Pendekar Kepala Batu Jilid 24 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 24
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Pendekar Kepala Batu Karya Batara
PEMUDA itu membelalakkan mata dan susioknya yang melempar granat tangan temyata sudah lenyap di tengah-tengah mereka. Kiranya berlindung di balik asap tebal yang mengejutkan semua orang, ketua Perkumpulan Gelang Berdarah itu telah pergi. Dan bersama dengan kepergiannya itu ternyata lenyap pula muridnya yang tadi menonton!

"Keparat, siapa orang she Wan itu?" Ciok-thouw Taihiap yang sudah berdiri tegak tampak mendelik dengan tinju terkepal dan asap hitam yang sudah lenyap itu menjadikan dia dapat memandang tiga orang yang berdiri di dekatnya. Dan begitu dia melihat Pek-kut Hosiang serta kakek Phoa yang tersenyum memandangnya sekonyong-konyong ketua Beng-san-pai ini berseru.

"Hei, kaukah, lo-suhu? Dan kau datang bersama si nelayan miskin ini?" Ciok-thouw Taihiap tampak tertegun dan kakek Phoa terkekeh gembira.

"Wah, kau baru tahu bahwa kami berada di sini. Dengan paicu? Heh-heh, agaknya saking bernafsu mengejar si orang she Wan itu kau sampai tidak melihat kedatangan kami. Dan kau tidak mengenal pemuda ini, Beng-san-paicu? Wah, dia adalah jago kita yang telah menyelamatkan muridmu...!" Kakek itu tampak berseri.

Dan Bu Kong sendiri yang dipandang dengan mata terbelalak oleh ketua Beng-san-pai itu buru-buru menjura dengan muka merah. "Souw-locianpwe, harap jangan hiraukan omongan kakek Phoa. Siapa yang menjadi jago di sini? Aku tidak merasa menjadi jago dan penyelamatan saudara Lek Hui ini adalah memang sudah menjadi kewajibanku karena kita berdua merupakan sahabat-sahabat baik!"

Ciok-thouw Taihiap tampak tertegun untuk kedua kalinya dan penghormatan orang yang tampak sungguh-sungguh itu hanya dibalasnya dengah anggukan kepala. Dia tidak kenal dengan pemuda ini, dan sebagai orang yang merasa tingkatnya masuk golongan "atas" maka dia bersikap angkuh. "Anak muda, kau siapakah?" tanyanya sekedar untuk tidak terlalu bersikap sombong.

"Ah, siauwte yang rendah adalah orang she Yap, Souw-locianpwe. Dan baberapa waktu yang lalu telah berkenalan secara baik dengan muridmu yang gagah perkasa itu, saudara Lek Hui yang siauwte kagumi."

"Heh-heh, dia adalah Yap Bu Kong, Beng-san-paicu. Bekas jenderal muda itu yang kini lebih dikenal dengan julukan Pendekar Gurun Neraka!" kakek Phoa tiba-tiba menerangkan. "Apakah kau belum mendengar nama pendekar muda yang lihainya melebihi sang guru ini?"

Sekarang Ciok-thouw Taihiap tampak kaget dan pendekar gundul yang sedikit angkuh itu mendadak terkejut. "He, jadi kau adalah Yap-goanswe, anak muda? Astaga, sungguh tidak kuduga! Ha-ha, nelayan she Phoa, jadi Pendekar Gurun Neraka inikah yang telah menyelamatkan muridku? Wah, terima kasih, Yap-goanswe, aku sungguh tidak mengira akan budi pertolonganmu ini...!"

Ciok-thouw Taihiap yang tadi bersikap tinggi hati itu sekonyong-konyong sekarang memberi hormat di depan Bu Kong dan pemuda yang merah mukanya ini tiba-tiba merasa jengah.

"Ah, Souw-locianpwe, jangan membuat aku malu. Pertolongan yang kulakukan adalah pertolongan susulan. Karena kalau tidak datang Phoa-locianpwe yang menghadang duluan itu barang kali aku juga tidak mampu mengejarnya. Phoa lojin-lah yang berjasa besar, karena berkat kedatangannya yang tepat maka saudara Lek Hui dapat kita selamatkan jiwanya!"

"Ha-ha, jangan kau membesarkan kepala orang she Phoa ini, Pendekar Gurun Neraka Karena kalau kau tidak datang tentu aku si tua bangka ini sudah mampus di tangan sang ketua Perkumpulan Gelang Berdarah!"

"Ketua Perkumpulan Gelang Berdarah?" Ciok-thouw Taihiap terbelalak.

"Ya, ketua Perkumpulan Gelang berdarah, Beng san-paicu. Orang berkedok yang bernama Wan Lui itu. Dialah si manusia iblis dari Pulau Hek-kwi-to yang melarikan diri dan membuat onar...!"

"Ahh!" Ciok-thonw Taihiap benar-benar kaget sekarang dan tanpa sadar dia memandang Bu Kong yang tiba-tiba muram mukanya. "Jadi dia adalah susiokmu sendiri, Pendekar Gurun Neraka?" tanyanya terheran-heran.

"Ya, Souw-locianpwe," pendekar muda ini mengangguk. "Dan aku telah mengikuti jejaknya selama berbulan-bulan sebelum membuktikan kebenarannya."

"Ooh..." ketua Beng-san-pai itu memandang bengong namun mendadak dia menoleh ke arah Pek-kut Hosiang. "Pek-kut Hosiang apakah kau juga mempunyai urusan dengan si ketua Perkumpulan Gelang Berdarah itu?"

Hwesio Go-bi itu tertawa pahit. "Tidak Beng-san-paicu, karena dia telah membunuh seorang murid luarku yang membawa lari kitab-kitab pusaka..."

"He, muridmu dibunuh, Pek-kut Hosiang?"

"Ya, tapi itu adalah kesalahan sendiri. Dan bukan murid langsung, Beng-san-paicu, melainkan hanya murid luar saja. Tapi yang lebih gawat adalah masalah kitab-kitab pusaka itu. Dia telah merampasnya dan mempelajari ilmunya di lembah Hwe-seng-kok!"

"Aah..!" Ciok-thouw Taihiap tampak tertegun keheranan dan Phoa-lojin yang berdiri di sebelah kanannya tiba-tiba menimbrung sambil tertawa.

"Wah, kau ini ah-oh ah-oh melulu, Beng san-paicu. Memangnya kau belum mendengar kejadian ini? Ha, kalau begitu jangan mengeram dong. Sekali-kali turun gunung untuk mendengar berita berita baru. Kalau begitu, apakah kau juga tidak tahu akan adanya keramaian yang akan diadakan oleh Perkumpulan Gelang Berdarah itu? Mereka hendak merayakan Ulang tahunnya yang pertama dan konon akan diadakan secara besar-besaran!"

"Hmm..." Ciok- thouw Taihiap tersipu merah. "Untuk berita ini aku sudah mendengamya, nelayan sinting. Tapi untuk berita lain aku sama sekali belum menerimanya. Hiat-goan-pang telah mengundangku secara resmi, dan mereka katanya juga akan mengadakan pibu untuk dicari siapa jago terunggul buat dijadikan bengcu!"

"Ha-ha, jadi kau sudah tahu tentang maksud orang-orang Perkumpulan Gelang berdarah itu, Beng-san paicu? Bagus, dan kau malah diundangnya juga. Wah, tentu ramai kalau begitu! Ha-ha, kalau begitu berita lain apa yang sama sekali kau katakan belum menerimanya, Beng-san-paicu? Apakah kau hendak meminta tolong si tukang nujum ini memberitahukannya?"

Ciok-thouw Taihiap menyeringal kaku. Dia memang hendak meminta pertolongan pada si tukang gwamia ini untuk menentukan jejak putera-puterinya. Tapi belum dia bicara sekonyong-konyong orang sudah menebaknya duluan. Karena itu Ciok-thouw Taihiap jadi tersipu tidak enak namun karena dia sudah tahu akan kelihaian si tukang nujum ini maka mau tak mau diapun mengngangguk.

"Benar, nelayan she Phoa. Aku sedang kebingungin mencari jejak putra-puteriku. Mereka minggat tanpa memberi tahu, terutama anak perempuanku yang nakal itu. Sudah hampir sebulan ini kami mencari tapi belum juga ketemu. Apakah kau bisa membantu?"

"Heh-heh, tentu saja bisa, beng-san-paicu mereka itu turun gunung?" kakek Phoa tampak terheran.

"Hm, karena ia menerima lamaran Bu-tiong-kiam Kun Seng, nelayan she Phoa. Dan kami orang tua sudah saling setuju tapi mungkin karena malu lantas ia minggat turun gunung!"

"Ohh…!" Phoa-lojin tertawa geli tapi tiba-tiba dia bersikap serius. "Jadi itukah persoalannya, Beng-san paicu? Hm, gampang… gampang… puterimu itu memang keras kepala, tapi kulihat sekarang menuju utara. Dan tentang puteramu agaknya Pek-kut Hosiang yang bakal menemukannya...!" kakek itu memandang ke atas langit yang biru serta awan yang putih kehitaman seolah-olah menjadikan pedomannya untuk cari jejak putera-puteri pendekar dari Beng-san-pai itu.

Dan Ciok-thouw Taihiap yang mendengar kata-katanya ini sudah berseri gembira. Pendekar itu tampak memandang Pek-kut Hosiang mengerutkan kening, dan dengan penuh harap berkata kepada hwesio Go-bi ini, "Pek-kut Hosiang, tolong kau perhatikan baik-baik ucapan Gwamia ini. Dia mengatakan engkau bertemu dengan puteraku. Dan kalau itu benar tolong kau lindungi dia, sampai kita bertemu lagi!"

"Hm, baik, Souw Taihiap. Tapi pinceng, pribadi akan mengusahakannya sambil berjalan."

"Ah, tentu saja. Bukankah kau juga akan ke Puri Naga?"

"Ya, tapi pinceng bukanlah undangan. Pinceng akan memutar untuk menuju markas besar Perkumpulan Gelang Berdarah itu!"

Ciok thouw Taihiap tidak memperhatikan ucapan yang terakhir ini karena dengan muka gembira dia sudah menjura di depan hwesio tinggi besar itu. "Pek-kut Hosiang, terima kasih atas janjimu yang menenangkan ini. Dan kalau kita dapat bertemu di Puri Naga kuharap puteraku itu sudah di sampingmu!"

Pek-kut Hosiang balas menjura sambil tersenyum tapi alisnya yang selalu berkerut itu tampaknya ragu-ragu. Hwesio ini sebenamya hendak mengatakan sesuatu namun rupanya urung untuk diucapkan. Dan dia yang menerima permintaan ketua Beng-san-pai ini menarik napas panjang.

"Mudah-mudahan kita semua selamat, Beng-san-paicu. Dan kuharap kau berhati-hati memasuki sarang naga itu..."

Ciok thouw Taihiap tertawa. "Ah, itu sudah menjadi kewajiban setiap orang, Pek-kut Hosiang. Kalau sampai celaka barangkali itu sudah nasib buruknya. Dan sahabat muda kita ini, apakah juga ke Puri Naga?" ketua Beng-san-oai ini memandang Bu Kong dengan mata bersinar.

"Ah, itu sudah menjadi tugasku, Souw-locianpwe, karena suhu telah berpesan untuk membawa menghadap beliau!"

"Ha-ha, dan rupanya kau mengagumkan, Pendekar Gurun Neraka. Lain waktu aku ingin mengundangmu makan minum di Beng-san sambil bicara soal silat….!"

"Ah, kepandaianku biasa-biasa saja, Souw-locianpwe. Dan kukira tidak ada yang istimewa. Dahulu secara kebetulan aku bertemu dengan nona Souw dan melihat gaya permainan silatnya sungguh patut dia menjadi putera pendekar seperti locianpwe."

"Ha-ha, kau pandai memuji orang, Yap-sicu dan kata-katamu ini mengingatkan aku akan bantuanmu terhadap putera-puteriku. Bukankah engkau yang menyelamatkan mereka dari The-lohengte bersaudara? Wah, terima kasih sekali lagi, Yap-sicu terima kasih…!" Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba meraba baju dalam. "Dan ini sekedar ungkapan kegembiraanku. Terimalah Pendekar Gurun Neraka. Beng-san-paicu memberikanmu lengpai Ciang-bun-tang-hu ini untuk dipergunakan bilamana perlu. Terutama untuk anak-anak murid Beng-san-pai yang barangkali perlu kau tundukkan tanpa harus meminta ijinku!"

Bu Kong terkejut, tapi hendak menolak tahu-tahu Ciok-thouw Taihiap sudah memberikan benda itu kepadanya tanpa memberi kesempatan. Dan dia yang mendapat kepercayaan sedemikian besar ini jadi tersipu sipu gugup. "Aih, Souw locianpwe, bagaimana mungkin aku yang bukan orang Beng-san-pai begini mendapatkan lengpai tanda kuasa? Apakah aku dapat mempergunakannya dengan betul? Hm, kalau begitu biarlah pemberian ini bersifat sebagai peminjaman saja, Souw-locianpwe. Dan kelak, kalau sudah tidak kugunakan lagi akan kukembalikan kepadamu!"

Pemuda itu cepat memberi hormat dan Ciok-thouw Taihiap yang mendengar kata katanya ini tersenyum lebar. Mukanya berseri, dan ucapan yang membayangkan watak seorang pendekar yang bersih dan jujur itu membuatnya gembira.

"Ha-ha, tidak usah kau sungkan sungkan, Yap-sicu. Tapi kalau kau menganggapya sebagai barang pinjaman baiklah. Kelak kutunggu kedatanganmu di Beng-san sambil kita makan minum....!"

Pendekar kepala gundul itu lalu memeriksa muridnya dan melihat Lek Hui hanya pingsan akibat pembiusan saja diapun lalu menotok dada muridnya. Sekali mengurut dan meraba akhirnya sadarlah pemuda tinggi besar itu. Dan melihat gurunya berjongkok di dekatnya si raksasa tinggi besar ini terkejut. Dia melompat bangun, dan pertanyaan pertama yang diserukan adalah si laki-laki she Wan!

"Suhu, di mana orang she Wan itu? Teecu diserang asap tembakaunya yang beracun. Dan… Hey… kau ada di sini, Pendekar Gurun Nelaka?" Lek Hui tampak kaget dengan adanya Bu Kong di situ dan dia semakin terkejut melihat hadirnya dua yang lain di tempat itu. Untuk Phoa lojin dia mengenal, dan karena itu dia sudah cepat memberi hormat. Tapi untuk hwesio berbaju kuning yang wajahnya agung serta penuh wibawa itu dia tidak tahu. Maka Chiok-thouw Taihiap memberitahukannya.

"Dia adalah Pek-kut Hosiang. Hui-ji. Hwesio dari Gobi yang telah ikut menyelamatkanmu dari orang shi orang she Wan."

"Ah, terimakasih, lo suhu. Dan di mana orang si manusia curang itu?" Lek Hui menjura kaget tetapi pertanyaan ini hanya disambut senyum kecil Pek-kut Hosiang.

Hwesio itu tidak menjawab, melainkan Ciok-thouw Taihiaplah yang menerangkan segalanya. Mulai dari peristiwa di rumah penginapan yang membuat dia merobohkan si Kalong Kelabu beserta teman-temannya yang lain sampai kepada siapa sebenarnya si laki-laki berkedok yang bernama Wan Lui itu. Dan untuk ini Ciok-thouw Taihiap tidak bicara panjang lebar, melainkan singkat namun cukup jelas ditangkap muridnya. Dan Lek Hui yang mendengar ceritera suhunya itu jadi semakin terbelalak lebar.

Raksasa muda itu berkali-kali mengepal tinju, dan setelah suhunya selesai bicara diapun Liu mengajak suhunya ini untuk segera mendatangi markas besar Perkumpulan Gelang Berdarah. Dan karena waktu memang telah cukup dekat maka Ciok-thouw Taihiap-pun tidak menolak. Guru dan murid itu akhirnya berangkat, dan setelah mereka memberi hormat kepada semua orang lenyaplah bayangan si ketua Beng-san-pai yang gagah perkasa ini.

Sekarang tinggal si kakek Phoa bertiga bersama Pek kut Hosiang serta pendekar muda, Bu Kong yang masih termangu-mangu di situ. Tapi karena kakek Phoa tidak mempunyai kepentingan lagi maka si nelayan dari Pulau Cemara itupun akhirnya berpamitan kepada mereka.

"Pek-kut Hosiang lo-suhu, apakah kau hendak ke Naga bersama Pendekar Gurun Neraka?"

Hwesio Go-bi ini tersenyum. "Tidak, Phoa-lojin, Pinceng masih mempunyai urusan lain. Pinceng janji dengan suhengmu, si Belut Emas di tikungan Segi Tiga."

"Cui-suheng muncul?"

"Ya, dan karena itulah pinceng tidak dapat menuju Puri Naga. Kau berangkatlah dulu Phoa-situ, pinceng menyusul belakangan saja."

"Heh-heh, baik... baik kalau begitu. Eh, Pek-kut Hosiang, dan kau Pendekar Gurun Neraka, lohu pergi dulu kalau begitu!" kakek Phoa tertawa gembira dan tanpa menanti jawaban temannya sudah berkelebat meninggalkan dua orang ini dengan muka berseri-seri.

Sekarang Bu Kong memandang hwesio tinggi ini. Melihat orang tidak segera berangkat membuat dia mempunyai dugaan bahwa agaknya Hwesio Go-bi itu agaknya akan berbicara sesuatu kepadanya. Karena itu dia lalu bertanya, "Lo-suhu, ada sesuatu yang ingin kau beritahukan kepadaku?"

Pek-kut Hosiang, menarik napas panjang. "Benar, Yap sicu, dan itu adalah tentang paman gurumu sendiri. Tadi pinceng melihat pertandingan kalian, dan kalau tidak dibantu Hoat-lek-kim-ciong-ko tentu paman gurumu itu sudah roboh. Kau memiliki Jit-yang Sin kang yang mengagumkan. Yap sicu, dan terus terang pinceng kagum sekali akan tenaga saktimu ini!" Hwesio itu memandang dengan mata bersinar.

Dan Bu Kong merah mukanya. "Ah, tapi nyatanya pukulanku tidak mampu merobohkan Wan-susiok, lo-suhu. Apanya yang hendak dibanggakan?"

"Hm, itu karena paman gurumu dibantu ilmu gaib. Yap sicu. Dan kalau mengandalkan ilmunya yang biasa saja pinceng yakin kau mampu merobohkannya. Kau memiliki Jit-yang Sin-kang yang mujijat dan ini merupakan tenaga sakti yang amat langka sekali. Apakah sicu mendapatkannya di Gurun Neraka?"

Bu Kong mengangguk. "Betul, lo-suhu, tapi itupun atas jasa guruku yang telah membimbingku sedemikian rupa. Beliau berpesan bahwa tenaga sakti Jit-yang Sin-kang ini tidak boleh dipergunakan sembarangan, tapi khusus digunakan untuk menghadapi Wan susiok."

"Ya, tapi ternyata perkiraan gurumu menghadapi hal tak diduga. Dengan Hoat-lek-him-ciong-ko kau tak mampu melukai susiokmu. Yap-sicu. Karena tubuhnya di bantu kekuatan hitam dari pengaruh lembah Hwe-seng-kok! Dan untuk itu kita harus mencari jalan keluarnya."

"Apa yang lo-suhu maksudkan?"

"Kita harus mencari titik kelemahannya, Yap-sicu. Karena Hoat-lek-kim-ciong-ko seperti ilmu-ilmu gaib lainnya ia pasti memiliki sebuah titik mematikan yang disembunyikan. Dan kalau ini tidak kau cari, pastilah paman gurumu itu tidak mempan diserang oleh pukulan macam apa saja. Jangan lagi Jit-yang Sin-kang, biar petir sendiri yang menyambar tubuhnya tidak bakal membuat dia tewas. Paling-paling dia hanya pingsan."

"Aah...!" Bu Kong terkejut mendengar keterangan ini dan Pek-kut Hosiang mengerutkan keningnya-dengan muka muram.

"Dan ini diawali dengan kelengahanku, Yap-sicu. Membiarkan kitab pusaka Bu tek-thi-pah-peng dicuri oleh murid luarku. Dan kalau paman gurumu itu tidak melatihnya di lembah Hwe-seng-kok, tentu dia benar-benar akan menjadi seorang manusia tanpa tanding. Padahal pinceng sendiri tidak berani melatih peninggalan Bu-tek-thi-pah-ong tanpa perkenan arwah leluhur!"

Bu Kong semakin terkejut oleh keterangan hwesio Go-bi itu dan membayangkan susioknya disambar petir saja tidak bakal tewas membuat dia jadi pucat. Hebat kalau begitu. Dan jika susioknya menjadi manusia tanpa tanding di dunia ini sungguh keadaan akan jadi berbahaya sekali. Seorang iblis akan muncul, dan kesaktiannya yang tidak dapat dikalahkan itu bakal membuat susioknya menjadi orang yang tidak kenal perikemanusiaan lagi!

"Ah, kalau begitu bagaimana, lo-suhu? Dan siapa itu sebenarnya Bu-tek-thi-pah-ong? Aku belum pernah mendengai nama ini!" pemuda itu menjadi pucat dan Pek-kut Hosiang memandang muram mendengar pertanyaan ini.

"Bu-tek-thi-pah-ong adalah seorang jago silat pada jamannya dinasti Shang, Yap-sicu. Beliau adalah maharaja pendekar yang berbudi luhur. Ilmu silatnya luar biasa, dan kesaktiannya yang mengagumkan delapan penjuru dunia membuat dia diakui sebagai Bu-tek-thi-pah-ong (Raja Maha Kuat Tanpa Tanding). Nama sebenarnya tidak ada orang tahu, atau mungkin telah lupa saking lamanya pendekar itu tidak menampakkan dirinya lagi. Dia meninggalkan dua warisan di dunia ini, yakni yang pertama adalah sebuah kitab bemama Bu-kang-pit-kip sedangkan yang ke dua adalah mutiara penawar racun yang lebih dikenal orang dengan nama Pi-tok-cu. Dan agaknya degan bantuan inilah paman gurumu bersembanyi di Hwe-seng-kok. Pi-tok-cu mampu mengusir semua jenis racun, dan bisa apapun yang paling ganas tidak bakalan mempan melawan mutiara itu!"

Bu Kong terbelalak mendengar keterangan ini dan sekarang dia tahu mengapa jejak susioknya tahun yang lain lenyap. Kiranya bersembunyi di Lembah Gema Suara yang konon kabarnya amat angker karena penuh Cek-yu-tok-bu atau Kabut beracun itu! Dan mengandalkan keampuhan Pi-tok-cu kiranya sang paman guru itu mempelajari ilmu di lembah Hwe-seng-kok!

"Hem.... pemuda ini tertegun dan Pek-kut Hosiang yang sudah melanjutkan keterangannya itu berkata lagi. "Dan Bu-kang-pit-kip yang dirampasnya itulah yang membuat susiokmu lihai, Yap-sicu, yang membuat dia mampu memiliki kekebalan yang amat mujijat. Konon Bu-tek-thi- pah-kong sendiri pada jamannya dahulu juga amat kebal sekali, dan dikabarkan orang dia mampu menahan serangan petir. Tapi agaknya paman gurumu yang terpengaruh oleh hawa beracun di Lembah Hwe-sing-kok itu telah keliru jalan, dan memiliki jenis kekebalan semacam Hoat-lek-ciong-ko yang dibantu oleh pengaruh ilmu gaib. Memang kekebalannya mirip dengan kekebalan yang pernah dimiliki oleh mendiang Bu-tek-thi-pah-ong sendiri, tapi karena mengandung ilmu hitam pasti memiliki satu kelemahan yang disembunyikan. Dan membiarkan orang seperti itu berkeliaran di dunia kang-ouw sungguh berbahaya, Yap-sicu. Setidak-tidaknya pinceng ikut menanggung dosa kalau dia mengumbar nafsu angkaranya!"

Hwesio Gobi ini tampak sedih dan Bu Kong yang mendengar kata-katanya itu bangkit semangatnya. Dia tidak rela melihat susioknya mengacau dunia, karena itu dia akan melawan sampai berhasil. Tapi, bagaimanakah caranya? Untuk ini Bu-kong jadi termangu-mangu bingung.

"Lo-suhu..." akhirnya pendekar kita bicara. "Kalau kita harus mencari titik kelemahannya lalu hagaimana caranya? Menyerang setiap bagian tubuhnya, ataukah mempergunakan akal lain? Kalau dia tidak mampu dipukul roboh, kita sendiri yang bakal kehabisan tenaga, lo-suhu. Dan salah-salah tubuh binasa dengan hasil yang sia-sia…!"

"Hm, ada satu jalan, Yap-sicu. Dan engkaulah orangnya yang tepat untuk melakukan ini. Kau carilah sekeping plat tembaga dimulut Hwe-seng-kok, karena itu merupakan jawaban satu-satunya untuk memecahkan semua ilmu yang dipelajari secara salah dari Bu-kang-pit kip. Dan kalau kau sudah menemukannya harap secepatnya pergi ke Puri Naga, Yap-sicu, karena pinceng akan menunggumu di sana!"

"Sekeping plat tembaga, lo-suhu?" Bu Kong terbelalak.

"Ya, benda yang membuat pinceng cemas karena kehilangan di sekitar Lembah Gema Suara itu. Benda itu merupakan kunci atau petunjuk bagi yang salah berlatih Bu-kang-pit-kip, Yap-sicu, dan kalau kita tidak mau mengambil resiko dengan mencarinya di setiap bagian tubuh lawan maka benda itulah merupakan satu-satunya petunjuk yang amat berharga!"

"Ah...!" pemuda ini menjadi gembira dan wajah yang tadi gelisah itu sekonyong-konyong berubah girang. Kalau betul plat tembaga yang dimaksudkan Pek-kut Hosiang ini menyimpan petunjuk demikian penting tentu saja dia akan mencarinya! Tapi, di mana letak Hwe-seng-kok itu sendiri? Dia hanya mendengar namanya belaka tentang lembah ini dan tentang letaknya dia masih tidak tahu. Hwe-seng-kok memang tidak menarik perhatian orang kang-ow, karena itu tidak heran kalau lembah yang tidak bisa dimasuki ini jarang diketahui orang tempat tinggalnya. Karena itu Bu Kong lalu memandang hwesio tinggi besar ini.

"Lo-suhu, di manakah sebenarnya letak Lembah Gema Suara itu? Aku hanya mendengar namanya belaka tapi belum tahu letak daerahnya."

"Hm, lembah itu terletak di kaki Pegunungan Gu-niu-san, Yap-sicu, tepatnya di sebelah timur Pegunungan Cin-ling-san. Letaknya memang terpencil, dan kau dapat melihatnya dengan tanda-tanda kabut putih yang selalu menyelubungi hutannya."

"Ah, di timur Cin-ling-san? Jauh amat…!" pemuda ini terkejut.

"Ya, tapi dengan ilmu meringankan tubuhmu yang luar biasa kau pasti dapat pulang balik selama tiga hari, Yap-sicu. Dan kelebihan waktu lainnya dapat kaupergunakan untuk mencari kepingan plat tembaga itu...!"

"Hmm…!" Bu Kong tertegun tapi Pek-kut Hosiang yang sudah merasa cukup bicara itu tiba-tiba mengebutkan bajunya. "Yap-sicu, bukankah cukup semua keterangan pinceng kepadamu ini? Kalau kau ada yang kurang jelas baiklah katakan sekarang. Pinceng harus segera berangkat ke Tikungan Segi Tiga."

Pemuda ini membelalakkan matanya akan tetapi kemudian dia menggeleng. "Tidak, lo-suhu. Kukira semua penjelasan tadi sudah cukup dapat kumengerti dan mudah-mudahan tugas mencari benda itu dapat kulaksanakan dengan baik. Keramaian di Puri Naga bukankah masih beberapa hari lagi?"

"Ya, sepuluh hari lagi, Yap-sicu. Dan semoga Buddha yang welas asih membantu kita. Pinceng pergi dulu kalau begitu. Selamat tinggal...!" hwesio itu menganggukkan kepalanya lalu sekali berkelebat diapun lenyap meninggalkan pendekar muda itu tertegun di tempatnya.

Bu Kong sejenak termangu memandang kepergian hwesio tinggi besar itu, tapi setelah bayangnnya lenyap diapun lalu berkelebat menuju ke timur. Gu-niu-san-lah yang dituju, dan lembah Hwe-seng-kok yang mulai mengandung misteri dijadikan sasarannya. Tapi apakah berhasil pendekar muda ini mencari benda yang dimaksud Pek-kut Hosiang? Kita tunggu saja beritanya di Puri Naga.

Yang jelas, pemuda itu sudah menemui Pek Hong dan Ceng Bi di sebuah kuil tua. Dan peyamarannya sebagai si Ang-bin-siauwjin telah membuat gara-gara pertengkaran di antara dua orang gadis itu, di mana Ceng Bi akhirnya melarikan diri akibat kesalahpahaman Pek Hong!

* * * * * * * *

Kini mari kita ikuti kembali perjalanan si dara jelita puteri Beng-san-pai-cu itu. Seperti kita ketahui, Ceng Bi telah melarikan diri dari kuil tua itu dengan tangisnya yang mengguguk. Dan sakit hatinya akibat dugaan Pek Hong yang amat menusuk perasaannya itu tak dapat diredakan begitu saja. Dia telah melampaui malam yang menyakitkan itu sampai menjelang fajar, dan matahari yang mulai timbul di atas tanah tampak menyorotkan cahaya yang kuning keemasan.

Ceng Bi terengah-engah, dadanya masih terasa sesak tapi tangis yang semalam mengguguk itu kini telah mulai lenyap. Air mata yang menitik turun merupakan-bukti satu-satunya betapa dara manis yang biasa gemira itu baru saja dirundung duka. Dan Ceng Bi mulai mencari sendang. Tubuh yang letih serta batin yang semalam dihimpit sakit itu kini terasa lelah. Dan Ceng Bi ingin membasuh mukanya. Dia lemas sekali, dan perihnya hati teringat kejadian semalam itu membuatnya mengeluh dengan air mata menitik satu-persatu.

Namun Ceng Bi menggigit bibir. Dia tidak mau dilanda duka terus-menerus, dan keinginan satu-satunya pada saat itu hanyalah mencari air. Dia haus sekali, dan tubuhnya yang letih membutuhkan air untuk menyegarkan badan. Air... air. aih, di mana kau? Ceng Bi terhuyung-huyung dan tiba-tiba seolah merupakan jawabannya mendadak terdengarlah suara air bergemericik. Gadis ini tertegun dan muka yang pucat itu tiba-tiba saja ditegakkan tengadah. Bunyi air yang gemerisik itu terdengar di sebelah kanannya, dan ketika dia melompat ke tempat itu tiba-tiba tampaklah sebuah mata air yang jernih di sebuah tebing bukitan.

"Aah…!" Ceng Bi terbelalak girang dan kaki yang sudah tersandung-sandung itu mendadak saja terasa kuat kembali. Air yang demikian jerih dan segar di bawah sebatang pohon itu sekoyong-konyong membawa kesegaran mujijat pada tubuhnya, dan begitu dia melompat menghampiri tiba-tiba saja Ceng Bi sudah berada di mata air ini.

Gadis itu mengeluh pendek, dan kegembiraan meluap-luap akibat keletihan, tubuh yang mendapat penawar dahaga ini sudah dibungkukkan ke depan. Ceng Bi membasuh mukanya, lalu seperti orang kehausan di padang pasir ia sudah menempelkan bibirnya meneguk air jernih itu sepuas-puasnya. Suara mencegluk yang berulang-ulang terdengar di kerongkongannya tampak mengharukan, tapi setelah dirasa cukup gadis itu tiba-tiba menghentikan mimumnya.

Dia memutar tubuh, bangkit berdiri dan perlahan-lahan memandang sekeliling. Lalu ketika dilihatnya sebuah kolam kecil di bawah mata air itu sekonyong-konyong mata gadis ini bersinar. Dia tiba-tiba saja ingin mandi, dan kolam kecil! yang begitu jernih airnya itu tampak mempesona. Airnya dingin segar, dan dasar kolam yang kelihatan batu koralnya itu tampak menyegarkan sekali. Aih, betapa nikmatnya kalau ia dapat mandi di kolam itu!

Ceng Bi tiba-tiba menjadi gembira dan sakit hatinya perlakuan Pek Hong semalam itu mendadak tak diingatnya lagi. Dia ingin menyelam di kolam kecil itu, dan beberapa ikan yang berenang hilir-mudik di dasar kolam sekonyong-konyong membuat mukanya berseri. Karena itu Ceng Bi lalu melepas pita rambutnya, dan begitu membuktikan bahwa di sekirar tempat itu tidak ada orang lain tiba-tiba saja puteri Beng-san-paicu yan cantik manis ini sudah melepas pakaiannya dan mencebur!

"Byurr....!" Ceng Bi langsung menyelam dan melihat ikan sama terkejut menyaksikan kedatangannya membuat gadis ini tiba-tiba tertawa geli. Dia mulai terkekeh, dan ikan yang ada di dasar kolam itu mulai dikejar sambil digoda. Ada yang ditarik ekornya tapi ada pula yang dijentik siripnya hingga mirip seorang ibu sedang menjewer telinga anaknya yang nakal. Dan Ceng Bi yang masih setengah dewasa ini tiba-tiba saja kambuh sikap kekanak-kanakannya!

Puteri Beng-san-paicu itu tampak gembira, permainan di dasar kolam yang mengasyikkan hatinya itu dilampiaskan sepuas hati. Dan saking asyiknya ia bermain sampai tidak mengetahui betapa seorang memandangnya terbelalak di atas pohon! Gadis ini baru terkejut ketika orang yang ada di atas pohon itu berteriak kepadanya,

"Hei…, siluman cantik, apa kau tiba-tiba saja ingin menjadi ikan duyung...!" dan sebuah batu tiba-tiba dilemparkan ke tengah kolam itu.

"Blungg...!" suara yang mengejutkan ini membuat Ceng Bi terkesiap kaget dan ketika dia melihat adanya seseorang di atas pohon itu gadis jadi menjerit tertahan. Dia selulup di bawah air, dan tinju yang dikepal-kepalkan dengan mata terbuka itu dimaksudkan untuk mengusir. Tapi, mana orang ini mau mengerti? Dia yang menempel di dasar kolam itu lupa bahwa bagaimanapun juga dia mencoba menyembunyikan diri namun tetap saja air kolam yang jernih tembus pandang itu menampakkan tubuhnya yang telanjang bulat. Jadinya malah lucu dan menggelikan kalau Ceng Bi berusaha menutup-nutupi tubuhnya!

Maka Ceng Bi yang melihat orang di atas pohon itu malah tertawa-tawa geli membuat dia menjadi gusar bukan main. Tapi ketika orang itu melompat turun dan melambaikan tangan kepadanya sekonyong-konyong gadis ini tertegun. Kiranya orang di atas pohon itu adalah seorang wanita, gadis cantik seusianya yang mengenakan baju hijau!

Dan sementara dia terbelalak ini tiba-tiba terdengarlah gadis di luar kolam itu berseru kepadanya, "Hei, siluman duyung, mau apa kau berendam di dasar kolam? Ingin jadi ikan, ya? Wah, sinting otakmu itu. Hayo cepat bangun mumpung tidak ada orang....!"

Maka Ceng Bi cepat-cepat mengeluarkan kepalanya. Tapi begitu dia nongol bentakanlah yang diberikannya, "Siluman busuk, mau apa kau mengintai orang mandi?"

Dan gadis baju hijau yang dipelototi mukanya itu terbelalak. "He, kau malah memaki aku?" tanyanya marah.

"Tentu saja! Habis kenapa kau mengintai orang mandi?"

"Wah, aku tidak mengintaimu, duyung betina, tapi kaulah yang tidak lihat-lihat ada orang di atas!"

"Cerewet, kau bawel yang pandal bicara. Siapa suruh kau kurang ajar kepadaku? Masuklah, biar kusumbat mulutmu yang ceriwis itu...!" Ceng Bi tiba-tiba menarik kaki orang dan si gadis baju hijau yang sama sekali tidak menyangka ini jadi berbelalak kaget.

"Hei, mau apa kau?" tapi tiba-tiba lengan Ceng Bi sudah disendal. Kaki yang ditangkap itu disentak ke depan, dan gadis baju hijau yang kehilanganan keseimbangan tubuh itu tanpa ampun kecebur dalam kolam.

"Byurrr...!" dua orang gadis muda itu saling memaki dan Ceng Bi yang merasa diganggu ini tiba-tiba menyelam sambil menarik kaki lawan. Dia kermaksud hendak memberikan hukuman pada si gadis baju hijau itu, dan rasa marahnya yang dikagetkan dari kegembiraannya itu tidak bisa dilenyapkan kalau tidak memberi hajaran.

Karena itu dia lalu menjambak rambut lawan, dan si gadis baju hijau yang kelabakan dengan pakaian basah kuyup itu tiba-tiba digaploknya. "Plak!" air di dalam kolam bergolak dan si gadis baju hijau tampak menjerit tertahan. Dia meronta hebat, dan lengan Ceng Bi yang menjambak rambutnya itu sekonyong-konyong digigit!

"Auh..!" Ceng Bi berteriak kesakitan dan saking marah dan gusarnya gadis ini tiba-tiba menjejak perut lawan.

Si gadis baju hijau yang menggigit ganti berteriak mengaduh, dan gigitannya pada lengan Ceng Bi tiba-tiba terlepas. Tubuhnya terdorong di dalam air, dan Ceng Bi yang telanjang bulat mempergunakan kesempatan ini untuk meluncur ke atas. Puteri Beng-san-paicu itu cepat-cepat melompat naik, dan pakaian yang ada di tepi kolam dikenakan secepat kilat seperrti orang diburu setan. Dan ketika ia selesai dengan cara sekenanya, muncullah kepala lawan di atas air!

"Siluman busuk, kenapa kau menggangu orang mandi?" Ceng Bi sudah mendelik dengan berapi-api sementara gadis baju hijau yang basah kuyup pakaiannya itu tampak gemetar.

Tapi gadis ini bukan gemetar karena takut melainkan gemetar karena menahan amarah yang membuat dadanya meledak-ledak. Dia sudah melompat naik di atas kolam, dan Ceng Bi yang petentang-petenteng di depannya itu disambut dengan muka merah padam.

"Siluman duyung, siapa yang mengganggu kau? Aku hanya memperigatkanmu bahwa di tempat ini ada orang. Untung aku seorang wanita, kalau aku laki-laki bagaimana sikapmu? Apakah kau tidak malu mandi telanjang bulat ditonton orang lain?"

"Keparat, siapa yang tidak malu ditonton orang lain? Adalah kau yang mengejutkan orang mandi dengan sikap kurang ajar. Kalau tidak, mana aku mau sudah? Eh, siluman busuk kau memang agaknya pandai bicara, dan untuk itu kau harus dihajar. Terimalah!"

Ceng Bi tiba-tiba sudah menerjang maju din tangan kirinya yang berkelebat di pipi orang itu rupanya siap menggaplok lagi. Tapi gadis baju hijau melengking marah. Tamparan Ceng Bi yang diarahkan pada pipinya ditangkis lengan kanan, dan tangan kirinya yang tadi berkacak pinggang sekonyong-konyong menyambar ke depan. Yang diarah adalah pipi Ceng Bi dan dengan perbuatan ini agaknya dia bermaksud membalas penghinaan yang dialami. Tapi Ceng Bi mengeluarkan jengekan di hidung. Tamparannya disambut dengan lengan kanan, dan dua pasang lengan gadis yang sama-sama cantik itu bertemu.

"Duk-dukk....!"

Ceng Bi dan lawannya sama-sama berseru kaget dan dua pasang lengan yang sama halus namun penuh tenaga sinkang itu terpental. Ceng Bi tertolak mundur dua langkah sedangkan lawannya tergetar ke belakang satu tindak. Dan dua orang gadis ini sama-sama terbelalak.

"Wah, kiranya kau cukup berisi, ya? Pantas suka mengganggu orang lain?" Ceng Bi melancarkan ejekannya.

"Hem, dan kau kiranya siluman duyung. ya? Pantas hendak main gaplok orang yang tidak bersalah!? Kau berani membenarkan dirimu sendiri, ya? Wah, kau siluman betina yang tidak tahu malu!"

"Ya, dan kau adalah iblis perempuan yang tebal muka!"

Ceng Bi berteriak marah mendengar ucapan itu dia tanpa banyak bicara lagi tahu-tahu iapun sudah melompat maju menyerang lawannya. Ejekan yang terakhir ini membuat mukanya menyala merah, karena dengan ejekan itu ia teringat akan mandiniya yang telanjang bulat. Maka si gadis baju hijau yang diterjang ganas itu dipukulnya dengan pukulan Cui-mo-jiu (Pukulan Mengejar Iblis). Tapi lawannya yang sudah mengelak itu membalasnya dengan tamparan maupun tendangan, maka adu cepat serta adu kelihaian inipun terjadilah. Serang menyerang dan tangkis-menangkis segera terjadi Baling susul, dan Ceng Bi yang merasakan kepandaian lawannya ini terkejut.

Ternyata gadis baju hijau yang cantik itu hebat ilmu silatnya. Dan tenaga sinkangnya yang selalu lebih unggul tampaknya menang seusap! Maka Ceng Bi yang mendapat kenyataan ini jadi terkesiap kaget dan matanya yang memandang penuh kemarahan itu jadi semakin berapi-api. Dia panas sakali, dan rasa gusar yang semakin meluap membuat Ceng Bi penasaran dan mulai membabi-buta!

Puteri Beng-san-paicu itu rasanya ingin menelan bulat-bulat lawannya yang dibenci ini, tapi Si gadis baju hijau yang tak gampang dirobohkan malah tersenyum mengejek. Dia melayani sepak terjang Ceng Bi yang ganas, dan kemarahan yang menggelogak di hati Ceng Bi justeru disiramnya dengan seruan-seruan mengejek yang semakin memanaskan perut.

Dan Ceng Bi yang memuncak kemarahannya ini melengking tinggi. Dia mengerahkan ginkangnya, dan tubuh yang segera menyambar-nyambar di sekeliling diri si gadis baju hijau itu disusulinya dengan pukulan ataupun tendangan yang bertubi-tubi. Tapi gadis yang tak dikenal ini mengimbanginya. Ceng Bi yang melengking penuh kemarahan disambutnya dengan lengking yang tak kalah nyaringnya, dan lawan yang berkelebatan di sekeliling dirinya itu disambut dengan putaran tubuh yang seperti gasing disusul lompatan-lompatan kakinya, yang naik turun sehingga rairip burung yang sedang beterbangan!

Maka jadilah pertandingan dua orang gadis cantik yang sama-sama ingin memenangkan pertarungan tanpa mengalah itu semakin seru, dan tubuh mereka yang bergulung-gulung saling sambar itu akhirnya lenyap ditelan bayangan yang demikian cepat. Ceng Bi lebih banyak melancarkan serangan-serangan gencar mengandalkan kecepatannya sedangkan si gadis baju hijau lebib banyak bertahan mengandalkan ketepatan gesiap tangkisannya yang selalu membuat lengan Ceng Bi tergetar.

Dan pertandingan yang sekejap saja telah berlangsung puluhan jurus itu sama-sama menghilangkan kewaspadaan mereka terhadap sekeliling. Tidak tahu betapa seorang laki-Jaki tdah memandang semua kejadian ini dengan mata gembira dan tiba-tiba seorang di antaranya tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha, dua orang nona manis kenapa harus saling baku bantam di sini? Wah, berhenti dulu dong, mari bermain-main dengan kami saja. Awas!" orang yang tertawa kasar itu sekonyong-konyong berkelebat ke depan dan dua orang gadis yang sedang bertanding seru ini mendadak dipisah. Ceng Bi didorong pundaknya ke kiri sedangkan lawannya itu didoreng ke kanan.

"Plak-plak...!" Dua sentuhan perlahan itu tampaknya tidak bertenaga tapi bukti bahwa dua orang gadis sampai terpental dan menjerit tertahan membuktikan bahwa si penengah yang usil ini memiliki sinkang kuat dan Ceng Bi serta si gadis baju hijau yang didorong tenaga hebat itu mencelos kaget. Mereka cepat memandang dan begitu melihat pendatang baru ini mereka sama-sama tertegun dengan muka terbelalak.

Kiranya yang memisah mereka itu adalah seorang muda yang berparas tampan, tapi mukanya yang putih kepucatan itu membuat mereka mengkirik. Dan ketika pandang mata mereka sama beradu baik Ceng maupun lawannya berseru perlahan. Mereka melihat mata yang berputar seperti setan, dan Ceng Bi yang melihat baju hitam dari pemuda mengerikan itu tiba-tiba teringat.

"Pouw Kwi...!" seperti tanpa disadari tiba Ceng Bi sudah berteriak, dan pemuda baju hitam yang dipanggil namanya itu tertugun.

"Hai, kau sudah mengenal aku, nona?"

Ceng Bi terkejut. Ia tidak sengaja melontarkan seruan itu, tapi karena sudah terlanjur ia pun mengangguk. Seperti kita ketahui, pengalamannya di Puri Naga bersama si "Ui-i-siauw-kwi" yang membuat ia mengenal pemuda itu, maka tidak heran ia tiba-tiba terkejut menyaksikan kehadiran pemuda yang katanya adalah murid baru Cheng-gan Sian-jin ini. Dan sementara ia tertegun. Tiba tiba bayangan orang ke dua yang tadi bersama pemuda itu melompat ke depan.

"Ha-ha, agaknya ia kekasihmu yang terlupakan, Pouw-kongcu. Kalau tidak, bagaimana ia dapat mengenalmu?"

Dan kali. ini si gadis baju hijau yang berteriak kaget, "Hek-mo-ko..!" dan laki-laki pendek berkulit legam yang baru datang itu tercengang.

"Heh, kaupun mengenal aku, nona! Uwah, mimpi apa Hek-mo-ko ini semalam? Heh-heh, rupanya mereka ini bidadari-bidadari yang sengaja menyambut kita, Pouw-kongcu, maka tidak seharusnya kita tolak rejeki yang demikian besar ini."

Iblis bermata jengkol itu tertawa bergelak dan suaranya yang bergemuruh seakan hendak memamerkan khikangnya. Tapi Ceng Bi serta si gadis baju hijau memandang marah, dan sinar mata mereka yang berapi-api itu tampaknya hendak membakar pembantu Cheng-gan Sian-jin ini. Omongan orang yang amat kurang ajar membuat keduanya gusar. Namun sebelum memaki iblis berkulit hitam itu, tiba-tiba si pemuda pertama melangkah maju sambil tertawa dibuat-buat.

"Nona-nona manis…" demikian dia berkata dengan mulut menyeringai. "Apakah kalian tidak tahu bahwa kalian membuat keributan di wilayah Hiat-goan-pang? Kalian bertempur di sini tanpa meminta ijin, dan kalau kalian menyerah baik-baik kami berdua akan membebaskanmu. Tapi tentu saja dengan syarat. Dan kalau kalian menerima kita berarti sahabat."

"Hm…" Ceng Bi bertolak pinggang lalu melirik ke si gadis baju hijau. "Orang she Pauw, jangan kau banyak tingkah di sini. Aku tidak sudi memenuhi apapapun syaratmu, tapi siluman betina ini mau, tentu saja ia dapat menjadi sahabatmu!"

"Cih, siapa sudi menjadi sahabatnya, siluman duyung? Kau saja yang memenuhi permintaannya, agar dapat mengalahkan aku dengan tenaga bantuan baru!"

Ceng Bi tertawa mengejek. "Tanpa bantuan orang lainpun aku pasti dapat merobohkanmu, siluman betina. Kenapa harus minta si mata setan ini?"

"Heh, jadi kau tidak mau bersahabat dengan si muka pucat ini?"

"Dia terlalu memuakkan perutku, siluman betina. Tapi kita rupanya harus mengusirnya terlebih dahulu sebelum melanjutkan pertandingan kembali."

"Hi-hik, kau benar, siluman duyung. Kita rupanya harus mengenyahkan dua manusia pangganggu ini. Apakah kau hendak menghadapi yang muka hitam ataukah yang bermuka pucat itu?"

Ceng Bi menjengek. "Bagiku sama saja. Tapi rupanya si mata setan itu membuatku ingin muntah.. Kau hadapi dia, siluman betina dan aku menghadapi yang bermata jengkol ini. Aku ingin mendupaknya keluar, setelah itu mari kita lanjutkan lagi pertarungan kita!"

"Bagus, dan mari kita lihat, siapakah yang lebih dulu mampu menyelesaikan tugasnya…!" si gadis baju hijau tertawa dengan muka berseri dan lawan yang dijadikan bahan ejekan sudah membanting kaki dengan muka merah.

"Betina-betina tak tahu diri, apakan kalian belum pernah ditelanjangi orang?" Pohw Kwi membentak. "Kalau begitu majulah, kau lihat betapa dalam dua puluh jurus saja aku dapat membuat kalian roboh!"

Tapi Hek-mo-ko tiba-tiba menggedrukkan tongkatnya. "Wah, nanti dulu, kongcu. Apakah mereka berdua hendak kau layani sendiri? Beri aku seorang dong, jangan terlampau serakah. Mana kuat seorang laki laki melayani dua orang wanita sekaligus? Ha-ha, pikirkan ini, kongcu, jangan terburu-buru!"

Pemuda itu menoleh. "Jangan khawatir, Mo-ko. Aku tidak bermaksud mengangkanginya secara berbareng. Aku hanya ingin merobohkan ini dulu, dan setelah itu, kita dapat saling bertukar kekasih. Bukankah nikmat kalau kita tukar-tukaran nanti? Dan aku ingin menikmati yang baju merah ini terlebih dahulu, Mo-ko, baru setelah itu yang baju hiau!"

"Ha-ha, kalau begitu boleh, kongcu. Tapi awas hati-hati terhadap kuda-kuda yang liar ini! Mereka tampaknya galak-galak, tapi tentu semakin menggairalikan bila sudah kita kuasai…!"

Dua orang itu tertawa dengan kata-kata kotor dan Ceng Bi serta si gadis baju hijau yang mendengar ucapan kurang ajar ini menaikkan alisnya. Hampir berbareng mereka memekik ke depan, dan lengan yang sama-sama menampar itu berkelebat dengan kecepatan kilat. Tapi murid baru Cheng-gan Sian-jin ini rupanya lihai. Melihat lawan bergerak saling menndahului tiba-tiba dia tertawa mengnjek, dan lengan mereka yang me nampar kepadanya disambut tangkisan dari dalam ke luar.

"Plak-plak!"

Ceng Bi dan si gadis baju hijau terpental dan Pouw Kwi yang melihat dua orang gadis itu terkejut tiba-tiba menubruk ke depan. Lengannya yang kiri menotok pundak si gadis baju hijau sedangkan tangannya yang kanan mengusup dada Ceng Bi!

"Keparat..!" Ceng Bi berteriak gusar dan dada yang hendak diraba itu diegos ke bawah, lalu secepat kilat dengan kemarahan memuncak ia menendang anggauta rahasia lawan.

"Wah, kau hendak menghancurkan alat fitalku, nona? Ha, jangan begitu dong, bagaimana nanti cara kita bercinta?" Pouw Kwi meninggikan lututnya sedikit dan tendangan yang amat berbahaya itu diterimanya.

"Dukk..!" Ceng Bi mengeluh tertahan dan tubuh gadis itu terlempar. Dia, merasakan ujung kakinya sakit bukan main, dan lawan yang melihat ia terguling-guling itu terkekeh. Ceng Bi naik pitam, maka sekali berteriak keras ia sudah melompat bangun dan menerjang lagi lawannya yang amat kurang ajar itu.

Kini dua orang gadis mengeroyok Pouw Kwi. Tapi pemuda yang dikeroyok itu enak-enak saja melayani yang marah-marah dengan tertawa-tawa. Dia menyelinap di antara pukulan-pukulan mereka, dan tangannya yang menowel kiri kanan itu mulai mendapatkan sasaran. Pertama mengusap pipi Ceng Bi dan yang berikutnya mengelus dada si gadis baju hijau ataupun menyentuh lehernya. Maka jadilah pertandingan berat sebelah yang tidak menarik pada pertempuran ini, karena Pouw Kwi yang memang jaul lebih lihai mempermainkan kedua lawannya dengan sikapnya yang kurang ajar.

Dan hal ini tampaknya memang tidak terlalu luar biasa. Pouw Kwi dahulu adalah murid Ang-i Lo-mo, tapi setelah gurunya itu binasa di tangan Yap-goanswe dia lalu menjadi murid Cheng-gan Sian-jin. Padahal, sewaktu menjadi murid mendiang Ang-i Lo-mo saja dia telah memiliki ilmu-ilmu hebat seperti Hek tok-ciong (Tangan Racun Hitam) maupun Hek-in-ciang (Pukulan Awan Hitam), kedua ilmu sesat peninggalan gurunya yang pertama. Dan sekarang, setelah diambil murid oleh Cheng-gan Sian jin yang kecewa terhadap murid perempuannya yang murtad (Tok-sim Sian-li), dia mendapatkan tambahan yang luar biasa.

Ilmu sihirnya Sin-gan Hoat-lek (Sihir Mata Sakti) yang dulu didapatnya dari Ang-i Lo-mo kini sudah diperhebat dengan Sin-gan-i-hun-to yang diperolehnya dari Cheng-gan Sian-jin. Dan senjata tongkat pipihnya yang biasa dipergunakan sudah jarang keluar apabila tidak menghadapi lawan yang benar-benar tangguh. Karena itu, menghadapi Ceng Bi berdua dia sama sekali tidak mengeluarkan senjata. Dengan tangan kosong saja dia telah sanggup menekan mereka.

Dan hal ini memang dirasakan oleh Ceng Bi dan si gadis baju hijau. Mereka selalu terbentur tenaga sinkang yang melindungi tubuh pemuda itu, dan tangkisan yang membuat lengan mereka ngilu itu selalu terasa sakit. Dan lawan yang enak-enak melayani ini harus diakui keunggulannya!

Ceng Bi diam-diam gelisah sekali, dan sekaranglah gadis itu merasakan benar betapa sesungguhnya ia masih harus belajar banyak di Beng-san. Kekalahannya dengan orang-orang pandai membuat ia sadar, betapa betul keterangan ayahnya dulu, bahwa ilmu silatnya masih belum dapat diandalkan untuk menghadapi musuh-musuh kelas satu. Dan sekarang, menghadapi musuh yang lihai ini dia mendapat kenyataan pahit. Pouw Kwi terlalu kuat baginya. Dikeroyok berdua saja dengan si gadis baju hijau yang tidak dikenal namamya itu tetap saja mereka kewalahan.

Aih, kalau sudah begini apa yang hendak dilakukan? Lawan mereka lihai, dan Ceng Bi tiba-tiba saja ingin pulang ke Beng-san untuk memperdalam ilmu! Kalau saja dia patuh kepada nasehat ayahnya barangkali dia tidak bakal mengalami penghinaan banyak orang. Tapi teringat perjodohan yang hendak dipaksa oleh ayahnya itu tiba-tiba saja ia menggigit bibir. Ceng Bi tiba-tiba ingin menjerit, dan sakit hatinya teringat itu semua membuat gadis ini mengeluh perih.

Mengapa ayahnya itu demikian bengis? Dan mengapa nasibnya demikian buruk? Ingin hidup menikmati kebebasan saia tidak dapat, apalagi ingin menikmati ketenangan! Dan satu-satunya orang yang mulai dekat di hatinya, Pek Hong si murid Ta Bhok Hwesio itu ternyata juga telah melukai hatinya. Dia seakan-akan tidak diparbolehkan menikmati kebabagiaannya, dan cinta setitik yang mulai berkembang di hatinya hancur kandas di tengah jalan.

Ceng Bi tiba-tiba meliengking marah, dan teringat pedangnya yang dirampas si Ui-i-siauw-kwi menjadikan dia mata gelap. Gadis ini menerjang ke depan, dan kedua tangannya yang bergerak bergantian itu memukul dan menampar dengan kekuatan penuh. Dia ingin mengadu jiwa dalam pertempuran ini, dan kalau dia tewas di tangan murid Cheng-gan Sian-jin itu biarlah. Biar... ia mati agar tidak usah menerima penderitaan-penderitaan hidup yang pahit ini!

Ceng Bi berlaku nekat dan si gadis baju hijau yang tampaknya juga sama-sama naik darah itu bertindak sama. Gadis ini mengayunkan lengannya, dan sebatang dayung kecil tahu-tahu menyambar pinggang si pemuda baju hitam. Pouw Kwi terkejut, karena tidak mengira bahwa seorang lawannya mengeluarkan senjata. Dan Ceng Bi yang tampaknya ingin mengadu jiwa itu menyerang dua kali berturut-turut ke arah leher dan ulu hatinya. Maka murid Cheng-gan Sian-iin inipun berkelebatlah. Tangan kirinya menangkap dayung si gadis baju hijau sedangkan tangan kananya mencengkeram tangan Ceng Bi yang menyambar ulu hati. Serangan ke leher dia biarkan saja, tapi uap hitam yang melindungi tubuhnya ini tampak tiba-tiba tersamar.

"Plak-plak-dess..!"

Tiga gebrakan yang berlangsung cepat itu mengenai sasarannya, dan dayung si gadis baju hijau yang tertangkap tiba-tiba tak dapat dilepas. Dan tangan Ceng Bi yang dicengkeram Pouw Kwi sekonyong-konyong ditarik ke depan disusul sentakan ke atas yang membuat muka gadis itu berdekatan dengan muka lawannya!

"Ha-ha, kau minta dicium, nona manis? Baiklah, lihat orang she Pouw ini merasakan lembutnya pipimu...ngok!" tiba-tiba saja pipi Ceng Bi dicium dan gadis yang terbelalak itu berteriak marah. Dia meronta sekuat tenaga, tapi tangan kirinya yang melekat di leher orang mendadak tak mampu ditarik. Ceng Bi kaget sekali, dan saat itu si gadis baju hijau yang ditangkap dayungnya juga tiba-tiba ditarik ke depan.

"Nona manis, marilah mendekat. Aku juga ingin merasakan nikmatnya mencium bibirmu. Ke sinilah!"

Pouw Kwi menghentak tangannya dan gadis baju hijau ynag mendengar kata-katanya itu berseru kaget. Dia mendapatkan pilihan di sini, mandah dicium tapi dayung tetap di tangan ataukah melepas dayung tapi tidak dicium. Dan ternyata gadis ini memilih kemungkinan ke dua.

"Ha-ha, kau minta dicium, nona manis? Baiklah, lihat orang she Pouw ini merasakan lembutnya pipimu...ngok!" tiba-tiba saja pipi Ceng Bi dicium dan gadis yang terbelalak itu berteriak marah.

Dia merasa geli dan ngeri ketika tadi melihat Ceng Bi dicium pipinya, karena itu begitu dayungnya ditarik dan ia hendak dicium oleh pemuda kurang ajar ini tiba-tiba saja ia melepaskan dayungnya. Tapi... sekonyong-konyong gadis baju hijau itu terkesiap kaget. Tangannya ternyata bertemu tenaga menyedot yang mengalir di batang dayungnya, dan begitu ia berusaha melepaskan diri ternyata sia-sia. Dan pada saat itu. tahu-tahu saja tubuhnya telah tertarik ke depan dan dicium orang!

"Aiih...!" gadis ini berteriak keras dan muka Pouw Kwi yang sudah dekat di mukanya sendiri itu tiba-tiba membuat ia marah. Bibir yang hendak dicium sekonyong- konyong dimelengkan, dan Pouw Kwi yang luput mengecup bibir si gadis baju hijau itu "nyelonong" mengenai hidungnya! "Cupp...!" suara kecupan yang keras ini membuat Pouw Kwi terkekeh dan meskipun dia tidak berhasil mencium mulut orang tapi pemuda baju hitam itu tampaknya gembira juga.

Pemuda ini tertawa bergelak, dan orang yang sudah tidak berdaya itu tiba-tiba ditotoknya. Jari tangannya berkelebat, dan sekali dia menyentuh jalan darah Kai-hu-hiat di pundak lawannya maka robohlah si gadis baju hijau itu dengan satu keluhan pendek. Dan ketika dia menotok pula jalan darah Tiong-cu-hiat di tengkuk Ceng Bi maka robohlah puteri Beng-san-paicu yang satu ini. Dua-duanya berhasil dilumpuhkan, dan gebrakan yang terjadi di antara mereka itu temyata tepat berjalan tujuhbelas jurus saja. Tidak sampai duapuluh!

"Ha-ha, bagaimana sekarang, nona-nona manis. Bukankah kata-kataku tadi dapat dipercaya? Lihat, belum duapuluh jurus aku telah dapat melumpuhkan kalian. Dan karena yang baju merah ini kelewat menghinaku maka dia harus melayaniku terlebih dahulu!" pemuda muka pucat itu menuding Ceng Bi dan Ceng Bi yang melihat ancaman bahaya ini menjadi pucat parasnya.

"Tapi jangan kau gelisah, adik manis. Orang she Pouw selamanya tidak pernah memaksa orang. Kita berdua harus melakukan percintaan kita ini secara suka sama suka, dan Arak Sorga pasti akan membuatmu berada di langit tingkat tujuh, ha-ha...!"

Murid Cheng-gan Sian-jin itu tampak gembira dan Ceng Bi yang mendangar disebutnya nama Arak Sorga itu hampir saja berseru kaget. Dia menjadi pucat bukan main mendengar kata-kata itu, karena sekaligus teringat akan cerita Pek Hong tentang robohnya Pendekar Gurun Neraka di tangan Tok-sim Sian-li. Awal celaka dari arak perangsang berahi inilah bekas jenderal muda itu mempunyai anak haram, dan sekarang dia yang hendak dicekoki arak itu bakal mendapat bencana! Maka Ceng Bi yang terbelalak ngeri itu mangeluh panjang dan Pouw Kwi yang sudah menyambar tubuhnya itu tahu-tahu telah mendapatkan gadis ini pingsan dalam pelukannya!

Pouw Kwi tertegun, tapi tiba-tiba dia tertawa ke arah Hek-mo-ko. "Mo-ko, gadis ini rupanya mengenal Arak Sorga. Aku jadi ingin tahu siapa dia. Kau bawalah si baju hijau itu dan aku ingin bermain-main dulu dengan yang baju merah ini."

Hek-mo-ko mmgangguk. "Baik, kongcu. Tapi ingat janjimu tadi. Kalau kau sudah selesai dengan si cantik itu kita tukar-menukar kekasih. Apakah si baju hijau inipun perlu diberi Arak Sorga?"

Murid Cheng-gan Sian-jin itu menyeringai. "Lebih baik begitu, Mo-ko, tapi biarkan dia meronta-roata dahulu. Menikmati kuda liar yang menyepak-nyepak bukankah bakal menaikkan nafsu kita? Nah, aku pergi dulu Mo-ko.. !" dan sekali meaggerakkan kakinya pemuda baju hitam itu tiba-tiba berkelebat ke selatan membawa Ceng Bi.

Hek-mo-ko terkekeh, dan dia memandang penuh nafsu ke arah si gadis baju hijau yang menggeletak di tanah, Tapi dia tidak banyak bicara lagi, dan gadis yang hanya terbelalak dengan wajah ngeri itu tahu-tahu sudah disambarnya pula. Hanya kalau Pouw Kwi membawa korbannya ke selatan adalah iblis berkulit hitam ini menyelinap ke arah utara. Demikianlah, sebentar saja dua manusia tak berakhlak itu telah pergi dari bekas pertempuran dan keributan yang tadi terjadi itupun heninglah. Suasana sunyi kembali seperti semula, dan air yang gemericik di tebing itu masih terus mengucur.

* * * * * * * *

Ceng Bi dibawa lari dengan muka terkekeh-kekeh. Pouw Kwi yang tampaknya gembira luar biasa ini membopong tubuh korbannya dengan mata berseri. Dia mencari gua, dan karena itu adalah tempat yang sudah dikenal maka sebentar saja din telah menemukan tempat ini. Gua yang besar lagi dingin dimasukinya, dan dengan langkah tergesa-gesa din memasuki gua itu. Lalu tubuh Ceng Bi yang masih pingsan diletakkan hati-hati di atas tanah. Gadis ini cantik, dan tubuhnya yang ranum padat tampak segar sekali. Hem, pasti asyik dia sekarang ini. Dan membayangkan dia mendapatkan korban baru sudah membuat nafsunya bergolak.

Tapi Pouw Kwi memang pemuda aneh. Dia tidak segera melahap setiap daging segar yang ada di depan mulutnya melainkan ingin dikunyah dahulu secara perlahan-lahan. Dan untuk itu din mempunyai berbagai cara. Kepandaiannya yang tinggi memungkinkan dia untuk berbuat apa saja. Dan selama ini memang belum pemah dia gagal. Ada Sin-gan-i-hun-to yang dapat mempengaruhi pikiran korbannya, atau ada pula bius perampas untuk calon korban yang menolak. Tapi yang paling dahsyat adalah pemberian Arak Sorga.

Arak ini dapat menjadikan seseorang seperti binatang, dan siapapun yang telah menikmati pasti roboh. Jangankan orang biasa, Pendekar Gurun Neraka yang dahulu masih menjadi jenderal itu ternyata tidak tahan pula. Dia bertekuk lutut dalam amukan nafsu berahinya, dan Tok-si Sian-li yang mencekoki korbannya itu mendapatkan kepuasan besar. Itu adalah cerita yang dia ketahui sendiri. Dan Arak Sorga memang hebat. Minuman itu mampu membuat seseorang kehilangan segala-galanya sampai seperti hewan yang tidak berharga!

"Ha-ha-ha, dan kau tidak akan muntab-muntah lagi menghadapiku, baju merah!" Pouw. Kwi tertawa keji, memandang korbannya lalu menotok untuk menyadarkan Ceng Bi.

Dan benar. Ceng Bi memang tiba-tiba membuka mata. Gadis itu mengeluh, tapi begitu bertemu pandangan dengan pemuda ini kontan Ceng Bi berteriak kaget. Ia mengepal tinju dengan mata berapi, tapi pemuda yang dipandangnya itu terkekeh-kekeh.

"Jangan melotot, nona manis. Sebentar lagi matamu yang terbelalak indah itu akan terpejam nikmat. Dan aku akan mendengar rintihanmu yang memanaskan berahi untuk akhimya kita bersenang-senang di gua ini. Apakah kau ingin bebas?"

Ceng Bi tidak menjawab. Ia hanya mendelik penuh kebencian kepada lawannya itu dan Pouw Kwi yang melihat sikapnya ini tertawa. Pemuda itu menggelakkan tangannya, dan angin dingin yang menyambar tajam tiba-tiba membebaskan jalan darah Ceng Bi. Seketika Ceng Bi melompat, dan Pouw Kwi yang masih duduk di lantai itu menye-ringai gembira.

"Ha, kau ingin melemaskan tubuhmu, nona? Meliuk-liuklah, putar pinggang dan angkat kakimu itu agar tidak kejang!" murid Cheng-gan Sian-jin ini memandang berseri.

Dan Ceng Bi yang melihat pemuda itu sama sekali tidak khawatir akan kebebasannya tiba-tiba melengking gusar. Dia langsung menerjang, dan kaki tangannya yang bergerak-gerak sating susut dengan pukulan bertubi-tubi itu menyerang dahsyat. Tapi lawannya yang bermuka pucat ini tertawa. Tanpa melompat bangun dia menangkis serangan bertubi-ubi itu dan. Ceng Bi yang penasaran dengan emosi meluap-luap itu sekonyong-konyong dibentak.

"Nona, kembalilah ke tempat dudukmu. Lihat mataku yang mengeluarkan lidah api ini!"

Dan aneh sekali, Ceng Bi yang mengamuk penuh kemarahan itu tiba-tiba berseru tertahan. Dua lidah api menyambar tubuhnya dari sepasang mata lawan, dan dia yang terkejut ini melompat tinggi. Tapi celaka, sebuah totokan tiba-tiba meluncur mengenai pergelangan kakinya.

"Tukk..!" puteri Beng-san-paicu itu mengeluh kaget dan tanpa ampun ia roboh terbanting. Sedangkan api yang tadi menyambar tubuhnya itu sekonyong-konyong lenyap terganti si baju hitam yang sudah berdiri di depannya!

"Ha-ha, bukankah sekarang kau mulai patuh kepadaku, nona? Dan lihat kesaktianku tadi. Aku dapat menyerangmu dari jarak jauh. Kalau bermaksud membunuh tentu kau sudah roboh binasa. Tapi tidak, kita hari ini bukanlah lawan melainkan kawan. Dan kau harus tunduk kepadaku, nona, jangan coba menentangnya. Eh, nona manis, sebenamya kau ini siapakah? Siapa namamu?"

Pouw Kwi melangkah maju dengan mata bersinar-sinar tapi Ceng Bi meludahi mukanya. "Jahanam she Pouw, jangan dekati aku. Aku tidak sudi menjawab pertanyaanmu?!"

"Eh, mengapa begitu?" pemuda ini terbelalak. "Kita adalah sahabat, nona, dan jangan kau bersikap sombong. Orang she Pouw ini dapat memakaamu bila dia mau, tapi sebaiknya kau bicara baik-baik saja. Jangan membuat aku naik darah!"

"Hm, memangnya kenapa kalau naik darah? Mau membunuhku, ya? Aku tidak takut!" Ceng Bi berteriak marah.

"Setan, kenapa kau demikian liar? Minta aku membuktikan, ya? Baiklah, lihat ini...." Pouw Kwi tiba-tiba mengusap telapak tangannya dan begitu uap hitam keluar seperti asap sekonyong-konyong dia membentak Ceng Bi dengan suara mengaung mirip iblis keluar sarang, "Nona keras kepala, sebutkan namamu!"

Dan Ceng Bi yang mendengar suara penuh pengaruh itu tertegun. Dia seakan terpaku oleh bentakan yang mengandung tenaga gaib itu, dan kesadarannya yang berat sekonyong-konyong hilang. Maka dengan tidak disadari lagi iapun menjawab, "Aku bernama Ceng Bi...."

"Dan siapa she-mu?"

"Aku she Souw."

"Tempat tinggalmu?"

"Di Beng-san-pai."

"He, kalau begitu apa hubunganmu dengan Ciok-thouw Taihiap Souw Ki Beng?"

"Dia adalah ayahku"

"Haa..?" Pouw Kwi melompat kaget dan jawaban yang tidak di sangka-sangka itu benar-benar amat mengejutkan hatinya. Oleh karena itu dia jadi terbelalak dan pengaruh sihirnya yang lenyap akibat kekagetanya ini itu membuat Ceng Bi sadar kembali.

Dan begitu gadis ini sadar akan keadaannya yang disihir orang menjadi marah bukan main. Dia hendak menggerakkan tubuhnya, tapi kaki yang ditotok lumpuh membuat Ceng Bi melampiaskan kegusarannya dengan makian pedas. "Orang she Pouw, kau sungguh manusia hina yang tidak tahu malu. Apakah begini kegagahanmu menghadapi seorang wanita? Cih, kalau aku dapat melawanmu tentu mukamu yang tebal itu sudah kubeset mampus!"

"Ha-ha, jangan kau berlagak seperti itu, adikku sayang..." Pouw Kwi tertawa. "Kau tahu bahwa aku bukan tandinganmu. Dan setelah aku tahu bahwa kau ternyata puteri Beng-san-paicu tentu saja aku tidak mau bersikap kasar kepadamu. Tapi kau harus bersikap manis kepadaku, adik Souw, dan jangan kita bermusuhan lagi. Eh, kau tentu mau menjadi isteriku, bukan? Percayalah, aku cinta kepadamu, adik sayang, dan aku tentu akan melamarmu pada ayahmu di Beng-san-pai sana!"

Pouw Kwi tertawa gembira dan Ceng Bi yang mendengar kata-katanya ini menjadi muak. "Orang she Pouw, jangan kau melantur seperti orang gila. Aku tidak sudi menjadi isterimu dan lebih baik kau enyah dari sini meninggalkan aku!"

"Eh, kenapa begitu, adik manis? Aku cinta kepadamu sungguh mati aku cinta padamu dan apapun yang kauminta tentu bakal kuturuti. Bukankah aku cukup tampan? Dan akupun masih muda, kesaktianku hebat dan kau tentu bisa meminta ilmu-ilmu yang tinggi kepadaku."

"Cih, aku tidak sudi mempelajari ilmu sesat-mu, orang she Pouw. Kau bersama gurumu itu manusia-manusia iblis yang tidak tahu malu!"

"Hm, kalau begitu kau menolak cinta kasihku, adik manis? Kau tidak mau kujadikan isteri yang paling kusayang?"

"Jahanam, siapa yang sudi menjadi isterimu, orang she Pouw? Kau manusia hina yang tidak pantas hidup di muka bumi ini! Hayo bebaskan aku dan pergilah..!"

Pouw Kwi tiba-tiba tertawa mengejek dari sinar, matanya yang keji tiba-tiba berkilat mengerikan. "Baiklah, kalau kau tidak mau menyerahkan hatimu kepadaku maka biarlah tubuhmu yang menyerahkan diri, Souw Ceng Bi. Dan hendak kulihat apakah kau mampu menahan semuanya ini."

Pemuda itu merogoh sakunya dan sebuah botol arak tiba-tiba sudah berada di tangannya. Dengan menyeringai seperti iblis dia membuka tutup botol ini, dan bau yang luar biasa wanginya tiba-tiba keruar dalam gua. Ceng Bi hampir tersedak oleh bau yang amat keras itu, tapi Pouw Kwi yang melangkah maju sambil tertawa itu jauh lebih mengerikan daripada segala bau arak. Dia terbelalak pucat, dan Pouw Kwi yang terkekeh-kekeh melihat muka calon korbannya ini kelihatan gembira.

"Bukalah mulutmu, nona manis. Nikmatilah arak kebabagiaan ini...!" Pouw Kwi berkata penuh pengaruh terhadap Ceng Bi namun gadis itu menggelengkan kepalanya dengan bibir gemetar.

"Tidak... tidak..., bunuh sajalah aku, orang she Pouw... bunuh saja!ah aku...!" Ceng Bi hampir menjadi histeris tapi murid Cheng-gan Sian-jin itu tiba-tiba menggerakkan jarinya. Rahang Ceng Bi yang terkatup mendadak ditotok, dan begitu rahang ini tertotok tiba-tiba saja mulut Ceng Bi terbuka dengan sendirinya tanpa dapat ditutup.

"Auh..!" Ceng Bi mengeluh dan Pouw Kwi yang sudah siap menuangkan arak berbahaya itu tertawa bergelak.

"Ha-ha, nikmatilah arak pengantin ini, calon isteriku sayang, dan setelah itu ikatan perjodohan antara murid Cheng-gan Sian-jin dengan puteri Beng-san-paicu resmilah. Mari..!"

Pouw Kwi mengangkat cawannya dan Ceng Bi yang melihat semuanya itu dengan mata terbelalak, hampir saja roboh pingsan. Gadis ini tidak dapat berbuat apa-apa, dan mulutnya yang terbuka tanpa dapat ditutup itu sungguh merupakan siksaan besar baginya. Tapi ketika cawan arak menempel tepat di bibirnya tiba-tiba sebuah bentakan disusul berkelebatnya sesosok bayangan mengagetkan mereka yang ada di dalam gua.

"Manusia she Pouw, hentikan perbuatanmu yang terkutuk ini. Trangg...!" sebuah kerikil kecil tiba-tiba menghantam cawan arak dan Pouw Kwi yang terkejut melihat araknya tumpah seketika membalikkan tubuh dengan muka kaget.

"Kau..?" di depan mereka tahu-tahu telah berdiri seorang pemuda berbaju kuning dan Pouw Kwi yang mengeluarkan seruan kaget itu tertegun dengan muka berubah. Kiranya si wakil Perkumpulan Getang Berdarah, Ok Kui Lun atau yang oleh Ceng Bi biasa dipanggil Si Setan Baju Kuning!

"Ah…!" Ce-ng Bi serasa lobos dari lubang maut dan Pouw Kwi yang menjublak di depan mereka itu akhirnya sudah berhasil menguasai diri. Pemuda baju hitam ini tainpak marah, tapi kegusarannya yang ditahan itu menjadikan dia gelap mukanya.

"Saudara Ok, kau ada apakah mengganggu urusan pribadiku di sini? Aku tidak mengganggumu dan tidak pula kau menggangguku!"

"Hm…!" murid Hek-kwi-to itu mendengus marah. "Kau tidak menggangguku atau kau menggangguku sama sekali tidak ada bedanya bagiku, orang she Pouw. Yang jelas kau hendak mengganggu puteri Beng-san-paicu itu dan untuk ini seharusnya kau kupukul mampus. Tapi mengingat gurumu dan kau yang sebagai tamu di Hiat-goan-pang biarlah semuanya ini kuampuni. Dia bersama ayahnya merupakan tamu-tamu terhomat pada acara ulang tahun Perkumpulan Gelang Berdarah. Apakah kau hendak merusak acara ini dengan penghinaanmu terhadap puteri ketua Beng-san-pai?"

Kui Lun memandang bengis dan murid Cheng-gan Sian-jin itu melotot. Pouw Kwi merasa penasaran, karena itu pemuda ini menjawab, "Tapi itu adalah tanggung jawabku, saudara Ok. Kenapa kau harus membelanya? Ciok-thouw Taihiap memang menjadi tamu Hiat-goan-pang pada acara pembukaan tahun pertama perkumpulan kalian tapi bukankah semuanya itu akal kita bersama untuk menghancurkan lawan? Kita telah saling berjanji untuk bekerja sama, saudara Ok, dan harap kau ingat semuanya ini. Saling mengganggu di diantara sahabat sendiri sungguh perbuatan yang tidak bijaksana...!"

"Tutup mulutmul!" tiba-tiba Kui Lun membentak. "Siapa yang tidak tahu akan perjanjian itu? Tapi perjanjian kita tidak menyangkut tentang perkosaan ataupun penghinaan terhadap gadis-gadis muda, orang she Pouw, dan kau yang telah melakukan perbuatan ini di wilayah Hiat goan-pang sungguh telah mencoreng mukaku sebagai wakil ketua Perkumpulan Gelang Berdarah! Apakah kaukira wilayah Hiat-goan-pang boleh dipergunakan sebagai tempat perkosaan?"

Murid Cheng-gan Sian-jin itu merah padam. "Saudara Ok..."

"Diam! Aku tidak mau banyak bicara lagi, orang she Pouw. Sebaiknya kau cepat meninggalkan tempat ini dan pergilah!" hu-pangcu dari Hiat-goan-pang itu memotong perkataau orang dan tangannya yang menuding ke mulut gua disambut muka yang semakin gelap oleh murid Cheng-gan Sian-jin itu.

Tapi Pouw Kwi rupanya jerih menghadapi lawan yang bersikap penuh wibawa itu dan dia yang melihat kesungguhan orang, tidak banyak bicara lagi. "Baiklah, saudara Ok. Mengingat kedudukanku yang sebagai tamu di wilayah Hiat-goan-pang baiklah aku pergi. Tapi sikapmu yang demikian kasar ini tentu akan kuadukan pada gurumu. Wan-locianpwe tentu tidak setuju dengan caramu ini dan beliau pasti akan menegurmu dengan hebat...!" Pouw Kwi melompat keluar dan tinjunya yang dikepal menunjukkan betapa marah murid yang satu dari Cheng-gan Sian-jin ini.

Tapi hu-pangcu dari Perkumpulan Gelang Berdarah itu bersikap tidak perduli. Dia acuh tak acuh saja terhadap kemarahan pemuda baju hitam itu dari begitu lawan lenyap diapun sudah melompat menghampiri Ceng Bi. Matanya yang penuh kesedihan tampak kuyu, tapi dagunya yang mengeras menandakan pemuda ini dalam keadaan tidak gembira.

"Nona Souw, kau belum terlambat diganggu bukan? Hm, maafkan aku, nona. Perkumpulanku memang bersahabat dengan orang-otang yang tidak kau sukai, dan sebaiknya kau cepat meninggalkan tempat ini sebelum segala sesuatunya menjadi jauh lebih mengerikan bagimu...." Kui Lun membebaskan totokan Ceng Bi dan kata-katanya yang penuh perhatian membuat puteri Beng-san-paicu ini membelalakkan mata, Ia sudah melompat bangun, dan Ceng Bi yang merasa betapa ia lolos dari kekejian murid Cheng-gan Sian jin itu tertegun.

"Ui-i-siauw-kwi... kau... mengapa menolong-ku....? Dan bagaimana kau bisa tepat datang di tempat ini...?"

"Hm, secara kebetulan saja, nona. Aku sedang meronda ketika melihat bayangan murid Cheng-gan Sian-jin itu masuk ke sini memondongmu. Tadinya aku tidak tahu kalau kau yang dibawa, tapi begitu tahu tentu saja aku tidak dapat membiarkannya menjamahmu. Dia memang iblis keji yang berbahaya, dan kalau bertemu lagi sebaiknya kau menyingkir, nona Souw!"

"Hm..." Ceng Bi membelalakkan mata. "Jadi karena aku yang hendak diganggu kau lalu menolongku, Ui-i-siauw-kwi? Jadi kalau gadis lain kau membiarkannya, saja?"

Pemuda ini melengak. "Eh, siapa yang bilang begitu?"

"Kau sendiri! Tadi kau bilang bahwa begitu kau melihat bahwa aku yang hendak diganggu maka lalu datang menolong. Jadi kalau lain wanita kau hendak membiarkannya, Ui-i-siauw kwi?"

"Ah, ini... hm... agaknya tidak, nona Souw. Karena aku pribadi paling benci terhadap perkosaan itu. Dan wilayah Hiat-goan-pang memang juga bukan tempat untuk melakukan perbuatan terkutuk itu. Apalagi orang yang hendak diganggu adalah engkau!"

"Hm, kenapa ada keistimewaan untuk diriku, Ui-i-siauw-kwi? Apakah karena aku hendak kau tawan lagi?"

"Eh, tidak, nona..!" pemuda itu terkejut. "Sama sekali bukan soal itu!"

"Kalau begitu apa yang hendak kaumaksudkan? Kau hendak mencari muka?"

Pemuda ini marah mukanya. Hebat kata-kata Ceng Bi itu baginya, tapi dia yang melihat puteri Beg-san-paicu ini memandang penuh selidik akhirnya meaarik napas berat dan mengerutkan dahi. "Nona Souw..." demikian dia berkata dengan suara getir. "Apa yang menjadi kecurigaanmu secara berlebihan terhadap diriku sesungguhnya tidak benar. Aku tidak memiliki pamrih apa-apa, dan kalaupun ada maksud maksud tertentu di dadam hatiku itu sesungguhnya karena dorongan perasaan hati melulu. Aku tidak dapat melihat kau menderita, nona, dan karena itu aku akan menjadi sedih sekali bila kau sampai celaka..."

"Kenapa, Ui-i-siauw-kwi? Bukankah celaka atau tidak celaka itu adalah urusanku sendiri? Kenapa kau tampaknya begitu perduli…?"

"Hm, karena aku... karena aku…!"

"Karena apa, Ui-i-siauw-kwi?"

"Karena aku cinta padamu, nona!"

Ceng Bi terkejut dan wakil ketua Hiat-goan-pang itu juga tampaknya gugup mendengar kata-katanya sendiri ini. Dia tampak merah dan tersipu-sipu, tapi Ceng Bi yang mendengar pengakuan itu tertegun dengan mata terbelalak lebar. Teringatlah Ceng Bi oleh ucapan Pek Hong dahulu di dalam gua bawah tanah, betapa murid Ta Bhok Hwesio itu mengatakan bahwa si "Setan Baju Kuning" ini kelihatannya jatuh cinta kepadanya. Tapi karena dia membenci pemuda ini atas perbuatannya yang sudah-sudah membuat dia tidak percaya. Siapa kira, di dalam gua yang berlainan ternyata ia mendengar kata-kata itu dan membuktikan kebenarannya!

Dan Ceng Bi yang baru saja ditolong dari bahaya yang jauh lebih mengerikan dibanding maut itu terkesima. Namun akhirnya gadis ini tersenyum pahit. Pernyataan orang tentang "cinta" membuat ia teringat akan keadaan dirinya sendiri. Betapa dia juga "jatuh cinta" terhadap Pendekar Gurun Neraka namun yang tampaknya bertepuk sebelah tangan. Dan kini, pemuda yang dulu dibencinya tapi telah menolongnya dari kekejian iblis she Pouw itu ternyata telah mengucapkan pengakuan. Jatuh cinta terhadap dirinya...!



Pendekar Kepala Batu Jilid 24

PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 24
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Pendekar Kepala Batu Karya Batara
PEMUDA itu membelalakkan mata dan susioknya yang melempar granat tangan temyata sudah lenyap di tengah-tengah mereka. Kiranya berlindung di balik asap tebal yang mengejutkan semua orang, ketua Perkumpulan Gelang Berdarah itu telah pergi. Dan bersama dengan kepergiannya itu ternyata lenyap pula muridnya yang tadi menonton!

"Keparat, siapa orang she Wan itu?" Ciok-thouw Taihiap yang sudah berdiri tegak tampak mendelik dengan tinju terkepal dan asap hitam yang sudah lenyap itu menjadikan dia dapat memandang tiga orang yang berdiri di dekatnya. Dan begitu dia melihat Pek-kut Hosiang serta kakek Phoa yang tersenyum memandangnya sekonyong-konyong ketua Beng-san-pai ini berseru.

"Hei, kaukah, lo-suhu? Dan kau datang bersama si nelayan miskin ini?" Ciok-thouw Taihiap tampak tertegun dan kakek Phoa terkekeh gembira.

"Wah, kau baru tahu bahwa kami berada di sini. Dengan paicu? Heh-heh, agaknya saking bernafsu mengejar si orang she Wan itu kau sampai tidak melihat kedatangan kami. Dan kau tidak mengenal pemuda ini, Beng-san-paicu? Wah, dia adalah jago kita yang telah menyelamatkan muridmu...!" Kakek itu tampak berseri.

Dan Bu Kong sendiri yang dipandang dengan mata terbelalak oleh ketua Beng-san-pai itu buru-buru menjura dengan muka merah. "Souw-locianpwe, harap jangan hiraukan omongan kakek Phoa. Siapa yang menjadi jago di sini? Aku tidak merasa menjadi jago dan penyelamatan saudara Lek Hui ini adalah memang sudah menjadi kewajibanku karena kita berdua merupakan sahabat-sahabat baik!"

Ciok-thouw Taihiap tampak tertegun untuk kedua kalinya dan penghormatan orang yang tampak sungguh-sungguh itu hanya dibalasnya dengah anggukan kepala. Dia tidak kenal dengan pemuda ini, dan sebagai orang yang merasa tingkatnya masuk golongan "atas" maka dia bersikap angkuh. "Anak muda, kau siapakah?" tanyanya sekedar untuk tidak terlalu bersikap sombong.

"Ah, siauwte yang rendah adalah orang she Yap, Souw-locianpwe. Dan baberapa waktu yang lalu telah berkenalan secara baik dengan muridmu yang gagah perkasa itu, saudara Lek Hui yang siauwte kagumi."

"Heh-heh, dia adalah Yap Bu Kong, Beng-san-paicu. Bekas jenderal muda itu yang kini lebih dikenal dengan julukan Pendekar Gurun Neraka!" kakek Phoa tiba-tiba menerangkan. "Apakah kau belum mendengar nama pendekar muda yang lihainya melebihi sang guru ini?"

Sekarang Ciok-thouw Taihiap tampak kaget dan pendekar gundul yang sedikit angkuh itu mendadak terkejut. "He, jadi kau adalah Yap-goanswe, anak muda? Astaga, sungguh tidak kuduga! Ha-ha, nelayan she Phoa, jadi Pendekar Gurun Neraka inikah yang telah menyelamatkan muridku? Wah, terima kasih, Yap-goanswe, aku sungguh tidak mengira akan budi pertolonganmu ini...!"

Ciok-thouw Taihiap yang tadi bersikap tinggi hati itu sekonyong-konyong sekarang memberi hormat di depan Bu Kong dan pemuda yang merah mukanya ini tiba-tiba merasa jengah.

"Ah, Souw-locianpwe, jangan membuat aku malu. Pertolongan yang kulakukan adalah pertolongan susulan. Karena kalau tidak datang Phoa-locianpwe yang menghadang duluan itu barang kali aku juga tidak mampu mengejarnya. Phoa lojin-lah yang berjasa besar, karena berkat kedatangannya yang tepat maka saudara Lek Hui dapat kita selamatkan jiwanya!"

"Ha-ha, jangan kau membesarkan kepala orang she Phoa ini, Pendekar Gurun Neraka Karena kalau kau tidak datang tentu aku si tua bangka ini sudah mampus di tangan sang ketua Perkumpulan Gelang Berdarah!"

"Ketua Perkumpulan Gelang Berdarah?" Ciok-thouw Taihiap terbelalak.

"Ya, ketua Perkumpulan Gelang berdarah, Beng san-paicu. Orang berkedok yang bernama Wan Lui itu. Dialah si manusia iblis dari Pulau Hek-kwi-to yang melarikan diri dan membuat onar...!"

"Ahh!" Ciok-thonw Taihiap benar-benar kaget sekarang dan tanpa sadar dia memandang Bu Kong yang tiba-tiba muram mukanya. "Jadi dia adalah susiokmu sendiri, Pendekar Gurun Neraka?" tanyanya terheran-heran.

"Ya, Souw-locianpwe," pendekar muda ini mengangguk. "Dan aku telah mengikuti jejaknya selama berbulan-bulan sebelum membuktikan kebenarannya."

"Ooh..." ketua Beng-san-pai itu memandang bengong namun mendadak dia menoleh ke arah Pek-kut Hosiang. "Pek-kut Hosiang apakah kau juga mempunyai urusan dengan si ketua Perkumpulan Gelang Berdarah itu?"

Hwesio Go-bi itu tertawa pahit. "Tidak Beng-san-paicu, karena dia telah membunuh seorang murid luarku yang membawa lari kitab-kitab pusaka..."

"He, muridmu dibunuh, Pek-kut Hosiang?"

"Ya, tapi itu adalah kesalahan sendiri. Dan bukan murid langsung, Beng-san-paicu, melainkan hanya murid luar saja. Tapi yang lebih gawat adalah masalah kitab-kitab pusaka itu. Dia telah merampasnya dan mempelajari ilmunya di lembah Hwe-seng-kok!"

"Aah..!" Ciok-thouw Taihiap tampak tertegun keheranan dan Phoa-lojin yang berdiri di sebelah kanannya tiba-tiba menimbrung sambil tertawa.

"Wah, kau ini ah-oh ah-oh melulu, Beng san-paicu. Memangnya kau belum mendengar kejadian ini? Ha, kalau begitu jangan mengeram dong. Sekali-kali turun gunung untuk mendengar berita berita baru. Kalau begitu, apakah kau juga tidak tahu akan adanya keramaian yang akan diadakan oleh Perkumpulan Gelang Berdarah itu? Mereka hendak merayakan Ulang tahunnya yang pertama dan konon akan diadakan secara besar-besaran!"

"Hmm..." Ciok- thouw Taihiap tersipu merah. "Untuk berita ini aku sudah mendengamya, nelayan sinting. Tapi untuk berita lain aku sama sekali belum menerimanya. Hiat-goan-pang telah mengundangku secara resmi, dan mereka katanya juga akan mengadakan pibu untuk dicari siapa jago terunggul buat dijadikan bengcu!"

"Ha-ha, jadi kau sudah tahu tentang maksud orang-orang Perkumpulan Gelang berdarah itu, Beng-san paicu? Bagus, dan kau malah diundangnya juga. Wah, tentu ramai kalau begitu! Ha-ha, kalau begitu berita lain apa yang sama sekali kau katakan belum menerimanya, Beng-san-paicu? Apakah kau hendak meminta tolong si tukang nujum ini memberitahukannya?"

Ciok-thouw Taihiap menyeringal kaku. Dia memang hendak meminta pertolongan pada si tukang gwamia ini untuk menentukan jejak putera-puterinya. Tapi belum dia bicara sekonyong-konyong orang sudah menebaknya duluan. Karena itu Ciok-thouw Taihiap jadi tersipu tidak enak namun karena dia sudah tahu akan kelihaian si tukang nujum ini maka mau tak mau diapun mengngangguk.

"Benar, nelayan she Phoa. Aku sedang kebingungin mencari jejak putra-puteriku. Mereka minggat tanpa memberi tahu, terutama anak perempuanku yang nakal itu. Sudah hampir sebulan ini kami mencari tapi belum juga ketemu. Apakah kau bisa membantu?"

"Heh-heh, tentu saja bisa, beng-san-paicu mereka itu turun gunung?" kakek Phoa tampak terheran.

"Hm, karena ia menerima lamaran Bu-tiong-kiam Kun Seng, nelayan she Phoa. Dan kami orang tua sudah saling setuju tapi mungkin karena malu lantas ia minggat turun gunung!"

"Ohh…!" Phoa-lojin tertawa geli tapi tiba-tiba dia bersikap serius. "Jadi itukah persoalannya, Beng-san paicu? Hm, gampang… gampang… puterimu itu memang keras kepala, tapi kulihat sekarang menuju utara. Dan tentang puteramu agaknya Pek-kut Hosiang yang bakal menemukannya...!" kakek itu memandang ke atas langit yang biru serta awan yang putih kehitaman seolah-olah menjadikan pedomannya untuk cari jejak putera-puteri pendekar dari Beng-san-pai itu.

Dan Ciok-thouw Taihiap yang mendengar kata-katanya ini sudah berseri gembira. Pendekar itu tampak memandang Pek-kut Hosiang mengerutkan kening, dan dengan penuh harap berkata kepada hwesio Go-bi ini, "Pek-kut Hosiang, tolong kau perhatikan baik-baik ucapan Gwamia ini. Dia mengatakan engkau bertemu dengan puteraku. Dan kalau itu benar tolong kau lindungi dia, sampai kita bertemu lagi!"

"Hm, baik, Souw Taihiap. Tapi pinceng, pribadi akan mengusahakannya sambil berjalan."

"Ah, tentu saja. Bukankah kau juga akan ke Puri Naga?"

"Ya, tapi pinceng bukanlah undangan. Pinceng akan memutar untuk menuju markas besar Perkumpulan Gelang Berdarah itu!"

Ciok thouw Taihiap tidak memperhatikan ucapan yang terakhir ini karena dengan muka gembira dia sudah menjura di depan hwesio tinggi besar itu. "Pek-kut Hosiang, terima kasih atas janjimu yang menenangkan ini. Dan kalau kita dapat bertemu di Puri Naga kuharap puteraku itu sudah di sampingmu!"

Pek-kut Hosiang balas menjura sambil tersenyum tapi alisnya yang selalu berkerut itu tampaknya ragu-ragu. Hwesio ini sebenamya hendak mengatakan sesuatu namun rupanya urung untuk diucapkan. Dan dia yang menerima permintaan ketua Beng-san-pai ini menarik napas panjang.

"Mudah-mudahan kita semua selamat, Beng-san-paicu. Dan kuharap kau berhati-hati memasuki sarang naga itu..."

Ciok thouw Taihiap tertawa. "Ah, itu sudah menjadi kewajiban setiap orang, Pek-kut Hosiang. Kalau sampai celaka barangkali itu sudah nasib buruknya. Dan sahabat muda kita ini, apakah juga ke Puri Naga?" ketua Beng-san-oai ini memandang Bu Kong dengan mata bersinar.

"Ah, itu sudah menjadi tugasku, Souw-locianpwe, karena suhu telah berpesan untuk membawa menghadap beliau!"

"Ha-ha, dan rupanya kau mengagumkan, Pendekar Gurun Neraka. Lain waktu aku ingin mengundangmu makan minum di Beng-san sambil bicara soal silat….!"

"Ah, kepandaianku biasa-biasa saja, Souw-locianpwe. Dan kukira tidak ada yang istimewa. Dahulu secara kebetulan aku bertemu dengan nona Souw dan melihat gaya permainan silatnya sungguh patut dia menjadi putera pendekar seperti locianpwe."

"Ha-ha, kau pandai memuji orang, Yap-sicu dan kata-katamu ini mengingatkan aku akan bantuanmu terhadap putera-puteriku. Bukankah engkau yang menyelamatkan mereka dari The-lohengte bersaudara? Wah, terima kasih sekali lagi, Yap-sicu terima kasih…!" Ciok-thouw Taihiap tiba-tiba meraba baju dalam. "Dan ini sekedar ungkapan kegembiraanku. Terimalah Pendekar Gurun Neraka. Beng-san-paicu memberikanmu lengpai Ciang-bun-tang-hu ini untuk dipergunakan bilamana perlu. Terutama untuk anak-anak murid Beng-san-pai yang barangkali perlu kau tundukkan tanpa harus meminta ijinku!"

Bu Kong terkejut, tapi hendak menolak tahu-tahu Ciok-thouw Taihiap sudah memberikan benda itu kepadanya tanpa memberi kesempatan. Dan dia yang mendapat kepercayaan sedemikian besar ini jadi tersipu sipu gugup. "Aih, Souw locianpwe, bagaimana mungkin aku yang bukan orang Beng-san-pai begini mendapatkan lengpai tanda kuasa? Apakah aku dapat mempergunakannya dengan betul? Hm, kalau begitu biarlah pemberian ini bersifat sebagai peminjaman saja, Souw-locianpwe. Dan kelak, kalau sudah tidak kugunakan lagi akan kukembalikan kepadamu!"

Pemuda itu cepat memberi hormat dan Ciok-thouw Taihiap yang mendengar kata katanya ini tersenyum lebar. Mukanya berseri, dan ucapan yang membayangkan watak seorang pendekar yang bersih dan jujur itu membuatnya gembira.

"Ha-ha, tidak usah kau sungkan sungkan, Yap-sicu. Tapi kalau kau menganggapya sebagai barang pinjaman baiklah. Kelak kutunggu kedatanganmu di Beng-san sambil kita makan minum....!"

Pendekar kepala gundul itu lalu memeriksa muridnya dan melihat Lek Hui hanya pingsan akibat pembiusan saja diapun lalu menotok dada muridnya. Sekali mengurut dan meraba akhirnya sadarlah pemuda tinggi besar itu. Dan melihat gurunya berjongkok di dekatnya si raksasa tinggi besar ini terkejut. Dia melompat bangun, dan pertanyaan pertama yang diserukan adalah si laki-laki she Wan!

"Suhu, di mana orang she Wan itu? Teecu diserang asap tembakaunya yang beracun. Dan… Hey… kau ada di sini, Pendekar Gurun Nelaka?" Lek Hui tampak kaget dengan adanya Bu Kong di situ dan dia semakin terkejut melihat hadirnya dua yang lain di tempat itu. Untuk Phoa lojin dia mengenal, dan karena itu dia sudah cepat memberi hormat. Tapi untuk hwesio berbaju kuning yang wajahnya agung serta penuh wibawa itu dia tidak tahu. Maka Chiok-thouw Taihiap memberitahukannya.

"Dia adalah Pek-kut Hosiang. Hui-ji. Hwesio dari Gobi yang telah ikut menyelamatkanmu dari orang shi orang she Wan."

"Ah, terimakasih, lo suhu. Dan di mana orang si manusia curang itu?" Lek Hui menjura kaget tetapi pertanyaan ini hanya disambut senyum kecil Pek-kut Hosiang.

Hwesio itu tidak menjawab, melainkan Ciok-thouw Taihiaplah yang menerangkan segalanya. Mulai dari peristiwa di rumah penginapan yang membuat dia merobohkan si Kalong Kelabu beserta teman-temannya yang lain sampai kepada siapa sebenarnya si laki-laki berkedok yang bernama Wan Lui itu. Dan untuk ini Ciok-thouw Taihiap tidak bicara panjang lebar, melainkan singkat namun cukup jelas ditangkap muridnya. Dan Lek Hui yang mendengar ceritera suhunya itu jadi semakin terbelalak lebar.

Raksasa muda itu berkali-kali mengepal tinju, dan setelah suhunya selesai bicara diapun Liu mengajak suhunya ini untuk segera mendatangi markas besar Perkumpulan Gelang Berdarah. Dan karena waktu memang telah cukup dekat maka Ciok-thouw Taihiap-pun tidak menolak. Guru dan murid itu akhirnya berangkat, dan setelah mereka memberi hormat kepada semua orang lenyaplah bayangan si ketua Beng-san-pai yang gagah perkasa ini.

Sekarang tinggal si kakek Phoa bertiga bersama Pek kut Hosiang serta pendekar muda, Bu Kong yang masih termangu-mangu di situ. Tapi karena kakek Phoa tidak mempunyai kepentingan lagi maka si nelayan dari Pulau Cemara itupun akhirnya berpamitan kepada mereka.

"Pek-kut Hosiang lo-suhu, apakah kau hendak ke Naga bersama Pendekar Gurun Neraka?"

Hwesio Go-bi ini tersenyum. "Tidak, Phoa-lojin, Pinceng masih mempunyai urusan lain. Pinceng janji dengan suhengmu, si Belut Emas di tikungan Segi Tiga."

"Cui-suheng muncul?"

"Ya, dan karena itulah pinceng tidak dapat menuju Puri Naga. Kau berangkatlah dulu Phoa-situ, pinceng menyusul belakangan saja."

"Heh-heh, baik... baik kalau begitu. Eh, Pek-kut Hosiang, dan kau Pendekar Gurun Neraka, lohu pergi dulu kalau begitu!" kakek Phoa tertawa gembira dan tanpa menanti jawaban temannya sudah berkelebat meninggalkan dua orang ini dengan muka berseri-seri.

Sekarang Bu Kong memandang hwesio tinggi ini. Melihat orang tidak segera berangkat membuat dia mempunyai dugaan bahwa agaknya Hwesio Go-bi itu agaknya akan berbicara sesuatu kepadanya. Karena itu dia lalu bertanya, "Lo-suhu, ada sesuatu yang ingin kau beritahukan kepadaku?"

Pek-kut Hosiang, menarik napas panjang. "Benar, Yap sicu, dan itu adalah tentang paman gurumu sendiri. Tadi pinceng melihat pertandingan kalian, dan kalau tidak dibantu Hoat-lek-kim-ciong-ko tentu paman gurumu itu sudah roboh. Kau memiliki Jit-yang Sin kang yang mengagumkan. Yap sicu, dan terus terang pinceng kagum sekali akan tenaga saktimu ini!" Hwesio itu memandang dengan mata bersinar.

Dan Bu Kong merah mukanya. "Ah, tapi nyatanya pukulanku tidak mampu merobohkan Wan-susiok, lo-suhu. Apanya yang hendak dibanggakan?"

"Hm, itu karena paman gurumu dibantu ilmu gaib. Yap sicu. Dan kalau mengandalkan ilmunya yang biasa saja pinceng yakin kau mampu merobohkannya. Kau memiliki Jit-yang Sin-kang yang mujijat dan ini merupakan tenaga sakti yang amat langka sekali. Apakah sicu mendapatkannya di Gurun Neraka?"

Bu Kong mengangguk. "Betul, lo-suhu, tapi itupun atas jasa guruku yang telah membimbingku sedemikian rupa. Beliau berpesan bahwa tenaga sakti Jit-yang Sin-kang ini tidak boleh dipergunakan sembarangan, tapi khusus digunakan untuk menghadapi Wan susiok."

"Ya, tapi ternyata perkiraan gurumu menghadapi hal tak diduga. Dengan Hoat-lek-him-ciong-ko kau tak mampu melukai susiokmu. Yap-sicu. Karena tubuhnya di bantu kekuatan hitam dari pengaruh lembah Hwe-seng-kok! Dan untuk itu kita harus mencari jalan keluarnya."

"Apa yang lo-suhu maksudkan?"

"Kita harus mencari titik kelemahannya, Yap-sicu. Karena Hoat-lek-kim-ciong-ko seperti ilmu-ilmu gaib lainnya ia pasti memiliki sebuah titik mematikan yang disembunyikan. Dan kalau ini tidak kau cari, pastilah paman gurumu itu tidak mempan diserang oleh pukulan macam apa saja. Jangan lagi Jit-yang Sin-kang, biar petir sendiri yang menyambar tubuhnya tidak bakal membuat dia tewas. Paling-paling dia hanya pingsan."

"Aah...!" Bu Kong terkejut mendengar keterangan ini dan Pek-kut Hosiang mengerutkan keningnya-dengan muka muram.

"Dan ini diawali dengan kelengahanku, Yap-sicu. Membiarkan kitab pusaka Bu tek-thi-pah-peng dicuri oleh murid luarku. Dan kalau paman gurumu itu tidak melatihnya di lembah Hwe-seng-kok, tentu dia benar-benar akan menjadi seorang manusia tanpa tanding. Padahal pinceng sendiri tidak berani melatih peninggalan Bu-tek-thi-pah-ong tanpa perkenan arwah leluhur!"

Bu Kong semakin terkejut oleh keterangan hwesio Go-bi itu dan membayangkan susioknya disambar petir saja tidak bakal tewas membuat dia jadi pucat. Hebat kalau begitu. Dan jika susioknya menjadi manusia tanpa tanding di dunia ini sungguh keadaan akan jadi berbahaya sekali. Seorang iblis akan muncul, dan kesaktiannya yang tidak dapat dikalahkan itu bakal membuat susioknya menjadi orang yang tidak kenal perikemanusiaan lagi!

"Ah, kalau begitu bagaimana, lo-suhu? Dan siapa itu sebenarnya Bu-tek-thi-pah-ong? Aku belum pernah mendengai nama ini!" pemuda itu menjadi pucat dan Pek-kut Hosiang memandang muram mendengar pertanyaan ini.

"Bu-tek-thi-pah-ong adalah seorang jago silat pada jamannya dinasti Shang, Yap-sicu. Beliau adalah maharaja pendekar yang berbudi luhur. Ilmu silatnya luar biasa, dan kesaktiannya yang mengagumkan delapan penjuru dunia membuat dia diakui sebagai Bu-tek-thi-pah-ong (Raja Maha Kuat Tanpa Tanding). Nama sebenarnya tidak ada orang tahu, atau mungkin telah lupa saking lamanya pendekar itu tidak menampakkan dirinya lagi. Dia meninggalkan dua warisan di dunia ini, yakni yang pertama adalah sebuah kitab bemama Bu-kang-pit-kip sedangkan yang ke dua adalah mutiara penawar racun yang lebih dikenal orang dengan nama Pi-tok-cu. Dan agaknya degan bantuan inilah paman gurumu bersembanyi di Hwe-seng-kok. Pi-tok-cu mampu mengusir semua jenis racun, dan bisa apapun yang paling ganas tidak bakalan mempan melawan mutiara itu!"

Bu Kong terbelalak mendengar keterangan ini dan sekarang dia tahu mengapa jejak susioknya tahun yang lain lenyap. Kiranya bersembunyi di Lembah Gema Suara yang konon kabarnya amat angker karena penuh Cek-yu-tok-bu atau Kabut beracun itu! Dan mengandalkan keampuhan Pi-tok-cu kiranya sang paman guru itu mempelajari ilmu di lembah Hwe-seng-kok!

"Hem.... pemuda ini tertegun dan Pek-kut Hosiang yang sudah melanjutkan keterangannya itu berkata lagi. "Dan Bu-kang-pit-kip yang dirampasnya itulah yang membuat susiokmu lihai, Yap-sicu, yang membuat dia mampu memiliki kekebalan yang amat mujijat. Konon Bu-tek-thi- pah-kong sendiri pada jamannya dahulu juga amat kebal sekali, dan dikabarkan orang dia mampu menahan serangan petir. Tapi agaknya paman gurumu yang terpengaruh oleh hawa beracun di Lembah Hwe-sing-kok itu telah keliru jalan, dan memiliki jenis kekebalan semacam Hoat-lek-ciong-ko yang dibantu oleh pengaruh ilmu gaib. Memang kekebalannya mirip dengan kekebalan yang pernah dimiliki oleh mendiang Bu-tek-thi-pah-ong sendiri, tapi karena mengandung ilmu hitam pasti memiliki satu kelemahan yang disembunyikan. Dan membiarkan orang seperti itu berkeliaran di dunia kang-ouw sungguh berbahaya, Yap-sicu. Setidak-tidaknya pinceng ikut menanggung dosa kalau dia mengumbar nafsu angkaranya!"

Hwesio Gobi ini tampak sedih dan Bu Kong yang mendengar kata-katanya itu bangkit semangatnya. Dia tidak rela melihat susioknya mengacau dunia, karena itu dia akan melawan sampai berhasil. Tapi, bagaimanakah caranya? Untuk ini Bu-kong jadi termangu-mangu bingung.

"Lo-suhu..." akhirnya pendekar kita bicara. "Kalau kita harus mencari titik kelemahannya lalu hagaimana caranya? Menyerang setiap bagian tubuhnya, ataukah mempergunakan akal lain? Kalau dia tidak mampu dipukul roboh, kita sendiri yang bakal kehabisan tenaga, lo-suhu. Dan salah-salah tubuh binasa dengan hasil yang sia-sia…!"

"Hm, ada satu jalan, Yap-sicu. Dan engkaulah orangnya yang tepat untuk melakukan ini. Kau carilah sekeping plat tembaga dimulut Hwe-seng-kok, karena itu merupakan jawaban satu-satunya untuk memecahkan semua ilmu yang dipelajari secara salah dari Bu-kang-pit kip. Dan kalau kau sudah menemukannya harap secepatnya pergi ke Puri Naga, Yap-sicu, karena pinceng akan menunggumu di sana!"

"Sekeping plat tembaga, lo-suhu?" Bu Kong terbelalak.

"Ya, benda yang membuat pinceng cemas karena kehilangan di sekitar Lembah Gema Suara itu. Benda itu merupakan kunci atau petunjuk bagi yang salah berlatih Bu-kang-pit-kip, Yap-sicu, dan kalau kita tidak mau mengambil resiko dengan mencarinya di setiap bagian tubuh lawan maka benda itulah merupakan satu-satunya petunjuk yang amat berharga!"

"Ah...!" pemuda ini menjadi gembira dan wajah yang tadi gelisah itu sekonyong-konyong berubah girang. Kalau betul plat tembaga yang dimaksudkan Pek-kut Hosiang ini menyimpan petunjuk demikian penting tentu saja dia akan mencarinya! Tapi, di mana letak Hwe-seng-kok itu sendiri? Dia hanya mendengar namanya belaka tentang lembah ini dan tentang letaknya dia masih tidak tahu. Hwe-seng-kok memang tidak menarik perhatian orang kang-ow, karena itu tidak heran kalau lembah yang tidak bisa dimasuki ini jarang diketahui orang tempat tinggalnya. Karena itu Bu Kong lalu memandang hwesio tinggi besar ini.

"Lo-suhu, di manakah sebenarnya letak Lembah Gema Suara itu? Aku hanya mendengar namanya belaka tapi belum tahu letak daerahnya."

"Hm, lembah itu terletak di kaki Pegunungan Gu-niu-san, Yap-sicu, tepatnya di sebelah timur Pegunungan Cin-ling-san. Letaknya memang terpencil, dan kau dapat melihatnya dengan tanda-tanda kabut putih yang selalu menyelubungi hutannya."

"Ah, di timur Cin-ling-san? Jauh amat…!" pemuda ini terkejut.

"Ya, tapi dengan ilmu meringankan tubuhmu yang luar biasa kau pasti dapat pulang balik selama tiga hari, Yap-sicu. Dan kelebihan waktu lainnya dapat kaupergunakan untuk mencari kepingan plat tembaga itu...!"

"Hmm…!" Bu Kong tertegun tapi Pek-kut Hosiang yang sudah merasa cukup bicara itu tiba-tiba mengebutkan bajunya. "Yap-sicu, bukankah cukup semua keterangan pinceng kepadamu ini? Kalau kau ada yang kurang jelas baiklah katakan sekarang. Pinceng harus segera berangkat ke Tikungan Segi Tiga."

Pemuda ini membelalakkan matanya akan tetapi kemudian dia menggeleng. "Tidak, lo-suhu. Kukira semua penjelasan tadi sudah cukup dapat kumengerti dan mudah-mudahan tugas mencari benda itu dapat kulaksanakan dengan baik. Keramaian di Puri Naga bukankah masih beberapa hari lagi?"

"Ya, sepuluh hari lagi, Yap-sicu. Dan semoga Buddha yang welas asih membantu kita. Pinceng pergi dulu kalau begitu. Selamat tinggal...!" hwesio itu menganggukkan kepalanya lalu sekali berkelebat diapun lenyap meninggalkan pendekar muda itu tertegun di tempatnya.

Bu Kong sejenak termangu memandang kepergian hwesio tinggi besar itu, tapi setelah bayangnnya lenyap diapun lalu berkelebat menuju ke timur. Gu-niu-san-lah yang dituju, dan lembah Hwe-seng-kok yang mulai mengandung misteri dijadikan sasarannya. Tapi apakah berhasil pendekar muda ini mencari benda yang dimaksud Pek-kut Hosiang? Kita tunggu saja beritanya di Puri Naga.

Yang jelas, pemuda itu sudah menemui Pek Hong dan Ceng Bi di sebuah kuil tua. Dan peyamarannya sebagai si Ang-bin-siauwjin telah membuat gara-gara pertengkaran di antara dua orang gadis itu, di mana Ceng Bi akhirnya melarikan diri akibat kesalahpahaman Pek Hong!

* * * * * * * *

Kini mari kita ikuti kembali perjalanan si dara jelita puteri Beng-san-pai-cu itu. Seperti kita ketahui, Ceng Bi telah melarikan diri dari kuil tua itu dengan tangisnya yang mengguguk. Dan sakit hatinya akibat dugaan Pek Hong yang amat menusuk perasaannya itu tak dapat diredakan begitu saja. Dia telah melampaui malam yang menyakitkan itu sampai menjelang fajar, dan matahari yang mulai timbul di atas tanah tampak menyorotkan cahaya yang kuning keemasan.

Ceng Bi terengah-engah, dadanya masih terasa sesak tapi tangis yang semalam mengguguk itu kini telah mulai lenyap. Air mata yang menitik turun merupakan-bukti satu-satunya betapa dara manis yang biasa gemira itu baru saja dirundung duka. Dan Ceng Bi mulai mencari sendang. Tubuh yang letih serta batin yang semalam dihimpit sakit itu kini terasa lelah. Dan Ceng Bi ingin membasuh mukanya. Dia lemas sekali, dan perihnya hati teringat kejadian semalam itu membuatnya mengeluh dengan air mata menitik satu-persatu.

Namun Ceng Bi menggigit bibir. Dia tidak mau dilanda duka terus-menerus, dan keinginan satu-satunya pada saat itu hanyalah mencari air. Dia haus sekali, dan tubuhnya yang letih membutuhkan air untuk menyegarkan badan. Air... air. aih, di mana kau? Ceng Bi terhuyung-huyung dan tiba-tiba seolah merupakan jawabannya mendadak terdengarlah suara air bergemericik. Gadis ini tertegun dan muka yang pucat itu tiba-tiba saja ditegakkan tengadah. Bunyi air yang gemerisik itu terdengar di sebelah kanannya, dan ketika dia melompat ke tempat itu tiba-tiba tampaklah sebuah mata air yang jernih di sebuah tebing bukitan.

"Aah…!" Ceng Bi terbelalak girang dan kaki yang sudah tersandung-sandung itu mendadak saja terasa kuat kembali. Air yang demikian jerih dan segar di bawah sebatang pohon itu sekoyong-konyong membawa kesegaran mujijat pada tubuhnya, dan begitu dia melompat menghampiri tiba-tiba saja Ceng Bi sudah berada di mata air ini.

Gadis itu mengeluh pendek, dan kegembiraan meluap-luap akibat keletihan, tubuh yang mendapat penawar dahaga ini sudah dibungkukkan ke depan. Ceng Bi membasuh mukanya, lalu seperti orang kehausan di padang pasir ia sudah menempelkan bibirnya meneguk air jernih itu sepuas-puasnya. Suara mencegluk yang berulang-ulang terdengar di kerongkongannya tampak mengharukan, tapi setelah dirasa cukup gadis itu tiba-tiba menghentikan mimumnya.

Dia memutar tubuh, bangkit berdiri dan perlahan-lahan memandang sekeliling. Lalu ketika dilihatnya sebuah kolam kecil di bawah mata air itu sekonyong-konyong mata gadis ini bersinar. Dia tiba-tiba saja ingin mandi, dan kolam kecil! yang begitu jernih airnya itu tampak mempesona. Airnya dingin segar, dan dasar kolam yang kelihatan batu koralnya itu tampak menyegarkan sekali. Aih, betapa nikmatnya kalau ia dapat mandi di kolam itu!

Ceng Bi tiba-tiba menjadi gembira dan sakit hatinya perlakuan Pek Hong semalam itu mendadak tak diingatnya lagi. Dia ingin menyelam di kolam kecil itu, dan beberapa ikan yang berenang hilir-mudik di dasar kolam sekonyong-konyong membuat mukanya berseri. Karena itu Ceng Bi lalu melepas pita rambutnya, dan begitu membuktikan bahwa di sekirar tempat itu tidak ada orang lain tiba-tiba saja puteri Beng-san-paicu yan cantik manis ini sudah melepas pakaiannya dan mencebur!

"Byurr....!" Ceng Bi langsung menyelam dan melihat ikan sama terkejut menyaksikan kedatangannya membuat gadis ini tiba-tiba tertawa geli. Dia mulai terkekeh, dan ikan yang ada di dasar kolam itu mulai dikejar sambil digoda. Ada yang ditarik ekornya tapi ada pula yang dijentik siripnya hingga mirip seorang ibu sedang menjewer telinga anaknya yang nakal. Dan Ceng Bi yang masih setengah dewasa ini tiba-tiba saja kambuh sikap kekanak-kanakannya!

Puteri Beng-san-paicu itu tampak gembira, permainan di dasar kolam yang mengasyikkan hatinya itu dilampiaskan sepuas hati. Dan saking asyiknya ia bermain sampai tidak mengetahui betapa seorang memandangnya terbelalak di atas pohon! Gadis ini baru terkejut ketika orang yang ada di atas pohon itu berteriak kepadanya,

"Hei…, siluman cantik, apa kau tiba-tiba saja ingin menjadi ikan duyung...!" dan sebuah batu tiba-tiba dilemparkan ke tengah kolam itu.

"Blungg...!" suara yang mengejutkan ini membuat Ceng Bi terkesiap kaget dan ketika dia melihat adanya seseorang di atas pohon itu gadis jadi menjerit tertahan. Dia selulup di bawah air, dan tinju yang dikepal-kepalkan dengan mata terbuka itu dimaksudkan untuk mengusir. Tapi, mana orang ini mau mengerti? Dia yang menempel di dasar kolam itu lupa bahwa bagaimanapun juga dia mencoba menyembunyikan diri namun tetap saja air kolam yang jernih tembus pandang itu menampakkan tubuhnya yang telanjang bulat. Jadinya malah lucu dan menggelikan kalau Ceng Bi berusaha menutup-nutupi tubuhnya!

Maka Ceng Bi yang melihat orang di atas pohon itu malah tertawa-tawa geli membuat dia menjadi gusar bukan main. Tapi ketika orang itu melompat turun dan melambaikan tangan kepadanya sekonyong-konyong gadis ini tertegun. Kiranya orang di atas pohon itu adalah seorang wanita, gadis cantik seusianya yang mengenakan baju hijau!

Dan sementara dia terbelalak ini tiba-tiba terdengarlah gadis di luar kolam itu berseru kepadanya, "Hei, siluman duyung, mau apa kau berendam di dasar kolam? Ingin jadi ikan, ya? Wah, sinting otakmu itu. Hayo cepat bangun mumpung tidak ada orang....!"

Maka Ceng Bi cepat-cepat mengeluarkan kepalanya. Tapi begitu dia nongol bentakanlah yang diberikannya, "Siluman busuk, mau apa kau mengintai orang mandi?"

Dan gadis baju hijau yang dipelototi mukanya itu terbelalak. "He, kau malah memaki aku?" tanyanya marah.

"Tentu saja! Habis kenapa kau mengintai orang mandi?"

"Wah, aku tidak mengintaimu, duyung betina, tapi kaulah yang tidak lihat-lihat ada orang di atas!"

"Cerewet, kau bawel yang pandal bicara. Siapa suruh kau kurang ajar kepadaku? Masuklah, biar kusumbat mulutmu yang ceriwis itu...!" Ceng Bi tiba-tiba menarik kaki orang dan si gadis baju hijau yang sama sekali tidak menyangka ini jadi berbelalak kaget.

"Hei, mau apa kau?" tapi tiba-tiba lengan Ceng Bi sudah disendal. Kaki yang ditangkap itu disentak ke depan, dan gadis baju hijau yang kehilanganan keseimbangan tubuh itu tanpa ampun kecebur dalam kolam.

"Byurrr...!" dua orang gadis muda itu saling memaki dan Ceng Bi yang merasa diganggu ini tiba-tiba menyelam sambil menarik kaki lawan. Dia kermaksud hendak memberikan hukuman pada si gadis baju hijau itu, dan rasa marahnya yang dikagetkan dari kegembiraannya itu tidak bisa dilenyapkan kalau tidak memberi hajaran.

Karena itu dia lalu menjambak rambut lawan, dan si gadis baju hijau yang kelabakan dengan pakaian basah kuyup itu tiba-tiba digaploknya. "Plak!" air di dalam kolam bergolak dan si gadis baju hijau tampak menjerit tertahan. Dia meronta hebat, dan lengan Ceng Bi yang menjambak rambutnya itu sekonyong-konyong digigit!

"Auh..!" Ceng Bi berteriak kesakitan dan saking marah dan gusarnya gadis ini tiba-tiba menjejak perut lawan.

Si gadis baju hijau yang menggigit ganti berteriak mengaduh, dan gigitannya pada lengan Ceng Bi tiba-tiba terlepas. Tubuhnya terdorong di dalam air, dan Ceng Bi yang telanjang bulat mempergunakan kesempatan ini untuk meluncur ke atas. Puteri Beng-san-paicu itu cepat-cepat melompat naik, dan pakaian yang ada di tepi kolam dikenakan secepat kilat seperrti orang diburu setan. Dan ketika ia selesai dengan cara sekenanya, muncullah kepala lawan di atas air!

"Siluman busuk, kenapa kau menggangu orang mandi?" Ceng Bi sudah mendelik dengan berapi-api sementara gadis baju hijau yang basah kuyup pakaiannya itu tampak gemetar.

Tapi gadis ini bukan gemetar karena takut melainkan gemetar karena menahan amarah yang membuat dadanya meledak-ledak. Dia sudah melompat naik di atas kolam, dan Ceng Bi yang petentang-petenteng di depannya itu disambut dengan muka merah padam.

"Siluman duyung, siapa yang mengganggu kau? Aku hanya memperigatkanmu bahwa di tempat ini ada orang. Untung aku seorang wanita, kalau aku laki-laki bagaimana sikapmu? Apakah kau tidak malu mandi telanjang bulat ditonton orang lain?"

"Keparat, siapa yang tidak malu ditonton orang lain? Adalah kau yang mengejutkan orang mandi dengan sikap kurang ajar. Kalau tidak, mana aku mau sudah? Eh, siluman busuk kau memang agaknya pandai bicara, dan untuk itu kau harus dihajar. Terimalah!"

Ceng Bi tiba-tiba sudah menerjang maju din tangan kirinya yang berkelebat di pipi orang itu rupanya siap menggaplok lagi. Tapi gadis baju hijau melengking marah. Tamparan Ceng Bi yang diarahkan pada pipinya ditangkis lengan kanan, dan tangan kirinya yang tadi berkacak pinggang sekonyong-konyong menyambar ke depan. Yang diarah adalah pipi Ceng Bi dan dengan perbuatan ini agaknya dia bermaksud membalas penghinaan yang dialami. Tapi Ceng Bi mengeluarkan jengekan di hidung. Tamparannya disambut dengan lengan kanan, dan dua pasang lengan gadis yang sama-sama cantik itu bertemu.

"Duk-dukk....!"

Ceng Bi dan lawannya sama-sama berseru kaget dan dua pasang lengan yang sama halus namun penuh tenaga sinkang itu terpental. Ceng Bi tertolak mundur dua langkah sedangkan lawannya tergetar ke belakang satu tindak. Dan dua orang gadis ini sama-sama terbelalak.

"Wah, kiranya kau cukup berisi, ya? Pantas suka mengganggu orang lain?" Ceng Bi melancarkan ejekannya.

"Hem, dan kau kiranya siluman duyung. ya? Pantas hendak main gaplok orang yang tidak bersalah!? Kau berani membenarkan dirimu sendiri, ya? Wah, kau siluman betina yang tidak tahu malu!"

"Ya, dan kau adalah iblis perempuan yang tebal muka!"

Ceng Bi berteriak marah mendengar ucapan itu dia tanpa banyak bicara lagi tahu-tahu iapun sudah melompat maju menyerang lawannya. Ejekan yang terakhir ini membuat mukanya menyala merah, karena dengan ejekan itu ia teringat akan mandiniya yang telanjang bulat. Maka si gadis baju hijau yang diterjang ganas itu dipukulnya dengan pukulan Cui-mo-jiu (Pukulan Mengejar Iblis). Tapi lawannya yang sudah mengelak itu membalasnya dengan tamparan maupun tendangan, maka adu cepat serta adu kelihaian inipun terjadilah. Serang menyerang dan tangkis-menangkis segera terjadi Baling susul, dan Ceng Bi yang merasakan kepandaian lawannya ini terkejut.

Ternyata gadis baju hijau yang cantik itu hebat ilmu silatnya. Dan tenaga sinkangnya yang selalu lebih unggul tampaknya menang seusap! Maka Ceng Bi yang mendapat kenyataan ini jadi terkesiap kaget dan matanya yang memandang penuh kemarahan itu jadi semakin berapi-api. Dia panas sakali, dan rasa gusar yang semakin meluap membuat Ceng Bi penasaran dan mulai membabi-buta!

Puteri Beng-san-paicu itu rasanya ingin menelan bulat-bulat lawannya yang dibenci ini, tapi Si gadis baju hijau yang tak gampang dirobohkan malah tersenyum mengejek. Dia melayani sepak terjang Ceng Bi yang ganas, dan kemarahan yang menggelogak di hati Ceng Bi justeru disiramnya dengan seruan-seruan mengejek yang semakin memanaskan perut.

Dan Ceng Bi yang memuncak kemarahannya ini melengking tinggi. Dia mengerahkan ginkangnya, dan tubuh yang segera menyambar-nyambar di sekeliling diri si gadis baju hijau itu disusulinya dengan pukulan ataupun tendangan yang bertubi-tubi. Tapi gadis yang tak dikenal ini mengimbanginya. Ceng Bi yang melengking penuh kemarahan disambutnya dengan lengking yang tak kalah nyaringnya, dan lawan yang berkelebatan di sekeliling dirinya itu disambut dengan putaran tubuh yang seperti gasing disusul lompatan-lompatan kakinya, yang naik turun sehingga rairip burung yang sedang beterbangan!

Maka jadilah pertandingan dua orang gadis cantik yang sama-sama ingin memenangkan pertarungan tanpa mengalah itu semakin seru, dan tubuh mereka yang bergulung-gulung saling sambar itu akhirnya lenyap ditelan bayangan yang demikian cepat. Ceng Bi lebih banyak melancarkan serangan-serangan gencar mengandalkan kecepatannya sedangkan si gadis baju hijau lebib banyak bertahan mengandalkan ketepatan gesiap tangkisannya yang selalu membuat lengan Ceng Bi tergetar.

Dan pertandingan yang sekejap saja telah berlangsung puluhan jurus itu sama-sama menghilangkan kewaspadaan mereka terhadap sekeliling. Tidak tahu betapa seorang laki-Jaki tdah memandang semua kejadian ini dengan mata gembira dan tiba-tiba seorang di antaranya tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha, dua orang nona manis kenapa harus saling baku bantam di sini? Wah, berhenti dulu dong, mari bermain-main dengan kami saja. Awas!" orang yang tertawa kasar itu sekonyong-konyong berkelebat ke depan dan dua orang gadis yang sedang bertanding seru ini mendadak dipisah. Ceng Bi didorong pundaknya ke kiri sedangkan lawannya itu didoreng ke kanan.

"Plak-plak...!" Dua sentuhan perlahan itu tampaknya tidak bertenaga tapi bukti bahwa dua orang gadis sampai terpental dan menjerit tertahan membuktikan bahwa si penengah yang usil ini memiliki sinkang kuat dan Ceng Bi serta si gadis baju hijau yang didorong tenaga hebat itu mencelos kaget. Mereka cepat memandang dan begitu melihat pendatang baru ini mereka sama-sama tertegun dengan muka terbelalak.

Kiranya yang memisah mereka itu adalah seorang muda yang berparas tampan, tapi mukanya yang putih kepucatan itu membuat mereka mengkirik. Dan ketika pandang mata mereka sama beradu baik Ceng maupun lawannya berseru perlahan. Mereka melihat mata yang berputar seperti setan, dan Ceng Bi yang melihat baju hitam dari pemuda mengerikan itu tiba-tiba teringat.

"Pouw Kwi...!" seperti tanpa disadari tiba Ceng Bi sudah berteriak, dan pemuda baju hitam yang dipanggil namanya itu tertugun.

"Hai, kau sudah mengenal aku, nona?"

Ceng Bi terkejut. Ia tidak sengaja melontarkan seruan itu, tapi karena sudah terlanjur ia pun mengangguk. Seperti kita ketahui, pengalamannya di Puri Naga bersama si "Ui-i-siauw-kwi" yang membuat ia mengenal pemuda itu, maka tidak heran ia tiba-tiba terkejut menyaksikan kehadiran pemuda yang katanya adalah murid baru Cheng-gan Sian-jin ini. Dan sementara ia tertegun. Tiba tiba bayangan orang ke dua yang tadi bersama pemuda itu melompat ke depan.

"Ha-ha, agaknya ia kekasihmu yang terlupakan, Pouw-kongcu. Kalau tidak, bagaimana ia dapat mengenalmu?"

Dan kali. ini si gadis baju hijau yang berteriak kaget, "Hek-mo-ko..!" dan laki-laki pendek berkulit legam yang baru datang itu tercengang.

"Heh, kaupun mengenal aku, nona! Uwah, mimpi apa Hek-mo-ko ini semalam? Heh-heh, rupanya mereka ini bidadari-bidadari yang sengaja menyambut kita, Pouw-kongcu, maka tidak seharusnya kita tolak rejeki yang demikian besar ini."

Iblis bermata jengkol itu tertawa bergelak dan suaranya yang bergemuruh seakan hendak memamerkan khikangnya. Tapi Ceng Bi serta si gadis baju hijau memandang marah, dan sinar mata mereka yang berapi-api itu tampaknya hendak membakar pembantu Cheng-gan Sian-jin ini. Omongan orang yang amat kurang ajar membuat keduanya gusar. Namun sebelum memaki iblis berkulit hitam itu, tiba-tiba si pemuda pertama melangkah maju sambil tertawa dibuat-buat.

"Nona-nona manis…" demikian dia berkata dengan mulut menyeringai. "Apakah kalian tidak tahu bahwa kalian membuat keributan di wilayah Hiat-goan-pang? Kalian bertempur di sini tanpa meminta ijin, dan kalau kalian menyerah baik-baik kami berdua akan membebaskanmu. Tapi tentu saja dengan syarat. Dan kalau kalian menerima kita berarti sahabat."

"Hm…" Ceng Bi bertolak pinggang lalu melirik ke si gadis baju hijau. "Orang she Pauw, jangan kau banyak tingkah di sini. Aku tidak sudi memenuhi apapapun syaratmu, tapi siluman betina ini mau, tentu saja ia dapat menjadi sahabatmu!"

"Cih, siapa sudi menjadi sahabatnya, siluman duyung? Kau saja yang memenuhi permintaannya, agar dapat mengalahkan aku dengan tenaga bantuan baru!"

Ceng Bi tertawa mengejek. "Tanpa bantuan orang lainpun aku pasti dapat merobohkanmu, siluman betina. Kenapa harus minta si mata setan ini?"

"Heh, jadi kau tidak mau bersahabat dengan si muka pucat ini?"

"Dia terlalu memuakkan perutku, siluman betina. Tapi kita rupanya harus mengusirnya terlebih dahulu sebelum melanjutkan pertandingan kembali."

"Hi-hik, kau benar, siluman duyung. Kita rupanya harus mengenyahkan dua manusia pangganggu ini. Apakah kau hendak menghadapi yang muka hitam ataukah yang bermuka pucat itu?"

Ceng Bi menjengek. "Bagiku sama saja. Tapi rupanya si mata setan itu membuatku ingin muntah.. Kau hadapi dia, siluman betina dan aku menghadapi yang bermata jengkol ini. Aku ingin mendupaknya keluar, setelah itu mari kita lanjutkan lagi pertarungan kita!"

"Bagus, dan mari kita lihat, siapakah yang lebih dulu mampu menyelesaikan tugasnya…!" si gadis baju hijau tertawa dengan muka berseri dan lawan yang dijadikan bahan ejekan sudah membanting kaki dengan muka merah.

"Betina-betina tak tahu diri, apakan kalian belum pernah ditelanjangi orang?" Pohw Kwi membentak. "Kalau begitu majulah, kau lihat betapa dalam dua puluh jurus saja aku dapat membuat kalian roboh!"

Tapi Hek-mo-ko tiba-tiba menggedrukkan tongkatnya. "Wah, nanti dulu, kongcu. Apakah mereka berdua hendak kau layani sendiri? Beri aku seorang dong, jangan terlampau serakah. Mana kuat seorang laki laki melayani dua orang wanita sekaligus? Ha-ha, pikirkan ini, kongcu, jangan terburu-buru!"

Pemuda itu menoleh. "Jangan khawatir, Mo-ko. Aku tidak bermaksud mengangkanginya secara berbareng. Aku hanya ingin merobohkan ini dulu, dan setelah itu, kita dapat saling bertukar kekasih. Bukankah nikmat kalau kita tukar-tukaran nanti? Dan aku ingin menikmati yang baju merah ini terlebih dahulu, Mo-ko, baru setelah itu yang baju hiau!"

"Ha-ha, kalau begitu boleh, kongcu. Tapi awas hati-hati terhadap kuda-kuda yang liar ini! Mereka tampaknya galak-galak, tapi tentu semakin menggairalikan bila sudah kita kuasai…!"

Dua orang itu tertawa dengan kata-kata kotor dan Ceng Bi serta si gadis baju hijau yang mendengar ucapan kurang ajar ini menaikkan alisnya. Hampir berbareng mereka memekik ke depan, dan lengan yang sama-sama menampar itu berkelebat dengan kecepatan kilat. Tapi murid baru Cheng-gan Sian-jin ini rupanya lihai. Melihat lawan bergerak saling menndahului tiba-tiba dia tertawa mengnjek, dan lengan mereka yang me nampar kepadanya disambut tangkisan dari dalam ke luar.

"Plak-plak!"

Ceng Bi dan si gadis baju hijau terpental dan Pouw Kwi yang melihat dua orang gadis itu terkejut tiba-tiba menubruk ke depan. Lengannya yang kiri menotok pundak si gadis baju hijau sedangkan tangannya yang kanan mengusup dada Ceng Bi!

"Keparat..!" Ceng Bi berteriak gusar dan dada yang hendak diraba itu diegos ke bawah, lalu secepat kilat dengan kemarahan memuncak ia menendang anggauta rahasia lawan.

"Wah, kau hendak menghancurkan alat fitalku, nona? Ha, jangan begitu dong, bagaimana nanti cara kita bercinta?" Pouw Kwi meninggikan lututnya sedikit dan tendangan yang amat berbahaya itu diterimanya.

"Dukk..!" Ceng Bi mengeluh tertahan dan tubuh gadis itu terlempar. Dia, merasakan ujung kakinya sakit bukan main, dan lawan yang melihat ia terguling-guling itu terkekeh. Ceng Bi naik pitam, maka sekali berteriak keras ia sudah melompat bangun dan menerjang lagi lawannya yang amat kurang ajar itu.

Kini dua orang gadis mengeroyok Pouw Kwi. Tapi pemuda yang dikeroyok itu enak-enak saja melayani yang marah-marah dengan tertawa-tawa. Dia menyelinap di antara pukulan-pukulan mereka, dan tangannya yang menowel kiri kanan itu mulai mendapatkan sasaran. Pertama mengusap pipi Ceng Bi dan yang berikutnya mengelus dada si gadis baju hijau ataupun menyentuh lehernya. Maka jadilah pertandingan berat sebelah yang tidak menarik pada pertempuran ini, karena Pouw Kwi yang memang jaul lebih lihai mempermainkan kedua lawannya dengan sikapnya yang kurang ajar.

Dan hal ini tampaknya memang tidak terlalu luar biasa. Pouw Kwi dahulu adalah murid Ang-i Lo-mo, tapi setelah gurunya itu binasa di tangan Yap-goanswe dia lalu menjadi murid Cheng-gan Sian-jin. Padahal, sewaktu menjadi murid mendiang Ang-i Lo-mo saja dia telah memiliki ilmu-ilmu hebat seperti Hek tok-ciong (Tangan Racun Hitam) maupun Hek-in-ciang (Pukulan Awan Hitam), kedua ilmu sesat peninggalan gurunya yang pertama. Dan sekarang, setelah diambil murid oleh Cheng-gan Sian jin yang kecewa terhadap murid perempuannya yang murtad (Tok-sim Sian-li), dia mendapatkan tambahan yang luar biasa.

Ilmu sihirnya Sin-gan Hoat-lek (Sihir Mata Sakti) yang dulu didapatnya dari Ang-i Lo-mo kini sudah diperhebat dengan Sin-gan-i-hun-to yang diperolehnya dari Cheng-gan Sian-jin. Dan senjata tongkat pipihnya yang biasa dipergunakan sudah jarang keluar apabila tidak menghadapi lawan yang benar-benar tangguh. Karena itu, menghadapi Ceng Bi berdua dia sama sekali tidak mengeluarkan senjata. Dengan tangan kosong saja dia telah sanggup menekan mereka.

Dan hal ini memang dirasakan oleh Ceng Bi dan si gadis baju hijau. Mereka selalu terbentur tenaga sinkang yang melindungi tubuh pemuda itu, dan tangkisan yang membuat lengan mereka ngilu itu selalu terasa sakit. Dan lawan yang enak-enak melayani ini harus diakui keunggulannya!

Ceng Bi diam-diam gelisah sekali, dan sekaranglah gadis itu merasakan benar betapa sesungguhnya ia masih harus belajar banyak di Beng-san. Kekalahannya dengan orang-orang pandai membuat ia sadar, betapa betul keterangan ayahnya dulu, bahwa ilmu silatnya masih belum dapat diandalkan untuk menghadapi musuh-musuh kelas satu. Dan sekarang, menghadapi musuh yang lihai ini dia mendapat kenyataan pahit. Pouw Kwi terlalu kuat baginya. Dikeroyok berdua saja dengan si gadis baju hijau yang tidak dikenal namamya itu tetap saja mereka kewalahan.

Aih, kalau sudah begini apa yang hendak dilakukan? Lawan mereka lihai, dan Ceng Bi tiba-tiba saja ingin pulang ke Beng-san untuk memperdalam ilmu! Kalau saja dia patuh kepada nasehat ayahnya barangkali dia tidak bakal mengalami penghinaan banyak orang. Tapi teringat perjodohan yang hendak dipaksa oleh ayahnya itu tiba-tiba saja ia menggigit bibir. Ceng Bi tiba-tiba ingin menjerit, dan sakit hatinya teringat itu semua membuat gadis ini mengeluh perih.

Mengapa ayahnya itu demikian bengis? Dan mengapa nasibnya demikian buruk? Ingin hidup menikmati kebebasan saia tidak dapat, apalagi ingin menikmati ketenangan! Dan satu-satunya orang yang mulai dekat di hatinya, Pek Hong si murid Ta Bhok Hwesio itu ternyata juga telah melukai hatinya. Dia seakan-akan tidak diparbolehkan menikmati kebabagiaannya, dan cinta setitik yang mulai berkembang di hatinya hancur kandas di tengah jalan.

Ceng Bi tiba-tiba meliengking marah, dan teringat pedangnya yang dirampas si Ui-i-siauw-kwi menjadikan dia mata gelap. Gadis ini menerjang ke depan, dan kedua tangannya yang bergerak bergantian itu memukul dan menampar dengan kekuatan penuh. Dia ingin mengadu jiwa dalam pertempuran ini, dan kalau dia tewas di tangan murid Cheng-gan Sian-jin itu biarlah. Biar... ia mati agar tidak usah menerima penderitaan-penderitaan hidup yang pahit ini!

Ceng Bi berlaku nekat dan si gadis baju hijau yang tampaknya juga sama-sama naik darah itu bertindak sama. Gadis ini mengayunkan lengannya, dan sebatang dayung kecil tahu-tahu menyambar pinggang si pemuda baju hitam. Pouw Kwi terkejut, karena tidak mengira bahwa seorang lawannya mengeluarkan senjata. Dan Ceng Bi yang tampaknya ingin mengadu jiwa itu menyerang dua kali berturut-turut ke arah leher dan ulu hatinya. Maka murid Cheng-gan Sian-iin inipun berkelebatlah. Tangan kirinya menangkap dayung si gadis baju hijau sedangkan tangan kananya mencengkeram tangan Ceng Bi yang menyambar ulu hati. Serangan ke leher dia biarkan saja, tapi uap hitam yang melindungi tubuhnya ini tampak tiba-tiba tersamar.

"Plak-plak-dess..!"

Tiga gebrakan yang berlangsung cepat itu mengenai sasarannya, dan dayung si gadis baju hijau yang tertangkap tiba-tiba tak dapat dilepas. Dan tangan Ceng Bi yang dicengkeram Pouw Kwi sekonyong-konyong ditarik ke depan disusul sentakan ke atas yang membuat muka gadis itu berdekatan dengan muka lawannya!

"Ha-ha, kau minta dicium, nona manis? Baiklah, lihat orang she Pouw ini merasakan lembutnya pipimu...ngok!" tiba-tiba saja pipi Ceng Bi dicium dan gadis yang terbelalak itu berteriak marah. Dia meronta sekuat tenaga, tapi tangan kirinya yang melekat di leher orang mendadak tak mampu ditarik. Ceng Bi kaget sekali, dan saat itu si gadis baju hijau yang ditangkap dayungnya juga tiba-tiba ditarik ke depan.

"Nona manis, marilah mendekat. Aku juga ingin merasakan nikmatnya mencium bibirmu. Ke sinilah!"

Pouw Kwi menghentak tangannya dan gadis baju hijau ynag mendengar kata-katanya itu berseru kaget. Dia mendapatkan pilihan di sini, mandah dicium tapi dayung tetap di tangan ataukah melepas dayung tapi tidak dicium. Dan ternyata gadis ini memilih kemungkinan ke dua.

"Ha-ha, kau minta dicium, nona manis? Baiklah, lihat orang she Pouw ini merasakan lembutnya pipimu...ngok!" tiba-tiba saja pipi Ceng Bi dicium dan gadis yang terbelalak itu berteriak marah.

Dia merasa geli dan ngeri ketika tadi melihat Ceng Bi dicium pipinya, karena itu begitu dayungnya ditarik dan ia hendak dicium oleh pemuda kurang ajar ini tiba-tiba saja ia melepaskan dayungnya. Tapi... sekonyong-konyong gadis baju hijau itu terkesiap kaget. Tangannya ternyata bertemu tenaga menyedot yang mengalir di batang dayungnya, dan begitu ia berusaha melepaskan diri ternyata sia-sia. Dan pada saat itu. tahu-tahu saja tubuhnya telah tertarik ke depan dan dicium orang!

"Aiih...!" gadis ini berteriak keras dan muka Pouw Kwi yang sudah dekat di mukanya sendiri itu tiba-tiba membuat ia marah. Bibir yang hendak dicium sekonyong- konyong dimelengkan, dan Pouw Kwi yang luput mengecup bibir si gadis baju hijau itu "nyelonong" mengenai hidungnya! "Cupp...!" suara kecupan yang keras ini membuat Pouw Kwi terkekeh dan meskipun dia tidak berhasil mencium mulut orang tapi pemuda baju hitam itu tampaknya gembira juga.

Pemuda ini tertawa bergelak, dan orang yang sudah tidak berdaya itu tiba-tiba ditotoknya. Jari tangannya berkelebat, dan sekali dia menyentuh jalan darah Kai-hu-hiat di pundak lawannya maka robohlah si gadis baju hijau itu dengan satu keluhan pendek. Dan ketika dia menotok pula jalan darah Tiong-cu-hiat di tengkuk Ceng Bi maka robohlah puteri Beng-san-paicu yang satu ini. Dua-duanya berhasil dilumpuhkan, dan gebrakan yang terjadi di antara mereka itu temyata tepat berjalan tujuhbelas jurus saja. Tidak sampai duapuluh!

"Ha-ha, bagaimana sekarang, nona-nona manis. Bukankah kata-kataku tadi dapat dipercaya? Lihat, belum duapuluh jurus aku telah dapat melumpuhkan kalian. Dan karena yang baju merah ini kelewat menghinaku maka dia harus melayaniku terlebih dahulu!" pemuda muka pucat itu menuding Ceng Bi dan Ceng Bi yang melihat ancaman bahaya ini menjadi pucat parasnya.

"Tapi jangan kau gelisah, adik manis. Orang she Pouw selamanya tidak pernah memaksa orang. Kita berdua harus melakukan percintaan kita ini secara suka sama suka, dan Arak Sorga pasti akan membuatmu berada di langit tingkat tujuh, ha-ha...!"

Murid Cheng-gan Sian-jin itu tampak gembira dan Ceng Bi yang mendangar disebutnya nama Arak Sorga itu hampir saja berseru kaget. Dia menjadi pucat bukan main mendengar kata-kata itu, karena sekaligus teringat akan cerita Pek Hong tentang robohnya Pendekar Gurun Neraka di tangan Tok-sim Sian-li. Awal celaka dari arak perangsang berahi inilah bekas jenderal muda itu mempunyai anak haram, dan sekarang dia yang hendak dicekoki arak itu bakal mendapat bencana! Maka Ceng Bi yang terbelalak ngeri itu mangeluh panjang dan Pouw Kwi yang sudah menyambar tubuhnya itu tahu-tahu telah mendapatkan gadis ini pingsan dalam pelukannya!

Pouw Kwi tertegun, tapi tiba-tiba dia tertawa ke arah Hek-mo-ko. "Mo-ko, gadis ini rupanya mengenal Arak Sorga. Aku jadi ingin tahu siapa dia. Kau bawalah si baju hijau itu dan aku ingin bermain-main dulu dengan yang baju merah ini."

Hek-mo-ko mmgangguk. "Baik, kongcu. Tapi ingat janjimu tadi. Kalau kau sudah selesai dengan si cantik itu kita tukar-menukar kekasih. Apakah si baju hijau inipun perlu diberi Arak Sorga?"

Murid Cheng-gan Sian-jin itu menyeringai. "Lebih baik begitu, Mo-ko, tapi biarkan dia meronta-roata dahulu. Menikmati kuda liar yang menyepak-nyepak bukankah bakal menaikkan nafsu kita? Nah, aku pergi dulu Mo-ko.. !" dan sekali meaggerakkan kakinya pemuda baju hitam itu tiba-tiba berkelebat ke selatan membawa Ceng Bi.

Hek-mo-ko terkekeh, dan dia memandang penuh nafsu ke arah si gadis baju hijau yang menggeletak di tanah, Tapi dia tidak banyak bicara lagi, dan gadis yang hanya terbelalak dengan wajah ngeri itu tahu-tahu sudah disambarnya pula. Hanya kalau Pouw Kwi membawa korbannya ke selatan adalah iblis berkulit hitam ini menyelinap ke arah utara. Demikianlah, sebentar saja dua manusia tak berakhlak itu telah pergi dari bekas pertempuran dan keributan yang tadi terjadi itupun heninglah. Suasana sunyi kembali seperti semula, dan air yang gemericik di tebing itu masih terus mengucur.

* * * * * * * *

Ceng Bi dibawa lari dengan muka terkekeh-kekeh. Pouw Kwi yang tampaknya gembira luar biasa ini membopong tubuh korbannya dengan mata berseri. Dia mencari gua, dan karena itu adalah tempat yang sudah dikenal maka sebentar saja din telah menemukan tempat ini. Gua yang besar lagi dingin dimasukinya, dan dengan langkah tergesa-gesa din memasuki gua itu. Lalu tubuh Ceng Bi yang masih pingsan diletakkan hati-hati di atas tanah. Gadis ini cantik, dan tubuhnya yang ranum padat tampak segar sekali. Hem, pasti asyik dia sekarang ini. Dan membayangkan dia mendapatkan korban baru sudah membuat nafsunya bergolak.

Tapi Pouw Kwi memang pemuda aneh. Dia tidak segera melahap setiap daging segar yang ada di depan mulutnya melainkan ingin dikunyah dahulu secara perlahan-lahan. Dan untuk itu din mempunyai berbagai cara. Kepandaiannya yang tinggi memungkinkan dia untuk berbuat apa saja. Dan selama ini memang belum pemah dia gagal. Ada Sin-gan-i-hun-to yang dapat mempengaruhi pikiran korbannya, atau ada pula bius perampas untuk calon korban yang menolak. Tapi yang paling dahsyat adalah pemberian Arak Sorga.

Arak ini dapat menjadikan seseorang seperti binatang, dan siapapun yang telah menikmati pasti roboh. Jangankan orang biasa, Pendekar Gurun Neraka yang dahulu masih menjadi jenderal itu ternyata tidak tahan pula. Dia bertekuk lutut dalam amukan nafsu berahinya, dan Tok-si Sian-li yang mencekoki korbannya itu mendapatkan kepuasan besar. Itu adalah cerita yang dia ketahui sendiri. Dan Arak Sorga memang hebat. Minuman itu mampu membuat seseorang kehilangan segala-galanya sampai seperti hewan yang tidak berharga!

"Ha-ha-ha, dan kau tidak akan muntab-muntah lagi menghadapiku, baju merah!" Pouw. Kwi tertawa keji, memandang korbannya lalu menotok untuk menyadarkan Ceng Bi.

Dan benar. Ceng Bi memang tiba-tiba membuka mata. Gadis itu mengeluh, tapi begitu bertemu pandangan dengan pemuda ini kontan Ceng Bi berteriak kaget. Ia mengepal tinju dengan mata berapi, tapi pemuda yang dipandangnya itu terkekeh-kekeh.

"Jangan melotot, nona manis. Sebentar lagi matamu yang terbelalak indah itu akan terpejam nikmat. Dan aku akan mendengar rintihanmu yang memanaskan berahi untuk akhimya kita bersenang-senang di gua ini. Apakah kau ingin bebas?"

Ceng Bi tidak menjawab. Ia hanya mendelik penuh kebencian kepada lawannya itu dan Pouw Kwi yang melihat sikapnya ini tertawa. Pemuda itu menggelakkan tangannya, dan angin dingin yang menyambar tajam tiba-tiba membebaskan jalan darah Ceng Bi. Seketika Ceng Bi melompat, dan Pouw Kwi yang masih duduk di lantai itu menye-ringai gembira.

"Ha, kau ingin melemaskan tubuhmu, nona? Meliuk-liuklah, putar pinggang dan angkat kakimu itu agar tidak kejang!" murid Cheng-gan Sian-jin ini memandang berseri.

Dan Ceng Bi yang melihat pemuda itu sama sekali tidak khawatir akan kebebasannya tiba-tiba melengking gusar. Dia langsung menerjang, dan kaki tangannya yang bergerak-gerak sating susut dengan pukulan bertubi-tubi itu menyerang dahsyat. Tapi lawannya yang bermuka pucat ini tertawa. Tanpa melompat bangun dia menangkis serangan bertubi-ubi itu dan. Ceng Bi yang penasaran dengan emosi meluap-luap itu sekonyong-konyong dibentak.

"Nona, kembalilah ke tempat dudukmu. Lihat mataku yang mengeluarkan lidah api ini!"

Dan aneh sekali, Ceng Bi yang mengamuk penuh kemarahan itu tiba-tiba berseru tertahan. Dua lidah api menyambar tubuhnya dari sepasang mata lawan, dan dia yang terkejut ini melompat tinggi. Tapi celaka, sebuah totokan tiba-tiba meluncur mengenai pergelangan kakinya.

"Tukk..!" puteri Beng-san-paicu itu mengeluh kaget dan tanpa ampun ia roboh terbanting. Sedangkan api yang tadi menyambar tubuhnya itu sekonyong-konyong lenyap terganti si baju hitam yang sudah berdiri di depannya!

"Ha-ha, bukankah sekarang kau mulai patuh kepadaku, nona? Dan lihat kesaktianku tadi. Aku dapat menyerangmu dari jarak jauh. Kalau bermaksud membunuh tentu kau sudah roboh binasa. Tapi tidak, kita hari ini bukanlah lawan melainkan kawan. Dan kau harus tunduk kepadaku, nona, jangan coba menentangnya. Eh, nona manis, sebenamya kau ini siapakah? Siapa namamu?"

Pouw Kwi melangkah maju dengan mata bersinar-sinar tapi Ceng Bi meludahi mukanya. "Jahanam she Pouw, jangan dekati aku. Aku tidak sudi menjawab pertanyaanmu?!"

"Eh, mengapa begitu?" pemuda ini terbelalak. "Kita adalah sahabat, nona, dan jangan kau bersikap sombong. Orang she Pouw ini dapat memakaamu bila dia mau, tapi sebaiknya kau bicara baik-baik saja. Jangan membuat aku naik darah!"

"Hm, memangnya kenapa kalau naik darah? Mau membunuhku, ya? Aku tidak takut!" Ceng Bi berteriak marah.

"Setan, kenapa kau demikian liar? Minta aku membuktikan, ya? Baiklah, lihat ini...." Pouw Kwi tiba-tiba mengusap telapak tangannya dan begitu uap hitam keluar seperti asap sekonyong-konyong dia membentak Ceng Bi dengan suara mengaung mirip iblis keluar sarang, "Nona keras kepala, sebutkan namamu!"

Dan Ceng Bi yang mendengar suara penuh pengaruh itu tertegun. Dia seakan terpaku oleh bentakan yang mengandung tenaga gaib itu, dan kesadarannya yang berat sekonyong-konyong hilang. Maka dengan tidak disadari lagi iapun menjawab, "Aku bernama Ceng Bi...."

"Dan siapa she-mu?"

"Aku she Souw."

"Tempat tinggalmu?"

"Di Beng-san-pai."

"He, kalau begitu apa hubunganmu dengan Ciok-thouw Taihiap Souw Ki Beng?"

"Dia adalah ayahku"

"Haa..?" Pouw Kwi melompat kaget dan jawaban yang tidak di sangka-sangka itu benar-benar amat mengejutkan hatinya. Oleh karena itu dia jadi terbelalak dan pengaruh sihirnya yang lenyap akibat kekagetanya ini itu membuat Ceng Bi sadar kembali.

Dan begitu gadis ini sadar akan keadaannya yang disihir orang menjadi marah bukan main. Dia hendak menggerakkan tubuhnya, tapi kaki yang ditotok lumpuh membuat Ceng Bi melampiaskan kegusarannya dengan makian pedas. "Orang she Pouw, kau sungguh manusia hina yang tidak tahu malu. Apakah begini kegagahanmu menghadapi seorang wanita? Cih, kalau aku dapat melawanmu tentu mukamu yang tebal itu sudah kubeset mampus!"

"Ha-ha, jangan kau berlagak seperti itu, adikku sayang..." Pouw Kwi tertawa. "Kau tahu bahwa aku bukan tandinganmu. Dan setelah aku tahu bahwa kau ternyata puteri Beng-san-paicu tentu saja aku tidak mau bersikap kasar kepadamu. Tapi kau harus bersikap manis kepadaku, adik Souw, dan jangan kita bermusuhan lagi. Eh, kau tentu mau menjadi isteriku, bukan? Percayalah, aku cinta kepadamu, adik sayang, dan aku tentu akan melamarmu pada ayahmu di Beng-san-pai sana!"

Pouw Kwi tertawa gembira dan Ceng Bi yang mendengar kata-katanya ini menjadi muak. "Orang she Pouw, jangan kau melantur seperti orang gila. Aku tidak sudi menjadi isterimu dan lebih baik kau enyah dari sini meninggalkan aku!"

"Eh, kenapa begitu, adik manis? Aku cinta kepadamu sungguh mati aku cinta padamu dan apapun yang kauminta tentu bakal kuturuti. Bukankah aku cukup tampan? Dan akupun masih muda, kesaktianku hebat dan kau tentu bisa meminta ilmu-ilmu yang tinggi kepadaku."

"Cih, aku tidak sudi mempelajari ilmu sesat-mu, orang she Pouw. Kau bersama gurumu itu manusia-manusia iblis yang tidak tahu malu!"

"Hm, kalau begitu kau menolak cinta kasihku, adik manis? Kau tidak mau kujadikan isteri yang paling kusayang?"

"Jahanam, siapa yang sudi menjadi isterimu, orang she Pouw? Kau manusia hina yang tidak pantas hidup di muka bumi ini! Hayo bebaskan aku dan pergilah..!"

Pouw Kwi tiba-tiba tertawa mengejek dari sinar, matanya yang keji tiba-tiba berkilat mengerikan. "Baiklah, kalau kau tidak mau menyerahkan hatimu kepadaku maka biarlah tubuhmu yang menyerahkan diri, Souw Ceng Bi. Dan hendak kulihat apakah kau mampu menahan semuanya ini."

Pemuda itu merogoh sakunya dan sebuah botol arak tiba-tiba sudah berada di tangannya. Dengan menyeringai seperti iblis dia membuka tutup botol ini, dan bau yang luar biasa wanginya tiba-tiba keruar dalam gua. Ceng Bi hampir tersedak oleh bau yang amat keras itu, tapi Pouw Kwi yang melangkah maju sambil tertawa itu jauh lebih mengerikan daripada segala bau arak. Dia terbelalak pucat, dan Pouw Kwi yang terkekeh-kekeh melihat muka calon korbannya ini kelihatan gembira.

"Bukalah mulutmu, nona manis. Nikmatilah arak kebabagiaan ini...!" Pouw Kwi berkata penuh pengaruh terhadap Ceng Bi namun gadis itu menggelengkan kepalanya dengan bibir gemetar.

"Tidak... tidak..., bunuh sajalah aku, orang she Pouw... bunuh saja!ah aku...!" Ceng Bi hampir menjadi histeris tapi murid Cheng-gan Sian-jin itu tiba-tiba menggerakkan jarinya. Rahang Ceng Bi yang terkatup mendadak ditotok, dan begitu rahang ini tertotok tiba-tiba saja mulut Ceng Bi terbuka dengan sendirinya tanpa dapat ditutup.

"Auh..!" Ceng Bi mengeluh dan Pouw Kwi yang sudah siap menuangkan arak berbahaya itu tertawa bergelak.

"Ha-ha, nikmatilah arak pengantin ini, calon isteriku sayang, dan setelah itu ikatan perjodohan antara murid Cheng-gan Sian-jin dengan puteri Beng-san-paicu resmilah. Mari..!"

Pouw Kwi mengangkat cawannya dan Ceng Bi yang melihat semuanya itu dengan mata terbelalak, hampir saja roboh pingsan. Gadis ini tidak dapat berbuat apa-apa, dan mulutnya yang terbuka tanpa dapat ditutup itu sungguh merupakan siksaan besar baginya. Tapi ketika cawan arak menempel tepat di bibirnya tiba-tiba sebuah bentakan disusul berkelebatnya sesosok bayangan mengagetkan mereka yang ada di dalam gua.

"Manusia she Pouw, hentikan perbuatanmu yang terkutuk ini. Trangg...!" sebuah kerikil kecil tiba-tiba menghantam cawan arak dan Pouw Kwi yang terkejut melihat araknya tumpah seketika membalikkan tubuh dengan muka kaget.

"Kau..?" di depan mereka tahu-tahu telah berdiri seorang pemuda berbaju kuning dan Pouw Kwi yang mengeluarkan seruan kaget itu tertegun dengan muka berubah. Kiranya si wakil Perkumpulan Getang Berdarah, Ok Kui Lun atau yang oleh Ceng Bi biasa dipanggil Si Setan Baju Kuning!

"Ah…!" Ce-ng Bi serasa lobos dari lubang maut dan Pouw Kwi yang menjublak di depan mereka itu akhirnya sudah berhasil menguasai diri. Pemuda baju hitam ini tainpak marah, tapi kegusarannya yang ditahan itu menjadikan dia gelap mukanya.

"Saudara Ok, kau ada apakah mengganggu urusan pribadiku di sini? Aku tidak mengganggumu dan tidak pula kau menggangguku!"

"Hm…!" murid Hek-kwi-to itu mendengus marah. "Kau tidak menggangguku atau kau menggangguku sama sekali tidak ada bedanya bagiku, orang she Pouw. Yang jelas kau hendak mengganggu puteri Beng-san-paicu itu dan untuk ini seharusnya kau kupukul mampus. Tapi mengingat gurumu dan kau yang sebagai tamu di Hiat-goan-pang biarlah semuanya ini kuampuni. Dia bersama ayahnya merupakan tamu-tamu terhomat pada acara ulang tahun Perkumpulan Gelang Berdarah. Apakah kau hendak merusak acara ini dengan penghinaanmu terhadap puteri ketua Beng-san-pai?"

Kui Lun memandang bengis dan murid Cheng-gan Sian-jin itu melotot. Pouw Kwi merasa penasaran, karena itu pemuda ini menjawab, "Tapi itu adalah tanggung jawabku, saudara Ok. Kenapa kau harus membelanya? Ciok-thouw Taihiap memang menjadi tamu Hiat-goan-pang pada acara pembukaan tahun pertama perkumpulan kalian tapi bukankah semuanya itu akal kita bersama untuk menghancurkan lawan? Kita telah saling berjanji untuk bekerja sama, saudara Ok, dan harap kau ingat semuanya ini. Saling mengganggu di diantara sahabat sendiri sungguh perbuatan yang tidak bijaksana...!"

"Tutup mulutmul!" tiba-tiba Kui Lun membentak. "Siapa yang tidak tahu akan perjanjian itu? Tapi perjanjian kita tidak menyangkut tentang perkosaan ataupun penghinaan terhadap gadis-gadis muda, orang she Pouw, dan kau yang telah melakukan perbuatan ini di wilayah Hiat goan-pang sungguh telah mencoreng mukaku sebagai wakil ketua Perkumpulan Gelang Berdarah! Apakah kaukira wilayah Hiat-goan-pang boleh dipergunakan sebagai tempat perkosaan?"

Murid Cheng-gan Sian-jin itu merah padam. "Saudara Ok..."

"Diam! Aku tidak mau banyak bicara lagi, orang she Pouw. Sebaiknya kau cepat meninggalkan tempat ini dan pergilah!" hu-pangcu dari Hiat-goan-pang itu memotong perkataau orang dan tangannya yang menuding ke mulut gua disambut muka yang semakin gelap oleh murid Cheng-gan Sian-jin itu.

Tapi Pouw Kwi rupanya jerih menghadapi lawan yang bersikap penuh wibawa itu dan dia yang melihat kesungguhan orang, tidak banyak bicara lagi. "Baiklah, saudara Ok. Mengingat kedudukanku yang sebagai tamu di wilayah Hiat-goan-pang baiklah aku pergi. Tapi sikapmu yang demikian kasar ini tentu akan kuadukan pada gurumu. Wan-locianpwe tentu tidak setuju dengan caramu ini dan beliau pasti akan menegurmu dengan hebat...!" Pouw Kwi melompat keluar dan tinjunya yang dikepal menunjukkan betapa marah murid yang satu dari Cheng-gan Sian-jin ini.

Tapi hu-pangcu dari Perkumpulan Gelang Berdarah itu bersikap tidak perduli. Dia acuh tak acuh saja terhadap kemarahan pemuda baju hitam itu dari begitu lawan lenyap diapun sudah melompat menghampiri Ceng Bi. Matanya yang penuh kesedihan tampak kuyu, tapi dagunya yang mengeras menandakan pemuda ini dalam keadaan tidak gembira.

"Nona Souw, kau belum terlambat diganggu bukan? Hm, maafkan aku, nona. Perkumpulanku memang bersahabat dengan orang-otang yang tidak kau sukai, dan sebaiknya kau cepat meninggalkan tempat ini sebelum segala sesuatunya menjadi jauh lebih mengerikan bagimu...." Kui Lun membebaskan totokan Ceng Bi dan kata-katanya yang penuh perhatian membuat puteri Beng-san-paicu ini membelalakkan mata, Ia sudah melompat bangun, dan Ceng Bi yang merasa betapa ia lolos dari kekejian murid Cheng-gan Sian jin itu tertegun.

"Ui-i-siauw-kwi... kau... mengapa menolong-ku....? Dan bagaimana kau bisa tepat datang di tempat ini...?"

"Hm, secara kebetulan saja, nona. Aku sedang meronda ketika melihat bayangan murid Cheng-gan Sian-jin itu masuk ke sini memondongmu. Tadinya aku tidak tahu kalau kau yang dibawa, tapi begitu tahu tentu saja aku tidak dapat membiarkannya menjamahmu. Dia memang iblis keji yang berbahaya, dan kalau bertemu lagi sebaiknya kau menyingkir, nona Souw!"

"Hm..." Ceng Bi membelalakkan mata. "Jadi karena aku yang hendak diganggu kau lalu menolongku, Ui-i-siauw-kwi? Jadi kalau gadis lain kau membiarkannya, saja?"

Pemuda ini melengak. "Eh, siapa yang bilang begitu?"

"Kau sendiri! Tadi kau bilang bahwa begitu kau melihat bahwa aku yang hendak diganggu maka lalu datang menolong. Jadi kalau lain wanita kau hendak membiarkannya, Ui-i-siauw kwi?"

"Ah, ini... hm... agaknya tidak, nona Souw. Karena aku pribadi paling benci terhadap perkosaan itu. Dan wilayah Hiat-goan-pang memang juga bukan tempat untuk melakukan perbuatan terkutuk itu. Apalagi orang yang hendak diganggu adalah engkau!"

"Hm, kenapa ada keistimewaan untuk diriku, Ui-i-siauw-kwi? Apakah karena aku hendak kau tawan lagi?"

"Eh, tidak, nona..!" pemuda itu terkejut. "Sama sekali bukan soal itu!"

"Kalau begitu apa yang hendak kaumaksudkan? Kau hendak mencari muka?"

Pemuda ini marah mukanya. Hebat kata-kata Ceng Bi itu baginya, tapi dia yang melihat puteri Beg-san-paicu ini memandang penuh selidik akhirnya meaarik napas berat dan mengerutkan dahi. "Nona Souw..." demikian dia berkata dengan suara getir. "Apa yang menjadi kecurigaanmu secara berlebihan terhadap diriku sesungguhnya tidak benar. Aku tidak memiliki pamrih apa-apa, dan kalaupun ada maksud maksud tertentu di dadam hatiku itu sesungguhnya karena dorongan perasaan hati melulu. Aku tidak dapat melihat kau menderita, nona, dan karena itu aku akan menjadi sedih sekali bila kau sampai celaka..."

"Kenapa, Ui-i-siauw-kwi? Bukankah celaka atau tidak celaka itu adalah urusanku sendiri? Kenapa kau tampaknya begitu perduli…?"

"Hm, karena aku... karena aku…!"

"Karena apa, Ui-i-siauw-kwi?"

"Karena aku cinta padamu, nona!"

Ceng Bi terkejut dan wakil ketua Hiat-goan-pang itu juga tampaknya gugup mendengar kata-katanya sendiri ini. Dia tampak merah dan tersipu-sipu, tapi Ceng Bi yang mendengar pengakuan itu tertegun dengan mata terbelalak lebar. Teringatlah Ceng Bi oleh ucapan Pek Hong dahulu di dalam gua bawah tanah, betapa murid Ta Bhok Hwesio itu mengatakan bahwa si "Setan Baju Kuning" ini kelihatannya jatuh cinta kepadanya. Tapi karena dia membenci pemuda ini atas perbuatannya yang sudah-sudah membuat dia tidak percaya. Siapa kira, di dalam gua yang berlainan ternyata ia mendengar kata-kata itu dan membuktikan kebenarannya!

Dan Ceng Bi yang baru saja ditolong dari bahaya yang jauh lebih mengerikan dibanding maut itu terkesima. Namun akhirnya gadis ini tersenyum pahit. Pernyataan orang tentang "cinta" membuat ia teringat akan keadaan dirinya sendiri. Betapa dia juga "jatuh cinta" terhadap Pendekar Gurun Neraka namun yang tampaknya bertepuk sebelah tangan. Dan kini, pemuda yang dulu dibencinya tapi telah menolongnya dari kekejian iblis she Pouw itu ternyata telah mengucapkan pengakuan. Jatuh cinta terhadap dirinya...!