Pedang Medali Naga Jilid 15 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 15
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
SEKARANG dia tahu mengapa gadis baju biru itu ternyata demikian lihai. Mampu menandingi ilmu silatnya. Padahal sang kakak belum maju! Dan kecut tapi juga girang bahwa untuk pertama kalinya dia berhadapan dengan lawan yang seimbang tiba-tiba Ceng Liong tak berani main-main lagi. Maka, melihat Kui Lin mencabut pedang dan mainkan Jeng-ging-toat-beng-kiam-sut dan mendesak dirinya dengan serangan-serangan pedang tiba-tiba Ceng Liong membentak dan mengeluarkan pula senjatanya. Bendera Iblis!

"Nona, aku juga akan memperlihatkan kepandaianku!"

Kui Lin terbelalak. Ia mendengar suara "wuut-wuut" dua kali, suara dari kain bendera yang berkibar. Bendera hitam, Bendera Iblis. Dan tertegun melihat lawan mengeluarkan senjatanya yang aneh tahu-tahu bendera itu telah menyambar dirinya bagai kipas raksasa!

"Nona, aku akan merobohkanmu....!"

Kui Lin terkejut. Ia menggerakkan pedang, membabat. Tapi ketika bendera menutupi pandangannya tahu-tahu dua jari Ceng Liong menyambar dari bawah menusuk lengannya.

"Takk!" Kui Lin mengaduh. Ia melempar tubuh bergulingan, kaget bahwa Ceng Liong ternyata masih mempergunakan Coan-kut-ci nya itu. "bersembunyi” di balik bendera Dan melengking dengan penuh kemarahan Kui Lin melompat bangun dan memaki lawannya.

"Orang she Ceng, kau manusia curang!"

Ceng Liong tertawa. "Curang apanya, nona? Kita bertempur, dan di dalam pertempuran tentu setiap orang mempergunakan segala kepandaian dan akalnya!"

Kui Lin memekik-mekik. Dia sekarang terpaksa berlompatan ke sana ke mari dengan bingung, tak berani mendekati bendera karena pandangannya bakal tertutup, yang berarti memberi kesempatan pada Ceng Liong untuk melancarkan serangan jarinya yang bersembunyi di balik kibasan bendera, hal yang oleh Ceng Liong memang disengaja! Maka begitu lawan berlompatan ke sana ke mari menghindari Bendera Iblisnya tak ayal Kui Lin kembali terdesak.

Ceng Liong tertawa. Dia sekarang menang posisi. Tapi Kui Lin yang tetap berlompatan ke sana ke mari belum dapat dirobohkannya membuat dia gemas dan penasaran. Apakah begini terus sampai mereka sama-sama kelelahan? Ceng Liong mendongkol. Dia memperhebat serangannya, mainkan Bendera Iblis hingga mengeluarkan angin menderu-deru.

Dan Kui Lin yang juga mendongkol dan marah kepadanya tiba-tiba memekik. Kibasan bendera yang kembali menyambar disambut bacokan pedang, tapi Kui Lin tetap menjaga jarak, tak berani terlampau mendekat lawan. Dan gadis baju biru yang sudah membacokkan pedang dengan penuh kemarahan itu tiba-tiba bermaksud untuk merobek bendera.

“Bret.” Kui Lin terkejut. Pedangnya sudah membabat bendera di tangan lawan, tapi kain bendera yang rupanya khusus dibuat dari bahan yang aneh ternyata mampu menahan ketajaman mata pedangnya. Tidak robek! Dan sementara dia terbelalak kaget oleh kekuatan bendera ini tiba-tiba dua jari Ceng Liong nyelonong menyambar pundaknya.

"Takk!" Kui Lin terpelanting roboh. Untuk kesekian kalinya pula dia terguling-guling, mengaduh dan sadar bahwa dia tak boleh mendelong oleh bendera di tangan lawan. Dan Kui Lin yang cepat melompat bangun dengan mata berapi-api sudah menggerakkan pedang ketika kembali Ceng Liong menyerangnya.

"Orang she Ceng, Bendera Iblismu benar-benar bendera keparat. Tak tahu malu menutupi pandangan orang!"

Ceng Liong tertawa gemas. Dia sudah berkali-kali menotok gadis ini dengan tusukan Coan kut-cinya, yang membuat lawan mengaduh tapi selalu bangun kembali. Tanda gadis itu sebenarnya kesakitan tapi tidak sampai roboh, bukti bahwa bagaimanapun juga gadis itu memiliki kekuatan tubuh dan sinkang yang mengagumkan, sin-kang yang mampu melindungi diri dari pengaruh jari mautnya. Maka melihat Kui Lin membentak dan memakinya dengan marah Ceng Liong pun ikut geram dan balas memaki.

"Ya, dan kaupun juga tak tahu diri, nona. Sudah terang terdesak tapi masih juga tak mau menyerah!"

"Cih, siapa mau menyerah padamu? Biar mampus pun aku tak sudi mengatakan menyerah. Aku masih dapat bergerak dan melawan kecuranganmu!"

Ceng Liong tak bicara lagi. Dia melihat gadis itu mempertahankan omongannya, mati-matian mempertahankan diri. Berlompatan ke sana ke mari tak mau lagi berdekatan dengan bendera. Karena tiga kali sudah dia "diserobot" Ceng Liong dengan tusukan jari mautnya itu. Dan Ceng Liong yang tentu saja menjadi marah oleh pertandingan yang selalu berpindah-pindah tempat ini akhirnya diam-diam merogoh tiga jarum hitamnya.

Sebenarnya, dari pertandingan yang telah berjalan ini dapat dilihat bahwa sebetulnya dua orang muda itu berimbang. Mereka sama-sama memiliki ginkang dan sinkang setingkat. Tapi kenapa setelah Ceng Liong mengeluarkan Jari Penusuk Tulangnya tiba-tiba Kui Lin terdesak? Hal ini dapat diterangkan begini. Seperti diketahui, Tok-hiat-jiu yang dilatih Ceng Liong adalah berkat ajaran ibunya. Begitu juga dengan permainan Bendera Iblisnya itu.

Tapi Coan-kut-ci yang didapat Ceng Liong dari ajaran gurunya nomor dua yang memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari ibunya terang membuat Ceng Liong memiliki kepandaian yang berbeda. Ibunya itu adalah murid Cheng-gan Sian-jin. Sedang Mayat Hidup adalah tokoh yang kepandaiannya setingkat dengan mendiang Cheng gan Sian-jin itu.

Maka kalau Ceng Liong dilatih gurunya nomor dua itu maka sama halnya kalau pemuda ini mendapat didikan langsung dari sukongnya (kakek guru) sendiri. Maka tentu saja lebih hebatl Dan Ceng Long yang berhasil mindesak lawan dengan Jari Penusuk Tulangnya ini memang membuat Kui Lin kelabakan.

Tapi, Kui Lin juga bukan gadis sembarangan. Ayahnya, Ok Kui Lun itu adalah laki - laki yang menjadi murid dua orang sakti sekaligus, mendiang Mo-i Thai-houw dan bekas penghuni pulau Hek kwi-to yang mendirikan perkumpulan Gelang Berdarah itu. Maka, dari dua orang tokoh ini Kui Lun sendiri lalu menciptakan semacam ilmu yang menjadi gabungan dari bekas guru-gurunya itu. Terutama dari gurunya nomor dua yang kepandaiannya amat hebat itu, tokoh yang memiliki kekebalan aneh dengan ilmunya Hoat-lek-kim-ciong-ko Kekebalan yang berbau hoat-sut (ilmu-hitam)!

Dan Kui Lin yang telah mewarisi kepandaian ayahnya ini tentu saja juga memiliki kekebalan Hoat lek-kim-ciong-ko yang amat luar biasa itu. Hingga, biarpun dia kesakitan dan jatuh bangun oleh tusukan Jari Penusuk Tulang yang dilancarkan Ceng Liong tetap saja gadis ini tak terluka biarpun diserang seribu kali. Dan inilah yang membuat Ceng Liong jengkel!

Sebenarnya, diam-diam dia kagum bukan main pada Kui Lin ini. Gadis yang cantik jelita dan gagah perkasa. Gadis yang mampu menandingi dirinya dan jauh lebih hebat dibanding Ciok Kim, puteri mendiang Ciok Pang yang tewas terbunuh itu. Dan Ceng Liong yang penasaran serta kagum pada gadis baju biru tapi tiba-tiba saja merasa jatuh cinta!

Tapi Ceng Liong juga aneh. Dia tetap marah pada gadis yang belum dapat dirobohkannya itu, meskipun dia merasa jatuh cinta dan tergila-gila. Hal yang seharusnya membuat dia mengalah dan sebagai lelaki sudah selayaknya dia mundur. Dan Ceng Long yang semakin memperhebat serangannya itu dan sudah menyiapkan tiga jarum di tangan kanannya tiba-tiba memindah pegangan bendera di tandan kri. Lalu, begitu dia membentak dan melihat kesempatan terbuka mendadak Ceng Liong mengebutkan bendera dan sudah melepas tiga jarum hitamnya ini ke arah bagian depan tubuh lawan, menyembunyikan serangan curangnya ini ketika bendera berkibar ke depan.

"Nona, sekarang kau roboh...!"

Kui Lin tersenyum mengejek. Ia tetap memasang jarak, tak khawatir kalau Ceng Long menyerangnya dengan Coan kut-ci, karena jarak mereka ada setombak. Tapi ketika dia mengelak dan jarum hitam menyambarnya dari bawah ke atas tanpa suara karena tertutup oleh kebutan bendera mendadak Kui Lin menjerit kaget dan terjengkang roboh. Ternyata gadis ini berhasil dicurangi Ceng Liong. Tiga jarum itu mengenai tubuhnya, menancap di saat dia lengah, menerobos kekebalannya karena Kui Lin memang tak menyangka. Maka, begitu jarum mengenai tubuhnya dan Kui Lin terlentang roboh segera Ceng Liong tertawa bergelak dan melompat maju.

"Nona, kau sekarang kalah....!"

Kui Lin mendelik penuh kemarahan. Ia tak senpat bangun ketika Ceng Liong menotok lehernya dengan gagang bendera. Karena ia kaget dan tak menyangka bahwa pemuda itu curang, menyambitnya dengan senjata gelap. Tapi Kui Hoa yang tentu saja tak membiarkan adiknya menjadi korban tiba-tiba berkelebat dengan bentakannya yang tinggi.

“Orang she Ceng, kau manusia hina... plak!"

Bendera Ceng Liong tahu-tahu sudah ditangkis. Pemuda itu berseru kaget, terguling-guling dan roboh terjengkang. Dan Kui Hoa yang sudah tahu kalau adiknya roboh karena Ceng Liong menyambitkan tiga jarum hitamnya tiba-tiba sudah memekik dan menyerang Ceng Liong bertubi-tubi. Tentu saja Ceng Liong terkejut. Dan melompat bangun menghadapi serangan yang amat gencar itu. Ceng Liong langsung bertariak,

“Nona, kau hendak mengeroyokku setelah aku diperas tenaganya oleh adikmu? Kau tidak membiarkan aku beristirahat dulu? Ah, kau curang. Kau tak tahu malu.”

"Keparat, kaulah yang tak tahu malu, orang she Ceng. Kau yang curang dan tak tahu malu menyambit adikku dengan senjata gelap!"

Ceng Liong menyeringai. Dia sekarang tertawa saja menghadapi serangan Kui Hoa ini, tak menjawab. Karena itu memang betul. Tapi dirinya yang sudah kelelahan bertanding dengan Kui Lin tadi membuat dia terdesak ketika diserang gadis baju hijau ini. Yang dilihatnya memiliki kepandaian yang tak kalah hebat dengan Kui Lin sendiri. Dan ketika dia mulai kebingungan oleh desakan itu tiba-tiba Kui Lin yang sudah bangkit berdiri dan berapi memandangnya tiba-tiba melengking tinggi dan menyerangnya pula!

"Iblis Ceng Liong, aku akan membunuhmu kali ini..."

Ceng Liong terkesiap. Ia kebingungan diserang Kui Hoa. Maka begitu Kui Lin menerjangnya marah, iapun berkaok-kaok dan menjadi gugup. "Wah... wah, kalian tak dapat bersikap ksatria, nona? Kalian tega mengerubut aku seorang?"

Kui Hoa dan Kui Lin tak menjawabnya. Mereka merah padam menghadapi Ceng Liong ini, terlanjur geram. Dan dua kakak beradik yang menyerang dengan hebat itu akhirnya membuat Ceng Liong benar-benar gugup dan kewalahan. Ceng Liong terdesak hebat, mundur-mundur dan mulai mendapat pukulan. Bahkan padang Kui Lin membabat pundaknya, menggores kulit melukai daging. Dan Ceng Liong yang mulai pucat oleh keadaan yang tak mengantungkan dirinya itu kembali menerima tamparan Kui Hoa. Ceng Liong terpelanting. Dan ketika dia melompat bangun tahu-tahu pedang di tangan Kui Lin kembali mengenai paha kanannya!

“Brett....” Ceng Liong meringis. Dia sudah mengerahkan sinkangnya, melindungi kulit dari ketajaman pedang. Tapi karena dia harus membagi perhatian karena dua serangan yang berbeda itu mau tak mau fungsi kekebalan tubuhnya berkurang. Dan ini berarti perlindungannya turun. Darah mulai mengucur. Dan ketika kembali Ceng Liong mendapat gebukan dan tendangan dari kakak beradik itu akhirnya Ceng Liong menjadi bulan-bulanan dan kemarahan dua orang gadis ini. Ceng Liong sudah mulai terhuyung, bajunya robek-robek. Dan Kui Hoa yang terbelalak memandang pemuda itu sudah membentak dengan serangan yang tetap bertubi-tubi.

"Orang she Ceng, hayo kau minta ampun dan menyatakan tobat agar kami menghentikan serangan!"

Tapi Ceng Liong tertawa. Dia tetap berlompatan ke sana-sini, berusaha sebisanya menghindari serangan berbahaya, terutama tusukan pedang Kui Lin yang rupanya paling benci kepadanya. Dan mendengar Kui Hoa menyuruhnya minta ampun agar dua gadis itu menghentikan serangannya tiba-tiba Ceng Liong terkekeh dan mencemooh.

"Aku tak biasa minta ampun pada orang lain, nona. Apalagi wanita. Kalau kalian mau membunuhku dan itu mampu kalian lakukan biarlah aku mampus dan tewas di sini!"

"Kau keras kepala?"

"Ha-ha, kenapa mengomel? Hajar saja aku habis-habisan. Bunuh dan tusukkan pedang kalau kalian bisa!"

Maka Kui Hoa dan adiknya yang menjadi marah oleh omongan ini tiba-tiba membentak dan menggerakkan tubuh mereka. Hampir berbareng keduanya melompat bersamaan, Kui Hoa dengan tamparannya ke arah kepala, sedang Kui Lin dengan tusukan pedangnya mengancam dada. Dua serangan maut! Tapi Ceng Liong yang tak berkedip oleh dua serangan berbahaya ini benar-benar memiliki keberanian mengagumkan. Dia mencoba mengelak, tapi ketika kalah cepat karena kakinya sudah menggigil dan tubuhnya gemetar kelelahan maka saat itulah dua serangan kakak beradik ini menyambar' dirinya.

"Orang she Ceng, mampuslah..."

Ceng Liong tersenyum kecut. Dia tak dapat menghindar lagi sekarang, terlambat. Karena pedang dan tamparan kakak beradik itu telah tiba di depan matanya. Bahkan pedang Kui Lin sudah menyentuh ujung bajunya! Tapi Ceng Liong yang tak percuma dikagumi gurunya nomor satu dalam hal keberanian ternyata menyambut dua serangan maut itu dengan mata tidak berkedip dan tertawa bergelak!

"Nona, sampaikan jenasahku pada ibuku di luar. Tapi jangan sombong, aku ingin mati dengan tawa gembira!"

Kui Lin dan kakaknya terbelalak. Mereka merasa pemuda ini gila, kagum tapi juga kaget bahwa Ceng Liong bicara seperti itu. Seperti orang tidak waras! Tapi ketika pedang dan tamparan sudah menyentuh diri pemuda ini mendadak terdengar bentakan berat disusul berkelebatnya sebuah bayangan menangkis dua serangan berbahaya itu.

"Kui Hoa, Kui Lin, tak boleh kalian mencelakai tamu... plak-dess!"

Kui Hoa dan Kui Lin berteriak. Mereka terpelanting roboh oleh tangkisan ini, bahkan pedang Kui Lin mencelat terlepas. Tapi ketika dua orang kakak beradik itu melompat bangun dan melihat bayangan ini mendadak keduanya tertegun dan berseru tertahan.

"Ayah...”

Ceng Liong terkejut. Dia melihat seorang laki-laki tua berdiri di situ, gagah dengan janggut dicukur pendek, usianya sekitar empat puluh dua tahun, pakaiannya bersih dan rapi. Dan Ceng Liong yang terbelalak mendengar seruan Kui Hoa tiba-tiba melihat tiga bayangan ibu dan gurunya muncul.

"Liong-ji, apa yang kau lakukan?"

Ceng Liong tertegun. Dia melihat ibunya marah memandangnya, langsung membentaknya dengan suara tinggi. Dan Mu Ba serta Mayat Hidup yang juga terbelalak memandang muridnya ini bertanya dengan kening dikerutkan,

"Apa yang kau lakukan, Liong ji? Kenapa kau ada di sini?"

Ceng Liong tiba tiba tertawa. "Aku main-main di sini, suhu. Dan kebetulan saja bertemu dengan Kui Hoa daa Kui Lin itu ketika ayahnya datang."

"Hm. kau bentrok dengan Ok-taijin (pembesar Ok)?"

"Tidak, justeru dia yang menolongku dari pedang puterinya suhu. Karena itu aku harus berterima kasih!" dan Ceng Liong yang sudah memberi hormat di depan laki-laki gagah ini langsung menjura "Taijin. terima kasih atas pertolonganmu. Dua puterimu benar-benar hebat dan tak sanggup aku menandinginya!"

Laki-laki berjanggut pendek ini tersenyum. Dia mengulapkan lengan, tertawa tapi alisnya berkerut. Dan menyuruh Ceng Liong berdiri tegak dia sudah menegur anak-anaknya sendiri, "Kui Hoa, Kui Lin, kenapa kalian menyerang pemuda ini? Apa yang terjadi?"

Kui Lin langsung nerocos, "Dia membuat onar di tempat ini, ayah. Pemuda itu menyelinap masuk tanpa meminta ijin!"

"Ya, dan dia juga mengganggu tiga orang penghuni kaputren ini, ayah. Pemuda itu mengajak Puteri Kiok dan dua saudaranya untuk mandi bersama!" Kui Hoa menyambung, mengejutkan semua orang yang ada di situ termasuk gurunya hingga Mayat Hidup batuk-batuk. Dan laki-laki gagah yang bukan lain Ok Kui Lun itu sudah memandang kaget ke arah Ceng Liong.

"Betulkah itu, Liong-kongcu?"

Ceng Liong mengangguk, tertawa kecil. "Memang betul, taijin. Tapi salahkah aku bila ingin mencari hiburan?"

Semua orang terbelalak. Mereka heran dan tertegun melihat sikap pemuda ini, yang bicara blak-blakan dan jujur, kejujuran yang tidak tahu malu namun berani. Dan Mu Ba yang tiba-tiba tertawa bergelak oleh jawaban muridnya itu mendadak terguncang perutnya.

"Liong-ji, hiburan yang ingin kau cari memang tidak salah. Tapi tempat yang kau tuju salah! Kenapa mencari hiburan di wilayah kaputren?"

Tapi ibunya tidak kuat. Tok-sim Sian-li sudah berkelebat ke depan anaknya ini, dan begitu tangan bergerak ia pun sudah menampar Ceng Liong dengan muka merah padam. "Liong ji, kenapa kau membuat malu ibumu di tempat ini? Kau anak tak tahu aturan, kau bocah kurang ajar, plak-plak...!" dan Ceng Liong yang sudah ditampar ibunya yang penuh kemarahan ini tiba tiba terpelanting dengan pipi bengap?

Ceng Liong melompat bangun. Dia kembali mendapat tamparan dari ibunya yang marah itu, hingga mulutnya kini pecah berdarah. Tapi ketika Tok-sim San-li hendak menghajar anaknya lagi tiba-tiba Mu Ba berkelebat menangkis dan membentak,

"Hujin, cukup. Ceng Liong telah mengakui perbuatannya dan tak boleh terus dipukul!"

Tok-sim Sian-li mendelik, berombak dadanya. "Tapi anak itu berbuat di luar batas, Mu Ba. Dia membuat malu kita semua dengan perbuatannya di wilayah kaputren ini!"

"Benar, tapi Ceng Liong mengakuinya dengan jantan, hujin. Dan untuk kegagahannya ini kita harus memuji dan memaafkan kesalahannya!"

Tok-sim Sian-li masih ngotot. Tapi ketika dua orang itu berbantah-bantahan untuk urusan ini tiha-tiba Ok Kui Lun laki-laki yang gagah itu melangkah maju. "Lie hujin, dan kau Mu Ba, biarlah urusan ini tak perlu diperpanjang lebar lagi. Aku mengagumi keberanian muridmu itu, di samping menyesalkan perbuatannya yang melanggar aturan. Tapi karena dia adalah murid kalian berdua biarlah memandang muka kalian semua perbuatannya kumaafkan!”

"Tapi kalau sri baginda tahu bukankah urusan bakal panjang, taijin? Mana bisa dimaafkan begitu saja?" Tok-sim Sian-li terbelalak, gemas dan cemas memandang Ceng Liong.

Tapi Kui Lun yang tersenyum memandang semua orang mengulapkan lengannya. "Tak perlu khawatir, aku yang menjamin urusan ini tak akan terdengar sri baginda. Asal saja Liong-kongcu tak mengulangi lagi perbuatannya di kaputren ini yang pengawasannya di bawah dua orang puteriku!"

"Oh, mereka yang menguasai daerah ini, taijin?" Ceng Liong tiba-tiba bertanya, terbelalak memandang Kui Hoa dan Kui Lin yang cantik-cantik itu, dua dara kembar yang gagah perkasa dan hampir saja membunuhnya dalam pertandingan mendebarkan tadi.

Dan Ok taijin yang menganggukkan kepalanya dengan mulut tersenyum ini memandang Ceng Liong dengan sinar mata aneh. "Ya, dan kau berjanji untuk tidak mengganggu kaputren lagi, kongcu?"

"Ah...!" Ceng Liong tiba-tiba tertawa. "Tentu saja aku berjanji untuk tidak mengganggu wilayah ini, taijin. Tapi mohon diperkenankan untuk bersahabat dengan dua orang puterimu itu. Terutama adik Kui Lin yang gagah perkasa!"

"Cis!" Kui Lin tiba-tiba membentak marah. "Siapa sudi bersahabat denganmu, Ceng Liong? Kau mata keranjang, kau pemuda tak tahu malu!"

Ceng Liong menyeringai. Dia tak tersinggung oleh makian ini, tapi Ok Kui Lun yang tak enak melihat sikap puterinya tiba-tiba membentak. "Kui Lin, Liong-kongcu adalah tamu. Tak boleh kau bersikap begitu padanya!"

Kui Lin cemberut, memandang ayahnya dengan sikap tidak puas. Tapi Ceng Liong yang dapat melihat kesempatan untuk berkenalan baik-baik segera melangkah maju dan menjura dengan sopan di depan dara cantik ini. "Lin-moi, maafkan. Aku memang pemuda mata keranjang. Tapi percayalah, asal kau mau bersahabat denganku tentu semua sifat-sifatku yang buruk akan lenyap!"

Kui Lin mendengus. Ia tak menggubris pemuda itu. Dan sementara Ceng Liong menjura di depannya tiba-tiba ia memutar tubuh dan berkelebat pergi. "Ayah, aku sedang sebal. Maafkan kalau aku tak dapat memenuhi permintaanmu!"

Ceng Liong kaget. Dia melihat gadis itu pergi meninggalkannya, dan kecewa bahwa Kui Lin tak mau bersahabat dengannya tiba-tiba ia menyeringai memandang Kui Hoa. Tapi belum dia "menggaet" gadis ini tiba-tiba Kui Hoa yang rupanya dapat mencium maksud Ceng Liong sudah pula berkelebat pergi menyusul adiknya, berseru pada sang ayah.

"Ayah, aku akan menyusul Kui Lin. Tolong ini tamu kita itu kau temani dulu...!"

Ceng Liong kecewa bukan main. Dia sekarang terbelalak, merah mukanya. Tapi Ok-taijin yang mengerutkan kening melihat tingkah dua orang anaknya sudah menepuk-nepuk pundak pemuda ini.

"Liong-kongcu, mereka rupanya masih baru kepadamu. Harap dimaafkan, mereka masih anak-anak." dan memandang tiga orang tamunya yang lain pembesar ini mempersilahkan ramah, "Mu Ba, dan kau Lie hujin, mari kita keluar untuk melanjutkan pembicaraan kita. Biarlah Liong-kongcu ikut serta mengisi kekosongannya!"

Ceng Liong menggigit bibir. Dia kecewa dan mendongkol bukan main, tapi karena yang bicara itu adalah Ok-taijin sendiri maka diapun mengangguk kosong dan mengikuti semua orang ketika pembesar ini mengajak mereka keluar dari keputren, berjalan di belakang tapi pikiran selalu tertuju pada Kui Lin, gadis yang tiba-tiba tak dapat dilupakannya itu. Dan Ceng Liong yang untuk pertama kalinya jatuh cinta pada seorang dara akhirnya benar-benar gelisah dan tak menentu jajan pikirannya hingga tak tahu apa yang dibicarakan di meja perundingan antara guru-gurunya dan Ok-taijin itu!

Malam itu, setelah dua hari tinggal di kompleks istana, Ceng Liong tak dapat tidur. Dia selalu teringat Kui Lin, gadis cantik yang gagah itu, puteri Ok taijin yang memiliki kepandaian tinggi. Dan Ceng Liong yang berkali-kali naik turun di atas pembaringannya tiba-tiba mendesis dan mengepalkan tinju. Dia membuka jendela, membuang hawa pengap di dalam kamar. Padahal kamar itu cukup besar baginya! Dan Ceng Liong yang geregetan dua hari tak berhasil menjumpai Kui Lin tiba-tiba menggebrak meja dengan marah.

"Sialan, kenapa aku tak tahu di mana gadis itu berada? Haruskah aku kembali ke kaputren untuk mencari gadis ini?"

Ceng Liong geram. Dia sudah dua hari ini mencari gadis itu, tapi tak ketemu. Dan Ceng Liong yang tak kuat menahan kerinduan tiba tiba bertekad untuk kembali ke kaputren mencari Kui Lin. Bukan untuk mengganggu puteri-puteri' istana tapi semata-mata ingin mencari gadis yang membuatnya tergila-gila itu. Tapi belum dia membulatkan kemauannya mendadak gurunya nomor satu muncul.

"Ha-ha, apa yang kau pikiri, Liong-ji?"

Ceng Liong terkejut. Dia melihat gurunya berkelebat masuk melompati jendela itu, tertawa memandangnya. Dan Ceng Liong yang merasa mendapat jalan keluar tiba-tiba menjadi girang. “Suhu, kau harus menolongku. Aku mendapat kerepotanl"

Mu Ba tertawa bergelak. "Kerepotan apalagi, anak setan? Apa yang mau kau minta dari gurumu?"

Ceng Liong tersenyum. "Tidak banyak, suhu. Satu permintaaan saja. Yakni kau tolonglah aku untuk melepas rindu hati ini!"

"Weh? Rindu hati kepada siapa? Apa yang kau maksud?"

"Ah, tidak tahukah kau, suhu? Atau kau pura-pura saja?"

Mu Ba terbahak. "Aku betul-betul tidak tahu apa yang kau bicarakan, Liong-ji. Sebaiknya kau bicara saja terus terang dan jangan berputar-putar!"

Maka Ceng Liong langsung bicara, "Aku ingin menemui puteri Ok-taijin itu, suhu. Gadis bernama Kui Lin yang membuatku tergila-gila itu"

"Ha-ha, kau selamanya tergila-gila melihat gadis cantik, Liong-ji. Masa untuk urusan perempuan saja kau meminta tolong gurumu?"

"Ah, ini serius, suhu. Aku benar-benar jatuh cinta dan tergila-gila pada gadis itu!"

"Kalau begitu cari saja. Kenapa minta tolong gurumu?"

"Hm, sudah kucari, suhu. Tapi dua hari ini tak kutemukan juga gadis itu. Kabarnya tidur di kaputren!"

"Hah? Kau tidak main-main?"

"Siapa main-main, suhu? Aku sudah menyelidikinya. Karena itu aku gagal mencarinya ke sana ke mari."

Mu Ba terbelalak. Dia terkejut juga mendengar disebutnya nama kaputren itu. Karena tempat ini dilarang keras dimasuki lelaki. Tapi melihat muridnya tampak mengiba diapun bingung juga.

"Bagaimana, suhu? Kau dapat menolongku?"

"Hm, tentu dapat, Liong-ji. Tapi benar-benarkah kau jatuh cinta pada gadis itu? Bagaimanakah kalau sekedar main-main saja seperti biasanya?"

"Ah, ini serius, suhu. Aku tidak main-main seperti biasanya. Aku benar jatuh cinta dan tergila-gila pada gadis itu!"

"Dan kau mau mengawininya?"

"Tentu, suhu. Aku ingin gadis itu menjadi isteriku!"

"Baiklah, kalau begitu kita menghadap ayahnya saja. Kita lamar gadis itu dan terang-terangan memintanya!"

Ceng Liong terkejut. "Ah, tapi...."

"Tapi kenapa?" gurunya terbelalak. "Apa kau tidak setuju untuk meminta pada ayahnya dengan cara baik-baik?”

"Bukan, bukan begitu, suhu. Tapi yang kumaksudkan itu adalah apakah gadis itu dapat menerima cintaku?"

"Hm, kalau begitu bagaimana baiknya?"

"Begini, suhu. Kau bantulah aku untuk menemui gadis ini dulu. Aku ingin menyatakan cintaku, kalau dapat dia terima baru kita urus masalah perjodohan dengan ayahnya."

"Wah, kenapa berbelit-belit? Bukankah kau suka padanya? Bilang saja pada ayahnya dan gadis itu tentu tunduk padamu!"

"Tidak, aku menyangsikan hal ini, suhu. Dan karena itulah aku melarangmu untuk menemui ayahnya dulu!"

"Kenapa begitu?"

"Hm...” Ceng Liong mengerutkan keningnya, menunjuk pada peristiwa dua hari yang lalu. "Kau tentu masih ingat ketika gadis itu membantah perintah ayahnya bukan, suhu? Gadis itu tak mau berkenalan baik-baik denganku ketika ayahnya menyuruh. Dia malah pergi, menyatakan sebal segala. Dan kalau dia berani pada ayahnya jangan-jangan Ok-taijin tak dapat menolak pula kalau anak perempuannya itu menolak lamaran kita, suhu. Maka sebelum bicara pada orang tuanya sebaiknya kupastikan dulu sikap anaknya!"

"Maksudmu?"

"Aku ingin menyatakan cintaku secara baik baik, suhu. Tapi kalau dia menolak aku ingin memaksanya!"

"Heh?" Mu Ba terbelalak. "Kau mau main-main dengan gadis itu, Liong-ji? Kau mau menyulut api permusuhan?"

"Kalau kau membiarkan aku seorang diri melakukan ini, suhu. Tapi kalau kau mau membantuku tentu semuanya akan berjalan baik-baik...!"

"Setan, kau sudah merencanakan sesuatu, Liong-ji?"

"Benar, dan satu satunya orang yang amat kuharap adalah kau, suhu. Tapi kalau kau tidak mau membantuku biarlah aku menghadapi bahaya ini seorang diri. Paling-paling mampus di tangan Ok-taijin.”

"Tidak!" Mu Ba tiba-tiba menggereng. "Kau muridku satu-satunya, Liong-ji. Aku tak akan membiarkan kau mampus menghadapi bahaya. Tapi apakah bahaya yang kau maksud itu? Dan kenapa kalau aku yang membantu maka semuanya bisa berjalan baik-baik?"

Ceng Liong tersenyum "Itu akan kuceritakan kalau kau siap membantuku, suhu. Tapi berjanjikah kau untuk membantuku?"

"Tentu saja! Mana ada guru membiarkan muridnya celaka sendirian?"

"Baiklah, kalau begitu kuceritakan sekarang, suhu. Dan terima kasih untuk janji bantuanmu ini!" Ceng Liong girang, berjingkrak di dalam kamar lalu berbisik-bisik di telinga gurunya, tampak serius dan bersungguh-sungguh. Dan gurunya yang mendengarkan rencana muridnya itu tiba-tiba terbelalak dan tampak terkejut. "Wah, begitu yang kau maui, Liong-ji?"

"Ya, satu-satunya jalan untuk mendapatkan gsdis itu tanpa kegagalan, suhu. Kau tentu menolongku, bukan?"

Mu Ba sejenak tertegun. Tapi begitu mukanya pulih kembali dan menyeringai memandang Ceng Liong tiba-tiba raksasa ini tertawa bergelak dan melompat keluar. "Baik, kita bergerak sekarang, anak setan. Tapi hati-hati dengan gerak-gerikmu sendiri!"

Ceng Liong mengangguk, melompat pula dan menunip jendela. Lalu melihat gurunya lenyap ke arah barat diupun menjejakkan kaki ke arah timur. Dan begitu dua bayangan ini berpisah maka Ceng Liong dan gurunya sudah sama-sama melaksanakan "tugas".

* * * * * * * *

Tidak seperti biasanya, malam itu Kui Lin dan Kui Hoa tidur di kompleks kaputren. Sudah tiga hari ini mereka tak mau tidur di rumah ayahnya. Alasan mereka adalah menjaga keselamatan puteri-puteri istana sejak Ceng Liong membuat onar itu. Dan Kui Lin serta Kui Hoa yang malam itu beristirahat di kamarnya tampak bercakap-cakap dengan nada bersungut.

"Bagaimana kesanmu dengan pemuda she Ceng itu, Lin-moi?" demikian Kui Hoa bertanya pada adiknya, yang tiba-tiba mengepalkan tinju dengan mata berapi. Dan Kui Lin yang tampak geram oleh pertanyaan ini langsung mengumpat.

"Kesan apa lagi, enci? Dia pemuda brengsek, cabul dan tak tahu malu!"

"Dan kau tak mau kembali ke rumah ayah untuk tidur di sana?"

"Tidak. Aku tak mau ke sana dulu kalau pemuda itu belum enyah, cici. Aku sebal dan muak melihat tingkahnya!"

"Dan kau tahu apa yang dilakukan pemuda itu selama ini?"

"Ya, aku tahu. Ceng Liong mencari-cariku tapi selalu tak berhasil."

"Dan dia tentu penasaran, Lin-moi. Aku khawatir kalau dia nekat dan mencari kita di sini, sebab di sinilah dia tahu tugas utama kita."

"Hm, kalau berani begitu kita lapor saja pada sri baginda, enci. Kita bilang dan buka rahasianya beberapa hari yang lalu!"

"Tapi kali ini berbeda, Lin-moi. Dia datang bukan untuk mengganggu puteri puteri istana melainkan semata-mata ingin menemui dirimu! Bagaimana kalau terjadi demikian?"

"Aku akan melabraknya habis-habisan, enci. Kalau perlu kubunuh dia dan habis perkara!"

"Hm, sekarang persoalannya tak semudah itu, Lin-moi. Kau tahu dia sedikit unggul dibanding kepandaianmu. Jari Penusuk Tulangnya hebat, kalau kita tak mempunyai ilmu kebal Hou-lek-kin-ciong-ko tentu kita tak mampu melawannnya!'

"Benar, tapi kalau kita berdua maju betapapun kita dapat mengatasinya, enci. Dan kalau kau mau membantu tentu kita dapat membunuh pemuda itu!"

"Hm, sekarang tak mungkin, Lin-moi. Jelek-jelek pemuda itu adalah tamu ayah. Kalau saja tiga hari yang lalu ayah tak menangkis pukulan kita tentu pemuda itu sudah tinggal namanya saja!"

'Ya, dan kita tak akan diganggunya lagi, enci. Sungguh sayang kenapa ayah menggagalkan serangan kita waktu itu!"

Kui Hoa menghela napas. "Lin-moi, tahukah kau kenapa ayah mengundang orang-orang jahat itu? Bukankah Mu Ba dan Mayat Hidup dikenal sebagai datuk-datuk sesat yang keji? Dan Tok-sim Sian‐li juga ikut bersama. Aku merasa tak nyaman melihat orang orang ini!"

"Ya. dan tingkah laku mereka telah diperlihatkan oleh pemuda brengsek itu, enci. Aku khawatir dan heran kenapa ayah bersahabat dengan orang-orang macam ini!"

"Dan ke mana paman So-beng? Kenapa aku tak melihatnya pula tiga hari ini?"

Kui Lin tiba tiba membelalakkan matanya. "Ya, aku merasa heran setiap ayah muncul dia selalu menghilang, enci. Kenapa berkali kali terjadi seperti itu?"

"Hm, aku juga merasa ada sesuatu yang tak beres antara ayah kita dan Sobeng itu, Lin-moi. Apakah kau juga merasa seperti apa yang kurasakan?"

"Ya, dan aku mulai curiga pida laki-laki ini, enci. Tapi yang mengherankan hatiku ialah sikapnya yang sama baik seperti ayah! Betulkan dia adik seperguruan ayah?"

"Hm, melihat ilmunya yang sealiran dengan kepandaian ayah tentu cerita itu betul, Lin-moi. Tapi kenapa dia selalu mengenakan kedok? Apakah mukanya buruk?'

"Tak tahulah. Aku juga bingung melihat paman kita yang satu ini, enci. Tapi karena dia baik kepada kita maka sudah seharusnya kita berbaik pula kepadanya."

Dua kakak beradik itu terdiam sejenak. Mereka termenung, mengunyah pembicaraan yang baru saja mereka katakan. Tapi Kui Hoa yang bergerak telinganya tiba tiba berkelebat keluar, membentak, "Siapa di situ?"

Dan sesosok bayangan tiba-tiba muncul. Dia adalah orang yang dipercakapkan terakhir kalinya oleh Kui Hoa dan Kui Lin. So-beng, Iblis Penagih jiwa itu. Dan Kui Hoa yang terkejut melihat kedatangan laki-laki berpakaian merah ini segera berseru tertahan, ''Oh! Kau, paman?"

Dan laki-laki itu melompat masuk. "Kui Hoa, Kui Lin, kalian tak melihat sesuatu yang mencurigakan?"

Kui Lin sudah keluar pula. "Apa yang kau maksud, paman? Kenapa kedatanganmu mengejutkan kami?"

"Ya, dan ke mana saja kau selama tiga hari ini, paman? Kenapa tak kelihatan?" Kui Hoa juga menyambung, terbelalak di samping laki-laki ini yang tampaknya celingukan ke sana kemari. Tapi melihat Kui Lin dan Kui Hoa tak kurang suatu apa diapun menarik napas lega dan tertawa.

"Anak-anak, kalian tak melihat sesuatu yang mencurigakan?"

Kui Hoa menggeleng. "Tidak. Tapi apa maksudmu, paman? Kenapa datang dengan tiba-tiba begini? Dan ke mana kau selama tiga hari ini?"

"Hm, aku diutus ayah kalian, anak-anak. Keluar kota raja untuk menyelidiki perkumpulan Ho-han hwe."

"Dan kenapa malam-malam begini ke tempat kami?"

"Maaf, sekilas kulihat sebuah bayangan melompat-lompat di wuwungan istana, Kui Hoa. Tapi ketika kukejar tahu-tahu dia melayang turun dan menghilang!"

"Ah, dia dapat meloloskan diri dari tangkapanmu, paman?"

"Ya, karena itu dapat kunilai bahwa orang ini berkepandaian tinggi!"

"Tapi, siapa, paman?"

"Aku tak tahu. Tapi tubuhnya tinggi besar, memakai mantel hingga mirip kelelawar raksasa!"

Kui Hoa dan adiknya terkejut. "Begitukah, paman? Tapi di mana terakhir kalinya kau menemukan jejaknya?"

"Di luar kompleks kaputren. Karena itu aku ke mari untuk menengok keadaan kalian."

"Hm..." Kui Lin tiba-tiba mengerutkan alisnya. "Apa bukan pengawal rahasia yang disiapkan ayah, paman? Bukankah ayah banyak mengundang orang-orang pandai untuk membantu melindungi istana?"

"Kurasa tidak. Tapi akan kuselidiki kembali, anak-anak. Dan kalian harap berhati-hati. Nanti aku kembali lagi!" dan So-beng yang sudah menggerakkan kakinya itu tiba-tiba berkelebat lenyap di luar kamar.

Kui Hoa terkejut. Tapi Kui Lin yang sudah mengejar di luar tiba-tiba berseru memanggil, "Paman, tunggu dulu. Apakah ayah sudah tahu ini?"

Iblis Penagih Jiwa itu membalikkan tubuh. "Belum, tapi aku akan memberitahunya, Lin-ji. Dan jangan kalian keluar dari tempat ini sampai aku kembali lagi!" dan laki-laki misterius yang sudah memutar tubuh itu tahu-tahu melanjutkan gerakannya dan lenyap di luar taman.

Kini Kui Lin dan kakaknya tertegun. Kui Lin memandang encinya itu, tapi sang enci yanj menghela napas mengajaknya masuk. "Lin-moi, kita tunggu saja kedatangan paman So-beng. Mari masuk!"

Kui Lin tak membantah. Mereka sekarang sudah kembali berada di kamar, tapi Kui Li i yang bersinar matanya tiba-tiba berbisik, "Enci, bukankah ini kesempatan bagus bagi kita? Bagaimana kalau kita menyelidiki kecurigaan kita itu?"

"Kecurigaan yang mana, Lin-moi?"

“Tentang paman kita itu, enci. Tentang So-beng!"

"Maksudmu?"

"Sementara menunggu dia kembali, seorang di antara kita mencari ayah, enci. Dan kalau ayah tak ada di tempat maka kita tunggu pamen So-beng dan langsung saja bertanya terang-terangan kepadanya!"

"Hm, aku takut, Lin-moi. Aku khawatir paman So-beng tersinggung dan marah kapada kita. Apalagi kalau ayah dilapori!"

"Tapi kita tak akan diganggu lagi oleh tanda tanya, enci. Setidak-tidaknya kita bersikap jujur dan menyatakan apa yang menjadi ganjalan kita!"

"Tidak, untuk saat ini tak perlu kita tahu, Lin-moi. Betapapun kalau benar di antara ayah dan paman So-beng ada apa-apanya tentu kelak kita tahu juga."

"Tapi aku semakin penasaran, enci."

"Boleh jadi. Tapi betapapun kita harus mengendalikan diri, Lin-moi. Karena apa yang akan kita selidiki itu adalah orang-orang dekat kita sendiri. Kita harus berhati-hati!"

Kui Lin diam. Dia patuh omongan kakaknya ini, dan bangkit berdiri tiba-tiba ia mengambil pakaian kakaknya di atas meja. "Enci, aku ingin mengenakan pakaianmu ini. Kupinjam sebentar!"

Kui Hoa memandang aneh. "Untuk apa, Lin-moi? Sudah larut malam, sebentar lagi kita akan tidur."

"Biarlah, aku tertarik oleh pakaian hijaumu ini, enci. Entah kenapa malam ini aku ingin mengembarimu!"

Kui Hoa tertawa. "Kau lucu, Lin-moi. Kesukaanmu berbaju biru kenapa tiba-tiba sekarang memilih hijau? Jangan - jangan ayah sendiri sulit membedakan kita."

Kui Lin juga tertawa. "Aku hendak sedikit main-main, enci. Ingin kulihat apakah paman So-beng juga tak terkecoh kalau aku mengganti baju!" dan Kui Lin yang sudah mengenakan baju encinya itu tiba-tiba sudah tak dapat dibedakan lagi dari kakaknya!

Mereka memang saudara kembar. Baik muka maupun tubuh keduanya benar-benar mirip. Sama-sama tinggi semampai dan cantik-cantik. Maka begitu Kui Lin mengganti pakaian birunya dengan pakaian hijau yang menjadi milik encinya segera saja dua orang gadis ini tak dapat dibedakan lagi. Baik Kui Lin maupun Kui Hoa menjadi sama, siapa kakak siapa adik tak bakal diketahui lagi. Kecuali oleh orang dekat yang dapat membedakan mereka dari suara masing-masing yang sedikit berlainan. Karena kalau Kui Hoa memiliki suara yang merdu halus adalah Kui Lin nyaring dan galak. Selebihnya, biar ayah mereka sendiripun tak bakal tahu yang mana Kui Hoa dan yang mana Kui Lin!

Maka, begitu Kui Lin mengemban encinya ini tiba-tiba gadis itu terkekeh. "Bagaimana, enci? Siapa yang lebih cantik di antara kita?"

Kui Hoa tersenyum. "Kita sama dan serupa, Lin-moi. Mana bisa orang lain membedakan?"

"Ya, dan kalau paman So-beng ke mari biarlah kita tak usah berbicara, enci. Kita lihat bagaimana dia mengenali kita!"

Tapi Kui Hoa tertawa kecut. "Jangan, betapapun orang-orang yang dekat dengan kita mengenali kita dari suara kita, Lin-moi. Kalau kita kelewatan tentu paman So-beng akan marah. Jangan menggoda orang dengan keterlaluan!"

"Hi-hik, tapi dia tak pernah marah kepada kita, enci. Paman So-beng selalu baik dan menyayang kita."

"Benar, tapi kita tak boleh menyalahgunakan perasaan orang, Lin-moi. Betapapun dia adalah adik seperguruan ayah."

Kui Lin tertawa nakal. Dia tak bicara lagi, dan ketika kentongan dipukul dua kali tanda malam semakin larut tiba-tiba bayangan merah berkelebat memasuki kamar.

"Bagaimana, anak-anak? Tak ada sesuatu apa di sini?"

Itulah suara So-beng. Kui Hoa sudah cepat berdiri menyambut, menggelengkan kepala dan berkata tak ada apa-apa di situ. Tapi Kui Lin yang tersenyum di samping kakaknya dengan pakaian kembar membuat laki-laki ini tertegun.

"Eh, kenapa kalian mengenakan pakaian yang sama? Siapa yang Kui Lin?"

Kui Hoa tertawa, tapi Kui Lin yang nakal sengaja diam saja. "Kau tebak sendiri, paman. Siapa kira-kira di antara kami sebagai Kui Lin!" Kui Hoa menjawab, geli melihat paman mereka kebingungan. Karena yang memperkenalkan suara hanya dia seorang. Dan baru setelah Kui Lin terkekeh tak tahan menggoda Iblis Penagih Jiwa itu barulah laki laki ini tersenyum dan menyentil telinga gadis itu.

"Kui Lin. setan kau. Kenapa menggoda pamanmu seperti ini? Apa maksudmu?"

"Hi-hik. aku hanya ingin tahu bisakah kau membedakan kami dengan segala-galanya yang kembar ini, paman. Tapi kalau kau dapat membedakan kami dan suara kami memang aku harus menyerah!" Kui Lin tertawa, tak dapat menyembunyikan diri lagi karena sudah dikenal orang.

Dan So beng yang gemas memandangnya tiba-tiba memutar tubuh. ''Anak-anak, tak ada yang mengganggu kalian, bukan?"

Kui Lio menggeleng. "Tidak, dan bagaimana dengan pencarianmu tadi, paman? Ketemukah laki laki itu?"

"Hm, aku mendapatkannya keluar melalui tembok sebelah barat, Lin-ji. Tapi ketika kukejar dia menghilang di luar hutan dan tak kuketahui siapa adanya!"

"Jadi gagal, paman?"

"Ya. Tapi kukira sekarang aman. Setidak-tidaknya, untuk malam ini tak ada sesuatu yang serius di kompleks istana karena dia telah pergi dan kutunggu tak kembali lagi. Entah apa maunya."

"Dan ayah sudah kau beri tahu, paman?"

"Sudah."

"Dan ayah juga ikut keluar?"

"Tentu, tapi kami terlambat, Lin-ji. Aku dan ayahmu kehilangan jejak ketika bayangan itu memasuki hutan. Tapi besok kami akan menyelidiki lagi!" So-beng menghindar pandangan, sedikit gugup oleh tatapan Kui Lin yang tajam, yang tiba-tiba merasa aneh akan suara pamannya yang sumbang. Tapi Iblis Penagih Jiwa yang sudah memutar tubuhnya iiu tiba-tiba berkelebat keluar meninggalkan mereka.

"Kui Hoa, hari sudah hampir pagi. Kalian tidur dan beristirahatlah!"

Kui Hoa dan adiknya mengangguk. Mereka melihat orang lenyap di luar kamar, maka menutup pintu dan menghela napas dua kakak beradik itu lalu memadamkan lampu, memasang lilin untuk sekedar menerangi kamar dengan suasana remang-remang. "Lin-moi, benar apa yang dikata paman So-beng. Kita istirahat dulu dan besok menemui ayah."

"Hm..." Kui Lin melempar tubuhnya di atas pembaringan. "Tapi aku merasa tak enak, enci. Entah kenapa tiba-tiba hatiku tak nyaman. Apakah kau juga merasakan perasaan gelisah?"

Kui Hoa mengerutkan kening. "Memang benar, Lin-moi. Tapi kukira hanya aku sendiri."

"Tidak, aku sudah gelisah sejak paman So-beng menyatakan melihat bayangan seseorang, enci. Apakah kau merasakan itu sejak saat yang sama?"

"Ya, tapi sudahlah. Mungkin hanya pengaruh sugesti kita terhadap paman So-beng yang kita curigai itu." dan Kui Hoa yang juga sudah melempar tubuhnya di sisi Kui Lin tiba-tiba menguap dengan mata berat. "Lin-moi, aku mengantuk sekali. Kau juga mengantuk?"

"Hm, tentu, enci. Tapi kenapa kurasa hawa demikian dingin menusuk tulang? Sudahkah jendela kau tutup?"

"Aneh, aku juga merasa kedinginan, Lio-moi. Padahal jendela sudah kututup! Apa yang terjadi ini?"

Dan berbareng dengan itu tiba-tiba dua kakak beradik itu mendengar desir angin lirih di lubang jendela. Ada semacam hawa meniup di bawah situ, hawa yang membuat kamar tiba-tiba dingin bagai dimasuki bongkahan es. Kamar yang menjadi dingin hingga tubuh mereka menggigil. Dan Kui Lin serta kakaknya yang terbelalak mendengar desir lirih yang mirip jengkerik mengibaskan bulu itu mendadak kaget dengan muka berobah.

"Penyirepan....!"

Dua kakak beradik itu melompat bangun. Mereka diserang kantuk yang hebat, pucat mukanya. Karena sadar bahwa seseorang menyerang mereka dengan pengaruh ilmu hitam. Dan baru mereka melompat dengan kaki terhuyung tahu-tahu jendela dicungkil orang dan sebuah bayangan tinggi besar melompat masuk.

"Hei, awas...!"

Tapi Kui Lin dan Kui Hoa terlambat. Mereka melihat bayangan itu telah menggerakkan jarinya menotok mereka, dan karena mereka terhuyung diserang kantuk yang hebat hingga mata berat dibuka tahu-tahu keduanya sudah roboh tertotok dan terguling di atas lantai. Baik Kui Lin maupun kakaknya mengeluh pendek, dan begitu keduanya terguling maka kakak beradik ini pingsan di dalam kamar dan tak tahu lagi apa yang terjadi!

Kini bayangan itu mengeluarkan suara aneh. Dia bergumam tidak jelas, terbelalak memandang korbannya yang pingsan itu. Gadis kembar yang segala-galanya tak dapat dibedakan lagi, sama dan serupa. Dan bingung memilih seorang di antaranya tiba-tiba bayangan ini, yang bukan lain adalah Mu Ba, menyambar Kui Hoa yang disangka Kui Lin! Lalu, menggerendeng tidak jelas Mu Ba sudah melonpat keluar dan menghilang di luar tembok kaputren.

* * * * * * * *

"Bagaimana, suhu? Kau berhasil? Kenapa lama amat?" demikian Ceng Liong nyerocos bertanya ketika gurunya datang. Mereka berada di dalam hutan, di sebuah kuil rusak yang tidak dipakai lagi, menegur gurunya itu dengan suara tidak puas. Dan Mu Ba yang sudah melempar tubuh Kui Hoa di lantai kuil tiba-tiba menbentak muridnya itu dengan marah marah.

"Keparat, enak saja kau memerintah gurumu, Liong ji. Tidak tahukah kau bahwa keterlambatan ini karena adanya gangguan? So-beng melihat bayanganku. Karena itu aku harus mengecohnya dulu dua jam lebih sebelum gadis ini kuambil..."

Ceng Liong terkejut. "Begitukah, suhu? Tapi dia tak mengenalmu, bukan?"

"Tidak, karena aku menyembunyikan muka dengan mantol hitam. Tapi betapapun juga kita harus berhati-hati dengan manusia yang satu ini, Liong-ji. Karena sekali terbongkar tentu semuanya jadi berantakan. Salah-salah Ok-taijin sendiri menendang kita dari persekutuan ini!"

Ceng Liong tersenyum, lega sekarang. Dan melompat menghampri Kui Hoa dia memeriksa, siap melempar pujian. Tapi melihat bahwa gadis yang ditangkap gurunya itu bukan gadis baju biru melainkan gadis baju hijau mendadak Ceng Liong berseru tertahan dan berobah mukanya.

"Ah, ini bukan Kui Lin, suhu. Tapi Kui Hoa yang menjadi encinya!"

"Hm, dari mana kau tahu?"

"Pakaiannya ini, suhu. Kui Lin mengenakan pakaian biru bukan hijau!"

"Dan kalau mereka sama-sama mengenakan pakaian hijau?"

Ceng Liong terbelalak. "Apa maksudmu, suhu?"

Dan Mu Ba kini mendengus. "Aku tidak tahu apakah salah ambil atau lidak, Liong-ji. Tapi ketika aku ke sana maka kulihat kedua-duanya mengenakan pakaian hijau. Aku tak tahu mana Kui Lin mana Kui Hoa. Tapi kuharap saja gadis ini adalah Kui Lin."

Ceng Liong ternganga. Dia terkejut oleh cerita gurunya ini. Tapi melihat baik Kui Lin maupun Kui Hoa benar-benar serupa dan mirip Satu sama lain tiba-tiba Ceng Liong tertawa bergelak. Dia tak meinperdulikan lagi sekarang, dan tertawa dengan sinar mata keji tiba-tiba Ceng Liong mengeluarkan sebotol arak dari balik sakunya.

"Suhu, aku akan menundukkan gadis ini sebelum dia sadar. Kuharap pernyataan cintaku nanti tak akan ditolak!"

"Hm, kau mau memberikan Arak Sorga itu?"

"Ya, sesuai maksudku, suhu. Dan sekali dia telah kumiliki maka selamanyapun gadis ini akan tunduk kepadaku, ha-ha!"

Ceng Liong membuka botol arak. Dia sudah gembira sekali memandang korbannya. Karena itulah maksudnya ketika berbisik-bisik dengan gurunya beberapa saat yang lalu, "menembak" gadis ini agar tak mengalami banyak kesulitan dalam menyalurkan hasrat cintanya. Cinta berahi! Dan Ceng Liong yang siap menuangkan arak di mulut Kui Hoa tak perduli lagi apakah gadis itu Kui Hoa atau Kui Lin!

Tapi, Mu Ba tiba-tiba berseru, "Liong-ji, nanti dulu, aku tak mau melihat apa yang akan kau lakukan. Tapi kalau gadis ini sadar dan marah kepadamu panggillah aku di luar. Hati-hatilah...!"

Mu Ba sudah berkelebat lenyap. Dia meninggalkan Ceng Liong yang menyeringai kegirangan, mengangguk dan tertawa memandang korbannya. Dan begitu mendekatkan botol araknya ke mulut Kui Hoa maka Cepg Liong sudah menuangkan isinya sambil terkekeh. "Jangan khawatir, aku dapat menjaga diri, suhu. Dan sekali gadis ini menjadi milikku tentu hanya akulah yang dapat mengawininya dengan baik-baik, ha ha...!"

Ceng Liong menuangkan araknya. Dengan penuh keyakinan dan rasa percaya diri yang besar dia mencekoki Kui Hoa dengan arak perangsangnya itu. Arak yang mampu membuat kuda jantan tergila-gila dan mabuk dalam nafsu berahi. Tak bakal sudah kalau belum melampiaskan semua nafsu berahi yang membakar tubuh! Tapi, baru botol arak menempel di bibir Kui Hoa tiba-tiba sebutir batu hitam menghantam pecah botol arak ini.

"Ceng Liong, kau manusia hina... prang!"

Ceng Liong terkejut. Dia melihat sssosok bayangan berkelebat memasuki ruangan itu, memecahkan botol araknya dan langsung menampar punggung. Dan karena dia tak menyangka bahwa di tempat itu ada orang ke tiga maka Ceng Liong mengeluh ketika terlempar roboh.

"Bress...!" Ceng Liong terguling-guling. Dia kaget bukan main oleh tamparan yang membuat dia sesak napas ini, dan ketika dia melompat bangun maka dilihatnya seorang pemuda tampan dengan pakaian sederhana telah berdiri di depannya dengan mata bersinar-sinar. Marah! "Siapa kau?" Ceng Liong terkejut.

"Hm, aku orang yang sudah pernah kau kenal, Ceng Long. Tapi melihat perbuatanmu yang hina hari ini sungguh tak kusangka kalau kau demikian keji!"

Ceng Liong terbelalak. "Kau siapa?"

"Aku orang yang dulu pernah kau patahkan lengannya, Ceng Liong. Kita bertemu sepuluh tahun yang lalu di kuil Tee-kong bio!"

"Ah, Bu beng Siauw-cut...!" Ceng Liong tiba-tiba tersentak, kaget dan heran memandang bekas musuhnya di waktu kecil ini, pemuda yang kini dia kenal sebagai Bu-beng Siauw-cut, anak gelandangan itu! Dan tertawa bergelak dengan suara tinggi tiba tiba Ceng Liong membentak, "Bu-beng Siauw cut. apa maksudtnu menggangguku di sini? Kau tidak jera setelah kupatahkan lenganmu itu? Kau minta kuhajar lagi?"

Bu-beng Siauw cut, atau yang kini bernama Kun Houw itu melangkah maju. Dia tersenyum mengejek mendengar kata-kata Ceng Liong ini. Tapi berkata dengan suara dingin pemuda itu menjawab, "Ceng Liong, aku telah ganti nama sekarang. Aku bukan Bu-beng Siauw-cut, tapi Kun Houw. Dan kalau dulu aku berani melawanmu maka sekarangpun aku juga tidak takut pada kecongkakanmu. Kenapa kau demikian hina hendak memperkosa gadis ini?"

Ceng Liong marah. "Dia calon isteriku sendiri, Siauw-cut. Aku..."

"Hm, namaku Kun Houw, Ceng Liong. Aku telah membuang nama Siauw-cut itu sepuluh tahun yang lalu. Telingamu pekak tidak mendengar perkataan orang?" Kun Houw atau Bu-beng Siauw-cut itu memotong, memandang Ceng Liong dengan sinar mata tajam dan marah.

Dan Ceng Liong yang membanting kakinya oleh potongan ini membentak. "Kau bagiku tetap Bu-beng Siauw-cut, anak setan. Aku tak perduli kau ganti nama atau tidak. Aku tak mau menyebutmu Kun Houw!"

"Baiklah, kalau begitu kau tidak cepat-cepat membebaskan gadis ini? Kau tunggu aku membalas dan menghajar perbuatanmu yang hina dulu?"

Ceng Liong tertawa bergelak. "Siauw-cut, kau sombong sekali. Apakah yang kau andalkan hingga sekarang kau berani memerintahku? Tak tahu diri kau berani bersikap begitu kepadaku?"

"Hm, kau yang sombong, Ceng Liong. Kau memandang rendah dan hina diriku seperti sepuluh tahun yang lalu. Bagaimana kalau aku dapat menghajarmu?"

"Keparat!" Ceng Liong tiba-tiba menerjang. "Kau yang akan kurooohkan bukannya aku yang roboh, Siauw-cut. Mampuslah dengan mulutmu yang besar itu... dukk!"

Kun Houw menangkis. Dia terang tak mau menerima mentah-mentah serangan ini, mengerahkan sinkang membentur lengan Ceng Liong. Dan begitu kedua lengan mereka bertemu tiba-tiba Ceng Liong berteriak kaget ketika terpental ke belakang dan mencelat membentur tembok!

"Ah, kau ternyata memiliki sedikit kepandaian, Siauw-cut" Ceng Liong terbelalak, kaget tak menyangka bahwa lawannya ini memiliki sinkang demikian hebat, menggetarkan lengannya dan membuat dia terpental setombak. Tapi Ceng Liong yang kurang percaya dan merasa penasaran tiba-tiba mencoba lagi sambil menggereng. "Siauw-cut, kau terimalah kembali pukulan ini. Haitt...!"

Kun Houw tersenyum mengejek. Dia tahu Ceng Liong tak percaya pada kelihaiannya. Maklum, sepuluh tabun yang lalu dia sama sekali belum memiliki kepandaian silat dan menjadi bulan bulanan lawannya ini. Maka. begitu Ceng Liong menyerangnya kembali dengan kedua lengan terkembang memukul leher dan dada kirinya Kun Houw pun mengeluarkan jengekan dan tertawa dingin.

"Ceng Liong, kau jangan selalu memandang rendah orang lain. Aku bukan seperti bocah sepuluh tahun yang lalu!" dan Kun Houw yang juga menggerakkan kedua lengannya untuk menangkis pukulan lawan tiba-tiba membentak dan maju selangkah.

"Duk-dukk!"

Ceng Liong menjerit. Untuk pertama kalinya dia percaya benar, terlempar dan terguling-guling oleh tangkisan ini. Merasa sakit dan tulang lengannya seakan retak. Tapi Ceng Liong yang sudah melompat bangun dan marah bukan main tiba-tiba membentak dan mengerahkan Tok hiat jiunya. "Siauw-cut, jangan sombong. Aku masih dapat membunuhmu dengan ilmu-ilmuku yang lain...!"

"Hm, cobalah. Aku juga ingin menguji kepandaian yang kudapat, Ceng Liong. Dan sekali aku mampu merobohkanmu jangan harap kau mendapat ampun!"

"Keparat. aku tak akan minta ampun kepada mu, Siauw-cut. Karena sebelum aku roboh kaulah yang akan kukirim ke dasar neraka. Haitt..!" dan Ceng Liong yang sudah menerjang dengan pukulan Darah Beracunnya dan melompat ke depan tiba-tiba menjulurkan lengan kanannya yang berbau amis menghantam pelipis Kun Houw. Lalu, ketika Kun Houw melompat mundur dan mengerutkan kening mencium bau amis ini Ceng Liong mengejar dengan tamparan tangan kirinya sambi! membentak.

"Siauw-cut, jangan lari kau...!"

Kun Houw mendengus. Dia bukannya lari seperti yang dikata Ceng Liong, melainkan berhati-hati menghadapi pukulan yang menjijikkan ini, serangan Darah Beracun yang sudah pernah didengarnya dari mendiang gurunya, si jago pedang, yang juga merupakan ayah angkatnya itu. Maka melihat Ceng Liong mengejarnya dengan tamparan tangan kiri yang menyambar lehernya tiba-tiba Kun Houw merendahkan tubuh dan mengangkat kaki menendang pinggang lawannya.

"Dess!" Ceng Liong terputar. Pemuda itu berteriak marah, dan hampir terjelungkup oleh tendangan ini Ceng Liong memaki-maki. "Siauw-cut, terimalah pukulan Tok-hiat-jiuku kalau kau berani. Jangan menghindar dan melompat-lompat seperti pengecut!"

Kun Houw merah mukanya. Dia mulai gusar, maka ketika Ceng Liong mengayun tubuh dan kembali menyerangnya dengan pukulan Darah Beracun yang tampaknya di agul-agulkan itu tiba-tiba pemuda ini menyambut dan tertawa mengejek.

"Ceng Liong, jangan sombong dengan pukulan Darah Beracunmu itu. Aku tidak takut. Marilah kita coba... plak!"

Dan lengan Kun Houw yang sudah bertemu dengan lengan Ceng Liong tiba-tiba disambut tertawa girang oleh murid Tok-sim Sian-li ini. Ceng Liong menggeleserkan lengannya, bermaksud memindah hawa beracun yang ada di permukaan kulit lengannya ke lengan Kun Houw. Lalu begitu merayap turun bagai seekor ular tahu-tahu Ceng Liong membuka kelima jarinya dan mencengkeram muka lawan.

Tapi Kun Houw mendengus. Dia membentak dan mengikuti gerakan lawan, dan begitu Ceng Liong mencengkeram mukanya dengan telapak terbuka diapun membuka kelima jarinya dan balas menangkap.

"Crep!" Ceng Liong terbelalak. Dia melihat Kun Houw sudah menyambut cengkeramannya, sepuluh jari saling bertaut dan melekat, masing-masing saling meremas dan mengerahkan tenaga. Tapi Ceng Liong yang tertegun melihat Kun Houw seakan tak terpengaruh uap beracun di tangannya tiba-tiba menjerit ketika Kun Houw menekuk kelima jarinya dan mendorong balik pukulan Tok-hiat-jiunya!

"Aduh...!" Ceng Liong memekik, membanting tubuh dan melepaskan diri dengan muka kaget bukan main. Tapi Kun Houw yang selalu mengikuti gerakannya dan tidak mau melepaskan pemuda ini tiba-tiba membuat Ceng Liong berteriak dan melancarkan Jari Penusuk Tulangnya dari samping, dengan tangan kiri, mempergunakan dua jari telunjuk dan jari tengahnya yang langsung menyambar punggung pergelangan telapak tangan Kun Houw.

"Tak!" Kun Houw tergetar dan ganti terkejut. Dia melepaskan jari-jari lawan, terbelalak melihat Ceng Liong mempergunakan dua jarinya untuk melepaskan diri, yang memang berhasil. Dan Kun Houw yang tiba-tiba mengeras pandangannya membentak dengan mata berapi, "Kau juga mahir Coan-kut-ci (Jari Penusuk Tulang), Ceng Liong?"

Ceng Liong bermandi keringat. Dia baru saja terlepas dari cengkeraman Kun Houw yang demikian berbahaya, hampir mematahkan jari-jari tangannya. Maka melihat Kun Houw bertanya dengan mata demikian tajam dan menusuk dingin tiba-tiba Ceng Liong menjadi gentar dan pucat. Betapapun, dia melihat Kun Houw yang ada di depannya ini demikian hebat, jauh bedanya dengan sepuluh tahun yang lalu! Dan Ceng Liong yang tertegun dan tak menjawab pertanyaan itu karena masih kaget dan heran tiba-tiba kembali dibentak Kun Houw.

"Kau juga mahir Coan-kut-ci, Ceng Liong? Kau juga menjadi murid iblis si Mayat Hidup itu?"

Ceng Liong sadar. Sekarang dia dapat menenangkan hati, dan teringat bahwa betapapun juga gurunya nomor satu ada di luar, tiba-tiba Ceng Liang mengusap peluh dan tertawa mengejek, mencabut Bendera Iblisnya. "Ya, aku mempunyai tiga orang guru yang melatihku, Siauw-cut. Dan kalau kau gentar oleh Coan-kut-ci ku sebaiknya kau keluar saja baik-baik. Mayat Hidup memang guruku!"

"Hm, dan Sin-thouw-hong Mu Ba itu gurumu nomor berapa?"

"Nomor satu!"

"Bagus, kalau begitu aku dapat menyelesaikan tugasku di sini, Ceng Liong. Dan karena kau tak beda jauh dengan gurumu itu biarlah kau kubereskan dulu!" Kun Houw tiba-tiba berkilat matanya, membentak dan menyuruh Ceng Liong maju dengan Bendera Iblisnya itu, senjata yang tak dipandang sebelah mata oleh Kun Houw.

Dan Ceng Liong yang tentu saja marah oleh sikap ini tiba-tiba melompat dan mengibaskan benderanya. "Siauw-cut, kau manusia sombong!"

Kun Houw mengeluarkan suara dari hidung. Dia sekarang dapat mengukur kepandaian Ceng Liong, setelah dalam beberapa gebrakan tadi mereka mengadu tenaga. Dan melihat Ceng Liong mengebutkan bendera dan tangan kirinya tiba-tiba menusuk dengan dua jari seperti tadi mendadak Kun Houw memapak dan menendangkan kakinya.

"Plak-dess!"

Ceng Liong kembali terkejut. Dia tertolak mundur oleh tangkisan lawan yang hebat, yang mengeluarkan angin dahsyat dan membuatnya terdorong. Tapi Ceng Liong yang pada dasarnya tak mengenal takut dan penasaran serta marah melihat dia selalu terdesak tiba-tiba melengking dan mengebutkan bendera bertubi-tubi. Lalu membentak dan menjejakkan kedua kakinya tiba tiba Ceng Liong berkelebat lenyap mengerahkan Cui-beng Gin-kangaya. Ginkang Pengejar Roh!

"Siauw-cut, kau akan mampus di tanganku...!"

Kun Houw tersenyum. Dia tertawa dingin oleh suara besar lawan. Tapi melihat bendera menderu dan menyambar-nyambar bagai kipas besar menyelubungi dirinya tiba-tiba Kun Houw mengerahkan ginkangnya pula dan berkelebat lenyap. "Ceng Liong, jangan kau bermulut besar...!"

Ceng Liong terbelalak. Dia melihat Kun Houw lenyap bayangannya, mengikuti gerakan bendera dan naik turun bagai capung, cepat dan ringan sekali. Tak kalah cepat dan ringan dengan semua gerakannya! Dan kaget bahwa Kun Houw ternyata juga memiliki ilmu meringankan tubuh yang demikian hebat tiba-tiba Ceng Liong terkejut ketika melihat Kun Houw mulai menggerak-gerakkan kedua lengannya dengan aneh. Pemuda ini barsikap ganjil, mempergunakan lengan seperti pedang. Kadang menusuk kadang membacok.

Tapi setiap gerakan lengan yang selalu mengeluarkan desing tajam bagai pedang sungguhan itu benar-benar membuat Ceng Liong terkesiap kaget. Apalagi ketika tiba-tiba tangkisan gagang benderanya mulai mengeluarkan suara "trang-trang" begitu bertemu lengan Kun Houw. Seolah lengan Kun Houw bukan lagi terbuat dari darah dan daging melainkan sebatang logam yang kerasnya melebihi baja!

"Ah, kau mempergunakan ilmu apa, Siauw-cut?"

Kun Houw tak menjawab. Dia terus menggerak-gerakkan lengannya seperti itu, membacok dan menusuk. Dan ketika kembali bendera menyambar dan Ceng Liong membentak marah tiba-tiba Kun Houw berseru keras dan menangkis gagang bendera dengan lengan kanannya yang seperti pedang.

"Crak....!" Ceng Liong terkejut. Dia berteriak kaget melihat gagang benderanya patah. Dan geram Kun Houw merusak senjatanya tiba-tiba lengan kiri Ceng Liong menyambar menusukkan dua jarinya di balik kain bendera yang masih berkibar, mempergunakan Coan-kut-ci nya dalam gebrakan cepat. Tapi Kun Houw yang rupanya ingin menyudahi pertandingan sekonyong-konyong melambungkan perutnya, bagian yang ditusuk Ceng Liong. Dan begitu Coan-kut-ci bertemu diri Kun Houw tiba-tiba terdengar ledakan seperti balon pecah.

"Darr...” Ceng Liong berseru tertahan. Dia merasa perut Kun Houw "meletup", mengira perut itu pecah ditusuk jarinya. Tapi ketika Kun Houw tertawa dan "memelintir" kulit perutnya hingga jari Ceng Liong terperangkap di situ dan dijepit tak dapat keluar tiba-tiba Ceng Liong menjerit dan berteriak kesakitan. Dua jarinya menancap di perut Kun Houw, tak dapat dicabut. Dan ketika Kuo Houw menggerakkan lengan menampar kepalanya maka Ceng Liong mengaduh dan terlempar roboh!

"Plakk..!" Ceng Liong terguling-guling. Dia merasa dihantam palu godam, dahsyat dan membuat matanya berkunang-kunang. Tapi Ceng Liong yang melompat bangun dan marah bukan main itu tiba-tiba merogoh tiga jarum rahasianya. Lalu, mengerahkan Sin-gan i-hun-to nya dan membentak bagai pekik seekor gorila. Ceng Liong menghamburkan tiga jarum rahasianya itu.

"Siauw-cut, kau dikeroyok tiga ular berbisaku!"

Kun Houw terkejut. Dia melihat Ceng Liong menggerakkan lengan, menyambarkan tiga sinar hitam yang tiba-tiba berobah bagai tiga ular terbang. Tapi Kun Houw yang menepukkan kedua lengannya tiba-tiba mendesis, "Ceng Liong, barang mainanmu tak dapat menggigitku. Pergilah, dan rasakan sendiri...!"

Ceng Long terbelalak. Dia melihat tiga "ularnya" itu membalik, terdorong oleh tepukan tangan Kun Houw. Dan belum dia mengelak atau melompat ke belakang tahu-tahu tiga jarum hitam yang disihirnya sebagai tiga ular terbang itu menyambar dan "mematuk" dirinya sendiri.

"Cep cep... aduhh!" Ceng Liong terpelanting. Untuk pertama kalinya dia menjadi korban dari kecurangannya sendiri. Dan senentara dia terguling-guling maka saat itulah Kun Houw menusukkan jari pedangnya dengan tusukan jarak jauh.

"Ceng Liong, sekarang robohlah. Aku bosan main-main denganmu.... singg!"

Ceng Liong terbelalak. Dia melihat sinar putih meluncur dari ujung lengan lawan, persis pedang yang menikam dadanya. Padahal Kun Houw berjarak dua tombak lebih! Dan Ceng Liong yang tak sempat lagi menghindar tusukan jari pedang ini tiba-tiba menjerit memanggil gurunya, "Suhu, tolong...!"

Sebuah bayangan berkelebat masuk. Dia adalah Mu Ba, raksasa tinggi besar itu. Dan melibat Ceng Liong diserang jari pedang yang mengeluarkan sinar putih berkeredep tiba-tiba raksasa ini membentak dan mengebutkan bajunya.

"Brett!" Mu Ba menggereng kaget. Dia melihat bajunya kecoblos bolong, tertusuk sinar yang masih terus meluncur dan mengeluarkan ledakan keras ketika membentur tembok. Dan Mu Ba yang terhuyung setindak oleh gebrakan ini melihat lawan tergetar selangkah dan terbelalak memandangnya.

"Kau membantu muridmu, Mu Ba?"

Raksasa ini tertegun. Dia meihat seorang pemuda tampan berdiri di depannya, pemuda berpakaian sederhana tapi memiliki mata yang berkilat bagai seekor mata naga. Naga muda yang sakti! Dan Mu Ba yang melotot memandang lawannya itu tiba-tiba membentak marah, heran di samping kaget bahwa lawan yang demikian muda ini memiliki sinkang yang mampu menandingi kekuatannya sendiri!

"Kau siapa, bocah? Kenapa datang-datang mengganggu muridku?"

Tapi Ceng Liong berteriak mendahului, "Dia Siauw-cut, suhu. Bu-beng Siauw-cut yang dulu pernah kuhajar di kuil Tee-kong-bio itu!"

"Ah, kau yang bersama Bu-tiong-kiam Kun Seng itu?" Mu Ba tiba-tiba teringat, kaget untuk kedua kalinya mendengar bahwa pemuda ini adalah Siauw-cut, bocah yang dulu bersama si jago pedang Kun Seng di puncak Gua Naga. Anak yang dulu pernah ditangkap dan dicekiknya itu! Dan tercengang bahwa Siauw-cut sekarang adalah seorang pemuda tampan yang sebaya dengan muridnya tiba-tiba raksasa tinggi besar itu tertawa menyeramkan.

"Ha-ha, sungguh tak kuduga kau masih hidup, bocah! Bukankah kalian tertimbun reruntuhan bukit waktu itu? Dan di mana sekarang tua bangka itu?"

Kun Houw bersinar matanya. "Suhu tewas akibat kecuranganmu. Mu Ba. Dan sekarang aku datang untuk menuntut balas!"

"Uwah, kau telah menjadi murid si jago pedang itu? Kau menyebutnya suhu (guru)?"

"Ya dan beliau bukan saja guru bagiku, Mu Ba. Tapi sekaligus juga ayah angkat dan orang tua bagiku. Aku sekarang bernama Kun Houw, bukan Siauw-cut!"

"Hm, kau bernama Kun Houw? Jadi kau mengenakan she (nama keturunan) dari gurumu yang telah mampus itu? Dan kau mau membalas dendam, bocah? Ha-ha, boleh anak baik, boleh saja kalau kau ingin membalas kematian gurumu itu. Tapi serahkan dulu Pedang Medali Naga yang tentu kau simpan!"

Mu Ba tertawa bergerak, mengincar punggung Kun Houw dengan air liur berketes, teringat peristiwa sepuluh tahun yang lalu dalam perebutan Pedang Medali Naga yang tidak berhasii dia dapatkan. Maka mendengar pemuda ini menjadi murid Bu-tiong-kiam Kun Seng yang tewas di Gua Naga, tiba-tiba Mu Ba bangkit gairahnya untuk melanjutkan niatnya memiliki pedang keramat itu, pedang yang ampuh, pedang yang tentu dibawa Kun Houw karena di balik punggung pemuda itu Mu Ba melihat sesuatu yang menonjol tak kentara!

Tapi Kun Houw mendengus. Dia sudah berapi memandang lawannya ini, Mu Ba yang dulu mencurangi gurunya hingga tewas di Gua Naga. Dan membentak penuh kemarahan, Kun Houw tiba-tiba melompat setindak, memasang kuda-kuda, "Mu Ba, Pedang Medali Naga benar ada di tanganku. Tapi jangan sombong, pedang itu yang akan mengirim nyawamu ke dasar neraka!"

"Hm, kau tak mau menyerahkannya baik-baik?"

"Kalau kau mampu melangkahi mayatku!"

"Bagus, kalau begitu robohlah, bocah. Aku ingin menerkammu sekarang. Ha-ha!" dan Mu Ba yang sudah menjulurkan lengannya mencengkeram leher lawan tahu-tahu berkelebat dengan kecepatan luar biasa. Tapi Kun Houw memutar kakinya ke kiri, lalu begitu membentak dan meluruskan lengannya tiba-tiba Kun Houw menangkis serangan raksasa tinggi besar itu.

"Dukk!" Mu Ba terkejut. Dia terbelalak kaget melihat tubuhnya terdorong setindak, sementara Kun Houw hanya tergetar dan tetap dengan tangan kakinya. Kokoh dan tak tergeser! Dari kaget serta terkesiap oleh gebrakan sinkang ini Mu Ba tiba-tiba berteriak dan menghambur maju. "Bocah, dari mana kau mempelajari sinkang mujijat ini? Kau memperoleh warisan dan gurumu pula?"

Kun Houw tak menjawab. Dia memusatkan perhatian pada serangan kedua itu, menggerakkan lengan menangkis ulang. Dan ketika kembali Mu Ba terdorong mundur dan terbelalak dengan gerengan aneh sekonyong-konyong raksasa tinggi besar itu memekik dan menyerudukkan kepalanya.

"Bocah, terima ilmu silatku Sin-thouw-liong-kun (Silat Naga Kepala Sakti) ini... wuut-wuut!" dan Mu Ba yang sudah memutar serta menumbuk-numbukkan kepalanya bagai seekor kerbau liar itu mendadak menerjang Kun Houw dengan kedua lengan ikut bergerak naik turun menyambar dan mencengkeram, dahsyat dan mengeluarkan angin menderu hingga pakaian Kun Houw berkibar! Dan Kun Houw yang terbelalak oleh serangan yang luar biasa ini tiba-tiba lengah ketika perutnya sudah diseruduk Mu Ba.

"Dess!" Kun Houw mencelat membentur tembok, jebol dindingnya dan terlempar keluar ruangan, kaget dan berseru tertahan.

Tapi Mu Ba yang sudah mengejarnya dengan suara menyeramkan terbahak gila dengan muka beringas. “Kau akan kucincang, bocah. Kau akan kuantar menyusul mendiang gurumu. Ha-ha...!"



Pedang Medali Naga Jilid 15

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 15
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
SEKARANG dia tahu mengapa gadis baju biru itu ternyata demikian lihai. Mampu menandingi ilmu silatnya. Padahal sang kakak belum maju! Dan kecut tapi juga girang bahwa untuk pertama kalinya dia berhadapan dengan lawan yang seimbang tiba-tiba Ceng Liong tak berani main-main lagi. Maka, melihat Kui Lin mencabut pedang dan mainkan Jeng-ging-toat-beng-kiam-sut dan mendesak dirinya dengan serangan-serangan pedang tiba-tiba Ceng Liong membentak dan mengeluarkan pula senjatanya. Bendera Iblis!

"Nona, aku juga akan memperlihatkan kepandaianku!"

Kui Lin terbelalak. Ia mendengar suara "wuut-wuut" dua kali, suara dari kain bendera yang berkibar. Bendera hitam, Bendera Iblis. Dan tertegun melihat lawan mengeluarkan senjatanya yang aneh tahu-tahu bendera itu telah menyambar dirinya bagai kipas raksasa!

"Nona, aku akan merobohkanmu....!"

Kui Lin terkejut. Ia menggerakkan pedang, membabat. Tapi ketika bendera menutupi pandangannya tahu-tahu dua jari Ceng Liong menyambar dari bawah menusuk lengannya.

"Takk!" Kui Lin mengaduh. Ia melempar tubuh bergulingan, kaget bahwa Ceng Liong ternyata masih mempergunakan Coan-kut-ci nya itu. "bersembunyi” di balik bendera Dan melengking dengan penuh kemarahan Kui Lin melompat bangun dan memaki lawannya.

"Orang she Ceng, kau manusia curang!"

Ceng Liong tertawa. "Curang apanya, nona? Kita bertempur, dan di dalam pertempuran tentu setiap orang mempergunakan segala kepandaian dan akalnya!"

Kui Lin memekik-mekik. Dia sekarang terpaksa berlompatan ke sana ke mari dengan bingung, tak berani mendekati bendera karena pandangannya bakal tertutup, yang berarti memberi kesempatan pada Ceng Liong untuk melancarkan serangan jarinya yang bersembunyi di balik kibasan bendera, hal yang oleh Ceng Liong memang disengaja! Maka begitu lawan berlompatan ke sana ke mari menghindari Bendera Iblisnya tak ayal Kui Lin kembali terdesak.

Ceng Liong tertawa. Dia sekarang menang posisi. Tapi Kui Lin yang tetap berlompatan ke sana ke mari belum dapat dirobohkannya membuat dia gemas dan penasaran. Apakah begini terus sampai mereka sama-sama kelelahan? Ceng Liong mendongkol. Dia memperhebat serangannya, mainkan Bendera Iblis hingga mengeluarkan angin menderu-deru.

Dan Kui Lin yang juga mendongkol dan marah kepadanya tiba-tiba memekik. Kibasan bendera yang kembali menyambar disambut bacokan pedang, tapi Kui Lin tetap menjaga jarak, tak berani terlampau mendekat lawan. Dan gadis baju biru yang sudah membacokkan pedang dengan penuh kemarahan itu tiba-tiba bermaksud untuk merobek bendera.

“Bret.” Kui Lin terkejut. Pedangnya sudah membabat bendera di tangan lawan, tapi kain bendera yang rupanya khusus dibuat dari bahan yang aneh ternyata mampu menahan ketajaman mata pedangnya. Tidak robek! Dan sementara dia terbelalak kaget oleh kekuatan bendera ini tiba-tiba dua jari Ceng Liong nyelonong menyambar pundaknya.

"Takk!" Kui Lin terpelanting roboh. Untuk kesekian kalinya pula dia terguling-guling, mengaduh dan sadar bahwa dia tak boleh mendelong oleh bendera di tangan lawan. Dan Kui Lin yang cepat melompat bangun dengan mata berapi-api sudah menggerakkan pedang ketika kembali Ceng Liong menyerangnya.

"Orang she Ceng, Bendera Iblismu benar-benar bendera keparat. Tak tahu malu menutupi pandangan orang!"

Ceng Liong tertawa gemas. Dia sudah berkali-kali menotok gadis ini dengan tusukan Coan kut-cinya, yang membuat lawan mengaduh tapi selalu bangun kembali. Tanda gadis itu sebenarnya kesakitan tapi tidak sampai roboh, bukti bahwa bagaimanapun juga gadis itu memiliki kekuatan tubuh dan sinkang yang mengagumkan, sin-kang yang mampu melindungi diri dari pengaruh jari mautnya. Maka melihat Kui Lin membentak dan memakinya dengan marah Ceng Liong pun ikut geram dan balas memaki.

"Ya, dan kaupun juga tak tahu diri, nona. Sudah terang terdesak tapi masih juga tak mau menyerah!"

"Cih, siapa mau menyerah padamu? Biar mampus pun aku tak sudi mengatakan menyerah. Aku masih dapat bergerak dan melawan kecuranganmu!"

Ceng Liong tak bicara lagi. Dia melihat gadis itu mempertahankan omongannya, mati-matian mempertahankan diri. Berlompatan ke sana ke mari tak mau lagi berdekatan dengan bendera. Karena tiga kali sudah dia "diserobot" Ceng Liong dengan tusukan jari mautnya itu. Dan Ceng Liong yang tentu saja menjadi marah oleh pertandingan yang selalu berpindah-pindah tempat ini akhirnya diam-diam merogoh tiga jarum hitamnya.

Sebenarnya, dari pertandingan yang telah berjalan ini dapat dilihat bahwa sebetulnya dua orang muda itu berimbang. Mereka sama-sama memiliki ginkang dan sinkang setingkat. Tapi kenapa setelah Ceng Liong mengeluarkan Jari Penusuk Tulangnya tiba-tiba Kui Lin terdesak? Hal ini dapat diterangkan begini. Seperti diketahui, Tok-hiat-jiu yang dilatih Ceng Liong adalah berkat ajaran ibunya. Begitu juga dengan permainan Bendera Iblisnya itu.

Tapi Coan-kut-ci yang didapat Ceng Liong dari ajaran gurunya nomor dua yang memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari ibunya terang membuat Ceng Liong memiliki kepandaian yang berbeda. Ibunya itu adalah murid Cheng-gan Sian-jin. Sedang Mayat Hidup adalah tokoh yang kepandaiannya setingkat dengan mendiang Cheng gan Sian-jin itu.

Maka kalau Ceng Liong dilatih gurunya nomor dua itu maka sama halnya kalau pemuda ini mendapat didikan langsung dari sukongnya (kakek guru) sendiri. Maka tentu saja lebih hebatl Dan Ceng Long yang berhasil mindesak lawan dengan Jari Penusuk Tulangnya ini memang membuat Kui Lin kelabakan.

Tapi, Kui Lin juga bukan gadis sembarangan. Ayahnya, Ok Kui Lun itu adalah laki - laki yang menjadi murid dua orang sakti sekaligus, mendiang Mo-i Thai-houw dan bekas penghuni pulau Hek kwi-to yang mendirikan perkumpulan Gelang Berdarah itu. Maka, dari dua orang tokoh ini Kui Lun sendiri lalu menciptakan semacam ilmu yang menjadi gabungan dari bekas guru-gurunya itu. Terutama dari gurunya nomor dua yang kepandaiannya amat hebat itu, tokoh yang memiliki kekebalan aneh dengan ilmunya Hoat-lek-kim-ciong-ko Kekebalan yang berbau hoat-sut (ilmu-hitam)!

Dan Kui Lin yang telah mewarisi kepandaian ayahnya ini tentu saja juga memiliki kekebalan Hoat lek-kim-ciong-ko yang amat luar biasa itu. Hingga, biarpun dia kesakitan dan jatuh bangun oleh tusukan Jari Penusuk Tulang yang dilancarkan Ceng Liong tetap saja gadis ini tak terluka biarpun diserang seribu kali. Dan inilah yang membuat Ceng Liong jengkel!

Sebenarnya, diam-diam dia kagum bukan main pada Kui Lin ini. Gadis yang cantik jelita dan gagah perkasa. Gadis yang mampu menandingi dirinya dan jauh lebih hebat dibanding Ciok Kim, puteri mendiang Ciok Pang yang tewas terbunuh itu. Dan Ceng Liong yang penasaran serta kagum pada gadis baju biru tapi tiba-tiba saja merasa jatuh cinta!

Tapi Ceng Liong juga aneh. Dia tetap marah pada gadis yang belum dapat dirobohkannya itu, meskipun dia merasa jatuh cinta dan tergila-gila. Hal yang seharusnya membuat dia mengalah dan sebagai lelaki sudah selayaknya dia mundur. Dan Ceng Long yang semakin memperhebat serangannya itu dan sudah menyiapkan tiga jarum di tangan kanannya tiba-tiba memindah pegangan bendera di tandan kri. Lalu, begitu dia membentak dan melihat kesempatan terbuka mendadak Ceng Liong mengebutkan bendera dan sudah melepas tiga jarum hitamnya ini ke arah bagian depan tubuh lawan, menyembunyikan serangan curangnya ini ketika bendera berkibar ke depan.

"Nona, sekarang kau roboh...!"

Kui Lin tersenyum mengejek. Ia tetap memasang jarak, tak khawatir kalau Ceng Long menyerangnya dengan Coan kut-ci, karena jarak mereka ada setombak. Tapi ketika dia mengelak dan jarum hitam menyambarnya dari bawah ke atas tanpa suara karena tertutup oleh kebutan bendera mendadak Kui Lin menjerit kaget dan terjengkang roboh. Ternyata gadis ini berhasil dicurangi Ceng Liong. Tiga jarum itu mengenai tubuhnya, menancap di saat dia lengah, menerobos kekebalannya karena Kui Lin memang tak menyangka. Maka, begitu jarum mengenai tubuhnya dan Kui Lin terlentang roboh segera Ceng Liong tertawa bergelak dan melompat maju.

"Nona, kau sekarang kalah....!"

Kui Lin mendelik penuh kemarahan. Ia tak senpat bangun ketika Ceng Liong menotok lehernya dengan gagang bendera. Karena ia kaget dan tak menyangka bahwa pemuda itu curang, menyambitnya dengan senjata gelap. Tapi Kui Hoa yang tentu saja tak membiarkan adiknya menjadi korban tiba-tiba berkelebat dengan bentakannya yang tinggi.

“Orang she Ceng, kau manusia hina... plak!"

Bendera Ceng Liong tahu-tahu sudah ditangkis. Pemuda itu berseru kaget, terguling-guling dan roboh terjengkang. Dan Kui Hoa yang sudah tahu kalau adiknya roboh karena Ceng Liong menyambitkan tiga jarum hitamnya tiba-tiba sudah memekik dan menyerang Ceng Liong bertubi-tubi. Tentu saja Ceng Liong terkejut. Dan melompat bangun menghadapi serangan yang amat gencar itu. Ceng Liong langsung bertariak,

“Nona, kau hendak mengeroyokku setelah aku diperas tenaganya oleh adikmu? Kau tidak membiarkan aku beristirahat dulu? Ah, kau curang. Kau tak tahu malu.”

"Keparat, kaulah yang tak tahu malu, orang she Ceng. Kau yang curang dan tak tahu malu menyambit adikku dengan senjata gelap!"

Ceng Liong menyeringai. Dia sekarang tertawa saja menghadapi serangan Kui Hoa ini, tak menjawab. Karena itu memang betul. Tapi dirinya yang sudah kelelahan bertanding dengan Kui Lin tadi membuat dia terdesak ketika diserang gadis baju hijau ini. Yang dilihatnya memiliki kepandaian yang tak kalah hebat dengan Kui Lin sendiri. Dan ketika dia mulai kebingungan oleh desakan itu tiba-tiba Kui Lin yang sudah bangkit berdiri dan berapi memandangnya tiba-tiba melengking tinggi dan menyerangnya pula!

"Iblis Ceng Liong, aku akan membunuhmu kali ini..."

Ceng Liong terkesiap. Ia kebingungan diserang Kui Hoa. Maka begitu Kui Lin menerjangnya marah, iapun berkaok-kaok dan menjadi gugup. "Wah... wah, kalian tak dapat bersikap ksatria, nona? Kalian tega mengerubut aku seorang?"

Kui Hoa dan Kui Lin tak menjawabnya. Mereka merah padam menghadapi Ceng Liong ini, terlanjur geram. Dan dua kakak beradik yang menyerang dengan hebat itu akhirnya membuat Ceng Liong benar-benar gugup dan kewalahan. Ceng Liong terdesak hebat, mundur-mundur dan mulai mendapat pukulan. Bahkan padang Kui Lin membabat pundaknya, menggores kulit melukai daging. Dan Ceng Liong yang mulai pucat oleh keadaan yang tak mengantungkan dirinya itu kembali menerima tamparan Kui Hoa. Ceng Liong terpelanting. Dan ketika dia melompat bangun tahu-tahu pedang di tangan Kui Lin kembali mengenai paha kanannya!

“Brett....” Ceng Liong meringis. Dia sudah mengerahkan sinkangnya, melindungi kulit dari ketajaman pedang. Tapi karena dia harus membagi perhatian karena dua serangan yang berbeda itu mau tak mau fungsi kekebalan tubuhnya berkurang. Dan ini berarti perlindungannya turun. Darah mulai mengucur. Dan ketika kembali Ceng Liong mendapat gebukan dan tendangan dari kakak beradik itu akhirnya Ceng Liong menjadi bulan-bulanan dan kemarahan dua orang gadis ini. Ceng Liong sudah mulai terhuyung, bajunya robek-robek. Dan Kui Hoa yang terbelalak memandang pemuda itu sudah membentak dengan serangan yang tetap bertubi-tubi.

"Orang she Ceng, hayo kau minta ampun dan menyatakan tobat agar kami menghentikan serangan!"

Tapi Ceng Liong tertawa. Dia tetap berlompatan ke sana-sini, berusaha sebisanya menghindari serangan berbahaya, terutama tusukan pedang Kui Lin yang rupanya paling benci kepadanya. Dan mendengar Kui Hoa menyuruhnya minta ampun agar dua gadis itu menghentikan serangannya tiba-tiba Ceng Liong terkekeh dan mencemooh.

"Aku tak biasa minta ampun pada orang lain, nona. Apalagi wanita. Kalau kalian mau membunuhku dan itu mampu kalian lakukan biarlah aku mampus dan tewas di sini!"

"Kau keras kepala?"

"Ha-ha, kenapa mengomel? Hajar saja aku habis-habisan. Bunuh dan tusukkan pedang kalau kalian bisa!"

Maka Kui Hoa dan adiknya yang menjadi marah oleh omongan ini tiba-tiba membentak dan menggerakkan tubuh mereka. Hampir berbareng keduanya melompat bersamaan, Kui Hoa dengan tamparannya ke arah kepala, sedang Kui Lin dengan tusukan pedangnya mengancam dada. Dua serangan maut! Tapi Ceng Liong yang tak berkedip oleh dua serangan berbahaya ini benar-benar memiliki keberanian mengagumkan. Dia mencoba mengelak, tapi ketika kalah cepat karena kakinya sudah menggigil dan tubuhnya gemetar kelelahan maka saat itulah dua serangan kakak beradik ini menyambar' dirinya.

"Orang she Ceng, mampuslah..."

Ceng Liong tersenyum kecut. Dia tak dapat menghindar lagi sekarang, terlambat. Karena pedang dan tamparan kakak beradik itu telah tiba di depan matanya. Bahkan pedang Kui Lin sudah menyentuh ujung bajunya! Tapi Ceng Liong yang tak percuma dikagumi gurunya nomor satu dalam hal keberanian ternyata menyambut dua serangan maut itu dengan mata tidak berkedip dan tertawa bergelak!

"Nona, sampaikan jenasahku pada ibuku di luar. Tapi jangan sombong, aku ingin mati dengan tawa gembira!"

Kui Lin dan kakaknya terbelalak. Mereka merasa pemuda ini gila, kagum tapi juga kaget bahwa Ceng Liong bicara seperti itu. Seperti orang tidak waras! Tapi ketika pedang dan tamparan sudah menyentuh diri pemuda ini mendadak terdengar bentakan berat disusul berkelebatnya sebuah bayangan menangkis dua serangan berbahaya itu.

"Kui Hoa, Kui Lin, tak boleh kalian mencelakai tamu... plak-dess!"

Kui Hoa dan Kui Lin berteriak. Mereka terpelanting roboh oleh tangkisan ini, bahkan pedang Kui Lin mencelat terlepas. Tapi ketika dua orang kakak beradik itu melompat bangun dan melihat bayangan ini mendadak keduanya tertegun dan berseru tertahan.

"Ayah...”

Ceng Liong terkejut. Dia melihat seorang laki-laki tua berdiri di situ, gagah dengan janggut dicukur pendek, usianya sekitar empat puluh dua tahun, pakaiannya bersih dan rapi. Dan Ceng Liong yang terbelalak mendengar seruan Kui Hoa tiba-tiba melihat tiga bayangan ibu dan gurunya muncul.

"Liong-ji, apa yang kau lakukan?"

Ceng Liong tertegun. Dia melihat ibunya marah memandangnya, langsung membentaknya dengan suara tinggi. Dan Mu Ba serta Mayat Hidup yang juga terbelalak memandang muridnya ini bertanya dengan kening dikerutkan,

"Apa yang kau lakukan, Liong ji? Kenapa kau ada di sini?"

Ceng Liong tiba tiba tertawa. "Aku main-main di sini, suhu. Dan kebetulan saja bertemu dengan Kui Hoa daa Kui Lin itu ketika ayahnya datang."

"Hm. kau bentrok dengan Ok-taijin (pembesar Ok)?"

"Tidak, justeru dia yang menolongku dari pedang puterinya suhu. Karena itu aku harus berterima kasih!" dan Ceng Liong yang sudah memberi hormat di depan laki-laki gagah ini langsung menjura "Taijin. terima kasih atas pertolonganmu. Dua puterimu benar-benar hebat dan tak sanggup aku menandinginya!"

Laki-laki berjanggut pendek ini tersenyum. Dia mengulapkan lengan, tertawa tapi alisnya berkerut. Dan menyuruh Ceng Liong berdiri tegak dia sudah menegur anak-anaknya sendiri, "Kui Hoa, Kui Lin, kenapa kalian menyerang pemuda ini? Apa yang terjadi?"

Kui Lin langsung nerocos, "Dia membuat onar di tempat ini, ayah. Pemuda itu menyelinap masuk tanpa meminta ijin!"

"Ya, dan dia juga mengganggu tiga orang penghuni kaputren ini, ayah. Pemuda itu mengajak Puteri Kiok dan dua saudaranya untuk mandi bersama!" Kui Hoa menyambung, mengejutkan semua orang yang ada di situ termasuk gurunya hingga Mayat Hidup batuk-batuk. Dan laki-laki gagah yang bukan lain Ok Kui Lun itu sudah memandang kaget ke arah Ceng Liong.

"Betulkah itu, Liong-kongcu?"

Ceng Liong mengangguk, tertawa kecil. "Memang betul, taijin. Tapi salahkah aku bila ingin mencari hiburan?"

Semua orang terbelalak. Mereka heran dan tertegun melihat sikap pemuda ini, yang bicara blak-blakan dan jujur, kejujuran yang tidak tahu malu namun berani. Dan Mu Ba yang tiba-tiba tertawa bergelak oleh jawaban muridnya itu mendadak terguncang perutnya.

"Liong-ji, hiburan yang ingin kau cari memang tidak salah. Tapi tempat yang kau tuju salah! Kenapa mencari hiburan di wilayah kaputren?"

Tapi ibunya tidak kuat. Tok-sim Sian-li sudah berkelebat ke depan anaknya ini, dan begitu tangan bergerak ia pun sudah menampar Ceng Liong dengan muka merah padam. "Liong ji, kenapa kau membuat malu ibumu di tempat ini? Kau anak tak tahu aturan, kau bocah kurang ajar, plak-plak...!" dan Ceng Liong yang sudah ditampar ibunya yang penuh kemarahan ini tiba tiba terpelanting dengan pipi bengap?

Ceng Liong melompat bangun. Dia kembali mendapat tamparan dari ibunya yang marah itu, hingga mulutnya kini pecah berdarah. Tapi ketika Tok-sim San-li hendak menghajar anaknya lagi tiba-tiba Mu Ba berkelebat menangkis dan membentak,

"Hujin, cukup. Ceng Liong telah mengakui perbuatannya dan tak boleh terus dipukul!"

Tok-sim Sian-li mendelik, berombak dadanya. "Tapi anak itu berbuat di luar batas, Mu Ba. Dia membuat malu kita semua dengan perbuatannya di wilayah kaputren ini!"

"Benar, tapi Ceng Liong mengakuinya dengan jantan, hujin. Dan untuk kegagahannya ini kita harus memuji dan memaafkan kesalahannya!"

Tok-sim Sian-li masih ngotot. Tapi ketika dua orang itu berbantah-bantahan untuk urusan ini tiha-tiba Ok Kui Lun laki-laki yang gagah itu melangkah maju. "Lie hujin, dan kau Mu Ba, biarlah urusan ini tak perlu diperpanjang lebar lagi. Aku mengagumi keberanian muridmu itu, di samping menyesalkan perbuatannya yang melanggar aturan. Tapi karena dia adalah murid kalian berdua biarlah memandang muka kalian semua perbuatannya kumaafkan!”

"Tapi kalau sri baginda tahu bukankah urusan bakal panjang, taijin? Mana bisa dimaafkan begitu saja?" Tok-sim Sian-li terbelalak, gemas dan cemas memandang Ceng Liong.

Tapi Kui Lun yang tersenyum memandang semua orang mengulapkan lengannya. "Tak perlu khawatir, aku yang menjamin urusan ini tak akan terdengar sri baginda. Asal saja Liong-kongcu tak mengulangi lagi perbuatannya di kaputren ini yang pengawasannya di bawah dua orang puteriku!"

"Oh, mereka yang menguasai daerah ini, taijin?" Ceng Liong tiba-tiba bertanya, terbelalak memandang Kui Hoa dan Kui Lin yang cantik-cantik itu, dua dara kembar yang gagah perkasa dan hampir saja membunuhnya dalam pertandingan mendebarkan tadi.

Dan Ok taijin yang menganggukkan kepalanya dengan mulut tersenyum ini memandang Ceng Liong dengan sinar mata aneh. "Ya, dan kau berjanji untuk tidak mengganggu kaputren lagi, kongcu?"

"Ah...!" Ceng Liong tiba-tiba tertawa. "Tentu saja aku berjanji untuk tidak mengganggu wilayah ini, taijin. Tapi mohon diperkenankan untuk bersahabat dengan dua orang puterimu itu. Terutama adik Kui Lin yang gagah perkasa!"

"Cis!" Kui Lin tiba-tiba membentak marah. "Siapa sudi bersahabat denganmu, Ceng Liong? Kau mata keranjang, kau pemuda tak tahu malu!"

Ceng Liong menyeringai. Dia tak tersinggung oleh makian ini, tapi Ok Kui Lun yang tak enak melihat sikap puterinya tiba-tiba membentak. "Kui Lin, Liong-kongcu adalah tamu. Tak boleh kau bersikap begitu padanya!"

Kui Lin cemberut, memandang ayahnya dengan sikap tidak puas. Tapi Ceng Liong yang dapat melihat kesempatan untuk berkenalan baik-baik segera melangkah maju dan menjura dengan sopan di depan dara cantik ini. "Lin-moi, maafkan. Aku memang pemuda mata keranjang. Tapi percayalah, asal kau mau bersahabat denganku tentu semua sifat-sifatku yang buruk akan lenyap!"

Kui Lin mendengus. Ia tak menggubris pemuda itu. Dan sementara Ceng Liong menjura di depannya tiba-tiba ia memutar tubuh dan berkelebat pergi. "Ayah, aku sedang sebal. Maafkan kalau aku tak dapat memenuhi permintaanmu!"

Ceng Liong kaget. Dia melihat gadis itu pergi meninggalkannya, dan kecewa bahwa Kui Lin tak mau bersahabat dengannya tiba-tiba ia menyeringai memandang Kui Hoa. Tapi belum dia "menggaet" gadis ini tiba-tiba Kui Hoa yang rupanya dapat mencium maksud Ceng Liong sudah pula berkelebat pergi menyusul adiknya, berseru pada sang ayah.

"Ayah, aku akan menyusul Kui Lin. Tolong ini tamu kita itu kau temani dulu...!"

Ceng Liong kecewa bukan main. Dia sekarang terbelalak, merah mukanya. Tapi Ok-taijin yang mengerutkan kening melihat tingkah dua orang anaknya sudah menepuk-nepuk pundak pemuda ini.

"Liong-kongcu, mereka rupanya masih baru kepadamu. Harap dimaafkan, mereka masih anak-anak." dan memandang tiga orang tamunya yang lain pembesar ini mempersilahkan ramah, "Mu Ba, dan kau Lie hujin, mari kita keluar untuk melanjutkan pembicaraan kita. Biarlah Liong-kongcu ikut serta mengisi kekosongannya!"

Ceng Liong menggigit bibir. Dia kecewa dan mendongkol bukan main, tapi karena yang bicara itu adalah Ok-taijin sendiri maka diapun mengangguk kosong dan mengikuti semua orang ketika pembesar ini mengajak mereka keluar dari keputren, berjalan di belakang tapi pikiran selalu tertuju pada Kui Lin, gadis yang tiba-tiba tak dapat dilupakannya itu. Dan Ceng Liong yang untuk pertama kalinya jatuh cinta pada seorang dara akhirnya benar-benar gelisah dan tak menentu jajan pikirannya hingga tak tahu apa yang dibicarakan di meja perundingan antara guru-gurunya dan Ok-taijin itu!

Malam itu, setelah dua hari tinggal di kompleks istana, Ceng Liong tak dapat tidur. Dia selalu teringat Kui Lin, gadis cantik yang gagah itu, puteri Ok taijin yang memiliki kepandaian tinggi. Dan Ceng Liong yang berkali-kali naik turun di atas pembaringannya tiba-tiba mendesis dan mengepalkan tinju. Dia membuka jendela, membuang hawa pengap di dalam kamar. Padahal kamar itu cukup besar baginya! Dan Ceng Liong yang geregetan dua hari tak berhasil menjumpai Kui Lin tiba-tiba menggebrak meja dengan marah.

"Sialan, kenapa aku tak tahu di mana gadis itu berada? Haruskah aku kembali ke kaputren untuk mencari gadis ini?"

Ceng Liong geram. Dia sudah dua hari ini mencari gadis itu, tapi tak ketemu. Dan Ceng Liong yang tak kuat menahan kerinduan tiba tiba bertekad untuk kembali ke kaputren mencari Kui Lin. Bukan untuk mengganggu puteri-puteri' istana tapi semata-mata ingin mencari gadis yang membuatnya tergila-gila itu. Tapi belum dia membulatkan kemauannya mendadak gurunya nomor satu muncul.

"Ha-ha, apa yang kau pikiri, Liong-ji?"

Ceng Liong terkejut. Dia melihat gurunya berkelebat masuk melompati jendela itu, tertawa memandangnya. Dan Ceng Liong yang merasa mendapat jalan keluar tiba-tiba menjadi girang. “Suhu, kau harus menolongku. Aku mendapat kerepotanl"

Mu Ba tertawa bergelak. "Kerepotan apalagi, anak setan? Apa yang mau kau minta dari gurumu?"

Ceng Liong tersenyum. "Tidak banyak, suhu. Satu permintaaan saja. Yakni kau tolonglah aku untuk melepas rindu hati ini!"

"Weh? Rindu hati kepada siapa? Apa yang kau maksud?"

"Ah, tidak tahukah kau, suhu? Atau kau pura-pura saja?"

Mu Ba terbahak. "Aku betul-betul tidak tahu apa yang kau bicarakan, Liong-ji. Sebaiknya kau bicara saja terus terang dan jangan berputar-putar!"

Maka Ceng Liong langsung bicara, "Aku ingin menemui puteri Ok-taijin itu, suhu. Gadis bernama Kui Lin yang membuatku tergila-gila itu"

"Ha-ha, kau selamanya tergila-gila melihat gadis cantik, Liong-ji. Masa untuk urusan perempuan saja kau meminta tolong gurumu?"

"Ah, ini serius, suhu. Aku benar-benar jatuh cinta dan tergila-gila pada gadis itu!"

"Kalau begitu cari saja. Kenapa minta tolong gurumu?"

"Hm, sudah kucari, suhu. Tapi dua hari ini tak kutemukan juga gadis itu. Kabarnya tidur di kaputren!"

"Hah? Kau tidak main-main?"

"Siapa main-main, suhu? Aku sudah menyelidikinya. Karena itu aku gagal mencarinya ke sana ke mari."

Mu Ba terbelalak. Dia terkejut juga mendengar disebutnya nama kaputren itu. Karena tempat ini dilarang keras dimasuki lelaki. Tapi melihat muridnya tampak mengiba diapun bingung juga.

"Bagaimana, suhu? Kau dapat menolongku?"

"Hm, tentu dapat, Liong-ji. Tapi benar-benarkah kau jatuh cinta pada gadis itu? Bagaimanakah kalau sekedar main-main saja seperti biasanya?"

"Ah, ini serius, suhu. Aku tidak main-main seperti biasanya. Aku benar jatuh cinta dan tergila-gila pada gadis itu!"

"Dan kau mau mengawininya?"

"Tentu, suhu. Aku ingin gadis itu menjadi isteriku!"

"Baiklah, kalau begitu kita menghadap ayahnya saja. Kita lamar gadis itu dan terang-terangan memintanya!"

Ceng Liong terkejut. "Ah, tapi...."

"Tapi kenapa?" gurunya terbelalak. "Apa kau tidak setuju untuk meminta pada ayahnya dengan cara baik-baik?”

"Bukan, bukan begitu, suhu. Tapi yang kumaksudkan itu adalah apakah gadis itu dapat menerima cintaku?"

"Hm, kalau begitu bagaimana baiknya?"

"Begini, suhu. Kau bantulah aku untuk menemui gadis ini dulu. Aku ingin menyatakan cintaku, kalau dapat dia terima baru kita urus masalah perjodohan dengan ayahnya."

"Wah, kenapa berbelit-belit? Bukankah kau suka padanya? Bilang saja pada ayahnya dan gadis itu tentu tunduk padamu!"

"Tidak, aku menyangsikan hal ini, suhu. Dan karena itulah aku melarangmu untuk menemui ayahnya dulu!"

"Kenapa begitu?"

"Hm...” Ceng Liong mengerutkan keningnya, menunjuk pada peristiwa dua hari yang lalu. "Kau tentu masih ingat ketika gadis itu membantah perintah ayahnya bukan, suhu? Gadis itu tak mau berkenalan baik-baik denganku ketika ayahnya menyuruh. Dia malah pergi, menyatakan sebal segala. Dan kalau dia berani pada ayahnya jangan-jangan Ok-taijin tak dapat menolak pula kalau anak perempuannya itu menolak lamaran kita, suhu. Maka sebelum bicara pada orang tuanya sebaiknya kupastikan dulu sikap anaknya!"

"Maksudmu?"

"Aku ingin menyatakan cintaku secara baik baik, suhu. Tapi kalau dia menolak aku ingin memaksanya!"

"Heh?" Mu Ba terbelalak. "Kau mau main-main dengan gadis itu, Liong-ji? Kau mau menyulut api permusuhan?"

"Kalau kau membiarkan aku seorang diri melakukan ini, suhu. Tapi kalau kau mau membantuku tentu semuanya akan berjalan baik-baik...!"

"Setan, kau sudah merencanakan sesuatu, Liong-ji?"

"Benar, dan satu satunya orang yang amat kuharap adalah kau, suhu. Tapi kalau kau tidak mau membantuku biarlah aku menghadapi bahaya ini seorang diri. Paling-paling mampus di tangan Ok-taijin.”

"Tidak!" Mu Ba tiba-tiba menggereng. "Kau muridku satu-satunya, Liong-ji. Aku tak akan membiarkan kau mampus menghadapi bahaya. Tapi apakah bahaya yang kau maksud itu? Dan kenapa kalau aku yang membantu maka semuanya bisa berjalan baik-baik?"

Ceng Liong tersenyum "Itu akan kuceritakan kalau kau siap membantuku, suhu. Tapi berjanjikah kau untuk membantuku?"

"Tentu saja! Mana ada guru membiarkan muridnya celaka sendirian?"

"Baiklah, kalau begitu kuceritakan sekarang, suhu. Dan terima kasih untuk janji bantuanmu ini!" Ceng Liong girang, berjingkrak di dalam kamar lalu berbisik-bisik di telinga gurunya, tampak serius dan bersungguh-sungguh. Dan gurunya yang mendengarkan rencana muridnya itu tiba-tiba terbelalak dan tampak terkejut. "Wah, begitu yang kau maui, Liong-ji?"

"Ya, satu-satunya jalan untuk mendapatkan gsdis itu tanpa kegagalan, suhu. Kau tentu menolongku, bukan?"

Mu Ba sejenak tertegun. Tapi begitu mukanya pulih kembali dan menyeringai memandang Ceng Liong tiba-tiba raksasa ini tertawa bergelak dan melompat keluar. "Baik, kita bergerak sekarang, anak setan. Tapi hati-hati dengan gerak-gerikmu sendiri!"

Ceng Liong mengangguk, melompat pula dan menunip jendela. Lalu melihat gurunya lenyap ke arah barat diupun menjejakkan kaki ke arah timur. Dan begitu dua bayangan ini berpisah maka Ceng Liong dan gurunya sudah sama-sama melaksanakan "tugas".

* * * * * * * *

Tidak seperti biasanya, malam itu Kui Lin dan Kui Hoa tidur di kompleks kaputren. Sudah tiga hari ini mereka tak mau tidur di rumah ayahnya. Alasan mereka adalah menjaga keselamatan puteri-puteri istana sejak Ceng Liong membuat onar itu. Dan Kui Lin serta Kui Hoa yang malam itu beristirahat di kamarnya tampak bercakap-cakap dengan nada bersungut.

"Bagaimana kesanmu dengan pemuda she Ceng itu, Lin-moi?" demikian Kui Hoa bertanya pada adiknya, yang tiba-tiba mengepalkan tinju dengan mata berapi. Dan Kui Lin yang tampak geram oleh pertanyaan ini langsung mengumpat.

"Kesan apa lagi, enci? Dia pemuda brengsek, cabul dan tak tahu malu!"

"Dan kau tak mau kembali ke rumah ayah untuk tidur di sana?"

"Tidak. Aku tak mau ke sana dulu kalau pemuda itu belum enyah, cici. Aku sebal dan muak melihat tingkahnya!"

"Dan kau tahu apa yang dilakukan pemuda itu selama ini?"

"Ya, aku tahu. Ceng Liong mencari-cariku tapi selalu tak berhasil."

"Dan dia tentu penasaran, Lin-moi. Aku khawatir kalau dia nekat dan mencari kita di sini, sebab di sinilah dia tahu tugas utama kita."

"Hm, kalau berani begitu kita lapor saja pada sri baginda, enci. Kita bilang dan buka rahasianya beberapa hari yang lalu!"

"Tapi kali ini berbeda, Lin-moi. Dia datang bukan untuk mengganggu puteri puteri istana melainkan semata-mata ingin menemui dirimu! Bagaimana kalau terjadi demikian?"

"Aku akan melabraknya habis-habisan, enci. Kalau perlu kubunuh dia dan habis perkara!"

"Hm, sekarang persoalannya tak semudah itu, Lin-moi. Kau tahu dia sedikit unggul dibanding kepandaianmu. Jari Penusuk Tulangnya hebat, kalau kita tak mempunyai ilmu kebal Hou-lek-kin-ciong-ko tentu kita tak mampu melawannnya!'

"Benar, tapi kalau kita berdua maju betapapun kita dapat mengatasinya, enci. Dan kalau kau mau membantu tentu kita dapat membunuh pemuda itu!"

"Hm, sekarang tak mungkin, Lin-moi. Jelek-jelek pemuda itu adalah tamu ayah. Kalau saja tiga hari yang lalu ayah tak menangkis pukulan kita tentu pemuda itu sudah tinggal namanya saja!"

'Ya, dan kita tak akan diganggunya lagi, enci. Sungguh sayang kenapa ayah menggagalkan serangan kita waktu itu!"

Kui Hoa menghela napas. "Lin-moi, tahukah kau kenapa ayah mengundang orang-orang jahat itu? Bukankah Mu Ba dan Mayat Hidup dikenal sebagai datuk-datuk sesat yang keji? Dan Tok-sim Sian‐li juga ikut bersama. Aku merasa tak nyaman melihat orang orang ini!"

"Ya. dan tingkah laku mereka telah diperlihatkan oleh pemuda brengsek itu, enci. Aku khawatir dan heran kenapa ayah bersahabat dengan orang-orang macam ini!"

"Dan ke mana paman So-beng? Kenapa aku tak melihatnya pula tiga hari ini?"

Kui Lin tiba tiba membelalakkan matanya. "Ya, aku merasa heran setiap ayah muncul dia selalu menghilang, enci. Kenapa berkali kali terjadi seperti itu?"

"Hm, aku juga merasa ada sesuatu yang tak beres antara ayah kita dan Sobeng itu, Lin-moi. Apakah kau juga merasa seperti apa yang kurasakan?"

"Ya, dan aku mulai curiga pida laki-laki ini, enci. Tapi yang mengherankan hatiku ialah sikapnya yang sama baik seperti ayah! Betulkan dia adik seperguruan ayah?"

"Hm, melihat ilmunya yang sealiran dengan kepandaian ayah tentu cerita itu betul, Lin-moi. Tapi kenapa dia selalu mengenakan kedok? Apakah mukanya buruk?'

"Tak tahulah. Aku juga bingung melihat paman kita yang satu ini, enci. Tapi karena dia baik kepada kita maka sudah seharusnya kita berbaik pula kepadanya."

Dua kakak beradik itu terdiam sejenak. Mereka termenung, mengunyah pembicaraan yang baru saja mereka katakan. Tapi Kui Hoa yang bergerak telinganya tiba tiba berkelebat keluar, membentak, "Siapa di situ?"

Dan sesosok bayangan tiba-tiba muncul. Dia adalah orang yang dipercakapkan terakhir kalinya oleh Kui Hoa dan Kui Lin. So-beng, Iblis Penagih jiwa itu. Dan Kui Hoa yang terkejut melihat kedatangan laki-laki berpakaian merah ini segera berseru tertahan, ''Oh! Kau, paman?"

Dan laki-laki itu melompat masuk. "Kui Hoa, Kui Lin, kalian tak melihat sesuatu yang mencurigakan?"

Kui Lin sudah keluar pula. "Apa yang kau maksud, paman? Kenapa kedatanganmu mengejutkan kami?"

"Ya, dan ke mana saja kau selama tiga hari ini, paman? Kenapa tak kelihatan?" Kui Hoa juga menyambung, terbelalak di samping laki-laki ini yang tampaknya celingukan ke sana kemari. Tapi melihat Kui Lin dan Kui Hoa tak kurang suatu apa diapun menarik napas lega dan tertawa.

"Anak-anak, kalian tak melihat sesuatu yang mencurigakan?"

Kui Hoa menggeleng. "Tidak. Tapi apa maksudmu, paman? Kenapa datang dengan tiba-tiba begini? Dan ke mana kau selama tiga hari ini?"

"Hm, aku diutus ayah kalian, anak-anak. Keluar kota raja untuk menyelidiki perkumpulan Ho-han hwe."

"Dan kenapa malam-malam begini ke tempat kami?"

"Maaf, sekilas kulihat sebuah bayangan melompat-lompat di wuwungan istana, Kui Hoa. Tapi ketika kukejar tahu-tahu dia melayang turun dan menghilang!"

"Ah, dia dapat meloloskan diri dari tangkapanmu, paman?"

"Ya, karena itu dapat kunilai bahwa orang ini berkepandaian tinggi!"

"Tapi, siapa, paman?"

"Aku tak tahu. Tapi tubuhnya tinggi besar, memakai mantel hingga mirip kelelawar raksasa!"

Kui Hoa dan adiknya terkejut. "Begitukah, paman? Tapi di mana terakhir kalinya kau menemukan jejaknya?"

"Di luar kompleks kaputren. Karena itu aku ke mari untuk menengok keadaan kalian."

"Hm..." Kui Lin tiba-tiba mengerutkan alisnya. "Apa bukan pengawal rahasia yang disiapkan ayah, paman? Bukankah ayah banyak mengundang orang-orang pandai untuk membantu melindungi istana?"

"Kurasa tidak. Tapi akan kuselidiki kembali, anak-anak. Dan kalian harap berhati-hati. Nanti aku kembali lagi!" dan So-beng yang sudah menggerakkan kakinya itu tiba-tiba berkelebat lenyap di luar kamar.

Kui Hoa terkejut. Tapi Kui Lin yang sudah mengejar di luar tiba-tiba berseru memanggil, "Paman, tunggu dulu. Apakah ayah sudah tahu ini?"

Iblis Penagih Jiwa itu membalikkan tubuh. "Belum, tapi aku akan memberitahunya, Lin-ji. Dan jangan kalian keluar dari tempat ini sampai aku kembali lagi!" dan laki-laki misterius yang sudah memutar tubuh itu tahu-tahu melanjutkan gerakannya dan lenyap di luar taman.

Kini Kui Lin dan kakaknya tertegun. Kui Lin memandang encinya itu, tapi sang enci yanj menghela napas mengajaknya masuk. "Lin-moi, kita tunggu saja kedatangan paman So-beng. Mari masuk!"

Kui Lin tak membantah. Mereka sekarang sudah kembali berada di kamar, tapi Kui Li i yang bersinar matanya tiba-tiba berbisik, "Enci, bukankah ini kesempatan bagus bagi kita? Bagaimana kalau kita menyelidiki kecurigaan kita itu?"

"Kecurigaan yang mana, Lin-moi?"

“Tentang paman kita itu, enci. Tentang So-beng!"

"Maksudmu?"

"Sementara menunggu dia kembali, seorang di antara kita mencari ayah, enci. Dan kalau ayah tak ada di tempat maka kita tunggu pamen So-beng dan langsung saja bertanya terang-terangan kepadanya!"

"Hm, aku takut, Lin-moi. Aku khawatir paman So-beng tersinggung dan marah kapada kita. Apalagi kalau ayah dilapori!"

"Tapi kita tak akan diganggu lagi oleh tanda tanya, enci. Setidak-tidaknya kita bersikap jujur dan menyatakan apa yang menjadi ganjalan kita!"

"Tidak, untuk saat ini tak perlu kita tahu, Lin-moi. Betapapun kalau benar di antara ayah dan paman So-beng ada apa-apanya tentu kelak kita tahu juga."

"Tapi aku semakin penasaran, enci."

"Boleh jadi. Tapi betapapun kita harus mengendalikan diri, Lin-moi. Karena apa yang akan kita selidiki itu adalah orang-orang dekat kita sendiri. Kita harus berhati-hati!"

Kui Lin diam. Dia patuh omongan kakaknya ini, dan bangkit berdiri tiba-tiba ia mengambil pakaian kakaknya di atas meja. "Enci, aku ingin mengenakan pakaianmu ini. Kupinjam sebentar!"

Kui Hoa memandang aneh. "Untuk apa, Lin-moi? Sudah larut malam, sebentar lagi kita akan tidur."

"Biarlah, aku tertarik oleh pakaian hijaumu ini, enci. Entah kenapa malam ini aku ingin mengembarimu!"

Kui Hoa tertawa. "Kau lucu, Lin-moi. Kesukaanmu berbaju biru kenapa tiba-tiba sekarang memilih hijau? Jangan - jangan ayah sendiri sulit membedakan kita."

Kui Lin juga tertawa. "Aku hendak sedikit main-main, enci. Ingin kulihat apakah paman So-beng juga tak terkecoh kalau aku mengganti baju!" dan Kui Lin yang sudah mengenakan baju encinya itu tiba-tiba sudah tak dapat dibedakan lagi dari kakaknya!

Mereka memang saudara kembar. Baik muka maupun tubuh keduanya benar-benar mirip. Sama-sama tinggi semampai dan cantik-cantik. Maka begitu Kui Lin mengganti pakaian birunya dengan pakaian hijau yang menjadi milik encinya segera saja dua orang gadis ini tak dapat dibedakan lagi. Baik Kui Lin maupun Kui Hoa menjadi sama, siapa kakak siapa adik tak bakal diketahui lagi. Kecuali oleh orang dekat yang dapat membedakan mereka dari suara masing-masing yang sedikit berlainan. Karena kalau Kui Hoa memiliki suara yang merdu halus adalah Kui Lin nyaring dan galak. Selebihnya, biar ayah mereka sendiripun tak bakal tahu yang mana Kui Hoa dan yang mana Kui Lin!

Maka, begitu Kui Lin mengemban encinya ini tiba-tiba gadis itu terkekeh. "Bagaimana, enci? Siapa yang lebih cantik di antara kita?"

Kui Hoa tersenyum. "Kita sama dan serupa, Lin-moi. Mana bisa orang lain membedakan?"

"Ya, dan kalau paman So-beng ke mari biarlah kita tak usah berbicara, enci. Kita lihat bagaimana dia mengenali kita!"

Tapi Kui Hoa tertawa kecut. "Jangan, betapapun orang-orang yang dekat dengan kita mengenali kita dari suara kita, Lin-moi. Kalau kita kelewatan tentu paman So-beng akan marah. Jangan menggoda orang dengan keterlaluan!"

"Hi-hik, tapi dia tak pernah marah kepada kita, enci. Paman So-beng selalu baik dan menyayang kita."

"Benar, tapi kita tak boleh menyalahgunakan perasaan orang, Lin-moi. Betapapun dia adalah adik seperguruan ayah."

Kui Lin tertawa nakal. Dia tak bicara lagi, dan ketika kentongan dipukul dua kali tanda malam semakin larut tiba-tiba bayangan merah berkelebat memasuki kamar.

"Bagaimana, anak-anak? Tak ada sesuatu apa di sini?"

Itulah suara So-beng. Kui Hoa sudah cepat berdiri menyambut, menggelengkan kepala dan berkata tak ada apa-apa di situ. Tapi Kui Lin yang tersenyum di samping kakaknya dengan pakaian kembar membuat laki-laki ini tertegun.

"Eh, kenapa kalian mengenakan pakaian yang sama? Siapa yang Kui Lin?"

Kui Hoa tertawa, tapi Kui Lin yang nakal sengaja diam saja. "Kau tebak sendiri, paman. Siapa kira-kira di antara kami sebagai Kui Lin!" Kui Hoa menjawab, geli melihat paman mereka kebingungan. Karena yang memperkenalkan suara hanya dia seorang. Dan baru setelah Kui Lin terkekeh tak tahan menggoda Iblis Penagih Jiwa itu barulah laki laki ini tersenyum dan menyentil telinga gadis itu.

"Kui Lin. setan kau. Kenapa menggoda pamanmu seperti ini? Apa maksudmu?"

"Hi-hik. aku hanya ingin tahu bisakah kau membedakan kami dengan segala-galanya yang kembar ini, paman. Tapi kalau kau dapat membedakan kami dan suara kami memang aku harus menyerah!" Kui Lin tertawa, tak dapat menyembunyikan diri lagi karena sudah dikenal orang.

Dan So beng yang gemas memandangnya tiba-tiba memutar tubuh. ''Anak-anak, tak ada yang mengganggu kalian, bukan?"

Kui Lio menggeleng. "Tidak, dan bagaimana dengan pencarianmu tadi, paman? Ketemukah laki laki itu?"

"Hm, aku mendapatkannya keluar melalui tembok sebelah barat, Lin-ji. Tapi ketika kukejar dia menghilang di luar hutan dan tak kuketahui siapa adanya!"

"Jadi gagal, paman?"

"Ya. Tapi kukira sekarang aman. Setidak-tidaknya, untuk malam ini tak ada sesuatu yang serius di kompleks istana karena dia telah pergi dan kutunggu tak kembali lagi. Entah apa maunya."

"Dan ayah sudah kau beri tahu, paman?"

"Sudah."

"Dan ayah juga ikut keluar?"

"Tentu, tapi kami terlambat, Lin-ji. Aku dan ayahmu kehilangan jejak ketika bayangan itu memasuki hutan. Tapi besok kami akan menyelidiki lagi!" So-beng menghindar pandangan, sedikit gugup oleh tatapan Kui Lin yang tajam, yang tiba-tiba merasa aneh akan suara pamannya yang sumbang. Tapi Iblis Penagih Jiwa yang sudah memutar tubuhnya iiu tiba-tiba berkelebat keluar meninggalkan mereka.

"Kui Hoa, hari sudah hampir pagi. Kalian tidur dan beristirahatlah!"

Kui Hoa dan adiknya mengangguk. Mereka melihat orang lenyap di luar kamar, maka menutup pintu dan menghela napas dua kakak beradik itu lalu memadamkan lampu, memasang lilin untuk sekedar menerangi kamar dengan suasana remang-remang. "Lin-moi, benar apa yang dikata paman So-beng. Kita istirahat dulu dan besok menemui ayah."

"Hm..." Kui Lin melempar tubuhnya di atas pembaringan. "Tapi aku merasa tak enak, enci. Entah kenapa tiba-tiba hatiku tak nyaman. Apakah kau juga merasakan perasaan gelisah?"

Kui Hoa mengerutkan kening. "Memang benar, Lin-moi. Tapi kukira hanya aku sendiri."

"Tidak, aku sudah gelisah sejak paman So-beng menyatakan melihat bayangan seseorang, enci. Apakah kau merasakan itu sejak saat yang sama?"

"Ya, tapi sudahlah. Mungkin hanya pengaruh sugesti kita terhadap paman So-beng yang kita curigai itu." dan Kui Hoa yang juga sudah melempar tubuhnya di sisi Kui Lin tiba-tiba menguap dengan mata berat. "Lin-moi, aku mengantuk sekali. Kau juga mengantuk?"

"Hm, tentu, enci. Tapi kenapa kurasa hawa demikian dingin menusuk tulang? Sudahkah jendela kau tutup?"

"Aneh, aku juga merasa kedinginan, Lio-moi. Padahal jendela sudah kututup! Apa yang terjadi ini?"

Dan berbareng dengan itu tiba-tiba dua kakak beradik itu mendengar desir angin lirih di lubang jendela. Ada semacam hawa meniup di bawah situ, hawa yang membuat kamar tiba-tiba dingin bagai dimasuki bongkahan es. Kamar yang menjadi dingin hingga tubuh mereka menggigil. Dan Kui Lin serta kakaknya yang terbelalak mendengar desir lirih yang mirip jengkerik mengibaskan bulu itu mendadak kaget dengan muka berobah.

"Penyirepan....!"

Dua kakak beradik itu melompat bangun. Mereka diserang kantuk yang hebat, pucat mukanya. Karena sadar bahwa seseorang menyerang mereka dengan pengaruh ilmu hitam. Dan baru mereka melompat dengan kaki terhuyung tahu-tahu jendela dicungkil orang dan sebuah bayangan tinggi besar melompat masuk.

"Hei, awas...!"

Tapi Kui Lin dan Kui Hoa terlambat. Mereka melihat bayangan itu telah menggerakkan jarinya menotok mereka, dan karena mereka terhuyung diserang kantuk yang hebat hingga mata berat dibuka tahu-tahu keduanya sudah roboh tertotok dan terguling di atas lantai. Baik Kui Lin maupun kakaknya mengeluh pendek, dan begitu keduanya terguling maka kakak beradik ini pingsan di dalam kamar dan tak tahu lagi apa yang terjadi!

Kini bayangan itu mengeluarkan suara aneh. Dia bergumam tidak jelas, terbelalak memandang korbannya yang pingsan itu. Gadis kembar yang segala-galanya tak dapat dibedakan lagi, sama dan serupa. Dan bingung memilih seorang di antaranya tiba-tiba bayangan ini, yang bukan lain adalah Mu Ba, menyambar Kui Hoa yang disangka Kui Lin! Lalu, menggerendeng tidak jelas Mu Ba sudah melonpat keluar dan menghilang di luar tembok kaputren.

* * * * * * * *

"Bagaimana, suhu? Kau berhasil? Kenapa lama amat?" demikian Ceng Liong nyerocos bertanya ketika gurunya datang. Mereka berada di dalam hutan, di sebuah kuil rusak yang tidak dipakai lagi, menegur gurunya itu dengan suara tidak puas. Dan Mu Ba yang sudah melempar tubuh Kui Hoa di lantai kuil tiba-tiba menbentak muridnya itu dengan marah marah.

"Keparat, enak saja kau memerintah gurumu, Liong ji. Tidak tahukah kau bahwa keterlambatan ini karena adanya gangguan? So-beng melihat bayanganku. Karena itu aku harus mengecohnya dulu dua jam lebih sebelum gadis ini kuambil..."

Ceng Liong terkejut. "Begitukah, suhu? Tapi dia tak mengenalmu, bukan?"

"Tidak, karena aku menyembunyikan muka dengan mantol hitam. Tapi betapapun juga kita harus berhati-hati dengan manusia yang satu ini, Liong-ji. Karena sekali terbongkar tentu semuanya jadi berantakan. Salah-salah Ok-taijin sendiri menendang kita dari persekutuan ini!"

Ceng Liong tersenyum, lega sekarang. Dan melompat menghampri Kui Hoa dia memeriksa, siap melempar pujian. Tapi melihat bahwa gadis yang ditangkap gurunya itu bukan gadis baju biru melainkan gadis baju hijau mendadak Ceng Liong berseru tertahan dan berobah mukanya.

"Ah, ini bukan Kui Lin, suhu. Tapi Kui Hoa yang menjadi encinya!"

"Hm, dari mana kau tahu?"

"Pakaiannya ini, suhu. Kui Lin mengenakan pakaian biru bukan hijau!"

"Dan kalau mereka sama-sama mengenakan pakaian hijau?"

Ceng Liong terbelalak. "Apa maksudmu, suhu?"

Dan Mu Ba kini mendengus. "Aku tidak tahu apakah salah ambil atau lidak, Liong-ji. Tapi ketika aku ke sana maka kulihat kedua-duanya mengenakan pakaian hijau. Aku tak tahu mana Kui Lin mana Kui Hoa. Tapi kuharap saja gadis ini adalah Kui Lin."

Ceng Liong ternganga. Dia terkejut oleh cerita gurunya ini. Tapi melihat baik Kui Lin maupun Kui Hoa benar-benar serupa dan mirip Satu sama lain tiba-tiba Ceng Liong tertawa bergelak. Dia tak meinperdulikan lagi sekarang, dan tertawa dengan sinar mata keji tiba-tiba Ceng Liong mengeluarkan sebotol arak dari balik sakunya.

"Suhu, aku akan menundukkan gadis ini sebelum dia sadar. Kuharap pernyataan cintaku nanti tak akan ditolak!"

"Hm, kau mau memberikan Arak Sorga itu?"

"Ya, sesuai maksudku, suhu. Dan sekali dia telah kumiliki maka selamanyapun gadis ini akan tunduk kepadaku, ha-ha!"

Ceng Liong membuka botol arak. Dia sudah gembira sekali memandang korbannya. Karena itulah maksudnya ketika berbisik-bisik dengan gurunya beberapa saat yang lalu, "menembak" gadis ini agar tak mengalami banyak kesulitan dalam menyalurkan hasrat cintanya. Cinta berahi! Dan Ceng Liong yang siap menuangkan arak di mulut Kui Hoa tak perduli lagi apakah gadis itu Kui Hoa atau Kui Lin!

Tapi, Mu Ba tiba-tiba berseru, "Liong-ji, nanti dulu, aku tak mau melihat apa yang akan kau lakukan. Tapi kalau gadis ini sadar dan marah kepadamu panggillah aku di luar. Hati-hatilah...!"

Mu Ba sudah berkelebat lenyap. Dia meninggalkan Ceng Liong yang menyeringai kegirangan, mengangguk dan tertawa memandang korbannya. Dan begitu mendekatkan botol araknya ke mulut Kui Hoa maka Cepg Liong sudah menuangkan isinya sambil terkekeh. "Jangan khawatir, aku dapat menjaga diri, suhu. Dan sekali gadis ini menjadi milikku tentu hanya akulah yang dapat mengawininya dengan baik-baik, ha ha...!"

Ceng Liong menuangkan araknya. Dengan penuh keyakinan dan rasa percaya diri yang besar dia mencekoki Kui Hoa dengan arak perangsangnya itu. Arak yang mampu membuat kuda jantan tergila-gila dan mabuk dalam nafsu berahi. Tak bakal sudah kalau belum melampiaskan semua nafsu berahi yang membakar tubuh! Tapi, baru botol arak menempel di bibir Kui Hoa tiba-tiba sebutir batu hitam menghantam pecah botol arak ini.

"Ceng Liong, kau manusia hina... prang!"

Ceng Liong terkejut. Dia melihat sssosok bayangan berkelebat memasuki ruangan itu, memecahkan botol araknya dan langsung menampar punggung. Dan karena dia tak menyangka bahwa di tempat itu ada orang ke tiga maka Ceng Liong mengeluh ketika terlempar roboh.

"Bress...!" Ceng Liong terguling-guling. Dia kaget bukan main oleh tamparan yang membuat dia sesak napas ini, dan ketika dia melompat bangun maka dilihatnya seorang pemuda tampan dengan pakaian sederhana telah berdiri di depannya dengan mata bersinar-sinar. Marah! "Siapa kau?" Ceng Liong terkejut.

"Hm, aku orang yang sudah pernah kau kenal, Ceng Long. Tapi melihat perbuatanmu yang hina hari ini sungguh tak kusangka kalau kau demikian keji!"

Ceng Liong terbelalak. "Kau siapa?"

"Aku orang yang dulu pernah kau patahkan lengannya, Ceng Liong. Kita bertemu sepuluh tahun yang lalu di kuil Tee-kong bio!"

"Ah, Bu beng Siauw-cut...!" Ceng Liong tiba-tiba tersentak, kaget dan heran memandang bekas musuhnya di waktu kecil ini, pemuda yang kini dia kenal sebagai Bu-beng Siauw-cut, anak gelandangan itu! Dan tertawa bergelak dengan suara tinggi tiba tiba Ceng Liong membentak, "Bu-beng Siauw cut. apa maksudtnu menggangguku di sini? Kau tidak jera setelah kupatahkan lenganmu itu? Kau minta kuhajar lagi?"

Bu-beng Siauw cut, atau yang kini bernama Kun Houw itu melangkah maju. Dia tersenyum mengejek mendengar kata-kata Ceng Liong ini. Tapi berkata dengan suara dingin pemuda itu menjawab, "Ceng Liong, aku telah ganti nama sekarang. Aku bukan Bu-beng Siauw-cut, tapi Kun Houw. Dan kalau dulu aku berani melawanmu maka sekarangpun aku juga tidak takut pada kecongkakanmu. Kenapa kau demikian hina hendak memperkosa gadis ini?"

Ceng Liong marah. "Dia calon isteriku sendiri, Siauw-cut. Aku..."

"Hm, namaku Kun Houw, Ceng Liong. Aku telah membuang nama Siauw-cut itu sepuluh tahun yang lalu. Telingamu pekak tidak mendengar perkataan orang?" Kun Houw atau Bu-beng Siauw-cut itu memotong, memandang Ceng Liong dengan sinar mata tajam dan marah.

Dan Ceng Liong yang membanting kakinya oleh potongan ini membentak. "Kau bagiku tetap Bu-beng Siauw-cut, anak setan. Aku tak perduli kau ganti nama atau tidak. Aku tak mau menyebutmu Kun Houw!"

"Baiklah, kalau begitu kau tidak cepat-cepat membebaskan gadis ini? Kau tunggu aku membalas dan menghajar perbuatanmu yang hina dulu?"

Ceng Liong tertawa bergelak. "Siauw-cut, kau sombong sekali. Apakah yang kau andalkan hingga sekarang kau berani memerintahku? Tak tahu diri kau berani bersikap begitu kepadaku?"

"Hm, kau yang sombong, Ceng Liong. Kau memandang rendah dan hina diriku seperti sepuluh tahun yang lalu. Bagaimana kalau aku dapat menghajarmu?"

"Keparat!" Ceng Liong tiba-tiba menerjang. "Kau yang akan kurooohkan bukannya aku yang roboh, Siauw-cut. Mampuslah dengan mulutmu yang besar itu... dukk!"

Kun Houw menangkis. Dia terang tak mau menerima mentah-mentah serangan ini, mengerahkan sinkang membentur lengan Ceng Liong. Dan begitu kedua lengan mereka bertemu tiba-tiba Ceng Liong berteriak kaget ketika terpental ke belakang dan mencelat membentur tembok!

"Ah, kau ternyata memiliki sedikit kepandaian, Siauw-cut" Ceng Liong terbelalak, kaget tak menyangka bahwa lawannya ini memiliki sinkang demikian hebat, menggetarkan lengannya dan membuat dia terpental setombak. Tapi Ceng Liong yang kurang percaya dan merasa penasaran tiba-tiba mencoba lagi sambil menggereng. "Siauw-cut, kau terimalah kembali pukulan ini. Haitt...!"

Kun Houw tersenyum mengejek. Dia tahu Ceng Liong tak percaya pada kelihaiannya. Maklum, sepuluh tabun yang lalu dia sama sekali belum memiliki kepandaian silat dan menjadi bulan bulanan lawannya ini. Maka. begitu Ceng Liong menyerangnya kembali dengan kedua lengan terkembang memukul leher dan dada kirinya Kun Houw pun mengeluarkan jengekan dan tertawa dingin.

"Ceng Liong, kau jangan selalu memandang rendah orang lain. Aku bukan seperti bocah sepuluh tahun yang lalu!" dan Kun Houw yang juga menggerakkan kedua lengannya untuk menangkis pukulan lawan tiba-tiba membentak dan maju selangkah.

"Duk-dukk!"

Ceng Liong menjerit. Untuk pertama kalinya dia percaya benar, terlempar dan terguling-guling oleh tangkisan ini. Merasa sakit dan tulang lengannya seakan retak. Tapi Ceng Liong yang sudah melompat bangun dan marah bukan main tiba-tiba membentak dan mengerahkan Tok hiat jiunya. "Siauw-cut, jangan sombong. Aku masih dapat membunuhmu dengan ilmu-ilmuku yang lain...!"

"Hm, cobalah. Aku juga ingin menguji kepandaian yang kudapat, Ceng Liong. Dan sekali aku mampu merobohkanmu jangan harap kau mendapat ampun!"

"Keparat. aku tak akan minta ampun kepada mu, Siauw-cut. Karena sebelum aku roboh kaulah yang akan kukirim ke dasar neraka. Haitt..!" dan Ceng Liong yang sudah menerjang dengan pukulan Darah Beracunnya dan melompat ke depan tiba-tiba menjulurkan lengan kanannya yang berbau amis menghantam pelipis Kun Houw. Lalu, ketika Kun Houw melompat mundur dan mengerutkan kening mencium bau amis ini Ceng Liong mengejar dengan tamparan tangan kirinya sambi! membentak.

"Siauw-cut, jangan lari kau...!"

Kun Houw mendengus. Dia bukannya lari seperti yang dikata Ceng Liong, melainkan berhati-hati menghadapi pukulan yang menjijikkan ini, serangan Darah Beracun yang sudah pernah didengarnya dari mendiang gurunya, si jago pedang, yang juga merupakan ayah angkatnya itu. Maka melihat Ceng Liong mengejarnya dengan tamparan tangan kiri yang menyambar lehernya tiba-tiba Kun Houw merendahkan tubuh dan mengangkat kaki menendang pinggang lawannya.

"Dess!" Ceng Liong terputar. Pemuda itu berteriak marah, dan hampir terjelungkup oleh tendangan ini Ceng Liong memaki-maki. "Siauw-cut, terimalah pukulan Tok-hiat-jiuku kalau kau berani. Jangan menghindar dan melompat-lompat seperti pengecut!"

Kun Houw merah mukanya. Dia mulai gusar, maka ketika Ceng Liong mengayun tubuh dan kembali menyerangnya dengan pukulan Darah Beracun yang tampaknya di agul-agulkan itu tiba-tiba pemuda ini menyambut dan tertawa mengejek.

"Ceng Liong, jangan sombong dengan pukulan Darah Beracunmu itu. Aku tidak takut. Marilah kita coba... plak!"

Dan lengan Kun Houw yang sudah bertemu dengan lengan Ceng Liong tiba-tiba disambut tertawa girang oleh murid Tok-sim Sian-li ini. Ceng Liong menggeleserkan lengannya, bermaksud memindah hawa beracun yang ada di permukaan kulit lengannya ke lengan Kun Houw. Lalu begitu merayap turun bagai seekor ular tahu-tahu Ceng Liong membuka kelima jarinya dan mencengkeram muka lawan.

Tapi Kun Houw mendengus. Dia membentak dan mengikuti gerakan lawan, dan begitu Ceng Liong mencengkeram mukanya dengan telapak terbuka diapun membuka kelima jarinya dan balas menangkap.

"Crep!" Ceng Liong terbelalak. Dia melihat Kun Houw sudah menyambut cengkeramannya, sepuluh jari saling bertaut dan melekat, masing-masing saling meremas dan mengerahkan tenaga. Tapi Ceng Liong yang tertegun melihat Kun Houw seakan tak terpengaruh uap beracun di tangannya tiba-tiba menjerit ketika Kun Houw menekuk kelima jarinya dan mendorong balik pukulan Tok-hiat-jiunya!

"Aduh...!" Ceng Liong memekik, membanting tubuh dan melepaskan diri dengan muka kaget bukan main. Tapi Kun Houw yang selalu mengikuti gerakannya dan tidak mau melepaskan pemuda ini tiba-tiba membuat Ceng Liong berteriak dan melancarkan Jari Penusuk Tulangnya dari samping, dengan tangan kiri, mempergunakan dua jari telunjuk dan jari tengahnya yang langsung menyambar punggung pergelangan telapak tangan Kun Houw.

"Tak!" Kun Houw tergetar dan ganti terkejut. Dia melepaskan jari-jari lawan, terbelalak melihat Ceng Liong mempergunakan dua jarinya untuk melepaskan diri, yang memang berhasil. Dan Kun Houw yang tiba-tiba mengeras pandangannya membentak dengan mata berapi, "Kau juga mahir Coan-kut-ci (Jari Penusuk Tulang), Ceng Liong?"

Ceng Liong bermandi keringat. Dia baru saja terlepas dari cengkeraman Kun Houw yang demikian berbahaya, hampir mematahkan jari-jari tangannya. Maka melihat Kun Houw bertanya dengan mata demikian tajam dan menusuk dingin tiba-tiba Ceng Liong menjadi gentar dan pucat. Betapapun, dia melihat Kun Houw yang ada di depannya ini demikian hebat, jauh bedanya dengan sepuluh tahun yang lalu! Dan Ceng Liong yang tertegun dan tak menjawab pertanyaan itu karena masih kaget dan heran tiba-tiba kembali dibentak Kun Houw.

"Kau juga mahir Coan-kut-ci, Ceng Liong? Kau juga menjadi murid iblis si Mayat Hidup itu?"

Ceng Liong sadar. Sekarang dia dapat menenangkan hati, dan teringat bahwa betapapun juga gurunya nomor satu ada di luar, tiba-tiba Ceng Liang mengusap peluh dan tertawa mengejek, mencabut Bendera Iblisnya. "Ya, aku mempunyai tiga orang guru yang melatihku, Siauw-cut. Dan kalau kau gentar oleh Coan-kut-ci ku sebaiknya kau keluar saja baik-baik. Mayat Hidup memang guruku!"

"Hm, dan Sin-thouw-hong Mu Ba itu gurumu nomor berapa?"

"Nomor satu!"

"Bagus, kalau begitu aku dapat menyelesaikan tugasku di sini, Ceng Liong. Dan karena kau tak beda jauh dengan gurumu itu biarlah kau kubereskan dulu!" Kun Houw tiba-tiba berkilat matanya, membentak dan menyuruh Ceng Liong maju dengan Bendera Iblisnya itu, senjata yang tak dipandang sebelah mata oleh Kun Houw.

Dan Ceng Liong yang tentu saja marah oleh sikap ini tiba-tiba melompat dan mengibaskan benderanya. "Siauw-cut, kau manusia sombong!"

Kun Houw mengeluarkan suara dari hidung. Dia sekarang dapat mengukur kepandaian Ceng Liong, setelah dalam beberapa gebrakan tadi mereka mengadu tenaga. Dan melihat Ceng Liong mengebutkan bendera dan tangan kirinya tiba-tiba menusuk dengan dua jari seperti tadi mendadak Kun Houw memapak dan menendangkan kakinya.

"Plak-dess!"

Ceng Liong kembali terkejut. Dia tertolak mundur oleh tangkisan lawan yang hebat, yang mengeluarkan angin dahsyat dan membuatnya terdorong. Tapi Ceng Liong yang pada dasarnya tak mengenal takut dan penasaran serta marah melihat dia selalu terdesak tiba-tiba melengking dan mengebutkan bendera bertubi-tubi. Lalu membentak dan menjejakkan kedua kakinya tiba tiba Ceng Liong berkelebat lenyap mengerahkan Cui-beng Gin-kangaya. Ginkang Pengejar Roh!

"Siauw-cut, kau akan mampus di tanganku...!"

Kun Houw tersenyum. Dia tertawa dingin oleh suara besar lawan. Tapi melihat bendera menderu dan menyambar-nyambar bagai kipas besar menyelubungi dirinya tiba-tiba Kun Houw mengerahkan ginkangnya pula dan berkelebat lenyap. "Ceng Liong, jangan kau bermulut besar...!"

Ceng Liong terbelalak. Dia melihat Kun Houw lenyap bayangannya, mengikuti gerakan bendera dan naik turun bagai capung, cepat dan ringan sekali. Tak kalah cepat dan ringan dengan semua gerakannya! Dan kaget bahwa Kun Houw ternyata juga memiliki ilmu meringankan tubuh yang demikian hebat tiba-tiba Ceng Liong terkejut ketika melihat Kun Houw mulai menggerak-gerakkan kedua lengannya dengan aneh. Pemuda ini barsikap ganjil, mempergunakan lengan seperti pedang. Kadang menusuk kadang membacok.

Tapi setiap gerakan lengan yang selalu mengeluarkan desing tajam bagai pedang sungguhan itu benar-benar membuat Ceng Liong terkesiap kaget. Apalagi ketika tiba-tiba tangkisan gagang benderanya mulai mengeluarkan suara "trang-trang" begitu bertemu lengan Kun Houw. Seolah lengan Kun Houw bukan lagi terbuat dari darah dan daging melainkan sebatang logam yang kerasnya melebihi baja!

"Ah, kau mempergunakan ilmu apa, Siauw-cut?"

Kun Houw tak menjawab. Dia terus menggerak-gerakkan lengannya seperti itu, membacok dan menusuk. Dan ketika kembali bendera menyambar dan Ceng Liong membentak marah tiba-tiba Kun Houw berseru keras dan menangkis gagang bendera dengan lengan kanannya yang seperti pedang.

"Crak....!" Ceng Liong terkejut. Dia berteriak kaget melihat gagang benderanya patah. Dan geram Kun Houw merusak senjatanya tiba-tiba lengan kiri Ceng Liong menyambar menusukkan dua jarinya di balik kain bendera yang masih berkibar, mempergunakan Coan-kut-ci nya dalam gebrakan cepat. Tapi Kun Houw yang rupanya ingin menyudahi pertandingan sekonyong-konyong melambungkan perutnya, bagian yang ditusuk Ceng Liong. Dan begitu Coan-kut-ci bertemu diri Kun Houw tiba-tiba terdengar ledakan seperti balon pecah.

"Darr...” Ceng Liong berseru tertahan. Dia merasa perut Kun Houw "meletup", mengira perut itu pecah ditusuk jarinya. Tapi ketika Kun Houw tertawa dan "memelintir" kulit perutnya hingga jari Ceng Liong terperangkap di situ dan dijepit tak dapat keluar tiba-tiba Ceng Liong menjerit dan berteriak kesakitan. Dua jarinya menancap di perut Kun Houw, tak dapat dicabut. Dan ketika Kuo Houw menggerakkan lengan menampar kepalanya maka Ceng Liong mengaduh dan terlempar roboh!

"Plakk..!" Ceng Liong terguling-guling. Dia merasa dihantam palu godam, dahsyat dan membuat matanya berkunang-kunang. Tapi Ceng Liong yang melompat bangun dan marah bukan main itu tiba-tiba merogoh tiga jarum rahasianya. Lalu, mengerahkan Sin-gan i-hun-to nya dan membentak bagai pekik seekor gorila. Ceng Liong menghamburkan tiga jarum rahasianya itu.

"Siauw-cut, kau dikeroyok tiga ular berbisaku!"

Kun Houw terkejut. Dia melihat Ceng Liong menggerakkan lengan, menyambarkan tiga sinar hitam yang tiba-tiba berobah bagai tiga ular terbang. Tapi Kun Houw yang menepukkan kedua lengannya tiba-tiba mendesis, "Ceng Liong, barang mainanmu tak dapat menggigitku. Pergilah, dan rasakan sendiri...!"

Ceng Long terbelalak. Dia melihat tiga "ularnya" itu membalik, terdorong oleh tepukan tangan Kun Houw. Dan belum dia mengelak atau melompat ke belakang tahu-tahu tiga jarum hitam yang disihirnya sebagai tiga ular terbang itu menyambar dan "mematuk" dirinya sendiri.

"Cep cep... aduhh!" Ceng Liong terpelanting. Untuk pertama kalinya dia menjadi korban dari kecurangannya sendiri. Dan senentara dia terguling-guling maka saat itulah Kun Houw menusukkan jari pedangnya dengan tusukan jarak jauh.

"Ceng Liong, sekarang robohlah. Aku bosan main-main denganmu.... singg!"

Ceng Liong terbelalak. Dia melihat sinar putih meluncur dari ujung lengan lawan, persis pedang yang menikam dadanya. Padahal Kun Houw berjarak dua tombak lebih! Dan Ceng Liong yang tak sempat lagi menghindar tusukan jari pedang ini tiba-tiba menjerit memanggil gurunya, "Suhu, tolong...!"

Sebuah bayangan berkelebat masuk. Dia adalah Mu Ba, raksasa tinggi besar itu. Dan melibat Ceng Liong diserang jari pedang yang mengeluarkan sinar putih berkeredep tiba-tiba raksasa ini membentak dan mengebutkan bajunya.

"Brett!" Mu Ba menggereng kaget. Dia melihat bajunya kecoblos bolong, tertusuk sinar yang masih terus meluncur dan mengeluarkan ledakan keras ketika membentur tembok. Dan Mu Ba yang terhuyung setindak oleh gebrakan ini melihat lawan tergetar selangkah dan terbelalak memandangnya.

"Kau membantu muridmu, Mu Ba?"

Raksasa ini tertegun. Dia meihat seorang pemuda tampan berdiri di depannya, pemuda berpakaian sederhana tapi memiliki mata yang berkilat bagai seekor mata naga. Naga muda yang sakti! Dan Mu Ba yang melotot memandang lawannya itu tiba-tiba membentak marah, heran di samping kaget bahwa lawan yang demikian muda ini memiliki sinkang yang mampu menandingi kekuatannya sendiri!

"Kau siapa, bocah? Kenapa datang-datang mengganggu muridku?"

Tapi Ceng Liong berteriak mendahului, "Dia Siauw-cut, suhu. Bu-beng Siauw-cut yang dulu pernah kuhajar di kuil Tee-kong-bio itu!"

"Ah, kau yang bersama Bu-tiong-kiam Kun Seng itu?" Mu Ba tiba-tiba teringat, kaget untuk kedua kalinya mendengar bahwa pemuda ini adalah Siauw-cut, bocah yang dulu bersama si jago pedang Kun Seng di puncak Gua Naga. Anak yang dulu pernah ditangkap dan dicekiknya itu! Dan tercengang bahwa Siauw-cut sekarang adalah seorang pemuda tampan yang sebaya dengan muridnya tiba-tiba raksasa tinggi besar itu tertawa menyeramkan.

"Ha-ha, sungguh tak kuduga kau masih hidup, bocah! Bukankah kalian tertimbun reruntuhan bukit waktu itu? Dan di mana sekarang tua bangka itu?"

Kun Houw bersinar matanya. "Suhu tewas akibat kecuranganmu. Mu Ba. Dan sekarang aku datang untuk menuntut balas!"

"Uwah, kau telah menjadi murid si jago pedang itu? Kau menyebutnya suhu (guru)?"

"Ya dan beliau bukan saja guru bagiku, Mu Ba. Tapi sekaligus juga ayah angkat dan orang tua bagiku. Aku sekarang bernama Kun Houw, bukan Siauw-cut!"

"Hm, kau bernama Kun Houw? Jadi kau mengenakan she (nama keturunan) dari gurumu yang telah mampus itu? Dan kau mau membalas dendam, bocah? Ha-ha, boleh anak baik, boleh saja kalau kau ingin membalas kematian gurumu itu. Tapi serahkan dulu Pedang Medali Naga yang tentu kau simpan!"

Mu Ba tertawa bergerak, mengincar punggung Kun Houw dengan air liur berketes, teringat peristiwa sepuluh tahun yang lalu dalam perebutan Pedang Medali Naga yang tidak berhasii dia dapatkan. Maka mendengar pemuda ini menjadi murid Bu-tiong-kiam Kun Seng yang tewas di Gua Naga, tiba-tiba Mu Ba bangkit gairahnya untuk melanjutkan niatnya memiliki pedang keramat itu, pedang yang ampuh, pedang yang tentu dibawa Kun Houw karena di balik punggung pemuda itu Mu Ba melihat sesuatu yang menonjol tak kentara!

Tapi Kun Houw mendengus. Dia sudah berapi memandang lawannya ini, Mu Ba yang dulu mencurangi gurunya hingga tewas di Gua Naga. Dan membentak penuh kemarahan, Kun Houw tiba-tiba melompat setindak, memasang kuda-kuda, "Mu Ba, Pedang Medali Naga benar ada di tanganku. Tapi jangan sombong, pedang itu yang akan mengirim nyawamu ke dasar neraka!"

"Hm, kau tak mau menyerahkannya baik-baik?"

"Kalau kau mampu melangkahi mayatku!"

"Bagus, kalau begitu robohlah, bocah. Aku ingin menerkammu sekarang. Ha-ha!" dan Mu Ba yang sudah menjulurkan lengannya mencengkeram leher lawan tahu-tahu berkelebat dengan kecepatan luar biasa. Tapi Kun Houw memutar kakinya ke kiri, lalu begitu membentak dan meluruskan lengannya tiba-tiba Kun Houw menangkis serangan raksasa tinggi besar itu.

"Dukk!" Mu Ba terkejut. Dia terbelalak kaget melihat tubuhnya terdorong setindak, sementara Kun Houw hanya tergetar dan tetap dengan tangan kakinya. Kokoh dan tak tergeser! Dari kaget serta terkesiap oleh gebrakan sinkang ini Mu Ba tiba-tiba berteriak dan menghambur maju. "Bocah, dari mana kau mempelajari sinkang mujijat ini? Kau memperoleh warisan dan gurumu pula?"

Kun Houw tak menjawab. Dia memusatkan perhatian pada serangan kedua itu, menggerakkan lengan menangkis ulang. Dan ketika kembali Mu Ba terdorong mundur dan terbelalak dengan gerengan aneh sekonyong-konyong raksasa tinggi besar itu memekik dan menyerudukkan kepalanya.

"Bocah, terima ilmu silatku Sin-thouw-liong-kun (Silat Naga Kepala Sakti) ini... wuut-wuut!" dan Mu Ba yang sudah memutar serta menumbuk-numbukkan kepalanya bagai seekor kerbau liar itu mendadak menerjang Kun Houw dengan kedua lengan ikut bergerak naik turun menyambar dan mencengkeram, dahsyat dan mengeluarkan angin menderu hingga pakaian Kun Houw berkibar! Dan Kun Houw yang terbelalak oleh serangan yang luar biasa ini tiba-tiba lengah ketika perutnya sudah diseruduk Mu Ba.

"Dess!" Kun Houw mencelat membentur tembok, jebol dindingnya dan terlempar keluar ruangan, kaget dan berseru tertahan.

Tapi Mu Ba yang sudah mengejarnya dengan suara menyeramkan terbahak gila dengan muka beringas. “Kau akan kucincang, bocah. Kau akan kuantar menyusul mendiang gurumu. Ha-ha...!"