Pedang Medali Naga Jilid 22 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 22
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
"KUN HOUW, lebih baik kau serahkan saja pedang di tanganmu itu baik-baik. Kami akan mengampunimu kalau kau tahu diri!'

"Hm siapa yang harus tahu diri, Mu Ba? Kaulah yang tak tahu malu. Kau telah membunuh guruku dan kini ingin merampas pedang!"

"Ha-ha, itu karena kebodohan gurumu sendiri, Kun Houw. Kalau dulu baik-baik dia serahkan Pedang Medali Naga tentu dia tak akan mampus dengan sia-sia!" dan Mu Ba yang memberi isyarat temannya tiba-tiba sudah disusul kekeh si Mayat Hidup yang mengepung Kun Houw.

"Benar, gurumu sombong pada waktu itu, bocah. Tapi kalau kau tidak mengulang kebodohan gurumu tentu kau tak perlu pula celaka di tangan kami. Sebentar, perlihatkan pedangmu itu kepada kami... trik!” dan Mayat Hidup yang menjentrikkan kuku jarinya tahu-tahu menyambar pedang di tangan Kun Houw tanpa banyak bicara lagi!

Tapi Kun Houw sudah siap. Dia menaruh kewaspadaan tinggi, dan melihat lawan menggerakkan lengan mencengkeram pedangnya tiba tiba Kun Houw membentak dan memutar tubuhnya. Lalu menendangkan kaki dengan seruan keras tahu-tahu Kun Houw membabat kuku jari lawannya itu.

“Mayat Hidup, awas!”

Namun terlambat. Mayat Hidup meremehkan Iawannya ini, belum pernah bertanding seperti halnya Mu Ba. Maka ketika Kun Houw mengelak dan membabat kuku jarinya dengan kecepatan kilat tahu-tahu dua jari iblis tinggi kurus itu disambar, putus kukunya yang panjang-panjang.

"Crat...!" Manyat Hidup berteriak kaget. Dia melompat mundur dengan muka berobah. Tapi melihat pedang masih mengejarnya dengan putaran melingkar mendadak kakek ini melengking dan berjungkir balik menjauhkan diri, terkejut bukan main bahwa Kun Houw memiliki ilmu demikian hebat. Benar-benar seperti gurunya. Dan robekan kain yang memberebet panjang disusul terkuaknya lengan baju iblis ini akhirnya membuat Manyat Hidup terbelalak dan turun dengan muka pucat, berseru kaget,

"Hebat, omonganmu tidak keliru, Mu Ba. Bocah ini benar-benar seperti gurunya dan cukup berbahaya...!"

Mu Ba tertawa mengejek. "Karena itu jangan remehkan dia, cecak kering. Akupun tak tahan kalau meringkusnya seorang diri!"

Mayat Hidup kembali maju dengan mata melotot. Dia siap menyerang lagi, tapi Hun Kiat yang melompat ke tengah mengibaskan lengannya. "Ji-suhu, twa-suhu, sebaiknya kalian menonton dulu di pinggir. Kalau aku dapat mengalahkannya tak perlu kalian maju!"

Kun Houw mendengus. "Bagus, dan kau akan menguji sinkang curianmu itu kepadaku, Hun Kiat? Kau menganggap kepandaianmu dapat mengatasi kepandaianku?"

"Ha-ha, kau rupanya tahu apa yang terjadi di Beng-san, Kun Houw. Memang tidak salah, aku ingin menguji sinkangku kepadamu. Bersiaplah!" Hun Kiat yang sudah membengkokkan kakinya itu tiba-tiba membentak, melepas pukulan Tok-hiat-jiu ke arah lawan.

Dan Kun Houw yang melihat lengan pemuda itu berwarna merah dan mengeluarkan bau amis tiba-tiba melompat ke kiri dan menggerakkan lengan kirinya, menangkis sambil mengerahkan sinkangnya, tidak takut akan pukulan Darah Beracun lawan yang berbahaya itu. Dan begitu dua lengan bertemu dan saling bentur dengan kuat tiba-tiba keduanya tergetar dan terdorong mundur.

“Dukk!"

Hun Kiat terkejut. Dia merasa tenaga yang aneh menahan pukulannya, lunak namun kuat, tenaga yang mirip dengan tenaga yang dimiliki Sin Hong! Dan Hun Kiat yang terbelalak memandang lawannya tiba-tiba tertegun dan mendesis. "Kau memiliki sinkang yang sama seperti yang dipunyai Sin Hong, Kun Hauw?"

Kun Houw terkejut. Dia tadi memang mengerahkan Jing-hong Sinkangnya itu, sinkang Menghimpun Seribu Naga. Sinkang yang dia peroleh dari manusia dewa Bu-beng Sian-su bersama Sin Hong ketika mereka berada di Gua Malaikat, hal kebetulan saja karena mereka memiliki keberuntungan yang sama. Maka mendengar Hun Kiat bertanya tentang hal itu dan Kun Houw ganti tertegun tiba-tiba Kun Houw tertawa mengejek dan tidak menjawab pertanyaan orang.

"Hun Kiat, rupanya kau gentar menghadapi kepandaianku. Apakah ini pernyataan takut?”

Hun Kiat tertawa. "Jangan kau sombong, Kun Houw. Aku tak pernah takut dan menyerah sebelum roboh binasa. Awas....!"-dan Hun Kiat yang sudah menyerang lagi dengan bentakan nyaring tahu-tahu melancarkan pukulannya ke dua dengan lebih berbahaya lagi. Hun Kiat melompat dan memutar kedua lengannva, berkerotok dan semakin merah bagai besi dibakar. Dan begitu melompat dan menerjang lawannya tahu-tahu Kun Houw sudah dikelilingi pukulan dan tamparan Hun Kiat, gencar dan bertubi-tubi tak kenal ampun!

"Kun Houw, hati-hati menjaga pedangmu...!"

Tapi Kun Houw mendengus menįhina. Dia memasukkan pedang melihat lawan menyerangnya dengan tangan kosong, tak mau bersikap curang mengandalkan senjata. Dan melompat serta bergerak ke sana ke mari menghindari serangan lawan tiba-tiba Kun Houw membalas dengan Tangan Pedangnya (Kiam-ciang ), ilmu yang dulu dia pakai menghadapi Mu Ba. Dan begitu bergerak serta membalas serangan Hun Kiat tiba-tiba kedua lengan Kun Houw sudah berobah seakan batang pedang yang keras dan tajam, menusuk dan membacok tubuh lawan seolah pedang sendiri, yang tak kalah ampuh dan berbahaya dengan sebatang pedang! Dan Hun Kiat yang mendengar suara berdesingan menyambar-nyambar dan lengan lawannya tiba-tiba terkejut dan menjadi kagum juga.

"Bagus, Kiam-ciang yang hebat, Kun Houw, luar biasa....!"

Namun Kun Houw tak menghiraukan pujian lawan. Dia terus membalas dan menangkis lawan, mempergunakan Kiam-ciang atau Tangan Pedang untuk mewakili senjatanya, menahan sekaligus mendesak lawan yang mempergunakan Tok-hiat-jiu yang berbau amis itu, pukulan beracun yang dapat membuat orang roboh dengan menghirup uapnya, yang memang berbahaya dan amat jahat. Tapi Kun Houw yang telah melindungi diri dan pernapasannya dengan sinkang yang diwarisi dari Bu-beng Sian-su akhirnya sedikit demi sedikit berhasil menghalau uap merah itu dan mendesak lawan!

"Keparat, kau hebat, Kun Houw. Tapi aku tak akan kalah!" Hun Kiat penasaran, terbelalak dan membentak lawannya itu dengan kaget ketika melihat kenyataan betapa pukulan Tok-hiat-jiunya terdesak, ambyar uapnya dan percuma menyerang Kun Houw. Dan Hun Kiat yang menjadi marah serta penasaran tiba-tiba memekik dan mengerahkan Cui-beng Gin-kangnya, mengganti Tok-hiat-jiu dengan Jari Penusuk Tulang!

"Kun Houw, aku akan membalasmu...!"

Kun Houw sedikit terkejut. Dia melihat tangan kiri Hun Kiat tiba-tiba berganti putih, hilang uap merahnya karena Hun Kiat telah mengerahkan Coan kut-cinya di tangan kiri itu, merobah Tok-hiat jiu dengan Jari Penusuk Tulang. Dan ketika Hun Kiat mengerahkan Cui-beng Gin-kangnya untuk berkelebatan menyerangnya tiba-tiba lawannya itu lenyap dalam gulungan hitam yang menyambar-nyambar!

"Bagus, kau juga hebat, Hun Kiat. Tapi aku akan bertahan!”

Kun Houw membentak keras, mengerahkan ginkangnja pula dan mengimbangi lawan dengan kecepatan yang sama. Dan begitu keduanya saling serang-menyerang tiba-tiba keduanyapun lenyap dalam dua gulungan bayangan yang satu sama lain tak mau mengalah. Hun Kiat melancarkan Jari Penusuk Tulangnya dengan tangan kiri, sementara tangan kanan yang masih bergerak dengan pukulan Tok hiat-jiu masih terus menyambar-nyambar dengan hebat. Dan ketika dia menggabungkan dua ilmunya itu dengan tangan kiri dan kanan tiba-tiba desakan Kun Houw dapat ditahan!

"Ha-ha, sekarang kau tak dapat sombong, Kun Houw. Aku dapat menahan Tangan Pedangmu!"

Kun Houw tak menjawab. Dia melihat lawannya itu memang hebat, berhasil mainkan gabungan Coan-kut-ci dan Tok-hiat jiu dengan amat baik menahan Tangan Pedangnya. Tapi Kun Houw yang mendengus tak menghiraukan ejekan lawan sudah menambah sinkangnya dan kembali menekan. menggerakkan Kiam-ciangnya dengan lebih cepat dan hebat. Dan ketika Kun Houw membentak dan menambah sinkangnya itu tiba-tiba kembali lawan dapat didesak!

Hun Kiat terkejut. Dia kini mundur terus didesak lawan, perlahan namun pasti terdorong oleh Tangan Pedang lawan yang hebat, mendesing dan menyambar-nyambar tubuhnya bagai sebatang pedang yang tajam. Dan ketika sekali dua dia lambat berkelit maka untuk pertama kalinya itu dia mulai "dicium" Tangan Pedang Kun Houw. Dan Hun Kiat mendesis, merasa kulit tubuhnya seakan dibacok atau diiris sebatang pedang. Dan ketika dia murdur-mundur dengan mata terbelalak dan bingung oleh serangan lawan yang ganas berbahaya maka untuk saat itu pula dia mulai banyak menerima tamparan Tangan Pedang.

Hun Kiat mulai terdesak hebat. Tapi perlawanannya yang gigih dengan dua gabungan ilmunya yang cukup ketat itu masih dapat melindungi dirinya. Sampai akhirnya, ketika Hun Kiat marah dan meraung karena tak dapat membalas serangan Tangan Pedang tiba-tiba pemuda ini membentak dan melompat mundur, jauh dua tombak sambil menghentakkan kakinya, "Kun Houw, berhenti. Aku adalah raksasa naga.. !"

Kun Houw terkejut. Dia tergetar oleh bentakan lawan yang mengguncang bumi itu, bentakan dahsyat yang penuh pengaruh. Dan ketika dia terbelalak menghentikan serangannya mendadak lawan sudah berobah menjadi naga raksasa yang mengerikan di depannya, tertawa bergelak dan tiba-tiba menerkamnya.

"Hargh...!"

Kun Houw terperangah. Dia bengong oleh kejadian ini, tak sempat berkelit. Dan ketika dua tangan naga itu mencengkeram tubuhnya tahu-tahu Kun Houw sudah dibanting di atas tanah. "Bruukk!"

Kun Houw terguling-guling. Dia terkejut bukan main oleh serangan cepat itu, mengeluh dan melompat bangun. Dan ketika dia mendengar kembali naga itu tertawa dan menubruknya ganas tiba-tiba Kun Houw teringat akan ilmu lawannya dan mendiang Cheng-gan Sian-jin itu, sihir berkekuatan hitam yang bukan lain Sin gan-i-hun-to adanya.

Maka sadar dan maklum bahwa Hun Kiat mempergunakan sihirnya itu untuk mempengaruhi dirinya mendadak Kun Houw melenting jauh berjungkir balik, menggoyang kepala dan mengusir pengaruh sihir setan itu, yang membuat matanya melihat lawan sebagai seekor naga. Dan begitu kembali pulih dan Hun Kiat dilihatnya sebagai Hun Kiat maka Kun Houw membentak keras dan menyambut cengkeraman lawan dengan Tangan Pedangnya.

"Plak!" Hun Kiat kali ini menjerit. Dia mendapat tangkisan kuat yang membuat lengannya seakan patah, melihat Kun Houw berhasil membuyarkan pengaruh Sin-gan-i-hun-to-nya dan marah memandangnya. Dan Hun Kiat yang terguling-guling sambil mendesis kesakitan itu segera berteriak ketika Kun Houw mengejarnya. Tapi terlambat. Kun Houw telah tiba di dekatnya, berkelebat menyusuli serangannya tanpa memberi kesempatan lawan bangun. Dan brgitu Tangan Pedang pulang balik menghajar Hun Kiat maka Hun Kiat berkaok-kaok sambil menggulingkan tubuh ke sana ke mari.

"Aduh, keparat kau, Kun Houw.... jahanam kau!"

Namun Kun Houw terus menyerang tunpa memberi ampun. Pemuda ini membacok dan menusuk tubuh lawan dengan Tangan Pedangnya, membuat lawan menjerit-jerit. Tapi melihat tak sedikitpun juga Hun Kiat terluka oleh Tangan Pedangnya diam-diam Kun Houw terbelalak dan kaget juga. Teringat bahwa itu tentu berkat kekebalan yarg dimiliki Hun Kiat, kekebalan dari sinkang Ciok-thouw Taihiap yang dicuri dan telah meresap di tubuh pemuda ini.

Dan Kun Houw yang geram oleh peristiwa itu tiba-tiba menghajar lawan dengan lebih gencar, membuat Hun Kiat jatuh bangun dan mengaduh berkali-kali. Dan ketika Kun Houw siap mengakhiri pertandingan itu dengan menusuk mata lawan karena hanya inilah satu-satunya tempat yang tak dapat dilindungi kekebalan mendadak Mu Ba dan Mayat Hidup menyerangnya dari belakang.

"Kun Houw, lepaskan murid kami...!"

Kun Houw terkejut. Dia terpaksa memutar tubuh menghadapi sambaran dua musuh barunya itu menggerakkan jari yang sedianya menusuk mata Hun Kiat untuk menangkis hantaman lawan. Dan begitu tiga tangan mereka bertemu tiba-tiba Kun Houw terdorong dan terpelanting roboh.

"Plas-dess!"

Kun Houw melompat bangun. Dia melihat Hun Kiat sudah berdiri di samping dua orang gurunya, menahan sakit dan melotot padanya. Kulit tubuhnya bilur-bilur bekas menerima tusukan atau tamparan Tangan Pedang. Dan Kun Houw yang marah oleh bantuan Mu Ba dan Mayat Hidup kepada muridnya tahu-tahu melihat tiga orang itu berkelebat dan telah mengepungnya.

"Kun Houw, kau tak dapat kami ampuni sekarang. Serahkan Pedang Medali Naga!"

Kun Houw menyadari bahaya. Dia maklum Hun Kiat akan maju kembali, dibantu dua orang gurunya yang memandangnya dengan sikap penuh ancaman. Tapi Kun Houw yang tersenyum mengejek tiba-tiba berdiri gagah dan tidak atau belum mencabut pedangnya, mau coba-coba menghadapi mereka dengan Kiam-ciang. "Mu Ba, kau dan muridmu ternyata sama saja. Aku tak akan menyerahkan pedang bila belum menjadi mayat!"

"Bagus, kalau begitu tak perlu banyak bicara lagi, bocah. Kami akan merampasnya dengan cara kekerasan. Mayat Hidup, bunuh dia...!" dan Mu Ba yang menggereng serta melompat ke depan tahu-tahu menubruk dan menghantam Kun Houw dengan pukulan sinkangnya, disusul Mayat Hidup yang terkekeh dan melepas Coan-kut-ci-tonya.

Dan begitu dua orang ini bergerak menyerang Kun Houw maka Hun Kiat tiba-tiba juga membentak maju. "Kun Houw, kau akan mampus...!"

Kun Houw mengelak ke belakang. Dia tak berani menangkis tiga orang sekaligus, maklum bahaya terlalu besar. Tapi lawan yang mengejar dan justeru ingin dia menangkis dengan cara berbareng membuat Kun Houw terbelalak dan menjadi marah. Dan ketika lawan memaksanya dari tiga penjuru terpaksa Kun Houw menggerakkan Tangan Pedangnya membabat tiga lengan yang terjulur itu.

"Plak-des-dess!" dan Kun Houw benar-benar tidak kuat. Dia terdorong mundur, dan Mu Ba yang tertawa bergelak melancarkan pukulannya sudah kembali menyerang dengan seruan parau,

"Bocah, kau tak dapat menahan kami!"

Dan Kun Houw sudah susul-menyusul mendapat serangan lawan. Dia harus berlompatan dan mengelak ke sana-sini, menerima hujan serangan itu dengan Kiam-ciangnya. Mencoba bertahan sekaligus membalas. Tapi ketika lawan berpencar di tiga jurusan dan Kun Houw hanya dapat menghadapi yang ada di depan maka serangan di belakang akhirnya membuat Kun Houw terdesak. Dia memang dapat menangkis serangan dua orang lawan yang ada di depan dengan Tangan Pedangnva, balas menyerang dan mementalkan mereka. Tapi ketika lawan ketiga mengacau perhatiannya dengan serangan di belakang akhirnya Kun Houw menggigit bibir dan terdesak! Kun Houw mengeluh, dan ketika ganti-berganti orang yang ada di belakang itu berpindah tempat maka Kun Houw benar-benar terdesak dan menjadi marah.

"Mayat Hidup, kalian manusia-manusia curang...!”

"Ha-ha, kami memang bukan orang baik-baik, Kun Houw. Kenapa gusar? Sekarang terlambat bagimu untuk minta ampun. Kami akan merampas pedang dan jiwamu!"

Kun Houw mulai dikitari tiga orang lawannya itu. Berganti-ganti Mayat Hidup dan dua temannya berpindah tempat, memberi pukulan di belakang Kun Houw dengan gaya pukulan masing-masing. Sementara yang dua di depan menarik Kun Houw dengan serangan mereka. Dan ketika ganti-berganti Kun Houw menerima gebukan dari musuh yang ada di belakang dan dia sering mengeluh dan menggigit bibir akhirnya Kun Houw mencabut pedang.

"Mu Ba, kalian iblis-iblis tak tahu malu. Aku akan membasmi kalian. Bersiaplah...!” dan Pedang Medali Naga yang sudah diputar Kun Houw menerjang lawannya mendadak berputar cepat mengelilingi dirinya, membungkus dan naik turun dengan suara bersuitan, menangkis semua serangan yang ada di muka dan belakang, hebat dan cepat merupakan segunduk sinar yang berkeredep menyilaukan mata. Dan begitu Kun Houw mencabut pedangnya ini dan menangkis serangan lawan tiba-tiba saja Mu Bi berteriak kaget ketika daging pundaknya terkupas dibabat pedang.

"Hei-bret!" Mu Ba membanting tubuh bergulingan. Dia kaget bukan main oleh keampuhan pedang itu yang dapat melukai pundaknya padahal dia sudah memasang kekebalan! Dan sementara dia bergulingan menjauhkan diri maka Mayat Hidup juga berteriak keras ketika kuku jarinya dibabat putus tiga buah!

"Crat crat crat!"

Mayat Hidup melengking. Dia terpaksa melempar tubuh seperti yang dilakukan rekannya, dan ketika mereka melompat bangun dia melihat Hun Kiat hendak coba-coba menangkis pedang dengan tangan telanjang sekonyong-konyong mereka berteriak, "Hun Kiat, jangan....!"

Namun Hun Kiat terlampau sembroro. Dia mengandalkan kekebalan sinkangnya yang diperoleh dari Ciok thouw Taihiap itu, yang tadi dapat menerima Kiam ciang lawan tanpa terluka. Padahal tangan Kun Houw juga mirip sebatang pedang. Maka ketika dua gurunya berteriak dan Hun Kiat terlalu percaya pada dirinva sendiri maka saat itu juga Pedang Medali Naga menyambar jarinya membabat kelingking kanannya.

"Tes!" Dan Hun Kiat terbelalak. Dia hanya merasa kelingking kanannya tiba-tiba ringan. Tapi melihat darah muncrat dan sepotong jari tahu-tahu terlempar di udara dan jatuh di atas tanah tiba-tiba Hun Kiat berterik dan melempar tubuh bergulingan. Melihat betapa senjata di tangan Kun Houw membalik menyambar lehernya, cepat dan luar biasa sekali. Dan Hun Kiat yang terkejut oleh ketajaman Pedang Medali Naga lalu berjungkir balik dan berteriak pada gurunya, “Suhu, tolong….!"

Mu Ba dan Mayat Hidup sudah berkelebat. Mayat Hidup bahkan melempar logam bergeriginya, sejata rahasia yang dulu membuat Bu-tiong-kiam Kun Seng celaka. Dan Kun Houw yang beringas mendapat serangan logam bergerigi itu tiba-tiba membelokan pedangnya menangkis. Dan begitu pedung mengenai senjata rahasia ini maka logam itupun terbelah dua menyambar pemiliknya kembali.

"Mayat Hidup, terimalah.... cring-cring!"

Mayat Hidup terkejut. Dia melihat dua sinar hitam menyambarnya cepat, sinar dari logam bergerigi yang dibabat Kun Houw. Dan Mayat Hidup yang mengelak sambil mengebutkan lengannya itu tiba-tiba menjerit ketika satu sinar masih menyambar telinganya, merobek kuping!

"Cret!" Mayat Hidup marah. Dia langsung mencabut tongkat ularnya, tongkat kering yang selama ini disimpannya sebagai senjata tambahan, mencelos melihat telinganya hampir saja buntung. Dan berteriak keras menubruk ke depan tiba-tiba iblis ini menyerang dan berseru pada dua orang temannya, "Mu Ba, keluarkan senjatamu. Bocah ini terlalu berbahaya dihadapi dengan tangan kosong!"

Mu Ba sudah mengangguk. Dia memang telah mencabut senjatanya yang mengerikan, tengkorak anak-anak yang mendengung-dengung diputaran tangannya. Dan Hun Kiat yang membalut lukanya dan sudah maju ke depan juga mencabut pedang yang selama ini jarang dipakai, membentak dan berapi-api memandang Kun Houw. Dan begitu guru dan murid ini menerjang membantu Mayat Hidup maka Kun Houw sudah diserang dari tiga jurusan, menerima hantaman atau tusukan pedang atau tongkat di tangan Mayat Hidup.

Dan Kun Houw yang melengking menyambut terjangan ini tiba-tiba mengeluarkan Ba tong Kiam-sutnya (Silat Pedang Dalam Kabut) yang hebat itu, yang membuat tubuhnva lenyap di balik gulungan pedang yang membentuk kabut! "Mayat Hidup, aku akan membasmi kalian...!"

Mayat Hidup tak menjawab. Dia sendiri sudah memekik dan menyambarkan tongkatnya itu, menyerang bertub-tubi, dibantu pula dengan tangan kirinya yang melancarkan Coan-kut ci. Sedang Mu Ba yarg mainkan tengkorak anaknya dengan serangan dahsyat hingga membuat angin menderu-deru masih disusul pula oleh permainan pedang di tangan Hun Kiat, hebat dan ganas sekali mengeroyok Kun Houw. Tapi Kun Houw yang dapat menutup diri dengan putaran pedangnya yang cepat ternyata dapat melindungi diri dengan baik.

Kun Houw mainkan Bu-tiong Kiam-sut dengan sempurna, hampir tak ada titik yang dapat ditembus. Dan ketika pertandingan terjalan semakin seru dan masing-masing pihak ingin merobohkan lawan dan pukulan-pukulan sinkang mulai pula dilancarkan untuk membantu serangan senjata maka pertempuran menjadi hebat dan sengit bukan kepalang. Kun Houw masih bertahan, memutar pedangnya membentuk gulungan kabut yang tak dapat diterobos lawan. Dan ketika Mu Ba mencoba memecah lingkaran pedangnya dengan sambaran tengkorak tiba-tiba justeru tengkorak di tangan raksasa tinggi besar itu yang pecah dan hancur berkeping-keping!

"Aih...!" Mu Ba berteriak keras, mengambil tengkorak barunya dan kembali menyerang. Dan ketika ganti Mayat Hidup mercoba menembus lingkaran pedang Kun Houw dengan tusukan tongkat ularnya maka saat itu jugalah iblis tinggi kurus ini terpekik ketika kepala tongkatnya putus terpenggal!

"Keparat, pedang di tangannya terlampau ampuh, Mu Ba. Kita sukar merobohkannya dengan cara begini!"

Mu Ba menggeram. Dia juga melihat kenyataan itu, melihat lawan tak dapat didekati karena permainan pedangnya yang hebat. Dan sementara mereka bingung oleh keadaan ini tiba-tiba pedang mencuat dari gulungan berkabut itu menyambar mereka.

"Cecak kering, awas...!"

Mu Ba sudah membanting diri bergulingan. Dia melihat rekannya itu juga melempar tubuh, tak berani menangkis karena maklum ketajaman pedang di tangan Kun Houw. Dan ketika mereka mereka melompat bangun dan kembali menyerang maju maka Kun Houw sudah menyambutnya dengan gulungan pedang yang kembali "membungkus" tubuhnya, tak dapat didekati. Dan sementara mereka berkaok-kaok marah maka saat itu pula Pedang Medali Naga mercuat untuk menusuk mereka, sejenak membuka gulungan pedangnya dan menutup kembali begitu gagal. Dan Mu Ba serta Mayat Hidup yang terbelalak oleh gaya permainan ini tiba-tiba menjadi gusar dan merasa diejek!

"Bocah, kau manusia tengik. Jahanam...!''

Tapi Kun Houw masih terus dengan caranya itu. Dia menutup diri bila diserang, dan ganti "membuka" bila menyerang. Tentu saja jadi seperti mempermainkan lawan-lawannya itu. Dan ketika untuk kesekian kalinya Mu Ba membentak dan menyambarkan tengkorak anaknya dengan penuh geram maka Hun Kiat yang sejak tadi mengerutkan kening melihat pertahanan Kui Houw tiba-tiba berteriak,

"Suhu, lepaskan am-gimu (senjata gelap). Serang bagian tengah!"

Mayat Hidup melengking. Dia tahu Hun Kiat bicara padanya, maka membentak dan melempar logam bergeriginya tiba-tiba Kun Houw diserang lima sinar hitam yang menyambar perutnya. Dan, bersamaan dengan itu tiba-tiba Hun Kiat melontarkan pedang dan menghantam pusar Kun Houw dengan Pukulan Darah Beracun.

"Cring-crirg-dess...!"

Kun Houw terlempar. Dia membabat semua senjata yang nenjerang bagian depan tubuhnya, termasuk senjata rahasia dan pedang Hun Kiat yang disambitkan padanya, mencelat dan entah jatuh kemana. Tapi sementara dia memutar pedang meruntuhkan pedang dan logam bergerigi tahu-tahu pukulan Hun Kiat mengenai bawah perutnya, membuat dia terlempar dan berjungkir balik dengan seruan keras. Dan ketika dia melayang turun dengan kaki masih di udara maka saat itulah Hun Kiat tertawa bergelak menusukkan jari mautnya.

"Suhu, serang tengkuk kirinya. Aku yang kanan...!"

Kun Houw terbelalak. Dia melihat Hun Kiat menusukkan Coan kut-cinya itu ke tengkuk kiri. Sementara Mayat Hidup yang terkekeh dan melancarkan serangan ke tengkuk kanannya dengan tongkat ular tahu-tahu sudah berkelebat di depannya dengan jarak yang amat dekat sekali. Tak dapat dia kelit. Dan masih tertegun oleh dua serangan guru dan murid itu tahu-tahu Mu Ba juga menyambarkan tengkorak bayinya ke dada Kun Houw sambil tertawa bergelak!

“Ha-ha, mampus kau, bocah!"

Kun Houw menggigit bibir. Dia benar-benar berada dalam keadaan terancam, masih melayang turun. Tapi Kun Houw yang membentak nyaring tahu-tahu menancapkan pedangnya dan menungging di atas tanah, sedetik saja, mencabutnya kembali dan tahu-tahu melakukan dua jurus berbareng dari tujuh inti ilmu silat pedangnya yang bernama Tit-te pai-seng (Menuding Bumi Menyembah Bintang) dan Heng-hun-po-uh (Awan Berarak Hujan Mercurah ), membabat dan berjungkir balik menyerampang. Dan begitu Kun Houw menyambut serangan lawannya ini tahu-tahu terdengar teriakan dan benturan keras di udara.

"Sing-plak-brett!”

Tiga orang itu terlempar. Mayat Hidup dan dua temannya berjungkir balik mematahkan benturan itu, berseru kaget ketika pedang di tangan Kun Houw tiba-tiba "pecah" seperti hujan, menangkis dan menyambut jari mereka dengan desing mengerikan. Dan sementara Kun Houw sendiri terpental oleh tengkorak Mu Ba yang mengenai dadanya maka Mu Ba juga keserempet lehernya oleh Heng-hun-po-uh yang merupakan ilmu simpanan itu, dua dari tujuh jurus inti Bu-tiong Kiam-sut yang hebat luar biasa. Dan begitu mereka melayang turun dan berdiri sama berhadapan maka Mu Ba dan Mayat Hidup yang pucat menyaksikan kelihaian pemuda ini bergoyang kakinya dan berseru kagum.

"Hebat, kau benar-benar seperti gurumu, bocah. Ilmu simpananmu itu luar biasa. Belum pernah kami lihat...!"

Tapi Kun Houw tak menghiraukan seruan ini. Dia merasa dadanya sesak, ampeg oleh hantammu tengkorak Mu Ba yang dahsyat. Dan Mu Ba yang melihat pemuda itu terhuyung memandang mereka tiba-tiba menyeringai girang dan kembali melompat maju. "Mayat Hidup, rupanya dia terluka. Ayo maju dan ringkus dia!"

Mayat Hidup terbelalak. Tadinya dia mulai gentar, ngeri oleh kehebatan jurus yang dilakukan pemuda ini. Tak tahu masih adakah simpanan lain yang "disembunyikan" murid Bu-tiong-kiam ini. Tapi melihat Kun Houw menggigil dan menekan dadanya tiba-tiba iblis ini terkekeh dan melompat maju. "Benar, dia rupanya tak kuat menerima hantaman tengkorakmu, Mu Ba. Ayo bunuh dan robohkan dia!"

Mu Ba tertawa bergelak. Dia sudah mengepung maju, memutar-mutar tengkorak bayi di tangannya dengan buas. Dan Mayat Hidup yang juga sudah melompat ke depan mengerotokkan jari-jarinya disusul Hun Kiat yang menggeram marah.

“Suhu dia tak boleh lolos. Kun Houw harus kita bunuh!"

"Heh-heh, tentu saja, Hun Kiat. Tapi mana pedangmu?"

Hun Kiat mengibas kedua lengannya. "Aku tak akan mempergunakan senjata, suhu. Tapi mempergunakan Pek-hong-ciang dan Soan-hoan-ciang yang aku pelajari dari Ciok-thouv. Taihiap!"

Kun Houw terkejut. Dia teringat bahwa selama ini Hun Kiat memang belum mengeluarkan ilmu-ilmu yang dia dapat dari Pendekar Kepala Batu, masih mempergunakan ilmu-ilmu dari dua iblis itu, Coan-kut-ci dan Tok-hiat-jiu disertai beberapa ilmu lain dari guru-gurunya yang sesat. Baru mempargunakan kekebalan dan sinkang Ciok-thouw Taihiap. Dan tertegun mendengar Hun Kiat hendak mempergunakan Pek-hong-ciang (Pukulan Angin Putih) dan Soan-hoan-ciang (Kibasan Angin Taufan) yang amat diandalkan Pendekar Kepala Batu tiba-tiba Kun Houw sudah melihat lawannya itu merendahkan tubuh, memutar-mutar kedua lengan yang kian lama mengeluarkan suara mendengung mirip angin berhembus di sela-sela batu karang. Dan ketika kedua lengan Hun Kiat berobah menjadi putih keperakan dan berkeredep menyilaukan mata tiba-tiba pemuda itu membenak dan melompat maju.

"Kun Houw. terimalah.....!"

Kun Houw membelalakkan mata. Dia mendengar angin berkesiur dahsyat dan lengan lawannya itu menerjang dan berhembus dengan kekuatan luar biasa, mengibarkan bajunya dalam jarak dua tombak. Dan sementara Kun Houw membelalakkan mata oleh serangan ini tiba-tiba Mayat Hidup dan Sin thouw-liong Mu Ba juga menyusul, tertawa bergelak dengan suara menyeramkan, berkelebat membarengi serangan muridnya itu. Mu Ba dengan tengkorak mautnya sedang Mayat Hidup dengan Jari Perusuk Tulang-nya. Sama-sama ganas. Sama-sana mengerikan. Dan begitu tiga musuh kembali menerjangnya dengan dahsyat Kun Houw sudah merasa angin pukulan Hun Kiat tiba lebih dulu.

"Des!!" Kun Houw menangkis. Dia mengerahkan Jing-long Sin-kangnya itu untuk menahan Pek-hong-ciang, tergetar dan terbelalak melihat Hun Kiat terdorong dua tindak, kembali merendahkan tubuh dan membentak nyaring, mendorongkan kedua lengannya sambil melompat maju. Dan sementara dia tergetar oleh pukulan Pek hong-ciang ini maka Mu Ba dan Mayat Hidup telah tiba di depannya dengan sambaran tengkorak maut disusul tusukan jari Mayat Hidup yang menyambar tenggorokannya.

Terpaksa, Kun Houw melengking tinggi dan maklum bahwa dia harus mengeluarkan kepandaiannya yang paling puncak tiba-tiba Kun Houw berkelebat lenyap memutar pedangnya, mainkan jurus ke tiga yang disebut Bu-tiong boan-seng (Bintang Bertaburan di Dalam Kabut). Dan begitu Kun Houw menyambut terjangan lawannya ini mendadak pedang di tangannya meledak tiga kali di udara dan pecah menjadi ribuan batang, kerlap-kerlip bagai bintang berhamburan, indah dan luar biasa sekali.

Tapi Mu Ba dan Mayat Hidup yang tercengang oleh bintang-bintang yang berhamburan ini terkejut. Mereka kehilangan lawan, tak melihat di mana adanya Kun Houw karena pemuda itu telah dikelilingi cahaya kerlap-kerlip yang luar biasa banyaknya, ribuan bintang. Dan sementara mereka tercengang kebingungan lawan mendadak "bintang" yang berhamburan di udara itu menyambar mereka, jatuh demikian cepat dan tahu-tahu sudah berada di depan hidung. Dan Mu Ba serta temannya yang kaget bukan main tentu saja berteriak keras dan membanting tubuh bergulingan, menangkis sebisanya.

"Cring-dess!"

Dan Mu Ba menjerit ngeri. Dia masih dikejar oleh bintang yang berhamburan itu, putus tali tengkoraknya dan terlempar roboh, bergulingan menjauh dengan kaki terkuak lebar, luka digores pedang! Dan semenara iblis tinggi besar ini menjerit dengan luka di kakinya maka Mayat Hidup juga berteriak ketika tujuh kuku panjangnya yang masih tersisa putus dibabat pedang, buntung disambar ribuan cahaya bintang yang menyambar-nyambar itu, melukai pula ibu jarinya yang terkuak berdarah. Dan ketika dua orang ini berteriak kaget dan terbelalak pucat tahu-tahu Kun Houw telah menendang Mayat Hidup yang tertegun itu hingga tunggang-langgang.

Tapi Kun Houw juga membayar mahal. Dia memang betul telah melukai dua orang lawannya itu, di mana Mu Ba terpincang-pincang dan tak, mungkin bertanding lagi, harus merawat lukanya yang mengucurkan darah. Dan Kun Houw yang baru menyelesaikan Bu-tiong-boan-seng untuk merobohkan dua orang lawannya itu tiba-tiba mendengar pukulan Han Kiat yang menyambar kakinya. Kun Houw tak sempat mengelak, maklum dia baru saja menginjakkan kakinya di atas tanah. Maka ketika pukulan tiba dan Kun Houw melindungi dirinya dengan sinkang maka saat itu pula Kun Houw menerima sambaran Pek-hong-ciang.

"Dess!" Kun Houw terlempar jauh. Dia merasa kakinya remuk, jatuh menimpa pohon di belakangnya yang seketika tumbang, tak kuat menerima hantaman Pek-hong-ciang itu. Dan sementara Kun Houw mengeluh dan bangun dengan kaki terhuyung tahu-tahu Hun Kiat telah berkelebat mengejarnya dengan pukulan ke tiga, kali ini mengibas dengan pukulan Soan-hoan-ciang. Pukulan yang setingkat lebih tinggi dibanding Pek-hong-ciang! Dan Hun Kiat yang tertawa bergelak melihat kedudukan Kun Houw yang buruk sudah berseru penuh kepercayaan diri.

"Kun Houw, kau mampus kali ini...!"

Kun Houw terkesiap. Dia melihat serangan Hun Kiat memang hebat, menderu lebih dahsyat dan bergulung mirip angin pusaran, tak sempat lagi dia elakkan. Dan mencelos bahwa dia belum berdiri tegak dan pukulan sudah tiba maka Kun Houw menancapkan pedang di sebelah kakinya untuk menyambut dengan telapak terbuka, membentak mengerahkan Jing-liong Sinkangnya dengan sedikit buru-buru. Dan begitu dua lengan bertemu dan saling bentur di udara tiba-tiba terdengarlah ledakan yang mengguncang bumi.

"Blarr...!"

Kun Houw dan Hun Kiat terbelalak. Mereka masing-masing tergetar, merasakan betapa hebatnya pertemuan sinkang itu. Terutama Kun Houw yang sepenuhnya menghadapi sinkang lawan jang didapat dari Ciok-thouw Taihiap, jadi seolah menghadapi Pendekar Kepala Batu sendiri yarg berpindah raga. Merasa betapa hebat dan luar biasanya pukulan Soan-hoan-ciang itu. Tapi Kun Houw yang dapat bertahan dengan Jing-liong Sinkangnya dan kembali menunjukkan sinkangnya yang lunak namun penuh kemujijatan itu justeru membuat lawan terkejut.

Untuk ke sekian kalinya pula Hun Kiat merasa betapa sinkang yang dimiliki Kun Houw ini mirip dengan yang dimiliki Sin Hong, mampu menahan Soan-hoan-ciangnya yang dahsyat seperti dulu Sin Hong menghadapinya di Beng-san. Dan ketika perlahan-lahan namun pasti Kun Houw dapat memperbaiki diri dan dua lengan mereka yang saling tempel tiba-tiba mendoyong ke arahnya tiba-tiba Hun Kiat berteriak pada gurunya, mengacau konsentrasi lawan,

"Suhu, ambil Pedang Medali Naga itu. Biar Kun Houw kutahan!"

Kun Houw terkejut. Dia benar terpengaruh oleh teriakan Hun Kiat ini, melihat betapa Mayat Hidup melompat maju menyambar pedang, memecahkan perhatiannya, yang saat itu tak boleh tertarik pada hal-hal lain bila ingin meroboh kan Hun Kiat. Dan kalah oleh godaan yang dilancarkan lawan untuk memecah perhatiannya itu tiba-tiba Kun Houw mengeluh ketika balik terdorong mundur, kaget melihat kakinya tergeser dan doyong ke belakang!

"Keparat, kau licik, Hun Kiat. Kau tak tahu malu...!"

Tapi Hun Kiat tertawa mengejek. Dia melihat gurunya sudah membungkuk, terkekeh dan memainkan jarinya menyentuh gagang pedang, sengaja bersikap ayal-ayalan untak membuat konsentrasi Kun Houw semakin kacau. Tapi persis kakek ini meraba pedang tiba-tiba sebuah papan catur melayang menghantam pergelangan iblis itu.

"Mayat Hidup, tunggu. Masih ada aku di sini... plak!" dan Mayat Hidup yang terpental ke belakang tiba-tiba melihat munculnya seorang kakek yang terkekeh di depannya, berkelebat bersama seorang gadis cantik. Dua pendatang baru yang membuat Mayat Hidup terkejut. Dan belum dia memaki gusar tahu-tahu gadis yang ada di samping kakek itu sudah menerjangnya dengan kipas hitam dan jarum perak dengan bentakan tinggi.

"Mayat Hidup, bayar hutang ayahku!"

Mayat Hidup terbelalak. Dia melihat gadis cantik itu telah mengelilinginya dengan gencar, mengibas dan menusuk. Serangannya berbahaya dan jarum mematuk-matuk bagai paruh burung bangau, panjang dan runcing ke tujuh jalan darah di depan tubuhnya. Dan kaget tapi heran oleh gadis yang marah-marah kepadanya ini mendadak Mayat Hidup melompat mundur dan menampar.

"Bocah, siapa kau?"

Tapi gadis cantik itu tak takut tamparannya. Dia membentak dan menggerakkan kipas hitamnya, yang tiba-tiba meniup dan menyodok telapak tangannya. Dan belum kipas bertemu lawan tahu-tahu jarum juga sudah menyusul menyambar pelipis kakek iblis ini.

"Aii... plak-bret!" Mayat Hidup terkejut, kagum akan kecepatan gerak jarum tapi sudah merundukkan kepalanya menghindari tusukan jarum, yang lewat di atas kepalanya dan mengenai angin kosong. Dan sodokan kipas yang mengenai telapak tangannya terasa pedas menusuk tulang membuat kakek ini melompat jauh dan terbelalak.

'Kau siapa, bocah?"

Gadis ini masih menyerang. Ia terus mengejar lawannya yang melompat ke sana-sini. tak menjawab. Tapi kakek pertama yang muncul dengan serabgan papan caturnya tertawa nyaring dan melompat maju pula membantu gadis itu menyerang Mayat Hidup. "Ia cucuku, Mayat Hidup. Hok Lian yang dulu ayahnya kau bunuh di Bukit Pedang...!"

Mayat Hidup terkejut. Sekarang dia teringat siapa kiranya gadis itu. gadis cantik yang dulu masih merupakan seorang anak perempuan yang ikut di Bukit Pedang. Puteri Gin-ciam Siucai (Pelajar Berjarum Perak) Hok San yang tewas di tangannya. Dan ingat bahwa gadis ini ternyata puteri si Jarum Perak itu dan sekarang sudah berobah menjadi seorang gadis cantik yang menyerangnya marah, tiba-tiba iblis ini terkekeh dan menjadi girang.

"Bagus, kalau begitu kebetulan sekali, bocah. Aku juga dapat membunuhmu setelah mempermainkan dirimu!" dan berseru pada kakek di sebelah yang bukan lain Phoa-lojin adanya iblis ini berteriak, "Phoa lojin, kau juga ingin menuntut balas kematian muridmu itu? Heh-heh, kau tak akan berhasil, tua baagka. Sebaiknya pulang saja dan tinggalkan cucumu ini di sini...!"

Kakek Phoa tertawa. Dia tak menjawab ejekan itu dan terus menyerang, sudah mengambil papan caturnya dan bertubi-tubi mengemplang, membantu cucunya untuk mendesak lawannya ini. Dan ketika Mayat Hidup terhuyung dan kaget menerima serangan serangan yang ganas dari dua orang lawannya itu terutama Hok Lian yang bernafsu untuk membunuhnya tiba-tiba Mayat Hidup terdesak dan mulai gugup.

Ternyata gadis cantik itu memiliki kepandaian jauh lebih tinggi dibanding ayahnya dulu. Kipas dan jarum peraknya berkelebatan cepat menyambar-nyambar ke semua arah, mulai dari kepala sampai ujung jari kakinya. Dan ketika tamparan sinkangnya mampu ditahan lawannya itu dan Hok Lian mampu membalasnya dengan sama baik tiba-tiba Mayat Hidup tertegun dan kaget juga.

Apalagi ketika Phoa-lojin membantu cucunya itu, membuat sibuk dengan kemplangan atau sambaran papan caturnya yang mau tidak mau harus membagi konsentrasinya menghadapi lawan. Dan ketika benar beberapa jurus kemudian dia kewalahan dan melotot menghadapi serangan yang bertubi-tubi itu tiba-tiba saja Mayat Hidup terdesak!

"Keparat, cucumu ini cukup hebat, Phoa lojin. Latihan apa yang kau berikan padanya hingga mirip harimau betina ini?"

Phoa-lojin terkekeh. Dia kembali tak menjawab selain meneruskan serangannya yang gencar itu, tak mau nemberi tahu bahwa kehebatan yang dimiliki Hok Lian itu sesungguhnya atas kebencian dan dendamnya yang besar terhadap lawan, yang membuat gadis itu luar biasa tekun dan tak kenal lelah berlatih, yang tentu saja membuat kepandaiannya meningkat pesat melebihi ayahnya sendiri.

Dan karena Mayat Hidup sebelumnya juga sudah terluka dan sepuluh kuku jarinya sudah dipapas buntung tak dapat dipergunakan sebagai senjata lagi maka beberapa detik kemudian iblis ini terdesak hebat. Dia mulai menerima tusukan jarum, napasnya terengah dan matanya semakin melotot, bahkan kipas mulai pula mengenai mukanya, menyabet membuat kulit mukanya seakan dibeset. Pedih dan nyeri! Dan Mayat Hidup yang kecut oleh kenyataan ini tiba-tiba berteriak,

"Mu Ba, bantu aku. Bunuh yang tua ini..!"

Namun Mu Ba menyeringai. Dia tak dapat maju karena lukanya, terpincang-pincang melihat pertandingan itu. Dan melihat Hun Kiat juga terdesak karena Kun Houw kini merasa lega mendapat bantuan dan dapat mengkonsertrasikan diri menghadapi lawan tiba-tiba raksasa ini justeru bertanya pada muridnya,

"Hun Kiat, apa yang hurus kulakukan? Ji-suhumu kerepotan, aku tak dapat membantu kalian!"

Hun Kiat melirik sekejap. Dia memang melihat gurunya nomor satu tidak dapat maju, kakinya membuat gerakannya kaku. Tak mungkin berhasil membantu kawan. Dan melihat bahwa seorang gadis cantik dan seorang kakek tua datang membantu Kun Houw dan kini mendesak gurunya nomor dua tiba-tiba Hun Kiat menjadi geram. Sebenarnya, dengan Pek-hong-ciang dan Soan-hoan-ciang dia dapat melawan Kun Houw lebih baik.

Artinya, dengan ilmu warisan Ciok-thouw Taihiap itu dia dapat menghadapi Kun Houw lebih hebat, meskipun Kun Houw tak dapat didesaknya lebih jauh karena murid Bu-tong kiam itu memang benar-benar hebat dan diam-diam membuatnya penasaran, terutama sinkang Kun Houw yang mirip sinkang Sin Hong itu, sinkang yang lembut namun dahsyat. Dan Hun Kiat yang melihat keadaan tiba-tiba berobah tidak menguntungkan bagi pihaknya tiba-tiba membentak keras melepaskan diri.

"Suhu, mundur....!"

Hun Kiat menarik lepas telapaknya. Dia mengambil keputusan cepat yang agak berbahaya, menarik pukulannya dan membiarkan pukulan lawan menghantam dadanya, tak terhalang lagi dan meluncur deras ke depan. Tapi Hun Kiat yang sudah membanting tubuh bergulingan ke kiri dan melompat bangun menjauhi lawan sudah mendengar pukulan Kun Houw mengenai pohon di belakangnya.

"Bress....!"

Kun Houw terbelalak marah. Dia melihat pohon itu patah, roboh dan menghalangi pandangan. Dan sementara dia membentak dan melompat mundur menghindari timpahan ranting dan daun daun yang berkerosak menimpa tanah maka saat itu Hun Kiat menyambar gurunya dan membokong Phoa-lojin yang sedang menyerang Mayat Hidup, menendang pula ke pinggang Hok Lian yang sedang bertempur.

"Ji-suhu, lari...!"

Phoa-lojin dan Hok Lian terkejut. Mereka membentak ketika Hun Kiat menyerang dengan curang, membokong mereka. Dan mereka yang terpaksa memutar tubuh untuk menangkis segera terpekik ketika Hun Kiat merobah pukulan menjadi totokan.

"Hei...!" namun Phoa-lojin keburu terpental. Dia tadi menggerakkan papan caturnya untuk menangkis, membentur tenaga lawan yang dahsyat dan membuat dia berseru kaget Dia gementar dan melempar tubuh bergulingan maka Hok Lian juga terkejut ketika kipas hitamnya robek, menangkis totokan Hun Kiat yang mencoblos senjatanya. Dan ketika dia melompat mundur untuk menyerang kembali tahu-tahu Hun Kiat telah menendang pundak gurunya nomor dua itu.

"Ji-suhu, lari….!”

Mayat Hidup mengumpat. Dia mendongkol. Hun Kiat berani menendangnya, membuat dia terpelanting tapi selamat dari serangan jarum perak dan kipas hitam yang tadi dilancarkan Hok Lian, melengking dan melompat bangun. Tapi melihat Hun Kiat berkelebat membawa Mu Bi akhirnya iblis ini mendengus dan pergi juga, menjejakkan kakinya melarikan diri. Dan begitu tiga orang ini melarikan diri maka Hok Lian berteriak marah.

"Mayat Hidup, kau belum membayar hutangmu....!"

Mayat Hidup terkekeh. Dia melempar logam bergeriginya ke belakang, menyambut tujuh sinar hitam ke arah Hok Lian. Dan Hok Lian yang tentu saja terkejut oleh serangan gelap ini memaki, membentak keras dan berjungkir balik menggerakkan kipas hitamnya. Tapi Hok Lian yang lupa bahwa kipas hitamnya telah robek dicoblos Hun Kiat menjadi kaget setengah mati ketika dua logam bergerigi "meloncat" masuk melalui lubang ini, terus menyambar dadanya tak dapat dia elakkan. Dan Hok Lian yang menjerit oleh kejadian tak disangka-sangka ini sudah pucat mukanya.

Namun sebatang pedang berkeredep menyilaukan mata. Hok Lian hanya melihat dua cahaya berkelebat dari samping, memotong atau "menggunting" dua senjata rahasia yang menyambar dadanya. Dan ketika suara "cring-cring" dua kali lenyap menghentikan ketegangan maka Hok Lian mclihat dua logam bergerigi itu telah runtuh di atas tanah, terpotong menjadi empat bagian! Dan ketika Hok Lian menoleh maka dilihatnya pemuda tampan yang tadi bertanding melawan Hun Kiat sudah menjura kepadanya, memasukkan pedang dengan sikap tenang.

“Nona, terima kasih. Kedatangan kalian benar-benar tepat sekali!"

Hok Lian tertegun. Dia terkejut melihat pertolongan ini, maklum dia nyaris roboh oleh senjata gelap Mayat Hidup. Tapi mendengar orang berterima kasih kepadanya mendadak Hok Lian cemberut dan mundur setindak. "Siauw-cut, apa-apaan ini? Bukankah aku yang harus berterima kasih padamu? Lupakah kau kepadaku?"

Kun Houw tertegun. "Kau mengenal nama kecilku, nona?"

"Tentu saja. Bukankah kita pernah bertemu di Wu-kian?"

Dan belum Kun Houw teringat benar maka Phoa-lojin yang sudah berkelebat di samping mereka menegur tertawa, "Siauw-cut, dia bocah Hok Lian. Gadis yang dulu terjebak di dalam patung itu!"

Dan Kun Houw yang seketika teringat jelas tiba-tiba tertawa. "Ah kau kiranya, Hok Lian? Dan kau sudah demikian dewasa? Ah, pangling aku. Kau sudah berobah sebagai gadis yang cantik!"

Hok Lian yang tersipu cemberut tiba-tiba jengah mukanya. Dia malu tapi juga girang. Girang oleh pujian Kun Houw. Dan kakek Phoa yang tertawa menyambar lengan cucunya memandang pemuda ini. "Siauw-cut, bagaimana kau masih hidup setelah ledakan di Bukit Pedang itu? Bagaimana pula dengan si jago pedang itu?"

Kun Houw tiba-tiba muram. “Suhu tewas, locianpwe. Kami menyelamatkan diri di lubang bawah tanah."

"Ah, dan kau telah mewarisi kepandaian jago pedang itu, Siauw-cut, Kau..."

"Maaf, aku telah diberi nama baru oleh mendiang guruku, locianpwe. Aku kini bernama Kun Houw dan tidak mempergunakan nama lama itu.” Kun Houw memotong, membuat Phoa-lojin dan Hok Lian terbelalak. Tapi tersenyum lebar tiba-tiba kekek ini memainkan papan caturnya.

"Hm. kau mempergunakan she gurumu itu, anak baik? Kau kini bernama Kun Houw?"

"Ya, begitu yang dikehendaki mendiang suhuku, locianpwe. Aku sekiligus diangkat anak di samping menjadi muridnya!"

"Ah, pantas kong-kong terkejut oleh silat pedangmu tadi, Kun Houw. Kong-kong bilang bahwa itulah Bu-tiong Kiam-sut!" Hok Lian berseru.

"Dan bagaimana kalian bisa mengenalku, locianpwe?"

"Karena kong-kong teringat bahwa kaulah satu-satunya orang yang terakhir dekat dengan jago pedang itu, Kun Houw!" Hok Lian kembali berseru. "Dan kami ternyata benar setelah melihat Pedang Medali Naga di tanganmu!"

"Hm," Kun Houw mengerutkan alis. "Apa maksud kata-katamu terakhir itu, Hok Lian?"

"Heh-heh," kakek Phoa kali ini bicara. "Kami orang-orang Ho-han-hwe telah mendengar bahwa kau yang mendapatkan warisan pedang keramat itu, Kun Houw. Dan karena konon kabarnya kau dianggap sebagai wakil Pangeran Kou Cien maka semua anggauta Ho-han-hwe akan tunduk kepadamu!"

"Ah," Kun Houw terkejut. "Tapi aku tak memiliki hubungan dengan perkumpulan kaum patriot itu, locianpwe. Dan juga tak mungkin aku bersahabat dengan mereka!"

"Eh," kakek Phoa membelalakkan mata. "Kenapa begitu, Kun Houw? Apa yang menjadi alasanmu?"

"Karena ketua Ho han hwe adalah Pendekar Gurun Neraka, locianpwe. Dan aku memusuhi pendekar ini!"

"Hm, urusan pribadi?"

"Ya."

"Kalau begitu apa urusan itu kalau aku boleh tahu, Kun Houw? Apalah persoalan ibumu?”

Kun Houw menggeleng gelap. "Aku segan menceritakannya pada orang lain, locianpwe. Cukup bila kukatakan bahwa Pendekar Gurun Neraka adalah musuhku!"

Hok Lian tiba-tiba melompat maju. "Kun Houw, kalau urusan pribadi mengganjal hatimu sebaiknya selesaikan pula urusan itu secara pribadi. Sekarang kepentingan umum harus didahulukan. Maukah kau membantu kami?"

"Apa yang kau minta, Hok Lian?"

"Membantu orang-orang Ho-han-hwe menyelamatkan para tokohnya!"

"Hm..." Kun Houw tertawa mengejek. "Sudah kubilang aku tak mungkin bersahabat dengan Ho-han-hwe, Hok Lian. Kenapa kau minta yang aku tak dapat melakukannya?"

"Tapi ini demi kepentingan umum, Kun Houw. Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin ditangkap orang orangnya Fu Chai bersama tiga orang temannya yang lain!"

"Siapa mereka?''

"Fan-ciangkun dan...." Hok Lian tiba-tiba berhenti, tertegun untuk menyebut nama Sin Hong dan Bi Lan, dua orang putera-puteri Pendekar Gurun Neraka. Dan Kun Houw yang melihat orang berhenti bicara tiba tiba melihat kakek Phoa tersenyum padanya, memasukkan papan caturnya.

"Kun Houw, peristiwa besar telah menggegerkan Beng-san. Tidak dengarkah kau berita itu?"

"Tentang apa, locianpwe?"

"Tentang penangkapan tokoh-tokoh Ho han-hwe, Kun Houw. Bahwa dua orang putera-puteri Perdekar Gurun Neraka ditangkap bersama tiga orang lain, Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cin-jin serta Fan-ciangkun itu! Tidak dengarkah kau?"

Kun Houw menggelerg. "Aku tidak tahu, locianpwe. Tapi kukira aku juga tidak akan perduli. Apalagi mendengar keluarga Pendekar Gurun Neraka ditangkap!"

"Salah, justeru kau harus perduli mendengar penangkapan ini, Kun Houw. Bukankah gurumu termasuk kelompok kaum pendekar yang selalu menentang kejahatan? Dan kau sebagai muridnya harus membantu kaum pendekar, Kun Houw. Karena penangkapan itu diprakarsai So-beng yang membunuh gurumu. Juga muncul dua iblis baru yang bernama Siang-mo ji-bin!"

Kun Houw tidak tergerak, "Aku tak suka melibatkan diri dalam percakapan ini, locianpwe. Sangkut paut nama Pendekar Gurun Neraka membuat aku enggan bicara. Sudahlah, sekarang apa yang hendak kalian lakukan dan kemana locianpwe mau pergi? Bagaimana muncul tiba-tiba di tempat ini?”

"Aku mendapat perintah Naga Bongkok untuk mencarimu, Kun Houw. Katanya kau baru dari Beng-san ketika menghormat peti jenazah Ciok-thouw Taihiap."

"Apa perlunya?" Kun Houw heran. "Dan kau juga ada di sana waktu itu, locianpwe?"

"Tidak. Aku terlambat mengetahui tewasnya Ciok-thouw Taihiap, Kun Houw. Aku datang secara kebetulan saja ketika bertemu Naga Bongkok itu. Katanya kau pernah berjumpa dengan muridnya itu dan berkenalan dengan baik."

"Sin Hong?"

“Ya."

Kun Houw tiba-tiba tertawa mengejek. "Locianpwe, sebaiknya tak perlu kembali mengulang-ulang menyebut nama keluarga musuhku itu. Memang betul aku pernah bertemu muridnya itu. Tapi sepuluh tahun yarg lalu. Ada apa Naga Bongkok menyuruhmu untuk mencariku?"

"Kau diminta datang malam ini ke kota Wu-kian, Kun Houw. Ada sesuatu yang ingin dimintakan pertolongannya darimu."

"Untuk apa?"

"Urusannya tak kuketahui, Kun Houw. Tapi penting!"

"Hm," Kun Houw menjengek. "Aku masih ada itu urusan prbadi, locianpwe. Aku masih akan mengejar seseorang malam ini!"

"Siapa?”

Kun Houw tak menjawab.

"Boleh kubantu, Kun Houw?"

Kun Houw menggeleng. "Terima kasih. Tak perlu, locianpwe. Aku dapat melakukannya seorang diri."

"Dan kau benar-benar tak dapat membantu kami menyelamatkan lima orang tawanan itu, Kun Houw?" Hok Lian tiba-tiba maju bicara, mengerutkan keningnya dan memandang Kun Houw dengan tajam.

Tapi Kun Houw yang tersenyum mengejek tetap menggelengkan kepalanya. "Maaf, aku belum tergerak membantu orang-orang itu. Hok Lian. Apalagi ada dua orang keluarga Pendekar Gurun Neraka di sana! Bukankah ayah ibunya akan maju menyelamatkan putera-puterinya?"

"Betul, tapi tawanan dikawal pasukan besar berjumlah tiga ribu orang, Kun Houw. Mana mungkin membebaskannya kalau tidak dibantu orang-orang pandai? Pendekar Gurun Neraka dan dua isterinya tak cukup bila bekerja seorang diri. Tapi yang penting, kau tujukan saja pertolonganmu pada tiga orang yang lain itu, Fan-ciang-kun dan Bu Wi Hosiang serta Thian Kong Cin-jin. Tentu kami orang-orang Ho-han-hwe akan berterima kasih sekali."

"Hm," Kun Houw tetap menggeleng. "Aku tak dapat melakukannya, Hok Lian. Nama Pendekar Gurun Neraka masih ada di situ!"

“Tapi ini bukan urusan pribadi, Kun Houw. Ini urusan kaum pendekar yang banyak bergabung di Ho-han-hwe itu!"

"Tak perduli. Aku enggan melakukannya selama musuhku ada di sana, Hok Lian. Tak perlu memaksa atau membujukku lagi!"

Hok Lian marah. Ia mau memaki, tapi kakek Phoa yang tertawa lebar tiba-tiba menepuk pundak cucunya. "Baiklah, kami tak bermaksud memaksamu, Kun Houw. Kalau kau tak dapat membantu kami sudahlah, kami tak akan kecewa. Hanya kami menyesal kau tak melakukan satu pekerjaan mulia. Hal yang tentu akan dilaksanakan gurumu kalau dia masih hidup!” lalu, memandang cucunya kakek ini berkata, "Hok Lian, urusan kita selesai. Rupanya Kun Houw masih ada satu pekerjaan sendiri. Mari kita pergi...!"

Hok Lian cemberut. "Baiklah, kau benar, kek. Kalau Kun Houw tak mau membantu kita memang tak perlu kita memaksa. Mari kita pergi!" dan Hok Lian yang memutar tubuhnya berkelebat pergi sudah meninggalkan Kun Houw tanpa banyak cakap lagi. Kakek Phoa juga menyusul cucunya, dan begitu dua orang itu bergerak memasuki hutan maka lenyaplah mereka meninggalkan Hun Houw yang termangu-mangu sendirian.

"Kun Houw, kau akan menemui sebuah kesulitan besar dalam hidupmu Berhati-hatiIah!"

Kun Houw tertegun. Dia mendengar seruan kakek Phoa yang lenyap dikejauhan sana itu, tapi tersenyum sinis dia mengangkat pundaknya dan berkelebat pula meninggalkan tempat itu. Menuju ke barat berlawanan arah dengan jalan yang diambil Hok Lian dan kakeknya. Dan Kun Houw yarg tak menggubris kata-kata Phoa-lojin tentang peringatan dirinya sudah melupakannya begitu saja tanpa menyadari bahwa dia benar-benar akan terjebak dalam sebuah kesulitan besar!

* * * * * * * *

Malam itu Kun Houw sudah memasuki istana. Dia menyelinap dengan gampang melalui penjagaan para pengawal yang tak banyak berarti baginya. Dan ketika dia mengintai ke gedung dimana Mu Ba dan teman-temannya tinggal Kun Houw tertegun. Dia tak melihat siapa pun di situ. Suasana gedung sunyi. Dan Kun Houw yang menjadi heran tiba-tba melihat dua orang pengawal muncul, memasuki lorong di tengah gedung.

"Liao Ti, benarkah para tawanan ditangkap Ok-siocia dan kini sedang dalam perjalanan?”

Pengawal ke dua mengangguk. "Memang benar, Ma-twako. Dan kabarnya Kui Hoa-niocu berhasil memimpin tugas itu membawa lima orang tawanan. Mereka sudah tiba di Wu-kian, kabarnya besok akan memasuki kota raja dan menghadap sri baginda!"

"Dan benarkah putera-puteri Pendekar Gurun Neraka tertangkap?'

Pengawal ke dua tertawa. "Betul, Ma-twako. Dan kabarnya sri baginda akan mengambil gadis yang cantik ini untuk menjadi selirnya. Memaksa agar Pendekar Gurun Neraka tunduk dan tidak memusuhi kerajaan!"

"Tapi tahukah baginda kecantikan gadis itu?"

"Ha-ha, puteri Pendekar Gurun Neraka tentu cantik, twako. Juga lihai dan gagah perkasa! Tidakkah kau dengar kehebohan yang ditimbulkan gadis ini di kota Ye-kiang? Dia mengakibatkan Lao-ciangkun bunuh diri karena malu diarak sekeliling kota!"

"Ya, dan sri baginda kabarnya marah, Liao Ti. Sepak terjang gadis itu katanya merarik simpati rakyat kepada Ho han-hwe!"

Kun Houw melayang turun. Dia tersentak mendengar disebutnya nama Kui Hoa, gadis yang mengobati lukanya dengan menyedot hawa beracun itu, kenangan yang sesungguhnya tak dapat dia lupakan semenjak mulutnya dicium gadis itu! Dan ketika dua pengawal ini sudah tiba di bawahnya dan dia tak mau kehilangan mereka untuk mendengarkan percakapan tiba-tiba membuat dua pengawal itu terkejut ketika melihat Kun Houw muncul di depan mereka bagai seekor burung yang hinggap dengan kaki ringan.

"Hei, siapa kau?"

Namun Kun Houw bergerak cepat. Dia langsung mendapat tusukan tombak yang digerakkan dua pengawal itu, yang kaget dan marah bahwa seorang musuh datang mengganggu. Tapi Kun Houw yang menyelinapkan tangannya di bawah batang tombak tahu-tahu telah menangkap dan membetot senjata dua orang lawannya. Lalu begitu dia menghentak dan membalik tahu-tahu tombak telah ganti mengemplang dua pengawal itu dengan gagang menimpa kepala.

"Plak plak!"

Dua pengawal itu menjerit. Mereka terpelanting roboh, dan ketika melompat bangun dan mau berteriak memanggil bala bantuan tahu-tahu leher mereka telah ditempel mata tombak yang runcing dan siap menusuk.

"Berteriak berarti mati...!”

Dua pengawal ini tertegun. Mereka pucat, menggigil memandang Kun Houw yang membentak dingin. Dan ketika Kun Houw menekan lagi sedikit mata tombaknya ke leher mereka tiba-tiba dua pengawal itu mengeluh dan menjatuhkan diri berlutut "Ampun, kami.... kami tak akan melawan, siauw-hiap. Siapa kau dan apa perlumu ke mari?"

Kun Houw mendengus. "Aku mencari penghuni gedung ini, pengawal. Mana mereka dan di mana pula So-beng?"

"Ah..." pengawal di sebelah kiri terbelalak. "Penghuni gedung ini tak ada di tempat, siauw-hiap. Mereka ke Wu-kian atas perintah sri baginda!"

“Untuk apa?"

Pengawal itu menggigil. "Kami... kami tidak tahu, siauw-hiap.... kami..."

"Bohong! Kalian baru saja bicara tentang Wu-kian, pengawal. Apakah ada hubungannya dengan para tawanan?" Kun Houw momberontak. "Hayo bicara terus terang, kalau tidak kalian akan kubunuh!"

Dua pengawal itu akhirnya membenturkan jidat. "Ampun, kami... kami benar-benar tidak tahu, siauw-hiap. Tapi mungkin ada hubungannya dengan itu...!"

"Dan di mana So-beng?"

"Tak ada di sini. siauw-hiap. Dia bersama Ok socia pergi ke Beng-san untuk menangkap pemberontak!"

"Siapa?"

"Orang orang Ho-han hwe. Kabarnya mereka....”

Pengawal itu tiba-tiba menghentikan kata-katanya Kun Houw mendengar desir angin menyambar di belakangnya, lembut mirip sebatang jarum. Hampir tak terdengar telinga. Tapi Kun Houw yang melempar tubuh ke kanan tiba-tiba mendengar dua pengawal yarg ada di depannya itu menjerit ngeri, roboh terjengkang ditembus dua sinar putih yang entah apa, amblas di dahi mereka setelah luput menyampar Kun Houw. Dan ketika Kun Houw melompat bangun maka dilihatnya seorang laki-laki gagah berdiri dengan sikap penuh wibawa, mengebutkan lengan dan dingin memandangnya.

"Kun Houw, ada apa kau ke mari?"

Kun Houw terkejut. Dia belum mengenal laki-laki gagah ini, yang usianya sekitar empat-puluh tahun dan tampan, berpakaian sederhana namun rapi. Tapi Kun Houw yang tertegun melihat orang sudah mengenalnya justeru tersirap dan membelalakkan mati, tergetar melihat perbawa laki laki itu yang terasa kuat dan mendorongnya dengan sikap yang penuh wibawa.

Dan Kun Houw yarg baru melompat bangun menghadapi laki-laki ini tiba-tiba melihat ratusan bayangan muncul di balik kegelapan, bayargan pasukan pengawal yang tiba-tiba bergerak dan mengepung dirinya, muncul tanpa berisik bagai hantu dari balik kubur. Dua-ratus lebih! Dan Kun Houw yang tertegun oleh kepungan ini tiba-tiba melihat seorang perwira melompat maju, menundukkan kepalanya di depan laki-laki gagah, itu.

"Ciangkun, apa yang harus kami lakukan?"

"Hm, seret mayat dua tikus kecil itu, ciang-hu. Dan kalian tinggallah di tempat masing masing!"

"Baik!" dan Kun Houw yang melihat perwira itu mengambil mayat dua pengawal yang roboh binasa telah kembali ke tempatnya semula tanpa banyak bicara lagi, membershkan tempat itu dan berdiri di barisan pengepung dengan sikap tegak, memandang Kun Houw yang menjadi sasaran semua orang yang menujukan matanya pada pemuda ini. Tapi Kun Houw yang tak gentar sedikitpun juga bahkan melompat maju, menghadap laki-laki itu.

"Maaf, kau siapakah. ciangkun? Kenapa melakuknn kecurangan degan membokong orang lain?" Kun Houw bertanya, menyebut "ciangkun" pula seperti yang dilakukan perwira tadi.

Dan laki-laki gagah yang bersikap dingin itu tiba-tiba tersenyum, senyum mengejek. "Kun Houw, sehariusnya aku yang bertanya kepadamu kenapa kau masuk ke tempat ini secara gelap. Apa maksudmu dan atas suruhan siapa kau datang ke mari?"

"Hm, aku datang atas suruhan hatiku sendiri, ciangkun. Aku ke mari untuk mencari Mayat Hidup!"

"Dan juga So beng?"

"Ya," Kun Houw terkejut. "Dari mana kau tahu? Siapa kau?"

Laki laki ilu tertawa dingin. "Aku ayah Ok Kui Hoa, Kun Houw Kabarnya kau telah berkenalan dengan puteriku itu."

"Oh, kau.... kau Ok-ciangkun?"

"Ya."

"Ah!" dan Kun Houw yang mundur setindak tiba-tiba tertegun dan memandang laki-laki gagah itu dengan mata tak berkedip. Baru tahu inilah Panglima Ok yang lihai itu, yang konon katanya memiliki kepandaian tinggi dan kebal racun. Amat hebat! Dan Kun Houw yang tergetar memandang laki-laki berpakaian saderhan ini tiba tiba mendelong dan sedetik tak mampu mengeluarkan suara.

"Kenapa, Kun Houw?"

Kun Houw terkejut. Buru-buru dia menekan guncangan hatinya, merah teringat bahwa inilah ayah Kui Hoa, gadis yang membuatnya berperasan tak keruan dan gugup. Tapi Kun Houw yang ingat bahwa kabarnya panglima ini adalah juga suheng (kakak seperguruan) Iblis Penagih Jiwa tiba-tiba mengeraskan sikap dan memandang marah.

"Ok-ciangkun, aku ke mari memang benar mencari Mayat Hidup dan So-beng. Benarkah mereka tak ada di sini seperti yang dikatakan dua orang pengawal yang kau bunuh itu?"

"Hm, mereka terbunuh karena kau berkelit, Kun Houw. Kalau tidak tentu aku tak akan kehilangan mereka. Kau dapat kutangkap untuk kesalahan ini!"

Kun Houw tertawa mengejek. "Cangkun, aku tak biasa menerima gertakan. Siapa sudi kau tangkap? Dan mungkinkah kau dapat menangkapku?'

"Hm, tak perlu sombong, anak muda. Aku tentu dapat menangkapmu kalau aku mau!"

"Mengandalkan pula pasukanmu itu?"

"Tidak, mereka hanya menjaga agar kau tidak melarikan diri, Kun Houw. Dan kalau kau tidak percaya cobalah."

Kun Houw panas. Dia melihat panglima ini mengebutkan lengannya, memberi jalan pada Kun Houw, menyuruh Kun Houw membuktikan omongannya untuk melarikan diri! Tapi Kun Houw yang entah kenapa malu melarikan diri dengan sikap pengecut tiba-tiba menjengekkan hidung dan berkata, "Ok ciangkun, aku tak biasa melarikan diri sebelum bertanding. Sekarang buktikan saja kalau kau dapat menangkap aku, tanpa pengawal!"

"Kau mau bertaruh?"

"Bertaruh macam apa?"

“Yang kalah tunduk pada menang, Kun Houw. Kau berani mererima taruhan ini?"

Kun Houw tertegun. Dia berdebar juga melihat ketenangan lawannya itu, yang mau tak mau membuat dia terpengaruh juga, tergetar dan merasakan bahwa laki-laki ini memiliki perbawa yang tinggi, kuat den meyakinkan. Sikap yang hanya dipunyai orarg-orang yang hebat. Orang-orang jang percaya pada diri sendiri! Dan Kun Houw yeng sejenak terguncang oleh tantangan ini tiba-tiba menarik napas menenangkan hatinya.

"Bagaimana, Kun Houw? Kau berani menerimanya?"

Akhirnya Kun Houw mengangguk. "Boleh. Tapi syaratmu terlalu umum, ciangkun. Aku tak mau menerima taruhan itu bila tidak dibatasi...!"

"Hm, kau takut?"

Kun Houw merah mukanya. "Bukan begitu, ciangkun. Tapi taruhan ini harus memberi kebebasan pula pada yang kalah. Kalau tidak tentu yang menang akan menjadi sewenang-wenang."

Lelaki itu tertawa dingin. "Agaknya kau merasa kalah, Kun Houw. Kenapa harus diembel-embeli segala macam omongan kosong? Yang kalah tetap kalah. Dia harus tunduk pada yang menang. Tapi kalau kau ada syarat khusus, bolehlah kau ajukan! Apa permintaanmu?"

Kun Houw tersinggung. "Aku tidak minta macam-macam, ciangkun. Tapi yang menang boleh minta tiga macam pada yandakalah. Artinya, kalau aku yang menang maka kau harus memenuhi tiga macam permintaanku. Sedang kalau..."

"Kalau kau jang kalah biar ku minta dua macam saja permintaan padamu, Kun Houv. Aku sebagai yang tua harus mengalah padamu!" lelaki itu memotong, membuat Kun Houw terbelalak dan marah. Tapi belum dia menjawab tiba-tiba panglima ini telah mengulapkan lengannya dan berseru, "Nah, cabut pedangmu, Kun Houw. Biar aku melihat Bu-tong Kiam-sut yang kau warisi dari gurumu itu!"

Kun Houw tertegun. Dia melihat orang bersiap-siap, memandangnya tenang dan penuh kepercayaan diri, menyuruh dia mencabut senjata padahal lawan bertangan kosong. Dan Kun Houw yang bangkit harga dirinya oleh sikap panglima tiba-tiba berseru, "Ok-ciangkun, aku tak biasa menyerang lawan yang bertangan kosong. Kalau kau ingin aku mencabut pedang maka cabutlah pula senjatamu. Kita boleh mulai!"

Panglima itu tertawa mengejek. "Aku tak biasa menarik kata-kataku, Kun Houw Sebaiknya keluarkan pedangmu dan seranglah. Aku sudah memperhitungkan kepandaianmu!"

Kun Houw marah. Dia benar-benar tersinggung oleh ucapan ini, kalimat terakhir yang menyatakan lawannya itu sudah memperhitungkan kepandaiannya, jadi merendahkan dan menganggap dia masih berada di bawah lawan. Tapi Kun Houw yang tetap tak mencabut pedang kalau lawan bertargan kosong tiba-tiba membentak dan mulai menyerang, mempergunakan Kiam-ciang atau Tangan Pedang sebagai gantinya senata.

"Ok ciangkun, jaga dirimu baik-baik. Awas aku mulai serang!” lengan Kun Houw yang mendesir bagai sebatang pedang tiba-tiba menyambar ke depan, membacok muka lawan tanpa banyak bicara lagi, didororg oleh kemendongkolan dan kemarahan Kun Houw oleh sikap lawan yang memandang rendah. Tapi Ok ciangkun yang tertawa dari hidung tiba-tiba menggerakkan pula tangan kanannya dari atas ke bawah, menangkis perlahan.

“Kun Houw, sebaiknya tak perlu sungkan-sungkan. Kerahkan semua kepardaianmu...plak!”

Dan Kun Houw yang membentur tangan yang dingin dari lawannya itu tiba-tiba berseru kaget ketika lengannya menempel, disedot oleh tenaga luar biasa kuat yang meluluhkan Tangan Pedangnya, menembus gumpalan hawa semacam kapas. Dan Kun Houw yang kaget oleh pertemuan tenaga yang membuat Tangan Pedangnya terhisap itu sekonyong-konyong membentak, menendangkan kakinya sekaligus mcnarik balik tangannya itu. Dan begitu lawan melepas tangannya melompat mundur maka Kun Houw sudah berdiri dengan muka bcrobah.

“Im-bian-kun (Tenaga Kapas Dingin)...!"

Panglima itu tersenyum. "Kau mengenalinya, Kun Houw? Bagus, kau cukup berharga!" tapi Kun Houw yang sudah membentak dan menyerang lagi tiba-tiba berseru menggerakkan Tangan Pedangnya.

"Ok-ciangkun, jangan sombong. Kita baru mulai!" dan Kun Houw yang kembali mempergunakan Tangan Pedangnya menyerang lawan sudah bertubi-tubi membabat dan menusuk. Kun Houw kaget sejenak, tak mengira lawan memiliki ilmu yang bersifat lembut itu. Ilmu yang memang tepat dipergunakan menghadapi Kiam-ciang-nya yang keras.

Tapi Kun Houw yang bergerak mempergunakan Tangan Pedangnya kali ini tak mau ditangkis. Dia mengelilingi lawannya itu, bekelebatan mendahului lawan membacokkan Tangan Pedangnya. Dan begitu Kun Houw mengerahkan ginkang dengan tangan menyambar-nyambar tiba-tiba saja lawannya itu lenyap di balik gulungan tubuhnya yang "membungkus" panglima itu!

"Wah, hebat. Kau patut menjadi murid si jago pedang itu, Kun Houw. Tapi kau tak dapat merobohkan aku!"

Kun Houw mematikan pendengarannya. Dia terus bertubi-tubi menggerakkan Kiam-ciangnya, yang kini mendesing dan bersiutan menyerang lawan. Dan ketika lawan sibuk menangkis sana-sini tiba-tiba lawan seolah membiarkan satu serangan mengenai punggungnya.

"Crat!"

Kun Houw terbelalak. Tangan Pedangnya dengan tepat membacok punggung lawannya itu, mengeluarkan suara seperti pedang membacok tulang, atau segumpal daging. Tapi lawan yang sama sekali tak terluka oleh pukulannya itu bahkan membalikkan tubuh dan tertawa padanya, sedikit terdorong. "Kau mengandalkan Kiam-ciangmu untuk mengalahkan aku, Kun Houw? Ha-ha, tak akan sanggup. Sebaiknya keluarkan saja pedangmu itu dan tak perlu sungkan!"

Kun Houw marah. Dia terkejut dan penasaran. Dan ketika kembali bertubi-tubi dia menyerang dan lawan kembali menunjukkan kekebalannya yang aneh hingga. Tangan Pedangnya mental sekonyong-konyong lawannya itu berseru nyaring, "Kun Houw, sekarang keluarkan pedangmu!"

Dan sinar putih yang berkeredep menyambar dadanya tiba-tiba membuat Kun Houw menangkis dan mendorongkan lengannya. "Dess!" Kun Houw lerbelalak. Dia terdororg mundur o!eh pukulan aneh itu, pukulan tak dikenal tapi berhawa dingin. Dan sementara Kun Houw tergetar kaget tahu-tahu sebatang pedang menyambar lehernya dari tangan kiri panglima itu, yang entah kapan telah mencabut sebatang pedang yang bersinar kehijauan! Dan begitu Kun Houw terkesiap oleh serangan ini tahu-tahu pedang telah dekat di lehernya menyentuh kancing baju!

"Ah...!" Kun Houw membanting tubuh. Dia kaget bukan main oleh serangan pedang itu, dan ketika pedarg masih mengejarnya pada saat bergulingan tiba-tiba Kun Houw membentak dan mencabut Pedang Medali Naganya.

“Cringg....!" Dua sinar itu tiba-tiba berbenturan. Orang hanya melihat pedang di tangan Kun Houw yang bersinar putih bertemu dengan pedang di tangan Ok-ciangkun yang bersinar hijau. Dan begitu suara ini lenyap dan pedang di tangan Ok-ciangkun terpental akhirnya orang melihat panglima itu tertegun melompat mundur, memeriksa pedangnya.

"Hm, hebat pedangmu, Kun Houw. Cheng-liong kiam di tanganku luka bertemu Pedang Medali Naga...!"

Pedang Medali Naga Jilid 22

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 22
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
"KUN HOUW, lebih baik kau serahkan saja pedang di tanganmu itu baik-baik. Kami akan mengampunimu kalau kau tahu diri!'

"Hm siapa yang harus tahu diri, Mu Ba? Kaulah yang tak tahu malu. Kau telah membunuh guruku dan kini ingin merampas pedang!"

"Ha-ha, itu karena kebodohan gurumu sendiri, Kun Houw. Kalau dulu baik-baik dia serahkan Pedang Medali Naga tentu dia tak akan mampus dengan sia-sia!" dan Mu Ba yang memberi isyarat temannya tiba-tiba sudah disusul kekeh si Mayat Hidup yang mengepung Kun Houw.

"Benar, gurumu sombong pada waktu itu, bocah. Tapi kalau kau tidak mengulang kebodohan gurumu tentu kau tak perlu pula celaka di tangan kami. Sebentar, perlihatkan pedangmu itu kepada kami... trik!” dan Mayat Hidup yang menjentrikkan kuku jarinya tahu-tahu menyambar pedang di tangan Kun Houw tanpa banyak bicara lagi!

Tapi Kun Houw sudah siap. Dia menaruh kewaspadaan tinggi, dan melihat lawan menggerakkan lengan mencengkeram pedangnya tiba tiba Kun Houw membentak dan memutar tubuhnya. Lalu menendangkan kaki dengan seruan keras tahu-tahu Kun Houw membabat kuku jari lawannya itu.

“Mayat Hidup, awas!”

Namun terlambat. Mayat Hidup meremehkan Iawannya ini, belum pernah bertanding seperti halnya Mu Ba. Maka ketika Kun Houw mengelak dan membabat kuku jarinya dengan kecepatan kilat tahu-tahu dua jari iblis tinggi kurus itu disambar, putus kukunya yang panjang-panjang.

"Crat...!" Manyat Hidup berteriak kaget. Dia melompat mundur dengan muka berobah. Tapi melihat pedang masih mengejarnya dengan putaran melingkar mendadak kakek ini melengking dan berjungkir balik menjauhkan diri, terkejut bukan main bahwa Kun Houw memiliki ilmu demikian hebat. Benar-benar seperti gurunya. Dan robekan kain yang memberebet panjang disusul terkuaknya lengan baju iblis ini akhirnya membuat Manyat Hidup terbelalak dan turun dengan muka pucat, berseru kaget,

"Hebat, omonganmu tidak keliru, Mu Ba. Bocah ini benar-benar seperti gurunya dan cukup berbahaya...!"

Mu Ba tertawa mengejek. "Karena itu jangan remehkan dia, cecak kering. Akupun tak tahan kalau meringkusnya seorang diri!"

Mayat Hidup kembali maju dengan mata melotot. Dia siap menyerang lagi, tapi Hun Kiat yang melompat ke tengah mengibaskan lengannya. "Ji-suhu, twa-suhu, sebaiknya kalian menonton dulu di pinggir. Kalau aku dapat mengalahkannya tak perlu kalian maju!"

Kun Houw mendengus. "Bagus, dan kau akan menguji sinkang curianmu itu kepadaku, Hun Kiat? Kau menganggap kepandaianmu dapat mengatasi kepandaianku?"

"Ha-ha, kau rupanya tahu apa yang terjadi di Beng-san, Kun Houw. Memang tidak salah, aku ingin menguji sinkangku kepadamu. Bersiaplah!" Hun Kiat yang sudah membengkokkan kakinya itu tiba-tiba membentak, melepas pukulan Tok-hiat-jiu ke arah lawan.

Dan Kun Houw yang melihat lengan pemuda itu berwarna merah dan mengeluarkan bau amis tiba-tiba melompat ke kiri dan menggerakkan lengan kirinya, menangkis sambil mengerahkan sinkangnya, tidak takut akan pukulan Darah Beracun lawan yang berbahaya itu. Dan begitu dua lengan bertemu dan saling bentur dengan kuat tiba-tiba keduanya tergetar dan terdorong mundur.

“Dukk!"

Hun Kiat terkejut. Dia merasa tenaga yang aneh menahan pukulannya, lunak namun kuat, tenaga yang mirip dengan tenaga yang dimiliki Sin Hong! Dan Hun Kiat yang terbelalak memandang lawannya tiba-tiba tertegun dan mendesis. "Kau memiliki sinkang yang sama seperti yang dipunyai Sin Hong, Kun Hauw?"

Kun Houw terkejut. Dia tadi memang mengerahkan Jing-hong Sinkangnya itu, sinkang Menghimpun Seribu Naga. Sinkang yang dia peroleh dari manusia dewa Bu-beng Sian-su bersama Sin Hong ketika mereka berada di Gua Malaikat, hal kebetulan saja karena mereka memiliki keberuntungan yang sama. Maka mendengar Hun Kiat bertanya tentang hal itu dan Kun Houw ganti tertegun tiba-tiba Kun Houw tertawa mengejek dan tidak menjawab pertanyaan orang.

"Hun Kiat, rupanya kau gentar menghadapi kepandaianku. Apakah ini pernyataan takut?”

Hun Kiat tertawa. "Jangan kau sombong, Kun Houw. Aku tak pernah takut dan menyerah sebelum roboh binasa. Awas....!"-dan Hun Kiat yang sudah menyerang lagi dengan bentakan nyaring tahu-tahu melancarkan pukulannya ke dua dengan lebih berbahaya lagi. Hun Kiat melompat dan memutar kedua lengannva, berkerotok dan semakin merah bagai besi dibakar. Dan begitu melompat dan menerjang lawannya tahu-tahu Kun Houw sudah dikelilingi pukulan dan tamparan Hun Kiat, gencar dan bertubi-tubi tak kenal ampun!

"Kun Houw, hati-hati menjaga pedangmu...!"

Tapi Kun Houw mendengus menįhina. Dia memasukkan pedang melihat lawan menyerangnya dengan tangan kosong, tak mau bersikap curang mengandalkan senjata. Dan melompat serta bergerak ke sana ke mari menghindari serangan lawan tiba-tiba Kun Houw membalas dengan Tangan Pedangnya (Kiam-ciang ), ilmu yang dulu dia pakai menghadapi Mu Ba. Dan begitu bergerak serta membalas serangan Hun Kiat tiba-tiba kedua lengan Kun Houw sudah berobah seakan batang pedang yang keras dan tajam, menusuk dan membacok tubuh lawan seolah pedang sendiri, yang tak kalah ampuh dan berbahaya dengan sebatang pedang! Dan Hun Kiat yang mendengar suara berdesingan menyambar-nyambar dan lengan lawannya tiba-tiba terkejut dan menjadi kagum juga.

"Bagus, Kiam-ciang yang hebat, Kun Houw, luar biasa....!"

Namun Kun Houw tak menghiraukan pujian lawan. Dia terus membalas dan menangkis lawan, mempergunakan Kiam-ciang atau Tangan Pedang untuk mewakili senjatanya, menahan sekaligus mendesak lawan yang mempergunakan Tok-hiat-jiu yang berbau amis itu, pukulan beracun yang dapat membuat orang roboh dengan menghirup uapnya, yang memang berbahaya dan amat jahat. Tapi Kun Houw yang telah melindungi diri dan pernapasannya dengan sinkang yang diwarisi dari Bu-beng Sian-su akhirnya sedikit demi sedikit berhasil menghalau uap merah itu dan mendesak lawan!

"Keparat, kau hebat, Kun Houw. Tapi aku tak akan kalah!" Hun Kiat penasaran, terbelalak dan membentak lawannya itu dengan kaget ketika melihat kenyataan betapa pukulan Tok-hiat-jiunya terdesak, ambyar uapnya dan percuma menyerang Kun Houw. Dan Hun Kiat yang menjadi marah serta penasaran tiba-tiba memekik dan mengerahkan Cui-beng Gin-kangnya, mengganti Tok-hiat-jiu dengan Jari Penusuk Tulang!

"Kun Houw, aku akan membalasmu...!"

Kun Houw sedikit terkejut. Dia melihat tangan kiri Hun Kiat tiba-tiba berganti putih, hilang uap merahnya karena Hun Kiat telah mengerahkan Coan kut-cinya di tangan kiri itu, merobah Tok-hiat jiu dengan Jari Penusuk Tulang. Dan ketika Hun Kiat mengerahkan Cui-beng Gin-kangnya untuk berkelebatan menyerangnya tiba-tiba lawannya itu lenyap dalam gulungan hitam yang menyambar-nyambar!

"Bagus, kau juga hebat, Hun Kiat. Tapi aku akan bertahan!”

Kun Houw membentak keras, mengerahkan ginkangnja pula dan mengimbangi lawan dengan kecepatan yang sama. Dan begitu keduanya saling serang-menyerang tiba-tiba keduanyapun lenyap dalam dua gulungan bayangan yang satu sama lain tak mau mengalah. Hun Kiat melancarkan Jari Penusuk Tulangnya dengan tangan kiri, sementara tangan kanan yang masih bergerak dengan pukulan Tok hiat-jiu masih terus menyambar-nyambar dengan hebat. Dan ketika dia menggabungkan dua ilmunya itu dengan tangan kiri dan kanan tiba-tiba desakan Kun Houw dapat ditahan!

"Ha-ha, sekarang kau tak dapat sombong, Kun Houw. Aku dapat menahan Tangan Pedangmu!"

Kun Houw tak menjawab. Dia melihat lawannya itu memang hebat, berhasil mainkan gabungan Coan-kut-ci dan Tok-hiat jiu dengan amat baik menahan Tangan Pedangnya. Tapi Kun Houw yang mendengus tak menghiraukan ejekan lawan sudah menambah sinkangnya dan kembali menekan. menggerakkan Kiam-ciangnya dengan lebih cepat dan hebat. Dan ketika Kun Houw membentak dan menambah sinkangnya itu tiba-tiba kembali lawan dapat didesak!

Hun Kiat terkejut. Dia kini mundur terus didesak lawan, perlahan namun pasti terdorong oleh Tangan Pedang lawan yang hebat, mendesing dan menyambar-nyambar tubuhnya bagai sebatang pedang yang tajam. Dan ketika sekali dua dia lambat berkelit maka untuk pertama kalinya itu dia mulai "dicium" Tangan Pedang Kun Houw. Dan Hun Kiat mendesis, merasa kulit tubuhnya seakan dibacok atau diiris sebatang pedang. Dan ketika dia murdur-mundur dengan mata terbelalak dan bingung oleh serangan lawan yang ganas berbahaya maka untuk saat itu pula dia mulai banyak menerima tamparan Tangan Pedang.

Hun Kiat mulai terdesak hebat. Tapi perlawanannya yang gigih dengan dua gabungan ilmunya yang cukup ketat itu masih dapat melindungi dirinya. Sampai akhirnya, ketika Hun Kiat marah dan meraung karena tak dapat membalas serangan Tangan Pedang tiba-tiba pemuda ini membentak dan melompat mundur, jauh dua tombak sambil menghentakkan kakinya, "Kun Houw, berhenti. Aku adalah raksasa naga.. !"

Kun Houw terkejut. Dia tergetar oleh bentakan lawan yang mengguncang bumi itu, bentakan dahsyat yang penuh pengaruh. Dan ketika dia terbelalak menghentikan serangannya mendadak lawan sudah berobah menjadi naga raksasa yang mengerikan di depannya, tertawa bergelak dan tiba-tiba menerkamnya.

"Hargh...!"

Kun Houw terperangah. Dia bengong oleh kejadian ini, tak sempat berkelit. Dan ketika dua tangan naga itu mencengkeram tubuhnya tahu-tahu Kun Houw sudah dibanting di atas tanah. "Bruukk!"

Kun Houw terguling-guling. Dia terkejut bukan main oleh serangan cepat itu, mengeluh dan melompat bangun. Dan ketika dia mendengar kembali naga itu tertawa dan menubruknya ganas tiba-tiba Kun Houw teringat akan ilmu lawannya dan mendiang Cheng-gan Sian-jin itu, sihir berkekuatan hitam yang bukan lain Sin gan-i-hun-to adanya.

Maka sadar dan maklum bahwa Hun Kiat mempergunakan sihirnya itu untuk mempengaruhi dirinya mendadak Kun Houw melenting jauh berjungkir balik, menggoyang kepala dan mengusir pengaruh sihir setan itu, yang membuat matanya melihat lawan sebagai seekor naga. Dan begitu kembali pulih dan Hun Kiat dilihatnya sebagai Hun Kiat maka Kun Houw membentak keras dan menyambut cengkeraman lawan dengan Tangan Pedangnya.

"Plak!" Hun Kiat kali ini menjerit. Dia mendapat tangkisan kuat yang membuat lengannya seakan patah, melihat Kun Houw berhasil membuyarkan pengaruh Sin-gan-i-hun-to-nya dan marah memandangnya. Dan Hun Kiat yang terguling-guling sambil mendesis kesakitan itu segera berteriak ketika Kun Houw mengejarnya. Tapi terlambat. Kun Houw telah tiba di dekatnya, berkelebat menyusuli serangannya tanpa memberi kesempatan lawan bangun. Dan brgitu Tangan Pedang pulang balik menghajar Hun Kiat maka Hun Kiat berkaok-kaok sambil menggulingkan tubuh ke sana ke mari.

"Aduh, keparat kau, Kun Houw.... jahanam kau!"

Namun Kun Houw terus menyerang tunpa memberi ampun. Pemuda ini membacok dan menusuk tubuh lawan dengan Tangan Pedangnya, membuat lawan menjerit-jerit. Tapi melihat tak sedikitpun juga Hun Kiat terluka oleh Tangan Pedangnya diam-diam Kun Houw terbelalak dan kaget juga. Teringat bahwa itu tentu berkat kekebalan yarg dimiliki Hun Kiat, kekebalan dari sinkang Ciok-thouw Taihiap yang dicuri dan telah meresap di tubuh pemuda ini.

Dan Kun Houw yang geram oleh peristiwa itu tiba-tiba menghajar lawan dengan lebih gencar, membuat Hun Kiat jatuh bangun dan mengaduh berkali-kali. Dan ketika Kun Houw siap mengakhiri pertandingan itu dengan menusuk mata lawan karena hanya inilah satu-satunya tempat yang tak dapat dilindungi kekebalan mendadak Mu Ba dan Mayat Hidup menyerangnya dari belakang.

"Kun Houw, lepaskan murid kami...!"

Kun Houw terkejut. Dia terpaksa memutar tubuh menghadapi sambaran dua musuh barunya itu menggerakkan jari yang sedianya menusuk mata Hun Kiat untuk menangkis hantaman lawan. Dan begitu tiga tangan mereka bertemu tiba-tiba Kun Houw terdorong dan terpelanting roboh.

"Plas-dess!"

Kun Houw melompat bangun. Dia melihat Hun Kiat sudah berdiri di samping dua orang gurunya, menahan sakit dan melotot padanya. Kulit tubuhnya bilur-bilur bekas menerima tusukan atau tamparan Tangan Pedang. Dan Kun Houw yang marah oleh bantuan Mu Ba dan Mayat Hidup kepada muridnya tahu-tahu melihat tiga orang itu berkelebat dan telah mengepungnya.

"Kun Houw, kau tak dapat kami ampuni sekarang. Serahkan Pedang Medali Naga!"

Kun Houw menyadari bahaya. Dia maklum Hun Kiat akan maju kembali, dibantu dua orang gurunya yang memandangnya dengan sikap penuh ancaman. Tapi Kun Houw yang tersenyum mengejek tiba-tiba berdiri gagah dan tidak atau belum mencabut pedangnya, mau coba-coba menghadapi mereka dengan Kiam-ciang. "Mu Ba, kau dan muridmu ternyata sama saja. Aku tak akan menyerahkan pedang bila belum menjadi mayat!"

"Bagus, kalau begitu tak perlu banyak bicara lagi, bocah. Kami akan merampasnya dengan cara kekerasan. Mayat Hidup, bunuh dia...!" dan Mu Ba yang menggereng serta melompat ke depan tahu-tahu menubruk dan menghantam Kun Houw dengan pukulan sinkangnya, disusul Mayat Hidup yang terkekeh dan melepas Coan-kut-ci-tonya.

Dan begitu dua orang ini bergerak menyerang Kun Houw maka Hun Kiat tiba-tiba juga membentak maju. "Kun Houw, kau akan mampus...!"

Kun Houw mengelak ke belakang. Dia tak berani menangkis tiga orang sekaligus, maklum bahaya terlalu besar. Tapi lawan yang mengejar dan justeru ingin dia menangkis dengan cara berbareng membuat Kun Houw terbelalak dan menjadi marah. Dan ketika lawan memaksanya dari tiga penjuru terpaksa Kun Houw menggerakkan Tangan Pedangnya membabat tiga lengan yang terjulur itu.

"Plak-des-dess!" dan Kun Houw benar-benar tidak kuat. Dia terdorong mundur, dan Mu Ba yang tertawa bergelak melancarkan pukulannya sudah kembali menyerang dengan seruan parau,

"Bocah, kau tak dapat menahan kami!"

Dan Kun Houw sudah susul-menyusul mendapat serangan lawan. Dia harus berlompatan dan mengelak ke sana-sini, menerima hujan serangan itu dengan Kiam-ciangnya. Mencoba bertahan sekaligus membalas. Tapi ketika lawan berpencar di tiga jurusan dan Kun Houw hanya dapat menghadapi yang ada di depan maka serangan di belakang akhirnya membuat Kun Houw terdesak. Dia memang dapat menangkis serangan dua orang lawan yang ada di depan dengan Tangan Pedangnva, balas menyerang dan mementalkan mereka. Tapi ketika lawan ketiga mengacau perhatiannya dengan serangan di belakang akhirnya Kun Houw menggigit bibir dan terdesak! Kun Houw mengeluh, dan ketika ganti-berganti orang yang ada di belakang itu berpindah tempat maka Kun Houw benar-benar terdesak dan menjadi marah.

"Mayat Hidup, kalian manusia-manusia curang...!”

"Ha-ha, kami memang bukan orang baik-baik, Kun Houw. Kenapa gusar? Sekarang terlambat bagimu untuk minta ampun. Kami akan merampas pedang dan jiwamu!"

Kun Houw mulai dikitari tiga orang lawannya itu. Berganti-ganti Mayat Hidup dan dua temannya berpindah tempat, memberi pukulan di belakang Kun Houw dengan gaya pukulan masing-masing. Sementara yang dua di depan menarik Kun Houw dengan serangan mereka. Dan ketika ganti-berganti Kun Houw menerima gebukan dari musuh yang ada di belakang dan dia sering mengeluh dan menggigit bibir akhirnya Kun Houw mencabut pedang.

"Mu Ba, kalian iblis-iblis tak tahu malu. Aku akan membasmi kalian. Bersiaplah...!” dan Pedang Medali Naga yang sudah diputar Kun Houw menerjang lawannya mendadak berputar cepat mengelilingi dirinya, membungkus dan naik turun dengan suara bersuitan, menangkis semua serangan yang ada di muka dan belakang, hebat dan cepat merupakan segunduk sinar yang berkeredep menyilaukan mata. Dan begitu Kun Houw mencabut pedangnya ini dan menangkis serangan lawan tiba-tiba saja Mu Bi berteriak kaget ketika daging pundaknya terkupas dibabat pedang.

"Hei-bret!" Mu Ba membanting tubuh bergulingan. Dia kaget bukan main oleh keampuhan pedang itu yang dapat melukai pundaknya padahal dia sudah memasang kekebalan! Dan sementara dia bergulingan menjauhkan diri maka Mayat Hidup juga berteriak keras ketika kuku jarinya dibabat putus tiga buah!

"Crat crat crat!"

Mayat Hidup melengking. Dia terpaksa melempar tubuh seperti yang dilakukan rekannya, dan ketika mereka melompat bangun dia melihat Hun Kiat hendak coba-coba menangkis pedang dengan tangan telanjang sekonyong-konyong mereka berteriak, "Hun Kiat, jangan....!"

Namun Hun Kiat terlampau sembroro. Dia mengandalkan kekebalan sinkangnya yang diperoleh dari Ciok thouw Taihiap itu, yang tadi dapat menerima Kiam ciang lawan tanpa terluka. Padahal tangan Kun Houw juga mirip sebatang pedang. Maka ketika dua gurunya berteriak dan Hun Kiat terlalu percaya pada dirinva sendiri maka saat itu juga Pedang Medali Naga menyambar jarinya membabat kelingking kanannya.

"Tes!" Dan Hun Kiat terbelalak. Dia hanya merasa kelingking kanannya tiba-tiba ringan. Tapi melihat darah muncrat dan sepotong jari tahu-tahu terlempar di udara dan jatuh di atas tanah tiba-tiba Hun Kiat berterik dan melempar tubuh bergulingan. Melihat betapa senjata di tangan Kun Houw membalik menyambar lehernya, cepat dan luar biasa sekali. Dan Hun Kiat yang terkejut oleh ketajaman Pedang Medali Naga lalu berjungkir balik dan berteriak pada gurunya, “Suhu, tolong….!"

Mu Ba dan Mayat Hidup sudah berkelebat. Mayat Hidup bahkan melempar logam bergeriginya, sejata rahasia yang dulu membuat Bu-tiong-kiam Kun Seng celaka. Dan Kun Houw yang beringas mendapat serangan logam bergerigi itu tiba-tiba membelokan pedangnya menangkis. Dan begitu pedung mengenai senjata rahasia ini maka logam itupun terbelah dua menyambar pemiliknya kembali.

"Mayat Hidup, terimalah.... cring-cring!"

Mayat Hidup terkejut. Dia melihat dua sinar hitam menyambarnya cepat, sinar dari logam bergerigi yang dibabat Kun Houw. Dan Mayat Hidup yang mengelak sambil mengebutkan lengannya itu tiba-tiba menjerit ketika satu sinar masih menyambar telinganya, merobek kuping!

"Cret!" Mayat Hidup marah. Dia langsung mencabut tongkat ularnya, tongkat kering yang selama ini disimpannya sebagai senjata tambahan, mencelos melihat telinganya hampir saja buntung. Dan berteriak keras menubruk ke depan tiba-tiba iblis ini menyerang dan berseru pada dua orang temannya, "Mu Ba, keluarkan senjatamu. Bocah ini terlalu berbahaya dihadapi dengan tangan kosong!"

Mu Ba sudah mengangguk. Dia memang telah mencabut senjatanya yang mengerikan, tengkorak anak-anak yang mendengung-dengung diputaran tangannya. Dan Hun Kiat yang membalut lukanya dan sudah maju ke depan juga mencabut pedang yang selama ini jarang dipakai, membentak dan berapi-api memandang Kun Houw. Dan begitu guru dan murid ini menerjang membantu Mayat Hidup maka Kun Houw sudah diserang dari tiga jurusan, menerima hantaman atau tusukan pedang atau tongkat di tangan Mayat Hidup.

Dan Kun Houw yang melengking menyambut terjangan ini tiba-tiba mengeluarkan Ba tong Kiam-sutnya (Silat Pedang Dalam Kabut) yang hebat itu, yang membuat tubuhnva lenyap di balik gulungan pedang yang membentuk kabut! "Mayat Hidup, aku akan membasmi kalian...!"

Mayat Hidup tak menjawab. Dia sendiri sudah memekik dan menyambarkan tongkatnya itu, menyerang bertub-tubi, dibantu pula dengan tangan kirinya yang melancarkan Coan-kut ci. Sedang Mu Ba yarg mainkan tengkorak anaknya dengan serangan dahsyat hingga membuat angin menderu-deru masih disusul pula oleh permainan pedang di tangan Hun Kiat, hebat dan ganas sekali mengeroyok Kun Houw. Tapi Kun Houw yang dapat menutup diri dengan putaran pedangnya yang cepat ternyata dapat melindungi diri dengan baik.

Kun Houw mainkan Bu-tiong Kiam-sut dengan sempurna, hampir tak ada titik yang dapat ditembus. Dan ketika pertandingan terjalan semakin seru dan masing-masing pihak ingin merobohkan lawan dan pukulan-pukulan sinkang mulai pula dilancarkan untuk membantu serangan senjata maka pertempuran menjadi hebat dan sengit bukan kepalang. Kun Houw masih bertahan, memutar pedangnya membentuk gulungan kabut yang tak dapat diterobos lawan. Dan ketika Mu Ba mencoba memecah lingkaran pedangnya dengan sambaran tengkorak tiba-tiba justeru tengkorak di tangan raksasa tinggi besar itu yang pecah dan hancur berkeping-keping!

"Aih...!" Mu Ba berteriak keras, mengambil tengkorak barunya dan kembali menyerang. Dan ketika ganti Mayat Hidup mercoba menembus lingkaran pedang Kun Houw dengan tusukan tongkat ularnya maka saat itu jugalah iblis tinggi kurus ini terpekik ketika kepala tongkatnya putus terpenggal!

"Keparat, pedang di tangannya terlampau ampuh, Mu Ba. Kita sukar merobohkannya dengan cara begini!"

Mu Ba menggeram. Dia juga melihat kenyataan itu, melihat lawan tak dapat didekati karena permainan pedangnya yang hebat. Dan sementara mereka bingung oleh keadaan ini tiba-tiba pedang mencuat dari gulungan berkabut itu menyambar mereka.

"Cecak kering, awas...!"

Mu Ba sudah membanting diri bergulingan. Dia melihat rekannya itu juga melempar tubuh, tak berani menangkis karena maklum ketajaman pedang di tangan Kun Houw. Dan ketika mereka mereka melompat bangun dan kembali menyerang maju maka Kun Houw sudah menyambutnya dengan gulungan pedang yang kembali "membungkus" tubuhnya, tak dapat didekati. Dan sementara mereka berkaok-kaok marah maka saat itu pula Pedang Medali Naga mercuat untuk menusuk mereka, sejenak membuka gulungan pedangnya dan menutup kembali begitu gagal. Dan Mu Ba serta Mayat Hidup yang terbelalak oleh gaya permainan ini tiba-tiba menjadi gusar dan merasa diejek!

"Bocah, kau manusia tengik. Jahanam...!''

Tapi Kun Houw masih terus dengan caranya itu. Dia menutup diri bila diserang, dan ganti "membuka" bila menyerang. Tentu saja jadi seperti mempermainkan lawan-lawannya itu. Dan ketika untuk kesekian kalinya Mu Ba membentak dan menyambarkan tengkorak anaknya dengan penuh geram maka Hun Kiat yang sejak tadi mengerutkan kening melihat pertahanan Kui Houw tiba-tiba berteriak,

"Suhu, lepaskan am-gimu (senjata gelap). Serang bagian tengah!"

Mayat Hidup melengking. Dia tahu Hun Kiat bicara padanya, maka membentak dan melempar logam bergeriginya tiba-tiba Kun Houw diserang lima sinar hitam yang menyambar perutnya. Dan, bersamaan dengan itu tiba-tiba Hun Kiat melontarkan pedang dan menghantam pusar Kun Houw dengan Pukulan Darah Beracun.

"Cring-crirg-dess...!"

Kun Houw terlempar. Dia membabat semua senjata yang nenjerang bagian depan tubuhnya, termasuk senjata rahasia dan pedang Hun Kiat yang disambitkan padanya, mencelat dan entah jatuh kemana. Tapi sementara dia memutar pedang meruntuhkan pedang dan logam bergerigi tahu-tahu pukulan Hun Kiat mengenai bawah perutnya, membuat dia terlempar dan berjungkir balik dengan seruan keras. Dan ketika dia melayang turun dengan kaki masih di udara maka saat itulah Hun Kiat tertawa bergelak menusukkan jari mautnya.

"Suhu, serang tengkuk kirinya. Aku yang kanan...!"

Kun Houw terbelalak. Dia melihat Hun Kiat menusukkan Coan kut-cinya itu ke tengkuk kiri. Sementara Mayat Hidup yang terkekeh dan melancarkan serangan ke tengkuk kanannya dengan tongkat ular tahu-tahu sudah berkelebat di depannya dengan jarak yang amat dekat sekali. Tak dapat dia kelit. Dan masih tertegun oleh dua serangan guru dan murid itu tahu-tahu Mu Ba juga menyambarkan tengkorak bayinya ke dada Kun Houw sambil tertawa bergelak!

“Ha-ha, mampus kau, bocah!"

Kun Houw menggigit bibir. Dia benar-benar berada dalam keadaan terancam, masih melayang turun. Tapi Kun Houw yang membentak nyaring tahu-tahu menancapkan pedangnya dan menungging di atas tanah, sedetik saja, mencabutnya kembali dan tahu-tahu melakukan dua jurus berbareng dari tujuh inti ilmu silat pedangnya yang bernama Tit-te pai-seng (Menuding Bumi Menyembah Bintang) dan Heng-hun-po-uh (Awan Berarak Hujan Mercurah ), membabat dan berjungkir balik menyerampang. Dan begitu Kun Houw menyambut serangan lawannya ini tahu-tahu terdengar teriakan dan benturan keras di udara.

"Sing-plak-brett!”

Tiga orang itu terlempar. Mayat Hidup dan dua temannya berjungkir balik mematahkan benturan itu, berseru kaget ketika pedang di tangan Kun Houw tiba-tiba "pecah" seperti hujan, menangkis dan menyambut jari mereka dengan desing mengerikan. Dan sementara Kun Houw sendiri terpental oleh tengkorak Mu Ba yang mengenai dadanya maka Mu Ba juga keserempet lehernya oleh Heng-hun-po-uh yang merupakan ilmu simpanan itu, dua dari tujuh jurus inti Bu-tiong Kiam-sut yang hebat luar biasa. Dan begitu mereka melayang turun dan berdiri sama berhadapan maka Mu Ba dan Mayat Hidup yang pucat menyaksikan kelihaian pemuda ini bergoyang kakinya dan berseru kagum.

"Hebat, kau benar-benar seperti gurumu, bocah. Ilmu simpananmu itu luar biasa. Belum pernah kami lihat...!"

Tapi Kun Houw tak menghiraukan seruan ini. Dia merasa dadanya sesak, ampeg oleh hantammu tengkorak Mu Ba yang dahsyat. Dan Mu Ba yang melihat pemuda itu terhuyung memandang mereka tiba-tiba menyeringai girang dan kembali melompat maju. "Mayat Hidup, rupanya dia terluka. Ayo maju dan ringkus dia!"

Mayat Hidup terbelalak. Tadinya dia mulai gentar, ngeri oleh kehebatan jurus yang dilakukan pemuda ini. Tak tahu masih adakah simpanan lain yang "disembunyikan" murid Bu-tiong-kiam ini. Tapi melihat Kun Houw menggigil dan menekan dadanya tiba-tiba iblis ini terkekeh dan melompat maju. "Benar, dia rupanya tak kuat menerima hantaman tengkorakmu, Mu Ba. Ayo bunuh dan robohkan dia!"

Mu Ba tertawa bergelak. Dia sudah mengepung maju, memutar-mutar tengkorak bayi di tangannya dengan buas. Dan Mayat Hidup yang juga sudah melompat ke depan mengerotokkan jari-jarinya disusul Hun Kiat yang menggeram marah.

“Suhu dia tak boleh lolos. Kun Houw harus kita bunuh!"

"Heh-heh, tentu saja, Hun Kiat. Tapi mana pedangmu?"

Hun Kiat mengibas kedua lengannya. "Aku tak akan mempergunakan senjata, suhu. Tapi mempergunakan Pek-hong-ciang dan Soan-hoan-ciang yang aku pelajari dari Ciok-thouv. Taihiap!"

Kun Houw terkejut. Dia teringat bahwa selama ini Hun Kiat memang belum mengeluarkan ilmu-ilmu yang dia dapat dari Pendekar Kepala Batu, masih mempergunakan ilmu-ilmu dari dua iblis itu, Coan-kut-ci dan Tok-hiat-jiu disertai beberapa ilmu lain dari guru-gurunya yang sesat. Baru mempargunakan kekebalan dan sinkang Ciok-thouw Taihiap. Dan tertegun mendengar Hun Kiat hendak mempergunakan Pek-hong-ciang (Pukulan Angin Putih) dan Soan-hoan-ciang (Kibasan Angin Taufan) yang amat diandalkan Pendekar Kepala Batu tiba-tiba Kun Houw sudah melihat lawannya itu merendahkan tubuh, memutar-mutar kedua lengan yang kian lama mengeluarkan suara mendengung mirip angin berhembus di sela-sela batu karang. Dan ketika kedua lengan Hun Kiat berobah menjadi putih keperakan dan berkeredep menyilaukan mata tiba-tiba pemuda itu membenak dan melompat maju.

"Kun Houw. terimalah.....!"

Kun Houw membelalakkan mata. Dia mendengar angin berkesiur dahsyat dan lengan lawannya itu menerjang dan berhembus dengan kekuatan luar biasa, mengibarkan bajunya dalam jarak dua tombak. Dan sementara Kun Houw membelalakkan mata oleh serangan ini tiba-tiba Mayat Hidup dan Sin thouw-liong Mu Ba juga menyusul, tertawa bergelak dengan suara menyeramkan, berkelebat membarengi serangan muridnya itu. Mu Ba dengan tengkorak mautnya sedang Mayat Hidup dengan Jari Perusuk Tulang-nya. Sama-sama ganas. Sama-sana mengerikan. Dan begitu tiga musuh kembali menerjangnya dengan dahsyat Kun Houw sudah merasa angin pukulan Hun Kiat tiba lebih dulu.

"Des!!" Kun Houw menangkis. Dia mengerahkan Jing-long Sin-kangnya itu untuk menahan Pek-hong-ciang, tergetar dan terbelalak melihat Hun Kiat terdorong dua tindak, kembali merendahkan tubuh dan membentak nyaring, mendorongkan kedua lengannya sambil melompat maju. Dan sementara dia tergetar oleh pukulan Pek hong-ciang ini maka Mu Ba dan Mayat Hidup telah tiba di depannya dengan sambaran tengkorak maut disusul tusukan jari Mayat Hidup yang menyambar tenggorokannya.

Terpaksa, Kun Houw melengking tinggi dan maklum bahwa dia harus mengeluarkan kepandaiannya yang paling puncak tiba-tiba Kun Houw berkelebat lenyap memutar pedangnya, mainkan jurus ke tiga yang disebut Bu-tiong boan-seng (Bintang Bertaburan di Dalam Kabut). Dan begitu Kun Houw menyambut terjangan lawannya ini mendadak pedang di tangannya meledak tiga kali di udara dan pecah menjadi ribuan batang, kerlap-kerlip bagai bintang berhamburan, indah dan luar biasa sekali.

Tapi Mu Ba dan Mayat Hidup yang tercengang oleh bintang-bintang yang berhamburan ini terkejut. Mereka kehilangan lawan, tak melihat di mana adanya Kun Houw karena pemuda itu telah dikelilingi cahaya kerlap-kerlip yang luar biasa banyaknya, ribuan bintang. Dan sementara mereka tercengang kebingungan lawan mendadak "bintang" yang berhamburan di udara itu menyambar mereka, jatuh demikian cepat dan tahu-tahu sudah berada di depan hidung. Dan Mu Ba serta temannya yang kaget bukan main tentu saja berteriak keras dan membanting tubuh bergulingan, menangkis sebisanya.

"Cring-dess!"

Dan Mu Ba menjerit ngeri. Dia masih dikejar oleh bintang yang berhamburan itu, putus tali tengkoraknya dan terlempar roboh, bergulingan menjauh dengan kaki terkuak lebar, luka digores pedang! Dan semenara iblis tinggi besar ini menjerit dengan luka di kakinya maka Mayat Hidup juga berteriak ketika tujuh kuku panjangnya yang masih tersisa putus dibabat pedang, buntung disambar ribuan cahaya bintang yang menyambar-nyambar itu, melukai pula ibu jarinya yang terkuak berdarah. Dan ketika dua orang ini berteriak kaget dan terbelalak pucat tahu-tahu Kun Houw telah menendang Mayat Hidup yang tertegun itu hingga tunggang-langgang.

Tapi Kun Houw juga membayar mahal. Dia memang betul telah melukai dua orang lawannya itu, di mana Mu Ba terpincang-pincang dan tak, mungkin bertanding lagi, harus merawat lukanya yang mengucurkan darah. Dan Kun Houw yang baru menyelesaikan Bu-tiong-boan-seng untuk merobohkan dua orang lawannya itu tiba-tiba mendengar pukulan Han Kiat yang menyambar kakinya. Kun Houw tak sempat mengelak, maklum dia baru saja menginjakkan kakinya di atas tanah. Maka ketika pukulan tiba dan Kun Houw melindungi dirinya dengan sinkang maka saat itu pula Kun Houw menerima sambaran Pek-hong-ciang.

"Dess!" Kun Houw terlempar jauh. Dia merasa kakinya remuk, jatuh menimpa pohon di belakangnya yang seketika tumbang, tak kuat menerima hantaman Pek-hong-ciang itu. Dan sementara Kun Houw mengeluh dan bangun dengan kaki terhuyung tahu-tahu Hun Kiat telah berkelebat mengejarnya dengan pukulan ke tiga, kali ini mengibas dengan pukulan Soan-hoan-ciang. Pukulan yang setingkat lebih tinggi dibanding Pek-hong-ciang! Dan Hun Kiat yang tertawa bergelak melihat kedudukan Kun Houw yang buruk sudah berseru penuh kepercayaan diri.

"Kun Houw, kau mampus kali ini...!"

Kun Houw terkesiap. Dia melihat serangan Hun Kiat memang hebat, menderu lebih dahsyat dan bergulung mirip angin pusaran, tak sempat lagi dia elakkan. Dan mencelos bahwa dia belum berdiri tegak dan pukulan sudah tiba maka Kun Houw menancapkan pedang di sebelah kakinya untuk menyambut dengan telapak terbuka, membentak mengerahkan Jing-liong Sinkangnya dengan sedikit buru-buru. Dan begitu dua lengan bertemu dan saling bentur di udara tiba-tiba terdengarlah ledakan yang mengguncang bumi.

"Blarr...!"

Kun Houw dan Hun Kiat terbelalak. Mereka masing-masing tergetar, merasakan betapa hebatnya pertemuan sinkang itu. Terutama Kun Houw yang sepenuhnya menghadapi sinkang lawan jang didapat dari Ciok-thouw Taihiap, jadi seolah menghadapi Pendekar Kepala Batu sendiri yarg berpindah raga. Merasa betapa hebat dan luar biasanya pukulan Soan-hoan-ciang itu. Tapi Kun Houw yang dapat bertahan dengan Jing-liong Sinkangnya dan kembali menunjukkan sinkangnya yang lunak namun penuh kemujijatan itu justeru membuat lawan terkejut.

Untuk ke sekian kalinya pula Hun Kiat merasa betapa sinkang yang dimiliki Kun Houw ini mirip dengan yang dimiliki Sin Hong, mampu menahan Soan-hoan-ciangnya yang dahsyat seperti dulu Sin Hong menghadapinya di Beng-san. Dan ketika perlahan-lahan namun pasti Kun Houw dapat memperbaiki diri dan dua lengan mereka yang saling tempel tiba-tiba mendoyong ke arahnya tiba-tiba Hun Kiat berteriak pada gurunya, mengacau konsentrasi lawan,

"Suhu, ambil Pedang Medali Naga itu. Biar Kun Houw kutahan!"

Kun Houw terkejut. Dia benar terpengaruh oleh teriakan Hun Kiat ini, melihat betapa Mayat Hidup melompat maju menyambar pedang, memecahkan perhatiannya, yang saat itu tak boleh tertarik pada hal-hal lain bila ingin meroboh kan Hun Kiat. Dan kalah oleh godaan yang dilancarkan lawan untuk memecah perhatiannya itu tiba-tiba Kun Houw mengeluh ketika balik terdorong mundur, kaget melihat kakinya tergeser dan doyong ke belakang!

"Keparat, kau licik, Hun Kiat. Kau tak tahu malu...!"

Tapi Hun Kiat tertawa mengejek. Dia melihat gurunya sudah membungkuk, terkekeh dan memainkan jarinya menyentuh gagang pedang, sengaja bersikap ayal-ayalan untak membuat konsentrasi Kun Houw semakin kacau. Tapi persis kakek ini meraba pedang tiba-tiba sebuah papan catur melayang menghantam pergelangan iblis itu.

"Mayat Hidup, tunggu. Masih ada aku di sini... plak!" dan Mayat Hidup yang terpental ke belakang tiba-tiba melihat munculnya seorang kakek yang terkekeh di depannya, berkelebat bersama seorang gadis cantik. Dua pendatang baru yang membuat Mayat Hidup terkejut. Dan belum dia memaki gusar tahu-tahu gadis yang ada di samping kakek itu sudah menerjangnya dengan kipas hitam dan jarum perak dengan bentakan tinggi.

"Mayat Hidup, bayar hutang ayahku!"

Mayat Hidup terbelalak. Dia melihat gadis cantik itu telah mengelilinginya dengan gencar, mengibas dan menusuk. Serangannya berbahaya dan jarum mematuk-matuk bagai paruh burung bangau, panjang dan runcing ke tujuh jalan darah di depan tubuhnya. Dan kaget tapi heran oleh gadis yang marah-marah kepadanya ini mendadak Mayat Hidup melompat mundur dan menampar.

"Bocah, siapa kau?"

Tapi gadis cantik itu tak takut tamparannya. Dia membentak dan menggerakkan kipas hitamnya, yang tiba-tiba meniup dan menyodok telapak tangannya. Dan belum kipas bertemu lawan tahu-tahu jarum juga sudah menyusul menyambar pelipis kakek iblis ini.

"Aii... plak-bret!" Mayat Hidup terkejut, kagum akan kecepatan gerak jarum tapi sudah merundukkan kepalanya menghindari tusukan jarum, yang lewat di atas kepalanya dan mengenai angin kosong. Dan sodokan kipas yang mengenai telapak tangannya terasa pedas menusuk tulang membuat kakek ini melompat jauh dan terbelalak.

'Kau siapa, bocah?"

Gadis ini masih menyerang. Ia terus mengejar lawannya yang melompat ke sana-sini. tak menjawab. Tapi kakek pertama yang muncul dengan serabgan papan caturnya tertawa nyaring dan melompat maju pula membantu gadis itu menyerang Mayat Hidup. "Ia cucuku, Mayat Hidup. Hok Lian yang dulu ayahnya kau bunuh di Bukit Pedang...!"

Mayat Hidup terkejut. Sekarang dia teringat siapa kiranya gadis itu. gadis cantik yang dulu masih merupakan seorang anak perempuan yang ikut di Bukit Pedang. Puteri Gin-ciam Siucai (Pelajar Berjarum Perak) Hok San yang tewas di tangannya. Dan ingat bahwa gadis ini ternyata puteri si Jarum Perak itu dan sekarang sudah berobah menjadi seorang gadis cantik yang menyerangnya marah, tiba-tiba iblis ini terkekeh dan menjadi girang.

"Bagus, kalau begitu kebetulan sekali, bocah. Aku juga dapat membunuhmu setelah mempermainkan dirimu!" dan berseru pada kakek di sebelah yang bukan lain Phoa-lojin adanya iblis ini berteriak, "Phoa lojin, kau juga ingin menuntut balas kematian muridmu itu? Heh-heh, kau tak akan berhasil, tua baagka. Sebaiknya pulang saja dan tinggalkan cucumu ini di sini...!"

Kakek Phoa tertawa. Dia tak menjawab ejekan itu dan terus menyerang, sudah mengambil papan caturnya dan bertubi-tubi mengemplang, membantu cucunya untuk mendesak lawannya ini. Dan ketika Mayat Hidup terhuyung dan kaget menerima serangan serangan yang ganas dari dua orang lawannya itu terutama Hok Lian yang bernafsu untuk membunuhnya tiba-tiba Mayat Hidup terdesak dan mulai gugup.

Ternyata gadis cantik itu memiliki kepandaian jauh lebih tinggi dibanding ayahnya dulu. Kipas dan jarum peraknya berkelebatan cepat menyambar-nyambar ke semua arah, mulai dari kepala sampai ujung jari kakinya. Dan ketika tamparan sinkangnya mampu ditahan lawannya itu dan Hok Lian mampu membalasnya dengan sama baik tiba-tiba Mayat Hidup tertegun dan kaget juga.

Apalagi ketika Phoa-lojin membantu cucunya itu, membuat sibuk dengan kemplangan atau sambaran papan caturnya yang mau tidak mau harus membagi konsentrasinya menghadapi lawan. Dan ketika benar beberapa jurus kemudian dia kewalahan dan melotot menghadapi serangan yang bertubi-tubi itu tiba-tiba saja Mayat Hidup terdesak!

"Keparat, cucumu ini cukup hebat, Phoa lojin. Latihan apa yang kau berikan padanya hingga mirip harimau betina ini?"

Phoa-lojin terkekeh. Dia kembali tak menjawab selain meneruskan serangannya yang gencar itu, tak mau nemberi tahu bahwa kehebatan yang dimiliki Hok Lian itu sesungguhnya atas kebencian dan dendamnya yang besar terhadap lawan, yang membuat gadis itu luar biasa tekun dan tak kenal lelah berlatih, yang tentu saja membuat kepandaiannya meningkat pesat melebihi ayahnya sendiri.

Dan karena Mayat Hidup sebelumnya juga sudah terluka dan sepuluh kuku jarinya sudah dipapas buntung tak dapat dipergunakan sebagai senjata lagi maka beberapa detik kemudian iblis ini terdesak hebat. Dia mulai menerima tusukan jarum, napasnya terengah dan matanya semakin melotot, bahkan kipas mulai pula mengenai mukanya, menyabet membuat kulit mukanya seakan dibeset. Pedih dan nyeri! Dan Mayat Hidup yang kecut oleh kenyataan ini tiba-tiba berteriak,

"Mu Ba, bantu aku. Bunuh yang tua ini..!"

Namun Mu Ba menyeringai. Dia tak dapat maju karena lukanya, terpincang-pincang melihat pertandingan itu. Dan melihat Hun Kiat juga terdesak karena Kun Houw kini merasa lega mendapat bantuan dan dapat mengkonsertrasikan diri menghadapi lawan tiba-tiba raksasa ini justeru bertanya pada muridnya,

"Hun Kiat, apa yang hurus kulakukan? Ji-suhumu kerepotan, aku tak dapat membantu kalian!"

Hun Kiat melirik sekejap. Dia memang melihat gurunya nomor satu tidak dapat maju, kakinya membuat gerakannya kaku. Tak mungkin berhasil membantu kawan. Dan melihat bahwa seorang gadis cantik dan seorang kakek tua datang membantu Kun Houw dan kini mendesak gurunya nomor dua tiba-tiba Hun Kiat menjadi geram. Sebenarnya, dengan Pek-hong-ciang dan Soan-hoan-ciang dia dapat melawan Kun Houw lebih baik.

Artinya, dengan ilmu warisan Ciok-thouw Taihiap itu dia dapat menghadapi Kun Houw lebih hebat, meskipun Kun Houw tak dapat didesaknya lebih jauh karena murid Bu-tong kiam itu memang benar-benar hebat dan diam-diam membuatnya penasaran, terutama sinkang Kun Houw yang mirip sinkang Sin Hong itu, sinkang yang lembut namun dahsyat. Dan Hun Kiat yang melihat keadaan tiba-tiba berobah tidak menguntungkan bagi pihaknya tiba-tiba membentak keras melepaskan diri.

"Suhu, mundur....!"

Hun Kiat menarik lepas telapaknya. Dia mengambil keputusan cepat yang agak berbahaya, menarik pukulannya dan membiarkan pukulan lawan menghantam dadanya, tak terhalang lagi dan meluncur deras ke depan. Tapi Hun Kiat yang sudah membanting tubuh bergulingan ke kiri dan melompat bangun menjauhi lawan sudah mendengar pukulan Kun Houw mengenai pohon di belakangnya.

"Bress....!"

Kun Houw terbelalak marah. Dia melihat pohon itu patah, roboh dan menghalangi pandangan. Dan sementara dia membentak dan melompat mundur menghindari timpahan ranting dan daun daun yang berkerosak menimpa tanah maka saat itu Hun Kiat menyambar gurunya dan membokong Phoa-lojin yang sedang menyerang Mayat Hidup, menendang pula ke pinggang Hok Lian yang sedang bertempur.

"Ji-suhu, lari...!"

Phoa-lojin dan Hok Lian terkejut. Mereka membentak ketika Hun Kiat menyerang dengan curang, membokong mereka. Dan mereka yang terpaksa memutar tubuh untuk menangkis segera terpekik ketika Hun Kiat merobah pukulan menjadi totokan.

"Hei...!" namun Phoa-lojin keburu terpental. Dia tadi menggerakkan papan caturnya untuk menangkis, membentur tenaga lawan yang dahsyat dan membuat dia berseru kaget Dia gementar dan melempar tubuh bergulingan maka Hok Lian juga terkejut ketika kipas hitamnya robek, menangkis totokan Hun Kiat yang mencoblos senjatanya. Dan ketika dia melompat mundur untuk menyerang kembali tahu-tahu Hun Kiat telah menendang pundak gurunya nomor dua itu.

"Ji-suhu, lari….!”

Mayat Hidup mengumpat. Dia mendongkol. Hun Kiat berani menendangnya, membuat dia terpelanting tapi selamat dari serangan jarum perak dan kipas hitam yang tadi dilancarkan Hok Lian, melengking dan melompat bangun. Tapi melihat Hun Kiat berkelebat membawa Mu Bi akhirnya iblis ini mendengus dan pergi juga, menjejakkan kakinya melarikan diri. Dan begitu tiga orang ini melarikan diri maka Hok Lian berteriak marah.

"Mayat Hidup, kau belum membayar hutangmu....!"

Mayat Hidup terkekeh. Dia melempar logam bergeriginya ke belakang, menyambut tujuh sinar hitam ke arah Hok Lian. Dan Hok Lian yang tentu saja terkejut oleh serangan gelap ini memaki, membentak keras dan berjungkir balik menggerakkan kipas hitamnya. Tapi Hok Lian yang lupa bahwa kipas hitamnya telah robek dicoblos Hun Kiat menjadi kaget setengah mati ketika dua logam bergerigi "meloncat" masuk melalui lubang ini, terus menyambar dadanya tak dapat dia elakkan. Dan Hok Lian yang menjerit oleh kejadian tak disangka-sangka ini sudah pucat mukanya.

Namun sebatang pedang berkeredep menyilaukan mata. Hok Lian hanya melihat dua cahaya berkelebat dari samping, memotong atau "menggunting" dua senjata rahasia yang menyambar dadanya. Dan ketika suara "cring-cring" dua kali lenyap menghentikan ketegangan maka Hok Lian mclihat dua logam bergerigi itu telah runtuh di atas tanah, terpotong menjadi empat bagian! Dan ketika Hok Lian menoleh maka dilihatnya pemuda tampan yang tadi bertanding melawan Hun Kiat sudah menjura kepadanya, memasukkan pedang dengan sikap tenang.

“Nona, terima kasih. Kedatangan kalian benar-benar tepat sekali!"

Hok Lian tertegun. Dia terkejut melihat pertolongan ini, maklum dia nyaris roboh oleh senjata gelap Mayat Hidup. Tapi mendengar orang berterima kasih kepadanya mendadak Hok Lian cemberut dan mundur setindak. "Siauw-cut, apa-apaan ini? Bukankah aku yang harus berterima kasih padamu? Lupakah kau kepadaku?"

Kun Houw tertegun. "Kau mengenal nama kecilku, nona?"

"Tentu saja. Bukankah kita pernah bertemu di Wu-kian?"

Dan belum Kun Houw teringat benar maka Phoa-lojin yang sudah berkelebat di samping mereka menegur tertawa, "Siauw-cut, dia bocah Hok Lian. Gadis yang dulu terjebak di dalam patung itu!"

Dan Kun Houw yang seketika teringat jelas tiba-tiba tertawa. "Ah kau kiranya, Hok Lian? Dan kau sudah demikian dewasa? Ah, pangling aku. Kau sudah berobah sebagai gadis yang cantik!"

Hok Lian yang tersipu cemberut tiba-tiba jengah mukanya. Dia malu tapi juga girang. Girang oleh pujian Kun Houw. Dan kakek Phoa yang tertawa menyambar lengan cucunya memandang pemuda ini. "Siauw-cut, bagaimana kau masih hidup setelah ledakan di Bukit Pedang itu? Bagaimana pula dengan si jago pedang itu?"

Kun Houw tiba-tiba muram. “Suhu tewas, locianpwe. Kami menyelamatkan diri di lubang bawah tanah."

"Ah, dan kau telah mewarisi kepandaian jago pedang itu, Siauw-cut, Kau..."

"Maaf, aku telah diberi nama baru oleh mendiang guruku, locianpwe. Aku kini bernama Kun Houw dan tidak mempergunakan nama lama itu.” Kun Houw memotong, membuat Phoa-lojin dan Hok Lian terbelalak. Tapi tersenyum lebar tiba-tiba kekek ini memainkan papan caturnya.

"Hm. kau mempergunakan she gurumu itu, anak baik? Kau kini bernama Kun Houw?"

"Ya, begitu yang dikehendaki mendiang suhuku, locianpwe. Aku sekiligus diangkat anak di samping menjadi muridnya!"

"Ah, pantas kong-kong terkejut oleh silat pedangmu tadi, Kun Houw. Kong-kong bilang bahwa itulah Bu-tiong Kiam-sut!" Hok Lian berseru.

"Dan bagaimana kalian bisa mengenalku, locianpwe?"

"Karena kong-kong teringat bahwa kaulah satu-satunya orang yang terakhir dekat dengan jago pedang itu, Kun Houw!" Hok Lian kembali berseru. "Dan kami ternyata benar setelah melihat Pedang Medali Naga di tanganmu!"

"Hm," Kun Houw mengerutkan alis. "Apa maksud kata-katamu terakhir itu, Hok Lian?"

"Heh-heh," kakek Phoa kali ini bicara. "Kami orang-orang Ho-han-hwe telah mendengar bahwa kau yang mendapatkan warisan pedang keramat itu, Kun Houw. Dan karena konon kabarnya kau dianggap sebagai wakil Pangeran Kou Cien maka semua anggauta Ho-han-hwe akan tunduk kepadamu!"

"Ah," Kun Houw terkejut. "Tapi aku tak memiliki hubungan dengan perkumpulan kaum patriot itu, locianpwe. Dan juga tak mungkin aku bersahabat dengan mereka!"

"Eh," kakek Phoa membelalakkan mata. "Kenapa begitu, Kun Houw? Apa yang menjadi alasanmu?"

"Karena ketua Ho han hwe adalah Pendekar Gurun Neraka, locianpwe. Dan aku memusuhi pendekar ini!"

"Hm, urusan pribadi?"

"Ya."

"Kalau begitu apa urusan itu kalau aku boleh tahu, Kun Houw? Apalah persoalan ibumu?”

Kun Houw menggeleng gelap. "Aku segan menceritakannya pada orang lain, locianpwe. Cukup bila kukatakan bahwa Pendekar Gurun Neraka adalah musuhku!"

Hok Lian tiba-tiba melompat maju. "Kun Houw, kalau urusan pribadi mengganjal hatimu sebaiknya selesaikan pula urusan itu secara pribadi. Sekarang kepentingan umum harus didahulukan. Maukah kau membantu kami?"

"Apa yang kau minta, Hok Lian?"

"Membantu orang-orang Ho-han-hwe menyelamatkan para tokohnya!"

"Hm..." Kun Houw tertawa mengejek. "Sudah kubilang aku tak mungkin bersahabat dengan Ho-han-hwe, Hok Lian. Kenapa kau minta yang aku tak dapat melakukannya?"

"Tapi ini demi kepentingan umum, Kun Houw. Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin ditangkap orang orangnya Fu Chai bersama tiga orang temannya yang lain!"

"Siapa mereka?''

"Fan-ciangkun dan...." Hok Lian tiba-tiba berhenti, tertegun untuk menyebut nama Sin Hong dan Bi Lan, dua orang putera-puteri Pendekar Gurun Neraka. Dan Kun Houw yang melihat orang berhenti bicara tiba tiba melihat kakek Phoa tersenyum padanya, memasukkan papan caturnya.

"Kun Houw, peristiwa besar telah menggegerkan Beng-san. Tidak dengarkah kau berita itu?"

"Tentang apa, locianpwe?"

"Tentang penangkapan tokoh-tokoh Ho han-hwe, Kun Houw. Bahwa dua orang putera-puteri Perdekar Gurun Neraka ditangkap bersama tiga orang lain, Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cin-jin serta Fan-ciangkun itu! Tidak dengarkah kau?"

Kun Houw menggelerg. "Aku tidak tahu, locianpwe. Tapi kukira aku juga tidak akan perduli. Apalagi mendengar keluarga Pendekar Gurun Neraka ditangkap!"

"Salah, justeru kau harus perduli mendengar penangkapan ini, Kun Houw. Bukankah gurumu termasuk kelompok kaum pendekar yang selalu menentang kejahatan? Dan kau sebagai muridnya harus membantu kaum pendekar, Kun Houw. Karena penangkapan itu diprakarsai So-beng yang membunuh gurumu. Juga muncul dua iblis baru yang bernama Siang-mo ji-bin!"

Kun Houw tidak tergerak, "Aku tak suka melibatkan diri dalam percakapan ini, locianpwe. Sangkut paut nama Pendekar Gurun Neraka membuat aku enggan bicara. Sudahlah, sekarang apa yang hendak kalian lakukan dan kemana locianpwe mau pergi? Bagaimana muncul tiba-tiba di tempat ini?”

"Aku mendapat perintah Naga Bongkok untuk mencarimu, Kun Houw. Katanya kau baru dari Beng-san ketika menghormat peti jenazah Ciok-thouw Taihiap."

"Apa perlunya?" Kun Houw heran. "Dan kau juga ada di sana waktu itu, locianpwe?"

"Tidak. Aku terlambat mengetahui tewasnya Ciok-thouw Taihiap, Kun Houw. Aku datang secara kebetulan saja ketika bertemu Naga Bongkok itu. Katanya kau pernah berjumpa dengan muridnya itu dan berkenalan dengan baik."

"Sin Hong?"

“Ya."

Kun Houw tiba-tiba tertawa mengejek. "Locianpwe, sebaiknya tak perlu kembali mengulang-ulang menyebut nama keluarga musuhku itu. Memang betul aku pernah bertemu muridnya itu. Tapi sepuluh tahun yarg lalu. Ada apa Naga Bongkok menyuruhmu untuk mencariku?"

"Kau diminta datang malam ini ke kota Wu-kian, Kun Houw. Ada sesuatu yang ingin dimintakan pertolongannya darimu."

"Untuk apa?"

"Urusannya tak kuketahui, Kun Houw. Tapi penting!"

"Hm," Kun Houw menjengek. "Aku masih ada itu urusan prbadi, locianpwe. Aku masih akan mengejar seseorang malam ini!"

"Siapa?”

Kun Houw tak menjawab.

"Boleh kubantu, Kun Houw?"

Kun Houw menggeleng. "Terima kasih. Tak perlu, locianpwe. Aku dapat melakukannya seorang diri."

"Dan kau benar-benar tak dapat membantu kami menyelamatkan lima orang tawanan itu, Kun Houw?" Hok Lian tiba-tiba maju bicara, mengerutkan keningnya dan memandang Kun Houw dengan tajam.

Tapi Kun Houw yang tersenyum mengejek tetap menggelengkan kepalanya. "Maaf, aku belum tergerak membantu orang-orang itu. Hok Lian. Apalagi ada dua orang keluarga Pendekar Gurun Neraka di sana! Bukankah ayah ibunya akan maju menyelamatkan putera-puterinya?"

"Betul, tapi tawanan dikawal pasukan besar berjumlah tiga ribu orang, Kun Houw. Mana mungkin membebaskannya kalau tidak dibantu orang-orang pandai? Pendekar Gurun Neraka dan dua isterinya tak cukup bila bekerja seorang diri. Tapi yang penting, kau tujukan saja pertolonganmu pada tiga orang yang lain itu, Fan-ciang-kun dan Bu Wi Hosiang serta Thian Kong Cin-jin. Tentu kami orang-orang Ho-han-hwe akan berterima kasih sekali."

"Hm," Kun Houw tetap menggeleng. "Aku tak dapat melakukannya, Hok Lian. Nama Pendekar Gurun Neraka masih ada di situ!"

“Tapi ini bukan urusan pribadi, Kun Houw. Ini urusan kaum pendekar yang banyak bergabung di Ho-han-hwe itu!"

"Tak perduli. Aku enggan melakukannya selama musuhku ada di sana, Hok Lian. Tak perlu memaksa atau membujukku lagi!"

Hok Lian marah. Ia mau memaki, tapi kakek Phoa yang tertawa lebar tiba-tiba menepuk pundak cucunya. "Baiklah, kami tak bermaksud memaksamu, Kun Houw. Kalau kau tak dapat membantu kami sudahlah, kami tak akan kecewa. Hanya kami menyesal kau tak melakukan satu pekerjaan mulia. Hal yang tentu akan dilaksanakan gurumu kalau dia masih hidup!” lalu, memandang cucunya kakek ini berkata, "Hok Lian, urusan kita selesai. Rupanya Kun Houw masih ada satu pekerjaan sendiri. Mari kita pergi...!"

Hok Lian cemberut. "Baiklah, kau benar, kek. Kalau Kun Houw tak mau membantu kita memang tak perlu kita memaksa. Mari kita pergi!" dan Hok Lian yang memutar tubuhnya berkelebat pergi sudah meninggalkan Kun Houw tanpa banyak cakap lagi. Kakek Phoa juga menyusul cucunya, dan begitu dua orang itu bergerak memasuki hutan maka lenyaplah mereka meninggalkan Hun Houw yang termangu-mangu sendirian.

"Kun Houw, kau akan menemui sebuah kesulitan besar dalam hidupmu Berhati-hatiIah!"

Kun Houw tertegun. Dia mendengar seruan kakek Phoa yang lenyap dikejauhan sana itu, tapi tersenyum sinis dia mengangkat pundaknya dan berkelebat pula meninggalkan tempat itu. Menuju ke barat berlawanan arah dengan jalan yang diambil Hok Lian dan kakeknya. Dan Kun Houw yarg tak menggubris kata-kata Phoa-lojin tentang peringatan dirinya sudah melupakannya begitu saja tanpa menyadari bahwa dia benar-benar akan terjebak dalam sebuah kesulitan besar!

* * * * * * * *

Malam itu Kun Houw sudah memasuki istana. Dia menyelinap dengan gampang melalui penjagaan para pengawal yang tak banyak berarti baginya. Dan ketika dia mengintai ke gedung dimana Mu Ba dan teman-temannya tinggal Kun Houw tertegun. Dia tak melihat siapa pun di situ. Suasana gedung sunyi. Dan Kun Houw yang menjadi heran tiba-tba melihat dua orang pengawal muncul, memasuki lorong di tengah gedung.

"Liao Ti, benarkah para tawanan ditangkap Ok-siocia dan kini sedang dalam perjalanan?”

Pengawal ke dua mengangguk. "Memang benar, Ma-twako. Dan kabarnya Kui Hoa-niocu berhasil memimpin tugas itu membawa lima orang tawanan. Mereka sudah tiba di Wu-kian, kabarnya besok akan memasuki kota raja dan menghadap sri baginda!"

"Dan benarkah putera-puteri Pendekar Gurun Neraka tertangkap?'

Pengawal ke dua tertawa. "Betul, Ma-twako. Dan kabarnya sri baginda akan mengambil gadis yang cantik ini untuk menjadi selirnya. Memaksa agar Pendekar Gurun Neraka tunduk dan tidak memusuhi kerajaan!"

"Tapi tahukah baginda kecantikan gadis itu?"

"Ha-ha, puteri Pendekar Gurun Neraka tentu cantik, twako. Juga lihai dan gagah perkasa! Tidakkah kau dengar kehebohan yang ditimbulkan gadis ini di kota Ye-kiang? Dia mengakibatkan Lao-ciangkun bunuh diri karena malu diarak sekeliling kota!"

"Ya, dan sri baginda kabarnya marah, Liao Ti. Sepak terjang gadis itu katanya merarik simpati rakyat kepada Ho han-hwe!"

Kun Houw melayang turun. Dia tersentak mendengar disebutnya nama Kui Hoa, gadis yang mengobati lukanya dengan menyedot hawa beracun itu, kenangan yang sesungguhnya tak dapat dia lupakan semenjak mulutnya dicium gadis itu! Dan ketika dua pengawal ini sudah tiba di bawahnya dan dia tak mau kehilangan mereka untuk mendengarkan percakapan tiba-tiba membuat dua pengawal itu terkejut ketika melihat Kun Houw muncul di depan mereka bagai seekor burung yang hinggap dengan kaki ringan.

"Hei, siapa kau?"

Namun Kun Houw bergerak cepat. Dia langsung mendapat tusukan tombak yang digerakkan dua pengawal itu, yang kaget dan marah bahwa seorang musuh datang mengganggu. Tapi Kun Houw yang menyelinapkan tangannya di bawah batang tombak tahu-tahu telah menangkap dan membetot senjata dua orang lawannya. Lalu begitu dia menghentak dan membalik tahu-tahu tombak telah ganti mengemplang dua pengawal itu dengan gagang menimpa kepala.

"Plak plak!"

Dua pengawal itu menjerit. Mereka terpelanting roboh, dan ketika melompat bangun dan mau berteriak memanggil bala bantuan tahu-tahu leher mereka telah ditempel mata tombak yang runcing dan siap menusuk.

"Berteriak berarti mati...!”

Dua pengawal ini tertegun. Mereka pucat, menggigil memandang Kun Houw yang membentak dingin. Dan ketika Kun Houw menekan lagi sedikit mata tombaknya ke leher mereka tiba-tiba dua pengawal itu mengeluh dan menjatuhkan diri berlutut "Ampun, kami.... kami tak akan melawan, siauw-hiap. Siapa kau dan apa perlumu ke mari?"

Kun Houw mendengus. "Aku mencari penghuni gedung ini, pengawal. Mana mereka dan di mana pula So-beng?"

"Ah..." pengawal di sebelah kiri terbelalak. "Penghuni gedung ini tak ada di tempat, siauw-hiap. Mereka ke Wu-kian atas perintah sri baginda!"

“Untuk apa?"

Pengawal itu menggigil. "Kami... kami tidak tahu, siauw-hiap.... kami..."

"Bohong! Kalian baru saja bicara tentang Wu-kian, pengawal. Apakah ada hubungannya dengan para tawanan?" Kun Houw momberontak. "Hayo bicara terus terang, kalau tidak kalian akan kubunuh!"

Dua pengawal itu akhirnya membenturkan jidat. "Ampun, kami... kami benar-benar tidak tahu, siauw-hiap. Tapi mungkin ada hubungannya dengan itu...!"

"Dan di mana So-beng?"

"Tak ada di sini. siauw-hiap. Dia bersama Ok socia pergi ke Beng-san untuk menangkap pemberontak!"

"Siapa?"

"Orang orang Ho-han hwe. Kabarnya mereka....”

Pengawal itu tiba-tiba menghentikan kata-katanya Kun Houw mendengar desir angin menyambar di belakangnya, lembut mirip sebatang jarum. Hampir tak terdengar telinga. Tapi Kun Houw yang melempar tubuh ke kanan tiba-tiba mendengar dua pengawal yarg ada di depannya itu menjerit ngeri, roboh terjengkang ditembus dua sinar putih yang entah apa, amblas di dahi mereka setelah luput menyampar Kun Houw. Dan ketika Kun Houw melompat bangun maka dilihatnya seorang laki-laki gagah berdiri dengan sikap penuh wibawa, mengebutkan lengan dan dingin memandangnya.

"Kun Houw, ada apa kau ke mari?"

Kun Houw terkejut. Dia belum mengenal laki-laki gagah ini, yang usianya sekitar empat-puluh tahun dan tampan, berpakaian sederhana namun rapi. Tapi Kun Houw yang tertegun melihat orang sudah mengenalnya justeru tersirap dan membelalakkan mati, tergetar melihat perbawa laki laki itu yang terasa kuat dan mendorongnya dengan sikap yang penuh wibawa.

Dan Kun Houw yarg baru melompat bangun menghadapi laki-laki ini tiba-tiba melihat ratusan bayangan muncul di balik kegelapan, bayargan pasukan pengawal yang tiba-tiba bergerak dan mengepung dirinya, muncul tanpa berisik bagai hantu dari balik kubur. Dua-ratus lebih! Dan Kun Houw yang tertegun oleh kepungan ini tiba-tiba melihat seorang perwira melompat maju, menundukkan kepalanya di depan laki-laki gagah, itu.

"Ciangkun, apa yang harus kami lakukan?"

"Hm, seret mayat dua tikus kecil itu, ciang-hu. Dan kalian tinggallah di tempat masing masing!"

"Baik!" dan Kun Houw yang melihat perwira itu mengambil mayat dua pengawal yang roboh binasa telah kembali ke tempatnya semula tanpa banyak bicara lagi, membershkan tempat itu dan berdiri di barisan pengepung dengan sikap tegak, memandang Kun Houw yang menjadi sasaran semua orang yang menujukan matanya pada pemuda ini. Tapi Kun Houw yang tak gentar sedikitpun juga bahkan melompat maju, menghadap laki-laki itu.

"Maaf, kau siapakah. ciangkun? Kenapa melakuknn kecurangan degan membokong orang lain?" Kun Houw bertanya, menyebut "ciangkun" pula seperti yang dilakukan perwira tadi.

Dan laki-laki gagah yang bersikap dingin itu tiba-tiba tersenyum, senyum mengejek. "Kun Houw, sehariusnya aku yang bertanya kepadamu kenapa kau masuk ke tempat ini secara gelap. Apa maksudmu dan atas suruhan siapa kau datang ke mari?"

"Hm, aku datang atas suruhan hatiku sendiri, ciangkun. Aku ke mari untuk mencari Mayat Hidup!"

"Dan juga So beng?"

"Ya," Kun Houw terkejut. "Dari mana kau tahu? Siapa kau?"

Laki laki ilu tertawa dingin. "Aku ayah Ok Kui Hoa, Kun Houw Kabarnya kau telah berkenalan dengan puteriku itu."

"Oh, kau.... kau Ok-ciangkun?"

"Ya."

"Ah!" dan Kun Houw yang mundur setindak tiba-tiba tertegun dan memandang laki-laki gagah itu dengan mata tak berkedip. Baru tahu inilah Panglima Ok yang lihai itu, yang konon katanya memiliki kepandaian tinggi dan kebal racun. Amat hebat! Dan Kun Houw yang tergetar memandang laki-laki berpakaian saderhan ini tiba tiba mendelong dan sedetik tak mampu mengeluarkan suara.

"Kenapa, Kun Houw?"

Kun Houw terkejut. Buru-buru dia menekan guncangan hatinya, merah teringat bahwa inilah ayah Kui Hoa, gadis yang membuatnya berperasan tak keruan dan gugup. Tapi Kun Houw yang ingat bahwa kabarnya panglima ini adalah juga suheng (kakak seperguruan) Iblis Penagih Jiwa tiba-tiba mengeraskan sikap dan memandang marah.

"Ok-ciangkun, aku ke mari memang benar mencari Mayat Hidup dan So-beng. Benarkah mereka tak ada di sini seperti yang dikatakan dua orang pengawal yang kau bunuh itu?"

"Hm, mereka terbunuh karena kau berkelit, Kun Houw. Kalau tidak tentu aku tak akan kehilangan mereka. Kau dapat kutangkap untuk kesalahan ini!"

Kun Houw tertawa mengejek. "Cangkun, aku tak biasa menerima gertakan. Siapa sudi kau tangkap? Dan mungkinkah kau dapat menangkapku?'

"Hm, tak perlu sombong, anak muda. Aku tentu dapat menangkapmu kalau aku mau!"

"Mengandalkan pula pasukanmu itu?"

"Tidak, mereka hanya menjaga agar kau tidak melarikan diri, Kun Houw. Dan kalau kau tidak percaya cobalah."

Kun Houw panas. Dia melihat panglima ini mengebutkan lengannya, memberi jalan pada Kun Houw, menyuruh Kun Houw membuktikan omongannya untuk melarikan diri! Tapi Kun Houw yang entah kenapa malu melarikan diri dengan sikap pengecut tiba-tiba menjengekkan hidung dan berkata, "Ok ciangkun, aku tak biasa melarikan diri sebelum bertanding. Sekarang buktikan saja kalau kau dapat menangkap aku, tanpa pengawal!"

"Kau mau bertaruh?"

"Bertaruh macam apa?"

“Yang kalah tunduk pada menang, Kun Houw. Kau berani mererima taruhan ini?"

Kun Houw tertegun. Dia berdebar juga melihat ketenangan lawannya itu, yang mau tak mau membuat dia terpengaruh juga, tergetar dan merasakan bahwa laki-laki ini memiliki perbawa yang tinggi, kuat den meyakinkan. Sikap yang hanya dipunyai orarg-orang yang hebat. Orang-orang jang percaya pada diri sendiri! Dan Kun Houw yeng sejenak terguncang oleh tantangan ini tiba-tiba menarik napas menenangkan hatinya.

"Bagaimana, Kun Houw? Kau berani menerimanya?"

Akhirnya Kun Houw mengangguk. "Boleh. Tapi syaratmu terlalu umum, ciangkun. Aku tak mau menerima taruhan itu bila tidak dibatasi...!"

"Hm, kau takut?"

Kun Houw merah mukanya. "Bukan begitu, ciangkun. Tapi taruhan ini harus memberi kebebasan pula pada yang kalah. Kalau tidak tentu yang menang akan menjadi sewenang-wenang."

Lelaki itu tertawa dingin. "Agaknya kau merasa kalah, Kun Houw. Kenapa harus diembel-embeli segala macam omongan kosong? Yang kalah tetap kalah. Dia harus tunduk pada yang menang. Tapi kalau kau ada syarat khusus, bolehlah kau ajukan! Apa permintaanmu?"

Kun Houw tersinggung. "Aku tidak minta macam-macam, ciangkun. Tapi yang menang boleh minta tiga macam pada yandakalah. Artinya, kalau aku yang menang maka kau harus memenuhi tiga macam permintaanku. Sedang kalau..."

"Kalau kau jang kalah biar ku minta dua macam saja permintaan padamu, Kun Houv. Aku sebagai yang tua harus mengalah padamu!" lelaki itu memotong, membuat Kun Houw terbelalak dan marah. Tapi belum dia menjawab tiba-tiba panglima ini telah mengulapkan lengannya dan berseru, "Nah, cabut pedangmu, Kun Houw. Biar aku melihat Bu-tong Kiam-sut yang kau warisi dari gurumu itu!"

Kun Houw tertegun. Dia melihat orang bersiap-siap, memandangnya tenang dan penuh kepercayaan diri, menyuruh dia mencabut senjata padahal lawan bertangan kosong. Dan Kun Houw yang bangkit harga dirinya oleh sikap panglima tiba-tiba berseru, "Ok-ciangkun, aku tak biasa menyerang lawan yang bertangan kosong. Kalau kau ingin aku mencabut pedang maka cabutlah pula senjatamu. Kita boleh mulai!"

Panglima itu tertawa mengejek. "Aku tak biasa menarik kata-kataku, Kun Houw Sebaiknya keluarkan pedangmu dan seranglah. Aku sudah memperhitungkan kepandaianmu!"

Kun Houw marah. Dia benar-benar tersinggung oleh ucapan ini, kalimat terakhir yang menyatakan lawannya itu sudah memperhitungkan kepandaiannya, jadi merendahkan dan menganggap dia masih berada di bawah lawan. Tapi Kun Houw yang tetap tak mencabut pedang kalau lawan bertargan kosong tiba-tiba membentak dan mulai menyerang, mempergunakan Kiam-ciang atau Tangan Pedang sebagai gantinya senata.

"Ok ciangkun, jaga dirimu baik-baik. Awas aku mulai serang!” lengan Kun Houw yang mendesir bagai sebatang pedang tiba-tiba menyambar ke depan, membacok muka lawan tanpa banyak bicara lagi, didororg oleh kemendongkolan dan kemarahan Kun Houw oleh sikap lawan yang memandang rendah. Tapi Ok ciangkun yang tertawa dari hidung tiba-tiba menggerakkan pula tangan kanannya dari atas ke bawah, menangkis perlahan.

“Kun Houw, sebaiknya tak perlu sungkan-sungkan. Kerahkan semua kepardaianmu...plak!”

Dan Kun Houw yang membentur tangan yang dingin dari lawannya itu tiba-tiba berseru kaget ketika lengannya menempel, disedot oleh tenaga luar biasa kuat yang meluluhkan Tangan Pedangnya, menembus gumpalan hawa semacam kapas. Dan Kun Houw yang kaget oleh pertemuan tenaga yang membuat Tangan Pedangnya terhisap itu sekonyong-konyong membentak, menendangkan kakinya sekaligus mcnarik balik tangannya itu. Dan begitu lawan melepas tangannya melompat mundur maka Kun Houw sudah berdiri dengan muka bcrobah.

“Im-bian-kun (Tenaga Kapas Dingin)...!"

Panglima itu tersenyum. "Kau mengenalinya, Kun Houw? Bagus, kau cukup berharga!" tapi Kun Houw yang sudah membentak dan menyerang lagi tiba-tiba berseru menggerakkan Tangan Pedangnya.

"Ok-ciangkun, jangan sombong. Kita baru mulai!" dan Kun Houw yang kembali mempergunakan Tangan Pedangnya menyerang lawan sudah bertubi-tubi membabat dan menusuk. Kun Houw kaget sejenak, tak mengira lawan memiliki ilmu yang bersifat lembut itu. Ilmu yang memang tepat dipergunakan menghadapi Kiam-ciang-nya yang keras.

Tapi Kun Houw yang bergerak mempergunakan Tangan Pedangnya kali ini tak mau ditangkis. Dia mengelilingi lawannya itu, bekelebatan mendahului lawan membacokkan Tangan Pedangnya. Dan begitu Kun Houw mengerahkan ginkang dengan tangan menyambar-nyambar tiba-tiba saja lawannya itu lenyap di balik gulungan tubuhnya yang "membungkus" panglima itu!

"Wah, hebat. Kau patut menjadi murid si jago pedang itu, Kun Houw. Tapi kau tak dapat merobohkan aku!"

Kun Houw mematikan pendengarannya. Dia terus bertubi-tubi menggerakkan Kiam-ciangnya, yang kini mendesing dan bersiutan menyerang lawan. Dan ketika lawan sibuk menangkis sana-sini tiba-tiba lawan seolah membiarkan satu serangan mengenai punggungnya.

"Crat!"

Kun Houw terbelalak. Tangan Pedangnya dengan tepat membacok punggung lawannya itu, mengeluarkan suara seperti pedang membacok tulang, atau segumpal daging. Tapi lawan yang sama sekali tak terluka oleh pukulannya itu bahkan membalikkan tubuh dan tertawa padanya, sedikit terdorong. "Kau mengandalkan Kiam-ciangmu untuk mengalahkan aku, Kun Houw? Ha-ha, tak akan sanggup. Sebaiknya keluarkan saja pedangmu itu dan tak perlu sungkan!"

Kun Houw marah. Dia terkejut dan penasaran. Dan ketika kembali bertubi-tubi dia menyerang dan lawan kembali menunjukkan kekebalannya yang aneh hingga. Tangan Pedangnya mental sekonyong-konyong lawannya itu berseru nyaring, "Kun Houw, sekarang keluarkan pedangmu!"

Dan sinar putih yang berkeredep menyambar dadanya tiba-tiba membuat Kun Houw menangkis dan mendorongkan lengannya. "Dess!" Kun Houw lerbelalak. Dia terdororg mundur o!eh pukulan aneh itu, pukulan tak dikenal tapi berhawa dingin. Dan sementara Kun Houw tergetar kaget tahu-tahu sebatang pedang menyambar lehernya dari tangan kiri panglima itu, yang entah kapan telah mencabut sebatang pedang yang bersinar kehijauan! Dan begitu Kun Houw terkesiap oleh serangan ini tahu-tahu pedang telah dekat di lehernya menyentuh kancing baju!

"Ah...!" Kun Houw membanting tubuh. Dia kaget bukan main oleh serangan pedang itu, dan ketika pedarg masih mengejarnya pada saat bergulingan tiba-tiba Kun Houw membentak dan mencabut Pedang Medali Naganya.

“Cringg....!" Dua sinar itu tiba-tiba berbenturan. Orang hanya melihat pedang di tangan Kun Houw yang bersinar putih bertemu dengan pedang di tangan Ok-ciangkun yang bersinar hijau. Dan begitu suara ini lenyap dan pedang di tangan Ok-ciangkun terpental akhirnya orang melihat panglima itu tertegun melompat mundur, memeriksa pedangnya.

"Hm, hebat pedangmu, Kun Houw. Cheng-liong kiam di tanganku luka bertemu Pedang Medali Naga...!"