Pendekar Kepala Batu Jilid 31 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 31
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Pendekar Kepala Batu Karya Btara
CHENG-GAN SIAN-JIN menggereng. "Tapi itu urusan muridku, Pek-kut Ho-siang. Apa hendak kau bilang bukan persoalanku?"

"Hm, sekarang dia muridmu, Cheng-gan Sian-jin. Tapi bukankah sebelumnya saudara Pouw Kwi adalah murid Lomo? Siapa menjamin dia muridmu seratus persen?"

Cheng-gan Sian-jin terpaksa mengakui. Dia melotot, dan Pek-kut Hosiang yang sudah mengebutkan jubahnya berkata tenang menghadap sang ketua Gelang berdarah, "Hiat-goan-pangcu, kukira adalah urusan pribadi dua orang laki perempuan. Bagaimana jika kita serahkan sepenuhnya kepada yang bersangkutan....?"

Ketua Gelang Berdarah mengerti. Dia maklum siapa yang dimaksud dengan "yang bersangakutan" itu. Maka menoleh pada Pouw-kwi dia bertanya, "Saudara Pouw Kwi, benar kau dapat membereskan urusan ini?"

Pouw Kwi tertegun. Dia tentu saja gugup, tapi mengeraskan dagu tiba-tiba mengejek. "Tentu saja, pangcu. Kenapa aku tak dapat menyelesaikan urusan ini? Wanita siluman ini datang-datang menuduh, dan kalau dia dapat membuktikan tuduhannya tentu aku tidak akan menyangkal!"

Ketua Gelang Berdarah sekarang melangkah mundur. Dia membert isyarat kepada Cheng-gan Sian-jin dan datuk iblis yang juga melompat mundur kembali ke kursinya dengan muka merah menyala. Dia sebenarnya marah bukan main kepada wanita cantik yang telah menghinanya di depan umum itu. Mengatakannya secara terang-terangan betapa dia berjina dengan murid perempuannya sendiri! Tapi maklum urusan sekarang berada di tangan Pouw Kwi dia mencoba untuk mengendalikan kemarahannya. Sementara Pek-kut Hosiang, yang melihat dua orang tokoh besar itu melangkah mundur juga lalu melayang turun setelah sebelumnya memberi hormat kepada mereka.

Sekarang Pouw Kwi kembali berhadapan dengan Bwee Li, dan bekas selir Yun Chang yang cantik tapi berapi-api mukanya itu menudingkan pedangnya. "Orang she Pouw, bukti apalagi yang hendak kau minta dariku? Bukankah lukamu itu jelas merupakan bukti satu-satunya?"

Pouw Kwi melotot dingin. "Kau menyebut-nyebut tentang luka. Lalu luka apa yang kau maksudkan, wanita rendah? Dan adakah saksi yang melihat perbuatan kala itu?"

Bwee Li tertegun. Tentu saja untuk pertanyaan ini dia tak mampu menjawab. Karena tak ada bukti yang melihat perbuatan pemuda itu. Satu-satunya bukti, satu-satunya orang yang melihat perbuatannya dengan pemuda ini adalah Raja Muda Yun Chang sendiri. Tapi karena raja Muda itu telah tewas dalam peperangan, tentu saja Raja Muda itu tak dapat diajukan sebagai bukti. Mana mungkin membawa orang mati sebagai saksi hidup? Bwee Li menggertakkan gigi. Dia melihat betapa liciknya pemuda ini, juga licin dan tangkas berbicara.

Tapi Bwee Li tak putus asa. Sebenarnya, kalau ada Yap-Goanswe di situ, barangkali ia dapat meminta petunjuk. Tetapi karena jenderal muda itu tak ada di tempat, iapun tak mau menyerah. Bwee Li memeras otak mencari jalan bagaimana kiranya ia dapat menyudutkan musuhnya ini. Tapi belum dia berbuat sesuatu, tiba-tiba sesosok bayangan hitam meluncur maju. Dialah Hek Kong, pendatang asing yang dengan caranya yang aneh telah bergabung dengan pihak Pendekar Kepala Batu Souw Ki Beng!

"Kouwnio, aku punya bukti. Aku dulu melihat orang ini benan-benar memasuki kamarmu...!"

Semua orang terkejut. Bwee Li sendiri terperanjat, dan Pouw Kwi yang tersentak kaget juga terbelalak lebar memandang muka hitam itu. Dia hendak mendamprat, tapi Hek Kong yang turun dengan ringan di atas panggung, tahu-tahu telah melanjutkan suaranya, ditujukan kepada semua orang dengan suara lantang,

"Ya, memang benar pemuda ini cuwi enghiong. Aku berani disumpah bahwa memang orang inilah yang dulu kulihat memasuki kamar Bwee-kouwnio ini, dia waktu itu mengenakan pakaian hitam-hitam, mukanya ditutup. Tapi ketika memasuki kamar Bwee-kouwnio, dia membuka kedok dan komat-kamit di luar jendela. Aku melihat dia menggigil, dan ketika sekejap dia menepuk perlahan, tahu-tahu mukanya berubah jadi Yap-goanswe!"

Semua orang jadi semakin kaget. Mereka terheran dan terkejut melihat si muka hitam ini kembali membuat gaduh yang kedua kalinya. Dan Bwee Li serta Pouw kwi yang tergetar perasaannya menjadi pucat. Pouw Kwi sekonyong-konyong melompat, dan berseru marah dia membentak lawannya itu,

"Hek Kong, kau siapakah mengapa membantu wanita ini? Kekasihnyakah kau ini?"

Hek Kong meringis. "Jangan marah, saudara Pouw Kwi. Aku hanya menyodorkan bukti yang kau minta dari Bwee-kouw-nio ini!"

"Keparat, kalau begitu kau begundal wanita ini, Hek Kong? Kau hendak mengacau perayaan Gelang Berdarah dengan menjadi saksi buta siluman betina itu?"

Hek Kong tertawa. "He-he, jangan menuduhku, orang she Pouw. Jelek-jelek aku bukan begundal siapapun. Aku tahu sendiri perbuatan mu waktu itu. Kenapa harus menjadi saksi buta?"

Pouw Kwi membelalakkan mata. "Kalau begitu kau antek Kerajaan Yueh, Hek Kong? Kau mata-mata dari pihak pemberontak?"

"He-he, jangan melibat-libatkan nama kerajaan, saudara Pouw Kwi. Aku musafir jalanan yang tidak ada sangkut-paut dengan kerajaan manapun. Bagaimana kau menuduhku seperti itu?"

"Tapi kau bilang melihatku di kamar selir itu, Hek Kong, berarti setidak-tidaknya kau ada di sana saat itu. Dan kalau bukan pengikut Kerajaan Yueh bagaimana kau bisa ada di sana?"

Hek Kong menyeringai. Dia sengaja menahan kata, membuat suasana menjadi lebih tegang. Dan ketika semua orang terbelalak ke arahnya tiba-tiba si muka hitam menjawab, "Orang she Pouw, kau mengelak urusan pribadi dengan menyebut-yebut nama Kerajaan Yueh. Apakah ini berarti kau hendak mencari kambing hitam? kalau begitu bagaimana jika benar aku dapat membuktikan diri bahwa kau benar ada di sana waktu itu? Bukankah yang berpakaian hitam-hitam itu kau orangnya? Kenapa menyangkal dengan bicara berputar-putar?"

Pouw Kwi menggerakkan tongkat. Dia mulai pucat mendengar sikap lawan yang demikian serius. Tapi menekan ketegangan diri sendiri dia tiba-tiba menghardik, "Muka hitam, kau rupanya mengada-ada. Bagaimana kau dapat membuktikan dirimu sebagai saksi? Siapa menjamin kau bukan sekongkol wanita siluman ini?"

"Ha-ha, itu urusan mudah, orang she Pouw. Asal kau mengenal benda yang kubawa ini, tentu kaupun akan mengakuinya. Nah, lihatlah. Bukankah ini benda yang kau bawa ketika itu?"

Pouw Kwi memandang. Dia melihat sebuah kedok dari sutera hitam di tangan pemuda ini, dan terkejut dengan muka heran ia terkesiap kaget. Pouw Kwi mau membantah, tapi Hek Kong yang telah tertawa kepadanya mencabut sesuatu sambil berkata melanjutkan, "Dan sepatu ini tentu kau kenal, orang she Pouw. Setidak-tidaknya, Ciok-thouw Souw-locianpwe pasti mengenal sepatu puterinya sendiri dan Hek Kong yang mengangkat sepatu wanita ini tinggi-tinggi di udara tiba-tiba membuat Pouw Kwi pucat bukan main. Dia melangkah mundur, dan kaget dengan muka berubah dia mendengar Ciok thouw Taihiap tiba-tiba menggereng dan melompat ke atas panggung.

"Hek Kong, bukankah itu sepatu puteriku?"

Hek Kong tertawa. "Memang tidak salah, Souw-locianpwe, ini sepatu puterimu cantik itu."

"Bagaimana bisa kau dapatkan?"

"Ha, tanya saja pada orang she Pouw itu, locianpwe. Karena dialah yang merenggut lepas sepatu ini dari pemiliknya!"

Ciok thouw Taihiap memutar tubuh. Dia terbelalak, dan Pouw Kwi yang melihat sinar mata menakutkan memancar dari muka Pendekar Kepala Batu ini tampak bergetar. Dia kelu, dan Ciok thouw Taihiap yang membesi mukanya itu membentak, "Orang she Pouw, kau merenggut lepas sepatu itu dari kaki putriku?"

Pouw Kwi gemetar. Dia sebenarnya kaget bukan main bagaimana sepatu Ceng Bi bisa berada di tangan si muka hitam itu. Sepatu yang dulu terlepas ketika dia hendak memperkosa puteri ketua Beng-san-pai ini! dan Pouw Kwi yang berkeringat mukanya itu sejenak tak mampu bersuara.

"Orang she Pouw, kau tak dapat menjawab pertanyaanku?"

Pouw Kwi tersentak. Bentakan menggeledek yang dilancarkan ketua Beng-san-pai itu terlalu hebat, mengguncang jantungnya seakan mencopot nyali. Tapi Pouw kwi yang menindas rasa takutnya itu tiba-tiba menarik nafas. Dia mekan debaran hati yang mau meloncat-loncat dari jantungnya. Dan berhasil menguasai diri tiba-tiba dia tertawa, sedikit serak karena terguncang oleh sikap bengis ketua Beng-san-pai itu.

"Ciok-touw Taihiap, kau mudah sekali terhasut orang. Tahukah kau bahwa si muka hitam ini melempar fitnah kepadaku? Tadi si siluman betina ini yang datang-datang mengatakan aku memperkosanya. Tapi sekarang si muka hitam ini menambahinya dengan cerita diri puterimu. Apa itu bukan sebuah hasutan? Siapa dapat meyakinkan kebenarannya?"

Ciok thouw Taihiap mengeraskan pandangannya. "Tapi Hek Kong mengatakan kau merenggut lepas sepatu puteriku, orang she Pouw. Kalau begitu bukankah kau jelas berniat kotor?"

"Ah, itu menurut omongannya, Ciok thouw Taihiap. Siapa berani mengatakan itu benar? Bagaimana kalau justeru si muka hitam itu sendiri yang hendak memperkosa puterimu itu?"

Ciok thouw Taihiap terbelalak. Dia jelas tak percaya bahwa Hek Kong atau yang sebenarnya Pendekar Gurun Neraka itu mau memperkosa puterinya. Tapi karena orang membela diri dengan baik diapun lalu memandang si muka hitam ini. "Hek Kong, dapatkah kau menguatkan tuduhanmu bahwa sepatu itu benar dia ini yang mengambilnya?"

Hek Kong tersenyum. "Souw-locianpwe, apa yang kukatakan tentu mempunyai bukti-bukti kuat. Ada seorang lain yang melihat perbuatan itu. Dan kalau dia kau minta keterangan tentu kejujurannya tak perlu diragukan!"

Ciok thouw Taihiap langsung bertanya, "Siapa orang itu, Hek Kong? Dia ada di sini?"

Hek Kong mengangguk, "Ya, dia ada sini, Souw-locianpwe. Karena dia bukan lain hu-pangcu perkumpulan Gelang Berdarah sendiri, saudara Kui Lun yang terhormat!"

Ciok thouw Taihlap tertegun. Dia menoleh kepada wakil ketua Gelang Berdarah yang duduk di sampirig gurunya itu, dan Pouw Kwi yang mendengar kata-kata ini seketika terhenyak seperti patung. Dia melihat si muka hitam itu tersenyum kepadanya, senyum mengejek yang menyakitkan hati Dan Kui Lun sendiri yang dijadikan "terdakwa" pertama melenggong dengan alis terangkat. Dia kaget bahwa si muka hitam itu tahu-tahu menuding namanya, dan Ciok thouw Taihiap yang memandang kepadanya tiba-tiba bertanya,

"Saudara Kui Lun, benarkah kau melihat apa yang hendak dilakukan orang she Pouw ini kepada mendiang puteriku?"

Kui Lun menjadi kebingungan. Dia sebenarnya repot dengan pertanyaan itu, karena menjawab "ya" berarti menjepit kedudukan sahabat gurunya. Tapi menjawab "tidak" dia sendiri tak dapat membohongi kenyataan itu. Apalagi Ceng Bi adalah gadis yang diam-diam dicintainya. Cinta yang rupanya bersemi di ladang yang tandus. Tapi Kui Lun yang jelek-jelek adalah pemuda yang gagah perkasa ini akhirnya menetapkan hati. Dia bangkit berdiri, dan memandang muram dia berkata, "Ciok thouw Taihiap, perlu benarkah pertanyaan itu kujawab?"

Ciok thouw Taihiap terbelalak. "Tentu saja, saudara Kui Lun. Bukankah ini menyangkut perbuatan kotor yang dituduhkan Hek Kong kepadanya?"

"Hm, kalau begitu memang betul, Ciok thouw Taihiap. Tapi saudara Pouw Kwi yang kutegur akhirnya insaf dan membatalkan niatnya itu!"

Ciok thouw Taihiap menggebrak lantai panggung. Dia sekarang mendapat jawaban yang kongkrit. Dan marah kepada pemuda ini dia membentak, "Orang she Pouw, apa jawabmu sekarang?"

Pouw Kwi tertegun. Dia tak dapat mengelak, dan kecewa oleh pengakuan Kui Lun dia tertawa terbahak-bahak. "Ciok thouw Taihiap sekarang memang tak kusangkal lagi. Memang betul dahulu aku ingin mencicipi tubuh puterimu. Tapi karena saudara Kui Lun datang aku melepaskan kembali puterimu yang manis itu. Aih, sayang sekali… kalau dulu aku sempat menikmati keranuman tubuh puterimu tentu sekarang tak perlu aku merasa kecewa lagi. Dan untuk wanita ini, selir Yun Chang yang manis ini, ha-ha... memang benar aku pula yang dahulu meniduri tubuhnya. Siapa suruh dia demikian cantik dan menggairahkan?" Dan Pouw Kwi yang tertawa terbahak-bahak itu lalu memandang Bwee Li. "Bwee-kouwnio, malam ini kau mau kutemani lagi? Ah, masih kuingat betapa hangat tubuhmu itu, kuingat betapa Kau menggeliat-geliat dan demikian mesra menyambut uluran cintaku!"

Bwee Li melengking. "Keparat kau, jahanam she Pouw. Aku ingin mengganyang hatimu yang busuk itu...!" dan Bwee Li yang sudah melompat maju menerjang lawannya dengan penuh kemarahan. Dia sekarang mendengar sendiri pengakuan pemuda dan Pouw Kwi yang tampaknya kecewa itu tertawa bergelak. Dia menghindar tusukan pedang, dan ketika wanita itu menyerangnya lagi tiba-tiba diapun sudah menggerakkan tongkat dan berkelebatan kian kemari.

Sekarang tertegunlah semua orang. Mereka melihat bekaa selir Yun Chang itu menyerang membabi-buta, tapi Pouw Ki yang lincah menyelinap ke sana ke mari diantara sambaran pedang. Murld Cheng-gan Sian-jin ini tertawa-tawa, dan ketika Bwee Li menjadi semakin histeris dan menyerangnya kalap Pouw Kwi tiba-tiba terkekeh dan mulai mebalas. Dia bergerak demikian cepat di antara sambaran pedang yang bergulung-gulung naik turun. Dan ketika Bwee Li memekik-mekik dengan serangan yang selalu mengenai angin kosong tiba-tiba Pouw Kwi menggerakkan tongkat menangkis serangan yang ditujukan ke ulu hatinya.

"Trak…!" pedang Bwee Li tertahan. Wanita itu merjerit, dan Pouw Kwi yang tiba-tiba menggerakkan tangan kirinya ta-hu-tahu mengusap buah dada wanita Dengan halus jari-jarinya bergerak nakal, dan Bwee Li yang "melengking tinggi menjadi gusar bukan main. Ia memaki-maki, dan Pouw Kwi yang tertawa gembira melompat lagi kian kemari dengan jari-jari yang semakin kurang ajar. Bwee Li semakin kalap, dan ketika tubuh wanita itu berkali-kali dijamah tangan Pouw Kwi mendadak Pouw Kwi bersikap kasar merobek pundak wanita itu.

"Brett…!" Bwee Li terpekik. Pedangnya berpindah ke tangan kiri, dan baju di pundak yang terkuak lebar terpaksa ia lindungi dengan tangan kanan. Wanita ini kebingungan, dan.Pouw Kwi yang tertawa bergelak mengibar-ngibarkan sobekan kain dengan muka menyeringai menyebalkan hati.

Kini Bwee Li tak dapat mengendalikan, diri lagi. Ia mengikat baju yang robek sebisanya, dan begitu melihat Pouw Kwi mandangnya sambil tertawa-tawa, tiba-tiba Bwee Li beringas dan melengking menerjang pemuda itu. Dengan pedang dibatkan ke kiri kanan ia bertubi-tubi menghujani tubuh lawannya.

Tapi Pouw Kwi yang tampaknya bergairah melihat pundak yang putih mulus mendadak menyimpan tongkatnya. Sekali membentak pendek dia menyambut bacokan pedang yang mengarah lehernya, begitu pedang tertangkap sekonyong-konyong Pouw Kwi berseru, "Lepas...!" dan Bwee Li tak mampu mempertahankan senjatanya lagi.

Dengan cepat pedang itu telah ditampar Pouw Kwi, dan pedang yang terjatuh di lantai panggung ini membuat Bwee Li terbelalak. Ia kaget, juga marah. Dan melihat pedang jatuh tiba-tiba Bwee Li melompat jauh untuk mengambil pedangnya. Tapi Pouw Kwi benar-benar jahat. Melihat wanita itu hendak mengambil pedangnya dan membalikkan tubuh tahu-tahu dia telah meyambar baju di punggung wanita dan begitu Bwee Li melompat tiba-tiba saja seluruh pakaian wanita ini terkuak lebar dari atas ke bawah. Bwee Li setengah telanjang. Wanita itu memekik, dan punggungnya yang putih mulus tampak menggairahkan ditimpa sinar lampu!

Pouw Kwi tertawa bergelak, dan Bwee Li yang pucat mukanya bergulingan mundur di lantai panggung. Ia benar-benar terhina sekali, dan para tamu yang melihat kejadian di atas panggung itu sama-sama terbelalak. Mereka kagum, tapi juga bergairah. Dan Bwee Li yang melompat bangun kini membelakangi bagian punggungnya dengan mata menyala-nyala.

"Jahanam she Pouw, kau... kau...!" Bwee Li tak mampu meneruskan kata-katanya. Ia marah, juga demikian malu.

Dan Pouw Kwi yang menyeringai di depannya melangkah menggoda. "Ha-ha tinggal sedikit kouwnio Bagian depan dibuka tentu keindahan tubuhmu tak ada yang menandingi lagi!"

Bwee Li mundur-mundur. Ia tak dapat menyerang, karena menyerang berarti melepaskan pegangannya pada baju. Juga pedangnya masih runtuh di atas lantai. Dan bergerak sedikit saja tentu diapun tiga perempat telanjang dihadapan semua orang. Tapi baru Bwee Li diamuk kebingungan, tiba-tiba seorang laki-laki melayang naik.

"Niocu...!"

Semua orang kaget. Mereka melihat seorang laki-laki berpakaian guru silat meluncur di atas panggung itu, dan Pouw Kwi yang terkejut mendengar seruan ini sudah melihat laki-laki itu melompat membantu Bwee Li. Dia menyelimuti Bwee Li dengan baju gerombyongan, melindungi tubuh wanita itu dari rasa malu yang kelewat sangat, dan setelah selesai membantu wanita ini dari pandangan semua orang tiba-tiba laki-laki itu membentak Pouw Kwi,

"Orang she Pouw, kau sungguh jahat-sekali. Kau jahat dan tak tahu malu…!"

Pouw Kwi mendengus. "Kau siapa, tikus busuk?"

"Aku Liok Kam, orang tak bernama yang menjadi suami wanita ini!"

"Ah, kau suami bekas selir Yun hang ini, orang Liok?" Pouw Kwi terbelalak, tapi akhirnya tertawa mengejek. "Hm, kalau begitu apa maumu sekarang?"

Liok Kam melompat maju. "Aku menuntut tanggung jawabmu, orang she Pouw. Karena terang-terangan kau telah, menghina isteriku!"

"Ha-ha, kalau begitu kenapa tidak segera maju saja? Cabut pedangmu, bela isterimu itu dan biar bersama-sama kalian menghadap Giam-lo-ong...!"

Liok Kam marah. Dia mencabut senjata, dan Bwee Li yang sudah melindun tubuhnya dengan baju suaminya juga melompat mengambil pedangnya. Sekarang wanita ini dapat memungut pedangnya kembali dengan leluasa, dan tantangan Pouw Kwi yang merendahkan mereka berdua membuat Bwee Li tak dapat mengendalikan diri lagi.

"Orang she Pouw, kau benar-benar iblis tak berperi-kemanusiaan. Kalau hari ini aku tak mampu membelek dada mu, biarlah aku mampus saja!" dan Bwee Li yang sudah menyerang menggerakkan pedangnya menusuk dada pemuda. Sekarang ada Liok Kam di sampingnya, dan guru silat yang juga marah perbuatan Pouw Kwi ini tiba-tiba membentak dan membantu isterinya, menerjang Pouw Kwi yang tertawa-tawa sambll mencabut tongkat.

"Kalian hendak mati bersama, orang she Liok? Bagus, akan kukabulkan permintaan kalian ini...!"

Pouw Kwi sudah memutar tongkatnya dan dua pedang yang membacok dirinya tiba-tiba terpental ke atas ditangkis tepat. Lalu begitu Bwee Li dan suaminya menerjang lagi Pouw Kwipun sudah berkelebatan di antara sambaran senjata. Dia memandang ringan dua orang lawannya itu. Karena sekali gebrak saja dia melihat kepandaian guru silat she Liok itu temyata tak perlu ditakuti. Make murid Cheng-gan Sian-jin yang sudah melayani dua orang lawannya ini ganti-berganti menangkis pedang.

Mula-mula dia didesak ganas. Tapi setelah Bwee Li berkali-kali mengeluh dengan pedang hampir terlepas dari tangannya dan guru silat she Liok juga menggigit bibir karena tangannya linu maka gebrakan-gebrakan dua orang suami-isteri ini mulai mengendor. Mereka memang masih bekerja sama dengan baik. Artinya kalau Bwee Li menyerang di muka adalah Liok Kam menyerang dibelakang, begitu sebaliknya. Tapi karena bagaimanapun juga tingkat ilmu silat Pouw Kwi masih jauh di atas mereka maka lama kelamaan dua orang suami-isteri ini justru terdesak.

Mereka berkali-kali harus menyeringai pedih oleh tangkisan tongkat yang dirasa terlalu berat. Karena Pouw Kwi yang mengerahkan tenaganya berkali-kali memaksa dua orang suami-isteri itu harus mencekal erat pedang mereka kalau tidak ingin terlepas. Dan Bwee Li dan Liok Kam yang mengakui kelebihan lawan diam-diam mengeluh di dalam hati.

Sebenarnya, ilmu silat yang didapat Bwee Li adalah dari suaminya itu. Karena seperti yang kita ketahui, waktu masih menjadi isteri Yun Chang, wanita cantik ini tidak pandai bermain silat. Hanya setelah bertemu guru silat she Liok itulah Bwee Li belajar silat. Dan didorong dendam sakit hatinya yang menumpuk-numpuk membuat wanita ini maju cepat dibanding orang lain. Ini sesungguhnya yang mengagumkan juga.

Tapi karena Pouw Kwi adalah murid seorang datuk sesat bagaimanapun juga mereka harus mengakui keunggulan lawan. Pouw Kwi melayani mereka sambil tertawa-tawa, sedangkan mereka harus memeras keringat mencurahkan tenaga menghadapi lawan yang bukan tandingannya itu. Maka ketika Pouw Kwi mulai membalas sekarang repotlah suami-isteri ini. Mereka ganti terdesak, dan ketika Pouw Kwi menangkis pedang hampir berbarerng dari kiri ke kanan tiba-tiba Bwee Li menjerit tertahan ketika kaki kanan lawan menendang selangkangannya.

"Dess…!" Bwee Li mengaduh dan wanita yang terguling roboh ini disambut kekeh Pouw Kwi yang tertawa geli.

"Aha, kau kesakitan, Bwee-kouwnio? Uh, aku tadi teringat seranganmu ketika kita bercinta!"

Bwee Li melompat bangun. Ia menerjang lagi, dan menjerit marah ia menubruk ke depan dengan pedang terayun. Sebenarnya ia gusar dan malu sekali oleh tendangan tadi, karena kaki lawan yang menyentuh selangkangannya berbuat tidak sopan dengan jari kurang ajar, tapi karena lawan memang jauh di atas tingkatannya maka Bwee Li menjadi mata gelap. Ia menusuk perut pemuda itu, lalu ketika Pouw Kwi mengegos la pun tiba-tiba menaikkan pedangnya menikam dada.

"Wah...!" Pouw Kwi terbelalak mengejek. Dia melihat pedang menyambar dada kirinya, sementara guru silat she Liok yang juga menyerangnya dari samping menggerakkan pedang membabat kaki. Maka begitu dua orang itu menyerangnya berbareng tiba-tiba Pouw Kwi melompat tinggi dan menampar pedang Bwee Li. Dan begitu dua pedang lewat di bawah kakinya mendadak jari pemuda ini menotok buah dada Bwee Li.

"Tuk…!" Bwee Li tak menghiraukan totokan ini. Dia berkali-kali menerima kekurang-ajaran jari lawannya itu. Dan persis buah dadanya ditotok diusap pemuda ini tiba-tiba Bwee melengking dan menimpuk pedangnya.

"Swing…!" Pouw Kwi kaget bukan main. Dia baru saja mempermainkan wanita cantik maka begitu pedang meluncur deras ke dada kirinya dia jadi terkejut sekali. Dengan bentakan keras dia terpaksa melontar tongkat, dan pedang yang menyambar dada kirinya itu tiba-tiba bertemu nyaring dengan tongkat di udara.

"Trang…!" tongkat terpental pedang Bwee Li yang juga jatuh di lantai panggung mengeluarkan suara bergeletak mengejutkan semua orang. Mereka melihat wanita cantik itu terjengkang roboh, tapi suaminya yang keburu menendang pundak sang isteri ternyata dalam sekejap membebaskan totokan Pouw Kwi, yang memang dilakukan dengan ringan, hanya sekedar melumpuhkan beberapa detik.

Dan Bwee Li yang kalap atas kegagalan timpukannya tadi, sekonyong-konyong memekik bagai serigala dan menyerang membabi buta. Wanita ini tidak menghiraukan lagi semua serangan Pouw Kwi. Ia selalu menyerang dan menyerang, dan Pouw Kwi yang melihat lawannya itu kalap tentu saja terkejut setengah mati.

Guru ailat she Liok ternyata juga mengikuti jejak isterinya, menyerag membabi-buta pula karena maklum mereka pasti kalah. Maka dua orang suami-isteri yang sebentar saja menyerang tanpa menghiraukan keselamatan diri sendiri itu membuat Pouw Kwi terbelalak. Tongkatnya tidak ada lagi di tangan jatuh ketika menangkis timpukan tadi. Dan Pouw Kwi yang melihat dua orang suami-isteri ini tak menghiraukan keselamatan nyawa sendiri tiba-tiba membentak nyaring.

Dia menangkis sana-sini, mempergunakan kaki tangannya. Lalu begitu Bwee memungut pedang dan menyerangnya membabi-buta mendadak pemuda ini melepas pukulan Hek-in-ciang. Itu adalah pukulan yang diwarisinya dari gurunnya pertama, Ang-i Lo-mo. Dan persis pedang wanita ini menghantam lehernya mendadak Pouw Kwi berteriak keras dan mengangkat lengan kirinya.

Pedang Bwe yang ditangkis dengan cepat tahu-tahu bertemu pukulan Hek-in-ciang, Bwee Li yang melihat sinar hitam menampar pedangnya terbelalak lebar, tidak tahu apa yang terjadi, tapi ketika tangannya bertolak ke belakang pedangnya lepas dihantam pukulan Hek-in-ciang tiba-tiba wanita itu menjerit tertahan dan terjengkang roboh. Pedangnya membalik, menusuk dadanya sendiri. Dan persis Bwee Li mengeluh tahu-tahu ujung pedang sudah menancap di tengah-tengah buah dadanya!

"Crep..." Bwee Li tak dapat mengelak lagi. Wanita cantik itu memekik, dan pedang yang amblas hampir setengahnya ini membuat Bwee Li terpelanting roboh di atas panggung. Ia tak dapat melawan lagi, dan Bwee Li yang mandi darah di lantai panggung terkapar pucat disambut pekik suaminya.

"Niocu...!" tapi kaki Pouw Kwi bergerak lebih cepat. Guru silat she Liok yang kaget bukan main dan hendak menubruk isterinya itu tahu-tahu tubuh guru silat she Liok ini sudah terbang ke luar pangggung.

"Bruk...!" Liok Kam terguling-guling. Guru silat itu terbanting keras, tapi semangatnya tak kenal menyerah membuat guru silat ini sudah bangun kembali dan melayang ke atas panggung. Dia menyerang Pouw Kwi membabi-buta, dan Pouw Kwi yang marah oleh kenekatan lelaki ini mengerahkan Hek-in-ciangnya menghantam dada Liok-kauwsu.

"Orang she Liok, kau mampuslah...blek!"

Liok Kam menjerit. Dia telak terhantam pukulan lawan, dan Hek-in-ciang yang telah melukai dada laki-laki ini membuat Liok-kauw itu terpelanting roboh dan muntahkan darah segar. Dia menggulingkan diri menjauh, tapi Pouw Kwi yang geram oleh tingkah lawannya ini menyusuli lagi dengan sebuah pukulan. Tak ayal guru silat she Liok ini mengeluh, dan ketika kembali Hek-in-ci-ang mengenai lehernya diapun memekik dan roboh di dekat Bwee Li!

Sekarang sepasang suami-isteri itu terkapar di panggung luitai. Dan Pouw Kwi yang melihat Liok Kam belum juga tewas tiba-tiba tertawa geli. Dia mengerahkan lagi pukulan Hek-in-ciang-nya, bermaksud menghabisi nyawa guru silat itu dengan serangan terakhir. Tapi baru dia menggerakkan lengannya tahu-tahu Ciok-thouw Taihiap membentak dan berkelebat menangkis.

"Jahanam she Pouw, jangan tumpahkan darah lagi...plak!" dan Pouw Kwi yang terjengkang roboh berteriak kaget menerima tangkisan pendekar sakti ini. Dia terbelalak, mau manyerang lawan. Tapi melihat bahwa yang melakukan tangkisan itu adalah Pendekar Kepala Batu sendiri mendadak pemuda ini tertegun dan melangkah mundur.

Ciok-thouw Taihiap sudah membantu guru silat she Liok, menotok sana-sini membebaskan orang dari sesak napas. Dan Bwee Li yang juga ditolong oleh pendekar besar ini sudah mendapat totokan di sekitar dadanya. Wanita ini paling berat penderitaannya, karena pedang yang menanancap di dadanya itu dalam sekali, separoh lebih. Maka Bwee Li yang melihat pendekar ini membantu dirinya tiba-iba mengeluh, tersenyum getir.

"Ciok thouw Taihiap, tak perlu lagi… aku akan mati, lukaku terlalu dalam…!" Bwee Li terengah-engah, melepaskan diri dari papahan ketua Beng-san-pai itu untuk mendekati suaminya. Lalu beringsut gemetar dua orang suami-isteri ini saling peluk.

"Suamiku, kau terluka...?" Bwee Li terisak.

Liok Kam mencoba senyum. Dia menyeringai pedih, tapi menghibur sang isteri, dia pura-pura menggeleng. "Lukaku tidak seberapa niocu. Tapi kau, ah…!"

Bwee Li terisak sedih. "Aku pantas mati, suamiku… tapi kau... kenapa kau menyusul....?"

Guru silat ini membelai rambut isterinya. "Anak kita menangis terus, aku tak dapat mendiamkannya...!"

Bwee Li mendadak tersentak. "Dimana kau tinggalkan dia, suamiku?"

Liok Kam mau menjawab, tapi batuk yang tiba-tiba menyesakkan dadanya tak mampu membuat guru silat ini bicara. Dia kejang-kejang, lalu ketika Bwee Li mengguncang pundaknya sekonyong-ko-nyong guru silat she Liok ini mengeluh dan terguling roboh. Dia pingsan akibat racun Hek-in-ciang, dan Bwee Li yang terbelalak melihat keadaan suaminya ini tiba-tiba juga ikut roboh. Wanita itu menggapai-gapai, menyenyebut nama suaminya. Tapi rasa nyeri yang amat sangat menusuk dadanya tiba-tiba Bwee Li berkelojotan. Dia kesakitan sangat, dan Ciok-thouw Taihiap yang tak tahan oleh penderitaan wanita cantik itu tiba-tiba menotok lehernya.

"Bwee-kouwnio, tenanglah...!"

Bwee Li menggeliat. Dia masih berkeojotan, tapi melihat Ciok-thouw taihiap kembali membantunya tiba-tiba wanita ini mengerang gemetar, "Ci-thouw Taihiap, dapatkah kau menongku sebentar?"

"Hm, apa yang hendak kau katakan, kouwnio?"

Bwee Li merogoh sesuatu di balik baju dalamnya. Ia mengeluarkan sebuah surat kumal dengan jari menggigil, lalu menyerahkannya dengan gigi berkeretekan, Bwee Li berkata, "Ini... ini tolong serahkan kepada Yap-goanswe, taihiap tolong berikan itu padanya. Aku... aku... menukar anak Tok-sim Sian-li…!" dan begitu kata-katanya habis mendadak Bwee Li terguling roboh untuk selama-lamanya. Ia tewas setelah memberikan pesannya yang terakhir kepada Ciok thouw Taihiap yang mengerutkan alisnya menarik napas panjang.

Dia menyimpan surat itu, meletakkan baik-baik mayat wanita cantik ini. Lalu berdiri dengan muka keruh dia memandang ketua Gelang Berdarah. "Hiat-goan-pangcu, bolehkah satu permintaan kuajukan di sini?"

Ketua Gelang Berdarah bangkit berdiri. "Apa yang hendak kau minta, Ciok-thouw Taihiap?"

Ciok-thouw Taihiap menuding mayat Bwee Li. "Aku monghendaki guru silat ini diperbolehkan keluar baik-baik membawa isterinya. Siapa yang hendak menambah penderitaan bagi mereka berdua?"

Ketua Ge-ang Berdarah tersenyum. "Guru silat itu tak dapat ditolong lagi, Beng-san-paicu. Untuk apa dibawa ke luar? Tapi kalau kau menghendaki begitul baiklah. Aku tak keberatan memenuhi permintaan ini…!" dia menggapaikan lengannya dia berkata pada sang murid, "Lun-ji, suruh beberapa orang membantu guru silat she Liok itu, membawa mereka ke luar dengan baik-baik dan Kui Lun yang bangkit dari duduknya juga mengangguk.

Dia memerintahkan dua orang pembantu Gelang Berdarah mengurus suami isteri itu, dan para tamu yang sejak awal sudah dicekam oleh ketegangan berturut-turut kini terbelalak ke atas panggung. Mereka melihat Ciok-thouw taihiap menyadarkan guru silat she Liok yang akhirnya siuman dengan muka pucat. Dan melihat guru silat itu gemetar memandang mayat isterinya semua tamu tiba-tiba saja menjadi terharu. Bagaimanapun, kejadian yang demikian tragis di depan mata itu tak dapat mereka diamkan saja, dan Liok-kauwcu yang mengguguk menangisi mayat isterinya membuat semua tamu termenung.

Begitulah nasib yang menimpa bekas selir Yun Chang ini. Tewas dengan malu dan hinaan yang sangat. Mereka menarik napas panjang. Liok-kauwsu bermaksud menolong isterinya, tapi dia malah terlibat dan luka parah. Siapa tidak iba menyaksikan nasib buruk guru silat ini? Tapi akhirnya Liok Kam menghentikan tangisnya. Dia sudah disadarkan Ciok-thouw Taihiap, diminta turun dan keluar baik-baik atas ijin ketua Gelang Berdarah.

Dan Liok Kam yang melihat dua orang pembantu Gelang Berdara sudah menantinya di pintu keluar akhirnya memanggul dan terseok-seok melangkah ke luar. Mayat Bwee Li dia pondong di atas pundak, berjalan dengan air mata bercucuran. Dan para tamu yang melihat kejadian menyayat itu ada diantaranya yang ikut menangis. Sungguh menyedihkan!

Tapi panggung di tempat luitai kini menarik perhatian mereka kembali. Liok-kauwsu sudah pargi, tak tampak orangnya lagi. Dan Ciok-thouw Taihiap yang sudah memutar tubuh menghadapi ketua Gelang Berdarah.

"Hiat-goan-pangcu, apakah pertandingan babak tiga bisa diteruskan lagi?"

Ketua Gelang Berdarah itu mengebutkan lengannya. "Tentu saja! taihiap. Apa Kim-sin totiang sudah menyiapkan diri?"

Ketua Kong-thong itu melompat maju, "Aku sudah siap, Hiat-goan-pangcu, kalau orang she Pouw itu tidak letih boleh hadapi pinto!"

"Hm..." ketua Gelang Berdarah mengerutkan alis. "Kau siap menghadapi Kim-sin San-jin, saudara Pouw Kwi? atau kau ingin beristirahat dulu?"

Pouw Kwi tertawa menyeringai. "Aku siap menghadapi siapapun, pangcu. Tidak perlu beristirahat menghadapi hidung kerbau dari Kong-thong-pai ini!"

Kim-sin San-jin merah mukanya. Dia diejek "kerbau", sebutan bagi para tosu yang popular di kalangan mereka. Tapi Kim-sin San-jin yang menggoyang pedangnya itu sama sekali tidak terpengaruh ejekan ini. Dia bersikap kaku, dingin dan tenang memandang lawan. Dan Pouw Kwi yang sudah melompat ke depan mencabut tongkat ularya.

"Kau tetap memberiku jurus, Kim-sin San-jin?" Pouw Kwi mengejek, memandang rendah tosu itu, tapi sebetulnya bersiap-siap memasang kewaspadaan.

Dan Kim-sin San-jin tersenyum dingin mencekal erat pedangnya. "Pinto sudah berjanji, orang she Pouw. Kau mulailah jika ingin segera memulai pertandingan ini,"

"Bagus, kalau begitu berhati-hatilah, Kim-sin San-jin. Aku akan menikmati tiga jurus seranganku yang pertama dan Pouw Kwi yang sudah tertawa itu tahu-tahu menggerakkan tongkatnya menghantam kepala Kim-sin San-jin.

Kim-sin San-jin mengelak, melangkah mundur setindak. Lalu begitu tongkat lewat di atas kepalanya tiba-tiba ketua Kong-thong ini menggerakkan pedangnya. "Trang!" tongkat dan pedang beradu menimbulkan suara nyaring tanpa letikan bunga api. Tapi Kim-sin San-jin yang mengerahkan sinkangnya dalam tangkisan ini sengaja menjajal tenaga lawan mengejutkan Pouw Kwi. Pemuda itu terbelalak kaget, tangannya tergetar.

Tapi Pouw Kwi yang sudah mainkan tongkatnya tiba-tiba tertawa mengejek dan menyerang bertubi-tubi. Dia mendapat kesempatan tiga jurus cuma-cuma, maka Kim-sin San-jin yang tidak boleh menyerang kecuali menangkis itu sebentar saja dicecar permainan tongkat lawan. Dan Kim-sin .San-jin mulai mengeluarkan kepandaiannya.

Pouw Kwi menyerangnya dengan gerakan cepat laik turun bertubi-tubi. Tapi Kim-sin San-jin yang berkelebat mengerahkan ginkangnya itu berhasil dengan baik mengelakan semua serangan. Lalu begitu tiga jurus berakhir ketua Kong-thong inipun berseru, "Orang she Pouw, kesempatanmu telah habis…!"

Pouw Kwi tertawa "Terserah kau Kim-sin San-jin. KaIau mau mengalah lagi tiga jurus akupun sedia menerimanya!" dan Pow Kwi yang mulai mendapat balasan ketua Kong-thong ini tidak tertawa lagi. Dia mendapat tusukan dan tikaman beranting, susul-menyusul bagai ikan menari-nari. Tapi Pouw Kwi yang maklum kelihaian ketua Kong-thong ini tidak berani memandang rendah. Mereka sekarang saling serang dan pukul, terlihat dalam pertarungan sungguh-sungguh.

Dan Kim-sin San-jin yang menggerakkan pedangnya memainkan ilmu silat pedangnya yang diandalkan Kong-thong Kiam-sut yang dulu mengangkat nama besar partai Kong-thong-pai. Tapi lawan yang temyata cukup lincah melayani serangannya ini berhasil menyelamatkan diri dengan baiknya. Pouw Kwi, berhasil mengglak atau menangkis, dan tongkat serta pedang yang berkali-kali saling bentur membuat keduanya maklum akan sinkang masing-masing pihak.

Ternyata Kim-sin San-jin menang dalam hal ini. Ketua Kong-thong itu memiliki sinkang sedikit di atas lawannya, dan Pouw Kwi yang diam-diam terkejut oleh kekuatan sinkang lawan mulai gelisah. Dia mencari kelemahan tosu tua itu, memutar tongkat sambil berkelebatan kesana kemari. Tapi Kim-sin San-jin yang mulai banyak mengadu tenaga membuat Pouw Kwi gemas.

Sebenarnya, dalam ilmu Kim-sin San-jin jauh lebih matang. Maklum, jelek-jelek tosu itu adalah ketua Kong-thong, yang mendalami silat pedangnya sampai puluhan tahun. Tapi Pouw Kwi yang memiliki lebih dari satu macam ilmu silat membuat pertandingan berjalan seru. Pemuda itu dulunya adalah murid Ang-i Lo-mo, di mana dia telah mewarisi pukulan Hek-in-ciang atau Hek-tok-ciang. Dan Ang-i Lo-mo, yang jelek-jelek juga memiliki sihir Sin-gan Hoat-lek mewariskan pula ilmu hitam ini pada muridnya.

Tapi Pouw Kwi yang telah mencampur-adukkan ilmunya menggabungkan apa yang dia dapat dengan ilmu gurunya yang terakhir. Cheng-gan Sian-jin yang memiliki pukulan Tok-hiat-jiu sekaligus Sin-gan-i-hun-to itu, Dan Pouw Kwi yang mulai marah oleh desakan lawannya ini mulai berpikir untuk mempergunakan ilmu silat gabungan.

Maka begitu Kim-sin San-jin menyerang semakin gencar dan mendesaknya bertubi-tubi pemuda inipun melompat sana-sini menggerakkan tongkatnya. Sementara tangan kiri yang kosong tanpa senjata mulai berubah kehitaman oleh pengerahan tenaga Hek-in-ciang. persiapan tanda dimulainya pukulan maut! Tapi Pouw Kwi yang berkelebatan di antara sambaran pedang masih belum tergesa-gesa melepaskan pukulannya.

Ia masih mencoba bertahan dengan tongkat di tangan, tapi ketika serangan-serangan semakin menghebat dan pedang di tangan Kim-sin San-jin bercuitan menyambar dirinya mulailah Pouw Kwi berteriak. Dia menangkis pedang yang menikam lambungnya, lalu ketika Kim-sin San-jin mendorongkan lengan kiri menghantam dengan pukulan sinkang, Pouw Kwi mengerahkan Hek-tok-ciangnya.

"Kim-sin San-jin, kau tosu bau, terimalah tangkisanku... dess!"

Dan Kim-sin San-jin yang berseru perlahan terhuyung setindak dengan muka kaget. Ia merasa lengannya panas, dan juga gatal. Dan Kim-sin San-jin yang maklum orang mulai mengeluarkan pukulan beracun tiba-tiba melengking tinggi dan memutar-mutar pedang. Dia sendiri lalu menelan sebutir obat penolak racun, dan Pouw Kwi yang melihat tosu itu tidak terpengaruh Hek-tok-ciangnya jadi terkejut di dalam hati.

Dia sudah mencoba pukulan pertama, tapi Kim-sin San-jin rupanya mampu melindungi diri dengan baik dari serangan Hek-tok-ciangnya. Maka ketika tosu itu menerjang kembali dengan pedang semakin bertubi-tubi Pouw Kwi pun mencoba ilmunya yang ke dua! Sin-gan Hoat-lek yang sekaligus dicampur Sin-gan-i-hun-to yang baru diwarisinya dari Cheng-gan Sian-jin. Maka begitu pedang tosu ini meluncur bertubi-tubi ke arahnya tiba-tiba Pouw Kwi temutar tongkat sambil membentak,

"Kim-sin San-jin, lempar pedangmu itu. Kau tak dapat menggerakkannya dengan baik...!"

Tapi Kim-sin San-jin tertawa mengejak. Dia merasa bentakan yang berbau sihir itu. Tapi karena sinkang tosu ini masih di atas lawan dia hanya terpengaruh sekejap. Sama sekali tidak melempar pedang seperti yang diminta Pouw Kwi. Dan Kim-sin San-jin yang maklum lawan mempergunakan kekuatan Imu hitam tiba-tiba malah tertawa dingin. "Orang she Pouw, jangan coba-coba pengaruhi pinto. Sihirmu tidak kuat bagiku. Percuma...!"

Pouw Kwi mendesah. Dia memang melihat tosu Kong-thong itu tak terpengaruh sama sekali oleh bentakan sihirnya. Maklum bahwa tenaga sinkang lawan masih sedikit di atas tenaganya sendiri. Dan Pouw Kwi, yang mengalami kegagalan dalam bentakan ini tiba-tiba melengking marah. Dia mencecar tosu itu dengan pukulan tongkatnya. Tapi Kim-sin San-jin yang menjengekkan hidung menangkis semua serangan itu dengan baik.

Sejenak mereka saling tangkis dan kelebatan di tubuh lawan, lalu Pouw Kwi yang mengayunkan lengan kirinya tiba-tiba menyerang kembali dengan pukulan Hek-tok-ciang. Dia menghantam lambung tosu itu, lalu ketika Kim-sin San-jin menangkis lengan dengan lengannya sendiri tiba-tiba Pouw Kwi mengayunkan kaki menendang dagu tosu itu.

"Kim-sin San-jin, hati-hati...!"

Ketua Kong-thong itu tertawa mengejek. Dia membalikkan pedang membacok kaki lawan, dan Pouw Kwi yang menenendang dagu tosu itu tiba-tiba menyelewengkan kakinya menghantam pergelangan tengan. Dia tidak lagi menendang dagu, dan Kim-sin San-jin yang terkejut perubahan mendadak ini berseru keren sambil memutar tubuh.

"Plak-dess,"

Pouw Kwi tertawa menghina. Dia berhasil menipu tosu itu dengan tendangan kakinya, dan pedang Kim-sin San-jin yang terpental miring tiba-tiba disambar tongkat. "Kim-sin San-jin, lepaskan pedangmu...!"

Tosu itu terbelalak. Dia baru tergetar, tak sempat lagi memutar lengan. Maka ketika pedangnya dipukul tongkat tosu inipun mengerahkan tenaga mengadu kekuatan. "Dess!' masing-masing berseru tertahan, Pouw Kwi terbelalak dengan telapak pedih di tangan sedangkan Kim-sin San-jin hampir melepaskan pedang degan tubuh terhuyung. Tosu ini melolot dan marah oleh tipuan lawan, mendadak dia mengayunkan kaki membalas tendangan lawan.

"Orang she Pow, lepaskan tongkat!"

Pouw Kwi terkejut. Dia masih tergetar, gagal dalam serangannya tadi, ia melihat tosu ini menendang tongkatnya diapun menjadi nekat dan bersekeras. Tongkat yang ditendang Kim-San-jin dia biarkan menerima serangan lawan, tapi pedang di tangan tosu itu dia pukul dengan telapak tangan kirinya, mempergunakan Tok-hiat-jiu! Maka begitu kedua senjata sating dipukul keduanya terlempar roboh dengan pekik ditahan.

"Bress-plak!"

Kim-sin San-jin terguling. Ketua Kong-thong ini terlepas pedangnya, jatuh menerima tamparan Tok-hiat-jiu. Tapi Pouw Kwi yang dihantam tendangan tosu ini terlempar jauh dengan tongkat mencelat! Pemuda itu berseru kaget, dan menggelindingkan tubuh secepat kilat dia menyambar kembali tongkatnya yang lepas. Lalu, begitu melompat bangun tahu-tahu dia menghantam kepala tosu itu dengan tongkat ularnya!

Tapi, Kim-sin San-jin rupanya tak kalah tangkas. Ketua Kong-thong ini juga telah menyambar pedangnya, dan begitu lawan menghantam kepalanya tosu inipun membentak nyaring dan melompat bangun. Dia menangkis serangan tongkat dengan pedang sepenuh tenaga, tapi Pouw Kwi yang menyeringai aneh sekonyong konyong menggencet ekor tongkat.

Tanpa dilihat seorangpun tahu-tahu sebatang jarum hitam melejit ke dada tosu ini, begitu dua senjata saling bentur tiba-tiba Kim-sin San-jin berteriak terguling roboh. Tosu itu mendekap dadanya, kaget oleh kecurangan lawan. Dan Pouw Kwi yang tertawa bergelak oeh hasil serangannya ini tiba-tiba meneruskan tongkatnya memukul leher tosu itu.

"Dess!" Kim-Sin San-jin mengeluh. Ia berhasil miringkan kepala, tapi tongkat yang ganti menghantam pundaknya membuat tosu itu mendelik dengan tubuh roboh terguling. Dia memaki kecurangan pemuda itu, tapi Kim-sin San-jin yang terkena jarum beracun tiba-tiba berkelojotan dan ambruk ke lantai. Dia menuding-nuding, mengeluarkan suara tidak jelas. Begitu lengannya terkulai tiba-tiba saja ketua Kong-tong ini telah tidak bergerak lagi untuk selama-lamanya. Tewas!

Semua orang menjadi gempar. Mereka tidak melihat serangan jarum hitam itu. Tapi Pek-mauw Sian-jin yang dapat menduga keadaan tahu-tahu melayang naik dengan penuh kemarahan. Dia tidak melihat serangan itu. Maklum, jarak terlalu dekat dan meluncumya jarum juga tiba-tiba sekali. Namun muka Kim-sin San-Jin yang mendelik dengan warna kehijauan membuat ketua Kun-lun ini tahu apa yang terjadi. Serangan gelap! Maka Pek-mauw Sian-jin yang marah oleh perbuatan pemuda itu sudah membentak gusar,

"Orang she Pouw, kanapa kau mempergunakan racun?"

Pouw Kwi melangkah mundur, Dia menyeka keringat, tertawa mengejek melihat kemarahan ketua Kun-lun itu. Namun menyimpan tongkat dia balik bertanya, "Pek-mauw Sian-jin, apa maksud pertanyaanmu ini? Apakah kemenanganku hendak kau batalkan?"

Pek-mauw Sian-jin mengepal tinju. "Aku tidak bermaksud membatalkan kemenanganmu, orang she Pouw. Tapi kau tidak sah dalam pertandingan ini. Kau melakukan kecurangan, mempergunakan racun...!" Pouw Kwi mengeringai dingin. "Hm, apa arti kata-katamu ini, Pek-mauw Sian-jin? Dengan lain kata kau tidak mengakui kekalahan pihakmu?"

"Tentu saja! Bukankah kemenanganmu ini kau peroleh secara curang?"

Pouw Kwi mau menjawab, tapi ketua Gelang Berdarah yang tiba-tiba melomat maju berseru keras, "Pek-mauw Sian-jin, kau tidak berhak mengeluarkan pendapat tentang sah tidaknya sebuah pertandingan. Pibu dilakukan dengan jujur. Saudara Pouw Kwi tidak curang!"

Pek-mauw Sian-jin terkejut. "Apa katamu, Hiat-goang-pangcu? Pemuda itu tidak melakukan kecurangan?" lalu marah oleh ucapan ketua Gelang Berdarah ini Pek-mauw Sian-jin tiba-tiba membalik mayat Kim-Sin San-jin. Dia mencari-cari penyebab kematian itu, lalu mendapat sebuah jarum di dada kiri ketua Kong-thong ini Pek-mauw Sian-jin sudah mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Nah, lihat, pangcu. Apakah bukti kecurangan bocah ini masih dapat kau anggap jujur? Masihkah pibu ini sah menjadi kemenangan pemuda itu?"

Ketua Gelang Berdarah tertawa dingin. "Itu bukan bukti yang meyakinkan, Pek-mauw Sian-jin. Justru jarum itu menunjukkan kebodohan Kim-sin San-jin yang roboh oleh lawannya. Saudara Pouw Kwi tidak curang, karena dalam perjanjian pibu tidak dikatakan siapa boleh mempergunakan jarum beracun atau tidak!"

Pek-mauw Sian-jin tertegun. Dia pucat, memandang ketua Gelang Berdarah ini dengan mata terbelalak. Dan ketua Gelang Berdarah sendiri yang sudan menghadap tamunya bertanya dengan suara lantang, "Saudara-saudara, cuwi enghiong yang terhormat, benarkah tuduhan Kun-lun-paicu tadi bahwa pihak kami melakukan kecurangan? Tidak sahkah kemenangan yang diperoleh saudara Pouw Kwi atas robohnya ketua Kong-thong ini?"

Lalu melihat semua tamu tertegun Ketua Gelang Berdarah itupun sudah melanjutkan lagi, "Dan kutekankan di sini bahwa aku menolak tuduhan itu, cuwi enghiong yang terhormat. Karena dalam pibu ini sama sekali tidak dinyatakan seseorang boleh mempergunakan senjata peracun atau tidak. Maka saudara Pouw Kwi yang berhasil mengalahkan lawannya dengan segala kecerdikannya adalah sah berdiri sebagai pemenang! Siapa hendak menyangkal?"

Para tamu terbengong. Mereka memang mengakui bahwa pibu yang diadakan dua pihak ini sama sekali tidak menyinggung-nyinggung masalah senjata beracun atau tidak. Dan, peraturan tentang itu menang tidak ada. Jadi kalau salah satu roboh karena kelihaian pihak lain maka tentu saja pertandingan itu sah menjadi milik yang menang. Tidak perduli cara apa yang digunakannya! Maka Pek-mauw Sian-jin yang melotot di atas panggung menjadi merah padam mukanya. Dia harus mengakui itu, mengakui peraturar yang, kurang lengkap. Dan robohnya Kim-sin San-jin oleh kecurangan pemuda itu memang boleh dianggap sebagai "kebodohan" ketua Kong-thong itu. Yang kurang waspada dan hati-hati terhadap muslihat lawan!

Pek-mauw Sian-jin tak dapat bicara lagi. Dia marah, melihat betapa lihai dan liciknya pihak komplotan ketua Gelang Berdarah itu. Tapi debat sang ketua Gelang Berdarah yang memang tak dapat dibantah akhirnya membuat ketua Kun-lun-pal ini tak mampu bicara apa-apa. Dan Cheng-gan Sian-jin yang tiba-tiba bangkit berdiri mendadak tertawa bergelak mengejek tosu itu.

"Pek-mauw Sian-jin, sebaiknya kau berhati-hati sebelum melakukan protes terhadap kami. Pihakmu kalah sekali, kenapa berkaok-kaok persis kambing kebakaran jenggot?"

Pek-mauw Sian-jin mendelik gusar. "Jangan mengejek, Cheng-gan Sian-jin. Aku hanya bicara melihat sesuatu yang menjijikkan di depan umum!"

"Ha-ha, tapi kau tetap kalah, bukan? Sudahlah, duduk kembali dan saksikan pertandingan berikutnya dengan baik-baik. Kalau mau memprotes tentang senjata beracun sebaiknya sekarang kau ajukan peraturan baru agar pihakmu tidak penasaran!"

Pek-mauw Sian-jin tak jadi melompat turun. Dia memandang ketua Gelang Berdarah, lalu berkata nyaring dia bertanya, "Hiat-goan-pangcu, apakah peraturan pibu tidak diadakan perbaikan?"

"Maksudmu tentang penggunaan senjata beracun, Sian-jin?" ketua Gelang Berdarah mengejek dingin. "Kau takut dengan penggunaan senjata begini?"

Pek-mauw Sian-jin menjublak. Tapi Ciok-thouw Taihiap yang tita-tiba Bengkit berdiri berieru keras, "Sian-jin, tak perlu memintakan keringanan. Pertandingan tinggal tiga, kenapa harus takut senjata beracun?" lalu memandang Cheng-gan Sian-jin. Ketua Beng-san-pai itu sudah melayang naik. "Hiat-goan-pangcu, tak perlu banyak cakap lagi. Pihakmu kali ini menang. Sekarang suruhlah orang berikutnya maju!" dah Pendekar Kepala Batu yang berkilat-kilat matanya itu mencorong menghadapi Cheng-gan Sian-jin. Dia siap menghadapi datuk iblis itu, yang telah membunuh muridnya di depan mata.

Dan Cheng-gan Sian-jin yang merasa mendapat tantangan tiba-tiba berkelebat ke depan mengajukan diri. "Ha-ha, Ciok-thouw Taihiap rupanya tak sabar, pangcu. Kalau begitu boleh aku maju sebagai orang ke empat!"

Tapi, ketua Gelang Berdarah buru-buru mengulapkan lengannya. "Ciok-thouw Taihiap, Cheng-gan Sian-jin, tolong kalian Mundur dulu. Pertandingan ke empat akan diisi oleh muridku sendiri. Apa kalian tidak malu melawan orang muda?"

"Hm, tapi kami sudah berhadapan, pangcu. Biar kujajal setan tua ini sebelum muridmu maju...!"

Ketua Gelang Berdarah tetap menggeleng. Dia menyambar pundak Cheng-gan Sian-jin, dan tertawa lebar dia melunakkan kemarahan dua jago yang siap tempur itu. "Cheng-gan Sian-jin tolong mundur dulu. Kesempatan untuk kalian terbuka. Jangan buru-buru...!" dan ketua Gelang Berdarah yang mendekatkan telinganya, itu berbisik perlahan, "Sian-jin, ingat rencana kita! Jangan terjebak kemarahan ketua Beng-san-pai itu!" dan Cheng-gan Sian-jin yang tampak sadar tiba-tiba menyeringai dan menganggukkan kepala.

"Baiklah, aku memenuhi permintaan pangcu. Tapi beri tahu ketua Bang-san-pai itu agar jangan besar mulut kalau bicara!"

Ciok-thouw Taihiap menggereng. Dia sudah memasang kuda-kuda memandang beringas kepada iblis tinggi besar itu. Namun ketua Gelang Berdarah yang tersenyum telah menjura di depannya.

"Ciok-thouw Taihiap, mohon tenangkan marahmu, Cheng-gan Sian-jin sudah mundur, tolong kau duduk dulu untuk menyaksikan pertandingan babak ke empat. Kita masih ada kesempatan, bukan?"

Ketua Beng-san-pai ini terpaksa menahan kemarahannya. Dia melihat Pek mauw sian-jin juga berdiri menengah dan ketua Kun-lun yang mengedipkan mata itu berkata, "Souw-tathiap, tolong kendalikan amarahmu. Pinto harus mengajukan Hek Kong melawan murid Hiat goan-pangcu dalam pertandingan babak ke empat. Kau setuju, bukan?"

Pendekar besar ini tiba-tiba sadar. Dia melompat turun, diikuti Pek mauw Sian-jin yang sudah mencari-cari si muka hitam. Tapi Ciok-thouw Taihiap yang menggelengkan kepalanya itu berkata tegas, "Sian-jin, Hek Kong jangan diajukan dalam pibu babak ke empat ini. Dia sudah ada lawannya!"

Pek-mauw Sian-jin terkejut. "Eh, maksudmu, taihiap? Bukankah...?"

"Hm, jangan berdebat tentang ini. Kalau ingin tahu kau tanyalah Pek-kut Hosiang-lo-suhu. Dia tentu sependapat denganku!"

Pek-mauw Sian-jin terbelalak. Dia jadi penasaran, dan Hui-to Lojin yang mendengar mereka saling berdebat tia-tiba juga sudah melompat mendekat. Dia bertanya seperti yang dikatakan ketua Kun-lun-pal itu, "Souw-taihiap, babak ke empat ini akan diisi oleh Hek Kong, bukan?"

Tapi Ciok-thouw Taihiap menggeleng "Tidak, Lojin. Justru kaulah yang harus menghadapi murid ketua Gelang Berdarah itu!"

"Eh…?" Hui-to Lojin terkejut. Kenapa begini, taihiap? Bukankah...."

Tapi Ciok-taihiap sudah mengulap lengannya. Dia terpaksa mengerahkan ilmunya Coan-im-jip-bit, dan agar ketua Hoa-san itu tidak tersinggung berbisik. "Lojin, Hek Kong bukan orang lain. Dia Pendekar Gurun Neraka yang sedang menyamar membantu kita…!"

Maka Hui-to Lojin yang jadi tertegun kontan terbengong dibuatnya. Tokoh Hoa-san ini mendelong, dan Pek-maw Sian-jin yang juga sudah mendengar bisikan itu tiba-tiba menjublak dengan mata terbelalak. Tapi Hek Kong tiba-tiba muncul, tertawa ha-ha-he-he.



Pendekar Kepala Batu Jilid 31

PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 31
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Pendekar Kepala Batu Karya Btara
CHENG-GAN SIAN-JIN menggereng. "Tapi itu urusan muridku, Pek-kut Ho-siang. Apa hendak kau bilang bukan persoalanku?"

"Hm, sekarang dia muridmu, Cheng-gan Sian-jin. Tapi bukankah sebelumnya saudara Pouw Kwi adalah murid Lomo? Siapa menjamin dia muridmu seratus persen?"

Cheng-gan Sian-jin terpaksa mengakui. Dia melotot, dan Pek-kut Hosiang yang sudah mengebutkan jubahnya berkata tenang menghadap sang ketua Gelang berdarah, "Hiat-goan-pangcu, kukira adalah urusan pribadi dua orang laki perempuan. Bagaimana jika kita serahkan sepenuhnya kepada yang bersangkutan....?"

Ketua Gelang Berdarah mengerti. Dia maklum siapa yang dimaksud dengan "yang bersangakutan" itu. Maka menoleh pada Pouw-kwi dia bertanya, "Saudara Pouw Kwi, benar kau dapat membereskan urusan ini?"

Pouw Kwi tertegun. Dia tentu saja gugup, tapi mengeraskan dagu tiba-tiba mengejek. "Tentu saja, pangcu. Kenapa aku tak dapat menyelesaikan urusan ini? Wanita siluman ini datang-datang menuduh, dan kalau dia dapat membuktikan tuduhannya tentu aku tidak akan menyangkal!"

Ketua Gelang Berdarah sekarang melangkah mundur. Dia membert isyarat kepada Cheng-gan Sian-jin dan datuk iblis yang juga melompat mundur kembali ke kursinya dengan muka merah menyala. Dia sebenarnya marah bukan main kepada wanita cantik yang telah menghinanya di depan umum itu. Mengatakannya secara terang-terangan betapa dia berjina dengan murid perempuannya sendiri! Tapi maklum urusan sekarang berada di tangan Pouw Kwi dia mencoba untuk mengendalikan kemarahannya. Sementara Pek-kut Hosiang, yang melihat dua orang tokoh besar itu melangkah mundur juga lalu melayang turun setelah sebelumnya memberi hormat kepada mereka.

Sekarang Pouw Kwi kembali berhadapan dengan Bwee Li, dan bekas selir Yun Chang yang cantik tapi berapi-api mukanya itu menudingkan pedangnya. "Orang she Pouw, bukti apalagi yang hendak kau minta dariku? Bukankah lukamu itu jelas merupakan bukti satu-satunya?"

Pouw Kwi melotot dingin. "Kau menyebut-nyebut tentang luka. Lalu luka apa yang kau maksudkan, wanita rendah? Dan adakah saksi yang melihat perbuatan kala itu?"

Bwee Li tertegun. Tentu saja untuk pertanyaan ini dia tak mampu menjawab. Karena tak ada bukti yang melihat perbuatan pemuda itu. Satu-satunya bukti, satu-satunya orang yang melihat perbuatannya dengan pemuda ini adalah Raja Muda Yun Chang sendiri. Tapi karena raja Muda itu telah tewas dalam peperangan, tentu saja Raja Muda itu tak dapat diajukan sebagai bukti. Mana mungkin membawa orang mati sebagai saksi hidup? Bwee Li menggertakkan gigi. Dia melihat betapa liciknya pemuda ini, juga licin dan tangkas berbicara.

Tapi Bwee Li tak putus asa. Sebenarnya, kalau ada Yap-Goanswe di situ, barangkali ia dapat meminta petunjuk. Tetapi karena jenderal muda itu tak ada di tempat, iapun tak mau menyerah. Bwee Li memeras otak mencari jalan bagaimana kiranya ia dapat menyudutkan musuhnya ini. Tapi belum dia berbuat sesuatu, tiba-tiba sesosok bayangan hitam meluncur maju. Dialah Hek Kong, pendatang asing yang dengan caranya yang aneh telah bergabung dengan pihak Pendekar Kepala Batu Souw Ki Beng!

"Kouwnio, aku punya bukti. Aku dulu melihat orang ini benan-benar memasuki kamarmu...!"

Semua orang terkejut. Bwee Li sendiri terperanjat, dan Pouw Kwi yang tersentak kaget juga terbelalak lebar memandang muka hitam itu. Dia hendak mendamprat, tapi Hek Kong yang turun dengan ringan di atas panggung, tahu-tahu telah melanjutkan suaranya, ditujukan kepada semua orang dengan suara lantang,

"Ya, memang benar pemuda ini cuwi enghiong. Aku berani disumpah bahwa memang orang inilah yang dulu kulihat memasuki kamar Bwee-kouwnio ini, dia waktu itu mengenakan pakaian hitam-hitam, mukanya ditutup. Tapi ketika memasuki kamar Bwee-kouwnio, dia membuka kedok dan komat-kamit di luar jendela. Aku melihat dia menggigil, dan ketika sekejap dia menepuk perlahan, tahu-tahu mukanya berubah jadi Yap-goanswe!"

Semua orang jadi semakin kaget. Mereka terheran dan terkejut melihat si muka hitam ini kembali membuat gaduh yang kedua kalinya. Dan Bwee Li serta Pouw kwi yang tergetar perasaannya menjadi pucat. Pouw Kwi sekonyong-konyong melompat, dan berseru marah dia membentak lawannya itu,

"Hek Kong, kau siapakah mengapa membantu wanita ini? Kekasihnyakah kau ini?"

Hek Kong meringis. "Jangan marah, saudara Pouw Kwi. Aku hanya menyodorkan bukti yang kau minta dari Bwee-kouw-nio ini!"

"Keparat, kalau begitu kau begundal wanita ini, Hek Kong? Kau hendak mengacau perayaan Gelang Berdarah dengan menjadi saksi buta siluman betina itu?"

Hek Kong tertawa. "He-he, jangan menuduhku, orang she Pouw. Jelek-jelek aku bukan begundal siapapun. Aku tahu sendiri perbuatan mu waktu itu. Kenapa harus menjadi saksi buta?"

Pouw Kwi membelalakkan mata. "Kalau begitu kau antek Kerajaan Yueh, Hek Kong? Kau mata-mata dari pihak pemberontak?"

"He-he, jangan melibat-libatkan nama kerajaan, saudara Pouw Kwi. Aku musafir jalanan yang tidak ada sangkut-paut dengan kerajaan manapun. Bagaimana kau menuduhku seperti itu?"

"Tapi kau bilang melihatku di kamar selir itu, Hek Kong, berarti setidak-tidaknya kau ada di sana saat itu. Dan kalau bukan pengikut Kerajaan Yueh bagaimana kau bisa ada di sana?"

Hek Kong menyeringai. Dia sengaja menahan kata, membuat suasana menjadi lebih tegang. Dan ketika semua orang terbelalak ke arahnya tiba-tiba si muka hitam menjawab, "Orang she Pouw, kau mengelak urusan pribadi dengan menyebut-yebut nama Kerajaan Yueh. Apakah ini berarti kau hendak mencari kambing hitam? kalau begitu bagaimana jika benar aku dapat membuktikan diri bahwa kau benar ada di sana waktu itu? Bukankah yang berpakaian hitam-hitam itu kau orangnya? Kenapa menyangkal dengan bicara berputar-putar?"

Pouw Kwi menggerakkan tongkat. Dia mulai pucat mendengar sikap lawan yang demikian serius. Tapi menekan ketegangan diri sendiri dia tiba-tiba menghardik, "Muka hitam, kau rupanya mengada-ada. Bagaimana kau dapat membuktikan dirimu sebagai saksi? Siapa menjamin kau bukan sekongkol wanita siluman ini?"

"Ha-ha, itu urusan mudah, orang she Pouw. Asal kau mengenal benda yang kubawa ini, tentu kaupun akan mengakuinya. Nah, lihatlah. Bukankah ini benda yang kau bawa ketika itu?"

Pouw Kwi memandang. Dia melihat sebuah kedok dari sutera hitam di tangan pemuda ini, dan terkejut dengan muka heran ia terkesiap kaget. Pouw Kwi mau membantah, tapi Hek Kong yang telah tertawa kepadanya mencabut sesuatu sambil berkata melanjutkan, "Dan sepatu ini tentu kau kenal, orang she Pouw. Setidak-tidaknya, Ciok-thouw Souw-locianpwe pasti mengenal sepatu puterinya sendiri dan Hek Kong yang mengangkat sepatu wanita ini tinggi-tinggi di udara tiba-tiba membuat Pouw Kwi pucat bukan main. Dia melangkah mundur, dan kaget dengan muka berubah dia mendengar Ciok thouw Taihiap tiba-tiba menggereng dan melompat ke atas panggung.

"Hek Kong, bukankah itu sepatu puteriku?"

Hek Kong tertawa. "Memang tidak salah, Souw-locianpwe, ini sepatu puterimu cantik itu."

"Bagaimana bisa kau dapatkan?"

"Ha, tanya saja pada orang she Pouw itu, locianpwe. Karena dialah yang merenggut lepas sepatu ini dari pemiliknya!"

Ciok thouw Taihiap memutar tubuh. Dia terbelalak, dan Pouw Kwi yang melihat sinar mata menakutkan memancar dari muka Pendekar Kepala Batu ini tampak bergetar. Dia kelu, dan Ciok thouw Taihiap yang membesi mukanya itu membentak, "Orang she Pouw, kau merenggut lepas sepatu itu dari kaki putriku?"

Pouw Kwi gemetar. Dia sebenarnya kaget bukan main bagaimana sepatu Ceng Bi bisa berada di tangan si muka hitam itu. Sepatu yang dulu terlepas ketika dia hendak memperkosa puteri ketua Beng-san-pai ini! dan Pouw Kwi yang berkeringat mukanya itu sejenak tak mampu bersuara.

"Orang she Pouw, kau tak dapat menjawab pertanyaanku?"

Pouw Kwi tersentak. Bentakan menggeledek yang dilancarkan ketua Beng-san-pai itu terlalu hebat, mengguncang jantungnya seakan mencopot nyali. Tapi Pouw kwi yang menindas rasa takutnya itu tiba-tiba menarik nafas. Dia mekan debaran hati yang mau meloncat-loncat dari jantungnya. Dan berhasil menguasai diri tiba-tiba dia tertawa, sedikit serak karena terguncang oleh sikap bengis ketua Beng-san-pai itu.

"Ciok-touw Taihiap, kau mudah sekali terhasut orang. Tahukah kau bahwa si muka hitam ini melempar fitnah kepadaku? Tadi si siluman betina ini yang datang-datang mengatakan aku memperkosanya. Tapi sekarang si muka hitam ini menambahinya dengan cerita diri puterimu. Apa itu bukan sebuah hasutan? Siapa dapat meyakinkan kebenarannya?"

Ciok thouw Taihiap mengeraskan pandangannya. "Tapi Hek Kong mengatakan kau merenggut lepas sepatu puteriku, orang she Pouw. Kalau begitu bukankah kau jelas berniat kotor?"

"Ah, itu menurut omongannya, Ciok thouw Taihiap. Siapa berani mengatakan itu benar? Bagaimana kalau justeru si muka hitam itu sendiri yang hendak memperkosa puterimu itu?"

Ciok thouw Taihiap terbelalak. Dia jelas tak percaya bahwa Hek Kong atau yang sebenarnya Pendekar Gurun Neraka itu mau memperkosa puterinya. Tapi karena orang membela diri dengan baik diapun lalu memandang si muka hitam ini. "Hek Kong, dapatkah kau menguatkan tuduhanmu bahwa sepatu itu benar dia ini yang mengambilnya?"

Hek Kong tersenyum. "Souw-locianpwe, apa yang kukatakan tentu mempunyai bukti-bukti kuat. Ada seorang lain yang melihat perbuatan itu. Dan kalau dia kau minta keterangan tentu kejujurannya tak perlu diragukan!"

Ciok thouw Taihiap langsung bertanya, "Siapa orang itu, Hek Kong? Dia ada di sini?"

Hek Kong mengangguk, "Ya, dia ada sini, Souw-locianpwe. Karena dia bukan lain hu-pangcu perkumpulan Gelang Berdarah sendiri, saudara Kui Lun yang terhormat!"

Ciok thouw Taihlap tertegun. Dia menoleh kepada wakil ketua Gelang Berdarah yang duduk di sampirig gurunya itu, dan Pouw Kwi yang mendengar kata-kata ini seketika terhenyak seperti patung. Dia melihat si muka hitam itu tersenyum kepadanya, senyum mengejek yang menyakitkan hati Dan Kui Lun sendiri yang dijadikan "terdakwa" pertama melenggong dengan alis terangkat. Dia kaget bahwa si muka hitam itu tahu-tahu menuding namanya, dan Ciok thouw Taihiap yang memandang kepadanya tiba-tiba bertanya,

"Saudara Kui Lun, benarkah kau melihat apa yang hendak dilakukan orang she Pouw ini kepada mendiang puteriku?"

Kui Lun menjadi kebingungan. Dia sebenarnya repot dengan pertanyaan itu, karena menjawab "ya" berarti menjepit kedudukan sahabat gurunya. Tapi menjawab "tidak" dia sendiri tak dapat membohongi kenyataan itu. Apalagi Ceng Bi adalah gadis yang diam-diam dicintainya. Cinta yang rupanya bersemi di ladang yang tandus. Tapi Kui Lun yang jelek-jelek adalah pemuda yang gagah perkasa ini akhirnya menetapkan hati. Dia bangkit berdiri, dan memandang muram dia berkata, "Ciok thouw Taihiap, perlu benarkah pertanyaan itu kujawab?"

Ciok thouw Taihiap terbelalak. "Tentu saja, saudara Kui Lun. Bukankah ini menyangkut perbuatan kotor yang dituduhkan Hek Kong kepadanya?"

"Hm, kalau begitu memang betul, Ciok thouw Taihiap. Tapi saudara Pouw Kwi yang kutegur akhirnya insaf dan membatalkan niatnya itu!"

Ciok thouw Taihiap menggebrak lantai panggung. Dia sekarang mendapat jawaban yang kongkrit. Dan marah kepada pemuda ini dia membentak, "Orang she Pouw, apa jawabmu sekarang?"

Pouw Kwi tertegun. Dia tak dapat mengelak, dan kecewa oleh pengakuan Kui Lun dia tertawa terbahak-bahak. "Ciok thouw Taihiap sekarang memang tak kusangkal lagi. Memang betul dahulu aku ingin mencicipi tubuh puterimu. Tapi karena saudara Kui Lun datang aku melepaskan kembali puterimu yang manis itu. Aih, sayang sekali… kalau dulu aku sempat menikmati keranuman tubuh puterimu tentu sekarang tak perlu aku merasa kecewa lagi. Dan untuk wanita ini, selir Yun Chang yang manis ini, ha-ha... memang benar aku pula yang dahulu meniduri tubuhnya. Siapa suruh dia demikian cantik dan menggairahkan?" Dan Pouw Kwi yang tertawa terbahak-bahak itu lalu memandang Bwee Li. "Bwee-kouwnio, malam ini kau mau kutemani lagi? Ah, masih kuingat betapa hangat tubuhmu itu, kuingat betapa Kau menggeliat-geliat dan demikian mesra menyambut uluran cintaku!"

Bwee Li melengking. "Keparat kau, jahanam she Pouw. Aku ingin mengganyang hatimu yang busuk itu...!" dan Bwee Li yang sudah melompat maju menerjang lawannya dengan penuh kemarahan. Dia sekarang mendengar sendiri pengakuan pemuda dan Pouw Kwi yang tampaknya kecewa itu tertawa bergelak. Dia menghindar tusukan pedang, dan ketika wanita itu menyerangnya lagi tiba-tiba diapun sudah menggerakkan tongkat dan berkelebatan kian kemari.

Sekarang tertegunlah semua orang. Mereka melihat bekaa selir Yun Chang itu menyerang membabi-buta, tapi Pouw Ki yang lincah menyelinap ke sana ke mari diantara sambaran pedang. Murld Cheng-gan Sian-jin ini tertawa-tawa, dan ketika Bwee Li menjadi semakin histeris dan menyerangnya kalap Pouw Kwi tiba-tiba terkekeh dan mulai mebalas. Dia bergerak demikian cepat di antara sambaran pedang yang bergulung-gulung naik turun. Dan ketika Bwee Li memekik-mekik dengan serangan yang selalu mengenai angin kosong tiba-tiba Pouw Kwi menggerakkan tongkat menangkis serangan yang ditujukan ke ulu hatinya.

"Trak…!" pedang Bwee Li tertahan. Wanita itu merjerit, dan Pouw Kwi yang tiba-tiba menggerakkan tangan kirinya ta-hu-tahu mengusap buah dada wanita Dengan halus jari-jarinya bergerak nakal, dan Bwee Li yang "melengking tinggi menjadi gusar bukan main. Ia memaki-maki, dan Pouw Kwi yang tertawa gembira melompat lagi kian kemari dengan jari-jari yang semakin kurang ajar. Bwee Li semakin kalap, dan ketika tubuh wanita itu berkali-kali dijamah tangan Pouw Kwi mendadak Pouw Kwi bersikap kasar merobek pundak wanita itu.

"Brett…!" Bwee Li terpekik. Pedangnya berpindah ke tangan kiri, dan baju di pundak yang terkuak lebar terpaksa ia lindungi dengan tangan kanan. Wanita ini kebingungan, dan.Pouw Kwi yang tertawa bergelak mengibar-ngibarkan sobekan kain dengan muka menyeringai menyebalkan hati.

Kini Bwee Li tak dapat mengendalikan, diri lagi. Ia mengikat baju yang robek sebisanya, dan begitu melihat Pouw Kwi mandangnya sambil tertawa-tawa, tiba-tiba Bwee Li beringas dan melengking menerjang pemuda itu. Dengan pedang dibatkan ke kiri kanan ia bertubi-tubi menghujani tubuh lawannya.

Tapi Pouw Kwi yang tampaknya bergairah melihat pundak yang putih mulus mendadak menyimpan tongkatnya. Sekali membentak pendek dia menyambut bacokan pedang yang mengarah lehernya, begitu pedang tertangkap sekonyong-konyong Pouw Kwi berseru, "Lepas...!" dan Bwee Li tak mampu mempertahankan senjatanya lagi.

Dengan cepat pedang itu telah ditampar Pouw Kwi, dan pedang yang terjatuh di lantai panggung ini membuat Bwee Li terbelalak. Ia kaget, juga marah. Dan melihat pedang jatuh tiba-tiba Bwee Li melompat jauh untuk mengambil pedangnya. Tapi Pouw Kwi benar-benar jahat. Melihat wanita itu hendak mengambil pedangnya dan membalikkan tubuh tahu-tahu dia telah meyambar baju di punggung wanita dan begitu Bwee Li melompat tiba-tiba saja seluruh pakaian wanita ini terkuak lebar dari atas ke bawah. Bwee Li setengah telanjang. Wanita itu memekik, dan punggungnya yang putih mulus tampak menggairahkan ditimpa sinar lampu!

Pouw Kwi tertawa bergelak, dan Bwee Li yang pucat mukanya bergulingan mundur di lantai panggung. Ia benar-benar terhina sekali, dan para tamu yang melihat kejadian di atas panggung itu sama-sama terbelalak. Mereka kagum, tapi juga bergairah. Dan Bwee Li yang melompat bangun kini membelakangi bagian punggungnya dengan mata menyala-nyala.

"Jahanam she Pouw, kau... kau...!" Bwee Li tak mampu meneruskan kata-katanya. Ia marah, juga demikian malu.

Dan Pouw Kwi yang menyeringai di depannya melangkah menggoda. "Ha-ha tinggal sedikit kouwnio Bagian depan dibuka tentu keindahan tubuhmu tak ada yang menandingi lagi!"

Bwee Li mundur-mundur. Ia tak dapat menyerang, karena menyerang berarti melepaskan pegangannya pada baju. Juga pedangnya masih runtuh di atas lantai. Dan bergerak sedikit saja tentu diapun tiga perempat telanjang dihadapan semua orang. Tapi baru Bwee Li diamuk kebingungan, tiba-tiba seorang laki-laki melayang naik.

"Niocu...!"

Semua orang kaget. Mereka melihat seorang laki-laki berpakaian guru silat meluncur di atas panggung itu, dan Pouw Kwi yang terkejut mendengar seruan ini sudah melihat laki-laki itu melompat membantu Bwee Li. Dia menyelimuti Bwee Li dengan baju gerombyongan, melindungi tubuh wanita itu dari rasa malu yang kelewat sangat, dan setelah selesai membantu wanita ini dari pandangan semua orang tiba-tiba laki-laki itu membentak Pouw Kwi,

"Orang she Pouw, kau sungguh jahat-sekali. Kau jahat dan tak tahu malu…!"

Pouw Kwi mendengus. "Kau siapa, tikus busuk?"

"Aku Liok Kam, orang tak bernama yang menjadi suami wanita ini!"

"Ah, kau suami bekas selir Yun hang ini, orang Liok?" Pouw Kwi terbelalak, tapi akhirnya tertawa mengejek. "Hm, kalau begitu apa maumu sekarang?"

Liok Kam melompat maju. "Aku menuntut tanggung jawabmu, orang she Pouw. Karena terang-terangan kau telah, menghina isteriku!"

"Ha-ha, kalau begitu kenapa tidak segera maju saja? Cabut pedangmu, bela isterimu itu dan biar bersama-sama kalian menghadap Giam-lo-ong...!"

Liok Kam marah. Dia mencabut senjata, dan Bwee Li yang sudah melindun tubuhnya dengan baju suaminya juga melompat mengambil pedangnya. Sekarang wanita ini dapat memungut pedangnya kembali dengan leluasa, dan tantangan Pouw Kwi yang merendahkan mereka berdua membuat Bwee Li tak dapat mengendalikan diri lagi.

"Orang she Pouw, kau benar-benar iblis tak berperi-kemanusiaan. Kalau hari ini aku tak mampu membelek dada mu, biarlah aku mampus saja!" dan Bwee Li yang sudah menyerang menggerakkan pedangnya menusuk dada pemuda. Sekarang ada Liok Kam di sampingnya, dan guru silat yang juga marah perbuatan Pouw Kwi ini tiba-tiba membentak dan membantu isterinya, menerjang Pouw Kwi yang tertawa-tawa sambll mencabut tongkat.

"Kalian hendak mati bersama, orang she Liok? Bagus, akan kukabulkan permintaan kalian ini...!"

Pouw Kwi sudah memutar tongkatnya dan dua pedang yang membacok dirinya tiba-tiba terpental ke atas ditangkis tepat. Lalu begitu Bwee Li dan suaminya menerjang lagi Pouw Kwipun sudah berkelebatan di antara sambaran senjata. Dia memandang ringan dua orang lawannya itu. Karena sekali gebrak saja dia melihat kepandaian guru silat she Liok itu temyata tak perlu ditakuti. Make murid Cheng-gan Sian-jin yang sudah melayani dua orang lawannya ini ganti-berganti menangkis pedang.

Mula-mula dia didesak ganas. Tapi setelah Bwee Li berkali-kali mengeluh dengan pedang hampir terlepas dari tangannya dan guru silat she Liok juga menggigit bibir karena tangannya linu maka gebrakan-gebrakan dua orang suami-isteri ini mulai mengendor. Mereka memang masih bekerja sama dengan baik. Artinya kalau Bwee Li menyerang di muka adalah Liok Kam menyerang dibelakang, begitu sebaliknya. Tapi karena bagaimanapun juga tingkat ilmu silat Pouw Kwi masih jauh di atas mereka maka lama kelamaan dua orang suami-isteri ini justru terdesak.

Mereka berkali-kali harus menyeringai pedih oleh tangkisan tongkat yang dirasa terlalu berat. Karena Pouw Kwi yang mengerahkan tenaganya berkali-kali memaksa dua orang suami-isteri itu harus mencekal erat pedang mereka kalau tidak ingin terlepas. Dan Bwee Li dan Liok Kam yang mengakui kelebihan lawan diam-diam mengeluh di dalam hati.

Sebenarnya, ilmu silat yang didapat Bwee Li adalah dari suaminya itu. Karena seperti yang kita ketahui, waktu masih menjadi isteri Yun Chang, wanita cantik ini tidak pandai bermain silat. Hanya setelah bertemu guru silat she Liok itulah Bwee Li belajar silat. Dan didorong dendam sakit hatinya yang menumpuk-numpuk membuat wanita ini maju cepat dibanding orang lain. Ini sesungguhnya yang mengagumkan juga.

Tapi karena Pouw Kwi adalah murid seorang datuk sesat bagaimanapun juga mereka harus mengakui keunggulan lawan. Pouw Kwi melayani mereka sambil tertawa-tawa, sedangkan mereka harus memeras keringat mencurahkan tenaga menghadapi lawan yang bukan tandingannya itu. Maka ketika Pouw Kwi mulai membalas sekarang repotlah suami-isteri ini. Mereka ganti terdesak, dan ketika Pouw Kwi menangkis pedang hampir berbarerng dari kiri ke kanan tiba-tiba Bwee Li menjerit tertahan ketika kaki kanan lawan menendang selangkangannya.

"Dess…!" Bwee Li mengaduh dan wanita yang terguling roboh ini disambut kekeh Pouw Kwi yang tertawa geli.

"Aha, kau kesakitan, Bwee-kouwnio? Uh, aku tadi teringat seranganmu ketika kita bercinta!"

Bwee Li melompat bangun. Ia menerjang lagi, dan menjerit marah ia menubruk ke depan dengan pedang terayun. Sebenarnya ia gusar dan malu sekali oleh tendangan tadi, karena kaki lawan yang menyentuh selangkangannya berbuat tidak sopan dengan jari kurang ajar, tapi karena lawan memang jauh di atas tingkatannya maka Bwee Li menjadi mata gelap. Ia menusuk perut pemuda itu, lalu ketika Pouw Kwi mengegos la pun tiba-tiba menaikkan pedangnya menikam dada.

"Wah...!" Pouw Kwi terbelalak mengejek. Dia melihat pedang menyambar dada kirinya, sementara guru silat she Liok yang juga menyerangnya dari samping menggerakkan pedang membabat kaki. Maka begitu dua orang itu menyerangnya berbareng tiba-tiba Pouw Kwi melompat tinggi dan menampar pedang Bwee Li. Dan begitu dua pedang lewat di bawah kakinya mendadak jari pemuda ini menotok buah dada Bwee Li.

"Tuk…!" Bwee Li tak menghiraukan totokan ini. Dia berkali-kali menerima kekurang-ajaran jari lawannya itu. Dan persis buah dadanya ditotok diusap pemuda ini tiba-tiba Bwee melengking dan menimpuk pedangnya.

"Swing…!" Pouw Kwi kaget bukan main. Dia baru saja mempermainkan wanita cantik maka begitu pedang meluncur deras ke dada kirinya dia jadi terkejut sekali. Dengan bentakan keras dia terpaksa melontar tongkat, dan pedang yang menyambar dada kirinya itu tiba-tiba bertemu nyaring dengan tongkat di udara.

"Trang…!" tongkat terpental pedang Bwee Li yang juga jatuh di lantai panggung mengeluarkan suara bergeletak mengejutkan semua orang. Mereka melihat wanita cantik itu terjengkang roboh, tapi suaminya yang keburu menendang pundak sang isteri ternyata dalam sekejap membebaskan totokan Pouw Kwi, yang memang dilakukan dengan ringan, hanya sekedar melumpuhkan beberapa detik.

Dan Bwee Li yang kalap atas kegagalan timpukannya tadi, sekonyong-konyong memekik bagai serigala dan menyerang membabi buta. Wanita ini tidak menghiraukan lagi semua serangan Pouw Kwi. Ia selalu menyerang dan menyerang, dan Pouw Kwi yang melihat lawannya itu kalap tentu saja terkejut setengah mati.

Guru ailat she Liok ternyata juga mengikuti jejak isterinya, menyerag membabi-buta pula karena maklum mereka pasti kalah. Maka dua orang suami-isteri yang sebentar saja menyerang tanpa menghiraukan keselamatan diri sendiri itu membuat Pouw Kwi terbelalak. Tongkatnya tidak ada lagi di tangan jatuh ketika menangkis timpukan tadi. Dan Pouw Kwi yang melihat dua orang suami-isteri ini tak menghiraukan keselamatan nyawa sendiri tiba-tiba membentak nyaring.

Dia menangkis sana-sini, mempergunakan kaki tangannya. Lalu begitu Bwee memungut pedang dan menyerangnya membabi-buta mendadak pemuda ini melepas pukulan Hek-in-ciang. Itu adalah pukulan yang diwarisinya dari gurunnya pertama, Ang-i Lo-mo. Dan persis pedang wanita ini menghantam lehernya mendadak Pouw Kwi berteriak keras dan mengangkat lengan kirinya.

Pedang Bwe yang ditangkis dengan cepat tahu-tahu bertemu pukulan Hek-in-ciang, Bwee Li yang melihat sinar hitam menampar pedangnya terbelalak lebar, tidak tahu apa yang terjadi, tapi ketika tangannya bertolak ke belakang pedangnya lepas dihantam pukulan Hek-in-ciang tiba-tiba wanita itu menjerit tertahan dan terjengkang roboh. Pedangnya membalik, menusuk dadanya sendiri. Dan persis Bwee Li mengeluh tahu-tahu ujung pedang sudah menancap di tengah-tengah buah dadanya!

"Crep..." Bwee Li tak dapat mengelak lagi. Wanita cantik itu memekik, dan pedang yang amblas hampir setengahnya ini membuat Bwee Li terpelanting roboh di atas panggung. Ia tak dapat melawan lagi, dan Bwee Li yang mandi darah di lantai panggung terkapar pucat disambut pekik suaminya.

"Niocu...!" tapi kaki Pouw Kwi bergerak lebih cepat. Guru silat she Liok yang kaget bukan main dan hendak menubruk isterinya itu tahu-tahu tubuh guru silat she Liok ini sudah terbang ke luar pangggung.

"Bruk...!" Liok Kam terguling-guling. Guru silat itu terbanting keras, tapi semangatnya tak kenal menyerah membuat guru silat ini sudah bangun kembali dan melayang ke atas panggung. Dia menyerang Pouw Kwi membabi-buta, dan Pouw Kwi yang marah oleh kenekatan lelaki ini mengerahkan Hek-in-ciangnya menghantam dada Liok-kauwsu.

"Orang she Liok, kau mampuslah...blek!"

Liok Kam menjerit. Dia telak terhantam pukulan lawan, dan Hek-in-ciang yang telah melukai dada laki-laki ini membuat Liok-kauw itu terpelanting roboh dan muntahkan darah segar. Dia menggulingkan diri menjauh, tapi Pouw Kwi yang geram oleh tingkah lawannya ini menyusuli lagi dengan sebuah pukulan. Tak ayal guru silat she Liok ini mengeluh, dan ketika kembali Hek-in-ci-ang mengenai lehernya diapun memekik dan roboh di dekat Bwee Li!

Sekarang sepasang suami-isteri itu terkapar di panggung luitai. Dan Pouw Kwi yang melihat Liok Kam belum juga tewas tiba-tiba tertawa geli. Dia mengerahkan lagi pukulan Hek-in-ciang-nya, bermaksud menghabisi nyawa guru silat itu dengan serangan terakhir. Tapi baru dia menggerakkan lengannya tahu-tahu Ciok-thouw Taihiap membentak dan berkelebat menangkis.

"Jahanam she Pouw, jangan tumpahkan darah lagi...plak!" dan Pouw Kwi yang terjengkang roboh berteriak kaget menerima tangkisan pendekar sakti ini. Dia terbelalak, mau manyerang lawan. Tapi melihat bahwa yang melakukan tangkisan itu adalah Pendekar Kepala Batu sendiri mendadak pemuda ini tertegun dan melangkah mundur.

Ciok-thouw Taihiap sudah membantu guru silat she Liok, menotok sana-sini membebaskan orang dari sesak napas. Dan Bwee Li yang juga ditolong oleh pendekar besar ini sudah mendapat totokan di sekitar dadanya. Wanita ini paling berat penderitaannya, karena pedang yang menanancap di dadanya itu dalam sekali, separoh lebih. Maka Bwee Li yang melihat pendekar ini membantu dirinya tiba-iba mengeluh, tersenyum getir.

"Ciok thouw Taihiap, tak perlu lagi… aku akan mati, lukaku terlalu dalam…!" Bwee Li terengah-engah, melepaskan diri dari papahan ketua Beng-san-pai itu untuk mendekati suaminya. Lalu beringsut gemetar dua orang suami-isteri ini saling peluk.

"Suamiku, kau terluka...?" Bwee Li terisak.

Liok Kam mencoba senyum. Dia menyeringai pedih, tapi menghibur sang isteri, dia pura-pura menggeleng. "Lukaku tidak seberapa niocu. Tapi kau, ah…!"

Bwee Li terisak sedih. "Aku pantas mati, suamiku… tapi kau... kenapa kau menyusul....?"

Guru silat ini membelai rambut isterinya. "Anak kita menangis terus, aku tak dapat mendiamkannya...!"

Bwee Li mendadak tersentak. "Dimana kau tinggalkan dia, suamiku?"

Liok Kam mau menjawab, tapi batuk yang tiba-tiba menyesakkan dadanya tak mampu membuat guru silat ini bicara. Dia kejang-kejang, lalu ketika Bwee Li mengguncang pundaknya sekonyong-ko-nyong guru silat she Liok ini mengeluh dan terguling roboh. Dia pingsan akibat racun Hek-in-ciang, dan Bwee Li yang terbelalak melihat keadaan suaminya ini tiba-tiba juga ikut roboh. Wanita itu menggapai-gapai, menyenyebut nama suaminya. Tapi rasa nyeri yang amat sangat menusuk dadanya tiba-tiba Bwee Li berkelojotan. Dia kesakitan sangat, dan Ciok-thouw Taihiap yang tak tahan oleh penderitaan wanita cantik itu tiba-tiba menotok lehernya.

"Bwee-kouwnio, tenanglah...!"

Bwee Li menggeliat. Dia masih berkeojotan, tapi melihat Ciok-thouw taihiap kembali membantunya tiba-tiba wanita ini mengerang gemetar, "Ci-thouw Taihiap, dapatkah kau menongku sebentar?"

"Hm, apa yang hendak kau katakan, kouwnio?"

Bwee Li merogoh sesuatu di balik baju dalamnya. Ia mengeluarkan sebuah surat kumal dengan jari menggigil, lalu menyerahkannya dengan gigi berkeretekan, Bwee Li berkata, "Ini... ini tolong serahkan kepada Yap-goanswe, taihiap tolong berikan itu padanya. Aku... aku... menukar anak Tok-sim Sian-li…!" dan begitu kata-katanya habis mendadak Bwee Li terguling roboh untuk selama-lamanya. Ia tewas setelah memberikan pesannya yang terakhir kepada Ciok thouw Taihiap yang mengerutkan alisnya menarik napas panjang.

Dia menyimpan surat itu, meletakkan baik-baik mayat wanita cantik ini. Lalu berdiri dengan muka keruh dia memandang ketua Gelang Berdarah. "Hiat-goan-pangcu, bolehkah satu permintaan kuajukan di sini?"

Ketua Gelang Berdarah bangkit berdiri. "Apa yang hendak kau minta, Ciok-thouw Taihiap?"

Ciok-thouw Taihiap menuding mayat Bwee Li. "Aku monghendaki guru silat ini diperbolehkan keluar baik-baik membawa isterinya. Siapa yang hendak menambah penderitaan bagi mereka berdua?"

Ketua Ge-ang Berdarah tersenyum. "Guru silat itu tak dapat ditolong lagi, Beng-san-paicu. Untuk apa dibawa ke luar? Tapi kalau kau menghendaki begitul baiklah. Aku tak keberatan memenuhi permintaan ini…!" dia menggapaikan lengannya dia berkata pada sang murid, "Lun-ji, suruh beberapa orang membantu guru silat she Liok itu, membawa mereka ke luar dengan baik-baik dan Kui Lun yang bangkit dari duduknya juga mengangguk.

Dia memerintahkan dua orang pembantu Gelang Berdarah mengurus suami isteri itu, dan para tamu yang sejak awal sudah dicekam oleh ketegangan berturut-turut kini terbelalak ke atas panggung. Mereka melihat Ciok-thouw taihiap menyadarkan guru silat she Liok yang akhirnya siuman dengan muka pucat. Dan melihat guru silat itu gemetar memandang mayat isterinya semua tamu tiba-tiba saja menjadi terharu. Bagaimanapun, kejadian yang demikian tragis di depan mata itu tak dapat mereka diamkan saja, dan Liok-kauwcu yang mengguguk menangisi mayat isterinya membuat semua tamu termenung.

Begitulah nasib yang menimpa bekas selir Yun Chang ini. Tewas dengan malu dan hinaan yang sangat. Mereka menarik napas panjang. Liok-kauwsu bermaksud menolong isterinya, tapi dia malah terlibat dan luka parah. Siapa tidak iba menyaksikan nasib buruk guru silat ini? Tapi akhirnya Liok Kam menghentikan tangisnya. Dia sudah disadarkan Ciok-thouw Taihiap, diminta turun dan keluar baik-baik atas ijin ketua Gelang Berdarah.

Dan Liok Kam yang melihat dua orang pembantu Gelang Berdara sudah menantinya di pintu keluar akhirnya memanggul dan terseok-seok melangkah ke luar. Mayat Bwee Li dia pondong di atas pundak, berjalan dengan air mata bercucuran. Dan para tamu yang melihat kejadian menyayat itu ada diantaranya yang ikut menangis. Sungguh menyedihkan!

Tapi panggung di tempat luitai kini menarik perhatian mereka kembali. Liok-kauwsu sudah pargi, tak tampak orangnya lagi. Dan Ciok-thouw Taihiap yang sudah memutar tubuh menghadapi ketua Gelang Berdarah.

"Hiat-goan-pangcu, apakah pertandingan babak tiga bisa diteruskan lagi?"

Ketua Gelang Berdarah itu mengebutkan lengannya. "Tentu saja! taihiap. Apa Kim-sin totiang sudah menyiapkan diri?"

Ketua Kong-thong itu melompat maju, "Aku sudah siap, Hiat-goan-pangcu, kalau orang she Pouw itu tidak letih boleh hadapi pinto!"

"Hm..." ketua Gelang Berdarah mengerutkan alis. "Kau siap menghadapi Kim-sin San-jin, saudara Pouw Kwi? atau kau ingin beristirahat dulu?"

Pouw Kwi tertawa menyeringai. "Aku siap menghadapi siapapun, pangcu. Tidak perlu beristirahat menghadapi hidung kerbau dari Kong-thong-pai ini!"

Kim-sin San-jin merah mukanya. Dia diejek "kerbau", sebutan bagi para tosu yang popular di kalangan mereka. Tapi Kim-sin San-jin yang menggoyang pedangnya itu sama sekali tidak terpengaruh ejekan ini. Dia bersikap kaku, dingin dan tenang memandang lawan. Dan Pouw Kwi yang sudah melompat ke depan mencabut tongkat ularya.

"Kau tetap memberiku jurus, Kim-sin San-jin?" Pouw Kwi mengejek, memandang rendah tosu itu, tapi sebetulnya bersiap-siap memasang kewaspadaan.

Dan Kim-sin San-jin tersenyum dingin mencekal erat pedangnya. "Pinto sudah berjanji, orang she Pouw. Kau mulailah jika ingin segera memulai pertandingan ini,"

"Bagus, kalau begitu berhati-hatilah, Kim-sin San-jin. Aku akan menikmati tiga jurus seranganku yang pertama dan Pouw Kwi yang sudah tertawa itu tahu-tahu menggerakkan tongkatnya menghantam kepala Kim-sin San-jin.

Kim-sin San-jin mengelak, melangkah mundur setindak. Lalu begitu tongkat lewat di atas kepalanya tiba-tiba ketua Kong-thong ini menggerakkan pedangnya. "Trang!" tongkat dan pedang beradu menimbulkan suara nyaring tanpa letikan bunga api. Tapi Kim-sin San-jin yang mengerahkan sinkangnya dalam tangkisan ini sengaja menjajal tenaga lawan mengejutkan Pouw Kwi. Pemuda itu terbelalak kaget, tangannya tergetar.

Tapi Pouw Kwi yang sudah mainkan tongkatnya tiba-tiba tertawa mengejek dan menyerang bertubi-tubi. Dia mendapat kesempatan tiga jurus cuma-cuma, maka Kim-sin San-jin yang tidak boleh menyerang kecuali menangkis itu sebentar saja dicecar permainan tongkat lawan. Dan Kim-sin .San-jin mulai mengeluarkan kepandaiannya.

Pouw Kwi menyerangnya dengan gerakan cepat laik turun bertubi-tubi. Tapi Kim-sin San-jin yang berkelebat mengerahkan ginkangnya itu berhasil dengan baik mengelakan semua serangan. Lalu begitu tiga jurus berakhir ketua Kong-thong inipun berseru, "Orang she Pouw, kesempatanmu telah habis…!"

Pouw Kwi tertawa "Terserah kau Kim-sin San-jin. KaIau mau mengalah lagi tiga jurus akupun sedia menerimanya!" dan Pow Kwi yang mulai mendapat balasan ketua Kong-thong ini tidak tertawa lagi. Dia mendapat tusukan dan tikaman beranting, susul-menyusul bagai ikan menari-nari. Tapi Pouw Kwi yang maklum kelihaian ketua Kong-thong ini tidak berani memandang rendah. Mereka sekarang saling serang dan pukul, terlihat dalam pertarungan sungguh-sungguh.

Dan Kim-sin San-jin yang menggerakkan pedangnya memainkan ilmu silat pedangnya yang diandalkan Kong-thong Kiam-sut yang dulu mengangkat nama besar partai Kong-thong-pai. Tapi lawan yang temyata cukup lincah melayani serangannya ini berhasil menyelamatkan diri dengan baiknya. Pouw Kwi, berhasil mengglak atau menangkis, dan tongkat serta pedang yang berkali-kali saling bentur membuat keduanya maklum akan sinkang masing-masing pihak.

Ternyata Kim-sin San-jin menang dalam hal ini. Ketua Kong-thong itu memiliki sinkang sedikit di atas lawannya, dan Pouw Kwi yang diam-diam terkejut oleh kekuatan sinkang lawan mulai gelisah. Dia mencari kelemahan tosu tua itu, memutar tongkat sambil berkelebatan kesana kemari. Tapi Kim-sin San-jin yang mulai banyak mengadu tenaga membuat Pouw Kwi gemas.

Sebenarnya, dalam ilmu Kim-sin San-jin jauh lebih matang. Maklum, jelek-jelek tosu itu adalah ketua Kong-thong, yang mendalami silat pedangnya sampai puluhan tahun. Tapi Pouw Kwi yang memiliki lebih dari satu macam ilmu silat membuat pertandingan berjalan seru. Pemuda itu dulunya adalah murid Ang-i Lo-mo, di mana dia telah mewarisi pukulan Hek-in-ciang atau Hek-tok-ciang. Dan Ang-i Lo-mo, yang jelek-jelek juga memiliki sihir Sin-gan Hoat-lek mewariskan pula ilmu hitam ini pada muridnya.

Tapi Pouw Kwi yang telah mencampur-adukkan ilmunya menggabungkan apa yang dia dapat dengan ilmu gurunya yang terakhir. Cheng-gan Sian-jin yang memiliki pukulan Tok-hiat-jiu sekaligus Sin-gan-i-hun-to itu, Dan Pouw Kwi yang mulai marah oleh desakan lawannya ini mulai berpikir untuk mempergunakan ilmu silat gabungan.

Maka begitu Kim-sin San-jin menyerang semakin gencar dan mendesaknya bertubi-tubi pemuda inipun melompat sana-sini menggerakkan tongkatnya. Sementara tangan kiri yang kosong tanpa senjata mulai berubah kehitaman oleh pengerahan tenaga Hek-in-ciang. persiapan tanda dimulainya pukulan maut! Tapi Pouw Kwi yang berkelebatan di antara sambaran pedang masih belum tergesa-gesa melepaskan pukulannya.

Ia masih mencoba bertahan dengan tongkat di tangan, tapi ketika serangan-serangan semakin menghebat dan pedang di tangan Kim-sin San-jin bercuitan menyambar dirinya mulailah Pouw Kwi berteriak. Dia menangkis pedang yang menikam lambungnya, lalu ketika Kim-sin San-jin mendorongkan lengan kiri menghantam dengan pukulan sinkang, Pouw Kwi mengerahkan Hek-tok-ciangnya.

"Kim-sin San-jin, kau tosu bau, terimalah tangkisanku... dess!"

Dan Kim-sin San-jin yang berseru perlahan terhuyung setindak dengan muka kaget. Ia merasa lengannya panas, dan juga gatal. Dan Kim-sin San-jin yang maklum orang mulai mengeluarkan pukulan beracun tiba-tiba melengking tinggi dan memutar-mutar pedang. Dia sendiri lalu menelan sebutir obat penolak racun, dan Pouw Kwi yang melihat tosu itu tidak terpengaruh Hek-tok-ciangnya jadi terkejut di dalam hati.

Dia sudah mencoba pukulan pertama, tapi Kim-sin San-jin rupanya mampu melindungi diri dengan baik dari serangan Hek-tok-ciangnya. Maka ketika tosu itu menerjang kembali dengan pedang semakin bertubi-tubi Pouw Kwi pun mencoba ilmunya yang ke dua! Sin-gan Hoat-lek yang sekaligus dicampur Sin-gan-i-hun-to yang baru diwarisinya dari Cheng-gan Sian-jin. Maka begitu pedang tosu ini meluncur bertubi-tubi ke arahnya tiba-tiba Pouw Kwi temutar tongkat sambil membentak,

"Kim-sin San-jin, lempar pedangmu itu. Kau tak dapat menggerakkannya dengan baik...!"

Tapi Kim-sin San-jin tertawa mengejak. Dia merasa bentakan yang berbau sihir itu. Tapi karena sinkang tosu ini masih di atas lawan dia hanya terpengaruh sekejap. Sama sekali tidak melempar pedang seperti yang diminta Pouw Kwi. Dan Kim-sin San-jin yang maklum lawan mempergunakan kekuatan Imu hitam tiba-tiba malah tertawa dingin. "Orang she Pouw, jangan coba-coba pengaruhi pinto. Sihirmu tidak kuat bagiku. Percuma...!"

Pouw Kwi mendesah. Dia memang melihat tosu Kong-thong itu tak terpengaruh sama sekali oleh bentakan sihirnya. Maklum bahwa tenaga sinkang lawan masih sedikit di atas tenaganya sendiri. Dan Pouw Kwi, yang mengalami kegagalan dalam bentakan ini tiba-tiba melengking marah. Dia mencecar tosu itu dengan pukulan tongkatnya. Tapi Kim-sin San-jin yang menjengekkan hidung menangkis semua serangan itu dengan baik.

Sejenak mereka saling tangkis dan kelebatan di tubuh lawan, lalu Pouw Kwi yang mengayunkan lengan kirinya tiba-tiba menyerang kembali dengan pukulan Hek-tok-ciang. Dia menghantam lambung tosu itu, lalu ketika Kim-sin San-jin menangkis lengan dengan lengannya sendiri tiba-tiba Pouw Kwi mengayunkan kaki menendang dagu tosu itu.

"Kim-sin San-jin, hati-hati...!"

Ketua Kong-thong itu tertawa mengejek. Dia membalikkan pedang membacok kaki lawan, dan Pouw Kwi yang menenendang dagu tosu itu tiba-tiba menyelewengkan kakinya menghantam pergelangan tengan. Dia tidak lagi menendang dagu, dan Kim-sin San-jin yang terkejut perubahan mendadak ini berseru keren sambil memutar tubuh.

"Plak-dess,"

Pouw Kwi tertawa menghina. Dia berhasil menipu tosu itu dengan tendangan kakinya, dan pedang Kim-sin San-jin yang terpental miring tiba-tiba disambar tongkat. "Kim-sin San-jin, lepaskan pedangmu...!"

Tosu itu terbelalak. Dia baru tergetar, tak sempat lagi memutar lengan. Maka ketika pedangnya dipukul tongkat tosu inipun mengerahkan tenaga mengadu kekuatan. "Dess!' masing-masing berseru tertahan, Pouw Kwi terbelalak dengan telapak pedih di tangan sedangkan Kim-sin San-jin hampir melepaskan pedang degan tubuh terhuyung. Tosu ini melolot dan marah oleh tipuan lawan, mendadak dia mengayunkan kaki membalas tendangan lawan.

"Orang she Pow, lepaskan tongkat!"

Pouw Kwi terkejut. Dia masih tergetar, gagal dalam serangannya tadi, ia melihat tosu ini menendang tongkatnya diapun menjadi nekat dan bersekeras. Tongkat yang ditendang Kim-San-jin dia biarkan menerima serangan lawan, tapi pedang di tangan tosu itu dia pukul dengan telapak tangan kirinya, mempergunakan Tok-hiat-jiu! Maka begitu kedua senjata sating dipukul keduanya terlempar roboh dengan pekik ditahan.

"Bress-plak!"

Kim-sin San-jin terguling. Ketua Kong-thong ini terlepas pedangnya, jatuh menerima tamparan Tok-hiat-jiu. Tapi Pouw Kwi yang dihantam tendangan tosu ini terlempar jauh dengan tongkat mencelat! Pemuda itu berseru kaget, dan menggelindingkan tubuh secepat kilat dia menyambar kembali tongkatnya yang lepas. Lalu, begitu melompat bangun tahu-tahu dia menghantam kepala tosu itu dengan tongkat ularnya!

Tapi, Kim-sin San-jin rupanya tak kalah tangkas. Ketua Kong-thong ini juga telah menyambar pedangnya, dan begitu lawan menghantam kepalanya tosu inipun membentak nyaring dan melompat bangun. Dia menangkis serangan tongkat dengan pedang sepenuh tenaga, tapi Pouw Kwi yang menyeringai aneh sekonyong konyong menggencet ekor tongkat.

Tanpa dilihat seorangpun tahu-tahu sebatang jarum hitam melejit ke dada tosu ini, begitu dua senjata saling bentur tiba-tiba Kim-sin San-jin berteriak terguling roboh. Tosu itu mendekap dadanya, kaget oleh kecurangan lawan. Dan Pouw Kwi yang tertawa bergelak oeh hasil serangannya ini tiba-tiba meneruskan tongkatnya memukul leher tosu itu.

"Dess!" Kim-Sin San-jin mengeluh. Ia berhasil miringkan kepala, tapi tongkat yang ganti menghantam pundaknya membuat tosu itu mendelik dengan tubuh roboh terguling. Dia memaki kecurangan pemuda itu, tapi Kim-sin San-jin yang terkena jarum beracun tiba-tiba berkelojotan dan ambruk ke lantai. Dia menuding-nuding, mengeluarkan suara tidak jelas. Begitu lengannya terkulai tiba-tiba saja ketua Kong-tong ini telah tidak bergerak lagi untuk selama-lamanya. Tewas!

Semua orang menjadi gempar. Mereka tidak melihat serangan jarum hitam itu. Tapi Pek-mauw Sian-jin yang dapat menduga keadaan tahu-tahu melayang naik dengan penuh kemarahan. Dia tidak melihat serangan itu. Maklum, jarak terlalu dekat dan meluncumya jarum juga tiba-tiba sekali. Namun muka Kim-sin San-Jin yang mendelik dengan warna kehijauan membuat ketua Kun-lun ini tahu apa yang terjadi. Serangan gelap! Maka Pek-mauw Sian-jin yang marah oleh perbuatan pemuda itu sudah membentak gusar,

"Orang she Pouw, kanapa kau mempergunakan racun?"

Pouw Kwi melangkah mundur, Dia menyeka keringat, tertawa mengejek melihat kemarahan ketua Kun-lun itu. Namun menyimpan tongkat dia balik bertanya, "Pek-mauw Sian-jin, apa maksud pertanyaanmu ini? Apakah kemenanganku hendak kau batalkan?"

Pek-mauw Sian-jin mengepal tinju. "Aku tidak bermaksud membatalkan kemenanganmu, orang she Pouw. Tapi kau tidak sah dalam pertandingan ini. Kau melakukan kecurangan, mempergunakan racun...!" Pouw Kwi mengeringai dingin. "Hm, apa arti kata-katamu ini, Pek-mauw Sian-jin? Dengan lain kata kau tidak mengakui kekalahan pihakmu?"

"Tentu saja! Bukankah kemenanganmu ini kau peroleh secara curang?"

Pouw Kwi mau menjawab, tapi ketua Gelang Berdarah yang tiba-tiba melomat maju berseru keras, "Pek-mauw Sian-jin, kau tidak berhak mengeluarkan pendapat tentang sah tidaknya sebuah pertandingan. Pibu dilakukan dengan jujur. Saudara Pouw Kwi tidak curang!"

Pek-mauw Sian-jin terkejut. "Apa katamu, Hiat-goang-pangcu? Pemuda itu tidak melakukan kecurangan?" lalu marah oleh ucapan ketua Gelang Berdarah ini Pek-mauw Sian-jin tiba-tiba membalik mayat Kim-Sin San-jin. Dia mencari-cari penyebab kematian itu, lalu mendapat sebuah jarum di dada kiri ketua Kong-thong ini Pek-mauw Sian-jin sudah mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Nah, lihat, pangcu. Apakah bukti kecurangan bocah ini masih dapat kau anggap jujur? Masihkah pibu ini sah menjadi kemenangan pemuda itu?"

Ketua Gelang Berdarah tertawa dingin. "Itu bukan bukti yang meyakinkan, Pek-mauw Sian-jin. Justru jarum itu menunjukkan kebodohan Kim-sin San-jin yang roboh oleh lawannya. Saudara Pouw Kwi tidak curang, karena dalam perjanjian pibu tidak dikatakan siapa boleh mempergunakan jarum beracun atau tidak!"

Pek-mauw Sian-jin tertegun. Dia pucat, memandang ketua Gelang Berdarah ini dengan mata terbelalak. Dan ketua Gelang Berdarah sendiri yang sudan menghadap tamunya bertanya dengan suara lantang, "Saudara-saudara, cuwi enghiong yang terhormat, benarkah tuduhan Kun-lun-paicu tadi bahwa pihak kami melakukan kecurangan? Tidak sahkah kemenangan yang diperoleh saudara Pouw Kwi atas robohnya ketua Kong-thong ini?"

Lalu melihat semua tamu tertegun Ketua Gelang Berdarah itupun sudah melanjutkan lagi, "Dan kutekankan di sini bahwa aku menolak tuduhan itu, cuwi enghiong yang terhormat. Karena dalam pibu ini sama sekali tidak dinyatakan seseorang boleh mempergunakan senjata peracun atau tidak. Maka saudara Pouw Kwi yang berhasil mengalahkan lawannya dengan segala kecerdikannya adalah sah berdiri sebagai pemenang! Siapa hendak menyangkal?"

Para tamu terbengong. Mereka memang mengakui bahwa pibu yang diadakan dua pihak ini sama sekali tidak menyinggung-nyinggung masalah senjata beracun atau tidak. Dan, peraturan tentang itu menang tidak ada. Jadi kalau salah satu roboh karena kelihaian pihak lain maka tentu saja pertandingan itu sah menjadi milik yang menang. Tidak perduli cara apa yang digunakannya! Maka Pek-mauw Sian-jin yang melotot di atas panggung menjadi merah padam mukanya. Dia harus mengakui itu, mengakui peraturar yang, kurang lengkap. Dan robohnya Kim-sin San-jin oleh kecurangan pemuda itu memang boleh dianggap sebagai "kebodohan" ketua Kong-thong itu. Yang kurang waspada dan hati-hati terhadap muslihat lawan!

Pek-mauw Sian-jin tak dapat bicara lagi. Dia marah, melihat betapa lihai dan liciknya pihak komplotan ketua Gelang Berdarah itu. Tapi debat sang ketua Gelang Berdarah yang memang tak dapat dibantah akhirnya membuat ketua Kun-lun-pal ini tak mampu bicara apa-apa. Dan Cheng-gan Sian-jin yang tiba-tiba bangkit berdiri mendadak tertawa bergelak mengejek tosu itu.

"Pek-mauw Sian-jin, sebaiknya kau berhati-hati sebelum melakukan protes terhadap kami. Pihakmu kalah sekali, kenapa berkaok-kaok persis kambing kebakaran jenggot?"

Pek-mauw Sian-jin mendelik gusar. "Jangan mengejek, Cheng-gan Sian-jin. Aku hanya bicara melihat sesuatu yang menjijikkan di depan umum!"

"Ha-ha, tapi kau tetap kalah, bukan? Sudahlah, duduk kembali dan saksikan pertandingan berikutnya dengan baik-baik. Kalau mau memprotes tentang senjata beracun sebaiknya sekarang kau ajukan peraturan baru agar pihakmu tidak penasaran!"

Pek-mauw Sian-jin tak jadi melompat turun. Dia memandang ketua Gelang Berdarah, lalu berkata nyaring dia bertanya, "Hiat-goan-pangcu, apakah peraturan pibu tidak diadakan perbaikan?"

"Maksudmu tentang penggunaan senjata beracun, Sian-jin?" ketua Gelang Berdarah mengejek dingin. "Kau takut dengan penggunaan senjata begini?"

Pek-mauw Sian-jin menjublak. Tapi Ciok-thouw Taihiap yang tita-tiba Bengkit berdiri berieru keras, "Sian-jin, tak perlu memintakan keringanan. Pertandingan tinggal tiga, kenapa harus takut senjata beracun?" lalu memandang Cheng-gan Sian-jin. Ketua Beng-san-pai itu sudah melayang naik. "Hiat-goan-pangcu, tak perlu banyak cakap lagi. Pihakmu kali ini menang. Sekarang suruhlah orang berikutnya maju!" dah Pendekar Kepala Batu yang berkilat-kilat matanya itu mencorong menghadapi Cheng-gan Sian-jin. Dia siap menghadapi datuk iblis itu, yang telah membunuh muridnya di depan mata.

Dan Cheng-gan Sian-jin yang merasa mendapat tantangan tiba-tiba berkelebat ke depan mengajukan diri. "Ha-ha, Ciok-thouw Taihiap rupanya tak sabar, pangcu. Kalau begitu boleh aku maju sebagai orang ke empat!"

Tapi, ketua Gelang Berdarah buru-buru mengulapkan lengannya. "Ciok-thouw Taihiap, Cheng-gan Sian-jin, tolong kalian Mundur dulu. Pertandingan ke empat akan diisi oleh muridku sendiri. Apa kalian tidak malu melawan orang muda?"

"Hm, tapi kami sudah berhadapan, pangcu. Biar kujajal setan tua ini sebelum muridmu maju...!"

Ketua Gelang Berdarah tetap menggeleng. Dia menyambar pundak Cheng-gan Sian-jin, dan tertawa lebar dia melunakkan kemarahan dua jago yang siap tempur itu. "Cheng-gan Sian-jin tolong mundur dulu. Kesempatan untuk kalian terbuka. Jangan buru-buru...!" dan ketua Gelang Berdarah yang mendekatkan telinganya, itu berbisik perlahan, "Sian-jin, ingat rencana kita! Jangan terjebak kemarahan ketua Beng-san-pai itu!" dan Cheng-gan Sian-jin yang tampak sadar tiba-tiba menyeringai dan menganggukkan kepala.

"Baiklah, aku memenuhi permintaan pangcu. Tapi beri tahu ketua Bang-san-pai itu agar jangan besar mulut kalau bicara!"

Ciok-thouw Taihiap menggereng. Dia sudah memasang kuda-kuda memandang beringas kepada iblis tinggi besar itu. Namun ketua Gelang Berdarah yang tersenyum telah menjura di depannya.

"Ciok-thouw Taihiap, mohon tenangkan marahmu, Cheng-gan Sian-jin sudah mundur, tolong kau duduk dulu untuk menyaksikan pertandingan babak ke empat. Kita masih ada kesempatan, bukan?"

Ketua Beng-san-pai ini terpaksa menahan kemarahannya. Dia melihat Pek mauw sian-jin juga berdiri menengah dan ketua Kun-lun yang mengedipkan mata itu berkata, "Souw-tathiap, tolong kendalikan amarahmu. Pinto harus mengajukan Hek Kong melawan murid Hiat goan-pangcu dalam pertandingan babak ke empat. Kau setuju, bukan?"

Pendekar besar ini tiba-tiba sadar. Dia melompat turun, diikuti Pek mauw Sian-jin yang sudah mencari-cari si muka hitam. Tapi Ciok-thouw Taihiap yang menggelengkan kepalanya itu berkata tegas, "Sian-jin, Hek Kong jangan diajukan dalam pibu babak ke empat ini. Dia sudah ada lawannya!"

Pek-mauw Sian-jin terkejut. "Eh, maksudmu, taihiap? Bukankah...?"

"Hm, jangan berdebat tentang ini. Kalau ingin tahu kau tanyalah Pek-kut Hosiang-lo-suhu. Dia tentu sependapat denganku!"

Pek-mauw Sian-jin terbelalak. Dia jadi penasaran, dan Hui-to Lojin yang mendengar mereka saling berdebat tia-tiba juga sudah melompat mendekat. Dia bertanya seperti yang dikatakan ketua Kun-lun-pal itu, "Souw-taihiap, babak ke empat ini akan diisi oleh Hek Kong, bukan?"

Tapi Ciok-thouw Taihiap menggeleng "Tidak, Lojin. Justru kaulah yang harus menghadapi murid ketua Gelang Berdarah itu!"

"Eh…?" Hui-to Lojin terkejut. Kenapa begini, taihiap? Bukankah...."

Tapi Ciok-taihiap sudah mengulap lengannya. Dia terpaksa mengerahkan ilmunya Coan-im-jip-bit, dan agar ketua Hoa-san itu tidak tersinggung berbisik. "Lojin, Hek Kong bukan orang lain. Dia Pendekar Gurun Neraka yang sedang menyamar membantu kita…!"

Maka Hui-to Lojin yang jadi tertegun kontan terbengong dibuatnya. Tokoh Hoa-san ini mendelong, dan Pek-maw Sian-jin yang juga sudah mendengar bisikan itu tiba-tiba menjublak dengan mata terbelalak. Tapi Hek Kong tiba-tiba muncul, tertawa ha-ha-he-he.