PENDEKAR GURUN NERAKA
JILID 05
KARYA BATARA
JILID 05
KARYA BATARA
KEMUDIAN dengan kemarahan meluap dia lalu menyerang lawannya yang tersenyum-senyum mengejek itu dengan pedangnya. "Tok-sim Sianli, pinto belum mengaku kalah di tanganmu. Masih ada pedangku ini yang akan menjadi penentuan terakhir diantara kita!"
Pedang di tangan Pek Bin Tojin mendengung dan menyambar dengan serangan ganas, membacok dan menusuk dengan tujuh kali serangan berantai yang amat hebat. Tosu ini telah mulai mengeluarkan ilmu pedang Kong-thong-pai ciptaan suhunya yang disebut Kong-thong Kiam-sut. Hebat bukan main serangan ini karena pedang itu pecah menjadi tujuh sinar putih yang bertubi-tubi secara cepat dan kuat menyerang tujuh tempat titik-titik berbahaya di tubuh lawan.
Karena tadi telah berhasil mengalahkan lawan dalam pertandingan silat tangan kosong, maka kali ini gadis itu bersikap agak gegabah. Dia memandang ringan dan tujuh serangan berturut-turut itu dihindarkan kesana-sini dengan egosan cepat mengandalkan kelincahan ginkangnya, bahkan untuk serangan ketujuh, Tok-sim Sianli malah berusaha menyampok pedang tosu muka putih itu. Dan inilah kesalahannya.
Dia tidak tahu akan tipu-tipu Kong-thong Kiam-sut yang dimainkan oleh tosu itu, apalagi dia menghadapi lawan dengan bertangan kosong saja karena bendera keramatnya telah disimpan di balik baju. Maka, begitu ia menyampok pedang, tiba-tiba saja pedang yang terpental itu mendadak bercuit dari atas dan dengan kecepatan kilat tahu-tahu telah menukik ke ubun-ubun kepalanya! Inilah jurus maut yang dinamakan Pek-liong-tok-thouw atau Naga Putih Mematuk Kepala, sebuah jurus yang ke delapan dari Ilmu Pedang Kong-thong Kiam-sut!
"Aihhh...!" Lie Lan memekik kaget dan melempar kepala kebelakang sambil merendahkan tubuh, akan tetapi gerakannya toh masih kurang cepat.
"Swingg-brettt!"
Baju pundaknya robek tertikam pedang dan kulitnya tergores sedikit dan gadis itu cepat merobohkan diri bergulingan ketika Pek Bin Tojin dengan seruan girang sudah mencecar lagi dengan tusukan-tusukan pedangnya. Tentu saja kejadian ini membuat kemarahan Tok-sim Sian-li memuncak. Karena memandang rendah, hampir saja ubun-ubun kepalanya tertusuk pedang tosu muka pedang putih itu.
Maka gadis ini lalu mengeluarkan seruan panjang, tubuhnya tiba-tiba melenting di udara dan kedua kakinya bergerak menendang dengan ilmu tendangan Soan-hong-twi. Pedang di tangan Pek Bin Tojin bertemu dengan kaki gadis itu dan Pek Bin Tojin terkejut ketika pedangnya terpental balik bertemu dengan kaki halus akan tetapi yang mengandung penuh kekuatan mujijat itu.
Terpaksa tosu ini melompat mundur karena lengannya tergetar hebat, dan pada saat itu Tok sim Sianli telah berdiri kembali dengan muka merah, tampak betapa sepasang mata yang indah itu berkilauan penuh hawa amarah dan tosu muka putih ini berdetak jantungnya ketika beradu pandang. Dalam tatapan mata itu dia dapat merasakan ancaman bahaya maut!
"Tosu jahanam, jangan salahkan aku kalau hari ini nyawamu akan diterbangkan oleh Bendera Iblis!" gadis itu berkata dengan suara dingin dan tiba-tiba tangannya bergerak, mencabut bendera kecil berwarna biru bergambar naga itu.
Sedetik wajah Pek Bin Tojin pucat rupanya, akan tetapi cepat dia dapat menekan perasaan gentarnya. Melihat bendera itu seolah-olah melihat munculnya Cheng-gan Sian-jin sendiri dan tosu ini teringat akan sepak terjang dari datuk iblis yang amat ganas dan mengerikan itu.
"Tok-sim Sian-li, aku akan mempertahankan kehormatanku sampai titik darah terakhir!" Pek Bin Tojin berseru dan kembali bersiap-siap dengan pedangnya.
"Majulah, jangan pentang bacot!" gadis itu membentak dan Pek Bin Tojin menerjang dengan mata mendelik.
Tosu ini menggerakkan pedangnya yang berobah menjadi segulung sinar putih, dan dari dalam gulungan sinar pedang ini mencuat belasan batang ujung pedang ke tubuh lawan. Akan tetapi, Tok-sim Sianli sekarang sudah bersiap-siap. Begitu tosu itu menyerang dengan pedangnya yang berobah menjadi segulung sinar putih yang berkilauan, dia cepat mengebutkan benderanya ke depan.
"Wuuttt... singg-plakk!"
Tosu itu berseru tertahan. Gulungan sinar pedangnya mendadak lenyap karena bendera di tangan Tok-sim Sianli secara aneh dan luar biasa tahu-tahu telah melibat dan menggubat pedangnya! Tosu ini terkejut sekali dan cepat menarik pedang dengan maksud untuk merobek Bendera Iblis itu. Akan tetapi betapa kagetnya hati tosu ini karena pedangnya sama sekali tak dapat ditarik!
Dan pada saat itu, Tok-sim Sianli telab melangkah setindak dan menggerakkan tangan kirinya, menampar pelipis kanannya dengan serangan kilat. Tak ada jalan lain dalam pilihan yang amat mendesak ini. Melompat mundur dan melepaskan pedang berarti sama dengan mengaku kalah. Akan tetapi tetap mempertahankan pedang pada saat tangan lawan menyerang, adalah amat berbahaya kalau diam saja. Satu-satunya jalan hanyalah mengangkat tangan kirinya menangkis dan inipun sudah dilakukan oleh tosu itu.
"Desss....auhh!"
Tamparan maut Tok-sim Sianli bertemu dengan lengan kiri tosu ini dan akibatnya, Pek Bin Tojin terpental dua tindak. Namun hebatnya, walaupun tubuhnya terdorong mundur, tosu ini sama sekali tidak melepaskan pedang yang digubat bendera lawan dan karena dia mempertahankan senjatanya, maka tubuh gadis itupun mau tak mau terseret ke depan mengikutinya pula!
"Keparat....!” Tok-sim Sianli mendesis dan dengan sekuat tenaga gadis ini tiba-tiba menyendal pedang yang dibelit bendera keramatnya.
Karena baru saja tubuhnya terpental dan kuda-kudanya berantakan, tosu ini tidak sempat lagi menghimpun tenaganya. Betotan yang amat kuat dan tiba-tiba datangnya selagi tubuh dalam keadaan sempoyongan ini membuat Pek Bin Tojin harus mengakui keunggulan lawan. Pedangnya terampas dalam gubatan bendera, dan dia melihat betapa pedangnya diputar seperti baling-baling atau kinciran angin oleh gadis itu dan sekonyong-konyong terlepas dan meluncur secepat kilat ke arah dadanya.
"Tua bangka menjemukan, terimalah pedangmu ini!" gadis itu berteriak mengejek.
Pek Bin Tojin memandang pucat. Kecepatan pedang itu luar biasa sekali dan tidak ada waktu untuk mengelak. Mungkin dia dapat menangkap pedang dengan resiko tangan terluka, akan tetapi tosu ini tidak mau melakukannya. Dia sudah kalah dan dia akan menepati sumpahnya. Dan gadis itupun memang agaknya sengaja melontarkan pedang ke arah dadanya untuk membunuhnya! Maka dengan sikap tabah dan tenang Pek Bin Tojin memandang luncuran pedang itu dengan mata tidak berkedip.
"Suheng, menyingkir...!" Ui Bin Tojin berteriak kaget dan hendak melompat ke depan, namun gerakannya kalah cepat.
"Creppp...uhhh!" Pedang milik tosu ini menancap dada tuannya sendiri dan tembus kepunggung! Darah segar muncrat keluar dan tubuh tosu itu sejenak menegang, akan tetapi kemudian roboh terkulai di atas lantai dalam keadaan tidak bernyawa lagi!
Marahlah Ui Bin Tojin melihat ketelengasan gadis iblis itu. Setelah terbelalak dan melihat betapa suhengnya benar-benar telah tewas, tosu ini melengking tinggi dan menerjang Tok-sim Sianli dengan serangan gencar. Sebatang pedang telah berada di tangannya dan tosu ini menyerang seperti seekor harimau terluka yang haus darah. Bertubi-tubi pedangnya membacok dan menusuk dengan jurus-jurus dari Kong-thong Kiam-sut, dan kini tangan kirinya membarengi pula dengan pukulan-pukulan Tong-san-ciang yang mengeluarkan angin pukulan yang luar biasa kuatnya.
Akan tetapi, murid perempuan Cheng-gan Sian-jin itu memang benar-benar bukan tandingannya. Begitu Ui Bin Tojin menyerang, begitu pula tubuh gadis ini berkelebatan lenyap. Ui Bin Tojin kaget bukan main melihat kehebatan ginkang lawannya ini dan selagi dia tertegun bendera pusaka di tangan gadis itu mendesir tajam dibelakangnya. Cepat tosu ini membalikkan tubuh dan meng-gerakkan pedangnya membabat, disusul pula oleh dorongan lengan kirinya.
"Plakk-dukk!"
Pedang bertemu bendera dan lengan kiri tosu muka kuning ini bersentuhan dengan tangan kiri gadis itu. Dan seperti tadi, begitu pedang bertemu bendera, secepat kilat Tok sim Sianli memutar pergelangan tangannya sedemikian rupa sehingga pedang Ui Bin Tojin terlibat kuat! Kakek ini terkejut, akan tetapi yang membuat hatinya menjadi lebih terkejut lagi adalah pukulan tangan kirinya yang bertemu dengan tangan kiri gadis itu. Mengapa? Karena begitu beradu, lengan kiri tosu ini segera melekat tak dapat ditarik lagi! Dan hebatnya, dari telapak tangan Tok-sim Sianli kini keluar hawa panas berapi yang membakar tangan tosu ini!
"Aahhhhh....!" Ui Bin Tojin berteriak ngeri dan meronta, namun sia-sia belaka. Tok-sim Sianli terkekeh-kekeh menyeramkan dan telapak tangan yang halus dari gadis ini tiba-tiba berwarna merah panas seperti darah.
"Tok-hiat-jiu (Tangan Darah Beracun)...!" mendadak pada saat yang amat berbahaya bagi tosu muka kuning ini terdengar seruan halus se-seorang dan sekonyong-konyong sebuah bayangan tosu tua berkelebat dari dalam kuil. "Nona, lepaskan muridku!" tosu itu berseru perlahan dan tangan kanannya menepuk di tengah-tengah dua orang ini.
"Plakkkk!" Perlahan saj a sentuhan itu, akan tetapi akibatnya Ui Bin Tojin terlempar tiga tombak jauhnya dan tangan tosu ini yang dibakar oleh ilmu iblis bernama Tok-hiat-jiu tadi terkupas kulitnya dan bengkak! Ui Bin Tojin melompat bangun sambil menggigit bibirnya menahan nyeri, dan cepat memandang tosu tua yang baru muncul ini.
"Suhu, terima kasih…" Ui Bin Tojin berlutut dan mengucapkan kata-kata ini, akan tetapi segera tubuhnya roboh menggelimpang karena racun dari Tok-hiat-jiu mulai bekerja di tubuhnya!
Semua murid Kong-thong-pai terbelalak dan hati mereka merasa ngeri melihat keganasan Tok-hiat jiu, akan tetapi ketika melihat betapa ketua Kong thong-pai telah muncul di situ diikuti oleh tiga orang tosu lainnya yang bukan lain adalah tiga orang murid kepala, para tosu ini segera menjatuhkan diri berlutut menghadap sang ketua.
Keadaan menjadi sunyi menegangkan. Kim-sin San-jin, ketua Kong-thong pai yang baru muncul ini, memandang ke arah mayat Pek Bin Tojin yang masih tertancap pedang dan kakek ini mengerutkan alisnya yang putih panjang, wajahnya tampak muram dan tosu tua ini berkata perlahan, "Siancai...! Penganut kekerasan akan tewas dalam kekerasan pula. Pek Bin, pinto harap semoga arwahmu dapat melihat kenyataan ini dan tidak mati penasaran."
Kakek itu lalu menoleh ke arah San kok Tojin, berkata sambil menudingkan telunjuknya ke arah mayat itu, "San Kok Tojin, bawalah jenazah sutemu ini dan rawatlah dia di ruang perabuan."
San Kok Tojin melangkah ke depan dan memberi hormat. "Baik, suhu," katanya dan dengan sikap tenang tosu ini lalu memondong mayat sutenya, pergi ke belakang kuil di mana terdapat ruang perabuan yang biasanya digunakan untuk merawat jenazah.
Baru setelah itu kakek ini menoleh ke arah Tok-sim Sianli dan gadis itu terkejut melihat sepasang mata yang mencorong penuh wibawa dari ketua Kong-thong-pai ini. Sejenak mereka beradu pandang, seakan-akan hendak mengukur kekuatan lawan dengan tenaga batin, dan akhirnya tampak Kim-sin San-jin mengelus jenggotnya sambil tersenyum penuh kesabaran.
"Nona, betulkah dugaan pinto bahwa kau ada hubungannya dengan Cheng-gan Sian-jin? Kau membawa-bawa benderanya, dan kaupun mahir Ilmu Tok-hiat jiu milik datuk sesat itu. Ada membawa maksud apakah kau datang kemari dan membunuh-bunuhi murid-murid Kong-thong-pai?"
Lie Lan tidak segera menjawab. Gadis ini memandang tosu tua itu penuh selidik dan akhirnya berkata, "Totiang, sebelum aku menjawab pertanyaanmu, sebaiknya kau dulu yang menjawab pertanyaanku. Untuk meyakinkan hatiku, apakah kau ini yang disebut Kim-sin San-jin dan menjadi ketua Kong-thong-pai?"
"Benar, nona. Aku adalah ketua Kong-thong-pai yang kau maksudkan," tosu itu mengangguk.
"Hemm, kalau begitu kau pula orangnya yang dulu telah dipecundangi oleh suhu di puncak Beng-san?" gadis itu mengejek dan sedetik wajah ketua Kong-thong-pai ini menjadi merah.
Murid Cheng-gan Sian-jin ini benar-benar kurang ajar dan liar seperti gurunya. Membuka-buka dan membeberkan kekalahan seorang ketua partai di depan puluhan anak muridnya! Kalau saja kakek ini tidak memiliki kekuatan batin yang tinggi, tentu dia merasa marah sekali mendengar kata-kata yang amat menusuk itu. Akan tetapi Kim-sin San-jin segera menarik napas panjang menenangkan gejolak hatinya, dan kakek ini menjawab pertanyaan atau ejekan itu dengan suara sabar,
"Nona, tidak ada gunung yang dapat menandingi tingginya awan, dan tidak ada awan yang dapat menandingi tingginya langit. Kalah menang dalam pertandingan adalah sesuatu yang wajar, mengapa harus diherankan atau dibanggakan? Memang pinto akui bahwa dulu pinto telah roboh di tangan Cheng-gan Sian-jin yang berkepandaian lebih tinggi daripada pinto. Akan tetapi diapun akhirnya roboh pula di tangan orang lain. Ada kalah tentu ada menang. Bukankah hal ini biasa saja? Apakah kau muridnya?"
Gadis itu tiba-tiba tertawa geli. "Hi-hi-hikk! Totiang, kau yang sudah kalah di tangan suhu, ternyata merupakan manusia yang tebal muka!"
"Eh, apa maksudmu, nona?" Kim-sin San-jin bertanya heran dan tidak mengerti, dan gadis itupun menjawab.
"Yang kumaksudkan adalah tentang dirimu sendiri itu, totiang. Sudah jelas, pernah dirobohkan suhu ternyata masih berani memimpin orang-orang tolol ini dan tetap menjabat sebagai ketua sebuah partai. Kalau seorang ketua hanya seperti ini macammu, bagaimana sebuah partai dapat maju pesat? Uhh, kalau aku yang jadi kau, tentu aku sudah mengundurkan diri dari dunia ramai!"
Hebat kata-kata ini dan merupakan penghinaan yang tiada taranya bagi ketua Kong-thong-pai yang dicaci habis-habisan itu. Wajah Kim-sin San-jin sampai menjadi pucat dan sepasang mata kakek ini berkilat menakutkan, akan tetapi hanya sebentar saja karena begitu kesadarannya timbul, kakek ini telah mampu mengendalikan perasaannya seperti biasa lagi.
"Nona, lidahmu amat tajam dan agaknya watak liar gurumu benar-benar telah kau warisi pula. Sekarang, baiklah kau berterus terang saja. Apakah maksud kedatanganmu kemari menemui pinto?" tosu itu berkata dengan suara penuh wibawa.
Lie Lan melangkah maju dan bertolak pinggang. "Kim-sin San-jin, aku diutus suhu ke sini bukan lain adalah untuk menjajal ilmu silatmu itu!"
Kakek itu batuk-batuk kecil dan pada saat itu San Kok Tojin muncul dari ruang belakang. Ang I Tojin dan Yang Ih Tojin yang mendengar tantangan gadis liar ini, sudah dari tadi menahan amarah mereka. Kini mendengar betapa suhu mereka ditantang seorang bocah sekurang ajar itu, dua orang ini tak dapat menahan diri dan melompat bangun.
"Suhu, biarlah teecu yang menghajar adat bocah tak tahu diri ini!" Ang I Tojin berseru.
"Tunggu, suheng, biarlah aku saja!" Yang Ih Tojin mendahului dan sudah mencabut pedang-nya dan tosu ini siap menerjang dengan mata berapi.
Akan tetapi Kim-sin San-jin mengulapkan lengannya ke depan. "Murid-murid Kong-thong-pai, dengar perintahku. Harap kalian semua masuk ke bangsal agung dan berkumpul di sana!" tosu ini berseru, lalu menoleh ke arah murid Cheng-gan Sian-jin dan melanjutkan, "Nona, tidak enak bicara di luar. Kalau kau mau mencari onar, ikuti pinto ke ruang belakang di bangsal agung!"
Tubuh ketua Kong-thong-pai itu berkelebat dan lenyap memasuki kuil. Ang I Tojin dan Yang Ih Tojin tampak penasaran, namun mereka tidak berani membantah dan bersama San Kok Tojin mereka lalu menyuruh para sute yang lain untuk memenuhi perintah Kim-sin San-jin. Sebentar saja, puluhan murid Kong-thong-pai yang berada di luar berbondong-bondong memasuki kuil. Gadis ini berdiri sendirian di tengah halaman, akan tetapi tubuhnya segera berkelebat mengikuti lenyapnya Kim-sin San-jin tadi.
Ternyata bahwa bangsal agung yang disebutkan oleh ketua Kong-thong-pai ini adalah sebuah ruangan yang amat luas dan bersih, terletak di belakang agak kesamping rumah. Di situ terlihat murid-murid Kong-thong-pai duduk bersila di atas lantai dan di depan sendiri, dekat dengan sebuah lorong yang tidak berdaun pintu, Kim-sin San-jin bersila di atas sebuah bantal bersulam merah dikelilingi tiga orang murid kepalanya yang masih tinggal. Jenazah Pek Bin Tojin dan Ui Bin Tojin yang terluka, sedang dirawat di tempat lain dan tadi Kim-sin San-jin telah melakukan beberapa totokan sebagai pertolongan darurat.
Melihat masuknya gadis itu, semua orang memandang penuh kebencian, akan tetapi karena di situ terdapat sang ketua, maka mereka diam saja dan menunggu perintah Kim-sim San-jin lebih lanjut. Karena perhatian semua orang sedang tercurahkan ke arah gadis itu, maka mereka tidak melihat betapa sebuah bayangan tinggi besar yang luar biasa cepatnya memasuki bangsal agung dan bersembunyi di balik pilar raksasa yang melindungi tubuhnya.
Hanya sepasang mata yang luar biasa tajam dan awasnya dari Kim-sin San-jin sajalah yang sempat melihat berkelebatnya bayangan ini dan sekali lihat, saja ketua Kong-thong-pai ini telah tahu siapa orang itu. Cheng-gan Sian-jin! Hal itu mudah dikenal dari rambut kemerahan yang tadi sedikit berkibar tertiup angin ketika tokoh sesat itu bergerak. Dan inilah sebabnya mengapa Kim-sin San-jin mengundang gadis itu memasuki bangsal agung.
Memang sebenarnya ketua Kong-thong-pai ini telah bercuriga. Tidak mungkin gadis ini berani datang seorang diri di partainya kalau tidak ada sesuatu andalan kuat. Dan dia menduga bahwa jangan-jangan Cheng-gan Sian-jin sendirilah yang diam-diam selalu mengikuti sepak terjang muridnya itu. Dan tadi, ketika berada di luar, dia melihat sesuatu yang mencurigakan. Sebuah bayangan yang amat luar biasa gesitnya berkelebat di dekat semak belukar, dan kini setelah berhasil memancing murid gembong iblis itu, Kim-sin San-jin kembali melihat bayangan yang tadi berada di luar itu sekarang memasuki bangsal agung secara luar biasa lihainya.
Karena ketua Kong-thong-pai ini sebelumnya memang telah bercuriga, maka ketika bayangan itu datang keruangan luas ini, diapun sempat melihat lebih jelas lagi dan diam-diam hati Kim-sin San-jin berdetak kencang. Rambut kemerahan itu! Siapa lagi kalau bukan Cheng-gan Sian-jin si gembong iblis? Kalau saja dia tidak bercuriga sebelumnya, sukar menangkap sebuah bayangan yang demikian gesit dan cepatnya.
Sebenarnya, di dalam hati kakek ini terdapat suatu rencana yang tidak diketahui oleh siapapun. Melihat munculnya murid Cheng-gan Sian-jin ini yang diikuti oleh datuk iblis itu, di dalam hati Kim-sin San-jin telah terdapat sebuah tekad bulat, yaitu dia hendak melenyapkan ancaman bahaya dari dua orang suhu dan murid yang akan mengguncangkan dunia kang-ouw ini. Di bangsal agung terdapat beberapa jebakan rahasia, dan kalau toh musuh terlalu kuat, apa boleh buat, jebakan-jebakan rahasia itulah yang akan membantunya!
Demikianlah, ketika gadis itu melangkah masuk, Kim-sin San-jin bersikap tenang dan wajah kakek tua ini bahkan sedikit berseri girang. Murid Cheng-gan Sian-jin telah mulai menginjakkan kakinya di lantai tertentu, tinggai dia menunggu si gembong iblis sendiri!
"Nona, setelah kau masuk kemari, tetap bulatkah tekadmu untuk mengadakan pibu dengan pinto?" Kakek itu bertanya dengan suara halus namun sepasang matanya selalu awas untuk mengikuti bayangan tinggi besar yang bersembunyi di pilar besar.
Gadis itu tersenyum mengejek. "Kim-sin San-jin, apakah kau kira aku takut setelah memasuki ruanganmu ini? Walaupun kau nanti melakukan kecurangan sekalipun aku tidak takut!"
"Baiklah, tidak rugi suhumu mengambilmu sebagai murid. Akan tetapi, sebelum pinto sendiri yang maju, lebih baik kau layani dulu murid tertua pinto, San Kok Tojin. Dia biasanya mewakili pinto dalam banyak hal dan baru kalau dia tidak sanggup, pintolah yang akan menyelesaikannya."
"Hemm, kau licik. Dengan begitu bukankah berarti kau ada kesempatan untuk meneliti ilmu silat lawan? Hi-hikk, Kim-sin San-jin, jangan kau-kira aku seorang bodoh!"
"Terserah pendapatmu, nona. Akan tetapi itulah syaratnya," Kim-sin San-jin menoleh ke arah San Kok Tojin dan berkata, "San Kok, layanilah gadis itu main-main. Hati-hati terhadap benderanya dan pergunakan Silat Empat Pedang yang baru saja pinto ajarkan!"
"Baik, suhu!" San Kok Tojin berkata dan melompat maju dengan sikap tenang. Begitu berhadapan dengan lawan, tosu ini bertanya, "Nona, kita bertangan kosong ataukah bersenjata? Kalau menghendaki pertandingan senjata, keluarkan bendera keramatmu itu!"
Tosu ini berkata demikian namun dia sendiri telah mencabut pedangnya. Terdengar suara berdencing dan tiba-tiba semua murid Kong-thong-pai dibuat silau oleh pedang kembar di tangan San Kok Tojin. Aneh dan ganjil bentuk pedang itu, dan Lie Lan sendiri baru kali ini melihat pedang yang sedemikian anehnya. Pedang di tangan San Kok Tojin itu adalah dua batang jumlahnya, akan tetapi tiap-tiap batang memiliki dua mata pedang! Jadi, dengan dua gagang pedang, semuanya ada empat buah mata pedang yang putih gemerlapan tertimpa cahaya.
"Siang-po-kiam (sepasang pedang pusaka) yang indah....!" gadis itu mengeluarkan pujian dan sinar matanya berkilat. Kalau dia dapat merampas pedang itu, tentu suhunya akan senang menerima hadiah ini. Maka cepat gadis itu mencabut senjatanya, yakni sebuah bendera biru bergambar naga!
"Bendera Iblis!" Ang I Tojin dan Yang Ih Tojin berseru perlahan dan mereka teringat akan peristiwa pada tiga puluh tahun yang lampau ketika Cheng-gan Sian-jin membuat kegemparan. Dua orang ini memandang suhu mereka, akan tetapi Kim-sin San-jin tampak tenang sekali sikapnya.
"Kalian diamlah, lihat saja segala kejadian dan berhati-hatilah dengan munculnya seseorang yang tidak kita duga!" kakek itu berbisik kepada dua orang muridnya ini dan Ang I Tojin serta Yang Ih Tojin berdebar tegang. Kalau suhu mereka memperingatkan sesuatu, tentu akan terjadi sebuah peristiwa penting. Maka merekapun cepat memandang ke tengah gelanggang di mana twa-suheng mereka berhadapan dengan Tok-sim Sianli.
"Nona, sebagai penantang, harap kau mulai dulu!" San Kok Tojin berseru dan sepasang pedang bermata kembar itu diluruskan di depan keningnya. Inilah jurus pembukaan dari Silat Empat Pedang. Ilmu silat ini baru San Kok Tojin seorang yang diberi pelajaran oleh ketua Kong-thong pai, karena hanya tosu pertama inilah yang memiliki kepandaian paling tinggi diantara saudara-saudaranya.
Melihat lawan memasang kuda-kuda pembukaan, Lie Lan yang tidak berani bersikap sembrono itupun lalu juga bersikap waspada. Benderanya dikebutkan ke udara dan sekali mengeluarkan teriakan nyaring, gadis ini telah melompat ke depan dan benderanya menyambar kepala tosu itu.
"Whirrrrr...!" Ujung kain bendera berkibar dari atas dan tiba-tiba turun hendak melingkupi kepala San Kok Tojin. Tosu ini menggerakkan pedang kanannya, dan dua mata pedang membabat bendera itu.
"Bretttttt!" Pedang kembar di tangan San Kok Tojin bertemu dengan Bendera Iblis dan tosu ini mengira bahwa bendera itu tentu akan terobek. Namun, San Kok Tojin merasa heran bahkan kaget karena bendera yang dibabat pedangnya itu sama sekali tidak sobek, malah tiba-tiba telah menggubat pedang di tangan kanannya!
"Ahhh...!" Tosu ini mengeluarkan seruan dan secepat kilat pedang di tangan kirinya bergerak dari samping, langsung membacok tangan gadis itu dengan kecepatan kilat.
"Singgg...!”
Lie Lan melepaskan gubatannya dan bacokan pedang di tangan kiri tosu itu mendesing di dekat tubuhnya. Gadis ini tertawa mengejek dan tubuhnya tiba-tiba berkelebatan seperti burung walet, menyambar-nyambar dan bendera di tangan kanannya menderu menciptakan angin puyuh. Mulailah San Kok Tojin diserang oleh gadis itu dan kini tangan kiri Lie Lan melancarkan pukulan-pukulan Tok-hiat-jiu yang amat ganas dan berbahaya!
Tosu itu mengelak dan balas menyerang dan dalam gebrakan-gebrakan berikutnya, dua orang ini telah terlibat dalam pertandingan yang amat seru dan mendebarkan. Bendera di tangan Lie Lan berkibar cepat naik turun, dan tangan kiri gadis itu mengeluarkan hawa panas yang dapat dirasakan dalam jarak tiga meter. San Kok Tojin terkejut, apalagi ketika melihat betapa perlahan-lahan tangan kiri lawannya berobah menjadi merah panas dan berkilauan seperti darah!
Maka tosu ini lalu mengeluarkan seruan keras dan sepasang pedang kembarnya diputar membentuk gulungan segi empat. Aneh dan luar biasa permainan ini, karena pedang di tangan tosu itu bukannya membentuk gulungan sinar melingkar seperti kebanyakan ahli-ahli pedang lainnya. San Kok Tojin membuat sepasang pedang di tangannya menggores gores tajam di udara, menuju ke satu sudut untuk kemudian menarik garis ke kanan atau kiri dan dilanjutkan dengan goresan tajam ke atas atau ke bawah, dan dari tiap-tiap sudut inilah ujung pedang di tangan tosu itu mencuat-cuat ke arah lawan secara tiba-tiba dengan serangan kilat.
Itulah Silat Empat Pedang yang baru saja diciptakan oleh Kim-sin San-jin. Jurus-jurus serangan dari ilmu pedang ini selalu dimulai dari sebuah sudut tertentu dan setiap serangan mempunyai belasan macam pecahan yang tidak terduga oleh lawan. Ilmu pedang ini banyaknya hanya delapan belas jurus saja, akan tetapi karena setiap jurus dapat dipecah menjadi belasan macam dan merupakan "kembang api" dan letikan jurus ini, maka tentu saja hebatnya bukan main.
Lie Lan yang mainkan bendera keramatnya, sejenak merasa kebingungan melihat ilmu pedang yang amat ganjil ini. Berkali-kali sudah, pada saat dia melihat sebuah lowongan dan menyerang, selalu benderanya tertangkis tepat oleh gerakan pedang yang dilakukan dari sudut-sudut tertentu di tangan tosu itu.
Tentu saja gadis ini menjadi gemas dan mendongkol dan tiba-tiba dia melancarkan sebuah serangan yang amat berani. Lie Lan memekik nyaring seperti seekor rajawali dan tiba-tiba tubuhnya melesat ke atas dan secepat kilat menukik turun. Kain bendera keramat berkibar menutupi pandang mata lawan dan pada saat itulah gagang benderanya bergerak cepat, menghantam ubun-ubun lawannya dan tangan kirinya membarengi dengan tamparan Tok-hiat-jiu.
"Trang-cringg... desss!"
San Kok Tojin berseru kaget. Sambaran gagang bendera yang mengancam ubun ubunnya dapat ditangkis tepat oleh pedang di tangan kanan, sedangkan untuk pukulan Tok-hiat-jiu yang meluncur ke arah dadanya, disambut dengan bacokan pedang di tangan kiri. Akan tetapi, tosu ini terkejut setengah mati karena ketika pedang di tangan kirinya itu membacok, ternyata bertemu dengan gelang besi yang entah kapan telah dipakai oleh lawannya dan tangan gadis itu masih terus meluncur mengenai dadanya!
"Dukkk...!" Tanpa ampun lagi tubuh tosu ini terlempar ke belakang dan baju di bagian dadanya terdapat cap lima jari tangan berwarna semerah darah!
Kim-sin San-jin terkejut dan melompat bangun dan duduknya, apalagi ketika dia melihat betapa gadis itu tertawa nyaring dan berkelebat cepat mengejar tubuh San Kok Tojin yang bergulingan untuk melancarkan susulan Tok-hiat jiu ke arah kepala muridnya! Ketua Kong-thong-pai ini terbelalak marah melihat keganasan gadis itu dan secepat kilat tu-buhnya mencelat ke depan.
"Nona, tidak boleh kau membunuh murid pinto!" Kim-sin San-jin membentak dan menghantam punggung gadis itu dari belakang.
Lie Lan dapat mendengar desir angin tajam dibelakangnya ini dan karena dia maklum betapa berbahayanya serangan yang dilancarkan oleh ketua Kong-thong-pai itu, maka secepat kilat dia memutar tubuh dan mengibaskan lengan kirinya. Pukulan Tok-hiat-jiu yang sedianya dilakukan untuk menyerang San Kok Tojin kini diputar ke samping dan menangkis pukulan kakek itu.
"Bresss....!"
Kim-sin San-jin bergoyang tubuhnya akan tetapi lawannya terpelanting roboh! Lie Lan melengking marah dan tubuhnya berjungkir balik empat kali untuk memunahkan tenaga tangkisan yang amat dahsyat dari ketua Kong-thong-pai dan gadis ini sudah melompat bangun dengan sinar mata berapi-api.
"Tua bangka curang!" gadis itu mendelik penuh kemarahan dan menudingkan telunjuknya ke hidung kakek itu, akan tetapi Kim-sin San-jin sudah berdiri dengan sikap keren di depannya.
"Bukan aku yang curang, nona, namun kaulah. Kau sendiri telah mengatakan bahwa pertandingan ini sifatnya adalah pibu, akan tetapi mengapa kau tadi hendak membunuh murid pinto? Kau memang seorang gadis yang kejam dan pinto hendak memberi hukuman kepadamu. Bersiaplah!"
Kim sin San-jin memang merasa marah terhadap murid Cheng-gan Sian-jin ini dan dia akan memberi hajaran keras. Juga selain itu, melihat sepak terjangnya dan melihat kenyataan betapa San Kok Tojin dapat dirobohkan oleh gadis ini, agaknya tidak ada lain jalan kecuali dia sendiri yang harus membekuknya. Itulah sebabnya mengapa kakek ini lalu maju ke depan dan menghadapi gadis yang amat ganas itu.
Dan sebagai seorang ketua partai yang telah banyak pengalaman dan selalu bersikap waspada, kekek ini tidak melupakan perhatiannya kepada bayangan tinggi besar yang bersembunyi di belakang pilar. Dia hendak memancing agar orang itu semakin masuk ke dalam dan begitu tiba saatnya yang tepat, dia hendak menginjak sebuah tombol tertentu yang terdapat di ruangan itu untuk menjebak musuh!
Lie Lan sama sekali tidak tahu akan maksud ketua Kong-thong-pai ini. Gadis ini yang merasa marah akibat bantingan tadi, sudah siap menerjang lawan untuk merobohkan Kim-sin San-jin. Dia tahu bahwa kali ini dia harus bekerja berat, bahwa lawannya bukanlah orang sembarangan karena yang dihadapinya ini adalah seorang ketua partai besar! Akan tetapi, karena dia tahu bahwa secara diam-diam suhunya berada di belakangnya, maka sama sekali dia tidak merasa gentar untuk melawan kakek ini.
"Nona, majulah, pinto sudah siap untuk menjajal kepandaian yang kau warisi dari gurumu itu. Hendak pinto lihat, apakah kau benar-benar patut menjadi ahli warisnya," Kim-sin San jin berkata dengan sikap tenang dan sepasang matanya menyorot tajam. Ketua Kong-thong-pai ini sama sekali tidak mengeluarkan senjatanya, bersikap acuh tak acuh seperti orang tidak perdulian, namun justeru sikap seperti inilah yang membuat Lie Lan tidak berani memandang rendah.
"Cabut senjatamu, Kim-sin San-jin!" gadis itu berseru.
"Pinto belum melihat waktunya," kakek itu menjawab dan mengebut-ngebutkan jubah lebarnya membuat gadis itu panas hatinya.
"Hemm, kau sombong, kalau begitu hati-hatilah!" Lie Lan mendongkol dan cepat mengatur sikap. Ketenangan kakek ini bahkan membuat hatinya waswas akan tetapi sebelum dia mulai menyerang, tiba-tiba telinganya mendengar suara peringatan yang dilakukan orang dari jauh.
"Lie Lan, jangan tergesa-gesa menyerang dengan ilmu silat. Pergunakan Sin gan-i-hun-to untuk mempengaruhi lawanmu itu, terutama murid-murid tua bangka yang berada di ruangan ini. Aku hendak mendekatimu untuk menjaga kelicikan tosu kambing itu. Hayo, cepat lakukan....!"
Mendengar suara ini, tiba-tiba gadis itu berseri wajahnya dan Kim-sin San-jin merasa heran, apalagi ketika tiba-tiba gadis itu tertawa!
"Eh, mengapa kau tertawa?" Kim-sin San-jin menegur, namun Lie Lan bahkan tertawa semakin nyaring dan kakek itu terkejut. Suara ketawa yang dilakukan oleh gadis ini tidak wajar. Dia dapat merasakan betapa suara tawa itu mengandung getaran khikang tingkat tinggi, membuat dinding-dinding ruangan tergetar halus dan tiba-tiba semua murid Kong-thong-pai yang berada di ruangan itu juga ikut tertawa!
Terkejutlah kakek ini dan tahulah dia bahwa gadis itu sebenarnya sudah mulai melancarkan serangan! Akan tetapi bukannya serangan berdasarkan ilmu silat, melainkan serangan berdasarkan kekuatan hitam dan dia teringat akan ilmu hitam Cheng-gan Sian-jin yang disebut Sin-gan-i-hun-to yang mengandung kekuatan mujijat itu. Marahlah kakek ini dan karena gadis itu sama sekali tidak menyerangnya, hanya berdiri sambil mengeluarkan tawa yang penuh kekuatan hawa khikang dan yang telah mempengaruhi murid-muridnya, tosu ini cepat bertindak.
"Diammm...!” Kim-sin San-jin mengeluarkan bentakan menggeledek dan suaranya ini menggelegar dahsyat. Suara tawa nyaring gadis itu buyar oleh bentakan mengguntur dari ketua Kong-thong-pai ini dan seketika murid-murid Kong-thong-pai yang tadinya ikut tertawa, sirap seperti jengkerik terpijak.
Terkejutlah tosu-tosu Kong-thong pai itu dan mereka ini saling pandang. Mengapa mereka tadi tertawa seperti orang gila? Tidak ada yang mampu menjawab dan hati mereka mengkirik. Mereka tadi hanya merasakan betapa suara ketawa gadis itu menggelitik telinga mereka dan tahu-tahu tanpa disadari merekapun telah ikut-ikut tertawa.
"Gadis siluman....!" seorang tosu berseru perlahan dengan mata terbelalak dan yang lain-lain juga menggumam dengan muka pucat.
Pada saat itu, Kim-sin San-jin yang telah membuyarkan pengaruh hitam yang dikeluarkan oleh gadis ini telah melangkah maju dengan muka merah. Lie Lan bersiap-siap, namun sama sekali belum mau menyerang. Gadis ini telah menghentikan pengaruh Sin-gan-i-hun-to dan menatap kakek itu dengan wajah berseri.
"Nona, kalau kau mau menghadapi pinto, cepat gerakkan senjatamu. Mengapa diam saja? Pinto memberimu kelonggaran sebanyak sepuluh jurus dan kau boleh menyerang pinto sesuka hatimu. Majulah!" ketua Kong-thong-pai ini membentak marah. Dia menghendaki agar gadis itu cepat menyerangnya dan karena dia sebagai angkatan tua, maka dia sengaja memberi kesempatan pada gadis itu untuk menyerangnya tanpa membalas.
Kim-sin San-jin hendak merobohkan gadis itu secepat mungkin agar orang yang bersembunyi di belakang pilar itu maju menolong. Dan kalau hal ini terjadi, berarti Cheng-gan Sian-jin telah memasuki ruangan semakin dalam dan dia dapat menjalankan rencananya semula. Teringat kepada bayangan tadi, Kim-sin San-jin segera melirik dengan sudut matanya.
Akan tetapi, betapa kagetnya hati tosu ini karena bayangan tinggi besar yang tadi jelas dilihatnya bersembunyi di belakang pilar raksasa itu, sekarang sudah tidak tampak lagi ! Dan selagi tosu ini secara diam-diam memperhatikan sekeliling, tiba-tiba terdengar suara ketawa bergelak yang amat dahsyat dan tiba-tiba di pintu bangsal agung telah berdiri seorang manusia berkulit hitam bermata lebar!
Anak murid Kong-thong-pai terkejut melihat kehadiran orang berkulit hitam yang tahu-tahu telah muncul bagaikan iblis di depan pintu itu, akan tetapi Kim-sin San-jin lebih terkejut lagi. Kakek ini mengeluarkan seruan kaget dan wajahnya berobah.
"Hek-mo-ko...!" Teriakan yang keluar tanpa disadari oleh Kim-sin San-jin ini membuat Ang I Tojin dan Yang Ih Tojin serentak melompat bangun dan dua orang tosu ini terkejut bukan main. Akan tetapi, belum lagi kejutan pertama ini reda, muncul kejutan kedua yang lebih hebat lagi.
Sementara orang orang sedang terbelalak memandang laki-laki sehitam arang dengan matanya yang membelalak itu, tiba-tiba saja kembali terdengar suara ketawa bergelak seperti tadi. Kali ini suara tawa itu lebih dahsyat daripada yang pertama karena suaranya bergemuruh seperti suara air terjun. Hebatnya, tidak ada seorangpun yang tahu dan mana asal suara ini. Tadinya mereka menyangka bahwa suara ketawa yang luar biasa itu tentu berasal dari Hek-mo-ko yang masih tegak di muka pintu, akan tetapi agaknya bukan.
Hek-mo-ko masih berdiri seperti arca di tempatnya dan sedikitpun juga orang itu tidak mem-buka mulutnya. Suara ketawa ini bergemuruh dan melingkar-lingkar, sambung-menyambung menggetarkan dinding ruangan dan beberapa orang murid Kong-thong-pai dari tingkat rendahan satu-persatu mulai roboh terguling sambil menjerit-jerit dan menekan dada. Agaknya suara ketawa yang amat dahsyat ini mengguncang jantung tosu-tosu itu dan yang lain-lainpun kini sudah bersila sambil mengerahkan tenaga batin mereka untuk bertahan dari serangan yang amat dahsyat ini.
Kin-sim San-jin sendiri menjadi pucat mukanya dan kakek ini dapat merasakan betapa hebat pengaruh tawa yang penuh tenaga sakti itu. Jantungnya terguncang hebat akan tetapi tosu ketua Kong-thong-pai yang memiliki lweekang kuat ini dapat menahan diri. Hanya dia merasa cemas Ketika melihat betapa anak-anak muridnya yang bersila di atas lantai itu sekarang sudah mulai mencucurkan keringat. Agaknya, kalau suara tawa itu diteruskan, mesti tosu-tosu itu akan tewas dengan jantung pecah! Bahkan, Ang I Tojin dan Yang lh Tojin sendiri kini telah duduk bersila dan memejamkan matanya.
Pada saat Kim-sin San-jin cemas dan marah atas serangan lawan yang tidak diketahuinya siapa itu karena suara tawa ini melingkar-lingkar sukar ditangkap asalnya, tiba-tiba saja, seperti datangnya tadi yang amat tiba-tiba, suara ketawa yang dahsyat penuh tenaga sakti itu lenyap!
Kejadian ini amat mendadak, seperti sebuah kereta kuda yang sedang cepat-cepatnya berlari mendadak direm sekuat tenaga, maka tentu saja akibatnya fatal sekali. Seperti kuda yang ditarik sekuat tenaga oleh kusirnya yang sedang berpacu cepat, begitu dihentikan membuat kuda terkejut dan "stress". Kuda terlonjak dengan bibir terluka, dan sekali kuda itu meronta kuat, kereta berikut kendalinya dibuat patah. Begitu pula halnya dengan keadaan tosu-tosu ini.
Pada saat mereka sedang sekuat tenaga mempertahankan diri dari guncangan yang dahsyat itu, tiba-tiba saja guncangan lenyap dan mereka ini seperti dilempar oleh suatu tenaga yang tak terlawan lagi. Tenaga mereka seketika membalik dan memukul diri sendiri dan duapuluhan tosu Kong-thong pai yang bersila di atas lantai ini menjerit ngeri dan roboh sambil muntahkan darah segar!
Hebat bukan kepalang peristiwa ini dan Kim-sin San-jin menjadi marah sekali. Wajah yang biasanya tenang dari tosu tua itu kini merah menyala dan sepasang matanya berapi-api dan mendelik! Tidak sukar baginya untuk menebak siapa biang keladi perbuatan ini. Tentu Cheng-gan Sian-jin, siapa lagi?
"Cheng-gan Sian-jin manusia iblis! Keluarlah dari tempat persembunyianmu, jangan berlaku pengecut! Pinto siap mempertaruhkan nyawa untuk menghadapimu sampai detik terakhir...!" Kim-sin San-jin memekik penuh kemarahan dan memandang ke depan dengan sinar mata beringas.
Akan tetapi, kakek itu dibuat terkejut ketika dia mendengar suara tawa tepat di atasnya! Tidak seperti tadi, suara ketawa ini dikeluarkan tanpa pengaruh khikang tingkat tinggi dan terdengar biasa seperti orang ketawa pada umumnya.
"Ha-ha-ha, tosu jenggot kambing! Untuk apa kau berteriak-teriak tidak karuan? Kalau kau mencari aku, mengapa harus melotot ke depan? Aku di sini, lihatlah. Ha-ha-ha....!"
Kim-sin San-jin mendongak ke atas dan di atas sebuah tiang melintang, duduk seorang kakek tinggi besar berjubah kuning berambut kemerahan dengan sepasang matanya yang biru kehijauan. Cheng-gan Sian-jin, si peranakan Bangsa Arya!
Tentu saja tosu ketua Kong-thong-pai itu terperanjat, dan kakek ini sudah siap untuk me-lompat ke atas menerjang gembong iblis yang entah kapan tahu-tahu telah berada di atas tiang melintang itu. Akan tetapi, sebelum dia bergerak, Tok-sim Sianli yang sejak tadi diam saja memandang kejadian yang menimpa anak murid Kong-thong-pai ini dengan mulut tersenyum-senyum, sudah mengeluarkan bentakan dan menyerangnya dengan bendera di tangan kanan dan pukulan Tok-hiat-jiu di tangan kiri.
"Tosu tua bangka, hayo layani aku dulu...!" gadis itu berteriak dengan wajah berseri dan bendera keramat itu mengebut menghantam dadanya.
"Gadis siluman, kau dan gurumu patut dilenyapkan dari permukaan bumi!'' Kim-sin San-jin membentak marah dan ujung jubahnya dikebutkan ke depan.
"Plakk!"
Bendera di tangan gadis itu bertemu dengan jubah Kim-sin San-jin dan kedua-duanya merasa terkejut. Lie Lan kaget karena tubuhnya terdorong satu langkah ke belakang, sedangkan ketua Kong-thong-pai itu tergeser kudanya-kudanya! Inilah hebat dan Kim-sin San-jin sejenak terbelalak. Kalau muridnya saja sudah sedemikian kuat, apalagi Cheng-gan Sian jin sendiri!
"Ha-ha, bagus muridku. Lawan dan tandingi tosu jenggot kambing ini! Pukul dadanya, tarik jenggotnya sampai putus dan jewer telinganya, ha-ha-ha....!"
Cheng-gan Sian-jin tertawa keras dan terpingkal-pingkal di atas tiang, mengejek ketua Kong-thong-pai itu sambil bertepuk-tepuk tangan. Tentu saja Kim sin San-jin marah bukan main dan tosu ini menggereng seperti biruang dan menerjang Toksim Sianli dengan serangan maut. Lie Lan terkejut dan melompat cepat ke samping kiri dan gadis inipun tidak tinggal diam. Senjatanya digerakkan dan kini secara bertubi-tubi diapun membalas serangan-serangan ketua Kong-thong-pai itu dengan hebatnya.
Terjadilah serang-menyerang dan tangkis-menangkis diantara dua orang ini, dan Kim-sin San-jin yang merasa lebih tua, menghadapi gadis itu dengan tangan kosong, mengandalkan kedua jubahnya yang gerombyongan dan juga kedua tangannya yang bersembunyi di balik lengan jubah yang lebar itu. Seperti tadi yang dijanjikannya, dalam gebrakan-gebrakan pertama ini Kim-sin San-jin berlaku ringan sela-ma sepuluh jurus dan setelah itu tosu ini bersikap keras.
Ang I Tojin dan Yang lh Tojin yang merupakan murid-murid paling tinggi tingkatnya, sudah membuka mata. Dua orang ini yang memiliki kepandaian jauh di atas para sute-sute yang lain, dapat menyelamatkan diri dari pukulan lweekang yang membalik tadi. Pada saat suara ketawa yang amat dahsyat itu berhenti secara tiba-tiba, dua orang inipun hampir saja mengalami celaka. Lweekang yang sudah mereka dorong ke bagian dada untuk melindungi jantung pada saat mereka diserang oleh suara gembong iblis itu, mendadak membalik seperti sebuah pegas ketika secara tiba-tiba ketawa itu lenyap. Dan hanya dengan cara mengempos semangat dan cepat membuka mulut untuk mengeluarkan hawa lweekang sajalah dua orang tosu ini selamat dari kematian. Sedikit saja terlambat, tentu nyawa mereka telah meninggalkan tubuh.
Maka, ketika mereka melihat betapa suhu mereka telah bertanding dengan gadis iblis itu, dua orang tosu ini melompat berdiri dengan sikap beringas. Gara-gara gadis inilah maka Kong-thong-pai harus menerima nasib buruk. Dan mereka harus membalas sakit hati ini. Yang Ih Tojin berteriak parau dan hendak menyerang, akan tetapi Kim-sin San-jin membentaknya.
"Jangan maju! Biarkan pinto melayaninya! Kalian tolong saudara-saudara yang lain dan kepung iblis hitam di muka pintu itu!"
Teriakan ini menyadarkan dua orang tosu itu bahwa selain gadis ini, di luar masih terdapat orang lain! Ang I Tojin dan sutenya cepat menengok dan betul saja, laki-laki hitam yang disebut Hek-mo-ko oleh suhu mereka tadi kini telah melangkah masuk dengan tindakan lebar. Dua orang tosu ini meloncat dan menolong sute-sute mereka yang roboh bergelimpangan, dan setelah itu Ang I Tojin dan sute-sutenya menerjang Hek-mo-ko yang memasuki bangsal agung ini.
"Hehh, kalian kambing-kambing dungu berani menyerangku?" Hek-mo-ko berseru mengejek. "Kalau begitu, kalian berarti mencari mati. Kim-sin San-jin, saksikanlah roh-roh muridmu ini terbang ke alam baka, ha ha-ha-hahh!"
Iblis hitam itu tertawa menyeramkan dan tiba-tiba berkelebat ke depan. Cepat bukan main gerakan laki-laki ini dan Ang I Tojin yang menerjang paling muka, terkejut melihat lawannya lenyap. Dan baru dia kaget ketika Hek-mo-ko tertawa-tawa sambil menangkap dua orang sutenya dengan cengkeraman maut di belakang tubuhnya.
Ang I Tojin membalik dan memukul untuk menolong dua orang sutenya dari bahaya, akan tetapi pertolongannya datang terlambat. Hek-mo-ko yang berhasil menangkap dua orang tosu Kong-thong-pai ini, sambil tertawa-tawa sudah mencengkeram tengkuk mereka dan sekali tangan setan hitam ini bergerak, dua buah kepala telah saling beradu.
"Prokkk!" Dua orang tosu Kong-thong-pai itu berteriak ngeri dan kepala mereka pecah, otak dan darah berhamburan dari tulang tengkorak yang hancur itu. Tentu saja Ang I Tojin marah sekali dan bersama Yang Ih Tojin yang mendelik penuh kebencian terhadap laki-laki hitam itu, mereka menyerbu dengan pedang di tangan! Tosu-tosu lain yang merasa marah melihat kekejaman Hek mo-ko yang telah membasahi lantai bangsal agung dengan darah saudara mereka, meluruk ke depan dan mengeroyok si iblis hitam sambil berteriak-teriak marah!
Terjadilah pertandingan di dua tempat. Satu adalah sang ketua sendiri melawan murid Cheng-gan Sian-jin, sedang yang ke dua adalah pertempuran tidak seimbang antara Hek-mo-ko dengan anak-anak murid Kong-thong-pai. Dikatakan tidak seimbang karena disini Hek-mo-ko yang berkepandaian jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tosu-tosu itu jelas mempermainkan lawan-lawannya. Hanya Ang I Tojin serta Yang Ih Tojin saja yang dipandang oleh setan hitam ini. Yang lain-lain dianggapnya seperti rumput belaka.
Hari itu partai besar ini mengalami hal yang amat mengenaskan sekali. Kim sin San jin sendiri terpukul batinnya. Dia dapat melihat betapa anak-anak muridnya dibuat bulan-bulanan oleh Hek-mo-ko dan satu demi satu mereka itu roboh binasa. Kakek ini marah bukan main dan ia mulai memaki-maki Cheng-gan Sian-jin yang masih nongkrong di atas tiang sambil tertawa-tawa melihat Hek-mo-ko membunuh-bunuhi murid-murid Kong-thong-pai.
Ketua Kong-thong-pai ini diam-diam berharap agar gembong iblis itu turun. Kalau hal ini terjadi, dia telah bertekad untuk mati bersama-sama dengan manusia iblis itu. Dia tahu bahwa agaknya dia sudah tidak ada harapan lagi. Dan sama sekali tidak diduganya bahwa di samping Cheng-gan Sian-jin, masih terdapat pula Hek-mo-ko yang agaknya menjadi pembantu datuk sesat itu. Inilah kejadian di luar perhitungan, akan tetapi yang sebenarnya bagus pula untuk melaksanakan niatnya, yaitu membunuh musuh-musuhnya ini dengan bantuan jebakan maut di bangsal agung ini.
Yang diam-diam amat diherankan oleh Kim-sin San-jin adalah kapan beradanya Cheng-gan Sian-jin di atas tiang melintang itu. Kakek ini tidak tahu bahwa tadi, ketika Lie Lan mem-pengaruhi murid-murid Kong-thong-pai dengan Sin-gan-i-hun-to dan dia sendiri membentak gadis itu untuk diam, pada saat itulah Cheng-gan Sian-jin bergerak. Kakek berambut kemerahan ini dengan kepandaiannya yang luar biasa telah berkelebat dari pilar besar untuk berpindah ke atas tiang melintang itu. Karena semua orang sedang dipengaruhi Sin-gan-i-hun-to, maka tentu saja kakek ini dapat bergerak lebih leluasa dan terhindar dari perhatian ketua Kong-thong-pai.
Dan Cheng-gan Sian-jin sendiri sebetulnya sudah tahu bahwa ketua Kong-thong-pai itu agak-nya telah mencium kehadirannya. Oleh sebab itu, untuk menjaga murid perempuannya dari bahaya, maka gembong iblis ini lalu maju mendekati dengan jalan melayang di atas tiang di dekat dua orang itu.
Demikianlah, dengan siasatnya yang cerdik, kakek tinggi besar berambut kemerahan ini dapat mengawasi semua gerak-gerik Kim-sin San-jin dari dekat. Tentu saja Kim-sin San-jin mendongkol amat marah sekali, namun rangsekan-rangsekan Tok-sim Sianli membuatnya tidak berani membagi perhatian.
Ternyata, setelah dia sendiri bertanding dengan gadis itu, diam-diam hati kakek ini terkejut. Murid Cheng-gan Sian-jin ini benar-benar hebat sekali kepandaiannya, tidak di bawah tingkatannya sendiri! Baik dalam hal ginkang maupun lweekang, gadis itu benar-benar mengejutkan. Kecepatan ginkangnya luar biasa, gerakannya seperti burung walet menyambar, dan pukulan lweekangnya juga betul-betul hebat.
Satu kali, kebutan bendera menyambar dadanya dan tiba-tiba dengan gerakan licik gagang bendera di tangan gadis itu melakukan "sontekan" cepat ke arah matanya. Serangan ini hebat dan tak tersangka-sangka karena tertutup oleh kain bendera, dan kalau saja kakek itu tidak awas, tentu matanya akan tercokel oleh sontekan maut ini. Kim-sin San-jin mendengus dan menyampok dengan lengan bajunya yang lebar, dan secepat kilat kaki ketua Kong-thong pai ini menendang pusar lawan.
"Wuttt-dukk!"
Gadis itu terkekeh dan Kim-sin San-jin terkejut. Tendangan ke pusar lawan disambut oleh lutut gadis itu dan tiba-tiba Lie Lan menampar dengan tangan kirinya yang penuh racun darah! Angin panas menyambar dan hidung kakek ini mencium bau amis. Kim-sin San-jin yang sudah meledak kemarahannya, melakukan gerakan cepat. Melihat serangan Tok-hiat-jiu yang telah merobohkan dua orang muridnya ini membuat kakek itu menjadi panas. Tangan kanannya diangkat dan didorongkan ke depan dan angin tajam bersiut menyambut telapak tangan kiri gadis itu.
Inilah pukulan Tong-san-ciang yang dilancarkan oleh Kim-sin San-jin. Kehebatannya jauh melampaui Tong san-ciang yang dikeluarkan oleh Pek Bin Tojin ataupun anak murid lainnya. Dari lengan kakek ini keluar angin dahsyat dan Lie Lan terkejut melihat hebatnya hawa pukulan ketua Kong-thong-pai itu.
“Plakk....!" Kedua tangan mereka bertemu dan sejenak tosu itu menyeringai. Kim sin San-jin merasakan betapa hawa panas dan gatal memasuki telapak tangannya tanda bahwa pukulan lawan mengandung racun. Akan tetapi karena kakek ini memang telah bertekad untuk segera menyelesaikan pertempuran maka dia tidak memperdulikan rasa gatal panas ini dan langsung menangkap jari-jari tangan gadis itu dan meremas sekuat tenaga!
"ihhh.....!” Lie Lan berseru kaget dan gadis ini merasa betapa tangan kirinya yang digenggam oleh tangan kanan kakek itu seperti digencet oleh tenaga raksasa. Dia meronta akan tetapi Kim-sin Sian-jin mempertahankan. Beberapa detik mereka bersitegang akan tetapi Lie Lan yang maklum bahwa kakek itu agaknya hendak meremas hancur tangan kirinya, terpaksa berlaku nekat juga dan gadis ini mengerahkan tenaga Tok-hiat-jiu semakin hebat sehingga seluruh lengan kirinya berwarna merah berkilauan seperti darah. Tidak berhenti sampai di situ saja, gadis ini telah menggerakkan benderanya menghantam muka ketua Kong-thong-pai itu.
"Whirrrr-bretttt...!"
Kim-sin San-jin menggerakkan tangan kirinya dan bendera itupun ditangkapnya! Tosu ini tersenyum mengejek dan jari-jari tangan kirinya merayap seperti ular dengan gerakan cepat dan diapun telah menangkap tangan kanan gadis itu! Kini, kedua tangan mereka telah saling tangkap dan masing-masing mengerahkan tenaga untuk saling menghancurkan tangan lawan.
Terjadilah adu tenaga lweekang diantara dua orang ini dan sebentar saja gadis itu telah berkeringat dengan wajah pucat. Tok-hiat-jiu memang berhasil mempengaruhi kakek itu, akan tetapi gencetan yang penuh tenaga sakti dari ketua Kong-thong-pai inipun sebaliknya juga mempengaruhi keadaan murid Cheng-gan Sian-jin ini.
Dan dari adu tenaga lweekang ini, sedikit demi sedikit Lie Lan harus mengakui keunggulan lawan. Tenaga sakti kakek itu hebat sekali. Tangannya yang dicengkeram oleh Kim-sin San-jin serasa remuk seperti digencet seekor gajah. Racun Tok-hiat-jiu ysng menjalar sampai di pergelangan tangan tosu itu, kini perlahan-lahan turun kembali dan ada kemungkinan untuk memukul gadis itu sendiri. Kalau hal ini terjadi, tentu saja nyawa gadis itu berada di ambang pintu kematian, apalagi tenaga Kim-sin San-jin akan merupakan pendorong paling cepat untuk segera membalikkan racun darah itu ke tubuh gadis ini!
Sejenak wajah Lie Lan menjadi pucat dan hampir dia berteriak minta tolong suhunya. Akan tetapi gadis ini segera teringat kepada kakinya dan secepat kilat iapun lalu menotok lutut tosu itu dengan ujung sepatunya. Akan tetapi, sungguh sial Kim-sin San-jin yang banyak pengalaman itu kiranya telah mendahuluinya.
Berbeda dengan lawan yang mulai diliputi kecemasan sehingga pikirannya menjadi kacau, adalah kakek ini dapat bersikap tenang dan pikirannya bekerja tepat. Sebelum gadis itu mengangkat kakinya, Kim-sin San-jin telah mendahului menotok lutut lawannya dengan gerakan cepat!
"Cett... auhhh!" Kim-sin San-jin berteriak kesakitan dan tendangan kakinya gagal. Kiranya Cheng-gan Sian-jin yang melakukan kecurangan itu! Kakek ini tadi telah menyambitkan sekeping kayu kecil ke kaki ketua Kong-thong-pai itu dan menggagalkan serangannya terhadap Lie Lan. Tentu saja Kim-sin San-jin marah bukan main, akan tetapi pada saat itu, Lie Lan yang melihat kesempatan bagus, tidak mau menyia-nyiakannya.
"Tosu bau, robohlah....!" Gadis ini berteriak dan kakinya bergerak. Terdengar suara "tukk!" dan kaki ketua Kong-thong-pai itu menjadi lemas dan tanpa dapat ditahan lagi, Kim-sin San jin roboh berlutut!
Hebat kejadian ini, namun lebih hebat lagi perbuatan kakek itu. Begitu tubuhnya jatuh berlutut, ketua Kong-thong-pai ini menggereng seperti harimau lapar dan secepat kilat bergulingan menjauhkan diri. Kakinya yang sebelah masih tertotok lemas akan tetapi begitu dia telah menjauhkan diri dari lawan, ketua Kong-thong-pai ini menggerakkan jarinya dan menyembuhkan akibat totokan tadi. Kemudian, sekali kedua tangannya menekan lantai, Kim-sin San-jin telah melompat bangun dan sebatang pedang kekuningan telah berdesing di tangan kakek ini!
"Cheng-gan Sian-jin, majulah! Jangan berlaku curang....!" Kim-sin San-jin membentak penuh kemarahan dan mendelik ke arah gembong iblis yang masih tertawa-tawa di atas tiang melintang itu. Pedang di tangannya menggigil dan sepasang mata ketua Kong-thong-pai ini berapi-api. Ingin dia melihat Cheng-gan Sian-jin turun menginjakkan kakinya di lantai, namun betapa gemas hatinya karena kakek iblis itu hanya tertawa-tawa mengejek di atas tiang.
Kalau Cheng-gan Sian jin tidak turun, tentu saja sukar baginya untuk menjebak kakek itu. Lie Lan yang melihat lawannya telah memegang sebatang pedang, melengking nyaring dan tiba-tiba meloncat kedepan menerjang Ki-sin San-jin. "Tosu bau, bagus bahwa kau sekarang memegang senjata. Hayo kita lanjutkan permainan kita!"
Kim-sin San-jin yang sudah marah ini tidak mau banyak cakap lagi. Melihat gadis itu kembali menyerangnya, kakek yang gagah perkasa ini mengeluarkan bentakan dan tiba-tiba pedangnya membentuk coretan-coretan segi empat di udara. Gadis itu terkejut ketika mendengar suara mendengung tajam dan tiba-tiba pedang ditangan Kim-sin San-jin mengeluarkan sinar berkilau terang dan pecah menjadi empat mata pedang yang secara susu menyusul melakukan gerakan memotong ketubuhnya!
" Trang-trangg...!"
Pertemuan pedang dengan gagang bendera menimbulkan bunga api indah di udara dan tiba-tiba Lie Lan berseru kaget. Pedang ditangan ketua Kong-thong-pai itu secara lua biasa mendadak menggeser di gagang pedangnya dan secepat kilat telah mengancam jari-jari tangannya! Tentu saja Lie Lan terkejut melihat kecepatan pedang ditangan ketua Kong-thong-pai ini dan karena dia tidak sempat melompat mundur, gadis ini tiba-tiba melemparkan bendera ditangan kanannya ke tangan kiri dan tubuhnya mendoyong ke samping. Dan pada saat itulah Kim-sin San-jin mengeluarkan suara dari hidung dan pedang yang tadi siap membabat jari-jari lawan tiba-tiba menyeleweng arahnya dan membacok leher gadis itu yang sedang mendoyongkan tubuh!
Perubahan ini amat cepat dan luar biasa sekali, di luar dugaan orang. Kiranya Kim-sin San-jin telah mengeluarkan sebuah tipu yang amat lihai, yaitu dengan serangan pancingan ke jari-jari lawannya padahal sebenarnya pedang itu berputar memancung leher. Inilah gerak tipu yang disebut Memenggal Kepala Iblis Betina, sebuah serangan maut yang jarang ada tandingannya!
"Aiiihhhhhhhh...!" Lie Lan berteriak ngeri dan Cheng-gan Sianjin yang tadi tertawa-tawa di atas tiang, menghentikan tawanya dan terkejut setengah mati melihat bahaya maut mengancam muridnya. Sama sekali dia tidak mengira bahwa ketua kong-thong-pai ini agaknya telah menciptakan sebuah ilmu pedang yang hebat luar biasa.
"Lontarkan bendera dan banting tubuh...!" Cheng-gan Sian-jin berteriak dan tubuhnya melayang ke bawah dengan kecepatan kilat. Kakek ini menghantam kepala Kim-sin San-jin dari belakang dengan telapak tangan terbuka.
Hebat sekali apa yang terjadi dalam gebrakan-gebrakan yang amat cepat ini. Lie Lan telah melontarkan bendera keramatnya untuk menangkis sambaran kilat pedang tosu itu dan membanting tubuh ke bawah, sedangkan Cheng-gan Sian-jin membokong Kim-sin San-jin dari belakang dengan pukulan sinkangnya.
"Brett-plakk!"
Dua suara ini terdengar hampir berbareng dan ketua Kong-thong-pai itu mengeluh tertahan. Lie Lan masih kurang cepat membanting tubuh dan bendera yang dilontarkanpun ternyata tidak banyak menolongnya. Kecepatan jurus maut tadi memang amat luar biasa dan bendera gadis itu terbacok putus, sedangkan pedang terus meluncur ke arah lehernya. Hanya berkat bantingan tubuh sajalah yang membuat lehernya selamat dan masih utuh, akan tetapi tidak semuanya. Leher bajunya masih sempat dicium pedang Kim-sin San-jin dan menggores kulit sehingga berdarah, sedangkan ketua Kong-thong-pai sendiri yang dibokong oleh Cheng-gan Sian-jin dari belakang, juga merasakan akibatnya.
Punggung kakek itu terhantam telapak tangan Cheng-gan Sian-jin dan ketua Kong thong-pai ini terlempar tubuhnya sambil muntahkan darah segar! Untung tadi Kim-sin San-jin cepat menundukkan kepalanya, kalau tidak, bukannya punggungnya yang kena pukulan, melainkan batok kepalanya yang tentu akan hancur berantakan tersentuh telapak tangan datuk sesat itu!
Cheng-gan Sian jin yang marah menyaksikan betapa muridnya hampir saja celaka di tangan ketua Kong-thong-pai itu, mengeluarkan pekik menyeramkan dan melompat mengejar Kim-sin San-jin yang sudah terluka. Namun tosu itu ternyata tidak percuma menjadi ketua Kong-thong-pai. Pukulan Cheng-gan Sian-jin dihindarkan dengan jalan bergulingan kesana-sini dan kakek tinggi besar itu menyerang bertubi-tubi tanpa memberi kesempatan lawan untuk melompat bangun.
"Murid-murid Kong-thong-pai, keluar...!!" Tiba-tiba Kim-sin San-jin berteriak keras dan ketika Cheng-gan Sian-jin memukulnya, kakek ini menggelinding ke sebuah pot bunga. Tangannya bergerak cepat menyambar benda itu dan memutarnya sekali lalu menyendal dan terdengarlah ledakan yang amat dahsyat di ruangan bangsal agung ini.
"Blarrrr...!"
Bumi seperti dilanda gempa dan tiba-tiba lantai ruangan itu terbuka lebar merupakan lubang sumur yang besar dan dalam! Belum lagi peristiwa ini berhenti, mendadak terdengar suara bergemuruh dan tiba-tiba saja bangsal agung itu ambruk dengan amat hebatnya.
Tentu saja hal ini amat menggemparkan semua orang. Teriakan-teriakan ngeri terdengar di sana-sini dan anak-anak murid Kong thong-pai yang tidak sempat melompat keluar, terjungkal dalam sumur maut itu dan kalau toh mereka sempat melompat ke pinggir, tosu-tosu ini tidak dapat mengelak dari ambruknya gedung bangsal agung.
Akibatnya, tosu-tosu Kong-thong-pai ini mengalami nasib yang mengenaskan sekali. Yang jatuh terjungkal di dalam sumur maut terbanting hancur di dasar sumur yang berlantai batu dan amat dalam, sedangkan yang tertimpa ambruknya bangunan juga tidak mengalami nasib yang lebih baik dari yang tewas di sumur maut. Kepala dan tubuh mereka terhantam balok-balok besar atau reruntuhan dinding batu dan tosu-tosu ini terpelanting dengan kepala pecah. Kim-sin San-jin sendiri yang menggerakkan jebakan maut ini, terjungkal ke dalam sumur yang amat dalam itu dan sudah tidak ingat apa-apa lagi.
Cheng-gan Sian-jin bersama muridnya juga tidak terluput dari kejadian yang di luar dugaan ini. Begitu pula halnya Hek-mo-ko. Tiga orang ini sama sekali tidak mengira seujung rambutpun bahwa Kim-sin San-jin, seorang ketua partai persilatan yang besar dan ternama itu ternyata memiliki "kecurangan" semacam ini yang biasanya hanya dilakukan oleh orang-orang golongan sesat saja!
Kakek tinggi besar berambut kemerahan itu telah terperosok ke dalam lubang sumur, akan tetapi gembong iblis ini memang benar-benar hebat sekali. Begitu merasa tubuhnya terjeblos, Cheng-gan Sian-jin menjejak dinding sumur sekuatnya sehingga tubuhnya membal seperti bola dan sambil mengeluarkan teriakan mengguntur, tokoh sesat ini berjungkir balik di udara dan selamat keluar dari sumur maut!
Akan tetapi celakanya, baru saja dia berhasil meloloskan diri dari sumur itu, gedung bangsal agung yang ambruk tiba-tiba menimpa tubuhnya dari atas! Reruntuhan gedung mengebulkan debu tebal dan kakek ini tidak dapat melihat ke depan dengan jelas. Tiang melintang yang tadi didudukinya, tiba-tiba patah ke bawah dan menghantam kepalanya. Terdengar suara "bluk!" dan kakek tinggi besar ini menggeram. Kepalanya terpukul balok sebesar kepala orang, akan tetapi karena dia sebelumnya telah mengerahkan lweekang melindungi tubuh untuk menjaga segala kemungkinan, maka hantaman itu tidak melukainya hanya mengejutkannya saja.
Kakek yang marah ini menggerakkan lengannya dan sekali tampar, balok itu hancur berkeping-keping! Cheng-gan Sian-jin lalu mengeluarkan pekik menggeledek dan tubuhnya mencelat ke atas, menyalurkan hawa lweekang terutama ke arah kepalanya. Hebat perbuatannya ini, tubuhnya terbang ke atas menerjang rumah yang ambruk itu dan kepalanya membentur-bentur bermacam benda. Batu-kayu-genteng dan lain-lain benda bertemu dengan kepala kakek tinggi besar itu dan semuanya terpental berhamburan dan akhirnya kakek ini muncul di atas runtuhan gedung dengan muka penuh debu!
"Suhu, tolong....!"
Cheng-gan Sian-jin menoleh dan kakek ini terbelalak, kira-kira lima tombak jauhnya, tampak Lie Lan di antara tumpukan puing-puing rumah, terpendam sebatas leher! Kakek itu melompat dekat dan sekali tarik, tubuh muridnya terbetot keluar dengan selamat. Sejenak guru dan murid ini saling pandang, dan akhirnya Cheng gan Sian-jin tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, sungguh lucu permainan Kim-sin San-jin ini. Tua bangka itu agaknya mengira bahwa kita pasti mampus dalam jebakannya, tidak tahunya kita masih hidup dengan selamat! Ha-ha-ha, tosu bau, perbuatanmu ini bahkan mencelakakan murid-muridmu sendiri dan permainanmu ini hanya bisa dilaksanakan untuk menjebak tikus dan binatang hutan!"
Cheng-gan San-jin tertawa bergelak sampai perutnya berguncang, akan tetapi gadis itu tidak dapat meniru suhunya. Wajahnya masih pucat dan diam-diam ia bergidik ngeri. Teringat olehnya tadi betapa pedang ketua Kong-thong-pai itu hampir saja membabat putus lehernya, dan kalau hal itu terjadi, tentu dia hanya tinggal sebagai mayat yang tiada guna!
Tiba-tiba Lie Lan memandang ke sebelah kanan. Gadis ini melihat betapa tumpukan puing di tempat itu bergerak-gerak aneh. Tentu saja penglihatan ini mengejutkan hatinya dan gadis itu bersiap dengan muka ngeri. Jangan-jangan roh tosu-tosu Kong-thong-pai yang gentayangan untuk membalas dendam! Kalau hal ini terjadi, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Bagaimana mungkin melawan arwah penasaran?
"Suhu, lihat itu..." gadis ini berbisik dan Cheng-gan Sian-jin menghentikan tawanya.
Mereka berdua melihat betapa timbunan tanah itu bergerak semakin keras dan tiba-tiba muncul dua buah tangan berkulit hitam.
"Hek-mo-ko...!" Cheng-gan Sian-jin berseru dan benar saja, setelah kedua tangan itu muncul dan menggapai-gapai di udara, menyusullah sebuah kepala yang aneh warnanya seperti kepala setan.
Kiranya itu adalah kepala Hek-mo-ko yang kotor terkena timbunan puing rumah dan coreng-moreng tidak karuan, dan setelah kepala itu nongol sebatas leher, Lie Lan menjadi tenang lagi dari ketegangannya.
"Mo-ko, hayo lompat, ha-ha-ha, kau persis iblis yang bangkit dari kubur!" Cheng-gan Sian-jin tertawa geli dan melihat betapa dengan susah payah iblis hitam itu menggerakkan tubuhnya membebaskan diri dari timbunan gedung.
Hek-mo-ko akhirnya berhasil meloloskan diri dan iblis hitam ini mengumpat caci dengan kata-kata kotor. "Keparat, anjing hina-dina tua bangka jahanam itu! Kalau aku tadi tewas, tentu kukejar rohnya dan kucabik-cabik hatinya yang busuk melebihi tahi kerbau itu!"
“Ha-ha-ha, kau miring otakmu, Mo-ko. Mana ada roh punya hati? Jangan-jangan hatimu nanti malam yang akan diganyang oleh ketua Kong-thong-pai itu!" Cneng-gan Sian-jin berkata dengan muka geli dan mengejek setan hitam itu.
Hek-mo-ko tidak menjawab dan Lie Lan yaag melihat keadaan laki-laki ini, mau tak mau juga ikut tertawa geli. Cheng-gan Sian-jin yang merasa puas dengan pekerjaannya yang pertama ini, lalu mengajak dua orang itu untuk melanjutkan pekerjaan mereka yang kedua, yakni membuat kegemparan di Go-bi-pai! Seperti pula halnya di Kong-thong-pai, Cheng-gan Sian-jin bersama Hek-mo-ko menyembunyikan diri dan menyuruh gadis cantik itu maju duluan. Gembong iblis ini memang sengaja hendak memperkenalkan murid perempuannya itu pada dunia, dan baru jika muridnya itu mengalami kesukaran, barulah dia sendiri muncul.
Tentu saja sepak terjang murid Cheng-gan Sian-jin ini menggegerkan dunia kang-ouw dan sebentar saja, gadis itu telah mendapatkan dua nama julukan. Di dunia pendekar dia disebut Tok-sim Sianli sedangkan di dunia hitam dia bahkan dijuluki Cu-sim Sianli. Dua nama julukan yang amat kontras menempel dalam diri gadis itu.
Leng Kong Hosiang, hwesio ketua Go-bi-pai yang amat sabar dan rendah hati, roboh di tangan Tok-sim Sianli yang secara diam-diam dibantu gurunya dari tempat persembunyiannya. Hwesio itu tidak tewas, akan tetapi mengalami luka-luka yang cukup parah dan kedua kakinya remuk! Dan seperti juga ketika meninggalkan Kong-thong-pai, gadis ini menancapkan sebuah bendera keramat bergambar naga bermata hijau. Itulah Bendera Iblis, tanda pengenal yang dimiliki Cheng-gan Sian-jin si pentolan hitam!
Kegemparan demi kegemparan dilakukan gadis ini atas perintah gurunya, dan sebentar saja nama Tok-sim Sianli amat dikenal orang. Apalagi ketika orang tahu bahwa gadis itu adalah murid Cheng-gan Sian-jin si datuk iblis yang sekarang bahkan menjabat sebagai koksu di Kerajaan Wu! Golongan pendekar benar-benar dicekam kegelisahan hebat dengan munculnya dua orang manusia jahat ini dan diam-diam diantara mereka terjadi isyarat rahasia untuk mencari jalan bagaimana mereka dapat mengenyahkan dua orang itu.
Suatu hal yang amat sulit, bahkan agaknya tidak mungkin dilakukan. Dahulu, pada tigapuluh tahun yang lampau saja tidak ada seorang ketua partai manapun yang mampu merobohkan Cheng gan Sian-jin. Padahal pada waktu itu manusia iblis itu bisa dibilang hidup sendiri, tidak terlindung oleh pasukan kerajaan seperti sekarang ini! Bagaimana mereka bisa memenuhi maksud mereka itu?
Tiba-tiba mereka teringat kepada Yap-goanswe, itu bekas jenderal muda dari Kerajaan Yueh yang gagah perkasa dan memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi betapa kagetnya hati para pendekar ini ketika mendengar berita bahwa pemuda itu telah ditawan Cheng-gan Sian-jin! Kalau sudah begini, siapa lagi yang akan maju? Dan pada saat mereka kebingungan inilah muncul berita baru yang menggirangkan hati mereka, yaitu tentang munculnya Malaikat Gurun Neraka yang kini keluar dari tempat pertapaannya untuk menghadapi Cheng-gan Sian-jin dan membebaskan murid tunggalnya, Yap-goanswe yang gagah perkasa itu!
Demikianlah, dunia kang-ouw kembali mengalami ketegangan dan diam-diam mereka ini lalu satu-persatu secara menyamar pergi ke kota raja untuk menyaksikan terjadinya peristiwa yang tentu amat bersejarah itu, dan diam-diam orang-orang inipun juga bersiap-siap untuk menyingsingkan lengan membantu pendekar besar itu dari ancaman bahaya yang tentu dipasang oleh Cheng-gan Sian-jin si raja kaum sesat yang terkenal cerdik dan banyak akal itu.
Dan atas keberhasilannya dalam melakukan tugas yang diperintahkan gurunya, Lie Lan gadis cantik murid Cheng-gan Sian-jin ini lalu meminta semacam "balas jasa" dari gurunya, yakni untuk menangkapkan Yap-goanswe baginya. Itulah sebabnya mengapa Cheng-gan Sian-jin lalu mengajak Hek-mo-ko mencari jenderal muda yang gagah perkasa itu dan akhirnya berhasil menawan pemuda itu akibat kecurangan Hek-mo-ko seperti yang telah diceriterakan dalam jilid terdahulu.
Pemuda itu mengeluh dan membuka mata. Mula-mula matanya silau ketika melihat sorot lampu yang terang-benderang di kamar besar itu. Pemuda ini tertegun dan mengingat-ingat bagaimana dia bisa tiba-tiba berada di tempat ini. Matanya berputar dan mendadak dia melompat bangun.
"Uhhh....!" Bu Kong berseru tertahan dan tubuhnya kembali roboh. Baru sekarang dia tahu bahwa tubuhnya diikat erat dengan dadung sebesar ibu jari tangan! Pemuda ini terkejut akan tetapi dia sama sekali tidak merasa cemas. Teringatlah dia sekarang akan semua yang telah terjadi. Mula-mula dia berada di tepi Laut Tunghai yang sedang bergemuruh dilanda badai, bersama Bwee Li, wanita cantik selir Yun Chang.
Di mana Bwee Li? Inilah pertanyaan pertama yang masuk di otaknya. Pemuda ini tidak memperdulikan diri sendiri dan yang digelisahkannya pada saat itu adalah Bwee Li, wanita malang yang terkena tipu muslihat musuh.
Sementara matanya meliar ke sekeliling kamar, tiba-tiba dari luar terdengar langkah kaki yang halus perlahan. Cepat dia memejamkan mata dan berpura-pura masih pingsan, akan tetapi pendengarannya dipasang tajam dan sedikit bulu matanya bergerak untuk melihat siapa pendatang ini. Pintu kamar besar itu terbuka dari luar dan tiga orang wanita berpakaian pelayan memasuki kamar ini. Mereka tertawa-tawa genit dan membawa penampan yang penuh makanan dan yang menyiarkan bau harum yang sedap.
"Hi-hi-hikk, siocia memang aneh wataknya. Ia menyuruh kita memasak Daging Naga Arak Merah! Bukankah hidangan begini biasanya baru dikeluarkan kalau ada pengantin baru? Aihh, agaknya siocia malam ini ingin berpengantin baru dengan Yap-goanswe, hi-hikkk! Sayang, kalau saja akupun diperkenankan siocia untuk melayani Yap-goanswe, ahhh, betapa menyenangkan!"
"Huhh, pelayan seperti kita ini mana bisa bersenang-senang dengan pemuda tampan gagah perkasa seperti Yap-goanswe itu? A-moi, jangan berangan-angan terlalu muluk, pasanganmu adalah tukang kebun di belakang. Hok Siu telah mengincarmu selama ini dan kaupun harus tahu diri, hi-hikk!"
"Cihh, siapa suka melayani Hok Siu? Mukanya penuh bopeng bekas dimakan cacar, kalau kau mau, A-liu, ambil saja dia dan gantikan aku nanti malam!"
Dua pelayan wanita ini saling berolok dan mereka tertawa-tawa genit dan Bu Kong yang mendengarkan kata-kata itu, menjadi merah mukanya karena jengah. Pelayan-pelayan wanita ini agaknya bukan pelayan-pelayan yang baik. Mereka lebih pantas disebut wanita-wanita yang cabul dan tidak tahu malu. Dan kalau pelayannya saja seperti ini macamnya, tentu "siocia" yang dibicarakan itu akan melebihi para pelayannya ini!
Diam-diam dalam hati pemuda itu timbul rasa tidak enak. Entah mengapa, terdapat firasat buruk di dalam hatinya, perasaan yang membuat pikirannya tiba-tiba gelisah tidak karuan. Pemuda ini mengerahkan lweekang untuk mematahkan belenggu, namun betapa kagetnya ketika dia mendapat kenyataan bahwa hawa sakti yang berpusat di pusarnya tidak dapat digerakkan, lumpuh akibat suatu totokan lihai! Tentu saja kenyataan ini membuatnya kecut dan terpaksa dia tidak berani banyak bergerak agar tidak meNARIK perhatian tiga orang pelayan wanita itu.
"A-moi, A-liu, tepat kalian keluar dan ambil Arak Sorga di dapur dalam !" tiba-tiba pelayan ketiga yang berpakaian kuning berkata kepada dua orang temannya. "Tinggalkan hidangan kalian di sini dan biar aku yang mengaturnya. Cepat, sebelum siocia datang."
"Hi-hi-hikk, A-cheng, kau agaknya ingin menikmati wajah ganteng Yap-goanswe seorang diri di sini, ya? Hemm, siapa tidak tahu akalmu ini? Dengan menyuruh kami berdua pergi, berarti kau mendapat kesempatan untuk mendekati pemuda itu dan siapa tahu kau dapat... hmm... hmm...dengannya...."
"A-moi, tutup mulutmu! Sekali lagi kau membuka mulut mengejek, jangan salahkan aku untuk menampar pecah mulutmu yang kurang ajar itu! Hayo kalian keluar dan ambil Arak Sorga sebelum siocia datang!" Pelayan ketiga yang dipanggil A-cheng ini membentak dengan pipi merah dan rupanya dia adalah pelayan kepala, buktinya A-moi dan A-liu tidak berani main-main dengan pelayan yang satu ini.
Dua orang pelayan itu bersungut-sungut dan mereka keluar kamar untuk memenuhi perintah pelayan kepala ini, A cheng berdiri dengan muka merah dan Bu Kong melihat betapa pelayan ini memiliki tubuh yang ramping menggiurkan. Karena pelayan ini membelakanginya, maka pemuda itu berani membuka mata lebih lebar dan pada saat itulah tiba-tiba A-cheng membalikkan tubuh ke arahnya.
"Yap goanswe, kalau kau sudah sadar, harap jangan berpura-pura lagi. Siocia telah mengetahui keadaanmu ini dan tidak perlu lagi kau menyembunyikan diri. Bersiaplah, sebentar lagi siocia datang mengunjungimu!"
Bukan main kagetnya pemuda ini mendengarkan kata-kata itu dan tanpa disadarinya lagi dia telah membelalakkan matanya. Bukan main! Siapakah pelayan wanita ini? Bagaimana bisa tahu bahwa dia sebenarnya sudah sadar kembali...?
Pedang di tangan Pek Bin Tojin mendengung dan menyambar dengan serangan ganas, membacok dan menusuk dengan tujuh kali serangan berantai yang amat hebat. Tosu ini telah mulai mengeluarkan ilmu pedang Kong-thong-pai ciptaan suhunya yang disebut Kong-thong Kiam-sut. Hebat bukan main serangan ini karena pedang itu pecah menjadi tujuh sinar putih yang bertubi-tubi secara cepat dan kuat menyerang tujuh tempat titik-titik berbahaya di tubuh lawan.
Karena tadi telah berhasil mengalahkan lawan dalam pertandingan silat tangan kosong, maka kali ini gadis itu bersikap agak gegabah. Dia memandang ringan dan tujuh serangan berturut-turut itu dihindarkan kesana-sini dengan egosan cepat mengandalkan kelincahan ginkangnya, bahkan untuk serangan ketujuh, Tok-sim Sianli malah berusaha menyampok pedang tosu muka putih itu. Dan inilah kesalahannya.
Dia tidak tahu akan tipu-tipu Kong-thong Kiam-sut yang dimainkan oleh tosu itu, apalagi dia menghadapi lawan dengan bertangan kosong saja karena bendera keramatnya telah disimpan di balik baju. Maka, begitu ia menyampok pedang, tiba-tiba saja pedang yang terpental itu mendadak bercuit dari atas dan dengan kecepatan kilat tahu-tahu telah menukik ke ubun-ubun kepalanya! Inilah jurus maut yang dinamakan Pek-liong-tok-thouw atau Naga Putih Mematuk Kepala, sebuah jurus yang ke delapan dari Ilmu Pedang Kong-thong Kiam-sut!
"Aihhh...!" Lie Lan memekik kaget dan melempar kepala kebelakang sambil merendahkan tubuh, akan tetapi gerakannya toh masih kurang cepat.
"Swingg-brettt!"
Baju pundaknya robek tertikam pedang dan kulitnya tergores sedikit dan gadis itu cepat merobohkan diri bergulingan ketika Pek Bin Tojin dengan seruan girang sudah mencecar lagi dengan tusukan-tusukan pedangnya. Tentu saja kejadian ini membuat kemarahan Tok-sim Sian-li memuncak. Karena memandang rendah, hampir saja ubun-ubun kepalanya tertusuk pedang tosu muka pedang putih itu.
Maka gadis ini lalu mengeluarkan seruan panjang, tubuhnya tiba-tiba melenting di udara dan kedua kakinya bergerak menendang dengan ilmu tendangan Soan-hong-twi. Pedang di tangan Pek Bin Tojin bertemu dengan kaki gadis itu dan Pek Bin Tojin terkejut ketika pedangnya terpental balik bertemu dengan kaki halus akan tetapi yang mengandung penuh kekuatan mujijat itu.
Terpaksa tosu ini melompat mundur karena lengannya tergetar hebat, dan pada saat itu Tok sim Sianli telah berdiri kembali dengan muka merah, tampak betapa sepasang mata yang indah itu berkilauan penuh hawa amarah dan tosu muka putih ini berdetak jantungnya ketika beradu pandang. Dalam tatapan mata itu dia dapat merasakan ancaman bahaya maut!
"Tosu jahanam, jangan salahkan aku kalau hari ini nyawamu akan diterbangkan oleh Bendera Iblis!" gadis itu berkata dengan suara dingin dan tiba-tiba tangannya bergerak, mencabut bendera kecil berwarna biru bergambar naga itu.
Sedetik wajah Pek Bin Tojin pucat rupanya, akan tetapi cepat dia dapat menekan perasaan gentarnya. Melihat bendera itu seolah-olah melihat munculnya Cheng-gan Sian-jin sendiri dan tosu ini teringat akan sepak terjang dari datuk iblis yang amat ganas dan mengerikan itu.
"Tok-sim Sian-li, aku akan mempertahankan kehormatanku sampai titik darah terakhir!" Pek Bin Tojin berseru dan kembali bersiap-siap dengan pedangnya.
"Majulah, jangan pentang bacot!" gadis itu membentak dan Pek Bin Tojin menerjang dengan mata mendelik.
Tosu ini menggerakkan pedangnya yang berobah menjadi segulung sinar putih, dan dari dalam gulungan sinar pedang ini mencuat belasan batang ujung pedang ke tubuh lawan. Akan tetapi, Tok-sim Sianli sekarang sudah bersiap-siap. Begitu tosu itu menyerang dengan pedangnya yang berobah menjadi segulung sinar putih yang berkilauan, dia cepat mengebutkan benderanya ke depan.
"Wuuttt... singg-plakk!"
Tosu itu berseru tertahan. Gulungan sinar pedangnya mendadak lenyap karena bendera di tangan Tok-sim Sianli secara aneh dan luar biasa tahu-tahu telah melibat dan menggubat pedangnya! Tosu ini terkejut sekali dan cepat menarik pedang dengan maksud untuk merobek Bendera Iblis itu. Akan tetapi betapa kagetnya hati tosu ini karena pedangnya sama sekali tak dapat ditarik!
Dan pada saat itu, Tok-sim Sianli telab melangkah setindak dan menggerakkan tangan kirinya, menampar pelipis kanannya dengan serangan kilat. Tak ada jalan lain dalam pilihan yang amat mendesak ini. Melompat mundur dan melepaskan pedang berarti sama dengan mengaku kalah. Akan tetapi tetap mempertahankan pedang pada saat tangan lawan menyerang, adalah amat berbahaya kalau diam saja. Satu-satunya jalan hanyalah mengangkat tangan kirinya menangkis dan inipun sudah dilakukan oleh tosu itu.
"Desss....auhh!"
Tamparan maut Tok-sim Sianli bertemu dengan lengan kiri tosu ini dan akibatnya, Pek Bin Tojin terpental dua tindak. Namun hebatnya, walaupun tubuhnya terdorong mundur, tosu ini sama sekali tidak melepaskan pedang yang digubat bendera lawan dan karena dia mempertahankan senjatanya, maka tubuh gadis itupun mau tak mau terseret ke depan mengikutinya pula!
"Keparat....!” Tok-sim Sianli mendesis dan dengan sekuat tenaga gadis ini tiba-tiba menyendal pedang yang dibelit bendera keramatnya.
Karena baru saja tubuhnya terpental dan kuda-kudanya berantakan, tosu ini tidak sempat lagi menghimpun tenaganya. Betotan yang amat kuat dan tiba-tiba datangnya selagi tubuh dalam keadaan sempoyongan ini membuat Pek Bin Tojin harus mengakui keunggulan lawan. Pedangnya terampas dalam gubatan bendera, dan dia melihat betapa pedangnya diputar seperti baling-baling atau kinciran angin oleh gadis itu dan sekonyong-konyong terlepas dan meluncur secepat kilat ke arah dadanya.
"Tua bangka menjemukan, terimalah pedangmu ini!" gadis itu berteriak mengejek.
Pek Bin Tojin memandang pucat. Kecepatan pedang itu luar biasa sekali dan tidak ada waktu untuk mengelak. Mungkin dia dapat menangkap pedang dengan resiko tangan terluka, akan tetapi tosu ini tidak mau melakukannya. Dia sudah kalah dan dia akan menepati sumpahnya. Dan gadis itupun memang agaknya sengaja melontarkan pedang ke arah dadanya untuk membunuhnya! Maka dengan sikap tabah dan tenang Pek Bin Tojin memandang luncuran pedang itu dengan mata tidak berkedip.
"Suheng, menyingkir...!" Ui Bin Tojin berteriak kaget dan hendak melompat ke depan, namun gerakannya kalah cepat.
"Creppp...uhhh!" Pedang milik tosu ini menancap dada tuannya sendiri dan tembus kepunggung! Darah segar muncrat keluar dan tubuh tosu itu sejenak menegang, akan tetapi kemudian roboh terkulai di atas lantai dalam keadaan tidak bernyawa lagi!
Marahlah Ui Bin Tojin melihat ketelengasan gadis iblis itu. Setelah terbelalak dan melihat betapa suhengnya benar-benar telah tewas, tosu ini melengking tinggi dan menerjang Tok-sim Sianli dengan serangan gencar. Sebatang pedang telah berada di tangannya dan tosu ini menyerang seperti seekor harimau terluka yang haus darah. Bertubi-tubi pedangnya membacok dan menusuk dengan jurus-jurus dari Kong-thong Kiam-sut, dan kini tangan kirinya membarengi pula dengan pukulan-pukulan Tong-san-ciang yang mengeluarkan angin pukulan yang luar biasa kuatnya.
Akan tetapi, murid perempuan Cheng-gan Sian-jin itu memang benar-benar bukan tandingannya. Begitu Ui Bin Tojin menyerang, begitu pula tubuh gadis ini berkelebatan lenyap. Ui Bin Tojin kaget bukan main melihat kehebatan ginkang lawannya ini dan selagi dia tertegun bendera pusaka di tangan gadis itu mendesir tajam dibelakangnya. Cepat tosu ini membalikkan tubuh dan meng-gerakkan pedangnya membabat, disusul pula oleh dorongan lengan kirinya.
"Plakk-dukk!"
Pedang bertemu bendera dan lengan kiri tosu muka kuning ini bersentuhan dengan tangan kiri gadis itu. Dan seperti tadi, begitu pedang bertemu bendera, secepat kilat Tok sim Sianli memutar pergelangan tangannya sedemikian rupa sehingga pedang Ui Bin Tojin terlibat kuat! Kakek ini terkejut, akan tetapi yang membuat hatinya menjadi lebih terkejut lagi adalah pukulan tangan kirinya yang bertemu dengan tangan kiri gadis itu. Mengapa? Karena begitu beradu, lengan kiri tosu ini segera melekat tak dapat ditarik lagi! Dan hebatnya, dari telapak tangan Tok-sim Sianli kini keluar hawa panas berapi yang membakar tangan tosu ini!
"Aahhhhh....!" Ui Bin Tojin berteriak ngeri dan meronta, namun sia-sia belaka. Tok-sim Sianli terkekeh-kekeh menyeramkan dan telapak tangan yang halus dari gadis ini tiba-tiba berwarna merah panas seperti darah.
"Tok-hiat-jiu (Tangan Darah Beracun)...!" mendadak pada saat yang amat berbahaya bagi tosu muka kuning ini terdengar seruan halus se-seorang dan sekonyong-konyong sebuah bayangan tosu tua berkelebat dari dalam kuil. "Nona, lepaskan muridku!" tosu itu berseru perlahan dan tangan kanannya menepuk di tengah-tengah dua orang ini.
"Plakkkk!" Perlahan saj a sentuhan itu, akan tetapi akibatnya Ui Bin Tojin terlempar tiga tombak jauhnya dan tangan tosu ini yang dibakar oleh ilmu iblis bernama Tok-hiat-jiu tadi terkupas kulitnya dan bengkak! Ui Bin Tojin melompat bangun sambil menggigit bibirnya menahan nyeri, dan cepat memandang tosu tua yang baru muncul ini.
"Suhu, terima kasih…" Ui Bin Tojin berlutut dan mengucapkan kata-kata ini, akan tetapi segera tubuhnya roboh menggelimpang karena racun dari Tok-hiat-jiu mulai bekerja di tubuhnya!
Semua murid Kong-thong-pai terbelalak dan hati mereka merasa ngeri melihat keganasan Tok-hiat jiu, akan tetapi ketika melihat betapa ketua Kong thong-pai telah muncul di situ diikuti oleh tiga orang tosu lainnya yang bukan lain adalah tiga orang murid kepala, para tosu ini segera menjatuhkan diri berlutut menghadap sang ketua.
Keadaan menjadi sunyi menegangkan. Kim-sin San-jin, ketua Kong-thong pai yang baru muncul ini, memandang ke arah mayat Pek Bin Tojin yang masih tertancap pedang dan kakek ini mengerutkan alisnya yang putih panjang, wajahnya tampak muram dan tosu tua ini berkata perlahan, "Siancai...! Penganut kekerasan akan tewas dalam kekerasan pula. Pek Bin, pinto harap semoga arwahmu dapat melihat kenyataan ini dan tidak mati penasaran."
Kakek itu lalu menoleh ke arah San kok Tojin, berkata sambil menudingkan telunjuknya ke arah mayat itu, "San Kok Tojin, bawalah jenazah sutemu ini dan rawatlah dia di ruang perabuan."
San Kok Tojin melangkah ke depan dan memberi hormat. "Baik, suhu," katanya dan dengan sikap tenang tosu ini lalu memondong mayat sutenya, pergi ke belakang kuil di mana terdapat ruang perabuan yang biasanya digunakan untuk merawat jenazah.
Baru setelah itu kakek ini menoleh ke arah Tok-sim Sianli dan gadis itu terkejut melihat sepasang mata yang mencorong penuh wibawa dari ketua Kong-thong-pai ini. Sejenak mereka beradu pandang, seakan-akan hendak mengukur kekuatan lawan dengan tenaga batin, dan akhirnya tampak Kim-sin San-jin mengelus jenggotnya sambil tersenyum penuh kesabaran.
"Nona, betulkah dugaan pinto bahwa kau ada hubungannya dengan Cheng-gan Sian-jin? Kau membawa-bawa benderanya, dan kaupun mahir Ilmu Tok-hiat jiu milik datuk sesat itu. Ada membawa maksud apakah kau datang kemari dan membunuh-bunuhi murid-murid Kong-thong-pai?"
Lie Lan tidak segera menjawab. Gadis ini memandang tosu tua itu penuh selidik dan akhirnya berkata, "Totiang, sebelum aku menjawab pertanyaanmu, sebaiknya kau dulu yang menjawab pertanyaanku. Untuk meyakinkan hatiku, apakah kau ini yang disebut Kim-sin San-jin dan menjadi ketua Kong-thong-pai?"
"Benar, nona. Aku adalah ketua Kong-thong-pai yang kau maksudkan," tosu itu mengangguk.
"Hemm, kalau begitu kau pula orangnya yang dulu telah dipecundangi oleh suhu di puncak Beng-san?" gadis itu mengejek dan sedetik wajah ketua Kong-thong-pai ini menjadi merah.
Murid Cheng-gan Sian-jin ini benar-benar kurang ajar dan liar seperti gurunya. Membuka-buka dan membeberkan kekalahan seorang ketua partai di depan puluhan anak muridnya! Kalau saja kakek ini tidak memiliki kekuatan batin yang tinggi, tentu dia merasa marah sekali mendengar kata-kata yang amat menusuk itu. Akan tetapi Kim-sin San-jin segera menarik napas panjang menenangkan gejolak hatinya, dan kakek ini menjawab pertanyaan atau ejekan itu dengan suara sabar,
"Nona, tidak ada gunung yang dapat menandingi tingginya awan, dan tidak ada awan yang dapat menandingi tingginya langit. Kalah menang dalam pertandingan adalah sesuatu yang wajar, mengapa harus diherankan atau dibanggakan? Memang pinto akui bahwa dulu pinto telah roboh di tangan Cheng-gan Sian-jin yang berkepandaian lebih tinggi daripada pinto. Akan tetapi diapun akhirnya roboh pula di tangan orang lain. Ada kalah tentu ada menang. Bukankah hal ini biasa saja? Apakah kau muridnya?"
Gadis itu tiba-tiba tertawa geli. "Hi-hi-hikk! Totiang, kau yang sudah kalah di tangan suhu, ternyata merupakan manusia yang tebal muka!"
"Eh, apa maksudmu, nona?" Kim-sin San-jin bertanya heran dan tidak mengerti, dan gadis itupun menjawab.
"Yang kumaksudkan adalah tentang dirimu sendiri itu, totiang. Sudah jelas, pernah dirobohkan suhu ternyata masih berani memimpin orang-orang tolol ini dan tetap menjabat sebagai ketua sebuah partai. Kalau seorang ketua hanya seperti ini macammu, bagaimana sebuah partai dapat maju pesat? Uhh, kalau aku yang jadi kau, tentu aku sudah mengundurkan diri dari dunia ramai!"
Hebat kata-kata ini dan merupakan penghinaan yang tiada taranya bagi ketua Kong-thong-pai yang dicaci habis-habisan itu. Wajah Kim-sin San-jin sampai menjadi pucat dan sepasang mata kakek ini berkilat menakutkan, akan tetapi hanya sebentar saja karena begitu kesadarannya timbul, kakek ini telah mampu mengendalikan perasaannya seperti biasa lagi.
"Nona, lidahmu amat tajam dan agaknya watak liar gurumu benar-benar telah kau warisi pula. Sekarang, baiklah kau berterus terang saja. Apakah maksud kedatanganmu kemari menemui pinto?" tosu itu berkata dengan suara penuh wibawa.
Lie Lan melangkah maju dan bertolak pinggang. "Kim-sin San-jin, aku diutus suhu ke sini bukan lain adalah untuk menjajal ilmu silatmu itu!"
Kakek itu batuk-batuk kecil dan pada saat itu San Kok Tojin muncul dari ruang belakang. Ang I Tojin dan Yang Ih Tojin yang mendengar tantangan gadis liar ini, sudah dari tadi menahan amarah mereka. Kini mendengar betapa suhu mereka ditantang seorang bocah sekurang ajar itu, dua orang ini tak dapat menahan diri dan melompat bangun.
"Suhu, biarlah teecu yang menghajar adat bocah tak tahu diri ini!" Ang I Tojin berseru.
"Tunggu, suheng, biarlah aku saja!" Yang Ih Tojin mendahului dan sudah mencabut pedang-nya dan tosu ini siap menerjang dengan mata berapi.
Akan tetapi Kim-sin San-jin mengulapkan lengannya ke depan. "Murid-murid Kong-thong-pai, dengar perintahku. Harap kalian semua masuk ke bangsal agung dan berkumpul di sana!" tosu ini berseru, lalu menoleh ke arah murid Cheng-gan Sian-jin dan melanjutkan, "Nona, tidak enak bicara di luar. Kalau kau mau mencari onar, ikuti pinto ke ruang belakang di bangsal agung!"
Tubuh ketua Kong-thong-pai itu berkelebat dan lenyap memasuki kuil. Ang I Tojin dan Yang Ih Tojin tampak penasaran, namun mereka tidak berani membantah dan bersama San Kok Tojin mereka lalu menyuruh para sute yang lain untuk memenuhi perintah Kim-sin San-jin. Sebentar saja, puluhan murid Kong-thong-pai yang berada di luar berbondong-bondong memasuki kuil. Gadis ini berdiri sendirian di tengah halaman, akan tetapi tubuhnya segera berkelebat mengikuti lenyapnya Kim-sin San-jin tadi.
Ternyata bahwa bangsal agung yang disebutkan oleh ketua Kong-thong-pai ini adalah sebuah ruangan yang amat luas dan bersih, terletak di belakang agak kesamping rumah. Di situ terlihat murid-murid Kong-thong-pai duduk bersila di atas lantai dan di depan sendiri, dekat dengan sebuah lorong yang tidak berdaun pintu, Kim-sin San-jin bersila di atas sebuah bantal bersulam merah dikelilingi tiga orang murid kepalanya yang masih tinggal. Jenazah Pek Bin Tojin dan Ui Bin Tojin yang terluka, sedang dirawat di tempat lain dan tadi Kim-sin San-jin telah melakukan beberapa totokan sebagai pertolongan darurat.
Melihat masuknya gadis itu, semua orang memandang penuh kebencian, akan tetapi karena di situ terdapat sang ketua, maka mereka diam saja dan menunggu perintah Kim-sim San-jin lebih lanjut. Karena perhatian semua orang sedang tercurahkan ke arah gadis itu, maka mereka tidak melihat betapa sebuah bayangan tinggi besar yang luar biasa cepatnya memasuki bangsal agung dan bersembunyi di balik pilar raksasa yang melindungi tubuhnya.
Hanya sepasang mata yang luar biasa tajam dan awasnya dari Kim-sin San-jin sajalah yang sempat melihat berkelebatnya bayangan ini dan sekali lihat, saja ketua Kong-thong-pai ini telah tahu siapa orang itu. Cheng-gan Sian-jin! Hal itu mudah dikenal dari rambut kemerahan yang tadi sedikit berkibar tertiup angin ketika tokoh sesat itu bergerak. Dan inilah sebabnya mengapa Kim-sin San-jin mengundang gadis itu memasuki bangsal agung.
Memang sebenarnya ketua Kong-thong-pai ini telah bercuriga. Tidak mungkin gadis ini berani datang seorang diri di partainya kalau tidak ada sesuatu andalan kuat. Dan dia menduga bahwa jangan-jangan Cheng-gan Sian-jin sendirilah yang diam-diam selalu mengikuti sepak terjang muridnya itu. Dan tadi, ketika berada di luar, dia melihat sesuatu yang mencurigakan. Sebuah bayangan yang amat luar biasa gesitnya berkelebat di dekat semak belukar, dan kini setelah berhasil memancing murid gembong iblis itu, Kim-sin San-jin kembali melihat bayangan yang tadi berada di luar itu sekarang memasuki bangsal agung secara luar biasa lihainya.
Karena ketua Kong-thong-pai ini sebelumnya memang telah bercuriga, maka ketika bayangan itu datang keruangan luas ini, diapun sempat melihat lebih jelas lagi dan diam-diam hati Kim-sin San-jin berdetak kencang. Rambut kemerahan itu! Siapa lagi kalau bukan Cheng-gan Sian-jin si gembong iblis? Kalau saja dia tidak bercuriga sebelumnya, sukar menangkap sebuah bayangan yang demikian gesit dan cepatnya.
Sebenarnya, di dalam hati kakek ini terdapat suatu rencana yang tidak diketahui oleh siapapun. Melihat munculnya murid Cheng-gan Sian-jin ini yang diikuti oleh datuk iblis itu, di dalam hati Kim-sin San-jin telah terdapat sebuah tekad bulat, yaitu dia hendak melenyapkan ancaman bahaya dari dua orang suhu dan murid yang akan mengguncangkan dunia kang-ouw ini. Di bangsal agung terdapat beberapa jebakan rahasia, dan kalau toh musuh terlalu kuat, apa boleh buat, jebakan-jebakan rahasia itulah yang akan membantunya!
Demikianlah, ketika gadis itu melangkah masuk, Kim-sin San-jin bersikap tenang dan wajah kakek tua ini bahkan sedikit berseri girang. Murid Cheng-gan Sian-jin telah mulai menginjakkan kakinya di lantai tertentu, tinggai dia menunggu si gembong iblis sendiri!
"Nona, setelah kau masuk kemari, tetap bulatkah tekadmu untuk mengadakan pibu dengan pinto?" Kakek itu bertanya dengan suara halus namun sepasang matanya selalu awas untuk mengikuti bayangan tinggi besar yang bersembunyi di pilar besar.
Gadis itu tersenyum mengejek. "Kim-sin San-jin, apakah kau kira aku takut setelah memasuki ruanganmu ini? Walaupun kau nanti melakukan kecurangan sekalipun aku tidak takut!"
"Baiklah, tidak rugi suhumu mengambilmu sebagai murid. Akan tetapi, sebelum pinto sendiri yang maju, lebih baik kau layani dulu murid tertua pinto, San Kok Tojin. Dia biasanya mewakili pinto dalam banyak hal dan baru kalau dia tidak sanggup, pintolah yang akan menyelesaikannya."
"Hemm, kau licik. Dengan begitu bukankah berarti kau ada kesempatan untuk meneliti ilmu silat lawan? Hi-hikk, Kim-sin San-jin, jangan kau-kira aku seorang bodoh!"
"Terserah pendapatmu, nona. Akan tetapi itulah syaratnya," Kim-sin San-jin menoleh ke arah San Kok Tojin dan berkata, "San Kok, layanilah gadis itu main-main. Hati-hati terhadap benderanya dan pergunakan Silat Empat Pedang yang baru saja pinto ajarkan!"
"Baik, suhu!" San Kok Tojin berkata dan melompat maju dengan sikap tenang. Begitu berhadapan dengan lawan, tosu ini bertanya, "Nona, kita bertangan kosong ataukah bersenjata? Kalau menghendaki pertandingan senjata, keluarkan bendera keramatmu itu!"
Tosu ini berkata demikian namun dia sendiri telah mencabut pedangnya. Terdengar suara berdencing dan tiba-tiba semua murid Kong-thong-pai dibuat silau oleh pedang kembar di tangan San Kok Tojin. Aneh dan ganjil bentuk pedang itu, dan Lie Lan sendiri baru kali ini melihat pedang yang sedemikian anehnya. Pedang di tangan San Kok Tojin itu adalah dua batang jumlahnya, akan tetapi tiap-tiap batang memiliki dua mata pedang! Jadi, dengan dua gagang pedang, semuanya ada empat buah mata pedang yang putih gemerlapan tertimpa cahaya.
"Siang-po-kiam (sepasang pedang pusaka) yang indah....!" gadis itu mengeluarkan pujian dan sinar matanya berkilat. Kalau dia dapat merampas pedang itu, tentu suhunya akan senang menerima hadiah ini. Maka cepat gadis itu mencabut senjatanya, yakni sebuah bendera biru bergambar naga!
"Bendera Iblis!" Ang I Tojin dan Yang Ih Tojin berseru perlahan dan mereka teringat akan peristiwa pada tiga puluh tahun yang lampau ketika Cheng-gan Sian-jin membuat kegemparan. Dua orang ini memandang suhu mereka, akan tetapi Kim-sin San-jin tampak tenang sekali sikapnya.
"Kalian diamlah, lihat saja segala kejadian dan berhati-hatilah dengan munculnya seseorang yang tidak kita duga!" kakek itu berbisik kepada dua orang muridnya ini dan Ang I Tojin serta Yang Ih Tojin berdebar tegang. Kalau suhu mereka memperingatkan sesuatu, tentu akan terjadi sebuah peristiwa penting. Maka merekapun cepat memandang ke tengah gelanggang di mana twa-suheng mereka berhadapan dengan Tok-sim Sianli.
"Nona, sebagai penantang, harap kau mulai dulu!" San Kok Tojin berseru dan sepasang pedang bermata kembar itu diluruskan di depan keningnya. Inilah jurus pembukaan dari Silat Empat Pedang. Ilmu silat ini baru San Kok Tojin seorang yang diberi pelajaran oleh ketua Kong-thong pai, karena hanya tosu pertama inilah yang memiliki kepandaian paling tinggi diantara saudara-saudaranya.
Melihat lawan memasang kuda-kuda pembukaan, Lie Lan yang tidak berani bersikap sembrono itupun lalu juga bersikap waspada. Benderanya dikebutkan ke udara dan sekali mengeluarkan teriakan nyaring, gadis ini telah melompat ke depan dan benderanya menyambar kepala tosu itu.
"Whirrrrr...!" Ujung kain bendera berkibar dari atas dan tiba-tiba turun hendak melingkupi kepala San Kok Tojin. Tosu ini menggerakkan pedang kanannya, dan dua mata pedang membabat bendera itu.
"Bretttttt!" Pedang kembar di tangan San Kok Tojin bertemu dengan Bendera Iblis dan tosu ini mengira bahwa bendera itu tentu akan terobek. Namun, San Kok Tojin merasa heran bahkan kaget karena bendera yang dibabat pedangnya itu sama sekali tidak sobek, malah tiba-tiba telah menggubat pedang di tangan kanannya!
"Ahhh...!" Tosu ini mengeluarkan seruan dan secepat kilat pedang di tangan kirinya bergerak dari samping, langsung membacok tangan gadis itu dengan kecepatan kilat.
"Singgg...!”
Lie Lan melepaskan gubatannya dan bacokan pedang di tangan kiri tosu itu mendesing di dekat tubuhnya. Gadis ini tertawa mengejek dan tubuhnya tiba-tiba berkelebatan seperti burung walet, menyambar-nyambar dan bendera di tangan kanannya menderu menciptakan angin puyuh. Mulailah San Kok Tojin diserang oleh gadis itu dan kini tangan kiri Lie Lan melancarkan pukulan-pukulan Tok-hiat-jiu yang amat ganas dan berbahaya!
Tosu itu mengelak dan balas menyerang dan dalam gebrakan-gebrakan berikutnya, dua orang ini telah terlibat dalam pertandingan yang amat seru dan mendebarkan. Bendera di tangan Lie Lan berkibar cepat naik turun, dan tangan kiri gadis itu mengeluarkan hawa panas yang dapat dirasakan dalam jarak tiga meter. San Kok Tojin terkejut, apalagi ketika melihat betapa perlahan-lahan tangan kiri lawannya berobah menjadi merah panas dan berkilauan seperti darah!
Maka tosu ini lalu mengeluarkan seruan keras dan sepasang pedang kembarnya diputar membentuk gulungan segi empat. Aneh dan luar biasa permainan ini, karena pedang di tangan tosu itu bukannya membentuk gulungan sinar melingkar seperti kebanyakan ahli-ahli pedang lainnya. San Kok Tojin membuat sepasang pedang di tangannya menggores gores tajam di udara, menuju ke satu sudut untuk kemudian menarik garis ke kanan atau kiri dan dilanjutkan dengan goresan tajam ke atas atau ke bawah, dan dari tiap-tiap sudut inilah ujung pedang di tangan tosu itu mencuat-cuat ke arah lawan secara tiba-tiba dengan serangan kilat.
Itulah Silat Empat Pedang yang baru saja diciptakan oleh Kim-sin San-jin. Jurus-jurus serangan dari ilmu pedang ini selalu dimulai dari sebuah sudut tertentu dan setiap serangan mempunyai belasan macam pecahan yang tidak terduga oleh lawan. Ilmu pedang ini banyaknya hanya delapan belas jurus saja, akan tetapi karena setiap jurus dapat dipecah menjadi belasan macam dan merupakan "kembang api" dan letikan jurus ini, maka tentu saja hebatnya bukan main.
Lie Lan yang mainkan bendera keramatnya, sejenak merasa kebingungan melihat ilmu pedang yang amat ganjil ini. Berkali-kali sudah, pada saat dia melihat sebuah lowongan dan menyerang, selalu benderanya tertangkis tepat oleh gerakan pedang yang dilakukan dari sudut-sudut tertentu di tangan tosu itu.
Tentu saja gadis ini menjadi gemas dan mendongkol dan tiba-tiba dia melancarkan sebuah serangan yang amat berani. Lie Lan memekik nyaring seperti seekor rajawali dan tiba-tiba tubuhnya melesat ke atas dan secepat kilat menukik turun. Kain bendera keramat berkibar menutupi pandang mata lawan dan pada saat itulah gagang benderanya bergerak cepat, menghantam ubun-ubun lawannya dan tangan kirinya membarengi dengan tamparan Tok-hiat-jiu.
"Trang-cringg... desss!"
San Kok Tojin berseru kaget. Sambaran gagang bendera yang mengancam ubun ubunnya dapat ditangkis tepat oleh pedang di tangan kanan, sedangkan untuk pukulan Tok-hiat-jiu yang meluncur ke arah dadanya, disambut dengan bacokan pedang di tangan kiri. Akan tetapi, tosu ini terkejut setengah mati karena ketika pedang di tangan kirinya itu membacok, ternyata bertemu dengan gelang besi yang entah kapan telah dipakai oleh lawannya dan tangan gadis itu masih terus meluncur mengenai dadanya!
"Dukkk...!" Tanpa ampun lagi tubuh tosu ini terlempar ke belakang dan baju di bagian dadanya terdapat cap lima jari tangan berwarna semerah darah!
Kim-sin San-jin terkejut dan melompat bangun dan duduknya, apalagi ketika dia melihat betapa gadis itu tertawa nyaring dan berkelebat cepat mengejar tubuh San Kok Tojin yang bergulingan untuk melancarkan susulan Tok-hiat jiu ke arah kepala muridnya! Ketua Kong-thong-pai ini terbelalak marah melihat keganasan gadis itu dan secepat kilat tu-buhnya mencelat ke depan.
"Nona, tidak boleh kau membunuh murid pinto!" Kim-sin San-jin membentak dan menghantam punggung gadis itu dari belakang.
Lie Lan dapat mendengar desir angin tajam dibelakangnya ini dan karena dia maklum betapa berbahayanya serangan yang dilancarkan oleh ketua Kong-thong-pai itu, maka secepat kilat dia memutar tubuh dan mengibaskan lengan kirinya. Pukulan Tok-hiat-jiu yang sedianya dilakukan untuk menyerang San Kok Tojin kini diputar ke samping dan menangkis pukulan kakek itu.
"Bresss....!"
Kim-sin San-jin bergoyang tubuhnya akan tetapi lawannya terpelanting roboh! Lie Lan melengking marah dan tubuhnya berjungkir balik empat kali untuk memunahkan tenaga tangkisan yang amat dahsyat dari ketua Kong-thong-pai dan gadis ini sudah melompat bangun dengan sinar mata berapi-api.
"Tua bangka curang!" gadis itu mendelik penuh kemarahan dan menudingkan telunjuknya ke hidung kakek itu, akan tetapi Kim-sin San-jin sudah berdiri dengan sikap keren di depannya.
"Bukan aku yang curang, nona, namun kaulah. Kau sendiri telah mengatakan bahwa pertandingan ini sifatnya adalah pibu, akan tetapi mengapa kau tadi hendak membunuh murid pinto? Kau memang seorang gadis yang kejam dan pinto hendak memberi hukuman kepadamu. Bersiaplah!"
Kim sin San-jin memang merasa marah terhadap murid Cheng-gan Sian-jin ini dan dia akan memberi hajaran keras. Juga selain itu, melihat sepak terjangnya dan melihat kenyataan betapa San Kok Tojin dapat dirobohkan oleh gadis ini, agaknya tidak ada lain jalan kecuali dia sendiri yang harus membekuknya. Itulah sebabnya mengapa kakek ini lalu maju ke depan dan menghadapi gadis yang amat ganas itu.
Dan sebagai seorang ketua partai yang telah banyak pengalaman dan selalu bersikap waspada, kekek ini tidak melupakan perhatiannya kepada bayangan tinggi besar yang bersembunyi di belakang pilar. Dia hendak memancing agar orang itu semakin masuk ke dalam dan begitu tiba saatnya yang tepat, dia hendak menginjak sebuah tombol tertentu yang terdapat di ruangan itu untuk menjebak musuh!
Lie Lan sama sekali tidak tahu akan maksud ketua Kong-thong-pai ini. Gadis ini yang merasa marah akibat bantingan tadi, sudah siap menerjang lawan untuk merobohkan Kim-sin San-jin. Dia tahu bahwa kali ini dia harus bekerja berat, bahwa lawannya bukanlah orang sembarangan karena yang dihadapinya ini adalah seorang ketua partai besar! Akan tetapi, karena dia tahu bahwa secara diam-diam suhunya berada di belakangnya, maka sama sekali dia tidak merasa gentar untuk melawan kakek ini.
"Nona, majulah, pinto sudah siap untuk menjajal kepandaian yang kau warisi dari gurumu itu. Hendak pinto lihat, apakah kau benar-benar patut menjadi ahli warisnya," Kim-sin San jin berkata dengan sikap tenang dan sepasang matanya menyorot tajam. Ketua Kong-thong-pai ini sama sekali tidak mengeluarkan senjatanya, bersikap acuh tak acuh seperti orang tidak perdulian, namun justeru sikap seperti inilah yang membuat Lie Lan tidak berani memandang rendah.
"Cabut senjatamu, Kim-sin San-jin!" gadis itu berseru.
"Pinto belum melihat waktunya," kakek itu menjawab dan mengebut-ngebutkan jubah lebarnya membuat gadis itu panas hatinya.
"Hemm, kau sombong, kalau begitu hati-hatilah!" Lie Lan mendongkol dan cepat mengatur sikap. Ketenangan kakek ini bahkan membuat hatinya waswas akan tetapi sebelum dia mulai menyerang, tiba-tiba telinganya mendengar suara peringatan yang dilakukan orang dari jauh.
"Lie Lan, jangan tergesa-gesa menyerang dengan ilmu silat. Pergunakan Sin gan-i-hun-to untuk mempengaruhi lawanmu itu, terutama murid-murid tua bangka yang berada di ruangan ini. Aku hendak mendekatimu untuk menjaga kelicikan tosu kambing itu. Hayo, cepat lakukan....!"
Mendengar suara ini, tiba-tiba gadis itu berseri wajahnya dan Kim-sin San-jin merasa heran, apalagi ketika tiba-tiba gadis itu tertawa!
"Eh, mengapa kau tertawa?" Kim-sin San-jin menegur, namun Lie Lan bahkan tertawa semakin nyaring dan kakek itu terkejut. Suara ketawa yang dilakukan oleh gadis ini tidak wajar. Dia dapat merasakan betapa suara tawa itu mengandung getaran khikang tingkat tinggi, membuat dinding-dinding ruangan tergetar halus dan tiba-tiba semua murid Kong-thong-pai yang berada di ruangan itu juga ikut tertawa!
Terkejutlah kakek ini dan tahulah dia bahwa gadis itu sebenarnya sudah mulai melancarkan serangan! Akan tetapi bukannya serangan berdasarkan ilmu silat, melainkan serangan berdasarkan kekuatan hitam dan dia teringat akan ilmu hitam Cheng-gan Sian-jin yang disebut Sin-gan-i-hun-to yang mengandung kekuatan mujijat itu. Marahlah kakek ini dan karena gadis itu sama sekali tidak menyerangnya, hanya berdiri sambil mengeluarkan tawa yang penuh kekuatan hawa khikang dan yang telah mempengaruhi murid-muridnya, tosu ini cepat bertindak.
"Diammm...!” Kim-sin San-jin mengeluarkan bentakan menggeledek dan suaranya ini menggelegar dahsyat. Suara tawa nyaring gadis itu buyar oleh bentakan mengguntur dari ketua Kong-thong-pai ini dan seketika murid-murid Kong-thong-pai yang tadinya ikut tertawa, sirap seperti jengkerik terpijak.
Terkejutlah tosu-tosu Kong-thong pai itu dan mereka ini saling pandang. Mengapa mereka tadi tertawa seperti orang gila? Tidak ada yang mampu menjawab dan hati mereka mengkirik. Mereka tadi hanya merasakan betapa suara ketawa gadis itu menggelitik telinga mereka dan tahu-tahu tanpa disadari merekapun telah ikut-ikut tertawa.
"Gadis siluman....!" seorang tosu berseru perlahan dengan mata terbelalak dan yang lain-lain juga menggumam dengan muka pucat.
Pada saat itu, Kim-sin San-jin yang telah membuyarkan pengaruh hitam yang dikeluarkan oleh gadis ini telah melangkah maju dengan muka merah. Lie Lan bersiap-siap, namun sama sekali belum mau menyerang. Gadis ini telah menghentikan pengaruh Sin-gan-i-hun-to dan menatap kakek itu dengan wajah berseri.
"Nona, kalau kau mau menghadapi pinto, cepat gerakkan senjatamu. Mengapa diam saja? Pinto memberimu kelonggaran sebanyak sepuluh jurus dan kau boleh menyerang pinto sesuka hatimu. Majulah!" ketua Kong-thong-pai ini membentak marah. Dia menghendaki agar gadis itu cepat menyerangnya dan karena dia sebagai angkatan tua, maka dia sengaja memberi kesempatan pada gadis itu untuk menyerangnya tanpa membalas.
Kim-sin San-jin hendak merobohkan gadis itu secepat mungkin agar orang yang bersembunyi di belakang pilar itu maju menolong. Dan kalau hal ini terjadi, berarti Cheng-gan Sian-jin telah memasuki ruangan semakin dalam dan dia dapat menjalankan rencananya semula. Teringat kepada bayangan tadi, Kim-sin San-jin segera melirik dengan sudut matanya.
Akan tetapi, betapa kagetnya hati tosu ini karena bayangan tinggi besar yang tadi jelas dilihatnya bersembunyi di belakang pilar raksasa itu, sekarang sudah tidak tampak lagi ! Dan selagi tosu ini secara diam-diam memperhatikan sekeliling, tiba-tiba terdengar suara ketawa bergelak yang amat dahsyat dan tiba-tiba di pintu bangsal agung telah berdiri seorang manusia berkulit hitam bermata lebar!
Anak murid Kong-thong-pai terkejut melihat kehadiran orang berkulit hitam yang tahu-tahu telah muncul bagaikan iblis di depan pintu itu, akan tetapi Kim-sin San-jin lebih terkejut lagi. Kakek ini mengeluarkan seruan kaget dan wajahnya berobah.
"Hek-mo-ko...!" Teriakan yang keluar tanpa disadari oleh Kim-sin San-jin ini membuat Ang I Tojin dan Yang Ih Tojin serentak melompat bangun dan dua orang tosu ini terkejut bukan main. Akan tetapi, belum lagi kejutan pertama ini reda, muncul kejutan kedua yang lebih hebat lagi.
Sementara orang orang sedang terbelalak memandang laki-laki sehitam arang dengan matanya yang membelalak itu, tiba-tiba saja kembali terdengar suara ketawa bergelak seperti tadi. Kali ini suara tawa itu lebih dahsyat daripada yang pertama karena suaranya bergemuruh seperti suara air terjun. Hebatnya, tidak ada seorangpun yang tahu dan mana asal suara ini. Tadinya mereka menyangka bahwa suara ketawa yang luar biasa itu tentu berasal dari Hek-mo-ko yang masih tegak di muka pintu, akan tetapi agaknya bukan.
Hek-mo-ko masih berdiri seperti arca di tempatnya dan sedikitpun juga orang itu tidak mem-buka mulutnya. Suara ketawa ini bergemuruh dan melingkar-lingkar, sambung-menyambung menggetarkan dinding ruangan dan beberapa orang murid Kong-thong-pai dari tingkat rendahan satu-persatu mulai roboh terguling sambil menjerit-jerit dan menekan dada. Agaknya suara ketawa yang amat dahsyat ini mengguncang jantung tosu-tosu itu dan yang lain-lainpun kini sudah bersila sambil mengerahkan tenaga batin mereka untuk bertahan dari serangan yang amat dahsyat ini.
Kin-sim San-jin sendiri menjadi pucat mukanya dan kakek ini dapat merasakan betapa hebat pengaruh tawa yang penuh tenaga sakti itu. Jantungnya terguncang hebat akan tetapi tosu ketua Kong-thong-pai yang memiliki lweekang kuat ini dapat menahan diri. Hanya dia merasa cemas Ketika melihat betapa anak-anak muridnya yang bersila di atas lantai itu sekarang sudah mulai mencucurkan keringat. Agaknya, kalau suara tawa itu diteruskan, mesti tosu-tosu itu akan tewas dengan jantung pecah! Bahkan, Ang I Tojin dan Yang lh Tojin sendiri kini telah duduk bersila dan memejamkan matanya.
Pada saat Kim-sin San-jin cemas dan marah atas serangan lawan yang tidak diketahuinya siapa itu karena suara tawa ini melingkar-lingkar sukar ditangkap asalnya, tiba-tiba saja, seperti datangnya tadi yang amat tiba-tiba, suara ketawa yang dahsyat penuh tenaga sakti itu lenyap!
Kejadian ini amat mendadak, seperti sebuah kereta kuda yang sedang cepat-cepatnya berlari mendadak direm sekuat tenaga, maka tentu saja akibatnya fatal sekali. Seperti kuda yang ditarik sekuat tenaga oleh kusirnya yang sedang berpacu cepat, begitu dihentikan membuat kuda terkejut dan "stress". Kuda terlonjak dengan bibir terluka, dan sekali kuda itu meronta kuat, kereta berikut kendalinya dibuat patah. Begitu pula halnya dengan keadaan tosu-tosu ini.
Pada saat mereka sedang sekuat tenaga mempertahankan diri dari guncangan yang dahsyat itu, tiba-tiba saja guncangan lenyap dan mereka ini seperti dilempar oleh suatu tenaga yang tak terlawan lagi. Tenaga mereka seketika membalik dan memukul diri sendiri dan duapuluhan tosu Kong-thong pai yang bersila di atas lantai ini menjerit ngeri dan roboh sambil muntahkan darah segar!
Hebat bukan kepalang peristiwa ini dan Kim-sin San-jin menjadi marah sekali. Wajah yang biasanya tenang dari tosu tua itu kini merah menyala dan sepasang matanya berapi-api dan mendelik! Tidak sukar baginya untuk menebak siapa biang keladi perbuatan ini. Tentu Cheng-gan Sian-jin, siapa lagi?
"Cheng-gan Sian-jin manusia iblis! Keluarlah dari tempat persembunyianmu, jangan berlaku pengecut! Pinto siap mempertaruhkan nyawa untuk menghadapimu sampai detik terakhir...!" Kim-sin San-jin memekik penuh kemarahan dan memandang ke depan dengan sinar mata beringas.
Akan tetapi, kakek itu dibuat terkejut ketika dia mendengar suara tawa tepat di atasnya! Tidak seperti tadi, suara ketawa ini dikeluarkan tanpa pengaruh khikang tingkat tinggi dan terdengar biasa seperti orang ketawa pada umumnya.
"Ha-ha-ha, tosu jenggot kambing! Untuk apa kau berteriak-teriak tidak karuan? Kalau kau mencari aku, mengapa harus melotot ke depan? Aku di sini, lihatlah. Ha-ha-ha....!"
Kim-sin San-jin mendongak ke atas dan di atas sebuah tiang melintang, duduk seorang kakek tinggi besar berjubah kuning berambut kemerahan dengan sepasang matanya yang biru kehijauan. Cheng-gan Sian-jin, si peranakan Bangsa Arya!
Tentu saja tosu ketua Kong-thong-pai itu terperanjat, dan kakek ini sudah siap untuk me-lompat ke atas menerjang gembong iblis yang entah kapan tahu-tahu telah berada di atas tiang melintang itu. Akan tetapi, sebelum dia bergerak, Tok-sim Sianli yang sejak tadi diam saja memandang kejadian yang menimpa anak murid Kong-thong-pai ini dengan mulut tersenyum-senyum, sudah mengeluarkan bentakan dan menyerangnya dengan bendera di tangan kanan dan pukulan Tok-hiat-jiu di tangan kiri.
"Tosu tua bangka, hayo layani aku dulu...!" gadis itu berteriak dengan wajah berseri dan bendera keramat itu mengebut menghantam dadanya.
"Gadis siluman, kau dan gurumu patut dilenyapkan dari permukaan bumi!'' Kim-sin San-jin membentak marah dan ujung jubahnya dikebutkan ke depan.
"Plakk!"
Bendera di tangan gadis itu bertemu dengan jubah Kim-sin San-jin dan kedua-duanya merasa terkejut. Lie Lan kaget karena tubuhnya terdorong satu langkah ke belakang, sedangkan ketua Kong-thong-pai itu tergeser kudanya-kudanya! Inilah hebat dan Kim-sin San-jin sejenak terbelalak. Kalau muridnya saja sudah sedemikian kuat, apalagi Cheng-gan Sian jin sendiri!
"Ha-ha, bagus muridku. Lawan dan tandingi tosu jenggot kambing ini! Pukul dadanya, tarik jenggotnya sampai putus dan jewer telinganya, ha-ha-ha....!"
Cheng-gan Sian-jin tertawa keras dan terpingkal-pingkal di atas tiang, mengejek ketua Kong-thong-pai itu sambil bertepuk-tepuk tangan. Tentu saja Kim sin San-jin marah bukan main dan tosu ini menggereng seperti biruang dan menerjang Toksim Sianli dengan serangan maut. Lie Lan terkejut dan melompat cepat ke samping kiri dan gadis inipun tidak tinggal diam. Senjatanya digerakkan dan kini secara bertubi-tubi diapun membalas serangan-serangan ketua Kong-thong-pai itu dengan hebatnya.
Terjadilah serang-menyerang dan tangkis-menangkis diantara dua orang ini, dan Kim-sin San-jin yang merasa lebih tua, menghadapi gadis itu dengan tangan kosong, mengandalkan kedua jubahnya yang gerombyongan dan juga kedua tangannya yang bersembunyi di balik lengan jubah yang lebar itu. Seperti tadi yang dijanjikannya, dalam gebrakan-gebrakan pertama ini Kim-sin San-jin berlaku ringan sela-ma sepuluh jurus dan setelah itu tosu ini bersikap keras.
Ang I Tojin dan Yang lh Tojin yang merupakan murid-murid paling tinggi tingkatnya, sudah membuka mata. Dua orang ini yang memiliki kepandaian jauh di atas para sute-sute yang lain, dapat menyelamatkan diri dari pukulan lweekang yang membalik tadi. Pada saat suara ketawa yang amat dahsyat itu berhenti secara tiba-tiba, dua orang inipun hampir saja mengalami celaka. Lweekang yang sudah mereka dorong ke bagian dada untuk melindungi jantung pada saat mereka diserang oleh suara gembong iblis itu, mendadak membalik seperti sebuah pegas ketika secara tiba-tiba ketawa itu lenyap. Dan hanya dengan cara mengempos semangat dan cepat membuka mulut untuk mengeluarkan hawa lweekang sajalah dua orang tosu ini selamat dari kematian. Sedikit saja terlambat, tentu nyawa mereka telah meninggalkan tubuh.
Maka, ketika mereka melihat betapa suhu mereka telah bertanding dengan gadis iblis itu, dua orang tosu ini melompat berdiri dengan sikap beringas. Gara-gara gadis inilah maka Kong-thong-pai harus menerima nasib buruk. Dan mereka harus membalas sakit hati ini. Yang Ih Tojin berteriak parau dan hendak menyerang, akan tetapi Kim-sin San-jin membentaknya.
"Jangan maju! Biarkan pinto melayaninya! Kalian tolong saudara-saudara yang lain dan kepung iblis hitam di muka pintu itu!"
Teriakan ini menyadarkan dua orang tosu itu bahwa selain gadis ini, di luar masih terdapat orang lain! Ang I Tojin dan sutenya cepat menengok dan betul saja, laki-laki hitam yang disebut Hek-mo-ko oleh suhu mereka tadi kini telah melangkah masuk dengan tindakan lebar. Dua orang tosu ini meloncat dan menolong sute-sute mereka yang roboh bergelimpangan, dan setelah itu Ang I Tojin dan sute-sutenya menerjang Hek-mo-ko yang memasuki bangsal agung ini.
"Hehh, kalian kambing-kambing dungu berani menyerangku?" Hek-mo-ko berseru mengejek. "Kalau begitu, kalian berarti mencari mati. Kim-sin San-jin, saksikanlah roh-roh muridmu ini terbang ke alam baka, ha ha-ha-hahh!"
Iblis hitam itu tertawa menyeramkan dan tiba-tiba berkelebat ke depan. Cepat bukan main gerakan laki-laki ini dan Ang I Tojin yang menerjang paling muka, terkejut melihat lawannya lenyap. Dan baru dia kaget ketika Hek-mo-ko tertawa-tawa sambil menangkap dua orang sutenya dengan cengkeraman maut di belakang tubuhnya.
Ang I Tojin membalik dan memukul untuk menolong dua orang sutenya dari bahaya, akan tetapi pertolongannya datang terlambat. Hek-mo-ko yang berhasil menangkap dua orang tosu Kong-thong-pai ini, sambil tertawa-tawa sudah mencengkeram tengkuk mereka dan sekali tangan setan hitam ini bergerak, dua buah kepala telah saling beradu.
"Prokkk!" Dua orang tosu Kong-thong-pai itu berteriak ngeri dan kepala mereka pecah, otak dan darah berhamburan dari tulang tengkorak yang hancur itu. Tentu saja Ang I Tojin marah sekali dan bersama Yang Ih Tojin yang mendelik penuh kebencian terhadap laki-laki hitam itu, mereka menyerbu dengan pedang di tangan! Tosu-tosu lain yang merasa marah melihat kekejaman Hek mo-ko yang telah membasahi lantai bangsal agung dengan darah saudara mereka, meluruk ke depan dan mengeroyok si iblis hitam sambil berteriak-teriak marah!
Terjadilah pertandingan di dua tempat. Satu adalah sang ketua sendiri melawan murid Cheng-gan Sian-jin, sedang yang ke dua adalah pertempuran tidak seimbang antara Hek-mo-ko dengan anak-anak murid Kong-thong-pai. Dikatakan tidak seimbang karena disini Hek-mo-ko yang berkepandaian jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tosu-tosu itu jelas mempermainkan lawan-lawannya. Hanya Ang I Tojin serta Yang Ih Tojin saja yang dipandang oleh setan hitam ini. Yang lain-lain dianggapnya seperti rumput belaka.
Hari itu partai besar ini mengalami hal yang amat mengenaskan sekali. Kim sin San jin sendiri terpukul batinnya. Dia dapat melihat betapa anak-anak muridnya dibuat bulan-bulanan oleh Hek-mo-ko dan satu demi satu mereka itu roboh binasa. Kakek ini marah bukan main dan ia mulai memaki-maki Cheng-gan Sian-jin yang masih nongkrong di atas tiang sambil tertawa-tawa melihat Hek-mo-ko membunuh-bunuhi murid-murid Kong-thong-pai.
Ketua Kong-thong-pai ini diam-diam berharap agar gembong iblis itu turun. Kalau hal ini terjadi, dia telah bertekad untuk mati bersama-sama dengan manusia iblis itu. Dia tahu bahwa agaknya dia sudah tidak ada harapan lagi. Dan sama sekali tidak diduganya bahwa di samping Cheng-gan Sian-jin, masih terdapat pula Hek-mo-ko yang agaknya menjadi pembantu datuk sesat itu. Inilah kejadian di luar perhitungan, akan tetapi yang sebenarnya bagus pula untuk melaksanakan niatnya, yaitu membunuh musuh-musuhnya ini dengan bantuan jebakan maut di bangsal agung ini.
Yang diam-diam amat diherankan oleh Kim-sin San-jin adalah kapan beradanya Cheng-gan Sian-jin di atas tiang melintang itu. Kakek ini tidak tahu bahwa tadi, ketika Lie Lan mem-pengaruhi murid-murid Kong-thong-pai dengan Sin-gan-i-hun-to dan dia sendiri membentak gadis itu untuk diam, pada saat itulah Cheng-gan Sian-jin bergerak. Kakek berambut kemerahan ini dengan kepandaiannya yang luar biasa telah berkelebat dari pilar besar untuk berpindah ke atas tiang melintang itu. Karena semua orang sedang dipengaruhi Sin-gan-i-hun-to, maka tentu saja kakek ini dapat bergerak lebih leluasa dan terhindar dari perhatian ketua Kong-thong-pai.
Dan Cheng-gan Sian-jin sendiri sebetulnya sudah tahu bahwa ketua Kong-thong-pai itu agak-nya telah mencium kehadirannya. Oleh sebab itu, untuk menjaga murid perempuannya dari bahaya, maka gembong iblis ini lalu maju mendekati dengan jalan melayang di atas tiang di dekat dua orang itu.
Demikianlah, dengan siasatnya yang cerdik, kakek tinggi besar berambut kemerahan ini dapat mengawasi semua gerak-gerik Kim-sin San-jin dari dekat. Tentu saja Kim-sin San-jin mendongkol amat marah sekali, namun rangsekan-rangsekan Tok-sim Sianli membuatnya tidak berani membagi perhatian.
Ternyata, setelah dia sendiri bertanding dengan gadis itu, diam-diam hati kakek ini terkejut. Murid Cheng-gan Sian-jin ini benar-benar hebat sekali kepandaiannya, tidak di bawah tingkatannya sendiri! Baik dalam hal ginkang maupun lweekang, gadis itu benar-benar mengejutkan. Kecepatan ginkangnya luar biasa, gerakannya seperti burung walet menyambar, dan pukulan lweekangnya juga betul-betul hebat.
Satu kali, kebutan bendera menyambar dadanya dan tiba-tiba dengan gerakan licik gagang bendera di tangan gadis itu melakukan "sontekan" cepat ke arah matanya. Serangan ini hebat dan tak tersangka-sangka karena tertutup oleh kain bendera, dan kalau saja kakek itu tidak awas, tentu matanya akan tercokel oleh sontekan maut ini. Kim-sin San-jin mendengus dan menyampok dengan lengan bajunya yang lebar, dan secepat kilat kaki ketua Kong-thong pai ini menendang pusar lawan.
"Wuttt-dukk!"
Gadis itu terkekeh dan Kim-sin San-jin terkejut. Tendangan ke pusar lawan disambut oleh lutut gadis itu dan tiba-tiba Lie Lan menampar dengan tangan kirinya yang penuh racun darah! Angin panas menyambar dan hidung kakek ini mencium bau amis. Kim-sin San-jin yang sudah meledak kemarahannya, melakukan gerakan cepat. Melihat serangan Tok-hiat-jiu yang telah merobohkan dua orang muridnya ini membuat kakek itu menjadi panas. Tangan kanannya diangkat dan didorongkan ke depan dan angin tajam bersiut menyambut telapak tangan kiri gadis itu.
Inilah pukulan Tong-san-ciang yang dilancarkan oleh Kim-sin San-jin. Kehebatannya jauh melampaui Tong san-ciang yang dikeluarkan oleh Pek Bin Tojin ataupun anak murid lainnya. Dari lengan kakek ini keluar angin dahsyat dan Lie Lan terkejut melihat hebatnya hawa pukulan ketua Kong-thong-pai itu.
“Plakk....!" Kedua tangan mereka bertemu dan sejenak tosu itu menyeringai. Kim sin San-jin merasakan betapa hawa panas dan gatal memasuki telapak tangannya tanda bahwa pukulan lawan mengandung racun. Akan tetapi karena kakek ini memang telah bertekad untuk segera menyelesaikan pertempuran maka dia tidak memperdulikan rasa gatal panas ini dan langsung menangkap jari-jari tangan gadis itu dan meremas sekuat tenaga!
"ihhh.....!” Lie Lan berseru kaget dan gadis ini merasa betapa tangan kirinya yang digenggam oleh tangan kanan kakek itu seperti digencet oleh tenaga raksasa. Dia meronta akan tetapi Kim-sin Sian-jin mempertahankan. Beberapa detik mereka bersitegang akan tetapi Lie Lan yang maklum bahwa kakek itu agaknya hendak meremas hancur tangan kirinya, terpaksa berlaku nekat juga dan gadis ini mengerahkan tenaga Tok-hiat-jiu semakin hebat sehingga seluruh lengan kirinya berwarna merah berkilauan seperti darah. Tidak berhenti sampai di situ saja, gadis ini telah menggerakkan benderanya menghantam muka ketua Kong-thong-pai itu.
"Whirrrr-bretttt...!"
Kim-sin San-jin menggerakkan tangan kirinya dan bendera itupun ditangkapnya! Tosu ini tersenyum mengejek dan jari-jari tangan kirinya merayap seperti ular dengan gerakan cepat dan diapun telah menangkap tangan kanan gadis itu! Kini, kedua tangan mereka telah saling tangkap dan masing-masing mengerahkan tenaga untuk saling menghancurkan tangan lawan.
Terjadilah adu tenaga lweekang diantara dua orang ini dan sebentar saja gadis itu telah berkeringat dengan wajah pucat. Tok-hiat-jiu memang berhasil mempengaruhi kakek itu, akan tetapi gencetan yang penuh tenaga sakti dari ketua Kong-thong-pai inipun sebaliknya juga mempengaruhi keadaan murid Cheng-gan Sian-jin ini.
Dan dari adu tenaga lweekang ini, sedikit demi sedikit Lie Lan harus mengakui keunggulan lawan. Tenaga sakti kakek itu hebat sekali. Tangannya yang dicengkeram oleh Kim-sin San-jin serasa remuk seperti digencet seekor gajah. Racun Tok-hiat-jiu ysng menjalar sampai di pergelangan tangan tosu itu, kini perlahan-lahan turun kembali dan ada kemungkinan untuk memukul gadis itu sendiri. Kalau hal ini terjadi, tentu saja nyawa gadis itu berada di ambang pintu kematian, apalagi tenaga Kim-sin San-jin akan merupakan pendorong paling cepat untuk segera membalikkan racun darah itu ke tubuh gadis ini!
Sejenak wajah Lie Lan menjadi pucat dan hampir dia berteriak minta tolong suhunya. Akan tetapi gadis ini segera teringat kepada kakinya dan secepat kilat iapun lalu menotok lutut tosu itu dengan ujung sepatunya. Akan tetapi, sungguh sial Kim-sin San-jin yang banyak pengalaman itu kiranya telah mendahuluinya.
Berbeda dengan lawan yang mulai diliputi kecemasan sehingga pikirannya menjadi kacau, adalah kakek ini dapat bersikap tenang dan pikirannya bekerja tepat. Sebelum gadis itu mengangkat kakinya, Kim-sin San-jin telah mendahului menotok lutut lawannya dengan gerakan cepat!
"Cett... auhhh!" Kim-sin San-jin berteriak kesakitan dan tendangan kakinya gagal. Kiranya Cheng-gan Sian-jin yang melakukan kecurangan itu! Kakek ini tadi telah menyambitkan sekeping kayu kecil ke kaki ketua Kong-thong-pai itu dan menggagalkan serangannya terhadap Lie Lan. Tentu saja Kim-sin San-jin marah bukan main, akan tetapi pada saat itu, Lie Lan yang melihat kesempatan bagus, tidak mau menyia-nyiakannya.
"Tosu bau, robohlah....!" Gadis ini berteriak dan kakinya bergerak. Terdengar suara "tukk!" dan kaki ketua Kong-thong-pai itu menjadi lemas dan tanpa dapat ditahan lagi, Kim-sin San jin roboh berlutut!
Hebat kejadian ini, namun lebih hebat lagi perbuatan kakek itu. Begitu tubuhnya jatuh berlutut, ketua Kong-thong-pai ini menggereng seperti harimau lapar dan secepat kilat bergulingan menjauhkan diri. Kakinya yang sebelah masih tertotok lemas akan tetapi begitu dia telah menjauhkan diri dari lawan, ketua Kong-thong-pai ini menggerakkan jarinya dan menyembuhkan akibat totokan tadi. Kemudian, sekali kedua tangannya menekan lantai, Kim-sin San-jin telah melompat bangun dan sebatang pedang kekuningan telah berdesing di tangan kakek ini!
"Cheng-gan Sian-jin, majulah! Jangan berlaku curang....!" Kim-sin San-jin membentak penuh kemarahan dan mendelik ke arah gembong iblis yang masih tertawa-tawa di atas tiang melintang itu. Pedang di tangannya menggigil dan sepasang mata ketua Kong-thong-pai ini berapi-api. Ingin dia melihat Cheng-gan Sian-jin turun menginjakkan kakinya di lantai, namun betapa gemas hatinya karena kakek iblis itu hanya tertawa-tawa mengejek di atas tiang.
Kalau Cheng-gan Sian jin tidak turun, tentu saja sukar baginya untuk menjebak kakek itu. Lie Lan yang melihat lawannya telah memegang sebatang pedang, melengking nyaring dan tiba-tiba meloncat kedepan menerjang Ki-sin San-jin. "Tosu bau, bagus bahwa kau sekarang memegang senjata. Hayo kita lanjutkan permainan kita!"
Kim-sin San-jin yang sudah marah ini tidak mau banyak cakap lagi. Melihat gadis itu kembali menyerangnya, kakek yang gagah perkasa ini mengeluarkan bentakan dan tiba-tiba pedangnya membentuk coretan-coretan segi empat di udara. Gadis itu terkejut ketika mendengar suara mendengung tajam dan tiba-tiba pedang ditangan Kim-sin San-jin mengeluarkan sinar berkilau terang dan pecah menjadi empat mata pedang yang secara susu menyusul melakukan gerakan memotong ketubuhnya!
" Trang-trangg...!"
Pertemuan pedang dengan gagang bendera menimbulkan bunga api indah di udara dan tiba-tiba Lie Lan berseru kaget. Pedang ditangan ketua Kong-thong-pai itu secara lua biasa mendadak menggeser di gagang pedangnya dan secepat kilat telah mengancam jari-jari tangannya! Tentu saja Lie Lan terkejut melihat kecepatan pedang ditangan ketua Kong-thong-pai ini dan karena dia tidak sempat melompat mundur, gadis ini tiba-tiba melemparkan bendera ditangan kanannya ke tangan kiri dan tubuhnya mendoyong ke samping. Dan pada saat itulah Kim-sin San-jin mengeluarkan suara dari hidung dan pedang yang tadi siap membabat jari-jari lawan tiba-tiba menyeleweng arahnya dan membacok leher gadis itu yang sedang mendoyongkan tubuh!
Perubahan ini amat cepat dan luar biasa sekali, di luar dugaan orang. Kiranya Kim-sin San-jin telah mengeluarkan sebuah tipu yang amat lihai, yaitu dengan serangan pancingan ke jari-jari lawannya padahal sebenarnya pedang itu berputar memancung leher. Inilah gerak tipu yang disebut Memenggal Kepala Iblis Betina, sebuah serangan maut yang jarang ada tandingannya!
"Aiiihhhhhhhh...!" Lie Lan berteriak ngeri dan Cheng-gan Sianjin yang tadi tertawa-tawa di atas tiang, menghentikan tawanya dan terkejut setengah mati melihat bahaya maut mengancam muridnya. Sama sekali dia tidak mengira bahwa ketua kong-thong-pai ini agaknya telah menciptakan sebuah ilmu pedang yang hebat luar biasa.
"Lontarkan bendera dan banting tubuh...!" Cheng-gan Sian-jin berteriak dan tubuhnya melayang ke bawah dengan kecepatan kilat. Kakek ini menghantam kepala Kim-sin San-jin dari belakang dengan telapak tangan terbuka.
Hebat sekali apa yang terjadi dalam gebrakan-gebrakan yang amat cepat ini. Lie Lan telah melontarkan bendera keramatnya untuk menangkis sambaran kilat pedang tosu itu dan membanting tubuh ke bawah, sedangkan Cheng-gan Sian-jin membokong Kim-sin San-jin dari belakang dengan pukulan sinkangnya.
"Brett-plakk!"
Dua suara ini terdengar hampir berbareng dan ketua Kong-thong-pai itu mengeluh tertahan. Lie Lan masih kurang cepat membanting tubuh dan bendera yang dilontarkanpun ternyata tidak banyak menolongnya. Kecepatan jurus maut tadi memang amat luar biasa dan bendera gadis itu terbacok putus, sedangkan pedang terus meluncur ke arah lehernya. Hanya berkat bantingan tubuh sajalah yang membuat lehernya selamat dan masih utuh, akan tetapi tidak semuanya. Leher bajunya masih sempat dicium pedang Kim-sin San-jin dan menggores kulit sehingga berdarah, sedangkan ketua Kong-thong-pai sendiri yang dibokong oleh Cheng-gan Sian-jin dari belakang, juga merasakan akibatnya.
Punggung kakek itu terhantam telapak tangan Cheng-gan Sian-jin dan ketua Kong thong-pai ini terlempar tubuhnya sambil muntahkan darah segar! Untung tadi Kim-sin San-jin cepat menundukkan kepalanya, kalau tidak, bukannya punggungnya yang kena pukulan, melainkan batok kepalanya yang tentu akan hancur berantakan tersentuh telapak tangan datuk sesat itu!
Cheng-gan Sian jin yang marah menyaksikan betapa muridnya hampir saja celaka di tangan ketua Kong-thong-pai itu, mengeluarkan pekik menyeramkan dan melompat mengejar Kim-sin San-jin yang sudah terluka. Namun tosu itu ternyata tidak percuma menjadi ketua Kong-thong-pai. Pukulan Cheng-gan Sian-jin dihindarkan dengan jalan bergulingan kesana-sini dan kakek tinggi besar itu menyerang bertubi-tubi tanpa memberi kesempatan lawan untuk melompat bangun.
"Murid-murid Kong-thong-pai, keluar...!!" Tiba-tiba Kim-sin San-jin berteriak keras dan ketika Cheng-gan Sian-jin memukulnya, kakek ini menggelinding ke sebuah pot bunga. Tangannya bergerak cepat menyambar benda itu dan memutarnya sekali lalu menyendal dan terdengarlah ledakan yang amat dahsyat di ruangan bangsal agung ini.
"Blarrrr...!"
Bumi seperti dilanda gempa dan tiba-tiba lantai ruangan itu terbuka lebar merupakan lubang sumur yang besar dan dalam! Belum lagi peristiwa ini berhenti, mendadak terdengar suara bergemuruh dan tiba-tiba saja bangsal agung itu ambruk dengan amat hebatnya.
Tentu saja hal ini amat menggemparkan semua orang. Teriakan-teriakan ngeri terdengar di sana-sini dan anak-anak murid Kong thong-pai yang tidak sempat melompat keluar, terjungkal dalam sumur maut itu dan kalau toh mereka sempat melompat ke pinggir, tosu-tosu ini tidak dapat mengelak dari ambruknya gedung bangsal agung.
Akibatnya, tosu-tosu Kong-thong-pai ini mengalami nasib yang mengenaskan sekali. Yang jatuh terjungkal di dalam sumur maut terbanting hancur di dasar sumur yang berlantai batu dan amat dalam, sedangkan yang tertimpa ambruknya bangunan juga tidak mengalami nasib yang lebih baik dari yang tewas di sumur maut. Kepala dan tubuh mereka terhantam balok-balok besar atau reruntuhan dinding batu dan tosu-tosu ini terpelanting dengan kepala pecah. Kim-sin San-jin sendiri yang menggerakkan jebakan maut ini, terjungkal ke dalam sumur yang amat dalam itu dan sudah tidak ingat apa-apa lagi.
Cheng-gan Sian-jin bersama muridnya juga tidak terluput dari kejadian yang di luar dugaan ini. Begitu pula halnya Hek-mo-ko. Tiga orang ini sama sekali tidak mengira seujung rambutpun bahwa Kim-sin San-jin, seorang ketua partai persilatan yang besar dan ternama itu ternyata memiliki "kecurangan" semacam ini yang biasanya hanya dilakukan oleh orang-orang golongan sesat saja!
Kakek tinggi besar berambut kemerahan itu telah terperosok ke dalam lubang sumur, akan tetapi gembong iblis ini memang benar-benar hebat sekali. Begitu merasa tubuhnya terjeblos, Cheng-gan Sian-jin menjejak dinding sumur sekuatnya sehingga tubuhnya membal seperti bola dan sambil mengeluarkan teriakan mengguntur, tokoh sesat ini berjungkir balik di udara dan selamat keluar dari sumur maut!
Akan tetapi celakanya, baru saja dia berhasil meloloskan diri dari sumur itu, gedung bangsal agung yang ambruk tiba-tiba menimpa tubuhnya dari atas! Reruntuhan gedung mengebulkan debu tebal dan kakek ini tidak dapat melihat ke depan dengan jelas. Tiang melintang yang tadi didudukinya, tiba-tiba patah ke bawah dan menghantam kepalanya. Terdengar suara "bluk!" dan kakek tinggi besar ini menggeram. Kepalanya terpukul balok sebesar kepala orang, akan tetapi karena dia sebelumnya telah mengerahkan lweekang melindungi tubuh untuk menjaga segala kemungkinan, maka hantaman itu tidak melukainya hanya mengejutkannya saja.
Kakek yang marah ini menggerakkan lengannya dan sekali tampar, balok itu hancur berkeping-keping! Cheng-gan Sian-jin lalu mengeluarkan pekik menggeledek dan tubuhnya mencelat ke atas, menyalurkan hawa lweekang terutama ke arah kepalanya. Hebat perbuatannya ini, tubuhnya terbang ke atas menerjang rumah yang ambruk itu dan kepalanya membentur-bentur bermacam benda. Batu-kayu-genteng dan lain-lain benda bertemu dengan kepala kakek tinggi besar itu dan semuanya terpental berhamburan dan akhirnya kakek ini muncul di atas runtuhan gedung dengan muka penuh debu!
"Suhu, tolong....!"
Cheng-gan Sian-jin menoleh dan kakek ini terbelalak, kira-kira lima tombak jauhnya, tampak Lie Lan di antara tumpukan puing-puing rumah, terpendam sebatas leher! Kakek itu melompat dekat dan sekali tarik, tubuh muridnya terbetot keluar dengan selamat. Sejenak guru dan murid ini saling pandang, dan akhirnya Cheng gan Sian-jin tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, sungguh lucu permainan Kim-sin San-jin ini. Tua bangka itu agaknya mengira bahwa kita pasti mampus dalam jebakannya, tidak tahunya kita masih hidup dengan selamat! Ha-ha-ha, tosu bau, perbuatanmu ini bahkan mencelakakan murid-muridmu sendiri dan permainanmu ini hanya bisa dilaksanakan untuk menjebak tikus dan binatang hutan!"
Cheng-gan San-jin tertawa bergelak sampai perutnya berguncang, akan tetapi gadis itu tidak dapat meniru suhunya. Wajahnya masih pucat dan diam-diam ia bergidik ngeri. Teringat olehnya tadi betapa pedang ketua Kong-thong-pai itu hampir saja membabat putus lehernya, dan kalau hal itu terjadi, tentu dia hanya tinggal sebagai mayat yang tiada guna!
Tiba-tiba Lie Lan memandang ke sebelah kanan. Gadis ini melihat betapa tumpukan puing di tempat itu bergerak-gerak aneh. Tentu saja penglihatan ini mengejutkan hatinya dan gadis itu bersiap dengan muka ngeri. Jangan-jangan roh tosu-tosu Kong-thong-pai yang gentayangan untuk membalas dendam! Kalau hal ini terjadi, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Bagaimana mungkin melawan arwah penasaran?
"Suhu, lihat itu..." gadis ini berbisik dan Cheng-gan Sian-jin menghentikan tawanya.
Mereka berdua melihat betapa timbunan tanah itu bergerak semakin keras dan tiba-tiba muncul dua buah tangan berkulit hitam.
"Hek-mo-ko...!" Cheng-gan Sian-jin berseru dan benar saja, setelah kedua tangan itu muncul dan menggapai-gapai di udara, menyusullah sebuah kepala yang aneh warnanya seperti kepala setan.
Kiranya itu adalah kepala Hek-mo-ko yang kotor terkena timbunan puing rumah dan coreng-moreng tidak karuan, dan setelah kepala itu nongol sebatas leher, Lie Lan menjadi tenang lagi dari ketegangannya.
"Mo-ko, hayo lompat, ha-ha-ha, kau persis iblis yang bangkit dari kubur!" Cheng-gan Sian-jin tertawa geli dan melihat betapa dengan susah payah iblis hitam itu menggerakkan tubuhnya membebaskan diri dari timbunan gedung.
Hek-mo-ko akhirnya berhasil meloloskan diri dan iblis hitam ini mengumpat caci dengan kata-kata kotor. "Keparat, anjing hina-dina tua bangka jahanam itu! Kalau aku tadi tewas, tentu kukejar rohnya dan kucabik-cabik hatinya yang busuk melebihi tahi kerbau itu!"
“Ha-ha-ha, kau miring otakmu, Mo-ko. Mana ada roh punya hati? Jangan-jangan hatimu nanti malam yang akan diganyang oleh ketua Kong-thong-pai itu!" Cneng-gan Sian-jin berkata dengan muka geli dan mengejek setan hitam itu.
Hek-mo-ko tidak menjawab dan Lie Lan yaag melihat keadaan laki-laki ini, mau tak mau juga ikut tertawa geli. Cheng-gan Sian-jin yang merasa puas dengan pekerjaannya yang pertama ini, lalu mengajak dua orang itu untuk melanjutkan pekerjaan mereka yang kedua, yakni membuat kegemparan di Go-bi-pai! Seperti pula halnya di Kong-thong-pai, Cheng-gan Sian-jin bersama Hek-mo-ko menyembunyikan diri dan menyuruh gadis cantik itu maju duluan. Gembong iblis ini memang sengaja hendak memperkenalkan murid perempuannya itu pada dunia, dan baru jika muridnya itu mengalami kesukaran, barulah dia sendiri muncul.
Tentu saja sepak terjang murid Cheng-gan Sian-jin ini menggegerkan dunia kang-ouw dan sebentar saja, gadis itu telah mendapatkan dua nama julukan. Di dunia pendekar dia disebut Tok-sim Sianli sedangkan di dunia hitam dia bahkan dijuluki Cu-sim Sianli. Dua nama julukan yang amat kontras menempel dalam diri gadis itu.
Leng Kong Hosiang, hwesio ketua Go-bi-pai yang amat sabar dan rendah hati, roboh di tangan Tok-sim Sianli yang secara diam-diam dibantu gurunya dari tempat persembunyiannya. Hwesio itu tidak tewas, akan tetapi mengalami luka-luka yang cukup parah dan kedua kakinya remuk! Dan seperti juga ketika meninggalkan Kong-thong-pai, gadis ini menancapkan sebuah bendera keramat bergambar naga bermata hijau. Itulah Bendera Iblis, tanda pengenal yang dimiliki Cheng-gan Sian-jin si pentolan hitam!
Kegemparan demi kegemparan dilakukan gadis ini atas perintah gurunya, dan sebentar saja nama Tok-sim Sianli amat dikenal orang. Apalagi ketika orang tahu bahwa gadis itu adalah murid Cheng-gan Sian-jin si datuk iblis yang sekarang bahkan menjabat sebagai koksu di Kerajaan Wu! Golongan pendekar benar-benar dicekam kegelisahan hebat dengan munculnya dua orang manusia jahat ini dan diam-diam diantara mereka terjadi isyarat rahasia untuk mencari jalan bagaimana mereka dapat mengenyahkan dua orang itu.
Suatu hal yang amat sulit, bahkan agaknya tidak mungkin dilakukan. Dahulu, pada tigapuluh tahun yang lampau saja tidak ada seorang ketua partai manapun yang mampu merobohkan Cheng gan Sian-jin. Padahal pada waktu itu manusia iblis itu bisa dibilang hidup sendiri, tidak terlindung oleh pasukan kerajaan seperti sekarang ini! Bagaimana mereka bisa memenuhi maksud mereka itu?
Tiba-tiba mereka teringat kepada Yap-goanswe, itu bekas jenderal muda dari Kerajaan Yueh yang gagah perkasa dan memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi betapa kagetnya hati para pendekar ini ketika mendengar berita bahwa pemuda itu telah ditawan Cheng-gan Sian-jin! Kalau sudah begini, siapa lagi yang akan maju? Dan pada saat mereka kebingungan inilah muncul berita baru yang menggirangkan hati mereka, yaitu tentang munculnya Malaikat Gurun Neraka yang kini keluar dari tempat pertapaannya untuk menghadapi Cheng-gan Sian-jin dan membebaskan murid tunggalnya, Yap-goanswe yang gagah perkasa itu!
Demikianlah, dunia kang-ouw kembali mengalami ketegangan dan diam-diam mereka ini lalu satu-persatu secara menyamar pergi ke kota raja untuk menyaksikan terjadinya peristiwa yang tentu amat bersejarah itu, dan diam-diam orang-orang inipun juga bersiap-siap untuk menyingsingkan lengan membantu pendekar besar itu dari ancaman bahaya yang tentu dipasang oleh Cheng-gan Sian-jin si raja kaum sesat yang terkenal cerdik dan banyak akal itu.
Dan atas keberhasilannya dalam melakukan tugas yang diperintahkan gurunya, Lie Lan gadis cantik murid Cheng-gan Sian-jin ini lalu meminta semacam "balas jasa" dari gurunya, yakni untuk menangkapkan Yap-goanswe baginya. Itulah sebabnya mengapa Cheng-gan Sian-jin lalu mengajak Hek-mo-ko mencari jenderal muda yang gagah perkasa itu dan akhirnya berhasil menawan pemuda itu akibat kecurangan Hek-mo-ko seperti yang telah diceriterakan dalam jilid terdahulu.
* * * * * * * *
Pemuda itu mengeluh dan membuka mata. Mula-mula matanya silau ketika melihat sorot lampu yang terang-benderang di kamar besar itu. Pemuda ini tertegun dan mengingat-ingat bagaimana dia bisa tiba-tiba berada di tempat ini. Matanya berputar dan mendadak dia melompat bangun.
"Uhhh....!" Bu Kong berseru tertahan dan tubuhnya kembali roboh. Baru sekarang dia tahu bahwa tubuhnya diikat erat dengan dadung sebesar ibu jari tangan! Pemuda ini terkejut akan tetapi dia sama sekali tidak merasa cemas. Teringatlah dia sekarang akan semua yang telah terjadi. Mula-mula dia berada di tepi Laut Tunghai yang sedang bergemuruh dilanda badai, bersama Bwee Li, wanita cantik selir Yun Chang.
Di mana Bwee Li? Inilah pertanyaan pertama yang masuk di otaknya. Pemuda ini tidak memperdulikan diri sendiri dan yang digelisahkannya pada saat itu adalah Bwee Li, wanita malang yang terkena tipu muslihat musuh.
Sementara matanya meliar ke sekeliling kamar, tiba-tiba dari luar terdengar langkah kaki yang halus perlahan. Cepat dia memejamkan mata dan berpura-pura masih pingsan, akan tetapi pendengarannya dipasang tajam dan sedikit bulu matanya bergerak untuk melihat siapa pendatang ini. Pintu kamar besar itu terbuka dari luar dan tiga orang wanita berpakaian pelayan memasuki kamar ini. Mereka tertawa-tawa genit dan membawa penampan yang penuh makanan dan yang menyiarkan bau harum yang sedap.
"Hi-hi-hikk, siocia memang aneh wataknya. Ia menyuruh kita memasak Daging Naga Arak Merah! Bukankah hidangan begini biasanya baru dikeluarkan kalau ada pengantin baru? Aihh, agaknya siocia malam ini ingin berpengantin baru dengan Yap-goanswe, hi-hikkk! Sayang, kalau saja akupun diperkenankan siocia untuk melayani Yap-goanswe, ahhh, betapa menyenangkan!"
"Huhh, pelayan seperti kita ini mana bisa bersenang-senang dengan pemuda tampan gagah perkasa seperti Yap-goanswe itu? A-moi, jangan berangan-angan terlalu muluk, pasanganmu adalah tukang kebun di belakang. Hok Siu telah mengincarmu selama ini dan kaupun harus tahu diri, hi-hikk!"
"Cihh, siapa suka melayani Hok Siu? Mukanya penuh bopeng bekas dimakan cacar, kalau kau mau, A-liu, ambil saja dia dan gantikan aku nanti malam!"
Dua pelayan wanita ini saling berolok dan mereka tertawa-tawa genit dan Bu Kong yang mendengarkan kata-kata itu, menjadi merah mukanya karena jengah. Pelayan-pelayan wanita ini agaknya bukan pelayan-pelayan yang baik. Mereka lebih pantas disebut wanita-wanita yang cabul dan tidak tahu malu. Dan kalau pelayannya saja seperti ini macamnya, tentu "siocia" yang dibicarakan itu akan melebihi para pelayannya ini!
Diam-diam dalam hati pemuda itu timbul rasa tidak enak. Entah mengapa, terdapat firasat buruk di dalam hatinya, perasaan yang membuat pikirannya tiba-tiba gelisah tidak karuan. Pemuda ini mengerahkan lweekang untuk mematahkan belenggu, namun betapa kagetnya ketika dia mendapat kenyataan bahwa hawa sakti yang berpusat di pusarnya tidak dapat digerakkan, lumpuh akibat suatu totokan lihai! Tentu saja kenyataan ini membuatnya kecut dan terpaksa dia tidak berani banyak bergerak agar tidak meNARIK perhatian tiga orang pelayan wanita itu.
"A-moi, A-liu, tepat kalian keluar dan ambil Arak Sorga di dapur dalam !" tiba-tiba pelayan ketiga yang berpakaian kuning berkata kepada dua orang temannya. "Tinggalkan hidangan kalian di sini dan biar aku yang mengaturnya. Cepat, sebelum siocia datang."
"Hi-hi-hikk, A-cheng, kau agaknya ingin menikmati wajah ganteng Yap-goanswe seorang diri di sini, ya? Hemm, siapa tidak tahu akalmu ini? Dengan menyuruh kami berdua pergi, berarti kau mendapat kesempatan untuk mendekati pemuda itu dan siapa tahu kau dapat... hmm... hmm...dengannya...."
"A-moi, tutup mulutmu! Sekali lagi kau membuka mulut mengejek, jangan salahkan aku untuk menampar pecah mulutmu yang kurang ajar itu! Hayo kalian keluar dan ambil Arak Sorga sebelum siocia datang!" Pelayan ketiga yang dipanggil A-cheng ini membentak dengan pipi merah dan rupanya dia adalah pelayan kepala, buktinya A-moi dan A-liu tidak berani main-main dengan pelayan yang satu ini.
Dua orang pelayan itu bersungut-sungut dan mereka keluar kamar untuk memenuhi perintah pelayan kepala ini, A cheng berdiri dengan muka merah dan Bu Kong melihat betapa pelayan ini memiliki tubuh yang ramping menggiurkan. Karena pelayan ini membelakanginya, maka pemuda itu berani membuka mata lebih lebar dan pada saat itulah tiba-tiba A-cheng membalikkan tubuh ke arahnya.
"Yap goanswe, kalau kau sudah sadar, harap jangan berpura-pura lagi. Siocia telah mengetahui keadaanmu ini dan tidak perlu lagi kau menyembunyikan diri. Bersiaplah, sebentar lagi siocia datang mengunjungimu!"
Bukan main kagetnya pemuda ini mendengarkan kata-kata itu dan tanpa disadarinya lagi dia telah membelalakkan matanya. Bukan main! Siapakah pelayan wanita ini? Bagaimana bisa tahu bahwa dia sebenarnya sudah sadar kembali...?