kurangnya biaya ini Sri Baginda. Karena kita telah memiliki rakyat yang makmur dan hidup sejahtera,” begitu Po-taijin mulai berucap, memberi tahu Sri Baginda bahwa rakyat mereka kuat dan kaya. Tak jadi apa dengan naikkan sedikit pajak.

Dan Kaisar yang tentu saja percaya omongan menterinya, langsung mengangguk dan mengira begitu. Melihat bahwa sebagian besar menterinya, kalau tak mau dikata semua, tak ada yang hidup kekurangan dan serba cukup. Maka mengukur baju rakyat dengan baju para menterinya ini Kaisar mengangguk dan setuju untuk mendapat dana dari rakyat kecilnya itu. Tak tahu betapa diam-diam rakyat marah-marah dan mencak-mencak dibuatnya gusar dan banyak diantaranya tak setuju pada rencana membangun istana baru ini. Yang amat luas tapi menghabiskan dana!

Tapi rakyat kecil yang tak dapat berbuat dan selamanya terpojok sebagai kaum yang tak berdaya akhirnya menurut saja dan “menyumbang” seperti apa yang diinginkan Kaisar, membayar pajak dalam jumlah yang lebih tinggi. Dan ketika biaya terkumpul dan tiga bulan kemudian istana itu mulai dibangun maka terjadilah kerja keras yang kembali dilimpahkan pada orang-orang kecil ini. Kaum cerdik pandai diundang. Ahli-ahli bangunan dikumpulkan.

Dan ketika enam bulan kemudian istana itu berdiri dengan megah di lereng gunung Lin-yen-san akhirnya istana vang mnghabiskan biaya besar ini dinamai "Kwan-wa-kung. Artinya, Istana Si Cantik. Karena istana itu memang benar-benar cantik dan luar biasa sekali. Baik besarnya maupun indahnya. Mampu menampung seluruh penduduk kota raja dengan seribu kamarnya yang besar-besar itu. Belum tamannya yang menghabiskan tanah kosong sekitar seratus hektar dengan gunung-gunungan di sana-sini Ditata nyeni dengan rumput-rumput hijau menyegarkan mata. Dan ketika istana itu berdiri dan Kaisar membawa selirnya ke sini barulah saat itu Shi Shih mau melayani laki laki tua ini satelah membuat Sri Baginda "berpuasa" sembilan bulan lebih!

"Ah, kau terlalu. Shi Shih. Kenapa demikian lama masa berkabungmu itu? Tak tahukah kau betapa rindu dan dendamku padamu?" begitu Kaisar mengomel, menegur selirnya ini yang sekian Iama membuat dia kehausan. Haus akan belai sayang dan permainan cinta selirnya itu yang membuat dia mabok luar dalam.

Tapi Shi Shih yang tersenyum tenang mengusap dada laki-laki tua ini. "Sri Baginda, paduka mempunyai banyak selir. Ratusan jumlahnya. Masa perkabungan hamba membuat paduka menderita? Bukankah paduka dapat lari dari pelukan selir yang satu ke pelukan selir yang lain?"

"Ah," Kaisar balas mengusap paha selir ini. "Mereka tak seperti kau, Shi Shih. Mereka tak sepandai kau melayani aku. Selir-selir itu goblok. Mereka hanya menang penampilan tapi goblok dalam permainan di atas ranjangl"

Shi Shih tersenyum. "Paduka berolok-olok?"

"Siapa berolok-olok?" Kaisar gemas. "Aku bicara sebenarnya, Shi Shih. Mereka tak seperti kau yang pandai luar dalam!"

Shi Shih akhirnya tertawa, geli mendengar omongan Kaisar ini. Dan Kaisar yang memeluk dan mendekapnya sayang akhirnya minta selirnya itu memijit-mijit, isyarat pertama sebelum semuanya dimulai. Dan Shi Shih yang tentu saja tahu akan arti permintaan ini lalu membelai dan melayani Kaisar. Menina-bobok laki-laki tua itu dengan suaranya yang halus merdu, menambah pula dengan sentuhan cinta yang membuat Kaisar mulai mengerang. Dan ketika segalanya siap dan Kaisar mencium selirnya itu akhirnya Shi Shih di gulingkan dan roboh dalam pelukan Kaisar ini.

Untuk pertama kalinya sejak sembilan bulan Shi Shih memberi jatah. Dan Kaisar yang tentu saja mabok dan tergila-gila oleh layanan selirnya itu akhirnya tiga hari berturut-turut tak mau ke luar kamar. Tenggelam dalam madu berahi yang membuat Kaisar lupa segala. Dan ketika hari ke empat Sri Baginda turun dari pembaringannya tiba-tiba seorang pengawal muncul dengan sikap ketakutan, bingung dan gugup.

"Sri Baginda, Ok-ciangkun datang menghadap. Ada berita penting dari kota raja!”

Kaisar terkejut. Tiga hari ini dia memang memberi perintah kepada semua pembantunya agar tak mengganggu "bulan madunya" itu. Bahkan memberi waktu seminggu agar semua menteri dan penasihat istana tak ada yang datang ke istana Kwan-wa kung. Tak mau ketenangannya bersama selir tercinta itu diganggu. Maka mendengar Ok-ciangkun menghadap dan panglima itu datang mengganggunya tiba-tiba Kaisar tak senang dan mengerutkan alisnya. Tapi karena panglima itu adalah orang penting baginya dan seluruh angkatan perang berada di tampuk pimpinan panglima ini akhirnya Kaisar menyuruh panglimanya itu maju menghadap. Dan Ok-ciangkun datang dengan muka pucat.

"Ampun, hamba membawa berita tak menyenangkan Sri Baginda. Di kota raja timbul pemberontakan!"

"Apa?" Kaisar terkejut. "Siapa yang memberontak, ciangkun. Siapa jahanam itu?"

Panglima Ok menjatuhkan diri berlutut, melirik Shi Shih yang duduk di sebelah kiri junjungannya. Dan Kaisar yang terbeliak melihat panglima ini tak segera menjawab lalu bangkit berdiri dengan muka merah,

"Ciangkun, siapa pemberontak itu? Dan bagaimana bisa berada di kota raja?"

Panglima ini menggigil. "Kun Houw, Sri Baginda. Pasukan cadangan yang dipimpin bocah itu!"

"Apa. Kun Houw? Bocah yang kuberi kedudukan itu?" Kaisar kaget bukan main melihat panglimanya mengangguk dan kembali melirik selirnya.

Dan Shi Shih yang pura-pura kaget dan ikut berobah mukanya tiba-tiba bangkit berdiri membentak panglima ini. "Ok-ciangkun, jangan main-main kau. Kun Houw adalah orang kepercayaanku!"

Ok Ciangkun memandang dingin. "Ya, hamba tahu, sri paduka selir. Tapi hamba tidak memfitnah atau melempar omongan kosong bahwa pemuda itu yang memberontak bersama pasukannya...!"