Pendekar Gurun Neraka Jilid 01 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PENDEKAR GURUN NERAKA
JILID 01
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Pendekar Gurun Neraka Karya Batara
BADAI yang mengerikan di Lautan Tung-hai!
Langit gelap pekat. Mendung hitam memenuhi seluruh angkasa. Udara terasa dingin, namun angin belum mulai bertiup. Permukaan air laut tenang, bahkan terlalu tenang pada saat itu. Hampir tidak tampak bergerak, hanya sedikit keriput di sana-sini. Akan tetapi bagi para nelayan di pantai yang telah mengenal baik lautan ini, saat-saat seperti itu justeru merupakan saat yang membuat jantung mereka berdebar kencang.

Bahaya akan datang! Inilah kesimpulan mereka. Dan oleh sebab itulah maka meskipun laut tampak tenang dan diam namun di atas permukaannya tidak tampak seorangpun nelayan. Mereka sudah lama menyingkir ke darat, bahkan perahu-perahu penangkap ikan merekapun telah mereka sembunyikan jauh-jauh di darat, di antara semak-semak belukar yang rimbun.

Dan bahaya yang dikhawatirkan oleh para nelayan inipun mulailah. Terdengar suara bergemuruh di sebelah utara. Suara ini amat tiba-tiba datangnya, seperti geram naga laut. Dan menurut kepercayaan para nelayan, itulah suara dari Hai-liong-ong atau Dewa Laut yang muncul dari dasar samudera!

Laut di bagian utara tiba-tiba bergelombang, seakan-akan muncul kepala raksasa yang amat dahsyat di bagian itu. Dan mendung tebal yang memenuhi seluruh langit dibagian utara juga mendadak bergerak ke tengah. Angin tiba-tiba bertiup kencang dan bersamaan dengan suara bergemuruh disusul oleh gerakan mendung dari utara ini terdengarlah suara dahsyat dari angkasa.

"Klap... daarrrr!"

Halilintar berkelebat dan guruh menggelegar. Tampak kilauan panjang membelah kehitaman mendung, terus menukik turun dengan kecepatan luar biasa dan akhirnya amblas ke dasar samudera. Bagi para nelayan yang melihat hal ini, itulah pertanda bahwa telah terjadi kontak langsung antara sang dewa lautan dengan sang raja angkasa!

Dan mulailah segala sesuatunya menjadi gaduh. Suara gemuruh disusul oleh ledakan petir tadi seakan-akan merupakan komando bagi segala mahluk-mahluk hitam di atas dan di bawah bumi untuk membuat keributan, iblis-iblis dan siluman laut bergerak, muncul di atas permukaan air sehingga laut tiba-tiba menggelegak, ombak membuih dan terjadilah gelombang besar!

Lautan Tung hai mulai mengamuk! Apalagi setelah angin ribut muncul di situ, menderu dan membuat ombak setinggi pohon kelapa. Terjadilah pemandangan yang amat mengerikan kini. Kalau tadinya laut tampak begitu tenang dan penuh kesabaran, sekarang berbalik seratus delapan puluh derajat. Ombak bergulung-gulung seperti lidah naga siluman, putih keperakan dan panjang. Angkasa hitam yang menggantung di atas juga kini telah pecah. Petir berkelebat menyambar-nyambar dan halilintar menggelegar.

Hujan lebat seperti dicurahkan dari langit di atas permukaan laut. Dan ini membuat Lautan Tung-hai cepat pasang. Angin dan hujan ribut terciptalah di atas lautan itu dan gelombang semakin membukit. Saling terjang, saling hantam dan percikan gelombang panjang ini melecut batu-batu karang yang menonjol di permukaan laut.

Badai! Badai di Lautan Tung-hai!! Inilah yang terjadi dan dari sinilah segala sesuatunya dimulai. Dan menurut para nelayan, badai yang terjadi kali ini bukan sekedar badai biasa. Tidak. Akan tetapi merupakan suatu pertanda bagi manusia, merupakan suatu alamat buruk bagi kehidupan di bumi!

Badai yang terjadi kali ini terlampau dahsyat. Ombak bergulung-gulung, membuih dan menghempas-hempaskan dirinya dengan kemarahan luar biasa. Langit tertutup awan menghitam dan terdengar pekik-pekik dahsyat berkali-kali dari sang raja angkasa ditambah dengan derunya angin taufan di atas permukaan laut. Segalanya kacau dan ribut. Belum pernah Lautan Tung-hai mengalami badai yang seperti itu. Dan ini semuanya bisa terjadi karena Hai-liong-ong, itu Dewa Laut yang digambarkan orang seperti manusia berkepala naga dengan misainya yang panjang menjuntai ke bawah, sedang marah besar!

Bumi dan laut sebenarnya adalah satu. Oleh sebab itu apabila di daratan terjadi keguncangan, lautpun terkena pengaruhnya. Dan kemurkaan Hai-liong-ong kali inipun dikarenakan guncangan bumi yang terlalu hebat, guncangan yang membuat semua penghuni dasar laut dilanda kegelisahan dan kecemasan. Akibatnya, terjadi kekacauan di dasar samudera.

Kegelisahan dan kecemasan yang mencekam seluruh mahluk hidup di dalam lautan ini semakin memuncak. Mereka merasakan hawa panas yang luar biasa di dalam laut, hawa panas yang menjalar dari bumi ke dasar samudera. Karena tak tertahankan lagi, akhirnya penghuni lautan menjadi buas dan mereka saling terjang dan saling bunuh!

Keguncangan di bumi membawa akibat yang amat fatal sekali terhadap lautan. Laksaan jiwa melayang kabur akibat baku bunuh di dasar laut dan hal inilah yang membuat Hai-liong-ong marah besar!

Akibatnya, Hai-liong-ong kini muncul dan dibuatnya lautan mendidih. Diciptakannya ombak-ombak membukit sebesar gunung, dan diserangnya pantai daratan! Ombak mengamuk, badai mengamuk dan dihajarnya bumi habis-habisan!

Tentu saja para nelayan kelabakan. Mereka sama sekali tidak menyangka akan sedemikian hebat kemurkaan Dewa Laut itu. Badai yang tadi berada di tengah samudera kini melanda pantai! Gelombang air pasang dan angin topan membuat gubuk-gubuk bobrok milik para nelayan hancur berantakan. Robohnya gubuk gubuk ini diikuti oleh pekik kekagetan pemiliknya, akan tetapi pekik ini segera lenyap bersama orangnya karena gelombang dahsyat yang datang itu menyeret segala sesuatunya ke tengah laut!

Menurut catatan yang diperoleh, badai kali ini akibat amukan Dewa Naga itu telah menelan seratus tiga buah perkampungan nelayan di pinggir pantai dan limaratus enam puluh tujuh jiwa manusia dinyatakan hilang!

Sungguh amat dahsyat dan mengerikan. Akan tetapi memang demikianlah kenyataannya kalau badai mengamuk di tengah laut. Dan mengenai keguncangan bumi yang membuat kemarahan Hai-liong-ong karena di dasar laut lalu terjadi saling bunuh sesama penghuni seperti menurut kepercayaan para nelayan, benar dan tidaknya pandangan mereka itu adalah terserah para pembaca masing-masing.

Yang jelas, pada waktu itu memang bumi Tiongkok dilanda keguncangan. Dan inilah mungkin yang membuat hawa panas dari bumi menjalar ke tempat tinggal Sang Dewa Laut itu. Bagaimana awal kejadiannya? Bukan lain karena perginya Yap-goanswe (Jenderal Yap) dari istana Kerajaan Yueh!

Inilah yang membuat Tiongkok terguncang. Kepergian jenderal yang gagah perkasa itu membuat kedudukan istana menjadi lemah dan ketika bala tentara Kerajaan Wu datang menyerbu, hancurlah Kerajaan Yueh! Dan inilah yang mengejutkan kerajaan-kerajaan lain yang pada waktu itu memang banyak terdapat di daratan Tiongkok.

Bagi para pembaca yang telah membaca cerita "Hancurnya Sebuah Kerajaan", tentu mengetahui betapa Jenderal Yap adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, seorang pemuda yang memiliki kepandaian tinggi karena jenderal itu bukan lain adalah murid tunggal dari Malaikat Gurun Takla atau ada juga yang menyebutnya Malaikat Gurun Neraka.

Kepandaian jenderal muda itu amat dahsyat. Apalagi setelah gurunya menurunkan sebuah ilmu silat yang baru saja diciptakan oleh tokoh besar itu, ilmu silat yang dinamakan Lui-kong Ciang hoat (Ilmu Silat Petir)!

Jenderal Yap adalah seorang yang amat ditakuti lawan dan banyak datuk-datuk sesat roboh binasa di tangan jenderal yang gagah perkasa ini. Di antaranya adalah Ang-i Lo-mo (Iblis Jubah Merah), seorang datuk sesat yang memiliki kepandaian seperti iblis sendiri dan yang juga menguasai ilmu sihir.

Ang-i Lo-mo adalah seorang tokoh luar biasa. Dalam pertandingan yang menegangkan di antara datuk sesat itu melawan Yap-goanswe, hampir-hampir saja pemuda ini kalah. Akan tetapi setelah jenderal itu mengeluarkan ilmunya yang mujijat, yaitu Lui-kong Ciang-hoat, manusia iblis itu berhasil dibinasakan.

Semuanya ini telah diceritakan dengan jelas didalam kisah "Hancurnya Sebuah Kerajaan", dan bagi para pembaca yang mungkin belum sempat membacanya, kami persilahkan untuk menikmatinya.

Memang jenderal muda itu hebat. Ini diakui oleh semua orang. Dan bukan hanya kepandaian jenderal ini saja yang dikagumi orang, akan tetapi juga ketampanannya terkenal dimana-mana, terutama di Kerajaan Yueh sendiri di mana jenderal itu berada.

Hampir semua wanita cantik memujanya. Hampir semua wanita cantik merindukannya. Akan tetapi, jenderal muda itu dingin-dingin saja. Dan ini membuat para wanita menjadi gemas. Mereka bersaing dan berlomba dalam cara mereka sendiri, akan tetapi selama itu belum juga ada seorangpun wanita yang berhasil merobohkan hati jenderal muda yang diumpamakan seperti batu es di gunung salju ini!

Bahkan, walaupun hal ini diketahui secara diam-diam dan dirahasiakan, banyak di antara selir sang baginda sendiri jatuh cinta! Mereka tergila-gila terhadap jenderal muda itu dan banyak di antaranya mencoba memikat dan merayu pemuda itu dengan sikap dan cara mereka, akan tetapi tidak ada satupun yang berhasil. Hati pemuda itu benar-benar seperti sebalok es saja, dingin dan acuh tak acuh!

Dan seperti yang telah diceritakan di dalam kisah "Hancurnya Sebuah Kerajaan", ada seorang wanita cantik, seorang gadis jelita bernama Lie Lan keponakan dari Lie-thaikam telah merayu jenderal muda itu sedemikian hebatnya, yaitu sampai membuka semua pakaian yang menempel di tubuhnya untuk menjatuhkan hati jenderal muda itu, namun sama sekali gagal! Bahkan terjadi percekcokan yang sengit di antara mereka dan diawali dengan peristiwa inilah maka diam-diam Lie-thaikam lalu bersekutu dengan musuh, merobohkan Kerajaan Yueh untuk membalas dendam sakit hatinya!

Semuanya ini telah diceritakan di dalam kisah yang lalu dan agaknya kami tidak perlu lagi mem perpanjangnya. Akan tetapi yang perlu diperpanjang disini adalah ekor dari semua sebab-sebab itu. Yap-goanswe adalah seorang jenderal muda yang mendapat nama harum. Baik di kalangan pembesar sipil, pembesar militer maupun di kalangan wanitanya. Terkenal sebagai pemuda gagah perkasa dan luar biasa beraninya.

Jenderal ini berani menentang apa saja asal dia merasa bahwa dia berada di pihak yang benar. Dan keberaniannya yang luar biasa ini malah membuat suatu kejutan di antara para perwira dan pembesar istana karena pemuda itu pada suatu hari berani menentang dan memprotes keputusan raja junjungan mereka sendiri!

Seperti diketahui, selain merupakan jenderal muda yang gagah perkasa, juga pemuda ini terkenal sebagai laki-laki yang dingin terhadap wanita, alim dalam arti kata jarang bergaul dengan wanita. Oleh sebab itu, betapa menggemparkan kalangan istana dan rakyat ketika terdengar berita bahwa jenderal muda itu ternyata tertangkap basah ketika sedang bermain cinta dengan salah seorang selir tersayang sri baginda yang bernama Bwee Li!

Tentu saja kejadian ini amat menghebohkan. Istana menjadi gempar dan rakyat terkejut bukan main. Mula-mula mereka tidak percaya dan menganggap bahwa berita itu hanya kabar bohong dan fitnah belaka. Banyak di antara mereka bahkan diam-diam mencari siapa biang keladi pelempar fitnah ini untuk ditangkap dan dihajar. Akan tetapi mereka kembali terkejut bukan main ketika mengetahui bahwa biang keladi yang mereka anggap pelempar fitnah itu bukan lain malah sri baginda sendiri!

Bagaimana mereka berani menangkap dan menghajar Raja Muda Yun Chang? Dan mulailah terjadi kegoncangan di sana sini. Terjadi tanda tanya besar di kalangan pembesar istana dan penduduk. Mereka sudah cukup mengenal akan watak jenderal muda itu. Tahu akan sepak terjangnya yang gagah perkasa dan jujur. Kalau saja bukan sri baginda sendiri yang melontarkan tuduhan itu, yang mengatakan bahwa beliau melihat dengan mata kepala sendiri betapa jenderal mudanya yang dihormati dan dikagumi itu berada di atas pembaringan bersama selirnya dalam keadaan telanjang bulat, tentu orang-orang ini akan mengamuk dan mungkin juga membunuh si pelempar berita angin.

Akan tetapi yang bilang begitu adalah justeru sri baginda! Orang yang bersangkutan sendiri! Apa yang harus mereka katakan? Paling-paling mereka hanya bisa menanti kelanjutan peristiwa itu dengan hati tegang. Menurut sri baginda, ketika kepergok raja, jenderal muda itu lalu melarikan diri, hanya tinggal selir itu sendiri yang menggigil di atas pembaringan.

Dan sementara orang-orang menunggu kejadian berikutnya dengan hati was-was, eh tiba-tiba saja Yap-goanswe yang tadinya menghilang itu datang kembali ke istana! Langkahnya tenang-tenang saja, wajahnya juga biasa saja, seperti seseorang yang merasa tidak berdosa! Dan begitu jenderal muda itu berhadapan dengan sri baginda, hal yang menegangkan hatipun terjadilah. Raja Muda Yun Chang kontan memerintahkan jenderal muda itu ditangkap dan dijatuhi hukuman mati!

Tentu saja pemuda itu terkejut. Dia mohon penjelasan akan sikap raja, akan tetapi sri baginda yang murka memberondongnya dengan maki-makian dan tuduhan. Yap-goanswe mulai naik darah, apalagi ketika tuduhan yang dilontarkan ke mukanya itu dilemparkan oleh raja dengan amat kejam, juga di hadapan banyak hadirin. Terasa seperti kotoran busuk yang mengenai mukanya, meresap dan memasuki hidung dan urat-urat syarafnya!

Namun jenderal muda ini masih berusaha menekan kemarahannya. Dia tetap bersikap hormat sampai akhirnya kesabaran pemuda ini habis dan lenyap. Raja terlalu keji dan dia tidak diberi kesempatan membela diri. Raja hanya mau menangnya sendiri saja. Pangkatnya dinyatakan dicabut dan pemuda ini yang sebenarnya juga bukan seorang pemuda yang gila kedudukan, dengan rela meletakkan jabatannya sebagai jenderal. Akan tetapi ketika raja hendak menghukumnya mati dan tetap dengan keputusannya itu, mulailah jenderal muda ini berontak!

Dia memprotes sikap raja, menentang dan mengemukakan alasan-alasan kuat. Antara lain bahwa jika dia benar-benar telah melakukan perbuatan terkutuk itu, tidak mungkin pada hari itu dia berani menghadap raja dan memasuki istana! Tentu ada rahasia tersembunyi di dalam peristiwa ini. Dia berjanji untuk mencari siapa pelempar pangkal celaka ini. Akan tetapi raja tetap ngotot. Sri baginda terlampau dikuasai emosi dan mata gelap. Dia tetap hendak menghukum mati jenderal muda itu dan perintahnya tidak dapat ditarik kembali. Keputusan tetap keputusan!

Marahlah Yap-goanswe. Keberanian yang sudah menjadi dasar wataknya, keadilan yang sudah menjadi dasar kebenarannya, meledaklah keluar. Istana dibuatnya heboh, bukan dengan amukannya melainkan dengan keputusan yang keluar dari mulutnya akibat kekecewaan yang sangat melihat sikap raja. Melihat betapa sri baginda tetap berkepala batu dan tidak dapat dilunakkan dengan cara apapun, bangkitlah kemarahan pemuda gagah perkasa ini.

Dia berontak terhadap keputusan raja, tidak sudi dihukum mati tanpa dosa. Dan ucapan yang menghebohkan dari mulut pemuda itu adalah bahwa sejak detik itu juga dia menyatakan diri bukan lagi sebagai rakyat atau hamba raja, melainkan sebagai seorang manusia yang bebas merdeka di alam yang bebas pula! Keputusan dibalas keputusan!

Inilah yang hebat dan luar biasa sekali. Jenderal itu memang amat terkenal, baik kegagahan maupun keberaniannya. Akan tetapi sungguh mereka tidak mengira seujung rambutpun bahwa jenderal muda itu berani mengeluarkan kata-kata yang seperti itu!

Istana geger. Semua hadirin tertegun, wajah mereka pucat dan semua mata memandang terbelalak ke arah pemuda itu. Belum pernah mereka mendengar dan melihat peristiwa yang seperti ini. Akan tetapi semuanya telah terjadi dan mereka percaya bahwa apa yang dikatakan oleh pemuda itu akan dipegangnya teguh sampai mati. Mereka tahu dengan baik akan hal ini. Namun, apa yang dapat mereka lakukan? Nasi telah menjadi bubur, tidak dapat dirobah lagi.

Sri baginda sendiri yang melihat kekerasan dan kemarahan jenderal mudanya juga tertegun. Raja dapat melihat kesungguhan yang meyakinkan di wajah pemuda itu. Hatinya berdetak kencang. Mulailah terdapat keragu-raguan dalam sikapnya. Dia juga mengenal baik watak jenderal mudanya ini. Seorang yang jujur, gagah perkasa dan pantang membohong untuk tindakan-tindakan yang dirasanya benar. Akan tetapi, masa matanya sendiri dapat membohonginya? Sri baginda terhenyak di atas singgasananya, tidak tahu harus bersikap bagaimana.

Dia dan orang-orang lainnya hanya dapat memandang dengan bengong ketika tiba-tiba tubuh Yap goanswe bergerak. Cepat sekali gerakannya, seperti burung terbang dan tahu-tahu Bwee Li yang berada disisi raja disambar dan dibawa lari. Karena di dalam hati para hadirin telah terdapat kebimbangan setelah melihat sikap dan mendengarkan alasan-alasan yang tadi dikemukakan oleh pemuda itu, maka tiada seorangpun yang mencegah kepergian bekas jenderal muda ini. Mereka seperti orang kena sihir, berdiri mematung dan hanya mata mereka saja yang mengikuti gerakan pemuda itu tanpa berkedip.

Seorang jenderal yang gagah perkasa dan dapat diandalkan telah pergi meninggalkan mereka semua, pergi dengan membawa noda hitam yang melekat di tubuhnya, noda berupa tuduhan berjina yang amat menusuk jiwa dan hati sanubarinya. Dan merekapun gelisahlah. Kepergian pemuda itu sebenarnya amat mengguncangkan kedudukan mereka. Musuh dari Kerajaan Wu sedang menantikan kesempatannya, dan hanya Yap-goanswe seoranglah yang dapat menanggulangi mereka. Akan tetapi kini orang yang amat mereka gantungi itu pergi dan telah memutuskan hubungannya dengan istana! Kepada siapa lagi mereka berharap? Tidak ada!

Dan kegelisahan mereka menjadi kenyataan. Apa yang mereka cemaskan terjadilah. Begitu Yap-goanswe pergi, datanglah gelombang serangan musuh dari Negara Wu yang dipimpin oleh Wu-sam-tai-ciangkun. Istana gempar dan seluruh penduduk kalut. Yueh terpaksa mengakui kekuatan lawan dan jatuhlah istana di tangan musuh. Kerajaan Yueh hancur dan Wu yang menang dalam peperangan ini, menduduki kerajaan mereka, bahkan lalu memindahkan kota rajanya di Socouw.

Semuanya ini telah diceritakan dalam jilid terakhir didalam kisah "Hancurnya Sebuah Kerajaan". Penulis memaparkannya secara ringkas di sini untuk mengikuti ceritera selanjutnya yang berekor panjang , jatuhnya Yueh sungguh amat menggemparkan. Akan tetapi yang lebih menggemparkan lagi adalah berita di luaran bahwa Yap-goanswe telah bermain gila dengan seorang selir sri baginda!

Sungguh berita yang mereka dengar ini amat mengejutkan. Di luar dugaan dan perkiraan. Dan seperti biasa kehidupan manusia, ada yang menyambut berita ini dengan ketawa bergelak dan ada pula yang menyambut dengan alis dikerutkan. Manusia hidup pasti mempunyai musuh di samping sahabat. Maka tidaklah mengherankan bahwa fitnah yang menimpa diri pemuda itu disambut dengan dua tanggapan. Ada yang senang dan ada yang sedih.

Akan tetapi, benarkah berita ini? Benarkah bahwa pemuda yang gagah perkasa itu melakukan perbuatan yang demikian hina dan memalukan? Tidak! Inilah jawabannya yang pasti. Seperti kita ketahui dalam cerita yang lalu, pemuda itu sekarang terkena fitnah. Fitnah keji yang timbul dari siasat licik musuh-musuhnya, yaitu Wu-sam-tai- ciangkun dan Pouw Kwi, itu iblis kecil murid Ang-i Lomo.

Sebenarnya Pouw Kwi-lah yang melakukan hal itu, bukan Yap-goanswe. Pemuda ini telah mewarisi hampir semua kepandaian gurunya, termasuk ilmu sihirnya. Dan dengan ilmu sihirnya inilah pemuda ini merobah dirinya menjadi Yap-goanswe ketika merayu Bwee Li. Inilah pangkal celaka bagi Yap Bu Kong. Inilah pangkal celaka pula bagi Kerajaan Yueh yang termakan siasat busuk itu. Raja terkecoh, Bwee Li terkecoh, dan semua orang juga terkecoh.

Siasat yang dikerjakan oleh orang-orang ini memang hebat sekali. Akibatnya luar biasa kejinya. Selain membuat bentrokan langsung antara Raja Muda Yun Chang dengan pemuda itu, juga seluruh dunia telah mempunyai gambaran buruk terhadap Bu Kong, gambaran berupa pemuda hidung belang dan pemogoran! Sungguh tepat kalau dikatakan orang bahwa fitnah lebih kejam dari pembunuhan!

Akan tetapi semuanya telah terjadi dan tidak ada seorangpun yang mengetahui rahasia jahat ini selain Wu-sam-tai-ciangkun bersama Pouw Kwi. Dan dendam mereka sedikit banyak telah terbalaskan dengan melihat penderitaan batin bekas jenderal muda itu. Akan tetapi empat orang ini lupa akan kekuasaan Yang Maha Agung. Mereka mengira bahwa tidak ada orang lain yang mengetahui rahasia itu. Tidak ada orang lain yang tahu selain mereka berempat. Benarkah? Sesungguhnya tidaklah demikian!

Kekuasaan dan kehebatan Yang Maha Agung adalah diluar jangkauan otak manusia, apalagi manusia yang batinnya dipenuhi oleh hawa nafsu duniawi dan kotor. Masih ada seorang manusia lain yang dapat mengetahui itu. Masih ada seorang manusia lain yang akan dapat memecahkan kejahatan ini dengan pengetahuannya! Dan orang itu adalah anda ikuti saja jalannya cerita!

Yang jelas, hawa busuk berupa fitnah keji yang dilemparkan ke muka Yap Bu Kong membawa hal-hal hebat bagi pemuda itu sendiri. Gurunya, manusia sakti dari Gurun Neraka kini keluar dari tempat tinggalnya untuk mencari murid tunggalnya ini. Dia hendak mencari pemuda itu untuk diambil keputusannya yaitu: dibunuh atau dibebaskan!

Betapa hebat dan mengerikan kalau hal ini terjadi. Malaikat dari Gurun Neraka ini memang marah sekali ketika dia mendengar berita itu. Mukanya serasa ditampar dan hampir-hampir dia tidak mempercayai telinganya sendiri. Akan tetapi tokoh besar ini bukanlah seorang manusia yang mudah menurutkan hawa nafsu. Dia hendak menemui dulu muridnya itu, dimintai keterangan sejelas-jelasnya. Baru setelah itu dia tahu harus bersikap bagaimana. Perbuatan murid akan melengket di kulit guru, demikian peribahasa kuno mengatakan.

Oleh sebab itu, perbuatan yang baik akan mengangkat nama guru sebaliknya perbuatan buruk sama dengan menempelkan tahi di kulit guru, menempelkan kotoran-kotoran yang menjijikkan yang dapat membuat nama guru cemar! Di samping itu semua, hawa busuk berupa fitnah keji ini juga mempengaruhi getaran-getaran bumi. Pikiran-pikiran suci yang keluar dari orang-orang berbatin bersih dan yang biasanya mencari sasaran untuk hinggap di dasar batin manusia lain yang tepat, ikut terganggu.

Dan inilah agaknya yang menurut ketahyulan para nelayan di pantai Laut Tung hai, mengapa Dewa Hai-liong-ong marah besar. Getaran-getaran bumi yang menjadi kacau membuat pula getaran gelombang di dalam laut tidak teratur. Terjadi benturan dan gesekan antar gelombang-gelombang radiasi ini, gesekan-gesekan yang semakin menghebat sehingga menimbulkan panas.

Dan hawa panas akibat fitnah keji itulah yang membuat segala mahluk hidup di dasar laut menjadi gerah dan terjadi saling bunuh di antara mereka untuk melepaskan kegelisahan yang tanpa dasar ini. Akibatnya, Dewa Hai-liong-ong yang melihat anak buahnya saling bunuh gara-gara hawa busuk yang menjalar dari bumi, bangkit kemarahannya. Dewa ini murka dan dibuatnya seluruh Lautan Tung-hai bergerak. Diciptakannya badai yang paling dahsyat. Di amuknya bumi dan seluruh isinya. Dihancur leburkannya mereka semua itu untuk membalas kejahatan manusia yang ekornya mempengaruhi isi samudera.

Dan seperti telah diceritakan di bagian depan, betapa badai yang amat hebat sedang terjadi di seluruh pantai Tung-hai. Dusun Kee-li-bun yang merupakan perkampungan nelayan miskin, dihajar habis-habisan oleh bala tentara Hai-liong-ong ini. Ombak bergulung-gulung, panjang dan mengerikan sekali, seperti lidah siluman laut yang hendak mencaplok semua benda-benda yang ada di depannya.

Seorang kakek tua menjerit-jerit ketakutan. Rumahnya yang ringkih disambar ombak membukit dan ketika ombak itu kembali ke tengah, dilihatnya rumahnya yang bobrok itu lenyap didasar samudera. Kakek ini terbelalak, matanya tidak berkedip dan tiba-tiba dia meraung panjang.

"Swee-ji... Swee-ji... kesini kau!” dan kakek itu menjerit sambil berlari ke tengah laut. Dia melihat betapa kepala seorang anak laki-laki berumur kurang lebih sepuluh tahun muncul ditengah-tengah gelombang dahsyat, tangannya menggapai-gapai dan terdengar teriakan sayup sampai dari anak laki-laki itu. Dia adalah cucu kakek ini, akan tetapi, bagaimana orang tua ini hendak menolong cucunya yang berada dalam bahaya? Begitu dia berlari ke tengah laut sambil berteriak-teriak, ombak menggunung menyambarnya.

"Slapp...!" seketika kakek itu lenyap ke dalam gulungan ombak, terbawa ke tengah dan ketika dia mencoba berenang melawan kekuatan arus alam ini, usaha kakek malang itu sia-sia. Ombak menggulungnya dan setiap kali kakek ini mencoba untuk munculkan kepalanya dari permukaan air, gelombang lautan yang mengganas menelannya kembali. Kakek dan cucunya ini saling berteriak, hilang timbul di tengah-tengah ombak sampai akhirnya mereka terpaksa menghentikan jeritan mereka ketika ombak memukulkan kakek dan cucunya ini ke tebing karang.

"Prassss!"

"Prokk!"

Dua orang anak-beranak ini tidak sempat menjerit lagi. Kepala si kakek hancur ketika membentur batu karang, sedangkan cucunya yang dipanggil Swee-ji juga tewas dengan tengkorak pecah!

Akan tetapi Dewa Hai-liong-ong masih murka. Walaupun telah mendapatkan dua orang korban, dewa itu masih belum puas. Lima buah gubuk nelayan yang berada di timur juga disambarnya. Karena para nelayan tadinya sama sekali tidak mengira bahwa akan terjadi badai sehebat itu, mereka sama sekali tidak bersiap sedia. Tahu-tahu lima buah keluarga nelayan ini berteriak dan menjerit kalang-kabut ketika ombak laut menghantam roboh gubuk-gubuk itu.

"Byarrrr!"

Ombak menghantam dahsyat dan lima buah gubuk itu ambyar berantakan. Para penghuninya terlempar dan terseret gelombang. Seorang ibu muda yang kebetulan sedang menyusui bayinya melolong panjang. Dia berikut bayinya hanyut cepat ke tengah ombak. Wanita muda ini menjerit-jerit dengan muka pucat dan mencoba berenang dengan satu tangan karena tangan yang lain mendekap bayinya erat-erat.

Namun, bagaimana ia berhasil ? Sedangkan yang mencoba menyelamatkan diri dengan kedua tangan saja sukar, apalagi hanya mengandalkan sebelah tangan. Maka begitu ombak datang kembali menyambar, wanita ini tertahan jeritannya di tengah jalan. Tubuhnya tertutup gelombang sebesar bukit dan bayi di pelukannya meronta-ronta tak dapat bernapas.

"Isteriku, tahan napas, selamatkan anak kita!" seorang laki-laki berteriak. Dia adalah suami wanita muda itu, ayah si bayi yang kini berada di cengkeraman elmaut. Nelayan muda ini pun tadi juga terlempar dan terseret hanyut dan dia melihat bencana yang menimpa isterinya. Akan tetapi teriakannya hilang lenyap digulung oleh bergemuruhnya badai dan suara bergeloranya ombak yang mengganas.

Melihat betapa isterinya lenyap di sebelah kanannya, laki-laki ini pucat mukanya. Hasrat yang kuat untuk menolong isteri terutama menyelamatkan nyawa anaknya timbul. Dia adalah nelayan muda yang pandai berenang. Oleh sebab itu nelayan ini tidak mau membuang-buang waktu. Ketika ombak kembali membelitnya, laki-laki ini berteriak marah.

"Ombak keparat, jangan ganggu isteri dan anakku!" dan ditamparnya ombak berbuih itu. "Pratt!" ombak yang tertampar telapak tangannya pecah dan laki-laki ini tiba-tiba memutar pinggangnya. Dengan gerakan yang luar biasa sekali nelayan ini berpusing di dalam air, maju berenang dengan cara berputaran menuju ke tempat di mana isteri dan anaknya tadi lenyap. Inilah gaya renang yang disebut telentang seperti kitiran memanjang!

Dengan gerakan luar biasa sekali nelayan muda ini berhasil menyusup-nyusup di tengah-tengah hantaman ombak dan tak lama kemudian, dia sampai di tempat itu. Dilihatnya benda hitam panjang bergerak-gerak. Rambut isterinya! Cepat nelayan ini meraih dan ditariknya rambut itu, sebuah kepala terangkat dan benar saja, isterinya memandangnya dengan mata terbelalak dan wajah sepucat mayat.

"lsteriku!"

"Suamiku!"

Dua orang ini saling berteriak dengan suara parau dan keduanya saling sambar. Ketika ombak kembali menggulung mereka, ibu muda itu mengeluh panjang.

"Hai-liong-ong, selamatkan anakku... ah, selamatkan anakku!"

"lsteriku, diamlah... diamlah... aku akan menyelamatkan kalian...hupp...!" sang suami tiba-tiba menghilang.

Wanita itu terkejut, akan tetapi dia menjadi girang ketika merasa tubuhnya terangkat naik dan bayinya juga ikut terangkat, namun dia tidak boleh berayal-ayal lagi. Merasa betapa dari bawah suaminya melakukan dorongan ke arah pantai, ibu muda ini lalu mengerahkan kekuatannya yang hampir habis untuk berenang dengan sebelah tangan, menuju ke pantai berpasir. Terjadilah pemandangan yang mengharukan di sini, pemandangan dari perjuangan anak manusia untuk menyelamatkan nyawa mereka.

Dengan susah payah, disertai bantuan ombak yang menghempas ke daratan, suami ini berhasil menolong isteri dan anaknya. Ibu muda itu terengah-engah, cepat berlari sambil mendekap anaknya. Dia tidak merasa kelainan pada bayinya. Tidak merasa betapa bayinya kini sudah tidak bergerak-gerak lagi. Dan baru wanita ini terpekik kaget ketika dia hendak menyusui bayinya, dia melihat betapa wajah bayinya menjadi hijau kebiruan dan sudah tidak bernapas lagi. Gulungan ombak yang tadi menutup tubuh mereka ternyata juga telah menutup napas anaknya!

"Suamiku!" wanita ini berteriak dan tiba-tiba matanya terbelalak. Suaminya, yang tadi dilihatnya berada di pantai dalam keadaan lemas lunglai, kini kembali terbawa dan disambar ombak menuju ke tengah lautan! "Suamiku...!” wanita ini kembali menjerit histeris dan matanya tiba-tiba meliar.

Kematian bayinya membuat shock di dalam batinnya, dan kini melihat betapa suaminya tak berdaya dan hanyut ditelan ombak, hanya tampak sepuluh buah jari-jari tangan yang terbuka kaku seperti melambai atau mengucapkan salam perpisahan terakhir padanya, wanita ini tiba-tiba menjadi seperti gila. Dia berteriak-teriak, menjerit-jerit dan sambil masih memondong bayinya yang mati, wanita ini menyongsong gulungan ombak laut seperti orang tidak waras.

Sekali gelombang datang, wanita ini lenyap. Dan karena kali ini wanita itu tidak melawan, tubuhnya tergulung ombak dan tidak muncul lagi untuk kedua kalinya! Dewa Hai liong-ong kembali telah menelan sebuah keluarga yang terdiri dari suami isteri muda belia berikut bayi mereka! Siapa yang dapat menolong? Tidak ada. Semuanya dalam keadaan panik, semuanya dalam keadaan bingung dan ketakutan. Siapa yang akan memperhatikan nasib suami isteri atau kakek beserta cucunya tadi? Juga tidak ada.

Badai terlampau hebat kali ini. Belum pernah Laut Tung-hai diamuk badai seperti itu. Dan ini semua adalah karena ulah manusia-manusia juga! Ulah manusia-manusia sesat dan biadab yang membuat kemarahan Hai-liong-ong timbul. Demikian menurut kepercayaan penduduk pantai. Mereka tidak tahu sebab apa Hai-liong-ong mengamuk sedemikian dahsyatnya, sedemikian buasnya sehingga dalam marahnya Dewa Laut itu tidak kenal ampun. Mereka tidak tahu bahwa di bumi telah terjadi sebuah kejahatan besar dan kekotoran pikiran yang luar biasa, yaitu fitnahan yang dijatuhkan terhadap Yap-goanswe!

Semua orang berlari-lari menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan gubuk dan harta-harta benda mereka yang sebenarnya tidaklah begitu berharga. Juga karena sebagian besar gubuk para nelayan yang berada di dusun Kee-li-bun dan dusun-dusun lainnya sudah tidak dapat ditemukan lagi karena lenyap ditelan anak buah Hai liong-ong. Untuk apa kembali? Mencari mati? Tentu saja mereka tidak mau.

Ombak masih bergulung-gulung dengan amat buasnya dan Laut Tung-hai mendidih. Gelombang lautan setinggi bukit anakan dan seperti telah disebutkan di muka, badai yang luar biasa ini telah melenyapkan seratus tiga buah perkampungan nelayan. Sungguh luar biasa! Dan hujan lebat sementara itu masih turun dengan amat derasnya. Petir saling sambar, merupakan lidah-lidah api yang panjang di angkasa dan mereka ini seakan-akan berlumba dengan lidah-lidah ombak di atas Laut Tung-hai. Siapa tidak akan merasa seram berada dalam keadaan seperti ini?

Maka amatlah mengherankan bahwa ketika semua orang berlari-larian menyelamatkan diri dari terjangan ombak membukit yang datang menyambar perkampungan kaum nelayan ini, dari dalam sebuah hutan kecil muncul dua orang laki-laki dan wanita menuju ke tempat kegaduhan itu! Pakaian mereka basah kuyup tersiram hujan, begitu pula wajah mereka, bahkan rambut si wanita terlepas dari sanggulnya dan awut-awutan seperti orang gila.

Siapakah dua orang yang aneh itu? Inilah dia orang-orang yang tadi namanya telah kita singgung sebelumnya, orang yang menjadi pangkal dari cerita ini karena mereka itu bukan lain adalah Yap-goanswe dan Bwee Li, itu jenderal muda yang membawa noda hitam di tubuhnya akibat fitnah keji dari musuh-musuhnya! Inilah dia orangnya! Inilah dia pemuda gagah perkasa yang terkenal dan menggegerkan itu!

Seperti tadi telah disebutkan, pemuda luar biasa ini membawa lari Bwee Li dari istana dengan kemarahan yang menggelegak di dalam dada. Wanita itu telah membuat wajahnya tercoreng, namanya rusak binasa dan dia harus membalas kekejian dan kejahatan wanita siluman ini. Tekadnya telah bulat, yaitu dia hendak "mengompres" wanita ini untukmengakui semua kejahatannya, mengakui semua kekejamannya yang dijatuhkan terhadap dirinya.

Akan tetapi Bu Kong menghadapi rasa penasaran yang semakin menghebat. Betapapun dia mengancam, betapapun dia menyiksa, Bwee Li tetap tidak menyangkal akan apa yang telah terjadi di antara mereka berdua. Wanita itu sambil menangis tersedu-sedu bahkan memakinya pengecut, memakinya sebagai pemuda yang berani berbuat tetapi tidak berani bertanggung jawab!

Tentu saja bekas jenderal muda itu menjadi semakin naik darah. Mukanya menjadi gelap dan hampir saja tangannya bergerak melayang ke arah kepala Bwee Li. Matanya mendelik dan sinarnya mencorong menakutkan ketika dia memandang wanita itu. Akan tetapi pemuda ini sungguh terkejut melihat sikap yang diperlihatkan oleh Bwee Li. Wanita itu dengan sinar mata berapi bangkit berdiri dan bahkan menudingkan telunjuknya yang runcing kehidungnya, berkata dengan suara tajam menantang, air matanya mengucur deras dan kata-katanya terdengar jelas satu persatu.

"Yap-goanswe, mengapa tanganmu tidak jadi kau gerakkan? Bukankah kau hendak memukul pecah kepalaku? Nih, pukullah, apakah kau kira aku takut? Aku rela mati di dalam tanganmu, pemuda perayu yang tidak bertanggung jawab! Aku rela meninggalkan dunia yang kotor ini sebagai penebus dosaku. Kalau dulu-dulu aku tahu watakmu yang demikian pengecut, tentu aku tidak sudi kau rayu! Cihh, kau pemuda yang tidak mempunyai harga diri, tidak memiliki kejantanan seperti apa yang tadinya kukira. Mau bunuh? Bunuhlah! Siapa takut mati?" dan wanita cantik ini melangkah maju sambil menyodorkan kepalanya untuk dipukul pecah!

Sejenak pemuda itu tertegun. Wanita ini berkali-kali mengatakan dia pengecut tidak tahu malu. Dia dikatakan pemuda yang berani berbuat namun tak berani bertanggung jawab, tidak punya nyali untuk mengakui atas apa yang telah mereka perbuat malam itu. Walau Yap bu kong telah menotoknya untuk memaksa Bwee Li mengakui bahwa wanita itu telah berbohong untuk merusak namanya, namun wanita itu tetap bersikukuh bahwa hal itu benar terjadi dan bahkan memaki-makinya sebagai lelaki yang tidak punya nyali dan tidak bertanggungjawab.

Walau Yap bu kong telah mencoba segala cara untuk memaksa wanita itu mengakui bahwa hal itu bohong, namun hebatnya, belum pernah satu kalipun juga Bwee Li mengeluh! Wanita ini menepati janjinya, yaitu tidak akan minta-minta ampun dan membiarkan dirinya disiksa oleh pemuda itu yang menghendakinya mati tidak hiduppun juga tidak.

Tentu saja apa yang diperlihatkan oleh wanita ini mulai menyentuh kesadaran pemuda itu. Bu Kong seakan-akan mulai sadar dari nafsu dendamnya, perlahan-lahan membangkitkannya dari alam nafsu yang menenggelamkannya. Melihat kesungguhan yang meyakinkan dari wanita itu, mulailah Bu Kong dilanda tanda tanya besar.

Tidak mungkin wanita itu berbohong. Ini jelas sekali baginya dengan melihat sinar mata dan wajah wanita itu setiap kali mereka beradu pandang. Dan diam-diam jantung pemuda ini tergetar kalau dia melihat tatapan mata Bwee Li. Sinar mata wanita cantik yang disiksanya itu seperti bola api kecil yang tajam dan panas, penuh nafsu dendam dan sakit hati yang ditujukan kepadanya! Hemm, sungguh celaka. Menurut patut, dialah yang seharusnya mendendam dan sakit hati terhadap wanita itu, bukannya wanita itu yang sakit hati dan dendam terhadapnya.

Maka, setelah berhari-hari dia menyiksa wanita itu tanpa hasil dan kini bahkan di dalam dirinya mulai terdapat kepercayaan akan kebenaran ucapan wanita itu, kepercayaan bahwa wanita itu memang tidak membohong dengan pengakuannya walaupun dia sendiripun juga merasa yakin bahwa dia tidaklah melakukan perjinaan dengan wanita ini, kesadaran akan sesuatu yang tidak beres dan ganjil mulai membuka pikiran pemuda itu. Dia mulai merasakan bahwa ada apa-apa di balik semua ini. Dia merasa bahwa dia tidak bohong, dan kini diapun percaya bahwa Bwee Li pun juga tidak bohong. Kalau begitu... tentu ada pihak ketiga yang mendalangi peristiwa ini! Pihak ketiga yang membohong!

Dan begitu pikiran atau dugaan ini datang, Bu Kong melompat bangun. Sepasang matanya bersinar-sinar dan jantungnya berdetak kencang. Kalau benar seperti apa yang direkanya ini, betapa besar dosanya terhadap Bwee Li. Dia telah menyiksa dan mengancam wanita itu sehingga Bwee Li mengalami penderitaan yang tidak sedikit! Akan tetapi, bagaimana dia dapat membongkar rahasia ini? Bagaimana dia tahu siapakah pihak ketiga yang mungkin mendalangi peristiwa ini? Pikiran pemuda ini merenung jauh dan tiba-tiba dia tersentak kaget.

"Kakek Phoa....! Benar, dialah yang dapat diharapkan...!" Bu Kong berteriak girang dan menggaplok dahinya sendiri. Terbayanglah di depannya wajah seorang kakek tua yang halus sikapnya dan amat ramah, murah senyum dan tawa itu. Dan begitu teringat akan kakek ini, tubuhnya bergerak ke atas cabang dan sekali tangannya merenggut, tubuh Bwee Li telah dilepaskannya dari atas cabang itu. Tergesa-gesa pemuda ini mengurut dan menotok sana-sini dan diam-diam hatinya khawatir juga melihat keadaan Bwee Li.

Wanita cantik ini telah berhari-hari mengalami siksaan dan penderitaan. Tubuhnya kini kurus dan mukanya pucat. Bu Kong merasa cemas melihat betapa setelah dia menotok sana-sini, belum juga wanita itu bergerak. Membayangkan betapa wanita ini tenyata tidak bersalah, diam-diam hati pemuda ini tergetar dan timbul keharuan mendalam terhadap Bwee Li. Oleh sebab itu pemuda ini lalu memperlunak sikapnya, tidak sekasar dan sekejam biasanya. Setengah jam kemudian, setelah menanti dengan hati tegang, Bwee Li bergerak dan mengeluh. Girang hati pemuda itu. Girang karena wanita ini tidak sampai mati.

"Bwee Li, kalau kau merasa lapar, makanlah,” dia berkata dan meletakkan satu sisir pisang harum yang tadi dicarinya dalam hutan di muka wanita itu.

Bwee Li terbelalak, merintih dan bangkit duduk, ia melihat bahwa pemuda itu sudah membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi menjauhinya. Tubuhnya terasa sakit-sakit semua dan teringat akan kekejaman pemuda itu, bangkitlah kemarahan wanita ini. "Kau hendak membunuhku, kenapa sekarang menyuruhku makan? Biarkanlah aku mati dan tak usah kau perdulikan aku!" wanita ini menjawab ketus dan pisang di depannya itu disambar lalu dilemparkan kearah pemuda itu dengan gerakan kasar.

"Plok-plak-plokk...!” pisang-pisang itu berhamburan dan mengenai tubuh jenderal muda itu. Bu Kong membalikkan tubuhnya dan Bwee Li tertegun. Biasanya, selama berhari-hari ini ia melihat betapa sepasang mata pemuda itu menyorot ganas dan kejam, bahkan sikapnya juga kasar. Akan tetapi kini ia melihat kelainan pada pemuda itu. Ia melihat betapa sinar mata pemuda itu tampak redup dan wajahnya meskipun tetap muram akan tetapi tidak ada tanda-tanda kemarahan terhadap dirinya. Bahkan pemuda itu menghela napas dan berkata,

"Bwee Li, kalau kau tidak mau makan, terserah. Akan tetapi jangan kau membuang-buang makanan. Aku mencarinya dengan susah payah, mengapa kau buang begitu mudah?"

Suara pemuda itu terdengar penuh sesal, akan tetapi kata-katanya diucapkan dengan nada halus. Tercenganglah wanita ini. Tidak biasanya pemuda itu bersikap seganjil ini. Ada apa gerangan? Apa yang tersembunyi di pikiran pemuda yang amat dibencinya ini?

"Hemm, Yap-goanswe. Tidak perlu kau berpura-pura, tidak perlu kau bersikap manis dibuat-buat seperti ini. Kau telah menyiksaku selama beberapa hari, hanya untuk mendengarkan sangkalanku belaka. Kini setelah kau merasa tidak berhasil, ada siasat apalagi yang hendak kau jalankan?" katanya dengan suara dingin dan Bwee Li memandang penuh kemarahan terhadap pemuda itu.

Bu Kong tidak menjawab, hanya matanya menatap sepasang mata wanita itu dengan tajam penuh selidik. Dua pasang mata beradu pandang, keduanya berbeda arti. Kalau pandangan Bu Kong adalah pandangan mata untuk meyakinkan diri bahwa wanita itu benar-benar tidak berdosa dalam arti kata tidak memfitnahnya dengan fitnahan yang bukan-bukan, adalah sepasang mata wanita cantik itu penuh api kemarahan dan dendam yang ditahan-tahan.

Akhirnya pemuda itu yang mengalihkan pandangannya, tidak kuat melihat balasan mata yang demikian galak dan penuh kebencian. Dia kini dapat merasakan dan mulai yakin bahwa memang telah terjadi sesuatu yang tidak beres di antara mereka, bahwa ada suatu rahasia tersembunyi di antara peristiwa yang dituduhkan orang kepadanya itu.

"Yap-goanswe, kalau kau mau bunuh aku, lekas bunuhlah! Atau kalau kau mau menyiksaku lagi dengan lain cara. Lekas lakukanlah! Siapa takut segala macam ancamanmu? Atau mungkin kau ingin melihat aku membunuh diri sendiri?"

Kata-kata terakhir dari wanita itu membuat Bu Kong kaget. Serentak dia mengangkat kepala dan berseru, "Jangan...!" dan pemuda ini secepat kilat melompat maju. Tangannya bergerak cepat dan sebelum Bwee Li sadar, tubuh wanita itu telah lemas tertotok!

Bwee Li kembali terbelalak. Pancaran matanya membayangkan keheranan besar yang tak dapat disembunyikan. "Heran, Yap-goanswe, apa maumu? Apa maksudmu dengan mengatakan jangan tadi?" wanita ini mengejek. "Apakah kau kira bahwa sekarang juga aku tidak dapat membunuh diri? Sekali aku menggigit lidahku sampai putus, nyawaku akan melayang."

Wajah pemuda ini pucat mendengar kata-kata itu dan dia malah seperti diingatkan. Benar juga. Dia memang hanya menotok lemas wanita ini, dan Bwee Li masih dapat membuktikan ancamannya tadi dengan menggigit putus lidahnya sendiri. Oleh sebab itu, sebelum wanita itu melakukan ancamannya, pemuda ini menggerakkan jari tangannya dan menotok urat gagu di leher Bwee Li.

"Tukk!" Wanita itu mendelik marah dan hendak memaki, akan tetapi lidahnya kelu, tak dapat digerakkan! Dia mencoba meronta, akan tetapi tubuhnya lemas tak dapat digerakkan juga. Dia hanya mendengar kata-kata pemuda itu yang diucapkan di dekat telinganya.

"Bwee Li, jangan kau berpikiran gila. Aku tidak akan menyiksamu sampai kita menjumpai seseorang. Hanya dialah yang dapat menjelaskan semua keanehan ini. Ketahuilah, bahwa di samping kau berkeras kepala dengan pengakuanmu itu, akupun juga dapat berkeras kepala dengan pendirianku bahwa apa yang ditimpakan orang kepadaku adalah fitnah! Aku sama sekali tidak pernah datang ke kamarmu. Pada waktu itu aku sedang dirawat suhu karena... sakit. Oleh sebab itu, melihat kesungguhan sikapmu, dan melihat pula kenyataan bahwa bukanlah aku orangnya yang dulu datang ke kamarmu walaupun mungkin saja orang itu mirip wajahnya dengan aku, timbul dugaanku bahwa kau salah melihat orang. Yang jelas aku sama sekali tidak melakukan hal itu. Pasti ada seseorang lain yang mungkin sengaja menyamar seperti aku untuk menimpakan kebusukan ini kepadaku!"

Mendengar kata-kata yang panjang lebar ini sepasang mata indah itu terbelalak. Wajah yang sudah agak pucat itu kini menjadi semakin pucat dan Bwee Li juga diam-diam terkejut sekali. Dia dapat juga menerima alasan pemuda ini. Dan ia pun juga melihat betapa pemuda itu berkali-kali memaksanya mengaku, melihat betapa rasa penasaran yang hebat membayang di wajah bekas jenderal muda ini. Akan tetapi... ahh, tidak mungkin! Masa ia salah melihat orang?

Pada saat itu Bu Kong memondong tubuh Bwee Li karena ketika menotok tadi Bwee Li roboh lemas. Dan Bwee Li yang dipondong oleh pemuda itu sedang mendongak ke atas, ke arah wajah pemuda itu. Wanita ini dapat melihat jelas wajah tampan yang muram ini dari bawah dan tiba-tiba wanita ini terlonjak kaget.

"Uhh...ughh...ughhh..." ia mengeluarkan suara aneh dan tubuhnya menggelinjang kuat.

Bu Kong terkejut, memandang wanita itu. Pemuda ini melihat betapa sepasang mata Bwee Li terbuka lebar memandang wajahnya, menatap di bagian dagu sebelah bawah sambil meronta-ronta. Tentu saja dia terkejut. Apa yang hendak dilakukan wanita ini? Karena tidak bisa bicara akibat totokannya tadi, Bu Kong cepat menggerakkan jari tangannya. Dibebaskannya jalan darah toan-gu-hiat dan seketika wanita itu dapat bicara.

"Goanswe, lepaskan aku...ah, lepaskan....lepaskan...." wanita itu berteriak dan meronta-ronta.

"Mau apa kau? Apa yang hendak kaul akukan?" bentaknya.

"Jangan banyak tanya, nanti kujelaskan. Sekarang lepaskan aku untuk melihat buktinya!" suara Bwee Li terdengar gugup dan wanita ini terisak.

Berdebar jantung pemuda itu. Dia tidak mengerti akan maksud kata-kata Bwee Li, namun mendengar betapa wanita ini agaknya memperoleh suatu "bukti", maka diapun tidak mau banyak cakap. Dibebaskannya wanita itu dari totokan dan begitu merasa tubuhnya bebas, Bwee Li meloncat turun dan tergesa-gesa melangkah maju mendekati pemuda itu. Dan pemuda itu karena tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh wanita ini, tentu saja mundur-mundur ke belakang dengan sikap waspada. Akan tetapi wanita ini terus mengejar dan Bu Kong terpaksa membentak dengan suara berpengaruh, "Bwee Li, mau apa kau?"

"Aku hendak melihat dagumu!"

Jawaban singkat ini mengejutkan jenderal muda itu. "Daguku?" tanyanya tanpa sadar.

"Ya, dagumu....!" Bwee Li mengangguk dan tanpa banyak sungkan-sungkan lagi wanita ini memegang dagu pemuda itu dan mendongakkan wajahnya dengan sentakan kasar.

Karena tercengang dengan ucapan wanita itu, Bu Kong membiarkan saja. Dia terkejut ketika kepalanya disentakkan secara kasar dan hampir dia marah. Tapi dia semakin terkejut karena mendengar Bwee Li menjerit kecil dan memekik, "Goanswe, di mana luka itu? Dimana kau sembunyikan?"

Bu Kong tercengang. "Luka? Luka apa? Dan kalau memangnya ada, mengapa mesti kusembunyikan? Bwee Li, apa maksud kata-katamu ini?"

Mendengar kata-kata yang penuh keheranan ini Bwee Li malah pucat wajahnya. Ia memandang wajah yang tampan dari jenderal yang gagah perkasa ini dan mulutnya berbisik, "Luka itu....! Ahh, luka memanjang di dagu itu! Bagaimana sekarang tidak kujumpai?" suaranya terdengar menggigil dan sepasang mata wanita ini terbelalak seperti mata kelinci yang bertemu dengan seekor harimau buas.

Berdebar tegang hati pemuda itu. Agaknya dari sinilah dia akan dapat membongkar fitnah ini! Maka dengan muka tegang diapun mencengkeram pundak Bwee Li, lupa betapa tenaganya yang dikerahkan membuat wanita itu meringis sakit.b"Bwee Li, sungguh mati, aku tidak mengerti akan sikapmu ini. Kau menyebut-nyebut luka, luka bagaimanakah yang kau maksudkan? Coba kau jelaskan dan barangkali saja kita dapat memecahkannya."

Sepasang mata indah akan tetapi basah itu menatap tajam. Mula-mula sinarnya keras, akan tetapi melihat keheranan di wajah itu, juga melihat betapa luka di dagu yang merupakan bukti satu-satunya yang kini diingatnya untuk membuka kebusukan pemuda ini ternyata tidak ada sama sekali, sinar mata Bwee Li melunak dan akhirnya wanita ini mengeluh panjang.

"Thian Yang Maha Agung...iblis manakah yang menggodaku kali ini?" wanita itu lalu menangis terisak-isak dan menjatuhkan dirinya berlutut. Kenyataan ini sungguh di luar dugaan. Kini teringatlah wanita ini akan segala-galanya. Betapa dahulu ketika "Yap-goanswe" merayu dan mencumbunya, pada saat mereka kepulasan karena lelah, ia kebetulan terbangun dan melihat bahwa di dagu pria itu ada bekas-bekas luka memanjang. Kalau saja ia tidak tidur bersama, sukar untuk melihatnya karena luka itu terdapat di bawah dagu.

Dan kini Yap-goanswe yang berada di dekatnya ini sama sekali tidak mempunyai luka itu! Jadi, dengan kenyataan ini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa orang yang dulu datang ke kamarnya itu jelas bukanlah Yap-goanswe yang ini! Mungkin orang lain yang wajahnya mirip dengan jenderal muda itu, seperti yang tadi telah disinggung-singgung oleh pemuda ini.

Sampai di sini wajah Bwee Li menjadi pucat akan tetapi akhirnya berobah merah padam. Terjadi konflik batin di dalam diri wanita ini. Mula-mula, mengingat betapa dia telah berkasih mesra dengan jenderal muda yang luar biasa itu, hatinya diliputi kebanggaan bahwa ia telah berhasil merobohkan hati pemuda ini. Meskipun ia telah disiksa dan diancam oleh jenderal muda itu untuk mengatakan bahwa itu semuanya adalah bohong dan fitnah belaka, ia tidak merasa sesakit seperti sekarang ini.

Memang ia akhirnya marah dan sakit hati terhadap perlakuan pemuda yang dianggapnya tidak bertanggung jawab itu, akan tetapi di dalam lubuk hatinya, rasa cinta kasih terhadap jenderal muda ini tidaklah lenyap, ia memang rela mati di tangan pemuda ini, pemuda yang telah dianggapnya sebagai suami sendiri. Oleh sebab itu, jika ia mati di tangan Yap-goanswe, sama artinya dengan mati di tangan suami sendiri, meskipun pemuda itu telah berlaku sewenang-wenang terhadap dirinya!

Akan tetapi sekarang? Ternyata agaknya bukan jenderal muda itulah yang melakukannya! Ada pemuda lain yang mungkin wajahnya kebetulan mirip dengan pemuda ini saja, apalagi pada waktu pemuda itu dulu datang merayunya di kamar, penerangan kamar sebagian telah dipadamkan oleh pemuda itu sehingga ruangan menjadi redup dan samar-samar!

"Ohh, Tuhan!" Bwee Li menjerit dan meraung, tangisnya meledak dan tubuhnya terguncang-guncang. Hancur hatinya, kehancuran yang mengobarkan api dendam terhadap si pemuda laknat. Akan tetapi di samping kehancuran hati ini, terdapat kepedihan besar bahwa ternyata jenderal muda yang gagah perkasa itu bukanlah orangnya yang melakukan perbuatan itu. Kenyataan ini membuat hatinya tertusuk. Kalau benar jenderal muda itu yang melakukannya, ia rela, rela sampai ke lubuk jiwa, bahkan rela pula apabila jenderal muda itu hendak merenggut nyawanya! Akan tetapi kalau orang lain?

"Aku tidak sudi....!" tiba-tiba Bwee Li memekik dan wanita ini meloncat bangun.

Bu Kong terperanjat dan tubuhnya siap melakukan penjagaan. Dia melihat betapa wajah wanita cantik itu beringas, matanya membendul merah oleh tangis. "Bwee Li, apanya yang tidak sudi? Apa maksudmu?" pemuda itu bertanya.

Bwee Li memandang, pandang matanya kosong, air matanya mengucur deras membasahi pipinya yang pucat. "Goanswe....” wanita ini mengeluh panjang dan tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut. “Goanswe, ampunkan aku... wanita hina yang malang ini... ampunkan aku, goanswe, ampunkan aku bahwa aku telah membuat nama harummu hancur berantakan... agaknya apa yang menjadi dugaanmu tadi benar. Telah ada seseorang yang wajahnya mirip denganmu berusaha menodai diriku, memakai namamu untuk maksud-maksud tertentu... ahh, goanswe, ampunkan aku... ampunkan...huh-huh-huhhhh."

Wanita itu menangis tersedu-sedu dan hati pemuda itu berdetak kencang. Kiranya wanita ini korban kekejian seseorang yang menyamar sebagai dirinya! Pantas saja ketika dahulu di hadapan raja, Bwee Li tidak menyangkal dan mengakui perbuatannya terus terang. Hanya celakanya, dia yang dipakai namanya oleh orang lain itu kini menerima getahnya!

Berkilat sepasang mata jenderal muda ini. Dia dapat membayangkan betapa kejinya orang itu. Betapa jahatnya. Dan dia harus mencari orang itu, harus menemuinya untuk membuat perhitungan! Pemuda ini menggeram, giginya berkerot dan sepasang matanya berapi-api penuh kemarahan dan tiba-tiba tangannya mengepal tinju dan dipukulkannya ke telapak tangan satunya.

"Plakkkk!" Terdengar suara keras seperti batu karang dihantam palu godam dan Bwee Li tersentak kaget. Wanita ini mengangkat mukanya dan melihat betapa wajah pemuda itu membayangkan hawa mengerikan.

"Bwee Li, setelah persoalan di antara kita kini mulai terbuka pemecahannya, simpanlah tangismu itu dan mari kita berdua mencari siapa jahanam busuk yang telah memfitnah kita ini. Percayalah, aku tidak akan tinggal diam dan kelak akan kubunuh manusia biadab itu!"

"Goanswe...." Bwee Li mengeluh panjang dan wanita cantik ini kembali menangis terisak-isak. Hatinya sakit bukan main, sakit dan perih. Ia telah dipermainkan seseorang yang tadinya disangkanya bahwa orang itu adalah Yap-goanswe, pemuda yang sudah lama menjadi pujaan hatinya. Akan tetapi ternyata dugaannya keliru. Bukan Yap Bu Kong orang itu, melainkan orang lain yang sama sekali tidak dikenalnya. Dan Yap goanswe ternyata tetap bersih dari segala tuduhan yang telah dilontarkan raja kepada pemuda itu. Teringat betapa akibat perbuatannya telah menyeret bekas jenderal muda itu ke dalam lumpur kehinaan, Bwee Li merasa menyesal bukan main.

"Goanswe... goanswe, ampunkan aku, huh-huh-huhhh... bunuhlah aku, goanswe... bunuhlah... aku rela mati di tanganmu untuk menebus semua kesalahanku kepadamu... aku wanita hina... aku orang yang tidak berharga... goanswe, bunuhlah aku... bunuhlah!”

Bwee Li tiba-tiba menjerit histeris dan wanita ini meloncat ke depan, menubruk pemuda itu dan merangkul kakinya sambil menangis tersedu-sedu. Perasaan menyesal dan sakit hati ditambah lagi dengan kecewa yang amat luar biasa membuat wanita ini seakan-akan dirobek hatinya. Ia merasa sungguh-sungguh amat menyesal dan berdosa bahwa secara tidak disengajanya ia telah membuat pemuda itu menderita sengsara, mendapat aib dan rusak binasa keharuman namanya akibat perbuatannya.

Dan Bwee Li merasa betapa hatinya sakit bukan main terhadap orang yang telah menodai dirinya. Akan tetapi, di samping ini semua, wanita itu merasakan kekecewaan yang amat sangat ketika mendapat kenyataan betapa cintanya terhadap jenderal muda yang telah dipecat dari jabatannya ini ternyata bertepuk sebelah tangan!

Tiada kekecewaan yang amat sangat agaknya bagi seorang wanita selain cinta sepihak. Demikian pula halnya bagi selir ini. Hatinya hancur berantakan dan berdarah. Rasa penyesalan dan sakit hati yang amat mendalam membuat batinnya terpukul hebat sekali. Bwee Li menjerit-jerit dan meraung di depan pemuda itu, minta dibunuh dan agar supaya nyawanya dihabiskan saja. Akan tetapi sepasang kaki yang kokoh itu tidak bergeming, tidak bergerak. Wanita ini mengguncang-guncang kaki pemuda itu, lalu mendongak ke atas dan ia melihat betapa wajah pemuda itu sedang mendongak kelangit.

"Dukkk!" Bwee Li tiba-tiba membenturkan kepalanya di atas tanah berbatu dan Bu Kong tersentak kaget. Wanita itu mengeluh panjang dan roboh terguling, dahinya pecah berdarah. Tentu saja dia terkejut.

"Bwee Li...!" pemuda ini berseru dan cepat berlutut. Tadi hatinya tidak kuat mendengarkan ratapan wanita itu, merasakan betapa hebat kesengsaraan batinnya. Tak terasa lagi, sepasang matanya menjadi basah karena terharu dan agar tidak tampak oleh wanita itu, maka dia mendongakkan mukanya ke langit. Siapa kira, Bwee Li tiba-tiba bermaksud hendak membunuh diri dengan cara membenturkan kepalanya di atas tanah berbatu.

Pemuda ini melihat betapa wajah yang cantik itu sepucat kertas dan ketika dia meraba nadi di pergelangan tangan, Bu Kong terkejut mendapat kenyataan betapa denyut jantung wanita ini lemah sekali. Agaknya guncangan yang terlampau hebat membuat Bwee Li terpukul jantungnya. Maka cepat pemuda ini menolong. Dia menotok sana-sini dan setelah tujuh jalan darah ditotoknya, denyut jantung itupun normal kembali. Hanya napasnya saja yang kini terengah-engah karena guncangan batin yang hebat telah memukul wanita ini di bagian dalam tubuhnya. Setengah jam kemudian, Bwee Li sadar kembali. Sepasang mata itu perlahan-lahan terbuka kelopaknya dan tampak oleh Bu Kong betapa sepasang mata indah itu kini amat redup dan sayu, kehilangan gairah hidup.

"Di manakah aku kini? Di nerakakah...?" ia berbisik lemah. Namun, ketika melihat wajah Bu Kong, Bwee Li terkejut dan wanita ini bangkit duduk. Kini pikirannya telah sepenuhnya bekerja dan tahu bahwa ia masih belum mati. "Goanswe...!" Bwee Li berteriak. "Kenapa tidak kau bunuh aku? Kenapa tidak kau biarkan aku mati saja? Apakah kau tega membiarkan aku menderita sengsara lebih panjang lagi di atas dunia ini? Goanswe, bunuhlah aku...bunuhlah!"

Bu Kong memegang pundak wanita yang kembali hendak kalap itu. "Bwee Li, tenanglah dan diamkanlah perasaan hatimu yang bergolak ini. Pandanglah aku dan lihat!"

Pemuda ini mengangkat wajah yang basah air mata itu, mengajaknya beradu pandang dan kemudian melanjutkan kata-katanya, "Apakah benar-benar bahwa engkau minta mati, Bwee Li? Tidak adakah sedikit hasrat di hatimu untuk menolongku? Tidak adakah niat di pikiranmu untuk membantuku kelak untuk menemukan manusia jahanam itu? Engkau adalah satu-satunya saksi hidup. Kalau engkau minta mati, siapakah kelak yang akan dapat membantuku apabila di kemudian hari aku berhasil menangkap orang itu? Akibat perbuatanmulah maka sekarang aku menerima aib ini. Dan setelah aku tahu bahwa engkaupun terkecoh oleh seseorang, aku telah dapat menghilangkan rasa marahku kepadamu. Tinggal manusia terkutuk itu yang harus kucari dan kubunuh. Kalau kelak dia kutangkap dan kau dapat mengenalnya, tentu dia tidak akan dapat berkutik dan terpaksa mengakuinya. Dengan demikian, akupun dapat membersihkan diri dari semua noda-noda yang melekat itu. Nah, apakah kaupun masih saja minta mati?"

Satu demi satu kata-kata pemuda ini menembus hatinya dan Bwee Li tertegun. Ia telah melakukan kesalahan yang tidak disengaja terhadap pemuda itu. Gara-gara perbuatannyalah maka pemuda ini sampai dipecat dari kedudukannya sebagai jenderal yang berkuasa. Dan yang lebih hebat lagi, gara-gara perbuatannyalah maka bekas jenderal muda itu kini menerima aib karena tuduhan perjinaan! Padahal, pemuda yang gagah perkasa ini ternyata merupakan pemuda yang bersih dan tidak berdosa!

Wanita itu mengangguk-angguk dan suara tangisnya berhenti, hanya air matanya saja yang masih deras mengalir. Ia menggigit bibir kuat-kuat untuk menekan hatinya sendiri. Memang, apa yang telah dikatakan oleh pemuda itu adalah benar. Dan untuk penebus dosanya terhadap pemuda ini, ia harus membantu untuk menjadi saksi hidup dan kalau bisa ia pun harus berusaha dengan cara apa pun untuk membersihkan kembali nama jenderal muda itu di depan umum.

"Goanswe, kau benar... baiklah, aku akan membantumu untuk menjadi saksi hidup dan setelah itu... setelah itu..." Bwee Li tidak sanggup melanjutkan kata-katanya sendiri karena tenggorokannya terasa kering dan tangisnya hampir meledak lagi.

"Setelah itu apa yang hendak kau lakukan, Bwee Li?"

Wanita itu menunduk. "Tidak ada apa-apa lagi, goanswe..." katanya lirih. Hampir saja terloncat tadi kata-kata "hendak membunuh diri" dari mulutnya. Untung ia bisa menahannya. Memang, kalau ia berhasil membersihkan kembali nama pemuda itu dan pemuda laknat biang keladi dan pangkal celaka itu dibunuh, untuk apa lagi ia melanjutkan sisa hidupnya di atas bumi ini? Namanya sendiri sudah cemar dan aib yang menjijikkan telah melekat di tubuhnya. Biarlah, biar ia selesaikan dulu tugasnya yang terakhir dalam membantu pemuda itu dan setelah selesai semuanya, ia pun hendak menyelesaikan sisa hidupnya yang sudah tidak berharga ini.

Demikianlah peristiwa yang terjadi di antara dua orang ini. Bwee Li telah dapat menekan perasaannya, hanya kini wanita itu menjadi lebih pendiam dan wajah yang cantik itu diliputi kegelapan awan hitam. Ia menurut saja kemana pemuda itu hendak membawanya pergi, dan setelah seminggu mereka melakukan perjalanan cepat karena pemuda itu tampaknya tergesa-gesa dan mengatakan bahwa dia ingin menemui seseorang terlebih dahulu, sampailah mereka di Lautan Tung-hai ini.

Sialnya, ketika mereka berada di tengah hutan, hujan lebat tiba-tiba turun. Tidak ada tempat berteduh di situ, dan Bu Kong yang tahu bahwa di luar hutan terdapat perkampungan kaum nelayan, bermaksud untuk melanjutkan perjalanan dan nanti saja mereka berteduh di rumah salah seorang nelayan itu. Akan tetapi, ketika mereka telah tiba di mulut hutan, keduanya terkejut mendengar suara gemuruh di tengah-tengah laut dan mata mereka terbelalak lebar menyaksikan betapa Laut Tung-hai seakan-akan mendidih dan bergelombang.

Hujan deras dan angin ribut menyerang Laut Tung-hai. Petir dan halilintar meledak-ledak di atas permukaan laut yang warnanya membiru gelap. Ombak membukit dan menerjang pantai daratan seperti lakunya binatang-binatang buas yang haus darah. Hal ini sama sekali di luar dugaan Bu Kong dan pemuda ini menjadi lebih terkejut lagi ketika melihat betapa dusun Kee-li-bun amblas disapu ombak yang membuih!

Pemandangan terakhir yang mereka lihat ialah berteriak-teriaknya seorang wanita muda yang mendekap seorang bayi di dadanya, wanita yang agaknya tidak waras lagi pikirannya karena wanita itu berlari menyongsong ombak dan akhirnya lenyap digulung gelombang yang dahsyat. Bu Kong hendak bergerak menolong, akan tetapi karena jaraknya pada saat itu jauh, maka dia tidak sempat lagi.

"Goanswe, aku ngeri... aku takut..." Bwee Li merintih dan menerkam lengan kanan pemuda itu.

Pada saat itu, terdengar ledakan petir di angkasa dan dua orang ini melihat betapa sinar menyilaukan turun dari atas langit dan menyentuh permukaan laut.

"Blarrr!" air laut terpukul dan muncrat tinggi.

"Oohhh...!" Bwee Li berteriak kaget dan tubuhnya menggigil. Wanita ini melihat sesuatu yang membuat hatinya ketakutan. Sinar panjang tadi seakan-akan cambuk Dewa Thian-ong yang hendak ditujukan kepada dirinya. Seperti kepercayaan rakyat di masa itu, cambuk Dewa Thian-ong dikenal sebagai "cambuk pemukul dosa".

Konon menurut dongeng nenek moyang, cambuk dewa itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang berdosa saja. Sentuhan cambuk itu akan membuat bagian tubuh yang terkena menjadi hangus terbakar dan sedikit demi sedikit, setiap kali cambuk itu dilecutkan, kulit tubuh akan melepuh dan bernanah dan dari luka-luka di nanah itulah akan timbul ulat-ulat menjijikkan dengan seribu satu macam warna, ulat-ulat berbulu yang akan menggeleser di kulit seseorang dan menggigiti daging orang itu sedikit demi sedikit pula! Tentu saja bayangan ini membuat Bwee Li merasa ngeri dan gemetar seluruh tubuhnya, wajahnya pucat dan matanya terbelalak ketakutan.

Akan tetapi lain lagi yang dirasakan oleh Bu Kong. Melihat cahaya petir yang turun dari atas dan memukul permukaan air laut, seketika pemuda ini teringat akan ilmunya yang mujijat luar biasa, yakni Lui-kong Ciang-hoat. Pada detik itu pula teringatlah pemuda ini akan wejangan gurunya ketika beberapa bulan yang lalu dia baru saja menerima warisan ilmu sakti ini.

"Tiada saat-saat yang lebih baik untuk menyempurnakan Lui-kong Ciang-hoat dari pada diwaktu musim hujan, muridku," demikian kata gurunya. "Akan tetapi, yang terbaik dan yang amat sempurna melatihnya adalah jika di bumi sedang terjadi badai dan hujan deras. Mengapa? Karena hanya pada saat-saat itulah Sang Dewa Petir menunjukkan kekuasaannya di bumi dan kita yang kini sedang mempelajari ilmu ini, akan menerima berkah kesaktian yang luar biasa dari dewa itu. Getaran dan ledakan halilintar yang maha dahsyat akan mempengaruhi tubuh kita, mengguncang urat-urat syaraf tertentu yang akan menimbulkan tenaga yang amat dahsyat. Kejutan yang diterima urat-urat saraf kita pada saat ledakan petir, guncangan yang diterima batin kita pada saat cahaya petir berkelebat, ini semuanya akan mempengaruhi daerah tan-tian atau pusat mendekamnya Sang Kundalini Shakti dan akibat rangsangan atau kekagetan tiba-tiba inilah Sang Kundalini Shakti akan bangun! Kalau hal ini sudah terjadi, maka kau akan merasa betapa urat-urat saraf di tubuhmu menggetar-getar dahsyat, aliran darah menjadi lebih cepat dan terdapat suatu dorongan yang amat kuat di dalam tubuh kita untuk segera menyalurkan kekuatan dahsyat itu. Bangkitnya Sang Kundalini menciptakan gelembung-gelembung hawa di dalam tubuh, semuanya akan berkumpul di daerah pusar dan kalau kita dapat menguasai hawa mujijat ini, tenaga sinkang kita akan menjadi semakin kuat dan luar biasa."

Itulah kata-kata yang pernah diucapkan gurunya dahulu. Dan kini, melihat sinar petir memukul pecah permukaan air laut, pemuda ini tiba-tiba tersentak. Betul kata gurunya itu. Batinnya terguncang kaget menyaksikan peristiwa tadi. Ada suatu sentakan tiba-tiba yang dirasakannya, ada suatu getaran aneh di daerah tan-tiannya. Pada saat dia mulai dipengaruhi ini, tiba-tiba saja kembali halilintar menyambar dari angkasa. Bwee Li sampai terpekik dan menjerit ketakutan. Cahaya kilat kali ini membentuk sinar berkilauan tidak begitu panjang akan tetapi di bagian bawah, sinar ini tiba-tiba memecah diri tiga bagian, masing-masing meledak di tiga arah.

"Blar-blar-blarrr!"

Luar biasa sekali. Pecahan halilintar ini menyambar turun di atas permukaan laut dan tiba-tiba tampak sebuah benda di tengah-tengah gelombang dahsyat mencelat ke atas. Dua orang ini tidak tahu, apakah benda itu berupa sepotong papan yang tadinya terapung-apung ataukah mungkin seekor ikan besar. Yang jelas, benda itu tiba-tiba saja terpukul dan terpental ke atas. Dan ledakan halilintar kali ini terdengar lebih dahsyat daripada yang tadi. Bwee Li tak dapat menahan dirinya dan wanita ini terpelanting jatuh!

"Hyaaaattttttt !” Pemuda itu tiba-tiba mengeluarkan bentakan keras, tubuhnya mencelat ke atas dan di udara pemuda ini melakukan salto berturut-turut enam kali dan akhirnya tubuhnya turun di tengah-tengah laut yang bergelombang!

"Slapp....!" ombak membukit seketika menelannya dan tubuh pemuda itu lenyap. Akan tetapi, ketika ombak menyurut, ternyata pemuda itu sama sekali tidak hanyut bersama ombak ganas tadi. Tubuhnya tampak berdiri kokoh dan tidak bergeming, sepasang matanya bersinar-sinar aneh dan menyorot tajam seperti mata seekor naga.

Dan ketika kembali gelombang datang untuk kedua kalinya, Bu Kong bergerak cepat. Kaki kanannya dibanting dan amblas sampai di mata kaki, dan sekali mulutnya mengeluarkan seruan mengguntur, kedua tangannya didorongkan ke depan dan serangkum angin yang amat dahsyat meluncur keluar.

"Byarrr...!" Gelombang laut yang menerjangnya tertahan oleh hawa pukulan mujijat yang keluar dari sepasang lengan pemuda itu. Sedetik dua kekuatan raksasa beradu dan saling dorong, akan tetapi akhirnya ombak laut menyerah kalah, puncaknya membalik dan ambyar berantakan!

Pada saat itu, Bwee Li telah bangkit berdiri. Sepasang mata wanita ini terbelalak penuh kekaguman menyaksikan pemandangan yang amat luar biasa itu. Kalau saja ia tidak melihat dengan mata kepala sendiri, kejadian itu dirasanya seperti dongeng saja. Betapa mungkin bahwa seorang manusia dapat melawan kedahsyatan alam? Akan tetapi ternyata Yap-goanswe mampu melakukan hal itu!

Pemuda itu sendiri kini sedang dilanda oleh semangat yang berkobar. Begitu dia diserang oleh gelombang setinggi gunung bertubi-tubi, dia seakan-akan merasa bahwa pada saat itu dia sedang diserang oleh musuh tangguh! Meluaplah semangatnya dan mukanya menjadi merah. Hawa sakti bergolak cepat di dalam tubuhnya, terutama di bagian pusar. Terasa menggetar-getar dan membuat tubuhnya menggigil seperti orang kedinginan...

Pendekar Gurun Neraka Jilid 01

PENDEKAR GURUN NERAKA
JILID 01
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Pendekar Gurun Neraka Karya Batara
BADAI yang mengerikan di Lautan Tung-hai!
Langit gelap pekat. Mendung hitam memenuhi seluruh angkasa. Udara terasa dingin, namun angin belum mulai bertiup. Permukaan air laut tenang, bahkan terlalu tenang pada saat itu. Hampir tidak tampak bergerak, hanya sedikit keriput di sana-sini. Akan tetapi bagi para nelayan di pantai yang telah mengenal baik lautan ini, saat-saat seperti itu justeru merupakan saat yang membuat jantung mereka berdebar kencang.

Bahaya akan datang! Inilah kesimpulan mereka. Dan oleh sebab itulah maka meskipun laut tampak tenang dan diam namun di atas permukaannya tidak tampak seorangpun nelayan. Mereka sudah lama menyingkir ke darat, bahkan perahu-perahu penangkap ikan merekapun telah mereka sembunyikan jauh-jauh di darat, di antara semak-semak belukar yang rimbun.

Dan bahaya yang dikhawatirkan oleh para nelayan inipun mulailah. Terdengar suara bergemuruh di sebelah utara. Suara ini amat tiba-tiba datangnya, seperti geram naga laut. Dan menurut kepercayaan para nelayan, itulah suara dari Hai-liong-ong atau Dewa Laut yang muncul dari dasar samudera!

Laut di bagian utara tiba-tiba bergelombang, seakan-akan muncul kepala raksasa yang amat dahsyat di bagian itu. Dan mendung tebal yang memenuhi seluruh langit dibagian utara juga mendadak bergerak ke tengah. Angin tiba-tiba bertiup kencang dan bersamaan dengan suara bergemuruh disusul oleh gerakan mendung dari utara ini terdengarlah suara dahsyat dari angkasa.

"Klap... daarrrr!"

Halilintar berkelebat dan guruh menggelegar. Tampak kilauan panjang membelah kehitaman mendung, terus menukik turun dengan kecepatan luar biasa dan akhirnya amblas ke dasar samudera. Bagi para nelayan yang melihat hal ini, itulah pertanda bahwa telah terjadi kontak langsung antara sang dewa lautan dengan sang raja angkasa!

Dan mulailah segala sesuatunya menjadi gaduh. Suara gemuruh disusul oleh ledakan petir tadi seakan-akan merupakan komando bagi segala mahluk-mahluk hitam di atas dan di bawah bumi untuk membuat keributan, iblis-iblis dan siluman laut bergerak, muncul di atas permukaan air sehingga laut tiba-tiba menggelegak, ombak membuih dan terjadilah gelombang besar!

Lautan Tung hai mulai mengamuk! Apalagi setelah angin ribut muncul di situ, menderu dan membuat ombak setinggi pohon kelapa. Terjadilah pemandangan yang amat mengerikan kini. Kalau tadinya laut tampak begitu tenang dan penuh kesabaran, sekarang berbalik seratus delapan puluh derajat. Ombak bergulung-gulung seperti lidah naga siluman, putih keperakan dan panjang. Angkasa hitam yang menggantung di atas juga kini telah pecah. Petir berkelebat menyambar-nyambar dan halilintar menggelegar.

Hujan lebat seperti dicurahkan dari langit di atas permukaan laut. Dan ini membuat Lautan Tung-hai cepat pasang. Angin dan hujan ribut terciptalah di atas lautan itu dan gelombang semakin membukit. Saling terjang, saling hantam dan percikan gelombang panjang ini melecut batu-batu karang yang menonjol di permukaan laut.

Badai! Badai di Lautan Tung-hai!! Inilah yang terjadi dan dari sinilah segala sesuatunya dimulai. Dan menurut para nelayan, badai yang terjadi kali ini bukan sekedar badai biasa. Tidak. Akan tetapi merupakan suatu pertanda bagi manusia, merupakan suatu alamat buruk bagi kehidupan di bumi!

Badai yang terjadi kali ini terlampau dahsyat. Ombak bergulung-gulung, membuih dan menghempas-hempaskan dirinya dengan kemarahan luar biasa. Langit tertutup awan menghitam dan terdengar pekik-pekik dahsyat berkali-kali dari sang raja angkasa ditambah dengan derunya angin taufan di atas permukaan laut. Segalanya kacau dan ribut. Belum pernah Lautan Tung-hai mengalami badai yang seperti itu. Dan ini semuanya bisa terjadi karena Hai-liong-ong, itu Dewa Laut yang digambarkan orang seperti manusia berkepala naga dengan misainya yang panjang menjuntai ke bawah, sedang marah besar!

Bumi dan laut sebenarnya adalah satu. Oleh sebab itu apabila di daratan terjadi keguncangan, lautpun terkena pengaruhnya. Dan kemurkaan Hai-liong-ong kali inipun dikarenakan guncangan bumi yang terlalu hebat, guncangan yang membuat semua penghuni dasar laut dilanda kegelisahan dan kecemasan. Akibatnya, terjadi kekacauan di dasar samudera.

Kegelisahan dan kecemasan yang mencekam seluruh mahluk hidup di dalam lautan ini semakin memuncak. Mereka merasakan hawa panas yang luar biasa di dalam laut, hawa panas yang menjalar dari bumi ke dasar samudera. Karena tak tertahankan lagi, akhirnya penghuni lautan menjadi buas dan mereka saling terjang dan saling bunuh!

Keguncangan di bumi membawa akibat yang amat fatal sekali terhadap lautan. Laksaan jiwa melayang kabur akibat baku bunuh di dasar laut dan hal inilah yang membuat Hai-liong-ong marah besar!

Akibatnya, Hai-liong-ong kini muncul dan dibuatnya lautan mendidih. Diciptakannya ombak-ombak membukit sebesar gunung, dan diserangnya pantai daratan! Ombak mengamuk, badai mengamuk dan dihajarnya bumi habis-habisan!

Tentu saja para nelayan kelabakan. Mereka sama sekali tidak menyangka akan sedemikian hebat kemurkaan Dewa Laut itu. Badai yang tadi berada di tengah samudera kini melanda pantai! Gelombang air pasang dan angin topan membuat gubuk-gubuk bobrok milik para nelayan hancur berantakan. Robohnya gubuk gubuk ini diikuti oleh pekik kekagetan pemiliknya, akan tetapi pekik ini segera lenyap bersama orangnya karena gelombang dahsyat yang datang itu menyeret segala sesuatunya ke tengah laut!

Menurut catatan yang diperoleh, badai kali ini akibat amukan Dewa Naga itu telah menelan seratus tiga buah perkampungan nelayan di pinggir pantai dan limaratus enam puluh tujuh jiwa manusia dinyatakan hilang!

Sungguh amat dahsyat dan mengerikan. Akan tetapi memang demikianlah kenyataannya kalau badai mengamuk di tengah laut. Dan mengenai keguncangan bumi yang membuat kemarahan Hai-liong-ong karena di dasar laut lalu terjadi saling bunuh sesama penghuni seperti menurut kepercayaan para nelayan, benar dan tidaknya pandangan mereka itu adalah terserah para pembaca masing-masing.

Yang jelas, pada waktu itu memang bumi Tiongkok dilanda keguncangan. Dan inilah mungkin yang membuat hawa panas dari bumi menjalar ke tempat tinggal Sang Dewa Laut itu. Bagaimana awal kejadiannya? Bukan lain karena perginya Yap-goanswe (Jenderal Yap) dari istana Kerajaan Yueh!

Inilah yang membuat Tiongkok terguncang. Kepergian jenderal yang gagah perkasa itu membuat kedudukan istana menjadi lemah dan ketika bala tentara Kerajaan Wu datang menyerbu, hancurlah Kerajaan Yueh! Dan inilah yang mengejutkan kerajaan-kerajaan lain yang pada waktu itu memang banyak terdapat di daratan Tiongkok.

Bagi para pembaca yang telah membaca cerita "Hancurnya Sebuah Kerajaan", tentu mengetahui betapa Jenderal Yap adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, seorang pemuda yang memiliki kepandaian tinggi karena jenderal itu bukan lain adalah murid tunggal dari Malaikat Gurun Takla atau ada juga yang menyebutnya Malaikat Gurun Neraka.

Kepandaian jenderal muda itu amat dahsyat. Apalagi setelah gurunya menurunkan sebuah ilmu silat yang baru saja diciptakan oleh tokoh besar itu, ilmu silat yang dinamakan Lui-kong Ciang hoat (Ilmu Silat Petir)!

Jenderal Yap adalah seorang yang amat ditakuti lawan dan banyak datuk-datuk sesat roboh binasa di tangan jenderal yang gagah perkasa ini. Di antaranya adalah Ang-i Lo-mo (Iblis Jubah Merah), seorang datuk sesat yang memiliki kepandaian seperti iblis sendiri dan yang juga menguasai ilmu sihir.

Ang-i Lo-mo adalah seorang tokoh luar biasa. Dalam pertandingan yang menegangkan di antara datuk sesat itu melawan Yap-goanswe, hampir-hampir saja pemuda ini kalah. Akan tetapi setelah jenderal itu mengeluarkan ilmunya yang mujijat, yaitu Lui-kong Ciang-hoat, manusia iblis itu berhasil dibinasakan.

Semuanya ini telah diceritakan dengan jelas didalam kisah "Hancurnya Sebuah Kerajaan", dan bagi para pembaca yang mungkin belum sempat membacanya, kami persilahkan untuk menikmatinya.

Memang jenderal muda itu hebat. Ini diakui oleh semua orang. Dan bukan hanya kepandaian jenderal ini saja yang dikagumi orang, akan tetapi juga ketampanannya terkenal dimana-mana, terutama di Kerajaan Yueh sendiri di mana jenderal itu berada.

Hampir semua wanita cantik memujanya. Hampir semua wanita cantik merindukannya. Akan tetapi, jenderal muda itu dingin-dingin saja. Dan ini membuat para wanita menjadi gemas. Mereka bersaing dan berlomba dalam cara mereka sendiri, akan tetapi selama itu belum juga ada seorangpun wanita yang berhasil merobohkan hati jenderal muda yang diumpamakan seperti batu es di gunung salju ini!

Bahkan, walaupun hal ini diketahui secara diam-diam dan dirahasiakan, banyak di antara selir sang baginda sendiri jatuh cinta! Mereka tergila-gila terhadap jenderal muda itu dan banyak di antaranya mencoba memikat dan merayu pemuda itu dengan sikap dan cara mereka, akan tetapi tidak ada satupun yang berhasil. Hati pemuda itu benar-benar seperti sebalok es saja, dingin dan acuh tak acuh!

Dan seperti yang telah diceritakan di dalam kisah "Hancurnya Sebuah Kerajaan", ada seorang wanita cantik, seorang gadis jelita bernama Lie Lan keponakan dari Lie-thaikam telah merayu jenderal muda itu sedemikian hebatnya, yaitu sampai membuka semua pakaian yang menempel di tubuhnya untuk menjatuhkan hati jenderal muda itu, namun sama sekali gagal! Bahkan terjadi percekcokan yang sengit di antara mereka dan diawali dengan peristiwa inilah maka diam-diam Lie-thaikam lalu bersekutu dengan musuh, merobohkan Kerajaan Yueh untuk membalas dendam sakit hatinya!

Semuanya ini telah diceritakan di dalam kisah yang lalu dan agaknya kami tidak perlu lagi mem perpanjangnya. Akan tetapi yang perlu diperpanjang disini adalah ekor dari semua sebab-sebab itu. Yap-goanswe adalah seorang jenderal muda yang mendapat nama harum. Baik di kalangan pembesar sipil, pembesar militer maupun di kalangan wanitanya. Terkenal sebagai pemuda gagah perkasa dan luar biasa beraninya.

Jenderal ini berani menentang apa saja asal dia merasa bahwa dia berada di pihak yang benar. Dan keberaniannya yang luar biasa ini malah membuat suatu kejutan di antara para perwira dan pembesar istana karena pemuda itu pada suatu hari berani menentang dan memprotes keputusan raja junjungan mereka sendiri!

Seperti diketahui, selain merupakan jenderal muda yang gagah perkasa, juga pemuda ini terkenal sebagai laki-laki yang dingin terhadap wanita, alim dalam arti kata jarang bergaul dengan wanita. Oleh sebab itu, betapa menggemparkan kalangan istana dan rakyat ketika terdengar berita bahwa jenderal muda itu ternyata tertangkap basah ketika sedang bermain cinta dengan salah seorang selir tersayang sri baginda yang bernama Bwee Li!

Tentu saja kejadian ini amat menghebohkan. Istana menjadi gempar dan rakyat terkejut bukan main. Mula-mula mereka tidak percaya dan menganggap bahwa berita itu hanya kabar bohong dan fitnah belaka. Banyak di antara mereka bahkan diam-diam mencari siapa biang keladi pelempar fitnah ini untuk ditangkap dan dihajar. Akan tetapi mereka kembali terkejut bukan main ketika mengetahui bahwa biang keladi yang mereka anggap pelempar fitnah itu bukan lain malah sri baginda sendiri!

Bagaimana mereka berani menangkap dan menghajar Raja Muda Yun Chang? Dan mulailah terjadi kegoncangan di sana sini. Terjadi tanda tanya besar di kalangan pembesar istana dan penduduk. Mereka sudah cukup mengenal akan watak jenderal muda itu. Tahu akan sepak terjangnya yang gagah perkasa dan jujur. Kalau saja bukan sri baginda sendiri yang melontarkan tuduhan itu, yang mengatakan bahwa beliau melihat dengan mata kepala sendiri betapa jenderal mudanya yang dihormati dan dikagumi itu berada di atas pembaringan bersama selirnya dalam keadaan telanjang bulat, tentu orang-orang ini akan mengamuk dan mungkin juga membunuh si pelempar berita angin.

Akan tetapi yang bilang begitu adalah justeru sri baginda! Orang yang bersangkutan sendiri! Apa yang harus mereka katakan? Paling-paling mereka hanya bisa menanti kelanjutan peristiwa itu dengan hati tegang. Menurut sri baginda, ketika kepergok raja, jenderal muda itu lalu melarikan diri, hanya tinggal selir itu sendiri yang menggigil di atas pembaringan.

Dan sementara orang-orang menunggu kejadian berikutnya dengan hati was-was, eh tiba-tiba saja Yap-goanswe yang tadinya menghilang itu datang kembali ke istana! Langkahnya tenang-tenang saja, wajahnya juga biasa saja, seperti seseorang yang merasa tidak berdosa! Dan begitu jenderal muda itu berhadapan dengan sri baginda, hal yang menegangkan hatipun terjadilah. Raja Muda Yun Chang kontan memerintahkan jenderal muda itu ditangkap dan dijatuhi hukuman mati!

Tentu saja pemuda itu terkejut. Dia mohon penjelasan akan sikap raja, akan tetapi sri baginda yang murka memberondongnya dengan maki-makian dan tuduhan. Yap-goanswe mulai naik darah, apalagi ketika tuduhan yang dilontarkan ke mukanya itu dilemparkan oleh raja dengan amat kejam, juga di hadapan banyak hadirin. Terasa seperti kotoran busuk yang mengenai mukanya, meresap dan memasuki hidung dan urat-urat syarafnya!

Namun jenderal muda ini masih berusaha menekan kemarahannya. Dia tetap bersikap hormat sampai akhirnya kesabaran pemuda ini habis dan lenyap. Raja terlalu keji dan dia tidak diberi kesempatan membela diri. Raja hanya mau menangnya sendiri saja. Pangkatnya dinyatakan dicabut dan pemuda ini yang sebenarnya juga bukan seorang pemuda yang gila kedudukan, dengan rela meletakkan jabatannya sebagai jenderal. Akan tetapi ketika raja hendak menghukumnya mati dan tetap dengan keputusannya itu, mulailah jenderal muda ini berontak!

Dia memprotes sikap raja, menentang dan mengemukakan alasan-alasan kuat. Antara lain bahwa jika dia benar-benar telah melakukan perbuatan terkutuk itu, tidak mungkin pada hari itu dia berani menghadap raja dan memasuki istana! Tentu ada rahasia tersembunyi di dalam peristiwa ini. Dia berjanji untuk mencari siapa pelempar pangkal celaka ini. Akan tetapi raja tetap ngotot. Sri baginda terlampau dikuasai emosi dan mata gelap. Dia tetap hendak menghukum mati jenderal muda itu dan perintahnya tidak dapat ditarik kembali. Keputusan tetap keputusan!

Marahlah Yap-goanswe. Keberanian yang sudah menjadi dasar wataknya, keadilan yang sudah menjadi dasar kebenarannya, meledaklah keluar. Istana dibuatnya heboh, bukan dengan amukannya melainkan dengan keputusan yang keluar dari mulutnya akibat kekecewaan yang sangat melihat sikap raja. Melihat betapa sri baginda tetap berkepala batu dan tidak dapat dilunakkan dengan cara apapun, bangkitlah kemarahan pemuda gagah perkasa ini.

Dia berontak terhadap keputusan raja, tidak sudi dihukum mati tanpa dosa. Dan ucapan yang menghebohkan dari mulut pemuda itu adalah bahwa sejak detik itu juga dia menyatakan diri bukan lagi sebagai rakyat atau hamba raja, melainkan sebagai seorang manusia yang bebas merdeka di alam yang bebas pula! Keputusan dibalas keputusan!

Inilah yang hebat dan luar biasa sekali. Jenderal itu memang amat terkenal, baik kegagahan maupun keberaniannya. Akan tetapi sungguh mereka tidak mengira seujung rambutpun bahwa jenderal muda itu berani mengeluarkan kata-kata yang seperti itu!

Istana geger. Semua hadirin tertegun, wajah mereka pucat dan semua mata memandang terbelalak ke arah pemuda itu. Belum pernah mereka mendengar dan melihat peristiwa yang seperti ini. Akan tetapi semuanya telah terjadi dan mereka percaya bahwa apa yang dikatakan oleh pemuda itu akan dipegangnya teguh sampai mati. Mereka tahu dengan baik akan hal ini. Namun, apa yang dapat mereka lakukan? Nasi telah menjadi bubur, tidak dapat dirobah lagi.

Sri baginda sendiri yang melihat kekerasan dan kemarahan jenderal mudanya juga tertegun. Raja dapat melihat kesungguhan yang meyakinkan di wajah pemuda itu. Hatinya berdetak kencang. Mulailah terdapat keragu-raguan dalam sikapnya. Dia juga mengenal baik watak jenderal mudanya ini. Seorang yang jujur, gagah perkasa dan pantang membohong untuk tindakan-tindakan yang dirasanya benar. Akan tetapi, masa matanya sendiri dapat membohonginya? Sri baginda terhenyak di atas singgasananya, tidak tahu harus bersikap bagaimana.

Dia dan orang-orang lainnya hanya dapat memandang dengan bengong ketika tiba-tiba tubuh Yap goanswe bergerak. Cepat sekali gerakannya, seperti burung terbang dan tahu-tahu Bwee Li yang berada disisi raja disambar dan dibawa lari. Karena di dalam hati para hadirin telah terdapat kebimbangan setelah melihat sikap dan mendengarkan alasan-alasan yang tadi dikemukakan oleh pemuda itu, maka tiada seorangpun yang mencegah kepergian bekas jenderal muda ini. Mereka seperti orang kena sihir, berdiri mematung dan hanya mata mereka saja yang mengikuti gerakan pemuda itu tanpa berkedip.

Seorang jenderal yang gagah perkasa dan dapat diandalkan telah pergi meninggalkan mereka semua, pergi dengan membawa noda hitam yang melekat di tubuhnya, noda berupa tuduhan berjina yang amat menusuk jiwa dan hati sanubarinya. Dan merekapun gelisahlah. Kepergian pemuda itu sebenarnya amat mengguncangkan kedudukan mereka. Musuh dari Kerajaan Wu sedang menantikan kesempatannya, dan hanya Yap-goanswe seoranglah yang dapat menanggulangi mereka. Akan tetapi kini orang yang amat mereka gantungi itu pergi dan telah memutuskan hubungannya dengan istana! Kepada siapa lagi mereka berharap? Tidak ada!

Dan kegelisahan mereka menjadi kenyataan. Apa yang mereka cemaskan terjadilah. Begitu Yap-goanswe pergi, datanglah gelombang serangan musuh dari Negara Wu yang dipimpin oleh Wu-sam-tai-ciangkun. Istana gempar dan seluruh penduduk kalut. Yueh terpaksa mengakui kekuatan lawan dan jatuhlah istana di tangan musuh. Kerajaan Yueh hancur dan Wu yang menang dalam peperangan ini, menduduki kerajaan mereka, bahkan lalu memindahkan kota rajanya di Socouw.

Semuanya ini telah diceritakan dalam jilid terakhir didalam kisah "Hancurnya Sebuah Kerajaan". Penulis memaparkannya secara ringkas di sini untuk mengikuti ceritera selanjutnya yang berekor panjang , jatuhnya Yueh sungguh amat menggemparkan. Akan tetapi yang lebih menggemparkan lagi adalah berita di luaran bahwa Yap-goanswe telah bermain gila dengan seorang selir sri baginda!

Sungguh berita yang mereka dengar ini amat mengejutkan. Di luar dugaan dan perkiraan. Dan seperti biasa kehidupan manusia, ada yang menyambut berita ini dengan ketawa bergelak dan ada pula yang menyambut dengan alis dikerutkan. Manusia hidup pasti mempunyai musuh di samping sahabat. Maka tidaklah mengherankan bahwa fitnah yang menimpa diri pemuda itu disambut dengan dua tanggapan. Ada yang senang dan ada yang sedih.

Akan tetapi, benarkah berita ini? Benarkah bahwa pemuda yang gagah perkasa itu melakukan perbuatan yang demikian hina dan memalukan? Tidak! Inilah jawabannya yang pasti. Seperti kita ketahui dalam cerita yang lalu, pemuda itu sekarang terkena fitnah. Fitnah keji yang timbul dari siasat licik musuh-musuhnya, yaitu Wu-sam-tai- ciangkun dan Pouw Kwi, itu iblis kecil murid Ang-i Lomo.

Sebenarnya Pouw Kwi-lah yang melakukan hal itu, bukan Yap-goanswe. Pemuda ini telah mewarisi hampir semua kepandaian gurunya, termasuk ilmu sihirnya. Dan dengan ilmu sihirnya inilah pemuda ini merobah dirinya menjadi Yap-goanswe ketika merayu Bwee Li. Inilah pangkal celaka bagi Yap Bu Kong. Inilah pangkal celaka pula bagi Kerajaan Yueh yang termakan siasat busuk itu. Raja terkecoh, Bwee Li terkecoh, dan semua orang juga terkecoh.

Siasat yang dikerjakan oleh orang-orang ini memang hebat sekali. Akibatnya luar biasa kejinya. Selain membuat bentrokan langsung antara Raja Muda Yun Chang dengan pemuda itu, juga seluruh dunia telah mempunyai gambaran buruk terhadap Bu Kong, gambaran berupa pemuda hidung belang dan pemogoran! Sungguh tepat kalau dikatakan orang bahwa fitnah lebih kejam dari pembunuhan!

Akan tetapi semuanya telah terjadi dan tidak ada seorangpun yang mengetahui rahasia jahat ini selain Wu-sam-tai-ciangkun bersama Pouw Kwi. Dan dendam mereka sedikit banyak telah terbalaskan dengan melihat penderitaan batin bekas jenderal muda itu. Akan tetapi empat orang ini lupa akan kekuasaan Yang Maha Agung. Mereka mengira bahwa tidak ada orang lain yang mengetahui rahasia itu. Tidak ada orang lain yang tahu selain mereka berempat. Benarkah? Sesungguhnya tidaklah demikian!

Kekuasaan dan kehebatan Yang Maha Agung adalah diluar jangkauan otak manusia, apalagi manusia yang batinnya dipenuhi oleh hawa nafsu duniawi dan kotor. Masih ada seorang manusia lain yang dapat mengetahui itu. Masih ada seorang manusia lain yang akan dapat memecahkan kejahatan ini dengan pengetahuannya! Dan orang itu adalah anda ikuti saja jalannya cerita!

Yang jelas, hawa busuk berupa fitnah keji yang dilemparkan ke muka Yap Bu Kong membawa hal-hal hebat bagi pemuda itu sendiri. Gurunya, manusia sakti dari Gurun Neraka kini keluar dari tempat tinggalnya untuk mencari murid tunggalnya ini. Dia hendak mencari pemuda itu untuk diambil keputusannya yaitu: dibunuh atau dibebaskan!

Betapa hebat dan mengerikan kalau hal ini terjadi. Malaikat dari Gurun Neraka ini memang marah sekali ketika dia mendengar berita itu. Mukanya serasa ditampar dan hampir-hampir dia tidak mempercayai telinganya sendiri. Akan tetapi tokoh besar ini bukanlah seorang manusia yang mudah menurutkan hawa nafsu. Dia hendak menemui dulu muridnya itu, dimintai keterangan sejelas-jelasnya. Baru setelah itu dia tahu harus bersikap bagaimana. Perbuatan murid akan melengket di kulit guru, demikian peribahasa kuno mengatakan.

Oleh sebab itu, perbuatan yang baik akan mengangkat nama guru sebaliknya perbuatan buruk sama dengan menempelkan tahi di kulit guru, menempelkan kotoran-kotoran yang menjijikkan yang dapat membuat nama guru cemar! Di samping itu semua, hawa busuk berupa fitnah keji ini juga mempengaruhi getaran-getaran bumi. Pikiran-pikiran suci yang keluar dari orang-orang berbatin bersih dan yang biasanya mencari sasaran untuk hinggap di dasar batin manusia lain yang tepat, ikut terganggu.

Dan inilah agaknya yang menurut ketahyulan para nelayan di pantai Laut Tung hai, mengapa Dewa Hai-liong-ong marah besar. Getaran-getaran bumi yang menjadi kacau membuat pula getaran gelombang di dalam laut tidak teratur. Terjadi benturan dan gesekan antar gelombang-gelombang radiasi ini, gesekan-gesekan yang semakin menghebat sehingga menimbulkan panas.

Dan hawa panas akibat fitnah keji itulah yang membuat segala mahluk hidup di dasar laut menjadi gerah dan terjadi saling bunuh di antara mereka untuk melepaskan kegelisahan yang tanpa dasar ini. Akibatnya, Dewa Hai-liong-ong yang melihat anak buahnya saling bunuh gara-gara hawa busuk yang menjalar dari bumi, bangkit kemarahannya. Dewa ini murka dan dibuatnya seluruh Lautan Tung-hai bergerak. Diciptakannya badai yang paling dahsyat. Di amuknya bumi dan seluruh isinya. Dihancur leburkannya mereka semua itu untuk membalas kejahatan manusia yang ekornya mempengaruhi isi samudera.

Dan seperti telah diceritakan di bagian depan, betapa badai yang amat hebat sedang terjadi di seluruh pantai Tung-hai. Dusun Kee-li-bun yang merupakan perkampungan nelayan miskin, dihajar habis-habisan oleh bala tentara Hai-liong-ong ini. Ombak bergulung-gulung, panjang dan mengerikan sekali, seperti lidah siluman laut yang hendak mencaplok semua benda-benda yang ada di depannya.

Seorang kakek tua menjerit-jerit ketakutan. Rumahnya yang ringkih disambar ombak membukit dan ketika ombak itu kembali ke tengah, dilihatnya rumahnya yang bobrok itu lenyap didasar samudera. Kakek ini terbelalak, matanya tidak berkedip dan tiba-tiba dia meraung panjang.

"Swee-ji... Swee-ji... kesini kau!” dan kakek itu menjerit sambil berlari ke tengah laut. Dia melihat betapa kepala seorang anak laki-laki berumur kurang lebih sepuluh tahun muncul ditengah-tengah gelombang dahsyat, tangannya menggapai-gapai dan terdengar teriakan sayup sampai dari anak laki-laki itu. Dia adalah cucu kakek ini, akan tetapi, bagaimana orang tua ini hendak menolong cucunya yang berada dalam bahaya? Begitu dia berlari ke tengah laut sambil berteriak-teriak, ombak menggunung menyambarnya.

"Slapp...!" seketika kakek itu lenyap ke dalam gulungan ombak, terbawa ke tengah dan ketika dia mencoba berenang melawan kekuatan arus alam ini, usaha kakek malang itu sia-sia. Ombak menggulungnya dan setiap kali kakek ini mencoba untuk munculkan kepalanya dari permukaan air, gelombang lautan yang mengganas menelannya kembali. Kakek dan cucunya ini saling berteriak, hilang timbul di tengah-tengah ombak sampai akhirnya mereka terpaksa menghentikan jeritan mereka ketika ombak memukulkan kakek dan cucunya ini ke tebing karang.

"Prassss!"

"Prokk!"

Dua orang anak-beranak ini tidak sempat menjerit lagi. Kepala si kakek hancur ketika membentur batu karang, sedangkan cucunya yang dipanggil Swee-ji juga tewas dengan tengkorak pecah!

Akan tetapi Dewa Hai-liong-ong masih murka. Walaupun telah mendapatkan dua orang korban, dewa itu masih belum puas. Lima buah gubuk nelayan yang berada di timur juga disambarnya. Karena para nelayan tadinya sama sekali tidak mengira bahwa akan terjadi badai sehebat itu, mereka sama sekali tidak bersiap sedia. Tahu-tahu lima buah keluarga nelayan ini berteriak dan menjerit kalang-kabut ketika ombak laut menghantam roboh gubuk-gubuk itu.

"Byarrrr!"

Ombak menghantam dahsyat dan lima buah gubuk itu ambyar berantakan. Para penghuninya terlempar dan terseret gelombang. Seorang ibu muda yang kebetulan sedang menyusui bayinya melolong panjang. Dia berikut bayinya hanyut cepat ke tengah ombak. Wanita muda ini menjerit-jerit dengan muka pucat dan mencoba berenang dengan satu tangan karena tangan yang lain mendekap bayinya erat-erat.

Namun, bagaimana ia berhasil ? Sedangkan yang mencoba menyelamatkan diri dengan kedua tangan saja sukar, apalagi hanya mengandalkan sebelah tangan. Maka begitu ombak datang kembali menyambar, wanita ini tertahan jeritannya di tengah jalan. Tubuhnya tertutup gelombang sebesar bukit dan bayi di pelukannya meronta-ronta tak dapat bernapas.

"Isteriku, tahan napas, selamatkan anak kita!" seorang laki-laki berteriak. Dia adalah suami wanita muda itu, ayah si bayi yang kini berada di cengkeraman elmaut. Nelayan muda ini pun tadi juga terlempar dan terseret hanyut dan dia melihat bencana yang menimpa isterinya. Akan tetapi teriakannya hilang lenyap digulung oleh bergemuruhnya badai dan suara bergeloranya ombak yang mengganas.

Melihat betapa isterinya lenyap di sebelah kanannya, laki-laki ini pucat mukanya. Hasrat yang kuat untuk menolong isteri terutama menyelamatkan nyawa anaknya timbul. Dia adalah nelayan muda yang pandai berenang. Oleh sebab itu nelayan ini tidak mau membuang-buang waktu. Ketika ombak kembali membelitnya, laki-laki ini berteriak marah.

"Ombak keparat, jangan ganggu isteri dan anakku!" dan ditamparnya ombak berbuih itu. "Pratt!" ombak yang tertampar telapak tangannya pecah dan laki-laki ini tiba-tiba memutar pinggangnya. Dengan gerakan yang luar biasa sekali nelayan ini berpusing di dalam air, maju berenang dengan cara berputaran menuju ke tempat di mana isteri dan anaknya tadi lenyap. Inilah gaya renang yang disebut telentang seperti kitiran memanjang!

Dengan gerakan luar biasa sekali nelayan muda ini berhasil menyusup-nyusup di tengah-tengah hantaman ombak dan tak lama kemudian, dia sampai di tempat itu. Dilihatnya benda hitam panjang bergerak-gerak. Rambut isterinya! Cepat nelayan ini meraih dan ditariknya rambut itu, sebuah kepala terangkat dan benar saja, isterinya memandangnya dengan mata terbelalak dan wajah sepucat mayat.

"lsteriku!"

"Suamiku!"

Dua orang ini saling berteriak dengan suara parau dan keduanya saling sambar. Ketika ombak kembali menggulung mereka, ibu muda itu mengeluh panjang.

"Hai-liong-ong, selamatkan anakku... ah, selamatkan anakku!"

"lsteriku, diamlah... diamlah... aku akan menyelamatkan kalian...hupp...!" sang suami tiba-tiba menghilang.

Wanita itu terkejut, akan tetapi dia menjadi girang ketika merasa tubuhnya terangkat naik dan bayinya juga ikut terangkat, namun dia tidak boleh berayal-ayal lagi. Merasa betapa dari bawah suaminya melakukan dorongan ke arah pantai, ibu muda ini lalu mengerahkan kekuatannya yang hampir habis untuk berenang dengan sebelah tangan, menuju ke pantai berpasir. Terjadilah pemandangan yang mengharukan di sini, pemandangan dari perjuangan anak manusia untuk menyelamatkan nyawa mereka.

Dengan susah payah, disertai bantuan ombak yang menghempas ke daratan, suami ini berhasil menolong isteri dan anaknya. Ibu muda itu terengah-engah, cepat berlari sambil mendekap anaknya. Dia tidak merasa kelainan pada bayinya. Tidak merasa betapa bayinya kini sudah tidak bergerak-gerak lagi. Dan baru wanita ini terpekik kaget ketika dia hendak menyusui bayinya, dia melihat betapa wajah bayinya menjadi hijau kebiruan dan sudah tidak bernapas lagi. Gulungan ombak yang tadi menutup tubuh mereka ternyata juga telah menutup napas anaknya!

"Suamiku!" wanita ini berteriak dan tiba-tiba matanya terbelalak. Suaminya, yang tadi dilihatnya berada di pantai dalam keadaan lemas lunglai, kini kembali terbawa dan disambar ombak menuju ke tengah lautan! "Suamiku...!” wanita ini kembali menjerit histeris dan matanya tiba-tiba meliar.

Kematian bayinya membuat shock di dalam batinnya, dan kini melihat betapa suaminya tak berdaya dan hanyut ditelan ombak, hanya tampak sepuluh buah jari-jari tangan yang terbuka kaku seperti melambai atau mengucapkan salam perpisahan terakhir padanya, wanita ini tiba-tiba menjadi seperti gila. Dia berteriak-teriak, menjerit-jerit dan sambil masih memondong bayinya yang mati, wanita ini menyongsong gulungan ombak laut seperti orang tidak waras.

Sekali gelombang datang, wanita ini lenyap. Dan karena kali ini wanita itu tidak melawan, tubuhnya tergulung ombak dan tidak muncul lagi untuk kedua kalinya! Dewa Hai liong-ong kembali telah menelan sebuah keluarga yang terdiri dari suami isteri muda belia berikut bayi mereka! Siapa yang dapat menolong? Tidak ada. Semuanya dalam keadaan panik, semuanya dalam keadaan bingung dan ketakutan. Siapa yang akan memperhatikan nasib suami isteri atau kakek beserta cucunya tadi? Juga tidak ada.

Badai terlampau hebat kali ini. Belum pernah Laut Tung-hai diamuk badai seperti itu. Dan ini semua adalah karena ulah manusia-manusia juga! Ulah manusia-manusia sesat dan biadab yang membuat kemarahan Hai-liong-ong timbul. Demikian menurut kepercayaan penduduk pantai. Mereka tidak tahu sebab apa Hai-liong-ong mengamuk sedemikian dahsyatnya, sedemikian buasnya sehingga dalam marahnya Dewa Laut itu tidak kenal ampun. Mereka tidak tahu bahwa di bumi telah terjadi sebuah kejahatan besar dan kekotoran pikiran yang luar biasa, yaitu fitnahan yang dijatuhkan terhadap Yap-goanswe!

Semua orang berlari-lari menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan gubuk dan harta-harta benda mereka yang sebenarnya tidaklah begitu berharga. Juga karena sebagian besar gubuk para nelayan yang berada di dusun Kee-li-bun dan dusun-dusun lainnya sudah tidak dapat ditemukan lagi karena lenyap ditelan anak buah Hai liong-ong. Untuk apa kembali? Mencari mati? Tentu saja mereka tidak mau.

Ombak masih bergulung-gulung dengan amat buasnya dan Laut Tung-hai mendidih. Gelombang lautan setinggi bukit anakan dan seperti telah disebutkan di muka, badai yang luar biasa ini telah melenyapkan seratus tiga buah perkampungan nelayan. Sungguh luar biasa! Dan hujan lebat sementara itu masih turun dengan amat derasnya. Petir saling sambar, merupakan lidah-lidah api yang panjang di angkasa dan mereka ini seakan-akan berlumba dengan lidah-lidah ombak di atas Laut Tung-hai. Siapa tidak akan merasa seram berada dalam keadaan seperti ini?

Maka amatlah mengherankan bahwa ketika semua orang berlari-larian menyelamatkan diri dari terjangan ombak membukit yang datang menyambar perkampungan kaum nelayan ini, dari dalam sebuah hutan kecil muncul dua orang laki-laki dan wanita menuju ke tempat kegaduhan itu! Pakaian mereka basah kuyup tersiram hujan, begitu pula wajah mereka, bahkan rambut si wanita terlepas dari sanggulnya dan awut-awutan seperti orang gila.

Siapakah dua orang yang aneh itu? Inilah dia orang-orang yang tadi namanya telah kita singgung sebelumnya, orang yang menjadi pangkal dari cerita ini karena mereka itu bukan lain adalah Yap-goanswe dan Bwee Li, itu jenderal muda yang membawa noda hitam di tubuhnya akibat fitnah keji dari musuh-musuhnya! Inilah dia orangnya! Inilah dia pemuda gagah perkasa yang terkenal dan menggegerkan itu!

Seperti tadi telah disebutkan, pemuda luar biasa ini membawa lari Bwee Li dari istana dengan kemarahan yang menggelegak di dalam dada. Wanita itu telah membuat wajahnya tercoreng, namanya rusak binasa dan dia harus membalas kekejian dan kejahatan wanita siluman ini. Tekadnya telah bulat, yaitu dia hendak "mengompres" wanita ini untukmengakui semua kejahatannya, mengakui semua kekejamannya yang dijatuhkan terhadap dirinya.

Akan tetapi Bu Kong menghadapi rasa penasaran yang semakin menghebat. Betapapun dia mengancam, betapapun dia menyiksa, Bwee Li tetap tidak menyangkal akan apa yang telah terjadi di antara mereka berdua. Wanita itu sambil menangis tersedu-sedu bahkan memakinya pengecut, memakinya sebagai pemuda yang berani berbuat tetapi tidak berani bertanggung jawab!

Tentu saja bekas jenderal muda itu menjadi semakin naik darah. Mukanya menjadi gelap dan hampir saja tangannya bergerak melayang ke arah kepala Bwee Li. Matanya mendelik dan sinarnya mencorong menakutkan ketika dia memandang wanita itu. Akan tetapi pemuda ini sungguh terkejut melihat sikap yang diperlihatkan oleh Bwee Li. Wanita itu dengan sinar mata berapi bangkit berdiri dan bahkan menudingkan telunjuknya yang runcing kehidungnya, berkata dengan suara tajam menantang, air matanya mengucur deras dan kata-katanya terdengar jelas satu persatu.

"Yap-goanswe, mengapa tanganmu tidak jadi kau gerakkan? Bukankah kau hendak memukul pecah kepalaku? Nih, pukullah, apakah kau kira aku takut? Aku rela mati di dalam tanganmu, pemuda perayu yang tidak bertanggung jawab! Aku rela meninggalkan dunia yang kotor ini sebagai penebus dosaku. Kalau dulu-dulu aku tahu watakmu yang demikian pengecut, tentu aku tidak sudi kau rayu! Cihh, kau pemuda yang tidak mempunyai harga diri, tidak memiliki kejantanan seperti apa yang tadinya kukira. Mau bunuh? Bunuhlah! Siapa takut mati?" dan wanita cantik ini melangkah maju sambil menyodorkan kepalanya untuk dipukul pecah!

Sejenak pemuda itu tertegun. Wanita ini berkali-kali mengatakan dia pengecut tidak tahu malu. Dia dikatakan pemuda yang berani berbuat namun tak berani bertanggung jawab, tidak punya nyali untuk mengakui atas apa yang telah mereka perbuat malam itu. Walau Yap bu kong telah menotoknya untuk memaksa Bwee Li mengakui bahwa wanita itu telah berbohong untuk merusak namanya, namun wanita itu tetap bersikukuh bahwa hal itu benar terjadi dan bahkan memaki-makinya sebagai lelaki yang tidak punya nyali dan tidak bertanggungjawab.

Walau Yap bu kong telah mencoba segala cara untuk memaksa wanita itu mengakui bahwa hal itu bohong, namun hebatnya, belum pernah satu kalipun juga Bwee Li mengeluh! Wanita ini menepati janjinya, yaitu tidak akan minta-minta ampun dan membiarkan dirinya disiksa oleh pemuda itu yang menghendakinya mati tidak hiduppun juga tidak.

Tentu saja apa yang diperlihatkan oleh wanita ini mulai menyentuh kesadaran pemuda itu. Bu Kong seakan-akan mulai sadar dari nafsu dendamnya, perlahan-lahan membangkitkannya dari alam nafsu yang menenggelamkannya. Melihat kesungguhan yang meyakinkan dari wanita itu, mulailah Bu Kong dilanda tanda tanya besar.

Tidak mungkin wanita itu berbohong. Ini jelas sekali baginya dengan melihat sinar mata dan wajah wanita itu setiap kali mereka beradu pandang. Dan diam-diam jantung pemuda ini tergetar kalau dia melihat tatapan mata Bwee Li. Sinar mata wanita cantik yang disiksanya itu seperti bola api kecil yang tajam dan panas, penuh nafsu dendam dan sakit hati yang ditujukan kepadanya! Hemm, sungguh celaka. Menurut patut, dialah yang seharusnya mendendam dan sakit hati terhadap wanita itu, bukannya wanita itu yang sakit hati dan dendam terhadapnya.

Maka, setelah berhari-hari dia menyiksa wanita itu tanpa hasil dan kini bahkan di dalam dirinya mulai terdapat kepercayaan akan kebenaran ucapan wanita itu, kepercayaan bahwa wanita itu memang tidak membohong dengan pengakuannya walaupun dia sendiripun juga merasa yakin bahwa dia tidaklah melakukan perjinaan dengan wanita ini, kesadaran akan sesuatu yang tidak beres dan ganjil mulai membuka pikiran pemuda itu. Dia mulai merasakan bahwa ada apa-apa di balik semua ini. Dia merasa bahwa dia tidak bohong, dan kini diapun percaya bahwa Bwee Li pun juga tidak bohong. Kalau begitu... tentu ada pihak ketiga yang mendalangi peristiwa ini! Pihak ketiga yang membohong!

Dan begitu pikiran atau dugaan ini datang, Bu Kong melompat bangun. Sepasang matanya bersinar-sinar dan jantungnya berdetak kencang. Kalau benar seperti apa yang direkanya ini, betapa besar dosanya terhadap Bwee Li. Dia telah menyiksa dan mengancam wanita itu sehingga Bwee Li mengalami penderitaan yang tidak sedikit! Akan tetapi, bagaimana dia dapat membongkar rahasia ini? Bagaimana dia tahu siapakah pihak ketiga yang mungkin mendalangi peristiwa ini? Pikiran pemuda ini merenung jauh dan tiba-tiba dia tersentak kaget.

"Kakek Phoa....! Benar, dialah yang dapat diharapkan...!" Bu Kong berteriak girang dan menggaplok dahinya sendiri. Terbayanglah di depannya wajah seorang kakek tua yang halus sikapnya dan amat ramah, murah senyum dan tawa itu. Dan begitu teringat akan kakek ini, tubuhnya bergerak ke atas cabang dan sekali tangannya merenggut, tubuh Bwee Li telah dilepaskannya dari atas cabang itu. Tergesa-gesa pemuda ini mengurut dan menotok sana-sini dan diam-diam hatinya khawatir juga melihat keadaan Bwee Li.

Wanita cantik ini telah berhari-hari mengalami siksaan dan penderitaan. Tubuhnya kini kurus dan mukanya pucat. Bu Kong merasa cemas melihat betapa setelah dia menotok sana-sini, belum juga wanita itu bergerak. Membayangkan betapa wanita ini tenyata tidak bersalah, diam-diam hati pemuda ini tergetar dan timbul keharuan mendalam terhadap Bwee Li. Oleh sebab itu pemuda ini lalu memperlunak sikapnya, tidak sekasar dan sekejam biasanya. Setengah jam kemudian, setelah menanti dengan hati tegang, Bwee Li bergerak dan mengeluh. Girang hati pemuda itu. Girang karena wanita ini tidak sampai mati.

"Bwee Li, kalau kau merasa lapar, makanlah,” dia berkata dan meletakkan satu sisir pisang harum yang tadi dicarinya dalam hutan di muka wanita itu.

Bwee Li terbelalak, merintih dan bangkit duduk, ia melihat bahwa pemuda itu sudah membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi menjauhinya. Tubuhnya terasa sakit-sakit semua dan teringat akan kekejaman pemuda itu, bangkitlah kemarahan wanita ini. "Kau hendak membunuhku, kenapa sekarang menyuruhku makan? Biarkanlah aku mati dan tak usah kau perdulikan aku!" wanita ini menjawab ketus dan pisang di depannya itu disambar lalu dilemparkan kearah pemuda itu dengan gerakan kasar.

"Plok-plak-plokk...!” pisang-pisang itu berhamburan dan mengenai tubuh jenderal muda itu. Bu Kong membalikkan tubuhnya dan Bwee Li tertegun. Biasanya, selama berhari-hari ini ia melihat betapa sepasang mata pemuda itu menyorot ganas dan kejam, bahkan sikapnya juga kasar. Akan tetapi kini ia melihat kelainan pada pemuda itu. Ia melihat betapa sinar mata pemuda itu tampak redup dan wajahnya meskipun tetap muram akan tetapi tidak ada tanda-tanda kemarahan terhadap dirinya. Bahkan pemuda itu menghela napas dan berkata,

"Bwee Li, kalau kau tidak mau makan, terserah. Akan tetapi jangan kau membuang-buang makanan. Aku mencarinya dengan susah payah, mengapa kau buang begitu mudah?"

Suara pemuda itu terdengar penuh sesal, akan tetapi kata-katanya diucapkan dengan nada halus. Tercenganglah wanita ini. Tidak biasanya pemuda itu bersikap seganjil ini. Ada apa gerangan? Apa yang tersembunyi di pikiran pemuda yang amat dibencinya ini?

"Hemm, Yap-goanswe. Tidak perlu kau berpura-pura, tidak perlu kau bersikap manis dibuat-buat seperti ini. Kau telah menyiksaku selama beberapa hari, hanya untuk mendengarkan sangkalanku belaka. Kini setelah kau merasa tidak berhasil, ada siasat apalagi yang hendak kau jalankan?" katanya dengan suara dingin dan Bwee Li memandang penuh kemarahan terhadap pemuda itu.

Bu Kong tidak menjawab, hanya matanya menatap sepasang mata wanita itu dengan tajam penuh selidik. Dua pasang mata beradu pandang, keduanya berbeda arti. Kalau pandangan Bu Kong adalah pandangan mata untuk meyakinkan diri bahwa wanita itu benar-benar tidak berdosa dalam arti kata tidak memfitnahnya dengan fitnahan yang bukan-bukan, adalah sepasang mata wanita cantik itu penuh api kemarahan dan dendam yang ditahan-tahan.

Akhirnya pemuda itu yang mengalihkan pandangannya, tidak kuat melihat balasan mata yang demikian galak dan penuh kebencian. Dia kini dapat merasakan dan mulai yakin bahwa memang telah terjadi sesuatu yang tidak beres di antara mereka, bahwa ada suatu rahasia tersembunyi di antara peristiwa yang dituduhkan orang kepadanya itu.

"Yap-goanswe, kalau kau mau bunuh aku, lekas bunuhlah! Atau kalau kau mau menyiksaku lagi dengan lain cara. Lekas lakukanlah! Siapa takut segala macam ancamanmu? Atau mungkin kau ingin melihat aku membunuh diri sendiri?"

Kata-kata terakhir dari wanita itu membuat Bu Kong kaget. Serentak dia mengangkat kepala dan berseru, "Jangan...!" dan pemuda ini secepat kilat melompat maju. Tangannya bergerak cepat dan sebelum Bwee Li sadar, tubuh wanita itu telah lemas tertotok!

Bwee Li kembali terbelalak. Pancaran matanya membayangkan keheranan besar yang tak dapat disembunyikan. "Heran, Yap-goanswe, apa maumu? Apa maksudmu dengan mengatakan jangan tadi?" wanita ini mengejek. "Apakah kau kira bahwa sekarang juga aku tidak dapat membunuh diri? Sekali aku menggigit lidahku sampai putus, nyawaku akan melayang."

Wajah pemuda ini pucat mendengar kata-kata itu dan dia malah seperti diingatkan. Benar juga. Dia memang hanya menotok lemas wanita ini, dan Bwee Li masih dapat membuktikan ancamannya tadi dengan menggigit putus lidahnya sendiri. Oleh sebab itu, sebelum wanita itu melakukan ancamannya, pemuda ini menggerakkan jari tangannya dan menotok urat gagu di leher Bwee Li.

"Tukk!" Wanita itu mendelik marah dan hendak memaki, akan tetapi lidahnya kelu, tak dapat digerakkan! Dia mencoba meronta, akan tetapi tubuhnya lemas tak dapat digerakkan juga. Dia hanya mendengar kata-kata pemuda itu yang diucapkan di dekat telinganya.

"Bwee Li, jangan kau berpikiran gila. Aku tidak akan menyiksamu sampai kita menjumpai seseorang. Hanya dialah yang dapat menjelaskan semua keanehan ini. Ketahuilah, bahwa di samping kau berkeras kepala dengan pengakuanmu itu, akupun juga dapat berkeras kepala dengan pendirianku bahwa apa yang ditimpakan orang kepadaku adalah fitnah! Aku sama sekali tidak pernah datang ke kamarmu. Pada waktu itu aku sedang dirawat suhu karena... sakit. Oleh sebab itu, melihat kesungguhan sikapmu, dan melihat pula kenyataan bahwa bukanlah aku orangnya yang dulu datang ke kamarmu walaupun mungkin saja orang itu mirip wajahnya dengan aku, timbul dugaanku bahwa kau salah melihat orang. Yang jelas aku sama sekali tidak melakukan hal itu. Pasti ada seseorang lain yang mungkin sengaja menyamar seperti aku untuk menimpakan kebusukan ini kepadaku!"

Mendengar kata-kata yang panjang lebar ini sepasang mata indah itu terbelalak. Wajah yang sudah agak pucat itu kini menjadi semakin pucat dan Bwee Li juga diam-diam terkejut sekali. Dia dapat juga menerima alasan pemuda ini. Dan ia pun juga melihat betapa pemuda itu berkali-kali memaksanya mengaku, melihat betapa rasa penasaran yang hebat membayang di wajah bekas jenderal muda ini. Akan tetapi... ahh, tidak mungkin! Masa ia salah melihat orang?

Pada saat itu Bu Kong memondong tubuh Bwee Li karena ketika menotok tadi Bwee Li roboh lemas. Dan Bwee Li yang dipondong oleh pemuda itu sedang mendongak ke atas, ke arah wajah pemuda itu. Wanita ini dapat melihat jelas wajah tampan yang muram ini dari bawah dan tiba-tiba wanita ini terlonjak kaget.

"Uhh...ughh...ughhh..." ia mengeluarkan suara aneh dan tubuhnya menggelinjang kuat.

Bu Kong terkejut, memandang wanita itu. Pemuda ini melihat betapa sepasang mata Bwee Li terbuka lebar memandang wajahnya, menatap di bagian dagu sebelah bawah sambil meronta-ronta. Tentu saja dia terkejut. Apa yang hendak dilakukan wanita ini? Karena tidak bisa bicara akibat totokannya tadi, Bu Kong cepat menggerakkan jari tangannya. Dibebaskannya jalan darah toan-gu-hiat dan seketika wanita itu dapat bicara.

"Goanswe, lepaskan aku...ah, lepaskan....lepaskan...." wanita itu berteriak dan meronta-ronta.

"Mau apa kau? Apa yang hendak kaul akukan?" bentaknya.

"Jangan banyak tanya, nanti kujelaskan. Sekarang lepaskan aku untuk melihat buktinya!" suara Bwee Li terdengar gugup dan wanita ini terisak.

Berdebar jantung pemuda itu. Dia tidak mengerti akan maksud kata-kata Bwee Li, namun mendengar betapa wanita ini agaknya memperoleh suatu "bukti", maka diapun tidak mau banyak cakap. Dibebaskannya wanita itu dari totokan dan begitu merasa tubuhnya bebas, Bwee Li meloncat turun dan tergesa-gesa melangkah maju mendekati pemuda itu. Dan pemuda itu karena tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh wanita ini, tentu saja mundur-mundur ke belakang dengan sikap waspada. Akan tetapi wanita ini terus mengejar dan Bu Kong terpaksa membentak dengan suara berpengaruh, "Bwee Li, mau apa kau?"

"Aku hendak melihat dagumu!"

Jawaban singkat ini mengejutkan jenderal muda itu. "Daguku?" tanyanya tanpa sadar.

"Ya, dagumu....!" Bwee Li mengangguk dan tanpa banyak sungkan-sungkan lagi wanita ini memegang dagu pemuda itu dan mendongakkan wajahnya dengan sentakan kasar.

Karena tercengang dengan ucapan wanita itu, Bu Kong membiarkan saja. Dia terkejut ketika kepalanya disentakkan secara kasar dan hampir dia marah. Tapi dia semakin terkejut karena mendengar Bwee Li menjerit kecil dan memekik, "Goanswe, di mana luka itu? Dimana kau sembunyikan?"

Bu Kong tercengang. "Luka? Luka apa? Dan kalau memangnya ada, mengapa mesti kusembunyikan? Bwee Li, apa maksud kata-katamu ini?"

Mendengar kata-kata yang penuh keheranan ini Bwee Li malah pucat wajahnya. Ia memandang wajah yang tampan dari jenderal yang gagah perkasa ini dan mulutnya berbisik, "Luka itu....! Ahh, luka memanjang di dagu itu! Bagaimana sekarang tidak kujumpai?" suaranya terdengar menggigil dan sepasang mata wanita ini terbelalak seperti mata kelinci yang bertemu dengan seekor harimau buas.

Berdebar tegang hati pemuda itu. Agaknya dari sinilah dia akan dapat membongkar fitnah ini! Maka dengan muka tegang diapun mencengkeram pundak Bwee Li, lupa betapa tenaganya yang dikerahkan membuat wanita itu meringis sakit.b"Bwee Li, sungguh mati, aku tidak mengerti akan sikapmu ini. Kau menyebut-nyebut luka, luka bagaimanakah yang kau maksudkan? Coba kau jelaskan dan barangkali saja kita dapat memecahkannya."

Sepasang mata indah akan tetapi basah itu menatap tajam. Mula-mula sinarnya keras, akan tetapi melihat keheranan di wajah itu, juga melihat betapa luka di dagu yang merupakan bukti satu-satunya yang kini diingatnya untuk membuka kebusukan pemuda ini ternyata tidak ada sama sekali, sinar mata Bwee Li melunak dan akhirnya wanita ini mengeluh panjang.

"Thian Yang Maha Agung...iblis manakah yang menggodaku kali ini?" wanita itu lalu menangis terisak-isak dan menjatuhkan dirinya berlutut. Kenyataan ini sungguh di luar dugaan. Kini teringatlah wanita ini akan segala-galanya. Betapa dahulu ketika "Yap-goanswe" merayu dan mencumbunya, pada saat mereka kepulasan karena lelah, ia kebetulan terbangun dan melihat bahwa di dagu pria itu ada bekas-bekas luka memanjang. Kalau saja ia tidak tidur bersama, sukar untuk melihatnya karena luka itu terdapat di bawah dagu.

Dan kini Yap-goanswe yang berada di dekatnya ini sama sekali tidak mempunyai luka itu! Jadi, dengan kenyataan ini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa orang yang dulu datang ke kamarnya itu jelas bukanlah Yap-goanswe yang ini! Mungkin orang lain yang wajahnya mirip dengan jenderal muda itu, seperti yang tadi telah disinggung-singgung oleh pemuda ini.

Sampai di sini wajah Bwee Li menjadi pucat akan tetapi akhirnya berobah merah padam. Terjadi konflik batin di dalam diri wanita ini. Mula-mula, mengingat betapa dia telah berkasih mesra dengan jenderal muda yang luar biasa itu, hatinya diliputi kebanggaan bahwa ia telah berhasil merobohkan hati pemuda ini. Meskipun ia telah disiksa dan diancam oleh jenderal muda itu untuk mengatakan bahwa itu semuanya adalah bohong dan fitnah belaka, ia tidak merasa sesakit seperti sekarang ini.

Memang ia akhirnya marah dan sakit hati terhadap perlakuan pemuda yang dianggapnya tidak bertanggung jawab itu, akan tetapi di dalam lubuk hatinya, rasa cinta kasih terhadap jenderal muda ini tidaklah lenyap, ia memang rela mati di tangan pemuda ini, pemuda yang telah dianggapnya sebagai suami sendiri. Oleh sebab itu, jika ia mati di tangan Yap-goanswe, sama artinya dengan mati di tangan suami sendiri, meskipun pemuda itu telah berlaku sewenang-wenang terhadap dirinya!

Akan tetapi sekarang? Ternyata agaknya bukan jenderal muda itulah yang melakukannya! Ada pemuda lain yang mungkin wajahnya kebetulan mirip dengan pemuda ini saja, apalagi pada waktu pemuda itu dulu datang merayunya di kamar, penerangan kamar sebagian telah dipadamkan oleh pemuda itu sehingga ruangan menjadi redup dan samar-samar!

"Ohh, Tuhan!" Bwee Li menjerit dan meraung, tangisnya meledak dan tubuhnya terguncang-guncang. Hancur hatinya, kehancuran yang mengobarkan api dendam terhadap si pemuda laknat. Akan tetapi di samping kehancuran hati ini, terdapat kepedihan besar bahwa ternyata jenderal muda yang gagah perkasa itu bukanlah orangnya yang melakukan perbuatan itu. Kenyataan ini membuat hatinya tertusuk. Kalau benar jenderal muda itu yang melakukannya, ia rela, rela sampai ke lubuk jiwa, bahkan rela pula apabila jenderal muda itu hendak merenggut nyawanya! Akan tetapi kalau orang lain?

"Aku tidak sudi....!" tiba-tiba Bwee Li memekik dan wanita ini meloncat bangun.

Bu Kong terperanjat dan tubuhnya siap melakukan penjagaan. Dia melihat betapa wajah wanita cantik itu beringas, matanya membendul merah oleh tangis. "Bwee Li, apanya yang tidak sudi? Apa maksudmu?" pemuda itu bertanya.

Bwee Li memandang, pandang matanya kosong, air matanya mengucur deras membasahi pipinya yang pucat. "Goanswe....” wanita ini mengeluh panjang dan tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut. “Goanswe, ampunkan aku... wanita hina yang malang ini... ampunkan aku, goanswe, ampunkan aku bahwa aku telah membuat nama harummu hancur berantakan... agaknya apa yang menjadi dugaanmu tadi benar. Telah ada seseorang yang wajahnya mirip denganmu berusaha menodai diriku, memakai namamu untuk maksud-maksud tertentu... ahh, goanswe, ampunkan aku... ampunkan...huh-huh-huhhhh."

Wanita itu menangis tersedu-sedu dan hati pemuda itu berdetak kencang. Kiranya wanita ini korban kekejian seseorang yang menyamar sebagai dirinya! Pantas saja ketika dahulu di hadapan raja, Bwee Li tidak menyangkal dan mengakui perbuatannya terus terang. Hanya celakanya, dia yang dipakai namanya oleh orang lain itu kini menerima getahnya!

Berkilat sepasang mata jenderal muda ini. Dia dapat membayangkan betapa kejinya orang itu. Betapa jahatnya. Dan dia harus mencari orang itu, harus menemuinya untuk membuat perhitungan! Pemuda ini menggeram, giginya berkerot dan sepasang matanya berapi-api penuh kemarahan dan tiba-tiba tangannya mengepal tinju dan dipukulkannya ke telapak tangan satunya.

"Plakkkk!" Terdengar suara keras seperti batu karang dihantam palu godam dan Bwee Li tersentak kaget. Wanita ini mengangkat mukanya dan melihat betapa wajah pemuda itu membayangkan hawa mengerikan.

"Bwee Li, setelah persoalan di antara kita kini mulai terbuka pemecahannya, simpanlah tangismu itu dan mari kita berdua mencari siapa jahanam busuk yang telah memfitnah kita ini. Percayalah, aku tidak akan tinggal diam dan kelak akan kubunuh manusia biadab itu!"

"Goanswe...." Bwee Li mengeluh panjang dan wanita cantik ini kembali menangis terisak-isak. Hatinya sakit bukan main, sakit dan perih. Ia telah dipermainkan seseorang yang tadinya disangkanya bahwa orang itu adalah Yap-goanswe, pemuda yang sudah lama menjadi pujaan hatinya. Akan tetapi ternyata dugaannya keliru. Bukan Yap Bu Kong orang itu, melainkan orang lain yang sama sekali tidak dikenalnya. Dan Yap goanswe ternyata tetap bersih dari segala tuduhan yang telah dilontarkan raja kepada pemuda itu. Teringat betapa akibat perbuatannya telah menyeret bekas jenderal muda itu ke dalam lumpur kehinaan, Bwee Li merasa menyesal bukan main.

"Goanswe... goanswe, ampunkan aku, huh-huh-huhhh... bunuhlah aku, goanswe... bunuhlah... aku rela mati di tanganmu untuk menebus semua kesalahanku kepadamu... aku wanita hina... aku orang yang tidak berharga... goanswe, bunuhlah aku... bunuhlah!”

Bwee Li tiba-tiba menjerit histeris dan wanita ini meloncat ke depan, menubruk pemuda itu dan merangkul kakinya sambil menangis tersedu-sedu. Perasaan menyesal dan sakit hati ditambah lagi dengan kecewa yang amat luar biasa membuat wanita ini seakan-akan dirobek hatinya. Ia merasa sungguh-sungguh amat menyesal dan berdosa bahwa secara tidak disengajanya ia telah membuat pemuda itu menderita sengsara, mendapat aib dan rusak binasa keharuman namanya akibat perbuatannya.

Dan Bwee Li merasa betapa hatinya sakit bukan main terhadap orang yang telah menodai dirinya. Akan tetapi, di samping ini semua, wanita itu merasakan kekecewaan yang amat sangat ketika mendapat kenyataan betapa cintanya terhadap jenderal muda yang telah dipecat dari jabatannya ini ternyata bertepuk sebelah tangan!

Tiada kekecewaan yang amat sangat agaknya bagi seorang wanita selain cinta sepihak. Demikian pula halnya bagi selir ini. Hatinya hancur berantakan dan berdarah. Rasa penyesalan dan sakit hati yang amat mendalam membuat batinnya terpukul hebat sekali. Bwee Li menjerit-jerit dan meraung di depan pemuda itu, minta dibunuh dan agar supaya nyawanya dihabiskan saja. Akan tetapi sepasang kaki yang kokoh itu tidak bergeming, tidak bergerak. Wanita ini mengguncang-guncang kaki pemuda itu, lalu mendongak ke atas dan ia melihat betapa wajah pemuda itu sedang mendongak kelangit.

"Dukkk!" Bwee Li tiba-tiba membenturkan kepalanya di atas tanah berbatu dan Bu Kong tersentak kaget. Wanita itu mengeluh panjang dan roboh terguling, dahinya pecah berdarah. Tentu saja dia terkejut.

"Bwee Li...!" pemuda ini berseru dan cepat berlutut. Tadi hatinya tidak kuat mendengarkan ratapan wanita itu, merasakan betapa hebat kesengsaraan batinnya. Tak terasa lagi, sepasang matanya menjadi basah karena terharu dan agar tidak tampak oleh wanita itu, maka dia mendongakkan mukanya ke langit. Siapa kira, Bwee Li tiba-tiba bermaksud hendak membunuh diri dengan cara membenturkan kepalanya di atas tanah berbatu.

Pemuda ini melihat betapa wajah yang cantik itu sepucat kertas dan ketika dia meraba nadi di pergelangan tangan, Bu Kong terkejut mendapat kenyataan betapa denyut jantung wanita ini lemah sekali. Agaknya guncangan yang terlampau hebat membuat Bwee Li terpukul jantungnya. Maka cepat pemuda ini menolong. Dia menotok sana-sini dan setelah tujuh jalan darah ditotoknya, denyut jantung itupun normal kembali. Hanya napasnya saja yang kini terengah-engah karena guncangan batin yang hebat telah memukul wanita ini di bagian dalam tubuhnya. Setengah jam kemudian, Bwee Li sadar kembali. Sepasang mata itu perlahan-lahan terbuka kelopaknya dan tampak oleh Bu Kong betapa sepasang mata indah itu kini amat redup dan sayu, kehilangan gairah hidup.

"Di manakah aku kini? Di nerakakah...?" ia berbisik lemah. Namun, ketika melihat wajah Bu Kong, Bwee Li terkejut dan wanita ini bangkit duduk. Kini pikirannya telah sepenuhnya bekerja dan tahu bahwa ia masih belum mati. "Goanswe...!" Bwee Li berteriak. "Kenapa tidak kau bunuh aku? Kenapa tidak kau biarkan aku mati saja? Apakah kau tega membiarkan aku menderita sengsara lebih panjang lagi di atas dunia ini? Goanswe, bunuhlah aku...bunuhlah!"

Bu Kong memegang pundak wanita yang kembali hendak kalap itu. "Bwee Li, tenanglah dan diamkanlah perasaan hatimu yang bergolak ini. Pandanglah aku dan lihat!"

Pemuda ini mengangkat wajah yang basah air mata itu, mengajaknya beradu pandang dan kemudian melanjutkan kata-katanya, "Apakah benar-benar bahwa engkau minta mati, Bwee Li? Tidak adakah sedikit hasrat di hatimu untuk menolongku? Tidak adakah niat di pikiranmu untuk membantuku kelak untuk menemukan manusia jahanam itu? Engkau adalah satu-satunya saksi hidup. Kalau engkau minta mati, siapakah kelak yang akan dapat membantuku apabila di kemudian hari aku berhasil menangkap orang itu? Akibat perbuatanmulah maka sekarang aku menerima aib ini. Dan setelah aku tahu bahwa engkaupun terkecoh oleh seseorang, aku telah dapat menghilangkan rasa marahku kepadamu. Tinggal manusia terkutuk itu yang harus kucari dan kubunuh. Kalau kelak dia kutangkap dan kau dapat mengenalnya, tentu dia tidak akan dapat berkutik dan terpaksa mengakuinya. Dengan demikian, akupun dapat membersihkan diri dari semua noda-noda yang melekat itu. Nah, apakah kaupun masih saja minta mati?"

Satu demi satu kata-kata pemuda ini menembus hatinya dan Bwee Li tertegun. Ia telah melakukan kesalahan yang tidak disengaja terhadap pemuda itu. Gara-gara perbuatannyalah maka pemuda ini sampai dipecat dari kedudukannya sebagai jenderal yang berkuasa. Dan yang lebih hebat lagi, gara-gara perbuatannyalah maka bekas jenderal muda itu kini menerima aib karena tuduhan perjinaan! Padahal, pemuda yang gagah perkasa ini ternyata merupakan pemuda yang bersih dan tidak berdosa!

Wanita itu mengangguk-angguk dan suara tangisnya berhenti, hanya air matanya saja yang masih deras mengalir. Ia menggigit bibir kuat-kuat untuk menekan hatinya sendiri. Memang, apa yang telah dikatakan oleh pemuda itu adalah benar. Dan untuk penebus dosanya terhadap pemuda ini, ia harus membantu untuk menjadi saksi hidup dan kalau bisa ia pun harus berusaha dengan cara apa pun untuk membersihkan kembali nama jenderal muda itu di depan umum.

"Goanswe, kau benar... baiklah, aku akan membantumu untuk menjadi saksi hidup dan setelah itu... setelah itu..." Bwee Li tidak sanggup melanjutkan kata-katanya sendiri karena tenggorokannya terasa kering dan tangisnya hampir meledak lagi.

"Setelah itu apa yang hendak kau lakukan, Bwee Li?"

Wanita itu menunduk. "Tidak ada apa-apa lagi, goanswe..." katanya lirih. Hampir saja terloncat tadi kata-kata "hendak membunuh diri" dari mulutnya. Untung ia bisa menahannya. Memang, kalau ia berhasil membersihkan kembali nama pemuda itu dan pemuda laknat biang keladi dan pangkal celaka itu dibunuh, untuk apa lagi ia melanjutkan sisa hidupnya di atas bumi ini? Namanya sendiri sudah cemar dan aib yang menjijikkan telah melekat di tubuhnya. Biarlah, biar ia selesaikan dulu tugasnya yang terakhir dalam membantu pemuda itu dan setelah selesai semuanya, ia pun hendak menyelesaikan sisa hidupnya yang sudah tidak berharga ini.

Demikianlah peristiwa yang terjadi di antara dua orang ini. Bwee Li telah dapat menekan perasaannya, hanya kini wanita itu menjadi lebih pendiam dan wajah yang cantik itu diliputi kegelapan awan hitam. Ia menurut saja kemana pemuda itu hendak membawanya pergi, dan setelah seminggu mereka melakukan perjalanan cepat karena pemuda itu tampaknya tergesa-gesa dan mengatakan bahwa dia ingin menemui seseorang terlebih dahulu, sampailah mereka di Lautan Tung-hai ini.

Sialnya, ketika mereka berada di tengah hutan, hujan lebat tiba-tiba turun. Tidak ada tempat berteduh di situ, dan Bu Kong yang tahu bahwa di luar hutan terdapat perkampungan kaum nelayan, bermaksud untuk melanjutkan perjalanan dan nanti saja mereka berteduh di rumah salah seorang nelayan itu. Akan tetapi, ketika mereka telah tiba di mulut hutan, keduanya terkejut mendengar suara gemuruh di tengah-tengah laut dan mata mereka terbelalak lebar menyaksikan betapa Laut Tung-hai seakan-akan mendidih dan bergelombang.

Hujan deras dan angin ribut menyerang Laut Tung-hai. Petir dan halilintar meledak-ledak di atas permukaan laut yang warnanya membiru gelap. Ombak membukit dan menerjang pantai daratan seperti lakunya binatang-binatang buas yang haus darah. Hal ini sama sekali di luar dugaan Bu Kong dan pemuda ini menjadi lebih terkejut lagi ketika melihat betapa dusun Kee-li-bun amblas disapu ombak yang membuih!

Pemandangan terakhir yang mereka lihat ialah berteriak-teriaknya seorang wanita muda yang mendekap seorang bayi di dadanya, wanita yang agaknya tidak waras lagi pikirannya karena wanita itu berlari menyongsong ombak dan akhirnya lenyap digulung gelombang yang dahsyat. Bu Kong hendak bergerak menolong, akan tetapi karena jaraknya pada saat itu jauh, maka dia tidak sempat lagi.

"Goanswe, aku ngeri... aku takut..." Bwee Li merintih dan menerkam lengan kanan pemuda itu.

Pada saat itu, terdengar ledakan petir di angkasa dan dua orang ini melihat betapa sinar menyilaukan turun dari atas langit dan menyentuh permukaan laut.

"Blarrr!" air laut terpukul dan muncrat tinggi.

"Oohhh...!" Bwee Li berteriak kaget dan tubuhnya menggigil. Wanita ini melihat sesuatu yang membuat hatinya ketakutan. Sinar panjang tadi seakan-akan cambuk Dewa Thian-ong yang hendak ditujukan kepada dirinya. Seperti kepercayaan rakyat di masa itu, cambuk Dewa Thian-ong dikenal sebagai "cambuk pemukul dosa".

Konon menurut dongeng nenek moyang, cambuk dewa itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang berdosa saja. Sentuhan cambuk itu akan membuat bagian tubuh yang terkena menjadi hangus terbakar dan sedikit demi sedikit, setiap kali cambuk itu dilecutkan, kulit tubuh akan melepuh dan bernanah dan dari luka-luka di nanah itulah akan timbul ulat-ulat menjijikkan dengan seribu satu macam warna, ulat-ulat berbulu yang akan menggeleser di kulit seseorang dan menggigiti daging orang itu sedikit demi sedikit pula! Tentu saja bayangan ini membuat Bwee Li merasa ngeri dan gemetar seluruh tubuhnya, wajahnya pucat dan matanya terbelalak ketakutan.

Akan tetapi lain lagi yang dirasakan oleh Bu Kong. Melihat cahaya petir yang turun dari atas dan memukul permukaan air laut, seketika pemuda ini teringat akan ilmunya yang mujijat luar biasa, yakni Lui-kong Ciang-hoat. Pada detik itu pula teringatlah pemuda ini akan wejangan gurunya ketika beberapa bulan yang lalu dia baru saja menerima warisan ilmu sakti ini.

"Tiada saat-saat yang lebih baik untuk menyempurnakan Lui-kong Ciang-hoat dari pada diwaktu musim hujan, muridku," demikian kata gurunya. "Akan tetapi, yang terbaik dan yang amat sempurna melatihnya adalah jika di bumi sedang terjadi badai dan hujan deras. Mengapa? Karena hanya pada saat-saat itulah Sang Dewa Petir menunjukkan kekuasaannya di bumi dan kita yang kini sedang mempelajari ilmu ini, akan menerima berkah kesaktian yang luar biasa dari dewa itu. Getaran dan ledakan halilintar yang maha dahsyat akan mempengaruhi tubuh kita, mengguncang urat-urat syaraf tertentu yang akan menimbulkan tenaga yang amat dahsyat. Kejutan yang diterima urat-urat saraf kita pada saat ledakan petir, guncangan yang diterima batin kita pada saat cahaya petir berkelebat, ini semuanya akan mempengaruhi daerah tan-tian atau pusat mendekamnya Sang Kundalini Shakti dan akibat rangsangan atau kekagetan tiba-tiba inilah Sang Kundalini Shakti akan bangun! Kalau hal ini sudah terjadi, maka kau akan merasa betapa urat-urat saraf di tubuhmu menggetar-getar dahsyat, aliran darah menjadi lebih cepat dan terdapat suatu dorongan yang amat kuat di dalam tubuh kita untuk segera menyalurkan kekuatan dahsyat itu. Bangkitnya Sang Kundalini menciptakan gelembung-gelembung hawa di dalam tubuh, semuanya akan berkumpul di daerah pusar dan kalau kita dapat menguasai hawa mujijat ini, tenaga sinkang kita akan menjadi semakin kuat dan luar biasa."

Itulah kata-kata yang pernah diucapkan gurunya dahulu. Dan kini, melihat sinar petir memukul pecah permukaan air laut, pemuda ini tiba-tiba tersentak. Betul kata gurunya itu. Batinnya terguncang kaget menyaksikan peristiwa tadi. Ada suatu sentakan tiba-tiba yang dirasakannya, ada suatu getaran aneh di daerah tan-tiannya. Pada saat dia mulai dipengaruhi ini, tiba-tiba saja kembali halilintar menyambar dari angkasa. Bwee Li sampai terpekik dan menjerit ketakutan. Cahaya kilat kali ini membentuk sinar berkilauan tidak begitu panjang akan tetapi di bagian bawah, sinar ini tiba-tiba memecah diri tiga bagian, masing-masing meledak di tiga arah.

"Blar-blar-blarrr!"

Luar biasa sekali. Pecahan halilintar ini menyambar turun di atas permukaan laut dan tiba-tiba tampak sebuah benda di tengah-tengah gelombang dahsyat mencelat ke atas. Dua orang ini tidak tahu, apakah benda itu berupa sepotong papan yang tadinya terapung-apung ataukah mungkin seekor ikan besar. Yang jelas, benda itu tiba-tiba saja terpukul dan terpental ke atas. Dan ledakan halilintar kali ini terdengar lebih dahsyat daripada yang tadi. Bwee Li tak dapat menahan dirinya dan wanita ini terpelanting jatuh!

"Hyaaaattttttt !” Pemuda itu tiba-tiba mengeluarkan bentakan keras, tubuhnya mencelat ke atas dan di udara pemuda ini melakukan salto berturut-turut enam kali dan akhirnya tubuhnya turun di tengah-tengah laut yang bergelombang!

"Slapp....!" ombak membukit seketika menelannya dan tubuh pemuda itu lenyap. Akan tetapi, ketika ombak menyurut, ternyata pemuda itu sama sekali tidak hanyut bersama ombak ganas tadi. Tubuhnya tampak berdiri kokoh dan tidak bergeming, sepasang matanya bersinar-sinar aneh dan menyorot tajam seperti mata seekor naga.

Dan ketika kembali gelombang datang untuk kedua kalinya, Bu Kong bergerak cepat. Kaki kanannya dibanting dan amblas sampai di mata kaki, dan sekali mulutnya mengeluarkan seruan mengguntur, kedua tangannya didorongkan ke depan dan serangkum angin yang amat dahsyat meluncur keluar.

"Byarrr...!" Gelombang laut yang menerjangnya tertahan oleh hawa pukulan mujijat yang keluar dari sepasang lengan pemuda itu. Sedetik dua kekuatan raksasa beradu dan saling dorong, akan tetapi akhirnya ombak laut menyerah kalah, puncaknya membalik dan ambyar berantakan!

Pada saat itu, Bwee Li telah bangkit berdiri. Sepasang mata wanita ini terbelalak penuh kekaguman menyaksikan pemandangan yang amat luar biasa itu. Kalau saja ia tidak melihat dengan mata kepala sendiri, kejadian itu dirasanya seperti dongeng saja. Betapa mungkin bahwa seorang manusia dapat melawan kedahsyatan alam? Akan tetapi ternyata Yap-goanswe mampu melakukan hal itu!

Pemuda itu sendiri kini sedang dilanda oleh semangat yang berkobar. Begitu dia diserang oleh gelombang setinggi gunung bertubi-tubi, dia seakan-akan merasa bahwa pada saat itu dia sedang diserang oleh musuh tangguh! Meluaplah semangatnya dan mukanya menjadi merah. Hawa sakti bergolak cepat di dalam tubuhnya, terutama di bagian pusar. Terasa menggetar-getar dan membuat tubuhnya menggigil seperti orang kedinginan...