Pendekar Gurun Neraka Jilid 02 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PENDEKAR GURUN NERAKA
JILID 02
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Pendekar Gurun Neraka Karya Batara
MAKA, ketika untuk ke sekian kalinya kembali dia disambar ombak yang bergulung-gulung seakan tiada habisnya karena mereka ini saling susul-menyusul dari belakang, pemuda itu mengeluarkan bentakan menggeledek.

"Haaaiiiitttt!!"

Tubuhnya melesat ke depan dengan sepuluh jari tangan terbuka. Hebat sikapnya ini, seperti sikap seekor rajawali jantan yang siap mencengkeram domba. Sepuluh jari-jari tangannya berkerotokan dan dari ujung jari-jari tangan ini meluncur ke luar sepuluh sinar kebiruan yang berkeredepan menyambar kedepan.

"Cus-cus-cus blar-blarr!"

Luar biasa sekali. Sepuluh cahaya berkeredepan yang meluncur dari ujung jari-jari tangan bekas jenderal muda itu tiba-tiba menyentuh sepuluh titik di permukaan laut, masing-masing mencuit tajam ke bawah dan terdengarlah suara seperti api yang disiram air dingin. Sepuluh tempat yang tersentuh sambaran sinar-sinar biru itu tiba-tiba mendidih dan berputaran cepat, membentuk pusaran air yang berbuih dalam beberapa detik lamanya. Kemudian, begitu pusaran-pusaran air ini lenyap, air laut di sepuluh tempat itu meledak seperti ditepuk telapak tangan raksasa!

Belum habis kejadian ini, Bwee Li yang sejak tadi menonton dengan hati tegang, mendadak melihat bayangan yang berkelebatan di atas permukaan laut. Wanita ini melihat betapa Yap-goanswe melengking nyaring dan tubuhnya meloncat-loncat dengan amat cepat dan ringannya di atas permukaan air, kaki tangannya bergerak-gerak cepat dengan kedua lengan terkembang, dari jauh seakan-akan merupakan sepasang sayap burung rajawali.

Dan yang membuat wanita ini sampai terbelalak penuh takjub adalah pemandangan yang amat luar biasa itu. la melihat betapa kini tubuh Yap-goanswe beterbangan di atas laut yang bergelombang, melompat-lompat dan selalu hinggap di puncak gelombang yang tertinggi, sedangkan kedua lengannya yang bergerak-gerak cepat seperti sepasang sayap burung besar itu mengibas dan menepuk bertubi-tubi ke bawah sehingga gelombang laut yang membuih ganas itu terpental dan muncrat-muncrat berhamburan!

"Oohhh....!" tak terasa lagi wanita cantik ini mengeluarkan seruan takjub, sepasang matanya ter belalak ke depan dengan air muka bengong. Belum pernah selama hidupnya ia menyaksikan hal semacam itu. Maka, tentu saja apa yang dilihatnya kini sungguh merupakan hal yang hampir tak masuk di akal. Betapa mungkin seorang manusia dapat beterbangan di atas permukaan laut tanpa memiliki sayap, hanya mengandalkan kedua lengan yang terkembang dan bergerak-gerak cepat seperti sayap tiruan?

Bwee Li tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan memang pemandangan itu terlalu hebat dan amat mencengangkan baginya. Ia tidak mengerti bahwa dengan ginkangnya yang tinggi, yang disebut Jouw-sang-hui-teng (Terbang Di Atas Rumput), sanggup membuat tubuh pemuda itu seringan kapas bobotnya. Sebetulnya ilmu ginkang yang luar biasa ini seharusnya dipakai di daratan.

Dalam melatih Jouw-sang-hui-teng, oleh gurunya pemuda ini diharuskan berloncatan di atas padang luas yang penuh ditumbuhi alang-alang tinggi. Dan di atas alang-alang inilah pemuda itu melatih diri. Hebatnya bukan kepalang karena setelah melalui latihan yang lama dan tekun, Bu Kong dapat berlari di atas padang rumput itu tanpa merobohkan rumput-rumput itu sendiri! Tubuhnya berkelebat di puncak alang-alang itu dengan amat cepatnya dan alang-alang itu sendiri hanya sedikit bergoyang seperti dihembus angin lalu.

Dan kini pemuda itu mempraktekkan latihannya di atas air laut dan hasilnya sungguh amat luar biasa dan mentakjubkan. Jouw-sang-hui-teng telah membuat tubuhnya seperti kapas yang amat ringan, dan gerakan kedua kakinya yang luar biasa cepatnya itu membuat tubuhnya tidak pernah berhenti bergerak, selalu berpindah-pindah dan melayang-layang di atas air laut yang sedang bergelombang seperti terbang!

Inilah yang membuat Bwee-Li terbelalak lebar. Bahkan, seandainya di situ terdapat manusia lain dari golongan awam, tentu orang itu akan menyangka bahwa yang beterbangan di atas permukaan laut itu bukanlah seorang manusia, melainkan seekor burung besar atau bahkan siluman laut yang muncul dari dasar samudera dan sedangmengamuk di situ!

Memang amat luar biasa dan mentakjubkan apa yang diperlihatkan oieh pemuda sakti itu, juga amat mengerikan karena dari tempat yang cukup jauh, Bwee Li masih dapat menangkap suara mencicit dan melihat sinar kebiruan yang meluncur dari ujung jari-jari tangan Bu Kong, melihat betapa setiap kali sinar-sinar itu menyambar ke bawah, air laut tampak meledak dan muncrat-muncrat berhamburan!

Itulah ilmu sakti Lui kong Ciang-hoat (Ilmu Silat Petir) yang sedang dilatih oleh pemuda ini. Dengan tenaga saktinya yang dinamakan Lui kong Sin-kang, pemuda ini membuat jari-jari tangannya penuh terisi hawa sakti yang seperti listrik dan setiap kali dikeluarkan, tampaklah cahaya kebiruan yang berkeredepan itu, persis sinar halilintar di celah mendung.

Saking bengong dan kagumnya, Bwee Li tidak merasa betapa di tempat itu terjadi perobahan. Wanita cantik ini tidak tahu betapa secara tiba-tiba, seperti munculnya iblis sendiri, di tempat itu muncul dua orang manusia yang amat mengerikan. Gerakan mereka ini tidak terdengar sama sekali dan tahu-tahu telah muncul begitu saja di dekat Bwee Li.

Yang pertama jelas adalah seorang laki-laki asing. Kulitnya putih dan tubuhnya tinggi besar, tampak kuat dan kokoh. Dia mengenakan pakaian longgar berwarna kuning, hidungnya mancung dan besar, agak bengkung ke bawah seperti kakatua. Dan yang amat menyeramkan dari orang asing ini adalah rambut dan matanya karena rambutnya berwarna kemerahan dan sepasang matanya biru kehijauan. Sungguh laki-laki asing yang amat mengerikan!

Dan temannya, orang kedua itu, warna kulitnya justeru berlawanan dengan orang pertama karena orang terakhir ini seluruh kulit tubuhnya berwarna hitam legam seperti arang, bahkan wajahnyapun juga hitam mengkilat seperti pantat kwali. Baru melihat orang sehitam ini saja telah sanggup membuat seseorang lari terbirit-birit karena menyangka bertemu setan, apalagi kalau melihat sepasang mata yang tampak menyolok putihnya itu di antara warna hitam, sepasang mata yang selalu mendelik seperti orang marah!

Maka, dapat dibayangkan betapa kagetnya Bwee Li ketika sekonyong-konyong ia mendengar suara ketawa bergelak yang amat menyeramkan di sebelah kirinya. Wanita ini cepat menoleh dan begitu melihat dua orang manusia luar biasa itu, Bwee Li terpekik kaget dengan wajah pucat. Sepasang mata Bwee Li terpaku dan jelas tampak betapa wanita cantik ini dicekam rasa kaget dan takut, karena dia menyangka bahwa ia bertemu dengan dua hantu Laut Tung-hai...!

Apa yang dialami Bwee Li agaknya dapat dimaklumi. Betapa tidak? Seluruh Lautan Tung-hai sedang bergolak. Dan di tempat itupun juga tidak ada seorang manusiapun yang masih tinggal. Semua penghuni-penghuni dusun telah lama menyelamatkan diri masing-masing, takut dicengkeram keganasan Laut Timur yang pada saat itu sedang marah besar. Maka, bertemu secara tiba-tiba dengan seorang berambut kemerahan dan bermata hijau yang bertubuh tinggi besar di tempat seperti itu saja sudah cukup membuat jantung Bwee Li seakan meloncat keluar. Apalagi masih ditambah dengan seorang manusia yang sehitam itu, mahluk yang agaknya lebih patut dianggap iblis hitam daripada seorang manusia!

Dan yang membuat Bwee Li menjadi lebih pucat lagi mukanya adalah suara ketawa itu. Jelas telinganya mendengar betapa salah seorang di antara dua mahluk ini sedang tertawa bergelak dengan suara parau seperti burung gagak, namun ia sama sekali tidak melihat salah satu di antara dua manusia iblis itu sedang tertawa. Mulut mereka tertutup rapat, sama sekali tidak terbuka untuk tertawa. Tentu saja kejadian ini membuat Bwee Li hampir pingsan dan wanita ini menjerit sambil memutar tubuhnya, berteriak minta tolong ke arah Yap-goanswe,

"Goanswe, tolong... ada setannn!"

Akan tetapi, belum jauh wanita ini berlari, tiba-tiba terdengar suara mendengus disusul bentakan, "Wanita sundal, robohlah....!" dan Bwee Li kembali menjerit ngeri karena tanpa diketahui sebab-sebabnya, mendadak tubuhnya menabrak suatu kekuatan yang tidak tampak dan terpelanting roboh!

Bwee Li mencoba melompat bangun dan hendak lari lagi, akan tetapi, seperti juga tadi, tanpa ia ketahui sebab-sebabnya tiba-tiba saja tubuhnya terpelanting jatuh. Tentu saja wanita ini menjadi ketakutan dan karena setiap kali berlari tentu terbanting roboh, akhirnya Bwee Li melengking ngeri dan roboh pingsan di atas tanah berpasir, roboh betul-betul tanpa sadarkan diri lagi!

Bu Kong yang sedang melatih diri di tengah-tengah laut tiba-tiba tersentak kaget ketika telinganya mendengar jeritan Bwee Li. Dia tadi sedang dilanda semangat yang berkobar sehingga membuatnya seakan lupa terhadap keadaan sekelilingnya. Maka, begitu mendengar lengking Bwee Li dari pantai daratan, dia menjadi terkejut sekali dan serentak menoleh dan menghentikan latihannya.

Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati pemuda ini ketika matanya yang tajam melihat munculnya dua orang manusia yang seperti hantu itu. Yang seorang memiliki rambut kemerahan sedangkan yang lain sehitam arang dan dari jauh tampak seperti setan penunggu laut. Hatinya tercekat dan tanpa membuang waktu lagi, Bu Kong mengeluarkan pekik panjang dan tubuhnya membalik, melenting dan berjungkir balik di atas permukaan gelombang lautan yang membuih, kembali menuju kepantai. Gerakannya hebat dan luar biasa sekali sehingga si mata hijau sampai berseru kagum.

"Hebat.. hebat..! Orang muda yang hebat..." dan sepasang mata yang kehijauan itu tiba-tiba mencorong lebih tajam dengan sinar aneh.

Tak lama kemudian, berhadapanlah tiga orang ini. Bu Kong meloncat dengan gerakan lincah dan ringan didepan dua orang manusia mengerikan itu, memandang penuh selidik tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Keadaan menjadi sunyi dan menegangkan. Dan dua orang pendatang baru itupun agaknya merupakan orang-orang aneh pula. Melihat betapa pemuda itu memandang mereka silih berganti dengan sinar mata tajam penuh selidik akan tetapi mulutnya tidak mengeluarkan teguran, dua orang inipun juga balas memandang dan mereka juga tidak balas menegur. Ketiga-tiganya hanya saling pandang dan si hitam arang tampak semakin mendelik, melotot dengan sepasang matanya yang besar membelalak!

Terjadilah suasana yang amat lucu di tempat itu.Tiga orang itu saling pandang dan agaknya saling taksir, persis seperti sikap pedagang kuda yang melihat dagangan bagus. Akhirnya, melihat betapa Bu Kong masih belum membuka mulut, si hitam arang yang tampaknya lebih berangasan daripada temannya si rambut merah, tiba-tiba memecahkan kesunyian itu dengan bentakan menggeledek,

"Heh, pemuda hidung belang! Apakah kini kau menjadi gagu dan tidak dapat bicara? Ataukah lidahmu telah dipotong sebagai hukuman oleh Raja Muda Yun Chang karena perjinaanmu dengan wanita sundal ini? Sungguh patut disayangkan, seorang jenderal muda yang gagah tampan dan terkenal di seluruh penjuru itu kiranya bukan lain adalah pemuda pemogoran, merupakan pagar makan tanaman karena telah melahap daun muda milik majikannya, ha-ha-ha!"

Si hitam legam tertawa bergelak dengan suara parau, akan tetapi hebatnya, ketika si hitam legam ini tertawa, mulutnya sama sekali tidak terbuka, hanya perutnya saja yang bergerak-gerak seakan-akan di dalam perut orang ini terdapat mahluk hidup yang hendak meronta-ronta keluar!

Berkilat sepasang mata pemuda itu mendengarkan kata-kata yang amat menusuk ini. Kiranya fitnah yang menimpa dirinya telah tersebar luas. Buktinya, orang yang sama sekali belum dikenalnya siapa ini ternyata telah mengetahui segala-galanya dan kini mengeluarkan kata-kata seperti itu. Namun, ketika dia melihat betapa si hitam arang ini tertawa tanpa membuka mulut melainkan mengerahkan hawa sakti dari dalam perutnya sehingga ketawa itu keluar dari perutnya yang bergerak-gerak penuh tenaga sakti, Bu Kong menjadi terkejut. Maklumlah dia bahwa dia sedang menghadapi orang-orang berilmu tinggi!

Sadar akan perkiraan ini, pemuda itu lalu menindas hawa marah yang sudah mulai membakar kepalanya dan dia bertanya, suaranya dingin seperti es di gunung salju, "Siapakah kalian? Ada apa datang ke sini? Secara kebetulan ataukah sengaja hendak membawa onar?" dan sepasang matanya yang mencorong seperti mata harimau muda itu menyambar berganti-ganti kearah duaorang itu.

Melihat ketenangan jenderal muda ini, hati si rambut kemerahan bermata hijau semakin kagum. Sebelum temannya menjawab, orang asing ini melangkah maju dan berkata, logatnya kaku namun kata-katanya mudah dimengerti, "Ha, Yap-goanswe benar-benar pemuda pilihan. Aku Cheng-gan Sian-jin benar-benar merasa kagum dan ingin berkenalan. Harap goanswe suka maafkan kekasaran Hek-mo-ko (Iblis Hitam) tadi karena dimanakah ada manusia yang tidak membuat kekeliruan?" dan dengan sikap ramah sambil tersenyum-senyum si mata hijau yang mengaku berjuluk Cheng-gan Sian-jin (Orang Suci Bermata hijau) ini lalu memberi hormat dengan tangan terkepal depan dada dan membungkuk.

Bu Kong terkejut bukan main. Sejenak matanya terbelalak lebar ketika orang asing ini memperkenalkan diri dengan nama Cheng-gan Sian-jin. Memang pernah dahulu gurunya menceritakan nama ini, nama dari seorang tokoh besar berdarah campuran antara Bangsa Arya dengan Bangsa Han. Tokoh ini pada tigapuluh tahun berselang sempat membuat bumi Tiongkok khususnya dunia kang-ouw terguncang hebat karena pada tigapuluhan tahun yang lampau Cheng-gan Sian-jin ini menantang dan menjatuhkan semua tokoh-tokoh sakti karena dia hendak menjadi seorang bengcu (pemimpin) di kalangan persilatan!

Menurut suhunya, kepandaian orang ini sungguh hebat dan tidak boleh dibuat main-main. Tiga puluh tahun berselang, Malaikat Gurun Takla yang pada waktu itu masih muda dan bernama Han Liong, menjadi penasaran dan marah melihat tingkah Cheng-gan Sian-jin yang menjatuhkan banyak tokoh atas dan yang dengan sikap congkak hendak menguasai semua orang-orang gagah di dunia kang-ouw.

Han Liong lalu bergegas menuju ke puncak Gunung Beng-san di mana pada waktu itu sedang terjadi pibu yang amat seru antara Cheng-gan Sian-jin ini dengan lawan-lawannya. Akan tetapi, ketika pemuda itu sampai di sana, ternyata tempat yang dijadikan arena pertandingan sudah bubar. Terdengar berita bahwa Cheng-gan Sian-jin dirobohkan oleh seorang yang tidak dikenal karena orang ini mengenakan kedok di mukanya.

Tentu saja berita ini amat hebat dan menggegerkan. Melihat betapa si sombong itu berhasil dirobohkan, orang-orang kang-ouw yang amat membenci peranakan Bangsa Arya ini lalu hendak membunuhnya. Akan tetapi terjadi hal yang aneh. Lawan Cheng gan Sian-jin yang mengenakan kedok itu tiba-tiba bertindak. Dengan suara halus tokoh misterius ini mencegah orang-orang itu membunuh Cheng-gan Sian-jin, lalu sebelum orang-orang lain itu berteriak memprotes, manusia berkedok itu mengempit tubuh Cheng-gan Sian-jin dan dalam beberapa kali lompatan saja, tubuhnya lenyap dari pandang mata!

Demikianlah yang terjadi pada tigapuluh tahun yang lampau. Kejadian ini pada waktu itu merupakan hal yang amat menghebohkan. Terutama sekali tentang si manusia sakti yang memakai kedok di mukanya itu. Orang ini menjadi bahan percakapan di kalangan tokoh-tokoh tua, bahkan guru Yap Bu Kong sendiri diam-diam menaruh heran dan menduga-duga, siapa gerangan tokoh sakti yang luar biasa itu. Namun, meskipun orang selalu mempercakapkan tokoh misterius itu, hingga sekarang tidak ada satu orangpun yang dapat mengenal orang sakti itu, tidak ada seorangpun di antara mereka yang mengenal ilmu silatnya, apalagi mengenal siapa adanya tokoh itu.

Dan bersamaan dengan robohnya Cheng-gan Sian-jin di Gunung Beng-san, orang tidak pernah lagi melihat munculnya tokoh sakti itu. Bahkan bersama lenyapnya misterius ini, Cheng-gan Sian-jin juga sudah tidak pernah tampak lagi di dunia kang-ouw. Orang tidak tahu apakah Cheng-gan Sian-jin dibunuh oleh lawannya ataukah tidak. Dan karena kejadian ini sudah amat lama, maka akhirnya orang melupakan peristiwa itu dan banyak di antara mereka menganggap bahwa Cheng-gan Sian-jin tentu sudah tewas.

Maka, dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Yap Bu Kong ketika mendengar bahwa orang bermata hijau berambut kemerahan itu mengaku sebagai Cheng-gan Sian-jin! Tentu saja jantungnya terguncang keras. Dia masih belum dapat menangkap apakah orang ini sebagai lawan ataukah sebagai kawan. Akan tetapi, melihat sikap temannya, perkiraannya lebih condong untuk menebak bahwa tokoh besar yang sudah lama dikabarkan mati itu tentu berada di pihak lawan. Dan kalau benar dugaannya ini, sungguh dia menghadapi ancaman berat!

Dugaannya agaknya menjadi kenyataan, yaitu dimulai dari penghormatan tokoh sakti itu. Begitu Cheng-gan Sian jin mengepal tangan di depan dada dan membungkuk dengan mulut tersenyum-senyum, tiba-tiba menyambar angin bersiutan dari orang sakti ini ke arah dadanya. Bu Kong menjadi marah dan cepat dia mengerahkan lweekangnya. Kedua tangannya diangkat seperti orang menyoja, akan tetapi dari kedua lengan pemuda ini keluar hawa yang amat kuat menyambut dorongan dari depan. Dua tenaga yang tidak kelihatan bertemu di tengah-tengah dan pemuda itu mengeluarkan seruan tertahan.

"Dukkk...!" tubuhnya mencelat ke belakang tiga langkah. Bukan main terkejutnya hati pemuda ini. Tadi dia merasakan betapa tenaga lweekangnya bertemu dengan benda selunak kapas dan sebelum dia hilang kagetnya karena tenaga lweekangnya tersedot oleh sinkang lawan yang mempergunakan tenaga lembek, tiba-tiba Cheng-gan Sian-jin tertawa dan membuka telapak tangannya dan otomatis tenaga lweekang pemuda itu di "retour" kembali dan memukul balik ke arah dirinya sendiri. Cepat Bu Kong mengeluarkan seruan pendek dan membanting tubuh, dan ketika pemuda ini melompat bangun, wajahnya menjadi merah dan sepasang matanya berapi-api.

"Hemm, beginikah cara orang berkenalan? Diam-diam melakukan pukulan secara curang tanpa memberi tahu? Cheng-gan Sian-jin, walaupun aku yang muda dan bodoh mungkin belum mampu menandingi kesaktianmu, namun jangan mengira bahwa aku gentar menghadapimu. Majulah, aku siap bertempur mati-matian melawan iblis macammu ini!" bentaknya keras.

Cheng-gan Sian-jin tertawa aneh dan sepasang matanya yang menyorot kehijauan itu tiba-tiba memancarkan sinar ganjil. Di dalam hatinya, diam-diam tokoh besar ini merasa kagum kepada pemuda itu. Tadi, dalam pertemuan tenaga sakti, dia mengerahkan tenaga tujuh bagian dan biasanya lawan yang paling tangguh sekalipun mencelat sedikitnya lima meter. Namun, pemuda itu hanya terdorong tiga langkah saja. Ini membuktikan bahwa nama besar pemuda itu memang bukan kosong belaka. Dan kalau pemuda ini saja telah memiliki kepandaian tinggi, tentu gurunya yang amat tersohor itupun merupakan manusia sakti yang pantas menjadi lawannya!

"Heh, Yap-goanswe, tidak perlu lagi kiranya aku berputar-putar dalam memberikan keterangan kepadamu mengapa aku datang ke sini. Ketahuilah, aku hendak menangkapmu untuk dihadapkan kepada yang mulia Sri Baginda Kung Cu Kwang! Nah, kalau engkau menurut secara baik-baik, aku akan memperlakukan dirimu dengan cukup hormat. Akan tetapi kalau kau kepala batu, aku akan menyeretmu sepanjang jalan sampai tiba di istana sri baginda. Ketahuilah, Kerajaan Yueh telah hancur dan raja mudamu, Yun Chang yang tidak becus memerintah itu telah tewas dalam peperangan melawan kami!"

Kata-kata yang diucapkan oleh Cheng-gan Sian-jin ini membuat wajah bekas jenderal muda itu berobah. Kaget bukan main hati pemuda ini dan kalau di saat itu ada petir yang meledak di dekat telinganya belum tentu dia akan sekaget seperti sekarang ini. Sungguh sama sekali tidak disangkanya bahwa kepergiannya yang baru beberapa minggu dari istana Yun Chang ternyata telah dipergunakan oleh Negara Wu untuk menyerbu dan menghancurkan Yueh. Dan kalau musuh menggunakan tenaga-tenaga seperti Cheng-gan Sian-jin ini, sungguh Kung Cu Kwang amat beruntung dan kedudukannya tentu saja menjadi bertambah kuat, seperti seekor harimau yang tumbuh sayap! Namun, wajahnya kembali menjadi seperti biasa ketika pemuda ini teringat betapa Yun Chang telah menghina dan memperlakukannya sewenang-wenang. Oleh sebab itu, pemuda ini lalu menjawab dengan suara dingin.

"Cheng-gan Sian-jin, antara aku dan Yueh telah tidak ada hubungan lagi. Agaknya tidak perlu kau membakar-bakar hatiku dengan memberitahukan berita ini. Begitu pula dengan Kung Cu Kwang, aku sudah tidak mempunyai urusan apa-apa lagi dengannya. Untuk apa kau hendak menangkapku ke sana? Aku tidak mempunyai urusan dengan segala macam kerajaan dan aku tidak akan mencampuri semua ambisi orang-orang besar! Kalau kau hendak menangkapku untuk pamrih pribadimu, cobalah kau lakukan kalau kau bisa. Nah, tidak perlu kita banyak bicara dan majulah!"

Pemuda itu lalu memasang kuda-kuda yang amat kuat dan gagah bentuknya, bhesi yang disebut Tai-peng-tiam-ci (Garuda Membuka Sayap), tubuhnya agak merendah ke bawah dan sepasang matanya memandang lawan dari bawah ke atas dengan kedua tangannya terkembung di kanan kiri tubuh dan dari kedua lengannya terdengar suara berkerotokan.

Hek-mo-ko menggereng seperti seekor bintang dan tubuhnya tiba-tiba meloncat ke depan, "Sian-jin, biarkan aku mencoba kepandaian pemuda hidung belang ini. Apakah ilmunya sehebat mulutnya, cuhhh...!" tiba-tiba saja manusia iblis itu meludah kedepan.

Bu Kong terkejut. Air ludah Hek-mo-ko bagaikan sebuah pelor saja, menyambar datang dengan kecepatan luar biasa. Tentu saja dia tidak sudi menerima serangan menjijikkan ini dan cepat mulutnya meniup ke depan.

"Wusssshhhhh!" Tiupan khikang dari Bu Kong melalui mulutnya ini hebat sekali. Air ludah kental yang tadi diletupkan oleh Hek-mo-ko tiba-tiba tertahan di udara dan sedetik kemudian membalik dan menyerang tuannya sendiri!

Tentu saja manusia iblis itu kaget. Dia memang sudah mendengar tentang kelihaian bekas jenderal muda ini, namun, melihat betapa pemuda itu masih muda sekali dan patut menjadi muridnya, maka Hek-mo-ko memandang rendah. Sama sekali tidak disangkanya bahwa pemuda itu ternyata memiliki khikang kuat sekali sehingga serangan air ludahnya yang menjijikkan itu kini terpukul balik ke arah keningnya.

"Setan...!" Hek-mo-ko mengumpat dan tangan kirinya bergerak dari samping. "Wuutttt... plakk!" ludah kental itu terdorong oleh hawa pukulannya dan akhirnya amblas ke dalam tanah.

Bu Kong tercekat. Dari demonstrasi manusia hitam ini saja sudah dapat diketahuinya bahwa Hek-mo-ko ternyata merupakan lawan yang berat juga. Dia belum pernah mendengar nama tokoh ini dan tadinya kurang menaruh perhatian. Akan tetapi, setelah dia melihat betapa kuat lweekang iblis hitam itu, maka dia berlaku waspada.

Hek-mo-ko yang marah karena serangan pertamanya dipukul balik itu sudah mengeluarkan suara seperti binatang buas. Tubuhnya tiba-tiba melompat seperti seekor harimau, yaitu melompat berikut kedua kaki dan tangannya mencengkeram ke depan. Dan ketika tubuh tokoh hitam ini menerjang, sama sekali tidak terdengar suara anginnya. Gerakannya tampak ringan dan kuat sekali, persis seperti tubrukan harimau tulen.

Pemuda ini yang sudah siap sejak tadi, cepat miringkan kepalanya ketika sambaran kedua tangan Hek-mo-ko mencoba untuk mencengkeram rambutnya. Tangan kirinya melakukan tangkisan keras dari luar sedangkan tangan kanannya dengan jari-jari terbuka membabat kedua kaki Hek-mo-ko dengan gerakan melingkar dan amat cepat. Dalam gebrakan ini, keduanya sama-sama sengaja untuk menguji tenaga lawan masing-masing untuk diukur sampai dimana tingkatnya. Dan akibatnya sungguh sama-sama mengejutkan. Tangkisan tangan kiri pemuda itu ke arah cengkeraman lengan Hek-mo-ko disusul babatan jari-jari tangannya yang terbuka ke arah sepasang kaki lawan bertemu dengan amat hebatnya.

"Duk-duk-plakkk!" empat kali berturut-turut kaki dan tangan mereka bertemu dan tubuh Hek-mo-ko yang dalam posisi meloncat itu terpental ke belakang sedangkan kuda-kuda Yap Bu Kong tergempur. Kedua kakinya terseret satu langkah ke belakang dan tanah tergurat sedalam tiga inci!

"Hayaa...!" Hek-mo-ko berteriak dan cepat berjungkir balik untuk mematahkan dorongan lawan, akan tetapi secepat kilat iblis hitam ini sudah membalik dan melancarkan serangan bertubi-tubi. Jari-jari tangannya membentuk cakar harimau dan mencakar semua bagian depan dari pemuda itu dan sepasang kakinya mencuat-cuat melakukan tendangan kilat dalam waktu yang tak terduga. Hebat dan buas sekali sepak terjang Hek-mo-ko ini, persis terjangan seekor harimau yang haus darah.

Melihat betapa lawannya mulai melakukan serangan bertubi-tubi, pemuda itu mengeluarkan pekik panjang dan tubuhnya tiba-tiba berkelebat lenyap. Hek-mo-ko terkejut ketika mendadak lawannya menghilang. Tentu saja semua serangannya tidak mengenai sasaran dan sebelum dia hilang kagetnya, tiba-tiba dari belakang berdesir angin dingin menuju tengkuknya. Cepat ia memutar tubuh sambil menggereng dan kedua tangannya bergerak menghantam.

"Plak-plakk!"

Kembali kedua lengan mereka beradu dan keduanya sama-sama tergetar. Bu Kong yang tidak mau memberi hati kini balas melancarkan serangan. Dengan ilmunya Jouw-sang-hui-teng, pemuda ini berkelebatan di sekitar tubuh Hek-mo-ko dan gerakannya sungguh amat luar biasa cepatnya dan kedua tangannya pulang balik menyambar bertubi-tubi ke arah tubuh lawan.

Terjadilah kini pertandingan yang sungguh-sungguh dan amat menarik. Kecepatan ginkang pemuda itu memang hebat sekali. Hek-mo-ko berusaha mengikuti gerakan lawannya yang jauh lebih muda itu, namun ternyata dalam hal ginkang dia harus mengakui keunggulan lawan. Sebentar saja matanya menjadi kabur dan pedas dan akibatnya, beberapa kali hantaman atau tamparan tangan pemuda itu mengenai tubuhnya.

"Duk...plak...desss!" Untuk ke sekian kalinya pukulan Bu Kong menghantam Hek-mo-ko. Yang pertama dan kedua dengan tepat mengenai sisi belakang kiri kanan telinganya, sedangkan hantaman ketiga menghantam leher. Hek-mo-ko berteriak marah dan tubuhnya terputar seperti orang kena penyakit ayan, namun sama sekali tidak roboh!

Tentu saja hal ini amat mengejutkan hati pemuda itu. Kiranya manusia iblis ini memiliki ilmu kebal, tentu sejenis Tiat-po-san atau sebangsanya. Oleh sebab itu, Bu Kong tiba-tiba melengking nyaring dan merobah serangannya. Tubuhnya berkelebatan semakin cepat dan kini dari ujung-ujung jari tangannya terdengarlah suara mencicit panjang dan sinar biru berkeredepan ke depan. Hek-mo-ko terkejut setengah mati dan dia berusaha menghindar dari sinar biru yang mengandung hawa panas ini, namun kecepatan gerak Jouw-sang-hui-teng yang dimiliki pemuda itu tidak sanggup dia menandinginya.

"Cas-cess blar-blarr!"

Hek-mo-ko memekik ngeri dan membanting tubuh bergulingan menjauh. Sinar berkeredepan yang mengenai tubuhnya mengeluarkan suara seperti besi panas yang direndam dalam air dingin dan kulit tubuhnya yang dilindungi kekebalan itu ternyata tidak kuat menahan. Seketika bagian tubuhnya yang tersentuh menjadi terbakar dan hangus kehitaman!

Tentu saja Hek-mo-ko menjerit-jerit kesakitan dan menjadi gentar. Dia tidak tahu ilmu siluman apa yang dipergunakan oleh pemuda itu dan tubuhnya menggelundung kesana kemari dan akhirnya melompat bangun dengan muka pucat. Sebenarnya, sukarlah untuk melihat Hek-mo-ko dalam keadaan pucat. Warna kulitnya yang sehitam arang itu menyembunyikan kepucatannya dan hanya sepasang matanya yang terbelalak semakin lebar dengan sinar mata jerih itu sajalah yang menunjukkan bahwa manusia iblis ini sedang dilanda rasa gentar.

Cheng-gan Sian-jin sendiri yang melihat kejadian ini sampai mengeluarkan seruan kaget. Dan melihat betapa pemuda itu masih mengejar Hek-mo-ko yang bergulingan, tokoh besar ini tiba-tiba berkelebat ke depan. "Orang muda, tahan!"

Bentakan ini keluar dari mulut Cheng-gan Sian-jin dan Bu Kong terkejut ketika tiba-tiba dari samping kanan serangkum angin pukulan menyambar lambungnya. Kalau dia terus mengejar Hek-mo-ko, walaupun mungkin dia berhasil dengan serangannya itu, akan tetapi lambungnya tentu akan terkena pukulan sakti dari Cheng-gan Sian-jin. Oleh sebab itu, begitu merasakan sambaran hawa dingin ini, Bu Kong terpaksa membatalkan serangannya ke arah Hek-mo-ko sehingga lawannya dapat bangun dan bernapas lega, sedangkan dia sendiri karena tidak ada waktu untuk menangkis, cepat menotol tanah dan berjungkir balik jauh kebelakang.

Cheng-gan Sian-jin kini telah berdiri dengan sikap angker di antara Hek-mo-ko dengan lawannya. Sepasang mata kehijauan dari tokoh besar ini tiba-tiba mencorong dan memandang ke arah pemuda itu tanpa berkedip dan terdengarlah suaranya yang amat berwibawa, suara yang amat aneh dan melingkar-lingkar seperti ular kesakitan, suara yang penuh mengandung mujijat karena tokoh besar itu kini sedang mengeluarkan ilmunya yang disebut Sin-gan-i-hun-to (Mata Sakti Perampas Semangat).

"Orang muda, berlutut dan menyerahlah! Kau sudah lelah dan seluruh urat-uratmu lemah... hayo kau maju dan serahkan diri kemari...berlutut...berlutut dan menyerahlah!"

Hebat bukan main pengaruh suara sakti ini. Bumi bergetar dan hawa udara di sekitar tempat itu tiba-tiba mendengung aneh seakan-akan kedatangan iblis-iblis yang sedang gentayangan. Suasana menjadi amat menyeramkan dan seluruh daerah itu dilingkupi pengaruh hitam.

Yap Bu Kong yang diserang oleh Ilmu Sakti Sin-gan-i-hun-to ini tiba-tiba merasa tubuhnya gemetar keras. Entah mengapa, sepasang matanya yang tadi memandang berapi-api ke arah Cheng-gan Sian-jin itu mendadak tersedot dan terpaku ke depan tanpa dapat dia lepaskan lagi. Pemuda ini menjadi terkejut dan teringatlah dia ketika dahulu diapun juga diserang sihir oleh Ang-i Lo-mo.Hanya yang membuat dia kaget sekali adalah betapa pengaruh suara dan sinar mata kehijauan dari Cheng-gan Sian-jin ini jauh lebih kuat dibandingkan dengan milik Ang-i Lo-mo si datuk iblis dulu.

Mungkin saja mata setan yang berwarna kehijauan itulah yang membuat ilmu Cheng-gan Sian-jin menjadi jauh lebih kuat perbawanya. Dan memang harus diakuinya bahwa sepasang mata dari tokoh besar itu memang amat mengerikan dan di dalam mata itu seakan-akan terdapat getaran hawa iblis yang berpijar-pijar.

Maka, tanpa dapat dicegahnya lagi tiba-tiba Bu Kong jatuh berlutut dan mukanya masih terus tengadah karena sepasang matanya "terikat" oleh sepasang mata kehijauan milik Cheng-gan Sian-jin.

Hek-mo-ko yang berada di tempat itu dan yang merasa amat marah dan malu karena tadi dibuat jatuh bangun oleh pemuda ini, tiba-tiba mengeluarkan suara ketawa bergelak dan tahu-tahu manusia iblis ini telah mencabut senjatanya yang amat menyeramkan, yakni sepasang sarung tangan yang ujungnya dipasangi kuku kuku runcing dan panjang berwarna kehitaman, langsung menubruk pemuda yang sedang berlutut itu sambil menghunjamkan sepasang cakar buatan itu ketubuh Bu Kong.

Cheng gan Sian-jin terkejut. Bukan maksudnya untuk membunuh pemuda ini. Maka serangan tiba-tiba dari Hek-mo-ko itu mengejutkan hatinya dan sedetik konsentrasinya membuyar. Pengaruh Sin-gan-i-hun-to melemah dan Cheng-gan Sian-jin hanya sempat berteriak mencegah, "Hek-mo-ko, jangan bunuh dia, ingat pesan sribaginda, keparat!"

Makian dan bentakan ini membuat Hek-mo-ko terperanjat namun karena serangan itu dilakukan dalam keadaan marah, maka tidak dapat ditariknya kembali dan iblis ini paling-paling hanya berusaha mengurangi tenaganya.

"Cap-capp...!" sepasang cakar beracun itu menancap setengahnya lebih dan pemuda itu mengeluh panjang. Walaupun Hek-mo-ko sudah mengurangi tenaganya, tetap saja senjatanya menancap di tubuh pemuda itu, dipunggung sebelah atas. Rasa nyeri yang amat hebat memasuki tubuh Bu Kong karena sepuluh buah kuku-kuku hitam yang dipasang di sarung tangan itu mengandung sepuluh macam racun yang amat berbisa. Pemuda ini mendelik dan sadar akan kecurangan lawan, membalik sambil menghantam ke belakang, akan tetapi Hek-mo-ko sudah melompat jauh.

Tubuh Bu Kong terputar dan roboh, namun dia berusaha meloncat berdiri. Tubuhnya bergoyang-goyang dan kepalanya berputar-putar sehingga dia melihat segala sesuatunya terbalik-balik. Melihat bayangan hitam dari Hek-mo-ko, pemuda ini mengeluarkan teriakan parau dan tubuhnya melompat ke depan. Akan tetapi, baru saja kakinya melompat, pemuda ini berteriak ngeri dan roboh tersungkur dengan darah mengucur deras dari belakang punggungnya! Bekas jendral muda ini pingsan akibat racun di sarung tangan Hek-mo-ko dan suasana kembali sunyi.

Cheng-gan sian-jin menyumpah-nyumpah, “Mo-ko, kau sungguh lancang dan bodoh! Dimana otakmu? Apakah kau tidak ingat akan pesan sri baginda? Pemuda ini seorang ahli perang yang amat tangguh dan tinggi ilmu silatnya. Kita hendak mempergunakan tenaganya untuk kepentingan kita. Akan tetapi kau hampir saja membunuhnya. Sungguh kau manusia yang tidak dapat diberi ampun! Hayo kau bawa dan sembuhkan dia, kalau tidak, hemm, sebelum cita-citaku terwujud, aku pasti akan membuatmu menjadi manusia yang tidak berguna!”

Hek-mo-ko gemetar tubuhnya dan tampak ketakutan. Dia tahu benar kesaktian Cheng-gan sian-jin ini dan dia tahu pula apa cita-cita tokoh mengerikan itu. Kalau dia tidak dapat menolong jiwa pemuda itu, tentu nyawanya juga akan ikut terancam.

“Sian-jin, maafkan aku. Aku tidak sengaja karena kemarahan telah membuat mataku gelap. Percayalah, aku masih dapat menyembuhkan pemuda ini dan menyerahkannya kepadamu untuk dibuat menjadi robot hidup guna kepentingan cita-citamu yang akan datang…”

Cheng gan Sian-jin mendengus marah akan tetapi mendengar kesanggupan Hek-mo-ko untuk memulihkan pemuda itu, sinar matanya yang tadi bengis memandang menjadi agak lunak.

Tanpa memperdulikan tubuh Bwee Li yang masih tergolek tak sadarkan diri di tempat itu, dua orang manusia iblis ini lalu melompat pergi sambil membawa tubuh Yap Bu Kong yang terluka parah. Kalau saja ada orang yang kebetulan mendengar betapa Hek-mo-ko tadi mengatakan hendak menyerahkan pemuda itu kepada Cheng-gan sian-jin untuk dibuat menjadi robot hidup, tentu orang itu akan menjadi ngeri dan berdiri bulu romanya.

Robot hidup! Inilah yang hendak diperbuat oleh Cheng-gan sian-jin terhadap pemuda yang gagah perkasa itu. Tokoh besar peranakan Arya ini memang mempunyai suatu cita-cita tersembunyi di dalam batinnya, cita-citanya yang amat membahayakan kedudukan Tiongkok pada waktu itu. Dia, tokoh besar yang memiliki ilmu-ilmu tinggi ini kembali hendak mengulang sejarahnya yang lalu, yakni hendak menjadi bengcu di seluruh kaum persilatan, bahkan, tokoh besar yang amat berbahaya ini secara diam-diam telah mulai mengumpulkan suku bangsanya untuk pada suatu saat bergerak menaklukkan semua kerajaan-kerajaan feodal yang pada waktu itu memang amat banyak di Tiongkok dan mengangkat diri sendiri sebagai kaisar!

Dan untuk itu, dia amat membutuhkan seorang pemimpin pasukan yang pandai, seorang jenderal yang cakap untuk membantu di sampingnya menghadapi pasukan-pasukan kerajaan lain. Cheng gan Sian-jin adalah manusia iblis yang amat cerdik dan berbahaya. Dia berpura-pura membantu Raja Muda Kung Cu Kwang untuk memperoleh kepercayaan raja muda itu, dan dengan bantuan pasukan Kerajaan Wu, dia hendak merobohkan setiap kerajaan lain yang menghalang. Dan apabila Wu dapat menalukkan kerajaan-kerajaan lain dengan bantuannya, kelak mudah baginya untuk menggulingkan Kung Cu Kwang dan singgasananya dan mengganti kedudukan kaisar dengan dirinya sendiri!

Dengan demikian berarti bahwa untuk mencapai keberhasilan cita-citanya ini, secara tidak langsung Wu-lah yang diam-diam diperalat oleh tokoh besar itu. Dan kelak jika semua cita-citanya terwujud, tidak sukar baginya untuk menendangi semua tokoh-tokoh penting dari Wu untuk diganti dengan orang-orang dari bangsanya sendiri! Sungguh seorang manusia iblis yang amat cerdik dan berbahaya!

Dengan tertawannya Yap-goanswe, hati Cheng-gan Sian-jin menjadi lebih mantap dan yakin. Hanya pemuda inilah satu-satunya orang yang dapat memimpin pasukan besar dan merobohkan setiap kerajaan-kerajaan lain yang menghalang. Dia hendak membuat bekas jenderal muda yang gagah perkasa ini berada di bawah kekuasaannya dan selalu mematuhi semua perintah-perintahnya. Dia hendak mempergunakan tenaga dan kepandaian pemuda itu sebaik-baiknya dan jika kelak dia tidak memerlukan lagi tenaga pemuda ini, mudah baginya untuk membunuh Yap-goanswe!

Dunia mengalami ancaman bahaya yang hebat dengan munculnya raja iblis ini dan dua orang itu lalu meninggalkan pantai Tung-hai sambil tertawa menyeramkan. Mereka sama sekali tidak menghiraukan Bwee Li yang masih menggeletak pingsan di tepi pantai dan merekapun juga agaknya sama sekali tidak ambil perduli amukan Dewa Hai-liong-ong yang kini setelah ditinggal pergi oleh dua manusia iblis itu menjadi semakin hebat dan ganas sepak terjangnya.

Gelombang menerjang garang dan ombak membuih dahsyat. Lautan Timur ini mengamuk sampai dua malam dan akhirnya, pada hari ketiga, angin ribut dan topan yang melanda daerah itu hilang. Lautan kembali sunyi seperti sediakala. Hanya bekas-bekas amukan dewa laut itu sajalah yang meninggalkan kesan mengerikan.

Dusun-dusun hancur, rumah-rumah nelayan lenyap dan pohon-pohon yang terdapat di sekitar tempat itu telah roboh dibawa hanyut oleh badai yang datang. Hawa maut telah mulai menampakkan dirinya di pantai Tung-hai ini dan dia masih akan terus bergerak kepedalaman untuk mencengkeram jiwa manusia lain yang belum sempat dijadikan korbannya!

* * * * * * * *

Hek-tung Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Hitam) adalah sebuah perkumpulan yang amat terkenal di kota Hun-kiang yang termasuk di Propinsi Kiang-si. Perkumpulan ini merupakan sebuah perkumpulan para pengemis berbaju hitam yang menguasai semua kaum gelandangan untuk daerah selatan. Ketuanya, yang dijuluki orang dengan julukan Liong-tung Lo-kai (Pengemis Tua Bertongkat Naga), adalah seorang kakek yang ditakuti, baik oleh para anggautanya sendiri maupun oleh para penduduk Propinsi Kiang-si.

Telah tersohor sampai di seluruh Propinsi Kiang-si bahwa Liong-tung Lo-kai ini adalah seorang kakek yang amat sadis dan mudah menurunkan tangan maut, juga memiliki kepandaian yang amat tinggi. Di samping itu kakek ini memiliki wajah yang mengerikan. Matanya picak sebelah, hidungnya pesek dan besar, tubuhnya agak bongkok dan kakinya pincang, kulit mukanya kasar seperti kulit buaya.

Namun hebatnya, meskipun wajahnya buruk ketua Hek-tung Kai-pang ini memiliki tigapuluh orang lebih wanita-wanita yang menjadi isterinya. Tentu saja dengan jalan paksaan!

Kakek itu memang terkenal mata keranjang dan suka mengambil gadis-gadis cantik yang diambilnya begitu saja dari rumah orang tuanya tanpa si orang tua berani melawan. Selain itu, tidak jarang anak buah Hek-tung Kai-pang mendatangi rumah-rumah hartawan ataupun bangsawan untuk meminta sumbangan. Dan yang membuat orang diam-diam membenci perkumpulan Hek-tung Kai-pang ini adalah sepak terjang mereka yang amat sewenang-wenang.

Dalam meminta sumbangan pun mereka selalu menyebutkan nilainya, yaitu tidak boleh kurang dari limaratus tail perak untuk setiap hartawan! Tentu saja permintaan ini amat tinggi dan kurang ajar, sifatnya sudah bukan lagi merupakan sumbangan, akan tetapi seperti perampokan yang berjalan terang-terangan! Sudah banyak hartawan-hartawan kaya yang sakit hati dan menentang tindak-tanduk Hek-tung Kai pang dalam hal meminta sumbangan ini, namun semuanya itu pasti akan tewas di pagi harinya dengan kepala tergantung di muka rumah!

Tentu saja kejadian berdarah ini mengguncang hati masyarakat. Mereka diam-diam melaporkan hal ini kepada pejabat pemerintah untuk menindak kejahatan Hek-tung Kai-pang. Akan tetapi orang-orang menjadi semakin kecut ketika melihat betapa setiap orang yang tadinya melapor itu keesokan harinya sudah tidak diketemukan lagi jejaknya!

Mereka tidak tahu apakah mereka itu dibunuh oleh Hek-tung Kai-pang ataukah terdapat persekongkolan antara pihak pemerintah dengan Hek-tung Kai-pang sendiri. Yang jelas, dengan adanya kejadian itu berulang-ulang, penduduk dicekam rasa takut dan akhirnya tidak ada lagi yang berani membuka mulut. Mereka terpaksa menutup mulut dan mata kalau melihat kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh golongan pengemis baju hitam itu, baik kejahatan berupa pengambilan gadis-gadis cantik ataupun sumbangan-sumbangan paksaan terhadap para hartawan.

Dan hebatnya, menjelang ulang tahun ketua Hek-tung Kai-pang itu, kini setiap anggauta pengemis baju hitam meminta derma terhadap setiap penduduk, baik dia itu orang kaya ataupun orang miskin! Kejadian ini tentu saja membuat kebencian penduduk menjadi semakin berlipat ganda. Kalau dulu hanya para hartawan saja yang menentang, kini ditambah lagi dengan golongan orang-orang miskin ini. Mereka itu memberontak dan mengadakan persatuan sendiri untuk melawan kejahatan Hek-tung Kai-pang yang sudah melewati batas ini.

Kampung Loh-chung bersatu padu. Semua pemuda dikumpulkan dan akhirnya mereka berhasil menyatukan seratus lima puluh orang. Namun, belum lagi mereka ini menyerbu markas Hek-tung Kai-pang, tiba-tiba datang limabelas anggauta perkumpulan itu mendahului mereka. Para penduduk yang sudah dipenuhi api dendam segera berteriak-teriak dan menggerakkan senjata, namun satu-persatu orang-orang kampung Loh-chung ini disapu bersih. Seratus lima puluh jiwa roboh malang-melintang di tengah kampung dan tidak ada satu-pun dari mereka yang masih hidup!

Peristiwa ini amat menggemparkan dan nama Hek-tung Kai-pang semakin ditakuti orang. Hek-tung Kai-pang adalah seperti sebuah perkumpulan iblis, bukan perkumpulan pengemis. Dan anehnya, sebegitu jauh perkumpulan ini melakukan kejahatannya, pihak pemerintah tetap saja tidak turun tangan!

Dan pada hari itu, sebulan setelah kejadian yang mengerikan tadi, markas Hek-tung Kai-pang tampak sibuk. Markas ini terletak di pinggir kota sebelah barat dan walaupun namanya saja adalah perkumpulan pengemis, namun gedung dari para pengemis itu sendiri sungguh tidak merupakan gedungnya orang-orang miskin. Bahkan jauh daripada itu. Markas besar para pengemis baju hitam ini dibangun seperti istana raja, dindingnya diukir dan pilar-pilarnya dicat emas sehingga tampak indah gemerlapan.

Kota Hun-kiang pada pagi hari itu tampak lebih ramai daripada biasanya. Hal ini adalah disebabkan dengan munculnya pendatang-pendatang baru dari luar kota. Umumnya adalah kaum pengemis juga karena mereka ini bukan lain adalah wakil-wakil cabang Hek-tung Kai-pang di lain daerah. Di samping itu, juga terdapat beberapa orang yang bukan dari golongan pengemis, rata-rata berwajah menyeramkan dan agak liar, tanda bahwa orang-orang ini tentulah dari golongan hitam.

Dari sebuah jalan raya yang membentang panjang di tengah kota, muncul seorang gadis berpakaian serba hijau. Cantik jelita dan gagah gadis ini, sungguh amat jauh bedanya dengan golongan pengemis ataupun golongan hitam tadi. Pakaiannya terbuat dari sutera halus, mencetak ketat tubuhnya yang ramping padat, pinggangnya dilingkari oleh sebuah rantai perak yang tampak gemerlapan tertimpa cahaya matahari pagi.

Usianya tidak akan lebih dari sembilan belas tahun dan langkah kakinya yang ringan gesit ketika berjalan, menunjukkan bahwa gadis itu tentulah bukan wanita sembarangan.Karena kota Hun-kiang kebanyakan adalah kaum lelaki saja yang muncul setelah adanya penculikan gadis-gadis cantik oleh Liong-tung Lo-kai, maka tentu saja kehadiran gadis cantik berpakaian sutera hijau yang cantik jelita dan amat segar di pagi hari itu segera menarik perhatian orang.

Ada dua macam pandangan yang dilontarkan orang terhadap gadis itu. Pertama adalah pandangan cemas sedangkan yang kedua adalah pandang mata yang bersinar gembira. Yang pertama adalah pandang mata penduduk biasa dan yang kedua adalah pandang mata anggauta Hek-tung Kai-pang yang kebetulan pada pagi hari itu bertemu dengan gadis yang jelita ini. Kebetulan sekali, pikir mereka. Hari ini adalah hari ulang tahun pangcu (ketua). Kalau mereka dapat mempersembahkan gadis secantik manis ini, tentu mereka akan mendapatkan hadiah besar!

Lima orang penunggang kuda berteriak-teriak dari ujung jalan raya dan kuda mereka tampak membalap kencang. Semua orang menoleh dan gadis baju hijau itupun juga menengok sambil mengerutkan alisnya yang hitam panjang. Semalam hujan baru saja turun dan belum ada debu-debu yang mengepul ketika lima ekor kuda yang tinggi besar itu datang. Namun sebaliknya, karena tanah masih becek, tentu saja larinya kuda-kuda itu membuat lumpur bercipratan kesana-sini.

"He, minggir...! Minggir kalian semua kalau tidak ingin terinjak mampus....!" tiba-tiba terdengar bentakan nyaring disusul derap kaki kuda.

Semua orang segera menyibak ketika lima ekor kuda beserta penunggangnya yang berteriak-teriak itu meluncur datang. Akan tetapi, begitu lima orang yang berada di atas kuda ini melihat si gadis berbaju hijau, tiba-tiba orang yang di depan berseru keras dan menarik kendali kudanya. Gerakan ini dilakukan mendadak sehingga empat temannya yang lain terkejut dan mengikuti perbuatannya. Lima ekor kuda tinggi besar itu meringkik keras dan hampir saja mereka saling bertumbukan.

"He, kawan-kawan, berhenti, lihat...!" orang pertama tadi berkata sambil menudingkan telunjuknya ke arah gadis cantik itu. "Bukankah ini namanya pucuk dicinta ulam tiba? Kita memang sedang mencari-cari hadiah apa kiranya yang pantas disuguhkan kepada pangcu, dan secara tidak kita sangka ternyata hadiahnya sudah berada di depan mata. Ha-ha-ha, apakah ini bukan tandanya bahwa pangcu kita memang sedang diberi rejeki besar?"

Lima orang anggauta Hek-tung Kai-pang yang baru datang ini tertawa-tawa dan mereka berloncatan turun lalu menghampiri gadis itu.

"Hemm, kalian mau apa?" gadis itu bertanya dengan suara dingin, alisnya semakin dikerutkan dan wajah yang tadinya berseri-seri itu kini mulai lenyap senyumnya.

Orang-orang Hek-tung Kai-pang sudah biasa melakukan perbuatan seenak perut mereka sendiri. Kinipun menghadapi gadis itu, orang-orang ini sama sekali tidak memandang mata dan bersikap kasar.

"Nona, kami minta sukalah kau ikut bersama kami menghadap pangcu. Beliau tentu merasa senang sekali bertemu denganmu dan kutanggung pasti akan menarikmu menjadi isteri yang paling disayang, ha-ha!"

"Benar, dan daripada berjalan kaki, lebih baik membonceng bersamaku. Ketahuilah, nona, kudaku sangat kuat dan biar ada dua orang gadis seperti kau inipun kudaku masih sanggup berlari cepat!"

"Ah, jangan mau, nona. Walaupun kudanya kuat tetapi berdekatan dengan dia ini yang jarang mandi sungguh tidak sedap. Lebih baik dengan aku saja. Lihat, tubuhku lebih bersih dan kalau nona tidak suka duduk di belakang, boleh di depan saja, kupangku, ha-ha!"

Bermacam-macam omongan kotor mulai dikeluarkan dan lima orang pengemis baju hitam ini berebut maju untuk memegang tubuh dara baju hijau, sikap mereka seperti seekor kucing yang mendapatkan makanan lezat. Gadis itu menjadi merah mukanya dan tampaklah sekarang betapa sepasang mata jeli itu berapi-api. Begitu lima orang Hek-tung Kai-pang ini hendak menjamah tubuhnya, tiba-tiba terdengar lengking nyaring dan gadis itu berkelebat ke depan.

"Plak-plak-plak-des-dess!"

Lima kali berturut-turut pukulan dan tendangan dara ini mengenai sasarannya dan lima orang anggauta Hek-tung Kai-pang itu roboh terpelanting sambil berteriak kaget. Sama sekali mereka ini tidak mengira bahwa gadis yang mereka ganggu itu ternyata bukan gadis sembarangan.

"Keparat!"

"Jahanam!"

"Setan betina!"

Mereka memaki dan berlompatan bangun. Wajah orang-orang ini tampak merah karena marah dan malu. Tadi mereka amat memandang rendah dan akibatnya dalam segebrakan saja mereka roboh. Akan tetapi orang-orang ini tetap tidak memandang sebelah mata. Sepandai-pandainya seorang wanita, sampai dimanakah kekuatannya?

"Nona, kau gadis yang tidak tahu disayang orang!" orang pertama yang mukanya kuning membentak. Tadi pipinya digampar dan kini tampak merah. "Kalau kau tidak suka dibawa secara baik-baik, biarlah aku yang akan membawamu ke depan pangcu dengan kekerasan!"

Tubuh si muka kuning ini lalu menubruk dengan kedua lengan terkembang seperti seekor harimau menerkam kambing. Cepat dan kuat tubrukan ini dan orang-orang yang menyaksikan kejadian yang menegangkan hati ini menjadi khawatir sekali.

"Wuuttt...ehh!"

Si muka kuning berseru heran karena tubrukannya yang kuat dan cepat tadi ternyata luput. Gadis baju hijau yang tadi berada di depannya itu tahu-tahu telah menghilang dan sebelum dia memutar tubuh untuk mencari, tiba-tiba sebuah bayangan yang membuat matanya kabur menampar pipinya yang sebelah.

"Plakk!"

Tanpa dapat dihindarinya lagi pipi kanannya digampar dan tubuhnya terjengkang roboh! Si muka kuning melompat bangun kembali dan wajahnya tampak buas. Tahulah dia sekarang bahwa gadis itu bukanlah gadis sembarangan!

"Kawan-kawan, hajar dia!" orang ini membentak dan empat orang temannya yang lain sambil berteriak lalu menyerbu berbareng.

Segera gadis baju hijau dikeroyok oleh lima anggauta Hek-tung Kai-pang dan terjadilah pertandingan yang seru di tempat itu, ditonton oleh orang-orang banyak. Gadis itu mengeluarkan suara jengekan dari hidungnya dan tiba-tiba tubuhnya berkelebat lenyap. Lima orang lawannya terkejut dan sebelum mereka tahu di mana nona itu berada, tahu-tahu sepasang kaki membagi-bagi tendangan hebat.

"Ngek-blukk-dess... aduhh, mati aku....!"

Lima orang kasar ini menjerit kesakitan dan tubuh mereka terlempar seperti layang-layang putus. Ada yang dadanya ampeg, perutnya mulas dan ada pula yang rahangnya patah karena dagunya tadi terkena tendangan yang mencuat dari bawah keatas!

Gegerlah tempat itu dan para penduduk Hun-kiang yang menyaksikan peristiwa ini, diam-diam merasa puas dan girang sekali melihat kehebatan seorang lihiap (pendekar wanita) yang berani menentang perkumpulan Hek-tung Kai-pang. Akan tetapi, ketika dari jauh berlari-larian anggauta-anggauta Hek-tung Kai-pang yang lain, para penduduk menjadi cemas dan tegang juga.

Empat orang dari lima orang yang dihajar ini sudah melompat bangun. Yang satu tidak dapat bangun kembali karena rahangnya yang patah membuatnya roboh pingsan. Melihat betapa dalam beberapa gebrakan saja mereka telah dibuat jatuh bangun, orang-orang ini lalu mencabut senjata mereka, yaitu sebatang tongkat yang terbuat kayu besi dan hitam mengkilat karena sering digosok.

"Setan betina, karena kau berani menentang Hek- tung Kai-pang, maka jangan sesalkan kami kalau hari ini kau akan mengalami penghinaan hebat!" si muka kuning yang marah dan malu itu mengeluarkan ancamannya. "Kami akan menangkapmu dan kalau pangcu tidak mau, kami akan menggilirmu berganti-ganti sampai kau tewas dalam keadaan telanjang bulat!"

Wajah yang cantik itu berobah merah dan sepasang mata yang jeli indah itu kini memandang si muka kuning dengan sinar berapi. "Hmm, mulutmu kotor dan aku akan menyobek mulutmu itu. Kalian orang-orang yang tidak tahu diri dan pantas dibunuh!"

Begitu kata-katanya selesai, tanpa menanti orang-orang itu menyerang, gadis ini meloncat kedepan dan kaki tangannya bergerakcepat. Empat orang Hek-tung Kai-pang menggerakkan tongkat-tongkat mereka dan empat sinar kehitaman menyambar datangnya bayangan gadis itu.

"Plak-plak-dess-krakk...aughh!"

Terdengar jerit mengerikan dan seruan kaget dari empat orang ini. Empat batang tongkat yang tadi menyambut tubuh gadis baju hijau itu dengan tepat mengenai sasarannya, akan tetapi begitu menghantam tiba-tiba tongkat mereka membalik seperti memukul karet. Akibatnya, tanpa dapat mereka cegah lagi senjata mereka itu menghajar tubuh sendiri dan hidung mereka pecah terpukul tongkat. Dan yang lebih mengerikan adalah keadaan si muka kuning karena seperti apa yang tadi dikatakan gadis itu dengan kecepatan luar biasa telah merobek mulut orang ini sampai terkuak lebar dan si muka kuning menjerit ngeri dan roboh binasa!

Kagetlah yang lain dan mereka menjadi pucat wajahnya. Gadis baju hijau itu yang sudah menjadi marah ternyata tidak mau memberi ampun. Begitu si muka kuning tewas, iapun membalik dan menghajar sisanya yang tadi berpelantingan ini. Tentu saja tiga orang yang tadinya amat sombong dan penuh lagak ini memekik kesakitan. Tubuh mereka ditendang jauh dan terlempar dengan tulang-tulang patah dan akhirnya mereka roboh tak sadarkan diri merasakan nyerinya tulang-tulang yang patah!

Gemparlah kota Hun-kiang. Para penduduk yang memang amat membenci golongan penjahat ini, bersorak-sorak girang dan ada beberapa orang di antaranya sudah melompat maju sambil mengayunkan golok penyembelih babi atau sabit yang sedianya hendak dipergunakan untuk mencari rumput itu ke arah empat anggauta Hek-tung Kai-pang yang masih pingsan.

Namun, sebelum mereka melaksanakan maksudnya tiba-tiba dari belakang terdengar teriakan-teriakan marah dan belasan pengemis-pengemis baju hitam meluruk ke tempat itu! Dan melihat betapa beberapa orang di antaranya mengenakan tali merah dan biru di pinggang, mudah diduga bahwa orang-orang itu tentulah tokoh-tokoh Hek-tung Kai-pang kelas tiga atau dua.

Hal ini memang benar. Yang mengenakan tali biru adalah tokoh tingkat tiga dan yang mengenakan tali merah adalah dari tingkat dua. Tingkat satu hanya ada tiga orang saja, yakni merupakan murid-murid kepala Liong-tung Lo-kai dan mengenakan tali hitam.

Mereka ini tadi mendengar betapa ada seorang gadis cantik telah merobohkan saudara-saudara mereka, bahkan yang dua orang agaknya tewas dan yang lain luka-luka berat. Liong-tung Lo-kai yang dikabari berita ini tentu saja merasa marah. Hari itu adalah hari ulang tahunnya, bagaimana ada orang berani mengacau di dalam sarangnya? Apalagi ketika diketahuinya yang mengacau adalah seorang gadis cantik yang usianya ditaksir tidak lebih dari sembilan belas tahun!

Maka diperintahkannya anggauta dari tingkat dua dan tiga untuk menangkap pengacau itu. Tingkat satu tetap berada di situ untuk mengurus dan menyambut datangnya beberapa tokoh penting. Lagi pula Liong- tung Lo-kai menganggap bahwa dengan majunya anggauta-anggauta tingkat dua dan tiga yang masih dibantu oleh beberapa teman mereka tentu gadis itu akan dapat ditangkap. Kali ini Liong-tung Lo-kai salah perhitungan. Dia tidak tahu siapa adanya gadis itu. Kalau saja dia tahu, tentu agaknya dia sendiri yang akan maju!

Siapakah sebetulnya gadis baju hijau yang amat lihai itu? Dia bukan lain adalah Kwan Pek Hong, murid tunggal yang amat disayang dari seorang hwesio Tibet yang berjuluk Ta Bhok Hwesio! Bagi para pembaca yang telah membaca ceritera "Hancurnya Sebuah Kerajaan" yang lalu, tentu telah berkenalan baik dengan gadis ini.

Gara-gara Yap-goanswe-lah maka Pek Hong hari itu tiba di kota Hun-kiang. Seperti kita ketahui, gadis yang cantik manis ini telah jatuh hati terhadap jenderal muda itu. Namun, ketika diketahuinya betapa pemuda itu telah mempunyai seorang kekasih yang ternyata berkhianat, baik berkhianat terhadap Kerajaan Yueh maupun berkhianat dalam cinta kasihnya terhadap bekas jenderal muda yang gagah perkasa itu, gadis ini mengalami pukulan batin yang hebat.

Diam-diam timbul cemburu dan sakit hatinya terhadap kekasih Yap-goanswe yang bernama Siu Li itu, murid seorang nenek iblis yang telah tewas dan bernama Mo-i Thai-houw. Dia merasa terharu dan kasihan kepada Yap-goanswe yang diketahuinya telah dipermainkan oleh Siu Li si iblis cantik berhati palsu. Perasaan ini bahkan semakin memperdalam cinta kasihnya terhadap pemuda yang tampan gagah dan yang amat dikaguminya itu dan diam-diam gadis ini lalu bertekad untuk mencari Siu Li dan diajak membuat perhitungan!

Rasa cemburu dan sakit hati telah membakar gadis ini. Dia menganggap bahwa Siu Li telah membuat dosa besar. Pertama adalah berpura-pura membantu Yueh yang dipimpin oleh jenderal muda itu dan yang ternyata akhirnya adalah merupakan seorang mata-mata dari Wu, dan yang kedua adalah sikap palsunya terhadap Yap-goanswe, memikat hati jenderal muda itu dan mempermainkannya!

Dua hal inilah yang menjadi alasan bagi Pek Hong untuk mencari Siu Li dan dimintai pertanggungan jawabnya. Dia tidak terima dan akan membuat perhitungan! Gadis ini dahulu pernah membantu Bu Kong ketika pemuda itu memimpin pasukan Yueh dan melawan Wu-sam-tai ciangkun, maka pengkhianatan Siu Li terhadap Yueh membuatnya marah sekali. Akan tetapi, yang membuat gadis ini meluap kemarahannya adalah kenyataan betapa Siu Li mempermainkan pemuda yang amat dikaguminya itu dalam asmara. Hal ini dianggapnya sangat hina dan memalukan dan pandangannya terhadap Siu Li berbalik seratus delapan puluh derajat, ia menganggap bahwa Siu Li adalah seorang iblis betina yang tidak tahu malu!

Gadis itu perlu dicari dan dibunuh! Inilah tekadnya yang sudah bulat. Dan karena Pek Hong tahu betapa lihainya Siu Li, maka dia lalu memperdalam ilmunya kepada suhunya dan setelah merasa cukup kuat, pergilah dia untuk memulai pencariannya. Kota demi kota dimasuki dan iapun telah mencari musuhnya itu dimana-mana. Namun sama sekali belum juga dia dapat menemukan Siu Li.

Bahkan, dalam perjalanannya ini gadis itu menerima berita yang amat mengejutkan hatinya tentang Yap-goanswe, betapa jenderal muda itu dipecat dari kedudukannya dan hendak dihukum mati oleh Yun Chang karena perjinaannya bersama Bwee Li selir tersayang dari raja muda itu!

Dan, sebagaimana biasanya berita yang tersiar dari mulut ke mulut, orang suka membumbui cerita itu supaya menjadi lebih hebat lagi. Dikabarkan oleh orang-orang ini, yaitu orang-orang yang tidak menyenangi pemuda itu, betapa sebenarnya bukan hanya Bwee Li sajalah yang bermain gila dengan pemuda itu, melainkan hampir semua selir Yun Chang semuanya sudah pernah ditiduri oleh jenderal muda itu!

Bukan main kagetnya hati Pek Hong. Wajahnya sampai menjadi pucat dan bermacam perasaan mengaduk hatinya. Terdapat kemarahan dan kemuakan yang luar biasa di hatinya terhadap pemuda itu. Siapa kira, pemuda yang dulunya amat sopan dan alim itu kiranya hanya di luarnya saja, di dalamnya ternyata merupakan seorang pemuda hidung belang dan pemogoran!

Dan berita hancurnya Kerajaan Yueh yang diserbu oleh pasukan Wu yang kuat juga cukup mengguncangkan perasaannya, ia mendengar pula betapa Yun Chang akhirnya tewas dan banyak panglima-panglima gagah dari Yueh binasa. Hanya sedikit saja yang dapat meloloskan diri dan kabarnya mereka ini dikejar-kejar oleh Wu-sam-tai-ciangkun.

Sejenak gadis ini tertegun. Hancurnya Yueh di tangan musuh hanya sedikit saja mengguncang perasaannya. Akan tetapi berita hebat mengenai Yap Bu Kong benar-benar membuatnya tidak mampu bicara. Hatinya terlampau sakit, terlampau marah dan kecewa ketika dia mendengar perbuatan pemuda itu. Dia sampai melakukan perjalanan kali ini adalah antara lain untuk membela pemuda itu. Siapa nyana, pemuda yang dibelanya ternyata seorang pemuda bejat dan tidak tahu malu. Sekarang ia tidak dapat membedakan lagi, mana yang lebih tidak tahu malu, Yap-goanswe ataukah Siu Li?!

Karena dilanda kebingungan inilah akhirnya Pek Hong termangu-mangu dan ia tidak tahu lagi untuk apakah dia sekarang melakukan perjalanan. Kakinya melangkah kemana dia suka dan akhirnya di pagi hari itu gadis ini memasuki kota Hun-kiang. Hatinya sedang tidak senang dan marah teringat perbuatan pemuda itu, maka gangguan pengemis-pengemis baju hitam ini membuatnya cepat naik darah.

Begitu melihat betapa belasan orang-orang Hek-tung Kai-pang ini maju sambil berteriak-teriak dan menyerbu dengan senjata mereka, Pek Hong melengking nyaring dan sekali tangannya bergerak, terdengarlah suara "srett!" dan rantai perak yang tadi menghias pinggangnya yang ramping telah dicabut dan berputaran di depan tubuhnya.

"Tar-tar-tarr...!" rantai perak itu menjetar nyaring diudara dan sekali tubuhnya melompat, sinar putih berkilauan menyambar datangnya belasan orang ini.

"Wuuttt....trak-trak-cringg!" tiga orang anggauta Hek-tung Kai-pang yang berada paling depan menjerit dan roboh terjungkal, senjata mereka mencelat entah ke mana begitu bertemu dengan senjata gadis itu. Dan sebelum mereka hilang kagetnya, tahu-tahu leher mereka dihantam rantai perak itu dan tanpa mengeluh lagi tiga orang ini semaput!

Tokoh-tokoh Hek-tung Kai pang tingkat dua dan tiga terkejut sekali melihat kehebatan gadis baju hijau ini. Anggauta yang bertali biru, yaitu sebanyak enam orang, berteriak memperingatkan yang lain agar hati-hati dan mereka ini lalu berpencar dan mengeroyok Pek Hong dari depan dan belakang. Sedangkan anggauta bertali merah yang berjumlah empat orang mengepung dari samping kiri dan kanan dan sisanya yang lain membantu dalam saat-saat yang tidak terduga.

Terjadilah pertempuran yang lebih seru dari pada tadi. Gadis ini dikeroyok dari segala penjuru dan tidak diberi kesempatan untuk berhenti bergerak. Terpaksa Pek Hong lalu mengerahkan ilmunya meringankan tubuh dan mulailah bayangan hijau berkelebatan di antara belasan batang tongkat hitam itu. Angin sambaran tongkat dari tokoh-tokoh bertali biru dan merah mendengung kuat, tanda bahwa tongkat-tongkat di tangan mereka digerakkan oleh tenaga lweekang yang cukup tinggi dan terhadap tokoh-tokoh inilah gadis itu lebih mencurahkan perhatiannya.

Orang-orang di pinggir jalan yang menonton pertandingan ini menjadi tegang hatinya dan mereka tidak melihat betapa di antara mereka seorang pemuda menyelinap kesana-sini untuk dapat berada di depan dan sikapnya sedikit mencurigakan. Pemuda ini mengenakan pakaian pelajar yang terbuat dari bahan sederhana. Wajahnya cakap dan sepasang matanya tajam membayangkan kecerdikan. Tubuhnya sedang akan tetapi tegap dan kuat dan hal ini agak aneh bagi kebanyakan pelajar yang biasanya bertubuh lemah dan ringkih karena hanya otak mereka sajalah yang diberi makanan berupa buku-buku filsafat.

Setelah dia dapat menonton dengan enak di muka sendiri, pemuda ini tampak kagum dan sepasang matanya bersinar-sinar dan air mukanya menunjukkan bahwa dia sedang gembira. Berkali-kali mulutnya mengeluarkan seruan kagum dan memuji kalau melihat Pek Hong mengelak dari belasan tongkat yang menyambar dan menyaksikan betapa dengan gerakan yang amat sebat sekali dara baju hijau itu telah membalas serangan-serangan lawannya.

Suatu ketika, anggauta Hek-tung Kai-pang tingkat rendahan yang membantu dari luar itu melihat kesempatan baik. Gadis itu sedang dicecar hebat oleh sepuluh tokoh-tokoh tingkat dua dan tiga yang menyerang dari belakang, depan, samping kiri dan kanan. Sedemikian hebatnya serangan-serangan ini karena mereka itu susul-menyusul seperti gelombang lautan dan gadis itu terpaksa merobohkan diri bergulingan.

Melihat betapa tubuh gadis itu bergulingan di atas tanah, orang-orang ini berteriak keras dan senjata mereka menyambar ke bawah dengan cepat. Mereka kali ini merasa yakin bahwa gadis itu tentu akan dapat mereka robohkan. Sama sekali tidak menyangka bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Pek Hong sebenarnya hanyalah siasat belaka.

Gadis baju hijau ini yang melihat betapa tokoh-tokoh Hek-tung Kai-pang tingkat dua dan tiga itu ternyata membuatnya repot karena serangan-serangan mereka cukup berbahaya juga, diam-diam merasa mendongkol dan gemas terhadap tokoh-tokoh rendahan yang menyerangnya dari luar seperti lakunya seorang pencuri. Oleh sebab itu, ia lalu menggunakan siasat yang disebut "memukul yang lemah duluan, menghadapi yang kuat belakangan".

Demikianlah, dengan gerakan Trenggiling Berguling Miring, gadis ini lalu berpura-pura roboh dan terus melanjutkan gerakan ini dengan gulingan cepat dan tangan kirinya tidak tinggal diam, secepat kilat meraup pasir yang segera disawutkan ke arah pengemis-pengemis bertali biru dan merah, sementara sepasang kakinya melakukan tendangan berputar bertubi-tubi ke arah lutut tokoh-tokoh rendahan dari Hek-tung Kai-pang ini.

Akibatnya sungguh hebat. Pengemis-pengemis bertali biru dan merah yang tidak menduga sedikitpun juga akan akal nona itu, berseru kaget ketika melihat benda-benda hitam bertaburan ke muka mereka. Orang-orang ini tadinya sudah bersiap-siap untuk melancarkan serangan penutup apabila gadis itu melompat bangun dan berhasil lolos dari serangan saudara-saudara mereka. Siapa kira, dalam keadaan bergulingan itu lawan mereka ini menyambitkan pasir-pasir tanah yang banyaknya sudah tidak terhitung lagi. Tentu saja mereka gelagapan dan beberapa butir pasir masih sempat memasuki mata mereka yang menjadi pedih dan tak dapat dibuka.

Dan pada saat itulah terdengar teriakan-teriakan kaget di sana-sini. Orang-orang Hek-tung Kai-pang tingkat rendahan yang tadinya sudah merasa girang karena yakin tubuh gadis itu akan terkena senjata mereka, merasa terkejut sekali karena dengan gerakan secepat kilat dan indah luar biasa Pek Hong telah melejit dengan gerakan Lee-hi-ta-teng (Ikan Le Melompat). Semua tongkat yang tadi menyambar otomatis tak mengenai sasaran dan sebelum mereka menarik kembali senjata masing-masing, tahu-tahu tendangan gadis itu telah mengenai sambungan lutut mereka.

"Des-des-desss... aduhhhh!"

Lima orang tertotok oleh ujung sepatu gadis itu dan segera mereka terpelanting jatuh dengan lutut terlepas sambungan tulangnya. Dan sementara tokoh-tokoh tingkat dua dan tiga memaki-maki karena mata mereka belum dapat dibuka, gadis itu sudah meloncat ke depan dan rantai perak di tangan kanannya bekerja dibantu oleh kakinya yang menendangi sambungan lutut lawan.

"Plak-plak, dess...aughh!"

Berturut-turut sepuluh orang Hek-tung Kai-pang ini menjerit kesakitan dan seperti saudara-saudara mereka yang lain, mereka inipun juga roboh berpelantingan, tongkat di tangan sudah melayang entah ke mana disambar rantai perak yang tidak mengenal ampun!

Tentu saja peristiwa ini amat mengagumkan hati dan pemuda pelajar yang sejak tadi menonton dengan mata bersinar-sinar, bertepuk tangan sambil berseru, "Bagus, lihai sekali!" dan dia lalu tertawa-tawa geli menyaksikan para pengemis itu merintih-rintih dan menggeliat-geliat di atas tanah.

Pek Hong menghapus peluhnya dan menoleh setelah menyimpan rantai perak itu yang kini sudah melibat lagi pinggangnya yang ramping. Melihat betapa pemuda pelajar itu tertawa-tawa dan sepasang matanya memandang penuh kekaguman terhadapnya, gadis ini tiba-tiba menjadi merah pipinya.

Entah mengapa, pandang mata dan pujian itu membuat mukanya terasa panas dan hatinya berdebar aneh. Ia cepat membuang muka dan tiba-tiba gadis ini terkejut ketika melihat betapa di dekatnya telah berdiri tiga orang laki-laki yang bersikap angker dengan mata tajam sedang memandangnya dengan wajah keruh. Pek Hong terkejut dan ia menjadi heran ketika melihat betapa para penonton yang tadi berdiri di sekitar mereka tiba-tiba mengeluarkan suara ketakutan dan mereka itu semuanya segera mundur-mundur menjauhi!

Tentu saja hal ini amat menarik perhatiannya dan gadis ini lalu memandang tiga orang laki laki itu penuh perhatian. Mereka adalah tiga orang yang usianya sekitar empat puluhan tahun dan yang tertua bermuka merah. Melihat betapa tiga orang ini mengenakan baju tambal-tambalan, mudah diduga bahwa orang-orang inipun tentu masih kerabat dengan belasan anggauta Hek-tung Kai-pang yang dirobohkannya. Dan melihat tali hitam yang melingkar di pinggang serta sinar mata yang tajam menusuk, tahulah gadis ini bahwa dia agaknya berhadapan dengan lawan-lawan yang memiliki kepandaian lebih tinggi daripada orang-orang tadi.

Gadis itu tersenyum mengejek dan dengan tenang ia melangkah maju dua tindak. "Apakah kalian teman tikus-tikus ini?" tanyanya sambil menuding belasan orang yang masih merintih-rintih itu. "Jika demikian, tentu kalian hendak membalas dendam. Nah, majulah agar aku tidak tanggung-tanggung membasmi penjahat penjahat rendah macam kalian ini!"

Tiga orang itu memandang dengan sinar berapi namun mereka agaknya menahan diri dan tidak melayani tantangan ini. Si muka merah melangkah ke depan, tangannya menyodorkan sebuah surat dan berkata dengan suara dingin, "Kalau nona benar-benar seorang gagah, kami tunggu kedatanganmu di markas Hek-tung Kai-pang. Pangcu melarang kami untuk membuat onar di sini dan hanya mengirimkan surat untuk nona. Terimalah!" dan dia lalu menyambitkan surat itu yang meluncur ke depan setelah tadi mengerahkan lweekangnya.

"Wuuttt!" Pek Hong cepat menangkap dan gadis ini diam-diam terkejut ketika telapak tangannya tergetar. Tahulah ia bahwa si muka merah itu memang memiliki tenaga lweekang kuat dan ia harus berhati-hati. Akan tetapi, seperti yang sudah menjadi wataknya, dara ini sama sekali tidak mengenal takut. Kata-kata "berani" tadi bahkan semakin membakar hatinya. Dia mendengus marah dan berkata kepada tiga orang itu.

"Sampaikan kepada pangcu kalian bahwa aku pasti datang. Ingin aku melihat apa yang hendak dilakukan oleh orang-orang Hek-tung Kai-pang yang agaknya pandainya hanya mengeroyok orang!"

Tiga orang itu tidak menjawab hanya muka mereka saja yang menjadi semakin merah karena marah. Mereka membalikkan tubuh dan menolong saudara-saudara mereka yang roboh di sana-sini itu. Dua orang yang tewas mereka panggul dan akhirnya beramai-ramai orang-orang Hek-tung Kai-pang ini berlompatan pergi setelah melempar pandang mata penuh ancaman terhadap gadis itu yang masih berdiri dengan sikap angkuh.

Pek Hong memutar tubuh dan ia sudah tidak melihat lagi penduduk Hun-kiang yang tadi merubung tempat itu. Agaknya orang-orang ini ketakutan dan lari pulang. Apalagi setelah tadi mereka mendengar betapa gadis itu menerima tantangan Hek tung Kai-pang dan hendak menemui musuh-musuhnya di markas pusat. Sungguh kelewat berani. Mana mungkin hanya seorang diri saja melawan sekian banyaknya orang-orang Hek-tungKai-pang?

"Eh, nona, kau sungguh sembrono! Hek-tung Kai-pang adalah orang-orang jahat dan licik, mengapa kau hendak ke sana secara berterang? Wah, celaka itu amat berbahaya!”

Pek Hong kaget bukan main. Dia sudah tidak melihat seorangpun di tempat itu, bagaimana ada orang bicara demikian dekat dengannya? Cepat dia membalik dan tahu-tahu si pelajar yang tadi disangkanya sudah pulang itu tiba-tiba saja berada di belakangnya dan enak-enak nyerocos bicara!

"Ehh, kau...?!?" gadis ini terbelalak dan sejenak tertegun bingung.

Pemuda itu tertawa. "Kenapa, nona? Kau kelihatannya seperti orang kaget. Apakah aku mengejutkanmu?"

Pek Hong sudah dapat menekan hatinya dan menjawab, "Benar, kau memang mengagetkan hatiku. Kau seperti iblis saja, tahu-tahu sudah berada di sini. Bukankah orang-orang lain sudah pergi semua? Untuk apa kau tinggal di sini dan tidak pulang seperti yang lain?"

"Pulang?" pemuda itu mengulang kata-kata ini dan wajah yang tampan itu tampak muram dan alis yang gagah itu berkerut. Dia menghela napas panjang lalu berkata, "Nona, pelajar miskin seperti aku ini mana punya rumah? Aku hidup seperti burung. Langit adalah atap rumahku dan bumi merupakan tempat tidurku. Aku berselimutkan angin dan berbantal lengan, tidak bersanak tidak berkadang. Kawan-kawanku adalah sepasang kaki dan tangan ini yang membantuku hidup sampai hari ini. Aku pelajar sial yang tidak beruntung dan selalu dirundung malang."

Ucapan ini terdengar mengharukan dan Pek Hong merasa kasihan. "Kau... apakah punya uang?" pertanyaan ini meluncur dari mulutnya seakan-akan tanpa disadari dan pemuda itu tampak terkejut mendengar pertanyaan yang aneh ini.

"Uang?" dia terbelalak. "Uang untuk apa, nona? Tadi aku sudah bilang bahwa aku adalah pelajar miskin. Dari mana aku bisa memperoleh uang? Sedang untuk makanku sehari-hari saja aku harus menjual tenaga kepada orang yang mau memakai tenagaku. Kalau tidak ada yang mau paling-paling aku pergi ke hutan mencari apa adanya yang bisa dimakan. Nona, pertanyaanmu aneh sekali, dan untuk apakah kau menanyakan uang kepadaku? Apakah kau memerlukannya? Ahh, sayang, aku sama sekali tidak punya dan..."

Pemuda ini menghentikan kata-katanya dan sepasang matanya semakin terbelalak lebar. Dia melihat gadis itu merogoh sakunya dan terdengar suara berkerincingan dan ketika tangan yang halus putih itu diangkat, tampaklah segenggam uang perak berkilauan.

"Nih, terimalah untuk bekalmu " Pek Hong yang merasa kasihan lalu memberikan uang itu kepada si pemuda pelajar. Akan tetapi gadis ini kaget ketika tiba-tiba pemuda itu melangkah mundur dan wajah yang tampan itu kelihatan merah tanda marah.

"Nona!" pemuda itu membentak. "Kalau tadi aku menceritakan kemiskinanku, bukanlah maksudku untuk memohon belas kasihan kepadamu! Siapa sudi menerima uang dari seorang wanita? Aku tidak butuh kasihan orang lain dan tidak minta dikasihani...!"

Pendekar Gurun Neraka Jilid 02

PENDEKAR GURUN NERAKA
JILID 02
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Pendekar Gurun Neraka Karya Batara
MAKA, ketika untuk ke sekian kalinya kembali dia disambar ombak yang bergulung-gulung seakan tiada habisnya karena mereka ini saling susul-menyusul dari belakang, pemuda itu mengeluarkan bentakan menggeledek.

"Haaaiiiitttt!!"

Tubuhnya melesat ke depan dengan sepuluh jari tangan terbuka. Hebat sikapnya ini, seperti sikap seekor rajawali jantan yang siap mencengkeram domba. Sepuluh jari-jari tangannya berkerotokan dan dari ujung jari-jari tangan ini meluncur ke luar sepuluh sinar kebiruan yang berkeredepan menyambar kedepan.

"Cus-cus-cus blar-blarr!"

Luar biasa sekali. Sepuluh cahaya berkeredepan yang meluncur dari ujung jari-jari tangan bekas jenderal muda itu tiba-tiba menyentuh sepuluh titik di permukaan laut, masing-masing mencuit tajam ke bawah dan terdengarlah suara seperti api yang disiram air dingin. Sepuluh tempat yang tersentuh sambaran sinar-sinar biru itu tiba-tiba mendidih dan berputaran cepat, membentuk pusaran air yang berbuih dalam beberapa detik lamanya. Kemudian, begitu pusaran-pusaran air ini lenyap, air laut di sepuluh tempat itu meledak seperti ditepuk telapak tangan raksasa!

Belum habis kejadian ini, Bwee Li yang sejak tadi menonton dengan hati tegang, mendadak melihat bayangan yang berkelebatan di atas permukaan laut. Wanita ini melihat betapa Yap-goanswe melengking nyaring dan tubuhnya meloncat-loncat dengan amat cepat dan ringannya di atas permukaan air, kaki tangannya bergerak-gerak cepat dengan kedua lengan terkembang, dari jauh seakan-akan merupakan sepasang sayap burung rajawali.

Dan yang membuat wanita ini sampai terbelalak penuh takjub adalah pemandangan yang amat luar biasa itu. la melihat betapa kini tubuh Yap-goanswe beterbangan di atas laut yang bergelombang, melompat-lompat dan selalu hinggap di puncak gelombang yang tertinggi, sedangkan kedua lengannya yang bergerak-gerak cepat seperti sepasang sayap burung besar itu mengibas dan menepuk bertubi-tubi ke bawah sehingga gelombang laut yang membuih ganas itu terpental dan muncrat-muncrat berhamburan!

"Oohhh....!" tak terasa lagi wanita cantik ini mengeluarkan seruan takjub, sepasang matanya ter belalak ke depan dengan air muka bengong. Belum pernah selama hidupnya ia menyaksikan hal semacam itu. Maka, tentu saja apa yang dilihatnya kini sungguh merupakan hal yang hampir tak masuk di akal. Betapa mungkin seorang manusia dapat beterbangan di atas permukaan laut tanpa memiliki sayap, hanya mengandalkan kedua lengan yang terkembang dan bergerak-gerak cepat seperti sayap tiruan?

Bwee Li tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan memang pemandangan itu terlalu hebat dan amat mencengangkan baginya. Ia tidak mengerti bahwa dengan ginkangnya yang tinggi, yang disebut Jouw-sang-hui-teng (Terbang Di Atas Rumput), sanggup membuat tubuh pemuda itu seringan kapas bobotnya. Sebetulnya ilmu ginkang yang luar biasa ini seharusnya dipakai di daratan.

Dalam melatih Jouw-sang-hui-teng, oleh gurunya pemuda ini diharuskan berloncatan di atas padang luas yang penuh ditumbuhi alang-alang tinggi. Dan di atas alang-alang inilah pemuda itu melatih diri. Hebatnya bukan kepalang karena setelah melalui latihan yang lama dan tekun, Bu Kong dapat berlari di atas padang rumput itu tanpa merobohkan rumput-rumput itu sendiri! Tubuhnya berkelebat di puncak alang-alang itu dengan amat cepatnya dan alang-alang itu sendiri hanya sedikit bergoyang seperti dihembus angin lalu.

Dan kini pemuda itu mempraktekkan latihannya di atas air laut dan hasilnya sungguh amat luar biasa dan mentakjubkan. Jouw-sang-hui-teng telah membuat tubuhnya seperti kapas yang amat ringan, dan gerakan kedua kakinya yang luar biasa cepatnya itu membuat tubuhnya tidak pernah berhenti bergerak, selalu berpindah-pindah dan melayang-layang di atas air laut yang sedang bergelombang seperti terbang!

Inilah yang membuat Bwee-Li terbelalak lebar. Bahkan, seandainya di situ terdapat manusia lain dari golongan awam, tentu orang itu akan menyangka bahwa yang beterbangan di atas permukaan laut itu bukanlah seorang manusia, melainkan seekor burung besar atau bahkan siluman laut yang muncul dari dasar samudera dan sedangmengamuk di situ!

Memang amat luar biasa dan mentakjubkan apa yang diperlihatkan oieh pemuda sakti itu, juga amat mengerikan karena dari tempat yang cukup jauh, Bwee Li masih dapat menangkap suara mencicit dan melihat sinar kebiruan yang meluncur dari ujung jari-jari tangan Bu Kong, melihat betapa setiap kali sinar-sinar itu menyambar ke bawah, air laut tampak meledak dan muncrat-muncrat berhamburan!

Itulah ilmu sakti Lui kong Ciang-hoat (Ilmu Silat Petir) yang sedang dilatih oleh pemuda ini. Dengan tenaga saktinya yang dinamakan Lui kong Sin-kang, pemuda ini membuat jari-jari tangannya penuh terisi hawa sakti yang seperti listrik dan setiap kali dikeluarkan, tampaklah cahaya kebiruan yang berkeredepan itu, persis sinar halilintar di celah mendung.

Saking bengong dan kagumnya, Bwee Li tidak merasa betapa di tempat itu terjadi perobahan. Wanita cantik ini tidak tahu betapa secara tiba-tiba, seperti munculnya iblis sendiri, di tempat itu muncul dua orang manusia yang amat mengerikan. Gerakan mereka ini tidak terdengar sama sekali dan tahu-tahu telah muncul begitu saja di dekat Bwee Li.

Yang pertama jelas adalah seorang laki-laki asing. Kulitnya putih dan tubuhnya tinggi besar, tampak kuat dan kokoh. Dia mengenakan pakaian longgar berwarna kuning, hidungnya mancung dan besar, agak bengkung ke bawah seperti kakatua. Dan yang amat menyeramkan dari orang asing ini adalah rambut dan matanya karena rambutnya berwarna kemerahan dan sepasang matanya biru kehijauan. Sungguh laki-laki asing yang amat mengerikan!

Dan temannya, orang kedua itu, warna kulitnya justeru berlawanan dengan orang pertama karena orang terakhir ini seluruh kulit tubuhnya berwarna hitam legam seperti arang, bahkan wajahnyapun juga hitam mengkilat seperti pantat kwali. Baru melihat orang sehitam ini saja telah sanggup membuat seseorang lari terbirit-birit karena menyangka bertemu setan, apalagi kalau melihat sepasang mata yang tampak menyolok putihnya itu di antara warna hitam, sepasang mata yang selalu mendelik seperti orang marah!

Maka, dapat dibayangkan betapa kagetnya Bwee Li ketika sekonyong-konyong ia mendengar suara ketawa bergelak yang amat menyeramkan di sebelah kirinya. Wanita ini cepat menoleh dan begitu melihat dua orang manusia luar biasa itu, Bwee Li terpekik kaget dengan wajah pucat. Sepasang mata Bwee Li terpaku dan jelas tampak betapa wanita cantik ini dicekam rasa kaget dan takut, karena dia menyangka bahwa ia bertemu dengan dua hantu Laut Tung-hai...!

Apa yang dialami Bwee Li agaknya dapat dimaklumi. Betapa tidak? Seluruh Lautan Tung-hai sedang bergolak. Dan di tempat itupun juga tidak ada seorang manusiapun yang masih tinggal. Semua penghuni-penghuni dusun telah lama menyelamatkan diri masing-masing, takut dicengkeram keganasan Laut Timur yang pada saat itu sedang marah besar. Maka, bertemu secara tiba-tiba dengan seorang berambut kemerahan dan bermata hijau yang bertubuh tinggi besar di tempat seperti itu saja sudah cukup membuat jantung Bwee Li seakan meloncat keluar. Apalagi masih ditambah dengan seorang manusia yang sehitam itu, mahluk yang agaknya lebih patut dianggap iblis hitam daripada seorang manusia!

Dan yang membuat Bwee Li menjadi lebih pucat lagi mukanya adalah suara ketawa itu. Jelas telinganya mendengar betapa salah seorang di antara dua mahluk ini sedang tertawa bergelak dengan suara parau seperti burung gagak, namun ia sama sekali tidak melihat salah satu di antara dua manusia iblis itu sedang tertawa. Mulut mereka tertutup rapat, sama sekali tidak terbuka untuk tertawa. Tentu saja kejadian ini membuat Bwee Li hampir pingsan dan wanita ini menjerit sambil memutar tubuhnya, berteriak minta tolong ke arah Yap-goanswe,

"Goanswe, tolong... ada setannn!"

Akan tetapi, belum jauh wanita ini berlari, tiba-tiba terdengar suara mendengus disusul bentakan, "Wanita sundal, robohlah....!" dan Bwee Li kembali menjerit ngeri karena tanpa diketahui sebab-sebabnya, mendadak tubuhnya menabrak suatu kekuatan yang tidak tampak dan terpelanting roboh!

Bwee Li mencoba melompat bangun dan hendak lari lagi, akan tetapi, seperti juga tadi, tanpa ia ketahui sebab-sebabnya tiba-tiba saja tubuhnya terpelanting jatuh. Tentu saja wanita ini menjadi ketakutan dan karena setiap kali berlari tentu terbanting roboh, akhirnya Bwee Li melengking ngeri dan roboh pingsan di atas tanah berpasir, roboh betul-betul tanpa sadarkan diri lagi!

Bu Kong yang sedang melatih diri di tengah-tengah laut tiba-tiba tersentak kaget ketika telinganya mendengar jeritan Bwee Li. Dia tadi sedang dilanda semangat yang berkobar sehingga membuatnya seakan lupa terhadap keadaan sekelilingnya. Maka, begitu mendengar lengking Bwee Li dari pantai daratan, dia menjadi terkejut sekali dan serentak menoleh dan menghentikan latihannya.

Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati pemuda ini ketika matanya yang tajam melihat munculnya dua orang manusia yang seperti hantu itu. Yang seorang memiliki rambut kemerahan sedangkan yang lain sehitam arang dan dari jauh tampak seperti setan penunggu laut. Hatinya tercekat dan tanpa membuang waktu lagi, Bu Kong mengeluarkan pekik panjang dan tubuhnya membalik, melenting dan berjungkir balik di atas permukaan gelombang lautan yang membuih, kembali menuju kepantai. Gerakannya hebat dan luar biasa sekali sehingga si mata hijau sampai berseru kagum.

"Hebat.. hebat..! Orang muda yang hebat..." dan sepasang mata yang kehijauan itu tiba-tiba mencorong lebih tajam dengan sinar aneh.

Tak lama kemudian, berhadapanlah tiga orang ini. Bu Kong meloncat dengan gerakan lincah dan ringan didepan dua orang manusia mengerikan itu, memandang penuh selidik tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Keadaan menjadi sunyi dan menegangkan. Dan dua orang pendatang baru itupun agaknya merupakan orang-orang aneh pula. Melihat betapa pemuda itu memandang mereka silih berganti dengan sinar mata tajam penuh selidik akan tetapi mulutnya tidak mengeluarkan teguran, dua orang inipun juga balas memandang dan mereka juga tidak balas menegur. Ketiga-tiganya hanya saling pandang dan si hitam arang tampak semakin mendelik, melotot dengan sepasang matanya yang besar membelalak!

Terjadilah suasana yang amat lucu di tempat itu.Tiga orang itu saling pandang dan agaknya saling taksir, persis seperti sikap pedagang kuda yang melihat dagangan bagus. Akhirnya, melihat betapa Bu Kong masih belum membuka mulut, si hitam arang yang tampaknya lebih berangasan daripada temannya si rambut merah, tiba-tiba memecahkan kesunyian itu dengan bentakan menggeledek,

"Heh, pemuda hidung belang! Apakah kini kau menjadi gagu dan tidak dapat bicara? Ataukah lidahmu telah dipotong sebagai hukuman oleh Raja Muda Yun Chang karena perjinaanmu dengan wanita sundal ini? Sungguh patut disayangkan, seorang jenderal muda yang gagah tampan dan terkenal di seluruh penjuru itu kiranya bukan lain adalah pemuda pemogoran, merupakan pagar makan tanaman karena telah melahap daun muda milik majikannya, ha-ha-ha!"

Si hitam legam tertawa bergelak dengan suara parau, akan tetapi hebatnya, ketika si hitam legam ini tertawa, mulutnya sama sekali tidak terbuka, hanya perutnya saja yang bergerak-gerak seakan-akan di dalam perut orang ini terdapat mahluk hidup yang hendak meronta-ronta keluar!

Berkilat sepasang mata pemuda itu mendengarkan kata-kata yang amat menusuk ini. Kiranya fitnah yang menimpa dirinya telah tersebar luas. Buktinya, orang yang sama sekali belum dikenalnya siapa ini ternyata telah mengetahui segala-galanya dan kini mengeluarkan kata-kata seperti itu. Namun, ketika dia melihat betapa si hitam arang ini tertawa tanpa membuka mulut melainkan mengerahkan hawa sakti dari dalam perutnya sehingga ketawa itu keluar dari perutnya yang bergerak-gerak penuh tenaga sakti, Bu Kong menjadi terkejut. Maklumlah dia bahwa dia sedang menghadapi orang-orang berilmu tinggi!

Sadar akan perkiraan ini, pemuda itu lalu menindas hawa marah yang sudah mulai membakar kepalanya dan dia bertanya, suaranya dingin seperti es di gunung salju, "Siapakah kalian? Ada apa datang ke sini? Secara kebetulan ataukah sengaja hendak membawa onar?" dan sepasang matanya yang mencorong seperti mata harimau muda itu menyambar berganti-ganti kearah duaorang itu.

Melihat ketenangan jenderal muda ini, hati si rambut kemerahan bermata hijau semakin kagum. Sebelum temannya menjawab, orang asing ini melangkah maju dan berkata, logatnya kaku namun kata-katanya mudah dimengerti, "Ha, Yap-goanswe benar-benar pemuda pilihan. Aku Cheng-gan Sian-jin benar-benar merasa kagum dan ingin berkenalan. Harap goanswe suka maafkan kekasaran Hek-mo-ko (Iblis Hitam) tadi karena dimanakah ada manusia yang tidak membuat kekeliruan?" dan dengan sikap ramah sambil tersenyum-senyum si mata hijau yang mengaku berjuluk Cheng-gan Sian-jin (Orang Suci Bermata hijau) ini lalu memberi hormat dengan tangan terkepal depan dada dan membungkuk.

Bu Kong terkejut bukan main. Sejenak matanya terbelalak lebar ketika orang asing ini memperkenalkan diri dengan nama Cheng-gan Sian-jin. Memang pernah dahulu gurunya menceritakan nama ini, nama dari seorang tokoh besar berdarah campuran antara Bangsa Arya dengan Bangsa Han. Tokoh ini pada tigapuluh tahun berselang sempat membuat bumi Tiongkok khususnya dunia kang-ouw terguncang hebat karena pada tigapuluhan tahun yang lampau Cheng-gan Sian-jin ini menantang dan menjatuhkan semua tokoh-tokoh sakti karena dia hendak menjadi seorang bengcu (pemimpin) di kalangan persilatan!

Menurut suhunya, kepandaian orang ini sungguh hebat dan tidak boleh dibuat main-main. Tiga puluh tahun berselang, Malaikat Gurun Takla yang pada waktu itu masih muda dan bernama Han Liong, menjadi penasaran dan marah melihat tingkah Cheng-gan Sian-jin yang menjatuhkan banyak tokoh atas dan yang dengan sikap congkak hendak menguasai semua orang-orang gagah di dunia kang-ouw.

Han Liong lalu bergegas menuju ke puncak Gunung Beng-san di mana pada waktu itu sedang terjadi pibu yang amat seru antara Cheng-gan Sian-jin ini dengan lawan-lawannya. Akan tetapi, ketika pemuda itu sampai di sana, ternyata tempat yang dijadikan arena pertandingan sudah bubar. Terdengar berita bahwa Cheng-gan Sian-jin dirobohkan oleh seorang yang tidak dikenal karena orang ini mengenakan kedok di mukanya.

Tentu saja berita ini amat hebat dan menggegerkan. Melihat betapa si sombong itu berhasil dirobohkan, orang-orang kang-ouw yang amat membenci peranakan Bangsa Arya ini lalu hendak membunuhnya. Akan tetapi terjadi hal yang aneh. Lawan Cheng gan Sian-jin yang mengenakan kedok itu tiba-tiba bertindak. Dengan suara halus tokoh misterius ini mencegah orang-orang itu membunuh Cheng-gan Sian-jin, lalu sebelum orang-orang lain itu berteriak memprotes, manusia berkedok itu mengempit tubuh Cheng-gan Sian-jin dan dalam beberapa kali lompatan saja, tubuhnya lenyap dari pandang mata!

Demikianlah yang terjadi pada tigapuluh tahun yang lampau. Kejadian ini pada waktu itu merupakan hal yang amat menghebohkan. Terutama sekali tentang si manusia sakti yang memakai kedok di mukanya itu. Orang ini menjadi bahan percakapan di kalangan tokoh-tokoh tua, bahkan guru Yap Bu Kong sendiri diam-diam menaruh heran dan menduga-duga, siapa gerangan tokoh sakti yang luar biasa itu. Namun, meskipun orang selalu mempercakapkan tokoh misterius itu, hingga sekarang tidak ada satu orangpun yang dapat mengenal orang sakti itu, tidak ada seorangpun di antara mereka yang mengenal ilmu silatnya, apalagi mengenal siapa adanya tokoh itu.

Dan bersamaan dengan robohnya Cheng-gan Sian-jin di Gunung Beng-san, orang tidak pernah lagi melihat munculnya tokoh sakti itu. Bahkan bersama lenyapnya misterius ini, Cheng-gan Sian-jin juga sudah tidak pernah tampak lagi di dunia kang-ouw. Orang tidak tahu apakah Cheng-gan Sian-jin dibunuh oleh lawannya ataukah tidak. Dan karena kejadian ini sudah amat lama, maka akhirnya orang melupakan peristiwa itu dan banyak di antara mereka menganggap bahwa Cheng-gan Sian-jin tentu sudah tewas.

Maka, dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Yap Bu Kong ketika mendengar bahwa orang bermata hijau berambut kemerahan itu mengaku sebagai Cheng-gan Sian-jin! Tentu saja jantungnya terguncang keras. Dia masih belum dapat menangkap apakah orang ini sebagai lawan ataukah sebagai kawan. Akan tetapi, melihat sikap temannya, perkiraannya lebih condong untuk menebak bahwa tokoh besar yang sudah lama dikabarkan mati itu tentu berada di pihak lawan. Dan kalau benar dugaannya ini, sungguh dia menghadapi ancaman berat!

Dugaannya agaknya menjadi kenyataan, yaitu dimulai dari penghormatan tokoh sakti itu. Begitu Cheng-gan Sian jin mengepal tangan di depan dada dan membungkuk dengan mulut tersenyum-senyum, tiba-tiba menyambar angin bersiutan dari orang sakti ini ke arah dadanya. Bu Kong menjadi marah dan cepat dia mengerahkan lweekangnya. Kedua tangannya diangkat seperti orang menyoja, akan tetapi dari kedua lengan pemuda ini keluar hawa yang amat kuat menyambut dorongan dari depan. Dua tenaga yang tidak kelihatan bertemu di tengah-tengah dan pemuda itu mengeluarkan seruan tertahan.

"Dukkk...!" tubuhnya mencelat ke belakang tiga langkah. Bukan main terkejutnya hati pemuda ini. Tadi dia merasakan betapa tenaga lweekangnya bertemu dengan benda selunak kapas dan sebelum dia hilang kagetnya karena tenaga lweekangnya tersedot oleh sinkang lawan yang mempergunakan tenaga lembek, tiba-tiba Cheng-gan Sian-jin tertawa dan membuka telapak tangannya dan otomatis tenaga lweekang pemuda itu di "retour" kembali dan memukul balik ke arah dirinya sendiri. Cepat Bu Kong mengeluarkan seruan pendek dan membanting tubuh, dan ketika pemuda ini melompat bangun, wajahnya menjadi merah dan sepasang matanya berapi-api.

"Hemm, beginikah cara orang berkenalan? Diam-diam melakukan pukulan secara curang tanpa memberi tahu? Cheng-gan Sian-jin, walaupun aku yang muda dan bodoh mungkin belum mampu menandingi kesaktianmu, namun jangan mengira bahwa aku gentar menghadapimu. Majulah, aku siap bertempur mati-matian melawan iblis macammu ini!" bentaknya keras.

Cheng-gan Sian-jin tertawa aneh dan sepasang matanya yang menyorot kehijauan itu tiba-tiba memancarkan sinar ganjil. Di dalam hatinya, diam-diam tokoh besar ini merasa kagum kepada pemuda itu. Tadi, dalam pertemuan tenaga sakti, dia mengerahkan tenaga tujuh bagian dan biasanya lawan yang paling tangguh sekalipun mencelat sedikitnya lima meter. Namun, pemuda itu hanya terdorong tiga langkah saja. Ini membuktikan bahwa nama besar pemuda itu memang bukan kosong belaka. Dan kalau pemuda ini saja telah memiliki kepandaian tinggi, tentu gurunya yang amat tersohor itupun merupakan manusia sakti yang pantas menjadi lawannya!

"Heh, Yap-goanswe, tidak perlu lagi kiranya aku berputar-putar dalam memberikan keterangan kepadamu mengapa aku datang ke sini. Ketahuilah, aku hendak menangkapmu untuk dihadapkan kepada yang mulia Sri Baginda Kung Cu Kwang! Nah, kalau engkau menurut secara baik-baik, aku akan memperlakukan dirimu dengan cukup hormat. Akan tetapi kalau kau kepala batu, aku akan menyeretmu sepanjang jalan sampai tiba di istana sri baginda. Ketahuilah, Kerajaan Yueh telah hancur dan raja mudamu, Yun Chang yang tidak becus memerintah itu telah tewas dalam peperangan melawan kami!"

Kata-kata yang diucapkan oleh Cheng-gan Sian-jin ini membuat wajah bekas jenderal muda itu berobah. Kaget bukan main hati pemuda ini dan kalau di saat itu ada petir yang meledak di dekat telinganya belum tentu dia akan sekaget seperti sekarang ini. Sungguh sama sekali tidak disangkanya bahwa kepergiannya yang baru beberapa minggu dari istana Yun Chang ternyata telah dipergunakan oleh Negara Wu untuk menyerbu dan menghancurkan Yueh. Dan kalau musuh menggunakan tenaga-tenaga seperti Cheng-gan Sian-jin ini, sungguh Kung Cu Kwang amat beruntung dan kedudukannya tentu saja menjadi bertambah kuat, seperti seekor harimau yang tumbuh sayap! Namun, wajahnya kembali menjadi seperti biasa ketika pemuda ini teringat betapa Yun Chang telah menghina dan memperlakukannya sewenang-wenang. Oleh sebab itu, pemuda ini lalu menjawab dengan suara dingin.

"Cheng-gan Sian-jin, antara aku dan Yueh telah tidak ada hubungan lagi. Agaknya tidak perlu kau membakar-bakar hatiku dengan memberitahukan berita ini. Begitu pula dengan Kung Cu Kwang, aku sudah tidak mempunyai urusan apa-apa lagi dengannya. Untuk apa kau hendak menangkapku ke sana? Aku tidak mempunyai urusan dengan segala macam kerajaan dan aku tidak akan mencampuri semua ambisi orang-orang besar! Kalau kau hendak menangkapku untuk pamrih pribadimu, cobalah kau lakukan kalau kau bisa. Nah, tidak perlu kita banyak bicara dan majulah!"

Pemuda itu lalu memasang kuda-kuda yang amat kuat dan gagah bentuknya, bhesi yang disebut Tai-peng-tiam-ci (Garuda Membuka Sayap), tubuhnya agak merendah ke bawah dan sepasang matanya memandang lawan dari bawah ke atas dengan kedua tangannya terkembung di kanan kiri tubuh dan dari kedua lengannya terdengar suara berkerotokan.

Hek-mo-ko menggereng seperti seekor bintang dan tubuhnya tiba-tiba meloncat ke depan, "Sian-jin, biarkan aku mencoba kepandaian pemuda hidung belang ini. Apakah ilmunya sehebat mulutnya, cuhhh...!" tiba-tiba saja manusia iblis itu meludah kedepan.

Bu Kong terkejut. Air ludah Hek-mo-ko bagaikan sebuah pelor saja, menyambar datang dengan kecepatan luar biasa. Tentu saja dia tidak sudi menerima serangan menjijikkan ini dan cepat mulutnya meniup ke depan.

"Wusssshhhhh!" Tiupan khikang dari Bu Kong melalui mulutnya ini hebat sekali. Air ludah kental yang tadi diletupkan oleh Hek-mo-ko tiba-tiba tertahan di udara dan sedetik kemudian membalik dan menyerang tuannya sendiri!

Tentu saja manusia iblis itu kaget. Dia memang sudah mendengar tentang kelihaian bekas jenderal muda ini, namun, melihat betapa pemuda itu masih muda sekali dan patut menjadi muridnya, maka Hek-mo-ko memandang rendah. Sama sekali tidak disangkanya bahwa pemuda itu ternyata memiliki khikang kuat sekali sehingga serangan air ludahnya yang menjijikkan itu kini terpukul balik ke arah keningnya.

"Setan...!" Hek-mo-ko mengumpat dan tangan kirinya bergerak dari samping. "Wuutttt... plakk!" ludah kental itu terdorong oleh hawa pukulannya dan akhirnya amblas ke dalam tanah.

Bu Kong tercekat. Dari demonstrasi manusia hitam ini saja sudah dapat diketahuinya bahwa Hek-mo-ko ternyata merupakan lawan yang berat juga. Dia belum pernah mendengar nama tokoh ini dan tadinya kurang menaruh perhatian. Akan tetapi, setelah dia melihat betapa kuat lweekang iblis hitam itu, maka dia berlaku waspada.

Hek-mo-ko yang marah karena serangan pertamanya dipukul balik itu sudah mengeluarkan suara seperti binatang buas. Tubuhnya tiba-tiba melompat seperti seekor harimau, yaitu melompat berikut kedua kaki dan tangannya mencengkeram ke depan. Dan ketika tubuh tokoh hitam ini menerjang, sama sekali tidak terdengar suara anginnya. Gerakannya tampak ringan dan kuat sekali, persis seperti tubrukan harimau tulen.

Pemuda ini yang sudah siap sejak tadi, cepat miringkan kepalanya ketika sambaran kedua tangan Hek-mo-ko mencoba untuk mencengkeram rambutnya. Tangan kirinya melakukan tangkisan keras dari luar sedangkan tangan kanannya dengan jari-jari terbuka membabat kedua kaki Hek-mo-ko dengan gerakan melingkar dan amat cepat. Dalam gebrakan ini, keduanya sama-sama sengaja untuk menguji tenaga lawan masing-masing untuk diukur sampai dimana tingkatnya. Dan akibatnya sungguh sama-sama mengejutkan. Tangkisan tangan kiri pemuda itu ke arah cengkeraman lengan Hek-mo-ko disusul babatan jari-jari tangannya yang terbuka ke arah sepasang kaki lawan bertemu dengan amat hebatnya.

"Duk-duk-plakkk!" empat kali berturut-turut kaki dan tangan mereka bertemu dan tubuh Hek-mo-ko yang dalam posisi meloncat itu terpental ke belakang sedangkan kuda-kuda Yap Bu Kong tergempur. Kedua kakinya terseret satu langkah ke belakang dan tanah tergurat sedalam tiga inci!

"Hayaa...!" Hek-mo-ko berteriak dan cepat berjungkir balik untuk mematahkan dorongan lawan, akan tetapi secepat kilat iblis hitam ini sudah membalik dan melancarkan serangan bertubi-tubi. Jari-jari tangannya membentuk cakar harimau dan mencakar semua bagian depan dari pemuda itu dan sepasang kakinya mencuat-cuat melakukan tendangan kilat dalam waktu yang tak terduga. Hebat dan buas sekali sepak terjang Hek-mo-ko ini, persis terjangan seekor harimau yang haus darah.

Melihat betapa lawannya mulai melakukan serangan bertubi-tubi, pemuda itu mengeluarkan pekik panjang dan tubuhnya tiba-tiba berkelebat lenyap. Hek-mo-ko terkejut ketika mendadak lawannya menghilang. Tentu saja semua serangannya tidak mengenai sasaran dan sebelum dia hilang kagetnya, tiba-tiba dari belakang berdesir angin dingin menuju tengkuknya. Cepat ia memutar tubuh sambil menggereng dan kedua tangannya bergerak menghantam.

"Plak-plakk!"

Kembali kedua lengan mereka beradu dan keduanya sama-sama tergetar. Bu Kong yang tidak mau memberi hati kini balas melancarkan serangan. Dengan ilmunya Jouw-sang-hui-teng, pemuda ini berkelebatan di sekitar tubuh Hek-mo-ko dan gerakannya sungguh amat luar biasa cepatnya dan kedua tangannya pulang balik menyambar bertubi-tubi ke arah tubuh lawan.

Terjadilah kini pertandingan yang sungguh-sungguh dan amat menarik. Kecepatan ginkang pemuda itu memang hebat sekali. Hek-mo-ko berusaha mengikuti gerakan lawannya yang jauh lebih muda itu, namun ternyata dalam hal ginkang dia harus mengakui keunggulan lawan. Sebentar saja matanya menjadi kabur dan pedas dan akibatnya, beberapa kali hantaman atau tamparan tangan pemuda itu mengenai tubuhnya.

"Duk...plak...desss!" Untuk ke sekian kalinya pukulan Bu Kong menghantam Hek-mo-ko. Yang pertama dan kedua dengan tepat mengenai sisi belakang kiri kanan telinganya, sedangkan hantaman ketiga menghantam leher. Hek-mo-ko berteriak marah dan tubuhnya terputar seperti orang kena penyakit ayan, namun sama sekali tidak roboh!

Tentu saja hal ini amat mengejutkan hati pemuda itu. Kiranya manusia iblis ini memiliki ilmu kebal, tentu sejenis Tiat-po-san atau sebangsanya. Oleh sebab itu, Bu Kong tiba-tiba melengking nyaring dan merobah serangannya. Tubuhnya berkelebatan semakin cepat dan kini dari ujung-ujung jari tangannya terdengarlah suara mencicit panjang dan sinar biru berkeredepan ke depan. Hek-mo-ko terkejut setengah mati dan dia berusaha menghindar dari sinar biru yang mengandung hawa panas ini, namun kecepatan gerak Jouw-sang-hui-teng yang dimiliki pemuda itu tidak sanggup dia menandinginya.

"Cas-cess blar-blarr!"

Hek-mo-ko memekik ngeri dan membanting tubuh bergulingan menjauh. Sinar berkeredepan yang mengenai tubuhnya mengeluarkan suara seperti besi panas yang direndam dalam air dingin dan kulit tubuhnya yang dilindungi kekebalan itu ternyata tidak kuat menahan. Seketika bagian tubuhnya yang tersentuh menjadi terbakar dan hangus kehitaman!

Tentu saja Hek-mo-ko menjerit-jerit kesakitan dan menjadi gentar. Dia tidak tahu ilmu siluman apa yang dipergunakan oleh pemuda itu dan tubuhnya menggelundung kesana kemari dan akhirnya melompat bangun dengan muka pucat. Sebenarnya, sukarlah untuk melihat Hek-mo-ko dalam keadaan pucat. Warna kulitnya yang sehitam arang itu menyembunyikan kepucatannya dan hanya sepasang matanya yang terbelalak semakin lebar dengan sinar mata jerih itu sajalah yang menunjukkan bahwa manusia iblis ini sedang dilanda rasa gentar.

Cheng-gan Sian-jin sendiri yang melihat kejadian ini sampai mengeluarkan seruan kaget. Dan melihat betapa pemuda itu masih mengejar Hek-mo-ko yang bergulingan, tokoh besar ini tiba-tiba berkelebat ke depan. "Orang muda, tahan!"

Bentakan ini keluar dari mulut Cheng-gan Sian-jin dan Bu Kong terkejut ketika tiba-tiba dari samping kanan serangkum angin pukulan menyambar lambungnya. Kalau dia terus mengejar Hek-mo-ko, walaupun mungkin dia berhasil dengan serangannya itu, akan tetapi lambungnya tentu akan terkena pukulan sakti dari Cheng-gan Sian-jin. Oleh sebab itu, begitu merasakan sambaran hawa dingin ini, Bu Kong terpaksa membatalkan serangannya ke arah Hek-mo-ko sehingga lawannya dapat bangun dan bernapas lega, sedangkan dia sendiri karena tidak ada waktu untuk menangkis, cepat menotol tanah dan berjungkir balik jauh kebelakang.

Cheng-gan Sian-jin kini telah berdiri dengan sikap angker di antara Hek-mo-ko dengan lawannya. Sepasang mata kehijauan dari tokoh besar ini tiba-tiba mencorong dan memandang ke arah pemuda itu tanpa berkedip dan terdengarlah suaranya yang amat berwibawa, suara yang amat aneh dan melingkar-lingkar seperti ular kesakitan, suara yang penuh mengandung mujijat karena tokoh besar itu kini sedang mengeluarkan ilmunya yang disebut Sin-gan-i-hun-to (Mata Sakti Perampas Semangat).

"Orang muda, berlutut dan menyerahlah! Kau sudah lelah dan seluruh urat-uratmu lemah... hayo kau maju dan serahkan diri kemari...berlutut...berlutut dan menyerahlah!"

Hebat bukan main pengaruh suara sakti ini. Bumi bergetar dan hawa udara di sekitar tempat itu tiba-tiba mendengung aneh seakan-akan kedatangan iblis-iblis yang sedang gentayangan. Suasana menjadi amat menyeramkan dan seluruh daerah itu dilingkupi pengaruh hitam.

Yap Bu Kong yang diserang oleh Ilmu Sakti Sin-gan-i-hun-to ini tiba-tiba merasa tubuhnya gemetar keras. Entah mengapa, sepasang matanya yang tadi memandang berapi-api ke arah Cheng-gan Sian-jin itu mendadak tersedot dan terpaku ke depan tanpa dapat dia lepaskan lagi. Pemuda ini menjadi terkejut dan teringatlah dia ketika dahulu diapun juga diserang sihir oleh Ang-i Lo-mo.Hanya yang membuat dia kaget sekali adalah betapa pengaruh suara dan sinar mata kehijauan dari Cheng-gan Sian-jin ini jauh lebih kuat dibandingkan dengan milik Ang-i Lo-mo si datuk iblis dulu.

Mungkin saja mata setan yang berwarna kehijauan itulah yang membuat ilmu Cheng-gan Sian-jin menjadi jauh lebih kuat perbawanya. Dan memang harus diakuinya bahwa sepasang mata dari tokoh besar itu memang amat mengerikan dan di dalam mata itu seakan-akan terdapat getaran hawa iblis yang berpijar-pijar.

Maka, tanpa dapat dicegahnya lagi tiba-tiba Bu Kong jatuh berlutut dan mukanya masih terus tengadah karena sepasang matanya "terikat" oleh sepasang mata kehijauan milik Cheng-gan Sian-jin.

Hek-mo-ko yang berada di tempat itu dan yang merasa amat marah dan malu karena tadi dibuat jatuh bangun oleh pemuda ini, tiba-tiba mengeluarkan suara ketawa bergelak dan tahu-tahu manusia iblis ini telah mencabut senjatanya yang amat menyeramkan, yakni sepasang sarung tangan yang ujungnya dipasangi kuku kuku runcing dan panjang berwarna kehitaman, langsung menubruk pemuda yang sedang berlutut itu sambil menghunjamkan sepasang cakar buatan itu ketubuh Bu Kong.

Cheng gan Sian-jin terkejut. Bukan maksudnya untuk membunuh pemuda ini. Maka serangan tiba-tiba dari Hek-mo-ko itu mengejutkan hatinya dan sedetik konsentrasinya membuyar. Pengaruh Sin-gan-i-hun-to melemah dan Cheng-gan Sian-jin hanya sempat berteriak mencegah, "Hek-mo-ko, jangan bunuh dia, ingat pesan sribaginda, keparat!"

Makian dan bentakan ini membuat Hek-mo-ko terperanjat namun karena serangan itu dilakukan dalam keadaan marah, maka tidak dapat ditariknya kembali dan iblis ini paling-paling hanya berusaha mengurangi tenaganya.

"Cap-capp...!" sepasang cakar beracun itu menancap setengahnya lebih dan pemuda itu mengeluh panjang. Walaupun Hek-mo-ko sudah mengurangi tenaganya, tetap saja senjatanya menancap di tubuh pemuda itu, dipunggung sebelah atas. Rasa nyeri yang amat hebat memasuki tubuh Bu Kong karena sepuluh buah kuku-kuku hitam yang dipasang di sarung tangan itu mengandung sepuluh macam racun yang amat berbisa. Pemuda ini mendelik dan sadar akan kecurangan lawan, membalik sambil menghantam ke belakang, akan tetapi Hek-mo-ko sudah melompat jauh.

Tubuh Bu Kong terputar dan roboh, namun dia berusaha meloncat berdiri. Tubuhnya bergoyang-goyang dan kepalanya berputar-putar sehingga dia melihat segala sesuatunya terbalik-balik. Melihat bayangan hitam dari Hek-mo-ko, pemuda ini mengeluarkan teriakan parau dan tubuhnya melompat ke depan. Akan tetapi, baru saja kakinya melompat, pemuda ini berteriak ngeri dan roboh tersungkur dengan darah mengucur deras dari belakang punggungnya! Bekas jendral muda ini pingsan akibat racun di sarung tangan Hek-mo-ko dan suasana kembali sunyi.

Cheng-gan sian-jin menyumpah-nyumpah, “Mo-ko, kau sungguh lancang dan bodoh! Dimana otakmu? Apakah kau tidak ingat akan pesan sri baginda? Pemuda ini seorang ahli perang yang amat tangguh dan tinggi ilmu silatnya. Kita hendak mempergunakan tenaganya untuk kepentingan kita. Akan tetapi kau hampir saja membunuhnya. Sungguh kau manusia yang tidak dapat diberi ampun! Hayo kau bawa dan sembuhkan dia, kalau tidak, hemm, sebelum cita-citaku terwujud, aku pasti akan membuatmu menjadi manusia yang tidak berguna!”

Hek-mo-ko gemetar tubuhnya dan tampak ketakutan. Dia tahu benar kesaktian Cheng-gan sian-jin ini dan dia tahu pula apa cita-cita tokoh mengerikan itu. Kalau dia tidak dapat menolong jiwa pemuda itu, tentu nyawanya juga akan ikut terancam.

“Sian-jin, maafkan aku. Aku tidak sengaja karena kemarahan telah membuat mataku gelap. Percayalah, aku masih dapat menyembuhkan pemuda ini dan menyerahkannya kepadamu untuk dibuat menjadi robot hidup guna kepentingan cita-citamu yang akan datang…”

Cheng gan Sian-jin mendengus marah akan tetapi mendengar kesanggupan Hek-mo-ko untuk memulihkan pemuda itu, sinar matanya yang tadi bengis memandang menjadi agak lunak.

Tanpa memperdulikan tubuh Bwee Li yang masih tergolek tak sadarkan diri di tempat itu, dua orang manusia iblis ini lalu melompat pergi sambil membawa tubuh Yap Bu Kong yang terluka parah. Kalau saja ada orang yang kebetulan mendengar betapa Hek-mo-ko tadi mengatakan hendak menyerahkan pemuda itu kepada Cheng-gan sian-jin untuk dibuat menjadi robot hidup, tentu orang itu akan menjadi ngeri dan berdiri bulu romanya.

Robot hidup! Inilah yang hendak diperbuat oleh Cheng-gan sian-jin terhadap pemuda yang gagah perkasa itu. Tokoh besar peranakan Arya ini memang mempunyai suatu cita-cita tersembunyi di dalam batinnya, cita-citanya yang amat membahayakan kedudukan Tiongkok pada waktu itu. Dia, tokoh besar yang memiliki ilmu-ilmu tinggi ini kembali hendak mengulang sejarahnya yang lalu, yakni hendak menjadi bengcu di seluruh kaum persilatan, bahkan, tokoh besar yang amat berbahaya ini secara diam-diam telah mulai mengumpulkan suku bangsanya untuk pada suatu saat bergerak menaklukkan semua kerajaan-kerajaan feodal yang pada waktu itu memang amat banyak di Tiongkok dan mengangkat diri sendiri sebagai kaisar!

Dan untuk itu, dia amat membutuhkan seorang pemimpin pasukan yang pandai, seorang jenderal yang cakap untuk membantu di sampingnya menghadapi pasukan-pasukan kerajaan lain. Cheng gan Sian-jin adalah manusia iblis yang amat cerdik dan berbahaya. Dia berpura-pura membantu Raja Muda Kung Cu Kwang untuk memperoleh kepercayaan raja muda itu, dan dengan bantuan pasukan Kerajaan Wu, dia hendak merobohkan setiap kerajaan lain yang menghalang. Dan apabila Wu dapat menalukkan kerajaan-kerajaan lain dengan bantuannya, kelak mudah baginya untuk menggulingkan Kung Cu Kwang dan singgasananya dan mengganti kedudukan kaisar dengan dirinya sendiri!

Dengan demikian berarti bahwa untuk mencapai keberhasilan cita-citanya ini, secara tidak langsung Wu-lah yang diam-diam diperalat oleh tokoh besar itu. Dan kelak jika semua cita-citanya terwujud, tidak sukar baginya untuk menendangi semua tokoh-tokoh penting dari Wu untuk diganti dengan orang-orang dari bangsanya sendiri! Sungguh seorang manusia iblis yang amat cerdik dan berbahaya!

Dengan tertawannya Yap-goanswe, hati Cheng-gan Sian-jin menjadi lebih mantap dan yakin. Hanya pemuda inilah satu-satunya orang yang dapat memimpin pasukan besar dan merobohkan setiap kerajaan-kerajaan lain yang menghalang. Dia hendak membuat bekas jenderal muda yang gagah perkasa ini berada di bawah kekuasaannya dan selalu mematuhi semua perintah-perintahnya. Dia hendak mempergunakan tenaga dan kepandaian pemuda itu sebaik-baiknya dan jika kelak dia tidak memerlukan lagi tenaga pemuda ini, mudah baginya untuk membunuh Yap-goanswe!

Dunia mengalami ancaman bahaya yang hebat dengan munculnya raja iblis ini dan dua orang itu lalu meninggalkan pantai Tung-hai sambil tertawa menyeramkan. Mereka sama sekali tidak menghiraukan Bwee Li yang masih menggeletak pingsan di tepi pantai dan merekapun juga agaknya sama sekali tidak ambil perduli amukan Dewa Hai-liong-ong yang kini setelah ditinggal pergi oleh dua manusia iblis itu menjadi semakin hebat dan ganas sepak terjangnya.

Gelombang menerjang garang dan ombak membuih dahsyat. Lautan Timur ini mengamuk sampai dua malam dan akhirnya, pada hari ketiga, angin ribut dan topan yang melanda daerah itu hilang. Lautan kembali sunyi seperti sediakala. Hanya bekas-bekas amukan dewa laut itu sajalah yang meninggalkan kesan mengerikan.

Dusun-dusun hancur, rumah-rumah nelayan lenyap dan pohon-pohon yang terdapat di sekitar tempat itu telah roboh dibawa hanyut oleh badai yang datang. Hawa maut telah mulai menampakkan dirinya di pantai Tung-hai ini dan dia masih akan terus bergerak kepedalaman untuk mencengkeram jiwa manusia lain yang belum sempat dijadikan korbannya!

* * * * * * * *

Hek-tung Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Hitam) adalah sebuah perkumpulan yang amat terkenal di kota Hun-kiang yang termasuk di Propinsi Kiang-si. Perkumpulan ini merupakan sebuah perkumpulan para pengemis berbaju hitam yang menguasai semua kaum gelandangan untuk daerah selatan. Ketuanya, yang dijuluki orang dengan julukan Liong-tung Lo-kai (Pengemis Tua Bertongkat Naga), adalah seorang kakek yang ditakuti, baik oleh para anggautanya sendiri maupun oleh para penduduk Propinsi Kiang-si.

Telah tersohor sampai di seluruh Propinsi Kiang-si bahwa Liong-tung Lo-kai ini adalah seorang kakek yang amat sadis dan mudah menurunkan tangan maut, juga memiliki kepandaian yang amat tinggi. Di samping itu kakek ini memiliki wajah yang mengerikan. Matanya picak sebelah, hidungnya pesek dan besar, tubuhnya agak bongkok dan kakinya pincang, kulit mukanya kasar seperti kulit buaya.

Namun hebatnya, meskipun wajahnya buruk ketua Hek-tung Kai-pang ini memiliki tigapuluh orang lebih wanita-wanita yang menjadi isterinya. Tentu saja dengan jalan paksaan!

Kakek itu memang terkenal mata keranjang dan suka mengambil gadis-gadis cantik yang diambilnya begitu saja dari rumah orang tuanya tanpa si orang tua berani melawan. Selain itu, tidak jarang anak buah Hek-tung Kai-pang mendatangi rumah-rumah hartawan ataupun bangsawan untuk meminta sumbangan. Dan yang membuat orang diam-diam membenci perkumpulan Hek-tung Kai-pang ini adalah sepak terjang mereka yang amat sewenang-wenang.

Dalam meminta sumbangan pun mereka selalu menyebutkan nilainya, yaitu tidak boleh kurang dari limaratus tail perak untuk setiap hartawan! Tentu saja permintaan ini amat tinggi dan kurang ajar, sifatnya sudah bukan lagi merupakan sumbangan, akan tetapi seperti perampokan yang berjalan terang-terangan! Sudah banyak hartawan-hartawan kaya yang sakit hati dan menentang tindak-tanduk Hek-tung Kai pang dalam hal meminta sumbangan ini, namun semuanya itu pasti akan tewas di pagi harinya dengan kepala tergantung di muka rumah!

Tentu saja kejadian berdarah ini mengguncang hati masyarakat. Mereka diam-diam melaporkan hal ini kepada pejabat pemerintah untuk menindak kejahatan Hek-tung Kai-pang. Akan tetapi orang-orang menjadi semakin kecut ketika melihat betapa setiap orang yang tadinya melapor itu keesokan harinya sudah tidak diketemukan lagi jejaknya!

Mereka tidak tahu apakah mereka itu dibunuh oleh Hek-tung Kai-pang ataukah terdapat persekongkolan antara pihak pemerintah dengan Hek-tung Kai-pang sendiri. Yang jelas, dengan adanya kejadian itu berulang-ulang, penduduk dicekam rasa takut dan akhirnya tidak ada lagi yang berani membuka mulut. Mereka terpaksa menutup mulut dan mata kalau melihat kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh golongan pengemis baju hitam itu, baik kejahatan berupa pengambilan gadis-gadis cantik ataupun sumbangan-sumbangan paksaan terhadap para hartawan.

Dan hebatnya, menjelang ulang tahun ketua Hek-tung Kai-pang itu, kini setiap anggauta pengemis baju hitam meminta derma terhadap setiap penduduk, baik dia itu orang kaya ataupun orang miskin! Kejadian ini tentu saja membuat kebencian penduduk menjadi semakin berlipat ganda. Kalau dulu hanya para hartawan saja yang menentang, kini ditambah lagi dengan golongan orang-orang miskin ini. Mereka itu memberontak dan mengadakan persatuan sendiri untuk melawan kejahatan Hek-tung Kai-pang yang sudah melewati batas ini.

Kampung Loh-chung bersatu padu. Semua pemuda dikumpulkan dan akhirnya mereka berhasil menyatukan seratus lima puluh orang. Namun, belum lagi mereka ini menyerbu markas Hek-tung Kai-pang, tiba-tiba datang limabelas anggauta perkumpulan itu mendahului mereka. Para penduduk yang sudah dipenuhi api dendam segera berteriak-teriak dan menggerakkan senjata, namun satu-persatu orang-orang kampung Loh-chung ini disapu bersih. Seratus lima puluh jiwa roboh malang-melintang di tengah kampung dan tidak ada satu-pun dari mereka yang masih hidup!

Peristiwa ini amat menggemparkan dan nama Hek-tung Kai-pang semakin ditakuti orang. Hek-tung Kai-pang adalah seperti sebuah perkumpulan iblis, bukan perkumpulan pengemis. Dan anehnya, sebegitu jauh perkumpulan ini melakukan kejahatannya, pihak pemerintah tetap saja tidak turun tangan!

Dan pada hari itu, sebulan setelah kejadian yang mengerikan tadi, markas Hek-tung Kai-pang tampak sibuk. Markas ini terletak di pinggir kota sebelah barat dan walaupun namanya saja adalah perkumpulan pengemis, namun gedung dari para pengemis itu sendiri sungguh tidak merupakan gedungnya orang-orang miskin. Bahkan jauh daripada itu. Markas besar para pengemis baju hitam ini dibangun seperti istana raja, dindingnya diukir dan pilar-pilarnya dicat emas sehingga tampak indah gemerlapan.

Kota Hun-kiang pada pagi hari itu tampak lebih ramai daripada biasanya. Hal ini adalah disebabkan dengan munculnya pendatang-pendatang baru dari luar kota. Umumnya adalah kaum pengemis juga karena mereka ini bukan lain adalah wakil-wakil cabang Hek-tung Kai-pang di lain daerah. Di samping itu, juga terdapat beberapa orang yang bukan dari golongan pengemis, rata-rata berwajah menyeramkan dan agak liar, tanda bahwa orang-orang ini tentulah dari golongan hitam.

Dari sebuah jalan raya yang membentang panjang di tengah kota, muncul seorang gadis berpakaian serba hijau. Cantik jelita dan gagah gadis ini, sungguh amat jauh bedanya dengan golongan pengemis ataupun golongan hitam tadi. Pakaiannya terbuat dari sutera halus, mencetak ketat tubuhnya yang ramping padat, pinggangnya dilingkari oleh sebuah rantai perak yang tampak gemerlapan tertimpa cahaya matahari pagi.

Usianya tidak akan lebih dari sembilan belas tahun dan langkah kakinya yang ringan gesit ketika berjalan, menunjukkan bahwa gadis itu tentulah bukan wanita sembarangan.Karena kota Hun-kiang kebanyakan adalah kaum lelaki saja yang muncul setelah adanya penculikan gadis-gadis cantik oleh Liong-tung Lo-kai, maka tentu saja kehadiran gadis cantik berpakaian sutera hijau yang cantik jelita dan amat segar di pagi hari itu segera menarik perhatian orang.

Ada dua macam pandangan yang dilontarkan orang terhadap gadis itu. Pertama adalah pandangan cemas sedangkan yang kedua adalah pandang mata yang bersinar gembira. Yang pertama adalah pandang mata penduduk biasa dan yang kedua adalah pandang mata anggauta Hek-tung Kai-pang yang kebetulan pada pagi hari itu bertemu dengan gadis yang jelita ini. Kebetulan sekali, pikir mereka. Hari ini adalah hari ulang tahun pangcu (ketua). Kalau mereka dapat mempersembahkan gadis secantik manis ini, tentu mereka akan mendapatkan hadiah besar!

Lima orang penunggang kuda berteriak-teriak dari ujung jalan raya dan kuda mereka tampak membalap kencang. Semua orang menoleh dan gadis baju hijau itupun juga menengok sambil mengerutkan alisnya yang hitam panjang. Semalam hujan baru saja turun dan belum ada debu-debu yang mengepul ketika lima ekor kuda yang tinggi besar itu datang. Namun sebaliknya, karena tanah masih becek, tentu saja larinya kuda-kuda itu membuat lumpur bercipratan kesana-sini.

"He, minggir...! Minggir kalian semua kalau tidak ingin terinjak mampus....!" tiba-tiba terdengar bentakan nyaring disusul derap kaki kuda.

Semua orang segera menyibak ketika lima ekor kuda beserta penunggangnya yang berteriak-teriak itu meluncur datang. Akan tetapi, begitu lima orang yang berada di atas kuda ini melihat si gadis berbaju hijau, tiba-tiba orang yang di depan berseru keras dan menarik kendali kudanya. Gerakan ini dilakukan mendadak sehingga empat temannya yang lain terkejut dan mengikuti perbuatannya. Lima ekor kuda tinggi besar itu meringkik keras dan hampir saja mereka saling bertumbukan.

"He, kawan-kawan, berhenti, lihat...!" orang pertama tadi berkata sambil menudingkan telunjuknya ke arah gadis cantik itu. "Bukankah ini namanya pucuk dicinta ulam tiba? Kita memang sedang mencari-cari hadiah apa kiranya yang pantas disuguhkan kepada pangcu, dan secara tidak kita sangka ternyata hadiahnya sudah berada di depan mata. Ha-ha-ha, apakah ini bukan tandanya bahwa pangcu kita memang sedang diberi rejeki besar?"

Lima orang anggauta Hek-tung Kai-pang yang baru datang ini tertawa-tawa dan mereka berloncatan turun lalu menghampiri gadis itu.

"Hemm, kalian mau apa?" gadis itu bertanya dengan suara dingin, alisnya semakin dikerutkan dan wajah yang tadinya berseri-seri itu kini mulai lenyap senyumnya.

Orang-orang Hek-tung Kai-pang sudah biasa melakukan perbuatan seenak perut mereka sendiri. Kinipun menghadapi gadis itu, orang-orang ini sama sekali tidak memandang mata dan bersikap kasar.

"Nona, kami minta sukalah kau ikut bersama kami menghadap pangcu. Beliau tentu merasa senang sekali bertemu denganmu dan kutanggung pasti akan menarikmu menjadi isteri yang paling disayang, ha-ha!"

"Benar, dan daripada berjalan kaki, lebih baik membonceng bersamaku. Ketahuilah, nona, kudaku sangat kuat dan biar ada dua orang gadis seperti kau inipun kudaku masih sanggup berlari cepat!"

"Ah, jangan mau, nona. Walaupun kudanya kuat tetapi berdekatan dengan dia ini yang jarang mandi sungguh tidak sedap. Lebih baik dengan aku saja. Lihat, tubuhku lebih bersih dan kalau nona tidak suka duduk di belakang, boleh di depan saja, kupangku, ha-ha!"

Bermacam-macam omongan kotor mulai dikeluarkan dan lima orang pengemis baju hitam ini berebut maju untuk memegang tubuh dara baju hijau, sikap mereka seperti seekor kucing yang mendapatkan makanan lezat. Gadis itu menjadi merah mukanya dan tampaklah sekarang betapa sepasang mata jeli itu berapi-api. Begitu lima orang Hek-tung Kai-pang ini hendak menjamah tubuhnya, tiba-tiba terdengar lengking nyaring dan gadis itu berkelebat ke depan.

"Plak-plak-plak-des-dess!"

Lima kali berturut-turut pukulan dan tendangan dara ini mengenai sasarannya dan lima orang anggauta Hek-tung Kai-pang itu roboh terpelanting sambil berteriak kaget. Sama sekali mereka ini tidak mengira bahwa gadis yang mereka ganggu itu ternyata bukan gadis sembarangan.

"Keparat!"

"Jahanam!"

"Setan betina!"

Mereka memaki dan berlompatan bangun. Wajah orang-orang ini tampak merah karena marah dan malu. Tadi mereka amat memandang rendah dan akibatnya dalam segebrakan saja mereka roboh. Akan tetapi orang-orang ini tetap tidak memandang sebelah mata. Sepandai-pandainya seorang wanita, sampai dimanakah kekuatannya?

"Nona, kau gadis yang tidak tahu disayang orang!" orang pertama yang mukanya kuning membentak. Tadi pipinya digampar dan kini tampak merah. "Kalau kau tidak suka dibawa secara baik-baik, biarlah aku yang akan membawamu ke depan pangcu dengan kekerasan!"

Tubuh si muka kuning ini lalu menubruk dengan kedua lengan terkembang seperti seekor harimau menerkam kambing. Cepat dan kuat tubrukan ini dan orang-orang yang menyaksikan kejadian yang menegangkan hati ini menjadi khawatir sekali.

"Wuuttt...ehh!"

Si muka kuning berseru heran karena tubrukannya yang kuat dan cepat tadi ternyata luput. Gadis baju hijau yang tadi berada di depannya itu tahu-tahu telah menghilang dan sebelum dia memutar tubuh untuk mencari, tiba-tiba sebuah bayangan yang membuat matanya kabur menampar pipinya yang sebelah.

"Plakk!"

Tanpa dapat dihindarinya lagi pipi kanannya digampar dan tubuhnya terjengkang roboh! Si muka kuning melompat bangun kembali dan wajahnya tampak buas. Tahulah dia sekarang bahwa gadis itu bukanlah gadis sembarangan!

"Kawan-kawan, hajar dia!" orang ini membentak dan empat orang temannya yang lain sambil berteriak lalu menyerbu berbareng.

Segera gadis baju hijau dikeroyok oleh lima anggauta Hek-tung Kai-pang dan terjadilah pertandingan yang seru di tempat itu, ditonton oleh orang-orang banyak. Gadis itu mengeluarkan suara jengekan dari hidungnya dan tiba-tiba tubuhnya berkelebat lenyap. Lima orang lawannya terkejut dan sebelum mereka tahu di mana nona itu berada, tahu-tahu sepasang kaki membagi-bagi tendangan hebat.

"Ngek-blukk-dess... aduhh, mati aku....!"

Lima orang kasar ini menjerit kesakitan dan tubuh mereka terlempar seperti layang-layang putus. Ada yang dadanya ampeg, perutnya mulas dan ada pula yang rahangnya patah karena dagunya tadi terkena tendangan yang mencuat dari bawah keatas!

Gegerlah tempat itu dan para penduduk Hun-kiang yang menyaksikan peristiwa ini, diam-diam merasa puas dan girang sekali melihat kehebatan seorang lihiap (pendekar wanita) yang berani menentang perkumpulan Hek-tung Kai-pang. Akan tetapi, ketika dari jauh berlari-larian anggauta-anggauta Hek-tung Kai-pang yang lain, para penduduk menjadi cemas dan tegang juga.

Empat orang dari lima orang yang dihajar ini sudah melompat bangun. Yang satu tidak dapat bangun kembali karena rahangnya yang patah membuatnya roboh pingsan. Melihat betapa dalam beberapa gebrakan saja mereka telah dibuat jatuh bangun, orang-orang ini lalu mencabut senjata mereka, yaitu sebatang tongkat yang terbuat kayu besi dan hitam mengkilat karena sering digosok.

"Setan betina, karena kau berani menentang Hek- tung Kai-pang, maka jangan sesalkan kami kalau hari ini kau akan mengalami penghinaan hebat!" si muka kuning yang marah dan malu itu mengeluarkan ancamannya. "Kami akan menangkapmu dan kalau pangcu tidak mau, kami akan menggilirmu berganti-ganti sampai kau tewas dalam keadaan telanjang bulat!"

Wajah yang cantik itu berobah merah dan sepasang mata yang jeli indah itu kini memandang si muka kuning dengan sinar berapi. "Hmm, mulutmu kotor dan aku akan menyobek mulutmu itu. Kalian orang-orang yang tidak tahu diri dan pantas dibunuh!"

Begitu kata-katanya selesai, tanpa menanti orang-orang itu menyerang, gadis ini meloncat kedepan dan kaki tangannya bergerakcepat. Empat orang Hek-tung Kai-pang menggerakkan tongkat-tongkat mereka dan empat sinar kehitaman menyambar datangnya bayangan gadis itu.

"Plak-plak-dess-krakk...aughh!"

Terdengar jerit mengerikan dan seruan kaget dari empat orang ini. Empat batang tongkat yang tadi menyambut tubuh gadis baju hijau itu dengan tepat mengenai sasarannya, akan tetapi begitu menghantam tiba-tiba tongkat mereka membalik seperti memukul karet. Akibatnya, tanpa dapat mereka cegah lagi senjata mereka itu menghajar tubuh sendiri dan hidung mereka pecah terpukul tongkat. Dan yang lebih mengerikan adalah keadaan si muka kuning karena seperti apa yang tadi dikatakan gadis itu dengan kecepatan luar biasa telah merobek mulut orang ini sampai terkuak lebar dan si muka kuning menjerit ngeri dan roboh binasa!

Kagetlah yang lain dan mereka menjadi pucat wajahnya. Gadis baju hijau itu yang sudah menjadi marah ternyata tidak mau memberi ampun. Begitu si muka kuning tewas, iapun membalik dan menghajar sisanya yang tadi berpelantingan ini. Tentu saja tiga orang yang tadinya amat sombong dan penuh lagak ini memekik kesakitan. Tubuh mereka ditendang jauh dan terlempar dengan tulang-tulang patah dan akhirnya mereka roboh tak sadarkan diri merasakan nyerinya tulang-tulang yang patah!

Gemparlah kota Hun-kiang. Para penduduk yang memang amat membenci golongan penjahat ini, bersorak-sorak girang dan ada beberapa orang di antaranya sudah melompat maju sambil mengayunkan golok penyembelih babi atau sabit yang sedianya hendak dipergunakan untuk mencari rumput itu ke arah empat anggauta Hek-tung Kai-pang yang masih pingsan.

Namun, sebelum mereka melaksanakan maksudnya tiba-tiba dari belakang terdengar teriakan-teriakan marah dan belasan pengemis-pengemis baju hitam meluruk ke tempat itu! Dan melihat betapa beberapa orang di antaranya mengenakan tali merah dan biru di pinggang, mudah diduga bahwa orang-orang itu tentulah tokoh-tokoh Hek-tung Kai-pang kelas tiga atau dua.

Hal ini memang benar. Yang mengenakan tali biru adalah tokoh tingkat tiga dan yang mengenakan tali merah adalah dari tingkat dua. Tingkat satu hanya ada tiga orang saja, yakni merupakan murid-murid kepala Liong-tung Lo-kai dan mengenakan tali hitam.

Mereka ini tadi mendengar betapa ada seorang gadis cantik telah merobohkan saudara-saudara mereka, bahkan yang dua orang agaknya tewas dan yang lain luka-luka berat. Liong-tung Lo-kai yang dikabari berita ini tentu saja merasa marah. Hari itu adalah hari ulang tahunnya, bagaimana ada orang berani mengacau di dalam sarangnya? Apalagi ketika diketahuinya yang mengacau adalah seorang gadis cantik yang usianya ditaksir tidak lebih dari sembilan belas tahun!

Maka diperintahkannya anggauta dari tingkat dua dan tiga untuk menangkap pengacau itu. Tingkat satu tetap berada di situ untuk mengurus dan menyambut datangnya beberapa tokoh penting. Lagi pula Liong- tung Lo-kai menganggap bahwa dengan majunya anggauta-anggauta tingkat dua dan tiga yang masih dibantu oleh beberapa teman mereka tentu gadis itu akan dapat ditangkap. Kali ini Liong-tung Lo-kai salah perhitungan. Dia tidak tahu siapa adanya gadis itu. Kalau saja dia tahu, tentu agaknya dia sendiri yang akan maju!

Siapakah sebetulnya gadis baju hijau yang amat lihai itu? Dia bukan lain adalah Kwan Pek Hong, murid tunggal yang amat disayang dari seorang hwesio Tibet yang berjuluk Ta Bhok Hwesio! Bagi para pembaca yang telah membaca ceritera "Hancurnya Sebuah Kerajaan" yang lalu, tentu telah berkenalan baik dengan gadis ini.

Gara-gara Yap-goanswe-lah maka Pek Hong hari itu tiba di kota Hun-kiang. Seperti kita ketahui, gadis yang cantik manis ini telah jatuh hati terhadap jenderal muda itu. Namun, ketika diketahuinya betapa pemuda itu telah mempunyai seorang kekasih yang ternyata berkhianat, baik berkhianat terhadap Kerajaan Yueh maupun berkhianat dalam cinta kasihnya terhadap bekas jenderal muda yang gagah perkasa itu, gadis ini mengalami pukulan batin yang hebat.

Diam-diam timbul cemburu dan sakit hatinya terhadap kekasih Yap-goanswe yang bernama Siu Li itu, murid seorang nenek iblis yang telah tewas dan bernama Mo-i Thai-houw. Dia merasa terharu dan kasihan kepada Yap-goanswe yang diketahuinya telah dipermainkan oleh Siu Li si iblis cantik berhati palsu. Perasaan ini bahkan semakin memperdalam cinta kasihnya terhadap pemuda yang tampan gagah dan yang amat dikaguminya itu dan diam-diam gadis ini lalu bertekad untuk mencari Siu Li dan diajak membuat perhitungan!

Rasa cemburu dan sakit hati telah membakar gadis ini. Dia menganggap bahwa Siu Li telah membuat dosa besar. Pertama adalah berpura-pura membantu Yueh yang dipimpin oleh jenderal muda itu dan yang ternyata akhirnya adalah merupakan seorang mata-mata dari Wu, dan yang kedua adalah sikap palsunya terhadap Yap-goanswe, memikat hati jenderal muda itu dan mempermainkannya!

Dua hal inilah yang menjadi alasan bagi Pek Hong untuk mencari Siu Li dan dimintai pertanggungan jawabnya. Dia tidak terima dan akan membuat perhitungan! Gadis ini dahulu pernah membantu Bu Kong ketika pemuda itu memimpin pasukan Yueh dan melawan Wu-sam-tai ciangkun, maka pengkhianatan Siu Li terhadap Yueh membuatnya marah sekali. Akan tetapi, yang membuat gadis ini meluap kemarahannya adalah kenyataan betapa Siu Li mempermainkan pemuda yang amat dikaguminya itu dalam asmara. Hal ini dianggapnya sangat hina dan memalukan dan pandangannya terhadap Siu Li berbalik seratus delapan puluh derajat, ia menganggap bahwa Siu Li adalah seorang iblis betina yang tidak tahu malu!

Gadis itu perlu dicari dan dibunuh! Inilah tekadnya yang sudah bulat. Dan karena Pek Hong tahu betapa lihainya Siu Li, maka dia lalu memperdalam ilmunya kepada suhunya dan setelah merasa cukup kuat, pergilah dia untuk memulai pencariannya. Kota demi kota dimasuki dan iapun telah mencari musuhnya itu dimana-mana. Namun sama sekali belum juga dia dapat menemukan Siu Li.

Bahkan, dalam perjalanannya ini gadis itu menerima berita yang amat mengejutkan hatinya tentang Yap-goanswe, betapa jenderal muda itu dipecat dari kedudukannya dan hendak dihukum mati oleh Yun Chang karena perjinaannya bersama Bwee Li selir tersayang dari raja muda itu!

Dan, sebagaimana biasanya berita yang tersiar dari mulut ke mulut, orang suka membumbui cerita itu supaya menjadi lebih hebat lagi. Dikabarkan oleh orang-orang ini, yaitu orang-orang yang tidak menyenangi pemuda itu, betapa sebenarnya bukan hanya Bwee Li sajalah yang bermain gila dengan pemuda itu, melainkan hampir semua selir Yun Chang semuanya sudah pernah ditiduri oleh jenderal muda itu!

Bukan main kagetnya hati Pek Hong. Wajahnya sampai menjadi pucat dan bermacam perasaan mengaduk hatinya. Terdapat kemarahan dan kemuakan yang luar biasa di hatinya terhadap pemuda itu. Siapa kira, pemuda yang dulunya amat sopan dan alim itu kiranya hanya di luarnya saja, di dalamnya ternyata merupakan seorang pemuda hidung belang dan pemogoran!

Dan berita hancurnya Kerajaan Yueh yang diserbu oleh pasukan Wu yang kuat juga cukup mengguncangkan perasaannya, ia mendengar pula betapa Yun Chang akhirnya tewas dan banyak panglima-panglima gagah dari Yueh binasa. Hanya sedikit saja yang dapat meloloskan diri dan kabarnya mereka ini dikejar-kejar oleh Wu-sam-tai-ciangkun.

Sejenak gadis ini tertegun. Hancurnya Yueh di tangan musuh hanya sedikit saja mengguncang perasaannya. Akan tetapi berita hebat mengenai Yap Bu Kong benar-benar membuatnya tidak mampu bicara. Hatinya terlampau sakit, terlampau marah dan kecewa ketika dia mendengar perbuatan pemuda itu. Dia sampai melakukan perjalanan kali ini adalah antara lain untuk membela pemuda itu. Siapa nyana, pemuda yang dibelanya ternyata seorang pemuda bejat dan tidak tahu malu. Sekarang ia tidak dapat membedakan lagi, mana yang lebih tidak tahu malu, Yap-goanswe ataukah Siu Li?!

Karena dilanda kebingungan inilah akhirnya Pek Hong termangu-mangu dan ia tidak tahu lagi untuk apakah dia sekarang melakukan perjalanan. Kakinya melangkah kemana dia suka dan akhirnya di pagi hari itu gadis ini memasuki kota Hun-kiang. Hatinya sedang tidak senang dan marah teringat perbuatan pemuda itu, maka gangguan pengemis-pengemis baju hitam ini membuatnya cepat naik darah.

Begitu melihat betapa belasan orang-orang Hek-tung Kai-pang ini maju sambil berteriak-teriak dan menyerbu dengan senjata mereka, Pek Hong melengking nyaring dan sekali tangannya bergerak, terdengarlah suara "srett!" dan rantai perak yang tadi menghias pinggangnya yang ramping telah dicabut dan berputaran di depan tubuhnya.

"Tar-tar-tarr...!" rantai perak itu menjetar nyaring diudara dan sekali tubuhnya melompat, sinar putih berkilauan menyambar datangnya belasan orang ini.

"Wuuttt....trak-trak-cringg!" tiga orang anggauta Hek-tung Kai-pang yang berada paling depan menjerit dan roboh terjungkal, senjata mereka mencelat entah ke mana begitu bertemu dengan senjata gadis itu. Dan sebelum mereka hilang kagetnya, tahu-tahu leher mereka dihantam rantai perak itu dan tanpa mengeluh lagi tiga orang ini semaput!

Tokoh-tokoh Hek-tung Kai pang tingkat dua dan tiga terkejut sekali melihat kehebatan gadis baju hijau ini. Anggauta yang bertali biru, yaitu sebanyak enam orang, berteriak memperingatkan yang lain agar hati-hati dan mereka ini lalu berpencar dan mengeroyok Pek Hong dari depan dan belakang. Sedangkan anggauta bertali merah yang berjumlah empat orang mengepung dari samping kiri dan kanan dan sisanya yang lain membantu dalam saat-saat yang tidak terduga.

Terjadilah pertempuran yang lebih seru dari pada tadi. Gadis ini dikeroyok dari segala penjuru dan tidak diberi kesempatan untuk berhenti bergerak. Terpaksa Pek Hong lalu mengerahkan ilmunya meringankan tubuh dan mulailah bayangan hijau berkelebatan di antara belasan batang tongkat hitam itu. Angin sambaran tongkat dari tokoh-tokoh bertali biru dan merah mendengung kuat, tanda bahwa tongkat-tongkat di tangan mereka digerakkan oleh tenaga lweekang yang cukup tinggi dan terhadap tokoh-tokoh inilah gadis itu lebih mencurahkan perhatiannya.

Orang-orang di pinggir jalan yang menonton pertandingan ini menjadi tegang hatinya dan mereka tidak melihat betapa di antara mereka seorang pemuda menyelinap kesana-sini untuk dapat berada di depan dan sikapnya sedikit mencurigakan. Pemuda ini mengenakan pakaian pelajar yang terbuat dari bahan sederhana. Wajahnya cakap dan sepasang matanya tajam membayangkan kecerdikan. Tubuhnya sedang akan tetapi tegap dan kuat dan hal ini agak aneh bagi kebanyakan pelajar yang biasanya bertubuh lemah dan ringkih karena hanya otak mereka sajalah yang diberi makanan berupa buku-buku filsafat.

Setelah dia dapat menonton dengan enak di muka sendiri, pemuda ini tampak kagum dan sepasang matanya bersinar-sinar dan air mukanya menunjukkan bahwa dia sedang gembira. Berkali-kali mulutnya mengeluarkan seruan kagum dan memuji kalau melihat Pek Hong mengelak dari belasan tongkat yang menyambar dan menyaksikan betapa dengan gerakan yang amat sebat sekali dara baju hijau itu telah membalas serangan-serangan lawannya.

Suatu ketika, anggauta Hek-tung Kai-pang tingkat rendahan yang membantu dari luar itu melihat kesempatan baik. Gadis itu sedang dicecar hebat oleh sepuluh tokoh-tokoh tingkat dua dan tiga yang menyerang dari belakang, depan, samping kiri dan kanan. Sedemikian hebatnya serangan-serangan ini karena mereka itu susul-menyusul seperti gelombang lautan dan gadis itu terpaksa merobohkan diri bergulingan.

Melihat betapa tubuh gadis itu bergulingan di atas tanah, orang-orang ini berteriak keras dan senjata mereka menyambar ke bawah dengan cepat. Mereka kali ini merasa yakin bahwa gadis itu tentu akan dapat mereka robohkan. Sama sekali tidak menyangka bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Pek Hong sebenarnya hanyalah siasat belaka.

Gadis baju hijau ini yang melihat betapa tokoh-tokoh Hek-tung Kai-pang tingkat dua dan tiga itu ternyata membuatnya repot karena serangan-serangan mereka cukup berbahaya juga, diam-diam merasa mendongkol dan gemas terhadap tokoh-tokoh rendahan yang menyerangnya dari luar seperti lakunya seorang pencuri. Oleh sebab itu, ia lalu menggunakan siasat yang disebut "memukul yang lemah duluan, menghadapi yang kuat belakangan".

Demikianlah, dengan gerakan Trenggiling Berguling Miring, gadis ini lalu berpura-pura roboh dan terus melanjutkan gerakan ini dengan gulingan cepat dan tangan kirinya tidak tinggal diam, secepat kilat meraup pasir yang segera disawutkan ke arah pengemis-pengemis bertali biru dan merah, sementara sepasang kakinya melakukan tendangan berputar bertubi-tubi ke arah lutut tokoh-tokoh rendahan dari Hek-tung Kai-pang ini.

Akibatnya sungguh hebat. Pengemis-pengemis bertali biru dan merah yang tidak menduga sedikitpun juga akan akal nona itu, berseru kaget ketika melihat benda-benda hitam bertaburan ke muka mereka. Orang-orang ini tadinya sudah bersiap-siap untuk melancarkan serangan penutup apabila gadis itu melompat bangun dan berhasil lolos dari serangan saudara-saudara mereka. Siapa kira, dalam keadaan bergulingan itu lawan mereka ini menyambitkan pasir-pasir tanah yang banyaknya sudah tidak terhitung lagi. Tentu saja mereka gelagapan dan beberapa butir pasir masih sempat memasuki mata mereka yang menjadi pedih dan tak dapat dibuka.

Dan pada saat itulah terdengar teriakan-teriakan kaget di sana-sini. Orang-orang Hek-tung Kai-pang tingkat rendahan yang tadinya sudah merasa girang karena yakin tubuh gadis itu akan terkena senjata mereka, merasa terkejut sekali karena dengan gerakan secepat kilat dan indah luar biasa Pek Hong telah melejit dengan gerakan Lee-hi-ta-teng (Ikan Le Melompat). Semua tongkat yang tadi menyambar otomatis tak mengenai sasaran dan sebelum mereka menarik kembali senjata masing-masing, tahu-tahu tendangan gadis itu telah mengenai sambungan lutut mereka.

"Des-des-desss... aduhhhh!"

Lima orang tertotok oleh ujung sepatu gadis itu dan segera mereka terpelanting jatuh dengan lutut terlepas sambungan tulangnya. Dan sementara tokoh-tokoh tingkat dua dan tiga memaki-maki karena mata mereka belum dapat dibuka, gadis itu sudah meloncat ke depan dan rantai perak di tangan kanannya bekerja dibantu oleh kakinya yang menendangi sambungan lutut lawan.

"Plak-plak, dess...aughh!"

Berturut-turut sepuluh orang Hek-tung Kai-pang ini menjerit kesakitan dan seperti saudara-saudara mereka yang lain, mereka inipun juga roboh berpelantingan, tongkat di tangan sudah melayang entah ke mana disambar rantai perak yang tidak mengenal ampun!

Tentu saja peristiwa ini amat mengagumkan hati dan pemuda pelajar yang sejak tadi menonton dengan mata bersinar-sinar, bertepuk tangan sambil berseru, "Bagus, lihai sekali!" dan dia lalu tertawa-tawa geli menyaksikan para pengemis itu merintih-rintih dan menggeliat-geliat di atas tanah.

Pek Hong menghapus peluhnya dan menoleh setelah menyimpan rantai perak itu yang kini sudah melibat lagi pinggangnya yang ramping. Melihat betapa pemuda pelajar itu tertawa-tawa dan sepasang matanya memandang penuh kekaguman terhadapnya, gadis ini tiba-tiba menjadi merah pipinya.

Entah mengapa, pandang mata dan pujian itu membuat mukanya terasa panas dan hatinya berdebar aneh. Ia cepat membuang muka dan tiba-tiba gadis ini terkejut ketika melihat betapa di dekatnya telah berdiri tiga orang laki-laki yang bersikap angker dengan mata tajam sedang memandangnya dengan wajah keruh. Pek Hong terkejut dan ia menjadi heran ketika melihat betapa para penonton yang tadi berdiri di sekitar mereka tiba-tiba mengeluarkan suara ketakutan dan mereka itu semuanya segera mundur-mundur menjauhi!

Tentu saja hal ini amat menarik perhatiannya dan gadis ini lalu memandang tiga orang laki laki itu penuh perhatian. Mereka adalah tiga orang yang usianya sekitar empat puluhan tahun dan yang tertua bermuka merah. Melihat betapa tiga orang ini mengenakan baju tambal-tambalan, mudah diduga bahwa orang-orang inipun tentu masih kerabat dengan belasan anggauta Hek-tung Kai-pang yang dirobohkannya. Dan melihat tali hitam yang melingkar di pinggang serta sinar mata yang tajam menusuk, tahulah gadis ini bahwa dia agaknya berhadapan dengan lawan-lawan yang memiliki kepandaian lebih tinggi daripada orang-orang tadi.

Gadis itu tersenyum mengejek dan dengan tenang ia melangkah maju dua tindak. "Apakah kalian teman tikus-tikus ini?" tanyanya sambil menuding belasan orang yang masih merintih-rintih itu. "Jika demikian, tentu kalian hendak membalas dendam. Nah, majulah agar aku tidak tanggung-tanggung membasmi penjahat penjahat rendah macam kalian ini!"

Tiga orang itu memandang dengan sinar berapi namun mereka agaknya menahan diri dan tidak melayani tantangan ini. Si muka merah melangkah ke depan, tangannya menyodorkan sebuah surat dan berkata dengan suara dingin, "Kalau nona benar-benar seorang gagah, kami tunggu kedatanganmu di markas Hek-tung Kai-pang. Pangcu melarang kami untuk membuat onar di sini dan hanya mengirimkan surat untuk nona. Terimalah!" dan dia lalu menyambitkan surat itu yang meluncur ke depan setelah tadi mengerahkan lweekangnya.

"Wuuttt!" Pek Hong cepat menangkap dan gadis ini diam-diam terkejut ketika telapak tangannya tergetar. Tahulah ia bahwa si muka merah itu memang memiliki tenaga lweekang kuat dan ia harus berhati-hati. Akan tetapi, seperti yang sudah menjadi wataknya, dara ini sama sekali tidak mengenal takut. Kata-kata "berani" tadi bahkan semakin membakar hatinya. Dia mendengus marah dan berkata kepada tiga orang itu.

"Sampaikan kepada pangcu kalian bahwa aku pasti datang. Ingin aku melihat apa yang hendak dilakukan oleh orang-orang Hek-tung Kai-pang yang agaknya pandainya hanya mengeroyok orang!"

Tiga orang itu tidak menjawab hanya muka mereka saja yang menjadi semakin merah karena marah. Mereka membalikkan tubuh dan menolong saudara-saudara mereka yang roboh di sana-sini itu. Dua orang yang tewas mereka panggul dan akhirnya beramai-ramai orang-orang Hek-tung Kai-pang ini berlompatan pergi setelah melempar pandang mata penuh ancaman terhadap gadis itu yang masih berdiri dengan sikap angkuh.

Pek Hong memutar tubuh dan ia sudah tidak melihat lagi penduduk Hun-kiang yang tadi merubung tempat itu. Agaknya orang-orang ini ketakutan dan lari pulang. Apalagi setelah tadi mereka mendengar betapa gadis itu menerima tantangan Hek tung Kai-pang dan hendak menemui musuh-musuhnya di markas pusat. Sungguh kelewat berani. Mana mungkin hanya seorang diri saja melawan sekian banyaknya orang-orang Hek-tungKai-pang?

"Eh, nona, kau sungguh sembrono! Hek-tung Kai-pang adalah orang-orang jahat dan licik, mengapa kau hendak ke sana secara berterang? Wah, celaka itu amat berbahaya!”

Pek Hong kaget bukan main. Dia sudah tidak melihat seorangpun di tempat itu, bagaimana ada orang bicara demikian dekat dengannya? Cepat dia membalik dan tahu-tahu si pelajar yang tadi disangkanya sudah pulang itu tiba-tiba saja berada di belakangnya dan enak-enak nyerocos bicara!

"Ehh, kau...?!?" gadis ini terbelalak dan sejenak tertegun bingung.

Pemuda itu tertawa. "Kenapa, nona? Kau kelihatannya seperti orang kaget. Apakah aku mengejutkanmu?"

Pek Hong sudah dapat menekan hatinya dan menjawab, "Benar, kau memang mengagetkan hatiku. Kau seperti iblis saja, tahu-tahu sudah berada di sini. Bukankah orang-orang lain sudah pergi semua? Untuk apa kau tinggal di sini dan tidak pulang seperti yang lain?"

"Pulang?" pemuda itu mengulang kata-kata ini dan wajah yang tampan itu tampak muram dan alis yang gagah itu berkerut. Dia menghela napas panjang lalu berkata, "Nona, pelajar miskin seperti aku ini mana punya rumah? Aku hidup seperti burung. Langit adalah atap rumahku dan bumi merupakan tempat tidurku. Aku berselimutkan angin dan berbantal lengan, tidak bersanak tidak berkadang. Kawan-kawanku adalah sepasang kaki dan tangan ini yang membantuku hidup sampai hari ini. Aku pelajar sial yang tidak beruntung dan selalu dirundung malang."

Ucapan ini terdengar mengharukan dan Pek Hong merasa kasihan. "Kau... apakah punya uang?" pertanyaan ini meluncur dari mulutnya seakan-akan tanpa disadari dan pemuda itu tampak terkejut mendengar pertanyaan yang aneh ini.

"Uang?" dia terbelalak. "Uang untuk apa, nona? Tadi aku sudah bilang bahwa aku adalah pelajar miskin. Dari mana aku bisa memperoleh uang? Sedang untuk makanku sehari-hari saja aku harus menjual tenaga kepada orang yang mau memakai tenagaku. Kalau tidak ada yang mau paling-paling aku pergi ke hutan mencari apa adanya yang bisa dimakan. Nona, pertanyaanmu aneh sekali, dan untuk apakah kau menanyakan uang kepadaku? Apakah kau memerlukannya? Ahh, sayang, aku sama sekali tidak punya dan..."

Pemuda ini menghentikan kata-katanya dan sepasang matanya semakin terbelalak lebar. Dia melihat gadis itu merogoh sakunya dan terdengar suara berkerincingan dan ketika tangan yang halus putih itu diangkat, tampaklah segenggam uang perak berkilauan.

"Nih, terimalah untuk bekalmu " Pek Hong yang merasa kasihan lalu memberikan uang itu kepada si pemuda pelajar. Akan tetapi gadis ini kaget ketika tiba-tiba pemuda itu melangkah mundur dan wajah yang tampan itu kelihatan merah tanda marah.

"Nona!" pemuda itu membentak. "Kalau tadi aku menceritakan kemiskinanku, bukanlah maksudku untuk memohon belas kasihan kepadamu! Siapa sudi menerima uang dari seorang wanita? Aku tidak butuh kasihan orang lain dan tidak minta dikasihani...!"