Pendekar Kepala Batu Jilid 34 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 34
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Pendekar Kepala Batu Karya Batara
"KEPARAT, apa yang kau lakukan ini, Pendekar Gurun Neraka?'

Bi Kwi melompat maju. "Dia hendak mengganggu cici, Bok-koko. Yap-goanswe itu hendak memperkosa enci Bi Hwa dan Bi Gwat. Dia merobek baju hingga telanjang!"

Kun Bok marah bukan main. Dia tidak bertanya-tanya lagi, din melengking membacokkan pedangnya tahu-tahu pemuda ini sudah menerjang ke depan menusuk punggung Bu Kong. "Pendekar Gurun Neraka, kau benar-benar tak tahu malu...!"

Bu Kong terkejut. Dia sedang bergumul dengan dua orang gadis yang "topless" ini, sama sekali tak menyangka Kun Bok termakan omongan Bi Kwi tanpa menyelidiki duduk persoalannya. Tapi maklum dia tak boleh mebiarkan dirinya dijadikan sasaran tiba-tiba dia membentak dan melompat bangun. Bi Hwa dan Bi Gwat tak kuat menahan tenaganya, ikut terangkat tapi tetap masih menggigit. Dan begitu tubuhnya diguncang sambil membentak tahu-tahu dua orang gadis itu terlempar jatuh tunggang langgang!

"Saudara Kun Bok, kau benar-benar tersesat jauh!" Bu Kong menerima tusukan pedang, mengerahkan sinkangnya dan membuat pedang Kun Bok tak mampu melukainya. Lalu begitu dia menampar tahu-tahu pedang di tangan pemuda itu sudah mencelat dari tangannya.

"Plak!" Kun Bok mengeluh tertahan. Dia marah, tak kuat menerima tamparan Pendekar Gurun Neraka yang demikian keras. Dan belum dia mengeluarkan kata-kata makiannya, tiba-tiba jari lawan telah menotoknya roboh. Kun Bok tak dapat menyerang lagi. Dia mendelik pada pendekar muda itu, tapi Fan Li yang melompat maju menyambar tubuhnya.

"Saudara Kun Bok, kau masuk perangkap mereka. Kau diperdayai tiga orang kekasihmu itu!"

Kun Bok marah-marah, "Tapi Pendekar Gurun Neraka mengganggu tiga orang kekasihku Fan-ciangkun. Masa aku harus berpeluk tangan tak mencegahnya?"

"Hm, kau yang tolol, orang she Kun. Bi Gwat dan Bi Hwa menelanjangi dadanya sendiri untuk melempar fitnah!"

"Ah, untuk apa mereka lakukan itu? aku tak percaya, ciangkun. Aku tahu mereka gadis baik-baik yang cukup mengenal kesopanan!"

Fan Li tertawa mengejek. "Itu karena kebodohanmu, saudara Kun Bok. Kau tak tahu betapa tiga orang kekasihmu itu adalah iblia-iblis betina yang sesungguhnya tidak tahu malu. Mereka gadis cabul yang curang dan jahat!"

Kun Bok tak mau menelan mentah-mentah. Dia terang tak percaya, tapi Bu Kong yang melihat Bi Gwat dan dua orang adiknya menghilang dari situ berseru tak sabar, "Fan-ciangkun, biarkan orang she Kun itu mau percaya atau tidak. Yang penting mari pergi, kita cari taijin yang mereka sembunyikan!"

Fan Li mengangguk. Dia membebasken totokan Kun Bok, lalu mengikuti Pendekar Gurun Neraka dia berkata pada putera Bu-tiong-kiam Kun Seng ini, "Nah, kau lihat sendiri sikap kami, saudara Kun Bok. Meskipun kau tak menghormati kami tapi kami membebaskan dirimu. Sekarang terserah padamu, mau percaya omongan kami atau tidak!" dan Fan Li yang sudah melompat jauh tak memperdulikan Kun Bok lagi.

Tapi Pendekar Gurun Neraka yang ada di depan menyambung memperingatkan, "Dan ingat nasib ayahmu, orang she Kun. Kau selamatkan dulu ayahmu itu dan cepat pergilah….!"

Kun Bok sekarang melengong. Dia mendapat kenyataan bahwa dua orang lawannya benar-benar bersikap baik padanya, tak mengganggu. Maka dia yang menjadi pucat mukanya ini tiba-tiba menggigil. Benarkah Bi Gwat merobek baju sendiri dan mempertontonkan buah dadanya pada Pendekar Gurun Neraka? Kalau benar, alangkah tak tahu malunya perbuatan itu. Dan Kun Bok yang tiba-tiba terhuyung kakinya, menyeringai pedih dengan muka merah.

Dia sekarang mulai takut. Gelisah dan merasa tidak nyaman. Dan bingung serta cemburu oleh bayangan yang tidak-tidak. Kun Bok tiba-tiba melengking tinggi dan berkelebat ke depan. Dia akan mencari dua orang kekasihnya itu, menuntut jawab tentang perbuatan mereka. Tapi baru belasan langkah dia berjalan mendadak seruan Pendekar Garun Neraka memperingatkannya. Yakni tentang ayahnya itu. Yang terluka parah di dalam gedung! Maka Kun Bok yang terpaksa menunda maksudnya ini segera membelok ke kanan dan menuju ke reruntuhan Bangsal Agung menyelamatkan ayahnya.

Sementara Pendekar Gurun Neraka sendiri, yang melanjutkan pencariannya bersama Fan Li juga sudah tiba di sebuah ruangan di belakang Puri Naga. Ruangan ini mereka datangi jelas jejak-jejak kaki menunjukkan bekas di situ, jejak kaki orang yang tidak pandai silat, rombongan wen teijin! Maka begitu menmukan jejak kaki ini segera Pendekar Gurun Neraka bersama temannya menjadi girang. Mereka memasuki ruangan ini, dan persis mendobrak pintu depan tiba-tiba telinga mereka mendengar suara orang menjerit jerit. Sebagian besar wanita, jelas dari suara mereka yang kecil nyaring. Dan begitu memusuki sebuah ruangan lain sekonnyong-konyong rombongan Wen-taijin tampak di situ, di bawah pimpinan Pouw Kwi yang siap memasuki sebuah lorong bawah tanah!

"Orang she Pouw, berhenti...!"

Pouw Kwi kaget bukan main. Dia mambalikkan tubuh, tertegun dan pucat mukanya melihat kehadiran Pendekar Gurun Neraka. Tapi iblis muda yang cerdik dan curang ini tahu-tahu mengancam dada Wen taijin dengan sebuah pisau yang dia cabut secepat kilat. "Pendekar Gurus Neraka, berhenti. Kau tak boleh melanjutkan langkahmu ke mari...!"

Bu Kong tertegun. Dia marah dan maklum akan ancaman yang tentu tidak main-main itu. Tapi mencoba menghardik dia melompat maju. "Kau tak dapat melepaskan diri, orang she Pouw. Kau akan kubunuh sebelum pisaumu membunuh Wen taijin!"

Pouw Kwi menggores dada Wen-taijin. "Kau kalah cepat, Pendekar Gurun Neraka. Aku akan membunuh pembesar ini sebelum kau membunuhku. Lihat..!" dan Wen taijin yang tiba-tiba menjerit oleh goresan pisau di tangan Pouw Kwi, menggigil dengan mata terbelalak. Pembesar ini mencoba memberontak, tapi jari Pouw Kwi yang menotok punggungnya membuat pembesar ini tak berdaya lagi dan berdiri kaku.

"Nah, lihat Pandekar Gurun Neraka, aku masih lebih cepat dari segala tindakanmu. Kau masih ingin menyombongkan diri?"

Fan Li tiba-tiba melompat maju. "Tapi kami ini akan memberimu ampun bila kau melepaskan Wen-taijin, orang she Pouw. Sekarang lepaskanlah korbanmu itu dan pergilah!"

Pouw Kwi terbelalak girang. Dia melihat kesempatan baik dalam ucapan panglima ini, karena maklum bagaimanapun juga dia tak bakalan mampu melawan Pendekar Gurun Neraka. Maka tertawa licik oleh penawaran ini tiba-tiba ia pun bertanya, "Dan kau tak menjilat ludah sendiri, Fan-ciangkun? Bagaimana kalau kau bohong?"

"Hm, aku bukan orang macammu, iblis she Pouw. Asal kau melepaskan Wen-taijin kami akan memberi kebebasan padamu!"

"Dan kalian tak akan mengejarku lagi?"

"Tergantung keadaan!"

"Eh, tergantung keadaan bagaimana?"

Tapi baru Pouw Kwi selesai bicara mendadak Bu Kong menggerakkan tangannya. Toat-beng-cui yang dia rampas dari ketua Gelang gerdarah mendadak menyambar pisau di tangan pemuda itu, dan begitu Pouw Kwi berteriak kaget tahu-tahu pisaunya mencelat dan jatuh di atas lantai.

"Ah, keparat kau, Pendekar Gurun Neraka!"

Tapi Bu Kong sudah mengerahkan ginkangnya. Dia meluncur ke depan, menyambar secepat kilat. Dan begitu jarinya menampar tahu-tahu pemuda ini menjerit dan terpental roboh! "Orang she Pouw, kau tak dapat menyelamatkan diri lagi!"

Pouw Kwi terguling-guliag. Dia kaget bukan main, melompat bangun dan berteriak marah. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang sudah menyusulnya membuat pemuda ini pucat. Pouw Kwi berseru keras, begitu lawan tegak di depannya dia pun sudah menyerang membabi buta. Dengan seruan-seruan nyaring Pouw Kwi mencoba membangkitkan keberaniannya serdiri, menyerang dengan pukulan pukulan-pukulan Hek-tok-ciang nya dan juga tendangan-tendangan miring. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang menerima semua serangannya dengan tenang malah membuat Pouw Kwi berteriak ketakutan karena semua pukulannya membalik dan membentur benteng hawa yang tak dapat dia tembus!

Akibatnya pemuda ini ketakutan, dan ketika satu saat Pendekar Gurun Neraka menerima pukulan Hek-tok-ciang nya dengan tubuh terbuka mendadak dia mengerahkan ilmu sihirnya membentak lawannya itu, mempergunakan Sin-gan-i-hun-to yang diwarisinya dari datuk sesat Cheng-gan Sian-jin, "Pendekar Gurun Neraka, kau tak dapat menggangu aku. Lihat gurumu, sendiri Malaikat Gurun Neraka mencegah dan Pouw Kwi yang melempar saputangan hitamnya merobah bentuk benda ini merjadi Malaikat Gurun Neraka!

Fan Li yang melihat terkejut, karena betul-betul dia melihat Malaikat Gurun Neraka mendadak muncul, menghadang muridnya agar tidak mengganggu orang she Pouw itu. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang tertawa dingin mengibaskan lengannya.

"Guruku tak ada disini, iblis she Pouw. Kukembalikan saja saputangan jadi-jadianmu itu… bret!" dan Fan Li yang melihat Malaikat Gurun Neraka berobah menjadi saputangan hitam lagi tiba tiba melongo dan terbelalak kaget. Sekarang dia sadar, bahwa murid Cheng-gan Sian-jin itu rupanya mempergunakan pengaruh ilmu hitamnya, mengecoh Pendekar Gurun Neraka agar dapat menyelamatkan diri. Tapi kepandaian Pendekar Gurun Neraka yang agaknya jauh di atas lawan rupanya membuat perbuatan pemuda itu sia-sia!

Maka Pouw Kwi yang kaget dan semakin ketakutan oleh kesaktian lawannya ini tiba-tiba mencabut pedang pendak. Dia rupanya menyembunyikan beberapa macam senjata di tubuhnya, seperti pisau dan pedang ini. Lalu begitu melihat dua serangannya gagal total tiba-tiba dia membentak keras dan menubruk. Tangan kirinya melakukan pukulan Darah Beracun, yang juga baru diwarisinya dari Cheng-gan Sian-jin gurunya yang baru itu. Lalu begitu Pendekar Gurun Neraka menyambutnya dengan dada terbuka diapun sudah menggerakkan pedang ditangan kanannya itu menusuk tenggorokan lawan.

"Plak-crep...!"

Pouw Kwi tertegun. Dia melihat lengannya menempel, tak dapat ditarik dari dada Pendekar Gurun Neraka yang dipukul. Dan pisau di tangan kanannya yang juga melekat di tenggorokan pendekar muda itu mendadak disedot tenaga sinkang yang membuat tangannya terbakar! "Ah...augh... ampun, Pendekar Gurun Neraka....!"

Tapi Bu Kong mendengus, dingin. Dia tak menghiraukan ratapan ini, bahkan bangkit kebenciannya melikat lawan menyeringai dengan mata terbelalak. Teringat betapa gara-gara pemuda ini dia mendapat fitnah keji dan diusir dari Kerajaan Yueh! Maka begitu lawan menjerit-jerit dengan tangan semakin terbakar karena dia mengerahkan tenaga saktinya Lui-kong-yang-sin-kang tiba-tiba Pouw Kwi meronta dan menggelepar seperti ayam disembelih.

"Kau tak patut diampuni, jahanam she Pouw. Kau merusak dan memftinah banyak orang...!"

Pouw Kwi semakin menjerit-jerit. "Tapi kini aku insyaf, Pendekar Gurun Neraka…., aku sudah insyaf sekarang. Aduh, lepaskan aku... lepaskan aku...augh..!

Dan Pouw Kwi yang melepaskan pisaunya mendadak mengerang dan berteriak histeris. Tangan kanannya melepuh, dibakar tenaga Lui-kong yang-sin-kang. Dan begitu dia meronta dahsyat sekonyong-konyong pukulan Darah Beracunnya yang ditahan dan masih menempel di dada Pendekar dekar Gurun Neraka tiba-tiba membalik dan menghantam dadanya sendiri! Tak ayal, Pouw Kwi meraung bagai srigala kepanasan, dan begitu Pendekar Gurun Neraka melepaskan tempelannya mendadak pemuda ini terjengkang dan bergulingan seperti sapi gila!

"Pendekar Gurun Neraka, jahanam kau... keparat kau…!"

Pendekar Gurun Neraka tersenyum mengejek. Dia merasa gembira dan puas melihat Pouw Kwi tersiksa demikian hebatnya, membayangkan betapa dia juga pernah tersiksa seperti itu, tersiksa batin yang jauh lebih hebat dari siksaan badan yang dialami lawannya ini. Tapi begitu dia tertawa dingin tiba-tiba sebuah suara memperingatkannya dari jauh,

"Pendekar Gurun Neraka, membunuh musuh dengan cara menyiksa bukanlah perbuatan terpuji. Dendam dan sakit hati adalah racun bagi diri sendiri. Apakah kau masih terpengaruh oleh penyakit manusia ini?"

Pendekar Gurun Neraka terkejut. Dia tertegun tapi sadar perbuatannya tak boleh dilandasi api dendam tiba-tiba dia membentak, "Orang she Pouw, kau tak dapat diobati lagi. Terimalah kematianmu...!"

Dan begitu kakinya bergerak ke depan tiba-tiba jarinya telah menotok ubun-ubun lawan di jalan darah kematian. Dia tak mau memecahkan kepala lawannya ini, menghancurkan iblis muda yang jahat itu. Maka begitu jarinya menyentuh ubun-ubun lawan tiba-tiba Pouw Kwi tak bergerak lagi dan roboh tertelungkup. Tewas setelah jalan darah kematian di atas kepalanya ditotok Pendekar Gurun Neraka!

Kini bekas jenderal muda itu berdiri nanar. Dia termangu sejenak, menggigit bibir dan manenangkan gejolak hati yang hampir bergemuruh. Tapi Fan Li yang melompat ke depan menyentuh bahunya. "Yap twako, musuh telah tewas. Apa lagi yang kau pikirkan?"

Bu Kong membalikkan tubuh. "Aku teringat kekejian iblis muda ini, ciangkun. Betapa ingin kuhancurkan tubuh dan kepalanya itu!"

"Ah, tapi semua orang telah mengetahui duduk persoalannya, twako. Dia telah membuka rahasia kebusukannya dan memulihkan kembali nama baikmu atas jasa Bwee-kouwnio!"

"Ya, dan... hm, di mana mayat wanita itu sekarang, ciangkun?"

"Ah, telah dibawa suaminya, twako. Masa kau lupa ini?"

Bu Kong kembali sadar. Rupanya dia masih sedikit labil, jiwanya tak menentu. Tapi Wen-taiji yang berlutut bersama seluruh keluarganya tiba-tiba membuat pendekar muda ini terkejut, "Yap-goanswe, kami selurah keluarga Wen menghaturkan beribu terima kasih atas semua bantuanmu ini. Kami tak dapat membalas budi kebaikam ini kecuali dengan doa kepada Thian Yang Maha Agung...!"

Bu Kong buru-buru membangkitkan pembesar ini. "Wen-taijin, jangan begitu, ini semua atas jasa Fan-ciangkun. Dialah yang merintis jalan kebebasan untukmu sekeluarga ini. Bangkitlah...!" dan Wen-taijin yang sudah diangkat bangun oleh pendekar muda itu segera memeluk Bu Kong penuh keharuan.

"Tapi kau yang terang-terangan menyelamatan aku dari pisau jahanam she Pouw itu, goanswe. Kau yang telah menyelamatkan aku dari pintu gerbang maut!" Wen-taijin berbisik, suaranya penuh keharuan dan sedikit menggetar.

Dan Bu Kong yang tertawa pahit segera berkata, "Taijin, pertama-tama kuminta padamu janganlah sebut aku goanswe. Aku sudah tidak memegang tampuk militer lagi. Aku adalah orang biasa kini. Dan kalau kau ingin menyebut namaku panggillah saja seperti orang lain memanggilku."

"Hm, baiklah, Pendekar Gurun Neraka. Karena kutahu segala jalan ceritamu, baiklah kusebut kau tanpa embel-embel goanswe lagi. Sekarang kami telah selamat. Apakah kita pulang ke istana sekarang juga?"

Fan Li tiba-tiba, menyela, "Perkiraanmu keliru, taijin. Kita belum bisa dikata selamat karena musuh di luar masih banyak yang menunggu!"

"Ah, apa yang terjadi, ciangkun?"

"Ketua Gelang Berdarah bersekongkol dengan Cheng-gan Sian-jin, taijin. Cheng-gan Sian-jin mengerahkan bala tentaranya dari luar Tembok Besar untuk mengurung kota!"

Pembesar ini terkejut. "Begitukah, ciangkun?" tapi memandang Bu Kong tiba-tiba dia tertawa. "Ah, tapi Pendekar Gurun Neraka ada bersama kita, ciangkun. Kenapa harus khawatir?"

Dan Bu Kong yang tertawa getir terpaksa angkat bicara, "Taijin, kali ini jangan terlalu mengandalkan aku. Memang satu dua mungkin dapat aku selamatkan. Tapi begini banyak orang mana mungkin dapat kulindungi semua? Tidak, taijin, Apa yang dikatakan Fan-ciangkun memang benar. Kita belum selamat dalam arti penuh. Karena itu kita harus berjuang keras untuk menyelamatkan demikian banyak orang!"

"Hm, dengan cara bagaimana, Pendekar Gurun Neraka?"

"Di belakang kolam ada sebuah lorong bawah tanah, taijin," Bu Kong menjawab. "Karena itu, kuminta Fan-ciangkun mengawal kalian ke lorong bawah tanah itu. Di sana menunggu kakek Phoa, kalau kalian dapat bertemu dengannya berarti perjalanan selanjutnya dapat lebih terjamin. Tapi hati-hati, ketua Gelang berdarah atau muridnya bisa saja muncul sewaktu-waktu di sana!"

Wen-taijin sudah menjadi girang. "Bagus kalau begitu, Pendekar Gurun Neraka. Kita dapat sekarang juga ke sana!"

"Ya, tapi hati hati, taijin. Bagaimanapun juga itu adalah sarang musuh!"

Fan Li mengerutkan kening. "Tapi kau sendiri, twako, ke mana kau akan pergi?"

"Aku akan membantu Ciok-thouw Taihiap keluar, ciangkun. Kami harus mendobrak jalan darah untuk menyelamatkan rombongan Pek-mauw Sianjin!"

"Dan tidak menyelamatkan diri di lorong yang kau katakan ini, twako?"

"Kalau terdesak kami akan ke sana juga, ciangkun. Tapi sebelum terjepit benar aku akan mencoba mengobrak-abrik mereka."

"Hm..." Fan Li merasa kurang nyaman. "Yap-twako, daripada menanggung resiko terlalu besar bagaimana kalau kutunggu saja kalian di sana. Bersama-sama kita dapat keluar, hingga tanggung jawabku melindungi Wen-taijin tidak terlalu berat."

Bu Kong mengerti. "Baiklah, ciangkun. Kupahami kekhawatiran hatimu ini. Akan kubawa mereka ke sana dan sekarang pergilah...!"

Fan Li mengangguk. Wen-taijin sekeluarga kembali memberi hormat, lalu begitu mereka mengucap terima kasih, segeralah rombongan ini menuju kolam dibelakang Puri Naga dengan cepat. Tempat yang ditunjukkan Pendekar Gurun Neraka ini adalah tempat dimana dulu Ceng Bi ditawan Kui Lun. Dan Bu Kong yang sudah menyelidiki semua ruang di sarang perkumpulan Gelang Berdarah itu sudah mengawasi mereka sejenak lalu memutar tubuh, berkelebat kembali ke tempat pertempuran dimana Ciok-thow Taihiap dan rombongannya menghadapi pasukan Cheng-gan Sian-jin yang besar.

Dan Bu Kong terkejut. Dia melihat semua Tosu pembantu yang ada di rombongan Pek-mauw Sian-jin sudah malang melintang dibabat musuh, roboh di atas tanah disamping puluhan anak buah Cheng-gan Sian-jin yang juga terkapar mandi darah. Dan diantara mereka yang masih bertempur itu tinggallah Pek-mauw Sian-jin sendiri bersama dua orang temannya yang lain. Ciok-thouw Taihiap dan Hui-to Lo-jin yang sudah terluka namun masih mengamuk dengan golok di tangannya!

"Ah, mana Pek-kut Hosiang lo-suhu?" Bu Kong terkejut. Dia memang tak melihat Hwesio Go-bi yang diandalkan ini. kaget dan cemas melihat keadaan teman-temannya yang buruk, terutama posisi Pek-mauw Sian-jin dan Hui-to Lo-jin yang dikeroyok lawan yang berteriak-teriak buas. Tapi baru dia mau melompat maju, tiba-tiba pasukan di belakang Pek-mauw Sian-jin dan Hui-to Lo-jin mengeluarkan suara ribut-ribut dan teriakan kaget.

Mereka terjengkang roboh berpelantingan tidak karuan. Dan sementara Bu Kong tertegun oleh peristiwa yang dirasa ganjil ini, mendadak dia melihat ribuan ekor monyet berseliweran menyerang pasukan besar ini, menyerang dari bawah mencakar dan menggigit pasukan Cheng-gan Sian-jin itu!

"Ah, Dewa Monyet…!" Bu Kong tiba-tiba melihat kakek itu yang memekik dan memberi aba-aba dalam bahasa monyet. Dan begitu melihat Dewa Monyet muncul bersama pasukannya yang mencakar dan menggigit, Bu Kong tiba-tiba tertawa. Dia menjadi girang tapi juga khawatir, karena pasukan monyet yang menyerang pasukan Cheng-gan Sian-jin itu mendapat perlawanan setimpal yang amat sengit dari pihak musuh. Sementara Dewa Monyet sendiri yang melompat-lompat dan menyerang sana-sini dengan pekik monyetnya, tiba-tiba menubruk seorang lawan sambil membentak.

"Hei, mana tuan mudaku? Kalian bunuh, ya?"

Laki-laki itu tentu saja terkejut. Dia menggerakkan senjatanya, sebuah tombak panjang. Dan marah melihat Dewa Monyet mencengkeram pundaknya tiba-tiba dia menusuk dada kakek itu sambil mengumpat, "Monyet busuk, apa itu tuan mudamu? Aku tak tahu. Mampuslah…!"

Dewa Monyet terkekeh. Dia menampar tusukan tombak itu, hingga runtuh dan terlepas dari tangan pemiliknya. Lalu sementara lawan terpekik dan terkejut oleh tangkisan lawannya tahu-tahu kuku jarinya yang panjang telah mencekik leher laki-laki ini. "Kau tak kenali tuan mudaku, tikus busuk? Hieh, tolol kau. Dia adalah Pendekar Gurun Neraka. Yap-goanswe yang gagah perkasa. Di mana dia sekarang?"

Tapi lawannya meronta-roata. Dia tak bisa bicara, karena tangan Dewa Monyet yang mencekik lehernya membuat dia susah bernapas. Dan Dewa Monyet yang menjadi marah karena laki-laki itu tak menjawab pertanyaannya tiba-tiba mengangkat tubuhnya dan membanting.

"Keparat, kau tak punya lidah, tikus busuk? Mampuslah...!" dan Dewa Monyet yang sudah membanting lawannya itu langsung menginjak dadanya hingga pecah. Tentu saja laki-laki ini menjerit, dan begitu Dewa Monyet melepas injakannya diapun sudah terkapar roboh tanpa nyawa lagi. Tewas diinjak kakek itu!

Kini Dewa Monyet mencari sasaran lain. Dia menangkap kembali seorang laki-laki sambil bertanya di mana tuan mudanya itu. Tapi melihat lawan tak mau menjawab dan malah menyerangnya dengan senjata diapun menjadi marah dan membanting musuhnya itu. Sebentar saja lima orang telah binasa di tangan kakek ini!

Dan Bu Kong yang tertegun oleh sepak terjang kakek ini segera melompat ke depan. "Kauw-sian, aku di sini...!"

Dewa Monyet terkejut. Dia baru saja membanting orang ke enam, maka mendengar suara yang sudah dikenal itu tiba-tiba kakek ini menjadi girang dan berseri mukanya. "Siauwya, kau masih hidup?"

Bu Kong merasa terharu. "Seperti yang kau lihat, Dewa Monyet. Tapi omong-omong siapa yang mengajakmu kemari?"

Dewa Monyet terkekeh. "Tak ada yang mengajak, siauwya. Tapi seseorang menyuruh hamba ke mari."

"Siapa?"

"Hujin (nyonya)!"

Bu Kong terkejut. "Hujin?"

"Ya, hujin, siauwya. Masa kau tidak kenal isterimu sendiri?"

Bu Kong merah mukanya. Dia tahu siapa yang dimaksud itu. Pek Hong, murid si hwesio gundul yang dulu mengaku sebagai isterinya di depan kakek sinting ini. Tapi Bu Kong yang mengerutkan kening justeru bertanya khwatir, "Dan di mana hujin sekarang, Dewa Monyet? Apakah ia ada di sini?"

"Hamba tak tahu, siauwya. Tapi yang jelas hamba mendapat perintah agar membantu siauwya di perkumpulan Gelang Berdarah ini, Hujin katanya sakit, tak dapat membantu."

Bu Kong terbelalak. "Sakit?"

"Ya, begitu katanya, siauwya. Tapi Yang lebih aneh lagi hujin membawa seorang gadis cantik yang katanya juga isterimu!"

Bu Kong terkejut sekali. "Dewa Monyet, siapa yang dibawa?"

"Hamba tak tahu, siauwya. Tapi ah, itu musuh hamba... Cheng-gan Sian-jin!" dan Dewa Monyet yang tiba-tiba terkekeh mendadak meninggalkan tuannya tanpa ba-bi-bu lagi. Dia melihat Cheng-gan Sian-jin terdesak hebat, tak kuat menahan pukulan-pukulan Ciok-thouw Taihiap yang berat menekan. Dan Dewa monyet yang sudah kagirangan bertemu musuh lamanya ini berteriak.

"Cheng-gan Sian-jin, kau hutang jiwa kepadaku. Kau bayar itu sekarang!"

Cheng gan Sian-jin terkejut. Dia kelabakan menerima pukulan Pek-hong-ciang, mundur terus dan terdesak hebat. Maka mendengar seseorang berteriak di belakangnya dan menubruk punggungnya tiba kakek ini membentak dia melompat tinggi. Dia membalik, mendorongkan lengan kirinya menghantam Dewa monyet. Dan begitu Dewa Monyet menerima pukulannya kontan kakek itu memekik dan terlempar roboh.

"Bress...!" Dewa Monyet terguling-guling. Dia memekik aneh, mirip jerit seekor kera besar.

Dan Cheng gan Sian jin yang sekarang melihat siapa lawannya ini segera mendengus dan menjengekkan hidung. "Dewa Monyet, kau tak tahu diri. Mampuslah...!"

Tapi Dewa Monyet melompat bangun. Dia menerima serangan Cheng-gan Sian-jin, yang saat itu juga diserang Pendekar Kepala Batu. Dan kakek itu memekik marah sambil menyepakkan kakinya tiba-tiba kakek ini mendorongkan kedua lengannya memapak pukulan Cheng-gan Sian-jin.

"Dewa Monyet, awas...!"

Namun tak keburu lagi. Bu Kong yang berteriak itu melihat Cheng-gan Sian-jin "menangkap" serangan Pek-hong-ciang, merendahkan tubuh dan meneruskan pukulan Ciok-thouw Taihiap yang menyerang tubuhnya ke arah Dewa Monyet, sekalian mendorongnya pula dengan pukulan Tok-hiat-jiu. Dan Dewa Munyet yang menghadapi dua serangan sekaligus yang dengan licik diberikan Cheng-gan Sian-jin ini benar-benar tak kuat menerima. Dia memekik, kaget melihat hawa pukulan demikian dahsyat mendoroug dadanya. Dan belum sempat dia melempar badan, tahu-tahu pukulan yang dipapaknya itu menerjang tiba.

"Des!" Dewa Monyet mencelat ke udara. Dia mengeluh panjang, serasa terhantam palu godam. Dan begitu tubuhnya terbanting di atas tanah kontan kakek ini muntah darah dan menggeletak dengan nyawa putus. Tak sempat lagi berteriak!"

Bu Kong kaget bukan main. Dia marah dan gusar, melompat mendekati tubuh yang tidak bergerak-gerak lagi ini. Tapi siap membalas kematian Dewa Monyet yang terjadi demikian cepat tiba-tiba Hui-to Lo-jin yang dikerubut banyak lawan menjerit ngeri dan terkapar roboh.

Ketua Hoa-san ini tewas, dada dan lehernya ditusuk pedang. Dan Pek-mauw Sian-jin yang tinggal seorang diri menghadapi banyak lawan justru tiba-tiba berseru keras dengan pakaian robek-robek. Ketua Kun-lun itupun hampir celaka, sempoyongan tubuhnya menghadapi hujan pedang dan tombak. Maka Bu Kong yang terpaksa meletakkan jenasah Dewa Monyet tiba-tiba melengking tinggi dan membentak ke depan.

"Pek-mauw totiang, mundur. Pergi ke kolam di belakang Puri Naga...!"

Pek-mauw Sian-jin mandi keringat. Dia nyaris ditusuk tombak dari belakang, melihat pertolongan pendekar muda ini dan berteriak girang. Tapi ketua Kun-lun yang tidak mau melompat mundur ini justru tertawa bergelak. "Pantang bagi pinto untuk mundur, Yap sicu. Kalau kau mau menolongku buka saja jalan berdarah ini dan kita basmi mereka!"

"Tapi keadaanmu sudah payah, totiang. Musuh masih banyak dan tak dapat kau lawan!"

"Ha-ha, tapi semangat pinto masih belum padam, Pendekar Gurun Neraka. Biarlah pinto basmi anjing-anjing buduk ini!"

Bu Kong tertegun melihat kekerasan hati ketua Kun-lun ini. Dia tak tahu harus berbuat apa. Tapi kaki tangannya yang bergerak ke kiri kanan tiba-tiba membuat duapuluh lima orang jungkir balik disambar angin pukulannya. Dan teringat Pek-kut Hosiang yang tidak ada di sini tiba-tiba diapun bertanya. "Pek mauw totiang di mana Pek-kut Hosiang lo-suhu?"

Pek-mauw Sian-jin menggerakkan pedangnya. "Pinto tak tahu, Pendekar Gurun Neraka. Tapi katanya menolong dua orang di belakang!"

"Hm, siapa?"

Tapi Pek-mauw Sian-jin tak dapat menjawab. Dia memutar pedang membabat musuh yang ada di seputar tubuhnya, merobohkan tujuh lawan yang menjerit ngeri terkena tikaman pedangnya. Tapi sebatang tombak yang tiba-tiba dilemparkan musuh dari belakang tak sempat ditangkis ketua Kun-lun ini. Pek-mauw Sian-jin berteriak, punggungnya terluka. Dan begitu membalik tahu-tahu pedang yang ada di tangannya menyambar musuh yang membokongnya itu.

"Crep!" Orang itu berteriak, tubuhnya terjengka roboh. Tapi Pek manw Sian jin yang juga ikut terguling tiba-tiba mengeluh dan tak dapat mempertahankan diri lagi. Dia kehabisan tenaga, mandi keringat dan darah. Tapi baru ketua Kun-lun terguling sekonyong-konyong Pek-kut Hosiang muncul!

"Pek-mauw Sian jin, pinceng datang membantu....!"

Ketua Kun-lun itu terbelalak. Dia melihat Pek-kut Hosiang muncul bersama dua orang ketua Bu-tong dan Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin. Dan Pek kut Hosiang yang sudah menggerakkan jubahnya ke kiri kanan itu tiba-tiba mendorong lima orang musuh yang menyerang tosu ini.

"Plak- plak-plak!"

Lima orang itu menjerit. Mereka terpental roboh, dan Bu Wi Hosiang yang suda melompat mendekati ketua Kan-lun-pai ini langsung menyambar tubuh Pek-mauw Sian-jin dan membawaaya di atas pundak. "Pek-mauw Sian jin, maaf. Pinceng terpaksa membawamu dengan cara begini...!"

Tapi Pek-mauw Sian-jin tiba tiba memberontak. Dia merangkul kepala Bu Wi Hosiang, dan berteriak marah ketua Kun-lun itu memaki, "Keledai gundul, tak perlu menolongku. kau antek jahanam Hiat-goan-pangcu!"

Bu Wi Hosiang terkejut. Dia melepaskan ketua Kun-lun ini, dan Pek-mauw Sian-jin yang terbelalak penuh kemarahan tiba-tiba menggerakkan pedangnya yang masih dicekal menusuk dada ketua Bu-tong-pai itu!

"Ah, apa yang kau lakukan ini, Pek-mauw Sian-jin?"

Tapi Pek-mauw Sian jin tak menjawab. Dia meneruskan tusukan pedangnya, tapi begitu pedang hampir mengenai dada Bu Wi Hosiang mendadak Pek-kut Hosiang yang ada di sebelah kanannya menampar senjata di tangan ketua Kun-lun itu.

"Pek-mauw Sian-jin, perlahan dulu Bu Wi loheng tak bersalah padamu...!" dan begitu ujung jubah hwesio ini bergerak tahu-tahu pedang di tangan Pek-mauw Sian-jin terlepas dan dirampas hwesio berjabah kuning itu.

Pek- mauw Sian-jin terkejut. "Pek-kut lo-suhu, kau membela musuh?"

Hwesio Go-bi itu tersenyum pahit, "Dia bukan musuh, Pek-mauw Sian-jin. Tapi betul-betul sahabat kita."

"Ah, tapi..."

"Hm, kejadian di atas panggung, bukan?" Pek-kut Hosiang memotong. "Itu dilakukan orang lain, Pek-mauw Sian-jin, Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin difitnah ketua Gelang Berdarah untuk memusuhimu. Kau dipedayai, lihat…!" dan Pek-kut Hosiang yang tiba-tiba melompat ke belakang mendadak sudah mencengkeram dua orang yang bentuknya sama dengan Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin. Dua orang hwesio dan tosu palsu!

"Ah...!" Pek-mauw Sian-jin tertegun. Dia terkejut, tapi melompat geram tiba-tiba ketua Kun-lun ini membentak, "Siapa mereka, Pek-kut lo-suhu?"

"Bukan lain pembantu ketua Gelang Berdarah, Pek-mauw Sian-jin," Pek-kut Hosiang menarik napas. "Mereka adalah ketua cabang nomor enam dan tujuh, kakak beradik Wu Hak bersaudara!" dan begitu Pek-kut Hosiang menjambak rambut mereka tahu-tahu kepala gundul dan rambut yang digulung mirip Bu Wi Ho-sang dan Thian Kong Cinjin itu sudah berobah bentuk menjadi dua orang laki-laki yang mukanya bopeng!

"Ah, keparat....!" Pek-mauw Sian-jin tiba-tiba melengking. Dan marah serta malu dipertemukan dua orang pembantu ketua Gelang Berdarah itu mendadak dua jari telunjuk dan tengah dari tangan kiri dan kanan ketua Kun-lun ini menyambar dahi dua orang Wu Hak bersaudara itu. Tak ayal, dua orang ini menjerit. Dan begitu jari Pek-mauw Sian jin mencoblos dahi mereka, maka dua orang laki-laki ini terjengkang roboh dan tewas seketika.

Pek-kut Hosiang terkejut. Dia tak sempat menyelamatkan mereka. Tapi Pek-mauw Sian-jin yang terhuyung tubuhnya memandang ke kiri. "Bu Wi Hosiang, maafkan pinto...!" lalu begitu suaranya lenyap mendadak tubuh ketua Kun-lun-pai ini sudah terguling roboh diatas tanah. Dia pingsan, di samping terkuras tenaganya, juga tosu ini mengalami pukuan batin. Malu!

Pek-kut Hosiang menggeleng kepala. Bu Wi loheng, kau dapat membawa ketua Kun-lun-pai ini?"

Bu Wi Hosiang mengangguk. Tentu, loheng. Tapi ke mana akan kita rawat dia?"

"Hm, kita tanya Pendekar Gurun Neraka loheng. Dia tahu ke mana kita harus pergi. Mari, keadaan sudah mendesak....!" dan Pek-kut Hosiang yang berkelebat ke depan tiba-tiba menggerakkan kedua tangannya mendorong lawan. Dia membuat limabelas orang yang maju mengurung jungkir balik tak keruan, tak mampu menahan angin pukulannya. Dan mendekati Pendekar Gurun Neraka yang juga membuat musuh jatuh bangun hwesio ini bertanya, "Yap-sicu, apakah pembunuhan masih terus hendak dilanjutkan?"

Bu Kong menoleh. "Apa maksudmu, lo-suhu?"

"Kita tinggal lima orang, sicu. Pinceng bermaksud menyudahi pertempuran ini. Jangan tumpahkan lagi banjir darah di sini!"

"Hm, tapi mereka tak mau mundur jika belum dibasmi, lo-suhu. Aku khawatir kita semua harus membunuh orang-orang ini!"

"Omitohud, jangan sampai terjadi seperti itu, sicu. Kita dapat merobohkan mereka tanpa harus meneteskan darah!"

"Bagaimana caranya, lo-suhu?"

"Dorong saja dengan pukulan sinkang. Kita dapat menyibak mereka."

"Dan kalau mereka membandel?"

"Tak mungkin, Yap-sicu. Kita buat mereka paling sial patah tulang!"

"Baiklah...!" Bu Kong berseru.

Tapi Ciok-thouw Taihiap yang bertempur melawan Cheng-gan Sian-jm berteriak dengan seruannya yang menggeledek, "Pek-kut Hosiang, kalian boleh merobohkan musuh tanpa melukai mereka. Tapi jangan suruh aku mengampuni iblis tua yang satu ini!"

Pek kut Hosiang menyebut nama Buddha. Dia mengebutkan ujung jubahnya ke kiri kanan, lalu menanggapi teriakan Pendekar Kepala Batu ini dia berseru nyaring. "Ciok-thouw Taihiap, pinceng tidak mengharap pertumpahan darah. Tapi kalau kau tak dapat membendungnya apa boleh buat. Semoga Buddha mengampuni kita semua!"

Maka Ciok-thouw Taihiap yang tertawa bergelak berkata pada lawannya, "Cheng-gan Sian-jin, aku dapat perkenan untuk membunuhmu. Kau bersiaplah menerima ajal..!" dan Ciok thouw Taihiap yang memperhebat serangannya tiba-tiba membuat Chang gan Sian-jin terpekik dan terlempar roboh.

Iblis tua ini sudah dari tadi terdesak terus, mau melarikan diri tapi selalu dihalang-halangi pukulan lawan. Maka mendengar Ciok-thouw Taihiap tertawa mengancamnya diapun menjadi nekat, Ciok-thouw Taihiap yang berkelebat di depannya, dia sambut dengan beringas, dan begitu pukulan Pek-hong-ciang kembali menghantam dadanya diapun meraung dan membentak keras. "Ciok-thouw Taihiap, kau tak dapat membunuhku...!"

Ciok-thouw Taihiap tertawa mengejek. sudah mencecar iblis ini hingga mandi keringat. Maka melihat Cheng-gan Sian-jin menyambut pukulannya, diapun secepat kilat membungkuk dan mendorong.

"Dess..!" Cheng-gan Sian-jin terpelanting. Dia berteriak keras mendapat pukulan yang dahsyat itu, dan ketika Ciok-thouw Taihiap melompat maju menyusuli serangannya dengan tamparan ke leher, Cheng-gan Sian-jin tak dapat mengelak dan terguling-guling. Iblis ini muntah darah, dan persis ia melompat bangun mendadak sesosok bayangan berkelebat sambil tertawa bergelak.

"Cheng-gan Sian-jin, pinceng ingin menghirup darahmu...!"

Chang gan Sian-jin kaget bukan main. Dia melihat Leng Kong Hwesio muncul, terkekeh dengan sikap gila-gilaan. Dan sementara dia terguling-guling tiba-tiba bekas ketua Go-bi yang tak waras otaknya ini menggerakkan tongkat bambunya membabat kepalanya!

"Trak...!" Cheng-gan Sian-jin melempar kepala. Dia kaget melihat tongkat menghantam tanah di dekat telinganya, meledak nyaring dengan suara begitu mengerikan. Dan begitu dia melompat bangun tahu-tahu jari Leng Kong Hwesio mencengkram rambutnya. "Cheng-gan Sian-jin, pinceng ingin menghiirup darahmu...!"

Cheng-gan Sian-jin pucat mukanya. Dia ngeri melihat hwesio gobi yang terbelalak memandangnya ini. Tampak demikian bernafsu dan buas sekali. Tapi Cheng-gan Sian-jin yang tentu saja ingin mencari selamat tak menyia-nyiakan waktu. Dia menepis tangan lawan, lalu begitu Leng Kong Hwesio berteriak marah kakinya menendang pusar bekas ketua Go-bi ini.

"Dess...!"Leng Kong Hwesio mencelat. Dia memekik marah, melompat bangun dan memaki-maki iblis tua itu. Sementara Ciok-thouw Taihiap yang tidak ingin didahului membunuh Cheng-gan Sian-jin tiba-tiba mendorongkan lengannya melakukan pukulan Pek-hong-ciang.

"Cheng-gan Sian-jin, kau harus bayar jiwa muridku...!"

Cheng gan Sian-jin sudah payah. Dia tidak berani menangkis pukulan ketua Beng-san-pai ini. Tapi Leng Kong Hwesio yang tertawa mengejek juga menubruk maju dengan pukulan di tangan kiri.

"Cheng-gan Sian-jin, pinceng juga ingin kau membayar jiwa murid-murid Go-bi-pai....!"

Maka Cheng-gan Sian-jin yang digencet dua pukulan dari muka dan belakang ini tiba-tiba berseru nekat. Dia mengelak pukulan Pek-hong ciang, tak berani menangkisnya dari depan. Lalu begitu memutar tubuh mendadak pukulan tangan kiri Leng Kong Hwesio yang menyambar dadanya dia sambut dan tolak.

"Bress...!" Cheng-gan Sian-jin mengeluh. Dia lupa bahwa dia telah terluka, muntah darah ketika menerima pukulan Ciok-theuw Taihiap. Maka begitu serangan Leng Kong Hwesio dia tangkis kontan tubuhnya tergetar dan hampir roboh. Cheng-gan Sian-jin kembali melontarkan darah dan persis dia terhuyung tiba-tiba tongkat di tangan Leng Kong Hwesio membabat lehernya.

"Cheng-gan Sian-jin, pinceng ingin menghirup darahmu...!"

Cheng-gan Sian-jin tak sempat mengelak. Dia berteriak panjang, dan begitu tongkat menyentuh lehernya tiba-tiba kepala kakek ini putus dan terpisah dan tubuhnya. "Dess…!" Cheng-gan Sian-jin tewas seketika. Dan Leng Kong Hwesio yang tertawa bergelak oleh robohnya iblis ini tahu-tahu telah membuang tongkat dan menyambar kepala Cheng-gan Sian-jin yang bergelindingan di atas tanah. Dengan sikap buas dan rakus sekali hwesio Go-bi yang buntung kakiaya ini menghirup darah dari Cheng-gan Sian jin yang terpenggal, layaknya bagai orang yang mendapat minuman segar. Lalu begitu terkekeh dan menari penuh kegirangan tiba-tiba Leng Kong Hwesio berkelebat sambil tertawa-tawa meninggalkan tempat pertempuran.

"Heh-hek, pinceng berhasil membalas dendam, Cheng-gan Sian-jin. Pinceng berhasil menghirup darahmu....!"

Ciok-thouw Taihiap tertegun. Dia terbelalak ketika terlihat hwesio itu memenggal Cheng-gan Sian-jin, menggelogok darahnya seperti orang gila. Tapi Pek-kut Hosiang yang kaget melihat sutenya muncul di situ dan menggelogok darah Cheng gan Sian-jin tiba-tiba berseru,

"Sute, lepaskan kepala itu. Darahnya beracun...!"

Tapi terlambat. Leng Kong Hwesio telah banyak menghirup darah Cheng-gan Sian-jin dan baru ucapan Pek-kut Hosiang selesai dikeluarkan mendadak Leng Kong Hwesio mengeluh dan terguling roboh. Hwesio itu mendelik, kejang-kejang dan tertawa aneh. Lalu begitu Pek-kut Hosiang melompat ke arahnya tahu-tahu hwesio ini telah menggeletak dengan nyawa putus. Korban dari darah beracun Cheng-gan sian-jin yang melatih pukulan Tok-hiat-jiu!

"Ah, semoga Buddha mengampuni segala dosa-dosamu, sute. Omitohud…!" Pek kut Hosiang tak dapat berbuat apa-apa. Dia hanya menyesali kesembronoan sutenya itu. Tapi maklum sutenya ini dalam keadaan tidak waras dan terganganggu jiwanya maka diapun dapat memaklumi keadaan. Pek-kut Hosiang menarik napas dan Ciok-thouw Tathiap yang masih tertegun di tempatnya tiba-tiba berseru,

"Pek-kut Hosiang, bagaimana dengan pertempuran ini?"

Pek-kut Hosiang menoleh. "Sebaiknya disudahi, taihiap. Bunuh-membunuh membuat hati pinceng terasa nyeri!"

"Dan mayat sutemu itu?"

"Kita bawa ke dalam, taihiap. Kita bakar bersama-sama mayat teman-teman kita yang lain!"

Ciok-thouw Taihiap mengangguk. Sekarang dia terbebas dari segala kemarahan, puas karena Chang-gan Sian-jin sudah membayar jiwa. Dan Pek-kut Hosiang yang sudah mengangkat tubuh sutenya segera disusul oleh pendekar besar ini yang membawa mayat Hui-to Lo-jin bersama para pengikutnya, tosu-tosu pembantu yang telah mengorbankan jiwa di tempat itu. Dan dua orang sakti yang sebentar saja telah membawa mayat-mayat teman seperjuangan ke dalan Bangsal Agung yang terbakar ini, sudah menyelesaikan pekerjaan mereka dengan cepat.

Kini keduanya kembali ke tempat pertempuran. Dan Pek kut Hosiang yang mengeluh melihat Pendekar Gurun Neraka dan Bu Hosiang serta Thian Kong Cinjin membabat musuh segera berseru nyaring, "Yap-sicu, kita pukul mundur mereka. Jangan tumpahkan darah lagi...!"

Bu Kong mengangguk. Dia sendiri sebenarnya tidak menurunkan tangan besi, lain halnya dengaa Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin yang menggerakkan pedang dan tongkat mereka untuk membunuh. Maklum, dua orang ini dibuat sakit hati oleh lawan. Dan Bu Kong yang dapat memahami keadaan itu segera meneruskan seruan Pek-kut Hosiang kepada dua orang temannya, "Bu Wi lo-suhu, Thian Kong locianpwe jangan tumpahkan darah lagi. Kita buka jalan keluar tanpa senjata....!"

Tapi Thian Kong Cinjin menolak. "Mereka telah membuat susah kita, Pendekar Gurun Neraka. Pinto ingin membasmi mereka sebanyak-banyaknya!"

"Ah, tapi semua pentolannya telah tiada, locianpwe. Tak guna menghadapi tikus-tikus tak berarti ini."

"Dan Cheng-gan Sian-jin?"

"Dia telah tewas di tangan Ciok-thonw Taihiap locianpwe. Iblis itu tak lagi menjadi pimpinan di sini!"

"Baiklah...!" Thian Kong Cinjin akhirnya menurut.

Dan dua orang ketua dari Cin-ling dan Bu-tong ini yang segera mengerem sepak terjang mereka sudah menyimpan senjata dan melakukan pukulan-pukulan jarak jauh. Mereka membuat musuh jatuh bangun. Tidak tewas tapi cukup membuat jera. Karena sekali terbanting tentu tulang mereka ada yang patah! Maka Thian Kong Cin-jin dan empat orang pendekar yang mengamuk di tengah-tengah kepungan pasukan besar ini sebentar saja membuat lawan menjerit dan terlempar ke sana-sini.

Pek-kut Hosiang dan teman-temannya membentuk segi lima bintang, semacam barisan dengan dua orang ketua Bu-tong dan Cin-ling di belakang. Dan lima orang tokoh yang sekejap saja membuat ribuan orang lawan mundur dengan senjata beterbangan itu akhirnya keluar dari kepungan dengan mudah. Ciok-thouw Taihiap dan Pendekar Gurun Neraka serta Pek-kut Hosiang membuka jalan di depan, mementalkan senjata-senjata yang menyerang mereka. Bahkan mematahkan senjata yang mengenai tubuh mereka yang terlindung sinkang mujijat, membentuk kekebalan yang menggiriskan semua orang.

Dan ketika rombongan Pek-kut Ho-siang ini menyibak pasukati besar itu mundur ke kiri kanan dengan perasaan gentar sampailah lima orang tokoh itu di tepi hutan dengan muka penuh keringat. Mereka robek-robek pakaiannya, terkena senjata tajam tapi tak sedikitpun luka yang ada di tubuh mereka. Dan Pendekar Gurun Neraka yang melihat tidak ada lagi lawan yang mengejar segera memberi aba-aba.

"Cuwi locianpwe, kita ke kiri. Masuki hutan itu dan kita jemput rombongan Wen-taijin…!"

Pek-kut Hosiang dan teman-temannya mengangguk. Mereka mengikuti gerakan Pendekar Gurun Neraka, memasuki hutan kecil itu dan membawa Pek-mauw Sian-jin yang masih belum sadarkan diri di atas pundak Bu Wi Hong Hosiang. Dan ketika mereka tiba di sebuah guha yang dipenuhi rumput semak belukar muncullah seorang kakek yang terkekeh menyambut mereka.

"Yap-goanswe, kalian membabat musuh dengan tangan dingin?"

Bu Kong melompat maju. "Kami tak sekeji itu, Phoa-lojin. Pek-kut lo-suhu mencegah kami menurunkan tangan kejam. Di mana Fan-ciangkung dan rombongannya?"

Kakek ini tertawa. Dia kiranya bukan lain adalah kakek Phoa itu si ahli nujum yang menjadi sute Cui Lok, si Belut Emas. Dan melihat Pendekar Gurun Neraka mengusap peluh bersama rombongannya kakek ini terbahak gembira. "Pek-kut Hosiang, kau benar-benar penganut Buddha yang tulen! Di mana Hui-to Lo-jin dan Kim-sin Sian-jin?"

"Omitohud, mereka tewas terbunuh, Phoa lojin. Pinceng menyesal tak dapat menghalangi kejadian!"

"Ah, dan mereka kau biarkan di sana, Pek-kut hosiang?"

"Tidak, Phoa-sicu. Pinceng bersama Ciok-thouw Taihiap yang gagah perkasa telah membakar mayat mereka di Bangsal Agung. Tempat itu sengaja dibakar ketua Gelang Berdarah, jadi sekalian kami pergunakan untuk menyempurnakan jasad teman teman kita…!"

Phoa-lojin tertegun. Dia terbelalak memandang hwesio ini, tapi Bu Kong yang tak sabar mendengar keadaan Wen taijin sudah mengulangi pertanyaannya. "Phoa-locianpwe, dimana Fan cangkun dan Wen-taijin?"

Kakek ini terkejut. "Oh, mereka di dalam Pendekar Gurun Neraka. Sengaja tadi kusuruh bersembunyi melihat kedatangan kalian yang belum kuketahui jelas."

"Dan mereka semuanya selamat?"

"Berkat bantuanmu, Pendekar Gurun Neraka. Tapi seseorang rupanya akan muncul membawa berita untuk kita!" dan Baru kakek ini memberi isyarat ke dalam guha untuk memanggil rombongan Wen taijin mendadak tiga bayangan berkelebat dari kanan.

Lima orang pendekar ini memandang. Dan begitu tiga bayangan ini muncul di depan mereka terkejutlah semua orang melihat dua orang diantaranya adalah Kok Hun dan Tang Bouw, itu dua orang panglima rekan Fan Li yang dulu pernah menjadi bawalian Bu Kong! Dan begitu dua orang ini melihat Bu Kong ada di situ langsung saja mereka berteriak dan menjatuhkan diri berlutut.

"Goanswe, celaka. Pangeran Kou Cien tertangkap…!"

Bu Kong dan semua orang membelalakkan mata. Mereka tak jelas berita apa yang diberitahukan dua orang panglima ini. Dan Fan Li yang pada saat itu muncul dari dalam guha tiba-tiba melompat ke depan. "Tan ciangkun, apa yang kalian bicarakan ini?"

Kok Hun si panglima tinggi besar membanting kaki. "Junjungan kita tertangkap, Fan ciangkun, Kota raja direbut musuh dan kita semua cerai berai...!"

"Ah...!" Wen-taijin kali ini muncul. "Apa kau bilang, Tan-ciangkun? Pangeran Kou tertangkap?"

"Ya, dan pasukan kita diserang, taijin. Pemberontak Kung Cu Kwang itu muncul dan menyerbu kota raja!"

"Dan sri baginda?"

"Tertawan musuh, Istana direbut dan kami semua terpaksa melarikan diri!"

Fan Li tiba-tiba memekik. "Dan kalian tidak menolong sri baginda, Tan-ciangkun? Kalian melarikan diri meninggalkan pangeran sendirian?"

Kok Hun tertegun. "Kami telah berusaha ciangkun. Tapi musuh membanjir seperti air bah. Sri baginda tak mau kami ajak keluar!"

"Keparat...!" Fan Li membentak. "Kalau begitu kalian pengecut, Tan ciangkun. Kalian menyelamatkan diri sendiri tanpa menghiraukan sri baginda!"

Kok Hun tiba-tiba melompat bangun. "Fan-ciangkun, apa yang kau bicarakan ini? kau menuduh kami tak menghiraukan sri baginda?"

"Ya, kenapa tidak, Tan-ciangkun? Bukankah tugasmu menyelamatkan sri baginda baru kemudian menyelamatkan diri sendiri? Aku ke sini untuk menyelamatkan Wen-taijin. Sedangkan di sana untuk melindungi sri baginda!" Fan Li gemetar marah.

Kok Hun tiba-tiba menggereng, dan panglima tinggi besar yang mukanya tiba-tiba merah ini mencabut senjatanya, sebuah penggada yang beratnya limapaluh kati. "Fan-ciangkun, aku tak dapat menerima hinaanmu ini. Kau menghinaku kelewat batas...?" dan begitu kakinya dibanting sekonyong konyong, panglima ini menyerang rekannya dengan dahsyat sekali, menimpakan penggada maut itu ke pundak Fan Li.

Bu Kong terkejut. Dia mengenal baik watak Panglima Kok ini, yang berangasan tapi jujur. Pantang disebut pengecut seperti yang telah secara kasar dituduhkan Fan Li. Maka melihat panglima itu menerjang Fan Li dengan penuh kemarahan diapun tiba-tiba bertindak. "Tan-ciangkun, tahan! Kalian saling surup (salah paham)...!"

Kok Hun tak menghiraukan. Dia terlanjur marah oleh ucapan lawan, maka mendengar bentakan Pendekar Gurun Neraka diapun tak perduli dan terus menghantamkan penggadanya yang dahsyat itu ke pundak Fan Li. Tapi Bu Kong telah bergerak maju. Dia berkelebat di antara keduanya, mendorong Fan Li ke pinggir dan menerima pukulan gada itu, Lalu begitu keduanya sama berteriak kaget gadapun tahu-tahu telah menimpa dadanya.

"Bluk...!"

Kok Hun menjerit panjang. Dia merasa dada Pendekar Gurun Neraka seperti tembok karet, membuat gadanya mental dan terlepas dari tangan. Dan sementara dia terpekik kaget maka Pendekar Gurun Neraka telah menepuk bahunya.

"Tan ciangkun, jangan buru-buru. kalian berdua sama-sama dilanda emosi...!"

Kok Hun terhuyung ke belakang. Dia terbelalak memandang pendekar ini, tapi melotot ke arah Fan Li dia berseru, "Tapi Fan-ciangkun telah menghinaku, goanswe. Aku terang tak dapat menerima tegurannya!"

"Hm, Fan-ciangkun memang salah, Tan ciangkun. Tapi ingat, dia melakukan itu karena terguncang oleh berita yang kau bawa ini! Sudahlah, kalian tak perlu saling serang. Sekarang, aku juga ingin mendengar mengapa kau meninggalkan sri baginda dan menyelamatkan diri kesini!"

Kok Hun mengambil gadanya. Matanya masih berapi-api, tapi Tang Bouw yang melangkah maju segera menarik napas. "Geanswe, apa yang kau katakan memang benar. Fan-ciangkun dan Tan-ciangkun sama-sama dilanda emosi. Kami belum menceritakan semua cerita kami tentang mengapa kami menyelamatkan diri dan terpaksa meninggalkan sri baginda. Ketahuilah, kami datang ke sini karena kami masih menghiraukan sri baginda. Karena kami yang tak berdaya menembus barisan musuh mengambil keputusan untuk mencarimu memohon bantuan. Nah, kami menyelamatkan diri karena ada maksud, bukan?"

Fan Li bersungut, "Tapi kalian dapat mencari akal, ciangkun. Seharusnya datang ke mari bersama sri baginda dan tidak meninggalkannya begitu saja seorang diri"

"Hm, kalau barisan musuh merupakan pagar betis, lalu bagaimana caranya membawa sri baginda, Fan ciangkun? Beliau sendiri tidak mau diajak keuar. Kami harus memimpin pasukan dalam istana. Tak ada kesempatan. Semuanya serba mendadak. Dan sri baginda yang kami ajak untuk meninggalkan istana menolak maksud kami dan akhimya tertangkap!"

"Dan kalian melihat saja beliau jatuh di tangan musuh?"

Kakek Cui tiba-tiba melompat maju. "Fan-ciangkun, jangan marah-marah dulu. Tan ciangkun dan Kok-ciangkun hampir menjadi korban, untuk membela sri baginda. Kau tekanlah dulu rasa marahmu itu!"

Tang Bouw tersenyum pahit. "Fan-ciang-jangan kau menganggap kami penakut. Seungguhnya kami berdua hampir binasa dikeroyok kalau Cui-locianpwe ini tidak datang. Dialah yang menyelamatkan kami, menotok kami dan membawa kami keluar dari tempat berbahaya itu. Kalau tidak, kami tentu siap mengorbankan jiwa dan raga untuk keselamatan baginda dan negara!"

Kok Hun menggereng. "Dan kami siap bertempur sampai titik darah terakhir, Fan-ciangkun. Tapi Cui-locianpwe inilah yang mencegah dan merobohkan kami di dalam pertempuran...!"

Kini Fan Li memandang kakek itu. "Cui locianpwe, kalau kau dapat menolong Fan-ciangkun dan Kok-ciangkun kenapa kau tidak menolong pula sri baginda?"

Kakek ini menyeringai. "Fan-ciangkun, kau terlalu. Bagaimana aku si tua bangka dapat membawa tiga orang sekaligus diatas pundakku? Sri baginda jelas tak mau dibawa kedua cingkun. Karena itu aku membawa Tang-ciangkun dan Kok-ciangkun yang nekat ini untuk kutemukan denganmu. Maksudku jelas agar kalian dapat berunding dan menyelamatkan sri Baginda dengan membalas serbuan musuh. Karena kalau dua orang rekanmu ini tewas lalu bagaimana kau dapat bekerja seorang diri?"

Fan Li tertegun. Sekarang dia sadar, ia malu oleh serentetan kata-katanya sendiri langsung panglima ini membungkukkan tubuh dalam-dalam di depan Panglima Kok dan Tan Kok-ciungkun, "Tang-ciangkun, maafkan kata-kataku. Aku terlalu terkejut mendengar berita yang tak disangka-sangka ini. Kalau kalian ingin membalas boleh damprat dan maki aku sepuas mungkin!"

Tang Bouw tersenyum. "Aku tahu, ciangkun. Tapi tak apalah. Semuanya tidak kau sengaja. Kok-ciangkun tentu tidak marah-marah kepada Fan-ciangkun, bukan?"

Kok Hun tertawa bergelak. "Aku tahu apa yang dipikirkannya, Tang-ciangkun. Sudahlah, aku tidak marah lagi. Semuanya jelas sekarang. Dan bagaimana dengan Yap-goanswe sendiri, sukakah Yap-goanswe membantu kami membebaskan baginda?"

Bu Kong menarik napas. "Kok-ciangkun, jangan panggil aku goanswe. Aku bukan atasan kalian lagi. Aku bukan jenderal. Kalau utusan kalian minta bantuanku tentu sebagai sahabatku suka membantunya."

Kok Hun bersorak. "Bagus, goanswe...!"

Tapi melihat sinar mata bekas jenderal muda ini menegurnya dengan ucapan "goanswe" mendadak panglima tinggi besar ini buru-buru meralat. "Eh, maaf, Yap twako. Aku terlampau girang mendengar janjimu!"

Bu Kong tersenyum getir. "Tak apa, Kok-ciangkun, tapi bagaimana rencana kalian untuk menyelamatkan sri baginda?"

"Hm, sebaiknya kau saja yang mengatur, twako. Terus terang kepandaian kami kalah jauh dibanding dengan kepandaianmu!"

"Ah, tapi membebaskan sri baginda tidak cuma mempergunakan kepandaian, ciangkun. Tapi juga kepintaran!"

"Ya, dan dalam kepintaranpun kami juga kalah jauh denganmu, Yap-twako. Sebaiknya uusan ini kau saja yang atur!"

Fan Li menganggukkan kepala, "Ya, memang benar, twako. Sebaiknya kau saja yang mengatur semuanya ini. Kami merasa bodoh kalau kau ada di sini!"

Bu Kong tak dapat menolak lagi. Dia melihat tiga orang bekas pembantunya itu demikian penuh kepercayaan kepadanya. Maka tersenyum pahit diapun mengangukkan kepalanya. "Baiklah, sam-wi ciangkun (tiga orang panglima) karena kalian meminta aku yang mengatur rencana ini baiklah kau kupenuhi permintaan ini. Kita berempat membagi tugas. Kok-ciangkun dan Tang ciangkun menjaga Wen-taijin sekeluarga, sedangkan aku bersama Fan-ciangkun akan pergi ke kota raja mengambil sri baginda, kalian menyusul?"

Kok Hun melompat maju. "Aku ingin kau bawa juga, twako. Apa tidak kurang hanya kalian berdua saja?"

"Hm, semakin sedikit orang bagiku baik, Kok ciangkun. Biarlah kau disini bersama Tang ciangkun."

"Wah, dan Fan-ciangkun yang kau bawa, koko?"

"Ya. Kau iri Kok-ciangkun?"

Kok Hun meringis tertawa, "Tidak salah, Yap-twako. Aku jadi iri pada Fan-ciangkun yang sering kali kau ajak ke mana-mana!"

Fan Li tersenyum. "Itu karena kau kelewat berangasan, ciangkun. Yap twako khawatir kalau kau sudah mengamuk begitu melihat musuh!"

"Ha-ha, itu memang watakku, ciangkun. Aku paling tidak sabar kalau melihat musuh ada di depan mata. Sudahlah, aku tidak penasaran. Kalau Yap-twako menjatuhkan pilihan padamu pasti ada sesuatu yang telah dipertimbangkannya. Aku akan menjaga Wen-taijin, tapi ke mana kami harus pergi, twako?"

Bu Kong kini menghadapi Ciok-thouw Taihiap. "Souw-locianpwe, bisakah dalam keadaan darurat ini aku minta sebuah pertolongan padamu?"

Pendekar Kepala Batu tersenyum. "Untuk melindungi mereka, Pendekar Gurun Neraka?"

"Tidak salah, locianpwe. Tapi ada tambahnnya lagi. Yakni, perkenankanlah mereka bersembunyi di Beng-san-pai"

"Wah, apa mereka kerasan, Pendekar Gurun Neraka? Tempatku sunyi, jauh di puncak gunung…!"

"Hm, Wen-taijin dapat menyesuaikan diri locianpwe!" Aku yakin tempatmu yang paling baik untuk mengamankan mereka!"

"Dan kau sendiri, langsang ke kota raja?"

"Benar, Iocianpwe. Sekalian mencari paman guruku yang berbahaya itu."

"Ah, tapi hati-hati, Pendekar Gurun Neraka. Aku melihat paman gurumu itu benar-benar seorang iblis yang berbahaya. Jangan-jangan serbuan ke kota raja itupun hasil rencananya bersama Pangeran Fa Chai!"

"Akan kuselidiki, locianpwe. Aku cenderung menduga seperti ini!" lalu menghadapi rombongan Pek-kut Hosiang Bu Kong berkata, "Pek-kut lo-suhu, karena keadaan sudah mendesak, kami berdua akan segera pergi. Kemanakah lo-suhu akan melanjutkan perjalanan?"

"Hm, pinceng masih berurusan dengan ketua Gelang Berdarah, sicu. Pinceng akan mencari kitab Go-bi-pai yang dicuri susiokmu itu, Omitohud, Yap-sicu ada sesuatu pesan untuk pinceng?"

Bu Kong menarik napas, "Sebenarnya tidak lo-suhu. Tapi kalau dalam perjalanan bertemu seseorang tolong sampaikan padanya agar langsung saja ke kota raja. Aku mungkin membutuhkan bantuannya!"

"Hm, siapa, sicu?"

"Ta Bak Hwesio lo-suhu!"

"Baiklah," Pak-kut Hosiang mengangguk. Lalu melihat hwesio Go-bi ini sudah menyangupi permintaannya Bu Kong pun menjura di depan yang lain-lain.

"Cuwi locianpwe, karena aku harus segera pergi perkenankan kami berangkat sekarang. Mohon bantuan cuwi untuk membasmi antek-antek Gelang Berdarah. Terima kasih....!" kemudian menyambar lengan Fan Li tiba-tiba Pendekar Gurun Neraka telah menotolkan kakinya berkelebat lenyap.

Tapi Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba berseru, "Pendekar Gurun Neraka, tunggu dulu!" dan Bu Kong yang terpaksa menghentkan langkah melihat pendekar berkepala gundul itu melompat ke arahnya.

"Ada apa, Souw-locianpwe?" pemuda ini heran.

"Tidak ada apa-apa, Pendekar Gurun Neraka. Tapi hanya hendak menyerahkan ini...." dan Ciok-thouw Taihiap yang mengambil surat titipan Bwee Li segera menyerahkan surat yang hampir kelupaan itu kepada yang bersangkutan. Bu Kong menerima, mengerutkan alis dan bertamya heran.

"Apa ini, locianpwe? Dari siapa?"

Tapi Ciok-thouw Taihiap menggeleng. "Aku tak tahu isinya, Pendekar Gurun Neraka. Tapi yang jelas surat itu adalah titipan dari mendiang Bwee kouwnio!"

Bu Kong terkejut. Dia menyimpan surat itu, dan mengucap terima kasih diapun sudah memutar tubuh meninggalkan ketua Beng-san-pai ini.

Tapi Ciok-thouw Tathiap masih berseru nyaring, "Pendekar Gurun Neraka, kau akan ke Beng-san-pai setelah tugasmu selasai, bukan?"

Bu Kong menjawab, "Kalau tidak ada halangan, locianpwe…!" dan tubuhnya yang segera lenyap dari tempat itu sekejap kemudian tak tampak bayangannya lagi.

Ciok thouw Taihiap dan rombongannya sejenak termangu. Tapi Pek-kut Hosiang yang mengebutkan jubah tiba tiba menghadap semua orang. "Cuwi enghiong, apa rencana kalian sekarang setelah adanya kejadian ini?"

Bu Wi Hosiang menarik napas. "Pinceng akan membantu perjuangan Pendekar Gurun Neraka, Pek-kut loheng. Pinceng tergugah mendengar tertangkapnya Kou-siauw-ong (Raja Muda Kou)!"

"Ya, dan pinto juga akan mengerahkan murid-murid Cin-ling-pai untuk membantu Pangeran Kou, Pek-kut Hosiang. Pinto akan menggerakkan pedang untuk melawan kejahatan!"

"He-he, kalau begitu kita semuanya satu pikiran, Thian Kong toyu. Aku juga ingin membantu Yueh untuk mendapatkan kembali kekuasaannya!" kakek Phoa tiba-tiba menimbrung, menimpali kata kata ketua Cin-ling pai ini. Dan begitu tiga orang itu secara spontan memberikan isi hatinya mendadak Wen taijin dan Kok Hun menjadi girang bukan main.

"Sam-wi locianpwe, kami sungguh gembira mendengar maksud baik ini. Aku Si tua Wen tak dapat memberikan apa-apa selain ucapan beribu terima kasih!"

"Ya, dan aku orang she Tan juga tak dapat memberikan apa-apa kecuali ucapan terima kasih, cuwi locianpwe. Semoga Tuhan memberi kalian balas jasa yang setimpa!"

Tang Bouw juga menjura di depan tokoh-tokoh persilatan itu, menyatakan rasa gembira dan ucapan terimakasihnya. Dan Pek-kut Hosiang yang tersenyum mendengar kata-kata tiga orang rekannya itu lalu berkata, lirih,

"Kalau begitu, sebaiknya semua bantuan ini dipusatkan pada satu tempat, Thian Kong toyu. Pinceng rasa pengumpulan tenaga ini sebaiknya diatur di Beng-san-pai saja, Ciok-thouw Tuihiap mengkoordinir gerakan ini, dan sebelum pendekar Gurun Neraka datang sebaiknya kalian menunggu saja di sana!"

Ciok-thouw Taihiap tertawa. "Pek-kut Hosiang, kau rupanya mau keluyuran sendiri, kenapa tidak kau saja yang mengatur gerakan ini?"

"Hm, pinceng masih ada urusan, Ciok-thouw Taihiap, Kau dengar sendiri bahwa pinceng masih akan mencari ketua Gelang Berdarah yang mencuri kitab." Pek-kut Hosiang tersenyum.

"Baiklah, kalau begitu apakah cuwi enghiong ini betah tinggai di gunungku yang dingin? Kami tak dapat menyuguhi makanan enak, cuwi enghiong. Kami orang gunung ini terbiasa dalam kesederhanaan yang tidak berlebih-lebihan!"

Kakek Phoa tertawa lebar. "Ciok-thouw Taihiap, jangan sungguh-sungguh kau. Aku terus terang saja tak tahan kalau kau beri sayur-sayuran. Apa di Beng-san tak ada gemericik air untuk aku mengail ikan?"

"Hm, kau bakal kedinginan di gunung, Phoa-lojin. Di sana tak ada ikan untuk kau pancing. Semua ikan mati beku!"

Phoa-lojin terkekeh. Semua orang tersenyum lebar, dan Pek-kut Hosiang yang melihat Ciok-thouw Taihiap sudah menyetujui pendapatnya tiba-tiba mengebutkan jubah.

"Cuwi eng-hiong, karena Beng-san paicu telah menyediakan tempat untuk cuwi, perkenankan sekarang pinceng pergi. Pinceng masih ada urusan, maaf tak dapat menemani lebih lama lagi. Permisi...!" dan Pek-kut Hosiang yang sudah menjura di depan semua orang tiba-tiba membalikkan tubuh dan berkelebat pergi.

Semua orang buru-buru membalas hormat, dan ketika sekejap kemudian bayangan hwesio Go-bi ini tidak tampak lagi maka Ciok-thouw taihiap juga tidak menunda waktu, dia mengajak teman-temannya berangkat. Saat itu juga mereka mengawal keluarga Wen-taijin ke Pegunungan Beng san, dan begitu rombongan kecil ini meninggalkan hutan segeralah tempat itu menjadi sunyi seperti sedia kala.

* * * * * * * *

Sebenarnya, apakah yang terjadi di istana kerajaai Yueh itu? Bagaimana kota saja tiba-tiba diserang musuh dan Pangeran Kou Cien tertangkap? Jawabannya sesungguhnya terletak di markas ketua Gelang Berdarah itu.

Seperti diketahui, beberapa tahun yang lalu, Yueh telah membasmi pasukan Wu yang dipimpin Wu-sam-tai ciangkun. Merebut kembali kerajan yang dirampas musuh. Dan raja muda Wu yakni sri baginda Kung Cu Kwang yang tewas dalam pertempuran ini meninggalkan seorang putera bukan lain adalah Pangeran Fu Chai itu.

Sebagai pewaris tahta kerajaan tentu saja pangeran Fu Chai tidak tinggai diam. Dia mendendam kematian ayahnya, mengumpulkan kembali semua bala tentaranya yang kocar-kacir. Sebagai puncak dari semua usahanya mengumpulkan pasukan ini sampailah pangeran itu pada perjanjian dengan perkumpulan Gelang Berdarah. Dia mengetahui perkumpulan itu dipimpin seorang sakti yang bukan lain Sin-hwi-ciang adanya, sute dari Malaikat Gurun Neraka yang sekaligus juga susiok (paman guru) dari Pendekar Gurun Neraka yang dahulunya adalah jenderal Muda Yap. Atau yang lebih dikenal dengan julukan Yap-goansue.

Dan Pangeran Fu Chai yang mengetahui bahwa Sin-hwi-ciang ini bermusuhan dengan suhengnya sendiri dengan cerdik lalu menghubungi iblis dari Hek-kwi-to itu. Dan usahanya memang tidak sia-sia. Sin-hwi-ciang, iblis dari Hek-kwi-to itu amat membenci suhengnya, setelah dia dikurung di pulau Hek-kwi-to. Kedatangan pangeran yang bermaksud untuk meminta bantuannya ini tentu saja disambut baik oleh ketua Gelang Berdarah.

Pangeran Fu Chai menjanjikan kedudukan tinggi. Bahkan mengangkat murid ketua Gelang Berdarah untuk menjadi panglima perang. Dan karena Kui Lun memang teman dari mendiang Wu sam-tai ciangkun yang dulu membantu ayah pangeran itu, maka pemberian pangkat ini memang dirasa tepat. Secara diam-diam guru dan murid serta Pangeran Fu Chai mengatur siasat. Mencari akal bagaimana caranya agar dapat membalas dendam. Dan karena maklum ada sebuah ancaman utama dari orang-orang dunia kang-ouw yang tentu membantu raja muda Yueh mengingat Pendekar Gurun neraka adalah bekas panglima perang kerajaan itu maka tiga orang in memecah siasat mereka menjadi dua bagian.

Pertama adalah merangsang harimau memasuki sarang. Yakni menarik dari segala penjuru orang-orang dunia persilatan agar berkumpul di tempat meraka. Mempergunakan kesempatan dengan ulang tahun perkumpulan Gelang Berdarah. Dan ke dua adalah "menggebah" pasukan besar yang telah mereka siapkan untuk menyerbu ke kota raja. Dan begitu dua rencara ini telah mereka persiapkan dengan matang maka jadilah semua peristiwa-peristiwa mengejutkan itu.

Pertama-tama kaum pendekar tak dapat membantu Yueh. Karena mereka "diikat" dengan pertunjukan di Gelang Berdarah, adu kepandaian atau yang lazim disebut pibu itu. Dan karena kaum persilatan memang paling getol dengan pertunjukan macam ini maka secara tidak sadar para pendekar itu berhasil dikelabuhi ketua Gelang Berdarah ini, tak dapat keluar dari sarang ketika penyerbuan besar-besaran melanda kota raja!

Itu yang pertama. Yang ke dua, dengan tidak adanya pembantu dari luar maka kedudukan pasukan musuh diharap tak memiliki kekuatan berarti. Maklum, kaum pendekar dan terutama sekali Pendekar Gurun Neraka yang mempunyai hubungan baik dengan Kerajaan Yueh tak ada di tempat musuh. Dan juga dengan adanya keramaian di Gelang Berdarah ini dalam bentuk pibu dapat dijajagi oleh mereka siapa saja yang kiranya dapat ditarik untuk menjadi kawan.

Terutama tentu saja kaum pendekar yang amat diharap bantuannya itu. Tapi begitu dalam hal ini mereka mengalami kegagalan, yakni apabila kaum pendekar tak ada satupun yang dapat ditarik menjadi kawan maka sudah diatur untuk mengbancurkan kaum pendekar itu. Seperti yang telah dibuktikan oleh ketua Gelang Berdarah ini dalam sepak terjangnya!

Mereka menganggap terlalu berbahaya orang-orang itu dibiarkan hidup terutama tokoh-tokoh yang berkepandaian tinggi, seperti Ciok-thouw Taihiap dan teman-temannya itu. Tapi bahwa pembasmian secara total ini berjalan tidak seratus persen sempurna seperti apa yang diharapkan ketua Gelang Berdarah itu maka siasat pertama untuk menghancurkan para pendekar gagal di tengah jalan.

Siasat ke dua memang berhasil baik, karena kota raja dapat mereka serbu dan Pangeran Kou Cien bahkan berhasil mereka tangkap, seperti apa yang telah diceritakan Panglima Kok Hun kepada rombongan Pek-kut Hosiang. Tapi bahwa Ciok-thouw Taihiap dan beberapa temannya berhasil menerobos kepungan dan lolos dari kematian sesungguhnya hal ini membuat ketua Gelang Berdarah kecut hatinya dan menyeringai gentar!

Dia paling khawatir menghadapi kenyataan ini. Paling cemas dan gelisah terhadap tiga orang lawan yang dianggap paling berat. Yakni Pek-kut Hosiang yang sakti dari Go-bi-pai itu serta Ciok-thouw Taihiap dan Pendekar Gurun Neraka sendiri. Bahkan, dari Pendekar Gurun Neraka sendiri dia harus mengakui kekalahannya yang amat pahit. Betapa dengan murid keponakannya itu dia pecundang! Padahal Malaikat Gurun Neraka sendiri yang merupakan suhengnya belum muncul!

Ini semua membuat ketua Gelang Berdarah itu cepat-cepat merobah siasat. Dia mengurung rombongan Ciok-thouw Tahiap dengan bala tentara Cheng-gan Sian-jin yang diam-diam memang disiapkan di situ. Khusus menghadapi para pendekar apabila mereka tak dapat dirobohkan. Dan sementara Ciok-thouw Taihiap dan teman-temannya bertarung dengan maut menghadapi pasukan besar itu maka ketua Gelang Berdarah beserta rombangannya sudah meninggalkan Puri Naga menuju ke kota raja!

Mereka mendapat berita dari kurir yang dipasang bahwa kota raja berhasil direbut, bersamaan waktunya dengan adu pibu yang terjadi sengit di tempat mereka. Maka begitu gagal dengan siasat pertama tapi berhasil dalam siasat ke dua maka buru-buru ketua Gelang berdarah ini bersama Pangeran Fu Chai cepat ke kota saja menyelamatkan diri.

Itu terjadi waktu Ciok-thonw Taihiap dan rombongannya di kepung ketat. Ketua Gelang berdarah tak menghiraukan pasukan Cheng-gan Sian-jin. Menang syukur tidak menang pun persetan! Apalagi ketika dia mendengar betapa datuk iblis itu sendiri tewas di dalam pertempuran maka cepat-cepat ketua Gelang berdarah ini angkat kaki. Dia harus secepatnya tiba di kota raja. Karena berada di tengah-tengah bala tentara yang besar dia merasa lebih aman dari pada di tempat terbuka.

Tapi satu hal dilupakan ketua Gelang Berdarah ini. Dia terlalu sibuk dengan urusan-urusan besar, tidak mengira satu urusan kecil bakal melibatkannya dengan maut. Maka begitu urusan "kecil" ini datang kepadanya maka semua perhitungannya jadi berantakan dan porak-poranda. Dan urusan kecil itu datang dan Kun Bok!

Seperti diketahui, putera Bu-tiong Kun Seng ini mulai goyah kepercayaannya kepada Bi Kwi tiga bersaudara. Dia terguncang melihat tiga orang kekasihnya itu bertempur melawan Pendekar Gurun Neraka. Terutama ketika Bi Gwat dan Bi Hwa bertempur dengan dada telanjang dan memperlihatkan benda terlarang itu secara tidak tahu malu sekali di depan lawan. Hal yang dikatakan Bi Kwi sebagai perbuatan Pendekar Gurun Neraka!

Dan Kun Bok yang dibakar cemburu serta kemarahan hebat ini akhirnya tertegun ketika mendengar keterangan Fan Li bahwa apa yang dikatakan Bi Kwi tidak benar. Dua orang gadis itulah yang menelanjangi dada sendiri, bukan perbuatan Pendekar Gurun Neraka seperti apa yang dilancarkan Bi Kwi. Dan Kun Bok yang terpukul oleh kenyataan ini akhirya pergi dari tempat itu setelah menyelamatkan ayahnya yang terluka parah...



Pendekar Kepala Batu Jilid 34

PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 34
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Pendekar Kepala Batu Karya Batara
"KEPARAT, apa yang kau lakukan ini, Pendekar Gurun Neraka?'

Bi Kwi melompat maju. "Dia hendak mengganggu cici, Bok-koko. Yap-goanswe itu hendak memperkosa enci Bi Hwa dan Bi Gwat. Dia merobek baju hingga telanjang!"

Kun Bok marah bukan main. Dia tidak bertanya-tanya lagi, din melengking membacokkan pedangnya tahu-tahu pemuda ini sudah menerjang ke depan menusuk punggung Bu Kong. "Pendekar Gurun Neraka, kau benar-benar tak tahu malu...!"

Bu Kong terkejut. Dia sedang bergumul dengan dua orang gadis yang "topless" ini, sama sekali tak menyangka Kun Bok termakan omongan Bi Kwi tanpa menyelidiki duduk persoalannya. Tapi maklum dia tak boleh mebiarkan dirinya dijadikan sasaran tiba-tiba dia membentak dan melompat bangun. Bi Hwa dan Bi Gwat tak kuat menahan tenaganya, ikut terangkat tapi tetap masih menggigit. Dan begitu tubuhnya diguncang sambil membentak tahu-tahu dua orang gadis itu terlempar jatuh tunggang langgang!

"Saudara Kun Bok, kau benar-benar tersesat jauh!" Bu Kong menerima tusukan pedang, mengerahkan sinkangnya dan membuat pedang Kun Bok tak mampu melukainya. Lalu begitu dia menampar tahu-tahu pedang di tangan pemuda itu sudah mencelat dari tangannya.

"Plak!" Kun Bok mengeluh tertahan. Dia marah, tak kuat menerima tamparan Pendekar Gurun Neraka yang demikian keras. Dan belum dia mengeluarkan kata-kata makiannya, tiba-tiba jari lawan telah menotoknya roboh. Kun Bok tak dapat menyerang lagi. Dia mendelik pada pendekar muda itu, tapi Fan Li yang melompat maju menyambar tubuhnya.

"Saudara Kun Bok, kau masuk perangkap mereka. Kau diperdayai tiga orang kekasihmu itu!"

Kun Bok marah-marah, "Tapi Pendekar Gurun Neraka mengganggu tiga orang kekasihku Fan-ciangkun. Masa aku harus berpeluk tangan tak mencegahnya?"

"Hm, kau yang tolol, orang she Kun. Bi Gwat dan Bi Hwa menelanjangi dadanya sendiri untuk melempar fitnah!"

"Ah, untuk apa mereka lakukan itu? aku tak percaya, ciangkun. Aku tahu mereka gadis baik-baik yang cukup mengenal kesopanan!"

Fan Li tertawa mengejek. "Itu karena kebodohanmu, saudara Kun Bok. Kau tak tahu betapa tiga orang kekasihmu itu adalah iblia-iblis betina yang sesungguhnya tidak tahu malu. Mereka gadis cabul yang curang dan jahat!"

Kun Bok tak mau menelan mentah-mentah. Dia terang tak percaya, tapi Bu Kong yang melihat Bi Gwat dan dua orang adiknya menghilang dari situ berseru tak sabar, "Fan-ciangkun, biarkan orang she Kun itu mau percaya atau tidak. Yang penting mari pergi, kita cari taijin yang mereka sembunyikan!"

Fan Li mengangguk. Dia membebasken totokan Kun Bok, lalu mengikuti Pendekar Gurun Neraka dia berkata pada putera Bu-tiong-kiam Kun Seng ini, "Nah, kau lihat sendiri sikap kami, saudara Kun Bok. Meskipun kau tak menghormati kami tapi kami membebaskan dirimu. Sekarang terserah padamu, mau percaya omongan kami atau tidak!" dan Fan Li yang sudah melompat jauh tak memperdulikan Kun Bok lagi.

Tapi Pendekar Gurun Neraka yang ada di depan menyambung memperingatkan, "Dan ingat nasib ayahmu, orang she Kun. Kau selamatkan dulu ayahmu itu dan cepat pergilah….!"

Kun Bok sekarang melengong. Dia mendapat kenyataan bahwa dua orang lawannya benar-benar bersikap baik padanya, tak mengganggu. Maka dia yang menjadi pucat mukanya ini tiba-tiba menggigil. Benarkah Bi Gwat merobek baju sendiri dan mempertontonkan buah dadanya pada Pendekar Gurun Neraka? Kalau benar, alangkah tak tahu malunya perbuatan itu. Dan Kun Bok yang tiba-tiba terhuyung kakinya, menyeringai pedih dengan muka merah.

Dia sekarang mulai takut. Gelisah dan merasa tidak nyaman. Dan bingung serta cemburu oleh bayangan yang tidak-tidak. Kun Bok tiba-tiba melengking tinggi dan berkelebat ke depan. Dia akan mencari dua orang kekasihnya itu, menuntut jawab tentang perbuatan mereka. Tapi baru belasan langkah dia berjalan mendadak seruan Pendekar Garun Neraka memperingatkannya. Yakni tentang ayahnya itu. Yang terluka parah di dalam gedung! Maka Kun Bok yang terpaksa menunda maksudnya ini segera membelok ke kanan dan menuju ke reruntuhan Bangsal Agung menyelamatkan ayahnya.

Sementara Pendekar Gurun Neraka sendiri, yang melanjutkan pencariannya bersama Fan Li juga sudah tiba di sebuah ruangan di belakang Puri Naga. Ruangan ini mereka datangi jelas jejak-jejak kaki menunjukkan bekas di situ, jejak kaki orang yang tidak pandai silat, rombongan wen teijin! Maka begitu menmukan jejak kaki ini segera Pendekar Gurun Neraka bersama temannya menjadi girang. Mereka memasuki ruangan ini, dan persis mendobrak pintu depan tiba-tiba telinga mereka mendengar suara orang menjerit jerit. Sebagian besar wanita, jelas dari suara mereka yang kecil nyaring. Dan begitu memusuki sebuah ruangan lain sekonnyong-konyong rombongan Wen-taijin tampak di situ, di bawah pimpinan Pouw Kwi yang siap memasuki sebuah lorong bawah tanah!

"Orang she Pouw, berhenti...!"

Pouw Kwi kaget bukan main. Dia mambalikkan tubuh, tertegun dan pucat mukanya melihat kehadiran Pendekar Gurun Neraka. Tapi iblis muda yang cerdik dan curang ini tahu-tahu mengancam dada Wen taijin dengan sebuah pisau yang dia cabut secepat kilat. "Pendekar Gurus Neraka, berhenti. Kau tak boleh melanjutkan langkahmu ke mari...!"

Bu Kong tertegun. Dia marah dan maklum akan ancaman yang tentu tidak main-main itu. Tapi mencoba menghardik dia melompat maju. "Kau tak dapat melepaskan diri, orang she Pouw. Kau akan kubunuh sebelum pisaumu membunuh Wen taijin!"

Pouw Kwi menggores dada Wen-taijin. "Kau kalah cepat, Pendekar Gurun Neraka. Aku akan membunuh pembesar ini sebelum kau membunuhku. Lihat..!" dan Wen taijin yang tiba-tiba menjerit oleh goresan pisau di tangan Pouw Kwi, menggigil dengan mata terbelalak. Pembesar ini mencoba memberontak, tapi jari Pouw Kwi yang menotok punggungnya membuat pembesar ini tak berdaya lagi dan berdiri kaku.

"Nah, lihat Pandekar Gurun Neraka, aku masih lebih cepat dari segala tindakanmu. Kau masih ingin menyombongkan diri?"

Fan Li tiba-tiba melompat maju. "Tapi kami ini akan memberimu ampun bila kau melepaskan Wen-taijin, orang she Pouw. Sekarang lepaskanlah korbanmu itu dan pergilah!"

Pouw Kwi terbelalak girang. Dia melihat kesempatan baik dalam ucapan panglima ini, karena maklum bagaimanapun juga dia tak bakalan mampu melawan Pendekar Gurun Neraka. Maka tertawa licik oleh penawaran ini tiba-tiba ia pun bertanya, "Dan kau tak menjilat ludah sendiri, Fan-ciangkun? Bagaimana kalau kau bohong?"

"Hm, aku bukan orang macammu, iblis she Pouw. Asal kau melepaskan Wen-taijin kami akan memberi kebebasan padamu!"

"Dan kalian tak akan mengejarku lagi?"

"Tergantung keadaan!"

"Eh, tergantung keadaan bagaimana?"

Tapi baru Pouw Kwi selesai bicara mendadak Bu Kong menggerakkan tangannya. Toat-beng-cui yang dia rampas dari ketua Gelang gerdarah mendadak menyambar pisau di tangan pemuda itu, dan begitu Pouw Kwi berteriak kaget tahu-tahu pisaunya mencelat dan jatuh di atas lantai.

"Ah, keparat kau, Pendekar Gurun Neraka!"

Tapi Bu Kong sudah mengerahkan ginkangnya. Dia meluncur ke depan, menyambar secepat kilat. Dan begitu jarinya menampar tahu-tahu pemuda ini menjerit dan terpental roboh! "Orang she Pouw, kau tak dapat menyelamatkan diri lagi!"

Pouw Kwi terguling-guliag. Dia kaget bukan main, melompat bangun dan berteriak marah. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang sudah menyusulnya membuat pemuda ini pucat. Pouw Kwi berseru keras, begitu lawan tegak di depannya dia pun sudah menyerang membabi buta. Dengan seruan-seruan nyaring Pouw Kwi mencoba membangkitkan keberaniannya serdiri, menyerang dengan pukulan pukulan-pukulan Hek-tok-ciang nya dan juga tendangan-tendangan miring. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang menerima semua serangannya dengan tenang malah membuat Pouw Kwi berteriak ketakutan karena semua pukulannya membalik dan membentur benteng hawa yang tak dapat dia tembus!

Akibatnya pemuda ini ketakutan, dan ketika satu saat Pendekar Gurun Neraka menerima pukulan Hek-tok-ciang nya dengan tubuh terbuka mendadak dia mengerahkan ilmu sihirnya membentak lawannya itu, mempergunakan Sin-gan-i-hun-to yang diwarisinya dari datuk sesat Cheng-gan Sian-jin, "Pendekar Gurun Neraka, kau tak dapat menggangu aku. Lihat gurumu, sendiri Malaikat Gurun Neraka mencegah dan Pouw Kwi yang melempar saputangan hitamnya merobah bentuk benda ini merjadi Malaikat Gurun Neraka!

Fan Li yang melihat terkejut, karena betul-betul dia melihat Malaikat Gurun Neraka mendadak muncul, menghadang muridnya agar tidak mengganggu orang she Pouw itu. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang tertawa dingin mengibaskan lengannya.

"Guruku tak ada disini, iblis she Pouw. Kukembalikan saja saputangan jadi-jadianmu itu… bret!" dan Fan Li yang melihat Malaikat Gurun Neraka berobah menjadi saputangan hitam lagi tiba tiba melongo dan terbelalak kaget. Sekarang dia sadar, bahwa murid Cheng-gan Sian-jin itu rupanya mempergunakan pengaruh ilmu hitamnya, mengecoh Pendekar Gurun Neraka agar dapat menyelamatkan diri. Tapi kepandaian Pendekar Gurun Neraka yang agaknya jauh di atas lawan rupanya membuat perbuatan pemuda itu sia-sia!

Maka Pouw Kwi yang kaget dan semakin ketakutan oleh kesaktian lawannya ini tiba-tiba mencabut pedang pendak. Dia rupanya menyembunyikan beberapa macam senjata di tubuhnya, seperti pisau dan pedang ini. Lalu begitu melihat dua serangannya gagal total tiba-tiba dia membentak keras dan menubruk. Tangan kirinya melakukan pukulan Darah Beracun, yang juga baru diwarisinya dari Cheng-gan Sian-jin gurunya yang baru itu. Lalu begitu Pendekar Gurun Neraka menyambutnya dengan dada terbuka diapun sudah menggerakkan pedang ditangan kanannya itu menusuk tenggorokan lawan.

"Plak-crep...!"

Pouw Kwi tertegun. Dia melihat lengannya menempel, tak dapat ditarik dari dada Pendekar Gurun Neraka yang dipukul. Dan pisau di tangan kanannya yang juga melekat di tenggorokan pendekar muda itu mendadak disedot tenaga sinkang yang membuat tangannya terbakar! "Ah...augh... ampun, Pendekar Gurun Neraka....!"

Tapi Bu Kong mendengus, dingin. Dia tak menghiraukan ratapan ini, bahkan bangkit kebenciannya melikat lawan menyeringai dengan mata terbelalak. Teringat betapa gara-gara pemuda ini dia mendapat fitnah keji dan diusir dari Kerajaan Yueh! Maka begitu lawan menjerit-jerit dengan tangan semakin terbakar karena dia mengerahkan tenaga saktinya Lui-kong-yang-sin-kang tiba-tiba Pouw Kwi meronta dan menggelepar seperti ayam disembelih.

"Kau tak patut diampuni, jahanam she Pouw. Kau merusak dan memftinah banyak orang...!"

Pouw Kwi semakin menjerit-jerit. "Tapi kini aku insyaf, Pendekar Gurun Neraka…., aku sudah insyaf sekarang. Aduh, lepaskan aku... lepaskan aku...augh..!

Dan Pouw Kwi yang melepaskan pisaunya mendadak mengerang dan berteriak histeris. Tangan kanannya melepuh, dibakar tenaga Lui-kong yang-sin-kang. Dan begitu dia meronta dahsyat sekonyong-konyong pukulan Darah Beracunnya yang ditahan dan masih menempel di dada Pendekar dekar Gurun Neraka tiba-tiba membalik dan menghantam dadanya sendiri! Tak ayal, Pouw Kwi meraung bagai srigala kepanasan, dan begitu Pendekar Gurun Neraka melepaskan tempelannya mendadak pemuda ini terjengkang dan bergulingan seperti sapi gila!

"Pendekar Gurun Neraka, jahanam kau... keparat kau…!"

Pendekar Gurun Neraka tersenyum mengejek. Dia merasa gembira dan puas melihat Pouw Kwi tersiksa demikian hebatnya, membayangkan betapa dia juga pernah tersiksa seperti itu, tersiksa batin yang jauh lebih hebat dari siksaan badan yang dialami lawannya ini. Tapi begitu dia tertawa dingin tiba-tiba sebuah suara memperingatkannya dari jauh,

"Pendekar Gurun Neraka, membunuh musuh dengan cara menyiksa bukanlah perbuatan terpuji. Dendam dan sakit hati adalah racun bagi diri sendiri. Apakah kau masih terpengaruh oleh penyakit manusia ini?"

Pendekar Gurun Neraka terkejut. Dia tertegun tapi sadar perbuatannya tak boleh dilandasi api dendam tiba-tiba dia membentak, "Orang she Pouw, kau tak dapat diobati lagi. Terimalah kematianmu...!"

Dan begitu kakinya bergerak ke depan tiba-tiba jarinya telah menotok ubun-ubun lawan di jalan darah kematian. Dia tak mau memecahkan kepala lawannya ini, menghancurkan iblis muda yang jahat itu. Maka begitu jarinya menyentuh ubun-ubun lawan tiba-tiba Pouw Kwi tak bergerak lagi dan roboh tertelungkup. Tewas setelah jalan darah kematian di atas kepalanya ditotok Pendekar Gurun Neraka!

Kini bekas jenderal muda itu berdiri nanar. Dia termangu sejenak, menggigit bibir dan manenangkan gejolak hati yang hampir bergemuruh. Tapi Fan Li yang melompat ke depan menyentuh bahunya. "Yap twako, musuh telah tewas. Apa lagi yang kau pikirkan?"

Bu Kong membalikkan tubuh. "Aku teringat kekejian iblis muda ini, ciangkun. Betapa ingin kuhancurkan tubuh dan kepalanya itu!"

"Ah, tapi semua orang telah mengetahui duduk persoalannya, twako. Dia telah membuka rahasia kebusukannya dan memulihkan kembali nama baikmu atas jasa Bwee-kouwnio!"

"Ya, dan... hm, di mana mayat wanita itu sekarang, ciangkun?"

"Ah, telah dibawa suaminya, twako. Masa kau lupa ini?"

Bu Kong kembali sadar. Rupanya dia masih sedikit labil, jiwanya tak menentu. Tapi Wen-taiji yang berlutut bersama seluruh keluarganya tiba-tiba membuat pendekar muda ini terkejut, "Yap-goanswe, kami selurah keluarga Wen menghaturkan beribu terima kasih atas semua bantuanmu ini. Kami tak dapat membalas budi kebaikam ini kecuali dengan doa kepada Thian Yang Maha Agung...!"

Bu Kong buru-buru membangkitkan pembesar ini. "Wen-taijin, jangan begitu, ini semua atas jasa Fan-ciangkun. Dialah yang merintis jalan kebebasan untukmu sekeluarga ini. Bangkitlah...!" dan Wen-taijin yang sudah diangkat bangun oleh pendekar muda itu segera memeluk Bu Kong penuh keharuan.

"Tapi kau yang terang-terangan menyelamatan aku dari pisau jahanam she Pouw itu, goanswe. Kau yang telah menyelamatkan aku dari pintu gerbang maut!" Wen-taijin berbisik, suaranya penuh keharuan dan sedikit menggetar.

Dan Bu Kong yang tertawa pahit segera berkata, "Taijin, pertama-tama kuminta padamu janganlah sebut aku goanswe. Aku sudah tidak memegang tampuk militer lagi. Aku adalah orang biasa kini. Dan kalau kau ingin menyebut namaku panggillah saja seperti orang lain memanggilku."

"Hm, baiklah, Pendekar Gurun Neraka. Karena kutahu segala jalan ceritamu, baiklah kusebut kau tanpa embel-embel goanswe lagi. Sekarang kami telah selamat. Apakah kita pulang ke istana sekarang juga?"

Fan Li tiba-tiba, menyela, "Perkiraanmu keliru, taijin. Kita belum bisa dikata selamat karena musuh di luar masih banyak yang menunggu!"

"Ah, apa yang terjadi, ciangkun?"

"Ketua Gelang Berdarah bersekongkol dengan Cheng-gan Sian-jin, taijin. Cheng-gan Sian-jin mengerahkan bala tentaranya dari luar Tembok Besar untuk mengurung kota!"

Pembesar ini terkejut. "Begitukah, ciangkun?" tapi memandang Bu Kong tiba-tiba dia tertawa. "Ah, tapi Pendekar Gurun Neraka ada bersama kita, ciangkun. Kenapa harus khawatir?"

Dan Bu Kong yang tertawa getir terpaksa angkat bicara, "Taijin, kali ini jangan terlalu mengandalkan aku. Memang satu dua mungkin dapat aku selamatkan. Tapi begini banyak orang mana mungkin dapat kulindungi semua? Tidak, taijin, Apa yang dikatakan Fan-ciangkun memang benar. Kita belum selamat dalam arti penuh. Karena itu kita harus berjuang keras untuk menyelamatkan demikian banyak orang!"

"Hm, dengan cara bagaimana, Pendekar Gurun Neraka?"

"Di belakang kolam ada sebuah lorong bawah tanah, taijin," Bu Kong menjawab. "Karena itu, kuminta Fan-ciangkun mengawal kalian ke lorong bawah tanah itu. Di sana menunggu kakek Phoa, kalau kalian dapat bertemu dengannya berarti perjalanan selanjutnya dapat lebih terjamin. Tapi hati-hati, ketua Gelang berdarah atau muridnya bisa saja muncul sewaktu-waktu di sana!"

Wen-taijin sudah menjadi girang. "Bagus kalau begitu, Pendekar Gurun Neraka. Kita dapat sekarang juga ke sana!"

"Ya, tapi hati hati, taijin. Bagaimanapun juga itu adalah sarang musuh!"

Fan Li mengerutkan kening. "Tapi kau sendiri, twako, ke mana kau akan pergi?"

"Aku akan membantu Ciok-thouw Taihiap keluar, ciangkun. Kami harus mendobrak jalan darah untuk menyelamatkan rombongan Pek-mauw Sianjin!"

"Dan tidak menyelamatkan diri di lorong yang kau katakan ini, twako?"

"Kalau terdesak kami akan ke sana juga, ciangkun. Tapi sebelum terjepit benar aku akan mencoba mengobrak-abrik mereka."

"Hm..." Fan Li merasa kurang nyaman. "Yap-twako, daripada menanggung resiko terlalu besar bagaimana kalau kutunggu saja kalian di sana. Bersama-sama kita dapat keluar, hingga tanggung jawabku melindungi Wen-taijin tidak terlalu berat."

Bu Kong mengerti. "Baiklah, ciangkun. Kupahami kekhawatiran hatimu ini. Akan kubawa mereka ke sana dan sekarang pergilah...!"

Fan Li mengangguk. Wen-taijin sekeluarga kembali memberi hormat, lalu begitu mereka mengucap terima kasih, segeralah rombongan ini menuju kolam dibelakang Puri Naga dengan cepat. Tempat yang ditunjukkan Pendekar Gurun Neraka ini adalah tempat dimana dulu Ceng Bi ditawan Kui Lun. Dan Bu Kong yang sudah menyelidiki semua ruang di sarang perkumpulan Gelang Berdarah itu sudah mengawasi mereka sejenak lalu memutar tubuh, berkelebat kembali ke tempat pertempuran dimana Ciok-thow Taihiap dan rombongannya menghadapi pasukan Cheng-gan Sian-jin yang besar.

Dan Bu Kong terkejut. Dia melihat semua Tosu pembantu yang ada di rombongan Pek-mauw Sian-jin sudah malang melintang dibabat musuh, roboh di atas tanah disamping puluhan anak buah Cheng-gan Sian-jin yang juga terkapar mandi darah. Dan diantara mereka yang masih bertempur itu tinggallah Pek-mauw Sian-jin sendiri bersama dua orang temannya yang lain. Ciok-thouw Taihiap dan Hui-to Lo-jin yang sudah terluka namun masih mengamuk dengan golok di tangannya!

"Ah, mana Pek-kut Hosiang lo-suhu?" Bu Kong terkejut. Dia memang tak melihat Hwesio Go-bi yang diandalkan ini. kaget dan cemas melihat keadaan teman-temannya yang buruk, terutama posisi Pek-mauw Sian-jin dan Hui-to Lo-jin yang dikeroyok lawan yang berteriak-teriak buas. Tapi baru dia mau melompat maju, tiba-tiba pasukan di belakang Pek-mauw Sian-jin dan Hui-to Lo-jin mengeluarkan suara ribut-ribut dan teriakan kaget.

Mereka terjengkang roboh berpelantingan tidak karuan. Dan sementara Bu Kong tertegun oleh peristiwa yang dirasa ganjil ini, mendadak dia melihat ribuan ekor monyet berseliweran menyerang pasukan besar ini, menyerang dari bawah mencakar dan menggigit pasukan Cheng-gan Sian-jin itu!

"Ah, Dewa Monyet…!" Bu Kong tiba-tiba melihat kakek itu yang memekik dan memberi aba-aba dalam bahasa monyet. Dan begitu melihat Dewa Monyet muncul bersama pasukannya yang mencakar dan menggigit, Bu Kong tiba-tiba tertawa. Dia menjadi girang tapi juga khawatir, karena pasukan monyet yang menyerang pasukan Cheng-gan Sian-jin itu mendapat perlawanan setimpal yang amat sengit dari pihak musuh. Sementara Dewa Monyet sendiri yang melompat-lompat dan menyerang sana-sini dengan pekik monyetnya, tiba-tiba menubruk seorang lawan sambil membentak.

"Hei, mana tuan mudaku? Kalian bunuh, ya?"

Laki-laki itu tentu saja terkejut. Dia menggerakkan senjatanya, sebuah tombak panjang. Dan marah melihat Dewa Monyet mencengkeram pundaknya tiba-tiba dia menusuk dada kakek itu sambil mengumpat, "Monyet busuk, apa itu tuan mudamu? Aku tak tahu. Mampuslah…!"

Dewa Monyet terkekeh. Dia menampar tusukan tombak itu, hingga runtuh dan terlepas dari tangan pemiliknya. Lalu sementara lawan terpekik dan terkejut oleh tangkisan lawannya tahu-tahu kuku jarinya yang panjang telah mencekik leher laki-laki ini. "Kau tak kenali tuan mudaku, tikus busuk? Hieh, tolol kau. Dia adalah Pendekar Gurun Neraka. Yap-goanswe yang gagah perkasa. Di mana dia sekarang?"

Tapi lawannya meronta-roata. Dia tak bisa bicara, karena tangan Dewa Monyet yang mencekik lehernya membuat dia susah bernapas. Dan Dewa Monyet yang menjadi marah karena laki-laki itu tak menjawab pertanyaannya tiba-tiba mengangkat tubuhnya dan membanting.

"Keparat, kau tak punya lidah, tikus busuk? Mampuslah...!" dan Dewa Monyet yang sudah membanting lawannya itu langsung menginjak dadanya hingga pecah. Tentu saja laki-laki ini menjerit, dan begitu Dewa Monyet melepas injakannya diapun sudah terkapar roboh tanpa nyawa lagi. Tewas diinjak kakek itu!

Kini Dewa Monyet mencari sasaran lain. Dia menangkap kembali seorang laki-laki sambil bertanya di mana tuan mudanya itu. Tapi melihat lawan tak mau menjawab dan malah menyerangnya dengan senjata diapun menjadi marah dan membanting musuhnya itu. Sebentar saja lima orang telah binasa di tangan kakek ini!

Dan Bu Kong yang tertegun oleh sepak terjang kakek ini segera melompat ke depan. "Kauw-sian, aku di sini...!"

Dewa Monyet terkejut. Dia baru saja membanting orang ke enam, maka mendengar suara yang sudah dikenal itu tiba-tiba kakek ini menjadi girang dan berseri mukanya. "Siauwya, kau masih hidup?"

Bu Kong merasa terharu. "Seperti yang kau lihat, Dewa Monyet. Tapi omong-omong siapa yang mengajakmu kemari?"

Dewa Monyet terkekeh. "Tak ada yang mengajak, siauwya. Tapi seseorang menyuruh hamba ke mari."

"Siapa?"

"Hujin (nyonya)!"

Bu Kong terkejut. "Hujin?"

"Ya, hujin, siauwya. Masa kau tidak kenal isterimu sendiri?"

Bu Kong merah mukanya. Dia tahu siapa yang dimaksud itu. Pek Hong, murid si hwesio gundul yang dulu mengaku sebagai isterinya di depan kakek sinting ini. Tapi Bu Kong yang mengerutkan kening justeru bertanya khwatir, "Dan di mana hujin sekarang, Dewa Monyet? Apakah ia ada di sini?"

"Hamba tak tahu, siauwya. Tapi yang jelas hamba mendapat perintah agar membantu siauwya di perkumpulan Gelang Berdarah ini, Hujin katanya sakit, tak dapat membantu."

Bu Kong terbelalak. "Sakit?"

"Ya, begitu katanya, siauwya. Tapi Yang lebih aneh lagi hujin membawa seorang gadis cantik yang katanya juga isterimu!"

Bu Kong terkejut sekali. "Dewa Monyet, siapa yang dibawa?"

"Hamba tak tahu, siauwya. Tapi ah, itu musuh hamba... Cheng-gan Sian-jin!" dan Dewa Monyet yang tiba-tiba terkekeh mendadak meninggalkan tuannya tanpa ba-bi-bu lagi. Dia melihat Cheng-gan Sian-jin terdesak hebat, tak kuat menahan pukulan-pukulan Ciok-thouw Taihiap yang berat menekan. Dan Dewa monyet yang sudah kagirangan bertemu musuh lamanya ini berteriak.

"Cheng-gan Sian-jin, kau hutang jiwa kepadaku. Kau bayar itu sekarang!"

Cheng gan Sian-jin terkejut. Dia kelabakan menerima pukulan Pek-hong-ciang, mundur terus dan terdesak hebat. Maka mendengar seseorang berteriak di belakangnya dan menubruk punggungnya tiba kakek ini membentak dia melompat tinggi. Dia membalik, mendorongkan lengan kirinya menghantam Dewa monyet. Dan begitu Dewa Monyet menerima pukulannya kontan kakek itu memekik dan terlempar roboh.

"Bress...!" Dewa Monyet terguling-guling. Dia memekik aneh, mirip jerit seekor kera besar.

Dan Cheng gan Sian jin yang sekarang melihat siapa lawannya ini segera mendengus dan menjengekkan hidung. "Dewa Monyet, kau tak tahu diri. Mampuslah...!"

Tapi Dewa Monyet melompat bangun. Dia menerima serangan Cheng-gan Sian-jin, yang saat itu juga diserang Pendekar Kepala Batu. Dan kakek itu memekik marah sambil menyepakkan kakinya tiba-tiba kakek ini mendorongkan kedua lengannya memapak pukulan Cheng-gan Sian-jin.

"Dewa Monyet, awas...!"

Namun tak keburu lagi. Bu Kong yang berteriak itu melihat Cheng-gan Sian-jin "menangkap" serangan Pek-hong-ciang, merendahkan tubuh dan meneruskan pukulan Ciok-thouw Taihiap yang menyerang tubuhnya ke arah Dewa Monyet, sekalian mendorongnya pula dengan pukulan Tok-hiat-jiu. Dan Dewa Munyet yang menghadapi dua serangan sekaligus yang dengan licik diberikan Cheng-gan Sian-jin ini benar-benar tak kuat menerima. Dia memekik, kaget melihat hawa pukulan demikian dahsyat mendoroug dadanya. Dan belum sempat dia melempar badan, tahu-tahu pukulan yang dipapaknya itu menerjang tiba.

"Des!" Dewa Monyet mencelat ke udara. Dia mengeluh panjang, serasa terhantam palu godam. Dan begitu tubuhnya terbanting di atas tanah kontan kakek ini muntah darah dan menggeletak dengan nyawa putus. Tak sempat lagi berteriak!"

Bu Kong kaget bukan main. Dia marah dan gusar, melompat mendekati tubuh yang tidak bergerak-gerak lagi ini. Tapi siap membalas kematian Dewa Monyet yang terjadi demikian cepat tiba-tiba Hui-to Lo-jin yang dikerubut banyak lawan menjerit ngeri dan terkapar roboh.

Ketua Hoa-san ini tewas, dada dan lehernya ditusuk pedang. Dan Pek-mauw Sian-jin yang tinggal seorang diri menghadapi banyak lawan justru tiba-tiba berseru keras dengan pakaian robek-robek. Ketua Kun-lun itupun hampir celaka, sempoyongan tubuhnya menghadapi hujan pedang dan tombak. Maka Bu Kong yang terpaksa meletakkan jenasah Dewa Monyet tiba-tiba melengking tinggi dan membentak ke depan.

"Pek-mauw totiang, mundur. Pergi ke kolam di belakang Puri Naga...!"

Pek-mauw Sian-jin mandi keringat. Dia nyaris ditusuk tombak dari belakang, melihat pertolongan pendekar muda ini dan berteriak girang. Tapi ketua Kun-lun yang tidak mau melompat mundur ini justru tertawa bergelak. "Pantang bagi pinto untuk mundur, Yap sicu. Kalau kau mau menolongku buka saja jalan berdarah ini dan kita basmi mereka!"

"Tapi keadaanmu sudah payah, totiang. Musuh masih banyak dan tak dapat kau lawan!"

"Ha-ha, tapi semangat pinto masih belum padam, Pendekar Gurun Neraka. Biarlah pinto basmi anjing-anjing buduk ini!"

Bu Kong tertegun melihat kekerasan hati ketua Kun-lun ini. Dia tak tahu harus berbuat apa. Tapi kaki tangannya yang bergerak ke kiri kanan tiba-tiba membuat duapuluh lima orang jungkir balik disambar angin pukulannya. Dan teringat Pek-kut Hosiang yang tidak ada di sini tiba-tiba diapun bertanya. "Pek mauw totiang di mana Pek-kut Hosiang lo-suhu?"

Pek-mauw Sian-jin menggerakkan pedangnya. "Pinto tak tahu, Pendekar Gurun Neraka. Tapi katanya menolong dua orang di belakang!"

"Hm, siapa?"

Tapi Pek-mauw Sian-jin tak dapat menjawab. Dia memutar pedang membabat musuh yang ada di seputar tubuhnya, merobohkan tujuh lawan yang menjerit ngeri terkena tikaman pedangnya. Tapi sebatang tombak yang tiba-tiba dilemparkan musuh dari belakang tak sempat ditangkis ketua Kun-lun ini. Pek-mauw Sian-jin berteriak, punggungnya terluka. Dan begitu membalik tahu-tahu pedang yang ada di tangannya menyambar musuh yang membokongnya itu.

"Crep!" Orang itu berteriak, tubuhnya terjengka roboh. Tapi Pek manw Sian jin yang juga ikut terguling tiba-tiba mengeluh dan tak dapat mempertahankan diri lagi. Dia kehabisan tenaga, mandi keringat dan darah. Tapi baru ketua Kun-lun terguling sekonyong-konyong Pek-kut Hosiang muncul!

"Pek-mauw Sian jin, pinceng datang membantu....!"

Ketua Kun-lun itu terbelalak. Dia melihat Pek-kut Hosiang muncul bersama dua orang ketua Bu-tong dan Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin. Dan Pek kut Hosiang yang sudah menggerakkan jubahnya ke kiri kanan itu tiba-tiba mendorong lima orang musuh yang menyerang tosu ini.

"Plak- plak-plak!"

Lima orang itu menjerit. Mereka terpental roboh, dan Bu Wi Hosiang yang suda melompat mendekati ketua Kan-lun-pai ini langsung menyambar tubuh Pek-mauw Sian-jin dan membawaaya di atas pundak. "Pek-mauw Sian jin, maaf. Pinceng terpaksa membawamu dengan cara begini...!"

Tapi Pek-mauw Sian-jin tiba tiba memberontak. Dia merangkul kepala Bu Wi Hosiang, dan berteriak marah ketua Kun-lun itu memaki, "Keledai gundul, tak perlu menolongku. kau antek jahanam Hiat-goan-pangcu!"

Bu Wi Hosiang terkejut. Dia melepaskan ketua Kun-lun ini, dan Pek-mauw Sian-jin yang terbelalak penuh kemarahan tiba-tiba menggerakkan pedangnya yang masih dicekal menusuk dada ketua Bu-tong-pai itu!

"Ah, apa yang kau lakukan ini, Pek-mauw Sian-jin?"

Tapi Pek-mauw Sian jin tak menjawab. Dia meneruskan tusukan pedangnya, tapi begitu pedang hampir mengenai dada Bu Wi Hosiang mendadak Pek-kut Hosiang yang ada di sebelah kanannya menampar senjata di tangan ketua Kun-lun itu.

"Pek-mauw Sian-jin, perlahan dulu Bu Wi loheng tak bersalah padamu...!" dan begitu ujung jubah hwesio ini bergerak tahu-tahu pedang di tangan Pek-mauw Sian-jin terlepas dan dirampas hwesio berjabah kuning itu.

Pek- mauw Sian-jin terkejut. "Pek-kut lo-suhu, kau membela musuh?"

Hwesio Go-bi itu tersenyum pahit, "Dia bukan musuh, Pek-mauw Sian-jin. Tapi betul-betul sahabat kita."

"Ah, tapi..."

"Hm, kejadian di atas panggung, bukan?" Pek-kut Hosiang memotong. "Itu dilakukan orang lain, Pek-mauw Sian-jin, Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin difitnah ketua Gelang Berdarah untuk memusuhimu. Kau dipedayai, lihat…!" dan Pek-kut Hosiang yang tiba-tiba melompat ke belakang mendadak sudah mencengkeram dua orang yang bentuknya sama dengan Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin. Dua orang hwesio dan tosu palsu!

"Ah...!" Pek-mauw Sian-jin tertegun. Dia terkejut, tapi melompat geram tiba-tiba ketua Kun-lun ini membentak, "Siapa mereka, Pek-kut lo-suhu?"

"Bukan lain pembantu ketua Gelang Berdarah, Pek-mauw Sian-jin," Pek-kut Hosiang menarik napas. "Mereka adalah ketua cabang nomor enam dan tujuh, kakak beradik Wu Hak bersaudara!" dan begitu Pek-kut Hosiang menjambak rambut mereka tahu-tahu kepala gundul dan rambut yang digulung mirip Bu Wi Ho-sang dan Thian Kong Cinjin itu sudah berobah bentuk menjadi dua orang laki-laki yang mukanya bopeng!

"Ah, keparat....!" Pek-mauw Sian-jin tiba-tiba melengking. Dan marah serta malu dipertemukan dua orang pembantu ketua Gelang Berdarah itu mendadak dua jari telunjuk dan tengah dari tangan kiri dan kanan ketua Kun-lun ini menyambar dahi dua orang Wu Hak bersaudara itu. Tak ayal, dua orang ini menjerit. Dan begitu jari Pek-mauw Sian jin mencoblos dahi mereka, maka dua orang laki-laki ini terjengkang roboh dan tewas seketika.

Pek-kut Hosiang terkejut. Dia tak sempat menyelamatkan mereka. Tapi Pek-mauw Sian-jin yang terhuyung tubuhnya memandang ke kiri. "Bu Wi Hosiang, maafkan pinto...!" lalu begitu suaranya lenyap mendadak tubuh ketua Kun-lun-pai ini sudah terguling roboh diatas tanah. Dia pingsan, di samping terkuras tenaganya, juga tosu ini mengalami pukuan batin. Malu!

Pek-kut Hosiang menggeleng kepala. Bu Wi loheng, kau dapat membawa ketua Kun-lun-pai ini?"

Bu Wi Hosiang mengangguk. Tentu, loheng. Tapi ke mana akan kita rawat dia?"

"Hm, kita tanya Pendekar Gurun Neraka loheng. Dia tahu ke mana kita harus pergi. Mari, keadaan sudah mendesak....!" dan Pek-kut Hosiang yang berkelebat ke depan tiba-tiba menggerakkan kedua tangannya mendorong lawan. Dia membuat limabelas orang yang maju mengurung jungkir balik tak keruan, tak mampu menahan angin pukulannya. Dan mendekati Pendekar Gurun Neraka yang juga membuat musuh jatuh bangun hwesio ini bertanya, "Yap-sicu, apakah pembunuhan masih terus hendak dilanjutkan?"

Bu Kong menoleh. "Apa maksudmu, lo-suhu?"

"Kita tinggal lima orang, sicu. Pinceng bermaksud menyudahi pertempuran ini. Jangan tumpahkan lagi banjir darah di sini!"

"Hm, tapi mereka tak mau mundur jika belum dibasmi, lo-suhu. Aku khawatir kita semua harus membunuh orang-orang ini!"

"Omitohud, jangan sampai terjadi seperti itu, sicu. Kita dapat merobohkan mereka tanpa harus meneteskan darah!"

"Bagaimana caranya, lo-suhu?"

"Dorong saja dengan pukulan sinkang. Kita dapat menyibak mereka."

"Dan kalau mereka membandel?"

"Tak mungkin, Yap-sicu. Kita buat mereka paling sial patah tulang!"

"Baiklah...!" Bu Kong berseru.

Tapi Ciok-thouw Taihiap yang bertempur melawan Cheng-gan Sian-jm berteriak dengan seruannya yang menggeledek, "Pek-kut Hosiang, kalian boleh merobohkan musuh tanpa melukai mereka. Tapi jangan suruh aku mengampuni iblis tua yang satu ini!"

Pek kut Hosiang menyebut nama Buddha. Dia mengebutkan ujung jubahnya ke kiri kanan, lalu menanggapi teriakan Pendekar Kepala Batu ini dia berseru nyaring. "Ciok-thouw Taihiap, pinceng tidak mengharap pertumpahan darah. Tapi kalau kau tak dapat membendungnya apa boleh buat. Semoga Buddha mengampuni kita semua!"

Maka Ciok-thouw Taihiap yang tertawa bergelak berkata pada lawannya, "Cheng-gan Sian-jin, aku dapat perkenan untuk membunuhmu. Kau bersiaplah menerima ajal..!" dan Ciok thouw Taihiap yang memperhebat serangannya tiba-tiba membuat Chang gan Sian-jin terpekik dan terlempar roboh.

Iblis tua ini sudah dari tadi terdesak terus, mau melarikan diri tapi selalu dihalang-halangi pukulan lawan. Maka mendengar Ciok-thouw Taihiap tertawa mengancamnya diapun menjadi nekat, Ciok-thouw Taihiap yang berkelebat di depannya, dia sambut dengan beringas, dan begitu pukulan Pek-hong-ciang kembali menghantam dadanya diapun meraung dan membentak keras. "Ciok-thouw Taihiap, kau tak dapat membunuhku...!"

Ciok-thouw Taihiap tertawa mengejek. sudah mencecar iblis ini hingga mandi keringat. Maka melihat Cheng-gan Sian-jin menyambut pukulannya, diapun secepat kilat membungkuk dan mendorong.

"Dess..!" Cheng-gan Sian-jin terpelanting. Dia berteriak keras mendapat pukulan yang dahsyat itu, dan ketika Ciok-thouw Taihiap melompat maju menyusuli serangannya dengan tamparan ke leher, Cheng-gan Sian-jin tak dapat mengelak dan terguling-guling. Iblis ini muntah darah, dan persis ia melompat bangun mendadak sesosok bayangan berkelebat sambil tertawa bergelak.

"Cheng-gan Sian-jin, pinceng ingin menghirup darahmu...!"

Chang gan Sian-jin kaget bukan main. Dia melihat Leng Kong Hwesio muncul, terkekeh dengan sikap gila-gilaan. Dan sementara dia terguling-guling tiba-tiba bekas ketua Go-bi yang tak waras otaknya ini menggerakkan tongkat bambunya membabat kepalanya!

"Trak...!" Cheng-gan Sian-jin melempar kepala. Dia kaget melihat tongkat menghantam tanah di dekat telinganya, meledak nyaring dengan suara begitu mengerikan. Dan begitu dia melompat bangun tahu-tahu jari Leng Kong Hwesio mencengkram rambutnya. "Cheng-gan Sian-jin, pinceng ingin menghiirup darahmu...!"

Cheng-gan Sian-jin pucat mukanya. Dia ngeri melihat hwesio gobi yang terbelalak memandangnya ini. Tampak demikian bernafsu dan buas sekali. Tapi Cheng-gan Sian-jin yang tentu saja ingin mencari selamat tak menyia-nyiakan waktu. Dia menepis tangan lawan, lalu begitu Leng Kong Hwesio berteriak marah kakinya menendang pusar bekas ketua Go-bi ini.

"Dess...!"Leng Kong Hwesio mencelat. Dia memekik marah, melompat bangun dan memaki-maki iblis tua itu. Sementara Ciok-thouw Taihiap yang tidak ingin didahului membunuh Cheng-gan Sian-jin tiba-tiba mendorongkan lengannya melakukan pukulan Pek-hong-ciang.

"Cheng-gan Sian-jin, kau harus bayar jiwa muridku...!"

Cheng gan Sian-jin sudah payah. Dia tidak berani menangkis pukulan ketua Beng-san-pai ini. Tapi Leng Kong Hwesio yang tertawa mengejek juga menubruk maju dengan pukulan di tangan kiri.

"Cheng-gan Sian-jin, pinceng juga ingin kau membayar jiwa murid-murid Go-bi-pai....!"

Maka Cheng-gan Sian-jin yang digencet dua pukulan dari muka dan belakang ini tiba-tiba berseru nekat. Dia mengelak pukulan Pek-hong ciang, tak berani menangkisnya dari depan. Lalu begitu memutar tubuh mendadak pukulan tangan kiri Leng Kong Hwesio yang menyambar dadanya dia sambut dan tolak.

"Bress...!" Cheng-gan Sian-jin mengeluh. Dia lupa bahwa dia telah terluka, muntah darah ketika menerima pukulan Ciok-theuw Taihiap. Maka begitu serangan Leng Kong Hwesio dia tangkis kontan tubuhnya tergetar dan hampir roboh. Cheng-gan Sian-jin kembali melontarkan darah dan persis dia terhuyung tiba-tiba tongkat di tangan Leng Kong Hwesio membabat lehernya.

"Cheng-gan Sian-jin, pinceng ingin menghirup darahmu...!"

Cheng-gan Sian-jin tak sempat mengelak. Dia berteriak panjang, dan begitu tongkat menyentuh lehernya tiba-tiba kepala kakek ini putus dan terpisah dan tubuhnya. "Dess…!" Cheng-gan Sian-jin tewas seketika. Dan Leng Kong Hwesio yang tertawa bergelak oleh robohnya iblis ini tahu-tahu telah membuang tongkat dan menyambar kepala Cheng-gan Sian-jin yang bergelindingan di atas tanah. Dengan sikap buas dan rakus sekali hwesio Go-bi yang buntung kakiaya ini menghirup darah dari Cheng-gan Sian jin yang terpenggal, layaknya bagai orang yang mendapat minuman segar. Lalu begitu terkekeh dan menari penuh kegirangan tiba-tiba Leng Kong Hwesio berkelebat sambil tertawa-tawa meninggalkan tempat pertempuran.

"Heh-hek, pinceng berhasil membalas dendam, Cheng-gan Sian-jin. Pinceng berhasil menghirup darahmu....!"

Ciok-thouw Taihiap tertegun. Dia terbelalak ketika terlihat hwesio itu memenggal Cheng-gan Sian-jin, menggelogok darahnya seperti orang gila. Tapi Pek-kut Hosiang yang kaget melihat sutenya muncul di situ dan menggelogok darah Cheng gan Sian-jin tiba-tiba berseru,

"Sute, lepaskan kepala itu. Darahnya beracun...!"

Tapi terlambat. Leng Kong Hwesio telah banyak menghirup darah Cheng-gan Sian-jin dan baru ucapan Pek-kut Hosiang selesai dikeluarkan mendadak Leng Kong Hwesio mengeluh dan terguling roboh. Hwesio itu mendelik, kejang-kejang dan tertawa aneh. Lalu begitu Pek-kut Hosiang melompat ke arahnya tahu-tahu hwesio ini telah menggeletak dengan nyawa putus. Korban dari darah beracun Cheng-gan sian-jin yang melatih pukulan Tok-hiat-jiu!

"Ah, semoga Buddha mengampuni segala dosa-dosamu, sute. Omitohud…!" Pek kut Hosiang tak dapat berbuat apa-apa. Dia hanya menyesali kesembronoan sutenya itu. Tapi maklum sutenya ini dalam keadaan tidak waras dan terganganggu jiwanya maka diapun dapat memaklumi keadaan. Pek-kut Hosiang menarik napas dan Ciok-thouw Tathiap yang masih tertegun di tempatnya tiba-tiba berseru,

"Pek-kut Hosiang, bagaimana dengan pertempuran ini?"

Pek-kut Hosiang menoleh. "Sebaiknya disudahi, taihiap. Bunuh-membunuh membuat hati pinceng terasa nyeri!"

"Dan mayat sutemu itu?"

"Kita bawa ke dalam, taihiap. Kita bakar bersama-sama mayat teman-teman kita yang lain!"

Ciok-thouw Taihiap mengangguk. Sekarang dia terbebas dari segala kemarahan, puas karena Chang-gan Sian-jin sudah membayar jiwa. Dan Pek-kut Hosiang yang sudah mengangkat tubuh sutenya segera disusul oleh pendekar besar ini yang membawa mayat Hui-to Lo-jin bersama para pengikutnya, tosu-tosu pembantu yang telah mengorbankan jiwa di tempat itu. Dan dua orang sakti yang sebentar saja telah membawa mayat-mayat teman seperjuangan ke dalan Bangsal Agung yang terbakar ini, sudah menyelesaikan pekerjaan mereka dengan cepat.

Kini keduanya kembali ke tempat pertempuran. Dan Pek kut Hosiang yang mengeluh melihat Pendekar Gurun Neraka dan Bu Hosiang serta Thian Kong Cinjin membabat musuh segera berseru nyaring, "Yap-sicu, kita pukul mundur mereka. Jangan tumpahkan darah lagi...!"

Bu Kong mengangguk. Dia sendiri sebenarnya tidak menurunkan tangan besi, lain halnya dengaa Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin yang menggerakkan pedang dan tongkat mereka untuk membunuh. Maklum, dua orang ini dibuat sakit hati oleh lawan. Dan Bu Kong yang dapat memahami keadaan itu segera meneruskan seruan Pek-kut Hosiang kepada dua orang temannya, "Bu Wi lo-suhu, Thian Kong locianpwe jangan tumpahkan darah lagi. Kita buka jalan keluar tanpa senjata....!"

Tapi Thian Kong Cinjin menolak. "Mereka telah membuat susah kita, Pendekar Gurun Neraka. Pinto ingin membasmi mereka sebanyak-banyaknya!"

"Ah, tapi semua pentolannya telah tiada, locianpwe. Tak guna menghadapi tikus-tikus tak berarti ini."

"Dan Cheng-gan Sian-jin?"

"Dia telah tewas di tangan Ciok-thonw Taihiap locianpwe. Iblis itu tak lagi menjadi pimpinan di sini!"

"Baiklah...!" Thian Kong Cinjin akhirnya menurut.

Dan dua orang ketua dari Cin-ling dan Bu-tong ini yang segera mengerem sepak terjang mereka sudah menyimpan senjata dan melakukan pukulan-pukulan jarak jauh. Mereka membuat musuh jatuh bangun. Tidak tewas tapi cukup membuat jera. Karena sekali terbanting tentu tulang mereka ada yang patah! Maka Thian Kong Cin-jin dan empat orang pendekar yang mengamuk di tengah-tengah kepungan pasukan besar ini sebentar saja membuat lawan menjerit dan terlempar ke sana-sini.

Pek-kut Hosiang dan teman-temannya membentuk segi lima bintang, semacam barisan dengan dua orang ketua Bu-tong dan Cin-ling di belakang. Dan lima orang tokoh yang sekejap saja membuat ribuan orang lawan mundur dengan senjata beterbangan itu akhirnya keluar dari kepungan dengan mudah. Ciok-thouw Taihiap dan Pendekar Gurun Neraka serta Pek-kut Hosiang membuka jalan di depan, mementalkan senjata-senjata yang menyerang mereka. Bahkan mematahkan senjata yang mengenai tubuh mereka yang terlindung sinkang mujijat, membentuk kekebalan yang menggiriskan semua orang.

Dan ketika rombongan Pek-kut Ho-siang ini menyibak pasukati besar itu mundur ke kiri kanan dengan perasaan gentar sampailah lima orang tokoh itu di tepi hutan dengan muka penuh keringat. Mereka robek-robek pakaiannya, terkena senjata tajam tapi tak sedikitpun luka yang ada di tubuh mereka. Dan Pendekar Gurun Neraka yang melihat tidak ada lagi lawan yang mengejar segera memberi aba-aba.

"Cuwi locianpwe, kita ke kiri. Masuki hutan itu dan kita jemput rombongan Wen-taijin…!"

Pek-kut Hosiang dan teman-temannya mengangguk. Mereka mengikuti gerakan Pendekar Gurun Neraka, memasuki hutan kecil itu dan membawa Pek-mauw Sian-jin yang masih belum sadarkan diri di atas pundak Bu Wi Hong Hosiang. Dan ketika mereka tiba di sebuah guha yang dipenuhi rumput semak belukar muncullah seorang kakek yang terkekeh menyambut mereka.

"Yap-goanswe, kalian membabat musuh dengan tangan dingin?"

Bu Kong melompat maju. "Kami tak sekeji itu, Phoa-lojin. Pek-kut lo-suhu mencegah kami menurunkan tangan kejam. Di mana Fan-ciangkung dan rombongannya?"

Kakek ini tertawa. Dia kiranya bukan lain adalah kakek Phoa itu si ahli nujum yang menjadi sute Cui Lok, si Belut Emas. Dan melihat Pendekar Gurun Neraka mengusap peluh bersama rombongannya kakek ini terbahak gembira. "Pek-kut Hosiang, kau benar-benar penganut Buddha yang tulen! Di mana Hui-to Lo-jin dan Kim-sin Sian-jin?"

"Omitohud, mereka tewas terbunuh, Phoa lojin. Pinceng menyesal tak dapat menghalangi kejadian!"

"Ah, dan mereka kau biarkan di sana, Pek-kut hosiang?"

"Tidak, Phoa-sicu. Pinceng bersama Ciok-thouw Taihiap yang gagah perkasa telah membakar mayat mereka di Bangsal Agung. Tempat itu sengaja dibakar ketua Gelang Berdarah, jadi sekalian kami pergunakan untuk menyempurnakan jasad teman teman kita…!"

Phoa-lojin tertegun. Dia terbelalak memandang hwesio ini, tapi Bu Kong yang tak sabar mendengar keadaan Wen taijin sudah mengulangi pertanyaannya. "Phoa-locianpwe, dimana Fan cangkun dan Wen-taijin?"

Kakek ini terkejut. "Oh, mereka di dalam Pendekar Gurun Neraka. Sengaja tadi kusuruh bersembunyi melihat kedatangan kalian yang belum kuketahui jelas."

"Dan mereka semuanya selamat?"

"Berkat bantuanmu, Pendekar Gurun Neraka. Tapi seseorang rupanya akan muncul membawa berita untuk kita!" dan Baru kakek ini memberi isyarat ke dalam guha untuk memanggil rombongan Wen taijin mendadak tiga bayangan berkelebat dari kanan.

Lima orang pendekar ini memandang. Dan begitu tiga bayangan ini muncul di depan mereka terkejutlah semua orang melihat dua orang diantaranya adalah Kok Hun dan Tang Bouw, itu dua orang panglima rekan Fan Li yang dulu pernah menjadi bawalian Bu Kong! Dan begitu dua orang ini melihat Bu Kong ada di situ langsung saja mereka berteriak dan menjatuhkan diri berlutut.

"Goanswe, celaka. Pangeran Kou Cien tertangkap…!"

Bu Kong dan semua orang membelalakkan mata. Mereka tak jelas berita apa yang diberitahukan dua orang panglima ini. Dan Fan Li yang pada saat itu muncul dari dalam guha tiba-tiba melompat ke depan. "Tan ciangkun, apa yang kalian bicarakan ini?"

Kok Hun si panglima tinggi besar membanting kaki. "Junjungan kita tertangkap, Fan ciangkun, Kota raja direbut musuh dan kita semua cerai berai...!"

"Ah...!" Wen-taijin kali ini muncul. "Apa kau bilang, Tan-ciangkun? Pangeran Kou tertangkap?"

"Ya, dan pasukan kita diserang, taijin. Pemberontak Kung Cu Kwang itu muncul dan menyerbu kota raja!"

"Dan sri baginda?"

"Tertawan musuh, Istana direbut dan kami semua terpaksa melarikan diri!"

Fan Li tiba-tiba memekik. "Dan kalian tidak menolong sri baginda, Tan-ciangkun? Kalian melarikan diri meninggalkan pangeran sendirian?"

Kok Hun tertegun. "Kami telah berusaha ciangkun. Tapi musuh membanjir seperti air bah. Sri baginda tak mau kami ajak keluar!"

"Keparat...!" Fan Li membentak. "Kalau begitu kalian pengecut, Tan ciangkun. Kalian menyelamatkan diri sendiri tanpa menghiraukan sri baginda!"

Kok Hun tiba-tiba melompat bangun. "Fan-ciangkun, apa yang kau bicarakan ini? kau menuduh kami tak menghiraukan sri baginda?"

"Ya, kenapa tidak, Tan-ciangkun? Bukankah tugasmu menyelamatkan sri baginda baru kemudian menyelamatkan diri sendiri? Aku ke sini untuk menyelamatkan Wen-taijin. Sedangkan di sana untuk melindungi sri baginda!" Fan Li gemetar marah.

Kok Hun tiba-tiba menggereng, dan panglima tinggi besar yang mukanya tiba-tiba merah ini mencabut senjatanya, sebuah penggada yang beratnya limapaluh kati. "Fan-ciangkun, aku tak dapat menerima hinaanmu ini. Kau menghinaku kelewat batas...?" dan begitu kakinya dibanting sekonyong konyong, panglima ini menyerang rekannya dengan dahsyat sekali, menimpakan penggada maut itu ke pundak Fan Li.

Bu Kong terkejut. Dia mengenal baik watak Panglima Kok ini, yang berangasan tapi jujur. Pantang disebut pengecut seperti yang telah secara kasar dituduhkan Fan Li. Maka melihat panglima itu menerjang Fan Li dengan penuh kemarahan diapun tiba-tiba bertindak. "Tan-ciangkun, tahan! Kalian saling surup (salah paham)...!"

Kok Hun tak menghiraukan. Dia terlanjur marah oleh ucapan lawan, maka mendengar bentakan Pendekar Gurun Neraka diapun tak perduli dan terus menghantamkan penggadanya yang dahsyat itu ke pundak Fan Li. Tapi Bu Kong telah bergerak maju. Dia berkelebat di antara keduanya, mendorong Fan Li ke pinggir dan menerima pukulan gada itu, Lalu begitu keduanya sama berteriak kaget gadapun tahu-tahu telah menimpa dadanya.

"Bluk...!"

Kok Hun menjerit panjang. Dia merasa dada Pendekar Gurun Neraka seperti tembok karet, membuat gadanya mental dan terlepas dari tangan. Dan sementara dia terpekik kaget maka Pendekar Gurun Neraka telah menepuk bahunya.

"Tan ciangkun, jangan buru-buru. kalian berdua sama-sama dilanda emosi...!"

Kok Hun terhuyung ke belakang. Dia terbelalak memandang pendekar ini, tapi melotot ke arah Fan Li dia berseru, "Tapi Fan-ciangkun telah menghinaku, goanswe. Aku terang tak dapat menerima tegurannya!"

"Hm, Fan-ciangkun memang salah, Tan ciangkun. Tapi ingat, dia melakukan itu karena terguncang oleh berita yang kau bawa ini! Sudahlah, kalian tak perlu saling serang. Sekarang, aku juga ingin mendengar mengapa kau meninggalkan sri baginda dan menyelamatkan diri kesini!"

Kok Hun mengambil gadanya. Matanya masih berapi-api, tapi Tang Bouw yang melangkah maju segera menarik napas. "Geanswe, apa yang kau katakan memang benar. Fan-ciangkun dan Tan-ciangkun sama-sama dilanda emosi. Kami belum menceritakan semua cerita kami tentang mengapa kami menyelamatkan diri dan terpaksa meninggalkan sri baginda. Ketahuilah, kami datang ke sini karena kami masih menghiraukan sri baginda. Karena kami yang tak berdaya menembus barisan musuh mengambil keputusan untuk mencarimu memohon bantuan. Nah, kami menyelamatkan diri karena ada maksud, bukan?"

Fan Li bersungut, "Tapi kalian dapat mencari akal, ciangkun. Seharusnya datang ke mari bersama sri baginda dan tidak meninggalkannya begitu saja seorang diri"

"Hm, kalau barisan musuh merupakan pagar betis, lalu bagaimana caranya membawa sri baginda, Fan ciangkun? Beliau sendiri tidak mau diajak keuar. Kami harus memimpin pasukan dalam istana. Tak ada kesempatan. Semuanya serba mendadak. Dan sri baginda yang kami ajak untuk meninggalkan istana menolak maksud kami dan akhimya tertangkap!"

"Dan kalian melihat saja beliau jatuh di tangan musuh?"

Kakek Cui tiba-tiba melompat maju. "Fan-ciangkun, jangan marah-marah dulu. Tan ciangkun dan Kok-ciangkun hampir menjadi korban, untuk membela sri baginda. Kau tekanlah dulu rasa marahmu itu!"

Tang Bouw tersenyum pahit. "Fan-ciang-jangan kau menganggap kami penakut. Seungguhnya kami berdua hampir binasa dikeroyok kalau Cui-locianpwe ini tidak datang. Dialah yang menyelamatkan kami, menotok kami dan membawa kami keluar dari tempat berbahaya itu. Kalau tidak, kami tentu siap mengorbankan jiwa dan raga untuk keselamatan baginda dan negara!"

Kok Hun menggereng. "Dan kami siap bertempur sampai titik darah terakhir, Fan-ciangkun. Tapi Cui-locianpwe inilah yang mencegah dan merobohkan kami di dalam pertempuran...!"

Kini Fan Li memandang kakek itu. "Cui locianpwe, kalau kau dapat menolong Fan-ciangkun dan Kok-ciangkun kenapa kau tidak menolong pula sri baginda?"

Kakek ini menyeringai. "Fan-ciangkun, kau terlalu. Bagaimana aku si tua bangka dapat membawa tiga orang sekaligus diatas pundakku? Sri baginda jelas tak mau dibawa kedua cingkun. Karena itu aku membawa Tang-ciangkun dan Kok-ciangkun yang nekat ini untuk kutemukan denganmu. Maksudku jelas agar kalian dapat berunding dan menyelamatkan sri Baginda dengan membalas serbuan musuh. Karena kalau dua orang rekanmu ini tewas lalu bagaimana kau dapat bekerja seorang diri?"

Fan Li tertegun. Sekarang dia sadar, ia malu oleh serentetan kata-katanya sendiri langsung panglima ini membungkukkan tubuh dalam-dalam di depan Panglima Kok dan Tan Kok-ciungkun, "Tang-ciangkun, maafkan kata-kataku. Aku terlalu terkejut mendengar berita yang tak disangka-sangka ini. Kalau kalian ingin membalas boleh damprat dan maki aku sepuas mungkin!"

Tang Bouw tersenyum. "Aku tahu, ciangkun. Tapi tak apalah. Semuanya tidak kau sengaja. Kok-ciangkun tentu tidak marah-marah kepada Fan-ciangkun, bukan?"

Kok Hun tertawa bergelak. "Aku tahu apa yang dipikirkannya, Tang-ciangkun. Sudahlah, aku tidak marah lagi. Semuanya jelas sekarang. Dan bagaimana dengan Yap-goanswe sendiri, sukakah Yap-goanswe membantu kami membebaskan baginda?"

Bu Kong menarik napas. "Kok-ciangkun, jangan panggil aku goanswe. Aku bukan atasan kalian lagi. Aku bukan jenderal. Kalau utusan kalian minta bantuanku tentu sebagai sahabatku suka membantunya."

Kok Hun bersorak. "Bagus, goanswe...!"

Tapi melihat sinar mata bekas jenderal muda ini menegurnya dengan ucapan "goanswe" mendadak panglima tinggi besar ini buru-buru meralat. "Eh, maaf, Yap twako. Aku terlampau girang mendengar janjimu!"

Bu Kong tersenyum getir. "Tak apa, Kok-ciangkun, tapi bagaimana rencana kalian untuk menyelamatkan sri baginda?"

"Hm, sebaiknya kau saja yang mengatur, twako. Terus terang kepandaian kami kalah jauh dibanding dengan kepandaianmu!"

"Ah, tapi membebaskan sri baginda tidak cuma mempergunakan kepandaian, ciangkun. Tapi juga kepintaran!"

"Ya, dan dalam kepintaranpun kami juga kalah jauh denganmu, Yap-twako. Sebaiknya uusan ini kau saja yang atur!"

Fan Li menganggukkan kepala, "Ya, memang benar, twako. Sebaiknya kau saja yang mengatur semuanya ini. Kami merasa bodoh kalau kau ada di sini!"

Bu Kong tak dapat menolak lagi. Dia melihat tiga orang bekas pembantunya itu demikian penuh kepercayaan kepadanya. Maka tersenyum pahit diapun mengangukkan kepalanya. "Baiklah, sam-wi ciangkun (tiga orang panglima) karena kalian meminta aku yang mengatur rencana ini baiklah kau kupenuhi permintaan ini. Kita berempat membagi tugas. Kok-ciangkun dan Tang ciangkun menjaga Wen-taijin sekeluarga, sedangkan aku bersama Fan-ciangkun akan pergi ke kota raja mengambil sri baginda, kalian menyusul?"

Kok Hun melompat maju. "Aku ingin kau bawa juga, twako. Apa tidak kurang hanya kalian berdua saja?"

"Hm, semakin sedikit orang bagiku baik, Kok ciangkun. Biarlah kau disini bersama Tang ciangkun."

"Wah, dan Fan-ciangkun yang kau bawa, koko?"

"Ya. Kau iri Kok-ciangkun?"

Kok Hun meringis tertawa, "Tidak salah, Yap-twako. Aku jadi iri pada Fan-ciangkun yang sering kali kau ajak ke mana-mana!"

Fan Li tersenyum. "Itu karena kau kelewat berangasan, ciangkun. Yap twako khawatir kalau kau sudah mengamuk begitu melihat musuh!"

"Ha-ha, itu memang watakku, ciangkun. Aku paling tidak sabar kalau melihat musuh ada di depan mata. Sudahlah, aku tidak penasaran. Kalau Yap-twako menjatuhkan pilihan padamu pasti ada sesuatu yang telah dipertimbangkannya. Aku akan menjaga Wen-taijin, tapi ke mana kami harus pergi, twako?"

Bu Kong kini menghadapi Ciok-thouw Taihiap. "Souw-locianpwe, bisakah dalam keadaan darurat ini aku minta sebuah pertolongan padamu?"

Pendekar Kepala Batu tersenyum. "Untuk melindungi mereka, Pendekar Gurun Neraka?"

"Tidak salah, locianpwe. Tapi ada tambahnnya lagi. Yakni, perkenankanlah mereka bersembunyi di Beng-san-pai"

"Wah, apa mereka kerasan, Pendekar Gurun Neraka? Tempatku sunyi, jauh di puncak gunung…!"

"Hm, Wen-taijin dapat menyesuaikan diri locianpwe!" Aku yakin tempatmu yang paling baik untuk mengamankan mereka!"

"Dan kau sendiri, langsang ke kota raja?"

"Benar, Iocianpwe. Sekalian mencari paman guruku yang berbahaya itu."

"Ah, tapi hati-hati, Pendekar Gurun Neraka. Aku melihat paman gurumu itu benar-benar seorang iblis yang berbahaya. Jangan-jangan serbuan ke kota raja itupun hasil rencananya bersama Pangeran Fa Chai!"

"Akan kuselidiki, locianpwe. Aku cenderung menduga seperti ini!" lalu menghadapi rombongan Pek-kut Hosiang Bu Kong berkata, "Pek-kut lo-suhu, karena keadaan sudah mendesak, kami berdua akan segera pergi. Kemanakah lo-suhu akan melanjutkan perjalanan?"

"Hm, pinceng masih berurusan dengan ketua Gelang Berdarah, sicu. Pinceng akan mencari kitab Go-bi-pai yang dicuri susiokmu itu, Omitohud, Yap-sicu ada sesuatu pesan untuk pinceng?"

Bu Kong menarik napas, "Sebenarnya tidak lo-suhu. Tapi kalau dalam perjalanan bertemu seseorang tolong sampaikan padanya agar langsung saja ke kota raja. Aku mungkin membutuhkan bantuannya!"

"Hm, siapa, sicu?"

"Ta Bak Hwesio lo-suhu!"

"Baiklah," Pak-kut Hosiang mengangguk. Lalu melihat hwesio Go-bi ini sudah menyangupi permintaannya Bu Kong pun menjura di depan yang lain-lain.

"Cuwi locianpwe, karena aku harus segera pergi perkenankan kami berangkat sekarang. Mohon bantuan cuwi untuk membasmi antek-antek Gelang Berdarah. Terima kasih....!" kemudian menyambar lengan Fan Li tiba-tiba Pendekar Gurun Neraka telah menotolkan kakinya berkelebat lenyap.

Tapi Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba berseru, "Pendekar Gurun Neraka, tunggu dulu!" dan Bu Kong yang terpaksa menghentkan langkah melihat pendekar berkepala gundul itu melompat ke arahnya.

"Ada apa, Souw-locianpwe?" pemuda ini heran.

"Tidak ada apa-apa, Pendekar Gurun Neraka. Tapi hanya hendak menyerahkan ini...." dan Ciok-thouw Taihiap yang mengambil surat titipan Bwee Li segera menyerahkan surat yang hampir kelupaan itu kepada yang bersangkutan. Bu Kong menerima, mengerutkan alis dan bertamya heran.

"Apa ini, locianpwe? Dari siapa?"

Tapi Ciok-thouw Taihiap menggeleng. "Aku tak tahu isinya, Pendekar Gurun Neraka. Tapi yang jelas surat itu adalah titipan dari mendiang Bwee kouwnio!"

Bu Kong terkejut. Dia menyimpan surat itu, dan mengucap terima kasih diapun sudah memutar tubuh meninggalkan ketua Beng-san-pai ini.

Tapi Ciok-thouw Tathiap masih berseru nyaring, "Pendekar Gurun Neraka, kau akan ke Beng-san-pai setelah tugasmu selasai, bukan?"

Bu Kong menjawab, "Kalau tidak ada halangan, locianpwe…!" dan tubuhnya yang segera lenyap dari tempat itu sekejap kemudian tak tampak bayangannya lagi.

Ciok thouw Taihiap dan rombongannya sejenak termangu. Tapi Pek-kut Hosiang yang mengebutkan jubah tiba tiba menghadap semua orang. "Cuwi enghiong, apa rencana kalian sekarang setelah adanya kejadian ini?"

Bu Wi Hosiang menarik napas. "Pinceng akan membantu perjuangan Pendekar Gurun Neraka, Pek-kut loheng. Pinceng tergugah mendengar tertangkapnya Kou-siauw-ong (Raja Muda Kou)!"

"Ya, dan pinto juga akan mengerahkan murid-murid Cin-ling-pai untuk membantu Pangeran Kou, Pek-kut Hosiang. Pinto akan menggerakkan pedang untuk melawan kejahatan!"

"He-he, kalau begitu kita semuanya satu pikiran, Thian Kong toyu. Aku juga ingin membantu Yueh untuk mendapatkan kembali kekuasaannya!" kakek Phoa tiba-tiba menimbrung, menimpali kata kata ketua Cin-ling pai ini. Dan begitu tiga orang itu secara spontan memberikan isi hatinya mendadak Wen taijin dan Kok Hun menjadi girang bukan main.

"Sam-wi locianpwe, kami sungguh gembira mendengar maksud baik ini. Aku Si tua Wen tak dapat memberikan apa-apa selain ucapan beribu terima kasih!"

"Ya, dan aku orang she Tan juga tak dapat memberikan apa-apa kecuali ucapan terima kasih, cuwi locianpwe. Semoga Tuhan memberi kalian balas jasa yang setimpa!"

Tang Bouw juga menjura di depan tokoh-tokoh persilatan itu, menyatakan rasa gembira dan ucapan terimakasihnya. Dan Pek-kut Hosiang yang tersenyum mendengar kata-kata tiga orang rekannya itu lalu berkata, lirih,

"Kalau begitu, sebaiknya semua bantuan ini dipusatkan pada satu tempat, Thian Kong toyu. Pinceng rasa pengumpulan tenaga ini sebaiknya diatur di Beng-san-pai saja, Ciok-thouw Tuihiap mengkoordinir gerakan ini, dan sebelum pendekar Gurun Neraka datang sebaiknya kalian menunggu saja di sana!"

Ciok-thouw Taihiap tertawa. "Pek-kut Hosiang, kau rupanya mau keluyuran sendiri, kenapa tidak kau saja yang mengatur gerakan ini?"

"Hm, pinceng masih ada urusan, Ciok-thouw Taihiap, Kau dengar sendiri bahwa pinceng masih akan mencari ketua Gelang Berdarah yang mencuri kitab." Pek-kut Hosiang tersenyum.

"Baiklah, kalau begitu apakah cuwi enghiong ini betah tinggai di gunungku yang dingin? Kami tak dapat menyuguhi makanan enak, cuwi enghiong. Kami orang gunung ini terbiasa dalam kesederhanaan yang tidak berlebih-lebihan!"

Kakek Phoa tertawa lebar. "Ciok-thouw Taihiap, jangan sungguh-sungguh kau. Aku terus terang saja tak tahan kalau kau beri sayur-sayuran. Apa di Beng-san tak ada gemericik air untuk aku mengail ikan?"

"Hm, kau bakal kedinginan di gunung, Phoa-lojin. Di sana tak ada ikan untuk kau pancing. Semua ikan mati beku!"

Phoa-lojin terkekeh. Semua orang tersenyum lebar, dan Pek-kut Hosiang yang melihat Ciok-thouw Taihiap sudah menyetujui pendapatnya tiba-tiba mengebutkan jubah.

"Cuwi eng-hiong, karena Beng-san paicu telah menyediakan tempat untuk cuwi, perkenankan sekarang pinceng pergi. Pinceng masih ada urusan, maaf tak dapat menemani lebih lama lagi. Permisi...!" dan Pek-kut Hosiang yang sudah menjura di depan semua orang tiba-tiba membalikkan tubuh dan berkelebat pergi.

Semua orang buru-buru membalas hormat, dan ketika sekejap kemudian bayangan hwesio Go-bi ini tidak tampak lagi maka Ciok-thouw taihiap juga tidak menunda waktu, dia mengajak teman-temannya berangkat. Saat itu juga mereka mengawal keluarga Wen-taijin ke Pegunungan Beng san, dan begitu rombongan kecil ini meninggalkan hutan segeralah tempat itu menjadi sunyi seperti sedia kala.

* * * * * * * *

Sebenarnya, apakah yang terjadi di istana kerajaai Yueh itu? Bagaimana kota saja tiba-tiba diserang musuh dan Pangeran Kou Cien tertangkap? Jawabannya sesungguhnya terletak di markas ketua Gelang Berdarah itu.

Seperti diketahui, beberapa tahun yang lalu, Yueh telah membasmi pasukan Wu yang dipimpin Wu-sam-tai ciangkun. Merebut kembali kerajan yang dirampas musuh. Dan raja muda Wu yakni sri baginda Kung Cu Kwang yang tewas dalam pertempuran ini meninggalkan seorang putera bukan lain adalah Pangeran Fu Chai itu.

Sebagai pewaris tahta kerajaan tentu saja pangeran Fu Chai tidak tinggai diam. Dia mendendam kematian ayahnya, mengumpulkan kembali semua bala tentaranya yang kocar-kacir. Sebagai puncak dari semua usahanya mengumpulkan pasukan ini sampailah pangeran itu pada perjanjian dengan perkumpulan Gelang Berdarah. Dia mengetahui perkumpulan itu dipimpin seorang sakti yang bukan lain Sin-hwi-ciang adanya, sute dari Malaikat Gurun Neraka yang sekaligus juga susiok (paman guru) dari Pendekar Gurun Neraka yang dahulunya adalah jenderal Muda Yap. Atau yang lebih dikenal dengan julukan Yap-goansue.

Dan Pangeran Fu Chai yang mengetahui bahwa Sin-hwi-ciang ini bermusuhan dengan suhengnya sendiri dengan cerdik lalu menghubungi iblis dari Hek-kwi-to itu. Dan usahanya memang tidak sia-sia. Sin-hwi-ciang, iblis dari Hek-kwi-to itu amat membenci suhengnya, setelah dia dikurung di pulau Hek-kwi-to. Kedatangan pangeran yang bermaksud untuk meminta bantuannya ini tentu saja disambut baik oleh ketua Gelang Berdarah.

Pangeran Fu Chai menjanjikan kedudukan tinggi. Bahkan mengangkat murid ketua Gelang Berdarah untuk menjadi panglima perang. Dan karena Kui Lun memang teman dari mendiang Wu sam-tai ciangkun yang dulu membantu ayah pangeran itu, maka pemberian pangkat ini memang dirasa tepat. Secara diam-diam guru dan murid serta Pangeran Fu Chai mengatur siasat. Mencari akal bagaimana caranya agar dapat membalas dendam. Dan karena maklum ada sebuah ancaman utama dari orang-orang dunia kang-ouw yang tentu membantu raja muda Yueh mengingat Pendekar Gurun neraka adalah bekas panglima perang kerajaan itu maka tiga orang in memecah siasat mereka menjadi dua bagian.

Pertama adalah merangsang harimau memasuki sarang. Yakni menarik dari segala penjuru orang-orang dunia persilatan agar berkumpul di tempat meraka. Mempergunakan kesempatan dengan ulang tahun perkumpulan Gelang Berdarah. Dan ke dua adalah "menggebah" pasukan besar yang telah mereka siapkan untuk menyerbu ke kota raja. Dan begitu dua rencara ini telah mereka persiapkan dengan matang maka jadilah semua peristiwa-peristiwa mengejutkan itu.

Pertama-tama kaum pendekar tak dapat membantu Yueh. Karena mereka "diikat" dengan pertunjukan di Gelang Berdarah, adu kepandaian atau yang lazim disebut pibu itu. Dan karena kaum persilatan memang paling getol dengan pertunjukan macam ini maka secara tidak sadar para pendekar itu berhasil dikelabuhi ketua Gelang Berdarah ini, tak dapat keluar dari sarang ketika penyerbuan besar-besaran melanda kota raja!

Itu yang pertama. Yang ke dua, dengan tidak adanya pembantu dari luar maka kedudukan pasukan musuh diharap tak memiliki kekuatan berarti. Maklum, kaum pendekar dan terutama sekali Pendekar Gurun Neraka yang mempunyai hubungan baik dengan Kerajaan Yueh tak ada di tempat musuh. Dan juga dengan adanya keramaian di Gelang Berdarah ini dalam bentuk pibu dapat dijajagi oleh mereka siapa saja yang kiranya dapat ditarik untuk menjadi kawan.

Terutama tentu saja kaum pendekar yang amat diharap bantuannya itu. Tapi begitu dalam hal ini mereka mengalami kegagalan, yakni apabila kaum pendekar tak ada satupun yang dapat ditarik menjadi kawan maka sudah diatur untuk mengbancurkan kaum pendekar itu. Seperti yang telah dibuktikan oleh ketua Gelang Berdarah ini dalam sepak terjangnya!

Mereka menganggap terlalu berbahaya orang-orang itu dibiarkan hidup terutama tokoh-tokoh yang berkepandaian tinggi, seperti Ciok-thouw Taihiap dan teman-temannya itu. Tapi bahwa pembasmian secara total ini berjalan tidak seratus persen sempurna seperti apa yang diharapkan ketua Gelang Berdarah itu maka siasat pertama untuk menghancurkan para pendekar gagal di tengah jalan.

Siasat ke dua memang berhasil baik, karena kota raja dapat mereka serbu dan Pangeran Kou Cien bahkan berhasil mereka tangkap, seperti apa yang telah diceritakan Panglima Kok Hun kepada rombongan Pek-kut Hosiang. Tapi bahwa Ciok-thouw Taihiap dan beberapa temannya berhasil menerobos kepungan dan lolos dari kematian sesungguhnya hal ini membuat ketua Gelang Berdarah kecut hatinya dan menyeringai gentar!

Dia paling khawatir menghadapi kenyataan ini. Paling cemas dan gelisah terhadap tiga orang lawan yang dianggap paling berat. Yakni Pek-kut Hosiang yang sakti dari Go-bi-pai itu serta Ciok-thouw Taihiap dan Pendekar Gurun Neraka sendiri. Bahkan, dari Pendekar Gurun Neraka sendiri dia harus mengakui kekalahannya yang amat pahit. Betapa dengan murid keponakannya itu dia pecundang! Padahal Malaikat Gurun Neraka sendiri yang merupakan suhengnya belum muncul!

Ini semua membuat ketua Gelang Berdarah itu cepat-cepat merobah siasat. Dia mengurung rombongan Ciok-thouw Tahiap dengan bala tentara Cheng-gan Sian-jin yang diam-diam memang disiapkan di situ. Khusus menghadapi para pendekar apabila mereka tak dapat dirobohkan. Dan sementara Ciok-thouw Taihiap dan teman-temannya bertarung dengan maut menghadapi pasukan besar itu maka ketua Gelang Berdarah beserta rombangannya sudah meninggalkan Puri Naga menuju ke kota raja!

Mereka mendapat berita dari kurir yang dipasang bahwa kota raja berhasil direbut, bersamaan waktunya dengan adu pibu yang terjadi sengit di tempat mereka. Maka begitu gagal dengan siasat pertama tapi berhasil dalam siasat ke dua maka buru-buru ketua Gelang berdarah ini bersama Pangeran Fu Chai cepat ke kota saja menyelamatkan diri.

Itu terjadi waktu Ciok-thonw Taihiap dan rombongannya di kepung ketat. Ketua Gelang berdarah tak menghiraukan pasukan Cheng-gan Sian-jin. Menang syukur tidak menang pun persetan! Apalagi ketika dia mendengar betapa datuk iblis itu sendiri tewas di dalam pertempuran maka cepat-cepat ketua Gelang berdarah ini angkat kaki. Dia harus secepatnya tiba di kota raja. Karena berada di tengah-tengah bala tentara yang besar dia merasa lebih aman dari pada di tempat terbuka.

Tapi satu hal dilupakan ketua Gelang Berdarah ini. Dia terlalu sibuk dengan urusan-urusan besar, tidak mengira satu urusan kecil bakal melibatkannya dengan maut. Maka begitu urusan "kecil" ini datang kepadanya maka semua perhitungannya jadi berantakan dan porak-poranda. Dan urusan kecil itu datang dan Kun Bok!

Seperti diketahui, putera Bu-tiong Kun Seng ini mulai goyah kepercayaannya kepada Bi Kwi tiga bersaudara. Dia terguncang melihat tiga orang kekasihnya itu bertempur melawan Pendekar Gurun Neraka. Terutama ketika Bi Gwat dan Bi Hwa bertempur dengan dada telanjang dan memperlihatkan benda terlarang itu secara tidak tahu malu sekali di depan lawan. Hal yang dikatakan Bi Kwi sebagai perbuatan Pendekar Gurun Neraka!

Dan Kun Bok yang dibakar cemburu serta kemarahan hebat ini akhirnya tertegun ketika mendengar keterangan Fan Li bahwa apa yang dikatakan Bi Kwi tidak benar. Dua orang gadis itulah yang menelanjangi dada sendiri, bukan perbuatan Pendekar Gurun Neraka seperti apa yang dilancarkan Bi Kwi. Dan Kun Bok yang terpukul oleh kenyataan ini akhirya pergi dari tempat itu setelah menyelamatkan ayahnya yang terluka parah...