Pedang Medali Naga Jilid 23

Cerita Silat Mandarin Serial Pendekar Gurun Neraka Episode pedang medali naga jilid 23 karya Batara
Sonny Ogawa
PEDANG MEDALI NAGA
JILID 23
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Mandarin
KUN HOUW menghapus peluhnya. Dia tak menduga panglima itu juga seorang ahli pedang yang hebat. Yang memiliki kecepatan din jurus yang luar biasa, yang hampir saja melubangi lehernya. Dan Kun Houw yang terbelalak memandang lawannya ini tiba-tiba melihat lawan memasukkan pedang dan tertawa.

"Kun Houw, pedang telah kau cabut. Tak perlu kau masukkan lagi "

Kun Houw menggigil. Dia marah bahwa lawan telah memaksanya mengeluarkan senjata, tapi melihat lawan bersungguh-sungguh menantangnya dia pun tertegun dan bingung. Haruskah dia menyerang orang yasg tidak bersenjata? Jantankah itu? Jelas tidak. Dan Kun Houw yang menggigit bibirnya tiba-tiba juga memasukkan pedang dan mengikuti jejak lawan!

"Ok-ciangkun, aku tak biasa menyerang lawan yang tidak bersenjata dengan pedang di tangan. Sebaiknya keluarkan pedangmu kalau kau ingin aku mengeluarkan senjata!"

Panglima ini terbelalak. "Kau bandel?"

"Selama kau bertangan kosong, ciangkun. Atau kalau kau dapat mendesakku dengan ilmu silatmu tanpa senjata.”

"Bagus!" panglima ini tertawa. "Kau sombong, Kun Houw. Kalau begitu biar kuturuti permintaanmu. Nah, robohlah....!"

Dan Okciangkun yang tiba-tiba menggerakkan tangannya maju ke depan sekonyong-konyong melancarkan pukulan sinar putihnya. Itulah Gin-kong-jiu (Pukulan Sinar Perak), ilmu pukulan yang diwarisi dari mendiang nenek iblis Mo-i Thai-houw (baca Hancurnya Sebuah Kerajaan). Dan Kun Houw yang mendengar angin berdesir dari pukulan bersinar putih ini tiba-tiba menggerakkan Tangan Pedangnya menangkis.

"Plak!" Kun Houw terkejut. Dia tergetar dan terhuyung, merasa betapa Im-bian-kun (Tenaga Kapas Dingin) lagi-lagi mengisi pukulan lawannya itu, merembes dan "masuk" membobol Tangan Pedangnya. Dan sementara dia membelalakkan mata dengan kaget tiba-tiba lawan kembali menyerang dengan tangan kirinya.

"Kun Houw, awas....!"

Kun Houw melompat ke belakang. Dia mengelak dengan seruan keras, menggeser kaki dan cepat memutar pinggangnya sambil melontarkan sebuah tendangan. Dan ketika tangan lawan bertemu dengan ayunan kakinya tiba-tiba Kun Houw terpeleset dan mencelat roboh.

"Dess!" Kun Houw terkejut. Dia sekalian membanting tubuh bergulingan, mendengar panglima itu tertawa dan menyerang lagi dengan pukulan beruntun. Dan ketika dia melompat bangun dengan bentakan marah tahu-tahu lawannya itu telah berkelebatan mengelilingi dengan serangan bertubi-tubi, mengejek dan gantiberganti melancarkan pukulan. Dan sementara Kun Houw menangkis dengan Kiam-ciangnya yang selalu terpental tiba-tiba saja dia telah terdesak dan tak dapat balas menyerang!

"Ha-ha, bagaimana sekarang, bocah? Kau masih tak mau mengeluarkan senjatamu?"

Kun Houw menggigit bibir. Dia memang kewalahan oleh serangan lawan yang diisi Im-bian-kun itu, yang membuat Tangan Pedangnya seakan lumpuh. Dan ketika dia bertahan dan nekat untuk tidak mengeluarkan pedangnya tiba-tiba dia mendapat pukulan dan tamparan lawan. Kun Houw mulai menjadi bulanbulanan, terdesak dan kian terdesak saja. Dan ketika bertubi-tubi serangan lawan mendarat di badannya akhirnya Kun Houw mengeluh dan mengakui keunggulan panglima itu.

"Ok-ciangkun, kau memang hebat. Dengan tangan kosong aku tak sanggup bertahan....!"

Ok-ciangkun tertawa. Dia kagum akan sportifitas lawan, yang tak malu atau segan mengakui kekurangannya. Dan ketika Kun Houw terpental dan pemuda itu bergulingan menerima dorongannya tiba-tiba Kun Houw mencabut Pedang Medali Naganya dan menerjang dengan jurus Bu-tiong Kiam sut. "Okciangkun, hati-hati. Awas aku membalas...!" dan begitu Kun Houw berteriak memutar pedangnya mendadak pemuda ini lenyap dalam gulungan lebar yang tiba-tiba menerjang ke depan.

"Sing-singg...!"

Ok-ciangkun terbelalak. Dia melihat Kun Houw membalas dengan hebat, berkelebatan dengan pedang yang naik turun membentuk gelombang. Dan ketika pedang mencuat dan menyambar seperti petir dari balik gulungan cahaya pedang yang naik turun bagai asap bergulung-gulung tiba-tiba saja mata kirinya mendapat tusukan kilat itu.

"Plak!" Ok-ciangkun menangkis, kaget tapi juga kagum akan kecepatan gerak yang dilakukan Kun Houw. Tapi Kun Houw yang mempergunakan jurus beranting dari ilmu pedangnya Bu-tiong Kiam-sut yang tak mengenal habis tahu-tahu membalik begitu terpental, menukik dan meluncur ke pinggang dalam gerak tipu yang dahsyat, sebuah jurus yang disebut "Mengikuti Dorongan Memburu Bayangan", sebuah gerak tipu yang hebat luar biasa dengan kecepatan tinggi. Dan ketika lawan melompat dan berseru kaget tahu-tahu Pedang Medali Naga telah membelok dan menyambar pinggang panglima ini.

"Cringg....!"

Kun Houw terkejut. Dia terbelalak melihat panglima itu bergulingan, tak terluka karena secara kebetulan pedang di tangannya bertemu dengan pedang panglima itu, yang tersembunyi di balik pakaian lawan. Jadi secara kebetulan melindungi panglima itu dari babatan Pedang Medali Naga. Tapi baju Panglima Ok yang robek tak dapat dikatakan sudah membuat panglima ini kaget dan berseru keras. Apalagi ketika Kun Houw mengejarnya dengan serangan gencar, bertubi-tubi, balas menyerang seperti panglima itu tadi mendesaknya. Dan begitu Kun Houw memutar pedang tak memberi kesempatan tiba-tiba saja panglima ini tak dapat melompat bangun dan harus bergulingan ke sana ke mari untuk menghindari serangan Kun Houw!

"Ah, hebat. Luar biasa kau, Kun Houw.... bukan main!" dan Panglima Ok yang harus mengelak cepat dengan menggulingkan tubuhnya ke sana ke mari tiba-tiba berteriak keras ketika satu tusukan mengenai pundaknya, menusuki dan tak sanggup dia hadapi dengan kekebalannya. Dan ketika satu saat kembali pedang ditangan Kun Houw menyambar lehernya sekonyong-konyong panglima ini membentak dan mencabut pedangnya di pinggang, menangkis dan berseru keras. Dan begitu pedang bertemu pedang tiba-tiba muncratlah lelatu api disusul ledakan nyaring.

"Trangg!"

Kali ini Kun Houw terdorong. Dia merasa gempuran yang hebat dari tangkisan panglima itu, merasakan getaran sinkang yaig dahsyat, melihat panglima itu melompat bangun dengan keringat bercucuran. Dan Kun Houw yang tertawa mengejek melihat lawan mencabut pedangnya tiba-tiba menjengek dan merasa satu-satu.

“Ok ciangkun. kita berimbang. Kekalahanku tadi telah kutebusi"

Panglima itu mendesis. Dia memang kaget dan pucat melihat kehebatan Pedang Medali Naga, yang tak dapat ditahan dengan Hoat-lek-kim-ciong-konya, ilmu kebal yang biasa dia pergunakan dan mampu menerima senjata macam apapun. Tapi melihat Kun Houw demikian lihai dan pemuda itu mampu mendesaknya hingga kedudukan mereka satu satu terpaksa panglima ini mengakui dan tersenyum pahit.

“Bagus, kau memang hebat, Kun Houw. Agaknya seluruh kepandaian gurumu telah kau warisi!"

Kun Houw tertawa mengejek. Dia merasa girang bahwa dengan Bu-tiong Kiam-sutnya dia dapat menghadapi panglima yang lihai ini, bahkan menembus kekebalannya di mana tadi dengan Tangan Pedang tak mampu dia melukai panglima ini. Maka melihat lawan telah menghadapinya dengan senjata pula dan panglima itu dapat "dipaksa" untuk mencabut senjata seperti tadi panglima itu memaksanya tiba-tiba Kun Houw tertawa dan pulih kepercayaan dirinya sendiri.

"Ok-ciangkun, sekarang kita tentukan siapa yang menang di antara kita!"

"Boleh, dan jangan buru-buru tertawa dulu, Kun Houw. Pertandingan baru berjalan setengah babak. Majulah....!"

Dan Kun Houw yang kembali melengking dengan putaran pedangnya tiba-tiba melompat dan Kembali menyerang. Sekarang dia merasa lebih mantap setelah lawan mengeluarkan senjatanya, jadi kalau dia menang tak akan dikata curang. Dan Kun Houw yang kembali mainkan Bu-tiong Kiam-sut nya menerjang lawan sudah bergerak dengan serangan cepat Kini Kun Houw tak ragu-ragu lagi, mengeluarkan semua jurus-jurus yang terlihai dari ilmu pedangnya. Dan ketika Ok-ciangkun menangkis dan mereka mulai serangmenyerang dalam tusukan dan tikaman cepat tiba-tiba saja dua orang ini telah bergerak dan sama-sama membentak.

Baik Kun Houw maupun lawannya mulai mengenal kehebatan masing-masing pihak. Sama-sama maklum bahwa mereka menghadapi lawan tangguh. Dan ketika Kun Houw melihat panglima itu mainkan pedang dengan gerakan pedang yang membentuk pelangi hijau dan berkali-kali mengeluarkan suara mendenting bertemu pedangnya tiba-tiba harus mengakui bahwa ilmu pedang yang dimiliki lawannya ini cukup hebat. Bahkan mungkin lebih ganas, karena ada unsur-unsur keculasan di balik setiap balasannya!

Tapi Kun Houw yang mainkan Bu-tiong Kiam-sut dengan segenap kemampuannya sudah membungkus diri dan rapat memutar pedangnya. Kun Houw tak dapat ditembus, tapi lawan yang juga mulai menutup diri memutar pedangnya membuat pertandingan berjalan seru. Baik Kun Houw maupun Panglima Ok ternyata sama-sama hebat, sama-sama mahir mainkan ilmu pedang mereka. Dan karena satu sama lain sama-sama "membungkus" diri dengan bayangan pedang mereka yang bergulung-gulung akhirnya pertandingan menjadi berimbang.

Kun Houw tak dapat mendesak lawan. Tapi lawan yang juga tak mampu mendesaknya benar-benar membuat pertandingan seru bukan main. Dan akhirnya, ketika masing-masing pihak sama-sama penasaran dan Kun Houw melancarkan serangan dengan jurus Bu tiong-ci tiam (Kabut Mengeluarkan Kilat) sekonyong-konyong pedangnya meluncur menusuk dada lawan dengan bentakan.

"Crangg...!” Panglima Ok menangkis, hebat dan juga melengking tinggi. Tapi Panglima Ok yang lupa bahwa Cheng liong kiam di tangannya mulai luka-luka bertemu Pedang Medali Naga yang keampuhannya melebihi pedang sendiri tiba-tiba berseru kaget ketika melihat ujung pedangnya putus, terbabat disambar pedang di tangan Kun Houw. Dan sementara dia terbelalak dengan muka berobah tahu-tahu pedang di tangan Kun Houw kembali menukik dan membacok lehernya.

"Singg....!"

Kali ini Panglima Ok melompat mundur. Dia tak berani lagi menangkis, ragu-ragu. melihat Cheng-liong-kiam di tangannya rompal-rompal dan rusak hampir sekujur badannya, dipakai menangkis dan berkali-kali bertemu Pedang Medali Naga. Dan kaget serta sadar bahwa pedang di tangannya kalah ampuh oleh pedang di tangan pemuda itu tiba-tiba Kun Houw sudah mendesaknya dengan serangan bertubi-tubi, kembali menyambar dan bergulung-gulung bagai naga mengamuk, menusuk dan menikam ke seluruh tubuhnya, dari kaki sampat kepala! Dan karena panglima ini tak berani lagi menangkis karena takut pedangnya menjadi semakin pendek tahu-tahu Kun Houw telah mendesaknya hebat di mana membuatnya mundur dan harus berlompataa ke sana ke mari!

"Keparat, kau mengandalkan keampuhan pedangmu Kun Houw. Kalau aku kalah maka kemenanganmu adalah kemenangan curang!"

Kun Houw terbelalak. Dia memang melihat kebenaran dari kata-kata panglima itu. Bahwa sebenarnya dia unggul karena memiliki pedang pusaka. Karena selama itu kepandaian mereka berimbang, masing-masing masih sama kuat dan desak-mendesak. Tapi Kun Houw yang belum mengeluarkan jurus-jurus intinya dari ilmu pedang Bu tiong Kiam-sut yang ada tujuh jurus itu menjadi marah. Memang benar, dengan Pedang Medali Naga dia mulai mengutungi pedang lawan, yang sesungguhnya juga bukan pedang sembarangan karena terbukti dapat bertahan sekian lama.

Tapi setelah lawan memaki dan kedudukan panglima itu semakin terdesak karena Chang-liong-kiam hanya dipakai untuk keadaan-keadaan darurat saja akhirnya Kun Houw menjadi malu dan juga gemas. Maka. ketika lawan kembali melempar tubuh bergulingan dan pundak panglima ini robek terbabat tiba-tiba Kun Houw membentak dan menyimpan pedangnya, menyambar pedang seorang perwira yang tadi membawa mayat dua orang pengawal. Dan Kun Houw yang sudah memutar pedang mengejutkan perwira itu tiba-tiba membentak Panglima Ok.

"Ok ciangknn, aku sekarang memakai pedang biasa. Hayo lanjutkan dan ambil pula pedang seorang anak buahmu!"

Panglima ini tertegun. Dia melihat Kun Houw betul-betul menyimpan Pedang Medali Naganya, mempergunakan pedang seorang anak buahnya. Dan girang bahwa pemuda itu mempergunakan pedang biasa, tiba-tiba panglima ini tertawa dan menyambar pula pedang seorang anak buahnya.

"Bagus, kau memiliki kegagahan yang mengagumkan hatiku, Kun Houw. Mari lanjutkan dan kita pergunakan pedang biasa sekarang," dan Ok ciangkun yang sudah bergerak dengan pedang pinjamannya lalu membentak dan mulai serang-menyerang lagi, sama-sama menyimpan pedang sendiri untuk bertanding secara jujur. Dan begitu Kun Houw melengking dan menyambut panglima ini maka kembali dua orang itu bertempur dengan sama hebat.

Ok-ciangkun berhasil memanaskan lawan. Tapi Bu-tiong Kiam-sut Kun Houw yang dimainkan dengan hebat dan penuh semangat ternyata sekarang mengejutkan panglima ini. Kun Kouw mulai melakukan jurus-jurus spektakuler, yang luar biasa, yang hebat, yang membuat pedang berkeredep bagai bintang menari-nari di atas kabut yang menutupi tubuhnya. Dan ketika satu saat Kun Houw membentak dan meloncat tinggi dengan pekik menggetarkan ruangan tiba-tiba pemuda ini melancarkan serangan dengan jurus pertama dari tujuh inti ilmu silat pedangnya, yakni Tit-te-pai-seng (Menuding Bumi Menyembah Bintang ), jurus pembukaan yang dahsyat bukan kepalang. Dan begitu lawan terkejut membelakakkan mata tahu-tahu pedangnya telah menyambar tenggerokan panglima ini.

"Singg...!" Panglima Ok kaget. Dia tak sempat mengelak atau meloncat mundur, dan pedang yang sudah digerakkan untuk menangkis serangan itu tiba-tiba berdentang nyaring disusul patahnya pedang di tangan sendiri.

"Pletak!"

Panglima Ok berseru tertahan. Dia terbelalak melihat hebatnya serangan ini, tertegun melihat pedangnya patah menjadi dua. Dan seranan Kun Houw yang terus menyambar tak dapat dikelit tahutahu menusuk tenggorokannya dengan kecepatan luar biasa.

"Ciangkun. awas...!"

Tapi panglima itu tertawa mengejek. Dia mendengar seorang perwiranya berseru kaget, terbelalak melihat tusukan pedang yang tak dapat dihindarkan lagi. Dan begitu pedang menusuk dengan kecepatan luar biasa tiba-tiba tertegunlah semua orang ketika pedang mental bertemu leher panglima ini.

"Tak!" Kun Houw terkejut. Dia merasa kekebalan aneh melindungi diri lawannya itu, kekebalan Hoat-lek-kim ceng-ko yang mampu menahan senjata biasa, bukan Pedang Medali Naga! Dan Kun Houw yang tersentak oleh kejadian ini tiba-tiba sadar dan kaget sendiri, meneruskan serangannya dengan jurus ke dua dan ke tiga, yakni Heng-hun po-uh (Awan Berarak Hujan Mencurah) dan Butiong-boan-seng ( Bintang Bertaburan Di Dalam Kabut ) yang membuat pedangnya berkeredep bagai bintang yang berhamburan dari langit, jatuh menyerang tubuh panglima itu dengan kecepatan luar biasa. Tapi ketika lagi-lagi pedangnya mental dan semua "bintang" yang berhamburan di tubuh tawannya itu bertemu kekebalan Hoat-lek-kim-ciong-ko yang membuat Kun Houw terbelalak tiba-tiba pedangnya patah dan hancur berkeping-keping.

"Kres-pletak!"

Kun Houw melompat mundur. Dia terkejut bukan main melihat kehebatan lawannya itu, bengong dengan mata berkedip. Bersimbah peluh! Dan Ok ciangkun yang masih mamegang kutungan pedangnya tiba-tiba tertawa dan berseru nyaring, "Kun Houw, kau kalah....!"

Kun Houw pucat. Dia menggigil dan penasaran, mau membantah. Tapi melihat keadaannya memang lebih lemah akhirnya Kun Houw mengeluh dan mengangguk pada panglima itu. "Benar, kau menang, Ok-ciangkun. Tapi aku masih punya Pedang Medali Naga."

"Ha ha, kau mau curang dengan kelebihan pedangmu, Kun Houw? Kau tidak mau jujur bahwa pibu (adu kepandaian) ini dilakukan dengan adil? Lihat, pedangmu hancur berkeping-keping sedangkan pedangku tidak. Kita sama-sama memakai pedang biasa sekarang dan sama-sama murni mengadu kepandaian, bukan senjata!"

Kun Houw kalah. Dia memang melihat kenyataan itu. Bahwa tanpa Pedang Medali Nigi dia tak dapat mengalahkan panglima ini. Maka tak mau disebut curang dan sportif menghadapi kekalahannya itu akhirnya Kun Houw menggeram dan menggigit bibirnya. "Ok ciangkun, kau memang benar. Pibu ini kau yang menangkan!.”

"Ha-ha, dan kau mau menepati janji pertaruhan, Kun Houw?" panglima itu tertawa.

Dan Kun Houw yang tentu saja mengangguk dengan muka gemas lalu menginjak pedang rampasannya yang sudah hancur. "Ya, aku bukan manusia pengecut, Ok-ciangkun. Dan kau boleh mengajukan pemintaanmu itu.”

“Bagus!,” panglima Ok girang, menuntut kemenangannya. Dan kagum memandang pemuda itu, ia mulai bicara. “Satu, kuminta kau mengikutiku selama setahun, Kun Houw. Dan karena aku berjanji untuk meminta dua macam permintaan saja padamu, maka yang kedua adalah kau tak boleh memusuhi siapa yang menjadi pembantu-pembantuku. Termasuk Mayat Hidup yang kau cari-cari itu!”

Kun Houw terkejut, mengerutkan kening.

“Kau tentu tak menjilat ludahmu sendiri, bukan?”

Kun Houw akhirnya mengangguk, menahan kemarahannya. "Baik, aku memenuhi permintaanmu, Ok ciankun. Tapi setelah itu aku bebas menjalankan keinginanku!"

"Tentu saja. Setelah itu kau bebas kembali, Kun Houw. Tapi kalau ingin mengulang penasaranmu boleh saja setahun lagi kita bertaruh!" panglima itu tertawa, mengejek Kun Houw yang marah tapi juga mendongkol. Dan karena pertandingan telah selesai dan Kun Houw memenuhi janjinya maka malam itu juga Kun Houw mulai terlibat dalam urusan-urusan panglima ini, menjadi pembantunya dan justeru bersahabat dengan Mayat Hidup. Orang yang membunuh gurunya! Tapi karena janji adalah janji dan Kun Houw tak suka menjilat ludah sendiri akhirnya murid Bu-tiong kiam ini tinggal di sana dan membantu ayah Kui Hoa. Aneh!

* * * * * * * *

Siang itu, Kua Houw menerima perintah untuk menyambut rombongan pemberontak. Yakni, para tawanan dari Beng-san-pai. Sin Hong dan empat temannya itu. Dan Kun Houw yang menyambut di luar kota raja segera mangerutkaa kening ketika penjaga pintu gerbang membawa Mu Ba menemuinya.

"Kun-siauwhiap (pendekar muda Kun), Ok-ciangkun mengirim Sin-thouw-liong locianpwe ini untuk menemuimu menyambut pemberontak. Silahkan baca surat permintaannya!"

Kun Houw menerima. Dia menyambut surat itu dan mendelik memandang Mu Ba, membaca surat Panglima Ok yang mengikat kebebasannya. Dan menggeram serta melempar kembali surat itu pada penjaga dia melihat raksasa tinggi besar ini tertawa lebar.

"Kun Houw, kita sekarang sahabat. Sungguh tak kunyana kalau permusuhan kita berakhir demikian mudah. Berkat jasa Ok-ciangkun. Ha-ha….”

Kun Houw ingin menerjang lawannya itu. "Tapi kau masih hutang jiwa guruku. Mu Ba. Jangan tertawa dulu dengan mulut terbuka lebar. Aku hanya setahun mengikuti Panglima Ok!"

"Ah, maaf. Aku menyesalkan kejadian sepuluh tahun itu, Kun Houw. Apakah permusuhan ini tak dapat diakhiri selamanya? Kita sekarang adalah sahabat, tak perlu mengenang lagi semua kejadian yang lampau!"

Tapi Kun Houw yang marah ditahan tak menjawab. Dia sudah keluar pintu gerbang, berkelebat menuju bukit dengan muka merah. Dan Mu Ba yang mengikuti di belakangnya tersenyum menyeringai. "Kun Houw, Ok-ciangkun meminta kita menyambut di pintu gerbang. Bukan di tempat lain."

"Apa perdulimu?" Kun Houw membentak. "Aku ingin melihat dari atas sana. Mu Ba. Kalau kau takut tinggalah di situ seorang diri"

Mu Ba yang tertawa lebar terbahak. Dia tak berani main gila, menyerang umpamanya. Maklum akan kelihaian pemuda ini yang luar biasa. Dan dia yang mengikuti Kun Houw ke atas bukit lalu meruntuhkan pandangnya ke delapan penjuru. Dan mereka melihat seorang penunggang kuda tiba-tiba berderap mendekati, seorang laki-laki berpakaian panglima yang pucat dan gemetar, letih dan tampak tergesa-gesa. Dan Mu Ba yang rupanya mengenal penunggang kuda itu tiba-tiba menyambut dan berseru ke bawah,

"Kwik-ciangkun....!"

Laki-laki berkuda itu terkejut. Dia menoleh dan melihat Mu Ba berkelebat turun, menyambar bagai seekor burung besar. Tapi mengeluh dan berteriak girang tiba-tiba panglima ini meloncat dari atas kudanya dan terguling roboh. "Locianpwe, tolong.....!"

Mu Ba terkejut. Dia sudah berkelebat maju menolong panglima ini, yang tampaknya terluka. Dan Kun Houw yang juga sudah menyusul di dekat dua orang ini melihat Panglima Kwik itu menudingkan tangannya gemetar.

"Locianpwe, tolong… para pemberontak menyerbu para tawanan. Kami kewalahan. Kui Hoaniocu dan adiknya marah marah….!"

Mu Ba terbelalak. "Di mana mereka sekarang, Kwik-ciangkun?"

"Di tengah perjalanan antara Wu-kian dan kota raja, locianpwe. Kami... aku, aduh...!" panglima itu mengeluh, mendekap dadanya yang sakit. Dan ketika dia terbatuk-batuk mendadak panglima ini melontakkan darah segar dan otomatis menghentikan kata-katanya.

Mu Ba menotoknya dengan alis dikerutkan. "Kwik-ciangkun, sebaiknya kau beri tahu kami apa yang diinginkan atasanmu. Apakah Kui Hoa-niocu menghendaki bantuan ayahnya?"

"Benar, aku.... aduh.... aku ingin menemui Ok-ciangkun, locianpwe. Keadaan para pemberontak membahayakan kedudukan kita. Mereka dipimpin Pendekar Gurun Neraka....!"

Kun Houw terkesiap. "Berapa orang mereka, ciangkun?"

Kwik-ciangkun terbelalak. "Kau siapa....?"

Mo Ba tertawa pendek. "Dia Kun Houw, Kwik-ciangkun. Pembantu Ok-ciangkun yang baru dan lihai."

"Ah, kau yang dulu mengacau di peti jenazah Ciok-thouw Taihiap?"

Kun Houw mengerutkan kening. "Tak perlu banyak tanya, Kwik-ciangkun. Sekarang katakan saja apa yang diinginkan atasanmu. Apakah sekarang kami harus juga ke sana?"

"Ya, eh....." panglima ini tampak ragu, "Sebaiknya seorang di antara kalian pergi ke Wu kian, kongcu. Dan seorang lagi membantu aku menemui Ok-ciangkun. Ada urusan gawat!"

Kun Houw mengangguk. "Kalau begitu kau antar panglima ini ke istana, Mu Ba. Biar aku yang melihat keadaan di Wu-kian!" dan Kun Kouw yang tiba tiba berkelebat lenyap dipandang dua orang ini dengan mata terbelalak.

Tapi Mu Ba menyeringai aneh. Dia merasa girang bahwa Kun Houw menyuruh dia membawa panglima itu kembali. Maka tertawa dan menyambar panglima ini mendadak raksasa tinggi besar itu berkelebat ke kota raja. "Bagus, aku jadi tak canggung menghadapi anak itu, Kwik-ciangkun. Mari kuantar kau ke tempat Ok-ciangkun....!" dan Mu Ba yang sudah berlari cepat ke istana segera membawa panglima ini ke tempat Panglima Ok. Sementara di lain tempat, Kun Houw yang mengerahkan ginkangnya menuju Wu kian menjadi tegang dan berdebar keras.

Dia telah mendengar lebih jelas tentang barisan besar yang menangkapi orang-orang pemberontak di puncak Beng-san pai itu. Betapa Kui Hoa memimpin barisan dibantu So-beng dan Siang-moji-bit, dua orang iblis yaag baru kali itu dia dengar namanya. Dan Kun Houw yang mengerutkan alis mendengar semuanya ini tiba-tiba merasa tak enak dan bingung serta gelisah. Apa yang harus dilakukan? Bagaimana nanti pertemuannya dengan Kui Hoa?

Kun Houw berdebar. Semalam dia gundah memikirkan semuanya itu. Maka mendengar para tawanan diserbu kaum "pemberontak" dan Panglima Kwik terluka menyampaikan pesan tiba-tiba saja dia dag-dig-dug. Apalagi mendengar serbuan itu dipimpin Pendekar Gurun Neraka! Pendekar yang kini diketahui sebagai ayah kandungnya! Dan Kun Houw yang cemas menggigit bibirnya tiba-tiba mengepal tinjunya dan teringat kata-kata Phoa-lojin.

Sekarang dia tersentak oleh ucapan tukang ramal itu. Melihat bahwa apa yang dikatakan kakek ini mulai terbukti. Dan bahwa dia menyepelekan saja kata-kata orang tua itu mendadak Kun Houw menyimpan penyesalan besar. Kenapa dia tak mau mengikuti Hok Lian saja? Kalau dia tak bersikap keras tentu tak begini keadaannya. Jauh lebih baik bersahabat dengan Pendekar Gurun Neraka daripada bersahabat dengan Mu Ba dan teman-temannya itu. Termasuk So-beng.

Tapi nasi yang telah menjadi bubur dan tak mungkin ditariknya kembali memaksa dia tunduk pada keadaan. Rupanya nasibnya memang sudah begitu. Harus bermusuhan dengan orang-orang yang berjiwa pendekar dan justeru berteman dengan orang-orang jahat. Iblis-iblis bermuka manusia. Seperti Mu Ba itu. Mayat Hidup itu. Iblis Penagih Jiwa itu dan juga..., Ceng Liong atau Hun Kiat, tiga orang yang belum dia temui dan entah bagaimana sikapnya nanti. Dan membayangkan bahwa dia harus bersekutu dengan orang-orang yang telah membunuh gurunya itu tiba-tiba Kun Houw ingin menangis.

Kalau tidak malu kepergok orang mungkin Kun Houw ingin menggerung gerung. Melampiaskan semua perasaan sakit yang melanda hatinya saat itu. Tapi Kun Houw yang menekan diri dan menggigit bibir kuat-kuat akhiruya hanya bercucuran air mata saja sepanjang jalan. Dia berlari cepat dengan mata merah, mengepal tinjunya. Dan ketika tiba di luar Wu kian dan melihat ratusan kemah berdiri di sebuah tanah lapang yang luas dengan pasukan yang ribuan jumlahnya tertegunlah Kun Houw dari lamunannya yang menghimpit batin itu.

Dia sekarang sudah berada di tempat Kui Hoa, tinggal beberapa ratus meter lagi dari pasukan besar itu. Dan Kun Houw yang berhenti dengan alis dikerutkan tiba-tiba menjadi ragu. Apa yang harus dia lakukan? Langsung ke perkemahan dan menemai puteri Ok-ciangkun itu? Dan Kun Houw yang meraba surat Panglima Ok tiba-tiba berdebar dengan kaki menggigil dia merasa nanar, malu dan gugup. Tapi Kun Houw yang mengeraskan sikap tiba-tiba menggerak kaki-kakinya menuju ke perkemahan itu. Dan begitu dia muncul maka begitu pula pasukan ini melihat kedatangannya.

"Berhenti, siapa kau?"

Kun Houw tak banyak cakap. Dia mengeluarkan surat Ok-Ciangkun, menyerahkannya pada seorang komandan berwajah garang. Dan begitu laki-laki ini membacanya mendadak komandan itu menjatuhkan diri berlutut.

"Maaf, kau rupanya wakil Ok-ciangknn, kongcu. Mari hamba antar menemui Ok-socia!"

Kun Houw "digiring". Dia diantar laki-laki ini, dikawal seratus lebih pasukan yang membuntuti di belakangnya. Dan ketika mereka tiba di pusat perkemahan dan berhenti disebuah kemah bertenda hitam akhirnva komandan ini berseru nyaring.

"Ok-siocia, ada tamu khusus ingin menemui paduka. Silahkan menyambut dan mengenalnya!"

Kun Houw berdetak. Dia melihat kemah terkuak, dan dua orang kakek kembar yang terkekeh menyambutnya tiba-tiba menghantam dan langsung menyerangnya.

"Heh-heh, siapa kau, orang muda? Kami tak kenal!" dan Kun Houw yang sudah mendapat serangan dari pukulan sin-kang yang dahsyat tiba-tiba menjadi marah dan terkejut, langsung menangkis dengan melempar kedua tangan ke depan. Dan begitu pukulan beradu tangkisan tiba-tiba saja ketiganya terpental sementara tanah bergetar keras.

"Dukk!"

Kun Houw berjungkir balik. Dia mematahkan daya pukulan itu, melotot dan berapi matanya memandang kakek ini. Kaget bahwa dua kakek kembar itu memiliki sinkang yang kuat. Tapi belum dia membentak atau siap menyerang tiba-tiba bentakan merdu menghentikan ketegangan.

"Siang-mo ji-bin, tahan....!" dan dua bayangan yang berkelebat keluar membentak kakek iiu tiba-tiba membuat Kun Houw tertegun ketika melihat Kui Hoa muncul bersama adiknya, marah melihat keributan di depan kemah. Tapi melihat Kun Houw ada di situ mendadak Kui Hoa mengeluh dan berseru tertahan.

"Houw-ko...!"

Dua orang muda itu berpandangan sekejap. Kui Hoa tersentak melihat kehadiran pemuda ini, tak menyangka sama sekali, girang dan tiba-tiba merah mukanya, bersemu dadu. Tapi Kun Houw yang justeru melengos dan membungkuk kaku sudah mengeluarkan surat Ok-ciangkun.

"Ok-siocia, aku diutus ayahmu untuk menjemput tawanan. Bacalah!"

Kui Hoa terbelalak. Dia melihat sikap Kun Houw yang dingin, terpukul. Dan menerima surat dari tangan pemuda itu Kui Hoa sudah membukanya dengan jari menggigil. Lalu, melihat surat itu benar-benar dari ayahnya dan Kun Houw dinyatakan sebagai "sahabat" tiba-tiba saja Kui Hoi mengeluh dan menggigit bibirnya. Entah girang atau apa. Dan Kun Houw yang menindas semua guncangan batinnya tiba-tiba melihat Kui Hoa mempersilakan masuk dan menghapus dua titik air mata yang menetes di pipinya.

"Saudara Kun Houw, silahkan masuk...!"

Kun Houw ganti tertegun. Dia melihat Kui Hoa merobah sebutannya, tidak lagi Houw-ko melainkan "saudara". Tapi mengangguk dengan sikap dingin dia lalu mengikuti gadis ini memasuki kemah, diiringi Siang-mo ji-bin yang baru kali itu dilihatnya dan tampak berbisik-bisik, duduk dan kini berhadapan di meja besar. Dan begitu semuanya beradu muka maka Kui Hoi bertanya dengan sikap kaku,

"Saudara Kun Houw, apa yang diinginkan ayah dariku?"

Kun Honw menarik napas. "Menjemput para tawanan, Ok-siocia. Kami telah bartemu Kwik-ciangkun yang terluka di luar kota raja."

"Kami?"

"Ya. maksudku aku berteman. Tapi temanku itu kusuruh mengantar Kwik-ciangkun menemui ayahmu."

Kui Hoa tertegun. "Siapa temanmu itu, saudara Kun Houw."

"Sin-thouw-liong Mu Ba," Kun Houw agak berat mengatakannya.

Tapi Kui Lin yang sejak tadi tak mengeluarkan suara tiba-tiba bertanya, "Saudara Kun Houw, bagaimana kau dapat membantu ayah? Kapan kalian bertemu?"

"Hm...." Kun Houw merah mukanya. "Aku membantu ayahmu karena terpaksa, nona. Kami bertemu semalam dan mengadakan taruhan. Aku kalah dan karena itu aku mengikuti ayahmu."

"Pertaruhan apa?"

"Perlukah diketahui lebih jelas?" Kun Houw tak senang. "Sebaiknya katakan saja apa yang harus kulakukan, nona. Tak perlu bertanya urusan-rusan pribadi orang lain."

Kui Lin terpukul. Dia tersinggung, tapi Kui Hoa yang mengangkat tangannya memberi isyarat, "Lin moi, memang apa yang dikata saudara Kun Houw betul. Sebaiknya tak perlu kita tanya itu dan memberi tugas padanya. Bagaimana kalau ikut mengawal para tawanan?"

"Terserah," Kun Houw tak acuh. "Aku hanya mengikuti perintah ayah kalian, nona. Kalau itu tugasku di sini aku tinggal mengikutinya saja."

"Dan kau sudah mendengar siapa-siapa yang menjadi tawanan kami, saudara Kun Houw?"

“Ya."

"Dan kau ingin malihat mereka?"

"Tak perlu," Kun Houw masih acuh. "Aku tidak berurusan dengan mereka, nona. Pokoknya aku tinggal mengawal dan mengantar kalian sampai ke kota raja."

"Tapi kau sudah mendengar cerita Kwik-ciangkun, saudara Kun Houw?"

"Tentang apa?"

"Tentang serbuan para pemberontak itu. Semalam!"

Kun Houw mengangguk. "Ya, telah kudengar. Ada apa, nona?"

Kui Hoa memandang tajam. "Pendekar Gurun Neraka yang memimpin orang-orarg itu, saudara Kun Houw. Kau dapat menghadapinya kalau dia datang kembali?"

Kun Houw mengerutkan kening. "Aku akan menghadapi siapa saja demi tugasku. Tapi..."

Kun Houw memandang Siang-mo-ji-bin. "Apakah mereka ini tak dapat menghadapi Pendekar Gurun Neraka? Dan di mana So-beng yang membantu kalian? Bukankah Iblis Penagih Jiwa itu bersama kalian menangkap pemberontak?"

"Hm!" Siang-mo-ji-bin tiba-tiba membuka mulut, melotot. "Pendekar Gurun Neraka bukan hanya datang seorang diri, bocah. Dia dibantu dua isterinya dan orang-orang lain. Apakah yang lain-lain ini tak perlu dihiraukan?"

"Tapi So-beng juga membantu kalian, Siang mo-ji-bin. Apakah ini juga kurang kuat? Dan lagi masih ada tiga ribu pasukan di sini! Masa takut?”

Siang-mo-ji-bin menggebrak meja. "Bukan takut atau tidak takut, bocah. Tapi kelihaian mereka itu yang harus diperhitungkan. Apa kau kira pasukan besar bisa merobohkan orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi itu? Pasukan hanya bisa menahan, bukan mengalahkan!"

"Dan So-beng?”

"Dia lenyap semalam, saudara Kun Houw," Kui Hoa mendahului. "Karena itu hampir saja kami kebobolan!"

Kun Houw tertegun. "Ke mana?"

"Entahlah. Tapi paman kami itu memang bisa begitu, saudara Kun Houw. Dia datang dan pergi seperti siluman saja,” dan ingat bahwa dia belum memperkenalkan siapa sesungguhnya pemuda ini pada Siang-mo-ji bin. Kui Hoa lalu memandang dua kakek kembar itu. "Siang mo ji-bin, Kun Houw adalah pewaris tunggal Bu-tiong-kiam Kun Seng. Kau kenal jago pedang itu, bukan? Inilah muridnya!"

Siang-mo-ji-bin terkejut. Mereka telah merasai sedikit kepandaian pemuda ini. Tapi mendengar Kui Hoa memperkenalkan pemuda itu sebagai murid si jago pedang Bu-tiong-kiam Kun Seng tiba-tiba mereka merasa mendapat kesempatan. "Wah, begitukah kiranya?" dua kakek itu berdiri. "Kalau begitu aku ingin memberi ucapan selamat, Ok-siocia. Biarlah arak ini kami suguhkan sebagai tanda ucapan selamat datangl" dan Pek-kwi yang mendahului kakaknya melempar arak tiba-tiba terkekeh dan mengebutkan lengannya.

Kun Houw mengerutkan kening. Dia melihat arak di tangan Pek-kwi menyambar, didorong kebutan lengan baju menghantam mukanya. Tapi Kun Houw yang cepat menerima arak ini sudah berdiri pula dan menggerakkan lengan menyambut. Tapi persis arak siap disentuh mendadak arak itu melejet dan tumpah menyiram kepalanya.

"Ah, hati-hati anak muda. Pegang dan sambar cawan itu kuat-kuat!"

Kun Houw gusar. Dia baru mengerti bahwa lawannya itu ternyata ingin mengujinya, bukan sekedar memberi ucapan selamat begitu saja. Maka mendengus dan mendongakkan kepalanya tiba-tiba Kun Houw meniup dan menyedot. Dan begitu dia membuka mulutnya tiba-tiba arak yang berhamburan di udara itu menggumpal dan masuk ke mulutnya sekali teguk. Dan sementara Pek-kwi terbelalak memandang kepadanya maka cawan sudah disentil balik ke iblis putih itu dengan seruan mengejek.

"Siang-mo-ji-bin, terima kasih. Tapi cawan kukembalikan, terimalah!"

Pek-kwi menyambut. Dia menerima cawannya itu, tapi persis cawan siap disentuh mendadak cawan ini "bergulir" dan naik di atas kepalanya. Dan sementara dia berseru kaget maka cawan sudah "menjitak" rambut kepalanya yang tipis. "Tak...!"

"Ah, hati-hati, orang tua. Pegang dan sambar cawan itu kuat-kuat!" Kun Houw menirukan, membalas ejekan lawan dan melihat iblis putih itu melompat mundur, marah.

Tapi Ang-kwi yang sudah menggerakkan cawannya sendiri tiba-tiba menyentil arak menyambar muka Kun Houw. "Anak muda, jangan meleng. Aku juga ingin mempersembahkan arak...!"

Dan Kun Houw yang tahu-tahu sudah diserang arak ke dua mendadak melihat cawan menghantam hidungnya, cepat luar biasa. Tapi Kun Houw yang maklum akan ujian ini sudah menggerakkan lengannya menyambut, mendorongkan sinkangnya. Dan begitu dua tenaga bertemu di udara, tiba-tiba cawan arak berguncang, dan berhenti di tengah jalan.

“Ah. kau tak mau menerima ucapan selamat kami, bocah?”

Kun Houw tersenyum. "Aku masih kenyang oleh arak saudaramu. Siang-mo ji-bin. Biarlah kau simpan dulu untuk nanti kuminum."

Tepi Ang-kwi membentak. Dia marah melihat araknya ditahan pemuda itu, maka menambah tenaga dan mendorong lebih kuat dia berseru, “Arak terlanjur kupersembahkan, anak muda. Sebaiknya kau minum dan tak perlu menolak. Terimalah!”

Dan Kun Houw yang mendapat serangan hebat tiba-tiba melihat arak "berjalan” dan terdorong ke arahnya, sedikit namun cawan mulai bergeser di udara. Dan Kun Houw yang tentu saja tak mau dipaksa tiba-tiba mengerahkan Jin-liong-Sin-kangnya dan membentak. Dan begitu dia mendorongkan lengan menambah tenaganya tiba-tiba arak kembali menyerang lawan dan bergerak menyambar muka Ang-kwi.

"Aih.... prang!" Ang-kwi kaget bukan main. Dia terpaksa melempar tubuh ke kiri kalah kuat, mendengar angin berkesiur dahsyat dan melihat cawan menyambar di sisi kepalanya dan hancur menghantam dinding. Dan Ang-kwi terbelalak dengan muka berobah tiba-tiba meloncat bangun dan menghapus keringatnya. "Hebat, sinkangmu luar biasa, bocah. Tapi aku masih penasaran!"

Ang-kwi kelihatan beringas. Dia mengebutkan bajunya yang kotor, kena percikan arak, bersiap untuk menyerang kembali, Tapi Kui Hoa melompat, maju mengembangkan lengannya membentak, "Siang-mo ji-bin, kita teman sendiri. Tahan....!" dan Kui Hoa yang marah memandang kakek itu akhirnya membuat Ang-kwi sadar, terkekeh dan tersenyum kecut.

"Aih, maaf. Aku lupa, niocu. Tapi betapa saudara Kun Houw memang hebat. Kapan-kapan aku ingin bertbanding lagi!" dan Ang-kwi yang rupanya kecewa oleh bentakan itu lalu berkelebat keluar disusul adiknya.

Kun Houw tersenyum mengejek. "Beginikah orang-orangmu, nona Ok? Tak tahu aturan, sungguh tak tahu malu!"

Kui Hoa menarik napas. "Siang-mo ji-bin memang orang-orang sesat, saudara Kun Houw. maafkanlah," dan gugup memandang Kun Houw gadis ini lalu berkata pada adiknya, "Lin-moi, tolong antar tamu kita ke tempat peristirahatannya. Biar dia mengaso dulu."

Kui Lin mengangguk. Dia membawa Kun Houw keluar, memberikan sebuah kemah tak jauh dari kemah induk. Dan mempersilahkan Kun Houw beristirahat dia berkata, "Sebaiknya hari ini kau kumpulkan tenaga baik-baik, Houw-ko. Mungkin besok kita berangkat setelah pasukan segar kembali!" dan, berbisik dengan kening dikerutkan Kui Lin memandang pemuda itu, "Enci Hoa bukan orang yang membunuh gurumu, twa-ko. Tak sepentasnya kau bersikap dingin padanya!" dan Kui Lin yang sudah melompat keluar kemah membuat Kun Houw tertegun dan menjublak memandang gadis itu, mengawasi punggungnya. Tapi setelah Kui Lin lenyap dan pelayan muncul membawakan minumannya akhirnya Kun Houw menahan napas dan duduk termangu.

* * * * * * * *

Siang itu tak ada sesuatu yang istimewa. Pasukan besar masih tetap berjaga-jaga, bergantian setelah semalam mereka dibuat kalut oleh serangan para pemberontak, yang hampir saja membebaskan tawanan. Dan Kun Houw yang juga enak-enak di kemahnya sendiri tidak mendapat gangguan. Tapi, ketika senja mulai datang dan malam merayap menghampiri mereka tiba-tiba pasukan itu tampak gelisah.

Kun Houw mendengar aba-aba diberikan setiap komandan, menyuruh anak buah mereka berjaga-jaga dengan kesiap siagaan penuh. Dan ketika malam semakin larut dan sebagian pasukan ada yang tidur tiba-tiba kekacauan mulai datang. Sebuah kemah terbakar, tak diketahui dari mana api berasal. Dan sementara orang sibuk memadamkan api ini tiba-tiba kemah yang lain juga terbakar. Tak tanggung-tanggung. Hampir duapuluh buah! Dan Kun Houw yang tertegun di luar kemahnya mendadak mendengar teriakan di belakangnya.

"Tawanan lolos... tawanan lolos....!"

Kun Houw terkejut. Dia melihat banyak orang berlari-lari ke sebelah barat, melihat lima bayangan berlompatan di antara api yang berkobar, dikejar dan menangkis hujan senjata para prajurit. Dan ketika dia bengong melihat semuanya itu tiba-tiba Kui Lin muncul.

"Keparat, kau bantu kami, Houw-twako. Para pemberontak menyerang dengan cara gerilya...!"

Kon Houw menahan napas. Dia melihat bayangan Siang mo-jibin juga keluar dari kemahnya, membeatak-bentak. Dan Kui Hoa yang muncul melihat keributan itu tiba-tiba berteriak memberi aba-aba.

"Ma-ciangbu, jangan semuanya mencari tawanan. Sebagian memadamkan api!" dan gadis yang tampak terkejut dengan muka merah itu berkelebat di sampingnya. "Saudara Kun Houw, tolong tangkap orang-orang itu. Tawanan lolos....!"

Kun Houw mengangguk. Dia sudah melompat ke tempat yang gaduh itu, melihat bayangan seorang gadis mengamuk di tengah-tengah ratusan prajurit, tampak gagah dan hebat bukan main, menerjang dan melempar-lemparkan lawan bagai orang melempar-lemparkan boneka. Dan sementara dia menerobos menuju tengah tengah keributan maka di sebelah kanannya juga tampak seorang hwesio membabatkan tongkat mengamuk di antara duaratus prajurit yang mengepungnya. Itulah Bu Wi Hosiang!

Kun Houw tertegun. Dia melihat ketua Bu-tong itu menggerakkan tongkat dengan ganas sekali, tak kalah ganas dan hebat dengan gadis di sebelah kiri. Dan sementara dia bengong memandang dua orang itu maka di tempat lain tiba-tiba juga tampak tiga pertempuran yang tak kalah dahsyat. Tiga orang mengamuk di sebelah utara. Tiga orang laki-laki, yang dua bersenjata sedang yang terakhir tidak. Tepi justeru yang terakhir ini yang membuat pasukan jatub bangun dan berteriak-teriak, terbanting dan menjeritjerit membuat gaduh suasana. Dan Kun Houw yang tertarik pada pertempuran ini tiba-tiba melihat untuk datang ke tempat itu!

Namun pasukan terlampau banyak. Kun Houw terhalang oleh tigaratus lebih prajurit yang ribut-ribut itu, harus menguak dan berlompatan di atas kepala mereka. Dan ketika dengan susah payah dia tiba di tempat ini tahu-tahu pertempuran telah bergeser jauh di sebelah timur. Kun Houw harus mengulang pekerjaannya. Dia terpaksa mendorong dan tidak jarang melempar prajurit yang mengganggu, yang berteriak-teriak di depannya tapi tak mau maju. Takut. Dan ketika dia mendekati pertempuran yang sudah bergeser dari tempatnya semula itu maka Kun Houw melihat jelas siapa laki-laki yang hebat ini. Dan Kun Houw tertegun.

Dia melihat seorang pemuda gagah perkasa mengamuk di tempat itu, menangkis semua senjata dengan tangan kosong. Pemuda tinggi besar yang bukan lain adalah pemuda yang dulu menolongnya dari keroyokan So-beng dan Mu Ba. Pemuda yang baru kali ini diketahuinya sebagai Sin Hong! Dan Kun Houw yang tentu saja terkejut bukan main seketika bengong dan membelalakkan matanya. Dia sungguh tak mengira bahwa pemuda tinggi basar yang dulu menolongnya di kuil rusak itu adalah Sin Hong, murid si Naga Bongkok. Putera Pendekar Gurun Neraka, jadi adiknya sendiri lain ibu. Dan Kun Houw yang mendelong oleh kenyataan ini tiba-tiba menggigil dan mengeluh.

Celaka, kenapa baru dia ketahui bahwa pemuda tinggi besar yang menolongnya itu adalah Sin Hong. Dan kini dia harus berhadapan dengan pemuda itu. Orang yang jelek-jelek pernah melepas budi padanya. Adiknya sendiri satu ayah lain ibu! Dan Kun Houw yang gemetar oleh kenyataan ini mendadak menjadi pusing. Dia berada dalam kedudukan yang benar-benar tidak enak sekali. Merasa betapa ramalan Phoa-lojin tepat adanya. Dan Kun Houw yang menggigil dengan mata terpejam tiba-tiba kembali ingin menangis. Kenapa dia demikian sial? Dosa apakah yang telah diperbuatnya hingga bertubi-tubi dia masuk dalam nasib yang sial? Getah dari perbuatan perbuatan ibunyakah?

Kun Houw merintih. Dia merasa kenyerian yang sangat menghunjam jantungnya. Pedih dan seakan disayat-sayat. Tapi mendengar suara orang berteriak dan lima prajurit terbanting roboh tiba-tiba Kun Houw membuka mata dan menjadi beringas. Dia melihat Sin Hong membentak di tengah-tengah kepungan, melempar dan mendorong puluhan orang yang menghujaninya dengan senjata. Pukulan sinkangnya membuat lawan gentar dan menjerit jerit. Dan ketika lagi-lagi tujuh orang terbanting dengan tulang patah-patah mendadak Kun Houw menyambar ke depan melewati kepala banyak orang.

"Sin Hong, akulah lawanmu....!"

Kepungan menjadi buyar. Para prajurit menyibak dan otomatis melompat mundur mengenal Kun Houw yang siang tadi menghadap Kui Hoa niocu, yang kini dikenal sebagai utusan Ok-ciangkun. Pemuda yang diam-diam dikatakan sangat lihai karena pewaris tunggal diri si jago pedang Bu tiong-kiam Kun Sing. Dan semua prajurit yang bersorak dan melompat memberi ruangan lalu melihat dua orang psmuda itu sudah saling berhadapan dan siap berlaga bagai dua ekor singa yang akan bcrtarung.

Pemuda tinggi besar ini terkejut. Dia memang Sin Hong adanya, seorang diantara lima tawanan yang menyerahkan diri, yang kini lolos dan membobol kepungan dengan kepandaiannya yang hebat. Dan melihat Kun Houw membentak dan melayang turun menghadapinya tiba-tiba Sin Hong mundur dan tersentak kaget. "Ceng Liong-ko (kakak Ceng Liong)...!"

Kun Houw mendesis. Dia sekarang tahu bahwa adiknya satu ayah ini telah tahu hubungan mereka. Bahwa mereka bersaudara. Tapi mendengar Sin Hong menyebutnya Ceng Liong tiba-tiba Kun Houw menggeram dan membentak, “Aku Kun Houw, Sin Hong. Bukan Ceng Liong...!"

"Tapi ayah telah melihat bekas luka di lengan kirimu itu, Liong-ko. Kau adalah putera ayah yang selama ini dicari-cari!"

"Tidak, aku tak kenal itu semuanya, Sin Hong. Aku adalah Kun Houw dan murid sekaligus anak angkat Bu-tiong-kiam Kun Seng, ayah sekaligus guruku!"

Sin Hong membelalak. "Liong-ko...."

Tapi Kun Houw mendamprat gusar, "Aku tak sudi mempergunakan nama itu, Sin Hong. Kau masih tuli tak menndengar kata-kataku?" lalu, tak mau banyak cakap karena percakapan hanya akan membuatnya sakit belaka tiba-tiba Kun Houw menerjang ke depan. "Sin Hong, menyerahlah....!"

Sin Hong mendesis. Dia melihat kakaknya itu menggigit bibir, menerjang dengan lengan membacok ke depan, dahsyat dengan pukulan Tangan Pedang, mendesak dan menyambar lehernya tak mau banyak bicara lagi. Dan Sin Hong yang terbelalak oleh serangan ini tiba-tiba mengerahkan sinkang sambil berteriak, "Liong-ko, eh... Houw-ko, jangan menbantu musuh, dukk....!"

Dan keduanya yang tiba-tiba terpental membuat Sin Hong tarkejut bukan main dan berjungkir balik mematahkan benturan dahsyat itu, kaget bahwa Kun Houw bersungguh-sungguh menyerangnya. Dan ketika melompat bangun dan melihat Kun Houw menggerung dan kembali menyerang mendadak Sin Hong menggigit bibir dan menjadi marah.

"Houw-ko, kau tersesat. Kau tertipu!"

Namun Kun Houw menutup telinga. Dia sudah menerjang dan mengerahkan Kiam-ciang-nya, bertubi-tubi membacok dan menusuk dengan kedua lengan menyambar-nyambar, silih berganti hingga membuat Sin Hong terdesak, kewalahan dan bingung menghadapi kakaknya ini. Tapi ketika tekanan kian berat dan para prajurit yang menonton bersorak-sorak tiba-tiba Sin Hong membentak marah dan mulai balas menyerang. Dia tidak hanya sekedar menangkis, mulai melancarkan pula pukulan-pukulan dahsyat untuk menahan lawannya ini. Dan begitu Sin Hong melengking dan mainkan Sin-liong-hoatnya (Silat Naga Sakti) tiba-tiba dua orang muda itu terlibat pertarungan sengit yarg membuat para penonton mundur.

Sekarang asyiklah semua orang menonton pertandingan ini. Mereka melihat dua pemuda itu sama-sama cepat, masing-masing bergerak dengan sama lincah dan pukul-memukul dengan sama hebat. Dan ketika masing-masing mulai mengeluarkan tenaga saktinya dan dua pukulan sedang berbenturan di udara tiba-tiba saja bumi bergetar dan beberapa penonton yang terlalu dekat jaraknya mencelat terlempar.

"Mundur... mundur... beri mereka ruang yang luas!" seorang komendan berteriak-teriak, menyuruh anak buahnya mundur agar tak keserempet angin pukulan dahsyat itu.

Dan ketika semua orang terbelalak dan tak bersorak-sorak lagi maka Sin Hong dan Kun Houw telah lenyap berputar-putar, mempercepat gerakan mereka dan terpaksa mengerahkan gin-kang, ilmu meringankan tubuh. Dan begitu keduanya saling menjentik dan mengadu kepandaian tibatiba saja kegaduhan di tempat ini terhenti karena semua orang celangap menonton.

Dan memang hebat pertandingan itu. Kun Houw penasaran bahwa Tangan Pedangnya belum merobohkan lawan, melihat lawan mainkan ilmu silat pertahanan yang kokoh di samping balas menyerang pula, meliuk-liuk begai naga menari, menerkam dan mematuk bagai seekor naga sakti yang sedang marah. Dan ketika berkali-kali keduanya terpental oleh pukulan yang beradu Kun Houw lalu mengerahkan Jing-liong Sin-kangnya yang didapat dari Bu-beng Sian-su!

"Sin Hong, kau akan kurobohkan.....!"

Sin Hong terkejut. Dia merasa Kun Houw merobah gerakan, mendororg dan mengibas dengan lengan yang tidak lagi mendesing-desing melainkan meniup bagai angin gunung, lembut namun kuat bukan main, menghantam dan tiba-tiba menderu setelah dekat jaraknya. Dan Sin Hong yang tentu saja mengerutkan kening melihat perobahan ini segera tahu apa yang dilakukan Kun Houw. Tahu bahwa lawan mempergunakan Jing-liong Sinkang, sinkang Menghimpun Seribu Naga itu. Dan marah melihat Kun Houw mendesaknya dengan ilmu yang dahsyat itu terpaksa Sin Hong memekik dan mempergunakan Jing-liong Sinkangnya pula.

“Houw-ko, kau terlalu. Plak-dess...!" dan Sin Hong yang sudah menangkis serangan kakaknya itu tiba tiba sama mencelat dan terlempar tergulingan, mengeluh dan membuat semua orang terbelalak melihat benturan dahsyat itu, merasa tanah bergetar hebat dan beberapa di antaranya terjungkal roboh! Tapi keduanya yang sudah kembali melenting dan serang menyerang dengan marah akhirnya membuat penonton terpaku dan melongo bagai orang bingung.

Mereka melihat keduanya itu mempergunakan ilmu yang sama. Mirip tak ada bedanya sama sekali. Dan ketika benturan-benturan dahsyat kembali membuat tanah berguncang dan angin panas mulai menderu tiba-tiba saja para penonton panik dan melompat menjauh. Mereka merasa terbakar, muka mereka panas. Dan ketika dua pemuda itu melengking dan memperhebat serangan tiba-tiba saja tak seorangpun di antara penonton yang berani mendekati, mereka menyingkir, pucat melihat pertandingan dahsyat itu. Dan ketika Sin Hong dan Kun Houw sama-sama membentak dan melompat ke depan tiba-tiba kembali benturan keras tak dapat dielakkan.

"Blang...!"

Kun Houw dan Sin Hong terpental di udara. Mereka sama-sama mengeluh, mencelat dan berjungkir balik dengan napas sesak. Dan ketika keduanya melayang turun maka tampaklah keduanya melelehkan darah di sudut mulut mereka.

"Ah, kita sama-sama terluka, Houw-ko!"

Namun Kun Houw tak perduli. Dia mengguncang dan mengusap bibirnya itu, mendesis dan ingat bahwa mereka sama-sama memiliki warisan Bu-beng Sian-su. Dan membentak tak memperdulikan diri lagi tiba-tiba Kun Houw menerjang lawanya itu. "Sin Hong, kau menyerahlah kalau ingin pertandingan berhenti...!"

Namun Sin Hong terang menolak. Dia tak mau mengikuti perintah ini, maka melihat lawan menyerang dan menubruknya dengan pukulan dahsyat tiba-tiba Sin Hong menggigit bibir dan berkelit menghindari. Lalu, melompat jauh dan berteriak penuh kecewa tiba-tiba Sin Hong menghajar pasukan di sebelah kiri, yang sejak tadi menonton dan terkejut melihat serangan ini. Dan begitu mereka menjerit dan roboh tunggang-langgang segera Sin Hong melewati mereka dan berputar-putar mencari jalan keluar.

"Houw ko, kau tersesat. Kau membantu iblis-iblis berbahaya....!"

Kun Houw meradang. Dia marah nelihat Sin Hong melarikan diri, berputar-putar dan menyeruak di antara kepungan yang tebal. Dan ketika pemuda itu melompat-lompat dan bingung menghadapi lawan tiba-tiba di sebelah timur terdengar pekik dan jerit kesakitan. Sekelompok orang menyerbu, rombongan kaum pendekar. Dan Kun Houw yang terbelalak menghentikan langkahnya mendadak melihat So-beng dan teman-temannya muncul.

“Kun Houw, kejar lawanmu itu. Pendekar Gurun Neraka datang...!"

Kun Houw tersentak. Dia berdesir melihat tiga bayangan melindungi Sin Hong, bayangan dari seorang laki-laki gagah disertai dua perempuan cantik, wanita-wanita setengah baya yang mengamuk menerobos jalan darah, hebat dan nggegirisi sekali. Dan Kun Houw yang tertegun melihat semuanya itu tiba-tiba dihantam sebuah tangan kuat yang menepuk pundaknya.

"Bocah, jangan mendelong saja. Hayo bantu kami kalau kau benar-benar tunduk pada Ok-ciangkun!"

Kun Houw terkejut. Dia melihat Ang-kwi membentaknya, melotot dan menepuk pundaknya melampiaskan kemendongkolan. Dan Kun Houw yang gusar oleh perbuatan kakek ini tiba-tiba melayang dan balas menampar kakek itu. "Ang-kwi, kau tua bangka keparat!"

Ang kwi terbelalak. Dia marah melihat Kun Houw menyerang, maka terkekeh dan menggerakkan lengannya dia pun langsung menangkis lengan Kun Houw mempergunakan Ang-see-kang nya (Tenaga Pasir Merah).

"Dukk!" Ang-kwi terpental. Dia terdorong dan kaget oleh sinkang lawan. Tapi memekik dan mau membalas tiba-tiba Kui Hoa muncul.

"Ang-kwi, jangan bertengkar sendiri. Kejar mereka yang lolos....!"

Ang-kwi mendelik. Dia kecewa, tapi mendengus meninggalkan Kun Houw terpaksa dia menerima perintah ini. Dan Kun Houw yang juga melompat meninggalkan Kui Hoa lalu mengejar Sin Hong yang masih harus berlompatan mencari jalan keluar, melihat kepungan semakin tebal dan menyulitkan gerakannya. Dan karena rombongan pendekar menyerbu mengacau barisan maka Kun Houw kebingungan mendekati tempat itu. Tak dapat mengikuti karena mereka berpindah-pindah. Dan ketika dia membentak agar pasukan minggir tiba-tiba Kun Houw tersesat di pertempuran lain antara Bi Lan dan para pengepungnya!

"Tikus-tikus busuk, kalian tak dapat menangkap aku!"

Kun Houw tertegun. Dia melihat Bi Lan menggerakkan kaki tangannya, menghajar pasukan hingga berteriak-teriak. Tapi ketika dia hendak melompat maju dan menghadapi gadis ini tiba-tiba Kui Lin muncul dengan bentakannya yang nyaring,

"Siluman betina, kau tak dapat lolos...!" dan Kui Lin yang membabatkan pedangnya ke leher lawan tiba-tiba dikelit Bi Lan yang meloncat tinggi. Lalu menukik turun dan menggerakkan tangannya tahu-tahu Bi Lan telah menampar pedang di tangan lawannya itu.

"Plak!” Kui Lin terhuyung. Ia membentak dan menerjang lagi, dan Pekkwi yang muncul di tempat itu membantu Kui Lin tiba-tiba membuat Bi Lan terkejut, mencabut pedang dan berteriak membabat lawan. Dan begitu pertempuran menjadi kalut sekonyong-konyong ibunya muncul membantu Bi Lan.

"Bi Lan, lari ke barat. Pergunakan taktik tikus melompat-lompat...!"

Bi Lan girang. Dia berseru keras melihat kedatangan ibunya itu, bantuan yang membuat dia gembira Dan memekik mementalkan pedang Kui Lin tiba-tiba Bi Lan membentak dan berjungkir balik melarikan diri, menuju ke barat seperti teriakan ibunya itu, melompat-lompat di antara kepala pasukan yang dijadikan "jembatan". Dan ketika dia melakukan salto belasan kali di udara tiba-tiba saja gadis ini telah jauh meninggalkan lawan.

"Kejar. Tangkap gadis itu..!" Kui Lin marah, berteriak dan mengejar mendahului lawan, mengerahkan ginkang den berjungkir balik pula seperti Bi Lan, melewati kepala anak buahnya untuk menangkap Bi Lan. Tapi Bi Lan yang berputaran di antara pengejarnya melompat-lompat lagi, mempergunakan kegaduhan sebagai tameng menyelamatkan diri. Dan ketika Kui Lin mengejarnya ke tempat itu maka diapun sudah melenting jauh ke tempat lain. Main kucing-kucingan!

Kui Lin marah. Kun Houw melihat gadis itu terus melakukan pengejaran, dan karena merasa Bi Lan sudah diurusi Kui Lin diapun mencari musuh lain karena Ceng Bi juga sudah melompat meninggalkan Pek kwi, yang menjerit dan marah mengejar nyonya ini. Dan ketika Kun Houw mencari-cari, tahu-tahu dia melihat amukan Bu Wi Hosiang.

"Keledai gundul, kau mampuslah....!”

Kun Houw terbelalak. Dia melihat sepuluh orang perwira mengeroyok ketua Bu-tong pai yang tampaknya dianggap lawan yang paling ringan. Tapi ketika Bu Wi Hosiang menguakkan tongkat dan menyerampang semua senjata tiba-tiba sepuluh orang perwira itu roboh dengan senjata patah-patah.

“Tikus-tikus busuk, kalian pergilah. Pinceng tak mau membunuh!"

Tapi sepuluh perwira ini sudah melompat bangun kembali. Mereka marah dan mercabut senjata baru, menerjang dan menusuk ketua Bu-tong itu dengan tombak dan pedang. Tapi ketika tombak dan pedang patah bertemu tubuh hwesio ini seketika para pengeroyoknya ini gentar. Dan sebuah bayangan tiba-tiba menyambar turun.

"Kerbau-kerbau dungu, mundur...!"

Sepuluh perwira itu kaget. Mereka melihat sebuah bayangan merah meluncur menghantam ketua Bu-tong ini, dan Bu Wi Hosiang yang tentu saja menangkis dengan tongkatnya tiba tiba berseru keras. "Kraak!" hwesio itu terkejut. Dia melihat tongkat di tangannya hancur, dan melihat siapa tang datang tiba-tiba hwesio ini berteriak kaget, “So-beng…!"

Iblis Penagih Jiwa itu terbahak. Dia menyipitkan mata di depan ketua Bu-tong ini, dan tertawa dengan sikap dingin Iblis Penagih Jiwa itu memutar-mutar kedua lengannya. "Ya, aku, Bu Wi Hosiang. Kau ingat ancamanku sepuluh tahun yang lalu?"

Ketua Bu-tong ini menggigil. Dia terbelalak memandang lawan, teringat ancaman Iblis Penagih Jiwa itu yang ingin membunuhnya. Sepuluh tahun lewat. Tapi membentak dan menggoyang tangannya hwesio tirggi besar ini berseru. “So-beng pinceng tak takut ancamanmu sepuluh tahun yang lalu. Pinceng akan membekukmu untuk diserahkan pada kaum pendekar!”

"Ha-ha, kau dapat melakukan perbuatan itu, keledai gundul? Terlalu pongah. Justeru aku yang malam ini akan merobohkanmu untuk menepati janji. Bersiaplah!" dan So-beng yang merendahkan tubuhnya tiba-tiba mendorong ke depan dengan pukulan pertama, menghantam dada ketua Bu-tong itu deagan telapak tangan kirinya. Dan Bu Wi Hosiang yang menggerakkan ujung bajunya menangkis sekonyong-konyong membentak dan merendahkan tubuhnya pula.

"Plak!" ujung lengan baju hwesio itu meledak di udara, bertemu pukulan lawan yang dahsyat. Dan ketika hwesio ini terdorong dua langkah tiba-tiba So-beng tertawa dan melejit ke depan.

"Keledai gundul, kau tak dapat mengalahkan aku!”

Bu Wi Hosiang terkesiap. Benturan pertama tadi menunjukkan kehebatan lawan dengan tenaga sin-kangnya, menggetarkan tubuhnja. Dan sementara dia membelalakkan mata maka Iblis Penagih Jiwa itu telah berkelebatan mengelilingi dengan pukulanpukulan dahsyat, menampar dan mengibas dengan kecepatan luar biasa. Dan Bu Wi Hosiang yang tentu saja tak mau mandah dipukul tiba-tiba memekik dan berputaran pula mengimbangi lawannya itu, menangkis dan membuat ujung jubahnya kaku bagai toya, pengganti tongkat. Dan begitu dia membentak dan melayani lawannya ini maka pertandingan hebat itupun tak dapat dihindari.

Bu Wi Hosiang mainkan kedua ujung lengan bajunya itu dengan gerakan-gerakan Bu tong Tung-hoat (Silat Tongkat Dari Bu tong), menyambar dan menangkis serangan lawan dengan ujung bajunya, berkali-kali meledak dan sama-sama terpental. Tapi ketika lawan mulai melancarkan pukulan beruap merah tiba-tiba hwesio ini terkejut. Apalagi ketika uap merah yang tersedot hidungnya itu berbau amis, mengandung racun. Dan Bu Wi Hosiang yang membelalakkan matanya dengan kening dikerutkan ini tiba-tiba teringat akan sesuatu, berteriak kaget.

"Ang-in-tok-ciang (Pukulan Beracun Awan Merah)...!"

So-beng tertawa bergelak. "Kau mengenal pukulanku, keledai gundul? Bagus, kalau begitu tak pejcuma kau menduduki jabatan seorang ketua partai!" dan So-beng yang tertawa dengan suara menyeramkan mendadak memperhebat serangannya dan melengking tinggi. Kedua lengannya menampar dan mendorong, mengeluarkan asap yang semakin pekat. Dan ketika satu saat Bu Wi Hosiang harus menangkis kembali mendadak pula ujung lengan baju hwesio itu hancur bertemu Ang in-tok-ciang.

"Kres!" Bu Wi Hosiang terpekik. Dia terhuyung dengan muka kaget, melihat lawan kembali menyerang dengan tangan kiri. Dan gugup melihat pukulan itu lagi-lagi ketua Bu tong ini menggerakkan ujung lengan baju satunya. Tapi celaka, ujung lengan baju ini pun hancur. Dan sementara dia terdorong tiba-tiba lawan berkelebat memutar kakinya.

"Dess....!" Bu Wi Hosiang mengeluh tertahan. Kali ini dia mencelat, terlempar bergulingan. Dan So-beng yang terkekeh menggerakkan kakinya tahu-tahu mengejar dengan tamparan ke kepala.

"Keledai gundul, malam ini kematianmu tiba!”

Bu Wi Hosiang terbelalak. Dia membentak dan melompat bangun, melihat lawan mengancam keselamatan jiwanya. Dan marah oleh kejaran lawan sekonyong-konyong hwesio ini mengeluarkan ilmu simpanannya, Bu-tong-hok-san (Membidik Gunung Bu-tong) disertai pekik mirip singa meraung. Dan begitu kedua lengannya bergerak menyambut maka bertemulah dua pukulan dahtyat itu di udara.

"Dess! So-beng mencelat tiga tombak. Iblis Penagih Jiwa itu terpental, berseru keras terkejut oleh tangkisan lawan. Dan ketika Bu Wi Hosiang berkelebat ke depan ganti mengejarnya tahu-tahu sebuah pukulan mengenai pinggang kirinya.

“'Plak!” So-beng tak sempat mengelak. Dia terlempar dan kembali bergulingan, dan ketika lawan mengejar dan kembali menghantamnya maka dua kali berturut-turut Iblis Penagih Jiwa ini terpelanting dan berteriak kaget, mengeluh oleh pukulan Bu-tong hok-san yang benar-benar dahsyat itu, antep dan membuat napasnya "ampeg" (sesak).

Tapi So-beng yang dapat meloncat bangun dan terhuyung memandang lawan membuat Bu Wi Hosiang tertegun, kaget bahwa lawan rupanya memiliki kekebalan yang hebat. Karena pukulannya tadi dapat memukul roboh sebuah batu sebesar bukit! Dan heran serta terkesiap oleh kehebatan lawannya ini tiba-tiba So-bang membalas dan menepuk kedua tangannya.

"Bu Wi Hosiang, aku juga belum mengeluarkan semua kepandaianku. Sekarang lihatlah. Haitt....!" dan Iblis Penagih Jiwa yang berkelebat dengan tangan didorong ke depan itu tiba-tiba memekik dengan bentakan mengguntur, menghantam leher Bu Wi Hosiang dengan pukulan aneh, mencuit bagai desis seekor naga, seluruh lengannya merah marong dan mengeluarkan hawa yang luar biasa panas. Dan Kun Houw yang melihat pukulan itu tiba-tiba berseru kaget, tanpa sadar,

“Tok-hwe-ji (Hawa Api Beracun)....!”

Bu Wi Hosiang juga mencelos. Dia mendengar nama pukulan mujijat itu dari beberapa orang yang pernah mengenalnya, belum bertemu langsung dan tak pernah berhadapan sendiri. Tapi melihat betapa pukulan itu menyambar lehernya dan hawa panas mendahului menerjang dia pun terkejut juga dan berusaha mengelak. Tapi hawa panas itu memburunya, mengejar bagai lidah seekor naga. Dan ketika pukulan sudah dekat dan dia tak dapat menghindari lagi terpaksa dengan gentar namun marah hwesio Bu-tong ini menangkis.

"Bress'" dan Bu Wi Hosiang berteriak. Dia merasa masuk dalam sebuah bara api yang panas bukan main, lehernya terbakar dan pakaian yang dikenakan langsung hangus. Dan Bu Wi Hosiang yang tentu saja kaget bukan main sudah membanting tubuh bergulingan, menjerit dan pucat melihat kehebatan Tok-hwe ji itu. Dan ketika dia melompat bangun dan menggigil memandang lawannya itu, tiba-tiba ketua Bu-tong ini muntah darah dan terhuyung.

"Ha ha, kau tak dapat menyelamatkan diri, keledai gundul. Pukulan Tok-hwe jiku telah merusakkan jaringan otot di lehermu. Kau tak dapat menoleh ke kiri atau ke kanan!"

Bu Wi Hosiang terbelalak. Dia benar-benar tak dapat menggerakkan lehernva. kaku tak mau diputar ke kiri atau ke kanan. Jadi satu arah ke depan saja. Persis celeng (babi hutan)! Dan Bu Wi Hosiang yang mengeluh dengan mata merah langsung memaki, "Kau keji, So-beng. Kau benar-benar iblis!”

Dan meraung bagai singa lapar ketua Bu tong ini sudah menerjang maju dengan penuh kemarahan. Dia membabi-buta menyerang lawan, menujukan semua pukulannyva ke depan. Tapi ketika lawan mengelak ke kiri atau kanan dan belakang tiba-tiba saja ketua Bu-tong ini kehilangan lawannya. Dia tak dapat memutar leher, dan ketika kembali So-beng menghantamnya dari belakang maka hwesio ini pun mengaduh dan terpental roboh. Dia nekat, bangun dan kembali menyerang, Tapi begitu lawan berkelit dan melancarkan pukulan dari samping maka hwesio ini pun menjerit dan roboh terjengkang, muntahkan darah. Dan ketika So-beng terbahak dan mencabut cakar bajanya tahu-tahu dada hwesio tinggi besar itu telah disambar hancur dan terkuak oleh senjata maut itu.

"Crakk...!"

Bu Wi Hosiang terguling roboh. Dia tewas seketika, jantung dan paru-parunya sobek. Dan Kun Houw yang menonton dari jauh hampir saja membentak dan menerjang lblis Penagih Jiwa itu, tak tahan melihat kekejamannya. Tapi seorang tosu yang berkelebat mendahuluinya sudah melakukan bentakan dengan pedang menusuk mata.

"So-beng, kau iblis keji…!"

Iblis Penagih Jiwa itu terbelalak. Dia melihat Thian Kong Cinjin muncul, menyerang matanya dengan kecepatan kilat. Tapi mendengus dan melempar kepala ke belakang tahu-tahu pedang lewat di sisinya dan membalik menikam dadanya.

"Takk!” Thian Kong Cinjin terkejut. Dia sudah dapat menusuk lawannya itu, tapi pedang yang mental bertemu dada lawan ternyata tak sanggup melukai dan kini menyerang dirinya sendiri, membalik bertemu kekebalan So-beng yang aneh. Dan Thian Kong Cinjin yang tentu saja terkejut dan berteriak ke belakang sudah berjungkir balik dengan muka pucat.

“Hoat-lek-kim-ciong-ko...!"

So-bang terbahak. "Kau tahu ilmu kekebalanku, Thian Kong Cinjin? Bagus, tak sia-sia kau mati di tanganku pula!" dan So-beng yang berkelebat menggerakkan lengannya tahu-tahu mendorong dengan pukulan Tok hwe ji itu, menyerang Thian Kong Cinjin yang bergulingan. Tapi ketua Kong-thong yang melihat kedahsyatan ilmu ini mengelak, meloncat jauh dan melakukan salto dua kali. Lalu membentak dan melayang turun diapun sudah menggerakkan pedangnya menusuk ubun-ubun lawan.

"Plak-dess!”

Thian Kong Cinjin tertangkis. Dia terpental, memekik dan marah dengan mata melotot. Tapi ketua Kong-thong yang gagah perkasa ini sudah melengking dan memutar pedangnya kembali. Dengan hebat dan cepat dia melakukan tusukan dan tikaman, gencar mainkan ilmu silatnya Kong-thong Kiam-sut (Silat Pedang Kong-thong). Dan begitu pedang berkelebatan menyambar-nyambar, maka Kun Houw melihat dua orang itu bertanding mengadu kepandaian. So-beng menunjukkan kekebalannya yang luar biasa itu, Toat-lek-kim-Ciong-ko, ilmu kebal yang berbau ilmu hitam. Tangguh dan berkali-kali mementalkan pedang di tangan Thian Kong Cinjin.

Dan ketika So-beng membalas dengan pukulan Tokhwe jinya yang ganas itu akhirnya Thian Kong Cinjin kewalahan dan harus berlompatan ke sana ke mari. Terdesak, mulai pucat tapi tidak menunjukkan rasa takut sedikitpun juga. Gagah mengagumkan! Dan ketika tosu ini mulai keteter dan Tok-hwe-ji mendesaknya dengan ganas tiba-tiba empat orang muncul membantu tosu ini. Empat orang pendekar yang tak dikenal Kun Houw, empat laki-laki gagah yang mempergunakan golok dan pedang. Dan begitu Thian Kong Cinjin dibantu tiba-tiba saja ketua Kong-Thong ini dapat melepaskan diri dan menyeka keringatnya.

"Su-wi taihiap (empat pendekar terhormat), terima kasih, tapi hati-hati menghadapi Iblis Penagih Jiwa ini. Jangan bentrok langsung dengan pukulan Tok hwe-jinya!"

So-beng tertawa bergelak. Dia tak keder oleh bantuan baru itu, menyambut dan menerima tusukan pedang dan golok, kembali mendemonstrasikan Toat-lek-kim-ciong-konyayaiag hebat itu. Dan ketika empat senjata mental bertemu tubuhnya tiba-tiba lengan kirinya mengibas dengan pukulan Tok-hwe-ji.

"Thian Kang Cinjin, kau benar-benar jantan. Empat orang sahabatmu ini solider sekali."

Thian Kong Cinjin berteriak. Dia memperingatkan temannya agar tak menangkis, tapi seorang di antaranya yang memegang golok memekik terlambat, disambar senjatanya dan terpaksa menangkis. Dan begitu golok bertemu angin pukulan Tek-hwe ji tiba-tiba golok itu mencelat dan hangus terbakar.

"Aih-plak!"

Orang ini bergulingan. Tok-hwe-ji mengejar, tapi Thian Kong Cinjin yang sudah menggerakkan pedangnya membantu, berkelebat menusuk mata Setan Penagih Jiwa itu. Dan So-beng yang menarik serangannya segera tertawa dan menangkis pedang di tangan ketua Kong-thong itu. Daa begitu pedang terpental segera tiga orang lain maju menyerang membantu Thian Kong Cinjin yang harus mengelak dan membanting tubuhnya.

Begitulah. So-beng lalu dikeroyok, dan Iblis Penagih Jiwa yang dikerubut lima orang ini lalu mendapat serangan gencar yang tiada habis-habisnya, menusuk dan menekan dengan gerakan cepat dan kuat. Tapi melihat Iblis Penagih Jiwa ini benar-benar kebal dan tak dapat dilukai kecuali bagian matanya akhirnya Thian Kong Cinjin memberi aba-aba.

"Cu-wi enghiong (pendekar sekalian), serang saja kedua matanya. Jangan di lain tempat!”

So-beng marah. Sekarang dia mendapat tusukan atau tikaman di kedua matanya itu, bertubi-tubi dan gencar sekali. Dia geram bahwa ketua Kong-thong ini yang memberi aba-aba mendadak Sobeng menggereng dan berkelebatan ke sana sini. Dia mengelak semua serangan itu, lalu ketika sebuah golok dan pedang kembali menyambar tahu-tahu dia mencengkeram dan membetot dua senjata itu.

"Krek-krekk!”

Dua pemilik senjata berteriak keras. Mereka melihat golok dan pedang di tangan patah diremas Iblis Penagih Jiwa itu, dan Sobeng yang langsung menyambit kutungan golok dan pedang ini ke dada pemiliknya tiba-tiba disambut pekik ngeri ketika dua orang pendekar itu roboh terpelanting, tembus dadanya oleh patahan golok yang menancap dalam. Dan sementara Thian Kong Cinjin dan dua temannya yang lain berseru kaget maka Iblis Penagih Jiwa ini telah memutar kaki menendang mereka...

"Des-des-plak!"

Thian Kong Cinjin dan dua temannya terlempar. Mereka terkejut dan bergulingan menjauh, tapi melompat bangun dan menyerang kembali mereka menusuk mata Iblis Penagih jiwa itu, membentak marah melihat lawan membunuh dua teman mereka. Namun So-beng yang merendahkan tubuh mengelak sudah menerima tiga tusukan itu dengan telapak tangannya, menolak dan berseru keras. Lalu sementara lawan terdorong tiba-tiba dia mencabut cakar bajanya itu dan membabat mereka.

"Awas...!" Thian Kong Cinjin kaget, memekik memperingatkan dua temannya. Tapi dua orang pendekar yang masih terhuyung ini tak mampu mengelak, terkejut melihat cakar baja di tangan Iblis Penagih Jiwa itu menyambar mereka. Dan begitu terbelalak dengan muka pucat tahu-tahu senjata maut ini mengenai leher mereka tanpa ampun lagi.

"Crak-augh...!" Thian Kong Cinjin memejamkan mata. Dia melihat betapa ganas Iblis Penagih Jiwa ini, kejam dan tak kenal ampun. Tapi membentak dan marah melihat dua temannya roboh kembali tiba-tiba ketua Kong-thong ini melengking dan memutar pedangnya dengan hebat, menyerang dengan nekat dan menusukkan pedang bertubi-tubi, sekenanya. Tapi karera Hoat-lek-kim-ciong-ko melindungi lawannya ini dan pedang selalu mental bertemu So-beng akhirnya ketua Kong-thong ini mengeluh dan ganti terdesak.

Dia tak dapat menyerang kedua mata lawan. Maklum, So-beng selala mengelak dan melindungi kedua matanya itu dengan baik, menangkis atau kadang-kadang miringkan kepala untuk menghindar. Dan karena pedang selalu mental mengenai bagianbagian lain tubuh lawannya akhirnya tosu ini bingung dan gugup juga. Dan dia mulai mendapat pukulan.

So-beng masih melancarkan Tok-hwe-ji dengan tangan kirinya itu. sementara tangan yang lain menggerakkan cakar baja menangkis atau balas menyerang. Dan karena So-beng memang jauh lebih hebat dan Thian Kong Cinjin harus mengakui itu maka beberapa saat kemudian ketua Kong-thong ini mulai terluka. Cakar baja mulai mencabik-cabik tubuhnya, dan ketika satu saat pedangnya terlepas menangkis senjata di tangan lawan tiba-tiba So-beng terbahak menyerang lawan yang sudah tak berdaya itu.

"Thian Kong Cinjin, susullah arwah teman-temanmu!"

Thian Kong Cinjin terbelalak. Dia melihat cakar baja menyambar dengan kecepatan kilat, tak dapat dielakkan lagi. Dan tosu yang mengeluh dengan muka gemetar itu akhirnya berteriak ketika senjata maut ini menghunjam di dadanya, tembus dan menghancurkan segala isinya hingga dia roboh terjengkang. Dan begitu ketua Kong-thong ini tewas maka Kun Houw yang sejak tadi terkesima oleh pertandingan itu tiba-tiba sadar dan tak bisa menahan diri lagi.

"So-beng, kau kejam...!"

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.