Pendekar Kepala Batu Jilid 07

Cerita Silat Mandarin Serial Pendekar Kepala Batu Jilid 07 Karya Batara
Sonny Ogawa
PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 07
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Pendekar Kepala Batu
GADIS ini agaknya benar-benar ketakutan, menyeruduk saja ke depan tanpa melihat kiri maupun kanan. Karena itu, begitu membelok di tikungan tajam ini dan bertemu dengan Kun Bok yang sedang turun dari atas seketika mereka saling bertubrukan. Dua orang muda-mudi ini sama-sema kaget. Bi Kwi terkejut karena tidak menyangka ada orang di depan, sedangkan Kun Bok terkejut mendengar suara gadis-gadis menjerit. Dia Baru saja hendak melompat, ketika tiba-tiba saja Bi Kwi telah berada di depannya dan menubruk dirinya.

Karena itu, mereka akibatnya saling dekap dan Kun Bok yang baru pertama kali ini bersentuhan dengan tubuh seorang wanita mendadak saja seperti terkena aliran listrik tinggi. Pemuda ini tersentak, dan tubuh yang halus lembut itu menempel di tubuhnya seperti dua ekor lintah yang berhisap. Kedua-duanya tertegun, Bi Kwi terbelalak dengan muka pucat sedangkan Kun Bok juga memandang bengong dengan mata tidak berkedip.

Putera Bu-tiong-kiam Kun Seng ini seperti tersedot semangatnya, mendelong dengan urat bergetar keras. Tubuh yang kenyal lunak itu sedetik menghilangkan kesadarannya, namun begitu Bi Kwi menjerit kaget sambil melompat mundur, barulah Kun Bok tersadar dengan muka merah. Pemuda ini terkejut, juga tiba-tiba menjadi gugup, persis pada saat itu dua orang teman Bi Kwi yang lain datang. Mereka ini sempat menyaksikan adengan tadi dan sua orang itu tampak juga terkejut. Namun hanya sebentar saja mereka ini kaget, karena begitu tahu orang yang dipeluk Bi Kwi adalah seorang pemuda tampan, segera saja dua orang gadis itu cekikikan.

Mereka tertawa-tawa, dan rasa kaget dikejutkan munculnya seekor tikus besar tadi seketika lenyap terganti perasaan geli melihat keadaan Bi Kwi dan putera si jago pedang yang suka menyembunyikan diri itu sama-sama berdiri terbelalak. Dua orang muda-mudi ii sama-sama merah mukanya, namun Bi Kwi barangkali lebih merah lagi. Gadis itu tersipu-siu malu dan gadis temannya yang berdiri di sebelah kanan tertawa menggoda.

"Aih, Bi Kwi, siapa kongcu gagah yang telah berkenalan denganmu ini?"

Pertanyaan centil itu diucapkan sambil mengikik tertahan dan gadis yang mengeluarkan suara ini mencubit lengan teman satunya yang juga tertawa sambil menutupi mulutnya. Bi Kwi melotot marah, memandang dua orang temannya itu lalu melirik dengan cemberut ke arah Kun Bok. Gadis itu merah telinganya, membanting kaki kiri sambil berkata, "Ceng Si, Ceng Lan, kau benar-benar terlalu sekali. Siapa telah berkenalan dengan orang lain? Adalah kalian yang membuka suara seenaknya sendiri saja!" dan habis bicara demikian gadis itu lalu melarikan diri setelah melempar sekali lagi lirikan tajam ke arah Kun Bok.

Kun Bok tertegun, dan seperti orang terhisap semangatnya tanpa sengaja dia mengikuti kepergian gadis cantik itu dengan matanya. Pinggul bulat yang penuh menari-nari itu membuat matanya tak berkedip, dan baru dia merasa seperti ditampar ketika mendengar suara tersedak dari ketawa ditahan dari dua orang gadis yang masih tinggal di situ. Kun Bok menjadi malu bukan main, dan Ceng Si yang mengeluarkan suara pertama karena batuk-batuk kecil.

"Ih, kongcu. Bi Kwi memang gadis manis yang memikat, bukan? Hi-hik, sedang kamipun yang sehari-hari selalu berkumpul dengannya juga merasa tertarik! Hi-hik, adik Ceng Lan, apakah kata-kataku tidak betul?"

Gadis di sebelah kanan itu tertawa genit dan temannya yang di sebelah kiri terkekeh ditahan. "Eh, enci Ceng Si, mana pernah aku menyalahkan setiap kata-katamu? Dari dulu sampai sekarang Bi Kwi memang menarik, hi-hikk!"

Dua orang gadis itu tertawa-tawa dan Kun Bok yang tidak mampu bicara saking gugup dan malunya itu hanya berdiri tersipu-sipu. Dia hendak membuka mulut, namun Ceng Si dan Ceng Lan tiba-tiba telah berlarian ke atas bukit menyusul Bi Kwi sambil nyeletuk,

"Eh, kongcu yang tampan, kalau ingin berkenalan dengan Bi Kwi silahkan saja datang ke sendang, hi-hi....!"

Kun Bok tertegun dan pemuda ini mendelong. Dia hendak berseru, akan tetapi suaranya terkancing. Diam-diam hatinya berdebar tidak karuan dan mendengar "saran" dua orang gadis yang berlarian ke atas bukit itu jantungnya berdegup semakin kencang. Entah mengapa, keberanian Ceng Si dan Ceng Lan itu mendesirkan darah mudanya. Dan teringat lirikan tajam dari Bi Kwi sebelum gadis itu lari ke sendang membuat hatinya berdebaran.

Bi Kwi! Demikian manis dan cantik gadis itu. Dan piggulnya yang menari-nari naik turun sewaktu mendaki bukit tadi, aihh... kalamenjing Kun Bok tak terasa ikut naik turun! Pemuda ini menelan ludah dan entah mengapa tiba-tiba saja dia ingin berjumpa kembali dengan perawan manis itu. Ada suatu keinginan aneh menyelinap dalam hatinya, dan merasakan betapa hangat serta lunaknya tubuh si dara yang tadi menempel ketakutan ke tubuhnya membuat Kun Bok jadi tidak enak makan tidak enak tidur.

Seharian itu dia seperti orang linglung. Sebentar hilir-mudik sambil memandang penuh harap perjumpaannya kembali dengan Bi Kwi, namun sebentar kemudian dia merasa was-was dan takut-takut. Kun Bok menjadi bingung. Di sutu pihak dia ingin berhadapan kembali dengan giedis itu, namun di pihak lain dia merasa gelisah dan ragu-ragu. Kalau seandainya dia nekat menemui gadis itu, lalu apa yang hendak dibicarakan?

Kun Bok termenung sejenak dan tiba-tiba wajahnya berseri. Ah, kenapa dia begitu tolol? Ada alasan bagus untuk memecahkan jalan buntu ini. Dan itu bukan lain adalah pernyataan maafnya terhadap Bi Kwi! Begitu pikiran ini muncul kontan saja Kun Bok merasa girang. Sekarang dia tidak pula takut-takut ataupun ragu-ragu lagi. Ada alasan kuat baginya untuk mencari Bi Kwi dan dengan alasan ini pula dia akan dapat berhadapan dengan si perawan gunung! Maka Kun Bok melonjak gembira dan dengan mata bersinar diapun lalu mercari kesempatan itu.

Akan tetapi baru saja dia melompat setindak, sekonyong-konyorg diapun tertegun. Bi Kwi sedang mandi di sendang, apakah dia harus menjumpai gadis itu dalam keadaan seperti itu? Tentu dia bakal dianggap kurang ajar! Dan belum lagi dua orang gadis temannya yang juga sedang mandi bersama-sama. Ah, bagaimana ini? Kun Bok menjadi merah mukanya. Apakah dia hendak mengintip tiga orang gadis yang sedang mandi? kalau sampai ayahnya tahu tentang perbuatannya itu tentu dia bakal mendapat teguran hebat atau bahkan mungkin hukuman keras!

Karena itu Kun Bok termangu dengan muka kebingungan. Bukan maksudnya hendak menggintip perawan-perawan gunung, akan tetapi hasrat hatinya yang berkobar untuk menemui Bi Kwi ternyata hebat sekali, Apa akal...? Sejenak pemuda ini terdiam dengan mata terbelalak dan akhirnya dia menindas gejolak hatinya. Esok masih ada waktu, mengapa dia terburu buru?

Dengan keputusan ini akhirnya pemuda itu bersabar juga. Sore yang panjang dilewatinya dengan perasaan jengkel dan malam pun tibalah. Dia sebenarnya menghendaki agar malam cepat terganti pagi, namun agaknya dewa kegelapan inipun menggodanya. Malam dirasanya terlalu merayap seperti siput kehabisan bekal. Maka meskipun dia mengumpat tiada habisnya kepada dewa kegelapan ini, malampun tetap saja barjalan seperti itu. Panjang dan menjemukan.

Akan tetapi kesabarannya ternyata berhasil juga. Bumi mulai terang dan sang dewa suryapun muncul. Memang masih lemah dan tampak aras-arasen di ufuk timur, namun itu semua sudah cukup menggembiraaan hatinya. Kun Bok melompat, bangun dari tempat tidurnya yang masih rapi dan secepat itu pula dia telah berlarian ke bawah gunung, menuju tikungan tajam di lereng bukit!

Seperti orang sinting saja pamuda ini menuju ke tempat itu, tidak perduli betapa hari masih terlampau pagi. Akan tetapi Kun Bok memang tidak menghiraukan itu semua dan begitu tiba di tempat ini segera saja dia melompat di sebuah batu besar sambil memandang ke bawah gunung. Di sini dia menanti, penuh kesabaran namun juga harap-harap cemas. Jantungaya berdebar tidak karuan, berdegup seperti tambur dipukul. Ada kira-kira tiga jam dia menunggu dan akhirnya orang yang dinanti-nantikan pun datanglah!

Bi Kwi tampak dari kejauhan, melenggang menuju ke atas gunung. Dan gadis itu seperti biasa kembali membawa setumpuk pakaian untuk dicuci dan mandi. Yang mendebarkan lagi, ternyata gadis ini hanya seorang diri saja. Ceng Si dan Ceng Lan tidak ikut! Tentu saja Kun Bok merasa girang, akan tetapi juga jantungnya berdegup semakin kencang. Pemuda ini tak berkedip, memandang si jelita yang berlenggang naik.

Sampai akhirnya, orang yang ditunggn itu-pun mendekat. Bi Kwi telah memasuki tikungan di depan dan Kun Bok yang dipenuhi dengan gejolak perasaan yang tidak karuan ini sudah melompat turun. Dia melompat begitu saja dari atas batu besar, lupa mempergunakan ginkangnya sehingga batu-batu kecil yang ada di bawah saketika berkelotakan turun gugur di tanjakan bukit!

Bi Kwi terkejut, dan Kun Bok juga terperanjat. Gadis ini menoleh dan ketika melihat seseorang melompat turun dari atas batu besar Bi Kwi spontan berseru kaget. Gadis itu terbelalak, dan hampir saja ia berteriak ketakutan. Akan tetapi begitu mengenal Kun Bok dia segera menahan seruannya dan kini dengan mata keheranan Bi Kwi memandang putera Bu-tiong-kiam Kun Seng ini.

"Kau....?"

Kun Bok mengangguk dengan muka panas. "Benar, nona, akulah orangnya. Apakah kau terkejut? Aih, maafkan kalau begitu...." Kun Bok berkata gugup dan Bi Kwi tiba-tiba tersenyum.

"Ah, kongcu, mengapa harus minta maaf? Jalan ini jalan umum, maka wajar jika dua orang berpapasan secara mendadak. Aku tidak terkejut hanya keheranan saja mengapa kau tiba-tiba ada kembali di sini. Hendak ke dusunkah?"

Kun Bok meaggeleng kan kepalanya. "Tidak, nona, tapi sengaja memang hendak menemuimu...." Pemuda ini berkata likat dan muka Bi Kwi tiba-tiba bersemu dadu.

Gadis itu terkejut, dan sejenak dia terbelalak. "Ih, apa… apa maksudmu, kongcu?" Bi Kwi bertanya kaget dan suaranya terdengar agak gemetar.

Kun Bok menatap ke depan, dan entah mengapa bertemu dengan wajah yang demikian manis dan segar itu tiba-tiba saja hatinya bertambah gugup. Mata yang bening terbelalak indah itu dan bibir yang merekah sedikit terbuka ini membuat dia terpesona dan Bi Kwi yang dipandang seperti itu tiba-tiba menutupi mukanya.

"Kongcu, apa.... apa maksudmu? Kenapa kau memandangiku selalu?"

Pertanyaan inu menyentakkan pemuda itu dan seketika Kun Bok tersadar. "Eh... oh ah, apa... apa, nona… ?" Kun Bok tergagap dan Bi Kwi yang tadi jengah itu tiba-tiba tertawa geli dengan suara ditahan.

"Kongcu, kau tadi selalu memandangiku. Dan aku bertanya, ada apakah?" Bi Kwi mengulang peranyaannya, dan Kun Bok menyeringai dengan muka semakin panas.

"Nona, maafkan aku…..!" Kun Bok menenangkan guncangan hatinya dan jantung yang tadi berdebaran itu kini berhasil ditindasnya. "Aku memang merasa linglung sekali pagi ini dan untuk itu harap kau tidak mentertawakannya. Ketahuilah, nona, kedatanganku kemari bukan lain adalah hendak meminta maaf atas kejadian kemarin yang tidak kusengaja!"

Kun Bok berhenti sebentar menunggu reaksi, dan Bi Kwi yang tadi ketawa geli sekarang mendadak lenyap senyumnya dan kembali mukanya bersemu dadu. "Ah, persoalan itukah....?" gadis ini menjawab sambil menundukkan kepalanya.

Dan Kun Bok menjadi lebih tenang. Berhadapan dengan gadis yang menundukkan kepala begini memang membuatnya lebih berani dan karena itu diapun mulai dapat mengusir kecanggungannya. "Benar, persoalan kemarin itu, nona. Maka di sini dengan sungguh-sungguh aku hendak minta maaf jika kau merasa terhina atas peristiwa itu," Kun Bok lalu menjura di depan Bi Kwi dan gadis berpakaian hitam ini terkejut.

"Eh, kongcu, apa-apaan ini? Kau tidak bersalah, malah akulah yang justeru harus minta maaf kepadamu karena kemarin itu akulah yang menubruk dirimu!" Bi Kwi berseru kaget dan dengan tergesa-gesa gadis inipun menjura di di depan Kun Bok.

Dua-duanya saling pandang, dan Bi Kwi segera melengoskan mata dengan pipi kemerahan. Gadis itu tampak kemalu-maluan, akan tetapi senyum di bibimya mengembang segar dan secara tidak kentara kerlingnya menyambar tajam. Kun Bok menjadi girang, dan pemuda ini menjadi semakin berani. Melihat gadis itu tidak marah saja sudah membuat dia merasa seakan mendapat kebahagiaan besar.

Karena itu diapun lalu kian mendekat dan akhirnya pembicaraan-pembicaraan pendek di antara merekapun dimulailah. Terjadilah percakapan-percakapan yang lebih intim di antara keduaaya dan senyum manja serta kerling tajam Bi Kwi sering dilancarkan. Kun Bok semakin mabok kepayang, dan Bi Kwi yang genit-genit merpati itu semakin manja dalam gerak-geriknya.

Pagi itu juga gairah asmara mulai tampak gejala-gejalanya. Baik Bi Kwi maupun Kun Bok kelihatannya sama-sama suka dan mereka mulai tertawa-tawa gembira. Pagi yang cerah disambut gelak manja si perawan desa dan Kun Bok yang mulai tergila-gila kepada gadis manis ini semakin hanyut dalam buaian perasaan hatinya.

Pemuda ini tidak sadar, betapa Bi Kwi yang sering tersenyum manis itu berulang kali mencibir tersembunyi dengan sinar mata aneh. Dan diapun tidak tahu, betapa dua pasang mata lain yang jeli dan indah juga memandang semua gerak-geriknya itu dari kejauhan dengan mata bersinar-sinar gembira. Mata Ceng Si dan Ceng Lan!

Dan hubungan yang semakin akrab ini sekarang ditambah dengan sikap Bi Kwi yang kian hari kian bertambah berani. Gadis itu sekarang tidak malu-malu lagi, dan setiap kali hendak pergi ke sendang sekarang malah minta diantar! Tentu saja Kun Bok mula-mula terkejut dan pemuda itu tampak ragu-ragu. Akan tetapi, melihat Bi Kwi sudah mulai cemberut dan mata yag indah itu menyinarkan rasa tidak senangnya membuat pemuda itu tersudut. Bi Kwi hanya minta diantar saja, lain tidak. Alasannya karena kendak menghindari godaan-godaan pemuda kampung yang kurang ajar. Karena itu, gadis ini hendak mencari perlindungan dari Kun Bok agar merasa aman.

"Bok-ko, kenapa sih kau ragu-ragu? Bukankah kita tidak melakukan hal-hal yang kurang patut? Asalkan menjagaku dari kejauhan tentu orang-orang lain tidak ada yang berani menggangguku. Mengapa kau tampak keberatan?" demikian mula-mula Bi Kwi bicara tentang hal ini kepada Kun Bok, menyebut pemuda itu "Bok-ko" (kanda Bok) sementara mulutnya ditarik merengut.

Kun Bok berdebar, dan pemuda ini merah mukanya. "Kwi-moi (adik Kwi), bukannya aku keberatan dalam mengantarmu ini, akan tetapi kalau sampai ada orang lain melihat dan salah sangka terhadap diriku, bukankah runyam sekali? Apalagi kalau sampai terdengar ayah!"

Bi Kwi melerok tidak puas. "Bok-ko, salah sangka bagaimana kau maksudkan di sini?"

Kun Bok gelagapan. "Kwi moi… ini… ini masa kau tidak tahu?"

"Hmm, kalau aku tahu tidak bertanya, Bok-ko!" Bi Kwi mencibir.

Kun Bok tampak merah telinganya akan tetapi melihat Bi Kwi memang agaknya tidak mengerti maka diapun menjawab, "Kwi-moi, yang kumaksudkan salah sangka di sini bukan lain adalah dugaan orang yang tidak-tidak terhadapku nanti. Memang permintaanmu hanya menjaga saja, tapi kalau orang mengira aku hanya berpura-pura saja untuk dapat mengintip gadis yang sedang mandi bukankah celaka sekali? Nah, inilah salah sangka yang kumaksudkan tadi."

Pemuda itu menarik napas panjang namun tiba-tiba Bi Kwi terkekeh mendengar ini. Bok-ko, kau lucu sekali! Memangnya kenapa sih, kalau kan mau mengintip diriku? Bukankah aku memang kekasihmu?"

Gadis itu tertawa berani dan Kan Bok terkejut. "Kwi-moi…!"

Namun seruan ini terpotong oleh ulapan tangan Bi Kwi. "Hmm, kenapakah, Bok-ko?" Bi Kwi bertanya menantang. "Apakah kata-kataku tidak betul? Apakah dugaanku keliru bahwa kita selama ini sama-sama tertarik dan kau..... suka kepadaku?"

Gadis ini melangkah maju dengan lenggang memikat dan mata yang indah mempesona itu berkredepan seperti bintang timur. Bi Kwi bertolak pinggang dengan tangan kanan. Sementara tangan kirinya merangkul tempat pakaian basah. Manis dan menggairahkan sikapnya ini, juga amat menantang sekali!

Dan Kun Bok yang melihat sikap gadis itu berdiri terbelalak. Dia merasa terkejut sekali, akan tetapi juga berdebaran tidak karuan. Debar jantungnya memukul cepat, dan Bi Kwi yang melangkah maju itu tahu-tahu sudah dekat dengan dirinya. Tubuhnya yang lunak hangar itu menyentuh lembut menggeser manja di kulit tubuhaya dan Kun Bok menjadi gemetar. Selama hidupnya, belum pernah pemuda itu mengalami sentuhan begini macam. Maka tidak heran kalau tiba-tiba dia menjadi seperti orang mabok dan Bi Kwi yang berada di depan matanya ini tahu-tahu sudah diraihnya dalam sekali pelukan.

"Kwi moi...!" suara Kun Bok terdengar serak. "Mengapa kau menggodaku sampai sedemikian macam? Aih, jangan terlalu menghanyutkan perasaanku macam begini. Aku takut... aku takut roboh....!" Kun Bok memeramkan matanya dan Bi Kwi tersenyum penuh kemenangan. Ada satu kelicikan tersembul di bibirnya, namun Kun Bok yang memeramkan mata itu tidak melihat.

"Bok-ko...!" Bi Kwi berbisik lirih. "Siapa yang terlalu menggodamu? Adalah kau sendiri yang barangkali yang berlebih-lebihan memandang diriku. Siapa yang hendak merobohkan kau?"

Kun Bok membuka matanya dan pemuda ini terkejut. Ternyata sepasang bibir Bi Kwi yang lembut basah itu telah menggeleser di bibirnya! Tentu saja Kun Bok tersentak, akan tetapi dia sudah tidak mampu mengendalikan diri lagi. Bi Kwi yang sudah mengulum bibirnya itu kontan dibalas kuluman juga dan Kun Bok Mengerang.

Dua orang muda-mudi ini saling pagut, dan Kun Bok yang baru kali ini mersakan hangatnya bibir yang lembut basah menjadi mabok kepayang. Pemuda itu gemetar lututnya, dan Bi Kwi yang dilumat habis-habisan itu merintih seperti kucing dimanja. Dua-duanya terayun buaian cinta dan baru Kun Bok menghentikan pagutannya itu setelah Bi Kwi meronta keras dengan nafas mengap-mengap. Ciuman Kun Bok yang tidak pakai 'teknik' dan membabi buta ini hampir saja membuat Bi Kwi kehabisan nafas. Karena itu gadis ini lalu melompat mundur dan dengan pipi kemerahan dia menegur,

"Bok-ko, cukup sudah…. awas kalau sampai ketahuan orang!"

Kun Bok terkejut dan dengan mata merah dia berdiri terbelalak. "Kwi-moi, apa… apa katamu? Ada orang…?" pemuda itu celingukan dan Bi Kwi terkekeh geli.

"Bok-ko… kau… ih, kenapa demikian ganas sekali? Kalau tidak meronta barangkali aku sudah mati dalam pelukanmu tadi!" Bi Kwi mengomel, namun sikap marahnya itu hanya pura-pura saja.

Kun Bok menjadi lega, dan pemuda itupun turut tertawa. Dengan gemas dia menyambar lengan Bi Kwi, tapi Bi Kwi mengelak manja. "Bok-ko, jangan diteruskan di sini. Hati-hati kalau Ceng Si atau Ceng Lan naik! Ih, apa kau lupa harus mengantarku ke sendang?"

Gadis itu berkata dan Kun Bok terkejut mendengar disebutnya nama Ceng Sin dan Ceng Lan itu. Biar bagaimanapun juga, memang dia tidak ingin kalau sampai kepergok Ceng Si ataupun Ceng Lan sedang berciuman dengan Bi Kwi. Karena itu, diapun mengendalikan nafsunya dan Bi Kwi yang telah melempar senyum genitnya ini sudah berada di atas bukit sambil tertawa-tawa.

Kun Bok lalu menyeringai girang dan tanpa banyak bicara lagi, diapun segera menyusul Bi Kwi ke sendang dengan hati berdebar-debar gembira. Keduanya berlarian manja, dan Kun Bok yang berada di belakang sengaja tidak mau mendahului Bi Kwi. Pemuda itu sedang asyik memandangi tubuh belakang kekasihnya dan dia tidak mau membung-buang kesempatan baik itu. pinggul Bi Kwi yang naik turun dengan irama lincah ini menciptakan suatu kegairahan tersendiri yang benar-benar asyik untuk dipandang! Dan demikianlah, semenjak hari itu dia telah 'resmi' menjadi pengawal Bi Kwi setiap kali gadis itu hendak pergi mandi.

* * * * * * * *

"He, kau memikirkan apa?"

Bentakan tiba-tiba ini mengejutkan Kun Bok dari lamunannya dan seketika itu juga ia menjumbul. Kun Bok tersentak kaget dan ayahnya tertawa.

"Hei Bok-ji, kau tenggelam merenungkan puteri Beng San paicu, ya? Wah, tiga kali kupanggil tetap saja kau melamun! Hmm, anak macam apa ini? orang tua susah payah mengajari ilmu, anaknya diam-diam saja seperti patung!"

Bu-tiong- kiam Kun Sang mengomel dan Kun Bok terkejut. Mukanya menjadi merah dan dengan tersipu-sipu pemuda ini melompat bangkit. Kiranya, saking jauh dia membayangkan Bi Kwi sampai tidak mendengar panggilan ayahnya yang sudah diserukan sampai tiga kali. Karena itu, dia-pun lalu mendekati ayahnya dan dengan muka kemerahan dia berkata,

"Ayah, harap maafkan aku. Terlampau asyik menghapalkan teori Tit-te-pai seng sampai aku hanyut dalam pikiran sendiri. Harap ayah tidak gusar!"

Pemuda itu menyeringai masam namun Bu-tiong-kiam Kun Sang malah tertawa keras. "Ha-ha, bocah ingusan, berani kau mengelabuhi ayahmu? mata merenung jauh tanpa berkedip dikatakan menghapal Tit-te-pai-sang? Ha-ha ha,... bumi dan langit bisa jungkir balik tidak karuan mendengar kehohonganmu ini! Eh, Bok-ji, kenapa terhadap ayah sendiri hendak menyimpan rahasia? Kuwalat kau nanti. Ha-ha-ha....!"

Pendekar pedang itu ketawa geli dan Kun Bok seperti udang direbus mukanya. Pemuda ini tersipu malu, dan dia tidak berani mengeluarkan suara lagi. Ayahnya memang orang yang sudah cukup makan asam garam, juga sudah pernah muda. Bagaimana dia hendak menipu orang tua itu? Maka Kun Bok terpaksa menundukkan kepalanya dan diam-diam dia merasa berdebar. Ayahnya menyangka dia melamunkan puteri Beng-san paicu, padahal dia sedang melamunkan Bi Kwi. Bagaimana kalau ayahnya tahu tentang hal ini?

Kun Bok belum berani menjawab sendiri dan tiba-tiba perasaan gelisah mulai mengusik hatinya. Hubungannya dengan Bi Kwi sudah semakin intim, dan terus terang dia merasa berat jika harus berpisah dengan gads itu. Sekarang dalam keadaan seperti ini dia dijodohkan dengan puteri Ciok-thouw Taihiap. Apa yang hendak dilakukan? Kalau dia berterus-terang, ayahnya tentu tetap berkeras memilih puteri pendekar besar itu karena memang sudah lama menjadi cita-cita ayahnya agar dia beristerikan seorang gadis yang lihai ilmu silatnya. Sedangkan Bi Kwi gadis lemah biasa, tidak pandai silat. Mana ayahnya setuju? Ah, kalau saja Bi Kwi pandai silat! Ini tiba-tiba saja muncul di benak Kun Bok dan tiba-tiba diapun mengharap adanya suatu keajaiban. Akan tetapi bisakah yang ganjil terjadi?

Kembali Kun Bok mengleluh dan pada saat itu ayahnya suduh mulai bicara, "Bok-ji, hayo singkirkan dahulu semua renungan di otakmu itu! Lihat jurus-kurus berikutnya dari Tit-te-pai-seng! Jurus kedua kunamakan Heng-hun-pe-uh (Awan berarak Hujan Mencurah) dan jurus ketiga bernama Bu Tiong-Boan-Seng (Bintang bertaburan di dalam kabut). Kedua-duangya dilakukan secara berantai, menyusul jurus pertama yang sudah siap dalam dalam sikap pembukanaannya. Karena itu saksikan baik-baik dan lihatlah!"

Bu-teng-kiam Kun Seng mengambil posisi kuda-kuda bersudut dan mata melirik, sementara pedangnya dicabut. Gerak-geriknya ringan dan cekatan, dan Kun Bok yang berdiri di dekat ayahnya segera memusatkan perhatian penuh kepada dua jurus baru ini. Tampak ayahnya kembali menempelkan pedang di kening, tanda jurus pembukaan Tit-te-pai-seng dan begitu orang ini membentak pendek segera tubuhnya melompat ke atas sambil memutar pedang sampai bercuitan. Lima lingkar besar menggulung tubuh ayahnya, membungkus lenyap bayangan orang tua itu dan ketika tiba pada pecahan sinar seperti petir yang menyambar turun, menukiklah pendekar pedang ini disertai seruan nyaringnya.

Itulah jurus Tit-te-pai-seng yang menakjubkan. Kun Bok yang melihat gerakan ayahnya ini membuka matanya lebar-lebar tanpa berkedip. Tampak tangan pendekar pedang itu bergetar, dan sinar yang menyilaukan mata itu tahu-tahu sudah meluncur ke bawah dengan kecepatan kilat.

"Cep...!" Pedang kayu di tangan Bu-tiong-kiam Kun Seng amblas sampai ke gagangnya dan tubuh orang tua itu menegang di udara. Posisinya berjungkir balik, kepala di bawah dan kaki di atas dan Kun Bok yang berdiri terbelalak untuk menyaksikan gerakan berikutnya itu tiba-tiba terpukau ketika melihat dua jurus baru yang didemonstrasikan ayahnya ini. Orang tua itu membentak panjang. Pergelangan tangan diputar sekali dan ternyata pedang yang sudah menancap dalam di permukaan tanah itu tiba-tiba saja tercabut dengan mudah!

"Bok-ji, lihat baik-baik, awas jangan sampai terlewatkan...!"

Kun Bok mendengar seruan ayahnya dan pedang yang sudah dicabut itu sekonyong-konyong membalik ke atas, berjumpalitan di udara lalu beterbangan seperti mega yang berkejaran.gumpalan-gumpalan gelembung terciptalah, susul-menyusul dengan bentuk yang bermacam-macam, persis seperti awan dan Kun Bok yang melihat semuanya ini berdiri celangap!

Pemuda itu mendelong dan lingkaran besar kecil yang bergumpalan seperti mega ini mendadak diperciki sinar-sinar tajam yang kecil panjang menuju ke bawah. Mula-mula belum begitu banyak, akan tetapi sekejap kemudian sinar-sinar yang seperti gerimis kecil itu sekonyong-konyong berubah menjadi ribuan banyaknya menciptakan curahan hujan yang luar biasa lebat! Sungguh inilah satu demonstrasi yang hebat sekali dan Kun Bok yang menyaksikan itu semua nya mengeluarkan seruan kagum tanpa disadari,

"Aih, Heng-hun-po-uh yang luar biasa sekali. Benar-benar mirip awan dan hujan mencurah..."

Pemuda itu berteriak dan Bu-tiong-kiam Kun Seng tertawa gembira di balik sinar pedangnya. "Bok-ji, jangau silau oleh gerakan Heng-hun-po-uh. Lihat rangkaian berikutnya ini...!" orang tua itu berseru memperingatkan dan tiba-siba gerakan pedangnyapun berobah. Kalau tadi menciptakan awan-awan yang berarak dan hujan lebat yang mentakjubkan sekali, adalah sekarang mendadak membentuk garis kecil-kecil dalam segi lima bintang. Sudut cahaya menyilang panjang pendek, semua tertuju pada titik-titik tertentu dan Kun Bok melihat jurus ke tiga ini malah menjadi bengong tidak karuan.

Pemuda itu terbelalak, dan dia melihat betapa pedang di tangan ayahnya kini sudah berobah menjadi ribuan bintang kecil yang saling berkredep, masing-masing berpijar seperti batu langit dan api kecil tampak berpercikan ketika saling gesek dengan kecepatan kilat. Dan akibatnya, dari percikan api yang saling gesek itu muncullah uap keputihan yang semakin tebal. Diiihat sepintas lalu, uap atau kepulan asap itu memang tiada ubahnya dengan kabut dan Kun Bok yang menyaksikan jurus Bu-tioag-boan-seng atau Bin-tang Bertahuran Di Dalam Kabut ini tak mampu mengeluarkan suara lagi. Pujiannya tercekik di kerongkongan dan dia hanya mampu berdiri menjublak saja!

Ada beberapa menit Kun Bok terkesima seperti itu, sampai akhimya, ketika gerakan pedang yang membentuk ribuan bintang itu berhenti dengan tiba-tiba dan sinar kabutpun lenyap, barulah pemuda ini terkejut dari rasa bengongnya. Bentakan ayahnya yang tinggi melengking dalam mengakhiri jurus ke tiga itu membuat Kun Bok tersentak dan tahu-tahu pedang di tangan ayahnya telah tertancap di depan kakinya!

"Ahh...!" Kun Bok berseru kaget dan ayahnya tertawa bergelak.

"Ha-ha, Bok-ji, bagaimana pengamatanmu tentang tiga jurus inti ini?" orang tua itu bertanya sementara Kun Bok sendiri masih tertegun!

Pemuda itu terbelalak, dan dia tidak mamma menjEvvab dergan segera. Akan tetapi, setelah dia menjatuhkan pandangan ke bawah dan seperti °rang kaget mehhat banyaknya daun yanftiba-tiba saja berhamburan ke tanah dengan ujung yang terbelah lima membentuk lukisan bintang. Kun Bok benar-benar terperanjat bukan main. Dia tadi tidak melihat kejadian ini, dan baru sekaranglah dia sadar. Agaknya, saking bengeng dalam menyaksikan permainan pedang ayahnya dia sampai tidak memperhatikan sekitar. begitu sadar Kan Bok segera tersentak kaget.

Ala... ini... aih, hebat bukan kepalang, ayah!" Kun Bak akhirnya berseru kagum dan orang itu kembali tertawa.

"Ha, kau rupanya masih terpengaruh gulungan sinar pedangku, Bok-ji, sampai-sampai kau kurang teliti melihat hasilnya!" Bu-tiong-kiam Kun Seng berseru tertawa dan Kun Bok terkejut.

"Ek, apa maksud ayah?" pemuda mandang. En- tiong- kiam menudingkan telunjukuya. "Bok-ji, coba kau ambil sehelai daun itu. Ambil dan lihatlah baik-baik. Apa yang kau saksikan?"

Kun Bok membungkukkan tubuhnya dam menjumput dan yang terdekat. Perkataan ayahnya tadi mengherankan harinya, karena itu dengan cepat diapun lalu mengamat-amati daun yang dimaksud dan… apa yang dilihatnya? Kun Bok benar-benar terkejut sekali dan pemuda itu berseru kaget. Ternyata disamping terbelah menjadi lima bagian dalam bentuk seperti bintang, daun-daun itupun berlubang kecil-kecil di bagian tengahnya. Dilihat dari kejauhan tanda ini memang tidak tampak.

Tapi begitu dilihat dari dekat segera tampaklah keanehan ini. daun-daun itu tertusuk kecil-kecil seperti dikelikiti tangan. Sungguh luar biasa! Dan Ken Bok Kembali menjadi bengong. Dia memandang ayahnya dengan mata penuh takjub dan jago pedang itu tersenyum lebar. Kiranya sebelum daun-daun itu dibabat pinggirannya menjadi bentuk bintang. Bu Tong Kiam Kun Seng telah terlebih dahulu menusuk bertubi-tubi bagian tengahnya dengan jurus Heng-un-po-uh tadi. Dan dengan gerimis kecil-kecil tadi itulah pedangnya bekerja. Sungguh hal yang amat menakjubkan!

Kun Bok mendelong tak mampu membuka suara dan diam-diam merasa kagum bukan main. Baru sampai jurus ketiga saja kehebatan inti ilmu pedang Bu-tiong-hui-seng-kiam sudah seperti itu. Apalagi kalau sudah didemonstrasikan secara lengkap. Pemuda ini tak mampu mambayangkan lagi dan kegembiraan basar melanda hatinya. Karena itu, diapun lalu meminta ayahnya agar mengulang kembali dua juruis baru ini dan dengan tekun pemuda itupun lain giat berlatih.

Bu- tiong-kiam Kim Sang sendiri memang tidak kaberatan, dan orang tua inipun membimbing puteranya sampai hapal di luar kepala. Dua-duanya sama-sama tekun, yang satu melatih sedangkan yang lain berlatih. Sehari penuh mereka menghabiskan waktu untuk mempelajari tiga jurus inti dari Bu-tiong-hui-seng-kiamsut itu sampai akhimya Bu tiong-kiam Kun Sang menghentikan latihan dengan wajah berseri-sari.

"Cukup, Bok-jil" demikian orang tua itu berseru. "Kauw koat (teori ilmu silat) dari tiga pelajaran ini sudah kau ingat dengan baik. Karena itu, tinggal kau melatihnya dengan rajin setiap hari dan untuk ini kurasa bisa dilakukan dalam perjalanan. Sekarang berhentilah, hapus peluhmu dan persiapkanlah bekal untuk turun gunung mencari bakal isterimu!"

Kun Bok berhenti dan dangan muka kemerah-merahan dia menghapus peluh ya. Latihan yang cukup berat ini memaag hampir menguras seluruh tenaganya, tapi merasa gembira. Karena itu, meskipun tubuhnya letih namun semangatnya tetap terasa segar. Sekarang, mendengar ayahnya kembali mengulaag perkataannya tentang sang bakal isteri Kun Bok tidak berani banyak, membantah. Hanya sedikit kerutan mengernyit di alisnya, tapi itupun tidak kentara. Dan Kun Bok-pun lalu mematuhi perintah ayahnya ini.

Diam-diam kembali ada perasaan gelisah di dalam hati pemuda itu. Namun kareaa takut terhadap mata tajam ayahnya yang barang kali bisa menimbulkan curiga terhadap dirinya, Kun Bok menindas semua perasaan ini dan mencoba bersikap tenang. Bakal yang dibawa memang tidak bagitu banyak. Selain pakaian untuk ganti sehari- hari juga sedikit uang untuk bekal dalam perjalanan. Dan Kun Bokpun cepat membenahi diri sementara ayahnya memandang semua gerak-geriknya dengan mata bersinar-sinar.

Sore itu juga Bu-tiong-kiam Kun Sang melepas puteranya dengan doa restu. Kun Bok mengiyakan dan mengucapkan terima kasih, lalu memberi hormat kepada ayahnya dan memutar tubuh. Pemuda ini berjalan dengan langkah tegap, sementara ayahnya memandang dengan wajah berseri bangga. Sinar matahari mengiring panjang di balakang puteranya. Samoga kau berhasil, anakku. Demikian orang tua itu berdoa di dalam hatinya sementara kejadian-kejadian di luar dugaan bakal menghancurkan harapannya di kelak kemudian hari!

* * * * * * * *

Sore itn matahari memang masih belum tenggelam sepenuhnya. Sinar lembayung yang memerah jingga tampak menyiram lembut di atas gunung dan Kun Bok sejenak termangu-mangu sesaat. Pemuda itu memandang ke bawah gunung lalu ke lereng bukit dan akhimya berhenti di satu lekukan tajam di perut sebuah tikungan "bersejarah" baginya, awal pertemuannya dengan Bi Kwi dan awal dia merasakan lembutnya tubuh wanita.

Teringat kepada Bi Kwi seketika membangkitkan perasaan rindunya. Kun Bok menatap jauh ke depan, dan diam-diam dia berpikir, di manakah kiranya Bi Kwi sekarang? Menurut kebiasaan, gadis itu pada sore-sere begini pasti menuju sendang. Dan sore itu dia memang sedang "absen" tidak mengantarkan Bi Kwi seperti biasanya. Dia telah memberitahukan kepada gadis itu bahwa dia diajak ayahnya turun gunung dalam beberapa hari.

Alasan yang dia berikan adalah karena ayahnya sudah merasa rindu terhadap searang sahabat karib yang sudah lama tidak dikunjungi. Kun Bok memang tidak memberitahukan maksud kepergiannya itu yang sebenamya kepada Bi Kwi, takut kalau-kalau gadis itu terkena "shock" mendengar berita pertunangannya dengan puteri Beng-san-paicu itu.

Sekarang, pada saat dia benar-benar hendak turun gunung dalam waktu yang tidak terbatas, apakah dia tidak perlu menjumpai gadis itu untuk yang terakhir kalinya? Kun Bok mengerutkan kening dan hatinya merasa berdebar. Apakah yang hendak dikatakan kepada gadis itu? Berpamit untuk mencari colon isterinya? Atau mereka-reka lagi satu kebohongan mengelabui Bi Kwi?

Kun Bok merasa bingung sendiri dan entah mengapa tiba-tiba mukanya terasa panas. Sejak kapan din mulai belajar main bohong-bohongan? Sejak perkenalannya dengan Bi Kwi-kah? Agaknya memang begitu. Teringat oleh Kun Bok betapa Be Kwi mengajarinya berbohong setiap kali dia pergi mengantarkan gadis itu ke sendang.

"Bok-ko, kenapa otakmn demikian tumpul sekali? Kan kau punya akal, maka kalau ayahmu bertanya ke mama saja kau setiap sore selain turun-gunung katakan saja kepada beliau kalau kau sekarang mengontrol keamanan dusun dusun di bawah gunung! Nah, bukankah ini hal ini bakal menghilangkan kecurigaan ayahmu? Disamping beliau tidak curiga, bahkan kaupun akan mendapatkan pujian darinya! Hi-hik, kenapa demikian tolol…?"

Begitu mula-mula Bi Kwi bicara sambil terkekeh dan Kun Bok memang melihat ada betulnya juga. Tapi karena dia selama ini diajar untuk selalu bersikap jujur oleh ayahnya, Kun Bok agak merasa berat dan tidak enak juga. Karena itu dia pun lalu mengemukakan hal itu kepada Bi Kwi. "Kwi-moi, akalmu itu memang kelihatannya bagus. Tapi aku diam-diam jadi malu sendiri. Tidakkah ada akal lain yang tidak terlalu bertentangan begini?"

"lh, apanya yang bertentangan?"

"Akalmu itu," jawab Kun Bok. "Kau menyuruh aku mengatakan kepada ayah bahwa aku seolah-olah sedang meronda keamanan dusun, padahal aku sedang mengantarkan seorang gadis mandi! Bukankah ini amat bertentangan sekali? Kalau sampai ayah tahu kebohonganku ini, tentu mukaku jadi seperti udang direbus saja!"

Bi Kwi tertawa genit dan gadis itu mencibir. "Bok-ko, kau agaknya belum mengenal isi dunia dengan baik. Akal adalah akal, dan setiap akal pasti akan mengandung unsur-unsur kebohongan yang memang tidak benar maka itu bukan lagi akal namanya!"

Demikian gadis itu berkata dan Kun Bok mengerutkan keningnya. "Tapi, Kwi-moi..."

"Hmm, tapi apalagi, Bok-ko?" Bi Kwi memotong. "Kau sendiri yang tadi memintaku untuk mencarikan akal. Dan sekarang sudah kita temukan kau tampaknya masin keberatan juga. Kalau begitu, untuk apa mencari akal? Lebih baik bilang terus terang saja pada ayahmu dan habis perkara!"

Bi Kwi tampak uring-uringan dan Kun Bok menarik napas panjang. Memang benar, dialah tadi yang meminta kepada gadis itu agar mencarikan sebuah akal dan Bi Kwi dengan kesungguhannya telah mencarikan akal itu. mau apa lagi? Dia memaag bisa diibaratkan sudah kuyup setengah badan, mengapa menolak kalau sampai basah semua? Karena itu Kun Bok-pun terdiam dan akal Bi Kwi ini jadilah dilaksanakan.

Mula-mula Kun Bok memang merasa malu di dalain hatinya, tapi lama-kelamaan secara aneh rasa malu itupun lenyap. Agaknya, kebiasaan berbohong, begini mulai menempel di urat dagingnya sehingga dia tidak lagi merasakan "nyeri" atanpun jengah seperti dulu-dulu. Memang, kalang-kadang jika kesadarannya yang paling dalam muncul,ada tersirat perasaan malu itu. Tapi perasaan beginipun jarang-jarang saja timbul. Karena itu Kun Bok-pun lalu menjadi tebiasa dan dia, mulai melihat bahwa Bi Kwi merupakan gadis yang amat cerdik. Ada ada saja akal gadis itu, dan dia sendiri kadang-ladang merasa heran dari mana datangnya akal di benak perawan gunung yang memabokkan ini.

Dan sore itu, di saat matahani mulai doyong ke langit sebelah barat, Kun Bok terkenang kepada Bi Kwi. Ada hasrat yang amat kuat di dalam hatinya untuk menjumpai gadis itu sebelum dia turun gunung. Karena itu Kun Bok pun lalu melangkahkan kaki menuruni lembah mencari Bi Kwi. Satu-satunya tujuan adalah menuju sendang. Disitulah biasanya Bi Kwi berada, dan Kun Bok-pun cepat mengayunkan langkah menuju tempat itu.

Sepeminuman teh saja dia berjalan, sampailah Kun Bok di tempat tujuan. Namun baru tiba di mulut sendang Kun Bok menghentikan langkah dengan kaget. Suara cekikikan dari beberapa orang gadis membuat Kun Bok tertegun, dan diantara suara itu terdengar suara parau seorang laki-laki. Tentu saja Kun Bok tertegun dan tiba-tiba mukanya menjadi merah. Dari suara cekikikan tadi, dia dapat mengenal adanya suara Bi Kwi. Dan sakarang diantara suara cekikikan gadis-gadis di dalam sendang ternyata hadir ula seorang laki-laki yang tidak dikenal. Siapakah dia? Dan sedang apakah laki-laki itu? Mengintip atau malah sedang mandi bersama-saina dengan gadis-gadis gunung?

Kun Bok menggeram dan hatinya tiba-tibai panas bukan main. Kalau saja di situ tidak ada Bi Kwi barangkali dia akan persetan saja. Tapi di situ ada Bi Kwi, bagaimana ada orang hendak main gila? Maka Kun Bok-pun lalu melomnat ringan memasuki gerumbul semak-semak dan cepat mengintai. Sudah terbayangkan oleh pemuda ini di tengah-tengah gadis yang sedang mandi itu pasti terdapat seorang laki-lakinya. Tapi Kun Bok malah terhenyak ketika mendapatkan kenyataan yang berbeda. Memang benar di dalam sendang terdapat gadis-gadis yang sedang mandi, dan mereka itu bukan lain adalah Bi Kwi beserta dan orang teman dekatnya, Ceng Si dan Ceng Lan. Dan selain mereka bertiga itu, sama sekali tidak terdapat seorang laki-lakipun! Tentu saja Klan Bok merasa heran dan pada saat itu terdengarlah Ceng Si berkata.

"Hi-hik, Bi Kwi, apakah kau tidak merasa rindu ditinggal selama beberapa hari oleh Bok-kongcu?"

Bi Kwi tampak tersenyum mendengarkan kata kata itu dan gadis ini mengangkat lengannya. "Ih, Ceng Si, pertanyaan melantur apa yang kauajukan ini? Setiap orang yang mempunyai pujaan hati pasti akan merindu jika ditinggal pergi. Apakeh kau tidak begitu?"

Ceng Si tertawa dan Ceng Lan yang tidak membuka suara kini tiba tiba terbahak dengan suara dibuat-buat. "Ha-ha, enci Ceng Si tentu saja juga begitu. Siapa bilang tidak? Kalau dia menyangkal biar kutubruk sekarang juga tubuhnya yang mulus itu! Haih, siapa yang tidak mergilar melihat tubuh yang seindah ini? Hah-hah-hah, kalau saja aku bisa berpian-hoa (salin rupa) tentu sudah kulumat wanita yang demikian menggiurkan begini!"

Ceng Lan tertawa serak dan baru sekarang Kun Bek "mendusin". Kiranya, suara laki-laki parau serak tadi bukan lain adalah bikinan gadis yang satu ini. Pantas tidak ada laki-laki di tempat itu selain mereka bertiga dan Kun Bok yang sudah terlanjur mengintai menjadi tersipu-sipu sendiri. Dia handak mengeratkan leher keluar dari gerumbul semak belukar, tetapi entah mengapa tiba-tiba urat lehernya tidak mau menurut perintah. Ada sesuatu yang membuat matanya tidak berkedip, dan itu adalah perbuatan Ceng Si. Gadis ini terkekeh genit ketika mendengar ucapan Ceng Lan tadi, dan tiba-tiba dia mengangkat tubuhnya dari dalam air.

"Hi-hi-hik, adik Ceng Lan. Berani kau membuktikan kata-katamu itu? Nah, kalau begitu sekarang cobalah. Tangkap dan tubruk diriku kalau bisa! kau bisa berhasil, kau memang laki-laki dan patut untuk berpian-hoa. Tapi kalau tidak berhasil maka Bi Kwi yang harus mengejarmu dan memberi hukuman. Setuju?"

Ceng Si tertawa-tawa dan kalamenjing Kun Bok hampir saja meloncat keluar. Pemuda ini terbelalak, karena dengan berdiri seperti itu maka bagian pinggang ke atas dari tubuh Ceng Si tampak semuanya. Dengan begini, tentu saja tubuh telanjang dari gadis itu seperti dipamerkan dan akibatnya mata Kun Bok jadi melotot seperti ikan emas!

Kun Bok menjadi gemetar lututnya dan pemandangan yang seperti tidak diseagaja itu malah membuat pemuda ini merah mukauya. Dan pada saat itu, Ceng Lan yang ditentang tiba- tiba juga mengangkat tubuhnya sambil terkekeh.

Hi-hik, memangnya kau mau coba-coba, enci Ceng Si? Hemm, kalau begitu baiklah! Eh, enci Bi Kwi, hayo kau menjadi juri dalam perlombaan adu tangkap ini. Kalau aku kalah, kau boleh mengejar dan memberikan hukuman kepadaku. Tapi bagaimana kalau Bi Kwi tidak mampu mengejarku?"

Gadis itu bertanya dan Ceng Si menjawab, "Adik Ceng Lan, jika Bi Kwi tidak mampu melaksanakan hukumannya maka ganti dialah yang harus dihukum. Aku yang akan mengejarnya dan sakali tertangkap kita berdua boleh menjatuhkan kukuman sesuka hati. Bukankah begini adil? Kita masing-masing lalu menciptakan satu rangkaian yang sambung-menyambung dan dengan begini kita dapat mengadu ketangkasan! Bagaimana?"

"Ah, setuju kalau begitu…!" Ceng Lan berteriak gembira. "Hemm, bolehlah kalau begitu..." Bi Kwi juga menjawab sambil tersenyum dan Kun Bok menahan napas.

Pemandangan sekarag yang dilihat benar-benar luar biasa hebatnya. Bi Kwi perlahan-lahan bangkit dari dalam air, dan seperti kebetulan saja gadis itu berdiri menghadapi Kun Bok. Sekarang tampaklah patung pualam yang amat hidup ini. Pinggang yang ramping, disertai lekuk tubuh yang mempesona tampak melenggang naik seperti ular, perlahan-lahan bangkit dan meliuk gemulai.

Kun Bok tertegun dan Bi Kwi kini bertolak pinggang. Tubuh telanjang yang berdiri sebatas pusar itu kini tampak segala-galanya. Mulai perutnya yang putih mulus sampai leher yang jenjang seperti angsa betina. Dan Bi Kwi memang hebat bukan main bentuk tubuhnya. Gadis itu tiada ubahnya dengan sebuah patung marmer yang mengkilap, halus dan lembut mempesona jiwa!

Kun Bok tergetar dan jantungnya berdenyut kencang. Selama hidupnya, belum pernah dia menyaksikan bentuk tubuh seorang wanita dalam keadaan demikian polos dan menggairahkan. Maka tidak heran kalau pemuda ini hampir saja seperti orang kena sihir. Tubuhnya tak bergerak, dan matanya menatap ke depan tanpa berkedip.

Dan Bi Kwi, yang mengkadap langsung seperti tidak disengaja itu kini tersenyum manis tetap berkacak pinggang, menoleh ke arah Ceng Si dan Ceng Lan. "Hayo kalian berdua, mengapa diam saja? Ceng Lan boleh mulai permainannya dan aku berdiri di sini sebagai juri!" gadis itu berkata dan dua orang temannya terkekeh.

"Hi-hi-hik, Bi Kwi rupanya tidak sabar, ya? Kenapa harus tergesa-gesa,? Aku sih sebenarnya malah jadi ingin membatalkan permainan ini dengan tiba-tiba. Aku ingin memuaskan mataku melihat bentuk tubuhmu yang hebat itu, Bi Kwi. Dan kukira semakin nenggairahkan apabila disaksikan dari tempat yang tersembunyi. Tentu amat merangsang sekali, hi-hikk…!" Ceng Si tertawa genit dan Kun Bok yang mendengar kata-katanya itu menjadi merah mukanya.

Ucapan Ceng Si ini seperti main-main saja, Tapi entah mengapa Kun Bok tiba-tiba merasa seakan-akan dialah yang dituju. Karena itu, dia jadi malu dan diam-diam memaki Ceng Si yang dianggapnya kurang ajar. Dan Ceng Lan yang mendengar kata-kata Ceng Si itu juga tertawa. Gadis ni berpura-pura menjadi laki-laki dan dengan suaranya yang parau dibuat-buat dia menimbrung, "Haih, kalian berdua kenapa banyak bicara saja? Aku sudah tidak tahan lagi, nih, dan biarlah enci Ceng Si yang kutubruk duluan. Awas, ha-ha-ha…!"

Gadis itu melompat ke depan dan dengan tiba-tiba menyergap Ceng Si. Ceng Si terkakeh dan dengan tiba-tiba gadis ini menyipratkan air ke muka Ceng Lan, lalu melompat ke belakang sambil tertawa-tawa. Ceng Lan mengumpat, dan dengan mata pedas dia mengejar Ceng Si. Demikianlah, dua orang gadis itu lalu memulai permainannya saling kejar dan tangkap di dalam air. Mereka tampak gembira sekali, semeatara Bi Kwi memandang dua orang temannya itu dengan wajah berseri-seri.

Ceng Lan dan Ceng Si sama-sama licik. Setiap hampir terpegang tentu saling mengecipakkan air ke muka lawan. Yang satu supaya tidak tertangkap, sedangkan yang lain supaya barhasil menangkap. Dengan air di muka lawan, memang mata dapat menjadi pedas dan dengan begitu masing-masing menghendaki kemenangan. Dua-duanya segera hanyut dalam permainan yang mengasyikkan ini sampai akhirnya Ceng Lan menyerah. Ceng Si terlalu gesit, tapi Ceng Lan juga sengaja tidak bermain sungguh-sunguh. Dengan demikian, mau tidak mau Bi Kwi-pun barus tampil di tengah-tengah mereka dan sekarang mereka bertiga saling berkejaran sambil tertawa-tawa.

Tiga orang gadis itu tampak asyik sekali. Mereka seakan-akan juga tidak menghiraukan keadaan sekitar. tidak takut diintai orang, misalnya. Dan Kun Bok yang berada di tempat persembunyiannya menyaksikan semua kejadian di depannya itu terbelalak dengan mata tidak berkedip. Pemuda ini agak terengah, sementara mata dan mukanya semakin memerah. Hawa nifsu yang aneh timbul di dalam dirinya, bergejolak naik perlahan-lahan. Hal ini membuat napasnya memburu dan kalau saja Kun Bok memang pemuda berbatin rendah barangkali dia sudah tidak mampu mengendalikan diri lagi.

Untunglah, hal semacam itu tidak berlarut-larut. Matahari yang semakin tenegelam di langit sebelah barat membuat Bi Kwi dan kawan-kawannya berhenti bermain. Mereka tampak puas, dan dengan wajah berseri mereka bertiga naik ke darat dan mengenakan pakaian. Demikian bebas mereka itu berdiri, dan demikian babas pula mereka mengenakan pakaian.

Semuanya ini disaksikan Kun Bok dan pemuda yang selama hidup baru kali itu melihat pemandangan semacam ini menjadi berputar kepalanya. Tiga orang gadis itu semuanya tampak menggairahkan, namun agaknya Bi Kwi-lah yang paling mempesona. Dan Kun Bok yang memang sebelumnya sudah mabok kepayang terhadap gadis yang satu ini sekarang malah semakin menjadi-jadi. Rasa cintanya kini bercampur rasa berahi, dan Kun Bok seakan terbetot seluruh jiwa raganya.

Kun Bok yang berada di tempat persembunyiannya menyaksikan semua kejadian di depannya dengan mata tak berkedip. Sore itu dengan kenangan yang mendebarkan Kun Bok melihat tiga orang perawan gunung ini kembali ke dusunnya. Bi Kwi di depan, dan Ceng Si serta Ceng Lan mengiring di belakarngnya sambil terus bergurau. Dua orang teman Bi Kwi itu rupanya gadis-gadis yang periang. Mereka selalu bercanda dan ada-ada saja yang membuat mereka terkekeh gembira.

Dan Kun Bok yang maksud utamanya memang hendak menemui Bi Kwi, mengikuti kepergian tiga orang gadis itu secara diam-diam dengan jantung masih berdebar tidak karuan. Bayangan mereka yang telanjang bulat di dalam sendang memenuhi benaknya. Dia hendak mengusir bayangan-bayangan yang membuat darah mudanya bergolak itu, namun belum juga berhasil. Karena itu, Kun Bok lalu mengerahlan sinkangnya dan baru dengan pengeranan konsentrasi yang kuat luar biasa ini dia mampu menenangkan hatinya.

Matahari sudah hampir lenyap di balik gunung ketika tiga orang gadis itu tiba di dusun. Dan Kun Bok yang menguntit di belakang kembali berdesir hatinya. Bukan oleh bayangan mereka yang tadi mandi telanjang bulat, melainkan oleh kenyataan bahwa kini dia hendak menuju rumah Bi Kwi. Memang barangkali aneh kedengarannya kalau dikatakan bahwa selama ini Kun Bok tidak tahu di mana sebenarnya rumah Bi Kwi itu. Dia hanya tahu bahwa Bi Kwi dan dua orang temannya tinggal di Dusun Lee-kim-chung., yakni dusun yang sekarang ini didatanginya. Namun tentang persisnya di mana rumah Bi Kwi itu Kun Bok belum tahu.

Karena itu, setelah kini dia mengintil di belakaag perawan-perawan gunung ini Kun Bok menjadi agak berdebar. Hubungannya dengan Bi Kwi yang sudah berjalan satu bulan itu memang amat rahasia sifatnya. Oleh sebab itu, Kun Bok sendiri selalu bersikap hati-hati. Dia memang selama ini tidak mau singgah di rumah gadis itu adalah dalam rangka menghirdari pertemuannya dengan penduduk dusun. Maka sekarang dalam keadaan "terpaksa" begini dia menyelundup masuk, adalah karena keinginan satu-satunya untuk menemui Bi Kwi menyatakan maksud pengembaraannya.

Dan Bi Kwi yang sudah memasuki Dusun Lee-kim chung itu tampak menuju ke sebelah utara. Gadis ini menghampiri sebuah rumah kecil, yang letaknya bersebelahan dengan sebuah warung arak yang dikenal Kun Bok sebagai milik Ciu-lopek. Dan di sini tiga orang gadis itu berpisah. Ceng Si dan Ceng Lan memasuki kedai arak sementara Bi Kwi memasuki sebuah rumah kecil itu.

Melihat bangunan rumah yang dimasuki Bi Kwi itu agaknya masih baru dan Kun Bok Tidak tahu rumah siapakah itu. maka diam-diam dia menjadi heran juga melihat Bi Kwi memasuki rumah ini. Akan tetapi karena dia sudah berada di situ, Kun Bok-pun tidak mau ambil pusing. Dengan cepat dia menyelinap masuk, lalu dengan satu lompatan kecil dia berhati-hati mendekati jendela di samping kanan.

Di sini Kun Bok berhenti, sejenak celingukan ke sana kemari memperhatikan keadaan sekitarnya kemudian menempelkan muka di kertas jendela. Dan baru saja dia mendekati jendela, tiba-tiba sinar lampu menyala dari dalam kamar. Itulah Bi Kwi dan Kun Bok menjadi girang. Cepat dia membasahi kertas jendela dengan ludahnya dan segera mengintai.

Ternyata memang betul, Bi Kwi berada di situ. gidis ini berdiri di tengah ruangan, berjalan menghampiri sebuah lemari pakaian yang terletak di sudut kamar dengan lenggangnya yang menggairahkan. Kun Bok berdebar, hendak melompat masuk akan tetapi tiba-tiba diurungkan karena khawatir mengejutkan gadis itu. Karena itu, Kun Bok terpaksa mengintai saja, dan menunggu saat yang tepat untuk memanggil.

Dan Bi Kwi yang sudah mendekati lemari pakaian tampak membuka pintunya. Gidis ini mengulurkan lengan, membalak-balik setumpuk pakaian lalu mengambil sebuah kimono berwarna hijau. Pakaian tidur ini tipis, namun terbuat dari sutera mahal dan diam-diam Kun Bok merasa heran juga melihat seorang gadis dusun bisa mendapatkan pakaian seperti itu. Akan tetapi karena dia sedang penuh perhatian terhadap Bi Kwi, Kun Bok tidak mau banyak pusing tentang ini.

Bi Kwi sudah memutar tubuh, mengaca di pintu lemari sebelah kiri dan tampak gadis itu tersenyum. Sejenak dia berdiri mengamati bagian depan tubuhnya, lalu perlahan-lahan melepas ikat pingnang dan mulai menanggalkan seluruh pakaiannya! Tentu saja Kun Bok yang melihat di luar menjadi terkejut, hendak memalingkan kepala namun matanya tidak mau turut perintah. Pemuda ini terbelalak, dan nafsu yang sudah berhasil dikendalikan tadi kini bergolak lagi. Kun Bok berdebar dan jantungnya berdetak kencang.

Sekali pemandangan di telaga kecil saja sebetulnya sudah cukup membuat dia jungkir balik tidak karuan dan sekarang malah diulangi lagi, bagaimana pemuda ini tidak panas-dingin? Dan Bi Kwi yang tampaknya tidak tahu kalau diintai orang dari luar itu kini sudah bertelanjang bulat di depan cermin! Kum Bok benar-benar berputar kepalanya, dan napas pemuda itu mulai memburu. Terlampau hebat pemandangan di depan ini, terlerlampau menggairahkan baginya.

Bi Kwi yang sekarang dilihatnya ini jauh lebih jelas daripada Bi Kwi yang dilihatnya di dalam sendang karena kalau di dalam sendang tubuh gedis itu sedikit banyak masih tertutup adalah sekarang tidak terlindung oleh apapun juga. Gadis itu talanjang sepolos-polosnya, tanpa secuil benangpun. Dan tubuh yang hebat itu kini tampak jauh lebih indah daripada waktu di dalam sendang.

Kun Bok menjadi mabok, dan kakinya yang gemetar tiba-tiba menginjak pecahan genting secara tidak sengaja. Suara ini tidak terlampau keras, tapi Bi Kwi ternyata terkejut. Gadis itu bersuara lirih dan sekaligus menyambar pakaian tidur yang tadi diletakkan di atas meja sambil membentak,

"Ih, siapa di luar?" Dan baru saja ucapan itu selesai kumandangnya Bi Kwi tahu-tahu sudah melompat mendekati jendela dan mondobraknya lebar-lebar. Sekarang tampaklah Kun Bok di luar kamar itu, dan Bi Kwi terkejut.

"Ehh, engkau Bok-ko...?!" gadis itu berseru heran dan Kun Bok merah mukanya. Pemuda ini gemetar, namun Bi Kwi tiba-tiba sudah menyambar lengannya dengan wajah berseri. "Bok-ko. kau sudah datang, kekasih? Ai..., kenapa tidak memberi tahu dulu kepadaku? lh kau nakal, Bok-ko, sebulan lebih kita tidak bertemu dan datang-datang kau mengejutkan diriku! Hemm orang macam apa ini? dan mengapa mendelong saja di luar? Eh, hayo masuk, Bok-ko... cepat, kalau tidak ingin kedinginan diluar...!"

Bi Kwi berteriak kegirangan dan sekali sendal dia menarik tangan Kun Bok ke dalam kamar. Kun Bok melompat masuk dan dengan muka merah serta mata masih terbelalak tidak karuan pemuda ini melihat betapa Bi Kwi menutup kembali jendela kamar dan memutar tubuh menghadapinya lagi dengan mata bersinar-sinar.

"Bek-ko, kau ini kanapa sih? Mengapa seperti orang linglung begini? Dan kapan pula kau tiba di dusun?" Bi Kwi bertanya dengan suara gembira sementara Kun Bok akhirnya tersedak kecil dan menelan ludah.

"Kwi-moi..." Kun Bok menjawab dengan suara agak gemetar. "Aku baru saja tiba dan tentang keadaanku yang seperti orang linglung begini, bukankah karena ulahmu juga? Aku sendiri tadi berada di luar kamar, menunggu dirimu untuk membicarakan sesuatu yang penting dan karena itulah aku kemari."

"Ih, jadi kau sudah lama di luar jendela?"

"Begitulah..." Kun Bok menjawab dan muka Bi Kwi tiba-tiba menjadi merah.

"Kalau begitu, kau… mengintaiku, Bok-ko?"

Kun Bok mengangguk. "Tidak kusengaja, Kwi-moi..."

"Ahh…..!" Bi Kwi berseru perlahan dan entah mengapa tiba-tiba gadis ini menubruk Kun Bok sambil mencubit gemas. "Bok-ko, kau nakal sekali. siapa suruh mengintaiku? Dan kau… kau juga melihatku dalam keadaan tidak berpakaian?"

Kun Bok terpaksa mengangguk kembali dengan jantung memukul keras. "Aku tidak sengaja Kwi-moi… karena sudah terlanjur, jadi kuteruskan Kwi-moi, sungguh mati... karena itu jika kau marah, boleh kau pukul diriku sepuas hati, tapi jangan keras-keras. Sesungguhnya aku… aku sudah mulai mengikutimu sejak dari sendang…..!" suara Kun Bok gemetar.

"Hah...??" Bi Kwi terbelalak. "Sejak dari sendang, Bok-ko? Jadi kaupun kiranya telah menyaksikan kami bertiga mandi telanjang bulat di sana?"

Kun Bok mengangguk dengan muka panas. "Maaf Kwi-moi…!"

"Ihh…..!" Bi Kwi berseru lirih dan tiba-tiba gadis ini merenggut lepas dirinya. Kun Bok yang didorong menunggu kemarahan orang, akan tetapi sungguh aneh diluar dugaan. Bi Kwi yang disangka marah itu ternyata tidak marah, malah terkekeh dan mengherankan Kun Bok. Dan Kun Bok yang berdiri terbelalak itu tiba-tiba dibuat tersirap darahnya oleh perbuatan gadis ini karena megitu Bi Kwi terkekeh, begitu pula gadis ini merobek pakaian tidurnya!

"Brett…..!" kimono tipis itu terbelah dua dan Kun Bok tersentak kaget. "Kwi-moi…..!" akan tetapi seruan itu segera terhenti ditengah jalan karena Bi Kwi telah menggoyang lengan kirinya, sementara tangan kanannya telah kembali bergerak cepat ke bawah. "Brett…!" sekarang kimono itu benar-benar terbuka lebar dan berdirilah Bi Kwi sejelas-jelasnya di tengah kamar itu dalam keadaan bugil!

Kun Bok terkejut bukan main, akan tetapi Bi Kwi sudah menantangnya sambil tertawa menggairahkan. "Bok-ko, kau telah mengetahui segala-galanya tentang tubuhku, lalu buat apa lagi aku harus berpura-pura? Karena itu, Bok-ko, jika kau memang mau bersikap adil sekarang inilah saatnya. Hayo buka bajumu itu, cepat agar kedudukan kita satu-satu…!"

Bi Kwi tertawa aneh dan lutut Kun Bok gemetar tidak karuan. Pemuda ini terperanjat, juga sekaligus tertegun. Memang apa yang dilakukan Bi Kwi itu baginya betul-betul luar biasa sekali, dan Kun Bok yang sebelumnya telah dibuat panas dingin oleh gadis ini sekarang tak mampu membuka suara lagi. Pemuda ini menggigil, dan Bi Kwi melangkah maju dengan langgang membetot sukma.

"Bok-ko, kenapa kau terbelalak saja? Tidak senangkah hatimu menyaksikan penyerahanku ini? Ahh laki-laki bodoh, mengintai saja girangnya sudah setengah mati sekarang, diberi cinta sejati masih saja berpura-pura hi-hikk...!"

Bi Kwi tertawa merdu dan muka Kun Bok menjadi merah sekali. Ucapan itu merupakan sindiran tajam baginya, tapi Kun Bok tidak bisa marah. Kenyataan memang demikian, bagaimana dia hendak menyangkal? Akan tetapi yang paling mengguncangkan jiwa pemuda ini bukan lain adalah sikap Bi Kwi sekarang ini. Tubuh polos tanpa sehelai benangpun itu benar-benar terlalu hebat menyiksanya.

Apalgi sebelumnya dia memang sudah pernah melihatnya berturut-turut dua kali, pertama di sendang dan ke dua di dalam kamar ini. Hanya bedanya, apa yang dilihat itu adalah atas ketidaksengajaan Bi Kwi sendiri. Gadis itu tidak tahu kalau dirinya sedang diintai, tidak seperti sekarang ini yang terang-terangan bermaksud mempertontonkan tanpa tedeng aling-aling! Bagaimana putera Bu-tiong-kiam Kun Seng itu mampu bertahan?

Sekuat-kuatnya seorang pemuda, dia adalah manusia yang memendam nafsu juga. Dia terdiri dari darah dan daging, nafsu dan keinginan. Maka mungkin bertahan teguh menghadapi godaan sedemikian hebatnya? Demikian pula keadaannya dengan Kun Bok sendiri. Karena sebelumnya dia sudah mulai terhanyut dalam gejolak nafsu mudanya menyaksikan Bi Kwi dan dua orang temannya di sendang mandi tanpa prasangka, sekarang ini nafsu yang bergolak benar-benar telah mencapai puncaknya.

Demikian pandai Bi Kwi memikat, dan demikian luwes pula gadis itu membetot semangat Kun Bok sampai-sampai putera Bu-tiong-kiam itu memburu napasnya. Kun Bok sudah menggigil kakinya, hendak bersuara namun tidak ada yang keluar. Bi Kwi terlampau menggairahkan baginya dan tubuh yang indah menggiurkan ini membuat jakunnya naik turun. Maka ketika Bi Kwi tiba di depannya dengan menyiarkan keharuman khas seorang wanita, kesadaran Kun Bok-pun gelaplah.

Pemuda itu mengerang, dan Bi Kwi terkekeh manja. Gadis itu langsung merangkul, memeluk leher Tun Bok seperti rayapan seekor ular betina dan Kun Bok merasa seperti terayun di awang-awang. Dua orang muda-mudi ini saling belit, dan segera dunia menjadi milik mereka berdua. Kun Bok sudah tidak sadar lagi, sedangkan Bi Kwi sendiri terengah-engah oleh nafsunya.

Dua orang laki-laki dan wanita itu telah sama-sama mabok. Keduanya tenggelam dalam nikmatnya cinta berahi dan Kun Bok yang baru pertama kali itu merasakan hangatnya tubuh seorang wanita memang agaknya tidak dapat terlampau disalahkan. Dia masih muda, berdarah panas dan semangatnya juga besar. Bagaimana tidak akan roboh oleh godaan wanita cantik? Dan Bi Kwi yang menyambut keganasan putera pendekar pedang itu tampak terkekeh-kekeh gembira.

Gadis yang biasanya kelihatan lembut dan lemah itu sekarang tiba-tiba saja menampakkan kelainan. Terdapat sesuatu kekuatan yang mengejutkan pada diri gadis ini, suatu kilatan cahaya aneh pada sepasang matanya. Akan tetapi sayang, Kun Bok yang terninabobokkan oleh nafsu birahinya tidak melihat adanya tanda-tanda itu. Pemuda ini sedang tenggelam dalam buaian asmara, sedang hanyut dalam madu yang memabukkan maka semua keanehan-keanehan itu sudah tidak dilihatnya lagi. Malam yang panjang adalah milik mereka berdua, karena itu biar seandainya langit ambrukpun Kun Bok pasti tidak perduli. Maka siapa dapat menghentikan permainan cinta mereka Hanya waktulah yang agaknya mampu. Dan itupun memang segera mereka alami.

Kun Bok dan Bi Kwi akhirnya menyerah pada kenyataaa ini setelah lewat tengah malam. Keduanya tergolek kelelahan, sama-sama tidur berdampingan di satu tempat tidur. Kun Bok di sebelah kanan sedangkan Bi Kwi di sebelah kiri. Kedua-duanya tampak puas, meskipun tubuh mereka terasa lemas oleh pengurasan tenaga yang agak berlebihan. Namun itu rupanya tidak menjadi soal bagi mereka asalkan gelora hati yang membara dapat terlampiaskan.

Pagi yang segar kini merayap tenang. Matahari yang hangat mengusap lembut permukaan bumi dan sinamya yang kuning keemasan kebetulan sekali menerobos jendela kamar Bi Kwi mengenai muka Kun Bok. Karena itu, pemuda inilah yang pertama-tama bangun. Kun Bok membuka matanya, menatap langit-langit kamar dan sedetik merasa terkejut karena berada di kamar asing yang bukan kamar tidurnya kendiri. Akan tetapi setelah teringat akan segala sesuatunya yang telah terjaadi Kun Bok menoleh dengan hati berdebar.

Di situ tampak Bi Kwi yang masih tertidur. Rambutnya semrawut tidak karuan, tapi malah menambah kecantikannya yang meaggairahkan. Senyum yang tersungging di bibir yang lembut ini tampak manis sekali dan jantung Kim Bok tergetar. Bersama gadis inilah dia telah tidur semalam dan bersama gadis ini pulalah dia telah meneguk nikmatnya cinta birahi. Aih, bagaimana dia sampai terjatuh dalam buaian asmara ini?

Kun Bok tertegun dan diam-diam ada perasaan tidak nyaman di dalam hatinya. Dia disuruh ayahnya untuk mencari calon isterinva, puteri Beng-san-paicu yang minggat dari rumahnya itu. Tapi dia malah bermain cinta dengan seorang gadis yang baru kenal beberapa bulan. Kun Bok mencoba untuk bersikap tabah. Kalau dia memang benar-benar sudah jatuh cinta terhadap Bi Kwi, tentu dia akan nekat menjalankan apa saja dan untuk itu dia harus bersikap kesatria.

Tapi teringat akan sikap Bi Kwi tadi malam yang secara terang-terangan membuka pakaian dihadapannya tanpa malu-malu lagi, membuat pemuda ini mengerutkan alisnya. Hal semacam itu mestinya tidak dilakukan gadis baik-baik. Orang tua yang keras pasti akan menghajar anak seperti itu habis-habisan. Dia teringat akan pesan orang tua inilah, tiba-tiba Kun Bok tersentak kaget.

Ada sesuatu yang mengejutkan dirinya. Orang tua Bi Kwi, dimana orang tua kekasihnya ini? Kun Bok celingukan dan tiba-tiba saja dia merasa heran. Ada sesuatu yang agak luar biasa di sini. Keheningan rumah itu, kesepiannya yang seolah-olah tanpa penghuni dan juga sikap Bi Kwi yang mengandung tanda tanya. Diam-diam Kun Bok terkejut dan pemuda ini tersentak. Segeralah timbul pertanyaan didalam benaknya, yakni siapakah sebetulnya Bi Kwi ini? Kenapa bertahun-tahun yang lalu, dia tidak pernah melihat gadis ini di Dusan Lee-kim-chung?

Kun Bok menjadi gelisah sendiri dan tiba-tiba saja ada suatu perasaan untuk meninggalkan gadis yang ada di sampingnya ini secepat mungkin. Karena itu, diapun lalu memutar mata ke sekeliling kamar untuk mencari kertas. Dia bermaksud meninggalkan gadis ini melalui sepucuk surat dan sementara matanya meneliti sudut-sudut kamar, tiba-tiba pandangannya membentur sepasang benda aneh di dinding. Sepasang gelang tembaga.

Kun Bok terheran dan dia merasa aneh. Bukan bentuk gelang itu yang membuatnya aneh melainkan warnanya merah darah seperti darah segar! Kun Bok melirik dan diam-diam ada perasaan seram didalam hatinya. Akan tetapi sebelum dia melompat bangun dengan hati-hati untuk memeriksa benda itu tiba-tiba Bi Kwi menggeliat panjang. Gadis itu bergerak dan tiba-tiba membuka matanya.

"Ih, kau sudah bangun duluan, Bok-ko?" Bi Kwi tertawa kecil dan gadis ini langsung me lompat bangun. Selimat dilemparkan ke samping dan dengan tubuh masih polos Bi Kwi tahu-tahu menarik pula selimut Kun Bok. Tentu saja Kun Bok terkejut dan pemuda ini gelagapan.

"Kwi-moi, eh… nanti dulu!" Kun Bok berteriak tapi Bi Kwi malah terkekeh genit.

"Bok-ko, apanya yang nanti dulu? Kalau matahari juga disuruh nanti dulu untuk terbit seperti kata-katamu ini tentu kita masih tidur melulu. Eh, manusia malas, hayo bangun! apa kita tidak perlu mandi?"

Bi Kwi terkekeh gembira dan Kun Bok dibikin kalang kabut. Dengan selimut ditarik seperti itu, berarti membiarkan tubuhnya telanjang bulat dan Kun Bok menjadi jengah. Maka cepat dia menyambar pakaiannya yang tercecer di lantai kamar, sementara Bi Kwi memandang perbuatannya yang dilakukan secara tergesa-gesa itu dengan tertawa geli.

"Bok-ko, kau ini apa-apaan sih? kok seperti orang dikejar setan saja. lihat pakaian yang kau kenakan, terbalik tuh!"

Kun Bok terkejut mendengar seruan ini dan ketika dia memandang, ternyata betul juga ucapan gadis itu. Pakaiannya terbalik. Tentu aja muka Kun Bok menjadi marah dan sambil menggerutu terpaksa dia melepas kembali pakaiannya itu, sementara Bi Kwi semakin terpingkal-pingkal.

"Hi hik, Bok-ko, kau ini lucu sekali. Mengapa harus tergesa-gesa seperti diburu hantu begini? Ih kalau aku tahu begini jadinya tentu aku lebih baik tidur saja agar tidak menjadi mules perutku…!" Bi kwi tertawa geli dan Kun Bok menyeringai kecut.

"Kwi-moi, kau terlalu menggodaku tiada hentinya. Kapan aku bisa bebas dari sikapmu ini?" Kun Bok pura-pura marah dan Bi Kwi tersenyum. Gadis itu melangkah maju, lalu merangkul leher kekasihnya dengan sikap manja.

"Bok-ko, kenapa sih kau jadi gampang ngambek begini? Salahkah aku kalau aku selalu ingin bergembira denganmu? Ih, koko yang baik, jangan begitu dong. Bukankah orang bercinta harus pula bergembira? Nah, tarik cemberutmu itu, ganti dengan senyum ketawa dan kita akan selalu awet muda, hi hi...!" Bi Kwi meraih muka kekasihnya dan sebelum Kun Bok sempat mengelak tahu-tahu bibirnya telah dilumat oleh Bi Kwi dengan pagutan panas.

Kun Bok mengeluh dan dia tidak berdaya. Ciuman Bi Kwi ini merangsang kembali nafsu birahinya dan ketika gadis itu semakin merapatkan tubuhnya yang kenyal menggairahkan Kun Bok benar-benar terbuai oleh permainan cinta memabukkan itu. Pemuda ini terlena dan gesekan tubuh Bi Kwi yang lunak hangat membuat kobaran darah mudanya bangkit kembali. Karena itu Kun Bok pun lalu memeluk ketat kekasihnya ini dan baru beberapa saat kemudian keduanya mulai terengah-engah.

Akan tetapi untunglah Kun Bok yang teringat akan tugasnya semula cepat dapat menahan diri. Pemuda ini mengelakkan ciuman berikutnya dan dengan halus namun kuat dia segera mendorong tubuh Bi Kwi yang mulai gemetar dalam nafsu birahinya.

"Kwi-moi, sudah, sudah, jangan kita teruskan dulu permainan ini…!" Kun Bok berseru dengan suara agak mengigil dan Bi Kwi membuka matanya yang tadi terpejam.

"Eh, apa maksudmu, Bok-ko?" Bi Kwi agak terkejut. "Bukankah kita...!"

"Sstt… Kwi-moi…!" Kun Bok memotong. "Semalam penuh kita sudah memuaskan diri masa hendak diulang lagi? Tidak Kwi-moi, jangan menghambur-hamburkan tenaga! Aku masih mempunyai urusan penting, karena itu cepatlah berpakaian, aku hendak berbicara sesuatu!"

Kun Bok berbicara dengan sungguh-sungguh dan Bi Kwi-pun nampak tertegun. Sedikit kekecawaan membayang di sinar matanya, namun segera gadis itu rupanya dapat memaklumi keadaan. Karena itu Bi Kwi-pun akhirnya hanya dapat menarik napas panjang dan dengan sikap sedikit ogah-ogahan ia mengambil pakiiannya.

Satu-persatu semua pakaian itu dijumpat, dan Bi Kwi lalu mengenakannya dengan sikap sembarangan saja. Kun Bok memandang, dan pemuda ini masik harus menekan semua gairahnya ketika melihat dua buah kancing baju di dada Bi Kwi terbuka. Hal ini memperlihatkan sepasang bukit yang penuh membusung, dan Kun Bok terpaksa mengalihkan, perhatiannya agar tidak tergetar.

Dan Bi Kwi yang kini sudah berpakaian, berjalan menghampiri pembaringan kemudian menarik sebuah kursi menghadapi Kun Bok. Sejenak mereka saling bertatap pandang, Lalu Bi Kwi mulai membuka suara, "Bok-ko, kau hendak bicara sesuatu tentang apakah?" suara gadis ini terdengar agak sumbang dan Kun Bok memegang kedua lengannya sambil menarik napas penyesalan.

"Kwi-moi...." Kun Bok menjawab sungguh-sunguh. "Ada yang hendak kukatakin ini barangkali mengejutkanmu. Ketahuilah, kekasihku, aku baru saja tiba kembali dari perantauan bersama ayah namun pada hari ini juga aku terpaksa akan berangkat lagi guna memenuhi permintaan ayah untuk turun gunung…!" Kun Bok berhenti sejenak untuk menunggu reaksi kekasihnya yang diduga bakal terkejut dan hal itu memang benar-benar terjadi.

Bi Kwi tampak kaget dan gadis ini mengeluarkan seruan tertahan. "Apa Bok-ko, kau hendak pergi lagi? Jadi kau hendak meninggalkanku seorang diri kembali? Bi Kwi terbelalak dan gadis itu hampir saja berdiri.

Tapi Kun Bok segera mencengkeram lengannya dan dengan kepala berat pemuda ini menganggukkan kepalanya. "Begitulah Kwi-moi," Kun Bok berkata terharu, "Tapi kukira hal ini tidak akan berlangsung lama. Karena itu kuminta kesabaranmu untuk menunggu beberapa waktu dan jika kelak aku kembali, pasti aku akan menjumpai dirimu dan... dan..."

Kun Bok tercekik suaranya karena dia tidak sanggup untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Dia tadi hendak melanjutkan dengan kata-kata 'meminang dirimu apabila keadaan menghendaki' tapi kata-kata itu hanya sampai di tenggorokan saja karena Kun Bok-pun tiba-tiba menjadi bingung.

Pemuda ini memang tiba-tiba menjadi tak karuan rasanya, sebab perintah ayahnya untuk mencari puteri Beng-san paicu itu membuat hatinya bercabang. Juga disamping itu, Kun Bok pun mulai dicekam kegelisahan. Hubungannya dengan Bi Kwi yang sudah sampai sedemikian rupa benar-benar telah menyudutkannya dalam posisi yang sulit. Karena itu, pemuda inipun akhirnya terdiam dengan pikiran bingung...


AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.