Pedang Medali Naga Jilid 18 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 18
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
LIONG CENG gemetar. Dia pura-pura ketakutan, tapi melihat Ciok-thouw Taihiap mencengkeram pundaknya dan bertanya mau atau tidak dia memenuhi permintaan pendekar itu mendadak dia menjatuhkan diri berlutut dan memegang dua batang lilin yang menyala.

"Locianpwe, karena ini perintahmu biarlah aku yang bodoh mengikutinya. Aku telah berhutang budi, juga berhutang nyawa. Mana bisa aku menentangnya? Biarlah disaksikan langit dan bumi aku bersumpah, locianpwe. Bahwa sejak hari ini aku adalah muridmu dan mendapat kehormatan besar menjadi keluarga Souw dan akan menjunjung tinggi serta mengharumkan nama keluarga Souw...!"

"Bagus, dan kau harus melawan kejahatan, Liong Ceng. Karena semua yang jahat adalah musuh keluarga Souw!"

"Ya, aku akan melawan kejahatan, locianpwe. Dan bila aku membela kejahatan biarlah aku mampus di tangan keluarga Souw pula!"

Ciok-thouw Taihiap tertawa lebar. Dia sudah puas mendengar sumpah dan janji pemuda itu. Maka begitu Liong ceng selesai menjalani upacara resmi ini segera dia menepuk bahu pemuda itu. "Liong Ceng kau boleh sebut suhu padaku sekarang. Han Ki dan Han Bu adalah suheng-suhengmu!"

Liong Ceng memberi hormat. "Ki-heng, Bu-heng, terimalah hormat siauw-te. Betapapun siauw-te mohon bimbingan suheng berdua dalam ilmu silat. Siauw-te masih bodoh dalam banyak hal."

"Hm, tak perlu merendah, Liong-sute. Kau memiliki bakat dan kemajuan mengagumkan dalam mempelajari ilmu silat kong-kong!"

"Ya, dan melihat bakatmu ini tak lama lagi kau akan dapat menyusul kami. Liong sute. Betapapun kau cukup luar biasa dan pandai!" Han Bu menyambung, disambut anggukan semua orang yang ada di situ hingga membuat Liong Ceng tersipu, pura-pura malu dan merah mukanya.

Dan Ciok thouw Taihiap yang gembira bahwa Liong Ceng akan mewarisi Soan-hoan-ciangnya secara penuh tiba-tiba berkelebat keluar dan mengajak pemuda itu untuk mulai berlatih. Dan hari itu Liong Ceng benar-benar resmi menjadi murid Ciok'thouw Taihiap. Pemuda ini berhasil merebut kepercayaan orang, bahkan semua keluarga Ciok thouw Taihiap hampir percaya penuh padanya, kecuali Ceng Han yang entah kenapa tiba-tiba merasa tidak enak, teringat kerling dan sinar mata Liong Ceng yang aneh ketika berlutut di meja altar. Tapi karena Liong Ceng tak berbuat yang lebih jauh dan pemuda itu tetap menunjukkan sikap yang jujur dan baik akhirnya pendekar inipun menyembunyikan saja kecurigaannya itu di dalam hati. Dan Liong Ceng mendapat perhatian besar dari Ciok-thouw Taihiap.

Pendekar Kepala Batu itu semakin suka dan kagum pada muridnya ini. Melihat betapa sungguh-sungguh dan tekun pemuda itu melatih ilmu silat. Dan ketika setahun kemudian dia menurunkan Soan-hoan-ciangnya pada pemuda itu maka kepandaian Liong Ceng benar-benar hebat dan melebihi Han Ki maupun Han Bu!

"Ha-ha, kau sekarang menjadi murid yang paling komplit mempelajari ilmu silatku, Liong Ceng. Han Ki dan Han Bu tak mungkin dapat mengalahkanmu kalau mereka bertanding satu lawan satu!"

Liong Ceng girang. "Betulkah, suhu? Tapi bagaimana dengan mereka itu, tidakkah mereka bakal memusuhiku kalau tahu aku memiliki kepandaian lebih tinggi dari mereka?"

"Hm, dua cucuku itu tak mungkin iri, Liong Ceng. Mereka seperti bapaknya yang sabar dan suka mengalah!"

“Kalau begitu boleh dicoba, suhu. Benarkah ilmuku lebih tinggi dibanding mereka?"

Ciok-thouw Taihiap terkejut. Tapi tak ada jeleknya dia mengadu mereka maka pendekar inipun tertawa dan memanggil dua orang muda itu, ingin melihat sampai di mana kepandaian Liong Ceng dan seberapa pula Han Ki atau adiknya dapat menghadapi murid barunya ini. Dan ketika dua orang muda itu datang kepadanya segera pendekar ini berkata dengan muka gembira, "Ki ji. Bu-ji, Liang Ceng hampir sempurna menerima ilmuku. Cobalah kalian uji dan lihat sampai di mana kemajuannya!"

Han Ki tersenyum. Dia memang tak menaruh curiga, mengangguk dan sudah melompat maju dengan mata bersinar. Tapi melihat Liong Ceng pura-pura segan dia menggapaikan lengannya. "Liong sute, kemarilah. Kita coba-coba bermain sebentar untuk melihat kemajuanmu!"

"Ah," Liong Ceng tersipu malu. "Mana mungkin menguji kepandaianku, Ki-heng? Aku baru setahun belajar, tentu tak mungkin menandingi ilmu silatmu yang sudah bertahun-tahun kau pelajari!"

Tapi Ciok thouw Taihiap menghardik, "Kau sendiri yang ingin diuji, Liong Ceng. Kenapa sekarang pura-pura menolak dan segan? Ayo maju, jangan jual omongan kosong di tempat ini!"

Liong Ceng mendesah. Dia melihat Han Ki sudah memasang kuda-kuda, tapi gembira bahwa dia akan menguji kekuatan Soan hoau ciangnya dia pun melompat maju dan tertawa kecut. "Ki-heng, suhu memang benar. Aku ingin diuji tapi jangan kau bersikap keras. Betapapun aku masih mengharap kemurahanmu!"

"Hm, tak perlu merendah, Liong-sute. Aku tahu dari kong-kong bahwa kemajuanmu sudah hebat. Ayo majulah!"

Liong Ceng tak sungkan-sungkan lagi. Dia segera tertawa dan memasang kuda-kuda, dan begitu membentak memberi peringatan diapun menerjang dengan pukulan pertamanya, mempergunakan lengan kiri menampar dengan jurus Rajawali Sakti Mengelepakkan Sayap, sebuah jurus dari ilmu silat tangan kosong yang mula-mula dipelajarinya dari Ciok-thouw Taihiap, pukulan ringan yang tidak berbahaya dan tentu saja sudah dikenal Han Ki. Dan Han Ki yang menangkis mudah dan melihat sutenya itu mengeluarkan jurus yang tampaknya masih sungkan-sungkan segera membentak dan menyuruh sutenya itu menyerang dengan lebih keras.

"Sute, tak perlu sungkan-sungkan. Keluarkan saja pukulan-pukulan cepat dari Pek-hong-ciang atau Soan-hoan-ciang!"

Liong Ceng masih menolak. Dia pura-pura segan, kembali menyambar dengan ilmu-ilmu silat biasa yang tentu saja dikelit mudah oleh lawannya. Dan melihat Liong Ceng tampaknya sungkan dan mainkan ilmu silat lunak yang gampang ditangkis dan dihindarkan dengan enteng tiba-tiba Han Ki berseru dan balas menyerang pemuda itu.

"Liong-sute, kalau begitu hati-hati sekarang. Aku akan membalas dan melancarkan pukulan-pukulan berat!"

Liong Ceng tersenyum. Dia melihat Han Ki memutar satu kakinya, tiba-tiba membentak dan menyerang dengan lengan kiri mendorong dadanya, cepat dan kuat hingga mengeluarkan angin pukulan menderu. Dan ketika dia mengelak dan sambaran lawan mengenai angin kosong mendadak lengan Han Ki membalik dan mengibas dari samping, mempergunakan pukulan Pek-hong-ciang dengan jurus Angin Menyapu Ombak.

"Plak!" Liong Ceng tersapu roboh. Untuk pertama kalinya dia mengeluh kaget, dan begitu melompat bangun dan terbelalak memandang Han Ki yang tertawa kepadanya tiba-tiba tubuh pemuda itu berkelebatan menyusul dengan pukulan-pukulan lain dari Pek hong-ciang (Pukulan Angin Putih).

"Sute, kau harus menangkis kalau tak ingin kurobohkan. Hayo balas dan serang diriku!"

Liong Ceng terpaksa mengikuti. Dergan hati-hati namun cerdik dia mulai mengerahkan ginkangnya, mainkan Pek-hong ciang pula untuk menandingi lawannya. Dan begitu dua orang muda ini sama berseliweran dan saling pukul-memukul tiba-tiba saja pertandingan menjadi meningkat. Han Ki mempercepat gerakannya, bertubi-tubi menyerang dan mendorong serta menampar. Sedang Liong Ceng yang bergerak sama cepat dengan tangkisan dan balasan serangannya tiba-tiba juga melayani lawannya dengan tidak kalah sebat.

Keduanya memiliki ilmu yang sama. Masing-masing mengenal dan mengetahui apa yang akan dilakukan lawan. Maka begitu keduanya bergebrak dan masing-masing tiba-tiba membentak untuk mempercepat serangan maka sekonyong-konyong keduanya lenyap dalam gulungan bayangan yang naik turun bagai naga menari.

Dan Ciok-theuw Taihiap tertawa bergelak. “Bagus, kalian tinggal mengadu kecepatan, Ki-ji. Siapa cepat dia yang menang!"

Liong Ceng mengerutkan keningnya. Dia melihat Han Ki memperberat tekanannya, kini mempergunakan sinkang disamping ginkang. Dan ketika satu saat dia menangkis tamparan Han Ki yang menghantam dadanya untuk pertama kali Liong Ceng menggerakkan lengan menangkis dengan pengerahan sinkangnya pula.

"Dukk...!" dan keduanya sama terdorong mundur. Han Ki terkejut bahwa sutenya ini memiliki sinkang yang sama kuat, padahal sutenya itu belajar belum dua tahun. Dan kaget bahwa dalam hal sinkangpun Liong Ceng memiliki kekuatan yang berimbang tiba-tiba Han Ki membentak dan mulai melancarkan pukulan Soan-hoan-ciangnya!

"Sute, hati-hati. Kita sekarang mempergunakan Soan-hoan-ciang....!"

Liong Ceng terkejut. Dia melihat Han Ki merobah gerakan, tidak lagi memukul atau mendorong melainkan mengibas. Dan begitu lengan pemuda ini bergerak-gerak mengibas ke kiri kanan maka terdengarlah deru angin dahsyat bagai kipas raksasa yang menyapu sebuah gunung!

"Ah, jangan mainkan ilmu silat ini, Ki-heng. Aku takut kita masing-masing tak dapat mengendalikan diri!"

Liong Ceng berteriak, berseru keras dan berjungkir balik menghindari serangan Han Ki yang ganas. Tapi Han Ki yang tertawa dan meneruskan serangannya itu menjawab tenang, "Kita tak perlu khawatir, Liong sute. Ada kong-kong di sini yang akan membantu bila kita mendapat celaka...!"

Dan Ciok-thouw Taihiap tertawa bergelak, menganggukkan kepalanya. "Benar, tak perlu kau cemas, Liong Ceng. Ada aku di sini yang akan menyelamatkan kalian bila salah satu celaka!"

Liong Ceng tak dapat membantah lagi. Dia terus diserang dan didesak Han Ki, mundur-mundur dan semakin terpojok. Dan maklum bahwa dia harus melawan dengan cara yang sama maka tiba-tiba dia membentak dan mengibaskan lengannya pula. Liong Ceng mainkan Soan-hoan-ciang menangkis kibasan suhengnya. Dan begitu dua pukulan Soin-hoan-ciang sama beradu di tengah udara terdengarlah ledakan dahsyat bagai petir menggelegar.

"Blarr....!"

Han Ki dan Liong Ceng sama-sama tertolak mundur. Mereka terpental dan sama bergulingan di tanah, tapi melihat guratan kaki Liong Ceng lebih pendek dibanding guratan kakinya sendiri tiba-tiba Han Ki berteriak dan kembali menerjang penasaran bahwa dia kalah setingkat dengan lawannya itu. Dan Liong Ceng yang girang bahwa pukulan Soan-hoan-ciangnya mampu menahan pukulan Han Ki segera menyambut dan kembali menangkis.

"Dess!" dan untuk kedua kalinya mereka sama-sama terjengkang. Han Ki harus berjungkir balik mematahkan daya tolak akibat berturan itu, ada lima kali salto di udara untuk dapat berdiri tegak. Tapi Liong Ceng yang cukup dua kali berjungkir balik untuk mematahkan benturan ini mau tak mau disambut pekik kagum cucu pertama Pendekar Kepala Batu itu.

"Wah, kau hebat, sute. Benar benar Soan-hoan-ciangmu di atas tingkatku sendiri!"

Dan Han Ki sudah menerjang lagi. Bertubi-tubi dan susul-menyusul dia melancarkan pukulannya itu, berusaha mendesak dan menahan lawan. Tapi melihat Liong Ceng mampu menahan setiap serangannya dan kini perlahan-lahan tetapi pasti dia pasti terdesak dan mundur-mundur tiba-tiba Han Ki terbelalak dan kagum bukan main.

"Sute, kau hebat... kau lihai sekali...!"

Liong Cene tersenyum. Dia menyeringai aneh mendengar pujian itu, sedikit demi sedikit terus mendesak dan menekan, membuat Han Ki terpojok dan berkali-kali mengeluh karena tak dapat balas menyerang. Dan ketika satu saat lawannya itu terjebak di belakang pohon hingga Han Ki tak dapat melompat mundur tiba-tiba Liong Ceng membentak dan mengibaskan kedua lengannya berbareng.

"Hei...!"

Tapi semuanya terlambat. Liong Ceng sudah melancarkan serangannya itu, dahsyat menerjang Han Ki. Dan Han Ki yang merasa ditumbuk angin pukulan raksasa yang menghantam dadanya secepat kilat menangkis dan mendorongkan kedua lengannya ke depan.

"Bress!" dan Han Ki tergencet pucat. Dia merasa pukulan Liong Ceng demikian kuatnya, menghantam dan menumbuk dadanya bagai palu godam. Dan Han Ki yang kontan mengeluh oleh serangan ini terpaksa mengerahkan sinkang bertahan. Dia berusaha mendorong Liong Ceng mundur, berkutat dan mati-matian. Dan dua orang muda yang sebentar saja terlibat dalam adu tenaga ini tiba-tiba saja saling dorong-mendorong dengan kekuatan sepenuh bagian.

Han Ki rupanya panasaran tak dapat melepaskan diri, masih terhimpit oleh tenaga Liong Ceng yang menggencet. Sedang Liong Ceng yang penasaran belum mampu merobohkan lawan hingga jatuh bertekuk lutut juga menambah tenaganya hingga menggigil dan gemetar penuh keringat. Dan ketika dua orang muda itu saling menempelkan lengan dengan telapak terbuka dan jari-jari menghadap ke depan tiba-tiba saja keduanya tak dapat melepaskan diri dari dorongan dan gencetan sinkang yang saling tolak-menolak itu!

"Ah, tolong mereka, kong-kong…!" Han Bu terkejut, membentak dan siap menolong kakaknya dari dorongan Liong Ceng. Tapi Cok-thouw Tahiap yang sudah menggeram dan mendahului maju tiba-tiba memisah mereka dengan bentakannya yang menggeledek.

"Liong Ceng, lepas...!"

Liong Ceng terkejut. Dia melihat tubuh Ciok thouw Taihiap menyambar, menghantam kedua lengannya yang mendorong Han Ki. Dan persis telapak Ciok-thouw Taihiap mengenai pergelangan tangannya maka Liong Ceng tertolak, dan terbanting roboh oleh pukulan Ciok-thouw Taihiap yang dahsyat.

"Plak!" Long Ceng terguling-guling. Dia berseru kaget oleh campur tangannya Ciok-thouw Taihiap ini karena pukulan sinkangnya ambyar dan ganti angin pukulan Han Ki menyambar dadanya, menghantam dengan hebat. Tapi Ciok-thouw Taihiap yang rupanya tak ingin Liong Ceng celaka sudah membentak pula ke arah Han Ki, mengibas dan menahan pukulan cucunya. Dan begitu jago tua ini menggerakkan lengannya ke arah Han Ki maka pemuda inipun terpelanting dan berteriak roboh.

"Dess... aih'" Han Ki membanting tubuh bergulingan. Dia tertolak dan terlempar, kaget tapi selamat dari gencetan tenaga sakti Liong Ceng. Dan begitu dia berjungkir balik dengan seruan keras dan berdiri kembali di atas tanah maka dua orang pemuda itupun sudah kembali berhadapan dalam jarak sepuluh tombak, terpisah jauh!

Han Ki mengusap peluh. “Sute, Soan-hoan-ciang yang kau miliki benar-benar hebat sekali. Hampir sempurna...!"

Liong Ceng melompat maju. Dia buru-buru menjura, membungkukkan tubuhnya. Dan berkata dengan suara rendah tapi tak kuasa menahan kegirangannya dia menjawab, "Benar, tapi kau juga hebat, Ki-heng. Betapapun aku tak dapat merobohkanmu meskipun kedudukanku lebih baik. Maaf...!"

Ciok-thouw Taihiap menghampiri mereka. "Ki-ji, Liong Ceng memang lebih hebat daripada dirimu. Tapi aku belum puas oleh pertandingan kalian. Hayo sekarang kerubutlah Liong Ceng bersama adikmu!"

Han Ki terkejut. "Untuk apa, kong-kong? Bukankah sudah kita buktikan bahwa Liong Ceng memiliki kemajuan pesat?"

Han Bu juga tampil kedepan. "Ya, dan Liong-sute tentu kalah kalau kita keroyok, kong-kong. Kami jadi malu kalau harus melakukan perbuatan itu!"

"Justeru itulah. Aku ingin tahu berapa lama dia dapat bertahan dari kalian, Han Bu. Karena itu maju saja dan tak perlu kalian sungkan. Ini sifatnya menguji!"

"Hm..." Han Ki ragu-ragu.

Tapi Liong Ceng yang sudah memandang dengan wajah berseri tiba-tiba melompat mundur dan ingin menjajal apa yang dikatakan Ciok-thouw Taihiap. "Ki-heng, apa yang dikata suhu memang benar. Ini hanya ujian bagiku, kenapa sungkan? Kalian majulah, Ki-heng. Dan biar Bu-heng ikut membantu untuk melihat seberapa jauh aku dapat bertahan!"

Han Bu akhirnya mendongkol. "Baiklah, ini keinginan kong-kong, Ki-ko (kakak Ki). Untuk apa segan-segan lagi? Mari kita maju, kita lihat seberapa jauh Liong-sute dapat melayani kita!”

Han Ki menarik napas. "Tapi Liong-sute harus berhati-hati, adik Bu. Salah-salah dia celaka di tangan kita!"

"Hm, bukankan ada kong-kong di sini? Ilmu silat memang tak mengenal mata, tapi kong-kong tentu waspada menjaga siapa yang mendapat bahaya."

Han Ki akhirnya mengangguk. Dia barsama adiknya maju ke depan, masih ragu tapi akhirnya berhasil menetapkan diri. Dan melihat Liong Ceng juga sudah bersiap-siap untuk menghadapi mereka. Han Ki segera memberi peringatan. "Liong-sute, jaga hati-hati dirimu. Kami berdua hendak menyerang."

Liong Ceng tersenyum. "Silahkan, Ki-heng. Aku Siap menjaga diri."

Dan begitu Liong Ceng habis bicara mendadak Han Bu sudah mulai menyerang mendahului kakaknya. "Liong-sute, awas...!"

Liong Ceng mengelak ke samping. Dia waspada terhadap pukulan pertama Han Bu itu, tahu bahwa Han Bu mempergunakan jurus Dewa Menyambar Bulan, sebuah gerakan yang akan disusul dengan siku yang membalik untuk menyodok ulu hati. Dan ketika benar pemuda itu memutar tubuh dan menyodok ulu hatinya maka Liong Ceng membuka telapaknya dan menangkis ke depan.

"Plak...!" Han Bu tergetar. Dia terdorong mundur dan terkejut oleh tangkisan Liong Ceng. tapi Han Ki yang sudah membantu adiknya dengan pukulan di belakang membuat Liong Ceng tak dapat membalas serangan Han Bu, terpaksa membalik dan menangkis serangan Han Ki ini. Dan begitu Han Bu kembali menyerang dan saling isi-mengisi dengan kakaknya untuk mengeroyok Liong Ceng maka sibuklah Liong Ceng untuk menangkis dan berlompatan ke sana-sini.

“Sute. jaga dirimu baik-baik. Kami akan menyerang lebih cepat!"

Liong Ceng mengangguk. Dia sudah dibuat kewalahan oleh serangan kakak beradik itu, maka ketika Han Ki berseru dan mempercepat gerakannya dan berkelebatan di sekitar dirinya maka tiba-tiba saja Han Bu juga mengikuti dan menyambar-nyambar dengan angin pukulan serta tendangannya. Liong Ceng didesak, sejenak keteter dan mundur-mundur dengan amat sibuknya. Tapi ketika pemuda ini membentak dan mengerahkan ginkangnya pula untuk mengimbangi dua orang kakak beradik itu maka pertandingan tiba-tiba menjadi seru dan masing-masing lenyap dalam gulungan bayangan yang naik turun saling sambar-menyambar!

"Ha-ha, bagus. Yang seru, anak-anak. Percepat gerakan kalian dan lakukan tekanan-tekanan berat. Robohkan Liong Ceng sebelum lima puluh jurus...!" Ciok-thouw Taihiap tertawa berelak, berteriak gembira melihat Han Ki dan adiknya mendesak Liong Ceng hingga kewalahan menghadapi dua orang lawannya itu.

Tapi Liong Ceng yang menggigit bibir di bawah tekanan kakak beradik itu merjawab, "Teecu akan bertahan seratus jurus, suhu. Ki-heng dan Bu-heng tak dapat mengalahkan teecu sebelum seratus jurus!"

Ciok thouw Taihiap tertawa. "Boleh, tapi kau akan roboh sebelum lima puluh jurus, Liong Ceng. Aku berani bertaruh kalau omonganku salah!"

Liong Ceng menjadi semangat. Dia berkelebatan manghadapi kakak beradik itu, tapi Han Bu dan Han Ki yang menjadi penasaran oleh tantangan Liong Ceng segera menyerang dengan lebih hebat. Mereka ingin membuktikan, siapa yang menang di antara mereka. Liong Ceng dengan tantangannya seratus jurus atau kakek mereka yang meramal lima puluh jurus. Maka begitu membentak dan bertubi-tubi melancarkan pukulan akhirnya Han Ki menyuruh adiknya mainkan Pek-hong-ciang.

"Bu-te, desak dia dengan Pek-hong-ciang. Kau tetap di muka!"

Han Bu menurut. Dia melancarkan pukulan-pukulan Pek-hong-ciang seperti perintah kakaknya, mendesak Liong Ceng di depan. Dan Han Ki yang sudah menyerang Liong Ceng di belakang dengan tamparan serta pukulan Pek-hong-ciang nya segera membentak dan bertubi-tubi menekan lawan. Akibatnya Liong Ceng kewalahan, dan ketika satu saat dia kurang cepat mengelak maka untuk pertama kalinya dia menerima pukulan Han Ki yang menyambar tulang belikatnya.

“Plak!" Liong Ceng tidak mengeluh. Dia hanya terdorong dan hampir terjelungkup, disambut Han Bu yang mengirim tepukan ke pundak kirinya. Tapi Liong Ceng berkelit dan ganti membalas mengirim tendangan tahu-tahu berhasil mendupak Han Ki yang kurang cepat mengelak.

"Dess!" Han Ki terkejut. Dia tak menyangka Liong Ceng dapat memutar tubuh dengan cepat, tapi membentak dan bertubi-tubi melancarkan serangan kembali dia menerjang lawan dengan pukulan Pek-hong-ciang nya.

"Bu te. serang dia bagian bawah. Aku yang atas...!"

Han Bu kembali menurut. Dia sekarang melakukan pukulan dan tamparan ke bagian bawah tubuh Liong Ceng, membuat Liong Ceng berseru keras dan harus berlompatan menghindari pukulan Han Bu. Tapi Han Ki yang ada di belakang dan menyerang bagian atas tubuh lawannya ini membuat Liong Ceng terbelalak dan mengumpat di dalam hatinya. Akibatnya Liong Ceng terdesak hebat. Dan ketika dia kebingungan dan kewalahan menghadapi gencetan kakak beradik ini maka tubuhnya mulai mendapat "hadiah". Berkali-kali suara "bak-bik-buk" menimpa dirinya dan Liong Ceng yang menggigit bibir dengan mata terbelalak itu mulai jatuh bangun.

Dan Ciok-thouw Taihiap tertawa. "Bagaimana, Liong Ceng? Kau dapat bertahan seratus jurus? Ini baru duapuluh tujuh jurus, bocah. Dan belum limapuluh jurus kau pasti roboh, ha-ha!"

Liong Ceng marah. Dia berteriak ketika kembali Han Ki menamparnya roboh, dan karena tidak ada lain jalan kecuali mempergunakan Soan-hoan-ciang yang tingkatannya lebih tinggi untuk mempertahankan diri tiba-tiba Liong Ceng berjungkir-balik dan mengibas ke bawah ketika Han Bu menyerang kakinya.

"Bu heng, awas... dess!"

Han Bu terlempar. Dia jatuh bangun ketika Liang Ceng mempergunakan Soan-hoan-ciang. Dan ketika Han Ki datang menyambar pada saat dia melayang turun maka Liong Ceng pun mempergunakan ilmunya ini menangkis.

"Plak!" Han Ki terpental. Dua orang kakak beradik itu terkejut melihat Liong Ceng mempergunakan Soan-hoan-ciang. Tapi maklum mereka berdua juga harus merobohkan sutenya ini sebelum limapuluh jurus maka Han Ki pun berteriak dan merobah gerakannya.

"Bu-le, pergunakan Soan-hoan-ciang untuk mengimbanginya. Kita harus merobohkannya sebelum limapuluh jurus....!"

Han Bu mengangguk. Sekarang mereka merobah gerakan, tidak lagi mempergunakan Pek-hong-ciang melainkan Soan-hoan-ciang. Dan begitu kakak beradik ini menerjang dengan pukulan yang sama Liong Ceng pun menangkis dengan sama cepat dan kuatnya.

"Des-dess...!"

Han Ki dan Han Bu dapat bertahan. Mereka tak bergeming, tenaga mereka bersatu. Dan Liong Ceng yang baru kali ini menerima gempuran langsung dari kakak beradik itu tiba-tiba mengeluh dan terbanting roboh. Liong Ceng menggulingkan dirinya, dan ketika dua kakak beradik itu kembali menyerangnya dengan Soan-hoan-ciang diapun melompat bangun dan menyambut.

"Bress...!" Liong Ceng lagi-lagi terlempar. Dia kalah kuat membentur tenaga kakak beradik itu yang bersatu dan membuat mereka tak bergeming. Dan kaget bahwa sinkangnya kalah kuat berhadapan dengan kakak beradik itu tiba-tiba muka Liong Ceng menjadi pucat. Dia sekarang mengakui bahwa kalau bergabung Han Ki dan adiknya memang masih di atas. Lain halnya kalau kakak beradik itu maju satu-persatu. Maka menyadari bahwa Soan-hoan ciang nya di bawah angin jika menghadapi Soan-hoan-ciang di tangan dua orang lawannva Liong Ceng menjadi gusar dan mundur-mundur.

Dia terdesak, semakin tertekan dan keteter. Dan ketika Ciok-thouw Taihiap tiba pada hitungan keempatpuluh lima dan Han Ki serta adiknya menyerang dari muka dan belakang akhirnya Liong Ceng terbanting dan tak dapat melawan lagi!

“Dess...!” Liong Ceng terguling-guling. Dia merasa napasnya sesak, dadanya ampeg dan sakit bukan main. Dan ketika Liong Ceng melontakkan darah segar dan pemuda itu tak dapat melompat bangun maka berakhirlah pertandingan ini dengan kecemasan di wajah Han Ki dan adiknya yang sudah memburu maju, membungkukkan tubuhnya.

"Kau terluka, Liong-te?"

Liong Ceng batuk batuk. Dia hanya mengangguk dan tak dapat menjawab dengan muka pucat, ditotok Han Ki untuk melegakan pernapasannya. Tapi ketika Ciok-thouw Taihiap berkelebat maju dan mengurut dada pemuda ini maka pulihlah Liong Ceng yang bangkit dengan tubuh gemetar.

"Ki-heng, kalian berdua memang hebat. Aku mengaku kalah...!"

Han Ki tersenyum pahit. "Tapi kami mengeroyok, sute. Kalau tidak tentu kami yang akan roboh!"

Ciok-thouw Taihiap tertawa. "Ya, dan kalian lihat betapa hebatnya Soan-hoan-ciang bila dilatih sungguh-sungguh, Han Ki. Dan Liong Ceng tentu akan jauh lebih hebat lagi kalau tenaga sinkangnya sudah mahir seperti apa yang kumiliki. Lihat, aku akan memberi contoh pada kalian...!" dan Ciok-thouw Taihiap yang mengibaskan lengannya pada sebatang pohon yang berdiri belasan meter disamping kanan mereka tiba-tiba mendengar suara meledak ketika pohon itu tumbang dan roboh!

"Braak...!"

Liong Ceng terbelalak. Dan belum dia menutup mulutnya mengeluarkan seruan kagum tiba-tiba Pendekar Kepala Batu mengibaskan lengannya lagi ke kiri dan berseru pada mereka, "Dan lihat yang ini, Ki'ji. Batu itupun akan hancur terkena kibasan Soan-hoan-ciang.... bress!" tapi batu sebesar kerbau yang tidak bergeming oleh pukulan ketua Beng san-pai itu disambut seruan heran Liong Ceng yang tertegun.

"Batu itu tak apa-apa, suhu. Dia..." Liong Ceng menghentikan seruannya. Dia hampir melanjutkan dengan kata-kata bahwa batu itu tak hancur. Tapi baru sampai pada kata-kata "dia" mendadak Liong Ceng terkejut dan terkesiap kaget ketika batu itu ditiup angin dan.... pyur hancur seperti bubuk!

"Ah...!" Liong Ceng baru sadar. "Batu itu sudah hancur di dalam, suhu. Tubuhnya remuk secara tidak kentara!"

"Ya, dan itulah kehebatan Soan-hoan-ciang, Liong Ceng. Dan ilmu ini sejajar dengan pukulan petir yang dimiliki Pendekar Gurun Neraka!" Ciok-thouw Taihiap tertawa bergelak, geli melihat muridnya bengong dengan mata tak berkedip. Tapi menepuk pundak muridnya dengan bangga Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba berkelabat masuk. "Ki ji, Liong Ceng, ujian kepandaian sudah selesai. Hayo beristirahat dan kalian masuk!"

Liong Ceog dan Han Ki mengangguk. Mereka kagum akan kepandaian guru dan engkong mereka itu. Dan Han Ki yang teringat bahwa Liong Ceng baru mengalami luka segera memberikan obat penawarnya agar sutenya itu cepat sembuh. Lalu masuk dan berkelebat ke dalam merekapun kembali ke tempat masing-masing dan bersemadhi mengembalikan tenaga.

* * * * * * * *

Malam itu Liong Ceng tak dapat tidur. Dia mendapat kamar di belakang, jauh di sudut dan sunyi di belakang taman, sengaja memilih tempat itu dengan alasan tak mengganggu keluarga suhunya. Dia ketika kentong ke dua belum juga membuat dia mengantuk tiba-tiba Liong Ceng mendengar suara kaki di atas genteng kamarnya.

Liong Ceng terkesiap. Siapa berani mengganggu tempat tinggal Ciok-thouw Taihiap di atas gunung ini? Tapi belum dia memasang tali sepatunya mendadak jendela kamarnya terbuka dan sesosok bayangan tinggi besar melompat masuk.

"Keparat, siapa itu?" Liong Ceng membentak, langsung berjungkir balik dan melancarkan pukulan Soan-hoan-ciang nya dari atas pembaringan. Tapi bayangan yang rupanya terkejut dengan bentakan ini sudah menyambut dan mendesis,

"Ceng Liong, perlahan sedikit kau. Ini aku, Mu Ba...dess..!" dan Liong Ceng atau yang sebenarnya Ceng Liong dengan membalik nama untuk menyamar itu segera berteriak perlahan ketika mendengar seruan ini, tertolak tapi lawannya juga terdorong dan menabrak dinding ruangan dengan suara keras. Hampir merobohkan meja kursi! Dan Ceng Liong yang kini menyalakan lilin untuk melihat bayangan itu segera tertegun ketika melihat bahwa yang datang adalah Mu Ba, gurunya nomor satu itu!

"Ah, kau suhu? Kau..."

Mu Ba melompat ke depan. Dia langsung mencengkeram pundak muridnya itu. Tapi tertawa girang dangan mulut mendesis dia memotong, bertanya kagum, “Itu pukulan Soan-hoan-ciang, Liong-ji? Kau berhasil mengelabuhi Ciok-thouw Taihian hingga memberikan ilmunya?"

Ceng Liong sadar. "Ya, tapi..." pemuda ini menoleh kiri kanan, cemas dan gugup, “bagaimana kau tiba di sini, suhu? Dan sendiriankah?"

"Ah, kau yang keenakan, Liong-ji. Aku datang bersama ji-suhumu. Juga ibumu, tapi mereka menjaga di bawah gunung!"

Ceng Liong terkejut "Ada apa, suhu? Dan apa maksudmu datang ke mari?"

"Membawamu ke kota raja, Liong-ji. Urusan di istana semakin gawat dengan adanya pemberontakan kaum pendekar!''

"Ah, tapi Ciok-thouw Taihiap belum mengetahui siapa aku, suhu. Haruskah membongkar rahasia sebelum waktunya?"

"Itulah. Dan kami telah melihat pertandinganmu dengan dua cucu Pendekar Kepala Batu itu. Liong-ji. Dan kami kagum bahwa kau mendapat kamajuan hebat dengan Soan-hoan-ciang yang kau miliki itu."

"Benar, tapi aku belum puas, suhu. Aku belum dapat mengalahkan dua orang cucu Pendekar Kepala Batu itu dengan ilmu silat yang kudapat!"

"Betul, dan karena itulah aku datang ke mari, Liong-ji. Aku dan ji-suhu serta ibumu menyusun rencana untuk keberhasilan citacitamu secara lengkap. Ciok-thouw Taihiap harus kita bunuh, dan satu-satunya orang yang mampu melakukan itu adalah kau!"

Ceng Liong terkejut. "Kau gila, suhu? Ciokthouw Taihiap memiliki kesaktian di atas tenagaku, mana mungkin mengalahkannya?"

"Sst!" Mu Ba mendesis. "Kami ada akal, Liong-ji. Ji-suhumu menyusun rencana bagus untukmu. Kau satu-satunya orang yang dapat membunuh Pendekar Kepala Batu!" dan menarik kursi duduk dengan muka tegang raksasa tinggi besar ini lalu bercerita.

"Liong-ji, seminggu lagi Naga Bongkok dan muridnya kemari. Sin Hong akan mengenalimu sebagai Ceng Liong dan akan membuka rahasiamu. Dan mumpung guru dan murid itu masih belum sempat ke mari sebaiknya kau mendahului menyingkirkan lawan dengan cepat. Kau besok harus turun gunung. Liong-ji. Minta ijin kepada Pendekar Kepala Batu untuk mencari musuh besarmu. Kau mengaku So-beng yang membunuh ayah ibumu, bukan?"

"Ya."

"Nah, karena itu mintalah ijin besok pagi pada Ciok-thouw Taihiap untuk turun gunung, Liong-ji. Kau bisa mengatakan bahwa maksud kepergianmu untuk mencari So-beng. Kau masukilah kota Ki-bun, temui Sin Hong dan gurunya yang ada di sana. Tantang pemuda itu dan bertandinglah. Lalu..."

"Nanti dulu," Ceng Liong memotong, "bagaimana kalau aku kalah, suhu? Bukankah celaka dan bakal terungkap?"

"Aku dan ji-suhumu akan menolongmu Liong-ji. Dan ibumu juga tentu tak akan tinggal diam.”

“Hm, tapi apa maksudnya menantang Sin Hong, suhu?”

"Bodoh, untuk menjebak Ciok-thouw Taihiap, Long ji. Kami mempunyai siasat bagus untuk dirimu ini!"

"Bagaimana itu?" Ceng Liong bingung. "Aku tak mengerti maksudmu, suhu. Dan kenapa buru-buru mencari murid Naga Bongkok itu?"

"Hm, aku mendengar bahwa Soan-hoan-ciang yang kau miliki hampir sempurna. Liong-ji. Dan bukankah benar bahwa kekuranganmu hanya tenaga sinkang saja?"

"Ya."

"Karena itu Ciok-thouw Taihiap harus dibuat marah, Liong-ji. Menang atau tidak menang menghadapi murid Naga Bongkok itu kau harus kalah. Artinya, kau harus menerima pukulan dan kalau perlu menderita luka-luka dulu untuk kemudian menyampaikannya kepada Ciok-thouw Taihiap. Ceritakan bahwa kau bertemu di tengah jalan dan kemudian bertempur dengan Sin Hong!"

Ceng Liong terbelalak. "Lalu?"

"Goblok. Ciok thouw Taihiap tentu marah, Liong-ji. Dan kau harus membakar hati ketua Beng-san-pai itu agar dia memberikan tenaga saktinya kepadamu! Bayangkan, kalau kau berhasil membujuk dan membakar pendekar ini hingga mendapatkan tenaga sinkangnya tentu kau akan menjadi hebat luar biasa, Long ji. Kau akan menjadi sama dengan Ciok thouw Taihiap yang sudah limapuluh tahun melatih tenaga saktinya!"

Ceng Liong terkejut, tapi tiba-tiba menjadi girang bukan main. "Suhu, siapa yang mencetuskan ide ini?"

“Ibumu. Dia ingin kau membalaskan kematian gurunya pada ketua Beng-san-pai itu!"

"Ah!" Ceng Liong hampir tertawa bergelak. "Kalau begitu sampaikan salamku kepada ibu, suhu. Ia benar-benar cerdik dan luar biasa sekali...!"

"Ya, tapi sekalian kuberi tahu padamu, Liong-ji. Bahwa murid Naga Bongkok yang bernama Sin Hong itu betul-betul hebat dan memiliki tenaga siluman. Dia memiliki kepandaian iblis, tenaga saktinya luar biasa dan mampu menghadapi kami berdua....!"

Ceng Liong terbelalak “Kami berdua maksudmu kau dan ji-suhu, suhu?"

"Ya."

"Ah," Ceng Liong terkejut. “Kalau begitu bagaimana kira-kira dengan kepandaianku sekarang?”

"Dalam soal kepandaian kukira sama, Liong-ji. Tapi dalam soal tenaga sakti kau masih kalah. Kalah jauh. Karena itu bakarlah Ciok-thouw Taihiap dan bujuk sedemikian rupa agar ketua Beng san-pai itu memberikan tenaga saktinya. Dan begitu sudah setengah lebih dia memberikan sinkangnya cepat saja kau sedot seluruh kekuatannya agar pendekar itu mampus!"

Ceng Liong girang. Dia hampir melonjak oleh keterangan gurunya ini, dan begitu menyatakan mengerti dan mereka sejenak bercakap-cakap menceritakan tentang bergeraknya kaum pendekar yang berontak di kota raja akhirnya Mu Ba berkelebat meninggalkan muridnya.

"Liong-ji, jangan lupa. Kau besok minta ijin keluar....!"

Liong Ceng atau yang sebenarnya Ceng Liong itu mengangguk. Dia menutup jendela dan tak sabar menanti datangnya pagi. Dan ketika keesokan harinya matahari muncul dengan sinarnya yang indah berkilau Ceng Liong sudah menghadap Pendekar Kepala Batu menyatakan maksud hatinya. Dia meminta ijin turun gunung, tidak sampai seminggu. Dan karena Ceng Liong menyatakan niatnya untuk mencari Iblis Penagih Jiwa yang membunuh ayah ibunya Ciok-thouw Taihiap tidak keberatan.

Apalagi ketika itu datang utusan Pendekar Gurun Neraka yang tidak diketahui maksudnya oleh Ceng Liong, yang menduga bahwa agaknya urusan yang dibawa tentu urusan kaum pendekar yang katanya sudah berada di luar pintu kota raja untuk memberontak. Dan Ceng Liong yang mendapat perkenan gurunya ini turun gunung selambat-lambatnya tujuh hari akhirnya tidak mendapat kesukaran apa-apa di tengah perjalanan.

Tapi, baru dua hari pemuda itu melaksanakan maksudnya mendadak pada hari ke tiga Ceng Liong datang. Pagi-pagi dia sudah kembali ke atas gunung, dan tubuhnya yang luka parah dan ambruk di depan pintu kamar Ciok-thouw Taihiap membuat semua orang gempar.

"Liong Ceng, kau terluka parah?"

Tapi Ceng Liong tak mampu menjawab. Dia hanya mengangguk lemah sekali, karena begitu Ciok-thouw Taihiap muncul bersama seluruh keluarganya Liong Ceng sudah roboh dan pingsan tak sadarkan diri! Semua orang gugup, tapi Ciok-thouw Taihiap yang bergerak mendahului yang lain sudah menyadarkan muridnya ini. Dengan totokan dan obat penawar luka ketua Beng-san-pai itu membantu muridnya. Tapi melihat bekas pukul yang mengenai diri pemuda ini mendadak Ciok-thouw Taihiap tertegun dan membelalakkan matanya.

"Sin-liong jiu (Tangan Naga Sakti)...!"

Ceng Han dan isterinya terkejut. "Sin-liong-jiu, ayah? Kalau begitu...."

“Ya, dia terluka oleh bekas pukulan Naga Bongkok, Han-ji. Tapi aku tidak tahu bagaimana Liong Ceng bisa bertemu kakek itu. Keparat, kita harus cepat sadarkan dia,” dan Ciok thouw Taihiap yang mulai menggeram bagai seekor singa itu segera menolong muridnya di ruang dalam Pendekar ini mengulurkan telapak tangannya, menyalurkan sinkang untuk membantu proses penyembuhan yang lebih cepat. Dan ketika dua jam kemudian ketua Beng san-pai itu bekerja keras akhirnya Ceng Liong sadar. Dan, begitu sadar langsung saja Ceng Liong mengguguk dan menangis di depan kaki gurunya ini.

“Suhu, ampun. Teecu tak dapat menjunjung tinggi nama baikmu...!"

Ciok-thouw Taihiap mencengkeram pundak muridnya. "Diam! Jangan menangis, Liong Ceng. Aku tak suka laki-laki cengeng!"

Tapi Ceng Liong masih tersedu-sedu. Dengan pura-pura menggigit bibir dan membenturkan jidatnya dia berkali-kali mohon ampun pada gurunya itu, mengeluh "tak dapat menjunjung nama baik." Dan baru setelah gurunya menjambak rambutnya dan Ceng Liong tersentak kaget barulah pemuda ini menghentikan tangisnya dan melihat wajah gurunya yang gelap menyeramkan.

"Liong Ceng, aku tak suka laki-laki gagah menangis! Hayo ceritakan apa yang terjadi dan hentikan tangismu itu!"

Ceng Liong terbelalak. "Teecu... teecu bertemu Naga Bongkok, suhu. Teecu mendapat pukulan Sin-liong-jiu!"

"Ya, aku tahu itu! Tapi bagaimana kau bisa ketemu setan bongkok itu dan bertempur?"

"Teecu tidak bertempur dengan kakek itu, suhu. Tapi dengan muridnya!"

"Hah? Maksudmu..."

"Ya. Sin Hong, suhu!" Ceng Liong memotong. "Teecu bertempur melawan Sin Hong dan kalah! Teecu melarikan diri, terluka parah dan.... dan..."

Ceng Liong menangis lagi. Dengan cerdik dan pandai dia sengaja memotong-motong ceritanya, membuat Ciok thouw Taihiap tak sabar dan marah. Dan ketika gurunya itu kembali membentaknya untuk bercerita lebih lanjut maka Ceng Liong segera menghentikan tangisnya dan menceritakan apa yang terjadi.

"Teecu bertemu Sin Hong secara kebetulan saja, suhu. Teecu bertemu dengannya di kota Ra-bun. Dan karena teringat pesan suhu tentang murid Naga Bongkok ini maka teecu lalu menantangnya. Kami bertempur, kepandaian berimbang. Tapi ketika Sin Hong mengeluarkan Sin liong-jiunya maka teecu terdesak, suhu. Teecu kalah kuat dalam hal sinkang dan akhirnya kalah!"

"Hm..!" Ciok-thouw Taihiap mengerutkan keningnya. "Dan Naga Bongkok memberi petunjuk-petunjuk pada muridnya. Liong Ceng?"

"Tidak, Naga Bongkok hanya mengawasi saja, suhu. Dia cukup sportif dan sama sekali tidak membantu Sin Hong!"

Ciok-thouw Taihiap mengerotkan gigi. Dia menggigil penuh kemarahan, tampak gusar dan terpukul. Tapi berkelebat keluar dia berkata pada muridnya itu, "Baik. sore nanti kau datang ke taman. Liong Ceng. Sekarang beristirahat dan pulihkan dulu tenagamu!"

Ceng Liong mengangguk. Dia ditinggal sendirian sekarang, karena Ceng Han dan yang lain-lain juga menyuruh dia beristirahat, keluar mengikuti ketua Beng san-pai itu. Dan ketika sore harinya dia cukup tenaga dan lebih sehat daripada pagi tadi maka Ceng Liong sudah memenuhi permintaan gurunya itu untuk datang ke taman. Dan dilihatnya Ciok-thouw Taihiap duduk termenung, tiba-tiba bangkit berdiri dan langsung menggapainya begitu melihat dia datang.

"Bagaimana, Liong Ceng? Kau sudah sembuh?"

Ceng Liong menjatuhkan diri berlutut. "Tee-cu sudah baikan, suhu. Tapi mungkin masih dua-tiga hari betul-betul sehat."

"Baik, duduklah di situ,” Ciok-thouw Taihiap menunjuk bangku taman. "Aku ingin bertanya sesuatu. Liong Ceng. Dan harap kau bicara dengan jujur dan benar!"

Ceng Liong berdebar. Dia tak tahu apa maksud kata-kata peidekar itu, tapi duduk menenangkan diri dia sudah berhadapan dengan pendekar ini. "Apa yang ingin kau tanyakan, suhu?"

"Hm, tentang pertandinganmu dengan Sin Hong, Liong Ceng. Benarkah kau bertempur dengan pemuda itu dan bukan dengan gurunya!"

Ceng Liong terbelalak. "Apa maksudmu, suhu? Kau tidak percaya?"

"Ya, aku sangsi, Liong Ceng. Aku melihat lukamu itu mustahil dilakukan Sin Hong. Pukulannya berat. Aku tidak percaya bahwa Sin Hong mampu melakukan itu!"

“Maksudmu kau tidak percaya bahwa teecu bertanding dengan Sin Hong, suhu?"

"Tidak, bukan itu, Liong Ceng. Tapi aku sangsi bahwa Sin Hong memliki sinkang demikian hebat seperi gurunya. Pukulan itu luar biasa sekali. Hanya Naga Bongkok yang dipat melukaimu seperti itu!”

Ceng Long tersenyum. “Suhu, kau rupanya tak percaya bahwa Sin Hong benar-benar memiliki sinkang mukjijat. Teecu sendiri juga heran bagaimana pemuda itu dapat memiliki tenaga sakti demikian hebat. Tapi dengan sungguh-sungguh dan berani sumpah teecu menyatakan bahwa itu memang benar suhu. Bahwa teecu benar-benar bertanding melawan Sin Hong dan kalah oleh murid Naga Bongkok itu.”

"Dan gurunya tak membantu di belakang?"

"Sama sekali tidak, suhu Sin Hong bertanding dengan jujur dan tanpa bantuan gurunya!"

"Hm. kalau begitu berbahaya. Sinkang pemuda itu mencapai tingkat yang sejajar dengan gurunya atau setingkat pula denganku!"

"Ya, Naga Bongkok juga bilang begitu, suhu. Waktu kami bertempur setan bongkok itu justeru tertawa. Dia bilang bahwa sebaiknya teecu mundur, biar suhu saja yang maju!"

"Keparat, setan tongkok itu berani berkata seperti itu?”

"Ya, dia terlampau menghina, suhu. Tapi teecu memang kalah dan Sin Hong memang betul-betul hebat!"

Ciok thouw Taihiap mengepalkan tinju. Dia menggeram, tapi bangkit berdiri dia lalu berjalan mondar-mandir dengan dahi dikerutkan. "Liong Ceng, di mana sekarang guru dan murid itu?"

"Kau akan mencarinya, suhu?”

"Ya."

"Ah, tak perlu, suhu. Naga Bongkok dan Sin Hong akan kemari lima hari lagi!'

Ciok thouw Taihiap memutar tubuh. "Dari mana kau tahu?"

"Mereka sendiri yang bilang, suhu. Naga Bongkok katanya akan menemuimu dan menjagokan Sin Hong untuk diadu."

Cok-thouw-Taihap tertegun. Dan Ceng Liong yang cepat-cepat menjatuhkan diri berlutut segera berkata pada gurunya itu, "Suhu, terus terang saja teecu nyatakan di sini bahwa teecu bukan tandingan Sin Hong. Sebaiknya Han Ki atau Han Bu saja suhu suruh maju ke depan. Dengan keroyokan mungkin Sin Hong akan kalah!"

Ciok-thouw Taihiap menggeram "Kau kira keluarga Ciok-thouw Taihiap akan bersikap pengecut, Liong Ceng? Tidak, biar matipun kami tak mau berpibu dengan cara yang curang. Naga Bongkok itu boleh datang dan aku akan menghadapinya dengan gagah!"

"Tapi masa Sin Hong akan menghadapi kau, suhu? Bukankah pamormu bakal merosot dan jatuh di bawah mereka?"

"Aku tak akan menghadapi bocah itu, Liong Ceng. Tapi aku akan menghadapi tantangannya untuk mengadu murid dengan murid!"

"Tapi siapa yang akan kau ajukan, suhu? Taecu terang tak mungkin. Teecu akan kalah dan hanya akan membuatmu malu saja, kecuali....” Ceng Liong menahan omongannya, mulai memasang "jebakan" dan pura-pura mengerutkan alis, berpikir keras. Lalu berkata lirih dengan sikap hati-hati Ceng Liong meneruskan, "Kecuali kalau kau memberikan tenaga saktimu, suhu. Karena Naga Bongkok itu juga rupanya memberikan tenaga saktinya pada Sin Hong untuk mencapai kemenangan!"

Ciok-thouw Taihiap tersentak. "Apa? Maksudmu setan bongkok itu memberikan sinkangnya pada Sin Hong, Liong Ceng?"

"Ya, begitu setelah teecu pikir, suhu. Kalau tidak mana mungkin Sin Hong dapat memiliki sinkang demikian hebat kalau tidak dibantu gurunya? Naga Bongkok tentu curang, dia memberikan sebagian sinkangnya untuk memperoleh kemenangan!"

Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba tertegun. "Keparat, dugaanmu mungkin benar, Liong Ceng. Kalau begitu tua bangka itu harus dihajar!"

"Ya, dan satu di antara kami harus kau beri sinkangmu itu, suhu. Agar dapat menandingi dan merobohkan murid Naga Bongkok itu!"

"Betul!" tapi terkejut melepaskan omongannya ini tiba-tiba Pendekar Kepala Batu memandang Ceng Liong. "Liong Ceng, siapa kiranya yang pantas kuberi sinkangku ini?"

Ceng Liong menunduk, pura-pura berpikir. "Teecu kira Han Ki suheng saja, suhu. Dia cocok dan cucu pertamamu yang baik."

"Kalau begitu bagaimana dengan Han Bu?"

"Hm, boleh saja, suhu. Tapi semuanya itu terserah padamu."

"Baik!" Ciok-thouw Taihiap menganggukkan kepalanya. Sekarang dia mempunyai keputusan sendiri, tidak mendengar Ceng Liong mengajukan diri. Berarti pemuda itu selalu memikirkan orang lain. Maka menyuruh pemuda itu memanggil Ceng Han ketua Bengsan-pai ini segera mengebutkan lengannya. "Liong Ceng, panggil pamanmu Ceng Han kemari. Sekarang pergilah!"

Ceng Liong mengangguk. Dia melirik meninggalkan ketua Bing san-pai itu, tak tahu siapa yang dipilih. Maka berdebar meninggalkan tempat itu Ceng Liong segera memanggil Ceng Han seperti yang diperintahkan gurunya. Tapi kembali dengan hati-hati dan memasang telinga dia lalu bersembunyi mencuri percakapan, menyelinap di belakang rumah ketika Ceng Han datang.

"Ada apa, ayah? Kau memanggilku?"

Ciok thouw Taihiap mengerotokkan jarinya. "Ya, aku ingin bicara sebentar, Han-ji. Ada satu persoalan yang ingin kumintakan pertimbanganmu!''

Ceng Han sudah duduk di depan ayahnya. "Persoalan apa, ayah? Kau tampaknya tegang?"

"Hm, aku memang agak tegang, Han-ji. Naga Bongkok katanya akan datang ke mari lima hari lagi. Liong Ceng baru menceritakannya kepadaku."

"Lalu?"

"Setan bongkok itu akan mengadu muridnya, Han ji. Dan karena Liong Ceng yang kujagoi tak mampu menahan Sin Hong tentu aku akan kehilangan muka dan malu di depan kakek bongkok itu!"

Ceng Han menghela napas. "Ayah, kau terlalu bersikeras untuk memperolah kemenangan. Apa sekarang yang kau inginkan? Bukankah Sin Hong sudah mengalahkan Liong Ceng yang kau agulkan itu?"

"Benar, Liong Ceng memang kalah, Han-ji. Tapi kemenangan yang diperoleh Sin Hong curang. Naga Bongkok tak jujur dalam mencetak muridnya itu!"

Ceng Han mengerutkan alis. "Tak jujur bagaimana, ayah?"

"Naga Bongkok memberikan sinkangnya pada Sin Hong, Han ji. Liong Ceng baru saja mengemukakan dugaannya itu kepadaku."

"Maksudmu?"

"Naga Bongkok ingin memperoleh kemenangan secara licik, Han ji. Dia memberikan sebagian sinkangnya yang sudah dilatih puluhan tahun itu kepada Sn Hong. Maka tak heran kalau Sin Hong memiliki tenaga sinkang luar biasa dan muridku kalah!"

Ceng Han terbelalak. "Kau yakin itu, ayah?"

"Ya, aku yakin dugaanku ini, Han-ji. Karena seperti yang kau lihat sendiri pukulan yang melukai Liong Ceng itu memang berat dan setingkat dengan sinkang yang kumiliki. Tadinya, kukira Naga Bongkok yang melukai muridku itu. Tapi ternyata tidak. Sin Hong lah yang melukai Liong Ceng dengan warisan tenaga sakti dari gurunya!"

Ceng Han tertegun. "Lalu apa sekarang maumu, ayah?"

"Aku juga akan memberikan sebagian sin-kangku pada seseorang yang kupilih. Han ji. Aku akan mengimbangi perbuatan Naga Bongkok itu tang curang dan tak tahu malu!"

"Ah, dan kau sudah menetapkan siapa pilihanmu, ayah?"

"Ya!"

Ceng Han bangkit berdiri. Sampai di sini pembicaraan yang didengar Ceng Liong membuat Ceng Liong tegang bukan main, berdebar hingga jantungnya berdetak amat cepat. Tapi Ciok-thouw Taihiap yang rupanya tak segera melanjutkan ceritanya itu membuat Ceng Liong dan Ceng Han menjadi ingin tahu.

“'Siapa yang kau pilih, ayah?" akhirnya Ceng Liong mendengar suara Ceng Han bertanya, lirih dan penuh ketegangan memandang ayahnya itu. Dan Ciok-thouw Taihiap yang juga bangkit dari kursinya tiba-tiba menjawab,

"Liong Ceng!"

Ceng Han mengeluarkan seruan kaget. Ceng Liong mendengar putera Pendekar Kepala Batu itu batuk-batuk, tersedak dan duduk kembali di kursinya, tampak pucat. Dan Ceng Liong yang hampir melonjak kegirangan mendengar jawaban Ciok-thouw Taihiap ini tiba-tiba menjadi tegang ketika Ceng Han menegur ayahnya.

"Ayah tidak salahkah keputusan yang kau ambil ini? Liong Ceng tak ada hubungan darah dengan kita. Dia sebenarnya bukan apaapa dengan keluarga Souw!"

"Benar, tapi dia telah menjadi muridku, Han-ji. Jadi dia sudah anggauta sendiri dan sama dengan keluarga Souw!"

"Tapi masih ada Han Ki dan Han Bu, ayah. Kenapa memilih Liong Ceng untuk menerima pemberian sinkang? Bagaimana kalau pemuda itu membalik dan mengkhianati kita?"

"Hm, aku tak percaya itu. Han ji. Kita sama lihat tindak tanduknya hampir dua tahun ini. Liong Ceng tak pernah melakukan kesalahan dan selalu baik kepada kita!"

"Tapi aku mendapat firasat aneh tentang pemuda itu, ayah. Aku merasa Liong Ceng diam-diam menyembunyikan sesuatu bahaya untuk kita."

"Bahaya apa?" Ciok-thouw Taihiap mengerutkan alis. "Kau jangan mengada-ada. Han ji. Aku tak-merasa sesuatu apapun tentang diri muridku itu. Jangan kau merasa iri kurena dua orang anakmu tak dapat perhatian dariku seperti aku memperhatikan Liong Ceng!"

Ceng Han terpukul "Ayah..." laki-laki ini gemetar. "Jangan kau kira aku merasa iri bahwa kau memperlakukan dua cucumu sendiri lain dengan Liong Ceng. Aku tak merasa iri dengan anak itu, ayah. Tapi terus terang kukatakan padamu bahwa jangan terlampau berlebih-lebihan memberikan sesuatu kepada Liong Ceng. Tenaga sinkang adalah seperti nyawa bagi kita. Sekali anak itu membalik dan menyedot sinkangmu tentu kau celaka. Bagaimana kalau Liong Ceng berbuat seperti itu dan kau binasa?"

Ciok-thouw Taihiap tertegun. "Dan jangan kira aku menasehatimu ini karena aku merasa iri kepada pemuda itu, ayah. Melainkan sungguh-sungguh kukatakan kepadamu bahwa aku mendapat firasat tidak enak tentang diri pemuda ini!"

Ciok-tbouw Taihiap terpengaruh. Tapi geram bahwa lagi-lagi Ceng Han tak sejalan dengannya tiba-tiba pendekar ini mendengus dan berkata. "Baiklah, kalau begitu biar aku kalah di depan Naga Bongkok itu, Han-ji. Biar aku menerima maluku dan tak usah keluar menyambut!'

Ceng Han terkejut. Tapi sesosok bayangan ramping yang tiba tiba berkelebat memasuki taman itu berseru mengejutkan mereka, "Gak-hu, tak perlu kecewa. Aku ada jalan tengah untuk kalian berdua...!" dan Cui Ang yang muncul di tengah tengah ayah dan anak itu sudah memegang lengan suaminya dan memberi isyarat. "Han-ko, ayah jangan selalu dikecewakan. Kalau kau tidak setuju akan sesuatu maka seharusnya kau memberikan jalan keluar." lalu menghadapi ayah mertuanya nyonya ini berkata. "Gak-hu, aku telah mendengar apa yang kalian bicarakan. Dan aku mempunyai jalan keluar."

Ciok thouw Taihiap girang. Mantunya ini memang sering membantu, maka berbinar memandang mantunya itu ketua Bengsan-pai ini bertanya, "Apa yang akan kauajukan itu, Ang-ji? Benarbenar sebuah jalan keluar?"

Cui Ang mengangguk. "Jalan tengah, ayah. Satu tindakan yang akan memuaskan hatimu sekaligus juga tidak membuat Han-koko khawatir."

"Apa itu?"

Cui Ang memandang sungguh-sungguh. "Satu jalan yang gampang, gak-hu. Yakni kau teruskan saja niatmu itu untuk memberikan sinkang pada Liong Ceng. Kami tahu bahwa Liong Ceng satu-satunya orang yang dapat kau andalkan. Dia setingkat lebih tinggi dibanding Han Ki maupun Han Bu. Dan karena Liong Ceng hanya kalah dalam hal sinkang memang dialah yang paling tepat diberi tambahan untuk mengimbangi Sin Hong!"

"Tapi bagaimana dengan keselamatan ayah, Ang moi?" Ceng Han memotong. "Bagaimana kalau anak itu membalik dan melakukan sesuatu yang membahayakan ayah?"

"Kita menjaga di sekitarnya, suamiku. Kita buat anak itu tak sampai melakukan tindakan yang mengancam keselamatan jiwa ayah!"

Ceng Han tertegun. Dan Ciok thouw Taihiap yang merasa kata-kata mantunya itu benar tiba-tiba tertawa bergelak dan menganggukkan kepalanya “Bagus, benar sekali. Jalan tengah ini tentu memang tepat. Han-ji. Dan kau tak perlu khawatir lagi bila anak itu mencelakakan aku!"

Ceng Han tak dapat membantah lagi. Dia tak mau banyak-banyak bicara, takut ayahnya mengira dia iri kepada Liong Ceng, pemuda yang disayang ayahnya dengan luar biasa itu. Karena Liong Ceng amat tekun berlatih dan merupakan murid ayahnya yang mempelajari kesaktian ayahnya dengan lengkap. Maka melihat bahwa omongan isterinya memang benar dan dia tak dapat menghalangi lagi tiba-tiba Ceng Han menarik. napas dan menindas kecemasannya yang agaknya tanpa alasan kuat.

"Ayah, Ang-moi memang benar. Tapi betapapun hati-hatilah. Memberikan kau sama dengan memberikan nyawa. Kau tahu ini, bukan?"

Ciok thouw Taihiup tertawa lebar. "Aku tahu, Han-ji, tak perlu khawatir. Dan kukira Liong Ceng tak akan melakukan sesuatu yang demikian keji terhadap diriku!"

Ceng Liong menyelinap masuk. Sekarang dia tahu apa yang dipercakapkan itu. Tahu bahwa Ciok-thouw Taihiap memilih dirinya untuk menerima warisan sinkang. Persis seperti yang direncanakan! Tapi berhati-hati terhadap Ceng Han yang rupanya curiga kepadanya Ceng Liong tak berani main-main. Diam-diam, dia mengumpat putera Pendekar Kepala Batu yang memiliki firasat yang tajam itu. Dan berjanji bahwa dia akan "menghabisi" pendekar ini Ceng Liong memasuki kamarnya dan beristirahat.

* * * * * * * *

Malam itu Ceng Liong dipanggil ke ruang dalam. Dia melihat Ciok-thouw Taihiap dan Ceng Han serta isterinya duduk dengan sikap angker, penuh wibawa. Dan Ceng Han yang memandang dengan sinar mata berkilat penuh selidik ke arah Ceng Liong tak melepaskan sedetik pun juga perhatiannya kepada pemuda ini.

"Liong Ceng. tahukah kau apa keperluan kami memanggilmu?" Ceng Han mulai bertanya, memandang Ceng Liong dengan tajam dan kepala terangkat.

Dan Ceng Liong yang cepat menjatuhkan diri berlutut segera menjawab, “Siauw-te tidak tahu, paman. Tapi tentu sesuatu yang amat penting untuk didengarkan!"

"Benar, ayah hendak memberikan sesuatu kepadamu. Liong Ceng. Dan bersyukur serta berterimakasihlah kepada gurumu...!"

Ceng Liong terbelalak. "Suhu, apalagi yang hendak kau berikan kepada teecu?" Ceng Liong memandang Ciok-thouw Taihiap, pura-pura tak tahu apa yang akan diberikan.

Dan Ciok-thouw Taihiap yang berseri memandang muridnya ini mengetukkan lengan. "Aku hendak memberikan sinkang padamu, Liong Ceng. Seperti yang sore tadi telah kita bicarakan!"

Ceng Liong pura-pura terkejut. "Apa? Kau... kau hendak memberikan sinkang kepada teecu, suhu? Kau tidak memilih Han Ki-suheng atau Han Bu-suheng saja?"

"Tidak, kami sepakat bahwa kaulah yang mendapatkannya, Liong Ceng. Dan anak serta menantuku ini telah setuju!"

"Ah...!" Ceng Liong tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut, membenturkan jidatnya. "Suhu, ampun. Untuk ini teecu terpaksa menolak dan tidak berani menerima! Harap suhu pikirkan baik-baik maksud hatimu itu dan ingatlah akan Han Ki-suheng dan Han Busuheng...!"

Ciok-thouw Taihiap terkejut. "Kenapa, Liong Ceng?”

"Karena teecu tak pantas menerimanya, suhu. Masih ada Han Ki-suheng atau Han Bu suheng yang lebih patut menerima warisan itu!"

"Hm..." Ciok-thouw Taihiap mengerutkan alis "Mereka tak cukup kuat, Liong Ceng. Dan lagi Han Bu maupun kakaknya belum tentu mau menerima sinkangku ini. Mereka tak mau bertempur melawan Sin Hong!"

"Tapi mereka dapat dibujuk, suhu. Memberikan sinkang sama dengan memberikan nyawa sendiri. Bagaimana teecu berani menerimanva? Tidak... tidak, suhu. Jangan terlampau berlebih-lebihan memberikan sesuatu kepada teecu…!" dan Ceng Liong yang menirukan kata-kata Ceng Han dalam kalimat terakhirnya itu sudah membenturkan jidatnya kembali berulang-ulang seolah tidak disengaja tapi mengena pada yang bersangkutan.

Dan Ciok-thouw Taihiap yang tertegun oleh penolakan ini tibatiba bangkit berdiri. "Liong Ceng, kali ini kau tak boleh menolak. Kau harus menerimanya untuk mengalahkan murid Naga Bongkok itu!"

Tapi Ceng Liong masih bersikeras. Dia pura-pura menolak terus, dan baru setelah Ciok-thouw Taihiap mulai marah Ceng Liong segera berkata dengan muka gemetar, memandang Ceng Han dan isterinya. "Suhu, bagaimana dengan bibi Cui Ang dan paman Ceng Han? Bukankah mereka mempunyai anak-anak yang sebenarnya lebih berhak untuk menerima warisan itu dibanding teecu?"

Cui Ang bangkit berdiri. "Kau tak perlu memikirkan itu, Liong Ceng. Kami berdua sudah setuju dan tidak merasa iri kepadamu. Terimalah, kau memang orang yang paling tepat untuk memenuhi keinginan gurumu!"

"Dan paman Ceng Han?"

"Hm, gurumu telah memutuskan itu. Liong Ceng. Dan Han Ki maupun Han Bu memang belum tentu mau menerima warisan sinkang kakeknya kalau untuk maksud diadu dengan Sin Hong!"

"Jadi paman tidak keberatan?"

"Tidak."

"Dan bibi juga?"

"Ya, aku tak akan keberatan, Liong Ceng. Tapi satu permintaan kami kepadamu, yakni jaga baik-baik dan junjung tinggi nama keluarga Souw!"

Ceng Liong mengeluh dengan muka girang. Dia cepat menghindar pandangan Ceng Han yang tajam menerobos, tapi agar tidak mencurigakan dua orang suami isteri itu dia minta waktu, mengulur agar tidak kentera. Maka menjatuhkan diri berlutut di depan gurunya Ceng Liong berkata menggigil, “Suhu, maaf. Teecu terlampau mendadak untuk menerima anugerah luar biasa ini. Bisakah suhu memberikan waktu kepada teecu untuk berpikir?"

Ciok-thouw Taihiap terbelalak. "Berpikir apalagi, Liong Ceng? Kau tidak mau menerimanya?"

"Tidak... tidak, suhu. Bukan begitu. Tapi berilah kesempatan kepada teecu untuk meminta pertimbangan pada Han Ki-suheng atau Han Bu-suheng...!"

"Hm, untuk apa, Liong Ceng?"

"Untuk mendapat kepastian, suhu. Kalau mereka tidak senang tentu teecu akan menyerahkannya kepada mereka!"

"Ah, kau kira Han Ki maupun adiknya iri kepadamu?"

"Teecu tidak berani mengatakan begitu, suhu. Tapi betapapun teecu harus tahu diri. Teecu harus minta ijin mereka pula karena teecu bukan darah keluarga Souw!"

Ciok thouw Taihiap tertegun. Dia merasa puas dan tak menyangka akan jawaban muridnya itu, jawaban yang menunjukkan bahwa muridnya itu memang pemuda yang baik, tahu diri dan "berkwalitas" tinggi. Maka tersenyum dan tertawa lebar diapun mengangguk. "Baiklah, tapi jangan lama-lama, Liong Ceng. Dua hari saja kukira cukup bagimu untuk menjajagi perasaan dua orang cucuku!"

Ceng Liong mengundurkan diri. Dia berhasil memantapkan kepercayaan keluarga itu dengan lebih besar lagi, menunjukkan sifatnya yang baik dan selalu tahu diri. Hal yang tentu saja menggembirakan Ciok thouw Taihiap yang semakin percaya dan sayang pada muridnya itu. Dan Ceng Han yang juga mulai terkikis kecurigaannya kepada Ceng Liong akhirnya mengangguk-angguk dengan napas lega. Ceng Liong memang selalu baik. Tindak-tanduk dan kelakuannya tidak pernah menyimpang. Dan Ceng Han yang mulai ragu-ragu akan firasatnya sendiri akhirnya tak percaya pada indra keenamnya itu. Dan saat itulah bahaya semakin mendekat!

Ceng Liong telah mengadakan hubungan dengan gurunya. Dan ketika isyarat yang diberikan pada hari ke dua ditangkap Mu Ba yang selalu "memonitor" gerak-gerik muridnya akhirnya malam itu Mu Ba datang, berkelebat dan telah memasuki jendela Ceng Liong seperti iblis!

"Ada berita baru, Liong-ji?"

Ceng Liong menyambut hati-hati. "Ya, besok Ciok-thouw Taihiap akan mendengarkan persetujuanku, suhu. Aku siap menerima sinkangnya dan besok kita bergerak!"

"Bagus, dan aku juga mendapat berita baru, Liong-ji. Naga Bongkok dan muridnya mempercepat rencananya semula untuk mendatangi ketua Beng-san-pai itu!"

"Maksudmu?"

"Besok dua orang guru dan murid itu akan datang, Liong-ji. Ada gejala bahwa mereka mencium jejak kita!"

Ceng Liong terkejut. Dia tersentak mendengar kata-kata suhunya ini, pucat. Tapi Mu Ba yang bersikap tenang menyuruh muridnya ini tak usah takut. "Liong-ji, ibumu menghendaki kau secepatnya menyedot sinkang Pendekar Kepala Batu itu. Kalau kebetulan besok kau bisa menerimanya itu bagus sekali. Aku dan ji-suhu serta ibumu akan datang mengacau besok. Usahakan pagi-pagi Ciok-thouw Taihiap sudah mewariskan sinkangnya yang hebat itu kepadamu!"

Ceng Liong tertegun. "Kalau begitu akan kuusahakan, suhu. Dan sekarang pergilah, lindungi aku besok!"

Mu Ba melompat keluar. Percakapan singkat yang mereka lakukan malam itu sudah cukup. Maka ketika keesokan harinya Ceng Liong buru-buru menghadap gurunya dan menyatakan kesediaannya maka giranglah ketua Beng-san-pai ini yang sama sekali tidak menduga seujung rambut-pun bahwa "muridnya" akan berkhianat! Dan begitu Ciok-thouw Taihiap mengajak Ceng Liong ke taman maka Ceng Liong tertegun ketika melihat suami isteri Ceng Han dan Cui Ang sudah ada di situ!

"Ha-ha, mereka menjaga keselamatan kita, Liong Ceng. Paman dan bibimu itu mengkhawatirkan kita kalau ada musuh yang akan datang mengganggu!"

Ceng Liong menjatuhkan diri berlutut. Dia memberi hormat dan tahu bahwa sebetulnya Ceng Han dan isterinya itu menjaga dia. bukan menjaga orang lain seperti yang dikata suhunya. Tapi tersenyum tenang dan tidak menunjukkan ketegangan hatinya Ceng Liong mengangguk dan menyatakan terima kasih.

"Bibi, kalau begini Siauw-te benar-benar merasa tenang. Suhu tentu tak terganggu dan Siauw-te dapat mengkonsentrasikan diri."

"Ya, dan tak perlu kau khawatir, Liong Ceng. Han Ki dan Han Bu juga kusuruh menjaga di luar taman. Tentu lebih aman lagil" Ceng Han menjawab, mewakili isterinya dan sengaja memperingatkan Ceng Liong secara halus agar tidak main gila. Tetapi Ceng Liong yang tersenyum dengan muka tidak berobah diam-diam tertawa di dalam hatinya.

"Paman, terima kasih kalau begitu. Perhatian kalian benar-benar besar sekali!" Ceng Liong menjura, dan Ciok-thouw Taihiap yang sudah duduk di bangku batu segera berseru,

"Liong Ceng, cepat ke mari. Tak perlu pentang bacot lagi!"

Ceng Liong menghampiri. Dia disuruh duduk di depan gurunya itu, dan ketika lengan Ciok-thouw Taihiap menepuk bahunya tiba tiba getaran tenaga sakti muncul dan bergetar mengguncangkan tubuh pemuda ini. "Liong Ceng, kendorkan semua syaraf-syarafmu. Tarik napas dalam-dalam dan pusatkan perhatian pada tengah kening. Awas, kita mulai...!"

Liong Ceng mengangguk. Dia merasa tegang dan berdebar juga, bersila di depan gurunya dengan kedua mata terpejam. Dan begitu Ciok-thouw Taihiap membentak menyuruh dia membebaskan semua uratnya dan lengan gurunya ganti menepuk ubun-ubun tiba-tiba Ceng Liong merasa dimasuki hawa hangat yang mengalir deras.

"Kau siap, bocah?"

Ceng Liong mengangguk.

"Nah, awas kalau begitu!" dan Ciok-thouw Taihiap yang sudah duduk bersila dengan kedua lengan menumpang di atas kepala muridnya itu tiba-tiba menahan napas dan mendorong. Lalu sekali dia menggeram dan membentak pendek tahu-tahu seleret sinar putih meletup dan menimpa ubun ubun kepala Ceng Liong.

“Plak!" Ceng L:ong merasa kepalanya pening. Dia terkejut dan tergetar sejenak. Tapi ketika peningnya hilang dan ada semacam hawa aneh yang merayap masuk dan ubun-ubun kepalanya bagai seekor ular yang terus melorot turun menuju ke tengah pusar tiba-tiba Ceng Liong menjadi gembira dan girang bukan main. Itulah sinkang (tenaga sakti) Ciok-thouw Taihiap yang mulai bekerja, menembus ubun-ubun kepalanya dan siap bersatu dengan sinkangnya sendiri yang ada di tan-tian (pusat)! Dan Ceng Liong yang cepat menyambut gerakan hawa yang berasal dari telapak gurunya itu lalu memusatkan seluruh perhatiannya untuk menarik atau "menuntun" hawa sakti yang mirip ular merayap ini.

Dan Ceng Liong berhasil. Dengan mudah dan gampang dia mengatur arus hawa yang kian cepat itu, mengalir dan menyusup naik turun bagai gelombang elektro menuju ke tengah pusar. Dan ketika beberapa menit kemudian arus bawa itu berhasil "ditarik" dan lebur dengan tenaga saktinya sendiri yang ada di daerah tan-tian tiba-tiba Pendekar Kepala Batu membuka matanya dan berseru kagum,

"Liong Ceng, kau berhasil. Sinkangku mulai bersatu dengan hawa yang bergolak di dalam pusarmu!"

Ceng Liong tak menjawab. Dia hanya tersenyum dan tak melepas sedikitpun juga getaran hawa yang dialirkan gurunya itu, tak mau melepaskan konsentrasi agar sinkang gurunya terus mengalir, membanjir dan terus masuk hingga membuat tubuhnya tiba-tiba serasa ditiup, melembung bagai balon. Dan ketika dua jam kemudian muka Ceng Liong menjadi merah dan tubuh pemuda ini mengeluarkan uap putih yang kian lama kian tebal mendadak Pendekar Kepala Batu menghentikan alirannya dan berseru terengah,

"Cukup, tenagaku sudah setengah bagian, Liong Ceng...!" dan Pendekar Kepala Batu yang mundur dengan muka penuh kagum memandang muridnya itu tiba-tiba terkejut ketika melihat Ceng Liong berteriak dan menubruk dirinya.

"Suhu, aku tak dapat mengendalikan tenaga."

Ciok-thouw Taihiap terbelalak. Dia kaget ketika Ceng Liong tiba-tiba menghantam mukanya, dahsyat dan melengking dengan suara menyeramkan. Tapi mengira Ceng Liong mengalami gangguan di tengah jalan tiba-tiba ketua Beng-san-pai ini menangkis dan langsung menerima tubrukan itu dengan lengan terbuka, bermaksud menolong dan menahan serangan. Tapi begitu dua telapak mereka bertemu dan Ciok-thouw Taihiap mengerahkan sinkangnya mendorong mendadak Ceng Liong melemahkan tubuh dan menerima dorongan singkang itu dengan gaya "menyedot".

"Plak...!" Ciok-thouw Taihiap terkejut. Secara tidak sengaja dia telah menyerahkan sinkangnva, kaget bahwa tiba-tiba Ceng Liong "menghisap" dan langsung menarik tenaga saktinya itu ke dalam tan-tian, berarti pemuda itu menghendaki dia mengulang kembali pekerjaan semula, yakni memberikan sinkang. Dan terkejut bahwa Ceng Liong memaksa dia untuk menambah pemberian tenaga sakti. Tiba-tiba ketua Beng san-pai ini meronta dan membentak, "Liong Ceng, kau gila?"

Tapi Ceng Liong tak melepaskan lawannya ini. Dia menempel dan mengikuti gerakan ketua Beng-san-pai itu, terus menghisap dan menyedot tenaga sinkang Pendekar Kepala Batu, yang tiba-tiba telah kehilangan seperempat bagian dari sisa yang ada! Dan Ciok-thouw Taihiap yang tentu saja gusar dan marah bukan main tiba-tiba menyadari bahwa pemuda ini mengarcam keselamatannya. Dan persis dia meraung untuk berkutat melepaskan diri maka pada saat itulah terdengar suara tawa bergelak disusul berkelebatnya tiga bayangan musuh yang tidak disangka-sangka oleh ketua Beng-san-pai ini!

"Ha-ha, bagus Liong-ji, tempel dan sedot terus tenaga tua bangka itu. Bunuh dia dan habisi nyawanya!"

Ciok thouw Taihiap tertegun. Dia melihat tiga orang muncul dengan tiba-tiba, yang dua laki-laki dan yang satu perempuan. Dan kaget bahwa dia mendapat musuh pada saat yang tidak disangkasangka tiba-tiba ketua Beng-san-pai ini berseru pada anak dan menantunya, "Han-ji, Ang-ji, cegat mereka. Panggil anak-anakmu...!"

Tapi Cui Ang membentak. Dia sudah melompat ke belakang Ceng Liong, melepaskan pukulan, maksudnya membebaskan ayah mertuanya dan hisapan Ceng Liong yang terus menempel ketat lawannya itu hingga tak dapat melepaskan diri. Tapi begitu nyonya ini menyerang Ceng Liong justeru Ciok-thouw Taihiap mengeluh dan berteriak kaget.

"Ang ji, jangan...!"

Tapi terlambat. Cui Ang sudah melepaskan, pukulannya, menghantam dari belakang. Tapi begitu nyonya ini memukul maka tiba-tiba saja ia berteriak kaget dan terlempar ke belakang ketika pukulannya membalik bertemu sesosok hawa sakti yang melindungi Ceng Liong.

"Aih... bressl" Cui Ang terguling-guling. Dia sungguh kaget oleh kejadian ini, dan ketika ia melompat bangun dengan kaki terhuyung tahu wanita ini melontakkan darah segar akibat luka dalam!

"Ang-moi....!

Cui Ang gemetar. Dia sudah dipeluk suaminya, karena Ceng Han segera memburu isterinya itu ketika isterinya terlempar, membentur dinding hawa yang luar biasa kuat hingga Cui Ang roboh. Dan ketika Ceng Han membawa isterinya melompat ke dekat ayahnya maka seorang di antara tiga pendatang itu batuk-batuk dan terkekeh mengejek mereka.

"Ciok-thouw Taihiap, hari ini kami datang untuk mengambil nyawa. Bersiaplah...!"

Ceng Han melolos pedang. Dia bersuit memanggil anak-anaknya, tapi ketika Han Ki dan Han Bu tak datang di tempat itu seketika pendekar ini berdiri pucat dan membentak, "Jahanam-jahanam keji, kalian siapakah dan ada apa mengganggu kami? Di mana anak-anak kami?"

“Heh-heh," yang batuk-batuk itu terkekeh. "Kami sahabat mendiang Cheng-gan Sian-jin, anak muda. Perlukah kuberi tahu nama kami dan berkenalan?"

Ceng Han terkejut. "Kalau begitu siapa nama kalian?"

Tapi yang perempuan tiba-tiba melompat maju. "Souw Ceng Han, kau tentu belum melupakan aku kalau matamu tidak lamur. Kau masih mengenal aku, bukan?"

Ceng Han terbelalak. Dia sekarang teringat wanita ini, yang masih cantik dan ganas. Maka terkejut dan membentak marah dia akhirnya menudingkan ujung pedang pada wanita itu. "Kau kiranya, Tok-sim Sian-li? Ada apa kau datang dengan cara pengecut begini?"

"Hik hik, aku ingin mengambil puteraku, orang she Souw. Dan sungguh aku gembira bahwa kalian mendapat balasan setimpal dengan kematian guruku!"

Ceng Han terkejut. Seketika dia memutar tubuhnya, memandang Ceng Liong yang masih menyedot sinkang ayahnya yang bertahan dan ingin melepaskan diri. Dan Tok-sim Sian-li yang mengebutkan Bendera Iblisnya yang dicabut dengan tiba-tiba mendadak tertawa mengejek dan mendengus kepadanya, menjawab dingin,

"Benar sekali, Souw Ceng Han. Anak yang kau bilang puteraku itu adalah dia...!"



Pedang Medali Naga Jilid 18

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 18
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
LIONG CENG gemetar. Dia pura-pura ketakutan, tapi melihat Ciok-thouw Taihiap mencengkeram pundaknya dan bertanya mau atau tidak dia memenuhi permintaan pendekar itu mendadak dia menjatuhkan diri berlutut dan memegang dua batang lilin yang menyala.

"Locianpwe, karena ini perintahmu biarlah aku yang bodoh mengikutinya. Aku telah berhutang budi, juga berhutang nyawa. Mana bisa aku menentangnya? Biarlah disaksikan langit dan bumi aku bersumpah, locianpwe. Bahwa sejak hari ini aku adalah muridmu dan mendapat kehormatan besar menjadi keluarga Souw dan akan menjunjung tinggi serta mengharumkan nama keluarga Souw...!"

"Bagus, dan kau harus melawan kejahatan, Liong Ceng. Karena semua yang jahat adalah musuh keluarga Souw!"

"Ya, aku akan melawan kejahatan, locianpwe. Dan bila aku membela kejahatan biarlah aku mampus di tangan keluarga Souw pula!"

Ciok-thouw Taihiap tertawa lebar. Dia sudah puas mendengar sumpah dan janji pemuda itu. Maka begitu Liong ceng selesai menjalani upacara resmi ini segera dia menepuk bahu pemuda itu. "Liong Ceng kau boleh sebut suhu padaku sekarang. Han Ki dan Han Bu adalah suheng-suhengmu!"

Liong Ceng memberi hormat. "Ki-heng, Bu-heng, terimalah hormat siauw-te. Betapapun siauw-te mohon bimbingan suheng berdua dalam ilmu silat. Siauw-te masih bodoh dalam banyak hal."

"Hm, tak perlu merendah, Liong-sute. Kau memiliki bakat dan kemajuan mengagumkan dalam mempelajari ilmu silat kong-kong!"

"Ya, dan melihat bakatmu ini tak lama lagi kau akan dapat menyusul kami. Liong sute. Betapapun kau cukup luar biasa dan pandai!" Han Bu menyambung, disambut anggukan semua orang yang ada di situ hingga membuat Liong Ceng tersipu, pura-pura malu dan merah mukanya.

Dan Ciok thouw Taihiap yang gembira bahwa Liong Ceng akan mewarisi Soan-hoan-ciangnya secara penuh tiba-tiba berkelebat keluar dan mengajak pemuda itu untuk mulai berlatih. Dan hari itu Liong Ceng benar-benar resmi menjadi murid Ciok'thouw Taihiap. Pemuda ini berhasil merebut kepercayaan orang, bahkan semua keluarga Ciok thouw Taihiap hampir percaya penuh padanya, kecuali Ceng Han yang entah kenapa tiba-tiba merasa tidak enak, teringat kerling dan sinar mata Liong Ceng yang aneh ketika berlutut di meja altar. Tapi karena Liong Ceng tak berbuat yang lebih jauh dan pemuda itu tetap menunjukkan sikap yang jujur dan baik akhirnya pendekar inipun menyembunyikan saja kecurigaannya itu di dalam hati. Dan Liong Ceng mendapat perhatian besar dari Ciok-thouw Taihiap.

Pendekar Kepala Batu itu semakin suka dan kagum pada muridnya ini. Melihat betapa sungguh-sungguh dan tekun pemuda itu melatih ilmu silat. Dan ketika setahun kemudian dia menurunkan Soan-hoan-ciangnya pada pemuda itu maka kepandaian Liong Ceng benar-benar hebat dan melebihi Han Ki maupun Han Bu!

"Ha-ha, kau sekarang menjadi murid yang paling komplit mempelajari ilmu silatku, Liong Ceng. Han Ki dan Han Bu tak mungkin dapat mengalahkanmu kalau mereka bertanding satu lawan satu!"

Liong Ceng girang. "Betulkah, suhu? Tapi bagaimana dengan mereka itu, tidakkah mereka bakal memusuhiku kalau tahu aku memiliki kepandaian lebih tinggi dari mereka?"

"Hm, dua cucuku itu tak mungkin iri, Liong Ceng. Mereka seperti bapaknya yang sabar dan suka mengalah!"

“Kalau begitu boleh dicoba, suhu. Benarkah ilmuku lebih tinggi dibanding mereka?"

Ciok-thouw Taihiap terkejut. Tapi tak ada jeleknya dia mengadu mereka maka pendekar inipun tertawa dan memanggil dua orang muda itu, ingin melihat sampai di mana kepandaian Liong Ceng dan seberapa pula Han Ki atau adiknya dapat menghadapi murid barunya ini. Dan ketika dua orang muda itu datang kepadanya segera pendekar ini berkata dengan muka gembira, "Ki ji. Bu-ji, Liang Ceng hampir sempurna menerima ilmuku. Cobalah kalian uji dan lihat sampai di mana kemajuannya!"

Han Ki tersenyum. Dia memang tak menaruh curiga, mengangguk dan sudah melompat maju dengan mata bersinar. Tapi melihat Liong Ceng pura-pura segan dia menggapaikan lengannya. "Liong sute, kemarilah. Kita coba-coba bermain sebentar untuk melihat kemajuanmu!"

"Ah," Liong Ceng tersipu malu. "Mana mungkin menguji kepandaianku, Ki-heng? Aku baru setahun belajar, tentu tak mungkin menandingi ilmu silatmu yang sudah bertahun-tahun kau pelajari!"

Tapi Ciok thouw Taihiap menghardik, "Kau sendiri yang ingin diuji, Liong Ceng. Kenapa sekarang pura-pura menolak dan segan? Ayo maju, jangan jual omongan kosong di tempat ini!"

Liong Ceng mendesah. Dia melihat Han Ki sudah memasang kuda-kuda, tapi gembira bahwa dia akan menguji kekuatan Soan hoau ciangnya dia pun melompat maju dan tertawa kecut. "Ki-heng, suhu memang benar. Aku ingin diuji tapi jangan kau bersikap keras. Betapapun aku masih mengharap kemurahanmu!"

"Hm, tak perlu merendah, Liong-sute. Aku tahu dari kong-kong bahwa kemajuanmu sudah hebat. Ayo majulah!"

Liong Ceng tak sungkan-sungkan lagi. Dia segera tertawa dan memasang kuda-kuda, dan begitu membentak memberi peringatan diapun menerjang dengan pukulan pertamanya, mempergunakan lengan kiri menampar dengan jurus Rajawali Sakti Mengelepakkan Sayap, sebuah jurus dari ilmu silat tangan kosong yang mula-mula dipelajarinya dari Ciok-thouw Taihiap, pukulan ringan yang tidak berbahaya dan tentu saja sudah dikenal Han Ki. Dan Han Ki yang menangkis mudah dan melihat sutenya itu mengeluarkan jurus yang tampaknya masih sungkan-sungkan segera membentak dan menyuruh sutenya itu menyerang dengan lebih keras.

"Sute, tak perlu sungkan-sungkan. Keluarkan saja pukulan-pukulan cepat dari Pek-hong-ciang atau Soan-hoan-ciang!"

Liong Ceng masih menolak. Dia pura-pura segan, kembali menyambar dengan ilmu-ilmu silat biasa yang tentu saja dikelit mudah oleh lawannya. Dan melihat Liong Ceng tampaknya sungkan dan mainkan ilmu silat lunak yang gampang ditangkis dan dihindarkan dengan enteng tiba-tiba Han Ki berseru dan balas menyerang pemuda itu.

"Liong-sute, kalau begitu hati-hati sekarang. Aku akan membalas dan melancarkan pukulan-pukulan berat!"

Liong Ceng tersenyum. Dia melihat Han Ki memutar satu kakinya, tiba-tiba membentak dan menyerang dengan lengan kiri mendorong dadanya, cepat dan kuat hingga mengeluarkan angin pukulan menderu. Dan ketika dia mengelak dan sambaran lawan mengenai angin kosong mendadak lengan Han Ki membalik dan mengibas dari samping, mempergunakan pukulan Pek-hong-ciang dengan jurus Angin Menyapu Ombak.

"Plak!" Liong Ceng tersapu roboh. Untuk pertama kalinya dia mengeluh kaget, dan begitu melompat bangun dan terbelalak memandang Han Ki yang tertawa kepadanya tiba-tiba tubuh pemuda itu berkelebatan menyusul dengan pukulan-pukulan lain dari Pek hong-ciang (Pukulan Angin Putih).

"Sute, kau harus menangkis kalau tak ingin kurobohkan. Hayo balas dan serang diriku!"

Liong Ceng terpaksa mengikuti. Dergan hati-hati namun cerdik dia mulai mengerahkan ginkangnya, mainkan Pek-hong ciang pula untuk menandingi lawannya. Dan begitu dua orang muda ini sama berseliweran dan saling pukul-memukul tiba-tiba saja pertandingan menjadi meningkat. Han Ki mempercepat gerakannya, bertubi-tubi menyerang dan mendorong serta menampar. Sedang Liong Ceng yang bergerak sama cepat dengan tangkisan dan balasan serangannya tiba-tiba juga melayani lawannya dengan tidak kalah sebat.

Keduanya memiliki ilmu yang sama. Masing-masing mengenal dan mengetahui apa yang akan dilakukan lawan. Maka begitu keduanya bergebrak dan masing-masing tiba-tiba membentak untuk mempercepat serangan maka sekonyong-konyong keduanya lenyap dalam gulungan bayangan yang naik turun bagai naga menari.

Dan Ciok-theuw Taihiap tertawa bergelak. “Bagus, kalian tinggal mengadu kecepatan, Ki-ji. Siapa cepat dia yang menang!"

Liong Ceng mengerutkan keningnya. Dia melihat Han Ki memperberat tekanannya, kini mempergunakan sinkang disamping ginkang. Dan ketika satu saat dia menangkis tamparan Han Ki yang menghantam dadanya untuk pertama kali Liong Ceng menggerakkan lengan menangkis dengan pengerahan sinkangnya pula.

"Dukk...!" dan keduanya sama terdorong mundur. Han Ki terkejut bahwa sutenya ini memiliki sinkang yang sama kuat, padahal sutenya itu belajar belum dua tahun. Dan kaget bahwa dalam hal sinkangpun Liong Ceng memiliki kekuatan yang berimbang tiba-tiba Han Ki membentak dan mulai melancarkan pukulan Soan-hoan-ciangnya!

"Sute, hati-hati. Kita sekarang mempergunakan Soan-hoan-ciang....!"

Liong Ceng terkejut. Dia melihat Han Ki merobah gerakan, tidak lagi memukul atau mendorong melainkan mengibas. Dan begitu lengan pemuda ini bergerak-gerak mengibas ke kiri kanan maka terdengarlah deru angin dahsyat bagai kipas raksasa yang menyapu sebuah gunung!

"Ah, jangan mainkan ilmu silat ini, Ki-heng. Aku takut kita masing-masing tak dapat mengendalikan diri!"

Liong Ceng berteriak, berseru keras dan berjungkir balik menghindari serangan Han Ki yang ganas. Tapi Han Ki yang tertawa dan meneruskan serangannya itu menjawab tenang, "Kita tak perlu khawatir, Liong sute. Ada kong-kong di sini yang akan membantu bila kita mendapat celaka...!"

Dan Ciok-thouw Taihiap tertawa bergelak, menganggukkan kepalanya. "Benar, tak perlu kau cemas, Liong Ceng. Ada aku di sini yang akan menyelamatkan kalian bila salah satu celaka!"

Liong Ceng tak dapat membantah lagi. Dia terus diserang dan didesak Han Ki, mundur-mundur dan semakin terpojok. Dan maklum bahwa dia harus melawan dengan cara yang sama maka tiba-tiba dia membentak dan mengibaskan lengannya pula. Liong Ceng mainkan Soan-hoan-ciang menangkis kibasan suhengnya. Dan begitu dua pukulan Soin-hoan-ciang sama beradu di tengah udara terdengarlah ledakan dahsyat bagai petir menggelegar.

"Blarr....!"

Han Ki dan Liong Ceng sama-sama tertolak mundur. Mereka terpental dan sama bergulingan di tanah, tapi melihat guratan kaki Liong Ceng lebih pendek dibanding guratan kakinya sendiri tiba-tiba Han Ki berteriak dan kembali menerjang penasaran bahwa dia kalah setingkat dengan lawannya itu. Dan Liong Ceng yang girang bahwa pukulan Soan-hoan-ciangnya mampu menahan pukulan Han Ki segera menyambut dan kembali menangkis.

"Dess!" dan untuk kedua kalinya mereka sama-sama terjengkang. Han Ki harus berjungkir balik mematahkan daya tolak akibat berturan itu, ada lima kali salto di udara untuk dapat berdiri tegak. Tapi Liong Ceng yang cukup dua kali berjungkir balik untuk mematahkan benturan ini mau tak mau disambut pekik kagum cucu pertama Pendekar Kepala Batu itu.

"Wah, kau hebat, sute. Benar benar Soan-hoan-ciangmu di atas tingkatku sendiri!"

Dan Han Ki sudah menerjang lagi. Bertubi-tubi dan susul-menyusul dia melancarkan pukulannya itu, berusaha mendesak dan menahan lawan. Tapi melihat Liong Ceng mampu menahan setiap serangannya dan kini perlahan-lahan tetapi pasti dia pasti terdesak dan mundur-mundur tiba-tiba Han Ki terbelalak dan kagum bukan main.

"Sute, kau hebat... kau lihai sekali...!"

Liong Cene tersenyum. Dia menyeringai aneh mendengar pujian itu, sedikit demi sedikit terus mendesak dan menekan, membuat Han Ki terpojok dan berkali-kali mengeluh karena tak dapat balas menyerang. Dan ketika satu saat lawannya itu terjebak di belakang pohon hingga Han Ki tak dapat melompat mundur tiba-tiba Liong Ceng membentak dan mengibaskan kedua lengannya berbareng.

"Hei...!"

Tapi semuanya terlambat. Liong Ceng sudah melancarkan serangannya itu, dahsyat menerjang Han Ki. Dan Han Ki yang merasa ditumbuk angin pukulan raksasa yang menghantam dadanya secepat kilat menangkis dan mendorongkan kedua lengannya ke depan.

"Bress!" dan Han Ki tergencet pucat. Dia merasa pukulan Liong Ceng demikian kuatnya, menghantam dan menumbuk dadanya bagai palu godam. Dan Han Ki yang kontan mengeluh oleh serangan ini terpaksa mengerahkan sinkang bertahan. Dia berusaha mendorong Liong Ceng mundur, berkutat dan mati-matian. Dan dua orang muda yang sebentar saja terlibat dalam adu tenaga ini tiba-tiba saja saling dorong-mendorong dengan kekuatan sepenuh bagian.

Han Ki rupanya panasaran tak dapat melepaskan diri, masih terhimpit oleh tenaga Liong Ceng yang menggencet. Sedang Liong Ceng yang penasaran belum mampu merobohkan lawan hingga jatuh bertekuk lutut juga menambah tenaganya hingga menggigil dan gemetar penuh keringat. Dan ketika dua orang muda itu saling menempelkan lengan dengan telapak terbuka dan jari-jari menghadap ke depan tiba-tiba saja keduanya tak dapat melepaskan diri dari dorongan dan gencetan sinkang yang saling tolak-menolak itu!

"Ah, tolong mereka, kong-kong…!" Han Bu terkejut, membentak dan siap menolong kakaknya dari dorongan Liong Ceng. Tapi Cok-thouw Tahiap yang sudah menggeram dan mendahului maju tiba-tiba memisah mereka dengan bentakannya yang menggeledek.

"Liong Ceng, lepas...!"

Liong Ceng terkejut. Dia melihat tubuh Ciok thouw Taihiap menyambar, menghantam kedua lengannya yang mendorong Han Ki. Dan persis telapak Ciok-thouw Taihiap mengenai pergelangan tangannya maka Liong Ceng tertolak, dan terbanting roboh oleh pukulan Ciok-thouw Taihiap yang dahsyat.

"Plak!" Long Ceng terguling-guling. Dia berseru kaget oleh campur tangannya Ciok-thouw Taihiap ini karena pukulan sinkangnya ambyar dan ganti angin pukulan Han Ki menyambar dadanya, menghantam dengan hebat. Tapi Ciok-thouw Taihiap yang rupanya tak ingin Liong Ceng celaka sudah membentak pula ke arah Han Ki, mengibas dan menahan pukulan cucunya. Dan begitu jago tua ini menggerakkan lengannya ke arah Han Ki maka pemuda inipun terpelanting dan berteriak roboh.

"Dess... aih'" Han Ki membanting tubuh bergulingan. Dia tertolak dan terlempar, kaget tapi selamat dari gencetan tenaga sakti Liong Ceng. Dan begitu dia berjungkir balik dengan seruan keras dan berdiri kembali di atas tanah maka dua orang pemuda itupun sudah kembali berhadapan dalam jarak sepuluh tombak, terpisah jauh!

Han Ki mengusap peluh. “Sute, Soan-hoan-ciang yang kau miliki benar-benar hebat sekali. Hampir sempurna...!"

Liong Ceng melompat maju. Dia buru-buru menjura, membungkukkan tubuhnya. Dan berkata dengan suara rendah tapi tak kuasa menahan kegirangannya dia menjawab, "Benar, tapi kau juga hebat, Ki-heng. Betapapun aku tak dapat merobohkanmu meskipun kedudukanku lebih baik. Maaf...!"

Ciok-thouw Taihiap menghampiri mereka. "Ki-ji, Liong Ceng memang lebih hebat daripada dirimu. Tapi aku belum puas oleh pertandingan kalian. Hayo sekarang kerubutlah Liong Ceng bersama adikmu!"

Han Ki terkejut. "Untuk apa, kong-kong? Bukankah sudah kita buktikan bahwa Liong Ceng memiliki kemajuan pesat?"

Han Bu juga tampil kedepan. "Ya, dan Liong-sute tentu kalah kalau kita keroyok, kong-kong. Kami jadi malu kalau harus melakukan perbuatan itu!"

"Justeru itulah. Aku ingin tahu berapa lama dia dapat bertahan dari kalian, Han Bu. Karena itu maju saja dan tak perlu kalian sungkan. Ini sifatnya menguji!"

"Hm..." Han Ki ragu-ragu.

Tapi Liong Ceng yang sudah memandang dengan wajah berseri tiba-tiba melompat mundur dan ingin menjajal apa yang dikatakan Ciok-thouw Taihiap. "Ki-heng, apa yang dikata suhu memang benar. Ini hanya ujian bagiku, kenapa sungkan? Kalian majulah, Ki-heng. Dan biar Bu-heng ikut membantu untuk melihat seberapa jauh aku dapat bertahan!"

Han Bu akhirnya mendongkol. "Baiklah, ini keinginan kong-kong, Ki-ko (kakak Ki). Untuk apa segan-segan lagi? Mari kita maju, kita lihat seberapa jauh Liong-sute dapat melayani kita!”

Han Ki menarik napas. "Tapi Liong-sute harus berhati-hati, adik Bu. Salah-salah dia celaka di tangan kita!"

"Hm, bukankan ada kong-kong di sini? Ilmu silat memang tak mengenal mata, tapi kong-kong tentu waspada menjaga siapa yang mendapat bahaya."

Han Ki akhirnya mengangguk. Dia barsama adiknya maju ke depan, masih ragu tapi akhirnya berhasil menetapkan diri. Dan melihat Liong Ceng juga sudah bersiap-siap untuk menghadapi mereka. Han Ki segera memberi peringatan. "Liong-sute, jaga hati-hati dirimu. Kami berdua hendak menyerang."

Liong Ceng tersenyum. "Silahkan, Ki-heng. Aku Siap menjaga diri."

Dan begitu Liong Ceng habis bicara mendadak Han Bu sudah mulai menyerang mendahului kakaknya. "Liong-sute, awas...!"

Liong Ceng mengelak ke samping. Dia waspada terhadap pukulan pertama Han Bu itu, tahu bahwa Han Bu mempergunakan jurus Dewa Menyambar Bulan, sebuah gerakan yang akan disusul dengan siku yang membalik untuk menyodok ulu hati. Dan ketika benar pemuda itu memutar tubuh dan menyodok ulu hatinya maka Liong Ceng membuka telapaknya dan menangkis ke depan.

"Plak...!" Han Bu tergetar. Dia terdorong mundur dan terkejut oleh tangkisan Liong Ceng. tapi Han Ki yang sudah membantu adiknya dengan pukulan di belakang membuat Liong Ceng tak dapat membalas serangan Han Bu, terpaksa membalik dan menangkis serangan Han Ki ini. Dan begitu Han Bu kembali menyerang dan saling isi-mengisi dengan kakaknya untuk mengeroyok Liong Ceng maka sibuklah Liong Ceng untuk menangkis dan berlompatan ke sana-sini.

“Sute. jaga dirimu baik-baik. Kami akan menyerang lebih cepat!"

Liong Ceng mengangguk. Dia sudah dibuat kewalahan oleh serangan kakak beradik itu, maka ketika Han Ki berseru dan mempercepat gerakannya dan berkelebatan di sekitar dirinya maka tiba-tiba saja Han Bu juga mengikuti dan menyambar-nyambar dengan angin pukulan serta tendangannya. Liong Ceng didesak, sejenak keteter dan mundur-mundur dengan amat sibuknya. Tapi ketika pemuda ini membentak dan mengerahkan ginkangnya pula untuk mengimbangi dua orang kakak beradik itu maka pertandingan tiba-tiba menjadi seru dan masing-masing lenyap dalam gulungan bayangan yang naik turun saling sambar-menyambar!

"Ha-ha, bagus. Yang seru, anak-anak. Percepat gerakan kalian dan lakukan tekanan-tekanan berat. Robohkan Liong Ceng sebelum lima puluh jurus...!" Ciok-thouw Taihiap tertawa berelak, berteriak gembira melihat Han Ki dan adiknya mendesak Liong Ceng hingga kewalahan menghadapi dua orang lawannya itu.

Tapi Liong Ceng yang menggigit bibir di bawah tekanan kakak beradik itu merjawab, "Teecu akan bertahan seratus jurus, suhu. Ki-heng dan Bu-heng tak dapat mengalahkan teecu sebelum seratus jurus!"

Ciok thouw Taihiap tertawa. "Boleh, tapi kau akan roboh sebelum lima puluh jurus, Liong Ceng. Aku berani bertaruh kalau omonganku salah!"

Liong Ceng menjadi semangat. Dia berkelebatan manghadapi kakak beradik itu, tapi Han Bu dan Han Ki yang menjadi penasaran oleh tantangan Liong Ceng segera menyerang dengan lebih hebat. Mereka ingin membuktikan, siapa yang menang di antara mereka. Liong Ceng dengan tantangannya seratus jurus atau kakek mereka yang meramal lima puluh jurus. Maka begitu membentak dan bertubi-tubi melancarkan pukulan akhirnya Han Ki menyuruh adiknya mainkan Pek-hong-ciang.

"Bu-te, desak dia dengan Pek-hong-ciang. Kau tetap di muka!"

Han Bu menurut. Dia melancarkan pukulan-pukulan Pek-hong-ciang seperti perintah kakaknya, mendesak Liong Ceng di depan. Dan Han Ki yang sudah menyerang Liong Ceng di belakang dengan tamparan serta pukulan Pek-hong-ciang nya segera membentak dan bertubi-tubi menekan lawan. Akibatnya Liong Ceng kewalahan, dan ketika satu saat dia kurang cepat mengelak maka untuk pertama kalinya dia menerima pukulan Han Ki yang menyambar tulang belikatnya.

“Plak!" Liong Ceng tidak mengeluh. Dia hanya terdorong dan hampir terjelungkup, disambut Han Bu yang mengirim tepukan ke pundak kirinya. Tapi Liong Ceng berkelit dan ganti membalas mengirim tendangan tahu-tahu berhasil mendupak Han Ki yang kurang cepat mengelak.

"Dess!" Han Ki terkejut. Dia tak menyangka Liong Ceng dapat memutar tubuh dengan cepat, tapi membentak dan bertubi-tubi melancarkan serangan kembali dia menerjang lawan dengan pukulan Pek-hong-ciang nya.

"Bu te. serang dia bagian bawah. Aku yang atas...!"

Han Bu kembali menurut. Dia sekarang melakukan pukulan dan tamparan ke bagian bawah tubuh Liong Ceng, membuat Liong Ceng berseru keras dan harus berlompatan menghindari pukulan Han Bu. Tapi Han Ki yang ada di belakang dan menyerang bagian atas tubuh lawannya ini membuat Liong Ceng terbelalak dan mengumpat di dalam hatinya. Akibatnya Liong Ceng terdesak hebat. Dan ketika dia kebingungan dan kewalahan menghadapi gencetan kakak beradik ini maka tubuhnya mulai mendapat "hadiah". Berkali-kali suara "bak-bik-buk" menimpa dirinya dan Liong Ceng yang menggigit bibir dengan mata terbelalak itu mulai jatuh bangun.

Dan Ciok-thouw Taihiap tertawa. "Bagaimana, Liong Ceng? Kau dapat bertahan seratus jurus? Ini baru duapuluh tujuh jurus, bocah. Dan belum limapuluh jurus kau pasti roboh, ha-ha!"

Liong Ceng marah. Dia berteriak ketika kembali Han Ki menamparnya roboh, dan karena tidak ada lain jalan kecuali mempergunakan Soan-hoan-ciang yang tingkatannya lebih tinggi untuk mempertahankan diri tiba-tiba Liong Ceng berjungkir-balik dan mengibas ke bawah ketika Han Bu menyerang kakinya.

"Bu heng, awas... dess!"

Han Bu terlempar. Dia jatuh bangun ketika Liang Ceng mempergunakan Soan-hoan-ciang. Dan ketika Han Ki datang menyambar pada saat dia melayang turun maka Liong Ceng pun mempergunakan ilmunya ini menangkis.

"Plak!" Han Ki terpental. Dua orang kakak beradik itu terkejut melihat Liong Ceng mempergunakan Soan-hoan-ciang. Tapi maklum mereka berdua juga harus merobohkan sutenya ini sebelum limapuluh jurus maka Han Ki pun berteriak dan merobah gerakannya.

"Bu-le, pergunakan Soan-hoan-ciang untuk mengimbanginya. Kita harus merobohkannya sebelum limapuluh jurus....!"

Han Bu mengangguk. Sekarang mereka merobah gerakan, tidak lagi mempergunakan Pek-hong-ciang melainkan Soan-hoan-ciang. Dan begitu kakak beradik ini menerjang dengan pukulan yang sama Liong Ceng pun menangkis dengan sama cepat dan kuatnya.

"Des-dess...!"

Han Ki dan Han Bu dapat bertahan. Mereka tak bergeming, tenaga mereka bersatu. Dan Liong Ceng yang baru kali ini menerima gempuran langsung dari kakak beradik itu tiba-tiba mengeluh dan terbanting roboh. Liong Ceng menggulingkan dirinya, dan ketika dua kakak beradik itu kembali menyerangnya dengan Soan-hoan-ciang diapun melompat bangun dan menyambut.

"Bress...!" Liong Ceng lagi-lagi terlempar. Dia kalah kuat membentur tenaga kakak beradik itu yang bersatu dan membuat mereka tak bergeming. Dan kaget bahwa sinkangnya kalah kuat berhadapan dengan kakak beradik itu tiba-tiba muka Liong Ceng menjadi pucat. Dia sekarang mengakui bahwa kalau bergabung Han Ki dan adiknya memang masih di atas. Lain halnya kalau kakak beradik itu maju satu-persatu. Maka menyadari bahwa Soan-hoan ciang nya di bawah angin jika menghadapi Soan-hoan-ciang di tangan dua orang lawannva Liong Ceng menjadi gusar dan mundur-mundur.

Dia terdesak, semakin tertekan dan keteter. Dan ketika Ciok-thouw Taihiap tiba pada hitungan keempatpuluh lima dan Han Ki serta adiknya menyerang dari muka dan belakang akhirnya Liong Ceng terbanting dan tak dapat melawan lagi!

“Dess...!” Liong Ceng terguling-guling. Dia merasa napasnya sesak, dadanya ampeg dan sakit bukan main. Dan ketika Liong Ceng melontakkan darah segar dan pemuda itu tak dapat melompat bangun maka berakhirlah pertandingan ini dengan kecemasan di wajah Han Ki dan adiknya yang sudah memburu maju, membungkukkan tubuhnya.

"Kau terluka, Liong-te?"

Liong Ceng batuk batuk. Dia hanya mengangguk dan tak dapat menjawab dengan muka pucat, ditotok Han Ki untuk melegakan pernapasannya. Tapi ketika Ciok-thouw Taihiap berkelebat maju dan mengurut dada pemuda ini maka pulihlah Liong Ceng yang bangkit dengan tubuh gemetar.

"Ki-heng, kalian berdua memang hebat. Aku mengaku kalah...!"

Han Ki tersenyum pahit. "Tapi kami mengeroyok, sute. Kalau tidak tentu kami yang akan roboh!"

Ciok-thouw Taihiap tertawa. "Ya, dan kalian lihat betapa hebatnya Soan-hoan-ciang bila dilatih sungguh-sungguh, Han Ki. Dan Liong Ceng tentu akan jauh lebih hebat lagi kalau tenaga sinkangnya sudah mahir seperti apa yang kumiliki. Lihat, aku akan memberi contoh pada kalian...!" dan Ciok-thouw Taihiap yang mengibaskan lengannya pada sebatang pohon yang berdiri belasan meter disamping kanan mereka tiba-tiba mendengar suara meledak ketika pohon itu tumbang dan roboh!

"Braak...!"

Liong Ceng terbelalak. Dan belum dia menutup mulutnya mengeluarkan seruan kagum tiba-tiba Pendekar Kepala Batu mengibaskan lengannya lagi ke kiri dan berseru pada mereka, "Dan lihat yang ini, Ki'ji. Batu itupun akan hancur terkena kibasan Soan-hoan-ciang.... bress!" tapi batu sebesar kerbau yang tidak bergeming oleh pukulan ketua Beng san-pai itu disambut seruan heran Liong Ceng yang tertegun.

"Batu itu tak apa-apa, suhu. Dia..." Liong Ceng menghentikan seruannya. Dia hampir melanjutkan dengan kata-kata bahwa batu itu tak hancur. Tapi baru sampai pada kata-kata "dia" mendadak Liong Ceng terkejut dan terkesiap kaget ketika batu itu ditiup angin dan.... pyur hancur seperti bubuk!

"Ah...!" Liong Ceng baru sadar. "Batu itu sudah hancur di dalam, suhu. Tubuhnya remuk secara tidak kentara!"

"Ya, dan itulah kehebatan Soan-hoan-ciang, Liong Ceng. Dan ilmu ini sejajar dengan pukulan petir yang dimiliki Pendekar Gurun Neraka!" Ciok-thouw Taihiap tertawa bergelak, geli melihat muridnya bengong dengan mata tak berkedip. Tapi menepuk pundak muridnya dengan bangga Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba berkelabat masuk. "Ki ji, Liong Ceng, ujian kepandaian sudah selesai. Hayo beristirahat dan kalian masuk!"

Liong Ceog dan Han Ki mengangguk. Mereka kagum akan kepandaian guru dan engkong mereka itu. Dan Han Ki yang teringat bahwa Liong Ceng baru mengalami luka segera memberikan obat penawarnya agar sutenya itu cepat sembuh. Lalu masuk dan berkelebat ke dalam merekapun kembali ke tempat masing-masing dan bersemadhi mengembalikan tenaga.

* * * * * * * *

Malam itu Liong Ceng tak dapat tidur. Dia mendapat kamar di belakang, jauh di sudut dan sunyi di belakang taman, sengaja memilih tempat itu dengan alasan tak mengganggu keluarga suhunya. Dia ketika kentong ke dua belum juga membuat dia mengantuk tiba-tiba Liong Ceng mendengar suara kaki di atas genteng kamarnya.

Liong Ceng terkesiap. Siapa berani mengganggu tempat tinggal Ciok-thouw Taihiap di atas gunung ini? Tapi belum dia memasang tali sepatunya mendadak jendela kamarnya terbuka dan sesosok bayangan tinggi besar melompat masuk.

"Keparat, siapa itu?" Liong Ceng membentak, langsung berjungkir balik dan melancarkan pukulan Soan-hoan-ciang nya dari atas pembaringan. Tapi bayangan yang rupanya terkejut dengan bentakan ini sudah menyambut dan mendesis,

"Ceng Liong, perlahan sedikit kau. Ini aku, Mu Ba...dess..!" dan Liong Ceng atau yang sebenarnya Ceng Liong dengan membalik nama untuk menyamar itu segera berteriak perlahan ketika mendengar seruan ini, tertolak tapi lawannya juga terdorong dan menabrak dinding ruangan dengan suara keras. Hampir merobohkan meja kursi! Dan Ceng Liong yang kini menyalakan lilin untuk melihat bayangan itu segera tertegun ketika melihat bahwa yang datang adalah Mu Ba, gurunya nomor satu itu!

"Ah, kau suhu? Kau..."

Mu Ba melompat ke depan. Dia langsung mencengkeram pundak muridnya itu. Tapi tertawa girang dangan mulut mendesis dia memotong, bertanya kagum, “Itu pukulan Soan-hoan-ciang, Liong-ji? Kau berhasil mengelabuhi Ciok-thouw Taihian hingga memberikan ilmunya?"

Ceng Liong sadar. "Ya, tapi..." pemuda ini menoleh kiri kanan, cemas dan gugup, “bagaimana kau tiba di sini, suhu? Dan sendiriankah?"

"Ah, kau yang keenakan, Liong-ji. Aku datang bersama ji-suhumu. Juga ibumu, tapi mereka menjaga di bawah gunung!"

Ceng Liong terkejut "Ada apa, suhu? Dan apa maksudmu datang ke mari?"

"Membawamu ke kota raja, Liong-ji. Urusan di istana semakin gawat dengan adanya pemberontakan kaum pendekar!''

"Ah, tapi Ciok-thouw Taihiap belum mengetahui siapa aku, suhu. Haruskah membongkar rahasia sebelum waktunya?"

"Itulah. Dan kami telah melihat pertandinganmu dengan dua cucu Pendekar Kepala Batu itu. Liong-ji. Dan kami kagum bahwa kau mendapat kamajuan hebat dengan Soan-hoan-ciang yang kau miliki itu."

"Benar, tapi aku belum puas, suhu. Aku belum dapat mengalahkan dua orang cucu Pendekar Kepala Batu itu dengan ilmu silat yang kudapat!"

"Betul, dan karena itulah aku datang ke mari, Liong-ji. Aku dan ji-suhu serta ibumu menyusun rencana untuk keberhasilan citacitamu secara lengkap. Ciok-thouw Taihiap harus kita bunuh, dan satu-satunya orang yang mampu melakukan itu adalah kau!"

Ceng Liong terkejut. "Kau gila, suhu? Ciokthouw Taihiap memiliki kesaktian di atas tenagaku, mana mungkin mengalahkannya?"

"Sst!" Mu Ba mendesis. "Kami ada akal, Liong-ji. Ji-suhumu menyusun rencana bagus untukmu. Kau satu-satunya orang yang dapat membunuh Pendekar Kepala Batu!" dan menarik kursi duduk dengan muka tegang raksasa tinggi besar ini lalu bercerita.

"Liong-ji, seminggu lagi Naga Bongkok dan muridnya kemari. Sin Hong akan mengenalimu sebagai Ceng Liong dan akan membuka rahasiamu. Dan mumpung guru dan murid itu masih belum sempat ke mari sebaiknya kau mendahului menyingkirkan lawan dengan cepat. Kau besok harus turun gunung. Liong-ji. Minta ijin kepada Pendekar Kepala Batu untuk mencari musuh besarmu. Kau mengaku So-beng yang membunuh ayah ibumu, bukan?"

"Ya."

"Nah, karena itu mintalah ijin besok pagi pada Ciok-thouw Taihiap untuk turun gunung, Liong-ji. Kau bisa mengatakan bahwa maksud kepergianmu untuk mencari So-beng. Kau masukilah kota Ki-bun, temui Sin Hong dan gurunya yang ada di sana. Tantang pemuda itu dan bertandinglah. Lalu..."

"Nanti dulu," Ceng Liong memotong, "bagaimana kalau aku kalah, suhu? Bukankah celaka dan bakal terungkap?"

"Aku dan ji-suhumu akan menolongmu Liong-ji. Dan ibumu juga tentu tak akan tinggal diam.”

“Hm, tapi apa maksudnya menantang Sin Hong, suhu?”

"Bodoh, untuk menjebak Ciok-thouw Taihiap, Long ji. Kami mempunyai siasat bagus untuk dirimu ini!"

"Bagaimana itu?" Ceng Liong bingung. "Aku tak mengerti maksudmu, suhu. Dan kenapa buru-buru mencari murid Naga Bongkok itu?"

"Hm, aku mendengar bahwa Soan-hoan-ciang yang kau miliki hampir sempurna. Liong-ji. Dan bukankah benar bahwa kekuranganmu hanya tenaga sinkang saja?"

"Ya."

"Karena itu Ciok-thouw Taihiap harus dibuat marah, Liong-ji. Menang atau tidak menang menghadapi murid Naga Bongkok itu kau harus kalah. Artinya, kau harus menerima pukulan dan kalau perlu menderita luka-luka dulu untuk kemudian menyampaikannya kepada Ciok-thouw Taihiap. Ceritakan bahwa kau bertemu di tengah jalan dan kemudian bertempur dengan Sin Hong!"

Ceng Liong terbelalak. "Lalu?"

"Goblok. Ciok thouw Taihiap tentu marah, Liong-ji. Dan kau harus membakar hati ketua Beng-san-pai itu agar dia memberikan tenaga saktinya kepadamu! Bayangkan, kalau kau berhasil membujuk dan membakar pendekar ini hingga mendapatkan tenaga sinkangnya tentu kau akan menjadi hebat luar biasa, Long ji. Kau akan menjadi sama dengan Ciok thouw Taihiap yang sudah limapuluh tahun melatih tenaga saktinya!"

Ceng Liong terkejut, tapi tiba-tiba menjadi girang bukan main. "Suhu, siapa yang mencetuskan ide ini?"

“Ibumu. Dia ingin kau membalaskan kematian gurunya pada ketua Beng-san-pai itu!"

"Ah!" Ceng Liong hampir tertawa bergelak. "Kalau begitu sampaikan salamku kepada ibu, suhu. Ia benar-benar cerdik dan luar biasa sekali...!"

"Ya, tapi sekalian kuberi tahu padamu, Liong-ji. Bahwa murid Naga Bongkok yang bernama Sin Hong itu betul-betul hebat dan memiliki tenaga siluman. Dia memiliki kepandaian iblis, tenaga saktinya luar biasa dan mampu menghadapi kami berdua....!"

Ceng Liong terbelalak “Kami berdua maksudmu kau dan ji-suhu, suhu?"

"Ya."

"Ah," Ceng Liong terkejut. “Kalau begitu bagaimana kira-kira dengan kepandaianku sekarang?”

"Dalam soal kepandaian kukira sama, Liong-ji. Tapi dalam soal tenaga sakti kau masih kalah. Kalah jauh. Karena itu bakarlah Ciok-thouw Taihiap dan bujuk sedemikian rupa agar ketua Beng san-pai itu memberikan tenaga saktinya. Dan begitu sudah setengah lebih dia memberikan sinkangnya cepat saja kau sedot seluruh kekuatannya agar pendekar itu mampus!"

Ceng Liong girang. Dia hampir melonjak oleh keterangan gurunya ini, dan begitu menyatakan mengerti dan mereka sejenak bercakap-cakap menceritakan tentang bergeraknya kaum pendekar yang berontak di kota raja akhirnya Mu Ba berkelebat meninggalkan muridnya.

"Liong-ji, jangan lupa. Kau besok minta ijin keluar....!"

Liong Ceng atau yang sebenarnya Ceng Liong itu mengangguk. Dia menutup jendela dan tak sabar menanti datangnya pagi. Dan ketika keesokan harinya matahari muncul dengan sinarnya yang indah berkilau Ceng Liong sudah menghadap Pendekar Kepala Batu menyatakan maksud hatinya. Dia meminta ijin turun gunung, tidak sampai seminggu. Dan karena Ceng Liong menyatakan niatnya untuk mencari Iblis Penagih Jiwa yang membunuh ayah ibunya Ciok-thouw Taihiap tidak keberatan.

Apalagi ketika itu datang utusan Pendekar Gurun Neraka yang tidak diketahui maksudnya oleh Ceng Liong, yang menduga bahwa agaknya urusan yang dibawa tentu urusan kaum pendekar yang katanya sudah berada di luar pintu kota raja untuk memberontak. Dan Ceng Liong yang mendapat perkenan gurunya ini turun gunung selambat-lambatnya tujuh hari akhirnya tidak mendapat kesukaran apa-apa di tengah perjalanan.

Tapi, baru dua hari pemuda itu melaksanakan maksudnya mendadak pada hari ke tiga Ceng Liong datang. Pagi-pagi dia sudah kembali ke atas gunung, dan tubuhnya yang luka parah dan ambruk di depan pintu kamar Ciok-thouw Taihiap membuat semua orang gempar.

"Liong Ceng, kau terluka parah?"

Tapi Ceng Liong tak mampu menjawab. Dia hanya mengangguk lemah sekali, karena begitu Ciok-thouw Taihiap muncul bersama seluruh keluarganya Liong Ceng sudah roboh dan pingsan tak sadarkan diri! Semua orang gugup, tapi Ciok-thouw Taihiap yang bergerak mendahului yang lain sudah menyadarkan muridnya ini. Dengan totokan dan obat penawar luka ketua Beng-san-pai itu membantu muridnya. Tapi melihat bekas pukul yang mengenai diri pemuda ini mendadak Ciok-thouw Taihiap tertegun dan membelalakkan matanya.

"Sin-liong jiu (Tangan Naga Sakti)...!"

Ceng Han dan isterinya terkejut. "Sin-liong-jiu, ayah? Kalau begitu...."

“Ya, dia terluka oleh bekas pukulan Naga Bongkok, Han-ji. Tapi aku tidak tahu bagaimana Liong Ceng bisa bertemu kakek itu. Keparat, kita harus cepat sadarkan dia,” dan Ciok thouw Taihiap yang mulai menggeram bagai seekor singa itu segera menolong muridnya di ruang dalam Pendekar ini mengulurkan telapak tangannya, menyalurkan sinkang untuk membantu proses penyembuhan yang lebih cepat. Dan ketika dua jam kemudian ketua Beng san-pai itu bekerja keras akhirnya Ceng Liong sadar. Dan, begitu sadar langsung saja Ceng Liong mengguguk dan menangis di depan kaki gurunya ini.

“Suhu, ampun. Teecu tak dapat menjunjung tinggi nama baikmu...!"

Ciok-thouw Taihiap mencengkeram pundak muridnya. "Diam! Jangan menangis, Liong Ceng. Aku tak suka laki-laki cengeng!"

Tapi Ceng Liong masih tersedu-sedu. Dengan pura-pura menggigit bibir dan membenturkan jidatnya dia berkali-kali mohon ampun pada gurunya itu, mengeluh "tak dapat menjunjung nama baik." Dan baru setelah gurunya menjambak rambutnya dan Ceng Liong tersentak kaget barulah pemuda ini menghentikan tangisnya dan melihat wajah gurunya yang gelap menyeramkan.

"Liong Ceng, aku tak suka laki-laki gagah menangis! Hayo ceritakan apa yang terjadi dan hentikan tangismu itu!"

Ceng Liong terbelalak. "Teecu... teecu bertemu Naga Bongkok, suhu. Teecu mendapat pukulan Sin-liong-jiu!"

"Ya, aku tahu itu! Tapi bagaimana kau bisa ketemu setan bongkok itu dan bertempur?"

"Teecu tidak bertempur dengan kakek itu, suhu. Tapi dengan muridnya!"

"Hah? Maksudmu..."

"Ya. Sin Hong, suhu!" Ceng Liong memotong. "Teecu bertempur melawan Sin Hong dan kalah! Teecu melarikan diri, terluka parah dan.... dan..."

Ceng Liong menangis lagi. Dengan cerdik dan pandai dia sengaja memotong-motong ceritanya, membuat Ciok thouw Taihiap tak sabar dan marah. Dan ketika gurunya itu kembali membentaknya untuk bercerita lebih lanjut maka Ceng Liong segera menghentikan tangisnya dan menceritakan apa yang terjadi.

"Teecu bertemu Sin Hong secara kebetulan saja, suhu. Teecu bertemu dengannya di kota Ra-bun. Dan karena teringat pesan suhu tentang murid Naga Bongkok ini maka teecu lalu menantangnya. Kami bertempur, kepandaian berimbang. Tapi ketika Sin Hong mengeluarkan Sin liong-jiunya maka teecu terdesak, suhu. Teecu kalah kuat dalam hal sinkang dan akhirnya kalah!"

"Hm..!" Ciok-thouw Taihiap mengerutkan keningnya. "Dan Naga Bongkok memberi petunjuk-petunjuk pada muridnya. Liong Ceng?"

"Tidak, Naga Bongkok hanya mengawasi saja, suhu. Dia cukup sportif dan sama sekali tidak membantu Sin Hong!"

Ciok-thouw Taihiap mengerotkan gigi. Dia menggigil penuh kemarahan, tampak gusar dan terpukul. Tapi berkelebat keluar dia berkata pada muridnya itu, "Baik. sore nanti kau datang ke taman. Liong Ceng. Sekarang beristirahat dan pulihkan dulu tenagamu!"

Ceng Liong mengangguk. Dia ditinggal sendirian sekarang, karena Ceng Han dan yang lain-lain juga menyuruh dia beristirahat, keluar mengikuti ketua Beng san-pai itu. Dan ketika sore harinya dia cukup tenaga dan lebih sehat daripada pagi tadi maka Ceng Liong sudah memenuhi permintaan gurunya itu untuk datang ke taman. Dan dilihatnya Ciok-thouw Taihiap duduk termenung, tiba-tiba bangkit berdiri dan langsung menggapainya begitu melihat dia datang.

"Bagaimana, Liong Ceng? Kau sudah sembuh?"

Ceng Liong menjatuhkan diri berlutut. "Tee-cu sudah baikan, suhu. Tapi mungkin masih dua-tiga hari betul-betul sehat."

"Baik, duduklah di situ,” Ciok-thouw Taihiap menunjuk bangku taman. "Aku ingin bertanya sesuatu. Liong Ceng. Dan harap kau bicara dengan jujur dan benar!"

Ceng Liong berdebar. Dia tak tahu apa maksud kata-kata peidekar itu, tapi duduk menenangkan diri dia sudah berhadapan dengan pendekar ini. "Apa yang ingin kau tanyakan, suhu?"

"Hm, tentang pertandinganmu dengan Sin Hong, Liong Ceng. Benarkah kau bertempur dengan pemuda itu dan bukan dengan gurunya!"

Ceng Liong terbelalak. "Apa maksudmu, suhu? Kau tidak percaya?"

"Ya, aku sangsi, Liong Ceng. Aku melihat lukamu itu mustahil dilakukan Sin Hong. Pukulannya berat. Aku tidak percaya bahwa Sin Hong mampu melakukan itu!"

“Maksudmu kau tidak percaya bahwa teecu bertanding dengan Sin Hong, suhu?"

"Tidak, bukan itu, Liong Ceng. Tapi aku sangsi bahwa Sin Hong memliki sinkang demikian hebat seperi gurunya. Pukulan itu luar biasa sekali. Hanya Naga Bongkok yang dipat melukaimu seperti itu!”

Ceng Long tersenyum. “Suhu, kau rupanya tak percaya bahwa Sin Hong benar-benar memiliki sinkang mukjijat. Teecu sendiri juga heran bagaimana pemuda itu dapat memiliki tenaga sakti demikian hebat. Tapi dengan sungguh-sungguh dan berani sumpah teecu menyatakan bahwa itu memang benar suhu. Bahwa teecu benar-benar bertanding melawan Sin Hong dan kalah oleh murid Naga Bongkok itu.”

"Dan gurunya tak membantu di belakang?"

"Sama sekali tidak, suhu Sin Hong bertanding dengan jujur dan tanpa bantuan gurunya!"

"Hm. kalau begitu berbahaya. Sinkang pemuda itu mencapai tingkat yang sejajar dengan gurunya atau setingkat pula denganku!"

"Ya, Naga Bongkok juga bilang begitu, suhu. Waktu kami bertempur setan bongkok itu justeru tertawa. Dia bilang bahwa sebaiknya teecu mundur, biar suhu saja yang maju!"

"Keparat, setan tongkok itu berani berkata seperti itu?”

"Ya, dia terlampau menghina, suhu. Tapi teecu memang kalah dan Sin Hong memang betul-betul hebat!"

Ciok thouw Taihiap mengepalkan tinju. Dia menggeram, tapi bangkit berdiri dia lalu berjalan mondar-mandir dengan dahi dikerutkan. "Liong Ceng, di mana sekarang guru dan murid itu?"

"Kau akan mencarinya, suhu?”

"Ya."

"Ah, tak perlu, suhu. Naga Bongkok dan Sin Hong akan kemari lima hari lagi!'

Ciok thouw Taihiap memutar tubuh. "Dari mana kau tahu?"

"Mereka sendiri yang bilang, suhu. Naga Bongkok katanya akan menemuimu dan menjagokan Sin Hong untuk diadu."

Cok-thouw-Taihap tertegun. Dan Ceng Liong yang cepat-cepat menjatuhkan diri berlutut segera berkata pada gurunya itu, "Suhu, terus terang saja teecu nyatakan di sini bahwa teecu bukan tandingan Sin Hong. Sebaiknya Han Ki atau Han Bu saja suhu suruh maju ke depan. Dengan keroyokan mungkin Sin Hong akan kalah!"

Ciok-thouw Taihiap menggeram "Kau kira keluarga Ciok-thouw Taihiap akan bersikap pengecut, Liong Ceng? Tidak, biar matipun kami tak mau berpibu dengan cara yang curang. Naga Bongkok itu boleh datang dan aku akan menghadapinya dengan gagah!"

"Tapi masa Sin Hong akan menghadapi kau, suhu? Bukankah pamormu bakal merosot dan jatuh di bawah mereka?"

"Aku tak akan menghadapi bocah itu, Liong Ceng. Tapi aku akan menghadapi tantangannya untuk mengadu murid dengan murid!"

"Tapi siapa yang akan kau ajukan, suhu? Taecu terang tak mungkin. Teecu akan kalah dan hanya akan membuatmu malu saja, kecuali....” Ceng Liong menahan omongannya, mulai memasang "jebakan" dan pura-pura mengerutkan alis, berpikir keras. Lalu berkata lirih dengan sikap hati-hati Ceng Liong meneruskan, "Kecuali kalau kau memberikan tenaga saktimu, suhu. Karena Naga Bongkok itu juga rupanya memberikan tenaga saktinya pada Sin Hong untuk mencapai kemenangan!"

Ciok-thouw Taihiap tersentak. "Apa? Maksudmu setan bongkok itu memberikan sinkangnya pada Sin Hong, Liong Ceng?"

"Ya, begitu setelah teecu pikir, suhu. Kalau tidak mana mungkin Sin Hong dapat memiliki sinkang demikian hebat kalau tidak dibantu gurunya? Naga Bongkok tentu curang, dia memberikan sebagian sinkangnya untuk memperoleh kemenangan!"

Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba tertegun. "Keparat, dugaanmu mungkin benar, Liong Ceng. Kalau begitu tua bangka itu harus dihajar!"

"Ya, dan satu di antara kami harus kau beri sinkangmu itu, suhu. Agar dapat menandingi dan merobohkan murid Naga Bongkok itu!"

"Betul!" tapi terkejut melepaskan omongannya ini tiba-tiba Pendekar Kepala Batu memandang Ceng Liong. "Liong Ceng, siapa kiranya yang pantas kuberi sinkangku ini?"

Ceng Liong menunduk, pura-pura berpikir. "Teecu kira Han Ki suheng saja, suhu. Dia cocok dan cucu pertamamu yang baik."

"Kalau begitu bagaimana dengan Han Bu?"

"Hm, boleh saja, suhu. Tapi semuanya itu terserah padamu."

"Baik!" Ciok-thouw Taihiap menganggukkan kepalanya. Sekarang dia mempunyai keputusan sendiri, tidak mendengar Ceng Liong mengajukan diri. Berarti pemuda itu selalu memikirkan orang lain. Maka menyuruh pemuda itu memanggil Ceng Han ketua Bengsan-pai ini segera mengebutkan lengannya. "Liong Ceng, panggil pamanmu Ceng Han kemari. Sekarang pergilah!"

Ceng Liong mengangguk. Dia melirik meninggalkan ketua Bing san-pai itu, tak tahu siapa yang dipilih. Maka berdebar meninggalkan tempat itu Ceng Liong segera memanggil Ceng Han seperti yang diperintahkan gurunya. Tapi kembali dengan hati-hati dan memasang telinga dia lalu bersembunyi mencuri percakapan, menyelinap di belakang rumah ketika Ceng Han datang.

"Ada apa, ayah? Kau memanggilku?"

Ciok thouw Taihiap mengerotokkan jarinya. "Ya, aku ingin bicara sebentar, Han-ji. Ada satu persoalan yang ingin kumintakan pertimbanganmu!''

Ceng Han sudah duduk di depan ayahnya. "Persoalan apa, ayah? Kau tampaknya tegang?"

"Hm, aku memang agak tegang, Han-ji. Naga Bongkok katanya akan datang ke mari lima hari lagi. Liong Ceng baru menceritakannya kepadaku."

"Lalu?"

"Setan bongkok itu akan mengadu muridnya, Han ji. Dan karena Liong Ceng yang kujagoi tak mampu menahan Sin Hong tentu aku akan kehilangan muka dan malu di depan kakek bongkok itu!"

Ceng Han menghela napas. "Ayah, kau terlalu bersikeras untuk memperolah kemenangan. Apa sekarang yang kau inginkan? Bukankah Sin Hong sudah mengalahkan Liong Ceng yang kau agulkan itu?"

"Benar, Liong Ceng memang kalah, Han-ji. Tapi kemenangan yang diperoleh Sin Hong curang. Naga Bongkok tak jujur dalam mencetak muridnya itu!"

Ceng Han mengerutkan alis. "Tak jujur bagaimana, ayah?"

"Naga Bongkok memberikan sinkangnya pada Sin Hong, Han ji. Liong Ceng baru saja mengemukakan dugaannya itu kepadaku."

"Maksudmu?"

"Naga Bongkok ingin memperoleh kemenangan secara licik, Han ji. Dia memberikan sebagian sinkangnya yang sudah dilatih puluhan tahun itu kepada Sn Hong. Maka tak heran kalau Sin Hong memiliki tenaga sinkang luar biasa dan muridku kalah!"

Ceng Han terbelalak. "Kau yakin itu, ayah?"

"Ya, aku yakin dugaanku ini, Han-ji. Karena seperti yang kau lihat sendiri pukulan yang melukai Liong Ceng itu memang berat dan setingkat dengan sinkang yang kumiliki. Tadinya, kukira Naga Bongkok yang melukai muridku itu. Tapi ternyata tidak. Sin Hong lah yang melukai Liong Ceng dengan warisan tenaga sakti dari gurunya!"

Ceng Han tertegun. "Lalu apa sekarang maumu, ayah?"

"Aku juga akan memberikan sebagian sin-kangku pada seseorang yang kupilih. Han ji. Aku akan mengimbangi perbuatan Naga Bongkok itu tang curang dan tak tahu malu!"

"Ah, dan kau sudah menetapkan siapa pilihanmu, ayah?"

"Ya!"

Ceng Han bangkit berdiri. Sampai di sini pembicaraan yang didengar Ceng Liong membuat Ceng Liong tegang bukan main, berdebar hingga jantungnya berdetak amat cepat. Tapi Ciok-thouw Taihiap yang rupanya tak segera melanjutkan ceritanya itu membuat Ceng Liong dan Ceng Han menjadi ingin tahu.

“'Siapa yang kau pilih, ayah?" akhirnya Ceng Liong mendengar suara Ceng Han bertanya, lirih dan penuh ketegangan memandang ayahnya itu. Dan Ciok-thouw Taihiap yang juga bangkit dari kursinya tiba-tiba menjawab,

"Liong Ceng!"

Ceng Han mengeluarkan seruan kaget. Ceng Liong mendengar putera Pendekar Kepala Batu itu batuk-batuk, tersedak dan duduk kembali di kursinya, tampak pucat. Dan Ceng Liong yang hampir melonjak kegirangan mendengar jawaban Ciok-thouw Taihiap ini tiba-tiba menjadi tegang ketika Ceng Han menegur ayahnya.

"Ayah tidak salahkah keputusan yang kau ambil ini? Liong Ceng tak ada hubungan darah dengan kita. Dia sebenarnya bukan apaapa dengan keluarga Souw!"

"Benar, tapi dia telah menjadi muridku, Han-ji. Jadi dia sudah anggauta sendiri dan sama dengan keluarga Souw!"

"Tapi masih ada Han Ki dan Han Bu, ayah. Kenapa memilih Liong Ceng untuk menerima pemberian sinkang? Bagaimana kalau pemuda itu membalik dan mengkhianati kita?"

"Hm, aku tak percaya itu. Han ji. Kita sama lihat tindak tanduknya hampir dua tahun ini. Liong Ceng tak pernah melakukan kesalahan dan selalu baik kepada kita!"

"Tapi aku mendapat firasat aneh tentang pemuda itu, ayah. Aku merasa Liong Ceng diam-diam menyembunyikan sesuatu bahaya untuk kita."

"Bahaya apa?" Ciok-thouw Taihiap mengerutkan alis. "Kau jangan mengada-ada. Han ji. Aku tak-merasa sesuatu apapun tentang diri muridku itu. Jangan kau merasa iri kurena dua orang anakmu tak dapat perhatian dariku seperti aku memperhatikan Liong Ceng!"

Ceng Han terpukul "Ayah..." laki-laki ini gemetar. "Jangan kau kira aku merasa iri bahwa kau memperlakukan dua cucumu sendiri lain dengan Liong Ceng. Aku tak merasa iri dengan anak itu, ayah. Tapi terus terang kukatakan padamu bahwa jangan terlampau berlebih-lebihan memberikan sesuatu kepada Liong Ceng. Tenaga sinkang adalah seperti nyawa bagi kita. Sekali anak itu membalik dan menyedot sinkangmu tentu kau celaka. Bagaimana kalau Liong Ceng berbuat seperti itu dan kau binasa?"

Ciok-thouw Taihiap tertegun. "Dan jangan kira aku menasehatimu ini karena aku merasa iri kepada pemuda itu, ayah. Melainkan sungguh-sungguh kukatakan kepadamu bahwa aku mendapat firasat tidak enak tentang diri pemuda ini!"

Ciok-tbouw Taihiap terpengaruh. Tapi geram bahwa lagi-lagi Ceng Han tak sejalan dengannya tiba-tiba pendekar ini mendengus dan berkata. "Baiklah, kalau begitu biar aku kalah di depan Naga Bongkok itu, Han-ji. Biar aku menerima maluku dan tak usah keluar menyambut!'

Ceng Han terkejut. Tapi sesosok bayangan ramping yang tiba tiba berkelebat memasuki taman itu berseru mengejutkan mereka, "Gak-hu, tak perlu kecewa. Aku ada jalan tengah untuk kalian berdua...!" dan Cui Ang yang muncul di tengah tengah ayah dan anak itu sudah memegang lengan suaminya dan memberi isyarat. "Han-ko, ayah jangan selalu dikecewakan. Kalau kau tidak setuju akan sesuatu maka seharusnya kau memberikan jalan keluar." lalu menghadapi ayah mertuanya nyonya ini berkata. "Gak-hu, aku telah mendengar apa yang kalian bicarakan. Dan aku mempunyai jalan keluar."

Ciok thouw Taihiap girang. Mantunya ini memang sering membantu, maka berbinar memandang mantunya itu ketua Bengsan-pai ini bertanya, "Apa yang akan kauajukan itu, Ang-ji? Benarbenar sebuah jalan keluar?"

Cui Ang mengangguk. "Jalan tengah, ayah. Satu tindakan yang akan memuaskan hatimu sekaligus juga tidak membuat Han-koko khawatir."

"Apa itu?"

Cui Ang memandang sungguh-sungguh. "Satu jalan yang gampang, gak-hu. Yakni kau teruskan saja niatmu itu untuk memberikan sinkang pada Liong Ceng. Kami tahu bahwa Liong Ceng satu-satunya orang yang dapat kau andalkan. Dia setingkat lebih tinggi dibanding Han Ki maupun Han Bu. Dan karena Liong Ceng hanya kalah dalam hal sinkang memang dialah yang paling tepat diberi tambahan untuk mengimbangi Sin Hong!"

"Tapi bagaimana dengan keselamatan ayah, Ang moi?" Ceng Han memotong. "Bagaimana kalau anak itu membalik dan melakukan sesuatu yang membahayakan ayah?"

"Kita menjaga di sekitarnya, suamiku. Kita buat anak itu tak sampai melakukan tindakan yang mengancam keselamatan jiwa ayah!"

Ceng Han tertegun. Dan Ciok thouw Taihiap yang merasa kata-kata mantunya itu benar tiba-tiba tertawa bergelak dan menganggukkan kepalanya “Bagus, benar sekali. Jalan tengah ini tentu memang tepat. Han-ji. Dan kau tak perlu khawatir lagi bila anak itu mencelakakan aku!"

Ceng Han tak dapat membantah lagi. Dia tak mau banyak-banyak bicara, takut ayahnya mengira dia iri kepada Liong Ceng, pemuda yang disayang ayahnya dengan luar biasa itu. Karena Liong Ceng amat tekun berlatih dan merupakan murid ayahnya yang mempelajari kesaktian ayahnya dengan lengkap. Maka melihat bahwa omongan isterinya memang benar dan dia tak dapat menghalangi lagi tiba-tiba Ceng Han menarik. napas dan menindas kecemasannya yang agaknya tanpa alasan kuat.

"Ayah, Ang-moi memang benar. Tapi betapapun hati-hatilah. Memberikan kau sama dengan memberikan nyawa. Kau tahu ini, bukan?"

Ciok thouw Taihiup tertawa lebar. "Aku tahu, Han-ji, tak perlu khawatir. Dan kukira Liong Ceng tak akan melakukan sesuatu yang demikian keji terhadap diriku!"

Ceng Liong menyelinap masuk. Sekarang dia tahu apa yang dipercakapkan itu. Tahu bahwa Ciok-thouw Taihiap memilih dirinya untuk menerima warisan sinkang. Persis seperti yang direncanakan! Tapi berhati-hati terhadap Ceng Han yang rupanya curiga kepadanya Ceng Liong tak berani main-main. Diam-diam, dia mengumpat putera Pendekar Kepala Batu yang memiliki firasat yang tajam itu. Dan berjanji bahwa dia akan "menghabisi" pendekar ini Ceng Liong memasuki kamarnya dan beristirahat.

* * * * * * * *

Malam itu Ceng Liong dipanggil ke ruang dalam. Dia melihat Ciok-thouw Taihiap dan Ceng Han serta isterinya duduk dengan sikap angker, penuh wibawa. Dan Ceng Han yang memandang dengan sinar mata berkilat penuh selidik ke arah Ceng Liong tak melepaskan sedetik pun juga perhatiannya kepada pemuda ini.

"Liong Ceng. tahukah kau apa keperluan kami memanggilmu?" Ceng Han mulai bertanya, memandang Ceng Liong dengan tajam dan kepala terangkat.

Dan Ceng Liong yang cepat menjatuhkan diri berlutut segera menjawab, “Siauw-te tidak tahu, paman. Tapi tentu sesuatu yang amat penting untuk didengarkan!"

"Benar, ayah hendak memberikan sesuatu kepadamu. Liong Ceng. Dan bersyukur serta berterimakasihlah kepada gurumu...!"

Ceng Liong terbelalak. "Suhu, apalagi yang hendak kau berikan kepada teecu?" Ceng Liong memandang Ciok-thouw Taihiap, pura-pura tak tahu apa yang akan diberikan.

Dan Ciok-thouw Taihiap yang berseri memandang muridnya ini mengetukkan lengan. "Aku hendak memberikan sinkang padamu, Liong Ceng. Seperti yang sore tadi telah kita bicarakan!"

Ceng Liong pura-pura terkejut. "Apa? Kau... kau hendak memberikan sinkang kepada teecu, suhu? Kau tidak memilih Han Ki-suheng atau Han Bu-suheng saja?"

"Tidak, kami sepakat bahwa kaulah yang mendapatkannya, Liong Ceng. Dan anak serta menantuku ini telah setuju!"

"Ah...!" Ceng Liong tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut, membenturkan jidatnya. "Suhu, ampun. Untuk ini teecu terpaksa menolak dan tidak berani menerima! Harap suhu pikirkan baik-baik maksud hatimu itu dan ingatlah akan Han Ki-suheng dan Han Busuheng...!"

Ciok-thouw Taihiap terkejut. "Kenapa, Liong Ceng?”

"Karena teecu tak pantas menerimanya, suhu. Masih ada Han Ki-suheng atau Han Bu suheng yang lebih patut menerima warisan itu!"

"Hm..." Ciok-thouw Taihiap mengerutkan alis "Mereka tak cukup kuat, Liong Ceng. Dan lagi Han Bu maupun kakaknya belum tentu mau menerima sinkangku ini. Mereka tak mau bertempur melawan Sin Hong!"

"Tapi mereka dapat dibujuk, suhu. Memberikan sinkang sama dengan memberikan nyawa sendiri. Bagaimana teecu berani menerimanva? Tidak... tidak, suhu. Jangan terlampau berlebih-lebihan memberikan sesuatu kepada teecu…!" dan Ceng Liong yang menirukan kata-kata Ceng Han dalam kalimat terakhirnya itu sudah membenturkan jidatnya kembali berulang-ulang seolah tidak disengaja tapi mengena pada yang bersangkutan.

Dan Ciok-thouw Taihiap yang tertegun oleh penolakan ini tibatiba bangkit berdiri. "Liong Ceng, kali ini kau tak boleh menolak. Kau harus menerimanya untuk mengalahkan murid Naga Bongkok itu!"

Tapi Ceng Liong masih bersikeras. Dia pura-pura menolak terus, dan baru setelah Ciok-thouw Taihiap mulai marah Ceng Liong segera berkata dengan muka gemetar, memandang Ceng Han dan isterinya. "Suhu, bagaimana dengan bibi Cui Ang dan paman Ceng Han? Bukankah mereka mempunyai anak-anak yang sebenarnya lebih berhak untuk menerima warisan itu dibanding teecu?"

Cui Ang bangkit berdiri. "Kau tak perlu memikirkan itu, Liong Ceng. Kami berdua sudah setuju dan tidak merasa iri kepadamu. Terimalah, kau memang orang yang paling tepat untuk memenuhi keinginan gurumu!"

"Dan paman Ceng Han?"

"Hm, gurumu telah memutuskan itu. Liong Ceng. Dan Han Ki maupun Han Bu memang belum tentu mau menerima warisan sinkang kakeknya kalau untuk maksud diadu dengan Sin Hong!"

"Jadi paman tidak keberatan?"

"Tidak."

"Dan bibi juga?"

"Ya, aku tak akan keberatan, Liong Ceng. Tapi satu permintaan kami kepadamu, yakni jaga baik-baik dan junjung tinggi nama keluarga Souw!"

Ceng Liong mengeluh dengan muka girang. Dia cepat menghindar pandangan Ceng Han yang tajam menerobos, tapi agar tidak mencurigakan dua orang suami isteri itu dia minta waktu, mengulur agar tidak kentera. Maka menjatuhkan diri berlutut di depan gurunya Ceng Liong berkata menggigil, “Suhu, maaf. Teecu terlampau mendadak untuk menerima anugerah luar biasa ini. Bisakah suhu memberikan waktu kepada teecu untuk berpikir?"

Ciok-thouw Taihiap terbelalak. "Berpikir apalagi, Liong Ceng? Kau tidak mau menerimanya?"

"Tidak... tidak, suhu. Bukan begitu. Tapi berilah kesempatan kepada teecu untuk meminta pertimbangan pada Han Ki-suheng atau Han Bu-suheng...!"

"Hm, untuk apa, Liong Ceng?"

"Untuk mendapat kepastian, suhu. Kalau mereka tidak senang tentu teecu akan menyerahkannya kepada mereka!"

"Ah, kau kira Han Ki maupun adiknya iri kepadamu?"

"Teecu tidak berani mengatakan begitu, suhu. Tapi betapapun teecu harus tahu diri. Teecu harus minta ijin mereka pula karena teecu bukan darah keluarga Souw!"

Ciok thouw Taihiap tertegun. Dia merasa puas dan tak menyangka akan jawaban muridnya itu, jawaban yang menunjukkan bahwa muridnya itu memang pemuda yang baik, tahu diri dan "berkwalitas" tinggi. Maka tersenyum dan tertawa lebar diapun mengangguk. "Baiklah, tapi jangan lama-lama, Liong Ceng. Dua hari saja kukira cukup bagimu untuk menjajagi perasaan dua orang cucuku!"

Ceng Liong mengundurkan diri. Dia berhasil memantapkan kepercayaan keluarga itu dengan lebih besar lagi, menunjukkan sifatnya yang baik dan selalu tahu diri. Hal yang tentu saja menggembirakan Ciok thouw Taihiap yang semakin percaya dan sayang pada muridnya itu. Dan Ceng Han yang juga mulai terkikis kecurigaannya kepada Ceng Liong akhirnya mengangguk-angguk dengan napas lega. Ceng Liong memang selalu baik. Tindak-tanduk dan kelakuannya tidak pernah menyimpang. Dan Ceng Han yang mulai ragu-ragu akan firasatnya sendiri akhirnya tak percaya pada indra keenamnya itu. Dan saat itulah bahaya semakin mendekat!

Ceng Liong telah mengadakan hubungan dengan gurunya. Dan ketika isyarat yang diberikan pada hari ke dua ditangkap Mu Ba yang selalu "memonitor" gerak-gerik muridnya akhirnya malam itu Mu Ba datang, berkelebat dan telah memasuki jendela Ceng Liong seperti iblis!

"Ada berita baru, Liong-ji?"

Ceng Liong menyambut hati-hati. "Ya, besok Ciok-thouw Taihiap akan mendengarkan persetujuanku, suhu. Aku siap menerima sinkangnya dan besok kita bergerak!"

"Bagus, dan aku juga mendapat berita baru, Liong-ji. Naga Bongkok dan muridnya mempercepat rencananya semula untuk mendatangi ketua Beng-san-pai itu!"

"Maksudmu?"

"Besok dua orang guru dan murid itu akan datang, Liong-ji. Ada gejala bahwa mereka mencium jejak kita!"

Ceng Liong terkejut. Dia tersentak mendengar kata-kata suhunya ini, pucat. Tapi Mu Ba yang bersikap tenang menyuruh muridnya ini tak usah takut. "Liong-ji, ibumu menghendaki kau secepatnya menyedot sinkang Pendekar Kepala Batu itu. Kalau kebetulan besok kau bisa menerimanya itu bagus sekali. Aku dan ji-suhu serta ibumu akan datang mengacau besok. Usahakan pagi-pagi Ciok-thouw Taihiap sudah mewariskan sinkangnya yang hebat itu kepadamu!"

Ceng Liong tertegun. "Kalau begitu akan kuusahakan, suhu. Dan sekarang pergilah, lindungi aku besok!"

Mu Ba melompat keluar. Percakapan singkat yang mereka lakukan malam itu sudah cukup. Maka ketika keesokan harinya Ceng Liong buru-buru menghadap gurunya dan menyatakan kesediaannya maka giranglah ketua Beng-san-pai ini yang sama sekali tidak menduga seujung rambut-pun bahwa "muridnya" akan berkhianat! Dan begitu Ciok-thouw Taihiap mengajak Ceng Liong ke taman maka Ceng Liong tertegun ketika melihat suami isteri Ceng Han dan Cui Ang sudah ada di situ!

"Ha-ha, mereka menjaga keselamatan kita, Liong Ceng. Paman dan bibimu itu mengkhawatirkan kita kalau ada musuh yang akan datang mengganggu!"

Ceng Liong menjatuhkan diri berlutut. Dia memberi hormat dan tahu bahwa sebetulnya Ceng Han dan isterinya itu menjaga dia. bukan menjaga orang lain seperti yang dikata suhunya. Tapi tersenyum tenang dan tidak menunjukkan ketegangan hatinya Ceng Liong mengangguk dan menyatakan terima kasih.

"Bibi, kalau begini Siauw-te benar-benar merasa tenang. Suhu tentu tak terganggu dan Siauw-te dapat mengkonsentrasikan diri."

"Ya, dan tak perlu kau khawatir, Liong Ceng. Han Ki dan Han Bu juga kusuruh menjaga di luar taman. Tentu lebih aman lagil" Ceng Han menjawab, mewakili isterinya dan sengaja memperingatkan Ceng Liong secara halus agar tidak main gila. Tetapi Ceng Liong yang tersenyum dengan muka tidak berobah diam-diam tertawa di dalam hatinya.

"Paman, terima kasih kalau begitu. Perhatian kalian benar-benar besar sekali!" Ceng Liong menjura, dan Ciok-thouw Taihiap yang sudah duduk di bangku batu segera berseru,

"Liong Ceng, cepat ke mari. Tak perlu pentang bacot lagi!"

Ceng Liong menghampiri. Dia disuruh duduk di depan gurunya itu, dan ketika lengan Ciok-thouw Taihiap menepuk bahunya tiba tiba getaran tenaga sakti muncul dan bergetar mengguncangkan tubuh pemuda ini. "Liong Ceng, kendorkan semua syaraf-syarafmu. Tarik napas dalam-dalam dan pusatkan perhatian pada tengah kening. Awas, kita mulai...!"

Liong Ceng mengangguk. Dia merasa tegang dan berdebar juga, bersila di depan gurunya dengan kedua mata terpejam. Dan begitu Ciok-thouw Taihiap membentak menyuruh dia membebaskan semua uratnya dan lengan gurunya ganti menepuk ubun-ubun tiba-tiba Ceng Liong merasa dimasuki hawa hangat yang mengalir deras.

"Kau siap, bocah?"

Ceng Liong mengangguk.

"Nah, awas kalau begitu!" dan Ciok-thouw Taihiap yang sudah duduk bersila dengan kedua lengan menumpang di atas kepala muridnya itu tiba-tiba menahan napas dan mendorong. Lalu sekali dia menggeram dan membentak pendek tahu-tahu seleret sinar putih meletup dan menimpa ubun ubun kepala Ceng Liong.

“Plak!" Ceng L:ong merasa kepalanya pening. Dia terkejut dan tergetar sejenak. Tapi ketika peningnya hilang dan ada semacam hawa aneh yang merayap masuk dan ubun-ubun kepalanya bagai seekor ular yang terus melorot turun menuju ke tengah pusar tiba-tiba Ceng Liong menjadi gembira dan girang bukan main. Itulah sinkang (tenaga sakti) Ciok-thouw Taihiap yang mulai bekerja, menembus ubun-ubun kepalanya dan siap bersatu dengan sinkangnya sendiri yang ada di tan-tian (pusat)! Dan Ceng Liong yang cepat menyambut gerakan hawa yang berasal dari telapak gurunya itu lalu memusatkan seluruh perhatiannya untuk menarik atau "menuntun" hawa sakti yang mirip ular merayap ini.

Dan Ceng Liong berhasil. Dengan mudah dan gampang dia mengatur arus hawa yang kian cepat itu, mengalir dan menyusup naik turun bagai gelombang elektro menuju ke tengah pusar. Dan ketika beberapa menit kemudian arus bawa itu berhasil "ditarik" dan lebur dengan tenaga saktinya sendiri yang ada di daerah tan-tian tiba-tiba Pendekar Kepala Batu membuka matanya dan berseru kagum,

"Liong Ceng, kau berhasil. Sinkangku mulai bersatu dengan hawa yang bergolak di dalam pusarmu!"

Ceng Liong tak menjawab. Dia hanya tersenyum dan tak melepas sedikitpun juga getaran hawa yang dialirkan gurunya itu, tak mau melepaskan konsentrasi agar sinkang gurunya terus mengalir, membanjir dan terus masuk hingga membuat tubuhnya tiba-tiba serasa ditiup, melembung bagai balon. Dan ketika dua jam kemudian muka Ceng Liong menjadi merah dan tubuh pemuda ini mengeluarkan uap putih yang kian lama kian tebal mendadak Pendekar Kepala Batu menghentikan alirannya dan berseru terengah,

"Cukup, tenagaku sudah setengah bagian, Liong Ceng...!" dan Pendekar Kepala Batu yang mundur dengan muka penuh kagum memandang muridnya itu tiba-tiba terkejut ketika melihat Ceng Liong berteriak dan menubruk dirinya.

"Suhu, aku tak dapat mengendalikan tenaga."

Ciok-thouw Taihiap terbelalak. Dia kaget ketika Ceng Liong tiba-tiba menghantam mukanya, dahsyat dan melengking dengan suara menyeramkan. Tapi mengira Ceng Liong mengalami gangguan di tengah jalan tiba-tiba ketua Beng-san-pai ini menangkis dan langsung menerima tubrukan itu dengan lengan terbuka, bermaksud menolong dan menahan serangan. Tapi begitu dua telapak mereka bertemu dan Ciok-thouw Taihiap mengerahkan sinkangnya mendorong mendadak Ceng Liong melemahkan tubuh dan menerima dorongan singkang itu dengan gaya "menyedot".

"Plak...!" Ciok-thouw Taihiap terkejut. Secara tidak sengaja dia telah menyerahkan sinkangnva, kaget bahwa tiba-tiba Ceng Liong "menghisap" dan langsung menarik tenaga saktinya itu ke dalam tan-tian, berarti pemuda itu menghendaki dia mengulang kembali pekerjaan semula, yakni memberikan sinkang. Dan terkejut bahwa Ceng Liong memaksa dia untuk menambah pemberian tenaga sakti. Tiba-tiba ketua Beng san-pai ini meronta dan membentak, "Liong Ceng, kau gila?"

Tapi Ceng Liong tak melepaskan lawannya ini. Dia menempel dan mengikuti gerakan ketua Beng-san-pai itu, terus menghisap dan menyedot tenaga sinkang Pendekar Kepala Batu, yang tiba-tiba telah kehilangan seperempat bagian dari sisa yang ada! Dan Ciok-thouw Taihiap yang tentu saja gusar dan marah bukan main tiba-tiba menyadari bahwa pemuda ini mengarcam keselamatannya. Dan persis dia meraung untuk berkutat melepaskan diri maka pada saat itulah terdengar suara tawa bergelak disusul berkelebatnya tiga bayangan musuh yang tidak disangka-sangka oleh ketua Beng-san-pai ini!

"Ha-ha, bagus Liong-ji, tempel dan sedot terus tenaga tua bangka itu. Bunuh dia dan habisi nyawanya!"

Ciok thouw Taihiap tertegun. Dia melihat tiga orang muncul dengan tiba-tiba, yang dua laki-laki dan yang satu perempuan. Dan kaget bahwa dia mendapat musuh pada saat yang tidak disangkasangka tiba-tiba ketua Beng-san-pai ini berseru pada anak dan menantunya, "Han-ji, Ang-ji, cegat mereka. Panggil anak-anakmu...!"

Tapi Cui Ang membentak. Dia sudah melompat ke belakang Ceng Liong, melepaskan pukulan, maksudnya membebaskan ayah mertuanya dan hisapan Ceng Liong yang terus menempel ketat lawannya itu hingga tak dapat melepaskan diri. Tapi begitu nyonya ini menyerang Ceng Liong justeru Ciok-thouw Taihiap mengeluh dan berteriak kaget.

"Ang ji, jangan...!"

Tapi terlambat. Cui Ang sudah melepaskan, pukulannya, menghantam dari belakang. Tapi begitu nyonya ini memukul maka tiba-tiba saja ia berteriak kaget dan terlempar ke belakang ketika pukulannya membalik bertemu sesosok hawa sakti yang melindungi Ceng Liong.

"Aih... bressl" Cui Ang terguling-guling. Dia sungguh kaget oleh kejadian ini, dan ketika ia melompat bangun dengan kaki terhuyung tahu wanita ini melontakkan darah segar akibat luka dalam!

"Ang-moi....!

Cui Ang gemetar. Dia sudah dipeluk suaminya, karena Ceng Han segera memburu isterinya itu ketika isterinya terlempar, membentur dinding hawa yang luar biasa kuat hingga Cui Ang roboh. Dan ketika Ceng Han membawa isterinya melompat ke dekat ayahnya maka seorang di antara tiga pendatang itu batuk-batuk dan terkekeh mengejek mereka.

"Ciok-thouw Taihiap, hari ini kami datang untuk mengambil nyawa. Bersiaplah...!"

Ceng Han melolos pedang. Dia bersuit memanggil anak-anaknya, tapi ketika Han Ki dan Han Bu tak datang di tempat itu seketika pendekar ini berdiri pucat dan membentak, "Jahanam-jahanam keji, kalian siapakah dan ada apa mengganggu kami? Di mana anak-anak kami?"

“Heh-heh," yang batuk-batuk itu terkekeh. "Kami sahabat mendiang Cheng-gan Sian-jin, anak muda. Perlukah kuberi tahu nama kami dan berkenalan?"

Ceng Han terkejut. "Kalau begitu siapa nama kalian?"

Tapi yang perempuan tiba-tiba melompat maju. "Souw Ceng Han, kau tentu belum melupakan aku kalau matamu tidak lamur. Kau masih mengenal aku, bukan?"

Ceng Han terbelalak. Dia sekarang teringat wanita ini, yang masih cantik dan ganas. Maka terkejut dan membentak marah dia akhirnya menudingkan ujung pedang pada wanita itu. "Kau kiranya, Tok-sim Sian-li? Ada apa kau datang dengan cara pengecut begini?"

"Hik hik, aku ingin mengambil puteraku, orang she Souw. Dan sungguh aku gembira bahwa kalian mendapat balasan setimpal dengan kematian guruku!"

Ceng Han terkejut. Seketika dia memutar tubuhnya, memandang Ceng Liong yang masih menyedot sinkang ayahnya yang bertahan dan ingin melepaskan diri. Dan Tok-sim Sian-li yang mengebutkan Bendera Iblisnya yang dicabut dengan tiba-tiba mendadak tertawa mengejek dan mendengus kepadanya, menjawab dingin,

"Benar sekali, Souw Ceng Han. Anak yang kau bilang puteraku itu adalah dia...!"