Pendekar Kepala Batu Jilid 33 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 33
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Pendekar Kepala Batu Karya Batara
"TUK...!" Cheng gan Sian-Jin mengeluh pendek. Kalah dia sekarang. Dan Ciok-thouw Taihiap yang tiba-tiba berkelebat ke depan tahu-tahu telah menghajar pulang-balik tubuh kakek tinggi besar ini. Cheng-gan Sian-jin ganti jadi bulan-bulanan, dan ketika datuk iblis itu tak dapat menghindar lagi dari serangannya tiba-tiba Ciok-thouw Taihiap mengerahkan Pek-hong-ciang-nya menampar kakek tinggi besar ini.

"Cheng-gan Sian-jin, rabohlah....!"

Cheng gan Sian tin terbelalak pucat. Dia maklum kematian sudah ada di depan mata, tapi ketua Gelang Berdarah yang melihat bencana siap menimpa sahabatnya ini mendadak mencelat ke depan menangkis pukulan itu.

"Clok-thouw Taihiap, tunggu lulu. Jangan bunuh dia...! dan tangan kiri sang ketua Gelang Berdarah yang sudah menerima pukulan itu bertemu dengan tamparan Ciok thnow Taihiap.

"Plakk...!" Ctok-thouw Taihiap tarkejut. Dia terdorong mundur, tergetar oleh tangkisan di luar dugaan ini. Dan Cheng-gan Sian-jin yang selamat oleh pukulan maut itu melompat bangun dan tiba-tiba melarikan diri kebelakang.

"Hiat goan-pangcu, terima kasih. Ternyata kau masih ingat perjanjian kita berdua...!" dan Cheng-gan Sian-jin yang tertawa aneh dengan suara penuh kecewa itu tiba-tiba lenyap di belakang gedung Bangsal Agung.

Ciok thouw Taihiap tertegun. Tapi membanting kaki tiba-tiba dia membentak, "Hiat-goan-pangcu, apa arti perbuatanmu ini?"

Sang ketua Gelang Berdarah tersenyum pahit. Mukanya gelap, dan mendesis tidak puas dia menjawab, "Beng-san-paicu, kau tak boleh membunuh di depan mataku. Korban sudah berjatuhan, baik di pihakku maupun di pihakmu. Cheng-gan Sian jin tak boleh kau bunuh!"

Ciok thouw terbelalak. "Tapi dalam pertandingan tadi kau tak melarang orang membunuh lawannya, pangcu. Dan kau juga tidak mencegah ketika muridku terbunuh!"

"Hm, itu urusan tadi, Beng-san-paicu. Yang jelas sekarang tak boleh kau membunuh Cheng-gan Sian-jin. Itu urusanku sendiri dalam rumah tanggaku sendiri!"

Ciok-thouw Taihiap menjadi marah. Tapi sebelum dia menyerang ketua Gelang Berdarah itu Hek Kong tiba-tiba melayang naik. "Sonw-locianpwe, sudahlah. Tak perlu kau melampiaskan kemarahan di sini. Cheng-gan Sian-jin telah kalah. Kedudukan kita menang 3 : 2...!"

Ciok-thouw Taihiap menggeram. "Tapi aku ingin membalaskan kematian muridku, Hek Kong. Aku tak puas sebelum membunuh Cheng-gan Sian-jin!"

Hek Kong tersenyum. "Itu dapat kau lakukan di luar, paicu. Yang jelas sekarang ini kita berada di rumah orang. Kita harus mengikuti peraturan-peraturan yang punya rumah!"

Ciok thouw Taihiap tertegun. Dia sadar, mandapat isyarat si muka hitam ini. Dan Hek Kong yang melanjutkan kata-katanya berbiskk dengan ilmunya Coan-im jip-bit, "Dan kau tak perlu penasaran, Souw-locianpwe. Karena Cheng-gan Sian jin akan mnncul lagi dengan bala tentaranya. Dia mempersiapkan pasukan di luar Puri Naga, bekerja sama dengan ketua Gelang Berdarah ini. Maka tak heran kalau tuan rumah mencegah kau membunuh Cheng-gan Sian jin!"

Ciok-thouw Taihnp menarik napas, Sekarang ia mengerti, dan Pek-kut Hosiang yang semenjak tadi jarang bicara tiba-tiba bangkit dari kursinya. "Ciok-thouw Taihiap, apa yang dikatakan Hek Kong memang betul. Tak perlu marah-marah. Kedudukan kita menang 3 : 2. Mari turun saja lihat pertandingan babak terakhir dan mengerahkan ilmunya Coan-im-jip bit tiba-tiba hwesio Go-bi itu berbisik, "Beng-san-paicu, hati-hati. Kita akan menghadapi klimak dari semua pesta ini....!"

Ciok-thou Taihiap mengangguk. Dia menjadi tegang, tapi tertawa tak acuh diapun menggerakkan kakinya melompat turun. "Hek Kong, kau benar. Biarlah kuturut nasihatmu ini dan kalian bertempurlah. Biar kulihat siapa yang menang di antara kalian berdua!" lalu duduk dikursinya dengan sikap biasa, ketua Beng-san-pai inipun memandang keatas menyaksikan dua orang jago itu.

Ternyata Hek Kong dan ketua Gelang Berdarah sudah saling berhadapan. Hek Kong masih tersenyum-senyum, tapi matanya tidak liar ke kiri kanan lagi. Tanda dia memusatkan konsentrasinya pada laki-laki yang ada di depannya itu. Dan ketua Gelang Berdasah sendiri yang tampak mengerutkan kening menghadapi semua tamu undangan.

"Cuwi sekalian." dia berkata nyaring, "Berhubung ini adalah babak terakhir dari pertandingan pibu biarlah kita saksikan sekarang bagaimana kesudahan dari adu kepandaian ini! Pihakku kalah satu, bararti babak terakhir ini adalah penentuan terakhir. Tapi bagaimana kalau dalam pertandingan ini aku menang? Apa yang akan dilakukan Ciok-thouw Tathiap bila pertandingan terakhir, 3 : 3?"

Semua orang tertegun. Mereka tiba-tiba terkejut, tapi seorang pemuda yang bangkit dari tempat duduknya di kursi belakang mendadak berseru, "Hiat goan pangcu, kau tak mungkin menang. Hek Kong jagoanku yang paling tangguh...!"

Semua orang kaget. Mereka tak menyangka ada seorang tamu yang berani bicara seperti itu, dan ketua Gelang Berdarah yang mengerutkan kening tiba-tiba membentak, "Orang muda, kau siapakah?"

Laki-laki muda itu metompat ke depan. Dia tersenyum memandang ketua Gelang Berdarah ini lalu menjawab nyaring dia berkata, "Aku sahabat baik si muka hitam ini, pangcu. Dia sahabat dan juga guruku yang paling kupercaya!"

"Hm…!" sang ketua Gelang Berdarah mendengus. Lalu memandang tidak senang dia bertanya, "Dan siapa namamu, orang muda?"

Tapi Kui Lun tiba-tiba melompat ke depan. "Dia Fan Li, suhu. Fan ciangkuan dari Kerajaan Yueh…!"

Ketua Gelang Berdarah terkejut. Semua orang juga kaget, dan Fan Li yang sudah dikenal oleh pihak lawan tiba-tiba tertawa tanpa menyembunyikan diri lagi. "Ya, aku orang she Fan, pangcu. Maaf bahwa kedatanganku menyerobot kelengahan orang-orangmu!"

Ketua Gelang Berdarah mundur tiga tindak. Dia terkejut sekali, tapi tertawa terbahak tiba-tiba dia menuding, Fan-ciangkun, apa maksudmu datang ke mari? Tidak tahukah kau bahwa tempat ini berbahaya untukmu?"

Fan Li atau Fan-ciangkun itu tersenyum. "Aku tahu semuanya itu, pangcu. Tapi demi negara aku tak takut memasuki sarang naga!"

"Ha-ha, bagus kalau begitu. Kau benar-benar pemberani, Fan-ciangkun. Tapi apa maksudmu datang ke tempat ini?"

"Hm, tidak banyak, pangcu. Hanya mohon sukalah kau membebaskan Wen-taijin beserta seluruh keluarganya yang kau culik!"

Ketua Gelang Berdarah berkilat pandang matanya. "Kau tahu itu, ciangkun? Kau tak melontarkan fitnah?"

"Hai, seorang gagah tak perlu memungkiri perbuatan sendiri, pangcu. Kalau kau menyangkal berarti kau menurunkan pamormu sendiri!"

"Bagus…!" ketua Gelang Berdarah tertawa. "Kalau begitu kau memang cerdik, ciangkun. Tapi tahukah kau bahwa mengambil seorang tawanan tidak begitu mudah seperti caramu ini? Tahukah kau bahwa Gelang Berdarah menghendaki tukar-menukar jasa?"

Fan Li mengerutkan keningnya. "Aku tak sependapat dengan cara berpikirmu ini, pangcu. Karena kau jelas berada di pihak yang salah!"

"Hm, kalau begitu apa maumu?"

"Serahkan Wen-taijin baik-baik dan kami tak akan menggugatmu untuk penculikan ini!"

Ketua Gelang Berdarah tertawa bergelak. "Fan-ciangkun, kau benar-benar sombong. Apa andalanmu hingga demikian berani kau bicara seperti itu di sarang naga?"

Fan Li menuding. "Dia itu, pangcu. Hek Kong si muka hitam yang akan membantu dan menumpas segala kejahatanmu!"

Ketua Gelang Berdarah terkejut. Dua kali panglima muda ini menyebut-nyebut nama Hek Kong, si muka hitam yang tampaknya amat diandalkan itu. Dan kaget bahwa lawan kelihatannya mengagulkan si muka hitam itu tiba-tiba jari ketua Gelang Berdarah ini bergerak menyambar dada Hek Kong. Tanpa bicara sesuatu mendadak jarinya sudah menjambret baju, dan begitu dia melakukan totokan tahu-tahu iga kiri Hek Kong sudah diketuk buku jarinya! "Hek Kong, kau tampaknya jago tanpa tanding. Kemarilah!"

Hek Kong tak sempat mengelak. Dia sudah dicengkram dan karena tak menyangka lawannya itu menyerang tanpa memberi peringatan tahu-tahu diapun sudah dibekuk jari-jari ketua Gelang Berdarah ini! Tapi Hek Kong ternyata lihai. Melihat lawan menotok iga kirinya cepat-cepat dia mengempos semangat, mengerahkan sinkang melindungi jalan darahnya itu. Lalu begitu tubuhnya sudah disambar lawan mendadak dia menjerit dan pura-pura melepaskan diri, sementara jari telunjuknya balas menotok ketiak lawan!

"Pangcu. ampun... lepaskan aku... tuk!" dan telunjuk Hek Kong yang mengenai ki-tiong-hiat di ketiak kanan sang ketua Gelang Berdarah mendadak membuat laki laki itu menegang dan melepaskan cekalannya. Dia seperti disengat listrik, terkejut oleh telunjuk Hek Kong yang menyelinap cepat. Dan kaget bahwa Hek Kong dapat melepaskan diri sekaligus membalas totokannya, sejenak membuat ketua Gelang Berdarah ini tertegun.

"Hek Kong, kau siapakah?"

Hek Kong mundur-mundur deagan muka ketakutan. Dia pura-pura mengibas pakaiannya, merapikan baju yang kusut oleh cengkeraman lawan. Tapi tertawa menyeringai dia menjawab juga, "Kau tahu aku sahabat Ciok-thouw Taihiap, pangcu. Kenapa harus ditanya lagi?"

"Hm, kalau begitu kau tidak kenal panglima muda ini?"

"Oh dia...?" Hek Kong tertawa. "Tentu saja kenal pangcu. Dia juga sahabat dan teman baikku!"

"Hm…!" ketua Gelang Berdarah mendengus. "Kalau begitu bagaimana tanggapanmu tentang permintaaanya, muka hitam?"

Hek Kong menyeringai. "Kurasa pantas, pangcu. Tidak salah dan sepatutnya kudukung!"

Ketua Gelang Berdarah terbelalak. "Jadi, kau membela permintaannya itu!"

"Kalau kau mengabulkannya, pangcu. Kalau tidak tentu saja kita ambil cara orang-orang gagah dalam meminta sesuatu seperti yang biasa terjadi di dunia kang-ouw,"

Ketua Gelang Berdarah tertawa bergelak. "Hek Kong, kau benar-benar hebat sekali. Kalau begitu bagaimana jika pertandingan kita ini dicampur saja dengan urusan pribadi Fan-ciangkun itu? Kalau kau menang Wen-taijin akan kami serahkan kepadamu. Tapi kalau kau kalah berarti kalian semua harus kami bunuh!"

"Wah, mempertaruhkan nyawa, pangcu?"

"Kalau kau berani!"

"Hiihh...!" Hek Kong pura-pura bergidik. Lalu memandang Fan Li dia bertanya, "Fan-ciangkun, bagaimana pendapatmu? Beranikah kau mempertaruhkan nyawa bersamaku?"

Panglima muda itu tersenyum. "Semuanya sudah kulakukan sampai di sini, Hek Kong. Tentu saja resiko kehilangan nyawa sudah kuperhitungkan baik-baik."

"Jadi kau siap dibunuh kalau aku kalah dalam pertandingan ini?"

"Kau tak akan kalah Hek Kong. Kau pasti menang dan tak mungkin kalah!"

"Wah…!" Hek Kong tertawa. "Kau terlalu mengandalkan kepercayaan, ciangkun. Ketua Gelang Berdarah bukan musuh yang ringan bagiku!"

"Tapi biasanya kau dapat mengatasi setiap halangan, Hek Kong. Aku percaya kali inipun kau dapat mengalahkan musuhmu!"

Hek Kong tertawa bergelak. "Pangcu, temanku ini luar biasa sekali. Kepercayaannya tak boleh kukecewakan. Nah bersiaplah, mari kita bertanding...!" dan He Kong yang sudah memutar tubuhnya itu mendorong pundak temannya berkata, "Fan-ciangkun, kepercayaanmu membangkitkan semangatku. Kau turunlah ke bawah dan lihatlah pertandingan ini!"

Fan Li tersenyum lebar. "Dan kau akan berjuang menyelamatkan diriku, Hek Kong?"

"Ha-ha, tentu saja, ciangkun. Bukankah pada hakekatnya aku juga harus menyelamatkan jiwaku sendiri?" lalu mendorong panglima itu agar melompat ke bawah. Hek Kong pun memandang semua orang, "Cuwi yang terhormat, kali ini pertandingan terakhir menyangkut pula nasib Wen taijin. Kalau aku kalah aku siap mempertaruhkan nyawa dan nasib pembesar itu. Tapi kalau aku menang kuharap Hiat-goan-pangcu tidak mengingkari janjinya!"

Ketua Gelang Berdarah memotong, "Tapi bagaimana kalau pertandingan berakhir seri, muka hitam?"

Hek Kong tertawa. "Tak mungkin terjadi, pangcu. Kalau seri anggap saja aku yang kalah!.

Ciok-thouw Taihiap terkejut. "Hek Kong, perjanjian apa ini? Kau gila?"

Tapi Hek Kong tertawa lebar. "Tak perlu camas, Souw-locianpwe. Yang kumaksud adalah nasib Wen-taijin itu. Bukan menyangkut perjanjian dengan Pangeran Fu Chai!"

Ciok-thouw Taihiap tertegun. Semua orang juga terkejut, tapi ketua Gelang Berdarah yang tertawa mendengar kata-kata lawannya ini mengejek, "Ciok-thouw Taihiap, tak perlu gelisah, kalau Hek Kong berani memberi keringanan padaku, akupun akan memberi keringanan padanya. Pertempuran kubatasi duapuluh lima jurus. Bila belum mampu kurobohkan si muka hitam itu dalam waktu duapuluh lima jurus anggap saja kemenangan ada di pihaknya!"

Hek Kong terkejut. Ciok-thouw Taihiap juga tertegun. Tapi Ketua Gelang Berdarah yang menggulung lengan bajunya itu tersanyum mengejek "Kau tak berani menerima taruhan ini muka hitam?"

Hek Kong tersadar. Dia kaget bahwa ketua Gelang Berdarah itu berani bicara seperti itu. Tapi maklum dirinya sedang menyamar dan tidak dikenal lawan maka diapun tiba tiba tertawa. "Pangcu, kau hebat. Kalau dalam duapuluh lima jurus ini kau tak dapat merobohkan aku, berarti kau kalah. Tapi apakah ini tak akan kau jilat kembali, pangcu?"

Laki-laki itu mendengus. "Aku tak biasa menjilat kata-kata sendiri, anak muda. Tapi ingat perjanjian ini hanya kulakukan dengan seorang yang bernama Hek Kong. Bukan orang lain!"

Hek Kong berubah mukanya. Dia kaget, terbelalak memandang ketua Gelang Berdarah itu. Tapi tertawa bergelak tiba-tiba dia menjawab, "Pangcu, omonganmu aneh. Apakah ada orang lain di sini selain Hek Kong yang akan melawanmu? Ha ha, baiklah pangcu. Karena ini pertandingan terakhir biarlah kuturuti kemauanmu ini. Mari kita bergebrak..!" dan Hek Kong yang sudah memasaag kuda-kuda itu segera memandang lawannya dengan mata bersinar-sinar tegang. Karena takut orang mengetahui rahasia dirinya!

Tapi ketua Gelang Berdarah yang tersenyum mengejek tampak tenang-tenang saja. Dia menggerakkan kepala, memandang semua tamu yang hadir. Lalu berkata nyaring dia mulai bicara, "Cuwi enghiong, karena ini adalah pertandingan terakhir marilah kita sama saksikan siapa yang akan memperoleh kemenangan dalam adu kepandaian ini. Janjiku tetap berlaku, yakni dalam duapuluh lima jurus aku akan merobohkan si muka hitam ini. Kalau tidak, biarlah leherku kupertaruhkan di sini. Sekali lagi yang kuhadapi ini adalah saudara Hek Kong, bukan orang lain!"

Para tamu tertegun. Mereka merasa aneh oleh ucapan ketua Gelang Berdarah itu. Tapi rombongan Ciok-thouw Taihiap yang mengetahui ke arah mana kata-kata ini diucapkan tiba-tiba saja tegang hatinya oleh pernyataan itu. Itu berarti menyulitkan kedudukan si muka hitam, samaran Pendekar Gurun Neraka yang bersembunyi di balik kedok!

Tapi si muka hitam sendiri yang bukan lain Pendekar Gurun Neraka adanya tersenyum simpul dengan mata bersinar-sinar. Dia menganggukkan kepalanya berkali-kali, tanda setuju oleh seruan ketua Gelang Berdarah yang dirasa aneh oleh kebanyakan tamu itu. Dan tertawa gembira diapun menimpali, "Ya, itu memang sudah seharusnya, cuwi enghiong. Tapi harap dicamkan pula bahwa yang menjadi lawanku kali ini adalah yang terhormat ketua Gelang Berdarah. Bukan orang lain!"

Para tamu jadi melenggong bingung. Mereka semakin tak mengerti oleh ucapan si muka hitam itu. Tapi ketua Gerang Berdarah yang tiba-tiba merah mukanya membentak, "Hek Kong, kau sudah siap?"

Hek Kong menyeringai. "Sejak tadi, pangcu. Tapi tolong beri sedikit kemurahan kepadaku."

Ketua Gelang Berdarah mendengus pendek. Dia tiba-tiba membalik, berjalan perlahan menghampiri lawannya ini. Lalu begitu jarak tinggal selangkah sekonyong-konyong dia membentak, "Hek Kong, jaga seranganku!" dan kedua tangan ketua Gelang Berdarah yang bergerak ke depan tahu-tahu sudah mencengkeram dan menotok ulu hati Hek Kong!

Hek Kong mundur, tak tertawa lagi. Dan serangan cepat yang dilakukan lawannya itu tiba-tiba ditangkis untuk yang partama kali. "Plak....!" keduanya tergetar, masing-masing terdorong. Tapi ketua Gelang Berdarah yang berteriak nyaring tiba-tiba sudah berkelebat ke depan menyerang bertubi-tubi. Hek Kong diserang gencar, dan muka hitam yang kaget oleh serangan bertubi-tubi ini lalu berseru keras dan melompat ke sana-sini. Dia mengelak, menghindari semua serangan berbahaya dan menangkis pukulan-pukulan yang tak sempat dielakkan lagi.

Dan ketua Gelang Berdarah yang bertubi-tubi melancarkan pukulan tiba-tiba membentak dan lenyap tubuhnya. Sekarang Hek Kong tak melihat bayangan lawan. Dia dicecar bagai tiupan angin taufan yang bergulung-gulung tak karuan. Sebentar ke kanan sebentar ke kiri. Dan ketika pertandingan berjalan lima belas jurus pada gebrak yang seru tahu-tahu ketua Berdarah mengeluarkan bentakan tinggi dan menyerang lambung Hek Kong. Gerakannya cepat, meluncur dari gulungan tubuh yang berpusing naik turun. Dan Hek Kong yang melihat serangan ini otomatis menangkis. Dia tak sempat menghindar, karena sudah tak keburu lagi. Tapi begitu lengan ketua Gelang Berdarah ditangkis mendadak dengan kecepatan kilat lengan laki-laki ini menggelincir ke atas dan mencengkeram mukanya!

"Plak-bret...!" Hek Kong kaget bukan main. Dia berteriak, melempar tubuh bergulingan. Dan begitu dia melompat bangun tahu-tahu jari ketua Gelang Berdarah itu telah mencengkeram sebuah kedok karet berwarna hitam yang tadi melekat di mukanya. Dan sebagai gantinya, dengan lenyapnya kedok yang membuat mukanya tampak hitam itu berdirilah sekarang seorang pemuda dengan muka merah. Muka yang juga tidak dikenal. Hek Kong tertegun.

Tapi ketua Gelang Berdarah membentak, "Bocah kaparat, kau siapakah? Kanapa menyembunyikan muka dalam kedok hitam ini?"

Hek Kong nyengir. "Aku Hek Kong, pangcu. Kau sudah kenal namaku itu!"

"Hm, tapi sekarang kau bukan lagi Hek (hitam), anak muda. Kau masih melindungi mukamu itu dengan kedok lain!'

Hek Kong meringis. Dia, mendengar para tamu tiba-tiba menjadi ribut, memandang ke arahnya dengan suara berisik. Tapi Hek Kong yang bersikap tenang tentu saja tidak mau menjawab pertayaan lawannya itu. Dia tersenyum dan tertawa lebar tiba-tiba dia berkata, "Pangcu, karena urusan ini adalah urusan pibu, tak ada gunanya kita berdebat mempersoalkan nama. Yang jelas kau telah manyerangku sebanyak lima belas jurus jadi tinggal sepuluh jurus lagi. Dapatkah kau menepati janjimu merobohkan aku dalam jurus ke duapuluh lima?"

Ketua Gelang Berdarah menggeram. "Aku tentu mampu merobohkanmu, anak muda. Dan ingin kulihat bagaimana mukamu di balik kedok kedua in!"

"Ha-ha, boleh kita, lihat, pangcu. Akupun siap menerima seranganmu!"

Baru ucapan ini diserukan mendadak ketua Gelang Berdarah sudah mengeluarkan bentakan tinggi dan menerjang ke depan. Dia tidak menunggu waktu lagi, dan begitu kedua tangannya bergerak tahu-tahu pundak dan muka Hek Kong disambar sepuluh jari-jarinya yang berkerotokan. Hek Kong terkejut, dan terbelalak oleh serangan yang dirasa dahsyat ini tiba-tiba Hek Kong berkelit dan menangkis dari samping.

"Duk...!" Hek Kong mencelat. Dia berteriak kaget merasa betapa kuatnya lengan ketua Gelang Berdarah itu. Dan baru dia melompat berdiri tahu-tahu lawannya itu telah menyerangnya gencar dengan serangan bertubi-tubi. Pukulan dan cengkeraman dilancarkan silih berganti oleh ketua Gelang Berdarah ini, dan para tamu yang kembali melihat pertempuran itu berjalan sengit tiba-tiba terkejut ketika mendengar bentakan Hek Kong yang menggetarkan dinding ruangan. Mereka melihat pemuda ini terdesak hebat, tak diberi kesempatan untuk mengelak sedikitpun.

Dan ketika pertandingan semakin memuncak dan mencapai klimaksnya tiba-tiba terdengarlah benturan keras dari dua lengan yang beradu. Hek Kong terjepit di pinggir, menangkis tangan kiri sang ketua Gelang Berdarah. Tapi tangan kanan lawan yang tiba-tiba bergerak ke depan menyambar mukanya tahu-tahu sudah menancap di pipi kirinya dan merenggut kedok!

"Plak... bret!"

Hek Kong berseru tertahan. Dia kaget bukan main, terenggut kedoknya dari kulit muka. Tapi Hek Kong yang memutar tubuhnya ini, tiba-tiba melengking tinggi dan menampar lengan lawan. Dia menyedot sinkang ketua Gelang Berdarah itu, membuat lawan terkejut. Lalu begitu ketua Gelang Berdarah ini meronta kaget sekonyong-konyong dia melangkah maju dan mengusap muka lawan, merenggut kedok yang juga menempel di wajah sang ketua Gelang Berdarah itu.

"Bret...!" Kedudukan mereka sekarang sama. Keduanya terdorong mundur, masing-masing terbuka kedoknya. Dan para undangan yang melihat gerakan cepat di atas panggung ini tiba-tiba tertegun ketika melihat munculnya dua wajah baru, yang sama-sama gagah di panggung lui-tai. Ketua Gelang Berdarah ternyata seorang laki laki cakap dengan janggut pendek sedangkan lawannya yang masih muda itu ternyata seorang pemuda tampan yang memiliki mata naga, mencorong berkilat dan sudah lama mereka kenal.

"Ah, Peadekar Gurun Neraka...!"

Semua tamu menjadi gempar. Mereka berteriak kaget, bangkit berdiri dan terbelalak memandang pendekar muda ini. Tapi rombongan tamu di sebelah kanan yang sebagian besar terdiri dari kaum pendekar itu juga berseru tertahan ketika melihat wajah asli sang ketua Gelang Berdarah.

"Dia iblis dari Hek-kwi-to...!" Para tamu tiba-tiba menjadi ribut. Mereka tiba-tiba menjadi gaduh.

Dan ketua Gelang Berdarah yang tak dapat menyembunyikan diri tiba-tiba membentak, "Cuwi enghiong, jangan ribut. Ini adalah rumah kami...!"

Semua tamu tiba-tiba terdiam. Mereka melihat ketua Gelang Berdarah itu marah, dan Hui-to Lo-jin yang kaget bahwa ketrua Gelang berdarah ini ternyata bukan lain iblis dari Hek-kwi-to adanya mendadak melompat naik. "Hek-kwi-tocu (pemilik pulau Hek-kwi-to), kenapa kau menyembunyikan diri dalam perkumpulan Gelang Berdarah?"

Ketua Gelang Berdarah itu mendelik, "Apa maksudmu, Hui-to Lojin? Aku tak menyembunyikan diri. Aku adalah pendiri dan pemimpin perkumpulan ini!"

"Ah, tapi kau menyembunyikan muka di balik kedok, tocu. Kau yang membunuh Hoa-san suheng dan dua orang murid perempuannya!"

Para tamu semakin gempar. Mereka ribut riibut kembali, dan ketua Gelang Berdarah yang merah matanya tiba-tiba membentak, "Hui-to Lo-jin, omongan apa yang kau lancarkan ini? Tahukah kau tuduhan ini merupakan fitnah?"

Hui-to Lo-jin mencabut golok. "Aku tak memfitnah, Hek-kwi-tocu. Tapi suheng sendiri yang memberitahu padaku sebelum ajalnya tiba!"

"Keparat! Kalau begitu kau percaya omongan orang mati, Hui-to Lo-jin? Kau berani menuduhku seperti itu?" dan marah bahwa ketua Hoa-san tiba-tiba mengganggu namanya, mendadak ketua Gelang Berdarah itu mengibaskan lengannya ke samping. Dia langsung melakukan pukulan sin-kang, dan Hui-to Lo-jin yang menggerakkan golok tiba berteriak keraa. Dia mengelebatkan goloknya, tapi pukulan sinkang ketua Gelang Berdarah yang dahsyat bukan main tiba-tiba tak dapat dia hadapi. Angin yang kuat menyambar tubuh ketua Hoa-san-pai, dan begitu pukulan menghantam dadanya mendadak tosu itu menjerit dan terlempar roboh.

"Bluk...!" Hui-to Lo-jin terguling-guling. Dia kaget bukan main, melompat bangun dan siap menyerang lagi.

Tapi Ciok-thouw Taihiap yang tiba-tiba melayang ke atas menekan pundak tosu ini. "Hui-to Lo jin, tahan. Urusan pribadi tak perlu kau campur-adukkan dulu dengan urusan pibu…!"

Hui-to Lo-jin gemetar. "Tapi dia telah membunuh suhengku, Ciok-thonw Taihiap. Aku siap mengadu jiwa dengan iblis Hek-kwi-to itu!"

"Hm, tapi saatnya bukan sekarang, Lo-jin. Pibu terakhir masih perlu kita lihat. Pertandingan belum habis. Kau turunlah dan selesaikan urusan pribadi itu setelah pertandingan selesai!"

Hui-to Lo-jin mau membantah. Tapi Pak-mauw Sian-jin yang sudah bangkit dari duduknya juga tiba-tiba melayang naik. "Lo-jin, apa yang dikatakan Ciok-thouw Taihiap tidak salah. Pibu belum rampung. Kau turunlah dulu dan selesaikan urusan itu setelah babak terakhir ini selesai."

Hui-to Lo-jin tak dapat membantah lagi. Dia meremas goloknya, geram tak dapat melampiaskan kemarahan. Dan Pek-kut Hosiang yang duduk di kursinya tiba-tiba berbisik dengan ilmunya Coan-im-jip-bit di telinga ketua Hoa-san-pai ini memberi petunjuk agar tenang, "Lo-jin, apa yang dikatakan rekan-rekan kita memang tidak salah. Kau dnduklah dulu. Lihat partandingan babak terakhir ini dan waspadalah. Sesuatu akan terjadi mengejutkan kita semua...!"

Maka Hui-to Lo-jin yang berhasil dibujuk tiga orang temannya ini lalu melompat turun. Dia mendelik pada ketua Gelang Berdarah itu, tapi ketua Gelang Berdarah yang menjengekkan hidung mengejek tosu ini,

"Keledai tua, jangan pongah. Melawan muridku saja kau tak becus. Mana masih ada muka untuk menantangku?"

Hui-to Lo jin mau berteriak lagi. Tapi Bu Kong yang memberi tanda pada tosu tua ini mengedipkan mata. "Locianpwe, bersabarlah. Tak guna melayani omongan orang lain yang dapat membakar diri sendiri! lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi pemuda itupun menghadapi ketua Gelang Berdarah,

"Susiok, bagaimana tanggung jawab perbuatanmu?"

Ketua Gelang Berdarah itu menggeram. "Perbuatan apa, bocah keparat? Kau diutus suheng untuk melawan susiokmu sendiri?"

Bu Kong menarik napas. "Tidak, kalau kau tidak membuat onar, susiok. Tapi sepak terjangmu yang semakin menjadi membuat suhu mengutus aku ke sini. Ada tiga permintaan suhu yang minta susiok perhatikan. Kalau susiok mau memenuhinya maka sekarang juga aku akan pergi dari sini."

"Hm, permintaan apa, bocah keparat?"

"Tidak banyak. Satu, susiok diminta membubarkan perkumpulan Gelang Berdarah. Dua, susiok diminta kembali ke jalan benar. Dan ke tiga atau yang terakhir ialah susiok diminta untuk menghadap suhu sekarang juga!"

Ketua Gelang Berdarah tiba-tiba tertawa beringas. "Bocah ingusan, beranikah kau mengajak susiokmu melakukan perintah itu?"

"Hm, berani atau tidak berani itu urusan ke dua, susiok. Yang jelas suhu memberi kuasa penuh kepadaku untuk membawa susiok sampai berhasil!"

"Dan kalau aku menolak?"

"Terpaksa aku akan membawa susiok dengan jalan kekerasan!"

Ketua Gelang Berdarah tertawa bergelak "Pendekar Gurun Neraka, sudah sedemikian yakinkah kau akan berhasil membawa aku ke hadapan gurumu? Bagimana kalau aku yang akan membawa kepalamu ke hadapan si tua bangka itu?"

"Hm, jangan tekebur, susiok. Suhu telah memberi persiapan cukup kepadaku. Kalau kau menolak berarti jalan kekerasan yang harus kita tempuh!"

"Bagus, kalau begitu lakukanlah!" orang tua itu membentak. "Aku ingin mengetahui sampai di mana persiapan yang kau katakan itu, bocah keparat. Ingin kulihat berhasilkah kau memaksa susiokmu...!" lalu memutar tangannya dua kali tiba-tiba ketua Gelang Berdarah ini telah mencabut sepasang gelang hitam yang mendengung lirih.

Orang terheran melihat warna gelang ini. Karena tidak seperti biasanya gelang-gelang berwarna merah adalah gelang di tangan ketua Gelang Berdarah itu betul-betul berwarna hitam terbuat dan baja murni. Tapi, ketika jari ketua Gelang Berdarah itu berkerotok dan mengibas dua kali mendadak gelang yang hitam mengkilat itu sudah berobah warnanya menjadi merah membara. Persis seperti besi yang dibakar, bersamaan dengan kedua lengannya yang juga sudah menjadi merah seperti baja ditempa!

"Sin-hwi-ciang (Tangan Api Sakti)....!''

Para tamu tergetar hebat. Mereka ngeri menyaksikan perobahan ini, teringat julukan si iblis dari Hek-kwi-to itu yang terkenal puluhan tahun lalu dengan nama Sin-hwi ciang (Tangan Api Sakti). Maka, begitu sute Malaikat Gurun Neraka ini mengeluarkan kepandaian khasnya tiba-tiba saja semua orang terbelalak gentar. Mereka memaklumi baik kedahsyatan Tenaga Api Sakti itu yang konon dapat membakar tubuh lawan dengan sentuhannya yang mengerikan. Dan Bu Kong sendiri yang baru pertama ini menghadapi susioknya dengan pengerahan tenaga Sin-hwi-kang juga turut tergetar dengan mata tak berkedip.

Tapi pendekar muda ini tak gentar. Dia terkejut, tapi bukanya takut. Dan maklum bahwa susioknya ini memang bukan lawan biasa tiba-tiba juga mengerahkan tenaga saktinya dan mengibaskan lengan dua kali. Aneh, suara berkerotok tiba-tiba juga terdengar. Dan begitu lengannya dibenturkan satu sama lain mendadak uap merah mengepul dari pangkal lengan sampai ke bawah. Dan bersamaan dengan hentakan kaki memasang kuda-kuda tiba-tiba sekujur tubuh Pendekar Gurun Neraka telah diselimuti kabut merah seperti api di balik cahaya matahari senja!

"Ah, Lui-kong-yang-sin-kang (Tenaga Inti Petir)....!" kali ini ketua Gelang Berdarah itu berseru tertahan. Dia terkejut, terbelalak memandang tubuh keponakan muridnya itu. Tapi menggereng hebat tiba-tiba dia membanting kaki menancapkan kuda-kuda. "Bocah keparat, kau seranglah aku…!"

Tapi Bu Kong memperhebat getaran tenaga saktinya. Dia tak mau menyerang, mempersiapkan diri untuk adu kepandaian ini. Dan menggeser kaki selangkah diapun menjawab, "Tak perlu sungkan, susiok. kalau kau ingin menyerang lakukanlah itu terlebih dahulu!"

"Tapi aku lebih tua, bocah. Juga aku tuan rumah dalam pertandingan pibu ini!"

"Ah, itu tak masalah, susiok. Kalau kau mau kau boleh menyerang aku terlebih dahulu!"

"Keparat....!" ketua Gelang Berdarah melengking. "Kau tak berani menyerangku terlebih dahulu, bocah? Baiklah, awas kalau begitu....!" lalu menggeram bagai seekor harimau tiba-tiba lelaki ini menggeser kakinya maju ke depan. Dia tidak mengangkat kakinya, melainkan menggurat di papan lantai. Dan para tamu yang melihat geseran kaki ketua Gelang Berdarah itu menimbulkan asap tipis tiba-tiba menjadi terkejut ketika melihat papan lantai itu hangus terbakar!

"Ah, hebat dia...!" Ciok-thouw Taihiap bergumam. Dan para tamu yang juga melihat bekas telapak kaki ketua Gelang Berdarah itu menghanguskan lantai panggung tiba-tiba saling berbisik dengan muka pucat. Mereka terpengaruh merasa ngeri. Dan sementara mereka tarbelalak ketua Gelang Berdarah itu mengeluarkan bentakan dahsyat. Kaki yang melekat di lantai sekonyong-konyong mencelat, dan begitu kedua tangannya bergerak ke depan tahu-tahu gelang bajanya yang merah membara itu menyambar muka Pendekar Gurun Neraka.

"Bocah she Yap, hati-hati….!"

Pendekar muda ini menggeser langkah. Dia harus merobah kedudukan kakinya untuk menerima serangan dahsyat itu. Dan begitu tangannya bergerak menyambut sepasang gelang yang merah terbakar tiba-tiba mulutnya pun mergeeluarkan bentakan tinggi, Gelang yang menyambar mukanya dia tangkis, lalu begitu merendahkan tubuh sedikit sikunyapun bergerak dari samping menghantam pinggang lawan.

"Duk!" Tubuh ketua Gelang Berdarah tergetar. Laki- laki ini melengking dan marah gelangnya ditangkis lawan, mendadak kakinya diputar dan menendang dari bawah. Sekali bergerak tahu-tahu ujung kakinya sudah menyerang tiga tempat, mulai dari lutut sampar ke kepala. Tapi begitu lawan menangkisnya kembali mendadak dia membalikkan tubuh dan menendang secara berputar, mempergunakan tungkak (tumit) menghantam tengkuk Pendekar Gurun Neraka!

"Des...!" Pendekar Garin Neraka terpeIanting. Dia tak menduga serangan itu, yang membalik demikian cepat. Tapi ketika lawan kembali menubruknya garang tahu-tahu pemuda ini mengibas lengan dan melontar pukulan Pek-kong-ci (Jari Sinar Putih).

"Wan susiok, jaagan terburu-buru. Aku masih ingin main-main lebih lama... plak!" dan jari telunjuknya yang menerima gelang lawan mengeluarkan ledakan nyaring ketika sama-sama terpental!

Ketua Gelang Berdarah memekik dan marah, pemuda itu menangkis serangannya mendadak dia melempar gelang dan menyerang bertubi-tubi. Gelang di tangannya mengaung, berputaran dan meluncur lepas menjadi gelang terbang, dikendalikan hawa sinkang yang bertiup dari tangan kirinya. Lalu begitu ketua Gelang Berdarah ini menggerakkan kedua kakinya tiba-tiba berputarlah laki-laki itu berkelebatan menyerang lawan mudanya.

Sekarang Pendekar Gurun Neraka menghadapi serangan dari segala penjuru. Gelang dan sinkang sambar-menyambar menghantam tubuhnya, tapi pendekar muda yang sudah mengerahkan sinkang dan ginkangnya ini balik menampar dan menolak pukulan lawan. Dia menghalau sepasang gelang yang seperti kesetanan ini, yang berputaran tiada hentinya "diatur" tangan kiri lawan.

Dan maklum bahwa gelang yang menyambar-nyambar dirinya itu cukup berbahaya maka tiba tiba dia membentak keras dan menyerang tangan kiri lawan yang mengendalikan gelang terbang ini. Akibatnya dia harus menerima dulu beberapa sambaran gelang yang mengenai tubuh dan kepalanya. Tapi begitu gelang mental bertemu kekebalan tubuhnya yang dilindungi sinkang mendadak lima jari lawan sudah berhasil dia tangkap!

"Wan-susiok, lepaskan gelang-gelangmu...!"

Ketua Gelang Berdarah ini terkejut. Dia tak menyangka, kecepatan lawannya itu. Tapi begitu tertawa dingin mendadak dia menggerakkan tangan kanannya menampar pundak kiri lawannya ini. "Bocah she Yap, jangan sombong!"

Bu Kong ganti terkejut. Dia melihat tangan susioknya ini mengeluarkan cairan licin, seperti keringat atau lendir belut. Dan kaget tangan lawan tiba-tiba terlepas dari cekalannya, mendadak tangan kanan ketua Gelang Berdarah itu menghantam pundaknya penuh mengandung tenaga Si-hwi-kang

"Plakk!" Pendekar Gurun Neraka mengeluh tertahan. Dia terdorong, baju pundaknya hangus terbakar. Dan kaget kulit pundaknya mengeluarkan asap mendadak melengking tinggi dan mengguncang tubuh, mendinginkan kulit pundak yang serasa terbakar. Lalu begitu membanting tubuh bergulingan tahu-tahu dua jarinya menusuk dari bawah mempergunakan Pek-kong-ci yang menyerang lambung dari lengan kiri paman gurunya!

"Crit-crit...!" dan sinar putih berkeredep ke depan. Ketua Gelang Berdarah tertegun, karena saat itu dia sedang memutar gelang, siap menghantam ke bawah. begitu sinar Pek-kung-ci menyambar lambung dan lengan kirinya terpaksa dia mengangkat gelang menangkis serangan itu.

"Prang...!" Gelang di sebelah kanannya hancur berkeping-keping, tak kuat menahan tusukan jari Pek-kong-ci yang penuh getaran tenaga mujijat. Dan ketua Gelang Berdarah yang kaget melihat gelang kanannya hancur mendadak mendengar suara berdetak dari gelang kirinya yang juga patah!

"Pletak!" Iblis dari Hek-kwi-to ini terbelalak. Dia benar-benar kaget, juga marah. Dan sadar dua gelangnya tak dapat dipakai lagi tiba-tiba dia membanting sepasang gelang yang hancur itu amblas di lantai panggung. "Bocah she Yap, kau benar-benar hebat...!" lalu memekik tinggi tiba-tiba dia menerjang lawan dengan kedua lengannya yang berkerotak kemerahan.

Kini ketua Gelang Berdarah tidak mempergunakan senjata lagi. Dia mengamuk, menghantam dan memukul bertubi-tubi. Dan para tamu yang melihat pertandingan di antara dua jago besar ini berjalan cepat tiba-tiba tak melihat lagi bayangan keduanya karena masing-masing telah saling mengerahkan ginkang berkelebat lenyap. Yang didengar mereka hanyalah beturan-benturan keras, diselingi keluhan tertahan sekali dua kali dari masing-masing pihak. Tapi ketika Pendekar Gurun Neraka balas melengking dan menggerakkan kaki tangannya tiba-tiba ketua Berdarah terpektk dan terdorong mundur.

"Plak!" ketua Gelang Berdarah itu mendesis. Bayangannya tampak sekarang, dan orang yang melihat laki-laki ini menyeringai dan terhuyung ke belakang ternyata melihat pakaiannya di punggung hancur tak karuan sementara api membakar tubuhnya!

"Ah....!" para tamu tertegun. Mereka terbelalak, tapi ketua Gelang Berdarah yang cepat mengibaskan lengannya dua kali tiba tiba telah memadamkan api yang membakar tubuhnya, api dari dua benturan tenaga sinkang yang sama-sama mengandung hawa panas! Lalu, menggereng bagai singa lapar tiba-tiba ketua Gelang Berdarah ini kembali teah menerjang lawannya dengan penuh kemarahan.

Sekarang para tamu tak melihat lagi bayangan keduanya. Ketua Geiang Berdarah dan Pendekar Gurun Neraka sama-sama lenyap, hanya merupakan dua bayangan merah dan hitam. Merah dari ketua Gelang Berdarah sedangkan hitam dari baju Pendekar Gurun Neraka yang berkelebatan saling belit. Masing-masing bergerak sama cepat, tak mau mengalah. Saling pukul dan tangkis.

Tapi ketika untuk yang ke sekian kalinya masing-masing melontar dan menangkis pukulan, tiba-tiba lantai panggung tak kuat lagi menerima tubuh mereka. Pukulan-pukulan berat membuat lantai panggung berderak bagai dilanda gempa, maka begitu benturan sinkang kembali terdengar tahu-tahu panggung lui-tai ini jebol dan berderak patah.

"Braakk...!" Pendekar Gurun Neraka dan lawannya berseru keras. Mereka berjungkir balik melompat turun. Dan panggung yang tidak dapat dipakai lagi itu seketika roboh dengan suara hiruk pikuk, menggemparkan para tamu. Tapi dua jago yang sedang bertanding ternyata tak menghiraukan semuanya itu. Mereka saling membentak lalu begitu keduanya melompat maju tahu-tahu keduanya telah bertempur lagi dengan seru!

Kini para tamu benar-benar terbelalak. Mereka melihat sinar putih dan merah mulai saling meluncur, serang-menyerang. Karena jari Pendekar Gurun Neraka yang mengeluarkan Pek-kong-ci itu mulai dihadapi lawannya dengan serangan Jari Api Merah, Ang hwi-ci! Maka begitu dua sinar merah dan putih berkeredep saling sambar-menyambar di tempat itu sagera terdengarlah ledakan keras disusul muncratnya bunga api. Berkali-kali keduanya terdoroag mundur, tenaga sinkang mereka sama kuat. Tapi ketika Bu Kong mengganti serangannya dengan pukulan-pukulan Lui-kong Ciang-hoat (Pukulan Tangan Petir) tiba-tiba keadaan sedikit berubah.

Ketua Gelang Berdarah ini mulai keteter (terdesak). Dia mundur-mundur, dan ketika sebuah dorongan kuat meluncur dari telapak kiri lawannya menghantam dadanya mendadak ketua Gelang Berdarah ini roboh terpelanting dan berteriak keras. Dia kaget, menggereng hebat. Tapi begitu melompat bangun dan tertawa bergelak tiba-tiba dia telah mainkan ilmu yang serupa dengan yang dimiliki Pendekar Gurun Neraka ini, sama-sama melancarkan pukulan Lui-kong Ciang-hoat karena mereka berasal dari satu perguruan!

Maka tamu undangan segera menjadi geger. Mereka melihat dua orang itu desak-mendesak, tak ada yang kalah. Dan dua-duanya yang tiba-tiba melenglong nyaring sekonyong-konyong berbareng merendahkan tubuh dan menyerang dengan jurus yang sama, Naga Sakti menyambut Petir!

"Blar…!" Dua-duanya terlempar. Mereka melihat pendekar Gurun Neraka dan ketua Gelang Berdarah sama terbanting, tapi begitu mereka melompat bangun dan sama terbelalak tahu-tahu keduanya sudah saling serang dan dorong-mendorong lagi. Keduanya tak mau mengalah. Dan ketua Gelang Betdarah yang penasaran oleh jalannya pertandingan tiba-tiba membentak dan meledakkan lengannya. Aneh. Api sekonyong-konyong menyembur, dan lengan ketua Gelang Berdarah yang sekonyong-konyong menyala oleh pengerahan puncak tenaga Inti Api ini mendadak menyambar ke depan ke muka lawannya!

"Ces...!" Pendekar Gurun Neraka menyambut. Dia juga membentak, mengerahkan tenaga Lui-kong-yang-sin-kangnya sepenuh bagian. Dan begitu dua tenaga sakti itu saling bentur tiba-tiba terdengarlah suara seperti air menumbuk besi panas. Masing-masing tergetar, lengan buju Pendekar Gurun Neraka terbakar. Tapi sinar putih yang mengepul di kedua lengan Pendekar Gurun Neraka mendadak menindih api yang berkobar di lengan ketua Gelang Berdarah itu. Dan bersamaan, dengan beradunya sepasang lengan yang sama-sama penuh getaran tenaga mujijat ini mendadak lengan keduanya sudah saling menempel dan tak dapat dipisah lagi!

"Duk!" Keduanya sama melotot. Mereka telah mengadu sinkang, puncak dari segala pertandingan. Dan dorong mendorong yang sengit terjadi di antara keduanya ini tiba tiba sudah membuat keduanya bermandi keringat dan mengepulkan asap panas di atas kepala!

"Ah...!" Ciok-thouw Taihiap dan semua orang terbelalak. Mereka melihat adu sinkang itu, dorong mendorong yang tiada akhimya. Dan para tamu yang tiba-tuba bangkit dari kursinya melihat pertandingan ini mendadak tanpa disadari sudah meluruk maju untuk moonton dari dekat. Tapi dua orang tiba tiba menjerit. Mereka merasakan hawa panas yang luar biasa menyengat mereka dalam jarak dua meter dari pusat pertandingan. Dan dua orang yang mengejutkan semua mata itu mendadak sudah menjerit-jerit dan bergulingan di atas lantai. Kulit tubuhnya melepuh, terbakar!

"Ah, minggir semua…!" Ciok-thouw Tathiap tiba-tiba mengebutkan lengan kanannya. Dia juga merasakan hawa panas yang luar biasa itu, yang tak dapat didekati dalam jarak dua meter.

Dan para tamu yang ribut oleh kejadian menggemparkan ini segera mundur dengan muka pucat dan berteriak gaduh. Mereka tak lagi menghiraukan dua orang tamu yang menjadi korban itu, karena mereka telah berhasil menolong diri sendiri dan melompat mundur. Dan semua mata yang tertuju perhatiannya pada pusat pertempuran ini sekonyong-konyong terkejut.

Mereka melihat tubuh ketua Gelang Bet-darah sudah menjadi api, merah menyala dan terbakar tubuhnya oleh pengerahan tenaga Inti api, sinkang mujijat yang dimilikinya puluhan tahun itu. Tapi sebaliknya tubuh Pendekar Gurun Neraka yang juga sudah berobah warnanya menjadi putih berkilau tiba-tiba meledak seperti petir! Suara ini mengejutkan, memantulkan kilat seperti halilintar menyambar. Dan begitu dua sinar merah dan putih melecut saling sambar tiba-tiba terdengarlah jeritan ketua Gelang Berdarah yang roboh terlempar!

"Augh...!" Ketua Gelang Berdarah itu melengking tinggi. Dia terguling-guling, mencelat tiga tombak. Dan sinar apinya yang tiba-tiba lenyap dari permukaan tubuhnya mendadak disusul bentakan Pendekar Gurun Neraka yang berkelebat maju.

"Wan-susiok, terimalah hukuman atas dosa-dosamu...!"

Tapi ketua Gelang Berdarah ini memekik. Dia melompat bangun, menyambitkan tiga pian merah sebagai senjata rahasia. Lalu begitu berdiri tegak kedua tangannyapun mendorong ke depan menangkis serangan maut itu. "Bocah she Yap, kau tak dapat membunuh susiokmu...plak!"

Dan tubuhnya yang kembali terguling-guling membuat ketua Gelang Berdarah ini memekik penuh kemarahan. Dia bangun lagi, tapi ditampar lagi. Dan ketika tiga kali berturut-turut tubuhnya jungkir balik menerima serangan hingga mulutnya melontarkan darah segar mendadak ketua Gelang Berdarah ini meagguncang tubuh dan berteriak dahsyat. Dia mengaum mirip naga terluka, atau singa haus darah. Dan begitu melompat bangun waktu yang keempat kalinya mendadak tubuh ketua Gelang Berdarah sudah berobah kehijauan dengan mata terbelalak hitam!

"Hoat-lek-kim-ciong-ko...!" Seruan ini dilontarkan mulut Pek-kut Ho-siang. Semua orang kaget, melihat betapa tubuh ketua Gelang Berdarah itu gemetar keras dengan uap hijau berbau amis. Lalu begitu tertawa bergelak dengan suara mengerikan tahu-tahu ketua Gelang Berdarah ini menyambut tamparan Pe dekar Gurun Neraka dengan tubuh terbuka.

"Dess...!"Luar biasa sekali. Orang melihat ketua Gelang Berdarah itu sama sekali tak terpental. Bergeming sedikit lalu maju kembali dengan tertawanya yang mengerikan. Dan Pendekar Gurun Neraka yang kembali melakukan pukulan ke dua dan ke tiga menghujani tubuh lawannya ini tahu-tahu tersentak ketika mendapat kenyataan semua pukulannya membalik ke diri sendiri!

"Des-dess...!" Pendekar Gurun Neraka berteriak. Dia melompat tinggi, kaget melihat lawan tak terguncang sama sekali oleh pukulan sinkangnya yang dahsyat. Dan baru dia melompat turun menyentuhkan kakinya di atas tanah tahu-tahu susioknya yang kehijauan itu sudah mencengkeram leher dan pundak kirinya.

"Bocah, kau tak dapat mengalahkan susiokmu...!"

Bu Kong terkejut. Dia membentak, melepaskan diri dari cengkeraman susioknya yang kuat. Tapi ketua Gelang Berdarah yang tertawa, bergelak tahu-tahu telah membanting tubuhnya ke atas tanah. Kuat sekali, hingga tanah melesak dan dekok selebar punggung pemuda itu!

"Brass...!" Pendekar Gurun Neraka terguling-gulirg. Dia bangkit berdiri, tapi jari susioknya yang lagi-lagi sudah mencengkeram pundaknya tahu-tahu kembali membanting pemuda itu mengejutkan semua orang. Akibatnya Pendekar Gurun Neraka ini mengeluh, dan ketika untuk yang ketiga kalinya ketua Gelang Berdarah itu menubruknya dan siap membantingnya lagi mendadak pemuda itu mencelat ke atas dan membentak,

"Wan-susiok, terimalah....!"

Semua orang terbelalak. Mereka melihat sebuah sinar putih meluncur dari tangan Pendekar Gurun Neraka, menyambar mata ketua Gelang Berdarah. Dan ketua Gelang Berdarah yang berteriak marah tiba tiba mengibaskan lengan menangkis sinar putih!

"Plak....!" Sinar putih itu runtuh. Ternyata sebuah tulang ikan. Dan Bu Kong yang mendapat kesempatan sejenak ini tiba-tiba berkelebat ke depan. Dia menggerakkan tangan kirinya, menampar telinga lawan. Lalu begitu ketua Gelang Berdarah menggereng keras dan menangkis pukulannya mendadak tangan kanannya mencabut sesuatu dan meninpukkan benda kuning keemasan ke belakang telinga kanan ketua Gelang Berdarah itu.

"Cess....!" Ketua Gelang berdarah tiba-tiba meraung hebat. Dia terputar, matanya mendelik marah dan Hoat-lek-kim-ciong-ko yang membuat tubuhnya kehijauan dan kebal terhadap semua pukulan sinkang mendadak lumpuh dan terguling roboh seperti kain ambruk!

Hal ini mangejutkan semua orang, tak tahu apa yang terjadi. Tapi Kui Lun yang melihat gurunya roboh tiba-tiba berseru keras dan melesat ke depan. Pemuda ini menyambar tubuh gurunya, yang tampak kehabisan tenaga. Lenyap sudah pengaruh aneh yang membuat tubuh ketua Gelang Berdarah itu berwarna kehijauan seperti setan. Lalu menimpukkan tiga benda hitam ke arah Pendekar Gurun Neraka dan para tokoh di kursi kehomatan, tiba-tiba pemuda ini membentak,

"Cuwi enghiong, yang bersimpati kepada perkumpulan Hiat-goan-pang harap mundur ke kiri!" Dan begitu dia melompat ke belakang tahu-tahu tiga ledakan terdengar nyaring.

"Awas, Bik-lik-cu (Geranat Tangan)…!"

Semua orang terkejut. Mereka melihat asap hitam membarengi ledakan ini, dan Ciok-thouw Taihiap serta rombongannya yang kaget oleh perbuatan pemuda itu tiba-tiba mendengar suara bentakan di sana-sini. Rupanya para tamu menjadi ribut, terpengaruh oleh seruan murid ketua Gelang Berdarah itu. Dan baru mereka terbelalak satu sama lain tiba-tiba lampu padam disusul ketawa ketua Gelang Berdarah yang bergelak menyeramkan!

"Ciok-thouw Taihiap, kami tak mau menerima kekalahan. kalian mampuslah...!"

Ciok-thouw Taihiap menggereng. Dia tak tahu apa yang dilakukan lawannya di balik kegelapan itu. Tapi baru dia melompat maju tahu-tahu terdengar ledakan dahsyat di sana-sini. Bangsal Agurg tiba-tiba roboh, dan rombongan Ciok-thouw Taihiap yang kaget oleh kejadian ini segera mamaki kalang-kabut dangan penuh kemarahan. Mereka tertimpa patahan balok dan tiang, mengumpat caci di dalam gelap. Dan ketika semuanya itu berakhir dengan segala kegaduhannya yang tumpang tindih tiba-tiba ratusan obor muncul secara mendadak.

Hal ini manggembirakan semua orang. Tapi begitu memandang ke depan tiba-tiba Clok-thouw Taihiap dan teman-temannya menggeram. Ternyata mereka sudah berdiri di suatu tempat yang menggunduk di atas puing-puing kehancuran bangsal agung. Sementara di depan di empat penjuru dalam jarak sepuluh tombak, muncul sebuah jurang yang mengelilingi mereka, jurang yang dibuat lewat ledakan-ledakan dinamit!

"Keparat...!" Ciok-thouw Taihiap membanting kaki. Dia marah sekali, mengepal tinju dengan melotot.

Tapi Pek-mauw Sian-jin yang marah melihat semuanya ini tiba-tiba berteriak, "Taihiap, di sebelah kanan ada jembatan....!"

Semua orang menoleh. Mereka melihat apa yang dikatakan ketua Kun-lun-pai ini benar. Karena di atas jurang yang mengelilingi mereka itu tetnyata ada sebuah jalan keluar yang merupakan jalan satu-satunya. Dan semua orang yang berteriak penuh kegembiraan oleh seruan Pek-mauw Sian-jin ini tiba-tiba sudah menghambur dengan bentakan marah. Mereka memenuhi mulut jembatan itu, yang sebenarnya merupakan pintu lewat dari Bangsal Agung yang rupanya sengaja ditinggal musuh untuk mengiming-imingi mereka.

Tapi baru mereka berlari ke jalan satu-satunya ini mendadak ratusan obor bergerak maju. Sekejap saja tigaratus orang telah memasang panah di atas busur, menghadang mereka dengan gendewa terpentang, Dan ketua Geang Berdarah yang tiba tiba tertawa bergelak di tempat persembunyiannya sekonyong-konyong muncul dipapah sang murid, duduk di atas pundak Kui Lun dengan sinar mata keji.

"Ha ha, kalian tidak dapat menyelamatkan diri lagi, manusia-manusia tolol. Aku tak akan membiarkan kalian hidup selama di Puri Naga, Tigaratus orang akan menyate tubuh kalian dengan panah-panah beracun. Atau kalian mampus di tengah jembatan begitu kuledakkan jembatan itu!"

Ciok-ihouw Taihiap menggereng. "Tapi kami tak melakukan kesalahan kepadamu, Hiat, goan-pangcu. Kenapa kau demikian curang dari tak tahu malu?"

"Ha-ha, siapa bilang begitu, Ciok-thouw Tathiap? Kalau kau dan teman-temanmu mau bergabung dengan kami tentu kami akan menyelamatkan kalian. Tapi karena kalian menentang kami terpaksa kami akan membunuh kalian semua. Kecuali dengan satu syarat!"

Pek-mauw Sian-jin yang kali ini maju, "Sysrat apa itu, pangcu?"

"Kalian semua tunduk kepada kami. Bersumpah membantu kami dan mengikuti semua perintah perintah kami...!"

"Keparat, siapa mau mengikuti iblis macam kau, Hiat-goan-pangcu? Kami para pendekar tak sudi. Kau licik, curang dan jahat!" lalu begitu membentak nyaring tiba-tiba ketua Beng-san-pai ini sudah berteriak tinggi, "Kawan kawan, ayo serbu dan serang mereka itu...!" dan begitu tubuhnya bergerak ke depan tiba-tiba ketua Beng-san-pai ini sudah mencelat maju memasuki tengah jembatan. Dia tak takut ancaman ledakan dinamit. Dan tigaratus panah yang tentu saja menghujani tubuh pendekar sakti ini bercuitan nyaring tanpa ampun lagi.

Tapi Ciok thouw Taihiap mendengus. Dia mengerahkan sinkangnya, melindungi diri dengan kekebalan tenaga sakti. Lalu begitu semua panah runtuh mengenai tubuhnya tiba-tiba ketua Beng-san pai ini telah menyeberang di luar jembatan!

"Ah....!" semua orang terkejut. Mereka melihat ketua Beng-san-pai ini mengamuk, dan ketua Gelang Berdarah yang tertegun melihat kecepatan gerak pendekar sakti itu tiba-tiba mendengar sorak di rombongan Pek-mauw Sian-jin. Mereka itu rupanya girang, berbesar hati dan meluap semangatnya melihat keberhasilan Ciok thouw Taihiap melewati jembatan. Maka begitu mereka membentak dan berteriak gaduh tiba tiba rombongan Pek-mauw Sian jin ini sudah meluruk ke tengah jembatan mengikuti jejak Pendekar kepala Batu.

Sekarang ketua Gelang Berdarah terbelalak. Dia menggeram, mengangkat tangannya tinggi tinggi. Lalu begitu dia melihat rombongan Pek-mauw Sian-jin sudah berada di tengah jembatan menerima hujan anak panah tiba-tiba dia membentak, "Ledakkan jembatan itu. Hancurkan mereka...!'

Tapi dua petugas yang siap menarik tombol meledakkan dinamit sekonyong-konyong berteriak. Mereka diserang seorang laki-laki bermuka monyet, yang tertawa bergelak di tengah-tengah gemuruhnya suasana hiruk-pikuk. Dan ketua Gelang Berdarah yang kaget melihat munculnya kakek ini tiba-tiba berseru tertahan,

"Dia Dewa Monyet....!"

Semua orang terkejut. Kui Lun juga tertetun, tapi ketua Gelang Berdarah yang sadar lebih dulu tiba-tiba menoleh ke belakang, "Hwe-pian hok, bunuh kakek itu...!"

Hwe-pian-hok (Kalong Kelabu) mengangguk. Dia menyambar sabitnya, menggereng ke arah si Dewa Monyet. Tapi baru lima tindak dia melangkah tahu-tahu di sana-sini terdengar pekik-pekik kecil disusul suara cecowetan yang ramai bukan main. Tempat itu tahu-tahu telah dipenuhi ribuan ekor monyet, anak buah Kauw-thian (Dewa Monyet). Dan Dewa Monyet sendiri yang tertawa bergelak terkekeh menyepakkan kakinya.

"Hiat-goan-pangcu, kau tak boleh membunuh orang baik-baik. Di sana itu ada tuan mudaku!"

Ketua Gelang Berdarah metotot. Dia tak tahu kapan munculnya kakek ini. Tapi Hwe-pian-hok yang marah melihat kehadiran Dewa Monyet sudah menggerakkan sabitnya. "Dewa Monyet tak perlu banyak bicara. Mampuslah....!"

Tapi Dewa Monyet melengking aneh. Dia menyepak-nyepakkan kakinya, menggaruk tanah dan tiba-tiba melompat mundur. Lalu begitu sabit Hwe-pian-hok mengenai angin kosong diapun sudah memberi aba-aba dan bersuit nyaring. Serentak, ribuan monyet balas memekik. Dan begitu mereka melompat maju tahu-tahu Hwe-plan-hok sudah diserang puluhan monyet besar kecil. Dan bersamaan dengan serangan ke arah si Kalong Kelabu itu mendadak monyet-monyet lain meluruk ke tempat ketua Gelang Berdarah bersama enam-belas ketua pembantu cabang yang tentu saja menjadi geger!

Keadaan segera menjadi ribut. Ketua Gelang Berdarah dan para pembantunya menjadi marah. Mereka menendang dan memukul, melempar monyet-monyet yang menyerang itu. Tapi karena anak buah Dewa Monyet ini sudah dilatih sedemikian rupa hingga tidak takut ancaman apapun, mereka sudah bercecowetan menyerang dan meggigit! Hal ini tentu saja menjadikan pembantu ketua Gelang Berdarah itu naik pitam. Maka begitu mereka mencabut senjata dan balas menyerang tiba-tiba saja anak buah Dewa Monyet ini roboh terkapar dan mandi darah.

Sebentar saja puluhan binatang lincah ini tewas, dibantai para pembantu ketua Gelang Berdarah. Tapi gangguan Dewa Monyet yang menggagalkan lawan meledakkan jembatan sudah membuat ronbongan Pek mauw Sian-jin keluar dari 'lubang jarum‘. Mereka itu selamat, dalam arti tiba di seberang jembatan setelah melalui hujan panah beracun. Dan Pek-mauw Sian-jin beserta kawan-kawan yang mengamuk dengan senjata di tangan segera membabat mereka dengan penuh semangat.

Tentu saja tigaratus pemanah itu gempar. Mereka bukan tandingan tokoh-tokoh istimewa ini. Maka begitu pedang dan golok menyambar maka tiba-tiba saja orang-orang ini sudah roboh terpelanting sambil berteriak ngeri. Mereka tak sanggup menghadapi rombongan Pek-mauw Sian-jin yang sebagian besar memiliki ilmu kepandaian itu, para tokoh ketua partai dan orang-orang ternama. Dan begitu rombongan Pek-mauw Sian-jin ini menyerbu ke depan seketika orang-orang golongan hek-to itu semrawut.

Pek-mauw Sian-jin dan kawan-kawan melampiaskan kemarahan. Mendobrak dan membabat mereka tak kenal ampun. Dan ketua Gelang Berdarah yang melihat suasana tidak menguntungkan bagi pihaknya ini tiba-tiba melepas panah api ke langit yang hitam. Sinar kebiruan meluncur, meledak dan buyar di angkasa yang kelam. Lalu begitu melihat rombongan Pek-mauw Sian-jin mandek sendirinya tiba-tiba ketua Gelang Berdarah itu memberi isyarat pada para pembantunya untuk mundur.

Serentak, tujuh belas ketua cabang ini meninggalkan tempat pertandingan. Dan begitu ketua Gelang Berdarah memutar tubuh maka rombongan kecil ini telah melarikan diri menuju ke barat. Meninggalkan anak buah mereka yang dibabat rombongan Pek-mauw Sian jin! Dan Pek-mauw Sian jin yang tentu saja marah kepada ketua Gelang Berdarah itu segera membentak dan mengejar bersama teman-temannya.

Tapi, ketua Gelang Berdarah tiba-tiba meluncurkan lagi panah berapinya yang ke dua. Dan begitu ledakan bunga api berhamburan di langit yang hitam mendadak ribuan manusia muncul di balik gerumbul semak belukar. Tambur dan terompet mendadak ditiup dan begitu mereka bangkit berdiri, tahu-tahu sapasukan besar telah mengepung mereka bagai sosok hantu yang bangun dari kubur! Pek-mauw Sian-jin dan kawan kawan terkejut. Mereka tak menyangka.

Dan Cheng-gan Sian-jin yang tiba-tiba muncul dengan suara tawanya yang bergelak nyaring tahu-tahu mangelebatkan bendera iblisnya memberi aba-aba, "Serbu....!"

Maka begitu pasukan besar ini berderap maju tiba-tiba Pek-mauw Sian-jin dan rombongannya sudah diserang bala tentara yang tak terhitung jumlahnya. Bala tentara atau pasukan Cheng-gan Sian-jin yang terdiri dari campuran orang-orang Mongol dan suku bangsa Arya!

"Ah, keparat kau, Hiat-goan-pangcu....!" Pek-mauw Sian-jin berteriak, kaget dan marah melihat semuanya ini. Dan sadar mereka semua masuk perangkap tiba-tiba ketua Kun-lun-pai ini menggerakkan pedangnya sambil berseru keras , "Cuwi enghiong, sambut mereka. Bunuh dan selamatkan diri kita...!" lalu begitu melompat maju, pedang ketua Kun-lun pai ini sudah membabat lima orang musuh yang barteriak ngeri.

Tak ayal, rombongan Pek-mauw Sian-jin mengikuti jejak ketua Kun-lun-pai ini. Dan begitu golok dan pedang menyambut musuh segera pekik dan jerit kematian terdengar di sana-sini. Pek-mauw Sian jin dan kawan-kawannya mengamuk. Membuka jaran darah dengan penuh semangat. Tapi karena musuh demikian banyak jumlahnya maka satu-persatu rombongan Pek-mauw Sian-jin ini muIai roboh. Yang pertama-tama tak tahan adalah tosu-tosu pengawal, yang tingkat kepandaiannya memang jauh di bawah tingkat kepandaian ketua mereka, Baik dari Kun-lun, Hoa-san maupun partai-partai lain.

Dan Pek-mauw Sian-jin yang menyadari kedudukannya yang buruk ini mulai menggigit bibir dengan penuh kemarahan. Dia masih terus menggerakkan pedangnya, bahu-membahu dengan ketua partai lain untuk membuka jalan darah. Tapi ketika Cheng-gan Sian-jin secara curang mulai membokong mereka dengan pukulan-rukulan beracuanya tiba-tiba Hui-to Lo-jin yang ada di sebelah kanan berteriak roboh.

Ketua Hoa-san ini rupanya kena dicurangi lawan. Menerima pukulan Tok-hiat-jiu milik Cheng-gan Sian-jin yang dilancarkan dari belakang. Dan Cheng gan Sian-jin yang tertawa bergelak oleh hasil curangnya itu tiba-tiba melompat ke depan menyerang Pek-mauw Sian jin.

Tentu saja Pek-mauw Sian-jin marah. Dan ketua Kun Lun yang memutar kakinya ini langsung saja membentak. "Cheng-gan Siaa-jin, kau iblis terkutuk...!" dan Ujung pedangnya yang sudah menyambut telapak Cheng-gan Sian-jin segera menusuk cepat menangkis pukulan iblis tinggi besar ini.

Tapi Cheng-gan Sian jin terkekeh menangkap ujung pedang lawan, mengejutkan Pek-mauw Sian-jin. Dan begitu Pek-mauw Sianjin terbelalak tahu-tahu jarinya sudah mencengkeram patah ujung pedang ketua Kun-lun-pai itu.

"Ha-ha, kau tak dapat menyelamatkan diri tosu bau. Lihat, kau tak dapat menandingi atau mengalahkan aku...pletak!" dan pedang Pek-mauw Sian-jin yang sudah buntung ujungnya tiba-tiba disambitkan ke dada tosu ini oleh Cheng gan Sian-jin.

Tentu saja Pek-mauw Sian-jin terkejut. Ketua Kun-lun ini membentak, dan begitu pedang buntungnya diputar tahu-tahu timpukan ujung pedang sudah dia tangkis dengan cepat. Tapi Cheng-gan Sian-jin tertawa. Mempergunakan kesempatan tosu itu menangkis timpukannya sekonyong-konyong dia melangkah maju, mengulurkan lengan menyerang ulu hati lawan. Dan begitu dia menggerakkan tangannya tahu-tahu lambung Pek-mauw Sian-jin sudah dihantam pukulan Tok-hiat jiu,

"Pek-mauw Sian-jin, robohlah...!"

Ketua Kun-lun ini terbelalak. Dia tak dapat menangkis, satu-satunya jalan hanya melompat mundur. Tapi baru dia menjejakkan kakinya tahu-tahu pukulan itu telah tiba lebih dulu. Kalah cepat! "Bluk!" Pek-mauw Sian-jin terpelanting roboh Dia kaget bukan main, berteriak keras dan melompat bangun. Tapi Cheng-gan Sian-jin yang tertawa bergelak sudah berkelebat ke depan tak memberi kesempatan. Tangan kirinya kali ini yang bergerak, menyambar dada ketua Kun lun-pai itu. Dan Pek-mauw Sian-jin yang tidak melihat jalan lain tiba tiba menggerakkan pedang buntungnya membacok tangan lawan yang mengancam jiwanya.

"Plak...!" Cheng gan Sian-jin tertawa menyeramkan. Dia membuat pedang itu mencelat, terlepas dari tangan ketua Kun Jun pai ini. Dan Pek-mauw jin yang kaget oleh kekebalan lawan tiba-tiba melihat lengan kiri Cheng-gan Sian-jin sudah meluncur menumbuk dadanya!

"Dess…!" Pek-mauw Sian-jin meramkan mata. Dia pasrah, tak ada kesempatan menghindar. Tapi ketika mendengar Cheng-gan Sian-jin berteriak kaget dan pukulan tak kunjung tiba nendadak ketua Kun-lun-pai ini membuka matanya dan tertegun. Ternyata Pendekar Gurun Neraka telah menolongnya, menangkis pukulan berbahaya itu hingga Cheng-gan Sian-jia mencelat mundur. Dan Pak-mauw Sian-jin yang melompat bangun segera mendengar seruan pendekar muda itu.

"Pek-mauw totiang, mundurlah! Biar iblis ini menjadi bagianku!"

Pek-mauw Sian-jin tertegun. Dia melihat Pendekar Gurun Neraka telah melompat ke depan, menghadapi Cheng-gan Sian-jin yang terbelalak gentar. Dan bersyukur bekas jenderal muda itu menyelamatkan jiwanya ketua Kun-lun pai inipun berseru, "Yap sicu, terima kasih. Aku akan membantu teman-teman yang lain kalau begitu…!"

Dan Pek-mauw Sian-jin yang segera mengamuk dengan tangan kosong menerjang ke kiri ketika melihat beberapa temannya terdesak. Dia tidak mau membuang tempo. Sementara Cheng-gan Sian-jin yang bertemu dengan bekas jenderal muda yang gagah perkasa ini tiba-tiba memutar tubuh mau melarikan diri. Tapi Bu Kong tak mau kehilangan lawan. Dia membentak, dan begitu kakinya berkelebat ke depan tiba-tiba punggung iblis tua itu sudah diserangnya dengan pukulan Lui-kong Ciang-hoat.

"Cheng-gan Sian-jin, jangan lari. Kau harus menerima hukuman atas dosa-dosamu...!"

Kakek iblis ini terkejut. Dia mendengar desir angin menghantatn punggungnya, dan marah bekas jenderal muda itu muncul membantu Pek-mauw Sian-jin diapun membalikkan tubuh sambil manangkis. "Pendekar Gurun Neraka, jangan sombong...!" dan lengan kirinya, yang sudah mengibas ke belakang tahu-tahu bertemu pukulan sinkang Pendekar Gurun Neraka.

"Dess!" Cheng-gan mengeluh kaget. Dia terdorong mundur, lumpuh lengannya menerima pukulan panas. Tapi iblis tua yang sudah menggereng sambil mengguncang tubuh ini tiba-tiba memutar lengannya dan menyerang dengan pukulan Tok-hiat jiu. Dia balas menyerang, mendorong dengan kedua tangannya. Dan begitu angin bercuit disusul bau amis tiba-tiba pukulan Darah Beracunnya sudah menyambar ke depan.

"Orang she Yap, terimalah...!"

Tapi Pendekar Gurun Neraka menjengek. Dia merendahkan tubuh, menerima pukulan itu dengan tenaga Lui-kong-yang-sin-kangnya. Lalu begitu dua pukulan bertemu di udara tiba-tiba kedua lengannya menempel lengan lawan dan balas mendorong ke depan.

"Bress...!" Cheng-gan Sian-jiu terbelalak. Ia berseru kaget, melihat lengannya ditempel lawan. Dan baru dia berteriak marah tahu-tahu pukulan Darah Beracunnya yang ditontarkan ke depan membalik dan manghantam diri sendiri. Tak ayal, kakek ini melengking tinggi. Dan kaget kedua lengannya tak dapat dilepas lagi mendadak Cheng-gan Sian jin mengangkat tubuhnya setengah lingkaran dan menendang ubun-ubun lawan seperti kalejengking menyengat!

"Ah… Bu Kong tentu saja tak mau kepalanya ditendang. Dia menggeser kaki, melepaskan sinkangnya di kedua lengan lawan. Lalu begitu lawan berjungkir balik seperti kalajengking mendadak tangannya mendorong dan menampar. Tak pelak Cheng-gan Sian-jin terpekik ketika terlempar! Dan kakek yang sudah melompat turun sambil berjungkir balik mematahkan daya pukulan itu segera meluncur dengan muka pucat. Dia marah tapi juga gentar, ragu-ragu untuk menyerang. Tapi Ciok thouw Taihiap yang tiba-tiba muncul mencengkeram pundaknya dari belakang membuat Cheng-gan Sian-jin kaget bukan main.

"Pendekur Gurun Neraka, serahkan dia padaku!"

Bu Kong dan Chang-gan Sian-jin sama-sama terkejut. Mereka melihat ketua Beng-san-pai itu sudah mencengkeram pundak kakek tinggi besar ini muncul dengan amat tiba-tiba sekali. Dan Cheng-gan Sian-jin yang tentu saja terkejut bukan main cepat memutar tubuh menghantam lambung pendekar sakti itu.

"Cook-thouw Taihiap, lepaskan kedua tanganmu!"

Tapi Ciok-thouw Taihiap tertawa dingin. Dia tentu saja tak melepaskan cengkeramannya yang menancap kuat di kedua pundak kakek ini. Dan melihat Cheng gan Sian-jin pukulan menghantam lambungnya dia tertawa bergelak. "Cheng-gan Sian-jin, pukullah. Aku ingin merasakan pukulan Tok-hiat-jiu-mu...!" dan pukulan Cheng-gan Sian-jin yang benar-benar tiba menghantam lambungnya diterima secara terbuka oleh pendekar besar ini. Tak ayal, Ciok-thouw Taihiap terdorong mundur. Dan Cheng-gan Sian-jin yang juga ikut tertarik tiba-tiba diangkat dan dibanting tubuhnya.

"Kakek iblis, sekarang rasakanlah!"

Cheng-gan Sian jin terbelalak. Dia tak dapat melepaskan diri, maka begitu diangkat dan dibanting Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba saja kakek ini menjerit dan terbanting roboh. Cheng-gan Sian-jin melompat bangun pipinya robek. Dan gentar serta marah melihat orrang itu menghadapinya dengan sikap mengancam berteriak, "Ciok thouw Tai-hiap, Peadekar Gurun Neraka, kalian tak tahu malu akan mengeroyokku secara curang?"

Ciok-thouw Taihiap beringas mukanya. "Tak perlu orang lain membantu, Cheng-gan Sian jin. Aku sendiri sanggup membunuhmu!"

"Tapi dia itu?"

"Hm, Yap-goanswe tak akan membantuku, Cheng-gan Sian-jin. Dia akan mengurus anak buahmu yang curang dan mencari ketua Gelang Berdarah!"

Pendekar Gurun Neraka tertegun. Dia melihat Cheng-gan Sian-jin berputar matanya, jelalatan mencari selamat. Tapi Cink-thouw Taihiap yang sudah membentak keras tiba-tiba berkelebat ke depan.

"Iblis tua bangka. tak perlu mencari selamat. Hayo hadapilah semua pukulan-pukulanku...!"

Dan Cheng-gan Sian-jin yang terpaksa menghadapi ketua Beng-san-pai ini segera manyambut sambil menggereng. Dia mencabut Bendera Iblisnya, memutar dan menangkis terjangan ketua Beng-san-pai itu. Dan Bu Kong yang sejenak termangu oleh pertandingan dua orang ini segera mendengar pukulan-pukulan keras disusul jerit Cheng-gan Sian-jin yang terdesak hebat. Ciok-thouw Taihiap rupanya sudah marah sekali, tak memberi ampun. Maka Cheng-gan Sian jin yang sebentar saja berteriak dan mundur-mundur segera menerima pukulan-pukulan Pek-hong-ciang yang dilancarkan ketua Beng-san-pai ini.

Tapi Fan Li tiba-tiba muncul. Panglima muda ini membawa pedang yang berlumuran darah, tergesa-gesa menghampirinya. Dan panglima yang sudah kegirangan bertemu dengan bekas junjungannya ini berteriak, "Goanswe, tolong.... Wen-taijin dibawa jahanam she Pouw!"

Bu Kong terkejut. "Di mana dia ciangkun?"

"Di belakang puri, goanswe. Terkurung api yang dibuat orang-orang Gelang Berdarah...!"

Bu Kong menjejakkan kakinya. Dia menyambar lengan panglima itu, membawanya ke belakang Puri Naga. Dan marah mendengar disebutnya nama Pouw Kwi mukanyapun tiba-tiba menjadi merah. "Ciangkun, jangan sebut aku goanswe (jenderal). Aku bukan atasanmu lagi!"

Fan Li mengangguk, Dia tadi kelupaan, terbiasa dengan sebutan lama. Tapi mereka berdua yang sudah tiba di belakang Puri Naga melihat api mengurung di sebuah ruangan besar.

"Di mana dia, ciangkun?"

"Tadi ada di sini, twako. Orang she Pouw itu menggiring Wen-taijin sekeluarga dengan beberapa pembantu ketua Gelang Berdarah!"

"Hm, mari kita cari...!!" dan Bu Kong yang sudah mengelilingi ruangan besar yang terbakar itu segera melihat berkelebatnya beberapa buah bayangan di ujung jalan. Dia melompat menghampiri mereka. Tapi baru melayang turun tiba-iba sembilan gelang terbang menyambar dirinya.

"Ciangkun, awas....!" Bu Kong menampar ke kiri kanan membuat gelang-gelang itu runtuh, lalu membentak ke depan tiba-tiba dia sudah menyambar seorang tak dikenal yang terpekik di dalam kegelapan. Ternyata orang ini adalah Bi Kwi, si centil yang genit itu. Dan Bo Kong yang terkejut memegang lengan halus seorang wanita terpaksa melepaskan cekalannya sambil menendang. "Setan betina, dimana kau sembanyikan Wen-taijin sekeluarga?"

Bi Kwi menyambitkan gelang terbangnya. "Tak perlu bertanya, Yap-goanswe. Kalau kau mampu carilah sendiri!"

Bu Kong menjadi marah. Dia memukul runtuh gelang yang disambitkan gadis itu sambil melompat ke depan tahu-tahu jarinya menotok pundak lawan. Tapi Bi Kwi berkelit, dan Bi Gwat serta Bi Hwa yang tiba-tiba muncul membantu adiknya membentak Bu Kong,

"Pendekar Gurun Neraka, lepaskan adikku!"

Bu Kong membalik. Dia mendengar kesiur angin di belakang tubuhnya, dan maklum dua serangan berbahaya, menyambar punggungnya, terpaksa dia melepaskan Bi Kwi dan menangkis serangan itu. "Plak-plak!" Bi Gwat dan Bi Hwa terpekik. Mereka terpelanting, tapi melompat bangun tahu-tahu, dua orang kakak beradik ini melakukan hal yang tidak disangka-sangka Bu Kong. Bi Gwat dan Bi Hwa merobek baju mereka, dan dua orang gadis yang tiba-tiba telanjang tanpa penutup dada itu tahu-tahu terkikik menyerang Bu Kong.

"Pendekar Gurun Neraka, tak perlu sungkan. Kami terpaksa melepas baju karena terlalu sesak...!" dan Bi Gwat serta Bi Hwa yang sudah menyerang bertubi-tubi tanpa canggung sedikitpun juga itu sudah membuat Bu Kong kaget dan jengah. Dia tertegun dengan muka merah, dan ketika sedikit meleng melihat kejadian yang tidak disangka-sangka ini terjadi di depan mukanya tahu-tahu pedang di tangan Bi Gwat dan gelang di tangan Bi Hwa menyambar dada dan leher kirinya.

"Crat... plakk!"

Bu Kong berseru keras. Dia "keboholan", lengah melindungi diri dengan sinkang. Maka ketika pundak dan lehernya terluka oleh pedang dan gelang di tangan gadis-gadis cantik itu mendadak Bu Kong membanting kaki dan membentak. "Iblis-iblis betina, kalian benar-benar tak tahu malu begitu kakinya bergerak ke depan tahu-tahu pedang dan gelang di tangan Bi Gwat dan adiknya terlempar kena tendangan.

Dua orang gadis ini menjerit. Jelas terkejut. Tapi ketika Bu Kong menotok mereka agar roboh sekonyong-konyong keduanya memapak maju dan menubruk. Sebentar saja tubuh Pendekar Gurun Neraka dipeluk, dan Bu Kong yang kaget melihat dirinya digelayuti dua orang gadis cantik, yang telanjang dadanya itu seketika berseru keras.

Dia mengguncang tubuh, bermaksud melepaskan diri dari tempelan "berbahaya" ini. Tapi keitika Bi Hwa dan Bi Gwat menggigit tubuh, mendadak Bu Kong terguling roboh dia berteriak tertahan. Dia tak dapat melepaskan diri dari terkaman dua orang gadis ini yang memeluk tubuhnya erat-erat. Dan sementara dia kebingungan dan marah sendiri tahu-tahu Kun Bok muncul di situ...!



Pendekar Kepala Batu Jilid 33

PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 33
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Pendekar Kepala Batu Karya Batara
"TUK...!" Cheng gan Sian-Jin mengeluh pendek. Kalah dia sekarang. Dan Ciok-thouw Taihiap yang tiba-tiba berkelebat ke depan tahu-tahu telah menghajar pulang-balik tubuh kakek tinggi besar ini. Cheng-gan Sian-jin ganti jadi bulan-bulanan, dan ketika datuk iblis itu tak dapat menghindar lagi dari serangannya tiba-tiba Ciok-thouw Taihiap mengerahkan Pek-hong-ciang-nya menampar kakek tinggi besar ini.

"Cheng-gan Sian-jin, rabohlah....!"

Cheng gan Sian tin terbelalak pucat. Dia maklum kematian sudah ada di depan mata, tapi ketua Gelang Berdarah yang melihat bencana siap menimpa sahabatnya ini mendadak mencelat ke depan menangkis pukulan itu.

"Clok-thouw Taihiap, tunggu lulu. Jangan bunuh dia...! dan tangan kiri sang ketua Gelang Berdarah yang sudah menerima pukulan itu bertemu dengan tamparan Ciok thnow Taihiap.

"Plakk...!" Ctok-thouw Taihiap tarkejut. Dia terdorong mundur, tergetar oleh tangkisan di luar dugaan ini. Dan Cheng-gan Sian-jin yang selamat oleh pukulan maut itu melompat bangun dan tiba-tiba melarikan diri kebelakang.

"Hiat goan-pangcu, terima kasih. Ternyata kau masih ingat perjanjian kita berdua...!" dan Cheng-gan Sian-jin yang tertawa aneh dengan suara penuh kecewa itu tiba-tiba lenyap di belakang gedung Bangsal Agung.

Ciok thouw Taihiap tertegun. Tapi membanting kaki tiba-tiba dia membentak, "Hiat-goan-pangcu, apa arti perbuatanmu ini?"

Sang ketua Gelang Berdarah tersenyum pahit. Mukanya gelap, dan mendesis tidak puas dia menjawab, "Beng-san-paicu, kau tak boleh membunuh di depan mataku. Korban sudah berjatuhan, baik di pihakku maupun di pihakmu. Cheng-gan Sian jin tak boleh kau bunuh!"

Ciok thouw terbelalak. "Tapi dalam pertandingan tadi kau tak melarang orang membunuh lawannya, pangcu. Dan kau juga tidak mencegah ketika muridku terbunuh!"

"Hm, itu urusan tadi, Beng-san-paicu. Yang jelas sekarang tak boleh kau membunuh Cheng-gan Sian-jin. Itu urusanku sendiri dalam rumah tanggaku sendiri!"

Ciok-thouw Taihiap menjadi marah. Tapi sebelum dia menyerang ketua Gelang Berdarah itu Hek Kong tiba-tiba melayang naik. "Sonw-locianpwe, sudahlah. Tak perlu kau melampiaskan kemarahan di sini. Cheng-gan Sian-jin telah kalah. Kedudukan kita menang 3 : 2...!"

Ciok-thouw Taihiap menggeram. "Tapi aku ingin membalaskan kematian muridku, Hek Kong. Aku tak puas sebelum membunuh Cheng-gan Sian-jin!"

Hek Kong tersenyum. "Itu dapat kau lakukan di luar, paicu. Yang jelas sekarang ini kita berada di rumah orang. Kita harus mengikuti peraturan-peraturan yang punya rumah!"

Ciok thouw Taihiap tertegun. Dia sadar, mandapat isyarat si muka hitam ini. Dan Hek Kong yang melanjutkan kata-katanya berbiskk dengan ilmunya Coan-im jip-bit, "Dan kau tak perlu penasaran, Souw-locianpwe. Karena Cheng-gan Sian jin akan mnncul lagi dengan bala tentaranya. Dia mempersiapkan pasukan di luar Puri Naga, bekerja sama dengan ketua Gelang Berdarah ini. Maka tak heran kalau tuan rumah mencegah kau membunuh Cheng-gan Sian jin!"

Ciok-thouw Taihnp menarik napas, Sekarang ia mengerti, dan Pek-kut Hosiang yang semenjak tadi jarang bicara tiba-tiba bangkit dari kursinya. "Ciok-thouw Taihiap, apa yang dikatakan Hek Kong memang betul. Tak perlu marah-marah. Kedudukan kita menang 3 : 2. Mari turun saja lihat pertandingan babak terakhir dan mengerahkan ilmunya Coan-im-jip bit tiba-tiba hwesio Go-bi itu berbisik, "Beng-san-paicu, hati-hati. Kita akan menghadapi klimak dari semua pesta ini....!"

Ciok-thou Taihiap mengangguk. Dia menjadi tegang, tapi tertawa tak acuh diapun menggerakkan kakinya melompat turun. "Hek Kong, kau benar. Biarlah kuturut nasihatmu ini dan kalian bertempurlah. Biar kulihat siapa yang menang di antara kalian berdua!" lalu duduk dikursinya dengan sikap biasa, ketua Beng-san-pai inipun memandang keatas menyaksikan dua orang jago itu.

Ternyata Hek Kong dan ketua Gelang Berdarah sudah saling berhadapan. Hek Kong masih tersenyum-senyum, tapi matanya tidak liar ke kiri kanan lagi. Tanda dia memusatkan konsentrasinya pada laki-laki yang ada di depannya itu. Dan ketua Gelang Berdasah sendiri yang tampak mengerutkan kening menghadapi semua tamu undangan.

"Cuwi sekalian." dia berkata nyaring, "Berhubung ini adalah babak terakhir dari pertandingan pibu biarlah kita saksikan sekarang bagaimana kesudahan dari adu kepandaian ini! Pihakku kalah satu, bararti babak terakhir ini adalah penentuan terakhir. Tapi bagaimana kalau dalam pertandingan ini aku menang? Apa yang akan dilakukan Ciok-thouw Tathiap bila pertandingan terakhir, 3 : 3?"

Semua orang tertegun. Mereka tiba-tiba terkejut, tapi seorang pemuda yang bangkit dari tempat duduknya di kursi belakang mendadak berseru, "Hiat goan pangcu, kau tak mungkin menang. Hek Kong jagoanku yang paling tangguh...!"

Semua orang kaget. Mereka tak menyangka ada seorang tamu yang berani bicara seperti itu, dan ketua Gelang Berdarah yang mengerutkan kening tiba-tiba membentak, "Orang muda, kau siapakah?"

Laki-laki muda itu metompat ke depan. Dia tersenyum memandang ketua Gelang Berdarah ini lalu menjawab nyaring dia berkata, "Aku sahabat baik si muka hitam ini, pangcu. Dia sahabat dan juga guruku yang paling kupercaya!"

"Hm…!" sang ketua Gelang Berdarah mendengus. Lalu memandang tidak senang dia bertanya, "Dan siapa namamu, orang muda?"

Tapi Kui Lun tiba-tiba melompat ke depan. "Dia Fan Li, suhu. Fan ciangkuan dari Kerajaan Yueh…!"

Ketua Gelang Berdarah terkejut. Semua orang juga kaget, dan Fan Li yang sudah dikenal oleh pihak lawan tiba-tiba tertawa tanpa menyembunyikan diri lagi. "Ya, aku orang she Fan, pangcu. Maaf bahwa kedatanganku menyerobot kelengahan orang-orangmu!"

Ketua Gelang Berdarah mundur tiga tindak. Dia terkejut sekali, tapi tertawa terbahak tiba-tiba dia menuding, Fan-ciangkun, apa maksudmu datang ke mari? Tidak tahukah kau bahwa tempat ini berbahaya untukmu?"

Fan Li atau Fan-ciangkun itu tersenyum. "Aku tahu semuanya itu, pangcu. Tapi demi negara aku tak takut memasuki sarang naga!"

"Ha-ha, bagus kalau begitu. Kau benar-benar pemberani, Fan-ciangkun. Tapi apa maksudmu datang ke tempat ini?"

"Hm, tidak banyak, pangcu. Hanya mohon sukalah kau membebaskan Wen-taijin beserta seluruh keluarganya yang kau culik!"

Ketua Gelang Berdarah berkilat pandang matanya. "Kau tahu itu, ciangkun? Kau tak melontarkan fitnah?"

"Hai, seorang gagah tak perlu memungkiri perbuatan sendiri, pangcu. Kalau kau menyangkal berarti kau menurunkan pamormu sendiri!"

"Bagus…!" ketua Gelang Berdarah tertawa. "Kalau begitu kau memang cerdik, ciangkun. Tapi tahukah kau bahwa mengambil seorang tawanan tidak begitu mudah seperti caramu ini? Tahukah kau bahwa Gelang Berdarah menghendaki tukar-menukar jasa?"

Fan Li mengerutkan keningnya. "Aku tak sependapat dengan cara berpikirmu ini, pangcu. Karena kau jelas berada di pihak yang salah!"

"Hm, kalau begitu apa maumu?"

"Serahkan Wen-taijin baik-baik dan kami tak akan menggugatmu untuk penculikan ini!"

Ketua Gelang Berdarah tertawa bergelak. "Fan-ciangkun, kau benar-benar sombong. Apa andalanmu hingga demikian berani kau bicara seperti itu di sarang naga?"

Fan Li menuding. "Dia itu, pangcu. Hek Kong si muka hitam yang akan membantu dan menumpas segala kejahatanmu!"

Ketua Gelang Berdarah terkejut. Dua kali panglima muda ini menyebut-nyebut nama Hek Kong, si muka hitam yang tampaknya amat diandalkan itu. Dan kaget bahwa lawan kelihatannya mengagulkan si muka hitam itu tiba-tiba jari ketua Gelang Berdarah ini bergerak menyambar dada Hek Kong. Tanpa bicara sesuatu mendadak jarinya sudah menjambret baju, dan begitu dia melakukan totokan tahu-tahu iga kiri Hek Kong sudah diketuk buku jarinya! "Hek Kong, kau tampaknya jago tanpa tanding. Kemarilah!"

Hek Kong tak sempat mengelak. Dia sudah dicengkram dan karena tak menyangka lawannya itu menyerang tanpa memberi peringatan tahu-tahu diapun sudah dibekuk jari-jari ketua Gelang Berdarah ini! Tapi Hek Kong ternyata lihai. Melihat lawan menotok iga kirinya cepat-cepat dia mengempos semangat, mengerahkan sinkang melindungi jalan darahnya itu. Lalu begitu tubuhnya sudah disambar lawan mendadak dia menjerit dan pura-pura melepaskan diri, sementara jari telunjuknya balas menotok ketiak lawan!

"Pangcu. ampun... lepaskan aku... tuk!" dan telunjuk Hek Kong yang mengenai ki-tiong-hiat di ketiak kanan sang ketua Gelang Berdarah mendadak membuat laki laki itu menegang dan melepaskan cekalannya. Dia seperti disengat listrik, terkejut oleh telunjuk Hek Kong yang menyelinap cepat. Dan kaget bahwa Hek Kong dapat melepaskan diri sekaligus membalas totokannya, sejenak membuat ketua Gelang Berdarah ini tertegun.

"Hek Kong, kau siapakah?"

Hek Kong mundur-mundur deagan muka ketakutan. Dia pura-pura mengibas pakaiannya, merapikan baju yang kusut oleh cengkeraman lawan. Tapi tertawa menyeringai dia menjawab juga, "Kau tahu aku sahabat Ciok-thouw Taihiap, pangcu. Kenapa harus ditanya lagi?"

"Hm, kalau begitu kau tidak kenal panglima muda ini?"

"Oh dia...?" Hek Kong tertawa. "Tentu saja kenal pangcu. Dia juga sahabat dan teman baikku!"

"Hm…!" ketua Gelang Berdarah mendengus. "Kalau begitu bagaimana tanggapanmu tentang permintaaanya, muka hitam?"

Hek Kong menyeringai. "Kurasa pantas, pangcu. Tidak salah dan sepatutnya kudukung!"

Ketua Gelang Berdarah terbelalak. "Jadi, kau membela permintaannya itu!"

"Kalau kau mengabulkannya, pangcu. Kalau tidak tentu saja kita ambil cara orang-orang gagah dalam meminta sesuatu seperti yang biasa terjadi di dunia kang-ouw,"

Ketua Gelang Berdarah tertawa bergelak. "Hek Kong, kau benar-benar hebat sekali. Kalau begitu bagaimana jika pertandingan kita ini dicampur saja dengan urusan pribadi Fan-ciangkun itu? Kalau kau menang Wen-taijin akan kami serahkan kepadamu. Tapi kalau kau kalah berarti kalian semua harus kami bunuh!"

"Wah, mempertaruhkan nyawa, pangcu?"

"Kalau kau berani!"

"Hiihh...!" Hek Kong pura-pura bergidik. Lalu memandang Fan Li dia bertanya, "Fan-ciangkun, bagaimana pendapatmu? Beranikah kau mempertaruhkan nyawa bersamaku?"

Panglima muda itu tersenyum. "Semuanya sudah kulakukan sampai di sini, Hek Kong. Tentu saja resiko kehilangan nyawa sudah kuperhitungkan baik-baik."

"Jadi kau siap dibunuh kalau aku kalah dalam pertandingan ini?"

"Kau tak akan kalah Hek Kong. Kau pasti menang dan tak mungkin kalah!"

"Wah…!" Hek Kong tertawa. "Kau terlalu mengandalkan kepercayaan, ciangkun. Ketua Gelang Berdarah bukan musuh yang ringan bagiku!"

"Tapi biasanya kau dapat mengatasi setiap halangan, Hek Kong. Aku percaya kali inipun kau dapat mengalahkan musuhmu!"

Hek Kong tertawa bergelak. "Pangcu, temanku ini luar biasa sekali. Kepercayaannya tak boleh kukecewakan. Nah bersiaplah, mari kita bertanding...!" dan He Kong yang sudah memutar tubuhnya itu mendorong pundak temannya berkata, "Fan-ciangkun, kepercayaanmu membangkitkan semangatku. Kau turunlah ke bawah dan lihatlah pertandingan ini!"

Fan Li tersenyum lebar. "Dan kau akan berjuang menyelamatkan diriku, Hek Kong?"

"Ha-ha, tentu saja, ciangkun. Bukankah pada hakekatnya aku juga harus menyelamatkan jiwaku sendiri?" lalu mendorong panglima itu agar melompat ke bawah. Hek Kong pun memandang semua orang, "Cuwi yang terhormat, kali ini pertandingan terakhir menyangkut pula nasib Wen taijin. Kalau aku kalah aku siap mempertaruhkan nyawa dan nasib pembesar itu. Tapi kalau aku menang kuharap Hiat-goan-pangcu tidak mengingkari janjinya!"

Ketua Gelang Berdarah memotong, "Tapi bagaimana kalau pertandingan berakhir seri, muka hitam?"

Hek Kong tertawa. "Tak mungkin terjadi, pangcu. Kalau seri anggap saja aku yang kalah!.

Ciok-thouw Taihiap terkejut. "Hek Kong, perjanjian apa ini? Kau gila?"

Tapi Hek Kong tertawa lebar. "Tak perlu camas, Souw-locianpwe. Yang kumaksud adalah nasib Wen-taijin itu. Bukan menyangkut perjanjian dengan Pangeran Fu Chai!"

Ciok-thouw Taihiap tertegun. Semua orang juga terkejut, tapi ketua Gelang Berdarah yang tertawa mendengar kata-kata lawannya ini mengejek, "Ciok-thouw Taihiap, tak perlu gelisah, kalau Hek Kong berani memberi keringanan padaku, akupun akan memberi keringanan padanya. Pertempuran kubatasi duapuluh lima jurus. Bila belum mampu kurobohkan si muka hitam itu dalam waktu duapuluh lima jurus anggap saja kemenangan ada di pihaknya!"

Hek Kong terkejut. Ciok-thouw Taihiap juga tertegun. Tapi Ketua Gelang Berdarah yang menggulung lengan bajunya itu tersanyum mengejek "Kau tak berani menerima taruhan ini muka hitam?"

Hek Kong tersadar. Dia kaget bahwa ketua Gelang Berdarah itu berani bicara seperti itu. Tapi maklum dirinya sedang menyamar dan tidak dikenal lawan maka diapun tiba tiba tertawa. "Pangcu, kau hebat. Kalau dalam duapuluh lima jurus ini kau tak dapat merobohkan aku, berarti kau kalah. Tapi apakah ini tak akan kau jilat kembali, pangcu?"

Laki-laki itu mendengus. "Aku tak biasa menjilat kata-kata sendiri, anak muda. Tapi ingat perjanjian ini hanya kulakukan dengan seorang yang bernama Hek Kong. Bukan orang lain!"

Hek Kong berubah mukanya. Dia kaget, terbelalak memandang ketua Gelang Berdarah itu. Tapi tertawa bergelak tiba-tiba dia menjawab, "Pangcu, omonganmu aneh. Apakah ada orang lain di sini selain Hek Kong yang akan melawanmu? Ha ha, baiklah pangcu. Karena ini pertandingan terakhir biarlah kuturuti kemauanmu ini. Mari kita bergebrak..!" dan Hek Kong yang sudah memasaag kuda-kuda itu segera memandang lawannya dengan mata bersinar-sinar tegang. Karena takut orang mengetahui rahasia dirinya!

Tapi ketua Gelang Berdarah yang tersenyum mengejek tampak tenang-tenang saja. Dia menggerakkan kepala, memandang semua tamu yang hadir. Lalu berkata nyaring dia mulai bicara, "Cuwi enghiong, karena ini adalah pertandingan terakhir marilah kita sama saksikan siapa yang akan memperoleh kemenangan dalam adu kepandaian ini. Janjiku tetap berlaku, yakni dalam duapuluh lima jurus aku akan merobohkan si muka hitam ini. Kalau tidak, biarlah leherku kupertaruhkan di sini. Sekali lagi yang kuhadapi ini adalah saudara Hek Kong, bukan orang lain!"

Para tamu tertegun. Mereka merasa aneh oleh ucapan ketua Gelang Berdarah itu. Tapi rombongan Ciok-thouw Taihiap yang mengetahui ke arah mana kata-kata ini diucapkan tiba-tiba saja tegang hatinya oleh pernyataan itu. Itu berarti menyulitkan kedudukan si muka hitam, samaran Pendekar Gurun Neraka yang bersembunyi di balik kedok!

Tapi si muka hitam sendiri yang bukan lain Pendekar Gurun Neraka adanya tersenyum simpul dengan mata bersinar-sinar. Dia menganggukkan kepalanya berkali-kali, tanda setuju oleh seruan ketua Gelang Berdarah yang dirasa aneh oleh kebanyakan tamu itu. Dan tertawa gembira diapun menimpali, "Ya, itu memang sudah seharusnya, cuwi enghiong. Tapi harap dicamkan pula bahwa yang menjadi lawanku kali ini adalah yang terhormat ketua Gelang Berdarah. Bukan orang lain!"

Para tamu jadi melenggong bingung. Mereka semakin tak mengerti oleh ucapan si muka hitam itu. Tapi ketua Gerang Berdarah yang tiba-tiba merah mukanya membentak, "Hek Kong, kau sudah siap?"

Hek Kong menyeringai. "Sejak tadi, pangcu. Tapi tolong beri sedikit kemurahan kepadaku."

Ketua Gelang Berdarah mendengus pendek. Dia tiba-tiba membalik, berjalan perlahan menghampiri lawannya ini. Lalu begitu jarak tinggal selangkah sekonyong-konyong dia membentak, "Hek Kong, jaga seranganku!" dan kedua tangan ketua Gelang Berdarah yang bergerak ke depan tahu-tahu sudah mencengkeram dan menotok ulu hati Hek Kong!

Hek Kong mundur, tak tertawa lagi. Dan serangan cepat yang dilakukan lawannya itu tiba-tiba ditangkis untuk yang partama kali. "Plak....!" keduanya tergetar, masing-masing terdorong. Tapi ketua Gelang Berdarah yang berteriak nyaring tiba-tiba sudah berkelebat ke depan menyerang bertubi-tubi. Hek Kong diserang gencar, dan muka hitam yang kaget oleh serangan bertubi-tubi ini lalu berseru keras dan melompat ke sana-sini. Dia mengelak, menghindari semua serangan berbahaya dan menangkis pukulan-pukulan yang tak sempat dielakkan lagi.

Dan ketua Gelang Berdarah yang bertubi-tubi melancarkan pukulan tiba-tiba membentak dan lenyap tubuhnya. Sekarang Hek Kong tak melihat bayangan lawan. Dia dicecar bagai tiupan angin taufan yang bergulung-gulung tak karuan. Sebentar ke kanan sebentar ke kiri. Dan ketika pertandingan berjalan lima belas jurus pada gebrak yang seru tahu-tahu ketua Berdarah mengeluarkan bentakan tinggi dan menyerang lambung Hek Kong. Gerakannya cepat, meluncur dari gulungan tubuh yang berpusing naik turun. Dan Hek Kong yang melihat serangan ini otomatis menangkis. Dia tak sempat menghindar, karena sudah tak keburu lagi. Tapi begitu lengan ketua Gelang Berdarah ditangkis mendadak dengan kecepatan kilat lengan laki-laki ini menggelincir ke atas dan mencengkeram mukanya!

"Plak-bret...!" Hek Kong kaget bukan main. Dia berteriak, melempar tubuh bergulingan. Dan begitu dia melompat bangun tahu-tahu jari ketua Gelang Berdarah itu telah mencengkeram sebuah kedok karet berwarna hitam yang tadi melekat di mukanya. Dan sebagai gantinya, dengan lenyapnya kedok yang membuat mukanya tampak hitam itu berdirilah sekarang seorang pemuda dengan muka merah. Muka yang juga tidak dikenal. Hek Kong tertegun.

Tapi ketua Gelang Berdarah membentak, "Bocah kaparat, kau siapakah? Kanapa menyembunyikan muka dalam kedok hitam ini?"

Hek Kong nyengir. "Aku Hek Kong, pangcu. Kau sudah kenal namaku itu!"

"Hm, tapi sekarang kau bukan lagi Hek (hitam), anak muda. Kau masih melindungi mukamu itu dengan kedok lain!'

Hek Kong meringis. Dia, mendengar para tamu tiba-tiba menjadi ribut, memandang ke arahnya dengan suara berisik. Tapi Hek Kong yang bersikap tenang tentu saja tidak mau menjawab pertayaan lawannya itu. Dia tersenyum dan tertawa lebar tiba-tiba dia berkata, "Pangcu, karena urusan ini adalah urusan pibu, tak ada gunanya kita berdebat mempersoalkan nama. Yang jelas kau telah manyerangku sebanyak lima belas jurus jadi tinggal sepuluh jurus lagi. Dapatkah kau menepati janjimu merobohkan aku dalam jurus ke duapuluh lima?"

Ketua Gelang Berdarah menggeram. "Aku tentu mampu merobohkanmu, anak muda. Dan ingin kulihat bagaimana mukamu di balik kedok kedua in!"

"Ha-ha, boleh kita, lihat, pangcu. Akupun siap menerima seranganmu!"

Baru ucapan ini diserukan mendadak ketua Gelang Berdarah sudah mengeluarkan bentakan tinggi dan menerjang ke depan. Dia tidak menunggu waktu lagi, dan begitu kedua tangannya bergerak tahu-tahu pundak dan muka Hek Kong disambar sepuluh jari-jarinya yang berkerotokan. Hek Kong terkejut, dan terbelalak oleh serangan yang dirasa dahsyat ini tiba-tiba Hek Kong berkelit dan menangkis dari samping.

"Duk...!" Hek Kong mencelat. Dia berteriak kaget merasa betapa kuatnya lengan ketua Gelang Berdarah itu. Dan baru dia melompat berdiri tahu-tahu lawannya itu telah menyerangnya gencar dengan serangan bertubi-tubi. Pukulan dan cengkeraman dilancarkan silih berganti oleh ketua Gelang Berdarah ini, dan para tamu yang kembali melihat pertempuran itu berjalan sengit tiba-tiba terkejut ketika mendengar bentakan Hek Kong yang menggetarkan dinding ruangan. Mereka melihat pemuda ini terdesak hebat, tak diberi kesempatan untuk mengelak sedikitpun.

Dan ketika pertandingan semakin memuncak dan mencapai klimaksnya tiba-tiba terdengarlah benturan keras dari dua lengan yang beradu. Hek Kong terjepit di pinggir, menangkis tangan kiri sang ketua Gelang Berdarah. Tapi tangan kanan lawan yang tiba-tiba bergerak ke depan menyambar mukanya tahu-tahu sudah menancap di pipi kirinya dan merenggut kedok!

"Plak... bret!"

Hek Kong berseru tertahan. Dia kaget bukan main, terenggut kedoknya dari kulit muka. Tapi Hek Kong yang memutar tubuhnya ini, tiba-tiba melengking tinggi dan menampar lengan lawan. Dia menyedot sinkang ketua Gelang Berdarah itu, membuat lawan terkejut. Lalu begitu ketua Gelang Berdarah ini meronta kaget sekonyong-konyong dia melangkah maju dan mengusap muka lawan, merenggut kedok yang juga menempel di wajah sang ketua Gelang Berdarah itu.

"Bret...!" Kedudukan mereka sekarang sama. Keduanya terdorong mundur, masing-masing terbuka kedoknya. Dan para undangan yang melihat gerakan cepat di atas panggung ini tiba-tiba tertegun ketika melihat munculnya dua wajah baru, yang sama-sama gagah di panggung lui-tai. Ketua Gelang Berdarah ternyata seorang laki laki cakap dengan janggut pendek sedangkan lawannya yang masih muda itu ternyata seorang pemuda tampan yang memiliki mata naga, mencorong berkilat dan sudah lama mereka kenal.

"Ah, Peadekar Gurun Neraka...!"

Semua tamu menjadi gempar. Mereka berteriak kaget, bangkit berdiri dan terbelalak memandang pendekar muda ini. Tapi rombongan tamu di sebelah kanan yang sebagian besar terdiri dari kaum pendekar itu juga berseru tertahan ketika melihat wajah asli sang ketua Gelang Berdarah.

"Dia iblis dari Hek-kwi-to...!" Para tamu tiba-tiba menjadi ribut. Mereka tiba-tiba menjadi gaduh.

Dan ketua Gelang Berdarah yang tak dapat menyembunyikan diri tiba-tiba membentak, "Cuwi enghiong, jangan ribut. Ini adalah rumah kami...!"

Semua tamu tiba-tiba terdiam. Mereka melihat ketua Gelang Berdarah itu marah, dan Hui-to Lo-jin yang kaget bahwa ketrua Gelang berdarah ini ternyata bukan lain iblis dari Hek-kwi-to adanya mendadak melompat naik. "Hek-kwi-tocu (pemilik pulau Hek-kwi-to), kenapa kau menyembunyikan diri dalam perkumpulan Gelang Berdarah?"

Ketua Gelang Berdarah itu mendelik, "Apa maksudmu, Hui-to Lojin? Aku tak menyembunyikan diri. Aku adalah pendiri dan pemimpin perkumpulan ini!"

"Ah, tapi kau menyembunyikan muka di balik kedok, tocu. Kau yang membunuh Hoa-san suheng dan dua orang murid perempuannya!"

Para tamu semakin gempar. Mereka ribut riibut kembali, dan ketua Gelang Berdarah yang merah matanya tiba-tiba membentak, "Hui-to Lo-jin, omongan apa yang kau lancarkan ini? Tahukah kau tuduhan ini merupakan fitnah?"

Hui-to Lo-jin mencabut golok. "Aku tak memfitnah, Hek-kwi-tocu. Tapi suheng sendiri yang memberitahu padaku sebelum ajalnya tiba!"

"Keparat! Kalau begitu kau percaya omongan orang mati, Hui-to Lo-jin? Kau berani menuduhku seperti itu?" dan marah bahwa ketua Hoa-san tiba-tiba mengganggu namanya, mendadak ketua Gelang Berdarah itu mengibaskan lengannya ke samping. Dia langsung melakukan pukulan sin-kang, dan Hui-to Lo-jin yang menggerakkan golok tiba berteriak keraa. Dia mengelebatkan goloknya, tapi pukulan sinkang ketua Gelang Berdarah yang dahsyat bukan main tiba-tiba tak dapat dia hadapi. Angin yang kuat menyambar tubuh ketua Hoa-san-pai, dan begitu pukulan menghantam dadanya mendadak tosu itu menjerit dan terlempar roboh.

"Bluk...!" Hui-to Lo-jin terguling-guling. Dia kaget bukan main, melompat bangun dan siap menyerang lagi.

Tapi Ciok-thouw Taihiap yang tiba-tiba melayang ke atas menekan pundak tosu ini. "Hui-to Lo jin, tahan. Urusan pribadi tak perlu kau campur-adukkan dulu dengan urusan pibu…!"

Hui-to Lo-jin gemetar. "Tapi dia telah membunuh suhengku, Ciok-thonw Taihiap. Aku siap mengadu jiwa dengan iblis Hek-kwi-to itu!"

"Hm, tapi saatnya bukan sekarang, Lo-jin. Pibu terakhir masih perlu kita lihat. Pertandingan belum habis. Kau turunlah dan selesaikan urusan pribadi itu setelah pertandingan selesai!"

Hui-to Lo-jin mau membantah. Tapi Pak-mauw Sian-jin yang sudah bangkit dari duduknya juga tiba-tiba melayang naik. "Lo-jin, apa yang dikatakan Ciok-thouw Taihiap tidak salah. Pibu belum rampung. Kau turunlah dulu dan selesaikan urusan itu setelah babak terakhir ini selesai."

Hui-to Lo-jin tak dapat membantah lagi. Dia meremas goloknya, geram tak dapat melampiaskan kemarahan. Dan Pek-kut Hosiang yang duduk di kursinya tiba-tiba berbisik dengan ilmunya Coan-im-jip-bit di telinga ketua Hoa-san-pai ini memberi petunjuk agar tenang, "Lo-jin, apa yang dikatakan rekan-rekan kita memang tidak salah. Kau dnduklah dulu. Lihat partandingan babak terakhir ini dan waspadalah. Sesuatu akan terjadi mengejutkan kita semua...!"

Maka Hui-to Lo-jin yang berhasil dibujuk tiga orang temannya ini lalu melompat turun. Dia mendelik pada ketua Gelang Berdarah itu, tapi ketua Gelang Berdarah yang menjengekkan hidung mengejek tosu ini,

"Keledai tua, jangan pongah. Melawan muridku saja kau tak becus. Mana masih ada muka untuk menantangku?"

Hui-to Lo jin mau berteriak lagi. Tapi Bu Kong yang memberi tanda pada tosu tua ini mengedipkan mata. "Locianpwe, bersabarlah. Tak guna melayani omongan orang lain yang dapat membakar diri sendiri! lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi pemuda itupun menghadapi ketua Gelang Berdarah,

"Susiok, bagaimana tanggung jawab perbuatanmu?"

Ketua Gelang Berdarah itu menggeram. "Perbuatan apa, bocah keparat? Kau diutus suheng untuk melawan susiokmu sendiri?"

Bu Kong menarik napas. "Tidak, kalau kau tidak membuat onar, susiok. Tapi sepak terjangmu yang semakin menjadi membuat suhu mengutus aku ke sini. Ada tiga permintaan suhu yang minta susiok perhatikan. Kalau susiok mau memenuhinya maka sekarang juga aku akan pergi dari sini."

"Hm, permintaan apa, bocah keparat?"

"Tidak banyak. Satu, susiok diminta membubarkan perkumpulan Gelang Berdarah. Dua, susiok diminta kembali ke jalan benar. Dan ke tiga atau yang terakhir ialah susiok diminta untuk menghadap suhu sekarang juga!"

Ketua Gelang Berdarah tiba-tiba tertawa beringas. "Bocah ingusan, beranikah kau mengajak susiokmu melakukan perintah itu?"

"Hm, berani atau tidak berani itu urusan ke dua, susiok. Yang jelas suhu memberi kuasa penuh kepadaku untuk membawa susiok sampai berhasil!"

"Dan kalau aku menolak?"

"Terpaksa aku akan membawa susiok dengan jalan kekerasan!"

Ketua Gelang Berdarah tertawa bergelak "Pendekar Gurun Neraka, sudah sedemikian yakinkah kau akan berhasil membawa aku ke hadapan gurumu? Bagimana kalau aku yang akan membawa kepalamu ke hadapan si tua bangka itu?"

"Hm, jangan tekebur, susiok. Suhu telah memberi persiapan cukup kepadaku. Kalau kau menolak berarti jalan kekerasan yang harus kita tempuh!"

"Bagus, kalau begitu lakukanlah!" orang tua itu membentak. "Aku ingin mengetahui sampai di mana persiapan yang kau katakan itu, bocah keparat. Ingin kulihat berhasilkah kau memaksa susiokmu...!" lalu memutar tangannya dua kali tiba-tiba ketua Gelang Berdarah ini telah mencabut sepasang gelang hitam yang mendengung lirih.

Orang terheran melihat warna gelang ini. Karena tidak seperti biasanya gelang-gelang berwarna merah adalah gelang di tangan ketua Gelang Berdarah itu betul-betul berwarna hitam terbuat dan baja murni. Tapi, ketika jari ketua Gelang Berdarah itu berkerotok dan mengibas dua kali mendadak gelang yang hitam mengkilat itu sudah berobah warnanya menjadi merah membara. Persis seperti besi yang dibakar, bersamaan dengan kedua lengannya yang juga sudah menjadi merah seperti baja ditempa!

"Sin-hwi-ciang (Tangan Api Sakti)....!''

Para tamu tergetar hebat. Mereka ngeri menyaksikan perobahan ini, teringat julukan si iblis dari Hek-kwi-to itu yang terkenal puluhan tahun lalu dengan nama Sin-hwi ciang (Tangan Api Sakti). Maka, begitu sute Malaikat Gurun Neraka ini mengeluarkan kepandaian khasnya tiba-tiba saja semua orang terbelalak gentar. Mereka memaklumi baik kedahsyatan Tenaga Api Sakti itu yang konon dapat membakar tubuh lawan dengan sentuhannya yang mengerikan. Dan Bu Kong sendiri yang baru pertama ini menghadapi susioknya dengan pengerahan tenaga Sin-hwi-kang juga turut tergetar dengan mata tak berkedip.

Tapi pendekar muda ini tak gentar. Dia terkejut, tapi bukanya takut. Dan maklum bahwa susioknya ini memang bukan lawan biasa tiba-tiba juga mengerahkan tenaga saktinya dan mengibaskan lengan dua kali. Aneh, suara berkerotok tiba-tiba juga terdengar. Dan begitu lengannya dibenturkan satu sama lain mendadak uap merah mengepul dari pangkal lengan sampai ke bawah. Dan bersamaan dengan hentakan kaki memasang kuda-kuda tiba-tiba sekujur tubuh Pendekar Gurun Neraka telah diselimuti kabut merah seperti api di balik cahaya matahari senja!

"Ah, Lui-kong-yang-sin-kang (Tenaga Inti Petir)....!" kali ini ketua Gelang Berdarah itu berseru tertahan. Dia terkejut, terbelalak memandang tubuh keponakan muridnya itu. Tapi menggereng hebat tiba-tiba dia membanting kaki menancapkan kuda-kuda. "Bocah keparat, kau seranglah aku…!"

Tapi Bu Kong memperhebat getaran tenaga saktinya. Dia tak mau menyerang, mempersiapkan diri untuk adu kepandaian ini. Dan menggeser kaki selangkah diapun menjawab, "Tak perlu sungkan, susiok. kalau kau ingin menyerang lakukanlah itu terlebih dahulu!"

"Tapi aku lebih tua, bocah. Juga aku tuan rumah dalam pertandingan pibu ini!"

"Ah, itu tak masalah, susiok. Kalau kau mau kau boleh menyerang aku terlebih dahulu!"

"Keparat....!" ketua Gelang Berdarah melengking. "Kau tak berani menyerangku terlebih dahulu, bocah? Baiklah, awas kalau begitu....!" lalu menggeram bagai seekor harimau tiba-tiba lelaki ini menggeser kakinya maju ke depan. Dia tidak mengangkat kakinya, melainkan menggurat di papan lantai. Dan para tamu yang melihat geseran kaki ketua Gelang Berdarah itu menimbulkan asap tipis tiba-tiba menjadi terkejut ketika melihat papan lantai itu hangus terbakar!

"Ah, hebat dia...!" Ciok-thouw Taihiap bergumam. Dan para tamu yang juga melihat bekas telapak kaki ketua Gelang Berdarah itu menghanguskan lantai panggung tiba-tiba saling berbisik dengan muka pucat. Mereka terpengaruh merasa ngeri. Dan sementara mereka tarbelalak ketua Gelang Berdarah itu mengeluarkan bentakan dahsyat. Kaki yang melekat di lantai sekonyong-konyong mencelat, dan begitu kedua tangannya bergerak ke depan tahu-tahu gelang bajanya yang merah membara itu menyambar muka Pendekar Gurun Neraka.

"Bocah she Yap, hati-hati….!"

Pendekar muda ini menggeser langkah. Dia harus merobah kedudukan kakinya untuk menerima serangan dahsyat itu. Dan begitu tangannya bergerak menyambut sepasang gelang yang merah terbakar tiba-tiba mulutnya pun mergeeluarkan bentakan tinggi, Gelang yang menyambar mukanya dia tangkis, lalu begitu merendahkan tubuh sedikit sikunyapun bergerak dari samping menghantam pinggang lawan.

"Duk!" Tubuh ketua Gelang Berdarah tergetar. Laki- laki ini melengking dan marah gelangnya ditangkis lawan, mendadak kakinya diputar dan menendang dari bawah. Sekali bergerak tahu-tahu ujung kakinya sudah menyerang tiga tempat, mulai dari lutut sampar ke kepala. Tapi begitu lawan menangkisnya kembali mendadak dia membalikkan tubuh dan menendang secara berputar, mempergunakan tungkak (tumit) menghantam tengkuk Pendekar Gurun Neraka!

"Des...!" Pendekar Garin Neraka terpeIanting. Dia tak menduga serangan itu, yang membalik demikian cepat. Tapi ketika lawan kembali menubruknya garang tahu-tahu pemuda ini mengibas lengan dan melontar pukulan Pek-kong-ci (Jari Sinar Putih).

"Wan susiok, jaagan terburu-buru. Aku masih ingin main-main lebih lama... plak!" dan jari telunjuknya yang menerima gelang lawan mengeluarkan ledakan nyaring ketika sama-sama terpental!

Ketua Gelang Berdarah memekik dan marah, pemuda itu menangkis serangannya mendadak dia melempar gelang dan menyerang bertubi-tubi. Gelang di tangannya mengaung, berputaran dan meluncur lepas menjadi gelang terbang, dikendalikan hawa sinkang yang bertiup dari tangan kirinya. Lalu begitu ketua Gelang Berdarah ini menggerakkan kedua kakinya tiba-tiba berputarlah laki-laki itu berkelebatan menyerang lawan mudanya.

Sekarang Pendekar Gurun Neraka menghadapi serangan dari segala penjuru. Gelang dan sinkang sambar-menyambar menghantam tubuhnya, tapi pendekar muda yang sudah mengerahkan sinkang dan ginkangnya ini balik menampar dan menolak pukulan lawan. Dia menghalau sepasang gelang yang seperti kesetanan ini, yang berputaran tiada hentinya "diatur" tangan kiri lawan.

Dan maklum bahwa gelang yang menyambar-nyambar dirinya itu cukup berbahaya maka tiba tiba dia membentak keras dan menyerang tangan kiri lawan yang mengendalikan gelang terbang ini. Akibatnya dia harus menerima dulu beberapa sambaran gelang yang mengenai tubuh dan kepalanya. Tapi begitu gelang mental bertemu kekebalan tubuhnya yang dilindungi sinkang mendadak lima jari lawan sudah berhasil dia tangkap!

"Wan-susiok, lepaskan gelang-gelangmu...!"

Ketua Gelang Berdarah ini terkejut. Dia tak menyangka, kecepatan lawannya itu. Tapi begitu tertawa dingin mendadak dia menggerakkan tangan kanannya menampar pundak kiri lawannya ini. "Bocah she Yap, jangan sombong!"

Bu Kong ganti terkejut. Dia melihat tangan susioknya ini mengeluarkan cairan licin, seperti keringat atau lendir belut. Dan kaget tangan lawan tiba-tiba terlepas dari cekalannya, mendadak tangan kanan ketua Gelang Berdarah itu menghantam pundaknya penuh mengandung tenaga Si-hwi-kang

"Plakk!" Pendekar Gurun Neraka mengeluh tertahan. Dia terdorong, baju pundaknya hangus terbakar. Dan kaget kulit pundaknya mengeluarkan asap mendadak melengking tinggi dan mengguncang tubuh, mendinginkan kulit pundak yang serasa terbakar. Lalu begitu membanting tubuh bergulingan tahu-tahu dua jarinya menusuk dari bawah mempergunakan Pek-kong-ci yang menyerang lambung dari lengan kiri paman gurunya!

"Crit-crit...!" dan sinar putih berkeredep ke depan. Ketua Gelang Berdarah tertegun, karena saat itu dia sedang memutar gelang, siap menghantam ke bawah. begitu sinar Pek-kung-ci menyambar lambung dan lengan kirinya terpaksa dia mengangkat gelang menangkis serangan itu.

"Prang...!" Gelang di sebelah kanannya hancur berkeping-keping, tak kuat menahan tusukan jari Pek-kong-ci yang penuh getaran tenaga mujijat. Dan ketua Gelang Berdarah yang kaget melihat gelang kanannya hancur mendadak mendengar suara berdetak dari gelang kirinya yang juga patah!

"Pletak!" Iblis dari Hek-kwi-to ini terbelalak. Dia benar-benar kaget, juga marah. Dan sadar dua gelangnya tak dapat dipakai lagi tiba-tiba dia membanting sepasang gelang yang hancur itu amblas di lantai panggung. "Bocah she Yap, kau benar-benar hebat...!" lalu memekik tinggi tiba-tiba dia menerjang lawan dengan kedua lengannya yang berkerotak kemerahan.

Kini ketua Gelang Berdarah tidak mempergunakan senjata lagi. Dia mengamuk, menghantam dan memukul bertubi-tubi. Dan para tamu yang melihat pertandingan di antara dua jago besar ini berjalan cepat tiba-tiba tak melihat lagi bayangan keduanya karena masing-masing telah saling mengerahkan ginkang berkelebat lenyap. Yang didengar mereka hanyalah beturan-benturan keras, diselingi keluhan tertahan sekali dua kali dari masing-masing pihak. Tapi ketika Pendekar Gurun Neraka balas melengking dan menggerakkan kaki tangannya tiba-tiba ketua Berdarah terpektk dan terdorong mundur.

"Plak!" ketua Gelang Berdarah itu mendesis. Bayangannya tampak sekarang, dan orang yang melihat laki-laki ini menyeringai dan terhuyung ke belakang ternyata melihat pakaiannya di punggung hancur tak karuan sementara api membakar tubuhnya!

"Ah....!" para tamu tertegun. Mereka terbelalak, tapi ketua Gelang Berdarah yang cepat mengibaskan lengannya dua kali tiba tiba telah memadamkan api yang membakar tubuhnya, api dari dua benturan tenaga sinkang yang sama-sama mengandung hawa panas! Lalu, menggereng bagai singa lapar tiba-tiba ketua Gelang Berdarah ini kembali teah menerjang lawannya dengan penuh kemarahan.

Sekarang para tamu tak melihat lagi bayangan keduanya. Ketua Geiang Berdarah dan Pendekar Gurun Neraka sama-sama lenyap, hanya merupakan dua bayangan merah dan hitam. Merah dari ketua Gelang Berdarah sedangkan hitam dari baju Pendekar Gurun Neraka yang berkelebatan saling belit. Masing-masing bergerak sama cepat, tak mau mengalah. Saling pukul dan tangkis.

Tapi ketika untuk yang ke sekian kalinya masing-masing melontar dan menangkis pukulan, tiba-tiba lantai panggung tak kuat lagi menerima tubuh mereka. Pukulan-pukulan berat membuat lantai panggung berderak bagai dilanda gempa, maka begitu benturan sinkang kembali terdengar tahu-tahu panggung lui-tai ini jebol dan berderak patah.

"Braakk...!" Pendekar Gurun Neraka dan lawannya berseru keras. Mereka berjungkir balik melompat turun. Dan panggung yang tidak dapat dipakai lagi itu seketika roboh dengan suara hiruk pikuk, menggemparkan para tamu. Tapi dua jago yang sedang bertanding ternyata tak menghiraukan semuanya itu. Mereka saling membentak lalu begitu keduanya melompat maju tahu-tahu keduanya telah bertempur lagi dengan seru!

Kini para tamu benar-benar terbelalak. Mereka melihat sinar putih dan merah mulai saling meluncur, serang-menyerang. Karena jari Pendekar Gurun Neraka yang mengeluarkan Pek-kong-ci itu mulai dihadapi lawannya dengan serangan Jari Api Merah, Ang hwi-ci! Maka begitu dua sinar merah dan putih berkeredep saling sambar-menyambar di tempat itu sagera terdengarlah ledakan keras disusul muncratnya bunga api. Berkali-kali keduanya terdoroag mundur, tenaga sinkang mereka sama kuat. Tapi ketika Bu Kong mengganti serangannya dengan pukulan-pukulan Lui-kong Ciang-hoat (Pukulan Tangan Petir) tiba-tiba keadaan sedikit berubah.

Ketua Gelang Berdarah ini mulai keteter (terdesak). Dia mundur-mundur, dan ketika sebuah dorongan kuat meluncur dari telapak kiri lawannya menghantam dadanya mendadak ketua Gelang Berdarah ini roboh terpelanting dan berteriak keras. Dia kaget, menggereng hebat. Tapi begitu melompat bangun dan tertawa bergelak tiba-tiba dia telah mainkan ilmu yang serupa dengan yang dimiliki Pendekar Gurun Neraka ini, sama-sama melancarkan pukulan Lui-kong Ciang-hoat karena mereka berasal dari satu perguruan!

Maka tamu undangan segera menjadi geger. Mereka melihat dua orang itu desak-mendesak, tak ada yang kalah. Dan dua-duanya yang tiba-tiba melenglong nyaring sekonyong-konyong berbareng merendahkan tubuh dan menyerang dengan jurus yang sama, Naga Sakti menyambut Petir!

"Blar…!" Dua-duanya terlempar. Mereka melihat pendekar Gurun Neraka dan ketua Gelang Berdarah sama terbanting, tapi begitu mereka melompat bangun dan sama terbelalak tahu-tahu keduanya sudah saling serang dan dorong-mendorong lagi. Keduanya tak mau mengalah. Dan ketua Gelang Betdarah yang penasaran oleh jalannya pertandingan tiba-tiba membentak dan meledakkan lengannya. Aneh. Api sekonyong-konyong menyembur, dan lengan ketua Gelang Berdarah yang sekonyong-konyong menyala oleh pengerahan puncak tenaga Inti Api ini mendadak menyambar ke depan ke muka lawannya!

"Ces...!" Pendekar Gurun Neraka menyambut. Dia juga membentak, mengerahkan tenaga Lui-kong-yang-sin-kangnya sepenuh bagian. Dan begitu dua tenaga sakti itu saling bentur tiba-tiba terdengarlah suara seperti air menumbuk besi panas. Masing-masing tergetar, lengan buju Pendekar Gurun Neraka terbakar. Tapi sinar putih yang mengepul di kedua lengan Pendekar Gurun Neraka mendadak menindih api yang berkobar di lengan ketua Gelang Berdarah itu. Dan bersamaan, dengan beradunya sepasang lengan yang sama-sama penuh getaran tenaga mujijat ini mendadak lengan keduanya sudah saling menempel dan tak dapat dipisah lagi!

"Duk!" Keduanya sama melotot. Mereka telah mengadu sinkang, puncak dari segala pertandingan. Dan dorong mendorong yang sengit terjadi di antara keduanya ini tiba tiba sudah membuat keduanya bermandi keringat dan mengepulkan asap panas di atas kepala!

"Ah...!" Ciok-thouw Taihiap dan semua orang terbelalak. Mereka melihat adu sinkang itu, dorong mendorong yang tiada akhimya. Dan para tamu yang tiba-tuba bangkit dari kursinya melihat pertandingan ini mendadak tanpa disadari sudah meluruk maju untuk moonton dari dekat. Tapi dua orang tiba tiba menjerit. Mereka merasakan hawa panas yang luar biasa menyengat mereka dalam jarak dua meter dari pusat pertandingan. Dan dua orang yang mengejutkan semua mata itu mendadak sudah menjerit-jerit dan bergulingan di atas lantai. Kulit tubuhnya melepuh, terbakar!

"Ah, minggir semua…!" Ciok-thouw Tathiap tiba-tiba mengebutkan lengan kanannya. Dia juga merasakan hawa panas yang luar biasa itu, yang tak dapat didekati dalam jarak dua meter.

Dan para tamu yang ribut oleh kejadian menggemparkan ini segera mundur dengan muka pucat dan berteriak gaduh. Mereka tak lagi menghiraukan dua orang tamu yang menjadi korban itu, karena mereka telah berhasil menolong diri sendiri dan melompat mundur. Dan semua mata yang tertuju perhatiannya pada pusat pertempuran ini sekonyong-konyong terkejut.

Mereka melihat tubuh ketua Gelang Bet-darah sudah menjadi api, merah menyala dan terbakar tubuhnya oleh pengerahan tenaga Inti api, sinkang mujijat yang dimilikinya puluhan tahun itu. Tapi sebaliknya tubuh Pendekar Gurun Neraka yang juga sudah berobah warnanya menjadi putih berkilau tiba-tiba meledak seperti petir! Suara ini mengejutkan, memantulkan kilat seperti halilintar menyambar. Dan begitu dua sinar merah dan putih melecut saling sambar tiba-tiba terdengarlah jeritan ketua Gelang Berdarah yang roboh terlempar!

"Augh...!" Ketua Gelang Berdarah itu melengking tinggi. Dia terguling-guling, mencelat tiga tombak. Dan sinar apinya yang tiba-tiba lenyap dari permukaan tubuhnya mendadak disusul bentakan Pendekar Gurun Neraka yang berkelebat maju.

"Wan-susiok, terimalah hukuman atas dosa-dosamu...!"

Tapi ketua Gelang Berdarah ini memekik. Dia melompat bangun, menyambitkan tiga pian merah sebagai senjata rahasia. Lalu begitu berdiri tegak kedua tangannyapun mendorong ke depan menangkis serangan maut itu. "Bocah she Yap, kau tak dapat membunuh susiokmu...plak!"

Dan tubuhnya yang kembali terguling-guling membuat ketua Gelang Berdarah ini memekik penuh kemarahan. Dia bangun lagi, tapi ditampar lagi. Dan ketika tiga kali berturut-turut tubuhnya jungkir balik menerima serangan hingga mulutnya melontarkan darah segar mendadak ketua Gelang Berdarah ini meagguncang tubuh dan berteriak dahsyat. Dia mengaum mirip naga terluka, atau singa haus darah. Dan begitu melompat bangun waktu yang keempat kalinya mendadak tubuh ketua Gelang Berdarah sudah berobah kehijauan dengan mata terbelalak hitam!

"Hoat-lek-kim-ciong-ko...!" Seruan ini dilontarkan mulut Pek-kut Ho-siang. Semua orang kaget, melihat betapa tubuh ketua Gelang Berdarah itu gemetar keras dengan uap hijau berbau amis. Lalu begitu tertawa bergelak dengan suara mengerikan tahu-tahu ketua Gelang Berdarah ini menyambut tamparan Pe dekar Gurun Neraka dengan tubuh terbuka.

"Dess...!"Luar biasa sekali. Orang melihat ketua Gelang Berdarah itu sama sekali tak terpental. Bergeming sedikit lalu maju kembali dengan tertawanya yang mengerikan. Dan Pendekar Gurun Neraka yang kembali melakukan pukulan ke dua dan ke tiga menghujani tubuh lawannya ini tahu-tahu tersentak ketika mendapat kenyataan semua pukulannya membalik ke diri sendiri!

"Des-dess...!" Pendekar Gurun Neraka berteriak. Dia melompat tinggi, kaget melihat lawan tak terguncang sama sekali oleh pukulan sinkangnya yang dahsyat. Dan baru dia melompat turun menyentuhkan kakinya di atas tanah tahu-tahu susioknya yang kehijauan itu sudah mencengkeram leher dan pundak kirinya.

"Bocah, kau tak dapat mengalahkan susiokmu...!"

Bu Kong terkejut. Dia membentak, melepaskan diri dari cengkeraman susioknya yang kuat. Tapi ketua Gelang Berdarah yang tertawa, bergelak tahu-tahu telah membanting tubuhnya ke atas tanah. Kuat sekali, hingga tanah melesak dan dekok selebar punggung pemuda itu!

"Brass...!" Pendekar Gurun Neraka terguling-gulirg. Dia bangkit berdiri, tapi jari susioknya yang lagi-lagi sudah mencengkeram pundaknya tahu-tahu kembali membanting pemuda itu mengejutkan semua orang. Akibatnya Pendekar Gurun Neraka ini mengeluh, dan ketika untuk yang ketiga kalinya ketua Gelang Berdarah itu menubruknya dan siap membantingnya lagi mendadak pemuda itu mencelat ke atas dan membentak,

"Wan-susiok, terimalah....!"

Semua orang terbelalak. Mereka melihat sebuah sinar putih meluncur dari tangan Pendekar Gurun Neraka, menyambar mata ketua Gelang Berdarah. Dan ketua Gelang Berdarah yang berteriak marah tiba tiba mengibaskan lengan menangkis sinar putih!

"Plak....!" Sinar putih itu runtuh. Ternyata sebuah tulang ikan. Dan Bu Kong yang mendapat kesempatan sejenak ini tiba-tiba berkelebat ke depan. Dia menggerakkan tangan kirinya, menampar telinga lawan. Lalu begitu ketua Gelang Berdarah menggereng keras dan menangkis pukulannya mendadak tangan kanannya mencabut sesuatu dan meninpukkan benda kuning keemasan ke belakang telinga kanan ketua Gelang Berdarah itu.

"Cess....!" Ketua Gelang berdarah tiba-tiba meraung hebat. Dia terputar, matanya mendelik marah dan Hoat-lek-kim-ciong-ko yang membuat tubuhnya kehijauan dan kebal terhadap semua pukulan sinkang mendadak lumpuh dan terguling roboh seperti kain ambruk!

Hal ini mangejutkan semua orang, tak tahu apa yang terjadi. Tapi Kui Lun yang melihat gurunya roboh tiba-tiba berseru keras dan melesat ke depan. Pemuda ini menyambar tubuh gurunya, yang tampak kehabisan tenaga. Lenyap sudah pengaruh aneh yang membuat tubuh ketua Gelang Berdarah itu berwarna kehijauan seperti setan. Lalu menimpukkan tiga benda hitam ke arah Pendekar Gurun Neraka dan para tokoh di kursi kehomatan, tiba-tiba pemuda ini membentak,

"Cuwi enghiong, yang bersimpati kepada perkumpulan Hiat-goan-pang harap mundur ke kiri!" Dan begitu dia melompat ke belakang tahu-tahu tiga ledakan terdengar nyaring.

"Awas, Bik-lik-cu (Geranat Tangan)…!"

Semua orang terkejut. Mereka melihat asap hitam membarengi ledakan ini, dan Ciok-thouw Taihiap serta rombongannya yang kaget oleh perbuatan pemuda itu tiba-tiba mendengar suara bentakan di sana-sini. Rupanya para tamu menjadi ribut, terpengaruh oleh seruan murid ketua Gelang Berdarah itu. Dan baru mereka terbelalak satu sama lain tiba-tiba lampu padam disusul ketawa ketua Gelang Berdarah yang bergelak menyeramkan!

"Ciok-thouw Taihiap, kami tak mau menerima kekalahan. kalian mampuslah...!"

Ciok-thouw Taihiap menggereng. Dia tak tahu apa yang dilakukan lawannya di balik kegelapan itu. Tapi baru dia melompat maju tahu-tahu terdengar ledakan dahsyat di sana-sini. Bangsal Agurg tiba-tiba roboh, dan rombongan Ciok-thouw Taihiap yang kaget oleh kejadian ini segera mamaki kalang-kabut dangan penuh kemarahan. Mereka tertimpa patahan balok dan tiang, mengumpat caci di dalam gelap. Dan ketika semuanya itu berakhir dengan segala kegaduhannya yang tumpang tindih tiba-tiba ratusan obor muncul secara mendadak.

Hal ini manggembirakan semua orang. Tapi begitu memandang ke depan tiba-tiba Clok-thouw Taihiap dan teman-temannya menggeram. Ternyata mereka sudah berdiri di suatu tempat yang menggunduk di atas puing-puing kehancuran bangsal agung. Sementara di depan di empat penjuru dalam jarak sepuluh tombak, muncul sebuah jurang yang mengelilingi mereka, jurang yang dibuat lewat ledakan-ledakan dinamit!

"Keparat...!" Ciok-thouw Taihiap membanting kaki. Dia marah sekali, mengepal tinju dengan melotot.

Tapi Pek-mauw Sian-jin yang marah melihat semuanya ini tiba-tiba berteriak, "Taihiap, di sebelah kanan ada jembatan....!"

Semua orang menoleh. Mereka melihat apa yang dikatakan ketua Kun-lun-pai ini benar. Karena di atas jurang yang mengelilingi mereka itu tetnyata ada sebuah jalan keluar yang merupakan jalan satu-satunya. Dan semua orang yang berteriak penuh kegembiraan oleh seruan Pek-mauw Sian-jin ini tiba-tiba sudah menghambur dengan bentakan marah. Mereka memenuhi mulut jembatan itu, yang sebenarnya merupakan pintu lewat dari Bangsal Agung yang rupanya sengaja ditinggal musuh untuk mengiming-imingi mereka.

Tapi baru mereka berlari ke jalan satu-satunya ini mendadak ratusan obor bergerak maju. Sekejap saja tigaratus orang telah memasang panah di atas busur, menghadang mereka dengan gendewa terpentang, Dan ketua Geang Berdarah yang tiba tiba tertawa bergelak di tempat persembunyiannya sekonyong-konyong muncul dipapah sang murid, duduk di atas pundak Kui Lun dengan sinar mata keji.

"Ha ha, kalian tidak dapat menyelamatkan diri lagi, manusia-manusia tolol. Aku tak akan membiarkan kalian hidup selama di Puri Naga, Tigaratus orang akan menyate tubuh kalian dengan panah-panah beracun. Atau kalian mampus di tengah jembatan begitu kuledakkan jembatan itu!"

Ciok-ihouw Taihiap menggereng. "Tapi kami tak melakukan kesalahan kepadamu, Hiat, goan-pangcu. Kenapa kau demikian curang dari tak tahu malu?"

"Ha-ha, siapa bilang begitu, Ciok-thouw Tathiap? Kalau kau dan teman-temanmu mau bergabung dengan kami tentu kami akan menyelamatkan kalian. Tapi karena kalian menentang kami terpaksa kami akan membunuh kalian semua. Kecuali dengan satu syarat!"

Pek-mauw Sian-jin yang kali ini maju, "Sysrat apa itu, pangcu?"

"Kalian semua tunduk kepada kami. Bersumpah membantu kami dan mengikuti semua perintah perintah kami...!"

"Keparat, siapa mau mengikuti iblis macam kau, Hiat-goan-pangcu? Kami para pendekar tak sudi. Kau licik, curang dan jahat!" lalu begitu membentak nyaring tiba-tiba ketua Beng-san-pai ini sudah berteriak tinggi, "Kawan kawan, ayo serbu dan serang mereka itu...!" dan begitu tubuhnya bergerak ke depan tiba-tiba ketua Beng-san-pai ini sudah mencelat maju memasuki tengah jembatan. Dia tak takut ancaman ledakan dinamit. Dan tigaratus panah yang tentu saja menghujani tubuh pendekar sakti ini bercuitan nyaring tanpa ampun lagi.

Tapi Ciok thouw Taihiap mendengus. Dia mengerahkan sinkangnya, melindungi diri dengan kekebalan tenaga sakti. Lalu begitu semua panah runtuh mengenai tubuhnya tiba-tiba ketua Beng-san pai ini telah menyeberang di luar jembatan!

"Ah....!" semua orang terkejut. Mereka melihat ketua Beng-san-pai ini mengamuk, dan ketua Gelang Berdarah yang tertegun melihat kecepatan gerak pendekar sakti itu tiba-tiba mendengar sorak di rombongan Pek-mauw Sian-jin. Mereka itu rupanya girang, berbesar hati dan meluap semangatnya melihat keberhasilan Ciok thouw Taihiap melewati jembatan. Maka begitu mereka membentak dan berteriak gaduh tiba tiba rombongan Pek-mauw Sian jin ini sudah meluruk ke tengah jembatan mengikuti jejak Pendekar kepala Batu.

Sekarang ketua Gelang Berdarah terbelalak. Dia menggeram, mengangkat tangannya tinggi tinggi. Lalu begitu dia melihat rombongan Pek-mauw Sian-jin sudah berada di tengah jembatan menerima hujan anak panah tiba-tiba dia membentak, "Ledakkan jembatan itu. Hancurkan mereka...!'

Tapi dua petugas yang siap menarik tombol meledakkan dinamit sekonyong-konyong berteriak. Mereka diserang seorang laki-laki bermuka monyet, yang tertawa bergelak di tengah-tengah gemuruhnya suasana hiruk-pikuk. Dan ketua Gelang Berdarah yang kaget melihat munculnya kakek ini tiba-tiba berseru tertahan,

"Dia Dewa Monyet....!"

Semua orang terkejut. Kui Lun juga tertetun, tapi ketua Gelang Berdarah yang sadar lebih dulu tiba-tiba menoleh ke belakang, "Hwe-pian hok, bunuh kakek itu...!"

Hwe-pian-hok (Kalong Kelabu) mengangguk. Dia menyambar sabitnya, menggereng ke arah si Dewa Monyet. Tapi baru lima tindak dia melangkah tahu-tahu di sana-sini terdengar pekik-pekik kecil disusul suara cecowetan yang ramai bukan main. Tempat itu tahu-tahu telah dipenuhi ribuan ekor monyet, anak buah Kauw-thian (Dewa Monyet). Dan Dewa Monyet sendiri yang tertawa bergelak terkekeh menyepakkan kakinya.

"Hiat-goan-pangcu, kau tak boleh membunuh orang baik-baik. Di sana itu ada tuan mudaku!"

Ketua Gelang Berdarah metotot. Dia tak tahu kapan munculnya kakek ini. Tapi Hwe-pian-hok yang marah melihat kehadiran Dewa Monyet sudah menggerakkan sabitnya. "Dewa Monyet tak perlu banyak bicara. Mampuslah....!"

Tapi Dewa Monyet melengking aneh. Dia menyepak-nyepakkan kakinya, menggaruk tanah dan tiba-tiba melompat mundur. Lalu begitu sabit Hwe-pian-hok mengenai angin kosong diapun sudah memberi aba-aba dan bersuit nyaring. Serentak, ribuan monyet balas memekik. Dan begitu mereka melompat maju tahu-tahu Hwe-plan-hok sudah diserang puluhan monyet besar kecil. Dan bersamaan dengan serangan ke arah si Kalong Kelabu itu mendadak monyet-monyet lain meluruk ke tempat ketua Gelang Berdarah bersama enam-belas ketua pembantu cabang yang tentu saja menjadi geger!

Keadaan segera menjadi ribut. Ketua Gelang Berdarah dan para pembantunya menjadi marah. Mereka menendang dan memukul, melempar monyet-monyet yang menyerang itu. Tapi karena anak buah Dewa Monyet ini sudah dilatih sedemikian rupa hingga tidak takut ancaman apapun, mereka sudah bercecowetan menyerang dan meggigit! Hal ini tentu saja menjadikan pembantu ketua Gelang Berdarah itu naik pitam. Maka begitu mereka mencabut senjata dan balas menyerang tiba-tiba saja anak buah Dewa Monyet ini roboh terkapar dan mandi darah.

Sebentar saja puluhan binatang lincah ini tewas, dibantai para pembantu ketua Gelang Berdarah. Tapi gangguan Dewa Monyet yang menggagalkan lawan meledakkan jembatan sudah membuat ronbongan Pek mauw Sian-jin keluar dari 'lubang jarum‘. Mereka itu selamat, dalam arti tiba di seberang jembatan setelah melalui hujan panah beracun. Dan Pek-mauw Sian-jin beserta kawan-kawan yang mengamuk dengan senjata di tangan segera membabat mereka dengan penuh semangat.

Tentu saja tigaratus pemanah itu gempar. Mereka bukan tandingan tokoh-tokoh istimewa ini. Maka begitu pedang dan golok menyambar maka tiba-tiba saja orang-orang ini sudah roboh terpelanting sambil berteriak ngeri. Mereka tak sanggup menghadapi rombongan Pek-mauw Sian-jin yang sebagian besar memiliki ilmu kepandaian itu, para tokoh ketua partai dan orang-orang ternama. Dan begitu rombongan Pek-mauw Sian-jin ini menyerbu ke depan seketika orang-orang golongan hek-to itu semrawut.

Pek-mauw Sian-jin dan kawan-kawan melampiaskan kemarahan. Mendobrak dan membabat mereka tak kenal ampun. Dan ketua Gelang Berdarah yang melihat suasana tidak menguntungkan bagi pihaknya ini tiba-tiba melepas panah api ke langit yang hitam. Sinar kebiruan meluncur, meledak dan buyar di angkasa yang kelam. Lalu begitu melihat rombongan Pek-mauw Sian-jin mandek sendirinya tiba-tiba ketua Gelang Berdarah itu memberi isyarat pada para pembantunya untuk mundur.

Serentak, tujuh belas ketua cabang ini meninggalkan tempat pertandingan. Dan begitu ketua Gelang Berdarah memutar tubuh maka rombongan kecil ini telah melarikan diri menuju ke barat. Meninggalkan anak buah mereka yang dibabat rombongan Pek-mauw Sian jin! Dan Pek-mauw Sian jin yang tentu saja marah kepada ketua Gelang Berdarah itu segera membentak dan mengejar bersama teman-temannya.

Tapi, ketua Gelang Berdarah tiba-tiba meluncurkan lagi panah berapinya yang ke dua. Dan begitu ledakan bunga api berhamburan di langit yang hitam mendadak ribuan manusia muncul di balik gerumbul semak belukar. Tambur dan terompet mendadak ditiup dan begitu mereka bangkit berdiri, tahu-tahu sapasukan besar telah mengepung mereka bagai sosok hantu yang bangun dari kubur! Pek-mauw Sian-jin dan kawan kawan terkejut. Mereka tak menyangka.

Dan Cheng-gan Sian-jin yang tiba-tiba muncul dengan suara tawanya yang bergelak nyaring tahu-tahu mangelebatkan bendera iblisnya memberi aba-aba, "Serbu....!"

Maka begitu pasukan besar ini berderap maju tiba-tiba Pek-mauw Sian-jin dan rombongannya sudah diserang bala tentara yang tak terhitung jumlahnya. Bala tentara atau pasukan Cheng-gan Sian-jin yang terdiri dari campuran orang-orang Mongol dan suku bangsa Arya!

"Ah, keparat kau, Hiat-goan-pangcu....!" Pek-mauw Sian-jin berteriak, kaget dan marah melihat semuanya ini. Dan sadar mereka semua masuk perangkap tiba-tiba ketua Kun-lun-pai ini menggerakkan pedangnya sambil berseru keras , "Cuwi enghiong, sambut mereka. Bunuh dan selamatkan diri kita...!" lalu begitu melompat maju, pedang ketua Kun-lun pai ini sudah membabat lima orang musuh yang barteriak ngeri.

Tak ayal, rombongan Pek-mauw Sian-jin mengikuti jejak ketua Kun-lun-pai ini. Dan begitu golok dan pedang menyambut musuh segera pekik dan jerit kematian terdengar di sana-sini. Pek-mauw Sian jin dan kawan-kawannya mengamuk. Membuka jaran darah dengan penuh semangat. Tapi karena musuh demikian banyak jumlahnya maka satu-persatu rombongan Pek-mauw Sian-jin ini muIai roboh. Yang pertama-tama tak tahan adalah tosu-tosu pengawal, yang tingkat kepandaiannya memang jauh di bawah tingkat kepandaian ketua mereka, Baik dari Kun-lun, Hoa-san maupun partai-partai lain.

Dan Pek-mauw Sian-jin yang menyadari kedudukannya yang buruk ini mulai menggigit bibir dengan penuh kemarahan. Dia masih terus menggerakkan pedangnya, bahu-membahu dengan ketua partai lain untuk membuka jalan darah. Tapi ketika Cheng-gan Sian-jin secara curang mulai membokong mereka dengan pukulan-rukulan beracuanya tiba-tiba Hui-to Lo-jin yang ada di sebelah kanan berteriak roboh.

Ketua Hoa-san ini rupanya kena dicurangi lawan. Menerima pukulan Tok-hiat-jiu milik Cheng-gan Sian-jin yang dilancarkan dari belakang. Dan Cheng gan Sian-jin yang tertawa bergelak oleh hasil curangnya itu tiba-tiba melompat ke depan menyerang Pek-mauw Sian jin.

Tentu saja Pek-mauw Sian-jin marah. Dan ketua Kun Lun yang memutar kakinya ini langsung saja membentak. "Cheng-gan Siaa-jin, kau iblis terkutuk...!" dan Ujung pedangnya yang sudah menyambut telapak Cheng-gan Sian-jin segera menusuk cepat menangkis pukulan iblis tinggi besar ini.

Tapi Cheng-gan Sian jin terkekeh menangkap ujung pedang lawan, mengejutkan Pek-mauw Sian-jin. Dan begitu Pek-mauw Sianjin terbelalak tahu-tahu jarinya sudah mencengkeram patah ujung pedang ketua Kun-lun-pai itu.

"Ha-ha, kau tak dapat menyelamatkan diri tosu bau. Lihat, kau tak dapat menandingi atau mengalahkan aku...pletak!" dan pedang Pek-mauw Sian-jin yang sudah buntung ujungnya tiba-tiba disambitkan ke dada tosu ini oleh Cheng gan Sian-jin.

Tentu saja Pek-mauw Sian-jin terkejut. Ketua Kun-lun ini membentak, dan begitu pedang buntungnya diputar tahu-tahu timpukan ujung pedang sudah dia tangkis dengan cepat. Tapi Cheng-gan Sian-jin tertawa. Mempergunakan kesempatan tosu itu menangkis timpukannya sekonyong-konyong dia melangkah maju, mengulurkan lengan menyerang ulu hati lawan. Dan begitu dia menggerakkan tangannya tahu-tahu lambung Pek-mauw Sian-jin sudah dihantam pukulan Tok-hiat jiu,

"Pek-mauw Sian-jin, robohlah...!"

Ketua Kun-lun ini terbelalak. Dia tak dapat menangkis, satu-satunya jalan hanya melompat mundur. Tapi baru dia menjejakkan kakinya tahu-tahu pukulan itu telah tiba lebih dulu. Kalah cepat! "Bluk!" Pek-mauw Sian-jin terpelanting roboh Dia kaget bukan main, berteriak keras dan melompat bangun. Tapi Cheng-gan Sian-jin yang tertawa bergelak sudah berkelebat ke depan tak memberi kesempatan. Tangan kirinya kali ini yang bergerak, menyambar dada ketua Kun lun-pai itu. Dan Pek-mauw Sian-jin yang tidak melihat jalan lain tiba tiba menggerakkan pedang buntungnya membacok tangan lawan yang mengancam jiwanya.

"Plak...!" Cheng gan Sian-jin tertawa menyeramkan. Dia membuat pedang itu mencelat, terlepas dari tangan ketua Kun Jun pai ini. Dan Pek-mauw jin yang kaget oleh kekebalan lawan tiba-tiba melihat lengan kiri Cheng-gan Sian-jin sudah meluncur menumbuk dadanya!

"Dess…!" Pek-mauw Sian-jin meramkan mata. Dia pasrah, tak ada kesempatan menghindar. Tapi ketika mendengar Cheng-gan Sian-jin berteriak kaget dan pukulan tak kunjung tiba nendadak ketua Kun-lun-pai ini membuka matanya dan tertegun. Ternyata Pendekar Gurun Neraka telah menolongnya, menangkis pukulan berbahaya itu hingga Cheng-gan Sian-jia mencelat mundur. Dan Pak-mauw Sian-jin yang melompat bangun segera mendengar seruan pendekar muda itu.

"Pek-mauw totiang, mundurlah! Biar iblis ini menjadi bagianku!"

Pek-mauw Sian-jin tertegun. Dia melihat Pendekar Gurun Neraka telah melompat ke depan, menghadapi Cheng-gan Sian-jin yang terbelalak gentar. Dan bersyukur bekas jenderal muda itu menyelamatkan jiwanya ketua Kun-lun pai inipun berseru, "Yap sicu, terima kasih. Aku akan membantu teman-teman yang lain kalau begitu…!"

Dan Pek-mauw Sian-jin yang segera mengamuk dengan tangan kosong menerjang ke kiri ketika melihat beberapa temannya terdesak. Dia tidak mau membuang tempo. Sementara Cheng-gan Sian-jin yang bertemu dengan bekas jenderal muda yang gagah perkasa ini tiba-tiba memutar tubuh mau melarikan diri. Tapi Bu Kong tak mau kehilangan lawan. Dia membentak, dan begitu kakinya berkelebat ke depan tiba-tiba punggung iblis tua itu sudah diserangnya dengan pukulan Lui-kong Ciang-hoat.

"Cheng-gan Sian-jin, jangan lari. Kau harus menerima hukuman atas dosa-dosamu...!"

Kakek iblis ini terkejut. Dia mendengar desir angin menghantatn punggungnya, dan marah bekas jenderal muda itu muncul membantu Pek-mauw Sian-jin diapun membalikkan tubuh sambil manangkis. "Pendekar Gurun Neraka, jangan sombong...!" dan lengan kirinya, yang sudah mengibas ke belakang tahu-tahu bertemu pukulan sinkang Pendekar Gurun Neraka.

"Dess!" Cheng-gan mengeluh kaget. Dia terdorong mundur, lumpuh lengannya menerima pukulan panas. Tapi iblis tua yang sudah menggereng sambil mengguncang tubuh ini tiba-tiba memutar lengannya dan menyerang dengan pukulan Tok-hiat jiu. Dia balas menyerang, mendorong dengan kedua tangannya. Dan begitu angin bercuit disusul bau amis tiba-tiba pukulan Darah Beracunnya sudah menyambar ke depan.

"Orang she Yap, terimalah...!"

Tapi Pendekar Gurun Neraka menjengek. Dia merendahkan tubuh, menerima pukulan itu dengan tenaga Lui-kong-yang-sin-kangnya. Lalu begitu dua pukulan bertemu di udara tiba-tiba kedua lengannya menempel lengan lawan dan balas mendorong ke depan.

"Bress...!" Cheng-gan Sian-jiu terbelalak. Ia berseru kaget, melihat lengannya ditempel lawan. Dan baru dia berteriak marah tahu-tahu pukulan Darah Beracunnya yang ditontarkan ke depan membalik dan manghantam diri sendiri. Tak ayal, kakek ini melengking tinggi. Dan kaget kedua lengannya tak dapat dilepas lagi mendadak Cheng-gan Sian jin mengangkat tubuhnya setengah lingkaran dan menendang ubun-ubun lawan seperti kalejengking menyengat!

"Ah… Bu Kong tentu saja tak mau kepalanya ditendang. Dia menggeser kaki, melepaskan sinkangnya di kedua lengan lawan. Lalu begitu lawan berjungkir balik seperti kalajengking mendadak tangannya mendorong dan menampar. Tak pelak Cheng-gan Sian-jin terpekik ketika terlempar! Dan kakek yang sudah melompat turun sambil berjungkir balik mematahkan daya pukulan itu segera meluncur dengan muka pucat. Dia marah tapi juga gentar, ragu-ragu untuk menyerang. Tapi Ciok thouw Taihiap yang tiba-tiba muncul mencengkeram pundaknya dari belakang membuat Cheng-gan Sian-jin kaget bukan main.

"Pendekur Gurun Neraka, serahkan dia padaku!"

Bu Kong dan Chang-gan Sian-jin sama-sama terkejut. Mereka melihat ketua Beng-san-pai itu sudah mencengkeram pundak kakek tinggi besar ini muncul dengan amat tiba-tiba sekali. Dan Cheng-gan Sian-jin yang tentu saja terkejut bukan main cepat memutar tubuh menghantam lambung pendekar sakti itu.

"Cook-thouw Taihiap, lepaskan kedua tanganmu!"

Tapi Ciok-thouw Taihiap tertawa dingin. Dia tentu saja tak melepaskan cengkeramannya yang menancap kuat di kedua pundak kakek ini. Dan melihat Cheng gan Sian-jin pukulan menghantam lambungnya dia tertawa bergelak. "Cheng-gan Sian-jin, pukullah. Aku ingin merasakan pukulan Tok-hiat-jiu-mu...!" dan pukulan Cheng-gan Sian-jin yang benar-benar tiba menghantam lambungnya diterima secara terbuka oleh pendekar besar ini. Tak ayal, Ciok-thouw Taihiap terdorong mundur. Dan Cheng-gan Sian-jin yang juga ikut tertarik tiba-tiba diangkat dan dibanting tubuhnya.

"Kakek iblis, sekarang rasakanlah!"

Cheng-gan Sian jin terbelalak. Dia tak dapat melepaskan diri, maka begitu diangkat dan dibanting Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba saja kakek ini menjerit dan terbanting roboh. Cheng-gan Sian-jin melompat bangun pipinya robek. Dan gentar serta marah melihat orrang itu menghadapinya dengan sikap mengancam berteriak, "Ciok thouw Tai-hiap, Peadekar Gurun Neraka, kalian tak tahu malu akan mengeroyokku secara curang?"

Ciok-thouw Taihiap beringas mukanya. "Tak perlu orang lain membantu, Cheng-gan Sian jin. Aku sendiri sanggup membunuhmu!"

"Tapi dia itu?"

"Hm, Yap-goanswe tak akan membantuku, Cheng-gan Sian-jin. Dia akan mengurus anak buahmu yang curang dan mencari ketua Gelang Berdarah!"

Pendekar Gurun Neraka tertegun. Dia melihat Cheng-gan Sian-jin berputar matanya, jelalatan mencari selamat. Tapi Cink-thouw Taihiap yang sudah membentak keras tiba-tiba berkelebat ke depan.

"Iblis tua bangka. tak perlu mencari selamat. Hayo hadapilah semua pukulan-pukulanku...!"

Dan Cheng-gan Sian-jin yang terpaksa menghadapi ketua Beng-san-pai ini segera manyambut sambil menggereng. Dia mencabut Bendera Iblisnya, memutar dan menangkis terjangan ketua Beng-san-pai itu. Dan Bu Kong yang sejenak termangu oleh pertandingan dua orang ini segera mendengar pukulan-pukulan keras disusul jerit Cheng-gan Sian-jin yang terdesak hebat. Ciok-thouw Taihiap rupanya sudah marah sekali, tak memberi ampun. Maka Cheng-gan Sian jin yang sebentar saja berteriak dan mundur-mundur segera menerima pukulan-pukulan Pek-hong-ciang yang dilancarkan ketua Beng-san-pai ini.

Tapi Fan Li tiba-tiba muncul. Panglima muda ini membawa pedang yang berlumuran darah, tergesa-gesa menghampirinya. Dan panglima yang sudah kegirangan bertemu dengan bekas junjungannya ini berteriak, "Goanswe, tolong.... Wen-taijin dibawa jahanam she Pouw!"

Bu Kong terkejut. "Di mana dia ciangkun?"

"Di belakang puri, goanswe. Terkurung api yang dibuat orang-orang Gelang Berdarah...!"

Bu Kong menjejakkan kakinya. Dia menyambar lengan panglima itu, membawanya ke belakang Puri Naga. Dan marah mendengar disebutnya nama Pouw Kwi mukanyapun tiba-tiba menjadi merah. "Ciangkun, jangan sebut aku goanswe (jenderal). Aku bukan atasanmu lagi!"

Fan Li mengangguk, Dia tadi kelupaan, terbiasa dengan sebutan lama. Tapi mereka berdua yang sudah tiba di belakang Puri Naga melihat api mengurung di sebuah ruangan besar.

"Di mana dia, ciangkun?"

"Tadi ada di sini, twako. Orang she Pouw itu menggiring Wen-taijin sekeluarga dengan beberapa pembantu ketua Gelang Berdarah!"

"Hm, mari kita cari...!!" dan Bu Kong yang sudah mengelilingi ruangan besar yang terbakar itu segera melihat berkelebatnya beberapa buah bayangan di ujung jalan. Dia melompat menghampiri mereka. Tapi baru melayang turun tiba-iba sembilan gelang terbang menyambar dirinya.

"Ciangkun, awas....!" Bu Kong menampar ke kiri kanan membuat gelang-gelang itu runtuh, lalu membentak ke depan tiba-tiba dia sudah menyambar seorang tak dikenal yang terpekik di dalam kegelapan. Ternyata orang ini adalah Bi Kwi, si centil yang genit itu. Dan Bo Kong yang terkejut memegang lengan halus seorang wanita terpaksa melepaskan cekalannya sambil menendang. "Setan betina, dimana kau sembanyikan Wen-taijin sekeluarga?"

Bi Kwi menyambitkan gelang terbangnya. "Tak perlu bertanya, Yap-goanswe. Kalau kau mampu carilah sendiri!"

Bu Kong menjadi marah. Dia memukul runtuh gelang yang disambitkan gadis itu sambil melompat ke depan tahu-tahu jarinya menotok pundak lawan. Tapi Bi Kwi berkelit, dan Bi Gwat serta Bi Hwa yang tiba-tiba muncul membantu adiknya membentak Bu Kong,

"Pendekar Gurun Neraka, lepaskan adikku!"

Bu Kong membalik. Dia mendengar kesiur angin di belakang tubuhnya, dan maklum dua serangan berbahaya, menyambar punggungnya, terpaksa dia melepaskan Bi Kwi dan menangkis serangan itu. "Plak-plak!" Bi Gwat dan Bi Hwa terpekik. Mereka terpelanting, tapi melompat bangun tahu-tahu, dua orang kakak beradik ini melakukan hal yang tidak disangka-sangka Bu Kong. Bi Gwat dan Bi Hwa merobek baju mereka, dan dua orang gadis yang tiba-tiba telanjang tanpa penutup dada itu tahu-tahu terkikik menyerang Bu Kong.

"Pendekar Gurun Neraka, tak perlu sungkan. Kami terpaksa melepas baju karena terlalu sesak...!" dan Bi Gwat serta Bi Hwa yang sudah menyerang bertubi-tubi tanpa canggung sedikitpun juga itu sudah membuat Bu Kong kaget dan jengah. Dia tertegun dengan muka merah, dan ketika sedikit meleng melihat kejadian yang tidak disangka-sangka ini terjadi di depan mukanya tahu-tahu pedang di tangan Bi Gwat dan gelang di tangan Bi Hwa menyambar dada dan leher kirinya.

"Crat... plakk!"

Bu Kong berseru keras. Dia "keboholan", lengah melindungi diri dengan sinkang. Maka ketika pundak dan lehernya terluka oleh pedang dan gelang di tangan gadis-gadis cantik itu mendadak Bu Kong membanting kaki dan membentak. "Iblis-iblis betina, kalian benar-benar tak tahu malu begitu kakinya bergerak ke depan tahu-tahu pedang dan gelang di tangan Bi Gwat dan adiknya terlempar kena tendangan.

Dua orang gadis ini menjerit. Jelas terkejut. Tapi ketika Bu Kong menotok mereka agar roboh sekonyong-konyong keduanya memapak maju dan menubruk. Sebentar saja tubuh Pendekar Gurun Neraka dipeluk, dan Bu Kong yang kaget melihat dirinya digelayuti dua orang gadis cantik, yang telanjang dadanya itu seketika berseru keras.

Dia mengguncang tubuh, bermaksud melepaskan diri dari tempelan "berbahaya" ini. Tapi keitika Bi Hwa dan Bi Gwat menggigit tubuh, mendadak Bu Kong terguling roboh dia berteriak tertahan. Dia tak dapat melepaskan diri dari terkaman dua orang gadis ini yang memeluk tubuhnya erat-erat. Dan sementara dia kebingungan dan marah sendiri tahu-tahu Kun Bok muncul di situ...!