Pedang Medali Naga Jilid 29 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 29
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
KAISAR terkejut. Dia melihat mata pembantunya itu berapi-api, mengedikkan kepala dengan tinju terkepal. Dan melihat kesungguhan menterinya itu memberi janji tiba-tiba jantung Kaisar ini terkesiap. Betapapun, kalau Wu-taijin merasa yakin akan kata-katanya itu tak mungkin pembantunya ini akan menebus kesalahannya dengan jiwa. Memenggal kepala sendiri di hadapannya. Kata-kata yang lebih mirip sumpah daripada janji! Dan Kaisar yang tertegun memandang menterinya ini tiba tiba terhenyak.

"Baiklah," Kaisar akhirnya terguncang. "Aku akan membuktikan omonganmu, taijin. Tapi ini adalah kali terakhir bagimu memusuhi selirku itu. Kalau dia tidak bersalah dan kau lagi-lagi memfitnahnya maka tiada lain kecuali kau menebas dosamu!"

"Hamba bersumpah, Sri Baginda. Demi arwah leluhur hamba yang hamba hormati!”

Begitulah, permintaan menteri ini dikabulkan Kaisar, dan Kaisar yang menyiapkan pesta pada hari yang ditentukan lalu menyuruh orang orangnya memenuhi apa yang diinginkan Wu-taijin ini. Diam-diam tegang dan cemas juga, terpengaruh oleh keyakinan menterinya itu yarg demikian tegar dan keras hati. Berani bersumpah demi nama leluhur, hal yang tak boleh dibuat main main aleh siapapun juga. Dan ketika pesta dimulai dan seperti biasa Shi Shih mendampinginya menikmati tarian dan alunan music yang disuguhkan orang-orang istana akhirnya Kaisar menjalankan apa yang diminta menterinya itu.

Shi Shih mulai dilolohi arak, tidak kentara. Sedikit demi sedikit terus diajak Kaisar menikmati minuman keras ini, tak menyadari bahaya karena semua berjalan seperti biasa. Dan ketika pesta semakin larut dan banyak orang mulai tertawa-tawa oleh pengaruh arak yang disuguhkan Kaisar akhirnya Shi Shih bangkit berdiri dan terhuyung ikut menari, tertawa-tawa dan berjalan limbung dengan muka merah, lengan menggapai kiri kanan dengan sikap teler. Dan ketika pesta menjadi tak keruan karena banyak yang ambruk akhirnya Kaisar menarik selirnya ini, yang masih menari-sari sendiri, tak tahu bahwa musik telah berhenti sementara para penari yang lain roboh, terkekeh kekeh, sengaja dibius dalam pesta yang berlebih lebihan itu.

Dan ketika Kaisar mendudukkan selirnya itu di kursinya sendiri akhirnya saat yang menentukan itupun tibalah Kaisar menanyai selirnya ini dengan bermacam pertanyaan seperti apa yang diinginkan Wu-taijin, mengorek segala keterangan tentang apa yang sebenarnya dilakukan selirnya itu. Betulkah Shi Shih adalah mata-mata kerajaan Yueh seperti yang dituduhkan Wu taijin. Dan ketika dalam keadaan mabuk selir ini bicara ngalor-ngidul dan mengaku sebagaimana adanya mendadak Kaisar pucat dan terbelalak marah.

"Jadi kau benar-benar adalah mata - mata yang dikirim kerajaan Yueh, Shi Shih?"

"Hi-hik, itu memang benar, Sri Baginda... hamba memang dikirim untuk menjadi mata mata di sini... hamba, heh-heh... hamba dikirim untuk menjatuhkan paduka....!"

"Keparat! Dan kau juga kersekongkol dengan Lui taijin (Menteri Lui) Shi Shih? Kau mempengaruhi pula para menteriku untuk berkhianat dari dalam?"

"Ya, hamba.... heh-heh, hamba memang membuat mereka itu domba-domba yang patuh Sri Baginda... hamba... heh-heh..... para menteri paduka itu seperti kerbau-kerbau dungu yang lagi mabok kekuasaan dan harta....!”

'"Ah, dan yang membunuh Kim-ongya?"

"Hamba pula yang melakukannya, Sri Baginda. Putera paduka itu hamba bunuh karena dia berani melawan hamba! Heh-heh, hamba ngantuk... hamba ingin tidur...!" Shi Shih terhuyung, bangkit dari kursinya dia tertawa-tawa dipandang Kaisar, terbelalak bagai petir menyambar di siang bolong.

Dan Wu taijin yang gemetar di belakangnya dengan penuh kebencian tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut, penuh kemenangan. "Bagaimana, Sri Baginda? Dustakah omongan hamba?”

Kaisar menggigil, tak menjawab, tak menyanggah bahwa omongan menterinya itu benar belaka. Shi Shih telah mengadakan pengakuan. Luar dalam. Dan Wu-taijin yang geram memandang selir cantik yang tertawa-tawa dalam maboknya itu lalu bangkit berdiri.

"Sri Baginda, bagaimana putusan paduka sekarang? Masihkah paduka mengampuni siluman betina ini?"

Kaisar akhirnya marah bukan main. "Tangkap dia, taijin. Kurung dan jebloskan dia dipenjara bawah tanah!"

"Ah, tidak dibunuh saja. Sri Baginda?"

Kaisar menggeleng, masih merasa sayang. "Aku akan memancungnya besok. Sekarang masukkan dia ke penjara bawah tanah. taijin. Aku akan mengulangnya besok setelah dia sadar!"

Wu-taijin gembira. Dia telah mendapat kemenangan mutlak atas hasil jerih payahnya ini. berhasil menyadarkan Kaisar dan membuat selir yang dibenci sampai ke tulang sumsum itu mengaku, menelanjangi diri sendiri di depan junjungannya. Tapi menteri yeng tak tahu akan kecerdikan Shi Shih yang luar biasa ini tiba-tiba dibuat tertegun ketika keesokan harinya selir yang sudah terjebak luar dalam itu dihadapkan Kaisar, menangis dan terisak-isak di ruang sidang di mana Kaisar menanti dengan gigi berkerot-kerot mengumpulkan semua menterinya, marah bukan main.

"Shi Shih, tahukah dosamu kenapa aku memanggilmu ke mari?"

Begitu mula-mula bentakan Kaisar yang menggelegar memenuhi ruangan, menguncupkan semua nyali karena Kaisar memang benar-benar marah bukan main. Dan Shi Shih yang menjatuhkan diri berlutut menjadi pesakitan tiba-tiba mengguguk mendebarkan semua orang.

"Ya, hamba tahu, Sri Baginda. Tapi kenapa tidak saat itu juga paduka membunuh hamba?"

Kaisar terbelalak. "Aku menginginkan kau mengulang pengakuanmu. Shi Shih. Ingin mendengar setelah arak tidak membuatmu mabuk lagi!”

Shi Shih menangis. Dia membuat semua orang heran ketika tiba-tiba dengan berani selir ini bangkit berdiri, terisak dan memandang Menteri Wu dengan mata bersinar. Dan ketika tangisnya berhenti dan wajah yang cantik kusut itu bergetar memandang semua orang tiba-tiba Shi Shih mengedikkan kepala dengan seruan nyaring, lantang namun penuh ketetapan hati,

"Sri Baginda, hamba nyatakan di sini dengan hati berat bahwa semalam hamba telah membohongi paduka. Bahwa hamba telah membuat pengakuan palsu itu agar paduka cepat-cepat membunuh hamba. Tapi karena paduka mengulur keadaan dan paduka rupanya masih mencintai hamba biarlah hamba berterus terang bahwa apa yang hamba katakan semalam adalah bohong belaka!"

Semua orang terkejut.

"Kau hendak menyangkal?"

Shi Shih terisak. "Hamba tidak menyangkal, Sri Baginda. Tapi justeru inilah yang hamba katakan dengan sebenar-benarnya!"

"Ah, kau mau menyelamatkan dirimu, Shi Shih? Kau mau menarik ludahmu sendiri sementara semalam kau mengakui segala perbuatanmu?"

Shi Shih tak menjawab. Selir ini menangis, dan Wu-taijin yang terbelalak bahwa selir itu rupanya mau mencabut pengakuannya tiba-tiba bangkit berdiri menghadap Kaisar. "Sri Baginda, siluman betina ini rupanya mau menipu paduka. Sebaiknya cepat, dihukum saja dan penggal kepalanya itu!”

Kaisar menepuk kursinya. "Shi Shih, apa jawabmu tentang sangkalan ini? Masihkah kau hendak menyangkal bahwa semalam kau berpura pura saja?"

Shi Shih mengguguk. "Hamba memang berpura-pura, Sri Baginda. Hamba tak tahan oleh sakit hati yang menghimpit batin ini!"

"Hm, alasanmu?"

Shi Shih tiba-tiba memandang Wu-taijin, menudingkan lengannya. "Sri Baginda, paduka tahu bahwa Wu-taijin iri dan dengki kepada hamba. Dia selalu menggosok paduka untuk menjelek jelekkan hamba. Tidak tahukah paduka, apa yang sebenarnya terjadi? Hamba memendam perasaan tertekan, Sri Baginda. Bahwa selama berbulan-bulan ini hamba tersiksa Iahir batin oleh kecurigaan Wu-taijin yang lngin mempengaruhi paduka! Hamba adalah wanita, yang berperasaan halus dan peka. Tahankah hamba dicurigai sedemikian lama? Hamba terus terang tak tahan, Sri Baginda. Apalagi kalau paduka sebagai suami yang hamba cintai juga mulai terpengaruh dan mencurigai hamba. Karena itu, daripada hamba dicurigai suami yang hamba cinta sepenuh hati lebih baik hamba mengorbankan diri agar dibunuh paduka saja!"

Hebat kata-kata ini. Shi Shih mempergunakan senjata "cinta" untuk menghancurkan perasaan Kaisar, memporakporandakan hati laki-laki tua itu dengan tangisnya yang mengiba, membuat semua orang tertegun dan membelalakkan mata. Dan Kaisar yang tiba-tiba berdetak oleh semua kata-kata itu sekonyong-konyong terhenyak dan terkejut sekali. Jadi begitukah kiranya? Shi Shih sengaja mengaku karena tak kuat dicurigai? Dan selirnya itu siap dibunuh agar permusuhannya dengan Wu-taijin yang memang selalu menggosok dan menghasutnya selama ini dapat lenyap dengan kematiannya di tangan Kaisar!

Laki-laki tua ini tertegun. Dia melihat Shi Shih menangis lagi dengan pundak berguncang-guncang, mengibakan sekali. Tapi Menteri Wu yang bangkit berdiri dan buru-buru memperingatkan sudah berseru nyaring, melihat Kaisar melunakkan sikapnya,

"Sri Baginda, maafkan hamba. Harap hati-hati terhadap omongannya yang manis. Hamba membenci siluman betina ini bukan karena iri atau dengki melainkan semata-mata demi kesetiaan hamba terhadap negara dan paduka. Wanita ini dusta, ia hendak membela diri mempengaruhi paduka!"

Shi Shih membalikkan tubuh. "Kau punya bukti tentang itu semuanya, taijin? Kau dapat menunjukkan kepadaku sampai di mana perbuatanku itu?"

Wu-taijin marah. "Tak perlu bukti lagi setelah semalam kau mengakuinya, Shi Shih. Sri Baginda telah mendengar sendiri pengakuanmu itu!”

"Hm, itu kulakukan karena aku tak kuat menerima kecurigaan terus-menerus ini, taijin. Bahwa aku tak ingin suamiku mencurigai diriku gara-gara hasutanmu!" dan Shi Shih yang tiba-tiba mendekati Ok-ciangkun dan minta panglima itu melolos pedangnya sudah menangis lagi. "Ciangkun aku tak ingin hidup lebih lama. Kau serahkanlah pedangmu, biar Sri Baginda sendiri menabas kutung leherku!"

Dan belum panglima ini memberi apa yang diminta tahu-tahu Shi Shih sudah merampas pedangnya, tersedu-sedu menghadap Kaisar. Lalu mengguguk dan memasang lehernya di depan Kaisar selir ini berkata, "Sri Baginda, harap paduka kutungi leher hamba. Hamba tak ingin hidup lagi bila paduka yang hamba cinta menaruh kecurigaan kepada hamba!"

Kaisar tergetar. Dia melihat selirnya itu bicara sungguh-sungguh, menyerahkan pedang dan siap menerima kematian. Minta agar dia memenggal kepala selirnya itu. Dan melihat leher Shi Shih yang jenjang dan halus tiba-tiba Kaisar tertegun membelalakkan matanya. terkesima oleh leher yang putih halus itu, leher yang biasa dia cumbu dan belai. Leher yang manis dan rela dikutungi saat itu juga.

Dan Kaisar yang terkejut oleh semua kata-kata selirnya ini, yang memang masuk di akal tiba-tiba mengeluh dan membuang pedang di tangannya itu. Percaya bahwa pengakuan yang dilakukan Shi Shih semalam hanyalah karena keputusasaan selirnya itu menerima kecurigaan terus-menerus, tak tenang hidupnya diganggu Wu taijin. Dan karena menterinya itu selalu menggosoknya dan tiada henti menghasut Shi Shih tiba-tiba Kaisar memeluk dan memandang selirnya ini!

"Shi Shih, kau benar. Wu-taijin selamanya menuduhmu tanpa bukti. Aih, bagaimana aku tak tahu tentang ini, dewiku? Pengakuanmu semalam memang atas jebakan menteriku itu. Wu-taijin rupanya cemburu. Dia iri dan dengki kepadamu...!"

Semua orang tertegun. Mereka tak menyangka perubahan yang radikal itu. Melihat Kaisar membelai kekasihnya dan melotot pada Wu-taijin, yang kini tersudut dan ganti terjebak oleh tangkisan Shi Shih yang masuk di akal. Bahwa selir itu terpaksa mengaku karena tak tahan hidup dikejar kecurigaan, didorong hasutan dan gosokan Wu-taijin hingga Kaisar sendiri percaya pada menterinya itu. Dan karena Shi Shih telah menyebutkan alasannya dan dengan sungguh-sungguh pula selir itu siap menerima kematian di tangan Kaisar yang katanya tetap diminta sepenuh hati mendadak keadaan berbalik seratus delapanpuluh derajat untuk kemenangan selir itu!

"Ah...!" Wu-taijin kaget bukan main, buru-buru menjatuhkan diri berlutut. “Sri Baginda, mohon kesadaran paduka untuk melihat tembaga sebagai emas. Selir paduka itu ular berbahaya. Dia menipu paduka!"

Kaisar tak dapat dipengaruhi lagi. "Tidak, kaulah yang berupa tembaganya, taijin. Shi Shih tetap emas dan mulia bagiku. Dia mengaku karena tak tahan oleh gosokan dan hasutanmu."

"Tapi hamba berani sumpah, Sri Baginda. Hamba..."

Kaisar mengulapkan lengan. "Taijin, tak perlu banyak cakap lagi. Kau telah membuat kacau di tempat ini. Shi Shih tak bersalah, kau pergilah...!" dan Kaisar yang tidak memperdulikan lagi menterinya itu dan masuk memondong Shi Shih tiba-tiba disambut isak menteri ini yang terpukul hebat.

Wu-taijin benar benar tak menyangka akhir dari semuanya itu, menjublak bengong. Tapi begitu mengeluh dan mendekap dadanya tiba-tiba menteri ini terjungkal dan roboh pingsan! Gaduhlah tempat itu. Wu-taijin rupanya tak kuat menerima pukulan itu, terlampau hebat dan berat baginya. Terlampau menyakitkan. Maklum, Shi Shih yang ibarat ikan sudah dimulut buaya tiba-tiba lepas begitu saja dengan amat mudahnya. Lolos dengan alasan jitu, mengaku karena ingin mengakhiri hidup diburu kecurigaan Wu-taijin, yang tak kenal lelah dan memusuhi dirinya.

Dan karena Kaisar percaya pada menterinya itu dan curiga pada selir sendiri akhirnya Shi Shih memilih mengaku untuk dihabisi saja riwayatnya, tak tahan oleh sikap suami yang curiga, terhasut dan tergesek oleh Wu-taijin. Dan Wu-taijin yang tentu saja tahu dan maklum akan kecerdikan lawan yang luar biasa tiba - tiba jatuh sakit untuk yang kesekian kalinya!

Berakhirlah sudah. Permusuhan yang terjadi itu adalah permusuhan yang terakhir. Artinya, Kaisar sudah tak akan mendengarkan lagi semua kata-kata dan nasihat menterinya ini. Tak akan menggubris dan memperdulikan Wu-taijin lagi. Dan Wu-taijin yang mengalami shock hebat akibat kejadian itu lalu direncanakan untuk dipindah ke lain tempat. Celaka!

Menteri she Wu ini memang benar-benar bernasib sial. Dia kalah cerdik oleh Shi Shih. Dan belum rencana itu dijalankan tiba-tiba, pada suatu hari ketika pemberontakan di Chi dan Chih berhasil ditumpas mendadak Kaisar mendapat laporan bahwa menterinya itu berkhianat dengan sisa-sisa pasukan Chi untuk mengadakan pemberontakan melawan Kaisar!

"Jahanam, adakah bukti bahwa menteri itu berkhianat, Po-taijin? kaisar terkejut, berang mukanya memandang Po-taijin (Menteri Po) yang melapor berita baru ini.

Dan menteri she Po yang bukan lain adalah tangan kanan Shi Shih buru-buru membenturkan jidat. "Ampun, hamba melapor tentu hamba mempunyai bukti, Sri Baginda. Tapi untuk lebih memperkuat dugaan ini biarlah paduka tanyakan hal itu pada selir paduka!"

"Shi Shih?"

"Ya."

Kaisar murka, Dia memanggil selirnya itu, tak tahu betapa diam-diam Shi Shih memainkan mata di belakang panggung, pura-pura terkejut dan cepat menghadap Kaisar. Dan ketika Kaisar membentaknya dengan suara keras buru-buru selir yang cerdik ini bersimpuh hormat.

"Ampun, ada apa paduka memanggil hamba, Sri Baginda? Ada persoalan apa Iagi?"

Kaisar mengepal tinju. "Aku hendak bicara tentang menteri she Wu itu, Shi Shih. Benarkah dia berkhianat dan hendak membantu sisa-sisa pemberontak di Chi-kiang!"

"Ah," Shi Shih membelalakkan mata. "Dari mana paduka tahu, Sri Baginda? Kenapa hamba yang diminta keterangannya?"

Kaisar geram "Po-taijin memberi tahu padaku bahwa kauIah yang dapat memberi keterangan lengkap tentang Wu-taijin ini, Shi Shih. Betulkah pembantuku itu hendak berkhianat dan adakah buktinya!”

Shi Shih mengerutkan alis, pura-pura enggan. "Sri Baginda, sebaiknya paduka tak perlu bertanya kepada hamba. Kalau hamba bicara nanti dikira hamba sengaja menjelek-jelekkan Wu taijin karena kami memang selalu bermusuhan."

"Tidak, tak perlu kau takut, Shi Shih. Katakan saja apa yang dilakukan menteriku itu. Betulkah dia berkhianat dan adakah buktinya!"

Shi Shih menangis. "Sri Baginda, sesungguhnya hamba telah mengetahui hal ini beberapa wakta yang lalu. Tapi dikarenakan takut hamba memfitnah maka hamba sengaja diam dan tak memberi tahu. Kini paduka bertanya langsung, apa yang harus hamba lakukan?"

"Katakan terus terang saja, Shi Shih. Tunjukkan padaku betulkah menteriku itu berkhianat”

Shi Shih akhirnya tersedu. Dia berkata bahwa Wu taijin itu memang berkhianat, saksinya banyak. Antara lain Po-taijin yang hari itu ada di dekat mereka. Tapi untuk menjelaskan persoalan agar tak disangka fitnah sebaiknya menteri itu dipanggil menghadap sekarang juga. Dan ketika Wu-taijin muncul dan ganti dia menjadi pesakitan di ruang sidang akhirnya Kaisar membentak dengan penuh kemarahan.

"Taijin, betulkah kau berkhianat dengan sisa-sisa pasukan Chi-kiang untuk memberontak dari dalam?'

Menteri Wu terkejut, "Siapa bilang, Sri Baginda?"

“Banyak yang bilang, antara lain Po-taijin!"

Menteri she Wu itu terbelalak. Dia marah memandang rekannya itu, dan maju selangkah dengan tinju terkepal menteri tua ini menuntut, "Po-taijin, adakah buktinya aku melakukan pengkhianatan? Dari mana kau tahu? Kenapa kau hendak memfitnah aku?"

Po-taijin tersenyum mengejek. "Aku mendengar dari banyak orang yang telah melihatnya, taijin. Tapi terutama dari sri paduka selir yang telah mengetahui tindak tandukmu!"

"Ah! Menteri she Wu terkejut, ganti memandang Shi Shi. Dan Shi Shih yang bangkit berdiri dengan mata bersinar tiba-tiba membuat pembesar ini tergetar ketika mendengar wanita yang amat dibencinya itu menghadap padanya.

"Taijin, bolehkah aku bicara tentang tuduhan yang dijatuhkan padamu ini? Beranikah kau menyangkal biIa bukti-bukti pengkhianatanmu kubuka di depan Sri Baginda?"

Menteri ini merah mukanya. Dia tidak melakukan pengkhianatan, maka membentak kepada Iawan dia menghardik, "Siluman betina, aku tidak melakukan pekerjaan yang dituduhkan kepadaku itu. Justeru kaulah yang berkhianat. Kau ular berbisa yang menghasut Sri Baginda!"

Shi Shih tersenyum mengejek. "Aku bicara tentu aku mempunyai bukti, taijin. Kalau kau dapat menyangkalnya boleh kupotong leherku di sini!"

Wu-taijin gusar. Dia memaki-maki, tapi Sri Baginda yang menepuk lengan kursinya tiba-tiba membentak menyuruh menterinya itu diam. Lalu bangkit berdiri dengan mata merah Sri Baginda berseru pada selirnya itu, "Shi Shih. coba kau tunjukkan padaku di mana bukti pengkhiantan menteriku ini?”

Shi Shih mengangguk. Ia menepuk tangan dua kali, dan ketika Sam-hek Bi-kwi muncul di ruang sidang maka semua mata terbelalak ketika melihat tiga wanita cantik itu berdiri dibelakang Shi Shih. Dan Shi Shih mengangkat tangannya, mulai bicara, jelas dan nyaring satu-persatu didengar semua orang, "Sam-hek Bi-kwi. benarkah kalian melihat menteri she Wu ini berhubungan dengan musuh di Chi kiang? Benarkah Wu-taijin merencanakan pemberontakan dengan jalan berkhianat secara diam-diam?"

Tiga wanita itu mengangguk. "Benar, sri paduka selir."

"Dan adakah kalian membawa buktinya?"

"Kami membawa buktinya!"

"Nah, katakan kepada kami, biar Sri Baginda mendengar pernyataan kalian itu!" dan begitu Shi Shih memberi tanda maka Sam-hek Bi-kwi yang merupakan pengawal rahasia ini lalu menghadap Kaisar.

"Sri Baginda, ampunkan kami bertiga. Kami hendak bicara langsung dengan menteri paduka itu."

Kaisar mengangguk, Dia memberi ijin, dan ketika Bi Kwi memutar tubuh mewakili dua kakaknya yang lain bertanyalah wanita ini pada menteri itu, "Wu-taijin, kemanakah puteramu Wu Hap itu kau sembunyikan? Salahkah bila kujawab bahwa puteramu itu berada di Chi-kiang di rumah seorang sahabatmu?”

Wu taijin terkejut bagai mendengar petir di siang bolong. Dia terbelalak dan seketika tak dapat menjawab tak menyangka bahwa dari sinilah datangnya tuduhan itu. Jebakan fitnah! Dan Wu-taijin yang menggigil memandang Bi Kwi tiba-tiba mengeluh dan mendekap dadanya, kembali tak menjawab ketika Bi Kwi mengulang pertanyaannya. Dan ketika tiga kali Bi Kwi bertanya dan menteri she Wu ini juga tak menjawab akhirnya Kaisar bangkit berdiri membentak menterinya itu.

"Wu taijin benarkah pertanyaan yang ditujukan Sam-hek Bi Kwi ini? Kau menyembunyikan puteramu di Chi kiang?"

Wu-taijin menjatuhkan diri berlutut. "Ampun, hamba... hamba memang menyingkirkan putera hamba itu ke luar kota, Sri Baginda. Tapi bukan untuk berkhianat atau memusuhi paduka!“

Shi Shih menjengek. "Tapi tak perlu ke Chi-kiang, taijin. Kau tahu bahwa itu adalah sarang musuh yang anti kerajaan."

Wu-taijin pucat. Dia melihat semua mata memandangnya tajam, terutama Kaisar, yang marah dan terbelalak kepadanya. Dan ketika dia menggigil dan Kaisar melangkah maju maka pertanyaan terakhir merupakan todongan yang tak dapat dielakkan lagi.

"Taijin, benarkah puteramu kau singkirkan ke Chi-kiang?"

Menteri ini mengangguk. Dia adalah orang jujur, tak pernah berbohong pada junjungannya itu. Tapi mencoba memberi penjelasan dia berkata gugup, "Benar, tapi hamba tidak maksudkan putera hamba itu untuk melakukan pemberontakan, Sri Baginda. Justeru hamba menyingkirkan putera hamba agar semata selamat dari selir paduka yang telah membunuh Kim-ongya itu. Hamba tidak mengkhianati paduka. Tuduhan ini adalah fitnah!"

"Hm, tapi menyingkirkan ke Chi-kiang sama dengan menyuruh puteramu itu bergabung dengan sisa-sisa pemberontak, taijin. Kalau ini tak boleh disebut gejala pengkhianatan lalu harus kunamakan apa?" Shi Shih lagi-lagi menyela, berani mendahului Kaisar karena dia adalah selir yang paling disayang, tak takut akan teguran Kaisar karena Kaisar telah berada di bawah pengaruhnya. Dan semua orang yang menganggap kata-kata itu benar lalu menganggukan kepala menganggap Wu-taijin salah. Termasuk Kaisar.

Dan Wu-taijin yang ditodong tak dapat membela diri tiba-tiba menangis dan berteriak, "Shi Shih, kau iblis betina yang pandai menghasut orang. Kau siluman ular berkepala dua!"

Kaisar marah "Tak perlu memaki selirku, taijin. Jawab saja kau mengakui kesalahanmu atau tidak!"

"Tapi hamba tak bermaksud berkhianat, Sri Baginda. Hamba menyelamatkan putera hamba itu karena semata menghindari kejahatan selir paduka ini. Hamba.... hamba...."

Wu-taijin tiba-tiba ambruk, menangis menggerung-gerung tak dapat menguasai diri lagi, tak dapat mendebat karena kekeliruannya hanya satu, menyuruh puteranya itu ke Chi-kiang karena hanya di sanalah puteranya itu terlindung dari jangkauan selir berbahaya ini. Karena rata-rata musuh Shi Shih memang berkumpul di sana, orang-orang yang tak senang akan sepak terjang selir cerdik yang telah mempengaruhi Kaisar luar dalam ini.

Dan ketika Wu taijin mengguguk dan menangis tak dapat bicara karena dilanda sakit hati dan dendam yang dahsyat tiba-tiba Kaisar meminta pedang Ok-ciangkun, yang lagi-lagi terbelalak dan terheran-heran oleh semua kejadian yang mengejutkan ini melihat betapa permusuhan di antara menteri she Wu itu dengan selir yang cantik ini mencapai klimaksnya, balas membalas. Dan begitu Kaisar melolos pedang menghampiri menterinya ini tiba-tiba tanpa banyak cakap Kaisar melempar pedang ditangannya itu kepada Wu-taijin yang menangis sambil berlutut.

“Trang!"

Wu-taijin mengangkat mukanya. Dia terkejut melihat Kaisar melempar pedang, mundur dan duduk di kursi singgasananya dengan kepala tegak, gelap dan dingin memandangnya. Dan begitu sadar bahwa Kaisar menghendaki dia untuk menggunakan pedang itu sebagai hukuman tiba-tiba menteri ini menghentikan tangisnya bangkit berdiri, terbelalak dengan tubuh bergoyang dan muka pucat bukan main, seakan tak percaya bahwa juragannya itu menghendaki dia bunuh diri. Mati menerima hukuman. Hukuman maut! Tapi Wu taijin yang masih ragu setengah percaya lalu memungut pedang itu dengan jari gemetar, menghadap junjungannya.

"Sri Baginda, paduka... paduka memutus hukuman mati untuk hamba...?"

Kaisar tak menjawab. Dia masih tegak di kursi singgasananya dengan sikap dingin, luar biasa dingin malah, seperti es. Dan Wu-taijin yang mencoba mengulang tiga kali berturut-turut namun tetap mendapat jawaban sama tiba-tiba mengeluh dan mengangkat tinggi tinggi pedang ditangannya itu. Kemudian. berteriak penuh kecewa dan marah serta dendam setinggi langit tiba-tiba pembesar itu menghunjamkan pedangnya ke perut sendiri.

"Sri Baginda, paduka terhasut iblis. Semoga rakyat menanam banyak-banyak pohon Kai untuk peti mati... crep!"

Wu taijin terguling roboh. Menteri ini tewas seketika dengan mata mendelik, darah mengucur dari luka diperutnya yang menganga lebar, melepas kutukan di saat ajal. Dan Kaisar yang tentu saja marah oleh kutukan ini lalu menyuruh penggal kepala menteri yang malang itu, menancapkannya di tengah kota agar menjadi tontonan orang ramai sementara sisa tubuhnya dibuang ke sungai, hanyut tanpa dikubur baik-baik. Tragis dan mengenaskan sekali. Dan begitu semua orang tahu tiba-tiba saja kota raja menjadi gempar!

Wu-taijin adalah menteri setia. Bagaimana bisa menemui nasib demikian buruk? Namun orang awam yang tak tahu-menahu tentang apa yang sebenarnya terjadi di istana hanya menarik napas dalam-dalam. Mereka menyayangkan kematian menteri tua itu. Kematian sia-sia. Kematian yang luar biasa buruk karena jasad tubuhnya tak dihormati lagi. Dibuang begitu saja bagai sampah tak berguna. Lenyap sudah jasa-jasa yang pernah dilepas menteri ini. Hilang sudah semua perjuangannya untuk negara. Namun beberapa orang yang tahu duduk persoalan sebenarnya akan apa yang terjadi di istana diam-diam menangis dan terharu oleh kematian menteri tua ini.

Sejarah mencatat betapa Wu-taijin adalah menteri yang gigih. Yang tak kenal lelah dan selalu memperingatkan junjungannya akan bahayanya selir cantik itu. Namun kalau nasib menentukannya begitu lalu apa yang dapat mereka lakukan? Orang hanya menangisi kematian menteri setia ini. Dan Shi Shih yang "popularitasnya" menanjak di luaran dan dikenal sebagai musuh nomor satu mendiang menteri setia itu lalu mendapat tanggapan bermacam-macam dari rakyat.

Ada yang pro ada yang kontra. Namun. Setelah selir berhasil mempengaruhi Kaisar dan rakyat mulai dicekik oleh pajak yang tinggi akhirnya selir itu mendapat citra buruk dan dibenci oleh sebagian besar orang. Khususnya rakyat Wu yang melihat junjungan mereka dibius oleh selir cantik itu. Di nina-bobok oleh kecantikan dan tubuhnya yang hangat.

Dan Shi Shih yang tentu saja tahu akan gejolak di luaran ini semakin berhati-hati dan mengendalikan Kaisar dengan perhitungan seksama. Itu memang misinya. Membuat Wu porak-poranda diguncang kegelisahan. Dan ketika sedikit demi sedikit kendali pemerintahan mulai diarahkan kepadanya dan dia menunjuk beberapa menteri untuk pengganti Wu-taijin dan beberapa orang kepercayaannya akhirnya kedudukan selir ini menjadi kuat dan luar biasa sekali.

Shi Shih kini berhasil menumbangkan musuh nomor satunya, Wu taijin yang telah tewas itu. Dan karena semua orang melihat bahwa selir itu memang dekat dan amat disayang Kaisar maka tak ada yang berani coba-coba melawan selir ini. Dan Shi Shih malai memperalat pembantu-pembantunya. Dia melihat sebagian besar menteri di kerajaan Wu itu adalah orang-orang yang tamak akan harta dan kedudukan.

Maka memberi mereka harta dan kedudukan ini Shi Shih mengobral isi negara hingga mereka tunduk luar dalam. Bukan tunduk kepada Kaisar melainkan tunduk kepadanya. Secara pribadi! Dan ketika kedudukannya semakin kuat dan roda pemerintahan dikendalikan lewat tangannya maka mulailah selir ini menyusun angkatan perang dibalik angkatan bersenjata negara!

Begitulah. Shi Shih mulai mengembangkan sayap. Selir ini tak tanggung-tanggung mengoyak kekalutan istana. Tapi ketika dia harus berhadapan dengan Ok-ciangkun sebagai menteri pertahanan dan panglima itu melihat gejala-gejalanya yang tidak beres tiba-tiba untuk sejenak selir ini ketemu batunya.

"Ok-ciangkun tak setuju bila mendirikan pasukan cadangan, paduka selir. Katanya itu tak berguna dan hanya memboros-boroskan potensi negara saja!" demikian Po-taijin melapor suatu hari menghadap dan menyatakan keluhannya ini.

Dan Shi Shih yang terkejut oleh keterangan itu lalu membelalakkan matanya. "Apa yang dikata menteri pertahanan ini?"

Po-taijin, yang telah menjadi tangan kanan dan orang kepercayaan selir itu menjawab, “Dia tidak setuju, paduka selir. Katanya pasukan cadangan tak perlu dibangun karena pasukan di bawah pimpinannya sudah cukup diandalkan untuk melindungi Kaisar."

"Ah, tolol kau, Po taijin. Tidakkah kau katakan bahwa pasukan cadangan ini adalah untuk memperkuat penjagaan terhadap Kaisar? Musuh mulai menyelinap ke dalam istana. Dan Ok-ciangkun tak mungkin mengandalkan pasukannya bila dia dikirim menghadapi sisa-sisa pemberontak di luar."

Po-taijin ketakutan. Dia melihat selir ini marah, tapi coba meredakan keadaan dia bertanya, "Jadi bagaimana, paduka selir? Apa yang sebaiknya hamba lakukan?"

"Kau panggil panglima itu. Biar kubicarakan bersama Kaisar.”

Po-taijin mengangguk. Dia tak dapat menolak, dan ketika Ok-ciangkun datang menghadap dan Shi Shih melihat panglima itu menunjukkan muka tak senang buru-buru selir ini bangkit berdiri tersenyum manis, maklum bahwa terhadap panglima ini dia harus mengambil hati karena Ok-ciangkun merupakan tulang punggung negara dalam masalah angkatan perang. Dan begitu Kaisar mempersilahkan duduk maka menyapalah selir yang cerdik ini.

"Ok-ciangkun, tahukah kau apa maksud kami memanggilmu?'"

Ok-ciangkun mengangguk. "Hamba tahu, paduka selir. Po-taijin telah menerangkan kepada hamba apa yang menjadi maksud paduka!"

"Bagus, kalau begitu bagaimana, ciangkun?" Bisakah kita sekarang memusyawarahkan bersama masalah ini? Sri Baginda sengaja kuajak ke mari untuk mendengarkan pembicaraan kita. Mari kita mulai saja!"

Dan Kaisar yang sudah mendengar rencana selirnya itu untuk menyusun pasukan cadangan di luar pasukan kerajaan demi keselamatan dirinya lalu memandang panglimanya itu. "Ciangkun, selirku minta memperkuat penjagaan. Bagaimana pendapatmu untuk menyusun pasukan cadangan itu? Perlukah?"

"Tidak!" panglima ini langsung menggeleng kepala, tegas pada sikapnya semula. "Hamba rasa pasukan cadangan itu tak perlu dibuat, Sri Baginda. Pasukan yang hamba pimpin sudah lebih dari cukup untuk melindungi paduka!"

“Hm, aku juga sudah berkata pada selirku itu. Tapi bagaimana pendapatmu, Shi Shih?"

Selir cerdik ini tersenyum. "Hamba justeru memperkuat keinginan hamba, Sri Baginda. Hamba ingin menyusun pasukan cadangan untuk memperkuat perlindungan terhadap paduka!"

"Tapi Ok-ciangkun telah menjamin keselamatanku, Shi Shih. Apakah ini kurang dan masih perlu dikhawatirkan?"

"Tidak," Shi Shih masih tersenyum. "Apa yang dikata Ok-ciangkun memang benar, Sri Baginda. Tapi bukankah jaminan ini dilakukan bila Ok-ciangkun ada di kota raja? Bagaimana jika sewaktu-waktu Ok-ciangkun bertugas di luar?"

"Hamba dapat mewakilkannya pada pembantu-pembantu hamba, paduka selir. Paduka tak perlu kawatir jika hamba bertugas di luar!”

"Tapi beberapa waktu yang lalu kau kecolongan, ciangkun. Tak ingatkah kau betapa penjahat menculik diriku? Kalau tak ada Sam-hek Bi-kwi di sana tentu aku sudah menjadi mayat!"

"Ini..." panglima itu tertegun. "Hamba memang kecolongan, paduka selir. Maafkan hamba untuk peristiwa itu. Waktu itu dua orang puteri hamba sedang keluar meninggalkan padaku!"

"Ya, dan terus terang aku tak menghendaki peristiwa itu berulang, ciangkun. Aku tak ingin apapun alasannya aku atau Sri Baginda mendapat serangan musuh yang menyelinap memasuki istana!"

Ok-ciangkun mengerutkan alis. Mukanya merah, entah marah atau malu. Tapi Sri Baginda yang mengangkat lengannya buru-buru menengahi, "Shi Shih, jangan terlampau keras menekan Ok-ciangkun. Betapapun kau tahu sendiri panglimaku ini bekerja sekuat tenaga untuk melindungi diriku. Bukankah selama Ini tak ada musuh yang berani menggangguku?"

"Benar, musuh memang belum mengganggu paduka, Sri Baginda. Tapi musuh telah berani menculik hamba. Ini berarti penjagaan di istana masih kurang tangguh!" Shi Shih tetap bertahan, bersikeras pada pendapatnya itu dan cemberut pada Kaisar, yang terang-terangan membela Ok-ciangkun.

Dan Ok-ciangkun yang mengangkat mukanya memberi janji tiba-tiba berkata. "Baiklah, hamba akan menambah pembantu-pembantu hamba di istana, paduka selir. Kalau paduka masih merasa khawatir akan penjagaan istana biarlah hamba menanam orang-orang kepercayaan hamba untuk melindungi paduka."

"Kalau masih kecolongan juga?"

"Tak mungkin!" panglima ini merasa pasti. Hamba memiliki pembantu pembantu yang kuat, paduka selir. Hamba yakin keselamatan paduka dan Sri Baginda tak mungkin dijangkau musuh-musuh dari luar!"

"Baiklah,” Shi Shih akhirnya mengalah. "Aku juga tak mengharap musuh dapat menerobos penjagaanmu, ciangkun. Tapi kalau terbukti keselamatan kami terancam juga sebaiknya kau melihat kekuranganmu ini untuk membentuk pasukan cadangan!"

"Boleh," Ok-ciangkun setuju. "Hamba tak yakin itu, paduka selir. Tapi kalau benar ada musuh dapat mengganggu paduka berdua biarlah saat itu juga hamba membentuk pasukan cadangan."

Begitulah Shi Shih ketanggor sejenak oleh kekerasan hati panglima ini. Namun Ok-ciangkun yang tak mengenal kecerdikan selir itu mana tahu siasatnya yang luar biasa. Shi Shih sengaja mengalah agar tidak terlalu melukai perasaan panglima itu, yang bagaimanapun amat diandalkan Kaisar karena panglima itulah satu-satunya orang yang paling lihai di seluruh kerajaan. Tapi begitu panglima ini berjanji untuk menyusun pasukan cadangan bila musuh dapat mengganggu mereka tiba-tiba selir ini tersenyum dan segera mengatur siasat.

Shi Shih adalah selir yang banyak mempunyai mata mata. Bahkan ia merupakan orang ke dua setelah Kaisar. Jadi apa susahnya membolak-balikkan tangan mempermainkan orang? Maka begitu panglima ini keluar meninggalkan ruangan maka selir yang cerdik ini menyusun siasat yang bagus. Tentu saja tidak tergesa-gesa, memasang jarak agar panglima itu tak curiga padanya. Dan ketika waktu yang ditentukan itu tiba dan panglima Ok "kebetulan" keluar kota raja untuk mecari sisa-sisa pemberontak di Chi-kiang maka saat itulah kejadian menggemparkan terjadi di istana.

Dua orang musuh berkedok menyerbu, datang ke istana dan merobohkan banyak pengawal untuk mencari-cari Kaisar. Dan ketika Kaisar tertangkap dan semua orang tertegun melihat kehebatan musuh yang datang itu tiba-tiba semua orang terhenyak ketika mengetahui bahwa yang datang itu tenyata adalah Pendekar Gurun Neraka dan isterinya nomor satu. Pek Hong! Dan Kaisar yag tentu saja kaget bukan main oleh kehadiran tokoh yang luar biasa ini tiba-tiba tertegun dan bertanya apa yang menjadi maksud pendekar sakti dan isterinya itu.

Dan Pendekar Gurun Neraka menyatakan maksudnya. Dia tidak bermaksud membunuh Kaisar tapi sekedar mengancam Kaisar agar tidak menganggu dua orang anak-anaknya sebagai pemberontak. Yakni Sin Hong dan Bi Lan itu. Bahwa mereka bukan musuh yang harus dikejar-kejar negara dan kejadian dahulu adalah fitnah belaka.

Dan Kaisar yang dipaksa berjanji untuk tidak mengganggu Sin Hong dan Bi Lan sebagai pemberontak berikut teman-temannya yang lain lalu dilepaskan dan marah-marah pada pendekar sakti ini, memaki pendekar itu sebagai manusia tak tahu aturan yang membuat ribut di rumah orang. Dan begitu Kaisar dilepas dan Pendekar Gurun Neraka memegang janjinya mendadak para pengawal maju membentak mengerubut pendekar ini.

Terjadilah perkelahian seru. Pendekar Gurun Neraka dan isterinya dikeroyok. Tapi pendekar sakti yang gagah perkasa itu ternyata unggul, mampu menghadapi lawan-Iawannya dengan baik. Dan Bi Kwi serta teman-temannya yang dipaksa mundur oleh suami istri yang berkepandaian tinggi ini akhirnya kalang-kabut dan roboh satu-persatu, gentar dan mengakui kehebatan pendekar sakti itu berama isterinya.

Tapi ketika dua orang pamuda maju dengan bentakan mereka yang tinggi penuh semangat mendadak pertempuran berobah sedikit. Pendekar Gurun Neraka menghadapi pemuda baju putih, sementara pemuda lain, pemuda berbaju hitam yang menyusul balakangan menyerbu Pek Hong, bertanding satu-persatu melawan suami isteri itu. Dan ketika Pek Hong terdesak dan isteri Pendekar Gurun Neraka ini mulai menjerit tiba-tiba untuk pertama kalinya isteri Pendekar Gurun Neraka itu terluka.

Semua orang terkejut. Mereka terbelalak dan kagum melihat sepak terjang dua orang pemuda ini. Dan ketika Pek Hong kembali menjerit dan untuk kedua kalinya isteri Pendekar Gurua Neraka itu terpelanting mendadak Pendekar Gurun Neraka mengeluarkan bentakan yang membuat semua orang terguncang, roboh oleh pekik yang dahsyat yang dikeluarkan pendekar sakti ini. Dan begitu lawan terkejut oleh bentakannya yang menggelegek tiba-tiba Pendekar Gurun Neraka meninggalkan pemuda baju putih itu menyambar isterinya, yang saat itu terguling-guling dan dikejar pemuda baju hitam yang ganas sepak terjangnya.

Dan begitu pendekar ini menangkis dan pemuda baju hitam itu mencelat terlempar maka Pendekar Gurun Neraka berkelebat lenyap membawa isterinya yang terluka, meninggalkan istana sementara orang-orang masih bengong oleh geraknya yang luar biasa cepat. Dan ketika semua orang sadar dan coba mengejar ternyata pendekar yang amat berani dan gagah perkasa itu telah lama menghilang jauh di kegelapan malam.

Begitulah. Kejadian malam itu benar-benar mengejutkan sekali. Istana benar-benar gempar oleh kedatangan Pendekar Gurun Neraka ini, tak menyangka bahwa Kaisar yang dijaga ketat masih juga tak mampu menyelamatkan diri dari sergapan pendekar ini. Pendekar yang dikenal sakti dan memang memiliki kepandaian tinggi. Dan begitu semua orang ribut membicrakan kejadian ini maka dua pemuda terakhir yang berhasil menahan serbuan lawan tiba-tiba juga menjadi bahan pembicaraan dan banyak dikagumi orang.

Siapakah mereka itu? Bukan lain Kun Houw dan Hun Kiat, dua pemuda yang sebenarnya bermusuhan tapi sama-sama membantu Ok-ciangkun, Kun Honw si pemuda baju putih sedang Hun Kiat si pemuda baju hitam. Dan Kaisar yang tentu saja kagum oleh kelihaian dua pemuda ini lalu menyatakan terima kasihnya dengan mengangkat mereka sebagai panglima muda yang langsung memimpin seribu pasukan!

Namun Kun Houw menolak. Pemuda ini menyatakan bahwa perbuatannya tadi adalah dasar kewajiban. Tidak dilakukan untuk meraih jabatan tertentu atau pujian tertentu. Dan Kaisar yang tentu saja tertegun oleh jawaban ini lalu memandang selirnya, yang saat itu juga memandang Kun Houw dan duduk di sebelah kirinya. Dan Shi Shih yang tersenyum mengerling Sri Baginda akhirnya menengahi.

"Sri Baginda, pemuda ini adalah pembantu Ok-ciangkun. Kalau begitu bagaimana jika kita menunggu pembantu paduka itu untuk meminta pendapatnya apakah yang layak diberikan pada pemuda ini bila dia menolak menjadi panglima muda?”

"Hm, aku setuju saja. Shi Shih. Tapi apa pendapatmu pribadi untuk memberi penghargaan pada pemuda yang gagah perkasa ini?”

"Hamba kira mengepalai pengawal rahasia saja, Sri Baginda. Karena pemuda yang satu itu telah menerima anugerah paduka untuk menjadi panglima muda."

"Ah. tapi kepala pengawal telah dipegang Ok-ciangkun itu, Shi Shih. Mana mungkin memberikan kedudukan itu padanya?”

Shi Shih tersenyum. "Sri Baginda, jabatan rangkap yang dipegang Ok-ciangkun sebenarnya memberatkan pembantu paduka itu sendiri. Kenapa sungkan menarik jabatan ini untuk diberikan pada Kun Houw? Dia cukup pantas menerima itu. Kepandaiannya jauh lebih lihai dibanding Bi Kwi dan teman temannya!”

"Tapi Ok-ciangkun bisa tersinggung, Shi Shih. Salah-salah dia tak senang hati kalau aku memberikan anugerah itu pada pemuda ini!”

"Tidak." Shi Shih menggelengkan kepalanya, masih tersenyum. "Ok-ciangkun harus tahu kekurangannya, Sri Baginda. Bukankah beberapa waktu yang lalu dia berjanji untuk melihat kekurangannya ini kalau perlindungannya terhadap kita masih lemah? Kalau paduka segan memberi kedudukan itu ganti saja sebagai kepala khusus, Sri Baginda. Yakni kepala pasukan cadangan yang harus dibentuk itu. Sesuai usul hamba dulu!"

Kaisar tertegun. Dia teringat ini. Teringat betapa omongan Shi Shih benar, bahwa pasukan cadangan harus dibuat untuk memperkuat penjagaan. Dan melihat bahwa pengawal Ok-ciangkun masih dapat diterobos musuh dan kalau tidak ada dua orang pemuda ini tentu Pendekar Gurun Neraka dapat berbuat sewenang-wenang tiba-tiba Kaisar mengangguk dan berseru girang, "Bagus, usulmu memang tepat, Shi Shih. Sebaiknya pemuda ini dijadikan kepala pasukan cadangan yang harus dibentuk itu. Dia memiliki kelihaian yang dapat diandalkan!"

Shi Shih tersenyum. Kali ini Kaisar sendiri mendukung keinginannya, tak perlu lagi dibujuk. Dan ketika beberapa hari kemudian Ok-ciangkun pulang dan mendengar berita mengejutkan ini tiba-tiba panglima itu tertegun dan terbelalak kaget.

"Apa? Pendekar Gurun Neraka menyerbu?”

"Ya, dan Kaisar tertangkap pendekar sakti itu. ayah. Untung ada Kun Houw dan Hun Kiat yang melukai lawan," Kui Hoa menjawab, bangga pada kelihaian kekasihnya itu sementara ayahnya terkejut, membelalakkan mata seakan mimpi di siang hari. Dan panglima yang segera mendengar kisah lengkap anak perempuannya itu lalu mengerotkan gigi mengepal tinju.

"Dan ke mana paman So-beng, ayah? Kenapa dia juga tidak muncul?"

Panglima ini termangu. Dia tak menjawab pertanyaan itu, masih tertegun oleh berita mengejutkan ini. Kaget bahwa Pendekar Gurun Neraka menerobos istana. Tapi maklum akan kalihaian pendekar sakti itu dan geram pada pembantu-pembantunya sendiri akhirnya panglima ini menepuk pahanya dengan muka merah. Dan saat itu Po-taijin datang, memberi tahu undangan Kaisar, bahwa dia ditunggu Sri Baginda bersama selirnya yang cantik itu. Dan ketika Shi Shih menegur memperingatkannya akan kesalahannya ini secara halus maka Ok-ciangkun menarik napas dan membungkukkan tubuhnya.

"Paduka benar. Hamba rupanya masih kebobolan, paduka selir. Karena itu apa yang paduka inginkan sekarang?"

Shi Shih tersenyum manis. "Tak perlu kecewa, Ok-ciangkun. Betapapun yang datang adalah Pendekar Gurun Neraka. Kalau kau ada di sini saat itu tentu Sri Baginda tak akan tertawan begitu memalukan. Sekarang bagaimana janjimu dulu untuk membentuk pasukan cadangan? Dapatkah usulku kau terima?"

Panglima ini mengangguk. "Hamba memenuhi janji hamba, paduka selir, tapi semuanya tergantung Sri Baginda."

"Ah," Kaisar mengangkat Iengannya. "Aku pribadi menyetujui keinginan selirku, Ok-ciangkun. Tapi kalau kau tak keberatan tentu aku akan senang mengabulkannya."

"Dan Kun Houw menjadi kepala pasukan cadangan ini, ciangkun. Dapatkah kau menerimanya dengan baik pula?" Shi Shih menyambung, mengejutkan panglima ini yang tiba-tiba mengerutkan alis, terkejut bahwa tiba-tiba Kun Houw diambil dari sisinya, karena Kun Houw selama ini adalah pembantunya.

Tapi Kaisar yang memotong dengan seruan pendek tiba-tiba membuat panglima ini semakin tersudut. "Tadinya selirku menginginkan Kun Houw menjadi kepala pengawal rahasia, ciangkun. Tapi karena jabatan itu telah kau pegang, maka kucegah dia untuk memberi jabatan lain saja. Dan itulah keputusan kami!"

Ok-ciangkun tak dapat berkutik lagi. Dia melihat Kaisar menyetujui selirnya, mendengar bahwa Hun Kiat menjadi panglima muda atas jasa-jasanya menghadapi lawan. Dan karena Kun Houw memang berhak untuk menerima penghargaan itu dan tak enak baginya menolak secara keras maka panglima inipun mengangguk dan menerima putusan Sri Baginda. Harus mengakui bahwa lagi-lagi dia kebobolan. Bahwa selir junjungannya itu benar dan tampaknya mempunyai perhitungan yang tajam sekali. Jauh lebih tajam dan cocok dibanding dia.

Dan Kun Houw yang hari itu juga diberi penghargaan sebagai kepala pasukan cadangan yang siap dibentuk tiba-tiba memisahkan diri dari panglima she Ok ini. Seperti halnya Hun Kiat sendiri, mempunyai kedudukan sendiri dengan seribu bala tentara sebagai panglima muda. Dan karena semuanya itu berjalan wajar dan tak ada sedikitpun juga tanda-tanda mencurigakan maka secara luar biasa Kun Houw tinggal di istana, tidak lagi di gedung Ok-ciangkun bersama Mu Ba dan teman temannya itu. Dan Kun Houw yang tentu saja tak enak menolak untuk kedua kalinya lalu menerima penghargaan itu dan lebih cocok dengan hidupnya yang begini, dapat bebas bergerak dan leluasa pergi ke manapun tanpa terikat oleh panglima she Ok itu. Diam-diam dia heran dan berdebar kenapa selir Kaisar mengerlingnya berkali-kali dengan senyum aneh, tak tahu apa maksudnya. Tapi ketika beberapa hari kemudian dia menduduki jabatan barunya itu dan pasukan cadangan sudah siap dibentuk tuhulah Kun Houw apa yang sesungguhnya terjadi di dalam. Dan itu diketahuinya seminggu kemudian!

* * * * * * * *

Malam itu, hening di kamarnya dalam keadaan samadhi Kun Houw mengumpulkan tenaganya. Dia bekerja keras siang tadi, menerima perintah dan petunjuk-petunjuk Ok-ciangkun yang membimbingnya membentuk pasukan cadangan, menjaga istana dan melindungi Kaisar dengan mengumpulkan beberapa jago-jago pilihan termasuk di antaranya adalah pengawal pengawal kelas satu yang digeser tugasnya dari luar kota raja untuk disatukan dalam istana, pekerjaan yang cukup sibuk dan melelahkan. Dan ketika malam semakin larut dan Kun Houw mencapai keadaan hening yang membuat dia hampir pulas mendadak sesosok bayangan muncul membuka jendela kamarnya.

"Kun Houw, bangunlah. Ikuti aku!"

Kun Houw terkejut. Dia merasa pundaknya ditepuk orang, kaget bukan main bahwa seseorang memasuki kamarnya tanpa dia ketahui sama sekali. Maka melejit membentak keras tahu-tahu Kun Houw berjungkir balik menghantam orang tak dikenal ini, gerak refleks dari rasa terkejut yang menggugahnya dari keadaan samadhi. Dan begitu orang ini menangkis dan dua tenaga bertemu di udara tiba-tiba ruangan tergetar ketika dua lengan saling tumbuk dan Kun Houw terdorong mundur,

"Dukk!"

Kun Houw terbelalak. Sekarang dia membuka matanya lebar-lebar, sadar dalam keadaan penuh. Lenyap sudah pemusatan konsentrasinya untuk bersamadhi. Dan begitu melihat siapa yang datang tiba-tiba Kun Houw tertegun dan berseru lirih. “Kau?"

Orang ini mengangguk. Dia memberi isyarat agar Kun Houw tidak mengeluarkan suara ribut. Lalu menggapai melambaikan lengannya tiba-tiba orang ini berkelebat mengajak Kun Houw keluar. "Houw-ji, ikuti aku....!"

Kun Houw tergetar. Dia terbelalak memandarg lawannya ini, yang bukan lain adalah Pendekar Gurun Neraka, ayahnya sendiri. Ayah yang memanggil namanya dengan sebutan "Houw ji" (anak Houw), panggilan yang terdengar mesra dan tulus, serak tapi merdu bagi telinga Kun Houw, yang tiba-tiba tertegun dan menangis mendengar sebutan lembut itu. Sebutan seorang bapak terhadap anaknya! Dan Kun Houw yang menggigit bibir menahan haru dan kaget bercampur aduk tiba-tiba terisak mengikuti laki-laki ini pendekar gagah perkasa yang memiliki kepandaian tinggi dan yang kini datang di kamarnya tanpa diketahui orang lain. Pendekar yang hebat!

Dan Kun Houw yang menggigil di belakang lalu berlari cepat menuju ke sebuah bukit, di luar kota raja. Kun Houw tak tahu apa yang dikehendaki ayahnya ini, yang seminggu yang lalu menangkap Kaisar dan bertanding dengannya. Hal yang seakan mimpi dan sering membuat dia termangu-mangu. Tapi ketika mereka tiba di puncak dan Kun Houw berdebar dengan tubuh panas dingin akhirnya dia meiihat pendekar besar itu berhenti.

Sakarang Kun Houw ikut berhenti. Dua laki-laki ini berhadapan, sama tinggi, sama gagah dan sama tampan meskipun Pendekar Gurun Neraka sekarang berusia empat puluhan tahun, jelas lebih tua namun tetap menarik, sehat dengan wajah yang dicukur bersih. Dan Kun Houw yang menggigil di depan laki-laki yang berat disebutnya ayah itu tiba-tiba melihat pendekar itu mengembangkan lengannya.

“Houw-ji, kau tak rindu menyebutku ayah?"

Kun Houw gemetar. Dia melihat Pendekar Gurun Neraka melangkah maju, memeluk pinggangnya. Lembut dan hangat hingga Kun Houw semakin menggigil. Dan ketika dua mata bentrok dan saling beradu di udara tiba-tiba Kun Houw melihat pendekar sakti itu meneteskan dua titik air mata sebagai tangis bahagia.

"Houw-ji, kau tak rindu menyebutku ayah?"

Ulangan pertanyaan ini membuat Kun Houw hancur perasaannya. Dia seakan diremas-remas, dicopot dan disentak jantungnya. Maka begitu Perdekar Gurun Neraka memeluknya dengan suara gemetar tiba-tiba Kun Houw menangis dan mengguguk balas mendekap ayahnya ini. "Ayah, apa... apa yang kau maui dengan mengajakku ke mari? Apa dosaku hingga kita saling bermusuhan...?"

Pendekar Gurun Neraka menggigil. Sekarang dia benar-benar menangis dengan air mata bercucuran, baru kali itu mendengar Kun Houw menyebutnya ayah. Sebutan pertama kali yang diucapkan dengan perasaan hancur, karena masing-masing menyadari keadaan mereka yang saling bertolak belakang. Sebutan yang bagi Pendekar Gurun Neraka serasa membetot sukma mencabut nyawanya, pedih namun nikmat.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang lalu menciumi muka puteranya itu tak menjawab pertanyaan Kun Houw tiba-tiba merintih dan melampiaskan segala perasaan harunya hingga pundak berguncang-guncang. Tersedu dan sama menangis tak kuasa menahan diri. Bapak dan anak sama-sama bercucuran air mata. Tapi setelah keadaan berjalan cukup lama dan masing-masing melepaskan diri maka ucapan pertama yang dikeluarkan pendekar ini adalah tarikan napas berat disusul tepukan perlahan di pundak puteranya.

"Kun Houw. kau tak boleh mengikuti jejak mendiang ibumu. Aku prihatin atas kematiannya yang mengenaskan!"

Kun Houw menggigil. "Ayah telah mengetahui kematian ibu?"

"Ya, berita itu telah kudengar.”

"Dan apa maksud ayah memanggilku ke mari?”

Pendekar ini tersenyum, menarik puteranya duduk di atas batu hitam. Lalu memegang lengannya dengan jari-jari gemetar pendekar ini menjawab, "Seperti yang kukatakan di muka, Houw-ji. Bahwa kau tak boleh mengikuti jejak mendiang ibumu. Kau adalah puteraku, putera sulung. Putera yang kuharap mewarisi watak pendekar dan membuang jauh-jauh watak ibumu yang sesat itu!"

Kun Houw serasa diiris. "Hanya itukah?"

"Maksudmu?"

"Kau masih mempunyai persoalan lain, ayah. Kau belum menerangkan apa yang sebenarnya kau kehendaki dengan mengajakku kemari."

Pendekar ini menarik napas. "Houw-ji kau memiliki perasaan yang tajam. Aku hendak membuka sesuatu yang amat berbahaya bagi seseorang. Bisakah rahasia ini kau pegang teguh dan orang itu kau jamin keselamatannya?"

Kun Houw menatap tajam. "Siapa?"

Pendekar Gurun Neraka tak buru-buru menjawab. "Houw-ji, berjanjilah kau memegang rahasia ini yang menyangkut keselamatan orang banyak? Bersediakah kau untuk mendengar apa yang ingin kukatakan ini dan bersumpah untuk tidak memberitahukannya kepada musuh?"

Kun Houw tersenyum pahit. "Ayah, siapa yang kau maksud dengan musuh itu? Bukankah kita juga saling bermusuhan dan satu sama lain barpijak di tempat yang berbeda?"

"Hm," pendekar ini terpukul. "Aku tahu, Houw-ji. Tapi bagaimana kalau malam ini kita bicara sebagai ayah dan anak? Aku tidak memusuhimu. Yang membuat kita bermusuhan adalah karena cara berpikirmu yang salah!”

Kun Houw menggigit bibir. "Aku dibesarkan oleh perjuanganku sendiri, ayah. Sebaiknya tak perlu kau menyalahkan aku untuk apa yang kulakukan!"

"Benar. Tapi kau adalah darah dagingku sendiri, Houw-ji. Mestikah kudiam saja melihat sepak terjangmu? Aku ingin berbicara dari hati ke hati, sebagai ayah dan anak. Kalau kau mau maka kita bisa bicara baik-baik dan menghilangkan sejenak semua permusuhan yang melibatkan kita dalam urusan kerajaan itu!"

Kun Houw mengangguk. Betapapun dia melihat ayahnya itu adalah pendekar sejati. Pendekar yang diam-diam membuat dia kagum dan harus diakui tak memiliki kesalahan kepadanya. Tak dapat dibilang menyia-nyiakan dia dimasa kecilnya karena ayahnya itu telah berusaha mencarinya bertahun-tahun, tak menemukan dia karena dia menghilang sejak ibu dan ayah angkatnya itu tewas, meninggalkan Po-hai dan merantau ke sana ke mari, hidup tak teratur bagai bocah gelandangan hingga akhirnya dia bertemu dengan mendiang gurunya itu. Si jago pedang Bu-tiong-kiam Kun Seng, yang memelihara dan mengangkatnya sebagai murid.

Maka mendengar ayahnya itu minta bicara dari hati ke hati sebagai ayah dan anak tiba-tiba Kun Houw merasa tak ada salahnya bercakap-cakap seperti ini meskipun dia membela kerajaan Wu sedang ayahnya itu berdiri di belakang Yueh, yang membuat mereka bermusuhan dan saling bertolak belakang. Dan Pendekar Gurun Neraka yang gembira melihat puteranya mengangguk lalu duduk dengan enak dan mulai bicara.

"Houw-ji, bagaimana perasaanmu berkumpul dengan Ok-ciangkun dan teman-temannya itu?”

Kun Houw mengerutkan alis. "Kenapa kau tanyakan. ini, ayah?”

"Sebagai pembuka dari pembicaraan kita nanti, Houw-ji. Coba kau jawab saja pertanyaanku itu dengan jujur!"

"Hm," Kun Houw tak enak. "Terus terang tak menyenangkan bagiku, ayah. Tapi itu adalah urusan pribadiku sendiri dan kutanggung akibatnya sendiri pula!"

"Tentu, dan bagaimana penilaianmu tentang panglima she Ok itu?"

"Dia amat lihai, cerdik dan pandai memimpin pasukan."

"Bukan, bukan itu maksudku, Houw-ji. Yang kutanyakan adalah, bagaimana penilaianmu tentang watak panglima ini?"

Kun Houw tertegun. "Maksudmu, ayah?"

"Kau jawab jujur saja. Houw-ji. Baik atau tidakkah watak panglima ini menurut pendapat mu!"

"Hm," Kun Houw menggigit bibirnya. "Baik atau buruk adalah penilaian seseorang yang amat subyektif, ayah. Bukankah kau tahu sendiri watak panglima ini? Kenapa tanya kepadaku?"

"Benar, baik buruk memang bersifat subyektif, Houw-ji. Tapi kalau menyangkut kepentingan umum, menyangkut kehidupan orang banyak bukankah subyektifitas itu dapat dikurangi? Kenapa kau enggan menjawab?"

Kun Houw terpukul. "Ayah, lebih baik tak perlu kau tanyakan pendapat pribadiku tentang panglima she Ok ini. Dia adalah atasanku. Aku masih harus tunduk dan taat kepadanya!"

"Itulah!” Pendekar Gurun Neraka menepuk lengannya. ”Aku heran bagaimana kau bisa membantu panglima ini, Houw-ji. Kalau bukan suatu jebakan licik vang dipasang panglima itu bukankah tak seharusnya kau terikat dengan panglima itu? Kenapa kau bisa berhubungan dan menjadi pembantu Ok-ciangkun?"

Kun Houw menggigil. Dia terbelalak memandang ayahnya itu, teringat asal mula kejadian itu ketika dia bertemu Ok-ciangkun. Betapa dia dikalahkan dalam pertaruhan yang dipasang secara cerdik oleh panglima itu. Kecerdikan yang licin hingga dia harus menyerah. Merasa ada sesuatu yang menipunya, membuat dia terjebak dan terikat memenuhi janjinya.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang melihat Kun Houw terbelalak tak menjawab pertanyaannya tiba-tiba menyentuh lengan puteranya itu dengan mata bersinar iba. "Houw-ji, salahkah bila kunyatakan panglima itu adalah seorang yang licik dan amat berbahaya? Salahkah dugaanku bahwa panglima itu menjebakmu dalam sesuatu yang belum kuketahui hingga kau terikat dengannya?"

Kun Houw menggigil.

"Bagaimana, Houw-ji?"

"Benar," Kun Houw akhirnya mengangguk, lirih dan hampir tak terdengar suaranya yang ditekan sekuat mungkin.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang mencekal pundak puteranya itu tiba-tiba berkata. "Karena itu tinggalkan dia, Houw-ji. Jauhi dan jangan dekati lagi panglima yang berbahaya bagimu itu!"

Kun Houw tiba-tiba berdiri, terkejut dengan muka merah. "Tidak. Tak mungkin itu, ayah. Waktu setahun masih belum habis bagiku!"

Pendekar Gurun Neraka mengerutkan alis. "Waktu setahun? Apa maksudmu?" Lalu menarik puteranya duduk kembali pendekar ini gemetar bertanya dengan mata bersinar-sinar, "Houw ji, apa sesungguhnya yang telah terjadi di antara dirimu dengan panglima itu ? Apa maksudmu dengan waktu setahun itu?"

Kun Houw tiba-tiba menitikkan air matanya. Dia menggigit bibir menahan gejolak rasa. Yang sebenarnya telah dipendam berbulan-bulan. Teringat himpitan batinnya setelah berhubungan dengan panglima she Ok itu. Betapa dia harus bergaul pula dengan Mu Ba dan teman-temannya, si Mayat Hidup serta Hui Kiat yang sebenarnya adalah musuh nomor satu baginya. Musuh yang membunuh ibu dan gurunya. Musuh yang harus dibasmi dan tak seharusnya didekati!

Maka begitu ayahnya bertanya tentang apa yang menjadi tekanan batinnya ini mendadak Kun Houw menangis mendekap mukanya, mengguguk. Menceritakan apa yang sesungguhnya terjadii antara dirinya dengan panglima itu. Betapa dia kalah bertaruh dalam sebuah pertandingan melawan Ok-ciangkun itu. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka mendengar semuanya ini dengan mata terbelalak marah Kun Houw sudah menutup ceritanya dengan tinju terkepal.

"Itulah sebabnya aku tak mungkin melepaskan diri dari panglima ini ayah. Karena waktu setahun yang telah menjadi perjanjian bersama itu belum habis masa waktunya!"

Pendekar Gurun Neraka mendesis, "Keparat, jadi dengan adanya pertaruhan ini kau Ialu diadu denganku, Houw-ji. Pantas kau demikian gigih menghadapiku di Ta-pie-san dulu karena kau terikat janjimu itu!"

"Benar, dan aku tak berdaya, ayah. Ok-ciangkun telah menjeratku dengan pertaruhan itu. Dan aku harus menepati janjiku. Apapun yang terjadi!”

Pendekar Gurun Neraka tergetar. Sekarang dia meiihat bahwa puteranya ini lebih banyak mirip dirinya daripada Tok-sim Sian-li. Gagah dan jantan sebagaimana pendekar sejati. Tak kenal kecurangan. Berwatak ksatria dan jujur serta memegang teguh janji sendiri. Dan Pendekar Gurun Neraka yang kagum akan kegagahan puteranya ini tiba-tiba terharu dan memeluk dengan mata berlinang.

"Houw-ji kau memang benar. Janji yang telah diucapkan seorang ksatria memang harus dipenuhi. Apapun yang terjadi. Tapi bagaimana kalau lawan mencurangimu, Houw-ji? Apa tindakanmu?”

Kun Houw mengepal tinju. "Aku tak melihat Ok-ciangkun mencurangiku, ayah. Tapi kalau panglima itu berbuat curang tentu aku akan menghadapinya dengan gagah!"

"Bagus itu memang watak yang harus menjadi prinsip seorang pendekar, Houw-ji. Tetap bersikap pada watak sendiri biarpun lawan curang. Tapi kegagahan tanpa kecerdikan akan merupakan kebodohan, Houw-ji. Karena itu kejujuranmu ini harus diimbangi kecerdikan untuk menghadapi orang macam Ok-ciangkun itu!"

Kun Houw tertegun. "Apa maksudmu?"

Pandekar Gurun Neraka menarik napas. "Houw-ji, telah kau lihat betapa kegagahan dan kejujuranmu yang tidak ditunjang kecerdikan ini telah diperalat Ok-ciangkun untuk menyusahkan dirimu belaka. Kau jadi dibodohi oleh panglima yang cerdik itu. Tidakkah kau ingin berhati-hati agar kekuranganmu ini tak dipergunakan lawan untuk menjebakmu lagi?"

Kun Houw kurang jelas. "Aku masih tak mengerti ke mana arah yang kau maksudkan ini, ayah. Apa yang kau inginkan dan percakapan ini?"

"Baiklah," Pendekar Gurun Neraka mulai menuju ke pokok persoalan. "Aku ingin membawamu ke inti cerita. Houw-ji. Bahwa aku ingin kau membantuku untuk suatu hal. Bahwa aku ingin..."

"Aku meninggalkan Ok-ciangkun?" Kun Houw memotong, mulai mengerutkan kening dan terbelalak memandang ayahnya itu.

Tapi Pendekar Gurun Neraka yang tersenyum lebar menggelengkan kepalanya. "Tidak, bukan begitu Houw-ji. Sebaiknya kau dengar dulu baik-baik apa yang ingin kukatakan ini." lalu bersungguh-sungguh memandang puteranya itu pendekar ini bertanya, "Houw-ji, bagaimana jika kau membantu selir Kaisar bernama Shi Shih itu?”

Kun Houw tertegun. "Aku memang membantunya, ayah. Kenapa kau tanyakan ini?"

"Tidak, kau belum mengerti apa yang kumaksudkan. Houw-ji. Kau kira kedudukan yang kau peroleh sekarang ini adalah kebetulan belaka, bukan? Kau tentu tak tahu bahwa ini semua adalah berkat usaha selir itu.”

Kuo Houw terkejut. "Maksud ayah....?”

"Benar, Shi Shih sengaja menarik dirimu dari samping panglima she Ok itu. Houw-ji. Bahwa dia merencanakan kau mau membantunya luar dalam. Kau harus tahu ini.”

Dan menyuruh puteranya berjanji untuk tidak membongkar rahasia Pendekar Gurun Neraka lalu menceritakan kejadian seminggu yang lalu itu. Ketika dia menyerbu istana. Ketika dia menangkap Kaisar dan mengejutkan semua orang dengan sepak terjangnya itu. Bahwa Kaisar tak sempat memasuki kamar rahasianya karena Shi Shih telah membuatnya sedemikian rupa hingga Kaisar dan para pengawalnya terjebak, mati kutu menghadapi kedatangannya yang tiba-tiba.

Dan Kun Houw yang mendengar semuanya itu dengan mata terbuka lebar-lebar, tiba-tiba mendesis dan teringat kematian Wu taijin yang berkali-kali memperingatkan Sri Baginda, menuduh selir itu sebagai mata-mata musuh bekerja dari dalam. Bahwa Shi Shih adalah selir berbahaya yang di pasang Yueh untuk menghancurkan Wu. Dan Kun Houw yang terbelalak memandang ayahnya tiba-tiba tertegun dengan sikap bengong.

“Jadi selir itu benar mata-mata yang dikirim Yueh untuk menghancurkan Kaisar, ayah?"

"Ya," ayahnya mengangguk. "Tapi orang tak akan dapat menangkapnya basah Houw-ji. Selir itu amat cerdik dan memiliki otak yang mengagumkan sekali, la wanita jenius yang jarang tandingannya."

Kun Houw mendelong. Sekarang dia percaya akan berita ini. Percaya setelah ayahnya sendiri bercerita. Dan Pendekar Gurun Neraka yang mengerutkan alis memandangnya tampak ragu-ragu bertanya, "Kau dapat menyimpan rahasia Houw-ji? Kau tentu tak akan mencelakakan seIir itu, bukan?"

"Ah," Kun Houw menggeleng. "Aku tentu tak dapat mencelakakannya, ayah. Biarpun kutahu ini darimu tapi selir itu tak mempunyai bukti-bukti untuk ditangkap basah. Benar seperti katamu tadi. Orang tak akan mampu menangkapnya dengan bukti-bukti di tangan!"

Kun Houw kagum, melihat bahwa apa yang dikata ayahnya itu benar. Seperti apa yang terjadi sekarang ini, meskipun dia tahu, meskipun dia mendengar, tapi apa yang dapat dilakukannya terhadap selir? Dia hanya mendengar bicara orang, meskipun orang itu adalah ayahnya sendiri. Dan Kaisar yang dilapori hanya berdasar pada "bicara orang” begini tentu akan menganggapnya kabar burung belaka. Tak akan menanggapi karena tak ada bukti kuat yang dapat dijadikan pegangan untuk menangkap sekir itu. Dan heran bagaimana Shi Shih dapat menghubungi Yueh yang selalu memonitor kejadian-kejadian di istana akhirnya Kun Houw memandang ayahnya itu, masih dibungkus keheranan besar.

“Ayah, bagaimana cara Yueh menghubungi selir ini? Siapa yang menjadi wakil untuk memperantarai komunikasi?”

Pendekar Gurun Neraka tersenyum. "Aku sendiri, Houw-ji. Aku sering mengunjungi istana dan diam-diam menghubungi selir itu!"

"Ah, kaukah? Pantas kalau begitu!" Kun Houw terkejut, kembali tergetar oleh keterangan ayahnya ini. Tak menyangka bahwa “kurir” yang dikirim Yueh untuk berhubungan dengan selir itu adalah Pendekar Gurun Neraka. Orang yang memiliki kesaktian tinggi dan tak mungkin diketahui para pengawal biarpun oleh Mu Ba dan teman-temannya itu. Dan Kun Houw yang menjublak oleh jawaban ini kembali bengong dengan mata mendelong.

Pendekar Gurun Neraka tertawa. "Kan terkejut, Houw-ji? Kau tak tahu?"

Kun Houw menarik napas, kaget dan kagum. "Ya, aku tak menyangka, ayah. Tapi kalau kau yang menjadi kurir tentu saja para pengawai tak ada yang berdaya melawanmu! Tapi kenapa tidak sekalian membunuh Kaisar saja? Bukankah ini pekerjaan mudah bagimu, ayah?"

"Hm," Pendekar Gurun Neraka tersenyum pahit. "Membunuh Kaisar memang pekerjaan mudah bagiku, Houw-ji. Tapi menyelesaikan permusuhan ini tak cukup hanya dengan membunuh Kaisar saja. Masih banyak terdapat Pangeran-Pangeran lain yang menjadi keturunannya, di mana mereka siap menggantikan kedudukan bila Kaisar tewas. Kau menghendaki aku membunuh pula Pangeran-Pangeran ini?"

Kun Houw terkejut. "Begitukah, ayah?"

"Ya, kauvkira bagaimana? Dan aku tak mau menjadi pembunuh sadis, Houw-ji. Urusan kerajaan harus diselesaikan secara kerajaan juga. Artinya taktis dan tehnis harus dilakukan untuk menjadi gerakan massal. Adu kekuatan dan otak harus dikerjakan di sini untuk memperoleh kemenangan secara mutlak!"

Kun Houw tak menjawab, masih bengong oleh cerita ayahnya itu. Dan Pendekar Gurun Neraka yang bangkit berdiri tiba-tiba mengusap rambutnya. "Hauw-ji, kau mau membantu selir ini, bukan?"

Kun Houw tergetar. Usapan lembut dirambut kepalanya itu terasa menembus nadi sanubarinya yang paling dalam. Merasa betapa ayahnya amat sayang kepadanya, memandang penuh kasih dan mata bersinar hangat. Tapi Kun Houw yang ingat kedudukannya di samping Ok-ciangkun tiba-tiba mundur selangkah dengan kerut di tengah kening.

"Kau menghendaki aku berkhianat pada negara, ayah?"

"Hai, kau bukanlah warga kerajaan Wu, Houw ji. Kau adalah orang bebas yang sebenarnya tak terikat dengan kerajaan itu. Kenapa mengatakan berkhianat untuk melakukan ini?"

Kun Houw terbelalak. "Tapi aku hidup di kerajaan itu, ayah. Aku makan minum di sana!"

''Sana mana? Kau maksudkan istana dan pembantu-pembantunya itu? Ah, kau kembali salah berpikir, Houw-ji. Kau berada di sana sebenarnya bukan atas kemauanmu pribadi tetapi atas kehendak Ok-ciangkun! Panglima itulah yang menjebakmu. Dia menipumu dan memperalat kejujuranmu untuk membantunya!"

"Tapi aku telah menjadi kepala pasukan cadangan, ayah. Masa inipun harus kucampakkan pula? Bagaimana kata orang bila..."

"Nanti dulu... nanti dulu!" Pendekar Gurun Neraka memotong. "Kau lagi-lagi salah mengucapkan isi hatimu, Houw-ji. Kau menjadi kepala pasukan cadangan itupun atas hasil jerih payah selir Kaisar. Bukan kehendakmu pribadi pula. Siapa bilang kau mencampakkan semuanya? Aku hanya minta kau membantu selir itu sebagai orang kepercayaannya. Houw-ji, jadi kau harus tunduk luar dalam pada selir itu sebagai junjunganmu yang sejati. Bukan kepada Kaisar!"

Kun Houw mundur. gemetar mukanya. ”Tapi ini pengkhianatan, ayah... ini perbuatan busuk yang hina dan kotor!"

"Hm, siapa hina dan kotor? Kau tahu apa tentang hina dan kotor, Houw-ji? Tak kau lihatkah sepak terjang Kaisar dan para pembantunya yang menyusahkan rakyat kecil itu? Tak kau lihatkah betapa Wu merupakan penindas yang kejam dan jahat sekali terhadap si lemah? Kau tidak berkhianat, Houw-ji. Justru kau melakukan perbuatan mulia yang gagah dan patriot!"

"Tapi itu berarti memalingkan kepala ke Yueh, ayah. Dan ini berarti pengkhianatan bagiku.“

"Tidak Yueh berjuang untuk membebaskan rakyat kecil yang sengsara, Houw-ji. Justeru bantuanmu ini adalah perbuatan pahlawan, dengan menghancurkan si lalim. Kaisar amat sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Dia dan para pembantunya adalah iblis-iblis yang harus dilenyapkan di muka bumi!"

"Tapi... tapi....”

"Tak ada tapi, Houw-ji. Rakyat cukup sengsara oleh pemerintahan Kaisar ini. Kau lihatlah besok. Kau turunlah ke tempat-tempat ramai untuk melihat penindasan yang terjadi. Betapa orang-orang Kaisar mirip setan-setan kelaparan yang menghisap darah rakyat. Betapa rakyat lemah diinjak-injak tak dapat bernapas lagi. Kau lihatlah itu. Kau selidikilah itu. Kalau aku bohong boleh kau maki ayahmu sebagai pendusta!"

Kun Houw menggigil. Dia memang melihat hal-hal yang dikatakan ayahnya itu, mendengar orang-orang Kaisar menindas dan memaksa rakyat kecil. Maklum, pembantu-pembantu Kaisar adalah orang-orang jahat macam Mu Ba dan teman-temannya itu. Tapi karena dia adalah orang istana dan Kaisar telah memberikan kedudukan tinggi tiba-tiba Kun Houw menggeleng dan melompat mundur dengan muka pucat.

"Ayah, aku tak dapat memenuhi keinginan hatimu ini. Aku adalah orang Wu, betapapun Wu melakukan kejahatan di luar. Aku tak perduli itu! Aku tak dapat mengkhianati orang yang telah memberikan kedudukan padaku, ayah. Tak mungkin bagiku mengkhianati Kaisar sementara aku masih menjadi pembantunya!"

"Hm...!" Pendekar Gurun Neraka mengerutkan alis, terkejut juga. "Kau lagi-lagi salah berpikir. Houw-ji. Kau bukan menjadi pembantu Kaisar melainkan pembantu selir cerdik itu. Kau menerima kedudukan tinggi semata atas hasil jerih payah selir ini, bukan Kaisar. Kenapa bicara yang tidak tidak? Kau salah paham, Houw-ji. Kau sekarang bukan orangnya Kaisar melainkan orangnya selir itu. Ingat!"

"Tapi.. tapi selir itu juga orangnya Kaisar, ayah. Berarti sama saja aku orangnya Kaisar atau orangnya selir itu...!" Kun Houw membantah, pada dasarnya ragu menerima ajakan ayahnya itu.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang gemas pada puteranya ini ialu membentak setengah jengkel. "Houw-ji, kau masih bodoh juga! Tidakkah kau lihat perbuatan Kaisar dan orang-orangnya yang kejam terhadap rakyat? Tidakkah kau lihat kekejaman orang-orang Wu yang menginjak-injak rakyat kecil itu? Sebaiknya kau berpikir saja yang jernih. Bantu kami untuk melenyapkan manusia-manusia berwatak iblis itu. Jangan mempersoalkan Kaisar atau bukan Kaisar!"

Namun Kun Houw masih menggeleng. "Tidak... aku masih terikat oleh janjiku, ayah. Kalau waktu setahun itu telah lewat biarlah aku bergabung denganmu melepaskan diri dari orang-orang jahat ini. Aku juga ingin membalas dendam kematian guru dan ibuku!"

Pendekar Gurun Neraka jengkel. Dia susah menundukkan kekerasan hati anaknya itu. Maklum Kun Houw adalah orang yang setia kepada janji. Tak mau mengkhianati Wu karena pemuda itu terikat kedudukannya sebagai orangnya Ok-ciangkun, yang membantu kerajaan dan harus membela istana beserta isinya. Maka kecewa mengerutkan alisnya pendekar ini berkelebat turun,

"Baiklah, tapi ingat janjimu kepadaku, Houw-ji. Kau tak boleh membocorkan rahasia selir itu kepada siapapun juga. Kalau satu hari kau sadar bahwa yang kau bela adalah Kaisar yang jahat biarlah kau hubungi selir itu pengganti diriku....!"

Kun Houw termangu. Dia melibat ayahnya turun dengan kecewa, maklum ayahnya itu marah kepadanya. Tapi Kun Houw yang menggigil di puncak lalu meluncur pula mengikuti ayahnya. Lalu, tiba di persimpangan di bawah bukit Kun Houw berseru nyaring, "Ayah, maafkan aku....!"

Dan Kun Houw yang membelok menuju kota raja akhirnya mengerahkan ginkang berkelebat meninggalkan ayahnya itu, tak menengok lagi dan menghapus air mata yang menitik di pipinya, haru serta kecewa pula kenapa dia harus berpisah dengan ayahnya itu. Kembali meletakkan diri masing-masing pada jalur yang berbeda. Bahkan berlawanan. Dan ketika Kun Houw tiba kembali di kamarnya dan menutup jendela maka semalam suntuk pemuda ini menangis tanpa suara dengan duduk diatas pembaringannya...

Pedang Medali Naga Jilid 29

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 29
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
KAISAR terkejut. Dia melihat mata pembantunya itu berapi-api, mengedikkan kepala dengan tinju terkepal. Dan melihat kesungguhan menterinya itu memberi janji tiba-tiba jantung Kaisar ini terkesiap. Betapapun, kalau Wu-taijin merasa yakin akan kata-katanya itu tak mungkin pembantunya ini akan menebus kesalahannya dengan jiwa. Memenggal kepala sendiri di hadapannya. Kata-kata yang lebih mirip sumpah daripada janji! Dan Kaisar yang tertegun memandang menterinya ini tiba tiba terhenyak.

"Baiklah," Kaisar akhirnya terguncang. "Aku akan membuktikan omonganmu, taijin. Tapi ini adalah kali terakhir bagimu memusuhi selirku itu. Kalau dia tidak bersalah dan kau lagi-lagi memfitnahnya maka tiada lain kecuali kau menebas dosamu!"

"Hamba bersumpah, Sri Baginda. Demi arwah leluhur hamba yang hamba hormati!”

Begitulah, permintaan menteri ini dikabulkan Kaisar, dan Kaisar yang menyiapkan pesta pada hari yang ditentukan lalu menyuruh orang orangnya memenuhi apa yang diinginkan Wu-taijin ini. Diam-diam tegang dan cemas juga, terpengaruh oleh keyakinan menterinya itu yarg demikian tegar dan keras hati. Berani bersumpah demi nama leluhur, hal yang tak boleh dibuat main main aleh siapapun juga. Dan ketika pesta dimulai dan seperti biasa Shi Shih mendampinginya menikmati tarian dan alunan music yang disuguhkan orang-orang istana akhirnya Kaisar menjalankan apa yang diminta menterinya itu.

Shi Shih mulai dilolohi arak, tidak kentara. Sedikit demi sedikit terus diajak Kaisar menikmati minuman keras ini, tak menyadari bahaya karena semua berjalan seperti biasa. Dan ketika pesta semakin larut dan banyak orang mulai tertawa-tawa oleh pengaruh arak yang disuguhkan Kaisar akhirnya Shi Shih bangkit berdiri dan terhuyung ikut menari, tertawa-tawa dan berjalan limbung dengan muka merah, lengan menggapai kiri kanan dengan sikap teler. Dan ketika pesta menjadi tak keruan karena banyak yang ambruk akhirnya Kaisar menarik selirnya ini, yang masih menari-sari sendiri, tak tahu bahwa musik telah berhenti sementara para penari yang lain roboh, terkekeh kekeh, sengaja dibius dalam pesta yang berlebih lebihan itu.

Dan ketika Kaisar mendudukkan selirnya itu di kursinya sendiri akhirnya saat yang menentukan itupun tibalah Kaisar menanyai selirnya ini dengan bermacam pertanyaan seperti apa yang diinginkan Wu-taijin, mengorek segala keterangan tentang apa yang sebenarnya dilakukan selirnya itu. Betulkah Shi Shih adalah mata-mata kerajaan Yueh seperti yang dituduhkan Wu taijin. Dan ketika dalam keadaan mabuk selir ini bicara ngalor-ngidul dan mengaku sebagaimana adanya mendadak Kaisar pucat dan terbelalak marah.

"Jadi kau benar-benar adalah mata - mata yang dikirim kerajaan Yueh, Shi Shih?"

"Hi-hik, itu memang benar, Sri Baginda... hamba memang dikirim untuk menjadi mata mata di sini... hamba, heh-heh... hamba dikirim untuk menjatuhkan paduka....!"

"Keparat! Dan kau juga kersekongkol dengan Lui taijin (Menteri Lui) Shi Shih? Kau mempengaruhi pula para menteriku untuk berkhianat dari dalam?"

"Ya, hamba.... heh-heh, hamba memang membuat mereka itu domba-domba yang patuh Sri Baginda... hamba... heh-heh..... para menteri paduka itu seperti kerbau-kerbau dungu yang lagi mabok kekuasaan dan harta....!”

'"Ah, dan yang membunuh Kim-ongya?"

"Hamba pula yang melakukannya, Sri Baginda. Putera paduka itu hamba bunuh karena dia berani melawan hamba! Heh-heh, hamba ngantuk... hamba ingin tidur...!" Shi Shih terhuyung, bangkit dari kursinya dia tertawa-tawa dipandang Kaisar, terbelalak bagai petir menyambar di siang bolong.

Dan Wu taijin yang gemetar di belakangnya dengan penuh kebencian tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut, penuh kemenangan. "Bagaimana, Sri Baginda? Dustakah omongan hamba?”

Kaisar menggigil, tak menjawab, tak menyanggah bahwa omongan menterinya itu benar belaka. Shi Shih telah mengadakan pengakuan. Luar dalam. Dan Wu-taijin yang geram memandang selir cantik yang tertawa-tawa dalam maboknya itu lalu bangkit berdiri.

"Sri Baginda, bagaimana putusan paduka sekarang? Masihkah paduka mengampuni siluman betina ini?"

Kaisar akhirnya marah bukan main. "Tangkap dia, taijin. Kurung dan jebloskan dia dipenjara bawah tanah!"

"Ah, tidak dibunuh saja. Sri Baginda?"

Kaisar menggeleng, masih merasa sayang. "Aku akan memancungnya besok. Sekarang masukkan dia ke penjara bawah tanah. taijin. Aku akan mengulangnya besok setelah dia sadar!"

Wu-taijin gembira. Dia telah mendapat kemenangan mutlak atas hasil jerih payahnya ini. berhasil menyadarkan Kaisar dan membuat selir yang dibenci sampai ke tulang sumsum itu mengaku, menelanjangi diri sendiri di depan junjungannya. Tapi menteri yeng tak tahu akan kecerdikan Shi Shih yang luar biasa ini tiba-tiba dibuat tertegun ketika keesokan harinya selir yang sudah terjebak luar dalam itu dihadapkan Kaisar, menangis dan terisak-isak di ruang sidang di mana Kaisar menanti dengan gigi berkerot-kerot mengumpulkan semua menterinya, marah bukan main.

"Shi Shih, tahukah dosamu kenapa aku memanggilmu ke mari?"

Begitu mula-mula bentakan Kaisar yang menggelegar memenuhi ruangan, menguncupkan semua nyali karena Kaisar memang benar-benar marah bukan main. Dan Shi Shih yang menjatuhkan diri berlutut menjadi pesakitan tiba-tiba mengguguk mendebarkan semua orang.

"Ya, hamba tahu, Sri Baginda. Tapi kenapa tidak saat itu juga paduka membunuh hamba?"

Kaisar terbelalak. "Aku menginginkan kau mengulang pengakuanmu. Shi Shih. Ingin mendengar setelah arak tidak membuatmu mabuk lagi!”

Shi Shih menangis. Dia membuat semua orang heran ketika tiba-tiba dengan berani selir ini bangkit berdiri, terisak dan memandang Menteri Wu dengan mata bersinar. Dan ketika tangisnya berhenti dan wajah yang cantik kusut itu bergetar memandang semua orang tiba-tiba Shi Shih mengedikkan kepala dengan seruan nyaring, lantang namun penuh ketetapan hati,

"Sri Baginda, hamba nyatakan di sini dengan hati berat bahwa semalam hamba telah membohongi paduka. Bahwa hamba telah membuat pengakuan palsu itu agar paduka cepat-cepat membunuh hamba. Tapi karena paduka mengulur keadaan dan paduka rupanya masih mencintai hamba biarlah hamba berterus terang bahwa apa yang hamba katakan semalam adalah bohong belaka!"

Semua orang terkejut.

"Kau hendak menyangkal?"

Shi Shih terisak. "Hamba tidak menyangkal, Sri Baginda. Tapi justeru inilah yang hamba katakan dengan sebenar-benarnya!"

"Ah, kau mau menyelamatkan dirimu, Shi Shih? Kau mau menarik ludahmu sendiri sementara semalam kau mengakui segala perbuatanmu?"

Shi Shih tak menjawab. Selir ini menangis, dan Wu-taijin yang terbelalak bahwa selir itu rupanya mau mencabut pengakuannya tiba-tiba bangkit berdiri menghadap Kaisar. "Sri Baginda, siluman betina ini rupanya mau menipu paduka. Sebaiknya cepat, dihukum saja dan penggal kepalanya itu!”

Kaisar menepuk kursinya. "Shi Shih, apa jawabmu tentang sangkalan ini? Masihkah kau hendak menyangkal bahwa semalam kau berpura pura saja?"

Shi Shih mengguguk. "Hamba memang berpura-pura, Sri Baginda. Hamba tak tahan oleh sakit hati yang menghimpit batin ini!"

"Hm, alasanmu?"

Shi Shih tiba-tiba memandang Wu-taijin, menudingkan lengannya. "Sri Baginda, paduka tahu bahwa Wu-taijin iri dan dengki kepada hamba. Dia selalu menggosok paduka untuk menjelek jelekkan hamba. Tidak tahukah paduka, apa yang sebenarnya terjadi? Hamba memendam perasaan tertekan, Sri Baginda. Bahwa selama berbulan-bulan ini hamba tersiksa Iahir batin oleh kecurigaan Wu-taijin yang lngin mempengaruhi paduka! Hamba adalah wanita, yang berperasaan halus dan peka. Tahankah hamba dicurigai sedemikian lama? Hamba terus terang tak tahan, Sri Baginda. Apalagi kalau paduka sebagai suami yang hamba cintai juga mulai terpengaruh dan mencurigai hamba. Karena itu, daripada hamba dicurigai suami yang hamba cinta sepenuh hati lebih baik hamba mengorbankan diri agar dibunuh paduka saja!"

Hebat kata-kata ini. Shi Shih mempergunakan senjata "cinta" untuk menghancurkan perasaan Kaisar, memporakporandakan hati laki-laki tua itu dengan tangisnya yang mengiba, membuat semua orang tertegun dan membelalakkan mata. Dan Kaisar yang tiba-tiba berdetak oleh semua kata-kata itu sekonyong-konyong terhenyak dan terkejut sekali. Jadi begitukah kiranya? Shi Shih sengaja mengaku karena tak kuat dicurigai? Dan selirnya itu siap dibunuh agar permusuhannya dengan Wu-taijin yang memang selalu menggosok dan menghasutnya selama ini dapat lenyap dengan kematiannya di tangan Kaisar!

Laki-laki tua ini tertegun. Dia melihat Shi Shih menangis lagi dengan pundak berguncang-guncang, mengibakan sekali. Tapi Menteri Wu yang bangkit berdiri dan buru-buru memperingatkan sudah berseru nyaring, melihat Kaisar melunakkan sikapnya,

"Sri Baginda, maafkan hamba. Harap hati-hati terhadap omongannya yang manis. Hamba membenci siluman betina ini bukan karena iri atau dengki melainkan semata-mata demi kesetiaan hamba terhadap negara dan paduka. Wanita ini dusta, ia hendak membela diri mempengaruhi paduka!"

Shi Shih membalikkan tubuh. "Kau punya bukti tentang itu semuanya, taijin? Kau dapat menunjukkan kepadaku sampai di mana perbuatanku itu?"

Wu-taijin marah. "Tak perlu bukti lagi setelah semalam kau mengakuinya, Shi Shih. Sri Baginda telah mendengar sendiri pengakuanmu itu!”

"Hm, itu kulakukan karena aku tak kuat menerima kecurigaan terus-menerus ini, taijin. Bahwa aku tak ingin suamiku mencurigai diriku gara-gara hasutanmu!" dan Shi Shih yang tiba-tiba mendekati Ok-ciangkun dan minta panglima itu melolos pedangnya sudah menangis lagi. "Ciangkun aku tak ingin hidup lebih lama. Kau serahkanlah pedangmu, biar Sri Baginda sendiri menabas kutung leherku!"

Dan belum panglima ini memberi apa yang diminta tahu-tahu Shi Shih sudah merampas pedangnya, tersedu-sedu menghadap Kaisar. Lalu mengguguk dan memasang lehernya di depan Kaisar selir ini berkata, "Sri Baginda, harap paduka kutungi leher hamba. Hamba tak ingin hidup lagi bila paduka yang hamba cinta menaruh kecurigaan kepada hamba!"

Kaisar tergetar. Dia melihat selirnya itu bicara sungguh-sungguh, menyerahkan pedang dan siap menerima kematian. Minta agar dia memenggal kepala selirnya itu. Dan melihat leher Shi Shih yang jenjang dan halus tiba-tiba Kaisar tertegun membelalakkan matanya. terkesima oleh leher yang putih halus itu, leher yang biasa dia cumbu dan belai. Leher yang manis dan rela dikutungi saat itu juga.

Dan Kaisar yang terkejut oleh semua kata-kata selirnya ini, yang memang masuk di akal tiba-tiba mengeluh dan membuang pedang di tangannya itu. Percaya bahwa pengakuan yang dilakukan Shi Shih semalam hanyalah karena keputusasaan selirnya itu menerima kecurigaan terus-menerus, tak tenang hidupnya diganggu Wu taijin. Dan karena menterinya itu selalu menggosoknya dan tiada henti menghasut Shi Shih tiba-tiba Kaisar memeluk dan memandang selirnya ini!

"Shi Shih, kau benar. Wu-taijin selamanya menuduhmu tanpa bukti. Aih, bagaimana aku tak tahu tentang ini, dewiku? Pengakuanmu semalam memang atas jebakan menteriku itu. Wu-taijin rupanya cemburu. Dia iri dan dengki kepadamu...!"

Semua orang tertegun. Mereka tak menyangka perubahan yang radikal itu. Melihat Kaisar membelai kekasihnya dan melotot pada Wu-taijin, yang kini tersudut dan ganti terjebak oleh tangkisan Shi Shih yang masuk di akal. Bahwa selir itu terpaksa mengaku karena tak tahan hidup dikejar kecurigaan, didorong hasutan dan gosokan Wu-taijin hingga Kaisar sendiri percaya pada menterinya itu. Dan karena Shi Shih telah menyebutkan alasannya dan dengan sungguh-sungguh pula selir itu siap menerima kematian di tangan Kaisar yang katanya tetap diminta sepenuh hati mendadak keadaan berbalik seratus delapanpuluh derajat untuk kemenangan selir itu!

"Ah...!" Wu-taijin kaget bukan main, buru-buru menjatuhkan diri berlutut. “Sri Baginda, mohon kesadaran paduka untuk melihat tembaga sebagai emas. Selir paduka itu ular berbahaya. Dia menipu paduka!"

Kaisar tak dapat dipengaruhi lagi. "Tidak, kaulah yang berupa tembaganya, taijin. Shi Shih tetap emas dan mulia bagiku. Dia mengaku karena tak tahan oleh gosokan dan hasutanmu."

"Tapi hamba berani sumpah, Sri Baginda. Hamba..."

Kaisar mengulapkan lengan. "Taijin, tak perlu banyak cakap lagi. Kau telah membuat kacau di tempat ini. Shi Shih tak bersalah, kau pergilah...!" dan Kaisar yang tidak memperdulikan lagi menterinya itu dan masuk memondong Shi Shih tiba-tiba disambut isak menteri ini yang terpukul hebat.

Wu-taijin benar benar tak menyangka akhir dari semuanya itu, menjublak bengong. Tapi begitu mengeluh dan mendekap dadanya tiba-tiba menteri ini terjungkal dan roboh pingsan! Gaduhlah tempat itu. Wu-taijin rupanya tak kuat menerima pukulan itu, terlampau hebat dan berat baginya. Terlampau menyakitkan. Maklum, Shi Shih yang ibarat ikan sudah dimulut buaya tiba-tiba lepas begitu saja dengan amat mudahnya. Lolos dengan alasan jitu, mengaku karena ingin mengakhiri hidup diburu kecurigaan Wu-taijin, yang tak kenal lelah dan memusuhi dirinya.

Dan karena Kaisar percaya pada menterinya itu dan curiga pada selir sendiri akhirnya Shi Shih memilih mengaku untuk dihabisi saja riwayatnya, tak tahan oleh sikap suami yang curiga, terhasut dan tergesek oleh Wu-taijin. Dan Wu-taijin yang tentu saja tahu dan maklum akan kecerdikan lawan yang luar biasa tiba - tiba jatuh sakit untuk yang kesekian kalinya!

Berakhirlah sudah. Permusuhan yang terjadi itu adalah permusuhan yang terakhir. Artinya, Kaisar sudah tak akan mendengarkan lagi semua kata-kata dan nasihat menterinya ini. Tak akan menggubris dan memperdulikan Wu-taijin lagi. Dan Wu-taijin yang mengalami shock hebat akibat kejadian itu lalu direncanakan untuk dipindah ke lain tempat. Celaka!

Menteri she Wu ini memang benar-benar bernasib sial. Dia kalah cerdik oleh Shi Shih. Dan belum rencana itu dijalankan tiba-tiba, pada suatu hari ketika pemberontakan di Chi dan Chih berhasil ditumpas mendadak Kaisar mendapat laporan bahwa menterinya itu berkhianat dengan sisa-sisa pasukan Chi untuk mengadakan pemberontakan melawan Kaisar!

"Jahanam, adakah bukti bahwa menteri itu berkhianat, Po-taijin? kaisar terkejut, berang mukanya memandang Po-taijin (Menteri Po) yang melapor berita baru ini.

Dan menteri she Po yang bukan lain adalah tangan kanan Shi Shih buru-buru membenturkan jidat. "Ampun, hamba melapor tentu hamba mempunyai bukti, Sri Baginda. Tapi untuk lebih memperkuat dugaan ini biarlah paduka tanyakan hal itu pada selir paduka!"

"Shi Shih?"

"Ya."

Kaisar murka, Dia memanggil selirnya itu, tak tahu betapa diam-diam Shi Shih memainkan mata di belakang panggung, pura-pura terkejut dan cepat menghadap Kaisar. Dan ketika Kaisar membentaknya dengan suara keras buru-buru selir yang cerdik ini bersimpuh hormat.

"Ampun, ada apa paduka memanggil hamba, Sri Baginda? Ada persoalan apa Iagi?"

Kaisar mengepal tinju. "Aku hendak bicara tentang menteri she Wu itu, Shi Shih. Benarkah dia berkhianat dan hendak membantu sisa-sisa pemberontak di Chi-kiang!"

"Ah," Shi Shih membelalakkan mata. "Dari mana paduka tahu, Sri Baginda? Kenapa hamba yang diminta keterangannya?"

Kaisar geram "Po-taijin memberi tahu padaku bahwa kauIah yang dapat memberi keterangan lengkap tentang Wu-taijin ini, Shi Shih. Betulkah pembantuku itu hendak berkhianat dan adakah buktinya!”

Shi Shih mengerutkan alis, pura-pura enggan. "Sri Baginda, sebaiknya paduka tak perlu bertanya kepada hamba. Kalau hamba bicara nanti dikira hamba sengaja menjelek-jelekkan Wu taijin karena kami memang selalu bermusuhan."

"Tidak, tak perlu kau takut, Shi Shih. Katakan saja apa yang dilakukan menteriku itu. Betulkah dia berkhianat dan adakah buktinya!"

Shi Shih menangis. "Sri Baginda, sesungguhnya hamba telah mengetahui hal ini beberapa wakta yang lalu. Tapi dikarenakan takut hamba memfitnah maka hamba sengaja diam dan tak memberi tahu. Kini paduka bertanya langsung, apa yang harus hamba lakukan?"

"Katakan terus terang saja, Shi Shih. Tunjukkan padaku betulkah menteriku itu berkhianat”

Shi Shih akhirnya tersedu. Dia berkata bahwa Wu taijin itu memang berkhianat, saksinya banyak. Antara lain Po-taijin yang hari itu ada di dekat mereka. Tapi untuk menjelaskan persoalan agar tak disangka fitnah sebaiknya menteri itu dipanggil menghadap sekarang juga. Dan ketika Wu-taijin muncul dan ganti dia menjadi pesakitan di ruang sidang akhirnya Kaisar membentak dengan penuh kemarahan.

"Taijin, betulkah kau berkhianat dengan sisa-sisa pasukan Chi-kiang untuk memberontak dari dalam?'

Menteri Wu terkejut, "Siapa bilang, Sri Baginda?"

“Banyak yang bilang, antara lain Po-taijin!"

Menteri she Wu itu terbelalak. Dia marah memandang rekannya itu, dan maju selangkah dengan tinju terkepal menteri tua ini menuntut, "Po-taijin, adakah buktinya aku melakukan pengkhianatan? Dari mana kau tahu? Kenapa kau hendak memfitnah aku?"

Po-taijin tersenyum mengejek. "Aku mendengar dari banyak orang yang telah melihatnya, taijin. Tapi terutama dari sri paduka selir yang telah mengetahui tindak tandukmu!"

"Ah! Menteri she Wu terkejut, ganti memandang Shi Shi. Dan Shi Shih yang bangkit berdiri dengan mata bersinar tiba-tiba membuat pembesar ini tergetar ketika mendengar wanita yang amat dibencinya itu menghadap padanya.

"Taijin, bolehkah aku bicara tentang tuduhan yang dijatuhkan padamu ini? Beranikah kau menyangkal biIa bukti-bukti pengkhianatanmu kubuka di depan Sri Baginda?"

Menteri ini merah mukanya. Dia tidak melakukan pengkhianatan, maka membentak kepada Iawan dia menghardik, "Siluman betina, aku tidak melakukan pekerjaan yang dituduhkan kepadaku itu. Justeru kaulah yang berkhianat. Kau ular berbisa yang menghasut Sri Baginda!"

Shi Shih tersenyum mengejek. "Aku bicara tentu aku mempunyai bukti, taijin. Kalau kau dapat menyangkalnya boleh kupotong leherku di sini!"

Wu-taijin gusar. Dia memaki-maki, tapi Sri Baginda yang menepuk lengan kursinya tiba-tiba membentak menyuruh menterinya itu diam. Lalu bangkit berdiri dengan mata merah Sri Baginda berseru pada selirnya itu, "Shi Shih. coba kau tunjukkan padaku di mana bukti pengkhiantan menteriku ini?”

Shi Shih mengangguk. Ia menepuk tangan dua kali, dan ketika Sam-hek Bi-kwi muncul di ruang sidang maka semua mata terbelalak ketika melihat tiga wanita cantik itu berdiri dibelakang Shi Shih. Dan Shi Shih mengangkat tangannya, mulai bicara, jelas dan nyaring satu-persatu didengar semua orang, "Sam-hek Bi-kwi. benarkah kalian melihat menteri she Wu ini berhubungan dengan musuh di Chi kiang? Benarkah Wu-taijin merencanakan pemberontakan dengan jalan berkhianat secara diam-diam?"

Tiga wanita itu mengangguk. "Benar, sri paduka selir."

"Dan adakah kalian membawa buktinya?"

"Kami membawa buktinya!"

"Nah, katakan kepada kami, biar Sri Baginda mendengar pernyataan kalian itu!" dan begitu Shi Shih memberi tanda maka Sam-hek Bi-kwi yang merupakan pengawal rahasia ini lalu menghadap Kaisar.

"Sri Baginda, ampunkan kami bertiga. Kami hendak bicara langsung dengan menteri paduka itu."

Kaisar mengangguk, Dia memberi ijin, dan ketika Bi Kwi memutar tubuh mewakili dua kakaknya yang lain bertanyalah wanita ini pada menteri itu, "Wu-taijin, kemanakah puteramu Wu Hap itu kau sembunyikan? Salahkah bila kujawab bahwa puteramu itu berada di Chi-kiang di rumah seorang sahabatmu?”

Wu taijin terkejut bagai mendengar petir di siang bolong. Dia terbelalak dan seketika tak dapat menjawab tak menyangka bahwa dari sinilah datangnya tuduhan itu. Jebakan fitnah! Dan Wu-taijin yang menggigil memandang Bi Kwi tiba-tiba mengeluh dan mendekap dadanya, kembali tak menjawab ketika Bi Kwi mengulang pertanyaannya. Dan ketika tiga kali Bi Kwi bertanya dan menteri she Wu ini juga tak menjawab akhirnya Kaisar bangkit berdiri membentak menterinya itu.

"Wu taijin benarkah pertanyaan yang ditujukan Sam-hek Bi Kwi ini? Kau menyembunyikan puteramu di Chi kiang?"

Wu-taijin menjatuhkan diri berlutut. "Ampun, hamba... hamba memang menyingkirkan putera hamba itu ke luar kota, Sri Baginda. Tapi bukan untuk berkhianat atau memusuhi paduka!“

Shi Shih menjengek. "Tapi tak perlu ke Chi-kiang, taijin. Kau tahu bahwa itu adalah sarang musuh yang anti kerajaan."

Wu-taijin pucat. Dia melihat semua mata memandangnya tajam, terutama Kaisar, yang marah dan terbelalak kepadanya. Dan ketika dia menggigil dan Kaisar melangkah maju maka pertanyaan terakhir merupakan todongan yang tak dapat dielakkan lagi.

"Taijin, benarkah puteramu kau singkirkan ke Chi-kiang?"

Menteri ini mengangguk. Dia adalah orang jujur, tak pernah berbohong pada junjungannya itu. Tapi mencoba memberi penjelasan dia berkata gugup, "Benar, tapi hamba tidak maksudkan putera hamba itu untuk melakukan pemberontakan, Sri Baginda. Justeru hamba menyingkirkan putera hamba agar semata selamat dari selir paduka yang telah membunuh Kim-ongya itu. Hamba tidak mengkhianati paduka. Tuduhan ini adalah fitnah!"

"Hm, tapi menyingkirkan ke Chi-kiang sama dengan menyuruh puteramu itu bergabung dengan sisa-sisa pemberontak, taijin. Kalau ini tak boleh disebut gejala pengkhianatan lalu harus kunamakan apa?" Shi Shih lagi-lagi menyela, berani mendahului Kaisar karena dia adalah selir yang paling disayang, tak takut akan teguran Kaisar karena Kaisar telah berada di bawah pengaruhnya. Dan semua orang yang menganggap kata-kata itu benar lalu menganggukan kepala menganggap Wu-taijin salah. Termasuk Kaisar.

Dan Wu-taijin yang ditodong tak dapat membela diri tiba-tiba menangis dan berteriak, "Shi Shih, kau iblis betina yang pandai menghasut orang. Kau siluman ular berkepala dua!"

Kaisar marah "Tak perlu memaki selirku, taijin. Jawab saja kau mengakui kesalahanmu atau tidak!"

"Tapi hamba tak bermaksud berkhianat, Sri Baginda. Hamba menyelamatkan putera hamba itu karena semata menghindari kejahatan selir paduka ini. Hamba.... hamba...."

Wu-taijin tiba-tiba ambruk, menangis menggerung-gerung tak dapat menguasai diri lagi, tak dapat mendebat karena kekeliruannya hanya satu, menyuruh puteranya itu ke Chi-kiang karena hanya di sanalah puteranya itu terlindung dari jangkauan selir berbahaya ini. Karena rata-rata musuh Shi Shih memang berkumpul di sana, orang-orang yang tak senang akan sepak terjang selir cerdik yang telah mempengaruhi Kaisar luar dalam ini.

Dan ketika Wu taijin mengguguk dan menangis tak dapat bicara karena dilanda sakit hati dan dendam yang dahsyat tiba-tiba Kaisar meminta pedang Ok-ciangkun, yang lagi-lagi terbelalak dan terheran-heran oleh semua kejadian yang mengejutkan ini melihat betapa permusuhan di antara menteri she Wu itu dengan selir yang cantik ini mencapai klimaksnya, balas membalas. Dan begitu Kaisar melolos pedang menghampiri menterinya ini tiba-tiba tanpa banyak cakap Kaisar melempar pedang ditangannya itu kepada Wu-taijin yang menangis sambil berlutut.

“Trang!"

Wu-taijin mengangkat mukanya. Dia terkejut melihat Kaisar melempar pedang, mundur dan duduk di kursi singgasananya dengan kepala tegak, gelap dan dingin memandangnya. Dan begitu sadar bahwa Kaisar menghendaki dia untuk menggunakan pedang itu sebagai hukuman tiba-tiba menteri ini menghentikan tangisnya bangkit berdiri, terbelalak dengan tubuh bergoyang dan muka pucat bukan main, seakan tak percaya bahwa juragannya itu menghendaki dia bunuh diri. Mati menerima hukuman. Hukuman maut! Tapi Wu taijin yang masih ragu setengah percaya lalu memungut pedang itu dengan jari gemetar, menghadap junjungannya.

"Sri Baginda, paduka... paduka memutus hukuman mati untuk hamba...?"

Kaisar tak menjawab. Dia masih tegak di kursi singgasananya dengan sikap dingin, luar biasa dingin malah, seperti es. Dan Wu-taijin yang mencoba mengulang tiga kali berturut-turut namun tetap mendapat jawaban sama tiba-tiba mengeluh dan mengangkat tinggi tinggi pedang ditangannya itu. Kemudian. berteriak penuh kecewa dan marah serta dendam setinggi langit tiba-tiba pembesar itu menghunjamkan pedangnya ke perut sendiri.

"Sri Baginda, paduka terhasut iblis. Semoga rakyat menanam banyak-banyak pohon Kai untuk peti mati... crep!"

Wu taijin terguling roboh. Menteri ini tewas seketika dengan mata mendelik, darah mengucur dari luka diperutnya yang menganga lebar, melepas kutukan di saat ajal. Dan Kaisar yang tentu saja marah oleh kutukan ini lalu menyuruh penggal kepala menteri yang malang itu, menancapkannya di tengah kota agar menjadi tontonan orang ramai sementara sisa tubuhnya dibuang ke sungai, hanyut tanpa dikubur baik-baik. Tragis dan mengenaskan sekali. Dan begitu semua orang tahu tiba-tiba saja kota raja menjadi gempar!

Wu-taijin adalah menteri setia. Bagaimana bisa menemui nasib demikian buruk? Namun orang awam yang tak tahu-menahu tentang apa yang sebenarnya terjadi di istana hanya menarik napas dalam-dalam. Mereka menyayangkan kematian menteri tua itu. Kematian sia-sia. Kematian yang luar biasa buruk karena jasad tubuhnya tak dihormati lagi. Dibuang begitu saja bagai sampah tak berguna. Lenyap sudah jasa-jasa yang pernah dilepas menteri ini. Hilang sudah semua perjuangannya untuk negara. Namun beberapa orang yang tahu duduk persoalan sebenarnya akan apa yang terjadi di istana diam-diam menangis dan terharu oleh kematian menteri tua ini.

Sejarah mencatat betapa Wu-taijin adalah menteri yang gigih. Yang tak kenal lelah dan selalu memperingatkan junjungannya akan bahayanya selir cantik itu. Namun kalau nasib menentukannya begitu lalu apa yang dapat mereka lakukan? Orang hanya menangisi kematian menteri setia ini. Dan Shi Shih yang "popularitasnya" menanjak di luaran dan dikenal sebagai musuh nomor satu mendiang menteri setia itu lalu mendapat tanggapan bermacam-macam dari rakyat.

Ada yang pro ada yang kontra. Namun. Setelah selir berhasil mempengaruhi Kaisar dan rakyat mulai dicekik oleh pajak yang tinggi akhirnya selir itu mendapat citra buruk dan dibenci oleh sebagian besar orang. Khususnya rakyat Wu yang melihat junjungan mereka dibius oleh selir cantik itu. Di nina-bobok oleh kecantikan dan tubuhnya yang hangat.

Dan Shi Shih yang tentu saja tahu akan gejolak di luaran ini semakin berhati-hati dan mengendalikan Kaisar dengan perhitungan seksama. Itu memang misinya. Membuat Wu porak-poranda diguncang kegelisahan. Dan ketika sedikit demi sedikit kendali pemerintahan mulai diarahkan kepadanya dan dia menunjuk beberapa menteri untuk pengganti Wu-taijin dan beberapa orang kepercayaannya akhirnya kedudukan selir ini menjadi kuat dan luar biasa sekali.

Shi Shih kini berhasil menumbangkan musuh nomor satunya, Wu taijin yang telah tewas itu. Dan karena semua orang melihat bahwa selir itu memang dekat dan amat disayang Kaisar maka tak ada yang berani coba-coba melawan selir ini. Dan Shi Shih malai memperalat pembantu-pembantunya. Dia melihat sebagian besar menteri di kerajaan Wu itu adalah orang-orang yang tamak akan harta dan kedudukan.

Maka memberi mereka harta dan kedudukan ini Shi Shih mengobral isi negara hingga mereka tunduk luar dalam. Bukan tunduk kepada Kaisar melainkan tunduk kepadanya. Secara pribadi! Dan ketika kedudukannya semakin kuat dan roda pemerintahan dikendalikan lewat tangannya maka mulailah selir ini menyusun angkatan perang dibalik angkatan bersenjata negara!

Begitulah. Shi Shih mulai mengembangkan sayap. Selir ini tak tanggung-tanggung mengoyak kekalutan istana. Tapi ketika dia harus berhadapan dengan Ok-ciangkun sebagai menteri pertahanan dan panglima itu melihat gejala-gejalanya yang tidak beres tiba-tiba untuk sejenak selir ini ketemu batunya.

"Ok-ciangkun tak setuju bila mendirikan pasukan cadangan, paduka selir. Katanya itu tak berguna dan hanya memboros-boroskan potensi negara saja!" demikian Po-taijin melapor suatu hari menghadap dan menyatakan keluhannya ini.

Dan Shi Shih yang terkejut oleh keterangan itu lalu membelalakkan matanya. "Apa yang dikata menteri pertahanan ini?"

Po-taijin, yang telah menjadi tangan kanan dan orang kepercayaan selir itu menjawab, “Dia tidak setuju, paduka selir. Katanya pasukan cadangan tak perlu dibangun karena pasukan di bawah pimpinannya sudah cukup diandalkan untuk melindungi Kaisar."

"Ah, tolol kau, Po taijin. Tidakkah kau katakan bahwa pasukan cadangan ini adalah untuk memperkuat penjagaan terhadap Kaisar? Musuh mulai menyelinap ke dalam istana. Dan Ok-ciangkun tak mungkin mengandalkan pasukannya bila dia dikirim menghadapi sisa-sisa pemberontak di luar."

Po-taijin ketakutan. Dia melihat selir ini marah, tapi coba meredakan keadaan dia bertanya, "Jadi bagaimana, paduka selir? Apa yang sebaiknya hamba lakukan?"

"Kau panggil panglima itu. Biar kubicarakan bersama Kaisar.”

Po-taijin mengangguk. Dia tak dapat menolak, dan ketika Ok-ciangkun datang menghadap dan Shi Shih melihat panglima itu menunjukkan muka tak senang buru-buru selir ini bangkit berdiri tersenyum manis, maklum bahwa terhadap panglima ini dia harus mengambil hati karena Ok-ciangkun merupakan tulang punggung negara dalam masalah angkatan perang. Dan begitu Kaisar mempersilahkan duduk maka menyapalah selir yang cerdik ini.

"Ok-ciangkun, tahukah kau apa maksud kami memanggilmu?'"

Ok-ciangkun mengangguk. "Hamba tahu, paduka selir. Po-taijin telah menerangkan kepada hamba apa yang menjadi maksud paduka!"

"Bagus, kalau begitu bagaimana, ciangkun?" Bisakah kita sekarang memusyawarahkan bersama masalah ini? Sri Baginda sengaja kuajak ke mari untuk mendengarkan pembicaraan kita. Mari kita mulai saja!"

Dan Kaisar yang sudah mendengar rencana selirnya itu untuk menyusun pasukan cadangan di luar pasukan kerajaan demi keselamatan dirinya lalu memandang panglimanya itu. "Ciangkun, selirku minta memperkuat penjagaan. Bagaimana pendapatmu untuk menyusun pasukan cadangan itu? Perlukah?"

"Tidak!" panglima ini langsung menggeleng kepala, tegas pada sikapnya semula. "Hamba rasa pasukan cadangan itu tak perlu dibuat, Sri Baginda. Pasukan yang hamba pimpin sudah lebih dari cukup untuk melindungi paduka!"

“Hm, aku juga sudah berkata pada selirku itu. Tapi bagaimana pendapatmu, Shi Shih?"

Selir cerdik ini tersenyum. "Hamba justeru memperkuat keinginan hamba, Sri Baginda. Hamba ingin menyusun pasukan cadangan untuk memperkuat perlindungan terhadap paduka!"

"Tapi Ok-ciangkun telah menjamin keselamatanku, Shi Shih. Apakah ini kurang dan masih perlu dikhawatirkan?"

"Tidak," Shi Shih masih tersenyum. "Apa yang dikata Ok-ciangkun memang benar, Sri Baginda. Tapi bukankah jaminan ini dilakukan bila Ok-ciangkun ada di kota raja? Bagaimana jika sewaktu-waktu Ok-ciangkun bertugas di luar?"

"Hamba dapat mewakilkannya pada pembantu-pembantu hamba, paduka selir. Paduka tak perlu kawatir jika hamba bertugas di luar!”

"Tapi beberapa waktu yang lalu kau kecolongan, ciangkun. Tak ingatkah kau betapa penjahat menculik diriku? Kalau tak ada Sam-hek Bi-kwi di sana tentu aku sudah menjadi mayat!"

"Ini..." panglima itu tertegun. "Hamba memang kecolongan, paduka selir. Maafkan hamba untuk peristiwa itu. Waktu itu dua orang puteri hamba sedang keluar meninggalkan padaku!"

"Ya, dan terus terang aku tak menghendaki peristiwa itu berulang, ciangkun. Aku tak ingin apapun alasannya aku atau Sri Baginda mendapat serangan musuh yang menyelinap memasuki istana!"

Ok-ciangkun mengerutkan alis. Mukanya merah, entah marah atau malu. Tapi Sri Baginda yang mengangkat lengannya buru-buru menengahi, "Shi Shih, jangan terlampau keras menekan Ok-ciangkun. Betapapun kau tahu sendiri panglimaku ini bekerja sekuat tenaga untuk melindungi diriku. Bukankah selama Ini tak ada musuh yang berani menggangguku?"

"Benar, musuh memang belum mengganggu paduka, Sri Baginda. Tapi musuh telah berani menculik hamba. Ini berarti penjagaan di istana masih kurang tangguh!" Shi Shih tetap bertahan, bersikeras pada pendapatnya itu dan cemberut pada Kaisar, yang terang-terangan membela Ok-ciangkun.

Dan Ok-ciangkun yang mengangkat mukanya memberi janji tiba-tiba berkata. "Baiklah, hamba akan menambah pembantu-pembantu hamba di istana, paduka selir. Kalau paduka masih merasa khawatir akan penjagaan istana biarlah hamba menanam orang-orang kepercayaan hamba untuk melindungi paduka."

"Kalau masih kecolongan juga?"

"Tak mungkin!" panglima ini merasa pasti. Hamba memiliki pembantu pembantu yang kuat, paduka selir. Hamba yakin keselamatan paduka dan Sri Baginda tak mungkin dijangkau musuh-musuh dari luar!"

"Baiklah,” Shi Shih akhirnya mengalah. "Aku juga tak mengharap musuh dapat menerobos penjagaanmu, ciangkun. Tapi kalau terbukti keselamatan kami terancam juga sebaiknya kau melihat kekuranganmu ini untuk membentuk pasukan cadangan!"

"Boleh," Ok-ciangkun setuju. "Hamba tak yakin itu, paduka selir. Tapi kalau benar ada musuh dapat mengganggu paduka berdua biarlah saat itu juga hamba membentuk pasukan cadangan."

Begitulah Shi Shih ketanggor sejenak oleh kekerasan hati panglima ini. Namun Ok-ciangkun yang tak mengenal kecerdikan selir itu mana tahu siasatnya yang luar biasa. Shi Shih sengaja mengalah agar tidak terlalu melukai perasaan panglima itu, yang bagaimanapun amat diandalkan Kaisar karena panglima itulah satu-satunya orang yang paling lihai di seluruh kerajaan. Tapi begitu panglima ini berjanji untuk menyusun pasukan cadangan bila musuh dapat mengganggu mereka tiba-tiba selir ini tersenyum dan segera mengatur siasat.

Shi Shih adalah selir yang banyak mempunyai mata mata. Bahkan ia merupakan orang ke dua setelah Kaisar. Jadi apa susahnya membolak-balikkan tangan mempermainkan orang? Maka begitu panglima ini keluar meninggalkan ruangan maka selir yang cerdik ini menyusun siasat yang bagus. Tentu saja tidak tergesa-gesa, memasang jarak agar panglima itu tak curiga padanya. Dan ketika waktu yang ditentukan itu tiba dan panglima Ok "kebetulan" keluar kota raja untuk mecari sisa-sisa pemberontak di Chi-kiang maka saat itulah kejadian menggemparkan terjadi di istana.

Dua orang musuh berkedok menyerbu, datang ke istana dan merobohkan banyak pengawal untuk mencari-cari Kaisar. Dan ketika Kaisar tertangkap dan semua orang tertegun melihat kehebatan musuh yang datang itu tiba-tiba semua orang terhenyak ketika mengetahui bahwa yang datang itu tenyata adalah Pendekar Gurun Neraka dan isterinya nomor satu. Pek Hong! Dan Kaisar yag tentu saja kaget bukan main oleh kehadiran tokoh yang luar biasa ini tiba-tiba tertegun dan bertanya apa yang menjadi maksud pendekar sakti dan isterinya itu.

Dan Pendekar Gurun Neraka menyatakan maksudnya. Dia tidak bermaksud membunuh Kaisar tapi sekedar mengancam Kaisar agar tidak menganggu dua orang anak-anaknya sebagai pemberontak. Yakni Sin Hong dan Bi Lan itu. Bahwa mereka bukan musuh yang harus dikejar-kejar negara dan kejadian dahulu adalah fitnah belaka.

Dan Kaisar yang dipaksa berjanji untuk tidak mengganggu Sin Hong dan Bi Lan sebagai pemberontak berikut teman-temannya yang lain lalu dilepaskan dan marah-marah pada pendekar sakti ini, memaki pendekar itu sebagai manusia tak tahu aturan yang membuat ribut di rumah orang. Dan begitu Kaisar dilepas dan Pendekar Gurun Neraka memegang janjinya mendadak para pengawal maju membentak mengerubut pendekar ini.

Terjadilah perkelahian seru. Pendekar Gurun Neraka dan isterinya dikeroyok. Tapi pendekar sakti yang gagah perkasa itu ternyata unggul, mampu menghadapi lawan-Iawannya dengan baik. Dan Bi Kwi serta teman-temannya yang dipaksa mundur oleh suami istri yang berkepandaian tinggi ini akhirnya kalang-kabut dan roboh satu-persatu, gentar dan mengakui kehebatan pendekar sakti itu berama isterinya.

Tapi ketika dua orang pamuda maju dengan bentakan mereka yang tinggi penuh semangat mendadak pertempuran berobah sedikit. Pendekar Gurun Neraka menghadapi pemuda baju putih, sementara pemuda lain, pemuda berbaju hitam yang menyusul balakangan menyerbu Pek Hong, bertanding satu-persatu melawan suami isteri itu. Dan ketika Pek Hong terdesak dan isteri Pendekar Gurun Neraka ini mulai menjerit tiba-tiba untuk pertama kalinya isteri Pendekar Gurun Neraka itu terluka.

Semua orang terkejut. Mereka terbelalak dan kagum melihat sepak terjang dua orang pemuda ini. Dan ketika Pek Hong kembali menjerit dan untuk kedua kalinya isteri Pendekar Gurua Neraka itu terpelanting mendadak Pendekar Gurun Neraka mengeluarkan bentakan yang membuat semua orang terguncang, roboh oleh pekik yang dahsyat yang dikeluarkan pendekar sakti ini. Dan begitu lawan terkejut oleh bentakannya yang menggelegek tiba-tiba Pendekar Gurun Neraka meninggalkan pemuda baju putih itu menyambar isterinya, yang saat itu terguling-guling dan dikejar pemuda baju hitam yang ganas sepak terjangnya.

Dan begitu pendekar ini menangkis dan pemuda baju hitam itu mencelat terlempar maka Pendekar Gurun Neraka berkelebat lenyap membawa isterinya yang terluka, meninggalkan istana sementara orang-orang masih bengong oleh geraknya yang luar biasa cepat. Dan ketika semua orang sadar dan coba mengejar ternyata pendekar yang amat berani dan gagah perkasa itu telah lama menghilang jauh di kegelapan malam.

Begitulah. Kejadian malam itu benar-benar mengejutkan sekali. Istana benar-benar gempar oleh kedatangan Pendekar Gurun Neraka ini, tak menyangka bahwa Kaisar yang dijaga ketat masih juga tak mampu menyelamatkan diri dari sergapan pendekar ini. Pendekar yang dikenal sakti dan memang memiliki kepandaian tinggi. Dan begitu semua orang ribut membicrakan kejadian ini maka dua pemuda terakhir yang berhasil menahan serbuan lawan tiba-tiba juga menjadi bahan pembicaraan dan banyak dikagumi orang.

Siapakah mereka itu? Bukan lain Kun Houw dan Hun Kiat, dua pemuda yang sebenarnya bermusuhan tapi sama-sama membantu Ok-ciangkun, Kun Honw si pemuda baju putih sedang Hun Kiat si pemuda baju hitam. Dan Kaisar yang tentu saja kagum oleh kelihaian dua pemuda ini lalu menyatakan terima kasihnya dengan mengangkat mereka sebagai panglima muda yang langsung memimpin seribu pasukan!

Namun Kun Houw menolak. Pemuda ini menyatakan bahwa perbuatannya tadi adalah dasar kewajiban. Tidak dilakukan untuk meraih jabatan tertentu atau pujian tertentu. Dan Kaisar yang tentu saja tertegun oleh jawaban ini lalu memandang selirnya, yang saat itu juga memandang Kun Houw dan duduk di sebelah kirinya. Dan Shi Shih yang tersenyum mengerling Sri Baginda akhirnya menengahi.

"Sri Baginda, pemuda ini adalah pembantu Ok-ciangkun. Kalau begitu bagaimana jika kita menunggu pembantu paduka itu untuk meminta pendapatnya apakah yang layak diberikan pada pemuda ini bila dia menolak menjadi panglima muda?”

"Hm, aku setuju saja. Shi Shih. Tapi apa pendapatmu pribadi untuk memberi penghargaan pada pemuda yang gagah perkasa ini?”

"Hamba kira mengepalai pengawal rahasia saja, Sri Baginda. Karena pemuda yang satu itu telah menerima anugerah paduka untuk menjadi panglima muda."

"Ah. tapi kepala pengawal telah dipegang Ok-ciangkun itu, Shi Shih. Mana mungkin memberikan kedudukan itu padanya?”

Shi Shih tersenyum. "Sri Baginda, jabatan rangkap yang dipegang Ok-ciangkun sebenarnya memberatkan pembantu paduka itu sendiri. Kenapa sungkan menarik jabatan ini untuk diberikan pada Kun Houw? Dia cukup pantas menerima itu. Kepandaiannya jauh lebih lihai dibanding Bi Kwi dan teman temannya!”

"Tapi Ok-ciangkun bisa tersinggung, Shi Shih. Salah-salah dia tak senang hati kalau aku memberikan anugerah itu pada pemuda ini!”

"Tidak." Shi Shih menggelengkan kepalanya, masih tersenyum. "Ok-ciangkun harus tahu kekurangannya, Sri Baginda. Bukankah beberapa waktu yang lalu dia berjanji untuk melihat kekurangannya ini kalau perlindungannya terhadap kita masih lemah? Kalau paduka segan memberi kedudukan itu ganti saja sebagai kepala khusus, Sri Baginda. Yakni kepala pasukan cadangan yang harus dibentuk itu. Sesuai usul hamba dulu!"

Kaisar tertegun. Dia teringat ini. Teringat betapa omongan Shi Shih benar, bahwa pasukan cadangan harus dibuat untuk memperkuat penjagaan. Dan melihat bahwa pengawal Ok-ciangkun masih dapat diterobos musuh dan kalau tidak ada dua orang pemuda ini tentu Pendekar Gurun Neraka dapat berbuat sewenang-wenang tiba-tiba Kaisar mengangguk dan berseru girang, "Bagus, usulmu memang tepat, Shi Shih. Sebaiknya pemuda ini dijadikan kepala pasukan cadangan yang harus dibentuk itu. Dia memiliki kelihaian yang dapat diandalkan!"

Shi Shih tersenyum. Kali ini Kaisar sendiri mendukung keinginannya, tak perlu lagi dibujuk. Dan ketika beberapa hari kemudian Ok-ciangkun pulang dan mendengar berita mengejutkan ini tiba-tiba panglima itu tertegun dan terbelalak kaget.

"Apa? Pendekar Gurun Neraka menyerbu?”

"Ya, dan Kaisar tertangkap pendekar sakti itu. ayah. Untung ada Kun Houw dan Hun Kiat yang melukai lawan," Kui Hoa menjawab, bangga pada kelihaian kekasihnya itu sementara ayahnya terkejut, membelalakkan mata seakan mimpi di siang hari. Dan panglima yang segera mendengar kisah lengkap anak perempuannya itu lalu mengerotkan gigi mengepal tinju.

"Dan ke mana paman So-beng, ayah? Kenapa dia juga tidak muncul?"

Panglima ini termangu. Dia tak menjawab pertanyaan itu, masih tertegun oleh berita mengejutkan ini. Kaget bahwa Pendekar Gurun Neraka menerobos istana. Tapi maklum akan kalihaian pendekar sakti itu dan geram pada pembantu-pembantunya sendiri akhirnya panglima ini menepuk pahanya dengan muka merah. Dan saat itu Po-taijin datang, memberi tahu undangan Kaisar, bahwa dia ditunggu Sri Baginda bersama selirnya yang cantik itu. Dan ketika Shi Shih menegur memperingatkannya akan kesalahannya ini secara halus maka Ok-ciangkun menarik napas dan membungkukkan tubuhnya.

"Paduka benar. Hamba rupanya masih kebobolan, paduka selir. Karena itu apa yang paduka inginkan sekarang?"

Shi Shih tersenyum manis. "Tak perlu kecewa, Ok-ciangkun. Betapapun yang datang adalah Pendekar Gurun Neraka. Kalau kau ada di sini saat itu tentu Sri Baginda tak akan tertawan begitu memalukan. Sekarang bagaimana janjimu dulu untuk membentuk pasukan cadangan? Dapatkah usulku kau terima?"

Panglima ini mengangguk. "Hamba memenuhi janji hamba, paduka selir, tapi semuanya tergantung Sri Baginda."

"Ah," Kaisar mengangkat Iengannya. "Aku pribadi menyetujui keinginan selirku, Ok-ciangkun. Tapi kalau kau tak keberatan tentu aku akan senang mengabulkannya."

"Dan Kun Houw menjadi kepala pasukan cadangan ini, ciangkun. Dapatkah kau menerimanya dengan baik pula?" Shi Shih menyambung, mengejutkan panglima ini yang tiba-tiba mengerutkan alis, terkejut bahwa tiba-tiba Kun Houw diambil dari sisinya, karena Kun Houw selama ini adalah pembantunya.

Tapi Kaisar yang memotong dengan seruan pendek tiba-tiba membuat panglima ini semakin tersudut. "Tadinya selirku menginginkan Kun Houw menjadi kepala pengawal rahasia, ciangkun. Tapi karena jabatan itu telah kau pegang, maka kucegah dia untuk memberi jabatan lain saja. Dan itulah keputusan kami!"

Ok-ciangkun tak dapat berkutik lagi. Dia melihat Kaisar menyetujui selirnya, mendengar bahwa Hun Kiat menjadi panglima muda atas jasa-jasanya menghadapi lawan. Dan karena Kun Houw memang berhak untuk menerima penghargaan itu dan tak enak baginya menolak secara keras maka panglima inipun mengangguk dan menerima putusan Sri Baginda. Harus mengakui bahwa lagi-lagi dia kebobolan. Bahwa selir junjungannya itu benar dan tampaknya mempunyai perhitungan yang tajam sekali. Jauh lebih tajam dan cocok dibanding dia.

Dan Kun Houw yang hari itu juga diberi penghargaan sebagai kepala pasukan cadangan yang siap dibentuk tiba-tiba memisahkan diri dari panglima she Ok ini. Seperti halnya Hun Kiat sendiri, mempunyai kedudukan sendiri dengan seribu bala tentara sebagai panglima muda. Dan karena semuanya itu berjalan wajar dan tak ada sedikitpun juga tanda-tanda mencurigakan maka secara luar biasa Kun Houw tinggal di istana, tidak lagi di gedung Ok-ciangkun bersama Mu Ba dan teman temannya itu. Dan Kun Houw yang tentu saja tak enak menolak untuk kedua kalinya lalu menerima penghargaan itu dan lebih cocok dengan hidupnya yang begini, dapat bebas bergerak dan leluasa pergi ke manapun tanpa terikat oleh panglima she Ok itu. Diam-diam dia heran dan berdebar kenapa selir Kaisar mengerlingnya berkali-kali dengan senyum aneh, tak tahu apa maksudnya. Tapi ketika beberapa hari kemudian dia menduduki jabatan barunya itu dan pasukan cadangan sudah siap dibentuk tuhulah Kun Houw apa yang sesungguhnya terjadi di dalam. Dan itu diketahuinya seminggu kemudian!

* * * * * * * *

Malam itu, hening di kamarnya dalam keadaan samadhi Kun Houw mengumpulkan tenaganya. Dia bekerja keras siang tadi, menerima perintah dan petunjuk-petunjuk Ok-ciangkun yang membimbingnya membentuk pasukan cadangan, menjaga istana dan melindungi Kaisar dengan mengumpulkan beberapa jago-jago pilihan termasuk di antaranya adalah pengawal pengawal kelas satu yang digeser tugasnya dari luar kota raja untuk disatukan dalam istana, pekerjaan yang cukup sibuk dan melelahkan. Dan ketika malam semakin larut dan Kun Houw mencapai keadaan hening yang membuat dia hampir pulas mendadak sesosok bayangan muncul membuka jendela kamarnya.

"Kun Houw, bangunlah. Ikuti aku!"

Kun Houw terkejut. Dia merasa pundaknya ditepuk orang, kaget bukan main bahwa seseorang memasuki kamarnya tanpa dia ketahui sama sekali. Maka melejit membentak keras tahu-tahu Kun Houw berjungkir balik menghantam orang tak dikenal ini, gerak refleks dari rasa terkejut yang menggugahnya dari keadaan samadhi. Dan begitu orang ini menangkis dan dua tenaga bertemu di udara tiba-tiba ruangan tergetar ketika dua lengan saling tumbuk dan Kun Houw terdorong mundur,

"Dukk!"

Kun Houw terbelalak. Sekarang dia membuka matanya lebar-lebar, sadar dalam keadaan penuh. Lenyap sudah pemusatan konsentrasinya untuk bersamadhi. Dan begitu melihat siapa yang datang tiba-tiba Kun Houw tertegun dan berseru lirih. “Kau?"

Orang ini mengangguk. Dia memberi isyarat agar Kun Houw tidak mengeluarkan suara ribut. Lalu menggapai melambaikan lengannya tiba-tiba orang ini berkelebat mengajak Kun Houw keluar. "Houw-ji, ikuti aku....!"

Kun Houw tergetar. Dia terbelalak memandarg lawannya ini, yang bukan lain adalah Pendekar Gurun Neraka, ayahnya sendiri. Ayah yang memanggil namanya dengan sebutan "Houw ji" (anak Houw), panggilan yang terdengar mesra dan tulus, serak tapi merdu bagi telinga Kun Houw, yang tiba-tiba tertegun dan menangis mendengar sebutan lembut itu. Sebutan seorang bapak terhadap anaknya! Dan Kun Houw yang menggigit bibir menahan haru dan kaget bercampur aduk tiba-tiba terisak mengikuti laki-laki ini pendekar gagah perkasa yang memiliki kepandaian tinggi dan yang kini datang di kamarnya tanpa diketahui orang lain. Pendekar yang hebat!

Dan Kun Houw yang menggigil di belakang lalu berlari cepat menuju ke sebuah bukit, di luar kota raja. Kun Houw tak tahu apa yang dikehendaki ayahnya ini, yang seminggu yang lalu menangkap Kaisar dan bertanding dengannya. Hal yang seakan mimpi dan sering membuat dia termangu-mangu. Tapi ketika mereka tiba di puncak dan Kun Houw berdebar dengan tubuh panas dingin akhirnya dia meiihat pendekar besar itu berhenti.

Sakarang Kun Houw ikut berhenti. Dua laki-laki ini berhadapan, sama tinggi, sama gagah dan sama tampan meskipun Pendekar Gurun Neraka sekarang berusia empat puluhan tahun, jelas lebih tua namun tetap menarik, sehat dengan wajah yang dicukur bersih. Dan Kun Houw yang menggigil di depan laki-laki yang berat disebutnya ayah itu tiba-tiba melihat pendekar itu mengembangkan lengannya.

“Houw-ji, kau tak rindu menyebutku ayah?"

Kun Houw gemetar. Dia melihat Pendekar Gurun Neraka melangkah maju, memeluk pinggangnya. Lembut dan hangat hingga Kun Houw semakin menggigil. Dan ketika dua mata bentrok dan saling beradu di udara tiba-tiba Kun Houw melihat pendekar sakti itu meneteskan dua titik air mata sebagai tangis bahagia.

"Houw-ji, kau tak rindu menyebutku ayah?"

Ulangan pertanyaan ini membuat Kun Houw hancur perasaannya. Dia seakan diremas-remas, dicopot dan disentak jantungnya. Maka begitu Perdekar Gurun Neraka memeluknya dengan suara gemetar tiba-tiba Kun Houw menangis dan mengguguk balas mendekap ayahnya ini. "Ayah, apa... apa yang kau maui dengan mengajakku ke mari? Apa dosaku hingga kita saling bermusuhan...?"

Pendekar Gurun Neraka menggigil. Sekarang dia benar-benar menangis dengan air mata bercucuran, baru kali itu mendengar Kun Houw menyebutnya ayah. Sebutan pertama kali yang diucapkan dengan perasaan hancur, karena masing-masing menyadari keadaan mereka yang saling bertolak belakang. Sebutan yang bagi Pendekar Gurun Neraka serasa membetot sukma mencabut nyawanya, pedih namun nikmat.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang lalu menciumi muka puteranya itu tak menjawab pertanyaan Kun Houw tiba-tiba merintih dan melampiaskan segala perasaan harunya hingga pundak berguncang-guncang. Tersedu dan sama menangis tak kuasa menahan diri. Bapak dan anak sama-sama bercucuran air mata. Tapi setelah keadaan berjalan cukup lama dan masing-masing melepaskan diri maka ucapan pertama yang dikeluarkan pendekar ini adalah tarikan napas berat disusul tepukan perlahan di pundak puteranya.

"Kun Houw. kau tak boleh mengikuti jejak mendiang ibumu. Aku prihatin atas kematiannya yang mengenaskan!"

Kun Houw menggigil. "Ayah telah mengetahui kematian ibu?"

"Ya, berita itu telah kudengar.”

"Dan apa maksud ayah memanggilku ke mari?”

Pendekar ini tersenyum, menarik puteranya duduk di atas batu hitam. Lalu memegang lengannya dengan jari-jari gemetar pendekar ini menjawab, "Seperti yang kukatakan di muka, Houw-ji. Bahwa kau tak boleh mengikuti jejak mendiang ibumu. Kau adalah puteraku, putera sulung. Putera yang kuharap mewarisi watak pendekar dan membuang jauh-jauh watak ibumu yang sesat itu!"

Kun Houw serasa diiris. "Hanya itukah?"

"Maksudmu?"

"Kau masih mempunyai persoalan lain, ayah. Kau belum menerangkan apa yang sebenarnya kau kehendaki dengan mengajakku kemari."

Pendekar ini menarik napas. "Houw-ji kau memiliki perasaan yang tajam. Aku hendak membuka sesuatu yang amat berbahaya bagi seseorang. Bisakah rahasia ini kau pegang teguh dan orang itu kau jamin keselamatannya?"

Kun Houw menatap tajam. "Siapa?"

Pendekar Gurun Neraka tak buru-buru menjawab. "Houw-ji, berjanjilah kau memegang rahasia ini yang menyangkut keselamatan orang banyak? Bersediakah kau untuk mendengar apa yang ingin kukatakan ini dan bersumpah untuk tidak memberitahukannya kepada musuh?"

Kun Houw tersenyum pahit. "Ayah, siapa yang kau maksud dengan musuh itu? Bukankah kita juga saling bermusuhan dan satu sama lain barpijak di tempat yang berbeda?"

"Hm," pendekar ini terpukul. "Aku tahu, Houw-ji. Tapi bagaimana kalau malam ini kita bicara sebagai ayah dan anak? Aku tidak memusuhimu. Yang membuat kita bermusuhan adalah karena cara berpikirmu yang salah!”

Kun Houw menggigit bibir. "Aku dibesarkan oleh perjuanganku sendiri, ayah. Sebaiknya tak perlu kau menyalahkan aku untuk apa yang kulakukan!"

"Benar. Tapi kau adalah darah dagingku sendiri, Houw-ji. Mestikah kudiam saja melihat sepak terjangmu? Aku ingin berbicara dari hati ke hati, sebagai ayah dan anak. Kalau kau mau maka kita bisa bicara baik-baik dan menghilangkan sejenak semua permusuhan yang melibatkan kita dalam urusan kerajaan itu!"

Kun Houw mengangguk. Betapapun dia melihat ayahnya itu adalah pendekar sejati. Pendekar yang diam-diam membuat dia kagum dan harus diakui tak memiliki kesalahan kepadanya. Tak dapat dibilang menyia-nyiakan dia dimasa kecilnya karena ayahnya itu telah berusaha mencarinya bertahun-tahun, tak menemukan dia karena dia menghilang sejak ibu dan ayah angkatnya itu tewas, meninggalkan Po-hai dan merantau ke sana ke mari, hidup tak teratur bagai bocah gelandangan hingga akhirnya dia bertemu dengan mendiang gurunya itu. Si jago pedang Bu-tiong-kiam Kun Seng, yang memelihara dan mengangkatnya sebagai murid.

Maka mendengar ayahnya itu minta bicara dari hati ke hati sebagai ayah dan anak tiba-tiba Kun Houw merasa tak ada salahnya bercakap-cakap seperti ini meskipun dia membela kerajaan Wu sedang ayahnya itu berdiri di belakang Yueh, yang membuat mereka bermusuhan dan saling bertolak belakang. Dan Pendekar Gurun Neraka yang gembira melihat puteranya mengangguk lalu duduk dengan enak dan mulai bicara.

"Houw-ji, bagaimana perasaanmu berkumpul dengan Ok-ciangkun dan teman-temannya itu?”

Kun Houw mengerutkan alis. "Kenapa kau tanyakan. ini, ayah?”

"Sebagai pembuka dari pembicaraan kita nanti, Houw-ji. Coba kau jawab saja pertanyaanku itu dengan jujur!"

"Hm," Kun Houw tak enak. "Terus terang tak menyenangkan bagiku, ayah. Tapi itu adalah urusan pribadiku sendiri dan kutanggung akibatnya sendiri pula!"

"Tentu, dan bagaimana penilaianmu tentang panglima she Ok itu?"

"Dia amat lihai, cerdik dan pandai memimpin pasukan."

"Bukan, bukan itu maksudku, Houw-ji. Yang kutanyakan adalah, bagaimana penilaianmu tentang watak panglima ini?"

Kun Houw tertegun. "Maksudmu, ayah?"

"Kau jawab jujur saja. Houw-ji. Baik atau tidakkah watak panglima ini menurut pendapat mu!"

"Hm," Kun Houw menggigit bibirnya. "Baik atau buruk adalah penilaian seseorang yang amat subyektif, ayah. Bukankah kau tahu sendiri watak panglima ini? Kenapa tanya kepadaku?"

"Benar, baik buruk memang bersifat subyektif, Houw-ji. Tapi kalau menyangkut kepentingan umum, menyangkut kehidupan orang banyak bukankah subyektifitas itu dapat dikurangi? Kenapa kau enggan menjawab?"

Kun Houw terpukul. "Ayah, lebih baik tak perlu kau tanyakan pendapat pribadiku tentang panglima she Ok ini. Dia adalah atasanku. Aku masih harus tunduk dan taat kepadanya!"

"Itulah!” Pendekar Gurun Neraka menepuk lengannya. ”Aku heran bagaimana kau bisa membantu panglima ini, Houw-ji. Kalau bukan suatu jebakan licik vang dipasang panglima itu bukankah tak seharusnya kau terikat dengan panglima itu? Kenapa kau bisa berhubungan dan menjadi pembantu Ok-ciangkun?"

Kun Houw menggigil. Dia terbelalak memandang ayahnya itu, teringat asal mula kejadian itu ketika dia bertemu Ok-ciangkun. Betapa dia dikalahkan dalam pertaruhan yang dipasang secara cerdik oleh panglima itu. Kecerdikan yang licin hingga dia harus menyerah. Merasa ada sesuatu yang menipunya, membuat dia terjebak dan terikat memenuhi janjinya.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang melihat Kun Houw terbelalak tak menjawab pertanyaannya tiba-tiba menyentuh lengan puteranya itu dengan mata bersinar iba. "Houw-ji, salahkah bila kunyatakan panglima itu adalah seorang yang licik dan amat berbahaya? Salahkah dugaanku bahwa panglima itu menjebakmu dalam sesuatu yang belum kuketahui hingga kau terikat dengannya?"

Kun Houw menggigil.

"Bagaimana, Houw-ji?"

"Benar," Kun Houw akhirnya mengangguk, lirih dan hampir tak terdengar suaranya yang ditekan sekuat mungkin.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang mencekal pundak puteranya itu tiba-tiba berkata. "Karena itu tinggalkan dia, Houw-ji. Jauhi dan jangan dekati lagi panglima yang berbahaya bagimu itu!"

Kun Houw tiba-tiba berdiri, terkejut dengan muka merah. "Tidak. Tak mungkin itu, ayah. Waktu setahun masih belum habis bagiku!"

Pendekar Gurun Neraka mengerutkan alis. "Waktu setahun? Apa maksudmu?" Lalu menarik puteranya duduk kembali pendekar ini gemetar bertanya dengan mata bersinar-sinar, "Houw ji, apa sesungguhnya yang telah terjadi di antara dirimu dengan panglima itu ? Apa maksudmu dengan waktu setahun itu?"

Kun Houw tiba-tiba menitikkan air matanya. Dia menggigit bibir menahan gejolak rasa. Yang sebenarnya telah dipendam berbulan-bulan. Teringat himpitan batinnya setelah berhubungan dengan panglima she Ok itu. Betapa dia harus bergaul pula dengan Mu Ba dan teman-temannya, si Mayat Hidup serta Hui Kiat yang sebenarnya adalah musuh nomor satu baginya. Musuh yang membunuh ibu dan gurunya. Musuh yang harus dibasmi dan tak seharusnya didekati!

Maka begitu ayahnya bertanya tentang apa yang menjadi tekanan batinnya ini mendadak Kun Houw menangis mendekap mukanya, mengguguk. Menceritakan apa yang sesungguhnya terjadii antara dirinya dengan panglima itu. Betapa dia kalah bertaruh dalam sebuah pertandingan melawan Ok-ciangkun itu. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka mendengar semuanya ini dengan mata terbelalak marah Kun Houw sudah menutup ceritanya dengan tinju terkepal.

"Itulah sebabnya aku tak mungkin melepaskan diri dari panglima ini ayah. Karena waktu setahun yang telah menjadi perjanjian bersama itu belum habis masa waktunya!"

Pendekar Gurun Neraka mendesis, "Keparat, jadi dengan adanya pertaruhan ini kau Ialu diadu denganku, Houw-ji. Pantas kau demikian gigih menghadapiku di Ta-pie-san dulu karena kau terikat janjimu itu!"

"Benar, dan aku tak berdaya, ayah. Ok-ciangkun telah menjeratku dengan pertaruhan itu. Dan aku harus menepati janjiku. Apapun yang terjadi!”

Pendekar Gurun Neraka tergetar. Sekarang dia meiihat bahwa puteranya ini lebih banyak mirip dirinya daripada Tok-sim Sian-li. Gagah dan jantan sebagaimana pendekar sejati. Tak kenal kecurangan. Berwatak ksatria dan jujur serta memegang teguh janji sendiri. Dan Pendekar Gurun Neraka yang kagum akan kegagahan puteranya ini tiba-tiba terharu dan memeluk dengan mata berlinang.

"Houw-ji kau memang benar. Janji yang telah diucapkan seorang ksatria memang harus dipenuhi. Apapun yang terjadi. Tapi bagaimana kalau lawan mencurangimu, Houw-ji? Apa tindakanmu?”

Kun Houw mengepal tinju. "Aku tak melihat Ok-ciangkun mencurangiku, ayah. Tapi kalau panglima itu berbuat curang tentu aku akan menghadapinya dengan gagah!"

"Bagus itu memang watak yang harus menjadi prinsip seorang pendekar, Houw-ji. Tetap bersikap pada watak sendiri biarpun lawan curang. Tapi kegagahan tanpa kecerdikan akan merupakan kebodohan, Houw-ji. Karena itu kejujuranmu ini harus diimbangi kecerdikan untuk menghadapi orang macam Ok-ciangkun itu!"

Kun Houw tertegun. "Apa maksudmu?"

Pandekar Gurun Neraka menarik napas. "Houw-ji, telah kau lihat betapa kegagahan dan kejujuranmu yang tidak ditunjang kecerdikan ini telah diperalat Ok-ciangkun untuk menyusahkan dirimu belaka. Kau jadi dibodohi oleh panglima yang cerdik itu. Tidakkah kau ingin berhati-hati agar kekuranganmu ini tak dipergunakan lawan untuk menjebakmu lagi?"

Kun Houw kurang jelas. "Aku masih tak mengerti ke mana arah yang kau maksudkan ini, ayah. Apa yang kau inginkan dan percakapan ini?"

"Baiklah," Pendekar Gurun Neraka mulai menuju ke pokok persoalan. "Aku ingin membawamu ke inti cerita. Houw-ji. Bahwa aku ingin kau membantuku untuk suatu hal. Bahwa aku ingin..."

"Aku meninggalkan Ok-ciangkun?" Kun Houw memotong, mulai mengerutkan kening dan terbelalak memandang ayahnya itu.

Tapi Pendekar Gurun Neraka yang tersenyum lebar menggelengkan kepalanya. "Tidak, bukan begitu Houw-ji. Sebaiknya kau dengar dulu baik-baik apa yang ingin kukatakan ini." lalu bersungguh-sungguh memandang puteranya itu pendekar ini bertanya, "Houw-ji, bagaimana jika kau membantu selir Kaisar bernama Shi Shih itu?”

Kun Houw tertegun. "Aku memang membantunya, ayah. Kenapa kau tanyakan ini?"

"Tidak, kau belum mengerti apa yang kumaksudkan. Houw-ji. Kau kira kedudukan yang kau peroleh sekarang ini adalah kebetulan belaka, bukan? Kau tentu tak tahu bahwa ini semua adalah berkat usaha selir itu.”

Kuo Houw terkejut. "Maksud ayah....?”

"Benar, Shi Shih sengaja menarik dirimu dari samping panglima she Ok itu. Houw-ji. Bahwa dia merencanakan kau mau membantunya luar dalam. Kau harus tahu ini.”

Dan menyuruh puteranya berjanji untuk tidak membongkar rahasia Pendekar Gurun Neraka lalu menceritakan kejadian seminggu yang lalu itu. Ketika dia menyerbu istana. Ketika dia menangkap Kaisar dan mengejutkan semua orang dengan sepak terjangnya itu. Bahwa Kaisar tak sempat memasuki kamar rahasianya karena Shi Shih telah membuatnya sedemikian rupa hingga Kaisar dan para pengawalnya terjebak, mati kutu menghadapi kedatangannya yang tiba-tiba.

Dan Kun Houw yang mendengar semuanya itu dengan mata terbuka lebar-lebar, tiba-tiba mendesis dan teringat kematian Wu taijin yang berkali-kali memperingatkan Sri Baginda, menuduh selir itu sebagai mata-mata musuh bekerja dari dalam. Bahwa Shi Shih adalah selir berbahaya yang di pasang Yueh untuk menghancurkan Wu. Dan Kun Houw yang terbelalak memandang ayahnya tiba-tiba tertegun dengan sikap bengong.

“Jadi selir itu benar mata-mata yang dikirim Yueh untuk menghancurkan Kaisar, ayah?"

"Ya," ayahnya mengangguk. "Tapi orang tak akan dapat menangkapnya basah Houw-ji. Selir itu amat cerdik dan memiliki otak yang mengagumkan sekali, la wanita jenius yang jarang tandingannya."

Kun Houw mendelong. Sekarang dia percaya akan berita ini. Percaya setelah ayahnya sendiri bercerita. Dan Pendekar Gurun Neraka yang mengerutkan alis memandangnya tampak ragu-ragu bertanya, "Kau dapat menyimpan rahasia Houw-ji? Kau tentu tak akan mencelakakan seIir itu, bukan?"

"Ah," Kun Houw menggeleng. "Aku tentu tak dapat mencelakakannya, ayah. Biarpun kutahu ini darimu tapi selir itu tak mempunyai bukti-bukti untuk ditangkap basah. Benar seperti katamu tadi. Orang tak akan mampu menangkapnya dengan bukti-bukti di tangan!"

Kun Houw kagum, melihat bahwa apa yang dikata ayahnya itu benar. Seperti apa yang terjadi sekarang ini, meskipun dia tahu, meskipun dia mendengar, tapi apa yang dapat dilakukannya terhadap selir? Dia hanya mendengar bicara orang, meskipun orang itu adalah ayahnya sendiri. Dan Kaisar yang dilapori hanya berdasar pada "bicara orang” begini tentu akan menganggapnya kabar burung belaka. Tak akan menanggapi karena tak ada bukti kuat yang dapat dijadikan pegangan untuk menangkap sekir itu. Dan heran bagaimana Shi Shih dapat menghubungi Yueh yang selalu memonitor kejadian-kejadian di istana akhirnya Kun Houw memandang ayahnya itu, masih dibungkus keheranan besar.

“Ayah, bagaimana cara Yueh menghubungi selir ini? Siapa yang menjadi wakil untuk memperantarai komunikasi?”

Pendekar Gurun Neraka tersenyum. "Aku sendiri, Houw-ji. Aku sering mengunjungi istana dan diam-diam menghubungi selir itu!"

"Ah, kaukah? Pantas kalau begitu!" Kun Houw terkejut, kembali tergetar oleh keterangan ayahnya ini. Tak menyangka bahwa “kurir” yang dikirim Yueh untuk berhubungan dengan selir itu adalah Pendekar Gurun Neraka. Orang yang memiliki kesaktian tinggi dan tak mungkin diketahui para pengawal biarpun oleh Mu Ba dan teman-temannya itu. Dan Kun Houw yang menjublak oleh jawaban ini kembali bengong dengan mata mendelong.

Pendekar Gurun Neraka tertawa. "Kan terkejut, Houw-ji? Kau tak tahu?"

Kun Houw menarik napas, kaget dan kagum. "Ya, aku tak menyangka, ayah. Tapi kalau kau yang menjadi kurir tentu saja para pengawai tak ada yang berdaya melawanmu! Tapi kenapa tidak sekalian membunuh Kaisar saja? Bukankah ini pekerjaan mudah bagimu, ayah?"

"Hm," Pendekar Gurun Neraka tersenyum pahit. "Membunuh Kaisar memang pekerjaan mudah bagiku, Houw-ji. Tapi menyelesaikan permusuhan ini tak cukup hanya dengan membunuh Kaisar saja. Masih banyak terdapat Pangeran-Pangeran lain yang menjadi keturunannya, di mana mereka siap menggantikan kedudukan bila Kaisar tewas. Kau menghendaki aku membunuh pula Pangeran-Pangeran ini?"

Kun Houw terkejut. "Begitukah, ayah?"

"Ya, kauvkira bagaimana? Dan aku tak mau menjadi pembunuh sadis, Houw-ji. Urusan kerajaan harus diselesaikan secara kerajaan juga. Artinya taktis dan tehnis harus dilakukan untuk menjadi gerakan massal. Adu kekuatan dan otak harus dikerjakan di sini untuk memperoleh kemenangan secara mutlak!"

Kun Houw tak menjawab, masih bengong oleh cerita ayahnya itu. Dan Pendekar Gurun Neraka yang bangkit berdiri tiba-tiba mengusap rambutnya. "Hauw-ji, kau mau membantu selir ini, bukan?"

Kun Houw tergetar. Usapan lembut dirambut kepalanya itu terasa menembus nadi sanubarinya yang paling dalam. Merasa betapa ayahnya amat sayang kepadanya, memandang penuh kasih dan mata bersinar hangat. Tapi Kun Houw yang ingat kedudukannya di samping Ok-ciangkun tiba-tiba mundur selangkah dengan kerut di tengah kening.

"Kau menghendaki aku berkhianat pada negara, ayah?"

"Hai, kau bukanlah warga kerajaan Wu, Houw ji. Kau adalah orang bebas yang sebenarnya tak terikat dengan kerajaan itu. Kenapa mengatakan berkhianat untuk melakukan ini?"

Kun Houw terbelalak. "Tapi aku hidup di kerajaan itu, ayah. Aku makan minum di sana!"

''Sana mana? Kau maksudkan istana dan pembantu-pembantunya itu? Ah, kau kembali salah berpikir, Houw-ji. Kau berada di sana sebenarnya bukan atas kemauanmu pribadi tetapi atas kehendak Ok-ciangkun! Panglima itulah yang menjebakmu. Dia menipumu dan memperalat kejujuranmu untuk membantunya!"

"Tapi aku telah menjadi kepala pasukan cadangan, ayah. Masa inipun harus kucampakkan pula? Bagaimana kata orang bila..."

"Nanti dulu... nanti dulu!" Pendekar Gurun Neraka memotong. "Kau lagi-lagi salah mengucapkan isi hatimu, Houw-ji. Kau menjadi kepala pasukan cadangan itupun atas hasil jerih payah selir Kaisar. Bukan kehendakmu pribadi pula. Siapa bilang kau mencampakkan semuanya? Aku hanya minta kau membantu selir itu sebagai orang kepercayaannya. Houw-ji, jadi kau harus tunduk luar dalam pada selir itu sebagai junjunganmu yang sejati. Bukan kepada Kaisar!"

Kun Houw mundur. gemetar mukanya. ”Tapi ini pengkhianatan, ayah... ini perbuatan busuk yang hina dan kotor!"

"Hm, siapa hina dan kotor? Kau tahu apa tentang hina dan kotor, Houw-ji? Tak kau lihatkah sepak terjang Kaisar dan para pembantunya yang menyusahkan rakyat kecil itu? Tak kau lihatkah betapa Wu merupakan penindas yang kejam dan jahat sekali terhadap si lemah? Kau tidak berkhianat, Houw-ji. Justru kau melakukan perbuatan mulia yang gagah dan patriot!"

"Tapi itu berarti memalingkan kepala ke Yueh, ayah. Dan ini berarti pengkhianatan bagiku.“

"Tidak Yueh berjuang untuk membebaskan rakyat kecil yang sengsara, Houw-ji. Justeru bantuanmu ini adalah perbuatan pahlawan, dengan menghancurkan si lalim. Kaisar amat sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Dia dan para pembantunya adalah iblis-iblis yang harus dilenyapkan di muka bumi!"

"Tapi... tapi....”

"Tak ada tapi, Houw-ji. Rakyat cukup sengsara oleh pemerintahan Kaisar ini. Kau lihatlah besok. Kau turunlah ke tempat-tempat ramai untuk melihat penindasan yang terjadi. Betapa orang-orang Kaisar mirip setan-setan kelaparan yang menghisap darah rakyat. Betapa rakyat lemah diinjak-injak tak dapat bernapas lagi. Kau lihatlah itu. Kau selidikilah itu. Kalau aku bohong boleh kau maki ayahmu sebagai pendusta!"

Kun Houw menggigil. Dia memang melihat hal-hal yang dikatakan ayahnya itu, mendengar orang-orang Kaisar menindas dan memaksa rakyat kecil. Maklum, pembantu-pembantu Kaisar adalah orang-orang jahat macam Mu Ba dan teman-temannya itu. Tapi karena dia adalah orang istana dan Kaisar telah memberikan kedudukan tinggi tiba-tiba Kun Houw menggeleng dan melompat mundur dengan muka pucat.

"Ayah, aku tak dapat memenuhi keinginan hatimu ini. Aku adalah orang Wu, betapapun Wu melakukan kejahatan di luar. Aku tak perduli itu! Aku tak dapat mengkhianati orang yang telah memberikan kedudukan padaku, ayah. Tak mungkin bagiku mengkhianati Kaisar sementara aku masih menjadi pembantunya!"

"Hm...!" Pendekar Gurun Neraka mengerutkan alis, terkejut juga. "Kau lagi-lagi salah berpikir. Houw-ji. Kau bukan menjadi pembantu Kaisar melainkan pembantu selir cerdik itu. Kau menerima kedudukan tinggi semata atas hasil jerih payah selir ini, bukan Kaisar. Kenapa bicara yang tidak tidak? Kau salah paham, Houw-ji. Kau sekarang bukan orangnya Kaisar melainkan orangnya selir itu. Ingat!"

"Tapi.. tapi selir itu juga orangnya Kaisar, ayah. Berarti sama saja aku orangnya Kaisar atau orangnya selir itu...!" Kun Houw membantah, pada dasarnya ragu menerima ajakan ayahnya itu.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang gemas pada puteranya ini ialu membentak setengah jengkel. "Houw-ji, kau masih bodoh juga! Tidakkah kau lihat perbuatan Kaisar dan orang-orangnya yang kejam terhadap rakyat? Tidakkah kau lihat kekejaman orang-orang Wu yang menginjak-injak rakyat kecil itu? Sebaiknya kau berpikir saja yang jernih. Bantu kami untuk melenyapkan manusia-manusia berwatak iblis itu. Jangan mempersoalkan Kaisar atau bukan Kaisar!"

Namun Kun Houw masih menggeleng. "Tidak... aku masih terikat oleh janjiku, ayah. Kalau waktu setahun itu telah lewat biarlah aku bergabung denganmu melepaskan diri dari orang-orang jahat ini. Aku juga ingin membalas dendam kematian guru dan ibuku!"

Pendekar Gurun Neraka jengkel. Dia susah menundukkan kekerasan hati anaknya itu. Maklum Kun Houw adalah orang yang setia kepada janji. Tak mau mengkhianati Wu karena pemuda itu terikat kedudukannya sebagai orangnya Ok-ciangkun, yang membantu kerajaan dan harus membela istana beserta isinya. Maka kecewa mengerutkan alisnya pendekar ini berkelebat turun,

"Baiklah, tapi ingat janjimu kepadaku, Houw-ji. Kau tak boleh membocorkan rahasia selir itu kepada siapapun juga. Kalau satu hari kau sadar bahwa yang kau bela adalah Kaisar yang jahat biarlah kau hubungi selir itu pengganti diriku....!"

Kun Houw termangu. Dia melibat ayahnya turun dengan kecewa, maklum ayahnya itu marah kepadanya. Tapi Kun Houw yang menggigil di puncak lalu meluncur pula mengikuti ayahnya. Lalu, tiba di persimpangan di bawah bukit Kun Houw berseru nyaring, "Ayah, maafkan aku....!"

Dan Kun Houw yang membelok menuju kota raja akhirnya mengerahkan ginkang berkelebat meninggalkan ayahnya itu, tak menengok lagi dan menghapus air mata yang menitik di pipinya, haru serta kecewa pula kenapa dia harus berpisah dengan ayahnya itu. Kembali meletakkan diri masing-masing pada jalur yang berbeda. Bahkan berlawanan. Dan ketika Kun Houw tiba kembali di kamarnya dan menutup jendela maka semalam suntuk pemuda ini menangis tanpa suara dengan duduk diatas pembaringannya...