Pedang Medali Naga Jilid 03 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 03
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Pedang Medali Naga
"YA, tapi aku tak enak, enci. Kau sudah terlalu banyak mengalah padaku dan terus mengalah saja!"

Pek Hong geli, ia mencium pipi madunya itu, penuh sayang dan kasih yang besar. Tapi mendorong pundak madunya dia berkata, “Tidak, aku telah meminta pada Yap-koko, Bi-moi. Tak boleh kau mengecewakan aku. Hayo, kalian berangkatlah dan kutunggu sampai esok!"

Ceng Bi masil menolak. Tapi ketika Pek Hong mulai memandangnya marah, tiba-tiba nyonya muda itu memeluk madunya dan bicara terharu, "Enci, kau selalu baik padaku. Bagaimana harus membalas kebaikanmu ini? Baiklah, enci. Kau jaga baik-baik Sin Hong dan Bi Lan ya? Aku akan menemani Yap koko mencari anak itu."

"Pergilah, Bi-moi. Aku akan menunggu kalian di sini sampai esok," Pek Hong tersenyum.

Maka Pendekar Gurun Neraka yang tak dapat membantah kehendak dua orang isterinya itu lalu menarik lengan Ceng Bi dan mengajaknya pergi. Tapi Ceng Bi merenggut lepas tangannya, dan cemberut memandang sang suami ia menegur, "Yap-koko, begitukah caramu meninggalkan enci Hong di rumah?"

Pendekar ini tertegun. "Apa maksudmu, Bi-moi?"

"Hm, kau harus memberi ciuman dulu, koko. Kau tak boleh membuat enci Hong kecewa dengan pergi meninggalkannya begitu saja. Walau hanya sehari!"

Pendekar Gurun Neraka semburat merah. Dia tergesa-gesa oleh kecemasannya memikirkan si Bu-beng Siauw-cut, maka mendapat teguran isterinya nomor dua ini tiba-tiba dia tertawa masam dan memeluk pinggang isterinya yang nomor satu itu dengan senyum kikuk. "Hong-moi, maafkan. Aku hampir lupa kalau tidak ditegur Bi-moi...!” dan Pendekar Gurun Neraka yang sudah mencium isterinya ini segera disambut kecupan lembut oleh Pek Hong yang merah pipinya.

"Tak apa, koko. Kau jaga baik-baik Bi-moi, ya? Aku menunggu kalian sehari ini."

Pendekar Gurun Neraka melepaskan pinggang isterinya. Dia mengangguk, menarik lengan Ceng Bi. Dan Ceng Bi yang segera mencium pipi madunya itu tertawa kecil dengan mata bersinar-sinar.

"Enci Hong, kutinggal dulu, ya? Kau awasi Bi Lan dan kakaknya. Sampai besok...!" dan Ceng Bi yang sudah mangikuti suaminya tiba-tiba berkelebat keluar rumah, melambaikan tangan dan segera lenyap ketika bayangan keduanya telah meluncur di bawah gunung. Tak tahu, betapa bahaya sedang mengintai Pek Hong yang menjaga rumah. Bahaya yang datang dari So-beng (Penagih Nyawa)!

* * * * * * * *

Malam itu Pek Hong rebahan di kamar tidur. Nyonya muda ini mengurai rambutnya, sedikit tak tenang karena sesungguhnya baru kali itulah selama bertahun-tahun dia hidup sendiri, tanpa suami tercinta di samping dirinya. Tapi membayangkan bahwa esok suaminya akan pulang ia terhibur juga. Bagaimanapun, di rumah itu ada Sin Hong dan Bi Lan, di samping tiga orang pelayan di belakang yang mengurus keperluan mereka sehari-hari. Dan Pek Hong yang rebahan dengan sikap santai ini tiba-tiba terkejut ketika mendengar suara anjing menggonggong.

Di rumah mereka memang ada dua ekor anjing, Hek-kauw (si hitam) dan Pek-kauw (si putih). Maka mendengar dua ekor anjing ini tiba-tiba menggonggong saling bersahut-sahutan mendadak nyonya muda itu tercekat. Dan belum dia bangkit berdiri sekonyong-konyong pintu kamarnya didobrak orang dan hancur berantakan!

"Ah, apa ini?" Pek Hong membentak, langsung menyambar pedangnya dan melompat bangun. Dan begitu dia memandang tahu-tahu lay-lay si tukang kebun nggelosor di atas lantai, terbanting dan rupanya dilempar seseorang sambil berteriak-teriak!

"Hujin, di luar ada setan... di luar ada setan...!"

Pek Hong menendang pelayannya keluar. Dia kaget melihat Lay-lay menjerit seperti itu, ketakutan benar seperti orang melihat hantu. Dan baru dia menbentak pelayan ini agar tenang tiba-tiba Hu-hun si perawat binatang juga jatuh berdebukan di bawah kakinya.

"Hujin, celaka. Di luar ada setan...!"

Pek Hong terbelalak. Ia terang tak percaya pada teriakan dua orang pembantunya itu. Tapi baru dia melompat keluar sekonyong-konyong Kam-sui pelayannya yang nomor tiga jatuh dari atas pohon, tepat di bawah kakinya pula. Dan begitu pelayan ini berdebukah jatuh mulutnya-pun menjerit.

"Hujin, hamba digantung setan...!"

Pek Hong benar-benar terkesiap kaget. Dia terkejut melihat tiga orang pelayannya itu berturut-turut terlempar dan terbanting, semuanya memekik diganggu setan. Dan kaget serta heran oleh jerit tiga orang pelayannya segera nyonya muda ini menghardik.

"Hu hun, apa yang terjadi? Kam-sui, apa yang menimpamu?"

Dua orang ini susul menyusul, "Hamba ditendang mahluk berkepala merah, hujin! Hamba digantung ketika melihat Hek-kauw menggonggong di luar pintu hamba...!"

"Dan hamba dicekik, hujin. Hamba juga ditendang mahluk berkepala merah itu...!"

"Dia setan, hujin. Hamba tak tahu bagaimana terjadinya ketika hamba tahu-tahu terbanting di pintu kamar hujin...!" Lay-lay menyambung.

Dan tiga orang pelayan yang gemetaran dengan muka pucat itu sama-sama terbelalak ngeri memandang keluar dan berteriak-teriak, penuh ketakutan. Maka Pek Hong yang terkejut oleh cerita tak keruan dari tiga orang pelayan ini tiba-tiba membentak mereka.

"Lay-lay, diam. Di sini tak ada setan!" dan baru bentakan itu dikeluarkan mendadak dua bayangan berkelebat. Mereka berpakaian merah, dan Lay-lay serta dua orang temannya yang kaget melihat bayangan ini tiba-tiba saling tubruk mengumpulkan diri, berteriak penuh rasa gentar.

"Hujin, setan itu datang..."

Pek Hong terkesiap. Ia hampir menggerakkan pedangnya, menyerang. Tapi ketika dua bayangan itu melompat di depan mereka ternyata itu adalah Sin Hong dan Bi Lan.

"Ibu, Hek-kauw mati terbunuh...!"

“Dan Pek-kauw juga terkapar didepan, ibu. Dia mati terbunuh...!"

Pek Hong tertegun. Ia mendengar teriakan dua orang anak ini, Bi Lan dan Sin Hong. Dan nyonya cantik yang membelalakkan matanya ini tahu-tahu melompat keluar. Ia tak mendengar lagi gonggongan dua ekor anjing itu, dan ketika ia membuktikan sendiri ternyata benar dua ekor anjing itu telah mati terbunuh di luar rumah, kepalanya pecah!

"Ah, siapa yang melakukan ini?"

Sin Hong dan Bi Lan mengikuti sang ibu.

“Aku tak tahu, ibu. Aku melihat Hek-kauw tahu-tahu roboh binasa di sini!" Bi Lan menjawab.

"Tapi aku melihat bayangan berkepala merah, ibu. Dia berkelebat lenyap ketika baru saja membunuh Pek-kauw!" Sin Hong menyambung, memberi keterangan lebih jelas. Dan Pek Hong yang marah serta kaget ini tiba-tiba terkejut bukan main ketika mendengar jeritan susul-menyusul tiga kali di dalam rumah.

"Ah, Lay-Iay dan dua orang temannya terancam, Hong-ji...!"

Pek Hong berkelebat masuk. Ia terkejut sekali mendengar jeritan itu, dan begitu melompat ke dalam tiba-tiba nyonya muda ini tertegun dan pucat mukanya. Ternyata benar dugaannya tadi. Lay-Iay dan dua orang temannya sudah roboh di atas lantai, leher mereka terpisah. Dan nyonya muda yang kaget serta marah ini membanting kakinya. "Iblis terkutuk, siapa kau yang membunuh-bunuhi orang dan anjing di rumah ini?"

Tapi tak ada jawaban. Sin Hong dan Bi Lan saat itu juga sudah mengikuti ibunya, melihat pemandangan mengerikan ini. Dan Bi Lan yang terbelalak pucat tiba-tiba menuding. “Ibu, itu ada tanda di atas tembok, tapak jari si pembunuh...!"

Pek Hong melompat mendekati, ia melihat empat jari berdarah terlukis di tembok yang putih bersih itu, tapak jari yang dibuat dari darah tiga orang pembantunya! Dan Pek Hong yang gusar serta marah bukan main ini masih mendapat "titipan" sebuah surat yang ditulis dengan jari-jari berdarah! Tak ayal, nyonya muda ini mencabut surat yang menancap di atas tembok itu. Dan begitu ia membaca tiba-tiba kakinya menggigil. Ternyata itu pesan singkat dari pembunuh pendek saja isinya:

Aku So-beng.
Datang menagih empat jiwa di sini.
Bersiaplah!

Pek Hong gemetar. Ia tak tahu siapa So-beng itu. Tapi melihat orang telah bertindak kejam di dalam rumahnya tiba-tiba nyonya muda ini membentak, diarahkan keluar, "So-beng, aku tak takut ancamanmu! Keluarlah dan mari kita bertanding!"

Namun rumah sunyi-sunyi saja. Pembunuh bernama So-beng tak muncul. Dan ketika Pek-Hong mengulangi bentakannya tiga kali mendadak di luar rumah terdengar tawa menyeramkan dari seseorang tak dikenal.

"Kwan Pek Hong, jangan sombong kau. Aku akan datang nanti pada pukul dua malam!'

Nyonya muda ini terkejut. Ia berkelebat ke depan mencari asal suara, tapi ketika ia berada di luar tahu-tahu Bi Lan dan Sin Hong yang ada di dalam menjerit kaget. Secepat kilat nyonya muda ini melompat balik, dan baru ia menginjakkan kakinya di dalam tiba-tiba sesosok tubuh berkepala merah melompat keluar melalui jendela!

"Ha ha, anak-anakmu cantik dan tampan, Pek Hong. Lain kali aku ingin membawa mereka pula...”

Pek Hong mencelos hebat ia melihat Sin Hong dan Bi Lan roboh terpelanting, masing-masing berteriak kaget. Dan Pek Hong yang hendak mengejar si bayangan merah terpaksa menunda keinginannya dengan menolong anak-anaknya dulu. "Hong-ji, Bi Lan... kalian tidak apa-apa?"

Dua orang anak itu melompat bangun. "Aku tidak apa apa, ibu. Tapi setan itu menowel pipiku dan merobohkan aku ketika kuserang!" Bi Lan melengking marah, pucat mukanya tapi sama sekali tidak kelihatan takut.

Dan Sin Hong yang juga masih tertegun dengan mata terbelalak ikut mendesis. "Dan dia menanyakan siapa di antara kami berdua yang menjadi putera ibu Ceng Bi, ibu. Dia tampaknya lihai dan berbahaya sekali!"

Pek Hong berdesir. Ia merasa lega bukan main bahwa dua orang anak itu selamat, tak kurang suatu apa. Tapi bahwa So-beng tiba-tiba bertanya tentang siapa di antara dua orang anak itu yang menjadi putera Ceng Bi mendadak dia berdebar. "Dan kau menjawab bagaimana, Hong-ji?"

"Kami belum sempat menjawab, ibu," Bi Lan menyahut. "Dia segera pergi ketika ibu datang!"

Sin Hong mengangguk. "Ya, kami belum sempat menjawabnya, ibu. Iblis itu pergi ketika ibu datang."

Pek Hong mengepal tinju. Ia memasukkan pedangnya, dan teringat janji So-beng bahwa musuh akan datang pukul dua nanti segera ia memberi pesan pada dua orang anak itu. "Hong ji, Bi Lan, mulai sekarang kalian tak boleh jauh dariku. Ikuti ibu dan kita urus dulu mayat Lay-lay dan dua orang pembantu yang lain!"

Sin Hong dan Bi Lan mengangguk. Mereka membantu Pek Hong mengurus mayat Lay-lay dan yang lain, ngeri melihat kepala mereka putus dari tubuh. Dan Bi Lan yang marah oleh kekejaman ini mendesis, "Iblis itu benar-benar jahat, ibu. Entah siapa dia dan kenapa datang memusuhi kita!"

Pek Hong mengepal tinju. "Aku juga tak, tahu siapa setan itu, Lan-ji. Tapi sangat kusayangkan kenapa dia datang pada saat ayah kalian sedang pergi."

"Ya, kalau ayah ada tentu iblis itu tak mampu berkutik, ibu. So-beng benar-benar jahat dan rupanya tahu ayah sedang pergi!"

Nyonya muda ini tersentak. Dia tertegun juga oleh kata-kata puteranya itu, Sin Hong yang bicara dengan alis berkerut. Dan kaget bahwa kata-kata puteranya ini beralasan juga maka nyonya muda itu mengangguk. "Ya, tampaknya ia tahu bahwa ayahmu sedang pergi, Hong ji. Dia rupanya sengaja datang pada saat kosong begini!"

"Atau mungkin dia sahabat Bu-beng Siauw-cut, ibu. Siapa tahu anak itu diam-diam kemari dibantu seseorang?"

"Hm, boleh jadi. Tapi siapapun adanya iblis itu dia harus kita lawan dan bunuh!" Pek Hong mengetrukkan giginya. "Dan kalian jangan jauh-jauh dariku, anak-anak. Kita tak boleh berpisah semalam ini!"

Sin Hong dan Bi Lan tak membantah. Mereka memang harus berkumpul pada saat-saatseperti itu, menentang dan menghadapi bahaya bersama ibu mereka. Dan Pek Hong yang selesai mengurus mayat tiga orang pembantunya ini segera mengajak mereka menunggu di ruang tamu.

Tapi Bi Lan menjawab, “Tidakkah sebaiknya kita di kamar saja ibu? Kita dapat menjebak iblis itu dalam ruangan yang lebih sempit!"

"Hm, bagi seorang ahli silat tidak ada masalah untuk bergerak di ruang sempit atau luas, Bi Lan. Justeru di ruangan tamu ini kita akan menghadapinya secara gagah. Sembunyi di kamar bisa dikira penakut!"

Maka dua orang anak yang setuju dengan alasan ibunya ini tak banyak bicara lagi. Mereka sudah duduk di ruang tamu. Bi Lan membawa pedang pendek, menyelipkannya di pinggang. Dan Sin Hong yang juga memegang sebatang pedang di tangan kanannya bersiap-siap menanti dengan perasaan tegang. Bagaimanapun, menanti adalah pekerjaan tak menyenangkan. Apalagi menanti datangnya seorang penjahat. Dan tiga orang ibu dan anak yang selalu memasang mata dan telinga ke segala penjuru itu tiba-tiba tersentak ketika lonceng berdentang dua kali. Jam dua malam!

"Bi Lan, kau takut?''

Gadis itu memandang ibunya, bangkit berdiri. "Aku tak takut, ibu. Tapi aku tegang juga menunggu datangnya iblis itu!"

"Dan kau, Hong-ji?”

"Hm, aku juga tak takut, ibu. Bukankah ayah mengajarkan kepada kita agar tak takut menghadapi segala bahaya?"

"Bagus, kalian gagah, anak-anak!" Pek Hong bangga pada dua orang anaknya ini. "Tapi tahukah kalian bahwa keseraman dan kenekatan tidak sama?”

Bi Lan dan kakaknya memandang. "Apa maksudmu, ibu?"

"Begini, anak-anak," Pek Hong menjelaskan. "Apabila nanti musuh datang dan ibu sanggup merobohkannya maka kalian berdua tak usah membantu. Kalian berdiri saja di sini, tak usah maju. Tapi bila ibu terdesak dan keadaan darurat kalian kuperbolehkan membantu tapi harus tahu keadaan!"

"Hm, keadaan bagaimana, ibu?" Sin Hong mengerutkan alis.

"Artinya kalian tak boleh nekat kalau musuh terlampau kuat, Hong ji. Kalian berdua harus segera meninggalkan tempat ini begitu ibu terdesak!''

"Ah, jadi membiarkanmu seorang diri menghadapi iblis itu, ibu?"

"Kalau kita bertiga masih tak dapat menandinginya, Hong-ji. Artinya bila dikeroyok ternyata musuh tak dapat kita robohkan dan dia terlampau berbahaya untuk kalian berdua!"

Sin Hong tiba-tiba menggeleng, dan Bi Lan juga memotong, "Tidak, kita sehidup semati, ibu. Aku tak akan membiarkanmu seperti itu...!"

"Ya, kami tak akan meninggalkanmu, ibu. Apa yang dikatakan Bi Lan menuang benar!"

"Tapi kalian harus menyelamatkan diri, anak-anak. Kalian tak boleh celaka di tangan pembunuh itu!"

"Tapi kami juga tak mau membiarkanmu celaka, ibu. Aku tak mau pergi kalau kau menghadapi musuh sendirian!" Bi Lan menjawab, keras sekali.

Dan Pek Hong yang melihat anak perempuan ini mengedikkan kepalanya dengan penuh kegagahan jadi marah tapi juga terharu. "Tapi kau harus mengerti, Bi Lan. Aku bertanggung jawab penuh atas keselamatan dirimu kepada ibumu!"

"Ya, tapi kau juga ibuku, ibu. Kau tak boleh memisah-misah begini untuk menghalangi niatku. Aku tetap tak mau pergi biar kau paksa bagaimanapun juga!"

Pek Hong tertegun. Ia melihat anak ini keras sekali, mirip ibunya. Dan maklum ia gagal membujuk anak-anaknya tiba-tiba nyonya muda itu menghela napas dan mengerotkan giginya. "Baiklah, kau mengecewakan permintaan ibu, Bi Lan. Tapi ibu terharu atas kesetiaanmu ini. Terima kasih...!" dan Pek Hong yang sudah menyambar lengan anak itu segera mencium pipinya dengan penuh keharuan.

Tapi Bi Lan tiba-tiba menuding, "Ibu, dia datang...!"

Secepat kilat Pek Hong membalikkan tubuh. Ia mendengar desir angin di luar jendela, dan begitu ia membalik tahu-tahu sesosok bayangan telah berdiri di ruangan itu sambil tertawa bergelak.

"Ha-ha, aku datang, Pek Hong. So-beng siap menagih nyawamu sesuai janji...!"

Pek Hong tertegun. Ia melihat seorang laki-laki telah berada di depannya, bertubuh sedang tapi sinar matanya berkilat kemerahan, mengenakan pakaian merah dan kedok kulit tipis yang juga berwarna kemerahan. Dan melihat pembunuh ini datang dengan sikapnya yang begitu menyeramkan mau tak mau nyonya muda ini tergetar juga.

"So-beng, kau siapakah dan kenapa datang membunuhi tiga orang pelayanku dan anjing di luar?"

"Ha-ha. aku So beng adalah So-beng PekHong. Dan kenapa aku datang membunuh karena kau punya hutang jiwa kepadaku! Kau sudah mengerti?"

Pek Hong mencabut pedang. "Keparat, aku tak merasa punya hutang padamu, So-beng. Omongan apa yang kau lontarkan ini? Kau gila."

Tapi iblis menyeramkan itu tertawa. "Gila tidak gila itu urusanku, nyonya muda. Yang jelas aku ingin membunuhmu setelah belasan tahun memendam sakit hati ini!"

"Dan kau demikian jantan hingga datang pada saat suamiku pergi?"

"Ha-ha itu keberuntunganku, hujin. Tapi cepat atau lambat aku juga kelak akan membunuh suamimu itu."

"Keparat..." Pek Hong membentak nyaring. Dan marah serta gusar oleh kata-kata itu mendadak tubuh nyonya muda itu mencelat ke depan menyambar dada si iblis Penagih Jiwa. "So-beng, kau bermulut besar. Terimalah hukumanmu... swing!'' dan pedang Pek Hong yang menusuk ke depan tahu-tahu mengancam dada lawan dengan kecepatan kilat. Tapi iblis berkepala merah ini tertawa mengejek. Dia tenang-tenang saja, dan begitu pedang hampir menikam dadanya mendadak jarinya menampar dari bawah.

"Plak...!" Pek Hong berseru kaget. Nyonya muda itu merasa lengannya tergetar hebat, pedang hampir terlepas dari cekalannya. Dan kaget serta terkesiap oleh benturan pertama ini mendadak nyonya muda itu memekik nyaring dan bertubi-tubi menyerang. Ia mengerahkan pula ginkangnya, maka begitu kaki bergerak naik turun dengan pedang menyambar-nyambar segeralah isteri Pendekar Gurun Neraka ini lenyap dalam gulungan sinar pedangnya.

Ia mainkan Cui-mo Kiam-sut (Ilmu Pedang Pengejar Iblis), ilmu pedang yang sebetulnya dimiliki Ceng Bi. Tapi karena mereka berdua seperti kakak beradik dan tukar menukar kepandaian maka ilmu pedang yang dimainkan Pek Hong ini hebat juga. Pedang yang menyambar naik turun benar-benar bagai naga mengejar setan, bergerak tak mengenal putus. Dan Pek Hong yang menyerang dengan bantuan ginkangnya sebentar saja membuat lawan kewalahan.

Untuk sejenak iblis Penagih Jiwa itu terdesak, mundur-mundur dan keteter. Tapi ketika dia terus dijepit dan Pek Hong bertubi-tubi menyerangnya dengan putaran pedang yang ganas disusul tendangan kakinya yang mencuat ke sana sini tiba-tiba So-beng membentak marah. Iblis ini menggeram, dan ketika satu saat pedang Pek Hong menusuk ulu hatinya sekonyong-konyong dia melompat ke kiri dan memukul badan pedang lawan dari samping.

"Kwan Pek Hong, lepaskan pedangmu!"

Pek Hong tentu saja memutar pergelangan tangannya, ia terang tak mau melepaskan pedang. Meluncur terus mengikuti kelitan lawan. Tapi begitu tangan kanan lawan bergerak dari samping mendadak pedangnya terpukul. "Plak!" dan Pek Hong menjerit kaget. Ia melihat asap dan tamparan lawannya, asap panas yang membuat ia terkejut. Dan sementara dia terpekik dengan mata terbelalak tahu-tahu pedangnya sudah mencelat terlepas dari tangannya!

"Ah...!" Pek Hong melengking tinggi. Ia berjungkir balik di udara, menyambar pedangnya yang terlempar. Tapi So-beng yang tertawa mengejek tahu-tahu menendang pinggangnya sambil memburu pula.

"Dess!" Dan nyonya muda ini terguling-guling. Pek Hong kaget bukan main, mencelos dan pucat mukanya. Tapi ketika ia terpental oleh tendangan tadi ternyata pedang sempat ia sambar dan cekal kembali, turun dengan kaki menggigil. "So beng, kau hebat...!"

Iblis berkepala merah itu tertawa. "Ha ha, tentu saja, nyonya muda. Kalau tidak mana berani aku memasuki tempat Pendekar Gurun Neraka yang terkenal?"

Pek Hong menggigit bibir. Ia marah oleh jawaban lawan, yang tampak sombong dan pongah. Maka begitu membentak dan mempererat cekalannya iapun sudah menerjang kembali dengan pedang di tangan. "So-beng, jangan kau sombong!"

Si iblis menyeringai. Ia menyambut terjangan isteri Pendekar Gurun Neraka itu. Tapi tidak seperti tadi di mana ia masih mengalah dan mundur keteter adalah sekarang iblis berkepala merah ini membalas serangan lawan, mendorongkan kedua tangannya susul-menyusul. Dan begitu dia mulai membalas tiba-tiba saja Pek Hong terkejut ketika semua serangan pedangnya mental bertemu tenaga tak nampak yang meluncur keluar dari dorongan-dorongan tangan lawan!

"Ah!" Pek Hong berseru kaget. Ujung pedangnya selalu membalik tertolak sinkang lawan yang mengeluarkan uap merah, panas dan kian lama kian dahsyat. Dan ketika satu saat pedangnya tertahan ketika menusuk ke depan tahu-tahu tangan So-beng bergerak maju mencengkeram badan pedangnya.

"Hujin, tak guna kau melawanku...!'"

Pek Hong tercekat, ia menarik pedangnya sekuat tenaga membetot sambil menyentak, bermaksud melukai telapak lawan yang mencengkeram pedangnya. Tapi ketika pedang tak dapat di cabut dan si iblis tertawa bergelak dengan tawa mengerikan mendadak nyonya muda ini terkejut, ketika pedangnya patah tiga bagian begitu lawan mengerahkan kekuatannya mencengkeram hancur!

Pletak! "Ha-ha, kau tak bersenjata lagi, hujin!"

Pek Hong kaget bukan main. Ia berseru keras ketika pedangnya patah, dan sementara ia terhuyung tiba-tiba tangan kiri lawan meluncur maju mendorong dadanya. Tak ayal, pukulan panas menghantam tubuh wanita ini dan begitu Pek Hong menjerit tahu-tahu tubuhnya sudah terpental roboh bergulingan di atas lantai.

"Dess!" Nyonya muda ini berteriak. Ia merasa dadanya ampeg (sesak), hampir tak dapat bernapas. Tapi isteri Pendekar Gurun Neraka yang gagah perkasa ini memekik. Ia tidak terluka terkena pukulan yang tidak begitu keras. Artinya tidak sampai membuat ia terluka dalam. Maka begitu melengking dan melompat bangun tahu-tahu nyonya muda ini telah mencabut senjata rantainya yang memang merupakan andalan utama!

"So-beng, kau cukup hebat...!"

Si iblis menyeringai. "Memang aku hebat, nyonya muda. Kalau tidak tentu tak berani aku datang ke mari."

Pek Hong menggigil. Ia kaget sekali melihat lawan demikian tangguh, terutama dorongan sinkangnya yang beruap merah itu. Yang mampu membuat senjatanya tertahan bagai menemui tembok baja. Tapi terbelalak dan teringat sesuatu tiba-tiba nyonya muda ini membentak, "So-beng, kaukah yang membawa Bu-beng Siauw-cut pagi tadi?"

Laki-laki ini melengak. Dia terkejut tapi tertawa aneh dia menggeleng. "Tidak, aku sebetulnya tak mengenal anak itu, hujin.Tapi kalau kau tidak percaya itupun tak jadi soal bagiku!"

"Dan kau tidak membawa anak itu ke mari?"

"Wah, tak perlu kujawab. Yang pasti aku gembira melihat anak itu memusuhi kalian!"

Pek Hong membentak marah. Ia melompat ke depan, dan begitu mainkan rantainya tiba-tiba nyonya muda ini menerjang kembali dengan mata mendelik, ia bertubi-tubi melancarkan serangan, tampak bernafsu sekali merobohkan lawan. Dan begitu nyonya ini mainkan rantainya dengan ilmu silat Hong-thian-lo hai-kun (ilmu Silat Badai di Samudera) maka lawan terdesak mundur seperti semula.

Memang nyonya muda ini ahli mainkan ilmu silat itu, warisan gurunya si hwesio gundul dari Tibet, Ta Bhok Hwesioyang sakti itu. Ilmu silat pengaduk lautan yang bergelombang naik turun bagai badai mengamuk. Dan begitu dia menerjang sambil mainkan rantainya ini tiba-tiba lawan keteter dengan muka berobah. Apalagi ketika tangan kiri nyonya itu mainkan ilmu silat suaminya yang bernama Khong ji-ciang (Silat Hawa Kosong)!

Maka begitu Pek Hong mainkan dua ilmu silat gabungan ini tiba-tiba lawan mendesis dan menggeram marah. Dia tak berdaya diserang seperti itu. Bagai hujan mencurah, atau badai mengamuk! Kwan Pek Hong yang girang melihat lawan dapat didesaknya mundur sudah bertubi-tubi melakukan babatan dan tamparan, mempergunakan rantai dan pukulan tangan kiri. Dan ketika lawan tak dapat mengelak semua serangannya tiba tiba rantai di tangan kanannya menghantam pundak lawan.

"Plak.” Si iblis Penagih Jiwa tergetar. Pek Hong girang, menyusuli lagi dua buah serangannya ke leher dan pinggang. Dan ketika suara "plak-plak" kembali terdengar ketika dua buah serangannya mengenai tubuh lawan tiba-tiba nyonya muda ini berseru girang, "So-beng, kau akan roboh di tanganku...!"

Tapi si iblis Penagih Jiwa tertawa mengejek. Dia coba menghindar sambaran rantai yang ke sekian kalinya. Tapi ketika rantai tetap menghantam dan kali ini malah mengenai mukanya hingga dia merasa kesakitan, mendadak iblis ini menggetarkan tubuh, mengguncang bagai anjing membersihkan bulu.

"Kwan Pek Hong, jangan girang dulu kau. Lihat apa yang terjadi...!" dan ketika rantai kembali menyambar dirinya mendadak iblis ini tak mengelak. Dia justeru maju menyambut, mengguncang tubuh seperti anjing membersihkan bulu itu. Dan begitu rantai mengenai pangkal lengannya sekonyong-konyong terdengar suara "rrtt...!" dan rantai tak dapat ditarik! Rantai ini "melekat", atau terhisap di pangkal lengan iblis itu. Dan Pek Hong yang kaget oleh kejadian itu tiba-tiba berseru tertahan,

"Ilmu Penghisap Tulang...!"

Dan si iblis Penagih Jiwa tertawa bergelak. "Kau mengenal ilmu ini, hujin? Ha-ha, bagus itu bagus!" dan begitu tangannya bergerak tahu-tahu iblis ini telah menangkap rantai di pangkal lengannya itu. Lalu, begitu dia meremas dan menarik tahu-tahu rantai di tangan Pek Hong hancur menjadi bubuk!

"Kress!"

"Aah!" Pek Hong kaget bukan main. Dia melihat rantainya hancur diremas jari-jari si iblis merah. Dan sementara dia terbelalak tiba-tiba tangan kanan lawan menyambar pundaknya.

"Ibu, awas...!"

Pek Hong mencelos hebat. Ia melihat tangan lawan sudah berada di depan pundaknya, meluncur untuk mencengkeram. Dan maklum pundaknya bakal hancur diremas seperti rantainya sendiri tiba-tiba nyonya muda ini melempar tubuh bergulingan.

"Bres-bress!" dan lantai rumah menjadi korbannya. Pek Hong yang sudah melompat bangun melihat lantai hancur dicengkeram jari-jari lawan, mengepulkan uap dan remuk bagai bubuk. Dan Pek Hong yang ngeri oleh kekuatan lawan yang demikian dahsyat ini tiba-tiba mendengar tawa menyeramkan dari lawannya itu.

"Yap-hujin, aku akan menagih nyawa...!"

Pek Hong pucat mukanya. Ia melihat So-beng membalikkan tubuh, memandangnya penuh ancaman. Dan begitu ia terbelalak tahu-tihu iblis ini melompat kearahnya merenggangkan ke dua jari bagai cakar iblis yang ganas tak kenal ampun.

"Yap-hujin, bersiaplah. Aku akan mencabut nyawamu!"

Pek Hong terpekik. Dia melihat si iblis menubruk, cepat sekali. Dan maklum dia dalam bahaya maka nyonya muda ini lalu mengelak dan menendangkan kakinya ke lutut lawan.

"Plak!" tapi Pek Hong kecele. Lutut lawan sama sekali tak bergeming ditendang ujung sepatunya, dan So-beng yang sudah tertawa menyeramkan dengan mata-liar melotot menyerangnya kembali dengan penuh kebuasan.

"Kau tak dapat merobohkan aku, hujin. Kau tak dapat melindungi diri dari setan perenggut nyawa...!"

Pek Hong terpaksa berlompatan. Dia menghindari serangan lawannya, mengelak sana mengegos sini, bingung karena tak bersenjata lagi. Juga gelisah. Dan Sin Hong serta Bi Lan yang melihat ibu mereka dikejar-keiar So-beng dan tampak dalam bahaya tiba-tiba melengking.

"So-beng, jangan ganggu ibuku...?"

"So-beng, mampuslah kau...!"

Si iblis Penagih Jiwa terkejut. Dia melihat Sin Hong dan Bi Lan tiba-tiba menubruk ke depan, menggerakkan pedang mereka dengan penuh kemarahan. Tapi iblis merah yang terkekeh ini menggerakkan tangannya, menyampok ke kiri kanan. "Anak-anak, mundurlah. Aku tidak mengincar jiwa kalian...!"

Sin Hong dan Bi Lan terpekik. Mereka terdorong mundur, hampir terpelanting oleh hempasan angin lawan. Tapi dua orang anak yang sudah maju kembali sambil berteriak itu tak mau membiarkan ibu mereka celaka di tangan lawan. Baik Bi Lan maupun Sin Hong sama-sama menerjang. Menggerakkan pedang menusuk ke sana ke mari. Dan So-beng yang geram oleh gaagguan ini menjadi marah.

"Anak-anak, kalian tidak mau dengar nasehatku?"

"Aku tak butuh nasehat, iblis keji. Kau telah membunuh Lay-lay dan tiga orang pembantu kami!" Bi Lan berteriak.

"Ya, dan kami tak akan membiarkan kau membunuh ibu, So-beng. Aku siap melawanmu sampai titik darah terakhir!" Sin Hong juga menjawab.

Maka So-beng akhirnya marah. Dia dikeroyok tiga oleh ibu dan anak itu, menerima tusukan dan bacokan bertubi-tubi. Tapi iblis merah yang benar-benar lihai ini ternyata mampu mengatasi semua kesulitannya. Bahkan pedang di tangan Bi Lan maupun Sin Hong kini tak dikelit lagi, diterima tubuhnya yang tiba-tiba kebal oleh perlindungan sinkang. Maka ketika pedang dua orang anak itu kembali menyambar tubuhnya mendadak iblis ini memasang diri dan tidak mengelak.

"Anak-anak, kalian sungguh kurang ajar!"

"Tak-takk!"

Sin Hong dan Bi Lan terbelalak. Mereka terang-terangan melihat pedang di tangan mereka mengenai leher dan dada lawan. Malah Bi Lan masih sempat melakukan tendangan ke atas menghantam pusar lawan. Tapi pedang dan kaki yang sama-sama tak membawa hasil karena terpental itu tiba-tiba ditotok lawan dan dicengkeram marah.

"Anak-anak, kalian minggirlah!"

Sin Hong dan adiknya terbelalak. Mereka tak dapat menghindar ketika totokan lawan mengenai tubuh mereka. Maka begitu dua kali suara tuk-tuk, menyentuh jalan darah di atas pundak tiba-tiba dua orang anak ini mengeluh dan terguling roboh. Lalu, begitu So-beng melempar tubuh mereka di atas lantai sekonyong-konyong Bi Lan dan kakaknya lumpuh tak berdaya.

"Bres-bress...!"

Sin Hong dan Bi Lan sama-sama melotot. Mereka melihat iblis Penagih Jiwa itu terkekeh, tawanya menyeramkan. Dan Pek Hong yang terkejut melihat anak-anaknya roboh tertotok melengking tinggi. Dia melakukan tamparan-tamparan sinkang, mainkan Khong-ji-ciang dan cap-jiu-kun, dua ilmu silat yang ia dapat dari suaminya, Pendekar Gurun Neraka. Tapi So-beng yang tampaknya, sudah beringas itu tiba-tiba membentak.

"Kwan Pek Hong, kau robohlah...!"

Nyonya muda ini tercekat. Tangannya yang menampar pelipis lawan mendadak ditangkap, dan begitu ia menjerit tahu-tahu jari lawan yang mengepulkan uap kemerahan menyambar mukanya. Tapi nyonya muda ini merendahkan kepala, dan persis jari lawan lewat di atas kepalanya tiba-tiba ia menendang anggauta rahasia iblis Penagih Jiwa itu.

"Dess!" Pek Hong terbelalak. Ia mengeluh tertahan ketika kakinya tiba-tiba tak dapat ditarik, melekat di selangkangan lawan. Dan sementara ia malu dan marah oleh gerakan lawan yang mempergunakan ilmu "menyedot" tiba-tiba lawannya ini menotok lehernya.

"Nyonya muda, robohlah!"

Pek Hong tak dapat mengelak. Tangannya yang satu tertangkap, mau menggerakkan tangan lain namun kalah cepat. Maka begitu jari lawan mengenai lehernya tiba-tiba nyonya ini mengeluh dan terguling roboh. Lalu, begitu So-beng tertawa bergelak dan menendangkan kakinya tahu-tahu nyonya muda ini mencelat terlempar bergulingan di atas lantai.

"Ha-ha, aku siap membunuhmu, Kwan Pek Hong. Kau tak akan mati meram oleh pukulanku!"

Pek Hong pucat mukanya. Dia melihat iblis itu memburunya, mengangkat tangan dan berkerotok dengan jari-jari terbuka. Tapi tepat si iblis mengangkat tangan menusuk ubun-ubunnya mendadak dari luar melayang masuk sesosok bayangan gemuk pendek.

"Omitohud, siapa ini yang berani mengancam murid pinceng?"

Iblis Penagih Jiwa terkejut. Dia sudah menusuk ubun-ubun nyonya muda itu, penuh tenaga dan kekuatan, pandang matanya bersinar keji. Maka begitu bayangan gemuk pendek ini melompat masuk dan tiba-tiba nyelonong menangkis tusukannya sang iblis jadi kaget bukan main.

"Plak!" Keduanya tergetar, masing-masing terdorong mundur. Dan Pek Hong yang melihat siapa yang muncul tiba-tiba mengeluh girang,

"Suhu...!" dan pendatang baru itu tersenyum menyeringai. Dia adalah seorang hwesio, mukanya bulat dan kepalanya gundul. Maka melihat lawan tergetar mundur dan dia sempat menyelamatkan jiwa nyona muda ini sang hwesiopun menggerakkan tangannya membebaskan totokan.

"Siapa musuhmu ini, Pek Hong?”

Nyonya muda itu melompat bangun, ia nyaris binasa di tangan lawan, masih gemetar dan terbelalak pucat. Tapi nyonya muda yang marah ini berseru, "Dia So-beng, suhu. Datang dan hendak membunuh teecu tanpa kuketahui sebab-sebabnya yang jelas...!"

Si hwesio tertegun. Dia mengangkat keningnya, heran. Tapi hwesio pendek yang bukan lain Ta Bhok Hwesio adanya itu tiba-tiba membalikkan tubuh, bersikap keren. "So-beng betulkah kau hendak membunuh murid pinceng tanpa alasan yang jelas? Siapa kau?"

Iblis berkepala merah ini melangkah mundur. Mukanya sedikit berobah, terlihat dari matanya yang berputar terkejut itu. Tapi tertawa mengejek tiba-tiba dia menjawab dingin, "Ya, aku ingin membunuh muridmu, Ta Bhok Hwesio. Dia berhutang jiwa padaku belasan tahun yang silam!"

"Eh, kau sudah mengenalku?" Ta Bhok Hwesio terbelalak, terkejut bahwa lawan sudah mengenal dirinya.

Namun So-beng yang bersikap dingin itu menjengek. "Aku sudah mengenalmu belasan tahun yang lalu, keledai gundul. Tak perlu kau bertanya seperti orang tolol!"

"Omitohud, kalau begitu siapa kau ini?"

"Hm, aku So-beng adalah So-beng, Ta Bhok Hwesio. Tak perlu kau banyak cakap menanyaiku!"

"Wah jadi pinceng menghadapi musuh gelap?"

Iblis Penagih Jiwa tertawa mengekek. Dia tak menjawab, dan Pek Hong yang gemetar marah tiba-tiba menerjang ke depan, "Suhu, dia siluman misterius. Sebaiknya kita robohkan dia dan lihat siapa muka di balik kedok kulit itu!"

So-beng menangkis. Dia membuat Pek Hong terpental, hampir roboh dengan pukulan uap merah. Dan Ta Bhok Hwesio yang kaget melihat kehebatan iblis ini sekonyong-konyong bergerak ke depan.

"Pek Hong, mundur...!"

Nyonya muda itu melompat mundur. Dia melihat gurunya sudah berhadapan dengan iblis berkepala merah itu, dan Ta Bhok hwesio yang tercengang serta terkejut melihat uap merah ini langsung bertanya, "Kau mahir mainkan Ang-in tok-ciang, So-beng? Kau berasal dari Thian tok (India).

Iblis ini mendengus, "Aku tak tahu apa itu Thian tok, Keledai gundul. Tapi kalau kau ingin merasakan Ang-in tok-ciangku boleh maju bergebrak denganku?”

"Jadi kau benar ahli Ang in-tok-ciang?"

“Jangan cerewet. Aku ingin menagih sebuah jiwa lagi di sini. Kau mundurlah...!”

Tapi Ta Bhok Hwesio terang tak mau digebah.Dia tertawa bergelak, dan kaget bahwa lawan tampaknya lihai mendadak hwesio ini menjadi gembira. “Wah, sudah lama pinceng tidak melatih otot, So-beng. Kalau kau mau menggebuk pinceng sungguh aku akan gembira!"

Iblis ini terbelalak. Tapi mengeluarkan suara dari hidung tiba-tiba dia mengejek. "Boleh, tapi jangan menyesal kalau kau mampus, keledai gundul. Ang-in-tok-ciangku tak mengenal kasihan dalam memilih lawan."

Ta Bhok Hwesio menggoyang langkah. Dia menyeringai oleh ejekan lawannya itu, namun bersikap tenang hwesio ini mengebutkan jubah, tertawa lebar, "Kau tampaknya sombong sekali, So-beng. Tapi mari kita buktikan siapa yang akan roboh. Kau ataukah pinceng!" lalu membentak keras tiba-tiba hwesio ini sudah melompat ke depan memukul dada lawan dengan dorongan sinkang.

“Duk!” So-beng menangkis. Dia menggerakkan tangannya menerima pukulan itu, dan begitu dua tenaga beradu untuk kedua kalinya kembali Ta Bhok Hwesio terkejut dan tergetar mundur. "Wah, kau benar-benar lihai, So-beng!”

Si iblis menjengek. "Kalau tidak lihai tak mungkin aku berani melawanmu, keledai gundul. Karena itu lebih baik kau mundur saja!"

Ta Bhok hwesio tertawa bergelak. Dia sudah majukan kaki dengan cepat, menampar dan mendorong kembali dengan pukulan-pukulan sinkang. Dan begitu terdengar suara "duk-duk" dan dua pasang lengan mereka yang bertemu dan saling totok tiba-tiba saja hwesio ini telah berseru keras dan mainkan Hong thian-lo-hai-kunnya. Dia melihat lawan benar-benar lihai, tak cukup hanya dengan mengadu sinkang. Maka begitu bergerak cepat dengan kedua lengan berputar tiba-tiba hwesio ini telah berkelebat lenyap dengan pukulan menyambar-nyambar.

"So-beng, hati-hati. Pinceng siap merobohkanmu...!"

So-beng mengeluarkan suara dari hidung. Dia sudah diserang gencar oleh hwesio ini, berkelebat memutari dirinya bagai bayang-bayang setan. Dan So beng yang melihat angin pukulan hwesio itu menderu-deru dan jauh lebih dahsyat dibanding muridnya tiba-tiba juga membentak keras dan balas menyerang.

"Keledai gundul, jangan sombong. Kau tak dapat merobohkan aku, hati-hatilah...!” dan begitu dua orang ini bergebrak saling pukul tiba-tiba pertandingan sudah menjadi seru sekali.

Ta Bhok Hwesio dan lawannya berkelebatan sambar-menyambar, masing-masing berusaha mendahului. Tapi pertandingan yang sebentar saja sudah berjalan duapuluh lima jurus ini membuat Ta Bhok Hwesio terkejut ketika mendapat kenyataan bahwa lawan benar-benar tangguh sekali! Iblis Penagih Jiwa itu mampu mengelak semua jurus-jurus serangannya, Hong-thian-lo-hai-kun yang biasanya hebat itu. Dan bahwa lawan tidak hanya mengelak melainkan mampu pula menghalau semua serangannya dengan sin-kang beruap merah membuat hwesio ini jadi mencelos dan terbelalak lebar.

"Wah...!" Ta Bhok Hwesio membatin. "Siapa sebetulnya iblis Penagih Jiwa ini? Dari mana dia berasal? Karena melihat ilmu silatnya yang demikian hebat setidak-tidaknya dia tokoh tersembunyi yang selama ini tak dikenal orang! Siapa dia?"

Tapi hwesio itu masih terus menyerang gencar. Dia tak boleh menghentikan setiap serangannya, karena itu berarti membahayakan diri sendiri. Dan ketika satu saat mereka saling pukul dan menangkis dalam gebrakan cepat tiba-tiba iblis Penagih Jiwa itu membentak dan membanting kakinya.

"Keledai gundul, robohlah...!"

Ta Bhok Hwesio terkejut. Dia sedang melancarkan serangan dalam jurus Bianglala Menari, sebuah jurus dari ilmu silatnya Hong-thian-lo-hai-kun, serangan yang ditujukan ke pusar lawan dengan sinkang penuh. Maka begitu lawan membentak dan membanting kakinya sambil menangkis tahu-tahu hwesio ini menjerit kaget ketika lengan lawan membentur dan menggesek kulit lengannya.

"Dukk… sshh!"

Hwesio ini terpekik. Saat itu dia merasa guncangan dahsyat menggetarkan tubuhnya, membuat dia hampir terjengkang. Tapi ketika lengan lawan menggesek lengannya dan mengeluarkan suara mendesis bagai api membakar kulit sekonyong-konyong hwesio ini berteriak keras ketika tubuhnya mencelat dua tombak dan kulit lengannya melepuh!

“Ah. pukulan beracun…!" Hwesio Tibet itu kaget bukan main. Dia sebetulnya sudah melindungi diri, menjaga kulitnya dari sentuhan uap merah itu, uap panas yang menimbulkan rasa gital. Tapi bahwa uap merah itu masih mampu menerobos kulitnya dan dia bagai dibakar api tiba-tiba hwesio ini melengking dan mencabut tasbehnya.

"So-beng kau keji...!" lalu begitu menubruk dan mencengkeram tahu-tahu hwesio ini telah memutar tasbehnya dan berkeritik menyambar lawan, bertubi-tubi menyerang dan menghantam!

Tapi So-beng tertawa mengejek. Iblis Penagih Jiwa ini mengelak ke sana ke mari, kali ini menyeringai. Dan ketika tujuh serangan hwesio Tibet itu luput menghantam angin iblis ini berseru. "Keledai gundul, lima menit lagi nyawamu terancam Racun Ang-in-tok-ciang semakin meresap begitu kau semakin bernafsu menyerangku!"

Ta Bhok Hwesio tak percaya. Dia mengira itu gertakan belaka, ancaman kosong yang tidak perlu diperhatikan. Tapi ketika tiba-tiba lengan kanannya gemetar dan semakin panas bagai dipanggang di atas api hwesio ini jadi kaget sekali dan berobah mukanya. Tasbeh di tangan kanan yang dia pegang tiba-tiba menggigil, hampir lepas ketika lengannya diserang rasa nyeri yang melumpuhkan. Dan persis dia menghantam leher lawan dengan sambaran tasbehnya mendadak hwesio ini menjerit ketika sekonyong-konyong urat lengannya kaku, kram. Dan begitu dia berteriak dengan muka kaget tahu-tahu tasbeh yang ada di tangannya itu lepas dan jatuh ke atas lantai!

"Ha-ha, bagaimana kataku tadi, keledai gundul?"

Ta Bhok Hwesio pucat sekali. Dia sekarang percaya bahwa ancaman lawan tidak kosong. Bahwa dia berada dalam bahaya besar. Dan maklum lengan kanannya diserang racun hebat mendadak hwesio itu melompat mundur dan menyambar pedang muridnya, Pek Hong yang tertegun melihat keadaan gurunya. Dan begitu pedang disambar dan dibacokkan ke lengan kanannya memakai tangan kiri tiba-tiba lengan hwesio itu kutung sebatas siku.

"Crak...!"

Pek Hong menjerit. Iblis Penagih Jiwa juga terkejut, tak menyangka perbuatan lawannya itu. Tapi hwesio Tibet yang sudah menyelamatkan jiwa dengan membuntungi lengan kanannya ini melempar pedang kembali kepada Pek Hong dan berteriak,

"Pek Hong, lari. Bawa anak-anak ke dalam. Biar aku yang menghadapi iblis ini...!"

Pek Hong terkejut. Dia melihat suhunya sudah menotok pangkal lengan, menghentikan darah yang menyembur dari buntungan lengan itu. Namun nyonya muda yang hampir histeris oleh keadaan gurunya ini sudah melompat maju menyerang si iblis Penagih Jiwa.

"So-beng, kau manusia keji...!"

Iblis Penagih Jiwa tertegun. Dia melihat Pek Hong menyerangnya ganas, tapi mengelak mudah dia menampar pedang di tangan nyonya muda itu. "Kwan Pek Hong, aku ingin menagih sebuah jiwa di sini... plak!" dan pedang Pek Hong yang terpental ke atas membuat nyonya muda ini menjerit dan menyerang kembali.

Namun Ta Bhok Hwesio tiba-tiba melompat ke depan. Dia menendang Pek Hong hingga nyonya itu terpelanting, dan membentak marah hwesio ini berseru, "Hong-ji, bawa anak-anakmu dulu. Selamatkan mereka...!"

Pek Hong melompat bangun. Ia mau membantah, tapi bentakan gurunya yang kedua kali tentang Sin Hong dan Bi Lan membuat wanita ini sadar dan menangis. Dia melihat gurunya menyerang iblis Penagih Jiwa itu, melakukan serangan dengan tangan kiri dan dua kaki yang masih utuh, tampak beringas dan siap mengadu jiwa. Maka Pek Hong yang tak dapat membantah untuk menyelamatkan anak-anaknya segera memanggul Sin Hong dan Bi Lan keluar. Dia membawa dua orang anak yang masih tertotok roboh itu dengan pilu, marah tapi juga bingung, menyembunyikan mereka di tempat aman. Lalu begitu memondong anak-anaknya ini ia pun berseru pada suhunya,

"Aku akan kembali membantumu, suhu. Jaga dia jangan sampai lolos...!"

Ta Bhok Hwesio mengangguk. Dia sudah merasa girang bahwa muridnya mau membawa Sin Hong dan Bi Lan, menyelamatkan mereka dari ancaman si Penagih Jiwa ini. Maka begitu tertawa beringas dia sudah bertubi-tubi menyerang lawannya ini.

Tapi So-beng mendengus. Iblis itu berlompatan, menghindar semua serangannya. Dan ketka lawan semakin marah dan penasaran karena semua serangannya luput tiba-tiba iblis ini melompat mundur dan membentak, "Keledai gundul, persiapkan dirimu untuk menghadap Raja Akhirat.”

Ta Bhok Hwesio masih menyerang gencar. Dia tak perduli bentakan itu, membabi-buta tapi mulai terhuyung karena tenaganya mulai habis. Apalagi ketika lengannya yang luka mulai pecah, darah merembes akibat pengerahan tenaga yang di luar batas. Maka ketika lawan melompat mundur dan dia mengejar tiba-tiba sebuah tendangan memapak tubuh hwesio ini.

"Dess!" Ta Bhok Hweso tak dapat mengelak. Dia terguling roboh, mengeluh tertahan dan terbelalak menyelamatkan diri. Tapi baru dia melompat bangun tahu-tahu iblis Penagih Jiwa itu telah berada di depannya!

"Ta Bhok Hwesio, kau ingin mati dengan meram?"

Hwesio ini membentak marah. Dia menggerakkan tangan kirinya, menghantam dada lawan. Tapi So-beng yang tertawa dingin tiba-tiba juga menggerakkan tangan kirinya pula. menangkis. Dan begitu dua lengan beradu tiba-tiba hwesio ini menjerit ketika lengannya tak dapat ditarik karena lekat di lengan lawannya itu, terhisap oleh tenaga sedot yang tinggi!

"Ah, ilmu Penghisap Tulang...!"

Si iblis tertawa bergelak. "Kau mengenal ilmuku ini, keledai gundul? Kau tahu kehebatanku sekarang?”

Ta Bhok Hwesio menggerakkan kakinya. Dia menendang pinggang lawan, berteriak sambil menarik lengan kirinya sekuat tenaga. Tapi begitu kaki menendang pinggang sekonyong-konyong Ta Bhok Hwesio mendelik ketika kakinya "menempel” pula di tubuh lawannya itu, tak dapat ditarik. Dan sementara dia tertegun dengan muka kaget tahu-tahu jari lawan menotok pundaknya. "Bluk!" Ta Bhok Hwesio terguling. Sekarang dia roboh, dan hwesio Tibet yang terkesiap hebat oleh kekalahannya ini mendesis pucat, "So beng, kau siapakah?"

Iblis ini menendang lawannya. Dia membuat Ta Bhok Hwesio mencelat di sudut ruangan, lalu melompat maju dia mencengkeram dada hwesio itu, membebaskan totokannya. "Keledai gundul, kau lihatlah baik-baik siapa aku... rrt!"dan kedok yang tiba-tiba terbuka itu sejenak menunjukkan wajah seseorang. Tapi hal ini berlangsung sebentar saja, beberapa detik. Karena Ta Bhok Hwesio yang sudah melihat muka orang berseru tertahan ketika kedok menutup kembali dan iblis Penagih Jiwa ini mencabut senjatanya yang mengerikan, sebuah cakar baja yang bergagang panjang!

"Kau...?" Tapi semuanya tak berkepanjangan lagi. Cakar baja di tangan iblis Penagih Jiwa itu sudah berkelebat, dan sementara lawan masih tertegun oleh muka di balik kedok ini tahu-tahu senjata maut itu telah menghunjam di dada hwesio ini.

"Crakk!" Ta Bhok Hwesio menjerit ngeri. Hwesio itu mau menghindar, tapi kalah cepat. Dan begitu cakar baja menyambar dadanya sekonyong-konyong hwesio itu roboh terjengkang dengan darah muncrat dari dadanya yang berlubang. Tewas! Dan persis hwesio ini menjerit tahu-tahu Pek Hong sudah muncul kembali di luar pintu.

"So-beng, kau membunuh suhu?" Pek Hong kaget bukan main. Ia baru saja datang, maka begitu melihat gurunya tewas disambar cakar baja yang mengerikan dari iblis ini kontan saja nyonya muda itu memekik tinggi. Ia langsung menyerang lawannya, mempergunakan pedang ke dua yang tadi dipakai gurunya untuk membuntungi lengan, karena pedang pertama sudah patah dicengkeram lawannya ini. Dan begitu nyonya muda itu menjerit sambil menusukkan pedangnya bertubi-tubi ia menyerang dengan ganas.

Namun So-beng mendengus. Iblis ini menggerakkan cakar bajanya, senjata yang baru kali itu dikeluarkan. Dan begitu dia membentak sambil menangkis tahu-tahu pedang di tangan nyonya muda itu mencelat terlempar! "Kwan Pek Hong aku tak ingin membunuh jiwa lagi. Sudah cukup sesuai janjiku.”

Namun Pek Hong menyerang dengan tangan kosong. Ia terlampau marah oleh kematian gurunya, dan nyonya muda yang sakit hati serta mata gelap ini sudah melakukan tamparan dan tendangan bertubi-tubi ke arah lawan. Tapi semuanya luput. Dan si iblis Penagih Jiwa yang marah melihat nyonya muda itu tetap nekat menyerangnya tiba-tiba memasukkan kembali cakar bajanya, membentak dengan mata berkilat.

"Kwan Pek Hong, kau sungguh tak tahu diri. Kalau belum nyawa ke empat tewas di tanganku tentu kau benar-benar akan kubunuh. Pergilah!” dan tangan si iblis yang tiba-tiba menyambar tengkuk nyonya muda ini tak dapat dihindarkan.

Pek Hong ketika menampar dengan keras sekali. Pek Hong menjerit terpelanting roboh. Dan ketika lawan menyusulinya lagi dengan sebuah tendangan tahu-tahu nyonya muda ini telah terlempar dan terguling roboh. Pingsan! Pek Hong tak tahu apa-apa lagi. Ia tak sadarkan diri untuk dua jam lamanya. Dan ketika nyonya muda itu sadar dan bangun kembali untuk kemudian menangisi mayat gurunya ternyata si iblis Penagih Jiwa sudah tak ada di situ. Iblis ini menepati janjinya, membunuh empat jiwa. Dan ketika Pek Hong masih tersedu-sedu menangisi mayat gurunya mendadak Bi Lan muncul.

"Ibu, Hong-ko diculik orang...!"

Pek Hong kaget bukan main. Ia membalikkan tubuh begitu Bi Lan bersuara, pucat dan terbelalak dingin mata tak berkedip. Sadar bahwa dia masih punya tanggung jawab terhadap dua orang anak ini. Tapi begitu Bi Lan mengulang seruannya dengan kaki menggigil mendadak nyonya muda ini menjerit dan berteriak histeris.

"Tidak... tidak mungkin, Lan-ji! Kau bohong...“ dan nyonya muda yang tahu-tahu berkelebat keluar itu telah meluncur ke bawah gunung bagai manusia dikejar setan. Pek Hong langsung menuju ke sebuah gua, tempat di mana dia menyembunyikan dua orang anak itu. Tapi begitu sampai di situ dan melihat ruangan gua kosong tiba-tiba nyonya muda itu terhenyak dan gemetaran pucat. Lalu. begitu dia mengeluh dan memaki nama "So beng," mendadak nyonya muda ini terguling roboh dan pingsan untuk kedua kalinya!

Pek Hong rupanya memang bernasib sial. Karena setelah gurunya tewas di tangan musuh ternyata puteranya juga lenyap diculik orang. Dan nyonya muda yang tidak kuat oleh kejadian yang bertubi-tubi menyerangnya ini sudah tak sadarkan diri di dalam gua. Dia tidak tahu betapa Bi Lan muncul di situ, menangis tersedu-sedu melihat ibu tirinya ini. Dan Bi Lanyang sudah mengangkat ibunya ke atas gunung itu juga mengguguk sepanjang jalan dengan penuh kesedihan. Sampai akhirnya siang tiba ketika saat itu dua bayangan berkelebat muncul.

"Bi Lan apa yang terjadi?"

Anak perempuan itu menjerit. Ia melihat ayah dan ibunya datang. Pendekar Gurun Neraka dan Ceng Bi yang baru saja tiba! Dan Bi Lan yang menangis tersedu-sedu di dada ibunya ini langsung bicara, mengguguk sambil mengepalkan tinju, "Kami kedatangan musuh ibu. So-beng membunuh dan menculik, sukong dan Hong-koko.”

Ceng Bi terkejut sekali, “Apa? So-beng, katamu?"

“Ya. So-beng, ibu.Iblis Penagih Jiwa yang jahat dan kejam itu. Dia juga membunuh Lay-lay dan Hu-hun serta Kam-sui."

"Ah...!" dan Ceng Bi yang sudah melompat ke belakang melihat ruang dalam porak poranda. Meja kursi terbalik tak keruan, dan sementara dia terbelalak melihat semuanya itu mendadak di tembok terdapat guratan-guratan kasar.

Aku yang datang. Pendekar Gurun Neraka.
Aku yang bertanggung jawab atas semuanya ini.
Tertanda,
So-beng


Ceng Bi membanting kaki, "Siapa itu So-beng, Yap-koko?'

Pendekar Gurun Neraka berkerot giginya. Dia sendiri tak tahu, mana mungkin menjawab? Maka pertanyaan isterinya yang disambut gelengan kepala itu sudah membuat pendekar ini melompat menghampiri Pek Hong. "Aku tak tahu, Bi-moi. Tapi Hong-moi mungkin tahu. Coba kusadarkan dia...!" dan Pendekar Gurun Neraka yang sudah memeriksa isterinya melakukan tiga totokan di pundak dan punggung. Dia lega melihat isterinya itu hanya pingsan saja, tidak mengalami luka.

Dan Pek Hong yang seketika bangun dan melihat suami serta madunya ada di situ tiba-tiba mengguguk dan menubruk suaminya. "Yap-koko, Hong-ji dibawa penjahat...!”

Pendekar Gurun Neraka menenangkan guncangan batinnya. "Ya, aku tahu, Bi-moi. Tapi siapakah yang membawa?"

Pek Hong tersedu sedu. "So-beng, koko. Iblis Penagih Jiwa itu yang datang kemari membunuh suhu...!"

"Dan kau tahu siapa dia?"

Pek Hong menggeleng. "Tidak, aku tak tahu, koko. Iblis itu menyembunyikan mukanya dalam kedok kulit berwarna merah!'

"Tapi kau tahu ciri-cirinya?”

"Ya. Dia bertubuh sedang, sinar matanya keji dan pandai mainkan Ang-in-tok-ciang dan Ilmu Penghisap Tulang!"

"Tanda tanda lain?"

Pek Hong tersedu-sedu. "Aku tak tahu, koko... aku tak tahu..." dan Pek Hong yang didekap suaminya ini kembali hampir terguling oleh tekanan batinnya yang berat. Namun Pendekar Gurun Neraka memeluk isterinya, dan Ceng Bi yang lompat menghampiri memandang madunya penuh sesal.

"Enci Hong, maafkan aku. Kalau kita berdua ada di sini tentu kau tak akan kehilangan Hong-ji. Sudahlah, aku bersumpah untuk mencari iblis itu. Biar kau dan Yap koko tinggal di sini menjaga Bi Lan!"

Pek Hong mengguguk sedih. "Aku tak menyalahkanmu, Bi moi. Setan itu rupanya datang melihat kalian berdua tak ada di rumah."

"Tapi aku bertanggung jawab atas keselamatan Sin Hong, enci. Kau temanilah Yap koko dan biarkan aku turun sekarang juga!" dan Ceng Bi yang siap melompat keluar tiba-tiba menjejakkan kakinya untuk berangkat pergi.

Tapi PendekarGurun Neraka tiba-tiba berseru, "Bi moi, tunggu dulu. Urusan ini tak boleh diawali dengan kepala panas!”

“Tapi aku ingin mencari Hong-ji, koko. Aku tak akan membuat enci Hong berduka atas hilangnya sang anak!"

"Tapi tidak begitu caranya, Bi-moi. Kau tak boleh pergi sendiri mencari musuh yang belum kita kenal baik."

Ceng Bi mau membantah. Namun suaminya yang sudah mengejar dan mencekal tangannya membentak, "Bi-moi, jangan gegabah kau. Bukan Pek Hong saja yang berduka oleh lenyapnya Hong-ji...!" dan Pendekar Gurun Neraka yang membawa kembali isterinya nomor dua ini ke dalam ruangan sudah menyuruh isterinya itu duduk.

"Bi-moi, kita baru datang. Kegagalan kita mencari Ceng Liong tak boleh dilanjutkan dengan kegagalan berikut dalam mencari Sin Hong. Kita harus mendinginkan kepala dulu biarpun hati panas,” dan Pendekar Gurun Neraka yang sudah duduk pula di atas kursi menanya isterinya nomor satu,

"Hong-moi, bagaimanakah asal mula kejadian ini? Kapan iblis itu datang?"

Pek Hong masih menangis. "Kejadian ini berawal tadi malam, koko. So-beng membunuh Lay-lay dan dua orang pembantu kita yang lain setelah memecahkan kepala Hek-kauw den Pek kauw."

"Jadi dua anjing kita juga mati dibunuh?”

"Ya."

"Ah...!" dan Pendekar Gurun Neraka yang tiba-tiba berkilat matanya ini mengepal tinju. "Lalu bagaimana kelanjutannya, Hong-moi? Bagaimana Ta Bhok lo-suhu dapat tewas di sini?"

"Aku tak tahu, Yap-koko. Yang jelas pada saat iblis itu hampir membunuhku mendadak suhu datang. Dia menangkis serangan itu, lalu bertempur. Dan ketika aku membawa Hong-ji dan Bi Lan di tempat persembunyian tahu-tahu suhu tewas ketika aku kembali!"

"Dan kalian tak tahu siapa iblis itu?"

Pek Hong menggeleng, mengguguk tangisnya. Dan nyonya muda yang amat sedih serta marah kehilangan anaknya itu tiba-tiba bangkit berdiri. "Aku akan mencari Sin Hong, koko. Aku akan mencari iblis itu sampai ketemu...!"

"Hm, tenang dulu. Hong-moi. Aku juga terpukul oleh hilangnya Hong ji. Tapi ke mana kira-kira mereka pergi?"

"Mana aku tahu, koko? Bi Lan sendiri tak tahu ke mana kakaknya dibawa!"

"Hm, ini gara-gara Bu-beng Siauw-cut itu. Kalau bocah itu tidak datang dan kita tidak pergi mencarinya tentu tak akan terjadi semuanya ini!" Ceng Bi mendesis, mengepalkan tinju.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang mengerutkan alis melihat kejadian ini tiba-tiba bangkit berdiri. "Bi-moi, tak perlu menyalahkan anak itu. Semuanya yang terjadi sudah terjadi. Tak perlu kita mencari kambing hitam. Sekarang bagaimana kehendak kalian untuk menyelesaikan persoalan ini?"

"Aku akan mencari Sin Hong, koko. Aku tak akan tenang kalau belum menemukan kembali anakku itu!"

"Ya, dan aku akan membantu enci Hong untuk mencari Hong-ji, koko. Tak akan kembali sebelum menemukan anak itu!"

"Baik, kalau begitu kita semua turun gunung. Tak ada yang tinggal di sini ataupun berpisah di antara satu dengan yang lain. Bagaimana pendapatmu, Hong-moi?" Pendekar Gurun Neraka menjawab, menyetujui kehendak isterinya dan memandang Pek Hong.

Dan Pek Hong yang bersinar matanya mendapat bantuan dua orang yang dicintainya ini mengangguk terhibur. "Aku setuju, koko. Dan kalau boleh hari ini juga kita pergi mencarinya.”

"Baik," tapi baru ucapan Pendekar Gurun Neraka selesai dikeluarkan mendadak tiga buah bayangan berkelebat masuk.

"Pendekar Gurun Neraka, selamat bertemu…”

"Yap-sicu, semoga panjang umur...!"

"Yap-twako, aku datang...!"

Dan begitu tiga suara susul-menyusul beriringan masuk mendadak tiga orang telah berkelebat di dalam menjura kepada tuan rumah. Mereka dua orang hwesio dan tosu, sementara orang ke tiga adalah seorang laki-laki muda yang gagah dengan sinar mata tajam bercahaya. Dan begitu tiga orang ini masuk segera Pendekar Gurun Neraka dan dua orang isterinya terkejut.

"Ah, kalian yang datang Bu Wi losuhu? Dan kau Thian Kong locianpwe? Ah, selamat bertemu... selamat datang...? Mari duduk, ji-wi locianpwe. Mari duduk saudara Ceng Han... kami juga baru saja datang...!” dan Pendekar Gurun Neraka yang segera mempersilahkan tamunya sudah terburu-buru membalas hormat.

Mereka adalah Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin, dua orang ketua Bu tong dan Cin-Img, dua tokoh yang dulu ikut membasmi perkumpulan Gelang Berdarah. Sementara orang ke tiga yang bukan lain adalah Ceng Han atau Souw Ceng Han kakak kandung isieri Pendekar Gurun Neraka yang nomor dua (Ceng Bi) sudah tersenyum gembira bertemu tuan rumah.

Tapi tiba-tiba tiga orang ini tertegun. Mereka melihat keadaan rumah yang porak-poranda, meja kursi masih ada yang terbalik. Dan ketika pandang mata mereka membentur mayat Ta Bhok Hwesio mendadak tiga orang ini berseru kaget.

"Hei, itu bukankah Ta Bhok losuhu, Pendekar Gurun Neraka?"

Pendekar ini mengangguk. “Ya, baru saja tewas, Thian Kong locianpwe. Kami mendapat musibah pada saat kami tidak ada di rumah!"

"Ah...!" dan tiga orang yang sudah saling berpandangan ini tertegun dengan muka berobah. Mereka tak menyangka Ta Bhok Hwesio tewas di situ, tapi Bu Wi Hosiang yang sudah merangkapkan tangannya berdoa.

"Omitohud, sungguh tak pinceng nyana, Yap-sicu. Tapi semoga arwahnya tenang di alam baka!"

"Siancai, pinto juga tak mengira, Pendekar Gurun Neraka. Pantas kami tunggu-tunggu tak pernah dia kembali...!" dan Thian Kong Cinjin yang sudah menyambung dengan puja-puji mendoakan arwah ini mengerutkan keningnya dengan muka muram, terhenyak dengan sikap kaget.

Tapi Pendekar Gurun Neraka yang tersenyum pahit sudah menarik napas berat. "Ji-wi locianpwe, saudara Ceng Han, ada berita apakah kalian bertiga datang ke mari? Apakah ada sesuatu yang penting?"

Bu Wi Hosiang mengetrukkan tongkatnya. "Omitohud, pinceng jadi sukar bicara kalau begini, Yap-sicu. Biarlah kalian berkabung dulu baru nanti kita bicara!"

"Ah, ada persoalan apa kiranya, lo-suhu? Pentingkah itu? Kalau penting boleh kalian bicara saja, tak perlu sungkan dengan keadaan kami!"

"Ah, tapi mana bisa pinceng bicara, Yap-sicu? Pinceng masih terkejut oleh kematian sahabat pinceng ini. Biarlah Thian Kong Cinjin saja yang bicara!"

Tapi Thian Kong Cinjin juga mengelak. "Wah, pinto juga tak sampai hati membiarkan urusan ini. Pendekar Gurun Neraka. Bicaralah Souw-siauwhiap saja yang bicara!"

Maka Pendekar Gurun Neraka yang jadi terheran oleh sikap dua orang hwesio dan tosu ini sudah memandang iparnya. "Han-te, ada persoalan penting apakah kiranya? Kalian tak perlu sungkan, bicara saja di depan kami apa adanya!"

Ceng Han menarik napas, tersenyum berat, "Kami sesungguhnya hendak memberitahukan sebuah berita baru, Yap-twako. Bahwa Hohan-hwe yang selami ini tenang kau pimpin digemparkan seorang tokoh iblis yang jahat dan keji. Dia telah membunuh lima puluh orang anggauta kami. Dan Thian Kong Cinjin serta Bu Wi lo-suhu kali ini mendapat ancamannya!"

"Hm, siapa dia?"

"So-beng, iblis Penagih Jiwa!"

"Apa?" Pendekar Gurun Neraka terbelalak, "iblis Penagih Jiwa itu?"

Ceng Han heran. "Ya iblis itu, Yap-twako. Kau sudah mengenalnya?"

Tapi Ceng Bi melompat maju, membanting kakinya. "Dialah yang membunuh guru enci Hong ini, Han-ko. Iblis itulah yang justeru hari ini datang menyatroni rumah kami...!"

Ceng Han dan dua orang temannya terkejut, "Apa, Bi-moi? Dia sudah datang ke mari mengganggu kalian?"

"Ya, dan dia datang pada saat enci Hong sendirian di rumah, Han-ko. Malah iblis itu telah membawa lari Sin Hong malam tadi.”

Ceng Han tertegun. Dia dan dua orang temannya benar-benar terkejut, tapi putera Pendekar Kepala Batu yang berwatak lebih tenang dibanding adiknya itu sudah membungkukkan tubuh ke arah Pek Hong. "Adik Hong, maaf. Aku tak tahu bahwa sampai sedemikian jauh perbuatan iblis itu. Tapi bagaimanakah hal ini bisa terjadi? Kenapa Bi-moi bilang bahwa saat itu kau sedang sendirian di rumah? Di manakah Yap-twako dan adik Ceng Bi saat itu?”

"Kami sedang turun gunung, Han-ko. Kami keluar sehari untuk mencari seorang anak!"

Ceng Han terheran. "Siapa yang kalian cari?"

"Bu-beng Siauw-cut!"

"Bu-beng Siauw-cut?” pendekar muda ini membelalakkan mata. "Apakah seorang bocah laki-laki berumur sepuluh tahunan yang pakaiannya compang-camping?"

"Ya, benar dia itu!" Ceng Bi berseru. "Apakah kau tahu di mana bocah itu, koko?"

"Wah...!" Thian Kong Cinjin tiba-tiba menimbrung. "Aneh kalau begitu, Yap-hujin. Kami memang telah bertemu dengan anak laki-laki itu yang membawa Medali Naga!"

Ceng Bi tertegun. "Di mana kalian bertemu dengannya, locianpwe?"

"Di luar dusun Cih-bun, di perbatasan kota Hang-low bersama seorang laki-laki yang tidak pinto kenal!"

“Hm," Ceng Han kembali ikut bicara. "Dan dia membawa Medali Naga. Bi-moi. Sungguh aneh bagaimana anak itu bisa mendapatkan medali yang menjadi tanda kepercayaan Pangeran Kou Cien ini. Apakah Yap-twako tahu siapa anak itu?"

Ceng Bi melengking, "Dia anak siluman Tok-sim Sian-li, Han-ko. Dia anak setan yang telah membuat kami susah itu!"

Pendekar Gurun Neraka membentak, "Bi-moi, tak perlu kau menjelek-jelekkan anak itu! Kita belum mendapat kepastian tentang siapa sebenarnya anak ini!”

Ceng Bi sadar. Ia mendapat kedipan Pek Hong, yang memberi isyarat bahwa suami mereka terpukul apabila membicarakan Bu-beng Siauw-cut di depan orang lain. Karena membicarakan anak itu berarti membuka "luka" hati suami mereka dari hubungan gelapnya dengan Tok-sim Sian-li, meskipun suami mereka tak bersalah dalam hal ini. Dan Ceng Bi yang sadar akan kebenciannya terhadap iblis betina itu sudah menundukkan kepalanya dengan mulut terisak, menyesal tapi juga penasaran.

Sementara Ceng Han yang sudah mendengar seruan adiknya itu membelalakkan mata dengan heran. "Jadi dia anak iblis betina itu, Yap-twako?"

Pendekar Gurun Neraka menarik napas. "Aku belum tahu benar, Han-te. Kami sedang menyelidikinya untuk membuktikan itu. Tapi sudahlah, urusan anak ini tak begitu penting bagi kalian. Sekarang setelah berita tentang So-beng masih adakah berita lain?"

Bu Wi Hosiang kali ini melangkah maju, “justeru ini yang penting sekali, Yap-sicu. Karena setelah So-beng muncul menggemparkan dunia kami tiba-tiba kehilangan pedang komando. Pangeran Kou Cien hampir bunuh diri. Pedang pusakanya hilang!"

"Pedang yang mana. lo-suhu?"

"Pedang Medali Naga!"

"Ah, bukankah itu tersimpan di dalam istana, lo-suhu?"

"Ya, tapi sebulan yang lalu pedang itu lenyap, Yap sicu. Dan pangeran jatuh sakit karena ini pertanda buruknya keadaan bagi kerajaan Yueh!"

"Ah...!" Pendekar Gurun Neraka tertegun. Dia jadi terbelalak memandang tiga orang itu.

Dan Thian Kong Cinjin yang menarik napas segera menimpali. "Dan ini berarti Ho-han-hwe tak mempunyai kekuatan gaib untuk membantu kerajaan, Pendekar Gurun Neraka. Karena seperti yang telah menjadi kepercayaan pangeran bahwa hilangnya pedang itu akan membuat suram kerajaan untuk menanti datangnya puing-puing kehancuran total!"

Semua orang terdiam. Mereka saling pandang, tampak kecut dengan perasaan tidak enak. Dan Pendekar Gurun Neraka yang mendelong oleh berita ini tiba-tiba berdebar. Dia jadi teringat akan keadaan dirinya sendiri. Betapa mendung kedukaan tiba-tiba muncul. Terbukti dan tewasnya Ta Bhok Hwesio itu dan hilangnya Sin Hong, bersamaan dengan munculnya Tok sim Sian-li dan Bu-beng Siauw-cut, dua orang yang sama sekali tidak disangka kehadirannya itu. Dan bahwa kini Pedang Medali Naga yang merupakan pedang sakti dari istana juga hilang tak diketahui rimbanya tiba-tiba pendekar ini menjadi gelisah.

Sebenarnya, pedang itu adalah senjata yang menjadi simbol dari perkumpulan Ho-han-hwe ini. Perkumpulan para patriot yang dipimpinnya atas dasar permintaan Pangeran Kou Cien, pangeran yang menjadi raja muda Kerajaan Yueh yang kini menjadi taklukan negara Wu akibat kalah perang. Dan Pangeran Kou Cien yang diam-diam menaruh sakit hati atas kekalahannya itu sudah merencanakan secara diam-diam untuk "memberontak", menyerang negara Wu dengan siasat sematang-matangnya karena sejak kekalahannya dulu pangeran ini tak boleh lagi mendirikan bala tentara.

Pangeran Kou Cien dibebaskan beberapa tahun yang lalu atas dua ikatan pokok, syarat yang membuat pangeran ini mandah menerima karena dia ingin bebas. Yakni pertama dia diharuskan membayar upeti setiap tahun sebagai tanda "setia" kepada Wu sedang yang ke dua ialah kembali ke Yueh tapi tak boleh mendirikan bala tentara atau pasukan. Dan Pangeran Kou Cien yang tentu saja tak dapat menolak dua syarat itu setiap tahun selalu memberi "laporan” membawa banyak perhiasan dan kain-kain sutera kepada "junjungannya" selama waktu-waktu yang ditentukan.

Tapi akhir-akhir ini Wu mulai keterlaluan. Pangeran Fu Chai, yang saat itu menjadi raja muda Wu mulai minta dikirim wanita-wanita cantik. Dia tak puas hanya dengan benda-benda perhiasan maupun kain sutera yang merupakanbenda mati itu, minta di samping tetap dikirimnya upeti berujud benda-benda perhiasan juga Yueh diminta untuk mengirim benda-benda "hidup”, yakni wanita-wanita cantik itu yang harus dicari di seluruh pelosok bahkan dusun-dusun yang ada di wilayah Yueh. Dan Pangeran Kou Cien yang mula-mula tak keberatan oleh upeti “tambahan" ini menuruti permintaan Wu agar tidak mendapat kesulitan.

Namun celaka. Dua tahun yang lalu dia mendapat permintaan yang mengejutkan dari raja muda Wu itu. Fu Chai tidak puas dengan wanita-wanita yang dikirim, minta agar seorang kembang istana bernama Kiok Hwa "dikirim" untuk menutup kekecewaannya. Padahal Kiok Hwa adalah selir terkasih dari pangeran ini! Dan Pangeran Kou Cien yang tentu saja marah oleh permintaan itu hampir berontak.

Tapi Fan Li, seorang panglimanya yang selama ini mendampinginya dalam suka dan duka sempat memperingatkan. Hinaan itu harus diterima, betapapun pahitnya. Karena Yueh yang tidak mempunyai bala tentara lagi tak mungkin sanggup menyerang musuh yang saat itu menjajah mereka! Dan Pangeran Kou Cien tunduk. Dia sendiri diharuskan mengantar selirnya itu, Kiok Hwa yang selama ini menjadi kembang cintanya. Dan meskipun dengan perasaan hancur pangeran itu menuruti kehendak itu, namun diam-diam kebencian serta dendam pangeran ini bertumpuk dan membakar dadanya.

Kalau tidak ada Fan Li di situ mungkin pangeran ini sudah lama membunuh diri. Karena sesungguhnya hinaan-hinaan berat dialami berkali-kali oleh pangeran ini sejak dibebaskannya dia dari istana Wu yang waktu itu menyuruhnya menjadi mandor istal kuda. Pelayan istana yang tiap hari galang-gulung dengan tahi kuda! Dan pangeran Kou Cien yang selalu mendapat hiburan dari panglimanya yang satu ini akhirnya kian lama kian menjadi tabah...



Pedang Medali Naga Jilid 03

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 03
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Pedang Medali Naga
"YA, tapi aku tak enak, enci. Kau sudah terlalu banyak mengalah padaku dan terus mengalah saja!"

Pek Hong geli, ia mencium pipi madunya itu, penuh sayang dan kasih yang besar. Tapi mendorong pundak madunya dia berkata, “Tidak, aku telah meminta pada Yap-koko, Bi-moi. Tak boleh kau mengecewakan aku. Hayo, kalian berangkatlah dan kutunggu sampai esok!"

Ceng Bi masil menolak. Tapi ketika Pek Hong mulai memandangnya marah, tiba-tiba nyonya muda itu memeluk madunya dan bicara terharu, "Enci, kau selalu baik padaku. Bagaimana harus membalas kebaikanmu ini? Baiklah, enci. Kau jaga baik-baik Sin Hong dan Bi Lan ya? Aku akan menemani Yap koko mencari anak itu."

"Pergilah, Bi-moi. Aku akan menunggu kalian di sini sampai esok," Pek Hong tersenyum.

Maka Pendekar Gurun Neraka yang tak dapat membantah kehendak dua orang isterinya itu lalu menarik lengan Ceng Bi dan mengajaknya pergi. Tapi Ceng Bi merenggut lepas tangannya, dan cemberut memandang sang suami ia menegur, "Yap-koko, begitukah caramu meninggalkan enci Hong di rumah?"

Pendekar ini tertegun. "Apa maksudmu, Bi-moi?"

"Hm, kau harus memberi ciuman dulu, koko. Kau tak boleh membuat enci Hong kecewa dengan pergi meninggalkannya begitu saja. Walau hanya sehari!"

Pendekar Gurun Neraka semburat merah. Dia tergesa-gesa oleh kecemasannya memikirkan si Bu-beng Siauw-cut, maka mendapat teguran isterinya nomor dua ini tiba-tiba dia tertawa masam dan memeluk pinggang isterinya yang nomor satu itu dengan senyum kikuk. "Hong-moi, maafkan. Aku hampir lupa kalau tidak ditegur Bi-moi...!” dan Pendekar Gurun Neraka yang sudah mencium isterinya ini segera disambut kecupan lembut oleh Pek Hong yang merah pipinya.

"Tak apa, koko. Kau jaga baik-baik Bi-moi, ya? Aku menunggu kalian sehari ini."

Pendekar Gurun Neraka melepaskan pinggang isterinya. Dia mengangguk, menarik lengan Ceng Bi. Dan Ceng Bi yang segera mencium pipi madunya itu tertawa kecil dengan mata bersinar-sinar.

"Enci Hong, kutinggal dulu, ya? Kau awasi Bi Lan dan kakaknya. Sampai besok...!" dan Ceng Bi yang sudah mangikuti suaminya tiba-tiba berkelebat keluar rumah, melambaikan tangan dan segera lenyap ketika bayangan keduanya telah meluncur di bawah gunung. Tak tahu, betapa bahaya sedang mengintai Pek Hong yang menjaga rumah. Bahaya yang datang dari So-beng (Penagih Nyawa)!

* * * * * * * *

Malam itu Pek Hong rebahan di kamar tidur. Nyonya muda ini mengurai rambutnya, sedikit tak tenang karena sesungguhnya baru kali itulah selama bertahun-tahun dia hidup sendiri, tanpa suami tercinta di samping dirinya. Tapi membayangkan bahwa esok suaminya akan pulang ia terhibur juga. Bagaimanapun, di rumah itu ada Sin Hong dan Bi Lan, di samping tiga orang pelayan di belakang yang mengurus keperluan mereka sehari-hari. Dan Pek Hong yang rebahan dengan sikap santai ini tiba-tiba terkejut ketika mendengar suara anjing menggonggong.

Di rumah mereka memang ada dua ekor anjing, Hek-kauw (si hitam) dan Pek-kauw (si putih). Maka mendengar dua ekor anjing ini tiba-tiba menggonggong saling bersahut-sahutan mendadak nyonya muda itu tercekat. Dan belum dia bangkit berdiri sekonyong-konyong pintu kamarnya didobrak orang dan hancur berantakan!

"Ah, apa ini?" Pek Hong membentak, langsung menyambar pedangnya dan melompat bangun. Dan begitu dia memandang tahu-tahu lay-lay si tukang kebun nggelosor di atas lantai, terbanting dan rupanya dilempar seseorang sambil berteriak-teriak!

"Hujin, di luar ada setan... di luar ada setan...!"

Pek Hong menendang pelayannya keluar. Dia kaget melihat Lay-lay menjerit seperti itu, ketakutan benar seperti orang melihat hantu. Dan baru dia menbentak pelayan ini agar tenang tiba-tiba Hu-hun si perawat binatang juga jatuh berdebukan di bawah kakinya.

"Hujin, celaka. Di luar ada setan...!"

Pek Hong terbelalak. Ia terang tak percaya pada teriakan dua orang pembantunya itu. Tapi baru dia melompat keluar sekonyong-konyong Kam-sui pelayannya yang nomor tiga jatuh dari atas pohon, tepat di bawah kakinya pula. Dan begitu pelayan ini berdebukah jatuh mulutnya-pun menjerit.

"Hujin, hamba digantung setan...!"

Pek Hong benar-benar terkesiap kaget. Dia terkejut melihat tiga orang pelayannya itu berturut-turut terlempar dan terbanting, semuanya memekik diganggu setan. Dan kaget serta heran oleh jerit tiga orang pelayannya segera nyonya muda ini menghardik.

"Hu hun, apa yang terjadi? Kam-sui, apa yang menimpamu?"

Dua orang ini susul menyusul, "Hamba ditendang mahluk berkepala merah, hujin! Hamba digantung ketika melihat Hek-kauw menggonggong di luar pintu hamba...!"

"Dan hamba dicekik, hujin. Hamba juga ditendang mahluk berkepala merah itu...!"

"Dia setan, hujin. Hamba tak tahu bagaimana terjadinya ketika hamba tahu-tahu terbanting di pintu kamar hujin...!" Lay-lay menyambung.

Dan tiga orang pelayan yang gemetaran dengan muka pucat itu sama-sama terbelalak ngeri memandang keluar dan berteriak-teriak, penuh ketakutan. Maka Pek Hong yang terkejut oleh cerita tak keruan dari tiga orang pelayan ini tiba-tiba membentak mereka.

"Lay-lay, diam. Di sini tak ada setan!" dan baru bentakan itu dikeluarkan mendadak dua bayangan berkelebat. Mereka berpakaian merah, dan Lay-lay serta dua orang temannya yang kaget melihat bayangan ini tiba-tiba saling tubruk mengumpulkan diri, berteriak penuh rasa gentar.

"Hujin, setan itu datang..."

Pek Hong terkesiap. Ia hampir menggerakkan pedangnya, menyerang. Tapi ketika dua bayangan itu melompat di depan mereka ternyata itu adalah Sin Hong dan Bi Lan.

"Ibu, Hek-kauw mati terbunuh...!"

“Dan Pek-kauw juga terkapar didepan, ibu. Dia mati terbunuh...!"

Pek Hong tertegun. Ia mendengar teriakan dua orang anak ini, Bi Lan dan Sin Hong. Dan nyonya cantik yang membelalakkan matanya ini tahu-tahu melompat keluar. Ia tak mendengar lagi gonggongan dua ekor anjing itu, dan ketika ia membuktikan sendiri ternyata benar dua ekor anjing itu telah mati terbunuh di luar rumah, kepalanya pecah!

"Ah, siapa yang melakukan ini?"

Sin Hong dan Bi Lan mengikuti sang ibu.

“Aku tak tahu, ibu. Aku melihat Hek-kauw tahu-tahu roboh binasa di sini!" Bi Lan menjawab.

"Tapi aku melihat bayangan berkepala merah, ibu. Dia berkelebat lenyap ketika baru saja membunuh Pek-kauw!" Sin Hong menyambung, memberi keterangan lebih jelas. Dan Pek Hong yang marah serta kaget ini tiba-tiba terkejut bukan main ketika mendengar jeritan susul-menyusul tiga kali di dalam rumah.

"Ah, Lay-Iay dan dua orang temannya terancam, Hong-ji...!"

Pek Hong berkelebat masuk. Ia terkejut sekali mendengar jeritan itu, dan begitu melompat ke dalam tiba-tiba nyonya muda ini tertegun dan pucat mukanya. Ternyata benar dugaannya tadi. Lay-Iay dan dua orang temannya sudah roboh di atas lantai, leher mereka terpisah. Dan nyonya muda yang kaget serta marah ini membanting kakinya. "Iblis terkutuk, siapa kau yang membunuh-bunuhi orang dan anjing di rumah ini?"

Tapi tak ada jawaban. Sin Hong dan Bi Lan saat itu juga sudah mengikuti ibunya, melihat pemandangan mengerikan ini. Dan Bi Lan yang terbelalak pucat tiba-tiba menuding. “Ibu, itu ada tanda di atas tembok, tapak jari si pembunuh...!"

Pek Hong melompat mendekati, ia melihat empat jari berdarah terlukis di tembok yang putih bersih itu, tapak jari yang dibuat dari darah tiga orang pembantunya! Dan Pek Hong yang gusar serta marah bukan main ini masih mendapat "titipan" sebuah surat yang ditulis dengan jari-jari berdarah! Tak ayal, nyonya muda ini mencabut surat yang menancap di atas tembok itu. Dan begitu ia membaca tiba-tiba kakinya menggigil. Ternyata itu pesan singkat dari pembunuh pendek saja isinya:

Aku So-beng.
Datang menagih empat jiwa di sini.
Bersiaplah!

Pek Hong gemetar. Ia tak tahu siapa So-beng itu. Tapi melihat orang telah bertindak kejam di dalam rumahnya tiba-tiba nyonya muda ini membentak, diarahkan keluar, "So-beng, aku tak takut ancamanmu! Keluarlah dan mari kita bertanding!"

Namun rumah sunyi-sunyi saja. Pembunuh bernama So-beng tak muncul. Dan ketika Pek-Hong mengulangi bentakannya tiga kali mendadak di luar rumah terdengar tawa menyeramkan dari seseorang tak dikenal.

"Kwan Pek Hong, jangan sombong kau. Aku akan datang nanti pada pukul dua malam!'

Nyonya muda ini terkejut. Ia berkelebat ke depan mencari asal suara, tapi ketika ia berada di luar tahu-tahu Bi Lan dan Sin Hong yang ada di dalam menjerit kaget. Secepat kilat nyonya muda ini melompat balik, dan baru ia menginjakkan kakinya di dalam tiba-tiba sesosok tubuh berkepala merah melompat keluar melalui jendela!

"Ha ha, anak-anakmu cantik dan tampan, Pek Hong. Lain kali aku ingin membawa mereka pula...”

Pek Hong mencelos hebat ia melihat Sin Hong dan Bi Lan roboh terpelanting, masing-masing berteriak kaget. Dan Pek Hong yang hendak mengejar si bayangan merah terpaksa menunda keinginannya dengan menolong anak-anaknya dulu. "Hong-ji, Bi Lan... kalian tidak apa-apa?"

Dua orang anak itu melompat bangun. "Aku tidak apa apa, ibu. Tapi setan itu menowel pipiku dan merobohkan aku ketika kuserang!" Bi Lan melengking marah, pucat mukanya tapi sama sekali tidak kelihatan takut.

Dan Sin Hong yang juga masih tertegun dengan mata terbelalak ikut mendesis. "Dan dia menanyakan siapa di antara kami berdua yang menjadi putera ibu Ceng Bi, ibu. Dia tampaknya lihai dan berbahaya sekali!"

Pek Hong berdesir. Ia merasa lega bukan main bahwa dua orang anak itu selamat, tak kurang suatu apa. Tapi bahwa So-beng tiba-tiba bertanya tentang siapa di antara dua orang anak itu yang menjadi putera Ceng Bi mendadak dia berdebar. "Dan kau menjawab bagaimana, Hong-ji?"

"Kami belum sempat menjawab, ibu," Bi Lan menyahut. "Dia segera pergi ketika ibu datang!"

Sin Hong mengangguk. "Ya, kami belum sempat menjawabnya, ibu. Iblis itu pergi ketika ibu datang."

Pek Hong mengepal tinju. Ia memasukkan pedangnya, dan teringat janji So-beng bahwa musuh akan datang pukul dua nanti segera ia memberi pesan pada dua orang anak itu. "Hong ji, Bi Lan, mulai sekarang kalian tak boleh jauh dariku. Ikuti ibu dan kita urus dulu mayat Lay-lay dan dua orang pembantu yang lain!"

Sin Hong dan Bi Lan mengangguk. Mereka membantu Pek Hong mengurus mayat Lay-lay dan yang lain, ngeri melihat kepala mereka putus dari tubuh. Dan Bi Lan yang marah oleh kekejaman ini mendesis, "Iblis itu benar-benar jahat, ibu. Entah siapa dia dan kenapa datang memusuhi kita!"

Pek Hong mengepal tinju. "Aku juga tak, tahu siapa setan itu, Lan-ji. Tapi sangat kusayangkan kenapa dia datang pada saat ayah kalian sedang pergi."

"Ya, kalau ayah ada tentu iblis itu tak mampu berkutik, ibu. So-beng benar-benar jahat dan rupanya tahu ayah sedang pergi!"

Nyonya muda ini tersentak. Dia tertegun juga oleh kata-kata puteranya itu, Sin Hong yang bicara dengan alis berkerut. Dan kaget bahwa kata-kata puteranya ini beralasan juga maka nyonya muda itu mengangguk. "Ya, tampaknya ia tahu bahwa ayahmu sedang pergi, Hong ji. Dia rupanya sengaja datang pada saat kosong begini!"

"Atau mungkin dia sahabat Bu-beng Siauw-cut, ibu. Siapa tahu anak itu diam-diam kemari dibantu seseorang?"

"Hm, boleh jadi. Tapi siapapun adanya iblis itu dia harus kita lawan dan bunuh!" Pek Hong mengetrukkan giginya. "Dan kalian jangan jauh-jauh dariku, anak-anak. Kita tak boleh berpisah semalam ini!"

Sin Hong dan Bi Lan tak membantah. Mereka memang harus berkumpul pada saat-saatseperti itu, menentang dan menghadapi bahaya bersama ibu mereka. Dan Pek Hong yang selesai mengurus mayat tiga orang pembantunya ini segera mengajak mereka menunggu di ruang tamu.

Tapi Bi Lan menjawab, “Tidakkah sebaiknya kita di kamar saja ibu? Kita dapat menjebak iblis itu dalam ruangan yang lebih sempit!"

"Hm, bagi seorang ahli silat tidak ada masalah untuk bergerak di ruang sempit atau luas, Bi Lan. Justeru di ruangan tamu ini kita akan menghadapinya secara gagah. Sembunyi di kamar bisa dikira penakut!"

Maka dua orang anak yang setuju dengan alasan ibunya ini tak banyak bicara lagi. Mereka sudah duduk di ruang tamu. Bi Lan membawa pedang pendek, menyelipkannya di pinggang. Dan Sin Hong yang juga memegang sebatang pedang di tangan kanannya bersiap-siap menanti dengan perasaan tegang. Bagaimanapun, menanti adalah pekerjaan tak menyenangkan. Apalagi menanti datangnya seorang penjahat. Dan tiga orang ibu dan anak yang selalu memasang mata dan telinga ke segala penjuru itu tiba-tiba tersentak ketika lonceng berdentang dua kali. Jam dua malam!

"Bi Lan, kau takut?''

Gadis itu memandang ibunya, bangkit berdiri. "Aku tak takut, ibu. Tapi aku tegang juga menunggu datangnya iblis itu!"

"Dan kau, Hong-ji?”

"Hm, aku juga tak takut, ibu. Bukankah ayah mengajarkan kepada kita agar tak takut menghadapi segala bahaya?"

"Bagus, kalian gagah, anak-anak!" Pek Hong bangga pada dua orang anaknya ini. "Tapi tahukah kalian bahwa keseraman dan kenekatan tidak sama?”

Bi Lan dan kakaknya memandang. "Apa maksudmu, ibu?"

"Begini, anak-anak," Pek Hong menjelaskan. "Apabila nanti musuh datang dan ibu sanggup merobohkannya maka kalian berdua tak usah membantu. Kalian berdiri saja di sini, tak usah maju. Tapi bila ibu terdesak dan keadaan darurat kalian kuperbolehkan membantu tapi harus tahu keadaan!"

"Hm, keadaan bagaimana, ibu?" Sin Hong mengerutkan alis.

"Artinya kalian tak boleh nekat kalau musuh terlampau kuat, Hong ji. Kalian berdua harus segera meninggalkan tempat ini begitu ibu terdesak!''

"Ah, jadi membiarkanmu seorang diri menghadapi iblis itu, ibu?"

"Kalau kita bertiga masih tak dapat menandinginya, Hong-ji. Artinya bila dikeroyok ternyata musuh tak dapat kita robohkan dan dia terlampau berbahaya untuk kalian berdua!"

Sin Hong tiba-tiba menggeleng, dan Bi Lan juga memotong, "Tidak, kita sehidup semati, ibu. Aku tak akan membiarkanmu seperti itu...!"

"Ya, kami tak akan meninggalkanmu, ibu. Apa yang dikatakan Bi Lan menuang benar!"

"Tapi kalian harus menyelamatkan diri, anak-anak. Kalian tak boleh celaka di tangan pembunuh itu!"

"Tapi kami juga tak mau membiarkanmu celaka, ibu. Aku tak mau pergi kalau kau menghadapi musuh sendirian!" Bi Lan menjawab, keras sekali.

Dan Pek Hong yang melihat anak perempuan ini mengedikkan kepalanya dengan penuh kegagahan jadi marah tapi juga terharu. "Tapi kau harus mengerti, Bi Lan. Aku bertanggung jawab penuh atas keselamatan dirimu kepada ibumu!"

"Ya, tapi kau juga ibuku, ibu. Kau tak boleh memisah-misah begini untuk menghalangi niatku. Aku tetap tak mau pergi biar kau paksa bagaimanapun juga!"

Pek Hong tertegun. Ia melihat anak ini keras sekali, mirip ibunya. Dan maklum ia gagal membujuk anak-anaknya tiba-tiba nyonya muda itu menghela napas dan mengerotkan giginya. "Baiklah, kau mengecewakan permintaan ibu, Bi Lan. Tapi ibu terharu atas kesetiaanmu ini. Terima kasih...!" dan Pek Hong yang sudah menyambar lengan anak itu segera mencium pipinya dengan penuh keharuan.

Tapi Bi Lan tiba-tiba menuding, "Ibu, dia datang...!"

Secepat kilat Pek Hong membalikkan tubuh. Ia mendengar desir angin di luar jendela, dan begitu ia membalik tahu-tahu sesosok bayangan telah berdiri di ruangan itu sambil tertawa bergelak.

"Ha-ha, aku datang, Pek Hong. So-beng siap menagih nyawamu sesuai janji...!"

Pek Hong tertegun. Ia melihat seorang laki-laki telah berada di depannya, bertubuh sedang tapi sinar matanya berkilat kemerahan, mengenakan pakaian merah dan kedok kulit tipis yang juga berwarna kemerahan. Dan melihat pembunuh ini datang dengan sikapnya yang begitu menyeramkan mau tak mau nyonya muda ini tergetar juga.

"So-beng, kau siapakah dan kenapa datang membunuhi tiga orang pelayanku dan anjing di luar?"

"Ha-ha. aku So beng adalah So-beng PekHong. Dan kenapa aku datang membunuh karena kau punya hutang jiwa kepadaku! Kau sudah mengerti?"

Pek Hong mencabut pedang. "Keparat, aku tak merasa punya hutang padamu, So-beng. Omongan apa yang kau lontarkan ini? Kau gila."

Tapi iblis menyeramkan itu tertawa. "Gila tidak gila itu urusanku, nyonya muda. Yang jelas aku ingin membunuhmu setelah belasan tahun memendam sakit hati ini!"

"Dan kau demikian jantan hingga datang pada saat suamiku pergi?"

"Ha-ha itu keberuntunganku, hujin. Tapi cepat atau lambat aku juga kelak akan membunuh suamimu itu."

"Keparat..." Pek Hong membentak nyaring. Dan marah serta gusar oleh kata-kata itu mendadak tubuh nyonya muda itu mencelat ke depan menyambar dada si iblis Penagih Jiwa. "So-beng, kau bermulut besar. Terimalah hukumanmu... swing!'' dan pedang Pek Hong yang menusuk ke depan tahu-tahu mengancam dada lawan dengan kecepatan kilat. Tapi iblis berkepala merah ini tertawa mengejek. Dia tenang-tenang saja, dan begitu pedang hampir menikam dadanya mendadak jarinya menampar dari bawah.

"Plak...!" Pek Hong berseru kaget. Nyonya muda itu merasa lengannya tergetar hebat, pedang hampir terlepas dari cekalannya. Dan kaget serta terkesiap oleh benturan pertama ini mendadak nyonya muda itu memekik nyaring dan bertubi-tubi menyerang. Ia mengerahkan pula ginkangnya, maka begitu kaki bergerak naik turun dengan pedang menyambar-nyambar segeralah isteri Pendekar Gurun Neraka ini lenyap dalam gulungan sinar pedangnya.

Ia mainkan Cui-mo Kiam-sut (Ilmu Pedang Pengejar Iblis), ilmu pedang yang sebetulnya dimiliki Ceng Bi. Tapi karena mereka berdua seperti kakak beradik dan tukar menukar kepandaian maka ilmu pedang yang dimainkan Pek Hong ini hebat juga. Pedang yang menyambar naik turun benar-benar bagai naga mengejar setan, bergerak tak mengenal putus. Dan Pek Hong yang menyerang dengan bantuan ginkangnya sebentar saja membuat lawan kewalahan.

Untuk sejenak iblis Penagih Jiwa itu terdesak, mundur-mundur dan keteter. Tapi ketika dia terus dijepit dan Pek Hong bertubi-tubi menyerangnya dengan putaran pedang yang ganas disusul tendangan kakinya yang mencuat ke sana sini tiba-tiba So-beng membentak marah. Iblis ini menggeram, dan ketika satu saat pedang Pek Hong menusuk ulu hatinya sekonyong-konyong dia melompat ke kiri dan memukul badan pedang lawan dari samping.

"Kwan Pek Hong, lepaskan pedangmu!"

Pek Hong tentu saja memutar pergelangan tangannya, ia terang tak mau melepaskan pedang. Meluncur terus mengikuti kelitan lawan. Tapi begitu tangan kanan lawan bergerak dari samping mendadak pedangnya terpukul. "Plak!" dan Pek Hong menjerit kaget. Ia melihat asap dan tamparan lawannya, asap panas yang membuat ia terkejut. Dan sementara dia terpekik dengan mata terbelalak tahu-tahu pedangnya sudah mencelat terlepas dari tangannya!

"Ah...!" Pek Hong melengking tinggi. Ia berjungkir balik di udara, menyambar pedangnya yang terlempar. Tapi So-beng yang tertawa mengejek tahu-tahu menendang pinggangnya sambil memburu pula.

"Dess!" Dan nyonya muda ini terguling-guling. Pek Hong kaget bukan main, mencelos dan pucat mukanya. Tapi ketika ia terpental oleh tendangan tadi ternyata pedang sempat ia sambar dan cekal kembali, turun dengan kaki menggigil. "So beng, kau hebat...!"

Iblis berkepala merah itu tertawa. "Ha ha, tentu saja, nyonya muda. Kalau tidak mana berani aku memasuki tempat Pendekar Gurun Neraka yang terkenal?"

Pek Hong menggigit bibir. Ia marah oleh jawaban lawan, yang tampak sombong dan pongah. Maka begitu membentak dan mempererat cekalannya iapun sudah menerjang kembali dengan pedang di tangan. "So-beng, jangan kau sombong!"

Si iblis menyeringai. Ia menyambut terjangan isteri Pendekar Gurun Neraka itu. Tapi tidak seperti tadi di mana ia masih mengalah dan mundur keteter adalah sekarang iblis berkepala merah ini membalas serangan lawan, mendorongkan kedua tangannya susul-menyusul. Dan begitu dia mulai membalas tiba-tiba saja Pek Hong terkejut ketika semua serangan pedangnya mental bertemu tenaga tak nampak yang meluncur keluar dari dorongan-dorongan tangan lawan!

"Ah!" Pek Hong berseru kaget. Ujung pedangnya selalu membalik tertolak sinkang lawan yang mengeluarkan uap merah, panas dan kian lama kian dahsyat. Dan ketika satu saat pedangnya tertahan ketika menusuk ke depan tahu-tahu tangan So-beng bergerak maju mencengkeram badan pedangnya.

"Hujin, tak guna kau melawanku...!'"

Pek Hong tercekat, ia menarik pedangnya sekuat tenaga membetot sambil menyentak, bermaksud melukai telapak lawan yang mencengkeram pedangnya. Tapi ketika pedang tak dapat di cabut dan si iblis tertawa bergelak dengan tawa mengerikan mendadak nyonya muda ini terkejut, ketika pedangnya patah tiga bagian begitu lawan mengerahkan kekuatannya mencengkeram hancur!

Pletak! "Ha-ha, kau tak bersenjata lagi, hujin!"

Pek Hong kaget bukan main. Ia berseru keras ketika pedangnya patah, dan sementara ia terhuyung tiba-tiba tangan kiri lawan meluncur maju mendorong dadanya. Tak ayal, pukulan panas menghantam tubuh wanita ini dan begitu Pek Hong menjerit tahu-tahu tubuhnya sudah terpental roboh bergulingan di atas lantai.

"Dess!" Nyonya muda ini berteriak. Ia merasa dadanya ampeg (sesak), hampir tak dapat bernapas. Tapi isteri Pendekar Gurun Neraka yang gagah perkasa ini memekik. Ia tidak terluka terkena pukulan yang tidak begitu keras. Artinya tidak sampai membuat ia terluka dalam. Maka begitu melengking dan melompat bangun tahu-tahu nyonya muda ini telah mencabut senjata rantainya yang memang merupakan andalan utama!

"So-beng, kau cukup hebat...!"

Si iblis menyeringai. "Memang aku hebat, nyonya muda. Kalau tidak tentu tak berani aku datang ke mari."

Pek Hong menggigil. Ia kaget sekali melihat lawan demikian tangguh, terutama dorongan sinkangnya yang beruap merah itu. Yang mampu membuat senjatanya tertahan bagai menemui tembok baja. Tapi terbelalak dan teringat sesuatu tiba-tiba nyonya muda ini membentak, "So-beng, kaukah yang membawa Bu-beng Siauw-cut pagi tadi?"

Laki-laki ini melengak. Dia terkejut tapi tertawa aneh dia menggeleng. "Tidak, aku sebetulnya tak mengenal anak itu, hujin.Tapi kalau kau tidak percaya itupun tak jadi soal bagiku!"

"Dan kau tidak membawa anak itu ke mari?"

"Wah, tak perlu kujawab. Yang pasti aku gembira melihat anak itu memusuhi kalian!"

Pek Hong membentak marah. Ia melompat ke depan, dan begitu mainkan rantainya tiba-tiba nyonya muda ini menerjang kembali dengan mata mendelik, ia bertubi-tubi melancarkan serangan, tampak bernafsu sekali merobohkan lawan. Dan begitu nyonya ini mainkan rantainya dengan ilmu silat Hong-thian-lo hai-kun (ilmu Silat Badai di Samudera) maka lawan terdesak mundur seperti semula.

Memang nyonya muda ini ahli mainkan ilmu silat itu, warisan gurunya si hwesio gundul dari Tibet, Ta Bhok Hwesioyang sakti itu. Ilmu silat pengaduk lautan yang bergelombang naik turun bagai badai mengamuk. Dan begitu dia menerjang sambil mainkan rantainya ini tiba-tiba lawan keteter dengan muka berobah. Apalagi ketika tangan kiri nyonya itu mainkan ilmu silat suaminya yang bernama Khong ji-ciang (Silat Hawa Kosong)!

Maka begitu Pek Hong mainkan dua ilmu silat gabungan ini tiba-tiba lawan mendesis dan menggeram marah. Dia tak berdaya diserang seperti itu. Bagai hujan mencurah, atau badai mengamuk! Kwan Pek Hong yang girang melihat lawan dapat didesaknya mundur sudah bertubi-tubi melakukan babatan dan tamparan, mempergunakan rantai dan pukulan tangan kiri. Dan ketika lawan tak dapat mengelak semua serangannya tiba tiba rantai di tangan kanannya menghantam pundak lawan.

"Plak.” Si iblis Penagih Jiwa tergetar. Pek Hong girang, menyusuli lagi dua buah serangannya ke leher dan pinggang. Dan ketika suara "plak-plak" kembali terdengar ketika dua buah serangannya mengenai tubuh lawan tiba-tiba nyonya muda ini berseru girang, "So-beng, kau akan roboh di tanganku...!"

Tapi si iblis Penagih Jiwa tertawa mengejek. Dia coba menghindar sambaran rantai yang ke sekian kalinya. Tapi ketika rantai tetap menghantam dan kali ini malah mengenai mukanya hingga dia merasa kesakitan, mendadak iblis ini menggetarkan tubuh, mengguncang bagai anjing membersihkan bulu.

"Kwan Pek Hong, jangan girang dulu kau. Lihat apa yang terjadi...!" dan ketika rantai kembali menyambar dirinya mendadak iblis ini tak mengelak. Dia justeru maju menyambut, mengguncang tubuh seperti anjing membersihkan bulu itu. Dan begitu rantai mengenai pangkal lengannya sekonyong-konyong terdengar suara "rrtt...!" dan rantai tak dapat ditarik! Rantai ini "melekat", atau terhisap di pangkal lengan iblis itu. Dan Pek Hong yang kaget oleh kejadian itu tiba-tiba berseru tertahan,

"Ilmu Penghisap Tulang...!"

Dan si iblis Penagih Jiwa tertawa bergelak. "Kau mengenal ilmu ini, hujin? Ha-ha, bagus itu bagus!" dan begitu tangannya bergerak tahu-tahu iblis ini telah menangkap rantai di pangkal lengannya itu. Lalu, begitu dia meremas dan menarik tahu-tahu rantai di tangan Pek Hong hancur menjadi bubuk!

"Kress!"

"Aah!" Pek Hong kaget bukan main. Dia melihat rantainya hancur diremas jari-jari si iblis merah. Dan sementara dia terbelalak tiba-tiba tangan kanan lawan menyambar pundaknya.

"Ibu, awas...!"

Pek Hong mencelos hebat. Ia melihat tangan lawan sudah berada di depan pundaknya, meluncur untuk mencengkeram. Dan maklum pundaknya bakal hancur diremas seperti rantainya sendiri tiba-tiba nyonya muda ini melempar tubuh bergulingan.

"Bres-bress!" dan lantai rumah menjadi korbannya. Pek Hong yang sudah melompat bangun melihat lantai hancur dicengkeram jari-jari lawan, mengepulkan uap dan remuk bagai bubuk. Dan Pek Hong yang ngeri oleh kekuatan lawan yang demikian dahsyat ini tiba-tiba mendengar tawa menyeramkan dari lawannya itu.

"Yap-hujin, aku akan menagih nyawa...!"

Pek Hong pucat mukanya. Ia melihat So-beng membalikkan tubuh, memandangnya penuh ancaman. Dan begitu ia terbelalak tahu-tihu iblis ini melompat kearahnya merenggangkan ke dua jari bagai cakar iblis yang ganas tak kenal ampun.

"Yap-hujin, bersiaplah. Aku akan mencabut nyawamu!"

Pek Hong terpekik. Dia melihat si iblis menubruk, cepat sekali. Dan maklum dia dalam bahaya maka nyonya muda ini lalu mengelak dan menendangkan kakinya ke lutut lawan.

"Plak!" tapi Pek Hong kecele. Lutut lawan sama sekali tak bergeming ditendang ujung sepatunya, dan So-beng yang sudah tertawa menyeramkan dengan mata-liar melotot menyerangnya kembali dengan penuh kebuasan.

"Kau tak dapat merobohkan aku, hujin. Kau tak dapat melindungi diri dari setan perenggut nyawa...!"

Pek Hong terpaksa berlompatan. Dia menghindari serangan lawannya, mengelak sana mengegos sini, bingung karena tak bersenjata lagi. Juga gelisah. Dan Sin Hong serta Bi Lan yang melihat ibu mereka dikejar-keiar So-beng dan tampak dalam bahaya tiba-tiba melengking.

"So-beng, jangan ganggu ibuku...?"

"So-beng, mampuslah kau...!"

Si iblis Penagih Jiwa terkejut. Dia melihat Sin Hong dan Bi Lan tiba-tiba menubruk ke depan, menggerakkan pedang mereka dengan penuh kemarahan. Tapi iblis merah yang terkekeh ini menggerakkan tangannya, menyampok ke kiri kanan. "Anak-anak, mundurlah. Aku tidak mengincar jiwa kalian...!"

Sin Hong dan Bi Lan terpekik. Mereka terdorong mundur, hampir terpelanting oleh hempasan angin lawan. Tapi dua orang anak yang sudah maju kembali sambil berteriak itu tak mau membiarkan ibu mereka celaka di tangan lawan. Baik Bi Lan maupun Sin Hong sama-sama menerjang. Menggerakkan pedang menusuk ke sana ke mari. Dan So-beng yang geram oleh gaagguan ini menjadi marah.

"Anak-anak, kalian tidak mau dengar nasehatku?"

"Aku tak butuh nasehat, iblis keji. Kau telah membunuh Lay-lay dan tiga orang pembantu kami!" Bi Lan berteriak.

"Ya, dan kami tak akan membiarkan kau membunuh ibu, So-beng. Aku siap melawanmu sampai titik darah terakhir!" Sin Hong juga menjawab.

Maka So-beng akhirnya marah. Dia dikeroyok tiga oleh ibu dan anak itu, menerima tusukan dan bacokan bertubi-tubi. Tapi iblis merah yang benar-benar lihai ini ternyata mampu mengatasi semua kesulitannya. Bahkan pedang di tangan Bi Lan maupun Sin Hong kini tak dikelit lagi, diterima tubuhnya yang tiba-tiba kebal oleh perlindungan sinkang. Maka ketika pedang dua orang anak itu kembali menyambar tubuhnya mendadak iblis ini memasang diri dan tidak mengelak.

"Anak-anak, kalian sungguh kurang ajar!"

"Tak-takk!"

Sin Hong dan Bi Lan terbelalak. Mereka terang-terangan melihat pedang di tangan mereka mengenai leher dan dada lawan. Malah Bi Lan masih sempat melakukan tendangan ke atas menghantam pusar lawan. Tapi pedang dan kaki yang sama-sama tak membawa hasil karena terpental itu tiba-tiba ditotok lawan dan dicengkeram marah.

"Anak-anak, kalian minggirlah!"

Sin Hong dan adiknya terbelalak. Mereka tak dapat menghindar ketika totokan lawan mengenai tubuh mereka. Maka begitu dua kali suara tuk-tuk, menyentuh jalan darah di atas pundak tiba-tiba dua orang anak ini mengeluh dan terguling roboh. Lalu, begitu So-beng melempar tubuh mereka di atas lantai sekonyong-konyong Bi Lan dan kakaknya lumpuh tak berdaya.

"Bres-bress...!"

Sin Hong dan Bi Lan sama-sama melotot. Mereka melihat iblis Penagih Jiwa itu terkekeh, tawanya menyeramkan. Dan Pek Hong yang terkejut melihat anak-anaknya roboh tertotok melengking tinggi. Dia melakukan tamparan-tamparan sinkang, mainkan Khong-ji-ciang dan cap-jiu-kun, dua ilmu silat yang ia dapat dari suaminya, Pendekar Gurun Neraka. Tapi So-beng yang tampaknya, sudah beringas itu tiba-tiba membentak.

"Kwan Pek Hong, kau robohlah...!"

Nyonya muda ini tercekat. Tangannya yang menampar pelipis lawan mendadak ditangkap, dan begitu ia menjerit tahu-tahu jari lawan yang mengepulkan uap kemerahan menyambar mukanya. Tapi nyonya muda ini merendahkan kepala, dan persis jari lawan lewat di atas kepalanya tiba-tiba ia menendang anggauta rahasia iblis Penagih Jiwa itu.

"Dess!" Pek Hong terbelalak. Ia mengeluh tertahan ketika kakinya tiba-tiba tak dapat ditarik, melekat di selangkangan lawan. Dan sementara ia malu dan marah oleh gerakan lawan yang mempergunakan ilmu "menyedot" tiba-tiba lawannya ini menotok lehernya.

"Nyonya muda, robohlah!"

Pek Hong tak dapat mengelak. Tangannya yang satu tertangkap, mau menggerakkan tangan lain namun kalah cepat. Maka begitu jari lawan mengenai lehernya tiba-tiba nyonya ini mengeluh dan terguling roboh. Lalu, begitu So-beng tertawa bergelak dan menendangkan kakinya tahu-tahu nyonya muda ini mencelat terlempar bergulingan di atas lantai.

"Ha-ha, aku siap membunuhmu, Kwan Pek Hong. Kau tak akan mati meram oleh pukulanku!"

Pek Hong pucat mukanya. Dia melihat iblis itu memburunya, mengangkat tangan dan berkerotok dengan jari-jari terbuka. Tapi tepat si iblis mengangkat tangan menusuk ubun-ubunnya mendadak dari luar melayang masuk sesosok bayangan gemuk pendek.

"Omitohud, siapa ini yang berani mengancam murid pinceng?"

Iblis Penagih Jiwa terkejut. Dia sudah menusuk ubun-ubun nyonya muda itu, penuh tenaga dan kekuatan, pandang matanya bersinar keji. Maka begitu bayangan gemuk pendek ini melompat masuk dan tiba-tiba nyelonong menangkis tusukannya sang iblis jadi kaget bukan main.

"Plak!" Keduanya tergetar, masing-masing terdorong mundur. Dan Pek Hong yang melihat siapa yang muncul tiba-tiba mengeluh girang,

"Suhu...!" dan pendatang baru itu tersenyum menyeringai. Dia adalah seorang hwesio, mukanya bulat dan kepalanya gundul. Maka melihat lawan tergetar mundur dan dia sempat menyelamatkan jiwa nyona muda ini sang hwesiopun menggerakkan tangannya membebaskan totokan.

"Siapa musuhmu ini, Pek Hong?”

Nyonya muda itu melompat bangun, ia nyaris binasa di tangan lawan, masih gemetar dan terbelalak pucat. Tapi nyonya muda yang marah ini berseru, "Dia So-beng, suhu. Datang dan hendak membunuh teecu tanpa kuketahui sebab-sebabnya yang jelas...!"

Si hwesio tertegun. Dia mengangkat keningnya, heran. Tapi hwesio pendek yang bukan lain Ta Bhok Hwesio adanya itu tiba-tiba membalikkan tubuh, bersikap keren. "So-beng betulkah kau hendak membunuh murid pinceng tanpa alasan yang jelas? Siapa kau?"

Iblis berkepala merah ini melangkah mundur. Mukanya sedikit berobah, terlihat dari matanya yang berputar terkejut itu. Tapi tertawa mengejek tiba-tiba dia menjawab dingin, "Ya, aku ingin membunuh muridmu, Ta Bhok Hwesio. Dia berhutang jiwa padaku belasan tahun yang silam!"

"Eh, kau sudah mengenalku?" Ta Bhok Hwesio terbelalak, terkejut bahwa lawan sudah mengenal dirinya.

Namun So-beng yang bersikap dingin itu menjengek. "Aku sudah mengenalmu belasan tahun yang lalu, keledai gundul. Tak perlu kau bertanya seperti orang tolol!"

"Omitohud, kalau begitu siapa kau ini?"

"Hm, aku So-beng adalah So-beng, Ta Bhok Hwesio. Tak perlu kau banyak cakap menanyaiku!"

"Wah jadi pinceng menghadapi musuh gelap?"

Iblis Penagih Jiwa tertawa mengekek. Dia tak menjawab, dan Pek Hong yang gemetar marah tiba-tiba menerjang ke depan, "Suhu, dia siluman misterius. Sebaiknya kita robohkan dia dan lihat siapa muka di balik kedok kulit itu!"

So-beng menangkis. Dia membuat Pek Hong terpental, hampir roboh dengan pukulan uap merah. Dan Ta Bhok Hwesio yang kaget melihat kehebatan iblis ini sekonyong-konyong bergerak ke depan.

"Pek Hong, mundur...!"

Nyonya muda itu melompat mundur. Dia melihat gurunya sudah berhadapan dengan iblis berkepala merah itu, dan Ta Bhok hwesio yang tercengang serta terkejut melihat uap merah ini langsung bertanya, "Kau mahir mainkan Ang-in tok-ciang, So-beng? Kau berasal dari Thian tok (India).

Iblis ini mendengus, "Aku tak tahu apa itu Thian tok, Keledai gundul. Tapi kalau kau ingin merasakan Ang-in tok-ciangku boleh maju bergebrak denganku?”

"Jadi kau benar ahli Ang in-tok-ciang?"

“Jangan cerewet. Aku ingin menagih sebuah jiwa lagi di sini. Kau mundurlah...!”

Tapi Ta Bhok Hwesio terang tak mau digebah.Dia tertawa bergelak, dan kaget bahwa lawan tampaknya lihai mendadak hwesio ini menjadi gembira. “Wah, sudah lama pinceng tidak melatih otot, So-beng. Kalau kau mau menggebuk pinceng sungguh aku akan gembira!"

Iblis ini terbelalak. Tapi mengeluarkan suara dari hidung tiba-tiba dia mengejek. "Boleh, tapi jangan menyesal kalau kau mampus, keledai gundul. Ang-in-tok-ciangku tak mengenal kasihan dalam memilih lawan."

Ta Bhok Hwesio menggoyang langkah. Dia menyeringai oleh ejekan lawannya itu, namun bersikap tenang hwesio ini mengebutkan jubah, tertawa lebar, "Kau tampaknya sombong sekali, So-beng. Tapi mari kita buktikan siapa yang akan roboh. Kau ataukah pinceng!" lalu membentak keras tiba-tiba hwesio ini sudah melompat ke depan memukul dada lawan dengan dorongan sinkang.

“Duk!” So-beng menangkis. Dia menggerakkan tangannya menerima pukulan itu, dan begitu dua tenaga beradu untuk kedua kalinya kembali Ta Bhok Hwesio terkejut dan tergetar mundur. "Wah, kau benar-benar lihai, So-beng!”

Si iblis menjengek. "Kalau tidak lihai tak mungkin aku berani melawanmu, keledai gundul. Karena itu lebih baik kau mundur saja!"

Ta Bhok hwesio tertawa bergelak. Dia sudah majukan kaki dengan cepat, menampar dan mendorong kembali dengan pukulan-pukulan sinkang. Dan begitu terdengar suara "duk-duk" dan dua pasang lengan mereka yang bertemu dan saling totok tiba-tiba saja hwesio ini telah berseru keras dan mainkan Hong thian-lo-hai-kunnya. Dia melihat lawan benar-benar lihai, tak cukup hanya dengan mengadu sinkang. Maka begitu bergerak cepat dengan kedua lengan berputar tiba-tiba hwesio ini telah berkelebat lenyap dengan pukulan menyambar-nyambar.

"So-beng, hati-hati. Pinceng siap merobohkanmu...!"

So-beng mengeluarkan suara dari hidung. Dia sudah diserang gencar oleh hwesio ini, berkelebat memutari dirinya bagai bayang-bayang setan. Dan So beng yang melihat angin pukulan hwesio itu menderu-deru dan jauh lebih dahsyat dibanding muridnya tiba-tiba juga membentak keras dan balas menyerang.

"Keledai gundul, jangan sombong. Kau tak dapat merobohkan aku, hati-hatilah...!” dan begitu dua orang ini bergebrak saling pukul tiba-tiba pertandingan sudah menjadi seru sekali.

Ta Bhok Hwesio dan lawannya berkelebatan sambar-menyambar, masing-masing berusaha mendahului. Tapi pertandingan yang sebentar saja sudah berjalan duapuluh lima jurus ini membuat Ta Bhok Hwesio terkejut ketika mendapat kenyataan bahwa lawan benar-benar tangguh sekali! Iblis Penagih Jiwa itu mampu mengelak semua jurus-jurus serangannya, Hong-thian-lo-hai-kun yang biasanya hebat itu. Dan bahwa lawan tidak hanya mengelak melainkan mampu pula menghalau semua serangannya dengan sin-kang beruap merah membuat hwesio ini jadi mencelos dan terbelalak lebar.

"Wah...!" Ta Bhok Hwesio membatin. "Siapa sebetulnya iblis Penagih Jiwa ini? Dari mana dia berasal? Karena melihat ilmu silatnya yang demikian hebat setidak-tidaknya dia tokoh tersembunyi yang selama ini tak dikenal orang! Siapa dia?"

Tapi hwesio itu masih terus menyerang gencar. Dia tak boleh menghentikan setiap serangannya, karena itu berarti membahayakan diri sendiri. Dan ketika satu saat mereka saling pukul dan menangkis dalam gebrakan cepat tiba-tiba iblis Penagih Jiwa itu membentak dan membanting kakinya.

"Keledai gundul, robohlah...!"

Ta Bhok Hwesio terkejut. Dia sedang melancarkan serangan dalam jurus Bianglala Menari, sebuah jurus dari ilmu silatnya Hong-thian-lo-hai-kun, serangan yang ditujukan ke pusar lawan dengan sinkang penuh. Maka begitu lawan membentak dan membanting kakinya sambil menangkis tahu-tahu hwesio ini menjerit kaget ketika lengan lawan membentur dan menggesek kulit lengannya.

"Dukk… sshh!"

Hwesio ini terpekik. Saat itu dia merasa guncangan dahsyat menggetarkan tubuhnya, membuat dia hampir terjengkang. Tapi ketika lengan lawan menggesek lengannya dan mengeluarkan suara mendesis bagai api membakar kulit sekonyong-konyong hwesio ini berteriak keras ketika tubuhnya mencelat dua tombak dan kulit lengannya melepuh!

“Ah. pukulan beracun…!" Hwesio Tibet itu kaget bukan main. Dia sebetulnya sudah melindungi diri, menjaga kulitnya dari sentuhan uap merah itu, uap panas yang menimbulkan rasa gital. Tapi bahwa uap merah itu masih mampu menerobos kulitnya dan dia bagai dibakar api tiba-tiba hwesio ini melengking dan mencabut tasbehnya.

"So-beng kau keji...!" lalu begitu menubruk dan mencengkeram tahu-tahu hwesio ini telah memutar tasbehnya dan berkeritik menyambar lawan, bertubi-tubi menyerang dan menghantam!

Tapi So-beng tertawa mengejek. Iblis Penagih Jiwa ini mengelak ke sana ke mari, kali ini menyeringai. Dan ketika tujuh serangan hwesio Tibet itu luput menghantam angin iblis ini berseru. "Keledai gundul, lima menit lagi nyawamu terancam Racun Ang-in-tok-ciang semakin meresap begitu kau semakin bernafsu menyerangku!"

Ta Bhok Hwesio tak percaya. Dia mengira itu gertakan belaka, ancaman kosong yang tidak perlu diperhatikan. Tapi ketika tiba-tiba lengan kanannya gemetar dan semakin panas bagai dipanggang di atas api hwesio ini jadi kaget sekali dan berobah mukanya. Tasbeh di tangan kanan yang dia pegang tiba-tiba menggigil, hampir lepas ketika lengannya diserang rasa nyeri yang melumpuhkan. Dan persis dia menghantam leher lawan dengan sambaran tasbehnya mendadak hwesio ini menjerit ketika sekonyong-konyong urat lengannya kaku, kram. Dan begitu dia berteriak dengan muka kaget tahu-tahu tasbeh yang ada di tangannya itu lepas dan jatuh ke atas lantai!

"Ha-ha, bagaimana kataku tadi, keledai gundul?"

Ta Bhok Hwesio pucat sekali. Dia sekarang percaya bahwa ancaman lawan tidak kosong. Bahwa dia berada dalam bahaya besar. Dan maklum lengan kanannya diserang racun hebat mendadak hwesio itu melompat mundur dan menyambar pedang muridnya, Pek Hong yang tertegun melihat keadaan gurunya. Dan begitu pedang disambar dan dibacokkan ke lengan kanannya memakai tangan kiri tiba-tiba lengan hwesio itu kutung sebatas siku.

"Crak...!"

Pek Hong menjerit. Iblis Penagih Jiwa juga terkejut, tak menyangka perbuatan lawannya itu. Tapi hwesio Tibet yang sudah menyelamatkan jiwa dengan membuntungi lengan kanannya ini melempar pedang kembali kepada Pek Hong dan berteriak,

"Pek Hong, lari. Bawa anak-anak ke dalam. Biar aku yang menghadapi iblis ini...!"

Pek Hong terkejut. Dia melihat suhunya sudah menotok pangkal lengan, menghentikan darah yang menyembur dari buntungan lengan itu. Namun nyonya muda yang hampir histeris oleh keadaan gurunya ini sudah melompat maju menyerang si iblis Penagih Jiwa.

"So-beng, kau manusia keji...!"

Iblis Penagih Jiwa tertegun. Dia melihat Pek Hong menyerangnya ganas, tapi mengelak mudah dia menampar pedang di tangan nyonya muda itu. "Kwan Pek Hong, aku ingin menagih sebuah jiwa di sini... plak!" dan pedang Pek Hong yang terpental ke atas membuat nyonya muda ini menjerit dan menyerang kembali.

Namun Ta Bhok Hwesio tiba-tiba melompat ke depan. Dia menendang Pek Hong hingga nyonya itu terpelanting, dan membentak marah hwesio ini berseru, "Hong-ji, bawa anak-anakmu dulu. Selamatkan mereka...!"

Pek Hong melompat bangun. Ia mau membantah, tapi bentakan gurunya yang kedua kali tentang Sin Hong dan Bi Lan membuat wanita ini sadar dan menangis. Dia melihat gurunya menyerang iblis Penagih Jiwa itu, melakukan serangan dengan tangan kiri dan dua kaki yang masih utuh, tampak beringas dan siap mengadu jiwa. Maka Pek Hong yang tak dapat membantah untuk menyelamatkan anak-anaknya segera memanggul Sin Hong dan Bi Lan keluar. Dia membawa dua orang anak yang masih tertotok roboh itu dengan pilu, marah tapi juga bingung, menyembunyikan mereka di tempat aman. Lalu begitu memondong anak-anaknya ini ia pun berseru pada suhunya,

"Aku akan kembali membantumu, suhu. Jaga dia jangan sampai lolos...!"

Ta Bhok Hwesio mengangguk. Dia sudah merasa girang bahwa muridnya mau membawa Sin Hong dan Bi Lan, menyelamatkan mereka dari ancaman si Penagih Jiwa ini. Maka begitu tertawa beringas dia sudah bertubi-tubi menyerang lawannya ini.

Tapi So-beng mendengus. Iblis itu berlompatan, menghindar semua serangannya. Dan ketka lawan semakin marah dan penasaran karena semua serangannya luput tiba-tiba iblis ini melompat mundur dan membentak, "Keledai gundul, persiapkan dirimu untuk menghadap Raja Akhirat.”

Ta Bhok Hwesio masih menyerang gencar. Dia tak perduli bentakan itu, membabi-buta tapi mulai terhuyung karena tenaganya mulai habis. Apalagi ketika lengannya yang luka mulai pecah, darah merembes akibat pengerahan tenaga yang di luar batas. Maka ketika lawan melompat mundur dan dia mengejar tiba-tiba sebuah tendangan memapak tubuh hwesio ini.

"Dess!" Ta Bhok Hweso tak dapat mengelak. Dia terguling roboh, mengeluh tertahan dan terbelalak menyelamatkan diri. Tapi baru dia melompat bangun tahu-tahu iblis Penagih Jiwa itu telah berada di depannya!

"Ta Bhok Hwesio, kau ingin mati dengan meram?"

Hwesio ini membentak marah. Dia menggerakkan tangan kirinya, menghantam dada lawan. Tapi So-beng yang tertawa dingin tiba-tiba juga menggerakkan tangan kirinya pula. menangkis. Dan begitu dua lengan beradu tiba-tiba hwesio ini menjerit ketika lengannya tak dapat ditarik karena lekat di lengan lawannya itu, terhisap oleh tenaga sedot yang tinggi!

"Ah, ilmu Penghisap Tulang...!"

Si iblis tertawa bergelak. "Kau mengenal ilmuku ini, keledai gundul? Kau tahu kehebatanku sekarang?”

Ta Bhok Hwesio menggerakkan kakinya. Dia menendang pinggang lawan, berteriak sambil menarik lengan kirinya sekuat tenaga. Tapi begitu kaki menendang pinggang sekonyong-konyong Ta Bhok Hwesio mendelik ketika kakinya "menempel” pula di tubuh lawannya itu, tak dapat ditarik. Dan sementara dia tertegun dengan muka kaget tahu-tahu jari lawan menotok pundaknya. "Bluk!" Ta Bhok Hwesio terguling. Sekarang dia roboh, dan hwesio Tibet yang terkesiap hebat oleh kekalahannya ini mendesis pucat, "So beng, kau siapakah?"

Iblis ini menendang lawannya. Dia membuat Ta Bhok Hwesio mencelat di sudut ruangan, lalu melompat maju dia mencengkeram dada hwesio itu, membebaskan totokannya. "Keledai gundul, kau lihatlah baik-baik siapa aku... rrt!"dan kedok yang tiba-tiba terbuka itu sejenak menunjukkan wajah seseorang. Tapi hal ini berlangsung sebentar saja, beberapa detik. Karena Ta Bhok Hwesio yang sudah melihat muka orang berseru tertahan ketika kedok menutup kembali dan iblis Penagih Jiwa ini mencabut senjatanya yang mengerikan, sebuah cakar baja yang bergagang panjang!

"Kau...?" Tapi semuanya tak berkepanjangan lagi. Cakar baja di tangan iblis Penagih Jiwa itu sudah berkelebat, dan sementara lawan masih tertegun oleh muka di balik kedok ini tahu-tahu senjata maut itu telah menghunjam di dada hwesio ini.

"Crakk!" Ta Bhok Hwesio menjerit ngeri. Hwesio itu mau menghindar, tapi kalah cepat. Dan begitu cakar baja menyambar dadanya sekonyong-konyong hwesio itu roboh terjengkang dengan darah muncrat dari dadanya yang berlubang. Tewas! Dan persis hwesio ini menjerit tahu-tahu Pek Hong sudah muncul kembali di luar pintu.

"So-beng, kau membunuh suhu?" Pek Hong kaget bukan main. Ia baru saja datang, maka begitu melihat gurunya tewas disambar cakar baja yang mengerikan dari iblis ini kontan saja nyonya muda itu memekik tinggi. Ia langsung menyerang lawannya, mempergunakan pedang ke dua yang tadi dipakai gurunya untuk membuntungi lengan, karena pedang pertama sudah patah dicengkeram lawannya ini. Dan begitu nyonya muda itu menjerit sambil menusukkan pedangnya bertubi-tubi ia menyerang dengan ganas.

Namun So-beng mendengus. Iblis ini menggerakkan cakar bajanya, senjata yang baru kali itu dikeluarkan. Dan begitu dia membentak sambil menangkis tahu-tahu pedang di tangan nyonya muda itu mencelat terlempar! "Kwan Pek Hong aku tak ingin membunuh jiwa lagi. Sudah cukup sesuai janjiku.”

Namun Pek Hong menyerang dengan tangan kosong. Ia terlampau marah oleh kematian gurunya, dan nyonya muda yang sakit hati serta mata gelap ini sudah melakukan tamparan dan tendangan bertubi-tubi ke arah lawan. Tapi semuanya luput. Dan si iblis Penagih Jiwa yang marah melihat nyonya muda itu tetap nekat menyerangnya tiba-tiba memasukkan kembali cakar bajanya, membentak dengan mata berkilat.

"Kwan Pek Hong, kau sungguh tak tahu diri. Kalau belum nyawa ke empat tewas di tanganku tentu kau benar-benar akan kubunuh. Pergilah!” dan tangan si iblis yang tiba-tiba menyambar tengkuk nyonya muda ini tak dapat dihindarkan.

Pek Hong ketika menampar dengan keras sekali. Pek Hong menjerit terpelanting roboh. Dan ketika lawan menyusulinya lagi dengan sebuah tendangan tahu-tahu nyonya muda ini telah terlempar dan terguling roboh. Pingsan! Pek Hong tak tahu apa-apa lagi. Ia tak sadarkan diri untuk dua jam lamanya. Dan ketika nyonya muda itu sadar dan bangun kembali untuk kemudian menangisi mayat gurunya ternyata si iblis Penagih Jiwa sudah tak ada di situ. Iblis ini menepati janjinya, membunuh empat jiwa. Dan ketika Pek Hong masih tersedu-sedu menangisi mayat gurunya mendadak Bi Lan muncul.

"Ibu, Hong-ko diculik orang...!"

Pek Hong kaget bukan main. Ia membalikkan tubuh begitu Bi Lan bersuara, pucat dan terbelalak dingin mata tak berkedip. Sadar bahwa dia masih punya tanggung jawab terhadap dua orang anak ini. Tapi begitu Bi Lan mengulang seruannya dengan kaki menggigil mendadak nyonya muda ini menjerit dan berteriak histeris.

"Tidak... tidak mungkin, Lan-ji! Kau bohong...“ dan nyonya muda yang tahu-tahu berkelebat keluar itu telah meluncur ke bawah gunung bagai manusia dikejar setan. Pek Hong langsung menuju ke sebuah gua, tempat di mana dia menyembunyikan dua orang anak itu. Tapi begitu sampai di situ dan melihat ruangan gua kosong tiba-tiba nyonya muda itu terhenyak dan gemetaran pucat. Lalu. begitu dia mengeluh dan memaki nama "So beng," mendadak nyonya muda ini terguling roboh dan pingsan untuk kedua kalinya!

Pek Hong rupanya memang bernasib sial. Karena setelah gurunya tewas di tangan musuh ternyata puteranya juga lenyap diculik orang. Dan nyonya muda yang tidak kuat oleh kejadian yang bertubi-tubi menyerangnya ini sudah tak sadarkan diri di dalam gua. Dia tidak tahu betapa Bi Lan muncul di situ, menangis tersedu-sedu melihat ibu tirinya ini. Dan Bi Lanyang sudah mengangkat ibunya ke atas gunung itu juga mengguguk sepanjang jalan dengan penuh kesedihan. Sampai akhirnya siang tiba ketika saat itu dua bayangan berkelebat muncul.

"Bi Lan apa yang terjadi?"

Anak perempuan itu menjerit. Ia melihat ayah dan ibunya datang. Pendekar Gurun Neraka dan Ceng Bi yang baru saja tiba! Dan Bi Lan yang menangis tersedu-sedu di dada ibunya ini langsung bicara, mengguguk sambil mengepalkan tinju, "Kami kedatangan musuh ibu. So-beng membunuh dan menculik, sukong dan Hong-koko.”

Ceng Bi terkejut sekali, “Apa? So-beng, katamu?"

“Ya. So-beng, ibu.Iblis Penagih Jiwa yang jahat dan kejam itu. Dia juga membunuh Lay-lay dan Hu-hun serta Kam-sui."

"Ah...!" dan Ceng Bi yang sudah melompat ke belakang melihat ruang dalam porak poranda. Meja kursi terbalik tak keruan, dan sementara dia terbelalak melihat semuanya itu mendadak di tembok terdapat guratan-guratan kasar.

Aku yang datang. Pendekar Gurun Neraka.
Aku yang bertanggung jawab atas semuanya ini.
Tertanda,
So-beng


Ceng Bi membanting kaki, "Siapa itu So-beng, Yap-koko?'

Pendekar Gurun Neraka berkerot giginya. Dia sendiri tak tahu, mana mungkin menjawab? Maka pertanyaan isterinya yang disambut gelengan kepala itu sudah membuat pendekar ini melompat menghampiri Pek Hong. "Aku tak tahu, Bi-moi. Tapi Hong-moi mungkin tahu. Coba kusadarkan dia...!" dan Pendekar Gurun Neraka yang sudah memeriksa isterinya melakukan tiga totokan di pundak dan punggung. Dia lega melihat isterinya itu hanya pingsan saja, tidak mengalami luka.

Dan Pek Hong yang seketika bangun dan melihat suami serta madunya ada di situ tiba-tiba mengguguk dan menubruk suaminya. "Yap-koko, Hong-ji dibawa penjahat...!”

Pendekar Gurun Neraka menenangkan guncangan batinnya. "Ya, aku tahu, Bi-moi. Tapi siapakah yang membawa?"

Pek Hong tersedu sedu. "So-beng, koko. Iblis Penagih Jiwa itu yang datang kemari membunuh suhu...!"

"Dan kau tahu siapa dia?"

Pek Hong menggeleng. "Tidak, aku tak tahu, koko. Iblis itu menyembunyikan mukanya dalam kedok kulit berwarna merah!'

"Tapi kau tahu ciri-cirinya?”

"Ya. Dia bertubuh sedang, sinar matanya keji dan pandai mainkan Ang-in-tok-ciang dan Ilmu Penghisap Tulang!"

"Tanda tanda lain?"

Pek Hong tersedu-sedu. "Aku tak tahu, koko... aku tak tahu..." dan Pek Hong yang didekap suaminya ini kembali hampir terguling oleh tekanan batinnya yang berat. Namun Pendekar Gurun Neraka memeluk isterinya, dan Ceng Bi yang lompat menghampiri memandang madunya penuh sesal.

"Enci Hong, maafkan aku. Kalau kita berdua ada di sini tentu kau tak akan kehilangan Hong-ji. Sudahlah, aku bersumpah untuk mencari iblis itu. Biar kau dan Yap koko tinggal di sini menjaga Bi Lan!"

Pek Hong mengguguk sedih. "Aku tak menyalahkanmu, Bi moi. Setan itu rupanya datang melihat kalian berdua tak ada di rumah."

"Tapi aku bertanggung jawab atas keselamatan Sin Hong, enci. Kau temanilah Yap koko dan biarkan aku turun sekarang juga!" dan Ceng Bi yang siap melompat keluar tiba-tiba menjejakkan kakinya untuk berangkat pergi.

Tapi PendekarGurun Neraka tiba-tiba berseru, "Bi moi, tunggu dulu. Urusan ini tak boleh diawali dengan kepala panas!”

“Tapi aku ingin mencari Hong-ji, koko. Aku tak akan membuat enci Hong berduka atas hilangnya sang anak!"

"Tapi tidak begitu caranya, Bi-moi. Kau tak boleh pergi sendiri mencari musuh yang belum kita kenal baik."

Ceng Bi mau membantah. Namun suaminya yang sudah mengejar dan mencekal tangannya membentak, "Bi-moi, jangan gegabah kau. Bukan Pek Hong saja yang berduka oleh lenyapnya Hong-ji...!" dan Pendekar Gurun Neraka yang membawa kembali isterinya nomor dua ini ke dalam ruangan sudah menyuruh isterinya itu duduk.

"Bi-moi, kita baru datang. Kegagalan kita mencari Ceng Liong tak boleh dilanjutkan dengan kegagalan berikut dalam mencari Sin Hong. Kita harus mendinginkan kepala dulu biarpun hati panas,” dan Pendekar Gurun Neraka yang sudah duduk pula di atas kursi menanya isterinya nomor satu,

"Hong-moi, bagaimanakah asal mula kejadian ini? Kapan iblis itu datang?"

Pek Hong masih menangis. "Kejadian ini berawal tadi malam, koko. So-beng membunuh Lay-lay dan dua orang pembantu kita yang lain setelah memecahkan kepala Hek-kauw den Pek kauw."

"Jadi dua anjing kita juga mati dibunuh?”

"Ya."

"Ah...!" dan Pendekar Gurun Neraka yang tiba-tiba berkilat matanya ini mengepal tinju. "Lalu bagaimana kelanjutannya, Hong-moi? Bagaimana Ta Bhok lo-suhu dapat tewas di sini?"

"Aku tak tahu, Yap-koko. Yang jelas pada saat iblis itu hampir membunuhku mendadak suhu datang. Dia menangkis serangan itu, lalu bertempur. Dan ketika aku membawa Hong-ji dan Bi Lan di tempat persembunyian tahu-tahu suhu tewas ketika aku kembali!"

"Dan kalian tak tahu siapa iblis itu?"

Pek Hong menggeleng, mengguguk tangisnya. Dan nyonya muda yang amat sedih serta marah kehilangan anaknya itu tiba-tiba bangkit berdiri. "Aku akan mencari Sin Hong, koko. Aku akan mencari iblis itu sampai ketemu...!"

"Hm, tenang dulu. Hong-moi. Aku juga terpukul oleh hilangnya Hong ji. Tapi ke mana kira-kira mereka pergi?"

"Mana aku tahu, koko? Bi Lan sendiri tak tahu ke mana kakaknya dibawa!"

"Hm, ini gara-gara Bu-beng Siauw-cut itu. Kalau bocah itu tidak datang dan kita tidak pergi mencarinya tentu tak akan terjadi semuanya ini!" Ceng Bi mendesis, mengepalkan tinju.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang mengerutkan alis melihat kejadian ini tiba-tiba bangkit berdiri. "Bi-moi, tak perlu menyalahkan anak itu. Semuanya yang terjadi sudah terjadi. Tak perlu kita mencari kambing hitam. Sekarang bagaimana kehendak kalian untuk menyelesaikan persoalan ini?"

"Aku akan mencari Sin Hong, koko. Aku tak akan tenang kalau belum menemukan kembali anakku itu!"

"Ya, dan aku akan membantu enci Hong untuk mencari Hong-ji, koko. Tak akan kembali sebelum menemukan anak itu!"

"Baik, kalau begitu kita semua turun gunung. Tak ada yang tinggal di sini ataupun berpisah di antara satu dengan yang lain. Bagaimana pendapatmu, Hong-moi?" Pendekar Gurun Neraka menjawab, menyetujui kehendak isterinya dan memandang Pek Hong.

Dan Pek Hong yang bersinar matanya mendapat bantuan dua orang yang dicintainya ini mengangguk terhibur. "Aku setuju, koko. Dan kalau boleh hari ini juga kita pergi mencarinya.”

"Baik," tapi baru ucapan Pendekar Gurun Neraka selesai dikeluarkan mendadak tiga buah bayangan berkelebat masuk.

"Pendekar Gurun Neraka, selamat bertemu…”

"Yap-sicu, semoga panjang umur...!"

"Yap-twako, aku datang...!"

Dan begitu tiga suara susul-menyusul beriringan masuk mendadak tiga orang telah berkelebat di dalam menjura kepada tuan rumah. Mereka dua orang hwesio dan tosu, sementara orang ke tiga adalah seorang laki-laki muda yang gagah dengan sinar mata tajam bercahaya. Dan begitu tiga orang ini masuk segera Pendekar Gurun Neraka dan dua orang isterinya terkejut.

"Ah, kalian yang datang Bu Wi losuhu? Dan kau Thian Kong locianpwe? Ah, selamat bertemu... selamat datang...? Mari duduk, ji-wi locianpwe. Mari duduk saudara Ceng Han... kami juga baru saja datang...!” dan Pendekar Gurun Neraka yang segera mempersilahkan tamunya sudah terburu-buru membalas hormat.

Mereka adalah Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin, dua orang ketua Bu tong dan Cin-Img, dua tokoh yang dulu ikut membasmi perkumpulan Gelang Berdarah. Sementara orang ke tiga yang bukan lain adalah Ceng Han atau Souw Ceng Han kakak kandung isieri Pendekar Gurun Neraka yang nomor dua (Ceng Bi) sudah tersenyum gembira bertemu tuan rumah.

Tapi tiba-tiba tiga orang ini tertegun. Mereka melihat keadaan rumah yang porak-poranda, meja kursi masih ada yang terbalik. Dan ketika pandang mata mereka membentur mayat Ta Bhok Hwesio mendadak tiga orang ini berseru kaget.

"Hei, itu bukankah Ta Bhok losuhu, Pendekar Gurun Neraka?"

Pendekar ini mengangguk. “Ya, baru saja tewas, Thian Kong locianpwe. Kami mendapat musibah pada saat kami tidak ada di rumah!"

"Ah...!" dan tiga orang yang sudah saling berpandangan ini tertegun dengan muka berobah. Mereka tak menyangka Ta Bhok Hwesio tewas di situ, tapi Bu Wi Hosiang yang sudah merangkapkan tangannya berdoa.

"Omitohud, sungguh tak pinceng nyana, Yap-sicu. Tapi semoga arwahnya tenang di alam baka!"

"Siancai, pinto juga tak mengira, Pendekar Gurun Neraka. Pantas kami tunggu-tunggu tak pernah dia kembali...!" dan Thian Kong Cinjin yang sudah menyambung dengan puja-puji mendoakan arwah ini mengerutkan keningnya dengan muka muram, terhenyak dengan sikap kaget.

Tapi Pendekar Gurun Neraka yang tersenyum pahit sudah menarik napas berat. "Ji-wi locianpwe, saudara Ceng Han, ada berita apakah kalian bertiga datang ke mari? Apakah ada sesuatu yang penting?"

Bu Wi Hosiang mengetrukkan tongkatnya. "Omitohud, pinceng jadi sukar bicara kalau begini, Yap-sicu. Biarlah kalian berkabung dulu baru nanti kita bicara!"

"Ah, ada persoalan apa kiranya, lo-suhu? Pentingkah itu? Kalau penting boleh kalian bicara saja, tak perlu sungkan dengan keadaan kami!"

"Ah, tapi mana bisa pinceng bicara, Yap-sicu? Pinceng masih terkejut oleh kematian sahabat pinceng ini. Biarlah Thian Kong Cinjin saja yang bicara!"

Tapi Thian Kong Cinjin juga mengelak. "Wah, pinto juga tak sampai hati membiarkan urusan ini. Pendekar Gurun Neraka. Bicaralah Souw-siauwhiap saja yang bicara!"

Maka Pendekar Gurun Neraka yang jadi terheran oleh sikap dua orang hwesio dan tosu ini sudah memandang iparnya. "Han-te, ada persoalan penting apakah kiranya? Kalian tak perlu sungkan, bicara saja di depan kami apa adanya!"

Ceng Han menarik napas, tersenyum berat, "Kami sesungguhnya hendak memberitahukan sebuah berita baru, Yap-twako. Bahwa Hohan-hwe yang selami ini tenang kau pimpin digemparkan seorang tokoh iblis yang jahat dan keji. Dia telah membunuh lima puluh orang anggauta kami. Dan Thian Kong Cinjin serta Bu Wi lo-suhu kali ini mendapat ancamannya!"

"Hm, siapa dia?"

"So-beng, iblis Penagih Jiwa!"

"Apa?" Pendekar Gurun Neraka terbelalak, "iblis Penagih Jiwa itu?"

Ceng Han heran. "Ya iblis itu, Yap-twako. Kau sudah mengenalnya?"

Tapi Ceng Bi melompat maju, membanting kakinya. "Dialah yang membunuh guru enci Hong ini, Han-ko. Iblis itulah yang justeru hari ini datang menyatroni rumah kami...!"

Ceng Han dan dua orang temannya terkejut, "Apa, Bi-moi? Dia sudah datang ke mari mengganggu kalian?"

"Ya, dan dia datang pada saat enci Hong sendirian di rumah, Han-ko. Malah iblis itu telah membawa lari Sin Hong malam tadi.”

Ceng Han tertegun. Dia dan dua orang temannya benar-benar terkejut, tapi putera Pendekar Kepala Batu yang berwatak lebih tenang dibanding adiknya itu sudah membungkukkan tubuh ke arah Pek Hong. "Adik Hong, maaf. Aku tak tahu bahwa sampai sedemikian jauh perbuatan iblis itu. Tapi bagaimanakah hal ini bisa terjadi? Kenapa Bi-moi bilang bahwa saat itu kau sedang sendirian di rumah? Di manakah Yap-twako dan adik Ceng Bi saat itu?”

"Kami sedang turun gunung, Han-ko. Kami keluar sehari untuk mencari seorang anak!"

Ceng Han terheran. "Siapa yang kalian cari?"

"Bu-beng Siauw-cut!"

"Bu-beng Siauw-cut?” pendekar muda ini membelalakkan mata. "Apakah seorang bocah laki-laki berumur sepuluh tahunan yang pakaiannya compang-camping?"

"Ya, benar dia itu!" Ceng Bi berseru. "Apakah kau tahu di mana bocah itu, koko?"

"Wah...!" Thian Kong Cinjin tiba-tiba menimbrung. "Aneh kalau begitu, Yap-hujin. Kami memang telah bertemu dengan anak laki-laki itu yang membawa Medali Naga!"

Ceng Bi tertegun. "Di mana kalian bertemu dengannya, locianpwe?"

"Di luar dusun Cih-bun, di perbatasan kota Hang-low bersama seorang laki-laki yang tidak pinto kenal!"

“Hm," Ceng Han kembali ikut bicara. "Dan dia membawa Medali Naga. Bi-moi. Sungguh aneh bagaimana anak itu bisa mendapatkan medali yang menjadi tanda kepercayaan Pangeran Kou Cien ini. Apakah Yap-twako tahu siapa anak itu?"

Ceng Bi melengking, "Dia anak siluman Tok-sim Sian-li, Han-ko. Dia anak setan yang telah membuat kami susah itu!"

Pendekar Gurun Neraka membentak, "Bi-moi, tak perlu kau menjelek-jelekkan anak itu! Kita belum mendapat kepastian tentang siapa sebenarnya anak ini!”

Ceng Bi sadar. Ia mendapat kedipan Pek Hong, yang memberi isyarat bahwa suami mereka terpukul apabila membicarakan Bu-beng Siauw-cut di depan orang lain. Karena membicarakan anak itu berarti membuka "luka" hati suami mereka dari hubungan gelapnya dengan Tok-sim Sian-li, meskipun suami mereka tak bersalah dalam hal ini. Dan Ceng Bi yang sadar akan kebenciannya terhadap iblis betina itu sudah menundukkan kepalanya dengan mulut terisak, menyesal tapi juga penasaran.

Sementara Ceng Han yang sudah mendengar seruan adiknya itu membelalakkan mata dengan heran. "Jadi dia anak iblis betina itu, Yap-twako?"

Pendekar Gurun Neraka menarik napas. "Aku belum tahu benar, Han-te. Kami sedang menyelidikinya untuk membuktikan itu. Tapi sudahlah, urusan anak ini tak begitu penting bagi kalian. Sekarang setelah berita tentang So-beng masih adakah berita lain?"

Bu Wi Hosiang kali ini melangkah maju, “justeru ini yang penting sekali, Yap-sicu. Karena setelah So-beng muncul menggemparkan dunia kami tiba-tiba kehilangan pedang komando. Pangeran Kou Cien hampir bunuh diri. Pedang pusakanya hilang!"

"Pedang yang mana. lo-suhu?"

"Pedang Medali Naga!"

"Ah, bukankah itu tersimpan di dalam istana, lo-suhu?"

"Ya, tapi sebulan yang lalu pedang itu lenyap, Yap sicu. Dan pangeran jatuh sakit karena ini pertanda buruknya keadaan bagi kerajaan Yueh!"

"Ah...!" Pendekar Gurun Neraka tertegun. Dia jadi terbelalak memandang tiga orang itu.

Dan Thian Kong Cinjin yang menarik napas segera menimpali. "Dan ini berarti Ho-han-hwe tak mempunyai kekuatan gaib untuk membantu kerajaan, Pendekar Gurun Neraka. Karena seperti yang telah menjadi kepercayaan pangeran bahwa hilangnya pedang itu akan membuat suram kerajaan untuk menanti datangnya puing-puing kehancuran total!"

Semua orang terdiam. Mereka saling pandang, tampak kecut dengan perasaan tidak enak. Dan Pendekar Gurun Neraka yang mendelong oleh berita ini tiba-tiba berdebar. Dia jadi teringat akan keadaan dirinya sendiri. Betapa mendung kedukaan tiba-tiba muncul. Terbukti dan tewasnya Ta Bhok Hwesio itu dan hilangnya Sin Hong, bersamaan dengan munculnya Tok sim Sian-li dan Bu-beng Siauw-cut, dua orang yang sama sekali tidak disangka kehadirannya itu. Dan bahwa kini Pedang Medali Naga yang merupakan pedang sakti dari istana juga hilang tak diketahui rimbanya tiba-tiba pendekar ini menjadi gelisah.

Sebenarnya, pedang itu adalah senjata yang menjadi simbol dari perkumpulan Ho-han-hwe ini. Perkumpulan para patriot yang dipimpinnya atas dasar permintaan Pangeran Kou Cien, pangeran yang menjadi raja muda Kerajaan Yueh yang kini menjadi taklukan negara Wu akibat kalah perang. Dan Pangeran Kou Cien yang diam-diam menaruh sakit hati atas kekalahannya itu sudah merencanakan secara diam-diam untuk "memberontak", menyerang negara Wu dengan siasat sematang-matangnya karena sejak kekalahannya dulu pangeran ini tak boleh lagi mendirikan bala tentara.

Pangeran Kou Cien dibebaskan beberapa tahun yang lalu atas dua ikatan pokok, syarat yang membuat pangeran ini mandah menerima karena dia ingin bebas. Yakni pertama dia diharuskan membayar upeti setiap tahun sebagai tanda "setia" kepada Wu sedang yang ke dua ialah kembali ke Yueh tapi tak boleh mendirikan bala tentara atau pasukan. Dan Pangeran Kou Cien yang tentu saja tak dapat menolak dua syarat itu setiap tahun selalu memberi "laporan” membawa banyak perhiasan dan kain-kain sutera kepada "junjungannya" selama waktu-waktu yang ditentukan.

Tapi akhir-akhir ini Wu mulai keterlaluan. Pangeran Fu Chai, yang saat itu menjadi raja muda Wu mulai minta dikirim wanita-wanita cantik. Dia tak puas hanya dengan benda-benda perhiasan maupun kain sutera yang merupakanbenda mati itu, minta di samping tetap dikirimnya upeti berujud benda-benda perhiasan juga Yueh diminta untuk mengirim benda-benda "hidup”, yakni wanita-wanita cantik itu yang harus dicari di seluruh pelosok bahkan dusun-dusun yang ada di wilayah Yueh. Dan Pangeran Kou Cien yang mula-mula tak keberatan oleh upeti “tambahan" ini menuruti permintaan Wu agar tidak mendapat kesulitan.

Namun celaka. Dua tahun yang lalu dia mendapat permintaan yang mengejutkan dari raja muda Wu itu. Fu Chai tidak puas dengan wanita-wanita yang dikirim, minta agar seorang kembang istana bernama Kiok Hwa "dikirim" untuk menutup kekecewaannya. Padahal Kiok Hwa adalah selir terkasih dari pangeran ini! Dan Pangeran Kou Cien yang tentu saja marah oleh permintaan itu hampir berontak.

Tapi Fan Li, seorang panglimanya yang selama ini mendampinginya dalam suka dan duka sempat memperingatkan. Hinaan itu harus diterima, betapapun pahitnya. Karena Yueh yang tidak mempunyai bala tentara lagi tak mungkin sanggup menyerang musuh yang saat itu menjajah mereka! Dan Pangeran Kou Cien tunduk. Dia sendiri diharuskan mengantar selirnya itu, Kiok Hwa yang selama ini menjadi kembang cintanya. Dan meskipun dengan perasaan hancur pangeran itu menuruti kehendak itu, namun diam-diam kebencian serta dendam pangeran ini bertumpuk dan membakar dadanya.

Kalau tidak ada Fan Li di situ mungkin pangeran ini sudah lama membunuh diri. Karena sesungguhnya hinaan-hinaan berat dialami berkali-kali oleh pangeran ini sejak dibebaskannya dia dari istana Wu yang waktu itu menyuruhnya menjadi mandor istal kuda. Pelayan istana yang tiap hari galang-gulung dengan tahi kuda! Dan pangeran Kou Cien yang selalu mendapat hiburan dari panglimanya yang satu ini akhirnya kian lama kian menjadi tabah...