Naga Pembunuh Jilid 29

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Seri Kedua, Naga Pembunuh Jilid 29 karya Batara
Sonny Ogawa
NAGA PEMBUNUH
JILID 29
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
GADIS di dalam kamar itu menjerit. Hui Kiok atau puteri panglima Hui ini melihat ayahnya datang dengan penuh kemarahan. Ia sudah memadamkan lampu namun ayahnya menghidupkan lagi. Kamar menjadi terang-benderang dan panglima itu tertegun melihat puterinya meringkuk di pembaringan, tersedu-sedu, pucat dan menggigil dan mengeluarkan suara-suara tak jelas. Dan ketika panglima ini menyambar semua sudut namun tak melihat apa apa, terbelalak dan menerkam maju akhirnya ia sudah menangkap puterinya itu, membentak.

"Heii, di mana dua orang temanmu itu. Di mana mereka. Berani benar kau menyembunyikan penjahat!"

"Ampun...!" gadis ini mengguguk. "Aku... aku tak tahu, ayah. Apa yang kau maksudkan!"

"Bohong! Berani kau bohong kepadaku? Berani kau mendustai ayahmu? Jahanam, kau sekarang buruk watakmu, Hui Kiok. Berani coba-coba menipu aku... brukk" dan si gadis yang dibanting dan diinjak di tempat tidur kontan saja membuat Hui Kiok menjerit dan berteriak panjang. Sang ayah membenam-benamkan mukanya ke tempat tidur namun masih juga gadis itu tak mau mengaku. Hui Kiok berteriak mengatakan tak tahu, hebat kesetiaan gadis ini kepada sahabatnya. Tapi ketika sang ayah naik pitam dan berseru bahwa ibunya mengatakan ada, Hui Kiok menyimpan penjahat di kamar maka gadis itu diangkat dan dibanting kedinding.

"Kau menyusahkan orang tua. Kau gadis tak tahu budi. Kalau tetap juga tak mengaku biar kubunuh kau di sana... bress!" dan Hui Kiok yang memekik dan roboh menghantam tembok akhirnya pingsan dengan wajah berlumuran darah. Sang ayah marah-marah dan pengawalpun kian bertambah banyak. Dan ketika mereka juga masuk dan Hui-ciangkun mendelik menendang puterinya, ia merasa dibohongi, maka Yu Yin dan Tiang Siu kebetulan sudah selesai tiba-tiba tak tahan meloncat keluar. Tepat disaat-saat terakhir tadi mereka berhasil membobol jalan darah kedelapan.

“Hui-ciangkun. Kau tak berperasaan. Nah inilah kami dan kau mau apa?”

“Heii…” Hui-ciangkun terkejut, para pengawal juga juga berseru, namun saat itu Yu Yin sudah mendahului menyerang. Gadis ini berkelebat dari balik lemari besar dan Hui-ciangkun yang tidak menduga tiba-tiba berteriak. la mencelat dan terbanting oleh tendangan gadis ini. Dan ketika Yu Yin mengejar dan menyambar panglima ini, merah padam. Tang Siu juga meloncat dan menerjang para pengawal maka semua dan menerjang tiba-tiba berteriak dan tunggang langgang.

"Kalian mau apa. Lihat majikanmu sudah kutangkap. Hayo minggir dan biarkan kami pergi. Mundur.”

Hui-ciangkun melotot, ia tahu-tahu sudah dilumpuhkan puteri Coa-ongya ini dan ditotok tak berdaya. Ada beberapa sebab yang membuat panglima itu begitu mudah dirobohkan, satu di antaranya adalah karena gadis itu puteri atasannya, di samping karena kepandaiannya yang memang tinggi. Dan ketika ia dicengkeram dan anak buahnya tunggang-langgang dihajar gadis baju putih, justeru gadis itulah yang dicari-cari maka panglima ini pucat namun berteriak-teriak kepada pengawalnya agar menangkap gadis baju putih itu. Yu Yin sendiri tak disebut-sebutnya.

"Heii, jangan hiraukan aku. Tangkap atau bunuh gadis siluman itu. Dialah yang melepaskan Coa-siocia!"

"Tutup mulutmu!" Yu Yin membentak. "Dia sahabatku, Hui-ciangkun. Kalau tidak memandang Hui Kiok tentu kau kubunuh. Suruh anak buahmu mundur atau nanti benar-benar aku membunuhmu!"

"Tak mungkin. Kau dicari-cari ayahmu, nona. Kau tak boleh pergi tanpa seijin ayahmu. Dan gadis ini pengacau. Ia harus ditangkap atau dibunuh. Heii, kalian kepung dan tangkap gadis itu. Jangan takut!"

Yu Yin gusar. Akhirnya ia menotok urat gagu panglima itu karena Hui-ciangkun masih juga coba-coba mempengaruhi anak buahnya. Ia menotok dan kemudian mengangkat tubuh panglima ini diputar-putar, berseru dan membentak siapa berani meng halanginya. Dan ketika pengawal mundur dan berlompatan menjauh, mereka bingung karena yang mereka hadapi adalah juga puteri Coa-ongya, yang besar pengaruhnya maka Yu Yin mendapat jalan dan keluar dengan muka merah menyala-nyala.

"Tang Siu, kau di sampingku. Bunuh kalau mereka berani coba-coba menyerang!"

Gadis ini mengangguk. Ia telah merobohkan sembilan pengawal dan yang lain-lain mundur ketakutan. Sepak terjangnya juga tak kalah dengan Yu Yin. Dan ketika mereka berkelebat dan Yu Yin membawa tawanannya, Hui-ciangkun yang ah-uh-ah-uh mendadak Tang Siu teringat Hui Kiok yang roboh di kamar.

"Yu Yin, tunggu dulu. Aku ingin membawa Hui Kiok!"

"Eh, tak usah!" Yu Yin terkejut, temannya itu kembali dan menyambar Hui Kiok, memasuki kepungan lagi. "Biarkan Hui Kiok di situ, Tang Siu. Ia tak apa-apa karena di rumah sendiri?"

"Hm, ayahnya begitu ganas. Biarpun di tempat sendiri kalau bapaknya seperti itu sama saja dengan berdiam di kandang macan. Tidak, aku akan membawanya, Yu Yin. Lindungi aku dan jaga para pengawal ini!"

Yu Yin terpaksa berhenti. Ia menjaga dan harus melindungi temannya itu ketika Tang Siu membawa Hui Kiok. Gadis ini pingsan dari kebengisan ayahnya sungguh membuat Tang Siu marah. Tapi ketika mereka melompat kembali dan melewati pengawal, kejadian itu menunda waktu maka seorang kakek gundul berkelebat dan tahu-tahu sudah menghadang.

"Coa-siocia, siapa temanmu pengacau ini. Berhenti, kalian berdua tak boleh keluar!"

Yu Yin terbelalak. Pat-jiu Sian-ong, kakek gundul itu, tahu-tahu muncul dan menghadang. Kedatangannya dikhawatirkan dan kini benar saja mengganggu. Tapi karena Yu Yin naik darah dan ia tak mau di situ, tak mau dijodohkan ayahnya maka begitu kakek ini datang langsung saja ia membentak, berkelebat menyerang.

"Pat-jiu Sian-ong, minggir!"

Kakek ini terbelalak. Pukulan sinar emas menyambarnya dan itulah Kim-kong-ciang atau Kim-kong kang, satu di antara ilmu-ilmu yang dimiliki Kedok Hitam, guru gadis ini. Dan karena pukulan itu jelas berbahaya dan kakek ini tak mau celaka maka ia mengelak namun kaki kirinya menendang.

"Dess!"

Yu Yin berjungkir balik. Ia gagal mengenai lawan dan justeru lawan yang menendang pahanya, tentu saja ia marah, memekik. Namun ketika ia akan kembali menyerang dan Tang Siu tak membiarkan temannya ini sendirian tiba-tiba gadis itu sudah berkelebat dan membentak kakek ini. Pat-jiu Sian-ong terkejut karena serangkum pukulan panas juga menyambarnya, mengelak namun Tang Siu menggerakkan kaki menghantam pinggang kakek gundul itu. Dan ketika kakek ini terpelanting dan roboh terguling-guling, tendangan itu kuat dan mengagetkannya maka Yu Yin mengajak temannya lari ketika kakek itu meloncat bangun, terbelalak.

"Tang Siu, tak usah dihiraukan. Lari, jangan perdulikan kakek itu!"

Tang Siu mengangguk. Ia pribadi memang hanya mencegah kakek itu menghalangi Yu Yin, itu saja. Maka begitu diteriaki dan ia mengangguk, pengawal di depan didorong atau dikibas minggir maka bersama puteri Coa-ongya ini gadis baju putih ini keluar dari gedung Hui-ciangkun. Namun Pat-jiu Sian ong tentu saja marah besar.

"Heii, tangkap. Kepung dan jangan biarkan mereka lari. Kejar!"

Pengawal berserabutan. Mereka sendiri sebenarnya juga tak ada niat untuk membiarkan dua gadis itu pergi, apalagi satu di antaranya adalah seorang pengacau, sementara yang lain adalah puteri Coa ong-ya yang memang tak boleh keluar. Tapi karena mereka bukan tandingannya dan sekali didorong saja mereka jatuh bangun, Pat-jiu Sian-ong enak saja bicara maka para pengawal mengumpat dan diam-diam memaki. Tanpa dibentak atau dihardik seperti anjing tetap saja mereka akan mengejar, karena itulah tugas mereka.

Namun karena puteri Coa-ongya itu bukan gadis biasa dan temannya yang baju putihitu juga hebat sekali, terbukti Sian-ong sampai terlempar oleh tendangannya yang tepat maka orang-orang ini mengejar namun dua gadis itu lenyap di depan. Pat-jiu Sian-ong sendiri bergerak marah dan kakek ini melayang ke atas genteng, dari situ ia dapat mengawasi keadaan dan benar saja dua gadis itu berkelebatan di sana. Dan ketika kakek ini menggeram dan disusulnya mereka, jelek-jelek Pat-jiu Sian-ong adalah tokoh yang dimalui maka kakek ini tahu-tahu berkesiur dan sudah berada di belakang Tang Siu yang mengiringi Yu Yin.

"Bocah siluman, berhenti!"

Tang Siu terkejut, la diajak temannya melarikan diri lewat genteng. Rumah Hui-ciangkun sudah dilewati dan kini mereka berkelebatan di atas gedung-gedung yang lain. Pat-jiu Sian-ong sudah didengar namanya tapi gadis ini memandang rendah karena sekali gebrakan saja ia tadi membuat kakek ini terpelanting, tak tahu bahwa karena justeru kakek itu memandang rendah dirinya maka Pat-jiu Sian-ong menjadi korban, korban dari kesombongannya sendiri karena menganggap gadis baju putih yang tak dikenalnya ini sebagai gadis biasa saja. Maka ketika sekarang kakek itu berhati-hati namun justeru sebaliknya Tang Siu memandang rendah, cengkeraman Pat-jiu Sian-ong di belakang pundaknya dikibas tanpa menoleh maka Tang Siu menjerit ketika ia terlempar.

"Plak... aduh!"

Yu Yin terkejut. Temannya terlempar dan Tang Siu tiba-tiba saja terguling-guling di bawah genteng. Itulah keteledoran gadis dari Kun-lun ini. Dan ketika Pat-jiu Sian-ong terbahak dan mengebutkan pukulan dari jauh, akan membuat Tang Siu roboh di bawah maka Yu Yin yang menoleh dan berhenti dengan marah tiba-tiba menangkis pukulan kakek itu.

"Pat-jiu Sian-ong, jangan ketawa seperti monyet. Tak boleh kau mencelakai temanku... dess!" dan kakek ini yang tergetar dan berseru kaget, bertemu tangkisan Yu Yin akhirnya terhuyung dan hampir saja terpeleset kebawah genteng.

Kakek ini marah namun Tang Siu sudah berjungkir balik ke atas, kaget akan kecerobohannya tadi dan sadarlah gadis ini bahwa lawan memang tak boleh dibuat main-main. Gadis itu membentak dan Yu Yin sendiri tak melanjutkan larinya. Pat-jiu Sian-ong bakal mengejar kalau tidak dirobohkan sekarang. Maka begitu mengejar dan Yu Yin sudah melepas Kim-kong-ciangnya lagi, kakek itu baru saja hilang kagetnya maka dari bawah Tang Siu juga menyerang dan melepas pukulan panas. Pat-jiu Sian-ong dikeroyok.

"Eh-eh, kulaporkan nanti kepada ayahmu. Heii, tahan pukulanmu, Yu Yin. Dan siapakah temanmu pengacau ini... des-dess!"

Pat-jiu Sian-ong sibuk, Yu Yin tak banyak cakap sementara Tang Siu juga melepas berangnya dengan serangan-serangan cepat. Sekarang gadis Kun-lun ini tak mau ceroboh lagi dengan memandang sebelah mata. Pat-jiu Sian-ong akan dihadapi dengan kedua mata dan sungguh-sungguh. Ia tak mau lagi dibuat malu! Dan ketika Yu Yin maupun Tang Siu tak menghiraukan teriakan kakek itu, yang melotot dan memaki-maki keduanya maka Kim-kong-ciang maupun pukulan panas Tang Siu membuat si gundul kewalahan.

Pat-jiu Sian-ong boleh merupakan orang lihai namun menghadapi murid Kedok Hitam dan pewaris Kun-lun ini ia tak berdaya banyak, apalagi ketika Tang Siu mencabut pedangnya dan dengan ilmu silat Im-hong-sau-hun-kiam ia membuat kakek itu kalang-kabut. Dan ketika pedang di tangan Tang Siu membacok pangkal lengan kakek itu, Pat-jiu Sian-ong berteriak maka Yu Yin juga melepas Hek-tok-kangnya dan pukulan beracun yang dipunyai gadis ini menghantam punggung Pat-jiu Sian-ong.

"Augh... des-crat!"

Pat-jiu Sian-ong terlempar. Ia bergulingan ke bawah dan Tang Siu mengejarnya, gemas karena tadi ia dibuat terpelanting dan jatuh oleh kakek gundul ini. Dan ketika sebuah tusukannya kembali mengenai kakek itu dan Pat-jiu Sian-ong menjerit maka kakek gundul ini jerih dan gentar, pengawal berlarian dan beberapa perwira tampak berdatangan.

"Tak usah dilanjutkan," Yu Yin berseru "Kakek itu sudah terluka, Tang Siu. Lari dan tinggalkan dia!"

"Aku ingin membunuhnya!"

"Tak usah. Lawan sudah mulai berdatangan dan jangan tertahan di sini. Ikuti aku dan kita ke suatu tempat!"

Tang Siu berjungkir balik melayang ke atas. la telah melukai si kakek gundul dan Yu Yin juga mendaratkan Hek-tok-kangnya kepada Pat-jiu Sian-ong. Kakek itu harus berhenti dan mengobati lukanya dulu kalau tak ingin celaka. Dan ketika Tang Siu puas karena lawan berdebuk di bawah, merintih namun membiarkan dua gadis itu lari maka Pat-jiu Sian-ong berteriak-teriak agar semua orang menangkap gadis-gadis ini, duduk dan mengobati lukanya.

"Kejar, tangkap mereka. Bunuh gadis baju putih itu dan jangan biarkan ia lolos. Mana Lam-ciat dan kenapa ia tak muncul membantu!"

Para pengawal mengejar. Mereka tak berani ke atas genteng dan hanya perwira atau beberapa orang berkepandaian tinggi saja yang berani mengejar dan melayang ke atas. Pertanyaan Sian-ong tak dijawab karena mereka juga tak tahu di mana Lam-ciat, si Hantu Selatan itu. Dan ketika enam perwira dan orang berkepandaian tinggi mengejar di atas genteng, mereka mencegat dan memotong jalan maka Yu Yin mendengus dan ia membolang-balingkan tubuh Hui-ciangkun untuk menakut-nakuti.

"Minggir, atau nanti Hui-ciangkun terbunuh!"

Namun enam orang itu tidak minggir. Mereka rupanya sudah mendapat pesan bahwa apapun yang terjadi dua gadis ini harus ditangkap. Dan ketika Yu Yin mengancam dan coba menyuruh mundur mereka maka tiga yang di depan justeru membentak dan marah kepada gadis ini.

"Coa siocia, kau dipanggil ayahmu. Kenapa keluar dan sekarang berteman dengan pengacau!"

Yu Yin melotot, la menghantam tiga orang itu dan ketiganya terlempar. Kim-kong ciang atau Pukulan Tangan Emasnya tak sanggup dihadapi tiga orang lawannya itu. Namun ketika mereka melompat bangun karena Yu Yin mengatur tenaganya, tak berniat membunuh maka gadis ini menjadi gusar karena mereka menerjang lagi, yang lain-lain juga maju mengerubut.

"Kalian tak tahu diri," gadis ini membentak. "Baiklah, aku terpaksa merobohkan kalian dan jangan menyalahkan nenek-moyangku kalau kalian harus mampus....des-des-plak!"

Yu Yin memindahkan Hui-ciangkun ke pundaknya yang lain, membuat tangannya bebas dan saat itulah Kim-kong-ciang menyamabr lagi. Ia tak mungkin harus membunuh Hui-ciangkun karena laki-laki itu adalah ayah Hui Kiok, sahabatnya. Tapi karena ia juga tak mau diganggu dan orang-orang ini harus minggir, pukulan lebih berat menyambar maka tiga orang itu terlempar dan mereka terbanting di bawah dengan pekik ngeri.

"Buk-bukk!" tiga tubuh yang jatuh itu tak mungkin berdiri lagi. Yu Yin menghantam mereka hingga kaki dan tangan mereka patah-patah. Gadis ini telah menjatuhkan pukulan berat. Dan ketika di sana Tang Siu juga bergerak dan menusukkan pedangnya, gadis ini masih membawa pedangnya untuk menakut-nakuti lawan maka tiga yang lain juga menjerit dan berteriak roboh.

"Cepat, kita lanjutkan lari kita lagi. Di bawah aku melihat bayangan Lam-ciat!”

Yu Yin, yang baru saja merobohkan tiga orang pertama dan gemas melihat ke bawah tiba-tiba melihat bayangan kakek gimbal-gimbal yang membuatnya terkejut. Ia amat mengenal itu dan karena itu ia segera berseru kepada temannya. Mereka sudah melewati empat blok dari gedung Hui-ciangkun dan tinggal satu blok lagi menuju kebangunan putih di sebelah timur. Bangunan itu tidaklah besar namun gagah dan kuat, mirip sebuah wisma atau tempat peristirahatan sederhana, sekelilingnya penuh taman bunga warna-warni. Dan ketika ke tempat inilah Yu Yin bergerak dan Tang Siu mengerutkan kening tak mengenal tempat apa itu, juga milik siapa maka gadis ini dibentak agar secepatnya menuju bangunan putih itu.

"Cepat, jangan ayal-ayalan. Kita turun di bangunan itu, Tang Siu. Kulihat gerakan Lam-ciat dibelakang!"

"Hm, bangunan siapa itu? Kawan atau lawan?"

"Itu tempat tinggal seorang pamanku. Kupikir ia mau menolong kita dan mari terjun!"

Tang Siu tak dapat berpikir banyak. Tahu-tahu ia sudah diajak terjun karena Yu Yin melayang turun, tidak berjungkir balik melainkan dengan kaki lurus ke bawah, anjlog seperti garuda terbang turun ke tanah. Dan ketika ia mengikuti dan turun seperti Yu Yin, anjlog begitu saja maka Hui Kiok yang ada di pondongannya mengeluh, sadar.

"Siapa ini.... ah, kau. Di mana kita, lihiap. Dan mana Yu Yin...?"

"Ia di depan kita. Lihat, aku diajak masuk ke rumah ini dan syukur kau sadar. Eh, bagaimana keadaanmu, Hui Kiok. Apakah berat!"

"Aku hanya pusing-pusing,tak apa. Tapi aku menyesal rupanya tak dapat melindungi kalian...!"

"Itu cukup. Pembelaanmu luar biasa, Hui Kiok. Dan kami berterima kasih sekali. Tapi ayahmu sekarang dibawa Yu Yin!"

"Kalian apakan ayahku..."

"Hanya ditotok, ditawan. Tapi sst, diamlah. Kita sudah memasuki rumah orang dan sekarang kau berdirilah!" Tang Siu bergerak menepuk puteri Hui-ciangkun ini, berkelebat dan sudah di dalam rumah dan saat itu Yu Yin memanggil seseorang. Rumah itu sunyi saja namun pintu tengah tiba-tiba terbuka. Dan ketika seorang pria tertegun sejenak, memandang mereka namun menyambut berseri-seri maka Tang Siu mendelong melihat Yu Yin menubruk dan memeluk kaki pria muda ini, yang usianya sekitar duapuluh lima tahun, muda dan tampan dengan gerak-gerik yang halus mirip seorang bangsawan namun temannya itu sudah tersedu-sedu!

"Paman, bantulah aku. Sembunyikan aku di tempat ini dan tolong lindungi dari kejaran orang-orang jahat!"

"Hm, kau Yu Yin? Namun kenapa menangis? Dan siapa temanmu ini? Dan kalian membawa orang lain pula, Hui-ciang-kun dan Hui Kiok!"

"Benar, kami, siauw-ongya. Maaf bahwa kami dibawa Yu Yin dan Tang-lihiap ini. Kami tak tahu apa-apa!" Hui Kiok, yang berlutut dan memberi hormat tiba-tiba juga mendahului berkata. Gadis itu rupanya mengenal dan berdebarlah hati Tang Siu melihat ini. Kalau Hui Kiok menyebut bangsawan muda yang tampan dan halus gerak-geriknya itu sebagai siauw-ongya (pangeran muda) berarti mereka di sarang naga. Ini kerabat istana! Namun karena Yu Yin sendiri juga kerabat istana dan gadis baju putih ini diam saja, sedikit mengangguk dan waspada akan sekeliling maka pria muda itu membangunkan Yu Yin yang masih mengguguk.

"Tak boleh menangis... tak usah menangis. Ada apa dan kenapa kau minta bantuanku. Bagaimana Hui-ciangkun dan puterinya ini kau bawa ke sini. Dan eh... siapa pula temanmu yang satu itu, Yu Yin. Bagaimana tiba-tiba kalian meramaikan tempatku!"

"Ini temanku Tang Siu," Yu Yin masih mengguguk. "Dan kami butuh pertolonganmu, paman. Ayah hendak menangkapku dan para pembantunya dikerahkan!"

"Hm... hmmm, ini kiranya maksud kedatanganmu. Dan gadis ini, nona Tang ini... dari manakah dia berasal? Aku tak pernah tahu sebelumnya. Agaknya kenalan barumu?!" 

"Benar, dia... dia.." Yu Yin bingung, tak tahu dari mana temannya ini berasal. “Dia teman baruku, paman. Dan dialah yang menyelamatkan aku dari kekejaman ayah. Aku hendak dinikahkan dengan putera Cai-ciangkun!"

"Hm, aku sudah dengar itu, dan ayahmu memang keterlaluan. Tapi orang yang tak dikenal asal-usulnya juga bukan hal yang baik, Yu Yin. Aku dapat menolongmu tapi bagaimana dengan nona Tang ini. Aku tak berani menerima kalau tak tahu dia berasal dari mana. Maaf!" sang pangeran buru-buru menyambung. "Bukan aku tidak mau menolong tapi bagaimana pertanggungjawabanku nanti kalau sampai ditegur kaisar!"

"Aku tak butuh pertolongan," Tang biu tiba-tiba bergerak, watak keras dan tersinggungnya timbul. "Aku di sini hanya ingin menolong Yu Yin, siauw-ongya. Kalau dia di sini sudah selamat tentu saja aku akan pergi!" dan tidak menoleh atau memberi tahu lagi mendadak gadis ini berkelebat keluar.

"He!" Yu Yin terkejut, tentu saja mencegah. "Kau tak boleh pergi dari sini, Tang Siu. Di luar amat berbahaya dan nanti persembunyianku diketahui. Jangan, kembalilah dan jangan tersinggung atas kata-kata pamanku ini!" dan berkekelebat mengejar temannya, menangkap dan menarik gadis itu. Yu Yin sudah meminta agar temannya tidak pergi, menoleh kepada pria muda bangsawan itu, "Paman, Tang Siu adalah sahabatku, saudara angkatku. Tak perlu kau tanya asal-usulnya karena dia adalah keluargaku. Nah, cepat lindungi kami karena di luar bayangan Lam-ciat sudah kulihat!" 

Pangeran muda itu tertegun. "Kau sungguh-sungguh?"

"Demi nyawaku, paman. Selamatkan dan lindungi aku. Atau nanti aku akan mengamuk di sini dan biar mandi darah!"

"Jangan!" sang paman terkejut, membentak. "Kau tak boleh mengotori tempat ini, Yu Yin. Kalau begitu bawa mereka ke kamarku dan bersembunyilah di sana!" dan menyambar gadis ini diajak ke dalam, ke sebuah kamar besar di mana pintu masih terbuka maka pangeran itu mendorong Yu Yin dan menyuruh semua masuk. Keadaan demikian tergesa gesa hingga sang pangeran lupa sopan-santun, mencengkeram atau menangkap pundak Hui Kiok maupun Tang Siu untuk didorong cepat. 

Hui Kiok merintih namun Tang Siu tidak, gadis ini mengerahkan sinkangnya di pundak hingga sang pangeran yang mendesis terkejut. Pundak gadis baju putih ini sekeras baja. Tapi ketika semua masuk dan sang pangeran menutup pintu kamar, Yu Yin berseri dan lega bukan main maka gadis itu tertawa dan tangisnya lenyap mendadak.

"Hi-hik, berhasil. Sekarang kita menemukan tempat aman, Tang Siu. Siapapun tak mungkin berani ke sini biarpun ayah sendiri. Hanya kaisar yang berani menggeledah!"

"Siapakah pamanmu itu?"

"Yauw-ongya, adik tiri ayah, saudara lain ibu."

"Pantas!"

"Apanya yang pantas?"

"Kebangsawanannya itu, sikapnya yang berwibawa meskipun masih muda!"

"Benar, dan ia saudara terbungsu, Tang Siu, paling muda namun sesungguhnya juga paling disegani. Kau naksir?"

"Hush! Omongan apa ini, Yu Yin? Tadi aku marah-marah dan tersinggung. Ia boleh tampan tapi tak mungkin aku menikah dengan orang lemah. Pamanmu itu tak bisa silat!"

"Benar, tapi ia cerdas. Dan cocoknya barangkali buat Hui Kiok ini, hi-hik...!"

Yu Yin tiba-tiba terkekeh, memandang temannya yang satu dan Hui Kiok seketika merah padam. Ia melengos dan mencubit Yu Yin, gadis itu sudah lupa akan penderitaannya sendiri yang akan dijodohkan dengan orang lain. Tapi ketika Tang Siu berbisik agar semua diam, gadis itu mendengar suara di luar maka gurauan Yu Yin dihentikan.

"Sst, jangan senang-senang. Aku mendengar ribut-ribut di luar. Lihatlah.”

Yu Yin membelalakkan mata. Benar saja ia mendengar ribut-ribut itu, suara pamannya dan berapa orang lain. Dan ketika ia mengintai dari lobang pintu kamar maka tampaklah pamannya yang muda itu berhadapan dengan Lam-ciat dan beberapa perwira, juga Pat-jiu Sian-ong.

“Maaf,” kakek gimbal-gimbal itu menjura, tak berani kurang ajar. “Hamba sekedar bertanya apakah gadis-gadis itu ada di sini, pangeran. Karena tadi hamba sempat melihat mereka masuk.”

"Benar," Pat-jiu sian-ong juga berseru, suaranya agak keras. “Tadi hamba juga melihat mereka masuk kesini, pangeran. Mereka, terutama si gadis berbaju putih harus dibekuk. Ia musuh, pengacau.”

“Kalian mau ribut-ribut di sini? Sudah kubilang tak ada. Kalau tidak percaya boleh periksa, tapi awas, kalau tidak ada maka kulaporkan kepada kaisar bahwa kalian menginjak-injak rumahku secara kurang ajar.”

"Maaf..." Pat-jiu Sian-ong tiba-tiba mundur, mendapat kedipan Lam-ciat. “Kami tak sekasar itu, pangeran Kalau paduka mengatakan tak ada tentu saja kami percaya. Baiklah, kami akan kembali dan melapor kepada Coa-ongya. Paduka tentu dapat turut membantu kami kalau orang yang kami cari-cari muncul disini misalnya, memberitahukan kepada kami."

"Tentu, dan boleh panggil kakakku kalau ingin melapor, Sian-ong. Suruh ia datang dan memeriksa. Aku tidak takut!"

Pat-jiu Sian-ong semburat merah. Ia telah secara memutar mengancam pangeran ini untuk mendatangkan kakaknya, Coa-ongya. Ancaman yang kini malah dibalas tantangan agar majikan Dewa Lengan Delapan itu dipanggil! Dan ketika kakek ini mundur sementara Lam-ciat mengebutkan lengan bajunya, mundur dan berkelebat maka berturut-turut orang-orang lain juga pergi setelah memberi hormat di depan pangeran muda ini. Yauw-ongya sungguh berwibawa dan biarpun muda namun ia mampu meninggikan dirinya. Di depan Pat-jiu Sian-ong dan lain-lain ia tak berani dibuat main-main. Dan ketika semua pergi sementara pangeran itu masih bertolak pinggang, gemas maka Yu Yin berseri-seri dan menahan tawa menutupi.

“Lihat, pamanku yang satu ini memang tak dapat dibuat main-main, Tang Siu. Biarpun Pat-jiu Sian-ong dan lain-lain boleh lihai namun mereka tak berani masuk. Sekali mereka lakukan itu maka tak ada ampun dari paman!”

"Tapi bagaimana kalau ayahmu datang?"

Ayah juga tak berani main-main...”

"Tapi ada gurumu yang lihai, yang dapat mengintai.”

“Hem, kamar ini rapat, Tang Siu. Suhu pun tak mungkin dapat datang kalau tidak dari depan."

"Tapi jendela kamar!”

"Itupun tak mungkin. Kamar ini di tengah ruangan dan di luar jendela masih ada tembok-tembok lain. Kalau ingin datang harus menjebol dinding.”

“Sudahlah” Hui Kiok tiba-tiba memisah, mukanya pucat dan tubuh menggigil. “Pamanmu datang ke sini Yu Yin. Tanyalah sekarang bagaimana baiknya. Aku masih takut!"

Yu Yin menarik kepalanya. Pamannya itu memang benar saja sudah masuk kembali setelah tadi berkacak pinggang di luar, ringan dan masih menunjukkan muka cemberut seolah kedatangan Pat-jiu Sian-ong dan lain-lainnya tadi benar-benar tak mempercayainya, padahal Yu Yin dan kawan-kawannya memang di situ! Dan ketika pangeran ini membuka pintu kamar dan Yu Yin tersenyum menyambut, berseri-seri maka pangeran itu tertegun mengerutkan kening.

"Paman hebat, benar-benar pandai bersandiwara. Aih, aku dan Tang Siu kagum, paman. Dan lebih-lebih Hui Kiok. Ia memujimu habis-habisan!"

"Hush!" Hui Kiok terkejut, mukapun seketika merah. "Apa-apaan kau ini, Yu Yin? Aku tidak bilang apa-apa. Kaulah yang bicara dengan Tang Siu dan aku cuma melihat!"

"Eh, kau tidak kagum bahwa pamanku bisa mengusir orang-orang itu begitu mudah?"

"Tentu saja..."

"Nah, apa bedanya?" Yu Yin menggoda. "Dikatakan atau tidak tetap saja kau kagum, Hui Kiok. Dan ini sudah kau akui. Lihat, siapapun sekarang sudah mendengar!"

Gadis ini semburat. Dipandang dan diketawai seperti itu ia jengah juga, tahulah dia bahwa Yu Yin memang sengaja ingin menggodanya. Dan ketika ia mencubit namun Yu Yin bergerak ke punggung pamannya, Hui Kiok berhadapan dengan Yauw-ongya maka gadis itu berseru,

"Hui Kiok, kau boleh cubit paman kalau berani. Hayo, mana cubitanmu!"

Gadis ini merah padam. Seketika ia melengos dan adu pandang dengan Yauw-ongya tadi sungguh membuat jantungnya berdetak. Yauw-ongya juga berdetak namun bangsawan muda ini lebih dulu menguasai hatinya. Mata Hui Kiok terasa demikian hidup dan bening, bak mata bintang kejora! Dan ketika pangeran itu serasa tertusuk panah tajam, asmara mulai mengganggu pangeran ini maka Yauw-ongya tiba-tiba mencengkeram dan menekan pundak keponakannya yang nakal itu.

"Yu Yin, bukan waktunya bergurau. Ingat nasibmu sendiri dan bagaimana sekarang!"

Gadis ini sadar. Seketika ia tersentak dan tertegunlah dia memandang sang paman. Yauw-ongya tampak berwibawa meskipun muda. Dan ketika diingatkan akan urusannya dan nasibnya yang buruk, juga teman-temannya ini tiba-tiba Yu Yin dengan cepat menangis. Aneh, padahal baru saja tertawa- tawa!

"Paman, bagaimana ini. Aku tak tahu. Aku bingung!"

"Hm, bagaimana pendapat teman-teman mu yang lain ini? Apakah, tak ada-gagasan?"

"Aku hanya ingin menyelamatkan Yu Yin," Tang Siu berkata, mengerutkan kening. "Dan kupikir ia harus keluar dari kotaraja."

"Benar," Yu Yin berseru. "Tapi aku harus membawa Golok Maut, Tang Siu. Tanpa itu tak mungkin!"

"Golok Maut?" Tang Siu terkejut.

"Ya," Yu Yin tak mau lagi menyimpan rahasia, sahabatnya ini orang yang boleh tahu segala-galanya. Dia telah mendapat banyak pertolongan. "Aku berjanji dengan Giam Liong untuk mendapatkan senjatanya itu kembali. Tang Siu. Atau ia akan datang dan mengamuk disini!"

"Hm," gadis baju putih itu terkejut. "Kiranya ini, Yu Yin. Pantas kau kembali dan datang ke tempat ayahmu. Kau mencari bahaya!"

"Aku tidak takut," Yu Yin berkata gagah. "Aku telah berjanji dan aku akan menepati janjiku. Tapi bagaimana sekarang. Aku tak dapat keluar!" dan menangis tersedu-sedu tak dapat menyelesaikan persoalannya tiba-tiba Yu Yin menubruk dan memeluk sang paman. "Paman, kau tolonglah aku. Bagaimana baiknya dan apa yang harus kulakukan?"

"Hm!" sang paman terkejut di tempat, mukanya berubah. "Kau benar-benar mencari bahaya, Yu Yin. Kalau kedatanganmu ke sini untuk mengambil Golok Maut maka kau akan berhadapan dengan gurumu. Padahal kau tahu siapa gurumu itu!"

"Aku tak perduli," gadis ini memotong, sesenggukan. "Golok itu adalah bukan miliknya, paman. Golok itu milik Giam Liong. Suhu secara licik merampasnya!"

"Tapi Giam Liong adalah pemberontak!"

"Aku tak perduli. Pemuda itu sebenarnya memusuhi suhu, paman, bukan negara. Tapi karena pengawal dan negara membantu suhu maka Giam Liong seolah-olah pemberontak. Suhu licik berlindung di balik nama kaisar!"

"Hm-hmm... cintamu membutakan mata. Aku tak berani ikut campur masalah ini, Yu Yin, itu sepenuhnya tanggung jawabmu. Aku hanya hendak menolongmu dari tangan ayah atau pembantu-pembantu ayahmu. Nah, apakah kau mau tetap tinggal disini atau tidak!"

"Aku harus keluar."

"Untuk ditangkap ayahmu?"

"Tidak, untuk merampas kembali Golok Maut itu, paman. Besok Giam Liong akan datang kalau aku tidak muncul!"

"Urusan Giam Liong aku tak mau mencampuri. Aku bicara urusanmu!"

"Baik, sekarang tolonglah bagaimana aku dapat kembali ke tempat ayah, paman, tanpa diketahui orang. Aku akan ke kamar suhu dan mencuri golok rampasan!"

"Kau nekat?"

"Aku harus bekerja!"

"Baik, kalau begitu kebetulan. Sebentar lagi ayahmu datang dan bersiaplah sekarang memakai baju pengawal!"

Yu Yin tertegun. Cepat dan cekatan pamannya ini tahu-tahu membuka lemari, melempar sepasang pakaian dan itulah pakaian pengawal. Yu Yin diminta mempergunakan pakaian itu dan tiba-tiba berserilah gadis ini. Pamannya cerdik, dia rupanya diminta menyamar! Dan ketika ia menyambar dan tidak malu-malu mengenakan pakaian itu, dirangkapkan di pakaiannya sendiri maka sekejap Yu Yin sudah berubah menjadi pengawal!

“Terimakasih," gadis itu gembira. “Aku tahu akalmu, paman. Dan sekarang tolong bagaimana dengan dua temanku yang lain ini. Aku minta agar Tang Siu dibuatkan jalan keluar!"

"Aku tak mau keluar," gadis baju putih itu tiba-tiba berseru. "Kalau kau mau kembali ke tempat ayahmu maka aku harus mengawal, Yu Yin. Aku tak mau kau ditimpa bencana!"

"Kau ikut?”

"Tentu saja. Aku tak mau gagal menolongmu, Yu Yin. Kalau kau mau kembali tentu saja aku ikut. Mari, aku siap di belakangmu!"

"Gila!" gadis ini terkejut. "Aku tak mau menyeretmu ke tempat berbahaya itu, Tang Siu. Aku sekarang sudah menyamar dan tak perlu kau khawatir. Kalaupun ketahuan tak bakal mereka membunuhku, lain dengan dirimu.”

"Hm, aku paling senang kalau menyerempet-nyerempet bahaya. Pekerjaanku sudah kepalang tanggung, tak mungkin setengah setengah lagi. Kalau kau mau kembali mari kuikuti, Yu Yin. Aku sekedar menjagamu kalau ada apa-apa."

"Tang Siu..."

"Tidak! Aku sudah memutuskan hatiku, Yu Yin. Kalau kau tertangkap dan jatuh di tempat ayahmu percuma saja aku mengeluarkanmu. Hayo, berangkat dan mari kuiringi!"

Yu Yin tersedak. Tiba-tiba ia terharu dan menubruk temannya ini, menangis. Tang Siu benar-benar tak mau meninggalkannya dan apapun akan dihadapi berdua. Dan ketika mereka berpelukan dan Tang Siu meremas temannya, air mata hampir saja menitik tiba-tiba Yauw-ongya melemparkan lagi sepasang pakaian pengawal dan berseru,

"Anak-anak, jangan membuang-buang waktu lagi. Kakakku pasti datang dan pergilah kalian lewat pintu belakang. Lompati tembok dan jangan berlama-lama lagi!"

Yu Yin sadar. Tiba-tiba ia ingat bahwa ayahnya pasti datang ke situ. Lam-ciat dan Pat-jiu Sian-ong sudah bercuriga dan dua kakek itu pasti melapor. Gurunya juga tentu datang! Dan ketika gadis itu melepaskan diri sementara Tang Siu mengerutkan kening dipanggil "anak-anak", pangeran itu seperti orang tua saja padahal juga sebaya dengannya maka gadis ini mendongkol namun Yu Yin menyambar dan memberikan pakaian itu kepadanya, tergesa-gesa.

"Tang Siu, pamanku benar. Ayah pasti datang dan sebaiknya kita pergi!"

"Tapi Hui Kiok?"

"Biarkan ia di sini," Yauw-ongya tiba-tba berkata. "Nona Hui dalam perlindunganku, nona. Kalau ikut bersama kalian tentu berabe. Hanya kuminta agar tubuh Hui-ciangkun kalian pindah ke dekat gedungnya supaya aku tidak dicuriga!"

"Baik," Yu Yin mengangguk, mendahului. "Kau lagi-lagi benar, paman, Terima kasih dan selamat tinggal!" dan berkelebat meninggalkan kamar itu disusul temannya Yu Yin sudah menyambar tubuh Hui-ciang-kun dan berseru kepada Hui Kiok bahwa biarlah gadis itu tinggal ditempat Yauw-ongya.

Hui Kiok tertegun dan merah padam. Ia bingung. Ia sekarang seorang diri dan di kamar seorang lelaki pula. Berat! Namun ketika ia mengeluh dan terbelalak memandang kepergian Yu Yin, mengejar namun disambar Yauw-ongya tiba-tiba pangeran itu berbisik agar gadis itu tidak ke mana-mana.

"Hui-siocia, jangan keluar. Nanti aku ketahuan menyembunyikan kalian!"

"Tapi... tapi.." gadis ini menangis. "Aku tak berani sendirian, siauw-ongya, apalagi di kamarmu. Bagaimana kata orang!"

"Kau benar. Tapi ini keadaan darurat, Hui-siocia. Apakah kau mau mencelakai aku dengan menampakkan diri diluar?"

Hui Kiok bingung. Akhirnya ia menangis dan mengguguk sendirian di situ, mau keluar tapi tak berani. Dan ketika ia mengerti bahwa keadaan mengharuskan begitu apa boleh buat ia harus di kamar lelaki maka Yauw ongya melepaskan tangannya dan menyuruh ia kedapur.

"Apa? Ke dapur? Untuk apa?"

"Maaf, kau harus menyaru sebagai pelayan, Hui-siocia. Aku tahu watak kakakku dan kecerdikannya yang amat tinggi. Aku harus mengimbangi dan tak boleh kalah. Kau berdandanlah sebagai pelayan dan di sana ada sebuah lemari kecil untuk berganti pakaian."

Gadis ini tertegun. Ia membelalakkan mata lebar-lebar karena tiba-tiba saja ia diminta menjadi seorang pelayan. Dan gugup tak biasa melakukan itu, di rumah ia adalah nona majikan maka gadis ini mendelong saja memandang sang pangeran. Yauw ongya tersenyum manis dan sekali lagi meminta maaf. Mereka harus cepat-cepat atau nanti tamu keburu datang. Dan ketika Hui Kiok berkata bahwa ia tak dapat berdandan, sebagai pelayan, maka pangeran menyambar lengannya dan bergegas mengajak kedapur.

"Kalau begitu aku yang akan merias wajahmu sebagai pelayan berumur tigapuluhan tahun. Cepat, nanti Pat-jiu Sian-ong dan kakakku muncul!"

Hui Kiok tak keruan. Selama hidup baru kali ini ia dipegang-pegang lelaki. Pegangan Yauw-ongya menimbulkan getaran hebat yang membuat tubuhnya seakan lumpuh. Hampir saja gadis ini ambruk! Tapi ketika mereka sudah memasuki dapur dan Yauw ongya membuka lemari kecil, mengeluarkan dan mengambil alat alat rias maka pangeran itu berkata agar Hui Kiok merangkapkan pakaian pelayan yang sudah dilemparnya.

"Dulu seorang pelayanku tinggal di sini. Tapi sekarang ia pulang, sakit. Kebetulan pakaiannya masih di sini dan sedikit pupur atau bedak ini juga tertinggal. Maaf, aku harus merobah wajahmu, siocia. Cepatlah kenakan pakaian itu dan aku merobah wajahmu!"

Hui Kiok gemetaran. Ia mengangguk saja ketika sang pangeran menyuruh ia ini-itu, mengenakan pakaian pelayan itu dan kebetulan pas benar. Dan ketika jari-jari pangeran memoles wajahnya dan bedak atau alat-alat lain juga digosokkan cepat-cepat, semuanya serba terburu buru maka jadilah Hui Kiok seorang pelayan berusia tigapuluhan tahun yang pucat dan ketakutan!

"Eh, jangan gemetaran, Hui-siocia. Wajar sajalah. Wajahmu sekarang sudah berubah dan tak ada siapapun lagi yang mengenalmu. Lihat!"

Hui Kiok hampir menjerit kaget. Yauw ongya memberinya cermin dan terlihatlah wajah yang lain di situ. Dengan cepat ia sudah disulap menjadi orang lain, hampir seperti nenek-nenek! Namun ketika Yauw-ongya mendekap mulutnya dan ia tak jadi menjerit, bayangan-bayangan berkelebatan di pintu maka Coa-ongya dan Pat jiu Sian-ong muncul!

"Maaf, adik pangeran. Berkali-kali aku mengetuk pintumu namun kau tak datang. Apakah puteriku ada di sini bersama gadis lain!"

Yauw-ongya membalik. Cepat dan luar biasa ia sudah mampu menguasai dirinya lagi, hal yang mengagumkan. Dan ketika ia sudah berhadapan dengan Coa-ongya, kakaknya yang bermata tajam maka pangeran itu buru buru membungkuk. "Ah, kanda pangeran rupanya. Selamat malam. Apa yang kau cari, kanda, dan mari duduk di ruangan depan. Tempat ini kotor!"

"Hm, aku mencari puteriku, Yu Yin. Dan siapa wanita ini!"

"Ia pelayanku, pelayan baru. Kusuruh membuat minuman dan kalau kanda ingin minum biar kusuruh sekalian menyiapkan. He..!" Yauw-ongya pura-pura menghadapi pelayannya. "Hidangkan sebotol arak besar, Lui ma. Ambil di sudut itu dan hidangkan keluar!"

Hui Kiok buru-buru mengangguk. Ia ketakutan dan menggigil melihat Pat-jiu Sian-ong dan Coa-ongya disitu, berjalan tergesa-gesa mengambil arak di sudut dapur. Tubuh dan langkah kakinya diam-diam diperhatikan Coa-ongya, tentu saja dikira Yu Yin. Tapi ketika Coa-ongya yakin bahwa itu bukan puterinya, gerak dan tubuh puterinya tidak setinggi "pelayan" ini maka ia mengulapkan lengan dan buru-buru berkata, Hui Kiok sudah menyentuh arak di sudut dapur.

"Tidak usah, tak perlu.... aku datang hanya untuk menanyakan puteriku, adik pangeran. Karena menurut mereka ini katanya masuk ke sini!"

"Hm, Pat-jiu Sian-ong benar-benar gatal mulut!" Yauw-ongya tiba-tiba membeku, wajahnya gelap. "Sudah kukatakan tak ada siapa-siapa di sini, kanda pangeran. Kalau kau ingin membuktikan boleh saja geledah. Mari, lihat dan periksa sendiri semua kamar-kamarku!"

Yauw-ongya sudah mengajak tamunya ke kamar-kamar di kiri kanan, dengan berani membuka semua kamar-kamar itu dan tentu saja tak ada siapa-siapa. Yu Yin dan Tang Siu baru saja pergi! Dan ketika kakaknya tertegun dan melihat semua kamar-kamar itu, terakhir adiknya membuka pintu kamar pribadi maka pangeran itu menyuruh kakaknya masuk.

"Tak usah ragu-ragu dan boleh buktikan kata-kataku. Ini kamar terakhir, kamar pribadiku. silahkan kanda periksa dan lihat kedalam."

"Cukup... cukup!" Coa-ongya terkejut dan sudah melihat isi kamar, seluruh penjuru disambarnya cepat. "Aku percaya, adik pangeran. Aku percaya. Ah barangkali pembantu-pembantuku ini yang matanya lamur. Heii..!" pangeran itu memandang Pat-jiu-sian-ong dan Lam ciat melotot! “Lihat kata-kata adikku, Sian-ong. Sungguh membuat malu membawa aku ke mari. Bagaimana ini, apakah kalian tidak minta ditendang?”

"Maaf... maaf...!” dua kakek itu buru-buru melipat tubuh. "Kami bukannya kurang percaya, ongya, melainkan semata-mata ingin menjaga ketenangan dan ketenteraman istana. Tadi kami melihat bayangan mereka Kalau benar tak ada di sini tentu saja kami minta maaf.”

“Hm, enak sekali.” Yauw-ongya marah. “Tadi sudah kubilang, kanda. Tapi mereka berani juga menyelidiki lagi. Seolah aku berkomplot dengan penjahat. Apakah cukup begitu saja dan begini gampangnya!"

"Ah, adik pangeran mau apa?"

"Aku ingin menghajar mereka, kanda. Maaf bahwa aku benar-benar terhina, merasa tak dipercaya... plak-plak!" dan Yauw ongya yang maju menampar dua kakek itu akhirnya membuat Pat-jiu Sian-ong maupun Lam-ciat merah padam.

Mereka dipukul di depan begitu banyak orang, ingin rasanya menjerit! Namun karena mereka bersalah dan tamparan itu Sesungguhnya ringan dibanding perbuatan mereka terhadap Yauw-ongya, yang dicurigai dan dikira menyembunyikan pengacau maka Lam-ciat maupun Pat-jiu Sian-ong menahan malu dan gusar di hati. Mereka menelan saja tamparan itu sebagai hukuman, meskipun diam-diam di dalam hati tentu saja mereka menyumpah nyumpah! Dan ketka Yauw ongya mundur dan Coa-ongya mengangguk-angguk, hal itu pantas diberikan maka pangeran ini memandang adiknya dan berkata,

"Baiklah, aku pribadi meminta maaf, adik pangeran. Rumahmu telah kami kotori dengan kaki kami. Tapi kami mohon kalau puteriku datang ke sini harap beri tahu kami atau tangkap dia, juga gadis temannya yang pengacau itu!"

"Tentu, dan kau boleh pasang orangmu memata-matai tempat ini, kanda pangeran. Aku mempersilahkan dan dengan hati terbuka!"

"Ah, tak perlu... tak perlu!" dan Coa-ongya yang cepat-cepat mohon diri dan pergi dari situ terpaksa menahan rasa malunya lagi karena belum apa-apa sudah didahului adiknya itu. Memang benar ia hendak menyuruh Pat-jiu Sian-ong atau Lam-ciat mengawasi rumah ini, siapa tahu di tempat lain adiknya itu menyembunyikan pengacau, karena ia juga percaya laporan Pat-jiu Sian-ong!

Tapi karena ia sudah didahului dan tentu saja tak ingin menambah malu lagi, ia harus pergi maka lenyaplah pangeran itu bersama pengiringnya. Pat-jiu Sian-ong dan Lam-ciat mendapat maki-makian. Dua kakek itu semakin merah padam lagi. Dan ketika semua pergi dan meninggalkan tempat tinggal Yauw-ongya itu, Pat-jiu Sian-ong dan Lam-ciat mengutuk habis-habisan maka ditempat lain Yu Yin dan Tang Siu justeru memasuki kembali gedung Coa-ongya.

"Selamat, kita sudah sampai. Awas, kita langsung kebagian belakang, Tang Siu. Di sana kamar guruku berada. Hati-hati, mungkin ada penjaga di situ!" Yu Yin langsung memberi tanda dan tentu saja dengan mudah memasuki gedung ayahnya. Tak ada orang lain yang sehapal dia dan begitu masuk iapun sudah langsung nyelonong.

Di sepanjang jalan ia berpapasan dengan pengawal-pengawal dan lucu bahwa mereka tak mengenalnya. Tubuh mereka yang langsing dapat disembunyikan di balik pakaian yang kebesaran dan malam yang gelap juga terasa menolong. Dan ketika jalan-jalan besar dapat dilalui mudah dan mereka bergerak sampai ke gedung Coa-ongya, dua tiga pengawal menegur namun dengan mudah Yu Yin membalas salam maka saat itu juga keduanya sudah masuk ke dalam dan Yu Yin melompat ke bagian belakang. Temannya mengikuti dan Tang Siu tersenyum-senyum. Sikap dan keberanian Yu Yin mengagumkannya. Tapi ketika mereka berada di belakang dan empat dayang muncul, kebetulan mereka melihat Yu Yin dan Tang Siu berkelebat masuk maka mereka berteriak tertahan dan menuding tak percaya.

"Heii, ada pengawal melompati tembok. Ringan benar gerakannya!"

"Ah, kusangka setan. Heii, siapa kalian, pengawal. Apakah Lo-twako!"

Yu Yin tertegun. Ia tak berani menjawab karena suaranya tentu segera dikenal. Itulah dayang-dayang ayahnya yang tadi menemaninya. Sedikit bersuara tentu ia diketahui. Tapi ketika ia tertegun dan diam tak menjawab, empat dayang itu berlarian mendekat maka Tang Siu membesarkan suaranya dan menjawab parau,

"Heh, kami bertugas mencari penjahat, tikus tikus betina. Pergilah kalian dan jangan mengganggu!"

"Hi-hik, baru kali ini ada pengawal tak suka menggoda dayang!" satu di antara dayang itu terkekeh genit, menubruk dan tahu-tahu mencekal lengan Tang Siu. "Kau siapa, pengawal baru. Dari resimen mana dan kenapa baru sekarang kulihat. Ihh, lenganmu halus sekali.”

Tang Siu terkejut, la tak tahu bahwa para pengawal biasanya tentu menggoda dulu kalau bertemu dayang-dayang cantik. Inilah di luar perhitungannya. Dan ketika ia tertegun mendengar teriakan dayang itu, yang heran dan kaget bahwa lengan seorang pengawal begitu halus dan lembut seperti lengan wanita maka sadarlah ia bahwa dayang-dayang ini tak boleh dibiarkan berlama-lama lagi.

"Yu Yin, robohkan mereka!"

Empat dayang itu terkejut. Dayang pertama yang mencekal dan memeluk lengan Tang Siu tiba-tiba roboh terjengkang. Ia menjerit menerima sebuah totokan. Dan ketika di sana Yu Yin juga bergerak dan merobohkan yang lain, keadaan sungguh berbahaya maka berturut-turut empat dayang itu terpelanting.

"Lempar mereka ke semak-semak. Cepat, ada bayangan datang!"

Tang Siuvtak mau berpikir dua kali. Ia juga melihat bayangan tiga orang dan itulah Lo-twako yang tadi disebut sebut sang dayang. Keadaan menjadi lebih berbahaya lagi. Dan ketika ia menendang atau melempar mereka ke semak-semak, tepat bersamaan dengan datangnya tiga pengawal maka Tang Siu menerima bentakan siapakah dia.

"Heii, siapa kalian. Dan apa yang kalian lakukan!”

Tang Siu menjawab tak jelas. Ia sengaja membuat suaranya sengau dan tiga pengawal maju berlompatan, terbelalak melihat gadis ini tadi melempar dayang. Suara blak-bluk mencurigakan mereka. Tapi tertegun melihat itulah pengawal, rekannya sendiri maka Lo-twako terhenyak dan bengong, mengira itu adalah pengawal dari lain kesatuan namun alangkah kagetnya dia ketika tiba tiba satu diantara dua pengawal ini terkekeh.

Yu Yin, yang tak mampu menahan gelinya melihat Lo-twako mendelong sudah tak dapat menahan tawa. Mereka sudah dekat dan Tang Siu dilihatnya bersiap untuk melepas serangan. Dan karena ia mengenal laki-laki ini dan Tang Siu dimintanya untuk tidak membunuh, pengawal itu adalah pembantu ayahnya maka orang she Lo menjadi kaget bukan main ada pengawal laki-laki bisa tertawa demikian merdu!

“Lo Him, kau tidurlah di tempat ini!”

Orang she Lo berseru tertahan. Ia menoleh namun "pengawal" satunya bergerak, itulah Tang yang tak menunggu waktu untuk merobohkan lawannya ini. Dan begitu ia berkelebat sementara Yu Yin juga menggerakkan jarinya dari dua pengawal yang lain maka ‘pengawal’ sudah merobohkan pengawal.

“Bluk.. bluk.”

Tiga orang itu tak tahu apa yang terjadi. Mereka tahu-tahu roboh dan Tang siu maupun Yu Yin tak membiarkan mereka mengetahui lebih jauh. Orang she Lo samar-samar ingat dan mengenal tawa nona majikannya namun ia keburu terjengkang. Totokan Tang Siu telah membuatnya roboh. Dan ketika dua temannya juga terjerembab dan berseru tertahan, mereka roboh oleh serangan Yu Yin maka Tang Siu menendang tiga orang itu ke dekat para dayang, tak mau membuat curiga.

“Yu Yin, kita satukan mereka di semak belukar. Awas jangan sampai sadar sebelum pekerjaan kita selesai!”

"Tak perlu khawatir," gadis itu berkata. "Totokanku cukup untuk lima jam, Tang Siu. Ayo bergerak dan kita masuk kamar berpintu hitam itu!"

Tang Siu mengangguk. Ia lega bahwa temannya menotok dengan tenaga cukup,kalau tidak tentu tiga pengawal itu sadar sebelum semuanya selesai. Dan ketika Yu Yin berkelebat dan ia mengikuti, mereka sudah di belakang gedung Coa-ongya maka sebuah pintu hitam terpampang di depan mata, jauh dari segala keramaian dan tampaknya tersembunyi.

"Ini kamar gurumu?"

"Benar, dan kita rupanya beruntung, Tang Siu. Suhu tak ada didalam!"

"Dari mana kau tahu?"

"Palang pintu itu... selalu ditutup kalau suhu sedang keluar."

"Tapi hati-hati. Tempat ini letaknya jauh di belakang dan suhumu rupanya senang dengan tempat yang begini sunyi."

"Benar, tapi aku sudah hapal tempat ini, Tang Siu. Jaga di luar dan biar kubuka palangnya!" Yu Yin bergerak, tidak ke tengah melainkan ke pinggir di mana dia menyentuh sebuah bulatan besi di lekuk pintu, memutarnya dan tiba-tiba palang bergerak keatas, pintu otomatis terbuka. Dan ketika ia melompat masuk namun keadaan gelap, ia menyalakan lilin maka gadis itu berteriak ketika seekor tikus tiba-tiba menerjang kakinya.

“Aihh… Tang siu.”

Gadis diluar berkelebat masuk. Tang Siu mencabut pedangnya dan gerakan hitam dikaki temannya di babat. Reflek seorang ahli silat otomatis bekerja. Tapi ketika benda hitam itu mencicit dan menggelepar putus, Tang Siu tertegun maka tikus di kaki temannya dilihat.

"Astaga kukira apa. Busyet, kau mengejutkan aku, Yu Yin. Kusangka senjata atau ular berbisa!"

"Maaf," gadis ini gemetar pucat, aku paling ngeri berhadapan dengan tikus. Tang Siu. Cicitannya saja cukup membuat aku lumpuh. Tadi aku terlalu terkejut dan hilang sadar.”

“Hm.. Sudahlah. Aku di luar lagi dan cepat cari Golok Maut itu. Tempat ini menyeramkan!"

Murid Kedok Hitam ini mengangguk. Adalah aneh melihat gadis yang biasanya tak kenal takut dan amat pemberani itu mendadak saja berteriak melihat tikus. Yu Yin rupanya terlampau tegang. Namun ketika temannya berkelebat keluar dan ia sendirian lagi di tempat itu, sebuah ruangan gelap kini diterangi sebatang lilin maka entah mengapa tengkuk gadis ini merasa seram memasuki kamar yang dingin ini. Tempat itu berada paling belakang. dari gedung Coa-ongya, tak jauh dengan pagar kawat berduri dan di situlah gurunya tinggal.

Selain dirinya tak boleh ada orang datang mendekat. Pengawal bakal diusir atau bahkan dibunuh kalau coba-coba mendekati tempat si Kedok Hitam ini. Dan karena ia sudah berulang kali masuk, kamar gurunya itu meskipun gelap cukup dikenalnya juga, sebuah ruangan dengan luas sepuluh meter persegi maka Yu Yin tersentak melihat sesuatu berkilau di dinding sebelah kanan. Bercahaya dan dingin bertemu pantulan lilin.

"Golok Maut...!"

Yu in tak ragu-ragu lagi. Golok itu, golok yang dicari-cari, ternyata ada di kamar gurunya ini. Yu Yin girang bukan main dan tentu saja ia berkelebat, langsung menyambar dan mencabut golok itu, yang ditancapkan di dinding. Dan ketika gadis ini bersorak dan keluar dengan cepat, Tang Siu tertegun oleh sinar golok yang dingin berkilau-kilauan maka Yu Yin menutup pintu hitam dan menangis!

"Tang Siu, sudah kudapat. Ah, tak kusangka begini mudah. Tapi... tapi aku ngeri membawa golok ini. Bagaimana kalau kau saja!"

"Kenapa?" gadis itu terkejut. "He, dan kenapa kau roboh, Yu Yin. Ada apa!"

Gadis Kun-lun itu bergerak. Yu Yin tiba-tiba mendeprok dan mengguguk di situ, sedu sedannya membuat Tang Siu terkejut. Tapi ketika ia membentak agar temannya diam, atau musuh akan datang maka Yu Yin teringat namun anehnya ia tak mampu mengangkat golok itu lagi.

"Tang Siu, aku merasa seram. Goiok ini tiba-tiba juga terasa berat. Cobalah, apakah kau mampu mengangkatnya!"

Gadis ini heran. Ia memandang namun memungut golok itu, memang terasa berat namun tidaklah terlalu. Dan ketika ia mengangkat dan mampu membawa tinggi-tinggi di atas kepala, gadis baju putih ini terbelalak maka gadis itu berseru, "Yu Yin, golok ini memang berat, untuk ukuran wanita. Namun aku dapat mengangkatnya dan lihatlah!"

Yu Yin heran. "Kau tak merasa diganduli sesuatu?"

"Tidak."

"Kau tak melihat sesuatu pula di badan golok itu?"

"Tidak. Ada apakah? Kau membuatku seram saja, Yu Yin. Apa yang kau maksud dan apa pula yang kau lihat!"

"Aku melihat sebuah bayangan hitam di balik badan golok itu, seperti raksasa. Mulutnya terbuka lebar dan seakan siap mencaplok!"

"Ah, kau bermimpi buruk. Tak ada apa-apa yang aku rasa, Yu Yin, kecuali.... he!" gadis itu terkejut, kaget melepaskan golok karena golok tiba-tiba meledak. Dan ketika jatuh berdentang di tanah, rumput seketika terbakar maka dua gadis itu terlonjak mendengar suara tawa gemuruh.

"Ha-ha, jangan pegang aku, anak-anak. Pantang tubuhku disentuh wanita. Augh, tangan kalian panas. Keparat, najis bagiku dipegang-pegang perempuan... blarr!" golok meledak lagi, melejit dan menyambar Tang Siu namun gadis baju putih itu berteriak mengelak ke kiri. Aneh dan luar biasa golok tiba-tiba hidup, bagai bernyawa. Dan ketika golok melesat dan menyambar pohon, menancap, maka pohon tiba-tiba roboh dan hangus!

"Tang Siu, awas. buummmm!"

Tang Siu bagai dibetot sukmanya. Ia masih terkesiap dan mencelos oleh serangan Golok Maut tadi, tak mengerti mengapa begitu dan apa kesalahannya. Kini tiba-tiba disambar pohon tumbang dan tentu saja gadis itu meloncat. Namun ketika ia kurang cepat dan Yu Yin menendangnya dari samping, gadis itu terlempar maka Tang Siu terguling-guling tak jauh dari pohon yang tumbang ini.

"Yu Yin, rumput itu terbakar!"

"Tang Siu, raksasa itu kulihat!"

Dua-duanya terkesiap. Yu Yin dan Tang Siu sama menuding dan mereka berteriak pucat melihat apa yang terjadi. Rumput terbakar sementara bayangan raksasa bertubuh hitam itu muncul dari balik pohon besar, menyeramkan. Namun ketika terdengar ledakan dan raksasa itu lenyap tinggal rumput yang berkobar di sekeliling tempat itu maka Yu in terkesiap disambar temannya.

“Celaka golok itu golok siluman, penuh hawa hitam. Eh kita pergi, Yu Yin. Padamkan api di rumput yang terbakar itu!"

Yu Yin pucat. Ia masih ngeri oleh bayangan raksasa dibalik pohon tadi, mendelong namun segera sadar disentak temannya. Dan ketika mereka berkelebat namun suara dan cahaya api memanggil pengawal, yang jauh disana maka bayangan-bayangan bergerak dan suara atau bentakan terdengar keras.

“Heii, siapa itu?"

“Hei ada api dan pohon tumbang!”

Yu Yin berubah. Ia ditarik temannya, namun tiba-tiba ia berontak melepaskan diri, berkelebat menyambar golok maut yang masih menggeletak di situ Dan ketika aneh sekali golok ini tak seberat tadi, ringan dan dapat diangkat maka Yu Yin girang karena rupanya raksasa pengisi golok itu tak lagi membebaninya.

"Tang Siu, aku sudah dapat mengangkatnya. Lihat, golok ini sekarang ringan!”

"Hm, ringan atau tidak namun ia hampir mencelakai aku, Yu Yin. Dan raksasa hitam itu keparat sekali. Mari cepat, kita pergi. Pengawal berdatangan dan bantu aku memadamkan rumput ini!”

Tang Siu tak mau bicara tentang golok, bergerak dan memadamkan api dan Yu Yin pun mengangguk mengebutkan lengan bajunya. Kebakaran itu harus dicegah jangan sampa meluas. Jelek-jelek itu adalah tempat tinggal ayahnya dan bergeraklah dua gadis ini memadamkan api, bekas ledakan Golok Maut tadi. Namun karena pengawal berdatangan dan mereka itu terkejut melihat dua orang ada di situ, di tempat terlarang maka mereka berteriak dan membentak melakukan serangan, anak-anak panah mendahului.

“Siapa kalian. Pengawal dari kesatuan mana berani kurang ajar!"

Tang Siu mendengus. Dengan mudah tentu saja ia memukul runtuh semua anak-anak panah itu. Namun ketika ia bergerak dan mau melarikan diri, tempat itu mulai dikepung mendadak temannya berseru agar membawa Golok Maut.

"Tang Siu, aku takut ketemu guruku. Tolong kau bawa golok ini dan kita bertemu di pintu gerbang selatan!"

"Apa?"

"Tolong bawa Golok Maut ini, Tang Siu. Aku akan menerjang ke kiri dan kau ke kanan. Aku hendak memecah perhatian mereka supaya golok ini tidak sampai terampas kembali!"

"Kau gila? Kau mengajak berpencar?"

"Benar, untuk menyelamatkan golok ini, Tang Siu. Dan karena aku amat berkepentingan, tolong kau saja yang bawa tapi jangan dipakai agar tidak dimarahi guruku!" dan belum gadis ini menolak atau mengiyakan mendadak Yu Yin sudah menyelipkan golok itu dipunggung. "Tang Siu, kita tak boleh sama-sama tertangkap. Salah satu harus lolos. Nah, kau ke kanan aku ke kiri!" dan berkelebat menyampok anak-anak panah yang berdesingan, Yu Yin juga mudah menghadapi para pengawal ini maka gadis itu sudah membentak dan menerjang ke kiri.

Yu Yin jauh lebih mengenal keadaan daripada temannya. Ia sengaja berseru keras mengundang perhatian pengawal ke kiri, bukan ke kanan di mana temannya berada. Dan ketika benar saja para pengawal mengejar dan membentak gadis ini, yang masih dianggap pengawal karena pakaiannya itu maka Tang Siu tak mengalami kesulitan menuju ke kanan. Sebenarnya gadis ini tak mau namun Yu Yin telah memaksanya. Apa boleh buat dia harus mengikuti itu dan benar juga tak boleh mereka sama-sama tertangkap. Terlalu berbahaya itu. Dan karena Yu Yin tadi juga berkata bahwa ia mengenal medan, tak usah khawatir tertangkap maka gadis ini berkelebat ke arah kanan dan tujuh pengawal yang ada di sini disapu dengan kibasan tangan kirinya, pedang siap di tangan kanan.

"Pergi kalian... bress!"

Tang Siu berjungkir balik. Tujuh pengawal roboh dan menjerit di sana, selebihnya ditampar atau ditendang mencelat. Dan ketika gadis itu berhasil menerobos kepungan dan sisa pengawal terbelalak melihat wajah yang manis dari gadis ini maka sadarlah mereka bahwa gadis pengacau yang dicari-cari ternyata menyaru sebagai pengawal, dibalik pakaian pengawal. Namun sebelum mereka itu sempat berteriak atau memberi tahu teman-temannya maka gadis baju putih ini tak memberi kesempatan karena sekali tangannya diayun sisa pengawal itupun terjengkang.

"Plak-plak-plak!”

Tang Siu dengan mudah melewati kepungan ini. Ia sudah melompat dan melayang keluar tembok, terbang dan mengerahkan ilmu lari cepatnya karena keadaan memungkinkan. Sebagian besar lawannya tertarik perhatiannya ke arah Yu Yin, karena gadis itu sengaja menyedot perhatian pengawal untuk melepaskan murid Kun-lun ini. Namun ketika gadis ini lolos dengan selamat maka Yu Yin justeru terjebak oleh perbuatannya sendiri karena dari segala penjuru ratusan orang datang.

"Tangkap! Gadis pengacau itu ada di sini. Tangkap! la menyaru sebagai pengawal!"

Yu Yin marah. Rambutnya keluar dari balik topi pengawal dan itulah sebabnya ia dikenal, disangka Tang Siu karena gadis ini berkelebatan cepat dari satu ke lain tempat. Gedung itu milik ayahnya dan ia mengenal dengan baik. Namun karena pancingannya tadi justeru membuat semua orang mengejarnya, pintu keluar ditutup maka gadis ini terjebak meskipun ia dapat sembunyi dan lolos memasuki lorong satu ke lorong yang lain, atau kamar satu ke kamar yang lain. Dan ketika Yu Yin bingung tak dapat keluar, ia juga tak dapat membunuh pengawal karena itu adalah pembantu-pembantu ayahnya sendiri maka gadis ini pucat ketika di dalam gedung ia melihat berkelebatnya bayangan gurunya.

"Yu Yin, berhenti. Jangan main-main.”

Gadis ini pucat. Tadinya ia menyangka gurunya di tempat Yauw-ongya, terbukti bahwa kamar gurunya kosong dan dengan mudah ia mampu mencuri Golok Maut. Tapi begitu sang guru datang dan gerakannya dikenal, tentu saja ilmu silatnya diketahui maka gadis ini melarikan diri ke ruangan tengah begitu suara gurunya didengar. Tapi terlambat. Bayangan hitam bergerak lebih cepat, angin berkesiur dan tahu-tahu pundaknya dicengkeram lima jari yang kuat. Dan ketika Yu Yin menjerit dan membanting tubuh bergulingan, meloncat bangun maka gurunya sudah berdiri di depannya dengan mata berapi-api!

"Apa yang kau lakukan. Dari mana kau!"

Yu Yin gentar. "Aku... aku mencari ayah!"

“Bohong! Pengawal memberi tahu kau baru saja dibelakang, Yu Yin. Ayo ikut aku dan mana temanmu... wut!" Kedok Hitam menyambar, gerakannya luar biasa cepat dan tahu-tahu Yu Yin kembali sudah dicengkeram.

Tadi gadis itu melakukan tendangan dan karena itu mampu melepaskan diri. Namun karena sekarang gurunya tak mau dibalas dan sekali gerak tangan yang lain juga menotok gadis itu maka Yu Yin mengeluh dan roboh di tangan sang guru. Dan begitu ia menjerit dan lemas di pondongan sang guru maka Kedok Hitam berkelebat dan meluncur di belakang gedung, langsung ke tempatnya sendiri, menendang dan membuka pintu kamarnya itu. Dan ketika matanya menatap kedinding dan apa yang dicari tak ada mendadak ia berteriak tertahan.

"Golok Maut hilang!"

Post a Comment

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.