Pedang Medali Naga Jilid 14 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 14
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
DAN BI LAN, gadis cantik yang ternyata sudah dewasa dan tersenyum mengejek itu tiba-tiba berseru, "Kalau begitu kau harus diarak, orang she Lao. Kau harus mengakui dan berjanji pada penduduk kota Ye-kiang untuk tidak menjadi bandot lagi dan tak boleh sewenang-wenang pada rakyat kecil. Kau menerima hukuman ini?"

Lao ciangkun pucat. Dia terang tak berkutik lagi, menerima "hukuman" itu dengan hati berat dan kecut bukan main. Maka ketika sebuah kereta disediakan untuknya dan Bi Lan meloncat di atas menyuruh komandan itu naik menjalankan hukumannya maka kota Ye-kiang menjadi gempar. Mereka mendengar komandan itu berseru sepinjang jalan, berjanji tak akan menjadi bandot lagi dan bersikap baik-baik pada rakyat kecil, diarak mengelilingi kota. Dan begitu mereka melihat kejadian yang menggegerkan ini dengan muka terheran-heran maka seluruh penduduk menjadi ribut.

Sebagian besar dari mereka merasa girang. Tapi melihat gadis di belakang Lao-ciangkuo yang cantik dan memandang mereka dengan mulut tersenyum-senyum itu tiba-tiba banyak pemuda menjadi kagum dan jatuh cnta pada gadis ini. Mereka tak tahu siapa gadis itu. Tapi ketika berita dari mulut ke mulut memberitahukan bahwa gadis yang gagah dan cantik itu bukan lain adalah puteri Pendekar Gurun Neraka tiba-tiba saja mereka menjadi gempar dan ramai. Kaget tapi juga senang bahwa ternyata seorang keluarga dari pendekar yang amat terkenal itu datang membantu mereka. Maka begitu semua orang ribut dan kasak-kusuk sendiri nama Bi Lan pun menjadi terkenal di kota ini.

Tapi Bi Lan tak bermaksud memamerkan diri. Dia mengawal terus komandan she Lao itu mengucapkan janjinya. Dan ketika mereka tiba di pintu gerbang timur sebagai tempat terakhir komandan ini menjalankan hukumannya maka Bi Lan pun tiba-tiba melompat keluar dari dalam kereta. Dia cukup puas. Dan begitu melompat turun dari atas kereta Bi Lan sudah melayang naik ke tembok kota yang tinggi.

"Lao-ciangkun, harap ini menjadi pelajaran bagimu. Kalau kau tak menepati kata-katamu sendiri maka aku akan datang untuk membunuhmu!"

Lao-ciangkun mengangguk. Dia kecewa dan malu bukan main oleh hukuman yang diterimanya itu. Maka ketika Bi Lan lenyap di luar tembok kota diapun membedal keretanya kem bali ke rumah. Tapi laki-laki ini rupanya terkena "shock". Dia sudah kehilangan muka pada seluruh penduduk Ye-kiang. Maka begitu sampai di rumah dan memasuki kamarnya tiba-tiba komandan ini mencabut golok dan... menusuk dadanya sendiri. Lao ciangkun bunuh diri. Dan ketika keesokan harinya para pengawal menemukan komandan ini terkapar dengan tubuh mandi darah tentu saja keadaan kembali ribut dan gempar.

Kota Ye-kiang dihebohkan oleh kematian komandan itu. Tapi karena sebagian besar memang tak suka pada komandan she Lao itu maka kematiannya justeru disambut gembira oleh orang banyak, terutama rakyat kecil yang sering ditindas oleh komandan ini. Dan karena kematian komandan itu adalah gara-gara Bi Lan maka nama gaais ini melejit di seluruh kota hingga menjalar pula di kota raja. Apalagi ketika diketahui bahwa gadis itu juga adalah anggauta perkumpulan Ho han-hwe. Perkumpulan yang tiba tiba saja menarik simpati rakyat banyak dengan sepak terjang anggautanya yang menolong si lemah!

Begitulah, apa yang terjadi di Ye-kiang ini diceritakan Tok-sim Sian-li kepada puteranya. Dan Ceng Liong yang sejak tadi diam mendengarkan cerita ibunya tiba-tiba bersinar matanya begitu mendengar nama Bi Lan.

"Jadi dia sudah dewasa, ibu? Dia memiliki kepandaian tinggi?'

"Ya, sekarang umurnya sekitar sembilanbelas tahun, Liong-ji. Dan karena in digembleng ayah ibunya sendiri tentu saja ia lihai dan memiliki kepandaian tinggi."

"Hm, kalau begitu ingin kucari dia, ibu. Aku ingin menjajal dan melihat kepandaiannya itu."

Tok-sim Sian-li mengangguk. "Ya, dan gadis itu harus kita bunuh. Liong-ji. Karena betapapun juga dia adalah musuh!"

"Tapi jelek jelek bukankah dia adik tiriku, ibu?"

"Hm, adik tiri apa? Dia puteri Souw Ceng Bi itu, Liong ji. cucu Pendekar Kepala Batu yang membunuh kakek gurumu itu!"

Ceng Liong manggut-manggut. Dia tak bicara lagi, dan ketika mereka telah tiba di kota raja maka Ceng Li«ng serta ibu dan dua orang gurunya itu langsung menuju istana. Mereka berempat disambut seorang panglima muda, perwira tinggi bernama Kek Wan, orang yang menjadi pembantu atau orang kepercayaan istana untuk urusan menyambut orang-orang kang-ouw. Dan ketika mereka berempat dipersilahkan masuk ke dalam dan duduk di sebuah meja besar dengan kursi-kursi yang berukir indah maka tiba-tiba muncullah So-beng yang berpakaian serba merah itu!

"Aha, kalian sudah datang, Mu Ba?"

Raksasa ini tertawa bergelak. "Ya, memenuhi undanganmu, Penagih Jiwa. Bukankah sri baginda minta kami datang melalui dirimu?"

"Benar, tapi siapa anak muda ini?"

"Ha-ha, dia muridku, So-beng. Yap Ceng Liong yang dulu kuceritakan padamu itu!"

"Ah, putera Lie-hujin?"

"Benar," Tok-sim Sian-li menyela. "Dia kubawa atas permintaan gurunya, So-beng. Dan maaf kalau dia tidak bersikap hormat padamu!" lalu, menegur puteranya wanita ini berseru agar Ceng Liong bangkit berdiri, "Liong-ji, beri hormat pada pamanmu itu. Dialah So-beng yang sering kuceritakan itu!"

Ceng Liong bangkit berdiri. Dia memberi hormat pada laki-laki ini, yang didengarnya memiliki kepandaian tinggi dan merupakan orang ke dua setelah sri baginda. Tapi Ceng Liong yang tiba-tiba bersinar matanya dan tampak tertarik melihat iblis Penagih Jiwa itu tiba-tiba menjura sambil mengerahkan sinkangnya, mendorong tangan ke depan sambil memukul!

"Paman, aku Ceng Liong menghaturkan hormat padamu...."

So-beng tersenyum lebar. Dia menganggukkan kepalanya membalas hormat. Tapi ketika melihat angin berkesiur menyambar tubuhnya mendadak laki-laki ini tertawa aneh dan mengibaskan sebelah lengannya. "Ceng Liong, tak perlu kau sungkan-sungkan pada pamanmu. Duduklah yang baik...bress!"

Ceng Liong terkejut. Dia merasa hawa pukulannya membalik. Dan sementara dia berseru kaget tahu-tahu tubuhnya terangkat naik dan terjerembab di atas kursi, duduk setengah terbanting!

"Ah. apa yang kau lakukan, Liong-ji?" ibunya terkejut, mencelat dari kursinya menghampiri puteranya ini. Tapi Ceng Liong yang terbelalak memandang So-beng tiba-tiba menyeringai dan bangkit berdiri, menepuk-nepuk pantatnya yang sakit!

"Paman, kau hebat sekali. Maaf atas kekurangajaranku!" Ceng Liong membungkuk, kali ini menjura dengan kagum dan tidak main-main lagi. Dan tiga orang tuanya yang segera tahu apa yang telah d lakukan pemuda ini tiba-tiba saja menjadi marah dan bangkit berdiri.

"Liong-ji, kurang ajar kau! Kau coba-coba menguji kepandaian pamanmu?"

Tok sim Sian-li juga membentak, "Dan kau bersikap lancang, Liong-ji. Kau membuat malu ibu dan suhumu di sini dengan perbuatanmu itu. Hayo berlutut. Mohon ampun!"

Tapi So-beng tertawa nyaring. "Mayat Hidup, dan kau Li-hujin, tak perlu memarahi puteramu ini. Dia tak menyerangku sungguh-sungguh. Hanya mencoba dan menguji saja. Bukankah begitu. Ceng Liong?"

Ceng Liong menyeringai. “Benar, paman. Tapi kalau ibu menyuruhku berlutut dan minta ampun biarlah itu kukerjakan sekarang," dan Ceng Liong yang benar benar menjatuhkan dirinya berlutut di depan laki-laki berpakaian merah itu sudah membenturkan dahinya tiga kali, "Paman, ampunkan kekurangajaranku. Aku hanya ingin membuktikan benarkah cerita suhu bahwa kau orang yang betul betul hebat. Dan ternyata benar, kau betul-betul hebat dan tidak kalah oleh kepandaian dua orang suhuku sendiri!"

Laki-laki ini tersenyum. "Nah, apa kataku, hujin? Bukankah perbuatan anakmu itu hanya didorong oleh rasa ingin tahu belaka? Sudahlah, tak perlu kalian menegur anak ini, karena betapapun juga Ceng Liong tidak bersungguh-sungguh dalam, serangannya tadi!"

Tapi Tok-sim Sian-li terlanjur khawatir. Dia takut Ceng Liong ugal ugalan lagi, maka memandang Mu Ba dia bertanya, "Mu Ba, bagaimanu jika anak itu kita suruh jalan-jalan di luar saja? Bukankah kita hendak menghadap sri baginda?"

Mu Ba terbahak. "Boleh. Aku juga khawatir muridku itu tak bersikap hormat pada sri baginda, hujin. Tapi jangan anggap ini sebagai hukuman anakmu."

Tok-sim Sian-li sudah menghadapi pnteranya. "Nah, kau dengar persetujuan suhumu. Liong ji. Kau keluarlah jalan-jalan di luar sementara kami orang-orang tua akan menghadap sri baginda!"

Ceng Liong nyengir. "Aku tak boleh ikut kalian ibu?"

"Demi kebaikanmu sendiri. Kami khawatir kau ugal-ugalan di dalam!"

Dan Ceng Liong yang mengangguk serta tidak tampak sakit hari itu sudah tersenyum lebar dan berkelebat keluar. Tentu saja setelah memberi hormat pada iblis Penagih Jwa itu yarg berkedudukan sebagai tuan rumah. Dan Ceng Liong yang lenyap di luar ruangan itu sama sekali tak dibayangkan oleh ibunya bahwa akan menimbulkan kegegeran di lain tempat!

Kita ikuti pemuda ini. Seperti dituturkan di atas, Ceng Liong "diusir" ibunya untuk tidak bersama-sama menghadap sri baginda. Dan Ceng Liong yang tidak kecewa oleh keputusan ibunya itu sudah tiba di luar ketika matanya menumbuk seorang dayang. Dia terbelalak, bersinar matanya. Tapi melompat dengan ringan bagai seekor kucing tahu-tahu Ceng Liong telah menowel pundak dayang muda ini.

"Adik manis, kau mau ke mana?"

Dayang itu terkejut. Dia tentu saja menjerit lirih, tapi melihat Ceng Liong adalah seorang pemuda tampan yang gagah dan tampaknya jenaka tiba-tiba dia tersenyum lebar dan memutar tubuhnya. "Kongcu (tuan muda), kau siapa dan mengapa ada di sini? Tidak tahukah kau bahwa ruang ini tak boleh diinjak orang luar?"

"Hm, apa ruang ini, dayang? Dan ke mana kau pergi?'

"Ini ruang Giok bi-hoa, kongcu. Khusus untuk tamu-tamu istimewa yang diundang Ok-ciangkun untuk urusan pribadi. Aku mau ke kaputren (tempat puteri-puteri istana). Kau siapa?"

Ceng Liong tersenyum. "Aku Ceng Liong, dayang. Kau mau ke kaputren? Hm, minuman siapa yang hendak kau antar itu?"

Dayang itu terkejut. "Oh, kau Ceng-kongcu itu, kongcu? Kau yang datang bersama tiga orang tamu yang diundang sri baginda itu?"

"Ya, dari mana kau tahu?"

"Aih...!" dayang ini tiba-tiba tertawa. "Kalau begitu kau yang dilihat majikanku, kongcu. Tuan ku puteri bicara tentang kedatanganmu ini yang disambut panglima Kek Wan!"

"Hm, siapa tuanmu puteri itu?" Ceng Liong terbelalak.

"Hong Kiok Bi kongcu. Kami memanggilnya Puteri Kiok!"

"Dan cantik dia?"

Dayang ini ganti terbelalak. "Tentu saja, kongcu. Mana ada puteri istana tidak cantik? Dan dia pandai silat, suka bun (sastra) dan bu (silat)!'

Ceng Liong tertarik. "Kalau begitu boleh aku berkenalan dengannya?"

Dayang ini terkejut. "Ih, itu dilarang, kongcu. Laki-laki tak boleh memasuki ruang kaputren tanpa seijin sri baginda!"

"Tapi guruku tamu istimewa di sini, dayang. Tentu sri baginda tak marah kalau aku jalan-jalan di kaputren!"

"Ah, jangan, kongcu. Sebaiknya maksud hatimu itu dibuang saja jauh-jauh. Kaputren bukan tempat sembarangan. Lelaki yang masuk bakal dibunuh!"

Ceng Liong tertawa. "Tapi aku tidak mengganggu tempat itu, dayang. Dan aku bisa menghilang kalau itu kukehendaki!"

Dayang ini terbelalak. "Masa, kongcu? Kau punya ilmu siluman?"

Ceng Liong kembali tertawa. "Dayang, kau bisa menolongku, bukan? Asal kau tidak bicara pada orang lain maka kedatanganku di kaputren tentu juga tak bakal diketahui orang. Aku ingin berkenalan dengan tuanmu puteri itu. Kalau diterima tentu kau akan kuberi hadiah sendiri sebagai imbalannya."

Dayang ini tertarik. "Apa yang hendak kau-berikan, kongcu?"

"Ini...!" Ceng Liong tiba tiba membungkukkan tubuhnya, menjulurkan leher dan mencium pipi dayang itu hingga terdengar suara "ngok" yang keras! Dan sementara dayang ini terkejut dan mengeluarkan jerit lirih tiba-tiba Ceng Liong sudah menyusupkan cincin di jari manisnya ke buah dada dayang ini!

"Ah...!" dayang itu kaget sekali, mundur dan pucat serta merah mukanya berganti-ganti, terbelalak memandang Cing Liong.

Tapi Ceng Liong yang tertawa kepadanya sudah bertanya dengan mulut tersenyum, "Bagaimana, dayang? Kau masih kurang? Kalau begitu nanti kita sambung berdua. Kau cukup cantik dan manis bagiku!"

Dayang itu tiba-tiba mengeluh. Dia gemetar memandang Ceng Liong, tapi tak tahan oleh mata Ceng Liong yang nakal kepadanya mendadak dayang ini tersipu-sipu memutar tubuh dan melarikan diri! "Kongcu, kau nakal...!"

Ceng Liong tertawa. Dia melihat dayang itu tidak marah. Bahkan dari suaranya dapat ditangkap kalau dayang itu berdebar girang menerima perlakuannya, mungkin minta tambah! Dan Ceng Liong yang sudah berkelebat mengejar dayang ini tiba-tiba turun di depannya dan berdiri menghadang. "Dayang manis, kau belum memberikan jawabanmu!"

Dayang itu tersentak. Dia melihat Ceng Liong tiba-tiba sudah berdiri di depannya, tertawa dan tersenyum kepadanya. Dan dayang yang berseru tertahan dengan jeritan lirih itu kontan berhenti dan terbelalak ke depan. "Kongcu, apa yang kau minta?" suaranya menggigil.

Ceng Liong tertawa. "Tidak banyak, dayang. Hanya minta tolong padamu agar memperkenalkan aku dengan tuan puterimu itu!"

"Ah, tapi itu berbahaya, kongcu. Ruang kaputren tak boleh dimasuki laki-laki!"

"Kalau begitu aku bisa jadi perempuan. Aku dapat pian-hoa (beralih rupa) kalau dikehendaki!"

Dayang ini terkejut. "Kau tidak main-main, kongcu?"

"Siapa main-main?" Ceng Liong tertawa. "Aku bersungguh-sungguh, dayang. Dan hadiah untukmu akan kutambah kalau kau mau membantuku!"

Dayang ini merah mukanya. Ia jengah, tersipu memandang Ceng Liong. Tapi ingin membuktikan dulu omongan Ceng Liong benar ataukah tidak ia lalu menghilangkan rasa likatnya dan bertanya, "Bagaimana caranya kau beralih rupa, kongcu? Bisakah kau buktikan di sini?"

"Hm, kau tidak percaya?"

"Tidak, bukan begitu, kongcu. Tapi aku ingin memastikan diri agar kita berdua sama-sama tak menghadapi bahaya!"

"Baiklah," dan Ceng Liong yang tertawa me mandang dayang ini tiba tiba mengerahkan Sin-gan-i hun-tonya, ilmu sihir yang didapatnya dari sang itu itu. Lalu menggedruk kaki dan terkekeh bagai wanita tiba tiba Ceng Liong menggoyang tubuh dan menggeliatkan pinggang dua kali dengan bentakan parlahan "Nah, bagaimana sekarang, dayang? Tidakkah aku seorang wanita cantik yang tidak kalah dengan tuan puterimu itu?"

Dayang itu terkejut. Dia melihat Ceng Liong lenyap, berganti seorang wanita cantik yang tiba-tiba berdiri di depannya. Begitu saja dalam waktu sekejap! Dan dayang yang tentu saja kaget dan berseru tertahan ia tiba-tiba bengong dan terbuka mulutnya. "Aih, siapa ini?"

"Hi hik, aku Ceng Lio dayang. Orang yang kau lihat sebagai pemudi tadi!" dan Ceng Liong yang mengembalikan dirinya sebagai laki-laki seperti semula dengan menarik ilmu sihirnya itu sudah membuat dayang itu terbelalak dan berobah mukanya.

"Kongcu...!"

"Ya, sekarang aku kembali pada ujudku semula, dayang. Kini kau percaya pada kemampuanku, bukan?"

Dan dayang yang tiba-tiba tertegun dengan mata berseri itu mendadak tertawa. Dia sekarang yakin akan kepandaian pemuda ini. Dan terkekeh dengan sikap genit mendadak dia memutar tubuh dan berlari lari kecil. "Kongcu, ikuti aku kalau begitu. Junjunganku tentu gembira bertemu denganmu!"

Ceng Liong mengangguk. Dia tersenyum dan mengikuti dayang itu, masuk keluar dalam lorong-lorong panjang untuk akhirnya tiba di sebuah tempat yang dikelilingi tembok tinggi, di depan sebuah pintu gerbang yang dijaga empat orang pengawal. Tempat di mana puteri-puteri cantik berkumpul. Wilayah kaputren! Dan Ceng Liong yang cepat mengerahkan Sin-gan-i-hun-tonya untuk mempengaruhi empat orang penjaga itu segera "mengubah" ujudnya menjadi wanita!

"He, siapa orang di belakangmu itu, dayang?"

Dayang ini berdebar. Dia terkesiap oleh bentakan itu. Tapi ketika menoleh dan melihat Ceng Liong sudah merobah dirinya menjadi wanita cantik maka diapun tenang kembali dan tertawa pendek. "Ia temanku, pengawal. Kuajak ke mari atas permintaan Puteri Kiok!"

"Hm, kenapa kami sebagai penjaga pintu gerbang tak diberi tahu dan dalam? Sudahkah mendapat ijin dari Ok-siocia?"

Dayang ini terkejut. "Puteri Kiok tak sempat memberi tahu, pengawal. Tapi kami tak akan lama di sana setelah keperluan majikanku selesai."

"Hm, dan siapa nama temanmu ini? Kenapa selama ini belum pernah kami kenal?"

Sang dayang kebat-kebit. Dia tak dapat menjawab, pucat mukanya. Tapi Ceng Liong yang melenggak-lenggok menggoyang pinggul sudah menghampiri pengawal yang bertanya ini dengan tawanya yang genit. "Penjaga, aku adalah Ceng Hwa. Kalau ingin tahu segalanya tentang diriku maka tanya saja di ruang Giok bi hoa. Aku pengiring tamu agung Ok-ciangkun!"

"Ooh...?" penjaga ini terkejut. "Kiu pembantu tiga orang sakti yang datang di depan itu, nona? Kau teman...."

"Ya, betul. Aku teman Puteri Kiok!" Ceng Liong memotong, tertawa geli. "Sekarang masih juga kau hendak menanyai kami, penjaga?”

"Ah, maaf," sang penjaga mengkeret nyalinya. "Kalau begitu silahkan masuk, nona. Kami tak berani mengganggumu. Silahkan masuk...!"

Ceng Liong berlenggang kangkung. Dia sudah mendorong dayang yang ada di depannya itu, yang tentu saja girang bahwa Ceng Liong berhasil mengelabuhi sang penjaga. Tapi Ceng Liong yang mendengar empat penjaga itu kasak-kusuk membicarakan dirinya tiba-tiba berhenti dan membalikkan tubuh. "Apa yang kalian bicarakan tentang diriku, pengawal? Kalian ngrasani, ya?"

Empat penjaga itu terkejut. "Ah, tidak. Kami hanya... hanya membicarakan tentang kecantikanmu, nona. Kami tidak bicara apa-apa selain itu!"

Ceng Liong tertawa. Dia memang mendengar empat pengawal itu bicara tentang "kecantikannya", hal yang membuat dia geli dan hampir terpingkal. Tapi maklum bahwa dia harus menjaga diri, maka Ceng Liong pura-pura cemberut dan kembali masuk dengan lenggang yang semakin dibuat-buat!

"Hi-hik, empat tikus itu bicara tentang kecantikanku, dayang. Kalau mereka bicara yang lain tentu sudah kugampar mulutnya itu!"

Sang dayang mengangguk-angguk. Dia sendiri kalau tidak menyadari betul bahwa "wanita" yang ada di belakangnya itu adalah Ceng Liong tentu juga terkoceh seperti empat pengawal di pintu gerbang. Karena Ceng Liong yang merubah dirinya jadi wanita cantik itu memang menarik perhatian sekali. Tapi karena mereka memasuki wilayah kaputren yang khusus dihuni wanita-wanita pula dan cantik -cantik maka empat penjaga di depan tak mencurigai mereka selain heran bahwa Puteri Kiok tiba-tiba mendapat tamu!

Kini Ceng Liong sudah masuk semakin dalam. Dia melihat tempat yang indah luar biasa di dalam kaputren ini Taman-taman bunga yang indah di sana-sini dengan selingan kolam atau empang yang terisi ikan warna-warni. Bahkan di sudut-sudut jalan terdapat pondok mungil untuk tempat peristirahatan. Atau mungkin tempat bercanda puteri-puteri cantik! Dan Ceng Liong yang mulai melongo melihat keindahan di wilayah Kaputren ini tiba-tiba berdebar ketika melihat dua orang puteri sedang terkekeh dan bermain di sebuah kolam ikan emas.

"Ah, siapa mereka itu, dayang?"

Sang dayang menoleh. "Puteri Cing dan adiknya, kongcu. Mereka biasa bermain-main di situ setiap hari."

"Dan Puteri Kiok! juga mengenal baik mereka itu?"

"Tentu saja. Mereka berkawan karib, kongcu. Tapi Puteri Mei yang menjadi adik Puteri Ong itu galak dan tidak ramah terhadap para dayang!"

"Hm," Ceng Liong tersenyum. "Kalau begitu nanti mereka berdua akan kuajak berkenalan pula, dayang. Tapi sebelumnya biar kukenal dulu tuanmu puteri itu."

Dayang itu terkekeh. "Kongcu, kau rupanya penggemar wanita-wanita cantik. Bagaimana caramu berkenalan dengan mereka? Dua orang puteri itu terkenal galak pada laki-laki. Jangan-jangan kau malah diusirnya keluar!"

"Hm, aku punya cara, dayang. Dan aku dapat menundukkan mereka seperti juga akan menundukkan tuanmu puteri!"

Dayang ini berhenti. Sekarang mereka tiba di sebuah tempat rimbun, di luar kamar berjendela mungil. Dan dayang yang rupanya ragu-ragu ini tiba-tiba berbisik pada Ceng Liong, "Kongcu, apa alasanmu menemui majikanku?"

Ceng Liong tak kurang akal. "Bilang saja aku pandai sulap, dayang. Ingin mendemonstrasikan kepandaianku di depan puterimu!"

"Kalau menolak?"

"Ah, siapa menolak sulap? Pertunjukan ini selalu menarik. Tua mudapun suka dan tak mungkin menolak!"

Sang dayang kalah berdebat. Ia mengangguk, menenangkan guncangan hatinya. Dan Ceng Liong yang disuruh menunggu di situ lalu ditinggalkannya sejenak dengan pesan lirih, "Baiklah, dan tunggu sebentar kedatanganku, kongcu. Aku kembali tak lama kemudian setelah menemui tuanku puteri!"

'Boleh," Ceng Liong tertawa. "Tapi jangan panggil aku kongcu. dayang. Karena mulai sekarang kau harus menyebutku siocia (nona). Ceng Hwa-siocia!"

Dayang itu tersenyum. Dia melihat pemuda ini Jenaka, maka mengangguk dan tertawa kecil ia pun melompat masuk membawa penampannya. Ditunggu Ceng Liong dengan jantung berdebar, bersembunyi di tempat itu sambil mengelilingkan matanya memandang sekitar untuk melihat keadaan. Tapi melihat tempat itu aman dan amat indah Ceng Liong menjadi tidak sabar menunggu kembalinya sang dayang.

Sebenarnya, setelah dia tiba di tempat ini maka sesungguhrya dayang itu tak diperlukannya lagi. Karena dengan kepandaiannya yang tinggi dia tentu dapat masuk dengan mudah. Tapi mengingat dayang itu adalah satu-satunya orang yang mengetahui rahasia dirinya dan juga merupakan "perantara" agar mudah berkenalan dengan puteri-puteri cantik maka Ceng Liong bersikap sabar dan menunggu.

Dan akhirnya apa yang ditunggu itupun datang. Dayang ini keluar, tidak seorang diri melainkan bersama seorang gadis cantik berpakaian kembang. Seorang dara muda yang berkulit putih dan bermata indah. Gadis yang dapat diduga tentu Puteri Kiok adanya! Dan Ceng Liong yang ternganga melihat kecantikan gadis ini tiba-tiba mendesah dan bengong di tempat. Tapi dayang muda itu telah menghampirinya.

"Hwa-siocia, tuanku puteri telah datang. Hayo beri hormat!"

Ceng Liong sadar. Dia tetap mempertahankan sihirnya itu, merobah wujud sebagai wanita. Maka ketika si dayang menyadarkan bengongnya dengan seruan itu cepat-cepat dia membungkukkan tubuhnya dan tertawa serak. "Puteri, hamba Ceng Hwa ingin berkenalan dengan paduka Maafkan sikap hamba yang lancang masuk tanpa memberi tahu dulu!"

Puteri ini tersenyum. "Aku mendengar keinginanmu yang aneh, Ceng Hwa. Tapi kenapa suaramu bagai laki-laki?"

Ceng Liong terkejut. "Eh... hi-hik, hamba tersedak harumnya bunga, puteri. Dan maafkan hamba kalau mengganggu paduka!"

Puteri itu tertawa merdu. "Ceng Hwa, kau katanya pandai silat, juga sulap. Bisakah kau tunjukkan padaku dua kepandaianmu itu?"

Ceng Liong jungkir balik. Dia tergetar mendengar suara merdu sang puteri ini, yang demikian lembut dan amat renyah Tawa yang membuat giginya berderet rapi bagai biji mentimun. Tawa yang mengeluarkan bau harum seribu bunga! Dan Ceng Liong yang serasa mabok mendengar ini tiba-tiba batuk-batuk dan tersedak tanpa sengaja!

"Eh, kenapa kau, Ceng Hwa?"

Ceng Liong pura-pura terhuyung. "Hamba tak tahan mendengar tawa paduka, tuan puteri. Hamba mabok mendengar tawa paduka itu!"

"Eh, kenapa?" puteri ini mengerutkan alis. "Suaraku jelek?"

"Bukan... bukan begitu, tuanku puteri. Tapi justeru tawa paduka yang merdu itu membuat jantung hamba berdebaran dan paru-paru hamba menguncup naik turun!"

"Ah....!" puteri ini tertawa geli. "Kau seperti lelaki saja, Ceng Hwa. Kata-katamu seperti omongan lelaki yang sedang merayu wanita!"

Ceng Liong tersenyum. "Puteri, hamba kagum mendengar berita tentang paduka. Bagaimana kalau kita saling memberi dan menerima?"

"Hm, memberi dan menerima apa maksudmu, Ceng Hwa? Bukankah kau ingin menunjukkan ilmu sulapmu kepadaku?"

"Benar. Tapi hamba juga mendengar paduka pandai silat, tuan puteri. Dan terus terang hamba ingin tahu kepandaian paduka juga.”

"Ih. siapa yang memberi tahu? A-liok, ya?" puteri itu menuding dayangnya.

"Benar tapi bukankah itu tidak salah, tuanku puteri? Maka hamba ingin tukar-menukar kepandaian dengan paduka."

Puteri itu tertawa. "Ceng Hwa, kau bilang maksudmu ke sini adalah untuk menujukkan kepandaian sulapmu itu. Kenapa sekarang ingin tawar-menawar? Aku memang suka silat. Tapi kepandaian yang kumiliki tidak seberapa!"

"Tapi hamba ingin menambih pengetahuan, tuan puteri. Dan hamba akan berterima kasih sekali bila paduka tak menolak keinginan rumba!"

"Hm," sang puteri tersenyum. "Kalau kau ingin menambah pengetahuan sebaiknya kau temui saja enci Kui Hoa, Ceng Hwa. Atau enci Kui Lin yang lihai-lihai itu. Mereka adalah guruku yang mengajari aku ilmu silat!"

Ceng Liong mengerutkan alis. "Siapa itu Kui Hoa dan Kui Lin, tuan puteri? Apakah juga penghuni kaputren ini?"

"Tidak, mereka puteri Ok-ciangkun. Dua gadis cantik yang benar-benar lihai!"

Ceng Liong tertarik. "Dan di mana mereka sekarang, tuan puteri?"

“Baru saja pulang. Mereka baru kembali setelah ayahnya memanggil."

Ceng Liong kecewa. Dia tiba tiba saja tertarik mendengar berita baru ini. Berita tentang dua orang gadis yang lihai. Puteri Ok-ciangkun (Panglima Ok), nama yang samar-samar lupa melekat di ingatannya. Tapi karena Puteri Kiok sudah di situ dan dia telah berkenalan dengan puteri ini maka Ceng Liong pun menghapus kekecewaannya dan tertawa dibuat-buat. "Tuan puteri, hamba ingin menunjukkan kepandaian hamba kepada paduka. Tapi boleh hamba usul sedikit?"

"Hm, usul apa Ceng Hwa?”

"Mohon permainan sulap hamba ditonton teman-teman, paduka yang lain, tuan puteri. Terutama teman paduka terdekat Puteri Cing dan Puteri Mei!"

"Eh, kau sudah mengenal mereka?" sang puteri terkejut.

"Tidak, hamba melihatnya di tengah jalan, tuan puteri. Sepintas saja ketika mereka bermain-main di kolam ikan emas."

"Hm, kalau begitu A-!iok pula yang memberi tahu namanya kepadamu?"

Ceng Liong tersenyum. "Benar, tuan puteri. Dan hamba ingin permainan sulap ini ditonton lebih banyak orang agar lebih meriah dan gembira."

"Baiklah," sang puteri tertawa. "Kalau begiitu kita ke tempat mereka, Ceng Hwa. Sekalian perkenalkan dirimu pada dua adikku itu!"

Ceng Liong girang Sekarang dia dapat 'menggaet" tiga puteri cantik sekeligus. Hal yang membuat dia hampir terbahak. Dan sang puteri yang sudah berkelebat menuju ke kolam ikan di mana Puteri Cing dan Puteri Mei sedang bermain tiba-tiba mendemonstrasikan kelincahan kakinya dalam pengerahan ginkang tingkat menengah. Ceng Liong terbelalak, melihat puteri ini lumayan kepandaiannya. Tapi tersenyum dan tertawa gembira dia sudah mengikuti puteri itu ke kolam ikan.

Begitulah. Ceng Liong tiba di tempat ini ketika sang puteri berseru pada adiknya, memberhentikan permainan dua kakak beradik itu untuk menunjuk pada Ceng Liong. Dan begitu Ceng Liong tiba di tempat ini maka Puteri Kiok tertawa dan menuding gembira, "Cing-moi, Mei moi ada tukang sulap datang ke tempat kita. Inilah Ceng Hwa yang ingin menunjukkan kepandaiannya kepada kita!"

Puteri Cing dan adiknya terkejut. "Siapa dia, cici? Bagaimana bisa datang?"

Ceng Liong buru-buru memberi hormat. "Hamba datang atas undangan Puteri Kiok, tuan puteri berdua. Maaf kalau hamba datang mengganggu!"

"Hm" Puteri Cing mengerutkan alis. "Benarkah, enci? Dan siapa yang membawanya masuk?"

Puteri Kiok tertegun. Ia terkejut mendengar Ceng Liong bilang bahwa dialah yang mengundang tukang sulap ini. Padahal Ceng Liong datang atas kehendaknya sendiri! Tapi melihat tak ada bahaya untuk sedikit berbohong iapun mengangguk dan berkata, "Benar, aku yang membawanya ke mari, adik Cing. Dan A-liok inilah yang mengantarnya masuk sampai ke sini."

"Dan enci Kui Hoa atau Kui Lin sudah tahu?"

"Belum."

"Ah, itu melanggar tata tertib, enci Kiok. Jangan-jangan kau mendapat teguran keras bila mereka berdua tahu!"

"Tapi mereka sedang dipanggil ayahnya ketika dia datang, adik Cing. Aku tidak sempat memberi tahu pada Hoa-cici ketika Ceng Hwa masuk!"

Ceng Liong tergetar. Untuk kedua kalinya pula dia mendengar nama dua orang gadis yang menjadi puteri Pang.ima Ok itu disebut - sebut. Nama yang agaknya memiliki pengaruh besar di wilayah kaputren ini. Nama yang agaknya memiliki kekuasaan! Dan Ceng Liong yang berdebar hatinya tiba-tiba menjadi tidak enak dan agak gelisah. Tapi Ceng Liong tertawa, menyela keributan kecil itu.

"Tuan puteri bertiga, maaf kalau hamba dianggap lancang. Hamba tidak bermaksud membuat nbut-ribut. Tapi kalau sam-wi bertiga tak suka kedatangan hamba biarlah sekarang juga hamba angkat kaki. Tak jadi bermain sulap!"

Puteri Kiok terkejut. "Tak perlu kau terburu-buru, Ceng Hwa. Kukira adik Cing dan adik Mei tak menolak kedatanganmu bila kau menunjukkan ilmu sulapmu yang hebat. Bukankah begitu, Cing-moi?"

"Hm, aku tak menolak kedatangannya, enci. Tapi aku khawatir bila enci Hoa atau enci Lin menegur kita atas kedatangan tamumu ini!"

"Tapi dia seorang wanita juga seperti kita, Cing-moi. Bukankah tak melanggar peraturan bila datang tanpa ijin Kui Hoa-cici karena aku tak sempat memberitahunya? Dan lagi Ceng Hwa datang untuk menghibur, bukan mengganggu!"

Puteti Mei kali ini bicara, "Tapi ilmu sulapnya sudah kau lihat atau belum, enci Kiok?"

"Belum."

"Bagaimana kalau hanya sulap murahan saja?"

"Maksudmu?"

"Di istana telah ada tukang sulap jempolan, enci Kiok. Dan kau tahu kepandaian paman Kim yang hebat dengan ilmu sulapnya itu. Apakah Ceng Hwa ini bisa menunjukkan kepandaiannya yang lebih jempolan dari paman Kim tukang sulap kita itu?"

Puteri Kiok tertegun. menoleh pada Ceng Liong "Ceng Hwa, betul juga kata adikku Mei-moi ini. Sebenarnya ilmu sulap apa saja yang telah kau miliki? Bisakah kau menandingi sulap paman Kim?"

"Hm, permainan sulap tukang sulap itu hamba belum melihatnya, tuanku puteri. Mana hamba tahu cara perbandingannya? Tapi, kalau betul paman Kim yang paduka sebut-sebut itu adalah tukang sulap jempolan bisakah dia memberikan nyawa pada benda yang tak bernyawa? Hamba bisa melakukan ini. Kalau tukang sulap itu tak dapat berarti kepandaian hamba lebih hebat dari orang she Kim itu!"

Tiga gadis itu terkejut. "Kau tidak membual, Ceng Hwa?"

"Ah, kenapa mesti membual, tuan puteri? Hamba dapat membuktikannya sekarang kalau sam-wi (kalian bertiga) tak percaya!"

Crng Liong menjumput batu, meletakkannya hati-hati di telapak tangannya. Lalu memutar-mutar batu ini dan mengerahkan ilmu sihirnya Ceng Liong bertanya, "Apa yang kalian lihat, tuan puteri? Bukankah batu hitam ini telah berobat menjadi seekor burung? Nah, kalian lihat. Burung kecil ini akan terbang!" dan begitu Ceng Liong selesai mengucapkan kata-katanya tiba-tiba batu yang sudah berobah menjadi burung itu mendadak terbang ke udara, melejit dari tangan Ceng Liong!

"Ah. hebat. Luar biasa sekali...!" Puteri Cing kali ini berseru, kaget dan kagum bahwa Ceng Liong dapat merobah sebutir batu menjadi seekor burung. Benda yang bernyawa! Dan sementara tiga puteri itu terbelalak keheranan tiba tiba Ceng Liong bersuit dan memanggil "burungnya"

"Miauw-miauw, kembali. Ambil tusuk konde di rambut Puteri Mei!"

Puteri itu terkejut. Ia melihat burung yang dipanggil Miauw-miauw ini membalik, menukik dan menyambar kepalanya. Lalu begitu mencicit panjang tahu-tahu hiasan rambutnya "kabur" disambar burung ini, yang sudah kembali dan hinggap ditangan Ceng Liong dan berobah kembali ujudnya sebagai batu hitam!

"Nah, bagaimana, Puteri? Bukankah permainan hamba lebih hebat daripada tukang sulap itu?" Ceng Liong tertawa, mengejutkan tiga orang gadis ini yang terbelalak memandangnya, kagum sekaligus kaget, juga heran!

Dan Puteri Mei yang berseru tertahan tiba-tiba memuji dengan suaranya yang merdu, "Ih, ilmu sulapmu benar-benar hebat, Ceng Hwa. Tapi mirip sihir daripada sulap!"

"Aha, itu memang kelebihan hamba, Puteri. Tapi hamba bisa membuat yang jauh lebih hebat daripada ini!"

"Masa?"

"Sang puteri ingin melihatnya lagi?"

Tiga orang puteri itu terlanjur tertarik. Mereka mengangguk, bangkit rasa ingin tahunya dan gembira memandang Ceng Liong. Dan Ceng Liong yang tertawa memandang tiga orang puteri ini lalu mendemonstrasikan ilmu "sulapnya" seperti yang dijanjikan. Tentu saja mengibul, mempergunakan Sin-gan i-hun-to nya itu untuk mempengaruhi pikiran lawannya? Dan Putri Kiok serta dua adiknya yang segera berteriak dia terheran-heran oleh "ilmu sulap" Ceng Liong akhirnya terkekeh dan memekik mekik kecil.

Ceng Liong membuat pertunjukan yang lucu-lucu, merobah bunga menjadi ular, daun menjadi kelinci. Dan ketika Ceng Liong menyulap hiasan rambut Puteri Mei menjadi seekor tupai yang menari-nari tiba-tiba saja tiga orang gadis itu meledak tawanya dan terpingkal-pingkal. Mereka geli bukan main. Menganggap tupai itu mahluk sungguhan. Lupa bahwa itu adalah hiasan rambut yang dicipta Ceng Liong! Dan ketika tupai ini melompat dan tercebur di kolam tiba-tiba saja Puteri Mei berteriak dan mengejar binatang itu.

"Ah, jangan suruh dia melompat di air, Ceng Hwa. Tupai itu tak pandai berenang!"

Ceng Liong tersenyum. Dia melihat Puteri Mei mencebur pula di kolam, mengejar binatang ini. Tapi begitu tupai itu tertangkap dan berobah kembali sebagai hiasan rambut mendadak puteri ini kecewa dan keluar dengan tubuh basah kuyup, membanting kakinya. "Ceng Hwa, kenapa kau menipu aku? Kau membiarkan aku jadi bahan tertawaan, ya?"

Ceng Liong terbelalak. Dia melihat gadis ini memandangnya marah. Tapi tubuhnya yang basah kuyup oleh air kolam mencetak bentuk tubuhnya menjadi luar biasa sekali. Pinggangnya memateri penuh daya pikat, pinggulnya membulat bagai bola. Dan mata yang bersinar-sinar memandangnya marah itu tiba-tiba nampak bagai bintang yang berkedip-kedip kepadanya Indah luar biasa! Dan Ceng Liong yang berdetak jantungnya oleh nafsu berahi tiba-tiba tertawa dan memeluk puteri ini.

"Puteri, paduka sungguh cantik. Hamba benar-benar kagum... ngok!"

Puteri Mei menjerit. Dia sudah dicium Ceng Liong, yang mendaratkan serangannya di pipi yang halus kemerahan itu. Dan Puteri Mei yang tentu saja kaget dan tak menyangka perbuatan itu tiba tiba menampar muka Ceng Liong dengan penuh kemarahan!

"Ceng Hwa, kau kurang ajar padaku...Plak!”

Ceng Liong terkejut. Dia sudah digampar gadis ini, yang membuat tubuhnya terhuyung mundur dan terbelalak kaget. Tapi menyadari bahwa dia melakukan kesalahan dengan mencium sang puteri tiba-tiba Ceng Liong menjatuhkan diri berlutut dan pura-pura menyesal. "Puteri. maafkan hamba. Hamba memang lancang, tapi kenapa paduka memiliki wajah demikian cantik dan tubuh menggairahkan? Bukankah itu juga kesalahan paduka sendiri yang membuat orang lain gemas?"

Puteri Mei tertegun. "Apa katamu, Ceng Hwa? Kau bilang aku bersalah?"

"Ah, maaf. Paduka memang bersalah karena memiliki wajah cantik, puteri. Tapi kalau hamba bersalah karena tak tahan memandang paduka biarlah sekarang hamba akan mengeringkan tubuh paduka. Lihatlah!" Ceng Liong tiba-tiba meniup, mengerahkan khikangnya "menyembur" Puteri Mei. Dan begitu hawa mulut bertiup dari mulutnya tiba-tiba pakaian puteri itu menjadi kering dan hilang semua bekas-bekas airnya. Tak kedinginan lagi Dalam sekejap mata!

"Nah, bagaimana, puteri? Hamba sudah menebus kesalahan, bukan?"

Puteri Mei terbelalak, kemarahannya lenyap, terganti keheranan. Tapi masih kheki oleh ciuman tadi puteri ini masih cemberut dengan muka merah. "Ceng Hwa, kau seperti laki-laki saja! Kenapa kau mencium diriku?"

"Maaf, hamba terpesona oleh kecantikan paduka, tuan puteri. Apakah hamba masih harus dihukum? Baiklah, hamba akan mencium kaki paduka kalau begitu..." dan Ceng Liong yang buru-buru berlutut di depan gadis ini lalu mencium kakinya tapi sekaligus menotok jalan darah di atas pergelangan dengan cara memencetnya perlahan. Jalan darah pi-kiat-hu yang akan membuat orang kegerahan dan ingin mandi! Dan begitu bangkit berdiri dengan sikap menunggu Ceng Liongpun tertawa dan menjura di depan dua gadis lain.

"Ji-wi siocia, maaf kalau hamba bersikap lancang. Apakah ji-wi masih ingin melihat permainan sulap hamba?"

"Hm," Puteri Cing mengerutkan alis. "Aku senang pada permainan sulapmu, Ceng Hwa. Tapi kenapa kau suka mencium wanita? Apakah kau banci?"

Ceng Liong tertawa. "Hamba bukan banci, tuan puteri. Tapi hamba dapat membuat A-liok ini banci kalau paduka menghendaki!"

A-liok dayang yang mengiringi Puteri Kiok terkejut. Dia tentu saja menjerit kecil, ketakutan. Tapi isyarat mata Ceng Liong yang menghendaki dia pergi dari tempat itu sudah disambut pengertian dayang muda ini. Maka terkekeh dan pura-pura ngeri dayang ini langsung memutar tubuh dan melarikan diri.

“Ceng Hwa, jangan kau membuat aku sebagai kelinci percobaan...!"

Ceng Liong tertawa lebar. Dia melihat dayang itu mengerti maksudnya, yang tentu saja membuat dia girang. Tapi pura-pura mengejar dia berteriak pada dayang itu, "Hei, tunggu dulu, A-liok. Jangan kau tinggal aku bersama junjungan mu!" dan Ceng Liong yang sengaja menyerimpet sebuah akar di atas tanah tiba-tiba terguling dan roboh di atas kaki Puteri Cing. Dan saat itulah dipergunakan Ceng Liong. Karena begitu pura-pura mengaduh dan terjerembab di kaki puteri ini secepat kilat Ceng Liong memencet jalan darah pi-kiat-hu di atas pergelangan kaki Puteri Cing itu sementara jari yang lain menyambar kerikil untuk diiambitkan pula ke jalan darah yang sama di kaki Puteri Kiok!

“Aduh....!"

Ceng Liong berhasil. Dia mendengar dua gadis itu menjerit. Tanda mereka "disengat" totokan jarinya, yang sedikit menimbulkan rasa sakit bagai digigit semut. Dan Ceng Liong yang sudah bangkit berdiri dengan mulut pura-pura meringis itu lalu mengebut-ngebutkan pakaiannya dan pura-pura ketakutan. "Ji-wi siocia, maafkan hamba. Hamba keserimpet, tak sengaja!"

Puteri Kiok dan adiknya tertegun. Mereka tahu bahwa Ceng Liong betul-betul keserimpet, tapi Puteri Kiok yang mendapat totokan di atas pergelangan kakinya tiba-tiba mengerutkan alis dan sedikit curiga. Tapi, ketika merasa tubuhnya tak apa-apa dan kerikil yang mengenai jalan darah pi-kiat-hunya rupanya "kebetulan" saja segera puteri ini hilang kecurigaannya dan tersenyum kecil, menegur,

“Ceng Hwa, kau rupanya banyak ilmu. Tapi sulap apalagi yang dapat kau berikan kepada kami? Masih adakah yang lebih hebat?"

"Tentu saja. Hamba dapat mengabulkan apa saja yang paduka minta, tuanku puteri. Asal tidak rembulan dan matahari yang ada di langit sana!"

"Hi-hik, siapa minta begitu? Tapi kau bisa memberikan pada kami barang sungguhan, Ceng Hwa? Misalnya burung yang ada di atas pohon itu atau memanggil kura-kura?"

"Ah, tentu saja bisa, tuanku puteri. Itu pekerjaan mudah bagi hamba!" Ceng Liong membual, menyanggupi tanpa pikir panjang lagi. Dan begitu dia melihat seekor burung berwarna indah menyanyi merdu di atas pohon yang ditunjuk Puteri Cing tiba-tiba Ceng Liong menjejakkan kakinya "terbang" ke atas!

"Cit!" burung itu tercekik, sudah tertangkap Ceng Liong. Dan Ceng Liong yang meluncur turun tiba-tiba tertawa dan kembali tegak di hadapan Puteri Cing sambil menyerahkan tangkapannya. "Bagaimana, tuan puteri? Bukankah hamba bisa memberi barang sungguhan?"

Puteri Cing kagum. Tapi Puteri Kiok yang kaget melihat ginkang pemuda ini tiba-tiba membelalakkan matanya dan berseru heran, "Ah, kau memiliki ilmu meringankan tubuh yang hebat, Ceng Hwa! Siapa gurumu?"

Ceng Liong terkejut. Dia lupa dengan mendemonstrasikan kepandaiannya itu, sadar bahwa di antara tiga orang puteri cantik ini justeru Hong Kiok Bi-lah yang mengerti ilmu silat, meskipun sedikit-sedikit seperti pengakuannya tadi. Tapi Ceng Liong yang terlanjur dan tertawa kecil dapat menenangkan hatinya dan buru-buru membungkukkan tubuh.

"Puteri, ginkang yang hamba tunjukkan tadi bukanlah kepandaian istimewa, biasa-biasa saja. Bukankah paduka yang justeru memiliki ke pandaian bu (silat) yang tentu jauh di atas hamba?"

"Ah, tidak. Kau rupanya terlampau merendah, Ceng Hwa. Ginkangmu itu kulihat setingkat dengan kepandaian yang dimiliki Kui Hoa-cici atau Kui Lin-cici!"

Ceng Liong tersentak. Untuk ketiga kalinya dia mendengar nama dua orang gadis itu kembali disebut. Dan belum dia menjawab tahu-tahu Puteri Kiok telah melompat maju dengan muka berseri-seri "Ceng Hwa, hayo tunjukkan sekarang ilmu silatmu itu. Kami ingin menonton selain ilmu sulapmu!"

Ceng Liong tertegun. "Tapi hamba tidak bisa apa apa, puteri. Yang hamba miliki hanyalah kepandaian sulap serta sedikit ilmu meringankan tubuh itu."

"Bohong! Kalau begitu coba kuuji kau, Ceng Hwa. Aku jadi gatal hatiku setelah melihat kepandaian ginkangmu tadi. Awas...!"

Ceng Liong tahu-tahu sudah diserang. Dia melihat Puteri Kiok menggerakkan lengan, menampar kepala dan dadanya. Tapi segan menangkis serangan ini Ceng Liong melompat mundur. Bukan karena takut tapi khawatir lengan lawan lecet, apalagi patah! Dan Puteri Kiok yang gemas tiba-tiba membentak,

"Ceng Hwa, hayo jangan mundur saja kau. Tangkis dan tunjukkan kepandaian silatmu itu!"

Ceng Liong menyeringai. "Hamba tak punya kepandaian apa-apa, puteri. Hamba bisa mengelak karena hanya ilmu meringankan tubuh itulah yang hamba kuasai. Hamba tukang sulap, bukan tukang berkelahi!"

Sang puteri marah. Dia membentak dan melengking lagi, mengejar Ceng Liong yang selalu melompat ke sana-sini menghindarkan serangannya. Dan ketika lawan mempergencar serangan dan pukulan gadis itu mulai bertubi-tubi bagai hujan dan angin ribut terpaksa Ceng Liong menambah ginkangnya berkelebatan cepat. Dia tetap tak mau menangkis. Takut lengan lawan terkilir atau patah. Karena sesungguhnya ilmu silat yang dia pelajari adalah ilmu silat keras, ilmu silat kaum hek-to yang ganas dan tak kenal ampun. Sekali menangkis tentu membuat lawan dalam bahaya. Apalagi ilmu silatnya Tok-hiat jiu itu. Pukulan Darah Beracun! Maka Ceng Liong yang berlompatan ke sana ke mari dikejar pukulan lawannya itu akhirnya tersenyum ketika melihat Puteri Kiok kelelahan, gemas memaki-maki dirinya.

"Kenapa kau tak membalas, Ceng Hwa? Kenapa kau melompat-lompat saja bagai pengecut?'

"Ah, hamba memangnya tak pandai silat, puteri Hamba hanya belajar ginkang dan ilmu sulap itu!"

"Jadi kau tak dapat membalas?"

"Tidak."

Dan Puteri Kiok yang menghentikan serangannya dan mengusap peluh akhirnya membanting kaki. "Ceng Hwa. aku tak percaya. Rupanya kau sengaja merendah!"

"Tidak, hamba betul-betul bicara apa adanya, tuanku puteri. Tapi kalau paduka tak percaya boleh hamba buktikan nanti!"

"Kenapa tidak sekarang?"

"Karena hamba capai. Hamba merasa gerah. Tidakkah paduka merasa gerah, tuanku puteri?"

Puteri Kiok terkejut. Dia baru melihat bahwa dua adiknya yang lain sudah melepas baju, tinggal pakaian dalam saja yang tipis menerawang. Hal yang aneh karena tempat itu sejuk. Tapi begitu Ceng Liong bicara tentang gerah tiba-tiba saja ia sadar bahwa iapun kepanasan, merasa gerah seperti apa yang dikatakan Ceng Liong! Maka terkejut dan heran mengapa tubuhnya tiba-tiba panas mendadak puteri ini membuka kancing bajunya.

"Ya, aku juga merasa gerah. Ceng Hwa. Tapi mungkin dari gerakan-gerakan ketika tadi aku menyerangmu. Tapi kenapa dua adikku itu kegerahan pula?" Maka, memanding dua adiknya ini puteri itu bertanya, "Cing-moi, kenapa kalian melepas baju? Bukankah kalian tak mengeluarkan tenaga? Kenapa berkeringat?"

Dua gadis itu juga heran. "Aku tak mengerti, enci. Tapi hawa panas ini benar-henar membuat kami tak tahan. Rasanya ingin mandi!"

"Nah," Ceng Liong menyambung. "Kalau begitu sama dengan hamba, Cing-siocia. Hamba juga ingin mandi setelah kepanasan begini. Bagaimana kalau paduka hamba turut di dalam air agar kegerahan itu lenyap kembali? Lihat, air demikian jernih, siocia. Dan kalian bertiga akan segar kembali kalau mandi di sini. Apalagi kalau hamba mainkan sulap di dalam air pula, menciptakan katak yang bisa bicara!"

"Ah...!" Puteri Cing berseri. "Kau benar-benar bisa menciptakan katak yang bisa bicara, Ceng Hwa? Kau tidak bohong?"

"Ah, untuk apa hamba bohong, tuan puteri?" Ceng Liong tertawa. "Bukankah hamba bisa menciptakan benda yang bernyawa? Dan kalau itu bisa hamba lakukan tenitu menciptakan katak yang bisa bicara juga dapat hamba kerjakan. Lihatlah..." Ceng Liong tiba tiba melempar sehelai daun, memperkuat sihirnya untuk mempengaruhi pikiran tiga orang gadis ini. Dan begitu daun itu meluncur di atas air tiba-tiba seekor katak telah hinggap di atas daun ini!

"Kwek-kwek!" katak itu berbunyi. "Apa yang harus hamba lakukan, tuan puteri?"

Sang puteri terbelalak. Ia terkejut melihat katak yang benar-benar bisa bicara, persis menusia! Dan sementara ia kaget tak menjawab pertanyaan ini maka katak itupun tiba-tiba menunggingkan pantatnya memberi hormat, lucu sekali.

"Tuan putiri, apa yang harus hamba lakukan? Bukankah paduka memanggil hamba?"

Puteri Cing tiba-tiba terkekeh. Sekarang ia sadar dan geli bukan main, melihat katak itu lucu dan jenaka. Apalagi ketika pantatnya menungging-nungging persis tawon yang mau buang air besar! Maka terkekeh dan terbelalak memandang katak ini tiba-tiba Puteri Cing mencebur di kolam dan berseru nyaring. "Aku mau kau main-main denganku, katak jenaka. Hayo jangan lari kalau kutangkap... byurr!"

Sang puteri sudah mencebur. Ia mengejar dan menangkap katak itu. Tapi sang katak yang melejit ke kiri tiba-tiba tertawa dan bergerak lucu. "Puteri, hamba jangan ditangkap. Mati hamba nanti....!"

Puteri Cing semakin terkekeh. Ia menjadi penasaran dan menubruk kembali, tapi ketika untuk kesekian kalinya pula katak yang jenaka itu melompat dan menghindarkan diri maka puteri itu berteriak dan mengejar gemas. Sang katak diburu, tapi katak yang melompat-lompat ini selalu menghindar. Dan Puteri Cing yang mendapat permainan menarik dengan kejar mengejar ini akhirnya lupa segalanya dan terkekeh-kekeh di dalam kolam!

Ceng Liong tersenyum, memandang Puteri Mei. "Bagaimana, tuan puteri? Paduka juga ingin main-main seperti Cing-siocia?"

Puteri Mei tentu saja mengangguk. Dia jadi iri dan gembira melihat seekor katak yang lucu dapat bicara, bermain-main dengan encinya. Maka begitu Ceng Liong menawari permainan serupa diapun mengangguk dan tertawa girang. "Boleh, aku juga ingin seekor katak seperti itu, Ceng Hwa. Biarkan aku main-main seperti enci Cing!"

Ceng Liong mengangguk. Dia sudah "menyulap" pula seekor katak seperti yang pertama, dan begitu katak ke dua muncul menggapai gadis ini segera Puteri Mei terkekeh dan mencebur di kolam. Dua gadis itu sekarang bermain-main dengan katak ciptaan Ceng Liong, gembira dan terkekeh-kekeh. Dan Ceng Liong yang memandang Puteri Kiok yang tampaknya bengong memandang semuanya itu tiba-tiba tertawa dan menegur.

"Puteri, paduka ingin permainan serupa? Kalau suka akan hamba ciptakan seekor katak istimewa untuk paduka. Hamba sendiri yang akan menjadi katak!"

Puteri Kiok terkejut Ia sudah masuk dalam pengaruh sihir Ceng Liong. Maka ketika Ceng Liong bicara seperti itu iapun terbelalak tapi sedikit ngeri. Entah kenapa, melihat semuanya itu tiba-tiba hatinya berdebar, tidak enak. Tapi melihat permainan itu memang lucu sekali dan dia juga tertarik maka Kiok Bi mengangguk tanpa sadar. Dan Ceng Liong tahu-tahu telah memegang lengannya.

"Puteri, paduka ingin mandi, bukan? Nah, lepas pakaian paduka itu. Mari kita bermain-main di kolam!"

Puteri Kiok tersentak. Ia melihat Ceng Liong telah melepas baju luarnya, tapi ketika pemuda itu hendak melepas pakaian dalamnya tiba-tiba ia menepiskan tangan Ceng Liong dengan gugup. "Tidak, jangan lancang kau, Ceng Hwa. Dua adikku yang lain mandi dengan pakaian dalam saja!"

Ceng Liong tersenyum. "Tapi tak bebas dalam bergerak, puteri. Tubuh tak akan segar kalau mandi dengan pakaian melekat!"

"Biarlahl" gadis ini menggigil, merah mukanya. Tapi ketika Ceng Liong mundur dan melepas cekalannya tiba-tiba ia menjadi tenang dan tertarik ketika Ceng Liong tertawa dan berjongkok dengan kedua lutut ditekuk, meniru sikap katak.

'Puteri, hamba akan memulai permainan ini. Hamba akan menjadi katak... hup!"

Sang puteri terbelalak. Dia melihat Ceng Liong tiba tiba lenyap, berobah ujudnya menjadi katak tulen! Dan ketika dia berseru kaget oleh kejadian ini tiba-tiba Ceng Liong mencebur di kolam dan terkekeh memanggilnya.

"Kiok-siocia, ke marilah. Kita berempat main-main di sini!"

Puteri Kiok tertegun. Dia sudah dipengaruhi Ceng Liong luar dalam, masuk dalam pengaruh sihir pemuda itu. Maka begitu Ceng Liong memanggilnya dan merobah diri menjadi katak tiba-tiba puteri ini tertawa dan lenyap rasa takutnya. “Ceng Hwa, kau benar benar manusia luar biasa. Kalau tidak kubuktikan sendiri tentu kejadian ini tak akan kupercaya!"

Ceng Liong girang. Dia melihat Puteri Kiok sudah masuk ke dalam air, mencebur mengejarnya. Dan ingin memusatkan permainan pada dirinya sendiri tiba-tiba Ceng Liong "menarik" lenyap dua katak tiruan yang bermain-main dengan Puteri Cing dan Puteri Mei. Tentu saja kakak beradik itu kecewa. Tapi ketika Ceng Liong memanggil mereka dan menarik perhatiannya agar bermain dengannya dua gadis itupun terkejut dan membelalakkan matanya.

"Ih, siapa kau?"

Ceng Liong tertawa. "Hamba Ceng Hwa, Ji-wi siocia. Hamba merobah ujud hamba sebagai katak tunggal di sini. Hayo kita main-main dan coba ji-wi menangkap hamba kalau bisa!"

Dua gadis itu tertawa. Mereka kembali gembira setelah Ceng Liong memperkenalkan diri. Tapi ketika mereka mencoba menangkap pemuda ini ternyata Ceng Liong melejit ke sana-sini. Apalagi ketika Ceng Liong terkekeh-kekeh mempermainkan mereka.

"Hi-hik, hamba tak dapat kalian tangkap, siocia. Kecuali kalau paduka memenuhi permintaan hamba!"

"Ah, apa permintaanmu, Ceng Hwa?"

"Kalian semua mandi tanpa busana. Melepas pakaian dalam itu agar bebas bergerak menangkap hamba!"

"Ih, kau kurang ajar, Ceng Hwa. Kau cabul, kau tak tahu malu!"

"Heh-heh, kita sama-sama wanita, tuan puteri. Kenapa cabul dan tak tahu malu?"

Tapi tiga gadis itu masih likat. Mereka terus mengejar "katak" yang kurang ajar ini, memaki Ceng Liong dengan gemas-gemas marah. Dan ketika Ceng Liong mulai menggoda mereka dengan hinggap di kepala dan dada dengan sikap nakal tiba-tiba Puteri Cing yang khegi namun gembira tiba-tiba melepas pakaian dalamnya!

"Ceng Hwa, aku memenuhi permintaanmu. Hayo jangan lari kau!"

Ceng Liong terbelalak. Dia tentu saja tersirap, melihat gadis itu benar-benar telanjang. Dan semenrara dia terbelalak tiba-tiba Puteri Mei dan Kiok Bi yang merasa "dipelopori" mendadak juga melepas pakaian mereka dan berseru padanya, "Ceng Hwa, sekarang ke sini kau. Aku memenuhi permintaanmu...!"

Dan Ceng Liong yang tentu saja berdetak jantungnya tiba-tiba terkekeh. Dia melihat tiga gadis cantik itu sudah menubruknya berbareng, masing-masing tanpa benang sehelaipun juga. Dan begitu dirinya ditangkap tiba-tiba Ceng Liong yang sudah bergolak darah mudanya ini menyambut dan melepas pengaruh sihirnya. Kembali sebagai seorang pemuda, menyambar dan memeluk mereka dengan penuh nafsu dan bertubi - tubi memberikan ciuman!

"Kiok-moi, Cing-moi, kalian benar-benar cantik..!"

Kiok Bi dan adiknya terkejut. Mereka melihat Ceng Hwa sebagai katak lenyap, terganti seorang pemuda tampan yang terkekeh-kekeh menciumi mereka, memeluk dan menggerayangi tubuh mereka dengan penuh nafsu. Dan Kiok Bi serta adiknya yang tentu saja kaget bukan main oleh kejadian ini tiba-tiba memekik dan meronta, melepaskan diri keluar dari kolam. Tapi melihat mereka telanjang bulat tanpa sehelaipun benang tiba-tiba ketiganya memekik dan menjerit malu!

"Pemuda lancang, siapa kau?"

Ceng Liong melompat keluar. "Aku Ceng Liong, adik manis. Sengaja datang ke sini untuk menghibur kalian!" Ceng Liong tertawa, memandang penuh nafsu tiga tubuh yang montok menggairahkan itu. Dan kerena Kiok Bi yang paling dekat dengannya maka Ceng Liong sudah menyambar gadis ini dan langsung mendekapnya sambil terkekeh-kekeh.

Tapi Kiok Bi tentu saja meronta. Ia menjerit dan memukul, membentak dan memaki kalang kabut. Malu tapi juga marah. Dan Ceng Liong yang sengaja menggodai gadis-gadis cantik ini lalu melepaskannya untuk kemudian menyambar Cing siocia. Dan ketika gadis itu juga meronta den memaki-makinya Ceng Liong sudah tertawa dan mecubruk Mei-siocia! Begitulah, ganti berganti Ceng Lieng melompat ke sana-sini mempermainkan tiga orang lawannya ini. Dan ketika Kiok Bi kembali ditangkap untuk akhirnya diciumi dan Ceng Liong sendiri sudah siap melepas pakaiannya maka pada saat itulah terdengar dua bentakan nyaring disusul berkelebatnya dua bayangan dara jelita.

"Manusia iblis, apa yang kau lakukan di sini? Plak-dess!"

Ceng Liong terpelanting. Dia tahu-tahu mendapat tamparan dan tendangan pada kepala dan punggungnya. Dua serangan yang membuat dia mengaduh dan terguling-guling. Dan ketika dia melompat bangun tahu-tahu di tempat ita berdiri dua gadis cantik yang berapi-api memandangnya. Dua dara jelita yang bermuka kembar!

"Ah, siapa kau?" Ceng Liong terkejut.

Tapi dua gadis ini melompat maju. Seorang di antaranya yang di sebelah kiri dan mengenakan pakaian hijau membanting kaki, matanya penuh kemarahan memandang Ceng Liong. Dan membentak dengan mata menyala gadis ini bertanya, "Jahanam muda, kau siapa dan mengapa mengganggu wanita? Siapa yang menyuruhmu ke mari?"

Ceng Liong tergetar. Dia melihat dua gadis ini cantik sekali, juga gagah. Tapi menyeringai sambil melirik Kiok Bi dan adik-adiknya yang kini sudah berpakaian kembali Ceng Liong tertawa. "Aku tak mau menjawab pertanyaanmu kalau kalian belum menjawab pertanyaanku, nona. Tapi kalau kalian bilang aku mengganggu di tempat ini maka itu salah!"

Gadis baju hijau mendelik. "Kau ingin mampus?"

"Ha-ha, mampus itu tak kukenal, nona. Tapi kalau kalian tak menjawab pertanyaanku maka pertanyaan kalian juga tak akan kujawab!"

"Baik, aku Kui Hoa. Sekarang siapa kau?"

Ceng Liong terkejut. Dia baru tahu bahwa gadis inilah yang disebut-sebut sebagai puteri Ok-ciangkun. Tapi sengaja menggoda dan tertarik melihat gadis jelita ini Ceng Liong tiba tiba tertawa dan menuding gadis satunya, 'Kalau begitu, siapa yang di sebelahmu itu? Kalian harus menjawab lengkap kalau ingin mengetahui diriku secara lengkap pula!"

Gadis nomor dua membanting kakinya. "Aku Kui Lin. setan keparat. Dan jangan main-main kau dengan kami berdua!"

"Aha, kalau begitu kalian kakak beradik? Wah, pantas. Yang satu cantik yang lain jelita! Ha-ha, bagaimana kalau kita berkenalan baik-baik, nona manis? Aku orang she Ceng, namaku Naga (Liong). Jadi Naga Ceng!"

Dua gadis itu terbelalak. Kui Lin yang berbaju biru mengerutkan kening, tapi membentak marah dia sudah menggerakkan lengannya, menampar Ceng Liong. "Enci, rupanya orang ini tidak waras. Biar kurobohkan dia!"

Tapi Ceng Liong menangkis. Dia tentu saja tak mau menerima serangan itu. Karena tamparan yang tadi dia terima sudah cukup membuatnya "puyeng" dan terkejut oleh kuatnya sinkang lawan. Maka begitu Kui Lin menyerangnya dengan jari- jari terbuka diapun menggerakkan lengan menangkis dengan jari-jari terbuka pula. "Plak!" dan Ceng Liong terkejut. Dia tergetar, terdorong mundur. Dan kaget melihat lawan membuatnya terhuyung tiba-tiba Ceng Liong terkesiap dan terbelalak. "Wah, sinkangmu hebat, nona. Tapi jangan sombong. Aku belum mengeluarkan semua tenagaku!"

Kui Lin mengeluarkan suara dari hidung. Dia percaya kalau Ceng Liong belum mengeluarkan tenaga sepenuh bagian. Karena ketika menangkis tadi Ceng Liong memang ugal-ugalan memandang rendah. Tapi melihat lawan terhuyung dan kaget oleh tamparan sinkangnya tiba-tiba ia pun memekik dan membentak tinggi, "Orang she Ceng, sekarang robohlah kau...!'

Ceng Liong melihat bayangan berkelebat. Dia melihat gadis itu menyerangnya kembali, merapatkan jari menusuk dahi, tidak lagi menampar. Tapi Ceng Liong yang tak berani main-main lagi segera mengelak dan melompat ke kiri. Tapi celaka. Kaki gadis itu tiba-tiba bergerak, menendang dari samping, karena tusukan jari tadi rupanya tipuan Saja. Maka begitu Ceng Liong melompat dan kaki ini mengenai pinggangnya kontan Ceng Liong menjerit dan terlempar roboh.

"Dess!" Ceng Liong melompat bangun. Sekarang dia kaget betul-betul, tak mengira bahwa lawannya itu demikian lihai. Dan Ceng Liong yang menggigit bibir dengan muka merah ini tiba-tiba mengerotokkan jarinya dan membentak, "Nona, dua kali kau memukulku. Sekarang awas giliranku menyerang... wut!" Ceng Liong yang sudah melompat ke depan tahu-tahu menghantam dengan telapak tangannya yang berwarna merah.

"Tok-hiat jm (Pukulan Darah Beracun)...!"

Ceng Liong tersenyum mengejek. Dia melihat dua gadis itu hampir berbareng menyebut nama pukulannya. Tapi Kui Lin yang berjungkir balik ke depan tiba-tiba menyambut serangan ini dengan telapak kakinya.

"Dess!" Dan Ceng Licng tercengang. Dia tergetar, terhuyung setindak. Sementara lawan yang sudah berdiri kembali dengan mata bersinar-sinar tiba-tiba membentaknya, "Orang she Ceng, apa hubunganmu dengan Tok-sim Sian-li murid mendiang Cheng-gan Sian jin?"

Ceng Liong menyeringai. "Dia ibuku."

"Kalau begitu kau yang datang bersama tiga orang tua di depan itu?"

"Hm, untuk apa menyebut-nyebut nama tiga orang tua itu, nona? Aku ke sini atas kehendakku sendiri. Bukan atas suruhan mereka!"

"Kalau begitu kau murid Mayat Hidup?"

"Benar, dia guruku nomor dua. Karena guruku nomor satu adalah Sin-thouw-liong ( Naga Kepala Sakti ) Temu Ba! Kau takut?"

Kui Lin melengking, gemetar mukanya. "Siapa takut padamu, bocah she Ceng? Biar gurumu sekalipun aku tak takut menghadapinya. Keparat.” dan Kui Lin yang tiba-tiba menerjang ke depan tahu-tahu berkelebat dan menyerang Ceng Liong dengan marah.

Ceng Liong bertubi-tubi mendapat serangan. Dipukul ditampar dan ditendang berulang-ulang, cepat dan naik turun bagai gelombang samudera yang sedang mengamuk. Dan Ceng Liong yang mendengar angin bersiutan dari semua pukulan yang bertubi-tubi ini tiba-tiba melompat mundur dan tertawa mengejek. "Nona, kau benar-benar ingin bermain-main denganku?"

"Siapa ingin bermain-main denganmu? Aku ingin merobohkanmu, bahkan membunuhmu!" dan Kui Lin yang mempergencar serangannya sekonyong konyong memekik dan mengerahkan ginkang. Sekejap kemudian tubuhnya lenyap, menjadi segunduk bayangan biru yang mengelilingi Ceng Liong.

Dan Ceng Liong yang tentu saja tak rnau menerima gebukan lalu membentak dan mengerahkan pula ilmu meringankan tubuhnya, Cui-beng Gin-krng (Ginkang Pengejar Roh )! Dan begitu dua orang muda ini sama bergebrak dan pukul-memukul maka terjadilah pertandingan seru di pinggir kolam itu. Ceng Liong mainkan Cui-beng Ginkangnya dengan baik, berkelebatan ringan bagai capung menari-nari. Tapi Kui Lin yang juga mengerahkan kepandaiannya dan berkelebatan lincah bagai walet menyambar-nyambar itu ternyata tak kalah bebat dengan Ginkang Pengejar Rohnya!

Maka Ceng Liong yang terkejut oleh kenyataan ini lalu memperhebat serangan dan tangkisannya, membentak dan mainkan Tok-hiat-jiunya dengan lebih hebat dan cepat sambil menambah kekuatan sinkangnya hingga membuat kedua lengannya merah mencorong bagai besi dibakar, mengerikan dan mengeluarkan bau amis. Tapi lawan yang tak gentar beradu lengan dengan lengannya yang mengandung darah beracun itu ternyata membuat Ceng Liong kaget.

Betapa tidak? Pukulan Tok-hiat-jiunya yang biasa ditakuti lawan itu ternyata diterima begitu saja oleh gadis bernama Kui Lin ini. Tanpa pelindung, tanpa sarung tangan untuk menyelamatkan diri. Dan Ceng Liong yang setiap beradu lengan tentu merasa tergetar dan ngilu itu jadi terheran heran ketika melihat lawannya tak terpengaruh oleh hawa teracun yang memenuhi permukaan lengannya ini. Kebalkah gadis itu terhadap racun? Atau sinkangnya yang lebih hebat dan dirinya?

Ceng Liong penasaran. Menurut pandangannya, sinkang gadis itu tak lebih tinggi dari sinkangnya sendiri. Jadi mereka berimbang. Begitu juga dalam hal ilmu meringankan tubuh. Tapi kanapa gadis itu tak terpengaruh oleh hawa beracun Tok hiat-jiunya? Betulkah kebal seperti yang dia duga? Ceng Liong marah. Sebenarnya dia mengharap gadis itu roboh oleh hawa beracun pukulannya. Karena racun itu sendiri merupakan bahaya tersembunyi bagi lawan disamping pukulan sinkangnya. Maka melihat gadis itu rupanya tak terpengaruh sama sekali oleh uap kemerahan di kedua lengannya tiba-tiba Ceng Liong membentak dan mengerahkan Sin-gan-ihun-tonya.

'Nona, sekarang kau lelah. Kau ingin beristirahat. Mundurlah...!”

Gadis bernama Kui Lin itu terkejut. Ia merasa getaran berwibawa mendengung aneh, menguasai dirinya. Tapi balas membentak dan tertawa mengejek ia membanting kaki. "Orang she Ceng, tak perlu kau main-main dengan ilmu setanmu itu. Aku tak mampu kau sihir!"

Ceng Liong terkejut. Dia melihat gadis itu benar-benar tak terpengaruh, bahkan menerjangnya semakin hebat. Dan penasaran bahwa Sin-gan-i-hun-tonya tak membawa hasil dalam bentakan pertama diapun mengerahkan kekuatan dan membentak untuk kedua kalinya, tentu saja lebih hebat daripada yang pertama, "Nona, kau sudah lelah. Sekarang mundur dan beristirahatlah...!"

Tapi gadis baju biru itu bahkan memakinya. Ia menendang Ceng Liong dengan kaki kirinya. Dan ketika Ceng Liong merendahkan kepala untuk menghindar tahu-tahu ganti lengan kanan gadis ini menyambar. "Orang she Ceng, aku sudah mengenal Sin-gan-i-hun-tomu. Tak perlu menggertakku di sini. Wutt....!"

Ceng Liong terbelalak. Dia hampir kena "tempeleng" oleh jari yang menyambar di sisi kepalanya itu. Dan kaget bahwa lawan benar-benar tak mampu di sihir karena kekuatan sinkang mereka berimbang tiba-tiba Ceng Liong membentak dan mengerahkan kepandaian yang didapat dari gurunya nomor dua, Mayat Hidup, ilmu yang mempergunakan dua jari dan disebut Coan-kut-ci (Jari Penusuk Tulang). Dan begitu lawan membalik dan menyerangnya kembali dengan telapak terbuka mendadak Ceng Liong memapak dan membentak marah.

"Nona, jangan kau sombong... tak!"

Gadis baju biru tiba-tiba berteriak. Telapak tangannya ditusuk dua jari Ceng Liong, yang kini mempergunakan Coan-kui-ci untuk mengalahkannya. Dan begiiu Ceng Liong mempergunakan ilmu barunya ini tiba-iiba gadis itu terhuyung dan tampak kesakitan!

"Ha-ha, sekarang kau tahu rasa, nona?" Ceng Liong gembira, tertawa bergelak melihat gadis itu pucat memandangnya. Tanda terkejut. Bukti bahwa dengan ilmu ini dia dapat mendesak lawan. Dan girang bahwa Coan-kut-ci nya membawa hasil tiba-tiba Ceng Liong terkekeh dan menerjang kembali.

"Nona, sekarang kau menyerahlah....!"

Kui Lin menggigit bibir. Ia tadi kesakitan benar oleh dua jari Ceng Liong yang sekeras baja. Jari yang serasa mencoblos bolong telapak tangannya sendiri. Serangan yang membuat dia terbelalak karena Ceng Liong memiliki bermacam-macam ilmu. Maka melihat Ceng Liong kembali menyerangnya dengan Jari Penusuk Tulang itu tiba-tiba gadis ini mengeluh dan menjadi gugup. Ia berlompatan ke sana ke mari, terdesak, takut oleh dua jari Ceng Liong yang ampuh itu. Jari yang meskipun tidak membuatnya terluka namun cukup membuatnya kesakitan karena rasa nyerinya benar-benar menusuk tulang! Maka melihat Ceng Liong menyerangnya dengan ilmu baru ini tiba-tiba saja gadis itu terdesak hebat.

Ceng Liong terbahak. "Bagaimana, nona? Kau tahu kelihaianku, bukan?"

Kui Lin merah mukanya. Ia marah oleh ejekan itu, dan ketika kembali jari Ceng Liong mengenai pundaknya dan ia mengaduh kesakitan tiba-tiba Kui Hoa yang terbelalak memandang pertempuran itu sudah berteriak padanya,

"Lin-moi (adik Lin), cabut pedangmu dan lawan dengan senjata. Jangan takut oleh jarinya itu!"

Kui Lin teringat. Ia tiba-tiba mencabut pedang, sadar bahwa ia menyimpan senjata. Maka ketika Ceng Liong menubruknya kembali dengan dua jari maut itu tiba-tiba gadis ini membentak dan melengking tinggi. "Orang she Ceng, aku belum kalah... trik!"

Ceng Liong terkejut. Jarinya tiba-tiba dibabat pedang, mental dan tak mengenai sasarannya. Dan sementara ia berseru keras dan melompat mundur melihat lawannya itu mencabut pedang maka Kui Lin juga terbelalak melihat jari Ceng Liong tak putus dibabat pedang. Tanda benar-benar keras melebihi baja. Jari yang hebatl Tapi Kui Lin yang sudah mengisi kesempatan melihat Ceng Lioig mundur sudah memekik dan memasuki posisi ini. Menyerang!

"Orang she Ceng, kau sekarang juga akan melihat kepandaianku!"

Ceng Liong tertegun. Dia melibat gadis baju biru itu sudah menerjangnya dengan pedang naik turun. Ilmu silat yang membentuk gulungan panjang bagai sinar pelangi. Dan Ceng Liong yang teringat akan sesuatu tiba-tiba berseru tertahan melihat gerakan pedang ini. "Jeng-ging-toat-beng-kiam-sut (Ilmu Pedang Seribu Pelangi Pencabut Nyawa)...!"

Kui Lin tertawa mengejek. "Kau tahu ilmu silatku ini, setan cilik?"

Ceng Liong mendongkol. Dia marah mendengar makian itu yang menyebutnya setan cilik padahal usia mereka tak terpaut jauh. Tapi kaget bahwa Kui Lin mengakui ilmu pedangnya ini sebagai Toat-beng-kiam-sut tiba-tiba Ceng Liong sadar dan dapat menduga siapa sekarang adanya dua orang gadis kembar itu. Kiranya puteri Ok-ciangkun yang bukan lain adalah Ok Kui Lun itu. Putera mendiang Wu-sam-tai-ciangkun Ok Ciat, murid mendiang nenek iblis Mo-i Thai houw (baca: Hancurnya Sebuah Kerajaan)!

Maka, tahu bahwa Ok-ciangkun yang dimaksud itu ternyata bukan lain adalah murid mendiang nenek iblis Mo-i Thai-houw sebagai pencipta ilmu pedang Jeng-ging-toat-beng-kiam-sut itu yang beberapa tahun kemudian juga menjadi murid ketua Gelang Berdarah (baca Pendekar Kepala Batu) yang tewas terbunuh oleh Malaikat Gurun Neraka tiba-tiba saja Ceng Liong "mendusin" dan sadar siapa kiranya dua oraug gadis kembar ini.

Dan memang betul. Kui Lin dan Kui Hoa itu adalah puteri Ok Kui Lun ini, dua orang dara kembar yang kalau diurut silsilah keperguruannya memang termasuk cucu murid mendiang nenek iblis Mo-i Thai - houw, juga cucu murid mendiang ketua Gelang Berdarah yang masih sute (adik seperguruan) Malaikat Gurun Neraka itu, yang tewas dan mati sampyuh bersama sang su-heng (kakak seperguruan).

Di mana kalau diambil silsilah keperguruannya maka dua orang gadis cantik ini adalah juga termasuk murid-murid keponakan Pendekar Gurun Neraka, tokoh yang menjadi ketua atau penghuni Ta-pie-san. Maka, sadar bahwa dua gadis ini adalah murid atau juga cucu murid dari dua orang tokoh sekaligus antara Mo-i Thai-houw dan mendiang ketua Gelang Berdarah maklumlah Ceng Liong akan semuanya ini...



Pedang Medali Naga Jilid 14

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 14
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
DAN BI LAN, gadis cantik yang ternyata sudah dewasa dan tersenyum mengejek itu tiba-tiba berseru, "Kalau begitu kau harus diarak, orang she Lao. Kau harus mengakui dan berjanji pada penduduk kota Ye-kiang untuk tidak menjadi bandot lagi dan tak boleh sewenang-wenang pada rakyat kecil. Kau menerima hukuman ini?"

Lao ciangkun pucat. Dia terang tak berkutik lagi, menerima "hukuman" itu dengan hati berat dan kecut bukan main. Maka ketika sebuah kereta disediakan untuknya dan Bi Lan meloncat di atas menyuruh komandan itu naik menjalankan hukumannya maka kota Ye-kiang menjadi gempar. Mereka mendengar komandan itu berseru sepinjang jalan, berjanji tak akan menjadi bandot lagi dan bersikap baik-baik pada rakyat kecil, diarak mengelilingi kota. Dan begitu mereka melihat kejadian yang menggegerkan ini dengan muka terheran-heran maka seluruh penduduk menjadi ribut.

Sebagian besar dari mereka merasa girang. Tapi melihat gadis di belakang Lao-ciangkuo yang cantik dan memandang mereka dengan mulut tersenyum-senyum itu tiba-tiba banyak pemuda menjadi kagum dan jatuh cnta pada gadis ini. Mereka tak tahu siapa gadis itu. Tapi ketika berita dari mulut ke mulut memberitahukan bahwa gadis yang gagah dan cantik itu bukan lain adalah puteri Pendekar Gurun Neraka tiba-tiba saja mereka menjadi gempar dan ramai. Kaget tapi juga senang bahwa ternyata seorang keluarga dari pendekar yang amat terkenal itu datang membantu mereka. Maka begitu semua orang ribut dan kasak-kusuk sendiri nama Bi Lan pun menjadi terkenal di kota ini.

Tapi Bi Lan tak bermaksud memamerkan diri. Dia mengawal terus komandan she Lao itu mengucapkan janjinya. Dan ketika mereka tiba di pintu gerbang timur sebagai tempat terakhir komandan ini menjalankan hukumannya maka Bi Lan pun tiba-tiba melompat keluar dari dalam kereta. Dia cukup puas. Dan begitu melompat turun dari atas kereta Bi Lan sudah melayang naik ke tembok kota yang tinggi.

"Lao-ciangkun, harap ini menjadi pelajaran bagimu. Kalau kau tak menepati kata-katamu sendiri maka aku akan datang untuk membunuhmu!"

Lao-ciangkun mengangguk. Dia kecewa dan malu bukan main oleh hukuman yang diterimanya itu. Maka ketika Bi Lan lenyap di luar tembok kota diapun membedal keretanya kem bali ke rumah. Tapi laki-laki ini rupanya terkena "shock". Dia sudah kehilangan muka pada seluruh penduduk Ye-kiang. Maka begitu sampai di rumah dan memasuki kamarnya tiba-tiba komandan ini mencabut golok dan... menusuk dadanya sendiri. Lao ciangkun bunuh diri. Dan ketika keesokan harinya para pengawal menemukan komandan ini terkapar dengan tubuh mandi darah tentu saja keadaan kembali ribut dan gempar.

Kota Ye-kiang dihebohkan oleh kematian komandan itu. Tapi karena sebagian besar memang tak suka pada komandan she Lao itu maka kematiannya justeru disambut gembira oleh orang banyak, terutama rakyat kecil yang sering ditindas oleh komandan ini. Dan karena kematian komandan itu adalah gara-gara Bi Lan maka nama gaais ini melejit di seluruh kota hingga menjalar pula di kota raja. Apalagi ketika diketahui bahwa gadis itu juga adalah anggauta perkumpulan Ho han-hwe. Perkumpulan yang tiba tiba saja menarik simpati rakyat banyak dengan sepak terjang anggautanya yang menolong si lemah!

Begitulah, apa yang terjadi di Ye-kiang ini diceritakan Tok-sim Sian-li kepada puteranya. Dan Ceng Liong yang sejak tadi diam mendengarkan cerita ibunya tiba-tiba bersinar matanya begitu mendengar nama Bi Lan.

"Jadi dia sudah dewasa, ibu? Dia memiliki kepandaian tinggi?'

"Ya, sekarang umurnya sekitar sembilanbelas tahun, Liong-ji. Dan karena in digembleng ayah ibunya sendiri tentu saja ia lihai dan memiliki kepandaian tinggi."

"Hm, kalau begitu ingin kucari dia, ibu. Aku ingin menjajal dan melihat kepandaiannya itu."

Tok-sim Sian-li mengangguk. "Ya, dan gadis itu harus kita bunuh. Liong-ji. Karena betapapun juga dia adalah musuh!"

"Tapi jelek jelek bukankah dia adik tiriku, ibu?"

"Hm, adik tiri apa? Dia puteri Souw Ceng Bi itu, Liong ji. cucu Pendekar Kepala Batu yang membunuh kakek gurumu itu!"

Ceng Liong manggut-manggut. Dia tak bicara lagi, dan ketika mereka telah tiba di kota raja maka Ceng Li«ng serta ibu dan dua orang gurunya itu langsung menuju istana. Mereka berempat disambut seorang panglima muda, perwira tinggi bernama Kek Wan, orang yang menjadi pembantu atau orang kepercayaan istana untuk urusan menyambut orang-orang kang-ouw. Dan ketika mereka berempat dipersilahkan masuk ke dalam dan duduk di sebuah meja besar dengan kursi-kursi yang berukir indah maka tiba-tiba muncullah So-beng yang berpakaian serba merah itu!

"Aha, kalian sudah datang, Mu Ba?"

Raksasa ini tertawa bergelak. "Ya, memenuhi undanganmu, Penagih Jiwa. Bukankah sri baginda minta kami datang melalui dirimu?"

"Benar, tapi siapa anak muda ini?"

"Ha-ha, dia muridku, So-beng. Yap Ceng Liong yang dulu kuceritakan padamu itu!"

"Ah, putera Lie-hujin?"

"Benar," Tok-sim Sian-li menyela. "Dia kubawa atas permintaan gurunya, So-beng. Dan maaf kalau dia tidak bersikap hormat padamu!" lalu, menegur puteranya wanita ini berseru agar Ceng Liong bangkit berdiri, "Liong-ji, beri hormat pada pamanmu itu. Dialah So-beng yang sering kuceritakan itu!"

Ceng Liong bangkit berdiri. Dia memberi hormat pada laki-laki ini, yang didengarnya memiliki kepandaian tinggi dan merupakan orang ke dua setelah sri baginda. Tapi Ceng Liong yang tiba-tiba bersinar matanya dan tampak tertarik melihat iblis Penagih Jiwa itu tiba-tiba menjura sambil mengerahkan sinkangnya, mendorong tangan ke depan sambil memukul!

"Paman, aku Ceng Liong menghaturkan hormat padamu...."

So-beng tersenyum lebar. Dia menganggukkan kepalanya membalas hormat. Tapi ketika melihat angin berkesiur menyambar tubuhnya mendadak laki-laki ini tertawa aneh dan mengibaskan sebelah lengannya. "Ceng Liong, tak perlu kau sungkan-sungkan pada pamanmu. Duduklah yang baik...bress!"

Ceng Liong terkejut. Dia merasa hawa pukulannya membalik. Dan sementara dia berseru kaget tahu-tahu tubuhnya terangkat naik dan terjerembab di atas kursi, duduk setengah terbanting!

"Ah. apa yang kau lakukan, Liong-ji?" ibunya terkejut, mencelat dari kursinya menghampiri puteranya ini. Tapi Ceng Liong yang terbelalak memandang So-beng tiba-tiba menyeringai dan bangkit berdiri, menepuk-nepuk pantatnya yang sakit!

"Paman, kau hebat sekali. Maaf atas kekurangajaranku!" Ceng Liong membungkuk, kali ini menjura dengan kagum dan tidak main-main lagi. Dan tiga orang tuanya yang segera tahu apa yang telah d lakukan pemuda ini tiba-tiba saja menjadi marah dan bangkit berdiri.

"Liong-ji, kurang ajar kau! Kau coba-coba menguji kepandaian pamanmu?"

Tok sim Sian-li juga membentak, "Dan kau bersikap lancang, Liong-ji. Kau membuat malu ibu dan suhumu di sini dengan perbuatanmu itu. Hayo berlutut. Mohon ampun!"

Tapi So-beng tertawa nyaring. "Mayat Hidup, dan kau Li-hujin, tak perlu memarahi puteramu ini. Dia tak menyerangku sungguh-sungguh. Hanya mencoba dan menguji saja. Bukankah begitu. Ceng Liong?"

Ceng Liong menyeringai. “Benar, paman. Tapi kalau ibu menyuruhku berlutut dan minta ampun biarlah itu kukerjakan sekarang," dan Ceng Liong yang benar benar menjatuhkan dirinya berlutut di depan laki-laki berpakaian merah itu sudah membenturkan dahinya tiga kali, "Paman, ampunkan kekurangajaranku. Aku hanya ingin membuktikan benarkah cerita suhu bahwa kau orang yang betul betul hebat. Dan ternyata benar, kau betul-betul hebat dan tidak kalah oleh kepandaian dua orang suhuku sendiri!"

Laki-laki ini tersenyum. "Nah, apa kataku, hujin? Bukankah perbuatan anakmu itu hanya didorong oleh rasa ingin tahu belaka? Sudahlah, tak perlu kalian menegur anak ini, karena betapapun juga Ceng Liong tidak bersungguh-sungguh dalam, serangannya tadi!"

Tapi Tok-sim Sian-li terlanjur khawatir. Dia takut Ceng Liong ugal ugalan lagi, maka memandang Mu Ba dia bertanya, "Mu Ba, bagaimanu jika anak itu kita suruh jalan-jalan di luar saja? Bukankah kita hendak menghadap sri baginda?"

Mu Ba terbahak. "Boleh. Aku juga khawatir muridku itu tak bersikap hormat pada sri baginda, hujin. Tapi jangan anggap ini sebagai hukuman anakmu."

Tok-sim Sian-li sudah menghadapi pnteranya. "Nah, kau dengar persetujuan suhumu. Liong ji. Kau keluarlah jalan-jalan di luar sementara kami orang-orang tua akan menghadap sri baginda!"

Ceng Liong nyengir. "Aku tak boleh ikut kalian ibu?"

"Demi kebaikanmu sendiri. Kami khawatir kau ugal-ugalan di dalam!"

Dan Ceng Liong yang mengangguk serta tidak tampak sakit hari itu sudah tersenyum lebar dan berkelebat keluar. Tentu saja setelah memberi hormat pada iblis Penagih Jwa itu yarg berkedudukan sebagai tuan rumah. Dan Ceng Liong yang lenyap di luar ruangan itu sama sekali tak dibayangkan oleh ibunya bahwa akan menimbulkan kegegeran di lain tempat!

Kita ikuti pemuda ini. Seperti dituturkan di atas, Ceng Liong "diusir" ibunya untuk tidak bersama-sama menghadap sri baginda. Dan Ceng Liong yang tidak kecewa oleh keputusan ibunya itu sudah tiba di luar ketika matanya menumbuk seorang dayang. Dia terbelalak, bersinar matanya. Tapi melompat dengan ringan bagai seekor kucing tahu-tahu Ceng Liong telah menowel pundak dayang muda ini.

"Adik manis, kau mau ke mana?"

Dayang itu terkejut. Dia tentu saja menjerit lirih, tapi melihat Ceng Liong adalah seorang pemuda tampan yang gagah dan tampaknya jenaka tiba-tiba dia tersenyum lebar dan memutar tubuhnya. "Kongcu (tuan muda), kau siapa dan mengapa ada di sini? Tidak tahukah kau bahwa ruang ini tak boleh diinjak orang luar?"

"Hm, apa ruang ini, dayang? Dan ke mana kau pergi?'

"Ini ruang Giok bi-hoa, kongcu. Khusus untuk tamu-tamu istimewa yang diundang Ok-ciangkun untuk urusan pribadi. Aku mau ke kaputren (tempat puteri-puteri istana). Kau siapa?"

Ceng Liong tersenyum. "Aku Ceng Liong, dayang. Kau mau ke kaputren? Hm, minuman siapa yang hendak kau antar itu?"

Dayang itu terkejut. "Oh, kau Ceng-kongcu itu, kongcu? Kau yang datang bersama tiga orang tamu yang diundang sri baginda itu?"

"Ya, dari mana kau tahu?"

"Aih...!" dayang ini tiba-tiba tertawa. "Kalau begitu kau yang dilihat majikanku, kongcu. Tuan ku puteri bicara tentang kedatanganmu ini yang disambut panglima Kek Wan!"

"Hm, siapa tuanmu puteri itu?" Ceng Liong terbelalak.

"Hong Kiok Bi kongcu. Kami memanggilnya Puteri Kiok!"

"Dan cantik dia?"

Dayang ini ganti terbelalak. "Tentu saja, kongcu. Mana ada puteri istana tidak cantik? Dan dia pandai silat, suka bun (sastra) dan bu (silat)!'

Ceng Liong tertarik. "Kalau begitu boleh aku berkenalan dengannya?"

Dayang ini terkejut. "Ih, itu dilarang, kongcu. Laki-laki tak boleh memasuki ruang kaputren tanpa seijin sri baginda!"

"Tapi guruku tamu istimewa di sini, dayang. Tentu sri baginda tak marah kalau aku jalan-jalan di kaputren!"

"Ah, jangan, kongcu. Sebaiknya maksud hatimu itu dibuang saja jauh-jauh. Kaputren bukan tempat sembarangan. Lelaki yang masuk bakal dibunuh!"

Ceng Liong tertawa. "Tapi aku tidak mengganggu tempat itu, dayang. Dan aku bisa menghilang kalau itu kukehendaki!"

Dayang ini terbelalak. "Masa, kongcu? Kau punya ilmu siluman?"

Ceng Liong kembali tertawa. "Dayang, kau bisa menolongku, bukan? Asal kau tidak bicara pada orang lain maka kedatanganku di kaputren tentu juga tak bakal diketahui orang. Aku ingin berkenalan dengan tuanmu puteri itu. Kalau diterima tentu kau akan kuberi hadiah sendiri sebagai imbalannya."

Dayang ini tertarik. "Apa yang hendak kau-berikan, kongcu?"

"Ini...!" Ceng Liong tiba tiba membungkukkan tubuhnya, menjulurkan leher dan mencium pipi dayang itu hingga terdengar suara "ngok" yang keras! Dan sementara dayang ini terkejut dan mengeluarkan jerit lirih tiba-tiba Ceng Liong sudah menyusupkan cincin di jari manisnya ke buah dada dayang ini!

"Ah...!" dayang itu kaget sekali, mundur dan pucat serta merah mukanya berganti-ganti, terbelalak memandang Cing Liong.

Tapi Ceng Liong yang tertawa kepadanya sudah bertanya dengan mulut tersenyum, "Bagaimana, dayang? Kau masih kurang? Kalau begitu nanti kita sambung berdua. Kau cukup cantik dan manis bagiku!"

Dayang itu tiba-tiba mengeluh. Dia gemetar memandang Ceng Liong, tapi tak tahan oleh mata Ceng Liong yang nakal kepadanya mendadak dayang ini tersipu-sipu memutar tubuh dan melarikan diri! "Kongcu, kau nakal...!"

Ceng Liong tertawa. Dia melihat dayang itu tidak marah. Bahkan dari suaranya dapat ditangkap kalau dayang itu berdebar girang menerima perlakuannya, mungkin minta tambah! Dan Ceng Liong yang sudah berkelebat mengejar dayang ini tiba-tiba turun di depannya dan berdiri menghadang. "Dayang manis, kau belum memberikan jawabanmu!"

Dayang itu tersentak. Dia melihat Ceng Liong tiba-tiba sudah berdiri di depannya, tertawa dan tersenyum kepadanya. Dan dayang yang berseru tertahan dengan jeritan lirih itu kontan berhenti dan terbelalak ke depan. "Kongcu, apa yang kau minta?" suaranya menggigil.

Ceng Liong tertawa. "Tidak banyak, dayang. Hanya minta tolong padamu agar memperkenalkan aku dengan tuan puterimu itu!"

"Ah, tapi itu berbahaya, kongcu. Ruang kaputren tak boleh dimasuki laki-laki!"

"Kalau begitu aku bisa jadi perempuan. Aku dapat pian-hoa (beralih rupa) kalau dikehendaki!"

Dayang ini terkejut. "Kau tidak main-main, kongcu?"

"Siapa main-main?" Ceng Liong tertawa. "Aku bersungguh-sungguh, dayang. Dan hadiah untukmu akan kutambah kalau kau mau membantuku!"

Dayang ini merah mukanya. Ia jengah, tersipu memandang Ceng Liong. Tapi ingin membuktikan dulu omongan Ceng Liong benar ataukah tidak ia lalu menghilangkan rasa likatnya dan bertanya, "Bagaimana caranya kau beralih rupa, kongcu? Bisakah kau buktikan di sini?"

"Hm, kau tidak percaya?"

"Tidak, bukan begitu, kongcu. Tapi aku ingin memastikan diri agar kita berdua sama-sama tak menghadapi bahaya!"

"Baiklah," dan Ceng Liong yang tertawa me mandang dayang ini tiba tiba mengerahkan Sin-gan-i hun-tonya, ilmu sihir yang didapatnya dari sang itu itu. Lalu menggedruk kaki dan terkekeh bagai wanita tiba tiba Ceng Liong menggoyang tubuh dan menggeliatkan pinggang dua kali dengan bentakan parlahan "Nah, bagaimana sekarang, dayang? Tidakkah aku seorang wanita cantik yang tidak kalah dengan tuan puterimu itu?"

Dayang itu terkejut. Dia melihat Ceng Liong lenyap, berganti seorang wanita cantik yang tiba-tiba berdiri di depannya. Begitu saja dalam waktu sekejap! Dan dayang yang tentu saja kaget dan berseru tertahan ia tiba-tiba bengong dan terbuka mulutnya. "Aih, siapa ini?"

"Hi hik, aku Ceng Lio dayang. Orang yang kau lihat sebagai pemudi tadi!" dan Ceng Liong yang mengembalikan dirinya sebagai laki-laki seperti semula dengan menarik ilmu sihirnya itu sudah membuat dayang itu terbelalak dan berobah mukanya.

"Kongcu...!"

"Ya, sekarang aku kembali pada ujudku semula, dayang. Kini kau percaya pada kemampuanku, bukan?"

Dan dayang yang tiba-tiba tertegun dengan mata berseri itu mendadak tertawa. Dia sekarang yakin akan kepandaian pemuda ini. Dan terkekeh dengan sikap genit mendadak dia memutar tubuh dan berlari lari kecil. "Kongcu, ikuti aku kalau begitu. Junjunganku tentu gembira bertemu denganmu!"

Ceng Liong mengangguk. Dia tersenyum dan mengikuti dayang itu, masuk keluar dalam lorong-lorong panjang untuk akhirnya tiba di sebuah tempat yang dikelilingi tembok tinggi, di depan sebuah pintu gerbang yang dijaga empat orang pengawal. Tempat di mana puteri-puteri cantik berkumpul. Wilayah kaputren! Dan Ceng Liong yang cepat mengerahkan Sin-gan-i-hun-tonya untuk mempengaruhi empat orang penjaga itu segera "mengubah" ujudnya menjadi wanita!

"He, siapa orang di belakangmu itu, dayang?"

Dayang ini berdebar. Dia terkesiap oleh bentakan itu. Tapi ketika menoleh dan melihat Ceng Liong sudah merobah dirinya menjadi wanita cantik maka diapun tenang kembali dan tertawa pendek. "Ia temanku, pengawal. Kuajak ke mari atas permintaan Puteri Kiok!"

"Hm, kenapa kami sebagai penjaga pintu gerbang tak diberi tahu dan dalam? Sudahkah mendapat ijin dari Ok-siocia?"

Dayang ini terkejut. "Puteri Kiok tak sempat memberi tahu, pengawal. Tapi kami tak akan lama di sana setelah keperluan majikanku selesai."

"Hm, dan siapa nama temanmu ini? Kenapa selama ini belum pernah kami kenal?"

Sang dayang kebat-kebit. Dia tak dapat menjawab, pucat mukanya. Tapi Ceng Liong yang melenggak-lenggok menggoyang pinggul sudah menghampiri pengawal yang bertanya ini dengan tawanya yang genit. "Penjaga, aku adalah Ceng Hwa. Kalau ingin tahu segalanya tentang diriku maka tanya saja di ruang Giok bi hoa. Aku pengiring tamu agung Ok-ciangkun!"

"Ooh...?" penjaga ini terkejut. "Kiu pembantu tiga orang sakti yang datang di depan itu, nona? Kau teman...."

"Ya, betul. Aku teman Puteri Kiok!" Ceng Liong memotong, tertawa geli. "Sekarang masih juga kau hendak menanyai kami, penjaga?”

"Ah, maaf," sang penjaga mengkeret nyalinya. "Kalau begitu silahkan masuk, nona. Kami tak berani mengganggumu. Silahkan masuk...!"

Ceng Liong berlenggang kangkung. Dia sudah mendorong dayang yang ada di depannya itu, yang tentu saja girang bahwa Ceng Liong berhasil mengelabuhi sang penjaga. Tapi Ceng Liong yang mendengar empat penjaga itu kasak-kusuk membicarakan dirinya tiba-tiba berhenti dan membalikkan tubuh. "Apa yang kalian bicarakan tentang diriku, pengawal? Kalian ngrasani, ya?"

Empat penjaga itu terkejut. "Ah, tidak. Kami hanya... hanya membicarakan tentang kecantikanmu, nona. Kami tidak bicara apa-apa selain itu!"

Ceng Liong tertawa. Dia memang mendengar empat pengawal itu bicara tentang "kecantikannya", hal yang membuat dia geli dan hampir terpingkal. Tapi maklum bahwa dia harus menjaga diri, maka Ceng Liong pura-pura cemberut dan kembali masuk dengan lenggang yang semakin dibuat-buat!

"Hi-hik, empat tikus itu bicara tentang kecantikanku, dayang. Kalau mereka bicara yang lain tentu sudah kugampar mulutnya itu!"

Sang dayang mengangguk-angguk. Dia sendiri kalau tidak menyadari betul bahwa "wanita" yang ada di belakangnya itu adalah Ceng Liong tentu juga terkoceh seperti empat pengawal di pintu gerbang. Karena Ceng Liong yang merubah dirinya jadi wanita cantik itu memang menarik perhatian sekali. Tapi karena mereka memasuki wilayah kaputren yang khusus dihuni wanita-wanita pula dan cantik -cantik maka empat penjaga di depan tak mencurigai mereka selain heran bahwa Puteri Kiok tiba-tiba mendapat tamu!

Kini Ceng Liong sudah masuk semakin dalam. Dia melihat tempat yang indah luar biasa di dalam kaputren ini Taman-taman bunga yang indah di sana-sini dengan selingan kolam atau empang yang terisi ikan warna-warni. Bahkan di sudut-sudut jalan terdapat pondok mungil untuk tempat peristirahatan. Atau mungkin tempat bercanda puteri-puteri cantik! Dan Ceng Liong yang mulai melongo melihat keindahan di wilayah Kaputren ini tiba-tiba berdebar ketika melihat dua orang puteri sedang terkekeh dan bermain di sebuah kolam ikan emas.

"Ah, siapa mereka itu, dayang?"

Sang dayang menoleh. "Puteri Cing dan adiknya, kongcu. Mereka biasa bermain-main di situ setiap hari."

"Dan Puteri Kiok! juga mengenal baik mereka itu?"

"Tentu saja. Mereka berkawan karib, kongcu. Tapi Puteri Mei yang menjadi adik Puteri Ong itu galak dan tidak ramah terhadap para dayang!"

"Hm," Ceng Liong tersenyum. "Kalau begitu nanti mereka berdua akan kuajak berkenalan pula, dayang. Tapi sebelumnya biar kukenal dulu tuanmu puteri itu."

Dayang itu terkekeh. "Kongcu, kau rupanya penggemar wanita-wanita cantik. Bagaimana caramu berkenalan dengan mereka? Dua orang puteri itu terkenal galak pada laki-laki. Jangan-jangan kau malah diusirnya keluar!"

"Hm, aku punya cara, dayang. Dan aku dapat menundukkan mereka seperti juga akan menundukkan tuanmu puteri!"

Dayang ini berhenti. Sekarang mereka tiba di sebuah tempat rimbun, di luar kamar berjendela mungil. Dan dayang yang rupanya ragu-ragu ini tiba-tiba berbisik pada Ceng Liong, "Kongcu, apa alasanmu menemui majikanku?"

Ceng Liong tak kurang akal. "Bilang saja aku pandai sulap, dayang. Ingin mendemonstrasikan kepandaianku di depan puterimu!"

"Kalau menolak?"

"Ah, siapa menolak sulap? Pertunjukan ini selalu menarik. Tua mudapun suka dan tak mungkin menolak!"

Sang dayang kalah berdebat. Ia mengangguk, menenangkan guncangan hatinya. Dan Ceng Liong yang disuruh menunggu di situ lalu ditinggalkannya sejenak dengan pesan lirih, "Baiklah, dan tunggu sebentar kedatanganku, kongcu. Aku kembali tak lama kemudian setelah menemui tuanku puteri!"

'Boleh," Ceng Liong tertawa. "Tapi jangan panggil aku kongcu. dayang. Karena mulai sekarang kau harus menyebutku siocia (nona). Ceng Hwa-siocia!"

Dayang itu tersenyum. Dia melihat pemuda ini Jenaka, maka mengangguk dan tertawa kecil ia pun melompat masuk membawa penampannya. Ditunggu Ceng Liong dengan jantung berdebar, bersembunyi di tempat itu sambil mengelilingkan matanya memandang sekitar untuk melihat keadaan. Tapi melihat tempat itu aman dan amat indah Ceng Liong menjadi tidak sabar menunggu kembalinya sang dayang.

Sebenarnya, setelah dia tiba di tempat ini maka sesungguhrya dayang itu tak diperlukannya lagi. Karena dengan kepandaiannya yang tinggi dia tentu dapat masuk dengan mudah. Tapi mengingat dayang itu adalah satu-satunya orang yang mengetahui rahasia dirinya dan juga merupakan "perantara" agar mudah berkenalan dengan puteri-puteri cantik maka Ceng Liong bersikap sabar dan menunggu.

Dan akhirnya apa yang ditunggu itupun datang. Dayang ini keluar, tidak seorang diri melainkan bersama seorang gadis cantik berpakaian kembang. Seorang dara muda yang berkulit putih dan bermata indah. Gadis yang dapat diduga tentu Puteri Kiok adanya! Dan Ceng Liong yang ternganga melihat kecantikan gadis ini tiba-tiba mendesah dan bengong di tempat. Tapi dayang muda itu telah menghampirinya.

"Hwa-siocia, tuanku puteri telah datang. Hayo beri hormat!"

Ceng Liong sadar. Dia tetap mempertahankan sihirnya itu, merobah wujud sebagai wanita. Maka ketika si dayang menyadarkan bengongnya dengan seruan itu cepat-cepat dia membungkukkan tubuhnya dan tertawa serak. "Puteri, hamba Ceng Hwa ingin berkenalan dengan paduka Maafkan sikap hamba yang lancang masuk tanpa memberi tahu dulu!"

Puteri ini tersenyum. "Aku mendengar keinginanmu yang aneh, Ceng Hwa. Tapi kenapa suaramu bagai laki-laki?"

Ceng Liong terkejut. "Eh... hi-hik, hamba tersedak harumnya bunga, puteri. Dan maafkan hamba kalau mengganggu paduka!"

Puteri itu tertawa merdu. "Ceng Hwa, kau katanya pandai silat, juga sulap. Bisakah kau tunjukkan padaku dua kepandaianmu itu?"

Ceng Liong jungkir balik. Dia tergetar mendengar suara merdu sang puteri ini, yang demikian lembut dan amat renyah Tawa yang membuat giginya berderet rapi bagai biji mentimun. Tawa yang mengeluarkan bau harum seribu bunga! Dan Ceng Liong yang serasa mabok mendengar ini tiba-tiba batuk-batuk dan tersedak tanpa sengaja!

"Eh, kenapa kau, Ceng Hwa?"

Ceng Liong pura-pura terhuyung. "Hamba tak tahan mendengar tawa paduka, tuan puteri. Hamba mabok mendengar tawa paduka itu!"

"Eh, kenapa?" puteri ini mengerutkan alis. "Suaraku jelek?"

"Bukan... bukan begitu, tuanku puteri. Tapi justeru tawa paduka yang merdu itu membuat jantung hamba berdebaran dan paru-paru hamba menguncup naik turun!"

"Ah....!" puteri ini tertawa geli. "Kau seperti lelaki saja, Ceng Hwa. Kata-katamu seperti omongan lelaki yang sedang merayu wanita!"

Ceng Liong tersenyum. "Puteri, hamba kagum mendengar berita tentang paduka. Bagaimana kalau kita saling memberi dan menerima?"

"Hm, memberi dan menerima apa maksudmu, Ceng Hwa? Bukankah kau ingin menunjukkan ilmu sulapmu kepadaku?"

"Benar. Tapi hamba juga mendengar paduka pandai silat, tuan puteri. Dan terus terang hamba ingin tahu kepandaian paduka juga.”

"Ih. siapa yang memberi tahu? A-liok, ya?" puteri itu menuding dayangnya.

"Benar tapi bukankah itu tidak salah, tuanku puteri? Maka hamba ingin tukar-menukar kepandaian dengan paduka."

Puteri itu tertawa. "Ceng Hwa, kau bilang maksudmu ke sini adalah untuk menujukkan kepandaian sulapmu itu. Kenapa sekarang ingin tawar-menawar? Aku memang suka silat. Tapi kepandaian yang kumiliki tidak seberapa!"

"Tapi hamba ingin menambih pengetahuan, tuan puteri. Dan hamba akan berterima kasih sekali bila paduka tak menolak keinginan rumba!"

"Hm," sang puteri tersenyum. "Kalau kau ingin menambah pengetahuan sebaiknya kau temui saja enci Kui Hoa, Ceng Hwa. Atau enci Kui Lin yang lihai-lihai itu. Mereka adalah guruku yang mengajari aku ilmu silat!"

Ceng Liong mengerutkan alis. "Siapa itu Kui Hoa dan Kui Lin, tuan puteri? Apakah juga penghuni kaputren ini?"

"Tidak, mereka puteri Ok-ciangkun. Dua gadis cantik yang benar-benar lihai!"

Ceng Liong tertarik. "Dan di mana mereka sekarang, tuan puteri?"

“Baru saja pulang. Mereka baru kembali setelah ayahnya memanggil."

Ceng Liong kecewa. Dia tiba tiba saja tertarik mendengar berita baru ini. Berita tentang dua orang gadis yang lihai. Puteri Ok-ciangkun (Panglima Ok), nama yang samar-samar lupa melekat di ingatannya. Tapi karena Puteri Kiok sudah di situ dan dia telah berkenalan dengan puteri ini maka Ceng Liong pun menghapus kekecewaannya dan tertawa dibuat-buat. "Tuan puteri, hamba ingin menunjukkan kepandaian hamba kepada paduka. Tapi boleh hamba usul sedikit?"

"Hm, usul apa Ceng Hwa?”

"Mohon permainan sulap hamba ditonton teman-teman, paduka yang lain, tuan puteri. Terutama teman paduka terdekat Puteri Cing dan Puteri Mei!"

"Eh, kau sudah mengenal mereka?" sang puteri terkejut.

"Tidak, hamba melihatnya di tengah jalan, tuan puteri. Sepintas saja ketika mereka bermain-main di kolam ikan emas."

"Hm, kalau begitu A-!iok pula yang memberi tahu namanya kepadamu?"

Ceng Liong tersenyum. "Benar, tuan puteri. Dan hamba ingin permainan sulap ini ditonton lebih banyak orang agar lebih meriah dan gembira."

"Baiklah," sang puteri tertawa. "Kalau begiitu kita ke tempat mereka, Ceng Hwa. Sekalian perkenalkan dirimu pada dua adikku itu!"

Ceng Liong girang Sekarang dia dapat 'menggaet" tiga puteri cantik sekeligus. Hal yang membuat dia hampir terbahak. Dan sang puteri yang sudah berkelebat menuju ke kolam ikan di mana Puteri Cing dan Puteri Mei sedang bermain tiba-tiba mendemonstrasikan kelincahan kakinya dalam pengerahan ginkang tingkat menengah. Ceng Liong terbelalak, melihat puteri ini lumayan kepandaiannya. Tapi tersenyum dan tertawa gembira dia sudah mengikuti puteri itu ke kolam ikan.

Begitulah. Ceng Liong tiba di tempat ini ketika sang puteri berseru pada adiknya, memberhentikan permainan dua kakak beradik itu untuk menunjuk pada Ceng Liong. Dan begitu Ceng Liong tiba di tempat ini maka Puteri Kiok tertawa dan menuding gembira, "Cing-moi, Mei moi ada tukang sulap datang ke tempat kita. Inilah Ceng Hwa yang ingin menunjukkan kepandaiannya kepada kita!"

Puteri Cing dan adiknya terkejut. "Siapa dia, cici? Bagaimana bisa datang?"

Ceng Liong buru-buru memberi hormat. "Hamba datang atas undangan Puteri Kiok, tuan puteri berdua. Maaf kalau hamba datang mengganggu!"

"Hm" Puteri Cing mengerutkan alis. "Benarkah, enci? Dan siapa yang membawanya masuk?"

Puteri Kiok tertegun. Ia terkejut mendengar Ceng Liong bilang bahwa dialah yang mengundang tukang sulap ini. Padahal Ceng Liong datang atas kehendaknya sendiri! Tapi melihat tak ada bahaya untuk sedikit berbohong iapun mengangguk dan berkata, "Benar, aku yang membawanya ke mari, adik Cing. Dan A-liok inilah yang mengantarnya masuk sampai ke sini."

"Dan enci Kui Hoa atau Kui Lin sudah tahu?"

"Belum."

"Ah, itu melanggar tata tertib, enci Kiok. Jangan-jangan kau mendapat teguran keras bila mereka berdua tahu!"

"Tapi mereka sedang dipanggil ayahnya ketika dia datang, adik Cing. Aku tidak sempat memberi tahu pada Hoa-cici ketika Ceng Hwa masuk!"

Ceng Liong tergetar. Untuk kedua kalinya pula dia mendengar nama dua orang gadis yang menjadi puteri Pang.ima Ok itu disebut - sebut. Nama yang agaknya memiliki pengaruh besar di wilayah kaputren ini. Nama yang agaknya memiliki kekuasaan! Dan Ceng Liong yang berdebar hatinya tiba-tiba menjadi tidak enak dan agak gelisah. Tapi Ceng Liong tertawa, menyela keributan kecil itu.

"Tuan puteri bertiga, maaf kalau hamba dianggap lancang. Hamba tidak bermaksud membuat nbut-ribut. Tapi kalau sam-wi bertiga tak suka kedatangan hamba biarlah sekarang juga hamba angkat kaki. Tak jadi bermain sulap!"

Puteri Kiok terkejut. "Tak perlu kau terburu-buru, Ceng Hwa. Kukira adik Cing dan adik Mei tak menolak kedatanganmu bila kau menunjukkan ilmu sulapmu yang hebat. Bukankah begitu, Cing-moi?"

"Hm, aku tak menolak kedatangannya, enci. Tapi aku khawatir bila enci Hoa atau enci Lin menegur kita atas kedatangan tamumu ini!"

"Tapi dia seorang wanita juga seperti kita, Cing-moi. Bukankah tak melanggar peraturan bila datang tanpa ijin Kui Hoa-cici karena aku tak sempat memberitahunya? Dan lagi Ceng Hwa datang untuk menghibur, bukan mengganggu!"

Puteti Mei kali ini bicara, "Tapi ilmu sulapnya sudah kau lihat atau belum, enci Kiok?"

"Belum."

"Bagaimana kalau hanya sulap murahan saja?"

"Maksudmu?"

"Di istana telah ada tukang sulap jempolan, enci Kiok. Dan kau tahu kepandaian paman Kim yang hebat dengan ilmu sulapnya itu. Apakah Ceng Hwa ini bisa menunjukkan kepandaiannya yang lebih jempolan dari paman Kim tukang sulap kita itu?"

Puteri Kiok tertegun. menoleh pada Ceng Liong "Ceng Hwa, betul juga kata adikku Mei-moi ini. Sebenarnya ilmu sulap apa saja yang telah kau miliki? Bisakah kau menandingi sulap paman Kim?"

"Hm, permainan sulap tukang sulap itu hamba belum melihatnya, tuanku puteri. Mana hamba tahu cara perbandingannya? Tapi, kalau betul paman Kim yang paduka sebut-sebut itu adalah tukang sulap jempolan bisakah dia memberikan nyawa pada benda yang tak bernyawa? Hamba bisa melakukan ini. Kalau tukang sulap itu tak dapat berarti kepandaian hamba lebih hebat dari orang she Kim itu!"

Tiga gadis itu terkejut. "Kau tidak membual, Ceng Hwa?"

"Ah, kenapa mesti membual, tuan puteri? Hamba dapat membuktikannya sekarang kalau sam-wi (kalian bertiga) tak percaya!"

Crng Liong menjumput batu, meletakkannya hati-hati di telapak tangannya. Lalu memutar-mutar batu ini dan mengerahkan ilmu sihirnya Ceng Liong bertanya, "Apa yang kalian lihat, tuan puteri? Bukankah batu hitam ini telah berobat menjadi seekor burung? Nah, kalian lihat. Burung kecil ini akan terbang!" dan begitu Ceng Liong selesai mengucapkan kata-katanya tiba-tiba batu yang sudah berobah menjadi burung itu mendadak terbang ke udara, melejit dari tangan Ceng Liong!

"Ah. hebat. Luar biasa sekali...!" Puteri Cing kali ini berseru, kaget dan kagum bahwa Ceng Liong dapat merobah sebutir batu menjadi seekor burung. Benda yang bernyawa! Dan sementara tiga puteri itu terbelalak keheranan tiba tiba Ceng Liong bersuit dan memanggil "burungnya"

"Miauw-miauw, kembali. Ambil tusuk konde di rambut Puteri Mei!"

Puteri itu terkejut. Ia melihat burung yang dipanggil Miauw-miauw ini membalik, menukik dan menyambar kepalanya. Lalu begitu mencicit panjang tahu-tahu hiasan rambutnya "kabur" disambar burung ini, yang sudah kembali dan hinggap ditangan Ceng Liong dan berobah kembali ujudnya sebagai batu hitam!

"Nah, bagaimana, Puteri? Bukankah permainan hamba lebih hebat daripada tukang sulap itu?" Ceng Liong tertawa, mengejutkan tiga orang gadis ini yang terbelalak memandangnya, kagum sekaligus kaget, juga heran!

Dan Puteri Mei yang berseru tertahan tiba-tiba memuji dengan suaranya yang merdu, "Ih, ilmu sulapmu benar-benar hebat, Ceng Hwa. Tapi mirip sihir daripada sulap!"

"Aha, itu memang kelebihan hamba, Puteri. Tapi hamba bisa membuat yang jauh lebih hebat daripada ini!"

"Masa?"

"Sang puteri ingin melihatnya lagi?"

Tiga orang puteri itu terlanjur tertarik. Mereka mengangguk, bangkit rasa ingin tahunya dan gembira memandang Ceng Liong. Dan Ceng Liong yang tertawa memandang tiga orang puteri ini lalu mendemonstrasikan ilmu "sulapnya" seperti yang dijanjikan. Tentu saja mengibul, mempergunakan Sin-gan i-hun-to nya itu untuk mempengaruhi pikiran lawannya? Dan Putri Kiok serta dua adiknya yang segera berteriak dia terheran-heran oleh "ilmu sulap" Ceng Liong akhirnya terkekeh dan memekik mekik kecil.

Ceng Liong membuat pertunjukan yang lucu-lucu, merobah bunga menjadi ular, daun menjadi kelinci. Dan ketika Ceng Liong menyulap hiasan rambut Puteri Mei menjadi seekor tupai yang menari-nari tiba-tiba saja tiga orang gadis itu meledak tawanya dan terpingkal-pingkal. Mereka geli bukan main. Menganggap tupai itu mahluk sungguhan. Lupa bahwa itu adalah hiasan rambut yang dicipta Ceng Liong! Dan ketika tupai ini melompat dan tercebur di kolam tiba-tiba saja Puteri Mei berteriak dan mengejar binatang itu.

"Ah, jangan suruh dia melompat di air, Ceng Hwa. Tupai itu tak pandai berenang!"

Ceng Liong tersenyum. Dia melihat Puteri Mei mencebur pula di kolam, mengejar binatang ini. Tapi begitu tupai itu tertangkap dan berobah kembali sebagai hiasan rambut mendadak puteri ini kecewa dan keluar dengan tubuh basah kuyup, membanting kakinya. "Ceng Hwa, kenapa kau menipu aku? Kau membiarkan aku jadi bahan tertawaan, ya?"

Ceng Liong terbelalak. Dia melihat gadis ini memandangnya marah. Tapi tubuhnya yang basah kuyup oleh air kolam mencetak bentuk tubuhnya menjadi luar biasa sekali. Pinggangnya memateri penuh daya pikat, pinggulnya membulat bagai bola. Dan mata yang bersinar-sinar memandangnya marah itu tiba-tiba nampak bagai bintang yang berkedip-kedip kepadanya Indah luar biasa! Dan Ceng Liong yang berdetak jantungnya oleh nafsu berahi tiba-tiba tertawa dan memeluk puteri ini.

"Puteri, paduka sungguh cantik. Hamba benar-benar kagum... ngok!"

Puteri Mei menjerit. Dia sudah dicium Ceng Liong, yang mendaratkan serangannya di pipi yang halus kemerahan itu. Dan Puteri Mei yang tentu saja kaget dan tak menyangka perbuatan itu tiba tiba menampar muka Ceng Liong dengan penuh kemarahan!

"Ceng Hwa, kau kurang ajar padaku...Plak!”

Ceng Liong terkejut. Dia sudah digampar gadis ini, yang membuat tubuhnya terhuyung mundur dan terbelalak kaget. Tapi menyadari bahwa dia melakukan kesalahan dengan mencium sang puteri tiba-tiba Ceng Liong menjatuhkan diri berlutut dan pura-pura menyesal. "Puteri. maafkan hamba. Hamba memang lancang, tapi kenapa paduka memiliki wajah demikian cantik dan tubuh menggairahkan? Bukankah itu juga kesalahan paduka sendiri yang membuat orang lain gemas?"

Puteri Mei tertegun. "Apa katamu, Ceng Hwa? Kau bilang aku bersalah?"

"Ah, maaf. Paduka memang bersalah karena memiliki wajah cantik, puteri. Tapi kalau hamba bersalah karena tak tahan memandang paduka biarlah sekarang hamba akan mengeringkan tubuh paduka. Lihatlah!" Ceng Liong tiba-tiba meniup, mengerahkan khikangnya "menyembur" Puteri Mei. Dan begitu hawa mulut bertiup dari mulutnya tiba-tiba pakaian puteri itu menjadi kering dan hilang semua bekas-bekas airnya. Tak kedinginan lagi Dalam sekejap mata!

"Nah, bagaimana, puteri? Hamba sudah menebus kesalahan, bukan?"

Puteri Mei terbelalak, kemarahannya lenyap, terganti keheranan. Tapi masih kheki oleh ciuman tadi puteri ini masih cemberut dengan muka merah. "Ceng Hwa, kau seperti laki-laki saja! Kenapa kau mencium diriku?"

"Maaf, hamba terpesona oleh kecantikan paduka, tuan puteri. Apakah hamba masih harus dihukum? Baiklah, hamba akan mencium kaki paduka kalau begitu..." dan Ceng Liong yang buru-buru berlutut di depan gadis ini lalu mencium kakinya tapi sekaligus menotok jalan darah di atas pergelangan dengan cara memencetnya perlahan. Jalan darah pi-kiat-hu yang akan membuat orang kegerahan dan ingin mandi! Dan begitu bangkit berdiri dengan sikap menunggu Ceng Liongpun tertawa dan menjura di depan dua gadis lain.

"Ji-wi siocia, maaf kalau hamba bersikap lancang. Apakah ji-wi masih ingin melihat permainan sulap hamba?"

"Hm," Puteri Cing mengerutkan alis. "Aku senang pada permainan sulapmu, Ceng Hwa. Tapi kenapa kau suka mencium wanita? Apakah kau banci?"

Ceng Liong tertawa. "Hamba bukan banci, tuan puteri. Tapi hamba dapat membuat A-liok ini banci kalau paduka menghendaki!"

A-liok dayang yang mengiringi Puteri Kiok terkejut. Dia tentu saja menjerit kecil, ketakutan. Tapi isyarat mata Ceng Liong yang menghendaki dia pergi dari tempat itu sudah disambut pengertian dayang muda ini. Maka terkekeh dan pura-pura ngeri dayang ini langsung memutar tubuh dan melarikan diri.

“Ceng Hwa, jangan kau membuat aku sebagai kelinci percobaan...!"

Ceng Liong tertawa lebar. Dia melihat dayang itu mengerti maksudnya, yang tentu saja membuat dia girang. Tapi pura-pura mengejar dia berteriak pada dayang itu, "Hei, tunggu dulu, A-liok. Jangan kau tinggal aku bersama junjungan mu!" dan Ceng Liong yang sengaja menyerimpet sebuah akar di atas tanah tiba-tiba terguling dan roboh di atas kaki Puteri Cing. Dan saat itulah dipergunakan Ceng Liong. Karena begitu pura-pura mengaduh dan terjerembab di kaki puteri ini secepat kilat Ceng Liong memencet jalan darah pi-kiat-hu di atas pergelangan kaki Puteri Cing itu sementara jari yang lain menyambar kerikil untuk diiambitkan pula ke jalan darah yang sama di kaki Puteri Kiok!

“Aduh....!"

Ceng Liong berhasil. Dia mendengar dua gadis itu menjerit. Tanda mereka "disengat" totokan jarinya, yang sedikit menimbulkan rasa sakit bagai digigit semut. Dan Ceng Liong yang sudah bangkit berdiri dengan mulut pura-pura meringis itu lalu mengebut-ngebutkan pakaiannya dan pura-pura ketakutan. "Ji-wi siocia, maafkan hamba. Hamba keserimpet, tak sengaja!"

Puteri Kiok dan adiknya tertegun. Mereka tahu bahwa Ceng Liong betul-betul keserimpet, tapi Puteri Kiok yang mendapat totokan di atas pergelangan kakinya tiba-tiba mengerutkan alis dan sedikit curiga. Tapi, ketika merasa tubuhnya tak apa-apa dan kerikil yang mengenai jalan darah pi-kiat-hunya rupanya "kebetulan" saja segera puteri ini hilang kecurigaannya dan tersenyum kecil, menegur,

“Ceng Hwa, kau rupanya banyak ilmu. Tapi sulap apalagi yang dapat kau berikan kepada kami? Masih adakah yang lebih hebat?"

"Tentu saja. Hamba dapat mengabulkan apa saja yang paduka minta, tuanku puteri. Asal tidak rembulan dan matahari yang ada di langit sana!"

"Hi-hik, siapa minta begitu? Tapi kau bisa memberikan pada kami barang sungguhan, Ceng Hwa? Misalnya burung yang ada di atas pohon itu atau memanggil kura-kura?"

"Ah, tentu saja bisa, tuanku puteri. Itu pekerjaan mudah bagi hamba!" Ceng Liong membual, menyanggupi tanpa pikir panjang lagi. Dan begitu dia melihat seekor burung berwarna indah menyanyi merdu di atas pohon yang ditunjuk Puteri Cing tiba-tiba Ceng Liong menjejakkan kakinya "terbang" ke atas!

"Cit!" burung itu tercekik, sudah tertangkap Ceng Liong. Dan Ceng Liong yang meluncur turun tiba-tiba tertawa dan kembali tegak di hadapan Puteri Cing sambil menyerahkan tangkapannya. "Bagaimana, tuan puteri? Bukankah hamba bisa memberi barang sungguhan?"

Puteri Cing kagum. Tapi Puteri Kiok yang kaget melihat ginkang pemuda ini tiba-tiba membelalakkan matanya dan berseru heran, "Ah, kau memiliki ilmu meringankan tubuh yang hebat, Ceng Hwa! Siapa gurumu?"

Ceng Liong terkejut. Dia lupa dengan mendemonstrasikan kepandaiannya itu, sadar bahwa di antara tiga orang puteri cantik ini justeru Hong Kiok Bi-lah yang mengerti ilmu silat, meskipun sedikit-sedikit seperti pengakuannya tadi. Tapi Ceng Liong yang terlanjur dan tertawa kecil dapat menenangkan hatinya dan buru-buru membungkukkan tubuh.

"Puteri, ginkang yang hamba tunjukkan tadi bukanlah kepandaian istimewa, biasa-biasa saja. Bukankah paduka yang justeru memiliki ke pandaian bu (silat) yang tentu jauh di atas hamba?"

"Ah, tidak. Kau rupanya terlampau merendah, Ceng Hwa. Ginkangmu itu kulihat setingkat dengan kepandaian yang dimiliki Kui Hoa-cici atau Kui Lin-cici!"

Ceng Liong tersentak. Untuk ketiga kalinya dia mendengar nama dua orang gadis itu kembali disebut. Dan belum dia menjawab tahu-tahu Puteri Kiok telah melompat maju dengan muka berseri-seri "Ceng Hwa, hayo tunjukkan sekarang ilmu silatmu itu. Kami ingin menonton selain ilmu sulapmu!"

Ceng Liong tertegun. "Tapi hamba tidak bisa apa apa, puteri. Yang hamba miliki hanyalah kepandaian sulap serta sedikit ilmu meringankan tubuh itu."

"Bohong! Kalau begitu coba kuuji kau, Ceng Hwa. Aku jadi gatal hatiku setelah melihat kepandaian ginkangmu tadi. Awas...!"

Ceng Liong tahu-tahu sudah diserang. Dia melihat Puteri Kiok menggerakkan lengan, menampar kepala dan dadanya. Tapi segan menangkis serangan ini Ceng Liong melompat mundur. Bukan karena takut tapi khawatir lengan lawan lecet, apalagi patah! Dan Puteri Kiok yang gemas tiba-tiba membentak,

"Ceng Hwa, hayo jangan mundur saja kau. Tangkis dan tunjukkan kepandaian silatmu itu!"

Ceng Liong menyeringai. "Hamba tak punya kepandaian apa-apa, puteri. Hamba bisa mengelak karena hanya ilmu meringankan tubuh itulah yang hamba kuasai. Hamba tukang sulap, bukan tukang berkelahi!"

Sang puteri marah. Dia membentak dan melengking lagi, mengejar Ceng Liong yang selalu melompat ke sana-sini menghindarkan serangannya. Dan ketika lawan mempergencar serangan dan pukulan gadis itu mulai bertubi-tubi bagai hujan dan angin ribut terpaksa Ceng Liong menambah ginkangnya berkelebatan cepat. Dia tetap tak mau menangkis. Takut lengan lawan terkilir atau patah. Karena sesungguhnya ilmu silat yang dia pelajari adalah ilmu silat keras, ilmu silat kaum hek-to yang ganas dan tak kenal ampun. Sekali menangkis tentu membuat lawan dalam bahaya. Apalagi ilmu silatnya Tok-hiat jiu itu. Pukulan Darah Beracun! Maka Ceng Liong yang berlompatan ke sana ke mari dikejar pukulan lawannya itu akhirnya tersenyum ketika melihat Puteri Kiok kelelahan, gemas memaki-maki dirinya.

"Kenapa kau tak membalas, Ceng Hwa? Kenapa kau melompat-lompat saja bagai pengecut?'

"Ah, hamba memangnya tak pandai silat, puteri Hamba hanya belajar ginkang dan ilmu sulap itu!"

"Jadi kau tak dapat membalas?"

"Tidak."

Dan Puteri Kiok yang menghentikan serangannya dan mengusap peluh akhirnya membanting kaki. "Ceng Hwa. aku tak percaya. Rupanya kau sengaja merendah!"

"Tidak, hamba betul-betul bicara apa adanya, tuanku puteri. Tapi kalau paduka tak percaya boleh hamba buktikan nanti!"

"Kenapa tidak sekarang?"

"Karena hamba capai. Hamba merasa gerah. Tidakkah paduka merasa gerah, tuanku puteri?"

Puteri Kiok terkejut. Dia baru melihat bahwa dua adiknya yang lain sudah melepas baju, tinggal pakaian dalam saja yang tipis menerawang. Hal yang aneh karena tempat itu sejuk. Tapi begitu Ceng Liong bicara tentang gerah tiba-tiba saja ia sadar bahwa iapun kepanasan, merasa gerah seperti apa yang dikatakan Ceng Liong! Maka terkejut dan heran mengapa tubuhnya tiba-tiba panas mendadak puteri ini membuka kancing bajunya.

"Ya, aku juga merasa gerah. Ceng Hwa. Tapi mungkin dari gerakan-gerakan ketika tadi aku menyerangmu. Tapi kenapa dua adikku itu kegerahan pula?" Maka, memanding dua adiknya ini puteri itu bertanya, "Cing-moi, kenapa kalian melepas baju? Bukankah kalian tak mengeluarkan tenaga? Kenapa berkeringat?"

Dua gadis itu juga heran. "Aku tak mengerti, enci. Tapi hawa panas ini benar-henar membuat kami tak tahan. Rasanya ingin mandi!"

"Nah," Ceng Liong menyambung. "Kalau begitu sama dengan hamba, Cing-siocia. Hamba juga ingin mandi setelah kepanasan begini. Bagaimana kalau paduka hamba turut di dalam air agar kegerahan itu lenyap kembali? Lihat, air demikian jernih, siocia. Dan kalian bertiga akan segar kembali kalau mandi di sini. Apalagi kalau hamba mainkan sulap di dalam air pula, menciptakan katak yang bisa bicara!"

"Ah...!" Puteri Cing berseri. "Kau benar-benar bisa menciptakan katak yang bisa bicara, Ceng Hwa? Kau tidak bohong?"

"Ah, untuk apa hamba bohong, tuan puteri?" Ceng Liong tertawa. "Bukankah hamba bisa menciptakan benda yang bernyawa? Dan kalau itu bisa hamba lakukan tenitu menciptakan katak yang bisa bicara juga dapat hamba kerjakan. Lihatlah..." Ceng Liong tiba tiba melempar sehelai daun, memperkuat sihirnya untuk mempengaruhi pikiran tiga orang gadis ini. Dan begitu daun itu meluncur di atas air tiba-tiba seekor katak telah hinggap di atas daun ini!

"Kwek-kwek!" katak itu berbunyi. "Apa yang harus hamba lakukan, tuan puteri?"

Sang puteri terbelalak. Ia terkejut melihat katak yang benar-benar bisa bicara, persis menusia! Dan sementara ia kaget tak menjawab pertanyaan ini maka katak itupun tiba-tiba menunggingkan pantatnya memberi hormat, lucu sekali.

"Tuan putiri, apa yang harus hamba lakukan? Bukankah paduka memanggil hamba?"

Puteri Cing tiba-tiba terkekeh. Sekarang ia sadar dan geli bukan main, melihat katak itu lucu dan jenaka. Apalagi ketika pantatnya menungging-nungging persis tawon yang mau buang air besar! Maka terkekeh dan terbelalak memandang katak ini tiba-tiba Puteri Cing mencebur di kolam dan berseru nyaring. "Aku mau kau main-main denganku, katak jenaka. Hayo jangan lari kalau kutangkap... byurr!"

Sang puteri sudah mencebur. Ia mengejar dan menangkap katak itu. Tapi sang katak yang melejit ke kiri tiba-tiba tertawa dan bergerak lucu. "Puteri, hamba jangan ditangkap. Mati hamba nanti....!"

Puteri Cing semakin terkekeh. Ia menjadi penasaran dan menubruk kembali, tapi ketika untuk kesekian kalinya pula katak yang jenaka itu melompat dan menghindarkan diri maka puteri itu berteriak dan mengejar gemas. Sang katak diburu, tapi katak yang melompat-lompat ini selalu menghindar. Dan Puteri Cing yang mendapat permainan menarik dengan kejar mengejar ini akhirnya lupa segalanya dan terkekeh-kekeh di dalam kolam!

Ceng Liong tersenyum, memandang Puteri Mei. "Bagaimana, tuan puteri? Paduka juga ingin main-main seperti Cing-siocia?"

Puteri Mei tentu saja mengangguk. Dia jadi iri dan gembira melihat seekor katak yang lucu dapat bicara, bermain-main dengan encinya. Maka begitu Ceng Liong menawari permainan serupa diapun mengangguk dan tertawa girang. "Boleh, aku juga ingin seekor katak seperti itu, Ceng Hwa. Biarkan aku main-main seperti enci Cing!"

Ceng Liong mengangguk. Dia sudah "menyulap" pula seekor katak seperti yang pertama, dan begitu katak ke dua muncul menggapai gadis ini segera Puteri Mei terkekeh dan mencebur di kolam. Dua gadis itu sekarang bermain-main dengan katak ciptaan Ceng Liong, gembira dan terkekeh-kekeh. Dan Ceng Liong yang memandang Puteri Kiok yang tampaknya bengong memandang semuanya itu tiba-tiba tertawa dan menegur.

"Puteri, paduka ingin permainan serupa? Kalau suka akan hamba ciptakan seekor katak istimewa untuk paduka. Hamba sendiri yang akan menjadi katak!"

Puteri Kiok terkejut Ia sudah masuk dalam pengaruh sihir Ceng Liong. Maka ketika Ceng Liong bicara seperti itu iapun terbelalak tapi sedikit ngeri. Entah kenapa, melihat semuanya itu tiba-tiba hatinya berdebar, tidak enak. Tapi melihat permainan itu memang lucu sekali dan dia juga tertarik maka Kiok Bi mengangguk tanpa sadar. Dan Ceng Liong tahu-tahu telah memegang lengannya.

"Puteri, paduka ingin mandi, bukan? Nah, lepas pakaian paduka itu. Mari kita bermain-main di kolam!"

Puteri Kiok tersentak. Ia melihat Ceng Liong telah melepas baju luarnya, tapi ketika pemuda itu hendak melepas pakaian dalamnya tiba-tiba ia menepiskan tangan Ceng Liong dengan gugup. "Tidak, jangan lancang kau, Ceng Hwa. Dua adikku yang lain mandi dengan pakaian dalam saja!"

Ceng Liong tersenyum. "Tapi tak bebas dalam bergerak, puteri. Tubuh tak akan segar kalau mandi dengan pakaian melekat!"

"Biarlahl" gadis ini menggigil, merah mukanya. Tapi ketika Ceng Liong mundur dan melepas cekalannya tiba-tiba ia menjadi tenang dan tertarik ketika Ceng Liong tertawa dan berjongkok dengan kedua lutut ditekuk, meniru sikap katak.

'Puteri, hamba akan memulai permainan ini. Hamba akan menjadi katak... hup!"

Sang puteri terbelalak. Dia melihat Ceng Liong tiba tiba lenyap, berobah ujudnya menjadi katak tulen! Dan ketika dia berseru kaget oleh kejadian ini tiba-tiba Ceng Liong mencebur di kolam dan terkekeh memanggilnya.

"Kiok-siocia, ke marilah. Kita berempat main-main di sini!"

Puteri Kiok tertegun. Dia sudah dipengaruhi Ceng Liong luar dalam, masuk dalam pengaruh sihir pemuda itu. Maka begitu Ceng Liong memanggilnya dan merobah diri menjadi katak tiba-tiba puteri ini tertawa dan lenyap rasa takutnya. “Ceng Hwa, kau benar benar manusia luar biasa. Kalau tidak kubuktikan sendiri tentu kejadian ini tak akan kupercaya!"

Ceng Liong girang. Dia melihat Puteri Kiok sudah masuk ke dalam air, mencebur mengejarnya. Dan ingin memusatkan permainan pada dirinya sendiri tiba-tiba Ceng Liong "menarik" lenyap dua katak tiruan yang bermain-main dengan Puteri Cing dan Puteri Mei. Tentu saja kakak beradik itu kecewa. Tapi ketika Ceng Liong memanggil mereka dan menarik perhatiannya agar bermain dengannya dua gadis itupun terkejut dan membelalakkan matanya.

"Ih, siapa kau?"

Ceng Liong tertawa. "Hamba Ceng Hwa, Ji-wi siocia. Hamba merobah ujud hamba sebagai katak tunggal di sini. Hayo kita main-main dan coba ji-wi menangkap hamba kalau bisa!"

Dua gadis itu tertawa. Mereka kembali gembira setelah Ceng Liong memperkenalkan diri. Tapi ketika mereka mencoba menangkap pemuda ini ternyata Ceng Liong melejit ke sana-sini. Apalagi ketika Ceng Liong terkekeh-kekeh mempermainkan mereka.

"Hi-hik, hamba tak dapat kalian tangkap, siocia. Kecuali kalau paduka memenuhi permintaan hamba!"

"Ah, apa permintaanmu, Ceng Hwa?"

"Kalian semua mandi tanpa busana. Melepas pakaian dalam itu agar bebas bergerak menangkap hamba!"

"Ih, kau kurang ajar, Ceng Hwa. Kau cabul, kau tak tahu malu!"

"Heh-heh, kita sama-sama wanita, tuan puteri. Kenapa cabul dan tak tahu malu?"

Tapi tiga gadis itu masih likat. Mereka terus mengejar "katak" yang kurang ajar ini, memaki Ceng Liong dengan gemas-gemas marah. Dan ketika Ceng Liong mulai menggoda mereka dengan hinggap di kepala dan dada dengan sikap nakal tiba-tiba Puteri Cing yang khegi namun gembira tiba-tiba melepas pakaian dalamnya!

"Ceng Hwa, aku memenuhi permintaanmu. Hayo jangan lari kau!"

Ceng Liong terbelalak. Dia tentu saja tersirap, melihat gadis itu benar-benar telanjang. Dan semenrara dia terbelalak tiba-tiba Puteri Mei dan Kiok Bi yang merasa "dipelopori" mendadak juga melepas pakaian mereka dan berseru padanya, "Ceng Hwa, sekarang ke sini kau. Aku memenuhi permintaanmu...!"

Dan Ceng Liong yang tentu saja berdetak jantungnya tiba-tiba terkekeh. Dia melihat tiga gadis cantik itu sudah menubruknya berbareng, masing-masing tanpa benang sehelaipun juga. Dan begitu dirinya ditangkap tiba-tiba Ceng Liong yang sudah bergolak darah mudanya ini menyambut dan melepas pengaruh sihirnya. Kembali sebagai seorang pemuda, menyambar dan memeluk mereka dengan penuh nafsu dan bertubi - tubi memberikan ciuman!

"Kiok-moi, Cing-moi, kalian benar-benar cantik..!"

Kiok Bi dan adiknya terkejut. Mereka melihat Ceng Hwa sebagai katak lenyap, terganti seorang pemuda tampan yang terkekeh-kekeh menciumi mereka, memeluk dan menggerayangi tubuh mereka dengan penuh nafsu. Dan Kiok Bi serta adiknya yang tentu saja kaget bukan main oleh kejadian ini tiba-tiba memekik dan meronta, melepaskan diri keluar dari kolam. Tapi melihat mereka telanjang bulat tanpa sehelaipun benang tiba-tiba ketiganya memekik dan menjerit malu!

"Pemuda lancang, siapa kau?"

Ceng Liong melompat keluar. "Aku Ceng Liong, adik manis. Sengaja datang ke sini untuk menghibur kalian!" Ceng Liong tertawa, memandang penuh nafsu tiga tubuh yang montok menggairahkan itu. Dan kerena Kiok Bi yang paling dekat dengannya maka Ceng Liong sudah menyambar gadis ini dan langsung mendekapnya sambil terkekeh-kekeh.

Tapi Kiok Bi tentu saja meronta. Ia menjerit dan memukul, membentak dan memaki kalang kabut. Malu tapi juga marah. Dan Ceng Liong yang sengaja menggodai gadis-gadis cantik ini lalu melepaskannya untuk kemudian menyambar Cing siocia. Dan ketika gadis itu juga meronta den memaki-makinya Ceng Liong sudah tertawa dan mecubruk Mei-siocia! Begitulah, ganti berganti Ceng Lieng melompat ke sana-sini mempermainkan tiga orang lawannya ini. Dan ketika Kiok Bi kembali ditangkap untuk akhirnya diciumi dan Ceng Liong sendiri sudah siap melepas pakaiannya maka pada saat itulah terdengar dua bentakan nyaring disusul berkelebatnya dua bayangan dara jelita.

"Manusia iblis, apa yang kau lakukan di sini? Plak-dess!"

Ceng Liong terpelanting. Dia tahu-tahu mendapat tamparan dan tendangan pada kepala dan punggungnya. Dua serangan yang membuat dia mengaduh dan terguling-guling. Dan ketika dia melompat bangun tahu-tahu di tempat ita berdiri dua gadis cantik yang berapi-api memandangnya. Dua dara jelita yang bermuka kembar!

"Ah, siapa kau?" Ceng Liong terkejut.

Tapi dua gadis ini melompat maju. Seorang di antaranya yang di sebelah kiri dan mengenakan pakaian hijau membanting kaki, matanya penuh kemarahan memandang Ceng Liong. Dan membentak dengan mata menyala gadis ini bertanya, "Jahanam muda, kau siapa dan mengapa mengganggu wanita? Siapa yang menyuruhmu ke mari?"

Ceng Liong tergetar. Dia melihat dua gadis ini cantik sekali, juga gagah. Tapi menyeringai sambil melirik Kiok Bi dan adik-adiknya yang kini sudah berpakaian kembali Ceng Liong tertawa. "Aku tak mau menjawab pertanyaanmu kalau kalian belum menjawab pertanyaanku, nona. Tapi kalau kalian bilang aku mengganggu di tempat ini maka itu salah!"

Gadis baju hijau mendelik. "Kau ingin mampus?"

"Ha-ha, mampus itu tak kukenal, nona. Tapi kalau kalian tak menjawab pertanyaanku maka pertanyaan kalian juga tak akan kujawab!"

"Baik, aku Kui Hoa. Sekarang siapa kau?"

Ceng Liong terkejut. Dia baru tahu bahwa gadis inilah yang disebut-sebut sebagai puteri Ok-ciangkun. Tapi sengaja menggoda dan tertarik melihat gadis jelita ini Ceng Liong tiba tiba tertawa dan menuding gadis satunya, 'Kalau begitu, siapa yang di sebelahmu itu? Kalian harus menjawab lengkap kalau ingin mengetahui diriku secara lengkap pula!"

Gadis nomor dua membanting kakinya. "Aku Kui Lin. setan keparat. Dan jangan main-main kau dengan kami berdua!"

"Aha, kalau begitu kalian kakak beradik? Wah, pantas. Yang satu cantik yang lain jelita! Ha-ha, bagaimana kalau kita berkenalan baik-baik, nona manis? Aku orang she Ceng, namaku Naga (Liong). Jadi Naga Ceng!"

Dua gadis itu terbelalak. Kui Lin yang berbaju biru mengerutkan kening, tapi membentak marah dia sudah menggerakkan lengannya, menampar Ceng Liong. "Enci, rupanya orang ini tidak waras. Biar kurobohkan dia!"

Tapi Ceng Liong menangkis. Dia tentu saja tak mau menerima serangan itu. Karena tamparan yang tadi dia terima sudah cukup membuatnya "puyeng" dan terkejut oleh kuatnya sinkang lawan. Maka begitu Kui Lin menyerangnya dengan jari- jari terbuka diapun menggerakkan lengan menangkis dengan jari-jari terbuka pula. "Plak!" dan Ceng Liong terkejut. Dia tergetar, terdorong mundur. Dan kaget melihat lawan membuatnya terhuyung tiba-tiba Ceng Liong terkesiap dan terbelalak. "Wah, sinkangmu hebat, nona. Tapi jangan sombong. Aku belum mengeluarkan semua tenagaku!"

Kui Lin mengeluarkan suara dari hidung. Dia percaya kalau Ceng Liong belum mengeluarkan tenaga sepenuh bagian. Karena ketika menangkis tadi Ceng Liong memang ugal-ugalan memandang rendah. Tapi melihat lawan terhuyung dan kaget oleh tamparan sinkangnya tiba-tiba ia pun memekik dan membentak tinggi, "Orang she Ceng, sekarang robohlah kau...!'

Ceng Liong melihat bayangan berkelebat. Dia melihat gadis itu menyerangnya kembali, merapatkan jari menusuk dahi, tidak lagi menampar. Tapi Ceng Liong yang tak berani main-main lagi segera mengelak dan melompat ke kiri. Tapi celaka. Kaki gadis itu tiba-tiba bergerak, menendang dari samping, karena tusukan jari tadi rupanya tipuan Saja. Maka begitu Ceng Liong melompat dan kaki ini mengenai pinggangnya kontan Ceng Liong menjerit dan terlempar roboh.

"Dess!" Ceng Liong melompat bangun. Sekarang dia kaget betul-betul, tak mengira bahwa lawannya itu demikian lihai. Dan Ceng Liong yang menggigit bibir dengan muka merah ini tiba-tiba mengerotokkan jarinya dan membentak, "Nona, dua kali kau memukulku. Sekarang awas giliranku menyerang... wut!" Ceng Liong yang sudah melompat ke depan tahu-tahu menghantam dengan telapak tangannya yang berwarna merah.

"Tok-hiat jm (Pukulan Darah Beracun)...!"

Ceng Liong tersenyum mengejek. Dia melihat dua gadis itu hampir berbareng menyebut nama pukulannya. Tapi Kui Lin yang berjungkir balik ke depan tiba-tiba menyambut serangan ini dengan telapak kakinya.

"Dess!" Dan Ceng Licng tercengang. Dia tergetar, terhuyung setindak. Sementara lawan yang sudah berdiri kembali dengan mata bersinar-sinar tiba-tiba membentaknya, "Orang she Ceng, apa hubunganmu dengan Tok-sim Sian-li murid mendiang Cheng-gan Sian jin?"

Ceng Liong menyeringai. "Dia ibuku."

"Kalau begitu kau yang datang bersama tiga orang tua di depan itu?"

"Hm, untuk apa menyebut-nyebut nama tiga orang tua itu, nona? Aku ke sini atas kehendakku sendiri. Bukan atas suruhan mereka!"

"Kalau begitu kau murid Mayat Hidup?"

"Benar, dia guruku nomor dua. Karena guruku nomor satu adalah Sin-thouw-liong ( Naga Kepala Sakti ) Temu Ba! Kau takut?"

Kui Lin melengking, gemetar mukanya. "Siapa takut padamu, bocah she Ceng? Biar gurumu sekalipun aku tak takut menghadapinya. Keparat.” dan Kui Lin yang tiba-tiba menerjang ke depan tahu-tahu berkelebat dan menyerang Ceng Liong dengan marah.

Ceng Liong bertubi-tubi mendapat serangan. Dipukul ditampar dan ditendang berulang-ulang, cepat dan naik turun bagai gelombang samudera yang sedang mengamuk. Dan Ceng Liong yang mendengar angin bersiutan dari semua pukulan yang bertubi-tubi ini tiba-tiba melompat mundur dan tertawa mengejek. "Nona, kau benar-benar ingin bermain-main denganku?"

"Siapa ingin bermain-main denganmu? Aku ingin merobohkanmu, bahkan membunuhmu!" dan Kui Lin yang mempergencar serangannya sekonyong konyong memekik dan mengerahkan ginkang. Sekejap kemudian tubuhnya lenyap, menjadi segunduk bayangan biru yang mengelilingi Ceng Liong.

Dan Ceng Liong yang tentu saja tak rnau menerima gebukan lalu membentak dan mengerahkan pula ilmu meringankan tubuhnya, Cui-beng Gin-krng (Ginkang Pengejar Roh )! Dan begitu dua orang muda ini sama bergebrak dan pukul-memukul maka terjadilah pertandingan seru di pinggir kolam itu. Ceng Liong mainkan Cui-beng Ginkangnya dengan baik, berkelebatan ringan bagai capung menari-nari. Tapi Kui Lin yang juga mengerahkan kepandaiannya dan berkelebatan lincah bagai walet menyambar-nyambar itu ternyata tak kalah bebat dengan Ginkang Pengejar Rohnya!

Maka Ceng Liong yang terkejut oleh kenyataan ini lalu memperhebat serangan dan tangkisannya, membentak dan mainkan Tok-hiat-jiunya dengan lebih hebat dan cepat sambil menambah kekuatan sinkangnya hingga membuat kedua lengannya merah mencorong bagai besi dibakar, mengerikan dan mengeluarkan bau amis. Tapi lawan yang tak gentar beradu lengan dengan lengannya yang mengandung darah beracun itu ternyata membuat Ceng Liong kaget.

Betapa tidak? Pukulan Tok-hiat-jiunya yang biasa ditakuti lawan itu ternyata diterima begitu saja oleh gadis bernama Kui Lin ini. Tanpa pelindung, tanpa sarung tangan untuk menyelamatkan diri. Dan Ceng Liong yang setiap beradu lengan tentu merasa tergetar dan ngilu itu jadi terheran heran ketika melihat lawannya tak terpengaruh oleh hawa teracun yang memenuhi permukaan lengannya ini. Kebalkah gadis itu terhadap racun? Atau sinkangnya yang lebih hebat dan dirinya?

Ceng Liong penasaran. Menurut pandangannya, sinkang gadis itu tak lebih tinggi dari sinkangnya sendiri. Jadi mereka berimbang. Begitu juga dalam hal ilmu meringankan tubuh. Tapi kanapa gadis itu tak terpengaruh oleh hawa beracun Tok hiat-jiunya? Betulkah kebal seperti yang dia duga? Ceng Liong marah. Sebenarnya dia mengharap gadis itu roboh oleh hawa beracun pukulannya. Karena racun itu sendiri merupakan bahaya tersembunyi bagi lawan disamping pukulan sinkangnya. Maka melihat gadis itu rupanya tak terpengaruh sama sekali oleh uap kemerahan di kedua lengannya tiba-tiba Ceng Liong membentak dan mengerahkan Sin-gan-ihun-tonya.

'Nona, sekarang kau lelah. Kau ingin beristirahat. Mundurlah...!”

Gadis bernama Kui Lin itu terkejut. Ia merasa getaran berwibawa mendengung aneh, menguasai dirinya. Tapi balas membentak dan tertawa mengejek ia membanting kaki. "Orang she Ceng, tak perlu kau main-main dengan ilmu setanmu itu. Aku tak mampu kau sihir!"

Ceng Liong terkejut. Dia melihat gadis itu benar-benar tak terpengaruh, bahkan menerjangnya semakin hebat. Dan penasaran bahwa Sin-gan-i-hun-tonya tak membawa hasil dalam bentakan pertama diapun mengerahkan kekuatan dan membentak untuk kedua kalinya, tentu saja lebih hebat daripada yang pertama, "Nona, kau sudah lelah. Sekarang mundur dan beristirahatlah...!"

Tapi gadis baju biru itu bahkan memakinya. Ia menendang Ceng Liong dengan kaki kirinya. Dan ketika Ceng Liong merendahkan kepala untuk menghindar tahu-tahu ganti lengan kanan gadis ini menyambar. "Orang she Ceng, aku sudah mengenal Sin-gan-i-hun-tomu. Tak perlu menggertakku di sini. Wutt....!"

Ceng Liong terbelalak. Dia hampir kena "tempeleng" oleh jari yang menyambar di sisi kepalanya itu. Dan kaget bahwa lawan benar-benar tak mampu di sihir karena kekuatan sinkang mereka berimbang tiba-tiba Ceng Liong membentak dan mengerahkan kepandaian yang didapat dari gurunya nomor dua, Mayat Hidup, ilmu yang mempergunakan dua jari dan disebut Coan-kut-ci (Jari Penusuk Tulang). Dan begitu lawan membalik dan menyerangnya kembali dengan telapak terbuka mendadak Ceng Liong memapak dan membentak marah.

"Nona, jangan kau sombong... tak!"

Gadis baju biru tiba-tiba berteriak. Telapak tangannya ditusuk dua jari Ceng Liong, yang kini mempergunakan Coan-kui-ci untuk mengalahkannya. Dan begiiu Ceng Liong mempergunakan ilmu barunya ini tiba-iiba gadis itu terhuyung dan tampak kesakitan!

"Ha-ha, sekarang kau tahu rasa, nona?" Ceng Liong gembira, tertawa bergelak melihat gadis itu pucat memandangnya. Tanda terkejut. Bukti bahwa dengan ilmu ini dia dapat mendesak lawan. Dan girang bahwa Coan-kut-ci nya membawa hasil tiba-tiba Ceng Liong terkekeh dan menerjang kembali.

"Nona, sekarang kau menyerahlah....!"

Kui Lin menggigit bibir. Ia tadi kesakitan benar oleh dua jari Ceng Liong yang sekeras baja. Jari yang serasa mencoblos bolong telapak tangannya sendiri. Serangan yang membuat dia terbelalak karena Ceng Liong memiliki bermacam-macam ilmu. Maka melihat Ceng Liong kembali menyerangnya dengan Jari Penusuk Tulang itu tiba-tiba gadis ini mengeluh dan menjadi gugup. Ia berlompatan ke sana ke mari, terdesak, takut oleh dua jari Ceng Liong yang ampuh itu. Jari yang meskipun tidak membuatnya terluka namun cukup membuatnya kesakitan karena rasa nyerinya benar-benar menusuk tulang! Maka melihat Ceng Liong menyerangnya dengan ilmu baru ini tiba-tiba saja gadis itu terdesak hebat.

Ceng Liong terbahak. "Bagaimana, nona? Kau tahu kelihaianku, bukan?"

Kui Lin merah mukanya. Ia marah oleh ejekan itu, dan ketika kembali jari Ceng Liong mengenai pundaknya dan ia mengaduh kesakitan tiba-tiba Kui Hoa yang terbelalak memandang pertempuran itu sudah berteriak padanya,

"Lin-moi (adik Lin), cabut pedangmu dan lawan dengan senjata. Jangan takut oleh jarinya itu!"

Kui Lin teringat. Ia tiba-tiba mencabut pedang, sadar bahwa ia menyimpan senjata. Maka ketika Ceng Liong menubruknya kembali dengan dua jari maut itu tiba-tiba gadis ini membentak dan melengking tinggi. "Orang she Ceng, aku belum kalah... trik!"

Ceng Liong terkejut. Jarinya tiba-tiba dibabat pedang, mental dan tak mengenai sasarannya. Dan sementara ia berseru keras dan melompat mundur melihat lawannya itu mencabut pedang maka Kui Lin juga terbelalak melihat jari Ceng Liong tak putus dibabat pedang. Tanda benar-benar keras melebihi baja. Jari yang hebatl Tapi Kui Lin yang sudah mengisi kesempatan melihat Ceng Lioig mundur sudah memekik dan memasuki posisi ini. Menyerang!

"Orang she Ceng, kau sekarang juga akan melihat kepandaianku!"

Ceng Liong tertegun. Dia melibat gadis baju biru itu sudah menerjangnya dengan pedang naik turun. Ilmu silat yang membentuk gulungan panjang bagai sinar pelangi. Dan Ceng Liong yang teringat akan sesuatu tiba-tiba berseru tertahan melihat gerakan pedang ini. "Jeng-ging-toat-beng-kiam-sut (Ilmu Pedang Seribu Pelangi Pencabut Nyawa)...!"

Kui Lin tertawa mengejek. "Kau tahu ilmu silatku ini, setan cilik?"

Ceng Liong mendongkol. Dia marah mendengar makian itu yang menyebutnya setan cilik padahal usia mereka tak terpaut jauh. Tapi kaget bahwa Kui Lin mengakui ilmu pedangnya ini sebagai Toat-beng-kiam-sut tiba-tiba Ceng Liong sadar dan dapat menduga siapa sekarang adanya dua orang gadis kembar itu. Kiranya puteri Ok-ciangkun yang bukan lain adalah Ok Kui Lun itu. Putera mendiang Wu-sam-tai-ciangkun Ok Ciat, murid mendiang nenek iblis Mo-i Thai houw (baca: Hancurnya Sebuah Kerajaan)!

Maka, tahu bahwa Ok-ciangkun yang dimaksud itu ternyata bukan lain adalah murid mendiang nenek iblis Mo-i Thai-houw sebagai pencipta ilmu pedang Jeng-ging-toat-beng-kiam-sut itu yang beberapa tahun kemudian juga menjadi murid ketua Gelang Berdarah (baca Pendekar Kepala Batu) yang tewas terbunuh oleh Malaikat Gurun Neraka tiba-tiba saja Ceng Liong "mendusin" dan sadar siapa kiranya dua oraug gadis kembar ini.

Dan memang betul. Kui Lin dan Kui Hoa itu adalah puteri Ok Kui Lun ini, dua orang dara kembar yang kalau diurut silsilah keperguruannya memang termasuk cucu murid mendiang nenek iblis Mo-i Thai - houw, juga cucu murid mendiang ketua Gelang Berdarah yang masih sute (adik seperguruan) Malaikat Gurun Neraka itu, yang tewas dan mati sampyuh bersama sang su-heng (kakak seperguruan).

Di mana kalau diambil silsilah keperguruannya maka dua orang gadis cantik ini adalah juga termasuk murid-murid keponakan Pendekar Gurun Neraka, tokoh yang menjadi ketua atau penghuni Ta-pie-san. Maka, sadar bahwa dua gadis ini adalah murid atau juga cucu murid dari dua orang tokoh sekaligus antara Mo-i Thai-houw dan mendiang ketua Gelang Berdarah maklumlah Ceng Liong akan semuanya ini...