Pendekar Kepala Batu Jilid 03 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 03
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Pendekar Kepala Batu
"NONA, tidak perlu kau terlalu sungkan. Kalau saja kau tidak nekat dengan sikapamu yang aneh tadi, barangkali kita tidak akan bercakap-cakap seperti sekarang ini dan tidak perlu pula kau meminta maaf. Karena itu berhubung kau harus cepat-cepat menolong kakakmu dan aku sendiri masih mempunyai urusan pribadi, biarlah kelak kita berjumpa Pula. Nah, selamat tinggal dan harap nona berhati-hati dengan orang-orang Thiat-goan-pang, terutama gelang-gelang beracunnya yang amat berbahaya!"

Pemuda ini berkata dan sekali menganggukkan kepalanya, tiba-tiba tubuhnya berputar dan sebelum Ceng Bi mengeluarkan suara, pemuda tinggi besar itu telah berkelebat lenyap dalam waktu sekejap saja! Tentu saja gadis ini terkejut, dan Ceng Bi semakin terbelalak. Ginkang yang demikian hebat sehingga seperti dapat menghilang saja ini belum pernah dilihatnya, karena itu tidak heran kalau gadis ini tertegun.

Akan tetapi, karena orang rupanya memang sengaja tidak mau bicara lagi maka Ceng Bi juga tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya rasa tertariknya semakin bertambah dan diam-diam kekaguman aneh menyelinap di lubuk hatinya. Gadis ini tidak tahu mengapakah perasaannya bisa begitu dan sesuatu penyesalan ganjil mengganggu hatinya.

Siapakah pemuda tinggi besar itu? Dan mengapa gerak geriknya tampak luar biasa? Melihat sambitannya yang demikian jitu serta ilmunya meringankan tubuh yang hebat, tak sangsi lagi gadis ini bahwa pemuda itu pastilah bukan pemuda sembarangan. Sikapnya yang tenang dan sepasang mata yang mencorong berkilauan itu jelas menunjukkan kepandaiannya yang tinggi. Namun karena Ceng Bi memang baru saja terjun di dunia kang-ouw maka gadis ini tetap saja tidak mengenal pemuda luar biasa itu.

Padahal, kalau ada orang lain yang melihat pemuda ini, pasti mereka akan terkejut setengah mati karena pemuda tinggi besar tadi bukan lain adalah bekas jenderal muda yang gagah perkasa dari Kerajaan Yueh, dan yang kini telah melepasakan dirinya dari jabatan dan disebut orang Pendekar Gurun Nerakal

Tentu saja hal itu akan mengejutkan Ceng Bi apabila gadis itu tahu, namun Ceng Bi memang masih terlalu hijau untuk mengenal tokoh-tokoh dunia persilatan. Hanya sedikit banyak ia telah mendengar nama beberapa orang kang-ouw dari ayahnya, seperti misalnya Takla Sin-jin (Malaikat Gurun Takla, Neraka), Ta Bhok Hwesio pendeta Tibet lalu beberapa orang musuh ayahnya seperti Hwe-pian-hok (Si Kalong Kelabu), Te-pi-wan (Lutung Banyak Lengan) dan Mo-san Ngo-yu (Lima Sahabat Dari Bukit Hantu).

Begitu pula dengan nama beberapa partai atau perkumpulan seperti Hoa-san, Kong-thong dan telah dikenal baik oleh gadis Akan tetapi nama Hiat-goan-pang sungguh bam sekali ini dia tahu, dan itupun karena ada sangkut-pautnya dengan nasib kakaknya, Ceng Han!

Oleh sebab itu, setelah bayangan pemuda tadi lenyap, gadis inipun segera pergi dengan cepat, menuju ke timur memenuhi "undangan" Perkumpulan Gelang Berdarah itu. Dan mengingat bahwa orang-orang Hiat-goan-pang rupanya bukan orang baik-baik, gadis yang cerdik ini tidak mau datang secara terang-terangan dan selalu menyelinap dengan sikap hati-hati.

Baiklah kita lari dahulu menuju ke tempat yang akan didatangi Ceng Bi ini untuk melihat apakah sebenamya Hiat-goan-pang itu. Partai Gelang Berdarah ini, memang bukahah perkumpulan yang sudah lama ada di dunia kang-ouw. Bahkan sebaliknya. Perkumpulan ini baru saja muncul satu tahun yang lalu, dipimpin oleh dua orang ketua yang memiliki kepandaian tinggi.

Anak buah perkumpulan itu belumlah banyak, kurang lebih baru sekitar tiga puluh orang. Namun ilmu silat mereka rata-rata cukup tinggi dan pekerjaan mereka adalah sebagai peminta pajak keamanan. Mereka ini hampir setiap bulan mendatangi rumah-rumah hartawan untuk mengambil jatah jatah atau para pedagang-pedagang besar yang sering mengirim barang ke tempat jauh, katanya sebagai imbalan atas jasa mereka yang membuat kaum hartawan ataupun pedagang tadi aman sepanjang masa.

Oleh sebab itu, mengingat bahwa mereka ini rata-rata orang bermuka bengis maka kaum hartawan banyak yang mengalah. Apalagi setelah adanya kejadian menggegerkan di lima kota dengan terbunuhnya orang-orang kaya yang menolak pajak keamanan orang-orang Hiat-goan-pang itu, nama Perkumpulan Gelang Berdarah ini menjadi semacam momok bagi orang-orang kaya. Pemah dahulu seorang hartawan bemama Sun-Wangwe mencari bala bantuan pada pasukan kota, namun kepala daerah bahkan marah-marah kepadanya.

"Sun-wangwe," demikian mula-mula kepala daerah berkata, "Hiat-goan pang tidak meminta seluruh harta bendamu, kenapa kau rrenolak? Petugas-petugas kami sebenamya tidaklah cukup untuk menjaga keamanan kota dari perusuh, dan semenjak Hiat-goan-pang berdiri, semua maling, copet dan para begal yang tadinya selalu merongrong kita lenyap semua. Padahal kau tahu sendiri betapa susahnya kita untuk mengusir tikus-tikus busuk itu. Banyak pengawal kita yang tewas, dan para pengacau pun masih berkeliaran bebas. Akan tetapi, setelah Hiat-goan-pang berdiri dipimpin oleh The Cinjin bersaudara maka semua perusuhpun disapunya bersih. Kenapa kau tidak mau melihat kenyataan ini? Biarpun mereka bukan pasukan kota, namun jasa perkumpulan Hiat-goan-pang jauh lehih besar dari pada pasukan kota. Dan lagi, bukan hanya sendiri saja yang dimintai sumbangan suka rela ini, tapi semua orang-orang kaya!"

Sun-wangwe mengerutkan alisnya. "Ah, ta-ijin, rupa-rupanya ada beberapa hal yang tidak taijin ketahui," katanya sambil memandang pembesar itu. "Memang tidak dapat kita sangkal bahwa sekarang para copet, maling dan begal sudah lenyap dari kota kita. Namun itu bukannya berarti para perusuh ini sudah terbunuh mampus,. Bahkan sebaiiknya, karena ketua Hiat-goan-pang telah menarik orang-orang itu untuk dijadikan anggautanya. Dengan begitu, tikus-tikus busuk itu sebenamya hanya berubah bentuk saja dan tentang sumbangan yang taijin katakan suka rela, aih, apakah taijin tidak tahu? Mereka ini tidak meminta secara sukarela akan tetapi menentukan jumlahnya. Dan kalau jumlah itu semakin lama semakin meningkat karena katanya semuanya sekerang serba mahal, bukanlah keuntungan kami menjadi semakin kecil? Kalau terus-terusan begini, alamat kami semua bakal jatuh rugi dan orang-orang busuk dari Hiat-goan-pang itulah yang semakin menggila!"

Hartawan itu bicara sambil mengepal tinjunya dan kepala daerah itu tiba-tiba menjadi merah mukanya.

"Sun-wangwe!" bentaknya dingin. "Apakah kau tahu akibat dari kata-katamu ini? Keamanan negara jauh lebih penting dibandingkan keamanan rumah tangga pribadimu. Dan masalah mereka orarg-orang busuk atau tidak, apakah perdulimu? Yang penting adalah kau selamat atau tidak, bukankah ini sudah cukup? Tapi kalau kau mau cari onar, hemm..., hal itu terserah dirimu sendiri. Sakarang pergilah, aku tidak mau dengar omonganmu lagi!"

Hartawan itu terkejut dan matanya terbelalak. Sungguh dia tidak mengira bahwa kepala daerah itu justeru marah-marah kepadanya. Dan pada saat itu beberapa buah bayangan bergerak di luar. Hartawan ini menjadi tidak enak dan sebelum dia bangkit dari kursinya, kepala daerah itu telah pergi memasuki kamamya. Tentu saja hartawan ini menjadi pucat, dua orang pengawal memandangnya dingin di sudut pintu. Sun-wangwe menjadi kecut dan karena tuan rumah sudah mengusimya, dia tidak berani tinggal lebih lama lagi dan segera pulang bersama para pembantunya yang menjaga di halaman gedung kepala daerah.

Malamnya, ketika hartawan ini pergi tidur tiba-tiba saja dikejutkan oleh berdirinya dua orang berwajah dingin di dalam kamarnya. Dan mereka itu bukan lain adalah dua orang pengawal di gedung kepala daerah yang tadinya memandang dia sebelum ke luar ruangan. Tentu saja Sun-wangwe terkesiap, namun sebelum hartawan itu berteriak dan mencoba lari, pintu kamamya. telah tertutup dan seorang diantara mereka menyergapnya tiba-tiba.

Sun-wangwe meronta, akan tetapi mulutnya dibungkam. Dua orang itu melepaskan pakaian pengawal dan sekarang tampaklah bahwa mereka ini mengenakan pakaian dalam berwarna warni dan di atas dada mereka terpampang sebuah gambar gelang berwama merah. Itulah tanda anak buah Hiat goan-pang! Hartawan ini terbelalak ketakutan, dan sekarang tahulah dia bahwa di dalam gedung kepala daerah temyata juga terdapat orang-orang dari Perkumpulan Gelang Berdarah itu yang bertugas sebagai mata-mata. Namun pengertian ini sudah terlambat baginya karena sementara dia terkejut, orang ke dua menyambitkan sebuah gelang kecil dan benda ini menancap di atas dadanya.

Sun-wangwe berteriak ngeri namun teriakannya itu hanya berupa seruan tertahan saja dan ketika orang pertama yang menyergapnya membuka bungkaman, hartawan itu telah roboh mandi darah! Sun-wangwe tewas dengan mata mendelik dan keesokan harinya semua orang menjadi geger. Keluarganya bertangis-tangisan dan isteri serta empat orang anaknyapun pingsan melihat kejadian ini.

ltulah peristiwa yang menimpa Sun-wangwe di sebuah kota, dan dalam waktu yang tidak berselisih tiba-tiba empat kota lainpun juga dibuat geger dengan tewasnya empat hartawan di kota rasing-masing. Dan semua kematian selalu ditandai dengan menancapnya sebuah gelang merah yang berlumur darah di atas dada sang korban. Itulah perbuatan orang-orang Hiat-goan-pang!

Tentu saja nama perkumpulan itu yang tadinya hanya dikenal oleh orang-orang kaya segera meluas ke segenap lapisan. Seluruh kota menjadi tahu dan orang-orang yang merasa penasaran dengan kejadian ini, ada yang pergi ke gedung kepala daerah untuk meminta bantuan pasukan keamanan agar menghukum iblis-iblis di dalam Perkunapulan Geleng Berdarah itu.

Namun aneh, semua pembesar hanya menyatakan kesanggupannya belaka tanpa diikuti tindakan nyata! Hal ini membuat beberapa golongan merasa tidak puas. Dan diantara golongan ini terdapat beberapa orang guru silat dari biro ekspedisi pengantar barang (piauwkiok) yang diam-diam merasa terancam kedudukannya. Oleh sebab itu, mereka lalu diam-diam mengadakan kerja sama untuk membunuh gerombolan ini, namun malang, belum dilaksanakan rencana itu tiba-tiba saja orang-orang ini kedapatan mati di rumah masing-masing sebelum menyerbu!

Tentu saja keadaan ini benar-benar menggegerkan dan orangpun dibuat gentar. Hiat-goan-pang seperti perkumpulan iblis saja. tahu di mana musuh berada. Karena itu, masyarakat akhimya tidak berani main coba-coba dan hal ini membuat perkumpulan yang merasa ditakuti itu menjadi sombong. Kalau dulu dalam meminta "sedekah" ini mereka masih bersikap sembunyi-sembunyi, adalab sekarang mereka berani muncul dengan terang-terangan, lengkap dengan pakaian hitam mereka yang bergambar gelang berdarah itu.

Dan wajah-wajah yang bengis inipun dikenal penduduk dan beberapa nama tokohnyapun segera dikenal. Seperti misalnya nama Hek-bin Sam-tom (Tiga Harimau Muka Hitam), Siang-houw (Sepasang Harimau Muka Kuning) dan Tok jiauw Lo-botaw (Harimau Tua Berkuku Tunggal). Dan dari tiga macam "harimaun" tadi, Tok-jiauw Lo-bouw lah yang paling tinggi ilmu kepandaiannya karena dia bukan lain adalah wakil dan sepasang ketua Hiat-goan-pang.

Akan tetapi orang ini jarang muncul, dan yang tahupun biasanya hanya pejabat daerah yang dikunjungi harimau tua itu apabila ketuanya sedang membutuhkan sesuatu yang penting dan mengutus Tok-jiauw Lo-bouw ini ke gedung kepala daerah.

Karena itu, yang biasa diketabui orang adalah si harimau hitam dan kuning. Namun mereka ini sebenamya mempunyai tugas yang berbeda-beda. Kalau Ui-bin Siang-houw sering muncul di bagian Barat wilayah cengkeraman mereka, adalah Hek-bin Sam-bouw bertugas di bagian Utara, termasuk tota Hang-loh yang didatangi Ceng Bi itu. Dan tentang wajah dua orang ketua sendiri, belum ada satupun orang yang telah melihat rupanya. Bahkan kepala daerahpun paling banter hanya melihat Tok-jiauw Lo-houw saja, belum pernah mendapat "kehormatan" dikunjungi ketua Hiat-goan-pang yang hanya maraca kenal dengan sebutan The-cinjin bersaudara.

Dan Ceng Bi, puteri Ciok-thouw Taihiap yang berurusan dengan Perkumpulan Gelang Berdarah ini sekarang harus menemui orang orang Hiat-goan-pang untuk membebaskan kakaknya yang entah mengapa sebabnya tiba-tiba ditangkap oleh musuh-musuh yang sedang menunggunya itu. Padahal, mereka kakak beradik belum lama turun gunung, jadi juga belum punya musuh. Bagaimaana mendadak disatroni lawan? Ceng Bi tidak mampu menjawab pertanyaan ini dan iapun tidak perduli. Perkumpulan Gelang Berdarah ataupun Perkumpulan Gelang Setan baginya tidak menjadi soal. Mereka telah memusuhinya tanpa sebab dan untuk itu ia harus menghajar orang-orang ini.

Ceng Bi memang tidak kenal takut, dan sebagai puteri seorang tokoh besar macam ayahnya gadis ini tidak gentar menghadapi lawan yang betapapun lihainya. Kepercayaan diri sendirinya besar, akan tetapi diapun juga bukanlah seorang gadis yang tanpa perhitungan. Oleh sebab itu, dalam menjalankan tugas ini dia amat berhati-hati sekali. Kakaknya berada dalam cengkeraman lawan, dan dia belum tahu apa sebenamya tujuan orang-orang Hiat-goan-pang itu. Karena itu, Ceng Bi sama sekali tidak berani sembrono dan melihat kenyataan bahwa kakaknya yang lihai sampai tertangkap, hal ini menunjukkan kepadanya bahwa perkumpulan itu memang rupanya tidak boleh dibuat main-main.

Dia sekarang telah keluar dari kota Hong-Loh, dan dengan ilmu lari cepatnya yang tinggi, gadis itu akhimya metihat juga adanya sebuah hutan di bagian timur kota ini. Ceng Bi mempercepat larinya dan setelah dia berada dekat dengan tempat itu, gadis ini melayang naik ke atas pohon untuk melakukan penyelidikan. Tiga orang bermuka hitam tadi telah mengundangnya, berarti orang-orang dari Perkumpulan Gelang Berdarah tentu telah menantikan kedatangannya. Padahal ia hanya seorang diri, dan mengingat senjata rahasia orang-orang Hiat-goart-pang yang beracun, Ceng Bi tidak berani gegabah.

Diam-diam gadis ini mengeluarkan keringat dingin ketilta teringat betapa hampir saja dia melakukan kesalahan yang amat besar dengan menyambar gelang kecil-kecil yang disambitkan tiga orang bermuka hitam itu. Kalau saja pemuda aneh di rumah makan itu tidak segera memperingatkannya, barangkali sekarang ini iapun sudah tertawan oleh perkumpulan Hiat-goan-pang itu.

Ceng Bi menjadi gemas, juga marah malihat kecurangan tiga orang bermuka hitam tadi. Kalau anak buahnya. saja tidak segan melakukan parbuatan-perbuatan curang, apalagi ketua mereka yang tentu lebih busuk dari pada para pembantunya . Dan melihat kenyataan ini gadis itu diam-diam menduga bahwa tertangkapnya kakaknya itupun pasti karena dicurangi lawan. Kalau tidak, bagaimana Ceng Han roboh di tangan mereka?

Karena itu Ceng Bi semakin berhati-hati dan biarpan dia tidak takut, namun pengetahuan tentang watak lawan membuat dia tidak mau datang secara terang-terangan. Gadis ini lalu memutar pandangannya ke depan dan dia melihat adanya beberapa buah rumah di muka hutan agak ke dalam. Tempat ini tidak gelap, karena pohon-pohon yang terlampau rapat jaraknya telah ditebangi. Hal ini membuat daerah itu cukup terang, akan tetapi juga agak dingin dengan adanya kerimbunan pohon di halaman-halaman rumah.

Pandangan Ceng Bi terus beralih dari rumah yang satu ke rumah yang lain dan diam-diam gadis ini merasa heran dan curiga. Agak ganjil suasananya. Rumah-rumah yang cukup banyak itu temyata sepi-sepi saja. Apakah dia salah datang? Ceng Bi merasa tidak, karena di lain tempat hanya inilah yang ada hutannya. Karena itu, dia lalu memandang rumah yang paling besar dan bagus di tengah-tengah, sebuah gunung bercat merah dengan gentengnya yang baru.

Rumah ini mempunyai halaman luas, juga di sebelah dalam ada halamannya pula yang tampak sedikit dari atas pohon di mana gadis itu mengintai. Karena itu Ceng Bi lalu memandang pintu depan rumah ini yang lebar dan seketika matanya membentur sebuah papan nama berbunyi GOAN-PANG. Tentu saja gadis ini menjadi girang, akan tetapi juga berdebar tegang. la telah sampai di tempat yang dituju, dan rumah besar itu tentulah markas pusat dari orang-orang Perkumpulan Berdarah. Akan tetapi, di masa orang-orang itu? Apakah mereka berada di dalam rumah ini?

Ceng Bi bersikap waspada. Keadaan yang sunyi ini bahkan mencurigakan hatinya. Kalau Hat-goan pangcu (ketua Hiat goan pang) memang menyuruhnya datang, tidak mungkin mereka itu keluar. Lebih tepat kalau dikatakan bahwa mereka ini rupanya sedang bersembunyi, bahkan barangkali sekarang sedang mengintainya. Ceng Bi menjadi gemas. Pohon dimana ia menyelidik ini cukup jauh dengan rumah besar itu. Namun diantara jarak ini terdapat deretan pohon-pohon lain dan kalau ia dapat melompat dari pohon yang satu ke pohon yang lain, tentu dia akan dapat mendekati markas Perkumpulan Gelang Berdarah.

Pikiran ini dipertimbangkan sejenak dan Ceng Bi lalu mengadu untung. Apabila benar bahwa sampai saat ini lawan belum mengotahui kehadirannya, maka biarlah dia mendekati sarang harimau itu dengan jatan berlompatan di atas pohon. Akan tetapi kalau lawan sudah mengetahui kedatangannya, tentu saja dia tidak perlu menyembunyikan diri dan siap menghadapi segala kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

Ceng Bi lalu bersiap. Nasihat pemuda tinggi besar bercaping rendah tidak dilupakannya. Karena itu gadis ini lalu mengambil saputangannya dan dengan cermat dia lalu membungkus jari-jari tangannya, dijadikan semacam sarung untuk menjaga tangkisan langsung apabila dia diserang senjata gelang beracun seperti yang dilakukan tiga orang bermuka hitam tadi.

Setelah itu, gadis ini lalu mengerahkan ginkangnya dan bagaikan burung walet saja tiba-tiba tubuhnya melayang ke pohon di depan. Gerakannya ini ringan, dan sambaran bajunya hampir tidak bersuara. Karena itu, dengan mudah gadis ini hinggap di ranting pohon yang hanya sedikit bergoyang seperti diinjak seekor kucing. Di sini Ceng Bi berhenti sejenak, untuk melihat reaksi sekehling. Akan tetapi segalanya tetap sunyi. Oleh sebab itu, diapun talah meluncur lagi ke depan dan setelah berjungkir lima kali berturut-turut dari dahan yang satu ke dahan yang lain, akhimya gadis ini tiba di wuwungan rumah bercat merah!

Sekarang Ceng Bi melihat jelas. Temyata daerah itu cukup luas dan tiap-tiap rumah memiliki halaman masing-masing. Namun yang paling besar adalah rumah ini dan tiba-tiba Ceng Bi tertegun. Halaman tengah yang -tadi hanya kelihatan sedikit dari atas pohon, sekarang dapat dilihat nyata dan gadis ini terbelalak. Sebuah pemandangan yang membuat mukanya merah terpampang, di halaman ini dan Ceng Bi hampir saja berteriak marah.

Apa yang dilihatnya? Bukan lain sebuah kerangkeng besi. Akan tetapi, kalau biasanya kerangkeng itu dipergunakan untuk mengurung binatang, adalah sekarang kerangkeng ini dipergunakan untuk memgurung seorang manusia. Dan manusia itu bukan lain adalah kakaknya sendiri! Gadis itu tidak perduli lagi dan sekali dia mengembangkan sepasang lengannya, Ceng Bi melayang seperti burung. Dengan enteng dia tiba di depan kerangkeng dan dilihatnya Ceng Han terikat dengan mulut tersumbat.

Tentu saja Ceng Bi menjadi gusar dan kemarahannya ini melenyapkan. kewaspadaannya. Gadis itu tidak perduli lagi dan sekali dia mengembangkan sepasang lengannya, Ceng Bi melayang turun seperti burung. Dengan enteng dia tiba di depan kerangkeng itu dan dilihatnya Ceng Han terikat dengan mulut tersumbat.

"Koko...!" Ceng Bi berseru perlahan dan Ceng Han tampak terkejut, memandang adiknya ini dengan mata terbelalak. Kegirangan sekilas tampak di mata pemuda ini namun ini hanya sebentar saja karena pada saat itu, tepat Ceng Bi datang, tiba-tiba dari dalam rumah terdengar suara ketawa bergelak disusul menyambamya sebuah Benda besar menghantam kept Ceng Bi!

Gadis ini terkejut, dan Ceng Han juga mengeluarkan seruan tertahan dengan muka pucat. Namun Ceng Bi bukanlah gadis sembarangan. Begitu ia mendengar suara ketawa itu disusul menyambamya kesiur angin yang amat dahsyat ke atas kepalarya, gadis ini sudah berseru keras dan mencelat jauh menghindarkan diri.

"Brangg...!"

Gerakannya selisih beberapa detik saja dan benda besar itu menimpa kerangkeng Ceng Han. Terdengar suara nyaring yang amat memekakkan telinga dan Ceng Han berikut kurungannya terlempar jauh lima meter lebih sementara benda itu sendiri juga terguling-guling!

Tentu saja Ceng Bi naik darah meliliat bokongan Lai dan ketika ia memandang, temyata Benda besar yang dilempar itu bukan lain adalah sebuah kerangkeng kosong yang pintunya terpentang lebar-lebar dan sementara ia terbelalak marah, belasan bayangan hitam berkelebatan keluar dipelopori seorang kakek tinggi besar yang tahu-tahu telah berdiri mengurungnya! Ceng Bi membalik dan kakek tinggi besar itu tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha, selamat datang, puteri Ciok-thouw Taihap... selamat datang! Sungguh gembira hari ini kami dapat mengundang kalian kakak beradik dalam waktu yang tidak terlalu lama. Ha-ha, pangcu (ketua) pasti senang sekali melihat kehadiranmu. Tidak tahu, apakah nona agak terkejut dengan sambutan kami ini."

Kakek itu memandang Ceng Bi dan yang dipandang membalas dengan muka merah. "Orang tua," demikian Ceng Bi menjawab agak dingin. "Kalau kau mengatakan aku terkejut dengan cara sambutanmu ini hal itu memang benar. Akan tetapi kalau mengatakan bahwa aku datang atas undanganmu hal ini kurang tepat. Yang benar ialah aku datang untuk Membebaskan kakakku yang kalian tangkap, dan tentang sepak terjang kalian yang amat kurang ajar, justeru aku hendak bertanya atas dasar-dasar apakah kalian berani melakukan hal itu?"

Kakek tinggi besar itu kembali tertawa bergelak dan tiba-tiba dia memandang kedalam rumah. "Pangcu, bolehkah hamba menjawab pertanyaan ini?" kakek itu berseru keras dan dari dalam mendadak terdengar suara orang mendengus.

"Tok-jiauw Lo-houw (Harimau Tua Berkuku Tunggal), perlukah kau melayani segala tanya jawab dengan seorang bocah perempuan? Aku tidak punya waktu lagi untuk urusan tetek-bengek dan lekas kau jebloskan saja gadis itu ke dalam kerangkeng seperti kakaknya!"

Kakek tinggi besar menyeringai dan wajah Ceng Bi menjadi merah seperti dibakar. Suara pangcu di dalam rumah itu terdengar sombong sekali dan Ceng Bi hampir saja tidak kuat menahan diri. Namun untunglah, ingatan bahwa kakaknya masih berada di tangan musuh membuat gadis ini menekan hawa amarahnya dan mencoba mengendalikan diri.

Dan Tok-jiauw La houw, kakek tinggi besar yang mukanya seperti harimau itu lalu menghadapi gadis ini lagi sambil berkata dengan suaranya yang besar, "Nona, telah kau dengar sendiri ucapan pangcu kami tadi. Oleh sebab itu, kami tidak berani melanggarnya dan kalau nona ingin mengetahui jawabannya, silahkan menghadap pangcu kami dan di sana nona akan mendapatkan penjelasan selengkapnya. Nah, silahkan nona masuk ke dalam tempat yang telah kami sediakan itu!"

Kakek ini menuding ke kerangkeng kosong seperti sikap seorang sipir penjara terhadap tahanannya dan Ceng Bi benar-benar tidak kuat lagi menahan kemarahannya. "Tua bangka jahanam!" bentaknya dengan sinar mata berapi-api. "Kalau kau sendiri tidak mau masuk ke situ, mengapa hendak menyuruh orang lain? Suruh saja pangcumu yang keparat itu atau biar kau rasakan dulu kelihaianku ini. Haiiitt….!" Ceng Bi berteriak nyaring dan tubuhnya berkelebat ke depan dengan tamparan terbuka.

Tok-jiauw Lo-houw terbelalak, dan tiba-tiba kakek ini tertawa menyeramkan. "Heh, berani kau melawan kami, bocah ingusan? Aih, sungguh besar kepala dan sombong seperti bapaknya!" kakek ini menggereng dan ketika tamparan Ceng Bi menyambar pelipisnya, dengan cepat Tok-jiauw Lo-houw menggerakkan lengan kiri menangkis.

"Plakk!" Lengan Ceng Bi terpental dan gadis itu terkejut sekali. Temyata, dalam adu tenaga ini ke kuatan kakek tinggi tesar itu memang benar-benar hebat sekali. Tahulah dia bahwa untuk menghadapi lawan semacam ini dia tidak boleh banyak mengadu tenaga. Oleh sebab itu, Ceng Bi lalu mengandalkan kecepatan gerakan tubuhnya dan begitu lengannya terpental gadis ini sudah melengking tinggi berkelebatan seperti burung.

Tok-jiauw Lo-houw terkejut, dan kakek inipun terpaksa ikut berputaran mengikuti gerak lawannya yang menyambar-nyambar seperti camar di atas laut itu. Akan tetapi dalam hal kecepatan akhimya kakek ini harus mengakui bahwa dia tidak mampu mengimbangi. Gerak Ceng Bi terlalu cepat baginya. Karena itu mulailah beberapa pukulan atau tendangan mendarat di tubuh kakek ini. Suara "plak-bluk" berkali-kali terdengar nyaring dan Tok-jiauw Lo-houw menggereng-gereng seperti harimau marah.

Dan kakek tinggi besar itu memang benar-benar marah. Sama sekali tidak disangkanya bahwa gadis yang baru berusia belasan tahun ini memiliki ginkang yang demikian ringannya. Dan untuk adu kecepatan begini, tentu saja Tok-jiauw Lo-houw yang besar tenaga namun kurang gesit ini kewalahan. Kakek itu mulai mendelik, dan orang-orang Hiat-goan-pang memandang dengan mata terbelalak. Diam-diam mereka inipun juga merasa kagum.

Tok-jiauw Lo-houw adalah seorang tokoh nomor dua di Perkumpulan Gelang Berdarah. Dia adalah hu-pangcu (wakil ketua) dan mengingat jabatannya ini saja sudah dapat diketahui bahwa kakek itu bukan orang sembarangan. Tenaganya memang hebat, dan kekebalan tubuhnyapun juga mengagumkan. Itulah sebabnya mengapa biarpun berkali-kali terkena pukulan, tubuh yang tinggi besar ini seakan-akan tidak bergeming.

Hal ini membuat Ceng Bi gemas sekali, dan kalau kakek itu marah karena dirinya seolah-olah dibuat permainan, adalah gadis ini yang marah karena pukuian-pukulaunya belum dapat merobohkan lawan yang bertubuh kuat itu. Kedua-duanya sama penasaran, dan Ceng Bi sekarang mulai melancarkan serangan-serangannya kepada bagian-bagian lemah.

Diincamya mata, tenggorokan dan ulu hati serta selangkangan lawan. Dan segera kakek tinggi besar itu mengumpat caci. Empat bagian ini merupakan pusat kelemahan yang fatal, karena itu Tok-jiauw Lo-houw menjadi kelabakan. Kakek ini mencak-mencak dan karena marah dicecar terus, tiba-tiba raksasa tua ini memekik parau. Kedua tangannya bergerak dan sepasang gelang sebesar lingkaran kepala kerbau tahu-tahu berdencing di tangannya.

Inilah senjata khas orang-orang Hiat-goan-pang dan Ceng Bi terkejut ketika mendadak kakek itu menyambut totokan tangan kirinya yang mengarah ulu hati dan menghantam tangan kanannya yang menyambar mata dengan sepasang gelang berkilauan. Tentu saja gadis ini terkejut dan mukanya segera berubah ketika hidungnya mencium bau amis dari angin sambaran senjata itu. Ceng Bi tidak berani bersikap ayal dan sekali dia mengeluarkan pekik nyaring, kedua lengan-nya ditarik secepat kilat sementara kaki kirinya menendang dari bawah menghantam anggauta rahasia Tok-jiauw Lo-houw.

"Siut wut-wuut....dess!"

Gebrakan ini terjadi dengan cepat sekali dan Ceng Bi berseru tertahan. Tampak gadis ini terpelanting, sementara Tok-jiauw Lo-houw sendiri mengaduh sambil menyeringai kesakitan. Kiranya, tidak seperti tadi di mana biasanya kakek tingai besar itu dapat menahan setiap pukulan maupun tendangan sambil tertawa mengejek, adalah kali ini terjadi perobahan.

Tendangan Ceng Bi itu dilakukan sekuat tenaga, dan Tok-jiauw Lo-houw yang menangkis dengan mengangkat paha sedikit ke atas itu kurang mantap. Hal ini disebabkan karena kakek itu harus membagi tenaga, sebagian ke sepasang gelangnya dan sebagian ke atas paha. itulah sebabnya mengapa kakek ini sampai mengaduh dan Ceng Bi sendiri yang melakukan tendangan dalam posisi miring ke bawah dengan tubuh sedikit merendah itu juga terpaksa dibuat terpelanting.

Gadis ini berteriak tertahan dan Tok-jiauw Lo-houw yang marah itu tiba-tiba tertawa menyeramkan. Dengan buas kakek ini melomnat, dan sepasang gelang di tangannya menghan batok kepala Ceng Bi. Tentu saja Ceng Bi terkesiap, namun gadis ini tidaklah gugup. Yang dia khawatirkan adalah racun di gelang-gelang itu, sedangkan untuk serangan maut ini ia tidak begitu cemas. Karena itu, gadis ini tiba-tiba berseru keras dan tubuhnya bergulingan di atas tanah.

Tok-jiauw Lo-houw mengejar, dan Ceng Han yang melihat semua perktiwa di depannya itu menjadi pucat. Sepasnng mata pemuda ini terbelalak dan Ceng Han raengeluh. Dia telah dilumpuhkan secara total. Jalan darahnya ditotok oleh ketua Hiat Goan-pang sendiri. Dan seandainya tidak ditotokpun agaknya juga sulit untuk menolong adiknya itu. Dia berada di dalam kerangkeng, jarak mereka juga cukup jauh. Padahal sekarang ini kakek tinggi besar yang menjadi buas karena tadi dibuat bulan-bulanan pukulan adiknya itu tampaknya tidak mau memberi ampun.

Ceng Han menjadi gelisah bukan main dan karena mulutnya juga disumbat, pemuda ini tidak dapat mengeluarkan suara. Kalau saja mulutnya bebas, tentu dia akan memaki-maki Tok-jiauw Lo-houw yang tidak tahu malu itu. Karena, masa seorang laki-laki tua bangka mencecar seorang gadis muda yang bertangan kosong dengan senjata? Biarpun itu hanya berupa gelang-gelang saja, namun kalau dipegang oleh hu-pangcu (wakil ketua) dari Perkumpulan Gelang Berdarah ini tentu saja besar bedanya.

Dan saat itu, Ceng Bi yang kelihatannya hampir tidak berdaya ini tiba-tiba membuat suatu kejutan. Sepasang gelang merah di tangan Tok-Lo-houw masih menyambar-nyambar ganas, dan berkali-kali Ceng Bi nyaris dari hantaman maut. Akan tetapi selama itu pula kakek tinggi besar ini belum dapat melampiaskan kemarahannya. Tubuh gadis itu seperti ular, meliuk-liuk dan melingkar bergulingan di atas tanah. Sampai akhirnya ketika Tok-jiauw Lo-houw yang gusar bukan kepalang ini berteriak menyeramkan sambil menubruk ke depan, pada saat itulah terjadi sesuatu yarg luar biasa.

Sinar putih yang entah dari mana asalnya tiba-tiba mendesing di udara. Orang tidak tahu, sinar apakah itu. Mereka hanya melihat adanya sebuah cahaya menyilaukan berkelebat dari bawah ke atas dan tahu-tahu bunyi nyaring logam dibabat terdengar dua kali berturut-turut disusul pekik kesakitan Tok-jiauw Lo-houw yang melompat mundur. Dan ketika cahaya ini lenyap, terlihat oleh mereka potongan gelang di atas tanah yang berserakan dari tangan Tok-jiauw Lo-houw sementara kakek itu sendiri terluka tangannya digores pedang!

Tentu Saja orang-orang Hiat-goan-pang berseru kaget. Mereka melihat betapa puteri Ciok-thouw Taihiap itu telah berdiri dengan pedang di tangan dan sebelum Tok-jiaw Lo-houw hilang kekagetannya, tiba-tiba gadis ini berkelebat ke depan menusuk dada kakek tinggi besar itu! Semua orang terkesiap dan Tok-jiauw Lo-houw sendiri memekik parau. Kilatan sinar putih itu meluncur cepat, dan kakek ini melompat ke samping menyelamatkan diri. Namun aneh. Ujung pedang di tangan Ceng Bi mendadak juga ikut berputar mengikuti kakek itu dan tetap menyambar dada! Tentu saja Tok-jiauw Lo-houw terbelalak ngeri dan kembali dia mengelak.

Akan tetapi seperti tadi juga, lagi-lagi pedang ini selalu membayanginya dan wajah kakek tinggi besar itu menjadi pucat. Dia tidak tahu bahwa dalam kemarahannya terhadap Tok-jiauw Lo-bouw, Ceng Bi telah mengeluarkan ilmu pedangnya yang disebut Cui-mo Kiam-sut (Ilmu Pedang Pengejar Iblis), yakni sebuah ilmu pedang yang didapat ayahnya dari perantauan di Pegunungan Himalaya. Ilmu pedang ini hebat sekali, terdiri dari tujuh belas jurus yang masing-masing dipecah dalam lima gerakan. Jadi, keseluruhan ilmu pedang itu mempunyai delapan puluh lima gerakan yang saling susul-menyusul dan pada saat itu Ceng Bi sendiri mengeluarkan jurus ke delapan yang dinamakan Kejar Setan Rontokkan Bulan.

Jurus ini mengarah dua bagian depan tubuh, yakni yang pertama mengancam dada sedangkan yang ke dua nanti dilanjutkan dengan lingkaran dari kanan ke kiri menyambar leher. Dengan demikian, apabila serangan itu berhasil maka sebelum darah muncrat dari dada pedang di tangan ini sudah akan membabat leher. Dan justeru bagian kepala itulah yang dianggap sebagai "bulan". Kalau kepala Tok-jiauw Lo-houw sampai terpenggal, sempurnalah sudah jurus "Rontokkan Bulan" tadi dan tentu saja lawan yang bersangkutan akan tewas sebelum tubuhnya rohoh tersungkur.

Maka tidak aneh jika kakek tinggi besar itu benar-benar tersirap darahnya sekarang. Dia berseru kerss ketika melihat betapa ujung pedang terus mengikutinya ke mana dia pergi dan karena maklum bahwa mengelak jelas bukan jalan terbaik, Tok-jiauw Lo-houw menjadi nekat dan tiba-tiba dia menjentikkan ibu jari tangan kanannya. "Trikk...!" sebuah kuku panjang mencuat ke atas dan Ceng Bi terkejut.

Gadis ini memang tidak tahu bahwa kakek itu sebenamya memiliki senjata aneh, yaitu kuku ibu jarinya itu. Kuku ini memang sengaja dipelihara oleh Tok-jiauw Lo-houw, dibiarkan memanjang sehinga mirip pisau. Dan untuk lebih memperhebat lagi, kakek ini memberikan bermacam ramuan termasuk bisa ular dan kalajengking kepada kukunya itu. Dan inilah yang menyebabkan dia dijuluki Tok-jiauw karena selain berkuku tunggal, juga kuku itu mengandung racun berbahaya yang obat penawamya hanya ada pada kakek itu sendiri.

Dan sekarang, merasa dirinya didesak hebat kakek tinggi besar ini mempergunakan senjata anehnya itu. Biasanya kuku ini digulung jika tidak dipakai, dan Tok-jiauw Lo-houw sendiri jarang mempergunakannya kalau tidak menghadapi lawan-lawan berat. Karena itu, adalah suatu kenyataan pahit bagi kakek ini bahwa menghadapi gadis yang masih bau "pupuk bawang" begini dia dibuat kelabakan. Dan itu semua disebabkan pandangannya yang amat merendahkan orang ini. Melihat bahwa gadis ini masih muda usia dan juga tidak tampak membawa senjata, Tok-jiauw Lo-houw memang amat meremehkan Ceng Bi. Kalau kakaknya saja dapat ditangkap, masa adiknya tidak?

Demikianlah yang dipikirkan kakek itu. Dan dia tidak tahu bahwa apa yang dtlihat dari luar sesungguhnya tidaklah sama dengan yang di dalam. Begitu pula halnya dengan gadis ini. Dia tidak tahu bahwa secara diam-diam Ceng Bi sebenamya membawa senjata, dan senjata itu bukan lain adalah pedang bersinar putih itu. Dan sesuai keadaannya pula, pedang ini disebut orang Pek-kong-kiam (Pedang Sinar Putih), yakni sebatang pedang pusaka yang bersifat lemas. Demikian lemasnya pedang ini sehingga dapat dibuat sabuk yang dililitkan di pinggang. Selain praktis, juga tersembunyi dari mata musuh. Dan inilah yang luput dari pengawasan Tok-jiauw Lo-houw.

Sekarang, melihat gelang-gelangnya dibabat patah dan dia sendiri dibayangi ujung pedang yang seperti bemyawa itu, kakek ini menggereng. Kuku panjangnya dijentikkan dan dengan pengerahan tenaga lweekang Tok-jiauw Lo-houw hendak membuat pedang di tangan Ceng Bi mencelat. Dan biasanya begitulah yang dilakukan kakek ini terhadap orang-orang lain karena kuku-nya itu cukup dapat diandalkan, tahan bacokan senjata tajam.

Akan tetapi, inilah perhitungan Tok-jiauw Lo-houw yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa. Dia tidak tahu pedang macam apa adanya Pek-kong-kiam itu, dan hal ini harus ditebusnya mahal karena begitu kuku pisaunya bertemu dengan senjata di tangan Ceng Bi, tiba-tiba terdengar suara "crak" satu kali dan putuslah pisau kuku di tangan kakek ini.

"Ahh Tok-jiauw Lo-houw terkesiap kaget dan sebelum dia sempat memperbaiki posisinya, tiba-tiba pedang itu menukik turun dengan kecepatan kilat. Kakek ini tidak punya kesempatan lagi. Kuku pisaunya yang tiba-tiba dibabat putus itu benar-benar mengguncangkan hatinya dan ketika pedang meluncur lurus, Tok-jiauw Lo-hauw membanting tubuh secara mati-matian.

"Cratt!" Kakek ini menjerit ngeri dan dada kanannya tertikam. Temyata gerakannya tadi masih kurang cepat dan, meskipun ulu hatinya tidak tertusuk bolong, tetap saja Tok-jiauw Lo-houw seperti diterbangkan nyawanya! Wakil ketua Hiat-goan pang-to memekik keras dan tubuh yang sudah dibanting ini dilanjutkan dengan jalan bergulingan di tanah.

Namun Ceng Bi sudah mendahului. Pedang di tangan gadis itu mengejar aneh dengan putaran setengah lingkaran dan tepat pada saat lawannya membanting tubuh, sinar putih Pek-kong-kiam telah menyambar leher Tok-jiauw Lo-houw untuk merontokkan "bulan". Dan sekali terbabat, tentu kepala kakek tingi besar itu bakal menggelinding. Akan tetapi untunglah, sesuatu kejadian di luar gadis tiba tiba menolong nyawa kakek ini. Dua buah bayangan gelang baja berturut-turut menyambar ke arah Ceng Bi. Yang dua mengarah lengan gadis itu serta batang pedangnya, sedangkan yang dua lain menghantam punggung.

Ceng Bi terkejut. Suara bercuitan dari gelang-gelang itu membuatnya maklum bahwa ada orang-orang pandai datang mecampuri. Karena itu, sadar bahwa dia sendiri jugi diancam bokongan berbahaya. Ceng Bi terpaksa membatalkan serangan terakhirnya terhadap Tok-jiauw Lo-houw untuk dipakai menangkis sambaran senjata rahasia yang mengancam punggungnya ini.

"Trang- trang- trang- trang!"

Empat kali berturut-turut pedangnya bertemu dengan gelang-gelang baja itu dan Ceng Bi mengeluarkan seruan kaget. Lengannya tergetar hebat dan hampir saja Pek-kong-kiam yang dipegang terlepas. Tentu saja gadis ini kaget sekali dan ketika ia membalik, tahu-tahu dua orang kakek kembar telah berdiri di depannya dengan sikap angker!

Ceng Bi terkejut dan dua orang kakek itu memandangnya marah. Sejenak mereka saling beradu pandang dan akhimya kakek di sebelah kiri berkata dengan suaranya yang bengis, "Bocah seberani kau hendak membuat onar di sini?"

Bentakan ini dikeluarkan dengan mulut dingin dan Ceng Bi mendongkol sekali. Ia tidak tahu, siapakah dua orang kakek kembar. itu. Namun melihat mereka muncul dari dalam, agaknya orang orang Hiat-goan-pang juga. Karena itu, dengan sikap tak kalah dinginnya iapun lalu menjawab, "Tua bangka siluman, siapa yang membuat onar? Kalian ataukah aku? Kalau Hiat-goan-pang tidak memulai keributan, masa aku akan datang ke sini? Kau siapakah, mengapa bicara seperti orang yang herkuasa saja?"

Ucapan Ceng Bi ini sama sekali tidak membayangkan rasa takut dan dua orang kakek itu mendengus sementara orang-orang Hiat-goan-pang melompat maju sambil berseru marah.

"Siang-pangcu (sepasang ketua), biarkan kami yang membekuknya agar gadis liar ini tidak kurang ajar lagi!" dua orang bermuka kuning berseru keras dan melayang ke depan. Inilah Ui-bin Siang-houw (Sepasang Harirpau Bermuka Kuniiig) dari Perkumpulan Gelang Berdarah. Mereka termasuk tokoh nomor tiga di perkumpulan itu, jadi setingkat di bawah Tok-jiauw Lo-houw. Karena itu, melihat Tok-jinuw Lo-houw hampir saja celaka di tangan gadis ini mereka bermaksud untuk menghadapinya secara berbareng.

Menurut anggapan dua harimau kuning ini, apabila mereka maju mengeroyok tentu gadis itu dapat ditangkap mengingat selisih kepandaian mereka masing-masing pihak dengan Tok-jiauw Lo-houw tidak terlalu jauh. Oleh sebab itu. Ui-bin Siang-houw ini lalu maju ke depan menawarkan diri.

Akan tetapi temyata dua orang kakek kembar itu menegelengkan kepala. "Ui-bin Siang-touw, kalian berdirilah di pinggir. Biar aku yang menghadapi puteri Ciok-thouw Taihiap ini. Dia membawa Pek-kong-kiam, kalian tidak akan menang. Karena itu kalian berjagalah di tempat musing-masing agar dia tidak melarikan diri!" kakek di sebelah kiri yang tadi membentak Ceng Bi membuka suara dan kakek ini telah melangkah maju dengan tenang.

Ceng Bi terkejut. Mendengar dua orang kakek kembar itu dipanggil Siang-pangcu oleh orang-orang Hiat-goan-pang dia terbelalak. Jadi inikah ketua Perkumpulan Gelang Berdarah? Pantas bicaranya seperti orang yang berkuasa saja, tidak tahunya adalah ketua Hiat-goan-pang sendiri. Karena itu Ceng Bi semakin waspada dan mehhat kakek kembar ini mengetahui pedang pusakanya diam-diam ia merasa kaget. Selamanya, baru sekali inilah dia memperlihatkan Pek-kong-kiam di muka umum. Akan tetapi ketua-ketua Hiat-goan-pang temyata dapat mengenalnya.

Hal ini menandakan bahwa dua orang kakek kembar itu bukan orang sembarangan dan jelas merupakan orang-orang berpengalaman luas. Dan teringat benturan antara gelang baja dengan pedangnya tadi yang membuat lengannya tergetar, suatu kegelisahan menyelinap di hati Ceng Bi. Kalau seorang diantara dua kakek kembar itu saja sudah memiliki kepandaian tinggi, bagaimana dia akan berhasil? Iya kalau mereka orang-orang yang jujur dalam bertandingan, kalau tidak?

Ceng Bi menggigit bibir dan pada saat-saat yang amat menegangkan ini mendadak wajah si pemuda bercaping di rumah makan "Tiang-an," itu muncul secara aneh di depan matanya. Entah mengapa, tiba-tiba saja ia mengharapkan kehadiran pemuda tinggi besar yang gagah perkasa itu di tempat ini. Ceng Bi tidak mengerti, mengapakah dia tiba-tiba teringat kepada pemuda itu. Apakah karena kecemasannya melihat nasib kakaknya? Ataukah ada sebab lain?

Gadis ini tidak tahu dan tidak dapat menjawab secara pasti. Secara lahiriah, alasan Ceng Han ditangkap itulah yang dijadikan pegangan. Akan tetapi, di samping itu sebenamya ada sesuatu yang tersembunyi yang malu untuk Ceng Bi utarakan. Ada sesuatu yang jengah untuk dikatakan dan gadis ini berusaha menyembunyikannya. Oleh sebab itu, Ceng Bi lalu mengusir renungan yang membuat mukanya bersemu merah ini dan melihat kakek di sebelah kiri telah berdiri di hadapannya dengan mata dingin serta wajah mengeras, Ceng Bi melangkah mundur dengan pedang bersilang.

"Orang tua, jadi kaukah ketua Perkumpulan Gelang Berdarah? Mengapa kau mengundangku ke mari dan tanpa sebab menangkap kakakku yang tidak bersalah? Coba kaujawab dulu pertanyaanku ini sebelum kita saling bergebrak," Ceng Bi berkata dengan sikap tenang dan mau tak mau orang menjadi kagum.

Kakek itu memandang Ceng Bi dan tiba-tiba sorot kebencian keluar dari natanya. "Setan kecil" jawabnya dingin. "Pertanyaanmu tidak perlu kujelaskan secara panjang lebar. Cukup kalau kau ketahui bahwa ayahmu mempunyai hutang tiga jiwa terhadap kami. Nah, cukupkah ini?"

Ceng Bi terkejut dari matanya yang indah itu terbelalak. Sebenamya dia mendongkol disebut "setan kecil" begini, namun keterangan lawan yang menyatakan ayahnya punya "hutang" tiga jiwa terhadap Hiat-goan-pang mengalahkan kedongkolan hatinya. Karena itu, dia lalu berseru heran, "Eh, mana mungkin? Ayah tidak pernah menceritakan kepada kami tentang permusuhannya dengan perkumpulan kalian. Bahkan baru sekarang inilah aku mendengar adanya nama Perkumpulan Gelang Berdarah! Orang tua, apakah kau tidak mengacau?"

Kakek itu mendelik. "Setan kecil, jaga mulutmu itu! Siapa hendak mengacau?" kakek ini membentak dan Ceng Bi menjadi merah mukanya.

"Setan besar!" balasnya marah. "Kalau hal itu memang betul terjadi kenapa tidak langsung menemui ayah saja? Apakah kau takut? Cih, beginikah watak seorang ketua perkumpulan? Kerjanya hanya menangkapi anak-anak kecil yang agaknya hendak dijadikan sandera kalau kalian kalah!"

Ucapan ini mengena pada sasarannya dan kakek satunya yang masih berdiri tak jauh dari situ dibuat marah bukan main. "Ji-to (adik nomor dua)," bentaknya keras. "Untuk apa banyak cakap lagi? Tangkap dia dan lumpuhkan seperti kakaknya!"

Seruan ini mengandung tenaga kikhang sehingga tempat itu menjadi tergetar dan Ceng Bi terhesiap. Bentakan ini hebat sekali, dan diam-diam ia terkejut. Sekarang tahulah dia bahwa kakek yang menghadapinya ini adalah ketua nomor dua sedangkan yang masih berdiri di situ adalah ketua nomor satu. Dan melihat kata-katanya membuat orang menjadi marah mengertilah Ceng Bi bahwa apa yang diucapkan itu rupanya memang benar tepat.

Dan hal ini memang tak dapat disangkal. Apa yang dikehendaki oleh ketua-ketua Hiata goan-pang itu memang begitu. Sakit hati mereka atas tewasnya tiga orang saudara di tangan ayah gadis ini menumbuhkan dendam yang amat dalam. Namun, mengingat Pendekar Kepala Batu bukanlah orang yang boleh dibuat main-main maka dua orang ketua ini bermaksud untuk menawan putera-puterinya. Dengan begitu, kalau kalak mereka masih saja belum dapat mengimbangi kesaktian pendekar itu maka satu-satunya jalan ialah dengan mengancam keselamatan anak-anaknya.

Inilah maksud sebenamya dari dua orang ketua itu. Dan Ceng Bi yang tidak mengerti seluk beluknya tentu saja menjadi marah. Masuh atau bukan, orang-orang Hiat.goan-pang ini telah me-nangkap kakaknya. Dan kalau sampai terjadi apa-apa terhadap diri Ceng Han tentu ia akan mendapat marah hebat dari ayahnya yang bengis itu. Apalagi kalau ayahnya tahu bahwa kepergian Ceng Han inipun sebenamya adalah berkat "akal bulusnya" sendiri!

Karena itu, melihat ji-pangcu (ketua nomor dua) ini sudah melangkah maju. Ceng Bipun tidak mau banyak sungkan. "Setan besar, cabutlah senjatamu kalau tidak ingin merasakan ketajaman pedangku!" gadis ini mengejek dengan hidung dikembangkan dan kakek itu memandang dengan sinar mata berkilat.

"Anak setan, tidak perlu kau memberikan nasihat kepadaku. Meghadapi bocah ingusan macammu ini aku sudah tahu bagaimana cara merobohkannya. Karena itu, majulah, kuberi kesempatan sebanyak lima jurus kepadamu tanpa membalas!" kakek ini ganti berseru dan muka Ceng Bi menjadi merah.

"Hem, siluman tua yang sombong. Kau sendiri yang berjanji. Maka jangan salahkan aku kalau Pek-kong-kiam akan mengerat kulitmu sampai berdarah!" Ceng Bi membalas ejekan lawan dan tiba-tiba ujng pedangnya bergetar. Kemudian, sekali gadis ini mengeluarkan teriakan nyaring senjatanya berkelebat menyambar dahi kakek itu dari depan.

Gerakan ini cepat, dan juga amat berbabaya karena ujung pedang bergetar membuat lima cahaya putih yang menyilaukan mata. Dan dilihat sepintas lalu banyaknya mata pedang benar-benar mengancam dahi. Akan tetapi sebenarnya tidaklah begitu. Ceng Bi sedang melancarkan jurus pembukaan dari ilmu silat pedangnya Cui-mo dan jurus pertama ini bemama Bianglala Keluarkan Kilat. Sasaran yang dituju memang kelihatannya ke dahi, namun sebenamya menyerang tenggorokan.

Dan seperti yang menjadi sifat ilmu silat ini, setiap jarus mengandung lima gerakan. Karena itu, sambaran ke dahi yang disilaukan getaran ujung pedang ini akan segera menukik turun ke bawah disusul kemudian dengan tikaman-tikaman di lima titik jalan darah mematikan yang dimulai dari batang tenggorokan terus ke bagian dada. Oleh sebab itu, serangan pertama ini amatlah berhahaya karena menyembunyikan tipuan-tipuan lihai yang tidak disangka lawan.

Akan tetapi ji-pangcu dari Hiat-goan-pang itu tampaknya tidak dipengaruhi oleh serangan maut ini dari sikapnya tenang. Hal ini menandakan bahwa tokoh dari Perkumptuan Gelang Berdarah itu memang betul-betul bukan orang sembarangan. Maka ketika pedang Ceng Bi meluncur di depan mukanya dengan kecepatan kilat, hal yang pertama dilakukan oleh ketua ini adalah menggeser mundur kaki kanannya selangkah. Dengan demikian, sambaran Pek-kong-kiam mengenai angin kosong dan otomatis gerakan-gerakan berikutnya dari jurus pertama yang dilakukan Ceng Bi gagal...!

Tentu saja gadis ini terkejut dan penasaran, namun dia tetap melanjutkan jurus Bianglala Keluarkan Kilat itu. Dan hal ini dikerjakannya dengan memajukan kaki kiri selangkah mengikuti posisi lawan. Karena itu, ketua nomor dua dari Hiat-goan-pang ini kembali didesak seperti tadi dan kakek itu mendengus. Jarak telah diperpendek oleh Ceng Bi, maka ke manapun dia mundur gadis itu pasti akan mengejarnya.

Oleh sebab itu, kakek ini lalu menggerakkan lengan kanannya ke atas menangkis serangan Ceng Bi dengan gelang baja yang melilit di pergelangan tangannya. Tangkisan ini sebenarnya berbahaya sekali, karena sedikit meleset tentu tangan akan terbabat buntung. Namun ji-pangcu dari Hiat-goan-pang itu ternyata benar-benar lihai. Perhitungannya tepat dan mata pedang di tangan Ceng Bi benar-benar bertemu permukaan gelang.

"Cringg..!" bunga api muncrat di udara dan Pek-kong kiam terpental.

Ceng Bi terkejut dan gadis ini berseru keras. Diam-diam ia merasa heran mengapa gelang itu sama sekali tidak patah seperti milik Tok-jiauw Lo-houw tadi yang kini dirawat anak-anak buahnya. Namun ia tidak mau berpikir panjang tentang hal ini karena begitu pedangnya ditangkis mental, Ceng Bi sudah melanjutkan dengan tipu berikutnya yang disebut Kwi-liong-to-sim (Naga Setan Mengambil Hati). Ujung pedangnya menukik turun, seolah-olah hendak menyambar kaki lawan. Akan tetapi baru tiba di depan lutut tiba-tiba mencuat ke atas menusuk lambung kanan. kakek itu dengan kecepatan kilat.

Tentu saja ketua Hiat-goan-pang ini terkejut. Gerakan pedang itu cepat sekali, demikian pula dengan, perobahan-perobahannya yang selalu mendadak. Karena itu, pangcu ini lalu meiengking tinggi dan melompat jauh menghindarkan diri. Namun Ceng Bi tidak mau sudah. Melihat bahwa dua kali serangannya belum memperoleh hasil, gadis inipun lalu memekik dan tubuhnya berkelebat ke depan mengejar kakek itu.

"Setan!" ji-pangcu mendesis perlahan dan mukanya menjadi merah. Kali ini dia tidak mengelak lagi dan tusukan ke lambung kanannya itu diegos sedikit. Pedang Sinar Putih lewat beberapa senti di samping tubuhnya dan ketika pedang itu diputar Ceng Bi membabat pinggang, cepat kakek ini mengerakkan tangan kirinya yang juga memakai gelang untuk menangkis.

"Cringg…!" Suara nyaring ini kembali terdengar dan Ceng Bi menggigit bibir. Pedangnya terpental keras dan hampir saja mencelat dari pegangan. Karena itu Ceng Bi menjadi marah sekali dan gadis ini memekik panjang sambil menggerakkan pedangnya secara gencar. Bertubi-tubi dia menyerang, dan ketua Hiat-goan pang itu dibuatnya kelabakan karena sekarang gadis itu sudah tidak mau lagi beradu dengan tangkisan lawan.

Hal ini membuat kakek itu terpaksa melompat-lompat dan karena terikat janjinya sendiri, ketua nomor dua dari Perkumpulan Gelang Berdarah itu mulai mengumpat di dalam hati. Gadis itu tidak mau lagi diajak beradu keras lawan keras dan hal ini membuat sang ketua kalang-kabut. Setiap jurus dari serangan pedang itu menyimpan lima gerakan beruntun, jadi kalau dia tadi telah memberikan kelonggaran berarti sama saja dengan mandah untuk diserang tanpa membalas sebanyak lima kali lima alias duapuluh lima serangan!

Tentu saja hal ini berat juga dan karena serangan gadis itu semakin lama semakin meningkat seperti orang kalap, ketua Hiat-goon-pang ini tenaksa bertindak untuk menyelamatkan jiwanya. Dua paluh tikaman serta babatan berantai sudah dihindarinya, dan menginjak pada serangan ke dua puluh satu dimana keadaannya benar-benar terdesak, kakek itu berteriak keras dan tiba-tiba sebuah cahaya merah berkelebat menyilaukan mata.

Ceng Bi terkejut, namun gadis ini sudah terlampau panas hatinya. Serangan demi serangan sudah dilancarkannya, akan tetapi kakek setan itu ternyata hebat juga. Maka setelah empat jurus berlalu yang berarti telah menghabiskan duapuluh gerakan beruntun, Ceng Bi sudah mulai merasa girang karena lawannya ini telah dikurungnya rapat dengan sinar Pek-kong-kiam yang bergulung-bergulung. Menurut perhitungannya, asal benar kakek itu tidak membalas, pasti dia akan berhasil menjatuhkan ketua nomor dua dari Hiat-goan-pang ini sebelum gerakan yang ke duapuluh lima!

Akan tetapi ketua dari Perkumpulan Gelang Berdarah itu temyata merupakan manusia yang tidak tahu malu. Begitu merasa dia terancam gulungan pedang yang mengurungnya rapat itu, kakek ini sudah menjilat ludah sendiri pada gerakan yang ke duapuluh satu! Dan saat ini dimulai pada waktu pedang di tangan Ceng Bi menusuk perutnya dari balik gulungan sinar pedang yang gemerlapan.

Pada saat itu Ceng Bi sedan melancarkan jurus Hui-ho-coan-in (Bangau Terbang Menerjang Awan). Pedangnya berputar membentuk payung lebar dan tiba-tiba menikam perut dengan kecepatan kilat. Gerakan ini hampir tidak terlihat saking cepatnya dan tahu-tahu Pek-kong-kiam telah menyambar perut sang ji-pangcu.

Tentu saja kakek itu terkejut. Ujung pedang yang berkelebat tiba-tiba sukar diduga arahnya, dan dia mengandalkan ketajaman rasanya dari sambaran angin pedang. Karena itu, ketika Pek-kong-kiam menyambar perutnya dan dia sendiri sudah tidak dapat melompat mundur karena terkurung gulungan cahaya putih yang berkilauan, kakek ini mengeluarkan bentakan nyaring dan secepat kiilat tangan kirinya menyampok ke bawah sementara tangan kanannya mencabut Po-goan (Gelang Keramat) dari balik bajunya terus dihantamkan ke pundak Ceng Bi.

Gebrakan ini berlangsung cepat, dan Ceng Bi sendiri terkesiap melihat adanya sinar merah berkelebat dari tangan kakek itu menghantam dirinya. Kalau dia meneruskan tusukannya, yang jelas pundaknya tentu akan dihantam gelang di tangan sang ketua. Dan melihat kehebatannya, tidak mustahil jika tulang pundaknya akan remuk terpukul senjata di tangan lawan. Padahal, tusukan Pek-kong-kiam kini disampok lengan kiri ketua Hiat-goan pang.

Karena itu, Ceng Bi berpikir secara kilat dan tindakannyapun dilakukan cepat. Terang menghadapi keadaan yang buruk ini dia tidak mau rugi, maka iapun menarik tusukan pedangnya dan karena gelang di tangan kakek itu sudah meluncur tiba, terpaksa Ceng Bi menggerakkan pedangnya ke atas buat menangkis, sementara dia sendiri melompat ke belakang sambil memaki melihat lawan tidak konsekwen terhadap janjinya.

"Trangg.....!" Pedang di tangan Ceng Bi bertemu dengan Po-goan di tangan ketua Hiat-goan-pang dan akibatnya pedang di tangan gadis itu mencelat dari pegangannya!

''Keparat Ceng Bi memekik gusar dan tubuh gadis ini berjungkir batik menyambar pedangnya. Gerakannya indah, juga manis sekali dan sebelum dia meluncur turun, Pek-kong-kiam telah berada di dalam tangannya seperti semula.

"Bagus!" ji-pangcu berseru kagum dan baru saja kaki Ceng Bi menempel tanah, ketua ini sudah menerjang ke depan sambil terkekeh menyeramkan. "Anak setan, aku sudah tidak mau main-main lagi denganmu. Hayo kau menyerah dan lepaskan senjatamu!" kakek itu berseru lantang dan Ceng Mi memaki.

"Tua bangka siluman, yang tidak tahu malu, beginikah watak seorang ketua perkumpulan? Menjilat ludah sendiri yang telah dikeluarkan? Cihh, lebih baik potong saja lidahmu itu!"

Semprotan ini membuat muka ketua itu merah dan kakek ini membentak gusar. Memang tadi dia terlalu gegabah dengan memberikan kelonggaran lima jurus kepada gadis itu. Dan hal ini dilakukan karena dia tidak tahu bahwa ilmu pedang gadis itu mempunyai pecahan sedemikian banyak. Karena itu, lima jurus tadi sebenamya sama dengan sepuluh jurus biasa. Tentu saja hal ini terlalu berat baginya. Biar bagaimanapun juga gadis itu adalah puteri seorang tokoh besar dunia persilatan, maka mengalah sepuluh jurus tanpa membalas adalah suatu pekerjaan yang amat berbahaya.

Sekarang, dimaki bocah ingusan itu di depan para anggauta, ketua ini menjadi marah dan mengambil keputusan untuk segera merobohkan gadis itu agar tidak semakin binal. Karena itu, kakek ini lalu berseru keras dan tubultnya berkelebat ke depan.

Ceng Bi terkejut ketika mendapat serangan kilat ini. Dia baru saja menginjakkan kaki di tanah, dan tahu-tahu senjata kakek itu telah menyambar dirinya. Tentu saja gadis ini terkesiap dan karena melompat sudah tidak mungkin lagi, maka Ceng Bi mengeraskan hatinya dan menggerakkan Pek-kong-kiam sekuat tenaga untuk menangkis.

"Trangg...!" bunga api berhamburan dan, seperti tadi juga, pedang gadis ini terpental sementara kakek itu sendiri sudah terkekeh menyeramkan sambil menggerakkan jari tangan kirinya menotok pundak.

Ceng Bi mengeluh. Pada saat itu lengan kanannya setengah lumpuh akibat benturan senjata yang amat keras dan sekarang lawannya menotok. Tentu saja dia menjadi gemas. Balas menangkis dengan tangan kirinya jelas ia tidak mau karena kalah tenaga. Karena itu, satu-satunya jalan ialah cepat merendahkan tubuh dan hal ini-pun sudah dilakukan Ceng Bi.

"Haiitt....!" gadis itu berteriak keras dan begitu jari lawan meluncur di atas pundaknya. Ceng Bi sudah menjatuhkan diri bergulingan di atas tanah lalu melompat bangun dengan muka merah. Perbuatan ini ia lakukan untuk menghindarkan serangan-serangan berikutnya, maka meskipun pakaian kotor Ceng Bi tidak perduli. Dan tindakannya ini memang tepat. Ketua Hiat-goan-pang itu memang tidak mau berhenti begitu saja karena begitu totokannya luput, kakek ini sudah menerjang kembali sambil tertawa-tawa mengejek.

"Ha-ha-ha, masih belum mau menyerah juga kau, anak setan?" kakek itu berseru dan gelang di tangan kanannya menyambar sementara tangan kirinya jaga ikut melancarkan pukulan atau totokan bertubi-tubi.

Ceng Bi menggigit bibir. Dia tidak dapat membalas ejekan ini karena harus memusatkan seluruh perhatiannya terhadap serangan lawan. Gelang di tangan kakek itu bergerak-gerak aneh, kadang-kadang melingkar namun kadang-kadang juga menghantam lurus. Dan semuanya ini masih ditambah dengan bantuan tangan kiri yang bergerak-gerak ceoat itu. Tentu saja Ceng Bi tidak berani main-main.

Dengan sekuat tenaga dia mainkaa Cui-mo Kiam-sut, namun karena selamanya baru kali inilah dia bertempur dengan orang lain, maka pengalaman yang didapatnya belum ada. Apalagi ketua dari Perkumpulan Gelang Berdarah itupun sebenarya bukanlah orang sembarangan karena kakek ini sebetulnya bukan lain adalah seorang dari kelompok. Mo-san Ngo-yu. (Lima Sahabat Dari Bukit Hantu)!

Dan inilah sebabnya mengapa kakek itu memusuhi Pendekar Kepala Batu karena seperti yang telah dia katakan tadi, tiga orang saudaranya tewas di tangan pendekar besar itu. Peristiwa ini sebenamya sudah berlangsung lama, namun api dendam di hati dua orang kakek yang kini menjadi ketua-ketua Hiat-goan-pang itu tidak dapat dilenyapkan, mereka telah bersumpah untuk menebus hutang jiwa ini. Namun karena maklum bahwa Ciok-thouw Taihiap adalah seorang pendekar yang memiliki kesaktian hebat, mereka terpaksa bersabar dan bertahun tahun lamanya mengembleng diri di tempat persembunyian.

Sampai akhirnya, setelah merasa diri cukup kuat, dua orang kakek kembar yang sebenamya merupakan kakak beradik itu turun gunung. Mereka bermaksud untuk mencari Ciok-thouw Taihiap membuat perhitungan. Akan tetapi akhirnya mendengar bahwa pendekar itu sekarang telah menjadi seorang ketua partai di Beng-san-pai. Tentu saja mereka tertegun. Kalau pendekar itu benar menjadi ketua Beng-san-pai, berarti mempersulit rencana mereka. Menghadapi seorang ketua partai persilatan haruslah melalui anak-anak muridnya, dan ini tentu akan semakin mempersukar saja.

Karena itu, mereka lalu mendirikan perkumpulan Hiat-goan-pang ini dengan maksud untuk mengimbangi kekuatan lawan. Memang mereka percaya bahwa Pendekar Kepala Batu tidak akan mengandalkan anak-anak muridnya mengingat sifat angkuh dan agak sombong dari pendekar itu. Namun dengan adanya hal ini berarti secara tidak langsung musuh mereka itu dilindungi oleh satu kekuatan besar, yakni partainya itu.

Maka terpaksa dua orang kakek ini kembali bersabar. Mereka menahan diri dan mengingat bahwa lawan mereka adalah seorang yang amat tinggi kepandaiannya, dua orang kakek itu bersikap hati-hati sampai akhimya mereka mendengar kabar tentang turunnya putera-puteri Ciok-thouw Taihiap. Hal ini menggirangkan mereka dan sekaligus berhasil ditemukannya akal baik untuk menangkap muda-mudi itu. Karena itu, dua orang ketua ini menyuruh anak-anak buahnya mengejar calon mangsa itu dan Ceng Han-lah yang pertama kali menjadi sasaran.

Pemuda yang masih terlalu bersih ini terjebak, dan tanpa banyak kesukaran dia diserahkan kepada ketua-ketua Hiat-goan pang yang tentu saja menerima tawanan itu dengan hati gembira. Akan tetapi, karena adiknya belum diketemukan padahal mereka menghendaki keduanya, maka ketua Perkumpulan Gelang Berdarah itu belum merasa puas. Anak-anak buah segera disebar, sampai akhirnya Hek-bin Lo-houw berhasil mendapatkan gadis itu di rumah makan Tiang-an.

Dan sekarang, Ceng Bi yang diserang bertubi-tubi eleh ketua nomor dua dari Hiat-goan-pang ini terdesak hebat. Memang kepandaiannya masih belum dapat disejajarkan dengan kakek itu. Bukan karena tingkat ilmunya kurang tinggi, melainkan karena Ceng Bi sendiri belum begitu matang dan diapun juga kalah pengalaman. Oleh sebab itu, gadis ini akhirnya hanya dapat bertahan mengandalkan Pek-kong-kiam dengan permainan Cui-mo Kiam-sutnya. Tigapuluh jurus telah berlalu dan Ceng Bi telah dua kali mengulang ilmu pedangnya. Namun tetap saja ia terdesak dan gulungan sinar pedangnya kian menyempit.

Kakek itu tertawa-tawa gembira, dan Ceng Bi berkali-kali dipaksa adu tenaga. Tangan gadis ini sudah gemetar, akan tetapi ia tetap melawan sengit. Hal ini diam-diam membuat kakek itu gemas dan marah sekali. Namun karena dia tidak berniat untuk membunuh gadis ini, maka kakek itu juga terpaksa bersabar. Menghadapi gadis keras kepala begini haruslah melepaskan senjatanya, itulah satu-satunya jalan yang paling baik. Karena itu, dalam setiap benturan kekek ini past' menambah tenaganya sampai akhimya pedang Ceng Bi benar-benar tidak dapat dipertahankan lagi.

Gelang kakek itu menyambar pinggang, dan ketika Ceng Bi menggerakan pedangnya ke bawah maka terdengar suara "trang" yang nyaring sekali disusul jeritan gadis ini melihat Pek-kong-kiam mencelat. Ceng Bi terbelalak dan pada saat itu lawannya terkekeh sambil menotok jalan darah.

"Ha-ha, akhirnya kau roboh juga, anak setan!" kakek itu berseru girang dan Ceng Bi tidak mampu berkelit lagi. Ucapan kakek ini agaknya memang dapat dibuktikan namun pada saat yang amat menentukan itu mendadak berkelebat sebuah bayangan diiringi bentakan perlahan,

"The Hong Gi jangan mengganggu anak perempuan…!" dan bersamaan dengan melayangnya bayangan ini totokan ketua Hiat-goan-pang itu disampok sebatang lengan yang kokoh seperti baja.

"Plakk!" Ji-pangcu dari PerkompuIan Gelang Berdarah itu berseru kaget dan tiba-tiba tubuhnya terdorong mundur. Kakek ini terkejut dan pada saat itu pendatang baru ini tahu-tahu telah menyambar Ceng Bi untuk dibawa melompat jauh sementara Pek-kong-kiam yang mencelat itu juga sudah diraihnya.

Tentu saja semua orang terkejut dan melihat gerakannya yang luar biasa cepat orang-orang Hiat-goan pang sama mendelong. Mereka tidak mampu melihat wajah bayangan ini dan baru setelah bayangan itu turun melepaskan Ceng Bi barulah mereka tahu bahwa orang ini bukan lain adalah seorang tinggi besar yang mukanya tersembunyi sebagian oleh sebuah caping bambu!!

"Ahh.,..!" mereka berseru kaget dan sang ji-pangcu sendiri terbelalak. Sama sekali kakek tidak mengira kalau lawan yang menangkis lengannya tadi ternyata seorang pemuda. Dan melihat kehebatan tenaganya serta ginkang yang dimilikinya, diam-diam kakek ini tergetar hebat. Masih terasa olehnya satu gebrakan adu tenaga tadi yang membuat lengannya panas dan linu. Akan tetapi karena dia telah dilancangi seseorang yang tidak dikenal, maka kakek ini menjadi marah. Biar bagaimanapun juga dia adalah seorang ketua perkumpulan, tentu saja tidak mau kehilangan muka.

Namun sebelum dia melompat ke depan tiba-tiba kakaknya berkelebat mencegah. "Ji-te, kendalikan kemarahanmu. Kita belum tahu siapa dia sedangkan dia telah tahu tentang keadaan. Lihat, bukankah dia telah memanggil namamu yang sudah belasan tahun tidak dikenal orang?"

Pangcu nomor dua ini terkejut dan kembaii dia tertegun. Bisikan kakaknya itu memang tepat, dan dia lalu memandang ke depan dengan mata terbelalak lebar. Dilihatnya pemuda itu telah menurunkan Ceng Bi dan tampak gadis ini melenggong.

"Kau Yap-twako!" Ceng Bi berseru girang dan pemuda tinggi besar itu tersenyum kecil.

"Nona, jangan banyak bertanya dulu. Aku sudah dari tadi mengintai di sini dan tahu tentang keadaanmu. Karena itu, bersiap-siaplah melepaskan kakakmu sementara aku sendiri hendak menghadapi dua orang dari Mo-san Ngo-yu itu!" pemuda ini berbisik lirih dan Ceng Bi berobah air mukanya.

"Apa? Mo-san Ngo...."

"Sstt, jangan ribut-ribut. Aku telah mengetahui keadaan mereka dan harap engkau tidak banyak bicara dulu," pemuda itu memotong dan Ceng Bi benar-benar kaget sekali.

Gadis ini lalu memandang dua orang ketua Hiat-goan-pang itu dari pedang yang telah diserahkan kembali kepadanya itu dipegang erat-erat. Diam-diam ia terkesiap kaget. Jadi, inikah kelompok Lima Sahabat Dari Bukit Hantu itu? Dan mendengar bahwa mereka hendak menagih hutang atas tiga jiwa, maklumlah Ceng Bi bahwa rupanya tiga orang yang lain dari Mo-san Ngo-yu ini telah tewas di tangan ayahnya. Pantas saja mereka hendak menangkapnya!

Karena itu, Ceng Bi menjadi tegang dan melihat temannya ini telah melangkah maju menghadapi dua orang ketua Perkumpulan Gelang Berdarah dengan sikap tenang, gadis itu menjadi berdebar gelisah. Sekarang dia merasakan kecemasan sesungguhnya, dan hal ini disebabkan dengan adanya kenyataan yang sekarang dihadapinya itu. Oleh sebab itu, ia lalu memusatkan seluruh perhatiannya ke depan, sejenak melupakan Ceng Han dan tidak memperdulikan betapa para anggauta Hiat-goan-pang telah melompat maju mengurung mereka semakin rapat.

Keadaan menjadi tegang, dan akhimya pemuda tinggi besar itu berhenti tepat di depan dua orang ketua Perkumpulan Gelang Berdarah ini. Dia mengangkat mukanya, dan kakek kembar dari Hiat-goan-pang itu terkejut melihat sambaran mata yang demikian tajam meucorong dari balik caping bambu ini. Mereka beradu pandang, senyum mengejek tersungging di mulut pemuda itu.

"Hiat-goan-pangcu (sepasang ketua Hiat-goan-pang), apakah kalian merasa terganggu dengan kehadiranku ini?" demikian pemuda itu mulai membuka suara sementara, dua orang lawannya memandang tajam.

"Anak muda," kakek pertama dari sepasang ketua itu menjawab sambil melangkah maju. "Kalau kau sudah tahu tentang hal ini mengapa bertanya kepada kami? Adalah kami yang seharusnya bertanya kepadamu apa maksud kedatanganmu dan siapa pula dirimu?"

Pemuda itu menoleh dan senyum yang tadi mengejek tiba-tiba berobah menjadi dingin. "Hem, kau pasti The Hong Pa, bukan?" katanya sambil memandang tahi lalat hitam di dekat hidung orang.

Kakek itu mengangguk. "Betul, aku memang The Hong Pa adanya dan adikku itu adalah The Hong Gi. Namun kami sudah lama tidak menggunakan nama-nama ini, maka bagaimana kau bisa mengenal kami, anak muda? Siapakah engkau?"

Pemuda itu tidak cepat menjawab dan hidungnya mengeluarkan jengekan perlahan. "The-lo-hengte (dua kakek The bersaudara)", katanya, "Masalah siapa aku agaknya tidak begitu penting buat kalian ketahui. Akan tetapi mengenai maksud kedatanganku ke mari memang penting untuk kalian ketahui."

"Hemm, apakah itu?" kakek pertama ini bertanya sambil mengerutkan alisnya.

"Pertama-tama," pemuda itu mulai meneruskan. "Mengapa kalian melakukan pemerasan terhadap kaum hartawan dan membunuh mereka kalau mereka berani menolak. Dan ke dua, mengapa kalian secara tidak tahu malu mengganggu anak-anak Souw locianpwe yang tidak pernah mengganggu kalian. Dan ke tiga...!"

Sampai di sini pemuda itu berhenti dan sepasang matanya memandang dua kakek kembar itu bergantian secara aneh. Dia tidak cepat-cepat melanjutkan, dan sikapnya ini mencekam suasana tempat itu. Baru setelah dua orang lawannya tampak tidak sabar, pemuda ini melanjutkan dengn suara perlahan, "Dan yang ke tiga, aku ingin menemui seseorang melalui kalian."

Biasa saja ucapan itu, namun wajah dua orang ketua dari Perkumpulan Gelang Berdarah ini tampak berobah. Ceng Bi melihat adanya suatu kejutan yang tidak dapat ditahan pada wajah dua orang kakek itu, akan tetapi mereka telah dapat menindasnya dalam beberapa detik. Agaknya, sesuatu yang amat mendadak membuat dua orang kakek ini terkesiap ketika mendengar pertanyaan nomor tiga dan Ceng Bi menjadi ingin tahu siapakah orang yang dimaksud oleh "Yap-twako" ini.

Sementara itu, Hiat-goan-siang-pangcu ini sudah mulai keruh mukanya dan mereka tampak marah. The Hong Pa hendak membuka suara, namun adiknya temyata telah maju membentak, "Anak muda, ada sangkut-paut apakah pertanyaanmu nomor satu dan dua tadi dengan kami? Apakah kau anjing penjaga dari babi-babi kikir yang tidak kusangkal telah kami bunuh karena mereka berani menghina kami itu? Ataukah kau anjing Beng-san-paicu (ketua Beng-san-pai)?"

Pemuda itu tersenyum dingin. "Ji-pangcu (ketua nomor dua)," katanya mengejek. "Tidakkah kau telah memutar balik ucapan yang kau lontarkan ini?"

The Hong Gi mendelik. "Anak muda!" serunya gusar, "Apa yang kau maksudkan?"

Pemuda itu menggeser kakinya dan tiba-tiba sikapnyapun semakin dingin. "The Hong Gi," katanya kaku, "Tidak usah kau berlagak pilon. Tadi kau memaki-maki diriku sebagai anjing penjaga, padahal, bukankah kalian sendiri yang menjadi anjing penjaga seseorang? Nah, orang itulah yang ingin kutemui!"

Dua orang kakek The mengeluarkan seruan tertahan dan wajah mereka berobah hebat mendengar kata-kata ini. Mereka terbelalak, dan The Hong Gi menyurut mundur setindak. "Anak muda, kau... siapakah? Bagaimana bisa mengetahui keadaan kami?"

Ucapan ini terlepas begitu saja dari mulut The Hong Gi dan kata-katanya itu merupakan pengakuan tak disadari. Karena itu, kakek ini terkejut merdengar kata-katanya sendiri yang terloncat dan The Hong Pa sudah membentaknya dari samping, "Ji-te, minggir!" dan kakek itu sudah melompat ke depan dengan muka merah.

Pengakuan adiknya ini memang membuat ketua nomor satu dari Hiat-goan-pang itu marah. Akan tetapi dia tahu bahwa adiknya bicara tanpa sadar maka kini semua kemarahannya ditimpakan kepada pemuda tinggi besar itu. "Anak muda," serunya geram. "Kau siapakah sebenamya dan mengapa mencampuri urusan kami? Hiat-goan-siang-pangcu pantang membunuh orang tak dikenal, karena itu, tunjukkan kepada kami siapa dirimu sesungguhnya sebelum Giam-lo-Ong (Raja Maut) mencabut nyawamu ke dasar neraka!"

Pemuda itu memutar tubuh dan dengan tenang dia menghadapi kakek yang marah besar ini. "The Hong Pa," jawabnya tak acuh. "Benar-benarkah kau ingin tahu siapa diriku? Nah, kalau begitu baiklah. Biar kita lihat kepada siapakah sesungguhnya Giam-lo-ong mencari korbannya.....!"

Pemuda itu menghentikan kata-katanya dan tangannya merogoh baju. Sikapnya tampak ayal-ayalan, dan tidak lama kemudian tangannya itupun keluar lagi. Semua orang memandang, dan begitu tangan itu dicabut, tampaklah sebuah benda berkilauan indah. Ternyata benda ini bukan lain hanyalah sebuah cermin. Akan tetapi hebatnya, bingkai cermin itu seluruhnya terbuat dari emas! Tentu saja semua orang terbelalak kagum. Namun, kalau orang-orang lain terbelalak kagum adalah sepasang ketua dari Perkumpulan Gelang Berdarah ini mengeluarkan teriakan keras. Mereka berseru kaget dan Ceng Bi melihat betapa wajah dua orang kakek kembar itu pucat seperti orang ketemu hantu.

Tentu saja gadis ini merasa heran dan dua orang kakek itu melompat mundur. Dengan mata terbelalak lebar mereka memandangi cermin itu, lalu memandang pemuda yang tersenyum-senyum dingin ini. The-lo-hengte tertegun, dan semua anak buahnyapun terkejut menyaksikan reaksi dari dua orang ketua ini. Ada apa gerangan? Mereka tidak tahu dan Ceng Bi melihat betapa tiba-tiba dua orang kakek itu menggigil!

Ceng Bi menjadi luar biasa herannya dan pada saat itu The Hong Pa sudah bicara dengan tehnjuk gemetar, "Kau... dari mama mendapatkan benda ini, anak muda? Apa hubunganmu dengan dia, dan apa maksudmu?"

Pemuda itu melangkah maju. "The-lo-hengte!" katanya tak acuh. "Mengapa kalian tampak ketakutan? Pemilik benda ini tidak berada di sini, dan aku datang sebagai wakilnya. Akan tetapi biarpun begitu kalian juga tidak bisa berbuat sembarangan. Dan tentang maksudku, bukan lain hanya ingin melumpuhkan kejahatan kalian agar tidak dapat berbuat sewenang-wenang lagi!"

Kedua orang kakek itu semakin pucat dan tiba-tiba mereka berteriak nyaring. Hampir berbareng keduanya meloncat ke depan. The Hong Pa mengulur tangan kirinya hendak merampas cermin sementara tangan kanannya menghantam lambung orang, sedangkan adiknya mencengkeram ubun-ubun pemuda tinggi besar itu dengan kekuatan dahsyat.

Mereka agaknya berniat membunuh pemuda ini dalam sekali gebrak, dan terjangan yang.mereka lakukan memang benar-benar hebat sekali. Angin berkesiur dingin, dan baju pemuda itu berkibar. Akan tetapi pemuda ini tertawa mengejek dan dua macam serangan mendadak itu disambutnya tenang. Cermin sudah dimasukkannya kembali ke dalam saku sementara dua lengannya yang kokoh itu dikibaskan menangkis.

"Plak-plakk...!"

Tampak sembarangan saja tangkisan pemuda itu, kelihatannya tidak bertenaga. Namun akibatnya sungguh luar biasa. Empat batang lengan itu bertemu dan begitu saling beradu, tiba-tiba sepasang ketua Hiat-goan-pang ini berteriak kesakitan sementara tubuh mereka terlempar lima meter lebih!

Tentu saja semua orang terkejut bukan main dan Ceng Bi sendiri terbelalak takjub. Tadi ia telah merasakan kehebatan tenaga salah seorang dari sepasang ketua itu, dan ia dibuat terdesak hebat. Kini, dengan dua orang maju berbareng Ceng Bi dapat membayangkan betapa dabsyat tenaga yang dipersatukan itu. Akan tetapi, "Yap-twako" ini ternyata mampu mementalkan dua orang kakek kembar itu dengan seenaknya saja! Siapa tidak terkejut?

Dua orang kakek itu sendiri juga kaget seperti disambar petir. Dalam tangkisan tadi mereka merasakan betapa sebuah tenaga mujijat membentur mereka dan yang membuat mereka berteriak kesakitan tadi bukan lain adalah sentuhan hawa panas yang luar biasa sekali. Mereka tidak mengira, dan inilah yang membuat mereka terkejut.

Karena itu, ketika dalam sekali gebrak ini saja mereka sudah dibuat jungkir balik tidak karuan, dua orang kakek kembar ini lalu berseru keras dan tangan mereka berkelebat. Sepasang gelang merah berdarah berada di tangan masing-masing pihak, dan dua orang kakek ini melengking tinggi memberikan aba-aba kepada anak buahnya sementara mereka sendiri kembali sudah melompat maju dengan mata menyala...


Pendekar Kepala Batu Jilid 03

PENDEKAR KEPALA BATU
JILID 03
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Pendekar Kepala Batu
"NONA, tidak perlu kau terlalu sungkan. Kalau saja kau tidak nekat dengan sikapamu yang aneh tadi, barangkali kita tidak akan bercakap-cakap seperti sekarang ini dan tidak perlu pula kau meminta maaf. Karena itu berhubung kau harus cepat-cepat menolong kakakmu dan aku sendiri masih mempunyai urusan pribadi, biarlah kelak kita berjumpa Pula. Nah, selamat tinggal dan harap nona berhati-hati dengan orang-orang Thiat-goan-pang, terutama gelang-gelang beracunnya yang amat berbahaya!"

Pemuda ini berkata dan sekali menganggukkan kepalanya, tiba-tiba tubuhnya berputar dan sebelum Ceng Bi mengeluarkan suara, pemuda tinggi besar itu telah berkelebat lenyap dalam waktu sekejap saja! Tentu saja gadis ini terkejut, dan Ceng Bi semakin terbelalak. Ginkang yang demikian hebat sehingga seperti dapat menghilang saja ini belum pernah dilihatnya, karena itu tidak heran kalau gadis ini tertegun.

Akan tetapi, karena orang rupanya memang sengaja tidak mau bicara lagi maka Ceng Bi juga tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya rasa tertariknya semakin bertambah dan diam-diam kekaguman aneh menyelinap di lubuk hatinya. Gadis ini tidak tahu mengapakah perasaannya bisa begitu dan sesuatu penyesalan ganjil mengganggu hatinya.

Siapakah pemuda tinggi besar itu? Dan mengapa gerak geriknya tampak luar biasa? Melihat sambitannya yang demikian jitu serta ilmunya meringankan tubuh yang hebat, tak sangsi lagi gadis ini bahwa pemuda itu pastilah bukan pemuda sembarangan. Sikapnya yang tenang dan sepasang mata yang mencorong berkilauan itu jelas menunjukkan kepandaiannya yang tinggi. Namun karena Ceng Bi memang baru saja terjun di dunia kang-ouw maka gadis ini tetap saja tidak mengenal pemuda luar biasa itu.

Padahal, kalau ada orang lain yang melihat pemuda ini, pasti mereka akan terkejut setengah mati karena pemuda tinggi besar tadi bukan lain adalah bekas jenderal muda yang gagah perkasa dari Kerajaan Yueh, dan yang kini telah melepasakan dirinya dari jabatan dan disebut orang Pendekar Gurun Nerakal

Tentu saja hal itu akan mengejutkan Ceng Bi apabila gadis itu tahu, namun Ceng Bi memang masih terlalu hijau untuk mengenal tokoh-tokoh dunia persilatan. Hanya sedikit banyak ia telah mendengar nama beberapa orang kang-ouw dari ayahnya, seperti misalnya Takla Sin-jin (Malaikat Gurun Takla, Neraka), Ta Bhok Hwesio pendeta Tibet lalu beberapa orang musuh ayahnya seperti Hwe-pian-hok (Si Kalong Kelabu), Te-pi-wan (Lutung Banyak Lengan) dan Mo-san Ngo-yu (Lima Sahabat Dari Bukit Hantu).

Begitu pula dengan nama beberapa partai atau perkumpulan seperti Hoa-san, Kong-thong dan telah dikenal baik oleh gadis Akan tetapi nama Hiat-goan-pang sungguh bam sekali ini dia tahu, dan itupun karena ada sangkut-pautnya dengan nasib kakaknya, Ceng Han!

Oleh sebab itu, setelah bayangan pemuda tadi lenyap, gadis inipun segera pergi dengan cepat, menuju ke timur memenuhi "undangan" Perkumpulan Gelang Berdarah itu. Dan mengingat bahwa orang-orang Hiat-goan-pang rupanya bukan orang baik-baik, gadis yang cerdik ini tidak mau datang secara terang-terangan dan selalu menyelinap dengan sikap hati-hati.

Baiklah kita lari dahulu menuju ke tempat yang akan didatangi Ceng Bi ini untuk melihat apakah sebenamya Hiat-goan-pang itu. Partai Gelang Berdarah ini, memang bukahah perkumpulan yang sudah lama ada di dunia kang-ouw. Bahkan sebaliknya. Perkumpulan ini baru saja muncul satu tahun yang lalu, dipimpin oleh dua orang ketua yang memiliki kepandaian tinggi.

Anak buah perkumpulan itu belumlah banyak, kurang lebih baru sekitar tiga puluh orang. Namun ilmu silat mereka rata-rata cukup tinggi dan pekerjaan mereka adalah sebagai peminta pajak keamanan. Mereka ini hampir setiap bulan mendatangi rumah-rumah hartawan untuk mengambil jatah jatah atau para pedagang-pedagang besar yang sering mengirim barang ke tempat jauh, katanya sebagai imbalan atas jasa mereka yang membuat kaum hartawan ataupun pedagang tadi aman sepanjang masa.

Oleh sebab itu, mengingat bahwa mereka ini rata-rata orang bermuka bengis maka kaum hartawan banyak yang mengalah. Apalagi setelah adanya kejadian menggegerkan di lima kota dengan terbunuhnya orang-orang kaya yang menolak pajak keamanan orang-orang Hiat-goan-pang itu, nama Perkumpulan Gelang Berdarah ini menjadi semacam momok bagi orang-orang kaya. Pemah dahulu seorang hartawan bemama Sun-Wangwe mencari bala bantuan pada pasukan kota, namun kepala daerah bahkan marah-marah kepadanya.

"Sun-wangwe," demikian mula-mula kepala daerah berkata, "Hiat-goan pang tidak meminta seluruh harta bendamu, kenapa kau rrenolak? Petugas-petugas kami sebenamya tidaklah cukup untuk menjaga keamanan kota dari perusuh, dan semenjak Hiat-goan-pang berdiri, semua maling, copet dan para begal yang tadinya selalu merongrong kita lenyap semua. Padahal kau tahu sendiri betapa susahnya kita untuk mengusir tikus-tikus busuk itu. Banyak pengawal kita yang tewas, dan para pengacau pun masih berkeliaran bebas. Akan tetapi, setelah Hiat-goan-pang berdiri dipimpin oleh The Cinjin bersaudara maka semua perusuhpun disapunya bersih. Kenapa kau tidak mau melihat kenyataan ini? Biarpun mereka bukan pasukan kota, namun jasa perkumpulan Hiat-goan-pang jauh lehih besar dari pada pasukan kota. Dan lagi, bukan hanya sendiri saja yang dimintai sumbangan suka rela ini, tapi semua orang-orang kaya!"

Sun-wangwe mengerutkan alisnya. "Ah, ta-ijin, rupa-rupanya ada beberapa hal yang tidak taijin ketahui," katanya sambil memandang pembesar itu. "Memang tidak dapat kita sangkal bahwa sekarang para copet, maling dan begal sudah lenyap dari kota kita. Namun itu bukannya berarti para perusuh ini sudah terbunuh mampus,. Bahkan sebaiiknya, karena ketua Hiat-goan-pang telah menarik orang-orang itu untuk dijadikan anggautanya. Dengan begitu, tikus-tikus busuk itu sebenamya hanya berubah bentuk saja dan tentang sumbangan yang taijin katakan suka rela, aih, apakah taijin tidak tahu? Mereka ini tidak meminta secara sukarela akan tetapi menentukan jumlahnya. Dan kalau jumlah itu semakin lama semakin meningkat karena katanya semuanya sekerang serba mahal, bukanlah keuntungan kami menjadi semakin kecil? Kalau terus-terusan begini, alamat kami semua bakal jatuh rugi dan orang-orang busuk dari Hiat-goan-pang itulah yang semakin menggila!"

Hartawan itu bicara sambil mengepal tinjunya dan kepala daerah itu tiba-tiba menjadi merah mukanya.

"Sun-wangwe!" bentaknya dingin. "Apakah kau tahu akibat dari kata-katamu ini? Keamanan negara jauh lebih penting dibandingkan keamanan rumah tangga pribadimu. Dan masalah mereka orarg-orang busuk atau tidak, apakah perdulimu? Yang penting adalah kau selamat atau tidak, bukankah ini sudah cukup? Tapi kalau kau mau cari onar, hemm..., hal itu terserah dirimu sendiri. Sakarang pergilah, aku tidak mau dengar omonganmu lagi!"

Hartawan itu terkejut dan matanya terbelalak. Sungguh dia tidak mengira bahwa kepala daerah itu justeru marah-marah kepadanya. Dan pada saat itu beberapa buah bayangan bergerak di luar. Hartawan ini menjadi tidak enak dan sebelum dia bangkit dari kursinya, kepala daerah itu telah pergi memasuki kamamya. Tentu saja hartawan ini menjadi pucat, dua orang pengawal memandangnya dingin di sudut pintu. Sun-wangwe menjadi kecut dan karena tuan rumah sudah mengusimya, dia tidak berani tinggal lebih lama lagi dan segera pulang bersama para pembantunya yang menjaga di halaman gedung kepala daerah.

Malamnya, ketika hartawan ini pergi tidur tiba-tiba saja dikejutkan oleh berdirinya dua orang berwajah dingin di dalam kamarnya. Dan mereka itu bukan lain adalah dua orang pengawal di gedung kepala daerah yang tadinya memandang dia sebelum ke luar ruangan. Tentu saja Sun-wangwe terkesiap, namun sebelum hartawan itu berteriak dan mencoba lari, pintu kamamya. telah tertutup dan seorang diantara mereka menyergapnya tiba-tiba.

Sun-wangwe meronta, akan tetapi mulutnya dibungkam. Dua orang itu melepaskan pakaian pengawal dan sekarang tampaklah bahwa mereka ini mengenakan pakaian dalam berwarna warni dan di atas dada mereka terpampang sebuah gambar gelang berwama merah. Itulah tanda anak buah Hiat goan-pang! Hartawan ini terbelalak ketakutan, dan sekarang tahulah dia bahwa di dalam gedung kepala daerah temyata juga terdapat orang-orang dari Perkumpulan Gelang Berdarah itu yang bertugas sebagai mata-mata. Namun pengertian ini sudah terlambat baginya karena sementara dia terkejut, orang ke dua menyambitkan sebuah gelang kecil dan benda ini menancap di atas dadanya.

Sun-wangwe berteriak ngeri namun teriakannya itu hanya berupa seruan tertahan saja dan ketika orang pertama yang menyergapnya membuka bungkaman, hartawan itu telah roboh mandi darah! Sun-wangwe tewas dengan mata mendelik dan keesokan harinya semua orang menjadi geger. Keluarganya bertangis-tangisan dan isteri serta empat orang anaknyapun pingsan melihat kejadian ini.

ltulah peristiwa yang menimpa Sun-wangwe di sebuah kota, dan dalam waktu yang tidak berselisih tiba-tiba empat kota lainpun juga dibuat geger dengan tewasnya empat hartawan di kota rasing-masing. Dan semua kematian selalu ditandai dengan menancapnya sebuah gelang merah yang berlumur darah di atas dada sang korban. Itulah perbuatan orang-orang Hiat-goan-pang!

Tentu saja nama perkumpulan itu yang tadinya hanya dikenal oleh orang-orang kaya segera meluas ke segenap lapisan. Seluruh kota menjadi tahu dan orang-orang yang merasa penasaran dengan kejadian ini, ada yang pergi ke gedung kepala daerah untuk meminta bantuan pasukan keamanan agar menghukum iblis-iblis di dalam Perkunapulan Geleng Berdarah itu.

Namun aneh, semua pembesar hanya menyatakan kesanggupannya belaka tanpa diikuti tindakan nyata! Hal ini membuat beberapa golongan merasa tidak puas. Dan diantara golongan ini terdapat beberapa orang guru silat dari biro ekspedisi pengantar barang (piauwkiok) yang diam-diam merasa terancam kedudukannya. Oleh sebab itu, mereka lalu diam-diam mengadakan kerja sama untuk membunuh gerombolan ini, namun malang, belum dilaksanakan rencana itu tiba-tiba saja orang-orang ini kedapatan mati di rumah masing-masing sebelum menyerbu!

Tentu saja keadaan ini benar-benar menggegerkan dan orangpun dibuat gentar. Hiat-goan-pang seperti perkumpulan iblis saja. tahu di mana musuh berada. Karena itu, masyarakat akhimya tidak berani main coba-coba dan hal ini membuat perkumpulan yang merasa ditakuti itu menjadi sombong. Kalau dulu dalam meminta "sedekah" ini mereka masih bersikap sembunyi-sembunyi, adalab sekarang mereka berani muncul dengan terang-terangan, lengkap dengan pakaian hitam mereka yang bergambar gelang berdarah itu.

Dan wajah-wajah yang bengis inipun dikenal penduduk dan beberapa nama tokohnyapun segera dikenal. Seperti misalnya nama Hek-bin Sam-tom (Tiga Harimau Muka Hitam), Siang-houw (Sepasang Harimau Muka Kuning) dan Tok jiauw Lo-botaw (Harimau Tua Berkuku Tunggal). Dan dari tiga macam "harimaun" tadi, Tok-jiauw Lo-bouw lah yang paling tinggi ilmu kepandaiannya karena dia bukan lain adalah wakil dan sepasang ketua Hiat-goan-pang.

Akan tetapi orang ini jarang muncul, dan yang tahupun biasanya hanya pejabat daerah yang dikunjungi harimau tua itu apabila ketuanya sedang membutuhkan sesuatu yang penting dan mengutus Tok-jiauw Lo-bouw ini ke gedung kepala daerah.

Karena itu, yang biasa diketabui orang adalah si harimau hitam dan kuning. Namun mereka ini sebenamya mempunyai tugas yang berbeda-beda. Kalau Ui-bin Siang-houw sering muncul di bagian Barat wilayah cengkeraman mereka, adalah Hek-bin Sam-bouw bertugas di bagian Utara, termasuk tota Hang-loh yang didatangi Ceng Bi itu. Dan tentang wajah dua orang ketua sendiri, belum ada satupun orang yang telah melihat rupanya. Bahkan kepala daerahpun paling banter hanya melihat Tok-jiauw Lo-houw saja, belum pernah mendapat "kehormatan" dikunjungi ketua Hiat-goan-pang yang hanya maraca kenal dengan sebutan The-cinjin bersaudara.

Dan Ceng Bi, puteri Ciok-thouw Taihiap yang berurusan dengan Perkumpulan Gelang Berdarah ini sekarang harus menemui orang orang Hiat-goan-pang untuk membebaskan kakaknya yang entah mengapa sebabnya tiba-tiba ditangkap oleh musuh-musuh yang sedang menunggunya itu. Padahal, mereka kakak beradik belum lama turun gunung, jadi juga belum punya musuh. Bagaimaana mendadak disatroni lawan? Ceng Bi tidak mampu menjawab pertanyaan ini dan iapun tidak perduli. Perkumpulan Gelang Berdarah ataupun Perkumpulan Gelang Setan baginya tidak menjadi soal. Mereka telah memusuhinya tanpa sebab dan untuk itu ia harus menghajar orang-orang ini.

Ceng Bi memang tidak kenal takut, dan sebagai puteri seorang tokoh besar macam ayahnya gadis ini tidak gentar menghadapi lawan yang betapapun lihainya. Kepercayaan diri sendirinya besar, akan tetapi diapun juga bukanlah seorang gadis yang tanpa perhitungan. Oleh sebab itu, dalam menjalankan tugas ini dia amat berhati-hati sekali. Kakaknya berada dalam cengkeraman lawan, dan dia belum tahu apa sebenamya tujuan orang-orang Hiat-goan-pang itu. Karena itu, Ceng Bi sama sekali tidak berani sembrono dan melihat kenyataan bahwa kakaknya yang lihai sampai tertangkap, hal ini menunjukkan kepadanya bahwa perkumpulan itu memang rupanya tidak boleh dibuat main-main.

Dia sekarang telah keluar dari kota Hong-Loh, dan dengan ilmu lari cepatnya yang tinggi, gadis itu akhimya metihat juga adanya sebuah hutan di bagian timur kota ini. Ceng Bi mempercepat larinya dan setelah dia berada dekat dengan tempat itu, gadis ini melayang naik ke atas pohon untuk melakukan penyelidikan. Tiga orang bermuka hitam tadi telah mengundangnya, berarti orang-orang dari Perkumpulan Gelang Berdarah tentu telah menantikan kedatangannya. Padahal ia hanya seorang diri, dan mengingat senjata rahasia orang-orang Hiat-goart-pang yang beracun, Ceng Bi tidak berani gegabah.

Diam-diam gadis ini mengeluarkan keringat dingin ketilta teringat betapa hampir saja dia melakukan kesalahan yang amat besar dengan menyambar gelang kecil-kecil yang disambitkan tiga orang bermuka hitam itu. Kalau saja pemuda aneh di rumah makan itu tidak segera memperingatkannya, barangkali sekarang ini iapun sudah tertawan oleh perkumpulan Hiat-goan-pang itu.

Ceng Bi menjadi gemas, juga marah malihat kecurangan tiga orang bermuka hitam tadi. Kalau anak buahnya. saja tidak segan melakukan parbuatan-perbuatan curang, apalagi ketua mereka yang tentu lebih busuk dari pada para pembantunya . Dan melihat kenyataan ini gadis itu diam-diam menduga bahwa tertangkapnya kakaknya itupun pasti karena dicurangi lawan. Kalau tidak, bagaimana Ceng Han roboh di tangan mereka?

Karena itu Ceng Bi semakin berhati-hati dan biarpan dia tidak takut, namun pengetahuan tentang watak lawan membuat dia tidak mau datang secara terang-terangan. Gadis ini lalu memutar pandangannya ke depan dan dia melihat adanya beberapa buah rumah di muka hutan agak ke dalam. Tempat ini tidak gelap, karena pohon-pohon yang terlampau rapat jaraknya telah ditebangi. Hal ini membuat daerah itu cukup terang, akan tetapi juga agak dingin dengan adanya kerimbunan pohon di halaman-halaman rumah.

Pandangan Ceng Bi terus beralih dari rumah yang satu ke rumah yang lain dan diam-diam gadis ini merasa heran dan curiga. Agak ganjil suasananya. Rumah-rumah yang cukup banyak itu temyata sepi-sepi saja. Apakah dia salah datang? Ceng Bi merasa tidak, karena di lain tempat hanya inilah yang ada hutannya. Karena itu, dia lalu memandang rumah yang paling besar dan bagus di tengah-tengah, sebuah gunung bercat merah dengan gentengnya yang baru.

Rumah ini mempunyai halaman luas, juga di sebelah dalam ada halamannya pula yang tampak sedikit dari atas pohon di mana gadis itu mengintai. Karena itu Ceng Bi lalu memandang pintu depan rumah ini yang lebar dan seketika matanya membentur sebuah papan nama berbunyi GOAN-PANG. Tentu saja gadis ini menjadi girang, akan tetapi juga berdebar tegang. la telah sampai di tempat yang dituju, dan rumah besar itu tentulah markas pusat dari orang-orang Perkumpulan Berdarah. Akan tetapi, di masa orang-orang itu? Apakah mereka berada di dalam rumah ini?

Ceng Bi bersikap waspada. Keadaan yang sunyi ini bahkan mencurigakan hatinya. Kalau Hat-goan pangcu (ketua Hiat goan pang) memang menyuruhnya datang, tidak mungkin mereka itu keluar. Lebih tepat kalau dikatakan bahwa mereka ini rupanya sedang bersembunyi, bahkan barangkali sekarang sedang mengintainya. Ceng Bi menjadi gemas. Pohon dimana ia menyelidik ini cukup jauh dengan rumah besar itu. Namun diantara jarak ini terdapat deretan pohon-pohon lain dan kalau ia dapat melompat dari pohon yang satu ke pohon yang lain, tentu dia akan dapat mendekati markas Perkumpulan Gelang Berdarah.

Pikiran ini dipertimbangkan sejenak dan Ceng Bi lalu mengadu untung. Apabila benar bahwa sampai saat ini lawan belum mengotahui kehadirannya, maka biarlah dia mendekati sarang harimau itu dengan jatan berlompatan di atas pohon. Akan tetapi kalau lawan sudah mengetahui kedatangannya, tentu saja dia tidak perlu menyembunyikan diri dan siap menghadapi segala kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

Ceng Bi lalu bersiap. Nasihat pemuda tinggi besar bercaping rendah tidak dilupakannya. Karena itu gadis ini lalu mengambil saputangannya dan dengan cermat dia lalu membungkus jari-jari tangannya, dijadikan semacam sarung untuk menjaga tangkisan langsung apabila dia diserang senjata gelang beracun seperti yang dilakukan tiga orang bermuka hitam tadi.

Setelah itu, gadis ini lalu mengerahkan ginkangnya dan bagaikan burung walet saja tiba-tiba tubuhnya melayang ke pohon di depan. Gerakannya ini ringan, dan sambaran bajunya hampir tidak bersuara. Karena itu, dengan mudah gadis ini hinggap di ranting pohon yang hanya sedikit bergoyang seperti diinjak seekor kucing. Di sini Ceng Bi berhenti sejenak, untuk melihat reaksi sekehling. Akan tetapi segalanya tetap sunyi. Oleh sebab itu, diapun talah meluncur lagi ke depan dan setelah berjungkir lima kali berturut-turut dari dahan yang satu ke dahan yang lain, akhimya gadis ini tiba di wuwungan rumah bercat merah!

Sekarang Ceng Bi melihat jelas. Temyata daerah itu cukup luas dan tiap-tiap rumah memiliki halaman masing-masing. Namun yang paling besar adalah rumah ini dan tiba-tiba Ceng Bi tertegun. Halaman tengah yang -tadi hanya kelihatan sedikit dari atas pohon, sekarang dapat dilihat nyata dan gadis ini terbelalak. Sebuah pemandangan yang membuat mukanya merah terpampang, di halaman ini dan Ceng Bi hampir saja berteriak marah.

Apa yang dilihatnya? Bukan lain sebuah kerangkeng besi. Akan tetapi, kalau biasanya kerangkeng itu dipergunakan untuk mengurung binatang, adalah sekarang kerangkeng ini dipergunakan untuk memgurung seorang manusia. Dan manusia itu bukan lain adalah kakaknya sendiri! Gadis itu tidak perduli lagi dan sekali dia mengembangkan sepasang lengannya, Ceng Bi melayang seperti burung. Dengan enteng dia tiba di depan kerangkeng dan dilihatnya Ceng Han terikat dengan mulut tersumbat.

Tentu saja Ceng Bi menjadi gusar dan kemarahannya ini melenyapkan. kewaspadaannya. Gadis itu tidak perduli lagi dan sekali dia mengembangkan sepasang lengannya, Ceng Bi melayang turun seperti burung. Dengan enteng dia tiba di depan kerangkeng itu dan dilihatnya Ceng Han terikat dengan mulut tersumbat.

"Koko...!" Ceng Bi berseru perlahan dan Ceng Han tampak terkejut, memandang adiknya ini dengan mata terbelalak. Kegirangan sekilas tampak di mata pemuda ini namun ini hanya sebentar saja karena pada saat itu, tepat Ceng Bi datang, tiba-tiba dari dalam rumah terdengar suara ketawa bergelak disusul menyambamya sebuah Benda besar menghantam kept Ceng Bi!

Gadis ini terkejut, dan Ceng Han juga mengeluarkan seruan tertahan dengan muka pucat. Namun Ceng Bi bukanlah gadis sembarangan. Begitu ia mendengar suara ketawa itu disusul menyambamya kesiur angin yang amat dahsyat ke atas kepalarya, gadis ini sudah berseru keras dan mencelat jauh menghindarkan diri.

"Brangg...!"

Gerakannya selisih beberapa detik saja dan benda besar itu menimpa kerangkeng Ceng Han. Terdengar suara nyaring yang amat memekakkan telinga dan Ceng Han berikut kurungannya terlempar jauh lima meter lebih sementara benda itu sendiri juga terguling-guling!

Tentu saja Ceng Bi naik darah meliliat bokongan Lai dan ketika ia memandang, temyata Benda besar yang dilempar itu bukan lain adalah sebuah kerangkeng kosong yang pintunya terpentang lebar-lebar dan sementara ia terbelalak marah, belasan bayangan hitam berkelebatan keluar dipelopori seorang kakek tinggi besar yang tahu-tahu telah berdiri mengurungnya! Ceng Bi membalik dan kakek tinggi besar itu tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha, selamat datang, puteri Ciok-thouw Taihap... selamat datang! Sungguh gembira hari ini kami dapat mengundang kalian kakak beradik dalam waktu yang tidak terlalu lama. Ha-ha, pangcu (ketua) pasti senang sekali melihat kehadiranmu. Tidak tahu, apakah nona agak terkejut dengan sambutan kami ini."

Kakek itu memandang Ceng Bi dan yang dipandang membalas dengan muka merah. "Orang tua," demikian Ceng Bi menjawab agak dingin. "Kalau kau mengatakan aku terkejut dengan cara sambutanmu ini hal itu memang benar. Akan tetapi kalau mengatakan bahwa aku datang atas undanganmu hal ini kurang tepat. Yang benar ialah aku datang untuk Membebaskan kakakku yang kalian tangkap, dan tentang sepak terjang kalian yang amat kurang ajar, justeru aku hendak bertanya atas dasar-dasar apakah kalian berani melakukan hal itu?"

Kakek tinggi besar itu kembali tertawa bergelak dan tiba-tiba dia memandang kedalam rumah. "Pangcu, bolehkah hamba menjawab pertanyaan ini?" kakek itu berseru keras dan dari dalam mendadak terdengar suara orang mendengus.

"Tok-jiauw Lo-houw (Harimau Tua Berkuku Tunggal), perlukah kau melayani segala tanya jawab dengan seorang bocah perempuan? Aku tidak punya waktu lagi untuk urusan tetek-bengek dan lekas kau jebloskan saja gadis itu ke dalam kerangkeng seperti kakaknya!"

Kakek tinggi besar menyeringai dan wajah Ceng Bi menjadi merah seperti dibakar. Suara pangcu di dalam rumah itu terdengar sombong sekali dan Ceng Bi hampir saja tidak kuat menahan diri. Namun untunglah, ingatan bahwa kakaknya masih berada di tangan musuh membuat gadis ini menekan hawa amarahnya dan mencoba mengendalikan diri.

Dan Tok-jiauw La houw, kakek tinggi besar yang mukanya seperti harimau itu lalu menghadapi gadis ini lagi sambil berkata dengan suaranya yang besar, "Nona, telah kau dengar sendiri ucapan pangcu kami tadi. Oleh sebab itu, kami tidak berani melanggarnya dan kalau nona ingin mengetahui jawabannya, silahkan menghadap pangcu kami dan di sana nona akan mendapatkan penjelasan selengkapnya. Nah, silahkan nona masuk ke dalam tempat yang telah kami sediakan itu!"

Kakek ini menuding ke kerangkeng kosong seperti sikap seorang sipir penjara terhadap tahanannya dan Ceng Bi benar-benar tidak kuat lagi menahan kemarahannya. "Tua bangka jahanam!" bentaknya dengan sinar mata berapi-api. "Kalau kau sendiri tidak mau masuk ke situ, mengapa hendak menyuruh orang lain? Suruh saja pangcumu yang keparat itu atau biar kau rasakan dulu kelihaianku ini. Haiiitt….!" Ceng Bi berteriak nyaring dan tubuhnya berkelebat ke depan dengan tamparan terbuka.

Tok-jiauw Lo-houw terbelalak, dan tiba-tiba kakek ini tertawa menyeramkan. "Heh, berani kau melawan kami, bocah ingusan? Aih, sungguh besar kepala dan sombong seperti bapaknya!" kakek ini menggereng dan ketika tamparan Ceng Bi menyambar pelipisnya, dengan cepat Tok-jiauw Lo-houw menggerakkan lengan kiri menangkis.

"Plakk!" Lengan Ceng Bi terpental dan gadis itu terkejut sekali. Temyata, dalam adu tenaga ini ke kuatan kakek tinggi tesar itu memang benar-benar hebat sekali. Tahulah dia bahwa untuk menghadapi lawan semacam ini dia tidak boleh banyak mengadu tenaga. Oleh sebab itu, Ceng Bi lalu mengandalkan kecepatan gerakan tubuhnya dan begitu lengannya terpental gadis ini sudah melengking tinggi berkelebatan seperti burung.

Tok-jiauw Lo-houw terkejut, dan kakek inipun terpaksa ikut berputaran mengikuti gerak lawannya yang menyambar-nyambar seperti camar di atas laut itu. Akan tetapi dalam hal kecepatan akhimya kakek ini harus mengakui bahwa dia tidak mampu mengimbangi. Gerak Ceng Bi terlalu cepat baginya. Karena itu mulailah beberapa pukulan atau tendangan mendarat di tubuh kakek ini. Suara "plak-bluk" berkali-kali terdengar nyaring dan Tok-jiauw Lo-houw menggereng-gereng seperti harimau marah.

Dan kakek tinggi besar itu memang benar-benar marah. Sama sekali tidak disangkanya bahwa gadis yang baru berusia belasan tahun ini memiliki ginkang yang demikian ringannya. Dan untuk adu kecepatan begini, tentu saja Tok-jiauw Lo-houw yang besar tenaga namun kurang gesit ini kewalahan. Kakek itu mulai mendelik, dan orang-orang Hiat-goan-pang memandang dengan mata terbelalak. Diam-diam mereka inipun juga merasa kagum.

Tok-jiauw Lo-houw adalah seorang tokoh nomor dua di Perkumpulan Gelang Berdarah. Dia adalah hu-pangcu (wakil ketua) dan mengingat jabatannya ini saja sudah dapat diketahui bahwa kakek itu bukan orang sembarangan. Tenaganya memang hebat, dan kekebalan tubuhnyapun juga mengagumkan. Itulah sebabnya mengapa biarpun berkali-kali terkena pukulan, tubuh yang tinggi besar ini seakan-akan tidak bergeming.

Hal ini membuat Ceng Bi gemas sekali, dan kalau kakek itu marah karena dirinya seolah-olah dibuat permainan, adalah gadis ini yang marah karena pukuian-pukulaunya belum dapat merobohkan lawan yang bertubuh kuat itu. Kedua-duanya sama penasaran, dan Ceng Bi sekarang mulai melancarkan serangan-serangannya kepada bagian-bagian lemah.

Diincamya mata, tenggorokan dan ulu hati serta selangkangan lawan. Dan segera kakek tinggi besar itu mengumpat caci. Empat bagian ini merupakan pusat kelemahan yang fatal, karena itu Tok-jiauw Lo-houw menjadi kelabakan. Kakek ini mencak-mencak dan karena marah dicecar terus, tiba-tiba raksasa tua ini memekik parau. Kedua tangannya bergerak dan sepasang gelang sebesar lingkaran kepala kerbau tahu-tahu berdencing di tangannya.

Inilah senjata khas orang-orang Hiat-goan-pang dan Ceng Bi terkejut ketika mendadak kakek itu menyambut totokan tangan kirinya yang mengarah ulu hati dan menghantam tangan kanannya yang menyambar mata dengan sepasang gelang berkilauan. Tentu saja gadis ini terkejut dan mukanya segera berubah ketika hidungnya mencium bau amis dari angin sambaran senjata itu. Ceng Bi tidak berani bersikap ayal dan sekali dia mengeluarkan pekik nyaring, kedua lengan-nya ditarik secepat kilat sementara kaki kirinya menendang dari bawah menghantam anggauta rahasia Tok-jiauw Lo-houw.

"Siut wut-wuut....dess!"

Gebrakan ini terjadi dengan cepat sekali dan Ceng Bi berseru tertahan. Tampak gadis ini terpelanting, sementara Tok-jiauw Lo-houw sendiri mengaduh sambil menyeringai kesakitan. Kiranya, tidak seperti tadi di mana biasanya kakek tingai besar itu dapat menahan setiap pukulan maupun tendangan sambil tertawa mengejek, adalah kali ini terjadi perobahan.

Tendangan Ceng Bi itu dilakukan sekuat tenaga, dan Tok-jiauw Lo-houw yang menangkis dengan mengangkat paha sedikit ke atas itu kurang mantap. Hal ini disebabkan karena kakek itu harus membagi tenaga, sebagian ke sepasang gelangnya dan sebagian ke atas paha. itulah sebabnya mengapa kakek ini sampai mengaduh dan Ceng Bi sendiri yang melakukan tendangan dalam posisi miring ke bawah dengan tubuh sedikit merendah itu juga terpaksa dibuat terpelanting.

Gadis ini berteriak tertahan dan Tok-jiauw Lo-houw yang marah itu tiba-tiba tertawa menyeramkan. Dengan buas kakek ini melomnat, dan sepasang gelang di tangannya menghan batok kepala Ceng Bi. Tentu saja Ceng Bi terkesiap, namun gadis ini tidaklah gugup. Yang dia khawatirkan adalah racun di gelang-gelang itu, sedangkan untuk serangan maut ini ia tidak begitu cemas. Karena itu, gadis ini tiba-tiba berseru keras dan tubuhnya bergulingan di atas tanah.

Tok-jiauw Lo-houw mengejar, dan Ceng Han yang melihat semua perktiwa di depannya itu menjadi pucat. Sepasnng mata pemuda ini terbelalak dan Ceng Han raengeluh. Dia telah dilumpuhkan secara total. Jalan darahnya ditotok oleh ketua Hiat Goan-pang sendiri. Dan seandainya tidak ditotokpun agaknya juga sulit untuk menolong adiknya itu. Dia berada di dalam kerangkeng, jarak mereka juga cukup jauh. Padahal sekarang ini kakek tinggi besar yang menjadi buas karena tadi dibuat bulan-bulanan pukulan adiknya itu tampaknya tidak mau memberi ampun.

Ceng Han menjadi gelisah bukan main dan karena mulutnya juga disumbat, pemuda ini tidak dapat mengeluarkan suara. Kalau saja mulutnya bebas, tentu dia akan memaki-maki Tok-jiauw Lo-houw yang tidak tahu malu itu. Karena, masa seorang laki-laki tua bangka mencecar seorang gadis muda yang bertangan kosong dengan senjata? Biarpun itu hanya berupa gelang-gelang saja, namun kalau dipegang oleh hu-pangcu (wakil ketua) dari Perkumpulan Gelang Berdarah ini tentu saja besar bedanya.

Dan saat itu, Ceng Bi yang kelihatannya hampir tidak berdaya ini tiba-tiba membuat suatu kejutan. Sepasang gelang merah di tangan Tok-Lo-houw masih menyambar-nyambar ganas, dan berkali-kali Ceng Bi nyaris dari hantaman maut. Akan tetapi selama itu pula kakek tinggi besar ini belum dapat melampiaskan kemarahannya. Tubuh gadis itu seperti ular, meliuk-liuk dan melingkar bergulingan di atas tanah. Sampai akhirnya ketika Tok-jiauw Lo-houw yang gusar bukan kepalang ini berteriak menyeramkan sambil menubruk ke depan, pada saat itulah terjadi sesuatu yarg luar biasa.

Sinar putih yang entah dari mana asalnya tiba-tiba mendesing di udara. Orang tidak tahu, sinar apakah itu. Mereka hanya melihat adanya sebuah cahaya menyilaukan berkelebat dari bawah ke atas dan tahu-tahu bunyi nyaring logam dibabat terdengar dua kali berturut-turut disusul pekik kesakitan Tok-jiauw Lo-houw yang melompat mundur. Dan ketika cahaya ini lenyap, terlihat oleh mereka potongan gelang di atas tanah yang berserakan dari tangan Tok-jiauw Lo-houw sementara kakek itu sendiri terluka tangannya digores pedang!

Tentu Saja orang-orang Hiat-goan-pang berseru kaget. Mereka melihat betapa puteri Ciok-thouw Taihiap itu telah berdiri dengan pedang di tangan dan sebelum Tok-jiaw Lo-houw hilang kekagetannya, tiba-tiba gadis ini berkelebat ke depan menusuk dada kakek tinggi besar itu! Semua orang terkesiap dan Tok-jiauw Lo-houw sendiri memekik parau. Kilatan sinar putih itu meluncur cepat, dan kakek ini melompat ke samping menyelamatkan diri. Namun aneh. Ujung pedang di tangan Ceng Bi mendadak juga ikut berputar mengikuti kakek itu dan tetap menyambar dada! Tentu saja Tok-jiauw Lo-houw terbelalak ngeri dan kembali dia mengelak.

Akan tetapi seperti tadi juga, lagi-lagi pedang ini selalu membayanginya dan wajah kakek tinggi besar itu menjadi pucat. Dia tidak tahu bahwa dalam kemarahannya terhadap Tok-jiauw Lo-bouw, Ceng Bi telah mengeluarkan ilmu pedangnya yang disebut Cui-mo Kiam-sut (Ilmu Pedang Pengejar Iblis), yakni sebuah ilmu pedang yang didapat ayahnya dari perantauan di Pegunungan Himalaya. Ilmu pedang ini hebat sekali, terdiri dari tujuh belas jurus yang masing-masing dipecah dalam lima gerakan. Jadi, keseluruhan ilmu pedang itu mempunyai delapan puluh lima gerakan yang saling susul-menyusul dan pada saat itu Ceng Bi sendiri mengeluarkan jurus ke delapan yang dinamakan Kejar Setan Rontokkan Bulan.

Jurus ini mengarah dua bagian depan tubuh, yakni yang pertama mengancam dada sedangkan yang ke dua nanti dilanjutkan dengan lingkaran dari kanan ke kiri menyambar leher. Dengan demikian, apabila serangan itu berhasil maka sebelum darah muncrat dari dada pedang di tangan ini sudah akan membabat leher. Dan justeru bagian kepala itulah yang dianggap sebagai "bulan". Kalau kepala Tok-jiauw Lo-houw sampai terpenggal, sempurnalah sudah jurus "Rontokkan Bulan" tadi dan tentu saja lawan yang bersangkutan akan tewas sebelum tubuhnya rohoh tersungkur.

Maka tidak aneh jika kakek tinggi besar itu benar-benar tersirap darahnya sekarang. Dia berseru kerss ketika melihat betapa ujung pedang terus mengikutinya ke mana dia pergi dan karena maklum bahwa mengelak jelas bukan jalan terbaik, Tok-jiauw Lo-houw menjadi nekat dan tiba-tiba dia menjentikkan ibu jari tangan kanannya. "Trikk...!" sebuah kuku panjang mencuat ke atas dan Ceng Bi terkejut.

Gadis ini memang tidak tahu bahwa kakek itu sebenamya memiliki senjata aneh, yaitu kuku ibu jarinya itu. Kuku ini memang sengaja dipelihara oleh Tok-jiauw Lo-houw, dibiarkan memanjang sehinga mirip pisau. Dan untuk lebih memperhebat lagi, kakek ini memberikan bermacam ramuan termasuk bisa ular dan kalajengking kepada kukunya itu. Dan inilah yang menyebabkan dia dijuluki Tok-jiauw karena selain berkuku tunggal, juga kuku itu mengandung racun berbahaya yang obat penawamya hanya ada pada kakek itu sendiri.

Dan sekarang, merasa dirinya didesak hebat kakek tinggi besar ini mempergunakan senjata anehnya itu. Biasanya kuku ini digulung jika tidak dipakai, dan Tok-jiauw Lo-houw sendiri jarang mempergunakannya kalau tidak menghadapi lawan-lawan berat. Karena itu, adalah suatu kenyataan pahit bagi kakek ini bahwa menghadapi gadis yang masih bau "pupuk bawang" begini dia dibuat kelabakan. Dan itu semua disebabkan pandangannya yang amat merendahkan orang ini. Melihat bahwa gadis ini masih muda usia dan juga tidak tampak membawa senjata, Tok-jiauw Lo-houw memang amat meremehkan Ceng Bi. Kalau kakaknya saja dapat ditangkap, masa adiknya tidak?

Demikianlah yang dipikirkan kakek itu. Dan dia tidak tahu bahwa apa yang dtlihat dari luar sesungguhnya tidaklah sama dengan yang di dalam. Begitu pula halnya dengan gadis ini. Dia tidak tahu bahwa secara diam-diam Ceng Bi sebenamya membawa senjata, dan senjata itu bukan lain adalah pedang bersinar putih itu. Dan sesuai keadaannya pula, pedang ini disebut orang Pek-kong-kiam (Pedang Sinar Putih), yakni sebatang pedang pusaka yang bersifat lemas. Demikian lemasnya pedang ini sehingga dapat dibuat sabuk yang dililitkan di pinggang. Selain praktis, juga tersembunyi dari mata musuh. Dan inilah yang luput dari pengawasan Tok-jiauw Lo-houw.

Sekarang, melihat gelang-gelangnya dibabat patah dan dia sendiri dibayangi ujung pedang yang seperti bemyawa itu, kakek ini menggereng. Kuku panjangnya dijentikkan dan dengan pengerahan tenaga lweekang Tok-jiauw Lo-houw hendak membuat pedang di tangan Ceng Bi mencelat. Dan biasanya begitulah yang dilakukan kakek ini terhadap orang-orang lain karena kuku-nya itu cukup dapat diandalkan, tahan bacokan senjata tajam.

Akan tetapi, inilah perhitungan Tok-jiauw Lo-houw yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa. Dia tidak tahu pedang macam apa adanya Pek-kong-kiam itu, dan hal ini harus ditebusnya mahal karena begitu kuku pisaunya bertemu dengan senjata di tangan Ceng Bi, tiba-tiba terdengar suara "crak" satu kali dan putuslah pisau kuku di tangan kakek ini.

"Ahh Tok-jiauw Lo-houw terkesiap kaget dan sebelum dia sempat memperbaiki posisinya, tiba-tiba pedang itu menukik turun dengan kecepatan kilat. Kakek ini tidak punya kesempatan lagi. Kuku pisaunya yang tiba-tiba dibabat putus itu benar-benar mengguncangkan hatinya dan ketika pedang meluncur lurus, Tok-jiauw Lo-hauw membanting tubuh secara mati-matian.

"Cratt!" Kakek ini menjerit ngeri dan dada kanannya tertikam. Temyata gerakannya tadi masih kurang cepat dan, meskipun ulu hatinya tidak tertusuk bolong, tetap saja Tok-jiauw Lo-houw seperti diterbangkan nyawanya! Wakil ketua Hiat-goan pang-to memekik keras dan tubuh yang sudah dibanting ini dilanjutkan dengan jalan bergulingan di tanah.

Namun Ceng Bi sudah mendahului. Pedang di tangan gadis itu mengejar aneh dengan putaran setengah lingkaran dan tepat pada saat lawannya membanting tubuh, sinar putih Pek-kong-kiam telah menyambar leher Tok-jiauw Lo-houw untuk merontokkan "bulan". Dan sekali terbabat, tentu kepala kakek tingi besar itu bakal menggelinding. Akan tetapi untunglah, sesuatu kejadian di luar gadis tiba tiba menolong nyawa kakek ini. Dua buah bayangan gelang baja berturut-turut menyambar ke arah Ceng Bi. Yang dua mengarah lengan gadis itu serta batang pedangnya, sedangkan yang dua lain menghantam punggung.

Ceng Bi terkejut. Suara bercuitan dari gelang-gelang itu membuatnya maklum bahwa ada orang-orang pandai datang mecampuri. Karena itu, sadar bahwa dia sendiri jugi diancam bokongan berbahaya. Ceng Bi terpaksa membatalkan serangan terakhirnya terhadap Tok-jiauw Lo-houw untuk dipakai menangkis sambaran senjata rahasia yang mengancam punggungnya ini.

"Trang- trang- trang- trang!"

Empat kali berturut-turut pedangnya bertemu dengan gelang-gelang baja itu dan Ceng Bi mengeluarkan seruan kaget. Lengannya tergetar hebat dan hampir saja Pek-kong-kiam yang dipegang terlepas. Tentu saja gadis ini kaget sekali dan ketika ia membalik, tahu-tahu dua orang kakek kembar telah berdiri di depannya dengan sikap angker!

Ceng Bi terkejut dan dua orang kakek itu memandangnya marah. Sejenak mereka saling beradu pandang dan akhimya kakek di sebelah kiri berkata dengan suaranya yang bengis, "Bocah seberani kau hendak membuat onar di sini?"

Bentakan ini dikeluarkan dengan mulut dingin dan Ceng Bi mendongkol sekali. Ia tidak tahu, siapakah dua orang kakek kembar. itu. Namun melihat mereka muncul dari dalam, agaknya orang orang Hiat-goan-pang juga. Karena itu, dengan sikap tak kalah dinginnya iapun lalu menjawab, "Tua bangka siluman, siapa yang membuat onar? Kalian ataukah aku? Kalau Hiat-goan-pang tidak memulai keributan, masa aku akan datang ke sini? Kau siapakah, mengapa bicara seperti orang yang herkuasa saja?"

Ucapan Ceng Bi ini sama sekali tidak membayangkan rasa takut dan dua orang kakek itu mendengus sementara orang-orang Hiat-goan-pang melompat maju sambil berseru marah.

"Siang-pangcu (sepasang ketua), biarkan kami yang membekuknya agar gadis liar ini tidak kurang ajar lagi!" dua orang bermuka kuning berseru keras dan melayang ke depan. Inilah Ui-bin Siang-houw (Sepasang Harirpau Bermuka Kuniiig) dari Perkumpulan Gelang Berdarah. Mereka termasuk tokoh nomor tiga di perkumpulan itu, jadi setingkat di bawah Tok-jiauw Lo-houw. Karena itu, melihat Tok-jinuw Lo-houw hampir saja celaka di tangan gadis ini mereka bermaksud untuk menghadapinya secara berbareng.

Menurut anggapan dua harimau kuning ini, apabila mereka maju mengeroyok tentu gadis itu dapat ditangkap mengingat selisih kepandaian mereka masing-masing pihak dengan Tok-jiauw Lo-houw tidak terlalu jauh. Oleh sebab itu. Ui-bin Siang-houw ini lalu maju ke depan menawarkan diri.

Akan tetapi temyata dua orang kakek kembar itu menegelengkan kepala. "Ui-bin Siang-touw, kalian berdirilah di pinggir. Biar aku yang menghadapi puteri Ciok-thouw Taihiap ini. Dia membawa Pek-kong-kiam, kalian tidak akan menang. Karena itu kalian berjagalah di tempat musing-masing agar dia tidak melarikan diri!" kakek di sebelah kiri yang tadi membentak Ceng Bi membuka suara dan kakek ini telah melangkah maju dengan tenang.

Ceng Bi terkejut. Mendengar dua orang kakek kembar itu dipanggil Siang-pangcu oleh orang-orang Hiat-goan-pang dia terbelalak. Jadi inikah ketua Perkumpulan Gelang Berdarah? Pantas bicaranya seperti orang yang berkuasa saja, tidak tahunya adalah ketua Hiat-goan-pang sendiri. Karena itu Ceng Bi semakin waspada dan mehhat kakek kembar ini mengetahui pedang pusakanya diam-diam ia merasa kaget. Selamanya, baru sekali inilah dia memperlihatkan Pek-kong-kiam di muka umum. Akan tetapi ketua-ketua Hiat-goan-pang temyata dapat mengenalnya.

Hal ini menandakan bahwa dua orang kakek kembar itu bukan orang sembarangan dan jelas merupakan orang-orang berpengalaman luas. Dan teringat benturan antara gelang baja dengan pedangnya tadi yang membuat lengannya tergetar, suatu kegelisahan menyelinap di hati Ceng Bi. Kalau seorang diantara dua kakek kembar itu saja sudah memiliki kepandaian tinggi, bagaimana dia akan berhasil? Iya kalau mereka orang-orang yang jujur dalam bertandingan, kalau tidak?

Ceng Bi menggigit bibir dan pada saat-saat yang amat menegangkan ini mendadak wajah si pemuda bercaping di rumah makan "Tiang-an," itu muncul secara aneh di depan matanya. Entah mengapa, tiba-tiba saja ia mengharapkan kehadiran pemuda tinggi besar yang gagah perkasa itu di tempat ini. Ceng Bi tidak mengerti, mengapakah dia tiba-tiba teringat kepada pemuda itu. Apakah karena kecemasannya melihat nasib kakaknya? Ataukah ada sebab lain?

Gadis ini tidak tahu dan tidak dapat menjawab secara pasti. Secara lahiriah, alasan Ceng Han ditangkap itulah yang dijadikan pegangan. Akan tetapi, di samping itu sebenamya ada sesuatu yang tersembunyi yang malu untuk Ceng Bi utarakan. Ada sesuatu yang jengah untuk dikatakan dan gadis ini berusaha menyembunyikannya. Oleh sebab itu, Ceng Bi lalu mengusir renungan yang membuat mukanya bersemu merah ini dan melihat kakek di sebelah kiri telah berdiri di hadapannya dengan mata dingin serta wajah mengeras, Ceng Bi melangkah mundur dengan pedang bersilang.

"Orang tua, jadi kaukah ketua Perkumpulan Gelang Berdarah? Mengapa kau mengundangku ke mari dan tanpa sebab menangkap kakakku yang tidak bersalah? Coba kaujawab dulu pertanyaanku ini sebelum kita saling bergebrak," Ceng Bi berkata dengan sikap tenang dan mau tak mau orang menjadi kagum.

Kakek itu memandang Ceng Bi dan tiba-tiba sorot kebencian keluar dari natanya. "Setan kecil" jawabnya dingin. "Pertanyaanmu tidak perlu kujelaskan secara panjang lebar. Cukup kalau kau ketahui bahwa ayahmu mempunyai hutang tiga jiwa terhadap kami. Nah, cukupkah ini?"

Ceng Bi terkejut dari matanya yang indah itu terbelalak. Sebenamya dia mendongkol disebut "setan kecil" begini, namun keterangan lawan yang menyatakan ayahnya punya "hutang" tiga jiwa terhadap Hiat-goan-pang mengalahkan kedongkolan hatinya. Karena itu, dia lalu berseru heran, "Eh, mana mungkin? Ayah tidak pernah menceritakan kepada kami tentang permusuhannya dengan perkumpulan kalian. Bahkan baru sekarang inilah aku mendengar adanya nama Perkumpulan Gelang Berdarah! Orang tua, apakah kau tidak mengacau?"

Kakek itu mendelik. "Setan kecil, jaga mulutmu itu! Siapa hendak mengacau?" kakek ini membentak dan Ceng Bi menjadi merah mukanya.

"Setan besar!" balasnya marah. "Kalau hal itu memang betul terjadi kenapa tidak langsung menemui ayah saja? Apakah kau takut? Cih, beginikah watak seorang ketua perkumpulan? Kerjanya hanya menangkapi anak-anak kecil yang agaknya hendak dijadikan sandera kalau kalian kalah!"

Ucapan ini mengena pada sasarannya dan kakek satunya yang masih berdiri tak jauh dari situ dibuat marah bukan main. "Ji-to (adik nomor dua)," bentaknya keras. "Untuk apa banyak cakap lagi? Tangkap dia dan lumpuhkan seperti kakaknya!"

Seruan ini mengandung tenaga kikhang sehingga tempat itu menjadi tergetar dan Ceng Bi terhesiap. Bentakan ini hebat sekali, dan diam-diam ia terkejut. Sekarang tahulah dia bahwa kakek yang menghadapinya ini adalah ketua nomor dua sedangkan yang masih berdiri di situ adalah ketua nomor satu. Dan melihat kata-katanya membuat orang menjadi marah mengertilah Ceng Bi bahwa apa yang diucapkan itu rupanya memang benar tepat.

Dan hal ini memang tak dapat disangkal. Apa yang dikehendaki oleh ketua-ketua Hiata goan-pang itu memang begitu. Sakit hati mereka atas tewasnya tiga orang saudara di tangan ayah gadis ini menumbuhkan dendam yang amat dalam. Namun, mengingat Pendekar Kepala Batu bukanlah orang yang boleh dibuat main-main maka dua orang ketua ini bermaksud untuk menawan putera-puterinya. Dengan begitu, kalau kalak mereka masih saja belum dapat mengimbangi kesaktian pendekar itu maka satu-satunya jalan ialah dengan mengancam keselamatan anak-anaknya.

Inilah maksud sebenamya dari dua orang ketua itu. Dan Ceng Bi yang tidak mengerti seluk beluknya tentu saja menjadi marah. Masuh atau bukan, orang-orang Hiat.goan-pang ini telah me-nangkap kakaknya. Dan kalau sampai terjadi apa-apa terhadap diri Ceng Han tentu ia akan mendapat marah hebat dari ayahnya yang bengis itu. Apalagi kalau ayahnya tahu bahwa kepergian Ceng Han inipun sebenamya adalah berkat "akal bulusnya" sendiri!

Karena itu, melihat ji-pangcu (ketua nomor dua) ini sudah melangkah maju. Ceng Bipun tidak mau banyak sungkan. "Setan besar, cabutlah senjatamu kalau tidak ingin merasakan ketajaman pedangku!" gadis ini mengejek dengan hidung dikembangkan dan kakek itu memandang dengan sinar mata berkilat.

"Anak setan, tidak perlu kau memberikan nasihat kepadaku. Meghadapi bocah ingusan macammu ini aku sudah tahu bagaimana cara merobohkannya. Karena itu, majulah, kuberi kesempatan sebanyak lima jurus kepadamu tanpa membalas!" kakek ini ganti berseru dan muka Ceng Bi menjadi merah.

"Hem, siluman tua yang sombong. Kau sendiri yang berjanji. Maka jangan salahkan aku kalau Pek-kong-kiam akan mengerat kulitmu sampai berdarah!" Ceng Bi membalas ejekan lawan dan tiba-tiba ujng pedangnya bergetar. Kemudian, sekali gadis ini mengeluarkan teriakan nyaring senjatanya berkelebat menyambar dahi kakek itu dari depan.

Gerakan ini cepat, dan juga amat berbabaya karena ujung pedang bergetar membuat lima cahaya putih yang menyilaukan mata. Dan dilihat sepintas lalu banyaknya mata pedang benar-benar mengancam dahi. Akan tetapi sebenarnya tidaklah begitu. Ceng Bi sedang melancarkan jurus pembukaan dari ilmu silat pedangnya Cui-mo dan jurus pertama ini bemama Bianglala Keluarkan Kilat. Sasaran yang dituju memang kelihatannya ke dahi, namun sebenamya menyerang tenggorokan.

Dan seperti yang menjadi sifat ilmu silat ini, setiap jarus mengandung lima gerakan. Karena itu, sambaran ke dahi yang disilaukan getaran ujung pedang ini akan segera menukik turun ke bawah disusul kemudian dengan tikaman-tikaman di lima titik jalan darah mematikan yang dimulai dari batang tenggorokan terus ke bagian dada. Oleh sebab itu, serangan pertama ini amatlah berhahaya karena menyembunyikan tipuan-tipuan lihai yang tidak disangka lawan.

Akan tetapi ji-pangcu dari Hiat-goan-pang itu tampaknya tidak dipengaruhi oleh serangan maut ini dari sikapnya tenang. Hal ini menandakan bahwa tokoh dari Perkumptuan Gelang Berdarah itu memang betul-betul bukan orang sembarangan. Maka ketika pedang Ceng Bi meluncur di depan mukanya dengan kecepatan kilat, hal yang pertama dilakukan oleh ketua ini adalah menggeser mundur kaki kanannya selangkah. Dengan demikian, sambaran Pek-kong-kiam mengenai angin kosong dan otomatis gerakan-gerakan berikutnya dari jurus pertama yang dilakukan Ceng Bi gagal...!

Tentu saja gadis ini terkejut dan penasaran, namun dia tetap melanjutkan jurus Bianglala Keluarkan Kilat itu. Dan hal ini dikerjakannya dengan memajukan kaki kiri selangkah mengikuti posisi lawan. Karena itu, ketua nomor dua dari Hiat-goan-pang ini kembali didesak seperti tadi dan kakek itu mendengus. Jarak telah diperpendek oleh Ceng Bi, maka ke manapun dia mundur gadis itu pasti akan mengejarnya.

Oleh sebab itu, kakek ini lalu menggerakkan lengan kanannya ke atas menangkis serangan Ceng Bi dengan gelang baja yang melilit di pergelangan tangannya. Tangkisan ini sebenarnya berbahaya sekali, karena sedikit meleset tentu tangan akan terbabat buntung. Namun ji-pangcu dari Hiat-goan-pang itu ternyata benar-benar lihai. Perhitungannya tepat dan mata pedang di tangan Ceng Bi benar-benar bertemu permukaan gelang.

"Cringg..!" bunga api muncrat di udara dan Pek-kong kiam terpental.

Ceng Bi terkejut dan gadis ini berseru keras. Diam-diam ia merasa heran mengapa gelang itu sama sekali tidak patah seperti milik Tok-jiauw Lo-houw tadi yang kini dirawat anak-anak buahnya. Namun ia tidak mau berpikir panjang tentang hal ini karena begitu pedangnya ditangkis mental, Ceng Bi sudah melanjutkan dengan tipu berikutnya yang disebut Kwi-liong-to-sim (Naga Setan Mengambil Hati). Ujung pedangnya menukik turun, seolah-olah hendak menyambar kaki lawan. Akan tetapi baru tiba di depan lutut tiba-tiba mencuat ke atas menusuk lambung kanan. kakek itu dengan kecepatan kilat.

Tentu saja ketua Hiat-goan-pang ini terkejut. Gerakan pedang itu cepat sekali, demikian pula dengan, perobahan-perobahannya yang selalu mendadak. Karena itu, pangcu ini lalu meiengking tinggi dan melompat jauh menghindarkan diri. Namun Ceng Bi tidak mau sudah. Melihat bahwa dua kali serangannya belum memperoleh hasil, gadis inipun lalu memekik dan tubuhnya berkelebat ke depan mengejar kakek itu.

"Setan!" ji-pangcu mendesis perlahan dan mukanya menjadi merah. Kali ini dia tidak mengelak lagi dan tusukan ke lambung kanannya itu diegos sedikit. Pedang Sinar Putih lewat beberapa senti di samping tubuhnya dan ketika pedang itu diputar Ceng Bi membabat pinggang, cepat kakek ini mengerakkan tangan kirinya yang juga memakai gelang untuk menangkis.

"Cringg…!" Suara nyaring ini kembali terdengar dan Ceng Bi menggigit bibir. Pedangnya terpental keras dan hampir saja mencelat dari pegangan. Karena itu Ceng Bi menjadi marah sekali dan gadis ini memekik panjang sambil menggerakkan pedangnya secara gencar. Bertubi-tubi dia menyerang, dan ketua Hiat-goan pang itu dibuatnya kelabakan karena sekarang gadis itu sudah tidak mau lagi beradu dengan tangkisan lawan.

Hal ini membuat kakek itu terpaksa melompat-lompat dan karena terikat janjinya sendiri, ketua nomor dua dari Perkumpulan Gelang Berdarah itu mulai mengumpat di dalam hati. Gadis itu tidak mau lagi diajak beradu keras lawan keras dan hal ini membuat sang ketua kalang-kabut. Setiap jurus dari serangan pedang itu menyimpan lima gerakan beruntun, jadi kalau dia tadi telah memberikan kelonggaran berarti sama saja dengan mandah untuk diserang tanpa membalas sebanyak lima kali lima alias duapuluh lima serangan!

Tentu saja hal ini berat juga dan karena serangan gadis itu semakin lama semakin meningkat seperti orang kalap, ketua Hiat-goon-pang ini tenaksa bertindak untuk menyelamatkan jiwanya. Dua paluh tikaman serta babatan berantai sudah dihindarinya, dan menginjak pada serangan ke dua puluh satu dimana keadaannya benar-benar terdesak, kakek itu berteriak keras dan tiba-tiba sebuah cahaya merah berkelebat menyilaukan mata.

Ceng Bi terkejut, namun gadis ini sudah terlampau panas hatinya. Serangan demi serangan sudah dilancarkannya, akan tetapi kakek setan itu ternyata hebat juga. Maka setelah empat jurus berlalu yang berarti telah menghabiskan duapuluh gerakan beruntun, Ceng Bi sudah mulai merasa girang karena lawannya ini telah dikurungnya rapat dengan sinar Pek-kong-kiam yang bergulung-bergulung. Menurut perhitungannya, asal benar kakek itu tidak membalas, pasti dia akan berhasil menjatuhkan ketua nomor dua dari Hiat-goan-pang ini sebelum gerakan yang ke duapuluh lima!

Akan tetapi ketua dari Perkumpulan Gelang Berdarah itu temyata merupakan manusia yang tidak tahu malu. Begitu merasa dia terancam gulungan pedang yang mengurungnya rapat itu, kakek ini sudah menjilat ludah sendiri pada gerakan yang ke duapuluh satu! Dan saat ini dimulai pada waktu pedang di tangan Ceng Bi menusuk perutnya dari balik gulungan sinar pedang yang gemerlapan.

Pada saat itu Ceng Bi sedan melancarkan jurus Hui-ho-coan-in (Bangau Terbang Menerjang Awan). Pedangnya berputar membentuk payung lebar dan tiba-tiba menikam perut dengan kecepatan kilat. Gerakan ini hampir tidak terlihat saking cepatnya dan tahu-tahu Pek-kong-kiam telah menyambar perut sang ji-pangcu.

Tentu saja kakek itu terkejut. Ujung pedang yang berkelebat tiba-tiba sukar diduga arahnya, dan dia mengandalkan ketajaman rasanya dari sambaran angin pedang. Karena itu, ketika Pek-kong-kiam menyambar perutnya dan dia sendiri sudah tidak dapat melompat mundur karena terkurung gulungan cahaya putih yang berkilauan, kakek ini mengeluarkan bentakan nyaring dan secepat kiilat tangan kirinya menyampok ke bawah sementara tangan kanannya mencabut Po-goan (Gelang Keramat) dari balik bajunya terus dihantamkan ke pundak Ceng Bi.

Gebrakan ini berlangsung cepat, dan Ceng Bi sendiri terkesiap melihat adanya sinar merah berkelebat dari tangan kakek itu menghantam dirinya. Kalau dia meneruskan tusukannya, yang jelas pundaknya tentu akan dihantam gelang di tangan sang ketua. Dan melihat kehebatannya, tidak mustahil jika tulang pundaknya akan remuk terpukul senjata di tangan lawan. Padahal, tusukan Pek-kong-kiam kini disampok lengan kiri ketua Hiat-goan pang.

Karena itu, Ceng Bi berpikir secara kilat dan tindakannyapun dilakukan cepat. Terang menghadapi keadaan yang buruk ini dia tidak mau rugi, maka iapun menarik tusukan pedangnya dan karena gelang di tangan kakek itu sudah meluncur tiba, terpaksa Ceng Bi menggerakkan pedangnya ke atas buat menangkis, sementara dia sendiri melompat ke belakang sambil memaki melihat lawan tidak konsekwen terhadap janjinya.

"Trangg.....!" Pedang di tangan Ceng Bi bertemu dengan Po-goan di tangan ketua Hiat-goan-pang dan akibatnya pedang di tangan gadis itu mencelat dari pegangannya!

''Keparat Ceng Bi memekik gusar dan tubuh gadis ini berjungkir batik menyambar pedangnya. Gerakannya indah, juga manis sekali dan sebelum dia meluncur turun, Pek-kong-kiam telah berada di dalam tangannya seperti semula.

"Bagus!" ji-pangcu berseru kagum dan baru saja kaki Ceng Bi menempel tanah, ketua ini sudah menerjang ke depan sambil terkekeh menyeramkan. "Anak setan, aku sudah tidak mau main-main lagi denganmu. Hayo kau menyerah dan lepaskan senjatamu!" kakek itu berseru lantang dan Ceng Mi memaki.

"Tua bangka siluman, yang tidak tahu malu, beginikah watak seorang ketua perkumpulan? Menjilat ludah sendiri yang telah dikeluarkan? Cihh, lebih baik potong saja lidahmu itu!"

Semprotan ini membuat muka ketua itu merah dan kakek ini membentak gusar. Memang tadi dia terlalu gegabah dengan memberikan kelonggaran lima jurus kepada gadis itu. Dan hal ini dilakukan karena dia tidak tahu bahwa ilmu pedang gadis itu mempunyai pecahan sedemikian banyak. Karena itu, lima jurus tadi sebenamya sama dengan sepuluh jurus biasa. Tentu saja hal ini terlalu berat baginya. Biar bagaimanapun juga gadis itu adalah puteri seorang tokoh besar dunia persilatan, maka mengalah sepuluh jurus tanpa membalas adalah suatu pekerjaan yang amat berbahaya.

Sekarang, dimaki bocah ingusan itu di depan para anggauta, ketua ini menjadi marah dan mengambil keputusan untuk segera merobohkan gadis itu agar tidak semakin binal. Karena itu, kakek ini lalu berseru keras dan tubultnya berkelebat ke depan.

Ceng Bi terkejut ketika mendapat serangan kilat ini. Dia baru saja menginjakkan kaki di tanah, dan tahu-tahu senjata kakek itu telah menyambar dirinya. Tentu saja gadis ini terkesiap dan karena melompat sudah tidak mungkin lagi, maka Ceng Bi mengeraskan hatinya dan menggerakkan Pek-kong-kiam sekuat tenaga untuk menangkis.

"Trangg...!" bunga api berhamburan dan, seperti tadi juga, pedang gadis ini terpental sementara kakek itu sendiri sudah terkekeh menyeramkan sambil menggerakkan jari tangan kirinya menotok pundak.

Ceng Bi mengeluh. Pada saat itu lengan kanannya setengah lumpuh akibat benturan senjata yang amat keras dan sekarang lawannya menotok. Tentu saja dia menjadi gemas. Balas menangkis dengan tangan kirinya jelas ia tidak mau karena kalah tenaga. Karena itu, satu-satunya jalan ialah cepat merendahkan tubuh dan hal ini-pun sudah dilakukan Ceng Bi.

"Haiitt....!" gadis itu berteriak keras dan begitu jari lawan meluncur di atas pundaknya. Ceng Bi sudah menjatuhkan diri bergulingan di atas tanah lalu melompat bangun dengan muka merah. Perbuatan ini ia lakukan untuk menghindarkan serangan-serangan berikutnya, maka meskipun pakaian kotor Ceng Bi tidak perduli. Dan tindakannya ini memang tepat. Ketua Hiat-goan-pang itu memang tidak mau berhenti begitu saja karena begitu totokannya luput, kakek ini sudah menerjang kembali sambil tertawa-tawa mengejek.

"Ha-ha-ha, masih belum mau menyerah juga kau, anak setan?" kakek itu berseru dan gelang di tangan kanannya menyambar sementara tangan kirinya jaga ikut melancarkan pukulan atau totokan bertubi-tubi.

Ceng Bi menggigit bibir. Dia tidak dapat membalas ejekan ini karena harus memusatkan seluruh perhatiannya terhadap serangan lawan. Gelang di tangan kakek itu bergerak-gerak aneh, kadang-kadang melingkar namun kadang-kadang juga menghantam lurus. Dan semuanya ini masih ditambah dengan bantuan tangan kiri yang bergerak-gerak ceoat itu. Tentu saja Ceng Bi tidak berani main-main.

Dengan sekuat tenaga dia mainkaa Cui-mo Kiam-sut, namun karena selamanya baru kali inilah dia bertempur dengan orang lain, maka pengalaman yang didapatnya belum ada. Apalagi ketua dari Perkumpulan Gelang Berdarah itupun sebenarya bukanlah orang sembarangan karena kakek ini sebetulnya bukan lain adalah seorang dari kelompok. Mo-san Ngo-yu. (Lima Sahabat Dari Bukit Hantu)!

Dan inilah sebabnya mengapa kakek itu memusuhi Pendekar Kepala Batu karena seperti yang telah dia katakan tadi, tiga orang saudaranya tewas di tangan pendekar besar itu. Peristiwa ini sebenamya sudah berlangsung lama, namun api dendam di hati dua orang kakek yang kini menjadi ketua-ketua Hiat-goan-pang itu tidak dapat dilenyapkan, mereka telah bersumpah untuk menebus hutang jiwa ini. Namun karena maklum bahwa Ciok-thouw Taihiap adalah seorang pendekar yang memiliki kesaktian hebat, mereka terpaksa bersabar dan bertahun tahun lamanya mengembleng diri di tempat persembunyian.

Sampai akhirnya, setelah merasa diri cukup kuat, dua orang kakek kembar yang sebenamya merupakan kakak beradik itu turun gunung. Mereka bermaksud untuk mencari Ciok-thouw Taihiap membuat perhitungan. Akan tetapi akhirnya mendengar bahwa pendekar itu sekarang telah menjadi seorang ketua partai di Beng-san-pai. Tentu saja mereka tertegun. Kalau pendekar itu benar menjadi ketua Beng-san-pai, berarti mempersulit rencana mereka. Menghadapi seorang ketua partai persilatan haruslah melalui anak-anak muridnya, dan ini tentu akan semakin mempersukar saja.

Karena itu, mereka lalu mendirikan perkumpulan Hiat-goan-pang ini dengan maksud untuk mengimbangi kekuatan lawan. Memang mereka percaya bahwa Pendekar Kepala Batu tidak akan mengandalkan anak-anak muridnya mengingat sifat angkuh dan agak sombong dari pendekar itu. Namun dengan adanya hal ini berarti secara tidak langsung musuh mereka itu dilindungi oleh satu kekuatan besar, yakni partainya itu.

Maka terpaksa dua orang kakek ini kembali bersabar. Mereka menahan diri dan mengingat bahwa lawan mereka adalah seorang yang amat tinggi kepandaiannya, dua orang kakek itu bersikap hati-hati sampai akhimya mereka mendengar kabar tentang turunnya putera-puteri Ciok-thouw Taihiap. Hal ini menggirangkan mereka dan sekaligus berhasil ditemukannya akal baik untuk menangkap muda-mudi itu. Karena itu, dua orang ketua ini menyuruh anak-anak buahnya mengejar calon mangsa itu dan Ceng Han-lah yang pertama kali menjadi sasaran.

Pemuda yang masih terlalu bersih ini terjebak, dan tanpa banyak kesukaran dia diserahkan kepada ketua-ketua Hiat-goan pang yang tentu saja menerima tawanan itu dengan hati gembira. Akan tetapi, karena adiknya belum diketemukan padahal mereka menghendaki keduanya, maka ketua Perkumpulan Gelang Berdarah itu belum merasa puas. Anak-anak buah segera disebar, sampai akhirnya Hek-bin Lo-houw berhasil mendapatkan gadis itu di rumah makan Tiang-an.

Dan sekarang, Ceng Bi yang diserang bertubi-tubi eleh ketua nomor dua dari Hiat-goan-pang ini terdesak hebat. Memang kepandaiannya masih belum dapat disejajarkan dengan kakek itu. Bukan karena tingkat ilmunya kurang tinggi, melainkan karena Ceng Bi sendiri belum begitu matang dan diapun juga kalah pengalaman. Oleh sebab itu, gadis ini akhirnya hanya dapat bertahan mengandalkan Pek-kong-kiam dengan permainan Cui-mo Kiam-sutnya. Tigapuluh jurus telah berlalu dan Ceng Bi telah dua kali mengulang ilmu pedangnya. Namun tetap saja ia terdesak dan gulungan sinar pedangnya kian menyempit.

Kakek itu tertawa-tawa gembira, dan Ceng Bi berkali-kali dipaksa adu tenaga. Tangan gadis ini sudah gemetar, akan tetapi ia tetap melawan sengit. Hal ini diam-diam membuat kakek itu gemas dan marah sekali. Namun karena dia tidak berniat untuk membunuh gadis ini, maka kakek itu juga terpaksa bersabar. Menghadapi gadis keras kepala begini haruslah melepaskan senjatanya, itulah satu-satunya jalan yang paling baik. Karena itu, dalam setiap benturan kekek ini past' menambah tenaganya sampai akhimya pedang Ceng Bi benar-benar tidak dapat dipertahankan lagi.

Gelang kakek itu menyambar pinggang, dan ketika Ceng Bi menggerakan pedangnya ke bawah maka terdengar suara "trang" yang nyaring sekali disusul jeritan gadis ini melihat Pek-kong-kiam mencelat. Ceng Bi terbelalak dan pada saat itu lawannya terkekeh sambil menotok jalan darah.

"Ha-ha, akhirnya kau roboh juga, anak setan!" kakek itu berseru girang dan Ceng Bi tidak mampu berkelit lagi. Ucapan kakek ini agaknya memang dapat dibuktikan namun pada saat yang amat menentukan itu mendadak berkelebat sebuah bayangan diiringi bentakan perlahan,

"The Hong Gi jangan mengganggu anak perempuan…!" dan bersamaan dengan melayangnya bayangan ini totokan ketua Hiat-goan-pang itu disampok sebatang lengan yang kokoh seperti baja.

"Plakk!" Ji-pangcu dari PerkompuIan Gelang Berdarah itu berseru kaget dan tiba-tiba tubuhnya terdorong mundur. Kakek ini terkejut dan pada saat itu pendatang baru ini tahu-tahu telah menyambar Ceng Bi untuk dibawa melompat jauh sementara Pek-kong-kiam yang mencelat itu juga sudah diraihnya.

Tentu saja semua orang terkejut dan melihat gerakannya yang luar biasa cepat orang-orang Hiat-goan pang sama mendelong. Mereka tidak mampu melihat wajah bayangan ini dan baru setelah bayangan itu turun melepaskan Ceng Bi barulah mereka tahu bahwa orang ini bukan lain adalah seorang tinggi besar yang mukanya tersembunyi sebagian oleh sebuah caping bambu!!

"Ahh.,..!" mereka berseru kaget dan sang ji-pangcu sendiri terbelalak. Sama sekali kakek tidak mengira kalau lawan yang menangkis lengannya tadi ternyata seorang pemuda. Dan melihat kehebatan tenaganya serta ginkang yang dimilikinya, diam-diam kakek ini tergetar hebat. Masih terasa olehnya satu gebrakan adu tenaga tadi yang membuat lengannya panas dan linu. Akan tetapi karena dia telah dilancangi seseorang yang tidak dikenal, maka kakek ini menjadi marah. Biar bagaimanapun juga dia adalah seorang ketua perkumpulan, tentu saja tidak mau kehilangan muka.

Namun sebelum dia melompat ke depan tiba-tiba kakaknya berkelebat mencegah. "Ji-te, kendalikan kemarahanmu. Kita belum tahu siapa dia sedangkan dia telah tahu tentang keadaan. Lihat, bukankah dia telah memanggil namamu yang sudah belasan tahun tidak dikenal orang?"

Pangcu nomor dua ini terkejut dan kembaii dia tertegun. Bisikan kakaknya itu memang tepat, dan dia lalu memandang ke depan dengan mata terbelalak lebar. Dilihatnya pemuda itu telah menurunkan Ceng Bi dan tampak gadis ini melenggong.

"Kau Yap-twako!" Ceng Bi berseru girang dan pemuda tinggi besar itu tersenyum kecil.

"Nona, jangan banyak bertanya dulu. Aku sudah dari tadi mengintai di sini dan tahu tentang keadaanmu. Karena itu, bersiap-siaplah melepaskan kakakmu sementara aku sendiri hendak menghadapi dua orang dari Mo-san Ngo-yu itu!" pemuda ini berbisik lirih dan Ceng Bi berobah air mukanya.

"Apa? Mo-san Ngo...."

"Sstt, jangan ribut-ribut. Aku telah mengetahui keadaan mereka dan harap engkau tidak banyak bicara dulu," pemuda itu memotong dan Ceng Bi benar-benar kaget sekali.

Gadis ini lalu memandang dua orang ketua Hiat-goan-pang itu dari pedang yang telah diserahkan kembali kepadanya itu dipegang erat-erat. Diam-diam ia terkesiap kaget. Jadi, inikah kelompok Lima Sahabat Dari Bukit Hantu itu? Dan mendengar bahwa mereka hendak menagih hutang atas tiga jiwa, maklumlah Ceng Bi bahwa rupanya tiga orang yang lain dari Mo-san Ngo-yu ini telah tewas di tangan ayahnya. Pantas saja mereka hendak menangkapnya!

Karena itu, Ceng Bi menjadi tegang dan melihat temannya ini telah melangkah maju menghadapi dua orang ketua Perkumpulan Gelang Berdarah dengan sikap tenang, gadis itu menjadi berdebar gelisah. Sekarang dia merasakan kecemasan sesungguhnya, dan hal ini disebabkan dengan adanya kenyataan yang sekarang dihadapinya itu. Oleh sebab itu, ia lalu memusatkan seluruh perhatiannya ke depan, sejenak melupakan Ceng Han dan tidak memperdulikan betapa para anggauta Hiat-goan-pang telah melompat maju mengurung mereka semakin rapat.

Keadaan menjadi tegang, dan akhimya pemuda tinggi besar itu berhenti tepat di depan dua orang ketua Perkumpulan Gelang Berdarah ini. Dia mengangkat mukanya, dan kakek kembar dari Hiat-goan-pang itu terkejut melihat sambaran mata yang demikian tajam meucorong dari balik caping bambu ini. Mereka beradu pandang, senyum mengejek tersungging di mulut pemuda itu.

"Hiat-goan-pangcu (sepasang ketua Hiat-goan-pang), apakah kalian merasa terganggu dengan kehadiranku ini?" demikian pemuda itu mulai membuka suara sementara, dua orang lawannya memandang tajam.

"Anak muda," kakek pertama dari sepasang ketua itu menjawab sambil melangkah maju. "Kalau kau sudah tahu tentang hal ini mengapa bertanya kepada kami? Adalah kami yang seharusnya bertanya kepadamu apa maksud kedatanganmu dan siapa pula dirimu?"

Pemuda itu menoleh dan senyum yang tadi mengejek tiba-tiba berobah menjadi dingin. "Hem, kau pasti The Hong Pa, bukan?" katanya sambil memandang tahi lalat hitam di dekat hidung orang.

Kakek itu mengangguk. "Betul, aku memang The Hong Pa adanya dan adikku itu adalah The Hong Gi. Namun kami sudah lama tidak menggunakan nama-nama ini, maka bagaimana kau bisa mengenal kami, anak muda? Siapakah engkau?"

Pemuda itu tidak cepat menjawab dan hidungnya mengeluarkan jengekan perlahan. "The-lo-hengte (dua kakek The bersaudara)", katanya, "Masalah siapa aku agaknya tidak begitu penting buat kalian ketahui. Akan tetapi mengenai maksud kedatanganku ke mari memang penting untuk kalian ketahui."

"Hemm, apakah itu?" kakek pertama ini bertanya sambil mengerutkan alisnya.

"Pertama-tama," pemuda itu mulai meneruskan. "Mengapa kalian melakukan pemerasan terhadap kaum hartawan dan membunuh mereka kalau mereka berani menolak. Dan ke dua, mengapa kalian secara tidak tahu malu mengganggu anak-anak Souw locianpwe yang tidak pernah mengganggu kalian. Dan ke tiga...!"

Sampai di sini pemuda itu berhenti dan sepasang matanya memandang dua kakek kembar itu bergantian secara aneh. Dia tidak cepat-cepat melanjutkan, dan sikapnya ini mencekam suasana tempat itu. Baru setelah dua orang lawannya tampak tidak sabar, pemuda ini melanjutkan dengn suara perlahan, "Dan yang ke tiga, aku ingin menemui seseorang melalui kalian."

Biasa saja ucapan itu, namun wajah dua orang ketua dari Perkumpulan Gelang Berdarah ini tampak berobah. Ceng Bi melihat adanya suatu kejutan yang tidak dapat ditahan pada wajah dua orang kakek itu, akan tetapi mereka telah dapat menindasnya dalam beberapa detik. Agaknya, sesuatu yang amat mendadak membuat dua orang kakek ini terkesiap ketika mendengar pertanyaan nomor tiga dan Ceng Bi menjadi ingin tahu siapakah orang yang dimaksud oleh "Yap-twako" ini.

Sementara itu, Hiat-goan-siang-pangcu ini sudah mulai keruh mukanya dan mereka tampak marah. The Hong Pa hendak membuka suara, namun adiknya temyata telah maju membentak, "Anak muda, ada sangkut-paut apakah pertanyaanmu nomor satu dan dua tadi dengan kami? Apakah kau anjing penjaga dari babi-babi kikir yang tidak kusangkal telah kami bunuh karena mereka berani menghina kami itu? Ataukah kau anjing Beng-san-paicu (ketua Beng-san-pai)?"

Pemuda itu tersenyum dingin. "Ji-pangcu (ketua nomor dua)," katanya mengejek. "Tidakkah kau telah memutar balik ucapan yang kau lontarkan ini?"

The Hong Gi mendelik. "Anak muda!" serunya gusar, "Apa yang kau maksudkan?"

Pemuda itu menggeser kakinya dan tiba-tiba sikapnyapun semakin dingin. "The Hong Gi," katanya kaku, "Tidak usah kau berlagak pilon. Tadi kau memaki-maki diriku sebagai anjing penjaga, padahal, bukankah kalian sendiri yang menjadi anjing penjaga seseorang? Nah, orang itulah yang ingin kutemui!"

Dua orang kakek The mengeluarkan seruan tertahan dan wajah mereka berobah hebat mendengar kata-kata ini. Mereka terbelalak, dan The Hong Gi menyurut mundur setindak. "Anak muda, kau... siapakah? Bagaimana bisa mengetahui keadaan kami?"

Ucapan ini terlepas begitu saja dari mulut The Hong Gi dan kata-katanya itu merupakan pengakuan tak disadari. Karena itu, kakek ini terkejut merdengar kata-katanya sendiri yang terloncat dan The Hong Pa sudah membentaknya dari samping, "Ji-te, minggir!" dan kakek itu sudah melompat ke depan dengan muka merah.

Pengakuan adiknya ini memang membuat ketua nomor satu dari Hiat-goan-pang itu marah. Akan tetapi dia tahu bahwa adiknya bicara tanpa sadar maka kini semua kemarahannya ditimpakan kepada pemuda tinggi besar itu. "Anak muda," serunya geram. "Kau siapakah sebenamya dan mengapa mencampuri urusan kami? Hiat-goan-siang-pangcu pantang membunuh orang tak dikenal, karena itu, tunjukkan kepada kami siapa dirimu sesungguhnya sebelum Giam-lo-Ong (Raja Maut) mencabut nyawamu ke dasar neraka!"

Pemuda itu memutar tubuh dan dengan tenang dia menghadapi kakek yang marah besar ini. "The Hong Pa," jawabnya tak acuh. "Benar-benarkah kau ingin tahu siapa diriku? Nah, kalau begitu baiklah. Biar kita lihat kepada siapakah sesungguhnya Giam-lo-ong mencari korbannya.....!"

Pemuda itu menghentikan kata-katanya dan tangannya merogoh baju. Sikapnya tampak ayal-ayalan, dan tidak lama kemudian tangannya itupun keluar lagi. Semua orang memandang, dan begitu tangan itu dicabut, tampaklah sebuah benda berkilauan indah. Ternyata benda ini bukan lain hanyalah sebuah cermin. Akan tetapi hebatnya, bingkai cermin itu seluruhnya terbuat dari emas! Tentu saja semua orang terbelalak kagum. Namun, kalau orang-orang lain terbelalak kagum adalah sepasang ketua dari Perkumpulan Gelang Berdarah ini mengeluarkan teriakan keras. Mereka berseru kaget dan Ceng Bi melihat betapa wajah dua orang kakek kembar itu pucat seperti orang ketemu hantu.

Tentu saja gadis ini merasa heran dan dua orang kakek itu melompat mundur. Dengan mata terbelalak lebar mereka memandangi cermin itu, lalu memandang pemuda yang tersenyum-senyum dingin ini. The-lo-hengte tertegun, dan semua anak buahnyapun terkejut menyaksikan reaksi dari dua orang ketua ini. Ada apa gerangan? Mereka tidak tahu dan Ceng Bi melihat betapa tiba-tiba dua orang kakek itu menggigil!

Ceng Bi menjadi luar biasa herannya dan pada saat itu The Hong Pa sudah bicara dengan tehnjuk gemetar, "Kau... dari mama mendapatkan benda ini, anak muda? Apa hubunganmu dengan dia, dan apa maksudmu?"

Pemuda itu melangkah maju. "The-lo-hengte!" katanya tak acuh. "Mengapa kalian tampak ketakutan? Pemilik benda ini tidak berada di sini, dan aku datang sebagai wakilnya. Akan tetapi biarpun begitu kalian juga tidak bisa berbuat sembarangan. Dan tentang maksudku, bukan lain hanya ingin melumpuhkan kejahatan kalian agar tidak dapat berbuat sewenang-wenang lagi!"

Kedua orang kakek itu semakin pucat dan tiba-tiba mereka berteriak nyaring. Hampir berbareng keduanya meloncat ke depan. The Hong Pa mengulur tangan kirinya hendak merampas cermin sementara tangan kanannya menghantam lambung orang, sedangkan adiknya mencengkeram ubun-ubun pemuda tinggi besar itu dengan kekuatan dahsyat.

Mereka agaknya berniat membunuh pemuda ini dalam sekali gebrak, dan terjangan yang.mereka lakukan memang benar-benar hebat sekali. Angin berkesiur dingin, dan baju pemuda itu berkibar. Akan tetapi pemuda ini tertawa mengejek dan dua macam serangan mendadak itu disambutnya tenang. Cermin sudah dimasukkannya kembali ke dalam saku sementara dua lengannya yang kokoh itu dikibaskan menangkis.

"Plak-plakk...!"

Tampak sembarangan saja tangkisan pemuda itu, kelihatannya tidak bertenaga. Namun akibatnya sungguh luar biasa. Empat batang lengan itu bertemu dan begitu saling beradu, tiba-tiba sepasang ketua Hiat-goan-pang ini berteriak kesakitan sementara tubuh mereka terlempar lima meter lebih!

Tentu saja semua orang terkejut bukan main dan Ceng Bi sendiri terbelalak takjub. Tadi ia telah merasakan kehebatan tenaga salah seorang dari sepasang ketua itu, dan ia dibuat terdesak hebat. Kini, dengan dua orang maju berbareng Ceng Bi dapat membayangkan betapa dabsyat tenaga yang dipersatukan itu. Akan tetapi, "Yap-twako" ini ternyata mampu mementalkan dua orang kakek kembar itu dengan seenaknya saja! Siapa tidak terkejut?

Dua orang kakek itu sendiri juga kaget seperti disambar petir. Dalam tangkisan tadi mereka merasakan betapa sebuah tenaga mujijat membentur mereka dan yang membuat mereka berteriak kesakitan tadi bukan lain adalah sentuhan hawa panas yang luar biasa sekali. Mereka tidak mengira, dan inilah yang membuat mereka terkejut.

Karena itu, ketika dalam sekali gebrak ini saja mereka sudah dibuat jungkir balik tidak karuan, dua orang kakek kembar ini lalu berseru keras dan tangan mereka berkelebat. Sepasang gelang merah berdarah berada di tangan masing-masing pihak, dan dua orang kakek ini melengking tinggi memberikan aba-aba kepada anak buahnya sementara mereka sendiri kembali sudah melompat maju dengan mata menyala...