Pendekar Kepala Batu Jilid 35 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 35
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Pendekar Kepala Batu Karya Batara
DENGAN tinju terkepal dan mata berapi-api Kun Bok membawa ayahnya jauh dari tempat pertempuran, menuju ke sebuah kuil dan meletakkan ayahnya di tempat itu. Lalu, merasa cukup memberikan pertolongan pertama diapun meninggalkan ayahnya di situ tanpa banyak bicara. Dia hanya meninggalkan sepucuk surat untuk ayahnya itu, yang mengira dia mencari obat untuk menyembuhkan lukanya.

Dan Bu-tiong-kiam Kun Seng yang sama sekali tidak mengira anaknya bakal membuat keributan di kota raja tentu akan menjadi kaget bukan main kalau mengetahui apa yang dilakukan puteranya ini! Dan itu memang dilakukan Kun Bok. Pemuda ini mencari Bi Kwi tiga bersaudara, terbelalak sejenak ketika mendengar betapa rombongan tiga orang kekasihnya itu menuju ke kota raja yang direbut Pangeran Fu Chai. Dan maklum pangeran ini bersama ketua Gelang Berdarah memang menjalin hubungan kerja sama diapun langsung menuju ke kota raja.

Tanpa banyak kesukaran Kun Bok berhasil memasuki gerbang kota raja, melihat di sana-sini asap masih mengepul dan mayat-mayat bergelimpangan. Tanda pertempuran baru saja terjadi. Dan Kun Bok yang langsung menuju ke pusat keramaian segera menangkap seorang perajurit untuk ditanyai dimana Pangeran Fu Chai dan rombongannya berada.

Dan di sinilah Kun Bok bertindak cepat. Dia, mendengar tiga orang kekasihnya itu menuju ke istana, bersama ketua Gelang Berdarah serta dua belas pembantu ketua cabang yang lain. Tapi ketika dia tiba di tempat ini ternyata ketua Gelang Berdarah dan tiga orang kekasihnya ini tidak ada. Kun Bok terpaksa menangkap seorang perajurit lagi. Dan ketika dia mendapat keterangan dari perajurit ini bahwa tiga orang kekasihnya menuju ke kaputren segera Kun Bok menyelinap cepat menuju ke tempat itu.

Kun Bok berdebar. Dia mendengar kekeh dua orang wanita. Bi Gwat dan Bi Hwa. Tapi ketika dia tiba di sini ternyata dua orang kekasihnya itu sedang ditemani banyak orang, satu diantaranya adalah Kui Lun. Kun Bok tertegun. Dia terbelalak, bingung untuk menentukan sikap. Karena langsung menanyai dua orang kekasihnya itu perihal perbuatan mereka tak mungkin dilakukannya kalau ada demikian banyak orang. Maka Kun Bok yang melotot matanya terpaksa bersabar. Dia harus memilih, menerjang langsung ke depan atau mnnunggu. Dan kun Bok akhirnya memilih pilihan ke dua untuk menunggu kesempatan Bi Gwat dan Bi Hwa berada sendirian.

Tapi kesempatan ini membuat hatinya tak sabar. Dia melihat dua orang kekasihnya itu agak gembira, terkekeh-kakeh dan sering bersenggolan tangan dengan hu-pingcu dari perkumpulan Gelang Berdarah itu. Dan Kun Bok yang melotot serta beringas marah ini tiba-tiba melompat turun. Dia tadi melihat semuanya itu dari atas pohon, tak jauh dari tempat mereka. Tapi Kun Bok yang hampir tak dapat menahan diri ini mendadak melihat berkelebatnya bayangan Bi Kwi. Ah, itu dia!

Kun Bok langsung melesat ke kiri. Dia melihat Bi Kwi terkekeh di samping seorang laki-laki yang tidak begitu jelas wajahnya, karena mereka cukup jauh di depan, juga karena saat itu malam mulai tiba. Dan Kun Bok yang cepat mengejar dua orang ini tiba-tiba tertegun ketika mengenal bahwa laki-laki itu bukan lain adalah sang ketua Gelang Berdarah sendiri!

"Ah....!" Kun Bok terkesiap. Dia kaget melihat bahwa kekasihnya itu berada bersama ketua Gelang Berdarah, iblis yang sakti dari Hek-kwi-to itu. Tapi Kun Bok yang dibakar cemburu serta rasa marah ini tak perduli. Dia mengikuti terus keduanya, tentu saja melangkahkan kaki dengan hati-hati sekali, mengerahkan semua kepandaian ginkangnya agar tak terdengar telinga ketua Gelang Berdarah yang tajam. Dan Kun Bok yang akhirnya tiba di sebuah taman di belakang keputren ini mendadak terhenti langkahnya ketika melihat dua orang itu berhenti dan duduk di kursi batu, sebuah bangku dingin di tepi kolam!

"Hi-hik, apa yang hendak kau berikan kepada hamba, pangcu?"

Kun Bok mendengar Bi Kwi terkekeh. Dia melihat gadis itu merapat duduknya, bersikap manja dan menumpangkan lengan di atas paha sang ketua Gelang Berdarah, perbuatan yang membuat Kun Bok mendelik kaget dengan muka marah! Dan sang ketua Gelang Berdarah yang tertawa serak meraih pinggang gadis ini.

"Bi Kwi, aku hendak mengucap terima kasih atas semua bantuanmu. Meskipun tak seluruhnya rencana kita berjalan baik tapi satu hal sudah pasti, yakni semua akalmu terhadap putera Bu-tiong-kiam Kun Seng itu berjalan seperti yang kuinginkan!"

Bi Kwi tertawa. "Tentu saja, pangcu. Bukankah paduka menghendaki permusuhan itu tercetus dalam dua keluarga? Sekarang Ciok-thouw Taihiap memutuskan perjodohannya dengan keluarga si jago pedang itu. Dan kita berhasil menciptakan jarak di antara mereka."

"Ya, tapi sayang si jago pedang itu tak mampus di tangan Ciok-thouw Taihiap, Bi Kwi. Jago pedang itu rupanya tidak seberangasan seperti si ketua Beng-san-pai. Kalau tidak, tentu kita akan menyaksikan sebuah pertandingan besar dan melihat robohnya seorang di antara mereka!"

"Hi-hik, jago pedang itu rupanya memiliki kecerdikan tersendiri, pangcu. Dia agaknya tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres pada persoalan puteranya."

"Hm, tapi aku mangharap dua calon besan itu perang tanding, Bi Kwi. Aku menyesal tak dapat melihat ilmu pedang si Bu-tiong-kiam itu!"

Bi Kwi memeluk pinggang laki-laki ini. "Pangcu jangan kecewa..." gadis itu tersenyum. "Bukankah sedikit banyak kekecewaan kita tertebus dengan berhasilnya Pangeran Fu Chai merebut kota raja? Pangcu tentu segera diangkat sebagai penasehat raja, sedang hu-pangcu yang bermandi keringat juga segera menduduki jabatan panglima, mengepalai sebuah pasukan besar!"

Ketua Gelang Berdarah mengangguk. Dia tertawa serak, tapi mukanya yang menyeringai kecut ditarik ke dalam. "Ya, itu benar, Bi Kwi. Tapi kegagalanku membasmi rombongan Pendekar Kepala Batu membuat aku tak tenang. Mereka itu luar biasa sekali. Sungguh tak kusangka dapat meloloskan diri dari kepungan pasukan yang demikian besar!"

"Hm, mereka memang berhahaya pangcu. Terutama si Pendekar Gurun Neraka itu. Kalau dia tidak muncul, mungkin Ciok-thouw Taihiap dan kawan-kawannya telah kalah bertaruh dengan kita."

"Itulah...!" ketua Gelang Berdarah ini mengepal tinju. "Bocah itu benar-benar keparat sekali, Bi Kwi. Aku sungguh ingin menghancurkan kepalanya yang sombong itu!"

"Dan paduka masih dapat menandinginya?"

Ketua Gelang Berdarah batuk-batuk. "Ini yang kusangsikan, Bi Kwi. Bocah setan itu telah mengetahui rahasia kelemahanku. Dia diberi petunjuk oleh Pek-kut Hosiang si keIedai gundul dari Go-bi-pai itu...!"

Bi Kwi mengerutkan kening. "Hm, kalau begitu, repot, pangcu. Tapi tidak adakah jalan keluar untuk mengatasinya?"

Ketua Gelang Berdarah menyeringai marah. "Tentu saja ada, Bi Kwi. Dan selama kau selalu di sisiku tak mungkin aku kehilangan jalan!"

Bi Kwi tersenyum lebar. "Pangcu, paduka aneh. Apakah hamba seorang yang hanya dapat menunjukkan jalan bagi paduka?"

Ketua Gelang Berdarah tertawa bergelak. "Kenyataannya memang begitu, Bi Kwi. Kaulah yang tercerdik dan terpandai di antara semua pembantuku!" da menyambar pinggang gadis ini ke kiri tiba-tiba ketua Gelang Berdarah itu telah memangku Bi Kwi!

Kun Bok pucat mukanya. Dia melihat Bi Kwi terkekeh, merangkulkan lengan kanan ke leher ketua Gelang Berdarah itu. Dan begitu keduanya sama tertawa mendadak Bi Kwi telah mendekatkan mukanya dan mencium mulut ketua Gelang Berdarah itu! "Pangcu, kau hebat....!"

Kun Bok mendengar gadis ini mendesis. Dia terbelalak melihat gadis itu memagut bibir ketua Gelang Berdarah, menciumnya penuh nafsu dan mendengus-dengus. Dan ketua Gelang Berdarah sendiri yang sudah puas mencium mulut gadis itu tertawa bergelak tahu-tahu merobek baju Bi Kwi dengan gerakan cepat. Kun Bok melihat jari jari ketua Gelang Berdarah itu turun ke daerah "terlarang" dan tak tahan oleh pemandangan didepan matanya ini mendadak Kun Bok sudah melompat keluar dan membentak, "Bi Kwi, kau setan betina tak tahu malu….!"

Kun Bok pucat mukanya. Dia melihat Bi Kwi terkekeh, merangkulkan lengan kanan ke leher ketua Gelang Berdarah itu. Bi Kwi dan ketua Gelang Berdarah terkejut. Mereka menghentikan semua gerakan, menoleh dan membelalakkan mata. Tapi begitu melihat Kun Bok muncul dengan kaki menggigil Bi Kwi tiba-tiba tersenyum. Luar biasa sekali gadis ini. Ia tidak kelihatan takut, juga tak kelihatan gentar. Apalagi merasa bersalah! Dan Bi Kwi yang sudah melompat turun dari pangkuan ketua Gelang Berdarah itu masih bisa menyapa Kun Bok dengan halus,

"Bok-koko, kau muncul di sini? Kapan kau datang?"

Kun Bok mendelik. "Tak perlu pura-pura, Bi Kwi aku telah mendengar apa yang kalian bicarakan di sini!"

Bi Kwi mengerutkan kening. "Bok koko, jangan bersikap kasar. Aku tak tahu kenapa kau marah-marah."

Kun Bak tiba tiba mencabut pedangnya. Dia semakin beringas mendengar ucapan ini, dan maklum bahwa dia tertipu dan terkecoh oleh kekasihnya yang cantik ini mendadak dia menerjang maju sambil memekik, "Bi Kwi, kau iblis betina berhati racun. Tak perlu berpura-pura. Mampuslah...!"

Bi Kwi melompat mundur. Dia berlindung di belakang ketua Gelang Berdarah, dan ketika Kun Bok menerjangnya dengan pedang menusuk bertubi-tubi bertanyalah gadis itu pada ketuanya, "Pangcu, bagaimana dengan pemuda ini? Haruskah hamba melayaninya?"

Ketua Gelang Berdarah bangkit. "Dia sudah mengetahui semua perbuatanmu, Bi Kwi. Tak guna diberi ampun. Bunuhlah!"

Bi Kwi tiba-tiba terkekeh. Ia mencabut sepasang gelangnya, dan begitu Kun Bok menyerangnya buas ia pun membentak, "Bok-koko, menyesai sekali. Pangcu tidak menghendaki kau lagi. Terimalah...!" dan Bi Kwi yang menangkis pedang Kun Bok tahu-tahu menggerakkan gelangnya membentur dari kanan.

"Trang...!"

Bi Kwi terkekeh panjang. Ia tergetar, tapi, gelang kirinya yang mendadak menyambar dari samping tiba-tiba telah menghantam pelipis Kun Bok. Sekali kena tentu pecah kepala Kun Bok. Dan Kun Bok yang marah bahwa kekasihnya ini bersungguh-sungguh untuk merenggut nyawanya tiba-tiba melengking. Kun Bok marah dan sakit hati, tak mengira bahwa demikian sesungguhnya yang terjadi. Maka begitu Bi Kwi balas menyerangnya dan lenyap sudah rasa cinta mereka tiba-tiba Kun Bok membentak dan mengeluarkan ilmu pedangnya Bu-tiong-kiam-sut. Kontan, Bi Kwi terpekik. Dan begitu Kun Bok menerjang ke depan dengan pedang diputar buas tiba-tiba Bi Kwi tak dapat menahan diri dan sebuah gelangnya dibabat putus, terlepas dari tangannya!

"Aih...!" Bi Kwi menjerit kecil. Ia terdesak hebat, tak mampu balas menyerang selain bertahan. Dan ketika pedang Kun Bok untuk kesekian kalinya menusuk dan menyabet tiba-tiba Bi Kwi tak dapat mengelak ketika pedang menusuk pundaknya. Ia mengeluh, terhuyung dengan muka pucat. Dan ketika Kun Bok menikamnya lagi dengan tusukan cepat ke dada terpaksa Bi Kwi melempar tubuh bergulingan. Ia memang bukan tandingan Kun Bok.

Karena bagaimanapun juga Bi Kwi adalah ketua cabang nomor tigabelas dari perkumpulan Gelang Berdarah, mengandalkan hadirnya ketua Gelang Berdarah di situ yang membangkitkan keberanian dan memantapkan ketenangannya. Tapi setelah dua kali Kun Bok hampir merenggut nyawanya dengan pedang bertubi-tubi dan menusuk pundaknya mau tak mau Bi Kwi gelisah juga. Ia mau minta tolong ketua Gelang Berdarah, tapi baru ia melompat bangun tahu-tahu dilihatnya dua orang encinya Bi Gwat dan Bi Hwa muncul di situ.

"Enci, orang she Kun ini mau membunuhku…!"

Bi Gwat dan Bi Hwa tertegun. Tadi mereka mendapat panggilan ketua Gelang Berdara lewat ilmu Coan-im-jip-bit hingga tak terdengar Bi Kwi. Dan Bi Hwa serta Bi Gwat yang terkejut melihat Kun Bok menyerang adik mereka seketika mencelos dengan mata terbelalak. Tapi ketua Gelang Berdarah mengangkat tangannya dan begitu lain-laki ini mendengus pendek dia pun memberi aba-aba.

"Bi Hwa, bocah ini telah mengetahui semua siasat kita. Tak perlu berpura-pura lagi. Tangkap dan bunuh dia!"

Dua orang kakak beradik itu serentak mencabut gelang. Mereka tertegun mendengar kata-kata sang ketua ini, tapi Kun Bok yang menggereng marah menubruk Bi Kwi.

"Benar, telah mengetahui semua kebusukan kalian, Bi Hwa. Tak ada guna berpura-pura lagi. Aku akan membunuh kalian bertiga!"

Bi Kwi menjerit. la menangkis serangan Kun Bok dengan gelangnya yang tinggal sebuah tapi begitu lengannya terpental ia pun berteriak ke arah dua orang encinya, "Enci, tolong. Orang she Kun ini benar-benar akan membununku...!"

Bi Gwat dan Bi Hwa cepat bergerak. Mereka menghantam punggung dan tengkuk Kun Bok, dan begitu Kun Bok membalik Bi Hwa pun membentak, "orang she Kun, jangan ganggu adikku. Kau pergilah!"

Tapi Kun Bok menangkis. Dia membuat sepasang gelang di tangan cici adik itu tergetar, lalu melengking gusar diapun sudah menyerang dua orang kakak beradik itu. Sekarang Kun Bok tidak perlu bertanya lagi masalah kakak beradik ini, kenapa mereka demikian tak tahu malu menelanjangi dada sendiri di depan Pendekar Gurun Neraka. Dan maklum bahwa dia tertipu dan benar-benar dipermainkan tiga orang bekas kekasihnya ini Kun Bok sudah meraung dan memutar-mutar pedangnya.

Putera Bu-tong-kiam Kun Seng ini diamuk kemarahan hebat. Juga rasa malu yang amat hebat. Maka ujung pedangnya yang bertubi-tabi menghujani serangan tiga tiga orang kakak beradik itu tiba-tiba lenyap berobah bentuk menjadi sinar putih yang bergulung-gulung. Kun Bok mainkan ilmu pedangnya hebat sekali. Dia bersungguh-sungguh untuk membunuh tiga orang bekas kekasihnya itu, terutama Bi Kwi yang sebenarnya amat dicinta. Tapi maklum dia menjadi korban dari orang-orang Gelang Berdarah ini maka Kun Bok tak memberi ampun lagi pada setiap gerak ujung pedangnya!

Dia benar-benar kesetanan. Karena rasa marah dan malu yang menumpuk menjadi satu, membuat Kun Bok benci sekali kepada tiga orang bekas kekasihnya ini. Maka begitu dia mainkan ilmu pedangnya Bu-tiong-kiam-sut tiba-tiba saja pedang di tangan Kun Bok lenyap membentuk gulungan panjang yang naik turun bagaikan naga yang haus darah. Bi Kwi dan dua orang kakaknya diserang gencar. Tak mengenal ampun dan kasihan sama sekali. Dan Kun Bok yang benar-benar malu serta marah kepada tiga orang gadis ini sudah mengurung mereka dengan gulungan sinar pedangnya.

Tak ayal, tiga orang gadis itu terkejut. Mereka dikurung bayangan pedang yang berkelebatan cepat, naik turun bagai naga menari. Dan sadar Kun Bok benar-benar hendak membunuh mereka maka tiga orang kakak beradik ini segera mengerahkan gelang menangkis dan balas menyerang. Bi Kwi dan dua orang kakaknya bekerja-sama, membentuk barisan segi tiga.

Tapi Kun Bok yang haus darah rupanya berlaku nekat. Dia membungkus tiga orang lawannya itu di dalam gulungan sinar pedang, tak menghiraukan dirinya sendiri yang juga harus dilindungi. Dan Bi Kwi serta dua orang kakaknya yang sebentar saja harus terpekik menangkis pedang yang menyambar-nyambar ke arah mereka tiba-tiba disambut dentang nyaring ketika gelang Bi Kwi yang tinggal satu-satunya mencelat terlepas!

Hal ini mengejutkan Bi Kwi. Dia melihat pedang di tangan Kun Bok meluncur tajam, menusuk leher begitu gelangnya mencelat. Dan Bi Kwi yang kaget bahwa Kun Bok memburu ke arahya sudah melempar tubuh sambil barteriak keras. Ia terguling-guling, tapi Kun Bok yang rupanya paling marah terhadap gadis ini sudah mengejar sambil mengangkat pedangnya.

"Bi Kwi, kau iblis betina. Kau mempermainkan cintaku...!"

Tapi Bi Gwat dan Bi Hwa sudah menyusul. Mereka menargkis pedang Kun Bok yang menyambar Bi Kwi ini, dan begitu Bi Kwi melompat bangun merekapun sudah menghadapi Kun Bok seperti semula lagi. Kun Bok menggereng, marah sekali. Dan dia yang terpaksa menghadapi tiga orang kakak beradik itu kini tidak pilih-pilih lagi. Kun Bok maklum kalau dia mengincar Bi Kwi tentu dua orang kakaknya akan maju membantu. Karena itu, Kun Bok tidak lagi mengincar Bi Kwi melainkan siapa saja yang terdekat padanya.

Pedangnya diputar hebat kembali mengurung tiga orang kakak beradik itu dan begitu dia mengamuk tiba-tiba sebuah gelang di tangan Bi Hwa kembali sudah dia pentalkan. Kini tiga orang kakak beradik itu menghadapi Kun Bok dengan tiga buah gelang saja, karena Bi Kwi yang mencelat semua gelangnya sudah tidak bersenjaia lagi. Dan Kun Bok yang mengurung hebat tubuh mereka tak memberi kesempatan untuk menyelematkan diri.

Sebenarnya kalau dihitung-hitung kepandaian Kun Bok memang di atas ketiganya kalau mereka bertempur satu lawan satu. Karena itu, kalau mereka mengeroyok berbareng kepandaian mereka sesungguhnya berimbang. Hal ini terjadi juga pada saat itu Kun Bok sesungguhnya tak dapat mendesak lawan, apalagi membuat Bi Kwi dan Bi Hwa sampai terlepas gelangnya. Tapi karena saat itu Kun Bok bertempur dengan penuh kemarahan dan tidak memperdulikan pertahanan diri sendiri kecuali menyerang dan menyerang maka tiga orang kakak beradik itu dibuat kewalahan.

Bi Gwat dan adik-adiknya memang kalah dalam hal ini. Kalah nekat, kalah beringas, karena Kun Bok benar-benar menggerakkan pedangnya untuk melampiaskan nafsu membunuh akibat kebencian dan kemarahan yang amat sangat. Maka tiga orang kakak beradik yang tidak heran sebentar saja keteter dan terdesak mundur itu mulai pucat mukanya. Memang sekali dua mereka mengenai pula tubuh Kun Bok. Tapi Kun Bok yang tak perduli dan tak merasakan hantaman gelang membuat mereka terbelaiak juga. Maka, ketika Kun Bok semakin mendesak dan membungkus mereka dalam gulungan sinar pedang tiba-taba saja sang ketua Gelang Berdarah yang sejak tadi mengerutkan kening merogoh saku bajunya.

Ketua Gelang Berdarah ini geram juga melihat pertandingan itu. Marah melihat anak-anak buahnya tak mampu menyerang kecuali bertahan. Akibat sepak terjang Kun Bok yang mata gelap, maka begitu pertandingan mencapai puncaknya dan pedang Kun Bok ditangkis Bi Gwat tiba-tiba saja ketua Gelang Berdarah ini menggerakkan tangannya. Posisi Kun Bok saat itu membelakangi dirinya, mengerahkan semua perhatian ke depan. Tak mengira bahwa dia bakal dibokong. Maka begitu ketua Gelang Berdarah ini mengeluarkan bentakannya tiba-tiba sebatang bor pencabut nyawa menyambar punggung pemuda ini.

"Bocah she Kun, kau robohlah. Tak pantas kau mengganggu wanita…!"

Kun Bok tak mengerti. Dia baru saja menerima tangkisan Bi Gwat, membuat gelang di tangan gadis itu berdentang nyaring dan hampir mencelat dari tangan pemiliknya yang mengeluh pendek. Tapi begitu dia meneruskan serangannya untuk menusuk leher wanita ini mendadak bor pencabut nyawa itu telah mengenai punggungnya. Tak ayal, Kun Bok menjerit ngeri. Dan begitu dia sadar apa yang terjadi tahu-tahu pedangnya lepas dan dia terguling roboh!

"Hint-goan-pangcu, kau manusia curang....!"

Ketua Gelang Berdarah mendengus. Dia jelas tak mengacuhkan makian itu, dan Bi Kwi tiga bersaudara yang mendapat isyarat dari ketua Gelaug Berdarah ini sudah menubruk ke depan menghantamkan gelangnya. Mereka sendiri terpaksa berbuat itu, tak menginginkan Kun Bok hidup lagi setelah pemuda ini mengancam keselamatan mereka. Bahkan siap membunuh mereka dengan penuh kebencian. Tapi begitu gelang mereka menyambar ke bawah ke arah Kun Bok yang terbelalak marah tiba-tiba Bu-tiong-kiam Kun Seng muncul!

"Sam-hek-bi-kwi, kalian benar-benar keji...!"

Tiga orang kakak beradik itu terkejut bukan main. Mereka melihat sebatang pedang menyambar cepat, dan begitu mereka terbelalak tahu-tahu tiga buah gelang di tangan mereka jatuh berkerontang dan terlepas dari tangannya!

"Trang trang-trang...!"

Bi Kwi dan dua orang kakaknya menjerit kaget. Mereka melihat Bu-tiong-kiam Kun Seng membabat gelang-gelang mereka, dan begitu orang tua ini muncul maka terpekiklah tiga orang kakak beradik itu dengan muka gentar. Mereka melompat mundur, terbelalak, memandang jago pedang ini. Sementara Kun Bok yang melihat ayahnya muncul di situ segera berseru lirih,

"Ayah....!"

Jago pedang tanpa tanding itu memasukkan pedangnya. Dia mengerutkan alis melihat keadaan puteranya, tapi berlutut maju dia sudah menotok tiga jalan darah penting di tubuh Kun Bok. Lalu mencabut Toat-beng-cut yang menancap di punggung puteranya, jago pedang ini menghadapi Gelang Berdarah. "Wan-sicu, kenapa kau hendak membunuh puteraku?"

Ketua Gelang Berdarah tertawa mengejek. "Tak perlu ditanyakan lagi, orang she Kun. Dia hendak membunuh tiga orang pembantuku yang setia ini...!"

"Hm, dan mengapa puteraku hendak membunuh tiga orang gadis itu?"

"Karena mereka iblis-iblis betina yang telah mempermainkan aku, ayah. Mereka mengecoh dan menipu aku secara keji...!" Kun Bok berteriak mencoba bangun tapi roboh lagi dengan mata mendelik.

Jago pedang ini menarik napas. Dia menghadapi puteranya, dan melihat Kun Bok menyeringai menahan sakit, orang tua ini mengulurkan tangan. "Bok-ji, kau memang tersesat. apakah semuanya ini perlu kau sesali?"

Kun Bok mendesis, "Aku tak tahu kalau mereka mempermainkan aku, ayah. Aku telah diperalat oleh iblis- iblis betina itu!"

Bu-tiong-kiam Kun Seng menyambar puteranya. "Tak perlu kau salahkan orang lain. Ini adalah kesalahan kita sendiri. Kesalahanmu dan juga kesalahanku yang kurang awas menjaga anak!"

Kun Bok mengerang, "Tapi aku telah berdosa padamu, ayah. Aku juga berdosa pada keluarga Ciok-thouw Tathiap!"

"Hm, tak perlu dipikirkan, Bok-ji. Yang penting sekarang ini aku akan menyembuhkan lukamu....!" lalu menghadapi ketua Gelang berdarah yang bersiap-siap menerima kemarahan jago pedang ini barkatalah Bu-tiong kiam Kun Seng itu pada lawannya, "Wan-sicu, boleh kuminta dua hal kepadamu?"

Ketua Gelang Berdarah ini tertegun. "Permintaan apa, Bu-tiong-kiam?"

"Tidak berat, sicu. Pertama minta urusan ini kita hapus sampai di sini saja, sedang yang ke dua perkenankan kami pergi!"

Ketua Gelang Berdarah tarkejut. Dia terbelalak, hampir tak percaya pada ucapan jago pedang ini. Tapi, tertawa bergelak tiba-tiba dia berseru, "Bu-tiong-kiam, omongan apa yang kau bicarakan ini? Tidakkah kau ingin membalas sakit hati puteramu?"

"Hm, ini adalah kesalahan kami sendiri sicu. Kesalahanku juga yang tidak waspada menjaga anak. Kenapa harus kulanjutkan mata rantai permusuhan ini kalau semuanya dapat dihentikan sampai di sini?"

Tapi Kun Bok meronta. "Aku tak ingin menghentikan permusuhan ini, ayah. Aku tak akan mati meram kalau tiga orang iblis betina itu belum mampus....!"

Ketua Gelang Berdarah kembali tertawa bergelak, "Nah, apa omongan puteramu, orang she Kun? Bukankah dia tak mau kau menghentikan urusan ini?"

Bu-tiong-kiam Kun Seng mengerutkan alis. "Tak boleh kau bilang seperti itu, Bok-ji. Itu adalah kesalahan kita yang harus kita terima akibatnya kalau sudah suratan takdir seperti itu!''

Kun Bok terbelalak. Dia mau memprotes kata-kata ayahnya lagi, tapi Bu tiong-kiam Kun Seng yang telah menotok urat gagu puteranya tiba-ttba membuat Kun Bok tak mampu bicara. Jago pedang itu sebenarnya mempunyai siasat, sesuatu yang tidak dapat dikatakannya pada Kun Bok. Karena dia yang belum sembuh dari luka-lukanya itu sesungguhnya tak boleh bertempur menghadapi lawan berat. Apalagi seperti ketua Gelang Berdarah ini yang lihai dan tangguh!

Dan ketua Gelang Berdarah yang terheran itu semula tidak mengerti. Dia tak tahu kenapa pendekar pedang itu tampak demikian mengalah, kelihatannya "jerih" dan mengajak dia bicara baik-baik. Tapi ketika matanya yang tajam melihat lutut Bu-tiong-kiam Kun Seng itu agak gemetar dan pendekar ini pucat mukanya sadarlah ketua Gelang Berdarah itu bahwa pendekar ini sesungguhnya belum sembuh benar dari bekas pukulan Ciok-thouw Taihiap.

Maka iblis dari Hek-kwi-to inipun tertawa bergelak. Sekarang dia maklum, apa sesungguhnya yang dikehendaki jago pedang ini. Menyelamatkan puteranya dan menghindari pertempuran berat! Maka begitu dia tahu apa yang menjadi sebab jago pedang ini bicara baik-baik ketua Gelang Berdarah itupun berkata nyaring, "Bu-tiong-kiam Kun Seng, tidakkah kau pikirkan keinginan anakmu itu? Bagaimana kau yang biasanya dengan gagah mendadak minta kubiarkan pergi dengan begini saja?"

Pendekar pedang itu mengerutkan alis. "Karena aku menyadari kesalahanku sendiri, Wan-sicu. Karena aku tak ingin memperpaajang masalah permusuhan ini!"

"Hm, dan kalau aku keberatan?"

Jago pedang itu terkejut. "Apa maksudmu pangcu?"

"Begini orang she Kun...." ketua Gelang Berdarah ini menyeringai. "Aku sedikit keberatan kalau kau meninggalkan tempat ini dengan cara begitu saja. Bukankah kau mengakui bahwa kalian ayah dan anak sama-sama bersalah? Bagaimana kalau kau melepaskan pedangmu itu di sini untuk gantinya anakmu itu?'

Bu-tiong-kiam Kun Seng terbelalak. Ia kaget mendengar kata-kata itu, tapi menahan marah dia menjawab. "Wan-sicu, tahukah kau bahwa pedangku ini selamanya tak pernah lepas dari tangan pemiliknya sebelum aku mati? Tidakkah permintaanmu ini kelewat batas?"

"Ha-ha, itu aku tahu, Bu-tiong-kiam Kun Seng. Tapi harap kau ingat bahwa jelek-jelek puteramu itu masih ada ikatan dengan perkumpulan Gelang Berdarah. Dia belum memutuskan hubungannya sebagai ketua cabang pambantu!"

Pendekar pedang ini tertegun. Dia melihat Kun Bok menggeram di atas pundaknya, menggeliat dan siap memaki-maki. Tapi karena mulutnya gagu tertotok maka Kun Bok hanya mendesis dan mendelik marah, membuat pendekar pedang ini terkejut dan menaikkan keningnya. Dan Bu-tiong-kiam Kun Seng yang maklum orang hanya mencari gara-gara saja lalu membentak, "Hiat-goan pangcu, omongan apa yang kau utarakan ini? Tidakkah kau tahu bahwa sesungguhnya perbuatanmu itu menghina diriku?"

Ketua Gelang Berdarah ini, tertawa bergelak. Dia melihat kaki pendekar pedang itu seakan gemetar, dan sengaja membuat orang marah diapun melompat maju. "Bu tiong kiam, aku menyetujui kepergianmu kalau kau meninggalkan pedang di sini. Setidak-tidaknya, kau harus mengambil puteramu dengan satu cara, lewati diriku atau kau kutahan juga di sini....!"

Bu-tiong-loam menjadi marah. Dia mencabut pedang, dan maklum harus menghadapi ketua Gelang Berdarah yang licik itu pendekar inipun menyilangkan senjata di tengah kening. Lalu membentak keras diapun sudah memasang kuda-kuda, dengan Kun Bok masih di atas pundaknya! "Hiat-goan-pangcu, kau majulah. Cabut senjatamu dan kita bergebrak...!"

Ketua Gelang Berdarah terkekeh. Dia tahu pendekar pedang ini bukan lawan sembarangan. Tapi mengerti lawan sedang terluka diapun menggalengkan kepala. "Bu tiong-kiam, aku tak ingin mencabut senjata kalau belum perlu. Kau majulah dan mainkan ilmu silat pedangmu itu....!"

Jago pedang ini melotot. Dia melengking tinggi, dan begitu kaki menotol tanah tahu-tahu tubuhnya berkelebat ke depan dengan pedang menusuk cepat. "Hiat-goati-pangcu, jaga seranganku… swing!" dan pedang yang sudah bergerak ke depan itu tahu-tahu menlengking lirih dengan suara tajam.

Tapi ketua Gelang Berdarah tertawa mengejek. Dia tidak menghindar tusukan pedang, melainkan mengayun lengan menangkis cepat. Dan begitu lengan kanannya bergerak menyampok, maka terdengarlah benturan keras di antara keduanya.

"Plak!" Bu tiong kiam Kun Seng terdorong mundur. Dia mengeluh, menggigit bibir dan mencekal erat pedang yang bertemu tamparan sinkang ketua Gelang Berdarah itu. Tapi pendekar tua yang hampir roboh pasangan kuda-kudanya ini tak mau membiarkan diri kalah. Dia sudah melengking lagi, dan begitu kakinya bergerak diapun sudah menyerang ketua Gelang Berdarah itu. Untuk sejenak pedangnya menyambar bertubi-tubi, ganas dan lenyap bentuknya menjadi kilatan cahaya yang menyilaukan. Namun karena kondisi tubuhnya tidak sehat dan ketua Gelang Berdarah itu bukan lawan yang enteng maka semua rangsekan pendekar pedang ini tak berarti banyak.

Ketua Gelang Berdarah itu menghadapi semua serangannya dengan tangkisan tangkisan atau dorongan sinkang. Maklum bahwa dalam hal ini jago pedang itu memang lemah. Dan ketika berkali-kali Bu-tiong-kiam Kun Seng mulai menerima tamparan-tamparan ketua Gelang Berdarah ini maka ganti pendekar itulah yang terdesak. Ketua Gelang Berdarah ini sangat keji. Ia selalu manangkis atau mementalkan senjata di tangan jago pedang itu, bermaksud agar pendekar ini melepaskan pedangnya.

Tapi karena Bu-tiong-kiam Kun Seng menyatakan pedang tak akan lepas sebelum nyawanya melayang maka terjadilah keadaan yang mengenaskan bagi pendekar pedang ini. Bu-tiong-kiam memang keras hati. Kata-katanya teguh. Dan ketika untuk kesekian ketua Gelang Berdarah itu menampar pedang dengan pukulan sinkang yang jauh lebih kuat tiba-tiba pendekar pedang ini terpelanting roboh dan muntah darah!

Bu-tiong-kiam Kun Seng mulai menggigil, mukanya pucat sekali. Tapi dia yang sudah melompat bangun lalu menyerang kembali itu membuat ketua Gelang Berdarah ini tertegun. Dia melihat pendekar pedang itu benar-benar mempertahankan kata-katanya sendiri. Maka gemas dan ingin menguji sampai sejauh mana pendekar itu dapat mempertahankan ucapannya sendiri, ketua Gelang Berdarah inipun membentak dan berkelebat ke depan mendahului serangan lawannya, memukul pergelangan lawan dengan sinkang kuat sekali. Lalu begitu lawan mengeluh dan berteriak tertahan tahu-tahu pedang di tangan jago tua itu mencelat terlepas.

"Ha-ha, kau tak dapat mempertahankan pedangmu lagi, Bu-tiong-kiam." Tapi ketua Gelang Berdarah ini terkejut, baru dia selesai mengeluarkan ejekan, lawannya itu mendadak jago pedang ini menggerakan tangannya, tangan kiri. Dan begitu tangan menyambar tahu-tahu pedang yang terlepas dari tangan kanan sudah berpindah tangan ke tangan kiri!

"Ah…!" ketua Gelang Berdarah tertegun. Dan Bu-tiong kiam Kun Seng yang marah serta gemetar lututnya ini membentak tegas, "Kau tak dapat melepaskan pedang sebelum nyawaku putus, Hiat goan-pangcu!"

Ketua Gelang Berdarah terkejut. Dia mendesis kagum oleh perbuatan pendekar pedang. Tapi penasaran oleh kekerasan hati lawannya diapun kembali memukul pedang di tangan kiri Bu tiong-kiam itu. Jago pedang mencoba mengelak, tapi ketika dengan gerakan cepat ketua Gelang Berdarah itu menampar pergelangannya maka kembali pedang mencelat dari tangan Bu-tiong-kiam Kun Seng ini. Ketua Gelang Berdarah hendak mengejek. Tapi ketika kembali pedang berhasil ditangkap tangan kanan lawan diapun jadi tertegun dan marah.

Ternyata jago pedang ini benar-benar akan mempertahankan kata katanya. Tak melepas pedang sebelum mengegeletak mati. Dan Bu-tiong Kun Seng yang berkali-kali selalu menyambar pedang dengan tangan kanan kalau pedang terlepas dari tangan kiri atau menyambar pedang dengan tangan kiri kalau pedang mencelat dari tangan kanan itu akhirnya membuat ketua Gelang Berdarah ini gusar.

Dia jelas melihat jago pedang itu payah keadaannya, semakin gemetar dan terhuyung-huyung. Bahkan dua kali sudah melontakkan darah segar. Maka ketika untuk kesekian kalinya dia diakukan pukulan sinkang dan pedang mencelat dari tangan pendekar itu mendadak ketua Gelang Berdarah ini mencabut gelang rahasianya dan menimpuk pedang yang terlempar keudara.

"Bu-ttiong-kiam, kau tak dapat mempertahankan pedangmu lagi?"

Jago pedang ini mendelik. Dia benar tak dapat menyambar pedangnya, karena pedangnya telah mencelat jauh ditimpuk gelang. Tapi Bu tiong-kiam Kun Seng yang gagah perkasa itu tiba-tiba melepas ikat pinggang. Sekali membentak nyaring dia menjeletarkan sabuknya dan persis pedang menyentuh tanah tahu-tahu badan pedang sudah digubat dan disendal ke tangannya kembali dengan selamat!

"Rrtt…!" Ketua Gelang Berdarah tertegun. Dia tak menyangka pendekar itu benar-benar mempertahankan pedangnya. Sebelum nyawa putus! Dari marah serta geram oleh kekerasan hati lawannya ini mendadak ketua Gelang Berdarah itu melontarkan pukulan jarak jauh. Dia langsung menghantam dada pendekar ini, yang saat itu baru saja menerima pedang. Maka begitu jago tua ini dihantam tiba-tiba dia mengeluh dan terbanting roboh.

"Bluk....!" Bu-tiong-kiam terguling-guling. Dia kembali melontakkan darah segar, terbelalak dan malompat bangun. Tapi ketua Gelang Berdarah yang keji tiba-tiba melompat dan menyerang kembali. Hawa pukulan panas menghantam tubuh pendekar itu, dan penasaran oleh nekatnya pendekar pedang ini mendadak ketua Gelang Berdarah yang marah itu menyambitkan tiga bor pencabut nyawa berbareng dengan pukulan sinkangnya.

"Bu-tiong-kiam, kau tak dapat menyelamatkan diri…!"

Jago pedang ini benar-benar terkejut. Dia harus memilih di antara dua serangan itu. Menyelamatkan pukulan sinkang atau sambaran bor pencabut nyawa. Dan karena saat itu sudah terlalu singkat untuk menimbang dan memutuskan maka tiba-tiba pendekar ini mengambil jalan tengah. Dia membanting tubuh, mengelak sekaligus menangkis sambaran Toat-beng-cui yang menyambar dirinya. Dan begitu tiga kali dentingan senjata menunjukkan bor pencabut nyawa itu dia tangkis mendadak Kun Bok yang ada di atas pundaknya menjarit.

Kiranya tanpa disadari pendekar pedang dari Kun-lun ini, Kun Bok menjadi korban Toat-beng-cui nomor tiga, yang mental ditangkis pedang ayahnya. Tapi karena senjata rahasia itu mentalnya ke samping maka tak pelak leher Kuo Bok menjadi sasaran Toat-beng-cui itu tembus ke batang tenggorokannya, dan begitu putera jago pedang ini menjerit diapun terkulai di atas pondongan ayahnya. Tewas!

Bu-tong-kiam mendelik. Sekarang dia benar-benar marah, dan melompat bangun dengan mata beringas tiba-tiba pendekar pedang ini melengking panjang dan menggereng. Dia menubruk ketua Gelang Berdarah itu, mengelebatkan pedangnya dengan jurus maut dari ilmu pedangnya Bu-hung Kiam-sut yang disebut Naga Sakti Kibaskan Ekor. Dan begitu jago pedang ini menggerakkan pedangnya tahu-tahu tubuh ketua Gelang Berdarah ini sudah digulung bayangan sinar pedangnya. Dan bersamaan dengan gulungan cahaya pedang ini mendadak terdengarlah suara mendesis mirip naga murka dari naik turunnya gerakan pedang, membacok dan menusuk!

Ketua Gelang Berdarah terkejut. Dia tak menyangka lawannya itu mempunyai sebuah jurus simpanan yang begitu dahsyat, jelas menyerang tanpa melindungi diri. Tanda dari jurus maut yang mengajak mati bersama, mengadu jiwa! Dan kaget bahwa dirinya tiba-tiba sudah dikurung bayangan pedang yang demikian ganas, mendadak pedang di tangan lawannya itu sudah menyambar dadanya dengan kecepatan kilat dari gulungan pedang yang naik turun!

"Hiat-goan-pangcu, kau harus membayar jiwa puteraku...!"

Ketua Gelang Berdarah ini mencelos. Dia jelas kaget bukan main, tapi membentak keras tiba-tiba dia sudah menggerakkan tangannya menangkis. Tak ada kesempatan untuk berbuat lebih banyak selain menangkis itu. Maka begitu pedang ditangkis ketua Gelang Berdarah ini pun mengerahkan sinkangnya sekaligus menampar dada lawan dengan tangan kiri. Tapi Bu-tiong-kiam Kun Seng tertawa aneh. Dia tak menghindari pukulan lawannya, tapi begitu pedang ditangkis sekonyong-konyong jago tua ini menggeliatkan pergelangan tangannya dan menimpuk pedang ke mata lawannya itu.

"Crap!" Kejadian ini berlangsung cepat. Dua gebrakan itu berbareng terjadinya, dan ketua Gelang Berdarah yang tiba-tiba berteriak tinggi mendadak sudah terjungkal roboh dengan mata pecah. Biji mata iblis dari Hek-kwi-to ini buta sebelah, ditimpuk pedang yang dilepas dari tangan Bu-tiong-kiam Kun Seng.

Tapi Bu tiong-kiam Kun Seng sendiri yang mengeluh tertahan juga roboh di atas tanah dalam keadaan pingsan. Dia terluka dalam, tak kuat menerima pukulan sinkang ketua Gelang Berdarah itu. Dan ketua Gelang Berdarah yang terbelalak dengan mata sebelah sekonyong-konyong menggereng dan melompat ke deban, mengangkat tangan ditimpakan ke kepala Bu-tion kiam yang pingsan ini dalam sebuah pukulan maut, pukulan mematikan!

"Orang she Kun, mampuslah...!"

Tapi sesosok bayangan kuning tiba-tiba berkelebat. Ketua Gelang Berdarah melihat sebuah lengan meluncur cepat, menerima pukulannya melindungi Bu-tiong-kiam Kun Seng. Dan begitu telapak tangannya membentur lengan bayangan kuning ini maka terdengarlah suara keras beradunya dua sinkang yang sama kuat.

"Dukk…!" ketua Gelang Berdarah terkejut. Dia melihat Pek-kut Hosiang tiba-tiba muncul, menerima serangannya dan tergetar mundur. Tapi dia sendiri yang terdorong tubuhnya dua tindak ke belakang sudah menjadi kaget dan marah bukan main di samping gelisah!

"Pek-kut Hosiang, kau menggangu lagi di tempat orang?'

Hwesio ini menarik napas. Dia mengerutkan kening, melihat keadaan Bu-tiong-kiam Kun Seng yang mengenaskan, yang pingsan di samping mayat Kun Bok. Tapi mengebutkan jubah dia memuji nama Buddha, "Omitohud, pinceng tak bermaksud mengganggu siapapun, Wan sicu. Tapi kaulah yang mengundang pinceng ke mari. Pinceng hendak meminta kembali kitab pusaka leluhur pinceng!"

Ketua Gelang Berdarah memaki. Dia membanting kakinya, membalut mata yang terluka dengan cepat. Tapi belum dia menyerang hwesio Go-bi-pai ini mendadak Hwe-pian-hok muncul. "Pangcu, celaka. Pendekar Gurun Neraka mengobrak-abrik penjara bawah tanah....!"

Ketua Gelang Berdarah ini terbelalak. Dia tertegun mendengar berita itu. Dan Hwe pian yang kaget melihat ketuanya buta sebelah, Pek-kut HoSiang ada di situ sudah menyambung lagi dengan cepat. "Dan pangeran minta paduka menghalangi niat Pendekar Gurun Neraka itu, pangcu. Dia hendak membebaskan Pangeran Kou Cien yang tertawan di penjara bawah tanah....!"

Sekarang ketua Gelang Berdarah ini mandelik. Dia, terkejut sekali dan tanpa banyak bicara lagi mendadak tubuhnya berkelebat ke luar. "Bi Kwi, Hwe-pian-hok, cegah keledai gundul ini masuk. Aku akan membantu di dalam!"

Bi Kwi dan dua orang kakaknya, mengangguk. Hwe-pian hok juga sudah mencabut senjataya, bergagang panjang. Lalu begitu sang ketua melompat ke dalam merekapun menyerang hwesio Go-bi ini dengan senjata berhamburan. Sabit dan gelang di tangan keempatnya menyambar cepat mencegah hwesio Go-bi ini mengejar sang ketua. Tapi Pek-kut Hosiang yang sakti meggibaskan lengannya, mendorong dua kali ke kiri kanan.

"Hwe-pian-hok, Sam hek-bi-kwi, pinceng tak ada urusan dengan kalian, Pergilah...!"

Empat orang itu berteriak kaget. Mereka mendapat kenyataan, senjata di tangan tertolak balik oleh hawa pukulan hwesio kosen ini, begitu mereka terdorong mundur tahu-tahu hwesio ini telah berkelebat ke dalam. Tentu saja mereka marah. Dan Hwe-pian hok serta tiga orang temannya yang sudah mencabut senjata rahasia tiba-tiba mengejar sambil menimpuk.

"Pek-kut Hosiang, jangan lari. Tidak boleh kau masuk kesitu...wut-wut-wut!" dan belasan gelang kecil yang sudah menyambar punggung hwesio Go bi ini susul-menyusul mengenai tubuhnya.

Tapi Pek-kut Hosiang tak perduli. Dia membiarkan sambaran gelang-gelang rahasia itu yang runtuh mengenai punggungnya. Dan begitu dia melesat ke dalam meninggalkan empat oran lawannya tahu-tahu ketua Gelang Berdarah yan sudah duluan masuk dihadang sambil tersenyum. "Wan-sicu, tunggu dulu. Kau harus mengembalikan kitab punya leluhur pinceng!"

Ketua Gelang Berdarah ini mendesis. Di marah dan gelisah melihat hwesio itu berhasil melampaui Bi Kwi tiga bersaudara, hal yang sudah diduganya. Tapi membentak nyaring tiba-tiba melempar granat tangan ke arah hwesio ini. "Keledai gundul, mampuslah...!"

Tapi Pek-kut Hosiang mengebutkan tangannya. Dia tidak menunggu granat tangan itu jatuh ke tanah, melainkan menerimanya dengan gulungan lengan jubahnya yang lebar. Lalu begitu dia melihat ketua Gelang Berdarah itu sudah melarikan diri ke dalam diapun melemparkan senjata peledak ini ke arah Bi Kwi dan Hwi-pian-hok yang sudah muncul mengejar.

"Hwe-pian-hok, hati-hati...!" demikian hwesio itu berseru. Dan Bi Kwi serta dua orang kakaknya yang melihat hwesio Go-bi ini melempar geranat tangan ke arah mereka seketika berteriak kaget. Mereka melompat tinggi, berjungkir balik menghindari granat tangan itu yang meledak di dekat mereka. Dan begitu mereka melompat turun tahu-tahu hwesio itupun telah lenyap di hadapan mereka!

"Keparat, terkutuk kau, Pek kut Hosiang!" Hwe-pian-hok menyumpah serapah. Dia dan kawan-kawannya kembali mengejar, tapi Pek-kut Hosiang yang memiliki gerakan jauh lebih cepat dan gesit dibanding mereka benar-benar sudah tak kelihatan bayangannya lagi.

Hwesio ini sudah membayangi larinya sang ketua Gelang Berdarah, yang tentu saja mengumpat melihat hwesio Go-bi itu mengintil di belakangnya. Dan ketika kejar-kejaran itu terjadi tiga kali sampai mereka tiba di belakang tembok istana, mendadak ketua Gelang Berdarah bersuit nyaring. Dia memangail muridnya, yang saat itu sudah dekat dengan penjara bawah tanah. Tapi begitu muridnya muncul mendadak sebuah bayangan lain ikut berkelebat.

"Wan-sicu, kau penipu…!"

Ketua Gelang Berdarah tertegun. Dia melihat seorang hwesio yang sama gundulnya dengan Pek-kut Hosiang muncul dengan tiba-tiba, menghadang dengan muka merah. Dan ketua Gelang Berdarah yang kaget oleh kehadiran hwesio ini sekonyong konyong membentak, "Ta Bhok Hwesio, bagaimana dengan janjimu?"

Hwesio gundul itu menyeringai. Dia memang Ta Bhok Hwesio adanya, guru Pek Hong yang lama tidak muncul. Tapi hwesio yang biasanya riang dan jenaka itu kali ini tampak marah. Mukanya gelap, sinar matanya muram. Dan bentakan ketua Gelang Berdarah yang tinggi melengking itu disambut kekeh mengejek. "Wan-sicu, tak perlu menuntut janji pinceng. Kaupun tak menepati janji dan membunuh orang mempergunakan nama pinceng! Siapa orang harus dimaki di sini?"

Ketua Gelang Berdarah terbelalak. Dia memandang muridnya yang terkejut melihat sang guru membalut mata kiri yang masih mengeluarkan darah, tanda baru saja terjadi pertempuran. Dan Kui Lun yang kaget melihat gurunya. Maka sudah mencabut pedang dan gelang.

"Suhu, siapa yang melukaimu?"

Tapi ketua Gelang Berdarah ini tak menghiraukan pertanyaan muridnya. Dia sudah melompat dan berseru keras dia berteriak pada muridnya, "Lun-ji, tahan keledai dari Go-bi-pai itu, biar yang satu mengejarku. Aku akan membantu di dalam...!"

Kui Lun mengerti. Memang dialah yang tadi menyuruh Hwe-pian-bok melapor pada suhunya, bahwa Pendekar Gurun Neraka membuat ribut di penjara bawah tanah, bermaksud melepas Pangeran Kou Cien yang tertangkap. Maka terdengar seruan gurunya itu agar dia menahan Hwesio Go-bi ini di tempat itu tiba-tiba membentaklah dia dengan seruan nyaring, "Pek kut Hosiang, kau harus tinggal di sini. Menyerahlah…!"

Pek-kut Hosiang terkejut. Dia melihat pedang dan gelang di tangan pemuda itu telah menyambarnya ganas, berdesing dengan gerakan cepat. Tapi Pek-kut Hosiang yang tentu saja tidak mau melayani pemuda ini sudah mengebutkan jubahnya. "Lo-heng, kau tahan pemuda ini, pinceng akan mengejar ketua Gelang Berdarah!"

Tapi Ta Bhok Hwesio menolak. Dia tak mau mendengar seruan hwesio Go-bi itu karena dia juga mempunyai kepentingan yang sama dengan Pak-kut Hosiang, mengejar ketua Gelang Berdarah yang sudah melarikan diri ke dalam. Dan membalas seruan temannya itu dia menjawab, "Sebaiknya pinceng saja yang mengejar siluman itu, lo-heng. Kau robohkan tikus kecil ini dan menyusul ke dalam!"

Ta bhok Hwesio sudah melompat pergi, benar-benar meninggalkan Pek-kut Hosiang di tempat itu, melayani Kui Lun. Tapi baru melompat beberapa tindak tiba-tiba empat ketua cabang pembantu muncul, diikuti pula pasukan yang bertertak-tertak!

"Ta Hhok Hwesio, jangan lari. Kau tak dapat mengejar ketua kami…!"

Hweio ini melotot. Dia ditubruk lima orang dari depan, dan belum dia menangkis tahu-tahu di belakangnya juga menyerang lima orang pasukan yang menggerakkan tombak dan pedang. Tak ayal, hwesio ini membentak. Dan begitu kaki tangannya bergerak tiba-tiba semua senjata sudah dia pentalkan ke sana ke mari. Tapi lima ketua cabang tak dapat begitu saja dia robohkan. Si Lutung Banyak Lengan ada di situ dan To-pi-wan yang sudah menggereng bagai gorila kelaparan ini menyambar tengkuknya dengan sepuluh kukunya yang panjang runcing. Ta Bhok Hwesio terpaksa menangkis, dan begitu dia bergerak maka empat orang teman si Lutung Banyak Lengan ini sudah maju mengerubut.

Maka terjadilah pertempuran sengit di tempat itu. Baik Pek-kut Hosiang maupun Ta Bhok hwesio sama-sama tertunda keinginannya mengejar ketua Gelang Berdarah. Karena mereka berdua yang sudah menggerakkan kaki tangan menangkis terpaksa melayani serbuan musuh yang banjir bagai air pasang. Tapi dua orang hwesio ini sebenarnya terlalu tangguh bagi para pasukan. Kalau tidak ada orang-orang Gelang Berdarah di situ tentu sebentar saja mereka berdua telah merobohkan semua lawan.

Namun karena Kui Lun dan teman-temannya maju mengeroyok maka sibuklah dua orang hwesio ini. Dan Ta Bhok hwesio akhirnya membentak. Hwesio Tibet ini marah dan begitu dia menggerakkan tangannya tahu-tahu sebuah tasbeh telah menangkis sambaran kuku si Lutung Banyak Lengan.

"To-pi-wan, robohlah....!"

Lutung Banyak Lengan ini terkejut. Dia sedang menyerang kepala hwasio gundul itu, maka begitu lawan mencabut tasbeh dan mengepret kukunya kontan dia menjerit dan terpelanting roboh. Lima kukunya putus seketika, dikepret (di babat) tasbeh di tangan lawan. Dan sementara dia terguling-guling tahu-tahu hwesio Tibet melakukan pukulan Hong Thian-lo-hai-kunnya yang menghantam dada si Latung Banyak Lengan ini. Tak ayal, pembantu ketua Gelang Berdarah itu memekik dan begitu dia melotot tubuhnyapun ambruk ke bumi dengan dada pecah. Tewas.

Pek-kut Hosiang terkejut melihat sepak terjang hwesio Tibet ini. Dia tak setuju melakukan pembunuhan, maka melihat rekannya mulai membunuh si Lutung Banyak Lengan diapun berseru, "Omitohud jangan menghirup darah, Ta Bhok lo-heng. Mereka hanyalah orang-orang yang di peralat ketua Gelang Berdarah!"

Ta Bhok Hwesio tak perduli. "Tapi mereka telah banyak mambuat onar, Pek-kut Hosiang. Pinceng terpaksa menurunkan tangan kejam kalau mereka tak mau mundur..."

Akibatnya samua orang menjadi gentar. Mereka melihat hwesio yang satu ini benar-benar marah. Menangkis dan menyerang mereka dengan pukulan-pukulan tasbeh dan sinkang. Maka takut menghadapi hwesio Tibet yang tampaknya tidak main-main itu kurungan kepada hwesio itu agak dilonggarkan.

Empat orang teman si Lutung Banyak Lengan yang kaget menyaksikan rekan mereka tewas begitu Ta Bhok hwesio mencabut tasbehnya dan melakukan dorongan sinkang, sudah cepat-cepat memasang jarak, tak berani terlalu dekat dengan hwesio yang marah ini. Dan ketika Ta Bhok Hwesio kembali melakukan pukulan Hong-thian-lo-hai-kun nya yang menderu hebat tiba-tiba semua orang mundur!

Maka Ta Bhok Hwesio tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia melompat keluar, menyibak lawan yang jerih menghadapi pukulan sinkang dan tasbehnya. Dan begitu dia lolos maka yang pertama-tama dicari adalah ketua Gelang Berdarah. Dia sudah memasuki gedung di mana tadi ketua Gelang Berdarah itu masuk. Tapi ketika tak melihat lagi bayangan lawan tiba-tiba hwesio si mengamuk. Dia menendangi meja kursi, merobohkan dinding-dinding tembok. Lalu begitu menyulut api diapun sudah membakar seluruh gedung yang ada si situ!

Sekarang gegerlah keadaan di tempat ini. Semua orang menjadi panik, gempar oleh sepak terjang si hwesio Tibet ini. Dan Pek-kut Hosiang yang menarik napas melihat perbuatan temannya itu lalu berseru, "Lo heng, selamatkan dulu sobat kita Bu-tiong-kiam Kun Seng. Dia ada di dekat kolam, bersama jenazah puteranya. Biar urusan ketua Gelang Berdarah pinceng yang menanganinya...!"

Ta Bhok Hwesio terbelalak. Dia terkejut, tapi menganggukkan kepalanya dia berhasil dibujuk. "Baiklah, pinceng akan memenuhi permintaanmu, Pek-kut loheng. Tapi tolong basmi saja cecunguk-cecunguk buruk ini!"

Pek-kut Hosiang tersenyum pahit. Dia melihat hwesto Tibet itu melompat pergi, dan dia yang sudah dikurung lagi oleh banyak orang tiba-tiba membentak perlahan. Kui Lun dan teman-temannya yang ada di depan dia pukul mundur, lalu begitu terbuka jalan mendadak tubuhnya sudah berkelebat melampaui kepala orang-orang ini. "Hu-pangcu, pinceng tak ada urusan denganmu. Lain kali sajalah...!"

Kui Lun berteriak marah. Dia menyuruh orang-orangnya mengejar, tapi Pek-kut Hosiang yang melompat jauh sudah menyelinap ke ruangan dalam. Sebentar saja hwesio ini lenyap, dan Kui Lun yang mencak-mencak segera mengejar. Tapi kegemparan baru sekonyong-konyong muncul. Penjara bawah tanah yang letaknya di sebelah barat istana mendadak dimakan api, dan begitu semua orang terkejut tiba-tiba genta dan tambur dipukul gencar. Sekarang ributlah semua orang. Pasukan berlari-lari, memadamkan api yang ada di tempat itu dan juga tempat penjara bawah tanah. Dan Kui Lun yang mengepal tinju melihat semuanya itu tiba-tiba berteriak.

"Bt Kwi, bawa orang-orang kita ke sana. Aku akan mendahului mencari suhu!"

Bi Kwi mengangguk. Dia melihat pemimpinnya nomor dua itu sudah melesat ke penjara bawah tanah dan begitu mereka semua mengejar maka gaduhlah suasana di kompleks istana ini. Mereka ribut-ribut menerangkan Pendekar Gurun Neraka menyerang di dalam, bermaksud membebaskan Pangeran Kau Cien. Dan Pendekar Gurun Neraka yang terjebak di dalam kini dikurung dengan api yang sengaja dibakar! Maka ributlah semua orang. Mereka berlari-lari menuju ke tempat itu, mengepung dan bertertak-teriak.

Dan ketika mereka semua tiba di tempat ini tertegunlah semua orang ketka melihat dua bayangan bertempur hebat di tengah-tengah kobaran api. Mereka tak tahu siapa di orang yang bertempur itu. Tapi ketika seorang di antaranya mencelat dan terlempar roboh terkejutlah semua orang ketika melihat bahwa orang yang terlempar itu adalah sang ketua Gelang Berdarah!

"Ah, Hiat-goan-pangcu terdesak…!"

Orang-orang kaget. Mereka mau meluruk, tapi hawa panas dari api yang berkobar akhirnya membuat orang-orang ini kebingungan. Mereka mengira lawan dari ketua Gelang Berdarah itu adalah Pendekar Gurun Neraka. Tapi ketika melihat jenggot melambai di bawah dagu bayangan ini, tercenganglah semua orang. Kiranya itu bukan Pendekar Gurun Neraka, dan Hwe-pian-hok yang mengenal lebih dulu siapa laki-laki berjengot itu tiba-tiba berteriak,

"Dia Malaikat Gurun Neraka…!"

Semua orang terkejut. Mereka kaget mendengar disebutnya nama ini, dan ketua Gelang Berdarah yang sudah melompat bangun tampak berteriak menerjang lawannya,

"Suheng, kau tak dapat membawa aku pergi....!"

Hwe-pian-hok dan teman temannya tertegun. Ternyata seruan itu benar, terbukti dari gertakaan Gelang Berdarah yang menyerang lawannya. Dan sementara mereka terbalalak memandang pertempuran itu tahu-tahu Pendekar Gurun Neraka yang sesungguhnya muncul! Hal ini membuat orang-orang kembali geger. Tapi ketika melihat pendekar muda itu tak membawa Pangeran Kou Cien merekapun terheran. Apalagi melihat muka Pendekar Gurun Neraka yang murung!

Sebenarnya, apa yang terjadi di tempat ini? Tak lain sebuah peristiwa kecil, tapi peristiwa yang akibatnya benar-benar di luar duguan Pendekar Gurun Neraka. Karena seperti yang ia ketahui bahwa pendekar ini bersama Fan Li sudah mengatur rencananya untuk mengambil Pangeran Kou Cien dari tawanan musuh. Hal itu dapat dilakukan dengan mudah oleh pendekar muda ini, yang berhasil menyelinap ke ruang bawah tanah bersama Fan Li menemui pangeran itu. Tentu saja setelah merobohkan para penjaga yang tidak berarti banyak bagi mereka berdua. Dan Pangeran Kou Cien yang gembira melihat Bu Kong dan Panglima Fan datang menolongnya sudah cepat keluar dari ruang tahanannya.

Tapi pangeran ini tak segera melarikan diri. Ia menghadapi bekas jenderal muda itu, yang dulu menjadi pemimipin pasukan Yueh yang tangguh. Dan menghadapi bekas jenderal muda yang terheran ini dia tersenyum. "Pendekar Gurun Neraka, kau ingin menolongku sepenuh hati ataukah hanya setengah-setengah saja?" demikian dia bertanya pada bekas jendrral muda itu, yang memandangnya terbelalak dan mengerutkan kening, tanda tak mengerti. Dan Bu Kong yang tentu saja merasa aneh dengan pertanyaan ini kontan menjawab apa adanya.

"Hamba tentu saja ingin menotong paduka dengan sepenuh hati, pangeran. Kenapakah paduka berhenti dan menanyakan hal ini?"

"Hm, aku sangsi atas jawabanmu, Pendekar Gurun Neraka. Karena terus terang saja kalau kau hanya setengah-setengah menolongku lebih baik aku tetap tinggal di sini dan tidak pergi keluar!"

Bu Kong terkejut. "Kenapa begitu, pangeran? Apa maksud paduka dengan kata-kata ini?"

"Aku ingin kau tolong dengan sepenuh hati Pendekar Gurun Neraka. Aku ingin membuktikan apakah benar kau tidak menolongku setengah-setengah!"

"Hm, hamba sudah sampai di sini, pangeran. Paduka tahu sendiri bahwa hamba dengan sepenuh hati mencoba membebaskan paduka, kenapa paduka tidak percaya kepada hamba?"

Pangeran itu tersenyum pahit. "Pendekar Gurun Neraka, menolongku keluar dari tempat ini memang sudah menunjukkan iktikad baikmu. Tapi apakah cukup hanya sampai disini saja kau menolongku? Tidakkah setelah itu aku masih banyak membutuhkan bantuanmu?"

Bu Kong mengerutkan alis. "Pangeran, terus terang sajalah kepada hamba. Apa yang sungguhnya paduka inginkan dari hamba. Hamba tak mengerti kalau paduka bicara berputar-putar!"

Pangeran menyeringai. "Memang benar, pendekar Gunn Neraka. Aku memang memberitahumu bahwa kalau kau ingin menolongku sepepenuh hati maka bantulah kami seperti dahulu. Dengan lain kata, kau pimpinlah pasukan kami dan dudukilah jabatan jenderal muda itu seperti dulu!"

Bu Kong kaget sekali. Dia melangkah mundur, terbelalak memandang pangeran ini. Tapi begitu mengeraskan dagu tiba-tiba dia menggeleng tegas, "Pangeran, maafkan hamba untuk urusan ini. Sebagaimana yang telah hamba katakan dahulu bahwa sejak hamba meletakkan jabatan, hamba sudah tidak ingin menjadi jenderal lagi. Hamba tak ingin menjadi panglima perang. Kalau paduka menghendaki terus terang saja hamba tak bisa menerimanya!"

"Hm, kau menolak, Pendekar Gurun Neraka?"

"Maafkan hamba, pangeran. Akibat perang telah menggoreskan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi hamba!"

Pengeran Kou Cien tiba-tiba gelap mukanya. "Kalau begitu, tak perlu kau menolongku keluar, Pendekar Gurun Neraka. Kau pergilah bersama Fan-ciangkun tinggalkan aku sendirian!"

Bu Kong dan Fan Li tertegun. Keduanya amat terkejut, dan Pangeran Kou Cien yang sudah membalikkan tubuh tiba-tiba melangkah lebar kembali ke kamar tahanannya! Tentu saja dua orang ini menjadi bingung, terutama Fan Li. Dan panglima muda yang sudah kelabakan melompat ke depan.

"Pangeran, kenapa paduka bersikap seperti ini? Bukankah Yap-twako telah membantu paduka meloloskan diri?"

"Hm, kalau hanya sampai di sini saja terus terang aku kecewa, Fan ciangkun. Lebih baik kalian pergilah dan tinggaikan aku sebagai tawanan musuh!"

"Ah, tapi..."

"Tak ada tetapi, ciangkun. Pendekar Gurun Neraka tinggal memilih menolongku sepenuh hati atau setengah bagian saja!" pangeran itu mengibaskan lengan, tampak marah. Dan Fan Li yang menjadi gugup tiba-tiba berlutut di depan Bu Kong.

"Yap twako, kau kasihanilah aku. Tolong kabulkan permintaan pangeran dan kau pimpinlah kami!"

Bu Kong terbelalak. Dia buru-buru mengangkat bangun panglima muda itu, tapi mengeraskan dagu tetap dan menggeleng. "Aku telah mengeluarkan janji, Fan-ciangkun. Tak mungkin bagiku mengabulkan permintaan pangeran!"

"Tapi pangeran minta bukan untuk kepentingan pribadinya, twako. Beliau minta itu untuk kita semua, seluruh rakyat Yueh!"

"Ya, aku tahu, ciangkun. Tapi kau tahu watakku pula, bukan? Aku tak dapat menerimanya. Peperangan telah membuat aku kehilangan kekasih dan nama baik, meskipun itu dilakukan atas fitnah orang lain!"

Fan Li pucat mukanya. Dia tahu akan kekerasan hati bekas jenderal muda ini, yang sekali mengatakan tidak tentu benar-benar "tidak". Maka dia yang gemetar itu tiba-tiba berlutut di depan Pangeran Kou Cien. "Pangeran, kenapa paduka bersikap demikian aneh? Apa yang tiba-tiba membuat paduka mengambil keputusan seperti ini?"

"Aku terlampau kecewa atas kelemahan bala tentaraku ciangkun. Aku menghendaki seorang kuat untuk membalas semuanya ini. Kalau tidak, biarlah aku mati di tempat musuh!"

"Tapi kita dapat mengatur itu di luar, pangeran. Paduka dapat keluar sekarang untuk menyusun kekuatan itu!"

"Hm, kalau Pendekar Gurun Neraka mau membantu kita sampii tuntas itu memang benar, ciangkun. Tapi kalau dia menolak sudahlah, aku tak ingin keluar dan menyusun kekuatan...!"

Fan Li tertegun Pangeran Kou Cien benar-benar tak mau keluar, dan panglima muda yang jadi kebingungan dengan muka pucat ini akhirnya mengeluh. Dia gemetar, memandang Pangeran Kou Cien dan Pendekar Gurun Neraka berganti-ganti. Dan maklum keduanya sama-sama mempertahankan pendirian sendiri mendadak panglima muda ini menghadapi Pendekar Gurun Neraka.

"Yap twako, kau pergilah. Aku akan menemani sang pangeran di tempat ini, Terima kasih untuk semua bantuanmu kepadaku...!"

Bu Kong dan Pangeran Kou Cien sama terkejut. Pangeran ini sampai menghentikan langkahnya, memutar tubuh dan memandang pembantunya itu. Sementara Bu Kong sendiri yang tertegun di tempatnya berseru kaget, "Fan-ciangkun kau gila? Kalian sama-sama ingin ditangkap musuh?"

"Hm, aku harus membela junjunganku, twako. Salah atau benar dia adalah pemimpinku!"

Bu Kong testenyum pahit. Sementara Pengeran Kou Cien yang terharu oleh kejadian tak disangka ini tiba-tiba memeluk pembantunya. "Ciangkun, aku tidak bermaksud menahanmu di tempat ini, kau keluarlah bersama Pendekar Gurun Neraka menyelamatkan diri!"

Tapi Fan Li menolak. "Hamba sudah di sini, pangeran. Tak ada pilihan bagi hamba selain mungikuti paduka. Keluar dari sini atau tinggal juga di sini...!"

Pangeran Kou Cien menitikkan air mata. Dia meremas pundak pembantunya ini, penuh teharuan yang amat dalam. Lulu tertawa serak dia menghadapi Pendekar Gurun Neraka itu, "Pendekar Gurun Neraka, sungguh kecewa hatiku mendengar penolakanmu. Tapi tak kusangka, kekecewaanku terobati oleh kesetiaan Fan-ciang-kun. Ha-ha, apalagi yang kau tunggu, Pendekar Gurun Neraka? Bukankah kami berdua telah nenetapkan diri untuk tinggal di sini? Kau pergilah. Benar kata-kata pembantuku ini. Terima kasih untuk semua jerih payahmu kepada kami berdua!"

Bu Kong meremas jarinya. Dia menyeringai getir, tak dapat berbuat apa-apa. Dan maklum bahwa masing-masing pihak telah menetapkan keputusannya sendiri dia pun menjura di depan pangeran itu. "Baiklah, pangeran. Karena paduka telah mengambil keputusan seperti ini baiklah hamba akan keluar seorang diri. Hamba tak dapat bicara apa-apa selain permintaan maaf hamba yang tak dapat memenuhi permintaan paduka. Dan kalau Fan-ciangkun akan menemani paduka di sini sungguh hamba merasa kagum dan terkejut atas kesetiaannya...!" lalu menghadapi panglima itu Bu Kong bicara, "Ciangkun, telah tiba pada peristiwa yang benar-benar di luar dugaan. Kau jagalah pangeran dan berhati hatilah. Selamat tinggal!" dan begitu membungkukkan tubuh sekali lagi di depan pangeran itu Bu Kongpun berkelebat lenyap.

Kini tinggallah dua orang di ruang tahanan itu. Fan Li terbelalak, memandang kepergian Pendekar Gurun Neraka ini dengan mulut terkatup, sedih tapi juga menyesal. Dan mereka berdua yang segera mendengar suara ribut-ribut di luar menjadi maklum apa yang terjadi! Tentu perdebatan singkat itu telah membuat repot Pendekar Gurun Neraka, yang menghadapi pasukan baru yang terkejut melihat teman-temannya malang-melintang di lorong penjara bawah tanah akibat perbuatan mereka berdua tadi, pasukan yang muncul karena mereka terlambat melarikan diri. Dan Fan Li yang tak bergerak mematung tiba-tiba sudah dibawa Pangeran Kou Cien duduk di atas lantai batu.

"Ciangkun, tenanglah. Pendekar Gurun Neraka pasti dapat meloloskan diri dengan selamat!"

Fan Li mengangguk hambar. Dia memang tahu hal itu, tapi menarik napas dia menjawab lirih, "Ya, itu memang hamba ketahui, pangeran, tapi kenapa hari ini hamba tiba-tiba mendapat kejadian demikian aneh? Paduka tak mau keluar, dan kesempatan melarikan diri telah kita buang secara sia-sia…!"

"Hm, kau menyesal, ciangkun?"

"Tidak, pangeran. Tapi hamba jadi tidak mengerti akan sikap paduka. Kenapa kesempatan bagus harus dilewatkan begitu saja?"

Pangeran Kou Cien tertawa getir. "Karena Pendekar Gurun Neraka tak mau memimpin bala tentara kita, ciangkun. Karena aku kecewa terhadap penolakannya ini!"

Fan Li tak bicara lagi. Sang pangeran juga diam, sementara Bu Kong yang keluar dari penjara bawah tanah itu memang dikerubut banyak lawan. Pemuda ini keluar dengan kening berkerut, mukanya muram. Tapi pasukan besar yang muncul menghadangnya membuat ia bertambah kesal. Kalau tidak karena pangeran itu tentu dia tidak akan datang ke tempat ini. Tapi setelah sang pangeran diselamatkan tahu-tahu muncul permintaan tak diduga-duga yang membuat dia tegar. Kenapa pangeran itu hendak memaksanya? Apa yang dimaui pangeran itu hingga dia rela terkurung di ruang bawah tanah? Benar-benar melulu perasaan kecewanya...?

Tapi Bu Kong tak menghiraukan lagi persoalan ini. Sebenarnya terpukul oleh sikap Fan Li yang tak ikut bersamanya lagi, padahal mereka berdua tadi datang bersama. Tapi maklum hal ini medjadi keputusan masing-masing pihak diapun tak acuh lagi dan menggerakkan kedua tangannya memukul roboh para penjaga yang menyerbu ke dalam. menerobos keluar, mebuat para penjaga terlempar berpelantingan. Tapi begitu tiba di luar mendadak dia melihat api berkobar-kobar menghadang di depan, bersamaan dengan munculnya sang guru yang menghadapi ketua Gelang Berdarah! Tentu saja pemuda ini terkejut. Dan melihat pertandingan itu berjalan seru diapun langsung lompat mendekat.

"Suhu, kapan. kau datang?"

Malaikat Gurun Neraka tersenyum pahit. "Baru saja, Kong ji. Aku terlambat menyusul Bhok Hwesio lo-suhu!"

"Ah, di mana dia sekarang, suhu?"

"Mengobrak-abrik di sebelah timur istana Kong-ji. Dia datang untuk menuntut Wan-siok mu yang tersesat ini."

Bu Kong terbelalak. Dia melihat suhunya mendesak ketua Gelang Berdarah ini, yang memaki-maki dan melancarkan pukulan sinar merah. Dan melihat susioknya itu bula sebelah diapun jadi tertegun. "Suhu, kau melukainya?"

"Tidak, Kong-ji. Dia terluka oleh pedang Bu-tiong-kiam Kun Seng!"

"Ah...!" Bu Kong terkejut. Dan sementara dia terbelalak memandang pertempuran ini, tiba-tiba hujan panah dan tonbak menyerangnya dari segala penjuru. Kiranya Kui Lun telah memberi aba-aba pada para pembantunya begitu melihat pemuda ini muncul, khawatir pemuda ini mengeroyok gurunya. Dan Kui Lun sendiri yang sudah menerjang ke depan langsung membabatkan pedang dan gelang ke tubuh lawannya. ini.

"Jahanam, she Yap, mampuslah...!"

Bu Kong mengelak cepat. Dia menampar jatuh panah dan tombak yang menyambar dirinya, lalu begitu Kui Lun menyerangnya dengan mata beringas diapun sudah menangkis pedang dan gelang di tangan pemuda ini.

"Saudara Kui Lun, kau benar-benar terlalu…!"

Tapi Kui Lun melengking tinggi. Dia marah melihat pedang dan gelangnya terpental, dan begitu membentak keras tibia-tiba dia sudah berjungkir balik di udara dan menyerang kembali dengan hebat menusukkan pedang ke dada pemuda itu sementara membabatkan gelangnya ke leher.

"Sing-wuut…!"

Bu Kong menggigit bibir. Dia sebenarnya segan bermusuhan dengan pemuda ini, karena bagaimanapun juga Kui Lun adalah kakak kandung satu-satunya dari mendiang kekasihnya. Tapi melihat pemuda itu mengincar jiwa dan siap membunuhnya diapun memutar pinggang dan menangkis serangan itu dengan jari-jari terbuka mengerahkan sinkang menampar kuat.

"Piak-plak!" dan Kui Lun terpental roboh. Pemuda itu memang tak dapat menerima tamparannya, kalah kuat dibanding bekas jenderal muda yang gagah perkasa ini. Tapi Kui Lun yang nekat dan melompat bangun sudah membentak kembali. Pemuda itu menerjang marah, dan Kui Lun yang sudah memberi aba-aba pada anak buahnya tiba-tiba mengeroyok lawannya ini bersama empat belas ketua cabang pembantu yang serentak mengerubut ke depan. Maka terjadilah pertandingan seru di tempat itu. Bu Kong menghadapi belasan lawan yang dipimpin murid ketua Gelang Berdarah itu sementara di lain pihak sang ketua Gelang Berdarah, sendiri menghadapi Mallikat Gurun Neraka yang tangguh dan sakti.

Tapi dari dua pertempuran ini agaknya yang paling menegangkan adalah pertempuran di antara Malaikat Gurun Neraka dan sutenya itu. Karena di plhak Pendekar Gurun Neraka sendiri sesunggunnya lawan-lawannya bukanlah musuh yang berat, meskipun dikeroyok. Karena Bu Kong yang sedang tawar dan kecewa hatinya ini tidak begitu bernafsu untuk melayani mereka. Pemuda ini hanya menjaga dirinya dari serangan-serangan yang terlalu berbahaya, menolak dan menangkis senjata lawan agar tidak terlalu dekat dangan tubuhnya. Sementara Malaikat Gurun Neraka yang menghadapi sutenya itu harus berjuang keras untuk menundukkan bahkan merobohkan lawannya ini!

Dan itu memang tidak terlalu mudah. Baru setelah pendekar tua itu melancarkan pukulan pukulan Lui-kong Ciang-hoatnya yang panas bagai petir sutenya ini terdesak hebat. Ketua Gelang Berdarah itu terhuyung, berkali-kali dia terpental. Dan ketika suatu saat pukulan sinar merahnya diterima pukulan sinar putih dari Malaikat Gurun Neraka tiba-tiba iblis dari Hek-kwi-to ini mencelat dan terbantiag roboh. Laki laki itu mendesis, melompat bangun dan tiba-tiba melempar dua buah bor pencabut nyawanya ke arah Malaikat Gurun Neraka. Dan begitu lawan mengebut runtuh senjata rahasianya, mendadak dia memutar tubuh dan melarik diri!

"Subeng, kau tak dapat menangkap aku…!"

Malaikat Gurun Neraka terkejut. Dia tentu saja mengejar, tapi baru sutenya melesat ke kanan, sekonyong-konyong Pek-kut Hosiang berkelebat menghadang.

"Wan-sicu, kau tak boleh lari…!"

Iblis dari Hek-kwi-to ini terbelalak. terperanjat melihat hwesio Go-bi itu tahu-tahu berada di depannya, tapi membentak keras tiba-tiba dia mendorongkan kedua lengannya menghantam depan. "Pek-kut Hosiang, kau terimalah!"

Pek-kut Hosiang bergerak menyambut. Dia tentu saja tak mau menjadi sasaran. dan hwesio Go-bi yang sudah mengebutkan lengan jubahnya sambil berjongkok ini menangkis sekaligus memukul balik serangan lawan. "Omitohud, hati-hati Wan-sicu…!"

Tapi ketua Gelang Berdarah ini tak mau membataIkan pukulannya. Dia terus menghantam dan begitu dua pasang lengan mereka beradu tiba-tiba ketua Gelang Berdarah ini terpental dan mengeluh kaget. Dia terdorong mundur, kembali ke belakang. Dan Malaikat Gurun Neraka yang saat itu sudah berada di belakang sutenya mendadak menyambar punggung.

"Sute, kau robohlah....!"

Iblis dari Hek-kwi-to ini mencelos. Dia tahu-tahu tertangkap bajunya, tapi menggerakkan kaki ke belakang mendadak dia membanting tubuh bergulingan menendang tangan suhengnya.

"Brett!" Ketua Gelang Berdarah itu lolos. Dan kaget bahwa Pek-kut Hosiang tahu-tahu muncul di situ membantu suhengnya tiba-tiba dia melenting bangun dan kabur ke selatan, meledakkan dua granat tangan ke arah dua orang musuhnya itu. Tak ayal, asap hitam menghalangi padangan mata dan Pek-kut Hasiang serta Malaikat Gurun Neraka yang terkeut melihat larinya ketua Gelang Berdarah itu ke arah selatan segera mengejar dengan seruan keras.

Tapi ketua Gelang Berdarah itu kembali melempar granat tangannya. Bertubi-tubi dia meledakkan senjata berasap itu. Dan ketika lima kali berturut-turut dia membuat udara gelap pekat tiba-tiba diapun telah menghilang di balik tabir asap. Tak diketahui ke mana larinya.

Tapi Pek-kut Hosiang tiba-tiba mengebutkan jubah. Hwesio Gobi ini agaknya teringat sesuatu, karena begitu lawan lenyap tak terlihat bayangannya lagi diapun berseru pada Malaikat Gurun Neraka, "Han-taihiap, dia lari ke Hwe-seng-kok (Lembah Gema Suara)…..!"



Pendekar Kepala Batu Jilid 35

PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 35
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Pendekar Kepala Batu Karya Batara
DENGAN tinju terkepal dan mata berapi-api Kun Bok membawa ayahnya jauh dari tempat pertempuran, menuju ke sebuah kuil dan meletakkan ayahnya di tempat itu. Lalu, merasa cukup memberikan pertolongan pertama diapun meninggalkan ayahnya di situ tanpa banyak bicara. Dia hanya meninggalkan sepucuk surat untuk ayahnya itu, yang mengira dia mencari obat untuk menyembuhkan lukanya.

Dan Bu-tiong-kiam Kun Seng yang sama sekali tidak mengira anaknya bakal membuat keributan di kota raja tentu akan menjadi kaget bukan main kalau mengetahui apa yang dilakukan puteranya ini! Dan itu memang dilakukan Kun Bok. Pemuda ini mencari Bi Kwi tiga bersaudara, terbelalak sejenak ketika mendengar betapa rombongan tiga orang kekasihnya itu menuju ke kota raja yang direbut Pangeran Fu Chai. Dan maklum pangeran ini bersama ketua Gelang Berdarah memang menjalin hubungan kerja sama diapun langsung menuju ke kota raja.

Tanpa banyak kesukaran Kun Bok berhasil memasuki gerbang kota raja, melihat di sana-sini asap masih mengepul dan mayat-mayat bergelimpangan. Tanda pertempuran baru saja terjadi. Dan Kun Bok yang langsung menuju ke pusat keramaian segera menangkap seorang perajurit untuk ditanyai dimana Pangeran Fu Chai dan rombongannya berada.

Dan di sinilah Kun Bok bertindak cepat. Dia, mendengar tiga orang kekasihnya itu menuju ke istana, bersama ketua Gelang Berdarah serta dua belas pembantu ketua cabang yang lain. Tapi ketika dia tiba di tempat ini ternyata ketua Gelang Berdarah dan tiga orang kekasihnya ini tidak ada. Kun Bok terpaksa menangkap seorang perajurit lagi. Dan ketika dia mendapat keterangan dari perajurit ini bahwa tiga orang kekasihnya menuju ke kaputren segera Kun Bok menyelinap cepat menuju ke tempat itu.

Kun Bok berdebar. Dia mendengar kekeh dua orang wanita. Bi Gwat dan Bi Hwa. Tapi ketika dia tiba di sini ternyata dua orang kekasihnya itu sedang ditemani banyak orang, satu diantaranya adalah Kui Lun. Kun Bok tertegun. Dia terbelalak, bingung untuk menentukan sikap. Karena langsung menanyai dua orang kekasihnya itu perihal perbuatan mereka tak mungkin dilakukannya kalau ada demikian banyak orang. Maka Kun Bok yang melotot matanya terpaksa bersabar. Dia harus memilih, menerjang langsung ke depan atau mnnunggu. Dan kun Bok akhirnya memilih pilihan ke dua untuk menunggu kesempatan Bi Gwat dan Bi Hwa berada sendirian.

Tapi kesempatan ini membuat hatinya tak sabar. Dia melihat dua orang kekasihnya itu agak gembira, terkekeh-kakeh dan sering bersenggolan tangan dengan hu-pingcu dari perkumpulan Gelang Berdarah itu. Dan Kun Bok yang melotot serta beringas marah ini tiba-tiba melompat turun. Dia tadi melihat semuanya itu dari atas pohon, tak jauh dari tempat mereka. Tapi Kun Bok yang hampir tak dapat menahan diri ini mendadak melihat berkelebatnya bayangan Bi Kwi. Ah, itu dia!

Kun Bok langsung melesat ke kiri. Dia melihat Bi Kwi terkekeh di samping seorang laki-laki yang tidak begitu jelas wajahnya, karena mereka cukup jauh di depan, juga karena saat itu malam mulai tiba. Dan Kun Bok yang cepat mengejar dua orang ini tiba-tiba tertegun ketika mengenal bahwa laki-laki itu bukan lain adalah sang ketua Gelang Berdarah sendiri!

"Ah....!" Kun Bok terkesiap. Dia kaget melihat bahwa kekasihnya itu berada bersama ketua Gelang Berdarah, iblis yang sakti dari Hek-kwi-to itu. Tapi Kun Bok yang dibakar cemburu serta rasa marah ini tak perduli. Dia mengikuti terus keduanya, tentu saja melangkahkan kaki dengan hati-hati sekali, mengerahkan semua kepandaian ginkangnya agar tak terdengar telinga ketua Gelang Berdarah yang tajam. Dan Kun Bok yang akhirnya tiba di sebuah taman di belakang keputren ini mendadak terhenti langkahnya ketika melihat dua orang itu berhenti dan duduk di kursi batu, sebuah bangku dingin di tepi kolam!

"Hi-hik, apa yang hendak kau berikan kepada hamba, pangcu?"

Kun Bok mendengar Bi Kwi terkekeh. Dia melihat gadis itu merapat duduknya, bersikap manja dan menumpangkan lengan di atas paha sang ketua Gelang Berdarah, perbuatan yang membuat Kun Bok mendelik kaget dengan muka marah! Dan sang ketua Gelang Berdarah yang tertawa serak meraih pinggang gadis ini.

"Bi Kwi, aku hendak mengucap terima kasih atas semua bantuanmu. Meskipun tak seluruhnya rencana kita berjalan baik tapi satu hal sudah pasti, yakni semua akalmu terhadap putera Bu-tiong-kiam Kun Seng itu berjalan seperti yang kuinginkan!"

Bi Kwi tertawa. "Tentu saja, pangcu. Bukankah paduka menghendaki permusuhan itu tercetus dalam dua keluarga? Sekarang Ciok-thouw Taihiap memutuskan perjodohannya dengan keluarga si jago pedang itu. Dan kita berhasil menciptakan jarak di antara mereka."

"Ya, tapi sayang si jago pedang itu tak mampus di tangan Ciok-thouw Taihiap, Bi Kwi. Jago pedang itu rupanya tidak seberangasan seperti si ketua Beng-san-pai. Kalau tidak, tentu kita akan menyaksikan sebuah pertandingan besar dan melihat robohnya seorang di antara mereka!"

"Hi-hik, jago pedang itu rupanya memiliki kecerdikan tersendiri, pangcu. Dia agaknya tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres pada persoalan puteranya."

"Hm, tapi aku mangharap dua calon besan itu perang tanding, Bi Kwi. Aku menyesal tak dapat melihat ilmu pedang si Bu-tiong-kiam itu!"

Bi Kwi memeluk pinggang laki-laki ini. "Pangcu jangan kecewa..." gadis itu tersenyum. "Bukankah sedikit banyak kekecewaan kita tertebus dengan berhasilnya Pangeran Fu Chai merebut kota raja? Pangcu tentu segera diangkat sebagai penasehat raja, sedang hu-pangcu yang bermandi keringat juga segera menduduki jabatan panglima, mengepalai sebuah pasukan besar!"

Ketua Gelang Berdarah mengangguk. Dia tertawa serak, tapi mukanya yang menyeringai kecut ditarik ke dalam. "Ya, itu benar, Bi Kwi. Tapi kegagalanku membasmi rombongan Pendekar Kepala Batu membuat aku tak tenang. Mereka itu luar biasa sekali. Sungguh tak kusangka dapat meloloskan diri dari kepungan pasukan yang demikian besar!"

"Hm, mereka memang berhahaya pangcu. Terutama si Pendekar Gurun Neraka itu. Kalau dia tidak muncul, mungkin Ciok-thouw Taihiap dan kawan-kawannya telah kalah bertaruh dengan kita."

"Itulah...!" ketua Gelang Berdarah ini mengepal tinju. "Bocah itu benar-benar keparat sekali, Bi Kwi. Aku sungguh ingin menghancurkan kepalanya yang sombong itu!"

"Dan paduka masih dapat menandinginya?"

Ketua Gelang Berdarah batuk-batuk. "Ini yang kusangsikan, Bi Kwi. Bocah setan itu telah mengetahui rahasia kelemahanku. Dia diberi petunjuk oleh Pek-kut Hosiang si keIedai gundul dari Go-bi-pai itu...!"

Bi Kwi mengerutkan kening. "Hm, kalau begitu, repot, pangcu. Tapi tidak adakah jalan keluar untuk mengatasinya?"

Ketua Gelang Berdarah menyeringai marah. "Tentu saja ada, Bi Kwi. Dan selama kau selalu di sisiku tak mungkin aku kehilangan jalan!"

Bi Kwi tersenyum lebar. "Pangcu, paduka aneh. Apakah hamba seorang yang hanya dapat menunjukkan jalan bagi paduka?"

Ketua Gelang Berdarah tertawa bergelak. "Kenyataannya memang begitu, Bi Kwi. Kaulah yang tercerdik dan terpandai di antara semua pembantuku!" da menyambar pinggang gadis ini ke kiri tiba-tiba ketua Gelang Berdarah itu telah memangku Bi Kwi!

Kun Bok pucat mukanya. Dia melihat Bi Kwi terkekeh, merangkulkan lengan kanan ke leher ketua Gelang Berdarah itu. Dan begitu keduanya sama tertawa mendadak Bi Kwi telah mendekatkan mukanya dan mencium mulut ketua Gelang Berdarah itu! "Pangcu, kau hebat....!"

Kun Bok mendengar gadis ini mendesis. Dia terbelalak melihat gadis itu memagut bibir ketua Gelang Berdarah, menciumnya penuh nafsu dan mendengus-dengus. Dan ketua Gelang Berdarah sendiri yang sudah puas mencium mulut gadis itu tertawa bergelak tahu-tahu merobek baju Bi Kwi dengan gerakan cepat. Kun Bok melihat jari jari ketua Gelang Berdarah itu turun ke daerah "terlarang" dan tak tahan oleh pemandangan didepan matanya ini mendadak Kun Bok sudah melompat keluar dan membentak, "Bi Kwi, kau setan betina tak tahu malu….!"

Kun Bok pucat mukanya. Dia melihat Bi Kwi terkekeh, merangkulkan lengan kanan ke leher ketua Gelang Berdarah itu. Bi Kwi dan ketua Gelang Berdarah terkejut. Mereka menghentikan semua gerakan, menoleh dan membelalakkan mata. Tapi begitu melihat Kun Bok muncul dengan kaki menggigil Bi Kwi tiba-tiba tersenyum. Luar biasa sekali gadis ini. Ia tidak kelihatan takut, juga tak kelihatan gentar. Apalagi merasa bersalah! Dan Bi Kwi yang sudah melompat turun dari pangkuan ketua Gelang Berdarah itu masih bisa menyapa Kun Bok dengan halus,

"Bok-koko, kau muncul di sini? Kapan kau datang?"

Kun Bok mendelik. "Tak perlu pura-pura, Bi Kwi aku telah mendengar apa yang kalian bicarakan di sini!"

Bi Kwi mengerutkan kening. "Bok koko, jangan bersikap kasar. Aku tak tahu kenapa kau marah-marah."

Kun Bak tiba tiba mencabut pedangnya. Dia semakin beringas mendengar ucapan ini, dan maklum bahwa dia tertipu dan terkecoh oleh kekasihnya yang cantik ini mendadak dia menerjang maju sambil memekik, "Bi Kwi, kau iblis betina berhati racun. Tak perlu berpura-pura. Mampuslah...!"

Bi Kwi melompat mundur. Dia berlindung di belakang ketua Gelang Berdarah, dan ketika Kun Bok menerjangnya dengan pedang menusuk bertubi-tubi bertanyalah gadis itu pada ketuanya, "Pangcu, bagaimana dengan pemuda ini? Haruskah hamba melayaninya?"

Ketua Gelang Berdarah bangkit. "Dia sudah mengetahui semua perbuatanmu, Bi Kwi. Tak guna diberi ampun. Bunuhlah!"

Bi Kwi tiba-tiba terkekeh. Ia mencabut sepasang gelangnya, dan begitu Kun Bok menyerangnya buas ia pun membentak, "Bok-koko, menyesai sekali. Pangcu tidak menghendaki kau lagi. Terimalah...!" dan Bi Kwi yang menangkis pedang Kun Bok tahu-tahu menggerakkan gelangnya membentur dari kanan.

"Trang...!"

Bi Kwi terkekeh panjang. Ia tergetar, tapi, gelang kirinya yang mendadak menyambar dari samping tiba-tiba telah menghantam pelipis Kun Bok. Sekali kena tentu pecah kepala Kun Bok. Dan Kun Bok yang marah bahwa kekasihnya ini bersungguh-sungguh untuk merenggut nyawanya tiba-tiba melengking. Kun Bok marah dan sakit hati, tak mengira bahwa demikian sesungguhnya yang terjadi. Maka begitu Bi Kwi balas menyerangnya dan lenyap sudah rasa cinta mereka tiba-tiba Kun Bok membentak dan mengeluarkan ilmu pedangnya Bu-tiong-kiam-sut. Kontan, Bi Kwi terpekik. Dan begitu Kun Bok menerjang ke depan dengan pedang diputar buas tiba-tiba Bi Kwi tak dapat menahan diri dan sebuah gelangnya dibabat putus, terlepas dari tangannya!

"Aih...!" Bi Kwi menjerit kecil. Ia terdesak hebat, tak mampu balas menyerang selain bertahan. Dan ketika pedang Kun Bok untuk kesekian kalinya menusuk dan menyabet tiba-tiba Bi Kwi tak dapat mengelak ketika pedang menusuk pundaknya. Ia mengeluh, terhuyung dengan muka pucat. Dan ketika Kun Bok menikamnya lagi dengan tusukan cepat ke dada terpaksa Bi Kwi melempar tubuh bergulingan. Ia memang bukan tandingan Kun Bok.

Karena bagaimanapun juga Bi Kwi adalah ketua cabang nomor tigabelas dari perkumpulan Gelang Berdarah, mengandalkan hadirnya ketua Gelang Berdarah di situ yang membangkitkan keberanian dan memantapkan ketenangannya. Tapi setelah dua kali Kun Bok hampir merenggut nyawanya dengan pedang bertubi-tubi dan menusuk pundaknya mau tak mau Bi Kwi gelisah juga. Ia mau minta tolong ketua Gelang Berdarah, tapi baru ia melompat bangun tahu-tahu dilihatnya dua orang encinya Bi Gwat dan Bi Hwa muncul di situ.

"Enci, orang she Kun ini mau membunuhku…!"

Bi Gwat dan Bi Hwa tertegun. Tadi mereka mendapat panggilan ketua Gelang Berdara lewat ilmu Coan-im-jip-bit hingga tak terdengar Bi Kwi. Dan Bi Hwa serta Bi Gwat yang terkejut melihat Kun Bok menyerang adik mereka seketika mencelos dengan mata terbelalak. Tapi ketua Gelang Berdarah mengangkat tangannya dan begitu lain-laki ini mendengus pendek dia pun memberi aba-aba.

"Bi Hwa, bocah ini telah mengetahui semua siasat kita. Tak perlu berpura-pura lagi. Tangkap dan bunuh dia!"

Dua orang kakak beradik itu serentak mencabut gelang. Mereka tertegun mendengar kata-kata sang ketua ini, tapi Kun Bok yang menggereng marah menubruk Bi Kwi.

"Benar, telah mengetahui semua kebusukan kalian, Bi Hwa. Tak ada guna berpura-pura lagi. Aku akan membunuh kalian bertiga!"

Bi Kwi menjerit. la menangkis serangan Kun Bok dengan gelangnya yang tinggal sebuah tapi begitu lengannya terpental ia pun berteriak ke arah dua orang encinya, "Enci, tolong. Orang she Kun ini benar-benar akan membununku...!"

Bi Gwat dan Bi Hwa cepat bergerak. Mereka menghantam punggung dan tengkuk Kun Bok, dan begitu Kun Bok membalik Bi Hwa pun membentak, "orang she Kun, jangan ganggu adikku. Kau pergilah!"

Tapi Kun Bok menangkis. Dia membuat sepasang gelang di tangan cici adik itu tergetar, lalu melengking gusar diapun sudah menyerang dua orang kakak beradik itu. Sekarang Kun Bok tidak perlu bertanya lagi masalah kakak beradik ini, kenapa mereka demikian tak tahu malu menelanjangi dada sendiri di depan Pendekar Gurun Neraka. Dan maklum bahwa dia tertipu dan benar-benar dipermainkan tiga orang bekas kekasihnya ini Kun Bok sudah meraung dan memutar-mutar pedangnya.

Putera Bu-tong-kiam Kun Seng ini diamuk kemarahan hebat. Juga rasa malu yang amat hebat. Maka ujung pedangnya yang bertubi-tabi menghujani serangan tiga tiga orang kakak beradik itu tiba-tiba lenyap berobah bentuk menjadi sinar putih yang bergulung-gulung. Kun Bok mainkan ilmu pedangnya hebat sekali. Dia bersungguh-sungguh untuk membunuh tiga orang bekas kekasihnya itu, terutama Bi Kwi yang sebenarnya amat dicinta. Tapi maklum dia menjadi korban dari orang-orang Gelang Berdarah ini maka Kun Bok tak memberi ampun lagi pada setiap gerak ujung pedangnya!

Dia benar-benar kesetanan. Karena rasa marah dan malu yang menumpuk menjadi satu, membuat Kun Bok benci sekali kepada tiga orang bekas kekasihnya ini. Maka begitu dia mainkan ilmu pedangnya Bu-tiong-kiam-sut tiba-tiba saja pedang di tangan Kun Bok lenyap membentuk gulungan panjang yang naik turun bagaikan naga yang haus darah. Bi Kwi dan dua orang kakaknya diserang gencar. Tak mengenal ampun dan kasihan sama sekali. Dan Kun Bok yang benar-benar malu serta marah kepada tiga orang gadis ini sudah mengurung mereka dengan gulungan sinar pedangnya.

Tak ayal, tiga orang gadis itu terkejut. Mereka dikurung bayangan pedang yang berkelebatan cepat, naik turun bagai naga menari. Dan sadar Kun Bok benar-benar hendak membunuh mereka maka tiga orang kakak beradik ini segera mengerahkan gelang menangkis dan balas menyerang. Bi Kwi dan dua orang kakaknya bekerja-sama, membentuk barisan segi tiga.

Tapi Kun Bok yang haus darah rupanya berlaku nekat. Dia membungkus tiga orang lawannya itu di dalam gulungan sinar pedang, tak menghiraukan dirinya sendiri yang juga harus dilindungi. Dan Bi Kwi serta dua orang kakaknya yang sebentar saja harus terpekik menangkis pedang yang menyambar-nyambar ke arah mereka tiba-tiba disambut dentang nyaring ketika gelang Bi Kwi yang tinggal satu-satunya mencelat terlepas!

Hal ini mengejutkan Bi Kwi. Dia melihat pedang di tangan Kun Bok meluncur tajam, menusuk leher begitu gelangnya mencelat. Dan Bi Kwi yang kaget bahwa Kun Bok memburu ke arahya sudah melempar tubuh sambil barteriak keras. Ia terguling-guling, tapi Kun Bok yang rupanya paling marah terhadap gadis ini sudah mengejar sambil mengangkat pedangnya.

"Bi Kwi, kau iblis betina. Kau mempermainkan cintaku...!"

Tapi Bi Gwat dan Bi Hwa sudah menyusul. Mereka menargkis pedang Kun Bok yang menyambar Bi Kwi ini, dan begitu Bi Kwi melompat bangun merekapun sudah menghadapi Kun Bok seperti semula lagi. Kun Bok menggereng, marah sekali. Dan dia yang terpaksa menghadapi tiga orang kakak beradik itu kini tidak pilih-pilih lagi. Kun Bok maklum kalau dia mengincar Bi Kwi tentu dua orang kakaknya akan maju membantu. Karena itu, Kun Bok tidak lagi mengincar Bi Kwi melainkan siapa saja yang terdekat padanya.

Pedangnya diputar hebat kembali mengurung tiga orang kakak beradik itu dan begitu dia mengamuk tiba-tiba sebuah gelang di tangan Bi Hwa kembali sudah dia pentalkan. Kini tiga orang kakak beradik itu menghadapi Kun Bok dengan tiga buah gelang saja, karena Bi Kwi yang mencelat semua gelangnya sudah tidak bersenjaia lagi. Dan Kun Bok yang mengurung hebat tubuh mereka tak memberi kesempatan untuk menyelematkan diri.

Sebenarnya kalau dihitung-hitung kepandaian Kun Bok memang di atas ketiganya kalau mereka bertempur satu lawan satu. Karena itu, kalau mereka mengeroyok berbareng kepandaian mereka sesungguhnya berimbang. Hal ini terjadi juga pada saat itu Kun Bok sesungguhnya tak dapat mendesak lawan, apalagi membuat Bi Kwi dan Bi Hwa sampai terlepas gelangnya. Tapi karena saat itu Kun Bok bertempur dengan penuh kemarahan dan tidak memperdulikan pertahanan diri sendiri kecuali menyerang dan menyerang maka tiga orang kakak beradik itu dibuat kewalahan.

Bi Gwat dan adik-adiknya memang kalah dalam hal ini. Kalah nekat, kalah beringas, karena Kun Bok benar-benar menggerakkan pedangnya untuk melampiaskan nafsu membunuh akibat kebencian dan kemarahan yang amat sangat. Maka tiga orang kakak beradik yang tidak heran sebentar saja keteter dan terdesak mundur itu mulai pucat mukanya. Memang sekali dua mereka mengenai pula tubuh Kun Bok. Tapi Kun Bok yang tak perduli dan tak merasakan hantaman gelang membuat mereka terbelaiak juga. Maka, ketika Kun Bok semakin mendesak dan membungkus mereka dalam gulungan sinar pedang tiba-taba saja sang ketua Gelang Berdarah yang sejak tadi mengerutkan kening merogoh saku bajunya.

Ketua Gelang Berdarah ini geram juga melihat pertandingan itu. Marah melihat anak-anak buahnya tak mampu menyerang kecuali bertahan. Akibat sepak terjang Kun Bok yang mata gelap, maka begitu pertandingan mencapai puncaknya dan pedang Kun Bok ditangkis Bi Gwat tiba-tiba saja ketua Gelang Berdarah ini menggerakkan tangannya. Posisi Kun Bok saat itu membelakangi dirinya, mengerahkan semua perhatian ke depan. Tak mengira bahwa dia bakal dibokong. Maka begitu ketua Gelang Berdarah ini mengeluarkan bentakannya tiba-tiba sebatang bor pencabut nyawa menyambar punggung pemuda ini.

"Bocah she Kun, kau robohlah. Tak pantas kau mengganggu wanita…!"

Kun Bok tak mengerti. Dia baru saja menerima tangkisan Bi Gwat, membuat gelang di tangan gadis itu berdentang nyaring dan hampir mencelat dari tangan pemiliknya yang mengeluh pendek. Tapi begitu dia meneruskan serangannya untuk menusuk leher wanita ini mendadak bor pencabut nyawa itu telah mengenai punggungnya. Tak ayal, Kun Bok menjerit ngeri. Dan begitu dia sadar apa yang terjadi tahu-tahu pedangnya lepas dan dia terguling roboh!

"Hint-goan-pangcu, kau manusia curang....!"

Ketua Gelang Berdarah mendengus. Dia jelas tak mengacuhkan makian itu, dan Bi Kwi tiga bersaudara yang mendapat isyarat dari ketua Gelaug Berdarah ini sudah menubruk ke depan menghantamkan gelangnya. Mereka sendiri terpaksa berbuat itu, tak menginginkan Kun Bok hidup lagi setelah pemuda ini mengancam keselamatan mereka. Bahkan siap membunuh mereka dengan penuh kebencian. Tapi begitu gelang mereka menyambar ke bawah ke arah Kun Bok yang terbelalak marah tiba-tiba Bu-tiong-kiam Kun Seng muncul!

"Sam-hek-bi-kwi, kalian benar-benar keji...!"

Tiga orang kakak beradik itu terkejut bukan main. Mereka melihat sebatang pedang menyambar cepat, dan begitu mereka terbelalak tahu-tahu tiga buah gelang di tangan mereka jatuh berkerontang dan terlepas dari tangannya!

"Trang trang-trang...!"

Bi Kwi dan dua orang kakaknya menjerit kaget. Mereka melihat Bu-tiong-kiam Kun Seng membabat gelang-gelang mereka, dan begitu orang tua ini muncul maka terpekiklah tiga orang kakak beradik itu dengan muka gentar. Mereka melompat mundur, terbelalak, memandang jago pedang ini. Sementara Kun Bok yang melihat ayahnya muncul di situ segera berseru lirih,

"Ayah....!"

Jago pedang tanpa tanding itu memasukkan pedangnya. Dia mengerutkan alis melihat keadaan puteranya, tapi berlutut maju dia sudah menotok tiga jalan darah penting di tubuh Kun Bok. Lalu mencabut Toat-beng-cut yang menancap di punggung puteranya, jago pedang ini menghadapi Gelang Berdarah. "Wan-sicu, kenapa kau hendak membunuh puteraku?"

Ketua Gelang Berdarah tertawa mengejek. "Tak perlu ditanyakan lagi, orang she Kun. Dia hendak membunuh tiga orang pembantuku yang setia ini...!"

"Hm, dan mengapa puteraku hendak membunuh tiga orang gadis itu?"

"Karena mereka iblis-iblis betina yang telah mempermainkan aku, ayah. Mereka mengecoh dan menipu aku secara keji...!" Kun Bok berteriak mencoba bangun tapi roboh lagi dengan mata mendelik.

Jago pedang ini menarik napas. Dia menghadapi puteranya, dan melihat Kun Bok menyeringai menahan sakit, orang tua ini mengulurkan tangan. "Bok-ji, kau memang tersesat. apakah semuanya ini perlu kau sesali?"

Kun Bok mendesis, "Aku tak tahu kalau mereka mempermainkan aku, ayah. Aku telah diperalat oleh iblis- iblis betina itu!"

Bu-tiong-kiam Kun Seng menyambar puteranya. "Tak perlu kau salahkan orang lain. Ini adalah kesalahan kita sendiri. Kesalahanmu dan juga kesalahanku yang kurang awas menjaga anak!"

Kun Bok mengerang, "Tapi aku telah berdosa padamu, ayah. Aku juga berdosa pada keluarga Ciok-thouw Tathiap!"

"Hm, tak perlu dipikirkan, Bok-ji. Yang penting sekarang ini aku akan menyembuhkan lukamu....!" lalu menghadapi ketua Gelang berdarah yang bersiap-siap menerima kemarahan jago pedang ini barkatalah Bu-tiong kiam Kun Seng itu pada lawannya, "Wan-sicu, boleh kuminta dua hal kepadamu?"

Ketua Gelang Berdarah ini tertegun. "Permintaan apa, Bu-tiong-kiam?"

"Tidak berat, sicu. Pertama minta urusan ini kita hapus sampai di sini saja, sedang yang ke dua perkenankan kami pergi!"

Ketua Gelang Berdarah tarkejut. Dia terbelalak, hampir tak percaya pada ucapan jago pedang ini. Tapi, tertawa bergelak tiba-tiba dia berseru, "Bu-tiong-kiam, omongan apa yang kau bicarakan ini? Tidakkah kau ingin membalas sakit hati puteramu?"

"Hm, ini adalah kesalahan kami sendiri sicu. Kesalahanku juga yang tidak waspada menjaga anak. Kenapa harus kulanjutkan mata rantai permusuhan ini kalau semuanya dapat dihentikan sampai di sini?"

Tapi Kun Bok meronta. "Aku tak ingin menghentikan permusuhan ini, ayah. Aku tak akan mati meram kalau tiga orang iblis betina itu belum mampus....!"

Ketua Gelang Berdarah kembali tertawa bergelak, "Nah, apa omongan puteramu, orang she Kun? Bukankah dia tak mau kau menghentikan urusan ini?"

Bu-tiong-kiam Kun Seng mengerutkan alis. "Tak boleh kau bilang seperti itu, Bok-ji. Itu adalah kesalahan kita yang harus kita terima akibatnya kalau sudah suratan takdir seperti itu!''

Kun Bok terbelalak. Dia mau memprotes kata-kata ayahnya lagi, tapi Bu tiong-kiam Kun Seng yang telah menotok urat gagu puteranya tiba-ttba membuat Kun Bok tak mampu bicara. Jago pedang itu sebenarnya mempunyai siasat, sesuatu yang tidak dapat dikatakannya pada Kun Bok. Karena dia yang belum sembuh dari luka-lukanya itu sesungguhnya tak boleh bertempur menghadapi lawan berat. Apalagi seperti ketua Gelang Berdarah ini yang lihai dan tangguh!

Dan ketua Gelang Berdarah yang terheran itu semula tidak mengerti. Dia tak tahu kenapa pendekar pedang itu tampak demikian mengalah, kelihatannya "jerih" dan mengajak dia bicara baik-baik. Tapi ketika matanya yang tajam melihat lutut Bu-tiong-kiam Kun Seng itu agak gemetar dan pendekar ini pucat mukanya sadarlah ketua Gelang Berdarah itu bahwa pendekar ini sesungguhnya belum sembuh benar dari bekas pukulan Ciok-thouw Taihiap.

Maka iblis dari Hek-kwi-to inipun tertawa bergelak. Sekarang dia maklum, apa sesungguhnya yang dikehendaki jago pedang ini. Menyelamatkan puteranya dan menghindari pertempuran berat! Maka begitu dia tahu apa yang menjadi sebab jago pedang ini bicara baik-baik ketua Gelang Berdarah itupun berkata nyaring, "Bu-tiong-kiam Kun Seng, tidakkah kau pikirkan keinginan anakmu itu? Bagaimana kau yang biasanya dengan gagah mendadak minta kubiarkan pergi dengan begini saja?"

Pendekar pedang itu mengerutkan alis. "Karena aku menyadari kesalahanku sendiri, Wan-sicu. Karena aku tak ingin memperpaajang masalah permusuhan ini!"

"Hm, dan kalau aku keberatan?"

Jago pedang itu terkejut. "Apa maksudmu pangcu?"

"Begini orang she Kun...." ketua Gelang Berdarah ini menyeringai. "Aku sedikit keberatan kalau kau meninggalkan tempat ini dengan cara begitu saja. Bukankah kau mengakui bahwa kalian ayah dan anak sama-sama bersalah? Bagaimana kalau kau melepaskan pedangmu itu di sini untuk gantinya anakmu itu?'

Bu-tiong-kiam Kun Seng terbelalak. Ia kaget mendengar kata-kata itu, tapi menahan marah dia menjawab. "Wan-sicu, tahukah kau bahwa pedangku ini selamanya tak pernah lepas dari tangan pemiliknya sebelum aku mati? Tidakkah permintaanmu ini kelewat batas?"

"Ha-ha, itu aku tahu, Bu-tiong-kiam Kun Seng. Tapi harap kau ingat bahwa jelek-jelek puteramu itu masih ada ikatan dengan perkumpulan Gelang Berdarah. Dia belum memutuskan hubungannya sebagai ketua cabang pambantu!"

Pendekar pedang ini tertegun. Dia melihat Kun Bok menggeram di atas pundaknya, menggeliat dan siap memaki-maki. Tapi karena mulutnya gagu tertotok maka Kun Bok hanya mendesis dan mendelik marah, membuat pendekar pedang ini terkejut dan menaikkan keningnya. Dan Bu-tiong-kiam Kun Seng yang maklum orang hanya mencari gara-gara saja lalu membentak, "Hiat-goan pangcu, omongan apa yang kau utarakan ini? Tidakkah kau tahu bahwa sesungguhnya perbuatanmu itu menghina diriku?"

Ketua Gelang Berdarah ini, tertawa bergelak. Dia melihat kaki pendekar pedang itu seakan gemetar, dan sengaja membuat orang marah diapun melompat maju. "Bu tiong kiam, aku menyetujui kepergianmu kalau kau meninggalkan pedang di sini. Setidak-tidaknya, kau harus mengambil puteramu dengan satu cara, lewati diriku atau kau kutahan juga di sini....!"

Bu-tiong-loam menjadi marah. Dia mencabut pedang, dan maklum harus menghadapi ketua Gelang Berdarah yang licik itu pendekar inipun menyilangkan senjata di tengah kening. Lalu membentak keras diapun sudah memasang kuda-kuda, dengan Kun Bok masih di atas pundaknya! "Hiat-goan-pangcu, kau majulah. Cabut senjatamu dan kita bergebrak...!"

Ketua Gelang Berdarah terkekeh. Dia tahu pendekar pedang ini bukan lawan sembarangan. Tapi mengerti lawan sedang terluka diapun menggalengkan kepala. "Bu tiong-kiam, aku tak ingin mencabut senjata kalau belum perlu. Kau majulah dan mainkan ilmu silat pedangmu itu....!"

Jago pedang ini melotot. Dia melengking tinggi, dan begitu kaki menotol tanah tahu-tahu tubuhnya berkelebat ke depan dengan pedang menusuk cepat. "Hiat-goati-pangcu, jaga seranganku… swing!" dan pedang yang sudah bergerak ke depan itu tahu-tahu menlengking lirih dengan suara tajam.

Tapi ketua Gelang Berdarah tertawa mengejek. Dia tidak menghindar tusukan pedang, melainkan mengayun lengan menangkis cepat. Dan begitu lengan kanannya bergerak menyampok, maka terdengarlah benturan keras di antara keduanya.

"Plak!" Bu tiong kiam Kun Seng terdorong mundur. Dia mengeluh, menggigit bibir dan mencekal erat pedang yang bertemu tamparan sinkang ketua Gelang Berdarah itu. Tapi pendekar tua yang hampir roboh pasangan kuda-kudanya ini tak mau membiarkan diri kalah. Dia sudah melengking lagi, dan begitu kakinya bergerak diapun sudah menyerang ketua Gelang Berdarah itu. Untuk sejenak pedangnya menyambar bertubi-tubi, ganas dan lenyap bentuknya menjadi kilatan cahaya yang menyilaukan. Namun karena kondisi tubuhnya tidak sehat dan ketua Gelang Berdarah itu bukan lawan yang enteng maka semua rangsekan pendekar pedang ini tak berarti banyak.

Ketua Gelang Berdarah itu menghadapi semua serangannya dengan tangkisan tangkisan atau dorongan sinkang. Maklum bahwa dalam hal ini jago pedang itu memang lemah. Dan ketika berkali-kali Bu-tiong-kiam Kun Seng mulai menerima tamparan-tamparan ketua Gelang Berdarah ini maka ganti pendekar itulah yang terdesak. Ketua Gelang Berdarah ini sangat keji. Ia selalu manangkis atau mementalkan senjata di tangan jago pedang itu, bermaksud agar pendekar ini melepaskan pedangnya.

Tapi karena Bu-tiong-kiam Kun Seng menyatakan pedang tak akan lepas sebelum nyawanya melayang maka terjadilah keadaan yang mengenaskan bagi pendekar pedang ini. Bu-tiong-kiam memang keras hati. Kata-katanya teguh. Dan ketika untuk kesekian ketua Gelang Berdarah itu menampar pedang dengan pukulan sinkang yang jauh lebih kuat tiba-tiba pendekar pedang ini terpelanting roboh dan muntah darah!

Bu-tiong-kiam Kun Seng mulai menggigil, mukanya pucat sekali. Tapi dia yang sudah melompat bangun lalu menyerang kembali itu membuat ketua Gelang Berdarah ini tertegun. Dia melihat pendekar pedang itu benar-benar mempertahankan kata-katanya sendiri. Maka gemas dan ingin menguji sampai sejauh mana pendekar itu dapat mempertahankan ucapannya sendiri, ketua Gelang Berdarah inipun membentak dan berkelebat ke depan mendahului serangan lawannya, memukul pergelangan lawan dengan sinkang kuat sekali. Lalu begitu lawan mengeluh dan berteriak tertahan tahu-tahu pedang di tangan jago tua itu mencelat terlepas.

"Ha-ha, kau tak dapat mempertahankan pedangmu lagi, Bu-tiong-kiam." Tapi ketua Gelang Berdarah ini terkejut, baru dia selesai mengeluarkan ejekan, lawannya itu mendadak jago pedang ini menggerakan tangannya, tangan kiri. Dan begitu tangan menyambar tahu-tahu pedang yang terlepas dari tangan kanan sudah berpindah tangan ke tangan kiri!

"Ah…!" ketua Gelang Berdarah tertegun. Dan Bu-tiong kiam Kun Seng yang marah serta gemetar lututnya ini membentak tegas, "Kau tak dapat melepaskan pedang sebelum nyawaku putus, Hiat goan-pangcu!"

Ketua Gelang Berdarah terkejut. Dia mendesis kagum oleh perbuatan pendekar pedang. Tapi penasaran oleh kekerasan hati lawannya diapun kembali memukul pedang di tangan kiri Bu tiong-kiam itu. Jago pedang mencoba mengelak, tapi ketika dengan gerakan cepat ketua Gelang Berdarah itu menampar pergelangannya maka kembali pedang mencelat dari tangan Bu-tiong-kiam Kun Seng ini. Ketua Gelang Berdarah hendak mengejek. Tapi ketika kembali pedang berhasil ditangkap tangan kanan lawan diapun jadi tertegun dan marah.

Ternyata jago pedang ini benar-benar akan mempertahankan kata katanya. Tak melepas pedang sebelum mengegeletak mati. Dan Bu-tiong Kun Seng yang berkali-kali selalu menyambar pedang dengan tangan kanan kalau pedang terlepas dari tangan kiri atau menyambar pedang dengan tangan kiri kalau pedang mencelat dari tangan kanan itu akhirnya membuat ketua Gelang Berdarah ini gusar.

Dia jelas melihat jago pedang itu payah keadaannya, semakin gemetar dan terhuyung-huyung. Bahkan dua kali sudah melontakkan darah segar. Maka ketika untuk kesekian kalinya dia diakukan pukulan sinkang dan pedang mencelat dari tangan pendekar itu mendadak ketua Gelang Berdarah ini mencabut gelang rahasianya dan menimpuk pedang yang terlempar keudara.

"Bu-ttiong-kiam, kau tak dapat mempertahankan pedangmu lagi?"

Jago pedang ini mendelik. Dia benar tak dapat menyambar pedangnya, karena pedangnya telah mencelat jauh ditimpuk gelang. Tapi Bu tiong-kiam Kun Seng yang gagah perkasa itu tiba-tiba melepas ikat pinggang. Sekali membentak nyaring dia menjeletarkan sabuknya dan persis pedang menyentuh tanah tahu-tahu badan pedang sudah digubat dan disendal ke tangannya kembali dengan selamat!

"Rrtt…!" Ketua Gelang Berdarah tertegun. Dia tak menyangka pendekar itu benar-benar mempertahankan pedangnya. Sebelum nyawa putus! Dari marah serta geram oleh kekerasan hati lawannya ini mendadak ketua Gelang Berdarah itu melontarkan pukulan jarak jauh. Dia langsung menghantam dada pendekar ini, yang saat itu baru saja menerima pedang. Maka begitu jago tua ini dihantam tiba-tiba dia mengeluh dan terbanting roboh.

"Bluk....!" Bu-tiong-kiam terguling-guling. Dia kembali melontakkan darah segar, terbelalak dan malompat bangun. Tapi ketua Gelang Berdarah yang keji tiba-tiba melompat dan menyerang kembali. Hawa pukulan panas menghantam tubuh pendekar itu, dan penasaran oleh nekatnya pendekar pedang ini mendadak ketua Gelang Berdarah yang marah itu menyambitkan tiga bor pencabut nyawa berbareng dengan pukulan sinkangnya.

"Bu-tiong-kiam, kau tak dapat menyelamatkan diri…!"

Jago pedang ini benar-benar terkejut. Dia harus memilih di antara dua serangan itu. Menyelamatkan pukulan sinkang atau sambaran bor pencabut nyawa. Dan karena saat itu sudah terlalu singkat untuk menimbang dan memutuskan maka tiba-tiba pendekar ini mengambil jalan tengah. Dia membanting tubuh, mengelak sekaligus menangkis sambaran Toat-beng-cui yang menyambar dirinya. Dan begitu tiga kali dentingan senjata menunjukkan bor pencabut nyawa itu dia tangkis mendadak Kun Bok yang ada di atas pundaknya menjarit.

Kiranya tanpa disadari pendekar pedang dari Kun-lun ini, Kun Bok menjadi korban Toat-beng-cui nomor tiga, yang mental ditangkis pedang ayahnya. Tapi karena senjata rahasia itu mentalnya ke samping maka tak pelak leher Kuo Bok menjadi sasaran Toat-beng-cui itu tembus ke batang tenggorokannya, dan begitu putera jago pedang ini menjerit diapun terkulai di atas pondongan ayahnya. Tewas!

Bu-tong-kiam mendelik. Sekarang dia benar-benar marah, dan melompat bangun dengan mata beringas tiba-tiba pendekar pedang ini melengking panjang dan menggereng. Dia menubruk ketua Gelang Berdarah itu, mengelebatkan pedangnya dengan jurus maut dari ilmu pedangnya Bu-hung Kiam-sut yang disebut Naga Sakti Kibaskan Ekor. Dan begitu jago pedang ini menggerakkan pedangnya tahu-tahu tubuh ketua Gelang Berdarah ini sudah digulung bayangan sinar pedangnya. Dan bersamaan dengan gulungan cahaya pedang ini mendadak terdengarlah suara mendesis mirip naga murka dari naik turunnya gerakan pedang, membacok dan menusuk!

Ketua Gelang Berdarah terkejut. Dia tak menyangka lawannya itu mempunyai sebuah jurus simpanan yang begitu dahsyat, jelas menyerang tanpa melindungi diri. Tanda dari jurus maut yang mengajak mati bersama, mengadu jiwa! Dan kaget bahwa dirinya tiba-tiba sudah dikurung bayangan pedang yang demikian ganas, mendadak pedang di tangan lawannya itu sudah menyambar dadanya dengan kecepatan kilat dari gulungan pedang yang naik turun!

"Hiat-goan-pangcu, kau harus membayar jiwa puteraku...!"

Ketua Gelang Berdarah ini mencelos. Dia jelas kaget bukan main, tapi membentak keras tiba-tiba dia sudah menggerakkan tangannya menangkis. Tak ada kesempatan untuk berbuat lebih banyak selain menangkis itu. Maka begitu pedang ditangkis ketua Gelang Berdarah ini pun mengerahkan sinkangnya sekaligus menampar dada lawan dengan tangan kiri. Tapi Bu-tiong-kiam Kun Seng tertawa aneh. Dia tak menghindari pukulan lawannya, tapi begitu pedang ditangkis sekonyong-konyong jago tua ini menggeliatkan pergelangan tangannya dan menimpuk pedang ke mata lawannya itu.

"Crap!" Kejadian ini berlangsung cepat. Dua gebrakan itu berbareng terjadinya, dan ketua Gelang Berdarah yang tiba-tiba berteriak tinggi mendadak sudah terjungkal roboh dengan mata pecah. Biji mata iblis dari Hek-kwi-to ini buta sebelah, ditimpuk pedang yang dilepas dari tangan Bu-tiong-kiam Kun Seng.

Tapi Bu tiong-kiam Kun Seng sendiri yang mengeluh tertahan juga roboh di atas tanah dalam keadaan pingsan. Dia terluka dalam, tak kuat menerima pukulan sinkang ketua Gelang Berdarah itu. Dan ketua Gelang Berdarah yang terbelalak dengan mata sebelah sekonyong-konyong menggereng dan melompat ke deban, mengangkat tangan ditimpakan ke kepala Bu-tion kiam yang pingsan ini dalam sebuah pukulan maut, pukulan mematikan!

"Orang she Kun, mampuslah...!"

Tapi sesosok bayangan kuning tiba-tiba berkelebat. Ketua Gelang Berdarah melihat sebuah lengan meluncur cepat, menerima pukulannya melindungi Bu-tiong-kiam Kun Seng. Dan begitu telapak tangannya membentur lengan bayangan kuning ini maka terdengarlah suara keras beradunya dua sinkang yang sama kuat.

"Dukk…!" ketua Gelang Berdarah terkejut. Dia melihat Pek-kut Hosiang tiba-tiba muncul, menerima serangannya dan tergetar mundur. Tapi dia sendiri yang terdorong tubuhnya dua tindak ke belakang sudah menjadi kaget dan marah bukan main di samping gelisah!

"Pek-kut Hosiang, kau menggangu lagi di tempat orang?'

Hwesio ini menarik napas. Dia mengerutkan kening, melihat keadaan Bu-tiong-kiam Kun Seng yang mengenaskan, yang pingsan di samping mayat Kun Bok. Tapi mengebutkan jubah dia memuji nama Buddha, "Omitohud, pinceng tak bermaksud mengganggu siapapun, Wan sicu. Tapi kaulah yang mengundang pinceng ke mari. Pinceng hendak meminta kembali kitab pusaka leluhur pinceng!"

Ketua Gelang Berdarah memaki. Dia membanting kakinya, membalut mata yang terluka dengan cepat. Tapi belum dia menyerang hwesio Go-bi-pai ini mendadak Hwe-pian-hok muncul. "Pangcu, celaka. Pendekar Gurun Neraka mengobrak-abrik penjara bawah tanah....!"

Ketua Gelang Berdarah ini terbelalak. Dia tertegun mendengar berita itu. Dan Hwe pian yang kaget melihat ketuanya buta sebelah, Pek-kut HoSiang ada di situ sudah menyambung lagi dengan cepat. "Dan pangeran minta paduka menghalangi niat Pendekar Gurun Neraka itu, pangcu. Dia hendak membebaskan Pangeran Kou Cien yang tertawan di penjara bawah tanah....!"

Sekarang ketua Gelang Berdarah ini mandelik. Dia, terkejut sekali dan tanpa banyak bicara lagi mendadak tubuhnya berkelebat ke luar. "Bi Kwi, Hwe-pian-hok, cegah keledai gundul ini masuk. Aku akan membantu di dalam!"

Bi Kwi dan dua orang kakaknya, mengangguk. Hwe-pian hok juga sudah mencabut senjataya, bergagang panjang. Lalu begitu sang ketua melompat ke dalam merekapun menyerang hwesio Go-bi ini dengan senjata berhamburan. Sabit dan gelang di tangan keempatnya menyambar cepat mencegah hwesio Go-bi ini mengejar sang ketua. Tapi Pek-kut Hosiang yang sakti meggibaskan lengannya, mendorong dua kali ke kiri kanan.

"Hwe-pian-hok, Sam hek-bi-kwi, pinceng tak ada urusan dengan kalian, Pergilah...!"

Empat orang itu berteriak kaget. Mereka mendapat kenyataan, senjata di tangan tertolak balik oleh hawa pukulan hwesio kosen ini, begitu mereka terdorong mundur tahu-tahu hwesio ini telah berkelebat ke dalam. Tentu saja mereka marah. Dan Hwe-pian hok serta tiga orang temannya yang sudah mencabut senjata rahasia tiba-tiba mengejar sambil menimpuk.

"Pek-kut Hosiang, jangan lari. Tidak boleh kau masuk kesitu...wut-wut-wut!" dan belasan gelang kecil yang sudah menyambar punggung hwesio Go bi ini susul-menyusul mengenai tubuhnya.

Tapi Pek-kut Hosiang tak perduli. Dia membiarkan sambaran gelang-gelang rahasia itu yang runtuh mengenai punggungnya. Dan begitu dia melesat ke dalam meninggalkan empat oran lawannya tahu-tahu ketua Gelang Berdarah yan sudah duluan masuk dihadang sambil tersenyum. "Wan-sicu, tunggu dulu. Kau harus mengembalikan kitab punya leluhur pinceng!"

Ketua Gelang Berdarah ini mendesis. Di marah dan gelisah melihat hwesio itu berhasil melampaui Bi Kwi tiga bersaudara, hal yang sudah diduganya. Tapi membentak nyaring tiba-tiba melempar granat tangan ke arah hwesio ini. "Keledai gundul, mampuslah...!"

Tapi Pek-kut Hosiang mengebutkan tangannya. Dia tidak menunggu granat tangan itu jatuh ke tanah, melainkan menerimanya dengan gulungan lengan jubahnya yang lebar. Lalu begitu dia melihat ketua Gelang Berdarah itu sudah melarikan diri ke dalam diapun melemparkan senjata peledak ini ke arah Bi Kwi dan Hwi-pian-hok yang sudah muncul mengejar.

"Hwe-pian-hok, hati-hati...!" demikian hwesio itu berseru. Dan Bi Kwi serta dua orang kakaknya yang melihat hwesio Go-bi ini melempar geranat tangan ke arah mereka seketika berteriak kaget. Mereka melompat tinggi, berjungkir balik menghindari granat tangan itu yang meledak di dekat mereka. Dan begitu mereka melompat turun tahu-tahu hwesio itupun telah lenyap di hadapan mereka!

"Keparat, terkutuk kau, Pek kut Hosiang!" Hwe-pian-hok menyumpah serapah. Dia dan kawan-kawannya kembali mengejar, tapi Pek-kut Hosiang yang memiliki gerakan jauh lebih cepat dan gesit dibanding mereka benar-benar sudah tak kelihatan bayangannya lagi.

Hwesio ini sudah membayangi larinya sang ketua Gelang Berdarah, yang tentu saja mengumpat melihat hwesio Go-bi itu mengintil di belakangnya. Dan ketika kejar-kejaran itu terjadi tiga kali sampai mereka tiba di belakang tembok istana, mendadak ketua Gelang Berdarah bersuit nyaring. Dia memangail muridnya, yang saat itu sudah dekat dengan penjara bawah tanah. Tapi begitu muridnya muncul mendadak sebuah bayangan lain ikut berkelebat.

"Wan-sicu, kau penipu…!"

Ketua Gelang Berdarah tertegun. Dia melihat seorang hwesio yang sama gundulnya dengan Pek-kut Hosiang muncul dengan tiba-tiba, menghadang dengan muka merah. Dan ketua Gelang Berdarah yang kaget oleh kehadiran hwesio ini sekonyong konyong membentak, "Ta Bhok Hwesio, bagaimana dengan janjimu?"

Hwesio gundul itu menyeringai. Dia memang Ta Bhok Hwesio adanya, guru Pek Hong yang lama tidak muncul. Tapi hwesio yang biasanya riang dan jenaka itu kali ini tampak marah. Mukanya gelap, sinar matanya muram. Dan bentakan ketua Gelang Berdarah yang tinggi melengking itu disambut kekeh mengejek. "Wan-sicu, tak perlu menuntut janji pinceng. Kaupun tak menepati janji dan membunuh orang mempergunakan nama pinceng! Siapa orang harus dimaki di sini?"

Ketua Gelang Berdarah terbelalak. Dia memandang muridnya yang terkejut melihat sang guru membalut mata kiri yang masih mengeluarkan darah, tanda baru saja terjadi pertempuran. Dan Kui Lun yang kaget melihat gurunya. Maka sudah mencabut pedang dan gelang.

"Suhu, siapa yang melukaimu?"

Tapi ketua Gelang Berdarah ini tak menghiraukan pertanyaan muridnya. Dia sudah melompat dan berseru keras dia berteriak pada muridnya, "Lun-ji, tahan keledai dari Go-bi-pai itu, biar yang satu mengejarku. Aku akan membantu di dalam...!"

Kui Lun mengerti. Memang dialah yang tadi menyuruh Hwe-pian-bok melapor pada suhunya, bahwa Pendekar Gurun Neraka membuat ribut di penjara bawah tanah, bermaksud melepas Pangeran Kou Cien yang tertangkap. Maka terdengar seruan gurunya itu agar dia menahan Hwesio Go-bi ini di tempat itu tiba-tiba membentaklah dia dengan seruan nyaring, "Pek kut Hosiang, kau harus tinggal di sini. Menyerahlah…!"

Pek-kut Hosiang terkejut. Dia melihat pedang dan gelang di tangan pemuda itu telah menyambarnya ganas, berdesing dengan gerakan cepat. Tapi Pek-kut Hosiang yang tentu saja tidak mau melayani pemuda ini sudah mengebutkan jubahnya. "Lo-heng, kau tahan pemuda ini, pinceng akan mengejar ketua Gelang Berdarah!"

Tapi Ta Bhok Hwesio menolak. Dia tak mau mendengar seruan hwesio Go-bi itu karena dia juga mempunyai kepentingan yang sama dengan Pak-kut Hosiang, mengejar ketua Gelang Berdarah yang sudah melarikan diri ke dalam. Dan membalas seruan temannya itu dia menjawab, "Sebaiknya pinceng saja yang mengejar siluman itu, lo-heng. Kau robohkan tikus kecil ini dan menyusul ke dalam!"

Ta bhok Hwesio sudah melompat pergi, benar-benar meninggalkan Pek-kut Hosiang di tempat itu, melayani Kui Lun. Tapi baru melompat beberapa tindak tiba-tiba empat ketua cabang pembantu muncul, diikuti pula pasukan yang bertertak-tertak!

"Ta Hhok Hwesio, jangan lari. Kau tak dapat mengejar ketua kami…!"

Hweio ini melotot. Dia ditubruk lima orang dari depan, dan belum dia menangkis tahu-tahu di belakangnya juga menyerang lima orang pasukan yang menggerakkan tombak dan pedang. Tak ayal, hwesio ini membentak. Dan begitu kaki tangannya bergerak tiba-tiba semua senjata sudah dia pentalkan ke sana ke mari. Tapi lima ketua cabang tak dapat begitu saja dia robohkan. Si Lutung Banyak Lengan ada di situ dan To-pi-wan yang sudah menggereng bagai gorila kelaparan ini menyambar tengkuknya dengan sepuluh kukunya yang panjang runcing. Ta Bhok Hwesio terpaksa menangkis, dan begitu dia bergerak maka empat orang teman si Lutung Banyak Lengan ini sudah maju mengerubut.

Maka terjadilah pertempuran sengit di tempat itu. Baik Pek-kut Hosiang maupun Ta Bhok hwesio sama-sama tertunda keinginannya mengejar ketua Gelang Berdarah. Karena mereka berdua yang sudah menggerakkan kaki tangan menangkis terpaksa melayani serbuan musuh yang banjir bagai air pasang. Tapi dua orang hwesio ini sebenarnya terlalu tangguh bagi para pasukan. Kalau tidak ada orang-orang Gelang Berdarah di situ tentu sebentar saja mereka berdua telah merobohkan semua lawan.

Namun karena Kui Lun dan teman-temannya maju mengeroyok maka sibuklah dua orang hwesio ini. Dan Ta Bhok hwesio akhirnya membentak. Hwesio Tibet ini marah dan begitu dia menggerakkan tangannya tahu-tahu sebuah tasbeh telah menangkis sambaran kuku si Lutung Banyak Lengan.

"To-pi-wan, robohlah....!"

Lutung Banyak Lengan ini terkejut. Dia sedang menyerang kepala hwasio gundul itu, maka begitu lawan mencabut tasbeh dan mengepret kukunya kontan dia menjerit dan terpelanting roboh. Lima kukunya putus seketika, dikepret (di babat) tasbeh di tangan lawan. Dan sementara dia terguling-guling tahu-tahu hwesio Tibet melakukan pukulan Hong Thian-lo-hai-kunnya yang menghantam dada si Latung Banyak Lengan ini. Tak ayal, pembantu ketua Gelang Berdarah itu memekik dan begitu dia melotot tubuhnyapun ambruk ke bumi dengan dada pecah. Tewas.

Pek-kut Hosiang terkejut melihat sepak terjang hwesio Tibet ini. Dia tak setuju melakukan pembunuhan, maka melihat rekannya mulai membunuh si Lutung Banyak Lengan diapun berseru, "Omitohud jangan menghirup darah, Ta Bhok lo-heng. Mereka hanyalah orang-orang yang di peralat ketua Gelang Berdarah!"

Ta Bhok Hwesio tak perduli. "Tapi mereka telah banyak mambuat onar, Pek-kut Hosiang. Pinceng terpaksa menurunkan tangan kejam kalau mereka tak mau mundur..."

Akibatnya samua orang menjadi gentar. Mereka melihat hwesio yang satu ini benar-benar marah. Menangkis dan menyerang mereka dengan pukulan-pukulan tasbeh dan sinkang. Maka takut menghadapi hwesio Tibet yang tampaknya tidak main-main itu kurungan kepada hwesio itu agak dilonggarkan.

Empat orang teman si Lutung Banyak Lengan yang kaget menyaksikan rekan mereka tewas begitu Ta Bhok hwesio mencabut tasbehnya dan melakukan dorongan sinkang, sudah cepat-cepat memasang jarak, tak berani terlalu dekat dengan hwesio yang marah ini. Dan ketika Ta Bhok Hwesio kembali melakukan pukulan Hong-thian-lo-hai-kun nya yang menderu hebat tiba-tiba semua orang mundur!

Maka Ta Bhok Hwesio tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia melompat keluar, menyibak lawan yang jerih menghadapi pukulan sinkang dan tasbehnya. Dan begitu dia lolos maka yang pertama-tama dicari adalah ketua Gelang Berdarah. Dia sudah memasuki gedung di mana tadi ketua Gelang Berdarah itu masuk. Tapi ketika tak melihat lagi bayangan lawan tiba-tiba hwesio si mengamuk. Dia menendangi meja kursi, merobohkan dinding-dinding tembok. Lalu begitu menyulut api diapun sudah membakar seluruh gedung yang ada si situ!

Sekarang gegerlah keadaan di tempat ini. Semua orang menjadi panik, gempar oleh sepak terjang si hwesio Tibet ini. Dan Pek-kut Hosiang yang menarik napas melihat perbuatan temannya itu lalu berseru, "Lo heng, selamatkan dulu sobat kita Bu-tiong-kiam Kun Seng. Dia ada di dekat kolam, bersama jenazah puteranya. Biar urusan ketua Gelang Berdarah pinceng yang menanganinya...!"

Ta Bhok Hwesio terbelalak. Dia terkejut, tapi menganggukkan kepalanya dia berhasil dibujuk. "Baiklah, pinceng akan memenuhi permintaanmu, Pek-kut loheng. Tapi tolong basmi saja cecunguk-cecunguk buruk ini!"

Pek-kut Hosiang tersenyum pahit. Dia melihat hwesto Tibet itu melompat pergi, dan dia yang sudah dikurung lagi oleh banyak orang tiba-tiba membentak perlahan. Kui Lun dan teman-temannya yang ada di depan dia pukul mundur, lalu begitu terbuka jalan mendadak tubuhnya sudah berkelebat melampaui kepala orang-orang ini. "Hu-pangcu, pinceng tak ada urusan denganmu. Lain kali sajalah...!"

Kui Lun berteriak marah. Dia menyuruh orang-orangnya mengejar, tapi Pek-kut Hosiang yang melompat jauh sudah menyelinap ke ruangan dalam. Sebentar saja hwesio ini lenyap, dan Kui Lun yang mencak-mencak segera mengejar. Tapi kegemparan baru sekonyong-konyong muncul. Penjara bawah tanah yang letaknya di sebelah barat istana mendadak dimakan api, dan begitu semua orang terkejut tiba-tiba genta dan tambur dipukul gencar. Sekarang ributlah semua orang. Pasukan berlari-lari, memadamkan api yang ada di tempat itu dan juga tempat penjara bawah tanah. Dan Kui Lun yang mengepal tinju melihat semuanya itu tiba-tiba berteriak.

"Bt Kwi, bawa orang-orang kita ke sana. Aku akan mendahului mencari suhu!"

Bi Kwi mengangguk. Dia melihat pemimpinnya nomor dua itu sudah melesat ke penjara bawah tanah dan begitu mereka semua mengejar maka gaduhlah suasana di kompleks istana ini. Mereka ribut-ribut menerangkan Pendekar Gurun Neraka menyerang di dalam, bermaksud membebaskan Pangeran Kau Cien. Dan Pendekar Gurun Neraka yang terjebak di dalam kini dikurung dengan api yang sengaja dibakar! Maka ributlah semua orang. Mereka berlari-lari menuju ke tempat itu, mengepung dan bertertak-teriak.

Dan ketika mereka semua tiba di tempat ini tertegunlah semua orang ketka melihat dua bayangan bertempur hebat di tengah-tengah kobaran api. Mereka tak tahu siapa di orang yang bertempur itu. Tapi ketika seorang di antaranya mencelat dan terlempar roboh terkejutlah semua orang ketika melihat bahwa orang yang terlempar itu adalah sang ketua Gelang Berdarah!

"Ah, Hiat-goan-pangcu terdesak…!"

Orang-orang kaget. Mereka mau meluruk, tapi hawa panas dari api yang berkobar akhirnya membuat orang-orang ini kebingungan. Mereka mengira lawan dari ketua Gelang Berdarah itu adalah Pendekar Gurun Neraka. Tapi ketika melihat jenggot melambai di bawah dagu bayangan ini, tercenganglah semua orang. Kiranya itu bukan Pendekar Gurun Neraka, dan Hwe-pian-hok yang mengenal lebih dulu siapa laki-laki berjengot itu tiba-tiba berteriak,

"Dia Malaikat Gurun Neraka…!"

Semua orang terkejut. Mereka kaget mendengar disebutnya nama ini, dan ketua Gelang Berdarah yang sudah melompat bangun tampak berteriak menerjang lawannya,

"Suheng, kau tak dapat membawa aku pergi....!"

Hwe-pian-hok dan teman temannya tertegun. Ternyata seruan itu benar, terbukti dari gertakaan Gelang Berdarah yang menyerang lawannya. Dan sementara mereka terbalalak memandang pertempuran itu tahu-tahu Pendekar Gurun Neraka yang sesungguhnya muncul! Hal ini membuat orang-orang kembali geger. Tapi ketika melihat pendekar muda itu tak membawa Pangeran Kou Cien merekapun terheran. Apalagi melihat muka Pendekar Gurun Neraka yang murung!

Sebenarnya, apa yang terjadi di tempat ini? Tak lain sebuah peristiwa kecil, tapi peristiwa yang akibatnya benar-benar di luar duguan Pendekar Gurun Neraka. Karena seperti yang ia ketahui bahwa pendekar ini bersama Fan Li sudah mengatur rencananya untuk mengambil Pangeran Kou Cien dari tawanan musuh. Hal itu dapat dilakukan dengan mudah oleh pendekar muda ini, yang berhasil menyelinap ke ruang bawah tanah bersama Fan Li menemui pangeran itu. Tentu saja setelah merobohkan para penjaga yang tidak berarti banyak bagi mereka berdua. Dan Pangeran Kou Cien yang gembira melihat Bu Kong dan Panglima Fan datang menolongnya sudah cepat keluar dari ruang tahanannya.

Tapi pangeran ini tak segera melarikan diri. Ia menghadapi bekas jenderal muda itu, yang dulu menjadi pemimipin pasukan Yueh yang tangguh. Dan menghadapi bekas jenderal muda yang terheran ini dia tersenyum. "Pendekar Gurun Neraka, kau ingin menolongku sepenuh hati ataukah hanya setengah-setengah saja?" demikian dia bertanya pada bekas jendrral muda itu, yang memandangnya terbelalak dan mengerutkan kening, tanda tak mengerti. Dan Bu Kong yang tentu saja merasa aneh dengan pertanyaan ini kontan menjawab apa adanya.

"Hamba tentu saja ingin menotong paduka dengan sepenuh hati, pangeran. Kenapakah paduka berhenti dan menanyakan hal ini?"

"Hm, aku sangsi atas jawabanmu, Pendekar Gurun Neraka. Karena terus terang saja kalau kau hanya setengah-setengah menolongku lebih baik aku tetap tinggal di sini dan tidak pergi keluar!"

Bu Kong terkejut. "Kenapa begitu, pangeran? Apa maksud paduka dengan kata-kata ini?"

"Aku ingin kau tolong dengan sepenuh hati Pendekar Gurun Neraka. Aku ingin membuktikan apakah benar kau tidak menolongku setengah-setengah!"

"Hm, hamba sudah sampai di sini, pangeran. Paduka tahu sendiri bahwa hamba dengan sepenuh hati mencoba membebaskan paduka, kenapa paduka tidak percaya kepada hamba?"

Pangeran itu tersenyum pahit. "Pendekar Gurun Neraka, menolongku keluar dari tempat ini memang sudah menunjukkan iktikad baikmu. Tapi apakah cukup hanya sampai disini saja kau menolongku? Tidakkah setelah itu aku masih banyak membutuhkan bantuanmu?"

Bu Kong mengerutkan alis. "Pangeran, terus terang sajalah kepada hamba. Apa yang sungguhnya paduka inginkan dari hamba. Hamba tak mengerti kalau paduka bicara berputar-putar!"

Pangeran menyeringai. "Memang benar, pendekar Gunn Neraka. Aku memang memberitahumu bahwa kalau kau ingin menolongku sepepenuh hati maka bantulah kami seperti dahulu. Dengan lain kata, kau pimpinlah pasukan kami dan dudukilah jabatan jenderal muda itu seperti dulu!"

Bu Kong kaget sekali. Dia melangkah mundur, terbelalak memandang pangeran ini. Tapi begitu mengeraskan dagu tiba-tiba dia menggeleng tegas, "Pangeran, maafkan hamba untuk urusan ini. Sebagaimana yang telah hamba katakan dahulu bahwa sejak hamba meletakkan jabatan, hamba sudah tidak ingin menjadi jenderal lagi. Hamba tak ingin menjadi panglima perang. Kalau paduka menghendaki terus terang saja hamba tak bisa menerimanya!"

"Hm, kau menolak, Pendekar Gurun Neraka?"

"Maafkan hamba, pangeran. Akibat perang telah menggoreskan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi hamba!"

Pengeran Kou Cien tiba-tiba gelap mukanya. "Kalau begitu, tak perlu kau menolongku keluar, Pendekar Gurun Neraka. Kau pergilah bersama Fan-ciangkun tinggalkan aku sendirian!"

Bu Kong dan Fan Li tertegun. Keduanya amat terkejut, dan Pangeran Kou Cien yang sudah membalikkan tubuh tiba-tiba melangkah lebar kembali ke kamar tahanannya! Tentu saja dua orang ini menjadi bingung, terutama Fan Li. Dan panglima muda yang sudah kelabakan melompat ke depan.

"Pangeran, kenapa paduka bersikap seperti ini? Bukankah Yap-twako telah membantu paduka meloloskan diri?"

"Hm, kalau hanya sampai di sini saja terus terang aku kecewa, Fan ciangkun. Lebih baik kalian pergilah dan tinggaikan aku sebagai tawanan musuh!"

"Ah, tapi..."

"Tak ada tetapi, ciangkun. Pendekar Gurun Neraka tinggal memilih menolongku sepenuh hati atau setengah bagian saja!" pangeran itu mengibaskan lengan, tampak marah. Dan Fan Li yang menjadi gugup tiba-tiba berlutut di depan Bu Kong.

"Yap twako, kau kasihanilah aku. Tolong kabulkan permintaan pangeran dan kau pimpinlah kami!"

Bu Kong terbelalak. Dia buru-buru mengangkat bangun panglima muda itu, tapi mengeraskan dagu tetap dan menggeleng. "Aku telah mengeluarkan janji, Fan-ciangkun. Tak mungkin bagiku mengabulkan permintaan pangeran!"

"Tapi pangeran minta bukan untuk kepentingan pribadinya, twako. Beliau minta itu untuk kita semua, seluruh rakyat Yueh!"

"Ya, aku tahu, ciangkun. Tapi kau tahu watakku pula, bukan? Aku tak dapat menerimanya. Peperangan telah membuat aku kehilangan kekasih dan nama baik, meskipun itu dilakukan atas fitnah orang lain!"

Fan Li pucat mukanya. Dia tahu akan kekerasan hati bekas jenderal muda ini, yang sekali mengatakan tidak tentu benar-benar "tidak". Maka dia yang gemetar itu tiba-tiba berlutut di depan Pangeran Kou Cien. "Pangeran, kenapa paduka bersikap demikian aneh? Apa yang tiba-tiba membuat paduka mengambil keputusan seperti ini?"

"Aku terlampau kecewa atas kelemahan bala tentaraku ciangkun. Aku menghendaki seorang kuat untuk membalas semuanya ini. Kalau tidak, biarlah aku mati di tempat musuh!"

"Tapi kita dapat mengatur itu di luar, pangeran. Paduka dapat keluar sekarang untuk menyusun kekuatan itu!"

"Hm, kalau Pendekar Gurun Neraka mau membantu kita sampii tuntas itu memang benar, ciangkun. Tapi kalau dia menolak sudahlah, aku tak ingin keluar dan menyusun kekuatan...!"

Fan Li tertegun Pangeran Kou Cien benar-benar tak mau keluar, dan panglima muda yang jadi kebingungan dengan muka pucat ini akhirnya mengeluh. Dia gemetar, memandang Pangeran Kou Cien dan Pendekar Gurun Neraka berganti-ganti. Dan maklum keduanya sama-sama mempertahankan pendirian sendiri mendadak panglima muda ini menghadapi Pendekar Gurun Neraka.

"Yap twako, kau pergilah. Aku akan menemani sang pangeran di tempat ini, Terima kasih untuk semua bantuanmu kepadaku...!"

Bu Kong dan Pangeran Kou Cien sama terkejut. Pangeran ini sampai menghentikan langkahnya, memutar tubuh dan memandang pembantunya itu. Sementara Bu Kong sendiri yang tertegun di tempatnya berseru kaget, "Fan-ciangkun kau gila? Kalian sama-sama ingin ditangkap musuh?"

"Hm, aku harus membela junjunganku, twako. Salah atau benar dia adalah pemimpinku!"

Bu Kong testenyum pahit. Sementara Pengeran Kou Cien yang terharu oleh kejadian tak disangka ini tiba-tiba memeluk pembantunya. "Ciangkun, aku tidak bermaksud menahanmu di tempat ini, kau keluarlah bersama Pendekar Gurun Neraka menyelamatkan diri!"

Tapi Fan Li menolak. "Hamba sudah di sini, pangeran. Tak ada pilihan bagi hamba selain mungikuti paduka. Keluar dari sini atau tinggal juga di sini...!"

Pangeran Kou Cien menitikkan air mata. Dia meremas pundak pembantunya ini, penuh teharuan yang amat dalam. Lulu tertawa serak dia menghadapi Pendekar Gurun Neraka itu, "Pendekar Gurun Neraka, sungguh kecewa hatiku mendengar penolakanmu. Tapi tak kusangka, kekecewaanku terobati oleh kesetiaan Fan-ciang-kun. Ha-ha, apalagi yang kau tunggu, Pendekar Gurun Neraka? Bukankah kami berdua telah nenetapkan diri untuk tinggal di sini? Kau pergilah. Benar kata-kata pembantuku ini. Terima kasih untuk semua jerih payahmu kepada kami berdua!"

Bu Kong meremas jarinya. Dia menyeringai getir, tak dapat berbuat apa-apa. Dan maklum bahwa masing-masing pihak telah menetapkan keputusannya sendiri dia pun menjura di depan pangeran itu. "Baiklah, pangeran. Karena paduka telah mengambil keputusan seperti ini baiklah hamba akan keluar seorang diri. Hamba tak dapat bicara apa-apa selain permintaan maaf hamba yang tak dapat memenuhi permintaan paduka. Dan kalau Fan-ciangkun akan menemani paduka di sini sungguh hamba merasa kagum dan terkejut atas kesetiaannya...!" lalu menghadapi panglima itu Bu Kong bicara, "Ciangkun, telah tiba pada peristiwa yang benar-benar di luar dugaan. Kau jagalah pangeran dan berhati hatilah. Selamat tinggal!" dan begitu membungkukkan tubuh sekali lagi di depan pangeran itu Bu Kongpun berkelebat lenyap.

Kini tinggallah dua orang di ruang tahanan itu. Fan Li terbelalak, memandang kepergian Pendekar Gurun Neraka ini dengan mulut terkatup, sedih tapi juga menyesal. Dan mereka berdua yang segera mendengar suara ribut-ribut di luar menjadi maklum apa yang terjadi! Tentu perdebatan singkat itu telah membuat repot Pendekar Gurun Neraka, yang menghadapi pasukan baru yang terkejut melihat teman-temannya malang-melintang di lorong penjara bawah tanah akibat perbuatan mereka berdua tadi, pasukan yang muncul karena mereka terlambat melarikan diri. Dan Fan Li yang tak bergerak mematung tiba-tiba sudah dibawa Pangeran Kou Cien duduk di atas lantai batu.

"Ciangkun, tenanglah. Pendekar Gurun Neraka pasti dapat meloloskan diri dengan selamat!"

Fan Li mengangguk hambar. Dia memang tahu hal itu, tapi menarik napas dia menjawab lirih, "Ya, itu memang hamba ketahui, pangeran, tapi kenapa hari ini hamba tiba-tiba mendapat kejadian demikian aneh? Paduka tak mau keluar, dan kesempatan melarikan diri telah kita buang secara sia-sia…!"

"Hm, kau menyesal, ciangkun?"

"Tidak, pangeran. Tapi hamba jadi tidak mengerti akan sikap paduka. Kenapa kesempatan bagus harus dilewatkan begitu saja?"

Pangeran Kou Cien tertawa getir. "Karena Pendekar Gurun Neraka tak mau memimpin bala tentara kita, ciangkun. Karena aku kecewa terhadap penolakannya ini!"

Fan Li tak bicara lagi. Sang pangeran juga diam, sementara Bu Kong yang keluar dari penjara bawah tanah itu memang dikerubut banyak lawan. Pemuda ini keluar dengan kening berkerut, mukanya muram. Tapi pasukan besar yang muncul menghadangnya membuat ia bertambah kesal. Kalau tidak karena pangeran itu tentu dia tidak akan datang ke tempat ini. Tapi setelah sang pangeran diselamatkan tahu-tahu muncul permintaan tak diduga-duga yang membuat dia tegar. Kenapa pangeran itu hendak memaksanya? Apa yang dimaui pangeran itu hingga dia rela terkurung di ruang bawah tanah? Benar-benar melulu perasaan kecewanya...?

Tapi Bu Kong tak menghiraukan lagi persoalan ini. Sebenarnya terpukul oleh sikap Fan Li yang tak ikut bersamanya lagi, padahal mereka berdua tadi datang bersama. Tapi maklum hal ini medjadi keputusan masing-masing pihak diapun tak acuh lagi dan menggerakkan kedua tangannya memukul roboh para penjaga yang menyerbu ke dalam. menerobos keluar, mebuat para penjaga terlempar berpelantingan. Tapi begitu tiba di luar mendadak dia melihat api berkobar-kobar menghadang di depan, bersamaan dengan munculnya sang guru yang menghadapi ketua Gelang Berdarah! Tentu saja pemuda ini terkejut. Dan melihat pertandingan itu berjalan seru diapun langsung lompat mendekat.

"Suhu, kapan. kau datang?"

Malaikat Gurun Neraka tersenyum pahit. "Baru saja, Kong ji. Aku terlambat menyusul Bhok Hwesio lo-suhu!"

"Ah, di mana dia sekarang, suhu?"

"Mengobrak-abrik di sebelah timur istana Kong-ji. Dia datang untuk menuntut Wan-siok mu yang tersesat ini."

Bu Kong terbelalak. Dia melihat suhunya mendesak ketua Gelang Berdarah ini, yang memaki-maki dan melancarkan pukulan sinar merah. Dan melihat susioknya itu bula sebelah diapun jadi tertegun. "Suhu, kau melukainya?"

"Tidak, Kong-ji. Dia terluka oleh pedang Bu-tiong-kiam Kun Seng!"

"Ah...!" Bu Kong terkejut. Dan sementara dia terbelalak memandang pertempuran ini, tiba-tiba hujan panah dan tonbak menyerangnya dari segala penjuru. Kiranya Kui Lun telah memberi aba-aba pada para pembantunya begitu melihat pemuda ini muncul, khawatir pemuda ini mengeroyok gurunya. Dan Kui Lun sendiri yang sudah menerjang ke depan langsung membabatkan pedang dan gelang ke tubuh lawannya. ini.

"Jahanam, she Yap, mampuslah...!"

Bu Kong mengelak cepat. Dia menampar jatuh panah dan tombak yang menyambar dirinya, lalu begitu Kui Lun menyerangnya dengan mata beringas diapun sudah menangkis pedang dan gelang di tangan pemuda ini.

"Saudara Kui Lun, kau benar-benar terlalu…!"

Tapi Kui Lun melengking tinggi. Dia marah melihat pedang dan gelangnya terpental, dan begitu membentak keras tibia-tiba dia sudah berjungkir balik di udara dan menyerang kembali dengan hebat menusukkan pedang ke dada pemuda itu sementara membabatkan gelangnya ke leher.

"Sing-wuut…!"

Bu Kong menggigit bibir. Dia sebenarnya segan bermusuhan dengan pemuda ini, karena bagaimanapun juga Kui Lun adalah kakak kandung satu-satunya dari mendiang kekasihnya. Tapi melihat pemuda itu mengincar jiwa dan siap membunuhnya diapun memutar pinggang dan menangkis serangan itu dengan jari-jari terbuka mengerahkan sinkang menampar kuat.

"Piak-plak!" dan Kui Lun terpental roboh. Pemuda itu memang tak dapat menerima tamparannya, kalah kuat dibanding bekas jenderal muda yang gagah perkasa ini. Tapi Kui Lun yang nekat dan melompat bangun sudah membentak kembali. Pemuda itu menerjang marah, dan Kui Lun yang sudah memberi aba-aba pada anak buahnya tiba-tiba mengeroyok lawannya ini bersama empat belas ketua cabang pembantu yang serentak mengerubut ke depan. Maka terjadilah pertandingan seru di tempat itu. Bu Kong menghadapi belasan lawan yang dipimpin murid ketua Gelang Berdarah itu sementara di lain pihak sang ketua Gelang Berdarah, sendiri menghadapi Mallikat Gurun Neraka yang tangguh dan sakti.

Tapi dari dua pertempuran ini agaknya yang paling menegangkan adalah pertempuran di antara Malaikat Gurun Neraka dan sutenya itu. Karena di plhak Pendekar Gurun Neraka sendiri sesunggunnya lawan-lawannya bukanlah musuh yang berat, meskipun dikeroyok. Karena Bu Kong yang sedang tawar dan kecewa hatinya ini tidak begitu bernafsu untuk melayani mereka. Pemuda ini hanya menjaga dirinya dari serangan-serangan yang terlalu berbahaya, menolak dan menangkis senjata lawan agar tidak terlalu dekat dangan tubuhnya. Sementara Malaikat Gurun Neraka yang menghadapi sutenya itu harus berjuang keras untuk menundukkan bahkan merobohkan lawannya ini!

Dan itu memang tidak terlalu mudah. Baru setelah pendekar tua itu melancarkan pukulan pukulan Lui-kong Ciang-hoatnya yang panas bagai petir sutenya ini terdesak hebat. Ketua Gelang Berdarah itu terhuyung, berkali-kali dia terpental. Dan ketika suatu saat pukulan sinar merahnya diterima pukulan sinar putih dari Malaikat Gurun Neraka tiba-tiba iblis dari Hek-kwi-to ini mencelat dan terbantiag roboh. Laki laki itu mendesis, melompat bangun dan tiba-tiba melempar dua buah bor pencabut nyawanya ke arah Malaikat Gurun Neraka. Dan begitu lawan mengebut runtuh senjata rahasianya, mendadak dia memutar tubuh dan melarik diri!

"Subeng, kau tak dapat menangkap aku…!"

Malaikat Gurun Neraka terkejut. Dia tentu saja mengejar, tapi baru sutenya melesat ke kanan, sekonyong-konyong Pek-kut Hosiang berkelebat menghadang.

"Wan-sicu, kau tak boleh lari…!"

Iblis dari Hek-kwi-to ini terbelalak. terperanjat melihat hwesio Go-bi itu tahu-tahu berada di depannya, tapi membentak keras tiba-tiba dia mendorongkan kedua lengannya menghantam depan. "Pek-kut Hosiang, kau terimalah!"

Pek-kut Hosiang bergerak menyambut. Dia tentu saja tak mau menjadi sasaran. dan hwesio Go-bi yang sudah mengebutkan lengan jubahnya sambil berjongkok ini menangkis sekaligus memukul balik serangan lawan. "Omitohud, hati-hati Wan-sicu…!"

Tapi ketua Gelang Berdarah ini tak mau membataIkan pukulannya. Dia terus menghantam dan begitu dua pasang lengan mereka beradu tiba-tiba ketua Gelang Berdarah ini terpental dan mengeluh kaget. Dia terdorong mundur, kembali ke belakang. Dan Malaikat Gurun Neraka yang saat itu sudah berada di belakang sutenya mendadak menyambar punggung.

"Sute, kau robohlah....!"

Iblis dari Hek-kwi-to ini mencelos. Dia tahu-tahu tertangkap bajunya, tapi menggerakkan kaki ke belakang mendadak dia membanting tubuh bergulingan menendang tangan suhengnya.

"Brett!" Ketua Gelang Berdarah itu lolos. Dan kaget bahwa Pek-kut Hosiang tahu-tahu muncul di situ membantu suhengnya tiba-tiba dia melenting bangun dan kabur ke selatan, meledakkan dua granat tangan ke arah dua orang musuhnya itu. Tak ayal, asap hitam menghalangi padangan mata dan Pek-kut Hasiang serta Malaikat Gurun Neraka yang terkeut melihat larinya ketua Gelang Berdarah itu ke arah selatan segera mengejar dengan seruan keras.

Tapi ketua Gelang Berdarah itu kembali melempar granat tangannya. Bertubi-tubi dia meledakkan senjata berasap itu. Dan ketika lima kali berturut-turut dia membuat udara gelap pekat tiba-tiba diapun telah menghilang di balik tabir asap. Tak diketahui ke mana larinya.

Tapi Pek-kut Hosiang tiba-tiba mengebutkan jubah. Hwesio Gobi ini agaknya teringat sesuatu, karena begitu lawan lenyap tak terlihat bayangannya lagi diapun berseru pada Malaikat Gurun Neraka, "Han-taihiap, dia lari ke Hwe-seng-kok (Lembah Gema Suara)…..!"