Pedang Medali Naga Jilid 19 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 19
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
"LIONG CENG?"

Tok-sim Sian-li tertawa. "Bukan Liong Ceng, orang she Souw. Tapi Ceng Liong, Yap Ceng Liong...!" dan wanita iblis yang berkelebat ke depan dengan bendera di tangannya itu tiba-tiba melecut dan menyerang Ceng Han di saat putera Pendekar Kepala Batu itu tertegun.

"Brett...!" Ceng Han hampir celaka. Dia cepat mengelak dan melompat ke belakang. Tapi sementara ia bersiap-siap menghadapi murid Cheng-gan Sian-jin ini mendadak isterinya menjerit. Cui Ang diserang laki-laki yang batuk-batuk itu, yang bukan lain adalah Mayat Hidup adanya. Dan marah bahwa musuh datang dengan cara yang licik tiba-tiba Ceng Han melemparkan pedangnya pada isterinya itu.

"Ang-moi, tangkap....!"

Cui Ang berjungkir balik. Dia menyambar pedang yang dilontar suaminya itu, tapi Mayat Hidup yang mengejarnya dengan suara terkekeh melepas pukulan. "Souw-hujin, nanti dulu... “Plak!"

Dan Cui Ang yang terpaksa membalik untuk mengelak serangan ini seketika berteriak marah ketika pedangnya terpental. Dengan seruan nyaring dan pekik tinggi nyonya ini kembali mengejar pedangnya, tapi ketika Mayat Hidup mengganggu di tengah jalan tiba-tiba Ceng Han berkelebat ke depan menangkis pukulan iblis ini agar isterinya merebut pedang.

"Iblis keparat, jangan bermain curang!" Mayat Hidup terkejut. Dia melihat putera Pendekar Kepala Batu itu telah menghadangnya di depan, menangkis dengan telapak terbuka. Tapi Mayat Hidup yang tertawa mengejek oleh tangkisan ini tiba-tiba mengganti pukulannya dengan tusukan jari.

"Plak!" dan Ceng Han tergetar. Dia melihat musuhnya terdorong setindak, dan kaget melihat dua jari lawan yang keras dan mengeluarkan sinar putih yang membuat telapaknya tergetar seketika Ceng Han tertegun dan membelalakkan matanya. "Coan-kut-ci (Jari Penusuk Tulang)...!"

Mayat Hidup terkekeh. "Kau tahu, anak muda? Heh-heh, itu memang Coan-kut-ci!"

Dan Ceng Han yang melangkah mundur dengan muka berobah tiba-tiba mengenal siapa lawannya ini. "Kalau begitu kau Mayat Hidup!"

Seruan ini disambut sikap sombong si Mayat Hidup. "Ya, aku Mayat Hidup, bocah she Souw. Sekarang kau tahu siapa kami? Dan dia itu adalah Sin-thouw-liong Mu Ba, raksasa yang siap menghancurkan keluarga Souw Ki Beng, heh-heh...!" dan Mayat Hidup yang terkekeh sambil batuk-batuk itu lalu memberi isyarat pada teman-temannya. "Bagaimana, Mu Ba? Siapa yang kau pilih untuk menjadi lawan?"

Mu Ba melompat maju. Dia sudah bersinar memandang putera Pendekar Kepala Batu ini, sikapnya buas dan menyeramkan sekali. Dan Ceng Han yang tergetar melihat raksasa tinggi besar ini seketika menyiapkan diri dengan pukulan Pek hong-ciang. Mu Ba tertawa-tawa. "Kau berani melawan aku, anak muda?"

Ceng Han merah mukanya. "Tak perlu banyak cakap, iblis tua. Kalau kalian ingin bertempur majulah, aku siap menghadapi kalian bertiga!"

Tapi Mayat Hidup melompat mundur. Dia mendekati Cui Ang yang menggigil dengan pedang di tangan, dan terkekeh sambil batuk-batuk dia melahap mantu Ciok-thouw Taihiap ini dengan mata nyalang. "Souw Ceng Han, tak perlu kau menghadapi kami bertiga. Biar isterimu ini saja yang melayani aku!"

Cui Ang menjerit. Dia tak tahan oleh sikap Mayat Hidup ini, dan melihat lawan sudah mendekat dan mengancamnya tiba-tiba ia sudah berkelebat dengan pedang menusuk ke dada musuhnya itu. "Han-ko, bunuh mereka. Tak perlu banyak cakap..!"

Mayat Hidup tak mengelak. Dengan berani dan terkekeh lebar memasang dadanya, lalu ketika pedang menusuk dan Cui Ang menjerit kaget ketika pedangnya mental sekonyong-konyong iblis ini menggerakkan dua jarinya menusuk leher wanita itu.

"Tak-crit!" Cui Ang mengeluh. Ia cepat membanting tubuh mengelak tusukan dua jari Mayat Hidup, bergulingan dan melompat bangun dengan kaget. Dan ketika dia melihat lawan mengejarnya sambil terkekeh wanita inipun membentak dan mainkan ilmu pedang Cuimo Kiam-hoat dengan pekik marah. "Mayat Hidup, aku akan membunuhmu...!"

Mayat Hidup tertawa. Dia sudah diserang bertubi-tubi oleh mantu Ciok-thouw Taihiap ini, tapi bergerak cepat mengimbangi serangan lawan dia mulai menangkis dan membalas. Dan begitu Cui Ang mempergencar serangannya dengan pedang menyambar naik turun mirip naga kehilangan ekornya maka Mayat Hidup pun tak berani main-main menghadapi serangan lawannya ini. Apalagi ketika Cui Ang sering menusuk mata dan ulu hatinya, dua tempat yang tak dapat dilindungi kekebalan. Dan Mayat Hidup yang terpaksa menghentikan tawanya untuk menghadapi kemarahan nyonya ini segera memusatkan perhatiannya dan balas menyerang.

“Mu Ba, cepat bereskan lawanmu....!"

Mu Ba sadar. Mereka sejenak mendelong oleh pertandingan itu, tapi sadar dan tertawa bergelak tiba-tiba raksasa tinggi besar ini menerjang Ceng Han. "Bocah, mampuslah...!"

Ceng Han menggeram. Dia menyambut terjangan lawannya itu dengan Pek-hong ciang, dan begitu melepas sinkang menyambut hantaman lawan tiba-tiba dua lengan bertemu dan saling tumbuk di udara.

"Dess!" Mu Ba tergetar. Dia terbelalak melihat putera Pendekar Kepala Batu itu sanggup menerima pukulannya, tidak terdorong kecuali bergoyang sedikit. Maka berteriak keras melancarkan pukulannya kembali tiba-tiba raksasa ini menubruk dan mengulurkan kedua lengannya. Dengan cepat dan bertubi-tubi dia menampar dan mendorong, mendesak Ceng Han agar mundur menjauhi taman. Tapi Ceng Han yang menangkis serta balas menyerang dengan muka geram segera melayani iblis tinggi besar ini. Dan begitu kedua lengannya bergerak-gerak dengan pukulan Pek-hong-cang maka terlibatlah dua orang itu dalam pertandingan seru dan sungguh sungguh.

Sementara di tempat lain, Ciok-thouw Taihiap yang berkutat mempertahankan diri dari sedotan Ceng Liong menggereng dan membentak berkali-kali. Ketua Beng san-pai itu marah bukan main, tak mengira bahwa Ceng Liong yang selama ini dianggapnya baik adalah musuh dalam selimut. Putera Tok-sim Sian-li. Cucu Ceng-gan Sian-jin! Dan gusar bahwa dia terkecoh oleh anak ingusan macam Ceng Liong ini Chiok-thouw Taihiap meraung dan mati-matian melepaskan diri.

Tapi Ceng Liong terlanjur menghisap tenaganya. Pemuda itu telah memperoleh setengah lebih dari tenaga saktinya, yakni ketika pertama dia memberikan dengan suka rela pada pemuda itu dan kedua ketika dia kelepasan memberikan sinkang, tanpa sengaja karena mengira Ceng Liong mengalami bahaya dan dia ingin membantu. Maka sadar bahwa kiranya dia terjebak dan kini mengalami bahaya kematian di tangan bekas muridnya itu yang ternyata adalah iblis yang amat berbahaya. tiba-tiba Ciok-thouw Taihiap menghentakkan kakinya dan berteriak.

"Bocah, lepass...!"

Tapi Ceng Liong masih mencengkeram telapak tangannya. Dia ikut menghentakkan kaki ketika Ciok-thouw Taihiap berteriak menarik dan berusaha melepaskan diri dari sedotannya. Dan ketika sekuat tenaga Ciok thouw Taihiap membanting tubuh dan mereka berdua jatuh terguling-guling maka Ceng Liong tetap menempel dan lekat seperti lintah dicengkeraman ketua Beng-san-pai itu.

"Ciok thouw Taihiap, kau tak dapat melepaskan diri!"

Ciok-thouw Taihiap meraung. Dia benar-benar gusar dan pucat bukan main, meronta tapi maklum lawannya itu akan mempertahankan diri mati-matian. Dan ketika dia semakin gemetar dan Ceng Liong semakin kuat menghisap karena sinkangnya sedikit demi sedikit terus disedot pemuda itu akhirnya Ciok-thouw Taihiap tak dapat mempertahankan diri lagi. Ketua Beng-san-pai ini menggigil, untuk pertama kalinya selama hidup merasa ngeri. Maklum bahwa dia akan tewas di tangan lawannya itu. Mati dengan sinkang terkuras habis! Dan Ciok-thouw Taihiap yang mengeluh dengan bibir bergerak-gerak tak dapat bersuara itu tiba-tiba tertarik ke depan ketika Ceng Liong menyentak tubuhnya!

"Beng-san-paicu. serahkan nyawamu....!"

Ciok thouw Taihiap mendelik. Dia benar-benar tak berdaya sekarang, sinkangnya sudah lebih tiga perempat bagian masuk ke dalam tubuh Ceng Liong. Maka ketika Ceng Liong kembali membentak dan tenaga yang luar biasa menyedot sinkangnya yang tinggal sedikit tiba-tiba Ciok-thouw Taihiap melontakkan darah segar dan roboh dengan lutut menyentuh bumi! Ciok-thouw Taihiap lumpuh, berlutut di depan Ceng Liong seakan meminta ampun.

Dan Tok-sim Sian-li yang terkekeh melihat pemandangan itu tiba-tiba mengebutkan berderanya ke belakang kepala ketua Beng san-pai ini dengan pekik girang. "Ciok thcuw Taihiap, sekarang kau mampus!"

Ciok-thouw Taihiap terkejut. Dia terang tak mungkin menghindar, lengannya masih lengket di telapak Ceng Liong. Maka ketika bendera menyambar dan dia tak dapat mengelak dengan telak sekali senjata di tangan Tok-sim Sian-li itu mengenai belakang kepalanya.

"Prak...!" Ciok-thouw Taihiap roboh. Untuk pertama kalinya ketua Beng-san ini mengaduh, ambruk tapi lengan masih tetap "disedot" Ceng Liong yang tak mau melepas sedikitpun juga tenaga lawannya itu, yang tinggal sedikit, tak ada sepersepuluh bagian. Dan ketika untuk kedua kalinya Tok-sim Sian-li kembali melengking dan menusukkan gagang benderanya ke belakang tubuh jago tua itu maka Ciok-thouw Taihiap menjerit dan terjengkang roboh, tembus punggungnya!

"Crep-augh..."

Ceng Liong sekarang melepas korbannya. Dia melihat Ciok-thouw Taihiap terguling-guling, mandi darah, berhenti membentur pohon. Dan ketika melihat ketua Beng-san-pai itu menggereng tak dapat bangun berdiri karena lukanya yang parah tiba-tiba Ceng Liong tertawa dan menggigil mendorongkan lengannya. "Ciok-thouw Taihiap, sekarang susul arwah kakek guruku!"

Ciok-thouw Taihiap mendelik. Dia tak dapat mengelak, luka-lukanya terlampau parah, marah bukan main. Tapi karena dia tak berdaya dan pukulan itu sudah menyambar tiba maka pendekar ini hanya mengeluh dan mencelat sepuluh tombak lebih menghantam tembok. "Bress...!" Ciok-thouw Taihiap tak bergerak lagi. Ketua Bengsan-pai itu membujur di depan pintu, rupanya tewas.

Dan Ceng Han yang melihat ayahnya roboh dicurangi Ceng Liong tiba-tiba melengking dan meninggalkan lawannya. "Ceng Liong. kau iblis keji…”

Ceng Liong terbelalak. Dia melihat Ceng Han menubruknya, melancarkan pukulan Pek-hong-ciang. Tapi Ceng Liong yang tertawa aneh dengan tubuh bergoyang itu tiba-tiba menyambut. Dan begitu lengannya diangkat menerima terjangan ini mendadak Ceng Han berteriak ketika tubuhnya terangkat dan terbanting roboh.

"Bress...!" Ceng Han terkejut bukan main. Dia merasa pukulan yang luar biasa kuat menerima pukulannya, menahan dan tiba-tiba menolak dengan demikian dahsyat. Dan kaget bahwa dia terguling-guling oleh tangkisan lawan tiba-tiba Ceng Han berjungkir balik dan berteriak mencabut pedangnya.

"Bocah, mampuslah....!"

Ceng Liong terkejut. Dia melihat pedang Ceng Han melingkar, menusuk dan berputar menikam lehernya. Tapi Ceng Liong yang menyeringai keji tiba-tiba melembungkan lehernya dengan sinkang yang baru dia peroleh dari Ciok-thouw Taihiap. "Tak!" dan pedang Ceng Han yang mental bertemu kekebalan pemuda itu sudah disambut seruan panjang Ceng Han yang kaget setengah mati!

"Ceng Liong, kau manusia busuk!"

Tapi Ceng Liong tertawa aneh. Dia melihat Ceng Han kembali menyerangnya gencar, menusuk dan menikam, bahkan membacok. Tapi semua serangan pedang yang bertubi-tubi mental bertemu tubuh pemuda itu membuat Ceng Han terkejut dan membelalakkan matanya. Dan saat itulah Mu Ba datang menyerang.

"Souw Ceng Han, tak perlu lari. Hayo kau layani aku dulu!"

Ceng Han gugup. Dia sedang menusukkan pedangnya ketika Mu Ba datang, menghantam dengan angin pukulannya yang menderu. Tapi Ceng Liong yang rupanya "kepanasan" oleh sinkang Ciok-thouw Taihiap yang bergolak di dalam perutnya tiba-tiba membentak dan menangkis pukulan gurunya itu.

"Suhu, minggir saja. Biar aku yang membunuhnya... plak!"

Mu Ba terpekik. Dia tiba-tiba terpental dan terdorong beberapa tindak, kalah oleh sinkang Ceng Liong yang tiba-tiba menjadi demikian dahsyat dan mengerikan. Dan sementara dia hampir terjengkang bergulingan maka Ceng Long langsung mengibas lawannya dengan tangan kiri. "Souw Ceng Han, pergilah...!"

Ceng Han menangkis. Dia menggerakkan pedang menusuk, tangan kirinya ikut pula membantu menolak kibasan Ceng Liong. Tapi begitu dua tenaga bertemu di udara tiba-tiba Ceng Han berteriak dan kembali terbanting roboh.

"Bress....!" Ceng Han terguling-guling. Dia pucat dan ngeri bukan main oleh kehebatan Ceng Liong. Maklum bahwa sinkang yang dipergunakan itu adalah sinkang ayahnya yang sudah puluhan tahun dilatih. Sinkang yang disedot Ceng Liong! Dan sementara dia bergulingan menyelamatkan diri maka Ceng Liong tiba-tiba tertawa aneh dan mengejarnya dengan pukulan ke dua.

"Orang she Souw, mampuslah!"

Ceng Han berjungkir balik. Dia merasa pukulan Ceng Liong lebih dahsyat dari pada yang pertama, tapi melompat memutar pedangnya tiba-tiba tanpa sengaja kaki Ceng Han menyerimpet sebuah akar tanaman.

"Aih...!" Ceng Han terkesiap, terbelalak dan roboh terjengkang. Dan persis dia melotot pada lawannya itu tiba-tiba pukulan Ceng Liong tiba. "Krekk!" Ceng Han mengaduh. Pundak kirinya patah, dan sementara ia menggulingkan diri sambil menggigit bibir maka Ceng Liong kembali melontarkan pukulan sambil terkekeh, kali ini mempergunakan Soan-hoan-ciang.

Tapi Cui Ang yang menjerit melihat suaminya dalam bahaya tiba-tiba memekik dan meninggalkan Mayat Hidup, menyerang Ceng Liong. "Ceng Liong, kau iblis keparat...!"

Ceng Liong menyeringai. Dia menarik pukulannya ke arah Ceng Han, membiarkan Ceng Han melompat, bangun. Lalu begitu bergerak menerima serangan Cui Ang tiba-tiba Ceng Liong mencengkeram pedang di tangan wanita ini.

"Pletak!" Cui Ang terkejut. Ia melihat pedangnya patah menjadi tiga potong, dan sementara terbelalak dengan muka kaget tahu-tahu pukulan Soan-hoan-ciang yang sedianya hendak ditujukan kepada Ceng Han mendadak dikibaskan pada wanita ini, dahsyat sekali.

"Ang-moi, awas...!"

Tapi terlambat. Cui Ang tak mendengar seruan suaminya itu, karena sementara ia tertegun menyaksikan pedangnya patah tahu-tahu Soan-hoan ciang sudah menerpa tubuhnya. "Bress!" Cui Ang terlempar. Dia bagai layang-layang putus talinya, tapi Ceng Liong yang sudah menyambar potongan pedang dengan kakinya tiba-tiba mengungkit dan menendangkannya ke arah Cui Ang. Dan begitu pedang mengenai wanita ini yang masih terlempar di udara maka Cui Ang menjerit dan roboh terbanting.

"Crep!"

Ceng Han terbelalak. Dia melihat isterinya terkapar dengan mata melotot, potongan pedang menancap di dada kanannya. Tak bergerak lagi. Tewas! Dan Ceng Han yang terguncang hebat oleh kematian isterinya ini tiba-tiba melengking dan menyerbu ke depan. "Jahanam Ceng Liong, kau manusia keji...!"

Ceng Liong tertawa mengejek. Dia tak berkelit atau menghindar serangan itu. Tapi ketika Ceng Han menusuk matanya dia membentak. Lalu, sekali dia mengibas dan menggerakkan tangannya ke depan tahu-tahu pedang Ceng Han sudah dicengkeram. Dan sekali remas hingga pedang hancur tak kuat menerima tenaga saktinya tiba-tiba Ceng Liong mengebutkan potongan pedang yang amat banyak itu ke muka Ceng Han!

"Aih...!" Ceng Han terbelalak lebar. Dia kaget oleh serangan yang amat dekat ini, tapi Ceng Han yang dapat membanting diri bergulingan dengan pundak patah itu tiba-tiba mengeluh ketika melihat Ceng Liong tiba-tiba telah ada di depannya. Berkelebat mengejarnya seperti iblis. Berdiri menanti pada saat dia melompat bangun! Dan sementara Ceng Han mengutuk dengan makiannya yang penuh kemarahan maka Ceng Liong menurunkan tangannya menghantam kepala pendekar itu.

"Souw Ceng Han, mampuslah!"

Ceng tak dapat mengelak. Dia baru melompat bangun, mana ada waktu? Maka melihat dirinya diancam maut yang amat mengerikan tiba-tiba Ceng Han menjadi nekat dan menendangkan kakinya ke selangkangan pemuda itu. Ingin mati berbareng! Tapi sebuah bayangan yang menangkis pukulan Ceng Liong dari samping tiba-tiba mengejutkan semua orang.

"Ceng Liong, kau jahanam keji... dess!"

Ceng Liong terbelalak. Dia terdorong mundur oleh tangkisan yang dahsyat, terkejut melihat munculnya seorang pemuda tinggi besar, tampan dan gagah, menyelamatkan Ceng Han pada saat yang tepat. Dan Ceng Liong yang terdorong mundur oleh tangkisan ini tiba-tiba berseru marah ketika mengenal siapa pemuda itu.

"Sin Hong...!"

Dan bersamaan dengan seruan ini tiba-tiba tiga bayangan lain berkelebat datang di depan Sin Hong. Itulah Han Ki dan Han Bu beserta seorang kakek bongkok yang bukan lain Naga Bongkok adanya. Dan melihat Ceng Liong merobohkan Ciok-thouw Taihiap dan ibu mereka tewas dengan potongan pedang menancap di dada tiba-tiba Han Bu berteriak dan melompat ke depan.

"Ceng Liong, kau membunuh ibuku?"

Ceng Liong tersenyum mengejek. "Kau rupanya tahu namaku Han Bu? Dia mampus karena kesalahannya sendiri, jangan persalahkan aku."

"Keparat!" Han Bu yang tak tahan oleh semuanya ini tiba-tiba sudah menghantam Ceng Liong, langsung menggunakan Soan-hoan-ciang yang diwarisinya dari kakeknya.

Tapi Ceng Liong yang juga memiliki ilmu yang sama mengibaskan lengannya sambil berseru mengejek, "Han Bu, kau bukan lawanku...plak!"

Han Bu terlempar roboh. Dia berteriak dan melompat bangun kembali, siap menyerang dengan mata melotot. Tapi Sin Hong yang berkelebat di depannya tiba-tiba menekan bahunya. "Han Bu. Ceng Liong bukan lawanmu. Dia telah menyedot sinkang kong-kong!"

Han Bu gemetar. Dia memang merasa betapa hebat tenaga Ceng Liong, luar biasa sekali. Dan Han Ki yang juga tampil dengan muka merah tiba-tiba juga menahan lengannya. "Bu-te, apa yang dikata Sin Hong memang benar. Sebaiknya kita lihat keadaan ibu dan kong-kong!"

Tapi Sin Hong berkata, "Sebaiknya kalian urus dulu paman Ceng Han, saudara Han Ki. Aku dan suhu akan menghadapi iblis-iblis ini!"

Han Ki teringat. Dia melihat ayahnya menggeletak di situ, pingsan. Maka mengangguk dan menarik adiknya ini. Han Ki melakukan pertolongan darurat. Lalu melihat ayah mereka patah tulang pundaknya tapi tidak begitu berbahaya segera Han Ki maju kembali bersama adiknya.

Sementara Sin Hong yang sudah berhadapan dengan Ceng Liong tampak berapi-api memandang lawannya itu dengan penuh kemarahan. “Ceng Liong, kau iblis keji. Tak tahu malu kau mencuri ilmu silat orang lain dengan menyamar!"

Ceng Liong tertawa mengejek. "Itu bukan salahku, Sin Hong. Kebodohan merekalah kalau dapat tertipu!"

"Dan kau telah membunuh kakekku, Ceng Liong. Kau harus membayar hutang jiwa ini!"

"Ha-ha, siapa harus membayar hutang? Ciok-thouw Taihiap juga telah membunuh kakekku, Sin Hong. Jadi sekarang impas dan tak perlu diributkan lagi. Sekarang bersiaplah, aku akan menebus kekalahanku empat hari yang lalu!" dan Ceng Liong yang tertawa bergelak menghentikan kata-katanya itu tiba tiba menyerang Sin Hong dengan cengkeraman ke depan.

"Dukk!" Sin Hong menangkis. Dia membentak marah melihat Ceng Liong tak memberi aba-aba. Tapi ketika Ceng Liong mengulang pukulannya dan pemuda itu tertawa mengejek sambil mengibaskan lengan kirinya menghantam dengan pukulan Soan hoan-ciang tiba-tiba Sin Hong melompat mundur dan berteriak keras "Ceng Liong, aku akan membunuhmu.” dan begitu dia mendorongkan lengan menerima kibasan ini maka untuk pertama kalinya dua orang muda itu mengadu tenaga.

"Dess!" Ceng Liong surut selangkah. Dia tergetar dan terbelalak melihat Sin Hong hanya bergoyang, melotot padanya dengan muka merah. Dan Ceng Liong yang penasaran oleh gebrak pertama ini tiba-tiba membentak dan menerjang maju. "Sin Hong sekarang hati-hatilah . Aku bukan Ceng Liong pada empat hari yang lalu!"

Sin Hong tak menggubris. Dia sudah melayani Ceng Liong yang bertubi-tubi menyerang, mula-mula mainkan kedua tangan dengan pukulan dan tamparan. Tapi ketika Ceng Liong mulai menggerakkan kakinya pula untuk menendang dan menyerang dari bawah tiba-tiba Sin Hong membentak dan mainkan Khong ji-ciangnya (Silat Hawa Kosong), yakni ilmu silat yang lebih menitik beratkan pada pertahanan daripada penyerangan. Dan begitu semua serangan Ceng Liong mental ke atas dan Ceng Liong marah mendadak Ceng Liong melengking tinggi dan mengerahkan Cui-beng Ginkang nya, lenyap menghantam dan berkelebatan menyerang Sin Hong.

“Sin Hong, aku akan membunuhmu....”

Sin Hong tak menjawab. Dia melihat lawannya lenyap, bertubit-ubi melakukan serangan. Maka memekik dan melengking pula tiba-tiba Sin Hong mengerahkan Jouw-sang hui-teng nya (Terbang Di Atas Rumput) untuk menandingi Cui-beng Ginkang (Ginkang Pengejar Roh) lawan. Dan begitu keduanya sama-sama lenyap di dalam gulungan bayangan yang saling sambar-menyambar maka pertandingan tiba-tiba menjadi seru dan menegangkan.

Ceng Liong mainkan pukulan bervariasi. Mula-mula mencoba Pek-hong-ciang menekan Sin Hong. Tapi ketika pukulannya membalik dan Pek hong-ciang rupanya kurang kuat menghadapi lawannya itu maka Ceng Liong menambahinya dengan Tok hiat-jiu (Pukulan Darah Beracun), yakni ilmu silat yang diwarisinya dari sang ibu di mana sang ibu sendiri mendapatkannya dari mendiang Cheng-gan Sian-jin. Dan karena sekarang sinkang Ceng Liong luar biasa hebat dan sama dengan Ciok-thouw Taihiap sendiri yang ditipunya secara keji maka pukulan dan sambaran angin tamparannya benar-benar mengerikan dan dahsyat sekali.

Tok-hiat-jiu yang dilakukan Ceng Liong sama dengan yang dilakukan mendiang kakek gurunya, bahkan mungkin lebih hebat lagi karena sinkang Ciok-thouw Taihiap masih lebih tinggi dibanding kakek iblis itu, yang tewas di tangan ketua Beng-san-pai ini. Maka begitu Ceng Liong bergerak dan mainkan Pukulan Darah Beracun itu ditambah pukulan Pik-hong-ciang (Pukulan Angin Putih) menghantam lawannya tiba-tiba saja sinar merah dan putih yang amat berlawanan warnanya bertubi-tubi menyerang Sin Hong.

Dengan cepat dan dahsyat sekali Sin Hong didepak. Diteter dan terus digencet. Tapi Sin Hong yang mainkan Khong-ji-ciang nya dengan penuh konsentrasi sebagai ilmu silat pertahanan diri ternyata mampu menolak semua serangan lawan. Keganasan Ceng Liong diimbangi dengan kecepatan dan ketepatan bergerak, menangkis atau bahkan mendorong dengan tolakan sinkang. Dan Ceng Liong yang merasa betapa Sin Hong mementalkan semua pukulannya dengan sinkang yang amat kuat diam-diam heran dan penasaran juga.

Timbul pertanyaan, dari manakah pemuda itu memperoleh sinkang demikian hebat? Betulkah dari si Naga Bongkok? Sebab, kalau benar dari kakek bongkok itu tentunya tak mungkin Naga Bongkok memberikannya seluruh bagian. Karena memberikan seluruh bagian berarti menyerahkan nyawa seperti yang dialami Ciok-thouw Taihiap. Padahal Naga Bongkok masih hidup, bahkan segar-bugar dan sehat berseri-seri! Jadi bagaimana Sin Hong bisa menjadi sedemikian hebat?

Ini memang tak diketahui orang luar. Naga Bongkok sendiri yang melatih muridnya itu juga mula-mula tak mengetahuinya. Tapi para pembaca yang masih ingat pertemuan pemuda ini dengan Bu-beng Sian-su tentu mengerti. Ya, itulah sebabnya. Karena dulu, sepuluh tahun yang lalu ketika Sin Hong bertemu kakek dewa itu didalam gua dan mendapatkan latihan aneh untuk "memukul-mukul batu" yang sebenarnya adalah cara menghimpun sinkang yang dahsyat sekali sebenarnya mendapat anugerah luar biasa. Karena dengan cara menghimpun sinkang yang diajarkan oleh kakek dewa itu sesungguhnya Sin Hong telah melatih tenaga sakti yang luar biasa dahsyat, tak kalah dan kini sejajar dengan gurunya sendiri bahkan mungkin sedikit di atasnya!

Dan Ceng Liong yang tentu saja tak tahu asal mula kejadian ini mengira bahwa Naga Bongkok memberikan sinkangnya pada muridnya itu. Padahal tidak. Karena Sin Hong yang memiliki sinkang dengan cara yang telah diberikan kakek dewa Bu-beng Sian-su sesungguhnya jujur dan tidak menerima "warisan" dari mana-mana.

Sin Hong belajar sendiri. Menghimpun sendiri. Dan Naga Bongkok yang akhirnya tahu dari cerita muridnya itu tentang pertemuannya dengan Bu-beng Sian-su akhirnya malah "tidak berani" melatih sinkang pada Sin Hong. Sin Hong disuruh meneruskan saja latihan seperti apa yang diajarkan kakek dewa itu, sementara dia hanya melatih ilmu-ilmu silat pada Sin Hong.

Dan ketika benar sepuluh tahun kemudian Sin Hong menyelesaikan semua pelajarannya mana tertegunlah Naga Bongkok melihat kemajuan muridnya ini. Sin Hong memiliki sinkang yang dahsyat. Dan ketika ia mencoba sampai di mana sinkang muridnya ini maka Naga Bongkok terkejut ketika mendapat kenyataan bahwa sinkang yang dilatih Sin Hong selama sepuluh tahun itu sama dengan sinkang yang dia pelajari selama limapuluh tahun. Bahkan seusap lebih tinggi!

Dan Naga Bongkok yang tentu saja bengong oleh kehebatan muridnya ini segera menjadi girang luar biasa. Dia dapat mengukur, bahwa Sin Hong sekarang sejajar dengan tokoh-tokoh sakti kelas atas. Tak kalah dengan ayahnya sendiri, Pendekar Gurun Neraka. Atau Ciok-thouw Taihiap Souw Ki Beng! Dan kakek bongkok yang tentu saja kagum oleh kepandaian muridnya itu segera menjadi girang dan takjub akan kehebatan Sin Hong. Maklum bahwa semuanya itu adalah berkat sinkang yang dipelajari muridnya dari manusia dewa Bu-beng Sian-su.

Dan Naga Bongkok yang semakin percaya akan kesaktian kakek dewa ini diam-diam gentar dan tunduk di dalam hati. Dia dapat membayangkan, kalau Sin Hong berlatih lima puluh tahun sama seperti dia sendiri tentu kepandaian pemuda itu lima tingkat di atasnya. Bukan main. Hal yang sukar untuk dibayangkan dan amat tinggi! Dan Naga Bongkok yang percaya kepada muridnya ini lalu melepas Sin Hong dengan penuh kemantapan. Termasuk membiarkan muridnya itu bertanding melawan Mu Ba, iblis tinggi besar yarg tak dapat mengalahkan Sin Hong!

Dan Naga Bongkok yang semakin girang oleh kelihaian muridnya itu dan percaya akan ke mampuan Sin Hong menjaga diri lalu membiarkan saja muridnya itu melawan Ceng Liong, meskipun tahu bahwa Ceng Liong mewarisi tenaga sakti Ciok-thouw Taihiap secara licik. Dan ketika benar muridnya itu dapat menahan semua serangan lawan dan kini Ceng Liong melotot penuh kemarahan tiba-tiba kakek ini tertawa dan mengebutkan lengan bajunya, memutar tubuh ketika melihat tiga bayangan berkelebat mengurung dirinya.

"Kalian hendak mengeroyokku, Mu Ba?"

Mu Ba, dan dua orang temannya yang sudah mengurung kakek ini menggeram. Dia memang melihat pertempuran di antara dua orang muda itu masih berjalan seimbang. Ceng Liong masih mendesak tapi ditahan murid Naga Bongkok ini. Maka melihat Naga Bongkok juga harus segera dibereskan, iblis tinggi besar inipun membentak.

"Naga Bongkok, kau tak dapat menonton begitu saja pertandingan anak-anak muda itu. Bersiaplah untuk mampus!"

"Heh heh, kau berani mengancam setelah dibantu teman-teman, Sin-thouw-liong? Bagus, majulah. Aku ingin menggebukmu lagi supaya lari terbirit-birit!"

"Keparat!' Mu Ba memekik. Lalu memberi aba-aba pada dua temannya yang lain dia sudah membentuk dan tiba-tiba menerjang kakek ini. "Mayat Hidup, serang dia. Bunuh...!"

Mayat Hidup mengangguk. Dia juga sudah mengerotokkan jari-jarinya, mempersiapkan Coan kut-ci. Dan begitu melihat Mu Ba menghambur menyerang lawan tiba-tiba dia juga terkekeh dan menusukkan dua jarinya, melengking dan berseru pula pada Tok-sim Sian-li, "Mo-li, kebutkan benderanu. Bunuh si tua bangka ini!"

Tok-sim Sian-li juga bergerak maju. Dia sudah memekik dan menggerakkan benderanya, dan begitu tiga orang ini maju menyerang lawan, tiba-tiba Naga Bongkok sudah dikurung tanpa dapat keluar.

"Plak-plak-plak!"

Naga Bongkok menangkis. Dia membuat tiga orang lawannya terdorong, bahkan Tok-sim Sian-li yang terlemah di antara mereka terpental. Tapi ketika Mu Ba dan Mayat Hidup menyerang kembali kakek inipun memaki dan terpaksa melompat mundur. Mayat Hidup menusukkan dua jarinya ke mata. mencicit bagai suara tikus. Dan belum dia menangkis serangan ini Mu Ba sudah menggereng dan menghantam tengkuknya dengan dahsyat sekali. Terpaksa, Naga Bongkok memutar lengan dan begitu menangkis ke muka dan belakang tahu-tahu benturan tenaga di antara mereka bertiga mengguncangkan bumi.

"Des-dess!"

Naga Bongkok terdororg. Dia digencet dua pukulan berbareng dari muka dan belakang, dan sementara dia terhuyung dengan mata menyipit tiba-tiba Tok-sim Sian-li mengebutkan benderanya ke pinggang, memekik dan sekaligus melepas pukulan Tok-hiat-jiu dengan tangan kirinya, mengejutkan kakek ini yang masih tergetar. Tapi Naga Bongkok yang tak dapat mengelak sudah melindungi dirinya dengan sinkang.

L "Plak-dess!" dan Tok-sim Sian-li menjerit. Dia membentur kekebalan yang aneh, terpelanting sendiri dan kembali terguling-guling. Tapi Mayat Hidup yang berteriak kepadanya sudah memberi tahu,

"Mo-li, serang saja dari samping. Biar kami berdua menyerangnya dari muka dan belakang...!”

Naga Bongkok tertawa. Dia melihat Tok-sim Sian-li mengangguk, dan tiga orang lawan yang sudah mengepungnya dari tiga jurusan itu akhirnya berpadu. Mereka bergerak sesuai dengan apa yang dikehendaki Mayat Hidup, dan begitu menyerang dari tiga jurusan tiba-tiba Naga Bongkok harus berlompatan ke sana ke mari menghindari gempuran musuh.

"Wah, kalian curang, Mayat Hidup. Tak tahu malu!"

Tapi Mayat Hidup dan teman-temannya tak menggubris. Mereka adalah orang-orang sesat, mana terpengaruh oleh seruan ini? Bahkan semakin Naga Bongkok memaki mereka maka semakin buas dan garang mereka menyerang. Akibatnya Naga Bongkok membentak keras, dan melihat dirinya dikepung dengan pukulan bertubi-tubi mendadak kakek ini mengayun tubuhnya dan melempar kedua lengan ke kiri dan ke kanan, lalu begitu melenggak lenggok bagai naga menari tiba-tiba angin pukulan dahsyat menyambar dari kedua lengan kakek itu, menangkis dan membuat lawan-lawannya berteriak kaget.

"Awas, Sin-liong-jiu-kun (Pukulan Naga Sakti)...!" Mu Ba berteriak memperingatkan, melompat mundur dan maklum akan kedahsyatan pukulan ini. Dan Mayat Hidup serta Tok-Sim Sian-li yang juga terbelalak dan terdorong oleh angin pukulan ini tiba tiba membentak dan berjungkir balik menyerang dari atas.

"Naga Bongkok, mampuslah!"

Kakek itu menggeliat. Dia menerima serangan berbareng itu dengan tubuh berjongkok, tangan mendorong ke atas. Dan begitu pukulan meledak di udara tahu-tahu tongkat bendera di tangan Tok-sim Sian-li patah.

"Krek!" Tok-sim Sian-li menjerit. Dia kaget sekali oleh tangkisan Naga Bongkok yang demikian kuat, baru angin pukulannya saja tapi sudah membuat gagang benderanya patah. Dan sementara dia meluncur turun dengan muka kaget tahu-tahu lengan kiri kakek itu menampar kepalanya. Tapi untunglah, Mayat Hidup yang menusukkan jarinya dari samping mendahului gerakan ini, dan persis rekannya menjerit keras lengan kakek itu pun dicoblos.

"Cret!" Tok-sim Sian-li selamat. Ia sudah membanting tubuh bergulingan, dan Mayat Hidup yang tergetar oleh pukulan Sin-liong-jiu lawannya terdorong mundur dengan mata terbelalak.

"Naga Bongkok, kau hebat!"

Tapi kakek ini tak menjawab. Dia sudah ditubruk si raksasa tinggi besar dalam gebrakan cepat itu, bertubi-tubi mendapat pukulan Mu Ba yang menderu bagai angin topan. Dan bergerak ringan melompat ke kiri tiba-tiba kakek ini menendang lawannya dari samping.

"Dess...!" Mu Ba menggeliat. Dia hampir terbanting roboh, tapi raksasa yang menggeram dengan mata melotot itu sudah membalikkan tubuhnya dan kembali menyerang, persis di saat Mayat Hidup juga melancarkan Coan-kut-ci. Dan ketika dua iblis ini mengepung dan membuat posisi seperti semula maka Tok-sim Sian-li juga sudah menerjang maju dengan pekik marahnya, mengebutkan kain bendera yang patah gagangnya, tidak berani sembroro dan lebih hati-hati setelah mengetahui kehebatan Sin-liong-jiu tadi. Dan begitu tiga orang ini mengeroyok secara teratur dan saling isi-mengisi melakukan serangan maka Naga Bongkok kewalahan dan mengeluh juga.

Betapapun, Mu Ba dan Mayat Hidup itu adalah tokoh-tokoh yang berkepandaian tinggi. Kalau mereka maju satu-persatu tentu dengan mudah dia akan menundukkan mereka. Tapi setelah mereka maju berbareng dan masih ditambah Tok-sim Sian-li yang cukup mengganggu dengan kibaran benderanya itu mau tak mau kakek ini kerepotan juga. Maka ketika pertandingan berjalan semakin seru dan berkali-kali Naga Bongkok terhalang pandangannya oleh kain bendera di tangan Tok-sim Sian-li akhirnya tusukan Coan-kut-ci dan gebukan Sin-thouw liong Mu Ba mulai mengenai dirinya.

Naga Bongkok terdesak. Dan ketika satu saat kembali dia tertusuk dua jari Mayat Hidup itu yang menyengat tubuhnya tiba-tiba kakek ini membentak dan menyambar kain bendera, benda yang selalu menghalang pandangannya. Dan begitu menangkap serta merenggut keras tiba-tiba kakek ini menyentak dan menarik kuat, tak memperdulikan pukulan Mu Ba yang datang menghantam punggungnya. Dan sementara Tok-sim Sian-li berteriak mempertahankan benderanya maka saat itulah pukulan Mu Ba yang menghantam punggungnya "dipindahkan” kakek ini ke tubuh Tok-sim Sian-li lewat bendera!

"Dess!" Tok-sim Sian-li menjerit. Dia tak menyangka bahwa Naga Bongkok mempergunakan ilmu yang aneh, menyalurkan pukulan di belakang tubuhnya untuk diteruskan ke depan, melalui kain bendera. Maka begitu pukulan Mu Ba "meluncur" melalui punggung kakek ini dan terus menghantam lawannya yang ada di depan seketika Tok-sim Sian-li muntah darah dan terjengkang roboh!

"Ah, Pai-khong-twi-san (Dorong Hawa Menggempur Gunung)...!" Mu Ba kaget, terkejut dan berteriak keras begitu melihat rekannya menjadi korban. Tahu bahwa secara lihai kakek bongkok itu "memindahkan" pukulan ke arah lawan yang dituju dengan tepat dan telak sekali. Maka terkejut dan berteriak tinggi raksasa ini menghambur dengan penuh kemarahan. "Naga Bongkok, kau manusia siluman...!"

Kakek itu tertawa. Dia bukannya tidak mengambil resiko dengan perbuatan itu. Karena betapapun juga kalau dia tidak memiliki sinkang di atas lawannya tentu jantungnya akan rontok oleh gempuran Mu Ba yang dahsyat. Maklum bahwa betapapun raksasa tinggi besar itu memiliki tenaga sebesar gajah. Maka melihat Mu Ba meraung dan kembali menyerangnya dengan pukulan di belakang kepala tiba-tiba kakek ini menubruk ke depan menangkap lengan Mayat Hidup yang saat itu menusuknya dengan Coan-kut-ci pula.

"Hei...!" Tapi semuanya terlambat. Jari Mayat Hidup sudah ditangkap kakek ini. yang pada saat yang bersamaan menerima pukulan Mu Ba di belakang kepalanya. Dan begitu Naga Bongkok mengulang kembali dengan ilmunya yang aneh itu untuk "memindah" pukulan lawan menumbuk musuh yang ada di depan seketika Mayat Hidup terpekik dan melengking tinggi.

"Bress...!" Dua-duanya seperti diadu. Mayat Hidup terlempar, dan Mu Ba sendiri yang menerima “sengatan" Coan-kut ci yang d tusukkan rekannya melalui tubuh kakek bongkok itu seketika mencelat dan terguling-guling. Mereka sama memaki, mengumpat kalang-kabut. Tapi keduanya yang memiliki kepandaian setingkat dan sinkang sama kuat akhirnya melompat bangun dan berdiri kembali dengan mata melotot, tidak terluka seperti Tok sin Sian-li yang harus bersamadhi memulihkan lukanya. Dan Mu Ba yang menggereng oleh kejadian itu membentak marah.

"Naga Bongkok, jangan kau pergunakan ilmu silumanmu itu...!"

Naga Bongkok tertawa. "Kau takut, Mu Ba? Kalau begitu menyerahlah, berlutut meminta ampun, heh-heh!"

Dan Mu Ba yang menggeram sambil membanting kakinya itu lalu berteriak pada temannya, "Mayat Hidup jangan sentuh dirinya. Jangan sampai tertangkap...!"

Mayat Hidup mengangguk. Dia memang sudah mendengar cerita temannya itu tentang kelihaian Naga Bongkok, mendengar pula akan ilmunya yang aneh yang disebut Pai khong-twi-san (Dorong Hawa Menggempur Gunung). Maka melihat bahwa kakek itu benar-benar berbahaya dan mereka dapat "diadu'' kalau disentuh kakek ini terpaksa Mayat Hidup merobah cara bertempur, tak berani mendekat lagi dan selalu melompat kalau hendak ditangkap. Dan karena Mu Ba juga memasang jarak untuk tidak terlalu mendekat lawannya ini maka pertandingan akhirnya menjadi timpang dan berat sebelah.

Naga Bongkok kini melancarkan serangan. Tidak lagi bertahan atau menangkis seperti tadi. Dan karena lawannya tak berani mendekat dalam jarak yang terlalu pendek akhirnya Mu Ba dan Mayat Hidup terdesak dan mulai memaki-maki. Mereka bingung, juga gentar. Dan sementara mereka gugup oleh Pai kilhong-twi-san Naga Bongkok yang selalu siap "memindahkan" pukulan ke arah mereka tiba-tiba Ceng Liong yang bertempur melawan Sin Hong berteriak.

Mereka melihat Ceng Liong terpental, roboh dan terguling-guling setelah mendengar ledakan di udara, keras sekali dari benturan dua tenaga sakti yang rupanya sama-sama dilancarkan keduanya. Dan sementara Ceng Liong terguling-guling dalam pekik kaget tahu-tahu Han Bu dan Han Ki yang sejak tadi menonton di pinggiran berkelebat maju mengejar pemuda ini, menghunus pedang dan langsung membacok Ceng Liong.

"Ceng Liong, bayar hutang jiwa kongkong...!"'

Ceng Liong terkejut. Dia belum melompat bangun ketika dua orang kakak beradik itu menikamnya, yang satu ke arah leher sedang yang lain membacok punggung. Tapi Ceng Liong yang tertawa mengejek oleh sambaran pedang Han Ki dan adiknya ini menggelembungkan tubuhnya.

"Tak-takk!"

Han Bu dan kakaknya terkejut. Mereka merasa membacok sepotong baja, mental ke atas dan hampir terjelungup. Dan Ceng Liong yang sudah melompat bangun dan menyeringai dengan muka keji tiba-tiba membentak dan menampar pelipis kakak beradik itu dengan pukulan sinkangnya

"Han Ki, kaulah yang mampus!"

Pemuda ini kaget. Dengan otomatis dia mengangkat pedangnya, menangkis. Tapi begitu pedang bertemu telapak Ceng Liong tiba-tiba pedang itu patah dan tamparan Ceng Liong masih terus meluncur ke pelipisnya, menghantam tak dapat dielakkan pemuda ini. Tapi Sin Hong yang rupanya tak tinggal diam sudah berkelebat dari samping. Dia tadi terdorong dan hampir terjengkang ketika Ceng Liong menumbukkan sinkangnya, lawan terguling-guling sementara dia tergeser kedudukan kakinya. Maka melihat Ceng Liong mematahkan pedang Han Ki dan saudaranya itu terbelalak menerima tamparan Ceng Liong mendadak Sin Hong berkelebat dan menangkis serangan ini.

"Ceng Long, jangan menumpahkan darah lagi di sini...dess!"

Ceng Liong mencelat. Dia kembali tak tahan oleh sinkang Sin Hong yang dahsyat, yang berkali-kali membuat dia terdesak dan tak mampu mengungguli lawannya itu. Maka membanting dirinya bergulingan dan melompat bangun tiba-tiba Ceng Liong berteriak ke arah gurunya sambil menyambar ibunya yang bersila di atas tanah, “Suhu, kita pergi saja. Musuh terlalu kuat...!"

Kiranya Ceng Liong telah melihat pertandingan di antara dua orang gurunya itu dengan Naga Bongkok. Dia melihat keadaan tiba-tiba menjadi tidak menguntungkan bagi mereka. Mendongkol dan marah bukan main bahwa dengan sinkang Ciok-thouw Taihiap yang diperolehnya masih saja dia tak mampu mengalahkan Sin Hong. Maka melihat ibunya terluka dan dua orang gurunya mundur-mundur menghadapi Naga Bongkok akhirnya Ceng Liong mengambil keputusan licik. Melarikan diri sebelum payah benar!

Tapi Han Ki dan Han Bu yang sudah kembali akan keadaan mereka sudah membentak dan mengejar Ceng Liong. “Ceng Liong, jangan lari kau...!"

Sin Hong juga mengejar. Dia ikut marah melihat kelicikan Ceng Liong ini, maka bertiga bersama Han Ki dan Han Bu, Sin Hong mengejar mendahului mereka, mengerahkan Jouw-sang-haitengnya mendekati Ceng Liong yang memanggul Tok-sim Sian-li. Tapi persis jarak mereka tinggal beberapa jangkauan mendadak Ceng Liong melempar granat beracunnya.

"Hei ..dar-darr!"

Sin Hong berjungkir balik. Dia melihat asap hitam membubung tebal, memaki dan membentak Ceng Liong yang licik. Dan Sin Hong yang melihat Han Ki dan adiknya sudah pula tiba di situ mendadak mendorongkan tangannya menarik kakak beradik itu. "Han Ki, jangan diterobos. Beracun...!"

Han Ki terlempar. Dia bersama adiknya terdorong oleh pukulan Sin Hong, mencium bau amis dari granat beracun itu. Dan ketika mereka melompat bangun dengan mata terbelalak Naga Bongkok sudah berkelebat di depan mereka pula.

“Anak-anak, tak perlu dikejar. Asap itu memang beracun!"

Han Ki pucat. Dia mengepalkan tinju dengan marah, tapi Han Bu yang membanting kaki dengan muka merah padam membentak penasaran, "Tapi Ceng Liong telah memburuh ibu dan kakekku, locianpwe. Masa harus dilepas begitu saja?"

Naga Bongkok mengangguk. "Benar, tapi mergejar dengan menerobos asap hitam itu berbahaya, anak baik. Betapapun kita harus menahan diri dan masih banyak waktu untuk mencari mereka di lain hari."

Han Bu tidak puas. Tapi Sin Hong yang terbelalak ke kanan tiba-tiba berseru, "Hei, kong-kong masih hidup!"

Semua orang terkejut. Mereka melihat Sin Hong sudah melompat dan berlutut di dekat jago tua itu, yang dikira sudah tewas. Dan Han Bu yang tertegun tapi sudah melompat dan berlutut di dekat kakeknya ini tiba-tiba menjadi girang melihat bahwa kakeknya masih hidup. Tapi, melihat luka-luka kakeknya yang parah dan harapan hidup kecil sekali mendadak Han Bu menangis tanpa suara.

"Kong-kong...!"

Ciuk-thouw Taihiap membuka mata. Dia tertawa serak dan menyeringai menahan sakit, tapi melihat Sin Hong menempelkan lengannya di punggung tiba-tiba kakek ini batuk-batuk. "Sin Hong, kau hebat... sinkangmu luar biasa sekali... uh-uh, di mana gurumu...?"

Naga Bongkok melompat ke depan. "Aku di sini. Ciok-thouw Taihiap. Apa yang kau inginkan?"

"Ah..." Ciok-thouw Taihiap mencoba duduk. "Kau hebat, setan bongkok, tapi kau curang... kau licik...!"

Ciok-thouw Taihiap batuk-batuk kembali. Dia harus dibantu Sin Hong yang menyangga punggungnya, tak perduli pada kerut di kening Naga Bongkok. Lalu menuding dengan jari gemetar ketua Beng-san pai itu melanjutkan, "Naga Bongkok, bagaimana kau memberikan sinkang pada muridmu itu? Kenapa kau ingin memperoleh kemenangan dengan mewariskan tenaga sakti?"

Naga Bongkok terkejut. "Apa maksudmu, Ciok-thouw Taihiap?"

"Aku, ugh...!" Ciok-thouw Taihiap menahan napas. "Aku melihat Sin Hong memiliki sinkang tak wajar, Naga Bongkok. Kau tentu mewariskan sebagian sinkangmu untuk mengalahkan aku... kau... kau curang!"

"Hm," Naga Bongkok akhirnya tahu. "Jadi itukah kiranya yang menjadi dugaanmu, Ciok-thouw Taihiap? Kau salah, Sin Hong sama sekali tak kuwarisi sinkang seperti yang kau sangka melainkan hasil latihannya sendiri selama sepuluh tahun."

"Bohong! Kau tak perlu menipuku, setan tua. Sinkang yang dimilki Sin Hong sejajar dan bahkan melebihi sinkang yang kumiliki. Kau tentu menambahinya agar dia dapat mengalahkan aku!"

Naga Bongkok menarik napas. "Ciok-thouw Taihiap. tak perlu kiranya kita memperdebatkan hal itu. Sebaiknya kau tenangkan diri dan jangan bergerak. Biar aku coba menyembuhkan luka-lukamu!"

"Ha-ha, luka-luka yang mana. setan bongkok? Kau tahu aku siap mampus, mana mungkin disembuhkan?"

"Tapi aku akan mencobanya, Beng-san pai-cu. Kau tenanglah dan jangan..."

"Tidak, tidak perlu, Naga Bongkok. Aku justeru ingin memaki-makimu dulu sebelum mampus. Kau curang. Kau licik!" Ciok-thouw Taihiap memotong, mendelik dan penasaran serta marah memandang lawannya itu. Lalu menuding dengan jari-jari gemetar dia sudah melanjutkan lagi dengan penuh geram, "Setan Bongkok, kau benar-benar tak tahu malu sekali. Beginikah kiranya watak terselubungmu di balik baju pendekar? Phuih, kau manusia hina, tua bangka. Tak patut kau menjadi tokoh di Himalaya yang suci. Semoga iblis dan setan melahapmu kelak di pintu neraka…nghugh...!" dan Ciok-trouw Taihiap yang terpaksa menghentikan kata-katanya karena batuk yang hebat akhirnya menekan perut sampai terpingkal-pingkal.

Tapi Naga Bongkok menempelkan lengannya di dada pendekar ini, tersenyum pahit. "Ciok-thouw Taihiap, tenang dan tahanlah dulu semua kemarahanmu itu. Aku tidak melakukan kecurangan seperti yang kau sargka!"

"Bohong...!” Ciok-thouw Taihiap menepis lengan kakek ini. "Kau tak perlu menipuku, tua bangka. Jangan sentuh dan pegang tubuhku!"

Sin Hong akhirnya tak tahan. Dia maju menengahi, tapi heran bagaimana kakeknya yang sejak tadi roboh dan tak melihat pertandingan itu dapat mengetahui jalannya pertempuran antara dia dengan Ceng Liong segera bertanya dengan kening dikerutkan, "Kong-kong, bagaimana kau tahu tentang sinkang yang kumiliki ini? Bukankah kau tak melihat pertandingan?"

"Ha-ha," Ciok-thouw Taihiap tertawa serak. "Aku dapat mengetahui itu dengan telingaku. Sin Hong. Bukankah benar gurumu bermain curang dengan mewariskan sinkangnya kepadamu?"

Sin Hong terkejut. "Ah, begitukah, kong-kong? Tapi dugaanmu tentang suhu tidak benar. Aku memang memiliki kepandaian sinkang ini tanpa bantuan suhu!"

Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba menggerang. Dia menyamoar leher baju cucunya ini, dan membentak penuh kemarahan dia menyemprot Sin Hong, "Sin Hong, kau juga mau coba-coba menipuku? Kau melindungi gurumu dan ikut-ikut menjadi pengecut?"

Sin Hong terbelalak. Tapi maklum kekerasan dan kemarahan kakeknya ini terpaksa Sin Hong memberi keterangan, "Aku dan suhu tidak bicara bohong, kong-kong. Terus terang saja kuberitahukan padamu bahwa sinkang yang kuperoleh ini sebenarnya kudapat dari Bu-beng Sian-su!"

"Hah" Ciok-thouw Taihiap melotot. "Kau dapatkan dari Bu-beng Sian su?"

"Ya, begitu sesungguhnya, kong kong," dan Sin Hong yang terpaksa menceritakan pertemuannya dengan kakek dewa itu pada sepuluh tahun yang lalu akhirnya membuat Ciok-thouw Taihiap terbelalak dan semakin terbelalak saja. Lalu, begitu Sin Hong selesai menceritakan kejadian sebenarnya tiba-tiba jago tua ini tertawa bergelak.

"Bangsat, kalau begitu pantas saja, Setan bongkok. Aku terang kalah kalau manusia dewa itu membimbing muridmu! Ha ha, siapa yang kejatuhan sial ini kalau bukan Ciok-thouw Taihiap Souw Ki Beng? Ah, kau beruntung Naga Bongkok. Dan aku terkecoh habis-habisan oleh bocah bernama Ceng Liong itu, keparat... ugh ugh....!"

Sin Hong membantu kakeknya. Dia melihat kong-kongnya itu batuk-batuk, melontakkan darah segar dan menggigil dengan mata terbelalak. Maka menotok kakeknya ini meringankan penderitaan akhirnya Sin Horg menjatuhkan diri berlutut. "Kong-kong, tak perlu kau bersedih hati. Aku akan membalas sakit hatimu ini kepada Ceng Liong!"

"Ah, tidak!" Ciok-thouw tiba-tiba berteriak menghentikan batuknya, "Kau tak perlu membalaskan sakit hatiku ini, Sin Hong. Ada Han Ki dan Han Bu yang siap membunuh bocah itu."

"Tapi aku cucumu, kong-kong. Apakah kau masih membeda-bedakan diriku dengan yang lain?"

Ciok-thouw Taihiap tersedak. Dia mendengar suara Sin Hong yang gemetar, terpukul dan kembali batuk-batuk dengan hebat. Tapi menyeringai dan tertawa aneh mendadak ketua Beng-san-pai ini memeluk Sin Hong. "Sin Hong, kau masih mau mengakui aku sebagai kakekmu seperti halnya Han Ki dan Han Bu? Kau tidak marah oleh sikapku pada sepuluh tahun yang lalu?"

"Ah," Sin Hong mendesah. "Tak ada pikiran untuk tidak menganggapmu sebagai kakekku, kong kong. Aku Sin Hong tetap menganggap sebagai cucumu dengan adanya ibu Ceng Bi!"

"Dan ibumu Pek Hong?"

"Tentu sejalan dengan pendapatku, kong-kong. Bahwa meskipun tak ada aliran darah keluarga Souw di tubuhku tapi Sin Hong adalah putera ibu Ceng Bi. Tak ada beda di antara ibu Ceng Bi dengan ibu kandungku sendiri! Kecuali... kecuali kalau kau tak suka padaku, kong kong. Kecuali kalau kau tak mau menganggapku sebagai cucu!"

Ciok-thouw Taihiap mengeluh. Dia mencengkeram dan menjambak rambut Sin Hong, lalu berbisik dengan suara gemetar pendekar ini memejamkan matanya, "Sin Hong, aku tua bangka tak tahu diri. Siapa tak mau menganggapmu sebagai cucu. Dulu aku dimabok pikiran yang salah, Sin Hong, tapi kini aku sadar. Kau cucuku, kau anak dari menantuku sendiri... ah, kenapa insyaf setelah mau mampus? Kau maafkan aku, Sin Hong... kau telah menolong keluarga Souw dari kehancuran di tangan musuh-musuh jahat.... kau benar, aku yang salah... tapi tentang Ceng Liong biar Han Ki dan Han Bu yang membalaskannya, Sin Hong...dia...dia..."

Ciok thouw Taihiap batuk-batuk. Jago tua ini tersengal, napasnya megap-megap, tak mampu melanjutkan kata-katanya dan mulai kejang-kejang. Dan Sin Hong yang terharu melihat keadaan kakeknya itu lalu menotok punggung kakeknya. Kong-kong, tak perlu kau bicara banyak Aku mengerti..."

"Tidak... tidak, Sin Hong.. aku tak mau kau membunuh Ceng Liong karena bocah keparat itu telah bersumpah di depan altar untuk mampus di tangan keluarga Souw bila melanggar sumpahnya. Aku... ugh... mana Han Ki...?"

Han Ki maju berlutut. "Aku di sini, kong-kong. Kau ada pesan apakah?"

"Ugh.." Ciok-thouw Taihiap mengerang. "Kau berkewajiban untuk mencari bocah keparat itu, Ki-ji. Mana adikmu!"

"Aku di sini, kong-kong," Han Bu berlutut di samping kakaknya. "Kau ada pesan apakah?”

"Aku...aku ingin kalian berdua yang membalaskan sakit hati ini, Han Bu... kau mintalah bantuan Sin Hong untuk mencari bocah itu. Tapi ingat, Ceng Liong harus mati di tangan kalian...!" lalu batuk-batuk dan tersengal berat Ciok-thouw Taihiap menggapai Sin Hong. "Anak baik, kau mau membantu dua saudaramu, bukan? Tolong cari akal... ajari mereka untuk memiliki sinkang seperti yang kau punyai….!”

Sin Hong mengucurkan air mata. “Aku akan memenuhi permintaanmu, kong-kong. Tapi sudahlah, tak perlu kau banyak bicara!”

"Ah, tidak!" Ciok-thouw Taihiap justeru mencengkeram kepala cucunya ini. "Aku tak akan tertolong lagi, Sin Hong. Kematian siap mencabut nyawaku tak lama kemudian. Aku... ugh...!" Ciok-thouw Taihiap batuk-batuk. "Aku bisa mohon dua permintaan lagi kepadamu, Sin Hong? Kau bisa meluluskannya?"

Sin Hong menangis. "Aku akan meluluskannya kalau sanggup kulakukan, kong-kong. Apa yang kau minta?"

"Heh-heh... tidak banyak, Sin Hong... pertama katakan dulu maukah kau memaafkan si pandir ini. Dan ke dua... ooh...!" Ciok thouw Taihiap menggeliat. "Aku... aku... ah, aku tak tahan lagi, Sin Hong... cepat katakan kesanggupanmu untuk memberi maaf itu...!"

Sin Horg cepat merangkul kakeknya ini. “Aku memaafkan semua kesalahanmu, kong-kong. Tapi tak perlu dibesar-besarkan, itu hanya kesalahpahaman belaka!"

"Ah, kesalahpahaman apa, Sin Hong? Itu pendapat dari keluhuran budimu.... kau persis ayahmu, gagah dan..." Ciok-thouw Taihiap tersedak, kejang-kejang dan terpaksa menghentikan kata-katanya. Lalu melontakkan darah segar tiba-tiba ketua Beng-sanpai ini roboh di pelukan Sin Hong. "Aduh, elmaut telah datang menjemput Sin Hong... sekarang cepat tundukkan kepalamu... aku ingin membisikkan sesuatu..!"

Sin Hong menundukkan kepalanya. Dia menempelkan telinga di mulut kakeknya itu, yang gemetar dan tak dapat mengeluarkan suara dengan jelas, mengira kakeknya akan memberi pesan terakhir sebelum ajal. Tapi begitu menunduk dan kakeknya memeluk tahu-tahu Ciok thouw Taihiap mengecup dahinya. "Sin Hong, ini permintaanku nomor dua... kau terimalah cium perpisahan ini, cup...!" dan Ciok-thouw Taihiap yang tiba-tiba terguling tahu-tahu roboh dan menghembuskan napas terakhir di pelukan Sin Hong!

"Kong-kong...!"

Tapi Ciok-thouw Taihiap telah tewas. Jago tua ini meninggalkan senyum kepuasan di bibirnya, penuh kebahagiaan dan kegembiraan besar bahwa Sin Hong mau memaafkannya, bahkan sempat dikecup sebelum dia menghembuskan napas terakhir. Dan Sin Hong yang tiba-tiba mengguguk oleh kematian kakeknya ini tersedu dan memeluk mayat kakeknya dengan erat. Sin Hong terharu sekaligus terpukul oleh sikap terakhir orang tua ini, yang keras kepala, yang tak mau sudah dan "mahal" menyatakan maaf. Tapi begitu kakeknya tewas dan Ciok-thouw Taihiap yang terkenal keras dan mau menang sendiri itu menyatakan maaf dan menciumnya dengan kecupan lembut di saat ajalnya tiba-tiba Sin Hong terguncang dan menangis dengan air mata deras mengucur.

Tapi Naga Bongkok batuk-batuk kecil. Dia melihat pemuda yang lain, yakni Han Ki dan Han Bu juga berlutut di samping jenazah kakeknya dengan air mata bercucuran seperti Sin Hong. Maka berdehem dan menepuk pundak muridnya kakek ini berkata, "Sin Hong, yang tewas telah tewas. Kakekmu mati dengan cara yang gagah. Bangunlah, hapus air mata itu dan kita bawa jenazahnya ke dalam!"

Lalu, menyentuh pundak Han Ki dan Han Bu kakek bongkok ini juga bicara, "Anak-anak, kalian adalah keturunan orang-orang gagah. Kong-kong kalian tentu marah kalau kalian bersikap cengeng. Bangunlah, kita urus jenazahnya dan kita rawat pula yang lain!"

Han Ki sadar. Dia teringat bahwa ibunya juga tewas, maka bangkit berdiri dan menggigit bibir penuh kemarahan dia mengikuti petunjuk-petunjuk kakek bongkok itu. Naga Bongkok memang merupakan orang paling tua di antara mereka, juga tokoh yang disegani. Maka begitu membawa jenazah Ciok-thouw Taihiap ke dalam dan merawat pula ayah mereka serta mayat Cui Ang yang tewas di tangan Ceng Liong segera dua kakak beradik itu mengepal tinju dengan penuh dendam.

Ceng Liong telah membunuh dua orang keluarga mereka sekaligus. Satu kakek mereka sedang yang lain adalah ibu mereka. Maka Han Ki dan Han Bu yang berjanji untuk membalaskan sakit hati ini kepada Ceng Liong lalu bersumpah akan mencari pemuda itu dan tak mau sudah sebelum menagih jiwa. Dan Naga Bongkok yang mengatur semua pekerjaan di puncak gunung Beng-san itu akhirnya menyuruh Sin Hong memberi tahu ayahnya di Ta-pie-san untuk mengabarkan malapetaka ini. Dan tentu saja kegemparan segera terjadi.

Tewasnya Ciok-thouw Taihiap Souw Ki Beng di tangan Ceng Liong benar-benar menggegerkan. Orang hampir tak percaya bahwa Ciok-thouw Taihiap mati di tangan seorang pemuda tak dikenal. Tapi setelah mengetahui bahwa Ceng Liong adalah murid Sin-thouw-liong Mu Ba dan pemuda itu adalah cucu mendiang Cheng-gin Sian-jin tiba-tiba dunia kang-ouw menjadi berisik.

Pendekar Gurun Neraka sebagai menantu Ciok-thouw Taihiap lalu menyebar undangan, menggantikan Ceng Han yang terluka, memberi tahu bahwa kematian ini pada handai-taulan dan semua sahabat-sahabat baik, merencanakan pada hari ke tujuh jenazah tokoh terkenal itu akan dimakamkan. Tentu saja dengan upacara besar-besaran. Dan begitu undangan dikirim dan diberi tahu pula bahwa jumlah jenazah ada dua karena menantu puteri (Cui Ang) juga ikut tewas di tangan musuh maka kegegeran dunia kang-ouw benar-benar mencapai puncaknya.

Nama Ceng Liong melejit. Sebentar saja orang ingin tahu bagaimana rupa pemuda itu. Tapi karena Ceng Liong bersembunyi dan berlindung di balik pengaruh istana maka pemuda ini tak dapat dijumpai dan memang tak bakal mau dijumpai. Ceng Liong terlampau cerdik untuk di temui sembarang orang. Maklum bahwa perbuatannya itu menggegerkan banyak orang terutama kaum pendekar. tentu saja sahabat-sahabat Pendekar Kepala Batu.

Maka ketika hari ke tujuh ditetapkan untuk pemakaman jenasah tokoh Beng-san pai ini mulai berdatanganlah para pelayat diri delapan penjuru mata-angin, berbondong-bondong untuk menyatakan belasungkawa di samping ingin menonton keramaian. Dan begitu para sahabat dan handai-taulan datang untuk menyatakan maksudnya maka di pihak lain golongan hitam juga ikut hadir untuk membuat huru hara. Tentu saja dipimpin seorang tokoh yang bersembunyi di balik layar. Tokoh misterius yang bukan lain adalah So-beng!

* * * * * * * *

Hari itu, hari ke enam sejak tewasnya Ciok Thouw Taihiap Souw Ki Beng seluruh anak murid Beng-san-pai berkabung. Mereka sudah mulai menerima tamu untuk memberi penghormatan pada dua peti mati yang berjajar di ruangan besar, di mana Pendekar Gurun Neraka dan dua isterinya memimpin semua anak buahnya untuk melayani tamu. Dan Ceng Bi yang membendul matanya oleh kematian ayahnya ini tampak pucat dengan baju berkabungnya.

Nyonya ini marah. Ia terkejut sekali ketika pertama kali mendengar berita kematian itu. Tak menyangka bahwa Ceng Liong yarg dulu pernah datang ke Ta-pie-san bersama ibunya itu telah membunuh ayahnya. Hampir Ceng Bi histeris, mengamuk dan turun gunung mencari anak iblis itu. Tapi Pendekar Gurun Neraka dan Pek Hong (isterinya pertama) yang tentu saja tak membiarkan Ceng Bi menubruk sana sini sudah mencegah dengan penuh kesabaran.

Mereka meredakan kemarahan wanita ini, memberi pengertian bijaksana sekaligus menghibur dengan kepala dingin. Dan ketika Ceng Bi berhasil disadarkan bahwa mengurus jenasah ayahnya lebih penting ketimbang mencari Ceng Long akhirnya Ceng Bi menurut dan dapat menekan api dendamnya. Apalagi ketika dia ingat bahwa Sin Hong yang sepuluh tahun tak jumpa dengan mereka butuh pertemuan khusus dengan ibu kandungnya, meskipun tak lama. Dan Ceng Bi yang menangis di pelukan suaminya akhirnya mengguguk dan tersedu-sedu di dalam kamar.

Seharian penuh nyonya ini menumpahkan kedukaannya. Tak mau makan tak mau minum. Dan ketika Pek Hong datang menghibur dan Ceng Bi dipeluk madunya ini segera Ceng Bi menangis menjadi-jadi. Nyonya ini hampir tak kuat menahan diri. Tapi untunglah, Bi Lan yang datang ke kamar itu akhirnya menyadarkan nyonya ini bahwa menangis berlarut-larut tak ada gunanya. Bi Lan memberi contoh ibu tirinya, Pek Hong, yang juga pernah kematian suhunya di waktu sepuluh tahun yang lalu. Ibu tirinya itu juga bersedih, menangis dan merasa kehilangan besar. Dan ketika Ceng Bi teringat bahwa madunya itu juga pernah mengalami kedukaan seperti yang dia alami ini akhirnya menghentikan tangis dan menggigit bibir.

Dia harus bersikap gagah. Dia puteri seorang tokoh besar yang tersohor kepandaiannya. Kenapa menangis berlarut-larut? Betapapun Bi Lan benar. Anak perempuannya itu lebih dulu dapat menahan diri untuk tidak hanyut dalam kedukaan. Maka malu dan sadar akan kata-kata puterinya ini Ceng Bi pun menindas semua kemarahan. Mereka langsung menuju Beng-san Dan begitu bertemu dengan kakaknya yang dibalut pundaknya karena patah Ceng Bi bertangis-tangisan sejenak dengan kakaknya ini.

Tapi Ceng Bi bersikup tegar. Dia melihat kakaknya tak menangis seperti dia, meskipun matanya merah dan bengkak tanda membendung kedukaan yang kelewat besar dengan kematian isterinya pula. Dan Ceng Bi yang terharu melihat keadaan kakaknya ini akhirnya berkali-kali menggigit bibir menahan perasaan yang ditusuk-tusuk.

Ceng Han memang gagah. Laki-laki yang kini berusia empat puluhan tahun itu dapat menahan diri. Dia maklum bahwa menjadi seorang pendekar memang harus berjaga-jaga terhadap maut yang setiap saat mengintai mereka. Maklum, bahwa musuh ada di mana-mana dan mereka sendirilah yang harus pandai menjaga diri agar tidak diancam kematian. Dan karena menganggap bahwa ayahnya juga salah dengan mengabaikan semua nasihatnya tentang Ceng Liong maka Ceng Han hanya dapat mengepal tinju dan menekan semua kemarahan atas peristiwa itu.

Dan hari itu, ketika mereka siap menjaga peti jenasah karena keesokan harinya mereka harus memakamkan dua jenasah itu di belakang gunung tiba-iba seorang tamu muncul mengejutkan mereka. Tamu ini adalah seorang pemuda, gagah tapi pendiam sikapnya. Dan ketika dia mengambil tiga batang hio (dupa) untuk bersoja di depan peti jenasah mendadak tamu yang tak dikenal ini berseru nyaring,

"Ciok-thouw Taihiap. Sungguh tak kukira sedemikian cepat kau meninggalkan dunia. Kematianmu mengecewakan. Tapi karena yang terjadi sudah terjadi biarlah kuberi hormat padamu dengan tiga batang hio ini. Satu dariku pribadi sedang yang lain dari mendiang guruku. Terimalah...!”

Pemuda ini mengecutkan lengannya. Orang hanya melihat tiga batang hio itu menyambur ke depan, lalu ketika terdengar suara "cet cet-cet" tiga kali tahu-tahu tiga batang hio itu tembus dan amblas di dalam peti mati Ciok-thouw Taihiap!

"Ah, kau siapa, orang muda?" Han Ki terkejut, marah dan langsung melompat ke depan melihat perbuatan tamunya yang kurang ajar ini.

Tapi Pendekar Gurun Neraka yang ada di belakang peti jenasah Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba berseru, "Ki-ji, mundur. Arwah kakekmu ternyata mengirim kembali dupa yang tak tahu hormat itu. Lihat...!" dan Pendekar Gurun Neraka yang menepuk peti Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba membuat tiga batang hio yang amblas di dalam peti sekonyong konyong keluar, melesat dan lubang di mana hio-hio itu masuk dan kembali menyambar si pemuda tak dikenal.

Tapi sementara semua orang terbelalak oleh kejadian di depan ini mendadak pemuda yang aneh itu mengangkat lengannya. Ia kembali mengebut, dan begitu menggerakkan lengan menampar tiba-tiba hio yang diretour Pendekar Gurun Neraka tertahan oleh tenaga tak nampak dan berhenti di udara!

"Pendekar Gurun Neraka, jangan sombong. Ciok-thouw Taihiap menerima hio-ku!"

Pendekar Gurun Neraka terkejut. Dia merasa tenaga dorong yang amat dahsyat menahan tiga batang hio itu, siap masuk kembali ke lubang peti mati. Maka terbelalak dan mengebutkan lengannya diapun terpaksa menampar sambil mengerahkan sinkangnya. "Orang muda, mertuaku tak suka menerima dupa dengan cara berdiri. Sebaiknya kau berlutut!"

Dan pemuda itu pun berseru keras. Dia ganti merasa angin yang dahsyat mendorong hionya, perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit kembali ke arahnya seperti hio berjalan. Tapi ketika dia membentak dan menambah kekuatannya mendadak dupa itu hancur dan remuk di udara!

"Kress!"

Semua orang terkejut. Mereka melihat hio hancur menjadi tepung, padam dan hilang asapnya dalam sekejap mata. Tapi pemuda yang sudah melompat ke kiri dengan mata berapi-api itu tiba-tiba kembali menyambar tiga batang hio dan menyulutnya di depan peti jenasah Ciok-thauw Taihiap.

Tapi Pendekar Gurun Neraka sudah maju ke depan. Dia mengerutkan kening memandang pamuda ini, dan membentak dengan sikap penuh wibawa pendekar itu bertanya, "Orang muda. kau siapa dan apa maksudmu datang ke mari? Tidak tahu hormatkah kau kepada arwah orang yang sudah meninggal dunia?"

Pemuda ini tertawa mengejek. "Aku tahu akan arti hormat itu. Pendekar Gurun Neraka. Tapi ketahuilah bahwa hormat yang harus kuberikan pada Pendekar Kepala Batu adalah yang macam itu!"

"Hm, kau siapa? Siapa namamu?"

"Aku Kun Houw!"

"Siapa gurumu?"

Pemuda itu tak menjawab. "Pendekar Gurun Neraka, tak perlu bertanya macam-macam siapa guruku. Kita pernah bertemu, agaknya kau lupa kepadaku!"

Pendekar Gurun Neraka mengerutkan alis. "Aku tak mengenalmu, anak muda. Atau mungkin aku yang pangling (lupa) kepadamu."

"Hm," pemuda itu mencibirkan mulutnya. "Aku tahu kalau kau lupa kepadaku. Pendekar Gurun Neraka. Tapi menghormat arwah mertuamu biarlah besok kita bicira lagi. Aku juga ingin menagih hutang padamu!"

Pendekar Gurun Neraka menatap tajam. Dia tiba-tiba seolah teringat muka pemuda ini, tapi lupa kapan dan di mana dia pernah bertemu maka pendekar inipun tersenyum hambar. "Anak muda, kau rupanya ingin mengganggu di sini. Kalau kau tahu dan sebagai tamu sebaiknya minta maaf dulu baik-baik dan duduk di kursi undangan sana. Jangan pergi begitu saja!"

Kun Houw menjengek. "Kau mau menahanku, Pendekar Gurun Neraka?”

"Tidak, tapi justeru mengundangmu menghadiri upacara ini. Kau belum diundang, bukan?"

"Ya, aku tamu liar. Tapi aku ingin datang dan pergi sesukaku!"lalu, menancapkan hio di peti jenasah Cui Ang pemuda ini memutar tubuh, dan melompat pergi.

Tapi Pendekar Gurun Neraka memberi isyarat. Dia mengedipkan mata pada Han Ki dan Han Bu, yang seketika itu juga melompat menghadang. Dan begitu dua orang kakak beradik ini mengembangkan lengannya maka pemuda itupun diberhentikan dengan bentakan perlahan, "Sobat, paman telah menyuruhmu untuk duduk di sana. Sebaiknya kau tak membantah!"

Kun Houw mendengus. "Kalian siapa?"

"Aku Han Ki. Dia adikku, Han Bu!"

"Hm, maksudku apa hubunganmu dengan keluarga Souw?"

"Kami cucunya."

"Ah, cucu Ciok-thouw Taihiap?"

Han Ki tak menjawab. Dia sudah merdorong pemuda ini agar kembali ke dalam, tapi Kun Houw yang juga mengangkat lengannya menangkis tahu-tahu balik mendorong lawan. "Plak!" Han Ki tergetar. Dia terdorong setindak, terbelalak kaget.

Tapi Han Bu yang marah melihat Kun Houw melawan tiba-tiba membentak. "Sobat, tak perlu kau mengacau di sini. Kembalilah...!"

Han Bu sudah mendorongkan lengannya menampar. Dia marah melihat kakaknya terdorong, maka membentak sambil mengerahkan sinkangnya dia langsung mempergunakan Pek-hong-ciang untuk menampar lawannya itu.

Tapi Kun Houw yang tidak tinggal diam ternyata melompat ke kiri, lalu begitu menjengek lawan tiba-tiba kakinya menendang Han Bu sambil berseru, "Orang she Souw, sebaiknya kau saja yang kembali ke dalam. Keperluanku sudah cukup... dess!"

Dan Han Bu yang roboh terbanting diruangan itu seketika berteriak dan melompat bangun, kaget bahwa pukulannya luput semantara dia sendiri mendapat serangan hingga roboh terbanting. Dan belum ia membalas serangan lawan tahu-tahu Kun Houw telah melejit dan keluar melompati kepala mereka.

"Pendekar Gurun Neraka, aku tak mau main-main saat ini. Biar besok saja kita jumpa!"

Tapi sebuah bayangan langsing yang melengking dan mengejar Kun Houw tahu-tahu menyerang pemuda ini. Kun Houw tak tahu siapa bayangan itu, tapi merasa angin panas berkesiur menghantam punggungnya dan pukulan itu terasa berbahaya Kun Houw menjadi kaget dan terkesiap juga. Maka membalik dan menggerakkan lengannya tiba-tiba Kun Houw menangkis.

"Plak!" dan Kun Houw terjengkang roboh. Dia berada dalam posisi tak menguntungkan ketika tadi menangkis, satu kakinya terangkat sebelah. Tapi merasa pukulan itu berbahaya dan kain bajunya hangus terbakar tiba-tiba Kun Houw kaget bukan main dan melompat bangun.

"Lui-kong-yang sin-kang (Pukuan Inti Petir )....!" Dan Kun Houw terbelalak. Dia melihat seorang gadis baju merah berdiri berapi-api memandangnya, bertolak pinggang dengan cuping hidung kembang-kempis. Dan Kun Houw yang tertegun memandang gadis ini tiba-tiba teringat dan semakin melebarkan matanya. "Bi Lan...!"

Gadis itu terkejut. Ia memang Bi Lan adanya, yang maju setelah mendapat isyarat ayahnya. Dan Bi Lan yang tertegun mendapat panggilan itu tiba-tiba mengerutkan kening dan mengingat-ingat. Ia serasa kenal, mencoba memeras otak untuk mengetahui siapa pemuda yang sudah mengenalnya ini. Dan begitu membelalakkan mata tiba-tiba Bi Lan ganti berseru, "Kau Bu-beng Siauw-cut...!"

Dan Pendekar Gurun Neraka bersama seluruh keluarganya terkejut. Mereka tersentak oleh seruan ini, kaget bahwa pemuda itu bukan lain adalah Bu-beng Siauw-cut, bocah yang dulu datang ke Ta-pie-san dan dengan sebuah pisau mencoba membunuh Pendekar Gurun Neraka! Dan Pendekar Gurun Neraka yang jadi tertegun oleh kenyataan ini tiba-tiba tergetar dan terguncang hatinya. Dia sekarang ingat, kenal dan tidak pangling lagi kepada bocah yang sudah menjadi pemuda tampan ini. Pemuda gagah yang memiliki keberanian besar. Berani datang "mengacu" di sarang naga. Seorang diri! Dan Pendekar Gurun Neraka yang tiba-tiba menggigil oleh datangnya pemuda ini mendadak memejamkan mata dengan jantung seperti ditusuk-tusuk. Itulah puteranya, hasil hubungan gelapnya dengan Tok-sim Sian-li!

Dan Pendekar Gurun Neraka yang memejamkan mata dengan perasaan diremas-remas ini tiba-tiba mengeluh dan membuka matanya yang basah, meneteskan dua titik butir bening yang membasahi pipinya yang kering, runtuh di atas lantai. Lalu berbisik dengan suara gemetar dan tubuh menggigil pendekar ini mendesis, 'Benar. Dia Bu-beng Siauw-cut itu.... anak yang hilang itu.... Ceng Liong yang asli!"

Tapi Ceng Bi melompat ke depan. "Belum tentu, Yap-koko. Dia memang benar Bu-beng Siauw-cut, tapi belum tentu bocah yang kau cari-cari itu.!" dan berkelebat ke depan dengan muka merah nyonya ini sudah membentak Kun Houw,

"Bocah, kenapa sekarang kau bernama Kun Houw? Apa maksudmu mengganggu keluarga Souw?"

Kun Houw yang bersikap tenang menegakkan kepalanya. "Aku bernama Kun Houw karena ini memang namaku, hu-jin. Bukankah kau Yap-hujin yang menjadi isteri nomor dua Pendekar Gurun Neraka?'

"Benar! Dan apa maksudmu mengacau di sini?"

"Hm, aku tidak bermaksud mengacau, hu-jin. Tapi sekedar menghormat peti Ciok-thouw Taihiap dengan caraku sendiri. Dia berhutang tiga buah pukulan pada suhuku almarhum!"

"Siapa gurumu?"

Kun Houw mengerutkan alis. "Perlukah diketahui, hujin? Ciok-thouw Taihiap dan guruku telah sama-sama meninggal. Sebaiknya tak perlu pertanyaanmu itu kujawab!"

"Keparat!" Ceng Bi membentak, marah melihat Kun Houw memutar tubuh dan siap melangkah pergi. Tapi belum ia menyerang pemuda itu tiba-tiba Pendekar Gurun Neraka telah berkelebat di dekatnya, langsung menyambar pundak Kun Houw dan berseru pada pemuda itu, "Ceng Liong, berhenti...!"



Pedang Medali Naga Jilid 19

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 19
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
"LIONG CENG?"

Tok-sim Sian-li tertawa. "Bukan Liong Ceng, orang she Souw. Tapi Ceng Liong, Yap Ceng Liong...!" dan wanita iblis yang berkelebat ke depan dengan bendera di tangannya itu tiba-tiba melecut dan menyerang Ceng Han di saat putera Pendekar Kepala Batu itu tertegun.

"Brett...!" Ceng Han hampir celaka. Dia cepat mengelak dan melompat ke belakang. Tapi sementara ia bersiap-siap menghadapi murid Cheng-gan Sian-jin ini mendadak isterinya menjerit. Cui Ang diserang laki-laki yang batuk-batuk itu, yang bukan lain adalah Mayat Hidup adanya. Dan marah bahwa musuh datang dengan cara yang licik tiba-tiba Ceng Han melemparkan pedangnya pada isterinya itu.

"Ang-moi, tangkap....!"

Cui Ang berjungkir balik. Dia menyambar pedang yang dilontar suaminya itu, tapi Mayat Hidup yang mengejarnya dengan suara terkekeh melepas pukulan. "Souw-hujin, nanti dulu... “Plak!"

Dan Cui Ang yang terpaksa membalik untuk mengelak serangan ini seketika berteriak marah ketika pedangnya terpental. Dengan seruan nyaring dan pekik tinggi nyonya ini kembali mengejar pedangnya, tapi ketika Mayat Hidup mengganggu di tengah jalan tiba-tiba Ceng Han berkelebat ke depan menangkis pukulan iblis ini agar isterinya merebut pedang.

"Iblis keparat, jangan bermain curang!" Mayat Hidup terkejut. Dia melihat putera Pendekar Kepala Batu itu telah menghadangnya di depan, menangkis dengan telapak terbuka. Tapi Mayat Hidup yang tertawa mengejek oleh tangkisan ini tiba-tiba mengganti pukulannya dengan tusukan jari.

"Plak!" dan Ceng Han tergetar. Dia melihat musuhnya terdorong setindak, dan kaget melihat dua jari lawan yang keras dan mengeluarkan sinar putih yang membuat telapaknya tergetar seketika Ceng Han tertegun dan membelalakkan matanya. "Coan-kut-ci (Jari Penusuk Tulang)...!"

Mayat Hidup terkekeh. "Kau tahu, anak muda? Heh-heh, itu memang Coan-kut-ci!"

Dan Ceng Han yang melangkah mundur dengan muka berobah tiba-tiba mengenal siapa lawannya ini. "Kalau begitu kau Mayat Hidup!"

Seruan ini disambut sikap sombong si Mayat Hidup. "Ya, aku Mayat Hidup, bocah she Souw. Sekarang kau tahu siapa kami? Dan dia itu adalah Sin-thouw-liong Mu Ba, raksasa yang siap menghancurkan keluarga Souw Ki Beng, heh-heh...!" dan Mayat Hidup yang terkekeh sambil batuk-batuk itu lalu memberi isyarat pada teman-temannya. "Bagaimana, Mu Ba? Siapa yang kau pilih untuk menjadi lawan?"

Mu Ba melompat maju. Dia sudah bersinar memandang putera Pendekar Kepala Batu ini, sikapnya buas dan menyeramkan sekali. Dan Ceng Han yang tergetar melihat raksasa tinggi besar ini seketika menyiapkan diri dengan pukulan Pek hong-ciang. Mu Ba tertawa-tawa. "Kau berani melawan aku, anak muda?"

Ceng Han merah mukanya. "Tak perlu banyak cakap, iblis tua. Kalau kalian ingin bertempur majulah, aku siap menghadapi kalian bertiga!"

Tapi Mayat Hidup melompat mundur. Dia mendekati Cui Ang yang menggigil dengan pedang di tangan, dan terkekeh sambil batuk-batuk dia melahap mantu Ciok-thouw Taihiap ini dengan mata nyalang. "Souw Ceng Han, tak perlu kau menghadapi kami bertiga. Biar isterimu ini saja yang melayani aku!"

Cui Ang menjerit. Dia tak tahan oleh sikap Mayat Hidup ini, dan melihat lawan sudah mendekat dan mengancamnya tiba-tiba ia sudah berkelebat dengan pedang menusuk ke dada musuhnya itu. "Han-ko, bunuh mereka. Tak perlu banyak cakap..!"

Mayat Hidup tak mengelak. Dengan berani dan terkekeh lebar memasang dadanya, lalu ketika pedang menusuk dan Cui Ang menjerit kaget ketika pedangnya mental sekonyong-konyong iblis ini menggerakkan dua jarinya menusuk leher wanita itu.

"Tak-crit!" Cui Ang mengeluh. Ia cepat membanting tubuh mengelak tusukan dua jari Mayat Hidup, bergulingan dan melompat bangun dengan kaget. Dan ketika dia melihat lawan mengejarnya sambil terkekeh wanita inipun membentak dan mainkan ilmu pedang Cuimo Kiam-hoat dengan pekik marah. "Mayat Hidup, aku akan membunuhmu...!"

Mayat Hidup tertawa. Dia sudah diserang bertubi-tubi oleh mantu Ciok-thouw Taihiap ini, tapi bergerak cepat mengimbangi serangan lawan dia mulai menangkis dan membalas. Dan begitu Cui Ang mempergencar serangannya dengan pedang menyambar naik turun mirip naga kehilangan ekornya maka Mayat Hidup pun tak berani main-main menghadapi serangan lawannya ini. Apalagi ketika Cui Ang sering menusuk mata dan ulu hatinya, dua tempat yang tak dapat dilindungi kekebalan. Dan Mayat Hidup yang terpaksa menghentikan tawanya untuk menghadapi kemarahan nyonya ini segera memusatkan perhatiannya dan balas menyerang.

“Mu Ba, cepat bereskan lawanmu....!"

Mu Ba sadar. Mereka sejenak mendelong oleh pertandingan itu, tapi sadar dan tertawa bergelak tiba-tiba raksasa tinggi besar ini menerjang Ceng Han. "Bocah, mampuslah...!"

Ceng Han menggeram. Dia menyambut terjangan lawannya itu dengan Pek-hong ciang, dan begitu melepas sinkang menyambut hantaman lawan tiba-tiba dua lengan bertemu dan saling tumbuk di udara.

"Dess!" Mu Ba tergetar. Dia terbelalak melihat putera Pendekar Kepala Batu itu sanggup menerima pukulannya, tidak terdorong kecuali bergoyang sedikit. Maka berteriak keras melancarkan pukulannya kembali tiba-tiba raksasa ini menubruk dan mengulurkan kedua lengannya. Dengan cepat dan bertubi-tubi dia menampar dan mendorong, mendesak Ceng Han agar mundur menjauhi taman. Tapi Ceng Han yang menangkis serta balas menyerang dengan muka geram segera melayani iblis tinggi besar ini. Dan begitu kedua lengannya bergerak-gerak dengan pukulan Pek-hong-cang maka terlibatlah dua orang itu dalam pertandingan seru dan sungguh sungguh.

Sementara di tempat lain, Ciok-thouw Taihiap yang berkutat mempertahankan diri dari sedotan Ceng Liong menggereng dan membentak berkali-kali. Ketua Beng san-pai itu marah bukan main, tak mengira bahwa Ceng Liong yang selama ini dianggapnya baik adalah musuh dalam selimut. Putera Tok-sim Sian-li. Cucu Ceng-gan Sian-jin! Dan gusar bahwa dia terkecoh oleh anak ingusan macam Ceng Liong ini Chiok-thouw Taihiap meraung dan mati-matian melepaskan diri.

Tapi Ceng Liong terlanjur menghisap tenaganya. Pemuda itu telah memperoleh setengah lebih dari tenaga saktinya, yakni ketika pertama dia memberikan dengan suka rela pada pemuda itu dan kedua ketika dia kelepasan memberikan sinkang, tanpa sengaja karena mengira Ceng Liong mengalami bahaya dan dia ingin membantu. Maka sadar bahwa kiranya dia terjebak dan kini mengalami bahaya kematian di tangan bekas muridnya itu yang ternyata adalah iblis yang amat berbahaya. tiba-tiba Ciok-thouw Taihiap menghentakkan kakinya dan berteriak.

"Bocah, lepass...!"

Tapi Ceng Liong masih mencengkeram telapak tangannya. Dia ikut menghentakkan kaki ketika Ciok-thouw Taihiap berteriak menarik dan berusaha melepaskan diri dari sedotannya. Dan ketika sekuat tenaga Ciok thouw Taihiap membanting tubuh dan mereka berdua jatuh terguling-guling maka Ceng Liong tetap menempel dan lekat seperti lintah dicengkeraman ketua Beng-san-pai itu.

"Ciok thouw Taihiap, kau tak dapat melepaskan diri!"

Ciok-thouw Taihiap meraung. Dia benar-benar gusar dan pucat bukan main, meronta tapi maklum lawannya itu akan mempertahankan diri mati-matian. Dan ketika dia semakin gemetar dan Ceng Liong semakin kuat menghisap karena sinkangnya sedikit demi sedikit terus disedot pemuda itu akhirnya Ciok-thouw Taihiap tak dapat mempertahankan diri lagi. Ketua Beng-san-pai ini menggigil, untuk pertama kalinya selama hidup merasa ngeri. Maklum bahwa dia akan tewas di tangan lawannya itu. Mati dengan sinkang terkuras habis! Dan Ciok-thouw Taihiap yang mengeluh dengan bibir bergerak-gerak tak dapat bersuara itu tiba-tiba tertarik ke depan ketika Ceng Liong menyentak tubuhnya!

"Beng-san-paicu. serahkan nyawamu....!"

Ciok thouw Taihiap mendelik. Dia benar-benar tak berdaya sekarang, sinkangnya sudah lebih tiga perempat bagian masuk ke dalam tubuh Ceng Liong. Maka ketika Ceng Liong kembali membentak dan tenaga yang luar biasa menyedot sinkangnya yang tinggal sedikit tiba-tiba Ciok-thouw Taihiap melontakkan darah segar dan roboh dengan lutut menyentuh bumi! Ciok-thouw Taihiap lumpuh, berlutut di depan Ceng Liong seakan meminta ampun.

Dan Tok-sim Sian-li yang terkekeh melihat pemandangan itu tiba-tiba mengebutkan berderanya ke belakang kepala ketua Beng san-pai ini dengan pekik girang. "Ciok thcuw Taihiap, sekarang kau mampus!"

Ciok-thouw Taihiap terkejut. Dia terang tak mungkin menghindar, lengannya masih lengket di telapak Ceng Liong. Maka ketika bendera menyambar dan dia tak dapat mengelak dengan telak sekali senjata di tangan Tok-sim Sian-li itu mengenai belakang kepalanya.

"Prak...!" Ciok-thouw Taihiap roboh. Untuk pertama kalinya ketua Beng-san ini mengaduh, ambruk tapi lengan masih tetap "disedot" Ceng Liong yang tak mau melepas sedikitpun juga tenaga lawannya itu, yang tinggal sedikit, tak ada sepersepuluh bagian. Dan ketika untuk kedua kalinya Tok-sim Sian-li kembali melengking dan menusukkan gagang benderanya ke belakang tubuh jago tua itu maka Ciok-thouw Taihiap menjerit dan terjengkang roboh, tembus punggungnya!

"Crep-augh..."

Ceng Liong sekarang melepas korbannya. Dia melihat Ciok-thouw Taihiap terguling-guling, mandi darah, berhenti membentur pohon. Dan ketika melihat ketua Beng-san-pai itu menggereng tak dapat bangun berdiri karena lukanya yang parah tiba-tiba Ceng Liong tertawa dan menggigil mendorongkan lengannya. "Ciok-thouw Taihiap, sekarang susul arwah kakek guruku!"

Ciok-thouw Taihiap mendelik. Dia tak dapat mengelak, luka-lukanya terlampau parah, marah bukan main. Tapi karena dia tak berdaya dan pukulan itu sudah menyambar tiba maka pendekar ini hanya mengeluh dan mencelat sepuluh tombak lebih menghantam tembok. "Bress...!" Ciok-thouw Taihiap tak bergerak lagi. Ketua Bengsan-pai itu membujur di depan pintu, rupanya tewas.

Dan Ceng Han yang melihat ayahnya roboh dicurangi Ceng Liong tiba-tiba melengking dan meninggalkan lawannya. "Ceng Liong. kau iblis keji…”

Ceng Liong terbelalak. Dia melihat Ceng Han menubruknya, melancarkan pukulan Pek-hong-ciang. Tapi Ceng Liong yang tertawa aneh dengan tubuh bergoyang itu tiba-tiba menyambut. Dan begitu lengannya diangkat menerima terjangan ini mendadak Ceng Han berteriak ketika tubuhnya terangkat dan terbanting roboh.

"Bress...!" Ceng Han terkejut bukan main. Dia merasa pukulan yang luar biasa kuat menerima pukulannya, menahan dan tiba-tiba menolak dengan demikian dahsyat. Dan kaget bahwa dia terguling-guling oleh tangkisan lawan tiba-tiba Ceng Han berjungkir balik dan berteriak mencabut pedangnya.

"Bocah, mampuslah....!"

Ceng Liong terkejut. Dia melihat pedang Ceng Han melingkar, menusuk dan berputar menikam lehernya. Tapi Ceng Liong yang menyeringai keji tiba-tiba melembungkan lehernya dengan sinkang yang baru dia peroleh dari Ciok-thouw Taihiap. "Tak!" dan pedang Ceng Han yang mental bertemu kekebalan pemuda itu sudah disambut seruan panjang Ceng Han yang kaget setengah mati!

"Ceng Liong, kau manusia busuk!"

Tapi Ceng Liong tertawa aneh. Dia melihat Ceng Han kembali menyerangnya gencar, menusuk dan menikam, bahkan membacok. Tapi semua serangan pedang yang bertubi-tubi mental bertemu tubuh pemuda itu membuat Ceng Han terkejut dan membelalakkan matanya. Dan saat itulah Mu Ba datang menyerang.

"Souw Ceng Han, tak perlu lari. Hayo kau layani aku dulu!"

Ceng Han gugup. Dia sedang menusukkan pedangnya ketika Mu Ba datang, menghantam dengan angin pukulannya yang menderu. Tapi Ceng Liong yang rupanya "kepanasan" oleh sinkang Ciok-thouw Taihiap yang bergolak di dalam perutnya tiba-tiba membentak dan menangkis pukulan gurunya itu.

"Suhu, minggir saja. Biar aku yang membunuhnya... plak!"

Mu Ba terpekik. Dia tiba-tiba terpental dan terdorong beberapa tindak, kalah oleh sinkang Ceng Liong yang tiba-tiba menjadi demikian dahsyat dan mengerikan. Dan sementara dia hampir terjengkang bergulingan maka Ceng Long langsung mengibas lawannya dengan tangan kiri. "Souw Ceng Han, pergilah...!"

Ceng Han menangkis. Dia menggerakkan pedang menusuk, tangan kirinya ikut pula membantu menolak kibasan Ceng Liong. Tapi begitu dua tenaga bertemu di udara tiba-tiba Ceng Han berteriak dan kembali terbanting roboh.

"Bress....!" Ceng Han terguling-guling. Dia pucat dan ngeri bukan main oleh kehebatan Ceng Liong. Maklum bahwa sinkang yang dipergunakan itu adalah sinkang ayahnya yang sudah puluhan tahun dilatih. Sinkang yang disedot Ceng Liong! Dan sementara dia bergulingan menyelamatkan diri maka Ceng Liong tiba-tiba tertawa aneh dan mengejarnya dengan pukulan ke dua.

"Orang she Souw, mampuslah!"

Ceng Han berjungkir balik. Dia merasa pukulan Ceng Liong lebih dahsyat dari pada yang pertama, tapi melompat memutar pedangnya tiba-tiba tanpa sengaja kaki Ceng Han menyerimpet sebuah akar tanaman.

"Aih...!" Ceng Han terkesiap, terbelalak dan roboh terjengkang. Dan persis dia melotot pada lawannya itu tiba-tiba pukulan Ceng Liong tiba. "Krekk!" Ceng Han mengaduh. Pundak kirinya patah, dan sementara ia menggulingkan diri sambil menggigit bibir maka Ceng Liong kembali melontarkan pukulan sambil terkekeh, kali ini mempergunakan Soan-hoan-ciang.

Tapi Cui Ang yang menjerit melihat suaminya dalam bahaya tiba-tiba memekik dan meninggalkan Mayat Hidup, menyerang Ceng Liong. "Ceng Liong, kau iblis keparat...!"

Ceng Liong menyeringai. Dia menarik pukulannya ke arah Ceng Han, membiarkan Ceng Han melompat, bangun. Lalu begitu bergerak menerima serangan Cui Ang tiba-tiba Ceng Liong mencengkeram pedang di tangan wanita ini.

"Pletak!" Cui Ang terkejut. Ia melihat pedangnya patah menjadi tiga potong, dan sementara terbelalak dengan muka kaget tahu-tahu pukulan Soan-hoan-ciang yang sedianya hendak ditujukan kepada Ceng Han mendadak dikibaskan pada wanita ini, dahsyat sekali.

"Ang-moi, awas...!"

Tapi terlambat. Cui Ang tak mendengar seruan suaminya itu, karena sementara ia tertegun menyaksikan pedangnya patah tahu-tahu Soan-hoan ciang sudah menerpa tubuhnya. "Bress!" Cui Ang terlempar. Dia bagai layang-layang putus talinya, tapi Ceng Liong yang sudah menyambar potongan pedang dengan kakinya tiba-tiba mengungkit dan menendangkannya ke arah Cui Ang. Dan begitu pedang mengenai wanita ini yang masih terlempar di udara maka Cui Ang menjerit dan roboh terbanting.

"Crep!"

Ceng Han terbelalak. Dia melihat isterinya terkapar dengan mata melotot, potongan pedang menancap di dada kanannya. Tak bergerak lagi. Tewas! Dan Ceng Han yang terguncang hebat oleh kematian isterinya ini tiba-tiba melengking dan menyerbu ke depan. "Jahanam Ceng Liong, kau manusia keji...!"

Ceng Liong tertawa mengejek. Dia tak berkelit atau menghindar serangan itu. Tapi ketika Ceng Han menusuk matanya dia membentak. Lalu, sekali dia mengibas dan menggerakkan tangannya ke depan tahu-tahu pedang Ceng Han sudah dicengkeram. Dan sekali remas hingga pedang hancur tak kuat menerima tenaga saktinya tiba-tiba Ceng Liong mengebutkan potongan pedang yang amat banyak itu ke muka Ceng Han!

"Aih...!" Ceng Han terbelalak lebar. Dia kaget oleh serangan yang amat dekat ini, tapi Ceng Han yang dapat membanting diri bergulingan dengan pundak patah itu tiba-tiba mengeluh ketika melihat Ceng Liong tiba-tiba telah ada di depannya. Berkelebat mengejarnya seperti iblis. Berdiri menanti pada saat dia melompat bangun! Dan sementara Ceng Han mengutuk dengan makiannya yang penuh kemarahan maka Ceng Liong menurunkan tangannya menghantam kepala pendekar itu.

"Souw Ceng Han, mampuslah!"

Ceng tak dapat mengelak. Dia baru melompat bangun, mana ada waktu? Maka melihat dirinya diancam maut yang amat mengerikan tiba-tiba Ceng Han menjadi nekat dan menendangkan kakinya ke selangkangan pemuda itu. Ingin mati berbareng! Tapi sebuah bayangan yang menangkis pukulan Ceng Liong dari samping tiba-tiba mengejutkan semua orang.

"Ceng Liong, kau jahanam keji... dess!"

Ceng Liong terbelalak. Dia terdorong mundur oleh tangkisan yang dahsyat, terkejut melihat munculnya seorang pemuda tinggi besar, tampan dan gagah, menyelamatkan Ceng Han pada saat yang tepat. Dan Ceng Liong yang terdorong mundur oleh tangkisan ini tiba-tiba berseru marah ketika mengenal siapa pemuda itu.

"Sin Hong...!"

Dan bersamaan dengan seruan ini tiba-tiba tiga bayangan lain berkelebat datang di depan Sin Hong. Itulah Han Ki dan Han Bu beserta seorang kakek bongkok yang bukan lain Naga Bongkok adanya. Dan melihat Ceng Liong merobohkan Ciok-thouw Taihiap dan ibu mereka tewas dengan potongan pedang menancap di dada tiba-tiba Han Bu berteriak dan melompat ke depan.

"Ceng Liong, kau membunuh ibuku?"

Ceng Liong tersenyum mengejek. "Kau rupanya tahu namaku Han Bu? Dia mampus karena kesalahannya sendiri, jangan persalahkan aku."

"Keparat!" Han Bu yang tak tahan oleh semuanya ini tiba-tiba sudah menghantam Ceng Liong, langsung menggunakan Soan-hoan-ciang yang diwarisinya dari kakeknya.

Tapi Ceng Liong yang juga memiliki ilmu yang sama mengibaskan lengannya sambil berseru mengejek, "Han Bu, kau bukan lawanku...plak!"

Han Bu terlempar roboh. Dia berteriak dan melompat bangun kembali, siap menyerang dengan mata melotot. Tapi Sin Hong yang berkelebat di depannya tiba-tiba menekan bahunya. "Han Bu. Ceng Liong bukan lawanmu. Dia telah menyedot sinkang kong-kong!"

Han Bu gemetar. Dia memang merasa betapa hebat tenaga Ceng Liong, luar biasa sekali. Dan Han Ki yang juga tampil dengan muka merah tiba-tiba juga menahan lengannya. "Bu-te, apa yang dikata Sin Hong memang benar. Sebaiknya kita lihat keadaan ibu dan kong-kong!"

Tapi Sin Hong berkata, "Sebaiknya kalian urus dulu paman Ceng Han, saudara Han Ki. Aku dan suhu akan menghadapi iblis-iblis ini!"

Han Ki teringat. Dia melihat ayahnya menggeletak di situ, pingsan. Maka mengangguk dan menarik adiknya ini. Han Ki melakukan pertolongan darurat. Lalu melihat ayah mereka patah tulang pundaknya tapi tidak begitu berbahaya segera Han Ki maju kembali bersama adiknya.

Sementara Sin Hong yang sudah berhadapan dengan Ceng Liong tampak berapi-api memandang lawannya itu dengan penuh kemarahan. “Ceng Liong, kau iblis keji. Tak tahu malu kau mencuri ilmu silat orang lain dengan menyamar!"

Ceng Liong tertawa mengejek. "Itu bukan salahku, Sin Hong. Kebodohan merekalah kalau dapat tertipu!"

"Dan kau telah membunuh kakekku, Ceng Liong. Kau harus membayar hutang jiwa ini!"

"Ha-ha, siapa harus membayar hutang? Ciok-thouw Taihiap juga telah membunuh kakekku, Sin Hong. Jadi sekarang impas dan tak perlu diributkan lagi. Sekarang bersiaplah, aku akan menebus kekalahanku empat hari yang lalu!" dan Ceng Liong yang tertawa bergelak menghentikan kata-katanya itu tiba tiba menyerang Sin Hong dengan cengkeraman ke depan.

"Dukk!" Sin Hong menangkis. Dia membentak marah melihat Ceng Liong tak memberi aba-aba. Tapi ketika Ceng Liong mengulang pukulannya dan pemuda itu tertawa mengejek sambil mengibaskan lengan kirinya menghantam dengan pukulan Soan hoan-ciang tiba-tiba Sin Hong melompat mundur dan berteriak keras "Ceng Liong, aku akan membunuhmu.” dan begitu dia mendorongkan lengan menerima kibasan ini maka untuk pertama kalinya dua orang muda itu mengadu tenaga.

"Dess!" Ceng Liong surut selangkah. Dia tergetar dan terbelalak melihat Sin Hong hanya bergoyang, melotot padanya dengan muka merah. Dan Ceng Liong yang penasaran oleh gebrak pertama ini tiba-tiba membentak dan menerjang maju. "Sin Hong sekarang hati-hatilah . Aku bukan Ceng Liong pada empat hari yang lalu!"

Sin Hong tak menggubris. Dia sudah melayani Ceng Liong yang bertubi-tubi menyerang, mula-mula mainkan kedua tangan dengan pukulan dan tamparan. Tapi ketika Ceng Liong mulai menggerakkan kakinya pula untuk menendang dan menyerang dari bawah tiba-tiba Sin Hong membentak dan mainkan Khong ji-ciangnya (Silat Hawa Kosong), yakni ilmu silat yang lebih menitik beratkan pada pertahanan daripada penyerangan. Dan begitu semua serangan Ceng Liong mental ke atas dan Ceng Liong marah mendadak Ceng Liong melengking tinggi dan mengerahkan Cui-beng Ginkang nya, lenyap menghantam dan berkelebatan menyerang Sin Hong.

“Sin Hong, aku akan membunuhmu....”

Sin Hong tak menjawab. Dia melihat lawannya lenyap, bertubit-ubi melakukan serangan. Maka memekik dan melengking pula tiba-tiba Sin Hong mengerahkan Jouw-sang hui-teng nya (Terbang Di Atas Rumput) untuk menandingi Cui-beng Ginkang (Ginkang Pengejar Roh) lawan. Dan begitu keduanya sama-sama lenyap di dalam gulungan bayangan yang saling sambar-menyambar maka pertandingan tiba-tiba menjadi seru dan menegangkan.

Ceng Liong mainkan pukulan bervariasi. Mula-mula mencoba Pek-hong-ciang menekan Sin Hong. Tapi ketika pukulannya membalik dan Pek hong-ciang rupanya kurang kuat menghadapi lawannya itu maka Ceng Liong menambahinya dengan Tok hiat-jiu (Pukulan Darah Beracun), yakni ilmu silat yang diwarisinya dari sang ibu di mana sang ibu sendiri mendapatkannya dari mendiang Cheng-gan Sian-jin. Dan karena sekarang sinkang Ceng Liong luar biasa hebat dan sama dengan Ciok-thouw Taihiap sendiri yang ditipunya secara keji maka pukulan dan sambaran angin tamparannya benar-benar mengerikan dan dahsyat sekali.

Tok-hiat-jiu yang dilakukan Ceng Liong sama dengan yang dilakukan mendiang kakek gurunya, bahkan mungkin lebih hebat lagi karena sinkang Ciok-thouw Taihiap masih lebih tinggi dibanding kakek iblis itu, yang tewas di tangan ketua Beng-san-pai ini. Maka begitu Ceng Liong bergerak dan mainkan Pukulan Darah Beracun itu ditambah pukulan Pik-hong-ciang (Pukulan Angin Putih) menghantam lawannya tiba-tiba saja sinar merah dan putih yang amat berlawanan warnanya bertubi-tubi menyerang Sin Hong.

Dengan cepat dan dahsyat sekali Sin Hong didepak. Diteter dan terus digencet. Tapi Sin Hong yang mainkan Khong-ji-ciang nya dengan penuh konsentrasi sebagai ilmu silat pertahanan diri ternyata mampu menolak semua serangan lawan. Keganasan Ceng Liong diimbangi dengan kecepatan dan ketepatan bergerak, menangkis atau bahkan mendorong dengan tolakan sinkang. Dan Ceng Liong yang merasa betapa Sin Hong mementalkan semua pukulannya dengan sinkang yang amat kuat diam-diam heran dan penasaran juga.

Timbul pertanyaan, dari manakah pemuda itu memperoleh sinkang demikian hebat? Betulkah dari si Naga Bongkok? Sebab, kalau benar dari kakek bongkok itu tentunya tak mungkin Naga Bongkok memberikannya seluruh bagian. Karena memberikan seluruh bagian berarti menyerahkan nyawa seperti yang dialami Ciok-thouw Taihiap. Padahal Naga Bongkok masih hidup, bahkan segar-bugar dan sehat berseri-seri! Jadi bagaimana Sin Hong bisa menjadi sedemikian hebat?

Ini memang tak diketahui orang luar. Naga Bongkok sendiri yang melatih muridnya itu juga mula-mula tak mengetahuinya. Tapi para pembaca yang masih ingat pertemuan pemuda ini dengan Bu-beng Sian-su tentu mengerti. Ya, itulah sebabnya. Karena dulu, sepuluh tahun yang lalu ketika Sin Hong bertemu kakek dewa itu didalam gua dan mendapatkan latihan aneh untuk "memukul-mukul batu" yang sebenarnya adalah cara menghimpun sinkang yang dahsyat sekali sebenarnya mendapat anugerah luar biasa. Karena dengan cara menghimpun sinkang yang diajarkan oleh kakek dewa itu sesungguhnya Sin Hong telah melatih tenaga sakti yang luar biasa dahsyat, tak kalah dan kini sejajar dengan gurunya sendiri bahkan mungkin sedikit di atasnya!

Dan Ceng Liong yang tentu saja tak tahu asal mula kejadian ini mengira bahwa Naga Bongkok memberikan sinkangnya pada muridnya itu. Padahal tidak. Karena Sin Hong yang memiliki sinkang dengan cara yang telah diberikan kakek dewa Bu-beng Sian-su sesungguhnya jujur dan tidak menerima "warisan" dari mana-mana.

Sin Hong belajar sendiri. Menghimpun sendiri. Dan Naga Bongkok yang akhirnya tahu dari cerita muridnya itu tentang pertemuannya dengan Bu-beng Sian-su akhirnya malah "tidak berani" melatih sinkang pada Sin Hong. Sin Hong disuruh meneruskan saja latihan seperti apa yang diajarkan kakek dewa itu, sementara dia hanya melatih ilmu-ilmu silat pada Sin Hong.

Dan ketika benar sepuluh tahun kemudian Sin Hong menyelesaikan semua pelajarannya mana tertegunlah Naga Bongkok melihat kemajuan muridnya ini. Sin Hong memiliki sinkang yang dahsyat. Dan ketika ia mencoba sampai di mana sinkang muridnya ini maka Naga Bongkok terkejut ketika mendapat kenyataan bahwa sinkang yang dilatih Sin Hong selama sepuluh tahun itu sama dengan sinkang yang dia pelajari selama limapuluh tahun. Bahkan seusap lebih tinggi!

Dan Naga Bongkok yang tentu saja bengong oleh kehebatan muridnya ini segera menjadi girang luar biasa. Dia dapat mengukur, bahwa Sin Hong sekarang sejajar dengan tokoh-tokoh sakti kelas atas. Tak kalah dengan ayahnya sendiri, Pendekar Gurun Neraka. Atau Ciok-thouw Taihiap Souw Ki Beng! Dan kakek bongkok yang tentu saja kagum oleh kepandaian muridnya itu segera menjadi girang dan takjub akan kehebatan Sin Hong. Maklum bahwa semuanya itu adalah berkat sinkang yang dipelajari muridnya dari manusia dewa Bu-beng Sian-su.

Dan Naga Bongkok yang semakin percaya akan kesaktian kakek dewa ini diam-diam gentar dan tunduk di dalam hati. Dia dapat membayangkan, kalau Sin Hong berlatih lima puluh tahun sama seperti dia sendiri tentu kepandaian pemuda itu lima tingkat di atasnya. Bukan main. Hal yang sukar untuk dibayangkan dan amat tinggi! Dan Naga Bongkok yang percaya kepada muridnya ini lalu melepas Sin Hong dengan penuh kemantapan. Termasuk membiarkan muridnya itu bertanding melawan Mu Ba, iblis tinggi besar yarg tak dapat mengalahkan Sin Hong!

Dan Naga Bongkok yang semakin girang oleh kelihaian muridnya itu dan percaya akan ke mampuan Sin Hong menjaga diri lalu membiarkan saja muridnya itu melawan Ceng Liong, meskipun tahu bahwa Ceng Liong mewarisi tenaga sakti Ciok-thouw Taihiap secara licik. Dan ketika benar muridnya itu dapat menahan semua serangan lawan dan kini Ceng Liong melotot penuh kemarahan tiba-tiba kakek ini tertawa dan mengebutkan lengan bajunya, memutar tubuh ketika melihat tiga bayangan berkelebat mengurung dirinya.

"Kalian hendak mengeroyokku, Mu Ba?"

Mu Ba, dan dua orang temannya yang sudah mengurung kakek ini menggeram. Dia memang melihat pertempuran di antara dua orang muda itu masih berjalan seimbang. Ceng Liong masih mendesak tapi ditahan murid Naga Bongkok ini. Maka melihat Naga Bongkok juga harus segera dibereskan, iblis tinggi besar inipun membentak.

"Naga Bongkok, kau tak dapat menonton begitu saja pertandingan anak-anak muda itu. Bersiaplah untuk mampus!"

"Heh heh, kau berani mengancam setelah dibantu teman-teman, Sin-thouw-liong? Bagus, majulah. Aku ingin menggebukmu lagi supaya lari terbirit-birit!"

"Keparat!' Mu Ba memekik. Lalu memberi aba-aba pada dua temannya yang lain dia sudah membentuk dan tiba-tiba menerjang kakek ini. "Mayat Hidup, serang dia. Bunuh...!"

Mayat Hidup mengangguk. Dia juga sudah mengerotokkan jari-jarinya, mempersiapkan Coan kut-ci. Dan begitu melihat Mu Ba menghambur menyerang lawan tiba-tiba dia juga terkekeh dan menusukkan dua jarinya, melengking dan berseru pula pada Tok-sim Sian-li, "Mo-li, kebutkan benderanu. Bunuh si tua bangka ini!"

Tok-sim Sian-li juga bergerak maju. Dia sudah memekik dan menggerakkan benderanya, dan begitu tiga orang ini maju menyerang lawan, tiba-tiba Naga Bongkok sudah dikurung tanpa dapat keluar.

"Plak-plak-plak!"

Naga Bongkok menangkis. Dia membuat tiga orang lawannya terdorong, bahkan Tok-sim Sian-li yang terlemah di antara mereka terpental. Tapi ketika Mu Ba dan Mayat Hidup menyerang kembali kakek inipun memaki dan terpaksa melompat mundur. Mayat Hidup menusukkan dua jarinya ke mata. mencicit bagai suara tikus. Dan belum dia menangkis serangan ini Mu Ba sudah menggereng dan menghantam tengkuknya dengan dahsyat sekali. Terpaksa, Naga Bongkok memutar lengan dan begitu menangkis ke muka dan belakang tahu-tahu benturan tenaga di antara mereka bertiga mengguncangkan bumi.

"Des-dess!"

Naga Bongkok terdororg. Dia digencet dua pukulan berbareng dari muka dan belakang, dan sementara dia terhuyung dengan mata menyipit tiba-tiba Tok-sim Sian-li mengebutkan benderanya ke pinggang, memekik dan sekaligus melepas pukulan Tok-hiat-jiu dengan tangan kirinya, mengejutkan kakek ini yang masih tergetar. Tapi Naga Bongkok yang tak dapat mengelak sudah melindungi dirinya dengan sinkang.

L "Plak-dess!" dan Tok-sim Sian-li menjerit. Dia membentur kekebalan yang aneh, terpelanting sendiri dan kembali terguling-guling. Tapi Mayat Hidup yang berteriak kepadanya sudah memberi tahu,

"Mo-li, serang saja dari samping. Biar kami berdua menyerangnya dari muka dan belakang...!”

Naga Bongkok tertawa. Dia melihat Tok-sim Sian-li mengangguk, dan tiga orang lawan yang sudah mengepungnya dari tiga jurusan itu akhirnya berpadu. Mereka bergerak sesuai dengan apa yang dikehendaki Mayat Hidup, dan begitu menyerang dari tiga jurusan tiba-tiba Naga Bongkok harus berlompatan ke sana ke mari menghindari gempuran musuh.

"Wah, kalian curang, Mayat Hidup. Tak tahu malu!"

Tapi Mayat Hidup dan teman-temannya tak menggubris. Mereka adalah orang-orang sesat, mana terpengaruh oleh seruan ini? Bahkan semakin Naga Bongkok memaki mereka maka semakin buas dan garang mereka menyerang. Akibatnya Naga Bongkok membentak keras, dan melihat dirinya dikepung dengan pukulan bertubi-tubi mendadak kakek ini mengayun tubuhnya dan melempar kedua lengan ke kiri dan ke kanan, lalu begitu melenggak lenggok bagai naga menari tiba-tiba angin pukulan dahsyat menyambar dari kedua lengan kakek itu, menangkis dan membuat lawan-lawannya berteriak kaget.

"Awas, Sin-liong-jiu-kun (Pukulan Naga Sakti)...!" Mu Ba berteriak memperingatkan, melompat mundur dan maklum akan kedahsyatan pukulan ini. Dan Mayat Hidup serta Tok-Sim Sian-li yang juga terbelalak dan terdorong oleh angin pukulan ini tiba tiba membentak dan berjungkir balik menyerang dari atas.

"Naga Bongkok, mampuslah!"

Kakek itu menggeliat. Dia menerima serangan berbareng itu dengan tubuh berjongkok, tangan mendorong ke atas. Dan begitu pukulan meledak di udara tahu-tahu tongkat bendera di tangan Tok-sim Sian-li patah.

"Krek!" Tok-sim Sian-li menjerit. Dia kaget sekali oleh tangkisan Naga Bongkok yang demikian kuat, baru angin pukulannya saja tapi sudah membuat gagang benderanya patah. Dan sementara dia meluncur turun dengan muka kaget tahu-tahu lengan kiri kakek itu menampar kepalanya. Tapi untunglah, Mayat Hidup yang menusukkan jarinya dari samping mendahului gerakan ini, dan persis rekannya menjerit keras lengan kakek itu pun dicoblos.

"Cret!" Tok-sim Sian-li selamat. Ia sudah membanting tubuh bergulingan, dan Mayat Hidup yang tergetar oleh pukulan Sin-liong-jiu lawannya terdorong mundur dengan mata terbelalak.

"Naga Bongkok, kau hebat!"

Tapi kakek ini tak menjawab. Dia sudah ditubruk si raksasa tinggi besar dalam gebrakan cepat itu, bertubi-tubi mendapat pukulan Mu Ba yang menderu bagai angin topan. Dan bergerak ringan melompat ke kiri tiba-tiba kakek ini menendang lawannya dari samping.

"Dess...!" Mu Ba menggeliat. Dia hampir terbanting roboh, tapi raksasa yang menggeram dengan mata melotot itu sudah membalikkan tubuhnya dan kembali menyerang, persis di saat Mayat Hidup juga melancarkan Coan-kut-ci. Dan ketika dua iblis ini mengepung dan membuat posisi seperti semula maka Tok-sim Sian-li juga sudah menerjang maju dengan pekik marahnya, mengebutkan kain bendera yang patah gagangnya, tidak berani sembroro dan lebih hati-hati setelah mengetahui kehebatan Sin-liong-jiu tadi. Dan begitu tiga orang ini mengeroyok secara teratur dan saling isi-mengisi melakukan serangan maka Naga Bongkok kewalahan dan mengeluh juga.

Betapapun, Mu Ba dan Mayat Hidup itu adalah tokoh-tokoh yang berkepandaian tinggi. Kalau mereka maju satu-persatu tentu dengan mudah dia akan menundukkan mereka. Tapi setelah mereka maju berbareng dan masih ditambah Tok-sim Sian-li yang cukup mengganggu dengan kibaran benderanya itu mau tak mau kakek ini kerepotan juga. Maka ketika pertandingan berjalan semakin seru dan berkali-kali Naga Bongkok terhalang pandangannya oleh kain bendera di tangan Tok-sim Sian-li akhirnya tusukan Coan-kut-ci dan gebukan Sin-thouw liong Mu Ba mulai mengenai dirinya.

Naga Bongkok terdesak. Dan ketika satu saat kembali dia tertusuk dua jari Mayat Hidup itu yang menyengat tubuhnya tiba-tiba kakek ini membentak dan menyambar kain bendera, benda yang selalu menghalang pandangannya. Dan begitu menangkap serta merenggut keras tiba-tiba kakek ini menyentak dan menarik kuat, tak memperdulikan pukulan Mu Ba yang datang menghantam punggungnya. Dan sementara Tok-sim Sian-li berteriak mempertahankan benderanya maka saat itulah pukulan Mu Ba yang menghantam punggungnya "dipindahkan” kakek ini ke tubuh Tok-sim Sian-li lewat bendera!

"Dess!" Tok-sim Sian-li menjerit. Dia tak menyangka bahwa Naga Bongkok mempergunakan ilmu yang aneh, menyalurkan pukulan di belakang tubuhnya untuk diteruskan ke depan, melalui kain bendera. Maka begitu pukulan Mu Ba "meluncur" melalui punggung kakek ini dan terus menghantam lawannya yang ada di depan seketika Tok-sim Sian-li muntah darah dan terjengkang roboh!

"Ah, Pai-khong-twi-san (Dorong Hawa Menggempur Gunung)...!" Mu Ba kaget, terkejut dan berteriak keras begitu melihat rekannya menjadi korban. Tahu bahwa secara lihai kakek bongkok itu "memindahkan" pukulan ke arah lawan yang dituju dengan tepat dan telak sekali. Maka terkejut dan berteriak tinggi raksasa ini menghambur dengan penuh kemarahan. "Naga Bongkok, kau manusia siluman...!"

Kakek itu tertawa. Dia bukannya tidak mengambil resiko dengan perbuatan itu. Karena betapapun juga kalau dia tidak memiliki sinkang di atas lawannya tentu jantungnya akan rontok oleh gempuran Mu Ba yang dahsyat. Maklum bahwa betapapun raksasa tinggi besar itu memiliki tenaga sebesar gajah. Maka melihat Mu Ba meraung dan kembali menyerangnya dengan pukulan di belakang kepala tiba-tiba kakek ini menubruk ke depan menangkap lengan Mayat Hidup yang saat itu menusuknya dengan Coan-kut-ci pula.

"Hei...!" Tapi semuanya terlambat. Jari Mayat Hidup sudah ditangkap kakek ini. yang pada saat yang bersamaan menerima pukulan Mu Ba di belakang kepalanya. Dan begitu Naga Bongkok mengulang kembali dengan ilmunya yang aneh itu untuk "memindah" pukulan lawan menumbuk musuh yang ada di depan seketika Mayat Hidup terpekik dan melengking tinggi.

"Bress...!" Dua-duanya seperti diadu. Mayat Hidup terlempar, dan Mu Ba sendiri yang menerima “sengatan" Coan-kut ci yang d tusukkan rekannya melalui tubuh kakek bongkok itu seketika mencelat dan terguling-guling. Mereka sama memaki, mengumpat kalang-kabut. Tapi keduanya yang memiliki kepandaian setingkat dan sinkang sama kuat akhirnya melompat bangun dan berdiri kembali dengan mata melotot, tidak terluka seperti Tok sin Sian-li yang harus bersamadhi memulihkan lukanya. Dan Mu Ba yang menggereng oleh kejadian itu membentak marah.

"Naga Bongkok, jangan kau pergunakan ilmu silumanmu itu...!"

Naga Bongkok tertawa. "Kau takut, Mu Ba? Kalau begitu menyerahlah, berlutut meminta ampun, heh-heh!"

Dan Mu Ba yang menggeram sambil membanting kakinya itu lalu berteriak pada temannya, "Mayat Hidup jangan sentuh dirinya. Jangan sampai tertangkap...!"

Mayat Hidup mengangguk. Dia memang sudah mendengar cerita temannya itu tentang kelihaian Naga Bongkok, mendengar pula akan ilmunya yang aneh yang disebut Pai khong-twi-san (Dorong Hawa Menggempur Gunung). Maka melihat bahwa kakek itu benar-benar berbahaya dan mereka dapat "diadu'' kalau disentuh kakek ini terpaksa Mayat Hidup merobah cara bertempur, tak berani mendekat lagi dan selalu melompat kalau hendak ditangkap. Dan karena Mu Ba juga memasang jarak untuk tidak terlalu mendekat lawannya ini maka pertandingan akhirnya menjadi timpang dan berat sebelah.

Naga Bongkok kini melancarkan serangan. Tidak lagi bertahan atau menangkis seperti tadi. Dan karena lawannya tak berani mendekat dalam jarak yang terlalu pendek akhirnya Mu Ba dan Mayat Hidup terdesak dan mulai memaki-maki. Mereka bingung, juga gentar. Dan sementara mereka gugup oleh Pai kilhong-twi-san Naga Bongkok yang selalu siap "memindahkan" pukulan ke arah mereka tiba-tiba Ceng Liong yang bertempur melawan Sin Hong berteriak.

Mereka melihat Ceng Liong terpental, roboh dan terguling-guling setelah mendengar ledakan di udara, keras sekali dari benturan dua tenaga sakti yang rupanya sama-sama dilancarkan keduanya. Dan sementara Ceng Liong terguling-guling dalam pekik kaget tahu-tahu Han Bu dan Han Ki yang sejak tadi menonton di pinggiran berkelebat maju mengejar pemuda ini, menghunus pedang dan langsung membacok Ceng Liong.

"Ceng Liong, bayar hutang jiwa kongkong...!"'

Ceng Liong terkejut. Dia belum melompat bangun ketika dua orang kakak beradik itu menikamnya, yang satu ke arah leher sedang yang lain membacok punggung. Tapi Ceng Liong yang tertawa mengejek oleh sambaran pedang Han Ki dan adiknya ini menggelembungkan tubuhnya.

"Tak-takk!"

Han Bu dan kakaknya terkejut. Mereka merasa membacok sepotong baja, mental ke atas dan hampir terjelungup. Dan Ceng Liong yang sudah melompat bangun dan menyeringai dengan muka keji tiba-tiba membentak dan menampar pelipis kakak beradik itu dengan pukulan sinkangnya

"Han Ki, kaulah yang mampus!"

Pemuda ini kaget. Dengan otomatis dia mengangkat pedangnya, menangkis. Tapi begitu pedang bertemu telapak Ceng Liong tiba-tiba pedang itu patah dan tamparan Ceng Liong masih terus meluncur ke pelipisnya, menghantam tak dapat dielakkan pemuda ini. Tapi Sin Hong yang rupanya tak tinggal diam sudah berkelebat dari samping. Dia tadi terdorong dan hampir terjengkang ketika Ceng Liong menumbukkan sinkangnya, lawan terguling-guling sementara dia tergeser kedudukan kakinya. Maka melihat Ceng Liong mematahkan pedang Han Ki dan saudaranya itu terbelalak menerima tamparan Ceng Liong mendadak Sin Hong berkelebat dan menangkis serangan ini.

"Ceng Long, jangan menumpahkan darah lagi di sini...dess!"

Ceng Liong mencelat. Dia kembali tak tahan oleh sinkang Sin Hong yang dahsyat, yang berkali-kali membuat dia terdesak dan tak mampu mengungguli lawannya itu. Maka membanting dirinya bergulingan dan melompat bangun tiba-tiba Ceng Liong berteriak ke arah gurunya sambil menyambar ibunya yang bersila di atas tanah, “Suhu, kita pergi saja. Musuh terlalu kuat...!"

Kiranya Ceng Liong telah melihat pertandingan di antara dua orang gurunya itu dengan Naga Bongkok. Dia melihat keadaan tiba-tiba menjadi tidak menguntungkan bagi mereka. Mendongkol dan marah bukan main bahwa dengan sinkang Ciok-thouw Taihiap yang diperolehnya masih saja dia tak mampu mengalahkan Sin Hong. Maka melihat ibunya terluka dan dua orang gurunya mundur-mundur menghadapi Naga Bongkok akhirnya Ceng Liong mengambil keputusan licik. Melarikan diri sebelum payah benar!

Tapi Han Ki dan Han Bu yang sudah kembali akan keadaan mereka sudah membentak dan mengejar Ceng Liong. “Ceng Liong, jangan lari kau...!"

Sin Hong juga mengejar. Dia ikut marah melihat kelicikan Ceng Liong ini, maka bertiga bersama Han Ki dan Han Bu, Sin Hong mengejar mendahului mereka, mengerahkan Jouw-sang-haitengnya mendekati Ceng Liong yang memanggul Tok-sim Sian-li. Tapi persis jarak mereka tinggal beberapa jangkauan mendadak Ceng Liong melempar granat beracunnya.

"Hei ..dar-darr!"

Sin Hong berjungkir balik. Dia melihat asap hitam membubung tebal, memaki dan membentak Ceng Liong yang licik. Dan Sin Hong yang melihat Han Ki dan adiknya sudah pula tiba di situ mendadak mendorongkan tangannya menarik kakak beradik itu. "Han Ki, jangan diterobos. Beracun...!"

Han Ki terlempar. Dia bersama adiknya terdorong oleh pukulan Sin Hong, mencium bau amis dari granat beracun itu. Dan ketika mereka melompat bangun dengan mata terbelalak Naga Bongkok sudah berkelebat di depan mereka pula.

“Anak-anak, tak perlu dikejar. Asap itu memang beracun!"

Han Ki pucat. Dia mengepalkan tinju dengan marah, tapi Han Bu yang membanting kaki dengan muka merah padam membentak penasaran, "Tapi Ceng Liong telah memburuh ibu dan kakekku, locianpwe. Masa harus dilepas begitu saja?"

Naga Bongkok mengangguk. "Benar, tapi mergejar dengan menerobos asap hitam itu berbahaya, anak baik. Betapapun kita harus menahan diri dan masih banyak waktu untuk mencari mereka di lain hari."

Han Bu tidak puas. Tapi Sin Hong yang terbelalak ke kanan tiba-tiba berseru, "Hei, kong-kong masih hidup!"

Semua orang terkejut. Mereka melihat Sin Hong sudah melompat dan berlutut di dekat jago tua itu, yang dikira sudah tewas. Dan Han Bu yang tertegun tapi sudah melompat dan berlutut di dekat kakeknya ini tiba-tiba menjadi girang melihat bahwa kakeknya masih hidup. Tapi, melihat luka-luka kakeknya yang parah dan harapan hidup kecil sekali mendadak Han Bu menangis tanpa suara.

"Kong-kong...!"

Ciuk-thouw Taihiap membuka mata. Dia tertawa serak dan menyeringai menahan sakit, tapi melihat Sin Hong menempelkan lengannya di punggung tiba-tiba kakek ini batuk-batuk. "Sin Hong, kau hebat... sinkangmu luar biasa sekali... uh-uh, di mana gurumu...?"

Naga Bongkok melompat ke depan. "Aku di sini. Ciok-thouw Taihiap. Apa yang kau inginkan?"

"Ah..." Ciok-thouw Taihiap mencoba duduk. "Kau hebat, setan bongkok, tapi kau curang... kau licik...!"

Ciok-thouw Taihiap batuk-batuk kembali. Dia harus dibantu Sin Hong yang menyangga punggungnya, tak perduli pada kerut di kening Naga Bongkok. Lalu menuding dengan jari gemetar ketua Beng-san pai itu melanjutkan, "Naga Bongkok, bagaimana kau memberikan sinkang pada muridmu itu? Kenapa kau ingin memperoleh kemenangan dengan mewariskan tenaga sakti?"

Naga Bongkok terkejut. "Apa maksudmu, Ciok-thouw Taihiap?"

"Aku, ugh...!" Ciok-thouw Taihiap menahan napas. "Aku melihat Sin Hong memiliki sinkang tak wajar, Naga Bongkok. Kau tentu mewariskan sebagian sinkangmu untuk mengalahkan aku... kau... kau curang!"

"Hm," Naga Bongkok akhirnya tahu. "Jadi itukah kiranya yang menjadi dugaanmu, Ciok-thouw Taihiap? Kau salah, Sin Hong sama sekali tak kuwarisi sinkang seperti yang kau sangka melainkan hasil latihannya sendiri selama sepuluh tahun."

"Bohong! Kau tak perlu menipuku, setan tua. Sinkang yang dimilki Sin Hong sejajar dan bahkan melebihi sinkang yang kumiliki. Kau tentu menambahinya agar dia dapat mengalahkan aku!"

Naga Bongkok menarik napas. "Ciok-thouw Taihiap. tak perlu kiranya kita memperdebatkan hal itu. Sebaiknya kau tenangkan diri dan jangan bergerak. Biar aku coba menyembuhkan luka-lukamu!"

"Ha-ha, luka-luka yang mana. setan bongkok? Kau tahu aku siap mampus, mana mungkin disembuhkan?"

"Tapi aku akan mencobanya, Beng-san pai-cu. Kau tenanglah dan jangan..."

"Tidak, tidak perlu, Naga Bongkok. Aku justeru ingin memaki-makimu dulu sebelum mampus. Kau curang. Kau licik!" Ciok-thouw Taihiap memotong, mendelik dan penasaran serta marah memandang lawannya itu. Lalu menuding dengan jari-jari gemetar dia sudah melanjutkan lagi dengan penuh geram, "Setan Bongkok, kau benar-benar tak tahu malu sekali. Beginikah kiranya watak terselubungmu di balik baju pendekar? Phuih, kau manusia hina, tua bangka. Tak patut kau menjadi tokoh di Himalaya yang suci. Semoga iblis dan setan melahapmu kelak di pintu neraka…nghugh...!" dan Ciok-trouw Taihiap yang terpaksa menghentikan kata-katanya karena batuk yang hebat akhirnya menekan perut sampai terpingkal-pingkal.

Tapi Naga Bongkok menempelkan lengannya di dada pendekar ini, tersenyum pahit. "Ciok-thouw Taihiap, tenang dan tahanlah dulu semua kemarahanmu itu. Aku tidak melakukan kecurangan seperti yang kau sargka!"

"Bohong...!” Ciok-thouw Taihiap menepis lengan kakek ini. "Kau tak perlu menipuku, tua bangka. Jangan sentuh dan pegang tubuhku!"

Sin Hong akhirnya tak tahan. Dia maju menengahi, tapi heran bagaimana kakeknya yang sejak tadi roboh dan tak melihat pertandingan itu dapat mengetahui jalannya pertempuran antara dia dengan Ceng Liong segera bertanya dengan kening dikerutkan, "Kong-kong, bagaimana kau tahu tentang sinkang yang kumiliki ini? Bukankah kau tak melihat pertandingan?"

"Ha-ha," Ciok-thouw Taihiap tertawa serak. "Aku dapat mengetahui itu dengan telingaku. Sin Hong. Bukankah benar gurumu bermain curang dengan mewariskan sinkangnya kepadamu?"

Sin Hong terkejut. "Ah, begitukah, kong-kong? Tapi dugaanmu tentang suhu tidak benar. Aku memang memiliki kepandaian sinkang ini tanpa bantuan suhu!"

Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba menggerang. Dia menyamoar leher baju cucunya ini, dan membentak penuh kemarahan dia menyemprot Sin Hong, "Sin Hong, kau juga mau coba-coba menipuku? Kau melindungi gurumu dan ikut-ikut menjadi pengecut?"

Sin Hong terbelalak. Tapi maklum kekerasan dan kemarahan kakeknya ini terpaksa Sin Hong memberi keterangan, "Aku dan suhu tidak bicara bohong, kong-kong. Terus terang saja kuberitahukan padamu bahwa sinkang yang kuperoleh ini sebenarnya kudapat dari Bu-beng Sian-su!"

"Hah" Ciok-thouw Taihiap melotot. "Kau dapatkan dari Bu-beng Sian su?"

"Ya, begitu sesungguhnya, kong kong," dan Sin Hong yang terpaksa menceritakan pertemuannya dengan kakek dewa itu pada sepuluh tahun yang lalu akhirnya membuat Ciok-thouw Taihiap terbelalak dan semakin terbelalak saja. Lalu, begitu Sin Hong selesai menceritakan kejadian sebenarnya tiba-tiba jago tua ini tertawa bergelak.

"Bangsat, kalau begitu pantas saja, Setan bongkok. Aku terang kalah kalau manusia dewa itu membimbing muridmu! Ha ha, siapa yang kejatuhan sial ini kalau bukan Ciok-thouw Taihiap Souw Ki Beng? Ah, kau beruntung Naga Bongkok. Dan aku terkecoh habis-habisan oleh bocah bernama Ceng Liong itu, keparat... ugh ugh....!"

Sin Hong membantu kakeknya. Dia melihat kong-kongnya itu batuk-batuk, melontakkan darah segar dan menggigil dengan mata terbelalak. Maka menotok kakeknya ini meringankan penderitaan akhirnya Sin Horg menjatuhkan diri berlutut. "Kong-kong, tak perlu kau bersedih hati. Aku akan membalas sakit hatimu ini kepada Ceng Liong!"

"Ah, tidak!" Ciok-thouw tiba-tiba berteriak menghentikan batuknya, "Kau tak perlu membalaskan sakit hatiku ini, Sin Hong. Ada Han Ki dan Han Bu yang siap membunuh bocah itu."

"Tapi aku cucumu, kong-kong. Apakah kau masih membeda-bedakan diriku dengan yang lain?"

Ciok-thouw Taihiap tersedak. Dia mendengar suara Sin Hong yang gemetar, terpukul dan kembali batuk-batuk dengan hebat. Tapi menyeringai dan tertawa aneh mendadak ketua Beng-san-pai ini memeluk Sin Hong. "Sin Hong, kau masih mau mengakui aku sebagai kakekmu seperti halnya Han Ki dan Han Bu? Kau tidak marah oleh sikapku pada sepuluh tahun yang lalu?"

"Ah," Sin Hong mendesah. "Tak ada pikiran untuk tidak menganggapmu sebagai kakekku, kong kong. Aku Sin Hong tetap menganggap sebagai cucumu dengan adanya ibu Ceng Bi!"

"Dan ibumu Pek Hong?"

"Tentu sejalan dengan pendapatku, kong-kong. Bahwa meskipun tak ada aliran darah keluarga Souw di tubuhku tapi Sin Hong adalah putera ibu Ceng Bi. Tak ada beda di antara ibu Ceng Bi dengan ibu kandungku sendiri! Kecuali... kecuali kalau kau tak suka padaku, kong kong. Kecuali kalau kau tak mau menganggapku sebagai cucu!"

Ciok-thouw Taihiap mengeluh. Dia mencengkeram dan menjambak rambut Sin Hong, lalu berbisik dengan suara gemetar pendekar ini memejamkan matanya, "Sin Hong, aku tua bangka tak tahu diri. Siapa tak mau menganggapmu sebagai cucu. Dulu aku dimabok pikiran yang salah, Sin Hong, tapi kini aku sadar. Kau cucuku, kau anak dari menantuku sendiri... ah, kenapa insyaf setelah mau mampus? Kau maafkan aku, Sin Hong... kau telah menolong keluarga Souw dari kehancuran di tangan musuh-musuh jahat.... kau benar, aku yang salah... tapi tentang Ceng Liong biar Han Ki dan Han Bu yang membalaskannya, Sin Hong...dia...dia..."

Ciok thouw Taihiap batuk-batuk. Jago tua ini tersengal, napasnya megap-megap, tak mampu melanjutkan kata-katanya dan mulai kejang-kejang. Dan Sin Hong yang terharu melihat keadaan kakeknya itu lalu menotok punggung kakeknya. Kong-kong, tak perlu kau bicara banyak Aku mengerti..."

"Tidak... tidak, Sin Hong.. aku tak mau kau membunuh Ceng Liong karena bocah keparat itu telah bersumpah di depan altar untuk mampus di tangan keluarga Souw bila melanggar sumpahnya. Aku... ugh... mana Han Ki...?"

Han Ki maju berlutut. "Aku di sini, kong-kong. Kau ada pesan apakah?"

"Ugh.." Ciok-thouw Taihiap mengerang. "Kau berkewajiban untuk mencari bocah keparat itu, Ki-ji. Mana adikmu!"

"Aku di sini, kong-kong," Han Bu berlutut di samping kakaknya. "Kau ada pesan apakah?”

"Aku...aku ingin kalian berdua yang membalaskan sakit hati ini, Han Bu... kau mintalah bantuan Sin Hong untuk mencari bocah itu. Tapi ingat, Ceng Liong harus mati di tangan kalian...!" lalu batuk-batuk dan tersengal berat Ciok-thouw Taihiap menggapai Sin Hong. "Anak baik, kau mau membantu dua saudaramu, bukan? Tolong cari akal... ajari mereka untuk memiliki sinkang seperti yang kau punyai….!”

Sin Hong mengucurkan air mata. “Aku akan memenuhi permintaanmu, kong-kong. Tapi sudahlah, tak perlu kau banyak bicara!”

"Ah, tidak!" Ciok-thouw Taihiap justeru mencengkeram kepala cucunya ini. "Aku tak akan tertolong lagi, Sin Hong. Kematian siap mencabut nyawaku tak lama kemudian. Aku... ugh...!" Ciok-thouw Taihiap batuk-batuk. "Aku bisa mohon dua permintaan lagi kepadamu, Sin Hong? Kau bisa meluluskannya?"

Sin Hong menangis. "Aku akan meluluskannya kalau sanggup kulakukan, kong-kong. Apa yang kau minta?"

"Heh-heh... tidak banyak, Sin Hong... pertama katakan dulu maukah kau memaafkan si pandir ini. Dan ke dua... ooh...!" Ciok thouw Taihiap menggeliat. "Aku... aku... ah, aku tak tahan lagi, Sin Hong... cepat katakan kesanggupanmu untuk memberi maaf itu...!"

Sin Horg cepat merangkul kakeknya ini. “Aku memaafkan semua kesalahanmu, kong-kong. Tapi tak perlu dibesar-besarkan, itu hanya kesalahpahaman belaka!"

"Ah, kesalahpahaman apa, Sin Hong? Itu pendapat dari keluhuran budimu.... kau persis ayahmu, gagah dan..." Ciok-thouw Taihiap tersedak, kejang-kejang dan terpaksa menghentikan kata-katanya. Lalu melontakkan darah segar tiba-tiba ketua Beng-sanpai ini roboh di pelukan Sin Hong. "Aduh, elmaut telah datang menjemput Sin Hong... sekarang cepat tundukkan kepalamu... aku ingin membisikkan sesuatu..!"

Sin Hong menundukkan kepalanya. Dia menempelkan telinga di mulut kakeknya itu, yang gemetar dan tak dapat mengeluarkan suara dengan jelas, mengira kakeknya akan memberi pesan terakhir sebelum ajal. Tapi begitu menunduk dan kakeknya memeluk tahu-tahu Ciok thouw Taihiap mengecup dahinya. "Sin Hong, ini permintaanku nomor dua... kau terimalah cium perpisahan ini, cup...!" dan Ciok-thouw Taihiap yang tiba-tiba terguling tahu-tahu roboh dan menghembuskan napas terakhir di pelukan Sin Hong!

"Kong-kong...!"

Tapi Ciok-thouw Taihiap telah tewas. Jago tua ini meninggalkan senyum kepuasan di bibirnya, penuh kebahagiaan dan kegembiraan besar bahwa Sin Hong mau memaafkannya, bahkan sempat dikecup sebelum dia menghembuskan napas terakhir. Dan Sin Hong yang tiba-tiba mengguguk oleh kematian kakeknya ini tersedu dan memeluk mayat kakeknya dengan erat. Sin Hong terharu sekaligus terpukul oleh sikap terakhir orang tua ini, yang keras kepala, yang tak mau sudah dan "mahal" menyatakan maaf. Tapi begitu kakeknya tewas dan Ciok-thouw Taihiap yang terkenal keras dan mau menang sendiri itu menyatakan maaf dan menciumnya dengan kecupan lembut di saat ajalnya tiba-tiba Sin Hong terguncang dan menangis dengan air mata deras mengucur.

Tapi Naga Bongkok batuk-batuk kecil. Dia melihat pemuda yang lain, yakni Han Ki dan Han Bu juga berlutut di samping jenazah kakeknya dengan air mata bercucuran seperti Sin Hong. Maka berdehem dan menepuk pundak muridnya kakek ini berkata, "Sin Hong, yang tewas telah tewas. Kakekmu mati dengan cara yang gagah. Bangunlah, hapus air mata itu dan kita bawa jenazahnya ke dalam!"

Lalu, menyentuh pundak Han Ki dan Han Bu kakek bongkok ini juga bicara, "Anak-anak, kalian adalah keturunan orang-orang gagah. Kong-kong kalian tentu marah kalau kalian bersikap cengeng. Bangunlah, kita urus jenazahnya dan kita rawat pula yang lain!"

Han Ki sadar. Dia teringat bahwa ibunya juga tewas, maka bangkit berdiri dan menggigit bibir penuh kemarahan dia mengikuti petunjuk-petunjuk kakek bongkok itu. Naga Bongkok memang merupakan orang paling tua di antara mereka, juga tokoh yang disegani. Maka begitu membawa jenazah Ciok-thouw Taihiap ke dalam dan merawat pula ayah mereka serta mayat Cui Ang yang tewas di tangan Ceng Liong segera dua kakak beradik itu mengepal tinju dengan penuh dendam.

Ceng Liong telah membunuh dua orang keluarga mereka sekaligus. Satu kakek mereka sedang yang lain adalah ibu mereka. Maka Han Ki dan Han Bu yang berjanji untuk membalaskan sakit hati ini kepada Ceng Liong lalu bersumpah akan mencari pemuda itu dan tak mau sudah sebelum menagih jiwa. Dan Naga Bongkok yang mengatur semua pekerjaan di puncak gunung Beng-san itu akhirnya menyuruh Sin Hong memberi tahu ayahnya di Ta-pie-san untuk mengabarkan malapetaka ini. Dan tentu saja kegemparan segera terjadi.

Tewasnya Ciok-thouw Taihiap Souw Ki Beng di tangan Ceng Liong benar-benar menggegerkan. Orang hampir tak percaya bahwa Ciok-thouw Taihiap mati di tangan seorang pemuda tak dikenal. Tapi setelah mengetahui bahwa Ceng Liong adalah murid Sin-thouw-liong Mu Ba dan pemuda itu adalah cucu mendiang Cheng-gin Sian-jin tiba-tiba dunia kang-ouw menjadi berisik.

Pendekar Gurun Neraka sebagai menantu Ciok-thouw Taihiap lalu menyebar undangan, menggantikan Ceng Han yang terluka, memberi tahu bahwa kematian ini pada handai-taulan dan semua sahabat-sahabat baik, merencanakan pada hari ke tujuh jenazah tokoh terkenal itu akan dimakamkan. Tentu saja dengan upacara besar-besaran. Dan begitu undangan dikirim dan diberi tahu pula bahwa jumlah jenazah ada dua karena menantu puteri (Cui Ang) juga ikut tewas di tangan musuh maka kegegeran dunia kang-ouw benar-benar mencapai puncaknya.

Nama Ceng Liong melejit. Sebentar saja orang ingin tahu bagaimana rupa pemuda itu. Tapi karena Ceng Liong bersembunyi dan berlindung di balik pengaruh istana maka pemuda ini tak dapat dijumpai dan memang tak bakal mau dijumpai. Ceng Liong terlampau cerdik untuk di temui sembarang orang. Maklum bahwa perbuatannya itu menggegerkan banyak orang terutama kaum pendekar. tentu saja sahabat-sahabat Pendekar Kepala Batu.

Maka ketika hari ke tujuh ditetapkan untuk pemakaman jenasah tokoh Beng-san pai ini mulai berdatanganlah para pelayat diri delapan penjuru mata-angin, berbondong-bondong untuk menyatakan belasungkawa di samping ingin menonton keramaian. Dan begitu para sahabat dan handai-taulan datang untuk menyatakan maksudnya maka di pihak lain golongan hitam juga ikut hadir untuk membuat huru hara. Tentu saja dipimpin seorang tokoh yang bersembunyi di balik layar. Tokoh misterius yang bukan lain adalah So-beng!

* * * * * * * *

Hari itu, hari ke enam sejak tewasnya Ciok Thouw Taihiap Souw Ki Beng seluruh anak murid Beng-san-pai berkabung. Mereka sudah mulai menerima tamu untuk memberi penghormatan pada dua peti mati yang berjajar di ruangan besar, di mana Pendekar Gurun Neraka dan dua isterinya memimpin semua anak buahnya untuk melayani tamu. Dan Ceng Bi yang membendul matanya oleh kematian ayahnya ini tampak pucat dengan baju berkabungnya.

Nyonya ini marah. Ia terkejut sekali ketika pertama kali mendengar berita kematian itu. Tak menyangka bahwa Ceng Liong yarg dulu pernah datang ke Ta-pie-san bersama ibunya itu telah membunuh ayahnya. Hampir Ceng Bi histeris, mengamuk dan turun gunung mencari anak iblis itu. Tapi Pendekar Gurun Neraka dan Pek Hong (isterinya pertama) yang tentu saja tak membiarkan Ceng Bi menubruk sana sini sudah mencegah dengan penuh kesabaran.

Mereka meredakan kemarahan wanita ini, memberi pengertian bijaksana sekaligus menghibur dengan kepala dingin. Dan ketika Ceng Bi berhasil disadarkan bahwa mengurus jenasah ayahnya lebih penting ketimbang mencari Ceng Long akhirnya Ceng Bi menurut dan dapat menekan api dendamnya. Apalagi ketika dia ingat bahwa Sin Hong yang sepuluh tahun tak jumpa dengan mereka butuh pertemuan khusus dengan ibu kandungnya, meskipun tak lama. Dan Ceng Bi yang menangis di pelukan suaminya akhirnya mengguguk dan tersedu-sedu di dalam kamar.

Seharian penuh nyonya ini menumpahkan kedukaannya. Tak mau makan tak mau minum. Dan ketika Pek Hong datang menghibur dan Ceng Bi dipeluk madunya ini segera Ceng Bi menangis menjadi-jadi. Nyonya ini hampir tak kuat menahan diri. Tapi untunglah, Bi Lan yang datang ke kamar itu akhirnya menyadarkan nyonya ini bahwa menangis berlarut-larut tak ada gunanya. Bi Lan memberi contoh ibu tirinya, Pek Hong, yang juga pernah kematian suhunya di waktu sepuluh tahun yang lalu. Ibu tirinya itu juga bersedih, menangis dan merasa kehilangan besar. Dan ketika Ceng Bi teringat bahwa madunya itu juga pernah mengalami kedukaan seperti yang dia alami ini akhirnya menghentikan tangis dan menggigit bibir.

Dia harus bersikap gagah. Dia puteri seorang tokoh besar yang tersohor kepandaiannya. Kenapa menangis berlarut-larut? Betapapun Bi Lan benar. Anak perempuannya itu lebih dulu dapat menahan diri untuk tidak hanyut dalam kedukaan. Maka malu dan sadar akan kata-kata puterinya ini Ceng Bi pun menindas semua kemarahan. Mereka langsung menuju Beng-san Dan begitu bertemu dengan kakaknya yang dibalut pundaknya karena patah Ceng Bi bertangis-tangisan sejenak dengan kakaknya ini.

Tapi Ceng Bi bersikup tegar. Dia melihat kakaknya tak menangis seperti dia, meskipun matanya merah dan bengkak tanda membendung kedukaan yang kelewat besar dengan kematian isterinya pula. Dan Ceng Bi yang terharu melihat keadaan kakaknya ini akhirnya berkali-kali menggigit bibir menahan perasaan yang ditusuk-tusuk.

Ceng Han memang gagah. Laki-laki yang kini berusia empat puluhan tahun itu dapat menahan diri. Dia maklum bahwa menjadi seorang pendekar memang harus berjaga-jaga terhadap maut yang setiap saat mengintai mereka. Maklum, bahwa musuh ada di mana-mana dan mereka sendirilah yang harus pandai menjaga diri agar tidak diancam kematian. Dan karena menganggap bahwa ayahnya juga salah dengan mengabaikan semua nasihatnya tentang Ceng Liong maka Ceng Han hanya dapat mengepal tinju dan menekan semua kemarahan atas peristiwa itu.

Dan hari itu, ketika mereka siap menjaga peti jenasah karena keesokan harinya mereka harus memakamkan dua jenasah itu di belakang gunung tiba-iba seorang tamu muncul mengejutkan mereka. Tamu ini adalah seorang pemuda, gagah tapi pendiam sikapnya. Dan ketika dia mengambil tiga batang hio (dupa) untuk bersoja di depan peti jenasah mendadak tamu yang tak dikenal ini berseru nyaring,

"Ciok-thouw Taihiap. Sungguh tak kukira sedemikian cepat kau meninggalkan dunia. Kematianmu mengecewakan. Tapi karena yang terjadi sudah terjadi biarlah kuberi hormat padamu dengan tiga batang hio ini. Satu dariku pribadi sedang yang lain dari mendiang guruku. Terimalah...!”

Pemuda ini mengecutkan lengannya. Orang hanya melihat tiga batang hio itu menyambur ke depan, lalu ketika terdengar suara "cet cet-cet" tiga kali tahu-tahu tiga batang hio itu tembus dan amblas di dalam peti mati Ciok-thouw Taihiap!

"Ah, kau siapa, orang muda?" Han Ki terkejut, marah dan langsung melompat ke depan melihat perbuatan tamunya yang kurang ajar ini.

Tapi Pendekar Gurun Neraka yang ada di belakang peti jenasah Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba berseru, "Ki-ji, mundur. Arwah kakekmu ternyata mengirim kembali dupa yang tak tahu hormat itu. Lihat...!" dan Pendekar Gurun Neraka yang menepuk peti Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba membuat tiga batang hio yang amblas di dalam peti sekonyong konyong keluar, melesat dan lubang di mana hio-hio itu masuk dan kembali menyambar si pemuda tak dikenal.

Tapi sementara semua orang terbelalak oleh kejadian di depan ini mendadak pemuda yang aneh itu mengangkat lengannya. Ia kembali mengebut, dan begitu menggerakkan lengan menampar tiba-tiba hio yang diretour Pendekar Gurun Neraka tertahan oleh tenaga tak nampak dan berhenti di udara!

"Pendekar Gurun Neraka, jangan sombong. Ciok-thouw Taihiap menerima hio-ku!"

Pendekar Gurun Neraka terkejut. Dia merasa tenaga dorong yang amat dahsyat menahan tiga batang hio itu, siap masuk kembali ke lubang peti mati. Maka terbelalak dan mengebutkan lengannya diapun terpaksa menampar sambil mengerahkan sinkangnya. "Orang muda, mertuaku tak suka menerima dupa dengan cara berdiri. Sebaiknya kau berlutut!"

Dan pemuda itu pun berseru keras. Dia ganti merasa angin yang dahsyat mendorong hionya, perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit kembali ke arahnya seperti hio berjalan. Tapi ketika dia membentak dan menambah kekuatannya mendadak dupa itu hancur dan remuk di udara!

"Kress!"

Semua orang terkejut. Mereka melihat hio hancur menjadi tepung, padam dan hilang asapnya dalam sekejap mata. Tapi pemuda yang sudah melompat ke kiri dengan mata berapi-api itu tiba-tiba kembali menyambar tiga batang hio dan menyulutnya di depan peti jenasah Ciok-thauw Taihiap.

Tapi Pendekar Gurun Neraka sudah maju ke depan. Dia mengerutkan kening memandang pamuda ini, dan membentak dengan sikap penuh wibawa pendekar itu bertanya, "Orang muda. kau siapa dan apa maksudmu datang ke mari? Tidak tahu hormatkah kau kepada arwah orang yang sudah meninggal dunia?"

Pemuda ini tertawa mengejek. "Aku tahu akan arti hormat itu. Pendekar Gurun Neraka. Tapi ketahuilah bahwa hormat yang harus kuberikan pada Pendekar Kepala Batu adalah yang macam itu!"

"Hm, kau siapa? Siapa namamu?"

"Aku Kun Houw!"

"Siapa gurumu?"

Pemuda itu tak menjawab. "Pendekar Gurun Neraka, tak perlu bertanya macam-macam siapa guruku. Kita pernah bertemu, agaknya kau lupa kepadaku!"

Pendekar Gurun Neraka mengerutkan alis. "Aku tak mengenalmu, anak muda. Atau mungkin aku yang pangling (lupa) kepadamu."

"Hm," pemuda itu mencibirkan mulutnya. "Aku tahu kalau kau lupa kepadaku. Pendekar Gurun Neraka. Tapi menghormat arwah mertuamu biarlah besok kita bicira lagi. Aku juga ingin menagih hutang padamu!"

Pendekar Gurun Neraka menatap tajam. Dia tiba-tiba seolah teringat muka pemuda ini, tapi lupa kapan dan di mana dia pernah bertemu maka pendekar inipun tersenyum hambar. "Anak muda, kau rupanya ingin mengganggu di sini. Kalau kau tahu dan sebagai tamu sebaiknya minta maaf dulu baik-baik dan duduk di kursi undangan sana. Jangan pergi begitu saja!"

Kun Houw menjengek. "Kau mau menahanku, Pendekar Gurun Neraka?”

"Tidak, tapi justeru mengundangmu menghadiri upacara ini. Kau belum diundang, bukan?"

"Ya, aku tamu liar. Tapi aku ingin datang dan pergi sesukaku!"lalu, menancapkan hio di peti jenasah Cui Ang pemuda ini memutar tubuh, dan melompat pergi.

Tapi Pendekar Gurun Neraka memberi isyarat. Dia mengedipkan mata pada Han Ki dan Han Bu, yang seketika itu juga melompat menghadang. Dan begitu dua orang kakak beradik ini mengembangkan lengannya maka pemuda itupun diberhentikan dengan bentakan perlahan, "Sobat, paman telah menyuruhmu untuk duduk di sana. Sebaiknya kau tak membantah!"

Kun Houw mendengus. "Kalian siapa?"

"Aku Han Ki. Dia adikku, Han Bu!"

"Hm, maksudku apa hubunganmu dengan keluarga Souw?"

"Kami cucunya."

"Ah, cucu Ciok-thouw Taihiap?"

Han Ki tak menjawab. Dia sudah merdorong pemuda ini agar kembali ke dalam, tapi Kun Houw yang juga mengangkat lengannya menangkis tahu-tahu balik mendorong lawan. "Plak!" Han Ki tergetar. Dia terdorong setindak, terbelalak kaget.

Tapi Han Bu yang marah melihat Kun Houw melawan tiba-tiba membentak. "Sobat, tak perlu kau mengacau di sini. Kembalilah...!"

Han Bu sudah mendorongkan lengannya menampar. Dia marah melihat kakaknya terdorong, maka membentak sambil mengerahkan sinkangnya dia langsung mempergunakan Pek-hong-ciang untuk menampar lawannya itu.

Tapi Kun Houw yang tidak tinggal diam ternyata melompat ke kiri, lalu begitu menjengek lawan tiba-tiba kakinya menendang Han Bu sambil berseru, "Orang she Souw, sebaiknya kau saja yang kembali ke dalam. Keperluanku sudah cukup... dess!"

Dan Han Bu yang roboh terbanting diruangan itu seketika berteriak dan melompat bangun, kaget bahwa pukulannya luput semantara dia sendiri mendapat serangan hingga roboh terbanting. Dan belum ia membalas serangan lawan tahu-tahu Kun Houw telah melejit dan keluar melompati kepala mereka.

"Pendekar Gurun Neraka, aku tak mau main-main saat ini. Biar besok saja kita jumpa!"

Tapi sebuah bayangan langsing yang melengking dan mengejar Kun Houw tahu-tahu menyerang pemuda ini. Kun Houw tak tahu siapa bayangan itu, tapi merasa angin panas berkesiur menghantam punggungnya dan pukulan itu terasa berbahaya Kun Houw menjadi kaget dan terkesiap juga. Maka membalik dan menggerakkan lengannya tiba-tiba Kun Houw menangkis.

"Plak!" dan Kun Houw terjengkang roboh. Dia berada dalam posisi tak menguntungkan ketika tadi menangkis, satu kakinya terangkat sebelah. Tapi merasa pukulan itu berbahaya dan kain bajunya hangus terbakar tiba-tiba Kun Houw kaget bukan main dan melompat bangun.

"Lui-kong-yang sin-kang (Pukuan Inti Petir )....!" Dan Kun Houw terbelalak. Dia melihat seorang gadis baju merah berdiri berapi-api memandangnya, bertolak pinggang dengan cuping hidung kembang-kempis. Dan Kun Houw yang tertegun memandang gadis ini tiba-tiba teringat dan semakin melebarkan matanya. "Bi Lan...!"

Gadis itu terkejut. Ia memang Bi Lan adanya, yang maju setelah mendapat isyarat ayahnya. Dan Bi Lan yang tertegun mendapat panggilan itu tiba-tiba mengerutkan kening dan mengingat-ingat. Ia serasa kenal, mencoba memeras otak untuk mengetahui siapa pemuda yang sudah mengenalnya ini. Dan begitu membelalakkan mata tiba-tiba Bi Lan ganti berseru, "Kau Bu-beng Siauw-cut...!"

Dan Pendekar Gurun Neraka bersama seluruh keluarganya terkejut. Mereka tersentak oleh seruan ini, kaget bahwa pemuda itu bukan lain adalah Bu-beng Siauw-cut, bocah yang dulu datang ke Ta-pie-san dan dengan sebuah pisau mencoba membunuh Pendekar Gurun Neraka! Dan Pendekar Gurun Neraka yang jadi tertegun oleh kenyataan ini tiba-tiba tergetar dan terguncang hatinya. Dia sekarang ingat, kenal dan tidak pangling lagi kepada bocah yang sudah menjadi pemuda tampan ini. Pemuda gagah yang memiliki keberanian besar. Berani datang "mengacu" di sarang naga. Seorang diri! Dan Pendekar Gurun Neraka yang tiba-tiba menggigil oleh datangnya pemuda ini mendadak memejamkan mata dengan jantung seperti ditusuk-tusuk. Itulah puteranya, hasil hubungan gelapnya dengan Tok-sim Sian-li!

Dan Pendekar Gurun Neraka yang memejamkan mata dengan perasaan diremas-remas ini tiba-tiba mengeluh dan membuka matanya yang basah, meneteskan dua titik butir bening yang membasahi pipinya yang kering, runtuh di atas lantai. Lalu berbisik dengan suara gemetar dan tubuh menggigil pendekar ini mendesis, 'Benar. Dia Bu-beng Siauw-cut itu.... anak yang hilang itu.... Ceng Liong yang asli!"

Tapi Ceng Bi melompat ke depan. "Belum tentu, Yap-koko. Dia memang benar Bu-beng Siauw-cut, tapi belum tentu bocah yang kau cari-cari itu.!" dan berkelebat ke depan dengan muka merah nyonya ini sudah membentak Kun Houw,

"Bocah, kenapa sekarang kau bernama Kun Houw? Apa maksudmu mengganggu keluarga Souw?"

Kun Houw yang bersikap tenang menegakkan kepalanya. "Aku bernama Kun Houw karena ini memang namaku, hu-jin. Bukankah kau Yap-hujin yang menjadi isteri nomor dua Pendekar Gurun Neraka?'

"Benar! Dan apa maksudmu mengacau di sini?"

"Hm, aku tidak bermaksud mengacau, hu-jin. Tapi sekedar menghormat peti Ciok-thouw Taihiap dengan caraku sendiri. Dia berhutang tiga buah pukulan pada suhuku almarhum!"

"Siapa gurumu?"

Kun Houw mengerutkan alis. "Perlukah diketahui, hujin? Ciok-thouw Taihiap dan guruku telah sama-sama meninggal. Sebaiknya tak perlu pertanyaanmu itu kujawab!"

"Keparat!" Ceng Bi membentak, marah melihat Kun Houw memutar tubuh dan siap melangkah pergi. Tapi belum ia menyerang pemuda itu tiba-tiba Pendekar Gurun Neraka telah berkelebat di dekatnya, langsung menyambar pundak Kun Houw dan berseru pada pemuda itu, "Ceng Liong, berhenti...!"