Pedang Medali Naga Jilid 27 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 27
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
KUN HOUW tertegun. Dia berapi-api memandang lawan, mukanya merah bagai dibakar. Dan Hun Kiat yang tersenyum mengejek dengan mata tak mengenal takut mengangkat tangannya dengan mulut mencibir, "Kun Kouw, sabaiknya persoalan kita diselesaikan lain kali saja. Ok-ciangkun tak menginginkan kita bermusuhan. Setidak-tidaknya saat ini."

"Hm...!" Kun Houw menggeram. "Kau memang benar. Hun Kiat. Tapi betapapun Kau tak dapat berlindung terus di belakang Ok-ciangkun!"

"Siapa berlindung?" Hun Kiat tertawa mengejek. "Aku dapat menjaga diriku sendiri, Kun Houw. Tak perlu perlindungan orang lain untuk menghadapimu seorang diri. Kau kira aku takut?"

Kun Houw sudah mau maju kembali. Dia merasa ditantang, tapi Ok-ciangkun yang menekan pundaknya berkata dengan bengis, "Kun Houw, aku tak mau perjamuan ini kau kotori dengan sepak terjangmu. Kita semua adalah kawan. Ingat janjimu dulu untuk tunduk kepadaku!"

Kun Houw tak berkutik. Dia geram pada perjanjiannya ini, tapi tak mau dikata menjilat ludah sendiri diapun mundur dan menekan dadanya yang berombak. Dan Mayat Hidup tiba-tiba tertawa, batuk-batuk dengan suaranya yang khas itu. "Ok-ciangkun, sebaiknya biarkan saja dua ekor harimau muda ini bertarung. Kita tentu melihat pertunjukan yang menarik."

"Tidak!" panglima itu menggeleng. "Kita menghadapi urusan yarg penting, Mayat Hidup. Jangan membakar dua orang muda ini dengan kata-kata yang memanaskan telinga. Mereka semua adalah pembantuku. Tak boleh ada yang berkelahi."

Semua orang diam. Mereka menyayangkan pertandingan yang batal itu, dan Sin-thouw-liong Mu Ba yang tertawa bergelak tiba-tiba bangkit dari kursinya. "Ciangkun, memang sebaiknya dua orang muda ini bersahabat. Tapi bagaimana kalau Kun Houw menyerang duluan? Bukankah muridku tak dapat menghindar? Sebaiknya diadakan pibu saja secara adil, ciangkun. Biar diselesaikan masalah itu dengan kita sebagai wasit!"

Mayat Hidup setuju. "Betul, sebaiknya memang diselesaikan begitu, ciangkun. Dan muridku sudah menyetujuinya. Entah Kun Houw berani atau tidak menerina penyelesaian ini!"

Yang lain lalu mengangguk. Hampir bersamaan mereka menyokong pendapat Sin-thouw liong dan Mayat Hidup ini. Tapi Sam-hek-bi-kwi yang tertawa nyaring tiba-tiba menyemprot, "Mu Ba, dan kau Mayat Hidup, kenapa tidak dengar permintaan Ok-ciangkun? Kita semua diminta untuk tidak membakar dua orang muda ini dalam perkelahian terbuka. Tapi kalian malah tidak menghiraukannya dan ingin menciptakan keributan! Apa maksud kalian ini? Tidak tahukah bahwa mereka sama-sama diperlukan? Sebaiknya urusan pi-bu diadakan lain kali saja. Mayat Hidup. Masih banyak waktu bagi kita untuk menyaksikan pertandingan-pertandingan menarik!"

"Benar," Ok-ciangkun mengeraskan wajahnya, "Kalian jangan memanaskan keadaan, Mu Ba. Kita sedang menghadapi persoalan penting yang harus dibahas. Tak perlu berkelahi serdiri dan saling cakar-cakaran," lalu menggandeng Kun Houw duduk di sebelah kirinya panglima itu memandang semua orang. "Cuwi enghiong, ada berita mengejutkan malam ini dari sri baginda. Dua orang pemberontak muncul di kota Chi-ih dan Chin dengan tiga ribu laskarnya siap ke mari. Kalian sudah mendengar ini?"

Semua orang terkejut. "Tidak. Belum, ciang-kun." Bi Gwat mewakili. "Siapa mereka itu dan apa hubungannya dengan Ho-han-hwe?"

"Tak ada hubungan. Kabarnya mereka merupakan barisan tersendiri, niocu. Armadanya kuat dan cukup berbahaya!''

"Dan siapa pemimpinnya?"

"Belum tahu. Dan inilah yang harus kita cari...!"

"Hm," Mu-Ba menjadi tertarik. "Kalau begitu apa yang harus kita lakukan, ciangkun? Dan di mana saudara So-beng?"

Orang lagi-lagi terkejut. Mereka melihat bahwa iblis Penagih Jiwa itu memang tak muncul, tak tampak batang hidungnya. Dan Kun Houw yang melihat panglima ini sedetik terkejut dan tampak berobah mukanya tiba-tiba memandang Siang-mo-ji-bin dengan alis dikerutkan. "Entahlah. Aku menyuruh suteku itu memberi tahu ji-wi locianpwe ini, Mu-Ba. Ke manakah dia setelah memberi tahu?"

Ang-kwi, sang kakak tertua menjawab, "Aku tak tahu ke mana dia pergi, ciangkun. Tapi katanya menyelidiki para pemberontak itu. Betul atau tidak aku tak tahu pasti."

"Hm, kalau begitu sudahlah. Aku dapat mencarinya nanti, cuwi-enghiong. Sekarang kita lanjutkan lagi berita dari istana ini," dan kembali menghadapi semua orang, panglima itu mengembalikan perobahan wajahnya, tak tahu betapa diam-diam Kun Houw menjadi heran dan curiga. "Seperti yang kalian dengar, cuwi enghiong. Bahwa mata-mata kerajaan melihat bergeraknya tiga ribu pasukan di perbatasan negara kita. Dan karena berasal dari Chin dan Chi-ih maka sri baginda menghendaki kita menyelidiki siapa pemimpinnya. Karena itu ku undang kalian ke mari untuk mendengar titah sri baginda!"

Kemudian, menarik napas dalam dan mengerutkan keningnya panglima ini mulai bercerita. Betapa dua ancaman bahaya muncul dari dua orang pemberontak yang belum dikenal, yang hanya diketahui berasal dari Chi-ih den Chin saja. Dan karena mereka merupakan ancaman berbahaya dengan pasukan cukup besar akhirnya sri baginda memutuskan untuk mendahului menyerang sebelum diserang, menyambut di perbatasan sebelum mereka memasuki kota raja. Dan sri baginda yang merencanakan ikut dalam barisan penyambut ini disambut detak keras orang-orang istana yang terkejut.

"Karena itu kita harus mendahulukan keselamatan sri baginda, cuwi enghiong. Kita harus menyelidiki dulu siapa musuh-musuh itu. Aku khawatir mereka orang-orang Ho-han-hwe-yang bersembunyi dan menyamar!"

"Hm, kalau begitu memang tepat, ciangkun. Tapi kapan kita berangkat? Aku sudah gatal mendengar ini. Moga-moga saja mereka betul-betul orang Ho-han-hwe hingga kita bisa menumpas sekalian perkumpulan keparat itu!" Mu Ba menggereng, melotot matanya dan terbelalak marah.

Tapi Ok-ciangkun yang mengerutkan keningnya justeru menggeleng. "Tidak, jangan terburu-buru, Mu Ba. Aku telah mengirim Kwik-ciangkun untuk menjadi kurir di depan. Sebaiknya kita tunggu dia barang sehari dua!"

"Dan kita menganggur, ciangkun?"

"Siapa bilang?" panglima ini mendesah. Tak ada yang menganggur, Mu-Ba. Mulai besok masing-masing dari kita mendapat tugas baru yang lebih berat. Paduka selir ingin bertemu kita untuk membicarakan masalah gawat. Wu taijin dianggap berkhianat!"

Semua orang terkejut. "Apa? Wu-taijin berkhianat, ciangkun? Maksudmu dia mau menggulingkan istana dan merebut kekuasaan?"

"Aku tak tahu pasti, cuwi enghiong. Tapi paduka selir mengatakannya begitu. Besok kita akan menghadap dan memperoleh penjelasan lebih lanjut."

"Hm!" Mayat Hidup mengetukkan jarinya. "Kalau begitu tangkap saja pembesar itu, ciangkun. Bunuh atau jebloskan dia ke penjara bawah tanah. Orang-orang yang tak setia atau meragukan kesetiaannya lebih baik cepat-cepat dibereskan," berkata begitu iblis ini melirik Kun Houw.

Dan Kun Houw yang tentu saja naik darah tiba-tiba bangkit berdiri. "Apa maksudmu melotot padaku, Mayat Hidup? Kau mencari setori?"

"Heh-heh, siapa mencari setori padamu, Kun Houw? Kalau kau tak merasa bersalah tak perlu marah-marah. Aku tidak menuduhmu berkhianat," lalu, seakan tak sengaja memainkan jarinya tiba-tiba iblis ini menyentilkan sebatang sumpit yang menyambar tenggorokan Kun Houw.

"Crep!" Kun Houw langsung menjepitnya hancur, dan gusar oleh perbuatan iblis kurus itu mendadak Kun Houw balas menyerang dan menyambit balik tenggorokan lawan. "Mayat Hidup, kau sengaja mencari permusuhan, wu-wutt..”

Mayat Hidup mendorong kursinya. Dia tahu bahwa Kun Houw pasti membalas, maka mencelat bersama kursinya tiba-tiba dia terkekeh dan berseru pada panglima Ok, "Ciangkun, bocah ini rupanya pemarah benar. Jangan-jangan dia mata-mata Wu-taijin yang dikata berkhianat itu... brakk!" kursi yang diduduki Mayat Hidup hancur, dan ketika iblis itu harus berjungkir balik dengan tawanya yang parau tahu-tahu Kun Houw berkelebat menampar kepalanya.

"Mayat Hidup, kau benar-benar minta mampus!"

Tapi Ok-ciangkun membentak nyaring. Dia jengkel dan marah pada rekan Sin-thouw-Iiong Mu Ba ini, yang mengganggu lebih dulu dan terang-terangan melanggar perintahnya. Maklum, iblis-iblis sesat memang begitu selamanya. Tak tahu hormat dan aturan! Maka melihat Kun Houw menampar lawan dan Mayat Hidup berjungkir balik mengelak tiba-tiba panglima ini menahan pukulan Kun Houw dan membentak pada iblis tinggi kurus itu.

"Mayat Hidup, jangan kurang ajar. Sekali kau melanggarnya lagi, aku tak akan menerimamu di sini... plak!" dan pukulan Kun Houw yang diterima panglima ini tiba-tiba membuat Kun Houw terhuyung dan membelalakkan matanya.

"Maaf," Kun Houw terengah. "Kau tahu sendiri siapa yang memulainya, ciangkun. Aku tak mau dihina kalau tidak bersalah!"

Panglima itu mengangguk. Dia marah memandang si Mayat Hidup, dan Mu Ba yang buru-buru menyambar temannya sudah tertawa sambil bangkit berdiri. "Ciangkun, rupanya rekanku ini lagi mabok. Bagaimana kalau kami duduk di lain meja saja? Kun Houw mudah tersinggung, ciangkun. Jangan-jangan Mayat Hidup akan mengganggunya lagi dan kita semua repot. Atau, kalau diperkenankan, sebaiknya kami keluar saja dan biar besok kami datang lagi kepadamu, kalau pembicaraan ini sudah selesai...!"

Ok-ciangkun terbelalak. Dia mau menahan, tapi melihat tokoh-tokoh sesat itu melirik dan menjeringai memandang Kun Houw diapun mengangguk dan mengibaskan lengannya. "Baiklah, kalian boleh pergi, Mu Ba. tapi ingat, besok kita harus menghadap sri paduka selir!"

Mu Ba tertawa. Bersama temannya dia menggapai Hun Kiat, dan ketika anak muda itu bingkit berdiri dan mengikut gurunya tiba-tiba mereka berkelebat keluar tanpa permisi lagi. Hal yang membuat Ok ciangkun tersinggung, tapi karena suasana memang lagi panas dan masing-masing membawa adatnya sendiri maka panglima ini pun memakluminya. Apalagi dia pun orang kang-ouw yang mengenal seluk-beluk orang-orang macam Sin-thouw-liong Mu Ba itu, yang tidak menghargai basa-basi di antara sesamanya.

Dan ketika ketiganya lenyap meninggalkan ruangan maka terpaksa panglima ini berunding dengan sisa-sisanya yang ada di situ, Sam-hek-bi-kwi serta Siang-mo ji-bin kakak beradik. Tentu juga dengan Kun Houw yang dipandang dengan senyum penuh arti oleh Bi Kwi bertiga. Dan ketika panglima ini mulai bicara dengan muka sedikit tak puas akhirnya perjamuan dimulai dengan sikap sedikit kaku.

Dan kepergian Mu Ba bertiga ternyata tak menyakitkan benar bagi panglima ini. Mereka sudah mendengar hal-hal penting sebelum Kun Houw datang. Ditambah lagi dengan beberapa pembicaraan masalah pemberontak di kota Chin dan Chi-ih. Dan ketika makan minum itu dilanjutkan dengan pembicaraan-pembicaraan lain yang masih ada kaitannya dengan istana dan pembantu-pembantu kaisar tiba-tiba saja Kun Houw tertarik dan menaruh perhatiannya.

Ternyata istana mengalami ketidaktenangan. Ada goncangan kecil yang mulai meresahkan Ok-ciangkun ini. perpecahan di antara orang-orang dalam sejak sri baginda memiliki dua selir baru itu, Shi Shih dan Ceng Tan yang baru kali ini didengar namanya oleh Kun Houw. Dan karena pembicaraan menyangkut urusan "intern" yang tak banyak diketahui orang luar tentu saja Kun Houw tertarik perhatiannya dan membelalakkan mata.

Dia mendengar perselisihan kecil yang mula-mula dicetuskan Wu-taijin itu. Betapa menteri ini tak setuju pada bangunan istana-istana baru yang dibuat kaisar atas permintaan selirnya. Betapa kaisar marah-marah dan menganggap menterinya itu iri. Dan ketika Wu Yuan juga terlibat dalam penculikan selir yang menggegerkan istana itu hingga saudara Wu-taijin ini dikenakan tindakan administratip Kun Houw semakin tertegun dan melihat bahwa sebenarnya diam-diam di istana sedang berkecamuk perang dingin.

Dan Kun Houw berdebar. Dia melihat Ok-ciangkun mengajak pembantu-pembantunya untuk tidak berpihak dulu. Karena sementara ini terdapat dua golongan besar yang memisahkan diri di istana. Satu adalah golongan tua kelompok Wu-taijin itu yang tetap berpengaruh karena menteri inilah yang mengatur roda pemerintahan sedang yang lain adalah golongan atau kelompok selir kaisar yang konon amat disayang melebihi batas itu. Dan Kun Houw mengangguk-angguk, heran serta kagum.

"Jadi selir ini baru beberapa bulan saja di istana, ciangkun?" dia bertanya tak tahan, memandang panglima itu yang mengerutkan keningnya.

Dan Ok-ciangkun yang mengangguk dengan sikap berhati-hati membenarkan. "Ya, dua orang selir ini baru tiga bulan jalan, Kun Houw. Tapi pengaruhnya terhadap kaisar hebat sekali dan luar biasa. Dia minta apa saja yang tak pernah ditolak sri baginda!"

Kun Houw kagum. Dia melihat Ok-ciangkun kembali bercerita tentang selir itu, betapa diam-diam dan amat cerdik selir ini memelet menteri-menteri lain untuk menjadi pembantunya. Belum tiga bulan penuh berhasil mempengaruhi sekitar tujuh menteri yang berarti separuh jumlah dari menteri-menteri yang ada. Dan ketika Kun Houw mendengar bahwa menteri yang paling dekat dan merupakan tangan kanan selir itu adalah Po-taijin yang kini menjabat kepala rumah tangga istana tiba-tiba Kun Houw tertarik untuk mengenal lebih dekat bagaimana rupa selir yang dikata cantik jelita ini!

Maka, begitu jamuan makan selesai dan pembicaraan Ok-ciangkun berakhir dengan pesan agar masing-masing dari mereka besok menghadap panglima ini untuk menerima perintah tahu-tahu Kun Houw sudah berkelebat ke luar menuju tempat selir yang menjadi buah bibir itu. Tapi Sim-hek-bi-kwi muncul mengejarnya.

"Kun Houw, kemana kau mau pergi?"

Kun Houw terkejut. Dia merandek dan seketika menghentikan langkah. Lalu melihat tiga wanita ini tersenyum menghadangnya. Kun Houw pun tertegun dan tak bisa menjawab. Maklum, tak mungkin baginya untuk berterus terang bahwa dia ingin mencari selir kaisar yang menjadi bahan pembicaraan di gedung Ok-ciangkun tadi. Salah-salah disangka yang tidak-tidak! Tapi Kun Houw yang cepat mengencerkan otaknya tiba-tiba menjawab dengan senyum dipaksa,

"Aku ingin meronda istana, niocu. Ada apa kalian memanggilku di sini."

"Ih!" Bi Kwi tersenyum. "Kami ingin mengajakmu bercakap-cakap, Kun Houw. Dua enciku sudah menyiapkan arak istimewa untuk kita berbincang-bincang."

"Hm, aku kenyang, niocu. Sebaiknya besok saja setelah aku meronda," Kun Houw mengelak, tak ingin diganggu dan siap meneruskan perjalanannya ketika Bi Hwa terkekeh, langsung menyambar lengannya dan bersikap genit. Dan ketika Kun Houw mengegos dan melepaskan diri tahu tahu Bi Gwat menepuk pundaknya dan bersikap ketus.

"Kun Houw. kami bukanlah musuh! Kenapa enggan bercakap-cakap? Kau hendak mencari selir kaisar, bukan?"

Kun Houw terkejut, melangkah mundur. "Siapa bilang?" suaranya bagai orang tertangkap basah, tersentak dan memang kaget bukan main oleh todongan Bi Gwat ini.

Tapi Bi Kwi yang mendengus dan bersinar matanya tiba-tiba maju dengan marah. "Kun Houw, tak perlu kau mengelabuhi kami. Aku tahu kekagumanmu pada selir cantik itu! Kau ingin ke sana, bukan? Hm, jangan macam-macam, Kun Houw. Jalan yang kau ambil ini saja sudah menunjukkan niatmu. Berani kau menyangkal?"

Kun Houw tertegun. Dia terlampau kaget oleh todongan dua wanita ini, yang memang tepat dan menghunjam pada sasarannya. Dan karena dia tak biasa berbohong dan Bi Kwi bertiga memang wanita-wanita yang amat "tajam" pandangannya tiba-tiba Kun Houw menjublak tak dapat menjawab. Dan Bi Hwa tampil dengan sedikit lembut.

"Kun Houw, kami tahu bahwa kau tidak bermaksud mencuri wajah cantik. Tapi perbuatanmu ini tak berguna, Kun Houw. Kau belum begitu dikenal orang-orang istana. Kalau terjadi apa-apa tentu kaisar akan salah paham padamu. Sebaiknya ikuti permintaan kami dan mari bicara tentang hal yang lebih penting. Aku mendengar tentang isteri mendiang suhumu!"

Kun Houw membelalakkan mata. "Apa? Isteri mendiang suhuku?"

"Ya, tentu tak salah jika kukatakan gurumu menikah lagi, bukan? Kami mendengarnya di tempat itu, Kun Houw. Betapa isteri gurumu ini meninggalkan dua anak laki-laki kembar ketika gurumu meninggalkannya di Kun-lun-san!"

Kun Houw terkejut. Dia merasa ini berita baru yang mengagetkan sekali, tak kalah dengan "todongan" Bi Kwi kakak beradik tentang maksud hatinya. Maka mengangguk dan gemetar memandang tiga wanita cantik itu Kun Houw bertanya, "Benar, bagaimana sekarang keadaan isteri mendiang guruku itu, niocu? Di mana anak anaknya...??"

"Hm, membicarakannya tak enak di tempat begini, Kun Houw. Sebaiknya ikuti kami dan mari kita bercakap-cakap!"

Kun Houw menerima. Dia merasa dicucuk hidungnya,, maka ketika tiga wanita ini berkelebat mengajaknya ke dalam segera Kun Houw mengikuti dengan jantung berdebar. Dan Bi Kwi kakak beradik itu tersenyum aneh, memandangnya dengan penuh gairah sementara Kun Houw sendiri masih belum mengerti.

"Nah, duduklah di samping kami, Kun Houw. Kau ingin kita bicara baik-baik, bukan?"

"Ya, tapi..." Kun Houw celingulan, melihat pintu kamar ditutup rapat dan membuatnya tak enak,. Tapi ketika Bi Hwa menariknya lembut dan menyuruhnya duduk di kursi maka pemuda inipun tak berdaya dan menghapus keringatnya, yang entah kenapa tiba-tiba bercucuran bagai orang habis berkelahi.

Dan Bi Hwa yang tertawa memandang pemuda ini lalu memberi isyarat pada adiknya. "Kwi-moi. ambilkan minuman. Kun Houw merasa kamar ini pengap."

Bi Kwi mengangguk. Dia tersenyum dan bangkit dari kursinya, membuka sebuah jendela untuk menolong Kun Houw. Dan ketika Bi Kwi membawa arak dan menyuguhkannya kepada mereka Kun Houw mulai panas dingin, tak tahu apa yang hendak dilakukan tiga wanita cantik ini kepadanya. Tapi ketika Bi Gwat mengerling dan menepuk lengannya barulah Kun Houw menindas kegelisahannya dan tersenyum gugup.

"Eh, kau belum pernah bergaul dengan wanita, Kun Houw?"

Kun Houw mengangguk.

"Dan kau hanya hidup berdua dengan mendiang gurumu itu?"

Kun Houw kembali mengangguk.

"Eh, kenapa hanya mengangguk saja? tak bisakah kau bicara?"

Bi Kwi dari Bi Hwa terkekeh. Mereka geli melihat kecanggungan Kun Houw itu. Tapi melihat Kun Houw bangkit berdiri dan marah memandang mereka seketika Bi Kwi dan kakaknya terkejut. "Eh, jangan marah, Kun Houw. Kami hanya menggodamu saja. Ayo duduklah, kita bicara yang lain...!"

Dan Bi Hwa yang baru-buru mengedipi saudara-saudaranya sudah dapat menahan pemuda ini. "Kun Houw, kami hanya main-main padamu. Masa harus gusar? Nah. Toa-ci (kakak tertua) akan menceritakan padamu tentang isteri mendiang gurumu itu!"

Dan Bi Gwat yang menyilangkan kaki dengan sikap seenaknya lalu menuangkan arak di cawan masing-masing, sekelebat memamerkan pahanya yang mulus dan gempal, membuat Kun Houw tersirap, dan langsung melengos ke tempat lain. Lalu meneguk arak mendahului yang lain Bi Gwat tersenyum manis.

"Sebaiknya kita hangatkan dulu perut kita, Kun Houw. Mari minum sebelum bercerita."

Kun Houw ragu-ragu. Dia melihat Bi Gwat sudah meneguk araknya, habis dalam sekali tenggak. Dan Bi Hwa serta Bi Kwi yang juga menyambar arak yang sama dan meneguknya nikmat membuat Kun Houw membuang sungkan dan menenggak araknya pula, sedetik disengat rasa keras dari arak yang harum. Tapi ketika perutnya dijalari rasa panas yang "kemramyang" Kun Houw mengerutkan alisnya. "Arak apa ini, niocu?"

"Hi-hik, arak biasa saja. Kun Houw. Yang jelas bukan arak beracun."

Kun Houw merah mukanya. Dia mundengar tiga wanita itu kembali terkekeh, matanya berbinar-binar dan penuh gairah memandangnya. Tapi melihat Kun Houw tak bereaksi apa-apa dan pemuda itu tetap tenang Sam-hek-bi-kwi tampak terkejut.

"Ada apa?" Kun Houw terpaksa bertanya, keren dan terbelalak memandang tiga wanita cantik ini.

Dan Bi Kwi yang rupanya lebih dulu sadar tertawa genit. "Tidak apa-apa. Tapi kau tidak merasa hangatnya arak ini. Kun Houw?"

"Hm... aku hanya merasa perutku panas. Lebih dari itu tidak."

"Dan bagaimana kau melihat kami? Tidak nampak lebih cantikkah kami bertiga?"

Kun Houw terkejut. "Jangan main-main, niocu. Aku ke mari untuk mendengarkan cerita kalian!"

Bi Kwi dan kakaknya tercekat. Mereka saling pandang sejenak, tapi Bi Hwa yang tersenyum aneh tiba-tiba memandang encinya. "Ta-ci, Kun Houw rupanya tak sabar. Sebaiknya ceritakan saja tentang isteri mendiang gurunya itu."

Bi Gwat mengangguk. Dia kembali menyilangkan kakinya, lebih lebar, gerakannya yang membuat Kun Houw kembali tersirap karena Bi Gwat lebih "berani" memamerkan pahanya yang mulus. Tapi Kun Houw yang melengos dengan sopan dan pura-pura tak tahu sudah mendengar wanita ini bercerita, suaranya mulai serak dan parau.

"Kami bertemu secara kebetulan saja di tempat itu, Kun Houw. Maksudku, kami datang secara tak sengaja ketika jerit tangis terdengar di rumah gurumu!"

"Ada apa?" Kun Houw terbelalak.

"Isteri gurumu meninggal, Kun Houw. Wanita bernama Bwee Kiok itu kehabisan darah setelah melahirkan anak kembarnya, laki laki!"

Kun Houw terkejut. "Meninggal?"

"Ya, meninggal. Kun Houw! Konon katanya karena kecewa bahwa gurumu tak datang-datang juga. Kau tentu mendengar ini, bukan?"

Kun Houw bengong. Dia memang mendengar cerita gurunya itu, betapa isteri gurunya bernama Bwee Kiok dan tinggal di Kun-lun-san. Tapi bahwa isteri gurunya itu meninggal dan gurunya memiliki sepasang anak laki-laki kembar yang baru kali ini diketahuinya tiba-tiba Kun Houw membelalakkan matanya dan merasa diiris.

Dan Bi Gwat melanjutkan ceritanya. Menceritakan betapa isteri jago pedang itu hidup menderita. Betapa Bwee Kiok amat mencinta suaminya. Dan menunggu-nunggu dengan setia. Penuh harap dan ingin memberi tahu bahwa ia hamil. Tidak mandul seperti yang disangka suaminya. Dan ketika pembicaraan meningkat pada hubungan suami isteri itu yang tidak mengalami kebahagiaan tiba-tiba Kun Houw terkejut ketika Bi Hwa memeluk punggungnya dengan suara gemetar, merah mukanya dan mendengus-dengus bagai seekor sapi betina, tahu-tahu melepas sepatu dan ikat pinggangnya!

"Karena itu jangan contoh perbuatan gurumu, Kun Houw. Seorang laki-laki yang baik adalah seorang laki-laki yang tahu akan cinta seorang wanita. Seperti dirimu ini, yang tampan dan gagah....cup!" dan Bi Hwa yang tahu-tahu mengecup pipinya dari belakang sudah disusul dengan kekeh Bi Kwi yang melepas baju luarnya.

"Benar, kami tak ingin kau mencontoh gurumu, Kun Houw. Bukankah kami cantik dan jauh lebih berharga dibanding wanita dusun itu? Kami suka padamu, Kun Houw... kami mencintaimu dengan segenap jiwa raga kami... cup!" dan Bi Kwi yang juga mengecup pipinya dari samping kiri mendadak sudah disusul Bi Gwat yang mendekapnya dengan pandangan redup, melekat seperti lintah.

"Kun Houw, kami bertiga ingin menyerahkan diri padamu. Balaslah budi kami dengan permainan cinta malam ini!"

Kun Houw kaget bukan main. Dia tak tahu kenapa tiga orang wanita itu tiba-tiba seperti orang gila. Masing-masing menanggalkan pakaiannya dan setengah telanjang, terkekeh dan menciumnya berganti-ganti. Tapi ketika tubuhnya digelayuti dan Kun Houw "merinding" oleh jari-jari mereka yang merayap di sekujur tubuhnya, mendadak Kun Houw mencelat dan mengibaskan kedua lengannya, mendorong mereka.

"Sam-hek-bi-kwi, kalian wanita-wanita tak tahu malu...!"

Bi Kwi dan kakaknya terlempar. Mereka tentu saja terkejut, marah dan terbelalak memandang Kun Houw. Pakaian mereka semakin tersibak hingga Kun Houw terpaksa memejamkan matanya dan ngeri untuk ngintip, gemetar dan menggigil. Tapi tiga wanita itu yang kembali menubruknya dari kiri dan kanan tiba-tiba terkekeh dan mengira Kun Houw seperti mereka, menggigil oleh nafsu berahi.

"Kun Houw, tak perlu pura-pura. Arak Sorga yang kita minum bersama tak seorangpun kuat menahannya. Kemarilah!"

Bi Gwat dan dua adiknya mendengus-dengus. Mereka bergairah dan menciumi Kun Houw bagai lalat menemukan bangkai, ganas dan bernafsu sekali mendekap pemuda ini. Baru menerangkan bahwa arak yang mereka minum tadi adalah Arak Sorga. Arak perangsang yang tak mungkin ditahan peminumnya yang akan mabok bagai seekor kuda binal.

Dan Kun Houw yang tentu saja terkejut oleh keterangan ini tiba-tiba menampar dan melepaskan dirinya, tak merasakan sesuatu dan heran kenapa dia tak terpengaruh seperti tiga orang wanita itu. Dan ketika Sam-hek-bi-kwi kembali terlempar dan mencelat membentur tembok barulah Kun Houw membentak dengan suara bengis.

"Sam-hek-bi-kwi, kalian ternyata orang-orang gila. Sungguh tak kukira kalau kalian menyuguhkan arak perangsang!" lalu melihat ketiganya tertegun dengan mata melotot tahu-tahu Kun Houw melompat keluar menerobos jendela, meninggalkan tiga orang wanita itu yang tertegun kenapa Kun Houw tak terpegaruh oleh arak yang membius itu.

Tapi mereka yang tentu saja tak membiarkan Kun Houw lolos sudah membentak dan mengejar marah. "Kun Houw, jangan main-main kau!" Sam-hek-bi-kwi berkelebat didepannya.

Kun Houw tahu-tahu dikurung, melihat tiga wanita ini marah-marah dan kepanasan, masing-masing menggeliat dan terengah-engah dibakar nafsu berahi, mata setengah terpejam tapi ganas memandang Kun Houw. Dan Kun Houw yang tentu saja jengah memandang wanita-wanita yang hampir telanjang dengan pakaian minim itu tiba-tiba menggerakkan tangannya mendorong mereka.

"Bi Kwi, minggirlah....!"

Namun tiga wanita itu menyambut. Mereka sama menangkis dan memekik, dan begitu empat lengan beradu tahu-tahu ketiganya serentak menggeliatkan pinggang dan menotok Kun Houw.

"Plak-plak-plak!"

Kun Houw mengeluh. Dia tersipu oleh tubuh-tubuh telanjang itu, ngeri dan jengah memandang. Maka ketika totokan datang dan tiga jalan darahnya di pinggang dan dada disentuh jari-jari mungil itu kontan Kau Houw roboh dan disambar tiga wanita ini.

"Hi hik, kau tak dapat melawan kami, Kun Houw. Kau harus melayani kami dulu sebelum pergi!" Kun Houw diangkat, dibawa kembali ke kamar Bi Kwi oleh tiga kakak beradik ini. Dan ketika Kun Houw dilempar di atas pembaringan dan Bi Kwi serta kakaknya berebut dahulu mendahului, maka Kun Houw terbelalak ketika pakaian luarnya dilepas.

"Tidak... jangan...!"

Kun Houw pucat. Dia melihat tiga wanita itu seperti hewan-hewan buas saja, merenggut semua pakaiannya hingga tinggal mengenakan celana dalam. Tapi ketika Bi Kwi terkekeh dan siap merenggut pakaian terakhirnya itu mendadak Kun Houw menggelembungkan dadanya dan membentak. Hebat sekali. Kun Houw berhasil menggerakkan sinkangnya, menjebol dan membuka totokan yang melumpuhkan tubuhnya. Dan begitu jalan darah mengalir kembali dan Kun Houw mencelat bangun tahu-tahu Sam hek-bi-kwi mendapat tendangan keras dan pukulan bertubi-tubi.

"Plak-plak-dess!"

Sam-hek-bi-kwi terlempar. Mereka menjerit dan berguling-guling, sisa pakaiannya terlepas dan telanjang bulat. Dan Kun Houw yang cepat menyambar pakaiannya sendiri dan meloncat melalui jendela berteriak dengan muka merah padam, "Sam hek-bi-kwi, kalian iblis-iblis tak tahu malu. Awas kalau kalian mengejarku lagi!"

Namun Sam-hek bi-kwi memekik nyaring. Mereka marah melihat tawanan lolos, tak menyangka Kun Houw dapat membebaskan diri pada saat terakhir. Dan bergerak menyambar pakaiannya mereka mengejar dengan melompati jendela pula. "Kun Houw, kau tak dapat melepaskan diri dari kami. Kau pemuda tak tahu diuntung...!"

Bi Gwat mendahului yang lain. Ia paling dulu berkelebat ke depan, meyambar dan langsung mencengkeram punggung Kun Houw. Dan Kun Houw yang tentu saja naik darah tiba-tiba membalikkan tubuh dan menangkis dengan Jing-liong Sinkangnya itu.

"Plakk!" Bi Gwat terputar. Wanita ini menjerit dan terpelanting roboh, tak kuat menerima tangkisan Kun Houw yang diwarisi dari Bu-beng Sian-su, manusia dewa yang sakti itu. Dan sementara winita ini terguling-guling, maka Bi Hwa dan Bi Kwi sudah ada di tempat itu, menampar dan menyodok lawan dengan pukulan sinkang. Tapi Kun Houw yang tak mau begitu saja menerima pukulan tiba-tiba merendahkan tubuh dan mendorongkan kedua lengannya ke atas.

"Plak-dess!"

Bi Kwi dan kakaknya juga menjerit. Mereka terlempar dan terguling-guling pula, persis seperti Bi Gwat yang roboh terbanting. Dan ketika mereka melompat bangun dan memekik penuh kemarahan tahu-tahu sepasang gelang berbau amis telah berada di tangan masing-masing wanita cantik ini.

"Kun Houw, keparat kau. Kau pemuda tak tahu budi!"

Kun Houw terbelalak. Dia marah sekali, hampir menerjang untuk mendahului lawan. Tapi mendengar Bi Kwi memakinya sebagai pemuda tak kenal budi mendadak dia merandek. Teringat bahwa tiga orang wanita ini telah menyembuhkannya dari luka-luka yang parah. Maka mengepal tinju dan gemas bukan main tiba-tiba Kun Houw melompat pergi dan meninggalkan lawan-lawannya.

"Sam-hek-bi-kwi. jangan mencari onar. Aku masih ingat budi kalian dan karena itu tak mau membalas kalian!"

Tapi Bi Hwa dan saudaranya mengejar. Mereka menimpukkan gelang di tangan kiri, menyambar dan langsung menghantam leher pemuda itu dan belakang. Dan karena Kun Houw terpaksa menangkis dan kembali berhenti maka tiga orang wanita itu telah mengejarnya dan langsung mengurung.

"Kun Houw, kau akan kami bunuh. Tak pernah Sam-hek-bi-kwi melepas korbannya tanpa diminta!"

Kun Houw menggigit bibir. Dia melihat tiga orang wanita itu telah menyerangnya, menggerakkan gelang yang berkelebat dan mengaung mengerikan. Dan ketika dia mementalkan serangan itu dan tiga pasang gelang membalik menyambar tuannya mendadak Bi Kwi dan dua kakak nya menendang dengan tumit diayun setengah lingkaran.

"Des-dess!" Kun Houw terlempar. Dia masih segan melayani tiga orang lawannya ini, menerima tendangan dan mencelat tiga tombak. Tapi Kun Houw yang lagi-lagi ingat akan "budi" Sam-hek bi-kwi kepadanya tiba-tiba melompat bangun dan melarikan diri. Bukan karena takut melainkan melulu enggan untuk menyerang musuh yang telah menolongnya dari luka-luka bekas pukulan Pendekar Gurun Neraka. Dan Kun Houw yang melompat meninggalkan lawan segera menjejakkan kakinya melayang keluar, melompati tembok istana yang tinggi dan langsung mencari tempat persembunyian.

Tapi Sam-hek-bi kwi yang mengejar dan membentaknya di belakang ternyata tak mau sudah. Tiga wanita cantik ini mengintil, terus membayangi Kun Houw dan menempel ke manapun Kun Houw pergi, berkelebatan dan naik turun dikompleks istana hingga mereka beterbangan bagai burung hantu yang saling berkejaran. Dan ketika Kun Houw turun di taman belakang dan gugup tak mendapat tempat persembunyian lagi maka di saat itulah tiga orang lawannya meluncur dan menyerangnya kembali.

"Kun Houw, kau mampus atau menyerah kepada kami. Pilih salah satu!"

Bi Hwa menggerakkan gelang. Ia paling marah dan gusar pada pemuda ini, karena pipinya bengap ditampar Kun Houw. Dan Bi Kwi serta Bi Gwat yang juga menyusul di kiri kanannya membantu dengan pukulan sinkang tahu-tahu menerjang dengan tak kalah hebatnya. Kun Houw gemas, bingung dan gelap mukanya. Tapi melihat tiga wanita itu susul-menyusul menyerangnya dengan serangan berbahaya diapun menangkis dan bangkit kemarahannya.

"Sam-hek-bi-kwi, kalian terlalu... plak-plak!" dan Kun Houw yang melengking dengan muka merah tiba-tiba berkelebat memuteri lawan. Dia mengerahkan Kiam-ciangnya, Tangan pedang, menampar dan menusuk tubuh lawan yang saat itu terhuyung oleh tangkisannya yang kuat. Dan ketika Tangan Pedangnya mendarat di sasaran yang tepat dan Sam-bok-bi-kwi menjerit dan terpelanting roboh tiba-tiba Kun Houw terbelalak.

Dia melihat tiga wanita itu melompat bangun, tak terluka oleh pukulan Tangan Pedangnya. Hal yang membuat dia mulai "mendusin" bahwa sesungguhnya sudah berkali-kali kejadian ini berulang. Sejak dia mementalkan mereka di kamar itu. Di mana berkali-kali Sam-hek-bi kwi bangkit dan kembali menyerang. Hanya raboh sejenak untuk kemudian menerjangnya lagi, lebih ganas dan marah.

Dan Kun Houw yang baru sadar bahwa lawan memiliki kekebalan aneh tiba-tiba mendengar ketiganya berteriak dan kembali menyerang, berkelebat dengan gelang yang berseliweran naik turun itu, menyambar-nyambar dirinya bagai gelang maut. Dan ketika Kun Hauw bengong oleh kekebalan yang dimiliki tiga orang lawannya ini maka terkurunglah dia oleh bayangan gelang yang membentuk sinar yang berbau amis!

"Kun Houw, kau terpaksa akan kami bunuh....!"

Kun Houw terkejut. Dia melihat lawan balik menyerangnya gencar, masing-masing lenyap dalam lingkaran gelang yang kian melebar. Dan ketika dua gelang menghantam pundaknya dengan amat keras tahu-tahu Kun Houw terbanting dan untuk pertama kalinya mengaduh.

"Augh....!" Kun Houw terguling-guling. Dia melihat tiga bayangan lawan mengejarnya dengan ganas, rupanya benar-benar mau membunuhnya seperti apa yang dikatakan Bi Kwi. Dan Kun Houw yang tentu saja kaget oleh serangan ini tiba-tiba menangkis dan berjungkir balik melompat bangun.

"Plak-dess!"

Kun Houw kembali terlempar. Dia terbelalak oleh gabungan tenaga lawan yang demikian hebat, luar biasa dan kembali membuat dia mencelat. Dan ketika gelang kembali menyambar dan Bi Kwi bertiga berkelebat menghantamnya maka Kun Houw membanting tubuh bergulingan dan terpaksa menghindar. Namun sebuah gelang masih sempat mengenai pangkal lengannya, pedas dan membuat tulangnya ngilu. Dan ketika kembali Kun Houw terpelanting roboh dan harus menahan sakit dengan mulut menyeringai maka di saat itulah Bi Kwi bertiga mendesak dan mengejarnya.

Kun Houw tunggang-langgang. Jatuh bangun dan mendesis menerima babatan gelang yang bertubi tubi. Gelang yang seolah dapat terbang dari tangan pemiliknya dan memiliki nyawa, mengejar dan tak memberinya ampun. Dan ketika sebentar kemudian tubuh Kua Houw matang biru oleh sambaran gelang akhirnya sekejap kemudian Kun Houw terdesak hebat. Dan Kun Houw teringat pedangnya, Pedang Medali Naga yang tak ada di tubuhnya. Dan mengira tiga wanita ini menyembunyikan pedangnya Kun Houw menjadi beringas dan marah bukan main. Mengira bahwa Sam-hek-bi-kwi sengaja melakukan itu untuk mengalahkannya dengan curang. Dan Kun Houw yang tentu saja menjadi geram segera memaki-maki.

"Sam hek-bi-kwi, kalian manusia-manusia tak tahu malu. Mana pedangku?"

Namun Sam-hek-bi-kwi terus menyerang. Mereka tak menggubris pertanyaan itu, mempergencar sambaran gelang dan diam-diam kaget bahwa Kun Houw masih juga belum dapat dirobohkan. Padahal pemuda itu sudah terdesak hebat dan tak dapat membalas. Dan ketika kembali Kun Houw memaki mereka dan roboh terbanting maka Bi Gwat menyuruh adik-adiknya mengeluarkan asap beracun, Ang-in-tok, Bubuk Awan Merah.

"Sumoi, kebutkan Ang-in-tok ke mukanya!"

Kun Houw tak mengerti itu. Dia tahu-tahu mendapat siraman bubuk berbau harum, membuatnya tersendak dan batuk-batuk. Tapi Kun Houw yang bangkit berdiri dan tak roboh oleh Bubuk Awan Merah itu membuat Bi Gwat dan adik-adiknya kaget.

"Dia kebal racun....!"

Kun Houw tercekat. Dia sendiri terkejut oleh seruan Bi Gwat ini, tak mengerti bagaimana dia kebal racun. Hal yang baru dia sadari sekarang kenapa Arak Sorga tak berhasil mempengaruhinya! Dan Bi Kwi kakak beradik yang tentu saja tertegun oleh kenyataan ini tiba-tiba melihat dua bayangan berkelebat.

"Kun Houw, pedangmu ada di tanganku. Terimalah...!"

Kun Houw girang. Dia melihat Kui Hoa dan adiknya muncul, mengejutkan Sam-hek bi-kwi yang terbelalak marah. Dan ketika Kun Houw melompat menyambar pedang yang dilontarkan Kui Hoa ternyata betul Pedang Medali Naga itu dibawa kekasihnya ini. "Bagus, terima kasih, Hoa-moi. Sam-hek-bi-kwi menggangguku secara tak tahu malu sekali....!"

Kun Houw berjungkir balik. Dia melihat Sam-hek bi kwi kembali menyerangnya, memekik dan menggerakkan gelang menghantam dadanya. Tapi Kun Houw yang membentak dan mengayun pedangnya ini, sekonyong-konyong menangkis dan membalikkan tubuh. Dan begitu gelang bertemu pedangnya sekonyong-konyong gelang di tangan tiga wanita ini putus dibabat.

"Crik crik crik!"

Sam-hek-bi-kwi terkejut. Mereka melihat gelang putus menjadi dua, seolah agar-agar yang tak berdaya di mata pedang yang luar biasa itu. Dan ketika Kun Houw meneruskan gerakannya menusuk ke depan maka berturut-turut lengan Bi Kwi dan dua kakaknya tergores berdarah.

"Crat crat crat...!"

Tiga wanita itu menjerit. Mereka melihat kekebalan mereka hancur menghadapi Pedang Medali Naga, sama seperti Ok-ciangkun sendiri yang tak tahan dengan Hoat-lek-kim ciong-konya itu. Dan ketika sadar bahwa Kun Houw amat berbahaya dengan pedang di tangan dan Kui Hoa serta adiknya adiknya muncul di situ mendadak tiga wanita ini memekik dan memutar tubuhnya, melarikan diri.

"Kun Houw, kau pemuda jahanam!"

Kun Houw tak mengejar. Dia melihat tiga lawannya itu melengking penuh kecewa, melarikan diri dan lenyap di kegelapan malam. Dan Kun Houw yang menghapus peluhnya dengan kaki menggigil, terbayang kejadian di kamar lawan. "Berbahaya. Mereka wanita-wanita iblis...!"

Kui Hoa melompat maju. Dia melihat pakaian Kun Houw yang kedodoran, maka mengerutkan kening dan memandang heran gadis ini bertanya, "Apa yang terjadi, Houw-ko? Kenapa Sam-hek-bi-kwi menyerangmu?"

Kun Houw merah mukanya. Dia tersipu dan sejenak gugup. Tapi menceritakan apa adanya ia pun memberi tahu tanpa menambahi atau mengurangi.

Dan Kui Hoa terbelalak marah, membanting kakinya. "Keparat, jadi mereka mengganggumu sampai sedemikian rupa, Houw-ko? Ah benar-benar tak tahu malu. Mereka iblis-iblis wanita yang cabul!"

"Ya, dan aku hampir diperkosanya, Hoa-moi. Baru kali ini seumur hidupku ada laki-laki hendak diperkosa perempuan. Terkutuk!"

Kui Hoa dan adiknya mengepal tinju. Mereka marah dan tentu saja jengah. Tapi Kui Hoa yang membelalakkan mata memandang Kun Houw bertanya tak mengerti, "Dan kau sudah menenggak arak perangsang itu, Houw-ko?"

"Ya, meneguknya berkali-kali."

"Dan kau tak apa-apa?"

"Aku tak merasakan sesuatu, Hoa-moi. Aku hanya merasa perutku tergigit dan kemramyang. Itu saja!"

Kui Hoa heran. Ia semakin membelalakkan matanya lebih lebar, dan ketika Kun Houw menarik napas memandang dua gadis kembar ini akhirnya Kui Hoa tak tahan untuk berseru, "Aneh! Bagaimana kau kebal racun. Houw-ko? Pernahkah kau meminum sesuatu atau mendapat sesuatu yang bersifat menangkal racun?"

"Tidak," Kun Houw juga tidak mengerti. "Aku tak melakukan apa-apa, Hoa-moi. Aku tidak meminum sesuatu atau memiliki sesuatu!"

"Hm....!" Kui Lin tiba-tiba tersenyum, melirik encinya. "Kalau begitu ini semua gara-garamu, cici. Kun Houw kebal racun setelah kau menyembuhkan lukanya di gua itu!"

"Maksudmu?"

"Kun Houw mendapat keberuntungan luar biasa, cici. Secara aneh racun Tok-bwe jit yang kau sedot itu bergabung dengan hawa sinkangmu sendiri. Dan karena kita memiliki Hoat lek-kim-ciong-ko yang juga kebal terhadap racun maka Kun Houw mendapatkannya lebih hebat daripada kita!"

Kui Hoi tertegun. Mukanya tiba-tiba merah, teringat waktu ia mengobati Kun Houw dari mulut ke mulut, menyedot racun Tok-hwe-ji yang amat ganas itu, menghisapnya berulang-ulang dan ganti menitipkan hawa khikangnya di mulut pemuda ini. Tak takut akan racun itu sendiri karena ia kebal, terlindung oleh Hoat-lek-kim cong-ko yang ia miliki itu. Dan terhenyak bahwa dugaan adiknya ini kemungkinan benar tiba-tiba Kui Hoa semburat mukanya dan menunduk.

Dan apa yang dikata Kui Lin memang betul. Tok hwe-ji yang dulu disedot Kui Hoa telah bergabung dengan Hoat lek-kim-ciong-ko yang dimiliki gadis ini. Dan karena Kui Hoa mengembalikannya dengan jalan meniupkan hawa khikangnya ke mulut Kun Houw untuk menyembuhkan bekas keracunan itu maka secara aneh Kun Houw mendapat kemujijatan tak disangka. Kebal racun. Lebih kebal dari Kui Hoa sendiri.

Dan ketika Arak Sorga diminumkan kepadanya tanpa dicurigai sama sekali ternyata Kun Houw benar-benar tak terpengaruh. Lain halnya dengan Sam-hek-bi kwi yang kepanasan itu yang sebentar saja "terbakar" dan mabok dalam nafsu berahi, yang meskipun memiliki Hoat lek kim ciong-ko namun tak sekebal Kun Houw. Dan Kun Houw yang tentu saja selamat dari bahaya tak disangka ini mendadak bengong dan tak mengira sama sekali bahwa dia nyaris mengalami bercana!

Begitulah. Kun Houw tiba-tiba memandang Kui Hoa dengan penuh rasa terima kasih, terharu dan tergetar bahwa untuk kedua kalinya dia ditolong kekasihnya ini. Tanpa sengaja. Sebuah kebetulan belaka. Dan tak tahan menguasai jiwanya yang bergolak tiba-t ba Kun Houw telah menyambar lengan kekasihnya itu, memandang penuh kemesraan "Hoa-moi, terima kash. Kiranya lagi-lagi kau menyelamatkan aku...!"

Kui Hoa melengos. Dia memberi isyarat bahwa adiknya ada di situ, jengah. Tapi girang dan tersipu malu mendadak gadis ini melompat pergi. "Houw-ko, tak perlu berterima kasih. Aku akan melapor pada ayah tentang perbuatan tiga wanita itu!"

Kui Lin mengikuti kakaknya. Dia tersenyum melambaikan lengan, dan begitu berkelebat meninggalkan Kun Houw gadis inipun berkata, "Benar, kami akan melapor pada ayah. Kun Houw. Sekarang beristirahatlah dan tidur di kamarmu. Hati-hati terhadap mereka lagi...?"

Kun Houw menjublak. Dia memandang kepergian kekasihnya itu dengan sikap sayang, ingin memanggil kembali namun tertahan di mulut. Ingat bahwa malam telah larut dan tak pantas mengajak gadis bercakap-cakap. Tapi teringat bahwa Pedang Medali Naga kembali telah berada di tangannya Kun Houw pun merasa bersyukur dan mengucap terima kasih dari jauh. Lalu begitu bayangan Kui Lin lenyap di balik pepohonan diapun berkelebat pergi memasuki kamarnya. Tak jadi menyelidiki selir kaisar itu.

Seminggu kemudian.... di istana kaisar. Tidak seperti hari-hari biasa, di mana kaisar bergembira ria bersama dua selirnya yang cantik Shi Shih dan Ceng Tan adalah hari itu terjadi insiden mengejutkan yang membuat istana gempar. Shi Shih, selir yang disayang kaisar namun amat dibenci Wu taijin sore itu tertangkap basah, kepergok bersama seorang laki-laki tak dikenal yang dianggap mata-mata. Dan Wu-taijin yang menangkap mereka dengan beberapa saksi sudah menjatuhkan dirinya berlutut di depan kaisar, melapor dengan geram,

"Ampun, hamba ingin paduka membuka persidangan, sri baginda. Selir paduka yang tak tahu diri ini telah hamba tangkap ketika kasak-kusuk dengan laki-laki ini. Mata-mata dari Yueh!"

Kaisar terkejut, gelap mukanya. Tidak segera mengeluarkan suara namun terbelalak memandang selirnya, marah. Dsn melihat Shi Shih menangis sementara laki-laki di sampingnya menunduk dengan tangan diborgol tiba-tiba kaisar membentak,

"Shi Shih, benarkah yang kau lakukan ini?"

Shi Shih terisak pedih, membenturkan jidatnya yang halus di lantai, "Tidak, hamba tidak melakukan seperti yang dituduhkan Wu-taijin, sri baginda. Itu adalah fitnah dan hasutan belaka!"

"Hm, bagaimana jawabanmu, taijin?" kaisar menoleh, mengerutkan keningnya memandang pembantunya ini.

Namun Wu-taijin yang sudah menduga itu tersenyum mengejek. "Hamba tidak melancarkan fitnah, sri baginda. Justru selir paduka itulah yang bohong dan pengecut. Hamba mempunyai saksi-saksi!" lalu, menepuk tangannya dua kali menteri ini memanggil tiga orang siksi yang duduk di belakangnya, seorang diantaranya adalah seorang kakek yang memegang buli-buli, menggelogok arak tanpa peduli pada kaisar. Lo-cin, si Arak Tua. Dan ketika Wu-taijin mempersilahkan tiga orang ini maju menghadap maka tertawalah si Arak Tua itu.

"Ampun, hamba saksi utamanya, sri baginda. Hambalah yang menangkap dua orang laki-laki dan perempuan ini di samping taman. Mereka rupanya mau berjina!"

Kaisar terbelalak marah. "Siapa kau?"

"Heh-heh, hamba Lo-ciu, sri baginda. Pembantu Wu-taijin yang sudah lama mengikuti gerak-gerik selir paduka itu. Maaf." si Arak Tua memberi hormat dengan caranya sendiri, membungkuk dan berdiri di sebelah Wu-taijin dergan sikap seenaknya. Maklum orang kang-ouw.

Dan kaisar ysng tak begitu perduli dan sudah mengenal watak orang-orang dunia persilatan lalu memandang Menteri Wu. "Benarkah, taijin? Dia ini pembantumu?"

"Benar, sri baginda," Wu-taijin mengangguk. "Lo-ciu inilah yang merangkap selir paduka dan menyeretnya ke mari!"

"Sedang dua orang lainnya iiu?'

Dua laki-laki di belakarg Wu-taijin berlutut dergan gemetar. "Hamba penjaga taman, sri baginda A-kam yang disuruh Wu-taijin memata-matai gerak-gerik selir paduka...!"

"Dan hamba Wu Hap, sri baginda Putera Wu-taijin yang mendapat laporan penjaga taman ini!"

Kaisar tertegun. "Kau putera Wu-taijin, anak muda? Jadi ini puteramu, taijin?"

"Benar, ampunkan hamba, sri baginda. Tiga orang inilah yang menjadi saksi-saksi utama menangkap selir paduka itu. Selir paduka berkhianat, dia kasak-kusuk dengan mata-mata dari Yueh!"

Kaisar menoleh pada selirnya, merah padam. "Bagaimana jawabanmu, Shi Shih? Bisakah kau menyangkal bukti-bukti ini? Kau tertangkap basah. Wu-taijin tidak mungkin bohong!"

Shi Shih menangis. "Ampun, hamba juga mempunyai saksi-saksi, sri baginda. Kalau boleh hamba bicara biarlah hamba ceritakan bagaimana kedudukan sebenarnya!"

Kaisar mengerutkan kening, menjadi ragu. Melihat bahwa selirnya ini rupanya mempunyai alasan kuat untuk menangkis. Rupanya ingin membela diri. Dan maklum bahwa di antara selirnya dan Wu taijin memang terdapat permusuhan yang merupakan "perang dingin" diapun mengangguk dan ingin tahu. Diam-diam cemas dan marah lagi-lagi dua orang ini bertengkar. Jangan-jangan tuduhan Wu-taijin itu benar. Selirnya berkhianat! Dan kaisar yang mengangkat lengan memberi isyarat lalu menyuruh Shi Shih bercerita. Dan Wu-taijin terbelalak.

"Sri baginda..." Shi Shih mulai dengan suaranya yang gemetar, lirih, "hamba sama sekali tidak berkhianat seperti yang dituduhkan Wu-taijin itu. Justeru hamba merasa dijebak, dihasut. Karena laki-laki yang dituduh mata-mata oleh Wu taijin ini sesungguhnya bukan lain adalah...." Shi Shih berhenti sebentar, "...antek Wu-taijin sendiri yang dikirim untuk menjatuhkan hamba!"

Wu taijin kaget. "Bohong! Tak benar, sri baginda. Hamba tak mengenal sama sekali laki-laki ini" dan bangkit berdiri dengan muka berobah pembesar ini membelalakkan matanya, marah dan terkejut bahwa Shi Shih memutar balik kenyataan.

Tapi kaisar yang mengulapkan lengannya berseru, "Tahan, simpan dulu bantahanamu, taijin. Biarkan selirku bercerita!"

Wu-taijin tak berdaya. Dia menggigil dan mengepal tinjunya, dan Lo-ciu serta Wu Hap yang terbelalak mendengar ini tiba-tiba saling pandang dengan muka pucat.

Dan Shi Shih melanjutkan dengan tangisnya yang tersedu-sedu. "Ampun... hamba terpaksa bicara apa adanya, sri baginda. Kalau paduka tidak percaya boleh paduka buktikan kebenarannya pada laki-laki ini. Dia adalah si Golok Emas Kim-te, bekas sahabat Hui-pian Siang-houw yang dulu menculik hamba....!"

Wu-taijin semakin kaget. Dia melihat kaisar memandangnya marah, percaya pada kata-kata selirnya itu. Dan Lo-ciu yang tak tahan oleh pemutarbalikan ini tiba-tiba melompat ke depan, mencengkeram selir kaisar yang dianggap ular berbisa itu. Tapi Ok-ciangkun yang ada di situ dan menjaga keselamatan tiba-tiba membentak dan berkelebat menangkis serangan ini.

"Lo-ciu, dihadapan kaisar tak boleh kau main-main begitu. Sopanlah.... dukk!"

Si Arak Tua tergetar, terbelalak dan terhuyung memandang panglima yang gagah ini, pembantu dan sekaligus sahabat kaisar yang mengerutkan kening tak senang kepadanya. Dan Wu-taijin yang buru-buru bangkit berdiri lalu menyambar lengan si Arak Tua ini, mohon ampun pada kaisar.

"Maaf. Lo-ciu tak tahan mendengar hamba dihina, sri baginda. Mohon ampun dan sudilah kiranya Ok-ciangkun melepas pembantu hamba?"

Kaisar mulai tak senang. "Pembantumu tak tahu adat, taijin. Kalau tidak memandang mukamu tentu sudah kusuruh tangkap dia."

Lo-ciu mendelik. Sebelumnya dia sudah gemas pada selir yang menjadi gara-gara kematian muridnya itu. Tapi Wu Hap yang memeluk kakinya berbisik, "Suhu, tempat kaisar tak sama dengan di rumah sendiri. Kau mundurlah."

Kakek ini sadar. Dia hampir mengamuk di situ, membawa adatnya sendiri sebagai orang kang-ouw. Tapi melihat bayangan pengawal secara rahasia berkelebat disekeliling kaisar dia pun tahu diri dan mundur baik-baik, tak berani beradu pandang dengan kaisar yang marah itu.

Dan kaisar yaag kembali pada persoalan semula lalu memandang selirnya. "Betulkah yang kau katakan itu, Shi Shih? Bagaimana kalau laki-laki ini bukan pembantu Wu taijin?"

Shi Shih mantap dengan jawabannya, "Hamba tak bicara bohong, sri baginda. Boleh paduka tanya kalau hamba tidak betul."

Kaisar mengangguk. Dia sudah menyuruh laki-laki yang diborgol itu menegakkan mukanya, membentak dengan bengis. Dan ketika laki-laki itu mengangkat mukanya yang penuh darah segera kaisar bertanya nyaring. "Hei, benarkah kau adalah sahabat mendiang Hui-pian Siang-houw itu? Benarkah kau disuruh Wu-taijin untuk menemui selirku?"

Semua orang tegang. Mereka melihat laki-laki yang tertangkap ini adalah seorang laki-laki yang mukanya gagah, usianya sekitar tigapuluh lima tahun dan memiliki alis yang tebal. Tahu sopan terhadap kaisar dan gentar melihat begitu banyak orang di ruang sidang. Tapi menganggukkan kepalanya dan melirik Wu-taijin laki-laki ini membenturkan dahinya, "Ampun, hamba tak berani menjawabnya, sri baginda. Yang jelas hamba bersalah dan biarlah hamba dibunuh!"

Kaisar menghentak lengan kursinya. "Tak perlu ada yang ditakuti di tempat ini, orang muda. Kau bicaralah saja dan aku menjamin keselamatanmu!"

Tapi laki-laki gagah ini masih ketakutan. Dia melirik dan kembali memandang Wu-taijin, mengerling pula pada si Arak Tua Lo-ciu yang mengepal tinju. Lalu mengeluh dan gentar menghadapi kaisar diapun membenturkan jidatnya, "Hamba tak berani, sri baginda. Hamba mengaku salah dan biarlah hamba dibunuh. Ampun."

Kaisar menjadi marah. Dia curiga melihat laki-laki itu ketakutan memandang Wu taijin seolah pembesar itu akan mengancamnya nanti kalau dia bicara. Dan kaisar yang tiba-tiba menduga jelek para pembantunya ini mendadak bangkit berdiri. "Wu-tajin, benarkah orang ini adalah suruhanmu? Kenapa dia ketakutan memandangmu?"

Wu-taijin juga marah. "Hamba tak kenal laki-laki ini, sri baginda. Sebaiknya kompres dia untuk mengaku terus terang saja!"

Kaisar tertegun. Dia melihat menteri she Wu itu bersungguh-sungguh, sikapnya tegar dan tak takut salah, membuat dia ragu dan kembali memandang Shi Shih. Tapi melihat selirnya juga tenang dan sama tetheg (mantap) diapun menjadi bingung dan heran juga. Dan kaisar semakin marah, memandang Ok-ciangkun. "Ciangkun, suruh laki-laki itu mengaku. Jaga dia dan lindungi keselamatannya."

Ok-ciangkun bergerak. Semua orang menjadi tegang oleh kejadian ini, dan ketika panglima itu mencengkeram leher laki-laki ini maka terdengarlah bentakannya yang menggetarkan ruangan, "Tikus busuk, sri baginda telah menjamin keselamatanmu. Mengakulah dan tak perlu takut!"

Laki-laki ini menjerit. Dia merasa lehernya dijepit tanggem raksasa, serasa patah tulang lehernya dan mengaduh. Tapi melihat panglima ini melindungi dan kaisar berjanji menjamin keselamatannya tiba-tiba dia menjatuhkan diri berlutut. "Ampun... lepaskan tanganmu, ciangkun. Hamba akan mengaku...."

Ok-ciangkun melepaskan jepitannya. Dia mundur dan bengis memandang tawanan ini, lalu hegitu menjaga segala kemungkinan dia mendengar laki-laki itu terbata-bata mengaku, melirik dan tampak ketakutan memandang Wu-taijin, terutama si Arak Tua Lo-ciu yang menangkapnya tadi. Dan begitu semua orang mendengar pengakuannya mendadak hadirin terkejut oleh ucapan pertamanya, "Benar, hamba orang suruhan Wu taijin, sri baginda. Hamba disuruh menemui selir paduka untuk pura-pura ditangkap dengan dalih mata-mata!"

Wu-taijin membentak keras. Dia langsung menyatakan bohong, dan Lo-ciu si Arak Tua yang berkelebat dibelakang laki-laki ini tiba-tiba melancarkan tendangan di saat Ok-ciangkun lengah, terkejut dan tersentak oleh pengakuan itu. Yang berarti fitnah. "Manusia busuk, kau siluman keji yang melempar fitnah kepada Wu-taijin. Jahanam kau, dess...!"

Laki-laki ini mencelat. Dia terlempar ke pilar di dekat kaisar, melontakkan darah segar oleh tendangan yang dahsyat itu, menjerit kesakitan. Dan ketika Lo-ciu kembali berkelebat untuk mengulang serangannya saat itulah Ok-ciangkun sadar dan membentak marah, menangkis pukulan si Arak Tua yang menyambar tengkuk tawanan ini. Dan begitu Ok-ciangkun berkelebat maka Lo-ciu terpental dan ganti berseru keras.

"Plak!" Lo-ciu melompat bangun. Dia menggereng dan marah melihat tawanan itu luput dihajar, mendelik dan berapi-api memandang lawan. Tapi kaisar yang menggoyang tangannya dengan gusar membentak,

"Wu-taijin, beginikah sikap pembantumu di ruang istana? Kau tak dapat mencegahnya sebelum kusuruh tangkap?"

Wu-taijin sadar. Dia tadi terkejut dan kaget bukan main, tertegun dan membelalakkan mata oleh pengakuan fitnah laki-laki ini. Yang tentu saja membuat dia marah dan mengerotkan gigi. Tapi melihat Lo-ciu mengamuk dan kaisar menegur penuh ancaman mendadak pembesar ini tergopoh-gopoh menyambar pembantunya, menggigil dan memohon dengan sangat. "Lo-ciu, jangan... jangan mengumbar kemarahanmu di sini. Kita semakin salah...!"

"Tapi jahanam itu memfitnahmu, taijin. Dia harus dihajar dan kalau perlu dibunuh!"

"Hm!" Ok-ciangkun menjengek. "Istana bukan hutan rimba yang liar, Arak Tua. Kalau kau ingin mencari penyakit boleh saja lakukan niatmu itu!"

Arak Tua membalikkan tubuh. Dia melihat panglima itu dingin memandangnya, melihat pula tiga bayangan muncul di belakang kaisar. Sam-hek bi-kwi. Tiga wanita yang telah membunuh dua orang muridnya, Hui-pian Siang-houw! Dan Arak Tua yang hampir tak tahan ini tibu-tiba diseret majikannya yang pucat dan gemetar.

"Lo-ciu, ingat nasib kita semua di sini. Wu Hap bakal celaka pula kalau kau tak dapat mengendalikan diri. Sadarlah....!"

Lo-ciu sadar. Seketika dia menggigit bibir, mundur dan menahan dadanya yang berombak oleh semuanya itu. Ditambah melihat bayangan Sam hek-bi kwi yang muncul tiba-tiba. Dan membungkukkan tubuh memberi hormat dia pun meminta maaf pada kaisar, menggigil dan gemetar sendiri menindas semua kemarahan. Dan ketika kaisar memandang Wu-taijin maka pembesar itu pun menjatuhkan diri berlutut dengan suara parau,

"Sri baginda, mohon ampun beribu ampun. Tapi sesungguhnya hamba katakan di sini, hamba sama sekali tak mengenal laki-laki busuk itu!"

"Tapi dia telah menyatakan pengakuannya, taijin. Kalau begitu siapa dia?"

"Hamba tak tahu, sri baginda. Tapi yang jelas dia mata-mata dari kerajaan Yueh!"

"Dari mana kau tahu?"

Wu-taijin tertegun. "Dari gerak-geriknya bersama selir paduka itu, sri baginda. Bukankah selir paduka berasal dari sana?"

"Hm, jadi baru dugaan belaka, taijin? Kau tidak mempunyai bukti-bukti kuat?"

"Hamba.... hamba justeru mempunyai bukti pada diri laki-laki itu, sri baginda. Hamba ingin mengompresnya dihadapan paduka agar dia mengaku!" Wu-taijin bingung, juga penasaran. "Tapi tak hamba sangka bahwa dia justeru memfitnah hamba sebagai orang suruhan hamba!"

Kaisar tiba-tiba tertawa mengejek. "Taijin, kalau begitu tindakanmu salah. Orang yang kau anggap mata-mata ini telah mengaku sebagai pembantumu. Apalagi yang harus kita bicarakan?"

"Tidak, hamba.... hamba yakin dia mata-mata, sri baginda. Sungguh mati hamba tak mengenal laki-laki jahanam ini. Dia... dia tentu telah dibeli oleh selir paduka untuk memfitnah hamba!"

"Hm," kaisar mengerutkan alis. "Kau hendak menambahi persoalan baru dengan mencari-cari, taijin? Dapat pulakah kau membuktikan dugaanmu ini?"

Wu-taijin terhenyak. Dia lagi-lagi tak dapat memberi bukti. Karena orang yang siap "digenjot", laki-laki yang telah memfitnahnya itu, yang entah kenapa justeru mengaku sebagai orang suruhannya tiba-tiba telah memojokkannya sedemikian rupa. Menolong selir yang dibencinya itu dan justeru menyudutkannya dalam kedudukan yang tidak menguntungkan!

Dan ketika dia melirik perempuan yang cantik itu tiba-tiba dilihatnya sang selir tersenyum mengejek, mencibirkan mulut dan tertawa penuh kemenangan. Dan Wu-taijin yang merah mukanya tiba-tiba sadar. Maklum bahwa laki-laki yang ditangkap ini telah melindungi musuhnya itu, sengaja "memukul" dirinya untuk menyelamatkan Shi Shih. Dan sadar bahwa memang sesungguhnya ada "permainan" di antara selir cantik itu dengan laki-laki tangkapan ini tiba-tiba Wu-taijin mengeluh roboh dan tak kuat lagi.

"Sri baginda, selir paduka itu cerdik melebihi ular...!"

Wu-taijin pingsan. Dia hanya mengeluarkan kata-kata itu di saat robohnya, merasa kalah. Kalah cerdik dan kalah bukti. Dan karena tawanan itu sendiri telah mengakui bahwa dia adalah orang suruhannya sendiri maka Shi Shih dibebakan dari segala tuduhan. Kaisar menganggap menterinya ini mencari-cari, bermain api dan sengaja mendiskreditkan selir kesayangannya itu karena iri. Dengki dan sirik semata. Dan karena Wu-taijin pingsan dan si Golok Emas telah menyatakan pengakuannya maka sidang dibubarkan dan Wu taijin dianggap bersalah.

Tapi kegemparan ini masih berlanjut. Lo-ciu, si Arak Tua yang kaget melihat Wu-taijin roboh tiba-tiba melompat maju. Dia marah dan tak kuasa lagi menahan diri, menyerang si Golok Emas yang mencelakakan majikannya itu, berkelebat dan langsung menggerakkan buli-bulinya menghantam, mempergunakan kesempatan selagi semua orang terbelalak oleh pingsannya Wu-taijin itu. Dan begitu jago tua ini menggerakkan buli-bulinja tiba tiba tanpa dapat dicegah si Golok Emas menjerit nyaring dan terlempar roboh. Pecah kepalanya!

"Prakk!"

Semua orang terkejut Mereka melihat kejadian mengerikan di lantai istana ini. Melihat betapa kepala si Golok Emas berantakan, hancur dihantam buli-buli yang dahsyat itu. Dan Lo-ciu si Arak Tua yang kini menerjang Shi Shih menggerakkan buli-bulinya pula menghantam kepala selir kaisar itu. "Siluman betina, kau wanita iblis yang jahat!"

Shi Shih terkejut. Ia tentu saja tak dapat mengelak, bukan orang yang pandai silat. Tapi Sam-hek-bi-kwi yang ada di belakang kaisar dan berkelebat ke depan menangkis serangan ini. Juga Ok-ciangkun yang menampar punggung si Arak Tua, yang tentu saja tak tinggal diam dan marah melihat kakek ini mencuri kelengahannya. Dan begitu empat bayangan berkelebat menerjang maka saat itu juga Lo-ciu menerima benturan tenaga yang membuat tubuhnya terpelanting.

"Arak Tua, kau manusia kurang ajar. Plak-plak-desss...!"

Lo-ciu terlempar bergulingan. Dia berteriak dan berseru keras, berjungkir balik dan turun dengan beringas. Dan melihat bahwa selir cantik itu gagal dibunuhnya tiba-tiba kakek ini mengayun buli-bulinya dan menerjang kembali, langsung ke arah Sam-hek-bi-kwi yang pertama menangkisnya itu. Geram dan marah bukan main. Tapi ketiga lawan mengelak dan mencabut gelangnya sekonyong-konyong bayangan Siang-mo ji-bin dan Mu Ba serta Mayat Hidup muncul, juga Hun Kiat.

Pemuda yang menjadi pembantu Ok-ciangkun dan yang kini ikut mengawal kaisar secara rahasia itu. Dan begitu semuanya bergerak melakukan pukulan masing-masing tiba-tiba tanpa ampun kakek ini menjerit dan terlempar roboh. Dia tak kuat menerima demikian banyak keroyokan, memekik dan memaki-maki, tunggang langgang dan semakin beringas. Tapi begitu dia melompat bangun dan menerjang kembali tiba-tiba Hun Kiat berseru pada yang lain,

"Ji-wi suhu, cuwi enghiong sekalian, mundur. Biar aku yang menghadapi tua bangka ini....!" Hun Kiat mendahului yang lain. Dia sudah menyambut dan sengaja unjuk kepandaian di depan banyak orang, terutama kaisar dan selir cantik itu. Dan ketika lengannya menerima buli-buli si Arak Tua tiba-tiba Lo-ciu menjerit dan terangkat tubuhnya.

"Bress!" Lo-ciu terkejut. Dia terguling-guling dan terbelalak memandang pemuda itu, melompat bangun dan mendesis dengan muka kaget. Merasa betapa buli-bulinya diterima sebuah tenaga yang dahsyat yang membuatnya tertolak balik, terangkat demikian ringan untuk kemudian dibanting bagai menerima serudukan gajah. Tapi kakek yang sudah gelap dan peteng pikirannya ini tak perduli pada sekelilingnya lagi dan kembali menerjang, ingin mengamuk dan menumpahkan semua kemarahannya, menjadi-jadi.

Tapi Hun Kiat yang tertawa mengejek berkelebat memapak. Untuk ke dua kalinya pemuda ini menyambut terjangan lawan, menerima buli-buli yang menghantam lehernya dengan cepat itu. Mengerahkan sinkang warisannya dari Ciok-thouw Taihiap Souw Ki Beng, tidak banyak, hanya setengah bagian saja. Tapi begitu lawan membentur tenaganya ini tiba-tiba ai Arak Tua memekik dan mencelat roboh. Muntah darah.

"Augh...!" Lo-ciu semakin terkejut. Dia menyadari sekarang bahwa orang-orang istana ini memang hebat-hebat, semuanya lihai dan memiliki kepandaian mengejutkan. Dan sementara dia terhuyung melompat bungun maka di saat itulah Hun Kiat berseru menampar kepalanya.

"Tua bangka, mampuslah ke alam akherat!"

Lo-ciu mengelak. Dia terbelalak dan ngeri melibat lawan menampar kepalanya, melihat betapa jari-jari lawan berobah merah seperti darah, amis dan memualkan. Tapi ketika Hun Kiat mengejar dan dia tersandung sesuatu tiba-tiba kelima jari pemuda itu telah menyambar mukanya dengan cepat sekali.

"Hun Kiat, jangan bunuh dia...!"

Bentakan ini menyelamatkan si Arak Tua. Lo-ciu tak sempat menghindar lagi ketika serangan itu tiba, siap mengenai mukanya yang tentu hancur. Tapi Hun Kiat yang merobah gerakan dan menotok pundaknya tahu-tahu membuat kakek ini mengeluh dan roboh terjerembab,

"Tuk...!" si Arak Tua pingsan seketika. Dia sebelumnya sudah menerima pukulan bertubi-tubi dari keroyokan Mu Ba dan kawan-kawan. Maka begitu Hun Kiat menotoknya roboh diapun tak sadarkan diri dan pingsan di ruangan itu. Nyaris binasa kalau Ok-ciangkun tidak mencegah Hun Kiat membunuh kakek ini, melancarkan Tok-hiat jiunya yang ganas itu.

Dan kaisar yang menyuruh tangkap kakek ini lalu menjebloskan si Arak Tua dalam penjara. Memperberat kesalahan Wu taijin dengan tewasnya si Golok Emas itu, menganggap bahwa kejadian itu memang sengaja untuk menghilangkan jejak, dan si Arak Tua yang dilempar ke dalam penjara akhirnya menjadi pesakitan dan justeru dituduh macam-macam!

Begitulah. Kejadian menggemparkan di istana tai berakhir. Wu-taijin kalah. Tapi karena kaisar mengingat jasa-jasa menteri itu yang amat besar terhadap roda pemerintahan, maka tak diambil urusan panjang terhadap mmteri ini. Wu-taijin dianggap mencari-cari keributan diampuni kaisar dan diperingatkan agar tidak mengulangi perbuatannya itu.

Dan Wu-taijin yang tertegun melihat Lo-ciu ditangkap lalu mohon pada kaisar untuk mengampuni pula pembantunya itu. Dan kaisar mengabulkan, kembali memberi peringatan keras pada menterinya ini untuk tidak membuat onar. Dan Wu-taijin yang dua kali menerima pil pahit dari selir yang cantik itu akhirnya berputus asa, hampir saja bunuh diri kalau tidak dicegah puteranya. Dan menteri yang terpukul oleh dua kejadian berturut-turut yang mengguncang jiwanya ini kembali jatuh sakit.

Beberapa hari kemudian. Sejak gagalnya peristiwa diruang sidang itu Wu-taijin kelihatan kurus. Menteri ini sakit hati sekali, sering batuk-batuk dia mengepal tinjunya. Bekerja tanpa semangat hingga roda pemerintahan mulai kacau. Dan ketika dia duduk sendirian di kamarnya tiba-tiba muncullah sebuah kereta yang berhenti di rumahnya.

Penjaga melapor, memberi tahu bahwa Pangeran Kin datang. Dan Wu-taijin yang menyambut dengan kening dikerutkan lalu mempersilahkan pangeran ini masuk ke dalam, tidak begitu gembira dan tampak pucat. Lalu begitu tamunya duduk segera pembesar ini bertanya.

"Maaf, ada keperluan apa paduka ke mari pangeran? Kenapa malam-malam begini datang?"

Pangeran ini, yang sebaya dengan Wu Hap tampak terharu memandang Wu-taijm. Dia adalah teman baik putera pembesar ini, ikut prihatin dan sudah mendengar semuanya dari banyak mulut. Diam-diam tak senang pula pada selir ayahnya yang memboroskan uang negara itu. Maka menarik napas dan bergetar lirih dia menjawab, "Aku ke mari untuk membicarakan urusan penting, paman Wu. Bahwa akhir-akhir ini rakyat mulai mengeluh oleh kepincangan yang terjadi didalam istana. Kenapa kau acuh saja membiarkan kenaikan pajak yang diumumkan Liem-taijin? Bukankah kau dapat bergerak untuk meniadakan ini?"

Wu-taijin batuk-batuk. "Pangeran, hamba memang ditugasi ayah paduka untuk mengatur roda pemetintahan. Tapi bagaimana hamba akan protes tentang kenaikan pajak itu bila ayah paduka yang menyuruh Liem taijin mengumumkan? Rakyat memang mulai terhimpit, pangeran. Dan hamba menangis melihat keadaan ini."

"Dan kau mulai tak acuh menjalankan tugasmu, paman. Kenapa dalam beberapa hari ini kau tak semangat membiarkan orang-orang bawahanmu merajalela? Mereka katanya menyelewengkan tugas-tugas negara. Banyak di antara mereka yang mulai korupsi!"

Wu-taijin menyeringai pedih. "Hamba mulai mendengar cerita itu, pangeran. Besok hamba merencanakan menyelidiki kebenaran berita ini, setelah hamba sehat kembali!"

"Dan kau tahu pengangkatan Menteri Lui, paman?'

"Hm, pejabat yang diberi tugas mengurusi tanah-tanah negara itu, pangeran?"

"Ya, menteri baru ini, paman. Ada berita mengejutkan yang diam-diam kudengar!"

Wu-taijm membelalakkan matanya. "Apa itu, pangeran?"

Pangeran ini tak segera menjawab. Dia celingukan kesana-sini. melihat apakah ada sesuatu yang mencurigakan. Tapi melihat semuanya aman tiba-tiba dia berbisik, "Lui-taijin (Menteri Lui) bermaksud menjual tanah-tanah negara, paman. Merobah status tanah itu menjadi milik pribadinya. Ribuan hektar!"

Wu-taijin terkejut. "Apa? Demikian berani menteri itu, pangeran? Padahal dia baru saja diangkat?"

"Sst, jangan keras-keras, paman. Berita ini kudengar secara kebetulan saja ketika Lui taijin menghadap selir ayah itu!"

"Shi Shih?"

"Ya."

Wu-taijin pucat. Menteri ini tiba-tiba menggigil, batuk-batuk dan menekan dadanya dengan hebat. Tapi ketika dia berhasil menguasai diri dan gemetar mengepal tinju berkatalah menteri yang sudah tua ini, penuh kemarahan, "Sudah kuduga. Menteri baru itu memang antek selir itu, pangeran. Tapi bagaimana kita bisa membuktikan hal ini pada ayah paduka? Beranikah paduka memberitahukannya terang-terangan pada ayah paduka?"

"Tidak, aku tak berani, paman. Aku bukan pengurus pemerintahan yang sehari-harinya bergelut dengan itu. Aku justeru ingin meminta bantuan paman untuk mencegah hal ini"

"Hm...!" Wu-taijin ragu-ragu, bersinar matanya dan ingat kegagalannya dua kali menghadapi selir berbahaya itu. Tapi bangkit semangatnya mendengar berita ini mendadak menteri itu mengepal tinju. "Pangeran, ibunda selir paduka itu cerdik sekali. Kita harus berhati-hati. Apakah hasil pembicaraan itu dapat paduka rekam baik-baik? Beranikah paduka menjadi saksi?"

"Asal kau di belakangku tentu aku berani, paman. Tapi kalau sendirian terus terang aku gentar!"

"Baik, kalau begitu kita jebak mereka, pangeran. Kita rencanakan akal bagus untuk menangkap basah perbuatan menteri baru ini. Utus seseorang untuk membeli tanah pada menteri baru ini dan membuka kebobrokannya pada kaisar."

Pangeran muda itu setuju. Dia bercakap-cakap lagi mengatur siasat, mencari siapa orangnya yang tepat untuk melakukan tugas ini. Berpura-pura membeli tanah negara negara yang dikuasai Lui-taijin. Jatuh pilihannya pada Sang-wangwe (hartawan Song) yang mereka kenal baik. Lalu begitu semuanya beres segera pergilah pangeran itu kembali ke istananya.

Namun mengejutkan sekali. Song-wangwe hartawan yang diincar dan siap dijadikan pembantu untuk menjebak Lui-taijin ternyata tewas. Hartawan itu dikhabarkan digigit ular berbisa. Dan ketika pangeran ini memeriksa ternyata benar di bawah siku hartawan itu terdapat tusukan kecil mirip gigitan ular.

"Sial, orang yang kita pilih keburu mati, paman. Siapa lagi yang harus menggantikannya?"

Wu-taijin menyebut beberapa nama. Sebagai orang yang mengatur roda pemerintahan tentu saja dia mengenal banyak hartawan-hartawan kaya yang berhubungan dengannya, yang ada kaitannya dengan urusan ini. Ini paling penting. Tetapi ketika satu demi satu gagal karena tewas "digigit ular" tiba-tiba saja Pangeran Kim dan Wu-taijin tersentak, kaget dan sadar bahwa semuanya ini tidak wajar. Dan ketika Lo-ciu datang membawa kabar, maka kekagetan mereka semakin lengkap...

Pedang Medali Naga Jilid 27

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 27
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
KUN HOUW tertegun. Dia berapi-api memandang lawan, mukanya merah bagai dibakar. Dan Hun Kiat yang tersenyum mengejek dengan mata tak mengenal takut mengangkat tangannya dengan mulut mencibir, "Kun Kouw, sabaiknya persoalan kita diselesaikan lain kali saja. Ok-ciangkun tak menginginkan kita bermusuhan. Setidak-tidaknya saat ini."

"Hm...!" Kun Houw menggeram. "Kau memang benar. Hun Kiat. Tapi betapapun Kau tak dapat berlindung terus di belakang Ok-ciangkun!"

"Siapa berlindung?" Hun Kiat tertawa mengejek. "Aku dapat menjaga diriku sendiri, Kun Houw. Tak perlu perlindungan orang lain untuk menghadapimu seorang diri. Kau kira aku takut?"

Kun Houw sudah mau maju kembali. Dia merasa ditantang, tapi Ok-ciangkun yang menekan pundaknya berkata dengan bengis, "Kun Houw, aku tak mau perjamuan ini kau kotori dengan sepak terjangmu. Kita semua adalah kawan. Ingat janjimu dulu untuk tunduk kepadaku!"

Kun Houw tak berkutik. Dia geram pada perjanjiannya ini, tapi tak mau dikata menjilat ludah sendiri diapun mundur dan menekan dadanya yang berombak. Dan Mayat Hidup tiba-tiba tertawa, batuk-batuk dengan suaranya yang khas itu. "Ok-ciangkun, sebaiknya biarkan saja dua ekor harimau muda ini bertarung. Kita tentu melihat pertunjukan yang menarik."

"Tidak!" panglima itu menggeleng. "Kita menghadapi urusan yarg penting, Mayat Hidup. Jangan membakar dua orang muda ini dengan kata-kata yang memanaskan telinga. Mereka semua adalah pembantuku. Tak boleh ada yang berkelahi."

Semua orang diam. Mereka menyayangkan pertandingan yang batal itu, dan Sin-thouw-liong Mu Ba yang tertawa bergelak tiba-tiba bangkit dari kursinya. "Ciangkun, memang sebaiknya dua orang muda ini bersahabat. Tapi bagaimana kalau Kun Houw menyerang duluan? Bukankah muridku tak dapat menghindar? Sebaiknya diadakan pibu saja secara adil, ciangkun. Biar diselesaikan masalah itu dengan kita sebagai wasit!"

Mayat Hidup setuju. "Betul, sebaiknya memang diselesaikan begitu, ciangkun. Dan muridku sudah menyetujuinya. Entah Kun Houw berani atau tidak menerina penyelesaian ini!"

Yang lain lalu mengangguk. Hampir bersamaan mereka menyokong pendapat Sin-thouw liong dan Mayat Hidup ini. Tapi Sam-hek-bi-kwi yang tertawa nyaring tiba-tiba menyemprot, "Mu Ba, dan kau Mayat Hidup, kenapa tidak dengar permintaan Ok-ciangkun? Kita semua diminta untuk tidak membakar dua orang muda ini dalam perkelahian terbuka. Tapi kalian malah tidak menghiraukannya dan ingin menciptakan keributan! Apa maksud kalian ini? Tidak tahukah bahwa mereka sama-sama diperlukan? Sebaiknya urusan pi-bu diadakan lain kali saja. Mayat Hidup. Masih banyak waktu bagi kita untuk menyaksikan pertandingan-pertandingan menarik!"

"Benar," Ok-ciangkun mengeraskan wajahnya, "Kalian jangan memanaskan keadaan, Mu Ba. Kita sedang menghadapi persoalan penting yang harus dibahas. Tak perlu berkelahi serdiri dan saling cakar-cakaran," lalu menggandeng Kun Houw duduk di sebelah kirinya panglima itu memandang semua orang. "Cuwi enghiong, ada berita mengejutkan malam ini dari sri baginda. Dua orang pemberontak muncul di kota Chi-ih dan Chin dengan tiga ribu laskarnya siap ke mari. Kalian sudah mendengar ini?"

Semua orang terkejut. "Tidak. Belum, ciang-kun." Bi Gwat mewakili. "Siapa mereka itu dan apa hubungannya dengan Ho-han-hwe?"

"Tak ada hubungan. Kabarnya mereka merupakan barisan tersendiri, niocu. Armadanya kuat dan cukup berbahaya!''

"Dan siapa pemimpinnya?"

"Belum tahu. Dan inilah yang harus kita cari...!"

"Hm," Mu-Ba menjadi tertarik. "Kalau begitu apa yang harus kita lakukan, ciangkun? Dan di mana saudara So-beng?"

Orang lagi-lagi terkejut. Mereka melihat bahwa iblis Penagih Jiwa itu memang tak muncul, tak tampak batang hidungnya. Dan Kun Houw yang melihat panglima ini sedetik terkejut dan tampak berobah mukanya tiba-tiba memandang Siang-mo-ji-bin dengan alis dikerutkan. "Entahlah. Aku menyuruh suteku itu memberi tahu ji-wi locianpwe ini, Mu-Ba. Ke manakah dia setelah memberi tahu?"

Ang-kwi, sang kakak tertua menjawab, "Aku tak tahu ke mana dia pergi, ciangkun. Tapi katanya menyelidiki para pemberontak itu. Betul atau tidak aku tak tahu pasti."

"Hm, kalau begitu sudahlah. Aku dapat mencarinya nanti, cuwi-enghiong. Sekarang kita lanjutkan lagi berita dari istana ini," dan kembali menghadapi semua orang, panglima itu mengembalikan perobahan wajahnya, tak tahu betapa diam-diam Kun Houw menjadi heran dan curiga. "Seperti yang kalian dengar, cuwi enghiong. Bahwa mata-mata kerajaan melihat bergeraknya tiga ribu pasukan di perbatasan negara kita. Dan karena berasal dari Chin dan Chi-ih maka sri baginda menghendaki kita menyelidiki siapa pemimpinnya. Karena itu ku undang kalian ke mari untuk mendengar titah sri baginda!"

Kemudian, menarik napas dalam dan mengerutkan keningnya panglima ini mulai bercerita. Betapa dua ancaman bahaya muncul dari dua orang pemberontak yang belum dikenal, yang hanya diketahui berasal dari Chi-ih den Chin saja. Dan karena mereka merupakan ancaman berbahaya dengan pasukan cukup besar akhirnya sri baginda memutuskan untuk mendahului menyerang sebelum diserang, menyambut di perbatasan sebelum mereka memasuki kota raja. Dan sri baginda yang merencanakan ikut dalam barisan penyambut ini disambut detak keras orang-orang istana yang terkejut.

"Karena itu kita harus mendahulukan keselamatan sri baginda, cuwi enghiong. Kita harus menyelidiki dulu siapa musuh-musuh itu. Aku khawatir mereka orang-orang Ho-han-hwe-yang bersembunyi dan menyamar!"

"Hm, kalau begitu memang tepat, ciangkun. Tapi kapan kita berangkat? Aku sudah gatal mendengar ini. Moga-moga saja mereka betul-betul orang Ho-han-hwe hingga kita bisa menumpas sekalian perkumpulan keparat itu!" Mu Ba menggereng, melotot matanya dan terbelalak marah.

Tapi Ok-ciangkun yang mengerutkan keningnya justeru menggeleng. "Tidak, jangan terburu-buru, Mu Ba. Aku telah mengirim Kwik-ciangkun untuk menjadi kurir di depan. Sebaiknya kita tunggu dia barang sehari dua!"

"Dan kita menganggur, ciangkun?"

"Siapa bilang?" panglima ini mendesah. Tak ada yang menganggur, Mu-Ba. Mulai besok masing-masing dari kita mendapat tugas baru yang lebih berat. Paduka selir ingin bertemu kita untuk membicarakan masalah gawat. Wu taijin dianggap berkhianat!"

Semua orang terkejut. "Apa? Wu-taijin berkhianat, ciangkun? Maksudmu dia mau menggulingkan istana dan merebut kekuasaan?"

"Aku tak tahu pasti, cuwi enghiong. Tapi paduka selir mengatakannya begitu. Besok kita akan menghadap dan memperoleh penjelasan lebih lanjut."

"Hm!" Mayat Hidup mengetukkan jarinya. "Kalau begitu tangkap saja pembesar itu, ciangkun. Bunuh atau jebloskan dia ke penjara bawah tanah. Orang-orang yang tak setia atau meragukan kesetiaannya lebih baik cepat-cepat dibereskan," berkata begitu iblis ini melirik Kun Houw.

Dan Kun Houw yang tentu saja naik darah tiba-tiba bangkit berdiri. "Apa maksudmu melotot padaku, Mayat Hidup? Kau mencari setori?"

"Heh-heh, siapa mencari setori padamu, Kun Houw? Kalau kau tak merasa bersalah tak perlu marah-marah. Aku tidak menuduhmu berkhianat," lalu, seakan tak sengaja memainkan jarinya tiba-tiba iblis ini menyentilkan sebatang sumpit yang menyambar tenggorokan Kun Houw.

"Crep!" Kun Houw langsung menjepitnya hancur, dan gusar oleh perbuatan iblis kurus itu mendadak Kun Houw balas menyerang dan menyambit balik tenggorokan lawan. "Mayat Hidup, kau sengaja mencari permusuhan, wu-wutt..”

Mayat Hidup mendorong kursinya. Dia tahu bahwa Kun Houw pasti membalas, maka mencelat bersama kursinya tiba-tiba dia terkekeh dan berseru pada panglima Ok, "Ciangkun, bocah ini rupanya pemarah benar. Jangan-jangan dia mata-mata Wu-taijin yang dikata berkhianat itu... brakk!" kursi yang diduduki Mayat Hidup hancur, dan ketika iblis itu harus berjungkir balik dengan tawanya yang parau tahu-tahu Kun Houw berkelebat menampar kepalanya.

"Mayat Hidup, kau benar-benar minta mampus!"

Tapi Ok-ciangkun membentak nyaring. Dia jengkel dan marah pada rekan Sin-thouw-Iiong Mu Ba ini, yang mengganggu lebih dulu dan terang-terangan melanggar perintahnya. Maklum, iblis-iblis sesat memang begitu selamanya. Tak tahu hormat dan aturan! Maka melihat Kun Houw menampar lawan dan Mayat Hidup berjungkir balik mengelak tiba-tiba panglima ini menahan pukulan Kun Houw dan membentak pada iblis tinggi kurus itu.

"Mayat Hidup, jangan kurang ajar. Sekali kau melanggarnya lagi, aku tak akan menerimamu di sini... plak!" dan pukulan Kun Houw yang diterima panglima ini tiba-tiba membuat Kun Houw terhuyung dan membelalakkan matanya.

"Maaf," Kun Houw terengah. "Kau tahu sendiri siapa yang memulainya, ciangkun. Aku tak mau dihina kalau tidak bersalah!"

Panglima itu mengangguk. Dia marah memandang si Mayat Hidup, dan Mu Ba yang buru-buru menyambar temannya sudah tertawa sambil bangkit berdiri. "Ciangkun, rupanya rekanku ini lagi mabok. Bagaimana kalau kami duduk di lain meja saja? Kun Houw mudah tersinggung, ciangkun. Jangan-jangan Mayat Hidup akan mengganggunya lagi dan kita semua repot. Atau, kalau diperkenankan, sebaiknya kami keluar saja dan biar besok kami datang lagi kepadamu, kalau pembicaraan ini sudah selesai...!"

Ok-ciangkun terbelalak. Dia mau menahan, tapi melihat tokoh-tokoh sesat itu melirik dan menjeringai memandang Kun Houw diapun mengangguk dan mengibaskan lengannya. "Baiklah, kalian boleh pergi, Mu Ba. tapi ingat, besok kita harus menghadap sri paduka selir!"

Mu Ba tertawa. Bersama temannya dia menggapai Hun Kiat, dan ketika anak muda itu bingkit berdiri dan mengikut gurunya tiba-tiba mereka berkelebat keluar tanpa permisi lagi. Hal yang membuat Ok ciangkun tersinggung, tapi karena suasana memang lagi panas dan masing-masing membawa adatnya sendiri maka panglima ini pun memakluminya. Apalagi dia pun orang kang-ouw yang mengenal seluk-beluk orang-orang macam Sin-thouw-liong Mu Ba itu, yang tidak menghargai basa-basi di antara sesamanya.

Dan ketika ketiganya lenyap meninggalkan ruangan maka terpaksa panglima ini berunding dengan sisa-sisanya yang ada di situ, Sam-hek-bi-kwi serta Siang-mo ji-bin kakak beradik. Tentu juga dengan Kun Houw yang dipandang dengan senyum penuh arti oleh Bi Kwi bertiga. Dan ketika panglima ini mulai bicara dengan muka sedikit tak puas akhirnya perjamuan dimulai dengan sikap sedikit kaku.

Dan kepergian Mu Ba bertiga ternyata tak menyakitkan benar bagi panglima ini. Mereka sudah mendengar hal-hal penting sebelum Kun Houw datang. Ditambah lagi dengan beberapa pembicaraan masalah pemberontak di kota Chin dan Chi-ih. Dan ketika makan minum itu dilanjutkan dengan pembicaraan-pembicaraan lain yang masih ada kaitannya dengan istana dan pembantu-pembantu kaisar tiba-tiba saja Kun Houw tertarik dan menaruh perhatiannya.

Ternyata istana mengalami ketidaktenangan. Ada goncangan kecil yang mulai meresahkan Ok-ciangkun ini. perpecahan di antara orang-orang dalam sejak sri baginda memiliki dua selir baru itu, Shi Shih dan Ceng Tan yang baru kali ini didengar namanya oleh Kun Houw. Dan karena pembicaraan menyangkut urusan "intern" yang tak banyak diketahui orang luar tentu saja Kun Houw tertarik perhatiannya dan membelalakkan mata.

Dia mendengar perselisihan kecil yang mula-mula dicetuskan Wu-taijin itu. Betapa menteri ini tak setuju pada bangunan istana-istana baru yang dibuat kaisar atas permintaan selirnya. Betapa kaisar marah-marah dan menganggap menterinya itu iri. Dan ketika Wu Yuan juga terlibat dalam penculikan selir yang menggegerkan istana itu hingga saudara Wu-taijin ini dikenakan tindakan administratip Kun Houw semakin tertegun dan melihat bahwa sebenarnya diam-diam di istana sedang berkecamuk perang dingin.

Dan Kun Houw berdebar. Dia melihat Ok-ciangkun mengajak pembantu-pembantunya untuk tidak berpihak dulu. Karena sementara ini terdapat dua golongan besar yang memisahkan diri di istana. Satu adalah golongan tua kelompok Wu-taijin itu yang tetap berpengaruh karena menteri inilah yang mengatur roda pemerintahan sedang yang lain adalah golongan atau kelompok selir kaisar yang konon amat disayang melebihi batas itu. Dan Kun Houw mengangguk-angguk, heran serta kagum.

"Jadi selir ini baru beberapa bulan saja di istana, ciangkun?" dia bertanya tak tahan, memandang panglima itu yang mengerutkan keningnya.

Dan Ok-ciangkun yang mengangguk dengan sikap berhati-hati membenarkan. "Ya, dua orang selir ini baru tiga bulan jalan, Kun Houw. Tapi pengaruhnya terhadap kaisar hebat sekali dan luar biasa. Dia minta apa saja yang tak pernah ditolak sri baginda!"

Kun Houw kagum. Dia melihat Ok-ciangkun kembali bercerita tentang selir itu, betapa diam-diam dan amat cerdik selir ini memelet menteri-menteri lain untuk menjadi pembantunya. Belum tiga bulan penuh berhasil mempengaruhi sekitar tujuh menteri yang berarti separuh jumlah dari menteri-menteri yang ada. Dan ketika Kun Houw mendengar bahwa menteri yang paling dekat dan merupakan tangan kanan selir itu adalah Po-taijin yang kini menjabat kepala rumah tangga istana tiba-tiba Kun Houw tertarik untuk mengenal lebih dekat bagaimana rupa selir yang dikata cantik jelita ini!

Maka, begitu jamuan makan selesai dan pembicaraan Ok-ciangkun berakhir dengan pesan agar masing-masing dari mereka besok menghadap panglima ini untuk menerima perintah tahu-tahu Kun Houw sudah berkelebat ke luar menuju tempat selir yang menjadi buah bibir itu. Tapi Sim-hek-bi-kwi muncul mengejarnya.

"Kun Houw, kemana kau mau pergi?"

Kun Houw terkejut. Dia merandek dan seketika menghentikan langkah. Lalu melihat tiga wanita ini tersenyum menghadangnya. Kun Houw pun tertegun dan tak bisa menjawab. Maklum, tak mungkin baginya untuk berterus terang bahwa dia ingin mencari selir kaisar yang menjadi bahan pembicaraan di gedung Ok-ciangkun tadi. Salah-salah disangka yang tidak-tidak! Tapi Kun Houw yang cepat mengencerkan otaknya tiba-tiba menjawab dengan senyum dipaksa,

"Aku ingin meronda istana, niocu. Ada apa kalian memanggilku di sini."

"Ih!" Bi Kwi tersenyum. "Kami ingin mengajakmu bercakap-cakap, Kun Houw. Dua enciku sudah menyiapkan arak istimewa untuk kita berbincang-bincang."

"Hm, aku kenyang, niocu. Sebaiknya besok saja setelah aku meronda," Kun Houw mengelak, tak ingin diganggu dan siap meneruskan perjalanannya ketika Bi Hwa terkekeh, langsung menyambar lengannya dan bersikap genit. Dan ketika Kun Houw mengegos dan melepaskan diri tahu tahu Bi Gwat menepuk pundaknya dan bersikap ketus.

"Kun Houw. kami bukanlah musuh! Kenapa enggan bercakap-cakap? Kau hendak mencari selir kaisar, bukan?"

Kun Houw terkejut, melangkah mundur. "Siapa bilang?" suaranya bagai orang tertangkap basah, tersentak dan memang kaget bukan main oleh todongan Bi Gwat ini.

Tapi Bi Kwi yang mendengus dan bersinar matanya tiba-tiba maju dengan marah. "Kun Houw, tak perlu kau mengelabuhi kami. Aku tahu kekagumanmu pada selir cantik itu! Kau ingin ke sana, bukan? Hm, jangan macam-macam, Kun Houw. Jalan yang kau ambil ini saja sudah menunjukkan niatmu. Berani kau menyangkal?"

Kun Houw tertegun. Dia terlampau kaget oleh todongan dua wanita ini, yang memang tepat dan menghunjam pada sasarannya. Dan karena dia tak biasa berbohong dan Bi Kwi bertiga memang wanita-wanita yang amat "tajam" pandangannya tiba-tiba Kun Houw menjublak tak dapat menjawab. Dan Bi Hwa tampil dengan sedikit lembut.

"Kun Houw, kami tahu bahwa kau tidak bermaksud mencuri wajah cantik. Tapi perbuatanmu ini tak berguna, Kun Houw. Kau belum begitu dikenal orang-orang istana. Kalau terjadi apa-apa tentu kaisar akan salah paham padamu. Sebaiknya ikuti permintaan kami dan mari bicara tentang hal yang lebih penting. Aku mendengar tentang isteri mendiang suhumu!"

Kun Houw membelalakkan mata. "Apa? Isteri mendiang suhuku?"

"Ya, tentu tak salah jika kukatakan gurumu menikah lagi, bukan? Kami mendengarnya di tempat itu, Kun Houw. Betapa isteri gurumu ini meninggalkan dua anak laki-laki kembar ketika gurumu meninggalkannya di Kun-lun-san!"

Kun Houw terkejut. Dia merasa ini berita baru yang mengagetkan sekali, tak kalah dengan "todongan" Bi Kwi kakak beradik tentang maksud hatinya. Maka mengangguk dan gemetar memandang tiga wanita cantik itu Kun Houw bertanya, "Benar, bagaimana sekarang keadaan isteri mendiang guruku itu, niocu? Di mana anak anaknya...??"

"Hm, membicarakannya tak enak di tempat begini, Kun Houw. Sebaiknya ikuti kami dan mari kita bercakap-cakap!"

Kun Houw menerima. Dia merasa dicucuk hidungnya,, maka ketika tiga wanita ini berkelebat mengajaknya ke dalam segera Kun Houw mengikuti dengan jantung berdebar. Dan Bi Kwi kakak beradik itu tersenyum aneh, memandangnya dengan penuh gairah sementara Kun Houw sendiri masih belum mengerti.

"Nah, duduklah di samping kami, Kun Houw. Kau ingin kita bicara baik-baik, bukan?"

"Ya, tapi..." Kun Houw celingulan, melihat pintu kamar ditutup rapat dan membuatnya tak enak,. Tapi ketika Bi Hwa menariknya lembut dan menyuruhnya duduk di kursi maka pemuda inipun tak berdaya dan menghapus keringatnya, yang entah kenapa tiba-tiba bercucuran bagai orang habis berkelahi.

Dan Bi Hwa yang tertawa memandang pemuda ini lalu memberi isyarat pada adiknya. "Kwi-moi. ambilkan minuman. Kun Houw merasa kamar ini pengap."

Bi Kwi mengangguk. Dia tersenyum dan bangkit dari kursinya, membuka sebuah jendela untuk menolong Kun Houw. Dan ketika Bi Kwi membawa arak dan menyuguhkannya kepada mereka Kun Houw mulai panas dingin, tak tahu apa yang hendak dilakukan tiga wanita cantik ini kepadanya. Tapi ketika Bi Gwat mengerling dan menepuk lengannya barulah Kun Houw menindas kegelisahannya dan tersenyum gugup.

"Eh, kau belum pernah bergaul dengan wanita, Kun Houw?"

Kun Houw mengangguk.

"Dan kau hanya hidup berdua dengan mendiang gurumu itu?"

Kun Houw kembali mengangguk.

"Eh, kenapa hanya mengangguk saja? tak bisakah kau bicara?"

Bi Kwi dari Bi Hwa terkekeh. Mereka geli melihat kecanggungan Kun Houw itu. Tapi melihat Kun Houw bangkit berdiri dan marah memandang mereka seketika Bi Kwi dan kakaknya terkejut. "Eh, jangan marah, Kun Houw. Kami hanya menggodamu saja. Ayo duduklah, kita bicara yang lain...!"

Dan Bi Hwa yang baru-buru mengedipi saudara-saudaranya sudah dapat menahan pemuda ini. "Kun Houw, kami hanya main-main padamu. Masa harus gusar? Nah. Toa-ci (kakak tertua) akan menceritakan padamu tentang isteri mendiang gurumu itu!"

Dan Bi Gwat yang menyilangkan kaki dengan sikap seenaknya lalu menuangkan arak di cawan masing-masing, sekelebat memamerkan pahanya yang mulus dan gempal, membuat Kun Houw tersirap, dan langsung melengos ke tempat lain. Lalu meneguk arak mendahului yang lain Bi Gwat tersenyum manis.

"Sebaiknya kita hangatkan dulu perut kita, Kun Houw. Mari minum sebelum bercerita."

Kun Houw ragu-ragu. Dia melihat Bi Gwat sudah meneguk araknya, habis dalam sekali tenggak. Dan Bi Hwa serta Bi Kwi yang juga menyambar arak yang sama dan meneguknya nikmat membuat Kun Houw membuang sungkan dan menenggak araknya pula, sedetik disengat rasa keras dari arak yang harum. Tapi ketika perutnya dijalari rasa panas yang "kemramyang" Kun Houw mengerutkan alisnya. "Arak apa ini, niocu?"

"Hi-hik, arak biasa saja. Kun Houw. Yang jelas bukan arak beracun."

Kun Houw merah mukanya. Dia mundengar tiga wanita itu kembali terkekeh, matanya berbinar-binar dan penuh gairah memandangnya. Tapi melihat Kun Houw tak bereaksi apa-apa dan pemuda itu tetap tenang Sam-hek-bi-kwi tampak terkejut.

"Ada apa?" Kun Houw terpaksa bertanya, keren dan terbelalak memandang tiga wanita cantik ini.

Dan Bi Kwi yang rupanya lebih dulu sadar tertawa genit. "Tidak apa-apa. Tapi kau tidak merasa hangatnya arak ini. Kun Houw?"

"Hm... aku hanya merasa perutku panas. Lebih dari itu tidak."

"Dan bagaimana kau melihat kami? Tidak nampak lebih cantikkah kami bertiga?"

Kun Houw terkejut. "Jangan main-main, niocu. Aku ke mari untuk mendengarkan cerita kalian!"

Bi Kwi dan kakaknya tercekat. Mereka saling pandang sejenak, tapi Bi Hwa yang tersenyum aneh tiba-tiba memandang encinya. "Ta-ci, Kun Houw rupanya tak sabar. Sebaiknya ceritakan saja tentang isteri mendiang gurunya itu."

Bi Gwat mengangguk. Dia kembali menyilangkan kakinya, lebih lebar, gerakannya yang membuat Kun Houw kembali tersirap karena Bi Gwat lebih "berani" memamerkan pahanya yang mulus. Tapi Kun Houw yang melengos dengan sopan dan pura-pura tak tahu sudah mendengar wanita ini bercerita, suaranya mulai serak dan parau.

"Kami bertemu secara kebetulan saja di tempat itu, Kun Houw. Maksudku, kami datang secara tak sengaja ketika jerit tangis terdengar di rumah gurumu!"

"Ada apa?" Kun Houw terbelalak.

"Isteri gurumu meninggal, Kun Houw. Wanita bernama Bwee Kiok itu kehabisan darah setelah melahirkan anak kembarnya, laki laki!"

Kun Houw terkejut. "Meninggal?"

"Ya, meninggal. Kun Houw! Konon katanya karena kecewa bahwa gurumu tak datang-datang juga. Kau tentu mendengar ini, bukan?"

Kun Houw bengong. Dia memang mendengar cerita gurunya itu, betapa isteri gurunya bernama Bwee Kiok dan tinggal di Kun-lun-san. Tapi bahwa isteri gurunya itu meninggal dan gurunya memiliki sepasang anak laki-laki kembar yang baru kali ini diketahuinya tiba-tiba Kun Houw membelalakkan matanya dan merasa diiris.

Dan Bi Gwat melanjutkan ceritanya. Menceritakan betapa isteri jago pedang itu hidup menderita. Betapa Bwee Kiok amat mencinta suaminya. Dan menunggu-nunggu dengan setia. Penuh harap dan ingin memberi tahu bahwa ia hamil. Tidak mandul seperti yang disangka suaminya. Dan ketika pembicaraan meningkat pada hubungan suami isteri itu yang tidak mengalami kebahagiaan tiba-tiba Kun Houw terkejut ketika Bi Hwa memeluk punggungnya dengan suara gemetar, merah mukanya dan mendengus-dengus bagai seekor sapi betina, tahu-tahu melepas sepatu dan ikat pinggangnya!

"Karena itu jangan contoh perbuatan gurumu, Kun Houw. Seorang laki-laki yang baik adalah seorang laki-laki yang tahu akan cinta seorang wanita. Seperti dirimu ini, yang tampan dan gagah....cup!" dan Bi Hwa yang tahu-tahu mengecup pipinya dari belakang sudah disusul dengan kekeh Bi Kwi yang melepas baju luarnya.

"Benar, kami tak ingin kau mencontoh gurumu, Kun Houw. Bukankah kami cantik dan jauh lebih berharga dibanding wanita dusun itu? Kami suka padamu, Kun Houw... kami mencintaimu dengan segenap jiwa raga kami... cup!" dan Bi Kwi yang juga mengecup pipinya dari samping kiri mendadak sudah disusul Bi Gwat yang mendekapnya dengan pandangan redup, melekat seperti lintah.

"Kun Houw, kami bertiga ingin menyerahkan diri padamu. Balaslah budi kami dengan permainan cinta malam ini!"

Kun Houw kaget bukan main. Dia tak tahu kenapa tiga orang wanita itu tiba-tiba seperti orang gila. Masing-masing menanggalkan pakaiannya dan setengah telanjang, terkekeh dan menciumnya berganti-ganti. Tapi ketika tubuhnya digelayuti dan Kun Houw "merinding" oleh jari-jari mereka yang merayap di sekujur tubuhnya, mendadak Kun Houw mencelat dan mengibaskan kedua lengannya, mendorong mereka.

"Sam-hek-bi-kwi, kalian wanita-wanita tak tahu malu...!"

Bi Kwi dan kakaknya terlempar. Mereka tentu saja terkejut, marah dan terbelalak memandang Kun Houw. Pakaian mereka semakin tersibak hingga Kun Houw terpaksa memejamkan matanya dan ngeri untuk ngintip, gemetar dan menggigil. Tapi tiga wanita itu yang kembali menubruknya dari kiri dan kanan tiba-tiba terkekeh dan mengira Kun Houw seperti mereka, menggigil oleh nafsu berahi.

"Kun Houw, tak perlu pura-pura. Arak Sorga yang kita minum bersama tak seorangpun kuat menahannya. Kemarilah!"

Bi Gwat dan dua adiknya mendengus-dengus. Mereka bergairah dan menciumi Kun Houw bagai lalat menemukan bangkai, ganas dan bernafsu sekali mendekap pemuda ini. Baru menerangkan bahwa arak yang mereka minum tadi adalah Arak Sorga. Arak perangsang yang tak mungkin ditahan peminumnya yang akan mabok bagai seekor kuda binal.

Dan Kun Houw yang tentu saja terkejut oleh keterangan ini tiba-tiba menampar dan melepaskan dirinya, tak merasakan sesuatu dan heran kenapa dia tak terpengaruh seperti tiga orang wanita itu. Dan ketika Sam-hek-bi-kwi kembali terlempar dan mencelat membentur tembok barulah Kun Houw membentak dengan suara bengis.

"Sam-hek-bi-kwi, kalian ternyata orang-orang gila. Sungguh tak kukira kalau kalian menyuguhkan arak perangsang!" lalu melihat ketiganya tertegun dengan mata melotot tahu-tahu Kun Houw melompat keluar menerobos jendela, meninggalkan tiga orang wanita itu yang tertegun kenapa Kun Houw tak terpegaruh oleh arak yang membius itu.

Tapi mereka yang tentu saja tak membiarkan Kun Houw lolos sudah membentak dan mengejar marah. "Kun Houw, jangan main-main kau!" Sam-hek-bi-kwi berkelebat didepannya.

Kun Houw tahu-tahu dikurung, melihat tiga wanita ini marah-marah dan kepanasan, masing-masing menggeliat dan terengah-engah dibakar nafsu berahi, mata setengah terpejam tapi ganas memandang Kun Houw. Dan Kun Houw yang tentu saja jengah memandang wanita-wanita yang hampir telanjang dengan pakaian minim itu tiba-tiba menggerakkan tangannya mendorong mereka.

"Bi Kwi, minggirlah....!"

Namun tiga wanita itu menyambut. Mereka sama menangkis dan memekik, dan begitu empat lengan beradu tahu-tahu ketiganya serentak menggeliatkan pinggang dan menotok Kun Houw.

"Plak-plak-plak!"

Kun Houw mengeluh. Dia tersipu oleh tubuh-tubuh telanjang itu, ngeri dan jengah memandang. Maka ketika totokan datang dan tiga jalan darahnya di pinggang dan dada disentuh jari-jari mungil itu kontan Kau Houw roboh dan disambar tiga wanita ini.

"Hi hik, kau tak dapat melawan kami, Kun Houw. Kau harus melayani kami dulu sebelum pergi!" Kun Houw diangkat, dibawa kembali ke kamar Bi Kwi oleh tiga kakak beradik ini. Dan ketika Kun Houw dilempar di atas pembaringan dan Bi Kwi serta kakaknya berebut dahulu mendahului, maka Kun Houw terbelalak ketika pakaian luarnya dilepas.

"Tidak... jangan...!"

Kun Houw pucat. Dia melihat tiga wanita itu seperti hewan-hewan buas saja, merenggut semua pakaiannya hingga tinggal mengenakan celana dalam. Tapi ketika Bi Kwi terkekeh dan siap merenggut pakaian terakhirnya itu mendadak Kun Houw menggelembungkan dadanya dan membentak. Hebat sekali. Kun Houw berhasil menggerakkan sinkangnya, menjebol dan membuka totokan yang melumpuhkan tubuhnya. Dan begitu jalan darah mengalir kembali dan Kun Houw mencelat bangun tahu-tahu Sam hek-bi-kwi mendapat tendangan keras dan pukulan bertubi-tubi.

"Plak-plak-dess!"

Sam-hek-bi-kwi terlempar. Mereka menjerit dan berguling-guling, sisa pakaiannya terlepas dan telanjang bulat. Dan Kun Houw yang cepat menyambar pakaiannya sendiri dan meloncat melalui jendela berteriak dengan muka merah padam, "Sam hek-bi-kwi, kalian iblis-iblis tak tahu malu. Awas kalau kalian mengejarku lagi!"

Namun Sam-hek bi-kwi memekik nyaring. Mereka marah melihat tawanan lolos, tak menyangka Kun Houw dapat membebaskan diri pada saat terakhir. Dan bergerak menyambar pakaiannya mereka mengejar dengan melompati jendela pula. "Kun Houw, kau tak dapat melepaskan diri dari kami. Kau pemuda tak tahu diuntung...!"

Bi Gwat mendahului yang lain. Ia paling dulu berkelebat ke depan, meyambar dan langsung mencengkeram punggung Kun Houw. Dan Kun Houw yang tentu saja naik darah tiba-tiba membalikkan tubuh dan menangkis dengan Jing-liong Sinkangnya itu.

"Plakk!" Bi Gwat terputar. Wanita ini menjerit dan terpelanting roboh, tak kuat menerima tangkisan Kun Houw yang diwarisi dari Bu-beng Sian-su, manusia dewa yang sakti itu. Dan sementara winita ini terguling-guling, maka Bi Hwa dan Bi Kwi sudah ada di tempat itu, menampar dan menyodok lawan dengan pukulan sinkang. Tapi Kun Houw yang tak mau begitu saja menerima pukulan tiba-tiba merendahkan tubuh dan mendorongkan kedua lengannya ke atas.

"Plak-dess!"

Bi Kwi dan kakaknya juga menjerit. Mereka terlempar dan terguling-guling pula, persis seperti Bi Gwat yang roboh terbanting. Dan ketika mereka melompat bangun dan memekik penuh kemarahan tahu-tahu sepasang gelang berbau amis telah berada di tangan masing-masing wanita cantik ini.

"Kun Houw, keparat kau. Kau pemuda tak tahu budi!"

Kun Houw terbelalak. Dia marah sekali, hampir menerjang untuk mendahului lawan. Tapi mendengar Bi Kwi memakinya sebagai pemuda tak kenal budi mendadak dia merandek. Teringat bahwa tiga orang wanita ini telah menyembuhkannya dari luka-luka yang parah. Maka mengepal tinju dan gemas bukan main tiba-tiba Kun Houw melompat pergi dan meninggalkan lawan-lawannya.

"Sam-hek-bi-kwi. jangan mencari onar. Aku masih ingat budi kalian dan karena itu tak mau membalas kalian!"

Tapi Bi Hwa dan saudaranya mengejar. Mereka menimpukkan gelang di tangan kiri, menyambar dan langsung menghantam leher pemuda itu dan belakang. Dan karena Kun Houw terpaksa menangkis dan kembali berhenti maka tiga orang wanita itu telah mengejarnya dan langsung mengurung.

"Kun Houw, kau akan kami bunuh. Tak pernah Sam-hek-bi-kwi melepas korbannya tanpa diminta!"

Kun Houw menggigit bibir. Dia melihat tiga orang wanita itu telah menyerangnya, menggerakkan gelang yang berkelebat dan mengaung mengerikan. Dan ketika dia mementalkan serangan itu dan tiga pasang gelang membalik menyambar tuannya mendadak Bi Kwi dan dua kakak nya menendang dengan tumit diayun setengah lingkaran.

"Des-dess!" Kun Houw terlempar. Dia masih segan melayani tiga orang lawannya ini, menerima tendangan dan mencelat tiga tombak. Tapi Kun Houw yang lagi-lagi ingat akan "budi" Sam-hek bi-kwi kepadanya tiba-tiba melompat bangun dan melarikan diri. Bukan karena takut melainkan melulu enggan untuk menyerang musuh yang telah menolongnya dari luka-luka bekas pukulan Pendekar Gurun Neraka. Dan Kun Houw yang melompat meninggalkan lawan segera menjejakkan kakinya melayang keluar, melompati tembok istana yang tinggi dan langsung mencari tempat persembunyian.

Tapi Sam-hek-bi kwi yang mengejar dan membentaknya di belakang ternyata tak mau sudah. Tiga wanita cantik ini mengintil, terus membayangi Kun Houw dan menempel ke manapun Kun Houw pergi, berkelebatan dan naik turun dikompleks istana hingga mereka beterbangan bagai burung hantu yang saling berkejaran. Dan ketika Kun Houw turun di taman belakang dan gugup tak mendapat tempat persembunyian lagi maka di saat itulah tiga orang lawannya meluncur dan menyerangnya kembali.

"Kun Houw, kau mampus atau menyerah kepada kami. Pilih salah satu!"

Bi Hwa menggerakkan gelang. Ia paling marah dan gusar pada pemuda ini, karena pipinya bengap ditampar Kun Houw. Dan Bi Kwi serta Bi Gwat yang juga menyusul di kiri kanannya membantu dengan pukulan sinkang tahu-tahu menerjang dengan tak kalah hebatnya. Kun Houw gemas, bingung dan gelap mukanya. Tapi melihat tiga wanita itu susul-menyusul menyerangnya dengan serangan berbahaya diapun menangkis dan bangkit kemarahannya.

"Sam-hek-bi-kwi, kalian terlalu... plak-plak!" dan Kun Houw yang melengking dengan muka merah tiba-tiba berkelebat memuteri lawan. Dia mengerahkan Kiam-ciangnya, Tangan pedang, menampar dan menusuk tubuh lawan yang saat itu terhuyung oleh tangkisannya yang kuat. Dan ketika Tangan Pedangnya mendarat di sasaran yang tepat dan Sam-bok-bi-kwi menjerit dan terpelanting roboh tiba-tiba Kun Houw terbelalak.

Dia melihat tiga wanita itu melompat bangun, tak terluka oleh pukulan Tangan Pedangnya. Hal yang membuat dia mulai "mendusin" bahwa sesungguhnya sudah berkali-kali kejadian ini berulang. Sejak dia mementalkan mereka di kamar itu. Di mana berkali-kali Sam-hek-bi kwi bangkit dan kembali menyerang. Hanya raboh sejenak untuk kemudian menerjangnya lagi, lebih ganas dan marah.

Dan Kun Houw yang baru sadar bahwa lawan memiliki kekebalan aneh tiba-tiba mendengar ketiganya berteriak dan kembali menyerang, berkelebat dengan gelang yang berseliweran naik turun itu, menyambar-nyambar dirinya bagai gelang maut. Dan ketika Kun Hauw bengong oleh kekebalan yang dimiliki tiga orang lawannya ini maka terkurunglah dia oleh bayangan gelang yang membentuk sinar yang berbau amis!

"Kun Houw, kau terpaksa akan kami bunuh....!"

Kun Houw terkejut. Dia melihat lawan balik menyerangnya gencar, masing-masing lenyap dalam lingkaran gelang yang kian melebar. Dan ketika dua gelang menghantam pundaknya dengan amat keras tahu-tahu Kun Houw terbanting dan untuk pertama kalinya mengaduh.

"Augh....!" Kun Houw terguling-guling. Dia melihat tiga bayangan lawan mengejarnya dengan ganas, rupanya benar-benar mau membunuhnya seperti apa yang dikatakan Bi Kwi. Dan Kun Houw yang tentu saja kaget oleh serangan ini tiba-tiba menangkis dan berjungkir balik melompat bangun.

"Plak-dess!"

Kun Houw kembali terlempar. Dia terbelalak oleh gabungan tenaga lawan yang demikian hebat, luar biasa dan kembali membuat dia mencelat. Dan ketika gelang kembali menyambar dan Bi Kwi bertiga berkelebat menghantamnya maka Kun Houw membanting tubuh bergulingan dan terpaksa menghindar. Namun sebuah gelang masih sempat mengenai pangkal lengannya, pedas dan membuat tulangnya ngilu. Dan ketika kembali Kun Houw terpelanting roboh dan harus menahan sakit dengan mulut menyeringai maka di saat itulah Bi Kwi bertiga mendesak dan mengejarnya.

Kun Houw tunggang-langgang. Jatuh bangun dan mendesis menerima babatan gelang yang bertubi tubi. Gelang yang seolah dapat terbang dari tangan pemiliknya dan memiliki nyawa, mengejar dan tak memberinya ampun. Dan ketika sebentar kemudian tubuh Kua Houw matang biru oleh sambaran gelang akhirnya sekejap kemudian Kun Houw terdesak hebat. Dan Kun Houw teringat pedangnya, Pedang Medali Naga yang tak ada di tubuhnya. Dan mengira tiga wanita ini menyembunyikan pedangnya Kun Houw menjadi beringas dan marah bukan main. Mengira bahwa Sam-hek-bi-kwi sengaja melakukan itu untuk mengalahkannya dengan curang. Dan Kun Houw yang tentu saja menjadi geram segera memaki-maki.

"Sam hek-bi-kwi, kalian manusia-manusia tak tahu malu. Mana pedangku?"

Namun Sam-hek-bi-kwi terus menyerang. Mereka tak menggubris pertanyaan itu, mempergencar sambaran gelang dan diam-diam kaget bahwa Kun Houw masih juga belum dapat dirobohkan. Padahal pemuda itu sudah terdesak hebat dan tak dapat membalas. Dan ketika kembali Kun Houw memaki mereka dan roboh terbanting maka Bi Gwat menyuruh adik-adiknya mengeluarkan asap beracun, Ang-in-tok, Bubuk Awan Merah.

"Sumoi, kebutkan Ang-in-tok ke mukanya!"

Kun Houw tak mengerti itu. Dia tahu-tahu mendapat siraman bubuk berbau harum, membuatnya tersendak dan batuk-batuk. Tapi Kun Houw yang bangkit berdiri dan tak roboh oleh Bubuk Awan Merah itu membuat Bi Gwat dan adik-adiknya kaget.

"Dia kebal racun....!"

Kun Houw tercekat. Dia sendiri terkejut oleh seruan Bi Gwat ini, tak mengerti bagaimana dia kebal racun. Hal yang baru dia sadari sekarang kenapa Arak Sorga tak berhasil mempengaruhinya! Dan Bi Kwi kakak beradik yang tentu saja tertegun oleh kenyataan ini tiba-tiba melihat dua bayangan berkelebat.

"Kun Houw, pedangmu ada di tanganku. Terimalah...!"

Kun Houw girang. Dia melihat Kui Hoa dan adiknya muncul, mengejutkan Sam-hek bi-kwi yang terbelalak marah. Dan ketika Kun Houw melompat menyambar pedang yang dilontarkan Kui Hoa ternyata betul Pedang Medali Naga itu dibawa kekasihnya ini. "Bagus, terima kasih, Hoa-moi. Sam-hek-bi-kwi menggangguku secara tak tahu malu sekali....!"

Kun Houw berjungkir balik. Dia melihat Sam-hek bi kwi kembali menyerangnya, memekik dan menggerakkan gelang menghantam dadanya. Tapi Kun Houw yang membentak dan mengayun pedangnya ini, sekonyong-konyong menangkis dan membalikkan tubuh. Dan begitu gelang bertemu pedangnya sekonyong-konyong gelang di tangan tiga wanita ini putus dibabat.

"Crik crik crik!"

Sam-hek-bi-kwi terkejut. Mereka melihat gelang putus menjadi dua, seolah agar-agar yang tak berdaya di mata pedang yang luar biasa itu. Dan ketika Kun Houw meneruskan gerakannya menusuk ke depan maka berturut-turut lengan Bi Kwi dan dua kakaknya tergores berdarah.

"Crat crat crat...!"

Tiga wanita itu menjerit. Mereka melihat kekebalan mereka hancur menghadapi Pedang Medali Naga, sama seperti Ok-ciangkun sendiri yang tak tahan dengan Hoat-lek-kim ciong-konya itu. Dan ketika sadar bahwa Kun Houw amat berbahaya dengan pedang di tangan dan Kui Hoa serta adiknya adiknya muncul di situ mendadak tiga wanita ini memekik dan memutar tubuhnya, melarikan diri.

"Kun Houw, kau pemuda jahanam!"

Kun Houw tak mengejar. Dia melihat tiga lawannya itu melengking penuh kecewa, melarikan diri dan lenyap di kegelapan malam. Dan Kun Houw yang menghapus peluhnya dengan kaki menggigil, terbayang kejadian di kamar lawan. "Berbahaya. Mereka wanita-wanita iblis...!"

Kui Hoa melompat maju. Dia melihat pakaian Kun Houw yang kedodoran, maka mengerutkan kening dan memandang heran gadis ini bertanya, "Apa yang terjadi, Houw-ko? Kenapa Sam-hek-bi-kwi menyerangmu?"

Kun Houw merah mukanya. Dia tersipu dan sejenak gugup. Tapi menceritakan apa adanya ia pun memberi tahu tanpa menambahi atau mengurangi.

Dan Kui Hoa terbelalak marah, membanting kakinya. "Keparat, jadi mereka mengganggumu sampai sedemikian rupa, Houw-ko? Ah benar-benar tak tahu malu. Mereka iblis-iblis wanita yang cabul!"

"Ya, dan aku hampir diperkosanya, Hoa-moi. Baru kali ini seumur hidupku ada laki-laki hendak diperkosa perempuan. Terkutuk!"

Kui Hoa dan adiknya mengepal tinju. Mereka marah dan tentu saja jengah. Tapi Kui Hoa yang membelalakkan mata memandang Kun Houw bertanya tak mengerti, "Dan kau sudah menenggak arak perangsang itu, Houw-ko?"

"Ya, meneguknya berkali-kali."

"Dan kau tak apa-apa?"

"Aku tak merasakan sesuatu, Hoa-moi. Aku hanya merasa perutku tergigit dan kemramyang. Itu saja!"

Kui Hoa heran. Ia semakin membelalakkan matanya lebih lebar, dan ketika Kun Houw menarik napas memandang dua gadis kembar ini akhirnya Kui Hoa tak tahan untuk berseru, "Aneh! Bagaimana kau kebal racun. Houw-ko? Pernahkah kau meminum sesuatu atau mendapat sesuatu yang bersifat menangkal racun?"

"Tidak," Kun Houw juga tidak mengerti. "Aku tak melakukan apa-apa, Hoa-moi. Aku tidak meminum sesuatu atau memiliki sesuatu!"

"Hm....!" Kui Lin tiba-tiba tersenyum, melirik encinya. "Kalau begitu ini semua gara-garamu, cici. Kun Houw kebal racun setelah kau menyembuhkan lukanya di gua itu!"

"Maksudmu?"

"Kun Houw mendapat keberuntungan luar biasa, cici. Secara aneh racun Tok-bwe jit yang kau sedot itu bergabung dengan hawa sinkangmu sendiri. Dan karena kita memiliki Hoat lek-kim-ciong-ko yang juga kebal terhadap racun maka Kun Houw mendapatkannya lebih hebat daripada kita!"

Kui Hoi tertegun. Mukanya tiba-tiba merah, teringat waktu ia mengobati Kun Houw dari mulut ke mulut, menyedot racun Tok-hwe-ji yang amat ganas itu, menghisapnya berulang-ulang dan ganti menitipkan hawa khikangnya di mulut pemuda ini. Tak takut akan racun itu sendiri karena ia kebal, terlindung oleh Hoat-lek-kim cong-ko yang ia miliki itu. Dan terhenyak bahwa dugaan adiknya ini kemungkinan benar tiba-tiba Kui Hoa semburat mukanya dan menunduk.

Dan apa yang dikata Kui Lin memang betul. Tok hwe-ji yang dulu disedot Kui Hoa telah bergabung dengan Hoat lek-kim-ciong-ko yang dimiliki gadis ini. Dan karena Kui Hoa mengembalikannya dengan jalan meniupkan hawa khikangnya ke mulut Kun Houw untuk menyembuhkan bekas keracunan itu maka secara aneh Kun Houw mendapat kemujijatan tak disangka. Kebal racun. Lebih kebal dari Kui Hoa sendiri.

Dan ketika Arak Sorga diminumkan kepadanya tanpa dicurigai sama sekali ternyata Kun Houw benar-benar tak terpengaruh. Lain halnya dengan Sam-hek-bi kwi yang kepanasan itu yang sebentar saja "terbakar" dan mabok dalam nafsu berahi, yang meskipun memiliki Hoat lek kim ciong-ko namun tak sekebal Kun Houw. Dan Kun Houw yang tentu saja selamat dari bahaya tak disangka ini mendadak bengong dan tak mengira sama sekali bahwa dia nyaris mengalami bercana!

Begitulah. Kun Houw tiba-tiba memandang Kui Hoa dengan penuh rasa terima kasih, terharu dan tergetar bahwa untuk kedua kalinya dia ditolong kekasihnya ini. Tanpa sengaja. Sebuah kebetulan belaka. Dan tak tahan menguasai jiwanya yang bergolak tiba-t ba Kun Houw telah menyambar lengan kekasihnya itu, memandang penuh kemesraan "Hoa-moi, terima kash. Kiranya lagi-lagi kau menyelamatkan aku...!"

Kui Hoa melengos. Dia memberi isyarat bahwa adiknya ada di situ, jengah. Tapi girang dan tersipu malu mendadak gadis ini melompat pergi. "Houw-ko, tak perlu berterima kasih. Aku akan melapor pada ayah tentang perbuatan tiga wanita itu!"

Kui Lin mengikuti kakaknya. Dia tersenyum melambaikan lengan, dan begitu berkelebat meninggalkan Kun Houw gadis inipun berkata, "Benar, kami akan melapor pada ayah. Kun Houw. Sekarang beristirahatlah dan tidur di kamarmu. Hati-hati terhadap mereka lagi...?"

Kun Houw menjublak. Dia memandang kepergian kekasihnya itu dengan sikap sayang, ingin memanggil kembali namun tertahan di mulut. Ingat bahwa malam telah larut dan tak pantas mengajak gadis bercakap-cakap. Tapi teringat bahwa Pedang Medali Naga kembali telah berada di tangannya Kun Houw pun merasa bersyukur dan mengucap terima kasih dari jauh. Lalu begitu bayangan Kui Lin lenyap di balik pepohonan diapun berkelebat pergi memasuki kamarnya. Tak jadi menyelidiki selir kaisar itu.

Seminggu kemudian.... di istana kaisar. Tidak seperti hari-hari biasa, di mana kaisar bergembira ria bersama dua selirnya yang cantik Shi Shih dan Ceng Tan adalah hari itu terjadi insiden mengejutkan yang membuat istana gempar. Shi Shih, selir yang disayang kaisar namun amat dibenci Wu taijin sore itu tertangkap basah, kepergok bersama seorang laki-laki tak dikenal yang dianggap mata-mata. Dan Wu-taijin yang menangkap mereka dengan beberapa saksi sudah menjatuhkan dirinya berlutut di depan kaisar, melapor dengan geram,

"Ampun, hamba ingin paduka membuka persidangan, sri baginda. Selir paduka yang tak tahu diri ini telah hamba tangkap ketika kasak-kusuk dengan laki-laki ini. Mata-mata dari Yueh!"

Kaisar terkejut, gelap mukanya. Tidak segera mengeluarkan suara namun terbelalak memandang selirnya, marah. Dsn melihat Shi Shih menangis sementara laki-laki di sampingnya menunduk dengan tangan diborgol tiba-tiba kaisar membentak,

"Shi Shih, benarkah yang kau lakukan ini?"

Shi Shih terisak pedih, membenturkan jidatnya yang halus di lantai, "Tidak, hamba tidak melakukan seperti yang dituduhkan Wu-taijin, sri baginda. Itu adalah fitnah dan hasutan belaka!"

"Hm, bagaimana jawabanmu, taijin?" kaisar menoleh, mengerutkan keningnya memandang pembantunya ini.

Namun Wu-taijin yang sudah menduga itu tersenyum mengejek. "Hamba tidak melancarkan fitnah, sri baginda. Justru selir paduka itulah yang bohong dan pengecut. Hamba mempunyai saksi-saksi!" lalu, menepuk tangannya dua kali menteri ini memanggil tiga orang siksi yang duduk di belakangnya, seorang diantaranya adalah seorang kakek yang memegang buli-buli, menggelogok arak tanpa peduli pada kaisar. Lo-cin, si Arak Tua. Dan ketika Wu-taijin mempersilahkan tiga orang ini maju menghadap maka tertawalah si Arak Tua itu.

"Ampun, hamba saksi utamanya, sri baginda. Hambalah yang menangkap dua orang laki-laki dan perempuan ini di samping taman. Mereka rupanya mau berjina!"

Kaisar terbelalak marah. "Siapa kau?"

"Heh-heh, hamba Lo-ciu, sri baginda. Pembantu Wu-taijin yang sudah lama mengikuti gerak-gerik selir paduka itu. Maaf." si Arak Tua memberi hormat dengan caranya sendiri, membungkuk dan berdiri di sebelah Wu-taijin dergan sikap seenaknya. Maklum orang kang-ouw.

Dan kaisar ysng tak begitu perduli dan sudah mengenal watak orang-orang dunia persilatan lalu memandang Menteri Wu. "Benarkah, taijin? Dia ini pembantumu?"

"Benar, sri baginda," Wu-taijin mengangguk. "Lo-ciu inilah yang merangkap selir paduka dan menyeretnya ke mari!"

"Sedang dua orang lainnya iiu?'

Dua laki-laki di belakarg Wu-taijin berlutut dergan gemetar. "Hamba penjaga taman, sri baginda A-kam yang disuruh Wu-taijin memata-matai gerak-gerik selir paduka...!"

"Dan hamba Wu Hap, sri baginda Putera Wu-taijin yang mendapat laporan penjaga taman ini!"

Kaisar tertegun. "Kau putera Wu-taijin, anak muda? Jadi ini puteramu, taijin?"

"Benar, ampunkan hamba, sri baginda. Tiga orang inilah yang menjadi saksi-saksi utama menangkap selir paduka itu. Selir paduka berkhianat, dia kasak-kusuk dengan mata-mata dari Yueh!"

Kaisar menoleh pada selirnya, merah padam. "Bagaimana jawabanmu, Shi Shih? Bisakah kau menyangkal bukti-bukti ini? Kau tertangkap basah. Wu-taijin tidak mungkin bohong!"

Shi Shih menangis. "Ampun, hamba juga mempunyai saksi-saksi, sri baginda. Kalau boleh hamba bicara biarlah hamba ceritakan bagaimana kedudukan sebenarnya!"

Kaisar mengerutkan kening, menjadi ragu. Melihat bahwa selirnya ini rupanya mempunyai alasan kuat untuk menangkis. Rupanya ingin membela diri. Dan maklum bahwa di antara selirnya dan Wu taijin memang terdapat permusuhan yang merupakan "perang dingin" diapun mengangguk dan ingin tahu. Diam-diam cemas dan marah lagi-lagi dua orang ini bertengkar. Jangan-jangan tuduhan Wu-taijin itu benar. Selirnya berkhianat! Dan kaisar yang mengangkat lengan memberi isyarat lalu menyuruh Shi Shih bercerita. Dan Wu-taijin terbelalak.

"Sri baginda..." Shi Shih mulai dengan suaranya yang gemetar, lirih, "hamba sama sekali tidak berkhianat seperti yang dituduhkan Wu-taijin itu. Justeru hamba merasa dijebak, dihasut. Karena laki-laki yang dituduh mata-mata oleh Wu taijin ini sesungguhnya bukan lain adalah...." Shi Shih berhenti sebentar, "...antek Wu-taijin sendiri yang dikirim untuk menjatuhkan hamba!"

Wu taijin kaget. "Bohong! Tak benar, sri baginda. Hamba tak mengenal sama sekali laki-laki ini" dan bangkit berdiri dengan muka berobah pembesar ini membelalakkan matanya, marah dan terkejut bahwa Shi Shih memutar balik kenyataan.

Tapi kaisar yang mengulapkan lengannya berseru, "Tahan, simpan dulu bantahanamu, taijin. Biarkan selirku bercerita!"

Wu-taijin tak berdaya. Dia menggigil dan mengepal tinjunya, dan Lo-ciu serta Wu Hap yang terbelalak mendengar ini tiba-tiba saling pandang dengan muka pucat.

Dan Shi Shih melanjutkan dengan tangisnya yang tersedu-sedu. "Ampun... hamba terpaksa bicara apa adanya, sri baginda. Kalau paduka tidak percaya boleh paduka buktikan kebenarannya pada laki-laki ini. Dia adalah si Golok Emas Kim-te, bekas sahabat Hui-pian Siang-houw yang dulu menculik hamba....!"

Wu-taijin semakin kaget. Dia melihat kaisar memandangnya marah, percaya pada kata-kata selirnya itu. Dan Lo-ciu yang tak tahan oleh pemutarbalikan ini tiba-tiba melompat ke depan, mencengkeram selir kaisar yang dianggap ular berbisa itu. Tapi Ok-ciangkun yang ada di situ dan menjaga keselamatan tiba-tiba membentak dan berkelebat menangkis serangan ini.

"Lo-ciu, dihadapan kaisar tak boleh kau main-main begitu. Sopanlah.... dukk!"

Si Arak Tua tergetar, terbelalak dan terhuyung memandang panglima yang gagah ini, pembantu dan sekaligus sahabat kaisar yang mengerutkan kening tak senang kepadanya. Dan Wu-taijin yang buru-buru bangkit berdiri lalu menyambar lengan si Arak Tua ini, mohon ampun pada kaisar.

"Maaf. Lo-ciu tak tahan mendengar hamba dihina, sri baginda. Mohon ampun dan sudilah kiranya Ok-ciangkun melepas pembantu hamba?"

Kaisar mulai tak senang. "Pembantumu tak tahu adat, taijin. Kalau tidak memandang mukamu tentu sudah kusuruh tangkap dia."

Lo-ciu mendelik. Sebelumnya dia sudah gemas pada selir yang menjadi gara-gara kematian muridnya itu. Tapi Wu Hap yang memeluk kakinya berbisik, "Suhu, tempat kaisar tak sama dengan di rumah sendiri. Kau mundurlah."

Kakek ini sadar. Dia hampir mengamuk di situ, membawa adatnya sendiri sebagai orang kang-ouw. Tapi melihat bayangan pengawal secara rahasia berkelebat disekeliling kaisar dia pun tahu diri dan mundur baik-baik, tak berani beradu pandang dengan kaisar yang marah itu.

Dan kaisar yaag kembali pada persoalan semula lalu memandang selirnya. "Betulkah yang kau katakan itu, Shi Shih? Bagaimana kalau laki-laki ini bukan pembantu Wu taijin?"

Shi Shih mantap dengan jawabannya, "Hamba tak bicara bohong, sri baginda. Boleh paduka tanya kalau hamba tidak betul."

Kaisar mengangguk. Dia sudah menyuruh laki-laki yang diborgol itu menegakkan mukanya, membentak dengan bengis. Dan ketika laki-laki itu mengangkat mukanya yang penuh darah segera kaisar bertanya nyaring. "Hei, benarkah kau adalah sahabat mendiang Hui-pian Siang-houw itu? Benarkah kau disuruh Wu-taijin untuk menemui selirku?"

Semua orang tegang. Mereka melihat laki-laki yang tertangkap ini adalah seorang laki-laki yang mukanya gagah, usianya sekitar tigapuluh lima tahun dan memiliki alis yang tebal. Tahu sopan terhadap kaisar dan gentar melihat begitu banyak orang di ruang sidang. Tapi menganggukkan kepalanya dan melirik Wu-taijin laki-laki ini membenturkan dahinya, "Ampun, hamba tak berani menjawabnya, sri baginda. Yang jelas hamba bersalah dan biarlah hamba dibunuh!"

Kaisar menghentak lengan kursinya. "Tak perlu ada yang ditakuti di tempat ini, orang muda. Kau bicaralah saja dan aku menjamin keselamatanmu!"

Tapi laki-laki gagah ini masih ketakutan. Dia melirik dan kembali memandang Wu-taijin, mengerling pula pada si Arak Tua Lo-ciu yang mengepal tinju. Lalu mengeluh dan gentar menghadapi kaisar diapun membenturkan jidatnya, "Hamba tak berani, sri baginda. Hamba mengaku salah dan biarlah hamba dibunuh. Ampun."

Kaisar menjadi marah. Dia curiga melihat laki-laki itu ketakutan memandang Wu taijin seolah pembesar itu akan mengancamnya nanti kalau dia bicara. Dan kaisar yang tiba-tiba menduga jelek para pembantunya ini mendadak bangkit berdiri. "Wu-tajin, benarkah orang ini adalah suruhanmu? Kenapa dia ketakutan memandangmu?"

Wu-taijin juga marah. "Hamba tak kenal laki-laki ini, sri baginda. Sebaiknya kompres dia untuk mengaku terus terang saja!"

Kaisar tertegun. Dia melihat menteri she Wu itu bersungguh-sungguh, sikapnya tegar dan tak takut salah, membuat dia ragu dan kembali memandang Shi Shih. Tapi melihat selirnya juga tenang dan sama tetheg (mantap) diapun menjadi bingung dan heran juga. Dan kaisar semakin marah, memandang Ok-ciangkun. "Ciangkun, suruh laki-laki itu mengaku. Jaga dia dan lindungi keselamatannya."

Ok-ciangkun bergerak. Semua orang menjadi tegang oleh kejadian ini, dan ketika panglima itu mencengkeram leher laki-laki ini maka terdengarlah bentakannya yang menggetarkan ruangan, "Tikus busuk, sri baginda telah menjamin keselamatanmu. Mengakulah dan tak perlu takut!"

Laki-laki ini menjerit. Dia merasa lehernya dijepit tanggem raksasa, serasa patah tulang lehernya dan mengaduh. Tapi melihat panglima ini melindungi dan kaisar berjanji menjamin keselamatannya tiba-tiba dia menjatuhkan diri berlutut. "Ampun... lepaskan tanganmu, ciangkun. Hamba akan mengaku...."

Ok-ciangkun melepaskan jepitannya. Dia mundur dan bengis memandang tawanan ini, lalu hegitu menjaga segala kemungkinan dia mendengar laki-laki itu terbata-bata mengaku, melirik dan tampak ketakutan memandang Wu-taijin, terutama si Arak Tua Lo-ciu yang menangkapnya tadi. Dan begitu semua orang mendengar pengakuannya mendadak hadirin terkejut oleh ucapan pertamanya, "Benar, hamba orang suruhan Wu taijin, sri baginda. Hamba disuruh menemui selir paduka untuk pura-pura ditangkap dengan dalih mata-mata!"

Wu-taijin membentak keras. Dia langsung menyatakan bohong, dan Lo-ciu si Arak Tua yang berkelebat dibelakang laki-laki ini tiba-tiba melancarkan tendangan di saat Ok-ciangkun lengah, terkejut dan tersentak oleh pengakuan itu. Yang berarti fitnah. "Manusia busuk, kau siluman keji yang melempar fitnah kepada Wu-taijin. Jahanam kau, dess...!"

Laki-laki ini mencelat. Dia terlempar ke pilar di dekat kaisar, melontakkan darah segar oleh tendangan yang dahsyat itu, menjerit kesakitan. Dan ketika Lo-ciu kembali berkelebat untuk mengulang serangannya saat itulah Ok-ciangkun sadar dan membentak marah, menangkis pukulan si Arak Tua yang menyambar tengkuk tawanan ini. Dan begitu Ok-ciangkun berkelebat maka Lo-ciu terpental dan ganti berseru keras.

"Plak!" Lo-ciu melompat bangun. Dia menggereng dan marah melihat tawanan itu luput dihajar, mendelik dan berapi-api memandang lawan. Tapi kaisar yang menggoyang tangannya dengan gusar membentak,

"Wu-taijin, beginikah sikap pembantumu di ruang istana? Kau tak dapat mencegahnya sebelum kusuruh tangkap?"

Wu-taijin sadar. Dia tadi terkejut dan kaget bukan main, tertegun dan membelalakkan mata oleh pengakuan fitnah laki-laki ini. Yang tentu saja membuat dia marah dan mengerotkan gigi. Tapi melihat Lo-ciu mengamuk dan kaisar menegur penuh ancaman mendadak pembesar ini tergopoh-gopoh menyambar pembantunya, menggigil dan memohon dengan sangat. "Lo-ciu, jangan... jangan mengumbar kemarahanmu di sini. Kita semakin salah...!"

"Tapi jahanam itu memfitnahmu, taijin. Dia harus dihajar dan kalau perlu dibunuh!"

"Hm!" Ok-ciangkun menjengek. "Istana bukan hutan rimba yang liar, Arak Tua. Kalau kau ingin mencari penyakit boleh saja lakukan niatmu itu!"

Arak Tua membalikkan tubuh. Dia melihat panglima itu dingin memandangnya, melihat pula tiga bayangan muncul di belakang kaisar. Sam-hek bi-kwi. Tiga wanita yang telah membunuh dua orang muridnya, Hui-pian Siang-houw! Dan Arak Tua yang hampir tak tahan ini tibu-tiba diseret majikannya yang pucat dan gemetar.

"Lo-ciu, ingat nasib kita semua di sini. Wu Hap bakal celaka pula kalau kau tak dapat mengendalikan diri. Sadarlah....!"

Lo-ciu sadar. Seketika dia menggigit bibir, mundur dan menahan dadanya yang berombak oleh semuanya itu. Ditambah melihat bayangan Sam hek-bi kwi yang muncul tiba-tiba. Dan membungkukkan tubuh memberi hormat dia pun meminta maaf pada kaisar, menggigil dan gemetar sendiri menindas semua kemarahan. Dan ketika kaisar memandang Wu-taijin maka pembesar itu pun menjatuhkan diri berlutut dengan suara parau,

"Sri baginda, mohon ampun beribu ampun. Tapi sesungguhnya hamba katakan di sini, hamba sama sekali tak mengenal laki-laki busuk itu!"

"Tapi dia telah menyatakan pengakuannya, taijin. Kalau begitu siapa dia?"

"Hamba tak tahu, sri baginda. Tapi yang jelas dia mata-mata dari kerajaan Yueh!"

"Dari mana kau tahu?"

Wu-taijin tertegun. "Dari gerak-geriknya bersama selir paduka itu, sri baginda. Bukankah selir paduka berasal dari sana?"

"Hm, jadi baru dugaan belaka, taijin? Kau tidak mempunyai bukti-bukti kuat?"

"Hamba.... hamba justeru mempunyai bukti pada diri laki-laki itu, sri baginda. Hamba ingin mengompresnya dihadapan paduka agar dia mengaku!" Wu-taijin bingung, juga penasaran. "Tapi tak hamba sangka bahwa dia justeru memfitnah hamba sebagai orang suruhan hamba!"

Kaisar tiba-tiba tertawa mengejek. "Taijin, kalau begitu tindakanmu salah. Orang yang kau anggap mata-mata ini telah mengaku sebagai pembantumu. Apalagi yang harus kita bicarakan?"

"Tidak, hamba.... hamba yakin dia mata-mata, sri baginda. Sungguh mati hamba tak mengenal laki-laki jahanam ini. Dia... dia tentu telah dibeli oleh selir paduka untuk memfitnah hamba!"

"Hm," kaisar mengerutkan alis. "Kau hendak menambahi persoalan baru dengan mencari-cari, taijin? Dapat pulakah kau membuktikan dugaanmu ini?"

Wu-taijin terhenyak. Dia lagi-lagi tak dapat memberi bukti. Karena orang yang siap "digenjot", laki-laki yang telah memfitnahnya itu, yang entah kenapa justeru mengaku sebagai orang suruhannya tiba-tiba telah memojokkannya sedemikian rupa. Menolong selir yang dibencinya itu dan justeru menyudutkannya dalam kedudukan yang tidak menguntungkan!

Dan ketika dia melirik perempuan yang cantik itu tiba-tiba dilihatnya sang selir tersenyum mengejek, mencibirkan mulut dan tertawa penuh kemenangan. Dan Wu-taijin yang merah mukanya tiba-tiba sadar. Maklum bahwa laki-laki yang ditangkap ini telah melindungi musuhnya itu, sengaja "memukul" dirinya untuk menyelamatkan Shi Shih. Dan sadar bahwa memang sesungguhnya ada "permainan" di antara selir cantik itu dengan laki-laki tangkapan ini tiba-tiba Wu-taijin mengeluh roboh dan tak kuat lagi.

"Sri baginda, selir paduka itu cerdik melebihi ular...!"

Wu-taijin pingsan. Dia hanya mengeluarkan kata-kata itu di saat robohnya, merasa kalah. Kalah cerdik dan kalah bukti. Dan karena tawanan itu sendiri telah mengakui bahwa dia adalah orang suruhannya sendiri maka Shi Shih dibebakan dari segala tuduhan. Kaisar menganggap menterinya ini mencari-cari, bermain api dan sengaja mendiskreditkan selir kesayangannya itu karena iri. Dengki dan sirik semata. Dan karena Wu-taijin pingsan dan si Golok Emas telah menyatakan pengakuannya maka sidang dibubarkan dan Wu taijin dianggap bersalah.

Tapi kegemparan ini masih berlanjut. Lo-ciu, si Arak Tua yang kaget melihat Wu-taijin roboh tiba-tiba melompat maju. Dia marah dan tak kuasa lagi menahan diri, menyerang si Golok Emas yang mencelakakan majikannya itu, berkelebat dan langsung menggerakkan buli-bulinya menghantam, mempergunakan kesempatan selagi semua orang terbelalak oleh pingsannya Wu-taijin itu. Dan begitu jago tua ini menggerakkan buli-bulinja tiba tiba tanpa dapat dicegah si Golok Emas menjerit nyaring dan terlempar roboh. Pecah kepalanya!

"Prakk!"

Semua orang terkejut Mereka melihat kejadian mengerikan di lantai istana ini. Melihat betapa kepala si Golok Emas berantakan, hancur dihantam buli-buli yang dahsyat itu. Dan Lo-ciu si Arak Tua yang kini menerjang Shi Shih menggerakkan buli-bulinya pula menghantam kepala selir kaisar itu. "Siluman betina, kau wanita iblis yang jahat!"

Shi Shih terkejut. Ia tentu saja tak dapat mengelak, bukan orang yang pandai silat. Tapi Sam-hek-bi-kwi yang ada di belakang kaisar dan berkelebat ke depan menangkis serangan ini. Juga Ok-ciangkun yang menampar punggung si Arak Tua, yang tentu saja tak tinggal diam dan marah melihat kakek ini mencuri kelengahannya. Dan begitu empat bayangan berkelebat menerjang maka saat itu juga Lo-ciu menerima benturan tenaga yang membuat tubuhnya terpelanting.

"Arak Tua, kau manusia kurang ajar. Plak-plak-desss...!"

Lo-ciu terlempar bergulingan. Dia berteriak dan berseru keras, berjungkir balik dan turun dengan beringas. Dan melihat bahwa selir cantik itu gagal dibunuhnya tiba-tiba kakek ini mengayun buli-bulinya dan menerjang kembali, langsung ke arah Sam-hek-bi-kwi yang pertama menangkisnya itu. Geram dan marah bukan main. Tapi ketiga lawan mengelak dan mencabut gelangnya sekonyong-konyong bayangan Siang-mo ji-bin dan Mu Ba serta Mayat Hidup muncul, juga Hun Kiat.

Pemuda yang menjadi pembantu Ok-ciangkun dan yang kini ikut mengawal kaisar secara rahasia itu. Dan begitu semuanya bergerak melakukan pukulan masing-masing tiba-tiba tanpa ampun kakek ini menjerit dan terlempar roboh. Dia tak kuat menerima demikian banyak keroyokan, memekik dan memaki-maki, tunggang langgang dan semakin beringas. Tapi begitu dia melompat bangun dan menerjang kembali tiba-tiba Hun Kiat berseru pada yang lain,

"Ji-wi suhu, cuwi enghiong sekalian, mundur. Biar aku yang menghadapi tua bangka ini....!" Hun Kiat mendahului yang lain. Dia sudah menyambut dan sengaja unjuk kepandaian di depan banyak orang, terutama kaisar dan selir cantik itu. Dan ketika lengannya menerima buli-buli si Arak Tua tiba-tiba Lo-ciu menjerit dan terangkat tubuhnya.

"Bress!" Lo-ciu terkejut. Dia terguling-guling dan terbelalak memandang pemuda itu, melompat bangun dan mendesis dengan muka kaget. Merasa betapa buli-bulinya diterima sebuah tenaga yang dahsyat yang membuatnya tertolak balik, terangkat demikian ringan untuk kemudian dibanting bagai menerima serudukan gajah. Tapi kakek yang sudah gelap dan peteng pikirannya ini tak perduli pada sekelilingnya lagi dan kembali menerjang, ingin mengamuk dan menumpahkan semua kemarahannya, menjadi-jadi.

Tapi Hun Kiat yang tertawa mengejek berkelebat memapak. Untuk ke dua kalinya pemuda ini menyambut terjangan lawan, menerima buli-buli yang menghantam lehernya dengan cepat itu. Mengerahkan sinkang warisannya dari Ciok-thouw Taihiap Souw Ki Beng, tidak banyak, hanya setengah bagian saja. Tapi begitu lawan membentur tenaganya ini tiba-tiba ai Arak Tua memekik dan mencelat roboh. Muntah darah.

"Augh...!" Lo-ciu semakin terkejut. Dia menyadari sekarang bahwa orang-orang istana ini memang hebat-hebat, semuanya lihai dan memiliki kepandaian mengejutkan. Dan sementara dia terhuyung melompat bungun maka di saat itulah Hun Kiat berseru menampar kepalanya.

"Tua bangka, mampuslah ke alam akherat!"

Lo-ciu mengelak. Dia terbelalak dan ngeri melibat lawan menampar kepalanya, melihat betapa jari-jari lawan berobah merah seperti darah, amis dan memualkan. Tapi ketika Hun Kiat mengejar dan dia tersandung sesuatu tiba-tiba kelima jari pemuda itu telah menyambar mukanya dengan cepat sekali.

"Hun Kiat, jangan bunuh dia...!"

Bentakan ini menyelamatkan si Arak Tua. Lo-ciu tak sempat menghindar lagi ketika serangan itu tiba, siap mengenai mukanya yang tentu hancur. Tapi Hun Kiat yang merobah gerakan dan menotok pundaknya tahu-tahu membuat kakek ini mengeluh dan roboh terjerembab,

"Tuk...!" si Arak Tua pingsan seketika. Dia sebelumnya sudah menerima pukulan bertubi-tubi dari keroyokan Mu Ba dan kawan-kawan. Maka begitu Hun Kiat menotoknya roboh diapun tak sadarkan diri dan pingsan di ruangan itu. Nyaris binasa kalau Ok-ciangkun tidak mencegah Hun Kiat membunuh kakek ini, melancarkan Tok-hiat jiunya yang ganas itu.

Dan kaisar yang menyuruh tangkap kakek ini lalu menjebloskan si Arak Tua dalam penjara. Memperberat kesalahan Wu taijin dengan tewasnya si Golok Emas itu, menganggap bahwa kejadian itu memang sengaja untuk menghilangkan jejak, dan si Arak Tua yang dilempar ke dalam penjara akhirnya menjadi pesakitan dan justeru dituduh macam-macam!

Begitulah. Kejadian menggemparkan di istana tai berakhir. Wu-taijin kalah. Tapi karena kaisar mengingat jasa-jasa menteri itu yang amat besar terhadap roda pemerintahan, maka tak diambil urusan panjang terhadap mmteri ini. Wu-taijin dianggap mencari-cari keributan diampuni kaisar dan diperingatkan agar tidak mengulangi perbuatannya itu.

Dan Wu-taijin yang tertegun melihat Lo-ciu ditangkap lalu mohon pada kaisar untuk mengampuni pula pembantunya itu. Dan kaisar mengabulkan, kembali memberi peringatan keras pada menterinya ini untuk tidak membuat onar. Dan Wu-taijin yang dua kali menerima pil pahit dari selir yang cantik itu akhirnya berputus asa, hampir saja bunuh diri kalau tidak dicegah puteranya. Dan menteri yang terpukul oleh dua kejadian berturut-turut yang mengguncang jiwanya ini kembali jatuh sakit.

Beberapa hari kemudian. Sejak gagalnya peristiwa diruang sidang itu Wu-taijin kelihatan kurus. Menteri ini sakit hati sekali, sering batuk-batuk dia mengepal tinjunya. Bekerja tanpa semangat hingga roda pemerintahan mulai kacau. Dan ketika dia duduk sendirian di kamarnya tiba-tiba muncullah sebuah kereta yang berhenti di rumahnya.

Penjaga melapor, memberi tahu bahwa Pangeran Kin datang. Dan Wu-taijin yang menyambut dengan kening dikerutkan lalu mempersilahkan pangeran ini masuk ke dalam, tidak begitu gembira dan tampak pucat. Lalu begitu tamunya duduk segera pembesar ini bertanya.

"Maaf, ada keperluan apa paduka ke mari pangeran? Kenapa malam-malam begini datang?"

Pangeran ini, yang sebaya dengan Wu Hap tampak terharu memandang Wu-taijm. Dia adalah teman baik putera pembesar ini, ikut prihatin dan sudah mendengar semuanya dari banyak mulut. Diam-diam tak senang pula pada selir ayahnya yang memboroskan uang negara itu. Maka menarik napas dan bergetar lirih dia menjawab, "Aku ke mari untuk membicarakan urusan penting, paman Wu. Bahwa akhir-akhir ini rakyat mulai mengeluh oleh kepincangan yang terjadi didalam istana. Kenapa kau acuh saja membiarkan kenaikan pajak yang diumumkan Liem-taijin? Bukankah kau dapat bergerak untuk meniadakan ini?"

Wu-taijin batuk-batuk. "Pangeran, hamba memang ditugasi ayah paduka untuk mengatur roda pemetintahan. Tapi bagaimana hamba akan protes tentang kenaikan pajak itu bila ayah paduka yang menyuruh Liem taijin mengumumkan? Rakyat memang mulai terhimpit, pangeran. Dan hamba menangis melihat keadaan ini."

"Dan kau mulai tak acuh menjalankan tugasmu, paman. Kenapa dalam beberapa hari ini kau tak semangat membiarkan orang-orang bawahanmu merajalela? Mereka katanya menyelewengkan tugas-tugas negara. Banyak di antara mereka yang mulai korupsi!"

Wu-taijin menyeringai pedih. "Hamba mulai mendengar cerita itu, pangeran. Besok hamba merencanakan menyelidiki kebenaran berita ini, setelah hamba sehat kembali!"

"Dan kau tahu pengangkatan Menteri Lui, paman?'

"Hm, pejabat yang diberi tugas mengurusi tanah-tanah negara itu, pangeran?"

"Ya, menteri baru ini, paman. Ada berita mengejutkan yang diam-diam kudengar!"

Wu-taijm membelalakkan matanya. "Apa itu, pangeran?"

Pangeran ini tak segera menjawab. Dia celingukan kesana-sini. melihat apakah ada sesuatu yang mencurigakan. Tapi melihat semuanya aman tiba-tiba dia berbisik, "Lui-taijin (Menteri Lui) bermaksud menjual tanah-tanah negara, paman. Merobah status tanah itu menjadi milik pribadinya. Ribuan hektar!"

Wu-taijin terkejut. "Apa? Demikian berani menteri itu, pangeran? Padahal dia baru saja diangkat?"

"Sst, jangan keras-keras, paman. Berita ini kudengar secara kebetulan saja ketika Lui taijin menghadap selir ayah itu!"

"Shi Shih?"

"Ya."

Wu-taijin pucat. Menteri ini tiba-tiba menggigil, batuk-batuk dan menekan dadanya dengan hebat. Tapi ketika dia berhasil menguasai diri dan gemetar mengepal tinju berkatalah menteri yang sudah tua ini, penuh kemarahan, "Sudah kuduga. Menteri baru itu memang antek selir itu, pangeran. Tapi bagaimana kita bisa membuktikan hal ini pada ayah paduka? Beranikah paduka memberitahukannya terang-terangan pada ayah paduka?"

"Tidak, aku tak berani, paman. Aku bukan pengurus pemerintahan yang sehari-harinya bergelut dengan itu. Aku justeru ingin meminta bantuan paman untuk mencegah hal ini"

"Hm...!" Wu-taijin ragu-ragu, bersinar matanya dan ingat kegagalannya dua kali menghadapi selir berbahaya itu. Tapi bangkit semangatnya mendengar berita ini mendadak menteri itu mengepal tinju. "Pangeran, ibunda selir paduka itu cerdik sekali. Kita harus berhati-hati. Apakah hasil pembicaraan itu dapat paduka rekam baik-baik? Beranikah paduka menjadi saksi?"

"Asal kau di belakangku tentu aku berani, paman. Tapi kalau sendirian terus terang aku gentar!"

"Baik, kalau begitu kita jebak mereka, pangeran. Kita rencanakan akal bagus untuk menangkap basah perbuatan menteri baru ini. Utus seseorang untuk membeli tanah pada menteri baru ini dan membuka kebobrokannya pada kaisar."

Pangeran muda itu setuju. Dia bercakap-cakap lagi mengatur siasat, mencari siapa orangnya yang tepat untuk melakukan tugas ini. Berpura-pura membeli tanah negara negara yang dikuasai Lui-taijin. Jatuh pilihannya pada Sang-wangwe (hartawan Song) yang mereka kenal baik. Lalu begitu semuanya beres segera pergilah pangeran itu kembali ke istananya.

Namun mengejutkan sekali. Song-wangwe hartawan yang diincar dan siap dijadikan pembantu untuk menjebak Lui-taijin ternyata tewas. Hartawan itu dikhabarkan digigit ular berbisa. Dan ketika pangeran ini memeriksa ternyata benar di bawah siku hartawan itu terdapat tusukan kecil mirip gigitan ular.

"Sial, orang yang kita pilih keburu mati, paman. Siapa lagi yang harus menggantikannya?"

Wu-taijin menyebut beberapa nama. Sebagai orang yang mengatur roda pemerintahan tentu saja dia mengenal banyak hartawan-hartawan kaya yang berhubungan dengannya, yang ada kaitannya dengan urusan ini. Ini paling penting. Tetapi ketika satu demi satu gagal karena tewas "digigit ular" tiba-tiba saja Pangeran Kim dan Wu-taijin tersentak, kaget dan sadar bahwa semuanya ini tidak wajar. Dan ketika Lo-ciu datang membawa kabar, maka kekagetan mereka semakin lengkap...